Anda di halaman 1dari 44

USULAN PENELITIAN

Pendugaan Jebakan Hidrokarbon Berdasarkan


Analisis First Horizontal Derivative dan
Second Vertical Derivative Data
Gaya Berat di Cekungan
Sumatera Selatan

NADIA DESRINA MULYA


FID317001

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOFISIKA


JURUSAN TEKNIK KEBUMIAN

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS JAMBI
2022
Pendugaan Jebakan Hidrokarbon Berdasarkan
Analisis First Horizontal Derivative dan
Second Vertical Derivative Data
Gaya Berat di Cekungan
Sumatera Selatan

USULAN PENELITIAN

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana


pada Program Studi S-1 Teknik Geofisika

NADIA DESRINA MULYA


FID317001

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOFISIKA


JURUSAN TEKNIK KEBUMIAN

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS JAMBI
2022

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Pendugaan Jebakan Hidrokarbon Berdasarkan


Analisis First Horizontal Derivative dan
Second Vertical Derivative Data
Gaya Berat di Cekungan
Sumatera Selatan

Oleh :
Nadia Desrina Mulya
F1D317001

Disetujui oleh :
Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Ir. Gindo Tampubolon., M.S. Ira Kusuma Dewi, S.Si., M.T


NIP. 195901151986031002 NIP. 198701172019032015

Diketahui :
Dekan Ketua Jurusan

Prof. Drs. Damris M, M.Sc, Ph.D. Dr. Lenny Marlinda, S.T., M.T
NIP. 19660519199112100 NIP. 197907062008122002

iii
PRAKATA
Puji syukur saya ucapkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-
Nya yang telah melimpahkan kesehatan jasmani dan rohani kepada penulis
sehingga dapat menyelesaikan Proposal Skripsi yang berjudul “Pendugaan
Jebakan Hidrokarbon Berdasarkan Analisis First Horizontal Derivative dan
Second Vertical Derivative Data Gaya Berat di Cekungan Sumatera Selatan”
dapat diselesaikan dengan baik.
Pada pelaksanaan penelitian ini, penulis banyak mendapatkan
bantuan, bimbingan, arahan, dan petunjuk dari berbagai pihak. Untuk itu
dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Kedua Orang Tua yang telah mendukung penulis baik secara materi
maupun moril.
2. Prof. Drs. Damris M, M.Sc., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Jambi.
3. Bapak Dr. H. Tedjo Sukmono, S.Si., M.Si selaku Wakil Dekan Baksi
Fakultas Sains Dan Teknologi Universitas Jambi.
4. Ibu Dr. Lenny Marlinda, S.T., M.T. selaku ketua jurusan Teknik
Kebumian Fakultas Sains Dan Teknologi Universitas Jambi.
5. Ibu Ira Kusuma Dewi, S.Si., M.T. selaku ketua program studi Teknik
Geofisika Fakultas Sains Dan Teknologi Universitas Jambi.
6. Bapak Ir. Gindo Tampubolon, M.S. selaku Pembimbing Utama dan Ibu
Ira Kusuma Dewi, S.Si., M.T selaku Pembimbing Pendamping yang telah
memberikan arahan dan masukan dalam penyusunan Proposal Skripsi.
7. Teman-teman dari Teknik Geofisika Universitas Jambi ANTAREJA 04
yang selalu memberikan dukungan dan semangat.
8. Dewi Hanjani, Debora Febriana Purba dan Muhammad Dhery Mahendra
selaku sahabat yang selalu memberikan dukungan, semangat dan
arahan dalam penyusunan proposal skripsi.

Penulis memahami bahwa proposal ini jauh dari sempurna, maka dari
itu penulis mengaharapkan saran serta masukan dari pembaca sekalian demi
penyusunan proposal yang lebih baik lagi. Semoga proposal yang telah disusun
ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Jambi, 2022

Nadia Desrina Mulya


F1D317001

iv
DAFTAR ISI

Halaman
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. iii

PRAKATA ........................................................................................................ iv

I. PENDAHULUAN ........................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1

1.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah .................................................. 3

1.3 Hipotesis ............................................................................................ 3

1.4 Tujuan ............................................................................................... 3

1.5 Manfaat.............................................................................................. 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 5

2.1 Penelitian yang Relevan ...................................................................... 5

2.2 Geologi Regional ................................................................................. 8

2.3 Geologi Struktur Cekungan Sumatera Selatan .................................. 10

2.4 Stratigrafi Struktur Cekungan Sumatera Selatan .............................. 11

2.5 Patahan ........................................................................................... 15

2.6 Petroleum System Cekungan Sumatera Selatan ................................. 16

2.7 Metode Gaya Berat ........................................................................... 18

III. METODOLOGI PENELITIAN ................................................................. 27

3.1 Tempat dan Waktu ........................................................................... 27

3.2 Alat dan Bahan Penelitian ................................................................ 27

3.3 Data Penelitian ................................................................................. 28

3.4 Metode Penelitian ............................................................................. 28

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 33

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1. Peta Cekungan Sumatera (Pertamina, BPPKA.,1994) ................................... 9
2. Peta Daerah Cekungan Sumatera Selatan
(Modifikasi dari Panggabean, 2012) ............................................................ 9
3. Peta Geologi Regional Daerah Penelitian ................................................... 10
4. Peta Lokasi Penelitian .............................................................................. 16
5. Pengaruh Gravitasi Bulan di Titik P (Kadir, 2000) ..................................... 19
6. Koreksi Udara Bebas Terhadap Data Gaya Berat (Zhou, dkk. 1990) .......... 20
7. Grafik hubungan antara amplitudo dan bilangan gelombang pada analisis
spektrum (Sarkowi, 2011) ........................................................................ 22
8. Kurva sesar naik respon anomali gayaberat, FHD, dan SVD ...................... 24
9. Kurva sesar turun respon anomali gayaberat, FHD, dan SVD.................... 24
10. Pemodelan 2D gaya berat ......................................................................... 25
11. Pemodelan 3D .......................................................................................... 26
12. Diagram Alir Penelitian............................................................................. 32

vi
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
1. Rincian Kegiatan Penelitian ........................................................................ 27

vii
DAFTAR LAMPIRAN

viii
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Energi fosil berupa minyak dan gas bumi saat ini masih menjadi sumber
energi utama. Kebutuhan akan energi fosil tiap tahunnya terus mengalami
peningkatan seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Seiring dengan
hal ini, ketersediaan minyak dan gas bumi mengalami penurunan. Hal ini
ditunjukan dalam laporan kinerja Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi.
Jika dilihat pada BP Statistical Review of World Energy 2016 and SKK Migas,
produksi minyak bumi di Indonesia cenderung mengalami penurunan sejak
tahun 2008. Hal ini disebabkan karena eksploitasi terus-menerus dan
kurangnya eksplorasi pada sektor ini.
Cadangan minyak dan gas bumi atau hidrokarbon di Indonesia
umumnya berada di cekungan belakang busur vulkanik (back arc basin).
Cekungan di Indonesia yang berada di belakang busur salah satunya adalah
Cekungan Sumatra Selatan yang telah terbukti menghasilkan minyak dan gas
bumi. Menurut Ginger and Fielding (2005), Cekungan Sumatera Selatan
memiliki nilai kumulatif produksi minyak bumi sebesar 2,3 milyar barel dari
nilai cadangan awal sebesar 3,1 milyar barel. Dari semua penemuan lapangan
baru di Cekungan Sumatera Selatan, hidrokarbon yang telah diproduksi baru
sekitar 27% dari keseluruhan cadangan awal. Berdasarkan hal tersebut perlu
dilakukan eksplorasi dan evaluasi formasi terhadap cekungan sumatera selatan
yang berpotensi sebagai jebakan hidrokarbon.
Salah satu metode geofisika yang dapat digunakan untuk identifikasi
bawah permukaan yaitu metode gaya berat. Metode gaya berat sendiri
merupakan salah satu metode geofisika yang digunakan untuk mengetahui
kondisi bawah permukaan bumi dengan cara mengukur variasi medan gaya
berat bumi. Metode gaya berat juga diaplikasikan untuk mencari keberadaan
sub cekungan hidrokarbon. Keberadaan hidrokarbon tersebut tidak lepas dari
struktur geologi berupa lipatan dan patahan. Pola struktur geologi berupa
patahan yang mengontrol terbentuknya hidrokarbon dapat ditentukan.
Metode yang digunakan dalam pendugaan hidrokarbon diungkapkan
juga oleh Sota (2011) dalam penelitiannya mengenai pendugaan struktur
patahan dengan metode gaya berat. Menurut penelitian tersebut keberadaan
patahan atau sesar dapat berasosiasi dengan perangkap hidrokarbon. Untuk
mengetahui zona patahan atau sesar di Sumatera Selatan maka perlu
dilakukan penelitian berkesinambungan. Salah satu metode yang digunakan
adalah metode gaya berat. Metode ini dipilih dengan alasan sensitivitas respon,
murah secara ekonomi maupun teknis lapangan. Metode gaya berat sangat

1
tepat digunakan untuk pendugaan lokasi patahan karena metode ini mampu
mendeteksi perbedaan kontras densitas tubuh batuan. Perbedaan kontras
densitas batuan yang signifikan mengindikasikan bahwa zona tersebut adalah
zona patahan/sesar. Selain itu menurut Kearey, dkk (2002) dalam bukunya
megatakan bahwa dalam metode gaya berat yang dipelajari adalah variasi
medan gravitasi akibat variasi rapat massa batuan di bawah permukaan,
sehingga dalam pelaksanaannya yang diselidiki adalah perbedaan medan
gravitasi dari suatu titik observasi terhadap titik observasi lainnya. Metode gaya
berat umumnya digunakan dalam eksplorasi jebakan minyak (oil trap).
Dalam penelitian ini, untuk mengetahui suatu jenis patahan dilakukan
analisis FHD dan SVD. Pemetaan bawah permukaan seperti identifikasi patahan
dan jenis patahan dilakukan dengan menggunakan metode First Horizontal
Derivative (FHD) dan Second Vertical Derivative (SVD). FHD berperan untuk
menentukan batas struktur anomali, sedangkan SVD dapat mengidentifikasi
jenis patahan yang ada di cekungan Sumatera Selatan. Sehingga dapat
membantu dalam penafsiran geologi di daerah tersebut.
Analisis First Horizontal Derivative (FHD) dan Second Vertical Derivative
(SVD) telah memberikan informasi yang jelas mengenai jenis patahan seperti
yang diungkapkan dalam penelitian Febriansyah, dkk (2017), berdasarkan
penelitiannya, pada kurva FHD, keberadaan patahan akan ditunjukkan dengan
nilai maksimum atau minimum. Penentuan jenis patahan turun, naik ataupun
geser dapat dilakukan dengan cara memperhatikan nilai kurva SVD maksimum
dan SVD minimum. Berdasarkan analisis terdapat beberapa patahan yang
berguna untuk jalur migrasi hidrokarbon. Selain itu menurut Rosid, dkk (2020)
dalam penelitiannya mengatakan bahwa analisa derivative digunakan untuk
menentukan lokasi dan mencari tahu jenis patahan yang ada. FHD digunakan
untuk menentukan lokasi batas horizontal adanya kontras densitas batuan
sedangkan nilai absolut dari SVD minimum dan SVD maksimum dapat
digunakan untuk menentukan tipe patahan sebuah sesar.
Keberadaan suatu sistem cekungan hidrokarbon tidak lepas dari adanya
struktur geologi, seperti patahan, antiklin dan lain-lain. Menurut Pulonggono
(1984), perangkap hidrokarbon di cekungan Sumatera Selatan merupakan
perangkap struktur anticlinal. Struktur sesar normal maupun geser dapat
bertindak sebagai perangkap untuk minyak. Oleh karena itu peneliti tertarik
melakukan Pendugaan Jebakan Hidrokarbon Berdasarkan Analisis First
Horizontal Derivative dan Second Vertical Derivative Data Gaya Berat di
Cekungan Sumatera Selatan.

