Anda di halaman 1dari 87

PENENTUAN PRIORITAS RUANG TERBUKA HIJAU

BERDASARKAN PENDEKATAN SUHU PERMUKAAN DI BWK V


KOTA SEMARANG

PROYEK AKHIR

Oleh:
LORENTIUS MALTA SABIAN
40030318060042

PROGRAM STUDI DIPLOMA III


PERENCANAAN TATA RUANG WILAYAH DAN KOTA
DEPARTEMEN SIPIL DAN PERENCANAAN
SEKOLAH VOKASI
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2021
PENENTUAN PRIORITAS RUANG TERBUKA HIJAU
BERDASARKAN PENDEKATAN SUHU PERMUKAAN DI BWK V
KOTA SEMARANG

PROYEK AKHIR

Oleh:
LORENTIUS MALTA SABIAN
40030318060042

PROGRAM STUDI DIPLOMA III


PERENCANAAN TATA RUANG WILAYAH DAN KOTA
DEPARTEMEN SIPIL DAN PERENCANAAN
SEKOLAH VOKASI
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2021
PENENTUAN PRIORITAS RUANG TERBUKA HIJAU
BERDASARKAN PENDEKATAN SUHU PERMUKAAN DI BWK V
KOTA SEMARANG

Proyek Akhir diajukan kepada


Program Studi Diploma III Perencanaan Tata Ruang Wilayah dan Kota
Sekolah Vokasi Universitas Diponegoro

Oleh:
LORENTIUS MALTA SABIAN
40030318060042

Diajukan pada
Sidang Ujian Proyek Akhir
30 September 2021

Dinyatakan Lulus / Tidak Lulus


Ahli Madya Teknik Perencanaan Tata Ruang Wilayah dan Kota

Dr. Ir. Jawoto Sih Setyono, MDP Pembimbing :

Pangi, ST, MT Penguji :

Disahkan untuk dikumpulkan pada


Hari Senin, 4 Oktober 2021

Mengetahui,
Ketua Program Studi Diploma III
Perencanaan Tata Ruang Wilayah dan Kota

Khristiana Dwi Astuti, S.T, M.T


NIP. 198101252012122001

ii
ABSTRAK

Kecamatan Gayamsari dan Kecamatan Pedurungan merupakan Bagian Wilayah Kota V di


Kota semarang yang ditetapkan dalam RTRW Kota Semarang Tahun 2011-2031 sebagai salah satu
wilayah yang dikembangkan untuk Kawasan Perumahan dengan kepadatan tinggi. Maka hal tersebut
akan menyebabkan peningkatan jumlah penduduk dan lahan terbangun. Berkurangnya ruang terbuka
hijau tersebut akan berdampak pada peningkatan suhu permukaan di BWK V Kota Semarang. Oleh
karena itu dibutuhkan adanya penambahan ruang terbuka hijau atau koefisien dasar hijau guna
menurunkan peningkatan suhu permukaan.
Tujuan dari laporan proyek akhir ini adalah menentukan lokasi/tempat yang menjadi prioritas
pengembangan ruang terbuka hijau di BWK V Kota Semarang dengan menggunakan
konsep/pendekatan suhu permukaan. Analisis prioritas ruang terbuka hijau memperhatikan faktor
kerapatan vegetasi, suhu permukaan dan kepadatan penduduk. Dalam penelitian ini digunakan
metode analisis spasial. Analisis spasial digunakan untuk overlay dan scoring antar variabel yang
diperoleh melalui data hasil penginderaan jarak jauh dan telaah dokumen (data sekunder) untuk
analisis penentuan area prioritas penyediaan ruang terbuka hijau (RTH).
Faktor penentuan prioritas RTH di BWK V Kota Semarang mengidentifikasikan bahwa
kerapatan vegetasi didominasi dengan kerapatan hijau sangat rendah dengan luas 1389,72 Ha atau
48,92% dari total luas wilayah. Identifikasi mengenai faktor suhu permukaan didominasi dengan suhu
normal seluas 2292,43 Ha, namun wilayah dengan suhu tinggi cukup luas sebesar 542,82 Ha.
Sedangkan untuk faktor kepadatan penduduk, hampir seluruh kelurahan di BWK V Kota Semarang
termasuk dalam kategori sangat padat. Kelurahan Penggaron Kidul merupakan satu-satunya
kelurahan dengan kepadatan penduduk kategori padat. Ketiga variabel tersebut kemudian dilakukan
analisis overlay dan skoring sehingga menghasilkan persebaran area prioritas ruang terbuka hijau di
BWK V Kota Semarang. Prioritas pertama ruang terbuka hijau memiliki luas 540,13 Ha yang
didominasi dengan penggunaan lahan berupa permukiman sebesar 499,90 Ha. Sedangkan luas
penggunaan lahan terbangun lainnya memiliki luas total sebesar 38,07 Ha. Prioritas kedua ruang
terbuka hijau merupakan area berprioritas terbesar di BWK V Kota semarang dengan luas 1539,52
Ha. Penggunaan lahan permukimannya memiliki luas 1357,68 Ha atau 88,98% dari luas total area
prioritas kedua sedangkan jumlah luas jenis penggunaan lahan terbangun lainnya mencapai 100,95
Ha. Dari analisis ini dapat diketahui mengenai persebaran lokasi atau area prioritas ruang terbuka
hijau di BWK V Kota Semarang dan hampir seluruh area berprioritas merupakan penggunaan lahan
permukiman.
Kata kunci : area prioritas, kepadatan penduduk, kerapatan vegetasi, penggunaan lahan, RTH,
suhu permukaan

iii
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan Laporan Proyek Akhir yang
berjudul “Penentuan Prioritas Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Pendekatan Suhu
Permukaan di BWK V Kota Semarang”. Maksud dan tujuan dari penulisan Laporan Proyek
Akhir ini untuk memenuhi mata kuliah Proyek Akhir sebagai salah satu syarat kelulusan
jenjang pendidikan di Program Studi Diploma III Perencanaan Tata Ruang Wilayah dan
Kota. Dalam proses penyusunan Laporan Proyek Akhir ini dapat terselesaikan dengan baik
karena bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih
setulus-tulusnya kepada semua pihak yang telah ikut serta membantu dan berkontribusi
dalam penyusunan Laporan Proyek Akhir ini. Saya mengucapkan terima kasih kepada:
1. Allah SWT yang telah memberi kemudahan dan kelancaran dalam penyusunan
Laporan Proyek Akhir ini.
2. Ibu Khristiana Dwi Astuti, S.T, M.T. selaku Ketua Program Studi Diploma III
Perencanaan Tata Ruang Wilayah dan Kota Universitas Diponegoro.
3. Bapak Dr. Ir. Jawoto Sih Setyono, MDP selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan arahan, saran, masukan, dan semangat dalam penyusunan.
4. Orang tua saya tercinta yang senantiasa memberikan dukungan, semangat dan doa
sehingga penyusunan Laporan Proyek Akhir ini dapat terselesaikan dengan baik.
5. Dea Damayanti Safitri yang selalu memberi semangat, masukan dan senantiasa
menjadi tempat bertanya dalam penyusunan Laporan Proyek Akhir.
6. Teman-teman Angkatan 2018 DIII Perencanaan Tata Ru ang Wilayah dan Kota
Angkatan 2018 yang telah memberikan semangat dan sebagai tempat bertukar
pikiran.
Selain itu, saya menyadari bahwa Laporan Proyek Akhir ini masih belum sempurna
dan terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, saya mengharapkan adanya kritik dan
saran yang bersifat membangun dari pembaca supaya dapat menjadi pembelajaran untuk
Laporan Proyek Akhir dan kemajuan dimasa mendatang.

Semarang, 30 September 2021

Lorentius Malta Sabian

iv
DAFTAR ISI

ABSTRAK .......................................................................................................................... iii

KATA PENGANTAR...........................................................................................................iv

DAFTAR ISI ....................................................................................................................... v

DAFTAR TABEL............................................................................................................... viii

DAFTAR GAMBAR.............................................................................................................ix

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1

1. 1 Latar Belakang......................................................................................................... 1

1. 2 Perumusan Masalah ................................................................................................ 3

1. 3 Tujuan dan Sasaran ................................................................................................. 3

1. 3. 1 Tujuan.............................................................................................................. 3

1. 3. 2 Sasaran ........................................................................................................... 4

1. 4 Ruang Lingkup......................................................................................................... 4

1. 4. 1 Ruang Lingkup Wilayah .................................................................................... 4

1. 4. 2 Ruang Lingkup Substansi................................................................................. 4

1. 5 Kerangka Pemikiran................................................................................................. 7

1. 6 Sistematika Pembahasan ......................................................................................... 9

BAB II KAJIAN LITERATUR............................................................................................ 10

2. 1 Literatur ................................................................................................................. 10

2. 1. 1 Suhu Permukaan............................................................................................ 10

2. 1. 2 Ruang Terbuka Hijau...................................................................................... 10

2. 1. 3 Kerapatan Vegetasi ........................................................................................ 13

v
2. 1. 4 Kepadatan Penduduk Mempengaruhi Suhu Permukaan.................................. 14

2. 1. 5 Penggunaan Lahan ........................................................................................ 15

2. 1. 6 Jenis Penggunaan Lahan ............................................................................... 15

2. 1. 7 Penggunaan Lahan Berkaitan dengan Suhu Permukaan................................. 18

2. 1. 8 Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis ....................................... 18

2. 2 Metode Analisis ..................................................................................................... 19

2. 2. 1 Metode Pengumpulan Data ............................................................................ 19

2. 2. 2 Metode Analisis Data...................................................................................... 21

2. 2. 3 Teknik Analisis Data ....................................................................................... 22

BAB III KARAKTERISTIK BWK V KOTA SEMARANG.................................................... 29

3. 1 Fisik Alam .............................................................................................................. 29

3. 1. 1 Kemiringan Lereng ......................................................................................... 29

3. 1. 2 Jenis Batuan .................................................................................................. 30

3. 1. 3 Litologi ........................................................................................................... 31

3. 1. 4 Klimatologi ..................................................................................................... 32

3. 2 Penggunaan Lahan................................................................................................ 37

3. 3 Demografi.............................................................................................................. 39

3. 3. 1 Jumlah Penduduk........................................................................................... 39

3. 3. 2 Kepadatan penduduk ..................................................................................... 41

BAB IV ANALISIS PENENTUAN AREA PRIORITAS RUANG TERBUKA HIJAU ............ 44

4. 1 Analisis Kerapatan Vegetasi Sebagai Faktor Penentuan Prioritas RTH ................... 44

4. 2 Analisis Suhu Permukaan (LST) Sebagai Faktor Penentuan Prioritas RTH ............. 47

4. 3 Analisis Kepadatan Penduduk Sebagai Faktor Penentuan Prioritas RTH ................ 49

4. 4 Analisis Penentuan Area Prioritas Ruang Terbuka Hijau di BWK V Kota Semarang. 53

vi
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI................................................................... 62

5. 1 Kesimpulan............................................................................................................ 62

5. 2 Rekomendasi......................................................................................................... 63

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 65

LAMPIRAN....................................................................................................................... 68

vii
DAFTAR TABEL

Tabel II-1 : Klasifikasi Jenis Penggunaan Lahan................................................................ 16


Tabel II-2 : Data Yang Digunakan Untuk Analisis .............................................................. 20
Tabel II-3 : Kelas Kerapatan Vegetasi ............................................................................... 22
Tabel II-4 : Klasifikasi Suhu Rata-Rata Indonesia .............................................................. 25
Tabel II-5 : Klasifikasi Kepadatan Penduduk ..................................................................... 26
Tabel II-6 : Kriteria Penentuan Prioritas RTH..................................................................... 26
Tabel II-7 : Klasifikasi Prioritas RTH.................................................................................. 28
Tabel III-1 : Kelerengan Menurut Kelurahan di BWK V Kota Semarang.............................. 29
Tabel III-2 : Jenis Batuan Menurut Kelurahan di BWK V Kota Semarang ........................... 30
Tabel III-3 : Jenis Tanah Menurut Kelurahan di BWK V Kota Semarang ............................ 31
Tabel III-4 : Luas Penggunaan Lahan di BWK V Kota Semarang Tahun 2020.................... 37
Tabel III-5 : Jumlah Penduduk di BWK V Kota Semarang Tahun 2019 .............................. 40
Tabel III-6 : Kepadatan Penduduk di BWK V Kota Semarang ............................................ 41
Tabel IV-1 : Klasifikasi Kerapatan Vegetasi di BWK V Kota Semarang .............................. 44
Tabel IV-2 : Skoring Kerapatan Vegetasi di BWK V Kota Semarang .................................. 45
Tabel IV-3 : Klasifikasi Suhu Permukaan di BWK V Kota Semarang .................................. 47
Tabel IV-4 : Skoring Suhu Permukaan di BWK V Kota Semarang...................................... 47
Tabel IV-5 : Klasifikasi Kepadatan Penduduk di BWK V Kota Semarang Tahun 2019 ........ 49
Tabel IV-6 : Skoring Kepadatan Penduduk di BWK V Kota Semarang ............................... 50
Tabel IV-7 : Klasifikasi Prioritas RTH di BWK V Kota Semarang ........................................ 53
Tabel IV-8 : Penggunaan Lahan Prioritas Pertama di BWK V Kota Semarang ................... 55
Tabel IV-9 : Penggunaan Lahan Prioritas Kedua di BWK V Kota Semarang ...................... 58

viii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 : Peta Administrasi BWK V Kota Semarang ..................................................... 6


Gambar 1.2 : Kerangka Pikir ............................................................................................... 8
Gambar 2.1 : Tipologi Ruang Terbuka Hijau...................................................................... 11
Gambar 2.2 : Perbandingan Penyerapan dan Pemantulan Cahaya Tampak dan Inframerah
Dekat oleh Vegetasi Sehat (kiri) dan Vegetasi Kurang Sehat/Jarang Vegetasi (kanan) ...... 14
Gambar 2.3 : Kerangka Analisis........................................................................................ 21
Gambar 3.1 : Peta Kelerengan BWK V Kota Semarang..................................................... 33
Gambar 3.2 : Jenis Batuan di BWK V Kota Semarang....................................................... 34
Gambar 3.3 : Jenis Tanah di BWK V Kota Semarang ........................................................ 35
Gambar 3.4 : Curah Hujan di BWK V Kota Semarang ....................................................... 36
Gambar 3.5 : Peta Penggunaan Lahan di BWK V Kota Semarang Tahun 2020 ................. 38
Gambar 3.6 : Jumlah Penduduk di Kota Semarang Tahun 2019 ........................................ 39
Gambar 3.7 : Grafik Jumlah Penduduk di BWK V Kota Semarang Tahun 2019.................. 41
Gambar 3.8 : Grafik Kepadatan Penduduk di BWK V Kota Semarang ............................... 42
Gambar 3.9 : Peta Kepadatan Penduduk di BWK V Kota Semarang.................................. 43
Gambar 4.1 : Peta Kerapatan Vegetasi BWK V Kota Semarang Tahun 2020..................... 46
Gambar 4.2 : Peta Suhu Permukaan BWK V Kota Semarang Tahun 2020 ........................ 48
Gambar 4.3 : Peta Kepadatan Penduduk BWK V Kota Semarang Tahun 2019 .................. 52
Gambar 4.4 : Peta Prioritas Ruang Terbuka Hijau BWK V Kota Semarang ........................ 54
Gambar 4.5 : Peta Prioritas Ruang Terbuka Hijau Pertama di BWK V Kota Semarang....... 56
Gambar 4.6 : Peta Penggunaan Lahan Prioritas Pertama di BWK V Kota Semarang ......... 57
Gambar 4.7 : Peta Prioritas Ruang Terbuka Hijau Kedua di BWK V Kota Semarang......... 59
Gambar 4.8 : Peta Penggunaan Lahan Prioritas Kedua di BWK V Kota Semarang ............ 60
Gambar 0.1 : Radian Spektral Band 10 BWK V Kota Semarang ........................................ 69
Gambar 0.2 : Brightness Temperature BWK V Kota Semarang ......................................... 70
Gambar 0.3 : Proportion Vegetation BWK V Kota Semarang ............................................. 71
Gambar 0.4 : Emissivity BWK V Kota Semarang ............................................................... 72

ix
BAB I
PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang
Pemanasan global merupakan salah satu hal yang penting untuk dikaji karena
berdampak serius terhadap kehidupan manusia akibat dari peningkatan kegiatan manusia
berkaitan dengan alih fungsi lahan dan penggunaan bahan bakar fosil. Pemanasan global
merupakan peristiwa peningkatan suhu rata-rata bumi akibat dari Efek Rumah Kaca yang
mengakumulasi panas di atmosfer. Efek Rumah Kaca timbul karena radiasi sinar
matahari yang terperangkap akibat tertutupnya atmosfer oleh gas-gas rumah kaca yang
timbul dari pembakaran bahan bakar fosil seperti gas karbon dioksida (CO2). Hal tersebut
kemudian akan menimbulkan fenomena peningkatan suhu permukaan bumi. Menurut
laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) ditahun 2007 diketahui
bahwa terjadi peningkatan suhu permukaan bumi dengan rata-rata kenaikan hingga 2-3
°C setiap tahun (I.P.O.C.C., 2007 dalam Maru, 2017). Menghadapi perubahan iklim terkait
peningkatan suhu, Pemerintah Indonesia menciptakan dan mengembangkan peraturan
yang mengarah pembangunan berkelanjutan guna mengatasi masalah tersebut. Berbagai
peraturan yang diciptakan seperti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun
2004 Tentang Pengesahan Kyoto Protocol to the United Nations Framework Convention
on Climate Change (Protokol Kyoto atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-
Bangsa Tentang Perubahan Iklim) dan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang. Undang-undang penataan ruang mengatur tentang besarnya presentasi
ruang terbuka hijau pada kawasan perkotaan sebagai salah satu bentuk preventif dan
represif mengurangi kenaikan suhu permukaan tersebut.

