Anda di halaman 1dari 20

ANALISIS SIG PERUBAHAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN

METODE MAXIMUM LIKELIHOOD CLASSIFICATIONS

(STUDI KASUS KECAMATAN LOWOKWARU, KOTA MALANG)

Diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan


Mata Kuliah Geoinformatika
.
Dosen Pengampu :
Dedy Kurnia Sunaryo, S.T., M.T.

Kelompok 5

1. Ramadhan Bagus Wijayanto (2025005)


2. Mahadetta Izza Putri (2025011)
3. Irenius Yopy Santrum (2025023)
4. Purnama Wijaya (2025030)
5. Adinda Lisminawati D. K (2025045)
6. Gildha Essa Alfarizi (2025046)

PROGRAM STUDI TEKNIK GEODESI S-1


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG
2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
limpahan rahmat dan karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan mata
kuliah Geoinformatika.

Laporan Geoinformatika ini kami tulis sebagai bentuk fisik dari tugas
terstruktur mata kuliah Geoinformatika yang telah dilaksanakan selama ini.

Dalam penulisan laporan ini tentunya masih banyak kekeliruan yang terjadi
tanpa kami sadari. Untuk itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari para pembaca agar kesalahan-kesalahan yang ada tidak terulang
kembali dalam penulisan laporan selanjutnya.

Dalam penulisan laporan ini kami mendapatkan banyak bimbingan, kritik


dan saran dari berbagai pihak yang sangat membanu terselesainya laporan
Geoinformatika ini. Untuk itu, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Bapak Dedy Kurnia Sunaryo, ST., MT selaku dosen pengampu mata kuliah
Geoinformatika atas arahan dan bimbingannya selama ini.
2. Orang Tua kami yang senantiasa memberikan semangat, doa, dan bantuan
baik moral maupun material kepada kami dalam menyelesaikan penulisan
laporan ini.
3. Teman-teman mahasiswa jurusan Teknik Geodesi atas support, saran, dan
masukannya demi terselesaikannya laporan ini.

Malang, Mei 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii


DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 3
1.3 Tujuan ....................................................................................................... 3
1.4 Manfaat ..................................................................................................... 3
1.5 Batasan Masalah ....................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 4
2.1 Ruang Terbuka Hijau ............................................................................... 4
2.2 Dasar Hukum Ruang Terbuka Hijau ........................................................ 4
2.3 Fungsi Ruang Terbuka Hijau ................................................................... 6
2.4 Penyediaan Ruang Terbuka Hijau di Perkotaan ....................................... 7
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 15
4.1 Peta Administrasi Kecamatan Lowokwaru ............................................ 15
4.2 Perbedaan Ruang Terbuka Hijau Antara 2012, 2017, 2022 ................... 15
4.3 Peta Ruang Terbuka Hijau Kecamatan Lowokwaru .............................. 16

