Anda di halaman 1dari 11

TATA LOKA T A T A

VOLUME XX NOMOR Y, MONTH 2016, PP-PP


© 2016 BIRO PENERBIT PLANOLOGI UNDIP
P ISSN 0852-7458- E ISSN 2356-0266
L O K A

Pengembangan Perkotaan Banda Aceh


berdasarkan Kemampuan Lahan

Urban Development of Banda Aceh based on Land Capability

Sylvia Zahara1, Darmawan2 dan Boedi Tjahjono3

Received: --/--/---- Accepted: --/--/----

Abstrak: Analisis kemampuan lahan bermaksud untuk mengkaji tingkatan kemampuan


lahan untuk pengembangan pada daerah studi berdasarkan aspek fisik dasar, sesuai yang
tertuang dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.20/PRT/M.2007 tentang
Pedoman Teknik Analisis Fisik Dan Lingkungan, Ekonomi serta Sosial Budaya dalam
Penyusunan Rencana Tata Ruang. Analisis tersebut berfungsi untuk mengenali
karakteristik sumber daya alam dengan menelaah kemampuan lahannya, agar penggunaan
lahan dapat dilakukan secara optimal dan berkelanjutan. Aspek-aspek fisik kemampuan
lahan kemudian disebut dengan satuan kemampuan lahan (SKL). Dari 9 SKL yang
dianalisis, hampir seluruhnya menunjukkan kelas kemampuan lahan yang baik kecuali
SKL Drainase dan SKL Bencana Alam. Hal ini tak luput dari kondisi morfologi, geologi,
hidrologi, sumberdaya mineral serta kerentanan pada wilayah penelitian. Kondisi
morfologi wilayah Kota Banda Aceh yang cenderung homogen mendukung pembentukan
kelas kemampuan lahan yang homogen pula. Hasil analisis kemampuan lahan
menunjukkan Kota Banda Aceh terbagi ke dalam dua kelas kemampuan lahan. Kelas D
atau wilayah dengan kemampuan pengembangan agak tinggi mengambil bagian terluas
(74,44%) atau seluas 4.394,01 Ha dan sisanya (25,56%) atau seluas 1.508,99 Ha
merupakan Kelas C atau wilayah dengan kemampuan pengembangan sedang.
Kata kunci: Kemampuan Lahan, Aspek Fisik Lingkungan, Pengembangan Wilayah
Abstract: The land capability analysis aims to assess the level of land capability for development
in the study area based on basic physical aspects, as stated in the Minister of Public Works
Regulation No.20 / PRT / M.2007 on Technical Guidelines for Physical and Environmental,
Economic and Socio-Cultural Analysis in Compiling Spatial Plan. This analysis serves to identify
the characteristics of natural resources by examining the capabilities of the land, so that land use
can be carried out optimally and sustainably. The physical aspects of land capability are then
called the land capability unit (SKL). Of the 9 SKL analyzed, almost all showed good land
capability class, except for Drainage SKL and Natural Disaster SKL. The morphological
conditions of the Banda Aceh City area which tend to be homogeneous, support the formation of
homogeneous land capability classes as well. The results of the land capability analysis show that
the city of Banda Aceh is divided into two classes of land capability. Class D or an area with a
rather high development capacity takes the widest part (74.44%) or an area of 4,394.01 Ha and the
rest (25.56%) or an area of 1,508.99 Ha is Class C or an area with moderate development
capability.

1
Porgram Studi Ilmu Perencanaan Wilayah, IPB
2
Porgram Studi Ilmu Perencanaan Wilayah, IPB
3
Porgram Studi Ilmu Perencanaan Wilayah, IPB