2
1.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah
Cekungan Sumatera Selatan merupakan salah satu cekungan dari 3
(tiga) cekungan yang menghasilkan minyak dan gas bumi di Pulau Sumatera.
Dari semua penemuan lapangan baru di Cekungan Sumatera Selatan,
hidrokarbon yang telah diproduksi baru sekitar 27% dari keseluruhan cadangan
awal sehingga diperlukan eksplorasi serta evaluasi formasi untuk mengetahui
zona yang berpotensi sebagai jebakan hidrokarbon baik pada lapangan baru
maupun lapangan tua. Sehingga ada beberapa masalah yang akan dibahas
pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana respon anomali gaya berat di cekungan Sumatera Selatan
2. Bagaimana struktur geologi bawah permukaan di cekungan Sumatera
Selatan?
3. Bagaimana tipe patahan di cekungan Sumatera Selatan dengan
menggunakan analisis SVD?
4. Bagaimana batas struktur anomali di lokasi penelitian berdasarkan
analisis FHD?
5. Bagaimana zona jebakan hidrokarbon di cekungan Sumatera Selatan?

1.3 Hipotesis
Anomali yang disebabkan oleh struktur cekungan mempunyai nilai
harga mutlak minimal SVD selalu lebih besar daripada harga maksimalnya.
Identifikasi keberadaan hidrokarbon dengan rentang nilai anomali regional
antara 0 mGal sampai 16 mGal. Jenis patahan atau sesar di cekungan
Sumatera Selatan didominasi oleh sesar naik dan sesar normal.

1.4 Tujuan
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui respon anomali gaya berat di cekungan Sumatera Selatan
2. Mengetahui struktur geologi bawah permukan di cekungan Sumatera
Selatan
3. Mengetahui tipe patahan di cekungan Sumatera Selatan dengan
menggunakan analisis SVD
4. Mengetahui batas struktur anomali berdasarkan analisis FHD
5. Mengetahui zona jebakan hidrokarbon di cekungan Sumatera Selatan

1.5 Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Memberikan wawasan mengenai analisa derivative pada data gaya
berat dalam interpretasi patahan.

3
2. Memberikan informasi mengenai jenis patahan yang berada di
cekungan Sumatera Selatan.
3. Memberikan informasi terkait pengaruh patahan terhadap keberadaan
hidrokarbon.
4. Menjadi informasi tambahan untuk PT. PATRA NUSA DATA mengenai
keberadaan hidrokarbon di cekungan Sumatera Selatan

4
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian yang Relevan


Berdasarkan penelitian Sari, dkk (2018), dalam jurnalnya yang
berjudul Penerapan Second Vertical Derivative (SVD) Pada Data Gravitasi Untuk
Mengidentifikasi Keberadaan Patahan Di Sepanjang Pegunungan Serayu Selatan
Kabupaten Banyumas, analisa SVD digunakan untuk menggambarkan anomali
residual yang berhubungan dengan struktur dangkal sehingga dapat
mengidentifikasi jenis patahan. Hasil Pemodelan dikorelasikan dengan informasi
geologi dan hasil analisa SVD menunjukkan keberadaan bentangan patahan
dan jenis patahan yang terindentifikasi adalah jenis patahan turun dengan
kemiringan lapisan batuan <200.
Al-anshori, dkk (2018) dalam jurnalnya yang berjudul Penentuan
Jebakan Sistem Hidrokarbon Dengan Metode Gaya Berat di Daerah Majalengka,
survey eksplorasi geofisika metode gaya berat dilakukan untuk identifikasi
potensi jebakan hidrokarbon. Berdasarkan hasil pengolahan data dan analisis
dapat diidentifikasi adanya jebakan sistem hidrokarbon di daerah penelitian.
Dilakukan pemodelan 2D untuk menghasilkan penampang pada lintasan A-A’,
mode 2D menunjukkan terdapatnya komponen penyusun jebakan sistem
hidrokarbon (trap). Reservoar pada model lintasan A-A’ memiliki densitas
sebesar 2.65 gr/cc dengan jenis berupa batuan sedimen dan struktur jebakan
menyerupai bentuk antiklin.
Berdasarkan penelitian Subagio, dkk (2020) mengenai Interpretasi
Struktur Geologi Bawah Permukaan Berdasarkan Updating Data Gaya Berat
Cekungan Banyumas, Jawa Tengah, Analisis data terdiri atas analisis spektrum
untuk mengestimasi kedalaman batuan dasar dan filter Second Vertical
Derivative (SVD) untuk mengetahui perubahan densitas dan orientasi
kemiringan (dip) pada suatu lapisan. Berdasarkan hasil analisis spektrum
diperoleh kedalaman batuan dasar di sekitar area penelitian berada pada
kedalaman 7.800 m di bawah permukaan. Berdasarkan analisis SVD
memperlihatkan adanya pola tren antiklin tersesarkan yang kemungkinan
mengontrol munculya minyak ke permukaan.
Berdasarkan penelitian Rosid, dkk (2020), mengenai Identifikasi
Potensi Hidrokarbon di daerah “X”’ sedimen pra-tersier cekungan Sumatera
Utara menggunkan data gravitasi dan seismik, analisis struktur patahan
dilakukan dengan menggunakan metode FHD dan SVD pada peta CBA. Adapun
hasil analisis dari filter FHD dan SVD terhadap peta CBA dimana nilai maksimal
(atau nilai tertinggi adalah 0,007 mGal/m) menunjukkan struktur patahan yang
membentang arah Barat Laut-Tenggara. Berdasarkan kurva SVD, didapatkan

5
nilai kurva minimum SVD lebih besar dari pada nilai maksimumnya. Hal ini
mengindikasikan jenis sesar naik, ditemukan pula pada jarak 15.500 m, nilai
kurva maksimum SVD lebih besar dari pada nilai kurva minimunya, hal
tersebut mengindikasikan patahan normal. Berdasarkan analisis FHD dan SVD
jenis sesar yang dominan di lokasi penelitian adalah sesar naik. Hasil gravitasi
dikonfirmasi oleh data dari penampang seismik dan geologi. Ada dua formasi di
lapisan dalam tepat di atas basemen pra-tersier yang berpotensi sebagai
reservoir yang baik, yaitu Formasi Tampur yang didominasi oleh batuan
karbonat dan Formasi Parapat.
Menurut Andari, dkk (2019), dalam jurnalnya yang berjudul
Identifikasi Batas Sub-Cekungan Hidrokarbon Menggunakan Analisis SHD
(Second Horizontal Derivative) dan SVD (Second Vertical Derivative) Berdasarkan
Korelasi Data Gaya Berat dan Seismik, analisa derivative digunakan untuk
mengidentifikasi jenis patahan di lokasi penelitian. Berdasarkan analisis
derivative lokalisasi sesar menghasilkan arah sesar tegas ke arah NW-SE. Hal
ini selaras dengan informasi geologi regional di lokasi penelitian. Sebaran sesar
berdasarkan analisis SVD terdapat indikasi patahan berjumlah 33 sesar.
Chumairoh, dkk (2014), dalam jurnalnya mengenai Identifikasi
Struktur Bawah Permukaan Berdasarkan Data Gaya Berat di Daerah Koto
Tangah, Kota Padang, Sumatera Barat, metode analisa derivative yang
digunakan dalam penelitian tersebut yaitu First Horizontal Derivative dan
Second Vertical Derivative. Metode tersebut digunakan untuk mengetahui
struktur geologi di daerah penelitian dengan baik. Analisa derivative dilakukan
pada dua lintasan yang diduga terdapat indikasi struktur. Berdasarkan analisis
terdapat indikasi struktur geologi yang ditunjukkan dengan adanya bidang
kontak yang bernilai nol pada kurva SVD sebagai batas karakteristik geologi
dan batas bidang kontak struktur yang bernilai maksimum atau minimum pada
kurva FHD. Hasil pemodelan menunjukkan pada daerah penelitian terdapat
struktur geologi yang dengan lapisan batuan yang sama lebih menurun.
Zaenudin (2018), berdasarkan penelitiannya mengenai Studi
Identifikasi Struktur Geologi Bawah Permukaan Untuk Mengetahui Sistem
Sesar Berdasarkan Analisis First Horizontal Derivative (FHD), Second Vertical
Derivative (SVD), Dan 2,5D Forward Modeling Di Daerah Manokwari Papua
Barat, hasil analisis FHD dan SVD 3 lintasan pada daerah penelitian
menunjukkan adanya indikasi intrusi batuan dan sesar naik. Sistem sesar naik
ditandai dengan nilai FHD maksimum dan minimum yang menunjukkan batas
bidang kontak dan nilai SVD memperlihatkan nilai SVD minimum lebih besar
daripada nilai mutlak SVD maksimum. Hal ini diperkuat lagi dengan hasil