Kota Semarang merupakan kota dengan penduduk terbanyak dibandingkan kota


dan kabupaten lainnya di Provinsi Jawa Tengah. Berdasarkan data BPS, jumlah
penduduk di Kota Semarang pada tahun 2019 mencapai 1.814.110 jiwa. Kota Semarang
dibagi menjadi 10 Bagian Wilayah Kota atau biasa disebut dengan BWK yang memiliki
berbagai rencana pengembangan fungsi utama sesuai dengan karakter pada masing -
masing wilayah. Menurut Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 1 Tahun 1999 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang, salah satu dari rencana pengembangan
fungsi tersebut yaitu pemanfaatan sebagai pemukiman campuran (perdagangan dan jasa
perkantoran) serta agrobase industri pada Bagian Wilayah Kota V Kota Semarang. BWK

1
V Kota Semarang sendiri meliputi Kecamatan Gayamsari dan Kecamatan Pedurungan.
Dalam menjalankan fungsi rencana tersebut akan terjadi pengembangan kota seiring
waktu berjalan. Menurut Huda & Irfandi, (2016) bahwa pengembangan kota yang
merubah tata guna lahannya dari permukaan tanah menjadi permukaan dengan material
(beton dan aspal) akan dengan mudah menyerap dan menyimpan panas matahari.
Perubahan menjadi kawasan terbangun seperti pemukiman, perdagangan dan jasa tentu
mengakibatkan peningkatan suhu udara. Wilayah pada permukiman tentu akan
menghadapi peningkatan suhu permukaan yang lebih tinggi daripada wilayah yang
memiliki kawasan hijau yang tinggi.

Menurut data BPS, terjadi peningkatan suhu di Kota Semarang pada bulan
September 2017 dengan suhu udara maksimum di Kota Semarang adalah 33,7℃ dan
meningkat menjadi 34,8℃ pada bulan September 2019. Salah satu solusi yang dapat
dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan pembangunan ruang terbuka
hijau. Permen PU No 5 tahun 2008 menyatakan bahwa fungsi ekologis maupun
tambahan RTH diantaranya sebagai pengatur iklim mikro agar sistem sirkulasi udara dan
air secara alami dapat berlangsung lancar serta dapat meningkatkan kenyamanan,
memperindah lingkungan kota baik dari skala mikro maupun makro. Pada suatu kota
telah ditentukan luasan dari RTH yang dibutuhkan seperti yang tertulis pada Undang-
Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang pada pasal 29 telah
mengamanatkan bahwa 30% dari wilayah kota/kawasan perkotaan harus berwujud ruang
terbuka hijau (RTH), dengan komposisi 20% RTH Publik dan 10% RTH Privat.

Menurut hasil penelitian, Kota Semarang pada tahun 2009 memiliki jumlah
penduduk sebanyak 1.506.924 jiwa dengan luas RTH mencapai 23.146,70 ha dari luas
kota, yang kemudian pada tahun 2012 terjadi peningkatan jumlah penduduk menjadi
1.559.198 jiwa disertai perubahan luas RTH menjadi 17.149,902 ha. Hal tersebut
menunjukan adanya peningkatan jumlah penduduk yang diikuti dengan adanya depresiasi
lahan RTH seiring waktu. Berdasarkan BPS Kota Semarang, BWK V Kota Semarang
mengalami peningkatan jumlah penduduk dalam kurun waktu 5 tahun. Pada tahun 2015,
BWK V Kota Semarang memiliki jumlah penduduk sebanyak 252.394 jiwa yang kemudian
ditahun 2019 menjadi 266.140 jiwa atau mengalami pertambahan penduduk sebanyak
13.746 jiwa. Sebagai Bagian Wilayah Kota Semarang yang memiliki rencana
pengembangan kawasan perumahan dengan kepadatan tinggi, tentu perlu
diseimbangkan dengan penyediaan ruang terbuka hijau. Maka untuk menjaga
kenyamanan suhu termal dalam masyrakat, dibutuhkan prioritas lahan yang

2
diperuntukkan untuk RTH. Penentuan area prioritas tersebut dilakukan melalui integrasi
antara data penginderaan jauh, sistem informasi geografi, dan peruntukkannya sesuai
dengan RTRW Kota Semarang.

1. 2 Perumusan Masalah
Pada RTRW Kota Semarang Tahun 2011-2031 disebutkan bahwa BWK V menjadi
salah satu wilayah yang dikembangkan sebagai Kawasan Perumahan dengan kepadatan
tinggi. Dalam mendukung dan menjalankan fungsi tersebut, tentu berdampak pada
pertumbuhan jumlah penduduk serta peningkatan kebutuhan tempat tinggal. Peningkatan
kebutuhan lahan terbangun tersebut akan mengambil alih fungsi dari lahan yang memiliki
fungsi ekologis disekitarnya. Hal tersebut menyebabkan keberadaan ruang terbuka hijau
akan berkurang mengingat pentingnya ruang terbuka hijau bagi masyarakat dan menjadi
salah satu aspek dalam mempengaruhi suhu disekitar kota. Menurut Undang-Undang
Penataan Ruang Nomor 26 Tahun 2007, luas RTH minimalnya adalah 30% dari luas
wilayah Kawasan Perkotaan. Pada faktanya ditahun 2017 masih terdapat beberapa
kecamatan di Kota Semarang yang luasan RTH nya kurang dari 30% seperti Kecamatan
Pedurungan dan Kecamatan Gayamsari sebagai suatu Bagian Wilayah Kota V Kota
Semarang (Sudarwani & Ekaputra, 2017). Untuk mengetahui wilayah yang memiliki
tingkat vegetasi yang rendah maka diperlukan analisis kerapatan vegetasi pada BWK V
Kota Semarang. Kemudian suhu permukaan di BWK V Kota Semarang diperlukan untuk
mengetahui persebarannya. Lahan terbuka yang berubah menjadi lahan terbangun
dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk sehingga dapat diketahui berdasarkan
perbandingan tingginya jumlah penduduk dengan luas wilayah yang sama dengan
kepadatan penduduk. Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan
permasalahan mengenai letak lokasi-lokasi yang menjadi area prioritas RTH untuk
menjaga ketersediaan RTH BWK V Kota Semarang secara spasial dengan
memperhatikan faktor kerapatan vegetasi, suhu permukaan dan kepadatan penduduk di
BWK V Kota Semarang.

1. 3 Tujuan dan Sasaran


1. 3. 1 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan lokasi/tempat yang menjadi prioritas
pengembangan ruang terbuka hijau di Kota Semarang dengan menggunakan
konsep/metode/pendekatan suhu permukaan, khususnya di BWK V Kota Semarang

3
dengan memperhatikan faktor kerapatan vegetasi, suhu permukaan dan kepadatan
penduduk.

1. 3. 2 Sasaran
Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam rangka untuk mencapai tujuan tersebut
diantaranya adalah :

1. Mengidentifikasi tingkat kerapatan vegetasi di BWK V Kota Semarang;


2. Mengidentifkasi distribusi suhu permukaan di BWK V Kota Semarang;
3. Mengidentifikasi tingkat kepadatan penduduk di BWK V Kota Semarang;
4. Menyusun prioritas ruang terbuka hijau di BWK V Kota Semarang;
5. Mengidentifikasi persebaran penggunaan lahan berdasarkan area prioritas RTH di
BWK V Kota Semarang.

1. 4 Ruang Lingkup
1. 4. 1 Ruang Lingkup Wilayah
Ruang lingkup wilayah pada penelitian merupakan Bagian Wilayah Kota V Kota
Semarang yang terdiri dari Kecamatan Gayamsari dan Kecamatan Pedurungan. Secara
administratif Kecamatan Gayamsari terdiri dari 7 kelurahan, 62 RW dan 444 RT.
Sedangkan Kecamatan Pedurungan terdiri dari 12 kelurahan, 154 RW dan 1.168 RT.
Adapun BWK V Kota Semarang berbatasan langsung dengan:

- Sebelah Utara : Kecamatan Genuk dan Kecamatan Semarang Utara

- Sebelah Timur : Kabupaten Demak

- Sebelah Selatan : Kecamatan Semarang Selatan dan Kecamatan Tembalang

- Sebelah Barat : Kecamatan Semarang Timur

1. 4. 2 Ruang Lingkup Substansi


Ruang lingkup substansi yang termuat pada laporan proyek akhir ini yaitu
membahas mengenai penentuan area prioritas ruang terbuka hijau berdasarkan
pendekatan suhu permukaan di BWK V Kota Semarang. Substansi yang termuat yaitu
meliputi pembahasan mengenai identifikasi terhadap distribusi suhu permukaan dengan
menggunakan analisis Land Surface Temperature (LST) pada tahun 2020 di aplikasi
ArcGIS. Kemudian membahas mengenai identifikasi nilai indeks kerapatan vegetasi pada
tahun 2020 dengan analisis NDVI menggunakan aplikasi Arcgis dan identifikasi

4
kepadatan penduduk pada tahun 2019 menggunakan data sekunder yang tersedia. Hasil
dari ketiga analisis tersebut digunakan sebagai acuan untuk mengidentifikasi area
berprioritas RTH di BWK V Kota Semarang. Setelah didapatkan area prioritas RTH,
kemudian akan digabungkan dengan penggunaan lahan pada tahun 2020 sehingga dapat
mengetahui persebaran penggunaan lahan berdasarkan prioritas ruang terbuka hijau di
BWK V Kota Semarang.

5
Sumber: Olah Data, 2021

Gambar 1.1
Peta Administrasi BWK V Kota Semarang
6
1. 5 Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran adalah diagram yang menjelaskan mengenai sebagian besar
alur dari sebuah penelitian. Didasari dengan adanya latar belakang bahwa terjadinya
pertumbuhan penduduk menyebabkan lahan terbangun yang semakin meningkat
sehingga dapat berdampak pada kenaikan suhu permukaan di BWK V Kota Semarang.
Maka diperlukan suatu penyelesaian dengan menentukan lokasi yang menjadi prioritas
RTH dan untuk mengidentifikasi persebaran tersebut dilakukan analisis penentuan
prioritas ruang terbuka hijau di BWK V Kota Semarang. Untuk menentukan area
berprioritas maka digunakan beberapa variabel berkaitan dengan faktor yang
mempengaruhi kenaikan suhu permukaan. Faktor pertama yaitu kerapatan vegetasi
dimana dalam mengidentifikasi tingkat kehijauan disuatu wilayah diperlukan analisis
kerapatan vegetasi. Faktor kedua adalah suhu permukaan dimana sangat berkaitan
dengan fenomena kenaikan suhu permukaan. Kemudian faktor ketiga sebagai faktor
terakhir adalah kepadatan penduduk yang merupakan perbandingan dari jumlah
penduduk dengan luas wilayah. Meningkatnya jumlah penduduk dan luas wilayah yang
tetap, akan meningkat kepadatan penduduk yang tentu berpengaruh terhadap
peningkatan lahan terbangun serta kenaikan suhu permukaan di BWK V Kota Semarang.

Tahap selanjutnya adalah pengumpulan data dari variabel terkait berupa data
spasial yaitu citra satelit Landsat 8 yang diunduh pada website resmi USGS EarthExplorer
dan peta digital RTRW Kota Semarang Tahun 2011-2031. Citra Satelit Landsat 8
digunakan untuk mengidentifikasi faktor kerapatan vegetasi dan suhu permukaan
sedangkan peta digital untuk identifikasi penggunaan lahan. Kepadatan penduduk
diidentifikasi melalui telaah dokumen BPS Kota Semarang yang kemudian diolah menjadi
peta. Faktor kerapatan vegetasi, suhu permukaan dan kepadatan penduduk kemudian
dianalisis dengan metode skoring dan overlay sehingga didapatkan peta area prioritas
ruang terbuka hijau di BWK V Kota Semarang. Selanjutnya dilakukan overlay antara peta
prioritas tersebut dengan penggunaan lahan sehingga dapat mengidentifikasi persebaran
penggunaan lahan berdasarkan area berprioritas di BWK V Kota Semarang. Terakhir
adalah memberikan kesimpulan dari analisis yang telah dilakukan serta rekomendasi
untuk keperluan analisis dimasa mendatang. Bagan kerangka pemikiran dapat dilihat
pada Gambar 1.2.

7
Sumber: Hasil analisis, 2021

Gambar 1.2
Kerangka Pikir

8
1. 6 Sistematika Pembahasan
Adapun sistematika pembahasan laporan proyek akhir ini yang terdiri dari 5 (lima)
bab, meliputi :

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini membahas terkait pentingnya studi ini untuk dilakukan. Bab I berisi
mengenai latar belakang, perumusan masalah, tujuan, sasaran, ruang lingkup, kerangka
pemikiran, dan sistematika pembahasan.

BAB II KAJIAN LITERATUR

Bab ini membahas mengenai kajian teori dan metode-metode yang akan dilakukan
serta pengumpulan data secara sekunder baik data dalam angka atau spasial. Bab II
berisi mengenai literatur dan metode analisis.

BAB III KARAKTERISTIK BWK V KOTA SEMARANG

Adapun pembahasan pada bab ini yaitu mengenai kondisi eksisting dari BWK V
Kota Semarang. Bab 3 berisi mengenai kondisi fisik alam, penggunaan lahan dan
demografi.

BAB IV ANALISIS

Bab ini menjelaskan mengenai hasil dan penjabaran analisisi penentuan prioritas
ruang terbuka hijau berdasarkan pendekatan suhu permukaan yang kemudian dapat
ditentukan kesimpulan dari hasil analisis tersebut.

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Bab ini memuat penjabaran mengenai kesimpulan dari hasil penelitian beserta
dengan rekomendasi yang dapat diberikan terhadap wilayah studi untuk mencapai kondisi
atau tujuan yang diharapkan.

9
BAB II
KAJIAN LITERATUR

2. 1 Literatur
Literatur berisi mengenai referensi materi dari aspek-aspek yang dibahas dan
dapat menjadi pedoman untuk keperluan analisis.

2. 1. 1 Suhu Permukaan
Suhu permukaan menjadi parameter utama untuk neraca energi pada permukaan
dan merupakan parameter penting secara klimatologis. Suhu permukaan dapat
mengendalikan fluks energi dari gelombang panjang yang terpantul bumi kemudian
kembali ke atmosfer. Suhu permukaan memiliki keterkaitan penting terhadap parameter
permukaan yang lainnya, seperti kondisi dan tingkat penutupan vegetasi, albedo dan
kelembaban permukaan (Voogt, 1996, dalam Zulkarnain, 2016). Suhu permukaan
merupakan rata-rata suhu jenis permukaan pada setiap piksel, yang kemudia dihitung
dengan tutupan bobotnya (Kerr et al., 1992 dalam Fatimah, 2012). Hasil dari pengukuran
termal data satelit dapat dimanfaatkan untuk pemetaan pola/distribusi suhu permukaan
dalam skala waktu dan spasial lebih luas. Suhu permukaan pada wilayah bervegetasi,
secara tidak langsung dipengaruhi oleh ketersediaan air pada zona perakaran dan
dipengaruhi secara langsung oleh peristiwa evapotranspirasi.

