Anda di halaman 1dari 124

APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK EVALUASI

SISTEM JARINGAN DRAINASE DI SUB DAS KOTA MALANG

SKRIPSI

TEKNIK PENGAIRAN KONSENTRASI PERENCANAAN DAN


TEKNIK BANGUNAN AIR

Ditujukan untuk memenuhi persyaratan


memperoleh gelar Sarjana Teknik (S.T.)

HAFID NURI ROCHMAN


NIIM. 175060407111024

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS TEKNIK
MALANG
2021
LEMBAR PENGESAHAN
APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK EVALUASI SISTEM
JARINGAN DRAINASE DI SUB DAS KOTA MALANG

SKRIPSI
TEKNIK PENGAIRAN
KONSENTRASI DRAINASE DAN IRIGASI

Ditujukan untuk memenuhi persyaratan


memperoleh gelar Sarjana Teknik (S.T.)

HAFID NURI ROCHMAN


NIM. 175060407111024

Skripsi ini telah direvisi dan disetujui oleh dosen pembimbing


pada tanggal 14 Februari 2022.

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Ir. Ussy Andawayanti, MS., IPM. Jadfan Sidqi Fidari, ST., MT.
NIP. 19610131 198609 2 001 NIP. 19860305 201504 1 001

Mengetahui,
Ketua Departemen Teknik Pengairan

Dr. Ir. Runi Asmaranto, ST., MT., IPM.


NIP. 19710830 200012 1 001
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pertumbuhan penduduk yang begitu signifikan menyebabkan pembangunan makin
berkembang. Hal ini mengakibatkan semakin besar juga luasan daerah yang digunakan
sebagai lahan bermukim dan penunjang aktivitas manusia. Adapun hal buruk yang terjadi
apabila peruntukan lahan tidak memperhatikan aspek lingkungan seperti deforestrasi yang
menyebabkan hilangnya daerah resapan.
Seiring dengan berkembangnya kawasan perkotaan terus meningkatnya pembangunan
guna menunjang kegiatan manusia. Bertambahnya kawasan pembangunan meningkatkan
potensi debit limpasan permukaan. Perubahan alih fungsi lahan inilah mengakibatkan
potensi banjir dan genangan semakin tinggi. Menurut Suripin (2004, p.8), sistem drainase
adalah serangkaian bangunan air yang berfungsi mengurangi atau membuang kelebihan dari
suatu lahan. Kelebihan air permukaan di daerah pemukiman yang berasal dari hujan dan
limbah berupa air buangan dari kegiatan manusia.
Drainase merupakan bagian penting dalam perencanaan suatu kawasan khususnya
daerah perkotaan. Sistem jaringan drianase perkotaan dapat memanfaatkan teknologi yang
sedang berkembang yaitu Sistem Informasi Geografis (SIG) berupa data spasial dan georafi
dalam hal perencanaan saluran drainase. Sistem drainase yang baik dapat membuang
kelebihan air secara maksimal, sehingga debit limpasan permukaan dapat ditampung dan
dialirkan dengan baik dan tidak menimbulkan potensi genangan. Genangan air inilah yang
akan mengganggu aktivitas manusia dan menyebabkan kerugian. Kerugian berupa materil
serta kondisi lingkungan yang menjadi kotor berpengaruh pada kondisi kesehatan
masyarakat. Hal inilah yang harus diperhatikan untuk mengurangi potensi genangan agar
tidak menimbulkan kerugian yang besar khususnya di kawasan perkotaaan. Umumnya
kawasan perkotaan tidak memiliki lahan resapan yang cukup.
Kota Malang merupakan daerah yang memiliki perkembangan yang cukup tinggi.
Keadaan Kota Malang sudah banyak mengalami perubahan. Perubahan penggunaan lahan
Keadaan lingkungan dan tata guna lahan beralih fungsi menjadi area tertutup dan
mengurangi lahan terbuka hijau. Kondisi inilah yeng memperburuk persoalan drainase di
daerah tersebut akibatnya timbul masalah genangan dan banjir yang dapat merugikan

1
2

manusia. Berdasarkan pertimbangan tersebut, diperlukan adamya studi evaluasi saluran


drainase pada daerah studi guna mengurang potensi genangan yang ada.

1.2 Identifikasi Masalah


Terdapat permasalahan genangan di beberapa titik lokasi studi ini padahal pada
dasarnya Kota Malang termasuk wilayah bagian hulu. Kawasan ini termasuk rawan terjadi
genangan pada musim penghujan. Penyebab utama genangan adalah perubahan peruntukan
lahan yang tidak memperhatikan aspek lingkungan. Selain itu terdapat juga saluran drainase
yang dialihfungsikan dari saluran irigasi tanpa mempertimbangkan kapasitas saluran
tersebut. Perkembangan Kota Malang yang cukup pesat yang tidak diikuti dengan
pembangunan daerah resapan juga berperan penting dalam meningkatkan potensi terjadinya
permasalahan. Hal ini menyebabkan saluran tersebut tidak dapat mengatasi limpasan
tersebut.

1.3 Rumusan Masalah


Dari idenifikasi masalah di atas, maka dirumuskan masalah-masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana besar debit banjir kala ulang 10 tahun di lokasi studi?
2. Bagaimana kapasitas saluran untuk proyeksi terhadap pertumbuhan penduduk?
3. Bagaimana alernatif pemecahan masalah genangan di lokasi studi?

1.4 Batasan Masalah


1. Daerah studi di wilayah titik genangan pada daerah Jl. Soekarno Hatta dan Jl. Borobudur
2. Perhitungan debit genangan rancangan menggunakan kala ulang 10 tahun.
3. Aspek analisa dampak lingkungan (AMDAL) tidak dibahas di studi ini.
4. Tidak memperhitungkan sedimentasi dan erosi pada saluran
5. Tidak menghitung RAB terhadap alternatif yang direncanakan pada studi ini.

1.5 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan dari studi ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui besar debit rancangan di daerah lokasi studi
2. Mengetahui kondisi eksisting drainase di lokasi studi
3. Merencanakan alternative penanganganan masalah di lokasi sutdi.
3

1.6 Manfaat
Studi evaluasi drainase perkotaan di wilayah lokasi studi ini diharapkan dapat dijadikan
acuan bagi perencanaan dan implementasi sistem tata air di masa yang akan datang. Melalui
penulisan ini diharapkan kebijakan pemerintah/stakeholder yang berwenang mengarah
kepada solusi jangka panjang dan terintegrasi
4

Halaman ini sengaja dikosongkan


BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Sistem Informasi Geografis


Sistem Informasi Geografis merupakan sistem informasi yang berfungsi memberikan
suatu informasi geografis tentang kondisi di permukaan bumi. SIG dapat diimplementasikan
untuk berbagai fungsi, khususnya perencanaan drainase. Sistem Informasi Geografis
berperan dalam menentukan daerah tangkapan air, kondisi perubahan tata guna lahan dan
kondisi kemiringan lereng.

2.3.1. Komponen Sistem Informasi Geografis


Sistem informasi Geografis memiliki beberapa komponen yang terhubung dengan
lingkungan sistem komputer yang lain di tingkat fungsional dan jaringan. Sistem SIG terdiri
dari beberapa komponen sebagai berikut:
a. Perangkat keras
Sistem informasi geografis membutuhkan komponen perangkat keras seperti
komputer yang memiliki kemampuan tinggi seperti memori RAM yang besar untuk
memproses program
b. Data dan informasi geografi
Sistem informasi geografis dapat mengumpulkan data informasi yang diperlukan.
Basis data yang berupa data spasial dan data atribut merupakan komponen utama
Sistem Informasi geografis.

2.2. Sistem Drainase


Drainase berasal dari kata drainage atau to drain yang berarti mengeringkan atau
mengalirkan air. Drainase adalah prasarana yang berfungsi mengalirkan air permukaan yang
berlebih sehingga fungsi kawasan tersebut tidak terganggu. Pada umumnya keadaan air
permukaan yang berlebih bisa berasal dari hujan maupun air buangan.
Sedangkan drainase perkotaan merupakan sistem pengeringan air di wilayah perkotaan
yang meliputi peemukiman, kawasan industri, sekolah, rumah sakit dan fasilitas umum
lainnya yang merupakan bagian dari sarana kota. Drainase perkotaan Sehingga kriteria
desain drainase perkotaan harus memperhatikan keterkaitan dengan tata guna lahan daerah
terseut, master plan drainase kota dan masalah sosial budaya. Dirunut dari hulunya,
bangunan sistem draiase terdiri dari saluran penerima (interceptor drain), saluran pengumpul
5
6

(collector drain), saluran pembawa (conveyor drain), saluran induk (main drain) dan badan
air penerima (receiving waters) (Suripin, 2004 ,p.7).
2.3. Analisa Hidrologi
2.3.1. Pengukuran Data Hujan
Dalam hal perencanaan dimensi saluran drainase dibutuhkan data hujan sebagai
komponen yang amat penting guna melakukan analisis hidrologi. Pengukuran curah hujan
dilakukan dimaksudkan untuk mengestimasi besarnya debit yang terjadi. Untuk kepentingan
perencanaan drainase, data hujan yang diperlukan adalah data hujan harian dalam jangka
waktu yang lama. Maka dalam penilitian ini data hujan yang digunakan adalah data curah
hujan harian tiap bulan selama 10 tahun dari stasiun pengukuran hujan.
2.3.2. Uji Konsistensi Data Curah Hujan
Rangkaian data hujam bisa mengalami inkonsistensi yang berakibat pada perhitungan
tidak tepat. Sehingga diperlukan menguji kebenaran data lapangan dengan uji konsistensi.
Tujuannya untuk mengetahu adanya kesalahan atau tidak pada rangkaian data seperti
kesalahan saat pengukuran. Adapun faktor lain yang menyebabkan inkonsistensi data hujan
antara lain :
a. Perubahan lingkungan di dekat alat
b. Spesifikasi alat ukur berubah
c. Lokasi alat ukur berubah
2.3.3. Uji Ketidakadaan Trend
Deret berkala yang nilainya menunjukkan gerakan yang berjangka panjang dan
mempunyai kecenderungan menuju kesatu arah, arah menaik atau menurun disebut pola atau
trend ( Soewarno, 1995). Apabila dalam deret berkala menunjukkan adanya trend maka data
tersebut tidak disarankan untuk analisis hidrologi. Sehingga data tersebut perlu dilakukan uji
ketidakadaan trend guna mengetahui kelayakan data tersebut.Berikut beberapa metode
statistic yang dapat menguji ketidakadaan trend dalam deret berkala,antara lain :
Metode Spearman
Metode Mann dan Withney
a. Metode Spearman
Koefisien korelasi dapat digunakan untuk menentukan ketidakadaan trend dari suatu
deret berkala. Salah satu cara adalah dengan menggunakan koefisien korelasi peringkat
metode Spearman, yang dirumuskan sebagai berikut:

KP = 1- ............................................................................................................. (2-1)
7

t=KP .................................................................................................................... (2-2)


dimana:
KP = koefisien korelasi peringkat dari Spearman.
N = jumlah data.
Dt = Rt-Tt.
Tt = peringkat dari waktu.
Rt = peringkat dari variable hidrologi dalam deret berkala.
t = nilai distribusi t, pada derajat kebebasan (n-2) untuk derajat kepercayaan tertentu
(umumnya 5 %)
Tabel 2. 1 Nilai Kritis tc untuk Distribusi-t Uji Dua Sisi

Dk 0,10 0,05 0,025 0,01 0,005


1 3,078 6,314 12,706 31,821 63,657
2 1,886 2,920 4,303 6,965 9,925
3 1,638 2,353 3,182 4,541 5,841
4 1,533 2,132 2,776 3,747 4,604
5 1,476 2,015 2,571 3,365 4,032
6 1,440 1,943 2,447 3,143 3,707
7 1,415 1,895 2,365 2,998 3,499
8 1,397 1,860 2,306 2,896 3,355
9 1,383 1,833 2,262 2,821 3,250
10 1,372 1,812 2,228 2,764 3,169
11 1,363 1,796 2,201 2,718 3,106
12 1,356 1,782 2,179 2,681 3,055
13 1,350 1,771 2,160 2,650 3,012
14 1,345 1,761 2,145 2,624 2,977
15 1,341 1,753 2,131 2,602 2,947
16 1,337 1,746 2,120 2,583 2,921
17 1,333 1,740 2,110 2,567 2,898
18 1,330 1,734 2,101 2,552 2,878
19 1,328 1,729 2,093 2,539 2,861
20 1,325 1,725 2,086 2,528 2,845
21 1,323 1,721 2,080 2,518 2,831
22 1,321 1,717 2,074 2,508 2,819
23 1,319 1,714 2,069 2,500 2,807
24 1,318 1,711 2,064 2,492 2,797
25 1,316 1,708 2,060 2,485 2,787
26 1,315 1,706 2,056 2,479 2,779
27 1,314 1,703 2,052 2,473 2,771
28 1,313 1,701 2,048 2,467 2,763
29 1,311 1,699 2,045 2,462 2,756
Inf. 1,282 1,645 1,960 2,326 2,576
Sumber: Soewarno (1995,p.76)
8

Catatan:
1. Jika nilai t < tc maka hipotesis nol (H0) diterima
2. Jika nilai t > tc maka hipotesis nol (H0) ditolak
b. Metode Mann dan Withney
Uji Mann and Whitney dapat digunakan untuk menguji apakah 2 kelompok data yang
tidak berpasangan berasal dari populasi yang sama atau tidak yang dirumuskan sebagai
berikut:

U1=N1N2 + (N1+1) Rm ............................................................................................... (2-3)


U2=N1N2 U1 .................................................................................................................. (2-4)

Z= ..................................................................................................... (2-5)

dimana:
U1,U2 = Parameter statistic
N1 = Jumlah data kelompok A
N2 = Jumlah data kelompok B
Rm = Jumlah nilai perigkat dari rangkaian data kelompok A
Dengan uji 1 sisi atau 2 sisi bandingkan niali Z dengan Zc pada Tabel 2.2
Tabel 2. 2 Nilai Zc untuk Pengujian Distribusi Normal
Derajat
Kepercayaan 0,1 0,05 0,01 0,015 0,002

-1,28 -1,645 -2,33 -2,58 -2,88


Uji Satu Sisi atau Atau atau atau atau
+1,28 1,645 +2,33 +2,58 +2,88
-1,645 -1,96 -2,58 -2,81 -3,08
Uji Dua Sisi atau Atau atau atau atau
1,645 +1,96 +2,58 +2,81 +3,08
Sumber: Sri Harto (1990,p.11)
2.3.4. Uji Stasioner
Uji stasioner digunakan untuk menguji kestabilan nilai varian dan rata-rata dari deret
berkala (Soewarno, 1995). Pengujian nilai varian dari deret berkala dapat dilakukan dengan
uji-F. Data deret berkala dibagi menjadi 2 kelompok atau lebih, setiap 2 kelompok diuji
menggunakan uji-F. Apabila hasil ditolak, berarti nilai varian tidak stabil atau tidak
homogen.
Apabila hipotesa nol untuk nilai varian tersebut menunjukkan stasioner, maka pengujian
selanjutnya adalah menguji kestabilan nilai rata-ratanya.
Uji kestabilan varian
9

F= ..................................................................................................................... (2-6)
dimana:
F = perbanfingan F
S1 = standar deviasi sampel ke 1
S2 = Standar deviasi sampel ke 2
n1 = jumlah sampel ke 1
n2 = jumlah sampel ke 2
Tabel 2. 3 Nilai Fkritis atau Ftabel dalam Distibusi F dengan Peluang Derajat Kepercayaan
1%
dk1
dk2
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 4052,00 4999,00 5403,00 5625,00 5764,00 5859,00 5928,00 5981,00 6022,00
2 98,50 99,00 99,17 99,25 99,30 99,36 99,36 99,37 99,39
3 34,12 30,82 29,46 28,71 28,24 27,91 27,67 27,49 27,35
4 21,20 18,00 16,69 15,98 15,52 15,21 14,98 14,80 14,66
16,26 13,27 12,06 11,39 10,97 10,67 10,46 10,29 10,16
6 13,75 10,92 9,78 9,15 8,75 8,47 8,26 8,10 7,98
7 12,25 9,55 8,45 7,85 7,46 7,19 6,99 6,84 6,72
8 11,26 8,65 7,59 7,01 6,63 6,37 6,18 6,03 5,91
9 10,56 8,02 3,86 6,42 6,06 5,80 5,61 5,47 5,35
10 10,04 7,56 6,55 5,99 5,64 5,39 5,20 5,06 4,94
11 9,65 7,21 6,22 5,67 5,32 5,07 4,89 4,74 4,63
12 9,33 6,93 5,95 5,41 5,06 4,82 4,64 4,50 4,39
13 9,07 6,70 5,74 5,21 4,86 4,62 4,44 4,30 4,19
14 8,86 6,51 5,56 5,04 4,69 4,46 4,28 4,14 4,03
15 8,68 6,36 5,42 4,89 4,56 4,32 4,14 4,00 3,89
16 8,53 6,23 5,29 4,77 4,44 3,20 4,03 3,89 3,78
17 8,40 6,11 5,18 4,67 4,34 2,70 2,61 2,55 3,68
18 8,29 6,01 5,09 4,58 4,25 2,66 2,58 2,51 3,60
19 8,18 5,93 5,01 4,50 4,17 2,63 2,54 2,48 3,52
20 8,10 5,85 4,94 4,43 4,10 3,87 3,70 3,56 3,46
21 8,02 5,78 4,87 4,37 4,04 3,81 3,64 3,51 3,40
22 7,95 5,72 4,82 4,31 3,99 3,76 3,59 3,45 3,35
23 7,88 5,66 4,76 4,26 3,94 3,71 3,54 3,41 3,30
24 7,82 5,61 4,72 4,22 3,90 3,67 3,50 3,36 3,26
25 7,77 5,57 4,68 4,18 3,85 3,63 3,46 3,32 3,22
26 7,72 5,53 4,64 4,14 3,82 3,59 3,42 3,29 3,18
27 7,68 5,49 4,60 4,11 3,78 3,56 3,39 3,26 3,15
28 7,64 5,45 4,57 4,07 3,75 3,53 3,36 3,23 3,12
29 7,60 5,42 4,54 4,04 3,73 3,50 3,33 3,20 3,09
30 7,56 5,39 4,51 4,02 3,70 3,47 3,30 3,17 3,07
40 7,31 5,18 4,31 3,83 3,51 3,29 3,12 2,99 2,89
60 7,08 4,98 4,13 3,65 3,34 3,12 2,95 2,82 2,72
120 6,85 4,79 3,95 3,48 3,17 2,96 2,79 2,66 2,56
6,63 4,61 3,78 3,32 3,02 2,80 2,64 2,51 2,41
10

Sumber: Soewarno (1995,p.82a)

Tabel 2. 4 Nilai Fkritis atau Ftabel dalam Distibusi F dengan Peluang Derajat Kepercayaan
5%
dk1
dk2
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 161,40 199,50 215,70 224,60 230,20 234,00 236,80 238,90 240,50
2 18,51 19,00 19,16 19,25 19,30 19,33 19,35 19,37 19,38
3 10,13 9,55 9,28 9,12 9,01 8,94 8,89 8,85 8,81
4 7,71 6,94 6,59 6,39 6,26 6,16 6,09 6,04 6,00
5 6,61 5,79 5,41 5,19 5,05 4,95 4,88 4,82 4,77
6 5,99 5,14 4,76 4,53 4,39 4,28 4,21 4,15 4,10
7 5,59 4,74 4,35 4,12 3,97 3,87 3,79 3,73 3,68
8 5,32 4,46 4,07 3,84 3,69 3,58 3,50 3,44 3,39
10 4,96 4,10 3,71 3,48 3,33 3,22 3,14 3,07 3,02
11 4,84 3,98 3,59 3,36 3,20 3,09 3,01 2,95 2,90
12 4,75 3,89 3,49 3,26 3,11 3,00 2,91 2,85 2,80
13 4,67 3,81 3,41 3,18 3,03 2,92 2,83 2,77 2,71
14 4,60 3,74 3,34 3,11 2,96 2,85 2,76 2,70 2,65
15 4,54 3,68 3,29 3,06 2,90 2,79 2,71 2,64 2,59
16 4,49 3,63 3,24 3,01 2,85 2,74 2,66 2,59 2,54
17 4,45 3,59 3,20 2,96 2,81 2,70 2,61 2,55 2,49
18 4,41 3,55 3,16 2,93 2,77 2,66 2,58 2,51 2,46
19 4,38 3,52 3,13 2,90 2,74 2,63 2,54 2,48 2,42
20 4,35 3,49 3,10 2,87 2,71 2,60 2,51 2,45 2,39
21 4,32 3,47 3,07 2,84 2,68 2,57 2,49 2,42 2,37
22 4,30 3,44 3,05 2,82 2,66 2,55 2,46 2,40 2,34
23 4,28 3,42 3,03 2,80 2,64 2,53 2,44 2,37 2,32
24 4,26 3,40 3,01 2,78 2,62 2,51 2,42 2,36 2,30
25 4,24 3,39 2,99 2,76 2,60 2,49 2,40 2,34 2,28
26 4,23 3,37 2,98 2,74 2,59 2,47 2,39 2,32 2,27
27 4,21 3,35 2,96 2,73 2,57 2,46 2,37 2,31 2,25
28 4,20 3,34 2,95 2,71 2,56 2,45 2,36 2,29 2,24
29 4,18 3,33 2,93 2,70 2,55 2,43 2,35 2,28 2,22
30 4,17 3,32 2,92 2,69 2,53 2,42 2,33 2,27 2,21
40 4,08 3,23 2,84 2,61 2,45 2,34 2,25 2,18 2,12
60 4,00 3,15 2,76 2,53 2,37 2,25 2,17 2,10 2,04
120 3,92 3,07 2,68 2,45 2,29 2,17 2,09 2,02 1,96
3,84 3,00 2,60 2,37 2,21 2,10 2,01 1,94 1,88
Sumber: Soewarno (1995,p.81)
Uji kestabilan rata rata

t= X X

............................................................................................................. (2-8)
dimana:
t = variable t hitung
11

