Anda di halaman 1dari 230

STRATEGI PENINGKATAN KEBERLANJUTAN KAWASAN

MINAPOLITAN KECAMATAN WAJAK KABUPATEN MALANG

SKRIPSI
PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan


Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

ARUNI NAUFALIA AKBAR


NIM. 135060601111064

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS TEKNIK
MALANG
2018
IDENTITAS TIM PENGUJI SKRIPSI

JUDUL SKRIPSI:
Strategi Peningkatan Keberlanjutan Kawasan Minapolitan Kecamatan Wajak Kabupaten
Malang
Nama Mahasiswa : Aruni Naufalia Akbar
NIM : 135060601111064
Program Studi : Perencanaan Wilayah dan Kota

KOMISI PEMBIMBING:
Ketua : Dr. Ir. Agus Dwi Wicaksono Lic. Rer. Reg
Anggota : Wawargita Permata Wijayanti, ST., MT

TIM DOSEN PENGUJI:


Dosen Penguji 1 : Gunawan Prayitno, SP., MT., Ph.D
Dosen Penguji 2 : A R Taufiq Hidayat, ST., M.AgrSc
Tanggal Ujian : 4 Desember 2017
SK Penguji : 1655/UN10.F07/SK/2017
Ucapan Terimakasih penulis sampaikan kepada:
Bapak, Ibu, Denada, Ghina, Faris, Dara, Nenek, Seluruh Keluarga dan Sahabat

Terimakasih atas doa dan perjuangan


dalam meringankan penulis selama masa perkuliahan.
Semoga gelar Sarjana ini bisa membuat kalian semua bangga
RINGKASAN

ARUNI NAUFALIA AKBAR, Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik,
Universitas Brawijaya, Januari 2018, Strategi Peningkatan Keberlanjutan Kawasan
Minapolitan Kecamatan Wajak Kabupaten Malang, Dosen Pembimbing: Dr. Ir. Agus Dwi
Wicaksono Lic. Rer. Reg dan Wawargita Permata Wijayanti, ST., MT.

Kecamatan Wajak ditetapkan sebagai pusat pengembangan minapolitan berbasis


perikanan budidaya Kabupaten Malang sejak tahun 2008. Seiring dengan
perkembangannya hingga tahun 2016, perkembangan kawasan minapolitan cenderung
stagnan. Meskipun didukung oleh kondisi ekologi yang sangat mendukung aktivitas
perikanan, menurunnya jumlah pembudidaya, harga ikan yang tidak stabil, rendahnya
keuntungan, serta tidak berkembangnya infrastuktur perikanan menjadi permasalahan di
lokasi tersebut. Kondisi ini dikhawatirkan akan menghambat tujuan pembangunan kawasan
minapolitan di Kecamatan Wajak. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan tingkat
keberlanjutan kawasan minapolitan Kecamatan Wajak yang ditinjau dari dimensi ekonomi,
sosial-kelembagaan, ekologi dan teknologi-infrastruktur. Tingkat keberlanjutan dianalisis
dengan Multidimensional Scalling (MDS) pada RAPFISH (Rapid Appraisal Technique for
Evaluating Fisheries Sustainability). Hasil analisis menunjukkan bahwa keberlanjutan
kawasan minapolitan Wajak adalah 51,64 % (cukup berkelanjutan). Tingkat keberlanjutan
ini menunjukkan bahwa kondisi Kawasan Minapolitan Kecamatan Wajak masih perlu
tingkatkan, khususnya pada dimensi ekonomi, sosial-kelembagaan, dan teknologi-
infrastruktur

Kata Kunci : Kawasan Minapolitan Wajak, Perikanan Budidaya, Tingkat Keberlanjutan,


RAPFISH
112

SUMMARY

ARUNI NAUFALIA AKBAR, Department of Urban and Regional Planning, Faculty of


Engineering, University of Brawijaya, February 2018, Strategies for Improving the
Sustainability of Minapolitan Area in Wajak Sub-district, Malang Regency. Academic
supervisor: Dr. Ir. Agus Dwi Wicaksono Lic. Rer. Reg dan Wawargita Permata Wijayanti,
ST., MT.

Since 2008, Wajak Sub-district has been determined as minapolitan development


center based on aquaculture activity. During its development until 2016, the development
tends to less improved. Although it is supported by well ecological condition, this
minapolitan acitivity pose several problems, e.g. decreasing number of fish-farmers, in-
stabilizing of fish price, decreasing of profit, and lack development of minapolitan
infrastructures. Consequently, this makes the development of minapolitan activity becomes
slightly decrease. Therefore, this paper aims to determine the level of sustainability of
Wajak in terms of economic, social-institutional, ecological and technological-
infrastructural dimension. It is analyzed using Multidimensional Scale (MDS) in RAPFISH
(Rapid Assessment Technique for Assessing the Sustainability of Fisheries) with 39
attributes. Result indicates that level of sustainability of minapolitan activity is 51.64%
(quite sustainable). It means that condition of the activity should be improved, specifically
on economic, socio-institutional and technological-infrastructure dimensions. This
improvement is necessary to get more valuable benefits from the activity that can increase
welfare of fish-farmers in Wajak.

Keywords: Wajak Minapolitan Area, Aquaculture, Sustainability Level, RAPFISH


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya,
penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “Strategi Peningkatan Keberlanjutan
Kawasan Minapolitan Kecamatan Wajak Kabupaten Malang” yang disusun sebagai salah
satu syarat wajib kelulusan studi strata-1 Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas
Teknik, Universitas Brawijaya.
Penulis menyadari bahwa terselesaikannya tugas akhir ini tidak lepas dari dukungan
berbagai pihak yang berkenan untuk membantu, memberikan pemikiran, kritik, dan saran.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Allah SWT, Rabb-ku, tiada kemudahan, kesulitan, pertemuan, perpisahan, rezeki,
dan perjalanan yang diluar yang Engkau rencanakan. Tiada kesulitan melainkan
Engkau menyimpan hikmah di dalamnya, dan tiada kemudahan selain Engkau yang
memudahkannya. Alhamdulillah, terimakasih ya Rabb atas semua hal yang terjadi
dalam kehidupanku.
2. Orangtua tersayang dan teristimewa, Bapak Budhi Akbar dan Ibu Siti Nurul Lailah
atas kerja keras, doa, bimbingan, kesabaran, dan semangat motivasi hingga
terselesaikannya tugas akhir ini.
3. Adik-adikku, Puspa Nada Aliyah Akbar, Ghina Hasna Yunita Akbar, Muhammad
Faris Akbar, dan Disertania Aurora Ramadhani Akbar yang menjadi semangat,
memberikan doa, dan kebahagiaan dengan segala ceritanya.
4. Bapak Dr. Ir. Agus Dwi Wicaksono Lic. Rer. Reg, selaku dosen pembimbing I dan
Ibu Wawargita Permata Wijayanti, ST., MT., selaku dosen pembimbing II dan
dosen Pembimbing Akademik yang bersedia untuk membimbing, mengarahkan,
dan memotivasi penulis untuk segera menyelesaikan tugas akhir hingga dapat
terselesaikan dengan baik.
5. Bapak Gunawan Prayitno, SP., MT., Ph.D., selaku dosen penguji I dan bapak A R
Taufiq Hidayat, ST., M.AgrSc, selaku dosen penguji II yang telah bersedia menguji
dan memberikan masukan kepada penulis untuk memperbaiki tugas akhir agar
dapat mendapatkan hasil yang maksimal.
6. Sahabat sekaligus keluarga, Ulvia Sahda Agustina, Dinne Syadiah, Yuni Mustika
Sari, Naila Fauziah, Wahyu Laily Romdhani, Nyimas Atika, Sofian Yusuf, Anissa
Bakkara dan Valda Theorintina yang selalu ada dalam suka dan duka dunia
perkuliahan ini.

i
7. Sahabat “jauh dimata namun dekat dihati” Sukma Alifiana Aziz, Nazeela Thifaly
Fitriani dan Annisa Nadya Pradita yang selalu memberikan semangat dalam
menyelesaikan tugas akhir.
8. Ateu dan om, ateu lia, ateu mia, om wi, jihadi, ibu feni, pak buyung pak iwan, mbak
yanti, mbak serta teman-teman buyung kos dan semua orang yang baik yang saya
temui selama tinggal di Kota Malang.
9. Teman dekat selama di Kota Malang, Syamawan Putra Wiratama. Terimakasih
banyak untuk banyak memberitahu banyak tempat makan enak dan menarik di Kota
Malang.
10. Almamater dan guru-guruku di TK Al-Irsyad Karawang, SDN Anggadita I, Mahad
Darul Arqam Muhammadiyah Garut, SMAN 1 Karawang dan Universitas
Brawijaya yang sudah mengantarkanku hingga aku bisa menulis tulisan ini disini.
Terimakasih untuk banyak ilmu yang telah diberikan.
11. Teman-teman seperjuangan PWK angkatan 2013, yang mengiringi setiap cerita
dalam kehidupan di Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya.
Semoga tugas akhir dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan dapat dijadikan
referensi untuk mengentas masalah kemiskinan.

Malang, 14 Februari 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i
DAFTAR ISI .............................................................................................................................. i
DAFTAR TABEL ................................................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................. xxi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................................... xxiii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................... 1
1.2 Identifikasi Masalah .............................................................................................. 3
1.3 Rumusan Masalah ................................................................................................. 4
1.4 Tujuan Penelitian................................................................................................... 5
1.5 Lingkup Pembahasan ............................................................................................ 5
1.5.1 Ruang Lingkup Materi ............................................................................ 5
1.5.2 Ruang Lingkup Wilayah ......................................................................... 6
1.6 Manfaat Penelitian................................................................................................. 6
1.7 Kerangka Pemikiran ............................................................................................. 7
1.8 Sistematika Pembahasan ....................................................................................... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................ 11
2.1 Kawasan .............................................................................................................. 11
2.2 Perikanan Budidaya............................................................................................. 12
2.2.1 Ruang Lingkup Perikanan Budidaya .................................................... 13
2.2.2 Subsistem akuabisnis Perikanan Budidaya ........................................... 16
2.2.3 Komoditas Perikanan Budidaya ............................................................ 16
2.2.4 Perikanan Budidaya dalam Kawasan Minapolitan ............................... 18
2.3 Minapolitan ......................................................................................................... 18
2.3.1 Karakteristik Kawasan Minapolitan...................................................... 18
2.3.2 Pengembangan Kawasan Minapolitan .................................................. 18
2.4 Pembangunan Berkelanjutan ............................................................................... 20
2.5 Minapolitan Berkelanjutan .................................................................................. 20
2.6 Pendekatan Rasional Komprehensif.................................................................... 34

iii
2.7 Tinjauan Analisis ................................................................................................ 35
2.7.1 Analisis Keberlanjutan Kawasan Minapolitan ..................................... 35
2.7.2 Analisis Faktor Pengungkit Keberlanjutan Kawasan Minapolitan ....... 40
2.7.3 Analisis Peningkatan Keberlanjutan Kawasan Minapolitan ................. 41
2.8 Studi Terdahulu ................................................................................................... 45
2.9 Kerangka Teori ................................................................................................... 46
2.10 Penggunaan Teori ............................................................................................... 47
BAB III METODE PENELITIAN ....................................................................................... 51
3.1 Definisi Operasional ........................................................................................... 51

3.2 Variabel Penelitian .............................................................................................. 52

3.3 Metode Pengumpulan Data ................................................................................. 57

3.3.1 Jenis Data .............................................................................................. 57

3.3.2 Teknik Pengumpulan Data.................................................................... 57

3.3.3 Teknik sampling ................................................................................... 58

3.4 Metode Analisis .................................................................................................. 59

3.4.1 Analisis Keberlanjutan Kawasan Minapolitan ..................................... 59

3.4.2 Analisis Faktor Pengungkit Keberlanjutan Kawasan Minapolitan ....... 81

3.4.3 Analisis Prospektif Keberlanjutan Kawasan Minapolitan .................... 82

3.5 Kerangka Analisis ............................................................................................... 85

3.6 Desain Survei ...................................................................................................... 86

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................................ 89


4.1 Gambaran Umum Kecamatan Wajak ................................................................. 89

4.1.1 Karakteristik Fisik Binaan .................................................................... 89

4.1.2 Karakteristik Kependudukan ................................................................ 90

4.1.3 Karakteristik Perekonomian ................................................................. 91

4.2 Gambaran Umum Minapolitan Kecamatan Wajak ............................................. 94

4.2.1 Karakteristik Ekonomi Minapolitan Kecamatan Wajak ....................... 98

iv
4.2.2 Karakteristik Sosial dan Kelembagaan Minapolitan Wajak ............... 104

4.2.3 Karakteristik Ekologi Minapolitan Kecamatan Wajak ....................... 110

4.2.4 Karakteristik Teknologi dan Infrastruktur Minapolitan Wajak .......... 116

4.3 Tingkat Keberlanjutan Minapolitan Kecamatan Wajak .................................... 120

4.3.1 Tingkat Keberlanjutan Kawasan Minapolitan Wajak

Dimensi Ekonomi ............................................................................... 120

4.3.2 Tingkat Keberlanjutan Minapolitan Wajak Dimensi Sosial

dan Kelembagaan ................................................................................ 130

4.3.3 Tingkat Keberlanjutan Minapolitan Wajak Dimensi Ekologi ........... 137

4.3.4 Tingkat Keberlanjutan Minapolitan Wajak Teknologi dan

Infrastruktur........................................................................................ 148

4.3.5 Kesimpulan Tingkat Keberlanjutan Kawasan Minapolitan

Kecamatan Wajak ............................................................................... 155

4.4 Atribut Pengungkit Keberlanjutan Kawasan Minapolitan Kecamatan Wajak .. 156

4.4.1 Atribut Pengungkit Keberlanjutan Dimensi Ekonomi ........................ 156

4.4.2 Atribut Pengungkit Keberlanjutan Dimensi Sosial dan Kelembagaan 158

4.4.3 Atribut Pengungkit Keberlanjutan Dimensi Ekologi .......................... 159

4.4.4 Atribut Pengungkit Dimensi Teknologi dan Infrastruktur .................. 160

4.4.5 Kesimpulan Atribut Pengungkit Keberlanjutan

Kawasan minapolitan Wajak .............................................................. 161

4.5 Analisis Peningkatan Keberlanjutan Minapolitan Kecamatan Wajak .............. 162

4.5.1 Kesimpulan Analisis Peningkatan Keberlanjutan Kawasan

Minapolitan Kecamatan Wajak ........................................................... 189

v
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................... 191
5.1 Kesimpulan ....................................................................................................... 191
5.2 Saran ................................................................................................................. 192
5.3 Penelitian selanjutnya ....................................................................................... 193
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

vi
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
Tabel 2. 1 Skala Usaha di Bidang Perikanan Budidaya Air Tawar ................................ 13

Tabel 2. 2 Komoditas Perikanan berdasarkan Habitat dan Morfologi ........................... 16

Tabel 2. 3 Dukungan Pengembangan Minapolitan Berkelanjutan ................................. 21

Tabel 2. 4 Atribut Dimensi Ekonomi ............................................................................. 23

Tabel 2. 5 Klasifikasi Ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM) .............................. 23

Tabel 2. 6 Klasifikasi Hasil Produk ................................................................................ 23

Tabel 2. 7 Klasifikasi Harga Jual.................................................................................... 24

Tabel 2. 8 Klasifikasi Alternatif Usaha Diluar Perikanan .............................................. 24

Tabel 2. 9 Klasifikasi Sistem Penjualan ......................................................................... 24

Tabel 2. 10 Klasifikasi Kerjasama dalam Usaha .............................................................. 24

Tabel 2. 11 Klasifikasi Pemasaran Produk ....................................................................... 24

Tabel 2. 12 Klasifikasi Keuntungan Pembudidaya........................................................... 24

Tabel 2. 13 Parameter Atribut Dimensi Ekonomi ............................................................ 25

Tabel 2. 14 Atribut Dimensi Sosial dan Kelembagaan..................................................... 26

Tabel 2. 15 Klasifikasi Partisipasi dalam Forum Pengembangan Minapolitan

bersama Pemerintah ....................................................................................... 26

Tabel 2. 16 Klasifikasi Penyerapan Tenaga Kerja Lokal Di Perikanan ........................... 26

Tabel 2. 17 Klasifikasi Keikutsertaan dalam Pelatihan Minabisnis ................................. 27

Tabel 2. 18 Klasifikasi Informasi di Bidang Perikanan .................................................... 27

Tabel 2. 19 Klasifikasi Dukungan Kelompok Budidaya .................................................. 27

Tabel 2. 20 Klasifikasi Dukungan Lembaga Keuangan ................................................... 27

Tabel 2. 21 Klasifikasi Dukungan Pemerintah ................................................................. 27

Tabel 2. 22 Klasifikasi Penguasaan Pembudidaya terhadap Teknologi ........................... 27

Tabel 2. 23 Klasifikasi Dukungan Penyuluh Perikanan ................................................... 28

vii
No Judul Halaman

Tabel 2. 24 Klasifikasi Kepemilikan Lahan ..................................................................... 28

Tabel 2. 25 Parameter Atribut Dimensi Sosial dan Kelembagaan ................................... 28

Tabel 2. 26 Atribut Dimensi Ekologi ............................................................................... 29

Tabel 2. 27 Klasifikasi Penerapan CBIB.......................................................................... 29

Tabel 2. 28 Klasifikasi Ketersediaan Pakan ..................................................................... 29

Tabel 2. 29 Klasifikasi Curah Hujan ................................................................................ 30

Tabel 2. 30 Klasifikasi Ketersediaan Air ......................................................................... 30

Tabel 2. 31 Klasifikasi Ketersediaan Benih ..................................................................... 30

Tabel 2. 32 Klasifikasi Frekuensi Banjir .......................................................................... 30

Tabel 2. 33 Klasifikasi Frekuensi Kekeringan ................................................................. 30

Tabel 2. 34 Klasifikasi Pengolahan Limbah .................................................................... 30

Tabel 2. 35 Klasifikasi Ketersediaan Lahan ..................................................................... 30

Tabel 2. 36 Klasifikasi Pengetahuan Pembudidaya Terhadap Lingkungan ..................... 30

Tabel 2. 37 Parameter Atribut Dimensi Ekologi .............................................................. 31

Tabel 2. 38 Atribut Teknologi dan Infrastruktur .............................................................. 32

Tabel 2. 39 Klasifikasi Industri Pengolahan .................................................................... 32

Tabel 2. 40 Klasifikasi Teknologi Perikanan Budidaya ................................................... 32

Tabel 2. 41 Klasifikasi Teknologi Pengolahan Produk Perikanan ................................... 32

Tabel 2. 42 Klasifikasi Teknologi Pakan ......................................................................... 33

Tabel 2. 43 Klasifikasi Prasarana Listrik ......................................................................... 33

Tabel 2. 44 Klasifikasi Dukungan Pasar Benih ................................................................ 33

Tabel 2. 45 Klasifikasi Prasarana Jalan ............................................................................ 33

Tabel 2. 46 Klasifikasi sarana transportasi ....................................................................... 33

Tabel 2. 47 Klasifikasi lokasi laboratorium perikanan..................................................... 33

viii
No Judul Halaman

Tabel 2. 48 Parameter Atribut Dimensi Teknologi dan Infrastruktur .............................. 34

Tabel 2. 49 Kriteria Nilai Stress Keberlanjutan................................................................ 37

Tabel 2. 50 Kategori Indeks Keberlanjutan Minapolitan ................................................. 37

Tabel 2. 51 Pedoman Penilaian Antar Atribut .................................................................. 41

Tabel 2. 52 Matriks Penilaian Antar Atribut .................................................................... 42

Tabel 2. 53 Prediksi Keadaan yang Mungkin Terjadi pada Faktor .................................. 43

Tabel 2. 54 Hasil Skenario ............................................................................................... 43

Tabel 2. 55 Strategi Peningkatan Keberlanjutan .............................................................. 44

Tabel 2. 56 Studi Terdahulu ............................................................................................. 45

Tabel 3. 1 Variabel Penelitian ........................................................................................ 53

Tabel 3. 2 Data Sekunder ............................................................................................... 57

Tabel 3. 3 Narasumber Wawancara ............................................................................... 58

Tabel 3. 4 Sumber Data Kajian Pustaka ......................................................................... 58

Tabel 3. 5 Populasi Penelitian ........................................................................................ 59

Tabel 3. 6 Definisi Atribut Dimensi Ekonomi ............................................................... 60

Tabel 3. 7 Klasifikasi Skoring Jumlah Pembudidaya (Jiwa/Desa) ................................. 61

Tabel 3. 8 Klasifikasi Skoring Keterampilan Pembudidaya (Persen/Desa) ................... 61

Tabel 3. 9 Klasifikasi Skoring Kemampuan Pendanaan Pembudidaya (Persen/Desa) .. 61

Tabel 3. 10 Klasifikasi Skoring Kemampuan Pendanaan Kelompok (Kelompok/Desa) . 61

Tabel 3. 11 Klasifikasi Skoring Kerjasama Usaha (Jenis kerjasama/Desa) ..................... 61

Tabel 3. 12 Klasifikasi Skoring Pemasaran Produk ......................................................... 62

Tabel 3. 13 Klasifikasi Skoring Jenis Produk (Jenis/Desa) .............................................. 62

Tabel 3. 14 Klasifikasi Skoring Jenis komoditas (Jenis/Desa) ......................................... 62

Tabel 3. 15 Klasifikasi Skoring Harga jual ...................................................................... 62

ix
No Judul Halaman

Tabel 3. 16 Klasifikasi Skoring Keuntungan Pembudidaya (Rupiah/Desa) .................... 62

Tabel 3. 17 Klasifikasi Skoring Alternatif Usaha Diluar Perikanan ................................ 63

Tabel 3. 18 Klasifikasi Skoring Alternatif Usaha Diluar Perikanan ................................ 63

Tabel 3. 19 Definisi Atribut Dimensi Sosial dan Kelembagaan ...................................... 63

Tabel 3. 20 Klasifikasi Skoring Partisipasi Pembudidaya dalam Forum Pengembangan


Minapolitan Bersama Pemerintah ................................................................. 64

Tabel 3. 21 Klasifikasi Skoring Partisipasi Pelatihan Minabisnis.................................... 64

Tabel 3. 22 Penguasaan Skoring Pembudidaya Terhadap Teknologi .............................. 64

Tabel 3. 23 Klasifikasi Skoring Jumlah Tenaga Kerja Terserap (Jiwa/Desa).................. 64

Tabel 3. 24 Klasifikasi Skoring Informasi di Bidang Perikanan ...................................... 65

Tabel 3. 25 Klasifikasi Skoring Dukungan Kelompok Budidaya .................................... 65

Tabel 3. 26 Klasifikasi Skoring Jumlah Penyuluh Perikanan (Jiwa/Kawasan) ............... 65

Tabel 3. 27 Klasifikasi Skoring Frekuensi Penyuluhan (Penyuluhan/Tahun) ................. 65

Tabel 3. 28 Klasifikasi Skoring Kerjasama antar SKPD.................................................. 65

Tabel 3. 29 Klasifikasi Skoring Sumber Pendanaan untuk Kawasan Minapolitan .......... 66

Tabel 3. 30 Klasifikasi Dukungan Lembaga Keuangan ................................................... 66

Tabel 3. 31 Klasifikasi Skoring Kepemilikan Lahan ....................................................... 66

