Anda di halaman 1dari 110

PEMETAAN KAWASAN RAWAN BANJIR BERBASIS SISTEM

INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) DI KECAMATAN PARIGI


KABUPATEN PARIGI MOUTONG

Diajukan sebagai

Tugas Akhir Program Studi S-1

Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota

Disusun oleh :

MOH. REZALDY

Stb. F 231 16 086

Dibimbing Oleh :

Rifai, S.T.,M.Si.,M.Sc.,Ph.D.,Eng

NIP. 19740325 200212 1 001

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


JURUSAN ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS TADULAKO
2022
KATA PENGANTAR
‫الرحِ ي ِْم‬
َّ ‫الرحْ َم ِن‬
َّ ِ‫ْــــــــــــــــــم هللا‬
ِ ‫بِس‬
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Alhamdulillah, penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu wata’ala
dengan limpahan rahmat, taufik dan inayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan judul “Pemetaan Kawasan Rawan Banjir
Berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG) Banjir Di Kecamatan Parigi
Kabupaten Parigi Moutong” sebagai salah satu tahapan dalam menyelesaikan
program sarjana strata satu (S1) pada program studi Teknik Perencanaan Wilayah
dan Kota Jurusan Teknik Arsitektur Universitas Tadulako.

Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Murrabi awal kita
pahlawan revolusioner, yakni Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya,
sahabat-sahabatnya dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Keberhasilan
penyusunan tugas akhir ini tentu tidak lepas dari dukungan orang tua dan keluarga.
Untuk itu penulis memberikan penghargaan dan terima kasih yang setulus-tulusnya
dan tak ada batasannya kepada kedua orag tua. Terselesaikannya penyususnan dan
penulisan skripsi ini tidak lepas pula dari bantuan berbagai pihak baik secara
langsung maupun tidak secara langsung yang telah memberikan bantuan yang
sangat berarti dalam menjalani pendidikan maupun dalam proses pembuatan skripsi
dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya, khususnya kepada:

1. Bapak Dr. Eng. Andi Rusdi, S.T., M.T., M. Sc selaku Dekan Fakultas Teknik
Universitas Tadulako.
2. Bapak Dr. Rusli, S.T., M.T selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan
3. Bapak Dr.Ir. Fuad Zubaidi, M.T selaku Ketua Jurusan Teknik Arsitektur
Fakultas Teknik Universitas Tadulako.
4. Bapak Ir. Syarifuddin, M.T. selaku Ketua Program Studi Teknik Perencanaan
Wilayah dan Kota.

i
5. Bapak Rifai, S.T.,M.Si.,M.Sc.,Ph.D.,Eng selaku pembimbing yang telah
memberikan bimbingan dengan penuh kesabaran dan ketelitian serta ilmu dan
saran-saran yang bermanfaat kepada penulis.
6. Bapak Ir. Jusnan Kello, M.T, Bapak Aziz Budianta, S.Si.,M.T, dan Bapak
Andi Chairul Achsan, S.P.,M.Si selaku penguji yang telah banyak
memberikan saran, bimbingan dan tambahan pengetahuan dalam
penyempurnaan skripsi ini.
7. Bapak Ibu dosen Fakultas Teknik Universitas Tadulako, khususnya Dosen
Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota yang telah memberikan ilmu
pengetahuan yang sangat berguna selama proses perkuliahan.
8. Bapak dan Ibu Staf Tata Usaha di Lingkungan Jurusan Teknik Arsitektur
khususnya staf tata usaha Program Srudi Perencanaan Wilayah dan Kota yang
telah membantu penulis dalam keperluan administrasi.
9. Teman-teman yang membantu saya dalam pengambilan data yaitu Nurvianti
A. Palimbui, Mayang Sahari, Dini Amaliyah, Chairul Batampa Yoga
Setyawan, Agni Prianoto, Aditya Affandi, dan Diaz Anjasmara.
10. Teman seperjuangan Chairul Batampa, Yoga Setyawan, Agni Prianoto,
Aditya Affandi, Diaz Anjasmara, Nurvianti A. Palimbui, Tahta Aunillah,
Endang Sri Asih, dan Wahyuni I. Madauna yang telah berjuang bersama baik
dalam penyelesaian proses studi sampai penyusunan tugas akhir ini.
11. Serta teman-teman seangkatan, PWK 16 yang telah berjuang bersama untuk
bisa selesai dari bangku perkuliahan.
Penulis menyadari kekurangan proposal tugas akhir ini oleh karena itu penulis
mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan dan perbaikannya sehingga
memberikan manfaat bagi khalayak.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Palu, ...... 2022

Penulis

ii
REKOMENDASI
SEMINAR HASIL TUGAS AKHIR
TEKNIK PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

PEMETAAN KAWASAN RAWAN BANJIR BERBASIS SISTEM


INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) DI KECAMATAN PARIGI
KABUPATEN PARIGI MOUTONG

Oleh:

Moh Rezaldy
Stb. F 231 16 086

Palu,
Menyutujui,
Pembimbing

Rifai, S.T.,M.Si.,M.Sc.,Ph.D.,Eng
NIP. 19740325 200212 1 001

Palu,
Menyutujui,
Ketua Prodi S-1 Teknik Perencanaan Wilayah Dan Kota Universitas
Tadulako

Ir. H. Syarifuddin, M.T


NIP. 19651231 199203 1 033

iii
ABSTRAK
Moh Rezaldy, F 231 16 086 “Pemetaan Kawasan Rawan Banjir Berbasis
Sistem Informasi Geografis (SIG) Banjir Di Kecamatan Parigi Kabupaten Parigi
Moutong” Di bimbing Oleh Rifai, S.T.,M.Si.,M.Sc.,Ph.D.,Eng.
Salah satu bencana yang sering terjadi di Indonesia adalah bencana banjir
yang sering terjadi ketika musim penghujan tiba. Dengan luas sebesar 2,356 Ha
yang terdiri dari 11 desa atau kelurahan, Kecamatan Parigi adalah salah satu
kecamatan yang sering menjadi langganan banjir disetiap musim penghujan tiba.
Salah satu kejadian banjir yang terjadi di Kecamatan Parigi yaitu pada tahun 2020
yang merendam hampir seluruh wilayah Kecamatan Parigi, banjir ini diakibatkan
oleh tingginya volume curah hujan dan banyak kawasan rawa yang telah di alih
fungsikan menjadi kawasan permukiman sehingga menyebabkan terjadinya banjir
di wilayah tersebut, baik itu pada kawasan permukiman maupun pada kawasan
lainnya.tujuan dari penelitian ini yaitu untuk diketahuinya sebaran dan tingkat
kerawanan banjir berbasis analisis SIG di Kecamatan Parigi.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan
pendekatan spasial atau keruangan, jenis data yang digunakan pada penelitian ini
yaitu berupa data primer dan data sekunder berupa data kemiringan lereng, curah
hujan, jenis tanah, penggunaan lahan, buffer sungai, dan data klasifikasi genangan
yaitu lama genangan, luas genangan, tinggi genangan, dan frekuensi genangan.
Tujuan penelitian yang akan dicapai dalam penulisan ini adalah untuk mengetahui
sebaran dan tingkat kerawanan banjir di Kecamatan Parigi. Adapun beberapa
sasaran penelitian untuk mencapai tujuan tersebut yaitu menganalisis faktor atau
variabel yang mempengaruhi tingkat kerawanan banjir di Kecamatan Parigi, dan
memetakan sebaran kawasan rawan banjir di Kecamatan Parigi dengan
menggunakan ArcGIS 10.8.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini berupa peta rawan banjir yang
menunjukan tingkat kerawanan bencana banjir di Kecamatan Parigi, dengan
menggunakan metode analisis overlay dan scoring, diperoleh bahwa daerah tidak
rawan memiliki luas sebesar 182,70 Ha, daerah cukup rawan memiliki luas sebesar
1938,10 Ha, dan daerah sangat rawan memiliki luas sebesar 236,18 Ha.
Kata Kunci : Pemetaan Kawasan Banjir, Skoring dan Pembobotan, SIG

ix
ABSTRACT

Moh Rezaldy, F 231 16 086 “Mapping of Flood Prone Areas Based on


Geographic Information Systems (GIS) in Parigi District, Parigi Moutong
Regency” Supervised by Rifai, S.T.,M.Si.,M.Sc.,Ph.D.,Eng.
One of the disasters that often occurs in Indonesia is the flood disaster which
often occurs when the rainy season arrives. With an area of 2,356 hectares
consisting of 11 villages or sub-districts, Parigi District is one of the sub-districts
that is often flooded every rainy season arrives. One of the flood events that
occurred in Parigi District, namely in 2020 which submerged almost the entire
Parigi District, this flood was caused by the high volume of rainfall and many
swamp areas that have been converted into residential areas, causing flooding in
the area, both The purpose of this research is to find out the distribution and level
of flood vulnerability based on GIS analysis in Parigi District.
This research is a qualitative research using a spatial approach, the type of
data used in this study is in the form of primary data and secondary data in the form
of slope data, rainfall, soil type, land use, river buffers, and inundation
classification data, namely the length of inundation, inundation area, inundation
height, and inundation frequency. The research objective to be achieved in this
paper is to determine the distribution and level of flood vulnerability in Parigi
District. There are several research targets to achieve these goals, namely
analyzing factors or variables that affect the level of flood vulnerability in Parigi
District, and mapping the distribution of flood-prone areas in Parigi District using
ArcGIS 10.8.
The results obtained from this study are in the form of a flood-prone map
that shows the level of vulnerability to flooding in Parigi District, using the
overlay and scoring analysis method, it is found that the non-prone area has an
area of 182.70 Ha, a moderately vulnerable area has an area of 1938.10 Ha, and
very vulnerable areas have an area of 236.18 Ha.

Keywords: Flood Area Mapping, Scoring and Weighting, GIS

x
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

REKOMENDASI................................................................................................... iii

ABSTRAK ............................................................................................................. ix

DAFTAR ISI .......................................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiv

DAFTAR TABEL ................................................................................................. xv

BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ...........................................................................................1


1.2. Rumusan Masalah ......................................................................................4
1.3. Pertanyaan Penelitian .................................................................................4
1.4. Tujuan ........................................................................................................4
1.5. Sasaran .......................................................................................................5
1.6. Manfaat Penelitian .....................................................................................5
1.7. Ruang Lingkup Penelitian..........................................................................5
1.8. Batasan Penelitian ......................................................................................6
1.9. Sistematika Penulisan ................................................................................6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 8

2.1. Ancaman Bencana Banjir ..........................................................................8


2.1.1. Pengertian Bencana dan Banjir ......................................................... 8

2.1.2. Kebijakan Penataan Ruang dan Penanggulangan Bencana .............. 9

2.1.3. Jenis-Jenis Banjir ............................................................................ 10

2.1.4. Faktor-Faktor Penyebab Banjir ....................................................... 11

2.1.5. Daerah Rawan Banjir ...................................................................... 12

2.2. Identifikasi Kawasan Rawan Banjir.........................................................13


2.2.1. Kajian Kawasan Banjir ................................................................... 13

2.2.2. Parameter Yang Mempengaruhi Kerentanan Banjir ....................... 15

xi
2.3. Konsep Mitigasi Bencana Pada Kawasan Rawan Banjir .........................18
2.4. Sistem Informasi Geografis (SIG) ...........................................................23
2.4.1. Pengertian SIG ................................................................................ 23

2.4.2. Pengertian ArcGIS .......................................................................... 25

2.4.3. Kelebihan dan Kekurangan SIG ..................................................... 26

2.4.4. Penerapan Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk Identifikasi dan


Pemetaan Kawasan Rawan Banjir ................................................................. 27

2.5. Penelitian Relevan ...................................................................................29


2.6. Kerangka Pikir .........................................................................................34
2.7. Bagan Alur Penelitian ..............................................................................35
2.8. Sintesa Teori ............................................................................................36
BAB 3 METODE PENELITIAN.......................................................................... 40

3.1. Jenis dan Pendekatan Penelitian ..............................................................40


3.2. Peralatan Penelitian ..................................................................................40
3.3. Lokasi Penelitian ......................................................................................41
3.4. Variabel Penelitian ...................................................................................43
3.5. Sumber Data.............................................................................................43
3.6. Metode Analisis Data ...............................................................................44
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................. 52

4.1. Kondisi Geografis ....................................................................................52


4.1.1. Letak Geografis ............................................................................... 52

4.2. Kondisi Sosial dan Kependudukan ..........................................................54


4.2.1. Jumlah Penduduk ............................................................................ 54

4.2.2. Jumlah Rumah Tangga .................................................................... 55

4.2.3. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin...................................... 55

4.2.4. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur ................................. 56

4.2.5. Jumlah Penduduk Menurut Kelahiran dan Kematian ..................... 57

4.2.6. Riwayat Permukiman dan Kejadian Banjir ..................................... 59

xii
4.3. Hasil Klasifikasi Parameter Banjir...........................................................60
4.3.1. Hasil Klasifikasi Curah Hujan ........................................................ 60

4.3.2. Hasil Klasifikasi Jenis Tanah .......................................................... 63

4.3.3. Hasil Klasifikasi Kemiringan Lereng ............................................. 65

4.3.4. Hasil Klasifikasi Ketinggian/Elevasi Lahan ................................... 67

4.3.5. Hasil Klasifikasi Buffer Sungai ...................................................... 69

4.3.6. Hasil Klasifikasi Kerapatan Sungai ................................................ 71

4.3.7. Hasil Klasifikasi Penggunaan Lahan .............................................. 73

4.3.8. Hasil Klasifikasi Genangan ............................................................. 75

4.4. Sebaran dan Tingkat Kerawanan Banjir di Kecamatan Parigi .................81


BAB V PENUTUP................................................................................................ 83

5.1. Kesimpulan ..............................................................................................83


5.2. Saran ........................................................................................................84
5.3. Rekomendasi ............................................................................................84
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 85

LAMPIRAN .......................................................................................................... 88

xiii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3. 1 Peta Lokasi Penelitian ...................................................................... 42


Gambar 4. 1 Peta Batas Administrasi Kecamatan Parigi ...................................... 53
Gambar 4. 2 Peta Riwayat Permukiman Kecamatan Parigi .................................. 59
Gambar 4. 3. Dampak Bencana Banjir Di Kecamatan Parigi ............................... 60
Gambar 4. 4. Peta Curah Hujan Kecamatan Parigi ............................................... 62
Gambar 4. 5. Peta Jenis Tanah Kecamatan Parigi ................................................ 64
Gambar 4. 6. Peta Kemiringan Lereng Kecamatan Parigi .................................... 66
Gambar 4. 7. Peta Ketinggian Lahan Kecamatan Parigi ....................................... 68
Gambar 4. 8. Peta Buffer Sungai Kecamatan Parigi ............................................. 70
Gambar 4. 9. Peta Kerapatan Sungai Kecamatan Parigi ....................................... 72
Gambar 4. 10. Peta Penggunaan Lahan Kecamatan Parigi ................................... 74
Gambar 4. 11. Gambar Lokasi Rawan Banjir Di Kecamatan Parigi .................... 75
Gambar 4. 12. Peta Kedalaman Genangan Kecamatan Parigi .............................. 76
Gambar 4. 13. Peta Lama Genangan Kecamatan Parigi ....................................... 77
Gambar 4. 14. Peta Frekuensi Genangan Kecamatan Parigi ................................ 78
Gambar 4. 15. Peta Luas Genangan Kecamatan Parigi ........................................ 79
Gambar 4. 16. Peta Tingkat Kerawanan Banjir di Kecamatan Parigi ................... 82

xiv
DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Tabel Penelitian Relevan ..................................................................... 29


Tabel 2. 2 Tabel Sintesa Teori .............................................................................. 36
Tabel 3. 1 Tabel Klasifikasi Kemiringan Lereng .................................................. 47
Tabel 3. 2 Tabel Klasifikasi Kerapatan Sungai ..................................................... 48
Tabel 3. 3 Tabel Klasifikasi Ketinggian Lahan/Elevasi........................................ 48
Tabel 3. 4 Tabel Klasifikasi Curah Hujan ............................................................. 48
Tabel 3. 5 Tabel Klasifikasi Jenis Tanah .............................................................. 48
Tabel 3. 6 Tabel Klasifikasi Pengunaan Lahan ..................................................... 49
Tabel 3. 7 Tabel Klasifikasi Buffer Sungai ........................................................... 49
Tabel 3. 8 Tabel Klasifikasi Genangan ................................................................. 49
Tabel 3. 9 Tabel Bobot Parameter Penyebab Banjir ............................................. 50
Tabel 4. 1 Tabel Jumlah Dan Kepadatan Penduduk Menurut Desa di Kecamatan
Parigi Tahun 2020 ................................................................................................. 54
Tabel 4. 2 Tabel Jumlah Rumah Tangga Menurut Desa di Kecamatan Parigi
Tahun 2020 ........................................................................................................... 55
Tabel 4. 3 Tabel Jumlah Penduduk Menurut Kelamin di Kecamatan Parigi Tahun
2020 ....................................................................................................................... 56
Tabel 4. 4 Tabel Jumlah Penduduk Menurut Umur .............................................. 57
Tabel 4. 5 Tabel Jumlah Penduduk Menurut Umur di Kecamatan Parigi Tahun
2020 ....................................................................................................................... 58
Tabel 4. 6 Tabel Jumlah Hari Hujan dan Keadaan Curah Hujan di Kecamatan
Parigi ..................................................................................................................... 60
Tabel 4. 7 Tabel Nilai Klasifikasi Curah Hujan .................................................... 61
Tabel 4. 8 Tabel Nilai Klasifikasi Jenis Tanah ..................................................... 63
Tabel 4. 9 Tabel Nilai Klasifikasi Kemiringan Lereng ......................................... 65
Tabel 4. 10 Tabel Nilai Klasifikasi Ketinggian/Elevasi........................................ 67
Tabel 4. 11 Tabel Nilai Klasifikasi Buffer Sungai ................................................ 69
Tabel 4. 12 Tabel Nilai Klasifikasi Kerapatan Sungai .......................................... 71
Tabel 4. 13 Tabel Nilai Klasifikasi Penggunaan Lahan ........................................ 73

xv
Tabel 4. 14 Tabel Klasifikasi Genangan di Kecamatan Parigi ............................. 75
Tabel 4. 15 Tabel Nilai Klasifikasi Genangan ...................................................... 80
Tabel 4. 16 Tabel Luas Tingkat Kerawanan Banjir .............................................. 81

xvi
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Bencana merupakan suatu kejadian atau peristiwa yang memberikan
kerugian yang besar pada masyarakat, yang bersifat merusak, merugikan dan
mengambil waktu yang panjang untuk pemulihannya (Sugiantoro dan Purnomo,
2010). Bencana alam seperti banjir perlu mendapatkan perhatian khusus, sebab
bencana tersebut menelan korban jiwa dan kerugian terbesar (40%) dari seluruh
kerugian bencana alam (Kingma 1990). Pengertian ini lebih diperjelas dalam UU
Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, bencana merupakan
rangkaian peristiwa yang memberikan dampak langsung berupa ancaman
terhadap kehidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam atau
faktor non alam sehingga dampak langsung yang ditimbulkan adalah kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dampak psikologis, serta timbulnya korban
jiwa.
Bencana banjir merupakan bencana yang sering terjadi dan sudah menjadi
permasalahan umum di sebagian besar wilayah di Indonesia, terutama pada daerah
perkotaan dan daerah padat penduduk. Bencana banjir di Indonesia sudah sangat
sering terjadi tiap tahunnya dan terbukti menimbulkan banyak dampak pada
kehidupan manusia dan lingkungan terutama dalam hal korban jiwa, kerugian
materi, serta rusaknya lingkungan disekitar. Sebagai contoh yaitu bencana banjir
yang terjadi di Kalimantan Selatan pada awal tahun 2021 yang telah
mengakibatkan 24 orang meninggal dan 135.656 orang mengungsi dan
mengakibatkan kerugian lebih dari 1 Triliun Rupiah.
Bencana banjir di Indonesia hingga saat ini masih menjadi salah satu isu
penting yang harus ditanggulangi. Perubahan kondisi lahan dari waktu ke waktu
membuat ancaman terjadinya banjir semakin besar. Hal ini disebabkan oleh
beberapa hal, antara lain: 1) Daya tampung sungai makin lama makin kecil akibat
pendangkalan. 2) Fluktuasi debit air antara musim penghujan dengan musim
kering makin tinggi. 3) Terjadi konversi lahan pertanian dan daerah buffer alami
ke lahan non pertanian dengan mengabaikan konservasi sehingga menyebabkan