X 1 = rerata sampel ke 1
X 2 = rerata sampel ke 2
n1 = jumlah sampel ke 1
n2 = jumlah sampel ke 2
= standar deviasi populasi
s1 = standar deviasi sampel ke 1
s2 = standar deviasi sampel ke 2
Catatan:
1. Jika nilai F < Fc maka hipotesis nol (H0) diterima
2. Jika nilai F > Fc maka hipotesis nol (H0) tidak diterima
Tabel 2. 5 Nilai Tkritis atau Ttabel dalam Distibusi T
Derajat Kepercayaan ta
Dk
0,1 0,05 0,025 0,01 0,005
1 3,078 6,314 12,706 31,821 63,657
2 1,886 2,920 4,303 6,965 9,925
3 1,638 2,353 3,182 4,541 5,841
4 1,533 2,132 2,776 3,747 4,604
5 1,476 2,015 2,571 3,365 4,032
6 1,440 1,943 2,447 3,143 3,707
7 1,415 1,895 2,365 2,998 3,499
8 1,397 1,860 2,306 2,896 3,355
9 1,383 1,833 2,262 2,821 3,250
10 1,372 1,812 2,228 2,764 3,169
11 1,363 1,796 2,201 2,718 3,106
12 1,356 1,782 2,179 2,681 3,055
13 1,350 1,771 2,160 2,650 3,012
14 1,345 1,761 2,145 2,624 2,977
15 1,341 1,753 2,131 2,602 2,947
16 1,337 1,746 2,120 2,583 2,921
17 1,333 1,740 2,110 2,567 2,898
18 1,330 1,734 2,101 2,552 2,878
19 1,328 1,729 2,093 2,539 2,861
20 1,325 1,725 2,086 2,528 2,845
21 1,323 1,721 2,080 2,518 2,831
22 1,321 1,717 2,074 2,508 2,819
23 1,319 1,714 2,069 2,500 2,807
24 1,318 1,711 2,064 2,492 2,797
25 1,316 1,708 2,060 2,485 2,787
26 1,315 1,706 2,056 2,479 2,779
27 1,314 1,703 2,052 2,473 2,771
28 1,313 1,701 2,048 2,467 2,763
29 1,311 1,699 2,045 2,462 2,756
infinitif 1,282 1,645 1,960 2,326 2,576
12

Sumber: Soewarno (1995, p.77)

2.3.5. Uji Persistensi


Persistensi adalah ketidak tergantungan dari setiap nilai dalam deret berkala (Soewarno,
1995). Perhitungan uji persistensi menggunakan besarnya koefisien korelasi serial. Salah
satu metode untuk menentukan koefisien korelasi serial adalah dengan metode Spearman
yang dapat dirumuskan sebagai berikut:

KS = 1- ............................................................................................................. (2-9)

t=KS
dimana:
KP = koefisien korelasi peringkat dari Spearman.
m = jumlah data.
Di = perbedaan nilai antara peringkat data ke Xi dan ke Xi+1
t = nilai distribusi t, pada derajat kebebasan (n-2) untuk derajat kepercayaan tertentu
(umumnya 5 % ditolak atau 95% diterima)
2.3.6. Curah Hujan Daerah
Data hasil pengukuran hujan di lapangan merupakan curah hujan disuatu titik tertentu
(Point rainfall). Apabila dalam suatu daerah mempunyai beberapa alat penakar hujan
terntentu, maka dalam estimasi curah hujan daerah diperlukan beberapa metode, antara lain:
a. Metode Aljabar
Metode ini dilakukan dengan cara mengambil harga rerata hitung (artihmatic mean) dari
data hujan dalam area tersebut. Metode ini dirumuskan sebagai berikut:

d= = .............................................................................................. (2-10)
dimana:
d = tinggi curah hujan rata rata daerah
dn = tinggi curah hujan pada pos penakar
n = jumlah stasiun hujan.
b. Metode Poligon Thiessen
Metode estimasi curah hujan daerah ini didasarkan atas cara rata-rata timbang (weighted
average) (Soewarno, 1995). Setiap alat pengukur curah hujan memilik luas daerah pengaruh
yang dibentuk dengan menggambarkan garis tegak lurus terhadap garis penghubung antara
2 pos penakar hujan (lihat gambar).
Sumber: Soewarno,1995.
13

Gambar 2. 1 Poligon Thiessen

Hujan rerata daerah dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

P= ........................................................................................................................ (2-11)
dimana:
A = luas areal
P = curah hujan areal
dn = tinggi curah hujan di stasiun ke n
An = luas daerah pengaruh stasiun ke n
c. Metode Isohyet
Metode ini dilakukan dengan cara menggambar kontur dengan tinggi hujan yang sama
(soewarno, 1995). Seperti terlihat pada gambar di bawah ini. Metode ini cocok digunakan
untuk daerah dengan kontur yang variatif dengan luas lebih dari 5000 km2.

Gambar 2. 2 Isohyet
Sumber: Soewarno,1995.
14

Kemudian luas bagian di antara garis kontur tersebut dihitung sebagai harga rata rata
dari kontur tersebut yang dirumuskan dengan persamaan sebagai berikut:

P= .................................................................................................................. (2-12)
dimana:
P = hujan rerata daerah (mm)
d1,d2,dn = curah hujan yang ada di stasiun hujan (mm)
A = Luas area antara garis kontur isohyet (m2)
2.3.7. Analisa Frekuensi
Analisis frekuensi data hidrologi digunakan untuk menetapkan besar hujan atau debit
dengan kala ulang tertentu. Kala ulang (return period) ditarifkan sebagai waktu hipotetik
dimana hujan atau debit dengan suatu besaran tertentu akan disamai atau dilampaui sekali
dalam jangka waktu tersebut (Sri Harto, 1993).
Dalam statistik dikenal beberapa jenis distribusi frekuensi dan yang banyak digunakan
dalam hidrologi yaitu:
Distribusi normal
Distribusi log normal
Distribusi Log Pearson III
Distribusi gumbel
2.3.8. Uji kesesuaian Distribusi
Analisa yang dignakan dalam estimasi curah hujan rancangan belum tentu sesuai dengan
jenis distribusi yang dipilih. Oleh karena itu, diperlukan uji kesesuan distribusi (testing of
goodness of fit). Ada 2 uji yang biasa dilakukan dalam hal ini, yaitu Uji Smirnov-
Kolomogorof dan Uji Chi-Square (Limantara, 2009).
a. Uji Smirnov-Kolmogorov
Uji Smirnov-Kolmogorof sering juga disebut dengan uji kecocokan non parametric (non
parametric test) digunakan untuk menguji kesesuaian dari distrubusi secara horixontal dari
data. Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan probabilitas tiap data antara sebaran
empiris dan sebaran teoritis. Adapun prosedurnya adalah sebagai berikut:
1. Urutkan data dari nilai terkecil ke nilai terbesar
2. Menentukan nilai probabilitas atas sebaran empiris Smirnov-Kolmogorof (Pe) dari
masing-masing data yang sudah diurutkan tersebut dengan rumus peluang Weilbull
Pe= x 100% .................................................................................................. (2-13)
Dimana:
15

Pe = peluang sebaran empiris Smirnov-Kolmogorof terhadap data


m = nomor urut data
n = banyak data
3. Menentukan nilai peluang sebaran teoritis distribusi frekuensi (Pt) yang diobservasi
dari masing-masing data yang sudah diurutkan tersebut.
4. Menentukan nilai simpangan maksimum ( maksimum) dengan persamaan:
maksimum=[(Pe)
(Pt)]maksimum............................................................................. (2-14)
5. Menentukan nilai simpangan kritis ( kritis) Smirnov-Kolmogorof berdasarkan table
nilai simpangan kritis Smirnov-Kolmogorof.
Berikut syarat hasil metode uji Smirnov-Kolmogorof yang dapat ditentukan:
a) Nilai maksimum < kritis, maka persamaan distribusi diterima
b) Nilai maksimum > kritis, maka persamaan distribusi ditolak.
Tabel 2. 6 Nilai Smirnov-Kolmogorov Berdasarkan Jumlah Data Dan Peluangnya
kritis
(derajat kepercayaan) ketika peluang
N 0,20 0,10 0,05 0,01
5 0,45 0,51 0,56 0,67
10 0,32 0,37 0,41 0,49
15 0,27 0,30 0,34 0,40
20 0,23 0,26 0,29 0,36
25 0,21 0,24 0,27 0,32
30 0,19 0,22 0,24 0,29
35 0,18 0,20 0,23 0,27
40 0,17 0,19 0,21 0,25
45 0,16 0,18 0,20 0,24
50 0,15 0,17 0,19 0,23
n > 50 1,07 / n0,5 1,22 / n0,5 1,36 / n0,5 1,63 / n0,5
Sumber: Soewarno (1995, p.199)
b. Uji Chi-Square
Uji Chis-Square digunakan untuk menguji simpangan secara vertikal. Berikut prosedur
perhitungan dengan menggunakan metode Chi-Square:
1. Mengurutkan data dari kecil ke besar
2. Menghitung jumlah kelas
2
3. cr)
4. Menghitung kelas distribusi
5. Menghitung interval kelas
2
6.
2
7. Membandingkan terhadap 2cr
Persamaan yang digunakan dalam uji ini adalah sebagai berikut:
16

2
hitung= ..................................................................................................... (2-15)
dimana:
2
hitung = harga Chi-Square hitung
Oj = frekuensi pengamatan kelas j
Ej = frekuensi teoritis kelas
K = jumlah kelas.
2 2 2
Apabila hitung< cr, maka pemilihan analisa distribusi diterima. Nilai cr diperoleh
dari tabel distribusi Chi-Square untuk derajat bebas v dan a (level of significant).

Tabel 2. 7 Nilai Kritis X2 untuk Distribusi Chi Square


Dk kepercayaan
0,995 0,99 0,975 0,95 0,05 0,025 0,01 0,005
1 0,0000393 0,000157 0,000982 0,00393 3,841 5,024 6,635 7,879
2 0,0100 0,0201 0,0506 0,103 5,991 7,378 9,210 10,597
3 0,0717 0,115 0,216 0,352 7,815 9,348 11,345 12,838
4 0,207 0,297 0,484 0,711 9,488 11,143 13,277 14,860
5 0,412 0,554 0,831 1,145 11,070 12,832 15,086 16,750
6 0,676 0,872 1,237 1,635 12,592 14,449 16,812 18,548
7 0,989 1,239 1,690 2,167 14,067 16,013 18,475 20,278
8 1,344 1,646 2,180 2,733 15,507 17,535 20,090 21,955
9 1,735 2,088 2,700 3,325 16,919 19,023 21,666 23,589
10 2,156 2,558 3,247 3,940 18,307 20,483 23,209 25,188
11 2,603 3,053 3,816 4,575 19,675 21,970 24,725 26,757
12 3,074 3,571 4,404 5,226 21,026 23,337 26,217 28,300
13 3,565 4,107 5,009 5,892 22,362 24,736 27,688 29,819
14 4,075 4,660 5,629 6,571 23,685 26,119 29,141 31,319
15 4,601 5,229 6,262 7,261 24,996 27,488 30,578 32,801
16 5,142 5,812 6,908 7,962 26,296 28,845 32,000 34,267
17 5,697 6,408 7,564 8,672 27,587 30,191 33,409 35,718
18 6,265 7,015 8,231 9,390 28,869 31,526 34,805 37,156
19 6,844 7,633 8,907 10,117 30,144 32,852 36,191 38,582
20 7,434 8,260 9,591 10,851 31,410 34,170 37,566 39,997
21 8,034 8,897 10,283 11,591 32,671 35,479 38,932 41,401
22 8,643 9,542 10,982 12,338 33,924 36,781 40,289 42,796
23 9,260 10,196 11,689 13,091 36,172 38,076 41,638 44,181
24 9,886 10,856 12,401 13,848 36,415 39,364 42,980 45,558
25 10,520 11,524 13,120 14,611 37,652 40,646 44,314 46,928
26 11,160 12,198 13,844 15,379 38,885 41,923 45,642 48,290
27 11,808 12,879 14,573 16,151 40,113 43,194 46,963 49,645
28 12,461 13,565 15,308 16,928 41,337 44,461 48,278 50,993
29 13,121 14,256 16,047 17,708 42,557 45,722 49,588 52,336
30 13,787 14,953 16,791 18,493 43,773 46,979 50,892 53,672
Sumber: Soewarno (1995)
17

2.3.9. Penentuan Kala Ulang


Periode kala ulang dalam hal perencanaan saluran drianase digunakan untuk
perhitungan curah hujan rancangan. Penentuan kala ulang dalam perencaan saluran drainase
dapat menggunakan standar yang telah ditetapkan. Berikut merupakan standar penentuan
kala ulang berdasarkan Tipologi Kota.
Tabel 2. 8 Kala ulang berdasarkan tipologi kota.
Daerah Tangkapan Air (ha)
Tipologi Kota
<10 10-100 101-500 >500
Kota 2 Th 2-5 Th 5-10 Th 10-25 Th
Kota Besar 2 Th 2-5 Th 2-5 Th 5-20 Th
Kota Sedang 2 Th 2-5 Th 2-5 Th 5-10 Th
Kota Kecil 2 Th 2 Th 2 Th 2-5 Th
Sumber: Tata Cara Penyusunan Rencana Induk Sistem Drainase Perkotaan, Ditjen Cipta
Karya Departemen PU, 2012 halaman 14

2.4. Debit Banjir Rancangan.


Debit banjir rancangan adalah debit banjir terbesar yang mungkin terjadi di suatu
daerah dengan panjang kejadiantertentu yang digunakan sebagai dasar merencanakan suatu
bangunan pengairan. Debit banjir rancangan merupakan penjumlahan dari debit limpasan air
hujan dengan debit air kotor.
Qr = Qah+Qak ................................................................................................................ (2-16)
dimana:
Qr = debit banjir rancangan (m3/det)
Qah = debit limpasan air hujan (m3/det)
Qak = debit air kotor (m3/det)
2.4.1. Analisa Debit Limpasan Air Hujan Metode Rasional
Metode rasional dikembangkan dengan asumsi bahwa curah hujan yang terjadi
mempunyai intensitas yang seragam dan merata di seluruh daerah pengaliran selama paling
sedikit sama dengan waktu konsentrasiYtc) (Suhardjono, 2015, p.103). Parameter hidrologi
yang diperhitungkan dalam metode ini adalah intensitas hujan, durasi hujan, frekuensi hujan,
luas DAS, abstraksi (kehilangan air akibat evaporasi, intersepsi, infiltrasi, tampungan
permukaan) dan konsentrasi aliran. Berikut persamaan dari metode rasional:
Q=0,278. C. I. A ............................................................................................................ (2-17)
dimana:
Q = debit banjir maksimum (m3/det)
C = koefisien pengaliran
I = intensitas hujan (mm/jam)
A = luas daerah tangkapan (km2)
18

a. Koefisien Pengaliran (run-off coefficient)


Koefisien pengaliran adalah perbandingan antara jumlah air hujan yang mengalir atau
melimpas di atas permukaan tanah dengan jumlah air hujan yang ada di daerah tersebut.
Nilai dasar dari koefisien pengaliran dapat dilihat di tabel berikut:
Tabel 2. 9 Nilai dasar koefisien pengaliran
No Tata guna lahan Koefisen Pengaliran
1 Pemukiman 0,6-0,75
2 Jalan Raya dan trotoar 0,7-0,85
3 Perdagangan (Kota) 0,7-0,95
4 Perdagangan (non kota) 0,5-0,70
5 Taman dan Kuburan 0,1-0,25
6 Kawasan Kereta Api 0,20-0,40
7 Lahan Kosong 0,1-0,3
8 Perindustrian 0,5-0,90
9 Kantor (Bisnis) 0,70-0,95
10 Jasa 0,4-0,6
Sumber: Suhardjono (2015, p.97)
b. Waktu Konsentrasi
Waktu konsentrasi adalah jumlah waktu yang diperlukan pleh air hujan yang jatuh untuk
mengalir dari titik terjauh sampai keluaran DAS setelah tanah menjadi jenuh dan depresi-
depresi kecil terpenuhi. Salah satu metode untuk perhitungan estimasi waktu konsentrasi
adalah rumus yang dikembangkan olahe Kpirich (1940), yang ditulis sebagai berikut:

Tc = ................................................................................................................ (2-18)
dimana:
Tc = waktu konsentrasi (Jam)
L = panjang saluran utama dari hulu sampai penguras (km)
S = kemiringan rata rata
c. Intensitas Hujan
Intensitas hujan merupakan tinggi hujan atau kedalam hujan dalam per satuan waktu.
Hujan menurut intensitasnya dapat dibagi menjadi 5 jenis, seperti terlihat dalam tabel
berikut:
Tabel 2. 10 keadaan curah hujan dan intensitas curah hujan
intensitas curah hujan (mm)
Keadaan curah hujan 1 jam 24 jam
hujan sangat ringan <1 <1
hujan ringan 1-5 5-20
hujan normal 5-20 20-50
hujan lebat 10-20 50-100
hujan sangat lebat >20 >20
Sumber: Sosrodarsono (1985)
19

Perhitungan intensitas hujan dapat menggunakan beberapa rumus empiris dalam


hidrologi. Apabila data hujan jangka pedek tidak tersedia, hanya memiliki data hujan harian
maka perhitungan intensitas hujan dapat dihitung menggunakan rumus Mononobe.

I= ................................................................................................................... (2-19)
dimana:
I = intensitas hujan (mm/jam)
Tc = waktu konsentrasi (jam)
R24 = curah hujan maksimum harian (mm)
2.4.2. Analisa Debit Air Kotor
Debit air kotor merupakan air buangan penduduk yang berasal dari kebutuhan sehari-
hari. Air buangan penduduk dapat dihitung dari kebutuhan air bersih. Air kotor yang masuk
melalui saluran pengumpul air buangan adalah sebesar 50%-85% dari kebutuhan air bersih
(Suhardjono, 1984, p.100). Untuk kategori tingkat kebutuhan air di Indonesia, Pemerintah
Indonesia telah menyusun sesuai dengan kategori daerah yang dikelompokkan berdasarkan
jumlah penduduk. Pengelompokkan tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2. 11 Kategori Pemakaian Air
Tingkat Pemakaian
No Kategori Jumlah Penduduk
Air
Kota
1 Metropolitan > 1000000 120 lt/org/hari
2 Kota Besar 500000-1000000 100 lt/org/hari
3 Kota Sedang 100000-500000 90 lt/org/hari
4 Kota Kecil 20000-100000 60 lt/org/hari
5 Kota Kecamatan 3000-20000 45 lt/org/hari
Sumber : Departemen Pekerjaan Umum RI Ditjen Cipta Karya (1994 : 40)
Untuk menghitung debit air kotor dapat digunakaan persamaan sebagai berikut:

Qp=
dimana:
Qp = debit buangan penduduk atau debit air kotor (lt.det/km2)
Pn = jumlah penduduk yang diperkirakan pada tahun n (jiwa)
q = jumlah air buangan (lt/orang/det)
A = luas daerah (km2)
2.4.3. Analisa Pertumbuhan Penduduk
Pertumbuhan jumlah penduduk merupakan salah satu faktor penting dalam perencanaan
saluran drainase. Dalam kajian ini, proyeksi jumlah penduduk digunakan untuk menghitung
tingkat tingkat debit air kotor pada masa mendatang. Proyeksi jumlah penduduk di suatu
20

daerah dan pada tahun tertentu dapat dilakukan apabila diketahui tingkat pertumbuhan
penduduknya. Proyeksi jumlah penduduk di masa mendatang dapat dilakukan dengan tiga
metode yaitu :
a. Metode Aritmatik
Jumlah perkembangan penduduk dirumuskan sebagai berikut:
Pn=Po(1+rn).................................................................................................................... (2-21)
dimana:
Pn = jumlah penduduk pada akhir tahun ke-n (jiwa)
Po = jumlah penduduk pada tahun yang ditinjau (jiwa)
r = angka pertambahan penduduk per tahun (%)
n = jumlah tahun proyeksi (tahun)
b. Metode Geometrik
Dengan menggunakan geometrik, maka perkembangan penduduk suatu daerah dapat
dihitung dengan formula sebagai berikut. Metode ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
Pn=Po (1+r)n ................................................................................................................... (2-22)
dimana:
Pn = jumlah penduduk pada akhir tahun ke-n (jiwa)
Po = jumlah penduduk pada tahun yang ditinjau (jiwa)
r = angka pertambahan penduduk per tahun (%)
n = jumlah tahun proyeksi (tahun)
c. Metode Eksponensial
Perkiraan jumlah penduduk dengan metode eksponensial dapat didekati dengan
persamaan berikut:
Pn=Po.e. r.n ...................................................................................................................... (2-23)
dimana:
Pn = jumlah penduduk pada akhir tahun ke-n (jiwa)
Po = jumlah penduduk pada tahun yang ditinjau (jiwa)
r = angka pertambahan penduduk per tahun (%)
n = jumlah tahun proyeksi (tahun)
e = bilangan logaritma natural (2,7182818)

2.5 Perhitungan Kapasitas Saluran Eksisting


Dalam hal mengevaluasi saluran drainase perlu dilakukannya perhitungan kapasitas
saluran drainase guna mengetahui debit maksimum yang dapat ditampung oleh saluran
tersebut. Jika saluran drainase eksisting tidak dapat menampung besarnya debit banjir
rancangan maka akan menimbulkan genangan adan banjir. Oleh karena itu diperlukan
evaluasi guna mereduksi masalah tersebut.
21

2.5.1. Kapasitas Saluran


Dalam perhitungan besarnya kapasitas saluran drainase dapat digunakan rumus- rumus
sebagai berikut:
1. Menghitung kecepatan aliran di saluran drainase dengan rumus Manning

V= x x ................................................................................................................. (2-24)
dimana:
V = kecepatan aliran (m/det)
n = kekasaran manning
R = jari-jari hidrolis (m)
S = kemiringan dasar saluran
2. Mengitung debit saluran
Q = A.V
dimana:
Q = debit saluran (m3/det)
A = luas penampang basah (m2)
Untuk perhitungan dimensi profil saluran bergantung dari bentuk saluran tersebut,
ada beberapa bentuk saluran yang sering digunakan untuk drainase antara lain trapesium dan
persegi.
a. Trapesium

Gambar 2. 3 Dimensi Saluran Bentuk Trapesium


Sumber: www.Google.com
A = (b + zy)y
P = b + 2y
R =
dengan:
b = lebar saluran (m)
y = dalam saluran tergenang air (m)
z = kemiringan saluran
A = luas (m2)
22

P = keliling basah (m)


R = jari-jari hidrolis (m)
b. Segi empat

Gambar 2. 4 Dimensi Saluran Bentuk Segiempat


Sumber: www.Google.com
A =b x y
P = b + 2y
R =
dengan:
b = lebar saluran (m)
y = dalam saluran tergenang air (m)
A = luas (m2)
P = keliling basah (m)
R = jari-jari hidrolis (m)
2.5.2. Tinggi Jagaan (Freeboard)
Dalam saluran drainase terdapat tinggi jagaan yaitu jarak vertical dari permukaan air
pada kondisi perencanaan sampai puncak tanggul.Jarak tersebut berguna mencegah luapan
air pasa saluran drainase. Tinggi jagaan umumnya antara 0,15 m sampai 0,6 m. Tinggi jagaan
minimum adalah 10 cm di atas permukaan air untuk debit rancangan maksimum
(Suhardjono, 2015, p.121)
2.5.3. Kecepatan Aliran
Dalam drainase ada hal-hal yang perlu diperhatikan salah satunya kecepatan aliran,
batasan kecepatan aliran di saluran tergantung pada material pembentuk saluran, kondisi
fisik dan sifat-sifat hidrolisnya. Kecepatan aliran yang diijinkan dibagi menjadi 2 bagian,
yaitu saluran tahan erosi dan tidak tahan erosi. Untuk saluran than erosi kecepatan minimum
yang diijinkan antara 0,6 0,9 sedangkan untuk saluran tidak tahan erosi kecepatan
maksimum yang diijinkan adalah kecepatan terbesar yang tidak menyebabkan penggerusan
pada dasar saluran (Suhardjono, 1984, p.25).
BAB III
METODOLOGI
3.1. Kondisi Daerah Studi
3.1.1. Umum
Wilayah kota malang merupakan salah satu kota tujuan wisata di Jawa Timur karena
potensi alam dan iklim yang dimiliknya. Kota malang secara administrated memiliki 5
kecamatan antara lain:
Tabel 3. 1 Wilayah administratif Kota Malang
No Kecamatan Luas (Km2) Persentase
1 Kedungkandang 39,89 36,24%
2 Sukun 20,97 19,05%
3 Klojen 8,83 8,02%
4 Blimbing 17,77 16,15%
5 Lowokwaru 22,6 20,53%
Kota Malang 110,06 100,00%
Sumber: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Malang
Secara astronomis Kota Malang terletak pada -
- -
tengah wilayah Kabupaten Malang. Kota Malang secara administrasi berbatasan langsung
dengan dareah sebagai berikut:
1. Sebelah Utara : Kecamatan Singosari dan Kecamatan Karangploso Kabupaten
Malang
2. Sebelah Timur : Kecamatan Pakis dan Kecamatan Tumpang Kabupaten Malang
3. Sebelah Barat : Kecamatan Wagir dan Kecamatan Dau Kabupaten Malang
4. Sebelah Selatan : Kecamatan Tajinan dam Kecamatan Pakisaji Kabupaten Malang
Berikut adalah peta administrasi Kota Malang:

