Skripsi
diajukan oleh
Kevin Philips Barakati
114140033 / TL
Kepada
September, 2018
1
2
SKRIPSI
PENGENDALIAN LONGSOR DI DUSUN BRANGKAL, DESA
CANDIREJO, KECAMATAN BOROBUDUR, KABUPATEN
MAGELANG, JAWA TENGAH
disusun oleh
Kevin Philips Barakati
114140033 / TL
Dr. Ir. Andi Sungkowo, M.Si. Dian Hudawan S., S.Si., M.Sc.
Pembimbing II
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas Kasih-Nya penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi disusun sebagai salah satu
persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan program sarjana (S1) Teknik
Lingkungan Fakultas Teknologi Mineral Universitas Pembangunan Nasional
“Veteran” Yogyakarta. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini,
penulis dibantu oleh banyak pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan
terimakasih kepada:
1. Ketua Jurusan Teknik Lingkungan UPN “Veteran” Yogyakarta yaitu Bapak
Dr.Ir. Andi Sungkowo, M.Si.
2. Bapak Dr. Ir. Andi Sungkowo, M.Si dan Bapak Aditya Pandu Wicaksono S.Si.,
M.Sc., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan saran dan bimbingan
kepada penulis.
3. Bapak Dian Hudawan Santoso S.Si, M.Sc., dan Bapak Muammar
Gomareuzzaman, S.Si., M.Sc., selaku dosen pembahas yang bersedia
memberikan masukan, arahan, dan bimbingan dalam penyempurnaan skripsi.
4. Seluruh dosen dan karyawan Teknik Lingkungan yang telah membantu penulis.
5. Keluarga besar penulis, terutama kepada kedua orang tua tercinta yang telah
banyak memberikan motivasi, semangat, dan banyak hal di dalam kehidupan
penulis, serta adik kandung penulis yang juga telah banyak mendukung penulis.
6. Sudara-saudara seperjuangan di Teknik Lingkungan Terkhusus Angkatan 2014
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan maupun penyajian
skripsi ini sehingga masukan yang membangun sangat diharapkan. Penulis juga
berharap usulan penelitian ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang
membutuhkan, termasuk penulis sendiri.
Yogyakarta, Agustus 2018
Penulis
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
3
4
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar
merupakan hasi karya saya sendiri, bukan merupakan pengambil alihan data, tulisan
atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai hasil tulisan atau pikiran saya. Apabila
dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil jiplakan, maka saya
bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
DAFTAR ISI
7
8
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1. Keaslian penelitian ........................................................................................ 4
9
DAFTAR GAMBAR
9
10
Gambar 1.1. Proses Terjadinya gerakan tanah dan komponen penyebabnya ……..… 10
Gambar 1.2. Tipe Gerakan Massa Tanah .................................................................... 15
Gambar 1.3. Peta Daerah Lingkup Penelitian ………………………………… ........ 21
Gambar 1.4. Peta Administrasi Daerah Penelitian ……………………… ................. 22
Gambar 2.1. Kerangka alur pikir penelitian ................................................................ 26
Gambar 3.1. Peta Lintasan Daerah Penelitian ............................................................. 29
Gambar 3.2. Perlengkapan Penelitian ......................................................................... 30
Gambar 3.3 Kegiatan Pengambilan Sampel Tanah…….................................... ........... 37
Gambar 3.4 Kegiatan Pengukuran Kemiringan Lereng ............................................. 38
Gambar 3.5 Pengujian Kuat Geser Langsung ............................................................ 41
Gambar 3.6. Pengujian Kuat Tekan ............................................................................ 43
Gambar 3.7. Pengujian Batas Cair ………………………………………………..…. 44
Gambar 3.8. Lereng dengan bidang lingkaran bidang longsor …………………..…. 45
Gambar 4.1. Grafik Curah Hujan Rerata Bulanan Daerah Penelitian
Tahun 2006 – 2015 ................................................................................. 54
Gambar 4.2. Bentuklahan Daerah Aliran Sungai ............................... ……………….56 Gambar 4.3. Pet
Gambar 4.4. Jenis Tanah Planosol didaerah penelitian ............................................... 58
Gambar 4.5. Singkapan Breksi Vulkanik .................................................................... 63
Gambar 4.6. Peta geologi Borobudur – Kalibawang, Jawa Tengah ............................ 63
Gambar 4.7. Kondisi Sumur, Kondisi Mataair, Kondisi Sungai……………….……… 64
Gambar 4.8. Kondisi Longsoran ……………………………………………….……… 65
Gambar 4.9. Peta Topografi ……………………………………………………….….. 67
Gambar 4.10. Peta Jenis Tanah ……………………………………...…………………. 68
Gambar 4.11. Peta Satuan Batuan ………………………………………………………. 69
Gambar 4.12. Flora pada Daerah Penelitian ………………………………………….….. 70
Gambar 4.13. Fauna pada Daerah Penelitian...................................................................... 71
Gambar 4.14. Desa Wisata Candirejo, Balkondes Dusun Brangkal dan Sangen………… 73
Gambar 4.15. Candi Mendut, dan Masjid Dusun Brangkal ………………………….….. 74
Gambar 4.16. Poliklinik Desa Candirejo………………………………………………………………………… 75
Gambar 4.17. Penggunaan Lahan Tegalan Warga……………………………………..……………….. 76
Gambar 4.18. Peta Penggunaan Lahan ………………………………………………….…………………… 77
Gambar 5.1. Kondisi Lereng 1 ......................................................................... .…….. 79
Gambar 5.2. Jarak Bangunan Warga yang berada di Lereng 1 ................................... 80
Gambar 5.3. Bidang Gelincir di Lereng 1 ................................................................... 80
Gambar 5.4. Analisis untuk menetukan FK pada lereng 1 dengan
11
DAFTAR PETA
INTISARI
13
14
ABSTRACT
The slides occurred in Dusun Brangkal, Candirejo village after a high rainfall
intensity is 357,9 mm/thn on January, the soil became saturated and heavy and with
the gravitational force the soil will move to a lower elevation. Slide occurs because
of the force that triggers movements, infiltration, vibration, and human activity. The
purpose of this study are to know the value of factor slope safety on the slope based
on physical and mechanical properties of the soil and to design techniques of
controlling the soil mass movement in the research area.
The methods were used in this research are survey and field mapping,
purposive sampling technique, step technique be in the form of direct sliding angle
and compressive strength of the soil , analysis technique systematically, slides
program analysis method, and fellenius method. The parameters used to determine
the direction of slope stability are climate, landform, slope, landuse, type of soil, soil
texture, physical properties and soil mechanics.
The results showed that factors of slope safety value using Fellenius method
are 0,888, 2,334, and 0,365, which means in unstable condition for slope 1 and 3 and
slope in stable condition for slope 2. Management directives are geometry
modification with terrace, terrace width 6 meter and 3 meter high terrace. The value
of factors of slope safety after terrace are 2,308, 4,079, and 1,751 which means
stable. The repair method for bench terrace brace and controlling drainage are make
trenches to reduce the runoff that can caused erosion and planting rooted vegetation
such as vetiver (vetiveria zizaniodes)
BAB I
PENDAHULUHAN
tidak sedikit masyarakat yang memilih membangun rumah di atas maupun di bawah
lereng curam, lereng tersebut bisa dikatakan stabil atau tidak stabil. Lereng adalah
horisontal. Lereng dapat terbentuk secara alamiah karena proses geologi atau karena
dibuat oleh manusia. Lereng yang terbentuk secara alamiah misalnya lereng bukit
dan tebing sungai, sedangkan lereng buatan manusia antara lain, yaitu galian dan
timbunan untuk membuat jalan raya dan jalan kereta api, bendungan, tanggul sungai,
Suatu lereng yang terjadi secara alamiah maupun hasil rekayasa manusia,
gaya-gaya yang terdapat di dalam lereng akan bekerja mendorong sehingga tanah
yang lebih tinggi akan cenderung bergerak ke arah bawah. Di sisi lain terdapat pula
gaya-gaya dalam tanah yang menahan atau melawan dorongan gaya-gaya yang
bergerak ke bawah. Kedua gaya ini bila mencapai keseimbangan tertentu maka akan
Lereng yang tidak stabil rentan menimbulkan bencana, yaitu gerakan massa
tanah. Bencana longsor merupakan salah satu jenis bencana alam yang terdapat di
daripada daerah resapan air saat musim hujan itu sehingga menyebabkan lereng
jenuh air dan massa yang bertambah sehingga menyebabkan lonsor. longsor dapat
terjadi dengan berbagai cara, secara perlahan-lahan atau mendadak serta dengan
1
2
ataupun tanpa tanda-tanda yang terlihat. Terkait dengan kawasan rawan bencana
timbul pada saat bencana longsor terjadi. Lereng yang tidak stabil berbahaya bagi
lingkungan sekitarnya, oleh sebab itu analisis kestabilan lereng sangat diperlukan di
Jawa Tengah
penelitian mempunyai jarak 20 km dari pusat Kota Magelang dengan jarak tempuh
beraspal dengan kondisi baik. Jarak terdekat lokasi penelitian dari kantor Kecamatan
Borobudur ditempuh dengan jarak 6 km. Dapat dilihat pada Gambar 1.4.
massa perlu dikaji untuk menentukan teknik pengelolaan analisis stabilitas lereng,
1. Berapa nilai faktor keamanan (safety factor) pada lereng berdasarkan sifat
fisik dan mekanika tanah dengan metode fellenius di Dusun Brangkal, Desa
2. Bagaimana teknik pengelolaan lahan yang dilakukan agar lahan atau lereng
pernah dilakukan oleh peneliti-peneliti lain. Akan tetapi, ada beberapa penelitian
yang memiliki kaitan erat dengan penelitian penulis dengan perbedaan judul, lokasi,
3
4
4. Ardi Permono Putro Skripsi Desa Ngrogung, Rekayasa Kestabilan 1) Mengkaji tingkat 1) Survey lapangan1) Nilai faktor keamanan dari
(2017) Teknik Kecamatan Lereng Terkait kestabilan lereng terkait 2) Pemetaan kondisi lereng dan peta
Lingkungan Ngebel, Peruntukan Lahan peruntukan lahan 3) Uji Laboratorium zonasi kestabilan lereng
Universitas Kabupaten Permukiman Pada permukiman pada area 4) Analisis Data dalam menentukan tingkat
Pembangunan Ponorogo, Jawa Area Penambangan penambangan tras (Fellenius dan kestabilan lereng.
