PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seiring dengan pesatnya perkembangan Provinsi Papua dari segi
infrastruktur, Kabupaten Jayapura sebagai kabupaten pertama yang dibentuk di
Provinsi Papua pun mengalami pertumbuhan yang sangat signifikan baik dari segi
pertumbuhan penduduk, aktivitas ekonomi dan transportasi yang berimbas pada
berbagai permasalahan penduduk, aktifitas ekonomi dan transportasi yang
berimbas pada berbagai permasalahan salah satunya adalah permasalahan sistem
drainase perkotaan. Pada umumnya penanganan masalah drainase di beberapa
daerah di Papua masih bersifat parsial, sehingga tidak menyelesaikan
permasalahan banjir dan genangan secara tuntas. Pengelolaan drainase perkotaan
harus dilaksanakan secara menyeluruh, dimulai dari tahap perencanaan,
pelaksanaan konstruksi dan pemeliharaan, serta ditunjang dengan peningkatan
kelembagaan serta partisipasi masyarakat. Pentingnya menanamkan pemahaman
mengenai drainase kepada pihak yang terlibat baik pelaksana maupun masyarakat
perlu dilakukan secara kontinu agar penanganan dapat dilakukan secara maksimal,
karna sistem drainase perkotaan merupakan salah satu elemen infrastruktur
perkotaan yang sangat penting. Maju dan tidaknya sebuah kota dapat dinilai dari
kondisi sistem drainasenya.
Banjir merupakan fenomena alam yang biasa terjadi disuatu kawasan yang
banyak dilalui oleh aliran sungai. Secara sederhana banjir dapat didefinisikan
1
sebagai meluapnya air di suatu kawasan luas sehingga menutupi permukaaan
bumi di sekitar kawasan tersebut.
Secara geografis Distrik Sentani terletak pada 2,29° - 2,36° LS dan 140,26°
BT dengan cakupan luas wilayah administrasi 225,9 km² yang topografinya
sangat bervariasi mulai dari lembah, gunung, rawa, hingga perbukitan. Sebagai
kawasan terpadat di Kabupaten Jayapura dengan jumlah penduduk 72,443 jiwa
pada tahun 2021, Distrik Sentani tidak terlepas dari fenomena banjir dan
genangan air pada musim penghujan.
Distrik Sentani dengan luas Catchment Area banjir 617 ha dengan tinggi
genangan 0,1-0,4 m dan lama genangan 2-8 jam/hari dipilih sebagai daerah
penelitian karena terdapat banyak genangan air di lokasi pusat penduduk,
perekonomian, akses jalan, dan tempat pelayanan public dan kawasan ini
merupakan daerah yang paling sering tergenang air hujan dan dilanda banjir.
Dampak dari genangan yang sangat sering terjadi sangat merugikan baik
secara langsung maupun tidak langsung ini harus ditangani, maka dari itu penulis
tertalik untuk melakukan penelitian secara mendalam dengan mengajukan judul
tugas akhir “Evaluasi Sistem Drainase Dalam Upaya Menganggulangi Banjir
di Distrik Sentani Kabupaten Jayapura” yang diharapkan dapat
mengidentifikasi permasalahan banjir dan genangan di Distrik Sentani dengan
2
meninjau kembali kinerja drainase yang ada dan menemukan alternatif
pengendalian banjir yang tepat.
3
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian diatas dalam permasalahan pasti mempunyai tujuan
yang ingin dicapai, sehingga akan mendapatkan hasil atau jawaban untuk
keberhasilan. Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah :
BAB 1 PENDAHULUAN
4
Bab ini berisi pendahuluan yang menguraikan tentang latar belakang, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian, dan
sistematika penulisan.
Pada bab ini dijabarkan uraian teoritis tentang analisa sistem drainase, yang
meliputi penjelasan drainase, debit banjir rencana dan analisis hidrolika saluran
drainase.
Pada bab ini dijelaskan metodologi mencakup konsep berpikir, pengambilan data,
analisa data, dan berbagai pendekatan yang dipakai dalam pelaksanaan pekerjaan.
Pada bab ini membahas tentang kondisi lokasi studi dan hasil studi terdahulu yang
mencakup konsep-konsep pengendalian banjir yang sudah ada, sistem pengelolaan
drainase, dan hal lain yang berkaitan. Selain itu juga dipaparkan kondisi topografi
serta catchment area dan pola aliran drainase eksisting berdasarkan survey
lapangan terkait dan akan dilakukan analisis terhadap data yang diperoleh.
Analisis meliputi analisis hidrologi dan analisis hidraulika. Analisis hidrologi
mencakup: analisis terhadap curah hujan dengan tujuan untuk dapat melakukan
ramalan terhadap distribusi curah hujan; dan analisis debitbanjir untuk penentuan
debit banjir maksimum periode tertentu dan seterusnya. Analisis hidraulika
mencakup: analisis kapasitas saluran dan debit maksimum saluran.
Pada bab ini membahas tentang kesimpulan dari butir–butir hasil analisa dan
pembahasan yang telah dilakukan. Kesimpulan juga disertai dengan rekomendasi
saran yang ditujukan untuk penelitian selanjutnya atau untuk penerapan hasil
penelitian di lapangan.
5
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Drainase
Drainase (drainage) yang berasal dari kata kerja ‘to drain ‘ yang berarti
mengeringkan atau mengalirkan air, adalah terminologi yang digunakan untuk
menyatakan sistem-sistem yang berkaitan dengan penanganan masalah kelebihan air,
baik di atas maupun di bawah permukaan tanah.
1. Pemukiman
2. Kawasan industry dan perdagangan
3. Kampus dan sekolah
4. Rumah sakit dan fasilitas umum
5. Lapangan olahraga
6. Lapangan parkir
7. Instalasi militer, listrik, telekomunikasi
8. Pelabuhan udara
Saat ini sistem drainase sudah menjadi salah satu infrastruktur perkotaan yang
sangat penting. Kualitas drainase perkotaan sangat berpengaruh dari sistem kota itu
sendiri. Beberapa pengertian drainase menurut beberapa sumber adalah sebagai
berikut :
6
a) Menurut Gunadarma (2007:3) dalam Drainase Perkotaan merupakan sistem
pengeringan dan pengaliran air dari wilayah perkotaan yang meliputi :
pemukiman, kawasan industri dan perdagangan, sekolah, rumah sakit, fasilitas
umum lainnya, lapangan olahraga, lapangan parkir, instalasi militer, instalasi
listrik dan telekomunikasi, pelabuhan udara, pelabuhan laut/sungai serta
tempat lainnya yang merupakan bagian dari sarana kota.
b) Menurut Halim Hasmar (2012:1) dalam Drainase Terapan drainase secara
umum didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari usaha untuk
mengalirkan air yang berlebihan dalam suatu konteks pemanfaatan tertentu.
7
membuangnya ke badan air hujan dan membuangnya ke badan air (receiving waters)
terdekat.
Desain dan pembangunannya belum dilakukan dengan baik. Saluran bawah
tanah yang terbuat dari batu dan bata mengalami rembesan yang cukup besar,
sehingga kapasitasnya jauh berkurang. Pada beberapa kasus, saluran tidak
mempunyai kemiringan yang cukup, sehingga air tidak lancar (stagnant) dan terjadi
genangan dalam saluran setelah terjadi hujan. Hingga saat ini pembangunan sistem
drainase semakin lama semakin banyak dengan dikarenakan kebutuhan masyarakat
yang semakin meningkat.
Oleh karena itu sampai saat ini pemerintah harus pandai-pandai membuat dan
mengatur agar sistem drainase yang dibangun tidak menimbulkan bahaya karena
bercampurnya air kotor/air limbah dengan air bersih yang akan dikonsumsi
masyarakat. Jika tidak cegah akan banyak muncul penyakit yang dapat menyerang
masyarakat sekitar. Maka dari itu sistem drainase harus dibuat terpisah karena dari
segi kesehatan juga dari segi keuntungan dan kegunaannya.