Sylvia_zahara@apps.ipb.ac.id
2 Zahara, Darmawan, Tjahjono

Keywords: land capability, physical environment, land development

Pendahuluan
Permukiman pada wilayah-wilayah tertentu menempati areal paling luas dari
pemanfaatan lahan pada wilayah tersebut. Perkembangan permukiman dari setiap bagian kota
atau wilayah tidaklah sama. Hal ini tergantung pada karakteristik kehidupan masyarakat, potensi
sumber daya (kesempatan kerja) yang tersedia, kondisi fisik alami serta fasilitas kota atau
wilayah tersebut (Bintarto, 1983). Permukiman merupakan suatu kesatuan wilayah dimana
suatu perumahan berada, sehingga lokasi dan lingkungan perumahan tersebut sebenarnya tidak
akan lepas dari permasalahan dan lingkup keberadaan suatu permukiman. Pengembangan
perumahan yang tidak sesuai dengan kebutuhan yang semestinya akan menghambat arah dan
laju pengembangan permukiman.
Bertambahnya jumlah penduduk mengakibatkan meningkatnya aktivitas pembangunan
di berbagai bidang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, baik berupa pembangunan sarana
permukiman, jaringan infrastruktur, fasilitas ekonomi ataupun fasilitas sosial. Peningkatan
aktivitas pembangunan tersebut sudah tentu akan dibarengi oleh bertambahnya kebutuhan lahan
yang mewadahi aktivitas pembangunan tersebut. Kota Banda Aceh merupakan Ibu Kota
Provinsi Aceh dimana populasi penduduknya paling padat dibandingkan kota-kota lainnya di
Aceh. Data BPS menunjukkan kepadatan Banda Aceh pada tahun 2018 sebesar 4.734 jiwa/km2
sedangkan Kota Lhokseumawe 1.329 jiwa/km2 dan Kota Langsa sebesar 859 jiwa/km2.
Meskipun berpenduduk paling padat, luas wilayah Banda Aceh merupakan yang paling kecil
dibandingkan kota-kota lainnya. Hal ini melatarbelakangi perlu diperhatikan kualitas lahannya
tidak hanya untuk saat ini melainkan juga untuk beberapa waktu ke depan.
Kebutuhan akan ruang terus meningkat secara alamiah seiring kompleksitasnya
kebutuhan hidup bermasyarakat, seperti kebutuhan untuk aktivitas sosial, aktivitas ekonomi, dan
aktivitas pelayanan umum. Menurut Lane (2009) dunia berkembang dengan pesat, sebagaimana
pembangunan berlangsung dengan lebih cepat. Dampak dari basis populasi yang terus
meningkat ini dikombinasikan dengan alam yang sangat terkuras sumber daya menyoroti
kebutuhan mendesak untuk perubahan gaya hidup manusia dan pola penggunaan lahan. Namun,
menjadi penting untuk mengetahui batas-batas pengembangan yang layak. (Ewing et al. 2008).
Daya dukung lahan dapat didekati dengan pendekatan fisik lahan (ekologi) melalui
keselarasan antara kemampuan lahan pada penggunaan lahan aktual dan rencana pola ruang
(Fahimuddin et al. 2016). Menurut Kivell (1993) kualitas lahan merupakan kendala fisik yang
menjadi hambatan besar dan membatasi aktivitas pembangunan. Keterbatasan kemampuan
lahan menunjukkan bahwa tidak semua upaya pemanfaatan lahan dapat didukung oleh lahan
tersebut. Kemampuan lahan akan sangat tergantung dari faktor-faktor fisik dasar yang terdapat
pada lahan tersebut, baik berupa lingkungan hidrologi, geomorfologi, geologi dan atmosfir
(Catanese dan Snyder, 1992).
Berdasarkan uraian di atas maka diperlukan optimasi pemanfaatan lahan dengan
mempertimbangkan perencanaan pemanfaatan lahan secara seksama sehingga dapat mengambil
keputusan pemanfaatan lahan yang paling menguntungkan (Sitorus, 1995). Prinsip penentuan
kesesuaian lahan untuk suatu pemanfaatan, pada dasarnya dilakukan dengan pertimbangan
berbagai aspek diantaranya aspek fisik, untuk menghindari munculnya dampak negatif dari
pemanfaatan yang tidak optimal. Dampak negatif yang muncul dari pemanfaatan lahan yang
melebihi kemampuannnya berupa penurunan kualitas lingkungan seperti terjadi bencana banjir,
tanah longsor dan penurunan muka air tanah. Dalam penelitian ini diuraikan bagaiamana
kemampuan lahan berperan dalam pengembangan kota agar tidak melampaui kondisi fisik
ligkungan yang dimiliki oleh Kota Banda Aceh.
Hal yang perlu diperhatikan mengingat riwayat kejadian bencana tsunami terbesar
sepanjang sejarah yang menelan hingga ratusan ribu korban jiwa, maka pengembangan kota

TATA LOKA - VOLUME XX NUMBER Y – MONTH YEAR - P ISSN 0852-7458 - E ISSN 2356-0266
Pengembangan Perkotaan Banda Aceh berdasarkan Kemampuan Lahan 3

haruslah memperhatikan kondisi fisik Banda Aceh yang rawan bencana sebagai upaya preventif
terhadap bencana yang mungkin akan terjadi berikutnya.

