Anda di halaman 1dari 82

APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG) UNTUK

PEMETAAN DAN EVALUASI RUANG TERBUKA HIJAU


DI KOTA TANGERANG SELATAN

Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmuu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi
Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh :

Qori Aini
11160150000054

PROGRAM STUDI
TADRIS ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS
ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2021
SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH
Yang bertanda tangan di bawah ini,
Nama : Qori Aini
NIM : 11160150000054
Jurusan : Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
Alamat : Desa Waru Jaya Gg Dadang 2 RT003/005 Kecamatan Parung,
Kabupaten Bogor

MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA


Bahwa skripsi yang berjudul : Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG)
untuk Pemetaan dan Evaluasi Ruang Terbuka Hijau di Kota Tangerang
Selatan adalah benar hasil karya sendiri dibawah bimbingan dosen :
Nama Pembimbing 1 : Dr. Sodikin, S.Pd, M.Si
NIDN : 2022028704
Nama Pembimbing 2 : Anissa Windarti, M.Sc
NIP : 198208022011012005

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap
menerima konsekuensi apabila terbukti bahwa skripsi saya ini bukan hasil karya
sendiri.

Jakarta, 29 Maret 2021

Qori Aini
NIM. 11160150000054
ABSTRAK
Qori Aini (11160150000054) Program Studi Tadris Ilmu Pengetahuan
Sosial Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Judul Skripsi “ Aplikasi Sistem Informasi Geografis
(SIG) Untuk Pemetaan dan Evaluasi Ruang Terbuka Hijau di Kota Tangerang
Selatan.”
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persebaran ruang terbuka hijau di
Kota Tangerang Selatan tahun 2020, mengetahui ketersedian ruang terbuka hijau di
kota Tangerang Selatan, serta mengetahui luas wilayah ruang terbuka hijau pada
RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) tahun 2011-2031 dan ruang terbuka hijau di
Kota Tangerang Selatan tahun 2020.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif deskriptif
dengan pendekatan keruangan atau spasial. Teknik pengumpulan data pada penelitian
ini diambil dengan cara ground check, wawancara, dan dokumentasi. Penelitian ini
menggunakan Aplikasi sistem Informasi Geografis (SIG). Aplikasi ini berguna untuk
menganalisis citra satelit Google Engine tahun 2020 dan peta RTRW tahun 2011-
2031 yang selanjutnya di satukan menggunakan metode overlay.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa ruang terbuka hijau di Kota Tangerang
selatan belum mencukupi standar kriteria ruang terbuka hijau yang harus tersedia di
wilayah perkotaan. Luas ruang terbuka hijau di Kota Tangerang Selatan Tahun 2020
hanya sebesar 3.563,6 Ha atau 24% dari jumlah luas wilayah. Sedangkan luas ruang
terbuka RTRW tahun 2011-2031 sebesar 645,978 Ha atau 4%. Pada tahun 2020
ruang terbuka hijau di Kota Tangerang Selatan masih mengalami kekurangan sebesar
852,075 Ha atau 6% dari luas yang dibutuhkan berdasarkan Undang-Undang Tata
Ruang Nomor 26 Tahun 2007.

Kata kunci: ruang terbuka hijau, luas wilayah, sistem informasi geografis,
metode overlay.

i
ABSTRACT
Qori Aini (11160150000054), Tadris Social Sciences Study Program, Faculty
of Tarbiyah and Teacher Training, Syarif Hidayatullah State Islamic University
Jakarta. Thesis title. “Geographical Information System (GIS) Application for
Mapping and Evaluation of Green Open Space in South Tangerang City”
This study aims to determine the distribution of green open space in South
Tangerang City in 2020, to determine the availability of green open space in the city
of South Tangerang, and to determine the area of green open space in the RTRW
(Regional Spatial Plan) 2011-2031 and green open space in South Tangerang City in
2020.
The method used in this research is descriptive quantitative with a spatial or
spatial approach. Data collection techniques in this study were taken by means of
ground checks, interviews, and documentation. This study uses a Geographic
Information System (GIS) application. This application is useful for analyzing the
2020 Google Engine satellite imagery and the 2011-2031 RTRW map which will then
be combined using the overlay method.
The results of this study indicate that the green open space in the city of South
Tangerang has not met the criteria for green open space that must be available in
urban areas. The area of green open space in South Tangerang City in 2020 is only
3,563.6 hectares or 24% of the total area. Meanwhile, the open space area of the
RTRW in 2011-2031 is 645.978 Ha or 4%. In 2020 green open space in South
Tangerang City is still experiencing a shortage of 852,075 Ha or 6% of the area
required based on the Spatial Planning Law Number 26 of 2007.

Keywords: green open space, area size, geographic information system, overlay
method.

ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang selalu
memberikan nikmat, rahmat dan kemudahan kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam juga tak lupa penulis curahkan
kepada Nabi Muhammad SAW beserta sahabat dan keluarganya.
Skripsi dengan judul “Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) Untuk
Pemetaan dan Evaluasi Ruang Terbuka Hijau di Kota Tangerang Selatan.” ini
disusun untuk melengkapi salah satu prasyarat dalam memperoleh gelar sarjana pada
Program Studi Pendidikan Geografi, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial,
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Penulis
menyadari banyak kesulitan dan hambatan daam proses penulisan skripsi ini. Namun,
berkat dorongan dan bantuan dari banyak pihak, pada akhirnya penulisan skripsi ini
terselesaikan dengan baik. Karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan yang sebesar-
besarnya kepada :
1. Ibu Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis Lc, Ma, selaku Rektor
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Dr. Sururin, M. Ag. selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Dr. Iwan Purwanto, M.Pd, selaku Ketua Jurusan Prodi Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial, Fakultas lmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Andri Noor Ardiansyah, M.Si, selaku Sekertaris Jurusan Prodi
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Bapak Syaripulloh, M.Si, selaku dosen pembimbing akademik yang telah
membimbing dan memberi masukan selama perkuliahan.
6. Bapak Dr. Sodikin, S.Pd, M.Si dan Anissa Windarti, M.Sc, selaku dosen
pembimbing skripsi yang seantiasa selalu memberikan arahan, dukungan,

iii
serta bimbingan dengan penuh kesabaran. Semoga selalu dimuliakan oleh
Allah SWT.
7. Seluruh dosen Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
memberikan ilmu dan pengalaman yang berharga.
8. Kedua orang tua tercinta Bapak Suyanto dan Ibu Susmiarti, yang tiada
hentinya memberikan doa, kasih sayang serta nasihat. Juga kepada kedua
kakak saya Tais Khuron dan Dwy Fardhani Sutardi yang selalu memberikan
semangat dan doa.
9. Kepada teman-teman Pendidikan IPS 2016, khususnya kelas Geografi.
Terimakasih telah memberikan banyak pelajaran, kenangan, semangat dan
dukungan selama ini.
10. Teman-teman Kosan, (Sandi L, Asnah Robiah, Bella Anissa). Terimakasih
Telah membantu dan mengajarkan saya.
11. Teman-teman Halaqoh (Bunda Oryansih, Tika, Eli, Shelina, Kiki, Nawal).
Terimakasih karena selalu memberikan semangat dan dukungan.
12. Semua pihak yang dengan caranya masing-masing telah memberikan
masukan kepada penulis dalam proses penyelesaian skripsi.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat beberapa kekurangan dan kesalahan
dalam penyusunan skripsi ini yang disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan, waktu
serta pemahaman penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun demi perbaikan di masa yang akan datang. Penulis
berharap semoga skripsi ini dapat memberikan banyak manfaat bagi para pembaca
serta pihak-pihak yang memerlukan.

Jakarta, 29 Maret 2021

( Qori Aini )

iv
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN MUNAQOSAH


LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI
UJI REFERENSI
SURAT PERNYATAAN ILMIAH
ABSTRAK i
ABSTRACK ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI v
DAFTAR GAMBAR Ix
DAFTAR TABEL x
DAFTAR LAMPIRAN xi

BAB I PENDAHULUAN ………………………………………................... 1


A. Latar Belakang ……………………………………….................... 1
B. Identifikasi Masalah …………………………………................... 9
C. Pembatasan Masalah ………………………………….................. 9
D. Rumusan Masalah ……………………………………................. 9
E. Tujuan Penelitian ………………………………………............... 9
F. Manfaat Penelitian ……………………………………................ 10
BAB II KAJIAN TEORI …………...……………………………............... 11
A. Kajian Teoritis……………………………………………........... 11
1. Ruang Terbuka Hijau …………………………………............ 11
2. Penghijauan Kota …………………………………….............. 12
a. Kebijakan Perencanaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) 12
Wilayah Perkotaan………………………………….............

v
b. Definisi RTH……………………………..…………........... 14
c. Kategorisasi RTH…………………………………….......... 14
3. Klasifikasi Ruang Terbuka Hijau……….…………….......... 15
4. Fungsi dan Manfaat Ruang Terbuka Hijau……………............ 17
a. Fungsi RTH sebagai Infrastruktur Hijau……………............ 17
b. Fungsi dan manfaat RTH…………………………............... 21
c. Pola dan Struktur Fungsional………………………............. 22
5. Pengembangan Ruang Tebuka Hijau…………………............. 23
6. Macam-Macam Ruang Terbuka Hijau……………….............. 25
a. Ruang Terbuka Hijau Publik………………………............. 25
b. Ruang Terbuka Hijau Privat………………………............. 26
7. Vegetasi Pada Ruang Terbuka Hijau…………………............ 27
a. Pengelompokan tanaman berdasarkan aspek arsitektural
dan artistic visual……………………….............................. 27
b. Beberapa Karakteristik Tanaman dalam Membentuk
Ruang…………………………………............................... 30
c. Pengelompokan Berdasarkan Pembentuk dan Ornamental
Space…………………………………............................... 32
d. Pengelompokan Tanaman Berdasarkan Aspek
Horikultural………………………………………............. 34
e. Kriteria Tanaman untuk RTH……………………............. 35
8. Sistem Informasi Geografi………………………….............. 37
a. Pengertian ………………………………………............. 37
b. Komponen SIG…………………………………............. 38
c. Struktur Data Digital……………………………............ 40
9. Pemetaan Digital di dalam Sistem Informasi Geografis 40
10. Teori Evaluasi Ruang Terbuka Hijau………………........... 42
11. Hasil Penelitian Relevan……………………………........... 43

vi
12. Kerangka Berpikir……………………………………......... 46
BAB III METODE PENELITIAN ……………..……………………....... 47
A. Lokasi dan Waktu Penelitian ……………………………......... 47
a. Lokasi Penelitian………………………………………....... 47
b. Waktu Penelitian………………………………………....... 48
B. Metode Penelitian ……………………………………….......... 48
C. Bahan dan Alat …………………………………………............... 49
D. Populasi dan Sampel …………………………………….............. 49
E. Variabel …………………….…………………………............... 50
F. Jenis dan Sumber Data …………………………………….......... 50
G. Teknik Pengumpulan Data ………………………………........... 51
H. Teknik Ppengolahan Data ………………………………............ 53
I. Teknik Analisis Data………………………………………......... 56
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………......... 58
A. Gambaran Umum Daerah Penelitian …………………….......... 58
1. Letak Geografis………………………………………............ 58
2. Kondisi Fisik…………………………………………........... 60
3. Kondisi Sosial…………………………………………........... 70
B. Hasil Penelitian…..………………………………………........... 73
1. Kondisi Ruang Terbuka Hijau di Kota Tangerang
Selatan……………………………………………….............. 73
a. Analisis Sebaran RTH di Kota Tangerang Selatan Tahun
2020………………………………………....................... 73
b. Sebaran Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Peta
RTRW……………………………………………............ 80
c. Analisis Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau……............ 83
d. Evaluasi Ruang Terbuka Hijau…………………............. 84
e. Wawancara Kondisi Ruang Terbuka Hijau Tahun

vii
2020…………………………………………….............. 89
f. Pembahasan Hasil Penelitian……………………............ 93
g. Keterbatasan Penelitian…………………………............ 98
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ………….............. 91
A. Kesimpulan ..………………………………………….............. 99
B. Implikasi ……………………..……………………….............. 99
C. Saran ……………..…………………………………................ 100
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 101
LAMPIRAN-LAMPIRAN......................................................................... 105

viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berfikir……………..…………………… 46
Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian …………………………………….. 47
Gambar 3.2 Bagan cropping citra RTH………………………………… 54
Gambar 3.3 Bagan analisis evaluasi RTH………………………………. 57
Gambar 4.1 Peta Administrasi Kota Tangerang Selatan………………... 59
Gambar 4.2 Peta Kemiringan Lereng Kota Tangerang Selatan………… 61
Gambar 4.3 Peta Geologi Kota Tangerang Selatan…………………….. 65
Gambar 4.4 Peta Curah Hujan Kota Tangerang Selatan………………... 66
Gambar 4.5 Peta Penggunaan Lahan Kota Tangerang Selatan…………. 69
Gambar 4.6 Peta Kepadatan Penduduk Kota Tangerang Selatan………. 72
Gambar 4.7 Peta Sebaran Titik Ruang Terbuka Hijau Kota Tangerang
Selatan…………………………………………………….. 78
Gambar 4.8 Peta Sebaran Titik Ruang Terbuka Hijau Kota Tangerang
Selatan …………………………………………………….
78
Gambar 4.9 Peta Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tangerang
Selatan…………………………………………. 82
Gambar 4.10 Peta Ruang Terbuka Hijau Kota Tangerang Selatan tahun 2011-
2031 dan tahun 2020................................................. 86

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan Kota 6


Tangerang Selatan 2010…………………………………...
Tabel 2.1 Penelitian Relevan………………………………………… 43
Tabel 3.1 Waktu Penelitian ….………………………………...…….. 48
Tabel 4.1 Luas Kota Tangerang Selatan……………………….…….. 60
Tabel 4.2 Suhu Udara di Kota Tangerang Selatan…………..………. 63
Tabel 4.3 Curah Hujan di Kota Tangerang Selatan…………………. 64
Tabel 4.4 Luas Penggunaan Lahan di Kota Tangerang Selatan …..... 68
Tabel 4.5 Jumlah penduduk Kota Tangerang Selatan……………….. 71
Tabel 4.6 Hasil Ground Check Lapangan Berdasarkan Interpretasi 74
Citra……………………………………………………….
Tabel 4.7 Luas Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan RTRW…………. 81
Tabel 4.8 Luas RTH Existing dan RTH RTRW Kota Tangerang 87
Selatan …………………………………………………….

x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 70 Titik Ruang Terbuka Hijau di Kota Tangerang 106
Selatan…………………………………………………
Lampiran 2 Transkip Wawancara ………………………................. 113
Lampiran 3 Form Wawancara……………………………………... 125
Lampiran 4 Lembar Uji Referensi…………………………………. 132
Lampiran 5 CV…………………………………………………….. 137

xi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Dalam perencanaan pembangunan perkotaan dapat diartikan bahwa


pemenuhan kebutuhan pembangunan berkelanjutan harus memenuhi syarat pada
kebijakan penataan ruang wilayah kota, yang mana kebijakan tersebut
merupakan rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau yang telah
1
diatur dalam Undang-Undang Tata Ruang Nomor 26 Tahun 2007 , bahwa
pada ketetapan yang diatur oleh undang-undang tersebut pada dasarnya
penyediaan ruang terbuka hijau memiliki dua jenis ruang yaitu ruang
terbuka hijau publik dan ruang terbuka hijau privat.
Adapun ruang terbuka hijau harus memiliki syarat yang harus
dipenuhi sebagai suatu pembentukan penataan ruang, yang mana pada ruang
terbuka hijau pada dasarnya diharuskan minimal memiliki 30% dari luas
wilayah, yang membagi pada ruang terbuka hijau publik dengan presentasi
minimal 20% dari luas wilayah, dan ruang terbuka hijau privat dengan presentasi
minimal 10% dari luas wilayah tersebut hal ini telah disebutkan dalam Undang-
undang Nomor 26 Tahun 2007 pada pasal 29. Maka dalam penentuan penataan
ruang perkotaan yang memiliki kriteria sebagai kota hijau bisa dilihat pada
presentase ketetapan tersebut. Bila mana pada ruang terbuka hijau di suatu
perkotaan tidak mencapai kriteria minimum yaitu 30%, maka suatu wilayah
2
perkotaan belum bisa dikatakan sebagai kota hijau.
Ruang terbuka hijau memiliki fungsi yang sangat baik bagi suatu
wilayah, ruang terbuka hijau menjadi penyubang terbesar ruang udara yang segar
dan sejuk. Hal ini yang menjadikan ruang terbuka hijau sebagai penyeimbang
lingkungan atau sebagai paru-paru kota, dan juga menjaga keseimbangan

1
Undang-Undang Tata Ruang Nomor 26 Tahun 2007
2
Kiki Hidayat, Analisis Ruang Terbuka Hijau Publik di Kabupaten Pringsewu Tahun 2014,
Skripsi pada Universitas Lampung, 2016.