Sebagai bagian wilayah kota yang semakin bertumbuh seiring dengan fungsi
pengembangannya akan mengalami perubahan lahan menjadi suatu bangunan, jalan dan
infrastruktur dimana menggantikan lahan terbuka serta vegetasi. Permukaan tanah yang
berubah menjadi beton, aspal dan sebagainya mampu menyerap dan menyimpan panas
matahari yang kemudian dilepaskan kembali ke udara sehingga menyebabkan suhu
permukaan naik (Huda & Irfandi, 2016). Hal tersebut dapat menyebabkan adanya
fenomena urban heat island (UHI) akibat perbedaan tinggi suhu antara daerah perkotaan
yang memiliki lahan terbangun tinggi dengan daerah pedesaan yang lebih rendah lahan
terbangunnya.

2. 1. 2 Ruang Terbuka Hijau


Ruang terbuka hijau (RTH) merupakan elemen penting dari suatu kawasan
perkotaan dan dalam fungsi keseimbangan ekosistem. Disebutkan dalam Permen PU No.
05/PRT/M/2008 dan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 bahwa ruang terbuka hijau

10
adalah ruang terbuka yang mempunyai peran sebagai penyeimbang antara daerah
terbangun dengan daerah terbuka. Ruang terbuka hijau merupakan area memanjang/jalur
dan atau mengelompok, yang penggunannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh
tanaman, baik yang tumbuh tanaman secara alamiah maupun yang secara sengaja
ditanam. Pada peraturan menteri tersebut mengatur mengenai ketentuan tentang
penyediaan, pemanfaatan serta tipologi ruang terbuka hijau.

Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 05/PRT/M/2008

Gambar 2.1
Tipologi Ruang Terbuka Hijau

Jenis RTH berdasarkan kepemilikan dibagi menjadi dua yaitu RTH publik dan RTH
privat sebagaimana tertulis pada RTRW Kota Semarang tahun 2011-2031. Berdasarkan
RTRW Kota Semarang tahun 2011-2031, RTH privat meliputi ruang terbuka hijau
pekarangan dan ruang terbuka hijau halaman perkantoran, pertokoan, dan tempat usaha.
Sedangkan RTH publik meliputi ruang terbuka hijau taman dan hutan kota, ruang terbuka
hijau jalur hijau jalan dan ruang terbuka hijau fungsi tertentu. RTH memiliki vegetasi yang
dapat memberikan kesejukan terhadap daerah perkotaan dengan suhu tinggi akibat
pantulan panas matahari yang berasal dari lahan terbangun. Vegetasi tersebut dapat
mengendalikan lingkungan termal melalui mekanisme evapotranspiation (proses
penguapan air dari daun ke udara) yang dapat mempercepat pendinginan permukaan
daun yang juga berakibat pada penurunan temperatur udara (Wonorahardjo, Edward, &
Tedja, 2007). Menurut Permen PU No 05/PRT/M/2008, RTH memiliki beberapa fungsi
utama salah satunya sebagai fungsi ekologis.

11
1. Memberi jaminan pengadaan RTH menjadi bagian dari sistem sirkulasi udara (paru-
paru kota);
2. Pengatur iklim mikro agar sistem sirkulasi udara dan air secara alami dapat
berlangsung lancar;
3. Sebagai peneduh;
4. Produsen oksigen;
5. Penyedia habitat satwa;
6. Penyerap air hujan, polutan media udara, air dan tanah, serta;
7. Penahan angin.

Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 05/PRT/M/2008 dalam


Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan
memiliki beberapa manfaat RTH berdasarkan fungsinya.

1. Manfaat Langsung ( dalam pengertian cepat dan bersifat tangible), yaitu membentuk
keindahan dan kenyamanan (teduh, segar, sejuk) dan mendapatkan bahan-bahan
untuk dijual (kayu, daun, bunga, buah);
2. Manfaat tidak langsung (berjangka panjang dan bersifat intangible), yaitu pembersih
udara yang sangat efektif, pemeliharaan akan kelangsungan persediaan air tanah,
pelestarian fungsi lingkungan beserta segala isi flora dan fauna yang ada (konservasi
hayati atau keanekaragaman hayati).

Menurut RPJMD Kota Semarang tahun 2016-2021, pengembangan lokasi RTH


perlu dilakukan pada wilayah perkotaan yang memiliki ketersediaan RTH rendah dan
pada kawasan lindung sebagai peningkatan pengelolaan dalam aspek peningkatan
kualitas serta penyediaan RTH. Ruang terbuka hijau pada kota atau RTH kota merupakan
bagian kota yang tidak terbangun sehingga memiliki fungsi sebagai penunjang
kesejahteraan, keamanan dan peningkatan kualitas lingkungan serta pelestarian alam.
Dalam mengimplementasikan peningkatan kualitas dan kuantitas RTH, diperlukan lokasi
yang strategis dan representatif untuk skala perkotaan. Hal tersebut perlu diperhatikan
karena kegiatan pembangunan RTH hanya akan menjadi stimulus untuk keberlanjutan
dan keberlangsungan pemenuhan luasan RTH pada masa yang akan datang. Penentuan
lokasi prioritas pembangunan RTH perlu ditetapkan melalui SK Walikota agar
berkekuatan hukum. Menurut Sudarwani & Ekaputra (2017, kriteria lokasi yang strategis
untuk pengembangan dalam konteks Kota Hijau, meliputi:

1. Berada pada pusat kegiatan sosial dan ekonomi di kota/kawasan perkotaan


2. Status lahan milik pemerintah daerah

12
3. Dekat terhadap pusat kegiatan masyarakat kota, serta dapat digunakan untuk
umum/publik
4. Aplikasi pembangunan pada 1 (satu) lokasi dengan luasan minimal 5.000 m2 atau
pada 2 (dua) lokasi yang dihubungkan dengan koridor penghubung 'hijau' (seperti
jalur sepeda, jalur vegetasi, atau bentuk lain)
5. Komposisi Ruang Hijau (Softcape) : Perkerasan (Hardscape) = min. 70% : max.30%
berupa material ramah lingkungan (direkomendasikan dapat menyerap air)
6. Mudah diakses oleh publik/umum (berdekatan dengan prasarana dan sarana
transportasi umum)
7. Dapat berupa lokasi yang menjadi landmark kota seperti: situ, sempadan sungai,
hutan kota, taman kota.

2. 1. 3 Kerapatan Vegetasi
Kerapatan vegetasi atau yang biasa disebut dengan Normalized Difference
Vegetation Index (NDVI) merupakan suatu pengukur salah satu indeks yang
menunjukkan tingkat kehijauan vegetasi suatu wilayah. Semakin rapat suatu vegetasi
maka semakin baik kondisi kehijauan vegetasi tersebut yang berfungsi sebagai peneduh
dan penghasil oksigen. Kerapatan vegetasi yang dimaksud adalah vegetasi yang berada
di permukiman. Semakin rapat vegetasi maka tingkat kesejukan dan kenyamanan tempat
tinggalnya juga makin tinggi (Sutanto, G. dan Totok Gunawan, 1981 dalam Syaifudin B.A,
2018).Apabila suatu objek dipermukaan bumi terkena sinar matahari, maka panjang
gelombang tertentu yang dihasilkan oleh spektrum akan terserap sedangkan panjang
gelombang yang lain akan dipantulkan kembali. Pigmen klorofil yang ada pada daun
tanaman, akan menyerap cahaya tampak (dengan panjang gelombang antara 0,4 – 0,7
μm) dan digunakan sebagai proses fotosintesis. Sedangkan untuk cahaya inframerah
dekat (panjang gelombang: 0,7 – 1,1 μm) akan dipantulkan dengan kuat oleh struktur sel
daun. Sehingga dapat diketahui bahwa semakin banyak daun yang dimiliki oleh tanaman,
maka akan semakin banyak pula panjang gelombang cahaya yang akan terpengaruh
(NASA, 2015 dalam Zulkarnain, 2016).

13
Sumber: Zulkarnain, 2016

Gambar 2.2
Perbandingan Penyerapan dan Pemantulan Cahaya Tampak dan Inframerah Dekat
oleh Vegetasi Sehat (kiri) dan Vegetasi Kurang Sehat/Jarang Vegetasi (kanan)

NDVI dapat dihitung melalui inframerah dekat dan cahaya tampak yang
dipantulkan oleh vegetasi. Apabila vegetasi tersebut sehat maka akan menyerap
sebagian besar cahaya yang mengenai dan akan memantulkan kembali sebagian besar
dari cahaya inframerah dekat (kiri). Sedangkan untuk vegetasi yang tidak sehat ataupun
jarang vegetasi, akan lebih banyak memantulkan cahaya tampak dan lebih sedikit cahaya
inframerah dekat (kanan). Nilai indeks vegetasi mempunyai kisaran indeks antara -1,0
sampai dengan +1,0. Namun kisaran yang menggambarkan kehijauan vegetasi
sebenarnya adalah nilai indeks antara +0,1 sampai dengan +0,6. Indeks vegetasi yang
tinggi menunjukan vegetasi yang rapat.

2. 1. 4 Kepadatan Penduduk Mempengaruhi Suhu Permukaan


Kepadatan penduduk merupakan perbandingan antara jumlah penduduk dengan
luas wilayah. Semakin tinggi jumlah penduduk dan semakin kecil luas wilayah maka

14
kepadatan penduduk akan semakin tinggi begitu juga sebaliknya. Hal tersebut akan
menimbulkan tekanan penduduk terhadap ketersediaan lahan, karena jumlah penduduk
terus meningkat tetapi luas lahan tetap (Muta’ali, 2012 dalam Hamdani & Susanti, 2019).
Ketersediaan lahan akan permukiman sebagai tempat tinggal akan terus bertambah
sehingga dibutuhkan lahan baru yang memiliki fungsi ekologis untuk dialih fungsikan.
Kawasan terbangun tersebut akan berdampak langsung pada peningkatan suhu
permukaan. Kepadatan penduduk yang semakin tinggi juga dapat menimbulkan
degradasi lingkungan atau pencemaran seperti pencemaran udara yang meningkat akibat
peningkatan penggunaan energi pada suatu wilayah yang akan menghasilkan emisi gas
CO2 lebih tinggi.

2. 1. 5 Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan merupakan campur tangan manusia baik secara permanen
atau periodik terhadap lahan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan, baik kebutuhan
kebendaan, spiritual maupun gabungan keduanya (Malingreau, 1978 dalam Lestari &
Arsyad, 2018). Dengan adanya pertumbuhan penduduk dari waktu ke waktu akan
berpengaruh terhadap bentuk fisik dari suatu lahan akibat peningkatan aktivitas
penduduk. Sehingga akan tercipta beragam jenis penggunaan lahan sesuai dengan
kebutuhan manusia dalam beraktivitas di wilayah tersebut. Dapat diketahui bahwa lahan
merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia, karena lahan sebagai
tempat manusia melakukan segala aktivitasnya.

2. 1. 6 Jenis Penggunaan Lahan


Klasifikasi penggunaan lahan dibedakan berdasarkan kondisi fisik wilayah dan
bentuk pemanfaatan sebagai ruang pembangunan (Setiawan & Rudiarto, 2016). Terdapat
beberapa kelas klasifikasi penggunaan lahan yaitu permukiman, perdagangan, pertanian,
industri, jasa, rekreasi, ibadah dan lainnya (Sutanto, 1977 dalam Setiawan & Rudiarto,
2016). Sedangkan klasifikasi penggunaan lahan berdasarkan BSN (2014) dibagi menjadi
9 kelas yaitu pasir pantai, sawah, kebun campuran, tubuh air, hutan, ladang/tegalan,
semak belukar, perkebunan, dan lahan terbangun (Bayusukmara, Barus, & Fauzi, 2019).
Berdasarkan pada Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial Nomor 3 Tahun 2016
tentang Spesifikasi Teknis Penyajian Peta Desa, jenis penggunaan lahan sebagai unsur
pada peta penggunaan lahan dapat dilihat pada Tabel II-1.

15
Tabel II-1
Klasifikasi Jenis Penggunaan Lahan

No. Unsur Tipe Pengertian Simbol


Segala bentuk dan struktur bangunan yang menunjukkan
1 Bangunan Tempat Tinggal Area
rumah tempat tinggal
Kawasan yang difungsikan untuk pengembangan kegiatan
pelayanan pemerintahan dan tempat bekerja/berusaha,
2 Perkantoran Area
tempat berusaha, dilengkapi dengan fasilitas umum/sosial
pendukungnya
Kawasan yang dikembangkan untuk sarana pendidikan
dasar sampai dengan pendidikan tinggi, pendidikan formal
3 Pendidikan Area
dan informal, serta dikembangkan secara horizontal dan
vertikal
Kawasan yang berfungsi sebagai sarana kesehatan
dengan hierarki dan skala pelayanan yang disesuaikan
4 Kesehatan Area
dengan jumlah penduduk yang akan dilayani yang
dikembangkan secara horizontal dan vertikal

Kawasan yang dikembangkan untuk aktivitas


5 Perdagangan dan Jasa Area
perdagangan barang dan jasa

Pertahanan dan Kawasan yang difungsikan untuk menjamin kegiatan dan


6 Area
Keamanan pengembangan bidang pertahanan dan keamanan seperti

16
No. Unsur Tipe Pengertian Simbol
kantor, instalasi hankam, termasuk tempat latihan baik
pada tingkat nasional, Kodam, Korem, Koramil
Jaringan prasarana (pendukung) transportasi yang
7 Transportasi Area diperuntukkan untuk lalulintas berbagai jenis kendaraan
bermotor
Kawasan yang berfungsi untuk menampung sarana
8 Peribadatan Area ibadah dengan hierarki dan skala pelayanan yang
disesuaikan dengan jumlah penduduk

Kawasan yang berfungsi untuk menunjang aktivitas


9 Olahraga Area
olahraga

Tempat Kawasan yang berfungsi untuk kegiatan pariwisata baik


10 Area
menarik/Pariwisata alam, buatan, maupun budaya

11 Pemakaman Area Area yang difungsikan untuk pemakaman

Arahan yang diusahakan, termasuk tanah kosong, adang


12 Rumput Area
rumput, ilalang, savana dengan sedikit pohon
Sumber: Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial Nomor 3 Tahun 2016 tentang Spesifikasi Teknis Penyajian Peta Desa

17
2. 1. 7 Penggunaan Lahan Berkaitan dengan Suhu Permukaan
Menurut penelitian oleh Tursilowati (2002) terdapat keterkaitan hubungan antara
suhu permukaan dengan penutup lahan. Lingkungan urbanisasi dengan lahan terbangun
seperti jalan dan bangunan yang tinggi, memiliki albedo rendah dimana energi matahari
yang diterima atau diserap permukaan lebih banyak daripada energi yang dipantulkan
kembali ke atmosfer. Albedo adalah perbandingan tingkat sinar matahari yang diterima
permukaan bumi dengan yang dipantulkan kembali ke atmosfer. Berdasarkan hasil studi
Fatimah (2012) mengenai suhu permukaan daratan di Kota Surabaya, menunjukkan
bahwa suhu permukaan daratan berkorelasi negatif dengan kerapatan vegetasi.
Sebaliknya, suhu permukaan daratan berkorelasi positif dengan kerapatan bangunan.
Apabila suhu permukaan daratan semakin tinggi maka kerapatan bangunannya juga
semakin tinggi sedangkan kerapatan vegetasinya akan semakin rendah. Suhu permukaan
daratan yang rendah didapati pada wilayah dengan daerah pertanian lahan basah dan
pertanian lahan kering. Sedangkan daerah perkotaan yang semakin berkembang
menyebabkan luas RTH semakin berkurang dan bangunan perkotaan semakin padat
yang mengakibatkan terjadinya kenaikan temperatur lokal di dalam kota (Setyowati,
2008).