2.1.2 Fungsi Drainase
Menurut Mulyanto (2013) Dalam bukunya “Penataan Drainase Perkotaan”
fungsi drainase adalah sebagai berikut :
8
dialirkan pergi sambil dinetralisir secara alami. Secara alami suatu badan
air seperti sungai, saluran drainase mempunyai kemampuan untuk
menetralisasi cemaran yang memasuki/terbawa alirannya dalam jumlah
terbatas/batas-batas tertentu menjadi zat-zat anorganik yang tidak
berbahaya/ tidak mencemari lingkungan.
3. Mengatur arah & kecepatan aliran
Air buangan berupa air hujan dan limbah harus diatur alirannya
melewati sistem drainase dan diarahkan ke tempat penampungan akhir atau
perairan beban di mana sistem drainase bermuara. Arah aliran akan
ditentukan melewati sistem drainase sehingga tidak menimbulkan
kekumuhan. Disamping itu kecepatan alirannya dapat diatur sebaik
mungkin sehingga tidak akan terjadi penggerusan atau pengendapan pada
saluran-saluran drainase.
4. Mengatur elevasi muka air tanah
Pada kondisi muka air tanah dangkal, daya serap lahan terhadap hujan
kecil dan dapat menambah potensi banjir. Muka air tanah yang dalam akan
menyulitkan tetumbuhan penghijauan kota untuk menyerapnya khususnya
pada musim kemarau tetapi daya serap terhadap hujan tinggi. Disamping
itu kalau terjadi penurunan muka air tanah akan terjadi pemadatan atau
subsidensi yaitu menurunnya muka tanah di atas muka air tanah.
Pemadatan ini disebabkan ruang antar butir dalam tanah yang tadinya terisi
air akan menjadi kosong sehingga tanah memadat.
5. Menjadi sumber daya air alternatif
Makin bertambahnya kebutuhan akan air makin dibutuhkannya
sumberdaya air. Daur ulang air dari sistem drainase dapat menjadi
alternatif pemenuhan akan sumberdaya air dengan beberapa syarat.
6. Di daerah pebukitan sistem drainase menjadi salah satu prasarana
mencegah erosi dan gangguan stabilitas lereng. Run off permukaan
akibat hujan yang jatuh pada daerah pebukitan akan mengalir dengan
9
kecepatan tinggi kalau tidak mengalami hambatan cukup dan menimbulkan
erosi permukaan. Untuk mengendalikannya diperlukan pembuatan sistem
drainase teknis bagi menata aliran run off permukaan maupun aliran di
dalam saluran.
2.1.3.1 Sistem yang hanya melayani pembuangan bagi air hujan saja (storm
drainage)
Menurut Mulyanto (2012:10) dalam bukunya “Penataan Draianse Perkotaan”
System ini direncanakan dengan kapasitas cukup untuk mengevakuasi air hujan
dengan frekuensi yang direncanakan. Penentuan frekuensi di bawah ini tergantung
dari kondisi lokal setempat dan pada keyakinan perencanannya tetapi juga
dipertimbangkan biaya pembuatan sistem drainase
10
a) Daerah pemukiman curah hujan yang harus dievakuasi dari frekuensi
maksimum 5 tahunan
b) Bagi daerah komersial diambil frekuensi curah hujan maksimum 10
tahunan yang harus dapat dievakuasi
c) Untuk daerah industri diambil frekuensi curah hujan maksimum 10 tahunan
yang harus dapat dievakuasi
Pada daerah dengan dua musim yang sangat berbeda, musim hujan dan
kemarau keberadaan sistem drainase ini nampak seperti suatu pemborosan karena
akan kering pada musim kemarau. tetapi dengan system ini pencemaran ke dalam air
tanah dapat sangat dibatasi. Air tanah masih menjadi sumber daya air yang sangat
penting di daerah perkotaan dan pedesaan di lndonesia. Untuk memberikan nilai
lebih, system ini dapat diberi fungsi tambahan sebagai system pengisian ulang air
tanah apabila terdapat sumberdaya air yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan
tersebut misalnya dengan mengalirkan air sungai di dekat perkotaan ke daerah
perkotaan untuk mengisi air tanah.
Keuntungan sistem drainase air hujan ini mudah dibuat dan dibersihkan
Kerugiannya adalah memerlukan lahan dengan luasan yang cukup besar, mudah
kemasukan dan dimasuki limbah khususnya sampah perkotaan
11
- tidak mengganggu estetika
- dibuat kedap air agar air di dalamnya tidak meresap ke luar dan
mencemari air tanah.
Kerugiannya :
12
merangsang masyarakat memanfaatkannya sebagai tempat rnembuang limbah baik
cair maupun padat yang menimbulkan gangguan terhadap kinerjanya. Disamping itu
air buangan dari system gabungan ini ketika dibuang memasuki perairan bebas masih
mengandung limbah/pencemar dengan kadar yang tinggi dan membahayakan
keseimbangan lingkungan hidup.
13
Gambar 2.2. Drainase Buatan
Sumber : (digambar dengan autocad 02 Maret 2022 21.35 WIT)
14
2.1.4.4 Menurut Konstruksi
a. Saluran Terbuka, yaitu saluran yang lebih cocok untuk drainase air hujan
yang terletak di daerah yang mempunyai luasan yang cukup, ataupun untuk
drainase air non-hujan yang tidak membahayakan kesehatan/mengganggu
lingkungan.
b. Saluran Tertutup, yaitu saluran yang pada umumnya sering dipakai untuk
saluran air kotor (air yang mengganggu kesehatan/lingkungan ) atau untuk
saluran yang terletak di tengah kota.
15
2.1.4.6 Pola Jaringan Drainase
1. Siku
Pola jaringan ini dibuat pada daerah yang mempunyai topografi sedikit
lebih tinggi dari sungai yang berada kota dijadikan sebagai saluran
pembuang akhir.
2. Paralel
Pada jaringan paralel, saluran utama terletak sejajar dengan saluran
cabang. Apabila terjadi perkembangan kota, saluran-saluran akan dapat
menyesuaikan diri.
16
3. Grid Iron
Pola jaringan grid iron untuk daerah sungai terletak di pinggir kota,
sehingga saluran-saluran cabang dikumpulkan dahulu pada saluran
pengumpul.
17
5. Radial
Pola jaringan radial berada pada daerah yang berbukit, sehingga pola
saluran tersebut memencar ke segala arah.
6. Jaring-Jaring
Pola jaringan jaring-jaring mempunyai saluran-saluran pembuang yang
mengikuti arah jalan raya, sehingga cocok untuk daerah topografi datar.
18
2.2 Banjir
Banjir merupakan suatu kondisi yang tidak dapat menampung air di saluran
Pemborosan (waktu) atau halangan aliran air di pipa pembuangan. ("Sistem Drainase
Perkotaan Berkelanjutan", 2004). banjir Ini adalah peristiwa alam yang dapat
menyebabkan kerusakan properti Populasi yang besar juga dapat menimbulkan
korban jiwa. Dikatakan banjir apabila terjadi luapan atau jebolan dan air banjir,
disebabkan oleh kurangnya kapasitas penampang saluran pembuang. Banjir di bagian
hulu biasanya arus banjirnya deras, daya gerusnya besar, tetapi durasinya pendek.
