Anda di halaman 1dari 78

LAPORAN GEOINFORMATIKA

“PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK PETA ANALISIS


DAERAH RAWAN BENCANA EROSI”
(STUDI KASUS : KOTA BATU)

Diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan


Mata Kuliah Geoinformatika, yang dibina oleh :
Dedy Kurnia Sunaryo, ST., MT.

Disusun Oleh :

EKO HARYANTO 1725028


MUHAMMAD ZHORIF NASRI 1725038
CHRISTIAN C.R. LETE BORO 1725052
VIKANISA RAHMADANY 1725067
KEVINSANO TENIWUT 1725079

TEKNIK GEODESI
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL
MALANG
2020

i
LEMBAR PERSETUJUAN
LAPORAN GEOINFORMATIKA

Laporan Praktikum ini diajukan sebagai syarat kelulusan mata kuliah


Geoinformatika di Jurusan Teknik Geodesi, Fakultas Teknik Sipil dan
Perencanaan Institut Teknologi Nasional Batu Tahun ajaran 2019/2020.

Persetujuan ini diberikan kepada:


Nama/Nim : Eko Haryanto (1725028)
Muhammad Zhorif Nasri (1725038)
Christian C.R. Lete Boro (1725052)
Vikanisa Rahmadany (1725067)
Kevinsano Teniwut (1725079)
Jurusan : Teknik Geodesi

Laporan ini disetujui oleh dosen pembimbing mata kuliah Pemrograman


Komputer di Institut Teknologi Nasional Batu.

Dosen Pembimbing

Dedy Kurnia Sunaryo, ST., MT.

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa , karena atas
rahmatnya kegiatan penulisan laporan ini dapat terselesaikan. Laporan ini
merupakan realisasi dari kegiatan perkuliahan yang penulis lakukan untuk
melaksanakan kewajiban mahasiswa kepada dosen mata kuliah Geoinformatika..
Dalam penulisan laporan ini penulis masih banyak memiliki kekurangan
dan kesalahan dalam penulisan ataupun penyusunan laporan. Untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik untuk lebih menyempurnakan laporan ini.
Dalam pelaksanaan penulisan laporan, penulis banyak mendapat bantuan,
bimbingan dan saran dari berbagai pihak, untuk itu penulis menyampaikan terima
kasih kepada :
1. Kedua orang tua yang telah banyak memberikan semangat, doa, dan bantuan
baik moral maupun material dalam penulisan laporan ini.
2. Bapak Dedy Kurnia Sunaryo, ST., MT. selaku dosen pembimbing atas saran
dan arahannya selama ini.
3. Rekan – rekan lainnya yang telah memberi sumbangan pikiran, semangat, dan
banyak membantu demi kesempurnaan laporan ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas amal kebaikan mereka semua
dan laporan ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.

Malang, Mei 2020

Penulis

ii
LEMBAR ASISTENSI
GEOINFORMATIKA
JURUSAN TEKNIK GEODESI

Nama : Eko Haryanto (1725028)


Muhammad Zhorif Nasri (1725038)
Christian C.R. Lete Boro (1725052)
Vikanisa Rahmadany (1725067)
Kevinsano Teniwut (1725079)

Jurusan : Teknik Geodesi


Dosen Pembimbing : Dedy Kurnia Sunaryo, ST., MT.

No Tanggal Catatan / Keterangan Tanda tangan

iii
No Tanggal Catatan / Keterangan Tanda tangan

iv
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN...................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
LEMBAR ASISTENSI.........................................................................................iii
DAFTAR ISI...........................................................................................................v

BAB 1: PENDAHULUAN.....................................................................................1
1.1 Latar Belakang........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................2
1.3 Tujuan Penelitian....................................................................................2
1.4 Manfaat Penelitian..................................................................................2

BAB II : LANDASAN TEORI..............................................................................3


2.1 Erosi..........................................................................................................3
2.2 Bahaya Erosi............................................................................................4
2.3 Basis Data dalam Sistem Informasi Geografis......................................5
2.4 Sistem Informasi Geografis....................................................................8
2.5 Penerapan Sistem Informasi Geografis untuk Identifikasi
dan Pemetaan Daerah Rawan Erosi......................................................9
2.6 Topologi....................................................................................................12
2.7 Overlay.....................................................................................................13
2.8 Query ArcMap.........................................................................................15
2.9 Layout Peta..............................................................................................16
2.10 Kriteria Daerah Rawan Erosi................................................................17
2.11 Analisis Pembobotan dan Skoring Peta Rawan Erosi.........................18

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN........................................................39


3.1. Alat..........................................................................................................13
3.2 Diagram Alir Penelitian........................................................................17
3.3 Desain Basis Data...................................................................................24
3.4 Langkah-langkah Pembuatan Basis Data pada MS Access..............31
3.5 Menampilkan Data Spasial pada ArcMap .........................................49
3.6 Topologi..................................................................................................58
v
3.7 Join Data Spasial dan Non Spasial.......................................................67
3.8 Langkah-Langkah Overlay..................................................................78
3.9 Query pada ArcMap.............................................................................82
3.10 Pembuatan Layout Peta........................................................................84

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN...........................................................95


4.1 Hasil Analisis..........................................................................................95
4.2 Pembahasan Analisis.............................................................................98

BAB V : PENUTUP...........................................................................................103
5. 1 Kesimpulan...........................................................................................103
5.2 Saran.....................................................................................................103

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................104
LAMPIRAN........................................................................................................
DOKUMENTASI DISKUSI KELOMPOK MELALUI DARING
(APLIKASI ZOOM)..........................................................................................

vi
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Erosi merupakan proses geomorfologi, yaitu terlepas dan
terangkutnya material bumi oleh tenaga geomorfologi. Proses
geomorfologi tersebut tercakup dalam studi geomorfologi, yaitu ilmu yang
mempelajari bentuk lahan (landform) secara genetik dan proses yang
mempengaruhi bentuk lahan serta menyelidiki hubungan timbal balik
antara bentuk lahan dan proses-proses itu dalam susunan keruangan
(Zuidam dan Zuidam Cancelado 1979 dalam Taryono, 2000).
Perkembangan di bidang komputer akan banyak membantu jalan
keluar bagi permasalahan erosi. Kini berbagai macam program pada
komputer sudah banyak digunakan untuk membuat peta dan digunakan
untuk analisis. Dengan menggunakan komputer, pekerjaan dalam
menganalisi daerah rawan erosi lebih mdah dan relatif lebih singkat
dibandingkan dengan penglihatan secara langsung. Setiap peta yang
dijadikan parameter daerah rawan erosi di-overlay dan akan menghasilkan
peta daerah rawan erosi.
Kota Batu, secara geografis berada pada 7°44’– 8°26’ Lintang
Selatan dan 122°17’–122°57’ Bujur Timur dengan luas wilayah 202,30
Km2. Wilayah kota ini berada di ketinggian 680-1.200 meter dari
permukaan laut dan diapit oleh 3 buah gunung yang telah dikenal yaitu
Gunung Panderman (2010 meter), Gunung Arjuna (3339 meter), Gunung
Welirang (3156 meter). Kondisi topografi yang bergunung-gunung dan
berbukit-bukit menjadikan Kota Batu bersuhu udara rata-rata 15-19 derajat
Celsius.
Penelitian ini dapat dijadikan metode alternatif untuk menganalisis
tingkat kerawanan daerah yang terkena erosi. Diharapkan hasil penelitian
dapat menjadi salah satu bahan pertimbangan dalam upaya penanganan
daerah rawan erosi di kota Batu, Jawa Timur.

1
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalahnya adalah :
1) Bagaimana tingkat erosi di Kota Batu ?
2) Bagaimana persebaran daerah rawan erosi di Kota Batu ?
3) Bagaimana pembuatan peta untuk analisis daerah rawan bencana di
Kota Batu ?
4) Bagaimana melakukan analisis terhadap bencana erosi menggunakan
Sistem Informasi Geografis di Kota Batu ?

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan pada permasalahan dan latar belakang yang telah dijelaskan di
atas, maka tujuan dari praktikum ini diantaranya adalah :
1) Melakukan pemetaan daerah rawan erosi di Kota Batu.
2) Mengetahui persebaran daerah rawan erosi di Kota Batu.
3) Menganalisis hasil pemetaan rawan erosi di Kota Batu.

1.4 Manfaat Penelitian


Adapun manfaat dari penelitian ini ialah :
1) Mengembangkan aplikasi SIG dengan menggunakan data spasial
dan non spasial sebagai pemanfaatan dalam kehidupan masyarakat.
2) Mengembangkan aplikasi sistem informasi geografi (SIG) dalam
pengolahan data sehingga menghasilkan Peta Rawan erosi di kota
Batu agar Mahasiswa mampu membuat aplikasi sistem informasi
geografi (SIG).