Metode

Analisis Satuan Kemampuan Lahan dilakukan dengan mengoverlay berbagai data yang
dibutuhkan beserta pembobotannya hingga diperoleh 9 SKL yang dibutuhkan dalam
pengembangan permukiman. Kesembilan SKL tersebut meliputi: SKL Morfologi; SKL
Kestabilan Lereng; SKL Kestabilan Pondasi; SKL Ketersediaan Air; SKL Kerentanan Bencana;
SKL Drainase; SKL Pembuangan Limbah; SKL Terhadap Erosi; SKL Kemudahan dikerjakan.
Kebutuhan data dalam penentuan SKL diuraikan pada Tabel berikut.

Tabel 1. Kebutuhan Data dalam Penentuan Satuan Kemampuan Lahan


No SKL Morfolog Kelereng Ketinggi Jenis Curah Kerentan
i an an Tanah Hujan an
1 Morfologi v v
2 Kemudaha v v v v
n
Dikerjakan
3 Kestabilan v v v v v v
Lereng
4 Kestabilan v v v v
Pondasi
5 Ketersediaa v v v v v
n Air
6 Drainase v v v v v
7 Erosi v v v v v
8 Pembuanga v v v v v
n Limbah
9 Bencana v v v v v v
Alam

Setelah diperoleh kesembilan Satuan Kemampuan Lahan selanjutnya dilakukan analisis


kemampuan lahan. Analisis kemampuan lahan dilakukan untuk memperoleh gambaran tingkat
kemampuan lahan untuk dikembangkan, melihat seberapa tepat atau sesuai pengembangan yang
dilakukan dengan tetap mempertimbangkan kondisi fisik suatu lahan. Analisis ini merupakan
gabungan atau overlay dari kesembilan Satuan Kemampuan Lahan yang telah dilakukan
sebelumnya dan kemudian dilakukan pembobotan menggunakan Weighted Overlay. Bobot nilai
menunjukkan skala kepentingan setiap SKL terhadap hasil akhir pengembangan perkotaan
(Tabel 2).

Tabel 2. Pembobotan satuan kemampuan lahan


No Satuan Kemampuan Lahan Bobot
1 Morfologi 5
2 Kemudahan Dikerjakan 1
3 Kestabilan Lereng 5
4 Kestabilan Pondasi 3
5 Ketersediaan Air 5
6 Drainase 3
7 Erosi 5
8 Pembuangan Limbah 0
9 Bencana Alam 5

TATA LOKA - VOLUME XX NUMBER Y – MONTH YEAR - P ISSN 0852-7458 - E ISSN 2356-0266
4 Zahara, Darmawan, Tjahjono

Permen PU Nomor 20 Tahun 2007

Setelah didapatkan nilai kemampuan lahan, dilakukan pengkelasan kemampuan lahan


berdasarkan rentang nilai maksimum dan minimum pada masing-masing kelas dengan
pendekatan equal interval. Kemudian ditentukan zonasi untuk wilayah pengembangan
perkotaan yang dibatasi dalam 5 zona pengembangan (Tabel 3).

Tabel 3. Klasifikasi Satuan Kemampuan Lahan


No Kelas Kemampuan Lahan Klasifikasi Pengembangan
1 Kelas A Kemampuan Pengembangan Sangat Rendah
2 Kelas B Kemampuan Pengembangan Rendah
3 Kelas C Kemampuan Pengembangan Sedang
4 Kelas D Kemampuan Pengembangan Tinggi
5 Kelas E Kemampuan Pengembangan Sangat Tinggi

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL)


Analisis kemampuan lahan menghasilkan kelas berbeda di setiap analisisnya, yang
dibagi dalam rentang kelas 1 sampai dengan kelas 5. Namun, kondisi fisik wilayah yang
beragam menyebabkan kelas SKL yang dihasilkan beragam pula. Kelas Satuan kemampuan
Lahan terbaik ditunjukkan oleh kelas 5 dan semakin menuju ke kelas 1 maka kemampuan
lahannya semakin rendah atau dapat dikategorikan sangat buruk. Kelas SKL keseluruhan Kota
Banda Aceh beserta luasannya ditunjukkan pada Tabel 4.