1
2

ekosistem. Dengan adanya ruang terbuka hijau oksigen menjadi lebih banyak,
udara menjadi segar, dapat menyerap karbon dioksida dan menjadi lebih segar
dan sejuk. Untuk mewujudkan keseimbangan tersebut dapat dilakukan dengan
cara melaksanakan keseimbangan alam dan lingkungan buatan di perkotaan,
serta meningkatkan kualitas hidup pada setiap lingkungan perkotaan agar
menjadi lingkungan yang sehat, indah, bersih, dan nyaman. RTH juga memiliki
berfungsi sebagai pengendali pencemaran, kerusakan air, tanah, udara dan
menjadi pelindung bagi keanekaragaman hayati, menjadi pengendali air tanah
dan memiliki fungsi sosial, dan ekonomi yaitu sebagai tempat rekreasi di
Kawasan perkotaan.

Seperti yang telah dijelaskan pada Al-Quran Surat Al-Hijr 15: Ayat 19-20

    


    
 
 

    


   
  

"Dan Kami telah menghamparkan Bumi dan Kami pancangkan padanya


gunung-gunung serta Kami tumbuhkan di sana segala sesuatu menurut ukuran.
Dan Kami telah menjadikan padanya sumber-sumber kehidupan untuk
keperluanmu, dan (Kami ciptakan pula) makhluk-makhluk yang bukan kamu
3
pemberi rezekinya."

Dalam Tafsir Ibnu Katsir menjelaskan bahwa Allah menciptakan segala


sesuatu menurut kadarnya. Alam membentang dengan luas dan datar, gunung,
4
lembah, tanah, pasir, berbagai tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan yang sesuai.

Dari penjelasan ayat di atas, dapat dilihat bahwa Allah SWT telah
menyediakan alam untuk dimanfaatkan dengan baik oleh makhluk hidup, dan
3
3
Al-Quran Indonesia, Aplikasi Al-Quran Terjemah Bahasa Indonesia untuk Android & iOS
4
Nur Rahmawati Syamsiah, Konsep Arsitektur Islam Berkesinambungan dalam Membentuk
Kenyamanan Termal Taman Kota, Jurnal pada Universitas Muhamadiyah Surakarata, 2012
alam juga memiliki berbagai macam manfaat untuk kehidupan makhluknya,
salah satunya berfungsi sebagai tempat penghijauan agar kesehatan mereka tetap
terjaga. Oleh sebab itu, ketersediaan alam yang sudah Allah SWT sediakan harus
dijaga semaksimal mungkin, karena pada dasarnya alam diperuntukan bagi
kehidupan makhluk hidup untuk kehidupan yang lebih seimbang.
Ruang terbuka hijau sangatlah baik bagi kehidupan makhluk hidup.
Tetapi mayoritas pembangunan di Indonesia saat ini tidak mementingkan kondisi
lingkungan. Dari data yang dimiliki oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat (PUPR), yang menjelaskan bahwa baru sampai saat ini 13
dari 174 kota di Indonesia yang mengikuti program kota hijau dan memiliki
tingkat presentase ruang terbuka hijau 30% atau lebih. Ketentuan agar kota
tersebut dikatakan kota hijau yaitu minimal memiliki 30% dari luas wilayah
tersebut. Dari 174 kota yang ikut program ruang hijau hanya 12 kota yang
memiliki ruang terbuka hijau lebih dari 30%. Sisa kota tersebut hanya 6%-10%
saja. Di Indonesia masih sangat minimnya jumlah kota yang memiliki ruang
terbuka layak. Saat ini saja RTH di kota Bandung berdasarkan data Dinas
Perumahan dan Kawasan Pemukiman, Pertahanan dan Pertamanan baru
mencapai 12,15% hingga 2015. Sedangkan RTH dikota besar lainnya seperti
Surabaya juga masih berada di kisaran 20%. Minimnya ruang terbuka hijau di
Indonesia yakni disebabkan oleh minimnya lahan yang di miliki oleh pemerintah
setempat untuk dikembangkan menjadi RTH. Pemerintah tidak memiliki dana
yang cukup untuk menambah ruang terbuka hijau. Hal ini yang mengakibatkan
minimnya ruang terbuka hijau di Indonesia.Kementrian PUPR juga mendorong
agar semua Pemkot mempunyai gagasan untuk mengembangkan kawasan
perkotaan yang ramah lingkungan. Dengan adanya kawasan perkotaan yang
ramah lingkungan maka Pemkot terus berusaha untuk menambah RTH dengan
membeli lahan serta memelihara lahan terbuka yang sudah ada untuk terus
dilakukan agar RTH tidak rusak atau hancur.
Penataan ruang perkotaan merupakan kewajiban bagi pemerintah daerah,
terutama pemerintah kabupaten atau kota, untuk melaksanakan kegiatan yang
telah disusun. Kota Tangerang Selatan merupakan kota pemekaran dari kota
Tangerang. Sampai akhirnya pada tanggal 26 November 2008, DPR RI
mengeluarkan UU Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kota Tangerang
Selatan sebagai Daerah yang dikelola oleh daerah itu sendiri. Seperti yang telah
diatur dalam UndangUndang Nomor 32 tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah bahwa ada beberapa urusan wajib yang harus dilakukan oleh pemerintah
daerah dimana salah satunya adalah dalam aspek pekerjaan umum dan penataan
5
ruang.
Dalam penataan ruang di daerah pemekaran harus memperhatikan
beberapa aspek kehidupan, salah satu aspek tersebut adalah lingkungan hidup.
Maka dari itu dalam melakukan pembangunan infrastruktur harus diimbangi
dengan adanya ruang terbuka hijau di setiap daerah. Saat pelaksaan program
pembangunan tidak dapat dipungkiri bahwa dalam perkembangannya akan
dihadapi dengan berbagai macam masalah yang dihadapi, seperti pertumbuhan
penduduk yang tinggi sehingga membutuhkan bangunan bangunan yang baru
untuk tempat tinggal mereka, sedangkan ketersediaan lahan yang kurang menjadi
tantangan utama bagi pemenuhan kebutuhan tersebut.
Hal ini membuat banyaknya wilayah yang awalnya ruang terbuka hijau
berubah alih fungsi menjadi lahan pemukiman. Pemerintah kota Tangerang
Selatan pun telah mencantumkan rencana pembangunan RTH dalam Peraturan
Daerah Kota Tangerang Selatan Nomor 15 Tahun 2011 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tangerang Selatan Tahun 2011 – 2031, Dalam
peraturan tersebut disebutkan tentang kebijakan pola ruang, kebijakan tersebut
salah satunya meliputi tentang pengembangan kawasan lindung dengan
meningkatkan kualitas kawasan lindung agar sesuai dengan fungsi

5
Pasal 12 ayat (1) poin (c) dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah
perlindungannya sehingga terjaga kelestariannya, dan yang dijelaskan lagi lebih
rinci dalam pasal 13 ayat (1) dimana salah satu strategi yang digunakan untuk
mengembangkan kawasan lindung agar sesuai dengan fungsi perlindungannya
sehingga tetap terjaga kelestariannya. salah satu rencananya adalah dengan
meningkatkan jumlah ruang terbuka hijau hingga mencapai 30% pada akhir
tahun perencanaan yaitu tahun 2031.
Menurut Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Tangerang Selatan
mengeklaim luasan ruang terbuka hijau (RTH) mencapai 20 persen dari total
luasan wilayah Tangsel, yaitu sebesar 147,19 kilometer per segi. Klaim ini
berdasarkan pemetaan citra satelit. Sedangkan pada “tahun 2017 lalu RTH
Tangsel sudah 18 persen," kata Sekretaris Dinas LH Kota Tangsel, bapak Yepi
6
Suherman. Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa luasan RTH kota
Tangsel termasuk luas area taman mencapai 13,6 hektare, terdiri dari 307 taman
di tujuh kecamatan. Selain taman, RTH juga disumbang dari luas tutupan hijau,
bantaran sungai, setu, dan area lahan pribadi warga sekitar dan pengembang.
Dari paparan ini dapat diketahui bahwa luasan daerah ruang terbuka hijau di kota
Tangsel bisa mengalami peningkatan.
Pembangunan pemukiman di Kota Tangerang Selatan lebih di utamakan
karena banyak warga yang bertempat tinggal di Kota Tangerang Selatan tetapi
bekerja di DKI Jakarta. Dampak dari hal ini adalah semakin berkurangnya ruang
terbuka hijau di karenakan tingginya kebutuhan warga untuk tempat tinggal, serta
pembangunan akses dan jalan untuk mrnghubungkan jalan besar. Pada penelitian
sebelumnya ruang terbuka hijau di Kota Tangerang Selatan memiliki luas RTH
eksisting sebesar 39,968 Km2 atau sebesar 3996,85 Ha. Jika dilihat dari
peresentasenya jumlah luas ruang terbuka hijau Kota Tangerang Selatan berada

6
Medcom.id, Tangsel klaim ruang terbuka hijau capai 20 persen (Diakses pada tanggal
03/12/2019, pukul 23,38 WIB)
7
pada angka 27,154%. Dari data tersebut dapat di lihat bahwa ruang terbuka hijau
di Kota Tangerang Selatan hampir mendekati sebagai kota ideal atau kota hijau.
Kota Tangerang Selatan memiliki 7 kecamatan yang meliputi 54
kelurahan, kecamatan dan kelurahan ini lah yang paling dekat dengan batas-batas
wilayah. Seperti dapat di lihat bahwa batas wilayah Kota Tangsel di sebelah
Utara ada Kota Tangerang dan Daerah Khusus Ibukota Jakarta, disebelah Selatan
berbatasan dengan Provinsi Jawa Barat (Kabupaten Bogor dan Kota Depok), di
sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Tangerang dan di sebelah Timur
berbatasan dengan Provinsi Jawa Barat (Kota Depok) dan Daerah Khusus
2
Ibukota Jakarta. Luasan wilayah kota Tangerang Selatan adalah 147,19 KM .
Kota Tangerang selatan meliputi 7 kecamatan, seperti yang dapat di lihat pada
Tabel 1.1
Tabel 1.1
Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan Kota Tangerang Selatan
2010
Jumlah Luasan Kepadatan
No Kecamatan Penduduk Wilayah (Orang/
2 2
(orang) (Km ) Km )

1. Serpong 137,398 2.404 Ha 5.715

Serpong 7.079
2. 126,291 1.784 Ha
Utara

3. Ciputat 195,900 1.838 Ha 10.658

Ciputat 11.881
4. 183,330 1.543 Ha
Timur

5. Pondok Aren 307,154 2.988 Ha 10.280

7
Dzakiy Nasyith dkk, Analisis Ketersediaan Oksigen Untuk Kebutuhan Ruang Terbuka
Hijau di Kota Tangerang Selatan Tahun 2017, Jurnal pada Universitas Negeri Semarang, 2019
Lanjutan Tabel 1.1

6. Pamulang 288,511 2.682 Ha 10.757

7. Setu 64,985 1.480 Ha 4.391

Jumlah 1,303,569 14.719 60.761

Sumber : Sensus Penduduk Kota Tangerang Selatan, 2010

Tangerang Selatan sendiri mempunyai slogan “Mari Menata Tangsel


8
Rumah Kita Bersama” . Dari slogan tersebut mengajak, menghimbau,
mempromosikan kepada seluruh masyarakat untuk memberikan masukan,
gagasan, dan perbuatan yang terbaik untuk Tangerang Selatan, karena secara
simbolik daerah ini menjadi tempat tinggal dan beraktivitas bagi masyarakat kota
Tangerang Selatan. Tidak hanya memiliki tapi masyarakat kota Tangsel harus
mencintai daerahnya agar daerah tempat tinggalnya menjadi lebih nyaman dan
damai.
Sebelumnya juga sudah ada sebuah aksi yang dilakukan oleh Masyarakat
Peduli Lingkungan Kota atau disingkat menjadi (Malika), organisasi tersebut
menggelar aksi teatrikal terkait minimnya ruang terbuka hijau (RTH) di Kota
Tangerang Selatan, Banten, dan buruknya kualitas udara di kota pemekaran
9
Kabupaten Tangerang. Masyarakat Peduli Lingkungan Kota (Malika) menggelar
aksi ini untuk menujukan atau memberi tahu kepada masyarakat bahwa di kota
Tangsel masih kurang akan adanya ruang terbuka hijau, hal ini lah yang
mendasarkan aksi tersebut. Jika masyarakat mengetahui manfaat akan adanya
ruang terbuka hijau maka hal ini dapat membantu perkembangan kota Tangsel
dan kota Tangsel dapat dikatakan sebagai kota hijau.
Sebelumnya pada tanggal 3 Februari 2020 peneliti telah melakukan
wawancara ke beberapa warga Kota Tangerang Selatan. Pada wawancara ini

8
tangerangnews.com, tangsel (Diakses pada tanggal 03/12/2019, pukul 23,38 WIB)
9
Medcom.id, Tangsel klaim ruang terbuka hijau capai 20 persen (Diakses pada tanggal
03/12/2019, pukul 23,38 WIB)
peneliti menanyakan apakah masyarakat sudah mengetahui apa yang di maksud
dengan RTH. Pada wawancara ini ada beberapa warga yang tidak mengetahui
apa itu RTH. Seperti narasumber yang bernama Miftahul Mirja yang beralamat
tempat tinggal di Jalan Legoso Raya, Kelurahan Pisangan, Kecamatan Ciputat
Timur, dalam isi wawancara narasumber menjawab bahwa beliau tidak
mengetahui apa itu RTH sama halnya juga dengan narasumber yang bernama
Adi Nugroho yang beralamat tempat tinggal di Jalan Mi’ih 1 RT04/03 Graha
Raya, Kecamatan Serpong Utara Kota Tangerang Selatan. Dua narasumber ini
masih belum mengetahui apa itu RTH. Hal inilah yang menjadi salah satu
permasalahn pada penelitian ini untuk memberi tahukan kepada masyarakat
10
tentang pentingnya ruang terbuka hijau (RTH)
Salah satu upaya penanggulangan kurangnya ketersediaan ruang terbuka
hijau di kota Tangsel adalah dengan memberikan informasi tentang daerah-
daerah ruang terbuka hijau (RTH) untuk membantu memertakan RTH di Kota
Tangsel berdasarkan data ruang terbuka hijau dengan menggunakan Sistem
Informasi Geografis (SIG). Sistem Informasi Geografis dapat menentukan
dimana saja letak daerah-daerah ruang terbuka hijau di Kota Tangerang Selatan.
Oleh karena itu maka penelitian dengan judul “Aplikasi Sistem Informasi
Geografis (SIG) untuk pemetaan dan evaluasi ruang terbuka hijau di kota
Tangerang Selatan.” Dibuat untuk melihat persebaran dan ketersediaan ruang
terbuka hijau di Kota Tangerang Selatan.
B. Identifikasi Masalah
1. Perlu adanya evaluasi lebih lanjut tentang kebutuhan ruang terbuka hijau di
Kota Tangerang Selatan yang mengakibatkan jumlah RTH terus berkurang
2. Penyediaan ruang terbuka hijau di Tangerang Selatan masih kurang untuk
mencapai 30% dari luas wilayah