2
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Erosi
Erosi adalah hilangnya atau terkikisnya tanah atau bagian-bagian tanah
dari suatu tempat yang diangkut oleh air atau angin ke tempat lain.
Erosi menyebabkan hilangnya lapisan tanah atas yang subur dan
baik untuk pertumbuhan tanaman serta berkurangnya kemampuan tanah
untuk menyerap dan menahan air, sehingga kerusakan yang ditimbulkan
oleh erosi terjadi di dua tempat, yaitu (1) pada tanah tempat erosi terjadi
dan (2) pada tempat tujuan akhir tanah yang terangkut tersebut diendapkan
(Arsyad, 1989). Berdasarkan keadaannya, ada dua macam erosi, yaitu
erosi normal (geological erosion) adalah erosi yangterjadi secara alami,
dimana kecepatan erosi yang terjadi seimbang dengan proses pembentukan
tanah. Erosi normal merupakan kejadian yang alami dan berjalan
sangat lambat, sehingga memungkinkan terbentuknya tanah yang tebal,
dan tidak mengganggu pertumbuhan tanaman yang ada dan erosi
dipercepat (accelerated erosion) adalah proses erosi yang lebih cepat dari
perkembangan tanah, sehingga dapat menimbulkan kerusakan (Arsyad, 1989).
Proses erosi yang disebabkan oleh air umumnya berlangsung di
daerah-daerah tropis lembab dengan curah hujan rata-rata melebihi 1500 mm
per tahun. Proses erosi ini meliputi tiga tahap yaitu pemecahan agregat,
pengangkutan dan pengendapan. Butir-butir air hujan yang jatuh akan
memecah agregat tanah menjadi partikel-partikel yang lebih kecil. Partikel
tanah yang halus akan terangkut oleh limpasan air permukaan dan akan
diendapkan didaerah yang lebih rendah (Kartasapoetra, 1988).
Percikan air hujan merupakan media utama pelepasan partikel tanah
pada erosi yang disebabkan oleh air.Pada saat butiran air hujan mengenai
permukaan tanah yang gundul, partikel tanah terlepas dan terlempar ke
udara.Karena gravitasi bumi, partikel tersebut jatuh kembali ke bumi.Pada
lahan miring partikel-partikel tanah tersebar ke arah bawah searah lereng.
Partikel-partikel tanah yang terlepas akan menyumbat pori-pori tanah.
Percikan air hujan juga menimbulkan pembentukan lapisan tanah keras pada
lapisan permukaan.

3
Hal ini mengakibatkan menurunnya kapasitas dan laju infiltrasi tanah.
Pada kondisi dimana intensitas hujan melebihi laju infiltrasi, maka akan terjadi
genangan air di permukaan tanah, yang kemudian akan menjadi aliran
permukaan. Aliran permukaan ini menyediakan energi untuk mengangkut
partikel-pertikel yang terlepas baik oleh percikan air hujan maupun oleh
adanya aliran permukaan itu sendiri. Pada saat energi aliran permukaan
menurun dan tidak mampu lagi mengangkut partikel tanah yang terlepas,
maka partikel tanah tersebut akan mengendap baik untuk sementara atau tetap
(Suripin, 2004).

2.2 Bahaya Erosi


Bahaya erosi tanah adalah keadaan yang memungkinkan bahwa
erosi tanah akan segera terjadi dalam waktu yang relatif dekat, atau
dalam hal apabila erosi tanah telah terjadi di suatu daerah, maka bahaya
erosi tanahadalah tingkat erosi tanah yang akan terjadi di masa mendatang.
Faktor-faktor yang mempengaruhi erosi tanah adalah iklim, topografi
tanah, vegetasi, dan tindakan manusia terhadap lahan. Faktor-faktor erosi
tanah yang sifatnya relatif permanen, yakni iklim, topografi, dan tanah
menentukan besar erosi potensial dan apabila faktor-faktor tersebut ditambah
dua faktor lainnya yakni vegetasi dan tindakan manusia terhadap lahan
menentukan bahaya erosi aktual (Anonim, 2002).
Bahaya erosi adalah suatu perkiraaan maksimum kehilangan tanah
pada suatu unit lahan apabila pengelolaan tanah dan tanaman tidak mengalami
perubahan. Bahaya erosi merupakan suatu ukuran yang digunakan
sebagai dasar pembuatan Rencana Teknik Lapang Rehabilitasi Lahan dan
Konservasi Tanah. Jika besarnya erosi yang terjadi dan batas erosi maksimum
yang masih dapat dibiarkan pada suatu daerah telah diteliti, maka
penggunaan dan perlakuan yang diberikan harus direncanakan sedemikian
rupa sehingga laju erosi yang terdapat pada daerah tersebut tidak
melampaui batas yang ditentukan sehingga produktivitas dapat
ditingkatkan tanpa mengurangi kesetimbangan sumber daya alam
(Notohadiprawiro, 2000)

4
2.3 Basis Data dalam Sistem Informasi Geografis
Sistem informasis Geografis (SIG) tidak dapat dilepaskan dengan basis
data, sebab SIG sendiri memerlukan data (spasial dan atribut) yang disimpan
di dalam basis data spasial (dimana data atribut terdapat di dalamnya). Selain
itu, semua perangkat SIG-pun secara inherent telah dilengkapi dengan
kemampuan dalam mengelola basis data.
Konsep mengenai basis data dapat dipandang dari beberapa sisi. Dari
sudut pandang sistem, basis data dimaknai sebagai kumpulan tabel- tabel
(logika) atau bahkan files (fisik) yang saling berelasi satu sama lainnya.
Sementara dari sisi manajemen, basis data dapat dipandang sebagai kumpulan
data yang memodelkan aktivitas-aktivitas yang terdapat diidalam enterprise-
nya. Selain itu, dalam pengertian yang lebih umum, basis data juga
mengandung pengertian sebagai kumpulan data non-redundant yang dapat
digunakan bersama (shared) oleh sistem-sistem yang berbeda atau dengan
kata lain, basis data adalah kumpulan data (file) non- redundant yang saling
terkait satu sama lainnya (yang dinyatakan oleh atribut-atribut kunci milik
tabel-tabelnya / struktur data berikut relasi-relasinya)
Di dalam usaha membentuk bangunan informasi yang penting
(enterprise). Berikut adalah beberapa pengertian dari basis data yang telah
dikembangkan atas dasar sudut pandang yang sedikit berbeda :
 Himpunan kelompok data (file/arsip) yang saling berhubungan dan
diorganisasikan sedemikian rupa agar kelak dapat dimanfaatkan kembali
dengan cepat dan mudah.
 Kumpulan data yang saling berhubungan dan disimpan bersama
sedemikian rupa tanpa pengulangan yang tidak perlu (redudancy) untuk
memenuhi berbagai kebutuhan.
 Kumpulan file/tabel/arsip yang saling berhubungan dan disimpan di dalam
media penyimpanan elektronik.
Kehadiran terminologi “basis data” mengimplementasikan adanya
sebuah pengertian mengenai keterpisahan antara (media) penyimpanan
(storage) fisik data (basis data itu sendiri) dengan program-program aplikasi
(user/programmer-developed) yang mengaksesnya (termasuk DBMS terkait),
untuk mencegahnya sebisa mungkin dari masalah saling bergantungan
(dependence) di antara keduanya.

5
Sehubungan dengan hal ini, maka dengan menggunakan perangkat
sistem basis data, baik pengguna, pemrogram, maupun developer program
aplikasinya tidak perlu mengetahui informasi detail mengenai bagaimana data
yang bersangkutan disimpan di dalam basis datanya. Meskipun demikian
dengan basis data, baik proses perubahan, editing, maupun updating terhadap
datanya dapat dilakukan tanpa mempengaruhi komponen-komponen lainnya
yang terdapat di dalam sistem yang bersangkutan. Perubahan yang dimaksud
dapat mencakup perubahan format data (konversi), struktur file, atau relokasi
data dari satu perangkat ke perangkat-perangkat lainnya.
Basis data geografis (Geographic Digital Database) terdiri dari tiga
jenis data yang berbeda sumbernya, yaitu:
1. Data Raster, data ini bersumber dari hasil rekaman satelit atau
pemotretan udara. Model data Raster menampilkan, menempatkan
dan menyimpan data spasial dengan menggunakan struktur matrik
atau piksel-piksel yang membentuk grid. Setiap piksel memiliki nilai
tertentu dan memiliki atribut tersendiri, termasuk nilai koordinat yang
unik. Tingkat keakurasian model ini sangat tergantung pada ukuran
piksel atau biasa disebut dengan resolusi.
1. Data Vektor, data bersumber dari hasil pemetaan topografi atau pata
tematik, atau bisa juga dengan melakukan vektorisasi dari data raster
menjadi data vektor. Model data vektor merupakan model data yang
paling banyak digunakan, model ini berbasiskan pada titik (points)
dengan nilai koordinat (x,y) untuk membangun obyek spasialnya.
Obyek yang dibangun terbagi menjadi tiga bagian lagi yaitu :
a Titik (point), Contoh : Lokasi Fasilitasi Kesehatan, Lokasi Fasilitas.
a Garis (line), Contoh : Jalan, Sungai, dll.
a Area (polygon), Contoh : Danau, Persil Tanah, dll
1. Data Alphanumerik, data ini bersumber dari catatan statistic atau
sumber lainnya, yang sifatnya sebagai deskripsi langsung dari data
spasial.
Keuntungan penggunaan basis data bila dibandingkan dengan sistem
pemrosesan file (tradisional) yang (pernah) didukung oleh sistem operasi
konvensional, maka penggunaan basis data akan mendatangkan keuntungan-
keuntungan seperti berikut :