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah bagian dari ruang-ruang terbuka suatu
wilayah perkotaan yang ditanami oleh tumbuhan, baik yang tumbuh secara alamiah
maupun yang sengaja ditanam. Manfaat yang dihasilkan dari ruang terbuka hijau di
wilayah perkotaan berupa keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan.
Selain itu, ruang terbuka hijau memiliki fungsi sebagai area rekreasi, sosial budaya,
estetika, fisik kota, ekologis, dan nilai ekonomis yang tinggi bagi manusia atau
pengembangan wilayah perkotaan (Dewiyanti, 2009). Dalam perlindungan ruang
terbuka hijau, perlu dilakukan melalui penetapan terhadap kawasan-kawasan hijau
yang perlu dilindungi di wilayah perkotaan. Kawasan hijau kota terdiri dari
pertamanan kota, kawasan hijau hutan kota, kawasan hijau rekreasi kota, kawasan
hijau kegiatan olahraga, dan kawasan hijau pekarangan (Rini dan Susatya, 2019).
Wilayah perkotaan sering dihadapi dengan permasalahan laju pertumbuhan
penduduk yang tinggi akibat arus urbanisasi. Hal tersebut berdampak terhadap
penurunan kuantitas dan kualitas ruang terbuka hijau sehingga berpengaruh
terhadap penurunan kualitas lingkungan hidup di wilayah perkotaan. Sementara itu,
peran penting dengan tersedianya ruang terbuka hijau, dapat menyuplai oksigen
sehingga berpengaruh terhadap iklim mikro di wilayah perkotaan. Keberadaan
ruang terbuka hijau yang memiliki fungsi ekologis, menjadikan salah satu fungsi
lahan yang seringkali dikorbankan dalam pembangunan dan perkembangan
wilayah perkotaan (Putri, 2010, dalam Setyani dkk., 2017). Hal tersebut terjadi
dikarenakan aktivitas dari pembangunan dan perkembangan wilayah perkotaan
menyesuaikan kebutuhan masyarakat akan ruang di dalam kota (Krisnawati, 2009,
dalam Setyani dkk., 2017).
Permasalahan mengenai ketersediaan ruang terbuka hijau di Kecamatan
Lowokwaru yang mengalami penurunan luasan dari waktu ke waktu terjadi akibat
alih fungsi lahan mengakibatkan keseimbangan ekologi di dalam kecamatan
semakin berkurang. Hal tersebut perlu dilakukan identifikasi persebaran ruang
terbuka hijau di Kecamatan Lowokwaru sebagai salah satu upaya untuk memantau

1
ketersediaan ruang terbuka hijau saat ini. Informasi mengenai sebaran ruang
terbuka hijau diperlukan terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah mengenai proporsi
ruang terbuka hijau di wilayah perkotaan sebagaimana yang telah diamanatkan
dalam Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Identifikasi ruang terbuka hijau di Kecamatan Lowokwaru dapat dilakukan
melalui teknologi penginderaan jauh. Penginderaan jauh merupakan ilmu dan seni
untuk memperoleh informasi tentang objek, daerah, atau gejala, melalui analisis
dengan menggunakan kaidah ilmiah data yang diperoleh melalui alat tanpa kontak
langsung terhadap objek, daerah, atau gejala yang dikaji (Lillesand dan Kiefer,
1979). Melalui penginderaan jauh, dapat memberikan data dan informasi spasial
dengan tepat dan akurat dalam memantau perkembangan lingkungan perkotaan
(Putri dan Zain, 2010). Metode Klasifikasi Terbimbing adalah klasifikasi yang
dilakukan dengan arahan analis (supervised), dimana kriteria pengelompokkan
kelas ditetapkan berdasarkan penciri kelas (class signature) yang diperoleh melalui
pembuatan area contoh (training area). (Riswanto 2009). Penelitian ini bertujuan
melakukan identifikasi ruang terbuka hijau di Kecamatan Lowokwaru melalui
teknologi penginderaan jauh dengan menggunakan Klasifikasi Terbimbing.
Melalui hal tersebut, dapat diketahui luasan dan sebaran ruang terbuka hijau di
Kecamatan Lowokwaru secara efisien dengan cakupan wilayah yang luas. Hasil
penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai sebaran dan luasan
ruang terbuka hijau di Kecamatan Lowokwaru. Selain itu, diharapkan dapat
menjadi acuan bagi pemerintah setempat dalam mengambil suatu kebijakan yang
berkaitan dengan pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dalam rangka
meningkatkan kualitas lingkungan wilayah di Kecamatan Lowokwaru.

2
1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana melakukan identifikasi Ruang Terbuka Hijau (RTH) di


Kecamatan Lowokwaru sebagai salah satu upaya untuk memantau ketersediaan
ruang terbuka hijau saat ini.

1.3 Tujuan

Mengidentifikasi Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kecamatan Lowokwaru


melalui teknologi penginderaan jauh dengan menggunakan metode Klasifikasi
Terbimbing

1.4 Manfaat

Untuk menginformasikan kualitas lingkungan wilayah di Kecamatan


Lowokwaru dalam pengelolahan Ruang Terbuka Hijau (RTH).