Tabel 4 Luas Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Kota Banda Aceh


SKL Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3 Kelas 4 Kelas 5 Total %
Morfologi - - - 1.753,1 4.149,8 5.903,00 100
1 9
Kemudaha - - - 1.650,7 4.252,2 5.903,00 100
n 5 5
Dikerjakan
Kestabilan - - 1.578,2 4.324,7 - 5.903,00 100
Lereng 2 8
Kestabilan - 1.362,6 4.319,1 221,17 - 5.903,00 100
Pondasi 7 6
Ketersediaa - - 1.152,6 3.680,8 1.069,5 5.903,00 100
n Air 6 1 3
Drainase 1.279,06 4.623,9 - - - 5.903,00 100
4
Erosi - - 1.152,9 1.566,7 3.193,2 5.903,00 100
9 3 8
Pembuanga - - 1.152,9 1.566,7 3.193,2 5.903,00 100
n Limbah 9 3 8
Bencana - 2.046,4 3.856,5 - - 5.903,00 100
Alam 8 2
Sumber: Data diolah, 2020

1. Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Morfologi

TATA LOKA - VOLUME XX NUMBER Y – MONTH YEAR - P ISSN 0852-7458 - E ISSN 2356-0266
Pengembangan Perkotaan Banda Aceh berdasarkan Kemampuan Lahan 5

Gambar 1. Peta Satuan Kemampuan Lahan Morfologi Kota Banda Aceh


Secara umum, SKL Kota Banda Aceh berada di rentang kelas 3, kelas 4 dan kelas 5 yang
dapat diartikan cukup baik dari segi kondisi fisik wilayah. Dalam perspektif morfologi, sebagian
besar wilayah Kota Banda Aceh atau sebesar 70% merupakan wilayah dengan kemampuan
morfologi tinggi dan 30% sisanya memiliki kemampuan lahan morfologi cukup. Kota Banda
Aceh memiliki bentuk permukaan lahan relatif datar dengan kemiringan (lereng) 2-8% dan
ketinggian berkisar antara -0,45 m sampai dengan +1,00 m di atas permukaan laut, dengan rata-
rata ketinggian 0,80 m dpl (RTRW Kota Banda Aceh, 2009).

2. Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Kemudahan Dikerjakan


SKL Morfologi selaras dengan SKL Kemudahan Dikerjakan, semakin datar morfologi
suatu lahan maka semakin mudah pengerjaannya. 73,04% luas Kota Banda Aceh merupakan
wilayah dengan kemudahan dikerjakan tinggi atau berada pada Kelas 5, sedangkan sisanya
berada pada kemudahan dikerjakan cukup (Kelas 4). Tujuan SKL ini adalah untuk mengetahui
tingkat kemudahan lahan pada suatu kawasan untuk digali/dimatangkan dalam proses
pembangunan atau pengembangan. Selain morfologi, lereng, dan topografi, masukan data jenis
tanah dipertimbangkan dalam penentuan SKL. Kondisi fisik ini memungkinkan Kota Banda
Aceh memiliki kemampuan tinggi untuk dikembangkan menjadi berbagai bentuk pemanfaatan
lahan tanpa mengusahakan teknologi rekayasa. Luas SKL kemudahan dikerjakan dapat dilihat
pada Tabel 5.

Tabel 5. SKL Kemudahan Dikerjakan Kota Banda Aceh


Kelas SKL Kemudahan Dikerjakan Luas (Ha) %
SKL
4 Kemudahan dikerjakan cukup 1650,75 27,96
5 Kemudahan dikerjakan tinggi 4.252,25 73,04
5.903,00 100

TATA LOKA - VOLUME XX NUMBER Y – MONTH YEAR - P ISSN 0852-7458 - E ISSN 2356-0266
6 Zahara, Darmawan, Tjahjono

3. Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Kestabilan Lereng


Kota Banda Aceh sebagian besarnya memiliki kestabilan lereng tinggi (73%) dan sisanya
merupakan wilayah dengan kestabilan lereng sedang. SKL Kestabilan Lereng bertujuan
mengetahui tingkat kemantapan lereng di wilayah pengembangan dalam menerima beban
bangunan yang akan dibangun di atasnya. Data yang dijadikan acuan dalam menentukan SKL
Kestabilan Lereng ialah peta morfologi, peta kelerengan, peta jenis tanah, peta curah hujan, dan
peta kerentanan gempa bumi. Kondisi kerentanan gempa bumi cukup mempengaruhi kelas
kestabilan lereng, Kota Banda Aceh terletak di antara dua patahan (sebelah timur – utara dan
sebelah barat – selatan kota) yang dikenal sebagai Sesar Semangko (Semangko Fault) yang
menyebabkan Kota Banda Aceh rawan terhadap gempa bumi sehingga kestabilan lerengnya
berada pada kondisi cukup.

4. Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Kestabilan Pondasi


Kestabilan Pondasi Kota Banda Aceh terbagi menjadi 3 kelas, yaitu 23% merupakan
wilayah dengan kestabilan pondasi kurang, 73% merupakan wilayah dengan kestabilan pondasi
cukup, dan hanya 3,74% wilayah dengan kestabilan pondasi tinggi. Kestabilan pondasi tinggi
artinya wilayah tersebut akan stabil untuk pondasi bangunan apa saja atau untuk segala jenis
pondasi. Akan tetapi, Kota Banda Aceh didominasi oleh kestabilan pondasi cukup (Tabel 6).

Tabel 6. SKL Kestabilan Pondasi Kota Banda Aceh


Kelas SKL Kemudahan Dikerjakan Luas (Ha) %
SKL
2 Daya dukung dan kestabilan pondasi 1.362.67 23,08
kurang
3 Daya dukung dan kestabilan pondasi 4.319,16 73,16
cukup
4 Daya dukung dan kestabilan pondasi 221,17 3,74
tinggi
5.903,00 100

5. Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Ketersediaan Air


Secara umum, curah hujan Kota Banda Aceh berada pada rentang 1.500 mm/tahun –
2.500 mm/tahun. Berdasarkan hasil analisis yang mengacu ketentuan pada Permen PU No. 20
Tahun 2007, wilayah dengan curah hujan 1.000 – 2.000 mm/tahun memiliki nilai 3 dalam
pembobotan SKL Ketersediaan Air, sedangkan wilayah dengan curah hujan 2.000 – 3.000
mm/tahun diboboti nilai 4 dan wilayah dengan curah hujan >3.000 mm/tahun diboboti nilai 5.
Hasil analisis SKL Ketersediaan Air menunjukkan 19,53% Kota Banda Aceh masuk ke Kelas 3
dengan ketersediaan air sedang, 62,35% masuk ke dalam Kelas 4 dengan ketersediaan air tinggi,
dan sisanya 18,12% masuk ke dalam Kelas 5 dengan Ketersediaan air tinggi. Selain itu, terdapat
7 sungai di Kota Banda Aceh yang berfungsi sebagai daerah aliran sugai dan sumber air baku
(RTRW Kota Banda Aceh 2009-2029). Peta curah hujan Kota Banda Aceh beserta sungai yang
mengalirinya disajikan pada Gambar 2.

TATA LOKA - VOLUME XX NUMBER Y – MONTH YEAR - P ISSN 0852-7458 - E ISSN 2356-0266
Pengembangan Perkotaan Banda Aceh berdasarkan Kemampuan Lahan 7

Gambar 2. Peta Curah Hujan Kota Banda Aceh

6. Satuan Kemampuan Lahan (SKL) untuk Drainase


Dari 9 SKL yang dianalisis, perbedaan mencolok terlihat pada SKL Drainase. Kota
Banda Aceh tergolong kurang baik dalam pengelolaan drainase. Hasil analisis menunjukkan
sebagian besar wilayah Kota Banda Aceh (78,33%) berada pada Kelas 2 dengan drainase yang
kurang baik atau terhambat, dan sisanya seluas 21,67% berada pada Kelas 1 yang berarti
kemampuan drainasenya lebih buruk dari Kelas 2. Adapun data yang digunakan dalam analisis
ini meliputi peta morfologi, peta kelerengan, peta topografi, peta jenis tanah, dan peta curah
hujan. Kondisi topografi dan fisiografi lahan sangat berpengaruh terhadap sistem drainase.
Kondisi drainase cukup umumnya berada pada Kawasan rawa atau genangan air asin, tambak,
dan atau pada lahan dengan ketinggian di bawah permukaan laut baik pada saat pasang maupun
surut air laut.