6
pemodelan bawah permukaan 2,5D yang menunjukkan letak patahan dan
sesuai dengan respon grafik SVD yang diperoleh dari peta anomali SVD
residual.
Febriansyah, dkk (2017), dalam jurnalnya yang berjudul Studi Pola
Sub-Cekungan Hidrokarbon Menggunakan Analisis Spectral Decomposition,
Pemodelan 2D Dan Pemodelan 3D Berdasarkan Data Gayaberat Daerah
Longiram, Kalimantan Timur, menggunakan analisis FHD dan SVD setelah
semua peta anomali diperoleh unuk mengetahui diskontinuitas dari suatu
struktur bawah permukaan atau digunakan dalam penentuan jenis dan arah
patahan. Pada kurva FHD, keberadaan patahan akan ditunjukkan dengan nilai
maksimum atau minimum. Pada kurva SVD, keberadaan patahan akan
ditunjukkan dengan nilai 0 (nol). Untuk menentukan arah patahan dapat dilihat
pada kemiringan garis kurva SVD yang berada pada titik nol dan memotong
titik nol tersebut. Untuk patahan turun, arah patahannya relatif akan
mengikuti arah kemiringan garis kurva SVD yang memotong titik nol.
Sedangkan untuk patahan naik, arah patahannya akan berlawanan dengan
dengan arah kemiringan garis kurva SVD yang memotong titik nol. Dari hasil
pemodelan 2D dan 3D dapat diketahui bahwa daerah penelitian masih memiliki
potensi hidrokarbon, hal ini dikarenakan adanya beberapa subcekungan pada
pada daerah penlitian yang berfungsi sebagai tempat pembentukan dan
pematangan hidrokarbon.
Dewi, dkk (2020), dalam jurnalnya yang berjudul Pemodelan 3D Data
Gravity Untuk Identifikasi Struktur Pembentukan Cekungan Hidrokarbon
Wilayah Bajubang Provinsi Jambi, hasil analis data gaya berat menunjukkan
berdasarkan pemodelan 3D data gayaberat pada daerah penelitian dapat
diketahui sebaran densitas bawah permukaan berkisar 2.300 hingga 2.800
g/cm3. Perbedaan nilai densitas ini mengindikasikan adanya struktur sesar dan
antiklin yang didiuga berpotensi hidrokarbon.
Berdasarkan penelitian Fitriani, dkk (2020) mengenai Metode
Gravitasi Untuk Identifikasi Sesar Weluki Dengan Analisis First Horizontal
Derivative Dan Second Vertical Derivative, dimana anomali residual dianalisis
secara FHD dan SVD untuk melihat lebih jelas lagi struktur patahan dari
anomali residual. Hasil dari analisis anomali residual dengan FHD dapat
menujukkan nilai perubahan anomali gravitasi secara horizontal untuk
menentukan batas antara kontras densitas secara horizontal. Pada penelitian
ini didapatkan nilai FHD maksimum, nilai maksimum pada grafik FHD
menandakan adanya patahan dibawah permukaan. Berdasarkan analisa SVD

7
sesar Weluki terindikasi sebagai sesar naik yang dapat dilihat dari harga mutlak
nilai minimum SVD lebih besar dari nilai maksimum SVD.
Wardhana, dkk (2016) dalam jurnalnya yang membahas mengenai
Struktur Tinggian di Sub Cekungan Majalengka Berdasarkan Metode Gaya
Berat menggunakan teknik gradien vertikal untuk menentukan posisi sesar
sedangkan Second Vertical Derrivative (SVD) untuk menentukan jenis sesar.
Hasil analisis menunjukkan struktur yang mengontrol cekungan adalah sesar-
sesar naik arah baratlaut tenggara, sesar sesar geser pada arah
baratdayatenggara dan antiklin arah barat-laut. Peta SVD memberikan
penegasan tentang penafsiran struktur pengontrol cekungan. Hasil analisis
terhadap peta anomali Bouguer, residual, FVD, SVD dan model 3-dimensi gaya
berat memberikan indikasi potensi akumulasi hidrokarbon berada di sekitar
Ujungjaya Babakan Gebang dan selatan Kadipaten.
Berdasarkan penelitian Sota (2011) mengenai Pendugaan Struktur
Patahan Dengan Metode Gaya berat, dilakukan interpretasi kuantitatif anomali
residual melalui pemodelan ke depan 2D untuk mengetahui model geologi dan
kontras densitas bawah permukaan, patahan yang terdeteksi adalah patahan
naik dan patahan turun. Patahan naik berada di bagian timurlaut sedangkan
patahan turun tersebar secara lokal. Orientasi kedua patahan tersebut adalah
baratlaut-tenggara.

2.2 Geologi Regional


Cekungan Sumatera Selatan dibatasi oleh Paparan Sunda di sebelah
timurlaut, daerah ketinggian Lampung di sebelah Tenggara, Pegunungan Bukit
Barisan di sebelah baratdaya serta Pegunungan Dua Belas dan Pegunungan
Tiga Puluh di sebelah baratlaut. Evolusi cekungan ini diawali sejak Mesozoic
(Pulunggono dkk, 1992) dan merupakan cekungan busur belakang (back arc
basin). Tektonik cekungan Sumatera dipengaruhi oleh pergerakan konvergen
antara Lempeng Hindia-Australia dengan Lempeng Paparan Sunda (Heidrick
dan Aulia, 1993).

8
Gambar 1. Peta Cekungan Sumatera (Pertamina, BPPKA.,1994)
Menurut Pulunggono (1984), Cekungan Sumatra Selatan merupakan
cekungan busur belakang (Back Arc Basin) yang terbentuk akibat interaksi
antara Lempeng Hindia-Australia dengan Lempeng Mikro Sunda. Cekungan ini
dibagi menjadi 4 (empat) sub cekungan yaitu :
1. Sub Cekungan Jambi
2. Sub Cekungan Palembang Utara
3. Sub Cekungan Palembang Tengah
4. Sub Cekungan Palembang Selatan

Gambar 2. Peta Daerah Cekungan Sumatera Selatan (Modifikasi dari Panggabean, 2012)

9
Berdasarkan unsur tektonik, maka fisiografi regional cekungan
Sumatera Selatan mempunyai daerah tinggian dan depresi, yaitu:
1. Tinggian Meraksa, yang terdiri dati Kuang, Tinggian Palembang, Tinggian
Tamiang, Tinggian Palembang bagian utara dan Tinggian Sembilang.
2. Depresi Lematang (Muaraenim Dalam)
3. Antiklinorium Pendopo Limau dan Antiklinorium Palembang bagian utara.
Cekungan Sumatera Selatan terletak memanjang berarah NW-SE di
bagian Selatan Pulau Sumatera. Luas cekungan ini sekitar 85.670 Km2 dan
terdiri atas dua subcekungan, yaitu Sub Cekungan Jambi dan Sub Cekungan
Palembang. Sub Cekungan Jambi berarah NE-SW sedangkan Sub Cekungan
Palembang berarah NNW-SSE, dan diantara keduanya dipisahkan oleh sesar
normal NE-SW. Di bagian Barat dibatasi oleh Pegunungan Barisan, di sebelah
Utara dibatasi oleh Pegunungan Tigapuluh dan Pegunungan Duabelas
sedangkan di bagian Timur dibatasi oleh pulau-pulau Bangka-Bliton dan di
sebelah Selatan dibatasi oleh Tinggian Lampung (Pulonggono, 1984).

Gambar 3. Peta Geologi Regional Daerah Penelitian

2.3 Geologi Struktur Cekungan Sumatera Selatan


Pembentukan cekungan (basin) Sumatera Selatan pada suatu sistem
reaksi gerak sesar geser makro (strike slip fault) yang umumnya akan
menghasilkan pola-pola sesar normal (fase ekstensional), sesar naik dan sesar
geser (fase uplift). Untuk faktor utama yang mempengaruhi pembentukan

10
cekungan adalah konfigurasi dari basement dan adanya perubahan pada daerah
subduksi baik spasial ataupun temporal. Cekungan Sumatera Selatan
merupakan tipe cekungan tersier, sehingga perkembangan cekungannya
dikendalikan oleh basement pratersier (Pulunggono dan Cameron, 1984).
Jenis struktur yang umum dijumpai di Cekungan Sumatera Selatan
terdiri dari lipatan, sesar dan kekar. Struktur lipatan memperlihatkan orientasi
Baratlaut Tenggara, melibatkan sikuen batuan berumur Oligosen-Plistosen
(Gafoer dkk., 1986). Sedangkan sesar yang ada merupakan sesar normal dan
sesar naik. Sesar normal dengan pola kelurusan Baratlaut-Tenggara tampak
berkembang pada runtunan batuan berumur Oligosen-Miosen, sedang struktur
dengan arah umum Timurlaut-Baratdaya, Utara-Selatan, dan Barat-Timur
terdapat pada sikuen batuan berumur Plio-Plistosen. Sesar naik biasanya
berarah Baratlaut-Tenggara, Timurlaut-Baratdaya dan Barat-Timur, dijumpai
pada batuan berumur Plio-Plistosen dan kemungkinan merupakan hasil
peremajaan (reactivation) struktur tua yang berupa sesar tarikan (extensional
faults).

2.4 Stratigrafi Struktur Cekungan Sumatera Selatan


Pada dasarnya stratigrafi cekungan Sumatera Selatan terdiri dari satu
siklus besar sedimentasi yang dimulai dari fase transgresi pada awal siklus dan
fase regresi pada akhir siklusnya. Awalnya siklus ini dimulai dengan siklus
nonmarine, yaitu proses diendapkannya formasi Lahat pada oligosen awal dan
setelah itu diikuti oleh formasi Talang Akar yang diendapkan diatasnya secara
tidak selaras. Fase transgresi ini terus berlangsung hingga miosen awal, dan
berkembang formasi Batu Raja yang terdiri dari batuan karbonat yang
diendapkan pada lingkungan back reef, fore reef dan intertidal. Sedangkan
untuk fase transgresi maksimum diendapkan formasi Gumai bagian bawah
yang terdiri dari shale laut dalam secara selaras diatas formasi Batu Raja. Fase
regresi terjadi pada saat diendapkannya formasi Gumai bagian atas dan diikuti
oleh pengendapan formasi Air Benakat secara selaras yang didominasi oleh
litologi batupasir pada lingkungan pantai dan delta. Pada pliosen awal, laut
menjadi semakin dangkal karena terdapat dataran delta dan non-marine yang
terdiri dari perselingan batupasir dan claystone dengan sisipan berupa
batubara. Pada saat pliosen awal ini menjadi waktu pembentukan dari formasi
Muara Enim yang berlangsung sampai pliosen akhir yang terdapat
pengendapan batuan konglomerat, batu apung dan lapisan batupasir tuffa.

