Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN
Kerja praktek merupakan prasyarat mahasiswa sebelum melakukan tugas
akhir dalam mencapai gelar Strata 1 berdasarkan kurikulum Program Studi
Geofisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Padjadjaran. Kerja praktek dilakukan sesuai dengan keahlian dan ilmu bidang
studi; baik secara teoritis maupun aplikatif yang dapat diaplikasikan pada dunia
kerja pada suatu instansi atau perusahaan tertentu.
1.1. LATAR BELAKANG
.

Geolistrik merupakan salah satu metode eksplorasi geofisika untuk

menyelediki keadaan bawah permukaan dengan menggunakan sifat-sifat


kelistrikan batuan dan bagaimana cara mendeteksinya dipermukaan bumi.
Beberapa karakteristik batuan yang dicari diantaranya adalah permeabilitas,
porositas, konduktivitas dan resistivitas. Sifat sifat suatu formasi batuan dapat
digambarkan oleh tiga parameter dasar yaitu konduktivitas listrik, permeabilitas
magnet dan permitifitas dielektrik. Sedangkan untuk metode geolistrik parameter
yang diukur dalam pengukuran diantaranya adalah potensial, arus dan medan
elektromagnetik yang terjadi baik secara alamiah ataupun akibat injeksi arus
kedalam bumi. Ada beberapa metode geolistrik, yaitu : resistivitas (tahanan jenis),
Induced Polarization (IP), Self Potensial (SP).
Metode geolistrik merupakan salah satu metode aktif dikarenakan metode
geolistrik menggunakan sumber buatan. Prinsip kerja metode geolistrik
resistivitas, arus listrik diinjeksikan kedalam bumi melalui dua elektroda arus,
beda potensial yang terjadi diukur melalui dua elektroda potensial. Dari hasil
pengukuran arus dan beda potensial untuk setiap jarak elektroda yang berbeda
kemudian dapat diturunkan variasi harga hambatan jenis masing masing lapisan
dibawah titik ukur. Alat yang digunakan untuk mengukur tahanan jenis dibawah
permukaan tanah yaitu resistivity meter.

1.2. MAKSUD DAN TUJUAN


1.2.1. Maksud
Maksud dari pelaksanaan kerja praktek ini adalah :
1. Mahasiswa dapat mengetahui prosedur dalam akuisisi data geolistrik dan
mengolah data geolistrik.
2. Mahasiswa dapat mengenali perangkat yang digunakan

dalam proses

akuisisi data geolistrik.


3. Mahasiswa dapat mengenali perangkat lunak (software) yang digunakan
dalam pengolahan data geolistrik.
1.2.2. Tujuan
1. Memperoleh data geolistrik dengan kualitas yang baik.
2. Memperoleh hasil pengolahan yang dapat menggambarkan konfigurasi
bawah permukaan yang sebenarnya dengan melakukan pengolahan data
geolistrik yang telah ditentukan.
3. Melengkapi salah satu syarat yang berlaku di universitas.
1.3

Lokasi Pengukuran
Lokasi akuisisi data geolistrik dilakukan di lingkungan Pasir Ipis,

Lembang, Bandung.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Konsep dasar metode geolistrik