7. Satuan Kemampuan Lahan (SKL) terhadap Erosi


Dalam perspektif erosi, Kota Banda Aceh terbagi dalam 3 kelas yaitu kelas 3, kelas 4 dan
kelas 5. Sebagian besar wilayah Kota Banda Aceh atau seluas 53,93% merupakan wilayah tidak
ada erosi atau tergolong ke dalam kelas 5. Sekitar 26,54% merupakan wilayah dengan erosi
sangat rendah atau masuk ke dalam kelas 4, dan sekitar 19,53% merupakan wilayah dengan
erosi sedang atau tergolong ke dalam kelas 3. Kondisi ini menunjukkan Kota Banda Aceh cukup
ideal untuk dikembangkan dalam hal ini pengembangan permukiman.

8. Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Pembuangan Limbah


Berdasarkan hasil analisis yang mempertimbangkan kondisi morfologi, topografi, dan
hidrologi, lebih dari 80% wilayah Kota Banda Aceh cukup sesuai untuk dijadikan lokasi
pembuangan limbah. Kondisi ini memungkinkan Banda Aceh menjadi wilayah kota yang
bersih, namun untuk penempatannya tentu dibutuhkan analisis lebih lanjut. Untuk saat ini,
lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sebagai tempat proses pengelolaan dan pembuangan

TATA LOKA - VOLUME XX NUMBER Y – MONTH YEAR - P ISSN 0852-7458 - E ISSN 2356-0266
8 Zahara, Darmawan, Tjahjono

akhir sampah terletak di Desa Gampong Jawa yang berjarak 3 km dari pusat kota. Di dalam
RTRW disebutkan landfill Gampong Jawa telah memiliki lahan seluas 21 Ha.

9. Satuan Kemampuan Lahan (SKL) terhadap Bencana Alam


SKL terakhir yang dianalisis ialah Satuan Kemampuan Lahan terhadap Bencana Alam.
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kemampuan lahan dalam menerima bencana
alam untuk menghindari dan mengurangi kerugian akibat bencana tersebut. Dalam penelitian ini
terdapat empat macam bencana alam yang rawan terjadi di Banda Aceh, yaitu bencana angin
puting beliung, bencana banjir, bencana gempa bumi, dan bencana tsunami. Analisis ini
membutuhkan masukan berupa peta morfologi, peta kemiringan lereng, peta topografi, peta
jenis tanah, peta curah hujan, dan peta kerawanan puting beliung, peta kerawanan banjir, peta
kerawanan gempa, dan peta kerawanan tsunami.
Sejarah mencatat pula betapa dahsyatnya bencana tsunami yang menimpa Aceh pada
2004 silam, yang perlu menjadi perhatian bahwa Kota ini cukup rawan terhadap bencana seperti
gempa bumi dan tsunami sehingga pengembangan wilayah yang dilakukan perlu
mempertimbangkan aspek fisik kemampuan lahannya secara maksimal. Hasil analisis
menunjukkan potensi bencana alam di Kota Banda Aceh terbagi ke dalam 2 kelas, yaitu
sebagian besarnya seluas 65,33% berada pada Zona III (Agak Rawan) dan sisanya seluas
34,67% berada pada Zona II (Rawan). Pada peta terlihat Zona III ditunjukkan oleh warna
kuning yang hampir merata pada sebagian wilayah Kota Banda Aceh bagian utara hingga ke
barat yang langsung berbatasan langsung dengan laut. Sedangkan Zona II ditunjukkan oleh
warna merah yang tersebar di bagian selatan kota yang berbatasan dengan Kabupaten Aceh
Besar. Pembobotan yang diberikan untuk setiap variabel dalam menentukan SKL bernilai sama
sehingga diperoleh hasil Peta SKL Bencana Alam pada Gambar 3.

Gambar 3. Satuan Kemampuan Lahan terhadap Bencana Alam Kota Banda Aceh

TATA LOKA - VOLUME XX NUMBER Y – MONTH YEAR - P ISSN 0852-7458 - E ISSN 2356-0266
Pengembangan Perkotaan Banda Aceh berdasarkan Kemampuan Lahan 9

Analisis Kemampuan Lahan Kota Banda Aceh


Analisis kemampuan lahan umumnya memperoleh 5 kelas klasifikasi pengembangan:
kemampuan pengembangan sangat rendah, kemampuan pengembangan rendah, kemampuan
pengembangan sedang, kemampuan pengembangan agak tinggi, dan kemampuan
pengembangan sangat tinggi. Berdasarkan hasil analisis, Kota Banda Aceh terbagi dalam 2
kelas kemampuan lahan yang disajikan pada Tabel 7 dan Gambar 4.

