Anda di halaman 1dari 9

http://weiminhan.blogspot.com/2011/11/cekungan-jawa-barat-utara.

html

Cekungan Jawa Barat Utara


Catatan: Tulisan ini memerlukan moderasi lagi, terutama dari bagian yang mengambil pendapat dari Daly
dkk dan Sribudiyani dkk. Terima kasih.

Cekungan Jawa Barat Utara (North West Java Basin) merupakan cekungan sedimen Tersier yang
terletak tepat di bagian barat laut Pulau Jawa (Gambar 1) yang sudah terbukti dapat menghasilkan
hidrokarbon. Cekungan ini memiliki penyebaran dari wilayah daratan dan lepas pantai Serang di sebelah
barat membentang ke arah timur sampai Cirebon dan terdiri dari beberapa sub-cekungan.

Gambar 1. Cekungan Jawa Barat Utara (Noble dkk., 1997).

Tektonik Regional

Cekungan Jawa Barat Utara secara geodinamik saat ini berada pada posisi belakang busur dari jalur
vulkanik Jawa yang merupakan hasil dari subduksi lempeng India-Australia di selatan terhadap lempeng
Eurasia (Paparan Sunda) di utara. Beberapa peristiwa tektonik yang terjadi sejak Tersier mempengaruhi
pembentukan struktur dan pola sedimentasi pada cekungan ini.
Gambar 2. Jalur subduksi Meratus (Kapur Akhir-Tersier Awal) dan jalur subduksi Tersier Akhir
(Hutchison, 1982). Panah hijau menunjukan arah tegasan utama (kompresif) pada masing-masing
periode subduksi.

Selama periode Kapur Akhir sampai Eosen Awal* 1, berlangsung subduksi yang dikenal dengan subduksi
Meratus pada batas selatan Paparan Sunda dengan jalur gunung apinya melewati Cekungan Jawa Barat
Utara (Gambar 2). Menurut Gresko dkk. (1995), keberadaan subduksi Meratus tersebut mempengaruhi
keadaan geologi cekungan. Terjadinya metamorfisme regional pada Kapur Akhir, deformasi pada
Paleosen, serta vulkanisme sampai Oligosen Awal diperkirakan berhubungan dengan kegiatan subduksi
Meratus. Metamorfisme dan magmatisme yang berlangsung menghasilkan batuan metamorf dan intrusi
batuan beku yang kemudian menyusun batuan dasar pada Cekungan Jawa Barat Utara, sedangkan
deformasi yang terjadi menyebabkan pengangkatan dan erosi pada Kala Paleosen.

Gambar 3. Peta struktur dan tektonik Oligosen Awal Cekungan Jawa Barat Utara (Gresko dkk., 1995).

Jalur subduksi Meratus yang berarah relatif baratdaya-timurlaut memberikan tegasan utama kompresif
yang berarah baratlaut-tenggara, menghasilkan struktur sesar-sesar normal (turun) berarah baratlaut-
tenggara di daerah penelitian. Pemekaran (rifting) yang diakibatkan pergerakan dari sesar-sesar turun
tersebut menyebabkan terbentuknya daerah-daerah rendahan (Gambar 3) yang kemudian diisi oleh
endapan-endapan yang dihasilkan oleh kegiatan vulkanisme yang sedang berlangsung (Formasi
Jatibarang).

Gambar 4. Pergerakan fragmen benua dari selatan dari Kapur sampai Eosen Awal (kanan) yang
kemudian menumbuk batas selatan Paparan Sunda (Sribudiyani dkk., 2003).

Pemekaran pada Cekungan Jawa Barat Utara kemudian berhenti pada ?Oligosen Awal* 2. Menurut
Sribudiyani dkk. (2003), sebuah fragmen benua yang berasal dari selatan bergerak menuju ke jalur
subduksi Meratus dan mulai menumbuk jalur subduksi tersebut pada Eosen Awal. Tumbukan tersebut
mengakibatkan berhentinya aktivitas magmatisme sebelumnya (periode Subduksi Meratus) dan
terjadinya pengangkatan kompleks subduksi membentuk Pegunungan Meratus di Kalimantan dan
Kompleks Melange Luk Ulo di Jawa Tengah (Gambar 4), serta menyebabkan berhentinya pemekaran di
Cekungan Jawa Barat Utara.

Setelah berlangsungnya tumbukan fragmen benua dengan tepi tenggara paparan Sunda, jalur subduksi
baru yang dikenal dengan jalur subduksi Jawa yang berarah barat-timur kemudian muncul. Jalur
subduksi Jawa ini berada di selatan jalur subduksi Meratus dan menghasilkan jalur gunung api yang
berada di selatan terhadap jalur gunung api akibat subduksi Meratus, sehingga Cekungan Jawa Barat
Utara berada di belakang busur sejak Oligosen (Gambar 2).
Gambar 5. Cekungan-cekungan pull apart yang terbentuk pada Eosen Tengah dan Oligosen Akhir (Daly
dkk., 1987). Biru: pull apart basin yang terbentuk pada masing-masing periode.