Nasional Timur Tras di Desa 2) Menentukan teknik Program Slide) 2) Penentuan model rekayasa
“Veteran” Ngrogung, rekayasa yang tepat Kestabilan lereng untuk
Yogyakarta Kecamatan Ngebel, untuk peruntukan peruntukan permukiman
Kabupaten Ponorogo, permukiman pada area penambangan di
Jawa Timur Desa Ngrogung, Kecamatan
Ngebel, Kabupaten
Ponorogo, Jawa Timur
5. Kevin Philips Skripsi Dusun Teknik Pengendalian 1) Mengetahui Nilai 1) Metode Suvey dan 1) Kestabilan lereng dengan
Barakati (2018) Teknik Brangkal, Desa Longsor di Dusun Kestabilan Lereng Pemetaan lapangan nilai Faktor Keamanan
Lingkungan Candirejo, Brangkal, Desa dengan nilai faktor 2) Teknik Purposive (Safety Factor) lereng
Universitas Kecamatan Candirejo, keamanan pada lereng sampling berdasarkan sifat fisik dan
Pembangunan Borobudur, Kecamatan dengan menggunakan 3) Teknik mekanik tanah
Nasional Kabupaten Borobudur, metode fellenius. Laboratorium 2) Teknik pengelolaan lahan
“Veteran” Magelang, Jawa Kabupaten Magelang 2) Mengetahui teknik 4) Metode Fellenius yang dilakukan agar lahan
Yogyakarta Tengah Jawa Tengah pengelolaan Lahan agar 5) Program Slide atau lereng stabil
lereng bias stabil di
daerah penelitian.
5
1.2. Maksud, Tujuan, dan Manfaat yang diharapkan
buruknya suatu perkara. Arti kata teknis adalah bersifat atau mengenai (menurut)
teknik; secara teknik. Jadi, kajian teknis adalah mempelajari ataupun menguji suatu
1.4.2. Lereng
dengan bidang horisontal. Lereng dapat terbentuk secara alami maupun buatan
manusia. Lereng yang terbentuk secara alami, misalnya lereng bukit dan tebing
sungai, sedangkan lereng buatan manusia, antara lain galian dan timbunan untuk
23
membuat bendungan, tanggul dan kanal sungai serta dinding tambang terbuka
(Arifin, 2007). Lereng adalah suatu permukaan yang menghubungkan tanah yang
lebih tinggi dengan permukaan tanah yang lebih rendah, dan stabilitas lereng erat
kaitannya dengan longsor atau gerakan tanah yang merupakan proses perpindahan
massa tanah secara alami dari tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah
berbagai sisi dan tidak mengalami gangguan. Gangguan pada lereng sering terjadi
yang disebabkan oleh kegiatan manusia seperti memotong lereng, penggalian dan
lain sebagainya, sedangkan gangguan dari alam yang berkembang seperti gerakan
massa tanah (Karnawati, 2005). Berdasarkan kajian pada gaya-gaya mekanik yang
bekerja pada lereng, gerakan tanah terjadi apabila terjadi gangguan kestabilan lereng.
Kestabilan pada suatu lereng ditentukan oleh hubungan antara momen gaya yang
melongsorkan yang akan membuat massa tanah atau batuan yang bergerak ke bawah
dan momen yang menahan yang menyebabkan massa tanah atau batuan tetap.
batuan, tanah, atau bahan rombakan material penyusun lereng (tanah dan batuan)
gerakan tanah sebagai proses perpindahan suatu massa tanah dengan arah tegak,
25
mendatar, miring, dari kedudukan semula karena pengaruh gravitasi, air tanah, atau
adanya beban dari luar. Gerakan massa tanah atau batuan menurut Karnawati (2005)
adalah gerakan menuruni atau keluar lereng oleh massa tanah atau batuan lereng,
Penyebab Gerakan
Fakto-faktor
pengontrol Pemicu gerakan
langsung terhadap adanya gerakan massa tanah dan/atau batuan, yaitu faktor yang
1. Kemiringan Lereng
tanah/batuan, semakin besar sudut kemiringan suatu lereng akan semakin besar gaya
yang bersifat masif dan kompak, cukup kuat untuk menjaga stabilitas lereng karena
25
besarnya gaya kohesi dan kuat geser batuan tersebut, sehingga lahan dengan lereng
2. Satuan Batuan
sebagai tempat merembesnya air, sehingga batuan lebih mudah longsor. Jika
orientasi umum bidang-bidang lemah tersebut searah dengan arah lereng dan
kemiringan bidang lemah lebih landai dari kemiringan bidang lereng, maka struktur
tersebut mempunyai pengaruh langsung yang lebih besar terhadap stabilitas lereng,
sebaliknya jika arah dan kemiringan bidang lereng berlawanan maka struktur bidang
lemah tersebut mempunyai pengaruh langsung yang lebih kecil terhadap stabilitas
lereng. Beberapa kondisi geologi yang diperlukan dalam analisis kestabilan lereng,
3. Tanah
Tanah adalah akumulasi tubuh alam yang bebas menduduki sebagian besar
permukaan bumi dan mempunyai sifat-sifat sebagai akibat dari pengaruh iklim dan
organisme yang bekerja terhadap batuan induk pada relief tertentu dan dalam jangka
didefinisikan secara umum adalah kumpulan dari bagian-bagian yang padat dan tidak
terikat antara satu dengan yang lain (diantaranya mungkin material organik) rongga-
4. Iklim
Iklim adalah gabungan dari kondisi cuaca sehari-hari atau dapat dikatakan
iklim merupakan rata-rata cuaca. Unsur penyusun cuaca juga merupakan unsur
penyusun iklim, yaitu curah hujan, kelembaban udara, suhu udara, dan kecepatan
angin (Karnawati, 2005). Iklim mempunyai peran yang penting dalam mengontrol
terjadinya gerakan massa tanah, dimana curah hujan dan suhu merupakan unsur
iklim yang penting dalam proses terjadinya gerakan massa tanah/batuan. Suhu dan
curah hujan berperan penting dalam proses pelapukan batuan, dan air yang
terinfiltrasi ke dalam tanah akan menyebabkan bertambahnya beban massa tanah dan
5. Tata air
Kondisi hidrologi pada lereng menurut Karnawati (2005) berperan dalam hal
meningkatkan tekanan hidrostatis air, sehingga kuat geser tanah/batuan akan sangat
berkurang dan gerakan tanah terjadi. Lereng dengan muka airtanah yang dangkal,
atau lereng dengan akuifer menggantung sangat sensitif terhadap kenaikan tekanan
hidrostatis.
27
Pemicu gerakan tanah/batuan merupakan penyebab langsung terjadinya
proses alamiah ataupun bukan alamiah yang dapat mengubah stabilitas lereng yang
1. Getaran
Getaran yang memicu getaran massa tanah dapat terjadi akibat adanya
gempa bumi atau kegiatan manusia yang diikuti dengan peristiwa liquefaction,
yaitu berkurangnya kekuatan tanah atau batuan akibat adanya gempa atau getaran
2. Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan di atas lereng yang tidak stabil, dengan jumlah aktivitas
manusia akan membuat lereng bergerak. Selain itu, Rekayasa pemotongan lereng
tanah dan/atau batuan berdasarkan lima prinsip tipe gerakan mengakomodasi gerakan
massa tanah dan/atau batuan yang bervariasi (dapat dilihat pada Gambar 1.2). Tipe
29
Gerakan massa tanah/batuan pembentuk lereng menurut Crude dan Varnest (1992)
di sepanjang bidang longsor. Massa tanah yang bergerak bisa menyatu atau
sebaran lateral (lateral spreading), yaitu kombinasi dari luasnya massa tanah
dan massa batuan yang turun terpecah ke dalam material lunak di bawahnya.
seperti cairan kental. Aliran sering terjadi dalam bidang geser yang relatif
sempit.
29
Gambar 1.2. Tipe Gerakan Massa Tanah dan/atau Batuan
Sumber : Varnest (1978)
1. Metode Fellenius
Gaya antar irisan dapat diabaikan karena gaya-gaya ini paralel dengan
dasar tiap irisan. Pada metode ini prinsip Newton tentang aksi reaksi
2. Metode Bishop
3. Metode Janbu
gaya memiliki sudut kemiringan paralel dengan dasar irisan FK dihitung dengan
asumsi bahwa keruntuhan terjadi melalui rotasi dari suatu blok tanah pada
permukaan longsor berbentuk lingkaran (sirkuler) dengan titik O sebagai titik pusat
rotasi. Metode ini juga menganggap bahwa gaya normal P bekerja ditengah-tengah
slice. Diasumsikan juga bahwa resultan gaya-gaya antar irisan pada tiap irisan adalah
sama dengan nol, atau dengan kata lain bahwa resultan gaya-gaya antar irisan
diabaikan.