1
rusaknya daerah tangkapan air (cacthment area). 4) Eksploitasi air tanah yang
berlebihan menyebabkan lapisan aquifer makin dalam sehingga penetrasi air laut
lebih jauh ke darat yang berakibat mengganggu keseimbangan hidrologi (Utomo
2004).
Parigi Moutong adalah salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Sulawesi
Tengah. Dengan luas wilayah sebesar 6.231,85 km² atau sekitar 16,9 persen dari
total wilayah Provinsi Sulawesi Tengah, Kabupaten Parigi Moutong secara
administratif terdiri atas 23 Kecamatan yaitu Kecamatan Ampibabo, Balinggi,
Bolano, Bolano Lambunu, Kasimbar, Mepanga, Moutong, Ongka Malino, Palasa,
Parigi Barat, Parigi Selatan, Parigi Tengah, Parigi Utara, Sausu, Siniu, Sidoan,
Taopa, Tinombo, Tinombo Selatan, Tomini, Toribulu, Torue, dan Kecamatan
Parigi yang merupakan ibukota Kabupaten Parigi Moutong dan juga menjadi
lokasi studi dalam penelitian ini.
Kecamatan Parigi memiliki potensi bencana yang beragam baik bencana
yang diakibatkan oleh alam maupun bencana yang diakibatkan oleh manusia.
Salah satu potensi bencana yang umum di Kecamatan Parigi yaitu banjir atau air
genangan.
Secara fisik, Kecamatan Parigi memiliki wilayah yang sebagian besar
merupakan dataran yang berbatasan langsung dengan laut dibagian timur dan
tidak memiliki titik ketinggian baik itu perbukitan atau pegunungan, terdapat 3
aliran sungai besar dan beberapa anak-anak sungai, dengan bentuk permukaan
tanah yang datar dan banyak terdapat area rawa yang telah dialih fungsikan
menjadi area permukiman menjadikan beberapa area di Kecamatan Parigi kerap
tergenang banjir selama musim penghujan, genangan banjir yang kerap terjadi
diakibatkan oleh intensitas curah hujan yang tinggi serta fenomena cuaca ekstrim,
meskipun genangan banjir tersebut bersifat periodik tapi sudah sangat meresahkan
masyarakat di wilayah tersebut.
Menurut Dinas BPBD Kab Parigi Moutong, Kecamatan Parigi merupakan
salah satu dari 23 kecamatan yang berada di Kabupaten Parigi Moutong yang
rawan akan bencana banjir, jenis banjir yang kerap terjadi cukup bergagam mulai
dari banjir bandang, banjir air, dan juga banjir cileunang. Pada tahun 2020 terdapat

2
4 kecamatan di Kabupaten Parigi Moutong yang dilanda bencana banjir salah
satunya yaitu Kecamatan Parigi, banjir di Kecamatan Parigi melanda dua desa
yaitu Desa Bambalemo dan Desa Olaya, dilaporkan terdapat 51 kepala keluarga
yang terdampak, meskipun tidak ada korban jiwa namun banjir tersebut
menyebabkan kerugian materil dan juga merusak sejumlah rumah warga dan
fasilitas umum. Dalam upaya mengatasi permasalahan akibat terjadinya banjir,
ada beberapa cara yaitu salah satunya mengetahui sebab-sebab terjadinya banjir
dan daerah sasaran banjir, yang tergantung pada karakteristik klimatologi,
hidrologi, dan kondisi fisik wilayah. Salah satu disiplin ilmu yang sangat
berpengaruh dalam penanggulangan masalah banjir adalah dengan bantuan
aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) yaitu untuk identifikasi dan pemetaan
kawasan yang berpotensi banjir.
Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan sistem yang saling
berhubungan (interelasi) yang bertujuan untuk menampilkan informasi geografis
sehingga dapat menjadi suatu teknologi perangkat lunak sebagai alat bantu untuk
mengolah, mengumpulkan, menyimpan, menganalisis, dan menampilkan kembali
kondisi-kondisi alam dengan bantuan data atribut dan keruangan (Munir, Q, A.,
2014). Pengelolaan data geografis yang didasarkan pada perangkat lunak ini dapat
digunakan untuk memvisualisasikan wilayah yang terdampak bencana banjir.
Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan sistem yang saling berhubungan
(interelasi) yang bertujuan untuk menampilkan informasi geografis sehingga
dapat menjadi suatu teknologi perangkat lunak sebagai alat bantu untuk mengolah,
mengumpulkan, menyimpan, menganalisis, dan menampilkan kembali kondisi-
kondisi alam dengan bantuan data atribut dan keruangan (Munir, 2014).
Pengelolaan data geografis yang didasarkan pada perangkat lunak ini dapat
digunakan untuk memvisualisasikan wilayah yang terdampak bencana.
Sistem Informasi Geografis (SIG) diartikan sebagai sistem informasi yang
digunakan untuk memasukkan, menyimpan, memangggil kembali, mengolah,
menganalisis dan menghasilkan data referensi geografis atau data geospatial,
untuk mendukung pengambilan keputusan dalam perencanaan dan pengelolaan
penggunaan lahan, sumber daya alam, lingkungan transportasi, fasilitas kota, dan

3
pelayanan umum lainnya. Komponen utama SIG adalah sistem komputer, data
geospatial dan pengguna. Sistem komputer untuk SIG terdiri dari perangkat keras
(hardware), perangkat lunak (software) dan prosedur untuk penyusunan
pemasukkan data, pengolahan, analisis, pemodelan (modelling), dan penayangan
data geospatial. ArcGIS adalah salah satu perangkat lunak yang digunakan untuk
membuat sistem informasi geografis (SIG) yang berbasis dekstop. Software ini
memiliki beberapa fungsi extension yang telah tersedia didalamnya serta juga
mengimplementasikan konsep berbasis data spasial. ArcGIS diciptakan khusus
untuk kompabilitas sistem informasi berbasis geografis (SIG) yang membutuhkan
performance besar seperti Server GIS, Database GIS, Web GIS dan lain
sebagainya. Didalam software ArcGIS telah tersedia berbagai macam tool-tool,
Tutorial serta extension yang mudah dipahami dan digunakan.

1.2. Rumusan Masalah


Genangan banjir yang terjadi di Kecamatan Parigi kerapkali menggenangi
beberapa wilayah yang di dominasi sebagai wilayah permukiman. Kondisi
topografi yang cenderung datar serta banyak area rawa yang telah beralih
fungsikan menjadi wilayah permukiman membuat beberapa area permukiman
selalu tergenang banjir selama musim hujan. Berdasarkan hal tersebut, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana
sebaran dan tingkat kerawanan banjir berbasis analisis SIG di Kecamatan Parigi.

1.3. Pertanyaan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah, maka yang menjadi pertanyaan penelitian
dalam penelitian ini yaitu
1. Bagaimana sebaran dan tingkat kerawanan banjir berbasis analisis SIG di
Kecamatan Parigi?

1.4. Tujuan
Berdasarkan pertanyaan penelitian tersebut, maka yang menjadi tujuan
dari penelitian ini yaitu untuk diketahuinya sebaran dan tingkat kerawanan banjir
berbasis analisis SIG di Kecamatan Parigi.

4
1.5. Sasaran
Berdasarkan tujuan penelitian tersebut maka yang menjadi sasaran dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis faktor atau variabel yang mempengaruhi tingkat kerawanan
banjir di Kecamatan Parigi

2. Memetakan sebaran kawasan rawan banjir berbasis Sistem Informasi


Geografis (SIG) di Kecamatan Parigi

1.6. Manfaat Penelitian


Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi pemerintah Kecamatan Parigi,
Kabupaten Parigi Moutong;
2. Sebagai bahan masukan dan kajian (referensi) bagi peneliti selanjutnya,
khususnya yang memiliki keterkaitan dengan studi pemetaan kawasan rawan
banjir berbasis SIG untuk menentukan sebaran dan tingkat kerawanan bencana
banjir.

1.7. Ruang Lingkup Penelitian


1. Ruang Lingkup Wilayah

Lingkup kelurahan atau desa yang menjadi fokus penelitian pada kawasan
Kecamatan Parigi adalah Desa Olaya, Pombalowo, Mertasari, Loji, Maesa,
Masigi, Bantaya, Kampal, Lebo, Bambalemo, dan Bambalemo Ranomaisi.
2. Ruang Lingkup Materi

Ruang lingkup materi penelitian difokuskan pada:

a. Pemetaan kawasan Kecamatan Parigi berdasarkan tingkat kerawanan banjir


dengan identifikasi kawasan rawan banjir yaitu penggunaan lahan,
kemiringan lereng, jenis tanah, curah hujan, dan DAS dengan menggunakan
pendekatan sistem infromasi geografis (SIG);

5
b. Penentuan titik rawan bencana banjir di Kecamatan Parigi dengan
menganalisa peta tingkat kerawanan banjir sebagai dasar dalam
menganalisa titik kerawanan banjir.

1.8. Batasan Penelitian


Batasan penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Data curah hujan yang digunakan yaitu data curah hujan tahun 2020. Data
tersebut merupakan data sekunder yang diperoleh dari BPS Kecamatan
Parigi.
2. Tidak memperhitungkan sedimentasi, pendakalan sungai, dan tampungan
jaringan drainase.
3. Data genangan banjir diperoleh dari BPBD Kab. Parigi Moutong dan survei
langung.

1.9. Sistematika Penulisan


Untuk memudahkan dalam memahami penulisan ini secara keseluruhan,
maka penulisan dibagi menjadi lima bab, sebagai berikut :
BAB 1 PENDAHULUAN
Bab ini mencakup latar belakang, menentukan rumusan masalah,
menentukan tujuan dan sasaran, manfaat penelitian, menentukan ruang lingkup
yang mencakup ruang lingkup wilayah dan ruang lingkup materi, batasan
penelitian, dan sistematika penulisan laporan akhir.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini memberikan penjelasan kajian teori yang membahas ancaman
bencana banjir, identifikasi kawasan rawan banjir, konsep mitigasi bencana pada
kawasan rawan banjir, sistem informasi geografis, penelitian relevan, kerangka
pikir, dan sintesa teori.
BAB 3 METODE PENELITIAN
Bab ini memberikan penjelasan mengenai metode yang digunakan dalam
penelitian seperti jenis dan pendekatan penelitian, peralatan penelitian, lokasi
penelitian, variable penelitian, sumber data, dan metode analisis data
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

6
Bab ini membahas mengenai gambaram umum wilayah studi berupa letak
geografis dan batas administrasi, kondisi kependudukan, hasil analisis dan
klasifikasi parameter bencana banjir, serta pembahasan hasil dari analisis
overlay parameter banjir guna mengetahui tingkat kerawanan banjir di
Kecamatan Parigi.
BAB 5 PENUTUP
Bab ini berisi tentang kesimpulan, saran dan rekomendasi hasil dari
penelitan yang telah di teliti dan di analisis.

7
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ancaman Bencana Banjir


2.1.1. Pengertian Bencana dan Banjir
Dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2007, menjelaskan bahwa bencana
alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa
yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung
meletus, tanah longsor, kekeringan, angin topan, dan banjir.
Banjir didefenisikan sebagai tergenangnya suatu tempat akibat meluapnya
air yang melebihi kapasitas pembuangan air disuatu wilayah dan menimbulkan
kerugian fisik, sosial dan ekonomi (Rahayu dkk, 2009). Banjir adalah ancaman
musiman yang terjadi apabila meluapnya tubuh air dari saluran yang ada dan
menggenangi wilayah sekitarnya. Banjir adalah ancaman alam yang paling sering
terjadi dan paling banyak merugikan, baik dari segi kemanusiaan maupun
ekonomi (Yayasan IDEP,2007). Banjir juga merupakan bencana alam paling
sering terjadi, baik dilihat dari intensitasnya pada suatu tempat maupun jumlah
lokasi kejadian dalam setahun yaitu sekitar 40% di antara bencana alam yang lain.
Bahkan di beberapa tempat, banjir merupakan rutinitas tahunan. Lokasi
kejadiannya bisa perkotaan atau pedesaan, negara sedang berkembang atau negara
maju sekalipun (E. Suherlan, 2001).
Banjir merupakan peristiwa dimana daratan yang biasanya kering menjadi
tergenang oleh air, hal ini disebabkan oleh curah hujan yang tinggi dan kondisi
topografi wilayah berupa dataran rendah hingga cekung. Selain itu terjadinya
banjir juga dapat disebabkan oleh limpasan air permukaan (runoff) yang meluap
dan volumenya melebihi kapasitas pengaliran sistem drainase atau system aliran
sungai. Terjadinya bencana banjir juga disebabkan oleh rendahnya kemampuan
infiltrasi tanah, sehingga menyebabkan tanah tidak mampu lagi menyerap air.
Banjir dapat terjadi akibat naiknya permukaan air lantaran curah hujan yang diatas
normal, perubahan suhu, tanggul/bendungan yang bobol, pencairan salju yang
cepat, terhambatnya aliran air di tempat lain (S. Ligal, 2008).

8
Bencana banjir merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian
harta benda, dan dampak psikologis (Mistra, 2007).
2.1.2. Kebijakan Penataan Ruang dan Penanggulangan Bencana
Rencana tata ruang berisi kebijakan pokok pemanfaatan pola ruang dan
struktur ruang dalam kurung waktu tertentu. Pola pemanfaatan ruang disusun
untuk mewujudkan keserasian dan keselarasan pemanfaatan ruang bagi kegiatan
budidaya dan non budidaya (lindung). Sedangkan struktur ruang dibentuk untuk
mewujudkan susunan dan tatanan pusat-pusat permukiman yang secara hirarkis
dan fungsional saling berhubungan.
Pemanfaatan ruang diwujudkan melalui program pembangunan dengan
mengacu pada rencana tata ruang. Pengendalian pemanfaatan ruang kawasan
rawan bencana dilakukan dengan mencermati konsistensi (kesesuaian lahan dan
keselarasan) antara rencana tata ruang dengan pemanfaatan ruang. Peraturan
perencanaan tata ruang diatur dalam Peraturan Pemerintah No.21 Tahun 2021
tentang penyelengaraa penataan ruang, sedangkan peraturan tentang kebencanaan
diatur dalam Undang-Undang No.24 Tahun 2007 tentang penanggulangan
bencana.
1. Tujuan PP No.21 Tahun 2021
Peraturan Pemerintah No.21 Tahun 2021 menyatakan bahwa secara garis
besar tujuan penyelenggaraan penataan ruang antara lain:
a. Dapat mewujudkan keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan
buatan.
b. Dapat mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan
sumber daya buatan dengan sumber daya manusia
c. Dapat mewujudkan pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak
negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang
2. Tujuan Undang-Undang No. 24 Tahun 2007
Undang-Undang No.24 Tahun 2007 bertujuan untuk mendefinisikan
bencana secara komprehensif, mengatur pengelolaan dan kelembagaan mulai di

9
tingkat pusat sampai ke daerah beserta pembagian tanggungjawabnya yang
dilaksanakan secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh, termasuk
komponen utama di dalam rencana aksi yaitu, melakukan identifikasi,
pemantauan terhadap berbagai risiko bencana dan meningkatkan kemampuan
deteksi dini. Dalam undang-undang ini, penguatan penataan ruang merupakan
salah satu fokus yang tercantum dalam penanggulangan bencana. Artinya adalah
fokus pengelolaan bencana, tidak hanya bergerak pada segi penanggulangan saja,
juga termasuk segi antisipasi.
Permasalahan yang kerap muncul pada tataran implementasi peraturan
daerah (perda) provinsi dan kabupaten/kota adalah terdapat beberapa kesulitan
menselaraskan aspek kebencanaan didalam perencanaan tata ruang, sementara
permukiman yang terlanjur banyak terbangun di kawasan-kawasan terindikasi
rawan becana alam, suatu hal yang tidak mudah merelokasikan permukiman yang
sudah terbangun ke suatu tempat yang dianggap relatif lebih aman dari ancaman
bencana.
2.1.3. Jenis-Jenis Banjir
Menurut Pusat Kritis Kesehatan Kemenkes RI (2018), banjir dibedakan
menjadi lima tipe sebagai berikut:
1. Banjir Bandang
Banjir bandang yaitu banjir yang sangat berbahaya karena bisa mengangkut
apa saja. Banjir ini cukup memberikan dampak kerusakan cukup parah. Banjir
bandang biasanya terjadi akibat gundulnya hutan dan rentan terjadi di daerah
pegunungan.
2. Banjir Air
Banjir air merupakan jenis banjir yang sangat umum terjadi, biasanya banjir
in terjadi akibat meluapnya air sungai, danau atau selokan. Karena intensitas
banyak sehingga air tidak tertampung dan meluap itulah banjir air.
3. Banjir Lumpur
Banjir lumpur merupakan banjir yang mirip dengan banjir bandang tapi
banjir lumpur yaitu banjir yang keluar dari dalam bumi yang sampai ke daratan.

10
banjir lumpur mengandung bahan yang berbahaya dan bahan gas yang
mempengaruhi kesehatan makhuk hidup lainnya.
4. Banjir Rob (Banjir Laut Air Pasang)
Banjir rob adalah banjir yang terjadi akibat air laut. Biasanya banjir ini
menerjang kawasan di wilayah sekitar pesisir pantai.
5. Banjir Cileunang
Banjir cileunang mempunyai kemiripan dengn banjir air , tapi banjir
cileunang terjadi akibat deras hujan sehingga tidak tertampung.
2.1.4. Faktor-Faktor Penyebab Banjir
Menurut Kodoatie dan Sugiyanto (2002), ‘‘faktor penyebab terjadinya
banjir dapat diklasifikasikan dalam dua kategori, yaitu banjir alami dan banjir oleh
tindakan manusia. Banjir alami dapat terjadi disebabkan oleh curah hujan,
fisiografi, erosi dan sedimentasi, kapasitas sungai, dan pengaruh air pasang.
Sedangkan banjir akibat aktivitas manusia disebabkan karena ulah manusia yang
menyebabkan perubahan-perubahan lingkungan seperti : perubahan kondisi
Daerah Aliran Sungai (DAS), kawasan pemukiman di sekitar bantaran, rusaknya
drainase lahan, kerusakan bangunan pengendali banjir, rusaknya hutan (vegetasi
alami), dan perencanaan sistim pengendali banjir yang tidak tepat’’. Peraturan
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 28 tahun 2015 tentang
penetapangaris sepadan sungai dan garis sempadan danau pada pasal 15 berbunyi
untuk bangunan yang terdapat di sempadan sungai minimal jarak rumah dari tepi
sungai yaitu 10 meter dari tepi kiri dan kanan sungai, dan apabila sungai terlalu
dalam melebihi 3 meter maka jarak dari sepadan sungai lebih dari 10 meter.
a. Penyebab Banjir Secara Alami

Yang termasuk sebab-sebab terjadinya banjir secara alami diantaranya


adalah:

• Curah hujan

• Pengaruh fisiografi

• Erosi dan Sedimentasi

11
• Kapasitas sungai

• Kapasitas drainase yang tidak memadai

• Pengaruh air pasang

b. Penyebab Banjir Akibat Aktivitas Manusia

• Perubahan kondisi DAS

• Kawasan kumuh dan sampah

• Drainase perkotaan dan pengembangan pertanian

• Kerusakan bangunan pengendali air

• Perencanaan sistem pengendalian banjir tidak tepat

• Rusaknya hutan dan hilangnya vegetasi alami

2.1.5. Daerah Rawan Banjir


Daerah rawan banjir adalah daerah yang sering dilanda banjir. Daerah
tersebut dapat diidentikasi dengan menggunakan pendekatan geomorfologi
khususnya aspek morfogenesa, karena kenampakan seperti teras sungai, tanggul
alam, dataran banjir, rawa belakang, kipas aluvial, dan delta yang merupakan
bentukan banjir yang berulang-ulang yang merupakan bentuk lahan detil yang
mempunyai topografi datar (Dibyosaputro, 1984).
Menurut Pratomo, 2008 dan Isnugroho, 2006, “daaerah rawan banjir dapat
diklasifikasikan menjadi empat daerah, yaitu daerah pantai, daerah dataran banjir,
daerah sempadan sungai, dan daerah cekungan”.
Daerah pantai menjadi rawan banjir disebabkan daerah tersebut merupakan
dataran rendah yang elevasi muka tanahnya lebih rendah atau sama dengan elevasi
air laut pasang rata-rata (Mean Sea Level / MSL). Potensi banjir berasal dari aliran
sungai yang bermuara di pantai dan terjadinya pasang air laut.

12
Daerah sempadan sungai merupakan daerah rawan bencana banjir yang
berada sekitar 100 m di kiri - kanan sungai besar, dan 50 m di kiri - kanan anak
sungai atau sungai kecil.
Daerah dataran banjir (floodplain area) adalah daerah dataran rendah di kiri
dan kanan alur sungai, yang elevasi muka tanahnya sangat landai dan relatif datar,
sehingga aliran air menuju sungai sangat lambat, yang mengakibatkan daerah
tersebut rawan terhadap banjir, baik oleh luapan air sungai maupun karena hujan
lokal di daerah tersebut.
Daerah cekungan merupakan daerah yang relatif cukup luas baik di daerah
dataran rendah maupun dataran tinggi (hulu sungai) dapat menjadi daerah rawan
bencana banjir, bila penataan kawasan atau ruang tidak terkendali dan mempunyai
sistem drainase yang kurang memadai. Daerah cekungan yang dilalui sungai,
pengelolaan bantaran sungai harus benar-benar dibudidayakan secara optimal,
sehingga bencana dan masalah banjir dapat dihindarkan.