Tabel 3. 32 Definisi Atribut Dimensi Ekologi ................................................................. 66

Tabel 3. 33 Klasifikasi Skoring Penerapan CBIB (Persen/Desa) .................................... 67

Tabel 3. 34 Klasifikasi Skoring Ketersediaan Pakan ....................................................... 67

Tabel 3. 35 Klasifikasi Skoring Curah Hujan (mm/tahun) .............................................. 67

Tabel 3. 36 Klasifikasi Skoring Ketersediaan Lahan (Ha) ............................................... 67

Tabel 3. 37 Klasifikasi Skoring Ketersediaan Air ............................................................ 68

Tabel 3. 38 Klasifikasi Skoring Ketersediaan Benih ....................................................... 68

x
No Judul Halaman

Tabel 3. 39 Klasifikasi Skoring Frekuensi Banjir ............................................................ 68

Tabel 3. 40 Klasifikasi Skoring Frekuensi Kekeringan .................................................... 69

Tabel 3. 41 Klasifikasi Skoring Pengolahan Limbah ....................................................... 69

Tabel 3. 42 Klasifikasi Skoring Pengetahuan Pembudidaya Terhadap Lingkungan........ 69

Tabel 3. 43 Definisi Atribut Dimensi Teknologi dan Infrastruktur .................................. 69

Tabel 3. 44 Klasifikasi Skoring Industri Pengolahan (Unit/Desa) ................................... 70

Tabel 3. 45 Klasifikasi P Skoring enggunaan Teknologi dalam Budidaya ...................... 70

Tabel 3. 46 Klasifikasi Skoring Teknologi Pengolahan Produk Perikanan (Unit/Desa) .. 70

Tabel 3. 47 Klasifikasi Skoring Teknologi Pakan (Unit/Desa) ........................................ 70

Tabel 3. 48 Klasifikasi Skoring Sarana Budidaya (Jenis/Desa) ....................................... 71

Tabel 3. 49 Klasifikasi Skoring Kualitas Jalan................................................................. 71

Tabel 3. 50 Klasifikasi Skoring Prasarana Listrik ............................................................ 71

Tabel 3. 51 Klasifikasi Skoring Sarana Transportasi ....................................................... 71

Tabel 3. 52 Klasifikasi Skoring Laboratorium Perikanan ................................................ 71

Tabel 3. 53 Klasifikasi Skoring Pasar Benih .................................................................... 72

Tabel 3. 54 Klasifikasi Kemampuan Pendanaan .............................................................. 72

Tabel 3. 55 Contoh Hasil Skoring Kemampuan Pendanaan ............................................ 72

Tabel 3. 56 Contoh Hasil Perbandingan Skoring Kemampuan Pendanaan

(Pembudidaya) ............................................................................................... 73

Tabel 3. 57 Klasifikasi Kemampuan Pendanaan .............................................................. 73

Tabel 3. 58 Klasifikasi Atribut Kerjasama Usaha ............................................................ 73

Tabel 3. 59 Contoh Hasil Skoring Atribut Kerjasama Usaha ........................................... 74

Tabel 3. 60 Klasifikasi Atribut Kerjasama Usaha ............................................................ 74

Tabel 3. 61 Contoh Hasil Skoring Atribut Kerjasama Usaha ........................................... 74

xi
No Judul Halaman

Tabel 3. 62 Klasifikasi Skoring Jumlah Penyuluh Perikanan .......................................... 74

Tabel 3. 63 Contoh Hasil Skoring Atribut Dukungan Penyuluh Perikanan ..................... 74

Tabel 3. 64 Klasifikasi Kemampuan Pendanaan .............................................................. 75

Tabel 3. 65 Contoh Skoring Kemampuan Pendanaan (Pembudidaya) ............................ 75

Tabel 3. 66 Contoh Hasil Skoring Atribut Kemampuan Pendanaan (Desa) .................... 75

Tabel 3. 67 Klasifikasi Skor AkhirKawasan Minapolitan Kecamatan Wajak ................. 76

Tabel 3. 68 Perhitungan Skor Akhir Atribut Kemampuan Pendanaan (Kawasan) .......... 76

Tabel 3. 69 Contoh konversi data pembudidaya ke desa ................................................. 76

Tabel 3. 70 Contoh konversi desa ke kawasan ................................................................. 77

Tabel 3. 71 Jenis Atribut Berdasarkan Jenis Konversi Data ............................................ 77

Tabel 3. 72 Klasifikasi Indeks Keberlanjutan Kawasan Minapolitan .............................. 78

Tabel 3. 73 Kriteria Nilai Stress Indeks Keberlanjutan .................................................... 80

Tabel 3. 74 Pedoman Penilaian Analisis Prospektif......................................................... 82

Tabel 3. 75 Profil Pakar .................................................................................................... 83

Tabel 3. 76 Matriks Penilaian Antar Atribut .................................................................... 83

Tabel 3. 77 Prediksi Keadaan Yang Mungkin Terjadi pada Faktor ................................. 84

Tabel 3. 78 Hasil Skenario ............................................................................................... 84

Tabel 3. 79 Desain Survei ................................................................................................ 86

Tabel 4. 1 Guna Lahan Kecamatan Wajak ..................................................................... 89

Tabel 4. 2 Sarana Pendidikan Kecamatan Wajak........................................................... 90

Tabel 4. 3 Sarana Kesehatan Kecamatan Wajak ............................................................ 90

Tabel 4. 4 Data Kependudukan Kecamatan Wajak ........................................................ 90

Tabel 4. 5 Data Kependudukan Setiap Desa di Kecamatan Wajak................................ 91

Tabel 4. 6 Sarana Perekonomian di Kecamatan Wajak ................................................. 91

xii
No Judul Halaman

Tabel 4. 7 Luas lahan budidaya di Kawasan Minapolitan Kecamatan Wajak ............... 94

Tabel 4. 8 Hasil Produksi Perikanan di Kawasan Minapolitan Kecamatan Wajak ........ 96

Tabel 4. 9 Sumber Daya Manusia Kawasan Minapolitan Kecamatan Wajak ................ 98

Tabel 4. 10 Pembudidaya Berdasarkan Jenis Komoditas dan Media Budidaya............... 98

Tabel 4. 11 Prosentase Pembudidaya yang Memiliki Keterampilan Membuat Olahan ... 99

Tabel 4. 12 Klasifikasi Jawaban Kemampuan Pendanaan Pembudidaya ........................ 99

Tabel 4. 13 Kemampuan Pendanaan Pembudidaya .......................................................... 99

Tabel 4. 14 Klasifikasi Jawaban Kemampuan Pendanaan Kelompok ........................... 100

Tabel 4. 15 Kemampuan Pendanaan Kelompok............................................................. 100

Tabel 4. 16 Kerjasama dalam Usaha .............................................................................. 101

Tabel 4. 17 Pemasaran Produk ....................................................................................... 101

Tabel 4. 18 Hasil Produk ................................................................................................ 102

Tabel 4. 19 Keuntungan Pembudidaya ........................................................................... 103

Tabel 4. 20 Sistem Penjualan ......................................................................................... 103

Tabel 4. 21 Partisipasi Pembudidaya dalam Forum Pengembangan Minapolitan Bersama


Pemerintah ................................................................................................... 104

Tabel 4. 22 Partisipasi Pelatihan Minabisnis .................................................................. 105

Tabel 4. 23 Penguasaan teknologi oleh pembudidaya .................................................... 105

Tabel 4. 24 Tenaga Kerja Terserap di Kawasan Minapolitan ........................................ 106

Tabel 4. 25 Informasi di Bidang Perikanan .................................................................... 106

Tabel 4. 26 Dukungan Penyuluh Perikanan ................................................................... 107

Tabel 4. 27 Dukungan Lembaga Keuangan ................................................................... 108

Tabel 4. 28 Dukungan Kelompok Budidaya .................................................................. 108

Tabel 4. 29 Dukungan Pemerintah ................................................................................. 109

xiii
No Judul Halaman

Tabel 4. 30 Status Kepemilikan Lahan Perikanan ......................................................... 109

Tabel 4. 31 Penerapan CBIB .......................................................................................... 110

Tabel 4. 32 Ketersediaan Pakan ..................................................................................... 111

Tabel 4. 33 Alternatif Pakan........................................................................................... 111

Tabel 4. 34 Ketersediaan Benih ..................................................................................... 111

Tabel 4. 35 Ketersediaan Air .......................................................................................... 112

Tabel 4. 36 Frekuensi Banjir .......................................................................................... 112

Tabel 4. 37 Frekuensi Kekeringan ................................................................................. 113

Tabel 4. 38 Pengolahan limbah ...................................................................................... 113

Tabel 4. 39 Ketersediaan lahan untuk perikanan ........................................................... 114

Tabel 4. 40 Pengetahuan Pembudidaya Terhadap Lingkungan ..................................... 114

Tabel 4. 41 Jumlah Industri Pengolahan ........................................................................ 116

Tabel 4. 42 Data Ketersediaan Prasarana Listrik ........................................................... 116

Tabel 4. 43 Teknologi Budidaya Perikanan ................................................................... 117

Tabel 4. 44 Teknologi Pengolahan Produk Perikanan ................................................... 117

Tabel 4. 45 Teknologi pakan .......................................................................................... 118

Tabel 4. 46 Kondisi Prasarana Jalan .............................................................................. 118

Tabel 4. 47 Sarana transportasi ...................................................................................... 119

Tabel 4. 48 Ketersediaan sarana perikanan .................................................................... 119

Tabel 4. 49 Klasifikasi Skor Akhir ................................................................................. 120

Tabel 4. 50 Klasifikasi Tingkat Keberlanjutan Kawasan Minapolitan .......................... 120

Tabel 4. 51 Kriteria Nilai Stress Keberlanjutan ............................................................. 120

Tabel 4. 52 Klasifikasi Jumlah Pembudidaya (Jiwa/Desa) ............................................ 121

Tabel 4. 53 Hasil Skoring Pembudidaya Kawasan Minapolitan Kecamatan Wajak ..... 121

xiv
No Judul Halaman

Tabel 4. 54 Klasifikasi Keterampilan Pembudidaya (Persen/Desa) ............................... 121

Tabel 4. 55 Hasil Skoring Keterampilan Pembudidaya Kawasan Minapolitan Wajak .. 121

Tabel 4. 56 Hasil Skoring SDM (Jumlah dan Keterampilan Pembudidaya) Kawasan


Minapolitan Kecamatan Wajak ................................................................... 121

Tabel 4. 57 Klasifikasi Kerjasama Usaha (Jenis/Desa) .................................................. 122

Tabel 4. 58 Hasil Skoring Atribut Kerjasama Usaha (Jenis/Desa) ................................. 122

Tabel 4. 59 Klasifikasi Jawaban Kemampuan Pendanaan Pembudidaya ...................... 122

Tabel 4. 60 Data Kemampuan Pendanaan Pembudidaya ............................................... 123

Tabel 4. 61 Perhitungan Kemampuan Pendanaan Pembudidaya ................................... 123

Tabel 4. 62 Klasifikasi Kemampuan Pendanaan Pembudidaya (Persen/Desa) .............. 123

Tabel 4. 63 Skoring Prosentase Kemampuan Pendanaan Pembudidaya Setiap Desa .... 123

Tabel 4. 64 Klasifikasi Kemampuan Pendanaan Kelompok (Kelompok/Desa)............. 124

Tabel 4. 65 Data Kemampuan Pendanaan Kelompok .................................................... 124

Tabel 4. 66 Hasil Skoring Kemampuan Pendanaan Kelompok ..................................... 124

Tabel 4. 67 Hasil Skoring Kemampuan Pendanaan ....................................................... 124

Tabel 4. 68 Klasifikasi Jenis Produk (Jenis/Desa).......................................................... 125

Tabel 4. 69 Hasil Skoring Atribut Jenis Produk (Jenis/Desa) ........................................ 125

Tabel 4. 70 Klasifikasi Jenis Komoditas (Jenis/Desa).................................................... 125

Tabel 4. 71 Hasil Skoring Jenis Komoditas (Jenis/Desa) ............................................... 125

Tabel 4. 72 Hasil Skoring Atribut Hasil Produk............................................................. 125

Tabel 4. 73 Klasifikasi Pemasaran Produk (Persen/Desa).............................................. 126

Tabel 4. 74 Data Pemasaran Produk ............................................................................... 126

Tabel 4. 75 Perhitungan Pemasaran Produk ................................................................... 126

Tabel 4. 76 Hasil Skoring Atribut Pemasaran Produk (Persen/Desa) ............................ 126

xv
No Judul Halaman

Tabel 4. 77 Klasifikasi Harga Jual ................................................................................. 127

Tabel 4. 78 Hasil Skoring Atribut Harga Jual ................................................................ 127

Tabel 4. 79 Klasifikasi Sistem Penjualan ....................................................................... 127

Tabel 4. 80 Data Sistem Penjualan (Persen/Desa) ......................................................... 127

Tabel 4. 81 Perhitungan Sistem Penjualan (Persen/Desa) ............................................. 128

Tabel 4. 82 Hasil Skoring Atribut Sistem Penjualan (Persen/Desa) .............................. 128

Tabel 4. 83 Klasifikasi Skoring Keuntungan Pembudidaya (Rupiah/Desa) .................. 128

Tabel 4. 84 Hasil Skoring Atribut Keuntungan Pembudidaya (Rupiah/Desa) ............... 128

Tabel 4. 85 Klasifikasi Skoring Alternatif Usaha di Luar Perikanan ............................. 129

Tabel 4. 86 Hasil Skoring Atribut Alternatif usaha........................................................ 129

Tabel 4. 87 Hasil Skoring Atribut Dimensi Ekonomi .................................................... 129

Tabel 4. 88 Klasifikasi Partisipasi dalam forum pengembangan minapolitan bersama


pemerintah ................................................................................................... 130

Tabel 4. 89 Hasil Skoring Atribut Partisipasi dalam forum pengembangan minapolitan


bersama pemerintah (Persen/desa) .............................................................. 131

Tabel 4. 90 Klasifikasi pelatihan minabisnis (Persen/desa) ........................................... 131

Tabel 4. 91 Hasil skoring pelatihan minabisnis (Persen/desa) ....................................... 131

Tabel 4. 92 Klasifikasi Penguasaan Teknologi oleh Pembudidaya (Persen/desa) ......... 132

Tabel 4. 93 Data Penguasaan Teknologi oleh Pembudidaya (Persen/desa) ................... 132

Tabel 4. 94 Hasil Skoring Penguasaan teknologi oleh pembudidaya (Persen/desa) ...... 132

Tabel 4. 95 Klasifikasi Dukungan Lembaga Keuangan (Unit/desa) .............................. 132

Tabel 4. 96 Hasil Skoring Atribut Dukungan Lembaga Keuangan (Unit/desa) ............ 132

Tabel 4. 97 Klasifikasi Dukungan Kelompok Budidaya (Kelompok/desa) ................... 133

Tabel 4. 98 Hasil Skoring Atribut Dukungan Kelompok Budidaya (Kelompok/desa) .. 133

Tabel 4. 99 Klasifikasi Jumlah Penyuluh (Jiwa/Kecamatan) ......................................... 133

xvi
No Judul Halaman

Tabel 4. 100 Klasifikasi Frekuensi Penyuluhan ............................................................... 133

Tabel 4. 101 Hasil Skoring Atribut Dukungan Penyuluh Perikanan ................................ 134

Tabel 4. 102 Klasifikasi Tenaga Kerja Terserap dari Kegiatan Perikanan (Jiwa/desa) ... 134

Tabel 4. 103 Hasil Skoring Atribut Tenaga Kerja Terserap dari Kegiatan Perikanan ..... 134

Tabel 4. 104 Klasifikasi Kerjasama antar SKPD.............................................................. 134

Tabel 4. 105 Klasifikasi Skoring Sumber Pendanaan untuk Kawasan Minapolitan ........ 135

Tabel 4. 106 Hasil Skoring Atribut Dukungan Pemerintah .............................................. 135

Tabel 4. 107 Klasifikasi Kepemilikan Lahan ................................................................... 135

Tabel 4. 108 Hasil Skoring Atribut Kepemilikan Lahan .................................................. 135

Tabel 4. 109 Klasifikasi Informasi di Bidang Perikanan .................................................. 136

Tabel 4. 110 Hasil Skoring Atribut Informasi di Bidang Perikanan ................................ 136

Tabel 4. 111 Hasil Skoring Atribut Dimensi Sosial dan Kelembagaan ........................... 136

Tabel 4. 112 Klasifikasi Atribut Penerapan CBIB (persen/desa) ..................................... 137

Tabel 4. 113 Hasil Skoring Atribut Penerapan CBIB (persen/desa) ................................ 138

Tabel 4. 114 Klasifikasi Ketersediaan Pakan ................................................................... 138

Tabel 4. 115 Data Ketersediaan Pakan ............................................................................. 138

Tabel 4. 116 Skoring Atribut Ketersediaan Pakan ........................................................... 139

Tabel 4. 117 Hasil Skoring Atribut Ketersediaan Pakan .................................................. 139

Tabel 4. 118 Klasifikasi Atribut Curah Hujan .................................................................. 139

Tabel 4. 119 Hasil Skoring Atribut Curah Hujan ............................................................. 139

Tabel 4. 120 Klasifikasi Ketersediaan Lahan ................................................................... 140

Tabel 4. 121 Hasil Skoring Atribut Ketersediaan Lahan .................................................. 140

Tabel 4. 122 Klasifikasi Ketersediaan Air ........................................................................ 140

Tabel 4. 123 Data Atribut Ketersediaan Air ..................................................................... 140

xvii
No Judul Halaman

Tabel 4. 124 Skoring Atribut Ketersediaan Air ............................................................... 141

Tabel 4. 125 Hasil Skoring Atribut Ketersediaan Air ...................................................... 141

Tabel 4. 126 Klasifikasi Ketersediaan Benih ................................................................... 141

Tabel 4. 127 Data Ketersediaan Benih ............................................................................. 142

Tabel 4. 128 Skoring Atribut Ketersediaan Benih ........................................................... 142

Tabel 4. 129 Hasil Skoring Atribut Ketersediaan Benih .................................................. 142

Tabel 4. 130 Klasifikasi Frekuensi banjir ........................................................................ 143

Tabel 4. 131 Data Atribut Frekuensi banjir ...................................................................... 143

Tabel 4. 132 Skoring Atribut Frekuensi banjir................................................................. 143

Tabel 4. 133 Hasil Skoring Atribut Frekuensi Banjir ...................................................... 144

Tabel 4. 134 Klasifikasi Pengolahan limbah .................................................................... 144

Tabel 4. 135 Hasil Skoring Atribut Pengolahan limbah .................................................. 144

Tabel 4. 136 Klasifikasi Atribut Frekuensi Kekeringan................................................... 144

Tabel 4. 137 Data Atribut Frekuensi Kekeringan ............................................................ 145

Tabel 4. 138 Skoring Atribut Frekuensi Kekeringan ....................................................... 145

Tabel 4. 139 Hasil Skoring Atribut Frekuensi Kekeringan .............................................. 145

Tabel 4. 140 Klasifikasi Pengetahuan Pembudidaya Terhadap Lingkungan ................... 146

Tabel 4. 141 Data Pengetahuan Pembudidaya Terhadap Lingkungan ............................. 146

Tabel 4. 142 Perhitungan Pengetahuan Pembudidaya Terhadap Lingkungan ................. 146

Tabel 4. 143 Hasil Skoring Atribut Pengetahuan Pembudidaya Terhadap Lingkungan.. 147

Tabel 4. 144 Hasil Skoring Atribut Dimensi Ekologi ...................................................... 147

Tabel 4. 145 Klasifikasi Industri pengolahan ................................................................... 148

Tabel 4. 146 Hasil Skoring Atribut Industri pengolahan ................................................. 148

Tabel 4. 147 Klasifikasi Teknologi dalam Budidaya ....................................................... 149

xviii
No Judul Halaman

Tabel 4. 148 Hasil Skoring Atribut Teknologi dalam Budidaya ...................................... 149

Tabel 4. 149 Klasifikasi Teknologi Pengolahan Produk Perikanan ................................. 149

Tabel 4. 150 Hasil Skoring Atribut Teknologi Pengolahan Produk Perikanan ................ 149

Tabel 4. 151 Klasifikasi Teknologi Pakan ........................................................................ 150

Tabel 4. 152 Hasil Skoring Atribut Teknologi Pakan ...................................................... 150

Tabel 4. 153 Klasifikasi Sarana Perikanan ....................................................................... 150

Tabel 4. 154 Hasil Skoring Atribut Sarana Perikanan ...................................................... 150

Tabel 4. 155 Klasifikasi Prasarana Listrik........................................................................ 151

Tabel 4. 156 Data Ketersediaan Atribut Prasarana Listrik ............................................... 151

Tabel 4. 157 Hasil Skoring Atribut Prasarana Listrik ...................................................... 152

Tabel 4. 159 Klasifikasi Sarana Transportasi ................................................................... 152

Tabel 4. 160 Data Atribut Sarana Transportasi ................................................................ 152

Tabel 4. 161 Hasil Skoring Atribut Sarana Transportasi .................................................. 152

Tabel 4. 162 Klasifikasi Laboratorium Perikanan ............................................................ 153

Tabel 4. 163 Hasil Skoring Klasifikasi Laboratorium Perikanan ..................................... 153

Tabel 4. 164 Klasifikasi Prasarana Jalan .......................................................................... 153

Tabel 4. 165 Hasil Skoring Atribut Prasarana Jalan ......................................................... 153

Tabel 4. 166 Klasifikasi Pasar Benih ................................................................................ 154

Tabel 4. 167 Hasil Skoring Pasar Benih ........................................................................... 154

Tabel 4. 168 Hasil Skoring Atribut Dimensi Teknologi dan Infrastruktur....................... 154

Tabel 4. 169 Kesimpulan Pengungkit Keberlanjutan Kawasan Minapolitan Wajak ...... 161

Tabel 4. 170 Data Rata-rata Keuntungan Eksisting ......................................................... 164

Tabel 4. 171 Data Atribut Penguasaan Teknologi oleh Pembudidaya Eksisting ............. 165

Tabel 4. 172 Penilaian Atribut .......................................................................................... 166

xix
No Judul Halaman

Tabel 4. 173 Keadaan Faktor-Faktor Kunci Keberlanjutan Minapolitan Wajak ............. 167

Tabel 4. 174 Skenario Peningkatan Keberlanjutan Minapolitan Wajak .......................... 168

Tabel 4. 175 Perubahan Nilai Indeks Keberlanjutan Skenario Pesimis ........................... 169

Tabel 4. 176 Data Atribut Penguasaan Teknologi oleh Pembudidaya Eksisting ............. 174

Tabel 4. 177 Data Atribut Penguasaan Teknologi oleh Pembudidaya Skenario Moderat 174

Tabel 4. 178 Data Atribut Industri Pengolahan Eksisting ................................................ 174

Tabel 4. 179 Data Atribut Industri Pengolahan Skenario Moderat .................................. 175

Tabel 4. 180 Data Atribut Keuntungan pembudidaya Eksisting ...................................... 175

Tabel 4. 181 Data Atribut Keuntungan pembudidaya Skenario Moderat ........................ 175

Tabel 4. 182 Perubahan Nilai Indeks Keberlanjutan Skenario Moderat .......................... 176