10
Tanskip wawancara pada tanggal 3 Februari 2020
3. Masih kurangnya pemahaman masyarakat tentang manfaat ruang terbuka
hijau yang dapat menguntungkan masyarakat sekitar.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan keterbatasan waktu dan biaya serta kemampuan yang di
miliki, maka pembatasan masalah pada penelitian ini di maksudkan agar
penelitian dan masalah yang dikaji tidak menyimpang atau melebar ke
permasalahan lain. Batasan masalah dalam penelitian ini hanya mengkaji
penyediaan ruang terbuka hijau di perkotaan didasarkan pada aspek luas wilayah
sesuai dengan Undang-Undang Tata Ruang No 26 Tahun 2007 tentang penataan
ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan idealnya memiliki luasan 30% dari
luas wilayah tersebut.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah yang dikemukakan diatas, masalah
dalam penelitian ini dirumuskan menjadi beberapa rumusan masalah yaitu
1. Bagaimana sebaran ruang terbuka hijau di kota Tangerang Selatan?
2. Bagaimana ketersediaan ruang terbuka hijau di kota Tangerang Selatan?
E. Tujuan penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan penelitian ini dibagi menjadi
beberapa tujuan yaitu:
1. Dapat mengetahui sebaran ruang terbuka hijau yang ada di Kota Tangerang
Selatan
2. Dapat mengetahui ketersediaan ruang terbuka hijau di kota Tangerang
Selatan.

F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Manfaat teoritis dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan
wawasan keilmuan pembaharu di dalam bidang geografi tentang pemetaan ruang
terbuka hijau untuk para peneliti lain.
2. Manfaat praktis
a) Bagi Pendidikan
Penelitian ini bisa dijadikan bahan ajar untuk pembelajaran di
sekolah khususnya pada mata pelajaran geografi materi Sistem
Informasi Geografis.
b) Bagi Pemerintah
Penelitian ini dapat menambah jumlah koleksi peta ruang terbuka
hijau yang ada di pemerintahan khususnya pada koleksi peta rencana
tata ruang wilayah Kota Tangerang Selatan tahun 2020.
c) Bagi Masyarakat
Diharap masyarakat dapat mengetahui ketersediaan ruang terbuka
hijau di Kota Tangerang Selatan sudah ideal atau belum.
d) Bagi Peneliti Lain
Diharapkan dapat memperluas wawasan berfikir sehingga dapat di
peroleh gambaran yang lebih jelas dengan kesesuaian fakta dan teori
yang dipelajari untuk melakukan penelitian selanjutnya.
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Kajian Teoritis
1. Ruang Terbuka Hijau

Pengertian ruang terbuka hijau (RTH) dalam kajian ini adalah penempatan
tumbuhan sebagai struktur ekosistem wilayah. Sebagai pembentukan struktur
ekosistem wilayah, RTH mempunyai 2 parameter struktur yaitu luasan dan
sebaran. RTH telah menjadi kesatuan program pembangunan dibanyak negara
diintensifkan untuk mengatasi pemanasan global yang disebabkan peningkatan
karbon dioksida di udara. Bahkan, dalam kerangka pelaksanaan perdagangan
emisi karbon dunia maka percepatan pengadaan RTH dimaksudkan untuk
meyerap karbon dioksida ke dalam jaringan tumbuhan. Beberapa program RTH
juga difokuskan menggunakan tumbuhan pangan sebagai upaya untuk pengadaan
1
bahan pangan dan pekerjaan sesuai tujuan pembangunan milennium
Beberapa definisi terkait RTH berdasarkan peraturan sebagai berikut:
a. Ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam
bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang atau jalur
yang dalam penggunaanya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya
2
tanpa bangunan
b. Area memanjang/jalur dan atau mengelompok yang penggunaanya lebih
bersifat terbuka, tempat tumbuh tumbuhan baik yang tumbuh secara
3
alamiah maupun yang sengaja ditanam
c. Bagian dari ruang-ruang terbuka (open spaces) suatu wilayah perkotaan
yang diisi oleh tumbuhan, tumbuhan dan vegetasi (endemik, introduksi)
guna mendukung manfaat langsung dan/atau tidak langsung yang

1
Mangkoedihardjo, S dan Samudro, G. 2010. Fitoteknologi Terapan. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
2
Instruksi Menteri Dalam Negeri No 14 tahun 1998
3
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007

11
12

dihasilakn oleh RTH dalam kota tersebut yaitu keamanan, kenyamanan,


4
kesejahteraan dan keindahan wilayah perkotaan tersebut
d. Semua lahan hijau yang terdapat pada suatu kota termasuk didalamnya
jalur hijau pada jalan, taman, tempat bermain, lapangan, sepanjang
sempadan sungai, lahan basah, pagar, halaman rumah, kuburan dan
5
lainnya
e. Ruang di dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik dalam bentuk
areal memanjang/jalur atau mengelompok dimana penggunanya lebih
bersifat terbuka, berisi hijau tumbuhan atau tumbuh-tumbuhan yang
6
tumbuh secara alami atau tumbuhan budidaya
2. Penghijauan Kota
a. Kebijakan Perencanaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Wilayah
Perkotaan
Sebagian besar materi pada sub bab ini mengacu pada tulisan yang
berjudul “Pengembangan Sistem RTH di Perkotaan”, makalah Lokakarya
dalam rangkaian acara Hari Bakti Pekerjaan Umum ke 60 Direktorat
Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum, diselenggarakan di
Bogor 30 November 2005. Pengembangan sistem RTH di perkotan didasari
atas beberapa pemikiran, antara lain:
1) Keterbatasan luasan kota versus kemajuan pembangunan kota.
Permintaan akan pemanfaatan lahan kota yang terus tumbuh dan
bersifat akseleratif untuk untuk pembangunan berbagai fasilitas
perkotaan, termasuk kemajuan teknologi, industri dan transportasi,
selain sering mengubah konfigurasi alami lahan/bentang alam
perkotaan juga menyita lahan-lahan tersebut dan berbagai

4
Departemen Pekerjaan Umum Tahun 2005
5
Samudro, G., Mangkoedihardjo, S., Water equivalent method for city phytostructure of
Indonesia. International Journal of Environmental Science and Technology. (2006).
6
Ludang Yetrie, Keragaman hayati ruang terbuka hijau berbasis pengetahuan ulayat di Kota
Palangka Raya, (Tangerang: An1image, 2017) hlm.7-8
13

bentukan ruang terbuka lainnya. Kedua hal ini umumnya


merugikan keberadaan RTH yang sering dianggap sebagai lahan
cadangan dan tidak ekonomis. Di lain pihak, kemajuan alat dan
pertambahan jalur transportasi dan system utilitas, sebagai bagian
dari peningkatan kesejahteraan warga kota, juga telah menambah
jumlah bahan pencemar dan telah menimbulkan berbagai ketidak
nyamanan di lingkungan perkota-an. Untuk mengatasi kondisi
lingkungan kota seperti ini sangat diperlukan RTH sebagai suatu
teknik bioengineering dan bentukan biofilter yang relatif lebih
7
murah, aman, sehat, dan menyamankan.
2) Tata ruang kota penting dalam usaha untuk efisiensi sumberdaya
kota dan juga efektifitas penggunaannya, baik sumberdaya alam
maupun sumberdaya lainnya. Ruang-ruang kota yang ditata terkait
dan saling berkesinambungan ini mempunyai berbagai pendekatan
dalam perencanaan dan pembangunannya. Tata guna lahan, sistem
transportasi, dan sistem jaringan utilitas merupakan tiga faktor
utama dalam menata ruang kota. Dalam perkembangan selanjutnya,
konsep ruang kota selain dikaitkan dengan permasalahan utama
perkotaan yang akan dicari solusinya juga dikaitkan dengan
pencapaian tujuan akhir dari suatu penataan ruang yaitu untuk
kesejahteraan, kenyamanan, serta kesehatan warga dan kotanya.
3) RTH perkotaan mempunyai manfaat kehidupan yang tinggi.
Berbagai fungsi yang terkait dengan keberadaannya (fungsi
ekologis, sosial, ekonomi, dan arsitektural) dan nilai estetika yang
dimilikinya (obyek dan lingkungan) tidak hanya dapat dalam
meningkatkan kualitas lingkungan dan untuk kelangsungan

7
Alamsyah Flamin dan Winda Karmelita, Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH)
Berdasarkan Tingkat Kebutuhan Oksigen, Absorbsi Karbon Dioksida dan Pengendali Iklim Mikro di
Wilayah Perkotaan, Jurnal Universitas Halu Oleo Kendari, 2014
14

kehidupan perkotaan tetapi juga dapat menjadi nilai kebanggaan


dan identitas kota. Untuk mendapatkan RTH yang fungsional dan
estetik dalam suatu sistem perkotaan, maka luas minimal, pola dan
struktur, serta bentuk dan distribusinya harus menjadi pertimbangan
dalam membangun dan mengembangkannya. Karakter ekologis,
kondisi dan keinginan warga kota, serta arah dan tujuan
pembangunan dan perkembangan kota merupakan determinan
utama dalam menentukan besaran RTH fungsional ini.
4) Keberadaan RTH penting dalam mengendalikan dan memelihara
integritas dan kualitas lingkungan. Pengendalian pembangunan
wilayah perkotaan harus dilakukan secara proporsional dan berada
dalam keseimbangan antara pembangunan dan fungsifungsi
lingkungan.
5) Kelestarian RTH suatu wilayah perkotaan harus disertai dengan
ketersediaan dan seleksi tanaman yang sesuai dengan arah rencana
dan rancangannya.
b. Definisi RTH
Ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam
bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang atau jalur
yang dalam penggunaanya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya
8
tanpa bangunan
c. Kategorisasi RTH
Berdasarkan bobot kealamiannya, bentuk RTH dapat diklasifikasi
menjadi :
a. bentuk RTH alami (habitat liar/alami, kawasan lindung)
b. bentuk RTH non alami atau RTH binaan (pertanian kota,
pertamanan kota, lapangan olah raga, pemakaman).

8
Instruksi Menteri Dalam Negeri No 14 tahun 1998
15

Berdasarkan sifat dan karakter ekologisnya diklasi-fikasi menjadi :


a. RTH berbentuk kawasan/areal, meliputi RTH yang berbentuk
hutan (hutan kota, hutan lindung, hutan rekreasi), taman, lapangan
OR, Kebun Raya, kebun Pembibitan, Kawasan Fungsional (RTH
kawasan perdagangan, RTH kawasan perindustrian, RTH
kawasan permukiman, RTH kawasan pertanian) RTH kawasan
khusus (Hankam, perlindungan tata air, plasma nutfah, dan
sebagainya).
b. RTH berbentuk jalur / koridor / linear, meliputi RTH koridor
sungai, RTH sempadan danau, RTH sempadan pantai, RTH tepi
jalur jalan, RTH tepi jalur kereta, RTH Sabuk hijau (green belt),
dan sebagainya.

Berdasarkan status kepemilikan, RTH diklasifikasikan menjadi 2


kelompok:
a. RTH publik, yaitu RTH yang berlokasi pada lahan-lahan publik
atau lahan yang dimiliki oleh pemerintah, dan
b. RTH privat atau non publik, yaitu RTH yang berlokasi pada
9
lahan-lahan milik privat.
3. Klasifikasi Ruang Terbuka Hijau
Klasifikasi RTH menurut Inmendagri No.14 tahun 1988, yaitu:
taman kota, lapangan O.R, kawasan hutan kota, jalur hijau kota,
perkuburan, pekarangan, dan RTH produktif. Bentuk RTH yang memiliki
fungsi paling penting bagi perkotaan saat ini adalah kawasan hijau taman
kota dan kawasan hijau lapangan olah raga. Taman kota dibutuhkan karena
memiliki hampir semua fungsi RTH, sedangkan lapangan olah raga hijau
memiliki fungsi sebagai sarana untuk menciptakan kesehatan masyarakat

9
Niniek Anggriani, Ruang Terbuka Hijau di Perkotaan, (Klaten: Yayasan Humaniora, 2011)
Hal.89- 92
16

selain itu bisa difungsikan sebagian dari fungsi RTH lainnya. Dinas
Pertamanan mengklasifikasikan ruang terbuka hijau berdasarkan pada
kepentingan pengelolaannya adalah sebagai berikut :
1) Kawasan Hijau Pertamanan Kota, berupa sebidang tanah yang
sekelilingnya ditata secara teratur dan artistik, ditanami pohon
pelindung, semak/perdu, tanaman penutup tanah serta memilikifungsi
relaksasi.
2) Kawassan Hijau Hutan Kota, yaitu ruang terbuka hijau dengan fungsi
utama sebagai hutan raya.
3) Kawasan Hijau Rekreasi Kota, sebagai sarana rekreasi dalam
kota yang memanfaatkan ruang terbuka hijau.
4) Kawasan Hijau kegiatan Olahraga, tergolong ruang terbuka hijau
area lapangan, yaitu lapangan, lahan datar atau pelataran yang cukup
luas. Bentuk dari ruang terbuka ini yaitu lapangan olahraga, stadion,
lintasan lari atau lapangan golf.
5) Kawasan Hijau Pemakaman.
6) Kawasan Hijau Pertanian, tergolong ruang terbuka hijau areal
produktif, yaitu lahan sawah dan tegalan yang masih ada di kota yang
menghasilkan padi, sayuran, palawija, tanaman hias dan buah-
buahan.
7) Kawasan Jalur Hijau, yang terdiri dari jalur hijau sepanjang jalan,
taman di persimpangan jalan, taman pulau jalan dan sejenisnya.
8) Kawasan Hijau Pekarangan, yaitu halaman rumah di kawasan
10
perumahan, perkantoran, perdagangan dan kawasan industri.