2. 1. 8 Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis


Penginderaan Jauh (remote sensing) adalah ilmu dan seni untuk memperoleh
informasi tentang suatu objek, daerah, atau fenomena, melalui analisis data yang
diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah, atau fenomena
yang dikaji (Sugandi, Somantri, & Sugito, 2009). Penginderaan jauh merupakan suatu
cara guna menganalisis sesuatu dalam bentuk spasial. Pemanfaatan menggunakan
penginderaan jauh sudah banyak dan membantu dalam menganalisis suatu ruang di
wilayah tertentu. Pengumpulan data penginderaan jauh dilakukan dengan menggunakan
alat pengindera disebut sensor. Sensor pengumpul data penginderaan jauh umumnya
dipasang dalam suatu platform yang berupa pesawat terbang atau satelit. Data
penginderaan jauh berupa citra (imagery). Data tersebut dapat dianalisis untuk
mendapatkan informasi tentang objek, daerah, atau fenomena yang diteliti. Proses
penerjemahan data penginderaan jauh menjadi informasi disebut interpretasi peta.

Sedangkan Sistem Informasi Geografis (SIG) atau Geographic Information System


(GIS) adalah suatu sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data yang
bereferensi spasial atau berkoordinat geografi atau dengan kata lain suatu SIG adalah
suatu sistem basisdata dengan kemampuan khusus untuk menangani data yang

18
bereferensi keruangan (spasial) bersamaan dengan seperangkat operasi kerja (Sugandi
et al., 2009). Sistem Informasi Geografis dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu sistem
manual (analog) dan sistem otomatis (berbasis digital). Dalam pengelolaannya dapat
diketahui perbedaan kedua sistem tersebut dimana sistem informasi manual menyatukan
atau kompilasi beberapa data seperti laporan statistik, peta, foto udara dan laporan
survey lapangan yang kemudian dianalisis secara manual tanpa komputer. Sedangkan
sistem informasi otomatis dikelola dengan proses digitasi menggunakan komputer
sebagai sistem pengolah data. Sumber data yang digunakan yaitu citra satelit dan foto
udara digital.

2. 2 Metode Analisis
Dalam penyusunan laporan ini, metode analisis dibagi menjadi 3 bagian yaitu
metode pengumpulan data, metode analisis data dan teknik analisis data sebagai berikut:

2. 2. 1 Metode Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data merupakan langkah dalam mendapatkan suatu data
sesuai dengan kebutuhan peneliti sebelum data tersebut diolah dan dianalisis. Berbagai
metode dalam mengumpulkan data dapat digunakan sesuai dengan sumber dan jenis
data yang akan diolah. Penelitian ini menggunakan metode teknik pengumpulan data
berupa data sekunder dari instansi/organisasi terkait. Metode pengumpulan data primer
berupa observasi ke lapangan tidak dilakukan pada penelitian ini karena kondisi pandemi
yang terjadi. Data sekunder tersebut telah tersedia oleh suatu instansi atau lembaga yang
kemudian dapat diakses secara publik. Data yang digunakan dalam penulisan Laporan
Proyek Akhir ini dapat dilihat pada Tabel II-2.

19
Tabel II-2
Data Yang Digunakan Untuk Analisis

Teknik
Jenis Bentuk
Aspek Data Nama Data Unit Data Tahun Sumber Data Pengumpulan
Data Data
Data
Peta Digital RTRW Kota
Kelerengan Kecamatan Sekunder Peta 2011 Semarang Tahun 2011- Telaah Peta
2031
Peta Digital RTRW Kota
Jenis Batuan Kecamatan Sekunder Peta 2011 Semarang Tahun 2011- Telaah Peta
2031
Fisik Alam
Peta Digital RTRW Kota
Jenis Tanah Kecamatan Sekunder Peta 2011 Semarang Tahun 2011- Telaah Peta
2031
Peta Digital RTRW Kota
Curah Hujan Kecamatan Sekunder Peta 2011 Semarang Tahun 2011- Telaah Peta
2031
Peta Digital RTRW Kota
2011
Penggunaan Semarang Tahun 2011-
Penggunaan Lahan Kecamatan Sekunder Peta dan Telaah Peta
Lahan 2031 dan Peta Rupa Bumi
2019
Tahun 2019
Jumlah Penduduk Kecamatan Sekunder Tabel 2020 BPS Kota Semarang Telaah Dokumen
Demografi
Kepadatan Penduduk Kecamatan Sekunder Tabel 2020 BPS Kota Semarang Telaah Dokumen
LST dan NDVI Citra Landsat 8 Kecamatan Sekunder Peta 2020 Earth Explore, USGS Telaah Peta
Sumber: Hasil Analisis, 2021

20
2. 2. 2 Metode Analisis Data
Setelah melakukan pengumpulan data, langkah selanjutnya yaitu menganalisis
data guna mengolah data yang sudah diperoleh menjadi sebuah informasi untuk
mencapai sasaran dan tujuan dari penulisan laporan proyek akhir ini. Metode analisis
yang digunakan dalam penyusunan laporan proyek akhir ini yaitu metode analisis spasial.
Dalam penelitian ini digunakan metode overlay dan scoring antar data variabel yang
diperoleh melalui data hasil penginderaan jarak jauh dan telaah dokumen (data sekunder)
untuk menentukan area prioritas penyedian Ruang Terbuka Hijau (RTH) di BWK V Kota
Semarang. Data hasil penginderaan jauh berupa tutupan lahan, tingkat suhu permukaan,
dan tingkat kerapatan vegetasi. Sedangkan data berdasarkan dokumen berupa tingkat
kepadatan penduduk yang kemudian diolah menjadi peta tematik dengan menggunakan
Sistem Informasi Geografis (SIG). Area prioritas untuk penyediaan RTH diperoleh melalui
beberapa tahapan analisis sebagai bahan pertimbangan pada penelitian. Tahapan
analisis tersebut diuraikan secara singkat dengan gambaran kerangka analisis yang
mencakup input data, proses dan output yang dihasilkan. Kerangka analisis secara
lengkap dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Sumber: Hasil Analisis, 2021

Gambar 2.3
Kerangka Analisis

21
2. 2. 3 Teknik Analisis Data
Langkah dalam penentuan lokasi prioritas penyediaan RTH di BWK V Kota
Semarang dilakukan melalui analisis 3 pendekatan faktor yaitu sebagai berikut:

1) Analisis Kerapatan Vegetasi sebagai faktor penentuan prioritas RTH


Faktor penentuan berdasarkan kerapatan vegetasi digunakan analisis Normalized
Difference Vegetation Index (NDVI) pada aplikasi penginderaan jauh ArcGis yang
kemudian akan dibagi menjadi 5 kelas klasifikasi berdasarkan peraturan. NDVI digunakan
untuk menentukan kerapatan vegetasi atau untuk mengetahu persebaran dari vegetasi itu
sendiri. Pengolahan NDVI menggunakan data Citra Landsat 8 Band 4 (Red) dan Band 5
(NIR) yang kemudian akan diolah menggunakan tools raster calculator dengan
menggunakan formula sebagai berikut:

NDVI = (NIR - R) / (NIR + R)

Sumber: https://earthobservatory.nasa.gov/features/MeasuringVegetation/measuring_vegetatio n_2.php

Dari hasil pengolahan tersebut akan didapatkan nilai indeks vegetasi dengan nilai
minimum sebesar -0,861224 hingga 0,922975. Nilai-nilai ini dikelompokkan kedalam 5
kelas menurut Peraturan Menteri Kehutanan RI nomor P.12/Menhut-II/2012.

Tabel II-3
Kelas Kerapatan Vegetasi

Kelas Nilai NDVI Kategori

1 -0,861224 s/d -0,03 Lahan tidak bervegetasi


2 -0,03 s/d 0,15 Kehijauan sangat rendah
3 0,15 s/d 0,25 Kehijauan rendah
4 0,25 s/d 0,35 Kehijauan sedang
5 0,35 s/d 0,922975 Kehijauan tinggi
Sumber: Peraturan Menteri Kehutanan RI nomor P.12/Menhut-II/2012

2) Analisis suhu permukaan sebagai faktor penentuan prioritas RTH


Faktor suhu permukaan didapatkan menggunakan analisis spasial LST pada
aplikasi penginderaan jauh ArcGis yang dapat mengidentifikasi panas permukaan bumi
dengan data Citra Landsat 8. Dalam analisis ini akan digunakan Band 10 yang kemudian
akan diolah menggunakan tools raster calculator. Pengolahan data untuk menghasilkan
LST dibagi menjadi 6 langkah yaitu konversi Digital Number ke dalam Radian Spektral,

22
konversi Radian Spektral ke Brightness Temperature, konversi suhu permukaan ke dalam
skala Celcius, Proportion Vegetation, Emissivity, dan Land Surface Temperature.

• Konversi Digital Number ke Radian Spektral


Mengkonversikan Digital Number ke dalam Radian Spektral bertujuan untuk
mengetahui nilai radiansi spektral (Lλ).

Sumber: Ningrum & Narulita, 2018

Keterangan:

ML = Radiance_Mult_band_x (metadata)

Qca = Quantized & calibrated (nilai DN band 10/11)

AL = Radiance_ADD_band_x (metadata)

Lα = Spectral Radiance

• Konversi Radian Spektral ke Brightness Temperature


Mengkonversikan Radian Spektral ke Brightness Temperature.

Sumber: Ningrum & Narulita, 2018

Keterangan:

Lλ = Radian Spektral

BT = Brightness Temperature

K1 = Konstanta Kalibrasi Spektral Radian K1 = Konstanta Kalibrasi Spektral Radian

K2 = Konstanta Kalibrasi Absolut Temperatur (K)

• Konversi suhu permukaan ke dalam skala Celcius


Mengkonversikan Radian Spektral ke Brightness Temperature.

T Celcius = T Kelvin – 273,15

Sumber: Ningrum & Narulita, 2018

23
Keterangan:

T = Suhu

• Proportion Vegetation
Proporsi vegetasi menunjukkan lokasi ketersediaan vegetasi sebagai aspek yang
di perlukan dalam menentukan tipe permukaan yang mampu menyerap maupun
memantulkan kembali radiasi sehingga berpengaruh pada besarnya suhu permukaan.

Sumber: Ningrum & Narulita, 2018

Keterangan:

PV = Propotion of Vegetation

NDVI = Normalized Difference Vegetation Index

NDVImax = Nilai NDVI terbesar dari range nilai NDVI

NDVImin = Nilai NDVI terkecil dari range nilai NDVI

• Emissivity
Emisivitas adalah besarnya pancaran radiasi kalor suatu benda dibandingkan
dengan benda hitam. Nilainya diantara 0 < e < 1.

e = (0,004Pv) + 0,986

Sumber: Ningrum & Narulita, 2018

Keterangan:

PV = Propotion of Vegetation

• Land Surface Temperature


Langkah terakhir untuk mendapatkan suhu permukaan adalah dengan mengolah
Land Surface Temperature (LST).

Sumber: Ningrum & Narulita, 2018

24
Keterangan:

LST = Land Surface Temperature

BT = Brightness Temperature

W = Panjang Gelombang Radians (Digital Number Band)

P = 14380 µk

h = Planck (6,626*10-34 Js)

s = Boltzman (1,38*10 -23 J/K)

c = Kecepatan Cahaya (2,998*10 8 m/s)

Kemudian hasil LST tersebut akan dibagi menjadi 3 kelas dengan menggunakan
klasifikasi suhu rata-rata di Indonesia. Klasifikasi suhu dapat dilihat pada tabel II-4.

Tabel II-4
Klasifikasi Suhu Rata-Rata Indonesia

Kelas LST Keterangan


1 20º - 24ºC Rendah
2 25º - 30ºC Normal
3 31º - 35ºC Tinggi
Sumber: Adeanti & Harist (2018)

3) Analisis kepadatan penduduk sebagai f aktor penentuan prioritas RTH


Aspek ketiga yang menjadi faktor penentuan prioritas RTH adalah kepadatan
penduduk. Data kepadatan penduduk didapatkan dari data BPS Kota Semarang yang
kemudian diidentifikasi kepadatan penduduk menggunakan unit terkecil yaitu kelurahan.
Kepadatan penduduk didapatkan dengan perbandingan antara jumlah penduduk disuatu
wilayah dengan luas wilayah tersebut.

KP = P/A

Sumber: https://sirusa.bps.go.id/sirusa/index.php/indikator/85

Keterangan:

KP = Kepadatan Penduduk

P = Jumlah Penduduk (jiwa)

25
A = Luas Wilayah (km²)

Data jumlah penduduk dan luas wilayah tersebut akan diolah sehingga
menghasilkan data kepadatan penduduk tiap kelurahan di BWK V Kota Semarang. Data
tersebut lalu dispasialkan ke dalam bentuk polygon dengan menggunakan aplikasi
penginderaan jauh ArcGIS. Data spasial tersebut kemudian diklasifikasi mejadi 5 kelas
tingkat kepadatan penduduk.

Tabel II-5
Klasifikasi Kepadatan Penduduk

No Kepadatan Penduduk Keterangan

1 ≤500 jiwa/km² Sangat Jarang


2 501 - 1500 jiwa/km² Jarang
3 1501 - 2500 jiwa/km² Sedang
4 2501 - 5000 jiwa/km² Padat
5 >5000 jiwa/km² Sangat Padat
Sumber : Arifah & Susetyo (2018)

4) Analisis penentuan prioritas Ruang Terbuka Hijau di BWK V Kota Semarang


Untuk menentukan prioritas Ruang Terbuka Hijau, analisa yang digunakan adalah
dengan menggunakan teknik overlay untuk menyatukan beberapa peta kemudian
menjumlahkan skor yang telah diberikan pada masing-masing faktor. Maka akan
dihasilkan kriteria penentuan prioritas RTH.

Tabel II-6
Kriteria Penentuan Prioritas RTH

No Indikator Keterangan Kriteria Skor

Rendah 20º - 24ºC 1

1 LST Normal 25º - 30ºC 3

Tinggi 31º - 35ºC 5

Kerapatan Vegetasi
2 Lahan tidak bervegetasi -0,861224 s/d -0,03 5
(NDVI)

26
No Indikator Keterangan Kriteria Skor

Kehijauan sangat rendah -0,03 s/d 0,15 4

Kehijauan rendah 0,15 s/d 0,25 3

Kehijauan sedang 0,25-0,35 2

Kehijauan tinggi 0,35-0,922975 1

Sangat jarang ≤500 jiwa/km² 1

Jarang 501 - 1500 jiwa/km² 2

3 Kepadatan Penduduk Sedang 1501 - 2500 jiwa/km² 3

Padat 2501 - 5000 jiwa/km² 4

Sangat padat >5000 jiwa/km² 5


Sumber: Hasil Analisis, 2021

Langkah terakhir setelah menjumlahkan skor yaitu menentukan jumlah kelas


prioritas dan di penentuan prioritas RTH di BWK V Kota Semarang dibagi menjadi 5 kelas
dimana 2 kelas tertinggi menjadi prioritas pertama dan prioritas kedua RTH di BWK V
Kota Semarang. Sedangkan untuk 3 kelas di bawahnya merupakan area non prioritas.
Kemudian untuk interval tiap kelas ditentukan dengan menggunakan jarak kelas.

Jarak Kelas = (Skor Tertinggi – Skor Terendah) / Jumlah Kelas

Jarak Kelas = (15-3) / 5

Jarak Kelas = 2,4

Sehingga dari jarak kelas tersebut akan menghasilkan klasifikasi penentuan


prioritas RTH di BWK V Kota Semarang. Klasifikasi prioritas Ruang Terbuka Hijau
tersebut dapat dilihat pada Tabel II-7.

27
Tabel II-7
Klasifikasi Prioritas RTH

No Skor Keterangan
1 3 – 5,4 Non Prioritas
2 5,4 – 7,8 Non Prioritas
3 7,8 – 10,2 Non Prioritas
4 10,2 – 12,6 Prioritas Kedua
5 12,6 - 15 Prioritas Pertama
Sumber: Penulis, 2021

Hasil overlay area prioritas Ruang Terbuka Hijau di BWK V Kota Semarang
tersebut yang menjadi output dari analisis ini. Kemudian dilakukan overlay dengan
penggunaan lahan pada BWK V Kota Semarang untuk mengetahui jenis penggunaan
lahan pada kondisi eksisting terhadap area berprioritas maupun tidak berprioritas. Hasil
tersebut akan menghasilkan kesimpulan dan rekomendasi untuk keperluan analisis pada
masa yang akan datang.