Sedangkan di bagian hilir arusnya tidak deras (karena landai), tetapi durasi banjirnya
panjang (Robert J. Kodoatie, Sugiyanto, 2001).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), banjir adalah berair banyak dan
deras, kadang-kadang meluap (tentang kali dan sebagainya). Banjir juga dapat
diartikan peristiwa terbenamnya daratan (yang biasanya kering) karena volume air
yang meningkat. Menurut Encyclopaedia Britannica, banjir adalah tahap air tinggi di
mana air meluap ke tepi alami atau buatan ke tanah yang biasanya kering. Dikutip
dari situs BNPB, banjir adalah peristiwa atau kejadian alami di mana sebidang tanah
atau area yang biasanya merupakan lahan kering, tiba-tiba terendam air karena
volume airBanjir dapat terjadi ketika pencairan salju atau limpasan hujan tidak dapat
disalurkan dengan tepat ke sistem drainase yang berakibat air mengalir ke daratan.
Penyumbatan drainase atau kurang tepatnya sistem drainase biasanya menjadi
penyebab banjir jenis ini. Daerah yang terjadi penyumbatan drainase akan tetap banjir
sampai sistem air hujan atau saluran air diperbaiki.
Maka dari beberapa pendapat mengenai definisi banjir dapat ditarik kesimpulan
bahwa banjir adalah suatu bencana alam yang terjadi karena meluapnya sejumlah
debit air dari sungai yang dikarenakan tingginya intensitas 6
curah hujan pada suatu daerah sehingga penampang yang ada tidak mampu lagi
menampung sejumlah debit air yang datang dari saluran drainase yang bermuara pada
19
sungai tersebut. Kesalahan pada sistem drainase juga mengakibatkan banjir di
perkotaan tidak kunjung selesai meningkat.
1. Peristiwa banjir atau genangan yang terjadi pada daerah yang biasanya terjadi
banjir.
2. Peristiwa banjir terjadi karena limpasan air dari sungai, karena debit air tidak
mampu dialirkan oleh aliran sungai atau debit air lebih besar dari kapasitas
pengaliran sungai yang ada.
1. Curah hujan
Curah hujan dapat mengakibatkan banjir apabila turun dengan intensitas
tinggi, durasi lama, dan terjadi pada daerah yang luas.
2. Pengaruh Fisiografi
Fisiografi atau geografi fisik sungai seperti bentuk, fungsi dan kemiringan
daerah pengaliran sungai (DPS), kemiringan sungai, geometrik hidrolik
(bentuk penampang seperti lebar, kedalaman, potongan memanjang, material
dasar sungai), dan lokasi sungai merupakan hal-hal yang mempengaruhi
terjadinya banjir.
20
3. Erosi dan Sedimentasi
Erosi dan sedimentasi di DPS berpengaruh terhadap pengurangan kapasitas
penampang sungai. Erosi dan sedimentasi menjadi problem klasik sungai-
sungai di Indonesia. Besarnya sedimentasi akan mengurangi kapasitas saluran,
sehingga timbul genangan dan banjir di sungai.
4. Menurunnya Kapasitas Sungai
Pengurangan kapasitas aliran banjir pada sungai dapat disebabkan oleh
pengendapan yang berasal dari erosi DPS dan erosi tanggul sungai yang
berlebihan dan sedimentasi di sungai yang dikarenakan tidak adanya vegetasi
penutup dan penggunaan lahan yang tidak tepat.
5. Pengaruh Air Pasang
Air pasang laut memperlambat aliran sungai ke laut. Pada waktu banjir
bersamaan dengan air pasang yang tinggi maka tinggi genangan atau banjir
menjadi besar karena terjadi aliran balik (back water). Contoh ini terjadi di
Kota Semarang dan Jakarta. Genangan ini dapat terjadi sepanjang tahun baik
di musim hujan dan maupun di musim kemarau.
6. Kapasitas Drainase Yang Tidak Memadai
Hampir semua kota-kota di Indonesia mempunyai drainase daerah
genangan yang tidak memadai, sehingga kota-kota tersebut sering menjadi
langganan banjir di musim hujan.
2.3 Genangan
Genangan adalah peristiwa manakala kawasan dipenuhi air karena tidak ada
drainase yang mengalirkan air tersebut keluar kawasan (Sobirin, 2007). Genangan
berhubungan erat dengan resapan dan saluran drainase. Genangan didefinisikan
sebagai sekumpulan air yang berhenti mengalir di tempat yang bukan merupakan
badan air.
21
2.4 Analisa Hidrologi
Analisa Hidrologi merupakan bidang yang sangat rumit dan kompleks. Hal ini
disebabkan oleh ketidakpastian dalam hidrologi, keterbatasan teori, dan rekaman
data, dan keterbatasan ekonomi. Hujan adalah kejadian yang tidak dapat diprediksi.
Artinya, kita tidak dapat memprediksi secara pasti seberapa besar hujan yang akan
terjadi pada suatu periode waktu (Suripin, 2004).
22
(Sumber : Google 04 Maret 2022 19.02 WIT)
Sebagian air mencari jalannya sendiri melalui permukaan dan bagian atas tanah
menuju sungai, sementara lainnya menembus masuk lebih jauh ke dalam tanah
menjadi bagian dari air-tanah (groundwater). Dibawah pengaruh gaya gravitasi, baik
aliran air-permukaan (surface streamflow) maupun air dalam tanah bergerak menuju
tempat yang lebih rendah yang akhirnya dapat mengalir ke laut. Namun, sebagian
besar air permukaan dan air bawah tanah dikembalikan ke atmosfer oleh penguapan
dan pemeluhan (transpirasi) sebelum sampai ke laut (JR dan Paulhus, 1986).
23
• Saluran sekunder : Periode ulang 5 tahun.
• Saluran primer : Periode ulang 10 tahun.
Berdasarkan prinsip dalam penyelesaian masalah drainase berdasarkan aspek
hidrologi, sebelum dilakukan analisis frekuensi untuk mendapatkan besaran hujan
rencana dengan kala ulang tertentu harus dipersiapkan data hujan berdasarkan pada
durasi harian, jam dan menit.
Dalam analisa curah hujan untuk menentukan debit banjir rencana, data curah
hujan yang dipergunakan adalah curah hujan maksimum tahunan. Hujan rata-rata
yang diperoleh dengan cara ini dianggap similar (mendekati) hujan-hujan terbesar
yang terjadi. Untuk perhitungan curah hujan rencana digunakan Distribusi Log
Normal, Distribusi Log Pearson III dan Distribusi Gumbel. Setelah didapat curah
hujan rencana dari ke empat metode tersebut, maka diambil yang paling ekstrim yang
digunakan nantinya pada debit rencana.
24
data yang tersedia dan macam dari bangunan air yang akan dibangun (Soewarno,
1995).
b. Analisa Frekuensi
Dari curah hujan rata-rata dari berbagai stasiun yang ada di daerah aliran
sungai selanjutnya dianalisis secara statistik untuk mendapatkan pola sebaran
dengan pola sebaran data curah hujan rata-rata (Soewarno, 1995).
1. Standar Deviasi (S)
Perhitungan standar deviasi digunakan rumus sebagai berikut:
√
n
∑ ( Xi−X )2 (2.1)
i=1
S=
n−1
Dimana:
25
S = Deviasi standar curah hujan
X = Nilai rata-rata curah hujan
Xi = Nilai pengukuran dari suatu curah hujan ke-i
n = Jumlah data curah hujan
26
Xi = Nilai varian ke-i
X = Nilai rata-rata
N = Jumlah data
S = Deviasi standar
4. Pengukur Kurtosis
Pengukuran kurtosis dimaksudkan untuk mengukur keruncingan dari
bentukkurva disribusi, yang umumnya dibandingkan dengan distribusi
normal yang mempunyai Ck = 3 yang dinamakan mesokurtik, Ck < 3
berpuncak tajam yang dinamakan leptokurtic, sedangkan Ck > 3
berpuncak datar dimanakan platikurtik. Perhitungan kurtosis dilakukan
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
n
1
∑ (Xi− X)4
n i =1 (2.4)
Cs= 4
S
Dimana :
Ck = Koefisien kurtoris curah hujan
n = Jumlah data curah hujan
X = Nilai rata-rata dari sampel
Xi = Curah hujan ke – i
S = Standar Deviasi
27
Dalam ilmu statistik dikenl beberapa macam distribusi frekuensi yang banyak
digunakan dalam bidang hidrologi. Berikut ini beberapa jenis distribusi frekuensi
yang digunakan dalam penelitian ini:
• Distribusi Gumbel.