31
Pendekatan desain lereng yang menggunakan FK sebagai indikator
kestabilan lereng, didefinisikan sebagai rasio antara gaya penahan terhadap gaya
teknik deterministik desain yang menggunakan nilai rata-rata sebagai estimasi nilai
minimum didasarkan pada jumlah kasus yang terbatas dan kombinasi pengaruh
banyak faktor, sehingga sulit untuk diterapkan pada kondisi tertentu. 2) Nilai FK
lereng.
kestabilan suatu lereng dengan menggunakan data sifat fisik tanah, mekanika tanah
(geoteknis tanah) dan bentuk geometri lereng (Zufialdi, 2009). Satu cara yang umum
untuk menyatakan kestabilan suatu lereng batuan adalah faktor keamanan. Faktor ini
merupakan perbandingan antara gaya penahan yang membuat lereng tetap stabil,
maka dibagi tiga kelompok rentang Faktor Keamanan (FK) yang ditinjau dari
kesetimbangan batas dalam penentuan stabilitas lereng nilai faktor keamanan (FK)
dinyatakan kritis jika FK = 1,5 runtuh jika FK < 1,5 dan lereng stabil pada FK
Tabel 1.3. Nilai Faktor Keamanan dan Intensitas Longsor (Fellenius, 1927)
33
tanah atau keduanya. Gaya- gaya yang menggerakan dapat direduksi dengan cara:
tidak stabil.
dengan cara:
- Parit permukaan
- Penanaman tumbuh-tumbuhan
- Drainase horisontal
Sruktur brem
lereng yang telah mengalami longsor yang berada pada suatu pemukiman di Dapat
mempengaruhi daur hidrologi serta mengurangi kerapatan flora dan fauna di daerah
dalam batas permasalahan penelitian yaitu Dusun Brangkal yang mengalami longsor
maupun yang berpotensi longsor, Batas tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.3.
35
BAB II
berbagai sisi dan tidak mengalami gangguan. Gangguan pada lereng sering terjadi
yang disebabkan oleh kegiatan manusia seperti memotong lereng, penggalian, dan
Semakin curam kemiringan suatu lereng akan semakin besar gaya pergerakan
massa tanah atau batuan penyusun lereng. Namun perlu diperhatikan tidak semua
lahan yang miring rentan bergerak, jenis, struktur, dan komposisi tanah atau batuan
penyusun lereng juga berperan penting dalam mengontrol terjadinya gerakan tanah.
Dalam pelaksanaan penelitian ini ada beberapa jenis kegiatan yang dilakukan
survei, pengumpulan data lapangan, dan pengolahan data. Persiapan yang dilakukan
seperti membaca literatur tentang kestabilan lereng. Survei dilakukan untuk mencari
keterangan faktual dan memperoleh fakta dan melihat kondisi daerah penelitian.
pemetaan satuan batuan dan struktur geologi (sesar, kekar, dan lain-lain), pemetaan
menetukan kelakuan lereng, tebal dan letak bidang dasar batuan berpengaruh secara
perkembangan dalam pembentuk lereng, tanah residual talus dan endapan Colluvial
serta ketidakmenerusan (diskontinuty) seperti kekar (joints) dan patahan (faults) dan
dilakukan untuk mengetahui jenis tanah, berat jenis tanah , kohesi tanah dan batuan,
survei dan data lapangan yang dilakukan di studio mencakup perhitungan rerata
curah hujan, analisis stabilitas lereng dengan menggunakan Metode Fellenius baik
peta
geofisik diantara lain iklim, bentuklahan, tanah, batuan, tata air. Komponen sosial
yaitu hasil aktivitas manusia terhadap alam seperti penggunaan lahan. Pada Tabel 2.1
dijelaskan kriteria dan asumsi serta parameter komponen lingkungan, yaitu sebagai
berikut.
Tabel 2.1. Kriteria dan Parameter yang digunakan
26
2.2. Kerangka Alur Pikir Penelitian
Latar Belakang
Lereng adalah permukaan bumi yang
Rumusan Masalah membentuk sudut kemiringan tertentu
- Berapa nilai faktor keamanan (safety factor) dengan bidang horisontal. Suatu lereng yang
pada lereng berdasarkan sifat fisik dan mekanik terjadi secara alamiah maupun hasil
tanah di daerah penelitian? rekayasa manusia, akan terdapat di
- Bagaimana teknik pengelolaan lahan yang dalamnya gaya-gaya yang bekerja
dilakukan agar lahan atau lereng bisa stabil di mendorong sehingga tanah yang lebih tinggi
daerah penelitian? akan cenderung bergerak ke arah bawah.
Lereng yang tidak stabil sangatlah
berbahaya terhadap lingkungan sekitarnya,
oleh sebab itu analisis stabilitas lereng
sangat diperlukan.
Tujuan Penelitian
- Mengetahui kestabilan lereng dengan nilai Kegunaan Penelitian
Faktor Keamanan (Safety Factor) pada lereng
- Dapat memberikan gambaran arahan
berdasarkan sifat fisik dan mekanik tanah di
pengelolaan lereng agar terjaga stabilitas
daerah penelitian.
lereng, sehingga permukiman yang berada
- Mengetahui teknik pengelolaan lahan yang
pada lereng aman terhadap gerakan massa
dilakukan agar lahan atau lereng stabil di daerah
tanah dan/atau batuan.
penelitian.
- Mendapatkan pengetahuan yang lebih
mendalam tentang analisis stabilitas lereng,
khususnya untuk mendapatkan angka aman
dan bentuk bidang longsor.
- Mengenal dan mengaplikasikan software
Kajian Teori dalam bidang geoteknik yaitu dalam analisis
Kajian teknis, lereng, Kestabilan lereng, gerakan kestabilan lereng.
massa tanah/batuan, metode analisis kestabilan
lereng, faktor keamanan.
Parameter:
sifat mekanika tanah, sifat fisik tanah,
Metode Penelitian bentuklahan, kemiringan lereng, jenis tanah,
- Metode Survei dan Pemetaan Lapangan curah hujan, penggunaan lahan, dan tekstur
- Teknik Purposive Sampling tanah.
- Teknik Laboratorium
- Metode Fillenius
Landasan Hukum
- Program Slide
-Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007
tentang Penanggulangan Bencana
-Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun
1996 tentang Pelaksanaan Hak dan
Hasil yang diharapakan Kewajiban Serta Bentuk dan Tata Cara
- Kestabilan lereng dengan nilai Faktor Keamanan Peran Serta Masyarakat dalam Penataan
(Safety Factor) lereng berdasarkan sifat fisik dan Ruang kawasan Bencana Longsor.
mekanik tanah -Peraturan Pemerintah Pekerjaan Umum No
- Teknik pengelolaan lahan yang dilakukan agar 22 Tahun 2007 tentang Pedoman Penataan
lahan atau lereng stabil. Ruang Kawasan Rawan Bencana Longsor.
-Peraturan Menteri Kehutanan nomor P4
Menhut II tahun 2011 tentang pedoman
reklamasi hutan.
CARA PENELITIAN
mendapatkan data primer. Metode yang digunakan adalah metode penelitian survei
dan pemetaan lapangan, teknik purposive sampling, teknik analisis data secara
matematis dan statistik dan laboratorium. Metode - metode yang digunakan dalam
a. Metode survei
Survei adalah teknik riset dengan memberi batas yg jelas atas data;
dianggap penting dan mendukung penelitian. Selain itu, survei juga dilakukan
keakuratan peta tentatif RBI lembar Mungkid 1408 – 234 skala 1 : 25.000 dan
b. Analisis Laboratorium
suatu tanah pada wilayah penelitian. Selain dapat mengetahui mekanik tanah
faktor kemanan berdasarkan skor mekanika tanah pada sifat fisik maupun sifat
Stereonet.
3.2. Teknik Sampling dan Penentuan Lokasi Sampling
Sampel adalah bagian dari populasi yang akan diteliti dan dimanfaatkan
purposive adalah penentuan dimana anggota sampel yang akan diambil sudah
tersebut maka jumlah sampel yang diambil berjumlah 2 sampel. Sampel yang
diambil merupakan sampel tanah planosol. Selain itu terdapat peta lintasan daerah
melakukan pengamatan. Untuk lokasi titik sampel dan lintasan penelitian dapat
berupa bahan dan alat sebagai penunjang pelaksanaan penelitian dan perangkat
1 Bahan :
Daerah Penelitian
Penelitian
Lahan Daerah
System(GPS)
b. Kompas Geologi Menentukan kemiringan Data kemiringan tebing
penelitian
(d) (e)
Gambar 3.2 Perlengkapan Penelitian (a) GPS; (b) Kompas; (c) Meteran;
(d) Palu Geologi; (e) Paralon
Sumber: Penulis (2018)
1.1 3.4 Diagram Alir Tahapan Kerja Penelitian Lapangan
TAHAP PERSIAPAN
Pengumpulan Data
Studi Literatur
Sekunder
Data Klimatologi Hasil Citra Peta RBI Lembar Peta Tentatif Jenis
Google Earth Mungkid 1408-234 Tanah 1 : 100.000
Skala 1 : 25.000
TAHAP KERJA
Data Curah Peta Tentatif
Skala 1:25000
Hujan Penggunaan Lahan
STUDIO
Skala 1 : 25000
TAHAP KERJA
Pemetaan Jenis GMT
LAPANGAN
Pemetaan Pemetaan
Penggunaan dan Tanah Serta
Topografi & Pengambilan Sampel
Lahan Kemiringan Tanah
Lereng
TAHAP
(Berat Jenis Tanah)
LAB
- Mekanika Tanah
(Sudut Geser Dalam,
Batas Cair & Kohesi)
1.2 Input
Arahan Pengelolaan
Proses
Kestabilan Lereng
Output
Tahapan penelitian ini meliputi 5 tahapan yaitu tahap persiapan, tahap
studio, tahap lapangan, tahap laboratorium, dan tahap analisis data. Rincian
2. Peta Ruang Lingkup Penelitian, Peta Administrasi, Peta Titik Sampel, Peta
25000 lembar Mungkid 1408-234 dan hasil Citra Google Earth 2017.