Sedangkan Daly dkk. (1987) mencoba menerangkan pembentukan Cekungan Jawa Barat Utara dengan
teori ekstrusi Asia Tenggara oleh India. Konvergensi India dengan Asia sejak Eosen Akhir diduga
menyebabkan ekstrusi Asia Tenggara melalui beberapa sesar geser utama. Sesar geser Bangka
(Bangka Shear) dan zona sesar Sumatra (SFZ) merupakan dua sesar geser utama yang dianggap
berperan dalam menimbulkan fase transtensional yang berperan dalam membentuk cekungan-cekungan
di regional Sumatra dan Jawa (Sribudiyani dkk., 2003). Rendahan-rendahan yang diakibatkan
pergerakan sesar-sesar normal utama berarah relatif utara-selatan muncul di Sumatera pada Eosen
Tengah*3/40jtl dan di Jawa Barat Utara pada Oligosen/30jtl (Gambar 5). Cekungan Jawa Barat Utara
berkembang menjadi pull apart basin yang terdapat di belakang busur sejak Oligosen.
Gambar 6. Penampang barat-timur Cekungan Jawa Barat Utara (Patmosukismo dan Yahya, 1974).

Pembentukan struktur sesar-sesar normal utama (Oligosen Akhir*4) tersebut menyebabkan terjadinya
pemekaran yang diikuti oleh penurunan dari dasar cekungan. Beberapa tinggian dan rendahan yang
terbentuk mengontrol penyebaran dari sedimen serta membagi Cekungan Jawa Barat Utara menjadi
beberapa sub-cekungan, seperti: Sub-cekungan Ciputat, Sub-cekungan Pasirputih, dan Sub-cekungan
Jatibarang (Gambar 6). Namun pengisian cekungan yang berjalan dengan cepat yang disertai dengan
adanya pengangkatan bagian selatan cekungan menjadi daratan pada Plio-Plistosen mengakibatkan
terjadinya peristiwa penutupan cekungan untuk Cekungan JawaBarat Utara.

Stratigrafi Regional

Tatanan Stratigrafi Jawa Barat*5 secara umum dapat dilihat pada Gambar 7 dengan rincian seperti di
bawah ini.

Batuan dasar
Batuan dasar di Cekungan Jawa Barat Utara oleh Patmosukismo dan Yahya (1974) didefinisikan sebagai
batuan-batuan beku dan atau metamorf yang berumur pra-Tersier sampai Paleosen yang memiliki
kemungkinan kecil untuk mengakumulasi hidrokarbon. Berdasarkan metoda penanggalan K-Ar, diketahui
bahwa batuan beku yang menjadi batuan dasar berumur lebih muda dan kemungkinan mengintrusi
batuan metamorf yang lebih tua. Batuan beku sebagai batuan dasar cekungan yang terdapat pada
bagian barat Tanggerang memiliki umur 57,8±3,5 juta tahun (Paleosen) sedangkan yang terdapat di
bagian timur cekungan (Jatibarang) memiliki umur 65,3±3,9 juta tahun (Paleosen Awal/Kapur Akhir).
Batuan metamorf sabak argilit merupakan batuan dasar tertua di cekungan ini, dan memiliki umur 213±11
juta tahun (Trias), terdapat pada bagian tengah dari cekungan (Pamanukan).

Formasi Vulkanik Jatibarang


Formasi Vulkanik Jatibarang diendapkan secara tidak selaras di atas batuan dasar, mengisi bagian-
bagian grabendan daerah rendahan dengan ketebalan yang bervariasi. Pada Sub-cekungan Jatibarang,
formasi ini menipis ke arah barat (Adnan dkk., 1991). Formasi ini memiliki litologi tuf yang beraneka
warna, andesit profiri, basalt, dan batulempung merah.. Metoda penanggalan K-Ar yang dilakukan
terhadap formasi ini menghasilkan umur Eosen Akhir - Oligosen Awal (Arpandi dan Patmosukismo,
1975). Pengendapan dari Formasi Jatibarang diinterpretasikan terjadi di lingkungan tubuh gunung api
sampai fluvial.