23
24
24

Gambar 3. 1 Wilayah Administrasi Kota Malang Provinsi Jawa Timur


Sumber: Penggambaran QGIS
25

3.1.2. Lokasi Daerah Studi


Wilayah lokasi studi ini terletak pada Kecamatan Lowokwaru dan Blimbing.
Kecamatan Lowokwaru memiliki luas area 22,6 km2 dan Kecamatan Blimbing 17,76 km2.
Namun lokasi studi ini dtentukan dengan luas daerah tangkapan seluas 5,938 km 2. Lokasi
ini terletak di daerah dengan ketinggian antara 200-499 meter dari permukaan air laut.
Tingkat kemiringan di dataran tinggi cukup bervariasi, di beberapa tempat merupakan suatu
daerah dataran dengan kemiringan 2-50, sedang dibagian lembah perbukitan rata-rata
kemiringan 8-15 persen. Daerah ini memiliki suhu minimum 20 derajat Celcius dan
maksimum 28 derajat Celcius dengan curah hujan rata-rata 2.71 mm. Berikut luasan daerah
tangkapan di wilayah studi ini:
Tabel 3. 2 Luasan daerah Lokasi Studi
No Kecamatan Kelurahan Luas (km2)
1 Lowokwaru Tunggulwulung 1,581
2 Lowokwaru Mojolangu 1,010
3 Lowokwaru Tanjungsekar 0,749
4 Lowokwaru Tasikmadu 0,701
5 Lowokwaru Tulusrejo 0,011
6 Blimbing Purwodadi 0,822
7 Blimbing Blimbing 0,446
8 Blimbing Pandanwangi 0,360
9 Blimbing Polowijen 0,247
10 Blimbing Arjosari 0,009
11 Blimbing Purwantoro 0,004
Jumlah 5,938
Sumber: QGIS (2021)
Berikut adalah peta lokasi studi yang ditujukan pada Gambar 3.6
26
27

3.1.3. Kependudukan
Menurut BPS Kota Malang jumlah penduduk di Kecamatan Lowokwaru pada tahun
2020 berjumlah 198.839 yang tersebar diseluruh Kelurahan yang ada di Lowokwaru
sedangkan untuk Kecamatan Blimbing berjumlah 181.426 orang. Berikut merupakan
rinciaan mengenai informasi jumlah peduduk di daerah Lowokwaru dan Blimbing dari tahun
2011-2020:
Tabel 3. 3 Data kependudukan Kecamatan Lowokwaru Kota Malang 2019-2020
No Tahun Blimbing Lowokwaru
1 2011 173.838 187.948
2 2012 174.891 189.373
3 2013 175.988 190.847
4 2014 176.845 192.066
5 2015 177.729 193.321
6 2016 178.564 194.521
7 2017 179.368 195.692
8 2018 180.104 196.793
9 2019 180.805 197.859
10 2020 181.426 198.839
Sumber: BPS Kota Malang (2021)

3.2. Pengumpulan Data


Untuk mendukung penyelesaian permasalah dalam studi ini diperlukan pengumpulan
data penunjang. Data-data sekunder yang diperlukan antara lain:
1. Peta topografi lokasi studi
Dalam hal keperluan drainase diperlukan peta topografi. Topografi digunakan untuk
mengetahui kondisi bentuk permukaan tanah, kemiringan tanah serta arah drainase.
Berikut adalah peta topografi wilayah studi yang ditujukan pada gambar 3.7
28
29

2. Peta tata guna lahan


Peta tata guna lahan yang menggambarkan kondisi peruntukan di lokasi studi berguna
untuk penentuan angka dari koefisien limpasan. Pada lokasi studi rata rata penggunaan
lahan diperuntukan sebagai pemukiman, industri, sawah, kawasan pertokoan dan lain-
lain.
3. Data curah hujan
Data curah hujan diperlukan dalam estimasi debit banjir rancangan yang menjadi dasar
penentuan dimensi saluran drainase. Data curah hujan yang diambil adalah data dari
stasiun hujan terdekat. Dari beberapa stasiun hujan yang ada maka yang terdekat dari
lokasi studi adalah Stasiun hujan Universitas Brawijaya, Stasiun hujan BMKG
Karangploso dan Stasiun hujan Blimbing seperti terlihat pada peta sebaran stasiun
yang ditunjukan pada gambar 3.9
30
31

4. Data kependudukan
Data kependudukan berupa data jumlah penduduk yang akan diproyeksikan di waktu
yang akan mendatang. Proyeksi jumlah penduduk akan digunakan dalam estimasi
debit air buangan/limbah.
5. Peta jaringan drainase
Peta ini menggambarkan tata letak dari saluran drainase di lokasi studi.

3.3. Tahapan Penyelesaian Studi


Pada penyelesaian permasalahan di studi ini diperlukan tahapan pengolahan data
sebagai berikut:
1. Mencari studi pustaka mengenai teori yang akan digunakan.
2. Mengumpulkan data data yang dibutuhkan.
3. Analisa hidrologi
Melakukan uji konsistensi data curah hujan.
Menganalisa deret data hujan dengan uji ketiadaan trend, uji stasioner, dan uji
persistensi
Menghitung curah hujan rerata daerah
Menghitung curah hujan rancangan maksimum dengan kala ulang 5 tahun, lalu
dilakukan uji distribusi frekuensi.
4. Perhitungan debit banjir rancangan
Mengitung debit banjir rancangan dengan metode rasional
Menentukan besar koefisien limpasan berdasarkan peta tata guna lahan
Menghitung koefisien tampungan
Menghitung intensitas hujan
Menghitung debit air limbah dari hasil proyeksi penduduk
Menghitung debit banjir rancangan dengan menjumlahkan debit air limbah
dengan debit banjir rancangan metode rasional
5. Menghitung debit dan kapasitas saluran drainase eksisting
6. Evaluasi penanganan genangan
32

3.4. Diagram Alir (Flowchart)


Berikut merupakan gambar diagram alir pengerjaan tugas akhir ini:

Gambar 3. 5 Diagram Alir Pengerjaan


BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Analisis Hidrologi


Dalam punyusunan skripsi ini dilakukan analisis hidrologi untuk mengestimasi
besarnya debit banjir yang akan terjadi sesuai dengan periode perencanaan. Besarnya debit
banjir sangat dibutuhkan dalam proses evaluasi kondisi eksisting pada saluran drainase.
Dalam perhitungan analisis hidrologi ini menggunakan data curah hujan yang ada di lokasi
studi. Data curah hujan yang dipakai adalah data curah hujan harian yang terekam selama
11 tahun mulai dari tahun 2009 2019 yang diperoleh dari 3 stasiun hujan.
4.1.1 Data Curah Hujan
Pada perhitungan limpasan air hujan data hujan yang relevan digunakan dari Stasiun
Hujan Universitas Brawijaya, Stasiun Klimatologi Kab. Malang, dan Stasiun Hujan
Blimbing. Data hujan yang berhasil didipat adalah data dari tahun 2009 sampai tahun 2019
dengan lama pengamatan selama 11 tahun. Sebelum melakukan analisis curah hujan
maksimum rerata daerah, perlu menentukan besarnya curah hujan harian maksimum harian
dari data curah hujan yang ada. Adapun data curah hujan harian maksimum tahunan yang
digunakan ditunjukan pada tabel sebagai berikut:
Tabel 4. 1 Rekapitulasi Curah Hujan Harian Maksimum Tahunan Tahun 2009 - 2019.
Blimbing Karangploso
Tahun St. UB (mm)
(mm) (mm)
2009 83.00 73.00 82.00
2010 156.50 186.00 68.00
2011 93.50 113.00 78.00
2012 111.50 138.00 98.00
2013 119.00 97.00 98.20
2014 84.00 125.00 96.10
2015 111.00 96.00 91.60
2016 87.50 64.00 97.10
2017 141.60 104.00 87.00
2018 111.00 97.00 107.40
2019 96.50 82.00 96.70
Sumber: BMKG dan Laboratorium Universitas Brawijaya

33
34

Curah Hujan Harian Maksimum Tahunan


200,00
180,00
160,00
140,00
yrah hujan (mm)

120,00
Series1
100,00
Series2
80,00
Series3
60,00
40,00
20,00
0,00
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Tahun

Gambar 4. 1 Curah Hujan Harian Maksimum Tahunan Tahun 2010-2019


Sumber: Hasil Analisis
4.1.1.1 Uji Kelayakan Data Hujan Metode RAPS (Rescalled Adjusted Partial Sums).
Uji konsistensi dilakukan dengan metode RAPS (Rescaled Adjusted Partial Sums).
Cara ini dilakukan dengan cara menghitung nilai kumulatif penyimpangannya terhadap nilai
rata-rata (mean) dibagi dengan akar komulatif rerata penyimpangan kuadrat terhadap nilai
reratanya.
Contoh perhitungan uji konsistensi metode RAPS (Rescaled Adjusted Partial Sums)
Stasiun Hujan Laboratorium Hidrologi UB dapat di lihat sebagai berikut :
Dengan n (jumlah data) = 11
Rerata curah hujan maksimum = 108,65 mm
Menghitung nilai Sk*
Sk* =
=
= (83-108,65)
= -25,65
Menghitung nilai Dy (simpangan rata-rata)

Dy2 =

= 59,79

Dy =
35

=
= 22,55
Menghitung nilai Sk** (nilai konsistensi data)
Sk** =
=
= -1,14
= 1,14
Q = maks |Sk**| untuk
= 2,12
R = maks Sk** - min Sk**
= 2,12 (0,10)
= 2,02
=
= 0,64
=
= 0,61
Berdasarkan Tabel Nilai dan , dengan n adalah 11 maka diperoleh nilai
syarat dan syarat sebagai berikut:
= 1,06
= 1,22
Perbandingan nilai hitungan dengan syarat dan kesimpulan yang diperoleh sebagai
berikut:

Apabila hitung < syarat = diterima


0,64 < 1,06 = diterima

Apabila hitung < syarat = diterima


0,61 < 1,22 = diterima
Hasil Uji data curah hujan metode RAPS akan ditampilkan pada tabel 4.2 sampai tabel 4.5
Tabel 4. 2 Uji Konsistensi Data Stasiun Hujan UB Menggunakkan Metode RAPS
Hujan
No Tahun Sk* Dy2 Dy Sk** I Sk** I
(mm)
1 2009 83.00 -25.65 59.79 -1.14 1.14
2 2010 156.50 47.85 208.19 2.12 2.12
3 2011 93.50 -15.15 20.85 -0.67 0.67
4 2012 111.50 2.85 0.74 22.55 0.13 0.13
5 2013 119.00 10.35 9.75 0.46 0.46
6 2014 84.00 -24.65 55.22 -1.09 1.09
7 2015 111.00 2.35 0.50 0.10 0.10
36

Lanjutan Tabel 4.2. Uji Konsistensi Data Stasiun Hujan UB Menggunakkan Metode RAPS
Hujan
No Tahun Sk* Dy2 Dy Sk** I Sk** I
(mm)
8 2016 87.50 -21.15 40.65 -0.94 0.94
9 2017 141.60 32.95 98.73 1.46 1.46
10 2018 111.00 2.35 0.50 0.10 0.10
11 2019 96.50 -12.15 13.41 -0.54 0.54
Total 1195.10 Total 508.33 Max 2.12
Rerata 108.65 Rerata 46.21 Min 0.10
Sumber: Hasil Perhitungan (2021)
Tabel 4. 3 Uji Konsistensi Data Stasiun Hujan Blimbing Menggunakkan Metode RAPS
Hujan
No Tahun Sk* Dy2 Dy Sk** I Sk** I
(mm)
1 2009 73.00 -33.82 103.97 -1.04 1.04
2 2010 186.00 79.18 569.98 2.45 2.45
3 2011 113.00 6.18 3.47 0.19 0.19
4 2012 138.00 31.18 88.39 0.96 0.96
5 2013 97.00 -9.82 8.76 -0.30 0.30
6 2014 125.00 18.18 30.05 32.36 0.56 0.56
7 2015 96.00 -10.82 10.64 -0.33 0.33
8 2016 64.00 -42.82 166.67 -1.32 1.32
9 2017 104.00 -2.82 0.72 -0.09 0.09
10 2018 97.00 -9.82 8.76 -0.30 0.30
11 2019 82.00 -24.82 55.99 -0.77 0.77
Total 1175.00 Total 1047.42 Max 2.45
Rerata 106.82 Rerata 95.22 Min 0.09
Sumber: Hasil Perhitungan (2021)
Tabel 4. 4 Uji Konsistensi Data Stasiun Hujan Karangploso Menggunakkan Metode RAPS
Hujan
No Tahun Sk* Dy2 Dy Sk** I Sk** I
(mm)
1 2009 82.00 -24.82 55.99 -0.77 0.77
2 2010 68.00 -38.82 136.99 -1.20 1.20
3 2011 78.00 -28.82 75.50 -0.89 0.89
4 2012 98.00 -8.82 7.07 -0.27 0.27
5 2013 98.20 -8.62 6.75 -0.27 0.27
6 2014 96.10 -10.72 10.44 19.17 -0.33 0.33
7 2015 91.60 -15.22 21.05 -0.47 0.47
8 2016 97.10 -9.72 8.59 -0.30 0.30
9 2017 87.00 -19.82 35.71 -0.61 0.61
10 2018 107.40 0.58 0.03 0.02 0.02
11 2019 96.70 -10.12 9.31 -0.31 0.31
Total 1000.10 Total 367.43 Max 1.20
Rerata 90.92 Rerata 33.40 Min 0.02
Sumber: Hasil Perhitungan (2021)
37

Tabel 4. 5 Hasil Uji Konsistensi Data Curah Hujan Menggunakkan Metode RAPS
Nilai
Nama Stasiun Syarat Keterangan
Perhitungan
0,64 1,06 Diterima
Lab Hidrologi
UB
0,61 1,22 Diterima

0,74 1,06 Diterima


Blimbing
0,71 1,22 Diterima

0,36 1,06 Diterima


Karangploso
0,36 1,22 Diterima
Sumber: Hasil perhitungan (2021)
4.1.1.2 Uji Ketiadaan Trend (Metode Spearman)
Untuk melihat ada atau tidaknya trend dalam data curah hujan yang akan digunakan
untuk keperluan analisis hidrologi. Pada studi ini, untuk menguji ketiadaan trend dalam deret
yang digunakan adalah uji korelasi peringkat Metode Spearman. Berikut merupakan
perhitungan uji ketidakadaan trend menggunakan Metode Spearman dalam Tabel 4.19
sampai 4.20 dan gambar 4.21 sampai 4.22
Tabel 4. 6 Hujan Stasiun Lab. Hidrologi UB
No. Tahun Peringkat Tt Curah Hujan (mm) Peringkat Rt dt dt2
(1) (2) (3) (4) (5) (6) = (5) - (3) (7) = (6)2
1 2009 1 83,00 11 10 100
2 2010 2 156,50 1 -1 1
3 2011 3 93,50 8 5 25
4 2012 4 111,50 4 0 0
5 2013 5 119,00 3 -2 4
6 2014 6 84,00 10 4 16
7 2015 7 111,00 5 -2 4
8 2016 8 87,50 9 1 1
9 2017 9 141,60 2 -7 49
10 2018 10 111,00 5 -5 25
11 2019 11 96,50 7 -4 16
Jumlah 241
Sumber: Hasil Perhitungan (2021)
38

Curah Hujan Harian Maksimum Tahunan


180,00
160,00
140,00
Curah Hujan (mm)

120,00
100,00
80,00
Curah Hujan
60,00
40,00
20,00
0,00
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Tahun

Gambar 4. 2 Curah Hujan Harian Maksimum Tahunan Stasiun UB Tahun


2009-2019

Tabel 4. 7 Perhitungan Uji Keidakadaan Trend Metode Spearman Terhadap Data Curah
Hujan Stasiun Blimbing
No. Tahun Peringkat Tt Hujan (mm) Peringkat Rt dt dt2
(1) (2) (3) (4) (5) (6) = (5) - (3) (7) = (6)2
1 2009 1 73,0 10 9 81
2 2010 2 186,0 1 -1 1
3 2011 3 113,0 4 1 1
4 2012 4 138,0 2 -2 4
5 2013 5 97,0 6 1 1
6 2014 6 125,0 3 -3 9
7 2015 7 96,0 8 1 1
8 2016 8 64,0 11 3 9
9 2017 9 104,0 5 -4 16
10 2018 10 97,0 6 -4 16
11 2019 11 82,0 9 -2 4
Jumlah 143
Sumber: Hasil Perhitungan (2021)
39

Curah Hujan Harian Maksimum Tahunan


200
180
160
Curah Hujan (mm)

140
120
100
80 Curah Hujan
60
40
20
00
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Tahun

Gambar 4. 3 Curah Hujan Harian Maksimum Tahunan Stasiun Blimbing Tahun 2009-2019

Tabel 4. 8 Perhitungan Uji Keidakadaan Trend Metode Spearman Terhadap Data Curah
Hujan Stasiun Karangploso
No. Tahun Peringkat Tt Hujan (mm) Peringkat Rt dt dt2
(1) (2) (3) (4) (5) (6) = (5) - (3) (7) = (6)2
1 2009 1 82,00 9 8 64
2 2010 2 68,00 11 9 81
3 2011 3 78,00 10 7 49
4 2012 4 98,00 3 -1 1
5 2013 5 98,20 2 -3 9
6 2014 6 96,10 6 0 0
7 2015 7 91,60 7 0 0
8 2016 8 97,10 4 -4 16
9 2017 9 87,00 8 -1 1
10 2018 10 107,40 1 -9 81
11 2019 11 96,70 5 -6 36
Jumlah 338
Sumber: Hasil Perhitungan (2021)
40

Curah Hujan Harian Maksimum Tahunan


120,00

Curah Hujan (mm) 100,00

80,00

60,00
Curah Hujan
40,00

20,00

0,00
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Tahun

Gambar 4. 4 Curah Hujan Harian Maksimum Tahunan Stasiun Karangploso Tahun


2009-2019
Dari tabel perhitungan menggunakan metode koefisien spearman diatas dapat diketahui
nilai dt dari masing masing stasiun hujan yaitu Stasiun hujan Lab UB, Blimbing, dan
Karangploso bernilai 241, 143 dan 338. Selanjutnya nilai dt digunakan untuk menghitung
nilai KP dan t hitung yang akan dibandingan dengan t kritis.
Perhitungan nilai KP dan t pada Tabel 4.6 sampai 4.8 menggunakan persamaan 2- dan
2- sebagai berikut:

KP = 1-

t = KP

Contoh perhitungan Stasiun Lab. Hidrologi UB


Perhitungan nilai KP:

KP = 1-

KP = 1-

KP = -0,095
Untuk perhitungan niai t:

t = KP

t = -0,095

t = -0,288
41

Perbandingan nilai hitungan dengan derajat kebebasan Dk = n-2 = 11-2 = 9 pada derajat
kepercayaan 1% dan 5% diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
Tabel 4. 9 Rekapitulasi Uji Spearman
Uji Ketidakadaan Trend Metode Spearman
Derajat kepercayaan
Nama Stasiun Nilai Hitung Keterangan
1% 5%
Lab. Hodrologi UB -0.288 Tidak ada trend
Blimbing 1.833 2.821 1.121 Tidak ada trend
KarangPloso -1.704 Tidak ada trend
Sumber: Hasil Perhitungan (2021)
4.1.1.3 Uji Stasioner
Apabila data hujan menunjukkan tidak ada garis tren maka uji stasioner dimaksudkan
untuk menguji kestablan nilai varian dan rata rata. Perhitungan uji stasioner disajikan pada
Tabel 4.10 sampai 4.13.
Tabel 4. 10 Uji stasioner Terhadap Data Curah Hujan Stasiun Lab. Hidrologi UB
Tahu Kelompok Kelom
No X-Xrt (X-Xrt)2 Tahun X-Xrt (X-Xrt)2
n I pok II
1 2009 83,00 -24,92 620,84 2015 111,00 1,48 2,19
2 2010 156,50 48,58 2360,34 2016 87,50 -22,02 484,88
3 2011 93,50 -14,42 207,84 2017 141,60 32,08 1029,13
4 2012 111,50 3,58 12,84 2018 111,00 1,48 2,19
5 2013 119,00 11,08 122,84 2019 96,50 -13,02 169,52
6 2014 84,00 -23,92 572,01
Jumlah 647,50 3896,71 Jumlah 547,60 1687,91
Rerata 107,92 Rerata 109,52
Sd 27,92 Sd 20,54
Sumber: Hasil Perhitungan (2021)
Tabel 4. 11 Uji stasioner Terhadap Data Curah Hujan Stasiun Blimbing

No Tahun Kelompok I X-Xrt (X-Xrt)2 Tahun Kelompok II X-Xrt (X-Xrt)2

1 2009 73,00 -34,92 1219,17 2015 96,00 -13,52 182,79


2 2010 186,00 78,08 6097,01 2016 64,00 -45,52 2072,07
3 2011 113,00 5,08 25,84 2017 104,00 -5,52 30,47
4 2012 138,00 30,08 905,01 2018 97,00 -12,52 156,75
5 2013 97,00 -10,92 119,17 2019 82,00 -27,52 757,35
6 2014 125,00 17,08 291,84
Jumlah 732,00 8658,04 Jumlah 443,00 3199,43
Rerata 122,00 Rerata 88,60
Sd 38,65 Sd 15,90
Sumber: Hasil Perhitungan (2021)
42

Tabel 4. 12 Uji stasioner Terhadap Data Curah Hujan Stasiun Karangploso

No Tahun Kelompok I X-Xrt (X-Xrt)2 Tahun Kelompok II X-Xrt (X-Xrt)

1 2009 82,00 -25,92 671,67 2015 91,60 -17,92 321,13


2 2010 68,00 -39,92 1593,34 2016 97,10 -12,42 154,26
3 2011 78,00 -29,92 895,01 2017 87,00 -22,52 507,15
4 2012 98,00 -9,92 98,34 2018 107,40 -2,12 4,49
5 2013 98,20 -9,72 94,41 2019 96,70 -12,82 164,35
6 2014 96,10 -11,82 139,63
Jumlah 520,30 3492,41 Jumlah 479,80 1151,38
Rerata 86,72 Rerata 95,96
Sd 12,62 Sd 7,62
Sumber: Hasil Perhitungan (2021)
Contoh Perhitungan Stasiun Hujan Lab. Hidrologi UB
Kelompok I
n1 = 6
Xrt1 = 107,92 mm/tahun
S1 = 27,92
Kelompok II
n2 = 5
Xrt2 = 109,52mm/tahun
S2 = 20,54 mm/tahun
Uji kestabilan varian

F =

F =

F = 1,77
Perbandingan nilai hitungan uji kestabilan varian dengan derajat kebebasan dk1 = n1-
1 = 6-1 = 5 dan dk2 = n-1 = 5-1 = 4 pada derajat kepercayaan 1% dan 5% diperoleh nilai F
tabel sebesar 15,52 dan 6,26. Maka dikatakan tidak ada varian atau dikatakan stasioner.