2.2. Identifikasi Kawasan Rawan Banjir


2.2.1. Kajian Kawasan Banjir
A. Analisis Bahaya Banjir
Analisis bahaya banjir ditujukan untuk mengidentifikasi daerah yang akan
terkena genangan banjir. Menurut departemen kelautan dan perikanan daerah
bahaya banjir/peta bahaya banjir tersebut dapat diidentifkasi melalui 2 (dua)
metode:
a. Mensimulasikan intensitas serta tinggi curah hujan, tataguna lahan, luasan
daerah tangkapan air, debit aliran permukaan, kondisi aliran sungai serta
kondisi pasang surut kemudian dioverlaykan dengan peta topografi di
daerah hilir.
b. Memetakan hubungan antara intensitas serta tinggi curah hujan dengan
lokasi yang tergenang berdasarkan sejarah terjadinya banjir.
Untuk mendukung upaya tersebut diperlukan serangkaian data tentang
kondisi topografi, infiltrasi tanah, tata guna lahan daerah tangkapan air, kondisi
pasang surut, kondisi aliran sungai, dan prakiraan intensitas curah hujan. Secara

13
rinci informasi yang perlu dimunculkan dalam peta bahaya banjir tersebut
meliputi antara lain:
a. Intensitas curah hujan pemicu terjadinya banjir;
b. Kedalaman banjir (contoh: 0 – 0.5 meter, 0.5-1.0 meter, >1.0 meter);
c. Lokasi serta luasan yang akan tergenang berdasarkan curah hujan tertentu;
d. Lama waktu yang akan tergenang berdasarkan curah hujan tertentu;
e. Sumber banjir serta periode ulangnya.
B. Analisis Tingkat Kerentanan Terhadap Banjir
Menurut Dibyosaputro (1984) kerentanan banjir (flood susceptibility)
adalah tingkat kemudahan suatu daerah untuk terkena banjir. Daerah yang sangat
terpengaruh adanya banjir adalah daerah dengan relief datar.
Analisis kerentanan ditujukan untuk mengidentifikasi dampak terjadinya
banjir berupa jatuhnya korban jiwa maupun kerugian ekonomi baik dalam jangka
pendek yang terdiri dari hancurnya permukiman infrastruktur, sarana dan
prasarana serta bangunan lainnya, maupun kerugian ekonomi jangka panjang yang
berupa terganggunya roda perekonomian akibat trauma maupun kerusakan
sumberdaya alam lainnya.
Analisis kerentanan tersebut didasarkan pada beberapa aspek, antara lain
kemiringan lereng, klasifikasi infiltrasi tanah, intensitas curah hujan dan pola
penggunaan lahan pada suatu wilayah yang didasarkan pada pengharkatan dan
pembobotan, adapun prosedur pemberian harkat dan bobot mengacu pada
penelitian-penelitian sebelumnya serta pedoman Kementrian PU.
C. Hubungan Penggunaan Lahan Terhadap Tingkat Kerentanan Banjir
Perubahan penggunaan lahan (land use) merupakan salah satu factor
penyebab terjadinya banjir. Meningkatnya jumlah penduduk akan diikuti oleh
semakin besarnya kebutuhan lahan untuk permukiman. Dengan adanya perubahan
penggunaan lahan dari lahan kosong menjadi lahan terbangun untuk memenuhi
kebutuhan penduduk tersebut, dapat menyebabkan daerah resapan air (cathment
area) semakin berkurang, sehingga dapat meningkatkan jumlah limpasan air hujan
dan semakin mempertinggi genangan yang terjadi.

14
Adanya konversi lahan demikian akan meningkatkan koefisien aliran
permukaan. Sebagai contoh, pada kawasan hutan hanya melimpaskan 10-40% air
hujan sehingga mampu menyerap air hujan sebesar 60-90%, kemudian berubah
menjadi permukiman yang akan melimpaskan sekitar 40-75% air hujan dan 25-
60% air hujan yang terserap. Semakin padat permukiman maka semakin besar
limpasan air hujan yang terjadi. Maka semakin tinggi pula tingkat kerentanan
banjir pada wilayah tersebut.
2.2.2. Parameter Yang Mempengaruhi Kerentanan Banjir
A. Parameter Umum
Bencana banjir memiliki beberapa klasifikasi karakteristik lahan yang
sangat mempengaruhi kawasan rawan banjir, berikut ini adalah karakteristik lahan
yang berpengaruh terhadap penentuan kawasan yang rentan terhadap bencana
banjir, yaitu : (Hasan, 2015).
i. Curah Hujan
Daerah yang mempunyai curah hujan yang tinggi maka daerah
tersebut akan lebih berpengaruh terhadap kejadian banjir. Berdasarkan hal
tersebut maka untuk pemberian skor ditentukan aturan sebagai berikut yaitu
: semakin tinggi curah hujan maka skor untuk tingkat kerawanan semakin
tinggi, yang terbagi dalam 5 kelas yaitu kelas terendah 1500 mm curah hujan
pertahun sampai dengan 3000 mm curah hujan pertahun.

ii. Kemiringan Lereng


Kemiringan lereng, merupakan perbandingan antara selisih ketinggian
dengan jarak datar pada dua tempat yang dinyatakan dalam persen.
Kemiringan lahan semakin tinggi maka air yang diteruskan semakin tinggi.
Air yang berada pada lahan tersebut akan diteruskan ke tempat yang lebih
rendah semakin cepat jika dibandingkan dengan lahan yang kemiringannya
rendah (landai). Dengan demikian, maka semakin besar derajat kemiringan
lahan maka skor untuk kerawanan banjir semakin kecil, untuk kelas
kemiringan lereng terbagi dalam 5 kelas yaitu mulai dari 0-2% kemiringan
sampai dengan 45% kemiringan.

15
iii. Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan, berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang
lahan tertentu, atau pemanfaatan lahan oleh manusia untuk tujuan tertentu.
Penggunaan lahan seperti untuk pemukiman, hutan lindung, tegalan sawah
irigasi, lahan industry dan sebagainya. Lahan yang banyak ditanami oleh
vegetasi maka air hujan akan banyak diinfiltrasi dan lebih banyak waktu
yang ditempuh oleh limpasan untuk sampai ke sungai sehingga
kemungkinan banjir lebih kecil daripada daerah yang tidak ditanami oleh
vegetasi.

iv. Jenis Tanah


Tanah dengan tekstur sangat halus memiliki peluang kejadian banjir
yang tinggi, sedangkan tekstur yang kasar memiliki peluang kejadian banjir
yang rendah. Hal ini disebabkan semakin halus tekstur tanah menyebabkan
air aliran permukaan yang berasal dari hujan maupun luapan sungai sulit
untuk meresap ke dalam tanah, sehingga terjadi penggenangan. Berdasarkan
hal tersebut, maka pemberian skor untuk daerah yang memiliki tekstur tanah
yang semakin halus semakin tinggi, untuk kelas jenis tanah terbagi atas lima
kelas yaitu mulai dari tanah halus, agak halus, sedang, agak kasar, dan kasar.

v. Kerapatan Sungai
Kerapatan sungai adalah suatu angka indeks yang menunjukkan
banyaknya anak sungai didalam suatu DAS. Indeks tersebut diperoleh
dengan persamaan sebagai berikut :
Dd = Σ Ln / A
Dd : kerapatan aliran (km/km2)
Ln : panjang sungai (km)
A : luas DAS (km2)

16
vi. Elevasi/Ketinggian Lahan
Ketinggian (elevasi) lahan adalah ukuran ketinggian lokasi di atas
permukaan laut. Ketinggian mempunyai pengaruh terhadap terjadinya
banjir. Semakin rendah suatu daerah maka semakin berpotensi terjadi banjir,
begitu pula sebaliknya. Semakin tinggi suatu daerah, maka semakin aman
akan bencana banjir.

vii. Buffer Sungai


Buffer sungai adalah suatu daerah yang mempunyai lebar tertentu
yang digambarkan di sekeliling sungai dengan jarak tertentu. Buffer sungai
dibuat berdasarkan logika dan pengetahuan mengenai hubungan sungai dan
kejadian banjir. Dengan asumsi semakin dekat dengan sungai, maka
peluang untuk terjadinya banjir lebih tinggi, untuk kelas daerah buffer
sungai terbagi atas tiga kelas yaitu 0 - 25m, 25 – 100m, 100 – 250m.
B. Parameter Khusus
i. Klasifikasi Genangan
Genangan adalah peristiwa manakala kawasan dipenuhi air karena tidak ada
drainase yang mematus air tersebut keluar kawasan (Sobirin, 2007 dalam
Kusumadewi dkk., 2012). Selain itu, menurut Badan Pengendalian Banjir,
genangan adalah air yang antri (memenuhi) jalan dengan ketinggian air mencapai
30 sampai 50 sentimeter. Lamanya genangan untuk sebuah sebutan genangan air
adalah berkisar 30 sampai 40 menit atau tidak mencapai satu jam. Selama
ketinggian air di bawah 100 sentimeter atau satu meter, itu bukanlah banjir. Banjir
dan genangan yang terjadi di suatu lokasi diakibatkan oleh sebab pengaruh
tindakan manusia dan sebab alami. Sebab pengaruh tindakan manusia diantaranya
perubahan tata guna lahan (land use), pembuangan sampah, kawasan kumuh di
sepanjang sungai/drainase, perencanaan sistem pengendalian banjir tidak tepat,
tidak berfungsinya sistem drainase lahan, bendung dan bangunan air, dan
kerusakan bangunan air. Sedangkan, sebab alaminya yaitu erosi dan sedimentasi,
curah hujan, pengaruh fisiografi/geofisik sungai, kapasitas sungai dan drainase

17
yang tidak memadai, pengaruh air pasang, penurunan tanah, serta drainase lahan
(Kodoatie dan Sjarief, 2005 dalam Kusumadewi dkk., 2012).

2.3. Konsep Mitigasi Bencana Pada Kawasan Rawan Banjir


Mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko
bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan
kemampuan menghadapi ancaman bencana. Mitigasi bencana merupakan suatu
aktivitas yang berperan sebagai tindakan pengurangan dampak bencana, atau
usaha-usaha yang dilakukan untuk megurangi korban ketika bencana terjadi, baik
korban jiwa maupun harta. Dalam melakukan tindakan mitigasi bencana, langkah
awal yang kita harus lakukan ialah melakukan kajian resiko bencana terhadap
daerah tersebut. Dalam menghitung resiko bencana sebuah daerah kita harus
mengetahui Bahaya (hazard), Kerentanan (vulnerability) dan kapasitas (capacity)
suatu wilayah yang berdasarkan pada karakteristik kondisi fisik dan wilayahnya.
Bahaya (hazard) adalah suatu kejadian yang mempunyai potensi untuk
menyebabkan terjadinya kecelakaan, cedera, hilangnya nyawa atau kehilangan
harta benda. Bahaya ini bisa menimbulkan bencana maupun tidak. Bahaya
dianggap sebuah bencana (disaster) apabila telah menimbulkan korban dan
kerugian.
Kerentanan (vulnerability) adalah rangkaian kondisi yang menentukan
apakah bahaya (baik bahaya alam maupun bahaya buatan) yang terjadi akan dapat
menimbulkan bencana (disaster) atau tidak. Rangkaian kondisi, umumnya dapat
berupa kondisi fisik, sosial dan sikap yang mempengaruhi kemampuan
masyarakat dalam melakukan pencegahan, mitigasi, persiapan dan tindak-tanggap
terhadap dampak bahaya.
Jenis-jenis kerentanan :
a) Kerentanan Fisik : Bangunan, Infrastruktur, Konstruksi yang lemah.

b) Kerentanan Sosial : Kemiskinan, Lingkungan, Konflik, tingkat


pertumbuhan yang tinggi, anak-anak dan wanita, lansia.

18
c) Kerentanan Mental : ketidaktahuan, tidak menyadari, kurangnya percaya
diri, dan lainnya.
Kapasitas (capacity) adalah kemampuan untuk memberikan tanggapan
terhadap situasi tertentu dengan sumber daya yang tersedia (fisik, manusia,
keuangan dan lainnya). Kapasitas ini bisa merupakan kearifan lokal masyarakat
yang diceritakan secara turun temurun dari generasi ke generasi.
Resiko bencana (Risk) adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat
bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa
kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan
atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat. , akibat kombinasi dari
bahaya, kerentanan, dan kapasitas dari daerah yang bersangkutan.
Menghitung Resiko bencana di suatu wilayah berdasarkan pada penilaian
bahaya, kerentanan dan kapasitas di wilayah tersebut. Menghitung resiko bencana
menggunakan persamaan sebagai berikut :
V
𝑅 =Hx
C
Kererangan :

R = Risiko Bencana

H = Bahaya

V = Kerentanan

C = Kapasistas

Menangani bencana banjir memerlukan strategi atau perlakuan khusus


untuk menjamin bencana banjir dapat diatasi. Konsep penanganan kawasan rawan
bencana banjir diklasifikasikan kedalam 2 katergori yaitu mitigasi struktural dan
mitigasi non struktural. (Nuhung, 2012)
1. Mitigasi Struktural
a. Pemetan kawasan rawan bencana banjir
Pemetaan dilakukan untuk menentukan tingkat kerawanan bencana banjir,
yang tidak dibatasi oleh wilayah administratif. Hal yang dilakukan dalam pemetaan
kawasan rawan bencana banjir adalah pengamatan karakteristik penggunaan lahan

19
(eksisting) serta sumber penyebab terjadinya bencana banjir. Peta kawasan rawan
bencana banjir dibuat berdasarkan data penggunaan lahan, jenis tanah, kemiringan
lereng dan curah hujan, lalu mengklasifikasi wilayah dengan kawasan rawan banjir
tinggi, sedang dan rendah. Penentuan ini akan memudahkan kajian tentang
karakteristik wilayah dan upayah penanggulangan risiko bencana.
b. Penataan ruang permukiman (land management)
Penetapan sempadan sungai di daerah perkotaan pangkep. Terutama pada
kawasan sempadan sungai yang landai dan berpenduduk dimana terindikasi
terdampak penggenangan banjir (flood inundation area), di relokasi ke daerah yang
lebih aman dengan mengembangkan mikrozonasi.
c. Membangun Tembok Alami
Membudidayakan hutan tanaman pantai (greenbelt) di sepanjang panta
dengan bakau atau mangrove yang secara efektif dapat menyerap dan mengurangi
energi limpasan gelombang, serta menahan sampah debris.
d. Membangun Tembok Pelindung Buatan
Pembuatan tanggul ataupun sabo dam, Sabo merupakan bangunan dengan
pelimpas yang berfungsi sebagai penyaring sedimentasi yang di bawah oleh arus
sungai dan berfungsi sebagai pencegah bahaya banjir.
e. Membangun Sumur Resapan (Rures)
Pembangunan sumur resapan (sures) merupakan konservasi air sebagai
upaya untuk penambahan air tanah dan untuk menjaga agar kondisi muka air tanah
tidak menurun yang berakibat sulitnya memperoleh air tanah untuk keperluan
pengairan pertanian dan keperluan mahluk hidup lainnya. Disamping itu untuk
menjaga intrusi air laut supaya tidak semakin dalam ke arah daratan. Prinsip
konservasi air ini adalah curah hujan yang berlebihan tidak dibiarkan mengalir
percuma ke laut tetapi ditampung dalam suatu wadah yang memungkinkan air
kembali meresap ke dalam tanah. Beberapa Ketentuan Umum untuk Pembangunan
Konstruksi Sumur Resapan:
1) Sumur resapan sebaiknya berada diatas elevasi/kawasan sumur-
sumur gali biasa. Diameter sumur bervariasi tergantung pada
besarnya curah hujan, luas tangkapan air, konduktifitas hidrolika

20
lapisan aquifer, tebal lapisan aquifer dan daya tampung lapisan
aquifer. Pada umumnya diameter berkisar antara 1 – 1,5 m
2) Untuk menjaga pencemaran air di lapisan aquifer, kedalaman sumur
resapan harus diatas kedalaman muka air tanah.
3) Sebelum air hujan masuk ke dalam sumur melalui saluran air,
sebaiknya dilakukan penyaringan air di bak kontrol terlebih dahulu.
Bak control terdiri dari beberapa lapisan yaitu lapisan kerikil, pasir
kasar, pasir dan ijuk.
4) Penyaringan ini dimaksudkan agar partikel-partikel debu hasil erosi
dari daerah tangkapan air tidak terbawa masuk ke sumur sehingga
tidak menyumbat pori-pori lapisan aquifer yang ada.
f. Membangun sumur injeksi (Atificial Recharge)
Teknologi artificial recharge diterapkan untuk mengatasi permasalahan
ketersediaan air tanah, sekaligus pengendalian air limpasan penyebab banjir.
Dengan teknologi ini air limpasan hujan di perkotaan secara gravitasi dimasukkan
ke dalam air tanah dalam.
Pipa pralon sedalam 60 meter dengan diameter 10 cm yang ditanam di
halaman gedung bertingkat, maka air limpasan yang mengalir akan langsung masuk
ke air tanah dalam. Teknologi ini sebenarnya tidak banyak berbeda dengan
teknologi yang telah diperkenalkan sebelumnya seperti sumur resapan hanya
teknologi sumur injeksi ini menggunakan bantuan mesin pemompa air. Jika biopori
memasukkan air limpasan ke air tanah dangkal, maka artificial recharge
memasukkan air limpasan ke air tanah dalam.
g. Membuat kolam konservasi air (Bioretensi)
Teknlogi Bio-retensi adalah teknologi yang mengambungkan unsur
tanaman (green water) dan air (blue water) dalam suatu kawasan dengan
meresapkan air ke tanah agar tetap berada di dalam DAS untuk mengisi aquifer
bebas, sehingga air dapat dikendalikan dan dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk
kepentingan masyarakat. Pembuatan bioretensi dapat dilakukan di halaman rumah,
selokan, trotoar, taman, lahan parkir dan di gang-gang sempit yang padat penduduk.

21
Green water adalah air yang tersimpan di pohon dan lahan terbuka, sedangkan blue
water adalah air yang tertampung dalam bentuk mata air, sungai dan danau.
2. Mitigasi Non Strukturan
a. Program edukasi
Pemahaman dan kesadaran serta peran serta pemerintah daerah dan
masyarakat. Kegiatan dirancang secara sistematis / tahapan mitigasi bencana mulai
dari pra bencana, saat tanggap darurat sampai paska bencana (menggali nilai-nilai
kearifan lokal dalam mitigasi bencana).
b. Penguatan ketahanan masyarakat
Kegiatan ini meliputi : Peningkatan dan pemberdayaan kemampuan
sumber daya masyarakat untuk membentuk budaya masyarakat siaga
bencana dengan melakukan pendidikan dan pelatihan kebencanaan seperti
manajemen kedaruratan, membangun koordinasi, komunikasi dan kerja
sama, pemahaman kawasan rawan bencana banjir, serta prosedur tetap
evakuasi dan meningkatkan kewaspadaan masyarakat di kawasan rawan
bencana banjir, berupa penjelasan kewaspadaan masyarakat apabila terjadi
bencana.
c. Diseminasi
Kegiatan memberi pemahaman kemasyarakat melalui media cetak
dan elektronik, penyebaran peta, buku, selebaran, film, tatap muka dan/atau
pameran dan media lainnya tentang sumber dan jenis ancaman bahaya, tata
cara mengantisipasi ancaman bahaya, jalur evakuasi, dan lokasi
pengungsian.
d. Mengembangkan sistem komunikasi dan penyebar luasan informasi.
Untuk meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat terhadap bencana.
Penyebaran katalog kejadian bencana banjir, digunakan untuk
kesiapsiagaan masyarakat bahwa suatu daerah yang pernah terlanda
bencana banjir dapat terjadi kembali.
e. Mengembangkan sinergitas
Seluruh stake holder bersinergi dalam forum koordinasi dan
integrasi program antar sektor, antar level birokrasi dan masyarakat.

22
f. Penerbitan regulasi
Pedoman penanggulangan bencana banjir dan penerapan kawasan
penyangga (buffer zone) dan setback yang mengatur dengan jelas dan tegas
termasuk sangsi terhadap pelanggaran. Implementasi dari aturan hokum
tersebut selanjutnya disebarluaskan, disosialisasikan dan dipantau
pelaksanaannya agar benar-benar diaplikasikan.
g. Menyusun rencana kontijensi
Suatu dokumen yang dipersiapkan oleh pemerintah bersama
masyarakat yang dioprasionalisaikan saat tanggap darurat.
h. Membangun Early Warning System
Sistem peringatan dini dan pemasangan jaringan pemantau yang
representatif dan mutakhir.

2.4. Sistem Informasi Geografis (SIG)


2.4.1. Pengertian SIG
Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah sistem yang berbasiskan computer
yang digunakan untuk menyimpan dan memanupulasi informasi-informasi
geografis. SIG dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan, dan menganalisis
objek-objek dan fenomena dimana lokasi geografis merupakan karakteristik yang
penting atau kritis untuk dianalisis. Dengan demikian, SIG merupakan sistem
komputer yang memiliki empat kemampuan berikut dalam menangani data yang
bereferensi geografis: (1) masukan, (2) manajemen data, (3) analisis dan
manipulasi data, (4) keluaran, menurut Arnoff (1989).
SIG adalah sistem yang terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak, data,
manusia (brainware), organisasi dan lembaga yang digunakan untuk
mengumpulkan, menyimpan, menganalisis, dan menyebarkan informasi-
informasi mengenai daerah-daerah dipermukaan bumi, menurut Chrisman (1997).
SIG merupakan system komputer yang digunakan untuk mengumpulkan,
memeriksa, mengintegrasikan dan menganalisis informasi-informasi yang
berhubungan dengan permukaan bumi, menurut Demers (1997).