• Distribusi Log Pearson Type III.
1. Distribusi Gumbel
Gumbel merupakan harga ekstrim untuk menunjukkan bahwa dalam deret
harga-harga ekstrim X1, X2, X3,...., Xn mempunyai fungsi distribusi
eksponensial ganda. Apabila jumlah populasi yang terbatas (sampel),
maka dapat didekati dengan (pers 2.5).
XT = X + S x K (2.5)
Dimana:
XT = Hujan tencana atau debit dengan periode ulang T
X = Harga rata-rata sampel dari data hujan
S = Standar deviasi (simpangan baku) sampel
K = Faktor frekuensi Gumbel
28
Y Tr =−¿
{ −¿ T R −1
TR } (2.7)
N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 0.49 0.49 0.50 0.50 0.51 0.51 0.51 0.51 0.52 0.52
20 0.52 0.52 0.52 0.52 0.52 0.53 0.53 0.53 0.53 0.53
30 0.53 0.53 0.53 0.53 0.53 0.54 0.54 0.54 0.54 0.53
40 0.54 0.54 0.54 0.54 0.54 0.54 0.54 0.54 0.54 0.54
50 0.54 0.54 0.54 0.54 0.55 0.55 0.55 0.55 0.55 0.55
60 0.55 0.55 0.55 0.55 0.55 0.55 0.55 0.55 0.55 0.55
70 0.55 0.55 0.55 0.55 0.55 0.55 0.55 0.55 0.55 0.55
80 0.55 0.55 0.55 0.55 0.55 0.55 0.55 0.55 0.55 0.55
90 0.55 0.55 0.55 0.55 0.55 0.55 0.55 0.55 0.55 0.55
100 0.56 0.56 0.56 0.56 0.56 0.56 0.56 0.56 0.55 0.56
N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 0.94 0.96 0.99 0.99 1.00 1.02 1.03 1.04 1.04 1.05
20 1.06 1.06 1.07 1.08 1.08 1.09 1.09 1.10 1.10 1.10
30 1.11 1.11 1.11 1.12 1.12 1.12 1.13 1.13 1.13 1.13
40 1.14 1.14 1.14 1.14 1.14 1.15 1.15 1.15 1.15 1.15
50 1.10 1.16 1.16 1.16 1.16 1.16 1.16 1.17 1.17 1.17
60 1.17 1.17 1.17 1.17 1.17 1.18 1.18 1.18 1.18 1.18
70 1.18 1.18 1.18 1.18 1.18 1.18 1.19 1.19 1.19 1.19
80 1.19 1.19 1.19 1.19 1.19 1.19 1.19 1.19 1.19 1.20
90 1.20 1.20 1.20 1.20 1.20 1.20 1.20 1.20 1.20 1.20
29
100 1.20 1.20 1.20 1.20 1.20 1.20 1.20 1.20 1.20 1.20
Y Tr +Y n
X Tr =X + S (2.8)
Sn
Y n S Y Tr S
¿ X− + (2.9)
Sn Sn
Atau :
1
X Tr =b+ Y Tr (2.10)
a
Dimana :
Sn Y S
a= dan b=X − n (2.11)
s Sn
30
Salah satu distribusi dari serangkaian distribusi yang dikembangkan
Pearson yang menjadi perhatian ahli sumber daya air adalah Log Pearson
III. Ada tiga parameter penting dalam Log Pearson Type III, yaitu:
a. Harga rata-rata.
b. Simpangan baku.
c. Koefisien Kemencengan.
∑ log Xi (2.12)
i=1
log X =
n
- Hitung harga simpangan baku
S=¿ ¿ (2.13)
- Hitungan Koefisien Kemencengan
n
31
Interval Kejadian (Recurrence Interval), Tahun (Periode Ulang)
10,101 12,500 2 5 10 25 50 100
K oef
Persentase Peluang Terlampaui (Percent Chance Of Being Exceeded)
.G
99 80 50 20 10 4 2 1
3 .0 -0 .6 6 7 -0 .6 3 6 -0 .3 9 6 0 .4 2 0 1 ,1 8 0 2 ,2 7 8 3 ,1 5 2 4 ,0 5 1
2 .8 -0 .7 1 4 -0 .6 6 6 -0 .3 8 4 0 .4 6 0 1 ,2 1 0 2 ,2 7 5 3 ,1 4 4 3 ,9 7 3
2 .6 -0 .7 6 9 -0 .6 9 6 -0 .3 6 8 0 .4 9 9 1 ,2 3 8 2 ,2 6 7 3 ,0 7 1 2 ,8 8 9
2 .4 -0 .8 3 2 -0 .7 2 5 -0 .3 5 1 0 .5 3 7 1 ,2 6 2 2 ,2 5 6 3 ,0 2 3 3 ,8 0 0
2 .2 -0 .9 0 5 -0 .7 5 2 -0 .3 3 0 0 .5 7 4 1 ,2 8 4 2 ,2 4 0 2 ,9 7 0 3 ,7 0 5
2 .0 -0 .9 9 0 -0 .7 7 7 -0 .3 0 7 0 .6 0 9 1 ,3 0 2 2 ,2 1 9 2 ,1 9 2 3 ,6 0 5
1 .8 -1 .0 8 7 -0 .7 9 9 -0 .2 8 2 0 .6 4 3 1 ,3 1 8 2 ,1 9 3 2 ,8 4 8 3 ,4 9 9
32
Tabel 2.4: Lanjutan
Interval Kejadian (Recurrence Interval), Tahun (Periode Ulang)
1 0 ,1 0 1 1 2 ,5 0 0 2 5 10 25 50 100
Koef
Persentase Peluang Terlampaui (Percent Chance Of Being Exceeded)
.G
99 80 50 20 10 4 2 1
1 .6 -1 .1 9 7 -0 .8 1 7 -0 .2 5 4 0 .6 7 5 1 ,3 2 9 2 ,1 6 3 2 ,7 8 0 3 ,3 8 8
1 .4 -1 .3 1 8 -0 .8 3 2 -0 .2 2 5 0 .7 0 5 1 ,3 3 7 2 ,1 2 8 2 ,0 7 6 3 ,2 7 1
1 .2 -1 .4 4 9 -0 .8 4 4 -0 .1 9 5 0 .7 3 2 1 ,3 4 0 2 ,0 8 7 2 ,6 2 6 3 ,1 4 9
1 .0 -1 .5 8 8 -0 .8 5 2 -0 .1 6 4 0 .7 5 8 1 ,3 4 0 2 ,0 4 3 2 ,5 4 2 3 ,0 2 2
0 .8 -1 .7 3 3 -0 .8 5 6 -0 .1 3 2 0 .7 8 0 1 ,3 3 6 1 ,9 9 3 2 ,4 5 3 2 ,8 9 1
0 .6 -1 .8 8 0 -0 .8 5 7 -0 .0 9 9 0 .8 0 0 1 ,3 2 8 1 ,9 3 9 2 ,3 5 9 2 ,7 5 5
0 .4 -2 .0 2 9 -0 .8 5 5 -0 .0 6 6 0 .8 1 6 1 ,3 1 7 1 ,8 8 0 2 ,2 6 1 2 ,6 1 5
0 .2 -2 .1 7 8 -0 .8 5 0 -0 .0 3 3 0 .8 3 0 1 ,3 0 1 1 ,8 1 8 2 ,1 5 9 2 ,4 7 2
0 .0 -2 .3 2 6 -0 .8 4 2 0 .0 0 0 0 .8 4 2 1 ,2 8 2 1 ,7 1 5 2 ,0 5 1 2 ,3 2 6