Tabel 4. 183 Data Atribut Penguasaan Teknologi oleh Pembudidaya Eksisting ............. 182

Tabel 4. 184 Data Atribut Penguasaan Teknologi oleh Pembudidaya Skenario Optimis 182

Tabel 4. 185 Data Atribut Industri Pengolahan Eksisting ................................................ 182

Tabel 4. 186 Data Atribut Industri Pengolahan Skenario Optimis................................... 183

Tabel 4. 187 Data Atribut Keuntungan Pembudidaya Eksisting...................................... 183

Tabel 4. 188 Data Atribut Keuntungan Pembudidaya Skenario Optimis ........................ 183

Tabel 4. 189 Data Atribut Dukungan Pemerintah Eksisting ............................................ 183

Tabel 4. 190 Data Atribut Dukungan Pemerintah Skenario Optimis ............................... 184

Tabel 4. 191 Perubahan Nilai Indeks Keberlanjutan Skenario Optimis.......................... 184

Tabel 4. 192 Perubahan Skor Skenario Pesimis, Moderat dan Optimis........................... 189

Tabel 4. 193 Perubahan Tingkat Keberlanjutan Skenario Pesimis, Moderat dan Optimis189

Tabel 5. 1 Atribut Pengungkit Keberlanjutan Minapolitan Kecamatan Wajak ........... 191

xx
DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman
Gambar 1. 1 Kerangka Pemikiran .................................................................................. 7

Gambar 2. 1 Bioflok ..................................................................................................... 15

Gambar 2. 2 Akuaponik ............................................................................................... 15

Gambar 2. 4 Ordinasi Tingkat Keberlanjutan .............................................................. 36

Gambar 2. 5 Perangkat Rapfish .................................................................................... 38

Gambar 2. 6 Integrasi Antar Dimensi Pengukur Keberlanjutan .................................. 40

Gambar 2. 7 Hasil Analisis Leverage ........................................................................... 41

Gambar 2. 8 Diagram pengaruh dan ketergantungan faktor ........................................ 42

Gambar 2. 9 Kerangka Teori ........................................................................................ 46

Gambar 3. 1 Halaman Kerja Atribut dan Skor Analisis MDS pada excel ................... 78

Gambar 3. 2 Alat Analisis Rapfish versi 1_6 9 (MDS)................................................ 78

Gambar 3. 3 Hasil Analisis MDS (Tingkat Keberlanjutan) pada excel ....................... 79

Gambar 3. 4 Ordinasi Tingkat Keberlanjutan .............................................................. 79

Gambar 3. 5 Integrasi Keberlanjutan Antar Dimensi ................................................... 80

Gambar 3. 6 Kolom Analisis Rapfish versi 1_6 9 (Leverage) ..................................... 81

Gambar 3. 7 Hasil Analisis Leverage ........................................................................... 82

Gambar 3. 8 Diagram pengaruh dan ketergantungan faktor ........................................ 83

Gambar 3. 9 Kerangka Analisis ................................................................................... 85

Gambar 4. 1 Peta Administrasi Kecamatan Wajak ...................................................... 92

Gambar 4. 2 Peta Guna Lahan Kecamatan Wajak ....................................................... 93

Gambar 4. 3 Kolam di Desa Bringin ............................................................................ 95

Gambar 4. 4 Kawasan Minapolitan Kecamatan Wajak ............................................... 97

Gambar 4. 5 Ketersediaan dan kesesuaian lahan perikanan di Kawasan

Minapolitan Wajak ................................................................................ 115

xxi
No Judul Halaman
Gambar 4. 6 Wadah Budidaya dan Toko Saprokan Minapolitan Wajak ................... 119

Gambar 4. 7 Indeks Keberlanjutan Dimensi Ekonomi .............................................. 130

Gambar 4. 8 Indeks Keberlanjutan Dimensi Sosial dan Kelembagaan ..................... 137

Gambar 4. 9 Indeks Keberlanjutan Dimensi Ekologi ................................................ 148

Gambar 4. 10 Indeks Keberlanjutan Dimensi Teknologi dan Infrastruktur................. 155

Gambar 4. 11 Rangkuman Indeks Keberlanjutan Kawasan Minapolitan Wajak ........ 156

Gambar 4. 12 Atribut Pengungkit Dimensi Ekonomi .................................................. 157

Gambar 4. 13 Atribut Pengungkit Dimensi Sosial dan Kelembagaan ......................... 158

Gambar 4. 14 Atribut Pengungkit Dimensi Ekologi .................................................... 159

Gambar 4. 15 Atribut Pengungkit Dimensi Teknologi dan Infrastruktur .................... 160

Gambar 4. 16 Kerangka Tahapan Analisis Prospektif ................................................. 163

Gambar 4. 17 Hasil Analisis MICMAC Keberlanjutan Minapolitan Wajak ............... 166

Gambar 4. 18 Akar Tujuan Skenario Pesimis .............................................................. 171

Gambar 4. 19 Akar Tujuan Skenario Moderat ............................................................. 179

Gambar 4. 20 Akar Tujuan Skenario Optimis ............................................................. 187

xxii
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul Halaman
Lampiran 1 Kuisioner Pembudidaya ................................................................................. 195
Lampiran 2 Kuisioner Pakar .............................................................................................. 201
Lampiran 3 Rekapan Kuisioner Pembudidaya .................................................................. 207
Lampiran 4 Rekapan Kuisioner Pakar ............................................................................... 223
Lampiran 5 Perhitungan Klasifikasi Skoring .................................................................... 245

xxiii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sektor kelautan dan perikanan adalah salah satu sektor perekonomian yang berperan
dalam pembangunan di Indonesia. Hal ini terlihat dari kontribusi pada nilai Produk
Domestik Bruto (PDB) Nasional yang terus mengalami peningkatan. Kontribusi sektor
kelautan dan perikanan pada PDB Nasional di tahun 2010 adalah 2,09 % dan terus
meningkat hingga 3,25 % di tahun 2014 (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2015).
Apabila dilihat dari sub sektornya, kontribusi terbesar dari sektor kelautan dan perikanan
berasal dari sub sektor usaha perikanan (tangkap dan budidaya) dengan nilai kontribusi
sebesar 2,04% pada tahun 2010 dan 2,34% pada tahun 2014. Selain berkontribusi pada PDB
Nasional, sektor perikanan di Indonesia juga berkontribusi pada perikanan dunia, pada tahun
2012 Indonesia menempati peringkat ke-2 dunia dengan hasil perikanan tangkap sebanyak
5,71 juta ton dan peringkat ke-4 dunia dengan hasil perikanan budidaya sebanyak 9,45 juta
ton (FAO, 2012 dalam Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2014). Tingginya hasil
perikanan budidaya ini tidak terlepas dari besarnya potensi lahan perikanan budidaya di
Indonesia, diketahui bahwa lahan perikanan budidaya di Indonesia mencapai 17.744.303 Ha
dengan pemanfaatan baru sebesar 1.125.597 Ha (Kementerian Kelautan dan Perikanan,
2014). Fakta ini menunjukkan bahwa potensi lahan perikanan budidaya masih sangat besar
dan perlu dikelola dengan baik, sehingga dapat menjadi sumber devisa bagi negara dan
sumber pendapatan bagi masyarakat.
Salah satu upaya pemerintah mengelola potensi perikanan adalah dengan program
minapolitan. Minapolitan adalah suatu konsep pembangunan ekonomi kawasan dengan
motor penggerak sektor kelautan dan perikanan, yang bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi (Peraturan Menteri
Kelautan dan Perikanan Nomor 12 tahun 2010). Program minapolitan di Indonesia
mengangkat konsep pembangunan kelautan dan perikanan berbasis wilayah, ekonomi
unggulan minapolitan, sentra produksi dan unit produksi (Sunoto, 2016). Konsep
pembangunan kelautan dan perikanan berbasis wilayah membagi indonesia menjadi sub-sub
wilayah pengembangan ekonomi berdasarkan potensi SDA, prasarana dan geografi.

1
2

Konsep ekonomi unggulan minapolitan membagi setiap propinsi dan kabupaten/kota


menjadi beberapa kawasan ekonomi unggulan. Sentra produksi membagi kawasan
minapolitan terdiri dari sentra-sentra produksi dan perdagangan komoditas kelautan dan
perikanan dan kegiatan lainnya yang saling terkait, sedangkan unit produksi/usaha membagi
setiap sentra produksi yang dari unit-unit produksi atau pelaku-pelaku usaha perikanan
produktif (Sunoto, 2016).
Menurut Ibnu (2016) pembangunan minapolitan harus mengikuti prinsip
pembangunan berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan (sustainable development)
diartikan sebagai pembangunan yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat masa kini
tanpa mengabaikan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya, selalu
dalam keseimbangan dan secara sinergis saling memperkuat potensi masa kini maupun masa
mendatang (Brundtland, 1987 dalam Budihardjo & Sujarto, 1999). Banyaknya pandangan
tentang pentingnya pembangunan berkelanjutan membawa implikasi perlunya penerapan
konsep ini dalam setiap kebijakan maupun program pemerintah termasuk pada program di
minapolitan.
Minapolitan berkelanjutan diartikan sebagai pembangunan kawasan perikanan yang
terintegrasi antar aspek pendukungnya diantaranya, aspek ekonomi, sosial-kelembagaan,
ekologi, teknologi dan infrastruktur (Wibowo, 2014). Pentingnya integrasi pembangunan
minapolitan berkelanjutan didasari karena meskipun hasil akhir yang dicapai dari program
minapolitan berorientasi pada aspek ekonomi, namun pengembangan minapolitan
membutuhkan dukungan aspek lain, sehingga kesejahteraan berupa meningkatnya
pendapatan dan perekonomian masyarakat, kemudahan akses pada sarana dan prasarana, dan
ketersediaan sumber daya yang melimpah dapat dirasakan oleh generasi sekarang ataupun
generasi yang akan datang (Ibnu, 2016).
Menteri Kelautan dan Perikanan dengan Surat Keputusan Nomor: Kep. 32/Men/2010
menetapkan Kabupaten Malang sebagai salah satu kawasan minapolitan di Jawa Timur.
Pembangunan kawasan minapolitan di Kabupaten Malang ditetapkan dalam Surat
Keputusan Bupati Malang Nomor: 180/399/Kep/421.013/2008 tentang penetapan lokasi
pengembangan kawasan minapolitan dan Surat Keputusan Bupati Malang Nomor:
180/407/Kep/421.013/2008 tentang Kelompok Kerja Pengembangan Kawasan Minapolitan
tahun 2008. Penetapan pengembangan minapolitan juga terdapat pada Surat Gubernur Jawa
Timur Nomor: 520/186/202.2/2009 tentang Dukungan Propinsi Jawa Timur untuk lokasi
Kecamatan Wajak sebagai pusat pengembangan minapolitan air tawar. Kecamatan Wajak
dipertimbangkan sebagai pusat pengembangan minapolitan karena lokasinya yang berada di
3

tengah Kabupaten Malang, memiliki daerah agraris dan areal persawahan yang luas serta
memiliki sumber mata air dengan kualitas baik yang bisa menjadi modal untuk
mengembangkan perikanan air tawar (Zihla dan Hartanti, 2014).
Sejak tahun 2008 pembangunan kawasan minapolitan mulai dilaksanakan oleh Dinas
Perikanan Kabupaten Malang. Pembangunan tersebut diantaranya pengadaan sarana dan
prasarana perikanan, pengadaan peralatan, rehabilitasi kolam dan pembangunan lainnya
(RPIJMD Kawasan Minapolitan Kabupaten Malang, 2016). Namun setelah 8 tahun
diterapkan, perkembangan kawasan minapolitan di Kecamatan Wajak belum menunjukkan
hasil yang baik bahkan cenderung stagnan (Observasi, 2016). Hal ini diketahui dari
menurunnya hasil panen komoditas unggulan (nila), tidak berkembangnya jenis produk yang
dihasilkan dan tidak bertambahnya infrastruktur pendukung di kawasan minapolitan
Kecamatan Wajak (Observasi, 2016 dan Hartanti, 2014). Banyak kendala yang
menyebabkan hal ini terjadi, diantaranya permasalahan lahan untuk pusat pengelolaan
minapolitan dan rendahnya minat penduduk menjadi pembudidaya (Observasi, 2016).
Kendala ini menunjukan bahwa meskipun kondisi lingkungan (ekologi) di kawasan
minapolitan Kecamatan Wajak sudah mendukung kegiatan perikanan namun jika tidak
didukung oleh aspek lain, maka dikhawatirkan tujuan dari pembangunan kawasan
minapolitan akan sulit diwujudkan. Disisi lain, Pemerintah Kabupaten Malang akan tetap
melaksanakan pengembangan di pusat kawasan minapolitan di Kecamatan Wajak sesuai
dengan RTRW Kabupaten Malang. Oleh karena itu, perlu diketahui bagaimana kondisi dari
setiap aspek pendukung keberlanjutan (ekonomi, sosial-kelembagaan, ekologi, teknologi
dan infrastruktur) kegiatan perikanan di kawasan minapolitan Kecamatan Wajak. Dengan
teridentifikasinya kondisi tersebut, maka dapat dikembangkan strategi pengembangan
kawasan minapolitan yang lebih berkelanjutan. Sehingga, program minapolitan yang
dikembangkan di Kawasan minapolitan Kecamatan Wajak dapat berjalan sesuai dengan
tujuan pengembangan dari pemerintah Kabupaten Malang dan dapat memberikan manfaat
bagi masyarakat di kawasan minapolitan Kecamatan Wajak secara berkelanjutan.

1.2 Identifikasi Masalah


Kecamatan Wajak merupakan daerah yang mayoritas pekerjaan utama penduduknya
adalah petani. Penetapan Kecamatan Wajak sebagai kawasan minapolitan oleh pemerintah
tentu akan memberikan konsekuensi pada penduduknya. Penduduk Kecamatan Wajak harus
dapat menyesuaikan diri dan memiliki kemampuan di bidang perikanan khususnya dalam
4

kemampuan membudidayakan ikan. Penduduk Kecamatan Wajak harus dilatih agar mampu
menjalankan kegiatan budidaya ikan (Zihla, 2014). Namun selama 8 tahun pengembangan
minapolitan, penduduk yang sebelumnya menjalankan usaha perikanan justru memilih untuk
kembali menjalankan pekerjaan utamanya saja. Hal ini terjadi karena rendahnya keuntungan
budidaya ikan dan penduduk kesulitan menjalankan budidaya ikan akibat tingginya harga
pakan dan penyakit pada ikan (Observasi, 2016). Pembudidaya pun sudah diupayakan untuk
CBIB (Cara Budidaya Ikan yang Baik), namun hanya beberapa pembudidaya saja yang
memiliki sertifikat CBIB dan menjalankan CBIB, sedangkan menurut Wibowo (2014) CBIB
merupakan jaminan bagi konsumen bahwa ikan yang dihasilkan aman untuk dikonsumsi,
mempunyai daya saing, dan baik dalam mutu produk maupun efisiensi dalam produksi
sehingga dengan semakin banyak jumlah pembudidaya yang menjalankan CBIB maka
semakin baik bagi keberlanjutan kawasan minapolitan.
Terkendalanya pembangunan gedung pusat pengelolaan kegiatan perikanan juga
mengakibatkan pengembangan kegiatan perikanan di kawasan minapolitan Kecamatan
Wajak kurang optimal (Hartanti, 2014), banyak program yang tidak terlaksana, salah
satunya adalah program pengembangan industri olahan produk perikanan di Kawasan
Minapolitan Kecamatan Wajak, sedangkan menurut Suryawati & Purnomo (2011) semakin
banyak industri pengolahan yang berjalan maka semakin baik bagi keberlanjutan kawasan
minapolitan karena dari pengembangan kawasan minapolitan diharapkan akan diproduksi
barang bernilai tambah sehingga kegiatan perekonomian akan berkesinambungan.
Selain belum dilengkapi infrastruktur yang memadai, rendahnya penguasaan teknologi
budidaya, pakan dan olahan oleh pembudidaya di kawasan minapolitan Kecamatan Wajak
(Observasi, 2016) juga menjadi kendala dalam perkembangan kegiatan perikanan yang
dijalankan. Salah satunya adalah penguasaan pada teknologi pakan yang masih rendah,
sedangkan apabila pembudidaya memiliki dan menggunakan alat pakan mandiri dalam
kegiatan perikanannya maka pengeluaran untuk membeli pakan bisa dikurangi, sehingga
keuntungan dari usaha perikanan bisa meningkat.

1.3 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah maka rumusan masalah adalah.
1. Bagaimana tingkat keberlanjutan kawasan minapolitan di Kecamatan Wajak?
2. Apa faktor pengungkit dalam keberlanjutan kawasan minapolitan di Kecamatan Wajak?
3. Bagaimana strategi meningkatkan keberlanjutan kawasan minapolitan Kecamatan
Wajak?
5

1.4 Tujuan Penelitian


Berdasarkan uraian rumusan masalah diatas, maka tujuan dalam penelitian ini adalah.
1. Menentukan tingkat keberlanjutan kawasan minapolitan Kecamatan Wajak.
2. Menentukan faktor pengungkit keberlanjutan kawasan minapolitan Kecamatan Wajak.
3. Menyusun strategi peningkatan keberlanjutan kawasan minapolitan Kecamatan Wajak.

1.5 Lingkup Pembahasan


Lingkup pembahasan dalam penelitian ini terbagi menjadi ruang lingkup materi dan
wilayah. Berikut merupakan penjabaran dari masing-masing ruang lingkup.
1.5.1 Ruang Lingkup Materi
Salah satu pembahasan dalam bidang ilmu Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK)
adalah melakukan proses perencanaan yang menghasilkan produk dan program pada skala
desa atau perdesaan yang berorientasi pada masyarakat. Salah satu perencanaan pada skala
desa adalah perencanaan minapolitan yang merupakan pengembangan dari konsep
agropolitan, yang diartikan sebagai upaya pengembangan kawasan pertanian yang tumbuh
dan berkembang karena berjalannya sistem dan usaha perikanan, yang diharapkan dapat
melayani dan mendorong kegiatan-kegiatan pembangunan di wilayah sekitarnya. Adapun
ruang lingkup terkait materi penelitian dijelaskan sebagai berikut:
1. Tingkat keberlanjutan kawasan minapolitan Kecamatan Wajak.
Tingkat keberlanjutan di kawasan minapolitan Kecamatan Wajak dianalisis dengan
Multidimensional Scalling (MDS). Tingkat keberlanjutan diukur dengan 9 atribut
ekonomi, 10 atribut dimensi sosial dan kelembagaan, 10 atribut dimensi ekologi, dan
10 atribut dimensi teknologi dan infrastruktur. Hasil analisis terdiri dari tingkat
keberlanjutan yang ditunjukkan oleh suatu nilai berdasarkan masing-masing dimensi
dan multidimensi.
2. Faktor pengungkit dalam keberlanjutan kawasan minapolitan Kecamatan Wajak.
Faktor pengungkit dalam keberlanjutan diperoleh dari hasil leverage analisis. Faktor
pengungkit dipilih dengan melihat nilai Root Mean Square (RMS) tertinggi. Semakin
besar nilai RMS maka semakin besar pula peranan atribut tersebut dalam
pembentukan indeks keberlanjutan (Kavanagh dan Pitcher, 2004)
3. Strategi peningkatan keberlanjutan kawasan minapolitan di Kecamatan Wajak.
Strategi peningkatan keberlanjutan kawasan minapolitan di Kecamatan Wajak akan
disusun dengan analisis prospektif dengan pendekatan rasional komprehensif.
6

Strategi akan dibuat berdasarkan faktor pengungkit yang diperoleh dari analisis
leverage yang direduksi dengan analisis prospektif. Strategi akan disusun dalam 3
bentuk skenario yaitu skenario pesimis, moderat dan optimis. Penyusunan strategi
dengan 3 skenario ini dimaksudkan untuk memberikan pilihan dalam meningkatkan
keberlanjutan kawasan minapolitan.

1.5.2 Ruang Lingkup Wilayah


Berdasarkan Surat Keputusan Keputusan Bupati Malang Nomor:
180/399/Kep/421.013/2008 tentang Penetapan lokasi Pengembangan Kawasan Minapolitan
dan Surat Gubernur Jawa Timur Nomor: 520/186/202.2/2009 tentang Dukungan Propinsi
Jawa Timur ditetapkan lokasi Kecamatan Wajak sebagai pusat pengembangan minapolitan
air tawar. Dalam RTRW Kabupaten Malang 2014-2019 ditetapkan seluruh desa (13 desa) di
Kecamatan Wajak sebagai kawasan minapolitan. Namun ruang lingkup dalam penelitian ini
dibatasi hanya pada 7 desa, karena hanya 7 desa yang masyarakatnya menjalankan usaha
perikanan. Desa yang termasuk dalam ruang lingkup penelitian ini adalah Desa Kidangbang,
Wajak, Blayu, Codo, Bringin, Patokipicis dan Dadapan yang selanjutnya akan disebut
kawasan minapolitan. Lokasi penelitian terdapat pada Gambar 1.1.

1.6 Manfaat Penelitian


Penyusunan penelitian terkait peningkatan keberlanjutan kawasan minapolitan di
Kecamatan Wajak memiliki manfaat bagi pihak terkait, antara lain:
1. Masyarakat
Memberikan informasi kondisi keberlanjutan kawasan minapolitan Kecamatan Wajak,
serta strategi yang dapat dilakukan oleh masyarakat di kawasan minapolitan Kecamatan
Wajak untuk membantu meningkatkan keberlanjutan kawasan minapolitan.
2. Pemerintah
a. Memberikan informasi terkait kondisi keberlanjutan kawasan minapolitan
Kecamatan Wajak.
b. Memberikan alternatif strategi yang dapat dipilih dan dilakukan oleh pemerintah
Kabupaten Malang untuk meningkatkan keberlanjutan kawasan minapolitan.
7

1.7 Kerangka Pemikiran

Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran


8

1.8 Sistematika Pembahasan


Sistematika pembahasan penelitian ini adalah sebagai berikut.
BAB I PENDAHULUAN
BAB I disusun untuk memberikan gambaran dan pemahaman awal tentang topik yang
menjadi fokus penelitian, yang terdiri dari latar belakang, identifkasi masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, lingkup pembahasan, dan kerangka pemikiran.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II berisi teori-teori yang mendukung penelitian ini, selain itu pada bagian ini akan
dijabarkan proses penentuan variabel, studi terdahulu dan teori yang digunakan.
BAB III METODE PENELITIAN
BAB III berisi definisi operasional dan metode penelitian. Selain itu pada bagian ini
juga akan disajikan desain survei sebagai acuan dalam melaksanakan penelitian dan
kerangka analisis.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV akan dijabarkan gambaran umum pelitian dan hasil analisis. Beberapa hal yang
menjadi pokok pembahasan adalah gambaran umum kawasan minapolitan kecamatan
wajak, hasil analisis keberlanjutan, dan strategi untuk meningkatkan tingkat
keberlanjutan di kawasan minapolitan Kecamatan Wajak.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
BAB V berupa kesimpulan yang dapat memberikan gambaran utuh hasil penelitian dan
saran yang diberikan akan ditujukan kepada pihak terkait.
Gambar 1. 2 Wilayah Studi Kawasan Minapolitan Kecamatan Wajak

9
10

“Halaman ini sengaja dikosongkan”


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kawasan
Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung dan/atau budidaya.
Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi
kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan,
sedangkan kawasan budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk
dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan
sumber daya buatan (UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang). Kawasan Budidaya
terdiri dari (Permen PU No.41/PRT/M/2007 tentang Pedoman Kriteria Teknis Kawasan
Budidaya):
1. Kawasan peruntukan hutan produksi, yang dapat dirinci meliputi: kawasan hutan
produksi terbatas, kawasan hutan produksi tetap, dan kawasan hutan yang dapat
dikonversi;
2. Kawasan hutan rakyat;
3. Kawasan peruntukan pertanian, yang dapat dirinci meliputi: pertanian lahan basah,
pertanian lahan kering, dan hortikultura;
4. Kawasan peruntukan perkebunan, yang dapat dirinci berdasarkan jenis komoditas
perkebunan yang ada di wilayah provinsi;
5. Kawasan peruntukan pertambangan, yang dapat dirinci meliputi kawasan peruntukan:
mineral dan batubara, minyak dan gas bumi, panas bumi, dan air tanah di kawasan
pertambangan;
6. Kawasan peruntukan industri, yang dapat dirinci meliputi kawasan peruntukan:
industri kecil/rumah tangga, industri agro, industri ringan, industri berat, industri
petrokimia, dan industri lainnya;
7. Kawasan peruntukan pariwisata, yang dapat dirinci meliputi kawasan peruntukan:
semua jenis wisata alam, wisata budaya, wisata buatan/taman rekreasi, dan wisata
lainnya;
8. Kawasan peruntukan permukiman, yang dapat dirinci meliputi kawasan peruntukan:
permukiman perdesaan dan permukiman perkotaan;

11
12

9. Peruntukan kawasan budi daya lainnya, yang antara lain meliputi kawasan
peruntukan: instalasi pembangkit energi listrik, instalasi militer, dan instalasi lainnya.;
dan
10. Kawasan peruntukan perikanan, yang dapat dirinci meliputi kawasan: perikanan
tangkap, kawasan budi daya perikanan, dan kawasan pengolahan ikan.