Uji kestabilan rata rata

= 27,46
43

t =

t =

t = -0,10
Perbandingan nilai hitungan uji kestabilan rata rata dengan derajat kebebasan dk = n-2
= 9 pada derajat kepercayaan 1% dan 5% diperoleh nilai t tabel sebesar 2,821 dan 1,833.
Maka dikatakan tidak ada varian atau dikatakan stasioner.
Berikut merupakan hasil rekapitulasi Uji Stasioner terhadap ketiga data curah hujan
tahun 2009-2019.
Tabel 4. 13 Rekapitulasi Hasil Uji Stasioner Terhadap Data Curah Hujan Tahun 2009-2019
Uji Stasioner
Kestabilan Varian Kestabilan Rata-Rata
Stasiun Hujan Keterangan
Fhitung Ftabel Thitung Ttabel
Lab. Hidrologi UB 1% 15.52 2.82 Stabil
1.77 -0.10
5% 6.26 1.83 Stabil
Blimbing 1% 15.52 2.82 Stabil
5.67 1.64
5% 6.26 1.83 Stabil
Karangploso 1% 15.52 2.82 Stabil
2.63 -1.30
5% 6.26 1.83 Stabil
Sumber: Hasil Perhitungan (2021)
Dari ketiga pengujian data berikut merupakan rekapitulasi hasil uji konsistensi data, uji
ketidakadaaan trend dan uji stasioner terhadap data curah hujan harian maksimum tahunan
tahun 2009 sampai 2019.
Tabel 4. 14 Rekapitulasi Hasil Uji Data Curah Hujan Harian Maksimum Tahunan Tahun
2009-2019.
Uji Kelayakan Data
Uji Stasioner
Uji Konsistensi Uji Ketidakadaan
Stasiun Hujan Kestabilan Kestabilan
Data Trend
Varian Rata Rata
Lab. Hidrologi
Kosisten Tidak ada trend Stabil Stabil
UB
Blimbing Kosisten Tidak ada trend Stabil Stabil
Karangploso Kosisten Tidak ada trend Stabil Stabil
Sumber: Hasil Perhitungan (2021)
4.1.2 Curah Hujan Rerata Daerah
Data hujan yang telah diuji kelayakannya melalui uji konsistensi data, uji ketidakadaan
trend dan uji stasioner telah dinyatakan layak untuk analisis hidrologi. Data curah hujan
harian maksimum tahunan yang ada digunakan untuk perhitungan curah hujan rerata daerah.
Perhitungan curah hujan rerata daerah pada penulisan skripsi ini menggunakan metode
44

Poligon Thiessen. Metode ini memiliki memperhitungan luasan daerah pengaruh pada 3
stasiun hujan yang diigunakan yaitu Stasiun Hujan Laboratorium UB, Stasiun Blimbing dan
Stasiun Karangploso. Proporsi luas daerah pengaruh setiap stasiun hujan mengasumsikan
mewaikil tinggi curah hujan di daerah tersebut. Untuk pembentukan Poligon Thiessen pada
Sub DAS yang telah dibuat menggunakkan program Quantum GIS. Total luas Sub DAS
yang dibuat adalah 578,016 hektar. Berikut merupakan gambar sebaran lokasi stasiun hujan
beserta Poligon Thiessen.
45

Gambar 4. 5 Poligon Thiessen dan Sebaran Stasiun Hujan


Sumber: Hasil Penggambaran QGIS (2021)
45
46

Dari gambar poligon thiessen yang diperoleh, maka selanjutnya dapat menentukan
koefisien thiessen yang dihitung dari luas pengaruh setiap stasiun hujan. Berikut merupakan
tabel 4.15 perhitungan koefisien thiessen.
Tabel 4. 15 Perhitungan Koefisien Thiessen.
Stasiun Luas Luas Koef. Thiessen
Hektar (Km2) (KT)
UB 259.267 2.593 0.437
Blimbing 332.846 3.328 0.561
Karangploso 1.657 0.017 0.003
Jumlah 593.77 5.938 1
Sumber: Hasil Perhitungan (2021)
Perhitungan curah hujan rerata daerah metode Poligon Thiessen yaitu dengan cara
mengalikan koefisien Thiessen dengan curah hujan pada masing-masing stasiun hujan. Hasil
perhitungan curah hujan rerata daerah dapat dilihat pada tabel 4.16.
Tabel 4. 16 Perhitungan Curah Hujan Rerata Daerah
Tahun Tanggal Curah Hujan (mm) CH x
Stasiun Hujan Jumlah KT
(mm) (mm)
UB Blimbing Karangploso (A) (B) (C)
(A) (B) (C) 0.4 0.6 0.0
2009 31 Des 83 0 28 36.2 0.0 0.1 36.3
21 Feb 1.5 73 49 0.7 40.9 0.1 41.7 41.7
16 Nov 13 5 82 5.7 2.8 0.2 8.7
2010 7 Nov 156.5 0 7 68.3 0.0 0.0 68.4
8 Nov 0 186 0 0.0 104.3 0.0 104.3 104.3
9 Apr 1.4 16 68 0.6 9.0 0.2 9.8
2011 24 Apr 93.5 10 0 40.8 5.6 0.0 46.4
26 Mar 0 113 32 0.0 63.3 0.1 63.4 63.4
25 Mar 33 28 78 14.4 15.7 0.2 30.3
2012 12 Feb 111.5 0 0 48.7 0.0 0.0 48.7
20 Nov 0 138 29 0.0 77.4 0.1 77.4 77.4
10 Des 0 25 98 0.0 14.0 0.3 14.3
2013 23 Okt 119 3 0 52.0 1.7 0.0 53.6
9 Des 38.5 97 0 16.8 54.4 0.0 71.2 71.2
10 Des 0 0 98.2 0.0 0.0 0.3 0.3
2014 21 Apr 84 76 0.2 36.7 42.6 0.0 79.3
27 Mei 0 125 0 0.0 70.1 0.0 70.1 79.3
27 Apr 56 0 96.1 24.5 0.0 0.3 24.7
2015 3 Mei 111 96 30.6 48.5 53.8 0.1 102.4
3 Mei 111 96 30.6 48.5 53.8 0.1 102.4 102.4
19 Feb 0 25 91.6 0.0 14.0 0.3 14.3
2016 27 Mar 87.5 0 0 38.2 0.0 0.0 38.2
12 Apr 0 64 2.4 0.0 35.9 0.0 35.9 48.5
24 Feb 59.2 40 97.1 25.8 22.4 0.3 48.5
47

Lanjutan Tabel 4.16. Perhitungan Curah Hujan Rerata Daerah


Tahun Tanggal Curah Hujan (mm) CH x
Stasiun Hujan Jumlah KT
(mm) (mm)
UB Blimbing Karangploso (A) (B) (C)
(A) (B) (C) 0.4 0.6 0.0
2017 18 Des 86.5 10 30.2 37.8 5.6 13.2 43.5
4 Apr 3.6 104 69 1.6 58.3 0.2 60.1 60.1
1 Mar 26.5 35 87 11.6 19.6 0.2 31.4
2018 5 Jan 111 0 4.2 48.5 0.0 1.8 48.5
21 Jun 0 97 33.6 0.0 54.4 0.1 54.5 54.5
3 Des 0 20 107.4 0.0 11.2 0.3 11.5
2019 30 Jan 96.5 5 0 42.1 2.8 0.0 44.9
11 Feb 0 82 96.7 0.0 46.0 0.3 46.2 46.2
11-Feb 0 82 96.7 0.0 46.0 0.3 46.2
Sumber: Hasil Perhitungan (2021)
Contoh Perhitungan pada tanggal 31 Desember 2009
Diketahui:
Curah hujan stasiun Lab. Hidrologi UB : 83 mm
Curah hujan stasiun Blimbing : 0 mm
Curah hujan stasiun Karangploso : 28 mm
Nilai koef Thiessen (KT) stasiun UB : 0,437
Nilai koef Thiessen (KT) stasiun Blimbing : 0,561
Nilai koef Thiessen (KT) stasiun Karangploso : 0,003
Perhitungan:
a. Curah hujan setiap stasiun
Stasiun UB
Curah hujan daerah = RUb x KTUb
= 83 x 0,431
= 36,2 mm
Stasiun Blimbing
Curah hujan daerah = RBlimbing x KTBlimbing
= 0 x 0,561
= 0 mm
Stasiun Karangploso
Curah hujan daerah = RKarangploso x KTKarangploso
= 28 x 0,003
= 0,08 mm
48

b. Jumlah curah hujan rerata daerah tanggal 26 Maret 2017


Curah hujan daerah = (RUb x KTUb) + (RBlimbing x KTBlimbing) + (RKarangploso x
asaKTKarangpolso)
= (83 x 0,431) + (0 x 0,561) + (28 x 0,003)
= 36,3 mm
Tabel 4. 17 Curah Hujan Rerata Daerah Metode Poligon Thiessen Tahun 2009-2019.
Tahun Curah Hujan Rerata Daerah Maksimum (mm)
2009 41.71
2010 104.26
2011 63.43
2012 77.44
2013 71.19
2014 79.28
2015 102.37
2016 48.54
2017 60.06
2018 54.47
2019 46.24
Sumber: Hasil Perhitungan (2021)
4.1.3 Analisa Hujan Rancangan
Dalam menentukan besarnya curah hujan rancangan dengan kala ulang tertentu dapat
memakai distribusi frekuensi. Untuk menentukan jenis distribusi frekuensi yang dipakai
perlu diperhatikan syarat-syarat berikut: (Limantara,2009,p.56).
Tabel 4. 18 Syarat penentuan distribusi frekuensi
Distribusi Log Normal Distribusi Gumbel Distribusi Log Pearson
Cs = 0 Cs > 1,14 tidak ada batasan
Ck = 3 Cv Ck > 5,4 tidak ada batasan
Sumber: (Limantara,2009).
Berdasarkan nilai skewness (Cs) dan koefisien kurtosis (Ck), jenis distribusi frekuensi
yang digunakan dan sesuai dengan syarat di atas adalah jenis Distribusi Log Pearson III.
4.1.3.1 Curah Hujan Rancangan Metode Log Pearson III
Dalam studi ini yang digunakan adalah metode Log Pearson III karena sesuai dengan
syarat. Berikut merupakan langkah-langkah dalan perhitungan Analisa curah hujan
rancangan dengan metode Log Pearson III:
Mengurutkan data terbesar ke terkecil untuk menentukan probabilitas dengan
persamaan:
P = x 100%

dengan:
m = Nomor urut data ke
n = Jumlah data
49

Mengubah data hujan menjadi bentuk logaritma, sebagai contoh pada tahun 2010
LogXi = Log(104,26)
= 2,02
Menghitung rata rata dari LogXi

= 1,81
Menghitung simpangan baku (standar deviasi)

Sd =

= 0,13
Menghitung koefisien kepencengan

Cs =

= 0,20
dengan:
n = jumlah data
= nilai rerata logaritma data hujan harian maksimum tahunan
Xi = data hujan (mm)
Tabel 4. 19 Perhitungan Curah Hujan Rancangan dengan Metode Log Pearson III
No. Tahun Curah Hujan Log Log Xi - (Log Xi - Log (Log Xi - Log Probability
(mm) Xi Log Xrt Xrt)2 Xrt)3
1 2010 104.26 2.02 0.20 0.0416 0.0085 8.33
2 2015 102.37 2.01 0.20 0.0384 0.0075 16.67
3 2014 79.28 1.90 0.08 0.0072 0.0006 25.00
4 2012 77.44 1.89 0.07 0.0056 0.0004 33.33
5 2013 71.19 1.85 0.04 0.0015 0.0001 41.67
6 2011 63.43 1.80 -0.01 0.0001 0.0000 50.00
7 2017 60.06 1.78 -0.04 0.0013 0.0000 58.33
8 2018 54.47 1.74 -0.08 0.0061 -0.0005 66.67
9 2016 48.54 1.69 -0.13 0.0164 -0.0021 75.00
10 2019 46.24 1.66 -0.15 0.0223 -0.0033 83.33
11 2009 41.71 1.62 -0.19 0.0376 -0.0073 91.67
Jumlah 19.96 0.0000 0.1780
Rerata 1.81
Maksimum 2.02
Minimum 1.62
Standar Deviasi (Stdev) 0.13
Skewness (Cs) 0.20
Koefisien Kurtosis (Ck) -0.98
Sumber: Hasil Perhitungan (2021)
50

Menentukan niali koefisien


Nilai koefisien didapat dari tabel dengan parameter Cs beserta kala ulang yang
digunakan. Untuk kalang ulang 2 tahun diperoleh nilai K = -0,11
Menghitung logaritma hujan dengan periode ulang (contoh kala ulang 2 tahun) dengan
rumus:
LogX = + K.Sd
= 1,81 + (-2,18 x 0,13)
= 1,52
dengan:
X = curah hujan rancangan (mm)
= logaitma curah hujan rerata harian maksimum tahunan
K = koefisien frekuensi (didapat dari tabel)
Sd = standar deviasi
Mengitung curah hujan rancangan dengan rumus:
Rrancangan = Anti LogX
= 101,52
= 33,29 mm
Selanjutnya untuk hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4. 20 Perhitungan Hujan Rancangan Metode Log Pearson III
Periode Ulang K Rrancangan
No. Log X Probabilitas
( tahun ) (tabel) (mm)
1 1.01 -2.18 1.52 33.39 99.01
2 2 -0.03 1.81 64.56 50.00
3 5 0.83 1.93 84.15 20.00
4 10 1.30 1.99 97.24 10.00
5 20 1.64 2.03 108.08 5.00
6 25 1.82 2.06 113.94 4.00
7 50 2.16 2.10 126.49 2.00
8 100 2.47 2.14 139.23 1.00
Sumber: Hasil Perhitungan (2021)
4.1.4 Uji Kesesuaian Distribusi
Uji kesesuaian distribusi untuk menguji kecocokan distribusi frekuensi yang
digunakan. Pengujian parameter yang sering dipakai adalah Uji Smirnov-Kolmogorof dan
Uji Chi-square (Suripin,2004,p.57).
4.1.4.1 Uji Smirnov-Kolmogorof
Contoh perhitungan beserta langkah langkah perhitungan uji kesesuaian distribusi
Smirnov-Kolmogorof untuk curah hujan dari tahun 2009 sampai 2019 adalah sebagai
berikut:
51

Contoh perhitungan menggunakan data tahun 2015


Mengurutkan data terbesar ke terkecil untuk menentukan probabilitas dengan
persamaan:
P (%) = x 100

= x 100

= 8,33 %
dengan:
P = Probabilitas (%)
m = Nomor urut data ke
n = Jumlah data
Menghitung rata rata dari LogXi

= 1,82
Mencari nilai K

K =

= 1,53
Mencari nilai P melalui interpolasi dari Tabel distribusi Log Pearson III dengan
parameter Cs dengan K, sehingga diperoleh:
P = 1,53
Menghitung nilai D

D =

= 0,016
Menentukan nilai Dmax
Mencari nilai D kritis untuk uji Smirnov Kolmogorof untuk n = 11, diperoleh:
4.1
Dmax < Dcr = diterima
0,09 < 0,396 = diterima
4.2
Dmax < Dcr = diterima
52

0,09 < 0,356 = diterima


Untuk perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4. 21 Perhitungan Uji Smirnov Kolmogorof
No Tahun Xi P (Xi) Log Xi G P (Xm) [P(Xi) - P(Xm)] D
1 2015 104.26 8.33 2.02 1.53 6.70 1.63 0.016
2 2010 102.37 16.67 2.01 1.47 7.57 9.10 0.091
3 2014 79.28 25.00 1.90 0.64 26.75 1.75 0.018
4 2012 77.44 33.33 1.89 0.56 29.42 3.92 0.039
5 2013 71.19 41.67 1.85 0.29 38.95 2.72 0.027
6 2011 63.43 50.00 1.80 -0.09 52.11 2.11 0.021
7 2017 60.06 58.33 1.78 -0.27 58.63 0.30 0.003
8 2018 54.47 66.67 1.74 -0.59 70.31 3.64 0.036
9 2009 48.54 75.00 1.69 -0.96 82.71 7.71 0.077
10 2016 46.24 83.33 1.66 -1.12 86.59 3.25 0.033
11 2019 41.71 91.67 1.62 -1.45 92.97 1.31 0.013
D maks 0.09
Sumber: Hasil Perhitungan (2021)
4.1.4.2 Uji Chi-Square
Contoh perhitungan beserta langkah langkah perhitungan uji kesesuaian distribusi Chi-
Square untuk curah hujan dari tahun 2009 sampai 2019 adalah sebagai berikut:
Data curah hujan rerata daerah diurutkan dari besar ke kecil, ditujukan pada tabel 4.22.
Tabel 4. 22 Pergitungan curah hujan rerata daerah terurut dari besar ke kecil
Curah Hujan (Xi)
No. Tahun
(mm)

1 2010 104.26
2 2015 102.37
3 2014 79.28
4 2012 77.44
5 2013 71.19
6 2011 63.43
7 2017 60.06
8 2018 54.47
9 2016 48.54
10 2019 46.24
11 2009 41.71
Sumber: Hasil Perhitungan (2021)
Mengitung jumlah kelas dengan jumlah data (n) 11 data. Perhitungannya adalah
sebagai berikut:
K = 1 + 3,22 Log n
= 1 + 3,22 Log 11
= 4,35
4 kelas
Batas kelas =
= 25%
53

DK = k - (p+1)
= 4 (2+1)
= 1
Tabel 4. 23 Perhitungan interval kelas
No. Probabilitas K (tabel) Sd K x Sd Log X X (mm)
1 75 -0.759 0.133 -0.101 1.713 51.645
2 50 -0.032 0.133 -0.004 1.810 64.563
3 25 0.543 0.133 0.072 1.887 77.040
Sumber: Hasil perhitungan (2021)
Contoh perhitungan:
LogXrerata = 1,814
Standar deviasi = 0,133
Cs = 0,196
P = 75 % (interval probabilitas sesuai dengan batas kelas)
K = -0,759 didapat dari tabel
LogX = LogXrerata + K.Sd
= 1,814 + (-0,759 x 0,133)
= 1,713
X = 10LogX
= 51,645 mm
Tabel 4. 24 Uji Chi Square Metode Log Pearson III
Expected Observed
Interval Kelas
No. Frekuensi Frekuensi [Ef Of] (Ef - Of)2/Ef
(%) (Ef) (Of)

1 0 - 51.645 2,75 3,000 0,250 0,023


2 51.645 - 64.563 2,75 3,000 0,250 0,023
3 64.563 - 77.040 2,75 1,000 1,750 0,205
4 > 77.040 2,75 4,000 1,250 0,023

Jumlah 11,00 11,00 1,727


Sumber: Hasil Perhitungan (2021)
Contoh Perhitungan untuk kelas 1:
Ef (expected frequency) =

= 2,75
Of (observed frequency) = banyak jumlah data sesuai interval kelas
= 3
[Ef Of] = [2,75 - 3]
54

= 0,25

(Ef - Of)2/Ef =

= 0,023

X2hitung =

= 1,727
Untuk mendapatkan nilai X2
5% maka nilai X2 2
kritis = 6,635. Karena nilai
X2hitung < X2kritis maka hipotesa distribusi Log Pearson III diterima.
Tabel 4.25 Rekapitulasi Uji Chi Square Metode Log Pearson III
No ( X2kritis X2hitung Keterangan
1. 5% 3,841 1,727 X2hitung < X2kritis hipotesa Log Pearson III diterima
2. 1% 6,635 1,727 X2hitung < X2kritis hipotesa Log Pearson III diterima
Sumber: Hasil Perhitungan (2021)
4.1.4.3 Rekapitulasi Uji Kesesuaian Distribusi
Hasil uji kesesuian distribusi terhadap distribusi Log Pearson II dapat dibuat
rekapitulasi hasil pengujian. Hasil rekapitulasi disajikan dalam bentuk tabel 4.25 sebagai
berikut:
Tabel 4. 25 Rekapitulasi Uji Kesesuaian Distribusi Smirnov Kolmogorof dan Chi Square
Uji Kesesuaian
Distribusi Nilai kritis Nilai hitung Keterangan
Smirnov 1% 0.356 0,08 Hipotesa diterima
Kolmogorof 5% 0.396 0,08 Hipotesa diterima
1% 6,635 1,727 Hipotesa diterima
Chi Square
5% 3,841 1,727 Hipotesa diterima
Sumber: Hasil Perhitungan (2021)

4.2 Analisa Debit Banjir


Untuk menghitung besarnya debit banjir perlu mencari besarnya nilai koefisien
limpasan permukaan berdasarkan peta tata guna lahan, luas daerah tangkapan dan intensitas
curah hujan.
4.4.1 Koefisien Limpasan Permukaan (C)
Perubahan tata guna laham sangat berdampak terhadap besarnya debit banjir yang
terjadi, untuk melihat perubahan tata guna lahan yang terjadi dalam penelitian ini
menggunakan program QGIS dan citra satelit Google. Berikut merupakan Peta Tata Guna
Lahan antara tahun 2006 dengan Tahun 2021
55

Gambar 4. 6 Peta Tata Guna Lahan Tahun 2006 Lokasi Studi


Sumber: Hasil Penggambaran QGIS (2021)

Gambar 4. 7 Peta Tata Guna Lahan Tahun 2021 Lokasi Studi


Sumber: Hasil Penggambaran QGIS (2021)

Perubahan paling signifikan dapat dilihat pada gambar dengan berkurangnya luasan
lahan persawahan sekitar 70,51% dengan luas pada tahun 2006 sebesar 107,124 ha menjadi
31,591 ha pada kurun waktu 15 tahun. Besarnya nilai koefisien limpasan permukaan
bergantung pada jenis tata guna lahan di daerah tangkapan, berikut merupakan peta jenis tata
guna lahan pada lokasi studi yang ditujukan pada gambar 4.6
56

Untuk perhitungan besarnya nilai koefisien limpasan permukaan dapat menggunakan


persamaan sebagau berikut:

C =

Contoh pehitungan untuk saluran S1 adalah sebagai berikut. Diketahui dari peta tata guna
lahan untuk daerah tangkapan saluran S1 adalah sebagai berikut:
Jalan : 0,332 ha
Pemukiman : 1,444 ha
Sawah : 0,937 ha
Lapangan : 0,650 ha
Maka perhitungannya menjadi:

C =

= 0,493
Berikut merupakan hasil perhitungan koefisien limpasan permukaan pada lokasi studi dapat
dilihat pada tabel 4.27
Tabel 4. 26 Perhitungan Koefisien Limpasan Gabungan Saluran Drainase
Koefisien
Nama Luas
No. Tata Guna Lahan Aliran Koefisien
Saluran
C ha
1 S1 Jalan 0,8 0,332
Pemukiman 0,7 1,444
Sawah 0,2 0,937
Lapangan 0,3 0,650 0,493
Pendidikan 0,5 0,000
Jasa 0,5 0,000
Industri 0,9 0,000
2 S2 Jalan 0,8 0,106
Pemukiman 0,7 1,592
Sawah 0,2 0,000
Lapangan 0,3 0,000 0,706
Pendidikan 0,5 0,000
Jasa 0,5 0,000
Industri 0,9 0,000
3 S3 Jalan 0,8 3,017
Pemukiman 0,7 10,722
Sawah 0,2 4,521
Lapangan 0,3 1,231 0,589
Pendidikan 0,5 0,000
Jasa 0,5 0,000
Industri 0,9 0,917
57

Lanjutan Tabel 4.27. Perhitungan Koefisien Limpasan Gabungan Saluran Drainase


Koefisien
Nama Luas
No. Tata Guna Lahan Aliran Koefisien
Saluran
C ha
4 S4 Jalan 0,8 1,448
Pemukiman 0,7 6,756
Sawah 0,2 0,000
Lapangan 0,3 0,125 0,711
Pendidikan 0,5 0,000
Jasa 0,5 0,000
Industri 0,9 0,000
5 S5 Jalan 0,8 2,434
Pemukiman 0,7 6,931
Sawah 0,2 0,122
Lapangan 0,3 0,351 0,711
Pendidikan 0,5 0,000
Jasa 0,5 0,000
Industri 0,9 0,337
6 S6 Jalan 0,8 5,698
Pemukiman 0,7 24,747
Sawah 0,2 0,181
Lapangan 0,3 2,514 0,676
Pendidikan 0,5 0,000
Jasa 0,5 1,591
Industri 0,9 0,000
7 S7 Jalan 0,8 0,562
Pemukiman 0,7 1,120
Sawah 0,2 0,000
Lapangan 0,3 0,605 0,594
Pendidikan 0,5 0,475
Jasa 0,5 0,122
Industri 0,9 0,000
8 S8 Jalan 0,8 0,277
Pemukiman 0,7 1,027
Sawah 0,2 0,000
Lapangan 0,3 0,044 0,707
Pendidikan 0,5 0,000
Jasa 0,5 0,000
Industri 0,9 0,000
9 S9 Jalan 0,8 0,144
Pemukiman 0,7 1,055
Sawah 0,2 0,000
Lapangan 0,3 0,000 0,712
Pendidikan 0,5 0,000
Jasa 0,5 0,000
Industri 0,9 0,000
10 S10 Jalan 0,8 3,313
0,683
Pemukiman 0,7 8,810
58

Lanjutan Tabel 4.27. Perhitungan Koefisien Limpasan Gabungan Saluran Drainase


Koefisien
Nama Luas
No. Tata Guna Lahan Aliran Koefisien
Saluran
C ha
Sawah 0,2 0,164
Lapangan 0,3 1,192
Pendidikan 0,5 0,000
Jasa 0,5 0,000
Industri 0,9 0,000
11 S11 Jalan 0,8 2,170
Pemukiman 0,7 6,799
Sawah 0,2 0,000
Lapangan 0,3 1,431 0,657
Pendidikan 0,5 0,269
Jasa 0,5 0,331
Industri 0,9 0,000
12 S12 Jalan 0,8 25,360
Pemukiman 0,7 42,397
Sawah 0,2 8,280
Lapangan 0,3 17,595 0,606
Pendidikan 0,5 1,141
Jasa 0,5 1,110
Industri 0,9 0,368
13 S13 Jalan 0,8 6,748
Pemukiman 0,7 27,685
Sawah 0,2 9,516
Lapangan 0,3 1,811 0,583
Pendidikan 0,5 2,256
Jasa 0,5 4,203
Industri 0,9 0,000
14 S14 Jalan 0,8 0,415
Pemukiman 0,7 0,808
Sawah 0,2 0,000
Lapangan 0,3 0,007 0,661
Pendidikan 0,5 0,000
Jasa 0,5 0,539
Industri 0,9 0,000
15 S15 Jalan 0,8 0,824
Pemukiman 0,7 6,590
Sawah 0,2 0,000
Lapangan 0,3 0,537 0,674
Pendidikan 0,5 0,000
Jasa 0,5 0,405
Industri 0,9 0,000
16 S16 Jalan 0,8 0,763
Pemukiman 0,7 0,264
0,638
Sawah 0,2 0,000
Lapangan 0,3 0,000
59

Lanjutan Tabel 4.27. Perhitungan Koefisien Limpasan Gabungan Saluran Drainase


Koefisien
Nama Luas
No. Tata Guna Lahan Aliran Koefisien
Saluran
C ha
Pendidikan 0,5 0,000
Jasa 0,5 1,012
Industri 0,9 0,000
17 S17 Jalan 0,8 1,411
Pemukiman 0,7 0,659
Sawah 0,2 0,000
Lapangan 0,3 0,729 0,584
Pendidikan 0,5 0,001
Jasa 0,5 2,078
Industri 0,9 0,000
18 S18 Jalan 0,8 2,532
Pemukiman 0,7 7,721
Sawah 0,2 0,000
Lapangan 0,3 1,135 0,660
Pendidikan 0,5 0,000
Jasa 0,5 1,630
Industri 0,9 0,000
19 S19 Jalan 0,8 4,696
Pemukiman 0,7 14,803
Sawah 0,2 0,000
Lapangan 0,3 1,420 0,672
Pendidikan 0,5 0,000
Jasa 0,5 2,786
Industri 0,9 0,000
20 S20 Jalan 0,8 1,688
Pemukiman 0,7 7,828
Sawah 0,2 0,000
Lapangan 0,3 0,461 0,698
Pendidikan 0,5 0,000
Jasa 0,5 0,039
Industri 0,9 0,000
21 S21 Jalan 0,8 2,962
Pemukiman 0,7 10,095
Sawah 0,2 0,000
Lapangan 0,3 0,416 0,710
Pendidikan 0,5 0,000
Jasa 0,5 0,000
Industri 0,9 0,000
22 S22 Jalan 0,8 1,273
Pemukiman 0,7 7,224
Sawah 0,2 0,000
0,689
Lapangan 0,3 0,345
Pendidikan 0,5 0,000
Jasa 0,5 0,463
60

Lanjutan Tabel 4.27. Perhitungan Koefisien Limpasan Gabungan Saluran Drainase


Koefisien
Nama Luas
No. Tata Guna Lahan Aliran Koefisien
Saluran
C ha
Industri 0,9 0,000
23 S23 Jalan 0,8 0,200
Pemukiman 0,7 1,297
Sawah 0,2 0,000
Lapangan 0,3 0,000 0,713
Pendidikan 0,5 0,000
Jasa 0,5 0,000
Industri 0,9 0,000
24 S24 Jalan 0,8 2,454
Pemukiman 0,7 11,683
Sawah 0,2 0,000
Lapangan 0,3 0,322 0,708
Pendidikan 0,5 0,000
Jasa 0,5 0,000
Industri 0,9 0,000
25 S25 Jalan 0,8 0,123
Pemukiman 0,7 0,385
Sawah 0,2 0,000
Lapangan 0,3 0,000 0,724
Pendidikan 0,5 0,000
Jasa 0,5 0,000
Industri 0,9 0,000
26 S26 Jalan 0,8 2,545
Pemukiman 0,7 19,399
Sawah 0,6 0,000
Lapangan 0,3 0,000 0,712
Pendidikan 0,5 0,000
Jasa 0,5 0,000
Industri 0,9 0,000
27 S27 Jalan 0,8 0,396
Pemukiman 0,7 2,890
Sawah 0,2 0,000
Lapangan 0,3 0,071 0,703
Pendidikan 0,5 0,000
Jasa 0,5 0,000
Industri 0,9 0,000
28 S28 Jalan 0,8 2,453
Pemukiman 0,7 12,724
Sawah 0,2 0,000
Lapangan 0,3 0,000 0,650
Pendidikan 0,5 6,632
Jasa 0,5 0,126
Industri 0,9 0,000
29 S29 Jalan 0,8 0,353 0,698
61

Lanjutan Tabel 4.27. Perhitungan Koefisien Limpasan Gabungan Saluran Drainase


Koefisien
Nama Luas
No. Tata Guna Lahan Aliran Koefisien
Saluran
C ha
Pemukiman 0,7 1,323
Sawah 0,2 0,000
Lapangan 0,3 0,000
Pendidikan 0,5 0,198
Jasa 0,5 0,000
Industri 0,9 0,000
30 S30 Jalan 0,8 0,991
Pemukiman 0,7 2,605
Sawah 0,2 0,000
Lapangan 0,3 0,000 0,642
Pendidikan 0,5 1,465
Jasa 0,5 0,687
Industri 0,9 0,000
31 S31 Jalan 0,8 2,512
Pemukiman 0,7 13,606
Sawah 0,2 0,000
Lapangan 0,3 1,816 0,664
Pendidikan 0,5 0,036
Jasa 0,5 1,047
Industri 0,9 0,000
32 S32 Jalan 0,8 1,846
Pemukiman 0,7 3,648
Sawah 0,2 0,000
Lapangan 0,3 0,581 0,654
Pendidikan 0,5 0,000
Jasa 0,5 1,513
Industri 0,9 0,000
33 S33 Jalan 0,8 1,798
Pemukiman 0,7 9,234
Sawah 0,2 0,000
Lapangan 0,3 0,071 0,674
Pendidikan 0,5 0,000
Jasa 0,5 2,508
Industri 0,9 0,000
34 S34 Jalan 0,8 1,278
Pemukiman 0,7 2,376
Sawah 0,2 0,000
Lapangan 0,3 0,249 0,636
Pendidikan 0,5 0,000
Jasa 0,5 2,051
Industri 0,9 0,000
35 S35 Jalan 0,8 1,648
Pemukiman 0,7 5,044 0,701
Sawah 0,2 0,190
62

Lanjutan Tabel 4.27. Perhitungan Koefisien Limpasan Gabungan Saluran Drainase


Koefisien
Nama Luas
No. Tata Guna Lahan Aliran Koefisien
Saluran
C ha
Lapangan 0,3 0,020
Pendidikan 0,5 0,000
Jasa 0,5 0,288
Industri 0,9 0,000
36 S36 Jalan 0,8 1,020
Pemukiman 0,7 3,740
Sawah 0,2 0,000
Lapangan 0,3 0,000 0,645
Pendidikan 0,5 0,000
Jasa 0,5 2,527
Industri 0,9 0,000
37 S37 Jalan 0,8 0,539
Pemukiman 0,7 0,607
Sawah 0,2 0,000
Lapangan 0,3 0,000 0,645
Pendidikan 0,5 0,000
Jasa 0,5 0,807
Industri 0,9 0,000
38 S38 Jalan 0,8 1,461
Pemukiman 0,7 9,100
Sawah 0,2 3,693
Lapangan 0,3 1,118 0,560
Pendidikan 0,5 0,000
Jasa 0,5 0,329
Industri 0,9 0,067
39 S39 Jalan 0,8 3,956
Pemukiman 0,7 6,644
Sawah 0,2 1,796
Lapangan 0,3 0,617 0,681
Pendidikan 0,5 0,000
Jasa 0,5 12,697
Industri 0,9 12,820
40 S40 Jalan 0,8 0,105
Pemukiman 0,7 0,447
Sawah 0,2 0,000
Lapangan 0,3 0,000 0,719
Pendidikan 0,5 0,000
Jasa 0,5 0,000
Industri 0,9 0,000
41 S41 Jalan 0,8 0,344
Pemukiman 0,7 0,000
Sawah 0,2 0,127 0,554
Lapangan 0,3 0,071
Pendidikan 0,5 0,000
63

Lanjutan Tabel 4.27. Perhitungan Koefisien Limpasan Gabungan Saluran Drainase


Koefisien
Nama Luas
No. Tata Guna Lahan Aliran Koefisien
Saluran
C ha
Jasa 0,5 1,442
Industri 0,9 0,161
42 S42 Jalan 0,8 1,272
Pemukiman 0,7 2,261
Sawah 0,2 2,068
Lapangan 0,3 2,832 0,696
Pendidikan 0,5 0,000
Jasa 0,5 0,982
Industri 0,9 10,737
43 S43 Jalan 0,8 5,936
Pemukiman 0,7 29,188
Sawah 0,2 0,000
Lapangan 0,3 2,492 0,696
Pendidikan 0,5 0,000
Jasa 0,5 0,138
Industri 0,9 1,302
Sumber: Hasil Perhitungan (2021)
4.4.2 Intensitas Hujan
Perhitungan intensitas hujan menggunakan persamaan Mononobe. Perhitungan nilai
intensitas yang dihitung adalah besarnya nilai intensitas untuk setiap saluran dengan
persamaan Mononobe sebagai berikut:

I =

dimana:
I = intensitas hujan (mm/jam)
Tc = waktu konsentrasi (jam)
R24 = curah hujan maksimum harian (mm)
Untuk mengitung besarnya intensitas dalam penilitan ini adalah sebagai berikut:
Menentukan nilai curah hujan rancangan dengan kala ulang yang ditetapkan.
Mengitung nilai waktu konsentrasi (Tc) untuk tiap saluran dengan menggunakan
persamaan Kiprich yaitu:

Tc =

dengan:
Tc = waktu konsentrasi (jam)
L = Panjang saluran (km)
S = kemiringan (slope)
64

Nilai Panjang saluran (L) dan kemiringan (slope) didapat dari peta skema drainase yang
di layoutkan dengan peta topografi pada aplikasi QGIS.
Tabel 4. 27 Data Panjang dan kemiringan saluran drainase pada lokasi studi
No. Kode Saluran Lokasi Slope L (Km)
1 S1 Jl. Organ - Jl. Rebab 0,014 0,222
2 S2 Jl. Rebab 0,023 0,124
3 S3 Perumahan Griya Saxophone 0,003 0,652
4 S4 Jl. Saxophone 0,011 0,442
5 S5 Jl. Saxophone 0,019 0,437
6 S6 Jl. Simpang Candi Panggung 0,012 1,482
7 S7 Jl. Arumba 0,011 0,425
8 S8 Cluster Akordion Regency 0,009 0,208
9 S9 Jl. Akordion 0,001 0,139
10 S10 Jl. Akordion 0,016 0,447
11 S11 Jl. Sudimoro 0,044 0,463
12 S12 Jl. Raya Permata Jingga 0,015 1,389
13 S13 Jl. Soekarno Hatta 0,013 0,841
14 S14 Jl. Candi Sari Utara 0,000 0,081
15 S15 Jl. Candi Sari Utara 0,007 0,253
16 S16 Jl. Soekarno Hatta 0,000 0,264
17 S17 Jl. Soekarno Hatta 0,017 0,438
18 S18 Jl. Soekarno Hatta 0,002 1,035
19 S19 Jl. Soekarno Hatta 0,022 0,581
20 S20 Jl. Raya Bukirsari 0,005 0,282
21 S21 Jl. Candi Mendut Selatan 0,014 0,503
22 S22 Jl. Cengger Ayam 0,012 0,230
23 S23 Jl. Cengger Ayam 0,007 0,102
24 S24 Jl. Bantaran Gang V G 0,017 0,548
25 S25 Jl. Candi Menut IV 0,014 0,052
26 S26 Jl. Candi Mendut IV 0,017 0,749
27 S27 Jl. Terusan Bantaran II 0,011 0,224
28 S28 Jl. Candi Sewu 0,010 0,504
29 S29 Jl. Candi Sewu 0,005 0,264
30 S30 Jl. Candi Sewu 0,002 0,326
31 S31 Jl. Candi Waringin 0,009 0,435
32 S32 Jl. Letjend S. Parman 0,002 0,351
33 S33 Jl. Karya Timur 0,014 0,268
34 S34 Jl. Letjend S. Parman 0,018 0,383
35 S35 Jl. Taman Siswa 0,012 0,257
36 S36 Jl. Letjend S. Parman 0,010 0,248
37 S37 Jl. Karya Timur 0,011 0,287
38 S38 Jl. Karya Timur 0,011 0,609
39 S39 Jl. Simpang Tenaga Selatan II 0,017 0,739
40 S40 Jl. Sunandar Priyo Sudarmo 0,003 0,103
41 S41 Jl. Sunandar Priyo Sudarmo 0,017 0,253
42 S42 Jl. Sunandar Priyo Sudarmo 0,010 0,858
43 S43 Jl. Sunandar Priyo Sudarmo 0,010 0,807
Sumber: Hasil penggambran QGIS (2021)
65

Setelah diketahui nilai panjang (L) dan kemiringan (slope) setiap saluran maka dapat
dihitung nilai waktu konsentrasi dengan persaamaan Kiprich. Berikut contoh perhitungan
nilai waktu konsentrasi pada saluran S1 pada Jl. Organ Jl. Rebab:
Diketahui nilai slope 0,014 dan Panjang saluran 0,222 km, maka dapat dihitung dengan:

Tc =

= 0,106 jam
Selanjutnya dapat dihitung nilai intensitas pada saluran S1 sebagai berikut:

I =

I =

= 150,394 mm/jam
Tabel 4. 28 Perhitungan Intensitas Curah Hujan Saluran di Lokasi Studi
Kode Tc Kala R24 I
No. Saluran Lokasi S L (Km) (jam) Ulang (mm) (mm/jam)
1 S1 Jl. Organ - Jl. Rebab 0,014 0,222 0,106 10 97,239 150,394
2 S2 Jl. Rebab 0,023 0,124 0,057 10 97,239 228,542
Perumahan Griya
0,003 0,479
3 S3 Saxophone 0,652 10 97,239 55,073
4 S4 Jl. Saxophone 0,011 0,442 0,200 10 97,239 98,581
5 S5 Jl. Saxophone 0,019 0,437 0,161 10 97,239 114,017
Jl. Simpang Candi
0,012 0,498
6 S6 Panggung 1,482 10 97,239 53,657
7 S7 Jl. Arumba 0,011 0,425 0,194 10 97,239 100,633
8 S8 Cluster Akordion Regency 0,009 0,208 0,120 10 97,239 138,193
9 S9 Jl. Akordion 0,001 0,139 0,212 10 97,239 94,771
10 S10 Jl. Akordion 0,016 0,447 0,176 10 97,239 107,155
11 S11 Jl. Sudimoro 0,044 0,463 0,122 10 97,239 136,805
12 S12 Jl. Raya Permata Jingga 0,015 1,389 0,435 10 97,239 58,701
13 S13 Jl. Soekarno Hatta 0,013 0,841 0,310 10 97,239 73,615
14 S14 Jl. Candi Sari Utara 0,000 0,081 0,297 10 97,239 75,730
15 S15 Jl. Candi Sari Utara 0,007 0,253 0,157 10 97,239 115,793
16 S16 Jl. Soekarno Hatta 0,000 0,264 0,546 10 97,239 50,444
17 S17 Jl. Soekarno Hatta 0,017 0,438 0,168 10 97,239 110,667
18 S18 Jl. Soekarno Hatta 0,002 1,035 0,793 10 97,239 39,357
19 S19 Jl. Soekarno Hatta 0,022 0,581 0,190 10 97,239 102,084
20 S20 Jl. Raya Bukirsari 0,005 0,282 0,193 10 97,239 101,070
21 S21 Jl. Candi Mendut Selatan 0,014 0,503 0,203 10 97,239 97,552
22 S22 Jl. Cengger Ayam 0,012 0,230 0,117 10 97,239 140,654
23 S23 Jl. Cengger Ayam 0,007 0,102 0,076 10 97,239 188,414
24 S24 Jl. Bantaran Gang V G 0,017 0,548 0,198 10 97,239 99,075
25 S25 Jl. Candi Menut IV 0,014 0,052 0,035 10 97,239 315,303
66

Lanjutan Tabel 4.29. Perhitungan Intensitas Curah Hujan Saluran di Lokasi Studi
Kode Tc Kala R24 I
No. Saluran Lokasi S L (Km) (jam) Ulang (mm) (mm/jam)
26 S26 Jl. Candi Mendut IV 0,017 0,749 0,257 10 97,239 83,361
27 S27 Jl. Terusan Bantaran II 0,011 0,224 0,118 10 97,239 140,438
28 S28 Jl. Candi Sewu 0,010 0,504 0,231 10 97,239 89,435
29 S29 Jl. Candi Sewu 0,005 0,264 0,181 10 97,239 105,494
30 S30 Jl. Candi Sewu 0,002 0,326 0,295 10 97,239 76,134
31 S31 Jl. Candi Waringin 0,009 0,435 0,214 10 97,239 94,153
32 S32 Jl. Letjend S. Parman 0,002 0,351 0,318 10 97,239 72,316
33 S33 Jl. Karya Timur 0,014 0,268 0,124 10 97,239 135,447
34 S34 Jl. Letjend S. Parman 0,018 0,383 0,148 10 97,239 120,301
35 S35 Jl. Taman Siswa 0,012 0,257 0,126 10 97,239 133,971
36 S36 Jl. Letjend S. Parman 0,010 0,248 0,134 10 97,239 129,031
37 S37 Jl. Karya Timur 0,011 0,287 0,144 10 97,239 122,433
38 S38 Jl. Karya Timur 0,011 0,609 0,258 10 97,239 83,118
Jl. Simpang Tenaga Selatan
0,017 0,251
39 S39 II 0,739 10 97,239 84,832
40 S40 Jl. Sunandar Priyo Sudarmo 0,003 0,103 0,105 10 97,239 151,077
41 S41 Jl. Sunandar Priyo Sudarmo 0,017 0,253 0,111 10 97,239 146,373
42 S42 Jl. Sunandar Priyo Sudarmo 0,010 0,858 0,344 10 97,239 68,717
43 S43 Jl. Sunandar Priyo Sudarmo 0,010 0,807 0,326 10 97,239 71,229
Sumber: Hasil Pehitungan (2021).
4.4.3 Luas Daerah Tangkapan
Luas daerah tangkapan dari setiap saluran didapat dari analisa peta jaringan saluran
drainase, dan peta kontur pada lokasi studi melalui aplikasi QGIS. Berikut peta batas daerah
tangkapan air pada saluran drainase di lokasi studi.
67

Gambar 4. 8 Daerah Tangkapan Tiap Saluran.