11
2.4.1 Batuan Dasar (Basement)
Batuan dasar (pra tersier) terdiri dari batuan kompleks paleozoikum
dan batuan Mesozoikum, batuan metamorf, batuan beku, dan batuan karbonat.
Batuan dasar yang paling tua, terdeformasi paling lemah, dianggap bagian dari
lempengmikro Malaka, mendasari bagian utara dan timur cekungan. Lebih ke
selatan lagi terdapat Lempeng-mikro Mergui yang terdeformasi kuat,
kemungkinan merupakan fragmen kontinental yang lebih lemah. Lempeng-
mikro Malaka dan Mergui dipisahkan oleh fragmen terdeformasi dari material
yang berasal dari selatan dan bertumbukan. Bebatuan granit, vulkanik, dan
metamorf yang terdeformasi kuat (berumur Kapur Akhir) mendasari bagian
lainnya dari cekungan Sumatera Selatan. Morfologi batuan dasar ini dianggap
mempengaruhi morfologi rift pada Eosen-Oligosen, lokasi dan luasnya gejala
inversi/pensesaran mendatar pada Plio-Pleistosen, karbon dioksida lokal yang
tinggi yang mengandung hidrokarbon gas, serta rekahan-rekahan yang
terbentuk di batuan dasar (Ginger & Fielding, 2005).
2.4.2 Formasi Lahat
Formasi Lahat diperkirakan berumur oligosen awal (Sardjito dkk,
1991). Formasi ini merupakan batuan sedimen pertama yang diendapkan pada
cekungan Sumatera Selatan. Pembentukannya hanya terdapat pada bagian
terdalam dari cekungan dan diendapkan secara tidak selaras. Pengendapannya
terdapat dalam lingkungan darat/aluvial-fluvial sampai dengan lacustrine.
Fasies batupasir terdapat di bagian bawah, terdiri dari batupasir kasar,
kerikilan, dan konglomerat. Sedangkan fasies shale terletak di bagian atas
(Benakat Shale) terdiri dari batu serpih sisipan batupasir halus, lanau, dan tufa.
Sehingga shale yang berasal dari lingkungan lacustrine ini merupakan dapat
menjadi batuan induk. Pada bagian tepi graben ketebalannya sangat tipis dan
bahkan tidak ada, sedangkan pada bagian tinggian intra-graben sub cekungan
selatan dan tengah Palembang ketebalannya mencapai 1000 m (Ginger &
Fielding, 2005).
2.4.3 Formasi Talang Akar
Formasi Talang Akar diperkirakan berumur oligosen akhir sampai
miosen awal. Formasi ini terbentuk secara tidak selaras dan kemungkinan
paraconformable di atas Formasi Lahat dan selaras di bawah Formasi Gumai
atau anggota Basal Telisa/formasi Batu Raja. Formasi Talang Akar pada
cekungan Sumatera Selatan terdiri dari batulanau, batupasir dan sisipan
batubara yang diendapkan pada lingkungan laut dangkal hingga transisi.
Bagian bawah formasi ini terdiri dari batupasir kasar, serpih dan sisipan
batubara. Sedangkan di bagian atasnya berupa perselingan antara batupasir

12
dan serpih. Ketebalan Formasi Talang Akar berkisar antara 460 – 610 m di
dalam beberapa area cekungan. Variasi lingkungan pengendapan formasi ini
merupakan fluvial-deltaic yang berupa braidded stream dan point bar di
sepanjang paparan (shelf) berangsur berubah menjadi lingkungan pengendapan
delta front, marginal marine, dan prodelta yang mengindikasikan perubahan
lingkungan pengendapan ke arah cekungan (basinward). Sumber sedimen
batupasir Talang Akar Bawah ini berasal dari dua tinggian pada kala oligosen
akhir, yaitu di sebelah timur (Wilayah Sunda) dan sebelah barat (deretan
Pegunungan Barisan dan daerah tinggian dekat Bukit Barisan).
2.4.4 Formasi Batu Raja
Formasi Batu Raja diendapkan secara selaras di atas formasi Talang
Akar pada kala miosen awal. Formasi ini tersebar luas terdiri dari karbonat
platforms dengan ketebalan 20-75 m dan tambahan berupa karbonat build-up
dan reef dengan ketebalan 60-120 m. Didalam batuan karbonatnya terdapat
shale dan calcareous shale yang diendapkan pada laut dalam dan berkembang
di daerah platform dan tinggian (Bishop, 2001). Produksi karbonat berjalan
dengan baik pada masa sekarang dan menghasilkan pengendapan dari
batugamping. Keduanya berada pada platforms di pinggiran dari cekungan dan
reef yang berada pada tinggian intra-basinal. Karbonat dengan kualitas
reservoir terbaik umumnya berada di selatan cekungan, akan tetapi lebih jarang
pada bagian utara subcekungan Jambi (Ginger dan Fielding, 2005). Beberapa
distribusi facies batugamping yang terdapat dalam formasi Batu Raja
diantaranya adalah mudstone, wackestone, dan packstone. Bagian bawah terdiri
dari batugamping kristalin yang didominasi oleh semen kalsit dan terdiri dari
wackstone bioklastik, sedikit plentic foram, dan di beberapa tempat terdapat
vein.
2.4.5 Formasi Gumai
Formasi Gumai diendapkan secara selaras di atas formasi Batu Raja
pada kala oligosen sampai dengan tengah miosen. Formasi ini tersusun oleh
fosilliferous marine shale dan lapisan batugamping yang mengandung glauconitic
(Bishop, 2001). Bagian bawah formasi ini terdiri dari serpih yang mengandung
calcareous shale dengan sisipan batugamping, napal dan batulanau. Sedangkan
di bagian atasnya berupa perselingan antara batupasir dan shale. Ketebalan
formasi Gumai ini diperkirakan 2700 m di tengah-tengah cekungan. Sedangkan
pada batas cekungan dan pada saat melewati tinggian ketebalannya cenderung
tipis.

13
2.4.6 Formasi Air Benakat
Formasi Air Benakat diendapkan selama fase regresi dan akhir dari
pengendapan formasi Gumai pada kala tengah miosen (Bishop, 2001).
Pengendapan pada fase regresi ini terjadi pada lingkungan neritik hingga
shallow marine, yang berubah menjadi lingkungan delta plain dan coastal
swamp pada akhir dari siklus regresi pertama. Formasi ini terdiri dari
batulempung putih kelabu dengan sisipan batupasir halus, batupasir abu-abu
hitam kebiruan, glaukonitan setempat mengandung lignit dan di bagian atas
mengandung tufaan sedangkan bagian tengah kaya akan fosil foraminifera.
Ketebalan formasi ini diperkirakan antara 1000-1500 m.
2.4.7 Formasi Muara Enim
Formasi ini diendapkan pada kala akhir miosen sampai pliosen dan
merupakan siklus regresi kedua sebagai pengendapan laut dangkal sampai
continental sands, delta dan batu lempung. Siklus regresi kedua dapat
dibedakan dari pengendapan siklus pertama (formasi Air Benakat) dengan
ketidakhadirannya batupasir glaukonit dan akumulasi lapisan batubara yang
tebal. Pengendapan awal terjadi di sepanjang lingkungan rawa-rawa dataran
pantai, sebagian di bagian selatan cekungan Sumatra Selatan, menghasilkan
deposit batubara yang luas. Pengendapan berlanjut pada lingkungan delta plain
dengan perkembangan secara lokal sekuen serpih dan batupasir yang tebal.
Siklus regresi kedua terjadi selama kala Miosen akhir dan diakhiri dengan
tanda-tanda awal tektonik Plio-Pleistosen yang menghasilkan penutupan
cekungan dan onset pengendapan lingkungan non marine Batupasir pada
formasi ini dapat mengandung glaukonit dan debris volkanik. Pada formasi ini
terdapat oksida besi berupa konkresi-konkresi dan silisified wood. Sedangkan
batubara yang terdapat pada formasi ini umumnya berupa lignit. Ketebalan
formasi ini tipis pada bagian utara dan maksimum berada di sebelah selatan
dengan ketebalan 750 m (Bishop, 2001)
2.4.8 Formasi Kasai
Formasi ini diendapkan pada kala pliosen sampai dengan pleistosen.
Pengendapannya merupakan hasil dari erosi dari pengangkatan Bukit Barisan
dan pegunungan Tigapuluh, serta akibat adanya pengangkatan pelipatan yang
terjadi di cekungan. Pengendapan dimulai setelah tanda-tanda awal dari
pengangkatan terakhir Pegunungan Barisan yang dimulai pada miosen akhir.
Kontak formasi ini dengan formasi Muara Enim ditandai dengan kemunculan
pertama dari batupasir tufaan. Karakteristik utama dari endapan siklus regresi
ketiga ini adalah adanya kenampakan produk volkanik. Formasi Kasai tersusun
oleh batupasir kontinental dan lempung serta material piroklastik. Formasi ini

14
mengakhiri siklus susut laut. Pada bagian bawah terdiri atas tuffaceous
sandstone dengan beberapa selingan lapisan-lapisan tuffaceous claystone dan
batupasir yang lepas, pada bagian teratas terdapat lapisan tuff, batu apung
yang mengandung sisa tumbuhan dan kayu berstruktur sedimen silang siur.
Lignit terdapat sebagai lensa-lensa dalam batupasir dan batulempung yang
terdapat tuff.
2.5 Patahan
Patahan adalah mekanisme yang disebabkan adanya tegangan besar
yang menumpuk pada lapisan litosfer bumi sehingga menyebabkan permukaan
lainnya bergerak. Adanya patahan dapat mempengaruhi arah aliran cairan yang
berada di bawah permukaan bumi, memodifikasi transmisi gelombang seismik,
dan membuat topografi daerah tersebut beragam (Scholz, 2019).
Menurut Erviawan (2011), patahan dapat disebabkan karena adanya
tenaga endogen yang bekerja lebih cepat, sehingga lapisan kerak bumi yang
bersifat kaku tidak dapat membentuk lipatan sehingga membentuk suatu
patahan. Menurut Rahmania et. al. (2010), jenis – jenis patahan adalah sebagai
berikut :
1. Patahan mendatar merupakan patahan yang memiliki arah gerak horizontal.
Patahan mendatar terbagi menjadi dua yaitu right lateral dan left lateral. Right
lateral merupakan jenis patahan yang memiliki arah gerak mendatar searah
dengan jarum jam, sedangkan left lateral merupakan gerak patahan mendatar
yang berlawanan dengan arah jarum jam.
2. Patahan tidak mendatar yaitu arah gerak vertikal terbagi menjadi tiga jenis
diantaranya adalah : patahan turun, patahan naik, dan patahan miring.
Patahan turun merupakan patahan yang turun lebih rendah dari blok dasar.
Patahan naik merupakan patahan yang bloknya naik relatif terhadap blok
dasar. Patahan miring merupakan patahan yang memiliki blok vertikal yang
diiringi gerakan horizontal.