23
SIG memiliki perbedaan pokok dengan sistem informasi lain, perbedaan ini
justru menjadi ciri karakteristiknya, pada sebuah sistem informasi selain SIG,
basis data atributal adalah fokus dari pekerjaan sistem, sedangkan SIG mangaitkan
data atributal dengan data spasial, SIG memberi analisis keruangan terhadap data
atribut tersebut, SIG menjelaskan dimana,bagaimana,dan apa yang akan terjadi
secara keruangan yang diwujudkan dalam gambaran peta dengan berbagai
penjelasan secara deskriptif,tabular, dan grafis.
Dari kemampuannya tersebut, SIG memberi dua jenis modal informasi,
yaitu dalam bentuk spasial dan deskriptif, Hubungan antara bentuk spasial dan
deskriptif dijelaskan secara topologis, bentuk analisis seperti ini tidak didapat
dalam berbagai sistem informasi yang lain.
Dalam SIG terdapat berbagai peran dari berbagai unsur baik manusia
sebagai ahli dan sekaligus operator, perangkat alat baik lunak dan keras, serta
objek permasalahannya, SIG adalah sebuah rangkaian sistem yang memanfaatkan
teknologi digital untuk melakukan analisa spasial, Sistem ini memanfaatkan
perangkat keras dan lunak dari komputer untuk melakukan pengolahan data.
Dari cara penggunaannya, SIG memerlukan beberapa komponen
diantaranya adalah:
1) Perangkat Keras (hardware)
Perangkat keras SIG adalah perangkat-perangkat fisik yang merupakan
bagian dari sistem komputer yang mendukung analisis goegrafi dan pemetaan
Perangkat keras SIG terdiri dari beberapa bagian untuk menginput data,
mengolah data, dan mencetak hasil proses.
2) Perangkat Lunak (software)
Perangkat lunak digunakan untuk melakukan proses menyimpan,
menganalisa, memvisualkan data-data baik data spasial maupun non-spasial,
software sendiri memiliki banyak model atau software yang tersedia di pasar,
dari yang free license sampai berbayar seperti: Arcgis dan QuantumGIS.
3) Data
Pada prinsipnya terdapat dua jenis data untuk mendukung SIG yaitu :

24
• Data Spasial Data spasial adalah gambaran nyata suatu wilayah yang
terdapat di permukaan bumi. Umumnya direpresentasikan berupa grafik,
peta, gambar dengan format digital dan disimpan dalam bentuk koordinat
x,y (vektor) atau dalam bentuk image (raster) yang memiliki nilai tertentu.
• Data Non Spasial (Atribut) Data non spasial adalah data berbentuk tabel
dimana tabel tersebut berisi informasi- informasi yang dimiliki oleh obyek
dalam data spasial. Data tersebut berbentuk data tabular yang saling
terintegrasi dengan data spasial yang ada.
4) Manusia
Manusia merupakan inti elemen dari SIG karena manusia adalah perencana
dan pengguna dari SIG. Pengguna SIG mempunyai tingkatan seperti pada
sistem informasi lainnya, dari tingkat spesialis teknis yang mendesain dan
mengelola sistem sampai pada pengguna yang menggunakan SIG untuk
membantu pekerjaannya sehari-hari.
2.4.2. Pengertian ArcGIS
ArcGIS adalah salah satu software yang dikembangkan oleh ESRI
(Environment Science & Research Institute) yang merupakan kompilasi dari
fungsi-fungsi dari berbagai macam software GIS yang berbeda seperti GIS
desktop, server, dan GIS berbasis web. Software ini mulai dirilis oleh ESRI pada
tahun 2000. Produk utama dari ArcGIS adalah ArcGIS desktop, dimana ArcGIS
desktop merupakan software GIS profesional yang komprehensif dan
dikelompokkan atas 3 komponen yaitu: ArcView (komponen yang focus ke
penggunaan data yang komprehensif, pemetaan dan analisis), ArcEditor (lebih
fokus ke arah editing data spasial),dan ArcInfo (lebih lengkap dalam menyajikan
fungsi-fungsi GIS termasuk untuk keperluan analisis geoprosesing).
Arc desktop sendiri terdiri atas 4 aplikasi dasar yakni:
• ArcMap : ArcMap merupakan aplikasi utama yang digunakan dalam ArcGIS
yang digunakan untuk mengolah (membuat (create), menampilkan (viewing),
memilih (query), editing, composing, dan publishing) peta.
• ArcCatalog : ArcCatalog adalah aolikasi yang berfungsi untuk
mengatur/mengorganisai berbagai macam data spasial yang digunakan dalam

25
pekerjaan SIG. Fungsi ini meliputi tool untuk menjelajah (browsing), mengatur
(organizing), membagi (distribution), dan menyimpan (documentation) data-
data SIG.
• ArcGlobe : aplikasi ini berfungsi untuk menampilkan peta-peta secara 3D ke
dalam bola dunia dan dapat dihubungkan langsung dengan internet
• ArcScene : ArcScene merupakan aplikasi yang digunakan untuk mengolah dan
menampilkan peta-peta ke dalam bentuk 3D
Selain itu adalah kumpulan Tools yang tersedia di dalam setiap komponen
ArcGIS namanya adalah ArcToolBox, ArcToolBox terdiri dari kumpulan aplikasi
yang berfungsi sebagai tools/perangkat dalam melakukan berbagai macam
analisis keruangan.
2.4.3. Kelebihan dan Kekurangan SIG
1) Kelebihan SIG

• Mengelola data dengan biaya murah jika dibandingkan dengan survei


lapangan.

• Dapat menghemat biaya tanpa harus mengeluarkan banyak biaya.

• Data dapat diubah dan diambil dangan cepat, karena tersimpan dalam
komputer.

• Data yang berbentuk spasial dan non spasial dapat dikelola secara bersama-
sama.

• Analisa dapat dilaksanakan dengan efisien.

• Data yang sulit diolah secara manual dapat diolah komputer dan tampil
secara tiga dimensi.

• Data berbentuk gambar, peta, atau bagan dapat diperoleh secara cepat dan
tepat

26
2) Kekurangan SIG

• Tidak banyak diketahui oleh masyarakat awam.

• Jika terjadi kerusakan pada software pengolah data dapat mengakibatkan


hilangnya data yang belum sempat tersimpan.

• Peralatan yang dibutuhkan rlatif mahal.

• Hampir semua data diolah dengan menggunakan computer

2.4.4. Penerapan Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk Identifikasi dan


Pemetaan Kawasan Rawan Banjir
Sistem Informasi Geografis yang selanjutnya akan disebut SIG merupakan
sistem informasi berbasis komputer yang digunakan untuk mengolah dan
menyimpan data atau informasi geografis (Arnoff, 1989). Kemampuan SIG dapat
diselaraskan dengan Penginderaan Jauh. Penginderaan Jauh adalah ilmu
pengetahuan dan seni memperoleh informasi suatu obyek, daerah, atau suatu
fenomena melalui analisa data yang diperoleh dengan suatu alat yang tidak
berhubungan dengan obyek, daerah, atau fenomena yang diteliti (Lillesland dan
Kiefer, 1994). Citra satelit merekam objek di permukaan bumi seperti apa adanya
di permukaan bumi, sehingga dari interpretasi citra dapat diketahui kondisi
penutupan/penggunaan lahan saat perekaman. Pada dasarnya, teknologi berbasis
satelit ini menyajikan informasi secara aktual dan akurat. Teknik Penginderaan
Jauh dan Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan salah satu alternatif yang
tepat untuk dijadikan sebagai penyedia informasi tentang berbagai parameter
factor penyebab kemungkinan terjadinya bahaya banjir di suatu daerah.

Dalam penerapan SIG, data-data yang diperlukan untuk pemetaan kawasan


rawan banjir diperoleh dari foto udara dan data sekunder, berupa peta-peta
tematik. Peta-peta tematik yang berbeda, baik yang diperoleh dari analisis
penginderaan jauh maupun cara lain dapat dipadukan untuk menghasilkan peta
turunan. Data-data yang terkumpul diolah untuk mendapatkan informasi baru
dengan menggunakan SIG melalui metode pengharkatan. Pada tahap pemasukan

27
data, yang diperlukan untuk penyusunan peta tingkat kerawanan banjir dapat
dilakukan melalui digitasi peta. Sesudah semua data spasia dimasukkan dalam
komputer, kemudian dilakukan pemasukan data atribut dan pemberian harkat.
Untuk memperoleh nilai kawasan rawan banjir dilalukan tumpang susun peta-peta
tematik yang merupakan paramaeter lahan penentu rawan banjir, yaitu peta
kemiringan lereng, peta ketinggian, perta tanah, peta isohiet, dan peta penutupan
atau penggunaan lahan. Proses tumpang susun peta dengan mengaitkan data
atributnya, melalui manipulasi dan analisa data. Pengolahan dan penjumlahan
harkat dari masing-masing parameter akan menghasilkan harkat baru yang berupa
nilai potensi rawan banjir. Kemudian dengan mempertimbangkan kriteria rawan
banjir, maka potensi banjir lahan tersebut dibagi kedalam kelas-kelas rawan banjir
(Utomo, 2004).

Untuk kajian banjir, peta tematik hasil interpretasi citra dapat digabung
dengan peta-peta lainnya yang telah disusun dalam data dasar SIG melalui proses
digitasi. Peta-peta tersebut adalah peta kemiringan lereng, peta geologi, peta jenis
tanah, peta penutupan/penggunaan lahan, dan peta-peta lain yang berhubungan
dengan terjadinya banjir. Melalui metode tumpang susun dan pengharkatan
dengan SIG maka akan dihasilkan kelas-kelas rawan banjir. Hasil dari kelas-kelas
tersebut dipresentasikan dalam bentuk peta, sehingga dapat dilihat distribusi
keruangannya. Dari peta itu para pengguna dan pengambil keputusan dapat
memanfaatkan untuk mengatisipasi banjir di darah penelitian, sehingga kerugian-
kerugian yang ditimbulkan dapat ditekan sekecil mungkin, atau bahkan dieliminir
(Utomo, 2004).

28
2.5. Penelitian Relevan
Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian “Pemetaan Kawasan
Rawan Banjir di Kecamatan Parigi” antara lain yaitu:

Tabel 2. 1 Tabel Penelitian Relevan

Nama Judul Analisis Jenis


No Hasil Penelitian
Penulis Penelitian Penelitian Penelitian

1. Asep Pemetaan - Analisis tingkat - DAS Cisadane terdiri dari Skripsi


Purnama Kawasan Rawan kerawanan dan empat kelas kerawanan
(2015) Banjir Di Daerah resiko banjir banjir yaitu: Aman
Aliran Sungai (44881Ha/30,19%), Tidak
- Analisis
Cisadane rawan (36574,25
pembobotan
Menggunakan Ha/24,60%), Rawan
/penskoran
Sistem (55317,93Ha/37,21%),
Informasi - Analisis Overlay Sangat rawan
Gegrafis (11909,5Ha/8,01%).

- Bagian/segmen yang
paling luas memiliki
daerah dengan kelas sangat
rawan adalah bagian hilir
(7388,50 Ha) sedangkan
bagian tengah memiliki
luas 929,25 Ha dan bagian
hilir dengan luas 3591,75
Ha.

- Kecamatan yang memiliki


daerah paling luas kelas
sangat rawan adalah:
Kosambi (2548 Ha),

29
Pakuhaji (2367 Ha), Teluk
Naga (1538,5 Ha), Parung
(1685,25 Ha). Kecamatan
– kecamatan di bagian hulu
umumnya merupakan
kecamatan yang termasuk
kelas aman banjir
(44162,75 Ha).

2. Kurnia Analisis Tingkat - Analisis Overlay - Persebaran lokasi rawan Jurnal


Darmawan, Kerawanan banjir terjadi di hamper
- Analisis Scoring
Hani’ah, Banjir di seluruh bagian selatan
Andri Kabupaten Kabupaten Sampang yang
Suprayogi Sampang meliputi sebagian besar
(2017) Menggunakan Kecamatan Sampang,
Metode Overlay Torjun, Pangarengan,
Dengan Scoring Jrengik, Sreseh dan
Berbasis Sistem sebagian kecil dari
Informasi Kecamatan Camplong,
Geografis Omben, Kedungdung dan
Tambelangan. Sedangkan
wilayah di bagian utara
hanya sebagian kecil dari
Kecamatan Banyuates,
Ketapang, dan Sokobanah
saja yang dapat
dikategorikan sebagai

30
daerah sangat rawan banjir
dengan rincian 359.266
km2 (29.3%) berkategori
sangat rawan, 803.250
km2 (65.52%) cukup
rawan, dan 63.497 km2
(5.18%) tidak rawan.

- Faktor yang paling


dominan yang menjadi
penyebab kerawanan
banjir di Kabupaten
Sampang adalah
kemiringan lereng. Selain
memiliki bobot yang besar,
sebaran kemiringan 0-8%
di hampir seluruh wilayah
bagian selatan mempunyai
kategori sangat rawan akan
bencana banjir. Hal ini
disebabkan oleh wilayah
yang cenderung datar dan
rendah sehingga
berpotensi menjadi
tampungan air ketika hujan
yang mengakibatkan
terjadi banjir.

3. Muh. Alief Pemetaan - Analisis - Tingkat kerawanan banjir Skripsi


Rusli Putra Kawasan Rawan Deskriptif/Kualit di Kawasan Perkotaan
(2017) Banjir Berbasis atif Pangkep diklasifikasikan
Sistem menjadi tiga yaitu tingkat

31
Informasi - Analisis kerawanan tinggi, tingkat
Geografis (SIG) Pembobotan kerawanan menengah dan
Untuk tingkat kerawanan rendah.
- Analisis Overlay
Menentukan Secara umum Kawasan
Titik dan Rute Perkotaan Pangkep yang
Evakuasi memiliki potensi
kerawanan banjir
berdasarkan klasifikasinya
yaitu sebagai berikut: 1).
Kawasan Perkotaan
Pangkep dengan tingkat
kerawanan rendah seluas
269.20 Ha (3.89%), 2).
Kawasan Perkotaan
Pangkep dengan tingkat
kerawanan menengah
seluas 2438.68 ha
(35.29%), 3). Kawasan
Perkotaan Pangkep dengan
tingkat kerawanan tinggi
seluas 4202.30 ha
(60.81%).

- Penentuan titik evakuasi


pada Kawasan Perkotaan
Pangkep terdapat 34 titik
tempat evakausi yang
tersebar di masing-masing
kecamatan dan penentuan
titik utama evakuasi maka
terdapat 6 titik untuk

32
kawasan dibagian Utara
dan 11 titik untuk kawasan
dibagian Selatan.
Sedangkan, penentuan rute
evakuasi pada Kawasan
Perkotaan Pangkep
terdapat 43 rute evakausi
yang tersebar di masing-
masing kecamatan dan
hasil analisis penentuan
tujuan utama rute evakuasi
maka terdapat 10 titik
untuk kawasan dibagian
Utara dan 12 titik untuk
kawasan dibagian Selatan.

Sumber : Modifikasi Penulis, 2021

33
2.6. Kerangka Pikir

Judul Penelitian

Pemetaan Kawasan Rawan Banjir Berbasis Sistem Informasi


Geografis (SIG) Di Kecamatan Parigi Kabupaten Parigi Moutong

Latar Belakang Rumusan Masalah

Genangan banjir yang terjadi di Kecamatan Genangan banjir yang terjadi di Kecamatan Parigi
Parigi kerapkali menggenangi beberapa wilayah kerapkali menggenangi beberapa wilayah yang di
yang di dominasi sebagai wilayah permukiman, dominasi sebagai wilayah permukiman. Kondisi topografi
banyaknya area rawa yang telah beralih yang cenderung datar serta banyak area rawa yang telah
fungsikan menjadi wilayah permukiman beralih fungsikan menjadi wilayah permukiman membuat
membuat beberapa area permukiman selalu beberapa area permukiman selalu tergenang banjir selama
tergenang banjir selama musim hujan. musim hujan. Berdasarkan hal tersebut, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui
bagaimana sebaran dan tingkat kerawanan banjir berbasis
analisis SIG di Kecamatan Parigi.

Permasalahan

Bagaimana sebaran dan tingkat kerawanan banjir berbasis analisis SIG di Kecamatan Parigi?

Tujuan & Sasaran

Berdasarkan pertanyaan penelitian tersebut, maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini yaitu untuk diketahuinya
sebaran dan tingkat kerawanan banjir berbasis analisis SIG di Kecamatan Parigi. Berdasarkan tujuan penelitian tersebut
maka yang menjadi sasaran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis faktor atau variabel yang mempengaruhi tingkat kerawanan banjir di Kecamatan Parigi
2. Memetakan sebaran kawasan rawan banjir berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG) di Kecamatan Parigi

Parameter
Metode
• Curah Hujan
• Kemiringan Lereng • Analisis Deskriptif/Kualitatif
• Jenis Tanah • Analisis Overlay
• Penggunaan Lahan • Analisis Scoring
• Buffer DAS
• Kerapatan Sungai
• Ketinggian Lahan
• Klasifikasi Genangan Hasil

Peta Sebaran dan Tingkat Kerawanan Banjir di Kecamatan Parigi

34
2.7. Bagan Alur Penelitian

Mulai Identifikasi

Survei Pendahuluan

Rancangan Survei

• Waktu Survei
• Penempatan Survei

Pengumpulan Data

Data Primer Data Sekunder

• Kondisi eksisting dan karakteristik wilayah • Jumlah penduduk Kecamatan Parigi.


Kecamatan Parigi yang mencakup daerah • Curah hujan, Kemiringan lereng, Penggunaan
yang sering tergenang oleh banjir. lahan, Jenis tanah, dan DAS.
• History Kejadian Banjir.

Analisis Data

Hasil dan Pembahasan

Kesimpulan dan Saran

Selesai

35
2.8. Sintesa Teori
Sintesa pustaka dari penelititan “Pemetaan Kawasan Rawan Banjir Di
Kecamatan Parigi” antara lain sebagai berikut:

Tabel 2. 2 Tabel Sintesa Teori

No Aspek Uraian Teori Sumber Teori

Banjir di defenisikan sebagai tergenangnya suatu Rahayu dkk, 2009


tempat akibat meluapnya air yang melebihi kapasitas
pembuangan air disuatu wilayah dan menimbulkan
kerugian fisik, sosial dan ekonomi.

Banjir adalah ancaman musiman yang terjadi apabila IDEP, 2007


meluapnya tubuh air dari saluran yang ada dan
menggenangi wilaah sekitarnya. Banjir adalah
ancaman alam yang paling sering terjadi dan paling
banyak merugikan, baik dari segi kemanusiaan
maupun ekonomi.

1. Pengertian Banjir. Banjir juga merupakan bencana alam paling sering E. Suherlan, 2001
terjadi, baik dilihat dari intensitasnya pada suatu
tempat maupun jumlah lokasi kejadian dalam setahun
yaitu sekitar 40% di antara bencana alam yang lain.
Bahkan di beberapa tempat, banjir merupakan rutinitas
tahunan. Lokasi kejadiannya bisa perkotaan atau
pedesaan, negara sedang berkembang atau negara
maju sekalipun.

Bencana banjir merupakan peristiwa atau rangkaian Mistra, 2007


peristiwa yang mengancam dan mengganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,

36
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan
dampak psikologis.

faktor penyebab terjadinya banjir dapat Kodoatie dan


diklasifikasikan dalam dua kategori, yaitu banjir alami Sugiyanto, 2002
dan banjir oleh tindakan manusia. Banjir akibat alami
dipengaruhi oleh curah hujan, fisiografi, erosi dan
sedimentasi, kapasitas sungai, kapasitas drainase dan
pengaruh air pasang. Sedangkan banjir akibat aktivitas
Faktor Penyebab manusia disebabkan karena ulah manusia yang
2.
Banjir. menyebabkan perubahan-perubahan lingkungan
seperti : perubahan kondisi Daerah Aliran Sungai
(DAS), kawasan pemukiman di sekitar bantaran,
rusaknya drainase lahan, kerusakan bangunan
pengendali banjir, rusaknya hutan (vegetasi alami),
dan perencanaan sistim pengendali banjir yang tidak
tepat.

Daerah rawan banjir adalah daerah yang sering dilanda Dibyosaputro,


banjir. Daerah tersebut dapat diidentikasi dengan 1984
menggunakan pendekatan geomorfologi khususnya
aspek morfogenesa, karena kenampakan seperti teras
sungai, tanggul alam, dataran banjir, rawa belakang,
Daerah Rawan kipas aluvial, dan delta yang merupakan bentukan
3.
Banjir. banjir yang berulang-ulang yang merupakan bentuk
lahan detil yang mempunyai topografi datar.

Daerah rawan banjir dapat diklasifikasikan menjadi Menurut Pratomo,


empat daerah, yaitu daerah pantai, daerah dataran 2008 dan
banjir, daerah sempadan sungai, dan daerah cekungan. Isnugroho, 2006

37
Bencana banjir memiliki beberapa klasifikasi Hasan, 2015 dan
karakteristik lahan yang sangat mempengaruhi Permen PUPR
kawasan rawan banjir, berikut ini adalah karakteristik No. 12, 2014
Parameter yang
lahan yang berpengaruh terhadap penentuan kawasan
4. Mempengaruhi
yang rentan terhadap bencana banjir, yaitu Curah
Kerentanan Banjir.
Hujan, Jenis Tanah, Kemiringan Lereng, Penggunaan
Lahan, Daerah Aliran Sungai (DAS), dan Genangan
Banjir.