3. Peta Batas Daerah Penelitian berdasarkan hasil tumpang tindih Peta Tentatif
4. Peta Tanah daerah penelitian berdasarkan Peta Tentatif Jenis Tanah (sumber:
Bappeda Magelang).
pengukuran), pencatatan, dan pengeplotan data lapangan pada peta topografi. Data
pengukuran besaran sudut adalah tutup kompas dibuka kurang lebih 45o lengan
penunjuk dan ujungnya ditekuk 90o. Kompas dipegang dengan tangan yang ditekuk
dan pada posisi vertikal. Melalui lubang pengintip dan jendela pandang dibidik titik
yang dituju (titik bidik mempunyai ketinggian yang sama dengan memutar
kedudukan kompas). Klinometer diatur dengan jalan memutar pengatur yang berada
kompas, dalam bentuk derajat sehingga dilakukan konversi besar kemiringan lereng
………….…………………………..(1)
3.4.3.3 Tanah 36
Cross check atau pengecekkan jenis tanah berdasarkan data sekunder dan
mengamati sifat atau karakteristik dari jenis tanah tersebut dan dilakukan
pengambilan sampel tanah untuk pengujian analisis laboratorium guna uji sifat fisik
dan mekanika tanah. Parameter tanah yang digunakan adalah Sifat fisik tanah (berat
jenis) dan sifat mekanik tanah (sudut geser dalam, kohesi, dan kuat tekan), tebal
Pengujian kuat geser adalah suatu cara pengujian sifat mekanik tanah
- Kohesi (C)
- Kuat Tekan
Hasil berupa Kuat Tekan, Kohesi (C) dan Sudut Geser Dalam (ϕ) akan
batas yang bertujuan untuk mendapatkan faktor keamanan dari sebuah lereng yang
Lokasi pengukuran tebal tanah dilakukan pada lereng yang telah mengalami gerakan
massa tanah yang terlihat sangat jelas perbedaan top soil dan batuan induknya.
teknik (Geotek) dengan menggunakan alat berupa pipa paralon yang panjangnya 20
cm dan memiliki diameter 6 cm dengan jenis pengambilan sampel tanah yaitu secara
pada badan lereng, sampel yang diambil dengan kedalam kurang lebih 15 cm tanpa
terkena udara atmosfir (udara). Titik pengambilan sampel tanah ini dilakukan pada 3
titik, yaitu di atas lereng, di tengah lereng, dan di bawah lereng. Hal tersebut untuk
membandingkan dan mengetahui sifat fisik (berat jenis) dan mekanika tanah (sudut
geser dalam, kuat tekan, dan kohesi) setiap titik pengambilan sampel tanah yang
(a) (b)
Gambar 3.3 Kegiatan Pengambilan Sampel Tanah
(a) Arah Kamera N 3400 E, LP 5 (b) Arah Kamera N 400 E, LP 18
(Sumber: Penulis, Maret 2018)
pengukuran besaran sudut adalah tutup kompas dibuka kurang lebih 45o lengan
penunjuk dan ujungnya ditekuk 90o. Kompas dipegang dengan tangan yang ditekuk
dan pada posisi vertikal. Melalui lubang pengintip dan jendela pandang dibidik titik
yang dituju (titik bidik mempunyai ketinggian yang sama dengan memutar
kedudukan kompas). Klinometer diatur dengan jalan memutar pengatur yang berada
dengan lahan, yang biasanya tidak secara langsung tampak dari citra. Penggunaan
lahan telah dikaji dari beberapa sudut pandang yang berlainan. Penggunaan lahan
pemanfaatan lahan dan lingkungan alam untuk memenuhi kebutuhan manusia dalam
dinamis, maka perhatian sering ditujukan pada perubahan penggunaan lahan baik
secara kualitatif maupun kuantitatif. Selain cross check atau pengecekkan langsung
di lapangan, penggunaan lahan dapat dilihat dari citra google earth terbaru, sehingga
c. Lakukan pengujian kadar air pada benda uji tersebut sesuai dengan SNI
1965:2008;
d. Lakukan pengujian berat isi pada benda uji tersebut sesuai dengan SNI
03-3637-1994;
terkunci menjadi satu serta pasangkan tanah pori yang sudah dilapisi
dengan kertas saring pada bagian bawah dan atas benda uji;
f. Pasang kotak geser pada arah mendatar dan pasang piston penekan
vertikal untuk memberi beban normal pada benda uji. Piston harus dipasang
tegak lurus permukaan benda uji sehingga beban yang diterima oleh
benda uji sama dengan beban yang berikan pada piston tersebut;
h. Isi kotak geser pengujian dengan air sampai penuh di atas permukaan
benda uji;
40
i. Buka kunci pada kotak geser, setel arloji ukur beban dan arloji ukur
regangan sehingga jarum ada pada posisi nol, lakukan pengujian dengan
nilai yang sama berturut-turut atau terjadi penurun nilai pada pengukur;
besarnya nilai kohesi (cu) dan hitung besarnya nilai sudut geser tanah ( u)
41
Pengujian kuat geser adalah suatu cara pengujian sifat mekanik tanah yang
Nilai kuat tekan merupakan tegangan puncak yang bekerja pada contoh
tanah, pada saat contoh tanah mengalami keruntuhan (failure) akibat pembebanan
ketika ditekan menggunakan mesin tekan. Prinsip kerja dari mesin tekan yaitu ketika
mesin dihidupkan, maka oli bertekanan tinggi akan masuk dalam silinder, sehingga
piston di dalam silinder akan bergerak keatas, sampai permukaan contoh tanah
menyentuh plat tekan atas. Ketika kedua permukaan contoh tanah telah menyentuh
plat tekan, kenaikan piston menjadi terhambat, yang menyebabkan contoh tanah
mengalami pembebanan. Besarnya gaya yang membebani contoh tanah ini kemudian
Alat pengukur gaya yang digunakan terdiri dari dua buah jarum penunjuk,
yaitu jarum merah dan jarum hitam. Jarum hitam menunjukkan gaya yang
membebani contoh tanah, sedangkan jarum merah digerakkan oleh jarum hitam. Bila
contoh tanah hancur (failure), gaya yang membebani contoh tanah akan berkurang,
42
dan jarum hitam akan bergerak kembali ke angka nol, sedangkan jarum merah
tertinggal pada skala terakhir yang ditunjukkan jarum hitam. Maka gaya maksimum
yang mampu ditahan oleh contoh tanah ditunjukkan oleh jarum merah (Hariyanto,
2014). Cara kerja pengujian kuat tekan uniaksial adalah sebagai berikut :
1) Meletakkan contoh tanah yang akan diuji pada alat uji kuat tekan uniaksial
kedudukan dial gauge tetap dalam keadaan benar, yaitu 2 (dua) buah dial
gauge untuk mengukur deformasi lateral, dan satu buah untuk mengukur
deformasi aksial.
kedudukan awal.
belum bekerja.
7) Mengatur dial gauge pada kedudukan nol, ketika contoh tanah menyentuh
beban 200 kg, hingga contoh tanah yang diuji mengalami keruntuhan
Pengujian kuat tekan adalah suatu cara pengujian sifat mekanik tanah yang
a) Kuat tekan
b) Batas elastis
43
Batas Cair adalah kadar air yang dibutuhkan oleh tanah kering yang
ditunjukan dalam prosen sampai mencapai kondisi plastis. Test ini di laksanakan
Perhitungan Batas Cair buat grafik dimana absis adalah jumlah ketukan (N)
dan ordinat adalah kadar air contoh tanah yang bersangkutan. Yang disebut batas cair
berdasarkan bahwa gaya memiliki sudut kemiringan paralel dengan dasar irisan FK
menyatakan asumsi bahwa keruntuhan terjadi melalui ritasi dari suatu blok tanah
45
pada permukaan longsor berbentuk lingkaran (sirkuler) dengan titik O sebagai titik
pusat rotasi. Metode ini menganggap bahwa gaya normal P bekerja ditengah-tengah
slice. Diasumsikan juga bahwa resultan gaya-gaya antar irisan pada tiap irisan adalah
sama dengan nol, atau dengan kata lain bahwa resultan gaya-gaya antar irisan
diabaikan.
momen untuk seluruh irisan terhadap titik pusat rotasi dan diperoleh suatu
Pada Gambar 3.8 diperlihatkan suatu lereng dengan sistem irisan untuk berat
sendiri massa tanah (W) serta analisis komponen gaya-gaya yang timbul dari berat
massa tanah tersebut, yang terdiri dari gaya-gaya antar irisan yang bekerja di
samping kanan irisan (Er dan Xt). Pada bagian alas irisan, gaya berat (W) diuraikan
menjadi gaya reaksi normal Pw yang bekerja tegak lurus alas irisan dan gaya
tangensial Tw yang bekerja sejajar irisan. Besarnya lengan gaya (W) adalah x = R sin
α, dimana R adalah jari-jari lingkaran longsor dan sudut α adalah sudut pada titik O
sebagai berikut:
s = c’ + σ’ tan Ø’…………………………………….(1)
dengan:
σ’ = σ - u ………………………………………….(2)
dengan:
dinyatakan sebagai:
σ= ………………………………………… (3)
2347
dengan:
Agar supaya lereng menjadi stabil maka gaya-gaya yang diperlukan untuk
mengakibatkan longsor haruslah lebih kecil dari pada gaya gaya yang ada
sehingga faktor keamanan akan menjadi lebih besar atau sama dengan satu.