1.5 Batasan Masalah

a. Daerah penelitian berada pada Kecamatan Lowokwaru Kota Malang


Provinsi Jawa Timur.
b. Citra yang di gunakan adalah citra google earth dengan resolusi citra
8192x7614 Px.
c. Pengolahan citra menggunakan software ArcGis 10.5.
d. Metode yang digunakan metode maximum likelihood classifications.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ruang Terbuka Hijau

Ruang terbuka hijau adalah bagian dari ruang-ruang terbuka suatu wilayah
perkotaan yang ditanami oleh tumbuhan, baik yang tumbuh secara alamiah
maupun yang sengaja ditanam, mendukung manfaat dari RTH yaitu keamanan,
kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan tersebut.
Menurut Direktorat Jenderal Penataan Ruang (2006) ruang terbuka hijau
diperlukan diantara bangunan yang berfungsi sebagai peunak dan penyejuk
lingkungan. Keberadaan RTH dapat meningkatkan produksi oksigen dan
menyerap karbondioksida, sehingga polutan dapat berkurang yang berdampak
pada terjaganya lingkungan perkotaan tetap sejuk. RTH juga dapat menjadi
tempat hidup bagi hewan liar seperti kupu-kupu dan burung, serta menjaga air
tanah dan mengurangi terjadinya resiko banjir. RTH juga dapat memperindah
tatanan wilayah perkotaan.
Pengertian ruang terbuka hijau kota mempunyai arti yang lebih luas dari
sekedar ruang atau kawasan yang disii oleh tumbuh-tumbuhan hijau. Konsep
RTH juga mencakup pengertian ruang terbuka yang dimanfaatkan bagi kegiatan
masyarakat (Sugandly dan Hakim, 2007). Menurut Yunus (2008), ruang
terbuka hijau mempunyai arti yang lebih sempit jika dibandingkan dengan
istilah ruang terbuka. Penggunaan istilah hijau sudah merujuk pada fungsi
tertentu. Istilah ruang terbuka memiliki dua interpretasi, yaitu ruang terbuka
buatan yang sudah ada campur tangan manusia dan ruang terbuka alami yang
belum ada campur tangan manusia.

2.2 Dasar Hukum Ruang Terbuka Hijau

Permen ATRKBPN 14 tahun 2022 tentang RTH merupakan terobosan


penyediaan Ruang Herbuka Hijau karena Pemerintah Daerah mengalami
kendala dalam pemenuhan 20% Ruang Terbuka Hijau Publik dari luas
Wilayah Kota/Kawasan Perkotaan. Berdasarkan mitigasi perubahan iklim dan

4
pencapaian misi nol emisi karbon (nett zero emission) maka Pemerintah
Daerah berkewajiban menyediakan Ruang Terbuka Hijau yang berkualitas.

Pertimbangan terbitnya Permen ATRKBPN 14 tahun 2022 tentang RTH


adalah :

a. bahwa saat ini Pemerintah Daerah mengalami kendala dalam pemenuhan


20% (dua puluh persen) Ruang Terbuka Hijau Publik dari luas Wilayah
Kota/Kawasan Perkotaan, maka diperlukan terobosan penyediaan Ruang
Terbuka Hijau;

b. bahwa dalam upaya mitigasi perubahan iklim dan pencapaian misi nol emisi
karbon (nett zero emission), Pemerintah Daerah berkewajiban menyediakan
Ruang Terbuka Hijau yang berkualitas;

c. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 21 dan Pasal 22 ayat (2)


Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan
Penataan Ruang, perlu menetapkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata
Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional tentang Penyediaan dan
Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau;

Dasar hukum terbitnya Permen ATRKBPN 14 tahun 2022 tentang RTH adalah

1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun


1945;

2. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan


Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);

3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian


Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);

4. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan


Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor
31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6633);

5
5. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2020 tentang Kementerian Agraria dan
Tata Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 83);

6. Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2020 tentang Badan Pertanahan


Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 84);

7. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan


Nasional Nomor 16 Tahun 2020 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 985).