6
a. Mereduksi keberadaan duplikasi data (minimum redudancy data yang
pada gilirannya akan mencegah datangnya masalah inkonsistensi dan
isolasi data).
b. Mudah dikembangkan lebih lanjut, baik struktur maupun dimensinya.
c. Memperoleh kemudahan, kecepatan, dan efisiensi (data sharing dan
availability) akses (pemanggilan) data.
d. Mendapatkan potensi fasilitas penjagaan integritas data.
e. Menyebabkan data menjadi self-documented dan self-descriptive
(dengan kehadiran metadata yang bersangkutan).
f. Mereduksi biaya pengembangan perangkat lunak aplikasi terkait.
g. Meningkatkan faktor keamanan data (security).
Enterprise adalah bagian (dari) dunia nyata (objek [yang dianggap]
penting) dan dimodelkan menggunakan basis data. Bentuk enterprise dapat
berupa badan hukum atau individu yang menjalankan tugas -tugasnya
sehubungan dengan aktivitas sehari- hari. Sebagai contoh, enterprise dapat
berupa objek-objek atau institusi yang penting seperti halnya perpustakaan,
sekolah perumahan, rumah sakit, bank dan lain sejenisnya. Sebuah apotik juga
merupakan sebuah enterprise yang tugas-tugasnya antara lain melibatkan
pembelian bahan baku, peracikan dan penjualan obat-obatan. Dengan
demikian, yang dapat disebut sebagai enterprise adalah objek-objek penting,
organisasi, proses yang bekerja pada suatu sistem, atau bahkan sistem itu
sendiri.
Enterprise rules adalah aturan-aturan yang digunakan untuk
mendefenisikan hubungan-hubungan (keterkaitan atau relasi) antara suatu
entity set dengan entity set lainnya (entity relationship) beserta operasinya
(prosedur atau fungsi yang dapat dikenakan terhadap entity set yang
bersangkutan). Atau dengan kata lain enterprise rules adalah aturan- aturan
yang dipakai untuk menegaskan hubungan antar antity set dalam suatu basis
data. Penegasan ini sangat berguna, diantaranya untuk melihat apakah suatu
entity set akan bersifat harus ada (obligatory), atau tidak harus ada (non-
obligatory). Enterprise rules yang berlaku pada suatu basis data bisa jadi tidak
berlaku pada basis data yang lain (sekalipun sejenis). Setiap basis data
memiliki enterprise rules tersendiri yang cenderung bersifat unik.

7
2.4 Sistem Informasi Geografis
Sistem informasi Geografis adalah suatu sistem informasi tentang
pengumpulan dan pengolahan data serta penyampaian informasi dalam
koordinat ruang, baik secara manual maupun digital. Data yang diperlukan
merupakan data yang mengacu pada lokasi geografis, yang terdiri dari dua
kelompok, yaitu data grafis dan data atribut. Data grafis tersusun dalam bentuk
titik, garis, dan poligon. Sedangkan data atribut dapat berupa data kualitatif
atau kuantitatif yang mempunyai hubungan satu-satu dangan data grafisnya
(Barus et al. 2000).
Menurut ESRI (1999), Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah suatu
alat berbasis komputer untuk memetakan dan meneliti hal-hal yang ada dan
terjadi di muka bumi. Sistem Informasi Geografis mengintegrasikan operasi
database umum seperti query dan analisa statistik dengan visualisasi yang unik
dan manfaat analisa mengenai ilmu bumi yang ditawarkan oleh peta.
Kemampuan ini menjadi penciri Sistem Informasi Geografis dari sistem
informasi lainnya, dan sangat berguna bagi suatu cakupan luas perusahaan
swasta dan pemerintah untuk menjelaskan peristiwa, meramalkan hasil, dan
strategi perencanaan.
Menurut Barus dan Wiradisastra (2000), Sistem Informasi Geografis
(SIG) merupakan alat yang handal untuk menangani data spasial. Dalam SIG,
data dipelihara dalam bentuk digital. Sistem ini merupakan suatu sistem
komputer untuk menangkap, mengatur, mengintegrasi, memanipulasi,
menganalisis dan menyajikan data yang bereferensi ke bumi. Komponen
utama SIG dapat dibagi ke dalam 4 kelompok, yaitu: perangkat keras,
perangkat lunak, organisasi (manajemen), dan pemakai.
Sistem informasi geografi (SIG) pada saat ini sudah merupakan
teknologi yang dianggap biasa pada kalangan perencana atau kelompok-
kelompok lain yang berkecimpung dalam hal pemetaan sumberdaya. Dua
dekade sebelum ini terjadi juga pada Penginderaan Jauh (PJ) atau Remote
Sensing, walaupun tidak secepat kepopuleran SIG. Kedua teknologi tersebut
merupakan teknologi informasi atau lebih spesifik lagi teknologi informasi
spasial karena berkaitan dengan pengumpulan dan pengolahan data spasial.
(Barus et al. 2000).

8
a. Subsistem Sistem Informasi Geografis
Sistem Informasi Geografi mempunyai beberapa subsistem, yaitu :
 Data Input Subsistem ini bertugas untuk mengumpulkan
data dan mempersiapkan data spasial dan atribut dari
berbagai sumber dan bertanggung jawab dalam mengkonversi
atau mentransformasikan format data aslinya kedalam format
yang dapat digunakan oleh SIG.
 Data output Subsistem ini menampilkan atau menghasilkan
keluaran seluruh atau sebagian basis data baik dalam
bentuk softcopymaupun bentuk hardcopy seperti: tabel, grafik
dan peta.
 Data Management Subsistem ini mengorganisasikan baik data
spasial maupun data atribut ke dalam sebuah basis data
sedemikian rupa sehingga mudah dipanggil, di-update dan di-
edit.
 Data Manipulation & Analysis, Subsistem ini menentukan
informasi-informasi yang dapat dihasilkan oleh SIG dan
melakukan manipulasi serta pemodelan data untuk
menghasilkan informasi yang diharapkan. Jika subsistem SIG
tersebut diperjelas berdasarkan uraian jenis masukan,
proses, dan jenis keluaran yang ada didalamnya, maka
subsistem SIG dapat juga digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.1 Tampilan Subsistem SIG


b. Sumber Data Sistem Informasi Geografis (SIG)
 Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari lapangan.
Data spasial primer dapat diperoleh dari pengukuran terestis

9
(pengukuran secara langsung dilapangan dengan cara mengambil
data berupa ukuran sudut dan/atau jarak), pengukuran
fotogrametris (blow-up atau peta foto yang merupakan hasil
pemetaan fotogrametrik), data citra satelit (merupakan hasil
rekaman satelit dengan teknik Remote Sensing) dan pengukuran
dengan GPS, sedangkan untuk data non-spasial primer dapat
diperoleh melalui survey langsung dari lapangan.
 Data Sekunder adalah data yang diperoleh dengan tidak secara
langsung melakukan survey dilapangan. Data spasial sekunder
dapat diperoleh dari peta Rupabumi (Peta Topograpi) dari
Bakosurtanal, peta pendaftaran tanah dari BPN, peta pajak bumi
dan bangunan dari PBB dan lain-lain. Sedangkan data non-spasial
sekunder dapat diperoleh dari instansi seperti Biro Pusat Statistik
(BPS).
c. Pengolahan Data SIG
Data adalah bahan dasar berupa fakta, keadaan, kondisi,
fenomena, dan sebagainya mengenai objek, orang dan lain-lain yang
dinyatakan oleh nilai (angka, karakteristik atau symbol-simbol
lainnya) [Kadir 99]. Ada dua jenis data didalam pembuatan sistem
informasi yaitu:
 Data Spasial (Keruangan) adalah data yang memiliki
keruangan dimana berbagai data atribut terletak dalam
berbagai unit spasial. Data spasial dibagi menjadi tiga bagian
yaitu: data spasial titik, garis dan luasan serta diterjemahkan
oleh komputer dalam bentuk simpul (node), bagian/segmen
(arc), garis (line), dan polygon (polygon).
 Data Non-spasial (Atribut) adalah data yang memberi
keterangan atau mendeskripsikan data spasial (keruangan).
Data tersebut disimpan untuk melengkapi informasi yang
berkaitan dengan setiap objek yang terproyeksi, dalam
pelaksanaannya file atribut akan dibuat dalam bentuk tabel-
tabel dan hubungan antar tabel ini mengacu pada konsep
relasi antar tabel satu dengan yang lainnya dan akan dapat
membuat query dalam menjawab suatu pertanyaan dalam
penggunaannya.