Gambar 7. Stratigrafi Regional Cekungan Jawa Barat Utara (Adnan dkk., 1991)
Formasi Talang Akar (Cibulakan Bawah)
Formasi Talang Akar diendapkan secara tidak selaras terhadap Formasi Jatibarang pada periode
transgresif Neogen yang pertama (Arpandi dan Patmosukismo, 1975). Formasi ini memiliki litologi serpih
karbonatan dengan perselingan batupasir, batulanau, batubara, dan konglomerat di bagian bawah dan
berubah menjadi perselingan serpih dan batugamping pada bagian atas formasi. Rata-rata laju
pengendapan Formasi Talang Akar relatif sama dengan laju penurunan cekungan, namun kenaikan
muka air laut global yang sedang berlangsung memicu pendalaman lingkungan pengendapan. Formasi
ini berumur Oligosen Akhir-Miosen Awal dengan lingkungan pengendapan daerah transisi sampai
neritik. Patmosukismo dan Yahya (1974) memasukan Formasi Talang Akar ke dalam Formasi Cibulakan
sebagai Anggota Cibulakan Bawah.

Formasi Baturaja (Cibulakan Tengah)


Formasi Baturaja diendapkan secara selaras di atas Formasi Talang Akar. Pengendapan Formasi
Baturaja berlangsung relatif cepat dan bisa mengimbangi kenaikan muka air laut akibat periode
transgresif yang sudah dimulai sebelum formasi ini terbentuk. Litologi dari Formasi Baturaja secara umum
adalah paparan batugamping terumbu dengan sedikit perselingan serpih dan napal (Adnan dkk., 1991).
Formasi ini diendapkan di lingkungan laut dangkal, di sekitar paparan dan tinggian cekungan Jawa Barat
Utara dan memiliki umur Miosen Awal (Arpandi dan Patmosukismo, 1975). Patmosukismo dan Yahya
(1974) memasukan Formasi Baturaja ke dalam Formasi Cibulakan sebagai Anggota Cibulakan Tengah

Formasi Cibulakan Atas


Formasi Cibulakan Atas diendapkan secara selaras di atas Formasi Baturaja. Formasi ini memiliki litologi
dengan sedikit perselingan batupasir dan batugamping (Adnan dkk., 1991). Lapisan-lapisan batupasir
halus sampai sedang banyak ditemui pada bagian bawah dan tengah dari formasi ini sedangkan di
bagian atasnya terdapat perlapisan batugamping, dolomit, batupasir, dan batulanau, sedangkan
batugamping terumbu berkembang secara lokal pada bagian tengah dari formasi. Formasi ini memiliki
kisaran umur pengendapan dari akhir Miosen Awal sampai Miosen Tengah. Patmosukismo dan Yahya
(1974) memasukan Formasi Cibulakan Atas ke dalam Formasi Cibulakan sebagai Anggota Cibulakan
Atas. Formasi Cibulakan Atas kadangkala dibagi lagi menjadi interval Massive dan Main.

Formasi Parigi
Formasi Parigi mulai diendapkan secara selaras di atas Formasi Cibulakan Atas pada periode transgresif
Neogen yang kedua (Arpandi dan Patmosukismo, 1975). Formasi ini terdiri dari litologi batugamping
karbonat terumbu dan berumur dari akhir Miosen Tengah sampai awal Miosen Akhir. Penurunan
cekungan pada saat ini relatif lebih lambat sehingga batugamping Formasi Parigi diendapkan pada
lingkungan laut dangkal di Cekungan Jawa Barat Utara.

Formasi Cisubuh
Formasi Cisubuh diendapkan secara selaras di atas Formasi Parigi. Terdiri atas litologi batulempung
dengan sedikit perselingan batupasir dan batugamping. Bagian bawah dari Formasi Cisubuh diendapkan
di lingkungan pengendapan neritik dalam yang bergradasi ke lingkungan litoral - paralik pada bagian
atasnya yang terdiri dari banyak batupasir dan lapisan-lapisan batubara. Formasi Cisubuh memiliki
kisaran umur dari Miosen Akhir sampai Plio-Plistosen (Arpandi dan Patmosukismo, 1975).