-0 .2 -2 .4 7 2 -0 .8 3 0 0 .0 3 3 0 .8 5 0 1 ,2 5 8 1 ,6 8 0 1 ,9 4 5 2 ,1 7 8
-0 .4 -2 .6 1 5 -0 .8 1 6 0 .0 6 6 0 .8 5 5 1 ,2 3 1 1 ,6 0 6 1 ,8 3 4 2 ,0 2 9
-0 .6 -2 .7 5 5 -0 .8 0 0 0 .0 9 9 0 .8 5 7 1 ,2 0 0 1 ,5 2 8 1 ,7 2 0 1 ,8 8 0
-0 .8 -2 .8 9 1 -0 .7 8 0 0 .1 3 2 0 .8 5 6 1 ,1 6 6 1 ,4 4 8 1 ,6 0 6 1 ,7 3 3
-1 .0 -3 .0 2 2 -0 .7 5 8 0 .1 6 4 0 .8 5 2 1 ,0 8 6 1 ,3 6 6 1 ,4 9 2 1 ,5 8 8
-1 .2 -2 .1 4 9 -0 .7 3 2 0 .1 9 5 0 .8 4 4 1 ,0 8 6 1 ,2 8 2 1 ,3 7 9 1 ,4 4 9
-1 .4 -2 .2 7 1 -0 .7 0 5 0 .2 2 5 0 .8 3 2 1 ,0 4 1 1 ,1 9 8 1 ,2 7 0 1 ,3 1 8
-1 .6 -2 .2 3 8 -0 .6 7 5 0 .2 5 4 0 .8 1 7 0 .9 9 4 1 ,1 1 6 1 ,1 6 6 1 ,1 9 7
-1 .8 -3 .4 9 9 -0 .6 4 3 0 .2 8 2 0 .7 9 9 0 .9 4 5 1 ,0 3 5 1 ,0 6 9 1 ,0 8 7
-2 .0 -3 .6 0 5 -0 .6 0 9 0 .3 0 7 0 .7 7 7 0 .8 9 5 0 .9 5 9 0 .9 8 0 0 .9 9 0
-2 .2 -3 .7 0 5 -0 .5 7 4 0 .3 3 0 0 .7 5 2 0 .8 4 4 0 .8 8 8 0 .9 0 0 0 .9 0 5
-2 .4 -3 .8 0 0 -0 .5 3 2 0 .3 5 1 0 .7 2 5 0 .7 9 5 0 .8 2 3 0 .8 2 3 0 .8 3 2
-2 .6 -3 .8 8 9 -0 .4 9 0 0 .3 6 8 0 .6 9 6 0 .7 4 7 0 .7 6 4 0 .7 6 8 0 .7 9 6
-2 .8 -3 .9 7 3 -0 .4 6 9 0 .3 8 4 0 .6 6 6 0 .7 0 2 0 .7 1 2 0 .7 1 4 0 .7 1 4
-0 .4 -2 .6 1 5 -0 .8 1 6 0 .0 6 6 0 .8 5 5 1 ,2 3 1 1 ,6 0 6 1 ,8 3 4 2 ,0 2 9
-0 .6 -2 .7 5 5 -0 .8 0 0 0 .0 9 9 0 .8 5 7 1 ,2 0 0 1 ,5 2 8 1 ,7 2 0 1 ,8 8 0
33
diperlukan pengujian parameter. Untuk pengujian parameter dapat dilakukan dengan
Uji Chi-kuadrat (Chi-square) atau Uji Smirnov-Kolmogorov.
• Uji Smirnov-Kolmogorov
Uji kecocokan Smirnov-Kolmogorov sering juga disebut uji kecocokan
nonparametrik (non parametric test), karena pengujiannya tidak menggunakan fungsi
distribusi tertentu. Hal itu dikarenakan nilai uji yang terdapat pada Tabel 2.5.
Tabel 2.5: Nilai kritis untuk uji Smirnov-Kolmogorov (Suripin, 2004).
Level Of Significance α (%)
Ukuran Sampel (n)
20 10 5 1
5 0,45 0,51 0,56 0,67
10 0,332 0,37 0,41 0,49
15 0,27 0,30 0,34 0,40
20 0,23 0,26 0,29 0,36
25 0,21 0,24 0,27 0,32
30 0,19 0,22 0,24 0,29
35 0,18 0,20 0,23 0,27
40 0,17 0,19 0,21 0,25
45 0,16 0,18 0,20 0,24
50 0,15 0,17 0,19 0,23
34
- Tentukan nilai masing-masing peluang teoritis dari hasil penggambaran
data
- Dari kedua nilai ini peluang tersebut tentukan selisih terbesar antara
peluang pengamatan dengan peluang teoritis
D = Maksimum [P (Xm) – P’(Xm)]
Berdasarkan Tabel 2.5 nilai kritis (Smirnov-Kolmogorov) tentukan nilai kritis
(Do). Apabila nilai D lebih kecil dari nilai Do maka distribusi teoritis yang
digunakan untuk mentukan persamaan distribusi dapat diterima, tetapi apabila nilai
D lebih besar dari nilai Do maka distribusi teoritis yang digunakan untuk
menentukan distribusi tidak dapat diterima.
• Uji Chi-Square
Uji Chi-Square adalah salah satu uji statistik paramatik yang cukup
sering digunakan dalam penelitian. Uji Chi-Square ini biasa diterapkan untuk
pengujian kenormalan data, pengujian data yang berlevel nominal atau untuk
menguji perbedaan dua atau lebih proposi sampel. Uji Chi-Square diterapkan
pada kasus dimana akan uji diamati (data observasi) berbeda secara nyata
ataukah tidak dengan frekuensi yang diterapkan. Uji Chi-Square adalah teknik
analisis yang digunakan untuk menentukan perbedaan frekuensi (Oj) dengan
frekuensi espektasi atau frekuensi harapan (EJ) suatu kategori tertentu. Uji ini
dapat dilakukan pada data diskrit atau frekuensi.
Uji Chi-Square digunakan untuk menguji distribusi pengamatan, apakah
sampel memenuhi syarat distribusi yang di uji atau tidak. Adapun prosedur
perhitungan Uji Chi-Square adalah sebagai berikut:
1. Menghitung jumlah kelas dengan rumus:
K = 1 + 3,22 log n (2.16)
Dimana:
K= Jumlah kelas
35
N= Banyaknya data
2. Membuat kelompok-kelompok kelas sesuai dengan jumlah kelas.
3. Menghitung frekuensi pengamatan Oj = n/jumlah kelas.
4. Mencari besarnya curah hujan yang masuk dalam batas kelas (Ej).
5. Menghitung:
k
(Oj−Ej)2
X =∑
h
2
(2.17)
j −1 Ej
6. Menentukan µ²cr dari tabel dengan menentukan taraf signifikan (α) dan
derajat kebebasan (v).
