Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN SEMENTARA

PER METODE
KULIAH LAPANGAN GEOTERPADU 2019

METODE

Geolistrik

KELOMPOK 4
Angga Pensada Bangun 03411540000007
Kevin C. Tobing 03411640000017
Mar’atus Salimah 03411640000021
Adinda Utari F 03411640000029
Aisya Nur Hafiyya K. 03411640000032
Joan S. N. Hutapea 03411640000036
Yusril Muzakki 03411640000043
Satriaji Wahyu 03411640000070

DEPARTEMEN TEKNIK GEOFISIKA


INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2019
Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk memetakan persebaran air panas pada site selogajah, serta
mengidentifikasi litologi bawah permukaan Desa Sambungrejo. Pada pemetaan persebaran air panas di
Site Selogajah menggunakan Geolistrik Metode VES dengan konfigurasi Schlumberger, dan pemetaan
litology bawah permukaan menggunakan Geolistrik metode Resistivitas dengan konfigurasi Wenner.
Pada metode VES titik yang diakuisisi sebanyak 10 titik. Sementara pada Geolistrik metode Resistivitas
terdapat 3 Line dengan panjang masing-masing line 120m. Dari hasil pengolahan yang telah dilakukan
didapatkan hasil untuk metode VES yaitu Terdapat anomaly resistivitas rendah yakni 0.03-0.076
Ohm.m yang diidentifikasikan sebagai potensi hydrothermal pada kedalaman 32-60 m. Sementara hasil
dari pengolahan metode Resistivitas yaitu Pada line kelompok 1 didapatkan lapisan lempung di
kedalaman 20-30 meter, lapisan shale di kedalaman 10 meter, dan batuan napal di kedalaman 10-20
meter. Pada line kelompok 5 didapatkan lapisan lempung di kedalaman 25-35 meter, lapisan shale di
kedalaman 12 meter, dan batuan napal di kedalaman 15-25 meter. Pada line kelompok 7 didapatkan
lapisan lempung di kedalaman 10-18 meter, lapisan shale di kedalaman 10-20 meter, dan batuan napal
di kedalaman 15-30 meter.

Kata Kunci: Geolistrik, Resistivitas, VES


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam usaha untuk mendapatkan susunan mengenai lapisan bumi, kegiatan penyelidikan
melalui permukaan tanah atau bawah tanah haruslah dilakukan, agar bisa diketahui ada atau tidak nya
lapisan pembawa air (akuifer), ketebalan dan kedalamannya serta untuk mengambil contoh air untuk
dianalisis kualitas airnya. Meskipun air tanah tidak dapat secara langsung diamati melalui permukaan
bumi, penyelidikan permukaan tanah merupakan awal penyelidikan yang cukup penting, paling tidak
dapat memberikan suatu gambaran mengenai lokasi keberadaan air tanah tersebut. Selain itu Pemetaan
Litologi bawah permukaan juga penting untuk validasi dari pemetaan geologi yang ada.
Salah satu metode geofisika yang baik digunakan dalam mendeteksi perkembangan sistem
sungai bawah permukaan adalah metode geolistrik Vertical Electrical Sounding (VES). Metode VES
merupakan salah satu metode geolistrik resistivitas untuk menentukan perubahan resistivitas tanah
terhadap kedalaman yang bertujuan untuk mempelajari variasi resistivitas batuan di bawah permukaan
bumi secara vertikal (Telford, WM, dkk. 1990). Metode VES konfigurasi Schlumberger cukup baik
dalam mendeteksi kontras bawah permukaan dan dapat mengetahui perbedaan nilai resistivitas batuan
secara vertikal. Selain itu metode geofisika Res2D konfigurasi Wenner bagus untuk melakukan
mapping permukaan bawah tanah bumi. Yang cocok untuk memetakan litologi bawah permukaan

1.2 Batasan Masalah


Adapun batasan masalah pada peneitian tugas akhir ini adalah :
1. Lokasi penelitian metode VES dilakukan di Site Selogajah menggunakan metode VES
konfigurasi Schlumberger.
2. Lokasi penelitian metode Resistivity2D dilakukan di Desa Sambungrejo menggunakan metode
konfigurasi Wenner

1.3 Tujuan
Tujuan pada penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi potensi hydrothermal bawah permukaan pada Site Selogajah berdasarkan nilai
resistivitas.
2. Mengidentifikasi litology bawah permukaan pada Desa Sambungrejo berdasarkan nilai
resistivitas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Geologi