2.3 Fungsi Ruang Terbuka Hijau

RTH dimaksudkan untuk menekan efek negatif di wilayah perkotaan seperti


peningkatan temperatur udara, penurunan tingkat peresapan air, kelembaban
udara dan polusi. Menurut Hasni (2009) RTH memiliki berbagai fungsi, yaitu:
fungsi edaphis, fungsi hidrologis, fungsi klimatologis, fungsi protektif, fungsi
higienis, fungsi edukatif, fungsi estetis, dan fungsi sosial ekonomi. Sebagian
warga masyarakat hidup di lingkungan perkotaan. Bagi mereka ini, ruang
terbuka hijau perkotaan mrenjadi elemen penting dari kesejahteraan hidupnya,
tetapi sering kali kekurangan pasokan. Para peneliti menggunakan informasi
tentang kepuasan hidup dan ruang terbuka hijau individu untuk mengeksplorasi
bagaimana ruang terbuka hijau perkotaan mempengaruhi kesejahteraan
masyarakat kota (Bertram lfddan Rehdanz, 2015).
RTH adalah singkatan dari Ruang Terbuka Hijau. RTH adalah area
memanjang/jalur dan/atau mengelompok yang penggunaannya lebih bersifat
terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun
yang sengaja ditanam, dengan mempertimbangkan aspek fungsi ekologis,
resapan air, ekonomi, sosial budaya, dan estetika.
1. RTH Publik
RTH Publik adalah kependekan dari Ruang Terbuka Hijau Publik. RTH
Publik adalah ruang terbuka hijau yang dimiliki, dikelola, dan/atau
diperoleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota atau Pemerintah Daerah
Khusus Ibu Kota melalui kerja sama dengan pemerintah dan/atau
masyarakat serta digunakan untuk kepentingan umum.

6
2. TH Privat
Ruang Terbuka Hijau Privat (RTH Privat) adalah RTH milik institusi
tertentu atau orang perseorangan yang pemanfaatannya untuk kalangan
terbatas.
3. RTNH
RTNH adalah singkatan dari Ruang Terbuka Non Hijau. RTNH adalah area
berupa lahan yang diperkeras yang menggunakan material ramah
lingkungan maupun kondisi permukaan tertentu yang dapat ditanami
tumbuhan.
4. RTB
RTB adalah singkatan dari Ruang Terbuka Biru, RTB adalah lanskap badan
air yang memiliki potensi sebagai penyedia jasa lingkungan (ecosystem
services).

Fungsi lain dari RTH yaitu sosial budaya meliputi pemertahanan aspek
historis; penyedia ruang interaksi masyarakat; penyedia ruang kegiatan
rekreasi dan olahraga; penyedia ruang ekspresi budaya; penyedia ruang
kreativitas dan produktivitas; penyedia ruang dan objek pendidikan, penelitian,
dan pelatihan; dan/atau penyedia ruang pendukung kesehatan. Fungsi estetika
meliputi peningkat kenyamanan lingkungan; peningkat keindahan lingkungan
dan lanskap kota secara keseluruhan; pembentuk identitas elemen kota;
dan/atau pencipta suasana serasi dan seimbang antara area terbangun dan tidak
terbangun. Fungsi penanggulangan bencana meliputi pengurangan risiko
bencana; penyedia ruang evakuasi bencana; dan/atau penyedia ruang
pemulihan pascabencana.