15
Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

2.6 Petroleum System Cekungan Sumatera Selatan


Cekungan Sumatera Selatan merupakan cekungan yang produktif
sebagai penghasil minyak dan gas. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya
rembesan minyak dan gas yang dihubungkan oleh adanya antiklin. Letak
rembesan ini berada di kaki bukit Gumai dan pegunungan Ba
Barisan. Sehingga
dengan adanya peristiwa rembesan tersebut, dapat digunakan sebagai indikasi
awal untuk eksplorasi adanya hidrokarbon yang berada di bawah permukaan
berdasarkan petroleum system.

2.6.1 Batuan Induk (Source


( Rock)
Hidrokarbon pada cekungan Sumatera Selatan diperoleh dari batuan
induk lacustrine formasi Lahat dan batuan induk terrestrial coal dan coaly
shale pada formasi Talang Akar. Batuan induk lacustrine diendapkan pada
kompleks halfgraben, sedangkan terrestrial coal dan coaly shale secara luas
pada batas halfgraben.
halfgraben. Selain itu pada batu gamping formasi Batu Raja dan
shale dari formasi Gumai memungkinkan juga untuk dapat menghasilkan
hirdrokarbon pada area
are lokalnya (Bishop, 2001).

2.6.2 Reservoar
Dalam cekungan Sumatera Selatan, beberapa formasi dapat menjadi
reservoir yang efektif untuk menyimpan hidrokarbon, antara lain adalah pada
basement, formasi Lahat, formasi Talang Akar, formasi Batu Raja, dan formasi

16
Gumai. Sedangkan untuk sub cekungan Palembang Selatan produksi
hidrokarbon terbesar berasal dari formasi Talang Akar dan formasi Batu Raja.
Untuk formasi Talang Akar secara umum terdiri dari quarzone sandstone,
siltstone, dan pengendapan shale. Sehingga pada sandstone sangat baik untuk
menjadi reservoir. Formasi Talang Akar diperkirakan mengandung 75%
produksi minyak dari seluruh cekungan Sumatera Selatan (Bishop, 2001). Pada
reservoir karbonat formasi Batu Raja, pada bagian atas merupakan zona yang
porous dibandingkan dengan bagian dasarnya yang relatif ketat (tight). Porositas
yang terdapat pada formasi Batu Raja berkisar antara 10-30 % dan
permeabilitasnya sekitar 1 Darcy.

2.6.3 Batuan Penutup (Seal)


Batuan penutup cekungan Sumatra Selatan secara umum berupa
lapisan shale cukup tebal yang berada di atas reservoir formasi Talang Akar dan
Gumai itu sendiri (intraformational seal rock). Seal pada reservoir batu gamping
formasi Batu Raja juga berupa lapisan shale yang berasal dari formasi Gumai.
Pada reservoir batupasir formasi Air Benakat dan Muara Enim, shale yang
bersifat intraformational juga menjadi seal rock yang baik untuk menjebak
hidrokarbon.

2.6.4 Trap
Jebakan hidrokarbon utama diakibatkan oleh adanya antiklin dari arah
baratlaut ke tenggara dan menjadi jebakan yang pertama dieksplorasi. Antiklin
ini dibentuk akibat adanya kompresi yang dimulai saat awal miosen dan
berkisar pada 2-3 juta tahun yang lalu (Bishop, 2001). Selain itu jebakan
hidrokarbon pada cekungan Sumatra Selatan juga diakibatkan karena struktur.
Tipe jebakan struktur pada cekungan Sumatra Selatan secara umum
dikontrol oleh struktur-struktur tua dan struktur lebih muda. Jebakan struktur
tua ini berkombinasi dengan sesar naik sistem wrench fault yang lebih muda.
Jebakan sturktur tua juga berupa sesar normal regional yang menjebak
hidrokarbon. Sedangkan jebakan struktur yang lebih muda terbentuk
bersamaan dengan pengangkatan akhir Pegunungan Barisan (pliosen sampai
pleistosen).

2.6.5 Migrasi
Migrasi hidrokarbon ini terjadi secara horisontal dan vertikal dari
source rock serpih dan batubara pada formasi Lahat dan Talang Akar. Migrasi
horisontal terjadi di sepanjang kemiringan slope, yang membawa hidrokarbon
dari source rock dalam kepada batuan reservoir dari formasi Lahat dan Talang

17
Akar sendiri. Migrasi vertikal dapat terjadi melalui rekahan-rekahan dan daerah
sesar turun mayor. Terdapatnya resapan hidrokarbon di dalam Formasi Muara
Enim dan Air Benakat adalah sebagai bukti yang mengindikasikan adanya
migrasi vertikal melalui daerah sesar kala Pliosen sampai Pliestosen.

2.7 Metode Gaya Berat


2.7.1 Konsep Dasar
Metode gravitasi merupakan salah satu metode dalam geofisika yang
dapat digunakan untuk melihat geologi bawah permukaan bumi, potensi
mineral, dan patahan (Wachidah dan Minarto, 2018).
Adanya perbedaan densitas dan jenis batuan bawah permukaan,
adanya perbedaan jarak pusat bumi ke permukaan serta adanya perbedaan
topografi di permukaan bumi inilah yang menyebabkan terjadinya variasi atau
perbedaan nilai medan gaya berat di bumi. Keberadaan kontak intrusi, struktur
geologi, endapan sungai purba, lubang di dalam tanah dapat dipelajari
menggunakan metode gaya berat, hal ini dikarenakan metode gayaberat ini
cukup peka terhadap perubahan yang bersifat vertikal ataupun lateral. Dalam
upaya awal untuk menemukan struktur yang menyebabkan terbentuknya
cebakan hidrokarbon dalam upaya eksplorasi hidrokarbon dapat dilakukan
dengan menggunakan metode gaya berat ini (Sarkowi, 2014).
Metode gravitasi memiliki prinsip mengukur variasi medan gravitasi
bumi yang disebabkan perbedaan densitas batuan bawah permukaan bumi
(Reynolds, 2011). Metode gravitasi didasarkan pada Hukum Newton Gravitasi
yang menyatakan bahwa gaya tarik menarik antara dua buah benda sebanding
dengan massa kedua benda dan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak
antar pusat massa kedua benda tersebut (Jacobs et. al., 1974). Persamaan
hukum Newton yang menyatakan hubungan gravitasi dituliskan pada
persamaan 1 sebagai berikut:
.
F(r) = .
(1)

Keterangan :
F(r) : gaya tarik menarik (N)
1 dan 2 : masa benda satu dan masa benda dua (kg)
: jarak antara dua buah benda (m)
: konstanta gravitasi universal (6,67 x 10-11 m3 kg-1s-2)
Hubungan antara gaya dengan percepatan didefinisikan Newton pada
persamaan Hukum II Newton yang menyatakan gaya sebanding dengan
perkalian massa benda dengan percepatan yang dialami oleh benda sesuai
dengan persamaan 2 berikut:
(2)

18
= .
Benda dengan massa M apabila mengalami gaya
gaya tarik oleh benda bermassa m
pada jarak sebesar r maka akan memiliki percepatan
percepatan yang dapat dinyatakan
dengan persamaan 3 sebagai berikut:
g= (3)
sehingga percepatan gaya tarik bumi dapat dinyatakan dalam persamaan 4
sebagai berikut :
. (4)
g= = =
.
keterangan :
g : percepatan gaya tarik bumi (m/s2)
M :massa bumi (kg)
m : massa benda (kg)
F : gayaberat (N)
r : jari – jari bumi (6,371×106 m)
(Telford et al., 1990).
Percepatan gravitasi g berbanding lurus dengan massa m, yaitu perkalian
antara densitas dengan volume, sehingga besar percepatan gravitasi yang
terukur merupakan pencerminan dari densitas dan volume massa tersebut.

2.7.2 Koreksi-koreksi
koreksi Gaya Berat
Nilai g hasil pengukuran gaya berat yang terukur pada gravimeter
terpengaruh oleh berbagai macam faktor. Faktor-faktor
Faktor faktor ini dapat dihilangkan
dengan melakukan beberapa koreksi pada data gaya berat, diantaranya sebagai
berikut:
1. Koreksi Pasang Surut (Tide Correction)
Koreksi pasang surut merupakan koreksi yang disebabkan oleh
pengaruh tarikan massa benda-benda
benda benda langit. Koreki ini perlu dilakukan untuk
menghilangkan efek gaya tarik yang dialami bumi akibat bulan dan matahari
karena hal tersebut mempengaruhi pembacan anomali gravitasi di permukaan
bumi.

Gambar 5. Pengaruh Gravitasi Bulan di Titik P (Kadir, 2000)

19
Menurut Longman (1959
1959), memperkenalkan persamaan yang digunakan untuk
menghitung percepatan pasang surut yang dihasilkan akibat bulan dan
matahari yang saling berinteraksi pada setiap titik di bumi sebagai fungsi
waktu. Berdasarkan gambar 5,
5, persamaan longman untuk koreksi pasan
pasang surut
dapat dilihat pada persamaan 5 berikut :

= ( − 1) + (5 −3 )+ (3 − 1) (5)

2. Koreksi Apung (Drift)


Koreksi apung adalah koreksi yang dilakukan untuk menghilangkan
pengaruh dari kelelahan alat sehingga adanya perbedaan nilai percepatan
gravitasi di stasiun yang sama pada waktu yang berbeda. Perbedaan terseut
diakibatkan adanya guncangan pada pegas dalam alat gravimeter selama proses
pengangkutan dari stasiun satu kestasiun lain. Besar penyimpangan yang
terjadi dapat dilakukan koreksi apung yang dengan menggunakan persamaan 6
yang dituliskan sebagai berikut berikut:

= ( − ) (6)

Keterangan :
: koreksi apung pada titik n

: pembacaan gravimeter pada akhir looping

: pembacaan gravimeter pada awal looping

: waktu pembacaan gravimeter pada akhir looping

: waktu pembacaan gravimeter pada titik n

: waktu pembacaan gravimeter pada awal looping

3. Koreksi Udara Bebas (Free Air Correction)


Koreksi udara bebas adalah koreksi yang disebabkan karena pengaruh
perbedaan ketinggian terhadap medan gravitasi bumi. Koreksi ini dilakukan
untuk menraik bidang pengukuran (P) ke bidang datum yaitu bidang geoid (Po).