Dalam geofisika eksplorasi terdapat beberapa metode geofisika yang dapat

dimanfaatkan untuk mempelajari sifat-sifat fisika dan struktur kerak bumi yang
bertujuajn untuk mencari sumber daya alam. Salah satu metode geofisika tersbut
diantaranya metode geolistrik. Umumnya, metoda ini baik untuk eksplorasi
dangkal, sekitar 150 m.
Metoda geolistrik merupakan salah satu metoda geofisika yang
mempelajari sifat aliran listrik di dalam bumi dan bagaimana cara mendeteksinya
di permukaan bumi. Parameter yang diukur dalam pengukuran geolistrik,
diantaranya: potensial, arus, dan medan elektromagnetik yang terjadi baik secara
alamiah ataupun akibat injeksi arus ke dalam bumi. Ada beberapa metoda
geolistrik, yaitu: resistivitas (tahanan jenis), Induced Polarization (IP), Self
Potensial (SP), magnetotelluric, dan lain-lain.
Dalam metoda geolistrik resistivitas, arus listrik diinjeksikan ke dalam
bumi melalui dua elektroda arus, beda potensial yang terjadi diukur melalui dua
elektroda potensial. Dari hasil pengukuran arus dan beda potensial untuk setiap
jarak elektroda yang berbeda kemudian dapat diturunkan variasi harga hambatan
jenis masing-masing lapisan bawah titik ukur.
Pengukuran Geolistrik dengan menggunakan metode resistivitas bertujuan
untuk menetapkan distribusi potensial listrik pada permukaan tanah. Hal tersebut
secara tidak langsung juga merupakan penentuan resisitivitas lapisan tanah.
Dalam metode geolistrik resistivitas arus listrik diinjeksikan ke dalam bumi
melalui dua elektroda arus , beda potensial yang terjadi diukur melalui dua
elektroda potensial. Dari hasil pengukuran arus dan beda potensial untuk setiap
jarak elektroda yang berbeda kemudian dapat diturunkan variasi harga hambatan
jenis masing masing lapisan dibawah titik ukur. Metoda geolistrik digunakan

untuk eksplorasi mineral, reservoar air, geothermal, gas biogenik, kedalaman


batuan dasar, dan lain-lain.
2.1.1

Perumusan dasar geolistrik Resistivitas

1. Hukum Ohm
Hukum Ohm menyatakan hubungan antara nilai tahanan yang sebanding
Dengan nilai potensial dan berbanding terbalik dengan nilai arus, dimana nilai
tahanan memiliki satuan Ohm, nilai potensial memiliki satuan volt dan arus
memiliki satuan ampere.
R=

Dengan :

= tahanan (Ohm)

= Beda potensial (Volt)

= arus (Ampere)

V
I

2. Arus listrik searah


Konsep mengenai arus listrik searah merupakan konsep arus listrik I yang
melewati suatu medium dengan luas penampang A, Panjang medium L dan
memiliki beda potensial

antara kedua ujungnya. Secara matematis dituliskan

sebagai :

Dengan

A
V
L

I
atau

A
V
L

1
= =konstan

Kedua konsep tersebut dapat digabungkan secara matematis menjadi :


I

AV
L
(2.5)

Dengan :

: Beda potensial antara kedua ujung kawat (Volt)

: tahanan jenis bahan (Ohm m)

: Panjang bahan
: Konduktivitas (siemens/meter)
I

V1

V2

Gambar 1.2
L : Arus listrik searah

Harga tahanan jenis batuan ditentukan oleh masing masing tahanan jenis
unsur pembentuk batuan. Hantaran listrik pada batuan yang ada didekat
permukaan tanah , sebagian besar ditentukan oleh distribusi elektrolit yang ada
dalam pori pori batuan tersebut. Selain dari jenis batuan dan jumlah masing
masing unsure pembentuk batuan , tahanan jenis ditentukan juga oleh factor
factor :
1. Kesarangan (Porositas)
2. Hantaran jenis / tahanan jenis cairan yang ada dalam pori pori batuan
3. Temperatur
4. Permeabilitas atau kesanggupan suatu bahan yang mempunyai pori pori
untuk mengalirkan cairan.
2.1.2

Potensial dalam medium homogen


Jika suatu arus mengalir dalam medium yang homogen isotropik dan dA

merupakan elemen permukaan,

adalah rapat arus dalam ampere/meter2, maka

arus tersebut dapat dinotasikan sebagai

.Da . Berdasarkan persamaan 2.5

,maka :

I
V

A
L

Mengingat

V
E
L

dan

I
J
A

(2.6)