2.2 Perikanan Budidaya


Kegiatan perikanan terdiri dari perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Menurut
UU No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan, perikanan tangkap diartikan sebagai kegiatan
untuk memperoleh ikan diperairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat
atau cara apa pun, sedangkan pembudidayaan ikan adalah kegiatan untuk membesarkan
dan/atau membiakkan ikan serta memanen hasilnya dalam lingkungan yang terkontrol.
Kawasan perikanan terdiri dari kawasan perikanan darat yang didefinisikan sebagai
kawasan perikanan pertambakan/kolam maupun perairan darat lainnya, dan kawasan
perikanan air payau dan laut yang didefinisikan sebagai kawasan yang diperuntukan untuk
kegiatan perikanan air payau dan laut baik dalam bentuk budidaya maupun penangkapan
(UU No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan). Kawasan peruntukan perikanan ditetapkan
dengan kriteria wilayah yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan penangkapan, budidaya,
dan industri pengolahan hasil perikanan serta tidak mengganggu kelestarian lingkungan
hidup (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Nasional).
Berdasarkan kondisi perairannya perikanan budidaya digolongkan menjadi tiga jenis
yaitu budidaya air tawar, budidaya air payau dan budidaya air laut (Hadie et al, 2012).
Budidaya air tawar merupakan budidaya ikan dengan sumber air dari perairan tawar seperti
mata air, sungai, danau, irigasi dan air sumur, sedangkan budidaya air payau dan budidaya
air laut merupakan budidaya ikan dengan sumber dari air laut (Effendi dan Mulyadi, 2012).
Budidaya air tawar umumnya berada di daerah pegunungan, perbukitan, dataran tinggi
hingga dataran rendah, sedangkan budidaya air payau dan budidaya air laut berada di
kawasan pesisir seperti pantai, muara sungai dan rawa payau serta kawasan lainnya yang
masih dipengaruhi pasang surut air laut (Effendi dan Mulyadi, 2012) Perikanan budidaya
air tawar bedasarkan Permen KP No. 05/MEN/2009 diklasifikasikan 4 jenis skala, yaitu
mikro, kecil, menengah dan besar. Berikut adalah kriteria perikanan budidaya air tawar.
13

Tabel 2. 1
Skala Usaha di Bidang Perikanan Budidaya Air Tawar
Kriteria Skala Mikro Skala Kecil Skala Menengah Skala Besar
Modal < 50 Juta 50 – 200 juta 200 – 300 juta > 300 juta
Volume/Luas Unit < 1.000 m2 1.000 – 5.000 m2 5.000 – 10.000 m2 > 10.000 m2
Usaha
Hasil penjualan/ < 60 juta 60 – 250 juta 250 – 500 juta > 500 juta
tahun
Jumlah Tenaga Kerja < 2 orang 2 – 5 orang 5 – 10 orang >10 orang
Penerapan Teknologi Non Intensif Intensif Intensif Intensif
Status Hukum dan TDUP SIUP SIUP SIUP
Perijinan
Sumber: KKP (2009)
Berdasarkan klasifikasi pada Tabel 2.1 diketahui bahwa skala usaha perikanan budidaya
dalam penelitian ini tergolong pada skala usaha mikro. Direktorat Jenderal Perikanan
Budidaya Direktorat Produksi pada tahun 2010 mengeluarkan suatu panduan tentang Cara
Budidaya Ikan Yang Baik (CBIB). CBIB adalah penerapan cara memelihara dan/atau
membesarkan ikan serta mamanen hasilnya dalam lingkungan yang terkontrol sehingga bisa
memberikan jaminan pangan dengan memperhatikan sanitasi, pakan obat ikan dan bahan
kimia serta bahan biologi sehingga pemeliharaan ikan menjadi lebih efektif dan efisien serta
dapat memperkecil resiko kegagalan, meningkatkan kepercayaan pelanggan, menjamin
kesempatan eksport dan ramah lingkungan (DirJen Perikanan Budidaya, 2010). Penerapan
CBIB ini juga diharapkan dapat menghasilkan kualitas ikan yang baik dan mencegah
kerusakan lingkungan. Persyaratan CBIB terdapat pada Keputusan Menteri Kelautan dan
Perikanan Republik Indonesia Nomor Kep. 02/MEN/2007. Teori terkait perikanan budidaya
ini digunakan untuk membandingkan dan menjabarkan karakteristik perikanan dalam
penelitian ini.
2.2.1 Ruang Lingkup Perikanan Budidaya
Ruang lingkup perikanan budidaya berdasarkan kegiatannya terdiri on-farm dan off-
farm. Off-farm adalah kegiatan perikanan yang terdiri dari pra-produksi dan pasca-produksi,
sedangkan on farm adalah kegiatan perikanan mulai dari proses produksi hingga panen
(Effendi dan Mulyadi, 2012). Kegiatan pra-produksi merupakan kegiatan pengadaan sarana
dan prasarana produksi perikanan, seperti pengadaan saprodi, penyediaan alat budidaya
ikan, penyediaan teknologi, pengadaan benih, penyediaan pakan dan obat perikanan, hingga
jasa penyediaan tenaga kerja produksi perikanan. Kegiatan pra-produksi menjadi sangat
penting karena semakin lengkap dan dekat jarak sarana dan prasarana produksi perikanan
maka akan semakin mempermudah pelaksanaan kegiatan produksi (Effendi dan Mulyadi,
2012)
14

Kegiatan produksi hingga panen (on-farm) terdiri dari pembenihan dan pembesaran.
Secara definisi pembenihan diartikan sebagai suatu kegiatan pemeliharaan yang bertujuan
untuk menghasilkan benih untuk akan dimanfaatkan sebagai input bagi kegiatan
pembesaran, sedangkan pembesaran adalah kegiatan memelihara sumberdaya ikan hingga
mencapai ukuran standar untuk dipasarkan (Effendi dan Mulyadi, 2012). Dalam kegiatan
pembenihan ataupun pembesaran sarana produksi mutlak dibutuhkan. Sarana produksi
dalam budidaya ikan dibagi menjadi sarana pokok dan sarana penunjang. Sarana pokok
adalah fasilitas yang digunakan secara langsung untuk kegiatan produksi, sedangkan sarana
penunjang adalah fasilitas yang tidak digunakan secara langsung untuk proses produksi
tetapi sangat menunjang kelancaran produksi seperti jalan, gudang pakan, gudang peralatan,
kendaraan, sarana laboratorium, dan sarana komunikasi (Kordi, 2009). Berikut sarana pokok
perikanan budidaya (Kordi, 2009) :
1. Reservior atau tandon air berfungsi sebagai penampung air, mengendapkan lumpur,
dan cadangan air.
2. Aerator untuk mempertahankan oksigen dan mempertahankan oksigen terlarut agar
berkisar pada konsentrasi jenuh 6-7 ppm.
3. Pompa air untuk mengatur kedalaman air dan sebagai alat bantu dalam pergantian
air.
4. Pakan dalam budidaya untuk mempertahankan pertumbuhan optimal ikan.
5. Peralatan panen, alat utama untuk panen adalah jaring, dan bak penampung ikan, dan
bak pengangkut hasil panen.
Selain sarana pokok perikanan kegiatan perikanan juga sebaiknya ditunjang oleh
teknologi untuk mengoptimalkan kegiatan usaha perikanan, berikut adalah beberapa
teknologi perikanan budidaya yang sedang dikembangkan di Indonesia:
1. Bioflok adalah salah satu teknologi yang saat ini sedang dikembangkan yang
bertujuan untuk memperbaiki kualitas air dan meningkatkan efisiensi pemanfaatan
nutrisi. Bioflok merupakan gabungan dari kata “bios” (kehidupan) dan “flock”
(gumpalan) merupakan kumpulan dari berbagai organisme seperti bakteri,
mikroalga, protozoa, ragi dan sebagainya, yang tergabung dalam gumpalan
(Setiawan, 2016)
15

Gambar 2. 1 Bioflok
Sumber: Noviyanti (2014)

2. Akuaponik merupakan gabungan teknologi akuakultur dengan teknologi hidroponik


dalam satu sistem untuk mengoptimalkan fungsi air dan ruang sebagai media
pemeliharaan. Prinsip dasar yang bermanfaat bagi budidaya perairan adalah sisa
pakan dan kotoran ikan yang berpotensi memperburuk kualitas air, akan
dimanfaatkan sebagai pupuk bagi tanaman air. Pemanfaatan tersebut melalui sistem
resirkulasi air kolam yang disalurkan ke media tanaman, yang secara mutualistis juga
menyaring air tersebut sehingga saat kembali ke kolam menjadi ”bersih” dan
mempunyai kondisi yang lebih layak untuk budidaya ikan (Nugroho et al, 2012)

Gambar 2. 2 Akuaponik
Sumber: Noviyanti (2014)

Setelah kegiatan produksi selesai, kegiatan yang selanjutnya dilakukan adalah


kegiatan pascaproduksi yang terdiri dari pengolahan dan pemasaran. Pengolahan
adalah kegiatan mengolah ikan segar (produk primer) menjadi produk setengah jadi
(produk sekunder) atau pun produk jadi (produk tersier) yang bertujuan untuk
menciptakan nilai tambah, sedangkan pemasaran ikan merupakan upaya untuk
menyampaikan produk dari produsen ke konsumen (Effendi dan Mulyadi, 2012).
Pada kegiatan ini dibutuhkan keberadaan sarana penunjang kegiatan seperti tenaga
kerja, teknologi pengolahan, keberadaan industri atau UMKM pengolahan,
transportasi, jalan, pasar atau pun sentra-sentra penjualan.
16

2.2.2 Subsistem akuabisnis perikanan budidaya


Budidaya perikanan juga bisa diartikan sebagai kegiatan bisnis karena bertujuan
untuk mendapatkan keuntungan sehingga bisa diistilahkan sebagai akuabisnis sebagai
padanan agribisnis dalam bidang pertanian. Sistem akuabisnis terdiri dari beberapa
subsistem sebagaimana berlaku di dalam agribisnis. Berikut ini akan diuraikan subsistem
yang dimaksud tersebut, serta cakupan kegiatannya yaitu (Effendi dan Mulyadi, 2012):
1. Subsistem pengadaan sarana dan prasarana produksi
Pengadaan prasarana produksi mencakup pemilihan lokasi, pengadaan bahan dan
pembangunan fasilitas produksi, sedangkan pengadaan sarana produksi mencakup
pengadaan induk, benih, pakan, pupuk, obat-obatan, pestisida, peralatan akuakultur,
dan tenaga kerja.
2. Subsistem proses produksi
Subsistem ini mencakup kegiatan sejak persiapan wadah kultur, penebaran
(stocking), pemberian pakan, pengelolaan lingkungan, pengelolaan kesehatan ikan,
pemantauan ikan hingga pemanenan.
3. Subsistem penanganan pascapanen dan pemasaran
Subsistem ini mencakup kegiatan meningkatkan mutu produk hingga bisa lebih
diterima konsumen, distribusi produk, dan pelayanan (servis) terhadap konsumen.
4. Subsistem pendukung
Subsistem terakhir ini mencakup, antara lain aspek hukum (perundang-undangan dan
kebijakan), aspek keuangan (pembiayaan/kredit dan pembayaran), aspek
kelembagaan (organisasi perusahaan, asosiasi, koperasi, perbankan, lembaga
birokrasi, serta lembaga riset dan pengembangan).
2.2.3 Komoditas Perikanan Budidaya
Komoditas budidaya perikanan adalah spesies atau jenis biota akuatik yang
diproduksi melalui budidaya perikanan dan diperdagangkan (komersial). Berikut adalah
jenis komoditas perikanan berdasarkan karakter morfologi dan jenis habitatnya:
Tabel 2. 2
Komoditas Perikanan berdasarkan Habitat dan Morfologi
No. Habitat Morfologi
Ikan Udang
1 Air Tawar Mas, Gurame, Nila, Tambakan, Bawal, Galah Cherax
Mujair, Patin dan Nilem, Tawes, Betutu
Lele dan Belut
2 Air Payau Bandeng, Belanak dan Kerapu lumpur Windu, Vannamei, Udang Biru
dan Kepiting baka
3 Air Laut Kerapu macan, Kerapu bebek, Kerapu sunu, Lobster dan Artemia sp
Kakap putih, Baronang, dan Kobia
Sumber: Effendi dan Mulyadi (2012)
17

Pemilihan komoditas budidaya perikanan didasarkan pada pertimbangan biologi dan


ekonomi. Beberapa pertimbangan biologi adalah kemampuan memijah, fekunditas, laju
pertumbuhan, toleransi terhadap lingkungan, kemampuan mengonsumsi pakan buatan dan
konversi pakan. Adapun pertimbangan ekonomi dalam pemilihan spesies budidaya
diantaranya (Effendi dan Mulyadi, 2012):
1. Permintaan pasar
Spesies dipilih sebagai komoditas budidaya perikanan apabila permintaan pasar
tinggi serta berkesinambungan. Pembudidaya diharapkan dapat memahami
kebutuhan dan keinginan konsumen serta mampu memenuhinya.
2. Segmentasi pasar dan memilih pasar sasaran
Segmentasi pasar adalah proses untuk menggolong-golongkan pasar ke dalam
segmen-segmen. Segmen adalah sekumpulan konsumen yang memberikan respons
yang sama terhadap pemasaran tertentu. Segmentasi pasar dapat didasarkan pada
aspek geografis (tempat tinggal, kota, dsb), aspek demografis (jenis kelamin, umur,
pekerjaan, pendapatan, dst), psikografis (gaya hidup, kelas sosial) dan perilaku
(tingkat penggunaan, manfaat yang dicari). Setelah mensegmentasi pasar,
pembudidaya harus memilih segmen mana yang menjadi pasar sasaran.
3. Harga dan keuntungan
Spesies dipilih sebagai komoditas budidaya perikanan harus dapat memberikan
keuntungan yang optimal dengan harga pasar yang ada dengan mempertimbangkan
biaya produksi yang dikeluarkan. Harga adalah sejumlah nilai yang dipertukarkan
untuk memperoleh suatu produk. Harga yang ditawarkan diharapkan tidak terlalu
mahal di mata konsumen, namun masih memberikan keuntungan bagi pembudidaya.
4. Strategi pemasaran
Strategi pemasaran adalah salah satu upaya untuk mengoptimalkan proses
pemasaran. Strategi pemasaran tersebut dapat dilakukan dengan menciptakan produk
yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan pasar sasaran, menetapkan harga yang
sesuai bagi pasar sasaran, menyediakan produk pada pasar sasaran dan promosi.
5. Ketersediaan sarana dan prasarana produksi, serta
Ketersediaan sarana dan prasarana untuk menunjang kegiatan budidaya yang akan
dijalankan.
6. Memberi dampak terhadap pendapatan dan perekonomian masyarakat lokal.
Jenis komoditas yang dipilih merupakan komoditas yang dapat memberikan
pemasukan untuk pembudidaya.
18

2.2.4 Perikanan Budidaya dalam kawasan minapolitan


Keputusan Direktur Jenderal Perikanan Budidaya No. KEP45/DJ-PB/2009
menjelaskan bahwa perikanan budidaya dapat menjadi kawasan minapolitan jika memiliki:
1. Memiliki potensi SDA yang sesuai untuk pengembangan komoditas perikanan
2. Memiliki sarana dan prasarana minabisnis meliputi pasar, lembaga keuangan,
kelembagaan kelompok pembudidaya, balai benih ikan, kegiatan penyuluhan dan
pelatihan teknologi budidaya ikan, dan sarana irigasi yang baik.
3. Memiliki fasilitas sarana dan prasarana umum seperti akses jalan menuju desa,
jaringan listrik, ketersediaan air bersih, jaringan telekomunikasi, dll
4. Memiliki fasilitas sarana dan prasarana dalam kesejahteraan sosial/masyarakat
seperti pendidikan, kesehatan, rekreasi, swalayan, dll.
5. Terjaminya kelestarian hidup baik kelestarian SDA, sosial budaya dan
keharmonisan hubungan masyarakat dan desa.

2.3 Minapolitan
Minapolitan didefinisikan sebagai konsep pembangunan ekonomi kelautan dan
perikanan berbasis kawasan yang dibangun berdasarkan prinsip terintegrasi, efisiensi,
berkualitas dan berakselerasi tinggi, dengan didasarkan pada 3 asas yaitu demokratisasi
ekonomi kelautan dan perikanan pro rakyat, keberpihakan pemerintah pada rakyat kecil
melalui pemberdayaan masyarakat dan penguatan peran ekonomi daerah dengan prinsip
daerah kuat-bangsa dan negara kuat (Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12
tahun 2010).
Minapolitan juga bisa diartikan sebagai pembangunan ekonomi berbasis perikanan
yang dilaksanakan dengan jalan mensinergikan berbagai potensi yang ada, utuh dan
menyeluruh, berdaya saing, berbasis kerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisasi yang
digerakkan oleh masyarakat dan difasilitasi oleh pemerintah (Ibnu, 2016). Dalam Keputusan
Menteri Kelautan dan Perikanan No. 18 Tahun 2011, dijelaskan bahwa:
1. Prinsip terintegrasi artinya ter-integrasinya semua stakeholder yang ada dari instansi
sektoral, pemerintah pusat sampai daerah, kalangan dunia usaha, dan masyarakat
didorong untuk pencapaian tujuan yang telah dirumuskan.
2. Prinsip efisien yaitu dengan pembangunan berbasis kawasan diharapkan biaya
produksi akan lebih murah dan pembangunan infrastruktur akan lebih tepat sasaran,
sehingga efisiensi bisa terwujud dan produk yang dihasilkan lebih kompetitif.
19

3. Prinsip Berkualitas yaitu berorientasi pada kualitas, baik sistem produksi secara
keseluruhan, hasil produksi, teknologi maupun sumberdaya manusia.
4. Prinsip Akselerasi tinggi diperlukan untuk mendorong agar target produksi dapat
dicapai dalam waktu cepat, melalui inovasi dan kebijakan terobosan. Prinsip
percepatan juga diperlukan untuk mengejar ketinggalan dari negara-negara
kompetitor, melalui peningkatan market share produk-produk kelautan dan perikanan.
Minapolitan terdiri dari kata mina yang berarti perikanan dan kata politan yang artinya
kota, sehingga kawasan minapolitan diartikan sebagai suatu kota perikanan yang tumbuh
dan berkembang karena berjalannya sistem perikanan yang terdiri dari sentra produksi,
pengolahan, pemasaran komoditas perikanan, pelayanan jasa, dan/atau kegiatan pendukung
lainnya (KKP, 2013). Pembentukan kawasan minapolitan ini diharapkan dapat memacu
pembangunan perdesaan, meningkatkan produktivitas dan kualitas perikanan, serta
mengembangkan pusat pertumbuhan ekonomi daerah yang pada akhirnya akan menekan laju
urbanisasi (KKP, 2013).
2.3.1 Karakteristik Kawasan Minapolitan
Berikut adalah karakteristik kawasan minapolitan menurut (Wibowo, 2014):
1. Kegiatan utamanya perikanan
2. Merupakan pusat pertumbuhan wilayah
3. Memiliki keterkaitan ekonomi hulu hilir
4. Memiliki sentra produksi, pengolahan, dan/atau pemasaran dan usaha lainnya
5. Mempunyai sarana dan prasarana sebagai pendukung aktivitas ekonomi serta
6. Memiliki kegiatan ekonomi yang dapat meningkatkan added value, kesempatan kerja
dan pendapatan. Menurut KepMen No. 18 Tahun 2011 karakteristik minapolitan:
1. Suatu kawasan ekonomi yang terdiri atas sentra produksi, pengolahan, dan/atau
pemasaran dan kegiatan usaha lainnya, seperti jasa dan perdagangan;
2. Mempunyai sarana dan prasarana sebagai pendukung aktivitas ekonomi;
3. Mempekerjakan sumberdaya manusia di dalam kawasan dan daerah sekitarnya; dan
4. Mempunyai dampak positif terhadap perekonomian di daerah sekitarnya.
2.3.2 Pengembangan Kawasan Minapolitan
Kawasan yang telah ditetapkan sebagai minapolitan harus terus dikembangkan agar
tujuan dan sasaran dari pelaksanaan minapolitan tercapai. Menurut PerMen Kelautan dan
Perikanan Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 strategi yang dilakukan adalah:
1. Meningkatkan infrastruktur;
2. Meningkatkan daya saing produk primer dan olahan;
20

3. Menciptakan sistem pemasaran dan mengembangkan perdagangan produk;


4. Memperkuat dan revitalisasi lembaga penyuluhan perikanan;
5. Mengembangkan kemitraan pemerintah, masyarakat dan pihak swasta;
6. Memperkuat lembaga keuangan daerah, keberadaan dan posisi tawar nelayan,
pembudidaya ikan, pengolah dan pemasar perikanansebagai stakeholder utama.
Pengembangan kawasan minapolitan juga dapat dilakukan dengan sistem
minabisnis. Minabisnis adalah suatu sistem yang terdiri dari sentra produksi, pengolahan,
pemasaran komoditas perikanan, pelayanan jasa, dan/ atau kegiatan pendukung lainnya yang
bertujuan untuk memberikan nilai tambah produksi. Minabisnis dapat dilakukan dengan
penguatan sentra produksi perikanan, seperti ekonomi komunitas, peningkatan daya saing
inovasi dan teknologi, pengembangan sarana-prasarana dan sumberdaya alam, peningkatan
akses pelaku perikanan pada sumberdaya dan permodalan guna mewujudkan sinergitas dari
hulu ke hilir (Marham & Tjokropandojo, 2010).