28
BAB III
KARAKTERISTIK BWK V KOTA SEMARANG

3. 1 Fisik Alam
3. 1. 1 Kemiringan Lereng
Kemiringan lereng merupakan sudut yang terbentuk akibat dari perbedaan
ketinggian permukaan tanah antara bidang tanah dengan bidang horizontal dan umumnya
dihitung dalam persentase (%). Berdasarkan RPJPD Kota Semarang Tahun 2005-2025,
Kota Semarang dibagi menjadi 4 jenis kelerengan dan untuk BWK V Kota Semarang yang
terdiri dari Kecamatan Pedurungan dan Kecamatan Gayamsari memiliki satu jenis
kelerengan yaitu lereng I (0-2%). Sedangkan untuk ketinggian BWK V Kota Semarang
berada pada 4 hingga 7 meter dpl (di atas permukaan laut). Berdasarkan gambaran
mengenai ketinggian dan kemiringan lereng tersebut dapat diketahui bahwa BWK V Kota
Semarang berada pada daerah yang datar sehingga sangat berpotensial untuk
dikembangkan menjadi lahan terbangun. Perkembangan tersebut dapat diperuntukkan
sebagai lahan permukiman, sarana maupun industri. Peta mengenai topografi BWK V
Kota Semarang dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Tabel III-1
Kelerengan Menurut Kelurahan di BWK V Kota Semarang

Kecamatan Kelurahan Kelerengan Kategori


Gemah 0-2 % Datar
Pedurungan Kidul 0-2 % Datar
Plamongansari 0-2 % Datar
Penggaron Kidul 0-2 % Datar
Pedurungan Lor 0-2 % Datar
Tlogomulyo 0-2 % Datar
Pedurungan
Pedurungan Tengah 0-2 % Datar
Palebon 0-2 % Datar
Kalicari 0-2 % Datar
Tlogosari Kulon 0-2 % Datar
Tlogosari Wetan 0-2 % Datar
Muktiharjo Kidul 0-2 % Datar
Pandean Lamper 0-2 % Datar
Gayamsari Gayamsari 0-2 % Datar
Siwalan 0-2 % Datar

29
Kecamatan Kelurahan Kelerengan Kategori
Sambirejo 0-2 % Datar
Sawahbesar 0-2 % Datar
Kaligawe 0-2 % Datar
Tambakrejo 0-2 % Datar
Sumber: RPJPD Kota Semarang Tahun 2005-2025

3. 1. 2 Jenis Batuan
Batuan adalah suatu benda padat dimana terdiri dari satu atau gabungan
beberapa mieral-mineral. Jenis batuan yang terdapat di BWK V Kota Semarang yaitu
Endapan Permukaan Alluvium dan Batuan Vulkanik. Jenis batuan yang mendominasi
adalah Endapan Permukaan Alluvium. Alluvium merupakan endapan berasal dari
alluvium pantai, sungai, dan danau. Sehingga dapat dipahami bahwa BWK V Kota
Semarang didominasi dengan Endapan Alluvium karena wilayahnya yang dekat dengan
laut serta dilalui oleh aliran sungai khususnya Banjir Kanal Timur dimana jenis batuan
tersebut terbawa oleh aliran air dan mengendap di dataran yang lebih rendah . Alluvium
terdiri dari lempung, kerikil, pasir halus, pasir, atau butir batuan lain sehingga mudah
untuk diolah dan cocok untuk pertanian. Sedangkan untuk Batuan Vulkanik hanya
terdapat di Kelurahan Pedurungan Kidul yang hanya memiliki luas yang sangat kecil. Peta
jenis batuan BWK V Kota Semarang dapat dilihat pada Gambar 3.2.

Tabel III-2
Jenis Batuan Menurut Kelurahan di BWK V Kota Semarang

Kecamatan Kelurahan Jenis Batuan


Gemah Endapan Permukaan Alluvium
Pedurungan Kidul Batuan Vulkanik dan Endapan Permukaan Alluvium
Plamongansari Endapan Permukaan Alluvium
Penggaron Kidul Endapan Permukaan Alluvium
Pedurungan Lor Endapan Permukaan Alluvium
Tlogomulyo Endapan Permukaan Alluvium
Pedurungan
Pedurungan Tengah Endapan Permukaan Alluvium
Palebon Endapan Permukaan Alluvium
Kalicari Endapan Permukaan Alluvium
Tlogosari Kulon Endapan Permukaan Alluvium
Tlogosari Wetan Endapan Permukaan Alluvium
Muktiharjo Kidul Endapan Permukaan Alluvium
Pandean Lamper Endapan Permukaan Alluvium
Gayamsari Endapan Permukaan Alluvium
Gayamsari
Siwalan Endapan Permukaan Alluvium
Sambirejo Endapan Permukaan Alluvium

30
Kecamatan Kelurahan Jenis Batuan
Sawahbesar Endapan Permukaan Alluvium
Kaligawe Endapan Permukaan Alluvium
Tambakrejo Endapan Permukaan Alluvium
Sumber: RTRW Kota Semarang tahun 2011-2031

3. 1. 3 Litologi
Litologi merupakan aspek fisik yang membahas berkaitan dengan batuan dan jenis
tanah. Pada BWK V Kota Semarang terdapat jenis tanah Aluvial, Asosiasi Aluvial Kelabu
dan Gerosol. Tanah aluvial adalah tanah yang berasal dari endapan lumpur yang dibawa
sungai. Sedangkan tanah gerosol adalah tanah yang berasal dari material gunung api.
Tanah berjenis Asosiasi Aluvial Kelabu mendominasi pada sebagian besar wilayah BWK
V Kota Semarang dimana hanya Kelurahan Tambakrejo yang tidak terdapat tanah jenis
ini. Untuk Kelurahan Tambakrejo dan sebagian wilayah dari Kelurahan Kaligawe memiliki
tanah berjenis Aluvial. Pada umumnya endapan aluvial terjadi di aliran air, sungai,
maupun laut. Oleh karena itu, jenis tanah Aluvial dan Asosiasi Aluvial Kelabu
mendominasi pada BWK V Kota Semarang. Tanah Aluvial serta Asosiasi Aluvial Kelabu
memiliki kelebihan untuk lahan pertanian karena mudah untuk dilakukan irigasi, mudah
untuk diolah sebagai lahan pertanian serta dapat menyerap air dengan maksimal. Tanah
Gerosol terdapat di bagian selatan Kelurahan Pedurungan Kidul dan Kelurahan
Plamongansari. Tanah Gerosol memiliki karakteristik dan kelebihan yang hampir sama
dengan tanah Aluvial dimana cocok untuk pertanian. Hal tersebut dikarenakan tanah
Gerosol cenderung gembur, kaya unsur hara serta memiliki kemampuan menyerap air
yang tinggi. Persebaran jenis tanah di BWK V Kota Semarang dapat dilihat pada Tabel III-
3 dan Gambar 3.3.

Tabel III-3
Jenis Tanah Menurut Kelurahan di BWK V Kota Semarang

Kecamatan Kelurahan Jenis Tanah


Gemah Asosiasi Aluvial Kelabu
Pedurungan Kidul Asosiasi Aluvial Kelabu dan Gerosol
Plamongansari Asosiasi Aluvial Kelabu dan Gerosol
Penggaron Kidul Asosiasi Aluvial Kelabu
Pedurungan Lor Asosiasi Aluvial Kelabu
Pedurungan
Tlogomulyo Asosiasi Aluvial Kelabu
Pedurungan Tengah Asosiasi Aluvial Kelabu
Palebon Asosiasi Aluvial Kelabu
Kalicari Asosiasi Aluvial Kelabu
Tlogosari Kulon Asosiasi Aluvial Kelabu

31
Kecamatan Kelurahan Jenis Tanah
Tlogosari Wetan Asosiasi Aluvial Kelabu
Muktiharjo Kidul Asosiasi Aluvial Kelabu
Pandean Lamper Asosiasi Aluvial Kelabu
Gayamsari Asosiasi Aluvial Kelabu
Siwalan Asosiasi Aluvial Kelabu
Gayamsari Sambirejo Asosiasi Aluvial Kelabu
Sawahbesar Asosiasi Aluvial Kelabu
Kaligawe Aluvial dan Asosiasi Aluvial Kelabu
Tambakrejo Aluvial
Sumber: RTRW Kota Semarang tahun 2011-2031

3. 1. 4 Klimatologi
Klimatologi adalah ilmu yang membahas d an menerangkan tentang iklim,
bagaimana iklim dapat berbeda pada suatu tempat dengan tempat lainnya dan
bagaimana kaitan antara iklim dan manusia (Prayogo, 2014). Kondisi klimatologi pada
BWK V Kota Semarang menurut peta digital RTRW Kota Semarang Tahun 2011-2031
yaitu berupa curah hujan rata-rata sebesar 27,7 – 34,8 mm/tahun. Curah hujan tersebut
merata di seluruh wilayah BWK V Kota Semarang. Tinggi rendahnya curah hujan dapat
menjadi penentu fungsi kawasan karena dengan data curah hujan dapat menentukan
karakteristik serta potensi sumber daya yang ada pada suatu wilayah (Asmirawati, n.d.).
Peta curah hujan dapat dilihat pada Gambar 3.4.

32
Sumber: RTRW Kota Semarang tahun 2011-2031
Gambar 3.1
Peta Kelerengan BWK V Kota Semarang

33
Sumber: RTRW Kota Semarang tahun 2011-2031
Gambar 3.2
Jenis Batuan di BWK V Kota Semarang

34
Sumber: RTRW Kota Semarang tahun 2011-2031
Gambar 3.3
Jenis Tanah di BWK V Kota Semarang
35
Sumber: RTRW Kota Semarang tahun 2011-2031
Gambar 3.4
Curah Hujan di BWK V Kota Semarang

36
3. 2 Penggunaan Lahan
Tata guna lahan merupakan sebuah pemanfaatan dan penataan lahan yang
disesuaikan dengan kondisi eksisting alam di suatu wilayah. Untuk mendapatkan peta
penggunaan lahan pada tahun 2020, dilakukan pengolahan terlebih dahulu dengan
mendigitasi peta digital RTRW Kota Semarang Tahun 2011-2031 dengan citra resolusi
tinggi tahun 2020. Sehingga didapatkan penggunaan lahan di BWK V Kota Semarang
tahun 2020. Luas penggunaan lahan di BWK V Kota Semarang dapat dilihat pada Tabel
III-5.

Tabel III-4
Luas Penggunaan Lahan di BWK V Kota Semarang Tahun 2020

No Penggunaan Lahan Luas (ha)


1 Industri dan Pergudangan 85,78
2 Kesehatan 7,35
3 Pariwisata 9,76
4 Pendidikan 8,32
5 Perdagangan dan Jasa 64,91
6 Peribadatan 11,72
7 Perkantoran 4,36
8 Permukiman 2399,54
9 Ruang Terbuka Hijau 246,30
10 Tambak 1,43
11 Transportasi 1,08
Jumlah 2840,55
Sumber: Olah Data,, 2021

Dapat diketahui bahwa BWK V Kota Semarang didominasi oleh penggunaan lahan
permukiman seluas 2399,54 atau 84,47% dari seluruh total wilayah. Total luas lahan
terbangun pada BWK V Kota Semarang meliputi penggunaan lahan permukiman,
pariwisata, industri dan pergudangan, kesehatan, pendidikan, peribadatan, perdagangan
dan jasa, perkantoran dan transportasi adalah 2592,82 Ha atau 91,27% dari luas total
wilayah. Sedangkan pada BWK V Kota Semarang, luas Ruang Terbuka Hijau hanya
246,30 Ha atau 8,67% dari luas total wilayah. Hal ini menunjukan bahwa RTH berada
dibawah 30% dari total luas wilayah sesuai dengan peraturan RTH yang berlaku. Lahan
terbangun berupa bangunan yang tinggi, memiliki albedo rendah dimana energi matahari
yang diterima atau diserap permukaan lebih banyak daripada energi yang dipantulkan
kembali ke atmosfer. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya kenaikan temperatur lokal di
dalam kota. Sehingga dengan tingginya lahan terbangun pada BWK V Kota Semarang
berpotensi menjadi salah satu penyebab dalam kenaikan suhu permukaan.

37
Sumber: Olah Data. 2021
Gambar 3.5
Peta Penggunaan Lahan di BWK V Kota Semarang Tahun 2020

38
3. 3 Demografi
3. 3. 1 Jumlah Penduduk
Pada tahun 2019 Kota Semarang memiliki jumlah penduduk sebanyak 1.814.110
jiwa. Tercata bahwa jumlah penduduk di Kecamatan Pedurungan memiliki jumlah
terbanyak berdasarkan BPS Kota Semarang Tahun 2020. Sedangkan Kecamatan
Gayamsari termasuk kecamatan dengan jumlah penduduk yang rendah dibandingkan
dengan kecamatan lainnya. Perbandingan tingkat jumlah penduduk di Kota Semarang
tahun 2019 dapat dilihat pada Gambar 3.6.

Sumber: BPS Kota Semarang Tahun 2020

Gambar 3.6
Jumlah Penduduk di Kota Semarang Tahun 2019
Berdasarkan BPS Kecamatan Pedurungan Dalam Angka 2020, jumlah penduduk
pada 2020 Kecamatan Pedurungan sebanyak 192.424 jiwa. Sedangkan berdasarkan
Kecamatan Gayamsari Dalam Angka 2020, Kecamatan Gayamsari memiliki penduduk
sebanyak 73.716 jiwa. Sehingga BWK V Kota Semarang memiliki penduduk berjumlah
266.140 jiwa dimana dalam jumlah ini terbagi dalam jenis kelamin laki - laki dan
perempuan. Tingginya jumlah penduduk tersebut tentu akan mempengaruhi berbagai
aspek di suatu wilayah termasuk permintaan lahan akibat kebutuhan tempat tinggal oleh
penduduk di BWK V Kota Semarang.

39
Tabel III-5
Jumlah Penduduk di BWK V Kota Semarang Tahun 2019
Penduduk Jumlah
No Kecamatan Kelurahan
(ribu) Penduduk (ribu)
1 Gemah 15.861
2 Pedurungan Kidul 14447
3 Plamongansari 14330
4 Penggaron Kidul 7202
5 Pedurungan Lor 9438
6 Tlogomulyo 15719
Pedurungan 192.424
7 Pedurungan Tengah 15763
8 Palebon 15023
9 Kalicari 9509
10 Tlogosari Kulon 32733
11 Tlogosari Wetan 8936
12 Muktiharjo Kidul 33463
13 Pandean Lamper 15035
14 Gayamsari 12385
15 Siwalan 8425
16 Gayamsari Sambirejo 8201 73716
17 Sawahbesar 9081
18 Kaligawe 10562
19 Tambakrejo 10027
Jumlah 266.140 266.140
Sumber: BPS Kecamatan Pedurungan Dalam Angka 2020, Kecamatan Gayamsari Dalam Angka 2020

Sumber: BPS Kecamatan Pedurungan Dalam Angka 2020, Kecamatan Gayamsari Dalam Angka 2020

40
Gambar 3.7
Grafik Jumlah Penduduk di BWK V Kota Semarang Tahun 2019

3. 3. 2 Kepadatan penduduk
Kepadatan penduduk dapat dihitung dengan rumus perbandingan antara jumlah
penduduk tiap tahun dibagi dengan luas wilayah, dimana setiap satuan luas dihuni per
satuan jiwa. Pada BWK V Kota Semarang, kepadatan penduduk tertinggi ada di
Kelurahan Siwalan sebesar 25.530 jiwa/km². Kelurahan Siwalan memiliki luas wilayah
terkecil dibanding kelurahan lain di BWK V Kota Semarang dengan luas hanya 0,33 km².
Sedangkan kepadatan penduduk terendah di Kelurahan Penggaron Kidul sebesar 3.583
jiwa/km² dengan luas wilayah sebesar 2,01 km². Luas dan peta kepadatan penduduk di
BWK V Kota Semarang tahun 2019 dapat dilihat pada Tabel III-6 dan Gambar 3.9.