Menyimpulkan hasil dari tabel perhitungan µ² hitung < µ² cr maka
distribusi terpenuhi dan apabila nilai µ² hitung > µ²cr maka distribusi tidak
terpenuhi. Untuk melihat nilai distribusi yang tertera pada Tabel 2.6
dk t0,995 t0,99 t0,975 t0,95 t0,05 t0, 025 t0, 01 t0, 005
36
9 1,735 2, 088 2,700 3,325 16,919 19, 023 21,666 23,598
10 2,156 2,558 3,247 3,940 18,307 20,483 23,209 25,188
11 2,603 3, 053 3,816 4,575 19,675 21,920 24,725 26,757
12 3, 074 3,571 4,404 5,226 21, 026 23,337 26,217 28,300
α derajat kepercayaan
k
d
t0,995 t0,99 t0,975 t0,95 t0,05 t0, 025 t0, 01 t0, 005
1 0,39 0,16 0, 098 0,393 3,841 5, 024 6,635 7,879
2 0,100 0,201 0,506 0,103 5,991 6,783 9,210 10,597
3 0,717 0,115 0,216 0,352 7,815 9,348 11,345 12,838
4 0,207 0,297 0,484 0,711 9,488 11,143 13,277 14,860
5 0,412 0,554 0,831 1,145 11, 070 12,832 15, 086 16,750
6 0,676 0,872 1,237 1,635 12,592 14,449 16,812 18,548
7 0,989 1,239 1,690 2,167 14, 067 16, 013 18,475 20,278
8 1,344 1,646 2,180 2,733 15,507 17,535 20, 090 24,995
9 1,735 2, 088 2,700 3,325 16,919 19, 023 21,666 23,598
10 2,156 2,558 3,247 3,940 18,307 20,483 23,209 25,188
11 2,603 3, 053 3,816 4,575 19,675 21,920 24,725 26,757
12 3, 074 3,571 4,404 5,226 21, 026 23,337 26,217 28,300
Waktu konsentrasi
37
[ ]
0,167
2 n
: T o= × 3,28 × L× (2.18)
3 √s
Ls
T d= (2.19)
60 ×V
Tc=¿+Td (2.20)
38
2 Saluran Tanah yang dibuat 0,023 0,028 0,030 0,040
dengan Excavator
3 Saluran pada dinding batuan, 0,023 0,030 0,033 0,035
lurus, teratur
4 Saluran pada dinding batuan, 0,035 0,040 0,045 0,045
tidak lurus, tidak teratur
39
13 Seperti no 10 berbatu dan ada 0,035 0,040 0,045 0,050
tumbuh-tumbuhan
14 Seperti no 12, sebagian 0,045 0,050 0,055 0,060
berbatu
15 Aliran pelan banyak tumbuhan 0,050 0,060 0,070 0,080
dan berlubang
16 Saluran pasangan batu tanpa 0,025 0,030 0,033 0,035
finishing
40
Metode yang dipakai dalam perhitungan intensitas curah hujan adalah Metode
Mononobe yaitu apabila data hujan jangka pendek tidak tersedia yang ada hanya data
hujan harian. Persamaan umum yang dipergunakan untuk menghitung hubungan
antara intensitas hujan T jam dengan curah hujan maksimum harian sebagai berikut:
(2.21)
Dimana:
Jumlah aliran
C= (2.22)
Jumlah curah hujan
41
2. Faktor daerah, yang mencakup:
• Karakteristik daerah pengaliran
• Faktor fisik, yaitu antara lain:
-Penggunaan lahan (land use)
-Jenis tanah
-Kondisi topografi
42
“Suburan” 0,25 – 0,40
Daerah rumah apartemen 0,50 – 0,70
Industri Daerah ringan 0,50 – 0,80
Daerah berat 0,60 – 0,90
Pertamanan, Kuburan 0,10 – 0,25
Tempat bermain 0,20 – 0,35
Halaman kereta api 0,20 – 0,40
Daerah yang tidak layak 0,10 – 0,30
Jalan Beraspal 0,70 – 0,95
Beton 0,80 – 0,95
Batu 0,70 – 0,85
Untuk berjalan dan naik 0,70 – 0,85
Atap 0,70 – 0,95
43
Tabel 2.10: Koefisien pengaliran berdasarkan persentase permukaan yang
kedap dengan waktu konsentrasi (Wesli, 2008).
(2.23)
Dimana:
CS = Koefisien tampungan
TC = Waktu konsentrasi (jam)
Td = Waktu aliran air mengalir di dalam saluran dari hulu hingga ke
tempat pengukuran (jam)
44
cekungan sama sekali. Efek tempungan oleh cekungan ini terhadap debit rencana
diperkirakan dengan koefisien tampungan yang diperoleh dengan rumus (Pers 2.24)
2Tc
Cs= (2.24)
2 Tc+Td
Dimana:
CS = Koefisien tampungan
TC = Waktu konsentrasi (jam)
Td = Waktu aliran air mengalir di dalam saluran dari hulu hingga ke tempat
pengukuran(jam)
Aliran pada saluran atau sungai tergantung dari berbagai dari berbagai faktor
secara bersamaan. Faktor –faktor yang mempengaruhi limpasan aliran pada saluran
atau sungai tergantung dari berbagai macam faktor secara bersamaan. Faktor yang
berpengaruh secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu:
45
Ketetapan dalam menentukan besarnya debit air sangatlah penting dalam
penentuan dimensi saluran. Disamping penentuan luas daerah pelayanan drainase dan
curah hujan rencana, juga dibutuhkan besaran harga koefisien pengaliran (C).
46
2.4.12 Luas Daerah Pengaliran
Batas-batas daerah pengaliran ditetapkan berdasarkan peta topografi, pada
umumnya dalam skala 1 : 50.000 – 1 : 25.000. jika luas daerah pengaliran reltif kecil
diperlukan peta dalam skala yang lebih besar. Dalam praktek sehari-hari, sering
terjadi tidak tersedia peta topographi ataupun peta pengukuran lainnya yang memadai
sehingga menetapkan batas daerah pengaliran merupakan suatupekerjaan yang sulit.
Jika tidak memungkinkan memperoleh peta topographi yang memadai, asumsi
berikut dapat dipakai sebagai bahan pembanding.
Perencanaan debit rencana untuk drainase perkotaan dan jalan raya dihadapi
dengan persoalan tidak tersedianya data aliran. Umumnya untuk menentukan debit
aliran akibat air hujan diperoleh dari hubungan rasional antara air hujan dengan
47
limpasannya (Metode Rasional). Adapun rumusan perhitungan debit rencana Metode
Rasional adalah sebagai berikut:
Q =0,000278CIA (2.25)
Dimana:
Untuk penentuan koefisien limpasan harus dipilih dari pengetahuan akan daerah
yang ditinjau terhadap pengalaman, dan harus dipilih dengan jenis pembangunan
yang ditetapkan oleh rencana kota. Daerah yang memiliki cekungan untuk
menampung air hujan relatif mengalirkan lebih sedikit air hujan dibandingkan dengan
daerah yang tidak memiliki cekungan sama sekali. Efek tampungan oleh cekungan ini
terhadap debit rencana diperkirakan dengan koefisien tampungan yang diperoleh
dengan rumus berikut ini:
2Tc
Cs= (2.26)
2 Tc+Td
Di mana:
Cs = Koefisien tampungan oleh cekungan terhadap debit rencana
48
Td = Waktu aliran air mengalir di dalam saluran dari hulu hingga ke
tempat Pengukuran (jam)
49
2.5.3 Perencanaan Debit Banjir
Perencana debit banjir tidak boleh kita tetapkan terlalu kecil agar jangan
terlalu sering terjadi ancaman pengrusakan bangunan atau daerah di sekitarnya.
Tetapi juga tidak boleh terlalu besar sehingga ukuran bangunan tidak ekonomis.
Jatuhnya hujan terjadi menurut suatu pola dan suatu siklus tertentu.