2.4 Pembangunan Berkelanjutan


Konsep pembangunan berkelanjutan diperkenalkan oleh The World Commission on
Environment and Development (WCED) pada tahun 1987. Pemahaman tentang
pembangunan berkelanjutan dideskripsikan sebagai pembangunan yang dapat memenuhi
kebutuhan saat ini tanpa membatasi peluang generasi mendatang untuk memenuhi
kebutuhannya. Pembangunan berkelanjutan juga dapat diartikan sebagai pembangunan yang
mampu memenuhi kebutuhan masyarakat masa kini tanpa mengabaikan kemampuan
generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya, selalu dalam keseimbangan dan secara
sinergis saling memperkuat potensi masa kini maupun masa mendatang (Brundtland, 1987
dalam Budihardjo & Sujarto, 1999). Kay dan Alder (1999) dalam Setiawan (2010)
menyebutkan ada 3 (tiga) aspek yang terkandung pembangunan berkelanjutan, yaitu
integritas lingkungan, efisiensi ekonomi dan keadilan sosial-kesejahteraan.. Konsep
pembangunan berkelanjutan merupakan konsep yang sederhana namun kompleks, sehingga
pengertian keberlanjutan pun multidimensi dan multi-interpretasi, Haris dalam Fauzi (2004:
7) melihat bahwa konsep keberlajutan dapat diperinci menjadi tiga aspek:
1. Keberlanjutan ekonomi diartikan sebagai pembangunan yang mampu menghasilkan
barang dan jasa secara kontinu untuk memelihara keberlanjutan.
2. Keberlanjutan lingkungan diartikan sebagai sistem yang mampu memelihara sumber
daya dengan stabil, menghindari eksploitasi sumber daya alam, dan memelihara fungsi
penyerapan lingkungan.
21

3. Keberlanjutan sosial diartikan sebagai sistem yang mampu mencapai kesetaraan,


menyediakan layanan kesejahteraan sosial termasuk layanan kesehatan dan
pendidikan dengan melibatkan partisipasi aktif dari masyarakat.
Kesamaan pandangan tentang konsep keberlanjutan membawa implikasi perlunya
penerapan konsep tersebut dalam setiap kebijakan maupun program pemerintah termasuk
didalamnya pada program di minapolitan.

2.5 Minapolitan Berkelanjutan


Minapolitan berkelanjutan adalah pembangunan kawasan yang mengintegrasikan
aspek ekonomi, sosial-kelembagaan, ekologi, dan teknologi-infrastruktur (Wibowo, 2014).
Minapolitan berkelanjutan berupaya agar setiap aspek berjalan/berada pada kondisi optimal,
seimbang dan berkelanjutan (Setiawan, 2010). Integrasi antar aspek pendukung minapolitan
berkelanjutan sangatlah penting. Tanpa mempertimbangkan aspek ekologi kemungkinan
menurunnya dukungan, sehingga mengakibatkan kegiatan ekonomi perikanan akan terhenti
dan berdampak pada kehidupan masyarakat yang terlibat kegiatan perikanan. Aspek
ekonomi pada minapolitan pun perlu diperhatikan, contohnya seperti harga jual ikan yang
tidak boleh terlalu rendah karena dikhawatirkan akan berpengaruh pada rendahnya
keuntungan yang mengakibatkan berkurangnya partisipasi masyarakat untuk menjalankan
program minapolitan. Begitu pula pada aspek sosial proses pemanfaatan perikanan harus
melibatkan partisipasi aktif dari masyarakat sehingga tujuan dari diterapkannya program
minapolitan dapat dirasakan oleh masyarakat (Direktorat Kelautan dan Perikanan, 2014),
untuk mengembangkan kawasan minapolitan berkelanjutan dibutuhkan dukungan:
Tabel 2. 3
Dukungan Pengembangan Minapolitan Berkelanjutan
Jenis dukungan Keterangan
Dukungan Dukungan Sumber Daya Lahan • Ketersediaan lahan untuk budidaya ikan
produksi Sumber Daya • Kesesuaian lahan dengan tata ruang yang ada.
Alam (SDA) Sumber Daya Air • Ketersediaan sumberdaya air
• Kesesuaian penggunaan sumberdaya air dengan
norma tata guna air
Dukungan Sumber Daya Minat berbudidaya dan eterampilan pelaku usaha
Sumber Daya Manusia budidaya budidaya ikan.
Manusia (SDM) Sumber Daya Inovasi pemasaran produk perikanan, inovasi produk dan
Manusia wirausaha aringan usaha yang dimiliki.
Dukungan Kesiapan pendanaan pribadi, kelompok/koperasi
Pendanaan maupun akses perbankan
Dukungan Dukungan Kelembagaan internal terdiri dari kelompok, paguyuban
kelembagaan Kelembagaan dan koperasi pembudidaya ikan. Dukungan
internal kelembagaan internal dilihat berdasarkan:
• Keberadaan kelembagan internal dalam mendukung
minapolitan.
• Peran, fungsi dan kegiatan kelembagaan internal
dalam mendukung minapolitan.
22

Jenis dukungan Keterangan


Dukungan • Kelembagaan eksternal yaitu pemerintah. Dukungan
kelembagaan kelembagaan eksternal dilihat berdasarkan peran,
eksternal fungsi dan kegiatan kelembagaan pemerintah dalam
mendukung minapolitan
Dukungan - • Ketersediaan infrastruktur yang telah ada maupun
infrastruktur yang masih dalam rencana dalam mendukung fungsi-
fungsi kawasaan minapolitan.
Dukungan Penyerapan pada • Kemampuan pasar dalam menyerap produk-produk
Pasar produk perikanan yang dihasilkan
Pemasaran • Jangkauan pemasaran produk yang dihasilkan
produk
Sumber: Marham & Tjokropandojo (2010)
Dengan ketersediaan aspek-aspek yang dibutuhkan untuk pengembangan minapolitan
berkelanjutan, maka kawasan minapolitan diharapkan dapat menjadi pusat perkembangan
baru di perdesaan yang didukung sistem infrastruktur transportasi yang memadai.
Keberlanjutan minapolitan dapat diukur dengan beberapa dimensi, beberapa diantaranya
adalah dimensi ekonomi, sosial-kelembagaan, ekologi dan teknologi-infrastruktur (Wibowo,
2014). Setiap dimensi diukur dengan atribut. Atribut adalah pengukur dari setiap dimensi.
Setiap atribut memiliki parameter dan klasifikasi.
Parameter adalah ukuran atribut yang harus diperkirakan dan klasifikasi merupakan
pengelompokan menurut kelas. Parameter dan klasifikasi disusun untuk mengklasifikasikan
kondisi setiap dimensi. Data atribut dapat berupa data nominal ataupun ordinal. Berikut
adalah definisi dan klasifikasi atribut pada dimensi ekonomi, sosial-kelembagaan, ekologi
dan teknologi-infrastruktur.
A. Dimensi ekonomi
Dimensi ekonomi adalah salah satu aspek penting dalam keberhasilan pembangunan
minapolitan berkelanjutan. Keberhasilan pada dimensi ekonomi akan berpengaruh baik pada
kesejahteraan masyarakat di kawasan minapolitan, selain itu dengan semakin meningkatnya
kesejahteraan ekonomi maka kemungkinan terciptanya pembangunan minapolitan secara
berkelanjutan akan semakin besar. Pengukuran akan memberikan gambaran kondisi
keberlanjutan ekonomi pada wilayah studi. Dimensi ekonomi kawasan minapolitan
berkelanjutan dalam penelitian ini diukur dengan 9 atribut yaitu Sumber Daya Manusia
(SDM), kemampuan pendanaan, hasil produk, harga jual, alternatif usaha diluar perikanan,
sistem penjualan, kerjasama dalam usaha, pemasaran produk dan keuntungan pembudidaya.
Definisi dari setiap atribut keberlanjutan minapolitan pada dimensi ekonomi menurut studi
terdahulu. Definisi atribut ekonomi terdapat pada tabel 2.4.
23

Tabel 2. 4
Atribut Dimensi Ekonomi
Atribut Dimensi Sumber Definisi
Ekonomi
Sumber Daya Suryawati dan Purnomo (2011) Sumber Daya Manusia (SDM) perikanan yang
Manusia (SDM) dan Marham & Tjokropandodjo dimaksud terdiri dari Sumber Daya Manusia
(2010) Budidaya dan Sumber Daya Manusia Wirausaha.
➢ Sumber Daya Manusia Budidaya diukur dari
keberadaan/jumlah pembudidaya dan
keterampilan pelaku usaha budidaya ikan.
➢ Sumber Daya Manusia Wirausaha diukur dari
keberadaan/jumlah wirausaha perikanan,
inovasi pemasaran, inovasi produk dan
jaringan usaha yang dimiliki.
Kemampuan Marham & Tjokropandodjo ➢ Kesiapan pendanaan pembudidaya untuk
pendanaan (2010) mendanai usaha secara pribadi dan akses
kepada perbankan.
➢ Kesiapan kelompok dalam memberikan
bantuan pendanaan kepada pembudidaya.
Hasil produk Setiawan (2010) dan Suryawati & Variasi jenis komoditas dan jenis produk yang
Purnomo (2011) dihasilkan.
Harga jual Setiawan (2010) dan Suryawati & Besarnya nilai yang akan dibebankan kepada
Purnomo (2011) konsumen.
Alternatif usaha Suryawati & Purnomo (2011) dan Usaha yang dimiliki/dijalankan oleh
diluar perikanan Wibowo (2014) pembudidaya diluar usaha perikanan.
Sistem penjualan Setiawan (2010) dan Wibowo Cara pembudidaya menjual hasil produknya.
(2014)
Kerjasama dalam Ibnu (2016) dan Suryawati & Kerjasama yang dilakukan di kawasan
usaha Purnomo (2011) minapolitan. Kerja sama dalam :
➢ Penelitian dan pengadaan benih
➢ Budidaya atau pembesaran
➢ Pengolahan atau pemasaran
➢ Permodalan, penyuluhan atau pelatihan
Pemasaran produk Marham & Tjokropandodjo, Capaian pemasaran produk (dalam desa, luar
(2010), Setiawan (2010) dan desa, luar kecamatan dan sebagainya)
Wibowo (2014)
Keuntungan Suryawati & Purnomo (2011) dan Keuntungan yang diperoleh pembudidaya dari
pembudidaya Wibowo (2014) hasil perikanan.

Berikut adalah klasifikasi dari atribut pada dimensi ekonomi menurut studi terdahulu.
Tabel 2. 5
Klasifikasi Ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM)
Sumber Daya Manusia (SDM) Skor Klasifikasi
Ketersediaan SDM Keterampilan SDM
Sedikit Rendah 0 Rendah
Sedang Sedang 1 Sedang
Tinggi Tinggi 2 Tinggi
Sangat tinggi Sangat tinggi 3 Sangat tinggi
Sumber: Suryawati & Purnomo (2011) dan Marham & Tjokropandojo (2010)
Tabel 2. 6
Klasifikasi Hasil Produk
Hasil Produk Skor Klasifikasi
Jenis komoditas Jenis Produk
Hanya satu Primer 0 Rendah
Lebih dari satu Sekunder 1 Sedang
Banyak Tersier 2 Tinggi
Sumber: Setiawan (2010)
24

Tabel 2. 7
Klasifikasi Harga Jual
Harga jual Skor Klasifikasi
Sangat tinggi 0 Rendah
Tinggi 1 Sedang
Sedang 2 Tinggi
Rendah 3 Sangat tinggi
Sumber: Suryawati & Purnomo (2011)
Tabel 2. 8
Klasifikasi Alternatif Usaha Diluar Perikanan
Alternatif Usaha Diluar Perikanan Skor Klasifikasi
Banyak 0 Rendah
Sedikit/kadang 1 Sedang
Tidak ada alternatif 2 Tinggi
Sumber: Suryawati & Purnomo (2011)
Tabel 2. 9
Klasifikasi Sistem Penjualan
Sistem Penjualan Skor Klasifikasi
Lewat perantara 0 Rendah
Pasar Ikan 1 Sedang
Industri perikanan 2 Tinggi
Sumber: Setiawan (2010)
Tabel 2. 10
Klasifikasi Kerjasama dalam Usaha
Kerjasama dalam usaha di bidang perikanan Skor Klasifikasi
Tidak ada kerja sama dari empat sub sistem 1 Rendah
Terdapat dua sampai tiga kerja sama antar pihak dari empat sub 2 Sedang
sistem
Terdapat empat kerja sama antar pihak dari empat sub-sistem : 3 Tinggi
sub sistem hulu (penelitian dan pengadaan benih), sub sistem
produksi (budidaya/pembesaran), sub sistem hilir (pengolahan
dan pemasaran) dan sub sistem penunjang (permodalan dan
penyuluhan/pelatihan)
Sumber: Ibnu (2016)
Tabel 2. 11
Klasifikasi Pemasaran Produk
Pemasaran Produk Skor Klasifikasi
Lokal 0 Rendah
Nasional 1 Sedang
Internasional 2 Tinggi
Sumber: Setiawan (2010)
Tabel 2. 12
Klasifikasi Keuntungan Pembudidaya
Keuntungan pembudidaya Skor Klasifikasi
Rugi besar /Largeloss 0 Sangat Rendah
Rugi sedikit /Losslittle 1 Rendah
Kembali modal 2 Sedang
Sangat menguntungkan 3 Sangat tinggi
Sumber: Suryawati & Purnomo (2011)
Berikut adalah parameter atribut pada dimensi ekonomi menurut studi terdahulu.
25

Tabel 2. 13
Parameter Atribut Dimensi Ekonomi
Atribut Dimensi Sumber Parameter
Ekonomi
Sumber Daya Suryawati dan Purnomo ➢ Semakin banyak jumlah pembudidaya dan semakin
Manusia (SDM) (2011) dan Marham & banyak pembudidaya yang memiliki keterampilan maka
Tjokropandodjo (2010) akan semakin baik bagi keberlanjutan ekonomi di
kawasan minapolitan.
➢ Semakin banyak jumlah wirausaha perikanan maka akan
semakin baik bagi keberlanjutan ekonomi di kawasan
minapolitan.
Kemampuan Wibowo (2014) dan ➢ Semakin banyak pembudidaya yang mampu mendanai
pendanaan Marham & usaha dan mengakses perbankan maka akan semakin baik
Tjokropandodjo (2010) bagi keberlanjutan ekonomi di kawasan minapolitan
➢ Semakin banyak kelompok yang mampu membantu
memberikan bantuan pendanaan maka akan semakin baik
bagi keberlanjutan ekonomi di kawasan minapolitan
Hasil produksi Setiawan (2010) dan Semakin bervariasi komoditas dan jenis produk yang
Suryawati & Purnomo dihasilkan maka akan semakin baik bagi keberlanjutan
(2011) ekonomi di kawasan minapolitan
Harga jual Setiawan (2010) dan Semakin rendah harga jual ikan maka semakin baik bagi
Suryawati & Purnomo keberlanjutan ekonomi di kawasan minapolitan
(2011)
Alternatif usaha Suryawati & Purnomo Semakin sedikit pembudidaya yang memiliki alternatif usaha
diluar perikanan (2011) dan Wibowo diluar perikanan maka akan semakin baik bagi keberlanjutan
(2014) ekonomi di kawasan minapolitan.
Sistem penjualan Setiawan (2010) dan Semakin banyak pembudidaya yang menjual kepada industri
Wibowo (2014) maka akan semakin baik bagi keberlanjutan ekonomi di
kawasan minapolitan
Kerjasama dalam Ibnu (2016) dan Suryawati Semakin banyak jenis kerjasama maka akan semakin baik
usaha & Purnomo (2011) bagi keberlanjutan ekonomi di kawasan minapolitan
Pemasaran produk Setiawan (2010) dan Semakin tinggi jangkauan pemasaran produk yang dihasilkan
Wibowo (2014) maka akan semakin baik bagi keberlanjutan ekonomi di
kawasan minapolitan
Keuntungan Suryawati & Purnomo Semakin tinggi keuntungan pembudidaya yang diperoleh
pembudidaya (2011) dan Wibowo maka akan semakin baik bagi keberlanjutan ekonomi di
(2014) kawasan minapolitan

B. Dimensi sosial dan kelembagaan


Dimensi sosial dan kelembagaan adalah aspek yang menggambarkan kondisi sosial,
kelembagaan dan partisipasi aktif masyarakat di kawasan minapolitan. Semakin baik
kondisi sosial dan kelembagaan maka akan semakin berpengaruh baik pada
keberhasilan pembangunan di kawasan minapolitan. Dimensi sosial dan kelembagaan
kawasan minapolitan berkelanjutan dalam penelitian ini diukur dengan 10 atribut yaitu
partisipasi dalam forum pengembangan minapolitan bersama pemerintah, penyerapan
tenaga kerja lokal di perikanan, keikutsertaan dalam pelatihan minabisnis, informasi di
bidang perikanan, dukungan kelompok pembudidaya, dukungan lembaga keuangan,
dukungan penyuluh perikanan, dukungan pemerintah, penguasaan pembudidaya
terhadap teknologi dan kepemilikan lahan. Definisi atribut sosial dan kelembagaan
terdapat pada tabel 2.14.
26
Tabel 2. 14
Atribut Dimensi Sosial dan Kelembagaan
Atribut Dimensi Sosial dan Sumber Definisi
Kelembagaan
Partisipasi dalam forum Ibnu (2016) Partisipasi pembudidaya dalam
pengembangan minapolitan merencanakan pengembangan Kawasan
bersama pemerintah Minapolitan
Penyerapan tenaga kerja lokal Wibowo (2014), Suryawati Jumlah tenaga kerja yang terserap di sektor
di perikanan & purnomo (2011) perikanan.
Keikutsertaan dalam pelatihan Ibnu (2016), Wibowo (2014) Partisipasi pembudidaya dalam pelatihan
minabisnis dan Setiawan (2010) bisnis perikanan.
Informasi di bidang perikanan Wibowo (2014) Sumber informasi perikanan yang terdapat
di kawasan minapolitan.
Dukungan kelompok Suryawati & Purnomo Jumlah kelompok budidaya yang aktif dan
pembudidaya (2011), Setiawan (2010) berkegiatan.
Dukungan lembaga keuangan dan Wibowo (2014) Keberadaan lembaga keuangan yang aktif.
Dukungan penyuluh perikanan Keberadaan penyuluh dan frekuensi
penyuluhan.
Dukungan pemerintah Ibnu (2016), Wibowo ➢ Bantuan Pemerintah berupa kontribusi
(2014) dan Setiawan (2010) pembiayaan dalam pengembangan usaha
perikanan di kawasan minapolitan
➢ Program dari berbagai SKPD atau
instansi pemerintah yang masuk atau
ditujukan pada kawasan minapolitan
Penguasaan pembudidaya (Wibowo et al, 2015), Tingkat penguasaan teknologi budidaya
terhadap teknologi Suryawati & Purnomo perikanan, pakan dan teknologi pengolahan
(2011) dan Setiawan (2010) oleh pembudidaya.
Kepemilikan lahan Wibowo (2014) dan Jenis kepemilikan lahan perikanan
Setiawan (2010) (pribadi, sewa, menggarap)

Berikut adalah klasifikasi dari atribut pada dimensi sosial dan kelembagaan menurut studi
terdahulu.
Tabel 2. 15
Klasifikasi Partisipasi dalam Forum Pengembangan Minapolitan bersama Pemerintah
Partisipasi Masyarakat Skor Klasifikasi
Masyarakat tidak pernah ikut serta atau berpartisipasi dalam forum 1 Rendah
yang membahas tentang perencanaan dan pengembangan minapolitan
Masyarakat pernah ikut serta atau berpartisipasi dalam forum yang 2 Sedang
membahas tentang perencanaan dan pengembangan minapolitan
Masyarakat sering ikut serta atau berpartisipasi dalam forum yang 3 Tinggi
membahas tentang perencanaan dan pengembangan minapolitan
Sumber: Ibnu (2016)

Tabel 2. 16
Klasifikasi Penyerapan Tenaga Kerja Lokal Di Perikanan
Penyerapan tenaga kerja lokal di perikanan Skor Klasifikasi
Rendah 0 Rendah
Sedang 1 Sedang
Tinggi 2 Tinggi
Sumber : Wibowo (2014)
27