2.4 Penyediaan Ruang Terbuka Hijau di Perkotaan

Dalam UU No. 26 Tahun 2007 disebutkan bahwa wilayah kabupaten atau


perkotaan harus membuat rencana tentang penyediaan dan pemanfaatan RTH
sebesar minimal 30% dari luas wilayah. RTH yang dimaksud berupa RTH publik
sebesar 20% dan RTH pribadi sebesar 10%. Keseimbangan dan keserasian antara
lingkungan alam dan lingkungan binaan akan tercipta apabila upaya penataan
wilayah perkotaan telah sesuai dengan perencanaan pengembangan kota yang telah

7
dibuat. Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05 Tahun 2008,
penyediaan RTH di wilayah perkotaan meliputi: (1) Penyediaan RTH Berdasarkan
Luas Wilayah, (2) Penyediaan RTH Berdasarkan Kebutuhan Fungsi Tertentu, (3)
Penyediaan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk.
Penyediaan RTH Berdasarkan Luas Wilayah. Penyediaan RTH berdasarkan
luas wilayah di perkotaan adalah: (1) Ruang terbuka hijau di perkotaan terdiri dari
RTH publik dan RTH pribadi, (2) Proporsi RTH pada wilayah perkotaan adalah
sebesar minimal 30% yang terdiri dari 20% RTH publik dan 10% RTH pribadi,
13% (3) Apabila luas RTH publik ataupun pribadi di kota yang bersangkutan
mempunyai total luas lebih besar dari peraturan yang ada, maka proporsi tersebut
harus tetap dipertahankan keberadaanya.
Penyediaan RTH berdasarkan kebutuhan fungsi tertentu. RTH dapat
menjadi pelindung serta sebagai sarana dan prasarana, misalnya untuk melindungi
kelestarian sumber daya alam, sebagai pengaman bagi para pejalan kaki ataupun
sebagai pembatas bagi perkembangan penggunaan lahan agar fungsi utamanya
tidak terganggu. RTH dalam kategori ini diantara lain sebagai jalur hijau sempadan
rel kereta api, jalur hijau jaringan listrik tegangan tinggi, serta RTH sebagai
perlindungan pada kawasan setempat berupa RTH sempadan sungai, RTH
sempadan pantai, dan RTH pengamanan sumber air baku/mata air.

2.1 Dinamika Ruang Terbuka Hijau Kota (RTHK)


Ruang terbuka hijau kota semakin penting dalam perkembangan kota-
kota, karena karakteristik ekspansi wilayah perkotaan selama dekade terakhir ini.
Berdasarkan proses kontemporer, wilayah kota dan lingkungannya dapat
pengembangan ruang terbuka hijau, meningkatkan daya tarik bagi wisatawan dan
penduduk (masyarakat). Dengan cara ini nilai-nilai wilayah perkotaan dapat
ditingkatkan secara signifikan. Ruang terbuka hijau perkotaan menyediakan
sejumlah layanan jasa yang sangat berharga bagi populasi masyarakat perkotaan,
termasuk peluang rekreasi, kenyamanan estetika, fungsi lingkungan, dan juga dapat
dikaitkan dengan nilai-nilai eksistensi.
Para perencana kota seringkali menggunakan pemodelan simulasi untuk
meramalkan ekspansi wilayah perkotaan di masa depan dengan maksud untuk