2.1.1 Geologi Regional

Gambar 2.1 Peta Geologi Regional Lembar Bojonegoro, Kavling Penelitian (Pringgoprawiro dan
Sukido, 1992)
Penelitian ini berlokasi di daerah Kawasan Gunung Pandan, Bojonegoro, mencakup dua desa,
yaitu Desa Jari dan Desa Pragelan, Kecamatan Gondang, Kabupaten Bojonegoro. Berdasarkan peta
geologi regional Pringgoprawiro dan Sukido (1992) daerah penelitian kami terbagi atas Batuan
Terobosan (Oia), Formasi Kalibeng (Tmpk), Formasi Pandan Breksi (Opv), Formasi Klitik (Tpk),
Formasi Sonde (Tpso), dan Formasi Pucangan (QTp). Menurut Pringgoprawiro dan Sukido (1992)
litologi penyusun formasi-formasi tersebut yaitu,
a. Formasi Pandan Breksi : tersusun atas Breksi gunungapi (Volcanic Breccia).
b. Batuan Terobosan : merupakan batuan intrusi berupa Andesit piroksen. Litodem Intrusi Andesit
dicirikan dengan batuan beku andesit berwarna hitam keabuan, derajad kristalisasi hipokristalin,
derajad granularitas afanitik-fanerik halus, bentuk kristal subhedral hubungan antar kristal
inequigranular vitroverik komposisi plagioklas, kuarsa, hornblende, piroksen dan masa dasar
gelas. (Arhananta dkk., 2018)
c. Formasi Pucangan : tersusun atas Breksi dan batupasir tufan. Satuan breksi pucangan disusun oleh
dominasi breksi vulkanik berwarna kelabu kehitaman, ukuran butir brangkal-bongkah (64-<256
mm), menyudut, terpilah buruk dengan kemas terbuka fragmen andesit, matriks pasir dan semen
silika (Arhananta dkk., 2018)
d. Formasi Sonde : tersusun atas perselingan batulempung dan batupasir tufan yang bersisipan
batugamping.
e. Formasi Klitik : tersusun atas batugamping klastika bersisipan napal dan batulempung.
f. Formasi Kalibeng : tersusun atas napal dengan sisipan tuf, batupasir tufaan dan kalkarenit. Satuan
napal Kalibeng disusun oleh napal berwarna abu-abu tua, ukuran butir < 1 mm, terpilah baik,
kemas tertutup, komposisi penyusun cangkang moluska, semen karbonat (Arhananta dkk., 2018).
Formasi Pliosen Kalibeng terdiri dari marmer raksasa Gliobigerina, napal kehijauan, berstruktur
local bedded (Azis, )
Gunung Pandan yang berumur Pleistosen Awal (Lunt, dkk., 1998) menurut klasifikasi Van
Bemmelen (1949) termasuk ke dalam Zona Kendeng yang terletak di sebelah utara Subzona Ngawi.
Berdasarkan sejarah geologinya, Gunungapi Pandan menerobos sabuk Antiklinorium Kendeng
sehingga membentuk pola struktur perlipatan Kendeng akibat pembelokan yang relatif simetris
terhadap tubuh gunungapi tersebut.

2.1.2 Fisiografi dan Stratigrafi Regional dan Daerah Penelitian


Peta geologi regional Bojonegoro terletak di dua formasi, yaitu formasi Kendeng di bagian
selatan dan Formasi Rembang di bagian utara. Perbedaan keduanya adalah pada lingkungan
pengendapan, genesa, dan tektoniknya. Umur batuan sedimen di Formasi Kendeng berkisar meiosen
tengah hingga kuarter, dengan tipe pengendapan flysch, turbidit, dan sedimen daratan. Bagian tengah
kawasan Kendeng terdiri dari Formasi Kalibeng, Formasi Klitik, Formasi Sonde, Formasi Pucangan,
dan Formasi Pandan Breksi.
Formasi Kalibeng berada di atas Formasi Kerek (formasi tertua di lembar Bojonegoro) berumur
miosen atas hingga pliosen bawah. Berada di atas Formasi Kalibeng yaitu campuran Anggota Atas
Angin yang ditandai oleh adanya batupasir vulkanik, tuf, dan breksi. Tepat di atas Formasi Kalibeng
yaitu Formasi Klitik (Anggota Atas Angin) berumur pliosen tengah. Kemudian Formasi Sonde berada
membaji di atas Formasi Klitik berumur pliosen tengah. Formasi Pucangan yang berumur plio-
pleistosen kemudian menindih tak selaras di atas Formasi Sonde, dan disusul oleh Formasi Kabuh yang
berumur pleistosen tengah. Pada lembar Bojonegoro ini Formasi Kerek merupakan formasi induk yang
menopang seluruh formasi di daerah ini.
Gambar 2.2 Kolom Stratigrafi Komposit Jawa Timur (Husein, 2016)

2.2 Sifat Kelistrikan Batuan


Aliran arus listrik di dalam batuan/mineral dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu
konduksi secara elektronik, konduksi secara elektrolitik, dan konduksi secara dielektrik. Konduksi
secara elektronik terjadi jika batuan/mineral mempunyai banyak elektron bebas sehingga arus listrik
dialirkan dalam batuan/mineral tersebut oleh elektron-elektron bebas itu. Konduksi elektrolitik terjadi
jika batuan/mineral bersifat porus dan pori-pori tersebut terisi oleh cairan-cairan elektrolitik. Pada
konduksi ini arus listrik dibawa oleh ion-ion elektrolit. Sedangkan konduksi dielektrik terjadi jika
batuan/mineral bersifat dielektrik terhadap aliran arus listrik yaitu terjadi polarisasi saat bahan dialiri
listrik.
Berdasarkan harga resistivitas listriknya, batuan/mineral digolongkan menjadi tiga yaitu (Rolia,
2011) :
1. Konduktor baik : 10-8 < ρ < 1 Ωm
2. Konduktor pertengahan : 1 < ρ < 107 Ωm
3. Isolator : ρ > 107 Ωm
Tahanan jenis (resistivitas) pada batuan dan mineral memperlihatkan variasi nilai yang sangat
banyak. Pada mineral-mineral logam, nilainya berkisar pada 10-8 Ωm hingga 107 Ωm. Begitu juga pada
batuan-batuan lain, dengan komposisi yang bermacam-macam akan menghasilkan range tahanan jenis
yang bervariasi pula (Telford, 1982). Konduktor biasanya didefinisikan sebagai bahan yang memiliki
tahanan jenis kurang dari 10-8 Ωm, sedangkan isolator memiliki resistivitas lebih dari 107 Ωm. Dan
diantara keduanya adalah bahan semikonduktor. Di dalam konduktor berisi banyak elektron bebas
dengan mobilitas yang sangat tinggi. Sedangkan pada semikonduktor, jumlah elektron bebasnya lebih
sedikit. Isolator dicirikan oleh ikatan ionik sehingga elektron-elektron valensi tidak bebas bergerak
(Telford, 1982).
Kebanyakan mineral membentuk batuan penghantar listrik yang tidak baik walaupun beberapa
logam asli dan grafit menghantarkan listrik Resistivitas yang terukur pada material bumi utamanya
ditentukan oleh pergerakan ion-ion bermuatan dalam pori-pori fluida. Harga resistivitas batuan
tergantung macam-macam materialnya, densitas, porositas, ukuran dan bentuk pori-pori batuan,
kandungan air, kualitas dan suhu, dengan demikian tidak ada kepastian harga resistivitas. Beberapa
nilai tahanan jenis dari masing-masing batuan dapat dilihat pada Tabel 2.1 di bawah ini.
Tabel 2.1 Variasi Nilai Resistivitas
Material Nilai Tahanan Spesifik (Ωm)