Tabel 2. 17
Klasifikasi Keikutsertaan dalam Pelatihan Minabisnis
Keikutsertaan dalam pelatihan minabisnis Skor Klasifikasi
Masyarakat tidak pernah mengikuti pelatihan minabisnis 0 Rendah
Masyarakat pernah mengikuti pelatihan 1 – 2 dari empat pelatihan 1 Sedang
minabisnis
Masyarakat pernah mengikuti pelatihan 3 – 4 dari empat pelatihan 2 Tinggi
minabisnis
Sumber : Ibnu (2016)
Tabel 2. 18
Klasifikasi Informasi di Bidang Perikanan
Informasi di Bidang Perikanan Skor Klasifikasi
Tersedia hanya di kantor Kecamatan atau PPL Desa 0 Rendah
Tersedia di kantor desa 1 Sedang
Tersedia di masing– masing Pokdakan/m 2 Tinggi
asyarakat berinisiatif mencari informasi sendiri
Sumber : Wibowo (2014)
Tabel 2. 19
Klasifikasi Dukungan Kelompok Budidaya
Dukungan Kelompok Budidaya Skor Klasifikasi
Tidak ada 0 Rendah
Ada tetap tidak berjalan 1 Sedang
Ada dan berjalan 2 Tinggi
Sumber : Suryawati & Purnomo (2011)
Tabel 2. 20
Klasifikasi Dukungan Lembaga Keuangan
Dukungan Lembaga Keuangan Skor Klasifikasi
Tidak ada 0 Rendah
Ada tetapi tidak berjalan 1 Sedang
Ada dan berjalan 2 Tinggi
Sumber : Suryawati & Purnomo (2011)
Tabel 2. 21
Klasifikasi Dukungan Pemerintah
Dukungan Pemerintah
Dukungan Pendanaan Kerjasama lintas sektor/tahun Skor Klasifikasi
Tidak terdapat bantuan pemerintah Tidak terdapat bantuan pembiayaan 1 Rendah
berupa program pengembangan untuk pengembangan kawasan
kawasan minapolitan tiap tahunnya minapolitan.
Terdapat bantuan pemerintah berupa Terdapat bantuan pembiayaan yang 2 Sedang
program pengembangan kawasan berasal dari satu sumber pendanaan
minapolitan yang berasal dari satu untuk pengembangan kawasan
SKPD tiap tahunnya minapolitan.
Terdapat bantuan pemerintah berupa Terdapat bantuan pembiayaan yang 3 Tinggi
program pengembangan kawasan berasal dari lebih dari satu sumber
minapolitan yang berasal dari lebih pendanaan untuk pengembangan
dari satu SKPD tiap tahunnya kawasan minapolitan.
Sumber : Ibnu (2016)
Tabel 2. 22
Klasifikasi Penguasaan Pembudidaya terhadap Teknologi
Penguasaan Pembudidaya terhadap Teknologi Skor Klasifikasi
Rendah 0 Rendah
Sedang 1 Sedang
Tinggi 2 Tinggi
Sumber : Wibowo (2014)
28
Tabel 2. 23
Klasifikasi Dukungan Penyuluh Perikanan
Dukungan penyuluh Skor Klasifikasi
Frekuensi Penyuluhan Keberadaan Penyuluh Perikanan
Tidak pernah ada Tidak ada 0 Rendah
Sekali dalam setahun Ada tapi jarang melakukan 1 Sedang
penyuluhan perikanan
Dua kali dalam setahun Ada dan aktif mengadakan 2 Tinggi
penyuluhan perikanan
Minimal tiga kali dalam setahun - 3 Sangat tinggi
Sumber : Wibowo (2014)
Tabel 2. 24
Klasifikasi Kepemilikan Lahan
Kepemilikan Lahan Skor Klasifikasi
Menyewa Lahan 0 Rendah
Menggarap 1 Sedang
Milik Sendiri 2 Tinggi
Sumber: Wibowo (2014)
Berikut parameter atribut dimensi sosial dan kelembagaan menurut studi terdahulu.
Tabel 2. 25
Parameter Atribut Dimensi Sosial dan Kelembagaan
Atribut Dimensi Sosial Sumber Parameter
dan Kelembagaan
Partisipasi dalam forum Ibnu (2016) Semakin banyak jumlah pembudidaya yang sering
pengembangan mengikuti dalam forum maka akan semakin baik bagi
minapolitan bersama keberlanjutan kawasan minapolitan.
pemerintah
Penyerapan tenaga kerja Wibowo (2014), Semakin banyak jumlah pekerja yang terserap dengan
lokal di perikanan Suryawati & purnomo adanya kegiatan perikanan di kawasan minapolitan maka
(2011) akan semakin baik bagi keberlanjutan kawasan minapolitan.
Keikutsertaan dalam Ibnu (2016), Wibowo Semakin banyak pembudidaya yang sering mengikuti
pelatihan minabisnis (2014) dan Setiawan pelatihan minabisnis maka akan semakin baik bagi
(2010) keberlanjutan kawasan minapolitan.
Informasi di bidang Wibowo (2014) Semakin banyak sumber informasi yang terdapat di kawasan
perikanan minapolitan maka akan semakin baik bagi keberlanjutan
kawasan minapolitan.
Dukungan kelompok Suryawati & Purnomo Semakin banyak kelompok yang aktif dan berkegiatan akan
pembudidaya (2011), Setiawan (2010) semakin baik bagi keberlanjutan kawasan minapolitan.
Dukungan lembaga dan Wibowo (2014) Semakin banyak lembaga keuangan yang aktif akan
keuangan semakin baik bagi keberlanjutan kawasan minapolitan.
Dukungan penyuluh Semakin memadai jumlah penyuluh dan frekuensi
perikanan penyuluhan maka akan semakin baik bagi keberlanjutan
kawasan minapolitan.
Dukungan pemerintah Ibnu (2016), Wibowo Semakin banyak SKPD yang terlibat dalam program
(2014) dan Setiawan pengembangan kawasan minapolitan dan semakin banyak
(2010) pembiayaan maka akan semakin baik bagi keberlanjutan
kawasan minapolitan
Penguasaan (Wibowo et al, 2015), Semakin tinggi penguasaan teknologi oleh pembudidaya
pembudidaya terhadap Suryawati & Purnomo maka akan semakin baik bagi keberlanjutan kawasan
teknologi (2011) dan Setiawan minapolitan.
(2010)
Kepemilikan lahan Wibowo (2014) dan Semakin banyak pembudidaya yang memiliki lahan
Setiawan (2010) perikanan milik sendiri maka akan semakin baik bagi
keberlanjutan kawasan minapolitan.
29

C. Dimensi ekologi
Dimensi ekologi merupakan aspek yang menjadi penyedia sumber daya alam untuk
penunjang kegiatan di kawasan minapolitan. Dimensi ekologi seringkali menjadi aspek
yang dikorbankan dalam pembangunan. Pengukuran dan identifikasi kondisi ekologi
menjadi penting mengingat dalam menjalankan kegiatan perikanan banyak dibutuhkan
sumber daya alam berupa air dan lahan. Dimensi ekologi kawasan minapolitan
berkelanjutan dalam penelitian ini diukur dengan 10 atribut yaitu penerapan CBIB,
ketersediaan pakan, curah hujan, ketersediaan air, ketersediaan benih, frekuensi banjir,
frekuensi kekeringan, pengolahan limbah, ketersediaan lahan dan pengetahuan terhadap
lingkungan. Definisi atribut ekologi menurut studi terdahulu terdapat pada tabel 2.14.
Tabel 2. 26
Atribut Dimensi Ekologi
Atribut Dimensi Sumber Definisi
Ekologi
Penerapan CBIB Wibowo (2014) Tingkat penerapan CBIB di kawasan
minapolitan.
Ketersediaan Wibowo (2014) dan Setiawan Ketersediaan pakan untuk menunjang kegiatan
pakan (2010) perikanan.
Curah hujan Suryawati & Purnomo (2011) Nilai curah hujan di kawasan minapolitan
Ketersediaan air Wibowo (2014) dan Setiawan Ketersediaan air untuk menunjang kegiatan
(2010) perikanan.
Ketersediaan Wibowo (2014) Ketersediaan benih ikan untuk menunjang
benih kegiatan perikanan.
Frekuensi banjir Wibowo (2014), Setiawan Frekuensi terjadinya banjir di kawasan
(2010) Suryawati & Purnomo minapolitan.
Frekuensi (2011) Frekuensi terjadinya kekeringan di kawasan
kekeringan minapolitan.
Pengolahan Wibowo (2014) dan Setiawan Keberadaan pengolahan limbah di kawasan
limbah (2010) minapolitan.
Ketersediaan Luas lahan yang sesuai untuk perikanan di
lahan kawasan minapolitan.
Pengetahuan Wibowo (2014) dan Suryawati Tingkat penguasaan pengetahuan
terhadap & Purnomo (2011) pembudidaya terhadap lingkungan.
lingkungan
Berikut klasifikasi atribut ekologi menurut studi terdahulu.
Tabel 2. 27
Klasifikasi Penerapan CBIB
Penerapan CBIB Skor Klasifikasi
Belum diterapkan 0 Rendah
Diterapkan hanya sebagian 1 Sedang
Diterapkan keseluruhan 2 Tinggi
Sumber: Wibowo (2014)
Tabel 2. 28
Klasifikasi Ketersediaan Pakan
Ketersediaan Pakan Skor Klasifikasi
Sangat Kritis 0 Rendah
Kritis 1 Cukup
Rawan 2 Sedang
Aman 3 Tinggi
Sumber: Wibowo (2014)
30
Tabel 2. 29
Klasifikasi Curah Hujan
Curah Hujan Skor Klasifikasi
< 1000 mm/tahun dan >2500 mm/tahun 0 Rendah
1000-1500 mm/tahun 1 Cukup
1500-2000 mm/tahun 2 Sedang
2000-2500 mm/tahun 3 Tinggi
Sumber: Suryawati & Purnomo (2011)
Tabel 2. 30
Klasifikasi Ketersediaan Air
Ketersediaan air Skor Klasifikasi
Terlampaui 0 Rendah
Aman bersyarat 1 Sedang
Aman 2 Tinggi
Sumber : Wibowo (2014)
Tabel 2. 31
Klasifikasi Ketersediaan Benih
Ketersediaan Benih Skor Klasifikasi
Tidak tersedia di daerah 0 Rendah
Tersedia dalam jumlah terbatas 1 Sedang
Tersedia dalam jumlah banyak 2 Tinggi
Sumber : Wibowo (2014)
Tabel 2. 32
Klasifikasi Frekuensi Banjir
Frekuensi Banjir Skor Klasifikasi
Sering 0 Rendah
Kadang-kadang 1 Sedang
Tidak pernah terjadi 2 Tinggi
Sumber : Suryawati & Purnomo (2011)
Tabel 2. 33
Klasifikasi Frekuensi Kekeringan
Frekuensi Kekeringan Skor Klasifikasi
Sering 0 Rendah
Kadang-kadang 1 Sedang
Tidak pernah terjadi 2 Tinggi
Sumber : Wibowo (2014)
Tabel 2. 34
Klasifikasi Pengolahan Limbah
Pengolahan Limbah Skor Klasifikasi
Tidak ada 0 Rendah
Ada tetapi tidak dijalankan 1 Sedang
Ada dan dijalankan 2 Tinggi
Sumber : Wibowo (2014)
Tabel 2. 35
Klasifikasi Ketersediaan Lahan
Ketersediaan Lahan Skor Klasifikasi
Tidak ada 0 Sangat Rendah
Ada tapi sedikit 1 Rendah
Ada dan cukup 2 Sedang
Ada dan luas 3 Tinggi
Sumber : Wibowo (2014)
Tabel 2. 36
Klasifikasi Pengetahuan Pembudidaya Terhadap Lingkungan
Pengetahuan pembudidaya terhadap lingkungan Skor Klasifikasi
Sangat minim ( < 1/3) 0 Rendah
Cukup ( 1/3 – 2/3) 1 Sedang
Luas ( > 2/3) 2 Tinggi
Sumber : Wibowo (2014)
31

Berikut parameter atribut dimensi ekologi menurut studi terdahulu.


Tabel 2. 37
Parameter Atribut Dimensi Ekologi
Atribut Dimensi Sumber Parameter
Ekologi
Penerapan CBIB Wibowo (2014) Semakin tinggi penerapan CBIB maka akan semakin baik
bagi keberlanjutan kawasan minapolitan.
Ketersediaan pakan Wibowo (2014) Semakin baik ketersediaan pakan (selalu tersedia) maka
dan Setiawan akan semakin baik bagi keberlanjutan kawasan minapolitan.
(2010)
Curah hujan Suryawati & Semakin mendekati curah hujan yang mendukung usaha
Purnomo (2011) perikanan maka semakin baik bagi keberlanjutan kawasan
minapolitan.
Ketersediaan air Wibowo (2014) Semakin baik ketersediaan air (selalu tersedia) maka akan
dan Setiawan semakin baik bagi keberlanjutan kawasan minapolitan.
(2010)
Ketersediaan benih Wibowo (2014) Semakin baik ketersediaan benih (selalu tersedia) maka
semakin baik bagi keberlanjutan kawasan minapolitan.
Frekuensi banjir Wibowo (2014), Semakin jarang bahkan tidak terjadi banjir maka semakin
Setiawan (2010) baik bagi keberlanjutan kawasan minapolitan.
Frekuensi kekeringan Suryawati & Semakin jarang bahkan tidak terjadi kekeringan maka
Purnomo (2011) semakin baik bagi keberlanjutan kawasan minapolitan.
Pengolahan limbah Wibowo (2014) Semakin tinggi Persentase pembudidaya yang mengolah
dan Setiawan limbah maka semakin baik bagi keberlanjutan kawasan
(2010) minapolitan.
Ketersediaan lahan Semakin luas lahan yang mendukung untuk kegiatan
perikanan maka semakin baik bagi keberlanjutan kawasan
minapolitan.
Pengetahuan Wibowo (2014) Semakin tinggi Persentase pembudidaya yang menguasai
pembudidaya dan Suryawati & pengetahuan terhadap lingkungan (CBIB, pemilihan benih
terhadap lingkungan Purnomo (2011) dan penyakit ikan) maka semakin baik bagi keberlanjutan
kawasan minapolitan.

D. Dimensi teknologi dan infrastruktur


Dimensi teknologi dan infrastruktur merupakan aspek penunjang berjalannya kegiatan di
kawasan minapolitan. Dimensi atau aspek infrastruktur dipandang sebagai salah satu aspek
penentu dalam suatu pembangunan dan pertumbuhan suatu wilayah. Ketersediaannya
menjadi sangat penting mengingat suatu kegiatan tidak dapat berjalan optimal apabila tidak
ditunjang dengan infrastruktur yang memadai. Dimensi teknologi dan infrastruktur kawasan
minapolitan berkelanjutan dalam penelitian ini diukur dengan 10 atribut yaitu industri
pengolahan, teknologi perikanan budidaya, teknologi pengolahan produk perikanan,
teknologi pakan, dukungan pasar benih, prasarana listrik, prasarana jalan, sarana
transportasi, laboratorium perikanan dan sarana perikanan. Definisi atribut dimensi
teknologi dan infrastruktur menurut studi terdahulu.
32

Tabel 2. 38
Atribut Teknologi dan Infrastruktur
Atribut Dimensi Sumber Definisi
Teknologi dan
Infrastruktur
Industri pengolahan Suryawati & Purnomo Ketersediaan industri pengolahan.
(2011)
Teknologi Suryawati & Purnomo Alat yang digunakan untuk meningkatkan produksi
perikanan budidaya (2011) dan Setiawan perikanan. Semakin tinggi jenis teknologi budidaya yang
(2010) digunakan maka semakin baik bagi keberlanjutan
kawasan minapolitan.
Teknologi Setiawan (2010) Alat yang digunakan untuk pengolahan produk perikanan
pengolahan produk di kawasan minapolitan. Semakin tinggi jenis teknologi
perikanan pengolahan produk perikanan di kawasan minapolitan.
Teknologi pakan Suryawati & Purnomo Alat yang digunakan untuk membuat pakan. Semakin
(2011) dan Setiawan tinggi jenis teknologi pakan di kawasan minapolitan.
(2010)
Dukungan pasar Wibowo (2014) Tempat jual beli benih ikan kawasan minapolitan.
benih
Prasarana listrik Ketersediaan prasarana listrik untuk menunjang
perikanan di kawasan minapolitan
Prasarana jalan Suryawati & Purnomo Kualitas jalan menuju kawasan minapolitan.
Sarana transportasi (2011) Ketersediaan sarana transportasi untuk menunjang
Setiawan (2010) kegiatan perikanan.
Laboratorium Wibowo (2014) Sarana penunjang kegiatan perikanan yang terkait
perikanan dengan kesehatan ikan dan lingkungan budidaya.
Sarana Perikanan Setiawan (2010) Sarana untuk menunjang kegiatan di kawasan
minapolitan.

Berikut klasifikasi atribut teknologi dan infrastruktur menurut studi terdahulu.


Tabel 2. 39
Klasifikasi Industri Pengolahan
Industri pengolahan Skor Klasifikasi
Tidak tersedia 0 Sangat Rendah
Tersedia tetapi tidak optimal 1 Rendah
Tersedia dan optimal 2 Sedang
Sumber : Suryawati & Purnomo (2011)
Tabel 2. 40
Klasifikasi Teknologi Perikanan Budidaya
Teknologi budidaya perikanan Skor Klasifikasi
Tidak Ada 0 Rendah
Sederhana 1 Sedang
Modern 2 Tinggi
Sumber : Suryawati & Purnomo (2011)
Tabel 2. 41
Klasifikasi Teknologi Pengolahan Produk Perikanan
Teknologi pengolahan produk perikanan Skor Klasifikasi
Tidak Ada 0 Rendah
Sederhana 1 Sedang
Modern 2 Tinggi
Sumber : Setiawan (2010)
33

Tabel 2. 42
Klasifikasi Teknologi Pakan
Teknologi pakan Skor Klasifikasi
Teknologi tradisional 0 Sangat Rendah
Teknologi sederhana 1 Rendah
Teknologi modern 2 Sedang
Sumber : Suryawati & Purnomo (2011)
Tabel 2. 43
Klasifikasi Prasarana Listrik
Prasarana Listrik Skor Klasifikasi
Tidak memadai 0 Rendah
Kurang memadai 1 Sedang
Memadai 2 Tinggi
Sumber : Wibowo (2014)
Tabel 2. 44
Klasifikasi Dukungan Pasar Benih
Dukungan pasar benih Skor Klasifikasi
Tersedia di kabupaten lain 0 Sangat Rendah
Tersedia di kecamatan lain 1 Rendah
Tersedia di desa lain 2 Sedang
Tersedia di dalam desa 3 Tinggi
Sumber : Wibowo (2014)
Tabel 2. 45
Klasifikasi Prasarana Jalan
Prasarana Jalan Skor Klasifikasi
Sangat jelek 0 Sangat Rendah
Jelek (Bad) 1 Rendah
Agak baik (Fair) 2 Sedang
Baik (Good) 3 Tinggi
Sumber : Suryawati & Purnomo (2011)
Tabel 2. 46
Klasifikasi sarana transportasi
Sarana Transportasi Skor Klasifikasi
Sangat minim 0 Rendah
Cukup 1 Sedang
Baik 2 Tinggi
Sumber : Setiawan (2010)
Tabel 2. 47
Klasifikasi lokasi laboratorium perikanan
Laboratorium perikanan Skor Klasifikasi
Tidak memadai 0 Rendah
Kurang memadai 1 Sedang
Memadai 2 Tinggi
Sumber : Wibowo (2014)
Berikut parameter atribut dimensi teknologi dan infrastruktur menurut studi terdahulu.
34

Tabel 2. 48
Parameter Atribut Dimensi Teknologi dan Infrastruktur
Atribut Dimensi Sumber Kesimpulan
Teknologi dan
Infrastruktur
Industri pengolahan Suryawati & Semakin banyak industri pengolahan maka semakin baik bagi keberlanjutan
Purnomo (2011) kawasan minapolitan.
Teknologi Suryawati & Semakin tinggi jenis teknologi budidaya yang digunakan maka semakin
perikanan budidaya Purnomo (2011) baik bagi keberlanjutan kawasan minapolitan.
dan Setiawan
(2010)
Teknologi Setiawan (2010) Semakin tinggi jenis teknologi pengolahan produk perikanan di kawasan
pengolahan produk minapolitan.
perikanan
Teknologi pakan Suryawati & Semakin tinggi jenis teknologi pakan perikanan di kawasan minapolitan.
Purnomo (2011)
dan Setiawan
(2010)
Dukungan pasar Wibowo (2014) Semakin dekat jarak antara pasar benih dengan kawasan minapolitan maka
benih semakin baik bagi keberlanjutan kawasan minapolitan.

Prasarana listrik Semakin memadai prasarana listrik maka semakin baik bagi keberlanjutan
kawasan minapolitan.
Prasarana jalan Suryawati & Semakin baik kualitas jalan menuju kawasan minapolitan maka semakin
Purnomo (2011) baik bagi keberlanjutan kawasan minapolitan
Sarana Transportasi Setiawan (2010) Semakin baik ketersediaan sarana transportasi maka semakin baik bagi
keberlanjutan kawasan minapolitan
Laboratorium Wibowo (2014) Semakin dekat jarak antara laboratorium perikanan dengan lokasi usaha
perikanan maka semakin baik bagi kawasan minapolitan.
Sarana Perikanan Setiawan (2010) Semakin lengkap sarana perikanan maka semakin baik bagi kawasan
minapolitan.

2.6 Pendekatan Rasional Komprehensif


Pendekatan rasional komprehensif diartikan sebagai analisis dalam perencanaan yang
dilakukan dari semua aspek (kependudukan, perekonomian, sosial, fisik dan sebagainya)
dan sangat menekankan pada rasionalitas dengan bermodalkan komprehensivitas informasi.
Dalam pendekatan ini, permasalahan dipandang sebagai suatu sistem yang terintegrasi
menggunakan konsep dan model untuk mempertimbangkan sumber daya dan kendala
(Paturusi, 2008: 32). Berikut ini merupakan karakteristik rasional-komprehensif menurut
Lindblom (Wijiaatmatja, 2015):
1. Penentuan nilai dan tujuan umumnya ditetakan dari analisis empiris (menurut
pengalaman) dari alternatif-alternatif kebijakan.
2. Perumusan kebijaksanaan dapat didekati melalui analisis cara dan tujuan. Terlebih
dahulu tujuan dipisahkan dari cara- cara untuk mencapai tujuan.
3. Suatu kebijakan disebut “baik” apabila didasarkan atas pemilihan cara-cara yang
paling tepat untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
4. Komprehensif, setiap faktor yang penting dan relevan diperhatikan.
5. Landasan teori sangat penting.
35

Pendekatan rasional komprehensif sebagai berikut:


1. Penentuan tujuan
2. Identifikasi alternatif kebijakan
3. Evaluasi cara mencapai tujuan dan
4. Implementasi kebijakan.
Proses ini tidak selalu kaku mengikuti urutan ini, setiap tahap bisa mengalami
pengulangan beragam dan umpan balik pada setiap sub-proses (Hudson, 1979: 388) seperti:
1. Perumusan masalah
2. Perumusan tujuan, nilai- atau sasaran yang diurutkan berdasarkan nilai pentingnya
3. Menyusun alternatif untuk mencapai tujuan, nilai-nilai atau sasaran tadi
4. Penilaian konsekuensi-konsekuensi yang timbul dari setiap alternatif
5. Setiap alternatif dan konsekuensi dibandingkan satu sama lain untuk kemudian
6. Diputuskan alternatif terbaik yang memiliki nilai konsekuensi-konsekuensi yang
paling cocok dengan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.

2.7 Tinjauan Analisis


Tinjauan analisis terdiri dari penjabaran setiap analisis diantaranya Multidimensional
Scaling (MDS), sensitivity analysis (leverage analysis) dan analisis prospektif.
2.7.1 Analisis Keberlanjutan Kawasan Minapolitan (Multidimensional Scaling)
Rapfish (Rapid Appraisal Technique for Evaluating Fisheries Sustainability) adalah
teknik statistik untuk mengevaluasi tingkat keberlanjutan perikanan yang dinilai secara
kuantitatif berdasarkan atribut yang telah ditentukan dan dikelompokkan ke dalam dimensi
yang bersesuaian (Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, 2014). Rapfish
adalah analisis yang dikembangkan oleh Fisheries Center, University of British Columbia
(Arsyad et al 2016). Rapfish sangat fleksibel sehingga penentuan dimensi dan atribut dapat
disesuaikan dengan bidang penggunanya. Rapfish mengukur tingkat keberlanjutan dengan
menggunakan Multidimensional Scaling (MDS). Multidimensional Scaling (MDS) adalah
teknik ordinansi non-parametrik yang digunakan untuk memetakan obyek ke dalam ruang 2
dimensi atas dasar jarak kedekatan obyek. Berikut adalah contoh hasil analisis MDS satu
dimensi (x-axis) adalah skor yang mewakili status (derajat keberlanjutan) dari good (100)
hingga bad (0), sementara dimensi lainnya (y-axis) mewakili faktor-faktor lain pada titik
atas (up) adalah +60 dan titik bawah (down) (Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana
Pertanian, 2014). Adapun hasil ordinasi keberlanjutan berbentuk seperti berikut:
36

Gambar 2. 3 Ordinasi Tingkat Keberlanjutan


Gambar 2.4 merupakan diagram keberlanjutan 1 dimensi. Pada gambar 2.4 terdapat
titik putih yang menunjukan nilai dan posisi keberlanjutan dimensi tersebut. Nilai
keberlanjutan dapat terlihat pada halaman Rap-analysis. Selain nilai keberlanjutan pada
halaman Rap-analysis juga terdapat nilai stress dan Nilai R2/RSQ yang menunjukan apakah
model yang terbentuk sudah baik dan tidak diperlukan penambahan atribut atau tidak.
Selanjutnya setelah nilai indeks semua dimensi diperoleh lalu divisualisasikan ke agar
terlihat bagaimana bentuk integrasi keberlanjutan antar dimensi. Pada umumnya integrasi
keberlanjutan divisualisasikan bentuk prisma layang-layang.
Metode MDS mempunyai tahapan sebagai berikut:
1. Standardisasi (normalisasi). Jika variabel yang mempunyai unit dan besaran yang
berbeda harus distandarisasi terlebih dahulu agar dapat dianalisis.
2. Pengukuran jarak multidimensi dan jarak dua dimensi. Dalam MDS, obyek
direpresentasikan sebagai titik di mana semakin dekat jarak antar titik semakin besar
kemiripannya (similarity). Menurut Alder et al. (2000) teknik ordinasi (penentuan
jarak) dalam MDS didasarkan pada euclidian distance yang dalam ruang berdimensi
n dapat ditulis sebagai berikut:

.........................................................(2-1)
Keterangan :
d : jarak x, y,z : titik koordinat
Nilai tersebut kemudian diproyeksikan dengan meregresikan jarak euclidian (d12 ) dari titik
1 ke titik 2 dengan titik asal ( D12 ) sebagaimana persamaan di bawah ini:

.................................................................(2-2)
37

Persamaan tersebut diregresikan menggunakan metode ALSCAL. Metode


ALSCAL mengoptimasi jarak kuadrat (squared distance = d12 ) terhadap data kuadrat
(titik asal = o ijk ), yang dalam tiga dimensi (i, j,k) ditulis dalam formula yang disebut
S-Stress. Stress merupakan “nilai simpangan baku” dari metode MDS. Makin kecil
stress tentunya makin baik. Stress ini pada prinsipnya mengukur seberapa dekat nilai
jarak dua dimensi dengan nilai jarak multi dimensi (Purnomo, 2012). Jika jarak
antara dua nilai jarak ini dekat berarti simpangannya kecil dan berarti juga nilai
stress-nya kecil.

