SKRIPSI
Disusun Oleh :
Nova Widiastuti
11160150000004
PROGRAM STUDI
TADRIS ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2021
ii
iii
iv
v
ABSTRAK
vi
ABSTRACT
Thus, the results of this study can be used as a reference in efforts to mitigate
landslides and early warning systems in the Megamendung District.
vii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya.
Sebagai zat yang maha pengasih dan maha penyayang yang telah menciptkan segala
yang ada di bumi beserta isinya.
Shalawat serta salam tetap terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai
Rahmatanlilalamin pembawa cahaya dari kegelapan dan belenggu kebodohan sehingga
penyusunan skripsi yang berjudul “Analisis Sebaran Daerah Rawan Longsor
Kecamatan Megamendung Kabupaten Bogor” telah terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak luput dari bimbingan,
arahan, bantuan dan doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu, ucapan terimakasih
penulis sampaikan kepada :
1. Ibu Prof. Dr. Amany Burhanudin Umar Lubis, Lc. MA selaku Rektor UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
2. Ibu Dr Sururin, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Bapak Dr. Iwan Purwanto, M. Pd., selaku Kepala Program Studi Tadris Ilmu
Pengetahuan Soasial Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
4. Bapak Andri Noor Ardiansyah, M.Si., selaku Sekretaris Program Studi Tadris
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
sekaligus Dosen Pembimbing Skripsi yang telah meluangkan waktu, tenaga dan
arahan untuk memberikan bimbingan hingga selesainya skripsi ini
5. Ibu Neng Sri Nuraeni, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing Akademik dan Dosen
Pembimbing Skripsi yang dengan sabar membantu, meluangkan waktu, tenaga,
dan bimbingan hingga selesainya skripsi ini
6. Segenap Ibu dan Bapak Dosen pengajar Program Studi Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu-satu tapi tidak
viii
mengurangi rasa hormat saya, yang telah memberikan banyak ilmu kepada penulis
hingga saat ini
7. Kedua orang tua saya Mama dan Bapak yang dengan tulus, ikhlas dan sabar yang
selalu memberikan doa disetiap langkah saya, semangat tiada henti, motivasi, rasa
sayang dan dukungan moril maupun materil tanpa menuntut balas
8. Kakak-kakak tercinta yang telah memberikan doa, semangat dan motivasi sampai
skripsi ini selesai
9. Keluarga Onye Cici, Mita, Wanti yang telah menemani perjalanan kuliah selama
ini, memberikan kesan dan kenangan manis bahwa bersahabat dengan kalian
adalah suatu hal yang sangat saya syukuri di dunia ini
10. Tukang Ojek Cariu Firmansyah, Dani, Haikal teman seperbimbingan yang cukup
banyak membantu
11. KKN 013 khususnya Riza Syafitri, Eka Putri, Laili Mukaromah Muaja, Wasilatul
Aflah yang telah memberikan banyak kebahagiaan, canda tawa dan cerita di
Cibadak
12. Teman terbaik Sandi yang telah banyak membantu dalam membuat Peta,
terimakasih atas segala arahan dan ilmunya
13. Teman-teman seperjuangan Pendidikan IPS angkatan 2016 yang tidak bisa saya
sebutkan satu pesatu, yang telah memberikan banyak warna kalian adalah bagian
dari cerita dan pengalaman saya dalam meraih cita-cita
14. Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung memberikan bantuan,
dan informasi selama pengerjaan skripsi ini.
Akhir kata semoga segala kebaikan yang telah mereka berikan kepada penulis
akan menjadi amal sholeh dan mendapatkan pahala dari Allah SWT. Aamiin Ya
RabbalAlamin.
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN MUNAQOSAH
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI
UJI REFERENSI
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI
ABSTRAK .................................................................................................................. vi
ABSTRACT ................................................................................................................ vii
KATA PENGANTAR .............................................................................................. viii
DAFTAR ISI ................................................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ xiii
DAFTAR TABEL ..................................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ..................................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ........................................................................................... 8
C. Batasan Masalah................................................................................................. 8
D. Rumusan Masalah .............................................................................................. 8
E. Tujuan Penelitian ............................................................................................... 9
F. Manfaat Penelitian ............................................................................................. 9
BAB II KAJIAN TEORI
A. Landasan Teori.................................................................................................... 11
1. Pengertian Longsor ....................................................................................... 11
2. Jenis-Jenis Longsor ...................................................................................... 12
3. Faktor-Faktor Penyebab Longsor ................................................................. 17
4. Karakteristik Wilayah Rawan Longsor ........................................................ 23
5. Aplikasi SIG untuk wilayah rawan longsor ................................................. 24
B. Hasil Penelitian yang Relevan ............................................................................ 28
x
xi
Halaman
xiii
xiv
Halaman
xv
xvi
PENDAHULUAN
Indonesia memiliki dua potensi besar yaitu potensi sumber daya alam yang
melimpah dan potensi adanya bencana. Indonesia sendiri merupakan daerah yang
dilintasi oleh deretan pegunungan api aktif. Terdapat setidaknya 129 gunung api
aktif yang ada di wilayah Indonesia yang diakibatkan oleh terjadinya tumbukan
antar lempeng dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Pasifik dan Lempeng
Australia. Hal tersebut menyebabkan banyak terjadi peristiwa gunung meletus dan
gempa bumi. Hasil dari letusan gunung api ini mengakibatkan banyaknya jenis
tanah pelapukan yang bersifat lempung, berpasir dan subur. Pelapukan tanah yang
terjadi pada area yang memiliki kemiringan lereng sedang hingga terjal dapat
memicu terjadinya tanah longsor pada saat musim hujan.
Secara geografis sebagaian wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
berada pada kawasan rawan bencama alam, dan salah satu bencana alam yang
sering terjadi adalah bencana longsor.1 Bencana alam yang mengancam Indonesia
dapat terjadi kapanpun dan dimanapun yang dapat menyebabkan kerugian materil
dan non materil. Bencana menurut Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007
Tentang Penanggulangan Bencana menyebutkan, bencana adalah peristiwa atau
rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor
non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.2
1
Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana Longsor Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum No.22/M/2007
2
Undang-Undang Republik Indonesia No.24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana
Pasal 1
1
2
Berdasarkan data bencana alam yang dihimpun dari website BNPB sedetidaknya
tercatat sebanyak 30.606 kejadian bencana dan 6.900 diantaranya merupakan
kejadian tanah longsor di Indonesia selama kurun waktu 2011 hingga 2020.3 Hal
tersebut menandakan bahwa longsor merupakan bencana yang tidak dapat
dihindari.
Tidak dapat dipungkiri bahwa bencana yang terjadi disebabkan oleh faktor
alam dan usaha manusia merupakan takdir Allah SWT yang sudah tertulis dalam
Lauh Mahfuz. Hal tersebut disebutkan oleh Allah dalam Al-Qur’an Surat Al-Hadid
Ayat 22 yang berbunyi:
ّٰللاِ يَ ِسيْر َ َب ِ ِّم ْن قَ ْب ِل ا َ ْن ناب َْراَهَا ۗا اِن ٰذلِك
علَى ه ٍ ض َو َْل فِ ْٓي ا َ ْنفُ ِس ُك ْم ا اِْل فِ ْي ِك ٰت
ِ ص ْيبَ ٍة فِى ْاْلَ ْر
ِ اب ِم ْن ُّم
َ صَ َ َما ٓ ا
Artinya: “Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang menimpa dirimu
sendiri, semuanya telah tertulis dalam Kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum kami
mewujudkannya. Sunggu, yang demikian itu mudah bagi Allah.”4
Dalam Surat Al-Hadid ayat 22 menjelaskan bahwa segala macam musibah yang
ada di bumi telah Allah SWT tentukan sejak sebelum semuanya terjadi. Allah
SWT memiliki kekuasaan atas semua takdir makhluk ciptaan-Nya. Meskipun
semua yang terjadi merupakan takdir-Nya, hendaknya manusia untuk selalu
menjaga dan tidak melakukan hal yang semena-mena terhadap bumi yang dapat
menyebabkan timbulnya bencana.
Longsor merupakan salah satu bencana alam yang sering melanda daerah
perbukitan di daerah tropis basah.5 Tanah longsor adalah salah satu bencana
terbesar ke 3 (tiga) setelah banjir dan puting beliung yang sering terjadi di
Indonesia yang mana merupakan negara yang terdapat pertemuan tiga lempeng
tektonik aktif yang secara geografis rawan terjadi bencana alam. 6 Banyak faktor
yang menyebabkan terjadinya tanah longsor diantaranya adalah karena faktor alam
seperti gempa bumi, tingginya curah hujan, kondisi topografi atau panjang dan
kemiringan lereng, serta perubahan cuaca dan iklim. Namun pada saat ini bencana
tanah longsor sering diakibatkan oleh ulah manusia karena seiring dengan
meningkatnya jumlah penduduk maka banyak sekali pembangunan dan alih fungsi
lahan didaearah perbukitan dan pegunungan yang mengakibatkan kestabilan
lingkungan menjadi terganggu. Di Indonesia sendiri tercatat setidaknya 40,9 juta
jiwa manusia tinggal di daerah rawan longsor. Wilayah tersebut terbentang dari
Pulau Sumatera hingga ke Pulau Jawa kemudian wilayah perbukitan di Pulau
Kalimantan. Salah satu daerah di Pulau Jawa yang rawan mengalami kejadian
bencana longsor adalah wilayah Kabupaten Bogor.
Longsor yang melanda Kabupaten Bogor diantaranya terjadi akibat adanya alih
fungsi lahan, curah hujan yang sangat tinggi, bentukan lahan yang sangat beragam
yang menyebabkan Kabupaten Bogor menjadi daerah yang rawan longsor.
Berdasarkan tren kejadian bencana di Kabupaten Bogor yang dilihat pada situs
Badan Penanggulangan Bencana Nasional pada lima tahun terakhir dari tahun
2015 sampai 2019 kejadian bencana tanah longsor menduduki peringkat pertama
kejadian bencana terbanyak pada tiap tahunnya lalu setelahnya diikuti dengan
bencana angin puting beliung. Hal tersebut menandakan bahwa kejadian longsor
merupakan bencana yang sering melanda kawasan Kabupaten Bogor.
Secara administratif Kabupaten Bogor memiliki luas wilayah 2.663,85 Km²
yang terbagi dalam 40 kecamatan dan 435 desa . Kondisi topografi pada Kabupaten
Bogor sendiri bervariatif terdiri dari tiga jenis yang diantaranya; a. Puncak adalah
bagian paling atas gunung/pegunungan, b. Lereng adalah bagian dari
6
Mohammad Reza dkk, Penentuan Zonasi Daerah Rawan Bencana Longsor Studi Kasus di
Kecamatan Tumpang Kabupaten Malang, (Sustainable, Planing and Culture (SPACE) : Jurnal
Perencanaan Wilayah dan Kota, 2020) h. 23
4
Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor, “Kabupaten Bogor Dalam Angka 2020”
7
8
Hary Christady Nugroho, Tanah Longsor dan Erosi Kejadian dan Penanganan, (Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press, 2012), h.3
5
alih fungsi lahan menjadi sarana wisata atau pertanian yang terjadi dibeberapa
kecamatan seperti Cisarua, Megamendung, Babakan Madang dan beberapa
wilayah lain.9 Kondisi ini membuat alih fungsi lahan sering kali dikaitkan sebagai
penyebab terjadinya bencana longsor di Kabupaten bogor. Adapun data kejadian
bencana longsor yang berhasil diperoleh dari BPBD Kabupaten Bogor dapat
dilihat di tabel 1.1
Tabel 1.1 Data Kejadian Bencana Longsor Kecamatan Megamendung
Kabupaten Bogor 2016 - 2020
No. Bulan Kejadian 2016 2017 2018 2019 2020
1. Januari 2 3 1 2 21
2. Februari 4 3 10 5 6
3. Maret 6 - - 1 4
4. April - 3 1 7 1
5. Mei 1 1 - -
6. Juni - - - - -
7. Juli - - - - -
8. Agustus - - - - -
9. September 3 - - - 6
10 Oktober 2 - - 2 -
11. November - 3 2 2 3
12 Desember - 2 - 3 1
Jumlah 18 15 14 22 41
Sumber : BPBD Kab.Bogor
Menurut data longsor yang diperoleh dari BPBD Kabupten Bogor tahun 2016
- 2020 tercatat sebanyak 110 kejadian bencana longsor yang telah terjadi di
9
Dani Prabowo, Walhi: 30 Persen Kawasan Puncak Beralih Fungsi Jadi Hutan Beton, 2018
(https://www.google.com/amp/s/amp.kompas.com/properti/read/2018/03/29/173000521/walhi--30-
persen-kawasan-puncak-beralih-fungsi-jadi-hutan-beton) diakses tanggal 17 Juli 2020, Pada Pukul
20.03
6
informasi spasial yang berkaitan dengan daerah dengan tingkat kerawanan longsor
baik yang rendah hingga tinggi serta memperoleh informasi baru mengenai daerah
yang menjadi sasaran kejadian longsor. Mengutip pada booklet Pusat Vulkanologi
dan Mitigasi Bencana Geologi bahwa tahapan awal dalam melakukan pra mitigasi
bencana adalah pemetaan. Pemetaan kerentanan gerakan tanah merupakan data
dasar dalam melakukan antisipasi bencana alam sebagai pertimbangan dalam
penyusunan analisis resiko bencana gerakan tanah.10
Penelitian terkait sebaran wilayah rawan longsor pernah dilakukan oleh
mahasiswa Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yatu Anna Mariana Ulfah Rahayu dengan judul “Studi Tingkat Kerawanan
Longsor di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor” dengan hasil penelitian
berupa terdapat tiga kelas tingkat kerawanan longsor yang tersebar di wilayah
Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor. Penelitian selanjutnya juga dilakukan
oleh Imam Ubaidillah pada tahun 2017 dengan judul skrpsi “Zonasi Potensi
Kerawanan Longsor di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor” dengan hasil
penelitian terdapat sebaran tingkat kerawanan longsor sesuai dengan kriteria zona
kerawanan longsor yang tersebar di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor.
Melihat latar belakang diatas maka diperlukan adanya data hasil analisis berupa
peta sebaran wilayah rawan longsor di Kecamatan Megamendung supaya dapat
dijadikan perhatian khusus untuk pihak terkait dan masyarakat sekitar dalam
menentukan daerah yang tepat untuk menentukan lokasi mitigasi bencana dan
meminimalisir segala kerugian yang dapat ditimbulkan dari bencana longsor.
Maka disini penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis
Sebaran Wilayah Rawang Longsor di Kecamatan Megamendung Kabupaten
Bogor”
10 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Badan Geologi “Booklet Gerakan Tanah”,
8
B. Identifikasi Masalah
C. Batasan Masalah
Adanya keterbatasan waktu, biaya dan permasalahan yang ada agar tidak
menyimpang ke masalah yang lainnya, maka batasan masalah dalam penelitian ini
adalah:
1. Analisis tingkat kerawanan longsor di Kecamatan Megamendung Kabupaten
Bogor
2. Analisis dominasi sebaran wilayah rawan longsor di Kecamatan
Megamendung Kabupaten Bogor
D. Rumusan Masalah
E. Tujuan Penelitian
F. Manfaat Penelitian
KAJIAN TEORI
A. Landasan Teori
1. Pengertian Longsor
Gerakan masa (mass movement) tanah atau yang sering disebut tanah longsor
(landslide) merupakan salah satu bencana alam yang sering melanda daerah
perbukitan didaerah tropis basah.11 Dampak dari terjadinya longsor bukan hanya
sekedar kerusakan langsung yang meliputi rusaknya rumah, fasilitas kesehatan,
fasilitas pendidikan, dan berbagai macam penggunaan lahan melainkan dampak
tidak langsungnya pun juga pasti dirasakan seperti putusnya jalur transportasi
yang dapat mengganggu berbagai kegiatan manusia. Tanah longsor banyak
terjadi seiring dengan banyaknya aktifitas manusia didalamnya.
Menurut Nandi dalam Imam adapun pengertian longsor adalah perpindahan
material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah atau material
laporan bergerak kebawah atau keluar lereng. Secara geologis tanah longsor
adalah suatu peristiwa geologi dimana terjadi pergerakan tanah seperti jatuhnya
bebatuan atau gumpalan tanah besar.12
Menurut Menteri Pekerjaan Umum, Longsor adalah proses perpindahan
massa tanah/batuan dengan arah miring dari kedudukan semula, sehingga
terpisah dari masaa yang mantap, karena pengaruh gravitasi, dengan jenis
gerakan berbentuk rotasi dan translasi.13
11
Hary Christiadi Hardiyatmo, Penanganan Erosi dan Tanah Longsor, (Yogyakarta:Gajah
Mada University Press,2006), h.1
12
Imam Ubaidillah, Zonasi Potensi Kerawanan Longsor di Kecamatan Cisarua Kabupaten
Bogor . Skripsi 2017, h. 6
13
Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana Longsor Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum No.22/M/2007 Pasal 1 ayat 2
11
12
b. Longsoran Rotasi
e. Rayapan Tanah
14
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Pengenalan Gerakan Tanah,
Materi Publikasi
15
15
Hary Christiadi Hardiyatmo, Penanganan Erosi dan Tanah Longsor, (Yogyakarta:Gajah
Mada University Press,2006), h.98
16
Nasiah dan Ichsan, Identifikasi Daerah Rawan Bencana Longsor Lahan Sebagai Upaya
Penanggulangan Bencana di Kabupaten Sinjai, Jurnal Sainsmat, 2014, h. 111
17
tranlasi dan longsoran rotasi dimana kejadian longsor keduanya terjadi akibat
bergeraknya massa tanah atau batuan pada bidang gelincir.
7. Faktor-Faktor Penyebab Longsor
Tanah longsor merupakan kejadian bencana guna mencari keseimbangan alam.
Penyebab dari tanah longsor ini bisa diakibatkan oleh kondisi alam aau fisik alami
maupun ulah manusia. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya tanah
longsor adalah sebagai berikut :
1. Iklim (Curah Hujan)
Curah hujan merupakan faktor iklim yang menyebabkan terjadinya
bencana longsor. Intensitas hujan yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya
tanah longsor diberbagai wilayah di Indonesia. Saat curah hujan tinggi
ditambah waktu terjadinya hujan yang panjang mengakibatkan air terus
menerus masuk kedalam retakan atau pori-pori tanah sehingga tebing tidak kuat
dan mengakibatkan longsor.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (PMPU) no.22/PRT/M/2007
menjelaskan bahwa pengaruh curah hujan dalam stabilitas lereng. Curah hujan
memiliki bobot 15% dalam terjadinya longsoran.17 Curah hujan sendiri
mempunyai pengaruh yang tinggi bila besarnya curah hujan rata-rata pertahun
sebesar 2500mm atau lebih dari 70mm/jam yang berlangsung terus menerus
selama lebih dari 2 jam hingga beberapa hari.
Menurut Nandi ancaman tanah longsor bisanya dimulai pada bulan
November karena meningkatnya intensitas curah hujan.18 Biasanya dalam
musim kering yang panjang tanah akan mengalami penguapan yang
mengakibatkan munculnya rongga tanah hingga menimbulkan rekahan. Ketika
hujan lebat turun air akan masuk kedalam rongga dan rekahan yang
17
Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana Longsoor, Peraturan Menter
Pekerjaan Umum No.22/PRT/M/2007, h. 25
18
Nandi, Longsor. Jurusan Pendidikan Geografi. Bandung. 2007 FPIPS-UPI. h. 6
18
19
op.cit, h., 15
20
Ibid., h. 16
19
akan mudah mengalami proses pelapukan menjadi tanah dan akan semakin mudah
mengalami longsor bila terdapat pada lereng yang terjal. Faktor batuan memiliki
bobot 20% dalam penentu terjadinya longsor.
Pada tingkat kriteria kerawanan longsor yang tinggi lereng tersusun oleh batuan
yang banyak memiliki struktur retakan dengan perlapisan batuan miring kearah
luar lereng. Pada tingkat kriteria kerawanan longsor yang sedang batuan penyusun
lereng terlihat banyak retakan namun lapisan batuan tidak miring kearah luar
lereng, sedangkan pada kriteria kerawanan longsor yang rendah lereng terususun
atas batuan dan tanah namun ada struktur retakan/kekar pada batuan.
4. Vegetasi
Kejadian tanah longsor terjadi karena kestabilan pada lereng terganggu.
Vegetasi erat kaitannya dengan tumbuhan yang mempengaruhi stabilitas struktur
dan porositas tanah. Tumbuhan yang lebat seperti rumput atau rimba akan
mengurangi pengaruh dari air hujan dan kondisi lereng dari terjadinya longsor.
Menurut Arsyad dalam Sriyitno kebutuhan manusia akan pangan, sandang dan
pemukiman membuat semua tanah tidak dapat dibiarkan tertutup oleh hutan dan
padang rumput.21
Adanya vegetasi penutup akan lebih menjaga/menutupi/melindungi permukaan
tanah dari hantaman langsung air hujan yang turun sehingga permukaan
tanah/batuan terhindar dari erosi air hujan.22 Daerah denga kondisi wilayah
perbukitan atau pegunungan yang memiliki vegetasi cenderung kecil terhadap
kerentanan untung terjadi longsor dari pada kondisi wilayah pegunungan atau
perbukitan yang tidak memiliki tutupan vegetasi. Selain itu akar berfungsing
sebagai pengikat tanah dan batuan dasar sehingga lereng di daerah perbukitan dan
pegunungan semakin stabil.
21
Arsyad dalam Agus Sriyitno, Identifikasi Kawasan Rawan Bencana Longsor Kecamatan
Banyu Biru, Kabupaten Semarang, Skripsi 2012, h.11
22
Puji Pratiknyo, Banjir dan Tanah Longsor di Indonesia, (Yogyakarta: Citra Aji
Pratama,2019) h. 26
20
Tanah longsor banyak terjadi didaerah tata lahan persawahan, perladangan, dan
adanya genangan air di lereng yang terjal.23 Area yang dijadikan lahan persawahan
memiliki kondisi tanah yang cenderung lembek dan jenuh dengan air karena sifat
akarnya yang kurang kuat sehingga tanah longsor akan mudah terjadi. Sedangkan
pada area yang dijadikan tempat perladangan didaerah longsoran, kondisi akarnya
yang kurang dalam dan tidak akan mmenembus bidang longsoran.
5. Kondisi Tanah
Kondisi tanah merupakan salah satu faktor penentu terjadinya gerakan tanah
atau longsor. tanah yang gembur akan dengan memudahkan air masuk kedalam
penampang tanah yang kemudian akan menimbulkan pergerakan tanah berbeda
dengan tanah yang bersifat padat seperti tanah liat. Menurut Sitorus dalam Effendi,
nilai kepekaan erosi tanah (K) menunjukkan mudah tidaknya tanah mengalami
erosi, ditentukan oleh berbagai aspek fisik dan kimia tanah. Makin kecil nilai K
makin tidak peka suatu tanah terhadap erosi.24
Sedangkan menurut Saptohartono dalam Effendi, dalam kaitannya dengan
kestabilan lereng, pada intensitas hujan yang sama (127,4 mm/jam), tekstur tanah
pasir cenderung lebih cepat mencapai kondisi kritis sekitar 0,023 jam,
dibandingkan tekstur tanah lempung, 0,03 jam dan tanah liatsekitar 0,08 jam
setelah terjadi hujan.25
Tanah yang kurang padat dan tebal juga dapat memicu terjadinya longsor.
Tanah lempung memiliki karakteristik kurang padat yang apabila terjadi hujan
tanah ini akan cenderung menjadi lembek dan pada saat musim kemarau tanah ini
akan mudah pecah. Sensitivitas tanah tersebut akan dengan mudahnya terjadi
longsor pada saat terjadi hujan dengan intensitas tinggi dan waktu yang cukup
panjang.
23
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Gerakan Tanah
24
Sitorus dalam Ahmad Danl Effend, Identifikasi Kejadian Longsor dan Penentuan Faktor-
Faktor Utama Penyebab di Kecamatan Babakan Madang Kabupaten Bogor , Skripsi 2008, h. 17
25
Ibid, h.18
21
6. Pengelolaan Lahan
Wilayah Indonesia terdari daerah pegunungan dan perbukitan dengan
kondisi lereng yang terjal. Penggunaan lahan yang sesuai dengan besar
kemiringan lereng akan memantapkan lereng yang ada. Pengelolaan lahan sendiri
tidak terlepas dari peran manusia untuk melestarikannya. Usaha manusia yang
tidak benar pada daerah lereng yang terjal akan berdampak pada timbulnya tanah
longsor.
Banyak daerah pegunungan dan perbukitan yang digunakan sebagai area
untuk perladangan dan persawahan. Persawahan yang ada di lereng merupakan
daerah yang rawan longsor. Pengelolaan lahan pada daerah yang memiliki
kelerengan yang curam atau daerah perbukitan dan pegunungan sebaiknya tidak
digunakan untuk area persawahan. Area lereng yang dijadikan lahan persawahan
akan menghambat aliran air permukaan yang menyebabkan beban lereng
semakin berat dan menyebabkan longsor.
7. Kegempaan
Tanah longsor juga bisa disebabkan oleh suatu getaran yang diakibatkan oleh
gempa bumi, ledakan getaran mesin dan getaran arus lalu lintas kendaraan.26
Faktor pemicu berupa getaran meyebabkan putusnya hubungan antara partikel-
partikel penyusun tanah atau batuan pada lereng. Getaran tersebut menimbulkan
retakan yang kemudian retakan tersebut dapat mengakbatkan longsor.
Semakin tinggi intensitas gempa maka semakin besar peluangnya terjadi
longsor di wilayah tersebut.27 Gempa yang menimbulkan retakan dapat
mengakibatkan terjadinya patahan baik secara vertikal maupun horizontal.
26
Risdiyani Chasanah, Penanganan & Pencegahan Tanah Longsor, (Klaten:Cempaka Putih,
2018) h.13
27
Nasiah dan Ichsan Invanni, Identifikasi Daerah Rawan Bencana Longsor Lahan Sebagai
Upaya Penanggulangan Bencana di Kabupaten Sinjai, (Junral Sainsmat Universitas Negeri
Makasar,2014), h. 114
22
Patahan tersebut dapat menghasilkan horst dan graben yang besar kemungkinan
akan menimbulkan bencana logsor.
Menurut Arsyad dalam Nasiah syarat-syarat terjadinya longsor ada 3 yaitu :
1) Lereng cukup curam sehingga volume tanah dapat bergerak atau
meluncur ke bawah
2) Terdapat lapisan dibawah permukaan tanah yang agak kedap air dan
lunak yang berfungsi sebagai bidang luncur
3) Terdapat cukup air dalam tanah, sehingga lapisan tanah tepat diatas
lapisan kedap air tersebut sehingga lapisan kedap air tersebut menjadi
jenuh. Lapisan kedap air juga biasanya terdiri dari lapisan liat yang tinggi,
atau juga lapisan batuan, napal liat (clay shale)28
Sugalang dan Siagian dalam Nasiah juga menjeaskan analisis longsor
didasarkan pada lima faktor yang menyebabkan terjadinya pelongsoran.
Kelima faktor tersebut adalah :
a) Geologi : sifat fisik batuan, sifat ketektikan batuan, pelapukan batuan,
susunan dan kedudukan batuan (stratigrafi), dan struktur geologi
b) Morfologi : meliputi kemiringan lereng medan
c) Curah hujan : intensitas dan lama hujan
d) Penggunaan laha : pengolohan lahan dan vegetasi penutup
e) Kegempaan : intensitas gempa.29
Sehingga dapat disimpulkan bahwa longsor terjadi karena adanya faktor alami
dan faktor yang disebabkan oleh pengaruh aktivitas manusia. Curah hujan yang
tinggi, lereng yang terjal, lapisan tanah yang kurang padat, jenis batuan penyusun
lereng, jenis tanaman yang tidak mendukung kekuatan lereng, adanya getaran,
beban tambahan atau konstruksi bangunan, penggundulan hutan, bekas
longsoran lama merupakan hal yang dapat memicu terjadinya tanah longsor. Di
28
Ibid., h.111
29
Ibid., h.112
23
30
Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana Longsoor, Peraturan Menter
Pekerjaan Umum No.22/PRT/M/2007, h. 13
31
Anna Mariana Ulfah Rahayu, Studi Tingkat Kerawanan Longsor di Kecamatan Pamijahan
Kabupaten Bogor, (Skripsi Pendidikan IPS, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2018), h.18-19
24
longsor. Faktor perubahan tata guna lahan yang dilakukan oleh manusia juga dapat
membawa dampak terhadap potensi longsor. Maka dari itu masyarakat harus jeli
terhadap melihat karakteristik wilayah yang berpotensi terjadi bencana longsor.
5. Aplikasi SIG untuk wilayah rawan longsor
a. Pengertian Sistem Informasi Geografi
Menurut Anon dalam Nirwansyah Sistem Informasi Geografi adalah suatu
Sistem Informasi yang dapat memadukan antara data grafis (visual) dengan
data teks (atribut) objek yang dihubungkan secara geografis di bumi
(georeference). 32
Menurut Badan Informasi Geospasial (BIG) dalam Sodikin menjabarkan
SIG sebagai kumpulan yang terorganisir dari perangkat keras komputer,
perangkat lunak, data geografi, dan personal yang di desain untuk memperoleh,
menyimpan, memperbaiki, memanipulasi, menganalisis dan menampilkan
semua bentuk informasi yang berefensi geografi.33
Menurut Aronaff dalam Sari Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah
sistem berbasis komputer yang memiliki kemampuan dalam menangani data
bereferensi geografi, meliputi teknik pemasukan data, manajemen data
(penyimpanan dan pemanggilan kembali), manipulasi dan analisis data, serta
keluaran sebagai hasil (output).34
Berdasarkan pendapat diatas dapat diketahui bahwa Sistem Infromasi
Geografi adalah sebuah sistem yang melibatkan teknologi komputer
didalamnya sehingga memudahkan manusia dalam mengolah data spasial.
Sistem kerja SIG berupa menyimpan dan memanggil data, memanipulasi,
menganalisis dan menghasilkan output yang bereferensi geografi.
32
Anang Widi Nirwansyah, Dasar Sistem Informasi Geografi dan Aplikasinya menggunakan
Arcgis 9.3, (Yogyakarta: Deepublish, 2017), h.3- 4
33
Sodikin, Sistem Informasi Geografis & Penginderaan Jauh (Teori dan Praktek dengan Er
Mapper dan Arcgis 10), Pendidikan IPS FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, h. 200
34
Nur Fitriana Sari, Ensiklopedia Geografi Sistem Informasi Geografi, (Klaten: Cempaka
Putih, 2018), h. 2
25
35
Ika Arfiani, Sistem Informasi Geografis Untuk Pemetaan dan Pencarian Rumah Sakit di
Kota Yogyakarta, (Jurnal Informatika Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta, 2012), h. 689-690
26
c. Tehnik Overlay
Dalam pembuatan peta potensi rawan bencana longsor diperlukan tehnik
overlay (tumpang susun). Overlay atau dikenal dengan istilah tumpang susun
merupakan proses penyatuan dua buah data grafis atau lebih untuk memperoleh
data grafis baru yang memiliki satuan pemetaan. Secara sederhana, overlay
disebut sebagai operasi visual yang membutuhkan lebih dari satu layer data
untuk digabungkan secara fisik.36 Dalam bukunya Nirwansyah menjelaskan
bahwa analisis Overlay merupaka proses penyatuan data dari lapisan layer yang
berbeda. Secara sederhana overlay disebut sebagai operasi visual yang
membutuhkan lebih dari satu layer untuk digabungkan secara fisik.37
Sedangkan menurut Zaziatur dalam jurnalnya, Overlay merupakan dilakukan
minimal dengan 2 jenis peta yang berbeda secara teknis harus ada polygon yang
terbentuk dari 2 jenis peta yang dioverlaykan.38 Ada beberapa macam overlay
yang dapat digunakan :
1. Erase : digunakan untuk melakukan analisis overlay pada kelas fitur
dengan menghapus kelas fitur yang tumpang tindih pada peta. Jenis tool
ini lebih mirip seperti proses clip. Poligon yang fiturnya bertepatan
dengan erase maka fitur poligon akan dihapus.
2. Identity : digunakan untuk melakukan analisis overlay pada kelas fitur.
Tool ini menggabungkan bagian-bagian dari fitur yang tumpang tindih.
Fitur identitas untuk menciptakan sebuah kelas fitur baru.
3. Intersect : digunakan untuk melakukan analisis overlay pada kelas fitur.
Overlay ini membangun kelas fitur baru dan berpotongan dengan fitur
umum di kedua kelas fitur.
36
Op.cit., h.38
37
Anang Widhi Nirwansyah, Dasar Sistem Informasi Geografi dan Aplikasinya
Menggunakan Arcgis 9.3, (Yoyakarta: deepublish, 2017) h. 31
38
Zalzilatur Rachman, Kesesuaian Lahan Pemukiman di Kawasan Kaki Gunung Dua Sudara,
(Jurnal: Universitas Sam Ratulangi Manado), h.121
27
39
ESRI dalam Inneke Astrid Pitaloka, Identifikasi Daerah Rawan Longsor dengan Menggunakan
Metode Smorph dan SIG (Studi Kasus : Kecamatan Semarang Barat), (Jurnal Geodesi Undip, Vol.7, No.4,2018),
h.179
28
Penelitian relevan adalah suatu penelitian sebelumnya sudah pernah dibuat dan
dianggap cukup relevan yang memiliki keterkaitan dengan judul dan topik yang
akan diteliti guna menghindari terjadinya pengulangan penelitian dengan pokok
permasalahan yang sama. Penelitian yang relevan juga bermakna sebagai referensi
yang berhubungan dengan penelitian yang akan dibahas.
Adapun penjelasan mengenai perperbedaan dan persamaan pada penelitian
yang terdahulu dapat dijelaskan pada table 2.1 berikut :
Tabel 2.1 Penelitian-Penelitian yang Relevan
No. Nama Judul Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan
Peneliti Penelitian
1. Adnindya Analisis Dari peta Penelitian ini Membahas daerah
Rizka Bencana kerawanan menganalisis penelitian yang
Falahnsia / Longsor longsor sebaran daerah berbeda,
2015 Berdasarkan didapatkan rawan longsor menggunakan citra
(Thesis) Nilai Kerapatan analisa terdapat menggunakan landsat 8 untuk
Vegetasi daerah yang analisis Sistem menghasilkan peta
Menggunakan kurang Informasi kerapatan vegetasi.
Citra Aster dan berpotensi Geografis,
Landsat 8 (Studi terjadinya
Kasus : Sekitar longsor dan yang
Sungai sangat berpotensi
Bedadung, longsor
Kabupaten
Jember)
kerawanan Kawasan
sedang seluas Bencana Longsor
872,418 hektar,
sedangkan pada
zona C adalah
daerah dengan
tingkat
kerawanan
sedang.
3. Ana Studi Tingkat Terdapat 17 titik Penelitian ini Membahas daerah
Mariana Kerawanan kejadian longsor menganalisis penelitian yang
Ulfah Longsor di di Kecamatan sebaran daerah berbeda.
Rahayu / Kecamatan Pamijahan rawan longsor Menggunakan
2015 Pamijahan Kabupate Bogor. menggunakan tehnik Purposive
(Skripsi) Kabupaten Tingkat analisis Sistem sampling dalam
Bogor kerawanan Informasi pengambilan
longsor Geografis. sampel.
dibedakan Peneliti
menjadi tiga menggunakan 5
kelas yaitu kelas peta dasar yang
kurang rawan digunakan
seluas 256,82 sebagai tehnik
hektar, kelas overlay.
rawan longsor
seluas 10.215,28
hektar, dan kelas
sangat rawan
seluas 2.060
hektar.
4. Nasiah dan Identifikasi Berdasarkan Penelitian ini Membahas daerah
Ichsan Daerah Rawan hasil analisis menganalisis penelitian yang
Invani / Longsor Lahan Kabupaten Sinjai sebaran daerah berbeda,
2014 Sebagai Upaya sebagian besar rawan longsor menggunakan
(Jurnal) Penanggulangan wilayahnya menggunakan teknik purposive
Bencana di cukup rawan analisis Sistem sampling dalam
Kabupaten longsor. hal ini Informasi pengambilan
Sinjai terjadi karena Geografis. sampel,
sifat geologinya menggunakan 10
yang kompleks, variabel yang
kemiringan ditetapkan sebagai
lereng bervariasi pemicu tingkat
dari yang sangat rawan longsor
tinggi hingga yaitu; sifat batuan,
yang sangat stratigrafi, struktur
rendah dam geologi, kedalaman
aktivitas manusia pelapukan,
dalam memenuhi kegempaan,
kebutuhannya topografi,
kurang ketebalan solum
memahami tanah, curah hujan,
30
tingkat
kerawanannya
yaitu sangat
rendah, rendah,
sedang, tinggi
dan sangat tinggi.
8. Dr. Ir. M. Identifikasi Daerah rawan Penelitian ini Membahas daerah
Taufik, Daerah Rawan longsor terbagi menganalisis penelitian yang
dkk/ 2016 Tanah Longsor menjadi tiga daerah rawan berbeda
(Jurnal) Menggunakan tingkatan yaitu longsor dengan
SIG (Sistem rendah, sedang menggunakan
Informasi dan tinggi. Sistem Informasi
Georgrafis) Daerah dengan Geografis dengan
potensi longsor tekhnik overlay 5
yang tinggi peta tematik
terdapat di 12
desa dengan
tingkat
kemiringan
lereng sebesar
25%-45% dan
lebih dari 45%
dengan jenis
tanah litosol dan
curah hujan yang
tinggi sebesar
2500-3000
mm/tahun
32
C. Kerangka Berpikir
Pergerakan tanah atau biasa disebut dengan tanah longsor merupakan suatu
peristiwa yang sering terjadi di wilayah Indonesia. Karakteristik wilayah Indonesia
sendiri meliputi wilayah pegunungan dan perbukitan sehingga menghasilkan
kondisi topografi yang memiliki kelerengan yang bervariasi. Kecamatan
Megamendung merupakan salah satu wilayah yang berada pada kriteria zona
rawan terjadinya bencana longsor dan menimbulkan kerugian bagi masyarakat
yang terdampak.
Kajian teori dan berbagai faktor yang mempengaruhi terjadinya longsor sudah
banyak dikaji oleh para ahli, peneliti dan berbagai instansi terkait. Kajian teori
yang telah ditelaah berdasarkan sumber referensi terkait keilmuan bencana
longsor. Untuk mengetahui bagaimana sebaran longsor yang terjadi di Kecamatan
Megamendung peneliti telah mengumpulkan data fisik yang digunakan sebagai
parameter yang kemudian dilakukan tumpang susun atau overlay yang kemudian
akan dilakukan skoring terhadap setiap parameter.
Metode skoring atau pembobotan mengacu pada Penelitian Puslitanak tahun
2004. Kemudian dianalisis menggunakan metode deskriptif yaitu menguraikan
peta tematik hasil dari overlay berupa daerah rawan longsor di Kecamatan
Megamendung.
Penelitian ini akan menghasilkan output berupa peta rawan longsor. Peta rawan
longsor ini akan memberikan informasi mengenai sebaran daerah potensi longsor
dan bagaimana variasi tingkat longsor di Kecamatan Megamendung. Kemudian
informasi tersebut dapat dijadikan acuan untuk ditindak lanjuti guna mencegah
adanya kerugian yang dapat diakibatkan oleh kejadian longsor tersebut.
33
Kondisi Fisik
Geografis
Kecamatan
Megamendung
Analisis Sistem
Informasi
Geografis /
Overlay
Daerah Rawan
Longsor
Kecamatan
Megamendung
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
1. Tempat
Lokasi penelitian ini dilakukan di Kecamatan Megamendung Kabupaten
Bogor yang terletak di koordinat 06° 41’ 54,2” LS dan 106° 55’ 12,8” BT dengan
luas wilayah yaitu 4006,3 ha. Kecamatan Megamendung berbatasan dengan
disebelah utara Kecaamatan babakan madang, disebelah timur berbatasan dengan
Kecamatan Sukaraja , disebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Cisarua.
Peta lokasi penelitian bisa dilihat pada gambar 3.1 berikut :
34
35
2. Waktu
Waktu penelitian ini dimulai dari bulan Mei 2020 sampai dengan bulan Maret
2021. Penelitian akan dimulai dari perencanaan penelitian sampai dengan
pengelolaan hasil penelitian.
Tabel 3.1 Waktu Penelitian
Bulan
No. Kegiatan
Mei Juni Juli Agu Sep Okt
1. Pengumpulan data penelitian √ √
2. Observasi Lapangan √
3. Pengelolaan data menggunakan ArcGIS 10.1 √ √ √
4. Observasi lapangan √
No. Kegiatan Nov Des Jan Feb Mar Apr
4. Observasi Lapangn √ √ √
5. Penyusunan Skripsi √ √ √
No. Kegiatan Mei Jun
6. Persiapan berkas sidang skripsi √
7. Sidang Skripsi √
A. Metode Penelitian
Pada penelitian ini pendekatan yang digunakan adalah desktiptif kuantitatif
dengan analisis data menggunakan aplikasi sistem informasi geografis.
Pendekatan kuantitatif merupakan penelitian yang menghasilkan penemuan, yang
dilakukan menggunakan prosedur statistik atau cara lain secara kuantitatif
(pengukuran).40 Penelitian deskripsi (descriptive research) adalah jenis penelitian
yang memberikan gambaran atau uraian atas suatu keadaan sejelas mungkin tanpa
ada perlakuan terhadap obyek yang diteliti.41Tujuan dari penelitian deskriptif
adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual
dan akurat, mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan fenomena yang
40
Andra Tersiana, Metode Penelitian, (Yogyakarta:Start up,2018), h.13
41
Ronny Kountur, Metode Penelitian untuk Penulisan Skripsi dan Tesis, (Jakarta: Penerbit
PPM,2007), h.108
35
36
diselidiki.42 Adapun pada penelitian ini akan menjelaskan kondisi sebaran wilayah
rawan longsor yang ditemukan dengan menggunakan aplikasi SIG.
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian.43 Populasi dalam penelitian
ini adalah seluruh satuan lahan dalam lingkup administrasi Kecamatan
Megamendung.
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi.44 Pada penelitian ini sampel akan digunakan untuk pengecekan
penggunaan lahan dan mencari sebaran titik longsor yang ada dilapangan.
Teknik dalam pengambilam sampel menggunakan teknik probability sampling
yaitu teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi
setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi angota sampel.45 Sampel
diambil dengan teknik simple random sampling dikatakan simple (sederhana)
karena pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa
memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu.46 Banyaknya sampel yang
diambil menggunakan rumus Slovin. Perhitungan sampel dengan rumus slovin
adalah sebagai berikut :47
42
Ajat Rukajat, Pendekatan Penelitian Kuantitatif, (Yogyakarta: DEEPUBLISH,2018) h1
43
Andra Tersiana, Metode Penelitian, (Yogyakarta:Start up,2018), h.75
44
Muslich Anshori, Metode Penelitian Kuantitatif, (Surabaya: Airlangga University Press,
2017) h.102
45
Sugiyono,, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif da R&D, (Bandung: Alfabeta, 2018)
h.81
46
Ibid, h.82
47
Firdaus, Metode Penelitian Kuantitatif Dilengkapi Analisis Regresi IBM SPSS Statistics
Version 26.0, (Riau : DOTPLUS Publisher), h.19
37
𝑁
𝑛=
1 + 𝑁𝑒²
Dimana : n = Jumlah Sampel
N = Jumlah Populasi
e = Batas Kesalahan (Error Tolerance)
Sebelum menggunakan rumus slovin, peneliti terlebih dahulu
menentukan batas kesalahan yang akan digunakan. Peneliti menggunakan
rumus slovin dengan toleransi kesalahan 15% (0,15) atau dengan tingkat
akurasi kebenaran 85%. Hasil interpretasi tutupan lahan dapat diterima karena
memenuhi batas minimal ketelitian interpretasi data penginderaan jauh yaitu
lebih besar dari 80%.48 Maka ditemukanlah hasil perhitungan sampel yaitu
sebagai berikut :
𝑁
𝑛=
1 + 𝑁𝑒²
110
𝑛=
1 + (110𝑥0,152 )
110
𝑛=
1 + 2,475
𝑛 = 31,6547 , 𝑑𝑖𝑏𝑢𝑙𝑎𝑡𝑘𝑎𝑛 𝑚𝑒𝑛𝑗𝑎𝑑𝑖 32 𝑡𝑖𝑡𝑖𝑘 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Hasil 32 titik yang dijadikan sampel ditemukan dari banyaknya kejadian
tanah longsor yang terjadi di seluruh wilayah Kecamatan Megamendung dalam
kurun waktu 5 tahun yaitu dari tahun 2016 hingga 2020 yang terjadi sebanyak
110 kejadian.
C. Teknik Pengumpulan Data
Tujuan dari penelitian adalah mengumpulkan data. Pengumpulan data dalam
penelitian dimaksudkan untuk memperoleh bahan-bahan, keterangan, kenyataan-
kenyataan, dan informasi yang dapat dipercaya.49 Apabila tidak mengetahui
48
M. Taufik dkk, Identifikasi Daerah Rawan Tanah Longsor Menggunakan SIG (Sistem
Informasi Geografis), (Surabaya : Jurnal Teknik ITS, 2016), h. C.80
49
Sudaryono, Metodologi Penelitian, (Depok: PT Raja Grafindo Persada, 2018), h.205
38
1. Observasi
Observasi atau pengamatan merupakan suatu teknik atau cara
mengumpulkan data dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap kegiatan
yang sedang berlangsung.50 Pada penelitian ini dilakukan pengamatan langsung
untuk mengetahui bagaimana kondisi fisik yang dijadikan sebagai parameter
pembuatan peta rawan longsor di lokasi penelitian, khususnya pada
penggunaan lahan dan mencari titik-titik sebaran longsor yang pernah terjadi di
lokasi penelitian. Titik-titik lokasi yang dilakukan observasi terdapat sebanyak
32 titik sesuai dengan jumlah sampel yang telah diperhitungkan.
2. Studi Dokumen
Dokumentasi adalah ditunjukan untuk memperoleh data langsung dari
tempat penelitian , meliputi buku-buku yang relevan, peraturan-peraturan,
laporan kegiatan, foto-toto, film dokumenter, data yang relevan penelitian.
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.51 Dalam penelitian
ini data-data yang dihimpun berasal dari instansi terkait atau lembaga yang ada.
Selain itu dalam penelitian juga . Data-data yang diperoleh dari metode
dokumentasi ini adalah:
50
Ibid, h. 216
51
Ibid, 219
39
52
Muslich Anshori, Metode Penelitian Kuantitatif, (Surabaya: Airlangga University Press,
2017) h.120
53
Nur Fitriana Sari,Ensiklopedi Geografi Sistem Informasi Geografi,(Klaten; C empaka
Putih,2018), h.38
40
curam samapi terjal diberikan skor 5, sudut lereng dengan besar 25-40% atau
curam sampai sangat curam diberikan skor 4, untuk besar sudut lereng 15-25%
atau agak curam sampai berbukit diberikan skor 3, kemudian sudut lereng yang
berkisar antara 8-15% atau landai sampai bergelombang diberikan skor 2, dan
sudut lereng kurang dari 8% atau datar diberikan skor 1.
Tabel 3.5 Skor Jenis Tanah
Jenis Tanah Skor
Regosol 5
Andosol, Podsolik 4
Latosol coklat 3
Asosiasi Latosol Coklat Kekuningan 2
Aluvial 1
(Sumber: Puslittanak Bogor 2004 dalam jurnal Riki Ahmad)
Tabel skor jenis tanah diatas menjelaskan bahwa wilayah yang memiliki
jenis tanah regosol diberi skor 5, tanah dengan jenis andosol dan podsolik diberi
skor 4, tanah dengan jenis latosol coklat diberi skor 3, kemudian wilayah
dengan jenis tanah asosiasi latosol coklat kekuningan diberi skor 2 dan tanah
jenis aluvial diberi skor 1.
Tabel 3.6 Skor Penutupan Lahan
Penutupan Lahan Skor
Tegalan, Sawah 5
Semak Belukar 4
Hutan dan Perkebunan 3
Kota/Pemukiman 2
Tambak, Waduk, Perairan 1
(Sumber: Puslitnak Bogor 2004 dalam jurnal Riki Ahmad)
Pada tabel skor penutupan lahan diketahui bahwa lahan tegalan dan
sawah diberi skor 5, untuk daerah dengan lahan semak belukar diberi skor 4,
untuk daerah dengan lahan hutan dan perkebunan diberi skor 3, kemudian kota
atau pemukiman diberi skor 2 dan daerah dengan jenis lahan tambak, waduk
dan perairan diberikan skor 1.
42
atas empat kelas yang mengacu pada penelitian Puslittanak 2004 dengan penentuan
interval skor yaitu :
𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑇𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑛𝑔𝑖 − 𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑇𝑒𝑟𝑒𝑛𝑑𝑎ℎ
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐾𝑒𝑙𝑎𝑠 𝐾𝑙𝑎𝑠𝑖𝑓𝑖𝑘𝑎𝑠𝑖
4,3 − 2,8 1,5
= = 0,4
4 4
4. Analisis Deskripsi
Dalam penelitian kuantitatif, analisis data merupakan kegiatan setelah data dari
seluru responden atau sumber data lain terkumpul.54 Dalam tahap ini, peneliti akan
menjelaskan sebaran daerah rawan longsor dengan peta hasil overlay kemudian
mengaitkan dengan kondisi fisik dan keadaan yang didapatkan melalui observasi
dan pengamatan langsung dilapangan.
54
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2018)
h.147
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
44
45
a. Curah Hujan
Bogor merupakan daerah yang terkenal dengan sebutan ‘Kota Hujan’
karena di wilayah ini sering terjadi hujan. Intensitas dan curah hujan di wilayah
Bogor pun cukup tinggi yaitu berkisar antara 2500-5000 mm/pertahun dengan
tipe hujan tropis Af.
Keadaan iklim di Kecamatan Megamendung secara umum hampir sama
dengan wilayah Kabupaten Bogor. Curah hujan merupakan faktor yang paling
berpengaruh terhadap kejadian longsor yang terjadi di wilayah Kecamatan
Megamendung. Longsoran yang sering terjadi pada daerah rawan longsor
umumnya terjadi karena pengaruh curah hujan yang terjadi kawasan tertentu.
Dalam membuat pola sebaran curah hujan Kecamatan Megamendung
peneliti menggunakan metode IDW (Inverse Distance Weighted) dengan
menginterpolasi data curah hujan yang ada disekitar wilayah penelitian. Data
curah hujan yang dikumpulkan terdiri dari tiga stasiun pengukur curah hujan
yaitu Stasiun Klimatologi Citeko yang terdapat di Kecamatan Cisarua
Kabupaten Bogor, Stasiun Klimatologi Dramaga Kota Bogor dan Stasiun
Klimatologi Tangerang Selatan. Data curah hujan yang digunakan adalah data
curah hujan 5 tahun terakhir yaitu dari tahun 2015-2019. Data curah hujan dapat
dilihat pada tabel 4.2 – 4.4.
47
mm/tahun dan curah hujan bulanan tertinggi terjadi pada bulan Oktober 2020
yaitu sebesar 476 mm/bulan.
Dari hasil perhitungan data rata-rata curah hujan dalam kurun waktu 5
tahun dari tiga stasiun pencatat curah hujan yang berada di sekitar wilayah
penelitian dihasilkan peta curah hujan Kecamatan Megamendung. Rata-rata
curah hujan di Kecamatan Megamendung memiliki intensitas yang sangat
tinggi. Berdasarkan peta curah hujan tersebut diketahui besarnya curah hujan
adalah lebih dari 3.000 mm/tahun yang merupakan kategori dengan tingkat
curah hujan yang sangat tinggi berdasarkan klasifikasi.
Gambar 4.2 Peta Curah Hujan Kecamatan Megamendung
50
51
b. Kemiringan Lereng
Kecamatan Megamendung memiliki topografi yang beranekaragam
yang terdiri atas dataran tinggi/perbukitan sampai dengan dataran rendah.
Daerah dengan dataran tinggi terdapat di sebelah utara dan timur Kecamatan
yang berupa rangkaian perbukitan dan pegunungan sedangkan daerah dengan
dataran rendah terletak disebelah barat dan selatan Kecamatan berupa endapan
gunung api tua.
Tabel 4.5 Luas Kemiringan Lereng Tiap Desa di Kecamatan
Megamendung
Luas Kemiringan Lereng (Ha)
No Desa
<8% 8-15% 15-25% 25-40% >40%
1. Sukaresmi 2,83 96,2 65,16 33,82 104,26
2. Sukagalih 32,4 58,17 187,27 81,22 45,31
3. Kuta 72,8 142,08 201,58 106,8 22,88
4. Sukakarya 37,51 91,31 125,37 117,33 27,29
5. Sukamanah 65,88 77,28 23,6 19,24 -
6. Sukamaju 153,26 35,97 6,38 6,65 4,7
7. Sukamahi 110,93 106,73 88,39 - 8,33
8. Gadog 27,16 70,43 63,28 42,25 3,03
9. Cipayung 129,55 154,15 136,83 60,92 -
10. Cipayung 61,1 38,39 64,21 33,45 -
Girang
11. Megamendung 26,5 47,95 338,5 1074,25 823,92
12. Pasir Angin 66,63 211,16 208,1 32,75 -
Total 785,55 1.129,82 1.508,67 1.608,68 1.036,72
Sumber : Hasil Analisis Data DEM 2020
Luas wilayah berdasarkan kemiringan lereng di Kecamatan
Megamendung berbeda-beda. Luas wilayah dengan kemiringan lereng sebesar
0-8% (datar) yaitu seluas 785,55 Ha. Luas wilayah dengan kemiringan lereng
sebesar 8-15% (landai, berombak sampai bergelombang) yaitu seluas 1.129,82
Ha. Luas wilayah dengan kemiringan lereng sebesar 15-25% (agak curam,
berbukit) yaitu seluas 1.508,67 Ha. Wilayah dengan kemiringan lereng sebesar
30-40% (curam sampai sangat curam) yaitu seluas 1.608,68 Ha dan luas
wilayah dengan kemiringan lereng >40% (sangat curam-terjal) yaitu seluas
1.036,72 Ha. Desa yang memiliki daerah dengan kategori datar terluas yaitu di
52
53
54
55
56
d. Penggunaan Lahan
Terdapat lima jenis penggunaan lahan yang terdapat pada Kecamatan
Megamendung yang terdiri dari Hutan, Pemukiman, Perkebunan, Sawah dan
Semak. Adapun jumlah luasan dari setiap jenis penggunaan lahannya dapat
dilihat pada tabel 4.6
Tabel 4.6 Luas Penggunaan Lahan Tiap Desa di Kecamatan
Megamendung
Luas Penggunaan Lahan (Ha)
No Desa
Hutan Pemukiman Perkebunan Sawah Semak
1. Sukaresmi 82,12 42,42 19,5 21,85 17,24
2. Sukagalih 65,59 62,55 267 6,05 -
3. Kuta 85,73 63,92 381,1 14,99 -
4. Sukakarya - 72,86 278,15 2,25 45,45
5. Sukamanah - 64,47 105,01 2,13 14,27
6. Sukamaju - 59,32 127,92 - 19,63
7. Sukamahi 6,7 152,39 108,44 - 46,5
8. Gadog 1,71 89,34 76,26 - 38,64
9. Cipayung - 232,91 159,53 13,12 75,61
10. Cipayung 8,21 120,12 19,5 21,85 17,24
Girang
11. Megamendung 1876,42 146,8 142,93 142,09 -
12. Pasir Angin 35,14 177,05 254,69 2,31 49,01
Total 2.161,62 1.284,15 1.940,03 226,64 323,59
Sumber : Hasil Interpretasi Citra 2020
Hasil Interpretasi Citra Google Earth tahun 2020 diketahui bahwa
luasan penggunaan lahan yang paling luas adalah hutan dengan luas wilayah
yaitu 2.161,62 Ha dan Desa Megamendung merupakan kawasan yang memiliki
hutan yang paling luas luas. Penggunaan Lahan yang terluas kedua adalah
perkebunan dengan luas 1940,03 Ha. Perkebunan bisa ditemukan diseluruh
desa di Kecamatan Megamendung. Adapun jenis tanaman yang ditanami di
lahan perkebunan adalah aneka macam umbi-umbian, sayur-sayuran, kebun
teh, kebun kopi dan kebun campuran lainnya. Selanjutnya diurutan ketiga
adalah pemukiman dengan luasan sekitar 1.284,15 Ha. Penggunaan lahan
semak seluas 323,59 Ha dan yang luas penggunaan lahan yang paling sedikit
57
adalah sawah dengan luas hanya 226,64 Ha. Adapun peta sebaran penggunaan
lahan Kecamatan Megamendung dapat dilihat pada Gambar 4.5
Gambar 4.5 Peta Penggunaan Lahan Kecamatan Megamendung
58
59
06º38’51.3” LS
10. Pemukiman Pemukiman Akurat
106º53’53.5” BT
06º40’35.5” LS
11. Perkebunan Perkebunan Akurat
106º54’35.6” BT
06º40’55.9” BT
12. Pemukiman Pemukiman Akurat
106º54’42.5” BT
06º41’23.4” LS
13. Pemukiman Pemukiman Akurat
106º55’01.0” BT
14. 06º41’22.9” LS Pemukiman Pemukiman Akurat
60
106º54’58.9” BT
06º41’51.1” LS
15. Perkebunan Perkebunan Akurat
106º54’56.6” BT
06º41’51.1” LS
16. Pemukiman Pemukiman Akurat
106º54’50.0” BT
06º41’43.2” LS
17. Pemukiman Pemukiman Akurat
106º54’44.5” BT
06º41’39.0” LS
18. Pemukiman Pemukiman Akurat
106º54’45.9” BT
06º41’54.1” LS
19. Perkebunan Perkebunan Akurat
106º54’57” BT
06º41’28.6” LS
20. Pemukiman Pemukiman Akurat
106º54’10.2” BT
06º42’00.1” LS
21. Pemukiman Pemukiman Akurat
106º54’25.8” BT
06º41’11.6” LS
22. Pemukiman Pemukiman Akurat
106º53’58.8” BT
06º41’11.5” LS
23. Pemukiman Pemukiman Akurat
106º53’59.7” BT
06º41’28.1” LS
24. Pemukiman Pemukiman Akurat
106º53’43.3” BT
06º39’51.3” LS
25. Pemukiman Pemukiman Akurat
106º52’52.9” BT
06º39’58.5” LS
26. Pemukiman Pemukiman Akurat
106º52’36.6” BT
06º39’55.1” LS
27. Pemukiman Pemukiman Akurat
106º52’37.7” BT
06º39’51.5” LS
28. Pemukiman Pemukiman Akurat
106º52’35.9” BT
06º39’46.3” LS
29. Pemukiman Pemukiman Akurat
106º52’24.5” BT
06º38’59.2” LS
30. Pemukiman Pemukiman Akurat
106º52’11.3” BT
06º39’02.2” LS
31. Pemukiman Pemukiman Akurat
106º52’26.9” BT
06º38’33.0” LS
32. Pemukiman Pemukiman Akurat
106º51’47” BT
Sumber : Hasil Observasi Lapangan
61
e. Jenis Tanah
Material utama pada kejadian longsor adalah Tanah dan batuan. Kondisi
dari tanah dapat dijadikan parameter terjadinya longsor disuatu daerah.
Berdasarkan data yang dieroleh dari Badan Perencanaan Pembangunan,
Penelitian dan Pengembangan Daerah Kabupaten Bogor, Kecamatan
Megamendung terdiri atas dua jenis tanah yaitu Assosiasi Latosol Coklat dan
Latosol Kemerahan dan Podsolik Merah Kekuningan. Perbedaan jenis tanah
tersebut menyebabkan adanya perbedaan karakteristiknya pula. Presentase
luasan jenis tanah di Kecamatan Megamendung dapat dilihat di tabel 4.8
Tabel 4.8 Luas dan Presentase Jenis Tanah Kecamatan Megamendung
Presentase
No Jenis Tanah Luas (ha)
(%)
1. Assosiasi Latosol Coklat dan Latosol Kemerahan 3.575,9 59,1%
2. Podsolik Merah Kekuningan 2.474,31 40,9%
Total 6.050,21 100
Sumber : SHP Jenis Tanah Bappedalitbang Kabupaten Bogor
Jenis tanah Latosol Coklat dan Latosol Kemerahan terbentuk dari
batuan volkan yang pada umumnya memiliki struktur tanah yang remah dengan
konsistensi gembur tekstur tanahnya sendiri adalah lempung. Jenis tanah
Latosol ini cukup mendominasi dibagian utara dan ujung selatan Kecamatan
Megamendung yaitu memiliki luas 3.575,9 ha.
Jenis tanah Podsolik Merah Kekuningan merupakan jenis tanah mineral
tua yang memiliki ciri warna kekuningan atau kemerahan. Warna tersebut
dihasilkan karena adanya proses longgokan besi dan alumunium yang
teroksidasi. Tekstur tanahnya berlempung dan berpasir yang memiliki sifat
mudah basah dan mudah mengalami pencucian oleh air. Jenis tanah Podsolik
Merah Kekuningan ini mendominasi wilayah selatan Kecamatan
Megamendung yaitu memiliki luas 2.474,31 ha. Peta jenis tanah Kecamatan
Megamendung dapat dilihat pada gambar 4.6
Gambar 4.6 Peta Jenis Tanah Kecamatan Megamendung
62
63
a. Kepadatan Penduduk
Jumlah penduduk setiap waktunya mengalami peningkatan seiring dengan
adanya faktor kelahiran (natalitas), kematian (mortalitas) dan migrasi penduduk
dari suatu tempat ketempat lainnya. Kondisi sosial kepadatan penduduk
merupakan salah satu faktor yang diperhatikan dalam kejadian longsor guna
menghindari adanya korban jiwa yang diakibatkan oleh adanya bencana
longsor.
Berdasarkan data Kecamatan Megamendung dalam angka tahun 2019,
jumlah penduduk di Kecamatan Megamendung berjumlah 107.666 jiwa.
Adapun data kepadatan penduduk masing-masing desa dapat dilihat pada tabel
4.9
Tabel 4.9 Kepadatan Penduduk Tiap Desa di Kecamatan Megamendung
Jumlah
Presentase
No Desa Penduduk
(%)
(Jiwa/km²)
1. Sukaresmi 1.996 4,8
2. Sukagalih 3.592 8,7
3. Kuta 3.785 9,1
4. Sukakarya 1.855 4,5
5. Sukamanah 4.898 11,9
6. Sukamaju 3.468 8,4
7. Sukamahi 5.051 12,2
8. Gadog 3.973 9,6
9. Cipayung 4.869 11,9
10. Cipayung Girang 4.595 11,1
11. Megamendung 626 1,5
12. Pasir Angin 2.582 6,3
Total 2.652 100
Sumber : Kecamatan Megamendung dalam Angka 2020
Berdasarkan data diatas, Desa Sukamahi merupakan desa dengan kepadatan
penduduk tertinggi yaitu sebesar 5.051 jiwa/km². Desa dengan kepadatan
penduduk terbanyak kedua adalah Desa Cipayung dengan besar kepadatan
64
penduduk yaitu 4.869 jiwa/km². Kedua desa tersebut merupkan desa dengan
daerah kelerengan 0-15% atau kategori landai dan jalan yang masih mudah
diakses sehingga kepadatan penduduk di desa tersebut paling tinggi.
b. Sex Ratio
Data jumlah penduduk laki-laki dan jumlah penduduk perempuan Kecamatan
Megamendung dapat dilihat pada tabel 4.10
Tabel 4.10
Jumlah Penduduk Laki-Laki dan Perempuan Kecamatan Megamendung
Jumlah Laki- Jumlah Jumlah per
No Desa
Laki Perempuan Desa
1. Sukaresmi 2.658 2.312 4.970
2. Sukagalih 4.682 4.190 8.872
3. Kuta 3.609 3.155 6.764
4. Sukakarya 4.000 3.403 7.403
5. Sukamanah 4.622 4.243 8.865
6. Sukamaju 3.799 3.484 7.283
7. Sukamahi 5.123 4.777 9.900
8. Gadog 4.020 3.569 7.589
9. Cipayung 8.893 7.709 16.602
10. Cipayung 10.799
5.891 4.908
Girang
11. Megamendung 4.005 3.512 7.571
12. Pasir Angin 6000 5.205 11.205
Total 57.032 50.467 107.769
Sumber : Kecamatan Megamendung dalam Angka 2020
Dari data tersebut, sex ratio penduduk Kecamatan Megamendung dapat
diketahui dengan membagi hasil total seluruh penduduk laki-laki dibagi total
seluruh penduduk perempuan kemudian dikali 100%. Sex Ratio diketahui sebesar
113,01%
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 𝐿𝑎𝑘𝑖 − 𝑙𝑎𝑘𝑖
𝑆𝑒𝑥 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 = × 100%
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 𝑃𝑒𝑟𝑒𝑚𝑝𝑢𝑎𝑛
74.175
𝑆𝑒𝑥 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 = × 100 % = 113,01%
70.859
65
c. Tempat Pelayanan
Kecamatan Megamendung memiliki tempat pelayanan masyarakat yang dapat
dilihat pada Tabel 4.11
Tabel 4.11 Tempat Pelayanan Masyarakat di Kecamatan Megamendung
No Desa Pendidikan Kesehatan Ibadah
1. Sukaresmi 5 8 20
2. Sukagalih 9 12 37
3. Kuta 2 9 30
4. Sukakarya 3 11 45
5. Sukamanah 3 9 40
6. Sukamaju 3 9 21
7. Sukamahi 2 12 42
8. Gadog 5 10 33
9. Cipayung 11 15 26
10. Cipayung Girang 10 16 39
11. Megamendung 5 9 26
12. Pasir Angin 7 14 47
Total 61 134 406
Sumber : Kecamatan Megamendung dalam Angka 2020
Berdasarkan tabel 4.11 diketahui di Kecamatan Megamendung memiliki
fasilitas pelayanan yang terdapat pada masing-masing desa. Dari total 61 fasilitas
pendidikan yang ada di Kecamatan Megamendung terdapat 8 TK yang berstatus
swasta, 39 SD yang terdiri dari 36 berstatus negeri dan 3 berstaus swasta, 13 SMP
yang terdiri dari 2 berstatus negeri dan 11 berstatus swasta, dan 1 SMA yang
berstatus negeri yang berada di Desa Sukamaju.
Kecamatan Megamendung juga terdapat 134 fasilitas kesehatan diantaranya 2
Puskesmas yang terdapat di Desa Sukamanah dan Desa Cipayung Girang, dan 132
Posyandu. Terdapat 406 fasilitas ibadah yang terdiri dari 131 masjid, 270 langgar
atau mushola, 1 gereja dan 4 wihara.
66
B. Deskripsi Data
Menurut Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bogor
yang dikutip dari berita iNewsJabar.id mengatakan ada 18 Kecamatan dari 40
Kecamatan di Kabupaten Bogor yang rawan bencana alam tanah longsor. 55 Salah
satu kecamatan yang disebutkan rawan terhadap bencana longsor itu adalah
Kecamatan Megamendung yang berada pada wilayah timur Kabupaten Bogor.
Berdasarkan data kejadian bencana yang dihimpun dari Badan Penanggulangan
Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bogor tercatat sebanyak 110 kejadin bencana
longsor yang terjadi di Kecamatan Megamendung dalam kurun waktu Januari 2016
– Desember 2020. Dari data tersebut peneliti mencoba untuk melakukan observasi
ke lokasi yang pernah mengalami longsor dengan menggunakan aplikasi Avenza
Maps untuk mengetahui titik koordinat lokasi kejadian longsor yang nantinya akan
dioverlaykan dengan peta kerawanan longsor Kecamatan Megamendung yang
telah dibuat guna melakukan validasi terhadap peta kerawanan longsor tersebut.
Sampel yang diperoleh yaitu sebanyak 32 yang dihitung berdasarkan rumus Slovin
dengan toleransi kesalahan 15% atau 0,15 dan sampel yang diambil yaitus secara
acak yang telah di jelaskan pada Bab III.
Hasil obsevasi sebaran lokasi kejadian longsor di Kecamatan Megamendung
dapat dijelaskan pada tabel 4.12
55
Muhammad Fida, BPBD Kabupaten Bogor Petakan 18 Kecamatan Rawan Longsor
(https://jabar.inews.id/amp/berita/bpbd-kabupaten-bogor-petakan-18-kecamatan-rawan-longsor)
diakses tanggal 02 Maret 2021, pada pukul 19.03
67
69
70
2) Titik 2
BT. Longsor terjadi pada 01 Januari 2020 pukul 06.00 WIB disertai dengan
adanya kejadian angin kencang akibat curah hujan tinggi yang menyebabkan 3
rumah rusak Sedang, 1 rumah rusak berat dan 18 jiwa terdampak akibat
tertimpa tebing yang ambruk.
3) Titik 3
BT. Longsor terjadi pada 01 Januari 2020 pukul 06.00 WIB menyebabkan 1
rumah rusak sedang akibat tertimpa tebing yang longsor dan menyebabkan 5
jiwa terdampak. Adapun lokasi rumah tersebut persis dibawah tebing yang
sangat curam. Foto tersebut diambil dari balkon lantai 3 rumah korban.
5) Titik 5
9) Titik 9
10) Titik 10
11) Titik 11
13) Titik 13
15) Titik 15
17) Titik 17
19) Titik 19
21) Titik 21
23) Titik 23
25) Titik 25
27) Titik 27
28) Titik 28
masih sering mengalami longsor bahkan apabila hujan dengan intenstas yang
tinggi dalam durasi yang cukup lama penghuni rumah sudah tidak berani
menempati rumahnya.
29) Titik 29
Gambar 4.36 Lokasi Kejadian Longsor Kp. Pasir Angin Gadog RT.02/01
Titik kejadian longsor yang ketiga puluh terletak di Kp. Pasir Angin Gadog
RT.02/01 Desa Pasir Angin yang berada pada koordinat 06º38’59.2” LS dan
106º52’11.3” BT. Longsor yang terjadi pada 10 Februari 2020 merupaka
85
Gambar 4.37 Lokasi Kejadian Longsor Kp. Pasir Angin Lebak RT.04/01
Titik kejadian longsor yang keriga puluh satu terletak di Kp. Pasir Angin
Lebak RT.04/01 Desa Pasir Angin yang berada pada koordinat 06º39’02.2” LS
dan 106º52’26.9“ BT. Longsor yang terjadi pada 18 November 2019
menyebabkan 1 rumah rusak sedang dan 3 jiwa terdampak
32) Titik 32
90
91
Presentase
No Kelas Kerawanan Luas (Ha)
(%)
1 Rendah 599,73 9,83
2 Sedang 2.291,35 37,6
3 Tinggi 2.909,8 47,74
4 Sangat Tinggi 294,2 4,83
Total 6.094,48 100
Sumber : Hasil Analisis
curam) dan 25-40% (curam). Dari 32 titik sampel lokasi longsor yang
ditemukan di lokasi penelitian ditemukan sebanyak 16 titik kejadian
longsor yang ada pada kelas kerawanan sedang ini yaitu terdapat 2 titik
di Desa Megamendung, 2 titik di Desa Cipayung Girang, 3 titik di Desa
Kuta, 2 titik di Desa Sukagalih, 1 titik di Desa Sukaresmi, 1 titik di Desa
Sukamanah, 4 titik di Desa Gadog dan 1 titik di Desa Pasir Angin.
c. Wilayah Rawan Longsor Tinggi
Wilayah dengan tingkat kerawanan longsor tinggi merupakan
daerah yang memiliki potensi longsor yang tinggi. Hasil analisis
perhitungan data didapatkan skor 3,9 – 4,1 dengan luas wilayah sebesar
2.909,8 Ha atau 47,74% dari luas wilayah dan menjadi tingkat
kerawanan yang paling mendominasi di wilayah penelitian. Adapun
luas wilayah dengan tingkat potensi longsor sedang ditiap desa dapat
dijelaskan pada tabel 4.22
Tabel 4.22 Luas Wilayah Tingkat Potensi Longsor Tinggi
Luas Wilayah
No Desa Presentase (%)
(Ha)
1. Sukaresmi 78,72 2,71
2. Sukagalih 224,75 7,72
3. Kuta 227,15 7,81
4. Sukakarya 200,24 6,88
5. Sukamanah 21,36 0,73
6. Sukamaju 7,7 0,26
7. Sukamahi 65,28 2,24
8. Gadog 54,01 1,86
9. Cipayung 85,62 2,94
10. Cipayung Girang 20,88 0,72
11. Megamendung 1866,24 64,14
12. Pasir Angin 57,85 1,99
Total 2.909,8 100
Sumber : Hasil Analisis
Persebaran wilayah rawan longsor tinggi tersebar merata disetiap
desa di Kecamatan Megamendung. Wilayah dengan luasan terluas
95
untuk kategori daerah dengan potensi longsor tinggi ini terdapat di Desa
Megamendung dengan luas 1866,24 Ha dan luas wilayah terkecil pada
kategori wilayah ini terdapat di Desa Sukamaju denga luas 7,7 Ha. Desa
Megamendung menjadi wilayah terluas untuk kelas tingkat potensi
longsor yang tinggi karena berdasarkan peta kemiringan lereng yang
telah dibuat menunjukkan kelas kemiringan lereng yang paling
mendominasi adalah curam hingga terjal dan penggunaan lahan yang
mendominasi di wilayah ini adalah hutan sedangkan Desa Sukamaju
yang menjadi wilayah terkecil untuk kelas tingkat potensi longsor tinggi
ini ditandai dengan kondisi lereng datar yang paling mendominasi.
Wilayah dengan kategori rawan longsor tinggi ini ditandai dengan
warna jingga. Variasi kemiringan lerengnya adalah 8% hingga >40%
atau dari landai hingga sangat curam. Dari 32 titik sampel kejadian
longsor ditemukan sebanyak 14 titik kejadian longsor yaitu terdapat di
4 titik di Desa Megamendung, 1 titik di Desa Cipayung Girang, 1 titik
di Desa Kuta, 3 titik di Desa Sukagalih, 2 titi di Desa Sukamanah, 2 titik
di Desa Pasir Angin.
d. Wilayah Rawan Longsor Sangat Tinggi
Wilayah dengan tingkat kerawanan longsor yang sangat tinggi
merupakan daerah yang memiliki potensi longsor yang sangat tinggi.
Hasil analisis perhitungan didapatkan skor 4,2 – 4,5 dengan luas
wilayah yaitu sebesar 294,2 Ha atau sekitar 4,83% dari jumlah luas
wilayah di Kecamatan Megamendung. Wilayah ini ditandai dengan
warna merah. Adapun luas wilayah dengan tingkat potensi longsor
sedang ditiap desa dapat dijelaskan pada tabel 4.23
96
rembesan air pada tebing yang merupakan karakteristik daerah rawan longsor yang
disampaikan oleh Tim Bakornas dalam skripsi Anna.
Pada penelitian yang pernah dilakukan oleh Dr. Ir. M. Taufik,dkk yang
berjudul Identifikasi daerah Rawan Longsor Menggunakan Sistem Informasi
Geografis juga menjelaskan bahwa daerah dengan tingkat kerawanan longsor tinggi
yang terletak di lereng Gunung Wilis memiliki tingkat kemiringan lereng yang
terjal dan juga curah hujan yang tinggi yaitu sebesar 2500-3000 mm/tahunaitu
sebesar 2500-3000 mm/tahun.
Hasil penelitian relevan lain yang sejalan dengan peneliti juga dilakukan oleh
Nasiah dan Ichsan Invani dengan judul penelitian Identifikasi Daerah Rawan
Longsor Lahan sebagai Upaya Penanggulangan Bencana di Kabupaten Sinjai. Dari
hasil penelitiannya menyatakan bahwa secara umum Kabupaten Sinjai sebagian
besar wilayahnya cukup rawan terhadap bencana longsor. Hal tersebut karena sifat
geologinya sangat komplek, kemiringan lereng yang sangat variatif, curah hujan
yang sangat bervariasi dan aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhannya
kurang memahami longsor.
Pada penelitian relevan yang hampir sejalan dengan peneliti yaitu dilakukan
oleh Moch Fauzan dkk pada penelitian yang dilakukan di Kabupaten Bondowoso
dengan menggunakan 7 parameter pengukuran longsor dengan 3 variasi tingkat
longsor yang menunjukkan bahwa Kabupaten Bondowoso memiliki variasi tingkat
kerawanan longsor rendah yang diberi warna hijau, tingkat kerawanan longsor
sedang yang diberi warna kuning dan tingkat kerawanan longsor tinggi diberi
warna merah.
Penelitian yang hampir sejalan lainnya juga dilakukan oleh Anindya Rizka
Falahnisa dalam tesisnya yang berjudul Analisis Bencana Longsor Berdasarkan
Nilai Kerapatan Vegetasi menggunakan Citra Aster dan Landsat 8 Studi Kasus:
Sekitar Sungai Bedagung Kabupaten Jember. Dari hasil penelitiannya terlihat
perbedaan kerapatan vegetasi pada tahun 2008 dengan luas indeks vegetasi NDVI
seluas 32.123,79 Ha daerah bervegetasi rapat sedangkan pada tahun 2013 terdapat
100
101
rawan longsor dengan hasil observasi lapangan 32 titik sampel riwayat
longsor yang terjadi antara tahun 2016-2020 diketahui bahwa sebaran potensi
kelas kerawanan longsor tinggi adalah kelas yang paling mendominasi di
wilayah penelitian dengan presentase 47,74% dari total luas wilayah di
Kecamatan Megamendung. Dari 32 titik sampel riwayat longsor ditemukan
14 titik kejadian longsor di wilayah potensi longsor tinggi ini. Desa
Megamendung merupakan desa dengan tingkat ancaman longsor tinggi yang
paling mendominasi di wilayah penelitian yaitu dengan presentase 64,14%.
Hasil tersebut juga sesuai dengan dominasi titik riwayat longsor yaitu
sebanyak temuan 4 titik dari 14 titik kejadian longsor yang ditemukan pada 6
desa dengan tingkat kerawanan longsor tinggi.
102
103
B. Implikasi
Hasil penelitian ini berupa peta sebaran wilayah rawan longsor yang dapat
digunakan sebagai rujukan dalam upaya mitigasi bencana longsor sehingga dapat
meningkatkan kewaspadaan dan tanggap terhadap bencana longsor. Peta sebaran
wilayah rawan longsor juga dapat digunakan sebagai sistem peringatan dini pada
wilayah yang rawan terhadap longsor.
C. Saran
Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi ancaman bencana longsor
adalah:
1. Bagi Masyarakat
Masyarakat yang tinggal di daerah rawan akan bencana longsor harus tetap
menjaga lingkungan dengan cara menanam tumbuhan dengan akar yang keras
disekitar lereng yang terjal. Banyaknya kejadian longsor yang terjadi karena adanya
beban bangunan yang berlebihan pada lereng mengharuskan masyarakat juga
hendaknya memperhatikan struktur bangunan yang dibangun diatas tebing yang
cukup curam dengan membangun pondasi bangunan yang yang sesuai dengan
kontur tanah. Sama halnya dengan masyarakat yang membuat bangunan tepat
dibawah tebing lebih baik lagi bila masyarakat menghindari daerah tebing untuk
dijadikan tempat tinggal.
2. Bagi Pemerintah
Dukungan dari pemerintah terhadap masyarakat dalam mengurangi resiko
bencana longsor perlu harus terus ditingkatkan terutama di desa yang menjadi zona
merah terhadap potensi kejadian longsor. Pemerintah bisa merelokasi penduduk
yang bertempat tinggal pada kawasan rawan longsor demi mencegah korban jiwa
pada bencana yang akan datang.
3. BPBD Kabupaten Bogor
Badan Penanggulangan Bencana Daerah selaku lembaga yang bertugas dalam
penanggulangan bencana diharapkan dapat melakukan penyuluhan dan sosialisasi
secara rutin kepada masyarakat tentang bahaya bencana khususnya longsor serta
104
105
106
Skripsi :
Effendi, Ahmad Danil, Identifikasi Kejadian Longsor dan Penentuan Faktor-Faktor
Utama Penyebab di Kecamatan Babakan Madang Kabupaten Bogor , Skripsi
Institut Pertanian Bogor, 2008
Rahayu, Anna Mariana Ulfah, Studi Tingkat Kerawanan Longsor di Kecamatan
Pamijahan Kabupaten Bogor, Skripsi pada Pendidikan IPS UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2016
Sriyitno, Agus, Identifikasi Kawasan Rawan Bencana Longsor Kecamatan Banyu
Biru, Kabupaten Semarang, Skripsi pada Universitas Negeri Semarang, 2012
Ubaidillah, Imam, Zonasi Potensi Kerawanan Longsor di Kecamatan Cisarua
Kabupaten Bogor . Skripsi pada Pendidikan IPS UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
2018
Undang-Undang:
Undang-undang Republik Indonesia No.22 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana
Website :
Badan Nasional Penanggulangan Bencana, “Jumlah Kejadian Bencana”,
https://bnpb.cloud/dibi/laporan5a diakses pada 15 Juli 2020
Prabowo, Dani. “Walhi: 30 Persen Kawasan Puncak Beralih Fungsi Jadi Hutan
Beton”,Kompas.com
https://www.google.com/amp/s/amp.kompas.com/properti/read/2018/03/29/17300
0521/walhi--30-persen-kawasan-puncak-beralih-fungsi-jadi-hutan-beton diakses
pada 17 Juli 2020
Ulhaq, Muhammad Fida, “BPBD Kabupaten Bogor Petakan 18 Kecamatan Rawan
Longsor”, iNewsJabar.id https://jabar.inews.id/amp/berita/bpbd-kabupaten-bogor-
petakan-18-kecamatan-rawan-longsor diakses pada 02 Maret 2021
LAMPIRAN
111
06º38’40.9” LS
1. 106º55’38.5” Hutan Hutan
BT
06º38’33.9” LS
2. 106º54’51.8” Pemukiman Pemukiman
BT
06º38’28.6” LS
3. 106º54’44.6” Pemukiman Pemukiman
BT
06º38’28.7” LS
4. 106º54’38.0” Pemukiman Pemukiman
BT
06º38’29.1” LS
5. 106º54’36.6” Pemukiman Pemukiman
BT
06º38’35.4” LS
6. 106º54’32.8” Pemukiman Pemukiman
BT
06º34’35.3” LS
7. Pemukiman Pemukiman
106º54’10” BT
112
06º38’35.7” LS
8. 106º54’07.0” Pemukiman Pemukiman
BT
06º39’06.8” LS
106º53’58.1” Pemukiman
9. Pemukiman
BT
06º38’51.3” LS
10. 106º53’53.5” Pemukiman Pemukiman
BT
06º40’35.5” LS
11. 106º54’35.6” Perkebunan Perkebunan
BT
06º40’55.9” BT
12. 106º54’42.5” Pemukiman Pemukiman
BT
06º41’23.4” LS
13. 106º55’01.0” Pemukiman Pemukiman
BT
06º41’22.9” LS
14. 106º54’58.9” Pemukiman Pemukiman
BT
113
06º41’51.1” LS
15. 106º54’56.6” Perkebunan Perkebunan
BT
06º41’51.1” LS
16. 106º54’50.0” Pemukiman Pemukiman
BT
06º41’43.2” LS
17. 106º54’44.5” Pemukiman Pemukiman
BT
06º41’39.0” LS
18. 106º54’45.9” Pemukiman Pemukiman
BT
06º41’54.1” LS
19. Perkebunan Perkebunan
106º54’57” BT
06º41’28.6” LS
20. 106º54’10.2” Pemukiman Pemukiman
BT
06º42’00.1” LS
21. 106º54’25.8” Pemukiman Pemukiman
BT
06º41’11.6” LS
22. 106º53’58.8” Pemukiman Pemukiman
BT
114
06º41’11.5” LS
23. 106º53’59.7” Pemukiman Pemukiman
BT
06º41’28.1” LS
24. 106º53’43.3” Pemukiman Pemukiman
BT
06º39’51.3” LS
25. 106º52’52.9” Pemukiman Pemukiman
BT
06º39’58.5” LS
26. 106º52’36.6” Pemukiman Pemukiman
BT
06º39’55.1” LS
27. 106º52’37.7” Pemukiman Pemukiman
BT
06º39’51.5” LS
28. 106º52’35.9” Pemukiman Pemukiman
BT
06º39’46.3” LS
29. 106º52’24.5” Pemukiman Pemukiman
BT
115
06º38’59.2” LS
30. 106º52’11.3” Pemukiman Pemukiman
BT
06º39’02.2” LS
31. 106º52’26.9” Pemukiman Pemukiman
BT
06º38’33.0” LS
32. Perkebunan Pemukiman
106º51’47” BT
116
DOKUMENTASI
122
123
124
125
126
127
BIODATA PENULIS