Sumber: Hasil Penggambaran QGIS (2021)
67
68

Hasil Analisa untuk daerah tangkapan air setiap saluran di lokasi studi ditampilkan pada
tabel berikut.
Tabel 4.30 Luas Daerah Tangkapan Air di Lokasi Studi.
A
No. Kode Saluran Lokasi
Ha km2
1 S1 Jl. Organ - Jl. Rebab 3,363 0,034
2 S2 Jl. Rebab 1,698 0,017
3 S3 Perumahan Griya Saxophone 20,048 0,200
4 S4 Jl. Saxophone 8,329 0,083
5 S5 Jl. Saxophone 10,175 0,102
6 S6 Jl. Simpang Candi Panggung 34,730 0,347
7 S7 Jl. Arumba 2,884 0,029
8 S8 Cluster Akordion Regency 1,349 0,013
9 S9 Jl. Akordion 1,199 0,012
10 S10 Jl. Akordion 13,479 0,135
11 S11 Jl. Sudimoro 11,000 0,110
12 S12 Jl. Raya Permata Jingga 96,251 0,963
13 S13 Jl. Soekarno Hatta 52,219 0,522
14 S14 Jl. Candi Sari Utara 1,769 0,018
15 S15 Jl. Candi Sari Utara 8,355 0,084
16 S16 Jl. Soekarno Hatta 2,039 0,020
17 S17 Jl. Soekarno Hatta 4,878 0,049
18 S18 Jl. Soekarno Hatta 13,018 0,130
19 S19 Jl. Soekarno Hatta 27,599 0,276
20 S20 Jl. Raya Bukirsari 6,121 0,061
21 S21 Jl. Candi Mendut Selatan 13,473 0,135
22 S22 Jl. Cengger Ayam 9,305 0,093
23 S23 Jl. Cengger Ayam 1,497 0,015
24 S24 Jl. Bantaran Gang V G 14,460 0,145
25 S25 Jl. Candi Menut IV 0,508 0,005
26 S26 Jl. Candi Mendut IV 21,944 0,219
27 S27 Jl. Terusan Bantaran II 3,357 0,034
28 S28 Jl. Candi Sewu 21,934 0,219
29 S29 Jl. Candi Sewu 1,875 0,019
30 S30 Jl. Candi Sewu 5,747 0,057
31 S31 Jl. Candi Waringin 19,017 0,190
32 S32 Jl. Letjend S. Parman 7,588 0,076
33 S33 Jl. Karya Timur 13,610 0,136
34 S34 Jl. Letjend S. Parman 5,954 0,060
35 S35 Jl. Taman Siswa 7,189 0,072
36 S36 Jl. Letjend S. Parman 7,287 0,073
37 S37 Jl. Karya Timur 1,953 0,020
38 S38 Jl. Karya Timur 15,768 0,158
39 S39 Jl. Simpang Tenaga Selatan II 38,529 0,385
40 S40 Jl. Sunandar Priyo Sudarmo 0,553 0,006
41 S41 Jl. Sunandar Priyo Sudarmo 2,145 0,021
42 S42 Jl. Sunandar Priyo Sudarmo 20,152 0,202
43 S43 Jl. Sunandar Priyo Sudarmo 39,055 0,391
Total 5,938
Sumber: Hasil Perhitungan (2021).
69

4.4.4 Analisa Proyeksi Penduduk


Proyeksi penduduk diperlukan untuk estimasi jumlah besarnya debit buangan
masyarakat yang ada di lokasi studi antara lain Kecamatan Lowokwaru dan Kecamatan
Blimbing. Data yang digunakan dalam memperhitungkan proyeksi penduduk adalah data
jumlah penduduk dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2020 yang diperoleh dari BPS Kota
Malang. Metode yang digunakan dalam penilitian ini adalah metode geometrik dan
eksponensial. Berikut merupakan data jumlah penduduk Kecamatan Lowokwaru selama 10
tahun dari 2011-2020
Tabel 4.31 Jumlah Penduduk Kecamatan Lowokwaru dan Blimbing Tahun 2011-2020
Jumlah Penduduk (Jiwa)
No Tahun
Blimbing Lowokwaru
1 2011 173.838 187.948
2 2012 174.891 189.373
3 2013 175.988 190.847
4 2014 176.845 192.066
5 2015 177.729 193.321
6 2016 178.564 194.521
7 2017 179.368 195.692
8 2018 180.104 196.793
9 2019 180.805 197.859
10 2020 181.426 198.839
Sumber: BPS Kota Malang (2021)
Untuk melakukan proyeksi jumlah penduduk diperlukan menghitung jumlah
pertumbuhan penduduk (r) dan pertambahan penduduk pertahun dihitung dalam jiwa dan
persen (%)
Tabel 4. 32 Perhitungan Pertambahan Penduduk Kecamatan Lowokwaru Tahun 2011-2020
Jumlah
No. Tahun Penduduk Pertambahan Penduduk
Jiwa Jiwa r (%)
1 2011 187.948
2 2012 189.373 1.425 0,76%
3 2013 190.847 1.474 0,78%
4 2014 192.066 1.219 0,64%
5 2015 193.321 1.255 0,65%
6 2016 194.521 1.200 0,62%
7 2017 195.692 1.171 0,60%
8 2018 196.793 1.101 0,56%
9 2019 197.859 1.066 0,54%
10 2020 198.839 980 0,50%
Jumlah 10.891 5,65%
Rerata 1.210 0,63%
Sumber: Hasil Perhitungan (2021)
70

Tabel 4. 33 Perhitungan Pertambahan Penduduk Kecamatan Blimbing Tahun 2011-2020


Jumlah
No. Tahun Penduduk Pertambahan Penduduk
Jiwa Jiwa r (%)
1 2011 173.838
2 2012 174.891 1.053 0,61%
3 2013 175.988 1.097 0,63%
4 2014 176.845 857 0,49%
5 2015 177.729 884 0,50%
6 2016 178.564 835 0,47%
7 2017 179.368 804 0,45%
8 2018 180.104 736 0,41%
9 2019 180.805 701 0,39%
10 2020 181.426 621 0,34%
Jumlah 7.588 4,28%
Rerata 843 0,48%
Sumber: Hasil Perhitungan (2021)
Contoh Perhitungan (Kec. Lowokwaru):
r (jiwa) = Jumlah penduduk tahun ke 2 jumlah penduduk tahun ke 1
= 189.373 187.948
= 1.425 jiwa

r (%) =

= 0,76 %
Setiap rasio laju pertumbahan penduduk kemudian dihitung nilai total dan rata ratanya.
Sehingga mendapat nilai r dalam persen adalah 0,63 % dan laju pertumbuhan penduduk
tiap tahun rata ratanya 1.210 jiwa.
4.1.4.1 Metode Gemoetrik
Setelah didapat nilai rasio laju pertumbuhan penduduk maka dapat dihitung proyeksi
jumlah penduduk dengan persamaan metode geometrik. Perhitungan dilakukan dengan
menggunakan data 10 tahun sebelumnya dari tahun yg ingin diproyeksikan mulai dari tahun
2009 2020. Berikut merupakan hasil perhitungan proyeksi penduduk pada Kecamatan
Lowokwaru dan Kecamatan Blimbing.
Tabel 4. 34 Hasil Perhitungan Proyeksi Penduduk Metode Geometrik Kec. Lowokwaru
Jumlah Penduduk
No. Tahun
Jiwa
1 2011 187.948
2 2012 189.373
3 2013 190.847
4 2014 192.066
71

Lanjutan Tabel 4.34. Hasil Perhitungan Proyeksi Penduduk Metode Geometrik Kec.
Lowokwaru
Jumlah Penduduk
No. Tahun
Jiwa
5 2015 193.321
6 2016 194.521
7 2017 195.692
8 2018 196.793
9 2019 197.859
10 2020 198.839
11 2021 200.087
12 2022 201.344
13 2023 202.608
14 2024 203.880
15 2025 205.160
16 2026 206.449
17 2027 207.745
18 2028 209.049
19 2029 210.362
20 2030 211.683
Sumber: Hasil Perhitungan (2021)
Tabel 4. 35 Hasil Perhitungan Proyeksi Penduduk Metode Geometrik Kec. Blimbing
Jumlah Penduduk
No. Tahun
Jiwa
1 2011 173.838
2 2012 174.891
3 2013 175.988
4 2014 176.845
5 2015 177.729
6 2016 178.564
7 2017 179.368
8 2018 180.104
9 2019 180.805
10 2020 181.426
11 2021 182.289
12 2022 183.157
13 2023 184.028
14 2024 184.904
15 2025 185.784
16 2026 186.668
17 2027 187.557
18 2028 188.449
19 2029 189.346
20 2030 190.247
Sumber: Hasil Perhitungan (2021)
Contoh perhitungan pada Kec. Lowokwaru pada tahun 2021:
Pn = Po (1+r)n
72

= 198.839 (1+0,63%)1
= 200.087 jiwa
Perhitungan proyeksi penduduk dilakukan sampai 10 tahun ke depan sampai tahun
2030. Dari perhitungan tersebut didapatkan jumlah penduduk tahun 2030 di Kec Lowokwaru
sebanyak 211.683 jiwa sedangkan Kec.Blimbing sebanyak 193.145 jiwa.
Perhitungan tersebut merupakan jumlah penduduk untuk masing masing luasan
Kecamatan Lowokwaru dan Blimbing. Sehingga perlu dilakukan perhitungan dalam satuan
jiwa/km2

Pn1 = = = 10.131 jiwa/km2

Pn2 = = = 10.712 jiwa/km2

4.1.4.2 Metode Eksponensial


Setelah didapat nilai rasio laju pertumbuhan penduduk maka dapat dihitung proyeksi
jumlah penduduk dengan persamaan metode eksponensial. Perhitungan dilakukan dengan
menggunakan data 10 tahun sebelumnya dari tahun yg ingin diproyeksikan mulai dari tahun
2009 2020. Berikut merupakan hasil perhitungan proyeksi penduduk pada Kecamatan
Lowokwaru dan Kecamatan Blimbing.
Tabel 4. 36 Hasil Perhitungan Proyeksi Penduduk Metode Eksponensial Kec. Lowokwaru
Jumlah Penduduk
No. Tahun
Jiwa
1 2011 187.948
2 2012 189.373
3 2013 190.847
4 2014 192.066
5 2015 193.321
6 2016 194.521
7 2017 195.692
8 2018 196.793
9 2019 197.859
10 2020 198.839
11 2021 200.091
12 2022 201.351
13 2023 202.620
14 2024 203.896
15 2025 205.180
16 2026 206.472
17 2027 207.772
18 2028 209.081
19 2029 210.398
20 2030 211.723
Sumber: Hasil Perhitungan (2021)
73

Tabel 4. 37 Hasil Perhitungan Proyeksi Penduduk Metode Eksponensial Kec. Blimbing


Jumlah Penduduk
No. Tahun
Jiwa
1 2011 173.838
2 2012 174.891
3 2013 175.988
4 2014 176.845
5 2015 177.729
6 2016 178.564
7 2017 179.368
8 2018 180.104
9 2019 180.805
10 2020 181.426
11 2021 182.291
12 2022 183.161
13 2023 184.034
14 2024 184.912
15 2025 185.794
16 2026 186.680
17 2027 187.571
18 2028 188.465
19 2029 189.364
20 2030 190.267
Sumber: Hasil Perhitungan (2021)
Contoh perhitungan pada Kec. Lowokwaru pada tahun 2021:
Pn = Po . e r.n
= 198.839 . e0,63%. 1
= 200.091 jiwa
Perhitungan proyeksi penduduk dilakukan sampai 10 tahun ke depan sampai tahun
2030. Dari perhitungan tersebut didapatkan jumlah penduduk tahun 2030 di Kec Lowokwaru
sebanyak 211.723 jiwa sedangkan Kec.Blimbing sebanyak 190.267 jiwa.
Perhitungan tersebut merupakan jumlah penduduk untuk masing masing luasan
Kecamatan Lowokwaru dan Blimbing. Sehingga perlu dilakukan perhitungan dalam satuan
jiwa/km2

Pn1 = = = 10.133 jiwa/km2

Pn2 = = = 10.713 jiwa/km2

4.1.4.3 Uji Kesesuian Koefisien Determinasi R-Square


Uji ini diperlukan untuk menentukan metode yang dipakai dalam perhitungan proyeksi
jumlah penduduk pada Kecamatan Lowokwaru dan Blimbing. Perhitungan uji kesesuian ini
74

menghitung nilai korelasi antara 2 metode yaitu metode geometrik dan eksponensial yang
dirumuskan dengan persamaan sebagai berikut:

r =

Pemilihan metode yang paling sesuai adalah yang memilikin nilai r yang paling
mendekati 1. Berikut perhitungan nilai r di Kecamatan Lowokwaru dan Blimbing.
a. Kecamatan Lowokwaru
Data yang diperoleh dari BPS Kota Malang dilambangkan dengan X dan hasil proyeksi
dilambangkan dengan Y. Berikut perhitungan proyeksi menggunakan metode
geometrik dan Eksponensial.
Tabel 4. 38 Hasil Proyeksi Jumlah Penduduk Metode Geometrik
Jumlah Penduduk
No. Tahun
Jiwa
1 2011 187.948
2 2012 189.128
3 2013 190.316
4 2014 191.511
5 2015 192.713
6 2016 193.923
7 2017 195.141
8 2018 196.366
9 2019 197.599
10 2020 198.840
Sumber: Hasil Perhitungan 2021
Tabel 4. 39 Hasil Proyeksi Jumlah Penduduk Metode Eksponensial
Jumlah Penduduk
No. Tahun
Jiwa
1 2011 187.948
2 2012 189.132
3 2013 190.323
4 2014 191.522
5 2015 192.728
6 2016 193.942
7 2017 195.163
8 2018 196.392
9 2019 197.629
10 2020 198.874
Sumber: Hasil Perhitungan (2021)
Setelah didapat nilai X dan Y maka perhitungan dapat dilakukan menggunakan
persamaan nilai korelasi. Berikut merupakan hasil perhitungan nilai R metode
Geomettrik dan Eksponensial
75

Tabel 4. 40 Hasil Perhitungan Uji Koefisien determinasi untuk Proyeksi Penduduk Metode
Geometrik
No. Tahun X X2 Y Y2 XY
Jiwa Jiwa
1 2011 187.948 35.324.450.704 187.948 35.324.450.704 35.324.450.704
2 2012 189.373 35.862.133.129 189.128 35.769.442.088 35.815.757.623
3 2013 190.847 36.422.577.409 190.316 36.220.039.145 36.321.167.100
4 2014 192.066 36.889.348.356 191.511 36.676.312.491 36.782.676.193
5 2015 193.321 37.373.009.041 192.713 37.138.333.633 37.255.486.557
6 2016 194.521 37.838.419.441 193.923 37.606.174.976 37.722.118.476
7 2017 195.692 38.295.358.864 195.141 38.079.909.840 38.187.482.410
8 2018 196.793 38.727.484.849 196.366 38.559.612.466 38.643.457.500
9 2019 197.859 39.148.183.881 197.599 39.045.358.032 39.096.737.152
10 2020 198.839 39.536.947.921 198.840 39.537.222.663 39.537.085.292
Jumlah 1.937.259 375.417.913.595 1.933.484 373.956.856.038 374.686.419.008
r2 0,997903
Sumber: Hasil Pehitungan 2021

r =

= 0,997903
Tabel 4. 41 Hasil Perhitungan Uji Koefisien determinasi untuk Proyeksi Penduduk Metode
Eksponensial
No. Tahun X X2 Y Y2 XY
Jiwa Jiwa
1 2011 187.948 35.324.450.704 187.948 35.324.450.704 35.324.450.704
2 2012 189.373 35.862.133.129 189.132 35.770.799.868 35.816.437.386
3 2013 190.847 36.422.577.409 190.323 36.222.788.967 36.322.545.824
4 2014 192.066 36.889.348.356 191.522 36.680.489.264 36.784.770.576
5 2015 193.321 37.373.009.041 192.728 37.143.972.925 37.258.314.991
6 2016 194.521 37.838.419.441 193.942 37.613.313.027 37.725.698.335
7 2017 195.692 38.295.358.864 195.163 38.088.583.569 38.191.831.278
8 2018 196.793 38.727.484.849 196.392 38.569.859.487 38.648.591.810
9 2019 197.859 39.148.183.881 197.629 39.057.216.663 39.102.673.819
10 2020 198.839 39.536.947.921 198.874 39.550.731.939 39.543.839.329
Jumlah 1.937.259 375.417.913.595 1.933.651 374.022.206.413 374.719.154.053
r2 0,997901
Sumber: Hasil Pehitungan 2021

r =

= 0,997901
b. Kecamatan Blimbing
Data yang diperoleh dari BPS Kota Malang dilambangkan dengan X dan hasil proyeksi
dilambangkan dengan Y. Berikut perhitungan proyeksi menggunakan metode
geometrik dan Eksponensial.
76

Tabel 4. 42 Hasil Proyeksi Jumlah Penduduk Metode Geometrik


No. Tahun Jumlah Penduduk
Jiwa
1 2011 173.838
2 2012 174.891
3 2013 175.988
4 2014 176.845
5 2015 177.729
6 2016 178.564
7 2017 179.368
8 2018 180.104
9 2019 180.805
10 2020 181.426
Sumber: Hasil Perhitungan 2021
Tabel 4. 29 Hasil Proyeksi Jumlah Penduduk Metode Eksponensial
Jumlah Penduduk
No. Tahun
Jiwa
1 2011 173.838
2 2012 174.891
3 2013 175.988
4 2014 176.845
5 2015 177.729
6 2016 178.564
7 2017 179.368
8 2018 180.104
9 2019 180.805
10 2020 181.426
Sumber: Hasil Perhitungan (2021)
Setelah didapat nilai X dan Y maka perhitungan dapat dilakukan menggunakan
persamaan nilai korelasi. Berikut merupakan hasil perhitungan nilai R metode
Geomettrik dan Eksponensial
Tabel 4. 30 Hasil Perhitungan Uji Koefisien determinasi untuk Proyeksi Penduduk Metode
Geometrik
No. Tahun X X2 Y Y2 XY
Jiwa Jiwa
1 2011 173.838 30.219.650.244 173.838 30.219.650.244 30.219.650.244
2 2012 174.891 30.586.861.881 174.930 30.600.335.115 30.593.597.757
3 2013 175.988 30.971.776.144 176.028 30.985.815.574 30.978.795.064
4 2014 176.845 31.274.154.025 177.133 31.376.152.032 31.325.111.514
5 2015 177.729 31.587.597.441 178.245 31.771.405.660 31.679.368.241
6 2016 178.564 31.885.102.096 179.365 32.171.638.402 32.028.049.816
7 2017 179.368 32.172.879.424 180.491 32.576.912.981 32.374.265.912
8 2018 180.104 32.437.450.816 181.624 32.987.292.910 32.711.216.598
9 2019 180.805 32.690.448.025 182.764 33.402.842.503 33.044.725.551
10 2020 181.426 32.915.393.476 183.912 33.823.626.884 33.366.420.061
Jumlah 1.779.558 316.741.313.572 1.788.330 319.915.672.306 318.321.200.757
r2 0,996170
Sumber: Hasil Pehitungan 2021
77

r =

= 0,996170
Tabel 4. 31 Hasil Perhitungan Uji Koefisien determinasi untuk Proyeksi Penduduk Metode
Eksponensial
No. Tahun X X2 Y Y2 XY
Jiwa Jiwa
1 2011 173.838 30.219.650.244 173.838 30.219.650.244 30.219.650.244
2 2012 174.891 30.586.861.881 174.933 30.601.496.681 30.594.178.406
3 2013 175.988 30.971.776.144 176.035 30.988.168.015 30.979.970.995
4 2014 176.845 31.274.154.025 177.143 31.379.725.212 31.326.895.147
5 2015 177.729 31.587.597.441 178.259 31.776.230.008 31.681.773.335
6 2016 178.564 31.885.102.096 179.382 32.177.744.920 32.031.089.304
7 2017 179.368 32.172.879.424 180.511 32.584.333.254 32.377.952.759
8 2018 180.104 32.437.450.816 181.648 32.996.059.116 32.715.562.729
9 2019 180.805 32.690.448.025 182.792 33.412.987.422 33.049.743.247
10 2020 181.426 32.915.393.476 183.943 33.835.183.910 33.372.119.977
Jumlah 1.779.558 316.741.313.572 1.788.484 319.971.578.780 318.348.936.143
r2 0,996168
Sumber: Hasil Perhitungan (2021).

r =

= 0,997901
Dari hasil perhitungan dair 2 metode yang digunakan adalah metode geometrik karena memiliki
nilai r yang lebih mendekati 1 dibanding metode geometrik.
4.4.5 Analisa Debit Air Kotor
Kota Malang tergolong Kota Besar apabila ditinjau dari jumlah penduduknya. Menurut
PU Cipta Karya, kebutuhan air bersih untuk Kota Besar adalah 90 lt/org/hari. Dalam
penilitian ini besarnya debit air buangan diestimasikan sebesar 85% dari kebutuhan air bersih
. Nilai debit air kotor (m3/dt) diperhitungkan untuk setiap saluran. Berikut merupakan
perhitungan besarnya debit air kotor pada tiap saluran:
78
78

Tabel 4. 32 Perhitungan Debit Air Kotor Tiap Saluran


79

Lanjutan Tabel 4.32 Perhitungan Debit Air Kotor Tiap Saluran

Sumber: Hasil Pehitungan (2021)


79
80

Berikut contoh perhitungan debit air kotor pada Saluran S1 pada Jl. Organ:
Debit Air Kotor = Jumlah Penduduk x 80% Kebutuhan air bersih
Luas daerah tangkapan = 3,363 ha
Jumlah penduduk = 101 jiwa/ha
Total jumlah penduduk = 3,363 x 101
= 341 jiwa
Debit air kotor = 341 x 85% x 90
= 20.851 lt/hari
= 0,00024 m3/dt
4.4.6 Debit Banjir Rancangan
Debit banjir rancangan merupakan penjumlahan dari debit limpasan air hujan dengan
debit air kotor yang akan mengaliri suatu saluran drainase. Hasil penjumlahan inilah yang
digunakan untuk dibandingkan dengan kapasitas setiap saluran eksisting, apakah kapasitas
eksisting dapat menampung debit banjir atau tidak. Berikut merupakan perhitungan hasil
debit banjir rancangan pada tiap saluran menggunakan kala ulang 10 tahun.