Air permukaan 80-200


Air tanah 30-100
Air asin/payau < 0,2
Silt-lempung 10-200
Tanah lempungan < 20
Pasir 100-600
Pasir dan kerikil 100-1000
Batu lumpur 20-200
Batu pasir 30-500

Konglomerat 100-500
Tufa/Tuff 20-200
Kelompok andesit 100-2000
Kelompok granit 1000-10000
Kelompok chert, slate 200-2000
Batu gamping kristalin 20-150
Batu gamping kalkarenit 7-19

Keterdapatan cairan (larutan) atau air dalam sistem rekahan atau ruang antar butir dapat
menurunkan nilai tahanan jenis batuan tersebut. Jenis batuan beku, ubahan (metamorf), atau batuan
sedimen termampatkan umumnya memiliki tahanan jenis yang tinggi, sebaliknya, jenis batuan lepas
seperti pasir, kerikil, apabila jenuh air tawar akan memiliki tahanan jenis sedang, tahanan jenis itu akan
lebih rendah lagi apabila air payau atau air asin didalamnya. Batu lempung yang mengandung air dan
larutan berbagai ion di dalamnya mempunyai tahanan jenis rendah. Batuan yang keras, padat dan kering
akan menunjukkan nilai tahanan jenis yang tinggi, sedangkan batuan yang lunak mempunyai porositas
yang tinggi nilai tahanan jenisnya lebih rendah. (Soebagyo, 2001).

2.3 Metode Geolistrik


Geolistrik merupakan salah satu metode Geofisika untuk mengetahui perubahan tahanan jenis
lapisan batuan di bawah permukaan tanah dengan cara mengalirkan (injeksi) arus listrik DC yang
mempunyai tegangan tinggi ke dalam tanah. Injeksi arus listrik ini menggunakan 2 buah elektroda arus
A dan B yang ditancapkan ke dalam tanah dengan jarak tertentu. Semakin panjang jarak elektroda AB
akan meyebabkan aliran arus listrik dapat menembus lapisan batuan lebih dalam. Aliran arus listrik
tersebut akan menimbulkan tegangan listrik dalam tanah. Tegangan listrik yang terjadi di permukaan
tanah diukur dengan menggunakan multimeter yang terhubung melalui 2 buah “elektroda tegangan” M
dan N yang jaraknya lebih pendek dari jarak elektroda AB. Bila posisi jarak elektroda AB diubah
menjadi lebih besar maka tegangan listrik yang terjadi pada elektroda MN ikut berubah sesuai dengan
informasi jenis batuan yang ikut terinjeksi arus listrik pada kedalaman yang lebih besar (Broto dan
Afifah, 2008).
Metode geolistrik mengalirkan arus DC ke dalam bumi dan akan mencatat nilai dari potensial
listrik serta akan menghitung nilai dari hambatan jenis dari suatu batuan. Potensial listrik didefinisikan
sebagai energi potensial persatuan muatan. Metode resistivitas memanfaatkan sebuah sifat alami arus
listrik di dalam bumi berupa titik arus di dalam bumi yang akan mengalirkan arus ke segala arah dan
membentuk suatu permukaan bola dengan titik yang memiliki besar arus yang sama disebut titik
equipotensial.

Gambar 2.3 Ilustrasi Penjalaran Arus di dalam Bumi


Besarnya arus listrik yang mengalir di bawah permukaan bumi akan berbanding terbalik dengan
luas permukaan. Hal ini dinyatakan dalm bentuk persamaan berikut,
𝛿I =J𝛿A
dimana I adalah arus listrik, J adalah rapat arus dan A adalah luas permukaan. Sedangkan, medan listrik
adalah gradient dari potensial scalar, dinyatakan melalui persamaan di bawah ini,
E = -𝛿V
dengan demikian didapatkan persamaan sebagai berikut
J = -𝛿𝛿E
Dari sistem yang simetri, potensial akan menjadi fungsi dari r saja, di mana r adalah jarak dari
elektroda pertama. Dalam kondisi ini digunakan persamaan Laplace dalam koordinat bola yang
disederhanakan menjadi

Equipotential yang selalu ortogonal terhadap garis aliran arus dengan permukaan bola dan r=konstan.
Pada penerapan metode resistivitas titik arus tersebut akan diletakan pada permukaaan bumi seperti
gambar berikut.
Gambar 2.4 Ilustrasi Penjalaran Arus pada Metode Resistivitas

Kemudian karena pada metode geolistrik digunakan 2 buah elektroda arus atau titik arus maka
penjalaran arus listrik di permukaan bumi terlihat seperti gambar berikut.