FK= ………………(6)
dengan:
F= ………………………………………….…..(7)
S = τ . l . 1………………………………………(9)
dengan:
s = Tegangan geser
S = Gaya geser
S= ………………………………………….(10)
Atau:
S= (s . l) ………………………………………(11)
Komponen gaya tangensial atau gaya yang bekerja sejajar irisan (Tw) adalah:
Tw = τ . l . 1………………………………………(15)
Tw = .l.1………………………………………….(16)
sebagai:
Tw = S…………………………………………… (17)
Komponen gaya normal (Pw) yang bekerja pada pusat alas irisan akibat berat
Pw = W . cos α …………………………………….(19)
Tw = W . sin α ……………………………………(20)
terhadap titik pusat rotasi yaitu titik O maka diperoleh suatu bentuk
persamaan:
∑ M = 0 ………………………………………….(21)
∑ W . lw - ∑ Tw . R = 0………………………………. (22)
dengan: lw = x = R. sin α
sebagai berikut:
FK = …………………………..(27)
akibat berat tanah (W) pada persamaan (19) ke dalam persamaan (27) maka
diperoleh Persamaan Faktor Keamanan akibat berat tanah (W) sebagai
50
berikut:
FMw = ……………………….(28)
Ini merupakan rumus dasar Faktor Keamanan akibat berat sendiri tanah (W) yang
Nilai Faktor Keamanan ini adalah sama dengan perbandingan antara seluruh
komponen momen penahan longsor dengan momen penyebab longsor untuk seluruh
FK = ………………………………(29)
1. Pemodelan
3. Identifikasi Material
Material pembentuk lereng hasil dari laboratorium yang akan dianalisis harus
dimasukkan ke dalam data, data ini tergantung metode yang digunakan yaitu
metode fellenius.
5. Running/kalkulasi
dalam kajian analisis dampak lingkungan karena dijadikan sebagai pembanding dan
kondisi awal saat penelitian yang berasal dari data sekunder maupun hasil observasi
dampak atau isu pokok. Permasalahan yang ada pada daerah penelitian adalah
komponen berikut.
Curah hujan memiliki dampak yang besar terhadap kestabilan suatu lereng.
Curah hujan sebagai salah satu faktor yang menentukan nilai infiltrasi (Arsyad,
1989). Air hujan yang masuk ke dalam lereng melalui pori-pori tanah yang disebut
infiltrasi dan melalui kekar atau rekahan yang terdapat pada batuan. Air hujan yang
masuk ke dalam tanah akan mengubah kondisi tanah yang tidak jenuh air menjadi
jenuh air. Kondisi inilah yang membuat kuat geser dan kohesi tanah dan/atau batuan
berkurang sehingga stabilitas lereng terganggu. Air yang masuk melalui kekar atau
rekahan pada batuan dan ditambah faktor lingkungan lainnya seperti panas cahaya
membuat batuan yang solid menjadi lepas-lepas sehingga material lepas-lepas akan
mudah bergerak. Intensitas dan lamanya hujan akan sangat mempengaruhi suatu
kecamatan Borobudur yaitu Stasiun Muntilan. Data curah hujan yang digunakan
yaitu pada curah hujan wilayah yang terdekat dengan daerah penelitian, yaitu pada
daerah Muntilan, karena masih dalam 1 kabupaten dengan daerah penelitian. Data
curah hujan bulanan selama 10 tahun dapat dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1 Jumlah dan Rata – Rata Data Curah Hujan Tahun 2006 – 2015
Bulan
Tahun Jumlah
Jan Feb Maret April Mei Juni Juli Agt Sep Okt Nov Des
2006 409 279 387 240 106 26 57 0 0 90 178 344 2.116
2007 321 409 184 236 54 69 2 47 1 138 263 229 1.953
2008 335 209 468 338 28 114 5 0 0 299 403 198 2.397
2009 335 209 468 338 28 114 5 0 0 299 403 198 2.397
2010 335 209 468 338 28 114 5 0 0 299 403 198 2.397
2011 408 215 188 175 196 0 0 0 0 15 186 186 1.569
2012 298 242 279 48 40 0 0 0 0 28 210 361 1.506
2013 442 291 259 304 154 144 86 0 0 42 238 358 2.318
2014 307 300 158 180 96 67 52 0 0 3 377 445 1.985
2015 389 182 463 370 53 49 0 0 0 0 217 324 2.047
Jumlah 3.579 2.545 3.322 2.567 783 697 212 47 1 1.213 2.878 2.841 20.685
Rata -
357,9 254,5 332,2 256,7 78,3 69,7 21,2 4,7 0,1 121,3 287,8 284,1 2068,5
rata
Sumber : Pemerintah Kabupaten Magelang Dinas Pekerjaan Umum
Stasiun Penakar Hujan Muntilan Tahun 2006-2015
Penentuan iklim menurut Schmidt and Fergusson dibagi menjadi tiga jenis,
yaitu bulan basah, bulan lembab, dan bulan kering. Kriteria untuk pembagian bulan
basah, bulan lembab, dan bulan kering menurut Schmidt and Fergusson yaitu :
Q=
300
250
200
150
100 125
100 85
50 40
0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
Gambar 4.1 Grafik Curah Hujan Rerata Bulanan Daerah Penelitian Tahun 2006 – 2015
penelitian termasuk kedalam daerah yang memiliki iklim klasifikasi D, yaitu dengan
tipe sedang (klasifikasi Schmidt and Fergusson), grafik curah hujan rerata bulanan
pada (gambar 4.1) menunjukan bahwa di daerah penelitian bulan kering terjadi mulai
dari awal Juni sampai pertengahan September, sementara bulan basah terjadi mulai
dari Bulan Oktober sampai akhir Bulan April. Bulan lembab (pancaroba) terjadi pada
Bulan Mei sampai Juni dan dari pertengahan September sampai akhir September.
Curah hujan tertinggi terjadi pada Bulan Januari, sementara curah hujan terendah
terjadi pada Bulan September. Pengambilan sampel tanah dilakukan pada Bulan
Januari yang bertepatan dengan Bulan basah. Kaitan curah hujan yang tinggi dengan
longsor yang ada di daerah penelitian adalah dapat mempengaruhi tingkat kejenuhan
air di lereng karena limpasan air hujan yang turun di lokasi penelitian tidak dapat
4.1.1.2. Bentuklahan
kemiringan, timbulan, dan lekukan yang tercermin pada peta topografi ataupun
karakteristiknya sangat erat hubungannya terutama dengan jenis tanah atau batuan
asal wilayah penelitian adalah bentukan asal proses fluvial. Satuan bentuklahan
tebing sungai menempati Formasi Andesit Tua. Proses geomorfologi yang terjadinya
pada daerah penelitian adalah gerakan massa tanah dengan tipe bencana tanah
longsor dengan tipe alirannya adalah Earth. Gerakan tanah dengan tipe longsoran
dapat berpotensi terjadi gerakan massa tanah. Tebing sungai mempunyai topografi
yang rapat dengan kemiringan lereng antara landai-sangat curam dengan perbedaan
tinggi relief antara 10-20 meter. Lereng masih tinggi banyak dijumpai permukaan
asli dengan dinding terjal. Tanah jauh di atas dasar batuan. Satuan batuan penyusun
di daerah penelitian adalah satuan breksi vulkanik dan tanah planosol. Bentuklahan
sangat curam dapat berpotensi menyebabkan adanya longsor. Tepi lereng di daerah
penelitian yang berpotensi terjadi longsor yang seharusnya tidak memiliki beban,
menjadi terkikis oleh aliran air sungai karena air yang terus mengikis dinding tebing
meandering di lokasi penelitian dan kemiringan lereng yang mulai dari LP 7 sebesar
350, LP 14 sebesar 440, dan LP 28 sebesar 750 serta ketinggian mulai dari LP 7
Tebing Sungai
(a)
Tebing Sungai
(b)
Gambar 4.2 (a,b) Bentuklahan Dataran Aluvial & bentuklahan Tebing Sungai LP 28
Arah kamera N 520 E/ N 3520 E
(Sumber: Penulis, Maret 2018)
58
4.1.1.3. Tanah
cokelat dengan vegetasi di atasnya dan ketebalan 0,5 m hingga 1 m yaitu horizon A.
Horizon B ditandai dengan batuan yang sudah melapuk menjadi tanah. berwarna
bahan induk tanah seperti batuan penyusun yang memiliki ketebalan 1 m hingga 2 m.
Batuan dasar di daerah penelitian sudah sangat lapuk menyerupai tanah yang ada di
sekitar. Tekstur tanah yang ada di daerah penelitian yaitu geluh lempung pasiran
di lapangan, Berdasarkan ciri-ciri tersebut maka jenis tanah yang ada di lokasi
batuan endapan di daratan rendah yang banyak mengandung banyak bahan alluvial.
Horizon A
Horizon B
Horizon C
Lapisan 1
Lapisan 2
Lapisan Tanah
Lapisan 3
Gambar 4.4 Jenis Tanah Planosol di lokasi penelitian, Arah kamera N2250E, LP 28
(Sumber : Penulis, Maret 2018)
Dalam penentuan faktor keamanan lereng, tanah di area penelitian diuji untuk
mendapatkan nilai bobot isi, kohesi, dan sudut geser dalam. Ketiga nilai tersebut
sampel tanah diambil di dua tempat di lokasi penelitian 14 dan 10, hal ini mengacu
bahwa area permukiman memiliki longsor yang baru saja terjadi. Hasil pengujian
bobot isi sebesar 1,76 kN/m3, kohesi sebesar 0,304 kN/m3, dan sudut geser dalam
menghasilkan nilai bobot isi sebesar 1,46 kN/m3, kohesi sebesar 0,067 kN/m3, dan
sudut geser dalam sebesar 52,910. Ketiga nilai tersebut akan digunakan untuk
menghitung nilai faktor keamanan menggunakan metode fellenius. Dari hasil uji fisik
yang dilakukan pada sampel pertama didapatkan hasil kadar air rata-rata sebesar
38,91%, berat jenis didapatkan hasil sebesar 2,31 gram, sementara uji batas cair
didapatkan hasil sebesar 39,61%. Sementara hasil uji fisik yang dilakukan pada
sampel kedua didapatkan hasil kadar air rata-rata sebesar 19,68%, berat jenis
didapatkan hasil sebesar 2,46 gram, sementara uji batas cair didapatkan hasil sebesar
29,717%.