Maka rapat arus menjadi

J E

Dengan E (volt/meter) dan

(2.7)

adalah konduktivitas bahan (siemens/meter).Telah

diketahui bahwa medan listrik merupakan gradient dari potensial scalar,

E V

(2.8)

Dengan V dalam volt, maka persamaan 2.7 menjadi :

J V

(2.9)

Jika muatan tersebut berada pada suhu ruangan dengan volume tertutup dengan
luas permukaan A, maka kondisi tersebut dapat ditulis :

J .dA 0
A

(2.10)

Menurut teorema Gauss yang menyatakan bahwa divergensi integral volume dari
suatu arus dalam suatu luasan akan sama dengan total muatan yang dilingkupi
oleh luasan tersebut, dan dinyatakan dengan :

.JdV 0
v

(2.11)

Dengan V adalah volume yang melingkupi muatan tersebut.


Dengan mensubstitusikan persamaan (2.9) ke persamaan (2.11) maka didapat :

.J . V 0
Sehingga


.V 2V 0

Jika

bernilai konstan maka akan didapatkan persamaan laplace berikut :

2V 0
2.1.3

(2.12)

Tahanan jenis semu (apparent electrical resistivity)


Tahanan jenis semu (apparent electrical resistivity) a dari suatu formasi

geologi diperoleh dari hubungan berikut ini:


a=R

( AL )

dimana R adalah tahanan terhadap arus listrik searah I (yang menyebabkan


terjadinya perbedaan potensial V) pada blok satuan dari material batuan dengan
luas penampang A dan panjang L. Di dalam material yang jenuh air, a
tergantung pada kepadatan dan porositas dari material dan salinitas dari fluida
yang terkandung di dalam material ini. Hukum Ohm merupakan hukum dan
konsep dasar dari cara pendugaan geolistrik tahanan jenis ini. Dengan asumsi
bahwa bumi bersifat homogen isotropik, resistivitas yang terukur merupakan
resistivitas sebenarnya dan tidak bergantung pada spasi elektroda. Pada

kenyataannya , bumi terdiri dari lapisan lapisan dengan

berbeda beda,

sehingga potensial yang terukur merupakan pengaruh dari lapisan lapisan


tersebut. Karenanya, harga resistivitas yang diukur seolah olah merupakan harga
resistivitas untuk satu lapisan saja (terutama untuk spasi yang lebar). Resistivitas

semu dirumuskan dengan :

a=k

( IV )

Dimana K adalah faktor konfigurasi dan bernilai :

2
1 1 1 1


r1 r2 r3 r4

Harga tahanan semu bergantung pada faktor geometri atau dengan kata
lain bergantung pada susunan elektroda yang digunakan.

Dalam pendugaan tahanan jenis digunakan asumsi-asumsi sebagai berikut:


1. Di bawah permukaan tanah terdiri dari lapisan-lapisan dengan ketebalan
tertentu.
2. Bidang batas antar lapisan adalah horizontal.
3. Setiap lapisan dianggap homogen isotropis.
Yang dimaksud dengan homogen adalah nilai tahanan jenisnya sama dan
isotropis adalah tahanan jenisnya akan menyebar ke segala arah dengan harga
yang sama.
2.1.4

Susunan (Konfigurasi) elektroda dalam pengukuran tahanan jenis


Ada beberapa macam susunan (konfigurasi) elektroda dalam pengukuran

tahanan jenis, antara lain :


1. Konfigurasi Schlumberger
Dalam susunan elektroda Schlumberger ini, jarak antara dua elektroda arus
A dan B dibuat lebih besar daripada jarak elektroda potensialnya M dan N.
Umumnya pada susunan ini elektroda elektroda diletakkan satu garis lurus
seperti yang ditunjukan oleh gambar dibawah ini :
Sumber

Gambar 1.1 Susunan Elektroda Schlumberger

Berdasarkan besaran fisis yang diukur susunan elektroda schlumberger ini


bertujuan untuk mengukur gradien potensial listriknya. Besar faktor geometris
untuk susunan elektroda schlumberger ini sesuai dengan persamaan :
K