.........................................................................................(2-3)
Setelah dilakukan ordinasi, kemudian dilakukan penilaian goodness of fit, yaitu jarak
titik pendugaan dengan titik asal. Nilai Goodness of fit dicerminkan dari nilai S-Stress.
Apabila nilai stress kurang dari 0.25 menunjukkan bahwa hasil analisis telah cukup
baik. Nilai stress dan koefisien determinasi (R2) menentukan perlu tidaknya
penambahan peubah untuk memastikan bahwa peubah yang digunakan telah mewakili
sifat obyek yang dibandingkan (Purnomo, 2012). Terdapat berbagai cara untuk
menghitung nilai stress, namun yang paling sering digunakan adalah Kruskal’s stress.
Untuk Kruskal’s stress terdapat pada kriteria:
Tabel 2. 49
Kriteria Nilai Stress Keberlanjutan
Stress Goodness of Fit
≥ 20% Kurang baik
10% - 20% Cukup baik
5% - 10% Baik
2,5% - 5% Sangat baik
≤ 2,5% Sempurna
Sumber : Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (2014)
Nilai stress dan koefisien determinasi (R2/RSQ) menentukan perlu tidaknya
penambahan peubah untuk memastikan bahwa peubah yang digunakan telah mewakili
sifat obyek. Model yang baik ditunjukkan dengan nilai stress yang kecil dan nilai R2
yang mendekati 1. Kategori indeks keberlanjutan seperti pada tabel 2.50 berikut.
Tabel 2. 50
Kategori Indeks Keberlanjutan Minapolitan
Persentase Keberlanjutan Minapolitan Keterangan
0,00 – 25,00 Buruk (tidak berkelanjutan)
25,01 – 50,00 Kurang (kurang berkelanjutan)
50,01 – 75,00 Cukup (cukup berkelanjutan)
75,01 – 100,00 Baik (sangat berkelanjutan
Sumber : Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (2014)
38

Gambar 2. 4 Perangkat Rapfish


Berikut adalah penjelasan kolom pada Rapfish:
1. Untuk kolom Number of Fisheries pada Real Fisheries diisikan dengan apa yang
akan diukur, dalam penelitian ini adalah keberlanjutan dimensi (ekonomi,sosial
dan kelembagaan, ekologi atau teknologi-infrastruktur) di Kawasan Minapolitan
Kecamatan Wajak, sehingga diisi nilai “1” pada kolom.
2. Kolom 1st fisherish pada Row # diisikan nomor kolom yang akan diukur
keberlanjutan dimensi (ekonomi,sosial dan kelembagaan, ekologi atau
teknologi-infrastruktur) dan names of fisheries are in excel column diisikan
dengan huruf kolom yang akan diukur.
3. Simulated fisheries pada kolom Reference diisikan 4 sebagai representasi dari
“good”, “bad”, “up”, dan “down”), sementara untuk anchors diisikan banyaknya
anchor fisheries yang dibentuk.
4. Kolom Good diisikan nomor row dimana nilai “good” berada.
5. Kolom Bad diisikan nomor row dimana nilai “bad” berada.
6. Kolom Up diisikan nomor row dimana nilai “up” berada.
7. Kolom Down diisikan nomor row dimana nilai “down” berada.
8. Kolom 1st Anchor Fisheries diisikan dengan nomor raw dimana anchor pertama
diisikan.
39

9. Untuk karakteristik attributes, Number of attributes diisikan dengan banyaknya


atribut pada dimensi yang akan diuji.
10. Column letter of 1st attributes diisikan huruf kolom dimana atribut pertama pada
dimensi bersesuaian dituliskan.
11. Pada box Monte Carlo Analysis diisikan banyaknya repetisi simulasi (biasanya
diisikan antara 20 hingga 25). Normal 0 mean error distribution with 95%
confidence interval = X % of full attribute range
12. Direkomendasikan untuk setiap dataset yang sedang dikerjakan, untuk membuat
duplikat dan file operasi khusus untuk setiap analisis Rapfish, karena setiap kali
di run program untuk dataset baru, akan digantikan hasil untuk data terbaru
Form user Rapfish dapat dibuka dengan parameternya pada file param.txt, file ini
berisi default set dari processing parameter Rapfish analysis. Analisis dimensi yang lain
harus menyesuaikan nilai dalam frame Fisheries dan Attributes supaya program dapat
membaca data yang terdapat di RapScores spreadsheet.fisheries. Frame terstandardisasi
pada form termasuk dalam satu dari dua tipe standardisasi dari data Rapscores Fisheries.
Dalam Use fisheries statistics, setiap skor x dinormalisasikan dengan (𝑥−𝜇)/𝜎 sehingga
setiap atribut dibobot dengan sama dan perbedaan pada setiap skala pengukuran dihilangkan.
Secara default, µ adalah mean dan σ adalah standar deviasi dari setiap kolom atribut
responden. Standardisasi akan berubah sejalan dengan statistik datanya. Alternatifnya,
standardisasi dapat dilakukan dengan Fixed Scaling yang didefinisikan dengan skor bad dan
good untuk setiap atribut, dengan μ = (𝑔𝑜𝑜𝑑−𝑏𝑎𝑑)/ 2 dan σ = (good − bad). Standardisasi
tidak akan berubah dengan adanya perubahan set responden. Metode standardisasi Fixed
Scalling akan memberikan konsistensi pencatatan untuk multiple Rapfish analisis dengan set
data reponden yang berbeda karena standar penskalaannya sama untuk semua data yang
dimasukkan. Sebelum running program, set parameternya harus disimpan terlebih dahulu di
dalam frame parameter file dan klik tombol Save. Selanjutnya, ketik nama file parameter
dan klik tombol Get untuk memuat parameter yang sama. Beberapa rekayasa dilakukan pada
Rapfish sehingga visualisasi obyek dapat menggambarkan tingkat keberlanjutan secara
efektif dan akurat. Berikut adalah contoh integrasi antar dimensi.
40

Gambar 2. 5 Integrasi Antar Dimensi Pengukur Keberlanjutan


Sumber: Wibowo (2014)

2.7.2 Analisis Faktor Pengungkit dalam Keberlanjutan Kawasan Minapolitan


(leverage analysis)
Pitcher dan Preikshot (2001) menyatakan bahwa atribut pengungkit adalah atribut
sensitif yang apabila dilakukan intervensi atau perubahan terhadap atribut tersebut akan
berpengaruh nyata terhadap perbaikan indeks keberlanjutan pada suatu aspek. Analisis yang
digunakan untuk mengetahui atribut pengungkit dalam keberlanjutan kawasan minapolitan
adalah leverage analysis. Leverage analysis dilakukan dengan melihat nilai Root Mean
Square (RMS) atribut (Kavanagh dan Pitcher, 2004). Semakin besar nilai RMS maka
semakin besar pula peranan atribut tersebut dalam pembentukan indeks keberlanjutan
(Kavanagh dan Pitcher, 2004). Pemilihan atribut pengungkit sebagaimana dilakukan oleh
Wibowo (2014) dilakukan atas pertimbangan:
1. Atribut yang mempunyai nilai RMS terbesar dibandingkan atribut lainnya.
2. Atribut yang walaupun nilai RMS-nya bukan yang terbesar, akan tetapi mempunyai
nilai RMS jauh lebih tinggi dibandingkan atribut lainnya sehingga menunjukkan
adanya sensitivitas nyata antara atribut tersebut dengan lainnya.
3. Atribut yang dianggap dapat mewakili atribut lain. Untuk menentukan atribut yang
dapat mewakili atribut lain, diperlukan identifikasi dan pemahaman tentang peranan
masing-masing atribut.
Dengan diketahuinya atribut pengungkit maka dapat dilakukan intervensi terhadap
atribut tersebut sehingga indeks keberlanjutan kawasan minapolitan dapat ditingkatkan.
Berikut adalah beberapa contoh hasil analisis leverage.
41

Gambar 2. 6 Hasil Analisis Leverage

Hasil analisis leverage selanjutnya diinterpretasikan dengan menjelaskan atribut yang


memiliki nilai RMS tertinggi dan atribut yang memiliki nilai RMS terendah. Atribut yang
memiliki nilai RMS tertinggi adalah atribut yang terindikasi sebagai atribut yang kondisinya
kurang atau buruk yang menyebabkan nilai keberlanjutan tidak optimal dan harus diperbaiki,
sehingga apabila diperbaiki akan meningkatkan nilai indeks keberlanjutan oleh karena itu
maka atribut ini disebut sebagai atribut pengungkit. Adapun atribut yang memiliki nilai
RMS terendah adalah atribut kondisinya sudah cukup baik sehingga tidak diprioritaskan
sebagai atribut diperbaiki.
2.7.3 Analisis Peningkatan Keberlanjutan Kawasan Minapolitan (Analisis
prospektif)
Analisis prospektif digunakan untuk memprediksi kemungkinan-kemungkinan yang
terjadi di masa depan. Analisis prospektif digunakan untuk mempersiapkan tindakan yang
perlu dilakukan dan melihat apakah perubahan diperlukan di masa depan (Wibowo, 2010).
Tahapan analisis prospektif menurut Bourgeois dan Jesus (2004) adalah:
1. Menentukan tujuan yang dikaji secara spesifik. Hal ini dilakukan agar pakar
mengerti kajian dan penyamaan pandangan tentang hal yang dikaji.
2. Identifikasi faktor-faktor yang pengungkit.
3. Semua faktor terpilih akan dinilai pengaruh langsung antar faktor, berikut adalah
pedoman penentuan penilaian analisis prospektif.
Tabel 2. 51
Pedoman Penilaian Antar Atribut
Skor Pengaruh
0 Tidak ada pengaruh
1 Berpengaruh kecil
2 Berpengaruh sedang
3 Berpengaruh sangat kuat
Sumber: Hardjomidjojo (2002)
42

Penilaian pengaruh antar faktor akan dilakukan oleh pakar terpilih. Pakar dipilih
dengan pertimbangan kesesuaian dengan permasalahan, pemilihan bidang pekerjaan
yang sesuai dan lama kerja. Berikut matriks untuk menilai pengaruh antar atribut.
Tabel 2. 52
Matriks Penilaian Antar Atribut
A-1 A-2 A-3
A-1
A-2
A-3
4. Setelah diperoleh nilai pengaruh antar atribut dari pakar, selanjutnya nilai tersebut
diolah dengan perangkat lunak analisis prospektif (MICMAC). Hasil perhitungan
divisualisasikan dalam diagram pengaruh dan ketergantungan antar faktor.

Gambar 2. 7 Diagram pengaruh dan ketergantungan faktor


Sumber: Wibowo (2010)
Setiap atribut akan berada pada salah satu kuadran dalam diagram pengaruh dan
ketergantungan faktor. Berikut penjelasan dari kuadran pada Gambar 2.5 :
a. Jika atribut berada pada kuadran I atau pada kuadran peubah penentu/faktor penentu
maka faktor tersebut dapat diartikan sebagai faktor yang paling berpengaruh dan
tingkat ketergantungannya rendah atau faktor kunci yang selanjutnya akan
menentukan strategi/skenario ditahapan berikutnya. Faktor penentu juga bisa disebut
faktor kunci.
b. Jika atribut berada pada kuadran II atau pada kuadran peubah penghubung/faktor
penghubung maka faktor tersebut dapat diartikan sebagai faktor yang menjadi
pendukung faktor kunci.
c. Jika atribut berada pada kuadran III atau pada kuadran peubah terikat/faktor terikat
maka faktor tersebut dapat diartikan sebagai faktor yang berpengaruh kecil.
d. Jika atribut berada pada kuadran IV atau pada kuadran peubah bebas/faktor bebas
maka dapat diartikan sebagai faktor yang tidak berpengaruh sama sekali.
5. Setelah setiap atribut berada pada masing-masing kuadran, selanjutnya dibuat
prediksi keadaan yang mungkin terjadi pada faktor. Setiap faktor boleh memiliki
43

lebih dari satu keadaan, dengan ketentuan keadaan harus memiliki peluang sangat
besar untuk terjadi dalam suatu waktu di masa yang akan datang. Keadaan bukan
merupakan tingkatan atau ukuran suatu faktor, tetapi merupakan deskripsi tentang
situasi dari sebuah faktor. Penyusunan keadaan akan menjadi dasar penyusunan
skenario. Menurut Wibowo (2010) penyusunan skenario dimaksudkan untuk
memprediksi kemungkinan yang terjadi pada faktor, yaitu berkembang ke arah yang
lebih baik, tetap, atau semakin buruk. Faktor yang diprediksi kondisinya di masa
yang akan datang akan dibatasi hanya faktor yang berada pada kuadran I dan kuadran
II, karena faktor yang terdapat pada kuadran I merupakan faktor yang paling
berpengaruh sedangkan faktor yang berada pada kuadran II merupakan faktor
pendukung faktor kuadran I. Berikut desain prediksi keadaan pada faktor.
Tabel 2. 53
Prediksi Keadaan yang Mungkin Terjadi pada Faktor
Faktor Keadaan
Meningkat Tetap Memburuk
Faktor 1 Semakin meningkat Tetap tidak mengalami -
(1A) perubahan (1B)
Sumber: Wibowo (2010)
Keterangan:
A : Kode untuk faktor/atribut yang kondisinya semakin baik
B : Kode untuk faktor/atribut yang kondisinya tetap
C : Kode untuk faktor/atribut yang kondisinya memburuk
Adapun prediksi keadaan yang mungkin terjadi pada faktor diperoleh dari hasil
diskusi bersama pakar, sehingga setiap kondisi yang diprediksikan memang
berkemungkinan untuk terjadi.
6. Membangun skenario. Dari berbagai kemungkinan, dapat dirumuskan tiga kelompok
strategi yang berpeluang besar terjadi di masa yang akan datang, yaitu :
a. Pesimis dengan kondisi tetap sama seperti kondisi eksisting.
b. Moderat, kondisi membaik dengan melakukan perbaikan pada beberapa atribut
kunci.
c. Optimis, kondisi membaik dengan melakukan perbaikan terhadap seluruh
atribut-atribut kunci. Adapun skenario dapat disusun seperti Tabel 2.54.
Tabel 2. 54
Hasil Skenario
No Skenario Keadaan
1 Kondisi sekarang 1B – 2B
2 Pesimis 1B – 2C
3 Moderat 1B – 2A/2B
4 Optimis 1A – 2A
7. Analisis skenario dan penyusunan strategi. Penyusunan strategi didasarkan pada
pencapaian yang diinginkan ataupun menghindari yang berdampak negatif.
44

a. Strategi pada skenario pesimis disusun untuk menghindari keadaan menjadi


lebih buruk, sehingga disusun strategi untuk mencegah kondisi menjadi lebih
buruk, setidaknya dapat dipertahankan kondisi seperti kondisi eksisting.
b. Strategi pada skenario moderat disusun untuk mewujudkan keadaan menjadi
lebih baik dengan melakukan perbaikan pada beberapa atribut kunci.
c. Strategi pada skenario optimis disusun untuk mewujudkan keadaan keadaan
menjadi lebih baik dengan melakukan perbaikan terhadap seluruh atribut-atribut
kunci.
Tabel 2. 55
Strategi Peningkatan Keberlanjutan
No Skenario Keadaan Strategi
1 Kondisi sekarang 1B – 2B -
2 Pesimis 1B – 2C Meningkatkan B
3 Moderat 1B – 2A/2B Meningkatkan B
4 Optimis 1A – 2A Meningkatkan A
Sumber: Wibowo (2010)
45
2.8 Studi Terdahulu
Tabel 2. 56
Studi Terdahulu
Peneliti Judul Tujuan Penelitian Variabel Metode Hasil Kontribusi
Penelitian
Arif Budi Pengembangan 1. Mengkaji status keberlanjutan 1. Dimensi ekonomi 1. RAP- 1. Status keberlanjutan dimensi ekologi Menggunakan beberapa
Wibowo Kawasan pengembangan kawasan 2. Dimensi sosial- Multidimensi pengembangan kawasan minapolitan di variabel yang sama dan alat
(2014) Minapolitan minapolitan berdasarkan besaran kelembagaan 2. Pareto Kabupaten Magelang memiliki kategori analisis yang sama (Rap-fish
Berkelanjutan nilai indeks aspek/dimensi 3. Dimensi ekologi Analysis cukup berkelanjutan dengan nilai indeks dan leverage).
Berbasis ekologi, ekonomi, sosial, 4. Dimensi 3. Analitycal 65,90 pada skala keberlanjutan 0-100.
Perikanan infrastruktur serta hukum dan infratruktur dan Hierarchy 2. Atribut-atribut sensitif yang berpengaruh
Budidaya Ikan kelembagaan. teknologi Process terhadap keberlanjutan dimensi ekologi
Air Tawar Di 2. Mengkaji faktor/atribut sensitif pengembangan kawasan minapolitan di
Kabupaten yang berpengaruh terhadap Kabupaten Magelang sebanyak 6 atribut
Magelang besaran nilai indeks dan status yaitu: laju alih fungsi lahan, kejadian
(Jurnal & Tesis) keberlanjutan pengembangan kekeringan, ketersediaan pakan, pengolahan
kawasan minapolitan. limbah, peluang masuknya zat
3. Merumuskan prioritas kebijakan anorganik/pencemar ke lingkungan
dan strategi yang dapat dilakukan budidaya, ketersediaan lahan perikanan.
untuk mendukung keberlanjutan 3. Prioritas pertama perbaikan atribut dimensi
pengembangan kawasan ekologi terletak pada atribut pencegahan
minapolitan. terhadap kekeringan.
Muhamad Analisis Kinerja 1. Menganalisis kinerja Kawasan 1. Dimensi ekonomi 1. RAP-fish 1. Status keberlanjutan Kawasan Minapolitan Menggunakan beberapa
Aldi Setiawan Dan Status Minapolitan Bontonompo, 2. Dimensi sosial 2.Skenario Bontonompo, Kabupaten Gowa, Provinsi variabel yang sama dan alat
(2010) Keberlanjutan Kabupaten Gowa. 3. Dimensi ekologi Analisis Sulawesi Selatan termasuk dalam kategori analisis yang sama (Rap-fish
Kawasan 2. Menganalisis status keberlanjutan 4. Dimensi hukum dan Kawasan Minapolitan yang kurang dan leverage).
Minapolitan Kawasan Minapolitan kelembagaan berkelanjutan, dengan indeks keberlanjutan
Bontonompo, Bontonompo, Kabupaten Gowa. 5. Dimensi teknologi kawasan sebesar 40,52 %
Kabupaten 3. Membentuk skenario untuk dan infratruktur 2. Terdapat 15 atribut berpengaruh
Gowa, Provinsi keberlanjutan Kawasan 3. Terdapat 3 skenario untuk meningkatkan
Sulawesi Minapolitan Bontonompo, keberlanjutan Kawasan Minapolitan
Selatan (Tesis) Kabupaten Gowa. Bontonompo, Kabupaten Gowa, Provinsi
Sulawesi Selatan
Siti Hajar Analisis Ex- 1. Menentukan indeks keberlanjutan 1. Dimensi ekonomi Rapfish 1. Dari kota 5 kabupaten yang disurvey, Menggunakan beberapa
Suryawati dan Ante program minapolitan di lokasi 2. Dimensi sosial - 31,41% dapat diketegorikan sangat variabel yang sama dan alat
Agus Heri Keberlanjutan sebagaimana tertuang dalam budaya berkelanjutan, 41,41% cukup berkelanjutan, analisis yang sama (Rap-fish
Purnomo Program Keputusan Menteri No. KEP 3. Dimensi ekologi 21,21% kurang berkelanjutan, 6,06% tidak dan leverage).
(2011) Minapolitan 32/MEN/2010 4. Dimensi hukum dan berkelanjutan
(Jurnal) 2. Mengidentifikasi atribut kelembagaan 2. Terdapat 10 atribut berpengaruh
pengungkit 5. Dimensi teknologi
3. Menyusun arahan kebijakan. dan infratruktur

45
46

2.9 Kerangka Teori

Gambar 2. 8 Kerangka Teori


47

2.10 Penggunaan Teori


A. Kawasan (Halaman 9)
1. Digunakan sebagai teori pendukung atau teori dasar “teori minapolitan”.
2. Digunakan untuk memperjelas ruang lingkup penelitian, dimana ruang lingkup
penelitian ini adalah kawasan, dimana kawasan dijabarkan sebagai wilayah yang
memiliki fungsi utama lindung dan/atau budidaya dengan salah satu peruntukannya
adalah kawasan perikanan yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan penangkapan,
budidaya, dan industri pengolahan hasil perikanan serta tidak mengganggu
kelestarian lingkungan hidup.
B. Perikanan Budidaya (Halaman 9)
1. Digunakan sebagai teori pendukung atau teori dasar “teori minapolitan”.
2. Digunakan untuk menjelaskan kondisi eksisting pada BAB IV bahwa jenis
perikanan dalam penelitian ini adalah perikanan budidaya, dimana perikanan
budidaya adalah kegiatan untuk membesarkan dan/atau membiakkan ikan serta
memanen hasilnya dalam lingkungan yang terkontrol dengan jenis budidaya air
tawar dan skala perikanan mikro.
C. Minapolitan (Halaman 15)
1. Digunakan sebagai teori pendukung atau teori dasar “teori minapolitan
berkelanjutan”.
2. Digunakan sebagai pertimbangan pembuatan definisi operasional “kawasan
minapolitan“ pada BAB III.
D. Karakteristik Kawasan Minapolitan (Halaman 17)
Digunakan sebagai tinjauan untuk menjabarkan karakteristik Kawasan Minapolitan
Kecamatan Wajak pada BAB IV.
E. Pengembangan Kawasan Minapolitan (Halaman 17)
Digunakan sebagai tinjauan pada penyusunan strategi.
F. Pembangunan Berkelanjutan (Halaman 18)
1. Digunakan sebagai teori pendukung atau teori dasar “teori minapolitan berkelanjutan”
2. Digunakan sebagai tinjauan tentang konsep berkelanjutan.
G. Minapolitan Berkelanjutan (Halaman 19)
1. Digunakan sebagai sebagai sumber variabel penelitian.
a. Dimensi Ekonomi
1) Sumber Daya Manusia (SDM)
48