Dalam penerapan SIG, data-data yang diperlukan Utomo, 2004


untuk pemetaan kawasan rawan banjir diperoleh dari
foto udara dan data sekunder, berupa peta-peta
tematik. Peta-peta tematik yang berbeda, baik yang
diperoleh dari analisis penginderaan jauh maupun cara
lain dapat dipadukan untuk menghasilkan peta
turunan. Data-data yang terkumpul diolah untuk
mendapatkan informasi baru dengan menggunakan
Penerapan Sistem SIG melalui metode pengharkatan. Pada tahap
Informasi Geografis pemasukan data, yang diperlukan untuk penyusunan
(SIG) untuk peta tingkat kerawanan banjir dapat dilakukan melalui
5.
Identifikasi dan digitasi peta. Sesudah semua data spasia dimasukkan
Pemetaan Kawasan dalam komputer, kemudian dilakukan pemasukan data
Rawan Banjir atribut dan pemberian harkat. Untuk memperoleh nilai
kawasan rawan banjir dilalukan tumpang susun peta-
peta tematik yang merupakan paramaeter lahan
penentu rawan banjir, yaitu peta kemiringan lereng,
peta ketinggian, perta tanah, peta isohiet, dan peta
penutupan atau penggunaan lahan. Proses tumpang
susun peta dengan mengaitkan data atributnya, melalui
manipulasi dan analisa data. Pengolahan dan
penjumlahan harkat dari masing-masing parameter

38
akan menghasilkan harkat baru yang berupa nilai
potensi rawan banjir. Kemudian dengan
mempertimbangkan kriteria rawan banjir, maka
potensi banjir lahan tersebut dibagi kedalam kelas-
kelas rawan banjir.

Sumber : Modifikasi Penulis, 2021

39
BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Pendekatan Penelitian


Jenis penelitian “Studi Pemetaan Kawasan Rawan Banjir di Kecamatan
Parigi” adalah deskriptif kualitatif atau penelitian terapan yang di dalamnya
mencakup penelitian survey, yaitu penelitian yang bertujuan untuk
menggambarkan tingkat kerawanan serta titik kerawan kawasan banjir di
Kecamatan Parigi yang terjadi saat ini dan yang akan datang. Data yang
dibutuhkan dalam penelitian ini antara lain data curah hujan, kemiringan lereng,
jenis tanah, penggunaan lahan, buffer sungai, dan klasifikasi genangan
Sedangakan pendekatan penelitian yang dipakai dalam penelitian ini yaitu
pendekatan spasial atau keruangan, pendekatan spasial adalah suatu metode untuk
memahami gejala tertentu agar mempunyai pengetahuan yang lebih mendalam
melalui media ruang yang dalam hal ini variabel ruang mendapati posisi utama
dalam setiap analisis (Yunus, 2010).

3.2. Peralatan Penelitian


Peralatan Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1. Perangkat Keras (Hardware)

a. Laptop
b. Kendaraan (Motor)
c. Kamera Handphone
d. Alat Tulis
2. Perangkat Lunak (Software)

a. Software ArcGIS 10.4


b. Google Earth
c. Microsoft Office Word 2010
d. Microsoft Office Excel 2010

40
3.3. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan pada wilayah Kawasan Perkotaan Parigi, Kecamatan
Parigi, Kabupaten Parigi Moutong dengan luas wilayah sebesar 2356,98 Ha dan
terdiri dari 11 kelurahan/desa yaitu Desa Olaya, Desa Pombalowo, Desa
Mertasari, Desa Loji, Desa Maesa, Desa Masigi, Desa Bantaya, Desa Kampal,
Desa Lebo, Desa Bambalemo, dan Desa Bambalemo Ranomaisi.

41
Gambar 3. 1 Peta Lokasi Penelitian

Sumber : Dinas PUPR Kab. Parigi Moutong

42
3.4. Variabel Penelitian
Menurut Sudjana, 1991, variabel dapat diartikan ciri dari individu, objek,
gejala, peristiwa yang dapat diukur secara kuantitatif ataupun kualitatif. Variabel
dipakai dalam proses identifikasi, ditentukan berdasarkan kajian teori yang
dipakai. Semakin sederhana suatu rancangan penelitian semakin sedikit variabel
penelitian yang digunakan. Dalam mengukur tingkat kerawanan banjir maka
variabel-variabel yang dapat dijadikan sebagai indikator tingkat kerawanan banjir
didasarkan pada teknik mitigasi (Paimin et al, 2009). Dalam penelitian ini terdapat
beberapa variabel-variabel yang akan digunakan dalam menganalisa terkait
penelitian ini,yaitu:
1. Penggunaan lahan meliputi klasifikasi dan intensitas penggunaan lahan
(Permukiman, sawah, perkebunan, sungai, dll).
2. Kondisi fisik dasar wilayah meliputi kondisi kemiringan lereng, curah
hujan, jenis tanah, kerapatan sungai, elevasi tanah, dan klasifikasi
genangannya.

3.5. Sumber Data


Dalam penelitian ini sumber data diperoleh melalui data primer dan data sekunder.
1. Data primer merupakan data yang diperolah secara langsung oleh peneliti
melalui survey lapangan atau peninjauan langsung, dan dokumentasi untuk
mengetahui kondisi eksisting yang ada dilokasi penelitian.

2. Data sekunder merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung atau
bersumber dari pihak lain yang berkaitan dengan objek penelitian, misalnya
studi pustaka baik berupa buku, majalah, dan internet serta kebutuhan data
lainnya yang juga diperoleh dari pemerintah maupun instansi daerah
setempat.

43
3.6. Metode Analisis Data
Sesuai dengan rumusan masalah, maka metode analisis yang digunakan
dalam menganalisis masalah yaitu :
1. Analisis Deskriptif/Kualitatif
Analisis deskriptif yang di lakukan sesuai dengan tujuan penelitian
yaitu menggambarkan atau menguraikan secara jelas kondisi yang terjadi di
lokasi penelitian dan untuk lebih akurat dalam menginterpretasi digunakan
instrument berupa peta-peta dimana data yang dibutuhkan guna membuat
peta tersebut yaitu antara lain data curah hujan, data kemiringan lereng, data
jenis tanah, data buffer sungai, data penggunaan lahan, dan data klasifikasi
genangan.
2. Analisis Peta Buffer Sungai
Buffer sungai adalah suatu daerah yang mempunyai lebar tertentu
yang digambarkan di sekeliling sungai dengan jarak tertentu. Buffer sungai
dibuat berdasarkan logika dan pengetahuan mengenai hubungan sungai dan
kejadian banjir. Dengan asumsi semakin dekat dengan sungai, maka
peluang untuk terjadinya banjir lebih tinggi.
Peta buffer sungai dibuat berdasarkan zona buffer sungai yang
dihasilkan dari pengkelasan tingkat kerawanan banjir suatu wilayah
berdasarkan jarak dengan sungai. Kegiatan ini dilakukan dengan
menggunakan operasi Theme – create buffer. Batas buffer berdasarkan
kriteria yang telah ditentukan berdasarkan perkiraan tingkat kerawanan
daerah dekat sungai terhadap banjir.
3. Analisis Peta Curah Hujan
Analisis curah hujan yang digunakan adalah data curah hujan rata-
rata bulanan yang diperoleh dari hasil perhitungan curah hujan harian yang
diperoleh dari instansi terkait kemudian data tersebut dimasukan ke
software ArcGIS dengan membuat shp baru dan memasukan data yang telah
didapatkan tersebut dengan hasil ahir berupa peta peta curah hujan.

44
4. Analisis Peta Kemiringan Lereng
Kemiringan lereng adalah kenampakan permukaan alam disebabkan
adanya perbedaan ketinggian antar dua tempat atau lebih. Sudut yang
membentuk ketinggian tersebut biasannya kita sebut sudut kemiringan
/slope. Untuk daerah yang relatif flat (datar) memiliki nilai slope yang kecil.
Untuk daerah yang berupa dataran tinggi terjal biasanya memiliki niai slope
/ kemiringan lereng yang tinggi. Proses pembuatan peta kemiringan lereng
yaitu dengan menggunakan Peta RBI dan juga software ArcGIS, selanjutnya
Peta RBI diolah dengan menggunakan 3D Analyst Tool dan dibagi kedalam
5 kelas kemiringan sesuai dengan pedoman SK Mentan dan juga penelitian
terdahulu.
5. Analisis Peta Jenis Tanah
Peta tanah adalah sebuah peta yang menggambarkan variasi dan
persebaran berbagai jenis tanah atau sifat-sifat tanah (seperti, pH, tekstur,
kadar organik, kedalaman, dan sebagainya) disuatu area. Peta tanah adalah
hasil dari survey tanah dan digunakan untuk evaluasi sumber daya lahan,
pemetaan ruang, perluasan lahan pertanian, konservasi, dan sebagainya.
Peta jenis tanah dapat dibuat dengan menggunakan software ArcGIS dan
citra landsat, selanjutnya citra landsat diolah dengan menggunakan 3D
Analyst Tool pada software ArcGIS dan dibagi dalam beberapa kelas yang
sesuai dengan tingkat kepekaan dan juga jenis tanahnya yang sesuai dengan
pedoman klasifikasi jenis tanah nasional.
6. Analisis Peta Penggunaan Lahan
Tata Guna Lahan menurut Undang-Undang Pokok Agraria adalah
struktur dan pola pemanfaatan tanah, baik yang direncanakan maupun tidak,
yang meliputi persediaan tanah, peruntukan tanah, penggunaan tanah dan
pemeliharaannya. Penggunaan lahan adalah suatu proses yang berkelanjutan
dalam pemanfaatan lahan bagi maksud pembangunan secara optimal dan
efisien (Sugandhy, 2008). Proses pembuatan peta penggunaan lahan yaitu
dengan menggunakan software ArchGIS dan data shp penggunaan lahan
yang sudah tersedia pada website seperti Indonesia Geospasial dan

45
Indonesia Geoportal, setelah data shp nya sudah didapatkan kemudian
tinggal memasukkan data tersebut ke software ArcGIS, selanjutnya yaitu
memasukkan klasifikasi pengunaan lahan dari pedoman Klasifikasi
Penggunaan Lahan Menurut Standar Nasional Indonesia dan juga dari
penelitian terdahulu
7. Analisis Kerapatan Sungai
Kerapatan aliran adalah panjang aliran sungai per kilometer persegi
luas DAS. Semakin besar nilai Dd semakin baik sistem pengaliran
(drainase) di daerah tersebut. Artinya, semakin besar jumlah air larian total
(semakin kecil infiltrasi) dan semakin kecil air tanah yang tersimpan di
daerah tersebut (Matondang, J.P., 2013).
Dd = Σ Ln / A
Dd : kerapatan aliran (km/km2)
Ln : panjang sungai (km)
A : luas DAS (km2)
Lynsley (1975) menyatakan bahwa jika nilai kerapatan aliran lebih
kecil dari 1 mile/ mile2 (0,62 Km/ Km2), DAS akan mengalami
penggenangan, sedangkan jika nilai kerapatan aliran lebih besar dari 5 mile/
mile2 ( 3,10 Km/ Km2), DAS sering mengalami kekeringan.
8. Analisis Ketinggian Lahan/Elevasi
Ketinggian (elevasi) lahan adalah ukuran ketinggian lokasi di atas
permukaan laut. Ketinggian mempunyai pengaruh terhadap terjadinya
banjir. Semakin rendah suatu daerah maka semakin berpotensi terjadi banjir,
begitu pula sebaliknya. Semakin tinggi suatu daerah, maka semakin aman
akan bencana banjir. Proses pembuatan peta ketinggian lahan/elevasi yaitu
dengan menggunakan Peta RBI atau data DEM dan juga software ArcGIS,
selanjutnya Peta RBI atau data DEM diolah dengan menggunakan Create
Filled Contours pada Arcgis dan dibagi kedalam 5 kelas kemiringan sesuai
dengan pedoman SK Mentan dan juga penelitian terdahulu.
9. Analisis Genangan

46
Parameter-parameter yang mencakup skala prioritas genangan banjir
adalah parameter genangan atau banjir yang mencakup akan kedalaman
genangan, lama genangan, dan frekuensi genangan. Analisis yang
digunakan yaitu dengan melakukan survey lokasi guna mengetahui
parameter-parameter genangan yaitu kedalaman genangan, lama genangan,
luas genangan, dan frekuensi genangan.
10. Pengskoran
Metode yang digunakan dalam penentuan daerah rawan banjir
dilakukan dengan metode pengskoran pada setiap faktor dan variabel
dimana hasil perkalian dan penjumlahan dari factor dan variabel tersebut
dapat digunakan untuk menentukan wilayah bahaya banjir dengan membagi
antara nilai tertinggi dan terendah terhadap kelas bahaya yang ditentukan
sebelumnya. Penyusunan tematik daerah rawan banjir ini akan
menghasilkan empat kelas tingkatan yaitu kerawanan banjir sangat rendah,
karawanan banjir rendah, kerawanan banjir tinggi, dan kerawanan banjir
sangat tinggi. Penentuan wilayah rawan banjir, dilakukan dengan
menggunakan metode overlay, dimana setiap faktor diberi bobot dan setiap
variabel dari setiap faktor diberi skor berdasarkan kepekaan terhadap banjir.
Nilai skor pada setiap faktor dan variabel yang digunakan dalam
penentuan kelas tingkatan kerawanan banjir, yaitu :
Tabel 3. 1 Tabel Klasifikasi Kemiringan Lereng

No Kemiringan Lereng (%) Deskripsi Skor


1 0–8 Sangat Tinggi 5
2 8 – 15 Tinggi 4
3 15 – 25 Sedang 3
4 25 – 45 Rendah 2
5 >45 Sangat Rendah 1
Sumber : Ariyora, Budisusanto dan Prasasti (2015).

47
Tabel 3. 2 Tabel Klasifikasi Kerapatan Sungai

No Kerapatan Aliran (Km/Km²) Deskripsi Skor


1 < 0,62 Sangat Tinggi 5
2 0,62 – 1,44 Tinggi 4
3 1,45 – 2,27 Sedang 3
4 2,28 – 3,10 Rendah 2
5 > 3,10 Sangat Rendah 1
Sumber : Linsey (1959), Meijerink (1970), dalam Darmawan (2017).
Tabel 3. 3 Tabel Klasifikasi Ketinggian Lahan/Elevasi

No Elevasi (m) Deskripsi Skor


1 < 10 Sangat Tinggi 5
2 10 – 50 Tinggi 4
3 50 – 100 Sedang 3
4 100 – 200 Rendah 2
5 > 200 Sangat Rendah 1
Sumber : Theml, S. 2008, dalam Darmawan, (2017)
Tabel 3. 4 Tabel Klasifikasi Curah Hujan

No Curah Hujan Tahunan Deskripsi Skor


1 >3000 mm Sangat Tinggi 5
2 2500 – 3000 mm Tinggi 4
3 2000 – 2500 mm Sedang 3
4 1500 – 2000 mm Rendah 2
5 <1500 mm Sangat Rendah 1
Sumber : Primayuda (2006).
Tabel 3. 5 Tabel Klasifikasi Jenis Tanah

No Jenis Tanah Tekstur Tanah Skor


1 Aluvial Halus 5
2 Regosol Agak Halus 4
3 Latosol Sedang 3

48
4 Andosol Coklat Agak Kasar 2
5 Andosol Hitam Kasar 1
Sumber : Hamer (1978) dalam Matondang (2013).
Tabel 3. 6 Tabel Klasifikasi Pengunaan Lahan

No Penggunaan Lahan Deskripsi Skor


1 Sawah, tambak Sangat Tinggi 5
2 Permukiman, pertanian lahan kering Tinggi 4
3 Semak, belukar, alang-alang Sedang 3
4 Perkebunan Rendah 2
5 Hutan, hutan mangrove Sangat Rendah 1
Sumber : Primayuda (2006).
Tabel 3. 7 Tabel Klasifikasi Buffer Sungai

No Buffer Sungai Deskripsi Skor


1 0 – 25m Tinggi 5
2 25 – 100m Sedang 3
3 100 – 250m Rendah 1
Sumber : Primayuda (2006).
Tabel 3. 8 Tabel Klasifikasi Genangan

No. Parameter Genangan/Banjir Skor


1 Kedalaman Genangan
>0,50 m 5
0,30 – 0,50 m 4
0,20 – 0,30 m 3
0,10 – 0,20 m 2
<0,10 m 1
2 Luas Genangan
>8 Ha 5
4 – 8 Ha 4
2 – 4 Ha 3
1 – 2 Ha 2

49
<1 Ha 1
3 Lama Genangan
>8 jam 5
4 – 8 jam 4
2 – 4 jam 3
1 – 2 jam 2
<1 jam 1
4 Frekuensi Genangan
10x/tahun 5
6x/tahun 4
3x/tahun 3
1x/tahun 2
Tidak pernah kebanjiran 1
Sumber : Permen PUPR No.12, 2014
11. Pembobotan
Pembobotan adalah pemberian bobot pada peta digital terhadap
masing – masing parameter yang berpengaruh terhadap banjir. Makin besar
pengaruh parameter terhadap kejadian banjir maka bobot yang diberikan
semakin tinggi. Untuk lebih detailnya dapat dilihat pada Tabel 3.6.
Tabel 3. 9 Tabel Bobot Parameter Penyebab Banjir

No Parameter Bobot
1 Kemiringan Lereng 0,20
2 Jenis Tanah 0,20
3 Penggunaan Lahan 0,15
4 Buffer Sungai 0,15
5 Curah Hujan 0,15
6 Kelas Ketinggian 0,10
7 Kerapatan Sungai 0,10
8 Klasifikasi Genangan 0,10
Sumber : Primayuda (2006), Modifikasi Penulis.

50
12. Analisis Overlay
Overlay merupakan salah satu prosedur penting dalam analisis SIG
(Sistem Informasi Geografis). Overlay adalah kemampuan untuk
menempatkan grafis satu peta di atas grafis peta yang lain dan menampilkan
hasilnya di layar komputer atau pada plot. Dengan kata lain, overlay
menampilkan suatu peta digital pada peta digital yang lain beserta
atributatributnya dan menghasilkan peta gabungan keduanya yang memiliki
informasi atribut dari kedua peta tersebut.
Analisis overlay ini digunakan untuk menentukan daerah tingkat
kerawan banjir dengan didasarkan pada beberapa aspek fisik dasar yaitu
curah hujan, jenis tanah, kemiringan lereng serta penggunaan lahan pada
suatu kawasan yang didasarkan pada pengharkatan dan pembobotan.
Pembuatan nilai interval kelas kerawanan banjir bertujuan untuk
membedakan kelas kerawanan banjir antara yang satu dengan yang lain.
Rumus yang digunakan untuk membuat kelas interval, adalah : (Sturgess
dalam Akbar, 2013).
Xt−Xr
Ki = 𝑘
Keterangan:
Ki : Kelas Interval
Xt : Data tertinggi
Xr : Data terendah
k : Jumlah kelas yang diinginkan
Nilai interval ditentukan dengan pendekatan relatif dengan cara
melihat nilai maksimum dan nilai minimum tiap satuan pemetaan, kelas
interval didapatkan dengan cara mencari selisih antara data tertinggi dengan
data terendah dan dibagi dengan jumlah kelas yang diinginkan.

51
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kondisi Geografis


4.1.1. Letak Geografis
Kecamatan Parigi merupakan Ibukota dari Kabupaten Parigi Moutong yang
terletak di bagian timur pulau Sulawesi yang tepatnya berada di bagian Provinsi
Sulawesi Tengah. Terletak antara -0°48'33" LU dan 120°9'32" BT, dengan batas-
batas wilayah sebagai berikut:
a. Sebelah utara : Kecamatan Parigi Tengah
b. Sebelah timur : Teluk Tomini
c. Sebelah selatan : Kecamatan Parigi Selatan
d. Sebelah barat : Kecamatan Parigi Barat
Luas wilayah Kecamatan Parigi adalah 2356,98 Ha dan terdiri dari 11
kelurahan/desa yaitu Desa Olaya, Desa Pombalowo, Desa Mertasari, Desa Loji,
Desa Maesa, Desa Masigi, Desa Bantaya, Desa Kampal, Desa Lebo, Desa
Bambalemo, dan Desa Bambalemo Ranomaisi. Berikut peta batas administrasi
Kecamatan Parigi.