Tabel III-6
Kepadatan Penduduk di BWK V Kota Semarang
Luas Jumlah Kepadatan
No Kecamatan Kelurahan Wilayah Penduduk Penduduk
(km²) (ribu) (jiwa/km²)
1 Gemah 1,01 15.861 15704
2 Pedurungan Kidul 1,80 14447 8026
3 Plamongansari 2,35 14330 6098
4 Penggaron Kidul 2,01 7202 3583
5 Pedurungan Lor 1,36 9438 6940
6 Tlogomulyo 1,94 15719 8103
Pedurungan
7 Pedurungan Tengah 1,89 15763 8340
8 Palebon 1,47 15023 10220
9 Kalicari 0,80 9509 11886
10 Tlogosari Kulon 2,80 32733 11690
11 Tlogosari Wetan 1,25 8936 7149
12 Muktiharjo Kidul 2,04 33463 16403
13 Pandean Lamper 0,93 15035 16167
14 Gayamsari 0,93 12385 13317
15 Gayamsari Siwalan 0,33 8425 25530
16 Sambirejo 1,17 8201 7009
17 Sawahbesar 0,48 9081 18919

41
Luas Jumlah Kepadatan
No Kecamatan Kelurahan Wilayah Penduduk Penduduk
(km²) (ribu) (jiwa/km²)
18 Kaligawe 0,66 10562 16003
19 Tambakrejo 0,75 10027 13369
Jumlah 25,97 266.140
Sumber: BPS Kecamatan Pedurungan Dalam Angka 2020, Kecamatan Gayamsari Dalam Angka 2020

Sumber: BPS Kecamatan Pedurungan Dalam Angka 2020, Kecamatan Gayamsari Dalam Angka 2020

Gambar 3.8
Grafik Kepadatan Penduduk di BWK V Kota Semarang

42
Sumber: BPS Kecamatan Pedurungan Dalam Angka 2020, Kecamatan Gayamsari Dalam Angka 2020
Gambar 3.9
Peta Kepadatan Penduduk di BWK V Kota Semarang

43
BAB IV
ANALISIS PENENTUAN AREA PRIORITAS RUANG TERBUKA HIJAU

4. 1 Analisis Kerapatan Vegetasi Sebagai Faktor Penentuan Prioritas RTH


Kerapatan Vegetasi didapatkan dengan metode perhitungan NDVI menggunakan
Citra Landsat 8. Kerapatan vegetasi menjadi salah satu indeks yang menunjukkan tingkat
kehijauan vegetasi suatu wilayah. Sehinga semakin rapat suatu vegetasi maka semakin
baik kondisi kehijauan vegetasi tersebut yang berfungsi sebagai peneduh dan penghasil
oksigen. Apabila nilai indeks kehijauan semakin tinggi atau vegetasi yang rapat, maka
tingkat kesejukan serta kenyamanan tempat tinggalnya juga semakin tinggi. Maka dalam
menentukan prioritas RTH, area yang memiliki kehijauan sangat rendah perlu
diprioritaskan untuk penambahan RTH atau KDH di wilayah tersebut. Berdasarkan hasil
perhitungan, BWK V Kota Semarang memiliki nilai indeks vegetasi minimum sebesar -
0,084312871 dan maksimum sebesar 0,52672267 dari skala indeks NDVI -1 hingga 1.
Nilai-nilai tersebut diklasifikasikan berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan RI nomor
P.12/Menhut-II/2012 sehingga menghasilkan 5 kelas.

Tabel IV-1
Klasifikasi Kerapatan Vegetasi di BWK V Kota Semarang

No Keterangan Nilai Indeks NDVI Luas (ha) Persentase

1 Lahan tidak bervegetasi -0,861224 s/d -0,03 10,82 0,38%


2 Kehijauan sangat rendah -0,03 s/d 0,15 1389,72 48,92%
3 Kehijauan rendah 0,15 s/d 0,25 739,29 26,03%
4 Kehijauan sedang 0,25-0,35 438,27 15,43%
5 Kehijauan tinggi 0,35-0,922975 262,46 9,24%
Jumlah 2840,55 100%
Sumber: Hasil Analisis, 2021

Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa BWK V Kota Semarang


memiliki tingkat kerapatan vegetasi yang bervariasi. BWK V Kota Semarang didominasi
dengan tingkat kehijauan yang sangat rendah sebesar 48,92% dari total wilayah atau
1389,72 Ha.. Kemudian diikuti dengan tingkat kehijauan rendah sebesar 26,03% dari total
wilayah atau 739,29 Ha. Setelahnya terdapat tingkat kehijauan sedang sebesar 15,43%
dari total wilayah atau 438,27 Ha. Serta tingkat kehijauan tinggi sebesar 9,24% dari total

44
wilayah atau 262,42 Ha. Keempat tingkat tersebut tersebar pada seluruh wilayah BWK V
Kota Semarang. Sedangkan untuk kerapatan vegetasi dengan klasifikasi lahan tidak
bervegetasi hanya terdapat pada Kelurahan Tambakrejo, Kelurahan Kaligawe, Kelurahan
Sawah Besar, Kelurahan Muktiharjo Kidul dan Kelurahan Sambirejo sebesar 0,38% dari
total wilayah atau 10,82 Ha. Peta persebaran kerapatan vegetasi di BWK V Kota
Semarang dapat dilihat pada Gambar 4.1. Kemudian dari hasil klasifikasi tersebut
diberikan skor dari paling tinggi yaitu 5 hingga yang terendah yaitu 1 berdasarkan nilai
indeks vegetasinya. Tabel skoring kerapatan vegetasi di BWK V Kota Semarang dapat
dilihat pada Tabel IV-2.

Tabel IV-2
Skoring Kerapatan Vegetasi di BWK V Kota Semarang

Keterangan Nilai Indeks NDVI Luas (ha) Skor

Lahan tidak bervegetasi -0,861224 s/d -0,03 10,82 5

Kehijauan sangat rendah -0,03 s/d 0,15 1389,72 4

Kehijauan rendah 0,15 s/d 0,25 739,29 3

Kehijauan sedang 0,25-0,35 438,27 2

Kehijauan tinggi 0,35-0,922975 262,46 1

Sumber: Hasil Analisis, 2021

45
Sumber: Hasil Analisis, 2021
Gambar 4.1
Peta Kerapatan Vegetasi BWK V Kota Semarang Tahun 2020

46
4. 2 Analisis Suhu Permukaan (LST) Sebagai Faktor Penentuan Prioritas RTH
Untuk mengetahui suhu permukaan, dilakukan pengolahan metode LST pada citra
Landsat 8 dengan menggunakan klasifikasi suhu rata – rata di Indonesia. Suhu
permukaan memiliki keterkaitan penting terhadap kenyamanan manusia, polusi udara,
manajemen energi, dan perencanaan kota. Sehingga apabila suhu permukaan disuatu
wilayah semakin tinggi, diperlukan peran RTH sebagai faktor penyejuk untuk menurunkan
suhu tersebut. Dari pengolahan data, didapatkan luas berdasarkan kelas nilai LST yang
dapat dilihat pada Tabel IV-3.

Tabel IV-3
Klasifikasi Suhu Permukaan di BWK V Kota Semarang

No Keterangan Nilai LST Luas (Ha) Persentase

1 Rendah 20º - 24ºC 5,29 0,19%


2 Normal 25º - 30ºC 2292,43 80,70%
3 Tinggi 31º - 35ºC 542,83 19,11%
Jumlah 2840,55 100%
Sumber: Hasil Analisis, 2021

Dapat diketahui bahwa BWK V Kota Semarang didominasi dengan tingkat suhu
yang normal pada seluruh kelurahan sebesar 80,70% dari total wilayah atau luas 2292,43
Ha. Sedangkan persentase terkecil adalah suhu dengan tingkat rendah yang berada pada
Kelurahan Sambirejo sebesar 0,19% atau seluas 5,29 Ha. Klasifikasi tingkat suhu yang
tinggi terdapat pada seluruh kelurahan kecuali Kelurahan Tlogosari Wetan, dimana
wilayah yang bersuhu tinggi memiliki luas sebesar 542,83 Ha atau 19,11% dari total
wilayah. Peta persebaran suhu permukaan di BWK V Kota Semarang dapat dilihat pada
Gambar 4.2. Hasil klasifikasi tersebut kemudian diskoring sesuai dengan suhu rata-rata di
Indonesia. Skoring tertinggi yaitu 5 untuk suhu permukaan yang tinggi, 3 untuk suhu
permukaan normal dan 1 untuk suhu permukaan rendah.

Tabel IV-4
Skoring Suhu Permukaan di BWK V Kota Semarang

Keterangan Nilai LST Luas (ha) Skor


Tinggi 31º - 35ºC 542,825 5
Normal 25º - 30ºC 2292,43 3
Rendah 20º - 24ºC 5,29309 1
Sumber: Hasil Analisis, 2021

47
Sumber: Hasil Analisis, 2021
Gambar 4.2
Peta Suhu Permukaan BWK V Kota Semarang Tahun 2020

48
4. 3 Analisis Kepadatan Penduduk Sebagai Faktor Penentuan Prioritas RTH
Kepadatan penduduk dapat diketahui melalui data jumlah penduduk dan luas
wilayah yang didapat dari BPS Kota Semarang. Apabila jumlah penduduk semakin tinggi
maka wilayah/lahan yang tersedia akan semakin kecil karena meningkatnya lahan
terbangun sebagai pemenuhan kebutuhan tempat tinggal. Hal tersebut akan
menimbulkan tekanan penduduk terhadap ketersediaan lahan, karena jumlah penduduk
yang terus meningkat tetapi luas lahan tetap. Untuk mengetahui persebaran dan data
kepadatan penduduk maka dilakukan identifikasi kepadatan penduduk dengan unit
terkecil yaitu kelurahan. Dengan menggunakan kelas klasfikasi yang tercantum pada
teknik analisis maka klasifikasi kepadatan penduduk di BWK V Kota Semarang pada
tahun 2019 dapat dilihat pada Tabel IV-5.

Tabel IV-5
Klasifikasi Kepadatan Penduduk di BWK V Kota Semarang Tahun 2019

Luas Jumlah Kepadatan


No Kecamatan Kelurahan Wilayah Penduduk Penduduk Klasifikasi
(km²) (jiwa) (jiwa/km²)
1 Gemah 1,01 15.861 15704 Sangat Padat
2 Pedurungan Kidul 1,80 14447 8026 Sangat Padat
3 Plamongansari 2,35 14330 6098 Sangat Padat
4 Penggaron Kidul 2,01 7202 3583 Padat
5 Pedurungan Lor 1,36 9438 6940 Sangat Padat
6 Tlogomulyo 1,94 15719 8103 Sangat Padat
Pedurungan
7 Pedurungan Tengah 1,89 15763 8340 Sangat Padat
8 Palebon 1,47 15023 10220 Sangat Padat
9 Kalicari 0,80 9509 11886 Sangat Padat
10 Tlogosari Kulon 2,80 32733 11690 Sangat Padat
11 Tlogosari Wetan 1,25 8936 7149 Sangat Padat
12 Muktiharjo Kidul 2,04 33463 16403 Sangat Padat
13 Pandean Lamper 0,93 15035 16167 Sangat Padat
14 Gayamsari 0,93 12385 13317 Sangat Padat
15 Gayamsari Siwalan 0,33 8425 25530 Sangat Padat
16 Sambirejo 1,17 8201 7009 Sangat Padat
17 Sawahbesar 0,48 9081 18919 Sangat Padat

49
Luas Jumlah Kepadatan
No Kecamatan Kelurahan Wilayah Penduduk Penduduk Klasifikasi
(km²) (jiwa) (jiwa/km²)
18 Kaligawe 0,66 10562 16003 Sangat Padat
19 Tambakrejo 0,75 10027 13369 Sangat Padat
Sumber: Hasil Analisis, 2021
Berdasarkan tabel tersebut, kepadatan penduduk di BWK V Kota Semarang
didominasi pada kategori sangat padat dan hanya ada satu kecamatan yang berkategori
padat yaitu Kecamatan Penggaron Kidul. Peta persebaran kepadatan penduduk di BWK
V Kota Semarang dapat dilihat pada Gambar 4.3. Tinggi rendahnya kepadatan penduduk
di suatu wilayah tentu juga mempengaruhi kualitas hidup penduduk. Pada wilayah yang
kepadatan penduduknya tinggi, upaya dalam peningkatan kualitas penduduk akan lebih
sulit diupayakan. Karena dengan kepadatan penduduk yang tinggi di suatu wilayah dapat
menimbulkan permasalahan seperti permasalahan sosial, perekonomian, kesejahteraan
masyarakat, keamanan kebutuhan pangan, ketersediaan lahan dan kebutuhan air bersih.
Berdasarkan kepadatan penduduk tersebut dapat mengindikasikan adanya keterpusatan
atau distribusi penduduk pada wilayah BWK V Kota Semarang. Skoring tertinggi tentu
diperuntukkan untuk kepadatan penduduk sangat padat dan skor terendah untuk
kepadatan penduduk sangat jarang. Dalam penentuan prioritas RTH, prioritas terbesar
berada pada kepadatan penduduk sangat padat karena kebutuhan lahan permukiman
yang semakin tinggi dan menjadikan lahan terbangun menjadi padat sehingga mampu
mengurangi lahan hijau di daerah tersebut. Skoring kepadatan penduduk dapat dilihat
pada Tabel IV-6.

Tabel IV-6
Skoring Kepadatan Penduduk di BWK V Kota Semarang

Kepadatan
Kecamatan Kelurahan Penduduk Klasifikasi Skor
(jiwa/km²)
Gemah 15631 Sangat Padat 5
Pedurungan Kidul 8006 Sangat Padat 5
Plamongansari 5999 Sangat Padat 5
Pedurungan
Penggaron Kidul 3554 Padat 4
Pedurungan Lor 6794 Sangat Padat 5
Tlogomulyo 8518 Sangat Padat 5

50
Kepadatan
Kecamatan Kelurahan Penduduk Klasifikasi Skor
(jiwa/km²)
Pedurungan Tengah 8079 Sangat Padat 5
Palebon 10361 Sangat Padat 5
Kalicari 11795 Sangat Padat 5
Tlogosari Kulon 11542 Sangat Padat 5
Tlogosari Wetan 7135 Sangat Padat 5
Muktiharjo Kidul 16335 Sangat Padat 5
Pandean Lamper 16132 Sangat Padat 5
Gayamsari 13326 Sangat Padat 5
Siwalan 25209 Sangat Padat 5
Gayamsari Sambirejo 7017 Sangat Padat 5
Sawahbesar 19050 Sangat Padat 5
Kaligawe 15907 Sangat Padat 5
Tambakrejo 13445 Sangat Padat 5
Sumber: Hasil Analisis, 2021

51
Sumber: Hasil Analisis, 2021
Gambar 4.3
Peta Kepadatan Penduduk BWK V Kota Semarang Tahun 2019

52
4. 4 Analisis Penentuan Area Prioritas Ruang Terbuka Hijau di BWK V Kota
Semarang
Penentuan prioritas Ruang Terbuka Hijau BWK V Kota Semarang didapatkan
melalui pengolahan ketiga faktor penentu prioritas RTH yaitu kerapatan vegetasi, suhu
permukaan dan Kepadatan Penduduk dengan menggunakan teknik overlay dan scoring.
Setelah proses skoring pada ketiga faktor tersebut, skor dijumlahkan sehingga didapatkan
total skor sebagai penentu kelas klasifikasi untuk area prioritas RTH di BWK V Kota
Semarang. Area yang menjadi prioritas RTH diklasifikasikan menjadi lima kelas dimana
dua kelas dengan bobot tertinggi diarahkan sebagai prioritas utama dan prioritas kedua.
Tabel prioritas RTH dengan kriteria skor overlay yang telah ditentukan pada metode
analisis dapat dilihat pada Tabel IV-7..