10
2.5 Penerapan Sistem Informasi Geografis untuk Identifikasi dan Pemetaan
Daerah Rawan Erosi
Terjadinya erosi maupun bencana alam lainnya terjadi karena adanya
kesalahan dalam pengelolaan yang baik. Pekerjaan tersebut dapat dilakukan
dengan menggunakan teknologi informasi berbasis spasial atau lokasi yaitu
Sistem Informasi Geografis (SIG).
Peta Bencana Berbasis SIG, Sistem Informasi Geografi adalah suatu
sistem yang diaplikasikan untuk memperoleh, menyimpan, menganalisa dan
mengelola data yang terkait dengan atribut, secara spasial. Pada kondisi yang
lebih umum, SIG adalah cara yang memudahkan pengguna untuk membuat
query interaktif, menganalisa informasi spasial dan mengedit data. Ilmu
informasi geografis adalah ilmu yang mengkombinasikan antara penerapan
dengan sistem.
Sistem Informasi Geografis menyimpan informasi tentang bumi
sebagai sebuah koleksi layer-layer tematik yang mana kesemuanya dapat
dihubungkan secara bersamaan. Dengan cara demikian, data lebih fleksibel,
sehingga dapat digabungkan sesuai kebutuhan. SIG secara otomatis
menghubungkan data atribut dengan peta, sehingga ada keterkaitan di antara
keduanya. SIG merupakan teknologi yang sangat diandalkan saat ini untuk
perencanaan, pembangunan, dan pengelolaan wilayah yang berkelanjutan.
Teknologi ini dikembangkan untuk menangani data yang berbasis ruang atau
lokasi yang semakin dibutuhkan dalam pembangunan.
Kegiatan pembangunan banyak melibatkan data lokasi atau ruang.
Kapabilitas SIG dalam pemetaan bencana dengan informasi tentang daerah
sekelilingnya membuka trend gerografi yang unik dan pola spasial yang mana
mempunyai kejelasan visual, adalah lebih dapat dipahami dan membantu
mendukung proses pembuatan keputusan. Penggunaan SIG dalam rentang
manajemen resiko bencana dari pembuatan Basis data, inventori, overlay SIG
yang paling sederhana hingga tingkat lanjut, analisis resiko , analisis untung
rugi, proses geologi, statistik spasial, matriks keputusan, analisis sensitivitas,
proses geologi, korelasi, auto korelasi dan banyak peralatan dan algoritma
untuk pembuatan keputusan spasial yang komplek lainnya. Sebagai contoh
untuk membangun jalan, maka lokasi-lokasi yang akan dilewati jalan harus
ditentukan dengan tepat. Data tersebut menyangkut kondisi tanah, batua,

11
vegetasi, sosial ekonomi penduduk dan lain-lain yang semuanya terikat oleh
lokasi. Dalam kaitannya dengan pengelolaan lingkungan, SIG dapat
dimanfaatkan untuk memetakan kondisi lingkungan, melakukan pengukuran,
melakukan monitoring, dan melakukan pemodelan.
Erosi adalah suatu proses penghancuran tanah dan kemudian
dipindahkan ke tempat lain oleh kekuatan air, es, angin, dan gravitasi. Karena
itu, berdasarkan penyebabnya erosi dapat disebabkan oleh air, gelombang air
laut, es atau gletser, angin, dan gravitasi. Di Indonesia, erosi menjadi salah
satu permasalahan lingkungan yang cukup serius. Seiring dengan semakin
banyaknya hutan yang rusak, maka laju erosi semakin meningkat. Akibatnya,
lapisan tanah yang subur di Daerah Aliran Sungai (DAS) bagian hulu banyak
yang hilang dan mengurangi tingkat kesuburannya. Sementara itu, di DAS
bagian hilir terjadi sedimentasi, sehingga terjadi pendangkalan sungai, danau,
dan waduk. Pendangkalan dapat mengurangi daya tampung sungai sehingga
dapat menimbulkan erosi. Pendangkalan waduk yang dimanfaatkan untuk
Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dapat mengurangi produksi listrik.
Penanganan erosi dapat dimulai dengan menentukan dan memetakan
sebaran erosi pada suatu wilayah. Penentuan erosi dapat dilakukan dengan
pendekatan pengukuran langsung di lapangan maupun dengan mengukur
kerentanan atau potensi erosi dengan memperhatikan sejumlah variable seperti
kemiringan lahan, tutupan lahan, kondisi tanah, dan curah hujan. Untuk
menentukan potensi erosi, variable-variabel tersebut diolah dengan
menggunakan Sistem Informasi Geografis.

2.6 Topologi
Topologi adalah pendefinisian secara matematis yang menerangkan
hubungan relatif antara obyek yang satu dan yang lain. Dalam SIG topologi
didefinisikan oleh user sesuai dengan karakteristik data, missal polyline,
polygon maupun point. Setiap karakteristik data mempunyai aturan tertentu
secara default telah disediakan oleh software SIG. (Sudomo Ostip, S.Si – PT.
Duta Informatika).
Topologi adalah hubungan (relasional) antar feature yang terdapat
dalam SIG. Definisi lain menyebutkan bahwa topologi adalah prosedur
matematis yang secara eksplisit menyatakan hubungan spasial dari feature.
Feature sendiri adalah elemen yang terdapat dalam display layar, dapat berupa

12
titik, garis, ataupun poligon. Perlu diperhatikan bahwa topologi tidak sama
dengan topologi. Konsep topologi SIG dapat dibedakan menjadi:
1. Contiguity atau Adjacency, yaitu hubungan antar feature yang
bersebelahan,
2. Connectivity, yaitu garis yang saling berhubungan, dan
3. Areal definition, yaitu pembangkitan parameter pada suatu poligon.
Konsep topologi contiguity ini dipakai dalam menganalisis keterkaitan
antar daerah yang berdekatan. Contohnya adalah wilayah A yang dikelilingi
oleh wilayah B, C, dan D apabila terjadi kebakaran hutan maka wilayah B, C,
dan D akan menerima efek yang ditimbulkan oleh wilayah A.
Konsep topologi connectivity ini dipakai dalam menganalisis feature
garis. Misalkan terdapat jaringan jalan di provinsi Jawa Barat dan seseorang
akan menganalisis rute tercepat dari Bandung menuju Bogor maka hubungan
antar feature garis ini dapat dipakai. Connectivity ini dapat memberikan data
panjang jalan rute yang kita kehendaki.
Konsep topologi areal definition ini dipakai dalam pembangkitan data
suatu areal. Misalkan seseorang menghitung luas wilayah Kota Bogor dan
Kabupaten Bogor maka topologi yang dipakai adalah topologi areal definition.
Kontiguiti adalah identifikasi topologi dari poligon yang bersebelahan
dengan pencatatan polygon kiri dan polygon kanan dari setiap arc. Dan
definisi area adalah daftar arc yang pada akhirnya akan menentukan polygon.

2.7 Overlay
Overlay yaitu kemampuan untuk menempatkan grafis satu peta diatas
grafis peta yang lain dan menampilkan hasilnya di layar komputer atau pada
plot. Secara singkatnya, overlay menampalkan suatu peta digital pada peta
digital yang lain beserta atribut-atributnya dan menghasilkan peta gabungan
keduanya yang memiliki informasi atribut dari kedua peta tersebut. Overlay
merupakan proses penyatuan data dari lapisan layer yang berbeda. Secara
sederhana overlay disebut sebagai operasi visual yang membutuhkan lebih dari
satu layer untuk digabungkan secara fisik.
Pemahaman bahwa overlay peta (minimal 2 peta) harus
menghasilkan peta baru adalah hal mutlak. Dalam bahasa teknis harus ada
poligon yang terbentuk dari 2 peta yang di-overlay. Jika dilihat data
atributnya, maka akan terdiri dari informasi peta pembentukya. Misalkan

13
Peta Lereng dan Peta Curah Hujan, maka di peta barunya akan
menghasilkan poligon baru berisi atribut lereng dan curah hujan. Teknik
yang digunaan untuk overlay peta dalam SIG ada 2 yakni union dan
intersect. Jika dianalogikan dengan bahasa Matematika, maka union adalah
gabungan, intersect adalah irisan. Hati-hati menggunakan union dengan
maksud overlay antara peta penduduk dan ketinggian. Secara teknik bisa
dilakukan, tetapi secara konsep overlay tidak bisa dilakukan.

