Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Air dikendalikan dan diatur guna memenuhi berbagai tujuan yaitu salah satunya
mengendalikan banjir di suatu wilayah, hal ini merupakan penerapan teknik sumber
daya air pada pengendalian banjir. Oleh sebab itu air tidak dapat terlepas dari
kehidupan pokok bagi konsumsi dan sanitasi, akan tetapi air tidak selalu mendatangkan
manfaat bagi manusia, dengan adanya air yang menggenang pada waktu hujan yang
deras dapat mengakibatkan genangan yang berdampak pada banjir disuatu wilayah.

Banjir telah menjadi suatu masalah yang selalu dialami daerah perkotaan. Setiap
musim penghujan tiba memungkinkannya daerah perkotaan terjadi genangan bahkan
berdampak banjir. Genangan ini mengakibatkan kerugian yang sangat besar baik
materiil maupun non materiil. Seringkali permasalahan adanya genangan bahkan banjir
diperkotaan disebabkan oleh berubahnya tata guna lahan akibat pertambahan penduduk
yang semakin padat sehingga menyebabkan air tidak dapat meresap dengan baik ke
dalam tanah. Selain itu meningkatnya produksi sampah sehingga menimbulkan
kebiasaan membuang sampah sembarangan ke saluran drainase yang menimbulkan
saluran tersumbat. Adanya genangan juga dipicu oleh terlalu tinggi dan lamanya
intensitas hujan sehingga mengakibatkan tampungan drainase meluap serta kapasitas
tampungan drainase kurang memadai.

Drainase mempunyai arti mengalirkan, menguras, membuang, atau mengalihkan


air (Suripin, 2004). Drainase juga dapat diartikan sebagai usaha untuk mengontrol
kualitas air tanah dalam kaitannya dengan salinitas, dimana drainase merupakan salah
satu cara pembuangan kelebihan air yang tidak di inginkan pada suatu daerah, serta
cara-cara penaggulangan akibat yang ditimbulkan oleh kelebihan air tersebut. Sesuai

1
fungsinya, drainase kota merupakan jaringan pembuangan yang digunakan untuk
mengeringkan bagian-bagian wilayah administrasi kota dan daerah urban dari
genangan air, baik dari hujan lokal maupun sungai yang melintas di dalam kota. Lebih
jauh lagi sungai yang tidak diperlakukan sesuai dengan peruntukannya dapat
mengakibatkan terjadinya luapan air pada musim hujan dan akhirnya akan
menyebabkan terjadinya banjir. Permasalahan banjir dan genangan air di kawasan
perkotaan di Indonesia tidak terlepas dari permasalahan buruknya sistem jaringan
drainase. Namun meningkatnya permasalahan banjir, genangan air, dan pencemaran
air di kawasan perkotaan serta sedimentasi sampai saat ini belum dapat diatasi dan terus
meningkat seiring dengan perkembangan kota.
Sistem drainase di sebuah wilayah akan memiliki fungsi yang baik dan maksimal
jika memiliki kondisi saluran drainase yang terbebas dari genangan. Dari hal tersebut,
perlu diidentifikasi kondisi saluran yang ada di Kota Kepanjen. Luas kawasan
Perkotaan Kepanjen memiliki luas 44,68 km2 dan secara geografis terbentang pada
posisi 112,50 Bujur Timur (BT) dan 80 01’ Lintang Selatan (LS). Batas administrasi
adalah sebagai berikut :
a) Batas Utara : Kelurahan Kepanjen berbatasan langsung dengan Kecamatan
Pakisaji dan Ngajum.
b) Batas Selatan : Berbatasan dengan Pagak dan Pagelaran
c) Batas Timur : Berbatasan langsung dengan Kecamatan Gondanglegi dan
Kecamatan Bululawang
d) Batas Barat : Berbatasan dengan Kecamatan Kromengan, Sumberpucung,
dan Ngajum
Kawasan Kecamatan Kepanjen terdiri dari 4 Kelurahan, 14 desa, 39 dusun, 77 RW,
467 RT dalam wilayah administrasi.

Kondisi saluran drainase di Kecamatan Kepanjen dapat dilihat dari kondisi


perkerasan, kondisi saluran, ada tidaknya sedimentasi serta konektivitas saluran
drainase. Secara umum, masalah saluran drainase di Kecamatan Kepanjen karena

2
konektivitas saluran drainase yang terputus maupun rusak, sehingga mengakibatkan
limpasan air hujan mengalami kendala dalam pembuangannya mengakibatkan
genangan - genangan disekitar saluran yang rusak. Adapun daerah yang tidak memiliki
saluran drainase seperti di jalan sukoraharjo, ditambah lagi curah hujan dengan
intensitas tinggi yang sering kali terjadi menambah potensi terjadinya banjir di
Kepanjen, bias dilihat di gambar 1.0

Gambar 1.0 Kondisi Eksisting Drainase Jl. Sukoraharja

3
Maka dari itu penulis tertarik dan ingin meniliti tentang Peningkatan Kinerja
Sistem Drainase Kecamatan Kepanjen yang mana bertujuan untuk dapat dipergunakan
sebagai alternatif guna mengatasi permasalahan banjir yang terjadi di Kecamatan
Kepanjen.

4
4
Gambar 1.1 Peta Batas Administrasi Kabupaten Malang

5
1.2 Identifikasi Masalah
Lokasi yang dipilih dalam penelitian ini adalah Kecamatan Kepanjen yang
mana perkotaan merupakan daerah urban yang mempunyai kegiatan utama bukan
pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan,
pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan
kegiatan ekonomi yang menyebabkan perkembangan pada daerah ini cukup cepat
sehingga konsekuensinya ialah perubahan tata guna lahan dan bertambahnya
jumlah penduduk yang berakibat pada berubahnya koefisien pengaliran (run of
coefisient) yang menyebabkan saluran-saluran yang ada tidak mampu lagi
mengalirkan debit air hujan sehingga menyebabkan genangan air pada saluran-
saluran air pada Kecamatan Kepanjen.
Sampai saat ini saluran drainase yang ada di Kecamatan Kepanjen tidak
mampu menampung dan mengalirkan kapasitas air yang berasal dari hujan dan
buangan air kotor masyarakat. Hal ini diperparah dengan adanya beberapa daerah
yang tidak tersedianya saluran seperti dijalan sukoraharjo. Ditambah lagi beberapa
saluran dengan kondisi tertutup menyebabkan sulitnya pemeliharaan dan
pengawasan dan kemungkinan terjadinya penyumbatan saluran oleh sampah sangat
besar sehingga fungsi saluran kurang optimal. Maka dari itu diperlukannya
peningkatan sistem pada drainase di Kecamatan Kepanjen.
Adapun penyebab terjadinya genangan air di Kecamatan Kepanjen adalah
sebagai berikut :
1. Berkurangnya luas lahan resapan air akibat banyaknya kawasan terbangun
yang menyebabkan dimensi saluran tidak dapat menampung debit air
buangan.
2. Pemeliharaan yang kurang baik serta kurangnya kesadaran masyarakat untuk
ikut andil dalam menjaga dan memelihara saluran yang ada, seperti adanya
sampah dan sedimen
3. Talud saluran yang rusak menyebabkan saluran terputus.

6
1.3 Batasan masalah
Dengan diketahui penyebab genangan di Kecamatan Kepanjen yang
merupakan masalah utama, maka didapati batasan masalah sebagai berikut :

1) Penelitian sistem drainase ini dibatasi pada daerah Kecamatan Kepanjen.


2) Perencanaan sistem drainase sesuai dengan perhitungan debit banjir
rancangan, sehingga masalah genangan pada daerah penelitaan tidak tidak
terjadi kembali.
3) Perencanaan sistem drainase mengacu pada Rencana Detail Tata Ruang
(RDTRK) Kecamatan Kepanjen agar mendapatkan hasil yang optimal.
4) Pengumpulan dan analisa data dilakukan pada kondisi eksisting saluran yang
ada saat ini
5) Debit rancangan yang dihitung menggunakan kala ulang 5 tahun.
6) Analisa dilakukan pada saluran primer dan sekunder.

1.4 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dituliskan, terdapat rumusan masalah
yang menjadi fokus kajian dalam penelitian ini.

1) Berapakah besar nya debit banjir yang harus dibuang berdasarkan


perhitungan debit banjir rencana ?
2) Berapakah kapasitas saluran yang dibutuhkan dan apakah kapasitas saluran
masih dapat menampung jika dibandingkan dengan hasil debit rencana ?
3) Apa cara penyelesaian masalah apabila saluran drainase tidak mampu
menampung debit rencana ?

1.5 Tujuan Penelitian


Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisa dan mengkaji
sistem drainase yang ada di Kecamatan Kepanjen yang ada saat ini, serta menyusun
rancangan teknis sistem jaringan drainase, sehingga tidak menimbulkan
permasalahan genangan lagi yang merugikan masyarakat.

7
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

a. Menganalisis besar nya debit banjir yang harus dibuang berdasarkan


perhitungan debit banjir rencana.
b. Menganalisis kapasitas saluran yang dibutuhkan dan apakah kapasitas saluran
masih dapat menampung jika dibandingkan dengan hasil debit rencana.
c. Mendskripsikan cara penanganan masalah apabila saluran drainase tidak
mampu menampung debit rencana, yang mengacu pada Rencana Detail Tata
Ruang (RDTR) Kecamatan Kepanjen.

1.6 Manfaat Penelitian


Adapun manfaat dari penelitian sebagai berikut:
1 Diharapkan dapat memberikan informasi dalam memelihara sistem drainase
Kecamatan Kepanjen
2 Penelitian ini dapat berguna untuk perbaikan sehingga mengurangi
genangan/banjir di daerah penelitian.

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Drainase


Menurut Wesli (2008) Drainase merupakan sebuah sistem yang dibuat untuk
menangani persoalan kelebihan air baik kelebihan air yang berada di atas
permukaan tanah maupun kelebihan air yang berada di bawah permukaan tanah.
Sedangkan menurut Laoh dkk. (2013) Drainase secara umum dapat didefinisikan
sebagai suatu tindakan teknis untuk mengurangi kelebihan air, baik yang berasal
dari air hujan, rembesan, maupun kelebihan air irigasi suatu kawasan/lahan,
sehingga fungsi suatu kawasan/lahan tidak terganggu.

Sistem drainase perkotaan merupakan salah satu komponen prasarana


perkotaan yang sangat erat kaitannya dengan penataan ruang. Bencana banjir yang
sering melanda sebagian besar wilayah dan kota di Indonesia disebabkan oleh
sembarangnya penataan ruang. Hampir semua daerah dipastikan mempunyai
rencana tata ruang sebagai acuan atau arahan pengembangan wilayah. Sistem
drainase selalu kalah cepat dalam mengikuti perubahan tersebut, sehingga banjir
akan tetap hadir di lingkungan kita.

Menurut Suripin (2004) akar permasalahan banjir di perkotaan berawal dari


pertambahan penduduk yang sangat cepat, di atas rata-rata pertumbuhan dari
pertambahan penduduk yang sangat cepat, di atas rata-rata pertumbuhan nasional,
akibat urbanisasi, baik migrasi musiman maupun permanen. Pertumbuhan yang
tidak diimbangi dengan penyediaan prasarana dan sarana perkotaan yang
memadai mengakibatkan pemanfaatan lahan perkotaan menjadi acak-acak.

Selain permasalahan di atas, salah satu permasalahan yang selalu timbul


setiap tahun pada musim hujan adalah banjir dan genangan air. Banjir dan
genangan air disebabkan oleh fungsi drainase yang belum tertangani secara
menyeluruh, kurangnya kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam memelihara
saluran drainase yang ada di sekitarnya menyebabkan penyumbatan saluran
drainase oleh sampah industri maupun sampah rumah tangga.

9
 Jenis Drainase
Banyak hal yang menjadi permasalahan dan kendala dalam sistem
drainase perkotaan, masalah teknis konsep drainase perkotaan kita. Air hujan yang
turun ke permukaan tanah akan dibuang secepat-cepatnya ke sungai. Air hujan
yang turun tidak diberi kesempatan untuk meresap sebagai cadangan air tanah.
Akibatnya tanah tak punya cadangan air, muka air tanah turun, kekeringan
melanda. Sementara itu, sungai tidak lagi mengalirkan air bersih. Air sungai
bercampur juga dengan air limbah, baik itu skala kecil maupun besar. Tumpang
tindih fungsi atas keberadaan sungai ini jelas membawa banyak permasalahan
yang potensial merusak lingkungan.

Muncul dalam pengelolaan sistem drainase perkotaan adalah integrasi


jaringan antar wilayah/kabupaten. Sebagai sebuah jaringan dan sistem, tidak
mungkin bila aliran air dikelola sendiri-sendiri. Pendimensian. Adapun
jenis-jenis saluran drainase dapat dibedakan sebagai berikut:

1. Menurut sejarah terbentuknya


Drainase menurut sejarahnya terbentuk dalam berbagai cara, berikut ini cara
terbentuknya drainase:

a. Drainase alamiah (natural drainage)


Drainase alamiah terbentuk melalui proses alamiah yang berlangsung
lama. Saluran drainase terbentuk akibat gerusan air sesuai dengan kontur
tanah. Drainase alamiah ini terbentuk pada kondisi tanah yang cukup
kemiringannya, sehingga air akan mengalir dengan sendirinya, masuk ke
sungai-sungai. Pada tanah yang cukup poreous, air yang ada du permukaan tanah
akan meresap ke dalam tanah (infiltrasi).

10
Gambar 2.1: Drainase alamiah pada saluran air.

Air yang meresap berubah menjadi aliran antara (subsurface flow) mengalir
menuju sungai, dan dapat juga mengalir masuk ke dalam tanah (perkolasi) hingga
ke ar tanah yang kemudian bersama-sama dengan air tanah mengalir sebagai
aliran air tanah menuju sungai

b. Drainase buatan (artificial drainage)


Drainase buatan adalah sistem yang dibuat dengan maksud tertentu dan
merupakan hasil rekayasa berdasarkan hasil hitungan-hitungan yang dilakukan
untuk upaya penyempurnaan atau melengkapi kekurangan sistem drainase
alamiah. Pada sistem drainase buatan memerlukan biaya-biaya baik pada
perencanaannya maupun pada pembuatannya.

Gambar 2.2: Drainase Buatan (Hasmar, 2012).

Gambar 2.2. Drainase buatan

11
2. Menurut sistem pengalirannya
a. Drainase dengan sistem jaringan
Yakni suatu sistem pengeringan atau pengaliran air pada suatu kawasan
yang dilakukan dengan mengalirkan air melalui system tata saluran dengan
bangunan- bangunan pelengkapnya.

b. Drainase dengan sistem resapan


Yakni system pengeringan atau pengaliran air yang dilakukan dengan
menerapkan air ke dalam tanah. Cara resapan ini dapat dilakukan langsung
terhadap genangan air di permukaan tanah ke dalam tanah atau melalui
sumuran/resapan.

3. Menurut tujuan atau sasarannya

a. Drainase perkotaan

Yakni pengeringan atau pengaliran air dari wilayah perkotaan ke sungai


yang melimpah wilayah perkotaan tersebut sehinggan wilayah perkotaan
tidak digenangi air.

b. Drainase daerah pertanian


Yakni pengeringan atau pengaliran air di daerah pertanian baik di
persawahan maupun daerah sekitarnya yang bertujuan untuk mencegah
kelebihan air agar pertumbuhan tanaman tidak terganggu.

c. Drainase lapangan terbang


Yakni pengeringan atau pengaliran air di kawasan lapangan terbang
terutama pada runway dan taxiway sehingga kegiatan penerbangan baik takeoff,
landing maupun taxing tidak terhambat.

d. Drainase jalan raya


Yakni pengeringan atau pengaliran air di permukaan jalan yang
bertujuan untuk menghindari kerusakan pada badan jalan dan menghindari
kecelakaan lalu lintas.

12
e. Drainase jalan kereta api
Yakni pengeringan atau pengaliran di sepanjang jalur rel kereta api yang
bertujuan untuk menghindari kerusakan pada jalur rel kereta api.

f. Drainase pada tanggul dan dam


Yakni pengaliran air daerah sisi luar tanggul dan dam yang bertujuan
untuk mencegah keruntuhan tanggul dan dam akibat erosi rembesan aliran air.

g. Drainase lapangan olahraga


Yakni pengeringan atau pengaliran air pada suatu lapangan olahraga
seperti lapangan sepak bola dan lainnya agar kegiatan tersebut tidak terganggu
meskipun dalam kondisi hujan.

h. Drainase untuk keindahan kota


Yakni bagian dari drainase perkotaan, namun pembuatan drainase ini
lebih ditujukan lebih pada sisi estetika seperti tempat rekreasi dan lainnya.

i. Drainase untuk kesehatan lingkungan


Yakni bagian dari drainase perkotaan, di mana pengeringan dan
pengaliran air bertujuan untuk mencegah genangan yang dapat menimbulkan
wabah penyakit.

j. Drainase untuk penambahan areal


Yakni pengeringan atau pengaliran air pada daerah rawa ataupun laut
yang tujuannya sebagai upaya untuk menambah areal

4. Menurut letak saluran


Saluran drainase menurut letak bangunannya terbagi dalam beberapa bentuk,
berikut ini bentuk drainase menurut letak bangunannya:

13
a. Drainase permukaan tanah (surface drainage)
Yakni system drainase yang salurannya berada di atas permukaan tanah
yang pengaliran air terjadi karena adanya beda tinggi permukaan saluran (Slope).

b. Drainase bawah permukaan tanah (sub surfacedrainage)


Saluran ini bertujuan mengalirkan air limpasan permukaan melalui
media dibawah permukaan tanah (pipa-pipa) karena alasan-alasan tertentu. Alasan
itu antara lain Tuntutan artistik, tuntutan fungsi permukaan tanah yang tidak
membolehkan adanya saluran di permukaan tanah seperti lapangan sepak bola,
lapangan terbang, taman dan lain-lain.

5. Menurut fungsi drainase


Drainase berfungsi mengalirkan air dari tempat yang tinggi ke tempat yang
rendah, berikut ini jenis drainase menurut fungsinya:

a. Single purpose
Yakni saluran yang berfungsi mengalirkan satu jenis air
buangan, misalnya air hujan saja atau jenis air buangan yang lain.

b. Multipurpose
Yakni saluran yang berfungsi mengalirkan beberapa jenis air buangan
baik secara bercampur maupun bergantian, misalnya mengalirkan air buangan
rumah tangga dan air hujan secara bersamaan.

6. Menurut konstruksi
Dalam merancang sebuah drainase terlebih dahulu harus tahu jenis kontruksi
apa drainase dibuat, berikut ini drainase menurut konstruksi.

a. Saluran terbuka
Yakni saluran yang konstruksi bagian atasnya terbuka dan berhubungan
dengan udara luar. Saluran ini lebih sesuai untuk drainase hujan yang terletak
di daerah yang mempunyai luasan yang cukup, ataupun drainase non hujan yang
tidak membahayakan kesehtan/mengganggu lingkungan.

14
b. Saluran tertutup
Yakni saluran yang konstruksi bagian atasnya tertutup dan saluran ini tidak
berhubungan dengan udara luar.Saluran ini sering digunakan untuk aliran aliran kotor atu
untuk saluran yang terletak di tengah kota.

 Drainase Perkotaan

Perkembangan perkotaan memerlukan perbaikan dan penambahan fasilitas sistem


pembuangan air hujan. Dimana sistem pembuangan air hujan bertujuan untuk:

a. Arus air hujan yang sudah berbahaya atau mengganggu lingkungan secepat
mungkin dibuang pada badan air penerima, tanpa erosi dan penyebaran polusi atau
endapan.

b. Tidak terjadi genangan, banjir dan becek-becek.

Masalah di atas sudah merupakan permasalahan yang harus di tangani secara sungguh-
sungguh, terutama bagi daerah-daerah yang selalu mengalami setiap musim hujan.
Air hujan yang di atur di angkasa di kendalikan dan di atur guna memenuhi berbagai
kegunaan untuk penyehatan (Hendrasarie, 2005). Pengendalian banjir, drainase,
pembuangan air limbah merupakan penerapan teknik pengendalian air, sehingga tidak
menimbulkan kerusakan yang melebihi batas-batas kelayakan terhadap harga benda,
gangguan terhadap lingkungan pemukiman serta masyarakat dan sarana aktivitasnya
bahkan terhadap nyawanya. Penyediaan air, irigasi, pembangkit listrik tenaga air, alur-alur
transportasi air dan badan-badan air sebagai tempat rekreasi adalah merupakan
pemanfaatan sumber daya air, sehingga perlu dilestarikan eksistensinya, dipelihara
kualitas keindahannya serta pemanfaatannya. Drainase dengan sistem konservasi lahan
dan air merupakan langkah awal dari usaha pelestarian eksistensinya sumber daya air
tawar di bumi ini.

Untuk drainase perkotaan dan jalan raya umumnya dipakai saluran dengan lapisan.
Selain alasan seperti dikemukakan di atas, estetika dan kestabilan terhadap gangguan
dari luar seperti lalu lintas merupakan alasan lain yang menuntut saluran drainase
perkotaan dan jalan raya dibuat dari saluran dengan lapisan. Saluran ini dapat berupa
saluran terbuka atau saluran yang diberi tutup dengan lubang-lubang kontrol di tempat-
tempat tertentu. Saluran yang diberi tutup ini bertujuan supaya saluran memberikan

15
pandangan yang lebih baik atau ruang gerak bagi kepentingan lain di atasnya (Wesli,
2008).

Tabel 2.1: Kriteria desain hidrologi sistem drainase perkotaan (Suripin, 2004).

Luas DAS (ha) Perioede Ulang (tahun) Metode Perhitungan Debit Banjir
<10 2 Rasional
10-100 2-5 Rasional
101-500 5-20 Rasional
>500 10-25 Hidrograf Satuan

2.2 Analisa Hidrologi


Merupakan sebuah proses pengolahan data curah hujan, data topografi, data tata
guna lahan dan data jumlah pertumbuhan penduduk yang mana masing-masing dari data
tersebut dapat digunakan untuk mengetahui besarnya intensitas hujan, koefisien
pengaliran, luas daerah pengaliran dan debit air kotor. Sehingga dapat diketahui berapa
besarnya debit banjir rencana. Kemudian dari debit banjir rencana inilah dapat dilakukan
evaluasi terhadap saluran drainase yang ada.

2.2.1 Siklus Hidrologi


Siklus Hidrologi adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dari atmosfir
ke bumi dan kembali ke atmosfir melalui kondensasi, presipitasi, evaporasi dan
transpirasi. Pemanasan air samudera oleh sinar matahari merupakan kunci proses
siklus hidrologi tersebut dapat berjalan secara kontinu. Air berevaporasi, kemudian jatuh
sebagai presipitasi dalam bentuk hujan, salju, hujan batu, hujan es dan salju (sleet), hujan
gerimis atau kabut. Pada perjalanan menuju bumi beberapa presipitasi dapat berevaporasi
kembali ke atas atau langsung jatuh yang kemudian diintersepsi oleh tanaman sebelum
mencapai tanah. Setelah mencapai tanah, siklus hidrologi terus bergerak secara kontinu
dalam tiga cara yang berbeda. Adha Afrinanda Tanjung (2019)

Evaporasi adalah penguapan air dari permukaan air, tanah, dan bentuk permukaan
bukan vegetasi lainnya oleh proses fisika. Dua unsur utama untuk berlangsungnnya
evaporasi adalah energi (radiasi) matahari dan ketersediaan air. Proses-proses fisika yang

16
menyertai berlangsungnya perubahan bentuk dari cair menjadi gas berlaku pada kedua
proses evaporasi tersebut diatas. Oleh karenanya, kondisi fisika yang mempengaruhi
laju evaporasi umum terjadi pada kedua proses alamiah tersebut. Faktor-faktor yang
berpengaruh antara lain cahaya matahari, suhu udara, dan kapasitas kadar air dalam udara.
Proses evaporasi yang disebutkan diatas tergantung pada jumlah air yang tersedia. (Asdak,
C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press)

Infiltrasi adalah aliran air ke dalam tanah melalui permukaan tanah. Di dalam
tanah air mengalir dalam arah lateral, sebagai aliran antara (interflow) menuju mata air,
danau, dan sungai; atau secara vertikal, yang dikenal dengan perkolasi (percolation)
menuju air tanah. (Dr. Ir. Suripin, M.Eng. 2004;7)

Air tanah adalah air yang menempati rongga-rongga dalam lapisan geologi.
Lapisan tanah yang terletak di bawah permukaan tanah dinamakan lajur jenuh (saturated
zone), dan lajur tidak jenuh terletak di atas lajur jenuh sampai ke permukaan tanah,
yang rongga-rongganya berisi air dan udara. Proses perjalanan air di daratan itu terjadi
dalam komponen-komponen siklus hidrologi yang membentuk sistem Daerah Aliran
Sungai (DAS). (Soemarto 1989)

Gambar 2.4 Siklus hidrologi.

17
2.2.2 Curah Hujan Rerata Daerah
Dalam menentukan curah hujan rata – rata daerah ada tiga macam cara yang umum
digunakan dalam menganalisa curah hujan rata – rata daerah di beberapa titik
pengamatan, yaitu :

1. Cara rata-rata aljabar (Arithmatic Mean Method )

2. Cara polygon Thiessen

3. Cara Garis Isohyet

Dalam studi kali ini digunakan cara poligon thiessen untuk mendapatkan besarnya
hujan rata-rata daerah. Metode Thiesen berusaha mengimbangi tidak meratanya distribusi
alat ukur dengan menyediakan suatu faktor pembobot bagi masing-masing stasiun. Cara
penggambaran polygon Thiesen adalah sebagai berikut:

1. Stasiun diplot pada suatu peta kemudian dihubungkan masing-masing stasiun


dengan stasiun yang lain dengan sebuah garis bantu.

2. Tentukan titik potong polygon dengan garis bantu dengan cara membagi dua sama
panjang setiap garis bantu yang menghubungkan dua stasiun tersebut.

3. kemudian Tarik garis polygon tegak lurus terhadap garis bantu yang
menghubungkan dua stasiun melalui dua titik potong tadi yang terbagi sama
panjang. Kemudian rangkaian garis-garis yang tegak lurus tersebut hingga
membentuk suatu polygon.

Sisi-sisi setiap polygon merupakan batas luas daerah efektif daerah tangkapan air
hujan yang diasumsikan untuk stasiun tersebut. Luas masing- masing polygon
ditentukan dengan planimetri dan dinyatakan dalam prosentasi dari luas keseluruhan
tangkapan air hujan.

Cara ini di dasarkan atas rata-rata timbang (weight average). Masing- masing
penakar mempunyai daerah pengaruh yang dibentuk dengan menggambar garis-garis
sumbu tegak lurus terhadap garis penghubung antara dua pos penakar.

18
1
R1

R2 R3

2 3

Gambar 2.1 Polygon Thiessen

Misal R1 adalah curah hujan daerah pengaruh pos peneliti 1, R2 adalah l curah
hujan daerah pengaruh pos peneliti 2, dan seterusnya. Jumlah R1 + R2 +…….Rn =R,
merupakan jumlah luas daerah /seluruh area yang dicari tinggi curah hujannya.

Jika pos peneliti 1 menakar tinggi hujan d1, pos peneliti 2 meniliti hujan d2 hingga
pos peneliti = n, meneliti hujan = Rn.

Perhitungan curah hujan dengan cara Polygon Thiessen mempergunakan


persamaan sebagai berikut : (cd. Soemarto, 1987)

Rumus :

𝑅1 𝑥 𝑑1 + 𝑅2 𝑥 𝑑2 +𝑅3 𝑥 𝑑3 + ….. 𝑅𝑛 𝑥 𝑑𝑛
𝑅= ……………………………(2-5)
A

Keterangan :

A = Luas Daerah
𝑑1 , 𝑑2 , 𝑑3 …….𝑑𝑛 = Curah hujan ditiap titik pengamatan (mm)
R = Curah hujan daerah (mm)

2.2.3 Curah Hujan Rencana


Yang dimaksud dengan hujan rencana adalah hujan terbesar yang mungkin terjadi
dalam pada suatu daerah pada periode ulang tertentu, yang dipakai sebagai dasar untuk
perhitungan perencanaan perhitungan suatu ukuran bangunan. Jatuhnya hujan disuatu
19
daerah, baik menurut waktu maupun pembagian geografisnya tidak tetap melainkan
berubah-ubah. Di dalam musim hujan pun dari hari ke hari, dari jam ke jam hujannya tidak
sama. Demikian pula dari tahun ketahun banyaknya hujan tidak sama dan juga hujan
maksimum dalam suatu hari untuk berbagai tahun yang berlainan.

Tabel 2.1 Kala Ulang Berdasarkan Tipologi Kota


Jumlah Penduduk Daerah Tangkapan Air (Ha)
Tipologi Kota
(Jiwa) <10 10-100 101-500 >500
> 1.000.000 Kota Metropolitan 2 Th 2-5 Th 5-10 Th 10-25 Th
500.000-1.000.000 Kota Besar 2 Th 2-5 Th 2-5 Th 5-20 Th
100.000-500.000 Kota Sedang 2 Th 2-5 Th 2-5 Th 5-10 Th
20.000-100.000 Kota Kecil 2 Th 2 Th 2 Th 2-5 Th
Sumber : Peraturan Menteri pekerjaan umum nomor 12/ PRT/M/2014

Setelah diketahuinya tinggi curah hujan harian maksimum dari data hujan yang
diperoleh, maka hal selanjutnya yang harus dilakukan adalah memilih disribusi yang akan
dipakai. Dalam studi ini akan dipakai Metode Log Person Type III untuk menentukan
besarnya curah hujan rencana. Adapun persamaannya sebagai berikut :

 Hitung harga rata-rata dengan rumus sebagai berikut :

1
𝑥 = . ∑𝑛1 𝑋𝑖 …………………………………………(2-8)
𝑛

 Hitung harga standart deviasi dengan rumus sebagai berikut :

∑𝑛
1 (𝑥−𝑥̅ )
2
S= √ …...…………………………………….(2-9)
𝑛−1

 Hitung koefisien kepencengan dengan rumus sebagai berikut :

n x ∑( log 𝑥𝑖− log 𝑥 )3


𝐶𝑠 = (n−1) ….…………………………….(2-10)
𝑥 (𝑛−2)𝑥 𝜎 log 𝑥𝑖 3

 Persamaan Log Pearson Type III

log 𝑋𝑟 = ̅̅̅̅̅̅̅
log 𝑋 + (𝐺. 𝑆) ….…………………………….(2-11)

Keterangan : log 𝑋𝑟
= Curah hujan rancangan kala ulang T tahun
20
̅̅̅̅̅̅̅
log 𝑋 = Rata-rata dari logaritma curah hujan.

G = Faktor koefisien kepencengan (𝐶𝑆 ) terhadap waktu ulang (p).

S = Standart deviasi

2.2.4 Uji Kecocokan Distribusi


Untuk menguji kecocokan distribusi frekuensi sampel data terhadap fungsi distribusi
peluang yang diperkirakan dapat menggambarkan atau mewakili distribusi frekuensi
tersebut.. Pengujian parameter yang dipakai adalah Uji Chi-Square dan Uji Smirnov-
Kolmogorov. (Suripin 2004)

1. Uji Chi-Square
Dimaksudkan untuk menentukan apakah persamaan distribusi peluang yang
telah dipilih dapat mewakili distribusi statistik sampel yang dianalisis.
Pengambilan keputusan uji ini menggunakan parameter X2 (Soewarno,
1995:194)

Rumus :

2
(𝑂 −𝐸 )
2
𝑋 = ∑𝐺𝑖=1 𝑗 𝑗 .……………………………………………….(2-12)
𝐸𝑗

Keterangan :

𝑋 2 = Harga Chi Square

G = Jumlah Sub Grup

𝐸𝑗 = Frekuensi Teoritis Kelas J

𝑂𝑗 = Frekuensi Pengamatan Kelas J

Adapun langkah-langkah perhitungan dari uji Chi Square adalah sebagai berikut

(Soewarno, 1995:194):

1. Urutkan data pengamatan (dari besar ke kecil atau sebaliknya)

2. Kelompokkan data menjadi G sub grup, tiap-tiap subgrup minimal 4 data

21
3. Jumlahkan data pengamatan sebesar Oj tiap-tiap subgroup

4. Jumlahkan data dari persamaan distribusi yang digunakan sebesar Ei

( 𝑂𝑗 − 𝐸𝑗 )2
5. Tiap-tiap subgrup hitung nilai : ( Oj-Ej )2 dan
𝐸𝑗

( 𝑂𝑗 − 𝐸𝑗 )2
6. Jumlah seluruh G sub nilai menentukan nilai Uji Chi- Square hitung
𝐸𝑗

7. Tentukan derajat kebebasan dk = G-R-1

8. Menentukan X2 dari table dengan menentukan derajat kepercayaan ( α ) dan derajat


Kebebasan ( dk )

9. Menyimpulkan hasil perhitungan, apabila X2hit < X2cr maka persamaan distribusi
teoritis yang digunakan dapat diterima, dan apabila nilai X2 hit > X2cr maka
persamaan distribusi teoritis yang digunakan tidak dapat diterima.

Tabel 2.2 Harga 𝑋 2 Untuk Uji Chi-Square

Sumber : CD Soemarto, Hidrologi Teknik

22
2. Uji Smirnov-Kolmogorov

Pengujian ini dilakukan dengan menggambarkan probabilitas untuk tiap data, yaitu
distribusi empiris dan distribusi teoritis yang disebuh dengan ∆𝑚𝑎𝑘𝑠 . Dalam bentuk
persamaan dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

∆𝑚𝑎𝑘𝑠 = | 𝑃𝑒 − 𝑃𝑡 | ………………………………………………………(2-16)

Dengan :

∆𝑚𝑎𝑘𝑠 = Selisih antara peluang empiris dan peluang teoritis

∆𝑒𝑟 = Simpangan kritis

𝑃𝑒 = Probabilitas empiris

𝑃𝑡 = Probabilitas Teoritis

Kemudian dibandingkan antara ∆𝑚𝑎𝑘𝑠 Dengan ∆𝑒𝑟 Bila ∆𝑚𝑎𝑘𝑠 < ∆𝑒𝑟 maka pemilihan
distribusi frekuensi tersebut dapat diterapkan pada data tersebut.

Tahapan uji ini adalah sebagai berikut :

1. Data curah hujan maksimum harian rata-rata tiap tahun disusun dari kecil ke besar /
sebaliknya.
2. Hitungan probabilitas dengan rumus :
𝑚
𝑃 = 𝑛+1 𝑥100% ………………………………………………..(2-17)

Keterangan :

P = Probabilitas
M = Nomor urut data dari seri yang telah diurutkan
n = Banyaknya data
3. Ploting data curah hujan (𝑋𝑟 ) dengan probabilitas.
4. Plot dua harga 𝑋𝑟 baru Tarik garis durasi.
5. Hasil posisi pengenalan dibandingkan dengan posisi plotting cara teoritis.
6. Hitung nilai selisih antara peluang pengamatan (𝑃𝑒 ) dengan peluang teoritis (𝑃𝑡 ) dan
ditentukan nilai maksimumnya (∆𝑚𝑎𝑘𝑠 ).
7. Test Uji Smirnov Kolmogorov table Uji Smirnov Kolmogorv.

23
Tabel 2.3 Harga ∆Kritis Untuk Uji Smirnov Kolmogorov

Sumber : Lily Montarcih L, Hidrologi Dasar

2.2.5 Intensitas Hujan


Intensitas hujan adalah tinggi curah hujan dalam periode tertentu yang dinyatakan
dalam satuan mm/jam.. Besarnya intensitas hujan berbeda-beda, tergantung dari lamanya
curah hujan dan frekuensi kejadiannya. Intensitas hujan diperoleh dengan cara melakukan
analisis data hujan baik secara statistik maupun secara empiris.Intensitas hujan ialah
ketinggian hujan yang terjadi pada suatu kurun waktu airn hujan terkonsentrasi. Biasanya
intensitas hujan dihubungkan dengan durasi hujan jangka pendek misalnya 5 menit,
30 menit, 60 menit dan jam-jaman. ( Restiani dkk. 2015)

Intensitas hujan adalah termasuk dari karakteristik hujan yang juga terdapat durasi
hujan yaitu lama kejadian (menitan, jam-jaman, harian) diperoleh dari hasil pencatatan
alat pengukur hujan otomatis. Dalam perencanaan drainase durasi hujan ini sering
dikaitkan dengan waktu konsentrasi, khususnya pada drainase perkotaan diperlukan
durasi yang relatif pendek mengingat akan toleransi terhadap lamanya genangan.
Selanjutnya lengkung intensitas hujan adalah grafik yang menyatakan hubungan antara
intensitas hujan dengan durasi hujan, hubungan tersebut dinyatakan dalam bentuk
lengkungan intensitas hujan kala ulang hujan tertentu. (Wesli, 2008)

24
Intensitas hujan termasuk hal yang terpenting dalam melaksanakan atau
menganalisis hidrologi suatu daerah drainase. Maka daripada itu akan dijelaskan teori
perhitungan debit rencana, yakni perhitungan curah hujan dengan jangka waktu yang
bervariasi untuk menentukan suatu volume debit saluran.Untuk menetukan intensitas
hujan adalah dengan menggunakan rumus-rumus empiris yang menyatakan hubungan
antara intensitas hujan dengan lamanya hujan. Perhitungan intensitas curah hujan
rencana dipergunakan metode“Mononobe” dengan persamaan sebagai berikut:

𝑑24 24
[ ]𝑚 …...…………..……………………………….(2-32)
24 𝑡

Keterangan:

i = Intensitas hujan (mm/jam)


t = Waktu (durasi) curah hujan {(menit untuk a sampai c) dan (jam untuk d)}
𝑑24 = Tinggi hujan maksimum dalam 24 jam (mm)
a, b, n, m = Konstanta

2.2.6 Koefisien Pengaliran ( C )


Koefisien pengaliran adalah perbandingan antara limpasan air hujan dengan total
hujan yang menyebabkan limpasan. Sehingga untuk menghitung besarnya koefisien
pengaliran rata – rata digunakan rumus rata – rata hitung sebagai berikut (CD.
Soemarto, 1978,217) :

𝐶1 .𝐴1 +𝐶2 .𝐴2 +⋯+𝐶𝑛 .𝐴𝑛


𝐶= ………………………………………...……(2-33)
𝐴1 +𝐴2 +⋯+𝐴𝑛

Keterangan:

C = Harga rata-rata koefisien pengaliran.

𝐶1 , 𝐶2 , … , 𝐶𝑛 = Keofisien pengaliran tiap daerah.

𝐴1 , 𝐴2 , … , 𝐴𝑛 = Luas masing-masing daerah.

25
Tabel 2.4 Koefisien Pengaliran (C)
Tipe Daerah Aliran Harga C

Rerumputan

1. Tanah pasir, datar 2% 0,05 - 0,10

2. Tanah pasir, rata-rata 2%-7% 0,10 - 0,15

3. Tanah pasir, curam 7% 0,15 - 0,20

4. Tanah geruk, datar 2% 0,13 - 0,17

5. Tanah geruk, rata-rata 2%-7% 0,18 - 0,22

6. Tanah geruk, curam 2% 0,25 - 0,35

Bisnis

1. Daerah kota lama 0,75 - 0,95

2. Daerah pinggiran 0,50 - 0,70

Perumahan

1. Daerah “ Single Family “ 0,30 – 0,50

2. Terpisah-pisah “ Multi unit “ 0,40 – 0,60

3. Tertutup “ Multi Unit “ 0,60 – 0,75

4. “ Sub Urban “ 0,25 – 0,75

5. Daerah rumah apartemen 0,50 – 0,70

Industri

1. Daerah ringan 0,50 – 0,80

2. Daerah berat 0,60 – 0,90

Pertamanan kuburan 0,10 – 0,25

Tempat bermain 0,20 – 0,35

Halaman kereta api 0,20 – 0,40

Daerah yang tidak dikerjakan 0,10 – 0,30

Jalan

1. Beraspal 0,70 – 0,95

2. Beton 0,80 – 0,95

3. Batu 0,70 – 0,85

Untuk berjalan dan naik kuda 0,75 – 0,75

Atap 0,75 – 0,95

Sumber : Teknik Drainase halaman 75 ( ISBN : 979-8382-49-8 )

26
2.2.7 Waktu Konsentrasi ( Tc )

Waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir dari titik yang paling jauh pada
daerah aliran sampai dengan titik yang ditinjau. Salah satu rumus yang dikembangkan
oleh (Kirpich,1940). Dalam perjalanan limpasan air hujan, air melalui dua fase lahan
yaitu fase lahan dan fase saluran. Wakktu konsentrasi adalah jumlah dari fase lahan
dan fase saluran sehingga perumusannya menjadi :

0,0195 𝐿 0,77
𝑇𝑐 = [ 𝑥( ) ] …….…………………………….(2-21)
60 √𝑆

Kemiringan dasar rata-rata saluran :

𝐻
𝑆= ..………………………………..(2-21)
𝐿

Keterangan :

L = Panjang saluran (m)

S = Kemiringan rata-rata daerah aliran (kemiringan dalam saluran)

27
2.3 Penelitian Terdahulu
Penelitian peningkatan kinerja sistem drainase Kecamatan Kepanjen belum
pernah dilakukan sebelumnya, penelitian yang memiliki beberapa kesamaan dan
perbedaan digunakan sebagai acuan atau perbandingan pada penelitian ini sebagai
berikut :

1. Adha Afrinanda T, (2019) Tinjauan Perencanaan Drainase Pada Jalan Karya


Wisata Kecamatan Medan Johor. Persamaan dalam penelitian ini adalah ingin
mengetahui apakah sistem drainase masih dapat menampung debit banjir,
penelitian ini dilakukan menggunakan debit rancangan kala ulang 10 tahun.
Genangan yang terjadi dipengaruhi oleh tingginya curah hujan yang terjadi
pada musim penghujan, banyaknya jumlah penduduk dan kemiringan kota
Lamongan yang relatif dasar. Dari 112 saluran yang dievaluasi terdapat 38
saluran yang tidak dapat menampung debit rancangan.
2. Cornelius P, (2007) Rehabilitasi dan Peningkatan Sistem Jaringan Drainase
Kota Waingapu Kabupaten Sumba Timur Nusa Tenggara Timur. Persamaan
dalam penelitian ini adalah ingin mengetahui apakah sistem drainase masih
dapat menampung debit banjir, penelitian ini menggunakan debit rancangan
kala ulang 5 tahun. Besarnya debit limpasan pada musim hujan disetiap
saluran berbeda karena angka koefisien pengaliran yang berbeda. Dari 111
ruas saluran yang ada 58,56% saluran tidak mampu mengalirkan debit banjir
yang ada.
3. Mega K, (2007) Kajian Sistem Drainase Guna Menanggulangi Genangan Air
Hujan Kecamatan Kalidawir Kabupaten Tulungagung. Persamaan dalam
penelitian ini adalah ingin mengetahui apakah sistem drainase masih dapat
menampung debit banjir, penelitian ini dilakukan menggunaakn debit
rancangan kala ulang 10 tahun. Untuk daerah-daerah dataran rendah yang
sering mengalami genangan belum memiliki saluran drainase. Untuk
mengatasi limpasan air hujan, diperlukan perencanaan sistem drainase yang
baik dan perlu adanya normalisasi pada saluran yang sudah tidak mampu
menampung lagi

28
No Nama penelitian Persamaan Perbedaan

1 Adha Afrinanda T, (2019) Variabel yang digunakan : Lokasi :Perkotaan Kepanjen

- Data Curah hujan Metode yang digunakan untuk


perhitungan hujan rerata
- Data Jumlah Penduduk maksimum PolygonThissen
Melakukan perhitungan Menggunakan Peta Tata Guna
untuk mengetahui debit yang Lahan untuk penentuan
dibuang setiap saluran Koefsien Pengaliran

Menghitung Intensitas Hujan


Metode Mononobe

2 Penelitian Cornelius P, Variabel yang digunakan : Lokasi :Perkotaan Kepanjen


(2007)
- Data saluran existing Metode yang digunakan untuk
perenghitungan hujan rerata
- Data Curah hujan maksimum PolygonThissen
- Data Jumlah Penduduk Perhitungan curah hujan

Menggunakan Peta Tata Guna


Lahan untuk penentuan
Koefsien Pengaliran

Melakukan perhitungan disetiap


saluran

3 Penelitian Mega K, (2007) Metode yang digunakan Lokasi :Perkotaan Kepanjen


untuk perenghitungan hujan
rerata maksimum Polygon Kala ulang digunakan 5 tahun
Thissen Perhitungan curah hujan
Variabel yang digunakan : rancangan menggunakan
metode gumble dan Log person
- Data saluran existing
Melakukan perhitungan
- Data Curah hujan proyeksi jumlah penduduk

- Data Jumlah Penduduk

-Tata Guna Lahan

Menghitung Intensitas
Hujan Menggunakan
Metode Mononobe

29
30

Anda mungkin juga menyukai