Tabel 7. Klasifikasi Kemampuan Lahan Kota Banda Aceh


No Total Kelas Klasifikasi Pengembangan Luas (Ha) %
Nilai Kemampuan
Lahan
1 89-109 Kelas C Kemampuan pengembangan 1.508,99 25,56
sedang
2 109- Kelas D Kemampuan pengembangan 4.394,01 74,44
124 agak tinggi
Total 5.903,00 100

Gambar 4. Satuan Kemampuan Lahan Kota Banda Aceh

Berdasarkan hasil analisis, seluas 4.394,01 Ha atau 74,44% wilayah Kota Banda Aceh
merupakan Kelas D atau wilayah dengan kemampuan pengembangan agak tinggi. Sisanya,
seluas 1.508,99 Ha atau 25,56% merupakan Kelas C atau wilayah dengan kemampuan
pengembangan sedang. Kondisi fisik Kota Banda Aceh yang cenderung homogen dengan
kemampuan pengembangan sedang dan kemampuan pengembangan agak tinggi berpotensi
untuk dikembangkan dengan berbagai peruntukan lahan, selama tetap mempertimbangkan

TATA LOKA - VOLUME XX NUMBER Y – MONTH YEAR - P ISSN 0852-7458 - E ISSN 2356-0266
10 Zahara, Darmawan, Tjahjono

kondisi lahannya. Ridha et al. (2016) mengungkapkan aspek fisik khususnya kondisi topografi
wilayah dapat menjadi faktor yanag dominan dalam menyebabkan terjadinya perbedaan pola
pengembangan di wilayah tertentu.
Berdasarkan arahan rekomendasi Pola Ruang, kemampuan pengembangan Kota Banda
Aceh umumnya tepat digunakan sebagai Kawasan terbangun dengan kegiatan-kegiatan tertentu.
Bila interval nilai di bawah 89, arahan pengembangan yang dapat diperuntukkan lebih terbatas.
Kawasan pengembangan rendah dan Kawasan pengembangan sangat rendah hanya dapat
diperuntukkan sebagai kawasan lindung dengan fungsi resapan air dan/atau Kawasan hutan
hijau sehingga tidak diperbolehkan ada kegiatan yang mengganggu atau merusak. Kemampuan
pengembangan agak tinggi di sebagian besar wilayah Kota Banda Aceh memungkinkan
pembangunan secara masif seiring kebutuhan atas desakan pertumbuhan penduduk.
Kota Banda Aceh masih dapat dilakukan pengembangan bila dihitung dari luas lahan
yang masih tersedia (belum terbangun). Analisis dilakukan mengikuti arahan rasio tutupan
lahan yang ditetapkan dalam Permen PU No.20/2007, di mana proporsi antara lahan terbangun
dan lahan tidak terbangun adalah 50% : 50% untuk kelas kemampuan pengembangan sedang
dan 75% : 25% untuk lahan dengan kemampuan pengembangan agak tinggi. Lahan tersedia
mempertimbangkan bahwa hutan bakau dan ruang terbuka hijau sudah tidak dapat dilakukan
pembangunan karena merupakan kawasan lindung, sehingga tidak dihitung. Dari hasil
perhitungan, diperoleh bahwa untuk wilayah dengan pengembangan agak tinggi sudah tidak
terdapat lahan tersedia. Arahan rasio yang dianjurkan adalah pembangunan hingga 75%
sedangkan Kota Banda Aceh telah terbangun seluas 75,67% yang menunjukkan lahan telah
defisit atau melebihi arahan rasio tutupan lahan.