10
Fachriani Nur, Analisis Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau Dengan Menggunakan Aplikasi
Sistem Informasi Geografis (SIG) di Kecamatan Palmerah Jakarta Barat. Skripsi pada UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2017, h.10, tidak dipublikasikan.
17

4. Fungsi dan Manfaat Ruang Terbuka Hijau


a. Fungsi RTH sebagai Infrastruktur Hijau
Fungsi RTH meliputi fungsi pelayanan fasilitas umum bagi
masyarakat untuk melakukan kegiatan-kegiatan aktif di dalamnya, seperti
berinteraksi/berekreasi, berolahrga, berwisata hutan, dan lain-lain. Fungsi
pengaman, peneduh, dan keindahan kota secara proporsional pada ruang-
ruang kota, dan fungsi budidaya pertanian bagi kegiatan pertanian kota.
Fungsi lainnya adalah sebagai sabuk hijau (green belt) atau jalur hijau
11
pembatas kawasan maupun pembatas wilayah. Di samping itu, RTH
sebagai infrastruktur hijau memiliki fungsi beragam, yaitu
1) Konservasi tanah dan air
Permukaan lahan yang tertutup perkerasan dan bangunan semakin
hari semakin meluas seiring dengan perubahan lahan alami
menjadi lahan terbangun. Keadaan ini menyebabkan air hujan
tidak dapat meresap kedalam tanah (dangkal) terhambat,
keberadaan RTH sangat penting untuk meresapkan air hujan
kedalam tanah, menyuplai cadangan air tanah, dan mengaktifkan
siklus hidrologi.
2) Ameliorasi iklim
Iklim di daerah perkotaan berkaitan dnegan suhu udara,
kelembaban, aliran udara, dan penyinaran matahari itu
mempengaruhi kenyamanan hidup manusia. Keberadaan tanaman
dan unsur air ssebagai unsur utama RTH mampu menciptakan
iklim mikro yang lebih baik.
3) Pengendali Pencemaran
Pencemaran di kota-kota besar, seperti Jakarta, Surabaya,
Bandung, dan kota besar lainnya, pada umumnya tinggi. RTH

11
Nirwono Joga dan Iwan Ismaun, RTH 30%! Resolusi (Kota) Hijau, ( Jakarta, Penerbit PT
Gramedia Pustaka Utama, 2011) hal 101
18

mempunyai kemampuan mengendalikan pencemaran, baik


pencemaran udara, air, maupun suara bising. Peningkatan bahan
pencemar di udara, khususnya karbon dioksida akibat kegiatan
industri dan kendaraan bermotor, dapat diserap tanaman dalam
proses fotosintesis. Keberadaan RTH dapat mengendalikan bahan
pencemar (polutan), sehingga tingkat pencemaran dapat ditekan
dan konsentrasi karbon dioksida dapat berkurang.
4) Habitat satwa dan konservasi plasma nutfah
Dengan pemilihan jenis tanaman yang tepat, RTH dapatdijadikan
sebagai habitat satwa liar (burung, serangga), tempat konservasi
plasma nutfah, dan keanekaragaman hayati. Keberadaan satwa liar
di wilayah perkotaan memberi warna tersendiri bagi kehidupan
warga kota dan menjadi indikator tingkat kesehatan lingkungan
kota.
5) Sarana kesehatan dan olahraga
Melalui proses fotosintesis, tanaman menghasilkan oksigen, gas
yang sangat dibutuhkan manusia untuk bernafas. Oleh karena itu,
RTH yang dipenuhi pepohonan sering disebut sebagai paru-paru
kota. Keberadaan RTH sangat berperan untuk menignkatkan
12
kesehatan dan olahraga.
6) Sarana rekreasi dan wisata
Suasana kota yang sangat padat bangunannya dengan dinamika
kehidupan yang serba cepat dan rutinitas pekerja sehari-hari
membuat warga cepat jenuh. Warga membutuhkan suasana baru
untuk bersantai dan keluar dari rutinitas sehari-hari. Mereka
membutuhkan tempat rekreasi dan wisata alami. Tujuan lingkugan,

12
Fachriani Nur, Analisis Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau Dengan Menggunakan Aplikasi
Sistem Informasi Geografis (SIG) di Kecamatan Palmerah Jakarta Barat. Skripsi pada UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2017, h 11-12, tidak dipublikasikan
19

taman kota, hutan kota, kebun binatang, kebun raya, maupun


bentuk rekresi RTH lainnya sangat berperan mengembalikan
keatifitas kehidupan waga dari rutinitas dan kejenuhan dalam
bekerja. Oleh karena itu, keberadaan RTH memdukung
ketersediaan RTH sebagai tempat sarana rekreasi dan interaksi
sosial warga.
7) Area evakuasi bencana
Sering terjadinya bencana di Indonesia akhir-akhir ini, seperti
gempa bumi, tsunami, banjir, letusan gunung berapi, kebakaran,
perlu pengembangan mitigasi bencana, dengan menyiapkan area
terbuka di kawasan perkotaan yang dapat berfungsi sebagai tempat
evakuasi. RTH, seperti taman, halaman, lapangan bola, dapat
digunakan sebagai area evaluasi warga saat terjadi bencana.
8) Pengendali tata ruang kota
RTH sebagai kawasan preservasi atau konservasi yang berbentuk
jalur hijau dapat dijadikan alat pengendali tata ruang kota dengan
fungsi sebagai sabuk hijau (green belt) atau jalur hijau pembatas
kawasan mapun pembatas wilayah kota.
9) Estetika
Keberadaan RTH dapat meningkatkan daya tarik dan keindahan
suatu kota. Tanaman memiliki bentuk, warna, dan tekstur beraneka
ragam sehingga dapat menambah keindahan pemandangan lanskap
kota. Disamping itu sebagai unsur yang hidup dan berkembang,
tanaman dapat berubah dari waktu ke waktu (bersemi, berbunga,
berbuah, rontok, dan sebagainya) sehingga menjadi daya tarik
13
tersendiri.

13
Fachriani Nur, Analisis Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau Dengan Menggunakan Aplikasi
Sistem Informasi Geografis (SIG) di Kecamatan Palmerah Jakarta Barat. Skripsi pada UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2017, h 12-13, tidak dipublikasikan
20

Unsur tanaman yang bersifat alami dapat memperlembut kesan


keras (rigid), arsitektur bangunan di daerah perkotaan. Pemilihan
jenis tanaman yang tepat dan tersedianya RTH yang memadai akan
menunjang estetika kota. Unsur air diwujudkan menjadi air mancur,
air terjun, kolam hias, dan benuk kolam lainnya untuk memperindah
14
daya tarik lingkungan perkotaan
Adapun Fungsi ruang terbuka hijau beragam macamnya,
diantaranya sebagai pendingin kota, penekanan dampak bencana,
penyedia sumber energi alternative, penyedia sumber air tanah,
pemeliharaan keragaman hayati, mempertahankan estetika lingkungan
dan pemulihan atau rehabilitasi lingkungan tercemar fungsi lain ruang
terbuka hijau adalah:
a) Filter udara, sebagai sirkulasi daur oksigen perkotaan
b) Daerah tangkapan air, daerah resapan air yang menampung air
hujan dan
15
c) Penyeimbang ekosistem kota, pemulihan daya dukung alam
Ruang terbuka hijau dapat berfungsi secara ekologi, social budaya,
arsitektur dan ekonomi.
1) Secara ekologi, ruang terbuka hijau dapat meningkatkan
kualitas air tanah, mencegah banjir, mengurangi polusi udara
dan menurunkan temperature kota. Contohnya sabuk hijau
kota, hutan kota, taman botani, sempadan sungai dan lain-lain.
2) Secara social budaya, keberadaan ruang terbuka hijau (RTH)
dapat memberikan fungsi sebagai ruang interaksi sosial, sarana
rekreasi dan sebagai tetenger kota yang berbudaya. Contohnya
14
Fachriani Nur, Analisis Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau Dengan Menggunakan Aplikasi
Sistem Informasi Geografis (SIG) di Kecamatan Palmerah Jakarta Barat. Skripsi pada UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2017, h 13-14, tidak dipublikasikan
15
Badan Perencamaa Pembangunan Daerah Kota Blitar, 2007
21

seperti taman-taman kota, lapangan olahraga, kebun raya,


tempat pemakaman umum.
3) Secara arsitektur, ruang terbuka hijau (RTH) dapat
meningkatkan nilai keindahan dan kenyamanan kota melalui
keberadaan taman-taman kota, kebun-kebun bunga, dan jalur-
jalur hijau di jalan-jalan kota.
4) Secara ekonomi, ruang terbuka hijau (RTH) memiliki fungsi
secara langsung seperti pengusahaan lahan-lahan kosong
menjadi lahan pertanian/perkebunan dna pengembangan sarana
wisata hijau perkotaan yang dapat mendatangkan wisatawan
16
lokal maupun asing
b. Fungsi dan manfaat RTH
RTH publik maupun RTH privat memiliki fungsi yang strategis.
Fungsi RTH dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu:
1) Fungsi utama (intrinsik) yaitu fungsi ekologis, dan
2) fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu fungsi arsitektural, sosial, dan
fungsi ekonomi.
RTH berfungsi ekologis, yang menjamin keberlanjutan suatu wilayah
kota secara fisik, harus merupakan satu bentuk RTH yang berlokasi,
berukuran, dan berbentuk pasti dalam suatu wilayah kota. RTH fungsi ini
merupakan perlindungan sumberdaya penyangga kehidupan manusia dan
untuk membangun jejaring habitat hidupan liar. RTH untuk fungsi-fungsi
lainnya (sosial, ekonomi, arsitektural) merupakan RTH pendukung dan
penambah nilai kualitas lingkungan dan budaya kota tersebut, sehingga
dapat berlokasi dan berbentuk sesuai dengan kebutuhan dan
kepentingannya, seperti untuk ke-indahan, rekreasi, dan pendukung
arsitektur kota.

16
Ludang Yetrie, Keragaman hayati ruang terbuka hijau berbasis pengetahuan ulayat di
Kota Palangka Raya, (Tangerang: An1image, 2017) hlm.11-13
22

Manfaat RTH berdasarkan fungsinya dibagi atas :


1) manfaat langsung (dalam pengertian cepat dan bersifat tangible)
seperti mendapatkan bahan-bahan untuk dijual (kayu, daun,
bunga), kenyamanan fisik (teduh, segar), keinginan, dan
2) manfaat tidak langsung (berjangka panjang dan bersifat
intangible) seperti perlindungan tata air dan konservasi hayati
atau keanekaragaman hayati.
c. Pola dan Struktur Fungsional
Pola Pengamanan Ekologis Dalam rencana tata ruang wilayah
(RTRW), implementasi infrastruktur hijau atau ... daerah 3 (flood proses-
proses (catchment /GC and stormwater sehidrologis, resapan air
(infilarea). Dipersungai, waduk, situ, Tujuannya adalah menyusun pola
RTH pengendalian banjir, yaitu dengan menentukan daerah-daerah yang
tidak boleh dibangun demi mempertahankan fungsi konservasi agar
17
proses-proses hidrologi tetap dapat berlangsung. Pola RTH kota
merupakan struktur RTH yang ditentukan oleh hubungan fungsional
(ekologis, sosial, ekonomi, arsitektural) antar komponen pembentuknya.
Pola RTH terdiri dari:
1) RTH struktural
RTH struktural merupakan pola RTH yang dibangun oleh
hubungan fungsional antar komponen pembentuknya yang
mempunyai pola hierarki planologis yang bersifat antroposentris.
RTH tipe ini didominasi oleh fungsi-fungsi non ekologis dengan
struktur RTH binaan yang berhierarkhi. Contohnya adalah
struktur RTH berdasarkan fungsi sosial dalam melayani
kebutuhan rekreasi luar ruang (outdoor recreation) penduduk
perkotaan seperti yang diperlihatkan dalam urutan hierakial

17
Nirwono Joga dan Iwan Ismaun, RTH 30%! Resolusi (Kota) Hijau, ( Jakarta, Penerbit PT
Gramedia Pustaka Utama, 2011) hal 111
23

sistem pertamanan kota (urban park system) yang dimulai dari


taman perumahan, taman lingkungan, taman ke-camatan, taman
kota, taman regional, dan seterusnya.
2) RTH non structural
RTH non struktural merupakan pola RTH yang dibangun
oleh hubungan fungsional antar komponen pembentuknya yang
umumnya tidak mengikuti pola hierarki planologis karena
bersifat ekosentris. RTH tipe ini memiliki fungsi ekologis yang
sangat dominan dengan struktur RTH alami yang tidak
berhierarki. Contohnya adalah struktur RTH yang dibentuk oleh
konfigurasi ekologis bentang alam perkotaan tersebut, seperti
RTH kawasan lindung, RTH perbukitan yang terjal, RTH
18
sempadan sungai, RTH sempadan danau, RTH pesisir.
5. Pengembangan Ruang Terbuka Hijau
Pengalokasian 30% RTH ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang
RTRW Kota dan RTRW Kabupaten. Proporsi tersebut bertujuan untuk
menjamin keseimbangan ekosistem kota baik keseimbangan sistem hidrologi
dan keseimbangan mikroklimat, maupun sistem ekologis lain yang dapat
meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, ruang
terbuka bagi aktivitas publik serta dapat meningkatkan nilai estetika kota.
Langkah-langkah strategi yang dapat dilakukan untuk menuju RTH 30%,
diantaranya:
1) Menetapkan kawasan yang tidak boleh dibangun
Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), kawasan yang
dipreservasi diantaranya habitat satwa liar, daerah dengan
keanekaragaman hayati tinggi, daerah genangan dan penampungan
air (water retention), daerah rawan longsor, tepian sungai dan tepian

18
Niniek Anggriani, Ruang Terbuka Hijau di Perkotaan, (Klaten: Yayasan Humaniora, 2011)
Hal.92-94
24

pantai sebagai pengaman ekologis, dan daerah yang memiliki nilai


pemandangan tinggi.
2) Membangun lahan hijau (hub) baru, perluasan RTH melalui
pembelian lahan.
Pemerintah sebagai pemegang wewenang dalam suatu kota dapat
melakukan strategi pembebasan lahan yang bertujuan untuk
meningkatkan pembangunan taman lingkungan, taman kota, taman
makam, lapangan olahraga, hutan kota, kebun raya, hutan mangrove
19
dan situ/danau buatan
3) Mengembangkan koridor ruang hijau kota.
Koridor ruang hijau kota merupakan urban park connector yang
menghubungkan RTH satu dengan lainnya di setiap kota. Koridor
diciptakan dengan menanami pohon besar disepanjang potensi ruang
hijau seperti pedestrian, sempadan sungai, tepian badan air situ dan
waduk, sempadan rel kereta api dan dapat dijadikan sebagai
transportasi kendaraan bermotor dan jalur wisata kota ramah
lingkungan.
4) Mengakuisisi RTH privat, menjadikan bagian RTH kota.
Akuisisi dilakukan dengan menerapkan Koefisien Dasar Hijau (KDH)
pada lahan privat yang dimiliki masyarakat dan swasta pada
pengurusan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Pemerintah daerah
5) Peningkatan kualitas RTH kota melalui refungsi RTH eksisting.
Optimalisasi fungsi ekologis RTH eksisting diantara melalui
revitalisasi kawasan hutan bakau, situ, danau maupun waduk sebagai
daerah resapan air serta penanaman rumput pada taman lingkungan
perumukiman yang diperkeras.
6) Menghijaukan bangunan (green roof / green wall).