Sudut Geser Dalam adalah komponen dari kekuatan geser tanah yang timbul
akibat gesekan antar butir tanah. (SNI 2813, 2008). Keruntuhan geser (shear failure)
tanah terjadi bukan disebabkan karena hancurnya butir-butir tanah tetapi karena
andanya gerak relative antara butir – butir tanah tersebut. Kohesi tanah sangat
berpengaruh terhadap sudut geser tanah, Kohesi adalah gaya tarik menarik antara
partikel sejenis seperti terjadi pada tanah yang bersifat lempung karena memiliki
nilai kohesi (c) karena sifatnya yang liat dan mempunyai gaya tarik menarik nilai
kohesi pada tanah didaerah penelitian adalah 0,304 kg/cm2 yang dimana nilai kohesi
tersebut terhadap tanah didaerah penelitian dalam yaitu bernilai kecil, sudut geser
Penurunan nilai kohesi dan sudut geser pada suatu tanah dipengaruhi oleh
Semakin besar kandungan air dalam batuan atau tanah, maka tekanan air pori
menjadi besar juga. Dengan demikian kuat geser batuannya akan menjadi semakin
kecil, sehingga kemantapannya pun berkurang. Infiltrasi air hujan kedalam tanah
yang membuat gaya tarik menarik pada tanah (kohesi) menjadi renggang yang
diakibatkan air tersebut melunakan tanah sehingga tanah mudah melepaskan gaya
tarik menarik dari partikel tanah yang satu dan tanah yang lain sehingga Tanah
berkohesi mudah tererosi oleh limpasan permukaan (surface run off), sehingga
kadar airnya sehingga kadar air tinggi, kohesi pada tanah tersebut pun turun.
Kondisi material dapat menjadi lemah (weak) pada peningkatan kadar air.
Hal ini terjadi pada tanah lempung terkonsolidasi lebih dan terkonsolidasi sangat
lebih dan tanah lempung organik. Struktur geologi dan geometri lereng, dapat berupa
bidang diskontinuitas (sesar, perlapisan, kekar, cermin sesar dan breaksiasi), lapisan
yang berada di atas tanah lempung yang lemah atau selang-seling antara lapisan lulus
Penurunan sudut geser tanah pun disebabkan oleh sifat bawaan yang
material dapat menjadi lemah (weak) pada peningkatan kadar air. Struktur geologi
dan geometri lereng, dapat berupa bidang diskontinuitas (sesar, perlapisan, kekar,
cermin sesar dan breaksiasi), lapisan yang berada di atas tanah seperti tanah liat atau
lempung yang lemah atau selang-seling antara lapisan lulus air, pasir dan kedap air
akan mengalami Hidrasi dari mineral lempung seperti absorsi air oleh mineral
lempung sehingga kadar air meningkat. Hal ini biasanya diikuti dengan penurunan
harga kohesi, contohnya lempung. Selain itu Penyusutan tanah akibat pengeringan
oleh iklim dapat menimbulkan retakan susut sehingga kuat geser tanah menurun dan
memberikan kesempatan air mengalir masuk ke dalam, sehingga erosi oleh air pada
tanah. Disisi lain Perubahan tekanan air pori dan berat isi bertambah karena
penjenuhan. Daya apung pada kondisi jenuh menurunkan tegangan efektif pada butir,
sehingga kuat geser menurun. Muka air tanah naik karena air hujan, faktor lain pun
ikut berkembang dalam penurunan kohesi dan sudut geser dalam tanah seperti
atasnya. (Braja M.Das, 1985 dalam Abramson,dkk. 1996). Selain kohesi sudut geser
dalam, hasil berat isi tanah basah yaitu 2,9 g/m3, untuk berat isi tanah kering yaitu
2,5 g/m3, data hasil laboratorium dapat dilihat pada lampiran. Dari data di atas diolah
dengan melihat kondisi lereng yang telah terjadi longsor di lapangan untuk
mengetahui FK atau FS (faktor keamanan atau factor of safety) yaitu dengan nilai FK
adalah (< 1,07FK tidak stabil), (1,07 -1,25 kurang stabil), (>1,25 stabil), pada
lereng tersebut apakah terjadi lagi gerakan massa tanah atau longsor, yang di analisis
membuat beberapa irisian pada kondisi lereng yang telah mengalami longsoran.
geluh pasiran yang merupakan tanah yang mudah lapuk karena butir penyusunnya
adalah pasir dan lempung serta berada di daerah aliran sungai, tanah yang terkikis ini
menyebabkan tanah menjadi rentan dan mudah longsor. Dari hasil lab yang
didapatkan untuk nilai sudut geser dalam cukup kecil yang artinya semakin kecil
nilai sudut geser dalam yang didapat maka semakin resisten tanah dapat bergeser jika
4.1.1.4 Batuan
yaitu di tempati oleh Gunung Sumbing dan Gunung Merbabu termasuk dalam jalur
batuan yang berada pada lokasi penelitian didominasi oleh satuan batuan breksi
vulkanik, Lokasi penelitian masuk dalam satu formasi andesit tua, breksi vulkanik
terbentuk karena proses ekstrusi magma melalui letusan gunung merapi eksplosif.
Breksi vulkanik adalah batuan sedimen klastik yang mempunyai warna abu-abu serta
hitam, memiliki struktur massif namun di beberapa titik terlihat perlapisan, breksi
vulkanik dibagi beberapa tekstur. Teksturnya yaitu memiliki ukuran pasir, pemilahan
yaitu buruk, kebundaran yaitu menyudut, dan kemas yaitu terbuka. Komposisi
mineral pada breksi vulknaik mencakup 3 komponen yaitu fragmen, matrik, dan
semen. Untuk fragmen di dominasi oleh andesit, lalu untuk matriks yaitu batupasir,
dan semen yaitu silika. Pada beberapa titik terlihat struktur graded bedding yaitu
perlapisan tersusun yang terjadi karena adanya pemilahan ukuran butir dari halus ke
kasar.
umur batuan di daerah penelitian yang sudah tergolong tua serta karena
kedudukannya yang berada di daerah aliran sungai progo, hal tersebut membuat
mudah ter-erosinya batuan tersebut oleh air. Batuan yang lapuk tersebut akhirnya
melapuk dan menjadi tanah, batuan yang berada di daerah penelitian hanya berada di
tepi sungai oleh karena itu batuan bukanlah material penyusun dari lereng penelitian.
63
Matrik : Batupasir
Fragmen Andesit
Semen Silika
(a) (b)
Gambar 4.5 (a,b) Singkapan breksi vulkanik, arah kamera N 285 0 E, dengan
kedudukan
N 3450 E / 250 di LP ke-29 Lokasi x : 414989 , y : 9157359
(Sumber: Penulis, Januari 2018)
Lokasi Penelitian
Gambar 4.6 Peta Geologi Daerah Borobudur – Kalibawang, Jawa Tengah
Sumber : F. Dani Anom Sandjaja, (2011)
64
Tata air terbagi menjadi dua, yaitu air permukaan dan air di bawah
permukaan (airtanah). Di lokasi penelitian terdapat air permukaan yaitu sungai progo
x: 415031, y: 9157518 dan mataair x: 415007, y: 9157580 dan air bawah permukaan
yang berasal dari mataair untuk dipakai untuk kebutuhan domestik seperti mandi
dan mencuci baju. Mata air yang dirasa cukup jernih, warna tidak keruh dan tidak
berbau. Air permukaan yang terdapat di lokasi penelitian adalah Sungai Progo.
contoh zona wisata yaitu wisata arum jeram di Desa wisata Candirejo.
(a) (b)
(c) 65
Gambar 4.7 (a) Kondisi Sumur (b) Kondisi Sungai Progo (c) Kondisi Mata air
(a) Arah Kamera N 2900 E, Lokasi x: 414978 y:9157470 (b) Arah Kamera N 1900 E, Lokasi
x: 415031 y:9157518 (c) Arah Kamera N 45 0 E, Lokasi x: 415007 y:9157580
(Sumber: Penulis, Maret 2018)
4.1.1.6 Bencana Alam
Daerah penelitian memiliki potensi bencana alam yang ada yaitu longsor.
Lereng yang cukup curam dan didukung oleh hujan lebat dalam durasi yang lama.
Ancaman tanah longsor biasanya terjadi saat memasuki musim penghujan. Saat
retakan. Ketika hujan turun, air dengan cepat mengisi retakan sehingga tanah
mengembang dan jenuh air dalam waktu singkat. Tanah jenuh ini akan sangat mudah
terjadi longsor.
pada Tahun 2015, 2017, dan 2018 yang mengakibatkan kerusakan pada rumah
warga, namun tidak menimbulkan adanya korban jiwa. Rumah warga yang
mengalami kerusakan akibat gerakan massa tanah dan/atau batuan tersebut berada
tepat di bawah lereng, sehingga massa tanah dan atau batuan yang turun langsung
terjadi pada saat hujan turun dengan intensitas tinggi dan durasi yang cukup lama.