Tabel IV-7
Klasifikasi Prioritas RTH di BWK V Kota Semarang

No Skor Keterangan Luas (ha) Persentase


1 3 – 5,4 Non Prioritas 0 0%
2 5,4 – 7,8 Non Prioritas 0 0%
3 7,8 – 10,2 Non Prioritas 760,91 26,79%
4 10,2 – 12,6 Prioritas Kedua 1539,52 54,20%
5 12,6 - 15 Prioritas Pertama 540,13 19,01%
Jumlah 2840,55 100%
Sumber: Hasil Analisis, 2021

Diketahui bahwa sebagian besar wilayah BWK V Kota Semarang tidak memiliki
kelas area non prioritas dengan jumlah skor 3 hingga 7,8 dari ketiga faktor penentu
prioritas RTH di BWK V Kota Semarang. Hal tersebut menandakan bahwa wilayah yang
merupakan non prioritas tidak berpotensi menyebabkan ketidaknyamanan yang timbul
dari suhu permukaan tinggi dan/atau lahan tidak bervegatasi dan/atau kepadatan
penduduk yang sangat padat. Namun pada BWK V Kota Semarang terdapat area
prioritas pertama dan prioritas kedua yang mendominasi sehingga butuh adanya
penambahan Ruang Terbuka Hijau ataupun Koefisien Dasar Hijau. Area berprioritas
kedua mendominasi dengan luas mencapai 1539,52 Ha atau 54,20% dari total luas
wilayah yang tersebar pada seluruh kelurahan di BWK V Kota Semarang. Sedangkan
untuk prioritas pertama memiliki luas sebesar 540,13 Ha atau 19,01% dari total luas
wilayah. Peta persebaran area prioritas Ruang Terbuka Hijau di BWK V Kota Semarang
dapat dilihat pada Gambar 4.4.

53
Sumber: Hasil Analisis, 2021
Gambar 4.4
Peta Prioritas Ruang Terbuka Hijau BWK V Kota Semarang

54
Hasil klasifikasi prioritas RTH tersebut lalu diidentifikasi dengan penggunaan lahan
yang kemudian didapatkan arahannya. Maka digunakan metode overlay untuk mengolah
peta prioritas RTH dengan peta penggunaan lahan di BWK V Kota Semarang. Prioritas
pertama dan prioritas kedua di lakukan overlay masing-masing untuk mengidentifikasi
penggunaan lahan pada kondisi eksisting yang menyebabkan area tersebut tergolong
kedalam area berprioritas. Dari identifikasi penggunaan lahan tersebut n antinya dapat
diketahui lokasi dan arahan yang tepat untuk penambahan RTH pada BWK V Kota
Semarang.

Persebaran prioritas pertama RTH dengan luas 540,13 Ha atau 19,01% dari total
luas BWK V Kota Semarang dapat dilihat pada Gambar 4.5. Hasil dari overlay prioritas
pertama RTH dengan penggunaan lahan di BWK V Kota Semarang didapatkan
persebaran serta luas tiap jenisnya. Dapat diketahui bahwa penggunaan lahan
permukiman mendominasi dengan luas mencapai 499,90 Ha atau 92,65% dari luas total
area prioritas pertama. Sedangkan untuk sisanya masih didominasi lahan terbangun
dengan fungsi yang berbeda-beda. Hal ini menunjukan bahwa lahan terbangun memiliki
hubungan erat sebagai penyebab dari tingginya suhu permukaan. Sehingga perlu
dilakukan upaya penambahan RTH berupa penghijauan atau KDH pada tiap-tiap jenis
penggunaan lahan untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan. Luas dan peta
penggunaan lahan prioritas pertama di BWK V Kota Semarang dapat dilihat pada Tabel
IV-8 dan Gambar 4.6.

Tabel IV-8
Penggunaan Lahan Prioritas Pertama di BWK V Kota Semarang

No Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase


1 Industri dan Pergudangan 12,72 2,35%
2 Kesehatan 3,28 0,61%
3 Pariwisata 0,76 0,14%
4 Pendidikan 2,25 0,42%
5 Perdagangan dan Jasa 16,49 3,05%
6 Peribadatan 1,96 0,36%
7 Perkantoran 0,61 0,11%
8 Permukiman 499,90 92,55%
9 Ruang Terbuka Hijau 2,09 0,39%
10 Tambak 0,08 0,01%
Jumlah 540,13 100%
Sumber: Hasil Analisis, 2021

55
Sumber: Hasil Analisis, 2021
Gambar 4.5
Peta Prioritas Ruang Terbuka Hijau Pertama di BWK V Kota Semarang
56
Sumber: Hasil Analisis, 2021
Gambar 4.6
Peta Penggunaan Lahan Prioritas Pertama di BWK V Kota Semarang
57
Persebaran prioritas kedua RTH dengan luas mencapai 1539,52 Ha atau 54,20%
dari total luas BWK V Kota Semarang dapat dilihat pada Gambar 4.7. Hasil analisis
overlay antara prioritas kedua dengan penggunaan lahan di BWK V Kota Semarang
menunjukan bahwa prioritas kedua didominasi pada penggunaan lahan permukiman
sebesar 1357,68 Ha atau 88,98% dari luas total area prioritas kedua. Kemudian disusul
dengan jenis penggunaan lahan Ruang Terbuka Hijau sebesar 61,58 Ha dimana RTH
tersebut termasuk dalam kategori kerapatan vegetasi sangat rendah hingga sedang.
Jenis penggunaan lahan sisanya berupa lahan terbangun dengan jenis yang berbeda
seluas 100,95 Ha dan tambak sebesar 1,31 Ha. Penggunaan lahan prioritas kedua di
BWK V Kota Semarang dapat dilihat pada Tabel IV-9 dan Gambar 4.8.

Tabel IV-9
Penggunaan Lahan Prioritas Kedua di BWK V Kota Semarang

No Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase


1 Industri dan Pergudangan 39,46 2,55%
2 Kesehatan 3,63 0,23%
3 Pariwisata 5,44 0,35%
4 Pendidikan 5,44 0,35%
5 Perdagangan dan Jasa 37,35 2,42%
6 Peribadatan 6,67 0,43%
7 Perkantoran 2,10 0,14%
8 Permukiman 1375,68 88,98%
9 Ruang Terbuka Hijau 61,58 3,98%
10 Tambak 1,31 0,08%
11 Transportasi 0,86 0,06%
Jumlah 1546,12 100%
Sumber: Hasil Analisis, 2021

58
Sumber: Hasil Analisis, 2021
Gambar 4.7
Peta Prioritas Ruang Terbuka Hijau Kedua di BWK V Kota Semarang

59
Sumber: Hasil Analisis, 2021
Gambar 4.8
Peta Penggunaan Lahan Prioritas Kedua di BWK V Kota Semarang

60
Berdasarkan analisis, BWK V Kota Semarang memiliki area yang perlu
diprioritaskan seluas 1539,52 Ha sebagai prioritas kedua dan 540,13 Ha sebagai prioritas
pertama yang tersebar diseluruh wilayah. Hal tersebut menunjukan bahwa BWK V Kota
Semarang memerlukan adaptasi sebagai cara untuk mengatasi kenaikan suhu
permukaan, dimana sebagian besar wilayah merupakan area berprioritas sebagai
pengembangan RTH. Menurut RTRW Kota Semarang tahun 2011-2031, strategi yang
dapat dilakukan untuk meningkatkan ketersediaan ruang terbuka hijau secara
proporsional di seluruh wilayah Kota meliputi :

a. mempertahankan fungsi dan menata ruang terbuka hijau yang ada;


b. mengembalikan ruang terbuka hijau yang telah beralih fungsi;
c. meningkatkan ketersediaan ruang terbuka hijau di kawasan pusat kota;
d. mengembangkan kegiatan agroforestry di kawasan pertanian lahan kering yang dimiliki
masyarakat;
e. mengembangkan inovasi dalam penyediaan ruang terbuka hijau; dan
f. mengembangkan kemitraan atau kerjasama dengan swasta dalam penyediaan dan
pengelolaan ruang terbuka hijau.

BWK V Kota Semarang dengan salah satu fungsi pengembangan sebagai


kawasan perumahan kepadatan tinggi diperlukan peningkatan kualitas prasarana
lingkungan perumahan dan penyediaan ruang terbuka hijau sesuai dengan RTRW Kota
Semarang tahun 2011-2031. Green tekonologi merupakan salah satu cara yang efektif
untuk mempertahankan dan mengembangkan RTH sekaligus salah satu cara yang efektif
untuk mengatasi kenaikan suhu permukaan (Widodo at al., 2009 dalam Maru, 2017).
Green teknologi dapat diterapkan pada halaman rumah, kantor dan bangunan lainnya
melalui pembuatan roof gorden, taman, atap hijau, green parking dan dinding hijau.
Menurut Arifah & Susetyo (2018) upaya untuk lahan yang terbangun adalah
pengembangan roof garden pada atap bangunan untuk ditanami dengan tanaman yang
tidak terlalu besar dan berat sehingga atap bangunan tidak rusak. Sedangkan menurut
Sangkertadi & Syafriny (2008) untuk menekan suhu yang tinggi diperlukan upaya
peningkatan kualitas taman kota atau halaman bangunan atau Ruang Terbuka Hijau.
Kemudian ditingkatkannya penghijauan lingkungan bangunan oleh pemilik kapling
sebagai implementasi peningkatan Koefisien Dasar Hijau (KDH). Diperlukan juga sistem
jalur hijau atau sabuk hijau pada wilayah jalan atau bahu jalan dengan jenis tanaman
yang rindang dan memiliki nilai estetika

61
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

5. 1 Kesimpulan
BWK V Kota Semarang memiliki rencana pengembangan kawasan perumahan
dengan kepadatan tinggi yang telah ditentukan menurut RTRW Kota Semarang Tahun
2011-2031. Serta berdasarkan pada Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 1 Tahun
1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang, Bagian Wilayah Kota V
pemanfaatannya ad alah sebagai pemukiman campuran (perdagangan dan jasa
perkantoran) serta agrobase industri. Maka seiringnya waktu BWK V Kota Semarang akan
berkembang baik dari jumlah penduduk maupun lahan terbangun sehingga berdampak
pada kenaikan suhu permukaan. Untuk menurunkan suhu permukaan tersebut maka
diperlukan juga prioritas Ruang Terbuka Hijau atau pengingkatan Koefisien Dasar Hijau.
Faktor yang menjadi penentu prioritas Ruang Terbuka Hijau adalah kerapatan vegetasi,
kepadatan penduduk dan suhu permukaan. Hasil dari indeks vegetasi di BWK V Kota
Semarang menunjukkan pada nilai minimum sebesar -0,084312871 dan maksimum sebesar
0,52672267 dari skala indeks NDVI -1 hingga 1. Dimana lahan tidak bervegetasi sebesar
0,38% dari total luas wilayah, kehijauan sangat rendah 48,92%, kehijauan rendah 26,03%,
kehijauan sedang 15,43% dan kehijauan tinggi 9,24%. Kemudian faktor selanjutnya adalah
suhu permukaan di BWK V Kota Semarang dengan rentang suhu 20,47962652ºC hingga
35,07774353ºC meliputi tingkat suhu rendah sebesar 0,19%, suhu normal 80,70%, dan
suhu tinggi 19,11%. Faktor terakhir adalah kepadatan penduduk di BWK V Kota Semarang
yang dominan pada kategori sangat padat namun untuk kelurahan Penggaron Kidul memiliki
kategori kepadatan penduduk padat. Kepadatan penduduk paling rendah berada pada
Kelurahan Penggaron Kidul sebesar 3554 jiwa/km² dan paling tinggi pada Kelurahan
Siwalan sebesar 25209 jiwa/km².

Dari ketiga faktor penentu prioritas RTH digunakan metode overlay untuk pemetaan
dan scoring untuk menentukan kelas klasifikasi area prioritas RTH dengan total skor
sebesar 3 hingga 15. Kerapatan vegetasi memiliki 5 kelas sehingga skor diberikan nilai
tertinggi yaitu 5 untuk lahan tidak bervegetasi dan semakin sedikit hingga skor 1 untuk
kehijauan tinggi atau vegetasi yang rapat. Hal tersebut didasari bahwa semakin tinggi
kehijauannya maka tingkat kesejukan serta kenyamanan tempat tinggalnya juga semakin
tinggi. Untuk faktor suhu permukaan dibagi menjadi 3 kelas berdasarkan suhu rata-rata di
Indonesia. Suhu rendah diberikan skor 1, suhu sedang memiliki skor 3 dan suhu tinggi

62
memiliki skor 5. Skoring suhu permukaan didasari bahwa apanila suhu disuatu wilayah
semakin tinggi, maka diperlukan peran RTH untuk menyejukkan dan menurunkan suhu di
wilayah tersebut. Faktor terakhir adalah kepadatan penduduk dengan 5 kelas klasifikasi,
dimana skor tertinggi yaitu 5 akan diberikan untuk kategori kepadatan penduduk sangat
padat. Kepadatan penduduk yang tinggi diberikan skor tertinggi karena kelurahan tersebut
memiliki jumlah penduduk yang banyak dengan luas wilayah yang kecil, sehingga
kebutuhan tempat tinggal akan terus meningkat di area yang luasnya tetap. Untuk
mengantisipasi perubahan alih fungsi lahan ekologis berlebih makan diperlukan
penambahan RTH.

Area yang menjadi prioritas RTH diklasifikasikan menjadi lima kelas dimana dua
kelas dengan bobot tertinggi diarahkan sebagai prioritas pertama dan prioritas kedua. Hasil
penentuan prioritas RTH pada BWK V Kota Semarang didominasi prioritas kedua dengan
luas mencapai 1539,52 Ha atau 54,20% dari total luas area prioritas kedua. Klasifikasi
penggunaan lahan pada prioritas kedua tersebut ada lahan terbangun dan non terbangun
dimana lahan terbangun berupa permukiman mendominasi pada area prioritas kedua
sebesar 1375,68 Ha. Kemudian lahan terbangun lainnya ada penggunaan lahan industri dan
perdagangan, kesehatan, pariwisata, pendidikan, perdagangan dan jasa, peribadatan,
perkantoran dan transportasi dengan luas total 100,96 Ha. Sedangkan lahan non terbangun
berupa tambak dan RTH memiliki luas 62,44 Ha. Untuk prioritas pertama dengan luas
540,13 Ha, didominasi dengan penggunaan lahan berupa permukiman sebesar 499,90 Ha.
Jenis penggunaan lahan terbangun pada prioritas pertama meliputi industri dan
perdagangan, kesehatan, pariwisata, pendidikan, perdagangan dan jasa, peribadatan dan
perkantoran dengan luas total 38,07 Ha. Sedangkan penggunaan lahan non terbangunnya
meliputi tambak dan RTH seluas 2,17 Ha.

5. 2 Rekomendasi
Hasil dari analisis-analisis pada laporan proyek akhir “Penentuan Prioritas Ruang
Terbuka Hijau Berdasarkan Pendekatan Suhu Permukaan di BWK V Kota Semarang” ini
memiliki beberapa rekomendasi terutama pada wilayah berprioritas kedua untuk
meningkatkan RTH yaitu sebagai berikut:

1. Pengembangan roof garden pada atap bangunan untuk ditanami dengan tanaman yang
tidak terlalu besar dan berat sehingga atap bangunan tidak rusak.
2. Peningkatan kualitas taman kota atau halaman bangunan atau Ruang Terbuka Hijau.
3. Perlunya sistem jalur hijau atau sabuk hijau pada wilayah jalan atau bahu jal an dengan
jenis tanaman yang rindang dan memiliki nilai estetika.

63
4. Dibutuhkan penelitian atau analisis lingkungan dan vegetatif dalam pemilihan jenis
pohon, rerumputan dan sebagainya untuk menyesuaikan dan mencocokan vegetasi
dengan kondisi pada wilayah tersebut.