52
Gambar 4. 1 Peta Batas Administrasi Kecamatan Parigi

Sumber : Dinas PUPR Kab. Parigi Moutong


53
4.2. Kondisi Sosial dan Kependudukan
4.2.1. Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk di Kecamatan Parigi pada tahun 2020 sebanyak 35549
jiwa dengan kepadatan penduduk 1512 Jiwa/Km². Jumlah penduduk di
Kecamatan Parigi terus meningkat tiap tahunnya. Jumlah penduduk tertinggi di
Kecamatan Parigi pada tahun 2020 terdapat di Desa Bantaya dengan jumlah
penduduk sebanyak 7616 jiwa, sedangkan jumlah penduduk terendah di
Kecamatan Parigi terdapat di Desa Bambalemo Ranomaisi dengan jumlah
penduduk sebanyak 904 jiwa. Untuk lebih detailnya dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4. 1 Tabel Jumlah Dan Kepadatan Penduduk Menurut Desa di
Kecamatan Parigi Tahun 2020

Luas Jumlah Kepadatan Penduduk


No. Nama Desa
(Km²) Penduduk (Jiwa/Km²)
1 Olaya 4,84 3466 716
2 Pembalowo 1,61 1537 955
3 Mertasari 1,29 1324 1026
4 Maesa 0,63 4250 6746
5 Loji 0,24 2595 10813
6 Masigi 2,85 5154 1808
7 Bantaya 0,47 7616 16204
8 Kampal 2,58 4999 1938
9 Bambalemo 4,86 2298 473
10 Lebo 2,78 1406 506
Bambalemo
11 1,36 904 665
Ranomaisi
Jumlah 23,51 35549 1512
Sumber : Kecamatan Parigi Dalam Angka Tahun 2020

54
4.2.2. Jumlah Rumah Tangga
Jumlah penduduk di Kecamatan Parigi pada tahun 2020 sebanyak 35549
jiwa. Jumlah rumah tangga yang terdapat di Kecamatan Parigi yaitu sebanyak
7557 dengan rata-rata penduduk per rumah tangga yaitu 5 jiwa. Jumlah rumah
tangga tertinggi terdapat pada Desa Bantaya yaitu sebanyak 1533, sedangkan
jumlah rumah tangga terendah terdapat pada Desa Bambalemo Ranomaisi yaitu
sebanyak 198. Jumlah ini mengalami peningkatan tiap tahunnya. Untuk lebih
jelasnya dapat diliat pada Tabel 4.2.
Tabel 4. 2 Tabel Jumlah Rumah Tangga Menurut Desa di Kecamatan Parigi
Tahun 2020

Jumlah Rata-Rata Penduduk


No. Nama Desa Rumah Tangga
Penduduk Per Rumah Tangga
1 Olaya 3466 674 5
2 Pembalowo 1537 339 5
3 Mertasari 1324 295 4
4 Maesa 4250 954 4
5 Loji 2595 527 5
6 Masigi 5154 1091 5
7 Bantaya 7616 1533 5
8 Kampal 4999 1106 5
9 Bambalemo 2298 531 4
10 Lebo 1406 309 5
Bambalemo
11 904 198 5
Ranomaisi
Jumlah 35549 7557 5
Sumber : Kecamatan Parigi Dalam Angka Tahun 2020

4.2.3. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin


Jumlah penduduk di Kecamatan Parigi pada tahun 2020 sebanyak 35549
jiwa. Jumlah penduduk laki-laki di Kecamatan Parigi sebanyak 17996 jiwa
sedangkan jumlah penduduk perempuan sebanyak 17553 jiwa. Jumlah penduduk

55
laki-laki terbanyak berda di Desa Bantaya sebanyak 3880 jiwa dan perempuan
sebanyak 3736 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk laki-laki terendah berada di
Desa Bambalemo Ranomaisi sebanyak 461 jiwa dan perempuan sebanyak 443
jiwa. Untuk lebih jelas dapat dilihatpada Tabel 4.3.
Tabel 4. 3 Tabel Jumlah Penduduk Menurut Kelamin di Kecamatan Parigi
Tahun 2020

No. Nama Desa Laki-Laki Perempuan Seks Rasio


1 Olaya 1862 1604 116
2 Pembalowo 799 738 108
3 Mertasari 672 652 103
4 Maesa 2098 2152 97
5 Loji 1295 1300 100
6 Masigi 2548 2606 98
7 Bantaya 3880 3736 104
8 Kampal 2521 2478 102
9 Bambalemo 1158 1140 102
10 Lebo 702 704 100
Bambalemo
11 461 443 104
Ranomaisi
Jumlah 17996 17553 103
Sumber : Kecamatan Parigi Dalam Angka Tahun 2020

4.2.4. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur


Jumlah penduduk di Kecamatan Parigi pada tahun 2020 sebanyak 35549
jiwa. Jumlah penduduk terbanyak berada pada kisaran umur 0 – 4 tahun yaitu
sebanyak 3826 jiwa sedangkan jumlah penduduk terendah terdapat pada kisaran
umur > 75 tahun yaitu sebanyak 365 jiwa. Untuk lebih detailnya dapat diliat pada
Tabel 4.4.

56
Tabel 4. 4 Tabel Jumlah Penduduk Menurut Umur
di Kecamatan Parigi Tahun 2020

Kelompok Umur Jumlah


No.
(Tahun) Penduduk
1 0-4 3826
2 5-9 3148
3 10 - 14 3158
4 15 - 19 3528
5 20 - 24 3217
6 25 - 29 3318
7 30 - 34 3287
8 35 - 39 2989
9 40 - 44 2432
10 45 - 49 1977
11 50 - 54 1590
12 55 - 59 1124
13 60 - 64 765
14 65 - 69 441
15 70 - 74 384
16 > 74 365
Jumlah 35549
Sumber : Kecamatan Parigi Dalam Angka Tahun 2020

4.2.5. Jumlah Penduduk Menurut Kelahiran dan Kematian


Jumlah penduduk di Kecamatan Parigi pada tahun 2020 sebanyak 35549
jiwa. Jumlah penduduk menurut kelahiran Kecamatan Parigi sebanyak 621 jiwa
sedangkan jumlah kematian sebanyak 107 jiwa. Jumlah penduduk menurut
kelahiran terbanyak berada di Desa Bantaya sebanyak 149 jiwa. Sedangkan
jumlah penduduk menurut kelahiran terendah berada di Desa Lebo sebanyak 12
jiwa. Dan untuk jumlah penduduk menurut kematian tertinggi berada di Desa

57
Kampal sebanyak 19 jiwa, sedangkan jumlah kematian terendah berada pada Desa
Pembalowo yaitu sebanyak 4 jiwa. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 4.5.
Tabel 4. 5 Tabel Jumlah Penduduk Menurut Umur di Kecamatan Parigi
Tahun 2020

Lahir Mati
No. Nama Desa
Laki-Laki Perempuan Laki-Laki Perempuan
1 Olaya 23 27 9 7
2 Pembalowo 12 7 1 3
3 Mertasari 9 6 6 1
4 Maesa 35 33 5 6
5 Loji 29 25 4 4
6 Masigi 39 45 5 7
7 Bantaya 68 81 7 5
8 Kampal 45 69 10 9
9 Bambalemo 25 12 3 3
10 Lebo 5 7 1 5
Bambalemo
11 8 11 3 3
Ranomaisi
Jumlah 298 323 54 53
Sumber : Kecamatan Parigi Dalam Angka Tahun 2020

58
4.2.6. Riwayat Permukiman dan Kejadian Banjir
Jumlah penduduk di Kecamatan Parigi pada tahun 2020 sebanyak 35549
jiwa dengan kepadatan penduduk 1512 Jiwa/Km². Jumlah penduduk yang terus
meningkat tiap tahunnya di Kecamatan Parigi menyebabkan banyak kawasan
permukiman baru terbentuk, dalam tiga tahun terakhir permukiman baru yang
terbentuk didominasi pada area tengah kota di Kecamatan Parigi. Untuk lebih
detailnya dapat dilihat pada Gambar 4.2.
Gambar 4. 2 Peta Riwayat Permukiman Kecamatan Parigi

Sumber : Google Earth.

Menurut Dinas BPBD Kab Parigi Moutong, Kecamatan Parigi merupakan


salah satu dari 23 kecamatan yang berada di Kabupaten Parigi Moutong yang
rawan akan bencana salah satunya yaitu bencana banjir. Pada tahun 2020 terdapat
4 kecamatan di Kabupaten Parigi Moutong yang dilanda bencana banjir salah
satunya yaitu Kecamatan Parigi, banjir di Kecamatan Parigi melanda dua desa
yaitu Desa Bambalemo dan Desa Olaya, dilaporkan terdapat 51 kepala keluarga
yang terdampak, meskipun tidak ada korban jiwa namun banjir tersebut

59
menyebabkan kerugian materil dan juga merusak sejumlah rumah warga dan
fasilitas umum.

Gambar 4. 3. Dampak Bencana Banjir Di Kecamatan Parigi

Sumber : BPBD, 2021

4.3. Hasil Klasifikasi Parameter Banjir


4.3.1. Hasil Klasifikasi Curah Hujan
Kecamatan Parigi memiliki curah hujan yang cukup tinggi, menurut data
yang didapatkan, curah hujan di Kecamatan Parigi pada tahun 2019 bervariasi
mulai dari bulan Januari sampai dengan Desember. Curah hujan tertinggi berada
pada bulam juni yaitu mencapai 709 mm dengan jumlah hari hujan yaitu 28 hari,
sedangkan curah hujan terendah terdapat pada bulan maret yaitu 53 mm dengan
jumlah hari hujan sebanyak 10 hari, untuk lebih jelas dapat diliat pada Tabel 4.6.
Tabel 4. 6 Tabel Jumlah Hari Hujan dan Keadaan Curah Hujan di
Kecamatan Parigi

No Bulan Hari Hujan Curah Hujan (Milimeter)

1 Januari 11 75

2 Februari 15 140

3 Maret 10 53

4 April 15 235

5 Mei 15 102

6 Juni 28 709

7 Juli 24 159

8 Agustus 14 169

60
9 September 10 82

10 Oktober 10 132

11 November 7 105

12 Desember 16 123

Jumlah 175 2.084

Sumber : Kecamatan Parigi Dalam Angka Tahun 2020

Tabel 4. 7 Tabel Nilai Klasifikasi Curah Hujan

Curah Hujan Tahunan


No Deskripsi Skor Bobot Nilai
(mm)
1 2000 – 2500 mm Sedang 3 0,15 0,45

Sumber : Hasil Analisis Curah Hujan Tahunan, 2022


Klasifikasi curah hujan rata-rata tahunan di Kecamatan Parigi mempunya
intensitas curah hujan berkategori sedang dengan rata-rata curah hujan antara
2000 – 2500 mm, dengan skor 3, bobot 0,15, dan nilai 0,45, untuk lebih detailnya
dapat diliat pada Gambar 4.4.

61
Gambar 4. 4. Peta Curah Hujan Kecamatan Parigi

Sumber : Dinas PUPR Kab. Parigi Moutong dan BPS Kecamatan Parigi Tahun 2020
62
4.3.2. Hasil Klasifikasi Jenis Tanah
Secara umum Kecamatan Parigi memiliki 2 jenis tanah. Jenis tanah yang
pertama yaitu Aluvial dengan luas 1136,14 Ha. Tanah Aluvial merupakan tanah
endapan, dibentuk dari lumpur dan pasir halus yang mengalami erosi tanah.
Banyak terdapat di dataran rendah, di sekitar muara sungai, rawa-rawa, lembah-
lembah,maupun di kanan kiri aliran sungai besar. Jenis tanah yang berikut yaitu
Latosol dengan luas 1093,82 Ha. Tanah latosol terbentuk dari pelapukan batuan
sedimen dan metamorf. Perkembangan horizon tanah Latosol berlangsung
lambat sampai sedang. Hal ini karena sebagian besar berada didaerah yang
lembab. Untuk lebih jelasnya dapat diliat pada Tabel 4.8 dan Gambar 4.5.
Tabel 4. 8 Tabel Nilai Klasifikasi Jenis Tanah

No Jenis Tanah Tekstur Tanah Skor Bobot Nilai

1 Aluvial Halus 5 0,20 1

2 Latosol Sedang 3 0,20 0,6

Sumber : Hasil Analisis Jenis Tanah, 2022

63
Gambar 4. 5. Peta Jenis Tanah Kecamatan Parigi

Sumber : Dinas PUPR Kab. Parigi Moutong


64
4.3.3. Hasil Klasifikasi Kemiringan Lereng
Klasifikas kemiringan lereng terbagi atas 5 kelas kemiringan yaitu 0-8%
merupakan wilayah datar, 8-15% wilayah landai, 15-25% wilayah agak curam,
25-45% wilayah curam, dan >45% wilayah sangat curam. Kecamatan Parigi
sendiri memiliki kelerengan yang beragam karena letak geografisnya yang berada
di kawasan piggiran pantai. Lebih detail dapat diliat pada Tabel 4.9. dan Gambar
4.6.
Tabel 4. 9 Tabel Nilai Klasifikasi Kemiringan Lereng

No Kemiringan Lereng (%) Deskripsi Skor Bobot Nilai

1 0–8 Sangat Tinggi 5 0,20 1

2 8 – 15 Tinggi 4 0,20 0,8

3 15 – 25 Sedang 3 0,20 0,6

4 25 – 45 Rendah 2 0,20 0,4

5 >45 Sangat Rendah 1 0,20 0,2

Sumber : Hasil Analisis Kemiringan Lereng, 2022

65
Gambar 4. 6. Peta Kemiringan Lereng Kecamatan Parigi

Sumber : Google Earth, Data DEM Kab. Parigi Moutong dan Hasil Analisis, 2022
66
4.3.4. Hasil Klasifikasi Ketinggian/Elevasi Lahan
Klasifikas ketinggian/elevas lahan terbagi atas 5 kelas yaitu <10 meter, 10
– 50 meter, 50 – 100 meter, 100 – 200 meter, dan > 200 meter. Kecamatan Parigi
sendiri memiliki 3 ketiggian lahan. Lebih detail dapat diliat pada Tabel 4.10. dan
Gambar 4.7.
Tabel 4. 10 Tabel Nilai Klasifikasi Ketinggian/Elevasi

No Ketiggian/Elevasi (m) Deskripsi Skor Bobot Nilai

1 <10 m Sangat Tinggi 5 0,10 0,5

2 10 - 50 m Tinggi 4 0,10 0,4

3 50 - 100 m Sedang 3 0,10 0,3

Sumber : Hasil Analisis Ketinggian/Elevasi, 2022

67
Gambar 4. 7. Peta Ketinggian Lahan Kecamatan Parigi

Sumber : Google Earth, Data DEM Kab. Parigi Moutong dan Hasil Analisis, 2022
68
4.3.5. Hasil Klasifikasi Buffer Sungai
Kecamatan Parigi mempunyai 3 aliran sungai besar yaitu sungai
Bambalemo dengan panjang 5,19 km, sungai Korontua dengan panjang 4,44 km,
dan sungai Lebodua dengan panjang 4,05 km. Untuk material sungai dari ketiga
sungai tersebut yaitu berupa pasir dan bebatuan kerikil. Terdapat 3 kalsifikasi
buffer sungai yaitu 50 meter, 100 meter, dan 250 meter. Untuk lebih detailnya
dapat diliat pada gambar 4.8.
Tabel 4. 11 Tabel Nilai Klasifikasi Buffer Sungai

No Buffer Sungai (m) Deskripsi Skor Bobot Nilai

1 25 m Tinggi 5 0,15 0,75

2 100 m Sedang 3 0,15 0,45

3 250 m Rendah 1 0,15 0,15

Sumber : Hasil Analisis Buffer Sungai, 2022

69
Gambar 4. 8. Peta Buffer Sungai Kecamatan Parigi

Sumber : Dinas PUPR Kab. Parigi Moutong


70
4.3.6. Hasil Klasifikasi Kerapatan Sungai
Menurut Lynsley (1975) jika nilai kerapatan aliran lebih kecil dari 1 mile/
mile2 (0,62 Km/ Km2), DAS akan mengalami penggenangan, sedangkan jika nilai
kerapatan aliran lebih besar dari 5 mile/ mile2 ( 3,10 Km/ Km2), DAS sering
mengalami kekeringan. Kecamatan Parigi sendiri memiliki 2 nilai kerapatan
sungai yait <0,62 dan 0,62 – 1,44, untuk skor dan nilai dapat diliat pada Tabel
4.12.
Tabel 4. 12 Tabel Nilai Klasifikasi Kerapatan Sungai

No Kerapatan Deskripsi Skor Bobot Nilai

1 < 0,62 Sangat Tinggi 5 0,10 0,5

2 0,62 – 1,44 Tinggi 4 0,10 0,4

Sumber : Hasil Analisis Kerapatan Sungai, 2022

71
Gambar 4. 9. Peta Kerapatan Sungai Kecamatan Parigi

Sumber : Dinas PUPR Kab. Parigi Moutong, dan Hasil Analisis, 2022
72
4.3.7. Hasil Klasifikasi Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan di Kecamatan Parigi memiliki 6 jenis penggunaan lahan.
Penggunaan lahan yang paling luas yaitu kawasan pertanian lahan kering dengan
luas 1431,68 Ha, sedangkan penggunaan lahan paling kecil yaitu kawasan
perkebunan sebesar 0,23 Ha dan area tambak sebesar 0,80 Ha. Untuk lebih
jelasnya dapat diliat pada Tabel 4.13.
Tabel 4. 13 Tabel Nilai Klasifikasi Penggunaan Lahan

No Keterangan Skor Bobot Nilai


1 Perkebunan 2 0,15 0,3
2 Permukiman 4 0,15 0,6
3 Pertanian Lahan Kering 4 0,15 0,6
Pertanian Lahan Kering
4 3 0,15 0,45
Campur Semak
5 Sawah 5 0,15 0,75
6 Tambak 5 0,15 0,75
Sumber : Hasil Analisis Penggunaan Lahan, 2022

73
Gambar 4. 10. Peta Penggunaan Lahan Kecamatan Parigi

Sumber : Dinas PUPR Kab. Parigi Moutong


74
4.3.8. Hasil Klasifikasi Genangan
Dari hasil penelitian yang dilakukan, klasifikasi genangan yang berada di
Kecamatan Parigi cukup beragam, mulai dari kedalaman genangan yaitu dengan
kedalaman tertinggi terpadapat pada desa Olaya, Bambalemo, Bantaya, Kampal,
lama genangan tertinggi terdapat pada desa Bambalemo dan Olayan, serta
frekuensi genangan setiap tahun adalah sama untuk semua desa yang berada di
Kecamatan Parigi, untuk lebih jelasnya dapat diliat pada Tabel 4.14.
Tabel 4. 14 Tabel Klasifikasi Genangan di Kecamatan Parigi
Kedalaman Lama Frekuensi Luas Genangan
No Nama Desa
Genangan Genangan Genangan (Ha)
1 Masigi 0,1 - 0,2 m < 1 Jam 1x/tahun 25,45

2 Maesa 0,1 - 0,2 m < 1 Jam 1x/tahun 13,44


3 Loji 0,1 - 0,2 m < 1 Jam 1x/tahun 4,83

4 Olaya 0,2 - 0,3 m 1 - 2 Jam 1x/tahun 16,92


5 Pembalowo 0,1 - 0,2 m < 1 Jam 1x/tahun 3,27
6 Mertasari 0,1 - 0,2 m < 1 Jam 1x/tahun 13,58

7 Bambalemo 0,2 - 0,3 m 1 - 2 Jam 1x/tahun 11,69


8 Bambalemo Ranomaisi 0,1 - 0,2 m < 1 Jam 1x/tahun 3,77
9 Bantaya 0,2 - 0,3 m < 1 Jam 1x/tahun 21,36
10 Kampal 0,2 - 0,3 m < 1 Jam 1x/tahun 18,66
11 Lebo 0,1 - 0,2 m < 1 Jam 1x/tahun 2,72
Sumber :BPBD Kab. Parigi Moutong dan Hasil Analisis, 2022
Gambar 4. 11. Gambar Lokasi Rawan Banjir Di Kecamatan Parigi

Sumber : Hasil Pengamatan, 2021

75
Gambar 4. 12. Peta Kedalaman Genangan Kecamatan Parigi

Sumber : BPBD Kab Parigi Moutong dan Survei Lapangan, 2022


76
Gambar 4. 13. Peta Lama Genangan Kecamatan Parigi

Sumber : BPBD Kab Parigi Moutong dan Survei Lapangan, 2022


77
Gambar 4. 14. Peta Frekuensi Genangan Kecamatan Parigi

Sumber : BPBD Kab Parigi Moutong dan Survei Lapangan, 2022


78
Gambar 4. 15. Peta Luas Genangan Kecamatan Parigi

Sumber : BPBD Kab Parigi Moutong dan Survei Lapangan, 2022


79
Tabel 4. 15 Tabel Nilai Klasifikasi Genangan

Parameter
No Deskripsi Skor Bobot Nilai
Genangan/Banjir

Kedalaman Genangan

1 0,2 – 0,3 m Sedang 3 0,10 0,30

0,1 – 0,2 m Rendah 2 0,10 0,20

Lama Genangan

2 1 – 2 jam Rendah 2 0,10 0,20

<1 jam Sangat Rendah 1 0,10 0,10

Frekuensi Genangan
3
1x/tahun Rendah 2 0,10 0,20

Luas Genangan

>8 Ha Sangat Tinggi 5 0,10 0,50

4 – 8 Ha Tinggi 4 0,10 0,40


4
2 – 4 Ha Sedang 3 0,10 0,30

1 – 2 Ha Rendah 2 0,10 0,20

<1 Ha Sangat Rendah 1 0,10 0,10

Sumber : Hasil Analisis Klasifikasi Genangan, 2022

80
4.4. Sebaran dan Tingkat Kerawanan Banjir di Kecamatan Parigi
Peta kerawanan banjir di Kecamatan Parigi didapatkan dengan
menggabungkan atau mengoverlay delapan parameter penyebab banjir yaitu peta
curah hujan, peta jenis tanah, peta kemiringan lereng, peta buffer sungai, peta
penggunaan lahan, peta kerapatan sungai, peta ketinggian lahan, dan peta
klasifikasi genangan. Setelah di overlay kemudian peta tersebut di klasifikasikan
untuk mendapat tingkat kerawanan banjir. Kelas tingkat kerawanan banjir
didapatkan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
5,9 − 0,45
Ki = = 1,81
3

0,45 – 2,26 = Tidak Rawan


2,26 – 4,07 = Cukup Rawan
4,07 – 5,9 = Sangat Rawan
Dari hasil perhitungan klasifikasi tingkat kerawan banjir didapatkan 3
tingkatan kerawanan banjir yaitu, daerah tidak rawan dengan luas 182,70 Ha,
daerah cukup rawan dengan luas 1938,10 Ha, dan daerah sangat rawan dengan
luas 236,18,70 Ha. Untuk lebih detailnya dapat dilihat pada Tabel 4.16.
Tabel 4. 16 Tabel Luas Tingkat Kerawanan Banjir

No. Tingkat Kerawanan Luas (Ha) %


1 Tidak Rawan 182,70 7,75
2 Cukup Rawan 1938,10 82,23
3 Sangat Rawan 236,18 10,02
Total 2356,98 100
Sumber : Hasil Analisis, 2022
Dari tabel diatas dapat dilihat luasan tingkat kerawan terkecil yaitu wilayah
tidak rawan dengan luas 182,70 Ha yang terdapat pada kawasan yang mempunyai
elevasi tanah yang lumayan tinggi, sedangkan luasan tingkat kerawanan terbesar
yaitu wilayah cukup rawan dengan luas 1938,10 Ha yang terdapat pada kawasan
yang didominasi oleh kawasan permukiman dan juga persawahan. Untuk lebih
detailnya dapat dilihat pada Gambar 4.16.