19
Website P2KH, Strategi Peningkatang Ruang Terbuka Hijau (diakses pada 29/4/2020 pukul
3:51 WIB)
25

Keterbatasan lahan untuk dapat mengembangkan kawasan hijau dapat


disiati dengan memanfaatkan ruang-ruang terbangun melalui
penanaman tanaman pada atap ataupun tembok bangunan.
7) Menyusun kebijakan hijau
Pemerintah Daerah serta DPRD sebagai fungsi legislatif mendorong
penyusunan dan penetapan perda terkait dengan RTH dan Rencana
Induk RTH agar perencanaan pembangunan RTH memiliki kekuatan
hukum.
8) Memberdayakan komunitas hijau.
Partisipasi aktif masyarakat dalam komunitas hijau diberdayakan
melalui pembuatan pemertaan komunitas hijau, penyusunan rencana
20
tindak, dan kelembagaan peran komunitas hijau.
6. Macam-macam Ruang Terbuka Hijau
a. Ruang Terbuka Hijau Publik
Ruang terbuka publik adalah suatu ruang luar yang terjadi
dengan membatasi alam dan komponen-komponennya (bangunan)
menggunakan elemen keras seperti pedestrian, jalan, plasa, pagar
beton dan sebagainya., maupun elemen lunak seperti tanaman dan air
sebagai unsur pelembut dalam lansekap dan merupakan wadah aktifitas
masyarakat yang berbudaya dan kehidupan kota.
Adapun aktifitas yang dilakukan pada ruang terbuka publik ini
bisa untuk rekreasi dan hiburan, bisa juga sebagai kegiatan industri
wisata misalnya pameeran pembangunan, kegiatan promosi wisata dan
kebudayaan yang dapat menarik pengunjung sebanyak mungkin seperti
pemilihan ratu bunga atau kontes-kontes lain yang mengandung
nuansa kepariwisataan dan pembangunan serta berbagai kegiatan
lainnya. Akan tetapi pada prinsipnya ruang terbuka publik

20
Website P2KH, Strategi Peningkatang Ruang Terbuka Hijau (diakses pada 29/4/2020 pukul
3:51 WIB)
26

merupakan tempat dimana masyarakat dapat melakukan aktifitas


sehubungan dengan kegiatan rekreasi dan hiburan bahkan dapat
pula mengarah kepada jenis kegiatan hubungan sosial lainnya seperti
untuk berjalan-jalan, untuk melepas lelah, duduk-duduk dengan santai,
bisa juga pertemuan akbar pada saat-saat tertentu atau juga digunakan
untuk upacara-upacara resmi, dapat pula dipadukan dengan tempat-
21
tempat perdagangan
b. Ruang Terbuka Hijau Privat
Ruang Terbuka Hijau (RTH) Privat atau Non Publik, yaitu
RTH yang berlokasi pada lahan-lahan milik privat. Secara khusus, baik
RTH publik maupun RTH privat, memiliki fungsi utama (intrinsik)
yaitu fungsi ekologis dan fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu fungsi
arsitektural, sosial dan fungsi ekonomi.
Dalam suatu wilayah perkotaan, empat fungsi utama ini dapat
dikombinasikan sesuai dengan kebutuhan, kepentingan, dan
keberlanjutan kota. Ruang terbuka hijau privat, adalah RTH milik
institusi tertentu atau orang perseorangan yang pemanfaatannya untuk
kalangan terbatas, antara lain berupa kebun atau halaman
22
rumah/gedung milik masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan.

7. Vegetasi Pada Ruang Terbuka Hijau


Pada beberapa bahasan terdahulu sudah dikemukakan bahwa elemen
vegetasi / tanaman merupakan unsur yang dominan dalam RTH / Ruang
Hijau Kota / Urban Open Space. Vegetasi dapat ditata sedemikian rupa
sehingga mampu berfungsi sebagai pembentuk ruang, pengendalian suhu
udara, memperbaiki kondisi tanah dan sebagainya. Vegetasi dapat
21
Eko Budihardjo dan Djoko Sujarto, Kota Yang Berkelanjutan, (Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan), hlm. 78.
22
http://www.penataanruang.com/ruang-terbuka-hijau.html. (Diakses pada tanggal
03/12/2019, pukul 23.38 WIB).
27

menghadirkan estetika tertentu yang terkesan alamiah dari garis, bentuk,


warna, dan tekstur yang ada dari tajuk, daun, batang, cabang, kulit batang,
akar, bunga, buah maupun aroma yang ditimbukan dari daun, bunga maupun
buahnya. Persyaratan umum tumbuhan untuk ditanam di wilayah perkotaan
yaitu disenangi dan tidak membahayakan bagi warga kota, mampu tumbuh
pada lingkungan yang marjinal, perakaran dalam agar tidak mudah tumbang,
meningkatkan kualitas lingkungan kota dan dapat menghasilkan oksigen.
23
Guna mendapatkan keberhasilan pembangunan RTH, hendaknya dipilih
tanaman berdasarkan beberapa pertimbangan dengan tujuan agar tanaman
dapat tumbuh baik dan dapat menanggulangi masalah lingkungan yang
muncul. Aspek hortikultural sangat penting dipertimbangkan dalam
pemilihan jenis tanaman untuk RTH. Selain itu guna menunjang estetika
urban design, pemilihan jenis vegetasi untuk RTH juga harus
mempertimbakan aspek arsitektural dan artistik visual.
a. Pengelompokan Tanaman berdasarkan Aspek Arsitektural dan
Artistik Visual
Berdasarkan fungsinya dalam lansekap secara umum, Hakim (1991)
mengemukakan bahwa tanaman dapat berfungsi sebagai:
a) Pengontrol pemandangan ( Visual control )
b) Penghalang secara fisik ( Physical Bariers )
c) Pengontrol iklim ( Climate Control )
d) Pelindung dari erosi ( Erotion Control )
e) Memberikan nilai estetika ( Aesthetics Values )
Fungsi di atas dapat dipenuhi dengan melakukan pemilihan dan
penataan tanaman sesuai karakter masing-masing tanaman.

23
Yetrie Ludang, Keragaman Hayati Ruang Terbuka Hijau Bebasis Pengetahuan Ulayat di
Kota Palangka Raya. (Tangerang, Penerbit An1mage : 2017)
28

1) Pengelompokan berdasarkan Bentuk Tajuk dan Struktur


Tanaman
Beberapa istilah yang sering digunakan dalam
mengklasifikasikan tanaman secara arsitektural biasanya ditinjau
dari tajuk, bentuk massa dan struktur tanaman. Menurut DPU
(1996), pengertian dari beberapa istilah tersebut adalah:
a. Tajuk merupakan keseluruhan bentuk dan kelebaran
maksimal tertentu dari ranting dan daun suatu tanaman.
b. Struktur Tanaman ialah bentuk tanaman yang terlihat secara
keseluruhan.
Berdasarkan bentuk massa, tajuk dan struktur tanaman, Laurie
(1986) dan Djuwita (2007) mengelompokkan tanaman menjadi :
a. Tanaman Pohon
Tanaman pohon adalah jenis tanaman berkayu yang
biasanya mempunyai batang tunggal dan dicirikan
dengan pertumbuhan yang sangat tinggi. Tanaman
berkayu adalah tanaman yang membentuk batang
24
sekunder dan jaringan xylem yang banyak. Biasanya,
tanaman pohon digunakan sebagai tanaman pelindung
dan centre point. Flamboyan dan dadap merah termasuk
jenis tanaman pohon. Namun demikian pengelompokan
pohon lebih dicirikan oleh ketinggiannya yang mencapai
lebih dari 8m.
b. Tanaman Perdu
Tanaman golongan perdu merupakan tanaman berkayu
yang pendek dengan batang yang cukup kaku dan kuat
untuk menopang bagian-bagian tanaman. Golongan

24
Niniek Anggriani, Ruang Terbuka Hijau di Perkotaan, (Klaten: Yayasan Humaniora, 2011)
Hal.149
perdu biasanya dibagi menjadi tiga, yaitu perdu rendah,
perdu sedang, dan perdu tinggi. Bunga sikat botol,
krossandra dan euphorbia termasuk dalam golongan
tanaman perdu.
c. Tanaman semak (shrubs)
Tanaman golongan semak dicirikan dengan batang yang
berukuran sama dan sederajat. Bambu hias termasuk
dalam golongan tanaman ini. Pada umumnya tanaman ini
mempunyai ketinggian di bawah 8 m.
d. Tanaman merambat (liana)
Tanaman golongan liana lebih banyak digunakan untuk
tanaman rambat dan tanaman gantung. Liana dicirikan
dengan batang yang tidak berkayu dan tidak cukup kuat
untuk menopang bagian tanaman lainnya. Alamanda
25
termasuk dalam golongan tanaman liana.
e. Tanaman Herba, Terna, Bryoids dan Sukulen
Golongan herba (herbaceous) atau terna merupakan jenis
tanaman dengan sedikit jaringan sekunder atau tidak
sama sekali (tidak berkayu) tetapi dapat berdiri tegak.
Kana dan tapak darah termasuk dalam golongan
tanaman herba. Tanaman bryoids, terdiri dari lumut,
paku-pakuan, dan cendawan. Ukurannya dibagi
berdasarkan tinggi vegetasi. Bentuk dan ukuran daunnya
ada yang besar, lebar, menengah, dan kecil (jarum dan
rumput-rumputan) dan campuran.
Tekstur daun ada yang keras, papery dan
sekulen. Coverage biasanya sangat beragam, ada

25
Niniek Anggriani, Ruang Terbuka Hijau di Perkotaan, (Klaten: Yayasan Humaniora, 2011)
Hal.150
tumbuhan yang sangat tinggi dengan penutupan
horizontal dan luas, relatif dapat sebagai penutup, ada
yang menyambung dan terpisah-pisah. Penutupan
tumbuhan merupakan indikasi dari sistem akar di dalam
tanah. Sistem akar sangat penting dan mempunyai
pengaruh kompetisi pada faktor-faktor ekologi.
Tanaman sekulen adalah jenis tanaman ’lunak’ yang
tidak berkayu dengan batang dan daun yang mampu
menyimpan cadangan air dan tahan terhadap kondisi
yang kering. Kaktus termasuk dalam golongan tanaman
26
sekulen.
b. Beberapa Karakteristik Tanaman dalam Membentuk Ruang
Unsur estetika / artistik visual sangat penting dalam
membentuk ruang dan karakter arsitektural kota melalui penataan
RTH yang baik. Masing-masing tanaman memiliki karakter yang khas.
Beberapa unsur yang sering dipertimbangkan dalam memilih tipe
estetika tanaman di perkotaan antara lain:
a. Bertajuk indah
b. Tajuk mudah dibentuk
c. Berdaun indah
d. Berbunga indah, dan
e. Beraroma wangi / harum yang khas.
Sebagai unsur yang dominan dalam RTH, berdasarkan
tampilan artistik visual dan estetika, pohon dapat dikelompokkan
menjadi:
a. Berdasarkan bentuk tajuknya, pohon dapat dikelompokkan
menjadi :

26
Niniek Anggriani, Ruang Terbuka Hijau di Perkotaan, (Klaten: Yayasan Humaniora, 2011)
Hal.151
1) Pohon berbentuk tiang /kolom
2) Pohon berbentuk payung
3) Pohon bertajuk bulat
4) Pohon bertajuk oval
5) Pohon bertajuk melebar di atas
6) Pohon bertajuk segi tiga
7) Pohon bertajuk tidak beraturan.
b. Berdasarkan kerapatan/kepadatan massanya, dapat dikelompokkan
menjadi:
1) Transparan, seperti flamboyan dan cemara angin;
2) Sedang, seperti angsana, akasia, dan sebagainya.
27
3) Massif, seperti beringin dan cemara gembel;
c. Berdasarkan kesan truktural yang ditimbulkannya, terdapat pohon
yang memberi kesan :
1) Berstruktur ringan jika tanaman itu membneri kesan ramping,
yaitu tanaman dengan cabang atau ranting kecil, berdaun kecil
atau halus dan jarang;
2) Berstruktur sedang, yaitu jika batang, cabang, dan rantingnya
sedang seperti palem hijau, rambutan, akalipa, dan sebagian
jenis puring;
3) Berstuktur berat, jika batang, cabang dan rantingnya besar dan
berdaun lebat seperti beringin, trembesi, dan karet munding;
Selain itu ada pula pohon yang terkesan gagah seperti beringin,
ataupun yang terkesan magis seperti kamboja dan cempaka.

27
Niniek Anggriani, Ruang Terbuka Hijau di Perkotaan, (Klaten: Yayasan Humaniora, 2011)
Hal.152
c. Pengelompokan berdasarkan Pembentuk dan Ornamental Space
Penanaman tumbuhan yang mempertimbangkan aspek
arsitekrural akan lebih meningkatkan fungsi RTH. Penggolongan
tanaman berdasarkan aspek arsitektural berarti tanaman itu fungsinya
lebih ditingkatkan dalam konsep pembentukan ruang luar / space .
Membentuk space berarti mengolah tanaman sebagai pembatas
maupun pengisi space. Menurut Djamal (2005) dan DPU (1996),
fungsi tanaman dalam pembentuk dan pengisi ruangmeliputi:
1) Tanaman Pelantai (Ground Cover)
Tanaman pelantai adalah tanaman yang membentuk kesan
lantai. Tanaman kelompok ini termasuk tanaman penutup tanah
seperti rerumputan dan lumut. Tanaman ini setinggi tinggi sekitar
mata kaki. Selain rumput, beberapa jenis tanaman herba berbunga
juga sering dimanfaatkan sebagai penutup tanah. Selain untuk
menutupi tanah dari curahan air hujan langsung, tanaman hias
bunga ini pun memberikan kesan semarak karena akan berbunga
pada masanya. Portulaka dan kacang hias merupakanjenis tanaman
hias bunga yang sering digunakan sebagai penutup tanah di
28
taman.
2) Tanaman Pendidinding, Pembatas dan Pengarah
Tanaman pendinding adalah tanaman yang membentuk kesan
dinding, dibagi menjadi :
a) Tanaman yang membentuk dinding rendah, yaitu tanaman
setinggi mata kaki sampai setinggi lutut seperti semak yang
masih pendek dan tanaman border (pembatas);

28
Niniek Anggriani, Ruang Terbuka Hijau di Perkotaan, (Klaten: Yayasan Humaniora, 2011)
Hal.153
b) Tanaman yang membentuk dinding sedang, yaitu tanaman
yang setinggi lutut sampai setinggi badan seperti semak yang
sudah besar dan perdu;
c) Tanaman yang membentuk dinding tinggi, yaitu tanaman yang
setinggi badan sampai beberapa meter seperti tanaman perdu
dan beberapa jenis cemara dan bambu. Selain sebagai physical
barrier, tanaman ini dapat berfungsi menjadi pengarah
pergerakan, pengontrol visual, kebisingan maupun debu dan
polutan lainnya. Tanaman pembatas, pengarah dan pembentuk
pandangan adalah jenis tanaman berbentuk pohon atau perdu
yang berfungsi sebagai pembatas pemandangan yang kurang
baik, pengarah gerakan bagi pemakai jalan pada jalan yang
berbelok atau menuju ke suatu tujuan tertentu, juga karena
letak dapat memberikan kesan yang berbeda sehingga dapat
menghilangkan kejenuhan bagi pemakai jalan. Tanaman
pengarah, penahan dan pemecah angin adalah jenis tanaman
yang berfungsi sebagai pengarah, penahan dan pemecah angin,
dapat berbentuk pohon atau perdu yang diletakkan dengan
29
suatu komposisi membentuk kelompok
3) Tanaman Pengatap atau Peneduh
Tanaman peneduh atau pengatap adalah jenis tanaman
berbentuk pohon dengan percabangan yang tingginya Iebih dari 2
meter, mempunyai percabangan melebar ke samping seperti pohon
yang rindang dan dapat memberikan keteduhan dan menahan silau
cahaya matahari, terutama bagi pejalan kaki. Bentuk pengatapan
juga dapat menggunakan tanaman pergola seperti bougenvile dan
stefanot.