66
Mahkota Longsor
Longsor
Tubuh Longsor
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam (UU Nomor 24 Tahun 2007).
Bencana alam di daerah penelitian adalah gerakan massa tanah tipe longsoran dengan
jenis aliran yaitu Earth. Pada tipe longsoran terdapat bidang-bidang retakan pada
tanah pada lereng, apabila semakin banyak air yang masuk melewati retakan atau
kekar tersebut, tekanan air juga akan semakin meningkat. Mengingat jalur-jalur
tersebut merupakan bidang dengan kuat geser lemah, maka kenaikan tekanan air ini
Penduduk Dusun Brangkal yang tinggal dekat lokasi terjadinya longsor dengan
radius terdekat sekitar 0,5 meter dari tempat terjadinya longsor berdekatan dengan
semen yang dibuat sebagai pembatas antara lokasi longsor dengan permukiman
penduduk merasakan dampak negative dari aspek ekonomi dimana mengalami
kerugian diakibatkan tanah yang longsor di area rumah makan yang ada di Dusun
Brangkal, dari aspek penggunaan lahan seperti kerusakan lahan tegalan dari
penduduk sekitar, serta pemandangan yang kurang bagus akibat runtuhnya lereng di
membuat desain kestabilan lereng agar tidak terjadinya longsor di daerah penelitian.
terakhir pada Bulan Maret 2018 telah terjadi longsor di Dusun Brangkal, Desa
Candirejo, jenis longsoran yang terdapat di daerah peneliti adalah longsoran material
tanah, tanda-tanda yang terlihat sebelum terjadinya longsor adalah karena intensitas
hujan yang tinggi dan dalam waktu yang relative lama, hal itu juga karena air hujan
Masyarakat sekitar area longsor masih belum paham betul cara menanggulangi
longsor yang terjadi, salah satu contoh penanggulangan yang di lakukan bapak
purnomo hanya membuat bronjong menggunakan bambu yang di isi batu pada
ruangnya, untuk mengurangi laju erosi karena kurangnya peran pemerintah dalam
sosialiasi ataupun tindakan untuk mencegah longsor yang terjadi di Dusun Brangkal,
4.1.2.1 Flora
menyangkut semua aspek mengenai macam jenis tumbuhan dan tanaman. Flora yang
terdapat di lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.3 sebagai berikut.
Flora yang terdapat pada daerah penelitian saya yang bisa dimanfaatkan
sebagai tanaman pencegah longsor adalah bambu, bambu yang dapat meminimalisir
terjadinya longsor karena dapat mengurangi terjadinya erosi tanah karena limpasan
(a) (b)
Gambar 4.12 Flora pada daerah penelitian (a) Jeruk (b) Pepaya
Lokasi: 10m sebelah barat daya LP 14
(Sumber: Penulis, Maret 2018)
71
4.1.2.2. Fauna
Fauna diartikan sebagai alam hewan yang menyakup segala jenis dan
macam hewan serta kehidupannya yang berada di suatu wilayah dan masa tertentu.
Dalam hal ini peneliti mencari data yag berupa jenis hewan apa saja yang ada di
lokasi penelitian baik itu hewan liar maupun hewan yang sengaja dipelihara oleh
warga. Fauna yang terdapat di lokasi dapat dilihat pada Tabel 4.4 sebagai berikut.
4.1.2.1. Demografi
mulai dari yang belum bersekolah hingga ada yang telah menempuh pendidikan
daerah penelitian, aktivitas yang dilakukan dengan menggunakan sesuatu yang berat
dan mengganggu kestabilan lereng dapat memicu terjadinya longsor karena lereng
4.1.2.2. Perekonomian
Ekonomi suatu wilayah sangat tergantung pada potensi sumber daya yang
ada di wilayah tersebut, baik potensi sumber daya alam maupun sumber daya
(PNS) dibagi 4 yaitu guru sebanyak 7 orang, pemda 2 orang, TNI 2 orang, Polri 2
orang. UMR kabupaten/kota Magelang yaitu Rp. 1.706.747,- tahun 2018. Terdapat
Balai Ekonomi Desa dalam menunjang pendapatan yang ada di Dusun Brangkal.
73
(a) (b)
Gambar 4.14 (a) Desa Wisata Candirejo, (b) Balkondes Dusun Brangkal dan Sangen
Sumber : (Penulis, Maret 2018)
4.1.2.3. Budaya
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh
sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk
dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat,
bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Masyarakat Dusun Brangkal
memiliki kebudayaannya sendiri yaitu budaya Jawa, kearifan lokal yang terdapat di
dusun brangkal yaitu kuda lumping, kesenian gedruk (topeng), tarian topeng ireng,
(a) (b)
Gambar 4.15 (a) Candi Mendut di Borobudur (b) Masjid Dusun Brangkal
Lokasi : Dekat Desa Candirejo
(Sumber : Foto Lapangan, Maret 2018)
oleh masyarakat. Hal ini tentu saja dipengaruhi oleh faktor tingkah laku manusia itu
sendiri. Teknologi dibidang kesehatan yang semakin maju di Indonesia bukan berarti
Brangkal Desa Candirejo tidak bisa menikmati layanan kesehatan karena di Desa
Candirejo sendiri tidak terdapat rumah sakit ataupun puskesmas, hanya terdapat
poliklinik desa (polindes) yang terdapat di balai Desa Candirejo. Sejauh ini tidak
Penggunaan lahan terbentuk dengan adanya campur tangan atau hasil dari
25.000 dan citra Google Earth 2018, penggunaan lahan pada daerah penelitian
ini akan berakibat kepada bentukan kondisi lahan berupa lereng-lereng curam yang
permukiman serta tegalan di atas lereng, hal ini menyebabkan banyak sekali aktivitas
manusia yang terjadi, tegalan yang berada di area atas lereng menyebabkan lereng
tersebut menjadi curam karena tanah yang tererosi air limpasan hujan, lereng yang
curam ini menimbulkan longsor di sekitar permukiman serta tegalan warga. Jalan
pada setiap parameter yang diperoleh dari rona lingkungan hidup, dihubungkan
diperoleh dari rona lingkungan sebagai parameter yang perlu dan penting untuk
penduduk. Lereng pertama berada pada koordinat X:414996 dan Y:9157456. Lereng
ini memiliki ketinggian 9 meter dengan sudut kemiringan 440, sedangkan memiliki
nilai bobot isi sebesar 1,76 kN/m3, kohesi sebesar 0,304 kN/m2, dan sudut geser
dalam sebesar 29,550. Keadaan lereng pertama dapat dilihat pada Gambar 5.1.
menganggu kestabilan lereng seperti, membuat bangunan atau rumah diatas lereng
dengan membuat atau menggali sisitem pembuangan atau drainase langsung pada
tegalan pada lereng untuk kebutuhan pangan. Aktivitas manusia tersebut merupakan
salah satu faktor pemicu lereng mengalami gangguan akibat penambahan beban oleh
Mahkota
Main Scrap
Lidah Longsor
Bangunan warga yang berada pada lereng ke-1 ini hanya berjarak 2
meter dari lereng yang mengalami longsor, kondisi ini semakin bahaya jika ada
intensitas hujan yang cukup tinggi. Faktor tidak ketersediaan lahan bagi permukiman
menyebabkan warga membangun rumah di atas tebing lereng. Curah hujan yang
besar dengan diimbangi dengan laju infiltrasi yang tinggi atau rendah hanya akan
menjadikan tanah mejadi jenuh sehingga mendorong tanah untuk bergerak kebawah.
Kemiringan lereng yang curam menjadi salah satu faktor pengontrol untuk memicu
lereng mengalami kondisi yang tidak stabil, dengan pemicu lainya seperti kelebihan
diatas lereng, perkebunanan, serta vegetasi diatasnya yang melampaui daya dukung
2 meter
Tubuh Longsor
Gambar 5.4. Analisis untuk menetukan FK pada lereng 1 dengan Irisan Menggunakan Metode
Fellenius.
Dari hasil pengamatan dilapangan dan data laboratorium, analisis FS atau FK pada
lereng ke -1 tersebut dianalisis menggunakan metode fellinus sebagai berikut :
Diketahui:
kohesi C = 0,304 kN/m2
Sudut geser dalam = 29,550
Lereng kedua berada pada koordinat X:415042 dan Y:9157518. Lereng ini memiliki
ketinggian 8 meter dengan sudut kemiringan 350, sedangkan memiliki nilai bobot isi
sebesar 1,46 kN/m3, kohesi sebesar 0,067 kN/m2, dan sudut geser dalam sebesar
Pengaruh vegetasi pada lereng ke-2 terhadap stabilitas lereng yaitu yang
disebabkan oleh angin yang menerpa vegetasi pada lereng akan berpengaruh
mengurangi faktor keamanan lereng dan penanaman pohon yang berat dengan jarak
yang rapat juga dapat menganggu kestabilan lereng pada kemiringan lereng daerah
penelitian 350 yang menganggu kestabilan lereng akibat pembebanan oleh vegetasi,
Mahkota
Main Scrap
Tubuh Longsor
Bangunan warga yang berada pada lereng ke-2 ini hanya berjarak 0,5 meter
dari lereng yang mengalami longsor, pada lokasi penelitian ini terdapat rumah makan
yang dibangun di atas lereng, kondisi ini semakin buruk dengan adanya bangunan
dan aktfitas manusia di atasnya karena menambah gaya beban yang ada di lereng
tersebut. Bangunan yang berada tepat di samping tebing ini serta aktifitas manusia
0,5 meter
Gambar 5.8. Analisis untuk menetukan FK pada lereng 2 dengan Irisan Menggunakan Metode
Fellenius
Dari hasil pengamatan di lapangan dan data laboratorium, analisis FS atau FK pada
lereng ke-2 tersebut dianalisis menggunakan metode fellinus sebagai berikut :
Diketahui:
kohesi C = 0,067 kN/m2
Sudut geser dalam = 52,910
Bobot isi Tanah ᵞ = 1,46 kN/m3
85
Lereng ketiga merupakan lereng yang berada pada area permukiman penduduk.