81
Gambar 4. 16. Peta Tingkat Kerawanan Banjir di Kecamatan Parigi

Sumber : Hasil Analisis, 2022


82
BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan data dan hasil analisis yang dilakukan diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa tingkat kerawanan banjir di Kecamatan Parigi
diklasifikasikan menjadi tiga yaitu daerah tidak rawan, daerah cukup rawan, dan
daerah sangat rawan. Secara umum Kecamatan Parigi yang memiliki potensi
kerawanan banjir berdasarkan klasifikasinya yaitu sebagai berikut:
1. Daerah tidak rawan bencana banjir di Kecamatan Parigi memiliki luas sebesar
182,70 Ha atau 7,75% dari total luas wilayah Kecamatan Parigi yang meliputi
sebagian Desa Bambalemo Ranomaisi dengan luas 67,77 Ha, Desa Lebo dengan
luas 61,77 Ha, Desa Bambalemo dengan luas 16,95 Ha, Desa Olaya dengan luas
16,17 Ha, Desa Pembalowo dengan luas 12,93 Ha, Desa Kampal dengan luas
3,66 Ha, Desa Masigi dengan luas 2,50 Ha, Desa Mertasari dengan luas 0,71 Ha,
dan Desa Bantaya dengan luas 0,18 Ha.
2. Daerah cukup rawan bencana banjir di Kecamatan Parigi memiliki luas sebesar
1938,10 Ha atau 82,23% dari total luas wilayah Kecamatan Parigi yang meliputi
Desa Olaya dengan luas 428,46 Ha, Desa Bambalemo dengan luas 380,07 Ha,
Desa Masigi dengan luas 243,22 Ha, Desa Kampal dengan luas 222,33 Ha, Desa
Lebo dangan luas 199,48 Ha, Desa Bambalemo Ranomaisi dengan luas 154,95
Ha, Desa Pembalowo dengan luas 134,75 Ha, Desa Mertasari dengan luas 97,83
Ha, Desa Maesa dengan luas 40,16 Ha, Desa Bantaya dengan luas 23,44 Ha, dan
Desa Loji dengan luas 13,41 Ha,
3. Daerah sangat rawan bencana banjir Kecamatan Parigi memiliki luas sebesar
236,18 Ha atau 10,02% dari total luas wilayah Kecamatan Parigi yang meliputi
Desa Olaya dengan luas 72,15 Ha, Desa Bambalemo dengan luas 36,85 Ha,
Masigi dengan luas 25,02 Ha, Desa Desa Mertasari dengan luas 23,55 Ha, Desa
Bantaya dengan luas 20,83 Ha, Desa Maesa dengan luas 19,80 Ha, Desa Kampal
dengan luas 18,92 Ha, Desa Loji dengan luas 9,33 Ha, Desa Pembalowo dengan
luas 5,39 Ha, Desa Lebo dengan luas 2,23 Ha, dan Desa Bambalemo Ranomaisi
dengan luas 2,12 Ha.

83
5.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, adapun saran yang dapat diberikan terkait
dengan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Diperlukan peran penting dari pemerintah atau instansi terkait agar dapat lebih
meningkatkan kinerja guna menangani masalah banjir yang sering terjadi.
2. Diperlukan juga peran penting dari masyarakat agar selalu waspada terhadap
bencana banjir, dan selalu menjaga kebersihan lingkungan khususnya dibagian
permukiman bekas rawa, bagian permukiman yang dekat dengan aliran sungai,
dan juga perumahan padat penduduk .

5.3. Rekomendasi
Berdasarkan kesimpulan diatas, adapun rekomendasi yang dapat diberikan
terkait dengan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjai bahan masukan dan informasi bagi
pemerintah dan masyarakat terkait kondisi Bahaya Bencana Banjir di
Kecamatan Parigi Kabupaten Parigi Moutong.
2. Diharapkan penelitian ini sebagai bahan informasi bagi peneliti selanjutnya
terkait bencana banjir
3. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk peneliti selanjutnya terkait
faktor yang memepengaruhi bencana banjir di Kecamatan Parigi.
4. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan untuk peneliti
selanjutnya terkait analisis resiko bencana banjir di Kecamatan Parigi

84
DAFTAR PUSTAKA

Aini, A. 2012. “Sistem Informasi Geografis Pengertian Dan Aplikasinya”

Amaliana, Dita Rizki. Yudo Prasetyo. Abdi Sukmono. 2017. “Analisis Tingkat
Kerawanan Banjir Di Kabupaten Sampang Menggunakan Metode Overlay
Dengan Scoring Berbasis Sistem Informasi Geografis”. Vol. 4, No. 1

E. Suherlan. 2001. “Zonasi Tingkat Kerentanan Banjir Kabupaten Bandung”.


Skripsi.

Hasan, M. Fuad. 2015. “Analisis Tingkat Kerawanan Banjir Di Bengawan Jero


Kabupaten Lamongan”. Skripsi. Universitas Negeri Surabaya.

Imil, 2015. “Kelebihan Dan Kekurangan Sistem Informasi Geografis”

Kodatie, R.J, Sjarief Roestam. 2005. “Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu”.
Yogyakarta: C.V ANDI OFFSET.

Kodoatie, R.J, Sugiyanto. 2002. “Banjir, Beberapa Penyebab dan Metode


Pengendaliannya dalam Perspektif Lingkungan”. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.

Kusumadewi, Diah Ayu. Djakfar, Ludfi. Bisri, Moh. 2012. “Arahan Spasial
Teknologi Drainase Untuk Mereduksi Genangan Di Sub Daerah Aliran
Sungai Watu Bagian Hilir”. Vol. 3, No. 2.

Lestari, Rahma Wayan Kanedi, Indra Arliando, Yode. 2016. “Sistem Informasi
Geografis (SIG) Daerah Rawan Banjir Di Kota Bengkulu Menggunakan
Arcview” Vol. 12, No.1.

Mistra. 2007. ”Antisipasi Rumah di Daerah Rawan Banjir”. Depok: Penebar


Swadaya.

Munir, Q, A. 2014. “Sistem Informasi Geografis Pemetaan Bencana Alam


Menggunakan Google Maps”. Jurnal Teknologi Informasi.

85
Nuhung, Slamet. 2012. “Geologi Tata Lingkungan untuk Perencanaan Wilayah”.

Nuryanti, J.L.Tanesib, A. Warsito. 2018. “Pemetaan Daerah Rawan Banjir Dengan


Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis di Kecamatan Kupang
Timur Kabupaten Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur”. Vol. 3, No. 2.

Paimin, dkk. 2009. “Teknik Mitigasi Banjir dan Tanah Longsor”. Balikpapan:
Tropenbos International Indonesia Programme.

Pratomo, A. 2008. “Analisis Kerentanan Banjir di Daerah Aliran Sungai


Sangkaran Kabupaten Pekalongan Provinsi Jawa Tengah Dengan
Bantuan Sistem Informasi Geografis”. Surakarta: Fakultas Geografi.
Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Primayuda, A. 2006. “Pemetaan Daerah Rawan dan Resiko Banjir Menggunakan


Sistem Informasi Geografis : studi kasus Kabupaten Trenggalek, Jawa
Timur”.

Purnama, Asep. 2008. “Pemetaan Kawasan Rawan Banjir Di Daerah Aliran


Sungai Cisadane Menggunakan Sistem Informasi Geografis”.

Putra, Muh Alief Rusli. 2017. “Pemetaan Kawasan Rawan Banjir Berbasis Sistem
Informasi Geografis (SIG) Untuk Menentukan Titik Dan Rute Evakuasi”.
Vol. 5.

Rahayu. Dkk. 2009. “Banjir dan Upaya Penanggulangannya”. Bandung : Pusat


Mitigasi Bencana (PMB-ITB)

Rufina, Anita Wardhani, Eka Sulistyowati, Lina Apriyanti. 2019. “Analisa


Penentuan Skala Prioritas Genangan atau Banjir di Kecamatan Bogor
Selatan”. Vol. 7, No. 2

Saputro, Ardi Fajar. 2019. “Studi Pemetaan Daerah Rawan Banjir Dengan Metode
Skoring Dan Pembobotan Pada Daerah Kota Tarakan”

86
Sebastian, Ligal. 2008. “Pendekatan Pencegahan dan Penanggulangan Banjir.
Jurnal Dinamika Teknik Sipil”. Palembang : Fakultas Teknik, Universitas
Sriwidjaja Palembang. Volume 8 No.2.

Sebastian, Ligal. 2008. “Pendekatan Pencegahan dan Penanggulangan Banjir”.


Jurnal Dinamika Teknik Sipil, Volume 8 No.2. Palembang : Fakultas
Teknik, Universitas Sriwidjaja Palembang.

Sugiantoro, R. & Purnomo, H. 2010. “Manajemen Bencana Respons dan Tindakan


terhadap Bencana. Yogyakarta: Media Pressindo”.

Suprapto Dibyosaputro. 1988. “Bahaya Kerentanan Banjir Daerah Antara


Kutoarjo - Prembun, Jawa Tengah (Suatu Pendekatan Geomorfologi)”.
Fakultas Geografi, UGM. Yogyakarta

Syukur, Syamsul. 2009. “Laju Infiltrasi dan Peranannya Terhadap Pengelolaan


Daerah Aliran Sungai Allu-Bangkala”. Vol. 16, No. 3

Utomo W. Y. 2004. Pemetaan Kawasan Berpotensi Banjir di DAS Kaligarang


Semarang dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografis. Skripsi.
Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Yayasan IDEP. 2007. “Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat”.

87
LAMPIRAN

88
HASIL PEMBOBOTAN DAN SKORING
TINGKAT KERAWANAN BANJIR DI KECAMATAN PARIGI
Kerapatan S_Kerap Freq_G Nilai_ Luas Nilai_L Kdlmn Nilai_K Lama Nilai_L s_cu s_buf JENIS_T s_ta keting s_keti s_ler s_la over klas_ba Lua
Sungai atan ngn Freq _Gn uas _G dlm _G ama CH rah fer ANA nah gian nggi slope eng P_Lahan han lay nji s
2084 Tidak 0,0
0 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 0 0 0 0 0,45 Rawan 3
Tidak 0,0
0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0 0 Aluvial 5 0 0 0 1,00 Rawan 4
Tidak 0,0
0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0 0 Aluvial 5 0 0 0 1,00 Rawan 0
Tidak 0,0
0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0 0 Latosol 3 0 0 0 0,60 Rawan 2
Tidak 0,0
0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0 0 0 < 10 5 0 0 0,50 Rawan 0
15 - Tidak 0,0
0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0 0 0 0 25 % 3 0 0,60 Rawan 0
2084 Tidak 0,6
0 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 0 0 0 1,45 Rawan 4
2084 Tidak 1,6
0 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 0 0 0 1,45 Rawan 9
2084 Tidak 0,0
0 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 0 0 0 Pertanian lahan kering 4 1,05 Rawan 0
2084 Tidak 0,0
0 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 0 0 0 Sawah 5 1,20 Rawan 0
8 - 15 Tidak 0,0
0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0 0 0 10 - 50 4 % 4 0 1,20 Rawan 0
15 - Tidak 0,0
0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0 0 0 10 - 50 4 25 % 3 0 1,00 Rawan 0
15 - Tidak 0,0
0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0 0 0 < 10 5 25 % 3 0 1,10 Rawan 1
2084 Tidak 0,0
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 0 0 0 Sawah 5 1,60 Rawan 0
2084 Tidak 0,0
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 0 0 0 Tambak 5 1,60 Rawan 0
2084 Tidak 0,0
< 0,62 5 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 0 0 0 Pertanian lahan kering 4 1,55 Rawan 0
2084 Tidak 0,0
0 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 3 0 0 0 Tambak 5 1,65 Rawan 1
2084 Tidak 0,0
0 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 1 Aluvial 5 0 0 0 1,60 Rawan 2
2084 Tidak 0,0
0 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 1 0 0 0 Tambak 5 1,35 Rawan 0
2084 Tidak 2,4
0 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Latosol 3 0 0 Pertanian lahan kering 4 1,65 Rawan 1
2084 Tidak 0,2
0 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 0 0 Kawasan Perkebunan 2 1,75 Rawan 3
2084 Tidak 5,9
0 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 0 0 Pertanian lahan kering 4 2,05 Rawan 3
2084 Pertanian lahan kering Tidak 1,1
0 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 0 0 campur semak 3 1,90 Rawan 7

89
2084 Tidak 7,8
0 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 0 0 Sawah 5 2,20 Rawan 6
2084 Tidak 0,1
0 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 0 0 Permukiman 4 2,05 Rawan 1
2084 Tidak 1,0
0 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 0 0 Pertanian lahan kering 4 2,05 Rawan 2
2084 Tidak 0,0
0 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 0 0 Sawah 5 2,20 Rawan 8
2084 Tidak 17,
0 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Latosol 3 0 0 Pertanian lahan kering 4 1,65 Rawan 06
2084 Pertanian lahan kering Tidak 1,0
0 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Latosol 3 0 0 campur semak 3 1,50 Rawan 4
2084 Cukup 0,5
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 0 0 Pertanian lahan kering 4 2,45 Rawan 1
2084 Tidak 1,2
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Latosol 3 0 0 Sawah 5 2,20 Rawan 5
2084 Tidak 0,0
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Latosol 3 0 0 Permukiman 4 2,05 Rawan 6
2084 Tidak 4,9
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Latosol 3 0 0 Pertanian lahan kering 4 2,05 Rawan 4
2084 Cukup 2,5
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 0 0 Pertanian lahan kering 4 2,45 Rawan 3
2084 Cukup 0,3
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 0 0 Pertanian lahan kering 4 2,45 Rawan 3
2084 Cukup 6,5
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 0 0 Sawah 5 2,60 Rawan 4
2084 Tidak 0,0
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 3 0 0 0 Pertanian lahan kering 4 1,90 Rawan 0
2084 Pertanian lahan kering Tidak 1,8
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Latosol 3 0 0 campur semak 3 1,90 Rawan 2
2084 Tidak 0,2
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Latosol 3 0 0 Sawah 5 2,20 Rawan 5
2084 Cukup 1,2
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 0 0 Pertanian lahan kering 4 2,45 Rawan 5
2084 Tidak 3,4
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Latosol 3 0 0 Pertanian lahan kering 4 2,05 Rawan 4
2084 Pertanian lahan kering Tidak 0,0
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Latosol 3 0 0 campur semak 3 1,90 Rawan 5
2084 Tidak 7,1
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Latosol 3 0 0 Sawah 5 2,20 Rawan 1
2084 Tidak 2,1
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Latosol 3 0 0 Pertanian lahan kering 4 2,05 Rawan 5
2084 Tidak 2,7
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Latosol 3 0 0 Sawah 5 2,20 Rawan 2
2084 Cukup 5,4
< 0,62 5 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 0 0 Pertanian lahan kering 4 2,55 Rawan 8
2084 Cukup 5,2
< 0,62 5 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 0 0 Permukiman 4 2,55 Rawan 1
2084 Cukup 9,2
< 0,62 5 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 0 0 Pertanian lahan kering 4 2,55 Rawan 9
2084 Cukup 5,5
< 0,62 5 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 0 0 Sawah 5 2,70 Rawan 1
2084 Tidak 7,0
< 0,62 5 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Latosol 3 0 0 Pertanian lahan kering 4 2,15 Rawan 9

90
2084 Cukup 18,
< 0,62 5 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Latosol 3 0 0 Sawah 5 2,30 Rawan 71
2084 Cukup 0,0
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 5 Latosol 3 0 0 Pertanian lahan kering 4 2,80 Rawan 0
2084 Cukup 0,0
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 5 Aluvial 5 0 0 Pertanian lahan kering 4 3,20 Rawan 0
2084 Cukup 0,0
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 5 Aluvial 5 0 0 Tambak 5 3,35 Rawan 0
2084 Cukup 0,0
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 5 Latosol 3 0 0 Pertanian lahan kering 4 2,80 Rawan 3
2084 Cukup 0,3
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 3 Latosol 3 0 0 Pertanian lahan kering 4 2,50 Rawan 5
2084 Cukup 0,0
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 3 Latosol 3 0 0 Pertanian lahan kering 4 2,50 Rawan 0
2084 Cukup 0,2
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 3 Aluvial 5 0 0 Pertanian lahan kering 4 2,90 Rawan 3
2084 Cukup 0,0
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 3 Aluvial 5 0 0 Tambak 5 3,05 Rawan 0
2084 Cukup 0,0
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 3 Aluvial 5 0 0 Pertanian lahan kering 4 2,90 Rawan 5
2084 Cukup 0,0
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 3 Aluvial 5 0 0 Tambak 5 3,05 Rawan 0
2084 Cukup 0,3
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 3 Latosol 3 0 0 Pertanian lahan kering 4 2,50 Rawan 3
2084 Cukup 0,3
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 1 Aluvial 5 0 0 Pertanian lahan kering 4 2,60 Rawan 4
2084 Tidak 0,4
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 1 Latosol 3 0 0 Pertanian lahan kering 4 2,20 Rawan 2
2084 Cukup 0,6
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 1 Latosol 3 0 0 Sawah 5 2,35 Rawan 9
2084 Tidak 0,8
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 1 Latosol 3 0 0 Pertanian lahan kering 4 2,20 Rawan 5
2084 Cukup 1,0
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 1 Aluvial 5 0 0 Pertanian lahan kering 4 2,60 Rawan 2
2084 Cukup 0,0
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 1 Aluvial 5 0 0 Tambak 5 2,75 Rawan 0
2084 Cukup 0,9
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 1 Aluvial 5 0 0 Pertanian lahan kering 4 2,60 Rawan 1
2084 Cukup 0,0
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 1 Aluvial 5 0 0 Sawah 5 2,75 Rawan 4
2084 Cukup 0,1
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 1 Aluvial 5 0 0 Pertanian lahan kering 4 2,60 Rawan 0
2084 Cukup 0,0
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 1 Aluvial 5 0 0 Tambak 5 2,75 Rawan 0
2084 Tidak 0,0
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 1 Latosol 3 0 0 Pertanian lahan kering 4 2,20 Rawan 2
2084 Cukup 0,0
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 0 0 Pertanian lahan kering 4 2,45 Rawan 3
2084 Cukup 0,0
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 0 0 Pertanian lahan kering 4 2,45 Rawan 3
2084 Cukup 0,0
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 < 10 5 0 Pertanian lahan kering 4 2,95 Rawan 1
2084 8 - 15 Cukup 0,0
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 0 % 4 Pertanian lahan kering 4 3,25 Rawan 8

91
2084 0-8 Cukup 0,2
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Latosol 3 0 % 5 Sawah 5 3,20 Rawan 3
2084 15 - Cukup 0,1
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Latosol 3 0 25 % 3 Sawah 5 2,80 Rawan 2
2084 25 - Cukup 0,4
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Latosol 3 0 45 % 2 Pertanian lahan kering 4 2,45 Rawan 5
2084 Cukup 0,0
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 < 10 5 0 Pertanian lahan kering 4 2,95 Rawan 3
2084 8 - 15 Cukup 0,0
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 0 % 4 Pertanian lahan kering 4 3,25 Rawan 0
2084 15 - Cukup 0,4
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 0 25 % 3 Pertanian lahan kering 4 3,05 Rawan 6
2084 25 - Cukup 0,3
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 0 45 % 2 Pertanian lahan kering 4 2,85 Rawan 8
2084 Cukup 0,0
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 10 - 50 4 0 Sawah 5 3,00 Rawan 1
2084 Cukup 0,0
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 < 10 5 0 Pertanian lahan kering 4 2,95 Rawan 2
2084 Cukup 0,0
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 < 10 5 0 Sawah 5 3,10 Rawan 0
2084 0-8 Cukup 0,2
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 0 % 5 Sawah 5 3,60 Rawan 3
2084 8 - 15 Cukup 0,2
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 0 % 4 Sawah 5 3,40 Rawan 3
2084 15 - Cukup 0,1
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 0 25 % 3 Pertanian lahan kering 4 3,05 Rawan 6
2084 15 - Cukup 0,7
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 0 25 % 3 Sawah 5 3,20 Rawan 0
2084 25 - Cukup 0,0
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 0 45 % 2 Pertanian lahan kering 4 2,85 Rawan 0
2084 25 - Cukup 0,8
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 0 45 % 2 Sawah 5 3,00 Rawan 5
2084 Cukup 0,0
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 5 Latosol 3 0 0 Pertanian lahan kering 4 2,80 Rawan 4
2084 Cukup 0,0
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 5 Aluvial 5 0 0 Pertanian lahan kering 4 3,20 Rawan 4
2084 Cukup 0,6
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 5 Latosol 3 0 0 Pertanian lahan kering 4 2,80 Rawan 8
2084 Cukup 0,1
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 5 Aluvial 5 0 0 Pertanian lahan kering 4 3,20 Rawan 4
2084 Cukup 0,2
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 3 Latosol 3 0 0 Pertanian lahan kering 4 2,50 Rawan 1
2084 Cukup 0,0
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 3 Aluvial 5 0 0 Pertanian lahan kering 4 2,90 Rawan 7
2084 Cukup 0,4
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 3 Aluvial 5 0 0 Pertanian lahan kering 4 2,90 Rawan 0
2084 Cukup 1,3
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 3 Latosol 3 0 0 Pertanian lahan kering 4 2,50 Rawan 1
2084 Cukup 0,3
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 3 Aluvial 5 0 0 Pertanian lahan kering 4 2,90 Rawan 1
2084 Cukup 0,0
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 3 Aluvial 5 0 0 Pertanian lahan kering 4 2,90 Rawan 0
2084 Cukup 0,0
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 3 Aluvial 5 0 0 Pertanian lahan kering 4 2,90 Rawan 0

92
2084 Cukup 0,0
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 3 Aluvial 5 0 0 Pertanian lahan kering 4 2,90 Rawan 0
2084 Cukup 0,0
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 3 Aluvial 5 0 0 Pertanian lahan kering 4 2,90 Rawan 0
2084 Cukup 1,0
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 1 Aluvial 5 0 0 Pertanian lahan kering 4 2,60 Rawan 8
2084 Cukup 0,6
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 1 Aluvial 5 0 0 Pertanian lahan kering 4 2,60 Rawan 0
2084 Tidak 2,3
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 1 Latosol 3 0 0 Pertanian lahan kering 4 2,20 Rawan 0
2084 Pertanian lahan kering Cukup 0,1
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Latosol 3 10 - 50 4 0 campur semak 3 2,30 Rawan 1
2084 25 - Pertanian lahan kering Cukup 0,0
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Latosol 3 0 45 % 2 campur semak 3 2,30 Rawan 5
2084 > 45 Pertanian lahan kering Tidak 0,0
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Latosol 3 0 % 1 campur semak 3 2,10 Rawan 1
2084 Cukup 0,0
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 < 10 5 0 Pertanian lahan kering 4 2,95 Rawan 0
2084 15 - Cukup 0,3
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 0 25 % 3 Pertanian lahan kering 4 3,05 Rawan 5
2084 25 - Cukup 0,2
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 0 45 % 2 Pertanian lahan kering 4 2,85 Rawan 3
1x/tah >8 0,2 - <1 2084 Cukup 0,0
< 0,62 5 un 2,00 Ha 5,00 0,3 M 3,00 Jam 1,00 ,00 3 0 Aluvial 5 0 0 Permukiman 4 3,65 Rawan 3
1x/tah >8 0,2 - <1 2084 Cukup 0,0
< 0,62 5 un 2,00 Ha 5,00 0,3 M 3,00 Jam 1,00 ,00 3 0 Aluvial 5 0 0 Permukiman 4 3,65 Rawan 6
1x/tah 1-2 0,1 - <1 2084 Cukup 0,1
< 0,62 5 un 2,00 Ha 2,00 0,2 M 2,00 Jam 1,00 ,00 3 0 Aluvial 5 0 0 Pertanian lahan kering 4 3,25 Rawan 1
1x/tah >8 0,1 - <1 2084 Cukup 0,1
< 0,62 5 un 2,00 Ha 5,00 0,2 M 2,00 Jam 1,00 ,00 3 0 Aluvial 5 0 0 Permukiman 4 3,55 Rawan 8
1x/tah >8 0,1 - <1 2084 Cukup 0,4
< 0,62 5 un 2,00 Ha 5,00 0,2 M 2,00 Jam 1,00 ,00 3 0 Aluvial 5 0 0 Sawah 5 3,70 Rawan 2
1x/tah 2-4 0,1 - <1 2084 Cukup 0,0
< 0,62 5 un 2,00 Ha 3,00 0,2 M 2,00 Jam 1,00 ,00 3 0 Aluvial 5 0 0 Permukiman 4 3,35 Rawan 5
2084 Cukup 0,1
< 0,62 5 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 5 Aluvial 5 0 0 Permukiman 4 3,30 Rawan 9
2084 Cukup 0,0
< 0,62 5 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 5 Latosol 3 0 0 Pertanian lahan kering 4 2,90 Rawan 0
2084 Cukup 0,2
< 0,62 5 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 5 Latosol 3 0 0 Pertanian lahan kering 4 2,90 Rawan 3
2084 Cukup 1,1
< 0,62 5 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 3 Aluvial 5 0 0 Permukiman 4 3,00 Rawan 6
2084 Cukup 0,1
< 0,62 5 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 3 Latosol 3 0 0 Pertanian lahan kering 4 2,60 Rawan 2
2084 Cukup 0,0
< 0,62 5 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 3 Latosol 3 0 0 Pertanian lahan kering 4 2,60 Rawan 4
2084 Cukup 0,4
< 0,62 5 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 1 Aluvial 5 0 0 Pertanian lahan kering 4 2,70 Rawan 9
2084 Cukup 0,0
< 0,62 5 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 1 Aluvial 5 0 0 Kawasan Perkebunan 2 2,40 Rawan 0
2084 Cukup 2,9
< 0,62 5 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 1 Aluvial 5 0 0 Permukiman 4 2,70 Rawan 8
2084 Cukup 0,2
< 0,62 5 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 1 Aluvial 5 0 0 Pertanian lahan kering 4 2,70 Rawan 9

93
2084 Cukup 0,6
< 0,62 5 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 1 Latosol 3 0 0 Pertanian lahan kering 4 2,30 Rawan 0
2084 Cukup 0,3
< 0,62 5 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 1 Latosol 3 0 0 Pertanian lahan kering 4 2,30 Rawan 3
2084 Cukup 0,3
< 0,62 5 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 1 Aluvial 5 0 0 Pertanian lahan kering 4 2,70 Rawan 0
2084 Cukup 0,1
< 0,62 5 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 < 10 5 0 Pertanian lahan kering 4 3,05 Rawan 2
2084 8 - 15 Cukup 0,5
< 0,62 5 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 0 % 4 Pertanian lahan kering 4 3,35 Rawan 5
2084 15 - Cukup 0,4
< 0,62 5 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 0 25 % 3 Pertanian lahan kering 4 3,15 Rawan 3
2084 25 - Cukup 1,3
< 0,62 5 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 0 45 % 2 Pertanian lahan kering 4 2,95 Rawan 3
2084 > 45 Cukup 0,4
< 0,62 5 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 0 % 1 Pertanian lahan kering 4 2,75 Rawan 3
2084 Cukup 0,1
< 0,62 5 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 < 10 5 0 Pertanian lahan kering 4 3,05 Rawan 7
2084 Cukup 0,0
< 0,62 5 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 < 10 5 0 Sawah 5 3,20 Rawan 5
2084 0-8 Cukup 0,6
< 0,62 5 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 0 % 5 Permukiman 4 3,55 Rawan 2
2084 0-8 Cukup 0,2
< 0,62 5 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 0 % 5 Pertanian lahan kering 4 3,55 Rawan 3
2084 8 - 15 Cukup 0,4
< 0,62 5 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 0 % 4 Permukiman 4 3,35 Rawan 4
2084 8 - 15 Cukup 1,8
< 0,62 5 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 0 % 4 Pertanian lahan kering 4 3,35 Rawan 7
2084 8 - 15 Cukup 0,3
< 0,62 5 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 0 % 4 Sawah 5 3,50 Rawan 6
2084 15 - Cukup 0,1
< 0,62 5 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 0 25 % 3 Permukiman 4 3,15 Rawan 9
2084 15 - Cukup 1,7
< 0,62 5 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 0 25 % 3 Pertanian lahan kering 4 3,15 Rawan 1
2084 15 - Cukup 0,3
< 0,62 5 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 0 25 % 3 Sawah 5 3,30 Rawan 2
2084 25 - Cukup 0,4
< 0,62 5 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 0 45 % 2 Pertanian lahan kering 4 2,95 Rawan 3
2084 Cukup 0,0
< 0,62 5 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Latosol 3 10 - 50 4 0 Pertanian lahan kering 4 2,55 Rawan 7
2084 Cukup 0,2
< 0,62 5 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Latosol 3 10 - 50 4 0 Sawah 5 2,70 Rawan 2
2084 0-8 Cukup 1,1
< 0,62 5 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Latosol 3 0 % 5 Pertanian lahan kering 4 3,15 Rawan 5
2084 0-8 Cukup 1,3
< 0,62 5 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Latosol 3 0 % 5 Sawah 5 3,30 Rawan 6
2084 8 - 15 Cukup 0,2
< 0,62 5 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Latosol 3 0 % 4 Pertanian lahan kering 4 2,95 Rawan 3
2084 8 - 15 Cukup 0,9
< 0,62 5 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Latosol 3 0 % 4 Sawah 5 3,10 Rawan 1
2084 15 - Cukup 1,3
< 0,62 5 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Latosol 3 0 25 % 3 Pertanian lahan kering 4 2,75 Rawan 6
2084 15 - Cukup 1,1
< 0,62 5 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Latosol 3 0 25 % 3 Sawah 5 2,90 Rawan 0

94
2084 25 - Cukup 0,3
< 0,62 5 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Latosol 3 0 45 % 2 Pertanian lahan kering 4 2,55 Rawan 8
2084 25 - Cukup 1,6
< 0,62 5 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Latosol 3 0 45 % 2 Sawah 5 2,70 Rawan 7
2084 Cukup 0,2
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 5 Latosol 3 0 0 Pertanian lahan kering 4 2,80 Rawan 3
2084 Cukup 0,2
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 5 Latosol 3 0 0 Pertanian lahan kering 4 2,80 Rawan 3
2084 15 - Cukup 0,0
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 5 Aluvial 5 0 25 % 3 Pertanian lahan kering 4 3,80 Rawan 8
2084 15 - Cukup 0,0
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 5 Aluvial 5 0 25 % 3 Tambak 5 3,95 Rawan 0
2084 15 - Cukup 0,0
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 5 0 10 - 50 4 25 % 3 Pertanian lahan kering 4 3,20 Rawan 0
2084 Cukup 0,0
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 3 Latosol 3 0 0 Pertanian lahan kering 4 2,50 Rawan 7
2084 Cukup 0,0
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 3 Latosol 3 0 0 Pertanian lahan kering 4 2,50 Rawan 7
2084 Cukup 0,0
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 3 Latosol 3 0 0 Pertanian lahan kering 4 2,50 Rawan 5
2084 Cukup 0,0
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 3 Latosol 3 0 0 Pertanian lahan kering 4 2,50 Rawan 5
2084 Cukup 0,0
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 3 Aluvial 5 0 0 Pertanian lahan kering 4 2,90 Rawan 9
2084 Cukup 0,0
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 3 Aluvial 5 0 0 Pertanian lahan kering 4 2,90 Rawan 9
2084 Cukup 0,0
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 3 Aluvial 5 0 0 Tambak 5 3,05 Rawan 0
2084 Cukup 0,0
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 3 Aluvial 5 0 0 Tambak 5 3,05 Rawan 0
2084 15 - Cukup 0,0
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 3 Aluvial 5 0 25 % 3 Pertanian lahan kering 4 3,50 Rawan 0
2084 25 - Cukup 0,1
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 3 Aluvial 5 0 45 % 2 Pertanian lahan kering 4 3,30 Rawan 6
2084 Cukup 0,0
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 1 Aluvial 5 < 10 5 0 Pertanian lahan kering 4 3,10 Rawan 1
2084 8 - 15 Cukup 0,0
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 1 Aluvial 5 0 % 4 Pertanian lahan kering 4 3,40 Rawan 2
2084 Tidak 0,0
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 1 Latosol 3 0 0 Pertanian lahan kering 4 2,20 Rawan 7
2084 Tidak 0,0
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 1 Latosol 3 0 0 Pertanian lahan kering 4 2,20 Rawan 7
2084 15 - Cukup 0,4
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 1 Aluvial 5 0 25 % 3 Pertanian lahan kering 4 3,20 Rawan 6
2084 25 - Cukup 0,1
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 1 Aluvial 5 0 45 % 2 Pertanian lahan kering 4 3,00 Rawan 2
2084 8 - 15 Cukup 0,2
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 1 Aluvial 5 0 % 4 Pertanian lahan kering 4 3,40 Rawan 3
2084 15 - Cukup 0,0
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 1 Aluvial 5 0 25 % 3 Pertanian lahan kering 4 3,20 Rawan 6
2084 15 - Cukup 0,0
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 1 Aluvial 5 0 25 % 3 Sawah 5 3,35 Rawan 0
2084 25 - Cukup 0,1
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 1 Aluvial 5 0 45 % 2 Sawah 5 3,15 Rawan 0

95
2084 25 - Cukup 0,0
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 1 Aluvial 5 0 45 % 2 Pertanian lahan kering 4 3,00 Rawan 9
2084 8 - 15 Cukup 0,0
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 0 % 4 Pertanian lahan kering 4 3,25 Rawan 0
2084 8 - 15 Cukup 0,0
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 0 % 4 Pertanian lahan kering 4 3,25 Rawan 0
2084 0-8 Cukup 0,0
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 < 10 5 % 5 Pertanian lahan kering 4 3,95 Rawan 4
2084 8 - 15 Cukup 0,5
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 < 10 5 % 4 Pertanian lahan kering 4 3,75 Rawan 4
2084 15 - Cukup 0,0
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 < 10 5 25 % 3 Pertanian lahan kering 4 3,55 Rawan 0
2084 25 - Cukup 0,0
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 < 10 5 45 % 2 Pertanian lahan kering 4 3,35 Rawan 1
2084 0-8 Cukup 0,0
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Latosol 3 10 - 50 4 % 5 Sawah 5 3,60 Rawan 6
2084 8 - 15 Cukup 0,6
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Latosol 3 10 - 50 4 % 4 Sawah 5 3,40 Rawan 1
2084 15 - Cukup 0,1
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Latosol 3 10 - 50 4 25 % 3 Sawah 5 3,20 Rawan 6
2084 8 - 15 Cukup 3,1
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Latosol 3 10 - 50 4 % 4 Pertanian lahan kering 4 3,25 Rawan 1
2084 8 - 15 Cukup 0,2
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Latosol 3 10 - 50 4 % 4 Sawah 5 3,40 Rawan 9
2084 15 - Cukup 8,5
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Latosol 3 10 - 50 4 25 % 3 Pertanian lahan kering 4 3,05 Rawan 1
2084 15 - Cukup 3,2
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Latosol 3 10 - 50 4 25 % 3 Sawah 5 3,20 Rawan 0
2084 25 - Cukup 18,
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Latosol 3 10 - 50 4 45 % 2 Pertanian lahan kering 4 2,85 Rawan 51
2084 25 - Cukup 9,1
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Latosol 3 10 - 50 4 45 % 2 Sawah 5 3,00 Rawan 2
2084 > 45 Cukup 7,5
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Latosol 3 10 - 50 4 % 1 Pertanian lahan kering 4 2,65 Rawan 5
2084 > 45 Cukup 1,5
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Latosol 3 10 - 50 4 % 1 Sawah 5 2,80 Rawan 1
2084 0-8 Cukup 4,5
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 10 - 50 4 % 5 Pertanian lahan kering 4 3,85 Rawan 2
2084 0-8 Cukup 2,4
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 10 - 50 4 % 5 Sawah 5 4,00 Rawan 8
2084 8 - 15 Cukup 7,3
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 10 - 50 4 % 4 Pertanian lahan kering 4 3,65 Rawan 4
2084 8 - 15 Cukup 4,0
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 10 - 50 4 % 4 Sawah 5 3,80 Rawan 0
2084 15 - Cukup 9,4
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 10 - 50 4 25 % 3 Pertanian lahan kering 4 3,45 Rawan 0
2084 15 - Cukup 3,3
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 10 - 50 4 25 % 3 Sawah 5 3,60 Rawan 7
2084 25 - Cukup 8,3
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 10 - 50 4 45 % 2 Pertanian lahan kering 4 3,25 Rawan 5
2084 25 - Cukup 5,0
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 10 - 50 4 45 % 2 Sawah 5 3,40 Rawan 9
2084 > 45 Cukup 0,5
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 10 - 50 4 % 1 Pertanian lahan kering 4 3,05 Rawan 2

96
2084 0-8 Cukup 0,5
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 < 10 5 % 5 Pertanian lahan kering 4 3,95 Rawan 3
2084 8 - 15 Cukup 1,0
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 < 10 5 % 4 Pertanian lahan kering 4 3,75 Rawan 9
2084 8 - 15 Cukup 0,3
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 < 10 5 % 4 Sawah 5 3,90 Rawan 9
2084 15 - Cukup 1,7
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 < 10 5 25 % 3 Pertanian lahan kering 4 3,55 Rawan 5
2084 15 - Cukup 0,2
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 < 10 5 25 % 3 Sawah 5 3,70 Rawan 2
2084 25 - Cukup 6,6
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 < 10 5 45 % 2 Pertanian lahan kering 4 3,35 Rawan 0
2084 25 - Cukup 0,5
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 < 10 5 45 % 2 Sawah 5 3,50 Rawan 1
2084 > 45 Cukup 0,2
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 < 10 5 % 1 Pertanian lahan kering 4 3,15 Rawan 0
2084 0-8 Cukup 0,0
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 10 - 50 4 % 5 Sawah 5 4,00 Rawan 6
2084 8 - 15 Cukup 0,9
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 10 - 50 4 % 4 Sawah 5 3,80 Rawan 2
2084 15 - Cukup 3,8
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 10 - 50 4 25 % 3 Sawah 5 3,60 Rawan 6
2084 25 - Cukup 1,3
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 10 - 50 4 45 % 2 Sawah 5 3,40 Rawan 3
2084 8 - 15 Cukup 0,0
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 < 10 5 % 4 Pertanian lahan kering 4 3,75 Rawan 8
2084 8 - 15 Cukup 0,9
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 < 10 5 % 4 Sawah 5 3,90 Rawan 6
2084 15 - Cukup 0,5
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 < 10 5 25 % 3 Pertanian lahan kering 4 3,55 Rawan 9
2084 15 - Cukup 1,9
0,62 - 1,44 4 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 < 10 5 25 % 3 Sawah 5 3,70 Rawan 0
2084 25 - Cukup 7,7
< 0,62 5 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 < 10 5 45 % 2 Sawah 5 3,60 Rawan 8
2084 > 45 Cukup 6,8
< 0,62 5 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 < 10 5 % 1 Pertanian lahan kering 4 3,25 Rawan 1
2084 > 45 Cukup 1,1
< 0,62 5 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Aluvial 5 < 10 5 % 1 Sawah 5 3,40 Rawan 3
2084 0-8 Cukup 3,7
< 0,62 5 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Latosol 3 10 - 50 4 % 5 Pertanian lahan kering 4 3,55 Rawan 0
2084 8 - 15 Cukup 8,9
< 0,62 5 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Latosol 3 10 - 50 4 % 4 Pertanian lahan kering 4 3,35 Rawan 9
2084 15 - Cukup 7,3
< 0,62 5 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Latosol 3 10 - 50 4 25 % 3 Pertanian lahan kering 4 3,15 Rawan 1
2084 25 - Cukup 10,
< 0,62 5 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Latosol 3 10 - 50 4 45 % 2 Pertanian lahan kering 4 2,95 Rawan 18
2084 > 45 Cukup 0,3
< 0,62 5 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Latosol 3 10 - 50 4 % 1 Pertanian lahan kering 4 2,75 Rawan 0
2084 0-8 Cukup 1,0
< 0,62 5 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Latosol 3 10 - 50 4 % 5 Permukiman 4 3,55 Rawan 4
2084 0-8 Cukup 12,
< 0,62 5 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Latosol 3 10 - 50 4 % 5 Pertanian lahan kering 4 3,55 Rawan 23
2084 0-8 Cukup 26,
< 0,62 5 0,00 0,00 0,00 0,00 ,00 3 0 Latosol 3 10 - 50 4 % 5 Sawah 5 3,70 Rawan 69

97
Kegiatan : Survei Data Penelitian di Instansi Terkait (BPBD)

Waktu : Rabu, 9 Juni 2021

98

Anda mungkin juga menyukai