Gambar 2.2 Variabel Overlay dalam SIG


Ada beberapa fasilitas yang dapat digunakan pada overlay untuk
menggabungkan atau melapiskan dua peta dari satu daerah yang sama
namun beda atributnya yaitu :
1. Dissolve themes
Dissolve yaitu proses untuk menghilangkan batas antara poligon yang
mempunyai data atribut yang identik atau sama dalam poligon yang
berbeda. Peta input yang telah di digitasi masih dalam keadaan kasar,
yaitu poligon-poligon yang berdekatan dan memiliki warna yang sama
masih terpisah oleh garis poligon. Kegunaan dissolve yaitu
menghilangan garis-garis poligon tersebut dan menggabungkan
poligon-poligon yang terpisah tersebut menjadi sebuah poligon besar
dengan warna atau atribut yang sama.
2. Merge Themes
Merge themes yaitu suatu proses penggabungan 2 atau lebih layer
menjadi 1 buah layer dengan atribut yang berbeda dan atribut-atribut

14
tersebut saling mengisi atau bertampalan, dan layer-layernya saling
menempel satu sama lain.
3. Clip One Themes
Clip One themes yaitu proses menggabungkan data namun dalam
wilayah yang kecil, misalnya berdasarkan wilayah administrasi desa
atau kecamatan. Suatu wilayah besar diambil sebagian wilayah dan
atributnya berdasarkan batas administrasi yang kecil, sehingga layer
yang akan dihasilkan yaitu layer dengan luas yang kecil beserta
atributnya.
1. Intersect Themes
Intersect yaitu suatu operasi yang memotong sebuah tema atau layer
input atau masukan dengan atribut dari tema atau overlay untuk
menghasilkan output dengan atribut yang memiliki data atribut dari
kedua theme.
2. Union Themes
Union yaitu menggabungkan fitur dari sebuah tema input dengan
poligon dari tema overlay untuk menghasilkan output yang
mengandung tingkatan atau kelas atribut.
3. Assign Data Themes
Assign data adalah operasi yang menggabungkan data untuk fitur
theme kedua ke fitur theme pertama yang berbagi lokasi yang sama
Secara mudahnya yaitu menggabungkan kedua tema dan atributnya.

2.8 Query ArcMap


Pada tampilan ArcMap untuk kepentingan tertentu dibutuhkan
informasi mengenai data-data apa saja yang tercakup dalam peta tersebut.
Untuk mengetahui secara khusus suatu informasi, Anda dapat melakukan
Query. Query dapat diartikan sebagai proses memilih sebuah atau beberapa
bagian data untuk berbagai keperluan tertentu. Misalnya ingin mengetahui
lokasi dan informasi (atribut) dari suatu feature.
Query adalah semacam kemampuan untuk menampilkan suatu data
dari database dimana mengambil dari table-tabel yang ada di database, namun
tabel tersebut tidak semua ditampilkan sesuai dengan yang kita inginkan. data
apa yang ingin kita tampilkan. Pada umumnya, query terbagi menjadi dua
macam, select query dan action query. Dimana select query tersebut mengacu

15
pada permintaan untuk memperoleh data atau informasi yang terdapat didalam
database. Sedangkan action query merupakan permintaan yang berkaitan
dengan operasi-operasi seperti penambahan (insert), pembaruan (updating)
dan penghapusan (deletion). Query menjadi komponen terpenting dalam
pengolahan database.

Gambar 2.3 Tampilan Selection pada ArcMap

, untuk mengidentifikasi dan mendapatkan informasi mengenai


feature.
, untuk melakukan query feature pada ArcMap melalui atributnya.
, untuk melakukan pemilihan feature-feature secara interaktif.

2.9 Layout Peta


Layout peta merupakan pekerjaan terakhir setelah input data, editing
data, analisis data, penambahan label, dan pengaturan legenda daftar isi telah
dilakukan. Melalui fasilitas layout dapat membuat dan mengatur data mana
saja yang akan digunakan sebagai output dari proses atau analisis SIG yang
digunakan serta bagaimana data tersebut akan ditampilkan. Layout ini akan
bermanfaat untuk memperjelas peta dan memperindah secara tampilan, selain
itu tujuan yang lebih penting mengenai layout peta adalah sebagai atribut
pelengkap yang mampu menjelaskan isi peta, yang merupakan informasi-
informasi penting. Tanpa adanya layout, sebuah peta tidak akan berarti apa-
apa, dan hanya bermakna sebagai gambar biasa. Pentingnya layout ini pada
sebuah peta, sehingga perlu dilakukan pelatihan untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan dalam mendesain layout yang baik. Melalui
praktikum ini praktikan diharapkan akan mempunyai pengetahuan mengenai

16
layout dan dapat mengaplikasikannya untuk keperluan lain (Budiyanto, Eko,
2002).
Sebuah layout dapat bekerja dan mencapai tujuannya bila pesan-
pesan yang akan disampaikan dapat segera ditangkap dan dipahamin oleh
pengguna dengan suatu cara tertentu. Selanjutnya, sebuah layout harus
ditata dan dipetakan secara baik supaya pengguna dapat berpindah dari satu
bagian ke bagian yang lain dengan mudah dan cepat. Akhirnya, sebuah
layout harus menarik untuk mendapatkan perhatian yang cukup dari
penggunanya (Faculty Petra, 2011)

2.10 Kriteria Daerah Rawan Erosi


Kriteria analisis daerah rawan erosi adalah sebagai berikut :
1. Topografi (kelerengan)
Topografi merupakan tingkat kelerengan permukaan bumi.
Semakin datar permukaan tanah, maka resiko ancaman erosi
semakintinggi. Sementara topografi di wilayah Kota Batu secara umum
memang datar yaitu 0-2%. Hal ini menyebabkan area ini berpotensi
untuk dilanda erosi.
2. Jenis tanah
Tanah dengan tekstur sangat halus memiliki peluang
kejadian erosi yang tinggi, sedangka tekstur yang kasar memiliki
peluang kejadian erosi yang rendah.
3. Curah hujan
Curah hujan merupakan salah satu komponen pengendali
dalam sistem hidrologi. Curah hujan yang tinggi dan lamanya hujan
merupakan aspek yang menentukan kerawanan suatu daerah terhadap
erosi.
4. Jenis Tutupan Lahan
Jenis tutupan lahan akan mempengaruhi tingkat permeabilitas
tanah untuk melepaskan air ke dalam tanah. Semakin banyak daerah
yang terbangun, maka air akan semakin sulit meresap ke dalam tanah.
Hal ini pun bisa menyebabkan erosi sulit untuk dihindari.

17
2.11 Analisis Pembobotan dan Skoring Peta Rawan Erosi
Pembobotan adalah pemberian bobot pada peta digital terhadap
masing–masing parameter yang berpengaruh terhadap erosi. Makin besar
pengaruh parameter terhadap kejadian erosi maka bobot yang diberikan
semakin tinggi (Tabel 1).
No Interval kelas Keterangan
1 6-8 Sangat Rendah
2 9 Rendah
3 10 Sedang
4 11 Berat
5 12-14 Sangat Berat
Tabel 1. Parameter Pembobotan

Pengskoran dimaksudkan sebagai pemberian skor terhadap masing-


masing kelas dalam tiap parameter. Pemberian skor ini didasarkan pada
pengeruh kelas tersebut tehadap erosi. Semakin tinggi pengeruhnya terhadap
erosi, maka skor yang diberikan akan semakin tinggi.
 Pemberian Skor Kelas Curah Hujan
Daerah yang mempunyai curah hujan yang tinggi akan lebih
mempengaruhi terhadap kejadian erosi. Berdasarkan hal tersebut, maka
pemberian skor untuk daerah curah hujan tersebut semakin tinggi.
pemberian skor kelas curah hujan dibedakan berdasarkan jenis data curah
hujan tahunan, dimana data curah hujan dibagi menjadi lima kelas (Tabel
2).

Tabel 2. Skor untuk kelas Curah Hujan

 Pemberian Skor Kelas Penggunaan Lahan


Penggunaan lahan akan mempengaruhi kerawanan erosi suatu
daerah. Penggunaan lahan akan berperan pada besarnya air limpasan hasil
dari hujan yang telah melebihi laju infiltrasi. Daerah yang banyak
ditumbuhi oleh pepohonan akan sulit mengalirkan air limpasan. Hal ini
disebabkan besarnya kapasitas serapan air oleh pepohonan dan lambatnya
air limpasan mengalir disebabkan tertahan oleh akar dan batang pohon,
sehingga kemungkinan erosi lebih kecil daripada daerah yang tidak
ditanami oleh vegetasi (Tabel 3).