29
Niniek Anggriani, Ruang Terbuka Hijau di Perkotaan, (Klaten: Yayasan Humaniora, 2011)
Hal.154-155
4) Tanaman sebagai Ornamen dan Pengisi Ruang
Tanaman sebagai ornamen atau penghias adalah tanaman yang
mempunyai warna menarik pada bunga, daun, kulit batang atau
dahan, serta yang bertajuk indah. Sebagai tanaman penghias, bisa
dimanfaatkan untuk menghias dinding, pengisi ruang atau yang
lainnya. Kehadiran tanaman pengisi ruang cenderung menjadi
point of interest melalui penataan yang sculptural . Tanaman untuk
fungsi ini bisa ditanam secara sendirian atau berkelompok
(komunal). Di bawah ini disajikan daftar tanaman yang
kelompokkan berdasarkan pengelompokkan bentuk tajuk dan
struktur tanaman. Deskripsi lengkap serta visualisasi masing-
masing tanaman dapat dilihat pada kartu vegetasi arsitektural kota.
30

d. Pengelompokan Tanaman berdasarkan Aspek Hortikultural


Selain aspek arsitektural dan artirtik visual, tanaman dapat
dikelompokakan berdasarkan aspek hortikulturalnya, antara lain:
1) Ekologi
Pertimbangan dari segi ekologi adalah membagi tanaman
berdasarkan kebutuhan lingkungannya seperti jenis tanah,
kebutuhan air, kebutuhan cahaya, kebutuhan kelembapan dan
cuaca, dan kebutuhaan angin. Berdasarkan pertimbangan ekologi
maka dijumpai tanaman yang membutuhkan keteduhan, tanaman
yang membutuhkan cahaya penuh atau setengah bayang, tanaman
daerah kering atau daerah basah.
Terkait dengan aspek ekologi lainnya, tanaman juga dapat
berfungsi untuk memperbaiki lingkungan / ekologi secara efektif.
Sistem ekologi diterapkan dengan baik, seperti bagaimana

30
Niniek Anggriani, Ruang Terbuka Hijau di Perkotaan, (Klaten: Yayasan Humaniora, 2011)
Hal.156-157
pengaruh aktivitas manusia terhadap sumber daya alam,
pengendali erosi tanah, melakukan upaya rehabilitasi serta
31
restorasi
2) Fitogeografi
Pertimbangan fitogeografi berdasarkan daerah asalnya seperti
tanaman pantai, payau atau tanaman rawa, tanaman gurun,
tanaman bukit karang, tanaman daerah rendah atau daerah tinggi
maupun sedang.
3) Taksonomi
Pembagian tanaman berdasarkan taksonomi berarti
membaginya berdasarkan silsilah mulai dari kelas, ordo, genera,
famili, spesies, jenis, atau varietas
e.Kriteria Tanaman untuk RTH
Dengan mengenal ketiga aspek pengelompokkan tumbuhan,
maka dapat dirancang atau dikembangkan RTH dengan tujuan
tertentu. Fungsi estetis adalah untuk menjadikan karakter suatu
32
wilayah, daya tarik visual,dan memperkenalkan nilai sejarah. Jika
akan membangun atau mengembangkan dengan fungsi lanskap atau
fungsi estetika dapat digunakan jenis-jenis tumbuhan yang dapat
memenuhi fungsi tersebut.
Jika lebih mengutamakan fungsi pelestarian lingkungan maka
harus dipilih jenis tanaman yang mempunyai fungsi yang dapat
meningkatkan kualitas lingkungan sekitarnya, dan seterusnya.
1) Terlepas dari fungsi yang akan dikembangkan padas suatu RTH,
terdapat persyaratan umum tanaman untuk ditanam di wilayah
perkotaan, yaitu:
31
Amarullah dkk, Ekologi Karamunting, (Penerbit syiah kuala lumpur & Universitar Borneo
Tarakan : 2021) hlm 10
32
Lisa Dwi Wulandari dan Chairul Maulidi, Tipologi Lanskap Pesisir Nusantara (Pesisir
Jawa), (Penerbit UB Press, Malang : 2017) hlm 50
2) Disenangi dan tidak berbahaya bagi warga kota
3) Mampu tumbuh pada lingkungan yang marjinal (tanah tidak subur,
udara dan air yang tercemar)
4) Cepat tumbuh dan mempunyai umur yang panjang,
5) Perakaran dalam sehingga tidak mudah tumbang
6) Tidak mempunyai akar yang besar di permukaan tanah
7) Dahan dan ranting tidak mudah patah
8) Buah tidak terlalu besar,
9) Tidak gugur daun (serasah yang dihasilkan sedikit),
10) Cukup teduh, tetapi tidak terlalu gelap,
11) Luka akibat benturan mobil mudah sembuh,
12) Tahan terhadap pencemar dari kendaraan bermotor dan industri,
13) Tahan terhadap gangguan fisik ( vandalisme )
14) Dapat menghasilkan O2 dan meningkatkan kualitas lingkungan
33
kota
15) Bibit/benih mudah didapatkan dengan harga yang
murah/terjangkau oleh masyarakat
16) Mempunyai bentuk yang indah,
17) Ketika dewasa sesuai dengan ruang yang ada,
18) Kompatibel dengan tanaman lain,
19) Serbuk sarinya tidak bersifat alergis,
20) Daun, bunga, buah, batang dan percabangannya secara
keseluruhan indah/artistik, baik ditinjaudari bentuk, warna, tekstur
maupun aromanya.
21) Prioritas menggunakan vegetasi endemik/lokal Jenis
tanaman endemik atau jenis tanaman lokal yang memiliki
keunggulan
tertentu (ekologis, sosial budaya, ekonomi, arsitektural) dalam

33
Niniek Anggriani, Ruang Terbuka Hijau di Perkotaan, (Klaten: Yayasan Humaniora, 2011)
Hal.162
wilayah kota tersebut menjadi bahan tanaman utama penciri RTH
kota tersebut, yang selanjutnya akan dikembangkan guna
mempertahankan keanekaragaman hayati wilayahnya dan juga
nasional. Meskipun sudah direncanakan dengan baik, seringkali
tanaman mengalami berbagai bentuk kerusakan atau mengganggu
fasilitas umum. Bentuk dari keadaan di atas, biasanya dikarenakan
mati, membahayakan, saling berhimpitan, pohon terkena penyakit
dan dapat mengancam pohon-pohon lain, pohon-pohon berada
pada jalur jalan dan bangunan atau mengganggu jalur listrik dan
34
telepon.
8. Sistem Informasi Geografi
a. Pengertian
Sistem Infromasi Geografis diartikan sebagai system informasi
yang digunakan untuk memasukkan, menyimpan, mengolah,
menganalisis, dan menghasilkan data bereferensi geografis atau data
geospasial, untuk mendukung pengambil keputusan dalam
perencanaan, dan pengelolaan penggunaan lahan, sumber daya alam,
lingkungan, transportasi, fasilitas kota, dan pelayanan umum
35
lainnya . System Informasi Geografis (SIG) merupakan suatu sistem
yang terorganisir dimana SIG memiliki kemampuan dalam
pengelolaan, penyimpanan, pemrosesan, melakukan manipulasi,
analisis dan penayangan data dimana data yang digunakan dalam SIG
merupakan data yang terkait secara spasial dengan permukaan bumi.
Gunn menyatakan bahwa penerapan SIG mempunyai kemampuan
luas dalam proses pemetaan dan analisis sehingga teknologi tersebut
sering dipakai dalam proses perencanaan lanskap. Salah satu

34
Niniek Anggriani, Ruang Terbuka Hijau di Perkotaan, (Klaten: Yayasan Humaniora, 2011)
Hal.163-164
35
Prayitno, Sistem Informasi Geografis. Penerbit Informatika. Bandung Prayitno. (2000).
keuntungan pemanfaatan SIG dapat meningkatkan efisiensi waktu
dan ketelitian (akurasi).
b. Komponen SIG
Menurut John E. Harmon dan Steven J.Anderson, secara rinci SIG
dapat beroprasi dengan komponen-komponen sebagai berikut:
1) Pengguna: orang yang menjalankan sistem, meliputi orang yang
mengoprasikan, mengembangkan, bahkan memperoleh manfaat
dari sistem. kategori orang yang menjadi bagian dari SIG
beragam, misalnya operator, analis, programmer, database
administrator, bahkan stakeholder.
2) Aplikasi: prosedur yang digunakan untuk mengolah data menjadi
informasi. Misalnya penjumlahan, klasifikasi, rotasi, koreksi
geometri, query, overlay, buffer, join table, dan sebagainya.
3) Data: data yang digunakan dalam SIG dapat berupa data grafis
dan data atribut.
a) Data posisi/koordinat/grafis/ruang/spasial: merupakan data
yang merupakan representasi fenomena permukaan
bumi/ruangan yang memiliki referensi (koordinat) lazim
berupa peta, foto udara, citra satelit, dan sebagainya atau hasil
dari interpretasi data-data tersebut.
b) Data atribut/nonspasial: data yang merepresentasikan aspek-
aspek deskriptif dan fenomena yang dimodelkannya. Misalnya
36
data sensus penduduk, catatan survei, data statistik lainnya.
4) Software: perangkat lunak SIG berupa program aplikasi yang
memiliki kemampuan pengelolaan, penyimpanan, pemerosesan,
analisis dan penayangan data spasial (contoh: ArcView, Idrisi,
ARC/INFO, ILWIS, Mapinfo, dan lain-lain.

36
Ahmat Aldi, Sistem Informasi Geografis, (Yogyakarta: Penerbit ANDI,2017) hal.10-11
5) Hardware: perangkat keras yang dibutuhkan untuk menjalankan
sistem berupa perangkat perangkat komputer, Central Procesing
Unit (CPU) printer, scanner, digitizer, plotter, dan perangkat
pendukung lainnya.
Selain kelima komponen diatas, ada satu kompenen yang
sebenarnya tidak kalah penting, yaitu metode. Sebuah SIG yang
baik apabila didukung dengan metode perencanaan desain sistem
yang baik dan sesuai dengan bisiness rules organisasi yang
menggunakan SIG tersebut.
Perangkat keras SIG adalah perangkat-perangkat fisik yang
merupakan bagian dari sistem computer yang mendukung
analisis geografi dan pemetaan. Perangkat keras SIG mempunyai
kemampuan menyajikan citra dengan resolusi dan kecepatan
yang tinggi serta mendukung operasi-operasi basis data dengan
volume data yang besar secara cepat. Perangkat keras SIG terdiri
dari beberapa bagian untuk meng-input data, mengolah data, dan
mencetak hasil proses. Berikut pembagian berdasarkan proses
Input data : mouse, digitizier, scanner
Olah data : harddisk, prosesor, RAM, VGA card
Output data : plotter, printer, screening
GIS membutuhkan perangkat keras untuk mendukung
37
pemrosesan data, analisis geografis, dan juga pemetaan

c. Sruktur Data Digital


1) Model Data Raster
Model data raster menampilkan, menempatkan, dan menyimpan
data spasial dengan menggunakan struktur matriks atau pixel-

37
Ahmat Aldi, Sistem Informasi Geografis, (Yogyakarta: Penerbit ANDI,2017) hal.11-13
pixel yang membentuk grid.setiap pixel atau sel ini memiliki
atribut sendiri, termasuk koordinarnya yang unik. Akurasi model
data ini sangat bergantung pada resolusi atau ukuran pixelnya di
permukaan bumi. Model raster memberikan informasi spasial
apa yang terjadi di mana saja dalam bentuk gambaran yang di
generalisir.
2) Model Data Vektor
Model ini menampilkan, menempatkan, dan menyimpan, data
spasial dengan menggunakan titik-titik, garis-garis, kurva-
kurva, atau polygon beserta atributnya. Di dalam data spasial
vektor, garis-garis atau kurva-kurva merupakan sekumpulan
titik-titik terurut yang dihubungkan. Sedangkan luasan atau
polygon juga disimpan sebagai sekumpulan titik-titik terurut
38
yang dihubungkan.
9. Pemetaan Digital di dalam Sistem Informasi Geografis
SIG merupakan sistem teknologi komputer yang sangat kuat, baik
dalam menangani masalah basis data spasial maupun nonspasial. Sistem
ini merelokasikan lokasi geografis dengan informasi deskripsinya
sehingga memungkinkan para penggunanya untuk secara mudah
membuat peta dan kemudian menganalisa informasinya dengan berbagai
39
cara. SIG juga dapat merepresentasikan suatu model dunia nyata diatas
layar monitor komputer sebagai mana lembaran-lembaran peta dapat
merepresentasikan dunia nyata di atas kertas. Sistem SIG dapat
menyimpan semua informasi deskriptif unsur-unsur spasialnya sebagai
atribut-atribut didalam tabel-tabel sistem basis data relasional terkait.

38
Alfian Pujian Hadi, Sistem Informasi Geografis dan Aplikasinya (Yogyakarta: Deepublish,
2018), hlm 5-40
39
Prahasta, Eddy. Sistem Informasi Geografis Konsep-Konsep Dasar (Perspektif Geodesi dan
Geomatika). Bandung : Inform0atika, 2009.
Dengan demikian, objek-objek spasial dapat dicari, dipanggil dan
ditemukan berdasarkan atribut-atributnya
Berikut dibawah ini beberapa contoh kemampuan SIG dalam
pembuatan peta digital :
1) Memasukkan dan mengumpulkan data unsur-unsur geografis
(spasial dan atribut).
2) Mengintegrasikan data unsur-unsur geografis (spasial dan atribut).
3) Memeriksa, memperbaharui data unsurunsur geografis (spasial
dan atribut).
4) Menyimpan dan memanggil kembali data unsur-unsur geografis
(spasial dan atribut).
5) Merepresentasikan dan menampilkan data unsur-unsur geografis
(spasial dan atribut).
6) Mengelolah data unsur-unsur geografis (spasial dan atribut).
7) Memanipulasi data unsur-unsur geografis (spasial dan atribut).
8) Menganalisi data unsur-unsur geografis (spasial dan atribut).
9) Menghasilkan keluaran data unsur-unsur geografis dalam bentuk
40
peta, tebal, grafik, laporan dan lain sebagainya.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan aplikasi dari SIG yaitu


QGIS. Quantum GIS (QGIS) adalah sistem informasi geografis open source.
QGIS diluncurkan pada bulan Mei 2002. QGIS bekerja pada semua jenis OS
Unix, Windows, dan Mac. QGIS dirancang dengan menggunakan Qt toolkit
dan C++. Hal tersebut memberikan QGIS memiliki Graphical User Interface
(GUI) yang mudah digunakan. QGIS merupakan software yang ramah bagi
pengguna dengan adanya GUI yang menyediakan fungsi dan fitur-fitur umum
dari software SIG. QGIS saat ini digunakan untuk menampilkan data-data

40
Muhammad Mahfuz,dkk “Analisis Data Spasial Untuk Identifikasi Kawasan Rawan Banjir
Di Kabupaten Banyumas Provinsi Jawa Tengah” Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang Teknik
Geodesi. Vol 1. No 1. 2016, hal. 3-4
SIG. Beberapa data raster dan vector, dapat digunakan dalam QGIS dengan
sederhana. QGIS dirilis di bawah GNU General Public License (GPL).
Dengan lisensi tersebut, pengguna dapat memeriksa dan memodifikasi source
code, serta selalu menjamin kepada pengguna akan program GIS yang
41
aksesnya dibebaskan.

10. Teori Evaluasi Ruang Terbuka Hijau

Dijelaskan bahwa sebuah perkotaan idealnya harus memiliki 30% ruang


terbuka hijau dari luas suatu kota dan ini sejalan dengan Konferensi Tingkat
Tinggi (KTT) BUMI di Rio de Janeiro, Brazil (1992) dan dipertegas lagi pada
KTT Johanesburg, Afrika Selatan 10 tahun kemudian (2002, Rio + 10),
kemudian telah disepakati bersama bahwa sebuah kota idealnya memiliki luas
42
RTH 30% dari total luas kota

Pada Undang-Undang Tata Ruang Nomor 26 tahun 2007 telah


dijelaskan bahwa penataan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan idealnya
memiliki luasan 30% dari jumlah luas wilayah tersebut. Luas 30% ini di bagi
dalam dua bagian yaitu 20% luasan haarus dimiliki oleh ruang terbuka publik
dan 10% untuk ruang terbuka privat.

41
Haekal Azief Hardhi “ Buku Ajar Sistem Informasi Geografis Kelautan” (Banda Aceh:
Syiah Kuala University Press, 2020), hlm 37
42
Darmawan L Cahya Dkk, Evaluasi Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau di Kota Bekasi,
Jurnal Planesa Volume 7, Nomor 1 Mei 2016
11. Hasil Penelitian Relevan

Hasil penelitian relevan untuk menunjang penelitian ini yaitu penelitian yang
disaikan pada Table 2.1
Tabel 2.1
Penelitian Relevan
No Penelitian Judul Persamaan Perbedaan
1. Dzakiy Analisis Persamaan pada Pembeda pada
Nasyith, Ketersediaan penelitian ini adalah penelitian ini
Dkk, Oksigen untuk cara mengambil adalah analisis
Artikel Kebutuhan Ruang data, yaitu dengan dan metode
tahun Terbuka Hijau di survei lapangan dan penelitian
2020 Kota Tangerang cara mendapatkan
Selatan tahun 2017 hasil

2. Nur Analisis Penelitian ini Perbedaan


Fachriani ketersediaan ruang membahas pada penelitian
Skripsi terbuka hijau ketersedian RTH & ini adalah
tahun dengan menggunakan daerah tempat
2017 menggunakan aplikasi yang sama penelitian dan
aplikasi sistem metode
informasi geografi penelitiannya
(SIG) di Kec
Palmerah JakBar.
Tabel 2.1 (lanjutan)

No Penelitian Judul Persamaan Perbedaan

3. Samsuddin Evaluasi Penelitian ini Perbedaannya


Amin dan Ketersediaan membahas adalah
Nurmaida Ruang Terbuka ketersediaan penelitiaan
Amri, Hijau di Kompleks ruang terbuka ini tidak
Artikel Perumahan Bumi hijau sesuai membahas
tahun 2011 Permata Sudiang perturan meteri persebaran
Kota Makasar PU No 05 thn RTH
2008

4. Vinda Evaluasi Ruang Persamaan pada Pembeda


Catur Terbuka Hijau di penelitian ini pada penlitian
Nugroho Kecamatan Sleman adalah cara ini
Artikel, Kabupaten Sleman mengambil data perencanaan
pada tahun yaitu dengan cara pembangunan
2015 wawancara RTH

5. Darmawan Evaluasi Persamaan pada Pembeda


L Cahya, Ketersediaan penelitian ini pada
dkk, Ruang Terbuka adalah cara penelitian ini
Artikel, Hijau di Kota mengambil data, adalah
tahun 2016 Bekasi yaitu dengan data metode dan
RTRW Kota analisisnya
Tabel 2.1 (lanjutan)
No Penelitian Judul Persamaan Perbedaan

6. A Evaluasi Penelitian ini Perbedaan


Sahalessy Ketersediaan membahas pada
dkk, Ruang Terbuka tentang penelitian ini
Artikel Hijau Publik persebaran RTH adalah
tahun 2019 Menurut Peraturan dan ketersedian metode
Menteri Pekerja RTH penelitiannya
Umum Nomor 5
Tahun 2008 di
Kecamatan Gambir
Jakarta Pusat

7. Hinijati Peran Serta Pada penelitian Perbedaan


Widjaja Masyarakat ini memiliki pada penelitia
Artikel Menunjang kesamaan pada ini adalah
Tahun Pembangunan lokasi penelitian objek pada
2018 Ruang Terbuka dan membahas penelitiannya
Hijau di Tangerang tentang RTH
Selatan, Jawa Barat
12. Kerangka Berpikir
Dalam penelitian ini membahas tentang pemetaan dan evaluasi
ketersediaan ruang terbuka hijau (RTH) di Kota Tangerang Selatan. Kota
Tangerang Selatan adalah kota pemekaran yang sangat maju, di kota ini
terdapat berbagai macam fasilitas yang ada, mulai dari sekolah, taman, mall,
rumah sakit dll. Hal ini lah yang mendasari banyaknya masyarakat yang
pindah ke Kota Tangerang karena semua kebutuhan mudah untuk di dapatkan.
Maka dari itu peningkatan jumlah penduduk yang terus bertambah
mengakibatkan jumlah lahan pemukiman pun meningkat. Banyak area hijau
beralih fungsi menjadi lahan terbangun, hal ini mengakibatkan berkurangnya
lahan hijau untuk ruang terbuka hijau. Ketersediaan ruang terbuka hijau
sangat penting untuk suatu perkotaan karena jika tidak ada ruang terbuka hijau
maka kota tersebut akan meningkatkan jumlah polusi di dunia, hal ini lah
yang mendasari adanya evaluasi ruang terbuka hijau, bagan kerangka berfikir
dapat dilihat pada Gambar 2.1

Kepadatan Kebutuhan Penggunaan


Penduduk Lahan Lahan
Pemukiman

Ketersediaan
Ruang Terbuka RTH Publik Ruang Terbuka
dan Privat Hijau
Hijau

Pembuatan Peta Evaluasi Ruang


RTH Terbuka Hijau

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berfikir


BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
a. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan Kota Tangerang Selatan. Kota Tangerang
Selatan merupakan daerah otonom yang terbentuk pada akhir tahun 2008
berdasarkan Undang-undang Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pembentukan
Kota Tangerang Selatan di Provinsi Banten. Pembentukan daerah otonom
baru tersebut dilakukan dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, pelayanan umum dan daya saing daerah. Kota Tangerang
Selatan terletak di bagian timur Provinsi Banten, yaitu pada titik koordinat
106˚38’-106˚47’ Bujur Timur dan 06˚13’30”-06˚22’30” Lintang Selatan,
memiliki Luas sebesar 147,19 km2, dan mempunyai 7 (tujuh) kecamatan
1
yang terdiri atas 54 (lima puluh empat) kelurahan. Peta penelitian Kota
Tangerang Selatan dapat dilihat pada Gambar 3.1

Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian

1
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (Rpjmd) Kota Tangerang Selatan 2016-
2021 (Bappeda.Tangerangselatankota.Go.Id) Hlm II-1

47
48

b. Waktu Penelitian

Waktu Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Februari 2020 sampai
dengan bulan April 2021. Adapun perincian waktu penelitian seperti yang
disajikan pada Tabel 3.1
Tabel 3.1
Waktu Penelitian

Kegiatan Feb Jun Agus Okt Jan April

Seminar Proposal

Revisi Proposal

Menyusun Bab I-II

Menyusun Bab III

Melakukan Penelitian

Mengolah Data

MenyusunBab IV-V

Sidang Skripsi

B. Metode Penelitian

Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode


deskriptif kuantitatif. Penelitian deskriptif dimaksudkan untuk
mendeskripsikan secara sistematis dan akurat suatu situasi atau area populasi
tertentu yang bersifat factual. Penelitian deskriptif dapat pula diartikan
sebagai penelitian yang dimaksudkan untuk memotret fenomena individual,
situasi, atau kelompok tertentu yang terjadi secara kekinian. Penelitian
49

deskriptif juga berarti penelitian yang dimaksudkan untuk menjelaskan


fenomena atau karakteristik individual, situasi, atau kelompok tertentu secara
2
akurat. Maka penelitian ini menggunakan teknik Sistem Informasi Geografis
dan penginderaan jauh, dan untuk membutikan hasilnya perlu dilakukan
observasi, serta dokumentasi untuk melihat keberadaan Ruang Terbuka Hijau
di Kota Tangerang Selatan.
C. Bahan dan Alat
a. Alat
a) Perangkat Komputer
b) Scanner
c) Software Qgis 3.10.5
d) GPS Esential
b. Bahan
a) Peta shp Indonesia tahun 2016
b) Peta RTRW pola ruang Kota Tangerang Selatan tahun 2011-2031
c) Peta shp Kota Tangerang Selatan Tahun 2018
d) Peta Google Earth Engine Tahun 2020

D. Populasi dan Sampel

1) Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
3
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Jadi
Populasi pada penelitian ini adalah ruang terbuka hijau di daerah
Tangerang Selatan.

2
Sudarwan danim dan Darwin, metode penelitian kebidanan: prosedur, kebijakan, dan etik,
(Jakarta, Buku Kedokteran EGC, 2003) hlm.69
3
Sugiyono, memahami penelitian kualitatif (Bandung, CV. Alfabeta, 2005) hlm 90
50

2) Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang karakteristiknya hendak


4
diteliti. Sedangkan sempel dalam penelitian ini adalah sebaran ruang
terbuka hijau, kawasan ruang terbuka hijau publik dan privat seperti,
taman kota, hutan kota, hutan/kebun pribadi dan tumbuhan hijau lainnya
di Kota Tangerang Selatan.

E. Variabel

Variabel Penelitian adalah segala sesuatu yang berupa apa saja yang
telah di pastikan oleh seorang peneliti dengan tujuan untuk dipelajari sehingga
didapatkan informasi mengenai hal tersebut dan kemudian dapat ditariklah
sebuah kesimpulan. Dalam penelitian ini terdapat beberapa informasi yang
akan digunakan untuk menganalisis terkait penelitian ini. Variabel dalam
penelitian ini adalah pemetaan dan evaluasi persebaran ruang terbuka hijau di
Kota Tangerang Selatan tahun 2020.

F. Jenis dan Sumber Data


1) Sumber Data Primer
Sumber data Primer adalah sumber data penelitan yang diperoleh
5
secara langsung dari sumber aslinya. Sumber data primer yang
dibutuhkan pada penelitian ini adalah bersumber dari aplikasi berbasis
sistem informasi geografis, dalam aplikasi tersebut akan terlihat
bagaimana persebaran ruang terbuka hijau di kota Tangerang Selatan yang
mana dari hasil persebaran tersebut akan dibuktikan melalui observasi dan
dokumentasi.

4
Djarwanto, Pokok-Pokok Metode Riset dan Bimbingan Teknis Penulisan Skripsi
(Yogyakarta: Liberty, 1994) hlm 43
5
Santoso, Statistik Hospitalitas, (Yogyakarta: CV. Budi Utomo, 2016), hlm. 5.
51

2) Sumber Data Sekunder


Dalam hal ini peneliti menggunakan data sekunder sebagai bahan
untuk penelitian. Sumber data sekunder adalah sumber data penelitian
yang diperoleh peneliti secara tidak langsung, bisa melalui perantara
6
media. Sumber data sekunder diperoleh dari sumber lain seperti Badan
Pusat Statistik, buku, jurnal, dan skripsi. Data sekunder dapat diperoleh
dari instansi-instansi dan perpustakaan. Data yang diambil peneliti yaitu:
1. Peta RTRW Kota Tangerang Selatan tahun 2011-2031
2. Google Earth Engine Kota Tangerang Selatan tahun 2020

G. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah


sebagai alat pembuktian. Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian
ini adalah berupa analisis citra di Google Earth Engine, melakukan ground
ckeck, observasi, dan dokumentasi.

1) Interpretasi Citra
Interpretasi Citra merupakan teknik untuk mengidentifikasi objek yang
tergambar dalam citra. Teknik interpretasi peta digunakan untuk
7
mendapatkan data secara nyata sesuai dengan yang ada di peta. Data yang
diambil adalah berupa area. Area yang dimaksud adalah data tentang
penggunaan lahan yang terdapat dalam foto citra Google Earth Engine
yaitu berupa penggunaan lahan antara lain, pemukiman, jalan, sungai,
sawah, ruang hijau, lahan kosong yang berada di Kota Tangerang Selatan.

6
Ibid., hlm.5.
7
Afif Suryatama, Pembuatan Peta Penggunaan Lahan Menggunakan Google Earth di
Kecamatan Trimurjo Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2015, Skripsi pada Universitas Lampung,
2018.
52

2) Dokumentasi

Menurut Irawan dalam Sukandarramudi, studi dokumentasi


merupakan teknik pengumpulan data yang ditujukan kepada subjek
penelitian. Dokumen dapat berupa catatan pribadi, surat pribadi, buku
harian, laporan kerja, notulen rapat, catatan khusus, rekaman kaset,
rekaman video, foto dan lain sebagainya. Perlu dicatat bahwa dokumen
ditulis tidak untuk tujuan penelitian, oleh sebab itu penggunaannya sangat
8
selektif. Dokumentasi dalam penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan
informasi penggunaan lahan di sekitar lokasi ruang terbuka hijau dengan
mengambil gambar (foto) di sejumlah daerah titik sempel. Teknik
penelitian dokumentasi ini bertujuan sebagai pembukti bahwa peneliti
telah melakukan sebuah penelitian.

3) Ground Check

Pada penelitian selanjutnya ialah melakukan ground check yang


bertujuan untuk melihat seberapa besar persamaan pada data interpretasi
dengan data di lapangan. Pada proses penelitian ini, penulis terjun
langsung ke lapangan untuk melihat kesamaan antara data interpretasi
yang telah diperoleh dengan hasil lapangan. Pada proses ground check
penelitian ini dilakukan di 100 titik yang telah di tentukan. Pengecekan
dibagi menjadi dua bagian yaitu 70% ground check yang dilakukan
melalui Google Earth dan 30% ground check dilakukan secara langsung
dengan menggunakan GPS Esensial. Jika hasil ground check sudah di
dapat maka akan dilakukan pengecekan uji akurasi. Uji akurasi dilakukan
untuk mencocokan ruang terbuka hijau (RTH) yang ada di peta Google
Earth Engine dengan ruang terbuka hijau yang ada di lapangan apakah
sudah sesuai atau belum.

8
Sukandarramudi, Metodologi Penelitian, hlm. 101-102.
53

4) Observasi

Pengamatan (Observasi) adalah alat pengumpulan data yang dilakukan


cara mengamati dan mencatat secara sistematika gejala-gejala yang
9
diselidiki , metode pengumpulan data di mana peneliti atau
kolaboratornya mencatat informasi sebagaimana yang mereka saksikan
10
selama penelitian. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah
pengamatan secara langsung pada Ruang Terbuka Hijau di Kota
Tangerang Selatan. Observasi yang akan dilakukan pada penelitian ini
adalah sebagai berikut:

a) Mengamati Vegetasinya

b) Mengamati Lingkungan sekitarnya

c) Mengamati Jalur Hijau

d) Mengamati Hutan Kota, dan

e) Mengamati keadaanTaman Kota

H. Teknik Pengolahan Data


Teknik Pengolahan Data adalah suatu proses untuk mendapatkan data dari
setiap variabel penelitian yang siap di analisis.
1) Crroping Citra
Cropping citra adalah proses pemotongan citra pada koordinat tertentu
pada bagian citra. Untuk memotong bagian dari citra digunakan dua
koordinat, yaitu koordinat awal yang merupakan awal koordinat bagi citra
hasil pemotongan dan koordinat akhir yang merupakan yang merupakan
11
titik koordinat akhir dari citra hasil pemotongan. Cropping citra yang

9
Cholid Narbuko dan Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT. Bumi Aksara,
2009), hlm. 70.
10
W. Gulo, Metodologi Penelitian, (Jakarta, PT. Gramedia, 2010), hlm. 116.
11
http://informatika.web.id/operasi-cropping.htm. (Diakses pada tanggal 5/01/2020,
pada pukul 22.04 WIB
54

akan dilakukan pada penelitian ini adalah memperkecil area kajian


penelitian dengan menggunakan poligon batas administrasi Kota
Tangerang Selatan. Adapun Bagan cropping citra ruang terbuka hijau
(RTH) seperti pada Gambar 3.2

Peta Citra

Gambar 3.2
Bagan cropping citra RTH

2) Kombinasi RGB
Komposit citra terdiri atas kanal RGB (red, green, blue). Setiap
panjang gelombang yang dimiliki oleh sebuah citra akan dimasukan ke
dalam kanal tersebut. Apabila Panjang gelombang dan kanal diisi sesuai
warnanya maka akan tampil citra dengan warna asli atau warna yang
sesuai dengan kondisi objek yang kita lihat sehari-hari. Hal ini dinamakan
dengan komposit warna asli (true colour composite). Sedangkan apabila
55

Panjang gelombang dan kanal tidak diisi sesuai warnanya, maka akan
tampil citra dengan warna palsu yang tidak sesuai dengan objek yang
sering kita lihat dalam keseharian. Hal ini dinamakan komposit warna
12
palsu (false colour composite). Kombinasi RGB untuk melihat vegetasi
biasanya 654 untuk landset 8 dan 543 untuk landset 7. Kombinasi RGB ini
lah yang menentukan hasil warna yang ingin ditampilkan
3) Ground check Lapangan
Pada langkah penelitian selanjutnya ialah melakukan ground check
lapangan yang bertujuan untuk melihat seberapa besar persamaan pada
data interpretasi dengan data di lapangan. Pada proses penelitian ini,
penulis terjun secara langsung ke lapangan untuk melihat kesamaan antara
data interpretasi yang telah diperoleh dengan hasil lapangan. Ground
check dilakukan di 100 titik daerah, ground check lapangan 30 titik
sedangkan 70 titik dilakukan menggunakan Google Earth Pro.

4) Analisis perubahan Ruang Terbuka Hijau

Setelah metode diatas telah selesai dilakukan, maka terlihat peta


perubahan ruang terbuka hijau di Kota Tangerang Selatan. Peta perubahan
lahan ini akan terlihat bagaimana perbedannya antara peta rencana tata
ruang wilayah (RTRW) dan peta eksisting. Peta tersebut akan di gabung
menjadi satu untuk melihat seberapa besar perubahan yang terjadi.
Perubahan ini lah yang akan menjadi evaluasi ruang terbuka hijau yang
ada di Kota Tangerang Selatan.

12
Seftiawan samsu rijal, Mengolah Citra Pengindraan Jauh dengan Google Earth Engine,
Penerbit DEEPUBLISH, cetakan pertama 2020, hlm 26
56

I. Teknik Analisis Data

Analisis Data adalah proses pencarian dan pengaturan secara sistematik


hasil wawancara, catatatn-catatan, dan bahan-bahan yang dikumpulkan untuk
meningkatkan pemahaman terhadap semua hal yang dikumpulkan untuk
13
menyajikan apa yang ditemukan.

1. Analisis ketersediaan ruang terbuka hijau


Perhitungan dilakukukan menggunakan MS.Excel dengan rumus sebagai
berikut. pada rumus ini hal yang harus dilakukan adalah mengetahui luas
wilayah Kota Tangerang Selatan. Jika sudah mengetahui luas wilayah
maka akan dihitung menggunkan MS.Excel dengan rumus seperti dibawah
ini. Perhitungan ini untuk mengetahu ketersediaan ruang terbuka hijau
yang ada di Kota Tangerang Selatan

Keterangan :
K = Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau
14
L = Luas Wilayah
2. Evaluasi Ruang Terbuka Hijau di Kota Tangerang Selatan
Dalam penelitian ini analisis data evaluasi diolah dengan
menggabungkan dua peta menjadi satu, hal ini dilakukan untuk
mendapatkan hasil data evaluasi Kota Tangerang Selatan. Dalam
penelitian ini peta yang digunakan adalah peta ruang terbuka hijau (RTH)
dan pola ruang peta rencana tata ruang wilayah (RTRW). Peta RTH dan
peta RTRW akan di overlay dan akan terlihat peta evaluasi RTH dimana

13
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif, hlm. 209.
14
Nur Fachriani, Analisis ketersediaan Ruang Terbuka Hijau dengan menggunakan aplikasi
Sistem Informasi Geografis (SIG) di Kecamatan Palmerah Jakarta Barat, Skripsi pada Uin Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2017.
57

nanti akan terlihat seberapa besar perubahan ruang terbuka hijau yang
terjadi di Kota Tangerang Selatan.
Dari peta evaluasi RTH akan terlihat perubahan yang sesuai dengan
RTRW dan yang tidak sesuai dengan RTRW. Peta yang sesuai dengan
RTRW adalah lahan yang masih digunakan menjadi ruang hijau,
sedangkan peta yang tidak sesuai dengan RTRW adalah lahan yang sudah
tidak menjadi ruang hijau atau lahan yang sudah digunakan untuk
pemukiman atau lainnya. Adapun Bagan analisis evaluasi ruang terbuka
hijau (RTH) dapat dilihat seperti pada Gambar 3.3

Peta RTRW tahun 2011- Peta RTH Existing


2031 2020

Peta Evaluasi RTH

Sesuai RTRW Tidak Sesuai RTRW

Gambar 3.3
Bagan analisis evaluasi RTH
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan pada hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka
dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Sebaran ruang terbuka hijau di Kota Tangerang selatan pada tahun 2020
belum menyebar secara merata. Ada beberapa kecamatan yang masih
membutuhkan ruang terbuka hijau.
2. Ketersediaan ruang terbuka hijau Kota Tangerang Selatan belum
mencukupi standar kriteria yang di tetapkan dalam Undang-Undang Tata
Ruang Nomor 26 Tahun 2007. Tentang penataan ruang terbuka hijau di
kawasan perkotaan idealnya memiliki luasan 30% dari luas wilayah. Luas
ruang terbuka hijau yang dibutuhkan Kota Tangerang Selatan seluas
4.415,7 Ha, sedangkan luas ruang terbuka hijau Kota Tangerang Selatan
2020 hanya 3.563,6 Ha. Maka ruang terbuka terbuka hijau di Kota
Tangerang Selatan baru mencapai 24% dari luas wilayah Kota Tangerang
Selatan pada tahun 2020.
B. Implikasi
Berdasarkan pada kesimpulan penelitian, maka peneliti dapat
memberikan implikasi yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan
dalam mengelola ruang terbuka hijau. Wilayah Kota Tangerang Selatan
memliki luas RTH tahun 2020 sebesar 3.563,6 Ha atau hanya 24%,
kekurangan ini akan berdampak pada kurangnya jumlah oksigen dan
banyaknya jumlah polusi yang ada. Maka pemerintah harus lebih
memperhatikan jumlah RTH di setiap kecamatan.

99
100

C. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat diberikan saran
sebagai berikut:
1. Bagi masyarakat sekitar dapat menciptakan gerakan menanam pohon
serentak ditiap RT atau RW setempat untuk menambah dan memeratakan
ruang terbuka hijau yang ada di Kota Tangerang Selatan.
2. Pemerintah perlu menambah luasan lahan untuk ruang terbuka hijau
sesuai dengan standar kriteria. Salah satu upayanya adalah dengan
memaksimalkan lahan yang ada, seperti mengembangkan taman kota dan
hutan kota menjadi lebih baik, mengalihfungsikan lahan yang kurang
produktif menjadi taman dan merevitalisasi seluruh RTH yang ada di Kota
Tangerang selatan.
3. Penelitian ini bisa dijadikan bahan ajar, untuk menunjang pengetahuan
siswa khususnya pada pelajaran geografi materi Sistem Informasi
Geografi (SIG).
4. Harus dilakukan penelitian lebih lanjut berupa analisis tingkat kesadaran
masyarakat terhadap pentingnya ruang terbuka hijau di Kota Tangerang
Selatan.
DAFTAR PUSTAKA

BUKU
Adil, Ahmat, Sistem Informasi Geografis, (Yogyakarta: Penerbit ANDI,2017)

Amarullah dkk, Ekologi Karamunting, (Penerbit syiah kuala lumpur & Universitar
Borneo Tarakan : 2021)

Anggriani, Niniek, Ruang Terbuka Hijau di Perkotaan, (Klaten: Yayasan Humaniora,


2011)

Azief Hardhi, Haekal, “ Buku Ajar Sistem Informasi Geografis Kelautan” (Banda
Aceh: Syiah Kuala University Press, 2020)

Budihardjo, Eko dan Djoko Sujarto, Kota Yang Berkelanjutan, (Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan)

Danin, Sudarwan dan Darwin, metode penelitian kebidanan: prosedur, kebijakan, dan
etik, (Jakarta, Buku Kedokteran EGC, 2003)

Imam Gunawan, S.Pd., M, Pd. Metode Penelitian Kualitatif

Lisa Dwi Wulandari dan Chairul Maulidi, Tipologi Lanskap Pesisir Nusantara
(Pesisir Jawa), (Malang, Penerbit UB Press: 2017)

Ludang Yetrie, Keragaman hayati ruang terbuka hijau berbasis pengetahuan ulayat
di Kota Palangka Raya, (Tangerang: An1image, 2017)

Mangkoedihardjo, S dan Samudro, G. 2010. Fitoteknologi Terapan. Yogyakarta:


Graha Ilmu.

Narbuko, Cholid dan Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT. Bumi
Aksara, 2009)

Prahasta, Eddy. Sistem Informasi Geografis Konsep-Konsep Dasar (Perspektif


Geodesi dan Geomatika). Bandung : Informatika, 2009

Prayitno, Sistem Informasi Geografis. Penerbit Informatika. Bandung Prayitno.


(2000).

Pujian Hadi, Alfian, Sistem Informasi Geografis dan Aplikasinya (Yogyakarta:


Deepublish, 2018)

101
102

Santoso, Statistik Hospitalitas, (Yogyakarta: CV. Budi Utomo, 2016)

Seftiawan samsu rijal, Mengolah Citra Pengindraan Jauh dengan Google Earth
Engine, Penerbit DEEPUBLISH, cetakan pertama 2020

Sukandarramudi, Metodologi Penelitian:petunjuk praktis untuk peneliti pemula


(Yogyakarta: Gajah Mada University Press)

W. Gulo, Metodologi Penelitian, (Jakarta, PT. Gramedia, 2010)

PERATURAN MENTERI

Pasal 12 ayat (1) poin (c) dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah

Instruksi Menteri Dalam Negeri No 14 tahun 1998

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007

Departemen Pekerjaan Umum Tahun 2005

Badan Perencamaa Pembangunan Daerah Kota Blitar, 2007

JURNAL

A Sahalessy dkk, Evaluasi Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau Publik Menurut


Peraturan Menteri Pekerja Umum Nomor 5 Tahun 2008 di Kecamatan
Gambir Jakarta Pusat, artikel Universitas Trisakti Jakarta Barat

Darmawan L Cahya, dkk, Evaluasi Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau di Kota


Bekasi. Jurnal Planesa Volume 7, Nomor 1 Mei 2016

Dzakiy Nasyith, Dkk, Analisis Ketersediaan Oksigen untuk Kebutuhan Ruang


Terbuka Hijau di Kota Tangerang Selatan tahun 2017. Artikel Universitas
Negeri Semarang

Hinijati Widjaja, Peran Serta Masyarakat Menunjang Pembangunan Ruang Terbuka


Hijau di Tangerang Selatan, Jawa Barat, artikel Universitas Trisakti Jakarta
103

Muhammad Mahfuz,dkk “Analisis Data Spasial Untuk Identifikasi Kawasan Rawan


Banjir Di Kabupaten Banyumas Provinsi Jawa Tengah” Jurnal Online
Mahasiswa (JOM) Bidang Teknik Geodesi. Vol 1. No 1. 2016,

Nur Rahmawati Syamsiah, Konsep Arsitektur Islam Berkesinambungan dalam


Membentuk Kenyamanan Termal Taman Kota, Jurnal pada Universitas
Muhamadiyah Surakarata, 2012

Samsuddin Amin dan Nurmaida Amri, Evaluasi Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau
di Kompleks Perumahan Bumi Permata Sudiang Kota Makasar. Jurnal
Jurusan Teknik Arsitektur Universitas Hasanuddin Makassar 2011

Samudro, G., Mangkoedihardjo, S., Water equivalent method for city phytostructure
of Indonesia. International Journal of Environmental Science and Technology.
(2006).

Vinda Catur Nugroho, Evaluasi Ruang Terbuka Hijau di Kecamatan Sleman


Kabupaten Sleman. Planta Tropika Journal of Agro Science Vol 3 No 2 /
Agustus 2015

SKRIPSI

Kiki Hidayat, Analisis Ruang Terbuka Hijau Publik di Kabupaten Pringsewu Tahun
2014, Skripsi pada Universitas Lampung, 2016.

Fachriani Nur, Analisis Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau Dengan Menggunakan


Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) di Kecamatan Palmerah Jakarta
Barat. Skripsi pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2017, tidak
dipublikasikan

Afif Suryatama, Pembuatan Peta Penggunaan Lahan Menggunakan Google Earth di


Kecamatan Trimurjo Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2015, Skripsi pada
Universitas Lampung, 2018.
104

INTERNET

Al-Quran Indonesia, Aplikasi Al-Quran Terjemah Bahasa Indonesia untuk Android &
iOS

http://informatika.web.id/operasi-cropping.htm. (Diakses pada tanggal 5/01/2020,


pada pukul 22.04 WIB

http://www.penataanruang.com/ruang-terbuka-hijau.html. (Diakses pada tanggal


03/12/2019, pukul 23.38 WIB).

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)


KOTA TANGERANG SELATAN 2016-2021
(bappeda.tangerangselatankota.go.id) hlm II-1

Website P2KH, Strategi Peningkatang Ruang Terbuka Hijau (diakses pada 29/4/2020
pukul 3:51 WIB)
137

CURRICULUM VITAE

A. Biografi
Nama : Qori Aini
TTL : Tangerang 19 Desember 1997
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Kewarganegaraan : Indonesia
Golongan Darah :O
Alamat Asal : Jl. Demang Arya Desa Waru Jaya Gg Dadang 2
RT003/005 Gg Rawa Mas Nomor 125 Kecamtan Parung,
Kabupaten Bogor.
Alamat Email : qoriaini55@gmail.com
B. Riwayat Pendidikan
1. TK Permata 2003-2004
2. SD Negeri 1 Pisangan 2004-2008
3. SD Negeri Waru 03 2008-2010
4. SMP Negeri 1 Ciseeng 2010-2013
5. SMA Negeri 1 Ciseeng 2013-2016
6. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN JAKARTA 2016-2021
C. Pelatihan dan Seminar
1. Pelatihan Sistem Informasi Geografiis Tingkat Dasar UIN JAKARTA
Tahun 2018
2. Pelatihan Drone for Mappong UIN JAKARTA Tahun 2019
3. Seminar Nasional dengan tema “Generasi Berencana Menuju Generasi
Emas Indonesia” Tahun 2018
4. Peserta Festival Sumpah Pemuda Tingkat Nasional Tahun 2018
5. Pelatihan WebGIS Persebaran Covid-19 di Tangerang Selatan Tahun 2020
6. Seminar Dialog Publik Pemuda Toleran Pembangun Bangsa Tahun 2018

Anda mungkin juga menyukai