Gambar 6.. Koreksi Udara Bebas Terhadap Data Gaya Berat (Zhou, dkk. 1990)

20
Besarnya faktor koreksi FAC untuk daerah ekuator dapat dilihat pada
persamaan 7 berikut :

. (7)

4. Koreksi Bouguer (Bouguer Correction/BC)


Koreksi Bouguer adalah koreksi yang dilakukan untuk menghilangkan
pengaruh massa batuan yang terdapat diantara stasiun pengukuran dengan
bidang geoid. Koreksi bouguer dapat dihitung dengan persamaan 8 sebagai
berikut:
= 2 G(σ − σ )x d (8)
Dimana σ adalah densitas batuan
5. Koreksi Terain (koreksi medan)
Koreksi Medan adalah koreksi yang dilakukan untuk menghilangkan
pengaruh penyebaran massa yang tidak datar di sekitar lokasi pengukuran,
dimana memiliki topografi yang berbeda sehingga terdapatnya lembah dan
gunung. Koreksi medan Koreksi medan dengan menggunakan cincin silinder
menurut Reynolds (1997) dapat dihitung dengan persamaan 9 sebagai berikut :

= 0.04191 − √ 1 + − + (9)

Keterangan :
: jumlah segmen pada zona yang digunakan
: radiasi luar (m)
: radius dalam (m)
: perbedaan ketinggian rata-rata segmen dan tiik pengukuran
2.7.3 Anomali Bouguer Lengkap
Anomali Boguer Lengkap atau yang biasa disebut sebagai CBA
(Complete Bouguer Anomaly) merupakan nilai gravitasi absolut di setiap titik
pengukuran. Nilai tersebut merupakan nilai yang sudah direduksi dengan
koreksikoreksi data gavitasi. Hasil anomali ini akan menunjukan adanya suatu
gangguan pada medan gravitasi bumi yang berasal dari anomali massa di
bawah permukaan. Nilai anomali bouguer lengkap ini dapat dinyatakan dengan
persamaan 10 sebagai berikut.
(10)

Keterangan :
: Nilai gravitasi observasi (mGal)
: Koreksi Lintang (mGal)
: Koreksi Udara Bebas (mGal)
: Koreksi Bouger (mGal)

21
: Koreksi Medan (mGal)
Pada umumnya nilai anomali Bouguer lengkap ini menggambarkan
adanya variasi kontras densitas di bawah permukaan bumi. Variasi densitas ini
kemungkinan disebabkan oleh suatu sumber anomali berupa distribusi massa
batuan di bawah permukaan (Grant, 1965).
2.7.4 Analisa Spektrum
Analisa spektrum dilakukan untuk melihat respon anomali yang
berasal dari zona regional, residual dan noise sehingga kedalaman dari anomali
gravitasi dapat diestimasi. Analisa spektrum dilakukan dengan
mentransformasi Fourier lintasan-lintasan yang telah ditentukan.

Gambar 7. Grafik hubungan antara amplitudo dan bilangan gelombang pada analisis
spektrum (Sarkowi, 2011)

Hasil dari transformasi ini akan berupa spektrum amplitude dan


spektrum phase sehingga dapat memperkirakan kedalaman dengan
mengestimasi nilai bilangan gelombang (k) dan amplitudo (A) yang dapat
digunakan untuk menghitung lebar jendela filter yang selanjutnya dijadikan
sebagai input data dalam proses pemisahan anomali regional dan anomali
residual.

2.7.5 Pemisahan Anomali Residual dan Regional


Anomali Bouguer lengkap masih merupakan gabungan antara anomali
residual dan anomali regional. Anomali residual adalah anomali yang
mempresentasikan benda-benda anomali yang dangkal, sedangkan anomali
regional adalah anomali yang mempresentasikan benda-benda yang dalam. Oleh
karena itu, perlu dilakukannya pemisahan antara anomali regional dan residual
dengan cara mengurangi anomali Bouguer lengkap dengan anomali regional.
Moving average window filter merupakan suatu metode atau teknik
pemisahan yang jika dianalisis dari spektrumnya akan menyerupai low pass

22
filter sehingga output dari proses ini adalah frekuensi rendah dari anomali
Bouguer yang akan mempresentasikan kedalaman yang lebih dalam. Karena
frekuensi rendah ini mempunyai penetrasi yang lebih dalam.

2.7.6 Analisa Derivative


1. First Horizontal Derivative (FHD)
First Horizontal Derivative (FHD) atau Horizontal Gradient adalah turunan
mendatar pertama yang dapat menunjukkan tepian dari suatu bodi anomali
pada data gayaberat (Zaenudin dkk, 2013). Untuk menentukan batas kontak
kontras densitas dari suatu anomali target secara horizontal terhadap daerah
sekitarnya dapat digunakan metode horizontal gradient (Cordell, 1979). First
Horizontal Derivative (FHD) yang juga disebut gradien horizontal
menggambarkan laju perubahan nilai gravitasi yang disebabkan oleh adanya
benda anomali pada arah tertentu. Perhitungan nilai FHD secara numerik pada
arah x ditunjukkan pada Persamaan 11 sebagai berikut :
( )−
=

Keterangan : (11)

: nilai anomali gravitasi pada stasiun ke i (mGal)


∆ : perbedaan jarak antara stasiun ke i dan ke i+1 (m)
: turunan pertama horizontal arah

2. Second Vertical Derivative (SVD)


SVD dapat berfungsi sebagai filter frekuensi tinggi yaitu filter yang
meloloskan frekuensi tinggi. SVD dapat menggambarkan anomali residual dari
benda anomali dan struktur dangkal yang berarti dapat digunakan untuk
mengidentifikasi jenis patahan/sesar. Konsep dasar turunan kedua vertikal
(SVD) secara numerik dapat dilihat pada Persamaan 12 (Rosid dan Rosa, 2012).

=
(,) ( ,) ( ,) (, ) (12)

Keterangan :
( , ) : nilai anomali gravitasi (mGal)

∆ : perbedaa jarak antara stasiun ke i dan ke i+1 (m)


: turunan kedua vertikal
Filter SVD yang digunakan dalam penelitian ini yaitu filter SVD hasil
perhitungan Elkins (1951). Berikut adalah ketentuan untuk jenis patahan :
(∆ ) (∆ )
Patahan normal = min < max

(∆ ) (∆ )
Patahan naik = min > max

23
(∆ ) (∆ )
Patahan mendatar = min = max

Gambar 8. Kurva sesar naik respon anomali gayaberat, FHD, dan SVD

Gambar 9. Kurva sesar turun respon anomali gayaberat, FHD, dan SVD

24
Metode gradien
dien horizontal dapat digunakan untuk menentukan lokasi
batas horizontal adanya kontras densitas batuan. Sedangkan grafik SVD
digunakan untuk menentukan jenis sesar dan posisi sesar. Struktur
truktur cekungan
menyebabkan terbentuknya anomali dengan nilai mutlak minimal SVD lebih
besar daripada nilai mutlak SVD maksimalnya.
maksimalnya. Sedangkan, anomali yang
disebabkan oleh intrusi akan memiliki nilai sebaliknya yaitu nilai minimal SVD
lebih kecil daripada nilai mutlak SVD maksimalnya.

2.7.7 Pemodelan Data Gaya Berat


Metode yang digunakan dalam pemodelan gayaberat secara umum
dibedakan kedalam dua cara, yaitu pemodelan ke depan (forward modelling) dan
pemodelan ke belakang (inverse modelling). Prinsip umum kedua pemodelan ini
adalah
ah meminimumkan selisih anomali perhitungan dengan
engan anomali
pengamatan, melalui metoda kuadrat terkecil, teknik matematika tertentu, baik
linear atau non linear dan menerapkan batasan-batasan
batasan tertentu untuk
mengurangi ambiguitas.
Pemodelan ke depan (Forward Modelling)) merupakan proses perhitungan
data
a dari hasil teori yang akan teramati di permukaan bumi jika parameter
model diketahui. Pada saat melakukan interpretasi, dicari model yang
menghasilkan respon yang cocok dan fit dengan data pengamatan atau data
lapangan. Sehingga diharapkan kondisi model itu bisa mewakili atau mendekati
keadaan sebenarnya. Pemodelan ke depan untuk menghitung efek gayaberat
model benda bawah permukaan dengan penampang berbentuk sembarang yang
dapat diwakili oleh suatu poligon berisi-n
berisi n dinyatakan sebagai integral garis
sepanjang
jang sisi poligon (Talwani, 1959).

Gambar 10. Pemodelan 2D gaya berat

Pemodelan 2D dilakukan dengan cara forward modelling, prosesnya


adalah mencari parameter model yang menghasilkan respon yang cocok dengan

25
data pengamatan dengan cara memperkirakan model struktur bawah
permukaan dalam bentuk persebaran nilai densitas dari data pengukuran
metode gaya berat.
Inverse Modelling adalah pemodelan berkebalikan dengan pemodelan
ke depan. Pemodelan inversi berjalan dengan cara suatu model dihasilkan
langsung dari data. Pemodelan jenis ini sering disebut data fitting atau
pencocokan data karena proses di dalamnya dicari parameter model yang
menghasilkan respon yang cocok dengan data pengamatan. Diharapkan
untuk respon model dan data pengamatan memiliki keseuaian yang tinggi,
dan ini akan menghasilkan model yang optimum (Supriyanto, 2007). Pemodelan
inversi yang diaplikasikan dalam penelitian ini adalah memperkirakan model
struktur bawah permukaan dalam bentuk persebaran nilai densitas dari data
pengukuran metode gaya berat.
Hampir semua bidang geofisika menggunakan teknik inversi karena
dituntut untuk dapat memperkirakan model atau parameter model berdasarkan
hasil pengamatan atau pengukuran data lapangan. Salah satu contoh
pemodelan inversi yang diaplikasikan dalam penelitian ini adalah
memperkirakan model struktur bawah permukaan dalam bentuk persebaran
nilai densitas dari data pengukuran metode gaya berat.

Gambar 11. Pemodelan 3D

Inversi modelling digunakan dalam pemodelan struktur bawah tiga


dimensi (3D). Pemodelan inversi pada penelitian ini menggunakan perangkat
lunak Grav3D. Inverse Modeling dilakukan dengan cara memasukkan nilai
anomali residual serta menampilkan surface topografinya. Hasil pemodelan 3D
kemudian diintegrasikan dengan data geologi sehingga dapat pilih model
densitas yang lebih akurat.