8
meningkatkan kebijakan dan praktik pengelolaan ruang perkotaan (Bhatti et al.,
2015). Integrasi metode-metode penginderaan jarak jauh, sistem informasi
geografis (GIS) dan pemodelan simulasi perkotaan telah berhasil diterapkan untuk
menciptakan pemahaman yang lebih baik tentang dinamika pembangunan
perkotaan dan untuk mengantisipasi kegiatan perencanaan perkotaan. Sejumlah
teknik pemodelan simulasi telah dikembangkan untuk mensimulasikan perubahan
perkotaan, misalnya; Jaringan Saraf Tiruan (JST), Model Rantai Markov, Model
Perubahan Lahan (LCM) dan model automata seluler (Losiri et al., 2016; Roy,
2016; Triantakonstantis et al., 2015). Meskipun model-model ini memiliki potensi
untuk menginformasikan perencanaan kota, namun pada kenyatananya hal ini sulit
untuk dicapai dalam prakteknya karena kurangnya bukti empiris pada efektivitas
relatif dari perencanaan kota pada kondisi ekspansi urban yang sangat cepat.
Pertumbuhan wilayah perkotaan mengarah pada perubahan penggunaan
lahan dan tutupan lahan di banyak wilayah perkotaan di seluruh dunia, terutama di
negara-negara berkembang. Pertumbuhan penduduk yang belum pernah terjadi
sebelumnya ditambah dengan kegiatan pembangunan yang tidak direncanakan
sebelumnya biasanya menjadi penyebab kerusakan lahan pertanian di perkotaan.
Deteksi perubahan adalah proses mengidentifikasi perbedaan dalam keadaan suatu
objek atau fenomena dengan mengamatinya dari jarak jauh pada waktu yang
berbeda-beda. Deteksi perubahan telah menjadi aplikasi utama yang sangat penting
untuk memantau perubahan penggunaan lahan di wilayah perkotaan (Quarmby dan
Cushine, 1989).
Deteksi perubahan digital adalah proses menentukan dan/atau menjelaskan
perubahan properti tutupan lahan dan penggunaan lahan berdasarkan data
penginderaan jarak jauh multi-temporal. Premis dasar dalam menggunakan data
penginderaan jarak jauh untuk deteksi perubahan adalah bahwa proses tersebut
dapat mengidentifikasi perubahan di antara dua waktu atau lebih yang tidak biasa
dari variasi normal. Analisis semacam ini biasanya bertujuan untuk
mengidentifikasi perubahan yang terjadi di wilayah geografis yang sama yang
terjadi di antara dua waktu.
Informasi tentang RTH yang belum maksimal memerlukan suatu
perencanaan yang tepat dalam mengambil keputusan atau kebijakan dalam

9
penataan RTH wilayah perkotaan. Tujuan dan sasaran dari kebijakan pemerintah
tentang perencanaan penghijauan kota akan tercapai dengan pemanfaatan SIG.
Melalui SIG ini dapat diperoleh peta lokasi dan berbagai informasi yang
berhubungan dengan RTH suatu wilayah perkotaan (Jayanti dan Mechram, 2015).
Lingkup penginderaan jauh yang luas membuat bidang tersebut telah
menjadi semacam kerangka kerja dalam menyelesaikan berbagai permasalahan
yang berkaitan dengan aspek ruang (lokasi, area), lingkungan (ekologis), dan
kewilayahan, baik dalam skala makro maupun skala mikro (Danoedoro, 2012).
Pendekatan penginderaan jauh adalah pendekatan model, pendekatan jenis ini akan
membantu dalam memahami, mendeskripsikan atau menduga fenomena atau
realitas bekerja pada dunia nyata (Indarto dan Faisol, 2012).

10
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang, Jawa


Timur. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-Juni 2023. Tahan persiapan
dilakukan pada bulan Maret-April, tahap pengumpulan data dan survey lokasi
dilakukan pada bulan awal-pertengahan bulan Mei, dan untuk analisis, interpretasi
data, dan penyusunan laporan dilakukan pada akhir bulan Mei-Juni 2023.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah perangkat keras berupa
Laptop dengan spesifikasi processor intel, serta kamera (Handphone), perangkat
lunak berupa ArcGis versi 10.3, Google Earth Pro, Microsoft Office 2016.

Tabel 1. Hubungan Antara Tujuan Penelitian, Sumber Data dan Teknik Analisis

No Tujuan Jenis Data yang Sumber Data Teknik


Digunakan Analisis
1 Menganalisis Citra satelit Google Earth Analisis
perubahan RTH Google Earth Spasial
tahun 2012, 2017, tahun 2012,
dan tahun 2022 di 2017 dan 2022.
Kecamatan Luas
Lowokwaru penggunaan
lahan tahun
2012, 2017, dan
2022.
Peta
Administrasi
Kota Malang
2 Mengalisis Citra satelit Analisis
kesesuaian antara Google Earth Spasial
RTH eksisting tahun 2012,
dengan RT-RW 2017, dan 2022.
Kota Malang Peta
administrasi
Kota Malang.
Peta RT-RW
Kota Malang.