Tabel 4. 33 Perhitungan Debit Banjir Rancangan Pada Saluran Drainase di Lokasi Studi.
Debit Limpasan Debit Air Total Debit
Kode Hujan Kotor Buangan
No. Lokasi
aluran
m3/dt m3/dt m3/dt
1 S1 Jl. Organ - Jl. Rebab 0,693 0,00024 0,694
2 S2 Jl. Rebab 0,762 0,00012 0,762
3 S3 Perumahan Griya Saxophone 1,808 0,00144 1,809
4 S4 Jl. Saxophone 1,624 0,00060 1,624
5 S5 Jl. Saxophone 2,292 0,00073 2,293
6 S6 Jl. Simpang Candi Panggung 3,500 0,00249 3,503
7 S7 Jl. Arumba 0,479 0,00021 0,480
8 S8 Cluster Akordion Regency 0,367 0,00010 0,367
9 S9 Jl. Akordion 0,225 0,00009 0,225
10 S10 Jl. Akordion 2,743 0,00097 2,744
11 S11 Jl. Sudimoro 2,748 0,00079 2,748
12 S12 Jl. Raya Permata Jingga 9,523 0,00690 9,530
13 S13 Jl. Soekarno Hatta 6,232 0,00375 6,236
14 S14 Jl. Candi Sari Utara 0,246 0,00013 0,246
15 S15 Jl. Candi Sari Utara 1,814 0,00060 1,815
16 S16 Jl. Soekarno Hatta 0,182 0,00015 0,183
17 S17 Jl. Soekarno Hatta 0,876 0,00035 0,877
18 S18 Jl. Soekarno Hatta 0,939 0,00093 0,940
19 S19 Jl. Soekarno Hatta 5,266 0,00198 5,268
20 S20 Jl. Raya Bukirsari 1,200 0,00044 1,200
21 S21 Jl. Candi Mendut Selatan 2,593 0,00097 2,594
81

Lanjutan Tabel 4.33 Perhitungan Debit Banjir Rancangan Pada Saluran Drainase di Lokasi
Studi.
Debit Limpasan Debit Air Total Debit
Kode Hujan Kotor Buangan
No. Lokasi
aluran
m3/dt m3/dt m3/dt
22 S22 Jl. Cengger Ayam 2,506 0,00067 2,507
23 S23 Jl. Cengger Ayam 0,559 0,00011 0,559
24 S24 Jl. Bantaran Gang V G 2,820 0,00104 2,821
25 S25 Jl. Candi Menut IV 0,322 0,00004 0,322
26 S26 Jl. Candi Mendut IV 3,619 0,00160 3,620
27 S27 Jl. Terusan Bantaran II 0,922 0,00024 0,922
28 S28 Jl. Candi Sewu 3,542 0,00159 3,544
29 S29 Jl. Candi Sewu 0,384 0,00013 0,384
30 S30 Jl. Candi Sewu 0,781 0,00043 0,782
31 S31 Jl. Candi Waringin 3,303 0,00144 3,305
32 S32 Jl. Letjend S. Parman 0,997 0,00054 0,998
33 S33 Jl. Karya Timur 3,455 0,00098 3,456
34 S34 Jl. Letjend S. Parman 1,266 0,00045 1,267
35 S35 Jl. Taman Siswa 1,876 0,00052 1,876
36 S36 Jl. Letjend S. Parman 1,685 0,00055 1,686
37 S37 Jl. Karya Timur 0,429 0,00015 0,429
38 S38 Jl. Karya Timur 2,042 0,00120 2,043
39 S39 Jl. Simpang Tenaga Selatan II 6,190 0,00292 6,193
40 S40 Jl. Sunandar Priyo Sudarmo 0,167 0,00004 0,167
41 S41 Jl. Sunandar Priyo Sudarmo 0,483 0,00016 0,484
42 S42 Jl. Sunandar Priyo Sudarmo 2,678 0,00153 2,679
43 S43 Jl. Sunandar Priyo Sudarmo 5,380 0,00296 5,383
Total 91,565
Sumber: Hasil Perhitungan (2021)
Contoh Pehitungan pada Saluran S1:
Total Debit Buangan = Debit limpasan hujan + Debit Air Kotor
= 0,693 + 0,00024
= 0,694 m3/dt
Dari perhitungan tiap saluran kemduian dihitung debit rancangan total dengan
memperhatikan debit tambahan dari saluran sebelumnya berdasarkan peta skema aliran
saluran drainase eksisting wilayah studi berdasarkan peta topografi. Berikut merupakan
Gambar Skema Aliran Drainase Eksisting Wilayah Studi.
82

Gambar 4. 9 Skema Jaringan Drainase Eksisting Wilayah Studi.


Sumber: Hasil Penggambaran QGIS (2021).

Dari peta tersebut dapat diketahu arah aliran dari setiap saluran sehingga dapat
menghitung besarnya nilai debit rancangan total pada outlet. Berikut merupakan perhitungan
debit banjir rancangan total berdasarkan pola arah aliran.
Tabel 4. 34 Perhitungan Debit Banjir Rancangan Total Saluran Drainase di Lokasi Studi
Kode Qbuangan Q Rancangan
Total Keterangan Total
No. Lokasi
Salura
n m3/dt m3/dt
1 S1 Jl. Organ - Jl. Rebab 0,694 S1 0,694
2 S2 Jl. Rebab 0,762 S2 0,762
Perumahan Griya
3 S3 Saxophone 1,809 S1+S2+S3 3,265
4 S4 Jl. Saxophone 1,624 S3+S4 4,889
5 S5 Jl. Saxophone 2,293 S5 2,293
Jl. Simpang Candi
6 S6 Panggung 3,503 S4+S5+S6 10,685
7 S7 Jl. Arumba 0,480 S7 0,480
8 S8 Cluster Akordion Regency 0,367 S8 0,367
9 S9 Jl. Akordion 0,225 S9 0,225
10 S10 Jl. Akordion 2,744 S7+S8+S9+S10 3,815
11 S11 Jl. Sudimoro 2,748 S11 2,748
12 S12 Jl. Raya Permata Jingga 9,530 S10+S12 13,345
S17+S12+S11+S1
13 S13 Jl. Soekarno Hatta 6,236 3 23,206
14 S14 Jl. Candi Sari Utara 0,246 S14 0,246
S15+S13+S14+S1
15 S15 Jl. Candi Sari Utara 1,815 8 26,208
16 S16 Jl. Soekarno Hatta 0,183 S16 0,183
17 S17 Jl. Soekarno Hatta 0,877 S17 0,877
18 S18 Jl. Soekarno Hatta 0,940 S18 0,940
83

Lanjutan Tabel 4.34 Perhitungan Debit Banjir Rancangan Total Saluran Drainase di
Lokasi Studi
19 S19 Jl. Soekarno Hatta 5,268 S6+S16+S19 16,136
20 S20 Jl. Raya Bukirsari 1,200 S20 1,200
21 S21 Jl. Candi Mendut Selatan 2,594 S19+S20+S21 19,930
22 S22 Jl. Cengger Ayam 2,507 S22 2,507
23 S23 Jl. Cengger Ayam 0,559 S23 0,559
24 S24 Jl. Bantaran Gang V G 2,821 S22+S23+S24 5,888
25 S25 Jl. Candi Menut IV 0,322 S25 0,322
26 S26 Jl. Candi Mendut IV 3,620 S21+S25+S26 23,873
27 S27 Jl. Terusan Bantaran II 0,922 S24+S27 6,810
28 S28 Jl. Candi Sewu 3,544 S15+S29+S28 30,135
29 S29 Jl. Candi Sewu 0,384 S29 0,384
30 S30 Jl. Candi Sewu 0,782 S30 0,782
31 S31 Jl. Candi Waringin 3,305 S28+S30+S31 34,222
32 S32 Jl. Letjend S. Parman 0,998 S32 0,998
33 S33 Jl. Karya Timur 3,456 S31+S32+S33 38,676
34 S34 Jl. Letjend S. Parman 1,267 S34 1,267
35 S35 Jl. Taman Siswa 1,876 S26+S27+S35 32,559
36 S36 Jl. Letjend S. Parman 1,686 S34+S35+36 35,511
37 S37 Jl. Karya Timur 0,429 S37 0,429
38 S38 Jl. Karya Timur 2,043 S36+S37+S38 37,983
Jl. Simpang Tenaga
39 S39 Selatan II 6,193 S33+S39 44,869
Jl. Sunandar Priyo
40 S40 Sudarmo 0,167 S40 0,167
Jl. Sunandar Priyo
41 S41 Sudarmo 0,484 S41 0,484
Jl. Sunandar Priyo
42 S42 Sudarmo 2,679 S39+S41+S42 48,032
Jl. Sunandar Priyo
43 S43 Sudarmo 5,383 S38+S40+S43 43,533
44 Outlet Kali Lahor S42+S43 91,565
Sumber: Hasil Perhitungan (2021)
84

Dari perhitungan total debit banjir rancangan dapat digambarkan pada peta debit
banjir rancangan dengan kala ulang 10 tahun. Hasil penggambaran disajikan pada gambar
berikut.

Gambar 4. 10 Peta Debit Banjir Rancangan Kala Ulang 10 tahun


Sumber: Hasil Penggambaran QGIS (2021)
4.3 Analisa Kapasitas Saluran Drainase
Perhitungan kapasitas saluran drainase eksisting dibutuhkan untuk mengetahui
besarnya jumlah debit air yang mampu ditampung oleh saluran drainase tersebut.
Berdasarkan dimensi saluran yang didapat melalui survey lokasi maka dapat dihitung
besarnya kapasitas debit yang dapat ditampung. Hasil iniliah yang akan dibandingkan
dengan besarnya jumlah debit banjir rancangan yang telah dihitung untuk mengetahui
apakah mampu atau tidak saluran drianase menampung debit banjir rancangan tersebut.
Berikut merupakan Data Dimensi Saluran Drainase Eksisting Pada Lokasi Studi.
Tabel 4. 35 Data Saluran Drainase Eksisting di Lokasi Studi
85
86

Lanjutan Tabel 4.35 Data Saluran Drainase Eksisting di Lokasi Studi

Sumber: Hasil Survei Lokasi (2021)


87

Setelah didapat data dimensi saluran drainase maka dapat dilanjutkan untuk menghitung
besarnya kapasitas saluran drainase berdasarkan bentuk salurannya, berikut langkah
perhitungan kapasitas saluran drainase:
Mengitung nilai h (ketinggian air) dan w (tinggi jagaan), dengan nilai w bernilai 0,3 h
air. Sedangkan H (tinggi total penampang) = 1,3 h maka didapat nilai h dengan bantuin
solver pada aplikasi microsoft excel.
Selanjutnya menghitung besarnya A (luas penampang), P (keliling basah), dan R (jari
jari hidrolis) Dari tabel di atas diketahui ada 3 bentuk saluran drainase yaitu segiempat,
trapesium dan lingkaran.
a) Untuk Segiempat (contoh pada S1 Jl. Organ)
A = b.h
A = 0,55 x 0,55
= 0,30 m2
P = b + 2h
= 0,55 + 2.0,423
= 1,40 m

R =

= 0,22 m
b) Untuk Trapesium (contoh pada S12 Jl. Raya Permata Jingga)
A = (b+mh)h
= (0,8+1x1,5)1,5
= 3,45 m2
P = b + 2h
P = 0,8+ 2.1,5
= 5,04 m

R =

= 0,68 m
88

c) Untuk Lingkaran (contoh pada S11 Jl. Sudimoro)


Pada saluran lingkaran, dihitung nilai tinggi air maksimal 0,9 D dan sisanya
untuk jagaan. Maka didapat nilai:

Gambar 4. 11 Penampang Lingkaran

= 0,8
= 36,87
Untuk menghitung Luas Penamoang Lingkaran (A) =
Luas AOCD + Luas AOC
D2 + 2 x BC x OB

D2 + 2 x D sin(36,87) x D cos(36,87)

= 1,072 m2
P (busur ADC) =
= D

=3m
R =

= 0,36 m
Setelah menghitung jari jari hidrolis (R) pada penampang, kemudian menentukan
koefisien manning berdasarkan jenis saluran di lokasi studi. Nilai koefisien manning
selengkapnya untuk tiap saluran ditujukan pada tabel berikut
Tabel 4. 36 Nilai Koefisien Manning Saluran Drainase di Lokasi Studi
Bentuk
No. Kode Saluran Lokasi Bahan Saluran n
Saluran
1 S1 Jl. Organ - Jl. Rebab Cor Beton Segiempat 0,015
2 S2 Jl. Rebab Pasangan Batu Segiempat 0,023
3 S3 Perumahan Griya Saxophone Pasangan Batu Segiempat 0,023
89

Lanjutan Tabel 4.36 Nilai Koefisien Manning Saluran Drainase di Lokasi Studi
Bentuk
No. Kode Saluran Lokasi Bahan Saluran n
Saluran
4 S4 Jl. Saxophone Pasangan Batu Segiempat 0,023
5 S5 Jl. Saxophone Cor Beton Segiempat 0,015
6 S6 Jl. Simpang Candi Panggung Pasangan Batu Segiempat 0,023
7 S7 Jl. Arumba Cor Beton Segiempat 0,015
8 S8 Cluster Akordion Regency Pasangan Batu Segiempat 0,023
9 S9 Jl. Akordion Pasangan Batu Segiempat 0,023
10 S10 Jl. Akordion Beton Segiempat 0,015
11 S11 Jl. Sudimoro Pipa Lingkaran 0,015
12 S12 Jl. Raya Permata Jingga Pasangan Batu Trapesium 0,023
13 S13 Jl. Soekarno Hatta Pasangan Batu Segiempat 0,023
14 S14 Jl. Candi Sari Utara Cor Beton Segiempat 0,015
15 S15 Jl. Candi Sari Utara Pasangan Batu Segiempat 0,023
16 S16 Jl. Soekarno Hatta Cor Beton Segiempat 0,015
17 S17 Jl. Soekarno Hatta Cor Beton Segiempat 0,015
18 S18 Jl. Soekarno Hatta Cor Beton Segiempat 0,015
19 S19 Jl. Soekarno Hatta Pasangan Batu Segiempat 0,023
20 S20 Jl. Raya Bukirsari Cor Beton Segiempat 0,015
21 S21 Jl. Candi Mendut Selatan Pasangan Batu Segiempat 0,023
22 S22 Jl. Cengger Ayam Pasangan Batu Segiempat 0,023
23 S23 Jl. Cengger Ayam Pipa Lingkaran 0,015
24 S24 Jl. Bantaran Gang V G Pasangan Batu Segiempat 0,023
25 S25 Jl. Candi Menut IV Pipa Lingkaran 0,015
26 S26 Jl. Candi Mendut IV Pasangan Batu Segiempat 0,023
27 S27 Jl. Terusan Bantaran II Pasangan Batu Segiempat 0,023
28 S28 Jl. Candi Sewu Pasangan Batu Segiempat 0,023
29 S29 Jl. Candi Sewu Cor Beton Segiempat 0,015
30 S30 Jl. Candi Sewu Cor Beton Segiempat 0,015
31 S31 Jl. Candi Waringin Pasangan Batu Segiempat 0,023
32 S32 Jl. Letjend S. Parman Pasangan Batu Segiempat 0,023
33 S33 Jl. Karya Timur Pasangan Batu Segiempat 0,023
34 S34 Jl. Letjend S. Parman Pasangan Batu Segiempat 0,023
35 S35 Jl. Taman Siswa Pasangan Batu Segiempat 0,023
36 S36 Jl. Letjend S. Parman Pasangan Batu Trapesium 0,023
37 S37 Jl. Karya Timur Cor Beton Segiempat 0,015
38 S38 Jl. Karya Timur Cor Beton Segiempat 0,015
39 S39 Jl. Simpang Tenaga Selatan II Pasangan Batu Segiempat 0,023
40 S40 Jl. Sunandar Priyo Sudarmo Pasangan Batu Segiempat 0,023
41 S41 Jl. Sunandar Priyo Sudarmo Pasangan Batu Segiempat 0,023
42 S42 Jl. Sunandar Priyo Sudarmo Pasangan Batu Segiempat 0,023
43 S43 Jl. Sunandar Priyo Sudarmo Pasangan Batu Segiempat 0,023
Sumber: Hasil Survei (2021).
Berikutnya menghitung nilai kecepatan aliran (v) dengan rumus manning dan debit
saluran eksisting dengan perhitungan sebagai barikut: (Contoh pada S1 Jl.Rebab)
90

V = x x

= x x

= 2,89 m/dt
Q = V.A
= 2,89 . 0,30
= 0,88 m3/dt
Hasil pehitungan Qsaluran untuk tiap tiap saluran drainase di lokasi studi selengkapnya
ditunjukan pada tabel berikut
Tabel 4. 37 Perhitungan Debit Eksisting Saluran Drainase Lokasi Studi
91
92

Lanjutan Tabel 4.37 Perhitungan Debit Eksisting Saluran Drainase Lokasi Studi

Sumber: Hasil Perhitungan (2021)


93

4.4 Evaluasi Saluran Eksisting


Dari perhitungan analisa kapasitas saluran eksisting dapat dibandingkan dengan debit
banjir rancangan untuk menentukan kondisi saluran tersebut dapat dikatakan layak atau
tidak. Berikut merupakan hasil perbandingan antara debit banjir rancangan dengan kapasitas
saluran eksisting yang ada.
Tabel 4. 38 Perbandingan Kapasitas Saluran dengan Debit Banjir Rencana Tiap Saluran
Debit
Debit
Kode Banjir Selisih
No Lokasi eksisting Keterangan
Saluran Rencana
m3/dt m3/dt m3/dt
1 S1 Jl. Organ - Jl. Rebab 0,875 0,694 0,182 Memenuhi
2 S2 Jl. Rebab 3,873 0,762 3,111 Memenuhi
Perumahan Griya
3 S3 Saxophone 3,444 3,265 0,180 Memenuhi
4 S4 Jl. Saxophone 11,822 4,889 6,933 Memenuhi
5 S5 Jl. Saxophone 3,747 2,293 1,454 Memenuhi
Jl. Simpang Candi
6 S6 Panggung 12,296 10,685 1,611 Memenuhi
7 S7 Jl. Arumba 1,460 0,480 0,980 Memenuhi
8 S8 Cluster Akordion Regency 6,338 0,367 5,971 Memenuhi
9 S9 Jl. Akordion 0,396 0,225 0,170 Memenuhi
10 S10 Jl. Akordion 12,746 3,815 8,930 Memenuhi
11 S11 Jl. Sudimoro 7,528 2,748 4,779 Memenuhi
12 S12 Jl. Raya Permata Jingga 23,314 13,345 9,968 Memenuhi
13 S13 Jl. Soekarno Hatta 26,785 23,206 3,578 Memenuhi
14 S14 Jl. Candi Sari Utara 1,183 0,246 0,936 Memenuhi
Tidak
15 S15 Jl. Candi Sari Utara 13,821 26,208 -12,387 Memenuhi
Tidak
16 S16 Jl. Soekarno Hatta 0,096 0,183 -0,086 Memenuhi
Tidak
17 S17 Jl. Soekarno Hatta 0,739 0,877 -0,138 Memenuhi
Tidak
18 S18 Jl. Soekarno Hatta 0,816 0,940 -0,125 Memenuhi
19 S19 Jl. Soekarno Hatta 24,957 16,136 8,822 Memenuhi
20 S20 Jl. Raya Bukirsari 1,638 1,200 0,438 Memenuhi
21 S21 Jl. Candi Mendut Selatan 23,020 19,930 3,091 Memenuhi
22 S22 Jl. Cengger Ayam 16,248 2,507 13,740 Memenuhi
23 S23 Jl. Cengger Ayam 1,895 0,559 1,336 Memenuhi
24 S24 Jl. Bantaran Gang V G 8,601 5,888 2,713 Memenuhi
Tidak
25 S25 Jl. Candi Mendut IV 0,231 0,322 -0,092 Memenuhi
26 S26 Jl. Candi Mendut IV 26,064 23,873 2,192 Memenuhi
27 S27 Jl. Terusan Bantaran II 8,730 6,810 1,920 Memenuhi
Tidak
28 S28 Jl. Candi Sewu 19,044 30,135 -11,092 Memenuhi
29 S29 Jl. Candi Sewu 0,993 0,384 0,610 Memenuhi
30 S30 Jl. Candi Sewu 0,782 0,770 0,012 Memenuhi
94

Lanjutan Tabel 4.38 Perbandingan Kapasitas Saluran dengan Debit Banjir Rencana Tiap
Saluran
Debit
Debit
Kode Banjir Selisih
No Lokasi eksisting Keterangan
Saluran Rencana
m3/dt m3/dt m3/dt
31 S31 Jl. Candi Waringin 34,517 34,222 0,295 Memenuhi
Tidak
32 S32 Jl. Letjend S. Parman 0,278 0,998 -0,720 Memenuhi
Tidak
33 S33 Jl. Karya Timur 8,184 38,676 -30,492 Memenuhi
34 S34 Jl. Letjend S. Parman 19,635 1,267 18,368 Memenuhi
35 S35 Jl. Taman Siswa 33,380 32,559 0,822 Memenuhi
36 S36 Jl. Letjend S. Parman 35,771 35,511 0,260 Memenuhi
37 S37 Jl. Karya Timur 0,958 0,429 0,529 Memenuhi
38 S38 Jl. Karya Timur 52,106 37,983 14,123 Memenuhi
Jl. Simpang Tenaga
39 S39 Selatan II 47,884 44,869 3,015 Memenuhi
Jl. Sunandar Priyo
40 S40 Sudarmo 0,372 0,167 0,205 Memenuhi
Jl. Sunandar Priyo
41 S41 Sudarmo 0,862 0,484 0,378 Memenuhi
Jl. Sunandar Priyo
42 S42 Sudarmo 48,503 48,032 0,471 Memenuhi
Jl. Sunandar Priyo
43 S43 Sudarmo 44,825 43,533 1,292 Memenuhi
Sumber: Hasil Pehitungan (2021)
4.4.1 Kondisi Saluran Eksisting Tidak memenuhi
Dari hasil evaluasi kapasitas saluran didapat beberapa saluran tidak dapat
menampung debit banjir rancangan dengan kala ulang 10 tahun, diantaranya saluran yang
berlokasi pada:
a. Jalan Candi Sari Utara (Saluran S15)
Pada saluran S15 ini merupakan saluran yang dialiri air dari jalan soekarno hatta dan
Jalan Borobudur yang merupakan daerah rawan terjadinya genangan yang
merupakan Kawasan yang cukup padat di Kota Malang mulai dari Kawasan
pertokoan, Kampus, dan Pemukiman. Berikut gambar kondisi saluran S15

Gambar 4. 12 Kondisi Saluran S15


Sumber: Hasil Survei (2021)
95

b. Jalan Soekarno Hatta (Saluran S16, S17, dan S18)


Saluran yang berada di Jl. Soekarno Hatta ini banyak yang tertutup akibat banyaknya
kawasan pertokoan dan juga sampah sehingga menghambat aliran yang dapat
meningkatkan resiko terjadinya masalah. Berikut gambar saluran yang ada pada Jl.
Soekarno Hatta

Gambar 4. 13 Kondisi Saluran S16, S17, dan S18


Sumber: Hasil Survei (2021)
c. Jl. Candi Mendut (Saluran S25)
Lokasi saluran ini terletak pada perumahan dan memilikin permukaan yang agak curam
tetapi untuk saluran drainasenya yang ada hanya ada pipa gorong-gorong kecil untuk
mengalirkan air hujan ke saluran sekundernya. Berikut merupakan kondisi saluran
tersebut

Gambar 4. 14 Kondisi Saluran S25


Sumber: Hasil Survei (2021)
d. Jalan Candi Sewu (Saluran S28)
Air yang mengalir di saluran ini berasal dari arah saluran yang ada di Jl. Borobudur.
Dalam perhitungan debit banjir rencana yang ada di saluran ini cukup besar melebihi
kapasitas saluran tersebut. Saluran ini juga berada sangat dekat dengan wilayah
pemukiman padat penduduk Berikut merupakan kondisi saluran S28.
96

Gambar 4. 15 Kondisi Saluran S28


Hasil Survei (2021)

e. Jalan Letjn. S.Parman (Saluran S32)


Lokasi ini merupakan jalan protokol yang ada di kota malang.Pada jalan tersebut banyak
kawasan pertokoan, supermarket, perhotelan dan kawasan jasa lainnya. Saluran ini
merupakan saluran tersier yang digunakan untuk mengurangi limpasan permukaan yang
ada di pada jalan protokol tersebut. Berikut merupakan kondisi saluran S32

Gambar 4. 16 Kondisi Saluran S32


Sumber: Hasil Survei (2021)
f. Jalan Karya Timur (Saluran S33)
Pada lokasi saluran ini terletak pada kawasan indsutri dan dekat sekali pemukiman.
Kondisi saluran ini diperburuk dengan banyaknya sampah dan sedimen yang mengendap
sehingga memilki potensi untuk menimbulkan masalah. Berikut merupakan kondisi
saluran S33

Gambar 4. 17 Kondisi Saluran S33


Sumber: Hasil Survei (2021)
97

Dari hasil perhitungan evaluasi saluran drainase maka dapat digambarkan Peta Hasil
Evaluasi Saluran Drainase sebagai barikut:

Gambar 4. 18 Peta Hasil Evaluasi Saluran Drainase


Sumber: Hasil Perhitungan (2021)

4.4.2 Kalibrasi Debit Rancangan


Penggunaan kala ulang pada studi ini berdasarkan tabel tipologi kota yang ditinjau.
Penentuan kala ulang pada debit rencana perlu dikalibrasi dengan data genangan historis
pada lokasi studi. Genangan yang didapatkan dengan perhitungan kala ulang 5 tahun akan
dibandingkan dengan pengukuran genangan hsitoris yang didapat. Berikut merupakan
kejadian genagan yang ada di Jalan Borobudur.