64
DAFTAR PUSTAKA

Adeanti, M., & Harist, C. (2018). Analisis Spasial Kerapatan Bangunan dan Pengaruhnya
Terhadap Suhu Studi Kasus di Kabupaten Bogor ( Spatial Analysis of Building Density
and Its Effect on Temperature ). Seminar Nasional Geomatika : Penggunaan Dan
Pengembangan Produk Inormasi Geospasial Mendukung Daya Saing Nasional, (14),
529–536.
Arifah, N., & Susetyo, C. (2018). Penentuan Prioritas Ruang Terbuka Hijau berdasarkan
Efek Urban Heat Island di Wilayah Surabaya Timur. Jurnal Teknik ITS, 7(2).
https://doi.org/10.12962/j23373539.v7i2.32454
Asmirawati. (n.d.). Kesesuaian Lahan Pengembangan Perkotaan Kajang Kabupaten
Bulukumba. 18–28.
Badan Pusat Statistik Kota Semarang. (2018). Kota semarang Dalam Angka 2018. Badan
Pusat Statistik Kota Semarang.
Badan Pusat Statistik Kota Semarang. (2020). Kecamatan Gayamsari Dalam Angka 2020.
Badan Pusat Statistik Kota Semarang.
Badan Pusat Statistik Kota Semarang. (2020). Kecamatan Pedurungan Dalam Angka 2020.
Badan Pusat Statistik Kota Semarang.
Badan Pusat Statistik Kota Semarang. (2020c). Kota semarang Dalam Angka 2020. Badan
Pusat Statistik Kota Semarang.
Bayusukmara, Y. P., Barus, B., & Fauzi, A. (2019). Analysis of Land Use Change into Built-
up Area on Post-Relocation of Sukabumi Regency Capital in Palabuhanratu Bay Area.
Tataloka, 21(3), 407–420.
Departemen pekerjaan Umum, D. J. P. R. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor :
05/PRT/M/2008 Tentang Pedoman Penyediaan Dan Pemanfaatan Ruang Terbuka
Hijau Di Kawasan Perkotaan. , (2008).
Fatimah, R. N. (2012). Pola Spasial Suhu Permukaan Daratan Kota Surabaya Tahun 1994,
2000 DAN 2011.
Hamdani, A. F., & Susanti, N. E. (2019). Perubahan Pengunaan Lahan Dan Pengaruhnya
Terhadap Perubahan Iklim Kota Malang. JPIG (Jurnal Pendidikan Dan Ilmu Geografi),
2(2). https://doi.org/10.21067/jpig.v2i2.3508
Huda, K., & Irfandi. (2016). Dampak Penggunaan Elemen Arsitektural Pada Koridor Jalan
Terhadap Terjadinya Urban Heat Island. Jurna Ilmu Arsitektur, 5(2), 24–28, 5, 1–36.
Indonesia, P. Undang-undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang. , 110 Journal of
Chemical Information and Modeling § (2007).

65
Lestari, S. C., & Arsyad, M. (2018). Studi Penggunaan Lahan Berbasis Data Citra Satelit
Dengan Metode Sistem Informasi Geografis (GIS). Jurnal Sains Dan Pendidikan Fisika
(JSPF), 14(1), 81–88.
Maru, R. (2017). Perkembangan Fenomena Urban Heat Island. 23–29.
https://doi.org/10.31227/osf.io/g6ru2
Ningrum, W., & Narulita, I. (2018). Deteksi Perubahan Suhu Permukaan Menggunakan Data
Satelit Landsat Multi-Waktu Studi Kasus Cekungan Bandung. Jurnal Teknologi
Lingkungan, 19(2), 145. https://doi.org/10.29122/jtl.v19i2.2250
Pemerintah Daerah Kota Semarang. Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 6 Tahun
2010 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kota Semarang Tahun
2005-2025. , (2010).
Pemerintah Daerah Kota Semarang. Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 14 Tahun
2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang Tahun 2011 - 2031. , 66
Pemerintah Kota Semarang § (2011).
Prayogo, M. N. (2014). Optimasi Parameter Alpha Menggunakan Algoritma Pemograman
Non Linier Untuk Peramalan Klimatologi Kota Bandung Dalam Metode Pemulusan
Eksponensial Ganda Satu Parameter Dari Brown.
Sangkertadi, & Syafriny, R. (2008). Upaya Peredaman Laju Peningkatan Suhu Udara
Perkotaan Melalui Optimasi Penghijauan. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup &
Sumberdaya Alam (PPLH-SDA), 8(2), 41–48.
Setiawan, B., & Rudiarto, I. (2016). Kajian Perubahan Penggunaan Lahan dan Struktur
Ruang Kota Bima. Jurnal Pembangunan Wilayah & Kota, 11(4), 154.
https://doi.org/10.14710/pwk.v12i2.12892
Setyowati, D. L. (2008). IKLIM MIKRO DAN KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI
KOTA SEMARANG (The Micro Climate and The Need of Green Open Space for The
City of Semarang). Jurnal Manusia Dan Lingkungan, 15(3), 125–140.
https://doi.org/10.22146/JML.18685
Sudarwani, M. M., & Ekaputra, Y. D. (2017). Kajian Penambahan Ruang Terbu ka Hijau di
Kota Semarang. Jurnal Teknik Sipil Dan Perencanaan, 19(1), 47–56.
https://doi.org/10.15294/jtsp.v19i1.10493
Sugandi, D., Somantri, L., & Sugito, N. T. (2009). Sistem Informasi Geografi ( Sig ). In Hand
Out Sistem Informasi Geografis (SIG) (p. 52).
Syaifudin B.A, F. (2018). PENENTUAN AREA PRIORITAS PENYEDIAAN RUANG
TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KECAMATAN SEMARANG TIMUR. undip.
Tursilowati, L. (2002). Urban Heat Island dan Kontribusinya Pada Perubahan Iklim dan
Hubungannya Dengan Perubahan Lahan. Seminar Nasional Pemanasan Global Dan
Perubahan Global. Fakta, Mitigasi, Dan Adaptasi. Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer

66
Dan Iklim LAPAN, ISBN, 978–979.
Wonorahardjo, S., Edward, B., & Tedja, S. (2007). Studi Pengaruh Kualitas Vegetasi pada
Lingkungan Termal Kawasan Kota di Bandung Menggunakan Data Citra Satelit.
Zulkarnain, R. C. (2016). Pengaruh Perubahan Tutupan Lahan Terhadap Perubahan Suhu
Permukaan di Kota Surabaya. Skripsi Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

67
LAMPIRAN

LAMPIRAN 1: HASIL ANALISIS

Proses pengolahan Peta Land Surface Temperature menggunakan Raster Tool pada
ArcGIS Tool
1. Konversi Digital Number ke Radian Spektral (Lλ).

= RADIANCE_MULT_BAND_10 x CITRA LANDSAT 8 BAND 10 +


RADIANCE_ADD_BAND 10
= 0,00033420 x CITRA LANDSAT 8 BAND 10 + 0,1
= (lihat Gambar 0.1)
2. Konversi Radian Spektral ke Brightness Temperature dan konversi keskala Celcius

- 273,15

= (K2_CONSTANT_BAND_10 / Ln (K1_CONSTANT_BAND_10/Radian Spektral +


1)) -273,15
= (1321,0789 / Ln (774,8853 / Radian Spektral +1)) - 273,15
= (lihat Gambar 0.2)
3. Proportion Vegetation

= Square((NDVI – (-1) / (1 – (-1))


= (lihat Gambar 0.3)
4. Emissivity
e = (0,004Pv) + 0,986
= (0,004 x Proportion Vegetation) + 0,986
= (lihat Gambar 0.4)

68
Gambar 0.1 Radian Spektral Band 10 BWK V Kota Semarang

69
Gambar 0.2 Brightness Temperature BWK V Kota Semarang

70
Gambar 0.3 Proportion Vegetation BWK V Kota Semarang

71
Gambar 0.4 Emissivity BWK V Kota Semarang

72
LAMPIRAN 2: LEMBAR ASISTENSI

Nama : Lorentius Malta Sabian


NIM : 40030318060042
Judul PA : Penentuan Prioritas Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Pendekatan Suhu
Permukaan di BWK V Kota Semarang
Pembimbing : Dr. Ir. Jawoto Sih Setyono, MDP
Tanggal Asistensi Tanda Tangan
Senin, 9 1. Tahap penyusunan proyek akhir yakni pemilihan
Maret lingkup wilayah penelitian penentuan tema dan judul
2021 yang tepat, mencari kajian teori, pengumpulan data
yang diperlukan, dan penyusunan Laporan Akhir.
2. Tahap pertama dalam penyusunan laporan yaitu bab 2
tentang kajian literatur terlebih dahulu. Adapun kajian
literatur tersebut bersifat akademik berupa jurnal, hasil
penelitian, buku, dan sebagainya, serta bersifat
normatif, berupa peraturan yang berkaitan dengan
topik.
3. Tahap kedua dalam penyusunan laporan yaitu metode
dan teknik analisis yang digunakan.
4. Tema yang diangkat untuk Laporan Akhir adalah
Prioritas Ruang Terbuka Hijau berdasarkan faktor
Urban Heat Island.
5. Sub tema yang disarankan adalah menganalisis dan
memetakan area prioritas Ruang Terbuka Hijau
berdasarkan pendekatan Urban Heat Island.
6. Perlu diketahui faktor dan variabel yang mempengaruhi
dalam Urban Heat Island sehingga dapat menganalisis
lokasi prioritas dengan cara overlay dan skoring.
Sehingga dapat mengetahui lokasi yang tepat untuk
diprioritaskan sebagai RTH.
Rabu, 21 1. Revisi bab 2 terkait kajian literatur, yaitu penambahan
April 2021 penjelasan tentang keterkaitan dan penerapan literatur
terhadap wilayah studi.
2. Penambahan bab 2 tentang metode analisis dan teknik
analisis, dimana menjelaskan metode yang digunakan,

73
analisis yang digunakan serta langkah – langkah
dalam menganalisa pada wilayah studi.
3. Sasaran pada bab 1 didapatkan dari metode analisis
4. Bab 2 dan bab 4 menjadi konsentrasi utama dalam
penyelesaian laporan proyek akhir ini. Maka diperlukan
penyelesaian pada bab 2 dan bab 4 dahulu, kemudian
dapat diperjelas melalui bab 1 dan bab 3.
Kamis, 18 1. Pada bab 1 terkait perumusan masalah perlu diperjelas
Agustus guna mengetahui masalah yang ada pada lokasi
2021 sehingga dapat muncul sebuah pertanyaan yaitu
‘dimana lokasi area berprioritas Ruang Terbuka Hijau
apabila digunakan faktor mengenai suhu permukaan?’.
2. Pada sub bab tujuan dan sasaran, tujuan perlu
diperjelas sesuai dengan hasil akhir dari laporan
proyek akhir. Sedangkan sasaran perlu disesuaikan
dengan langkah-langkah yang diperlukan untuk
mengidentifikasi dan menganalisis.
3. Revisi ruang lingkup materi yakni mengubah dari
definisi menjadi analisis dan penjelasan terkait proses
analisis.
4. Revisi kerangka pemikiran dengan menambahkan
beberapa paragraf penjelas untuk menjelaskan
diagram kerangka pikir.
5. Revisi judul bab 3 yaitu karakteristik BWK V Kota
Semarang.
6. Revisi format penulisan laporan proyek akhir sesuai
dengan pedoman mengenai Proyek Akhir D III
Perencanaan Tata Ruang Wilayah dan Kota.
7. Revisi judul bab 4 yaitu analisis penentuan area
prioritas Ruang Terbuka Hijau.
8. Setiap paragraf pada bab 4 diperlukan masing-masing
minimal tiga kalimat penjelas.
Senin, 20 ACC Laporan Proyek Akhir
September
2021

74
BERITA ACARA
PROYEK AKHIR

Telah dilaksanakan sidang ujian Mata Kuliah Proyek Akhir dengan judul “Penentuan
Prioritas Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Pendekatan Suhu Permukaan di BWK V
Kota Semarang” pada:
Hari/Tanggal : Kamis, 30 September 2021
Jam : 10.00-11.00
Tempat : Ms. Teams
Dihadiri Oleh:
Pembimbing : Dr. Ir. Jawoto Sih Setyono, MDP
Penguji : Pangi, ST, MT
Mahasiswa Penyaji : Lorentius Malta Sabian
Dalam sidang tersebut telah dilakukan presentasi oleh mahasiswa penyaji yang dilanjutkan
dengan pemberian tanggapan, saran serta masukan dari penguji dan pembimbing.
Pertanyaan dan Masukan dari:
Penguji : Pangi, ST, MT
1. Apa perbedaan dan hubungan dari NDVI, UHI dan LST?
Jawab:
Pendapat saya untuk perbedaanya yaitu NDVI adalah indeks kerapatan yang
menunjukkan tingkat kehijauan vegetasi suatu wilayah. Jika UHI adalah suatu
fenomena perbedaan suhu permukaan antara daerah perkotaan dibanding dengan
daerah sekitarnya atau pedesaan. Sedangkan LST adalah suhu permukaan itu
sendiri. Hubungannya antara NDVI dengan UHI dan LST adalah semakin rapat atau
tinggi indeks kehijauannya maka suhu diwilayah tersebut akan lebih rendah karena
ada faktor vegetasi sebagai penyejuknya.
2. Kemudian apakah di BWK V ada fenomena Urban Heat Island? Jika ada, tunjukkan
buktinya!
Jawab:
Jika memperhatikan dari definisi UHI dan LST seharusnya tidak ada, dikarenakan
tidak ada fenomena perbedaan suhu permukaan antara perkotaan dengan daerah
pedesaan. Maka seharusnya lebih tepat digunakan pendekatan suhu permukaan
dibanding dengan UHI karena tidak terdapat fenomena tersebut di BWK V.
3. Faktor apa saja yang digunakan dalam menentukan prioritas?
Jawab:
Ada kerapatan vegetasi atau NDVI dengan 5 kelas klasifikasi, kemudian suhu
permukaan dengan 3 kelas suhu rata-rata Indonesia dan kepadatan penduduk.

75
4. Pada kajian teori apakah ada penjelasan tentang faktor penentuan RTH secara
umum atau tidak?
Jawab:
Faktor penentuan RTH secara umum belum dijelaskan pada kajian teori. Pada kajian
teori hanya ada penjelasan mengenai faktor yang digunakan saja dengan mengikuti
acuan dari jurnal penelitian lainnya.
5. Apa hubungan antara peta IV.4 dengan IV.5 dan IV.6?
Jawab:
Peta IV.4 merupakan peta prioritas RTH yang didapatkan dari analisis ketiga faktor
penentuan prioritas. Kemudian untuk mengetahui persebaran penggunaan lahan
pada masing-masing prioritas, maka tiap prioritas dioverlaykan dengan penggunaan
lahan di BWK V. Setelah diketahui persebaran penggunaan lahannya, dapat
diketahui arahan pengembangan RTH yang tepat untuk masing-masing jenis
penggunaan lahannya. Jika berupa lahan terbangun maka dapat dilakukan
penambahan RTH atau KDH dengan salah satu caranya yaitu Roof Garden.
6. Apakah semua wilayah dapat dikembangkan menjadi RTH? Maksud dari area
prioritas bagaimana?
Jawab:
Disini saya mengarahkan bahwa area yang berprioritas nantinya dapat dijadikan opsi
sebagai lokasi penambahan RTH atau KDH yang disesuaikan dengan jenis
penggunaan lahannya pada penelitian masa mendatang.
7. Peta penggunaan lahan perlu diganti karena salah menginput peta ke dalam laporan.
8. Perbaiki tulisan yang masih typo.
9. Berikan judul yang tepat karena tidak terdapat fenomena tersebut.
Masukan dari:
Pembimbing : Dr. Ir. Jawoto Sih Setyono, MDP
1. Kenapa tidak ditunjukkan persebaran RTH eksistingnya karena ini menyangkut
penentuan prioritas RTH?
Jawab:
Eksisting RTH saya tunjukkan melalui peta penggunaan lahan BWK V pada
gambaran umum mengenai penggunaan lahan.
2. Kenapa warna simbol antara penggunaan lahan industri pergudangan dengan
permukiman sama?
Jawab:

76
Karena saya mengikuti sesuai dengan SNI mengenai peraturan warna simbol peta
penggunaan lahan dan memang hampir memiliki kesamaan warna, namun untuk
pengaturan warna CMYK/RGB nya memiliki perbedaan angka.
3. Warna simbol pada peta yang sama harus diganti agar tidak membuat bingung.
4. Perbaiki format laporan agar sesuai dengan pedoman.

Semarang, 30 September 2021

Mengetahui,

Pembimbing Penguji

Dr. Ir. Jawoto Sih Setyono, MDP Pangi, ST, MT

77

Anda mungkin juga menyukai