Gambar 2.5 Ilustrasi Penjalaran Dua Arus di bawah Permukaan

Konfigurasi elektroda merupakan model penyusunan elektroda-elektroda arus dan potensial yang
diatur sedemikian rupa sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Elektroda A dan B disebut elektroda
arus (current electrode), sedangkan elektroda M dan N disebut elektroda potensial (potential electrode).
Elektroda arus biasa juga ditulis dengan C1 dan C2, dan untuk elektroda potensial adalah P1 dan P2.
Dalam pengukuran di lapangan, keempat elektroda tersebut ditancapkan ke dalam tanah. Arus listrik
dari Power Suplay dialirkan ke dalam bumi melalui elektroda arus C1 dan C2. Kemudian beda potensial
yang terjadi diukur melalui elektroda potensial P1 dan P2. Ada beberapa macam konfigurasi yang
digunakan dalam penyelidikan bawah tanah, di antaranya adalah Konfigurasi Elektroda Wenner dan
Schlumberger.

Gambar 2.6 Susunan Elektroda

Pada konfigurasi elektroda Schlumberger, jarak antara elektroda arus dengan elektroda
potensial ( C1 P1 dan C2 P2 ) adalah sama, sedangkan untuk jarak antar elektroda potensial satu
dengan elektroda potensial lainnya (P1 P2 ) lebih kecil dibandingkan jarak antara arus dengan
elektroda potensial (C1 P1 dan C2 P2 ), seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.9 berikut :

Gambar 2.1 Susunan Elektroda konfigurasi Schlumberger (Murti, 2009)

Sehingga harga K (faktor geometri) dapat ditentukan sebagai berikut :


2𝜋
𝐾𝑠 = 1 1 1 1 (2.10)
[ − − + ]
𝑃1 𝐶 1 𝑃1 𝐶 2 𝑃2 𝐶 1 𝑃2 𝐶 2

2𝜋
𝐾𝑠 = 1 1 1 1 (2.11)
[ − − + ]
𝑏−𝑎 𝑏+𝑎 𝑏+𝑎 𝑏−𝑎

2𝜋(𝑏 2 −𝑎2 )
𝐾𝑠 = (2.12)
4𝑎

𝜋(𝑏 2 −𝑎2 )
𝐾𝑠 = (2.13)
2𝑎

Kemudian dari persamaan 2.8 dan 2.13 ,didapatkan perumusan :

𝜋(𝑏 2 −𝑎2 ) ∆𝑉
𝜌𝑠 = (2.14)
2𝑎 𝐼

Dimana 𝜌𝑠 adalah nilai resistivitas semu konfigurasi Schlumberger (Telford, dkk., 1976).

2.4 Penelitian Terdahulu

Adapun penelitian terhadulu terkait metode geolistrik di daerah penelitian antara lain:

Interpretasi Data Geolistrik Resistivitas 3D untuk Menduga


Bella, Faizatur Rizkia Struktur Geologi Bawah Permukaan Gunung Lumpur (Studi
2018 Kasus: Desa Jari Kecamatan Gondang Kabupaten
Bojonegoro)

Analisis Data Geolistrik Metode IP (Induced Polarazation)


Untuk Mengetahui Sebaran Lumpur di Bawah Permukaan
Zuhriyatul Umroh, 2018
(Studi Kasus Desa Jari, Kecamatan Gondang, Kabupaten
Bojonegoro)
BAB 3
METODE PENELITIAN

Penelitan ini membahas mengenai proses akuisisi, pengolahan dan intepretasi data pengukuran
geolistrik resistivitas untuk menentukan kedalaman sistem hidrotermal. Pengukuran dilakukan pada
tanggal 3 September – 9 September 2019. Data hasil pengukuran berupa nilai apparent resistivity diolah
dengan teknik intepretasi secara manual dan software. Analisis dilakukan menggunakan metode
deskriptif, yaitu mengintepretasikan lokasi penyebaran jenis dan kedalaman litologi berdasarkan hasil
penampang resistivitas yang dikorelasikan dengan data lain berupa peta geologi untuk memastikan letak
dan kedalaman litologi. Analisis kuantitatif dilakukan dengan mengetahui nilai resistivitas bawah
permukaan yang mengindikasikan suatu jenis batuan dengan nilai resistivitas tertentu.

3.1 Lokasi dan Desain Akuisisi


Dalam penelitian ini kami menggunakan data hasil pengukuran geolistrik resistivitas yang
dilakukan di Site Selogajah, Desa Jari, Kecamatan Gondang, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur.
Pengukuran geolistrik resistivitas yang dilakukan yaitu Vertical Electrical Sounding (VES) untuk
menentukan variasi litologi dan ketebalannya di satu titik pengukuran secara vertikal sesuai dengan
kedalaman yang diperlukan.
Susunan elektroda yang dilaksanakan di lapangan untuk pengambilan data geolistrik VES
menggunakan susunan elektroda konfigurasi Schlumberger dengan panjang lintasan adalah 120-180 m
dengan 4 eletroda. Pengukuran ini dilakukan sebanyak 10 titik VES yang berada pada titik koordinat
yang ditunjukan pada table 3.1 Pada masing-masing lokasi ini dilakukan pengambilan data geolistrik
VES yang ditunjukan peta desain akusisi pada gambar 3.1.