Ada dua macam metode yang umum dipakai dalam menghitung debit banjir:
a. Metode Rasional
Q = 0,278 . C . I . A (2.28)
Dengan ;
Q = debit banjir maksimum (m3/det)
C = koefisien pengaliran
b. Metode Hidrograf
50
2.5.4 Analisa Sistem Drainase
51
Penampang saluran yang paling ekonomis adalah saluran yang dapat
melewatkan debit meksimum untuk luas penampang basah, kekasaran dan
kemiringan dasar tertentu. Berdasarkan persamaan kontinuitas, tampak
jelas bahwa untuk luas penampang melintang tetap, debit maksimum
dicapai jika kecepatan aliran meksimum. Dari rumus Manning maupun
Chezy dapat dilihat bahwa untuk kemiringan dasar dan kekasaran tetap,
kecepatan maksimum dicapai jika jari-jari hidraulik R maksimum.
Kapasitas rencana dari setiap komponen sistem drainase dihitung berdasarkan rumus
Manning:
1 2 /3 1/ 2
V sal = R S (2.28)
n
1 2 /3 1/ 2
Q sal = R S . Asal (2.29)
n
Dimana:
Vsal = kecepatan aliran rata-rata dalam saluran (m/det),
Q sal = debit aliran dalam saluran (m3/det),
n = koefisien kekasaran Manning,
R = jari jari hidraulik (m), R = A/P dimana
Asal = luas penampang saluran (m²)
P= keliling basah (m)
52
Penampang Saluran Persegi Paling Ekomis
Pada penampang melintang saluran berbentuk persegi dengan lebar dasar B
dan kedalaman air h, luas penampang basah A = B x h dan keliling basah P.
Maka bentuk penampang persegi paling ekonomis adalah jika kedalaman
setengah dari lebar dasar saluran atau jari-jari hidrauliknya setengah dari
kedalaman air.
A = B.h (2.30)
P = B + 2h (2.31)
B
B = 2h atau h= (2.32)
2
Jari-Jari Hidrolik R :
A B.h
R= = (2.33)
P B+2 h
53
Luas penampang melintang A dan Keliling basah P, saluran dengan
penampang melintang bentuk trapesium dengan lebar dasar b, kedalaman h
dan kemiringan dinding 1 m (Gambar 2.9) dapat dirumuskan sebagai berikut:
A= (B+mh)h (2.34)
2
B= h √3 (2.37)
3
B=h 2 √ 3 (2.38)
54
1 2 /3 1 /2
• Kecepatan aliran (V)= R I (m³/det)
n
Qs ≥ Qr (2.39)
Debit yang mampu ditampung oleh saluran (Qs) dapat diperoleh dengan
Qs = As.V (2.39)
55
Dimana:
1 2 /3 1/ 2
V= R S (2.40)
n
As
R= (2.41)
P
Dimana:
2 Kaca 0,010
56
3 Saluran beton 0,013
Tabel 2.15: Nilai kemiringan dinding saluran sesuai bahan (ISBN: 979 –
8382 – 49 – 8, 1994).
1 Batuan/ cadas 0
57
No. Bahan Saluran Kemiringan Dinding (m)
5 Lempung 1,5
6 Tanah berpasir lepas 2
7 Lumpur berpasir 3
Aliran air limbah rumah tangga bervariasi sepanjang hari maupun sepanjang
tahun. Puncak harian dari suatu daerah perumahan yang kecil biasanya terjadi di
pertengahan pagi hari, variasi antara 200 hingga lebih dari 500 persen dari laju aliran
rata-rata, tergantung yang turut memakai. Karena variasi aliran air limbah akan
berubah sesuai dengan ukuran kota dan kondisi-kondisi lokal yang lain, maka harga-
harga umum yang dikutip di atas hanya patokan saja.
Tabel 2.16: Penggunaan air di kota dan jumlah yang dipakai (Subarkah Imam, 1980).
Jumlah Kisaran Jumlah Umum
Penggunaan G alo n /k ap ita/ Liter/kapita/ G alo n /k ap ita / L ite r/k a p ita /
hari h a ri hari hari
Jumlah 8 0 -2 5 0 3 1 0 -8 0 0 145 550
58
Jumlah Kisaran Jumlah Umum
P en g g u n aan G a lo n /k ap ita/ Liter/kapita/ G a lo n /k ap ita / L ite r/k a p ita/
hari h a ri hari h a ri
Rumah Tangga 4 0 -8 0 1 5 0 -3 0 0 65 250
K o m e rsial 1 0 -7 5 4 0 -3 0 0 40 150
P u b lic u se s 1 5 -2 5 6 0 -1 0 0 20 75
Kehilangan &
1 5 -2 5 6 0 -1 0 0 20 75
Pemborosan
59
Parameter kerugian hak milik pribadi/rumah tangga, kriterianya seperti dalam Tabel
2.17
60
No. Parameter Genangan Nilai Persentase
1 Tinggi genangan : 35
>0,50 m 100
- 0,30 m – 0,50 m 75
- 0,20 m - < 0,30 m 50
- 0,10 m - < 0,20 m 25
- 4 – 8 ha 75
- 2 - < 4 ha 50
- 1 - < 2 ha 25
- < 1 ha 0
3 Lamanya genangan 20
> 8 jam 100
4 - 8 jam 75
2 - < 4 jam 50
1 – 2 jam 25
< 1 jam 0
4 Frekuensi genangan 20
Sangat sering (10 kali /tahun) 100
Sering (6 kali/tahun) 75
61
Tabel 2.18 Kriteria Kerugian Ekonomi
62
Tabel 2.20 Kriteria Kerugian Pada Daerah Perumahan
63
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3
3.1 Teknik Pengumpulan Data
Dalam mengevaluasi sistem drainase, diperlukan data-data untuk mendukung
penelitian.Pada penulisan tugas akhir ini, teknik pengumpulan data yang digunakan
adalah :
a. Metode observasi
Metode observasi adalah pengamatan dan pencatatan sesuatu objek dengan
sistematika fenomena yang diselidiki.
b. Metode dokumentasi
Metode dokumentasi adalah pengumpulan data dengan cara meminta data
yang telah ada sebelumnya.
c. Metode literature atau kepustakaan
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi literature
(kepustakaan). Literature yang dimaksud yaitu dari buku yang diperoleh, dari
perpustakaan pribadi dan dari internet. Data-data dan teori-teori atau temuan-
temuan sebelumnya.
1
2
3
3.1
3.1.1 Data Primer
Adapun data yang diperlukan dalam penyusunan hasil penelitian ini dibedakan
atas dua jenis yaitu:
a) Data primer
64
Data primer atau data pokok ini merupakan data yang diperoleh penulis
dengan meninjau langsung ke objek penelitian dalam hal ini melakukan
wawancara dan juga pengambilan data-data yang berhubungan dengan
penulisan penelitian.
Data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Lebar penampang drainase
2. Kedalaman penampang drainase
3. Arah aliran air drianase
4. Kecepatan air di penampang drainase dengan elevasi yang ada
dilapangan.
65
Waktu Pelaksanaan Ujian
No. Uraian Pengujian Maret Apr Mei Sep Okt Nov Des Jan Feb
III IV I II III IV I II III IV I-IV I-IV I-IV I-IV I-IV I-IV
1 Persiapan
2 Pengumpulan Data
Pembimbingan
3 Proposal
4 Ujian Proposal
Revisi Proposal
5
Pembimbingan Tugas
6 Akhir
9 Selesai
3
3.1
3.2
3.3 Deskripsi Umum Wilayah
Distrik Sentani merupakan salah satu dari 19 distrik di Kabupaten Jayapura,
dengan luas 78,9 km² Distrik Sentani menjadi distrik terpadat dengan kepadatan
penduduk 772 jiwa/km.
Kelurahan Sentani Kota merupakan daerah terluas yaitu 20,56 Km² atau
sebesar 25,76 persen dari total luas Distrik Sentani. Sedangkan Kampung Dobonsolo
dan Yahim merupakan daerah terkecil dengan masing-masing kampung memiliki luas
yang sama yaitu 3,27 Km² atau sebesar 4,10 persen dari total luas Distrik Sentani.
66
Tahun 2019 Distrik Sentani memiliki 3 Kelurahan, 7 Kampung, 60 RW, 217
RT. Dari seluruh Kampung tersebut Kelurahan Sentani Kota memiliki RT dan RW
terbanyak yaitu 12 RW dan 53 RT.
67
Gambar 3. 1 Lokasi Penelitian
68
3.3.1 Batasan Umum Wilayah
Secara admistrasi Distrik Sentani memiliki batasan wilayah sebagai
berikut:
69
3.3.4 Iklim
Kondisi iklim di kabupaten jayapura tergolong dalam iklim basah dengan
curah hujan yang cukup tinggi. Letak geografis Jayapura yang terletak di derah
katulistiwa menyebabkan daerah ini beriklim tropis / akibat letak jayapura berada
diantara dua benua yaitu asia dan Australia maka iklimnya dipengaruhi oleh angin
Muson Tenggara yang bertiup secara bergantian 6 (enam) bulan sekali.
Musim hujan terjadi antara bulan Maret – Desember, musim kemarau terjadi
pada bulan Mei – Oktober. Curah hujan berkisar antara 1600 – 2400 mm tiap
tahun dengan kelembaban udara mencapai 83 %, kecepatan angin rata – rata
dibawah 18 km/jam.
70
Sumber : (Digitasi Peneliti, 2022)
72
Sumber : (Digitasi Peneliti, 2022)
Gambar 3. 3 Peta Tata Guna Lahan Distrik Sentani
73
3.2.3 Banjir Bandang Sentani
Distrik Sentani merupakan wilahyah terdampak pada peristiwa tanah longsor
dan banjir bandang pada tanggal 16 Maret 2019 terjadi di wilayah Daerah Aliran Sungai
(DAS) Sentani Tami. Berdasarkan data dan fakta yang dihimpun oleh KLHK
(Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan), faktor utama penyebab bencana banjir
bandang di Sentani adalah curah hujan yang tinggi. Curah hujan yang sangat tinggi
mulai pukul 19.00 sampai dengan 23.30 WIT. Data menunjukkan bahwa debit air di
wilayah Sentani pada malam tersebut melebihi kondisi normal mencapai 193,21
m3/detik yang menyebabkan debit aliran tinggi. Sementara itu, mulut sungai terhitung
kecil dengan kapasitas tampung yang rendah yaitu hanya 91,38 m3/detik.
Sementara itu, faktor lain yang menyebabkan bencana banjir bandang Sentani
adalah kondisi hulu DAS yang tidak stabil. Hulu DAS tersebut memiliki kontur batuan
yang kedap air sehingga membentuk bendung alami yang mudah jebol pada saat hujan
tinggi. Adanya perluasan kota dan permukiman di bagian hilir (daerah terdampak) turut
memberikan dampak yang cukup signifikan. Kawasan pegunungan cycloop memiliki
kemiringan lereng yang tajam, sehingga walaupun kawasan hutannya tidak rusak, curah
hujan sangat ekstrim sehingga berdampak besar pada daerah pengembangan yang ada di
bawah. Jumlah korban jiwa sejauh ini mencapai 83 orang, 75 orang luka ringan dan 84
orang luka berat. Korban terbanyak berasal dari Distrik Sentani. Sebelumnya banjir
bandang pernah melanda Sentani pada tahun 2003 dan 2007 meski tidak memakan
korban jiwa namun merusak fasilitas umum dan pemukiman warga.
74
hidrologi dan hidrolika. Analisis hidrologi dan hidrolika dilakukan untuk menentukan
nilai debit rencana dan debit kapasitas. Analisis hidrologi meliputi analisis curah hujan
rata-rata dan analisis debit rencana. Analisis data curah hujan bertujuan untuk
menentukan data curah hujan yang akan digunakan untuk perhitungan.
1. Tahap Pendahuluan
Tahap ini merupakan tahapan studi pustaka, yaitu dengan cara
mengumpulkan dan mempelajari literatur buku, jurnal, catatan kuliah
maupun internet serta melakukan survey ke lokasi. Hasil dari tahap ini
berupa sketsa dan penafsiran sementara keadaan penelitian yang akan
digunakan pada tahap pengambilan data.
2. Tahap Pengumpulan Data
Tahap melakukan pengumpulan identifikasi masalah drainase
perkotaan, pengambilan data pola aliran, skema saluran drainase serta data
lain yang berkaitan untuk penyelesaian tugas akhir ini.
3. Tahap Analisa dan Perhitungan Data
Tahap ini melakukan pengolahan data sehinggga di dapat solusi
untuk mengoptimalkan fungsi saluran drainase. Adapun langkah - langkah
sebagai berikut :
a. Menganalisis Pola Aliran Drainase
b. Menghitung Debit Banjir
c. Menganalisis Dimensi Drainase.
75
4. Tahap Penyusunan Laporan
Merupakan tahap akhir dari tahap penelitian di mana tahap ini
menyusun data-data dari awal hingga akhir yang selanjutnya dirangkum
menjadi sebuah laporan penelitian
76
3.6 Bagan Alur Penelitian
Mulai
Identifikasi Masalah
Studi pustaka
Pengolahan data
Selesai
77
BAB IV
78
b. Genangan 2 ( Jl. Raya Kemiri, Depan Gedung Tabita – Yonif 751
Sentani)
Wilayah genangan kedua ini, merupakan ruas jalan yang paling
sering terendam pada saat intensitas curah hujan tinggi, penyebab
utamanya adalah aliran air dari anak kali sosial tidak mampu ditampung
oleh saluran primer yang ada, karena dimensinya yang semakin
menyempit akibat pembangunan kawasan pertokoan (perubahan
tataguna lahan).
79
Gambar 4. 3 Genangan di BTN Permata Hijau
80
Gambar 4. 5 Peta Titik Genangan Banjir di Distrik Sentani
81
e. Genangan 4 (BTN Gajah Mada Yahim)
BTN Gajah Mada yang berjarak ± 10 m dari kali matoa dan
berjarak ±70 m dari aliran kali doyo lama, dibangunya perumahan ini
pada daerah aliran air sungai membuat tidak terlepas dari bencana
banjir yang terjadi minimal 2 kali setahun akibat luapan kali-kali
tersebut, BTN ini tidak memliki saluran drainase pemukiman yang
mamadai semakin memperburuk keadaannya. Setengah perumahan
warga sudah tidak dapat digunakan lagi karna rusak parah akibat banjir
yang sering terjadi sejak tahun 2019.
82
kanan dan kiri pasar lama juga tidak memilik Outfall yang jelas (tidak
terhubung ke saluran primer/ drainase natural terdekat).
83
Pada lokasi genangan ini, penyebab terjadinya genangan adalah
kurangnya dimensi saluran drainase dan posisi inlet tidak tepat untuk
menyerap sehingga air hujan menggenangi badan jalan, serta kontur
wilayah yang landai lalu elevasi dasar saluran yang tidak memadai
membuat air hujan tidak dapat menuju outfall dan menggenangi
daerah tersebut.
84
Tabel 4. 1 Parameter Genangan berdasarkan Permen PUPR No.12 Tahun 2014 tentang penyelenggaraan
sistem drainase perkotaan
85
4.2 Identifikasi Kondisi Drainase Eksisting
Identifikasi kondisi drainase dilakukan jalan utama dan jalan pendukung di
Distrik Sentani dengan melakukan pengukuran profil melintang pada jalur lurus
setiap 50 m untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai kondisi eksisting
jaringan saluran. Namun untuk kondisi khusus seperti adanya perubahan dimensi
saluran, adanya tikungan dan lain-lain dilakukan sesuai kebutuhan.
86