Anda di halaman 1dari 31

PROPOSAL PENELITIAN

DINAMIKA DAN PROYEKSI URBAN SPRAWL UNTUK


ARAHAN PENGENDALIAN PERTUMBUHAN PERKOTAAN
DI KAWASAN CEKUNGAN BANDUNG

HANNURA HOSEA
A156180281

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2021
DINAMIKA DAN PROYEKSI URBAN SPRAWL UNTUK ARAHAN
PENGENDALIAN PERTUMBUHAN PERKOTAAN DI KAWASAN
CEKUNGAN BANDUNG

HANNURA HOSEA

Usulan Penelitian
sebagai salah satu syarat untuk melakukan penelitian
pada
Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2021
ii

Judul Proposal : Dinamika dan Proyeksi Urban Sprawl untuk arahan


Pengendalian Pertumbuhan Perkotaan di Kawasan
Cekungan Bandung
Nama : Hannura Hosea
NIM : A156180281

Disetujui oleh

Dr. Andrea Emma Pravitasari, SP, M.Si Dr. Yudi Setiawan SP, M.Sc

Ketua Anggota

Diketahui Oleh

Ketua Program Studi Wakil Dekan Sekolah Pascasarjana


Ilmu Perencanaan Wilayah Bidang Akademik dan Kemahasiswaan

Dr. Dra. Khursatul Munibah, M.Sc. Prof. Dr. Ir. Agus Buono, M.Si, M.Kom

Tanggal Kolokium: 6 Januari 2020


iii

KATA PENGANTAR

Atas segala rahmat, dan izin Tuhan Yang Maha Esa Penulis dapat
menyelesaikan proposal tesis penelitian dengan judul Dinamika dan Proyeksi
Urban Sprawl untuk arahan Pengendalian Pertumbuhan Perkotaan di Kawasan
Cekungan Bandung. Penulisan karya ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat
untuk melakukan penelitian di Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah.
Terima kasih kepada Dr. Andrea Emma Pravitasari, SP, M.Si dan Dr. Yudi
Setiawan SP, M.Sc selaku komisi pembimbing yang sudah memberikan arahan dan
saran hingga selesainya penulisan proposal penelitian ini. Terima kasih juga penulis
ucapkan kepada semua pihak yang tidak dapat penulis ucapkan satu persatu atas
segala bantuan yang telah diberikan. Selanjutnya penulis berharap agar dengan
selesainya penulisan proposal ini akan mempermudah penulis dalam melakukan
penelitian, dan memerikan manfaat terhadap peneliti dan akademisi lainnya.

Bogor, Februari 2021

Hannura Hosea
iv

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL v
DAFTAR GAMBAR iv
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 3
Kerangka Pikir Penelitian 3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung 4
Perubahan Penggunaan Lahan 4
Model Spasial 5
Urbanisasi 6
Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah 8

3 METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Lokasi Penelitian 9
Bahan dan Alat 9
Jenis dan Sumber Data 10
Tahapan Penelitian 11
Metode Pengumpulan Data 11
Metode Analisis Data 12
DAFTAR PUSTAKA 21
v

DAFTAR TABEL

1 Variabel dan Sumber Data Penelitian 10


2 Matriks Rangkuman Tujuan, Jenis Data, Teknik 13
Analisis Data dan Output
3 Tipologi urban spatial patterns 18
4 Arahan pengendalian Urban Sprawl 18
5 Jadwal Pelaksanaan Penelitian 19
6 Rencana Biaya Penelitian 20

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka Pikir Penelitian 3


2 Lokasi Penelitian 9
3 Diagram alir penelitian 12
4 Ilustrasi metrik PLAND dalam landscape 16
5 Ilustrasi metrik ED dalam landscape 16
6 Ilustrasi metrik GYRATE dalam landscape 17
7 Ilustrasi metrik CLUMPY dalam landscape 18
1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung atau sering dikenal dengan
Metropolitan Bandung Raya telah ditetapkan oleh Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomer 45 tahun 2018 sebagai kawasan strategis nasional dari sudut
kepentingan ekonomi yang terdiri atas Kawasan Perkotaan inti dan Kawasan
perkotaan di sekitarnya. Kawasan Perkotaan inti terdiri dari Kota Bandung dan
Kota Cimahi. Kawasan Perkotaan di sekitarnya terdiri dari 7 Kawasan Perkotaan di
Kabupaten Bandung Barat, 7 Kawasan Perkotaan di Kabupaten Bandung dan 1
Kawasan Perkotaan di Kabupaten Sumedang. Penataan ruang Kawasan Perkotaan
Cekungan Bandung bertujuan untuk mewujudkan Kawasan Perkotaan yang
berkelas dunia sebagai pusat kebudayaan, pusat pariwisata, serta pusat kegiatan jasa
dan ekonomi kreatif nasional, yang berbasis pendidikan tinggi dan industri
berteknologi tinggi yang berdaya saing dan ramah lingkungan (Presiden Republik
Indonesia 2018).
Luas Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung mencapai 343.267 ha (BPS
Provinsi Jawa Barat 2018) sehingga diperlukan pemahaman yang tepat tentang
penggunaan lahan di Kawasan ini. Penggunaan lahan merupakan informasi yang
sangat penting untuk aplikasi dalam perencanaan perkotaan, administrasi wilayah
dan manajemen lingkungan (Liu et al. 2017). Perkembangan yang cepat dalam
teknologi sensor membuka kesempatan untuk mendapatkan informasi penggunaan
lahan secara detail (Zhao et al. 2016) akibat mudahnya ditemui citra penginderaan
jauh yang dapat diakses secara komersial. Patino dan Duque (2013) juga
menyatakan bahwa penggunaan lahan merupakan dasar untuk memahami
perubahan di dalam penggunaan lahan serta interaksinya dengan sosial dan
lingkungan. Prediksi perubahan penggunaan lahan sering digunakan dengan model
spasial untuk pengambilan keputusan guna melindungi ekosistem perkotaan dan
mendukung pembangunan berkelanjutan. Tobler (1970) merupakan yang pertama
mengaplikasikan model spasial dengan model cellular untuk memodelkan
pertumbuhan kota secara spasial. Model Cellular Automata (CA) merupakan model
yang sering digunakan untuk simulasi dan prediksi perubahan penggunaan lahan.
Urbanisasi merupakan salah satu faktor terpenting yang mendorong
perubahan lahan di wilayah-wilayah metropolitan negara maju (Antrop 2004;
Salvati et al. 2018), begitu juga di negara-negara berkembang salah satunya
metropolitan Semarang (Fadila et al. 2017). Urbanisasi juga telah mendorong
perubahan yang signifikan dalam berkurangnya penggunaan lahan budidaya
pertanian, peternakan, hutan dan dapat juga mendorong perubahan penggunaan
lahan Kawasan Lindung (Salvati et al. 2016). Kawasan Perkotaan Cekungan
Bandung yang juga merupakan Kawasan Metropolitan telah memiliki populasi
penduduk mencapai 9,5 juta jiwa (BPS Provinsi Jawa Barat 2018) dan adanya
peluang industri yang besar di wilayah tersebut akan berdampak pada peningkatan
terjadinya urbanisasi. Urbanisasi ini dapat berdampak baik pada peningkatan
perekonomian karena meningkatnya pendapatan masyarakat, tetapi juga dapat
menjadi masalah besar apabila akibat pertambahan penduduk peningkatan lahan
terbangun terus terjadi dengan tidak didampingi upaya dalam rangka pengendalian
pemanfaatan ruang (Fadila et al. 2017). Urban sprawl yang tidak terkendali
2

merupakan salah satu dampak serius yang akan menyebabkan rusaknya struktur dan
fungsi ekosistem area perkotaan (Lawler et al. 2014) sehingga akan menghambat
dalam pembangunan keberlanjutan sebuah wilayah. Landscape metric sering
digunakan dalam studi perkotaan sebagai indeks numerik yang dapat mengukur
pola spasial lanskap sehingga dapat digunakan untuk melihat pertumbuhan
perkotaan di Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung. Landscape metrik
mempermudah untuk melihat nilai secara kuantitatif terhadap pola perubahan di
lahan terbangun (Magidi dan Ahmed 2018).