Gambar 3.1 Peta Lokasi dan Desain Akuisisi VES


Tabel 3.1 Koordinat dan elevasi titik pengukuran VES
Titik X (m) Y (m) Z(m)
VES
V02-01 590075 9180688 193
V02-02 590169 9180578 198
V03-01 590032. 9180658 198
V03-02 590100 9180549 218
V04-01 589998 9180688 193
V04-02 589998 9180585 209
V04-03 590181 9180561 208
V06-01 590140 9180590 210
V06-02 590163 9180654 197
V06-03 590049 9180713 190

Gambar 3.2 Peta lokasicdan Desain Akuisisi WENNER

3.3 Peralatan Penelitian


Peralatan lapangan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain; alat geolistrik
Resistivitymeter GGL, sebagai sumber tegangan dari resistivitymeter digunakan accumulator sebesar
12 V. Penghubung instrumen antara resistivitymeter dengan elektroda digunakan empat buah rol kabel
yang masing-masing memiliki panjang sekitar 200 meter. Elektroda yang digunakan sebanyak 4 buah
elektroda utama dan 2 buah elektroda cadangan, dimana elektroda memiliki fungsi sebagai media
mentransmisikan arus listrik ke dalam bumi dan mengukur beda potensial yang timbul. Media yang
digunakan dalam menancapkan elektroda ke dalam tanah digunakan palu. Peralatan pendukung lain
yang digunakan dalam penelitian yakni peta lokasi penelitian, datasheet dan alat tulis untuk mencatat
data yang didapat selama pengukuran. Rol meteran yang berfungsi untuk mengukur jarak bentangan
dan spasi antar elektroda. GPS Garmin untuk menentukan posisi letak titik ukur lintang dan bujur.
Pengontrol kelurusan lintasan pengambilan data digunakan kompas, selain pengontrol kelurusan
lintasan, kompas juga digunakan untuk menentukan arah pengambilan data. Alat komunikasi selama
pengambilan data antara operator dengan pengambil data pada elektoda digunakan handy talky.
Multimeter dan toolkit digunakan untuk mengecek sambungan dan memperbaiki apabila ada
sambungan yang terputus.

3.3 Diagram Alir Penelitian


Penelitian ini dilakukan dengan mengikuti alur kerja sebagai berikut.:

Mulai

Informasi
Studi Literatur
Geologi

Survei Pendahuluan

Desain Akuisisi

Konfigurasi Akuisisi Data


Schlumberger

Pengolahan Data 1D

Interpretasi Tiap Titik

Analisa dan
Pembahasan

Hasil

Gambar 3.2 Diagram Alir Penelitian Metode VES

3.4 Tahapan Penelitian

3.4.1 Studi Literatur


Pada tahap studi literatur dilakukan pencarian referensi teori yang relevan dengan penelitian
yang akan dilakukan, penelitian terdahulu yang pernah dilakukan, dan pencarian informasi geologi
daerah daerah penelitian. Kemudian dari studi literatur ini akan dirumuskan pendahuluan, tinjauan
pustaka, dan bagaimana penelitian ini akan dilakukan.
3.4.2 Survei Pendahuluan
Survei pendahuluan merupakan tahap awal sebelum dilakukannya pengambilan data berupa
pengamatan lokasi yang akan dijadikan area penelitian, pemetaan manifestasi permukaan seperti
sumber air panas dan lumpur, dan penentuan basecamp. Kegiatan ini dilakukan untuk memperoleh
gambaran lokasi penelitian secara langsung sebagai bahan acuan untuk menentukan titik-titik
pengambilan data geolistrik VES.

3.4.3 Akusisi Data


Metoda yang digunakan dalam pengambilan data yaitu metoda VES (Vestical Electical
Sounding). Pengukurannya adalah dengan cara memasang elektroda arus dan potensial yang diletakkan
dalam satu garis lurus dengan spasi tertentu seperti pada Gambar 3.2. Lalu mengalikan arus melalui
elektoda arus dan didapatkan nilai tegangan yang terukur pada elektroda potensial. Dari pengukuran ini
akan didapatkan nilai resistivitas semu yang kemudian dilakukan pengolahan data lebih lanjut.
Konfigurasi elektroda yang dipakai pada penyelidikan ini adalah konfigurasi Schlumberger.
Dst.

Langkah 2 C P1 P2 C
Langkah 1 1 C1 P1 P2 C2 2

Titik Sounding 1
Titik Sounding 2

Dst.
Gambar 3. 2 Teknik pengukuran metode VES

Dari pengambilan data lapangan didapatkan besar arus (I) yang dialirkan, besar tegangan (V)
yang terukur pada elektroda potensial, jarak elektroda arus terhadap titik pusat (AB/2), jarak elektroda
potensial terhadap titik pusat (MN/2), faktor geometri (K), dan tahanan jenis (𝜌).