1 1


r1 r2

2
1 1


r3 r4

AM BN r1 r4 b a / 2
AN BM r2 r1 b a / 2

sehingga :

b2 a
K

a 4
b 2 a V
a , s

a 4 I

Jadi,
2. Konfigurasi wenner

Dalam praktek aktifitas pendugaan geolistrik di lapangan, suatu arus listrik


yang besarnya diketahui dilewatkan dari suatu alat duga geolistrik ke dalam tanah,
yakni melalui sepasang elektrode arus yang dipasang, katakanlah di titik-titik A
dan B. Kemudian selisih potensialnya diukur, yaitu melalui sepasang elektrode
potensial yang ditancapkan di titik-titik M dan N. Titik-titik A, M, N, B
diusahakan berada dalam suatu garis lurus. Metode pendugaan yang
menggunakan susunan elektrode aturan Wenner (yang merupakan bentuk khusus
dari susunan Schlumberger dengan mengambil a = MN = 1/3 AB). Setiap kali
selesai dilakukan pengukuran, elektrode arus (C) dan elektrode potensial (P)
bersama-sama digerakkan atau dipindahkan dengan jarak pindah sesuai dengan
kedalaman duga menurut aturan tersebut. Jarak atau spasi elektrode-elektrode
menentukan kedalaman penetrasi arus listrik ke dalam tanah. Untuk setiap kali
pengukuran, nilai a dihitung atas dasar hasil pengukuran perbedaan potensial,

besar arus yang dikenakannya dan spasi dari elektrode-elektrode tersebut. Panjang
bentangan diatur sekitar 500 m untuk kedalaman duga sekitar 150 m. Dengan
menerapkan susunan elektrode Wenner ini (lihat gambar 1), bisa diperoleh hargaharga serta hubungan antara nilai tahanan jenis semu

(apparent specific

resistivity) a dengan besaran fisika R (tahanan listrik) dengan menggunakan


K

rumus:

AM . AN
MN

, yang berlaku untuk konfigurasi Schlumberger (Astier, 1971)

Untuk konfigurasi Wenner berlaku ketentuan: AN = 2 MN; AM = MN, sehingga :

K 2 .MN
Nilai tahanan jenis semu dinyatakan berdasarkan hubungan berikut ini:

a K

V
V
2 .MN .
2 .a.R
I
I

Keterangan :
a

: nilai tahanan jenis semu (ohm meter) pada kedalaman duga

: selisih atau perbedaan potensial (milivolt)

: arus listrik (miliamper)

: faktor geometri lapangan dari konfigurasi Wenner

: jarak antara kedua elektrode potensial, yaitu MN dan jarak antara


kedua elektrode arus AB adalah

L = 3a

: tahanan yang terbaca pada alat (ohm)

3. Konfigurasi dipole-dipole
I

k n( n 1)( n 2)a
Untuk konfigurasi ini:
4. Konfigurasi pole-dipole
V

a
V

5. Konfigurasi pole-pole
V

2.1.5

Pengukuran tahanan jenis

Berdasarkan tujuannya, metode resistivitas dibagi 2 :


a. Sounding, dipakai bila ingin mendapatkan distribusi hambatan jenis
listrik bumi terhadap kedalaman dibawah suatu titik di permukaan bumi.
Disini spasi antara elektroda dengan titik pengukuran diperbesar secara
berangsur-angsur.
b. Mapping, dipakai untuk mengetahui variasi hambatan jenis bumi secara
lateral mauoun horizontal. Kedalaman dibawah permukaan yang
tersurvey adalah sama. Dalam pengukuran ini jarak antar elektroda
dipertahankan tetap dan secara bersama-sama digeser sepanjang lintasan
pengukuran.
Jadi, Metode mapping merupakan metode yang bertujuan mempelajari
variasi resistivitas lapisan bawah permukaan secara horisontal, Sedangkan
sounding dalam arah vertikal. Pada mapping, elektroda digeser namun dengan
jarak yang tetap, sedangkan sounding semakin menjauhi titik tengah.
Dalam metode mapping dengan konfigurasi wenner, elektrode arus dan
elektrode potensial mempunyai jarak yang sama yaitu C1P1= P1P2 = P2C2
sebesar a. Jadi jarak antar elektrode arus adalah tiga kali jarak antar elektrode
potensial. Perlu diingat bahwa keempat elektrode dengan titik datum harus
membentuk satu garis. Pada sounding, batas pembesaran spasi elektrode
tergantung pada kemampuan alat. Makin sensitif dan makin besar arus yang