Perumusan Masalah
Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung yang juga sering dikenal dengan
nama Kawasan Metropolitan Bandung Raya merupakan Kawasan Metropolitan
terbesar ke-3 di Indonesia setelah Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tanggerang,
Bekasi) dan Gerbangkertosusila (Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya,
Sidoarjo, Lamongan). Penetapan Perpres No 45 tahun 2018 di Kawasan Perkotaan
Cekungan Bandung dan juga kesempatan Industri yang besar akan mendorong
terjadinya urbanisasi di kawasan ini yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi.
Urbanisasi yang terus berlanjut dikhawatirkan akan menyebabkan terjadinya urban
sprawl yang akan merusak struktur dan fungsi Kawasan Perkotaan Cekungan
Bandung.
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan, maka
dapat dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian, yaitu:
1. Bagaimana perubahan penggunaan/tutupan lahan dan proyeksi tahun 2030 di
Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung?
2. Bagaimana urban sprawl, tipologi urban spatial pattern dan tren pertumbuhan
perkotaan di Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung?
3. Bagaimana keselarasan penggunaan lahan eksisting dan proyeksi lahan
eksisting tahun 2030 dengan Rencana Tata Ruang Kawasan (RTRK) Perkotaan
Cekungan Bandung?
4. Bagaimana arahan pengendalian urban sprawl pola ruang Rencana Tata Ruang
Kawasan Perkotanan Cekungan Bandung?

Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah serta untuk menjawab pertanyaan
penelitian, dirumuskan tujuan penelitian sebagai berikut:
1. Menganalisis perubahan penggunaan/tutupan lahan dan proyeksi tahun 2030
di Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung.
2. Menganalisis urban sprawl, tipologi urban spatial pattern dan tren
pertumbuhan perkotaan di Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung.
3. Mengevaluasi keselarasan penggunaan/tutupan lahan eksisting dan proyeksi
lahan eksisting tahun 2030 dengan Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan
Cekungan Bandung.
4. Merumuskan arahan pengendalian pertumbuhan perkotaan Rencana Tata
Ruang Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung.
3

Manfaat Penelitian
Manfaat yang ingin dicapai dari hasil penelitian ini yaitu:
1. Sebagai salah satu referensi dalam perumusan kebijakan dan strategi
pengembangan wilayah
2. Sebagai informasi dan pembanding pada riset-riset selanjutnya dalam hal
pengembangan ilmu pengetahuan
Kerangka Pikir Penelitian
Peraturan Presiden No 45 tentang penetapan Kawasan Perkotaan Cekungan
Bandung yang juga dikenal dengan wilayah Metropolitan Bandung Raya akan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi di kawasan tersebut. Kawasan ini bertujuan
untuk menjadi pusat kebudayaan, pariwisata, serta pusat kegiatan jasa dan ekonomi
kreatif nasional yang berbasis pendidikan tinggi dan industri berteknologi tinggi
yang berdaya saing dan ramah lingkungan. Penetapan ini juga akan mendorong
berkembangnya investasi dalam bidang industri dan juga meningkatnya urbanisasi.
Urban sprawl yang tidak terkendali bisa menjadi ancaman keberlanjutan
pengembangan Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung akibat dari rusaknya
struktur dan ekosistem kawasan.
Prediksi penggunaan/tutupan lahan dengan CA-Markov, menganalisis nilai
Urban Sprawl, Urban Spatial Patterns, dan keselarasan dengan Rencana Tata
Ruang Kawasan akan membantu dalam memutuskan kebijakan yang sesuai dan
tepat untuk keberlanjutan pengembangan perkotaan di Cekungan Bandung.
Kerangka pikir penelitian disajikan pada Gambar 1.

Perpres RI No 45 tahun 2018 tentang penetapan Kawasan


Perkotaan Cekungan Bandung

Pusat kebudayaan, pariwisata, serta pusat kegiatan jasa dan ekonomi kreatif nasional,
yang berbasis pendidikan tinggi dan industri berteknologi tinggi yang berdaya saing
dan ramah lingkungan

Isu industrialisasi dan urbanisasi yang dapat menghambat keberlanjutan


pengembangan Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung

Proyeksi Perubahan Penggunaan Lahan

Analisis Urban Sprawl


Keselarasan Proyeksi Penggunaan Lahan
Eksisting 2030 dengan RTRK Perkotaan
Cekungan Bandung Tipologi Urban Spatial Patterns

Arahan Pengendalian Urban Sprawl di


Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung

Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian


4

TINJAUAN PUSTAKA
Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung
Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung merupakan kawasan strategis
nasional dari sudut kepentingan ekonomi yang terdiri atas Kawasan Perkotaaninti
dan Kawasan Perkotaan di Sekitarnya yang membentuk Kawasan Metropolitan.
Kawasan Perkotaan Inti terdiri dari Kota Bandung dan Kota Cimahi. Kawasan
Perkotaan di Sekitarnya yaitu Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Bandung, dan
Kabupaten Sumedang. Penataan Ruang Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung
bertujuan untuk mewujudkan Kawasan Perkotaan yang berkelas dunia sebagai
pusat kebudayaan, pusat pariwisata, serta pusat kegiatan jasa dan ekonomi kreatif
nasional, yang berbasis pendidikan tinggi dan industri berteknologi tinggi yang
berdaya saing dan ramah lingkungan (Presiden Republik Indonesia 2018).
Luas Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung Mencapai 4795 km2 dengan
total jumlah penduduk 9,5 juta jiwa. Kota Bandung memiliki luas 167 km2 dan Kota
Cimahi 39,27 km2. Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Bandung dan Kabupaten
Sumedang secara berturut-turut memiliki luas 1767,96; 1305,77; dan 1518,33 km2.
Jumlah penduduk pada tahun 2017 di Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten
Bandung Barat, Kabupaten Bandung dan Kabupaten Sumedang secara berturut
turut yaitu 2497,94; 601,10; 1666,51; 3657,60; 1146,44 ribu jiwa dengan laju
pertumbuhan 0,29; 1,19; 1,10; 1,70; dan 0,38 % (BPS Provinsi Jawa Barat 2018).

Perubahan Penggunaan Lahan


FAO (1999) mendefiniskan lahan sebagai tempat di permukaan bumi yang
sifat-sifatnya saling berkaitan satu sama lain, memiliki atribut mulai dari biosfer
atmosfer, batuan induk, bentuk-bentuk lahan, tanah dan ekologinya, hidrologi,
tumbuh-tumbuhan, hewan dan hasil dari aktivitas manusia pada masa lalu dan
sekarang dimana variabel tersebut berpengaruh nyata pada penggunaan oleh
manusia saat ini dan akan datang. Arsyad (2010) mendefinisikan penggunaan lahan
sebagai setiap bentuk intervensi manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi
kebutuhan hidupnya baik material maupun spiritual Penggunaan lahan dapat
dikelompokkan kedalam dua golongan besar yaitu: (1) penggunaan lahan pertanian
yang dibedakan berdasarkan atas penyediaan air dan komoditas yang diusahakan,
dimanfaatkan atau yang terdapat di atas lahan tersebut; dan (2) penggunaan lahan
non pertanian seperti penggunaan lahan pemukiman kota atau desa, industri,
rekreasi, dan sebagainya.
Istilah penggunaan lahan berbeda dengan tutupan lahan. Terdapat
perbedaan yang prinsip dalam kedua peristilahan tersebut. Penggunaan lahan
mengandung aspek menyangkut aktifitas pemanfaatan lahan oleh manusia
sedangkan penutupan lahan lebih bernuansa fisik (Rustiadi et al. 2009). Tutupan
lahan merupakan keadaan biofisik dari permukaan bumi dan lapisan di bawahnya.
Tutupan lahan menjelaskan keadaan fisik permukaan bumi sebagai lahan pertanian,
gunung atau hutan (Herold et al. 2006). Tutupan lahan adalah atribut dari
permukaan dan bawah permukaan lahan yang mengandung biota, tanah, topografi,
air tanah dan permukaan, serta struktur manusia. Sedangkan penggunaan lahan
adalah tujuan manusia dalam mengeksploitasi tutupan lahan (Lambin et al. 2003).
5

Lahan digunakan untuk memenuhi berbagai kebutuhan manusia dengan


tujuan yang beragam. Perubahan penggunaan lahan terjadi ketika pengguna lahan
memutuskan untuk mengarahkan sumber daya ke arah tujuan yang berbeda, dengan
dampak yang diinginkan dan maupun yang tidak dinginkan. Penyebab dari
perubahan penggunaan adalah kelangkaan sumberdaya; perubahan kesempatan
akibat pasar; intervensi kebijakan dari luar; hilangnya kapasitas adaptasi dan
meningkatnya kerentanan; perubahan dalam organisasi sosial dalam mengakses
sumberdaya dan dalam tingkah laku (Lambin et al. 2003). Analisis perubahan
penggunaan lahan pada dasarnya analisis hubungan antara orang dan lahan untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan mengapa, kapan, bagaimana, dan dimana
perubahan penggunaan lahan terjadi. Tujuan dari analisis perubahan penggunaan
lahan adalah dalam bentuk: deskripsi atau penjelasan, explanation (eksplanasi),
prediksi, impact assessment (kajian dampak), prescription dan evaluasi (Briassoulis
2000).

Model Spasial
Secara umum model didefinisikan sebagai suatu perwakilan atau abstraksi
dari sebuah obyek atau situasi aktual. Model memperlihatkan hubungan langsung
maupun tidak langsung serta kaitan timbal balik (sebab akibat). Karena model
merupakan abstraksi dari suatu realitas, maka pada wujudnya kurang kompleks
daripada realitas itu sendiri. Model dapat dikatakan lengkap bila dapat mewakili
berbagai aspek dari realitas itu sendiri (Marimin 2005). Model perubahan
penggunaan lahan dapat didefinisikan sebagai alat untuk mendukung analisis
penyebab dan konsekuensi dari perubahan penggunaan lahan (Verburg et al. 2004).
Model perubahan penggunaan lahan dapat memainkan peran penting dalam
penilaian dampak dari kegiatan masa lalu di bidang lingkungan maupun
sosialekonomi. Pendekatan dan simulasi dari interaksi lokasi dengan lingkungan
secara langsung telah terbukti secara empiris menjadi pendorong penting terjadinya
perubahan penggunaan lahan (O'Sullivan dan Torrens 2000; Verburg et al. 2004).
Secara umum Briassoulis (2000) menggambarkan klasifikasi pemodelan untuk
analisis penggunaan lahan dan perubahannya. Model-model ini dikelompokkan ke
dalam lima kelompok besar yaitu model statistik dan ekonometrik, model interaksi
spasial, model optimisasi, model terpadu (intergrated model) dan pendekatan model
lainnya.
Sebagai alat pembelajaran dalam mengungkap faktor pendorong dan
dinamika sistem perubahan penggunaan lahan, model perubahan penggunaan lahan
berperan penting dalam mengeksplorasi perkembangan sistem penggunaan lahan
masa depan. Sistem fungsional dari model perubahan penggunaan lahan dapat
digali melalui skenario dan visualisasi konfigurasi penggunaan lahan, sehingga
menghasilkan keputusan kebijakan dan perkembangan sistem penggunaan lahan.
Eksplorasi dan kapasitas proyektif, memungkinkan model penggunaan lahan dapat
digunakan sebagai alat komunikasi dan pembelajaran lingkungan bagi para
pemangku kepentingan (Latuamury 2013). Penelitian tentang pemodelan
penggunaan lahan dan lahan sawah secara khusus telah banyak di lakukan. Oh et
al. (2010) memprediksi terjadinya konversi lahan sawah berdasarkan skenario
perubahan iklim menggunakan model CLUE di Yongin, Icheon, and Anseong,
Korea Selatan. Berdasarkan skenario iklim, sebagian besar lahan sawah di wilayah
penelitian terkonversi menjadi permukiman. Warlina (2007) dalam penelitiannya
6

berupaya membangun model perubahan penggunaan lahan untuk konsep penataan


ruang dalam kerangka pembangunan wilayah yang berkelanjutan di wilayah
Kabupaten Bandung. Dari penelitiannya merekomendasikan bahwa model
perubahan penggunaan lahan dan informasi tingkat berkelanjutan wilayah dapat
merupakan pelengkap dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
sebagai produk dari perencanaan wilayah. Perencanaan wilayah tersebut
merupakan bagian dari penataan ruang dalam kerangka pembangunan wilayah
berkelanjutan.
Salah satu model penggunaan lahan yang saat ini berkembang adalah model
dengan menggunakan pendekatan cellular automata. Metode cellular automata
(CA) merupakan model matematika yang sangat cocok untuk meniru proses spasial
yang kompleks atas dasar aturan keputusan sederhana (Wolfram, 1984). Sesuai
dengan namanya, CA berisi sejumlah sel (cell) yang memiliki nilai tertentu. Setiap
sel dapat berubah mengikuti suatu prinsip transisi tertentu (transition rule). CA
terdiri dari empat komponen yang saling berinteraksi yaitu universe (dimensi ruang
dari sel/cell space), states (keadaan /nilai yang mungkin dicapai oleh suatu sel),
neigborhood (jumlah sel tetangga yang dipertimbangkan dalam penentuan nilai dari
suatu sel) dan transition (seperangkat aturan yang digunakan dalam penentuan nilai
dari suatu sel) (Chen et al. 2002).
Penelitian tentang pemodelan penggunaan lahan dengan pendekatan cellular
automata juga telah banyak dilakukan. Munibah (2008) dalam penelitiannya
menyusun model spasial perubahan penggunaan lahan kaitannya dengan arahan
penggunaan lahan berwawasan lingkungan di DAS Cidanau Banten dengan
pendekatan cellular automata. Dari penelitian ini tersusun arahan penggunaan lahan
di wilayah penelitian yang mempertimbangkan aspek konservasi lahan sehingga
dapat meminimumkan erosi. Komarudin (2013) dalam penelitiannya menyusun
model perubahan penggunaan lahan pesisir dalam upaya mendukung rencana tata
ruang wilayah Kabupaten Karawang dengan pendekatan cellular automata. Dari
penelitian ini tersusun arahan penggunaan lahan di wilayah pesisir yang
mempunyai nilai inkosistensi terendah dan paling kompatibel terhadap
implementasi RTRW tahun 2030. Susilo (2013) dalam penelitiannya
mengintegrasikan sistem informasi geografis (SIG) dan cellular automata untuk
pemodelan perubahan penggunaan lahan di daerah pinggiran kota Yogyakarta.
Integrasi sistem informasi geografi (SIG) dan cellular automata sangat potensial
diterapkan untuk keperluan pemodelan spasial. Output model bersifat proyektif
dengan mengintegrasikan aspek spasial dan non spasial. Hasil pemodelan dapat
digunakan sebagai pertimbangan dalam kegiatan evaluasi maupun perencanaan tata
guna lahan. Berbagai skenario dapat disusun untuk meminimalisir dampak negatif
dari terjadinya perubahan penggunaan lahan di pinggiran kota Yogyakarta. Amalia
(2015) dalam penelitiannya menyusun model perubahan penggunaan lahan sawah
di Kabupaten karawang. Dari hasil penelitian ini diprediksi ketersediaan lahan
sawah di Kabupaten Karawang akan terus menurun dan terjadi pengurangan 15.486
ha sawah di tahun 2030.

Urbanisasi
Konsep urbanisasi beragam menurut para ahli, menurut Puisant dan Weber
(2002), urbanisasi didefinisikan sebagai suatu proses yang menyangkut proses
pewilayahan dan sosial ekonomi yang menyebabkan transformasi secara umum
7

berbagai kelas tutupaan lahan dan penggunaan lahan. Jika mengacu kepada sensus
yang dilakukan oleh Prancis dan Amerika proses urbanisasi berkaitan erat dengan
konsentrasi penduduk dan kegiatannya yang berpengaruh terhadap terjadinya
agregasi daerah perkotaan yang didalamnya terdapat ratusan ribu penduduk.
Perubahan penggunaan lahan dan tutupan lahan perkotaan terkait dengan
kegiatan sosial-ekonomi (Lambin et al. 2003; Small dan Cohen 2004; Doll et al.
2006; Avelar et al. 2009), dan urbanisasi meliputi pertumbuhan fisik kota dan
pergerakan orang ke daerah perkotaan. Arus migrasi terus menerus sebagian besar
telah memberikan kontribusi terhadap peningkatan daerah terbangun atau
permukiman. Salah satu efek utama dari situasi seperti ini adalah transformasi dari
struktur pemukiman. Xian dan Crane (2005) menyebutkan bahwa informasi yang
akurat dan terkini tentang status dan kecenderungan ekosistem perkotaan yang
dibutuhkan untuk mengembangkan strategi pembangunan berkelanjutan dan untuk
meningkatkan kemampuan hidup perkotaan (liveability).
Pertumbuhan perkotaan yang dramatis telah menyebabkan perubahan
penggunaan lahan dan tutupan lahan yang cepat (Seto dan Shepherd 2009; Okata
dan Murayama 2010). Daerah perkotaan telah tumbuh begitu pesat dalam beberapa
dekade terakhir sehingga sangat penting untuk memiliki data penggunaan lahan dan
peta perubahan tutupan lahan dengan kualitas baik dan terus diperbarui secara
teratur untuk membantu memantau, menilai, dan memahami tingkat dan bentuk
pertumbuhan perkotaan (Schneider dan Woodcock 2008).
Menurut Weng (2012) penginderaan jauh memberikan informasi gambar
spasial yang konsisten yang mencakup area yang luas dengan baik resolusi spasial
tinggi dan frekuensi temporal yang tinggi. Penginderaan jauh merupakan alat
penting untuk memberikan informasi mengenai karakteristik penggunaan lahan
perkotaan dan perubahan dari waktu ke waktu pada berbagai skala spasial dan
temporal (Herold et al. 2003; Longbotham et al. 2012; Taubenböck et al. 2012).
Oleh karena itu, penting untuk menggabungkan parameter turunan penginderaan
jauh dengan parameter sosial ekonomi untuk menganalisis perubahan
spasialtemporal pertumbuhan perkotaan (Bagan dan Yamagata 2012).
Menurut Verburg et al. (2004), model perubahan penggunaan lahan
didasarkan pada teknologi geospasial, multi-temporal penginderaan jauh dan
analisis spasial, telah terbukti sangat bermanfaat, efisien untuk menganalisis
kegiatan konversi lahan lintas ruang dan waktu. Serta mampu memantau
pertumbuhan kota (Bhatta 2009; Kumar et al. 2011; Basawaraja et al. 2011;
Taubenböck et al. 2012), keuntungan utama dari penggunaan model perubahan
lahan adalah kemampuan dari model untuk menentukan dan mengukur faktor
penyebab perubahan penggunaan lahan secara spatiotemporal (Poelmans dan Van
Rompaey 2010; Arsanjani et al. 2013; Tayyebi dan Pijanowski 2014). Verburg et
al. (2004) membagi faktor penyebab ke dalam lima kategori: (a) karakteristik
lingkungan, (b) faktor sosial, (c) faktor ekonomi, (d) kebijakan tata ruang, dan (e)
interaksi lingkungan spasial. Variabel lingkungan menghubungkan model
pertumbuhan perkotaan untuk teori-teori ekonomi (misalnya, model inti-pinggiran
oleh Krugman (1991) dikutip dalam Dendoncker et al. 2007). Terlepas dari
sejumlah besar faktor penyebab, sebagian besar studi empiris mengoperasionalkan
8

lingkungan (misalnya, jarak ke infrastruktur transportasi) dan, jika tersedia, penentu


sosial-ekonomi (misalnya, pendapatan rumah tangga), untuk menjelaskan proses
pertumbuhan perkotaan (Hu dan Lo 2007; Poelmans dan Van Rompaey 2010;
Cheng 2011).
Sebuah prasyarat penting untuk merumuskan strategi perencanaan masa
depan yang berkelanjutan dan kebijakan adalah untuk memahami perkembangan
terakhir spasial struktur fisik kota dan mengemudi-kekuatan di balik pertumbuhan
kota (Cheng 2011; Arsanjani et al. 2013; Patino dan Duque 2013), karena dengan
melakukan hal itu dapat mendukung pengembangan arahan strategi perencanaan
yang berorientasi pada tujuan (Pethe et al. 2014).

Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah


Pemanfaatan ruang adalah suatu proses untuk mewujudkan struktur ruang
dan pola ruang sesuai deengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan
pelaksanaan program beserta pembiayaannya. Ruang sendiri merupakan wadah
yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam
bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup,
melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya. Proses pemanfaatan
ruang sendiri diperlukan pengendalian sebagai upaya untuk mewujudkan tertib tata
ruang (Presiden Republik Indonesia 2007).
Arahan pengendalian pemanfaatan ruang Kawasan Perkotaan Cekungan
Bandung terdiri atas peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif
dan pengenaan sanksi. Arahan peraturan zonasi digunakan sebagai pedoman bagi
pemerintah kabupaten/kota dalam menyusun ketentuan umum peraturan zonasi dan
peraturan zonasi. Arahan perizinan sebagai acuan untuk dalam pemberian izin
pemanfaatan ruang, setiap pemanfaatan ruang harus mendapatkan izin pemanfaatan
ruang dari Pemerintah arahan pemberian insentif dan disinsensif sebagai acuan bagi
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sebagai upaya pengendalian pemanfaatan
ruang dalam rangka mewujudkan rencana tata ruang Kawasan Perkotaan Cekungan
Bandung. Pengenaan sanksi diberikan dalam bentuk sanksi administratif dan/atau
sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan bidang
penataan ruang (Presiden Republik Indonesia 2018).
Pemberian diinsentif dari Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah
kepada Masyarakat dalam Peraturan Presiden Kawasan Perkotaan Cekungan
Bandung yaitu pengenaan kompensasi, persyaratan khusus dalam perizinan bagi
kegiatan pemanfaatan ruang yang diberikan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah, kewajiban memberi imbalan, pembatasan penyediaan prasarana dan
sarana, pensyaratan khusus dalam perizinan (Presiden Republik Indonesia 2018).
Disinsentif dalam Peraturan Daerah No.22 tahun 2010 yang diberikan kepada
masyarakat adalah penyediaan infrastruktur secara terbatas, pengenaan
kompensasi, pembatalan insentif, rekomendasi pencabutan izin dan sanksi
administratif (Gubernur Jawa Barat 2010).
9

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu Dan Lokasi Penelitian


Penelitian dilaksanakan di wilayah perencanaan Kawasan Perkotaan Cekungan
Bandung yang meliputi lima wilayah administrasi, yaitu : Kota Cimahi seluas 4.023
Ha dan Kota Bandung seluas 16.729,65 Ha, Kabupaten Bandung seluas 176.812
Ha, Kabupaten Bandung Barat seluas 130.577,40 Ha dan sebagian Kabupaten
Sumedang (Kecamatan Cimanggung, Tanjungsasri, Sukasari, Jatinangor,
Rancakalong dan Pamulihan) seluas 15.486 Ha. Jumlah penduduk di wilayah ini
kurang lebih 9,5 juta jiwa di tahun 2018. Penelitian dilaksanakan selama 11 bulan
(Juni 2019- Mei 2020), melalui tahapan: studi pustaka dan observasi lapangan,
pengumpulan dan kompilasi data, analisis data dan sintesis, hingga penulisan tesis.
Peta penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Lokasi Penelitian

Bahan dan Alat


Bahan dan peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
1. Peralatan lapangan: GPS, kompas, peta wilayah penelitian dan alat penunjang
lainnya.
2. Citra satelit Landsat tahun 2000, 2010 dan 2020, peta rupa bumi Indonesia dari
BIG.
3. Peralatan lainnya: Perangkat keras seperti Personal Computer / Laptop, dengan
perangkat lunak GIS (ArcGIS 10.6), perangkat lunak pengolah citra (ERDAS,
Envi Classic, Idrisi Selva), perangkat statistic spasial (STATISTICA)
10

Jenis dan Sumber Data


Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer
didapatkan melalui survei dan observasi lapangan terkait data – data kondisi
eksisting wilaayh penelitian. Data sekunder meliputi data kependudukan, data land
use eksisting, dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah(RTRK) Cekungan Bandung
dan Provinsi Jawa Barat, dan data citra satelit Landsat. Data – data tersebut
didapatkan dari instansi – instansi pemerintah di Wilayah Cekungan Bandung dan
Jawa Barat.Variabel dan sumber data pada penelitian ini disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Variabel dan Sumbe Data Penelitian
Variabel Jenis Data Sumber Data
Penggunaan Lahan Data Citra Landsat USGS (United States
Cekungan Bandung tahun Geological Survey)
2000, 2010, dan 2020 Laboratorium
Data Penggunaan Lahan Pengembangan Wilayah
Cekungan Bandung tahun IPB
2000, 2010, dan 2020 Kementrian Agraria dan
Data batas wilayah Tata Ruang/BPN
administrasi cekungan Republik Indonesia
Bandung
Proyeksi Penggunaan Data Penggunaan Lahan Hasil Olah Data Citra
Lahan Cekungan Cekungan Bandung 2000, Landsat
Bandung 2030 2010 dan 2020
Urban Sprawl Data Penggunaan Lahan Hasil Olah Data Citra
tahun 2000,2010, 2020 Landsat
dan proyeksi Penggunaan
Lahan 2030
Tipologi Urban Landscape Metric Urban Hasil Olah Data Urban
Spatial Pattern Sprawl Sprawl

Keselarasan Data Penggunaan Lahan Hasil Olah Data Citra


Penggunaan Lahan
Cekungan Bandung tahun Landsat
Eksisting dan Proyeksi
2000, 2010, 200 dan Kementrian Agraria dan
Penggunaan Lahan
proyeksi penggunaan Tata Ruang /BPN
2030 dengan RTRK lahan 2030 Republik Indonesia
Cekungan Bandung Data RTRK Cekungan
Bandung
Arahan Pengendalian Landscape Metric Urban Hasil Olah Data Urban
Urban Sprawl Sprawl Sprawl
Keselarasan Penggunaan Hasil Olah Data
Lahan Keselarasan Penggunaan
Lahan dengan RTRK
Cekungan Bandung
11

Tahapan Penelitian
Secara umum penelitian dilaksanakan melalui beberapa tahapan, yaitu:
1) Tahap Studi Literatur
Tahap studi literatur dilakukan pada awal penelitian untuk memperkaya
pemahaman terkait topik penelitian, memahami teori-teori yang relevan
dengan penelitian yang akan dilakukan, serta memahami penelitian-
penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini.
2) Tahapan Pengumpulan Data
Tahap pengumpulan data terdiri dari pengumpulan data melalui survei
primer dan sekunder.
3) Tahapan Pengolahan Data
Tahapan pengolahan data merupakan tahap analisis data yang dilakukan
berdasarkan metode-metode analisis yang telah dipilih untuk menjawab
tujuan penelitian.
4) Tahap Pembahasan Hasil Olahan Data
Tahap ini merupakan tahap pembahasan, interpretasi, dan perumusan hasil
analisis untuk menjawab tujuan penelitian. Hasil analisis yang diperoleh
pada tahap pengolahan data diinterpretasikan serta dideskripsikan dengan
bantuan gambar, tabel, dan grafik.
5) Tahap Penulisan Tesis
Pada tahap ini dilakukan penyusunan tesis yang merupakan sintesa
hasil dari seluruh kegiatan penelitian. Pada tahap ini juga dilakukan
penyusunan sintesa dari hasil-hasil pada tujuan penelitian dan dilakukan
penyusunan kesimpulan.

Metode Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri dari pengumpulan
data melalui survei primer dan survei sekunder. Survei primer merupakan metode
pengumpulan data yang dilakukan secara langsung dengan observasi di lapangan
untuk melihat kondisi eksisting wilayah penelitian. Survei sekunder merupakan
metode pengumpulan data dari instansi pemerintah maupun instansi terkait. Hasil
yang diharapkan dari survei sekunder ini adalah berupa data deskriptif, data
numerik, dokumen rencana dan data citra satelit maupun peta mengenai kondisi
wilayah penelitian. Survei sekunder juga bisa dilakukan dengan mensintesa atau
mempelajari hasil – hasil yang didaptkan pada penelitian sebelumnya.
12

Metode Analisis Data


Metode analisis data dilakukan dengan menentukan variabel – variabel
tertentu dan menggunakan metode analisis yang sesuai untuk menjawab tujuan
penelitian. Proses dan alur yang akan digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat
pada Gambar 3. Jenis data, variabel, sumber data, teknik analisis data dan keluaran
yang diharapkan untuk masing – masing tujuan penelitian disajikan pada Tabel 2.

Analisis Markov Chain


Data Citra Data Citra Data Citra
Landsat 2000 Landsat 2010 Landsat 2020 Matrix Transisi tahun 2000 ke 2010

Supervised (Maximum likelihood) Model CA (Cellular Automata)

Prediksi Perubahan Penggunaan


Data Land Data Land Data Land
lahan tahun 2020
Use 2000 Use 2010 Use 2020

Validasi

Proyeksi Penggunaan Lahan Cekungan Bandung 2030

Analisis Urban Sprawl dengan landscape Evaluasi Keselarasan dengan RTRK


metric (PLAND, ED, NP, PD, GYRATE, Cekungan Bandung
COHESION, CLUMPY)

Peta Keselarasan Proyeksi Penggunaan Lahaan


Tipologi Urban Spatial Patterns tiap kecamatan Cekungan Bandung 2030 dengan RTRK
Cekungan Bandung

Arahan Pengendalian Pertumbuhan Perkotaan di


Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung

Gambar 3. Diagram alir penelitian


13

Tabel 2. Matriks Rangkuman Tujuan, Jenis Data, Teknik Analisis dan Output
Tujuan Input Data Teknik Analisis Output
1. Menganalisis  Data Batas  Supervised  Penggunaan Lahan
Perubahan Administrasi (Maximum Cekungan
Penggunaan/tutupan Cekungan Likelihood) Bandung 2000,
Lahan dan Proyeksi Bandung  CA-Markov 2010, 2020
Penggunaan/tutupan  Citra Landsat
Lahan tahun 2030 2000, 2010, 2020

 Penggunaan  Markov Chain  Tren Perubahan


Lahan Eksisting  CA-Markov Penggunaan Lahan
Tahun 2000,  Proyeksi
2010 dan 2020 Penggunaan Lahan
tahun 2030

2. Menganalisis Urban  Data Penggunaan  Landscape  Nilai Landscape


Sprawl di Kawasan Lahan tahun Metric Metric Penggunaan
Perkotaan Cekungan 2000, 2010, 2020 (FRAGSTAT) Lahan tiap
Bandung, dan proyeksi kecamatan
Merumuskan tahun 2030
Tipologi urban  Data batas
spatial patterns dan Administrasi
tren pertumbuhan Kecamatan
perkotaan  Nilai Landscape  Content analysis  Tipologi Urban
Metric tiap spatial patterns.
Kecamatan  Tren Pertumbuhan
Perkotaan
3. Keselarasan  Data Penggunaan  Overlay  Data Keselarasan
Penggunaan/tutupan Lahan Eksisting Penggunaan Lahan
Lahan Eksisting dan tahun 2020 dan dengan RTRK
Proyeksi Lahan proyeksi tahun Perkotaan
Eksisting 2030 2030 Cekungan
dengan RTRK  Data RTRK Bandung
Perkotaan Cekungan Perkotaan
Bandung Cekungan
Bandung
4. Arahan Pengendalian  Output tujuan 3  Analisis  Arahan
Urban Sprawl dan 4 Deskriptif Pengendalian
Urban Sprawl

A. Perubahan Penggunaan/Tutupan Lahan dan Proyeksi tahun 2030


menggunakan CA-Markov
Pemodelan penggunaan/tutupan lahan yang berbasis spasial dan bersifat
dinamis untuk menjelaskan fenomena pertumbuhan Kawasan Perkotaan Cekungan
Bandung dilakukan menggunakan metode CA-Markov. CA-Markov merupakan
gabungan dari metode Cellular Automata dan Markov Chain. Cellular automata
adalah model sederhana proses distribusi spasial dalam GIS. Data terdiri dari
susunan sel-sel (grid), yang memiliki aturan tertentu sehingga terdapat beberapa
14

kemungkinan yang dapat dihasilkan dari suatu model (Fu et al. 2018). Menurut
Guan et al. (2011), model Cellular Automata memiliki 5 komponen utama, yaitu:
(a) Lattice atau Grid: Ruang dimana sel tersebut berada, (b) Cell state: keadaan sel
dalam satu satuan waktu, (c) Neighborhood: Sistem ketetanggaan dan interaksi
antar sel, (d) Transition rule: Aturan perubahan dari satu sel menuju sel lainnya, (e)
Temporal space: Satuan waktu dimana akan dilakukan pengamatan dan prediksi
terhadap perubahan sel.
Aturan perubahan karakteristik sel dalam cellular automata ditentukan oleh
aturan transisi untuk membentuk beberapa kemungkinan yang terjadi pada satuan
waktu tertentu berdasarkan suatu aturan transisi (Mitsova et al. 2011). Model
Markov Chain merupakan model yang berdasar pada proses acak dalam
menentukan prediksi dan teori control optimal (Jiang et al. 2009). Perhitungan yang
dilakukan dalam model markov chain adalah menggunakan tabulasi silang antara
data pada waktu awal (t) dan waktu akhir (t+1) pada suatu pengamatan. Analisis
markovian menggunakan matriks untuk menghasilkan peluang transisi antara dua
data pada satuan waktu yang berbeda dan memprediksi perubahan yang terjadi pada
masa yang akan datang berdasarkan peluang tersebut (Sang et al. 2011).
Model Markov menentukan aturan transisi dalam model yang akan disusun
sementara model CA berfungsi untuk menentuka distribusi spasial, fungsi
ketetanggaan dan interaksi antar sel. CA memiliki kemampuan untuk
mensimulasikan karakteristik spasio-temporal dari suatu sistem penggunaan lahan,
dan dapat digunakan untuk mensimulasikan perilaku dalam sistem tersebut yang
tidak dapat ditentukan hanya melalui satu persamaan matematis. Sedangkan
markov chain memiliki kemampuan untuk memprediksi karakteristik geografis
dalam dua satuan waktu tertentu melalui suatu proses stokastik. Dalam
memodelkan LUC (Land Use Change), penggunaan lahan dianggap sebagai proses
stokastik oleh markov chain dan sistem ketetanggaan. Bekerja seperti kondisi rantai
yang saling terkait dan mempengaruhi satu sama lain (Clancy et al., 2010). Model
CA-Markov dilakukan menggunakan software TerrSet, dalam implementasinya
dapat dilakukan dalam 4 langkah sebagai berikut:
1. Menghitung Matriks Transisi Menggunakan Markov Chain untuk
memprediksi matriks transisi penggunaan lahan. Matriks probabilitas
dihasilkan melalui perbandingan dengan peta penggunaan lahan eksisting
dan tahun sebelumnya. Kemudian, matriks probabilitas transisi untuk
periode tahun simulasi dapat diprediksi berdasarkan formula sebagai
berikut:
𝑃(𝑁) = 𝑃(𝑁−1) ∗ 𝑃

Dimana P(N) merupakan peluang transisi pada tahun simulasi, P(N−1)


merupakan peluang transisi pada tahun awal yang direpresentasikan dalam
bentuk matriks sebagai berikut
15

2. Menyusun Peta Potensi Transisi/Perubahan Penggunaan Lahan


Peta potensi perubahan penggunaan lahan digunakan untuk
mengontrol distribusi spasial dari penggunaan lahan dalam suatu wilayah.
Pada tahap ini, matriks transisi digunakan sebagai dasar menentukan
perubahan penggunaan lahan dan ditambahkan dengan faktor-faktor lain
yang diinginkan sebagai variabel bebas untuk mengarahkan perubahan
penggunaan lahan yang terjadi
3. Mensimulasi Perubahan Penggunaan Lahan Menggunakan Cellular
Automata
Simulasi atau pemodelan penggunaan lahan dilakukan menggunakan
model CA dengan aturan transisi yang telah ditentukan melalui gabungan
antara matriks transisi markov chain dan data-data lain sebagai faktor
pendorong, jumlah iterasi yang dilakukan, dan satuan waktu yang
diinginkan.
4. Validasi Model
Validasi model yang sering digunakan untuk menguji kualitas hasil
klasifikasi penutupan lahan (land use) berbasis data penginderaan jauh
adalah Kappa accuracy.

B. Analisis Urban Sprawl, Tipologi Urban Spatial Patterns dan Tren


Pertumbuhan Perkotaan
Analisis Urban Sprawl dilakukan dengan menggunakan bantuan software
FRAGSTAT untuk menghitung nilai landscape metric. Landscape metric adalah
suatu metode yang dapat digunakan untuk merumuskan pola spasial morfologi
wilayah berbasis metric (O’Neil et al. 1988). Penelitian kali ini landscape metric
digunakan untuk mengukur indeks-indeks yang merepresentasikan Urban Sprawl
berdasarkan data penggunaan lahan Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung. Nilai
landscape metric dihitung secara time series tahun 2000, 2010, 2020 dan 2030. Nilai
landscape metric yang akan dianalisis adalah PLAND (percentage of Landscape),
ED (Edge Density), COHESION, GYRATE, CLUMPY, PD (Patch Density) dan
NP (Number of Patches).
 PLAND (Percent of Landscape)
Metrik PLAND merepresentasikan total luas area dalam suatu class
tertentu dibandingkan dengan luas keseluruhan wilayah/landscape yang
dianalisis, kemudian direpresentasikan dalam bentuk presentase (Brody et
al. 2013). Metrik PLAND dapat merepresentasikan perbandingan wilayah
terbangun/wilayah terbuka dibandingkan dengan keseluruhan wilayah
landscape yang diamati. Nilai metrik PLAND berkisar antara 0 – 100,
sebagaimana telah dijelaskan bahwa nilai PLAND adalah berupa presentase.
PLAND mendekati 0 ketika kelas penggunaan lahan tertentu memiliki
luasan yang sangat kecil dan jarang terdapat dalam landscape yang diamati.
16

Dalam software “Fragstats” PLAND dihitung dengan menggunakan


formula sebagai berikut:

Dimana P𝑖 merupakan proporsi sebagian landscape yang memiliki


satu jenis class tertentu; 𝑎𝑖𝑗 (m2) adalah luas area class ij; dan A adalah total
luas landscape yang diamati (m2). Ilustrasi nilai metrik PLAND dalam suatu
landscape digambarkan dalam Gambar 4.

Sumber: Kim (2013)


Gambar 4 Ilustrasi metrik PLAND dalam landscape
 ED (Edge Density)
ED merupakan total panjang pixel-pixel ujung yang terdapat pada
patch-patch dalam satu jenis class tertentu (m) dan bersinggungan langsung
dengan patch-patch dalam class lain, dibagi dengan total luas landscape
yang diamati (ha). Nilai metrik ED menunjukkan total luas area pixel-pixel
dalam suatu patch yang bersinggungan langsung dengan patch pada class
lain, dengan rentang mulai dari 1. Dalam software “Fragstats” nilai metrik
ED dikalkulasikan berdasarkan formula sebagai berikut:

Dimana eik adalah total panjang (m) kelas I dalam landscape dan A
adalah total luas landscape dalam meter persegi untuk kemudian dikalikan
10.000 menjadi satuan hektar. Ilustrasi nilai metrik ED dalam suatu
landscape digambarkan dalam Gambar 5

Sumber: McGarigal (1995)


Gambar 5 Ilustrasi metrik ED dalam landscape
 GYRATE (Radius of Gyration)
GYRATE merupakan jarak rata-rata tiap cell dalam suatu patch yang
berkesinambungan terhadap titik tengah (center point) dalam patch
tersebut. GYRATE merupakan salah satu metode yang sangat berguna untuk
menganalisa ukuran suatu patch. Dalam kata lain, GYRATE mampu
17

mengukur seberapa jauh patch tersebut membentang dalam suatu landscape


yang sedang diamati. Apabila luas suatu patch tersebut sama, nilai GYRATE
bisa saja berbeda tergantung bentuk patch tersebut, misalnya patch yang
berbentuk memanjang memiliki nilai GYRATE yang lebih besar daripada
patch yang berbentuk kompak dan berkelompok. Penelitian ini
menggunakan nilai rata-rata GYRATE pada suatu class untuk
menstandarkan ukuran berbagai patch dalam satu class tertentu yang
dianalisis. GYRATE dikalkulasikan menggunakan formula berikut:

Dimana, hijr adalah jarak (m) antara cell ijr dalam patch ij dan titik
centroid pada patch ij (jarak antar cell dihitung berdasarkan jarak antar cell
center ke cell center), dan z adalah jumlah cell dalam patch ij. Nilai
GYRATE direpresentasikan dalam meter dengan rentang nilai mulai dari 0.
Ilustrasi nilai metrik GYRATE dalam suatu landscape digambarkan dalam
Gambar 6.

Sumber: Kim (2013)


Gambar 6 Ilustrasi metrik GYRATE dalam landscape

 CLUMPY (Clumpyness Index)


Metrik CLUMPY menunjukkan indeks fragmentasi class, dimana
semakin tinggi nilai CLUMPY maka suatu class tersebut akan semakin
terkumpul/tidak terfragmentasi menjadi patch-patch yang berukuran kecil.
Nilai CLUMPY berkisar antara -1 sampai dengan 1. Dimana nilai 1
merepresentasikan tidak terfragmentasi sedangkan nilai -1
merepresentasikan class yang sangat terfragmentasi dan tersebar menjadi
patch-patch yang berukuran kecil. Dalam software “Fragstats” CLUMPY
dihitung dengan menggunakan formula sebagai berikut:

Dimana gii adalah angka kedekatan pixel pada patch tipe I, gik
adalah angka kedekatan pixel pada patch tipe I dan k, dan P adalah
presentase/proporsi landscape yang ditempati oleh patch tipe i. Ilustrasi
nilai metrik CLUMPY dalam suatu landscape digambarkan dalam gambar
7.
18

Sumber: Kim (2013)


Gambar 7 Ilustrasi metrik CLUMPY dalam landscape
Tipologi urban spatial patterns dilakukan dengan mengklasifikasikan kecamatan-
kecamatan yang memiliki nilai landscape metric yang sama. Kriteria tipologi dapat
dilihat pada Tabel 3 yang diadaptasi dari penelitian Mehebub et al (2018) di India.
Kemudian dapat dilihat tren pertumbuhan perkotaan dengan melihat perubahan
Urban Spatial Patterns dari tahun 2001 sampai tahun 2030.

Tabel 3. Tipologi urban spatial patterns


Urban Spatial Patterns Kriteria
Perkotaan Inti PLAND Lahan Terbangun > 70%
Perkotaan Sekunder PLAND Lahan Terbangun > 50%
Pinggiran Kota PLAND Lahan Terbangun > 30%
Permukiman menyebar PLAND Lahan Terbangun > 10%
Non-Urban PLAND Lahan Terbangun < 10%

C. Evaluasi Keselarasan Penggunaan/Tutupan Lahan dengan RTRK


Cekungan Bandung
Evaluasi keselarasan dilakukan dengan cara tumpang tindih (overlay) peta
penggunaan lahan eksisting tahun 2020 dengan pola ruang RTRK Cekungan
Bandung dan juga peta penggunaan lahan proyeksi tahun 2030 dengan pola ruang
RTRK Cekungan Bandung. Hasil overlay dapat digunakan untuk melihat keselaran
antara lahan eksisting dengan Rencana Tata Ruang Kawasan Cekungan Bandung.

D. Arahan Pengendalian Urban Sprawl


Perumusan arahan pengendalian dilakukan untuk tiap kecamatan di Kawasan
Cekungan Bandung dengan melihat keselarasan proyeksi penggunaan lahan 2030
dengan Urban Spatial Patterns. Kondisi diberikannya arahan pengendalian dapat
dilihat pada Tabel 5.
Tabel 4. Arahan pengendalian urban sprawl
Kondisi Arahan
Perkotaan Inti Selaras Tanpa Pengendalian
Tidak Selaras Pengendalian Rendah
Perkotaan Sekunder Selaras Tanpa Pengendalian
Tidak Selaras Pengendalian Rendah
Pinggiran Kota Selaras Tanpa Pengendalian
Tidak Selaras Pengendalian Sedang
Permukiman Menyebar Selaras Tanpa Pengendalian
Tidak Selaras Pengendalian Tinggi
Non-Urban Selaras Tanpa Pengendalian
Tidak Selaras Pengendalian Tinggi
19

Arahan Pengendalian diambil dari Peraturan daerah No 22 Tahun 2010 tentang


Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat Pasal 110 tentang arahan
pemberian Diinsentif dalam upaya pemanfaatan ruang wilayah (Gubernur Jawa
Barat) :
Rendah :A
Sedang : A, B, C
Tinggi : A, B, C, D, E
Keterangan :
A. Penyediaan Infrastruktur secara terbatas
B. Pengenaan kompensasi
C. Pembatalan Insentif
D. Rekomendasi Pencabutan Izin
E. Sanksi Administratif

JADWAL PELAKSANAAN PENELITIAN


Penelitian ini akan dilaksanakan selama 12 (dua belas) bulan dimulai dari
bulan Juni 2020 sampai dengan bulan Juni 2021. Pelaksanaan penelitian meliputi
tahapan; penyusunan proposal, pengumpulan data, analisis data, publikasi dan
penyusunan tesis, seperti yang disajikan pada Tabel 4.
Tabel 5 Jadwal Pelaksanaan Penelitian
2020 2021
No Kegiatan
Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun
Penyusunan
1
Draft Proposal
Sidang
2
Komisi I
Perbaikan
Draft Proposal
dan
3
Penyusunan
Makalah
Kolokium
4 Kolokium
Finalisasi dan
5 Pengesahan
Proposal
Pengumpulan
6
Data
7 Analisis Data
Penyusunan
8 Draft Seminar
dan Tesis
Sidang
9
Komisi II
10 Seminar Hasil
11 Publikasi
Sidang
12
Komisi III
13 Ujian Tesis
Perbaikan dan
14 Penggandaan
Tesis
20

Rencana Biaya Penelitian


Rencana estimasi jumlah biaya yang akan digunakan untuk keperluan
penelitian ini sekitar Rp 10.000.000,- yang bersumber dari peneliti. Rincian seluruh
biaya penelitian disajikan pada Tabel 5.

Tabel 6 Rencana biaya penelitian


Uraian Jumlah (Rp)
Pengumpulan dan Pengolahan Data 5.000.000
Kolokium, Seminar Hasil dan Ujian Tesis 1.500.000
Publikasi Jurnal 2.000.000
Penggandaan Proposal dan Tesis 1.500.000
Jumlah Keseluruhan Biaya 10.000.000
21

DAFTAR PUSTAKA
Amalia IR. 2015. Model perubahan penggunaan lahan padi sawah di Kabupaten
Karawang menggunakan cellular automata-Markov chain [tesis]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Antrop M. 2004. Landscape change and the urbanization process in Europe.
Landscape and Urban Planning. 67(2004):9-26. doi:10.1016/S0169-
2046(03)00026-4.
Arsanjani J, Helbich M, Kainz W, Darvishi A. 2013. Integration of logistic
regression, Markov chain and cellular automata models to simulate urban
expansion – the case of Tehran. International Journal of Applied Earth
Observation and Geoinformation 21:265–275.
Arsyad S. 2010. Konservasi Tanah dan Air Jilid Kedua. Bogor (ID): IPB Press.
Avelar S, Zah R, Tavares C. 2009. Linking socioeconomic classes and land cover
data in Lima, Peru: Assessment through the application of remote sensing
and GIS. International Journal of Applied Earth Observation and
Geoinformation. 11:27–37.
Bagan H, Yamagata Y. 2012. Landsat analysis of urban growth: How Tokyo
became the world's largest megacity during the last 40 years. Remote
Sensing of Environment 127:210–222.
Basawaraja R, Chari K, Mise S, Chetti S. 2011. Analysis of the impact of
urbansprawl in altering the land use, land-cover pattern of Raichur City,
India, using geospatial technologies. Journal of Geography and Regional
Planning 4(8):455-462.
Bhatta B. 2009. Analysis of urban growth pattern using remote sensing and GIS: a
case study of Kolkata, India, International Journal Remote Sensing,
30:4733–4746.
[BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat. 2018. Provinsi Jawa Barat dalam
Angka 2018. Jawa Barat (ID): BPS Provinsi Jawa Barat.
Briassoulis, H. 2000. Analysis of land Use Change, Theoretical and Modeling
Approaches. Regional Research Institute, West Virginia University.
Brody SD, Kim H, Gunn J. 2013. The Effect of Urban Form on Flood Damage
along the Gulf of Mexico Coast. Journal of American Planning Association.
5:289-306.
Chen Q, Mynett AE, Minns AW. 2002. Application of cellular automata to
modelling competitive growths of two underwater species Chara aspera
and Potamogeton pectinatus in Lake Veluwe. Ecological Modelling
147:253-265. https://doi.org/10.1016/S0304-3800(01)00428-8.
Cheng J. 2011. Exploring urban morphology using multi-temporal urban growth
data: a case study of Wuhan, China. Asian Geographer 28:85–103.
Clancy D, Tanner JE, McWilliam S. 2010. Quantifying Parameter Uncertainty in A
Coral Reef Model Using Metropolis-Coupled Markov Chain. Ecological
Model. 221:1337–1347.
Dendoncker N, Rounsevell M, Bogaert P. 2007. Spatial analysis and modelling of
land use distributions in Belgium. Computers, Environment and Urban
Systems 31:188–205.
Doll CNH, Muller JP dan Morley JG. 2006. Mapping regional economic activity
from night-time light satellite imagery. Ecological Economics 57:75–92.
22

Fadilla L, Subiyanto S, Suprayogi A. 2017. Analisis arah dan prediksi persebaran


fisik wilayah kota semarang tahun 2029 menggunakan sistem informasi
geografis dan CA Markov model. Jurnal Geodesi Undip. 6(4):517-525
[FAO] Food and Agricuture Organization. 1999. The Future of Our Land: Facing
the Challenge. Roma (IT): FAO and UNEP.
Fu X, Wang X, Yang YJ. 2018. Deriving Suitability Factors for CA-Markov Land
Use Simulation Model Based on Local Historical Data. Journal of
Environmental Management. 206:10-19.
Guan D, Li H, Inohae T, Su W, Nagaie T, Hokao K, 2011. Modeling Urban Land
Use Change by the Integration of Cellular Automaton and Markov Model.
Ecological Model. 222:366-377.
Gubernur Jawa Barat. 2010. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat
Tahun 2009-2029. Bandung (ID)
Herold M, Goldstein NC, Clarke KC. 2003. The spatiotemporal form of urban
growth: Measurement, analysis and modeling. Remote Sensing of
Environment 86:286–302.
Herold M, Latham JS, Gregorio AD, Schumullius CC. 2006. Evolving standards in
land cover characterization. Journal of Land Use Science. 1(2-4):157-168.
Hu Z, Lo CP. 2007. Modeling urban growth in Atlanta using logistic regression.
Computers, Environment and Urban Systems 31:667–688.
Jiang, G., Zhang, F., Kong, X., 2009. Determining Conversion Direction of the
Rural Residential Land Consolidation in Beijing Mountainous Areas.
Transactions of the Chinese Society of Agricultural Engineering. 25(2):214-
221.
Kim H. 2013. Examining The Impact of Spatial Development Patterns On Regional
Heat Island Effect In metropolitan Regions of The United States. Texas
(US): Texas A&M University.
Komarudin R A. 2013. Model Perubahan Penggunaan Lahan Pesisir untuk
Mendukung Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Karawang [tests[.
Bogor (ID) : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Kumar A, Pandey A, Hoda N, Jeyaseelan A. 2011. Evaluation of urban sprawl
pattern in the tribal-dominated cities of Jharkhand state, India. International
Journal Remote Sensing 32:7651–7675.
Lambin EF, Geist HJ, Lepers E. 2003. Dynamics of land-use and land-cover change
in tropical regions. Annual Review of Environment and Resources. 28:205-
241.
Latuamury B. 2013. Kajian konseptual pemodelan perubahan penggunaan lahan
untuk studi ilmu lingkungan. Jurnal Teknosains. 3(1): 8-24.
Lawler JJ, Lewis DJ, Nelson E, Plantinga AJ, Polasky S, Withey JC, Helmers D,
Martinuzzi S, Pennington D, Radeloff VC. 2014. Projected land-use change
impacts on ecosystem services in the United States. Proceedings of the
National Academy of Sciences of the United States America. 111(20):7492-
7497. doi:10.1073/pnas.1405557111.
Liu X, He J, Yao Y, Zhang J, Liang H, Wang H, Hong Y. 2017. Classifying urban
land use by integrating remote sensing and social media data. International
Journal of Geographical Information.
http://dx.doi.org/10.1080/13658816.2017.1324976.
23

Longbotham N, Chaapel C, Bleiler L, Padwick C, Emery WJ, Pacifici F. 2012. Very


high resolution multiangle urban classification analysis. IEEE Transactions
on Geoscience and Remote Sensing 50(4):1155–1170.

Magidi J, Ahmed F. 2018. Assessing urban sprawl using remote sensing and
landscape metrics: A Case study of City of Tshwane, South Africa (1984-
2015). The Egyptian Journal of Remote Sensing and Space
Sciences.https://doi.org/10.1016/j.ejrs.2018.07.003.
Marimin. 2005. Teori dan Aplikasi Sistem Pakar dalam Teknologi Manajerial.
Bogor (ID): IPB Press.
McGarigal K, Marks BJ. 1995. FRAGSTATS: Spatial Pattern Analysis Program for
Quantifying Landscape Structure. Corvallis (US): United States
Department of Agriculture.
Mehebub S, Hong H, Sajjad H. 2018. Analyzing urban spatial patterns and trend of
urban growth using urban sprawl matrix: A study on Kolkata urban
agglomeration, India. Science of the Total Environment. 628:1557-1566
Mitsova D, Shuster W, Wang X, 2011. Cellular Automata Model of Land Cover
Change to Integrate Urban Growth with Open Space Conservation.
Landscape and Urban Planning. 99:141-153.
Munibah K, Sitorus SRP, Rustiadi E, Gandasasmita K, Hartrisari. 2009. Model
hubungan antara jumlah penduduk dengan luas lahan pertanian dan
permukiman (studi kasus DAS Cidanau, Provinsi Banten). Jurnal Tanah
dan Lingkungan. 11(1):32-40.
Oh YG, Yoo SH, Lee SH, Choi JY. 2011. Prediction of paddy field change based
on climate change scenarios using the CLUE model. Paddy Water Environ.
9: 309-323.
Okata J, Murayama A. 2010. Tokyo's urban growth, urban form and sustainability,
In A. Sorensen and J. Okata (Eds.).Megacities: Urban form, governance,
and sustainability :15–41.
O’Neill RV, Krummel JR, Gardner RH, Sugihara G, Jackson B, Deangelis DL,
Milne BT, Turner MG, Zygmunt B, Christensen SW et al. 1988. Indices of
landscape pattern. Landscape Ecology 1:153–162.
O´Sullivan D, Torrens PM. 2000. Cellular models of urban systems, CASA Working
Paper. University College London.
Patino JE, Duque JC. 2013. A review of regional science applications of satellite
remote sensing in urban settings. Computers, Environement and Urban
Systems. 37:1-17. http://dx.doi.org/10.1016/j.compenvurbsys.2012.06.003.
Pethe A, Nallathiga R, Gandhi S, Tandel V. Re-thingking Urban Planning in India:
Learning from the wedge between the de jure and de facto development in
Mumbai. Cities 39:120-132
Poelmans L, Van Rompaey A. 2010. Complexity and performance of urban
expansion models. Computer Environment Urban System 34:17–27.
Puisant A, Weber C. 2002. The Utility of Very High Spatial Resolution Images to
Identify Urban Objects. Geocarto International 17:33-43
Presiden Republik Indonesia. 2007. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Jakarta (ID)
Presiden Republik Indonesia. 2018. Peraturan Presiden tentang Rencana tata ruang
kawasan perkotaan cekungan bandung. Jakarta (ID)
24

Rustiadi E, Saefulhakim S dan Panuju DR. 2009. Perencanaan dan Pengembangan


Wilayah. Jakarta(ID): Crestpent Press dan Yayasan Obor Indonesia.
Salvati L, Quatrini V, Barbati A, Tomao A, Mavrakis A, Serra P, Sabbi A, Merlini
P, Corona P. 2016. Soil occupation efficiency and landscape conservation
in four mediterranean urban regions. Urban Forestry and Urban Greening.
20:419-427. http://dx.doi.org/doi:10.1016/j.ufug.2016.10.006.
Salvati L, Zambon I, Chelli FM, Serra P. 2018. Do spatial patterns of urbanization
and land consumption reflect different socioeconomic context in Europe?.
Science of the Total Environment. 625:722-730.
https://doi.org/10.1016/j.scitotenv.2017.12.341.
Sang L, Zhang C, Yang J, Zhu D, Yun W. 2011. Simulation of Land Use Spatial
Pattern of Towns and Villages Based on CA-Markov Model. Mathematical
and Computer Modelling. 54:938-943.
Schneider A, Woodcock CE. 2008. Compact, dispersed, fragmented, extensive? A
comparison of urban growth in twenty-five global cities using remotely
sensed data, pattern metrics and census information. Urban Studies
45(3):659–692.
Seto KC, Shepherd JM. 2009. Global urban land-use trends and climate impacts.
Current Opinion in Environmental Sustainability 1:89–95.
Small C, Cohen JE. 2004. Continental physiography, climate, and the global
distribution of human population. Current Anthropology 45(2):269–277.
Susilo B. 2013. Simulasi spasial berbasis sistem informasi geografi dan cellular
automata untuk pemodelan perubahan penggunaan lahan di daerah
pinggiran kota Yogyakarta. Jurnal Bumi Lestari. 13(2):327-340.
Taubenböck H, Esch T, Felbier A, Wiesner M, Roth A, Dech S. 2012. Monitoring
urbanization in mega cities from space. Remote Sensing of Environment
117:162–176.
Tayyebi A, Pijanowski B. 2014. Modeling multiple land use changes using ANN,
CART and MARS: comparing tradeoffs in goodness of fit and explanatory
power of data mining tools. International Journal of Applied Earth
Observation and Geoinformation 28:102–116.
Tobler WR. 1970. A Computer Movie Simulating Urban Growth in the Detroit
Region. Economic Geography. 46:234-240.
Verburg PH, Schot PP, Dijst MJ, and Veldkamp A. 2004. Land use change
modelling: current practice and research priorities. GeoJournal. 61: 309-
324.
Warlina L. 2007. Model perubahan penggunaan lahan untuk penataan ruang dalam
kerangka pembangunan wilayah berkelanjutan (studi kasus Kabupaten
Bandung) [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Weng Q. 2012. Remote sensing of impervious surfaces in the urban areas:
Requirements, methods, and trends, Remote Sensing of Environment
117:34–49.
Wolfram S. 1984. Cellular automata as models of complexity. Nature. 311: 419–
424.
Xian G, Crane M. 2005. Assessments of urban growth in the Tampa Bay watershed
using remote sensing data. Remote Sensing of Environment 97:203–215.
Zhao B, Zhong Y, Zhang L. 2016. A spectral-structural bag-of-features scene
classifier for very high spatial resolution remote sensing imagery. ISPRS
25

Journal of Photogrammetry and Remote Sensing. 116:73-85.


http://dx.doi.org/10.1016/j.isprsjprs.2016.03.004.

Anda mungkin juga menyukai