26
III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu


Penelitian ini akan dilaksanakan secara online di PT. PATRA NUSA
DATA yang beralamat di Taman Tekno BSD, Sektor XI, Blok G2/1, Setu, Kec.
Setu, Tangerang, Banten. Kegiatan penelitian ini meliputi pegumpulan data,
pengolahan data dan interpretasinya. Penelitian ini diperkirakan selama 7 bulan
dari bulan Desember 2021 hingga Juni 2022 dengan rincian kegiatan terdapat
pada Tabel 1.

Tabel 1. Rincian Kegiatan Penelitian


Kegiatan Desember Januari Februari Maret April Mei Juni
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
Studi
Literatur
Persiapan
dan
Pengumpulan
Data
Pengolahan
dan
Interpretasi
Data

Penyusunan
Skripsi

3.2 Alat dan Bahan Penelitian


Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu :
1. Laptop, digunakan untuk mengolah data penelitian yang dilengkapi
dengan software pengolahan data gaya berat, yakni :
1. Software Geosoft Oasis Montaj adalah perangkat lunak yang
digunakan untuk menampilkan peta kontur anomali bouguer,
anomali residual dan anomali regional serta digunakan untuk
melakukan pemodelan bawah permukaan.
2. Software Surfer berfungsi sebagai perangkat lunak yang
digunakan untuk membuat peta kontur penyebaran anomali
gaya berat serta digunakan untuk memisahkan anomali
regional dan residual dengan metode Moving Average.
3. Microsoft Excel, berfungsi untuk melakukan proses Transformasi
Fourier guna untuk mendapatkan bilangan real dan imajiner
yang nantinya digunakan untuk penentuan lebar window serta
untuk mendapatkan estimasi kedalaman regional dan residual
serta digunakan dalam analisis FHD dan SVD

27
4. Arcgis 10.3, berfungsi untuk membuat peta administrasi daerah
penelitian serta mengoverlay peta geologi regional dengan daerah
penelitian.
5. Software GRAV3D digunakan dalam proses inverse modelling
untuk menghasilkan penampang model 3D.
Sedangkan bahan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu :
1. Data gaya berat yang meliputi data lapangan yang diperoleh dari PT.
PATRA NUSA DATA dan data topografi yang nantinya digunakan
dalam pengolahan untuk mendatkan nilai koreksi terrain (TC).
2. Peta Geologi regional daerah penelitian, digunakan sebagai data
pendukung yang memuat informasi keadaan geologi daerah
penelitian.

3.3 Data Penelitian


Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder
dari penelitian yang dilakukan langsung di lapangan oleh PT. PATRA NUSA
DATA. Penulis mendapatkan data dari Pusat Data dan Teknologi Informasi
Energi dan Sumber Daya Minaral Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral
Republik Indonesia.

3.4 Metode Penelitian


Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kuantitatif
yiatu suatu metode penelitian yang mengembangkan dan menggunkan model-
model matematis. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan
data kuantitatif untuk memperoleh nilai anomali bouguer. Data kuantitatif yang
digunakan dalam penelitian ini berupa data nilai gravitasi terukur. Data
pendukung yaitu data geologi sebagai informasi keadaan geologi di daerah
penelitian. Data yang didapat akan dilakukan berbagai koreksi hingga
menghasilkan data anomali bouguer lengkap. Pada penelitian ini dilakukan
pengolahan data gaya berat, analisa derivative untuk mengetahui batas dan
jenis struktur geologi hingga menghasilkan model keadaan bawah permukaan.
Selanjutnya dilakukan interpretasi berdasarkan analisa derivative serta model
yang telah dihasilkan untuk mendeskripsikan keadaan bawah permukaan yang
diduga menjadi potensi hidrokarbon di daerah penelitian. Adapun tahapan
dalam penelitian ini sebagai berikut :
1. Persiapan
Tahap persiapan berupa pengumpulan data dan studi literatur sebelum
dilakukannya penelitian. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan serta
mempelajari ilmu dasar yang digunakan dalam penelitian. Studi literatur yang

28
dilakukan meliputi pencarian referensi berupa buku, skripsi dan thesis, serta
jurnal yang berkaitan dengan identifikasi bawah permukaan menggunakan
analisis FHD dan SVD serta potensi keberadaan hidrokarbon dengan
menggunakan metode gaya berat.
2. Pengumpulan Data
Pengambilan data dilakukan oleh PT. Patra Nusa Data dengan metode
gaya berat yang meliputi data waktu pengukuran, koordinat titik pengukuran,
elevasi di titik pengukuran dan data pembacaan nilai gaya berat.
3. Pengolahan Data
Data gaya berat yang didapat harus direduksi yaitu dengan cara
melakukan koreksi yang terdiri dari koreksi pasang surut, koreksi drift, koreksi
udara bebas, koreksi bouguer, dan koreksi terrain. Dilakukan pengolahan data
anomali gaya berat yang sudah terkoreksi lengkap (Complete Bouguer Anomaly)
hingga menghasilkan peta Complete Bouguer Anomaly, selanjutnya analisa
spektral untuk mendapatkan estimasi lebar jendela yang nantinya digunakan
dalam proses filtering yaitu pemisahan anomali regional dan residual. Analisis
spektral juga digunakan untuk mendapatkan perkiran kedalaman sumber
anomali yang dijadikan acuan dalam pemodelan dua dimensi. Selanjutnya
dilakukan proses filtering yaitu pemisahan anomali regional dan residual dan
didapatkan peta anomali regional dan residual. Analisis derivative berupa FHD
(First Horizontal Derivative) yang digunakan untuk menentukan batas litologi
dan SVD (Second Vertical Derivative) untuk menentukan struktur patahan di
lokasi penelitian. Dari pola anomali residual selanjutnya dilakukan pemodelan 2
dimensi (2D forward modelling) dan pemodelan 3 dimensi (3D invers modelling).
Selanjutnya dilakukan interpretasi terhadap model yang telah dihasilkan.
Data anomali gaya berat yang telah dikoreksi
Data anomali gaya berat yang telah dikoreksi dan didapatkan nilai CBA
(Complete Bouguer Anomaly) diinput ke software Oasis Montaj dan
menghasilkan peta anomali bouguer. Kemudian dilakukan proses digitasi pada
peta anomali bouguer yang nantinya digunakan untuk perhitungan window
dalam proses pemisahan anomali. Proses digitasi dilakukan dengan cara
membuat slice pada peta anomali Bouguer. Slice dilakukan pada 6 lintasan yang
berbeda yaitu 3 slice untuk arah utara-selatan dan 3 slice untuk arah timur-
barat. Hasil slice berupa data koordinat longitude dan latitude, nilai anomali
bouguer dan spasi.
Analisis Spektral
Analisis spektral dilakukan untuk mengestimasi kedalaman dari anomali
gaya berat dan digunakan pula untuk mengetahui lebar jendela (window) yang

29
akan digunakan untuk memisahkan anomali regional dan residual. Analisis
spektral dilakukan dengan mentransformasi fourier pada lintasan yang telah
dislice sehingga didapatkan bilangan real dan imajiner yang akan digunakan
saat melakukan perhitungan untuk mendapatkan nilai k dan ln a. Nilai k dan ln
a inilah yang digunakan untuk mengetahui lebar window pada saat proses
moving average.
Pemisahan Anomali Residual dan Regional (Filtering)
Proses pemisahan anomali regional dan residual pada peneliltian ini
menggunakan metode moving average. Metode moving average merupakan
suatu teknik untuk memisahkan anomali regional dan residual dengan cara
merata-ratakan nilai dari anomali gaya berat. Nilai window yang telah didapat
dari proses analisa spektral sebelumnya diinput pada perangkat lunak Oasis
Montaj. Hasil dari moving average berupa anomali regional. Anomali residual
didapatkan dengan cara mengurangkan pola anomali CBA (Complete Bouguer
Anomaly) dengan poa anomali regional. Proses ini dilakukan pada software
surfer.
Analisa derivative
Analisa derivative digunakan untuk mengidentifikasi struktur bawah
permukaan, dimana dalam penelitian ini struktur yang akan diidentikasi yaitu
struktur patahan. Pada proses ini data yang digunakan yaitu anomali bouguer,
dimana data anomali bouger dislice pada daerah yang diduga terdapat struktur
geologi berupa patahan. Hasil dari slicing kemudian diinput ke dalam Ms. Excel
untuk dibuat kurva grafik FHD dan SVD. Analisa patahan menggunakan
metode FHD dan SVD, dimana dilakukan korelasi antara grafik FHD dan SVD
yang bertujuan untuk menentukan jenis suatu patahan dengan melihat nilai
tinggi atau maksimum pada grafik FHD dan nilai nol pada grafik SVD.
Pemodelan struktur bawah permukaan
Pemodelan struktur bawah permukaan dilakukan dilakukan dengan
menggunakan data anomali residual yang telah dislice pada daerah yang diduga
terdapat patahan sebagai struktur pengontrol terbentuknya cekungan yang
berpotensi sebagai cebakan hidrokarbon. Model yang akan dihasilkan yaitu
model 2D dengan metode forward modelling dan 3D dengan metode inverse
modelling. Metode ini dilakukan dengan cara membuat model yang sesuai
dengan mengurangkan atau menambahkan nilai kontras densitas, kedalaman,
dan ukuran model agar memperoleh nilai error yang kecil. Untuk itu diperlukan
kesesuaian dengan mengkorelasikan model dengan informasi geologi berupa
jenis batuan di daerah penelitian.

30
4. Sintesis
Data gaya berat terukur yang telah didapatkan dikoreksi untuk
menghilangkan faktor-faktor lain yang mempengaruhi besar nilai gaya berat
sehingga didapatkan data nilai gaya berat yang hanya disebabkan oleh
pengaruh variasi densitas di bawah permukaaan. Data gaya berat yang telah
dikoreksi disebut Complete Bouguer Anmaly (CBA).
Data nilai CBA dipetakan untuk melihat respon persebaran anomali gaya
berat dan dihasilkan peta CBA. CBA masih mengandung anomali regional dan
anomali residual. Sehingga harus dilakukan pemisahan anomali regional dan
anomali residual. Pemisahan anomali regional dan residual dilakukan dengan
menggunakan filter moving average. Pada proses analisa spektrum didapatkan
data kedalaman anomali regional dan kedalaman anomali residual serta lebar
window yang akan digunakan dalam proses filtering menggunakan metode
moving average. Hasil dari proses filtering adalah data anomali regional yang
berbentuk peta anomali regional. Untuk mendapatkan anomali residual
dilakukan dengan cara pengurangan nilai CBA dengan anomali regional
sehingga didapatkan peta anomali residual.
Berdasarkan peta anomali residual dilakukan proses FHD dan SVD dan
menghasilkan kurva FHD dan kurva SVD untuk mengetahui batas litologi dan
jenis struktur patahan di daerah penelitian. Berdasarkan peta anomali residual
dilakukan pemodelan 2D dan 3D guna untuk mengetahui keadaan bawah
permukaan di daerah penelitian.
Interpretasi data gaya berat secara kuantitatif yaitu dengan
menggunakan pemodelan 2D dan 3D serta analisis derivative berupa FHD dan
SVD untuk mengetahui struktur bawah permukaan. Interpretasi secara
kuantitatif mengasumsikan distribusi rapat masa dan menghitung efek gaya
berat yang diamati. Kemudian interpretasi data secara kualitatif yaitu dengan
mengamati data gaya berat berupa anomali bouguer. Berdasarkan metode ini
dapat dilihat arah penyebaran anomali.