dihasilkan alat maka makin leluasa dalam memperbesar jarak spasi elektrode
tersebut, sehingga makin dalam lapisan yang terdeteksi atau teramati. Sedangkan,
Pada resistivitas mapping, jarak spasi elektrode tidak berubah-ubah untuk setiap
titik datum yang diamati (besarnya a tetap).
Langkah lanjut jika pada Metoda Sounding adalah memplot harga tahanan
jenis semu hasil pengukuran versus spasi elektroda pada grafik log-log. Survei ini
berguna untuk menentukan letak dan posisi kedalaman benda anomali di bawah
permukaan.

Gambar 2.3.1a Metode Sounding


Sedangkan, metoda mapping digunakan untuk menentukan distribusi
tahanan jenis semu secara vertikal per kedalaman. Pengukurannya dilakukan
dengan cara memasang elektroda arus dan potensial pada satu garis lurus dengan
spasi tetap, kemudian semua elektroda dipindahkan atau digeser sepanjang
permukaan sesuai dengan arah yang telah ditentukan sebelumnya. Untuk setiap
posisi elektroda akan didapatkan harga tahanan jenis semu. Dengan membuat peta
kontur tahanan jenis semu akan diperoleh pola kontur yang menggambarkan
adanya tahanan jenis yang sama.

Gambar 2.3.1 b Metode Mapping


dan yang terakhir adalah resistivity 2D, cara ini merupakan gabungan
antara mepping dengan sounding. Dimana pengukuran sounding dilakukan pada
setiap titik lintasan secara lateral atau lintasan mapping dilakukan setiap
kedalaman. Konfigurasi elektroda yang digunakan diantaranya adalah konfigurasi
Weener, Dipole-Dipole, Schlumberger dan Pole-Dipole.
V

2.1.6

na

Alat Untuk Pengukuran Resistivitas

1. Power Source
Komponen yang dibutuhkan untuk melakukan pengukuran resistivitas
adalah sebuah power source, meters untuk mengukur arus dan tegangan,
elektroda, kabel dan kumparan. Kita dapat menggunakan power dc atau power ac
dengan frekuensi rendah, dianjurkan dibawah 60 Hz.
2. Elektroda dan Kabel
Dengan sumber power ac, semua elektroda yang terbuat dari baja,
alumunium atau kuningan; stainless steel merupakan kombinasi kekuatan terbaik

dan tahan terhadap korosi. Elektroda logam paling tidak harus mempunyai
panjang 0,5 m sehingga bisa ditancapkan dalam tanah beberapa cm untuk kontak
listrik yang baik. Pada permukaan yang sangat kering, kontak ini bisa diperbaiki
dengan memberi air pada elektroda.
Hubungan kabel, yang harus diisolasi seringan mungkin, tersobek pada
gulungan portable. Isolasi plastic lebih dapat menahan daripada isolasi karet,
melawan aberasi dan kelembapan; akan tetapi beberapa plastik dapat rusak dalam
cuaca dingin.
3. Resistivity Meter
Resisitivity meter adalah alat yang digunakan untuk mengukur geolistrik
tahanan jenis. Sedangkan alat yang digunakan dalam pengukuran geolistrik
Induced polarization (IP) yaitu IP meter. Di jurusan Fisika Unpad terdapat tiga
lata untuk mengukur geolistrik, yaitu: Resisitivity Meter Naniura NRD22S dan
Naniura NRD22 serta Supersting Res dan IP Meter R8 Multichannel.
Resistivity Meter Naniura NRD22S dan Naniura NRD22 merupakan alat
ukur geolistrik konvensional yang masih menggunakan 1 channel (gambar 1.1).
data yang dipeoleh dari pengukuran dengan menggunakan Resistivity Naniura
NRD22S yaitu harga beda potensial (V) dan arus (I). Data V dan I ini kemudian