18
No Kelas Skor
1 Tanah terbuka 90
2 Persawahan 90
3 Pemukiman 70
4 Kebun 30
5 Hutan 10
Tabel 3. Skor untuk kelas Penggunaan Lahan

 Pemberian Skor Kelas jenis tanah


Tanah dengan tekstur sangat halus memiliki peluang kejadian
erosi yang tinggi, sedangkan tekstur yang kasar memiliki peluang
kejadian erosi yang rendah. Hal ini disebabkan semakin halus tekstur
tanah menyebabkan air aliran permukaan yang berasal dari hujan maupun
luapan sungai sulit untuk meresap ke dalam tanah, sehingga terjadi
penggenangan. Berdasarkan hal tersebut, maka pemberian skor untuk
daerah yang memiliki tekstur tanah yang semakin halus semakin tinggi
(Tabel 4).

Tabel 4. Skor untuk kelas Tekstur

 Pemberian Skor Interval Kelas


Dalam laporan ini tingkat klasifikasi kelas yang kami
gunakan untuk membedakan daerah rawan erosi ada empat yaitu Sangat
Rendah, Rendah, Sedang, Berat, Sangat Berat untuk membedakan kelas
tersebut menggunakan rumus :

Jadi angka 10 adalah jarak interval untuk pemberian kelas


pada bencana rawan erosi di kota Batu, adapun kelas bencana rawan
erosi sebagai berikut:

19
Gambar 2.4 Tampilan Jenis Interval Kelas rawan erosi

20
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Alat
Untuk menyelesaikan suatu pemodelan basis data dibutuhkan
komponen utama berupa alat yang akan digunakan untuk mengolah data. Alat
yang digunakan berupa perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak
(software).
3.1.1. Perangkat Keras
Untuk pembuatan model basis data perangkat keras yang
saya gunakan adalah laptop. Dimana di dalam sebuah laptop
terdapat komponen - komponen :
1. Hardisk.
2. Monitor/LCD.
3. Keyboard.
4. Mouse.
3.1.2. Perangkat Lunak
Perangkat lunak yang saya gunakan untuk menyelesaikan
pembuatan model basis data ini adalah Microsoft Access.

21
3.2 Diagram Alir Penelitian

Mulai

Persiapan

Pengumpulan Data

Data spasial : Data non spasial:


Peta Administrasi Data kecamatan
Kota Batu Data desa
Peta Jenis Tanah Data jenis tanah
Peta Penggunaan Data pengguanaan
Lahan lahan
Peta Curah hujan Data curah hujan

Editing Peta Penyusunan basis


data

Desain Basis Data


Editing OK

Editing Basis data


Proses Topologi

Basis data OK
A

22
A B

Penggabungan data

Data Management System (DBMS)

Analisa Spasial
(Overlay Peta)

Hasil Analasis

Layout Peta
WebGIS
(Standar SNI)

Peta Analisa Rawan Bencana Kota


Batu

Selesai

Keterangan :
Diagram di atas menunjukkan alur atau urutan dalam proses
pembuatan basis data yang terangkum sebagai suatu bentuk rumusan
permasalahan, yaitu meliputi beberapa hal antara lain :

23
 Persiapan
Tahap persiapan meliputi dua hal yaitu kesiapan dari segi
teknis dan kesiapan data-data yang akan digunakan. Kesiapan teknis
berkaitan dengan alat yang akan dipakai untuk mengolah data
(membuat basis data) baik berupa perangkat keras maupun perangkat
lunaknya. Sedangkan kesiapan data-data berkaitan dengan suatu
permasalahan/topik pada bidang tertentu yang akan diangkat untuk
diatur/diorganisir membentuk suatu sistem basis data.
 Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam menganalisa kesesuaian lokasi
TPA membutuhkan data-data yang terorganisir. Dimana data yang
didapat adalah data non spasial dan spasial. Data non spasial yaitu
data kecematan, data kelurahan, data curah hujan, pengunaan lahan,
dan jenis tanah. Sedangakan data spasialnya adalah peta admin kota
Batu, peta jenis tanah, peta curah hujan, dan peta penggunaan lahan.
 Pengolahan data
Pengolahan data non spasial dilakukan pada Microsoft Accses.
Sedangakan data spasialnya diolah pada Software Arcgis.
 Join
Setelah data spasial dan non spasial selesai diolah kemudian
digabungkan dan menghasilkan suatu lokasi rawan bencana erosi di
Kota Batu.
 Analisis Spasial (Overlay)
Setelah data di-join dan menghasilkan DBMS maka semua data
di-overlay menggunakan sistem Intersect.
 Hasil Analisis
Kemudian didapat hasil Peta Daerah Rawan Bencana Erosi di
Kota Batu.

3.3 Desain Basis Data


Desain basis data yang digunakan untuk menghasilkan keluaran atau
output dari peta yang ingin dihasilkan antara lain :

24
- Entitas :
 Data kecamatan.
 Data desa.
 Data jenis tanah.
 Data tutupan lahan.
 Data curah hujan.
- Enterprise Rule :
 Kecamatan, Desa
Satu kecamatan terdiri dari beberapa Desa.
Beberapa Desa memiliki satu kecamatan.
 Desa, jenis tanah
Satu jenis tanah dimiliki beberapa Desa.
Beberapa Desa memiliki satu jenis tanah yang sama.
 Desa , tutupan lahan
Satu tutupan lahan tersebar di beberapa Desa.
Beberapa Desa memiliki satu tutupan lahan.
 Desa, curah hujan
Beberapa Desa memiliki satu curah hujan.
Satu curah hujan terdapat pada beberapa Desa.
- Obligatory/Non Oblygatory

25
26
Diagram ER

ID Desa
Nama Desa
ID Kecamatan
ID Jenistanah
ID Penggunaan
lahan
ID Curah Hujan M

M 1 1

M
Kecamatan Kelurahan Penggunaan
lahan
ID Kecamatan

M
Nama ID Penggunaan
Kecamatan Tanah
Nama
Penggunaan
Tanah

1 1

Curah hujan Jenis Tanah

ID Curah hujan ID Jenis Tanah


Nama Curah Hujan Nama Jenis Tanah

27
- Tabel Skeleton
 Kecamatan

 Desa

 Curah Hujan

 Penggunaan Lahan

28
 Jenis Tanah

3.4 Langkah-langkah Desain Basis Data pada MS Access


Adapun langkah-langkah desain basis data dengan menggunakan Microsoft
Access yakni sebagai berikut :
1. Klik tombol Start yang ada di Taskbar.
2. Kemudian search Microsoft Office Access 2016 lalu double klik.

Gambar 3.1 Membuka MS Access


3. Klik atau Pilih Menu New Blank Database. Pada kotak dialog blank
database tentukan nama database yang akan di-desain dan tentukan letak
penyimpanannya, setelah itu pilih tombol Create.

Gambar 3.2 Tampilan Awal MS Access

29
4. Langkah selanjutnya adalah dengan membuat table, untuk membuat table
yaitu klik create => table, kemudian klik desain view untuk memberikan
nama pada table lalu klik ok.

Gambar 3.3 Membuat Tabel


5. Kemudian mengisi nama field dan memilih type data.

Gambar 3.4 Membuat Tabel


6. Setelah Masukkan nama field ke table kemudian pilih menu View untuk
menamplkan table.
7. Setelah itu isi table sesuai database yang ingin dibuat. Jika ingin menambah
table, ulangi langkah yang sama seperti di atas dan seterusnya.

Gambar 3.5 Tampilan Tabel

30
8. Setelah membuat tabel-tabel, langkah selanjutnya adalah membuat relasi
antar tabel atau membuat relationship dengan cara klik Database tools =>
relationship. Kemudian akan muncul menu show tabel, lalu add semua tabel.

Gambar 3.6 Membuat Relationship


9. Gambar di bawah ini merupakan hasil relationship

Gambar 3.7 Relationship Antar Tabel


3.5 Menampilkan Data Spasial Pada ArcMap
Berikut merupakan proses menampilkan data spasial pada ArcMap.
1. Buka software ArcMap 10.3.

Gambar 3.8 Membuka ArcGis

31
2. Lalu klik simbol dibawah ini atau Add Data.

Gambar 3.9 Add Data


3. Masukkan semua data SHP yang digunakan dalam analisis rawan longsor.
Dalam analisis SIG ini kami memakai data SHP curah hujan, jenis tanah,
kelerengan, batuan dan penggunaan lahan.