3.4.5 Pengolahan Data


Pengolahan data pada penelitian ini menggunakan beberapa software seperti Google Earth Pro,
ArcMap, Ms. Excel, IPI2WIN , dan Rockwork16. Data yang didapatkan pada saat pengukuran di
lapangan merupakan data mentah, sehingga perlu dilakukan pengolahan data sebelum dilakukan
interpretasi lebih lanjut. Dalam pengolahan data VES dengan konfigurasi Schlumberger, diandaikan
bahwa bumi merupakan lapisan-lapisan horizontal. Masing-masing lapisan memiliki sifat kelistrikan
yang homogen ke segala arah dengan ketebalan tertentu (untuk lapisan yang sangat tipis tidak
terdeteksi), dan lapisan terdalam memiliki ketebalan yang tak tehingga. Dari hasil akuisisi data
diperoleh nilai arus I (mA) nilai beda potensial V (mV), dan keterangan konfigurasi yang digunakan.
Selanjutnya dilakukan pehitungan nilai resitivitas semu 𝜌𝑎 pada masing-masing titik pengukuran
𝑉
dengan menggunakan persamaan 𝜌𝑎 = 𝑘 𝐼 , dengan k adalah faktor geometri elektroda.
Setelah didapatkan nilai resistivitas semu 𝜌𝑎 pada masing-masing titik VES selanjutnya dibuat
grafik quality control nilai resistivitas semu terhadap AB/2 untuk mengetahui tren data yang di dapat
seperti Gambar 3.3 di bawah ini :

VES04-3
100
RHO APPARENT (OHM.M)

10

1
1 10 100
AB/2 (M)

Gambar 3.3 Contoh grafik log quality control data resistivitas semu terhadap AB/2 pada titik V04-03
Pengolahan data selanjutnya dilakukan dengan menggunakan software IPI2WIN untuk
mendapatkan sebaran niali resistivitas dan kedalaman masing-masing titik VES yang ditunjukkan oleh
grafik curve matching seperti Gambar 3.4. Kemudian dari 10 titik VES pada masing-masing penelitian
dilakukan korelasi untuk mengetahui sebaran anomali resistivitas bawah permukaan yang menunjukkan
struktur geologi bawah permukaan sistem hidrotermal seperti pada Gambar 3.5.

Gambar 3.4 Contoh hasil curve matching, sebelah kiri menunjukkan grafik log hubungan spasi
lektroda arus dengan titik pusat (AB/2) dan apparent resistivity (Ohm.m)
Gambar 3.5 Contoh hasil korelasi antar titik-titik VES

3.4.6 Analisa dan Interpretasi


Menganalisa seacara kualitatif dan kuantitatif layer yang didapatkan pada pengolahan data tiap
titik VES. Menginterpretasikan data hasil pengolahan berdasarkan litetur yang ada, informasi geologi,
dan mengacu pada tabel resistivitas batuan yang ada. Interpetasi digunakan untuk menentukan kondisi
bawah permukaan secara vertikal pada daerah penelitian. Interpretasi dilakukan setelah perhitungan
data VES lapangan untuk memperoleh nilai resistivitas semu, menampilkan curve matching (diperoleh
nilai resistivitas sebenarnya), dan menampilkan hasil koelasi titik VES dengan metode interpolasi data.
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengolahan Data Tiap Titik VES


Data VES yang diambil sebanyak 10 titik VES. Data setiap titik VES diolah menggunakan salah
satu software geolistrik 1D dengan cara inversi curve matching. Dari hasil inversi ini akan
menghasilkan informasi berupa nilai resistivitas (𝜌), ketebalan lapisan, dan kedalaman lapisan. Hasil
pengolahan data masing-masing titik VES berupa grafik yang menunjukan hubungan antara spasi
lektroda arus dengan titik pusat (AB/2) pada sumbu x dan nilai resistivitas semu (apparent resistivity)
(Ohm.m) pada sumbu y. Kemudian dari hasil grafik ini dilakukan interpretasi nilai resistivitas yang
menunjukan suatu penyusun litologi. Kemudian data resistivitas dan kedalaman yang diperoleh
digunakan untuk membuat penampang tiga dimensi korelasi antara titik-titik VES. Dari penampang
inilah akan dilihat anomali nilai resistivitas rendah ke tinggi ataupun sebaliknya yang ada di lokasi
penelitian. Berikut adalah hasil pengolahan data dan interpretasi di masing-masing titik pengukuran
VES pada Site Selogajah :

4.4.1 Titik VES V02-01


Pengambilan data lapangan yang dilakukan pada titik V02-01 memiliki panjang lintasan ±120
meter. Lintasan V02-01 terletak pada koordinat 590075 E dan 9180688 S dan berada pada ketinggian
193 meter di atas permukaan laut. Pengolahan data secara komputasi dengan bantuan software
geolistrik 1D menghasilkan grafik curve matching seperti Gambar 4.1 di bawah ini :

Gambar 4.1 Grafik hasil inversi titik V02-01

Depth (m) Rho (Ohm.m) Litologi


0 27.8 Top Soil
3 11.6
Clay
10 15.4
16 0.643 Pasir tufaan
35 10
Clay
58 17
4.4.2 Titik VES V02-02
Pengambilan data lapangan yang dilakukan pada titik V02-02 memiliki panjang lintasan ±120
meter. Lintasan V02-02terletak pada koordinat 590169 E dan 9180578 S dan berada pada ketinggian
198 meter di atas permukaan laut. Pengolahan data secara komputasi dengan bantuan software
geolistrik 1D menghasilkan grafik curve matching seperti Gambar 4.2 di bawah ini :