diolah untuk mendapatkan harga tahanan jenis semu (

apparenth). Resistivity

Meter NRD22S/NRD22 banyak digunakan untuk pengukuran sounding 1D,


sedangkan untuk pengkuran 2D relatif masih jarang digunakan karena harus
membuat dahulu geometri pengukuran (stacking chart), tabel akuisisi, membuat
format konversi data lapangan ke format data software (dilakukan secara manual),
dan pelaksanaan pengukuran di lapangan yang cukup lama. Misalnya untuk
pengukuran geolistrik 2D dengan panjang lintasan 250 meter dengan
menggunakan konfigurasi Wenner, waktu yang dibutuhkan sekitar 4 6 jam
tergantung kondisi medan di lapangan.

Spesifikasi Resistivity Meter Naniura NRD22S terdiri dari dua bagian,


yaitu bagian pemancar (transmitter) dan penerima (receiver).
Pemancar (transmitter) terdiri dari:

Catu daya (power supply)

: 12/24 V, minimal 6 AH

Daya keluar (output power)

: 200 W untuk catudaya 12 V dan


300 W untuk catudaya 24 V

Tegangan keluar (output voltage)

: 350 V maksimum untuk catu daya


12V dan 450V untuk catu daya 24 V

Arus maksimum (max current)

: 2000 mA

Ketelitian arus (current accuracy)

: 1 mA

Sistem Pembacaan

: digital

Catu daya digital meter

: 9 V baterai kering

Fasilitas

: current loop indicator

Sedangkan bagian penerima (receiver) terdiri dari:

Impedansi maksimum (input impedance)

: 10 Mohm

Batas ukur pembacaan (range)

: 0.1 mV 500 V

Ketelitian (accuracy)

: 0.1 mV

Kompensator kasar

: 10 x putar

Kompensator halus

: 1 x putar

Sistem pembacaan

: digital

Catu daya digital meter

: 3V(dua buah baterai kering


AA)

Fasilitas pembacaan

: hold (data disimpan di


memory)

Massa alat

: 10 kg

Supersting Res dan IP Meter R8 Multichannel merupakan alat yang biasa


digunakan untuk mengukur geolistrik tahanan jenis 1D/2D/3D dan geolistrik
induced polarization (IP) 2D/3D. Data pengukuran yang diperoleh dari alat ini

sudah merupakan harga tahanan jenis semu (

apparenth) yang tersimpan di

memori alat. Alat ini terdiri dari 1 switch box, 28 elektroda, bentangan kabel
maksimal 945 m (gambar 1.2). Di Asia Tenggara alat Supersting Res dan IP meter
R8 Multichannel ini hanya ada di Unpad dan Pusat Survey Geologi (PSG).
Beberapa kelebihan pengukuran resistivity 2D/3D dan IP 2D/3D dengan
menggunakan alat geolistrik Supersting Res dan IP Meter Multichannel, yaitu:

Pengukurannya relatif lebih cepat dibandingkan menggunakan Resistivity


Meter Naniura NRD22S atau IP meter konvensional. Dengan menggunakan
Supersting Res dan IP IP R8, pengukuran dengan panjang lintasan 810 945
m dengan tiga konfigurasi membutuhkan waktu sekitar 4 5 jam tergantung
kondisi medan.

Tidak perlu melakukan konversi data secara manual yang membutuhkan


waktu cukup lama karena sudah tersedia software AGIS Admin untuk
melakukan konversi data pengukuran tersebut.