Gambar 3.10 Memasukan Shapefile Data


4. Kemudian akan muncul tampilan seperti gambar di bawah ini.

Gambar 3.11 Shapefile Data Curah hujan

32
Gambar 3.12 Shapefile Data Jenis tanah

Gambar 3.13 Shapefile Data Kecamatan

Gambar 3.14 Shapefile Data Desa

33
Gambar 3.16 Shapefile Data Pengguaan lahan
3.6 Topologi
Berikut merupakan langkah – langkah melakukan Topologi :
1. Buka software ArcMap 10.3.
2. Kemudian masukan data yang dibutuhkan untuk menganalisis kesesuaian
lokasi TPA.

Gambar 3.17 Proses Add data


3. Akan muncul gambar seperti di bawah ini.

Gambar 3.18 Hasil Shapefile

34
4. Kemudian buatlah File Geodatabase dengan cara klik kanan pada folder
yang sudah terkoneksi, lalu selanjutnya pilih menu New => File
Geodatabase.

Gambar 3.19 Proses File Geodatabase


5. Klik kanan pada Geodatabase yang telah dibuat, lalu pilih New => Feature
Dataset.

Gambar 3.20 Proses Feature Dataset


6. Muncul menu seperti di bawah, isi penamaan sesuai Shapefile yang akan
dibuat lalu klik Next.

Gambar 3.21 Proses Proses Feature Dataset


35
7. Pilih koordinat analis sesuai tempat yang akan di analisa lalu klik Next,
hingga sampai pada XY Toleranse klik Finish

36
Gambar 3.21 Proses Feature Dataset
8. Setelah itu klik kanan pada Feature Dataset yang sudah dibuat => klik
Import => klik Feature Class (Multiple)

Gambar 3.22 Proses Feature Class ke Geodatabase (multiple)

9. Setelah itu muncul jendela seperti dibawah ini, isilah kolom input features
dengan data Shapefile yang sudah tersedia, lalu klik Ok.

Gambar 3.23 Proses Feature Class ke Geodatabase (multiple)


10. Akan Muncul hasil Features Class (multiple) seperti di bawah ini.

37
Gambar 3.24 Hasil Feature Class (multiple)
11. Selanjutnya klik kanan pada Feature Dataset yang sudah dibuat => klik
New => klik Topology.

Gambar 3.25 Proses pembuatan Topology

12. Setelah itu muncul beberapa jendela, klik Next.

Gamabar 3. 26 Proses pembuatan Topology

38
13. Lalu muncul jendela seperti dibawah ini, klik Add Rule => Dikolom Rule
pilihlah Must Not Overlap => Klik Ok, klik lagi Add Rule => Dikolom Rule
pilihlah Must Not Have Gaps => Klik Ok.

Gambar 3.27 Proses pembuatan Topology


14. Setelah itu klik kanan pada layer yang akan di-Topology => klik edit
Features => Start Editing.
39
Gambar 3.28 Proses pembuatan Topology
15. Pilihlah Error Inspector yang terdapat pada Tools Topology.

Gambar 3.29 Proses pembuatan Topology


16. Akan muncul jendela error inspector yang berisikan file – file yang
bermasalah. Kemudian bersihkan file tersebut dengan cara memblok semua
file lalu klik kanan dan pilihlah Create Feature.

Gambar 3.30 Proses Create Feature pada Error Inspector


17. Bila sudah selesai klik kanan pada Tools Editor => Klik Stop Editing.

40
Gambar 3.31 Stop Editing proses Topologi

3.7 Join Data Spasial dan Non Spasial


Langkah ini merupakan proses pemberian atribut pada masing – masing data
spasial. Sebelum melakukan join, terlebih dahulu dilakukan editing tabel yang
berfungsi menyamakan “id” data spasial dengan “id” non spasia. Namun karna pada
data kami data spasial dan nonspasial sudah sama jadi langsung dilanjutkan dengan
Overlay.

3.8 Langkah-Langkah Overlay


Menggabungkan layer peta bahan analisis tahapan regional untuk memperoleh
data grafis baru yang memiliki satuan pemetaan.
Pada proses ini data spasial beserta atribut nya di overlay satu dengan
yang lainnya hingga menghasilkan hasil overlay akhir yang merupakan hasil
analisis tahap regional kesesuaian lokasi pembangunan TPA. Untuk lebih
jelasnya mekanisme overlay pada project bisa dilihat pada tabel berikut ini.
Overlay Data
NO Hasil Overlay
Data Spasial I Data Spasial II
1 Jenis Tanah Administrasi Kecamatan Overlay I
2 Penggunaan lahan Curah Hujan Overlay II
3 Overlay I Overlay II Hasil Overlay
Tabel 3.1 Mekanisme overlay peta
3.8.1. Langkah-langkah Overlay
41
1. Buka software ArcMap 10.3.
2. Kemudian masukan data yang dibutuhkan untuk menganalisis kesesuaian lokasi
TPA.

Gambar 3.40 proses Add data

3. Akan muncul seperti gambar di bawah ini.

Gambar 3.41 hasil Shp

4. Kemudian lakukan overlay seperti mekanisme pada tabel 3.1.


5. Klik ikon ArcToolbox => Analysis Tools => Overlay => Intersect.

Gambar 3.42 proses overlay

6. Lalu akan muncul jendela seperti dibawah ini, kemudian masukan data spasial
yang akan di-overlay.
42
Gambar 3.43 proses overlay

7. Akan muncul hasil overlay seperti di bawah ini.

Gambar 3.44 hasil overlay I

8. Lakukan hal yang sama sesuai dengan mekanisme overlay pada tabel 3.1.
9. Kemudian didapat hasil overlay seperti gambar di bawah ini.

43
Gambar 3.45 hasil overlay

10. Karena pada setiap parameter sudah terdapat skor, maka dilakukan penjumlahan
skor-skor dari tiap parameter tersebut, dengan cara klik kanan pada layer hasil
overlay => Klik open atribute table => klik table option => Add file.

Gambar 3.46 Klik Add feld

11. Lalu akan muncul jendela Add file, kemudian masukan nama “jumlah skor”.

44
Gambar 3.47 Jendela Add Field

12. Untuk memunculkan jumlah skornya klik blok Field jumlahSkor => klik kanan
pada Field jumlah Skor => Field Calculator.

Gambar 3.49 Proses Skoring

13. Kemudian muncul jendela Field Calculator. Langkah selanjutnya masukkan data
skor dari tiap parameter dan dijumlahkan lalu OK.

Gambar 3.50 Proses skoring

45
14. Kemudian akan muncul hasil gambar seperti di bawah ini.

Gambar 3.51 Hasil skoring

15. Setelah dilakukan skoring kemudian melaukan pewarnaan pada hasil overlay
dengan cara klik kanan pada layer => propertis => Symbology => Quantities =>
Graduated Colors :
- Value: Jumlah skor.
- Classes: 5 (jumlah kelas tergantung pada tingkatan analisis yang
dibuat).
- Color Ramp: gradasi warna sesuai dengan SNI
- Label dan Range: sesuai rumus perhitungan kelas yakni:

16. Dari rumus di atas didapat interval kelas seperti tabel di bawah ini :
No Interval kelas Keterangan
1 6-8 Sangat Rendah
2 9 Rendah
3 10 Sedang
4 11 Berat
5 12-14 Sangat Berat

46
Gambar 3.52 Mengatur Graduated Colors

17. Makan akan muncul rekomendasi lokasi TPA dimana yang berwarna merah
adalah sangat sesuai, warna orange adalah sesuai dan kuning adalah tidak sesuai.

Gambar 3.53 hasil analisi lokasi TPA

18. Kemudian untuk mengetahui hasil database pada tampilan ArcMap yaitu klik
Identify => klik pada area yang ingin diketahui informasinya.

47
Gambar 3.54 proses identify

Gambar 3.55 hasil identify

3.9 Query Pada ArcMap


Adapun langkah melakukan query pada ArcMap dapat dilihat gambar di
bawah ini:
1. Klik kanan pada layer hasil overlay => klik Oppen Atribute Table.

48
Gambar 3.56 Open Atribut Table
2. Kemudian pilih Table Options => Select By Atribute.

Gambar 3.57 Table Option

3. Maka akan muncul gambar seperti di bawah ini.

49
Gambar 3.58 Table Option
4. Kemdian untuk menampilkan query yang kita inginkan pilih menu-menu yang
terdapat pada kotak merah di bawah ini.

50
Gambar 3.59 menu atribut
5. Misalnya ingin menampilkan informasi curah hujan dengan intesitas 1750-2000,
jenis tanah aluvial , dan penggunaan lahannya adalah bangunan maka pilih pada
menu-menu seperti gambar di atas. Lalu untuk cara memilih dan menampilkan
query yang ingin di tampilkan yaitu pilih menu penggnaan_lahan => klik (=) =>
klik Get Unique Values => add.