Tabel 8. Luas lahan Tersedia Pada Kemampuan Pengembangan Sedang


Luas % Keterangan Luas tersedia
Lahan 175,28 23,97 190,31 Ha
Terbangun Masih tersedia 26,03%
Lahan Terbuka 555,85 76,03
Total 5.903,00 100

Tabel 9. Luas Lahan Tersedia Pada Kemampuan Pengembangan Agak Tinggi


Luas % Keterangan Luas tersedia
Lahan 3.052 75,67
Melebihi arahan rasio tutupan
Terbangun -
0,6%
Lahan Terbuka 981,23 24,33
Total 5.903,00 100

KESIMPULAN
Satuan kemampuan lahan Kota Banda Aceh umumnya berada pada kelas 3, kelas 4 dan
kelas 5 yang berarti kondisi fisiknya baik untuk dilakukan pengembangan. Namun, pada Satuan
Kemampuan Lahan Drainase kondisi fisik tidak cukup baik atau dapat dikategorikan buruk di
mana 4.623,94 Ha (78,33%) berada pada Kelas 2 dengan drainase yang kurang baik atau
terhambat, dan sisanya seluas 1.279,06 Ha (21,67%) berada pada Kelas 1 yang berarti
kemampuan drainasenya lebih buruk dari Kelas 2. Kota Banda Aceh merupakan wilayah rawan
bencana, ditunjukkan dari SKL Bencana Alam berada pada Zona II (Rawan) dan Zona III (Agak
Rawan). Analisis kemampuan lahan menghasilkan 2 kelas pengembangan, sebagian besarnya
(74,44%) atau seluas 4.394 Ha merupakan wilayah dengan kemampuan pengembangan agak
tinggi dan sisanya 25,56% atau seluas 1.508 Ha merupakan wilayah dengan kemampuan
pengembangan sedang. Arahan pengembangan untuk kawasan pengembangan sedang dapat
digunakan sebagai kawasan terbangun dengan kegiatan-kegiatan tertentu, dengan proporsi lahan

TATA LOKA - VOLUME XX NUMBER Y – MONTH YEAR - P ISSN 0852-7458 - E ISSN 2356-0266
Pengembangan Perkotaan Banda Aceh berdasarkan Kemampuan Lahan 11

terbangun dan lahan tidak terbangun 50% : 50%. Arahan pengembangan kawasan
pengembangan agak tinggi dapat digunakan dengan berbagai kegiatan dengan proporsi lahan
terbangun dengan lahan tidak terbangun adalah 75% : 25%. Dengan arahan ini, Kota Banda
Aceh masih dapat diperuntukkan sebagai permukiman sekitar 29,67% atau seluas 216,93 Ha
untuk kawasan pengembangan sedang dan untuk wilayah pengembangan agak tinggi Kota
Banda Aceh telah terbangun seluas 75,67% yang menunjukkan lahan telah defisit atau melebihi
arahan rasio tutupan lahan.

DAFTAR PUSTAKA
Bintarto R. 1983. Interaksi Desa-Kota dan Permasalahannya. Yogyakarta (ID): Ghalia
Indonesia.
Catanese AJ, Snyder JC. (1992). Perencanaan Kota. Jakarta (ID): Erlangga.
Ewing B, Goldfinger S, Wackernagel M, Stechbart M, Rizk S, Reed A, Kitzes J. 2008. Ecological
Footprint Atlas. Global Footprint Network. Pp:1-87.
Fahimuddin MM, Barus B, Mulatsih S. 2016. Analisis Daya Dukung Lahan di Kota Baubau,
Sulawesi Tenggara. Jurnal Tataloka. 18(3): 183-196.
Kivell P. 1993. Land and The City: Patterns and Processes of Urban Change. London (GB):
Routledge.
Lane M. 2009. The Carrying Capacity Imperative: Assessing Regional Carrying Capacity
Methodologies for Sustainable Land-Use Planning. Proceedings of the 53th Annual
Meeting of the International Society for the Systems Sciences. Pp:1-20.
Pemerintah Kota Banda Aceh. 2017. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD) Kota Banda Aceh 2017-2022. Banda Aceh (ID).
Ridha R, Vipriyanti NU, Wiswasta IGN. 2016. Analisis Daya Dukung Lahan sebagai
Pengembangan Fasilitas Perkotaan Kecamatan Mpunda Kota Bima Tahun 2015-2035.
Jurnal Wilayah dan Lingkungan. 4(1): 65-80.
Sitorus SRP. 1995. Evaluasi Sumber Daya Lahan. Bandung (ID): Tarsito.
Walikota Banda Aceh. 2009. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Banda Aceh
Tahun 2009-2029. Banda Aceh (ID).

TATA LOKA - VOLUME XX NUMBER Y – MONTH YEAR - P ISSN 0852-7458 - E ISSN 2356-0266

Anda mungkin juga menyukai