Gambar 4.2 Grafik hasil inversi titik V02-02

Depth (m) Rho (Ohm.m) Litologi


0 147
Top Soil
0.5 71.7
3 3.59
Clay
19 1.13
60 0.2 Pasir tufaan

4.4.3 Titik VES V03-01


Pengambilan data lapangan yang dilakukan pada titik V03-01 memiliki panjang lintasan ±120
meter. Lintasan V03-01 terletak pada koordinat 590032 E dan 9180578 S dan berada pada ketinggian
198 meter di atas permukaan laut. Pengolahan data secara komputasi dengan bantuan software
geolistrik 1D menghasilkan grafik curve matching seperti Gambar 4.3 di bawah ini :
Gambar 4.3 Grafik hasil inversi titik V03-01

Depth (m) Rho (Ohm.m) Litologi


0 5 Top Soil
1 2.65
Clay
7 1.95
14 430
Sandstone
32 305
60 35.6 Napal

4.4.4 Titik VES V03-02


Pengambilan data lapangan yang dilakukan pada titik V03-02 memiliki panjang lintasan ±120
meter. Lintasan V03-02 terletak pada koordinat 590100 E dan 9180549 S dan berada pada ketinggian
218 meter di atas permukaan laut. Pengolahan data secara komputasi dengan bantuan software
geolistrik 1D menghasilkan grafik curve matching seperti Gambar 4.4 di bawah ini :

Gambar 4.4 Grafik hasil inversi titik V03-02


Depth (m) Rho (Ohm.m) Litologi
0 45.7 Top Soil
0.6 11.4
Clay
16 4.34
24 53.2
Napal
60 90

4.4.5 Titik VES V04-01


Pengambilan data lapangan yang dilakukan pada titik V04-01 memiliki panjang lintasan ±120
meter. Lintasan V04-01 terletak pada koordinat 589998 E dan 9180688 S dan berada pada ketinggian
193 meter di atas permukaan laut. Pengolahan data secara komputasi dengan bantuan software
geolistrik 1D menghasilkan grafik curve matching seperti Gambar 4.5 di bawah ini :

Gambar 4.5 Grafik hasil inversi titik V04-01

Depth (m) Rho (Ohm.m) Litologi


0 13.2 Top Soil
1.5 6.4 Clay
2 49 Napal
3 3 Clay
42 0.076 Silty Water

4.4.6 Titik VES V04-02


Pengambilan data lapangan yang dilakukan pada titik V04-02 memiliki panjang lintasan ±120
meter. Lintasan V04-02 terletak pada koordinat 589998 E dan 9180585 S dan berada pada ketinggian
209 meter di atas permukaan laut. Pengolahan data secara komputasi dengan bantuan software
geolistrik 1D menghasilkan grafik curve matching seperti Gambar 4.6 di bawah ini :
Gambar 4.6 Grafik hasil inversi titik V04-02

Depth (m) Rho (Ohm.m) Litologi


0 9.44 Top Soil
0.6 1.2 Clay
1.3 114 Sandstone
2.6 1.26 Ground Water
11 330 Sandstone
61 7.42 Clay

4.4.7 Titik VES V04-03


Pengambilan data lapangan yang dilakukan pada titik V04-03 memiliki panjang lintasan ±120
meter. Lintasan V04-03 terletak pada koordinat 590181 E dan 9180561 S dan berada pada ketinggian
208 meter di atas permukaan laut. Pengolahan data secara komputasi dengan bantuan software
geolistrik 1D menghasilkan grafik curve matching seperti Gambar 4.7 di bawah ini :

Gambar 4.7 Grafik hasil inversi titik V04-03


Depth (m) Rho (Ohm.m) Litologi
0 37 Top Soil
1 5.62
Clay
4 1.71
5.5 28 Napal
15 0.05 Silty Water
55 20 Clay

4.4.8 Titik VES V06-01


Pengambilan data lapangan yang dilakukan pada titik V06-01 memiliki panjang lintasan ±160
meter. Lintasan V06-01 terletak pada koordinat 590140 E dan 9180590 S dan berada pada ketinggian
210 meter di atas permukaan laut. Pengolahan data secara komputasi dengan bantuan software
geolistrik 1D menghasilkan grafik curve matching seperti Gambar 4.8 di bawah ini :

Gambar 4.8 Grafik hasil inversi titik V06-01

Depth (m) Rho (Ohm.m) Litologi


0 11.7 Top Soil
1.5 23.1
3 2.57 Clay
5 11.3
59 1.34 Ground Water

4.4.9 Titik VES V06-02


Pengambilan data lapangan yang dilakukan pada titik V06-02 memiliki panjang lintasan ±160
meter. Lintasan V06-02 terletak pada koordinat 590163 E dan 9180654 S dan berada pada ketinggian
197 meter di atas permukaan laut. Pengolahan data secara komputasi dengan bantuan software
geolistrik 1D menghasilkan grafik curve matching seperti Gambar 4.9 di bawah ini :
Gambar 4.9 Grafik hasil inversi titik V06-02

Depth (m) Rho (Ohm.m) Litologi


0 6.17 Top Soil
1 4.06 Clay
6.5 0.2 Pasir tufaan
16 1.43 Clay
32 0.048
Silty Water
60 0.03

4.4.10 Titik VES V06-03


Pengambilan data lapangan yang dilakukan pada titik V06-03 memiliki panjang lintasan ±120
meter. Lintasan V06-03 terletak pada koordinat 590049 E dan 9180713 S dan berada pada ketinggian
190 meter di atas permukaan laut. Pengolahan data secara komputasi dengan bantuan software
geolistrik 1D menghasilkan grafik curve matching seperti Gambar 4.10 di bawah ini :

Gambar 4.10 Grafik hasil inversi titik V06-03


Depth (m) Rho (Ohm.m) Litologi
0 9.35 Top Soil
5 4.59 Clay
10 0.212 Pasir tufaan
18 60 Napal
59 1.31 Clay

4.2 Korelasi Masing-Masing Titik VES


Pengambilan data di lokasi ini terdiri dari 10 titik pengukuran. Kemudian dilakukan korelasi
antar tiap titik VES dengan cara interpolasi. Hasil penampang struktur bawah permukaan bumi dalam
bentuk 3D dimensi dengan menggunakan software Rockwork ditunjukkan seperti pada Gambar 4.11
dan 4.12 berikut:

Gambar 4.11 Hasil interpolasi tiap titik VES tanpa menggunakan elevasi
Gambar 4.12 Hasil interpolasi tiap titik VES menggunakan elevasi

Sedangkan hasil slice berdasarkan model 3D struktur bawah permukaan tanah sebagai berikut:
Gambar 4.12 Line Slice model antar titik VES

Gambar 4.13 Hasil 2D berdasarkan slice

4.2. Hasil Pengolahan Data Tiap Titik VES


Pada pengolahan wenner ini terdapat tiga line pengukuran, dengan panjang lintasan pengukuran
120 m dan spasi elektroda 4 meter. Pengolahan dilakukan menggunakan software RES2DINV 3.5 untuk
inversi 2 dimensi dan Voxler untuk permodelan 3D. Metode inversi yang digunakan di software
RES2DINV menggunakan inversi least square inversion.

4.1.1 Titik Wenner Line 1


Hasil inversi line kelompok 1 didapatkan nilai resistivitas yang dibagi menjadi 3 yaitu 0.05-2
ohm.m resisitivitas rendah,resistivitas sedang 4-15 ohm.m , nilai resisitivitas tinggi dengan nilai 12-
115 ohm.m. Hasil inversi menunjukkan nilai error sebesar 9.3 %. Bagian nilai resistivitas rendah
kemungkinan lempungan yang terdapat air. Nilai resistivitas sedang dengan nilai 4-15 ohm.m
kemungkinan merupakan lapisan shale. Nilai resisitivitas tinggi 12-115 0hm.m merupakan batuan napal
yang masuk kedalam formasi klitik.

4.1.2 Titik Wenner Line 5


Line kelompok 5 merupakan perpotongan antara line kelompok 1 dan kelompok 7. Dari desain
akuisisi line kelompok satu masuk formasi klitik, line kelompok 7 dan kelompok 5 masuk formasi klitik
dan sedikit formasi sonde. Nilai resistivitas rendah 0.2-3 ohm.m kemungkinan lempung tercampur
dengan air. Resistivitas sedang 6-16 ohm.m dimungkinkan merupakan shale . Resistivitas tinggi dengan
nilai 20-82ohm.m merupakan sandstone dan ada batuan napal.

4.1.3 Titik Wenner Line 7


Line pengukuran kelompok 7 merupakan sejajar dengan kelompok 1 yang merupakan formasi
klitik akan tetapi melihat peta akuisisi line 7 sedikit memotong formasi sonde. Resisitivitas rendah 0.08-
5 ohm.m merupakan lempungan yang terdapat air. Nilai resisitivitas sedang 8-10 ohm m merupakan
shale. Nilai resisitivias tinggi 20-58 ohm m kemungkinan batuan napal.
4.1.3 Penampang 3D titik Wenner
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Bedasarkan penelitian yang dilakukan di daerah Kawasan Gunung Pandan dapat diambil
beberapa kesimpulan yaitu
1. Terdapat anomaly resistivitas rendah yakni 0.03-0.076 Ohm.m yang diidentifikasikan sebagai
potensi hydrothermal pada kedalaman 32-60 m.
2. Pada line kelompok 1 didapatkan lapisan lempung di kedalaman 20-30 meter, lapisan shale di
kedalaman 10 meter, dan batuan napal di kedalaman 10-20 meter.
3. Pada line kelompok 5 didapatkan lapisan lempung di kedalaman 25-35 meter, lapisan shale di
kedalaman 12 meter, dan batuan napal di kedalaman 15-25 meter.
4. Pada line kelompok 7 didapatkan lapisan lempung di kedalaman 10-18 meter, lapisan shale di
kedalaman 10-20 meter, dan batuan napal di kedalaman 15-30 meter.

5.2 Saran
Saran penulis yang dapat disampaiakan kepada penelitian selanjutnya yaitu agar meenggunakan
metode yang sama untuk penelitian lebih lanjut mengenai pemetaan sebaran akuifer dengan sebaran
titik dibuat berupa lintasan agar sekaligus dapat mengetahui kedalaman muka air tanah sebagai bahan
pendukung penelitian ini, serta memvalidasinya dengan data pemboran.
DAFTAR PUSTAKA

Adji, T.N. dan Suyono, (2004), Bahan Ajar Hidrologi Dasar, Fakultas Geografi UGM
Handayani, A. (2009), Analisis Potensi Sungai Bawah Tanah di Gua Seropandan Gua Semuluh untuk
Pendataan Sumber Air Kawasan Karst di Kecamatan Semanu, Kabupaten Gunung Kidul,
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakart. Universitas Sebelas Maret Surakarta
Farid Nurul (2014), Lapisan Tanah di Ruas Jalan Sampangan-Banaran Kecamatan Gunungpati
Semarang BErdasarkan Data Geolistrik, Universitas Negeri Semarang
Telford, WM, dkk. (1990), Applied Geophysics. Cambridge : Cambridge University Press

Anda mungkin juga menyukai