Lereng kedua berada pada koordinat X:415016 dan Y:9157317. Lereng ini memiliki
ketinggian 16 meter dengan sudut kemiringan 750, sedangkan memiliki nilai bobot
isi sebesar 1,76 kN/m3, kohesi sebesar 0,304 kN/m2, dan sudut geser dalam sebesar
Permukiman yang dibangun diatas lereng ke-3 ini relative banyak yang
menyebabkan beban yang dihasilkan cukup untuk membuat lereng tidak stabil dan
menyebabkan longsor, vegetasi yang tidak rapat juga menjadi factor pengontrol dari
lereng untuk dapat menahan beban di atasnya, serta faktor pemicunya adalah
Tubuh Longsor
86
Bangunan warga yang berada pada lereng ke-3 ini hanya berjarak 0,5 meter
dari lereng yang mengalami longsor, pembuatan dinding semen pada tepi lereng bisa
saja runtuh atau rusak karena kondisi tanah yang lapuk, faktor tidak ketersediaan
0,5 meter
Gambar 5.12. Analisis untuk menetukan FK pada lereng 3 dengan Irisan Menggunakan Metode
Fellenius
Dari hasil pengamatan dilapangan dan data laboratorium, analisis FS atau FK pada
lereng ke-3 tersebut dianalisis menggunakan metode fellinus sebagai berikut :
Diketahui:
kohesi C = 0,304 kN/m2
Sudut geser dalam = 29,550
tersebut tidak stabil karena menurut (bowles 1989) jika nilai faktor keamaan kurang
dari 1,07 menunjukan lereng tidak stabil, sedangkan lereng kedua mendapatkan
faktor keamanan yang lebih kecil yaitu sebesar 2,34 yang menunjukkan bahwa
lereng tersebut stabil karena nilai faktor keamanan yang didapatkan lebih dari 1,25,
dan lereng ketiga mendapatkan faktor keamanan yaitu sebesar 0,365 yang berarti
menunjukkan bahwa lereng tersebut juga tidak stabil karena nilai faktor keamanan
yang di dapatkan kurang dari 1,07. Dari hasil perhitungan tersebut bahwa tingkat
geser langsung, kuat tekan tanah, dan sifat fisik tanah yang digunakan sebagai
ARAHAN PENGELOLAAN
lereng yang tidak stabil dan sangat berpotensi terjadinya gerakan tanah dengan tipe
geomorfologi, geologi, tanah, geohidrologi, dan tata guna lahan, serta faktor pemicu
diantaranya adalah Infiltrasi air kedalam lereng, getaran, dan aktivitas manusia.
dari analisis nilai faktor keamanan (FK) yang didapat dengan nilai 1,04 yang artinya
adalah daerah penelitian dalam keadaan tidak stabil, maka perlu dilakukan upaya
berikutnya dan salah satu cara untuk meningkatkan nilai faktor keamaman (FK)
menjadi stabil. Arahan pengelolaan yang diterapkan pada daerah peneltian terdiri
pengaturan bentuk lereng dan perlakuan reklamasi mengacu pada Peraturan Menteri
% lereng yang akan di reklamasi. Dalam hal ini lereng peneliti cocok untuk dibuat
dengan teknis pembuatan dimulai dari atas ke bawah lereng. penentuan nilai
mengatakan bahwa, suatu lereng dikatakan aman atau stabil apabila nilai
Sumber: Bowles,1989
sedangkan memiliki nilai bobot isi sebesar 1,76 kN/m3, kohesi sebesar 0,304 kN/cm2,
menggunakan aplikasi slide memiliki nilai faktor keamanan sebesar 2,308 sehingga
lereng pertama termasuk dalam kategori aman karena nilai FK yang di dapat lebih
dari 1,25 hasil ini dapat dilihat di tabel penentuan nilai faktor keamanan (FK) lereng
sedangkan memiliki nilai bobot isi sebesar 1,46 kN/m3, kohesi sebesar 0,067 kN/cm2,
menggunakan aplikasi slide memiliki nilai faktor keamanan sebesar 4,079 sehingga
lereng pertama termasuk dalam kategori aman karena nilai FK yang di dapat lebih
dari 1,25 hasil ini dapat dilihat di tabel penentuan nilai faktor keamanan (FK) lereng
sedangkan memiliki nilai bobot isi sebesar 1,76 kN/m3, kohesi sebesar 0,304 kN/cm2,
menggunakan aplikasi slide memiliki nilai faktor keamanan sebesar 1,751 sehingga
lereng pertama termasuk dalam kategori aman karena nilai FK yang di dapat lebih
dari 1,25 hasil ini dapat dilihat di tabel penentuan nilai faktor keamanan (FK) lereng
penguat teras dan saluran air, tanaman yang cocok adalah akar wangi (Vetiveria
wangi ini cocok pada tanah yang berpasir dan tanaman ini dapat tumbuh lebat dan
juga panjang. Pengendalian erosi dapat dibantu dengan tanaman ini dikarenakan akar
merehabilitasi lahan. rekayasa vegetatif dan pengelolaan tanah pucuk ini dapat
Kondisi existing di lapangan terkait desain pemotongan lereng yang saya buat
2011 tentang pedoman reklamasi hutan. Permukiman yang berjarak 0,5 – 2 meter
gaya beban yang di timbulkan besar, oleh karena itu pemotongan lereng perlu
dilakukan di lokasi penelitian. Jarak permukiman yang dekat dengan bantaran sungai
juga tidak memenuhi aturan dari Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan
98
Sempadan sungai merupakan zona penyangga antara ekosistem perairan (sungai) dan
daratan dan pada zona ini didominasi oleh tumbuhan berupa semak, rumput, ataupun
pohon dimana kenyataan di lapangan hanya sedikit vegetasi yang ada tepi kanan dan
kiri sungai kurang dari 100 meter (luas DAS Progo > 500km2).
7.1 Kesimpulan.
Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, maka ditemukan kesimpulan dan saran sebagai
berikut :
1. Berdasarkan hasil analisis, lereng pada daerah penelitian merupakan lereng yang
tidak stabil terhadap permukiman. Seperti pada LP 7, LP 14, LP 28, nilai faktor
keamanan menunjukkan bahwa lereng pertama adalah 0,888 dan ketiga adalah
Keamanan dibawah 1,07, hal ini menunjukkan bahwa lereng-lereng yang berada
rekayasa yang sesuai yaitu pemotongan lereng dengan model berjenjang. Desain
pada lereng LP 7 sebesar 2,308, pada lereng LP 14 sebesar 4,079, pada lereng
LP 28 sebesar 1,751. Ketiga nilai FK tersebut tergolong aman karena FK > 1,25.
7.2 Saran.
tidak menambah beban pada lereng yang akan membuat lereng terganggu
kawasan permukiman.
konservasi lereng yang tepat dayaguna baik dalam pendekatan social dan
pemerintah.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin HS. 2007. 22 Desain Taman mungil dengan tumbuhan hijau. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Arsyad, S., 1986. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Gabriella V., 2014. Analisis Kestabilan Lereng dengan Metode Fellenius. Jurnal
Sipil Statik, Sulawesi Utara
Habiyono, Rayon. 2015. Model Rekayasa Kestabilan Lereng pada lahan pasca
bencana tanah longsor di Dusun Kedokploso, Desa Pengkol, Kecamatan
Nglipar, Kabupaten Gunungkidul, D.I.Y
Hardiyatmo, H.C. 2003. Mekanika Tanah II. Universitas Gadjah Mada. Bandung.
Karnawati, D. 2005. Bencana Alam Gerakan Massa Tanah di Indonesia dan Upaya
Penanggulangannya. Jurusan T.Geologi FT.UGM. Yogyakarta.
Tjasyono, Bayong. 2004. Klimatologi Edisi oleh Bayon Tjasyono HK. Bandung:
Penerbit ITB.
Sandjaja, F Dani Anom. 2011. Peta Geologi Daerah Borobudur – Kalibawang Jawa
Landslides; Analysis and Control, Eds: R.L. Schuster and R.J. Krizek,
Verhoef, P.N.W. 1994. Geologi Untuk Teknik Sipil. PT. Erlangga. Jakarta. (Hal.32).
Peraturan Perundang-Undangan
Kewajiban Serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam
SNI 3420 ; 2016 tentang Uji kuat Geser Langsung Tanah tidak terkonsolidasi dan
tidak terdrainase
SNI 3638 ; 2016 tentang Metode uji kuat tekan – bebas tanah kohesif
Lampiran I
Dari hasil pengamatan dilapangan dan data laboratorium, analisis FS atau FK pada
lereng 1 tersebut dianalisis menggunakan metode fellinus sebagai berikut :
Diketahui:
kohesi C = 0,304 kN/m2
Sudut geser dalam = 29,550
L : 14,2 m
Dari hasil pengamatan dilapangan dan data laboratorium, analisis FS atau FK pada
lereng 2 tersebut dianalisis menggunakan metode fellinus sebagai berikut :
13 0,3 0 1 0 0 0 1 0 0 0
Diketahui:
kohesi C = 0,067 kN/m2
Sudut geser dalam = 52,910
L : 15,5 m
Σ 19 86,546 63,78
Diketahui:
kohesi C = 0,304 kN/m2
Sudut geser dalam = 29,550
L : 19 m