Penjelasan lebih lanjut


1. Gresko dkk. (1995) membagi tektonik regional pada Cekungan Jawa Barat Utara ke
dalam 5 periode, dengan periode pertama berlangsung selama Kapur Akhir sampai Eosen Awal,
menerangkan bahwa adanya vulkanisme andesitik yang berlangsung sampai Eosen Awal.
Dengan menganggap bahwa vulkanisme andesitik ini dihasilkan oleh Subduksi Meratus, maka
disimpulkan bahwa Subduksi Meratus berlangsung setidak-tidaknya sampai Eosen Awal. Namun
berdasarkan pemboran yang dilakukan pada Sub-cekungan Jatibarang, terdapat interval batuan
beku andesitik dan piroklastik yang diperkirakan berumur ?Oligosen Awal. Apabila ternyata
interval batuan beku dan piroklastik pada sumur-sumur tersebut dihasilkan oleh vulkanisme jalur
Subduksi Meratus, maka Subduksi Meratus pada regional Jawa Barat baru berhenti pada
Oligosen Awal. (Bandingkan dengan peneliti lainnya, Ryacudu dan Bachtiar (1999) yang
menyatakan bahwa Subduksi Meratus berhenti pada Eo-Oligosen).
2. Kemungkinan besar, berhentinya Subduksi Meratus memang diakibatkan oleh tumbukan
fragmen benua dari selatan. Sribudiyani dkk. (2003) menyatakan bahwa bergeraknya fragmen
benua tersebut berlangsung dari Kapur Akhir sampai Eosen Awal. Ada kemungkinan bahwa
tumbukan batas tenggara Paparan Sunda ini baru menyebabkan subduksi Meratus pada batas
selatan Paparan Sunda berhenti pada Oligosen Awal, sehingga masih terdapat interval batuan
beku dan piroklastik yang berumur Oligosen Awal pada sumur-sumur pemboran di Cekungan
Jawa Barat Utara.
3. Periode Subduksi Jawa kemudian mengantikan Subduksi Meratus pada ?Oligosen Akhir.
(Bandingkan dengan peneliti lainnya, Ryacudu dan Bachtiar (1999) yang menyebut jalur
Subduksi Jawa dengan sistem subduksi Miosen).
4. Daly dkk. (1987) membuat rekontruksi Asia Tenggara 40jtl, dan memasukan umur
tersebut pada Eosen Akhir (Late Eocene). Pada beberapa kolom umur saat ini, 40jtl masuk ke
dalam Eosen Tengah.
5. Pembentukan sesar-sesar normal yang berarah utara-selatan pada Cekungan Jawa
Barat Utara terjadi pada Oligosen (30jtl - akhir Oligosen Awal/ awal Oligosen Akhir) mengikuti
rekontruksi regional Asia Tenggara yang dibuat oleh Daly dkk. (1987).Beberapa peneliti
memberikan title pre-rift, syn-rift, post-rift pada beberapa formasi yang ada, namun penamaan ini
sendiri berbeda-beda satu sama lainnya, sebagai contoh: ada yang menyebut Jatibarang
sebagai Syn-rift 1, ada yang menyebut Jatibarang sebagai Early Syn-rift. Referensi yang
diberikan mungkin dapat meberikan penjelasan lebih lanjut mengenai hal tersebut.

REFERENSI
Adnan, A., Sukowitono, dan Suprianto. 1991. Jatibarang Sub Basin - A Half Graben Model in the Onshore of
Northwest Java, Proceedings of Indonesian Petroleum Association, 20th Annual Convention.
Arpandi D., dan Patmosukismo, S. 1995. The Cibulakan Formation as One of the Most Prospective Stratigrahpic
Units in the North West Java Basinal Area, Proceedings of Indonesian Petroleum Association, 4th Annual
Convention.
Daly, M.C., B.G.D. Hooper dan D.G. Smith. 1986. Tertiary Plate Tectonics and Basin Evolution in
Indonesia,Proceedings of Indonesian Petroleum Association, 16th Annual Convention.
Gresko, M., C. Suria dan S. Sinclair. 1995. Basin Evolution of the Ardjuna Rift System and Its Implications for
Hyrdocarbon Exploration, Offshore Northwest Java, Indonesia, Proceedings of Indonesian Petroleum
Association, 24th Annual Convention.
Hutchison, C.S. 1972. Tectonic Evolution of Sundaland: A Phanerozoic Syntesis, Proceedings, Regional
Conference on the Geology of Southeast Asia.
Noble, R.A., K.H. Pratomo, K. Nugrahanto, A.M.T. Ibrahim, I. Prasetya, N. Mujahidin, C.H. Wu dan J.V.C. Howes.
1997. Petroleum Systems of Northwest Java, Indonesia, Indonesian Petroleum Associatons, Proceedings
of the Petroleum Systems of SE Asia and Australasia Conference.
Patmosukismo, S. dan I. Yahya. 1974. The Basment Configuration of North West Java Area, Proceedings of
Indonesian Petroleum Association, 3th Annual Convention.
Sribudiyani, N. Muchsin, R. Ryacudu, T. Kunto, P. Astono, I. Prasetya, B. Sapiie, S. Asikin, A.H. Harsolumakso.,
dan I. Yulianto. 2003. The Collision of The East Java Microplate and Its Implication for Hydrocarbon
Occurrences in The Eas Java Basin, Proceedings of Indonesian Petroleum Associations, 29th Annual
Convention and Exhibition.

Anda mungkin juga menyukai