11
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra satelit Google Earth
Kota Malang tahun 2012, 2017, dan 2022 sebagai bahan analisis penggunaan lahan
dan perubahan RTH, peta administrasi Kota Malang sebagai bahan penentuan batas
administrasi dari penggunaan lahan dan wilayah Kecamatan Lowokwaru, peta RT-
RW Kota Malang Bagian Wilayah Perkotaan (BWP) Kecamatan Lowokwaru
sebagai bahan pembanding antara RTH esksisting dengan RTRW yang telah dibuat
serta data luas penggunaan lahan. Keterkaitan antara tujuan penelitian, sumber data
dan teknis analisis disajikan pada Tabel 1.

3.3 Pelaksanaan Penelitian

3.3.1 Tahap Persiapan

Tahapan persiapan terdiri studi Pustaka yang berkaitan dengan topik


penelitian.

12
3.3.2 Pengumpulan Data

Data-data yang digunakan adalah data sekunder. Data-data diperlukan antara


lain: citra satelit Google Earth, Peta Administrasi Kota Malang, peta RTRW Kota
Malang dan luas penggunaan lahan.

3.3.3 Analisis dan Interpretasi Data

Analisis RTH Kecamatan Lowokwaru terdiri dari beberapa tahapan meliputi:

1. Pembuatan Peta Administrasi Kecamatn Lowokwaru


Perbatasan wilayah Kecamatan Lowokwau dengan kecamatan yang
bersebelahan serta perbatasan antar wilayah desa dapat dideskripsikan secara
spasial menggunakan peta administrasi Kecamatan Lowokwaru. Proses
pembuatan peta tematik ini dilakukan dengan menggunakan peta dasar berupa
peta administrasi Kabupaten Malang. Selanjutnya pada software ArcGis 10.3
peta administrasi tersebut dirubah dalam bentuk shapefile dengan cara
mendigitasi batas-batas administrasi yang ada dan dilanjutkan dengan proses
kompilasi serta editing sehingga membentuk poligon batas kecamatan dan
poligon batas desa. Langkah berikutnya adalah proses tumpang tindih antara
poligon batas kecamatan dan poligon batas desa hingga diperoleh hasil akhir
berupa Peta Administrasi Kecamatan Lowokwaru.
2. Analisis Citra
Citra satelit yang digunakan adalah citra satelit Google Earth pada tahun
2012, 2017 dan 2022. Pada aplikasi Google Earth, dilakukan import peta
administrasi Lowokwaru yang telah dibuat agar memudahkan dalam proses
delineasi. Pengaturan historical imagery atau pencitraan historis diperlukan
untuk mengubah citra berdasarkan tahun yang dibutuhkan. Proses selanjutnya
adalah delineasi penggunaan lahan maupun ruang terbuka hijau yang dilakukan
dengan cara visual pada layar monitor dengan pendekatan unsur-unsur
interpretasi. Unsur-unsur interpretasi yang digunakan adalah rona, ukuran,
bentuk, tekstur, pola, situs, dan asosiasi. Setelah dilakukan interpretasi maka
data yang berasal dari Google Earth tersebut selanjutnya diproses menggunakan
software ArcGis 10.3. Pada software ArcGis 10.3 data dari Google Earth yang
memiliki format KML diubah menjadi format SHP agar dapat diolah. Proses