Gambar 3.60 Proses Query


6. Kemudian akan menghasilkan informasi seperti gambar dibawah ini. Jadi pada
area yang bergaris warna biru itu adala lokasi yang curah hujannya 1750-2000,
jenis tanahnya adalah aluvial, penggunaan lahannya adalah bangunan.

51
Gambar 3.61 hasil Query

3.10 Pembuatan Layout Peta


Berikut adalah penjelasan mengenai pembuatan Layout Peta menggunakan
software arcgis 10.1 :
1. Langkah pertama ialah bukalah software Arcgis 10.1 yang akan digunakan untuk
proses pembuatan layout peta :

Gambar 3.62 Tampilan ArcGis 10.3

52
Gambar 3.63 Tampilan ArcGis 10.3
2. Langkah selanjutnya ialah buka data peta yang akan digunakan dengan cara klik
File → Open → Pilih data yang akan digunakan, lalu Klik Open seperti gambar
dibawah ini:

Gambar 3.64 Tampilan Open Data

Gambar 3.65 Tampilan Open Data


3. Setelah itu masuk ke tampilan Layout View dengan cara klik Tools View seperti
gambar di bawah ini:
53
Gambar 3.66 Tampilan Layout View
4. Selanjutnya ialah mengatur ukuran kertas yang akan digunakan sesuai kebutuhan
dengan cara klik kanan pada permukaan kertas → Page and Print Setup → pilih
ukuran kertas dan orientasi kertasnya seperti gamabar dibawha ini :

Gambar 3.67 Tampilan Page and Print Setup


5. Selanjutnya yaitu pembuatan judul peta dengan cara klik insert → text → tulis
judul peta → klik OK → atur posisi judul peta tersebut seperti gambar di bawah
ini :

54
Gambar 3.68 Tampilan Pembuatan Judul Peta

Gambar 3.69 Tampilan Pembuatan Judul Peta


6. Selanjutnya yaitu pembuatan arah mata angin dengan cara klik insert → North
Arrow → pilih sesuai yang diinginkan → Klik OK → Atur Posisi arah mata angin
seperti pada gambar di bawah ini:

55
Gambar 3.70 Tampilan Pembuatan Arah Mata Angin

Gambar 3.71 Tampilan Pembuatan Arah Mata Angin


7. Selanjutnya ialah pembuatan skala peta dan skala bar dengan cara klik insert →
pilih Scale Text dan Scale Bar → pilih tipe absolute scale untuk skala peta dan
Altimating Scale Bar 2 → klik OK → Atur Posisi Skala peta dan Skala Bar
tersebut seperti gambar di bawah ini:

56
Gambar 3.72 Tampilan Pembuatan Skala Bar

Gambar 3.73 Tampilan Skala Bar

8. Selanjutnya ialah pembuatan legenda peta dengan cara klik insert → pilih Legend
→ Isi Legend Title → Next → Pilih Layer yang akan dimunculkan sebagai
legenda → Next → Next → Next → Klik Finish → Atur Posisi legenda seperti
gambar di bawah ini:

57
Gambar 3.76 Tampilan Pembuatan Legenda

Gambar 3.77 Tampilan Pembuatan Legenda


9. Setelah itu menampilkan sistem proyeksi dan sistem koordiat yang digunakan
dengan cara klik insert → Dynamic Text → Coordinat System, maka akan muncul
seperti gambar di bawah ini:

58
Gambar 3.78 Tampilan Pembuatan Sistem Proyeksi dan Sistem Koordinat

10. Selanjutnya ialah mebuat logo instansi sebagai pembuat peta dengan cara klik
insert → Picture → pilih logo yang diinginkan → Klik Open → Atur posisi logo
tersebut sesuai yang diinginkan, seperti gambar di bawah ini:

Gambar 3.79 Menampilkan Logo Instansi

59
Gambar 3.80 Menampilkan Logo Instansi
11. Setelah itu ialah menampilkan nama instansi pada Layout Peta tersebut dengan
cara Klik Insert → Text → Tulis Nama instansi → Atur Posisi Sesuai yang
diinginkan seperti gambar di bawah ini:

Gambar 3.81 Tampilan Nama Instansi

60
Gambar 3.82 Tampilan Nama Instansi
12. Selanjutnya ialah menampilkan Grid Peta dengan cara klik kanan pada data
Frame → Properties → New Grid → pilih Tipe Grid → Next → pilih Simbol
Grid → Next → Next → Next → Finish, dapat dilihat seperti gambar dibawah ini:

Gambar 3.83 Pembuatan Grid

61
Gambar 3.84 Pembuatan Grid

Gambar 3.85 Pemilihan Tipe Grid

Gambar 3.86 Pemilihan Tipe Simbol Grid

62
Gambar 3.87 Pembuatan Grid

Gambar 3.88 Pembuatan Grid


13. Setelah pembuatan grid, maka proses pembuatan layout peta sudah selesai. Dapat
dilihat pada gambar di bawah ini :
Peta daerah rawan bencana Erosi Kota Batu

63
Gambar 3.89 Hasil Pembuatan Layout Peta

BAB IV
HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Analisis

64
Di bawah ini merupakan hasil peta analisis daerah rawan bencana Kota Batu.
Peta ini sudah melalui tahap scoring berdasarkan standar yang ditentukan, sehingga
terdapat 5 jenis kelas daerah rawan bencana di Kota Batu.

Gambar 4.1 Peta daerah rawan bencana erosi Kota Batu

4.2 Pembahasan Hasil Analisis


Berdasarkan hasil scoring dan overlay, diketahui bahwa ada 5 kelas
pembagian wilayah rawan bencana Kota Batu. 5 kelas tersebut antara lain:
 Skor 6-8 : sangat ringan (wilayah dengan warna merah pada peta hasil)
 Skor 9 : rendah (wilayah dengan warna kuning pada peta hasil)
 Skor 10 : sedang (wilayah dengan warna hijau pada peta hasil)
 Skor 11 : berat (wilayah dengan warna biru muda pada peta hasil)
 Skor 12-14: sangat berat (wilayah dengan warna biru tua pada peta hasil)

Apabila ditinjau berdasarkan hasil scoring dan overlay tersebut, maka dapat
dilihat beberapa daerah yang rawan dan sangat berbahaya terhadap bencana erosi
pada kota Batu. Dapat dilihat bahwa wilayah Kecamatan Bumi aji pada peta hasil

65
didominasi berwarna merah, artinya Kecamatan Bumiaji berada pada keadaan sangat
ringan dalam terkena bencana erosi.
Sebagian besar wilayah Kecamatan Junrejo pada peta hasil berwarna Biru tua,
merah, biru muda dan hijau, namun lebih didominasi pada warna biru tua, dimana itu
berarti bahwa daerah tersebut rawan akan bencana erosi. Wilayah Kecamatan Batu
dapat dilihat sangat didominasi oleh warna biru, itu berarti cuman sedikit wilayah di
kec. Batu yang tidak berbahaya terhadap daerah rawan bencana erosi. Sehinnga dapat
kita simpulkan bahwa daerah kota batu yang ringan atas bencana erosi ialah pada
kecamatan Bumiaji. Sedangkan 2 kecamatan lainnya sangat rawan untuk terkena
bencana Erosi.

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan

66
5.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

67
Nugrohoh, Purono Fajar. 2008. Pemetaan Tingkat Bahaya Erosi Pada
Kawasan Agroforestri Di Sub Das Solo Hulu Kabupaten
Wonogiri Menggunakan Sistem Informasi Geografi.
Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

http://bpbd.probolinggokab.go.id/id/berita/pemanfaatan-sig-system-information-geografis-untuk-mitigasi-
bencana

68
LAMPIRAN

1. Berikut ini adalah pembuktian (validasi) bencana erosi yang terjadi di Kota Batu,
Provinsi Jawa Timur.
a) Pertanian Kota Batu Faktor Utama Penyebab Erosi Brantas.

b) Penanaman Rumput oleh Danrem 083/Baladhika Jaya untuk Pencegah


Longsor dan erosi di Kota Batu
“Karena tanaman ini banyak manfaatnya, dari mencegah erosi dan
longsor. Sehingga ke depan mari kita jaga apa yang sudah dirawat ini,”
tambah Zainuddin. Ke depan ia meminta ada tindak lanjut oleh tiga pilar,
Babinsa, Babinkamtibnas, Kades, dan Organisasi Pencinta Lingkungan
melakukan edukasi kepada masyarakat.
Sedang penanaman rumput vetiver sudah berlangsung sejak 17-19
Februari 2020 di beberapa titik. Yakni Desa Tlekung, Kelurahan
Songgokerto, Desa Oro-Oro Ombo, Kelurahan Temas, Desa Sumberejo.

69
DOKUMENTASI
DISKUSI KELOMPOK
MELALUI DARING (APLIKASI ZOOM)

70
71

Anda mungkin juga menyukai