Hasil pengukuran bisa langsung di lapangan (quick look).

2.1.7

Intepretasi data resistivitas

Intepretasi data pendugaan resistivitas dibagi menjadi dua macam, yaitu


interpratasi langsung dan interpretasi tidak langsung.
Intepretasi Tidak langsung
Intepretasi tidak langsung dilakukan denagn cara kita membuat model
dulu lalu dicocokan dengan data dari lapangan sedangkan dalam intepretasi
langsung data lapangan diolah sedemikian sehingga kita bisa memperoleh
parameter lapisan langsung dari data lapangan.
Intepretasi tidak langsung dilakukan dengan cara kita membuat model
lapisan tanah dari model itu dihitung fungsi resistivitas semu lalu dicocokan
dengan harga resistivitas semu hasil pengukuran dari lapangan yang disebut curve
matching . Dalam curve matching fungsi resistivitas semu yang dihitung tersebut
berupa kurva-kurva teoritis, sehingga kita tinggal mencocokan kurva kurva
teoritis tersebut dengan kurva resistivitas semu dari lapangan. Harga atau nilai
dari tahanan jenis lapangan (ohm meter) pada kedalaman duga (m) diplot terhadap
jarak spasi elektrodenya pada suatu kertas grafik log-log, yang membentuk kurve
atau garis-garis lengkung. Untuk tujuan interpretasi stratigrafi, maka kurve hasil
lapangan ini dibandingkan dengan kurve yang sudah baku (standard curve) dan
sudah diterbitkan. Kurve-kurve ini merupakan model teoritis untuk suatu geometri
lapisan-lapisan yang dibuat secara sederhana.
Fungsi resistivitas semu dapat dinyatakan sebagai fungsi dari setengah
bentangan elektroda arus per tebal lapisan pertama , yaitu :
AB

a 1 f
2 d1

a
Dimana :

= Resistivitas lapisan pertama

AB / 2

d1

= Bentangan elektroda arus


= Tebal lapisan pertama

Dalam fungsi resistivitas semu tersebut terkandung semua informasi parameter


lapisan. Harga harga batas diperoleh untuk AB/2 besar dan AB/2 kecil, untuk
AB/2 besar kurva resistivitas semu akan menuju harga resistivitas yang terdalam

a
sedangkan untuk AB/2 kecil akan menuju resistivitas lapisan teratas. Jika
dilukiskan terhadap AB/2 d1 dengan membuat parameter lapisan tetap

akan

diperoleh suatu kurva untuk parameter parameter lapisan tertentu.


Penafsiran Data Lapangan dengan Metoda Pencocokan Kurva
Interpretasi geolistrik resistivity

dapat dilakukan dengan metoda

pencocokan kurva (curve matching / the auxiliary point method) yang bisa
dilakuakn secara manual ataupun komputerisasi. Secara manual bisa dilakukan
dengan menggunakan kurva matching dan kertas bilog, secara komputerisasi
dapat dilakukan dengan menggunakan program Resint, Resis, Resix, Resty, dan
lain-lain.
Dalam pengukuran dengan mengggunakan metoda geolistrik resistivity,
hasil pengukurannya masih merupakan tahanan jenis semu. Tahanan jenis terukur
diplot sebagai fungsi jarak elektroda memiliki bentuk yang sama dengan lengkung
teoritik jika diplot dalam skala yang sama. Lengkung ini dapat dibandingkan
langsung dengan lengkung teoritik dengan cara superposisi dengan sumbu tegak
dan datar, dengan menjaga agar kedua lengkung tersebut tetap sejajar. Kurva
lapangan ini menggmabarkan susunan batuan yang ada di bawah permukaan.
Dalam melakukan interpretasi kurva lapangan dilakukan dengan
mencocokannya terhadap kurva induk dua lapis (teoritik). Untuk interpretasi
kurva lapangan yang terdiri dari beberapa lapisan dapat digunakan kurva induk
dua lapis dan diperlukan kurva bantu. Kurva bantu diturunkan secara reduksi

dimana anggapan bahwa lapisan-lapisan bumi yang homogen dan isotropis diganti

a
dengan suatu lapisan fiktif dengan ketebalan d dan harga tahanan jenisnya

Macam-macam kurva bantu:


1. Kurva batu tipe A : bentuk kurva monoton baik. Bentuk kurva semacam

1 2 3
ini dapat dihubungkan dengan perubahan resistivitynya

2. Kurva bantu tipe H : kurva lapangan mempunyai bentuk yang


mengandung minimum. Hala ini dihubungkan dengan adanya urutan tiga

1 2 3
lapisan yang resistivitasnya berubah menurut:

3. Kurva bantu tipe K : kurva lapangan mempunyai bentuk yang


mengandung maksimum, dan dihubungkan dengan adanya uruten tiga

1 2 3
lapisan resistivitasnya berubah menurut:

4. Kurva bantu tipe Q : tipe kurva bantu ini kebalikan dari kurva tipe A,
bentuknya monoton turun dan dapat dihubungkan dngan perubahan

1 2 3
keadaan resistivitasnya dimana:

KURVA BANTU
Tipe - H

Tipe - K

AB/2

AB/2

Tipe - A

Tipe - Q

a
AB/2

AB/2

Res2Dinv
Res2dinv adalah program komputer yang secara automatis menentukan
model resistivity 2 dimensi (2-D) untuk bawah permukaan dari data hasil survey
geolistrik (Griffithsand Barker 1993). Model 2-D menggunakan program inversi
dengan teknik optimasi least-square non linier dan subroutine dari pemodelan
maju digunakan untuk menghitung nilai resistivitas semu dengan teknik finite
difference dan finite element.
Data hasil survei geolistrik disave dengan ekstensi *.dat dengan data
dalam file tersebut tersusun dalam order sebagai berikut :
Line 1 Nama dari garis survei
Line 2 Spasi elektroda terpendek
Line 3 Tipe pengukuran (Wenner = 1, Pole-Pole =2, Dipole-dipole=3, Poledipole = 4, Schlumberger = 7)

Line 4 Jumlah total datum point


Line 5 Tipe dari lokasi x untuk datum point. Masukkan 0 bila letak
elektroda pertama diketahui. Gunakan 1 jika titik tengahnya
diketahui.
Line 6 Ketikkan 1 untuk data IP dan 0 untuk data resistivitas
Line 7 Posisi x, spasi elektroda, (faktor pemisah elektroda (n) untuk dipoledipole, pole-pole, dan Wenner-Sclumberger) dan harga resistivitas
semu terukur pada datum point pertama
Line 8 Posisi x, spasi elektroda dan resistivitas semu yang terukur untuk
datum point kedua
Dan seterusnya untuk datum point berikutnya. Setelah itu diakhiri dengan empat
angka 0.

BAB III
AKUISISI DAN PENGOLAHAN DATA
3.1

Akuisisi Data Geolistrik


Pada praktek kerja lapangan ini pengambilan data dilakukan dengan

menggunakan alat SuperSting R8-IP Resistivity meter. Kabel dibentangkan


sepanjang 270 meter dan elektroda sebanyak 28 buah di pasang mengikuti kabel
dengan spasi antar elektroda 10 meter. Selanjutnya elektroda dihubungkan dengan
kabel. Setelah terpasang semua antara SuperSting R8-IP Resistivity meter, kabel
dan elektraoda, sebelum dilakukan pengukuran dilakukan terlebih dahulu
pengecekan apakah semua alat sudah terpasang dengan baik, apabila sudah
terpasang dengan baik maka dilakukan pengukuran sesuai dengan konfigurasi
yang kita inginkan. Lokasi penelitian terdapat pada peta dibawah ini.
3.2
Pengolahan Data Geolistrik

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V
KESIMPULAN

Anda mungkin juga menyukai