Gambar 4. 19 Genangan Lokasi Studi


Sumber: Hasil Survei (2021)
98

Hasil pengukuran pada lokasi studi dapat digambarkan dengan aplikasi QGIS,
sehingga didapatkan peta sebagai berikut

Gambar 4. 20 Peta Genangan Lokasi Studi.


Sumber: Hasil Penggambaran QGIS (2021)
Hasil pengukuran genangan tersebut diketahui luas genangan mencapai 1,4 ha
dengan kedalaman sekitar 0,1 - 0,5 meter dengan durasi selama 1-2 jam. Selanjutnya akan
dihitung volume dari genangan maksimum sebagai berikut:
Luas genangan maksimum = 1,40 ha
= 14.000 m2
Tinggi genangan maksimum = 0,5 m
Volume genangan maksimum= Luas genangan maksimum x Tinggi genangan maksimum
= 14.000 x 0,5
= 7000 m3
Hasil volume genangan maksimum lalu dibandingkan dengan volume genangan
hitung untuk kalibrasi penentuan kala ulang yang digunakan. Berikut perbandingan antara
volume genangan maksimum dengan volume genangan hitung:
Volume genangan maksimum= 7000 m3
Volume genangan hitung = 7004,655 m3
99

Dari perbandingan kedua nilai volume tersebut dapat diketahui hanya sedikit
perbedaan sehingga dapat disimpulan pengunaan kala ulang yang digunakan tepat dengan
keaadaan aktual di lokasi studi

4.5 Alternatif Penanganan


Upaya penanganan masalah pada lokasi studi akan menggunakan sistem penanganan
tergantung kondisi pada saluran drainase. Alternatif penanganan dipilih berdasarkan kondisi
sekitar lokasi dan besarnya debit rancangan yang perlu direduksi. Berikut ini adalah
alternatif penanganan yang akan digunakan:
Tabel 4. 39 Pemilihan Upaya penagangan Genangan
Q genangan Upaya Penanganan
No Kode Lokasi Saluran Perubahan Kolam Pemanen
m3.dt
dimensi Detensi Air Hujan
1 S15 Jl. Candi Sari Utara 12,39 Ya
2 S16 Jl. Soekarno Hatta 0,09 Ya
3 S17 Jl. Soekarno Hatta 0,14 Ya
4 S18 Jl. Soekarno Hatta 0,12 Ya
5 S25 Jl. Candi Mendut IV 0,09 Ya
6 S28 Jl. Candi Sewu 11,09 Ya
7 S32 Jl. Letjend S. Parman 0,72 Ya
8 S33 Jl. Karya Timur 30,49 Ya
Sumber: Hasil Analisa, 2021

4.5.1 Perubahan Dimensi Saluran


Perubahan dimensi saluran dengan memperbesar dimensi guna menambah kapasitas
saluran agar saluran tersebut dapat menampung besarnya debit rencana yang telah dihitung.
Pada studi ini, saluran yang akan diperbesar dimensinya adalah Saluran S16, S17, S18, S28,
S32 dan S33. Berikut contoh perhitungan perencanaan dimensi baru yang dilakukan pada
saluran S16.
Contoh Perhitungan rehabilitasi saluran pada saluran S16 dengan kala ulang 10 tahun:
a. Saluran eksisting memiliki penampang berbentuk segiempat
b. Panjang saluran memiliki Panjang 81,433 meter dan slope 0,00014
c. Diketahui:
Beksisting = 0,5 m
Heksisting = 0.5 m
Untuk menentukan dimensi baru menggunakan metode trial and error dan direncanakan
dimensi baru yaitu:
Bbaru = 0,5 m
100

Hbaru = 0,9 m
hair = 0,69 m
d. Setelah menentukan dimensi baru lalu menghitung debit kapasitas baru dengan cara:
A = Luas saluran
=BxH
= 0,5 x 0,9
= 0,45 m2
P = Keliling basah
= B + 2h
= 0,5 + 2.0,69
= 1,88 m
R = Jari-jari hidrolik

= 0,24 m
V = Kecepatan Aliran

= x x

= x x

= 0,44 m/dt
Qbaru =AxV
= 0,45 x 0,44
= 0,20 m3/dt
Berdasarkan perhitungan tersebut, debit kapasitas yang baru sebesar 0,20 m3/dt dan
pada saluran tersebut akan dialiri debit rencana sebesar 0,18 m3/dt sehingga perubahan
dimensi saluran dapat menampung debit rencana yang ada tanpa menimbulkan genangan.
Hasil perhitungan saluran yang lain akan disajikan pada tabel berikut
101

Tabel 4. 40 Hasil Perhitungan Perubahan Dimensi Saluran

Sumber: Hasil Perhitungan, 2021


Dari hasil perhitungan perubahan dimensi saluran dapat dilihat bahwa Qbaru lebih besar dibandingkan nilai Qrencana sehingga saluran
tersebut dapat mengalirkan air buangan dengan baik tanpa adanya genangan
101
102

4.5.2 Kolam Detensi


Untuk alternatif penanganan ini dibutuhkan ketersediaan lahan yang cukup luas
untuk membuat kolam retensi. Kolam retensi ini dibuat dekat dengan badan sungai. Upaya
penanganan ini hanya dilakukan pada saluran S15 karena memiliki ketersediaan lahan yang
cukup luas untuk dibangunnya kolam retensi, Berikut gambar kondisi lapangan pada saluran
S15

Gambar 4. 21 Kondisi Sekitar Saluran S15


Sumber: Hasil Survei (2021).
Dilihat dari kondisi saluran sekitar dapat diketahui bahwa daerah tersebut memiliki
lahan potensial untuk dibuat kolam detensi guna menampung sementara kelebihan debit
yang ada pada saluran S15. Berikut merupakan Peta yang dibuat untuk mengetahui besarnya
luas daerah potensial menggunakan aplikasi QGIS.

Gambar 4. 22 Perencanaan Kolam Detensi


Sumber: Hasil Penggambaran QGIS (2021)
103

Dari hasil kondisi lapangan tersebut didapat luas ketersediaan lahan sebesar 4940 m2
dan mampu dibuat kolam retensi berbentuk segiempat dengan luas 3520 m2. Untuk volume
genangan yang ada dapat ditampung sementara menggunakan kolam detensi sehingga
genangan tidak mengganggu aktivitas masyarakat. Volume genangan didapatkan dari debit
genagan yang terjadi kemudian dikalikan dengan waktu konsentrasi yang digunakan untuk
menghitung debit rencana. Berikut merupakan perhitungan volume dan penentuan dimensi
kolam retensi pada saluran S15 yang berlokasi di Jl. Candi Sari Utara.
a. Debit genangan = 12,387 m3/dt
b. Waktu Konsentrasi (Tc) = 0,157 jam
= 0,157 x 3600
= 565,500 detik
c. Volume Genangan = 12,387 x 565,500
= 7004,655 m3
d. Luas ketersediaan Lahan = 4940 m2
Dengan ketersediaan lahan yang ada dapat menentukan dimensi kolam retensi, lalu
dapat dibuat tabel hubungan antara luas kolam dengan kedalaman kolam untuk mendapatkan
besarnya kapasitas volume yang dapat ditampung oleh kolam. Perhitungan luas, kedalaman
serta volume tampungan sebagai berikut
a. Luas ketersediaan lahan = 4940
b. Volume genagan = 7004,655 m3
c. Luas tampungan = 3536 m2
d. Volume tampungan kedalaman 0,5 m:
Volume = Luas tampungan x Kedalaman
Volume tampungan dengan kedalaman 0,5 m 2,5 m disajikan pada tabel berikut.
Tabel 4.41 Hubungan antara luas tampungan dengan kedalaman kolam untuk mendapatkan
volume tampungan.
Panjang (m) Lebar (m) Luas Tampungan (m2) Kedalaman Kolam (m) Volume (m3)
68 52 3536 0,2 707
68 52 3536 0,4 1414
68 52 3536 0,6 2122
68 52 3536 0,8 2829
68 52 3536 1 3536
68 52 3536 1,2 4243
68 52 3536 1,4 4950
68 52 3536 1,6 5658
104

Lanjutan Tabel 4.41 Hubungan antara luas tampungan dengan kedalaman kolam untuk
mendapatkan volume tampungan.
Panjang (m) Lebar (m) Luas Tampungan (m2) Kedalaman Kolam (m) Volume (m3)
68 52 3536 1,8 6365
68 52 3536 2 7072
68 52 3536 2,2 7779
68 52 3536 2,4 8486
Sumber: Hasil Perhitungan, 2021.
Dari hasil perhitungan didapatkan kedalaman yang dibutuhkan untuk menampung
debit rencana yang ada adalah 2 m dengan volume tampungan 7072 m3
Tabel 4. 42 Hasil Perencanaan Dimensi Kolam Detensi
Dimensi Kolam Luas Ketersediaan Lahan Volume
Ketersediaan
No Kode Panjang Lebar Kedalaman Tampungan Genangan Tampungan
Lahan
M m m m2 m2 m3 m3
1. S15 68 52 2 4940 3536 7004,655 7072
Sumber: Hasil Perhitungan, 2021.
Berdasarkan hasil perencaan kolam detensi dapat diketahui bahwa genangan rencana
dapat ditampung oleh kolem detensi dengan kedalaman 2 m. Kolam detensi digunakan untuk
penampungan sementara. Sehingga diperlukan bangunan pengatur di outlet pada kolam
detensi untuk pengaman agar saluran yang berada pada outlet kolam detensi aman. Berikut
merupakan perencanaan bangunan pintu pengatur pada outlet.
Faktor aliran tenggelam (K) = 0,8
Koefisien debit (µ) =1
Tinggi bukan pintu (a) = 0,2 m
Jumlah pintu =1
Lebar pintu (b) = 1,5 m
Percepatan gravitasi (g) = 9,81 m/dt2
Tinggi muka air (h) = 0,2 m
Debit yang lewat (Q) =Kxµxaxbx
= 0,8 x 1 x 0,2 x 1,5 x
= 0,475 m3/dt
Berdasarkan hasil perhitungan dengan dimensi pintu pengatur dengan lebar 1,5 m
dan dibuka sebesar 0,2 m pada saat tinggi muka air 0,2 m adalah 0,475 m3/dt. Perhitungan
selanjutnya akan ditampilkan pada tabel dan grafik berikut.
105

Tabel 4.43 Perhitungan Bukaan Pintu dengan Tinggi air


Tinggi Bukaan Pintu (m)
Tinggi
Muka air (m3/dt)
(m) 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6 1,8 2
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0,2 0,475 0,475 0,475 0,475 0,475 0,475 0,475 0,475 0,475 0,475
0,4 0,672 1,345 1,345 1,345 1,345 1,345 1,345 1,345 1,345 1,345
0,6 0,823 1,647 2,470 2,470 2,470 2,470 2,470 2,470 2,470 2,470
0,8 0,951 1,902 2,853 3,803 3,803 3,803 3,803 3,803 3,803 3,803
1 1,063 2,126 3,189 4,252 5,315 5,315 5,315 5,315 5,315 5,315
1,2 1,165 2,329 3,494 4,658 5,823 6,987 6,987 6,987 6,987 6,987
1,4 1,258 2,516 3,774 5,031 6,289 7,547 8,805 8,805 8,805 8,805
1,6 1,345 2,689 4,034 5,379 6,723 8,068 9,413 10,757 10,757 10,757
1,8 1,426 2,853 4,279 5,705 7,131 8,558 9,984 11,410 12,836 12,836
2 1,503 3,007 4,510 6,014 7,517 9,020 10,524 12,027 13,531 15,034
Sumber: Hasil Pehitungan (2021)

Pola Operasi Pintu


2 a = 0,2
a = 0,4
a = 0,6
1,5 a = 0,8
Tinggi Bukaan Pintu (m)

a=1
a = 1,2
a = 1,4
1
a = 1,6
a = 1,8
a=2
0,5

0
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Debit (m3/dt)

Gambar 4. 23 Hubungan antara Tinggi Bukaan Pintu dengan Tinggi Muka Air Hulu
Sumber: Hasil Pehitungan (2021).
Dari hasil perhitungan didapatkan pola operasi pintu untuk mengatur jumlah debit yang
keluar dari kolam detensi agar saluran S15 yang memiliki kapasitas debit maksimum sebesar
13,82 m3/dt mampu menampung debit keluaran yang berasal dari kolam detensi. Elevasi
pada outlet kolam detensi juga harus diperhatikan agar tidak melebihi tampungan maksimum
pada saluran S15, Elevasi maksimum pada saluran S15 didapat dari kapasitas saluran
106

tersebut sebesar 13,82 m3/dt dengan elevasi muka air maksimum pada outlet saluran adalah
+485,58 dengan dasar saluran pada outlet +483,89. Berikut merupakan gambar sketsa pintu
sebagai pengatur outlet pada kolam detensi untuk melihat elevasi maksimum yang dapat
ditampung pada saluran S15.

Gambar 4. 24 Sketsa Pintu Sebagai Pengatur pada Outlet Kolam Detensi.


Sumber: Hasil Perhitungan (2021)
4.5.3 Pemanen Air Hujan
Upaya penanganan genangan pada Saluran S25 pada Jalan Candi Mendut IV
menggunakan pemanen air hujan karena selisih debit rencana dengan kapasitas eksisting
hanya sedikit dan berlokasi pada padat perumahan sehingga di lokasi tersebut dapat
mengaplikasikan alat pemanen air hujan. Berikut gambar kondisi rumah sekitar lokasi pada
Saluran S25

Gambar 4. 25 Kondisi Sekitar Saluran S25


Sumber: Hasil Survei (2021).
Sistem kerja alat pemanen air hujan ini adalah air hujan yang jatuh ke atap rumah
dapat disalurkan menuju tampungan/tangka melalui talang/pipa air. Adanya pemanen air
hujan ini dapat mengurangi debit limpasan yang menuju ke saluran sehingga dapat
mengurangi beban pada saluran. Berikut langkah langkah perencanaan alat pemanen air
hujan.
107

a. Hasil evaluasi saluran diketahui bahwa saluran S25 tidak dapat menampung kelebihan
debit sebesar 0,09 m3/dt. Debit inilah yang digunakan untuk dasar perencanaan
pembuatan alat pemanen air hujan.
b. Mengitung volume genangan
c. V = 0,09 x Tc Saluran S25
= 0,09 x 0,035 jam
= 0,09 x 126
= 11,34 m3
d. Dari pengamatan lapangan pada daerah tangkapan S25 seluas 0,508 ha merupakan
daerah pemukiman. Dari hasil survey dengan batasan daerah tangkapan yang telah
dilakukan, daerah tersebut memiliki sekitar 10 bangunan yang berpotensi menerapkan
alat pemanen air hujan, sehingga beban volume per 1 alat pemanen air hujan, adalah:
V pah = 11,34 / 10
= 1,134 m3
e. Mengitung dimensi perencaan tangka alat pemanen air hujan berbentuk tabung dengan
tinggi tangki rencana sebesar 0,4m, sehingga:
r
V xt
1,134 = 3,14 r2 x 0,4

r =

= 0,35 m 0,4 m
f. Mengitung kapasitas volume dari tangka yang direncanakan:
r
V xt
= 3,14x 0,4 x 0,4
= 0,157 m3
V total = 0,157 x 10
= 1,570 m3
V genangan < V total pemanen air hujan
1,134 m3 < 1,570 m3 maka alat pemanen air hujan dapat mereduksi 100% V Reduksi
Genangan
Penanganan genangan pada lokasi studi dapat dikatakan berhasil apabila debit
berlebih dapat tereduksi dengan baik. Cara penanganan genangan diambil berdasarkan lokasi
sekitar saluran tersebut dan perbandingan antara debit rencana dengan debit yang mampu
108

ditampung oleh saluran tersebut. Untuk mengetahui hasil upaya penanganan genangan dapat
dilihat dengan tabel berikut:
Tabel 4.44 Reduksi Genangan pada Sistem Drainase Lokasi Studi
Q Upaya Penanganan
Q Q
Rehabilitasi Kolam Pemanen
No. Kode Rencana Kapasitas Genangan Keterangan
Saluran Detensi air hujan
m3/dt m3/dt m3/dt m3/dt m3/dt
1 S15 26,21 13,82 12,39 12,51 Tereduksi
2 S16 0,18 0,10 0,09 0,20 Tereduksi
3 S17 0,88 0,74 0,14 0,93 Tereduksi
4 S18 0,94 0,82 0,12 1,11 Tereduksi
5 S25 0,32 0,23 0,09 0,09 Tereduksi
6 S28 30,14 19,04 11,09 30,87 Tereduksi
7 S32 1,00 0,28 0,72 1,07 Tereduksi
8 S33 38,68 8,18 30,49 38,94 Tereduksi
Sumber: Hasil Perhitungan (2021)
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa besarnya debit genangan dapat ditampung
dengan adanya alternatif penanganan pada masing masing saluran sehingga setiap saluran
dapat mampu mengalirkan air dengan baik. Berikut merupakan sketsa perencanaan potongan
memanjang dari saluran yang dikaji ditampilkan pada gambar 4. sampai 4.
Gambar 4. 26 Potongan Memanjang Saluran S2, S3 dan S4
109
110

Gambar 4. 27 Potongan Memanjang Saluran S6 dan S19


Gambar 4. 28 Potongan Memanjang Saluran S22, S24 dan S27
111
112

Gambar 4. 29 Potongan Memanjang Saluran S21, S26 dan S35


Gambar 4. 30 Potongan Memanjang Saluran S36, S38, dan S43.
113
114

Gambar 4. 31 Potongan Memanjang Saluran S8 dan S10.


Gambar 4. 32 Potongan Memanjang Saluran S10 dan S12.
115
116

Gambar 4. 33 Potongan Memanjang Saluran S11, S13 dan S15.


Gambar 4. 34 Potongan Memanjang Saluran S15 dan S28.
117
118

Gambar 4. 35 Potongan Memanjang Saluran S31, S33, dan S39.


Gambar 4. 36 Potongan Memanjang Saluran S38 dan S42.
119
120

(halaman ini sengaja dikosongkan)


BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa yang dilakukan pada studi ini, didapatkan hasil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Hasil perhitungan debit rancangan dengan kala ulang 10 tahun untuk 43 saluran yang
ada pada lokasi studi diperoleh dari penjumlahan debit air hujan dengan debit air kotor
yang diproyeksikan selama 10 tahun ke depan dengan nilai debit rancangan pada
terkecil sebesar 0,167 m3/dt pada S40 di Jalan Sunandar Priyo Sudarmo dan terbesar
sebesar 48,032 m3/dt pada S42 di Jalan Sunandar Priyo Sudarmo.
2. Hasil dari perhitungan debit rancangan digunakan untuk mengevaluasi saluran yang ada
di lokasi studi. Dari hasil evaluasi kapasitas 43 saluran yang ada pada lokasi studi
dengan proyeksi debit air kotor selama 10 tahun ke depan didapatkan 8 saluran yang
tidak mampu menampung besarnya debit rancangan sehingga diperlukan alternatif
penanganan.
3. Alternatif penanganan yang dipiih pada 8 saluran yang tidak dapat menampung
besarnya debit rancangan berdasarkan kondisi sekitar lokasi saluran. Alternatif
penanganan yang digunakan adalah perubahan dimensi saluran, kolam detensi, dan alat
pemanen air hujan pada pemukiman. Rehabilitasi saluran dengan mempebesar dimensi
saluran sebesar 0,1 m 1,3 m yang dilakukan pada 6 saluran. Penanganan menggunakan
perencanaan kolam detensi dilakukan pada saluran yang memiliki lahan potensial seluas
4940 m2 dan mampu dibuat kolam detensi berbentuk segiempat dengan luas 3520 m2
yang memiliki volume sebesar 7072 m3 dengan pintu pengatur memiliki lebar 1,5 m
pada outlet kolam detensi dan elevasi maksimum pada saluran yang ada di outlet
+485,58. Penerapan bangunan air hujan diterapkan pada daerah pemukiman, dengan
jumlah rumah yang potensial menggunakan alat pemanen air hujan sebanyak 10 rumah
yang berasal dari hasil survey dengan ukuran dimensi tangki pemanen hujan berbentuk
tabung yang meiliki ukuran jari jari 0,4 m dan tinggi 0,4 m untuk menampung debit
rencana dengan kala ulang 10 tahun dan total volume yang dapat ditampung dengan alat
pemanen hujan sebesar 0,157 m3 yang diterapkan pada 10 bangunan.

121
122

5.2 Saran
Setelah melakukan analisa dan penarikan kesimpulan pada masalah yang ada di lokasi
studi ini maka ada beberapa saran penulis yang semoga dapat bermanfaat. Beberapa
saran tersebut adalah:
1. Dilihat dari konidisi eksisting saluran diperlukan perhatian masyarakat dalam
penanggulangan genangan untuk tidak membuang sampah pada saluran dan mendirikan
bangunan permanen dekat daerah saluran darainase.
2. Menoptimalkan pemeliharaan saluran seperti pembersihan lokasi saluran dari sedimen
dan sampah agar saluran tersebut dapat bertahan sesuai umur rencana
3. Untuk instasi pemegang kebijakan diharapkan untuk membuat relugasi yang tegas
dengan berdirinya bangunan yang berada pada dekat saluran, dan mengatur terkait lahan
terbuka hijau agar tidak dimanfaatkan tanpa memperhatikan aspek lingkungan yang
berdampak buruk bagi masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai