Anda di halaman 1dari 142

ANALISIS SEBARAN WILAYAH RAWAN LONGSOR

DI KECAMATAN MEGAMENDUNG KABUPATEN BOGOR

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan


Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Disusun Oleh :

Nova Widiastuti
11160150000004

PROGRAM STUDI
TADRIS ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2021
ii
iii
iv
v
ABSTRAK

Nova Widiastuti (11160150000004), Tadris Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial,


Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Judul Skripsi “Analisis Sebaran Wilayah Rawan Longsor
di Kecamatan Megamendung Kabupaten Bogor”.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sebaran wilayah rawan longsor di


Kecamatan Megamendung Kabupaten Bogor. Penelitian ini menggunakan pendekatan
deskriptif kuantitatif . Data yang digunakan dalam membuat peta potensi longsor ini
adalah dengan teknik overlay 5 peta tematik yang menjadi parameter pengukuran
longsor yaitu peta curah hujan, peta kemiringan lereng, peta penggunaan lahan, peta
jenis tanah dan peta kondisi batuan (geologi) yang kemudian diberikan skor dan
dilakukan pembobotan pada tiap parameter berdasarkan penelitian Puslittanak tahun
2004. Hasil dari penelitian ini diketahui bahwa Kecamatan Megamendung terbagi
menjadi 4 kelas potensi longsor yaitu potensi longsor rendah dengan luas 599,73 Ha
atau 9,83% dari total luas kecamatan, potensi longsor sedang 2.291,35 Ha atau sekitar
37,6% dari total luas kecamatan, potensi longsor tinggi seluas 2.909,8 Ha atau 47,74%
dari total luas kecamatan, dan potensi longsor tinggi memiliki luas 294,2 Ha atau hanya
4,83% dari total luas kecamatan. Desa Megamendung merupakan desa dengan tingkat
ancaman longsor tinggi yang paling mendominasi di wilayah penelitian yaitu dengan
presentase 64,14%. Hasil tersebut juga sesuai dengan dominasi titik riwayat longsor
yaitu sebanyak temuan 4 titik dari 14 titik sampel kejadian longsor yang ditemukan
pada 6 desa dengan tingkat kerawanan longsor tinggi.
Dengan demikian, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai rujukan dalam
upaya mitigasi bencana longsor dan sistem peringatan dini di wilayah Kecamatan
Megamendung.

Kata Kunci : Sebaran, Rawan Longsor, Kecamatan Megamendung

vi
ABSTRACT

Nova Widiastuti (11160150000004), Departement of Social Sciences Education,


Faculty of Educational Sciences. Skripsi title "Analysis of Landslide Prone Area
Distribution in Megamendung District, Bogor Regency".

This study aims to determine the distribution of landslide-prone areas in


Megamendung District, Bogor Regency. This research uses a quantitative descriptive
approach . The data used in making this landslide potential map is an overlay
technique of 5 thematic maps which are the parameters for measuring landslides,
namely rainfall maps, slope maps, land use maps, maps of soil types and maps of rock
conditions (geology) which are then scored and carried out. The weighting of each
parameter is based on the 2004 Puslittanak research. The results of this study show
that Megamendung District is divided into 4 classes of landslide potential, namely low
landslide potential with an area of 599.73 ha or 9.83% of the total area of the sub-
district, moderate landslide potential 2.291.35 Ha or about 37.6% of the total area of
the sub-district, high landslide potential covering an area of 2,909.8 Ha or 47.74% of
the total area of the sub-district, and high landslide potential having an area of 294.2
Ha or only 4.83% of the total area of the sub-district . Megamendung Village is a
village with a high level of landslide threat that dominates the research area, with a
percentage of 64.14%. These results are also in accordance with the dominance of
landslide history points, namely the findings of 4 points from 14 sample points of
landslide events found in 6 villages with high landslide susceptibility levels.

Thus, the results of this study can be used as a reference in efforts to mitigate
landslides and early warning systems in the Megamendung District.

Keywords: Distribution, Landslide Prone, Megamendung District

vii
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya.
Sebagai zat yang maha pengasih dan maha penyayang yang telah menciptkan segala
yang ada di bumi beserta isinya.
Shalawat serta salam tetap terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai
Rahmatanlilalamin pembawa cahaya dari kegelapan dan belenggu kebodohan sehingga
penyusunan skripsi yang berjudul “Analisis Sebaran Daerah Rawan Longsor
Kecamatan Megamendung Kabupaten Bogor” telah terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak luput dari bimbingan,
arahan, bantuan dan doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu, ucapan terimakasih
penulis sampaikan kepada :
1. Ibu Prof. Dr. Amany Burhanudin Umar Lubis, Lc. MA selaku Rektor UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
2. Ibu Dr Sururin, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Bapak Dr. Iwan Purwanto, M. Pd., selaku Kepala Program Studi Tadris Ilmu
Pengetahuan Soasial Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
4. Bapak Andri Noor Ardiansyah, M.Si., selaku Sekretaris Program Studi Tadris
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
sekaligus Dosen Pembimbing Skripsi yang telah meluangkan waktu, tenaga dan
arahan untuk memberikan bimbingan hingga selesainya skripsi ini
5. Ibu Neng Sri Nuraeni, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing Akademik dan Dosen
Pembimbing Skripsi yang dengan sabar membantu, meluangkan waktu, tenaga,
dan bimbingan hingga selesainya skripsi ini
6. Segenap Ibu dan Bapak Dosen pengajar Program Studi Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu-satu tapi tidak

viii
mengurangi rasa hormat saya, yang telah memberikan banyak ilmu kepada penulis
hingga saat ini
7. Kedua orang tua saya Mama dan Bapak yang dengan tulus, ikhlas dan sabar yang
selalu memberikan doa disetiap langkah saya, semangat tiada henti, motivasi, rasa
sayang dan dukungan moril maupun materil tanpa menuntut balas
8. Kakak-kakak tercinta yang telah memberikan doa, semangat dan motivasi sampai
skripsi ini selesai
9. Keluarga Onye Cici, Mita, Wanti yang telah menemani perjalanan kuliah selama
ini, memberikan kesan dan kenangan manis bahwa bersahabat dengan kalian
adalah suatu hal yang sangat saya syukuri di dunia ini
10. Tukang Ojek Cariu Firmansyah, Dani, Haikal teman seperbimbingan yang cukup
banyak membantu
11. KKN 013 khususnya Riza Syafitri, Eka Putri, Laili Mukaromah Muaja, Wasilatul
Aflah yang telah memberikan banyak kebahagiaan, canda tawa dan cerita di
Cibadak
12. Teman terbaik Sandi yang telah banyak membantu dalam membuat Peta,
terimakasih atas segala arahan dan ilmunya
13. Teman-teman seperjuangan Pendidikan IPS angkatan 2016 yang tidak bisa saya
sebutkan satu pesatu, yang telah memberikan banyak warna kalian adalah bagian
dari cerita dan pengalaman saya dalam meraih cita-cita
14. Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung memberikan bantuan,
dan informasi selama pengerjaan skripsi ini.

Akhir kata semoga segala kebaikan yang telah mereka berikan kepada penulis
akan menjadi amal sholeh dan mendapatkan pahala dari Allah SWT. Aamiin Ya
RabbalAlamin.

ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN MUNAQOSAH
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI
UJI REFERENSI
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI
ABSTRAK .................................................................................................................. vi
ABSTRACT ................................................................................................................ vii
KATA PENGANTAR .............................................................................................. viii
DAFTAR ISI ................................................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ xiii
DAFTAR TABEL ..................................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ..................................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ........................................................................................... 8
C. Batasan Masalah................................................................................................. 8
D. Rumusan Masalah .............................................................................................. 8
E. Tujuan Penelitian ............................................................................................... 9
F. Manfaat Penelitian ............................................................................................. 9
BAB II KAJIAN TEORI
A. Landasan Teori.................................................................................................... 11
1. Pengertian Longsor ....................................................................................... 11
2. Jenis-Jenis Longsor ...................................................................................... 12
3. Faktor-Faktor Penyebab Longsor ................................................................. 17
4. Karakteristik Wilayah Rawan Longsor ........................................................ 23
5. Aplikasi SIG untuk wilayah rawan longsor ................................................. 24
B. Hasil Penelitian yang Relevan ............................................................................ 28

x
xi

C. Kerangka Berpikir ............................................................................................... 32


BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................................. 34
1. Tempat .......................................................................................................... 34
2. Waktu ........................................................................................................... 35
A. Metode Penelitian ............................................................................................... 35
B. Populasi dan Sampel ........................................................................................... 36
1. Populasi ........................................................................................................ 36
2. Sampel .......................................................................................................... 36
C. Teknik Pengumpulan Data .................................................................................. 37
1. Observasi ...................................................................................................... 38
2. Dokumentasi ................................................................................................. 38
D. Teknik Analisis Data........................................................................................... 39
1. Overlay (Tumpang Susun) ........................................................................... 39
2. Metode Scoring atau Pengharkatan .............................................................. 39
3. Pembobotan .................................................................................................. 42
4. Analisis Deskripsi......................................................................................... 43
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Kondisi Umum Daerah Penelitian ................................................................... 44
1. Letak dan Luas Daerah Penelitian ................................................................ 44
2. Kondisi Fisik Daerah Penelitian ................................................................... 46
3. Kondisi Sosial Daerah Penelitian ................................................................. 63
B. Deskripsi Data .................................................................................................. 66
C. Pembahasan Hasil Penelitian ........................................................................... 97
D. Keterbatasan Penelitian .................................................................................. 100
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan .................................................................................................... 102
B. Implikasi ......................................................................................................... 103
xii

C. Saran ............................................................................................................... 103


DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 105
LAMPIRAN ............................................................................................................. 110
DOKUMENTASI .................................................................................................... 121
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Longsoran Translasi………………………………………… 11


Gambar 2.2 Longsoran Rotasi………………………………………........ 12
Gambar 2.3 Longsoran Pergerakan Blok………………………………… 12
Gambar 2.4 Logsoran Runtuhan Batu…………………………………… 13
Gambar 2.5 Longsoran Rayapan Tanah…………………………………. 14
Gambar 2.6 Longsoran Aliran Bahan Rombakan……………………...... 14
Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian………………………………………. 34
Gambar 4.1 Peta Administrasi Kecamatan Megamendung……………… 44
Gambar 4.2 Peta Curah Hujan Kecamatan Megamendung……………… 50
Gambar 4.3 Peta Kemiringan Lereng Kecamatan Megamendung………. 53
Gambar 4.4 Peta Geologi Kecamatan Megamendung…………………… 55
Gambar 4.5 Peta Penggunaan Lahan Kecamatan Megamendung……….. 58
Gambar 4.6 Peta Jenis Tanah Kecamatan Megamendung……………….. 62
Gambar 4.7 Peta Sebaran Lokasi Kejadian Longsor…………………….. 69
Gambar 4.8 Lokasi Kejadian Longsor Kp. Sirimpak……………………. 70
Gambar 4.9 Lokasi Kejadian Longsor Kp. Sirnagalih RT.02/02……...... 70
Gambar 4.10 Lokasi Kejadian Longsor Kp.Sirnagalih RT.01/01………… 71
Gambar 4.11 Lokasi Kejadian Longsor Kp.Sirnagalih RT.02/01………… 71
Gambar 4.12 Lokasi Kejadian Longsor Kp.Sirnagalih RT.02/01………… 72
Gambar 4.13 Lokasi Kejadian Longsor Kp.Sirnagalih RT.03/01………… 72
Gambar 4.14 Lokasi Kejadian Longsor Kp.Bengkok RT.07/01…….……. 73
Gambar 4.15 Lokasi Kejadian Longsor Kp.Cipayung RT.04/04…….…… 74
Gambar 4.16 Lokasi Kejadian Longsor Kp.Cileteuh RT.03/01………...... 74
Gambar 4.17 Lokasi Kejadian Longsor Kp.Go Leah RT.01/01………...... 75
Gambar 4.18 Lokasi Kejadian Longsor Kp.Warudoyong RT.03/01……… 75

xiii
xiv

Gambar 4.19 Lokasi Kejadian Longsor Kp.Kuta RT.04/02………………. 76


Gambar 4.20 Lokasi Kejadian Longsor Kp.Kuta RT.04/02………………. 76
Gambar 4.21 Lokasi Kejadian Longsor Kp.Bojong Keji RT.04/03………. 77
Gambar 4.22 Lokasi Kejadian Longsor Kp.Bojong Keji RT.04/03………. 77
Gambar 4.23 Lokasi Kejadian Longsor Kp.Bojong Keji RT.04/03………. 78
Gambar 4.24 Lokasi Kejadian Longsor Kp.Bojong Keji RT.04/03………. 78
Gambar 4.25 Lokasi Kejadian Longsor Kp.Leumah Nendeut……………. 79
Gambar 4.26 Lokasi Kejadian Longsor Kp.Situ RT.02/01……………….. 79
Gambar 4.27 Lokasi Kejadian Longsor Kp.Lija RT.04/04………………. 80
Gambar 4.28 Lokasi Kejadian Longsor Kp.Pasir Muncang RT.02/01……. 80
Gambar 4.29 Lokasi Kejadian Longsor Kp.Pasir Muncang RT.02/01……. 81
Gambar 4.30 Lokasi Kejadian Longsor Kp. Munjul RT.01/05…………… 81
Gambar 4.31 Lokasi Kejadian Longsor Kp.Pasir Kalong RT.04/03……… 82
Gambar 4.32 Lokasi Kejadian Longsor Kp.Sukabirus RT.03/06…………. 82
Gambar 4.33 Lokasi Kejadian Longsor Kp.Sukabirus RT.05/06…………. 83
Gambar 4.34 Lokasi Kejadian Longsor Kp.Sukabirus RT.02/05…………. 83
Gambar 4.35 Lokasi Kejadian Longsor Kp.Sukabirus RT.01/05…………. 84
Gambar 4.36 Lokasi Kejadian Longsor Kp.Pasir Angin Gadog………….. 84
Gambar 4.37 Lokasi Kejadian Longsor Kp.Pasir Angin Lebak………….. 85
Gambar 4.38 Lokasi Kejadian Longsor Kp.Legok Gadog RT.04/03……. 85
Gambar 4.39 Peta Sebaran Wilayah Rawan Longsor……………………... 90
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1 Data Kejadian Bencana Longsor Kecamatan Megamendung… 5


Tabel 2.1 Penelitian-Penelitian yang Relevan…………………………. 28
Tabel 3.1 Waktu Penelitian……………………………………………. 35
Tabel 3.2 Sumber Data Penelitian……………………………………... 39
Tabel 3.3 Klasifikasi Curah Hujan……………………………………. 40
Tabel 3.4 Skor Kemiringan Lereng……………………………………. 40
Tabel 3.5 Skor Jenis Tanah……………………………………………. 41
Tabel 3.6 Skor Penutupan Lahan……………………………………… 41
Tabel 3.7 Skor Jenis Batuan…………………………………………… 42
Tabel 3.8 Interval Skor Kelas Kerawanan Longsor…………………… 43
Tabel 4.1 Luas Wilayah Desa Kecamatan Megamendung……………… 45
Tabel 4.2 Data Curah Hujan Stasiun Klimatologi Citeko……………… 47
Tabel 4.3 Data Curah Hujan Stasiun Klimatologi Dramaga Kota Bogor.. 47
Tabel 4.4 Data Curah Hujan Stasiun Klimatologi Tangerang Selatan… 48
Tabel 4.5 Luas Kemiringan Lereng Tiap Desa………………………….. 51
Tabel 4.6 Luas Penggunaan Lahan Tiap Desa………………………… 56
Tabel 4.7 Instrumen Observasi Kesesuaian Lahan……………………. 59
Tabel 4.8 Luas dan Presentase Jenis Tanah Kecamatan Megamendung… 61
Tabel 4.9 Kepadatan Penduduk Tiap Desa Kecamatan Megamendung… 63
Tabel 4.10 Jumlah Penduduk Laki-Laki dan Perempuan………………… 64
Tabel 4.11 Tempat Pelayanan Masyarakat Kecamatan Megamendung…. 65
Tabel 4.12 SebaranSampel Lokasi Kejadian Longsor……………………. 67
Tabel 4.13 Klasifikasi Curah Hujan……………………………………… 87
Tabel 4.14 Skor Kemiringan Lereng……………………………………... 87
Tabel 4.15 Skor Jenis Tanah……………………………………………... 87

xv
xvi

Tabel 4.16 Skor Penutupan Lahan……………………………………… 88


Tabel 4.17 Skor Jenis Batuan…………………………………………… 88
Tabel 4.13 Interval Skor Kelas Kerawanan Longsor…………………… 89
Tabel 4.14 Luas dan Presentase Tiap Kelas Kerawanan Longsor………… 91
Tabel 4.15 LuasWilayah Tingkat Potensi Longsor Rendah……………… 92
Tabel 4.16 Luas Wilayah Tingkat Potensi Longsor Sedang……………… 93
Tabel 4.17 LuasWilayah Tingkat Potensi Longsor Tinggi……………….. 96
Tabel 4.18 Luas Wilayah Tingkat Potensi Longsor Sangat Tinggi……..… 98
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia memiliki dua potensi besar yaitu potensi sumber daya alam yang
melimpah dan potensi adanya bencana. Indonesia sendiri merupakan daerah yang
dilintasi oleh deretan pegunungan api aktif. Terdapat setidaknya 129 gunung api
aktif yang ada di wilayah Indonesia yang diakibatkan oleh terjadinya tumbukan
antar lempeng dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Pasifik dan Lempeng
Australia. Hal tersebut menyebabkan banyak terjadi peristiwa gunung meletus dan
gempa bumi. Hasil dari letusan gunung api ini mengakibatkan banyaknya jenis
tanah pelapukan yang bersifat lempung, berpasir dan subur. Pelapukan tanah yang
terjadi pada area yang memiliki kemiringan lereng sedang hingga terjal dapat
memicu terjadinya tanah longsor pada saat musim hujan.
Secara geografis sebagaian wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
berada pada kawasan rawan bencama alam, dan salah satu bencana alam yang
sering terjadi adalah bencana longsor.1 Bencana alam yang mengancam Indonesia
dapat terjadi kapanpun dan dimanapun yang dapat menyebabkan kerugian materil
dan non materil. Bencana menurut Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007
Tentang Penanggulangan Bencana menyebutkan, bencana adalah peristiwa atau
rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor
non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.2

1
Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana Longsor Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum No.22/M/2007
2
Undang-Undang Republik Indonesia No.24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana
Pasal 1

1
2

Berdasarkan data bencana alam yang dihimpun dari website BNPB sedetidaknya
tercatat sebanyak 30.606 kejadian bencana dan 6.900 diantaranya merupakan
kejadian tanah longsor di Indonesia selama kurun waktu 2011 hingga 2020.3 Hal
tersebut menandakan bahwa longsor merupakan bencana yang tidak dapat
dihindari.
Tidak dapat dipungkiri bahwa bencana yang terjadi disebabkan oleh faktor
alam dan usaha manusia merupakan takdir Allah SWT yang sudah tertulis dalam
Lauh Mahfuz. Hal tersebut disebutkan oleh Allah dalam Al-Qur’an Surat Al-Hadid
Ayat 22 yang berbunyi:
‫ّٰللاِ يَ ِسيْر‬ َ َ‫ب ِ ِّم ْن قَ ْب ِل ا َ ْن ناب َْراَهَا ۗا اِن ٰذلِك‬
‫علَى ه‬ ٍ ‫ض َو َْل فِ ْٓي ا َ ْنفُ ِس ُك ْم ا اِْل فِ ْي ِك ٰت‬
ِ ‫ص ْيبَ ٍة فِى ْاْلَ ْر‬
ِ ‫اب ِم ْن ُّم‬
َ ‫ص‬َ َ ‫َما ٓ ا‬
Artinya: “Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang menimpa dirimu
sendiri, semuanya telah tertulis dalam Kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum kami
mewujudkannya. Sunggu, yang demikian itu mudah bagi Allah.”4
Dalam Surat Al-Hadid ayat 22 menjelaskan bahwa segala macam musibah yang
ada di bumi telah Allah SWT tentukan sejak sebelum semuanya terjadi. Allah
SWT memiliki kekuasaan atas semua takdir makhluk ciptaan-Nya. Meskipun
semua yang terjadi merupakan takdir-Nya, hendaknya manusia untuk selalu
menjaga dan tidak melakukan hal yang semena-mena terhadap bumi yang dapat
menyebabkan timbulnya bencana.
Longsor merupakan salah satu bencana alam yang sering melanda daerah
perbukitan di daerah tropis basah.5 Tanah longsor adalah salah satu bencana
terbesar ke 3 (tiga) setelah banjir dan puting beliung yang sering terjadi di
Indonesia yang mana merupakan negara yang terdapat pertemuan tiga lempeng

Badan Nasional Penanggulangan Bencana, “Jumlah Kejadian Bencana”


3

(https://bnpb.cloud/dibi/laporan5a) Diakses pada 15 Juli 2020, Pada Pukul 21.56 WIB.


4
Qur’an dan Tajwid dilengkapi terjemah, (Jakarta Timur : Maghfirah Pustaka) h. 540
5
Hary Christady Nugroho, Tanah Longsor dan Erosi Kejadian dan Penanganan,
(Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2012), h.1
3

tektonik aktif yang secara geografis rawan terjadi bencana alam. 6 Banyak faktor
yang menyebabkan terjadinya tanah longsor diantaranya adalah karena faktor alam
seperti gempa bumi, tingginya curah hujan, kondisi topografi atau panjang dan
kemiringan lereng, serta perubahan cuaca dan iklim. Namun pada saat ini bencana
tanah longsor sering diakibatkan oleh ulah manusia karena seiring dengan
meningkatnya jumlah penduduk maka banyak sekali pembangunan dan alih fungsi
lahan didaearah perbukitan dan pegunungan yang mengakibatkan kestabilan
lingkungan menjadi terganggu. Di Indonesia sendiri tercatat setidaknya 40,9 juta
jiwa manusia tinggal di daerah rawan longsor. Wilayah tersebut terbentang dari
Pulau Sumatera hingga ke Pulau Jawa kemudian wilayah perbukitan di Pulau
Kalimantan. Salah satu daerah di Pulau Jawa yang rawan mengalami kejadian
bencana longsor adalah wilayah Kabupaten Bogor.
Longsor yang melanda Kabupaten Bogor diantaranya terjadi akibat adanya alih
fungsi lahan, curah hujan yang sangat tinggi, bentukan lahan yang sangat beragam
yang menyebabkan Kabupaten Bogor menjadi daerah yang rawan longsor.
Berdasarkan tren kejadian bencana di Kabupaten Bogor yang dilihat pada situs
Badan Penanggulangan Bencana Nasional pada lima tahun terakhir dari tahun
2015 sampai 2019 kejadian bencana tanah longsor menduduki peringkat pertama
kejadian bencana terbanyak pada tiap tahunnya lalu setelahnya diikuti dengan
bencana angin puting beliung. Hal tersebut menandakan bahwa kejadian longsor
merupakan bencana yang sering melanda kawasan Kabupaten Bogor.
Secara administratif Kabupaten Bogor memiliki luas wilayah 2.663,85 Km²
yang terbagi dalam 40 kecamatan dan 435 desa . Kondisi topografi pada Kabupaten
Bogor sendiri bervariatif terdiri dari tiga jenis yang diantaranya; a. Puncak adalah
bagian paling atas gunung/pegunungan, b. Lereng adalah bagian dari

6
Mohammad Reza dkk, Penentuan Zonasi Daerah Rawan Bencana Longsor Studi Kasus di
Kecamatan Tumpang Kabupaten Malang, (Sustainable, Planing and Culture (SPACE) : Jurnal
Perencanaan Wilayah dan Kota, 2020) h. 23
4

gunung/pegunungan/ bukit yang letaknya diantara puncak sampai lembah,


c.Lembah adalah daerah rendah diantara dua gunung/pegunungan atau daerah
yang mempunyai kedudukan lebih rendah dibandingkan daerah sekitarnya.7
Kondisi topografi Kabupaten Bogor yang bervariatif tersebut karena pada bagian
selatan merupakan kawasan pegunungan hingga disebelah utara yang merupakan
dataran rendah. Bagian selatan Kabupaten Bogor yang merupakan kawasan
pegunungan sering kali terjadi bencana tanah longsor termasuk diantaranya
kawasan puncak yang berada di Kecamatan Cisarua dan Kecamatan
Megamendung.
Kabupaten Bogor ini diguyur hujan setiap bulannya. Kabupaten Bogor sendiri
terkenal dengan julukan Bogor Kota Hujan. Curah hujan yang tinggi sering kali
memicu terjadinya bencana longsor di Kabupaten Bogor. Banyak sekali kejadian
longsor di Kabupaten Bogor yang diakibatkan oleh tingginya curah hujan yang
ekstrim berlangsung dalam waktu yang lama sehingga mengakibatkan daerah
lereng dan perbukitan mengalami pelapukan yang mengakibatkan longsor. Hujan
yang lebat sering kali menimbulkan longsor karena melalui rongga tanah air akan
masuk dan terkumpul didalam lereng yang menyebabkan pergerakan secara
vertikal. Tentunya hal ini sangat berbahaya bagi aktivitas masyarakat sekitar.
Menurut Hary Christadi Hardiyatmo, pada saat ini banyak kejadian longsor
disebabkan oleh meningkatnya jumlah penduduk dan aktivitas pembangunan di
daerah pegunungan.8 Perubahan penggunaan lahan atau alih fungsi lahan tidak
luput dari salah satu faktor yang memperparah kejadian bencana longsor di
Kabupaten Bogor. Alih fungsi lahan banyak terjadi karena adanya perubahan dari
lahan yang awalnya hutan menjadi non hutan. Pertumbuhan jumlah penduduk
mengakibatkan bertambahnya jumlah lahan yang digunakan sebagai pemukiman.
Dikutip dari berita online kompas.com, sekitar 3.000 hektar hutan hilang karena

Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor, “Kabupaten Bogor Dalam Angka 2020”
7

8
Hary Christady Nugroho, Tanah Longsor dan Erosi Kejadian dan Penanganan, (Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press, 2012), h.3
5

alih fungsi lahan menjadi sarana wisata atau pertanian yang terjadi dibeberapa
kecamatan seperti Cisarua, Megamendung, Babakan Madang dan beberapa
wilayah lain.9 Kondisi ini membuat alih fungsi lahan sering kali dikaitkan sebagai
penyebab terjadinya bencana longsor di Kabupaten bogor. Adapun data kejadian
bencana longsor yang berhasil diperoleh dari BPBD Kabupaten Bogor dapat
dilihat di tabel 1.1
Tabel 1.1 Data Kejadian Bencana Longsor Kecamatan Megamendung
Kabupaten Bogor 2016 - 2020
No. Bulan Kejadian 2016 2017 2018 2019 2020
1. Januari 2 3 1 2 21
2. Februari 4 3 10 5 6
3. Maret 6 - - 1 4
4. April - 3 1 7 1
5. Mei 1 1 - -
6. Juni - - - - -
7. Juli - - - - -
8. Agustus - - - - -
9. September 3 - - - 6
10 Oktober 2 - - 2 -
11. November - 3 2 2 3
12 Desember - 2 - 3 1
Jumlah 18 15 14 22 41
Sumber : BPBD Kab.Bogor
Menurut data longsor yang diperoleh dari BPBD Kabupten Bogor tahun 2016
- 2020 tercatat sebanyak 110 kejadian bencana longsor yang telah terjadi di

9
Dani Prabowo, Walhi: 30 Persen Kawasan Puncak Beralih Fungsi Jadi Hutan Beton, 2018
(https://www.google.com/amp/s/amp.kompas.com/properti/read/2018/03/29/173000521/walhi--30-
persen-kawasan-puncak-beralih-fungsi-jadi-hutan-beton) diakses tanggal 17 Juli 2020, Pada Pukul
20.03
6

Kecamatan Megamendung dalam waktu 2016-2020. Dalam rentan lima tahun


tersebut dapat diketahui longsor terbanyak terjadi pada tahun 2020 ini yaitu 41
kejadian. Kejadian terbanyak terjadi pada bulan Januari 2020 yaitu sebanyak 21
kejadian. Dari data tersebut juga dapat diketahui kejadian longsor banyak terjadi
pada rentan antara bulan November hingga bulan Mei dimana pada bulan tersebut
merupakan musim penghujan.
Longsor juga menimbulkan kerugian materil. Berdasarkan data kejadian
bencana yang dihimpun dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten
Bogor, pada tanggal 09 Oktober 2019 telah terjadi longsor di desa Pasir Angin
yang mengakibatkan satu rumah warga mengalami kerusakan dan akses jalan
tertutup. Pada tanggal 25 Maret 2020 di Desa Kuta telah terjadi longsor yang
mengakibatkan satu rumah warga mengalami rusak sedang. Kejadian berikutnya
terjadi pada tanggal 01 April 2020 di Desa Cipayung telah terjadi longsor yang
diakibatkan oleh hujan deras. Longsor terebut mengakibatkan pondasi tebing
setingi 3 meter dan lebar 4 meter longsor. Akibat longsor tersebut mengakibatkan
satu rumah mengalami rusak sedang dan satu rumah mengalami rusak ringan.
Merujuk pada data kejadian tersebut dampak longsor sangatlah merugikan dan
juga mengancam keselamatan warga.
Dengan banyaknya kejadian longsor yang terjadi di Kecamatan Megamendung
ini maka perlu adanya upaya yang dilakukan untuk meminimalisir dampak yang
diakibatkan oleh kejadian longsor. Salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam
rangka mengurangi dan mencegah terjadinya longsor adalah dengan mengetahui
sebaran daerah rawan longsor yang ada di suatu wilayah. Dengan menggunakan
teknologi Sistem Informasi Geografi (SIG) yang dapat dilakukan dengan cepat dan
akurat maka sebaran wilayah rawan longsor dapat di analisis dengan metode
tumpang susun atau overlay. Selain itu Sistem Informasi Geografis memberi
kemudahan bagi para penggunanya untuk melakukan perubahan atau
pembaharuan data sehingga dapat menghasilkan data terbaru. Sistem Informasi
Geografis diharapkan mampu mempermudah dalam menganalisis dan menyajikan
7

informasi spasial yang berkaitan dengan daerah dengan tingkat kerawanan longsor
baik yang rendah hingga tinggi serta memperoleh informasi baru mengenai daerah
yang menjadi sasaran kejadian longsor. Mengutip pada booklet Pusat Vulkanologi
dan Mitigasi Bencana Geologi bahwa tahapan awal dalam melakukan pra mitigasi
bencana adalah pemetaan. Pemetaan kerentanan gerakan tanah merupakan data
dasar dalam melakukan antisipasi bencana alam sebagai pertimbangan dalam
penyusunan analisis resiko bencana gerakan tanah.10
Penelitian terkait sebaran wilayah rawan longsor pernah dilakukan oleh
mahasiswa Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yatu Anna Mariana Ulfah Rahayu dengan judul “Studi Tingkat Kerawanan
Longsor di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor” dengan hasil penelitian
berupa terdapat tiga kelas tingkat kerawanan longsor yang tersebar di wilayah
Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor. Penelitian selanjutnya juga dilakukan
oleh Imam Ubaidillah pada tahun 2017 dengan judul skrpsi “Zonasi Potensi
Kerawanan Longsor di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor” dengan hasil
penelitian terdapat sebaran tingkat kerawanan longsor sesuai dengan kriteria zona
kerawanan longsor yang tersebar di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor.
Melihat latar belakang diatas maka diperlukan adanya data hasil analisis berupa
peta sebaran wilayah rawan longsor di Kecamatan Megamendung supaya dapat
dijadikan perhatian khusus untuk pihak terkait dan masyarakat sekitar dalam
menentukan daerah yang tepat untuk menentukan lokasi mitigasi bencana dan
meminimalisir segala kerugian yang dapat ditimbulkan dari bencana longsor.
Maka disini penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis
Sebaran Wilayah Rawang Longsor di Kecamatan Megamendung Kabupaten
Bogor”

10 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Badan Geologi “Booklet Gerakan Tanah”,
8

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka permasalahan dapat


diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Kondisi topografi lereng yang terjal di Kecamatan Megamendung sehingga
menimbulkan kerawanan longsor.
2. Tingginya curah hujan di Kecamatan Megamendung yang sering
menimbulkan longsor.
3. Alih fungsi lahan membuat di Kecamatan Megamendung sering terjadi
longsor.
4. Longsor yang menimbulkan kerugian materil di daerah Kecamatan
Megamendung.
5. Perlu adanya peta pemodelan wilayah rawan longsor di Kecamatan
Megamendung.

C. Batasan Masalah

Adanya keterbatasan waktu, biaya dan permasalahan yang ada agar tidak
menyimpang ke masalah yang lainnya, maka batasan masalah dalam penelitian ini
adalah:
1. Analisis tingkat kerawanan longsor di Kecamatan Megamendung Kabupaten
Bogor
2. Analisis dominasi sebaran wilayah rawan longsor di Kecamatan
Megamendung Kabupaten Bogor

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah diatas dapat ditarik bahwa rumusan masalah:


1. Bagaimana tingkat kerawanan longsor di Kecamatan Megamendung?
2. Bagaimana dominasi sebaran wilayah rawan longsor di Kecamatan
Megamendung?
9

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk


mengetahui:
1. Variasi tingkat kerawanan longsor di Kecamatan Megamendung
2. Dominasi sebaran wilayah rawan longsor di Kecamatan Megamendung

F. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah :


1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan tentang
bencana longsor dan pemetaannya serta dapat dijadikan media maupun bahan
ajar guru Geografi
2. Manfaat Praktis
Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
kepada beberapa pihak diantaranya :
a. Bagi Masyarakat
Memberikan pengetahuan kepada masyrakat terkait sebaran dan tingkat
kerawanan longsor yang ada di wilayah Kecamatan Megamendung
Kabupaten Bogor.
b. Bagi Aparatur dan Pemerintah Kecamatan Megamendung
Memberikan informasi terkait sebaran wilayah longsor yang digunakan
untuk perencanaan penanggulangan bencana dan sebagai masukan dalam
rencana pembangunan wilayah.
c. Bagi Pendidikan
Memberikan informasi dalam bentuk visual peta sebagai bahan ajar
peserta didik mengenai daerah rawan longsor di Kecamatan
Megamendung.
10

d. Bagi peneliti selanjutnya


Memberikan rujukan literatur bagi peneliti selanjutnya yang
berhubungan dengan tanah longsor
BAB II

KAJIAN TEORI

A. Landasan Teori

1. Pengertian Longsor
Gerakan masa (mass movement) tanah atau yang sering disebut tanah longsor
(landslide) merupakan salah satu bencana alam yang sering melanda daerah
perbukitan didaerah tropis basah.11 Dampak dari terjadinya longsor bukan hanya
sekedar kerusakan langsung yang meliputi rusaknya rumah, fasilitas kesehatan,
fasilitas pendidikan, dan berbagai macam penggunaan lahan melainkan dampak
tidak langsungnya pun juga pasti dirasakan seperti putusnya jalur transportasi
yang dapat mengganggu berbagai kegiatan manusia. Tanah longsor banyak
terjadi seiring dengan banyaknya aktifitas manusia didalamnya.
Menurut Nandi dalam Imam adapun pengertian longsor adalah perpindahan
material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah atau material
laporan bergerak kebawah atau keluar lereng. Secara geologis tanah longsor
adalah suatu peristiwa geologi dimana terjadi pergerakan tanah seperti jatuhnya
bebatuan atau gumpalan tanah besar.12
Menurut Menteri Pekerjaan Umum, Longsor adalah proses perpindahan
massa tanah/batuan dengan arah miring dari kedudukan semula, sehingga
terpisah dari masaa yang mantap, karena pengaruh gravitasi, dengan jenis
gerakan berbentuk rotasi dan translasi.13

11
Hary Christiadi Hardiyatmo, Penanganan Erosi dan Tanah Longsor, (Yogyakarta:Gajah
Mada University Press,2006), h.1
12
Imam Ubaidillah, Zonasi Potensi Kerawanan Longsor di Kecamatan Cisarua Kabupaten
Bogor . Skripsi 2017, h. 6
13
Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana Longsor Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum No.22/M/2007 Pasal 1 ayat 2

11
12

Dari pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa longsor


merupakan bencana alam yang sering terjadi didaerah yang memiliki
karakteristik perbukitan dikarenakan adanya pergerakan massa tanah akibat
pengaruh gravitasi yang dapat menyebabkan kerugian bagi masyarakat.
2. Jenis-Jenis Longsor
Terdapat 6 jenis longsor yaitu longsoran translasi, longsorosan rotasi,
pergerakan blok, runtuhan batu, rayapan tanah, dan aliran bahan rombakan.
Longsoran yang paling sering terjadi di Indonesia adalah longsoran translasi dan
longsoran rotasi, sedangkan longsoran aliran bahan rombakan merupakan jenis
longsor yang paling banyak memakan korban. Berikut penjelasan mengenai enam
jenis longsor menurut Kementerian Menteri Ekonomi dan Sumber Daya Mineral
(ESDM) :
a. Longsoran Translasi

Gambar 2.1 Longsoran Translasi


Longsoran translasi adalah bergeraknya massa tanah dan batuan pada
bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai. Longsoran ini
merupan jenis longsor yang sering terjadi di Indonseia.
13

b. Longsoran Rotasi

Gambar 2.2 Longsoran Rotasi


Longsoran rotasi adalah bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang
gelincir berbentuk cekung. Jenis longsoran ini juga sering terjadi di wilayah
Indonesia.
c. Pergerakan Blok

Gambar 2.3 Longsoran Pergerakan Blok


Pergerakan blok adalah perpindahan batuan yang bergerak pada bidang
gelincir berbentuk rata. Longsoran ini disebut juga longsoran translasi blok batu
d. Runtuhan batu

Gambar 2.4 Longsoran Runtuhan Batu


Runtuhan batu terjadi ketika sejumlah besar batuan atau material lain
bergerak ke bawah dengan cara jatuh bebas. Umumnya terjadi pada lereng yang
terjal hingga menggantung terutama di daerah pantai. Batu-batu besar yang
jatuh dapat menyebabkan kerusakan yang parah.
14

e. Rayapan Tanah

Gambar 2.5 Longsoran Rayapan Tanah


Rayapan tanah adalah jenis tanah longsor yang bergerak lambat.
Jenis tanahnya berupa butiran kasar dan halus. Jenis tanah longsor ini
hampir tidak dapat dikenali. Setelah waktu yang cukup lama longsor jenis
ini bisa menyebabkan tiang-tiang telepon, pohon, atau rumah miring
kebawah.

f. Aliran Bahan Rombakan

Gambar 2.6 Longsoran Aliran Bahan Rombakan


Jenis tanah longsor ini terjadi ketika massa tanah bergerak didorong
oleh air. Kecepatan aliran tergantung pada kemiringan lereng, volume dan
tekanan air, dan jenis materialnya. Gerakannya terjadi di sepanjang lembah
dan mampu mencapai ratusan meter jauhnya. Dibeberapa tempat bisa
sampai ribuan meter seperti di daerah aliran sungai di sekitar gunung api.
Aliran tanah ini dapat menelan korban cukup banyak.14

14
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Pengenalan Gerakan Tanah,
Materi Publikasi
15

Menurut Abramson dalam Hardiyatmo terdapat enam tipe-tipe longsoran yang


diperoleh dari hasil poto udara pada longsoran dan gerakan tanah yang pernah terjadi.
Tipe-tipe longsor tersebut antara lain;
1. Jatuhan (falls)
Jatuhan (falls) adalah jatuh bebasnya material dari atas singkapan yang baru
saja terlihat. Dari photo udara, jatuhan ini dapat dikenali dari : a. Nampak lebih
cerah dari goresan pada jurang atau singkapan yang baru saja terlihat, b. batu besar
(boulder) didasar ujung kaki jurang atau singkapan, c. kenampakan kerutan-kerutan
pada dasar jurang.
2. Longsoran (Slides)
Longsoran (Slides) adalah gerakan massa di sepanjang bidang longsor, dimana
pada bidang ini kuat geser tanah terlampaui.
3. Lorotan (slump)
Lorotan (slump) adalah gerakan massa disepanjang bidang longsor yang relatif
licin oleh kadar air berlebihan. Karakteristik gambar lorotan sama dengan
longsoran pada photo hitam-putih, kecuali dibawahnya ada kumpulan rontokan
(debris)
4. Aliran (flows)
Aliran (flows) mempunyai kesamaan perbandingan dengan longsoran dan
lorotan. Debris dari aliran umumnya menjalar ke jarak yang lebih jauh dari pada
longsoran atau lorotan. Aliran berhenti jika ada rintangan atau kemiringan lereng
menjadi sangat landai. Pada aliran, umumnya terdapat tumpukan material di ujung
kaki.
5. Rayapan (creep)
Rayapan (creep) adalah gerakan perlahan material pembenuk lereng, walaupun
tidak berbahayaa namun mengindikasikan kemungkinan bahaya longsor di masa
dating.
16

6. Parit atau selokan


Parit atau selokan (gullying) juga mengindikasi lereng tidak stabil. Selokan
umumnya; a. sejajar satu sama lain dan tegak lurus lereng dengan tidak ada atau
sedikit anak sungai, b. relatif pendek, teriris secara tajam dan berbentuk ujung
panah, c. terlihat terang jika batu atau tanah bawah baru saja tersingkap.15
Highway Research Board dalam Nasiah dan Ichsan menyebutkan tipe gerakan
tanah dan jenis materialnya diantaranya:
1. Runtuhan, merupakan gerakan tanah yang disebabkan keruntuhan tarik yang
diikuti oleh tipe gerakan jatuh bebas akibat grafitasi.
2. Jungkiran, adalah jenis gerakan memutar kedepan dari suatu atau beberapa blok
tanah/batuan terhadap titik pusat putaran dibawah massa batuan oleh gaya
gravitasi atau gaya dorong atau gaya yang ditimbulkan oleh tekanan air yang
mengisi rekahan batuan.
3. Longsoran, adalah gerakan yang terdiri dari regangan geser dan perpindahan
sepanjang bidang longsoran dimana massa berpindah longsor dari tempat
semula dan berpisah dari massa tanah yang mantap.
4. Penyebaran lateral, adalah gerakan menyebar kearah lateral yang ditimbulkan
oleh retak geser atau retak tarik. Tipe gerakan ini terjadi pada batuan atau tanah.
5. Aliran, jenis gerakan tanah dimana kuat geser tanah kecil sekali atau boleh
dikatakan tidak ada, material yang bergerak adalah material kental.16
Dari pendapat mengenai macam-macam longsor diatas dapat disimpulkan
bahwa longsor memiliki berbagai macam jenis tergantung bagaimana penyebab
dan proses terjadinya sehingga memberikan suatu dampak yang akan ditimbulkan.
Di Indonesia sendiri jenis longsor yang sering terjadi adalah jenis longsoran

15
Hary Christiadi Hardiyatmo, Penanganan Erosi dan Tanah Longsor, (Yogyakarta:Gajah
Mada University Press,2006), h.98
16
Nasiah dan Ichsan, Identifikasi Daerah Rawan Bencana Longsor Lahan Sebagai Upaya
Penanggulangan Bencana di Kabupaten Sinjai, Jurnal Sainsmat, 2014, h. 111
17

tranlasi dan longsoran rotasi dimana kejadian longsor keduanya terjadi akibat
bergeraknya massa tanah atau batuan pada bidang gelincir.
7. Faktor-Faktor Penyebab Longsor
Tanah longsor merupakan kejadian bencana guna mencari keseimbangan alam.
Penyebab dari tanah longsor ini bisa diakibatkan oleh kondisi alam aau fisik alami
maupun ulah manusia. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya tanah
longsor adalah sebagai berikut :
1. Iklim (Curah Hujan)
Curah hujan merupakan faktor iklim yang menyebabkan terjadinya
bencana longsor. Intensitas hujan yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya
tanah longsor diberbagai wilayah di Indonesia. Saat curah hujan tinggi
ditambah waktu terjadinya hujan yang panjang mengakibatkan air terus
menerus masuk kedalam retakan atau pori-pori tanah sehingga tebing tidak kuat
dan mengakibatkan longsor.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (PMPU) no.22/PRT/M/2007
menjelaskan bahwa pengaruh curah hujan dalam stabilitas lereng. Curah hujan
memiliki bobot 15% dalam terjadinya longsoran.17 Curah hujan sendiri
mempunyai pengaruh yang tinggi bila besarnya curah hujan rata-rata pertahun
sebesar 2500mm atau lebih dari 70mm/jam yang berlangsung terus menerus
selama lebih dari 2 jam hingga beberapa hari.
Menurut Nandi ancaman tanah longsor bisanya dimulai pada bulan
November karena meningkatnya intensitas curah hujan.18 Biasanya dalam
musim kering yang panjang tanah akan mengalami penguapan yang
mengakibatkan munculnya rongga tanah hingga menimbulkan rekahan. Ketika
hujan lebat turun air akan masuk kedalam rongga dan rekahan yang

17
Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana Longsoor, Peraturan Menter
Pekerjaan Umum No.22/PRT/M/2007, h. 25
18
Nandi, Longsor. Jurusan Pendidikan Geografi. Bandung. 2007 FPIPS-UPI. h. 6
18

mengakibatkan tanah mengembang dan air pada terakumulasi didalam dasar


lereng sehingga menimbulkan gerakan lateral.
2. Topografi
Faktor pendorong terjadinya longsor salah satunya adalah kondisi topografi
wilayah. Lereng atau kelerangan merupakan indikator topografi yang memicu
terjadinya erosi dan longsor didaerah perbukitan atau pegunungan. Makin curam
lereng disuatu tempat maka akan semakin tinggi terjadinya ancaman longsor. Pada
dasarnya sebagian besar wilayah Indonesia merupakan daerah perbukitan atau
pegunungan yang menyebababkan lahan miring. Namun tidak semua lereng
berpotensi longsor tetapi juga harus didukung dengan faktor lain yang mendukung
terjadinya longsor disuatu daerah.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (PMPU) No.22/PRT/M/2007 menjelaskan
bahwa longsor terjad apabila gaya pendorong pada lereng lebih besar dari pada
gaya penahan.19 Kondisi lereng yang berkisar atara 15% hingga 70% perlu
mendapatkan perhatian khusus terhadap kemungkinan bencana longsor yang
mengancam. Pada kategori tingkat kerawanan longsor yang tinggi kemiringan
lereng mencapai lebih dari 40%, untuk kategori kerawanan longsor yang sedang
kemiringan lereng berkisar antara 21-40%, dan daerah dengan tingkat kerawanan
rendah memiliki kemiringan lereng sekitar 0-21%.
3. Geologi (Batuan)
Struktur geologi atau batuan sangat mempengaruhi kekuatan lereng. Dalam
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (PMPU) no.22/PRT/M/2007 dijelaskan
bahwa salah satu penyebab terjadinya longsor karena struktur batuan tersusun
dengan bidang diskontinuitas atau struktur retakan.20 Pada umumnya batuan
endapan gunung api dan batuan sedimen berukuran pasir dan campuran antara
kerikil, pasir dan lempung memiliki struktur yang kurang kuat. Batuan tersebut

19
op.cit, h., 15
20
Ibid., h. 16
19

akan mudah mengalami proses pelapukan menjadi tanah dan akan semakin mudah
mengalami longsor bila terdapat pada lereng yang terjal. Faktor batuan memiliki
bobot 20% dalam penentu terjadinya longsor.
Pada tingkat kriteria kerawanan longsor yang tinggi lereng tersusun oleh batuan
yang banyak memiliki struktur retakan dengan perlapisan batuan miring kearah
luar lereng. Pada tingkat kriteria kerawanan longsor yang sedang batuan penyusun
lereng terlihat banyak retakan namun lapisan batuan tidak miring kearah luar
lereng, sedangkan pada kriteria kerawanan longsor yang rendah lereng terususun
atas batuan dan tanah namun ada struktur retakan/kekar pada batuan.
4. Vegetasi
Kejadian tanah longsor terjadi karena kestabilan pada lereng terganggu.
Vegetasi erat kaitannya dengan tumbuhan yang mempengaruhi stabilitas struktur
dan porositas tanah. Tumbuhan yang lebat seperti rumput atau rimba akan
mengurangi pengaruh dari air hujan dan kondisi lereng dari terjadinya longsor.
Menurut Arsyad dalam Sriyitno kebutuhan manusia akan pangan, sandang dan
pemukiman membuat semua tanah tidak dapat dibiarkan tertutup oleh hutan dan
padang rumput.21
Adanya vegetasi penutup akan lebih menjaga/menutupi/melindungi permukaan
tanah dari hantaman langsung air hujan yang turun sehingga permukaan
tanah/batuan terhindar dari erosi air hujan.22 Daerah denga kondisi wilayah
perbukitan atau pegunungan yang memiliki vegetasi cenderung kecil terhadap
kerentanan untung terjadi longsor dari pada kondisi wilayah pegunungan atau
perbukitan yang tidak memiliki tutupan vegetasi. Selain itu akar berfungsing
sebagai pengikat tanah dan batuan dasar sehingga lereng di daerah perbukitan dan
pegunungan semakin stabil.

21
Arsyad dalam Agus Sriyitno, Identifikasi Kawasan Rawan Bencana Longsor Kecamatan
Banyu Biru, Kabupaten Semarang, Skripsi 2012, h.11
22
Puji Pratiknyo, Banjir dan Tanah Longsor di Indonesia, (Yogyakarta: Citra Aji
Pratama,2019) h. 26
20

Tanah longsor banyak terjadi didaerah tata lahan persawahan, perladangan, dan
adanya genangan air di lereng yang terjal.23 Area yang dijadikan lahan persawahan
memiliki kondisi tanah yang cenderung lembek dan jenuh dengan air karena sifat
akarnya yang kurang kuat sehingga tanah longsor akan mudah terjadi. Sedangkan
pada area yang dijadikan tempat perladangan didaerah longsoran, kondisi akarnya
yang kurang dalam dan tidak akan mmenembus bidang longsoran.
5. Kondisi Tanah
Kondisi tanah merupakan salah satu faktor penentu terjadinya gerakan tanah
atau longsor. tanah yang gembur akan dengan memudahkan air masuk kedalam
penampang tanah yang kemudian akan menimbulkan pergerakan tanah berbeda
dengan tanah yang bersifat padat seperti tanah liat. Menurut Sitorus dalam Effendi,
nilai kepekaan erosi tanah (K) menunjukkan mudah tidaknya tanah mengalami
erosi, ditentukan oleh berbagai aspek fisik dan kimia tanah. Makin kecil nilai K
makin tidak peka suatu tanah terhadap erosi.24
Sedangkan menurut Saptohartono dalam Effendi, dalam kaitannya dengan
kestabilan lereng, pada intensitas hujan yang sama (127,4 mm/jam), tekstur tanah
pasir cenderung lebih cepat mencapai kondisi kritis sekitar 0,023 jam,
dibandingkan tekstur tanah lempung, 0,03 jam dan tanah liatsekitar 0,08 jam
setelah terjadi hujan.25
Tanah yang kurang padat dan tebal juga dapat memicu terjadinya longsor.
Tanah lempung memiliki karakteristik kurang padat yang apabila terjadi hujan
tanah ini akan cenderung menjadi lembek dan pada saat musim kemarau tanah ini
akan mudah pecah. Sensitivitas tanah tersebut akan dengan mudahnya terjadi
longsor pada saat terjadi hujan dengan intensitas tinggi dan waktu yang cukup
panjang.

23
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Gerakan Tanah
24
Sitorus dalam Ahmad Danl Effend, Identifikasi Kejadian Longsor dan Penentuan Faktor-
Faktor Utama Penyebab di Kecamatan Babakan Madang Kabupaten Bogor , Skripsi 2008, h. 17
25
Ibid, h.18
21

6. Pengelolaan Lahan
Wilayah Indonesia terdari daerah pegunungan dan perbukitan dengan
kondisi lereng yang terjal. Penggunaan lahan yang sesuai dengan besar
kemiringan lereng akan memantapkan lereng yang ada. Pengelolaan lahan sendiri
tidak terlepas dari peran manusia untuk melestarikannya. Usaha manusia yang
tidak benar pada daerah lereng yang terjal akan berdampak pada timbulnya tanah
longsor.
Banyak daerah pegunungan dan perbukitan yang digunakan sebagai area
untuk perladangan dan persawahan. Persawahan yang ada di lereng merupakan
daerah yang rawan longsor. Pengelolaan lahan pada daerah yang memiliki
kelerengan yang curam atau daerah perbukitan dan pegunungan sebaiknya tidak
digunakan untuk area persawahan. Area lereng yang dijadikan lahan persawahan
akan menghambat aliran air permukaan yang menyebabkan beban lereng
semakin berat dan menyebabkan longsor.
7. Kegempaan
Tanah longsor juga bisa disebabkan oleh suatu getaran yang diakibatkan oleh
gempa bumi, ledakan getaran mesin dan getaran arus lalu lintas kendaraan.26
Faktor pemicu berupa getaran meyebabkan putusnya hubungan antara partikel-
partikel penyusun tanah atau batuan pada lereng. Getaran tersebut menimbulkan
retakan yang kemudian retakan tersebut dapat mengakbatkan longsor.
Semakin tinggi intensitas gempa maka semakin besar peluangnya terjadi
longsor di wilayah tersebut.27 Gempa yang menimbulkan retakan dapat
mengakibatkan terjadinya patahan baik secara vertikal maupun horizontal.

26
Risdiyani Chasanah, Penanganan & Pencegahan Tanah Longsor, (Klaten:Cempaka Putih,
2018) h.13
27
Nasiah dan Ichsan Invanni, Identifikasi Daerah Rawan Bencana Longsor Lahan Sebagai
Upaya Penanggulangan Bencana di Kabupaten Sinjai, (Junral Sainsmat Universitas Negeri
Makasar,2014), h. 114
22

Patahan tersebut dapat menghasilkan horst dan graben yang besar kemungkinan
akan menimbulkan bencana logsor.
Menurut Arsyad dalam Nasiah syarat-syarat terjadinya longsor ada 3 yaitu :
1) Lereng cukup curam sehingga volume tanah dapat bergerak atau
meluncur ke bawah
2) Terdapat lapisan dibawah permukaan tanah yang agak kedap air dan
lunak yang berfungsi sebagai bidang luncur
3) Terdapat cukup air dalam tanah, sehingga lapisan tanah tepat diatas
lapisan kedap air tersebut sehingga lapisan kedap air tersebut menjadi
jenuh. Lapisan kedap air juga biasanya terdiri dari lapisan liat yang tinggi,
atau juga lapisan batuan, napal liat (clay shale)28
Sugalang dan Siagian dalam Nasiah juga menjeaskan analisis longsor
didasarkan pada lima faktor yang menyebabkan terjadinya pelongsoran.
Kelima faktor tersebut adalah :
a) Geologi : sifat fisik batuan, sifat ketektikan batuan, pelapukan batuan,
susunan dan kedudukan batuan (stratigrafi), dan struktur geologi
b) Morfologi : meliputi kemiringan lereng medan
c) Curah hujan : intensitas dan lama hujan
d) Penggunaan laha : pengolohan lahan dan vegetasi penutup
e) Kegempaan : intensitas gempa.29
Sehingga dapat disimpulkan bahwa longsor terjadi karena adanya faktor alami
dan faktor yang disebabkan oleh pengaruh aktivitas manusia. Curah hujan yang
tinggi, lereng yang terjal, lapisan tanah yang kurang padat, jenis batuan penyusun
lereng, jenis tanaman yang tidak mendukung kekuatan lereng, adanya getaran,
beban tambahan atau konstruksi bangunan, penggundulan hutan, bekas
longsoran lama merupakan hal yang dapat memicu terjadinya tanah longsor. Di

28
Ibid., h.111
29
Ibid., h.112
23

wilayah Kabupaten Bogor sendiri merupakan daerah dengan topografi


kelerengan yang bervarif dengan curah hujan yang cukup tinggi. Biasanya
longsor yang sering terjadi di Kabupaten Bogor sendiri terjadi saat musim
penghujan dimana curah hujan yang sangat tinggi.
4. Karakteristik Wilayah Rawan Longsor
Pada umumya kawasan rawan bencana longsor merupakan kawasan dengan
curah hujan rata-rata yang tinggi (diatas 2500mm/tahun), kemiringan lereng yang
curam (lebih dari 40%), dan/atau kawasan rawan gempa. Pada kawasan ini sering
dijumpai mata air yang umumnya berada di lembah-lembah yang subur dekat
dengan sungai.30
Menurut Tim Bakornas dalam Anna menyebutkan terdapat beberapa karakterisik
daerah rawan longsor yaitu :31
a. Daerah berbukit dengan kelerengan lebih dari 20 derajat
b. Lapisan tanah tebal diatas lereng
c. Sistem tata air dan tata guna lahan yan kurang baik
d. Lereng terbuka dan gundul
e. Terdapat retakan tapal kuda pada bagian atas tebing
f. Banyaknya mata air/rembesan air pada tebing disertai longsoran-longsoran
kecil
g. Adanya aliran sungai didasar lereng
Berdasarkan pernyataan tersebut karakteristik wilayah rawan bencana longsor
meliputi daerah dengan kemiringan lereng yang curam dengan didukung oleh
curah hujan yang tinggi. Selain itu buruknya sistem drainase berdampak bila hujan
turun menimbulkan beban pada tanah yang ada di lereng dan dapat menimbulkan

30
Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana Longsoor, Peraturan Menter
Pekerjaan Umum No.22/PRT/M/2007, h. 13
31
Anna Mariana Ulfah Rahayu, Studi Tingkat Kerawanan Longsor di Kecamatan Pamijahan
Kabupaten Bogor, (Skripsi Pendidikan IPS, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2018), h.18-19
24

longsor. Faktor perubahan tata guna lahan yang dilakukan oleh manusia juga dapat
membawa dampak terhadap potensi longsor. Maka dari itu masyarakat harus jeli
terhadap melihat karakteristik wilayah yang berpotensi terjadi bencana longsor.
5. Aplikasi SIG untuk wilayah rawan longsor
a. Pengertian Sistem Informasi Geografi
Menurut Anon dalam Nirwansyah Sistem Informasi Geografi adalah suatu
Sistem Informasi yang dapat memadukan antara data grafis (visual) dengan
data teks (atribut) objek yang dihubungkan secara geografis di bumi
(georeference). 32
Menurut Badan Informasi Geospasial (BIG) dalam Sodikin menjabarkan
SIG sebagai kumpulan yang terorganisir dari perangkat keras komputer,
perangkat lunak, data geografi, dan personal yang di desain untuk memperoleh,
menyimpan, memperbaiki, memanipulasi, menganalisis dan menampilkan
semua bentuk informasi yang berefensi geografi.33
Menurut Aronaff dalam Sari Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah
sistem berbasis komputer yang memiliki kemampuan dalam menangani data
bereferensi geografi, meliputi teknik pemasukan data, manajemen data
(penyimpanan dan pemanggilan kembali), manipulasi dan analisis data, serta
keluaran sebagai hasil (output).34
Berdasarkan pendapat diatas dapat diketahui bahwa Sistem Infromasi
Geografi adalah sebuah sistem yang melibatkan teknologi komputer
didalamnya sehingga memudahkan manusia dalam mengolah data spasial.
Sistem kerja SIG berupa menyimpan dan memanggil data, memanipulasi,
menganalisis dan menghasilkan output yang bereferensi geografi.

32
Anang Widi Nirwansyah, Dasar Sistem Informasi Geografi dan Aplikasinya menggunakan
Arcgis 9.3, (Yogyakarta: Deepublish, 2017), h.3- 4
33
Sodikin, Sistem Informasi Geografis & Penginderaan Jauh (Teori dan Praktek dengan Er
Mapper dan Arcgis 10), Pendidikan IPS FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, h. 200
34
Nur Fitriana Sari, Ensiklopedia Geografi Sistem Informasi Geografi, (Klaten: Cempaka
Putih, 2018), h. 2
25

Sistem Informasi Geografi (SIG) ialah suatu aplikasi dari produk


teknologi yang sangat terpercaya pada saat ini. Tentunya hal tersebut karena
perkembangan SIG sejak pertama kali ditemukan. Sampai saat ini keakurasian
data yang dihasilkan dari SIG sangat membantu dalam penelitian dan berbagai
analisis yang sangat membantu manusia.
b. Sistem Kerja SIG
Menurut Eddy Praharsa dalam Ika, Sistem Informasi Geografis dapat
diuraikan menjadi beberapa subsistem berikut :35
1. Data Input
Subsistem ini bertugas untuk mengumpulkan dan mempersiapkan
data spasial dan atribut dari berbagai sumber. Subsistem ini
bertanggung jawab dalam mengkonversi atau mentransformasikan
format-format data aslinya ke dalam format yang dapat digunakan oleh
SIG
2. Data Output
Subsistem ini menampilkan atau menghasilkan keluaran seluruh
atau sebagian basis data baik dalam bentuk softcopy maupun bentuk
hardcopy seperti tabel, grafik, peta dan lain-lain.
3. Data Management
Subsistem ini mengorganisasikan baik data maupun atribut
kedalam sebuah basisdata sedemikian rupa sehingga mudah dipangil,
diupdate, dan diedit.
4. Data Manipulation & Analysis
Subsistem ini menentukan informasi-informasi yang dapat
dihasilkan oleh SIG.

35
Ika Arfiani, Sistem Informasi Geografis Untuk Pemetaan dan Pencarian Rumah Sakit di
Kota Yogyakarta, (Jurnal Informatika Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta, 2012), h. 689-690
26

c. Tehnik Overlay
Dalam pembuatan peta potensi rawan bencana longsor diperlukan tehnik
overlay (tumpang susun). Overlay atau dikenal dengan istilah tumpang susun
merupakan proses penyatuan dua buah data grafis atau lebih untuk memperoleh
data grafis baru yang memiliki satuan pemetaan. Secara sederhana, overlay
disebut sebagai operasi visual yang membutuhkan lebih dari satu layer data
untuk digabungkan secara fisik.36 Dalam bukunya Nirwansyah menjelaskan
bahwa analisis Overlay merupaka proses penyatuan data dari lapisan layer yang
berbeda. Secara sederhana overlay disebut sebagai operasi visual yang
membutuhkan lebih dari satu layer untuk digabungkan secara fisik.37
Sedangkan menurut Zaziatur dalam jurnalnya, Overlay merupakan dilakukan
minimal dengan 2 jenis peta yang berbeda secara teknis harus ada polygon yang
terbentuk dari 2 jenis peta yang dioverlaykan.38 Ada beberapa macam overlay
yang dapat digunakan :
1. Erase : digunakan untuk melakukan analisis overlay pada kelas fitur
dengan menghapus kelas fitur yang tumpang tindih pada peta. Jenis tool
ini lebih mirip seperti proses clip. Poligon yang fiturnya bertepatan
dengan erase maka fitur poligon akan dihapus.
2. Identity : digunakan untuk melakukan analisis overlay pada kelas fitur.
Tool ini menggabungkan bagian-bagian dari fitur yang tumpang tindih.
Fitur identitas untuk menciptakan sebuah kelas fitur baru.
3. Intersect : digunakan untuk melakukan analisis overlay pada kelas fitur.
Overlay ini membangun kelas fitur baru dan berpotongan dengan fitur
umum di kedua kelas fitur.

36
Op.cit., h.38
37
Anang Widhi Nirwansyah, Dasar Sistem Informasi Geografi dan Aplikasinya
Menggunakan Arcgis 9.3, (Yoyakarta: deepublish, 2017) h. 31
38
Zalzilatur Rachman, Kesesuaian Lahan Pemukiman di Kawasan Kaki Gunung Dua Sudara,
(Jurnal: Universitas Sam Ratulangi Manado), h.121
27

4. Symetrical Deference : digunakan untuk melakukan analisis overlay pada


kelas fitur dari fitur-fitur atau bagian dari fitur yang tidak umum untuk
salah satu
5. Spatial Join : digunakan untuk menggabungkan macam-macam data
spasial yang mempunyai kelas yang sama (satu wilayah atau satu kategori
tertentu).
6. Union : digunakan untuk melakukan analisis overlay pada kelas fitur baru
dengan menggabungkan fitur dan atribut dari masing-masing kelas fitur.
7. Update : digunakan untuk melakukan analisis overlay pada kelas fitur
dengan melakukan update atribut dan geometri kelas atribut.39

39
ESRI dalam Inneke Astrid Pitaloka, Identifikasi Daerah Rawan Longsor dengan Menggunakan
Metode Smorph dan SIG (Studi Kasus : Kecamatan Semarang Barat), (Jurnal Geodesi Undip, Vol.7, No.4,2018),
h.179
28

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian relevan adalah suatu penelitian sebelumnya sudah pernah dibuat dan
dianggap cukup relevan yang memiliki keterkaitan dengan judul dan topik yang
akan diteliti guna menghindari terjadinya pengulangan penelitian dengan pokok
permasalahan yang sama. Penelitian yang relevan juga bermakna sebagai referensi
yang berhubungan dengan penelitian yang akan dibahas.
Adapun penjelasan mengenai perperbedaan dan persamaan pada penelitian
yang terdahulu dapat dijelaskan pada table 2.1 berikut :
Tabel 2.1 Penelitian-Penelitian yang Relevan
No. Nama Judul Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan
Peneliti Penelitian
1. Adnindya Analisis Dari peta Penelitian ini Membahas daerah
Rizka Bencana kerawanan menganalisis penelitian yang
Falahnsia / Longsor longsor sebaran daerah berbeda,
2015 Berdasarkan didapatkan rawan longsor menggunakan citra
(Thesis) Nilai Kerapatan analisa terdapat menggunakan landsat 8 untuk
Vegetasi daerah yang analisis Sistem menghasilkan peta
Menggunakan kurang Informasi kerapatan vegetasi.
Citra Aster dan berpotensi Geografis,
Landsat 8 (Studi terjadinya
Kasus : Sekitar longsor dan yang
Sungai sangat berpotensi
Bedadung, longsor
Kabupaten
Jember)

2. Imam Zonasi Potensi Tingkat Penelitian ini Membahas daerah


Ubaidillah/ Kerawanan kerawanan menganalisis penelitian yang
2018 Longsor longsor diketahui sebaran daerah berbeda
(Skripsi) Kecamatan bahwa pada rawan longsor
Cisarua karakteristik menggunakan
Kabupaten zona A yang analisis Sistem
Bogor merupakan Informasi
daerah dengan Geografis. Acuan
tingkat longsor dalam penelitian
sedang seluas ini menggunakan
313 hektar, untuk Peraturan
zona B dengan Menteri
tingkat Pekerjaan Umum
kerawanan tinggi no.22/PRT/M/20
seluas 465.057 07 tentang
hektar dan Pedoman
tingkat Penataan Ruang
29

kerawanan Kawasan
sedang seluas Bencana Longsor
872,418 hektar,
sedangkan pada
zona C adalah
daerah dengan
tingkat
kerawanan
sedang.
3. Ana Studi Tingkat Terdapat 17 titik Penelitian ini Membahas daerah
Mariana Kerawanan kejadian longsor menganalisis penelitian yang
Ulfah Longsor di di Kecamatan sebaran daerah berbeda.
Rahayu / Kecamatan Pamijahan rawan longsor Menggunakan
2015 Pamijahan Kabupate Bogor. menggunakan tehnik Purposive
(Skripsi) Kabupaten Tingkat analisis Sistem sampling dalam
Bogor kerawanan Informasi pengambilan
longsor Geografis. sampel.
dibedakan Peneliti
menjadi tiga menggunakan 5
kelas yaitu kelas peta dasar yang
kurang rawan digunakan
seluas 256,82 sebagai tehnik
hektar, kelas overlay.
rawan longsor
seluas 10.215,28
hektar, dan kelas
sangat rawan
seluas 2.060
hektar.
4. Nasiah dan Identifikasi Berdasarkan Penelitian ini Membahas daerah
Ichsan Daerah Rawan hasil analisis menganalisis penelitian yang
Invani / Longsor Lahan Kabupaten Sinjai sebaran daerah berbeda,
2014 Sebagai Upaya sebagian besar rawan longsor menggunakan
(Jurnal) Penanggulangan wilayahnya menggunakan teknik purposive
Bencana di cukup rawan analisis Sistem sampling dalam
Kabupaten longsor. hal ini Informasi pengambilan
Sinjai terjadi karena Geografis. sampel,
sifat geologinya menggunakan 10
yang kompleks, variabel yang
kemiringan ditetapkan sebagai
lereng bervariasi pemicu tingkat
dari yang sangat rawan longsor
tinggi hingga yaitu; sifat batuan,
yang sangat stratigrafi, struktur
rendah dam geologi, kedalaman
aktivitas manusia pelapukan,
dalam memenuhi kegempaan,
kebutuhannya topografi,
kurang ketebalan solum
memahami tanah, curah hujan,
30

faktor penyebab vegetasi, dan


longsor. tutupan lahan.
5. Riki Aplikasi SIG Diketahui Penelitian ini Membahas daerah
Rahmad, untuk Pemetaan kecamatan menganalisis penelitian yang
Suib, dan Tingkat sibolangit sebaran daerah berbeda.
Ali Numan Ancaman memiliki potensi rawan longsor
/ 2018 Longsor di terjadinya menggunakan
(Jurnal) Kecamatan longsor dengan analisis Sistem
Sibolangit, kelas kerawanan Informasi
Kabupaten Deli rendah hingga Geografis.
Serdang, tinggi. Untuk
Sumatera Utara kelas kerawanan
rendah terdapat
di 10 desa,
terdapat 14 desa
untuk kelas
kerawanan
sedang, terdapat
3 desa untuk
kelas kerawanan
tinggi, dan 1 desa
untuk kelas
tingkat
kerawanan
sangat tinggi.
6. Moch Pemetaan Hasil dari Penelitian ini Membahas daerah
Fauzan Daerah Rawan penelitian ini menganalisis penelitian yang
Dwi Longsor dengan diketahui daerah daerah rawan berbeda dan hanya
Hartanto, Menggunakan yang rawan longsor dengan menggunakan
dkk/ 2017 Sistem longsor dibagi menggunakan parameter
(Jurnal) Informasi menjadi tiga Sistem Informasi kelerengan wilayah
Geografis Studi yaitu tidak rawan Geografis dengan dan faktor curah
Kasus diberi warna tekhnik overlay hujan.
Kabupaten hijau, rawan
Bondowoso diberi warna
kuning dan
sangat rawan
diberi warna
merah.
7. Jeffi Analisis Daerah Terdapat dua Penelitian ini Membahas daerah
Annisa, Rawan Longsor hasil peta analisis menganalisis penelitian yang
dkk/ 2015 Berbasis Sistem kerawanan daerah rawan berbeda dan dalam
(Jurnal) Informasi longsor dari longsor dengan penelitian ini
Geografis (Studi penelitian ini. menggunakan peneliti
Kasus: Hasil analisis Sistem Informasi menghasilkan dua
Kabupaten Lima berdasarkan Geografis dengan peta kerawanan
Puluh Kota, klasifikasi tekhnik overlay longsor dengan dua
Sumatera Barat) Nugroho, J.A, sumber referensi
dkk (2009) lebih klasifikasi longsor
cocok dipakai di yang berbeda
lokasi ini dengan
31

tingkat
kerawanannya
yaitu sangat
rendah, rendah,
sedang, tinggi
dan sangat tinggi.
8. Dr. Ir. M. Identifikasi Daerah rawan Penelitian ini Membahas daerah
Taufik, Daerah Rawan longsor terbagi menganalisis penelitian yang
dkk/ 2016 Tanah Longsor menjadi tiga daerah rawan berbeda
(Jurnal) Menggunakan tingkatan yaitu longsor dengan
SIG (Sistem rendah, sedang menggunakan
Informasi dan tinggi. Sistem Informasi
Georgrafis) Daerah dengan Geografis dengan
potensi longsor tekhnik overlay 5
yang tinggi peta tematik
terdapat di 12
desa dengan
tingkat
kemiringan
lereng sebesar
25%-45% dan
lebih dari 45%
dengan jenis
tanah litosol dan
curah hujan yang
tinggi sebesar
2500-3000
mm/tahun
32

C. Kerangka Berpikir
Pergerakan tanah atau biasa disebut dengan tanah longsor merupakan suatu
peristiwa yang sering terjadi di wilayah Indonesia. Karakteristik wilayah Indonesia
sendiri meliputi wilayah pegunungan dan perbukitan sehingga menghasilkan
kondisi topografi yang memiliki kelerengan yang bervariasi. Kecamatan
Megamendung merupakan salah satu wilayah yang berada pada kriteria zona
rawan terjadinya bencana longsor dan menimbulkan kerugian bagi masyarakat
yang terdampak.
Kajian teori dan berbagai faktor yang mempengaruhi terjadinya longsor sudah
banyak dikaji oleh para ahli, peneliti dan berbagai instansi terkait. Kajian teori
yang telah ditelaah berdasarkan sumber referensi terkait keilmuan bencana
longsor. Untuk mengetahui bagaimana sebaran longsor yang terjadi di Kecamatan
Megamendung peneliti telah mengumpulkan data fisik yang digunakan sebagai
parameter yang kemudian dilakukan tumpang susun atau overlay yang kemudian
akan dilakukan skoring terhadap setiap parameter.
Metode skoring atau pembobotan mengacu pada Penelitian Puslitanak tahun
2004. Kemudian dianalisis menggunakan metode deskriptif yaitu menguraikan
peta tematik hasil dari overlay berupa daerah rawan longsor di Kecamatan
Megamendung.
Penelitian ini akan menghasilkan output berupa peta rawan longsor. Peta rawan
longsor ini akan memberikan informasi mengenai sebaran daerah potensi longsor
dan bagaimana variasi tingkat longsor di Kecamatan Megamendung. Kemudian
informasi tersebut dapat dijadikan acuan untuk ditindak lanjuti guna mencegah
adanya kerugian yang dapat diakibatkan oleh kejadian longsor tersebut.
33

Bagan 2.1 Kerangka Berpikir

Kondisi Fisik
Geografis
Kecamatan
Megamendung

Curah Kemiringan Geologi Penggunaan Jenis


Hujan Lereng Lahan Tanah

Analisis Sistem
Informasi
Geografis /
Overlay

Daerah Rawan
Longsor
Kecamatan
Megamendung
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat
Lokasi penelitian ini dilakukan di Kecamatan Megamendung Kabupaten
Bogor yang terletak di koordinat 06° 41’ 54,2” LS dan 106° 55’ 12,8” BT dengan
luas wilayah yaitu 4006,3 ha. Kecamatan Megamendung berbatasan dengan
disebelah utara Kecaamatan babakan madang, disebelah timur berbatasan dengan
Kecamatan Sukaraja , disebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Cisarua.
Peta lokasi penelitian bisa dilihat pada gambar 3.1 berikut :

Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian

34
35

2. Waktu
Waktu penelitian ini dimulai dari bulan Mei 2020 sampai dengan bulan Maret
2021. Penelitian akan dimulai dari perencanaan penelitian sampai dengan
pengelolaan hasil penelitian.
Tabel 3.1 Waktu Penelitian
Bulan
No. Kegiatan
Mei Juni Juli Agu Sep Okt
1. Pengumpulan data penelitian √ √
2. Observasi Lapangan √
3. Pengelolaan data menggunakan ArcGIS 10.1 √ √ √
4. Observasi lapangan √
No. Kegiatan Nov Des Jan Feb Mar Apr
4. Observasi Lapangn √ √ √
5. Penyusunan Skripsi √ √ √
No. Kegiatan Mei Jun
6. Persiapan berkas sidang skripsi √
7. Sidang Skripsi √

A. Metode Penelitian
Pada penelitian ini pendekatan yang digunakan adalah desktiptif kuantitatif
dengan analisis data menggunakan aplikasi sistem informasi geografis.
Pendekatan kuantitatif merupakan penelitian yang menghasilkan penemuan, yang
dilakukan menggunakan prosedur statistik atau cara lain secara kuantitatif
(pengukuran).40 Penelitian deskripsi (descriptive research) adalah jenis penelitian
yang memberikan gambaran atau uraian atas suatu keadaan sejelas mungkin tanpa
ada perlakuan terhadap obyek yang diteliti.41Tujuan dari penelitian deskriptif
adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual
dan akurat, mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan fenomena yang

40
Andra Tersiana, Metode Penelitian, (Yogyakarta:Start up,2018), h.13
41
Ronny Kountur, Metode Penelitian untuk Penulisan Skripsi dan Tesis, (Jakarta: Penerbit
PPM,2007), h.108

35
36

diselidiki.42 Adapun pada penelitian ini akan menjelaskan kondisi sebaran wilayah
rawan longsor yang ditemukan dengan menggunakan aplikasi SIG.
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian.43 Populasi dalam penelitian
ini adalah seluruh satuan lahan dalam lingkup administrasi Kecamatan
Megamendung.
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi.44 Pada penelitian ini sampel akan digunakan untuk pengecekan
penggunaan lahan dan mencari sebaran titik longsor yang ada dilapangan.
Teknik dalam pengambilam sampel menggunakan teknik probability sampling
yaitu teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi
setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi angota sampel.45 Sampel
diambil dengan teknik simple random sampling dikatakan simple (sederhana)
karena pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa
memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu.46 Banyaknya sampel yang
diambil menggunakan rumus Slovin. Perhitungan sampel dengan rumus slovin
adalah sebagai berikut :47

42
Ajat Rukajat, Pendekatan Penelitian Kuantitatif, (Yogyakarta: DEEPUBLISH,2018) h1
43
Andra Tersiana, Metode Penelitian, (Yogyakarta:Start up,2018), h.75
44
Muslich Anshori, Metode Penelitian Kuantitatif, (Surabaya: Airlangga University Press,
2017) h.102
45
Sugiyono,, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif da R&D, (Bandung: Alfabeta, 2018)
h.81
46
Ibid, h.82
47
Firdaus, Metode Penelitian Kuantitatif Dilengkapi Analisis Regresi IBM SPSS Statistics
Version 26.0, (Riau : DOTPLUS Publisher), h.19
37

𝑁
𝑛=
1 + 𝑁𝑒²
Dimana : n = Jumlah Sampel
N = Jumlah Populasi
e = Batas Kesalahan (Error Tolerance)
Sebelum menggunakan rumus slovin, peneliti terlebih dahulu
menentukan batas kesalahan yang akan digunakan. Peneliti menggunakan
rumus slovin dengan toleransi kesalahan 15% (0,15) atau dengan tingkat
akurasi kebenaran 85%. Hasil interpretasi tutupan lahan dapat diterima karena
memenuhi batas minimal ketelitian interpretasi data penginderaan jauh yaitu
lebih besar dari 80%.48 Maka ditemukanlah hasil perhitungan sampel yaitu
sebagai berikut :
𝑁
𝑛=
1 + 𝑁𝑒²
110
𝑛=
1 + (110𝑥0,152 )
110
𝑛=
1 + 2,475
𝑛 = 31,6547 , 𝑑𝑖𝑏𝑢𝑙𝑎𝑡𝑘𝑎𝑛 𝑚𝑒𝑛𝑗𝑎𝑑𝑖 32 𝑡𝑖𝑡𝑖𝑘 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Hasil 32 titik yang dijadikan sampel ditemukan dari banyaknya kejadian
tanah longsor yang terjadi di seluruh wilayah Kecamatan Megamendung dalam
kurun waktu 5 tahun yaitu dari tahun 2016 hingga 2020 yang terjadi sebanyak
110 kejadian.
C. Teknik Pengumpulan Data
Tujuan dari penelitian adalah mengumpulkan data. Pengumpulan data dalam
penelitian dimaksudkan untuk memperoleh bahan-bahan, keterangan, kenyataan-
kenyataan, dan informasi yang dapat dipercaya.49 Apabila tidak mengetahui

48
M. Taufik dkk, Identifikasi Daerah Rawan Tanah Longsor Menggunakan SIG (Sistem
Informasi Geografis), (Surabaya : Jurnal Teknik ITS, 2016), h. C.80
49
Sudaryono, Metodologi Penelitian, (Depok: PT Raja Grafindo Persada, 2018), h.205
38

bagaimana teknik mengumpulkan data maka penelitian akan mendapatkan data


yang tidak memenuhi kriteria data yang ditetapkan. Data yang didapatkan harus
sesuai dengan apa yang diteliti. Dalam penelitian ini teknik yang digunakan dalam
mengumpulkan data adalah sebagai berikut:

1. Observasi
Observasi atau pengamatan merupakan suatu teknik atau cara
mengumpulkan data dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap kegiatan
yang sedang berlangsung.50 Pada penelitian ini dilakukan pengamatan langsung
untuk mengetahui bagaimana kondisi fisik yang dijadikan sebagai parameter
pembuatan peta rawan longsor di lokasi penelitian, khususnya pada
penggunaan lahan dan mencari titik-titik sebaran longsor yang pernah terjadi di
lokasi penelitian. Titik-titik lokasi yang dilakukan observasi terdapat sebanyak
32 titik sesuai dengan jumlah sampel yang telah diperhitungkan.
2. Studi Dokumen
Dokumentasi adalah ditunjukan untuk memperoleh data langsung dari
tempat penelitian , meliputi buku-buku yang relevan, peraturan-peraturan,
laporan kegiatan, foto-toto, film dokumenter, data yang relevan penelitian.
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.51 Dalam penelitian
ini data-data yang dihimpun berasal dari instansi terkait atau lembaga yang ada.
Selain itu dalam penelitian juga . Data-data yang diperoleh dari metode
dokumentasi ini adalah:

50
Ibid, h. 216
51
Ibid, 219
39

Tabel 3.2 Sumber Data Penelitian


No. Data Sumber Data
1. Data longsor Kecamatan BPBD Kabupaten Bogor
Megamendung tahun 2016-2020

2. Kepadatan penduduk Kecamatan BPS Kabupaten Bogor


Megamendung
3. Kemiringan lereng dan Ketinggian Klasifikasi data DEM
4. Curah Hujan BMKG
5. Kondisi tanah Bappedalitbang Kabupaten Bogor
6. Batuan penyusun lereng (Geologi) Bappedalitbang Kabupaten Bogor
D. Teknik Analisis Data
Analisis data penelitian yang merupakan bagian dari proses pengujian data
setelah tahap pemilihan dan pengumpulan data dalam penelitian.52 Dalam
penelitian ini digunakan tiga teknik pengelolaan data yaitu:
1. Overlay (Tumpang Susun)
Overlay atau dikenal dengan istilah tumpang susun merupakan proses
penyatuan dua buah data grafis atau lebih untuk memperoleh data grafis baru
yang memiliki satuan pemetaan. Secara sederhana, overlay disebut sebagai
operasi visual yang membutuhkan lebih dari satu layer data untuk digabungkan
secara fisik.53 Proses ini merupakan penggabungan dari beberapa peta yang
memuat informasi dalam program komputer yaitu ArcGIS 10.3.
2. Metode Scoring atau Pengharkatan
Adapaun skor yang disesuaikan berdasarkan bobot parameter acuan dalam
membuat peta rawan longsor yang dikutip dalam Jurnal Riki Rahmat adalah
sebagai berikut :

52
Muslich Anshori, Metode Penelitian Kuantitatif, (Surabaya: Airlangga University Press,
2017) h.120
53
Nur Fitriana Sari,Ensiklopedi Geografi Sistem Informasi Geografi,(Klaten; C empaka
Putih,2018), h.38
40

Tabel 3.3 Klasifikasi Curah Hujan


Curah Hujan
Skor
(mm/tahun)
Sangat Basah (> 3000) 5
Basah (2.501 – 3.000) 4
Sedang (2.001 – 2.500) 3
Kering (1.501 – 2.000) 2
Sangat Kering (< 1500) 1
(Sumber : Puslittanak Bogor 2004 dalam jurnal Riki Ahmad)
Pada tabel skor curah hujan diketahui skor yang diberikan pada jumlah
curah hujan rata-rata pertahun lebih dari 3000mm diberi skor 5. Curah hujan
yang berkisar antara 2501-3000mm pertahun diberi skor 4. Rata-rata curah
hujan yang berkisar antara 2001-2500mm pertahunnya akan diberikan skor 3.
Curah hujan dengan jumlah 1501-2000mm pertahun diberikan skor 2 dan curah
hujan dengan rata-rata dibawah 1500mm pertahunnya diberi skor 1.
Tabel 3.4 Skor Kemiringan Lereng
Kelerangan (%) Skor

Datar, kemiringan 0-8% 1

Landai, berombak sampai 2


bergelombang, kemiringan
8-15%
Agak curam, bebukit, 3
kemiringan 15-25%
Curam s/d sangat curam, 4
kemiringan 25-40%
Sangat curam s/d terjal, 5
kemiringan >40%
(Sumber : Jefri Ardian Nugroho 2008 dalam skripsi Anna )
Pada tabel skor kemiringan lereng diatas dijelaskan bahwa varasi skor
kemiringan lereng ditentukan berdasarkan variasi besarnya sudut lereng.
Semakin tinggi presentase kelerengan semakin besar juga bobot skor yang
diberikan. Sudut lereng yang memiliki besaran lebih dari 40% atau kelerengan
41

curam samapi terjal diberikan skor 5, sudut lereng dengan besar 25-40% atau
curam sampai sangat curam diberikan skor 4, untuk besar sudut lereng 15-25%
atau agak curam sampai berbukit diberikan skor 3, kemudian sudut lereng yang
berkisar antara 8-15% atau landai sampai bergelombang diberikan skor 2, dan
sudut lereng kurang dari 8% atau datar diberikan skor 1.
Tabel 3.5 Skor Jenis Tanah
Jenis Tanah Skor
Regosol 5
Andosol, Podsolik 4
Latosol coklat 3
Asosiasi Latosol Coklat Kekuningan 2
Aluvial 1
(Sumber: Puslittanak Bogor 2004 dalam jurnal Riki Ahmad)
Tabel skor jenis tanah diatas menjelaskan bahwa wilayah yang memiliki
jenis tanah regosol diberi skor 5, tanah dengan jenis andosol dan podsolik diberi
skor 4, tanah dengan jenis latosol coklat diberi skor 3, kemudian wilayah
dengan jenis tanah asosiasi latosol coklat kekuningan diberi skor 2 dan tanah
jenis aluvial diberi skor 1.
Tabel 3.6 Skor Penutupan Lahan
Penutupan Lahan Skor
Tegalan, Sawah 5
Semak Belukar 4
Hutan dan Perkebunan 3
Kota/Pemukiman 2
Tambak, Waduk, Perairan 1
(Sumber: Puslitnak Bogor 2004 dalam jurnal Riki Ahmad)
Pada tabel skor penutupan lahan diketahui bahwa lahan tegalan dan
sawah diberi skor 5, untuk daerah dengan lahan semak belukar diberi skor 4,
untuk daerah dengan lahan hutan dan perkebunan diberi skor 3, kemudian kota
atau pemukiman diberi skor 2 dan daerah dengan jenis lahan tambak, waduk
dan perairan diberikan skor 1.
42

Tabel 3.7 Skor Jenis Batuan


Jenis Batuan Skor
Batuan Vulkanik 3
Batuan Sedimen 2
Batuan Aluvial 1
(Sumber: Puslitnak Bogor 2004 dalam jurnal Riki Ahmad)
Tabel diatas menjelaskan bahwa untuk jenis batuan vulkanik diberi skor
3, jenis batuan sedimen diberi skor 2 dan jenis batuan aluvial diberi skor 1.
3. Pembobotan
Setelah dilakukan skoring pada tiap parameter fisik yang digunakan dalam
acuan analisis kerawanan longsor kemudian dilakukan pembobotan. Porsi bobot
pada setiap parameter berbeda tergantung pada permasalahan yang ada. Mengacu
pada penelitian Puslittanak 2004 dengan modifikasi sesuai dengan kondisi lokasi
penelitian. Bobot tertinggi ada ada curah hujan yaitu sebesar 30% karena curah
hujan merupakan faktor paling tinggi pengaruhnya dalam terjadinya bencana
longsor. Faktor kemiringan lereng juga diberi bobot 30%, faktor penggunaan lahan
dan faktor jenis batuan diberi bobot 20% dan faktor jenis tanah diberi bobot 10%.
Dari semua parameter tersebut dapat diketahui model perhitungan untuk
menganalisa kerawanan longsor di Kecamatan Megamendung adalah sebagai
berikut :
Skor Total = 0,3FCH + 0,25FKL + 0,1FJB + 0,25FPL + 0,1FJT
Keterangan :
FCH = Faktor Curah Hujan
FKL = Faktor Kemiringan Lereng
FJB = Faktor Jenis Batuan
FPL = Faktor Penggunaan Lahan
FJT = Faktor Jenis Tanah
Hasil dari pembobotan pada tiap parameter yang ada dilokasi penelitian
kemudian diperoleh klasifikasi kelas kerawanan dengan interval skor yang dibagi
43

atas empat kelas yang mengacu pada penelitian Puslittanak 2004 dengan penentuan
interval skor yaitu :
𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑇𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑛𝑔𝑖 − 𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑇𝑒𝑟𝑒𝑛𝑑𝑎ℎ
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐾𝑒𝑙𝑎𝑠 𝐾𝑙𝑎𝑠𝑖𝑓𝑖𝑘𝑎𝑠𝑖
4,3 − 2,8 1,5
= = 0,4
4 4

Hasil analisis skor total kemudian didapatkan klasifikasi kelas kerawanan


longsor di lokasi penelitian dengan interval skor dapat dilihat pada tabel 3.8

Tabel 3.8 Interval Skor Kelas Kerawana Longsor Kecamatan


Megamendung

Interval skor (%) Kelas Kerawanan


2,8 – 3,2 Rendah
3,3 – 3,7 Sedang
3,8 – 4,2 Tinggi
4,3 – 4,7 Sangat Tinggi

4. Analisis Deskripsi
Dalam penelitian kuantitatif, analisis data merupakan kegiatan setelah data dari
seluru responden atau sumber data lain terkumpul.54 Dalam tahap ini, peneliti akan
menjelaskan sebaran daerah rawan longsor dengan peta hasil overlay kemudian
mengaitkan dengan kondisi fisik dan keadaan yang didapatkan melalui observasi
dan pengamatan langsung dilapangan.

54
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2018)
h.147
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Kondisi Umum Daerah Penelitian

1. Letak dan Luas Daerah Penelitian


Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Megamendung Kabupaten
Bogor. Berdasarkan data Shp Kecamatan Megamendung luas area wilayah
Kecamatan Megamendung adalah 6.073,45 Ha dengan batas geografis yaitu :
Sebelah Utara : Kecamatan Sukaraja, Kecamatan Babakan Madang
Sebelah Selatan : Kecamatan Ciawi
Sebelah Timur : Kecamatan Cisarua, Kecamatan Sukamakmur
Sebelah Barat : Kecamatan Ciawi

Gambar 4.1 Peta Administrasi Kecamatan Megamendung

44
45

Kecamatan Megamendung terbagi atas 12 desa yaitu Desa Sukaresmi, Desa


Sukagalih, Desa Kuta, Desa Sukakarya, Desa Sukamanah, Desa Sukamaju,
Desa Sukamahi, Desa Gadog, Desa Cipayung, Desa Cipayung Girang, Desa
Megamendung, dan Desa Pasir Angin. Luas wilayah perdesa dapat dijelaskan
pada tabel 4.1.
Tabel 4.1 Luas Wilayah Desa di Kecamatan Megamendung
No Nama Desa Luas (ha)
1. Sukaresmi 302.27
2. Sukagalih 404.36
3. Kuta 546.15
4. Sukakarya 398.81
5. Sukamanah 186
6. Sukamaju 206.96
7. Sukamahi 314.38
8. Gadog 206.14
9. Cipayung 481.46
10. Cipayung Girang 197.15
11. Megamendung 2311.13
12. Pasir Angin 518.64
Total Luas 6.073,45
Sumber : SHP Batas Desa Dukcapil Jawa Barat tahun 2019
Berdasarkan data tabel diatas dapat diketahui bahwa desa dengan wilayah
terluas adalah Desa Megamendung dengan luas 2311.13 Ha. Desa dengan
luasan terluas kedua adalah Desa Kuta dengan luas 546.15 Ha. Desa dengan
luasan terluas ketiga adalah Desa Pasir Angin dengan luasan daerah yaitu
518.64 Ha sampai dengan desa dengan luasan terkecil yaitu Desa Sukamanah
dengan luas186 Ha.
46

2. Kondisi Fisik Daerah Penelitian


Kecamatan Megamendung memiliki topografi yang beranekaragam meliputi
daerah dengan dataran tinggi atau perbukitan dan daerah dataran rendah dengan
ketinggian tempat berkisar antara 670-1100 Mdpl. Adapun kondisi fisik lainnya
dapat dideskripsikan sebagai berikut :

a. Curah Hujan
Bogor merupakan daerah yang terkenal dengan sebutan ‘Kota Hujan’
karena di wilayah ini sering terjadi hujan. Intensitas dan curah hujan di wilayah
Bogor pun cukup tinggi yaitu berkisar antara 2500-5000 mm/pertahun dengan
tipe hujan tropis Af.
Keadaan iklim di Kecamatan Megamendung secara umum hampir sama
dengan wilayah Kabupaten Bogor. Curah hujan merupakan faktor yang paling
berpengaruh terhadap kejadian longsor yang terjadi di wilayah Kecamatan
Megamendung. Longsoran yang sering terjadi pada daerah rawan longsor
umumnya terjadi karena pengaruh curah hujan yang terjadi kawasan tertentu.
Dalam membuat pola sebaran curah hujan Kecamatan Megamendung
peneliti menggunakan metode IDW (Inverse Distance Weighted) dengan
menginterpolasi data curah hujan yang ada disekitar wilayah penelitian. Data
curah hujan yang dikumpulkan terdiri dari tiga stasiun pengukur curah hujan
yaitu Stasiun Klimatologi Citeko yang terdapat di Kecamatan Cisarua
Kabupaten Bogor, Stasiun Klimatologi Dramaga Kota Bogor dan Stasiun
Klimatologi Tangerang Selatan. Data curah hujan yang digunakan adalah data
curah hujan 5 tahun terakhir yaitu dari tahun 2015-2019. Data curah hujan dapat
dilihat pada tabel 4.2 – 4.4.
47

Tabel 4.2 Data Curah Hujan Stasiun Klimatologi Citeko


Curah Hujan (mm)
Bulan
2016 2017 2018 2019 2020
Januari 273 261 333 408 421
Februari 508 689 672 428 537
Maret 486 284 432 211 512
April 461 401 291 463 328
Mei 231 226 108 167 384
Juni 202 131 152 62 88
Juli 251 89 9 35 63
Agustus 83 49 21 19 38
September 366 34 162 6 68
Oktober 387 367 130 180 277
November 310 421 382 144 166
Desember 143 321 196 320 316
Rata-rata 3699 3272 2887 2444 3198
Tahunan
Rata-rata 5 tahun 3100
Sumber : Data Online BMKG Curah Hujan Stasiun Klimatologi Citeko 2020
Berdasarkan data curah hujan diatas diketahui rata-rata curah hujan 5
tahun di Stasiun Klimatologi Citeko yaitu sebesar 3100 mm/tahun dengan curah
hujan tertinggi terjadi pada tahun 2016 yaitu sebesar 3699 mm/tahun dan curah
hujan bulanan tertinggi terjadi pada bulan Februari 2017 yaitu sebesar 689
mm/bulan.
Tabel 4.3 Data Curah Hujan Stasiun Klimatologi Dramaga Kota Bogor
Curah Hujan (mm)
Bulan
2016 2017 2018 2019 2020
Januari 462 130 189 288 400
Februari 507 527 339 277 524
Maret 450 270 136 231 705
April 558 284 356 671 479
Mei 330 248 284 312 351
Juni 373 400 260 138 246
Juli 293 402 73 53 186
Agustus 316 179 74 170 89
September 438 157 173 152 178
48

Oktober 376 302 412 382 584


November 323 207 387 330 190
Desember 97 149 302 553 135
CH Tahunan 4523 3255 2983 3556 4067
Rata-rata 5 tahun 3676
Sumber : Data Online BMKG Curah Hujan Stasiun Klimatologi Dramaga
Bogor 2020
Berdasarkan data curah hujan diatas diketahui rata-rata curah hujan 5
tahun di Stasiun Klimatologi Dramaga Bogor yaitu sebesar 3676 mm/tahun
dengan curah hujan tertinggi terjadi pada tahun 2016 yaitu sebesar 4523
mm/tahun dan curah hujan bulanan tertinggi terjadi pada bulan Maret 2020
yaitu sebesar 705 mm/bulan.
Tabel 4.4 Data Curah Hujan Stasiun Klimatologi Tangerang Selatan
Curah Hujan (mm)
Bulan
2016 2017 2018 2019 2020
Januari 183 46 149 282 435
Februari 288 391 237 159 452
Maret 44 316 229 145 265
April 0 380 304 384 261
Mei 23 154 78 173 178
Juni - 107 80 105 42
Juli 262 130 2 4 47
Agustus 335 16 5 8 86
September 269 212 56 0 7,5
Oktober 236 285 114 45 476
November 290 360 170 109 155
Desember 99 234 198 193 121
CH Tahunan 2029 2630 1620 1607 2524
Rata-rata 5 tahun 2082
Sumber : Data Online BMKG Curah Hujan Stasiun Klimatologi Tangerang
Selatan 2020
Berdasarkan data curah hujan diatas diketahui rata-rata curah hujan 5
tahun di Stasiun Klimatologi Tangerang Selatan yaitu sebesar 2082 mm/tahun
dengan curah hujan tertinggi terjadi pada tahun 2017 yaitu sebesar 2630
49

mm/tahun dan curah hujan bulanan tertinggi terjadi pada bulan Oktober 2020
yaitu sebesar 476 mm/bulan.
Dari hasil perhitungan data rata-rata curah hujan dalam kurun waktu 5
tahun dari tiga stasiun pencatat curah hujan yang berada di sekitar wilayah
penelitian dihasilkan peta curah hujan Kecamatan Megamendung. Rata-rata
curah hujan di Kecamatan Megamendung memiliki intensitas yang sangat
tinggi. Berdasarkan peta curah hujan tersebut diketahui besarnya curah hujan
adalah lebih dari 3.000 mm/tahun yang merupakan kategori dengan tingkat
curah hujan yang sangat tinggi berdasarkan klasifikasi.
Gambar 4.2 Peta Curah Hujan Kecamatan Megamendung

50
51

b. Kemiringan Lereng
Kecamatan Megamendung memiliki topografi yang beranekaragam
yang terdiri atas dataran tinggi/perbukitan sampai dengan dataran rendah.
Daerah dengan dataran tinggi terdapat di sebelah utara dan timur Kecamatan
yang berupa rangkaian perbukitan dan pegunungan sedangkan daerah dengan
dataran rendah terletak disebelah barat dan selatan Kecamatan berupa endapan
gunung api tua.
Tabel 4.5 Luas Kemiringan Lereng Tiap Desa di Kecamatan
Megamendung
Luas Kemiringan Lereng (Ha)
No Desa
<8% 8-15% 15-25% 25-40% >40%
1. Sukaresmi 2,83 96,2 65,16 33,82 104,26
2. Sukagalih 32,4 58,17 187,27 81,22 45,31
3. Kuta 72,8 142,08 201,58 106,8 22,88
4. Sukakarya 37,51 91,31 125,37 117,33 27,29
5. Sukamanah 65,88 77,28 23,6 19,24 -
6. Sukamaju 153,26 35,97 6,38 6,65 4,7
7. Sukamahi 110,93 106,73 88,39 - 8,33
8. Gadog 27,16 70,43 63,28 42,25 3,03
9. Cipayung 129,55 154,15 136,83 60,92 -
10. Cipayung 61,1 38,39 64,21 33,45 -
Girang
11. Megamendung 26,5 47,95 338,5 1074,25 823,92
12. Pasir Angin 66,63 211,16 208,1 32,75 -
Total 785,55 1.129,82 1.508,67 1.608,68 1.036,72
Sumber : Hasil Analisis Data DEM 2020
Luas wilayah berdasarkan kemiringan lereng di Kecamatan
Megamendung berbeda-beda. Luas wilayah dengan kemiringan lereng sebesar
0-8% (datar) yaitu seluas 785,55 Ha. Luas wilayah dengan kemiringan lereng
sebesar 8-15% (landai, berombak sampai bergelombang) yaitu seluas 1.129,82
Ha. Luas wilayah dengan kemiringan lereng sebesar 15-25% (agak curam,
berbukit) yaitu seluas 1.508,67 Ha. Wilayah dengan kemiringan lereng sebesar
30-40% (curam sampai sangat curam) yaitu seluas 1.608,68 Ha dan luas
wilayah dengan kemiringan lereng >40% (sangat curam-terjal) yaitu seluas
1.036,72 Ha. Desa yang memiliki daerah dengan kategori datar terluas yaitu di
52

Desa Sukamaju, desa dengan kategori landai sampai bergelombang terluas


terdapat di Desa Cipayung, desa dengan kategori agak curam sampai berbukit
terluas terdapat di Desa Kuta, desa dengan kategori curam sampai sangat curam
terluas terdapat di Desa Megamendung, desa dengan kateogori kemiringan
lereng sangat curam hingga terjal terluas terdapat di Desa Megamendung.
Adapun sebaran kemiringan lereng Kecamatan Megamendung dapat dilihat
pada gambar 4.3.
Gambar 4.3Peta Kemiringan Lereng Kecamatan Megamendung

53
54

c. Kondisi Batuan (Geologi)


Kecamatan Megamendung memiliki dua jenis formasi batuan yang
berpengaruh terhadap keberadaan batuan induk dan perkembangan tanah yang
ada. Kondisi batuan juga berpengaruh terhadap stabilitas lereng dan kejadian
longsor yang terjadi. Berdasarkan pada peta geologi lembar Jawa Barat, dua
jenis batuan tersebut adalah :
a) Qvk
Terdiri atas Breksi dan Lava gunung Kencana dan Gunung Limo
bongkahan andesit dan breksi andesit dengan banyak sekali fenokris
piroksen dan lava basal.
Luas wilayah dengan jenis batuan ini adalah 3384 Ha dengan sebaran
wilayah meliputi Desa Megamendung, sebagian Desa Cipayung Girang,
sebagian Desa Cipayung, sebagian Desa Pasir Angin.
b) Qvpo
Merupakan endapan Batuan Gunungapi Gunung Pangrango tua, lahar
dan lava, basal andesit dengan oligoklas, labradorit, olivin, piroksen dan
horenblenda.
Luas Wilayah dengan jenis batuan ini adalah 2690 Ha dengan sebaran
wilayah meliputi sebagian Desa Pasir Angin, Sebagian Desa Cipayung,
Sebagian Desa Cipayung Girang, Desa Gadog, Desa Sukamahi, Desa
Sukamaju, Desa Sukamanah, Desa Sukaresmi, Desa Sukagalih dan Desa
Kuta. Adapun sebarannya dapat dilihat pada gambar 4.4
Gambar 4.4 Peta Geologi Kecamatan Megamendung

55
56

d. Penggunaan Lahan
Terdapat lima jenis penggunaan lahan yang terdapat pada Kecamatan
Megamendung yang terdiri dari Hutan, Pemukiman, Perkebunan, Sawah dan
Semak. Adapun jumlah luasan dari setiap jenis penggunaan lahannya dapat
dilihat pada tabel 4.6
Tabel 4.6 Luas Penggunaan Lahan Tiap Desa di Kecamatan
Megamendung
Luas Penggunaan Lahan (Ha)
No Desa
Hutan Pemukiman Perkebunan Sawah Semak
1. Sukaresmi 82,12 42,42 19,5 21,85 17,24
2. Sukagalih 65,59 62,55 267 6,05 -
3. Kuta 85,73 63,92 381,1 14,99 -
4. Sukakarya - 72,86 278,15 2,25 45,45
5. Sukamanah - 64,47 105,01 2,13 14,27
6. Sukamaju - 59,32 127,92 - 19,63
7. Sukamahi 6,7 152,39 108,44 - 46,5
8. Gadog 1,71 89,34 76,26 - 38,64
9. Cipayung - 232,91 159,53 13,12 75,61
10. Cipayung 8,21 120,12 19,5 21,85 17,24
Girang
11. Megamendung 1876,42 146,8 142,93 142,09 -
12. Pasir Angin 35,14 177,05 254,69 2,31 49,01
Total 2.161,62 1.284,15 1.940,03 226,64 323,59
Sumber : Hasil Interpretasi Citra 2020
Hasil Interpretasi Citra Google Earth tahun 2020 diketahui bahwa
luasan penggunaan lahan yang paling luas adalah hutan dengan luas wilayah
yaitu 2.161,62 Ha dan Desa Megamendung merupakan kawasan yang memiliki
hutan yang paling luas luas. Penggunaan Lahan yang terluas kedua adalah
perkebunan dengan luas 1940,03 Ha. Perkebunan bisa ditemukan diseluruh
desa di Kecamatan Megamendung. Adapun jenis tanaman yang ditanami di
lahan perkebunan adalah aneka macam umbi-umbian, sayur-sayuran, kebun
teh, kebun kopi dan kebun campuran lainnya. Selanjutnya diurutan ketiga
adalah pemukiman dengan luasan sekitar 1.284,15 Ha. Penggunaan lahan
semak seluas 323,59 Ha dan yang luas penggunaan lahan yang paling sedikit
57

adalah sawah dengan luas hanya 226,64 Ha. Adapun peta sebaran penggunaan
lahan Kecamatan Megamendung dapat dilihat pada Gambar 4.5
Gambar 4.5 Peta Penggunaan Lahan Kecamatan Megamendung

58
59

Peta hasil interpretasi Citra Google Earth kemudian dilakukan observasi


guna melihat kesesuai lahan hasil interpretasi pada Citra Google Earth dengan
penggunaan lahan dilapangan. Hasilnya diketahui ketelitian dari interpretasi citra
adalah sebesar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa hasil interpretasi tutupan lahan
dapat diterima karena memenuhi persyaratan batas minimal ketelitian interpretasi
data penginderaan jauh yaitu lebih besar dari 80%. Adapun data observasi dapat
dilihat pada tabel 4.7
Tabel 4.7 Instrumen Observasi Kesesuaian Lahan
Titik Cek Kondisi Hasil
No. Akurasi
Lapangan Lapangan Interpretasi
06º38’40.9” LS
1. Hutan Hutan Akurat
106º55’38.5” BT
06º38’33.9” LS
2. Pemukiman Pemukiman Akurat
106º54’51.8” BT
06º38’28.6” LS
3. Pemukiman Pemukiman Akurat
106º54’44.6” BT
06º38’28.7” LS
4. Pemukiman Perkebunan Akurat
106º54’38.0” BT
06º38’29.1” LS
5. Pemukiman Pemukiman Akurat
106º54’36.6” BT
06º38’35.4” LS
6. Pemukiman Pemukiman Akurat
106º54’32.8” BT
06º34’35.3” LS
7. Pemukiman Pemukiman Akurat
106º54’10” BT
06º38’35.7” LS
8. Pemukiman Pemukiman Akurat
106º54’07.0” BT
06º39’06.8” LS
Pemukiman
106º53’58.1” BT 8. Pemukiman Akurat

06º38’51.3” LS
10. Pemukiman Pemukiman Akurat
106º53’53.5” BT
06º40’35.5” LS
11. Perkebunan Perkebunan Akurat
106º54’35.6” BT
06º40’55.9” BT
12. Pemukiman Pemukiman Akurat
106º54’42.5” BT
06º41’23.4” LS
13. Pemukiman Pemukiman Akurat
106º55’01.0” BT
14. 06º41’22.9” LS Pemukiman Pemukiman Akurat
60

106º54’58.9” BT
06º41’51.1” LS
15. Perkebunan Perkebunan Akurat
106º54’56.6” BT
06º41’51.1” LS
16. Pemukiman Pemukiman Akurat
106º54’50.0” BT
06º41’43.2” LS
17. Pemukiman Pemukiman Akurat
106º54’44.5” BT
06º41’39.0” LS
18. Pemukiman Pemukiman Akurat
106º54’45.9” BT
06º41’54.1” LS
19. Perkebunan Perkebunan Akurat
106º54’57” BT
06º41’28.6” LS
20. Pemukiman Pemukiman Akurat
106º54’10.2” BT
06º42’00.1” LS
21. Pemukiman Pemukiman Akurat
106º54’25.8” BT
06º41’11.6” LS
22. Pemukiman Pemukiman Akurat
106º53’58.8” BT
06º41’11.5” LS
23. Pemukiman Pemukiman Akurat
106º53’59.7” BT
06º41’28.1” LS
24. Pemukiman Pemukiman Akurat
106º53’43.3” BT
06º39’51.3” LS
25. Pemukiman Pemukiman Akurat
106º52’52.9” BT
06º39’58.5” LS
26. Pemukiman Pemukiman Akurat
106º52’36.6” BT
06º39’55.1” LS
27. Pemukiman Pemukiman Akurat
106º52’37.7” BT
06º39’51.5” LS
28. Pemukiman Pemukiman Akurat
106º52’35.9” BT
06º39’46.3” LS
29. Pemukiman Pemukiman Akurat
106º52’24.5” BT
06º38’59.2” LS
30. Pemukiman Pemukiman Akurat
106º52’11.3” BT
06º39’02.2” LS
31. Pemukiman Pemukiman Akurat
106º52’26.9” BT
06º38’33.0” LS
32. Pemukiman Pemukiman Akurat
106º51’47” BT
Sumber : Hasil Observasi Lapangan
61

e. Jenis Tanah
Material utama pada kejadian longsor adalah Tanah dan batuan. Kondisi
dari tanah dapat dijadikan parameter terjadinya longsor disuatu daerah.
Berdasarkan data yang dieroleh dari Badan Perencanaan Pembangunan,
Penelitian dan Pengembangan Daerah Kabupaten Bogor, Kecamatan
Megamendung terdiri atas dua jenis tanah yaitu Assosiasi Latosol Coklat dan
Latosol Kemerahan dan Podsolik Merah Kekuningan. Perbedaan jenis tanah
tersebut menyebabkan adanya perbedaan karakteristiknya pula. Presentase
luasan jenis tanah di Kecamatan Megamendung dapat dilihat di tabel 4.8
Tabel 4.8 Luas dan Presentase Jenis Tanah Kecamatan Megamendung
Presentase
No Jenis Tanah Luas (ha)
(%)
1. Assosiasi Latosol Coklat dan Latosol Kemerahan 3.575,9 59,1%
2. Podsolik Merah Kekuningan 2.474,31 40,9%
Total 6.050,21 100
Sumber : SHP Jenis Tanah Bappedalitbang Kabupaten Bogor
Jenis tanah Latosol Coklat dan Latosol Kemerahan terbentuk dari
batuan volkan yang pada umumnya memiliki struktur tanah yang remah dengan
konsistensi gembur tekstur tanahnya sendiri adalah lempung. Jenis tanah
Latosol ini cukup mendominasi dibagian utara dan ujung selatan Kecamatan
Megamendung yaitu memiliki luas 3.575,9 ha.
Jenis tanah Podsolik Merah Kekuningan merupakan jenis tanah mineral
tua yang memiliki ciri warna kekuningan atau kemerahan. Warna tersebut
dihasilkan karena adanya proses longgokan besi dan alumunium yang
teroksidasi. Tekstur tanahnya berlempung dan berpasir yang memiliki sifat
mudah basah dan mudah mengalami pencucian oleh air. Jenis tanah Podsolik
Merah Kekuningan ini mendominasi wilayah selatan Kecamatan
Megamendung yaitu memiliki luas 2.474,31 ha. Peta jenis tanah Kecamatan
Megamendung dapat dilihat pada gambar 4.6
Gambar 4.6 Peta Jenis Tanah Kecamatan Megamendung
62
63

3. Kondisi Sosial Daerah Penelitian

a. Kepadatan Penduduk
Jumlah penduduk setiap waktunya mengalami peningkatan seiring dengan
adanya faktor kelahiran (natalitas), kematian (mortalitas) dan migrasi penduduk
dari suatu tempat ketempat lainnya. Kondisi sosial kepadatan penduduk
merupakan salah satu faktor yang diperhatikan dalam kejadian longsor guna
menghindari adanya korban jiwa yang diakibatkan oleh adanya bencana
longsor.
Berdasarkan data Kecamatan Megamendung dalam angka tahun 2019,
jumlah penduduk di Kecamatan Megamendung berjumlah 107.666 jiwa.
Adapun data kepadatan penduduk masing-masing desa dapat dilihat pada tabel
4.9
Tabel 4.9 Kepadatan Penduduk Tiap Desa di Kecamatan Megamendung
Jumlah
Presentase
No Desa Penduduk
(%)
(Jiwa/km²)
1. Sukaresmi 1.996 4,8
2. Sukagalih 3.592 8,7
3. Kuta 3.785 9,1
4. Sukakarya 1.855 4,5
5. Sukamanah 4.898 11,9
6. Sukamaju 3.468 8,4
7. Sukamahi 5.051 12,2
8. Gadog 3.973 9,6
9. Cipayung 4.869 11,9
10. Cipayung Girang 4.595 11,1
11. Megamendung 626 1,5
12. Pasir Angin 2.582 6,3
Total 2.652 100
Sumber : Kecamatan Megamendung dalam Angka 2020
Berdasarkan data diatas, Desa Sukamahi merupakan desa dengan kepadatan
penduduk tertinggi yaitu sebesar 5.051 jiwa/km². Desa dengan kepadatan
penduduk terbanyak kedua adalah Desa Cipayung dengan besar kepadatan
64

penduduk yaitu 4.869 jiwa/km². Kedua desa tersebut merupkan desa dengan
daerah kelerengan 0-15% atau kategori landai dan jalan yang masih mudah
diakses sehingga kepadatan penduduk di desa tersebut paling tinggi.
b. Sex Ratio
Data jumlah penduduk laki-laki dan jumlah penduduk perempuan Kecamatan
Megamendung dapat dilihat pada tabel 4.10
Tabel 4.10
Jumlah Penduduk Laki-Laki dan Perempuan Kecamatan Megamendung
Jumlah Laki- Jumlah Jumlah per
No Desa
Laki Perempuan Desa
1. Sukaresmi 2.658 2.312 4.970
2. Sukagalih 4.682 4.190 8.872
3. Kuta 3.609 3.155 6.764
4. Sukakarya 4.000 3.403 7.403
5. Sukamanah 4.622 4.243 8.865
6. Sukamaju 3.799 3.484 7.283
7. Sukamahi 5.123 4.777 9.900
8. Gadog 4.020 3.569 7.589
9. Cipayung 8.893 7.709 16.602
10. Cipayung 10.799
5.891 4.908
Girang
11. Megamendung 4.005 3.512 7.571
12. Pasir Angin 6000 5.205 11.205
Total 57.032 50.467 107.769
Sumber : Kecamatan Megamendung dalam Angka 2020
Dari data tersebut, sex ratio penduduk Kecamatan Megamendung dapat
diketahui dengan membagi hasil total seluruh penduduk laki-laki dibagi total
seluruh penduduk perempuan kemudian dikali 100%. Sex Ratio diketahui sebesar
113,01%
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 𝐿𝑎𝑘𝑖 − 𝑙𝑎𝑘𝑖
𝑆𝑒𝑥 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 = × 100%
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 𝑃𝑒𝑟𝑒𝑚𝑝𝑢𝑎𝑛
74.175
𝑆𝑒𝑥 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 = × 100 % = 113,01%
70.859
65

c. Tempat Pelayanan
Kecamatan Megamendung memiliki tempat pelayanan masyarakat yang dapat
dilihat pada Tabel 4.11
Tabel 4.11 Tempat Pelayanan Masyarakat di Kecamatan Megamendung
No Desa Pendidikan Kesehatan Ibadah
1. Sukaresmi 5 8 20
2. Sukagalih 9 12 37
3. Kuta 2 9 30
4. Sukakarya 3 11 45
5. Sukamanah 3 9 40
6. Sukamaju 3 9 21
7. Sukamahi 2 12 42
8. Gadog 5 10 33
9. Cipayung 11 15 26
10. Cipayung Girang 10 16 39
11. Megamendung 5 9 26
12. Pasir Angin 7 14 47
Total 61 134 406
Sumber : Kecamatan Megamendung dalam Angka 2020
Berdasarkan tabel 4.11 diketahui di Kecamatan Megamendung memiliki
fasilitas pelayanan yang terdapat pada masing-masing desa. Dari total 61 fasilitas
pendidikan yang ada di Kecamatan Megamendung terdapat 8 TK yang berstatus
swasta, 39 SD yang terdiri dari 36 berstatus negeri dan 3 berstaus swasta, 13 SMP
yang terdiri dari 2 berstatus negeri dan 11 berstatus swasta, dan 1 SMA yang
berstatus negeri yang berada di Desa Sukamaju.
Kecamatan Megamendung juga terdapat 134 fasilitas kesehatan diantaranya 2
Puskesmas yang terdapat di Desa Sukamanah dan Desa Cipayung Girang, dan 132
Posyandu. Terdapat 406 fasilitas ibadah yang terdiri dari 131 masjid, 270 langgar
atau mushola, 1 gereja dan 4 wihara.
66

B. Deskripsi Data
Menurut Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bogor
yang dikutip dari berita iNewsJabar.id mengatakan ada 18 Kecamatan dari 40
Kecamatan di Kabupaten Bogor yang rawan bencana alam tanah longsor. 55 Salah
satu kecamatan yang disebutkan rawan terhadap bencana longsor itu adalah
Kecamatan Megamendung yang berada pada wilayah timur Kabupaten Bogor.
Berdasarkan data kejadian bencana yang dihimpun dari Badan Penanggulangan
Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bogor tercatat sebanyak 110 kejadin bencana
longsor yang terjadi di Kecamatan Megamendung dalam kurun waktu Januari 2016
– Desember 2020. Dari data tersebut peneliti mencoba untuk melakukan observasi
ke lokasi yang pernah mengalami longsor dengan menggunakan aplikasi Avenza
Maps untuk mengetahui titik koordinat lokasi kejadian longsor yang nantinya akan
dioverlaykan dengan peta kerawanan longsor Kecamatan Megamendung yang
telah dibuat guna melakukan validasi terhadap peta kerawanan longsor tersebut.
Sampel yang diperoleh yaitu sebanyak 32 yang dihitung berdasarkan rumus Slovin
dengan toleransi kesalahan 15% atau 0,15 dan sampel yang diambil yaitus secara
acak yang telah di jelaskan pada Bab III.
Hasil obsevasi sebaran lokasi kejadian longsor di Kecamatan Megamendung
dapat dijelaskan pada tabel 4.12

55
Muhammad Fida, BPBD Kabupaten Bogor Petakan 18 Kecamatan Rawan Longsor
(https://jabar.inews.id/amp/berita/bpbd-kabupaten-bogor-petakan-18-kecamatan-rawan-longsor)
diakses tanggal 02 Maret 2021, pada pukul 19.03
67

Tabel 4.12 Sebaran Sampel Lokasi Kejadian Longsor di Kecamatan


Megamendung

No. Lokasi Kejadian Longsor Titik Koordinat Waktu Kejadian

1. Kp. Sirimpak 06º38’40.9” LS 25 April 2019


Desa Megamendung 106º55’38.5” BT
2. Kp. Sirnagalih RT.02/02 06º38’33.9” LS 01 Januari 2020
Desa Megamendung 106º54’51.8” BT
3. Kp. Sirnagalih RT.01/01 06º38’28.6” LS 25 April 2019
Desa Megamendung 106º54’44.6” BT
4. Kp. Sirnagalih RT.02/01 06º38’28.7” LS 01 Januari 2020
Desa Megamendung 106º54’38.0” BT
5. Kp. Sirnagalih RT.02/01 06º38’29.1” LS 05 Februari 2020
Desa Megamendung 106º54’36.6” BT
6. Kp. Sirnagalih RT.03/01 06º38’35.4” LS 08 Oktober 2019
Desa Megamendung 106º54’32.8” BT
7. Kp. Bengkok RT.07/01 06º38’35.3” LS 12 Oktober 2019
Desa Cipayung Girang 106º54’10” BT
8. Kp. Bengkok RT.07/01 06º38’35.7” LS 01 Januari 2020
Desa Cipayung Girang 106º54’07.0” BT
9. Kp. Cipayung RT.04/04 06º39’06.8” LS 21 September
Desa Cipayung Girang 106º53’58.1” BT 2020
10. Kp. Cileteuh RT.03/01 06º38’51.3” LS 21 September
Desa Cipayung Girang 106º53’53.5” BT 2020
11. Kp. Go Leah RT.01/01 06º40’35.5” LS 25 Maret 2020
Desa Kuta 106º54’35.6” BT
12. Kp. Warudoyong RT.03/01 06º40’55.9” BT 11 November
Desa Kuta 106º54’42.5” BT 2020
13. Kp. Kuta RT.04/02 06º41’23.4” LS 01 Januari 2020
Desa Kuta 106º55’01.0” BT
14. Kp. Kuta RT.04/02 06º41’22.9” LS 20 Mei 2016
Desa Kuta 106º54’58.9” BT
15. Kp. Bojong Keji RT.04/03 06º41’51.1” LS 19 November
Desa Sukagalih 106º54’56.6” BT 2018
16. Kp. Bojong Keji RT.04/03 06º41’51.1” LS 23 Februari 2019
Desa Sukagalih 106º54’50.0” BT
17. Kp. Bojong Keji RT.04/03 06º41’43.2” LS 01 Januari 2020
Desa Sukagalih 106º54’44.5” BT
18. Kp. Bojong Keji RT.04/03 06º41’39.0” LS 20 Februari 2020
Desa Sukagalih 106º54’45.9” BT
68

19. Kp. Leumah Nendeut RT.05/03 06º41’54.1” LS 01 Januari 2020


Desa Sukagalih 106º54’57” BT
20. Kp. Situ RT.02/01 06º41’28.6” LS 01 Januari 2020
Desa Sukaresmi 106º54’10.2” BT
21. Kp. Lija RT.04/04 06º42’00.1” LS 24 April 2019
Desa Sukaresmi 106º54’25.8” BT
22. Kp. Pasir Muncang RT.02/01 06º41’11.6” LS 21 September
Desa Sukamanah 106º53’58.8” BT 2020
23. Kp. Pasir Muncang RT.02/01 06º41’11.5” LS 13 Februari 2020
Desa Sukamanah 106º53’59.7” BT
24. Kp. Munjul RT.01/05 06º41’28.1” LS 07 April 2018
Desa Sukamanah 106º53’43.3” BT
25. Kp. Pasir Kalong RT.04/03 06º39’51.3” LS 17 Januari 2020
Desa Sukakarya 106º52’52.9” BT
26. Kp. Sukabirus RT.03/06 06º39’58.5” LS 05 Maret 2020
Desa Gadog 106º52’36.6” BT
27. Kp. Sukabirus RT.05/06 06º39’55.1” LS 06 Januari 2019
Desa Gadog 106º52’37.7” BT
28. Kp. Sukabirus RT.02/05 06º39’51.5” LS 01 Januari 2020
Desa Gadog 106º52’35.9” BT
29. Kp. Sukabirus RT.01/05 06º39’46.3” LS 26 Februari 2018
Desa Gadog 106º52’24.5” BT
30. Kp. Pasir Angin Gadog 06º38’59.2” LS 10 Februari 2020
RT.02/01 106º52’11.3” BT
Desa Pasir Angin
31. Kp. Pasir Angin Lebak 06º39’02.2” LS 18 November
RT.04/01 106º52’26.9” BT 2019
Desa Pasir Angin
32. Kp. Legok Gadog RT.04/03 06º38’33.0” LS 12 Maret 2016
Desa Pasir Angin 106º51’47” BT
Sumber : Hasil Observasi Lapangan
Dari titik-titik sampel kejadian longsor tersebut, penulis membuat peta
sebaran kejadian longsor Kecamatan Megamendung yang dapat dilihat pada
gambar 4.7
70

Gambar 4.7 Peta Sebaran Lokasi Kejadian Longsor Kecamatan Megamendung

69
70

1. Sebaran Sampel Lokasi Kejadian Longsor Kecamatan Megamendung


Tahun 2016-2020
1) Titik 1

Gambar 4.8 Lokasi Kejadian Longsor Kp. Sirimpak


Titik kejadian longsor yang pertama terletak di Kp. Sirimpak Desa
Megamendung yang berada pada koordinat 06º38’40.9” LS dan 106º55’38.5”
BT. Longsor yang terjadi pada 25 April 2019 pukul 22.00 WIB diakibatkan
karena tinginya curah hujan mengakibatkan tebing menimpa 1 rumah warga
dan mengakibatkan seorang penghuni rumah tersebut patah tulang akibat
tertimpa material longsor. Disekitar lokasi longsor ini juga banyak ditemukan
plang peringatan akan bahaya longsor.

2) Titik 2

Gambar 4.9 Lokasi Kejadian Longsor Kp. Sirnagalih RT.02/02


Titik kejadian longsor kedua terletak di Kp. Sirnagalih RT.02/02 Desa
Megamendung yang berada pada koordinat 06º38’37” LS dan 106º54’48.2”
71

BT. Longsor terjadi pada 01 Januari 2020 pukul 06.00 WIB disertai dengan
adanya kejadian angin kencang akibat curah hujan tinggi yang menyebabkan 3
rumah rusak Sedang, 1 rumah rusak berat dan 18 jiwa terdampak akibat
tertimpa tebing yang ambruk.
3) Titik 3

Gambar 4.10 Lokasi Kejadian Longsor Kp. Sirnagalih RT.01/01


Titik kejadian longsor yang ketiga terletak di Kp. Sirnagalih RT.01/01
Desa Megamendung yang berada pada koordinat 06º38’28.6” LS dan
106º54’44.6”BT. longsor yang terjadi pada 25 April 2019 disebabkan karena
tingginya curah hujan dan mengakibatkan tebing dengan kemiringan yang
sangat curam ambruk dan mengakibatkan 6 jiwa terdampak. Lokasi longsor
saat ini sedang dalam proses perbaikan dengan memasang tembok penahan
tebing.
4) Titik 4

Gambar 4.11 Lokasi Kejadian Longsor Kp. Sirnagalih RT.02/01


Titik kejadian longsor keempat terletak di Kp. Sirnagalih RT.02/01 Desa
Megamendung yang berada pada koordinat 06º38’30.5” LS dan 106º54’32.3”
72

BT. Longsor terjadi pada 01 Januari 2020 pukul 06.00 WIB menyebabkan 1
rumah rusak sedang akibat tertimpa tebing yang longsor dan menyebabkan 5
jiwa terdampak. Adapun lokasi rumah tersebut persis dibawah tebing yang
sangat curam. Foto tersebut diambil dari balkon lantai 3 rumah korban.
5) Titik 5

Gambar 4.12 Lokasi Kejadian Longsor Kp. Sirnagalih RT.02/01


Titik kejadian longsor kelima terletak di Kp. Sirnagalih RT.02/01 Desa
Megamendung yang berada pada koordinat 06º38’36.5” LS dan 106º54’32.4”
BT. Longsor yang terjadi pada 05 Februari 2020 terjadi akibat tingginya curah
hujan dan mengakibatkan longsor.
6) Titik 6

Gambar 4.13 Lokasi Kejadian Longsor Kp. Sirnagalih RT.03/01


Titik kejadian longsor yang keenam terletak di Kp. Sirnagalih RT.03/01
Desa Megamendung yang berada pada koordinat 06º38’35.4” LS dan
73

106º54’32.8” BT. Longsor yang terjadi pada 08 Oktober 2019 diakibatkan


karena tinginya curah hujan menyebabkan 10 jiwa terdampak.
7) Titik 7

Gambar 4.14 Lokasi Kejadian Longsor Kp. Bengkok RT.07/01


Titik kejadian longsor yang ketujuh terletak di Kp. Bengkok RT.07/01
Desa Cipayung Girang yang berada pada koordinat 06º34’35.3”LS dan
106º54’10” BT. Longsor yang terjadi pada 12 Oktober 2019 menyebabkan 3
rumah rusak ringan, 1 rumah rusak sedang dan turut serta merusak satu
bangunan masjid.
8) Titik 8

Gambar 4.15 Lokasi Kejadian Longsor Kp. Bengkok RT.07/01


Titik kejadian longsor yang kedelapan terletak di Kp. Bengkok RT.07/01
Desa Cipayung Girang yang berada pada koordinat . Longsor yang terjadi pada
01 Januari 2020 menyebabkan 2 rumah rusak sedang dan 2 rumah rusak berat
dan 14 jiwa terdampak.
74

9) Titik 9

Gambar 4.15 Lokasi Kejadian Longsor Kp. Cipayung RT.04/04


Titik kejadian longsor kesembilan terletak di Kp. Cipayung RT.04/04 Desa
Cipayung Girang yang berada pada koordinat 06º39’06.8” BT dan
106º53’58.1” BT. Longsor yang terjadi pada 21 September 2020 menyebabkan
1 rumah rusak berat dan 2 rumah rusak ringan. Adapun longsor disebabkan
karena tingginya curah hujan yang menyebabkan tebing longsor dan menimpa
rumah yang ada dibawahnya.

10) Titik 10

Gambar 4.16 Lokasi Kejadian Longsor Kp. Cileteuh RT.03/01


Titik kejadian longsor kesepuluh terletak di Kp. Cileteuh RT.03/01 Desa
Cipayung Girang yang berada pada koordinat 06º38’51.3” LS dan
106º53’53.5” BT. Longsor yang terjadi pada 21 September 2020
mengakibatkan rusaknya jembatan yang menghubungkan wilayah antar desa di
Desa Cipayung Girang yang disebabkan karena tingginya curah hujan dan
menyebabkan tebing disekitar jembatan longsor.
75

11) Titik 11

4.17 Lokasi Kejadian Longsir Kp. Go Leah RT.01/01


Titik kejadian longsor kesebelas terletak di Kp. Go Leah RT.01/01 Desa
Kuta yang berada pada koordinat 06º40’35,549” LS dan 106º54’35,649” BT.
Longsor yang terjadi pada 25 Maret 2020 pukul 16.46 akibat intensitas curah
hujan yang cukup tinggi dan lamanya durasi hujan menyebabkan 1 rumah rusak
akibat terbawa longsor dan 4 jiwa terdampak.
12) Titik 12

Gambar 4.18 Lokasi Kejadian Longsor Kp. Warudoyong RT.03/01


Titik kejadian longor kedua belas terletak di Kp. Warudoyong RT.03/01
Desa Kuta yang berada pada koordinat 06º40’56” LS dan 106º54’42.0” BT.
Longsor yang terjadi pada 11 November 2020 pukul 04.00 WIB akibat hujan
dengan intensitas tinggi mengakibatkan 1 rumah rusak berat tertimpa material
longsor hingga menyebabkan tembok bagian ruang tamu korban jebol dan 8
jiwa terdampak.
76

13) Titik 13

4.19 Lokasi Kejadian Longsor Kp. Kuta RT.04/02


Titik kejadian longsor ketiga belas terletak di Kp. Kuta RT.04/02 Desa
Kuta yang berada pada koordinat 06º41’23.4” LS dan 106º55’01.1” BT.
Longsor yang terjadi pada 01 Januari 2020 mengakibatkan 1 rumah rusak
sedang yaitu teras rumah warga ambruk dan 7 jiwa terdampak.
14) Titik 14

Gambar 4.20 Lokasi Kejadian Longsor Kp. Kuta RT.04/02


Titik kejadian longsor yang keempat belas terletak di Kp. Kuta RT.04/02
Desa Kuta yang berada pada koordinat 06º41’22.9” LS dan 106º54’58.9” BT.
Longsor yang terjadi pada 20 Mei 2016 pukul 23.00 WIB disebabkan akibat
hujan deras yang cukup lama mengakibatkan sebanyak 1 rumah rusak ringan,
2 rumah rusak sedang, 2 rumah rusak berat dan 29 jiwa terdampak. Lokasi
longsor berdekatan dengan titik longsor yang kedua belas dimana kawasan
tersebut merupakan pemukiman yang berada pada lereng yang terjal.
77

15) Titik 15

Gambar 4.21 Lokasi Kejadian Longsor Kp. Bojong Keji RT.04/03


Titik longsor yang kelima belas terletak di Kp. Bojong Keji RT.04/03 Desa
Sukagalih yang berada pada koordinat 06º41’51.1” LS dan 106º54’56.6” BT.
Longsor yang terjadi pada 19 November 2018 mengakibatkan 1 rumah rusak
sedang, 1 rumah rusak sedang dan 8 jiwa terdampak.
16) Titik 16

Gambar 4.22 Lokasi Kejadian Longsor Kp. Bojong Keji RT.04/03


Titik longsor keenam belas terletak di Kp. Bojong Keji RT.04/03 Desa
Sukagalih yang berada pada koordinat 06º41’51.1” LS dan 106º54’50.0” BT.
Longsor yang terjadi pada 23 Februari 2019 yang diakibatkan tingginya curah
hujan serta angin yang cukup kencang mengakibatkan 2 rumah rusak ringan, 3
rumah rusak sedang dan 2 rumah rusak berat serta 27 jiwa terdampak.
78

17) Titik 17

Gambar 4.23 Lokasi Kejadian Longsor Kp. Bojong Keji RT.04/03


Titik longsor ketujuh belas terletak di Kp. Bojong Keji RT.04/03 Desa
Sukagalih yang berada pada koordinat 06º41’43.2” LS dan 106º54’44.5” BT.
Longsor yang terjadi pada 01 Januari 2020 yang diakibatkan oleh tingginya
curah hujan mengakibatkan 1 rumah rusak ringan, 1 rumah rusak berat dan 9
jiwa terdampak.
18) Titik 18

Gambar 4.24 Lokasi Kejadian Longsor Kp. Bojong Keji RT.04/03


Titik longsor kedelapan belas terletak di Kp. Bojong Keji RT.04/03 Desa
Sukagalih yang berada pada kordinat 06º41’39.0” LS dan 106º54’45.9” BT.
Longsor yang terjadi pada 20 Februari 2020 pukul 08.00 WIB mengakibatkan
1 rumah rusak sedang dan 2 rumah rusak berat serta 3 kepala keluarga
terdampak. Hinga saat ini kondisi rumah warga yang terdampak belum
diperbaiki dan longsor masih sangat mengacam mengingat lokasi rumah yang
berada pada tebing yang terjal.
79

19) Titik 19

Gambar 4.25 Lokasi Kejadian Longsor Kp. Leumah Nendeut


Titik longsor kesembilan belas terletak di Kp. Leumah Nendeut RT.05/03
Desa Sukagalih yang berada pada koordinat 06º41’54.1” LS dan 106º54’57”
BT. Longsor yang terjadi pada 01 Januari 2020 mengakibatkan 1 tiang listrik
rubuh karena longsor.
20) Titik 20

Gambar 4.26 Lokasi Kejadian Longsor Kp. Situ RT.02/01


Titik kejadian longsor yang kedua puluh belas terletak di Kp. Situ RT.02/01
Desa Sukaresmi yang berada pada koordinat 06º41’28.6” LS dan 106º54’10.2”
BT. Longsor yang terjadi pada 01 Januari 2020 mengakibatkan 2 rumah rusak
ringan dan 1 rumah rusak berat serta 10 jiwa terdampak.
80

21) Titik 21

Gambar 4.27 Lokasi Kejadian Longsor Kp. Lija RT.04/04


Titik kejadian longsor yang kedua puluh satu terletak di Kp. Lija RT.04/04
Desa Sukaresmi yang berada pada koordinat 06º42’00.1” LS dan 106º54’25.8”
BT. Longsor yang terjadi pada 24 April 2019 pukul 17.00 WIB menyebabkan
1 rumah rusak berat dan 3 jiwa terdampak.
22) Titik 22

Gambar 4.28 Lokasi Kejadian Longsor Kp. Pasir Muncang RT.02/01


Titik kejadian longsor yang kedua puluh dua terletak di Kp. Pasir Muncang
RT.02/01 Desa Sukamanah yang berada pada koordinat 06º41’11.6” LS dan
106º53’58.8” BT. Longsor yang terjadi pada 21 September 2020 pukul 17.00
WIB dikarenakan akibat hujan deras dengan intensitas tinggi dan meluapnya
aliran kali situ hingga mengakibatkan tanah longsor. Longsor berdampak pada
2 rumah rusak sedang, 4 rumah rusak ringan dan 20 jiwa terdampak.
81

23) Titik 23

Gambar 4.29 Lokasi Kejadian Longsor Kp. Pasir Muncang RT.02/01


Titik kejadian longsor yang kedua puluh tiga terletak di Kp. Pasir Muncang
RT.02/01 Desa Sukamanah yang berada pada koordinat 06º41’11.5” LS dan
106º53’59.7” BT. Longsor yang terjadi pada tanggal 13 Februari 2019 pukul
16.30 mengakibatkan 1 rumah rusak sedang dan 1 rumah rusak ringan serta 7
jiwa terdampak.
24) Titik 24

Gambar 4.30 Lokasi Kejadian Longsor Kp. Munjul RT.01/05


Titik kejadian longsor yang kedua puluh empat terletak di Kp. Munjul
RT.01/05 Desa Sukamanah yang berada pada koordinta 06º41’28.1” LS dan
106º53’43.3” BT. Longsor yang terjadi pada 07 April 2018 disebabkan karena
tingginya curah hujan mengakibatkan tebing yang berada pada pinggir jalan
ambruk dan memutus akses jalan desa.
82

25) Titik 25

Gambar 4.31 Lokasi Kejadian Longsor Kp. Pasir Kalong RT.04/03


Titik kejadian longsor yang kedua puluh lima teletak di Kp. Pasir Kalong
RT.04/03 Desa Sukakarya yang berada pada koordinat 06º39’51.3” LS dan
106º52’52.9” BT. Longsor yang terjadi pada 17 Januari 2020 mengakibatkan 1
rumah rusak sedang dan terputusnya akses jalan yang menghubungkan antar
desa.
26) Titik 26

Gambar 4.32 Lokasi Kejadian Longsor Kp. Sukabirus Rt.03/06


Titik kejadian longsor yang kedua puluh enam terletak di Kp. Sukabirus
RT.03/06 Desa Gadog yang berada pada koordinat 06º39’58.6” LS dan
106º52’36.6” BT. Longsor yang terjadi pada 05 Maret 2020 menyebabkan 2
rumah mengalami rusak berat dan 8 keluarga terdampak hingga mengungsi.
83

27) Titik 27

Gambar 4.33 Lokasi Kejadian Longsor Kp. Sukabirus RT.05/06


Titik kejadian longsor yang ketiga puluh tujuh terletak di Kp. Sukabirus
RT.05/06 Desa Gadog yang berada pada koordinat 06º39’55.1” LS dan
106º52’37.7” BT. Longsor yang terjadi pada 06 Januari 2019 menyebabkan 1
rumah rusak sedang dan 5 jiwa terdampak. Lokasi bekas longsor ini juga sering
terjadi banjir karena merupakan daerah aliran air yang mana pada saat hujan
berlangsung air dapat menggerus tanah yang ada di lereng ini.

28) Titik 28

Gambar 4.34 Lokasi Kejadian Longsor Kp. Sukabirus RT.02/05


Titik kejadian longsor yang kedua puluh delapan terletak di Kp. Sukabirus
RT.02/05 Desa Gadog yang berada pada koordinat 06º39’51.5” LS dan
106º52’35.9” BT. Longsor yang terjadi pada 01 Januari 2020 yang diakibatkan
tingginya curah hujan sehingga menyebabkan 2 rumah rusak berat karena
terbawa longsor dan 8 jiwa terdampak. Hingga saat ini lokasi bekas longsor ini
84

masih sering mengalami longsor bahkan apabila hujan dengan intenstas yang
tinggi dalam durasi yang cukup lama penghuni rumah sudah tidak berani
menempati rumahnya.
29) Titik 29

Gambar 4.35 Lokasi Kejadian Longsor Kp. Sukabirus RT.01/05


Titik kejadian longsor yang kedua puluh sembilan terletak di Kp. Sukabirus
RT.01/05 Desa Gadog yang berada pada koordinat 06º39’46.3” LS dan
106º52’24.5” BT. Longsor yang terjadi pada 26 Februari 2018 diakibatkan oleh
tingginya curah hujan sehingga terjadi tanah longsor yang menyebabkan 1 SD
tertimpa longsor dan jalan desa terputus.
30) Titik 30

Gambar 4.36 Lokasi Kejadian Longsor Kp. Pasir Angin Gadog RT.02/01
Titik kejadian longsor yang ketiga puluh terletak di Kp. Pasir Angin Gadog
RT.02/01 Desa Pasir Angin yang berada pada koordinat 06º38’59.2” LS dan
106º52’11.3” BT. Longsor yang terjadi pada 10 Februari 2020 merupaka
85

kejadian longsor tebing jalan yang mengakibatkan tergangguna akses jalan


antar desa.
31) Titik 31

Gambar 4.37 Lokasi Kejadian Longsor Kp. Pasir Angin Lebak RT.04/01
Titik kejadian longsor yang keriga puluh satu terletak di Kp. Pasir Angin
Lebak RT.04/01 Desa Pasir Angin yang berada pada koordinat 06º39’02.2” LS
dan 106º52’26.9“ BT. Longsor yang terjadi pada 18 November 2019
menyebabkan 1 rumah rusak sedang dan 3 jiwa terdampak
32) Titik 32

Gambar 4.38 Lokasi Kejadian Longsor Kp. Legok Gadog RT.04/03


Titik kejadian longsor yang ketiga puluh dua terletak di Kp. Legok Gadog
RT.04/03 Desa Pasir Angin yang berada pada koordinat 06º38’33.0” LS dan
106º51’47” BT. Longsor yang terjadi pada 12 Maret 2016 menyebabkan 1
rumah rusak ringan dan 1 keluarga terdampak.
86

Berdasarkan hasil observasi titik-titik longsor yang dijadikan sampel penelitian


longsor banyak dipengaruhi akibat tingginya curah hujan. Kejadian longsor rata-
rata terjadi pada saat musim penghujan dimana intensitas curah hujan yang tinggi
dan durasi hujan yang panjang menjadi pemicu terjadinya tanah longsor di
Kecamatan Megamendung. Berdasarkan pengalaman warga dan aparat desa
apabila hujan terjadi selama lebih dari 2 jam biasanya akan terjadi longsor. Hujan
yang lama akan mengakibatkan tanah menjadi labil dan timbul bencana longsor.
Selain curah hujan adapun penyebab longsor yaitu banyaknya rumah dan
bangunan yang terletak di lereng dan dibawah tebing yang cukup curam. Bangunan
yang terdapat ditebing mengakibatkan tanah tidak kuat menahan beban bangunan
apalagi kondisi konstruksi bangunan yang dibangun tidak memperhatikan kondisi
wilayah dengan pondasi yang kuat akan mudah sekali mengalami longsor. Posisi
bangunan yang terdapat dibawah tebing yang mengalami longsor juga menjadi
pemicu timbulnya kerugian dan membahayakan keselamatan warga.

2. Peta Sebaran Wilayah Rawan Longsor


Berdasarkan metode penelitian yang telah dideskripsikan pada Bab III yang
menggabungkan lima peta yang menjadi parameter pengukuran wilayah rawan
longsor yang teridiri dari peta curah hujan, peta kemiringan lereng, peta geologi,
peta penggunaan lahan dan peta jenis tanah dengan menggunakan software
ArcGIS 10.3. Penetapan daerah rawan longsor dilakukan dengan memberikan skor
dan bobot pada tiap parameter yang dijadikan pengukuran wilayah rawan longsor.
Adapun klasifikasi tiap parameter pengukuran wilayah rawan longsor dapat
dijelaskan pada tabel 4.13 – tabel 4.17
87

Tabel 4.13 Klasifikasi Curah Hujan


Curah Hujan
Skor
(mm/tahun)
Sangat Basah (> 3000) 5
Basah (2.501 – 3.000) 4
Sedang (2.001 – 2.500) 3
Kering (1.501 – 2.000) 2
Sangat Kering (< 1500) 1
(Sumber : Puslittanak Bogor 2004 dalam jurnal Riki Ahmad)
Tabel 4.14 Skor Kemiringan Lereng
Kelerangan (%) Skor

Datar, kemiringan 0-8% 1

Landai, berombak sampai 2


bergelombang, kemiringan
8-15%
Agak curam, bebukit, 3
kemiringan 15-25%
Curam s/d sangat curam, 4
kemiringan 25-40%
Sangat curam s/d terjal, 5
kemiringan >40%
(Sumber : Jefri Ardian Nugroho 2008 dalam skripsi Anna )
Tabel 4.15 Skor Jenis Tanah
Jenis Tanah Skor
Regosol 5
Andosol, Podsolik 4
Latosol coklat 3
Asosiasi Latosol Coklat Kekuningan 2
Aluvial 1
(Sumber: Puslittanak Bogor 2004 dalam jurnal Riki Ahmad)
88

Tabel 4.16 Skor Penutupan Lahan


Penutupan Lahan Skor
Tegalan, Sawah 5
Semak Belukar 4
Hutan dan Perkebunan 3
Kota/Pemukiman 2
Tambak, Waduk, Perairan 1
(Sumber: Puslitnak Bogor 2004 dalam jurnal Riki Ahmad)
Tabel 4.17 Skor Jenis Batuan
Jenis Batuan Skor
Batuan Vulkanik 3
Batuan Sedimen 2
Batuan Aluvial 1
(Sumber: Puslitnak Bogor 2004 dalam jurnal Riki Ahmad)
Pembobotan pada tiap parameter disesuaikan dengan kondisi dan
permasalahan yang ada di lokasi penelitian. Pendugaan kawasan rawan bencana
longsor bersumber pada penelitian Puslittanak 2004. Curah hujan merupakan
faktor yang paling mempengaruhi terhadap kejadian longsor yang terjadi di
lokasi penelitian sehingga bobot untuk parameter curah hujan paling besar
dibandingkan dengan parameter penentu longsor yang lainnya. Jumlah bobot
yang diberikan untuk parameter curah hujan dan kemiringan lereng adalah
sebesar 30%. Parameter kemiringan lereng, parameter jenis batuan diberikan
bobot 20% dan parameter jenis tanah diberi bobot 10%. Berdasarkan hal
tersebut, maka didapatkan suatu persamaan untuk menghitung nilai kerawanan
longsor di lokasi penelitian yaitu sebagai berikut :
Total Skor = (30% x parameter curah hujan) + (30% x parameter
kemiringan lereng) + (10% x parameter jenis batuan) + (20% x parameter
penggunaan lahan) + (10% x parameter jenis tanah)

Setelah dilakukan analisis perhitungan total skor parameter pengukuran


wilayah rawan longsor kemudian didapatkan hasil sebaran wiayah rawan
longsor berikut dengan variasi tingkat kerawanannya. Tingkat kerawanan
89

longsor di Kecamatan Megamendung Kabupaten Bogor dibagi menjadi 4


klasifikasi kelas sesuai dengan kriteria yang ditetapkan oleh Puslittanak tahun
2004 yaitu kerawanan rendah, tinggi dan sangat tinggi.

Adapun skor perhitungan kerawanan longsor didapatkan dari hasil


perhitungan :

𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑇𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 − 𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑇𝑒𝑟𝑒𝑛𝑑𝑎ℎ


𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐾𝑒𝑙𝑎𝑠 𝐾𝑙𝑎𝑠𝑖𝑓𝑖𝑘𝑎𝑠𝑖

4,3 − 2,8 1,5


= = 0,4
4 4

Hasil analisis skor total kemudian didapatkan klasifikasi kelas kerawanan


longsor di lokasi penelitian dengan interval skor dapat dilihat pada tabel 4.13

Tabel 4.18 Interval Skor Kelas Kerawana Longsor Kecamatan


Megamendung

Interval skor (%) Kelas Kerawanan


2,8 – 3,2 Rendah
3,3 – 3,7 Sedang
3,8 – 4,2 Tinggi
4,3 – 4,7 Sangat Tinggi
Berdasarkan perhitungan nilai total skor dan interval kelas kerawanan
longsor tersebut, dapat dibuat peta sebaran berikut dengan variasi tingkat
kerawanan longsor di Kecamatan Megamendung yang dapat dilihat pada
gambar 4.8
Gambar 4.39 Peta Sebaran Wilayah Rawan Longsor di Kecamatan Megamendung

90
91

Gambar 4.39 menunjukkan peta sebaran wilayah rawan longsor


berdasarkan tingkat kerawananya. Daerah yang berwarna hijau menunjukkan
daerah dengan tingkat kerawanan longsor yang rendah. Daerah yang berwarna
kuning menunjukkan daerah dengan tingkat kerawanan longsor sedang. Daerah
yang berwarna jingga menunjukkan daerah dengan kerawanan longsor yang
tinggi dan daerah yang berwarna merah menunjukkan daerah dengan tingkat
kerawana longsor yang sangat tinggi. Adapun luas wilayah dari tiap kelas
kerawanan longsor dapat dilihat pada tabel 4.19
Tabel 4.19 Luas dan Presentase Tiap Kelas Kerawanan Longsor di
Kecamatan Megamendung

Presentase
No Kelas Kerawanan Luas (Ha)
(%)
1 Rendah 599,73 9,83
2 Sedang 2.291,35 37,6
3 Tinggi 2.909,8 47,74
4 Sangat Tinggi 294,2 4,83
Total 6.094,48 100
Sumber : Hasil Analisis

Berdasarkan tabel diatas diketahui luas wilayah dengan kelas kerawanan


longsor rendah yaitu 599,73 Ha atau 9,83% dari total luas wilayah penelitian.
Luas wilayah dengan kelas kerawanan longsor sedang yaitu 2.291,35 Ha atau
37,6% dari total luas wilayah penelitian. Luas wilayah dengan kelas kerawanan
longsor tinggi yaitu 2.909,8 Ha atau 47,74% dari total luas wilayah penelitian
dan luas wilayah dengan kelas kerawanan longsor sangat tinggi yaitu 294,2 Ha
atau 4,83% dari total luas wilayah penelitian.
92

a. Wilayah Rawan Longsor Rendah


Wilayah dengan tingkat kerawanan longsor rendah merupakan
daerah yang memiliki potensi longsor yang kecil. Dari hasil analisis
perhitungan data didapatkan skor yang menunjukkan hasil <3,2 dengan
luas wilayah sebesar 662,32 Ha atau sekitar 10,9% dari total luas
wilayah Kecamatan Megamendung. Adapun luas wilayah dengan
tingkat potensi longsor rendah ditiap desa dapat dijelaskan pada tabel
4.20
Tabel 4.20 Luas Wilayah Tingkat Potensi Longsor Rendah
Luas Wilayah
No Desa Presentase (%)
(Ha)
1. Sukaresmi 1,15 0,19
2. Sukagalih 2,22 0,37
3. Kuta 19,91 3,3
4. Sukakarya 10,91 1,83
5. Sukamanah 19,19 3,2
6. Sukamaju 49,49 8,25
7. Sukamahi 56,71 9,46
8. Gadog 16,16 2,7
9. Cipayung 177,25 29,56
10. Cipayung Girang 78,56 13,1
11. Megamendung 20,41 3,4
12. Pasir Angin 147,77 24,64
Total 599,73 100
Sumber : Hasil Analisis
Wilayah yang termasuk kedalam kelas potensi kerawanan longsor
rendah ini tersebar disetiap desa. Desa dengan luas wilayah potensi
longsor rendah yang paling luas terdapat pada desa Cipayung dengan
luas 177,25 Ha dan desa yang paling sedikit luasan wilayah dalam
kategori potensi logsor rendah ini adalah desa Sukaresmi dengan luas
hanya 1,15 Ha. Berdasarkan hasil observasi lapangan 32 sampel
kejadian longsor terdapat 1 kejadian longsor di wilayah ini yaitu terjadi
di Kp. Cipayung RT.04/04 Desa Cipayung Girang yang terjadi pada 21
93

September 2020. Pada wilayah dengan potensi longsor rendah ini


memiliki ciri kemiringan lereng <8% (datar) dan 8-15% (landai).
b. Wilayah Rawan Longsor Sedang
Wilayah dengan tingkat kerawanan longsor sedang merupakan
daerah yang memiliki potensi longsor yang sedang. Dari hasil analisis
perhitungan data didapatkan skor 3,3 – 3,7 dengan luas wilayah sebesar
2.291,35 Ha atau 37,6% dari seluruh luas wilayah Kecamatan
Megamendung. Adapun luas wilayah dengan tingkat potensi longsor
sedang ditiap desa dapat dijelaskan pada tabel 4.21
Tabel 4.21 Luas Wilayah Tingkat Potensi Longsor Sedang
Luas Wilayah
No Desa Presentase (%)
(Ha)
1. Sukaresmi 119,83 5,23
2. Sukagalih 132,08 5,75
3. Kuta 287,42 12,54
4. Sukakarya 144,58 6,31
5. Sukamanah 133,12 5,81
6. Sukamaju 138,39 6,04
7. Sukamahi 183,92 8,03
8. Gadog 110,69 4,83
9. Cipayung 204,74 8,94
10. Cipayung Girang 106,47 4,65
11. Megamendung 417,61 18,23
12. Pasir Angin 312,49 13,64
Total 2.291,35 100
Sumber : Hasil Analisis
Persebaran wilayah rawan longsor sedang tersebar merata disetiap
desa di Kecamatan Megamendung. Wilayah dengan luasan terluas
untuk kategori daerah dengan potensi longsor sedang ini terdapat di
Desa Megamendung dengan luas 417,61 Ha dan luas wilayah terkecil
pada wilayah ini yaitu terdapat di Desa Cipayung Girang seluas 106,47
Ha. Daerah dengan tingkat kerawanan longsor sedang ini memiliki
variasi kemiringan lereng < 8% (datar), 8-15% (landai), 15-25% (agak
94

curam) dan 25-40% (curam). Dari 32 titik sampel lokasi longsor yang
ditemukan di lokasi penelitian ditemukan sebanyak 16 titik kejadian
longsor yang ada pada kelas kerawanan sedang ini yaitu terdapat 2 titik
di Desa Megamendung, 2 titik di Desa Cipayung Girang, 3 titik di Desa
Kuta, 2 titik di Desa Sukagalih, 1 titik di Desa Sukaresmi, 1 titik di Desa
Sukamanah, 4 titik di Desa Gadog dan 1 titik di Desa Pasir Angin.
c. Wilayah Rawan Longsor Tinggi
Wilayah dengan tingkat kerawanan longsor tinggi merupakan
daerah yang memiliki potensi longsor yang tinggi. Hasil analisis
perhitungan data didapatkan skor 3,9 – 4,1 dengan luas wilayah sebesar
2.909,8 Ha atau 47,74% dari luas wilayah dan menjadi tingkat
kerawanan yang paling mendominasi di wilayah penelitian. Adapun
luas wilayah dengan tingkat potensi longsor sedang ditiap desa dapat
dijelaskan pada tabel 4.22
Tabel 4.22 Luas Wilayah Tingkat Potensi Longsor Tinggi
Luas Wilayah
No Desa Presentase (%)
(Ha)
1. Sukaresmi 78,72 2,71
2. Sukagalih 224,75 7,72
3. Kuta 227,15 7,81
4. Sukakarya 200,24 6,88
5. Sukamanah 21,36 0,73
6. Sukamaju 7,7 0,26
7. Sukamahi 65,28 2,24
8. Gadog 54,01 1,86
9. Cipayung 85,62 2,94
10. Cipayung Girang 20,88 0,72
11. Megamendung 1866,24 64,14
12. Pasir Angin 57,85 1,99
Total 2.909,8 100
Sumber : Hasil Analisis
Persebaran wilayah rawan longsor tinggi tersebar merata disetiap
desa di Kecamatan Megamendung. Wilayah dengan luasan terluas
95

untuk kategori daerah dengan potensi longsor tinggi ini terdapat di Desa
Megamendung dengan luas 1866,24 Ha dan luas wilayah terkecil pada
kategori wilayah ini terdapat di Desa Sukamaju denga luas 7,7 Ha. Desa
Megamendung menjadi wilayah terluas untuk kelas tingkat potensi
longsor yang tinggi karena berdasarkan peta kemiringan lereng yang
telah dibuat menunjukkan kelas kemiringan lereng yang paling
mendominasi adalah curam hingga terjal dan penggunaan lahan yang
mendominasi di wilayah ini adalah hutan sedangkan Desa Sukamaju
yang menjadi wilayah terkecil untuk kelas tingkat potensi longsor tinggi
ini ditandai dengan kondisi lereng datar yang paling mendominasi.
Wilayah dengan kategori rawan longsor tinggi ini ditandai dengan
warna jingga. Variasi kemiringan lerengnya adalah 8% hingga >40%
atau dari landai hingga sangat curam. Dari 32 titik sampel kejadian
longsor ditemukan sebanyak 14 titik kejadian longsor yaitu terdapat di
4 titik di Desa Megamendung, 1 titik di Desa Cipayung Girang, 1 titik
di Desa Kuta, 3 titik di Desa Sukagalih, 2 titi di Desa Sukamanah, 2 titik
di Desa Pasir Angin.
d. Wilayah Rawan Longsor Sangat Tinggi
Wilayah dengan tingkat kerawanan longsor yang sangat tinggi
merupakan daerah yang memiliki potensi longsor yang sangat tinggi.
Hasil analisis perhitungan didapatkan skor 4,2 – 4,5 dengan luas
wilayah yaitu sebesar 294,2 Ha atau sekitar 4,83% dari jumlah luas
wilayah di Kecamatan Megamendung. Wilayah ini ditandai dengan
warna merah. Adapun luas wilayah dengan tingkat potensi longsor
sedang ditiap desa dapat dijelaskan pada tabel 4.23
96

Tabel 4.23 Luas Wilayah Tingkat Potensi Longsor Sangat Tinggi


Luas Wilayah
No Desa Presentase (%)
(Ha)
1. Sukaresmi 102,48 34,83
2. Sukagalih 45,28 15,39
3. Kuta 11,48 3,9
4. Sukakarya 43,05 14,63
5. Sukamanah 12,32 4,19
6. Sukamaju 11,34 3,86
7. Sukamahi 8,31 2,83
8. Gadog 25,25 8,58
9. Cipayung 17,71 6,02
10. Cipayung Girang 1,08 0,37
11. Megamendung 15,62 5,31
12. Pasir Angin 0,26 0,09
Total 294,2 100
Sumber : Hasil Analisis
Persebaran wilayah rawan longsor tinggi tersebar merata disetiap
desa di Kecamatan Megamendung. Wilayah dengan luasan terluas
untuk kategori daerah dengan potensi longsor sangat tinggi ini terdapat
di Desa Sukaresmi dengan luas 102,48 Ha dan luas wilayah terkecil
pada wilayah dengan kategori longsor ini terdapa di Desa Pasir Angin
yaitu seluas 0,26 Ha. Adapun wilayah desa Gadog, Desa Sukamahi dan
Desa Sukakarya berada di wilayah perbatasan desa yang merupakan
daerah lembah yang sangat curam yang dibawahnya merupakan aliran
sungai. Variasi kemiringan lereng yang terdapat diwilayah ini adalah
curam hingga sangat curam atau memiliki besaran kemiringan 25%
hingga >40%. Kondisi ini apabila didukung dengan curah hujan yang
tinggi. Disamping itu wilayah ini juga tersusun oleh batuan vulkanik
yang memiliki kerentanan terhadap longsor yang cukup tinggi.
Sebanyak 1 titik kejadian longsor ditemukan di wilayah rawan longsor
sangat tinggi ini yaitu terdapat di Kp. Lija RT.04/04 Desa Sukaresmi
yang terjadi pada 24 April 2019.
97

C. Pembahasan Hasil Penelitian


Hasil analisis peta sebaran wilayah rawan longsor di Kecamatan
Megamendung Kabupaten Bogor ini menghasilkan empat kelas kategori potensi
longsor berdasarkan penelitian Puslittanak 2004 yaitu rendah, sedang, tinggi dan
sangat tinggi. Kelas pertama menunjukkan potensi longsor rendah yaitu seluas
599,73 Ha atau 9,83% dari total luas wilayah di Kecamatan Megamendung. Kelas
kerawanan longsor rendah artinya pada wilayah ini potensi akan terjadinya longsor
kecil. Skor hasil perhitungan menunjukkan angka <3,2 dengan ciri-ciri kondisi
lereng <8% atau datar hingga 8-15% atau landai. Kelas kedua menunjukkan potensi
longsor sedang yaitu memiliki luas wilayah 2.291,35 Ha atau sekitar 37,6% dari
total luas wilayah di Kecamatan Megamendung. Kelas kerawanan longsor sedang
artinya pada wilayah ini tingkat potensi akan terjadinya longsor sedang. Hasil
perhitungan skor menunjukkan interval skor 3,3 - 3,7 dengan ciri-ciri kondisi lereng
datar hingga agak curam. Kelas ketiga adalah potensi longsor kategori tinggi yaitu
seluas 2.909,8 Ha atau 47,74% dari total luas wilayah di Kecamatan
Megamendung. Kelas kerawanan longsor tinggi artinya pada wilayah ini potensi
akan terjadinya longsor tinggi dengan ciri-ciri kondisi lereng curam hingga terjal.
Kelas keempat menunjukkan potensi longsor sangat tinggi yaitu memiliki luas
294,2 Ha atau hanya 4,83% dari total luas wilayah di Kecamatan Megamendung.
Kelas kerawanan longsor sangat tinggi artinya pada wilayah ini potensi akan
terjadinya longsor sangat tinggi dengan ciri-ciri kemiringan lereng curam sampai
dengan terjal.
Hasil penelitian ini sejalan dengan dua penelitian terdahulu yang pernah
dilakukan oleh Jeffi Anisa, dkk dan Riki Rahmad, dkk bahwa potensi terjadinya
longsor pada daerah penelitian mereka terbagi menjadi empat tingkatan mulai dari
tingkat rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi.
Dominasi wilayah rawan longsor di Kecamatan Megamendung diketahui
bahwa sebaran potensi kelas kerawanan longsor tinggi yang paling mendominasi
di wilayah penelitian dengan presentase 47,74% dari total luas wilayah di
98

Kecamatan Megamendung. Penggabungan peta hasil analisis rawan longsor


dengan hasil observasi lapangan 32 titik sampel riwayat longsor yang terjadi antara
tahun 2016-2020. Dari 32 titik sampel riwayat longsor ditemukan 14 titik kejadian
longsor di wilayah dengan tingkat potensi longsor tinggi. Desa Megamendung
merupakan desa dengan tingkat ancaman longsor tinggi yang paling mendominasi
di wilayah penelitian yaitu dengan presentase 64,14%. Hasil tersebut juga sesuai
dengan dominasi titik riwayat longsor yaitu sebanyak temuan 4 titik dari 14 titik
kejadian longsor yang ditemukan pada 6 desa dengan tingkat kerawanan longsor
tinggi. Tingkat kerawanan longsor tinggi ini didukung dengan curah hujan yang
sangat tinggi pada wilayah penelitian, walaupun jenis penggunaan lahan yang
mendominasi di Desa Megamendung adalah hutan namun di desa ini memiliki
kemiringan lereng yang curam hingga sangat curam atau terjal.
Pembahasan tersebut sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
peneliti yaitu Kecamatan Pamijahan memiliki 17 titik sebaran longsor dari tahun
2011 – 2015 dengan tingkat kerawanan longsor dengan kategori rawan sebesar
81,5% atau 10.215 Ha yang dilakukan oleh Anna Mariana Ulfah Rahayu dengan
judul Studi Tingkat Kerawanan Longsor di Kecamatan Pamijahan Kabupaten
Bogor.
Dari hasil observasi juga diketahui bahwa longsor yang terjadi di Desa
Megamendung disebabkan karena banyaknya bangunan yang terdapat pada tebing
yang kemudian bila hujan tejadi dengan intensitas yang tinggi dalam kurun waktu
yang lama tanah akan menjadi labil dan terjadilah longsor.
Berdasarkan salah satu syarat terjadinya longsor yang dikemukakan Arsyad
dalam Nasiah adanya lereng yang cukup curam sehingga volume tanah dapat
bergerak atau meluncur ke bawah.Jenis tanah di Desa Megamendung adalah
Asosiasi Latosol Kemerehan yang mana jenis tanah ini cukup peka terhadap
longsor serta jenis batuan vulkanik yang memiliki kepekaan terhadap longsor yang
cukup tinggi. Di Desa Megamendung juga banyak ditemukan banyak mata air atau
99

rembesan air pada tebing yang merupakan karakteristik daerah rawan longsor yang
disampaikan oleh Tim Bakornas dalam skripsi Anna.
Pada penelitian yang pernah dilakukan oleh Dr. Ir. M. Taufik,dkk yang
berjudul Identifikasi daerah Rawan Longsor Menggunakan Sistem Informasi
Geografis juga menjelaskan bahwa daerah dengan tingkat kerawanan longsor tinggi
yang terletak di lereng Gunung Wilis memiliki tingkat kemiringan lereng yang
terjal dan juga curah hujan yang tinggi yaitu sebesar 2500-3000 mm/tahunaitu
sebesar 2500-3000 mm/tahun.
Hasil penelitian relevan lain yang sejalan dengan peneliti juga dilakukan oleh
Nasiah dan Ichsan Invani dengan judul penelitian Identifikasi Daerah Rawan
Longsor Lahan sebagai Upaya Penanggulangan Bencana di Kabupaten Sinjai. Dari
hasil penelitiannya menyatakan bahwa secara umum Kabupaten Sinjai sebagian
besar wilayahnya cukup rawan terhadap bencana longsor. Hal tersebut karena sifat
geologinya sangat komplek, kemiringan lereng yang sangat variatif, curah hujan
yang sangat bervariasi dan aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhannya
kurang memahami longsor.
Pada penelitian relevan yang hampir sejalan dengan peneliti yaitu dilakukan
oleh Moch Fauzan dkk pada penelitian yang dilakukan di Kabupaten Bondowoso
dengan menggunakan 7 parameter pengukuran longsor dengan 3 variasi tingkat
longsor yang menunjukkan bahwa Kabupaten Bondowoso memiliki variasi tingkat
kerawanan longsor rendah yang diberi warna hijau, tingkat kerawanan longsor
sedang yang diberi warna kuning dan tingkat kerawanan longsor tinggi diberi
warna merah.
Penelitian yang hampir sejalan lainnya juga dilakukan oleh Anindya Rizka
Falahnisa dalam tesisnya yang berjudul Analisis Bencana Longsor Berdasarkan
Nilai Kerapatan Vegetasi menggunakan Citra Aster dan Landsat 8 Studi Kasus:
Sekitar Sungai Bedagung Kabupaten Jember. Dari hasil penelitiannya terlihat
perbedaan kerapatan vegetasi pada tahun 2008 dengan luas indeks vegetasi NDVI
seluas 32.123,79 Ha daerah bervegetasi rapat sedangkan pada tahun 2013 terdapat
100

55.816,74 Ha daerah dengan vegetasi rapat. Daerah berpotensi longsor terdapat di


Kecamatan Panti dan daerah dengan kurang berpotensi longsor terdapat di
Kecamatan Bangsal Sari.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Imam Ubaidillah terdapat
hal yang tidak sejalan yaitu terletak pada hasil analisisnya. Penelitian ini dibagi
menjadi 3 zona potensi longsor yaitu zona potensi longsor A dengan luas 313 Ha ,
zona B seluas 4691 Ha dan zona C seluas 290,064 Ha. Tingkat kerawanan longsor
di zona A adalah sedang, tingkat kerawanan pada zona B adalah tinggi dan sedang
sedangkan pada zona C adalah tinggi.
D. Keterbatasan Penelitian
Peneliti memiliki beberapa keterbatasan dan hambatan dalam melakukan
penelitian diantaranya :
1. Dalam proses pengumpulan data-data sekunder yang dibutuhkan untuk
membuat peta penelitian. Data-data yang diminta harus melalui prosedur
birokrasi yang berlarut-larut ditambah lagi dengan adanya bencana pandemi
Covid-19 membuat instansi-instansi yang dimintai data melakukan pembatasan
sosial sehingga harus melalui segala protokol kesehatan yang ditetapkan dan
menunggu dalam waktu yang cukup panjang.
2. Observasi lapangan membutuhkan waktu yang panjang. Peneliti butuh waktu
yang panjang untuk menemukan 32 titik lokasi kejadian longsor. Musim hujan,
akses jalan yang sempit dan terjal serta adanya aturan pembatasan sosial di
wilayah puncak Bogor sebagai dampak dari adanya pandemi Covid-19
membuat peneliti sulit untuk mencapai lokasi longsor. Untuk mencapai lokasi
peneliti bahkan harus berjalan kaki guna mencapai titik lokasi longsor tersebut
yang tidak memungkinkan kendaraan roda dua dan empat lewati.
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan apa yang telah dibahas pada bab sebelumnya maka dapat ditarik
kesimpulan :
1. Tingkat kerawananan longsor di Kecamatan Megamendung menghasilkan
empat kelas kategori kerawanan longsor berdasarkan penelitian Puslittanak
2004 yaitu rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi. Kelas pertama
menunjukkan potensi longsor rendah yaitu seluas 599,73 Ha atau 9,83% dari
total luas wilayah di Kecamatan Megamendung. Kelas kerawanan longsor
rendah artinya pada wilayah ini potensi akan terjadinya longsor kecil. Kelas
kedua menunjukkan potensi longsor sedang yaitu memiliki luas wilayah
2.291,35 Ha atau sekitar 37,6% dari total luas wilayah di Kecamatan
Megamendung. Kelas kerawanan longsor sedang artinya pada wilayah ini
tingkat potensi akan terjadinya longsor sedang. Kelas ketiga adalah potensi
longsor kategori tinggi yaitu seluas 2.909,8 Ha atau 47,74% dari total luas
wilayah di Kecamatan Megamendung sekaligus menjadi kelas potensi longsor
yang paling mendominasi di wilayah ini. Kelas kerawanan longsor tinggi
artinya pada wilayah ini potensi akan terjadinya longsor tinggi. Kelas keempat
menunjukkan potensi longsor sangat tinggi yaitu memiliki luas 294,2 Ha atau
hanya 4,83% dari total luas wilayah di Kecamatan Megamendung. Kelas
kerawanan longsor sangat tinggi artinya pada wilayah ini potensi akan
terjadinya longsor sangat tinggi.
2. Dominasi wilayah rawan longsor di Kecamatan Megamendung diketahui
bahwa sebaran potensi kelas kerawanan longsor tinggi yang paling
mendominasi di wilayah penelitian dengan presentase 47,74% dari total luas
wilayah di Kecamatan Megamendung. Penggabungan peta hasil analisis

101
rawan longsor dengan hasil observasi lapangan 32 titik sampel riwayat
longsor yang terjadi antara tahun 2016-2020 diketahui bahwa sebaran potensi
kelas kerawanan longsor tinggi adalah kelas yang paling mendominasi di
wilayah penelitian dengan presentase 47,74% dari total luas wilayah di
Kecamatan Megamendung. Dari 32 titik sampel riwayat longsor ditemukan
14 titik kejadian longsor di wilayah potensi longsor tinggi ini. Desa
Megamendung merupakan desa dengan tingkat ancaman longsor tinggi yang
paling mendominasi di wilayah penelitian yaitu dengan presentase 64,14%.
Hasil tersebut juga sesuai dengan dominasi titik riwayat longsor yaitu
sebanyak temuan 4 titik dari 14 titik kejadian longsor yang ditemukan pada 6
desa dengan tingkat kerawanan longsor tinggi.

102
103

B. Implikasi
Hasil penelitian ini berupa peta sebaran wilayah rawan longsor yang dapat
digunakan sebagai rujukan dalam upaya mitigasi bencana longsor sehingga dapat
meningkatkan kewaspadaan dan tanggap terhadap bencana longsor. Peta sebaran
wilayah rawan longsor juga dapat digunakan sebagai sistem peringatan dini pada
wilayah yang rawan terhadap longsor.
C. Saran
Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi ancaman bencana longsor
adalah:
1. Bagi Masyarakat
Masyarakat yang tinggal di daerah rawan akan bencana longsor harus tetap
menjaga lingkungan dengan cara menanam tumbuhan dengan akar yang keras
disekitar lereng yang terjal. Banyaknya kejadian longsor yang terjadi karena adanya
beban bangunan yang berlebihan pada lereng mengharuskan masyarakat juga
hendaknya memperhatikan struktur bangunan yang dibangun diatas tebing yang
cukup curam dengan membangun pondasi bangunan yang yang sesuai dengan
kontur tanah. Sama halnya dengan masyarakat yang membuat bangunan tepat
dibawah tebing lebih baik lagi bila masyarakat menghindari daerah tebing untuk
dijadikan tempat tinggal.
2. Bagi Pemerintah
Dukungan dari pemerintah terhadap masyarakat dalam mengurangi resiko
bencana longsor perlu harus terus ditingkatkan terutama di desa yang menjadi zona
merah terhadap potensi kejadian longsor. Pemerintah bisa merelokasi penduduk
yang bertempat tinggal pada kawasan rawan longsor demi mencegah korban jiwa
pada bencana yang akan datang.
3. BPBD Kabupaten Bogor
Badan Penanggulangan Bencana Daerah selaku lembaga yang bertugas dalam
penanggulangan bencana diharapkan dapat melakukan penyuluhan dan sosialisasi
secara rutin kepada masyarakat tentang bahaya bencana khususnya longsor serta
104

menjadikan penelitian ini sebagai referensi untuk pengambilan tindakan berikutnya


demi mencegah kerugian yang diakibatkan oleh bencana longsor atau upaya
mitigasi bencana
4. Peneliti Lain
Diperlukan studi lebih lanjut terkait peta sebaran wilayah rawan longsor ini agar
hasil penelitian ini dapat selalu diperbaharui dan dikembangkan.
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Anshori, Muslich, Metode Penelitian Kuantitatif, Surabaya: Airlangga University
Press, 2017
Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor, Kabupaten Bogor Dalam Angka 2019
Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor, Kabupaten Bogor Dalam Angka 2020
Chasanah, Risdiyani, Penanganan & Pencegahan Tanah Longsor, Klaten: Cempaka
Putih, 2018
Firdaus, Metode Penelitian Kuantitatif Dilengkapi Analisis Regresi IBM SPSS
Statistics Version 26.0, Riau : DOTPLUS Publisher
Hardiyatmo, Hary Christadi, Penanganan Erosi dan Tanah Longsor, Yogyakarta:
Gajah Mada University Press, 2006
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Badan Geologi, Booklet Gerakan
Tanah
Kountur, Ronny, Metode Penelitian Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis (Edisi Revisi),
Jakarta: Penerbit PPM, 2007
Nandi, Longsor, Bandung: Jurusan Pendidikan Geografi FPIPS-UPI, 2007
Nirwansyah, Anang Widi, Dasar Sistem Informasi Geografi dan Aplikasinya
menggunakan Arcgis 9.3, Yogyakarta: Deepublish, 2017
Noor, Juliansyah, Metode Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi dan Karya Ilmiah,
Jakarta: Kencana, 2011
Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana Longsor Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum No.22/M/2007
Pratiknyo, Puji, Banjir dan Tanah Longsor di Indonesia, Yogyakarta: Cira Aji Pratama,
2019
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Gerakan Tanah
Qur’an dan Tajwid dilengkapi Terjemah, Jakarta Timur: Maghfirah Pustaka,

105
106

Rukajat, Ajat, Pendekatan Penelitian Kuantitatif (Quantitative Research Approach),


Yogyakarta: PENERBIT DEEPUBLISH (Grup Penerbit CV Budi Utama), 2018
Sari, Nur Fitriana, Ensiklopedia Geografi Sistem Informasi Geografi, Klaten: Cempaka
Putih, 2018
Sodikin, Sistem Informasi Geografis & Penginderaan Jauh (Teori dan Praktek dengan
Er Mapper dan Arcgis 10), Pendidikan IPS FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Sudaryono, Metodologi Penelitian, Depok: PT RAJAGRAFINDO PERSADA, 2018
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif da R&D, Bandung: Alfabeta, 2018
Tersiana, Andra, Metode Penelitian, Yogyakarta: Start Up, 2018
Jurnal :
Ahmad, Riki dkk, Aplikasi SIG untuk Pemetaan Tingkat Ancaman Longsor di
Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, Yogyakarta:
Majalah Geografi Indonesia Vol.32, No.1, Maret 2018
Arfiani, Ika, Sistem Informasi Geografis Untuk Pemetaan dan Pencarian Rumah Sakit
di Kota Yogyakarta, Jurnal Informatika Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta,
2012
Nasiah dan Ichsan, Identifikasi Daerah Rawan Bencana Longsor Lahan Sebagai
Upaya Penanggulangan Bencana di Kabupaten Sinjai, Jurnal Sainsmat Universitas
Negeri Makasar, 2014
Pitaloka, Inneke Astrid, Identifikasi Daerah Rawan Longsor dengan Menggunakan
Metode Smorph dan SIG (Studi Kasus : Kecamatan Semarang Barat), Jurnal
Geodesi Undip, Vol.7, No.4, 2018
Rachman, Zalzilatur, Kesesuaian Lahan Pemukiman di Kawasan Kaki Gunung Dua
Sudara, Jurnal: Universitas Sam Ratulangi Manado
Reza, Mohammad dkk, Penentuan Zonasi Daerah Rawan Bencana Longsor Studi
Kasus di Kecamatan Tumpang Kabupaten Malang, Sustainable, Planing and
Culture (SPACE) : Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, 2020
Taufik, M dkk, Identifikasi Daerah Rawan Tanah Longsor Menggunakan SIG (Sistem
Informasi Geografis), Surabaya : Jurnal Teknik ITS, 2016
107

Skripsi :
Effendi, Ahmad Danil, Identifikasi Kejadian Longsor dan Penentuan Faktor-Faktor
Utama Penyebab di Kecamatan Babakan Madang Kabupaten Bogor , Skripsi
Institut Pertanian Bogor, 2008
Rahayu, Anna Mariana Ulfah, Studi Tingkat Kerawanan Longsor di Kecamatan
Pamijahan Kabupaten Bogor, Skripsi pada Pendidikan IPS UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2016
Sriyitno, Agus, Identifikasi Kawasan Rawan Bencana Longsor Kecamatan Banyu
Biru, Kabupaten Semarang, Skripsi pada Universitas Negeri Semarang, 2012
Ubaidillah, Imam, Zonasi Potensi Kerawanan Longsor di Kecamatan Cisarua
Kabupaten Bogor . Skripsi pada Pendidikan IPS UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
2018
Undang-Undang:
Undang-undang Republik Indonesia No.22 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana
Website :
Badan Nasional Penanggulangan Bencana, “Jumlah Kejadian Bencana”,
https://bnpb.cloud/dibi/laporan5a diakses pada 15 Juli 2020
Prabowo, Dani. “Walhi: 30 Persen Kawasan Puncak Beralih Fungsi Jadi Hutan
Beton”,Kompas.com
https://www.google.com/amp/s/amp.kompas.com/properti/read/2018/03/29/17300
0521/walhi--30-persen-kawasan-puncak-beralih-fungsi-jadi-hutan-beton diakses
pada 17 Juli 2020
Ulhaq, Muhammad Fida, “BPBD Kabupaten Bogor Petakan 18 Kecamatan Rawan
Longsor”, iNewsJabar.id https://jabar.inews.id/amp/berita/bpbd-kabupaten-bogor-
petakan-18-kecamatan-rawan-longsor diakses pada 02 Maret 2021
LAMPIRAN
111

Lembar Observasi Lapangan


Titik Cek Kondisi Hasil
No. Dokumentasi
Lapangan Lapangan Interpretasi

06º38’40.9” LS
1. 106º55’38.5” Hutan Hutan
BT

06º38’33.9” LS
2. 106º54’51.8” Pemukiman Pemukiman
BT

06º38’28.6” LS
3. 106º54’44.6” Pemukiman Pemukiman
BT

06º38’28.7” LS
4. 106º54’38.0” Pemukiman Pemukiman
BT

06º38’29.1” LS
5. 106º54’36.6” Pemukiman Pemukiman
BT

06º38’35.4” LS
6. 106º54’32.8” Pemukiman Pemukiman
BT

06º34’35.3” LS
7. Pemukiman Pemukiman
106º54’10” BT
112

06º38’35.7” LS
8. 106º54’07.0” Pemukiman Pemukiman
BT

06º39’06.8” LS
106º53’58.1” Pemukiman
9. Pemukiman
BT

06º38’51.3” LS
10. 106º53’53.5” Pemukiman Pemukiman
BT

06º40’35.5” LS
11. 106º54’35.6” Perkebunan Perkebunan
BT

06º40’55.9” BT
12. 106º54’42.5” Pemukiman Pemukiman
BT

06º41’23.4” LS
13. 106º55’01.0” Pemukiman Pemukiman
BT

06º41’22.9” LS
14. 106º54’58.9” Pemukiman Pemukiman
BT
113

06º41’51.1” LS
15. 106º54’56.6” Perkebunan Perkebunan
BT

06º41’51.1” LS
16. 106º54’50.0” Pemukiman Pemukiman
BT

06º41’43.2” LS
17. 106º54’44.5” Pemukiman Pemukiman
BT

06º41’39.0” LS
18. 106º54’45.9” Pemukiman Pemukiman
BT

06º41’54.1” LS
19. Perkebunan Perkebunan
106º54’57” BT

06º41’28.6” LS
20. 106º54’10.2” Pemukiman Pemukiman
BT

06º42’00.1” LS
21. 106º54’25.8” Pemukiman Pemukiman
BT

06º41’11.6” LS
22. 106º53’58.8” Pemukiman Pemukiman
BT
114

06º41’11.5” LS
23. 106º53’59.7” Pemukiman Pemukiman
BT

06º41’28.1” LS
24. 106º53’43.3” Pemukiman Pemukiman
BT

06º39’51.3” LS
25. 106º52’52.9” Pemukiman Pemukiman
BT

06º39’58.5” LS
26. 106º52’36.6” Pemukiman Pemukiman
BT

06º39’55.1” LS
27. 106º52’37.7” Pemukiman Pemukiman
BT

06º39’51.5” LS
28. 106º52’35.9” Pemukiman Pemukiman
BT

06º39’46.3” LS
29. 106º52’24.5” Pemukiman Pemukiman
BT
115

06º38’59.2” LS
30. 106º52’11.3” Pemukiman Pemukiman
BT

06º39’02.2” LS
31. 106º52’26.9” Pemukiman Pemukiman
BT

06º38’33.0” LS
32. Perkebunan Pemukiman
106º51’47” BT
116

PETA GEOLOGI LEMBAR BOGOR


117
118
119
120
121

DOKUMENTASI
122
123
124
125
126
127

BIODATA PENULIS

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 24 November 1997,


anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Casmadi
dan Ibu Hernanti.
Bertempat tinggal di Jl. Bulak-Bakti RT.008/02 No.10,
Kel.Pesanggrahan, Kec.Pesanggrahan, Jakarta Selatan, DKI
Jakarta. Pendidikan formal yang pernah ditempuh, SD Negeri Bintaro 06 Petang yang
diselesaikan pada tahun 2010, SMP Negeri 178 Jakarta diselesaikan pada tahun 2013,
SMA Negeri 86 Jakarta yang diselesaikan pada tahun 2016. Pada tahun yang sama,
penulis diterima sebagai mahasiswi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Jurusan Tadris Ilmu Pengetahuan
Sosial, Konsentrasi Geografi, melalui jalur SPAN-PTKIN.
Semasa kuliah penulis aktif sebagai kader PMII Cabang Ciputat Komisariat Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan dan bergabung bersama Team GIS and Remote Sensing
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai sekretaris umum.

Anda mungkin juga menyukai