13
selanjutnya yaitu menggabungkan file SHP berdasarkan berbagai penggunaan
lahan maupun ruang terbuka hijau dan kemudian dilanjutkan dengan proses
layout peta.
3. Analisi perubahan RTH dan kesesuaian antara RTH eksisting dengan RT-
RW Kota Malang
Peta penggunaan lahan yang dihasilkan dari hasil klasifikasi citra
selanjutnya digunakan untuk menentukan perubahan RTH dan kesesuaian antara
RTH eksisting dengan RT-RW yang telah dibuat. Analisis perubahan RTH
dilakukan dengan cara membandingkan RTH pada beberapa tahun sebelumnya
dengan RTH eksisting. Peta RTH 2012, 2017, dan 2022 selanjutnya di tumpang
tindihkan untuk melihat perubahan RTH pada jangka waktu tersebut. Perubahan
yang dianalisa yaitu berupa luasan dan tutupan lahan. Selanjutnya peta RTH
pada tahun 2017 ditumpang tindihkan untuk melihat apakah RTH eksisting telah
sesuai ataupun tidak dengan RTRW yang telah dibuat.

3.3.4 Survei Lapangan/ Groundcheck

Survei lapangan dilakukan setelah diperoleh peta penggunaan


lahan dan peta RTH Kecamatan Kepanjen. Survei lapangan dilakukan
untuk melihat apakah ada perbedaan tutupan lahan antara RTH yang
sebenarnya dengan RTH yang ada di peta.

3.3.5 Penyusunan Laporan

Penyusunan laporan dilakukan berdasarkan semua data, hasil


analisa dan interpretasinya serta data dan informasi pendukung lainnya.
Diagram alir kerja penelitian disajikan pada Gambar

14
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Peta Administrasi Kecamatan Lowokwaru

Lokasi penelitian berada di Kecamatan Lowokwaru Kota Malang. Batas


Kecamatan Lowokwaru yaitu sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Karang
Ploso dan Kecamatan Singosari, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Pakis
dan Kecamatan Tumpang, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Wagir
dan Kecamatan Pakisaji, sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Ngajum dan
Kecamatan DAU>

4.2 Perbedaan Ruang Terbuka Hijau Antara 2012, 2017, 2022

Perbedaan RTH yang dapat diidentifikasikan yaitu perubahan lahan kosong


menjadi lahan dengan fungsi lainnya, bertambahnya bangunan dan lahan sawah di
beberapa tempat serta berkurangnya lahan terbuka dan semak belukar. Menurut
Saraswati (2008) semakin berkurangnya RTH dapat disebabkan antara lain oleh
perubahan yang terjadi pada pola tata ruang kota dengan semakin berkembangnya
Kawasan permukiman, industri, dan bangunan lainnya.

15
LUAS (ha)
No. PENGGUNAAN LAHAN
2012 2017 2022
1 Bangunan 550,2 399,0 728,7
2 Semak Belukar 679,5 1016,7 733,0
3 Sawah 245,3 250,1 662,6
4 Lahan Terbuka 869,5 678,5 220,4
TOTAL 2344,5

Pada RTH tahun 2012 terdapat beberapa RTH yang teridentifikasi sebagai
fungsi lainnya yang telah berubah menjadi lahan terbangun pada RTH 2017 dan
RTH tahun 2022. Luas bangunan mengalami penurunan dari tahun 2012 hingga
tahun 2017 akan tetapi mengalami peningkatan luas pada tahun 2022. Luas semak
belukar pada tahun 2017 mengalami peningkatan yang tinggi dari tahun 2012 tetapi
mengalami penurunan luas semak belukar pada tahun 2022. RTH produktif yang
berupa lahan sawah mengalami peningkatan yang drastis pada tahun 2022. Luas
lahan terbuka setiap tahunnya mengalami penurunan luas.
Perbedaan ataupun perubahan RTH yang terjadi sepanjang tahun 2012,
2017, dan 2022, baik bertambah atau berkurang dapat disebabkan karena beberapa
hal. Pertumbuhan penduduk merupakan salah satu penyebab utama berkurangnya
RTH di Kecamatan Lowokwaru.

4.3 Peta Ruang Terbuka Hijau Kecamatan Lowokwaru

16
BAB IV

KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

17

Anda mungkin juga menyukai