31
Gambar 12. Diagram Alir Penelitian

32
DAFTAR PUSTAKA
Al-anshori, Lutfi Munawar., Dadan, Dani Wardhana., Dadi, Rusdiana. (2018).
Penentuan Jebakan Sistem Hidrokarbon Dengan Metode Gaya Berat di
Daerah Majalengka. Wahana Fisika, Vol. 3, No. 1, p.1-10.
Andari, W., Karyanto., & Riski, K. (2019). Identifikasi Batas Sub-Cekungan
Hidrokarbon Menggunakan Analisis SHD (Second Horizontal Derivative)
dan SVD (Second Vertical Derivative) Berdasarkan Korelasi Data Gaya
Berat dan Seismik. Jurnal Geofisika Eksplorasi, Vol. 5, No.1, p. 60-74.
Bishop, M,G. 2001. South Sumatera Basin Province, Indonesia. USGS Open-file
report 99-50-S.
BPPKA. (1994). Petroleum geology of Indonesia basins. Pertamina: BPPKA.
Chumairoh, D.A., Adi, S., Dadan, D.W. (2014). Identifikasi Struktur Bawah
Permukaan Berdasarkan Data Gaya Berat di Daerah Koto Tangah,
Kota Padang, Sumatera Barat. Brawijaya Physics Student Journal. LIPI-
15084.
Cordell, L. (1979). Gravimetric Expression of Graben Faulting in Santa Fe
Country and Espanola Basin, New Mexico. Geol. Sot. Guidebook, 30th
Field Conf., 59-64.
Dewi, I.K., Fitria, P., Nasri, M.Z., Agustyadi, M. (2020). Pemodelan 3d Data
Gravity Untuk Identifikasi Struktur Pembentukan Cekungan
Hidrokarbon Wilayah Bajubang Provinsi Jambi. Jurnal Geofisika
Eksplorasi,. Vol. 06 No. 03.
Elkins, T. A. (1951). The Second Derivative Method of Gravity Interpretation.
Geophysics, Vol. 16 (1): 29-50.
Erviawan, I. (2011). Lipatan. Makasar: UIN Makasar.
Febriansyah, Dicky., Nandi, H., Suharno, Imam, S. (2017). Studi Pola Sub-
Cekungan Hidrokarbon Menggunakan Analisis Spectral Decomposition,
Pemodelan 2D Dan Pemodelan 3D Berdasarkan Data Gayaberat Daerah
Longiram, Kalimantan Timur, menggunakan analisis FHD dan SVD.
Jurnal Geofisika Eksplorasi, Vol. 3, No. 3.
Fitriani, D.S., Sari, N.A., Ichwan, F.P. 2020. Metode Gravitasi Untuk Identifikasi
Sesar Weluki Dengan Analisis First Horizontal Derivative Dan Second
Vertical Derivative. Prosiding Seminar Nasional Fisika, Volume IX
Gafoer. S., Burhan. G., Purnomo J. (1986). Laporan Geologi Lembar Palembang,
Sumatera Skala 1 : 250.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Geologi.
Ginger, D., dan Fielding, K. (2005). The Petroleum System and Future Potential
of The South Sumatera Basin. Proceedings Indonesian Petroleum

33
Association, 30th Annual Convention & Exhibition, Indonesian Petroleum
Association, 67-90.
Grant, F., dan West, G. (1965). Gravity and Magnetic Methods. Toronto:
University of Toronto.
Heidrick, T. L., dan Aulia, K. (1993). A Structural and Tectonic Model of The
Coastal Plains Block, Central Sumatra Basin, Indonesia. Proceedings
Indonesian Petroleum Association, 22nd Annual Convention, Vol. I, 285-
317.
Jacobs, J. A., R. D. Russell, dan J. T. Wilson. (1974). Physics and Geology. New
York: McGraw-Hill Book Company.
Kadir, W.G.A. (2000). Eksplorasi Gaya Berat dan Magnetik. Bandung : Institut
Teknologi Bandung.
Kearey, P., Brooks, M., dan Hill, I. (2002). An Introduction to Geophysical
exploration. Blackwell Science.
Longman, I.M. (1959). Formulas for Computing The Tidal Acceleration due to The
Moon and The Sun. Journal Geophysics Research, (64): 2351-2355.
Panggabean, Hermes., Santy., Lauty, D. (2012). Sejarah Penimbunan Cekungan
Sumatera Selatan dan Implikasinya Terhadap Generasi Hidrokarbon.
Geo-Resources. Bandung : Badan Geologi.
Pulunggono, A., Cameron, N.R. (1984). Sumatran Microplates, Their
Characteristics And Their Role In Evolution Of The Central And South
Sumatra Basin. Proceed. 13th Ann. Conv. IPA, p. 121-143.
Pulunggono, A., Haryo A., Kosuma, C.G. (1992). “Pre-Tertiary and Tertiary
Fault System As A Framework of The South Sumatra Basin: A Study of
SAR-MAPS”. Proceedings Indonesian Petroleum Association 21st Annual
Convention, p. 339-360.
Rahmania, M., T. F. Niyartama, dan A. Sungkowo. (2010). Penentuan Jenis
Sesar pada Gempa bumi Sukabumi 2 September 2009 Berdasarkan
Gerak Awal Gelombang p, Proceedings of Seminar Nasional VI SDM
Tektonologi Nuklir ISSN, 176.
Reynolds, J.M. (1997). An introduction to applied and environmental geophysics,
New York: John Wiley & Sons, Inc.
Reynolds, J. M. (2011). An Introduction to Applied and Environmental Geophysics.
New York : John Wiley & Sons, Inc.
Rosid, M. S., dan Rosa, E. (2012). Fault Determination Using Gravity Anomaly
Data Singkarak Area, West Sumatra, Proceeding of 2nd Basic Science
International Conference, FMIPA-UB, Malang.

34
Rosid, M.S., Nur, N., Tullailah., Ricky, A.D. (2020). Identifikasi Potensi
Hidrokarbon Di Daerah “X” Sedimen Pra-Tersier Cekungan Sumatera
Utara Menggunkan Data Gravitasi Dan Seismik. Jurnal Fisika. ISSN
2088-1509.
Sardjito, Fadianto, E., Djumlati., Hamen, S. (1991). Hydrocarbon Prospect Of
Pre Tertiary Basement In Kuang Area, South Sumatera. Proceeding Of
IPA, 20th Annual Convention. Indonesia.
Sota, Ibrahim. 2011. Pendugaan Struktur Patahan Dengan Metode Gaya berat.
Positron. Vol. I, No. 1 (2011), Hal. 25-30.
Sari, Lasmita., Sehah dan Hartono. (2018). Penerapan Second Vertical
Derivative (SVD) Pada Data Gravitasi Untuk Mengidentifikasi Keberadaan
Patahan Di Sepanjang Pegunungan Serayu Selatan Kabupaten
Banyumas. Jurnal Teras Fisika, Vol 1, No 2.
Sarkowi, Muh. (2011). Diktat Kuliah: Metode Eksplorasi Gayaberat. Bandar
Lampung: Universitas Lampung.
Sarkowi. (2014). Eksplorasi Gaya Berat. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Scholz, C. (2019). The Mechanics of Earthquakes and Faulting. In The Mechanics
of Earthquakes and Faulting. Cambridge: Cambridge University Press.
Subagio, Hidayat., Zulimatul, Safa’ah Praromadani. (2020). Interpretasi Struktur
Geologi Bawah Permukaan Berdasarkan Updating Data Gaya Berat
Cekungan Banyumas, Jawa Tengah. Jurnal Geologi dan Sumberdaya
Mineral, Vol. 21, No. 3, hal 111-118
Supriyanto. (2007). Analisis Data Geofisika: Memahami Teori Inversi, Depok :
Departemen Fisika FMIPA Universitas Indonesia.
Talwani, M., Worzel, J. L and Ladisman, M. (1959). Rapid Gravity Computation
for Two Dimensional Bodies with Application to The Medicino Submarine
Fractures Zone. Journal of Geophysics Research, Vol. 64, No. 1.
Telford, W. M., W. Telford, L. Geldart, R. E. Sheriff, dan R. Sheriff. (1990).
Applied geophysics. Cambridge university press.
Wachidah dan Minarto. (2018). “Identifikasi Struktur Lapisan Bawah
Permukaan Daerah Potensial Mineral dengan Menggunakan Metode
Gravitasi di Lapangan “A”, Pongkor, Jawa Barat”. Jurnal Sains dan
Seni ITS. Vol 7 (1), p. 32-37.
Wardhana, Dadan D., Kamtono., Karit, L. Gaol. (2016). Struktur Tinggian di Sub
Cekungan Majalengka Berdasarkan Metode Gaya Berat. Riset Geologi
dan Pertambangan. Vol 26, No 2, p. 85-99.

35
Zaenudin, A., Sarkowi, M., dan Suharno. (2013). Pemodelan Sintetik Gradien
Gaya Berat Untuk Identifikasi Sesar. Prosiding Seminar Nasional, LPPM
UNILA.
Zaenudin, Ahmad. (2018). Studi Identifikasi Studi Identifikasi Struktur Geologi
Bawah Permukaan Untuk Mengetahui Sistem Sesar Berdasarkan
Analisis First Horizontal Derivative (FHD), Second Vertical Derivative
(SVD), Dan 2,5D Forward Modeling Di Daerah Manokwari Papua Barat.
Jurnal Geofisika Eksplorasi, Vol. 4, No.2, p. 173-186.
Zhou X., Zhong B., and Li X. (1990). Gravimetric Terrain Correction by
Triangular-Element Method. Geophysics, 55: 232-238.

36

Anda mungkin juga menyukai