2) Kemampuan pendanaan
3) Hasil produksi
4) Harga jual
5) Alternatif usaha diluar perikanan
6) Sistem penjualan
7) Keuntungan pembudidaya
8) Pemasaran produk
9) Kerjasama dalam usaha
b. Dimensi Sosial dan Kelembagaan
1) Partisipasi dalam forum pengembangan minapolitan bersama pemerintah
2) Penyerapan tenaga kerja lokal di perikanan
3) Keikutsertaan dalam pelatihan minabisnis
4) Informasi di bidang perikanan
5) Dukungan kelompok pembudidaya
6) Dukungan lembaga keuangan
7) Dukungan penyuluh perikanan
8) Dukungan pemerintah.
9) Penguasaan pada teknologi
10) Kepemilikan lahan
c. Dimensi Ekologi
1) Penerapan CBIB
2) Ketersediaan pakan
3) Curah hujan
4) Ketersediaan air
5) Ketersediaan benih
6) Frekuensi banjir
7) Frekuensi kekeringan
8) Pengolahan limbah
9) Ketersediaan lahan
10) Pengetahuan terhadap lingkungan
d. Dimensi Teknologi dan Infrastruktur
1) Industri pengolahan
2) Teknologi budidaya perikanan
49

3) Teknologi pengolahan produk perikanan


4) Teknologi pakan
5) Dukungan pasar benih
6) Prasarana jalan
7) Prasarana Listrik
8) Transportasi
9) Klinik Kesehatan Ikan
10) Sarana Perikanan
2. Digunakan sebagai sebagai sumber indikator penelitian.
3. Digunakan sebagai sebagai sumber parameter penelitian.
H. Pendekatan Rasional Komprehensif (Halaman 30)
Digunakan sebagai dasar konsep penyusunan strategi dimana strategi yang digunakan
merupakan strategi dengan perencanaan rasional komprehensif
I. Tinjauan Analisis (Halaman 31)
Terdapat 3 analisis yang digunakan yaitu Multidimensional Scaling (MDS) untuk
menentukan tingkat keberlanjutan, sensitivity analysis (leverage analysis) untuk
menentukan faktor pengungkit dan analisis prospektif untuk membuat strategi
peningkatan keberlanjutan.
1. Analisis Keberlanjutan Kawasan Minapolitan (Multidimensional Scaling)
Digunakan sebagai tinjauan dalam penjabaran metode analisis pada BAB III,
menyelesaikan rumusan masalah 1 dengan hasil analisis dan interpretasi hasil
analisis pada BAB IV.
2. Analisis Faktor Pengungkit dalam Keberlanjutan Kawasan Minapolitan (Analisis
leverage)
Digunakan sebagai tinjauan dalam penjabaran metode analisis pada BAB III, dasar
pemilihan atribut pengungkit, menyelesaikan rumusan masalah 2 dengan hasil
analisis dan interpretasi hasil analisis pada BAB IV.
3. Analisis Peningkatan Keberlanjutan Kawasan Minapolitan (Analisis prospektif)
Digunakan sebagai tinjauan dalam penjabaran metode analisis pada BAB III,
menyelesaikan rumusan masalah 3, menyusun strategi, menyusun prediksi indeks
keberlanjutan dan interpretasi hasil analisis.
50

“Halaman ini sengaja dikosongkan”


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Definisi Operasional


Definisi operasional adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu variabel dengan
cara memberikan arti atau operasional yang diperlukan untuk mengukur variabel tersebut
(Nazir, 2005). Penelitian ini bertujuan untuk menyusun “Strategi Peningkatan Keberlanjutan
Kawasan Minapolitan Kecamatan Wajak Kabupaten Malang”, berikut adalah definisi
operasional yang terkait dalam penelitian ini:
1. Kawasan minapolitan didefinisikan sebagai wilayah yang ditetapkan dalam Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten, serta aktif dalam menjalankan kegiatan
perikanan.
2. Tingkat keberlanjutan minapolitan di kawasan minapolitan Kecamatan Wajak
didefinisikan sebagai klasifikasi nilai keberlanjutan kawasan minapolitan. Tingkat
keberlanjutan minapolitan dalam penelitian ini dianalisis dengan multidimensional
scalling menggunakan aplikasi Rap-fish. Tingkat keberlanjutan minapolitan diukur
dengan 4 dimensi yaitu 9 atribut dimensi ekonomi, 10 atribut dimensi sosial-
kelembagaan, 10 atribut dimensi ekologi, dan 10 atribut dimensi teknologi-
infrastruktur. Klasifikasi keberlanjutan dibagi menjadi 4 kelas, yaitu:
a. Berkelanjutan dengan rentang nilai (0 – 25),
b. Cukup berkelanjutan dengan rentang nilai (25,1 – 50 )
c. Kurang berkelanjutan dengan rentang nilai (50,1 – 75)
d. Tidak berkelanjutan dengan rentang nilai (75,1 -100).
3. Faktor pengungkit dalam keberlanjutan minapolitan di kawasan minapolitan
Kecamatan Wajak adalah atribut yang mempunyai nilai Root Mean Square (RMS)
terbesar dan apabila dilakukan intervensi terhadap atribut tersebut akan berpengaruh
nyata terhadap perbaikan indeks keberlanjutan. Untuk mengetahui faktor pengungkit
dalam keberlanjutan minapolitan maka dilakukan dianalisis dengan leverage analysis.

51
52

4. Strategi peningkatan keberlanjutan di kawasan minapolitan Kecamatan Wajak


didefinisikan sebagai pendekatan gagasan atau aktivitas yang disusun untuk
meningkatkan indeks keberlanjutan di kawasan minapolitan Kecamatan Wajak.
Strategi peningkatan keberlanjutan direncanakan dengan analisis prospektif dalam 3
bentuk skenario yaitu skenario pesimis, moderat dan optimis untuk memperoleh
prediksi peningkatan indeks keberlanjutan.
3.2 Variabel Penelitian
Variabel penelitian merupakan atribut dari sekelompok obyek yang diteliti dan
memiliki variasi antar satu obyek dengan obyek lainnya. Variabel pada rumusan masalah
satu yang bertujuan untuk menentukan tingkat keberlanjutan dan rumusan masalah dua yang
bertujuan untuk menenetukan faktor pengungkit menggunakan variabel yang sama.
Sedangkan rumusan masalah ketiga yang bertujuan untuk membuat strategi meningkatkan
indeks keberlanjutan menggunakan variabel berdasarkan hasil analisis sebelumnya.
Setiap variabel, sub variabel dan parameter bersumber dari jurnal dan studi terdahulu.
Variabel yang dipilih adalah variabel yang dianggap dapat menjelaskan tujuan penelitian
dan sesuai dengan lokasi studi. Guna lebih memahami variabel dalam penelitian ini, berikut
akan dijabarkan tujuan, variabel, sub-variabel, parameter dan indikator yang terdapat pada
Tabel 3.1.
Tabel 3. 1
Variabel Penelitian
Tujuan Variabel Sub-variabel Indikator Parameter
Mengidentifikasi Dimensi ekonomi Sumber Daya Manusia sumber Jumlah pembudidaya (jiwa) Semakin banyak pembudidaya dan semakin banyak
tingkat keberlanjutan (Suryawati dan Purnomo Keterampilan pelaku usaha membuat diversifikasi pembudidaya yang memiliki keterampilan maka akan
kawasan minapolitan (2011) dan Marham & semakin berkelanjutan. Suryawati dan Purnomo
Kecamatan Wajak Tjokropandodjo (2010)) (2011) dan Marham & Tjokropandodjo (2010)

Kemampuan Pendanaan Prosentase pembudidaya yang mandiri ➢ Semakin banyak pembudidaya yang mampu
(Wibowo, 2014) dan Marham Jumlah kelompok yang memberi bantuan pendanaan mendanai usaha secara mandiri dan mampu
& Tjokropandodjo, 2010) (kelompok) mengakses perbankan maka semakin
berkelanjutan.
➢ Semakin banyak kelompok yang mampu
membantu pendanaan maka semakin
berkelanjutan. Wibowo (2014) dan Marham &
Tjokropandodjo (2010)
Hasil produk Setiawan (2010) Jenis produk (jenis) Semakin beragam jenis komoditas dan jenis produk
dan Suryawati & Purnomo Jenis komoditas (jenis) yang dihasilkan maka semakin berkelanjutan.
(2011) Setiawan (2010) dan Suryawati & Purnomo (2011)
Harga jual Setiawan (2010) Harga jual ikan 5 tahun terakhir Semakin rendah harga jual ikan maka semakin
dan Suryawati & Purnomo berkelanjutan. Setiawan (2010) dan Suryawati &
(2011) Purnomo (2011)
Alternatif usaha diluar Alternatif usaha diluar perikanan yang dijalankan Semakin sedikit pembudidaya yang memiliki
perikanan Suryawati & pembudidaya alternatif usaha diluar perikanan maka semakin
Purnomo (2011) dan Wibowo berkelanjutan. Suryawati & Purnomo (2011) dan
(2014) Wibowo (2014)
Sistem penjualan Suryawati & Prosentase pembudidaya yang menjual ke industri Semakin banyak pembudidaya menjual ke industri
Purnomo (2011) dan Wibowo perikanan perikanan maka semakin berkelanjutan. Setiawan
(2014) (2010) dan Wibowo (2014)
Keuntungan pembudidaya Keuntungan yang diperoleh dari hasil perikanan (Rupiah) Semakin banyak keuntungan yang diperoleh maka
Suryawati & Purnomo (2011) semakin berkelanjutan. Suryawati & Purnomo (2011)
dan Wibowo (2014) dan Wibowo (2014)
Pemasaran produk Marham & Pemasaran hasil 5 tahun terakhir Semakin luas pemasaran hasil maka semakin
Tjokropandodjo, (2010), berkelanjutan. Marham & Tjokropandodjo, (2010),
Setiawan (2010) dan Wibowo Setiawan (2010) dan Wibowo (2014)
(2014)

53
53
54
54

Tujuan Variabel Sub-variabel Indikator Parameter


Kerjasama dalam usaha Ibnu Jumlah kerjasama dalam satu desa (kerjasama/desa) Semakin banyak kerjasama dilakukan maka semakin
(2016) dan Suryawati & berkelanjutan. Ibnu (2016) dan Suryawati &
Purnomo (2011) Purnomo (2011)
Dimensi sosial dan Partisipasi masyarakat dalam Prosentase pembudidaya yang pernah mengikuti forum Semakin tinggi prosentase pembudidaya yang pernah
kelembagaan forum pengembangan pengembangan minapolitan bersama pemerintah (persen) mengikuti forum maka semakin berkelanjutan (Ibnu,
minapolitan bersama 2016)
pemerintah (Ibnu, 2016)
Penyerapan tenaga kerja lokal Jumlah tenaga kerja lokal yang terserap (jiwa) Semakin banyak tenaga kerja lokal terserap maka
di perikanan Wibowo (2014), semakin berkelanjutan. Wibowo (2014), Suryawati
Suryawati & purnomo (2011) & purnomo (2011)
Keikutsertaan pelatihan Prosentase pembudidaya yang pernah mengikuti Semakin tinggi prosentase pembudidaya yang pernah
minabisnis Ibnu (2016), pembudidaya dalam pelatihan minabisnis (persen) mengikuti pelatihan maka semakin berkelanjutan.
Wibowo (2014) dan Setiawan Ibnu (2016), Wibowo (2014) dan Setiawan (2010)
(2010)
Informasi di bidang perikanan Sumber informasi di bidang perikanan Semakin mandiri pembudidaya dalam mencari
Wibowo (2014) informasi dan semakin banyak sumber informasi
perikanan yang tersedia maka semakin berkelanjutan.
Wibowo (2014)
Dukungan kelompok Jumlah kelompok aktif dan berkegiatan • Semakin banyak kelompok yang aktif dan
pembudidaya berkegiatan maka semakin berkelanjutan
Dukungan lembaga keuangan Jumlah lembaga keuangan (unit) • Semakin banyak lembaga keuangan yang berjalan
Dukungan penyuluh perikanan Jumlah penyuluh perikanan (jiwa) maka semakin berkelanjutan
Suryawati & Purnomo (2011), Frekuensi penyuluhan/tahun (kali/tahun) • Semakin memadai jumlah penyuluh dan semakin
Setiawan (2010) dan Wibowo rutin penyuluhan dilaksanakan maka semakin
(2014) berkelanjutan. Suryawati & Purnomo (2011),
Setiawan (2010) dan Wibowo (2014)
Dukungan pemerintah Ibnu Jumlah kerjasama SKPD Semakin banyak SKPD yang bekerjasama dan
(2016), Wibowo (2014) dan Jumlah sumber dana untuk pengembangan minapolitan semakin banyak sumber pendanaan maka semakin
Setiawan (2010) (Sumber pendanaan) berkelanjutan. Ibnu (2016), Wibowo (2014) dan
Setiawan (2010)
Kepemilikan lahan Wibowo Jenis kepemilikan lahan Semakin banyak pembudidaya yang memiliki lahan
(2014) dan Setiawan (2010) usaha milik sendiri maka semakin berkelanjutan.
Wibowo (2014) dan Setiawan (2010)
Penguasaan pembudidaya • Penguasaan teknologi budidaya perikanan (Bioflok Semakin banyak jenis teknologi yang dikuasai dan
terhadap teknologi (Wibowo et dan akuaponik). semakin banyak pembudidaya yang menguasai
al, 2015), Suryawati & • Penguasaan teknologi pengolahan perikanan teknologi maka semakin berkelanjutan. (Wibowo et
Purnomo (2011) dan Setiawan • Penguasaan teknologi pakan al, 2015), Suryawati & Purnomo (2011) dan
(2010) Setiawan (2010)
Tujuan Variabel Sub-variabel Indikator Parameter
Dimensi Ekologi Penerapan CBIB Wibowo Prosentase pembudidaya yang menerapkan CBIB Semakin banyak pembudidaya yang menerapkan
(2014) (persen) CBIB maka semakin berkelanjutan. Wibowo (2014)
Ketersediaan pakan Wibowo Ketersediaan pakan 5 tahun terakhir Semakin baik (selalu tersedia) ketersediaan pakan
(2014) dan Setiawan (2010) maka semakin berkelanjutan. Wibowo (2014) dan
Setiawan (2010)
Ketersediaan air Wibowo Ketersediaan air 5 tahun terakhir Semakin baik (selalu tersedia) ketersediaan air maka
(2014) semakin berkelanjutan. Wibowo (2014) dan
Setiawan (2010)
Ketersediaan benih Wibowo Ketersediaan benih 5 tahun terakhir Semakin baik (selalu tersedia) ketersediaan benih
(2014) maka semakin berkelanjutan. Wibowo (2014)
Frekuensi banjir Frekuensi banjir 5 tahun terakhir (kali/tahun) • Semakin rendah frekuensi banjir maka semakin
Frekuensi kekeringan Wibowo Frekuensi kekeringan 5 tahun terakhir (kali/tahun) berkelanjutan.
(2014), Setiawan (2010) • Semakin rendah frekuensi kekeringan maka
Suryawati & Purnomo (2011) semakin berkelanjutan. Wibowo (2014), Setiawan
(2010) Suryawati & Purnomo (2011)
Pengolahan limbah Wibowo Prosentase pembudidaya yang mengolah limbah (persen) Semakin banyak pembudidaya yang mengolah
(2014) dan Setiawan (2010) limbah maka semakin berkelanjutan. Wibowo (2014)
dan Setiawan (2010)
Pengetahuan pembudidaya Prosentase pengetahuan pembudidaya terhadap Semakin banyak pembudidaya yang memiliki
terhadap lingkungan Wibowo lingkungan (CBIB, Pemilihan benih dan Penyakit) pengetahuan terhadap lingkungan maka semakin
(2014) dan Suryawati & berkelanjutan. Wibowo (2014) dan Suryawati &
Purnomo (2011) Purnomo (2011)
Ketersediaan lahan Wibowo Luas lahan yang sesuai dengan kegiatan perikanan (Ha) Semakin luas lahan tersedia dan sesuai dengan
(2014) dan Setiawan (2010) kegiatan perikanan maka semakin berkelanjutan.
Wibowo (2014) dan Setiawan (2010)
Curah hujan Suryawati & Curah hujan (mm/tahun) Semakin mendekati curah hujan ideal untuk
Purnomo (2011) perikanan maka semakin berkelanjutan. Suryawati &
Purnomo (2011)
Dimensi Teknologi Teknologi perikanan budidaya Jenis teknologi pengolahan produk perikanan (jenis/desa) Semakin banyak jenis teknologi dalam budidaya ikan
dan infrastruktur Suryawati & Purnomo (2011) maka semakin baik. Suryawati & Purnomo (2011)
dan Setiawan (2010) dan Setiawan (2010)
Teknologi pengolahan produk Jumlah teknologi pengolahan produk perikanan Semakin banyak jumlah teknologi pengolahan
perikanan Setiawan (2010) (unit/desa) produk maka semakin berkelanjutan. Setiawan
(2010)
Teknologi pakan Suryawati & Jumlah teknologi pakan (unit/desa) Semakin banyak jumlah teknologi pakan maka
Purnomo (2011) dan Setiawan semakin berkelanjutan. Suryawati & Purnomo (2011)
(2010) dan Setiawan (2010)

55
55
56
56

Tujuan Variabel Sub-variabel Indikator Parameter


Sarana perikanan Setiawan Kelengkapan sarana perikanan (jenis) Semakin lengkap sarana perikanan maka semakin
(2010) berkelanjutan. Setiawan (2010)
Industri pengolahan Jumlah industri pengolahan (unit) Semakin banyak industri atau UMKM pengolahan
(Suryawati & Purnomo, 2011) maka semakin berkelanjutan (Suryawati & Purnomo,
2011)
Prasarana listrik Wibowo Ketersediaan prasarana listrik Semakin memadai dukungan prasarana listrik maka
(2014) semakin berkelanjutan. Wibowo (2014)
Sarana transportasi (Setiawan, Ketersediaan sarana transportasi Semakin banyak pembudidaya yang ditunjang sarana
2010) transportasi maka semakin berkelanjutan (Setiawan,
2010)
Laboratorium perikanan Lokasi laboratorium perikanan Semakin dekat jarak dan semakin mudah diakses
Wibowo (2014) oleh pembudidaya maka semakin berkelanjutan.
Wibowo (2014)
Prasarana jalan (Suryawati & Kondisi prasarana jalan menuju kawasan minapolitan Semakin baik prasarana jalan menuju kawasan
Purnomo, 2011) minapolitan maka semakin berkelanjutan (Suryawati
& Purnomo, 2011)
Pasar benih Wibowo (2014) Lokasi pasar benih Semakin dekat jarak pasar benih dan semakin mudah
diakses oleh pembudidaya maka semakin
berkelanjutan. Wibowo (2014)
Mengidentifikasi Dimensi ekonomi - Nilai RMS atribut dimensi ekonomi Semakin besar nilai RMS yang muncul pada suatu
faktor pengungkit Dimensi sosial dan - Nilai RMS atribut dimensi sosial dan kelembagaan atribut maka semakin besar pula peranan atribut
dalam keberlanjutan kelembagaan tersebut dalam keberlanjutan
kawasan minapolitan Dimensi ekologi - Nilai RMS atribut dimensi ekologi
di Kecamatan Wajak. Dimensi teknologi - Nilai RMS atribut dimensi teknologi dan infrastruktur
dan infrastruktur
Menyusun strategi Faktor pengungkit Faktor pengungkit dimensi -
peningkatan dalam keberlanjutan ekonomi
keberlanjutan kawasan kawasan minapolitan Faktor pengungkit dimensi
minapolitan di di Kecamatan Wajak. sosial dan kelembagaan
Kecamatan Wajak. Faktor pengungkit dimensi
ekologi
Faktor pengungkit dimensi
teknologi dan infrastruktur
57

3.3 Metode Pengumpulan Data


Pengumpulan data merupakan tahapan penting dalam proses penelitian. Berikut jenis
data, teknik sampling dan teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini.
3.3.1 Jenis Data
Data adalah keterangan akan suatu hal yang diketahui atau fakta yang digambarkan
melalui angka, gambar, simbol atau bentuk lainnya (Misbahuddin dan Hasan, 2013).
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung di lapangan
oleh orang yang melakukan penelitian atau yang bersangkutan yang
membutuhkannya. Data primer ini disebut juga data asli atau data baru. Data primer
dalam penelitian ini diperoleh dengan teknik pengumpulan berupa kuisioner,
observasi dan wawancara. Data primer yang dibutuhkan dalam penelitian ini terdapat
pada desain survei penelitian.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh atau data yang dikumpulkan yang
melakukan penelitian dari sumber-sumber yang ada seperti kajian pustaka ataupun
data dari instansi.
Tabel 3. 2
Data Sekunder
No. Data yang dibutuhkan Sumber Data Nama Dokumen
1. Jumlah Pembudidaya Kecamatan Penyuluh dan Dinas Perikanan Data Perikanan
Wajak Kabupaten Malang Kecamatan Wajak
2. Penduduk Kecamatan Wajak Badan Pusat Statistika Kabupaten Kecamatan Wajak
Malang dalam Angka 2016
3. Guna Lahan Kecamatan Wajak Badan Perencanaan dan Peta Guna Lahan
Pembangunan Kabupaten Malang
3.3.2 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dimaksudkan untuk menentukan bagaimana data yang
dibutuhkan bisa diperoleh. Pengumpulannya data dalam penelitian ini terdiri dari:
1. Kuisioner
Pengumpulan data melalui kuisioner adalah cara pengumpulan data dengan
menggunakan daftar pertanyaan (angket) terhadap objek yang diteliti (Misbahuddin
dan Hasan, 2013). Kuisioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner
jenis campuran yang merupakan gabungan dari kuesioner terbuka dan tertutup
(Darmawan, 2013). Kuisioner tersebut ditujukan kepada pembudidaya di Kawasan
Minapolitan Kecamatan Wajak untuk memperoleh data kegiatan usaha perikanan
yang dijalankan masing-masing pembudidaya.
58

2. Wawancara
Wawancara adalah pengumpulan data dengan mengadakan tanya jawab langsung
kepada objek yang diteliti atau kepada perantara yang mengetahui persoalan objek
yang akan diteliti (Misbahuddin dan Hasan, 2013). Wawancara yang dilakukan adalah
wawancara berstruktur dimana pewawancara sudah mempersiapkan pertanyaan yang
bertujuan untuk melengkapi data yang diperoleh dari kuisioner dan melengkapi data
yang diperoleh dari data sekunder yang milik instansi (Darmawan, 2013).
Tabel 3. 3 Narasumber Wawancara
No. Instansi Nama Narasumber Data yang dibutuhkan
1. Dinas Perikanan Kepala Bidang Pemberdayaan Wawancara terkait strategi untuk
Kabupaten Malang Pembudidaya Ikan meningkatkan keberlanjutan kawasan
Kepala Seksi Produksi Budidaya minapolitan Kecamatan Wajak
Kepala Seksi Pengelolaan dan
Pemasaran
2. Universitas Dosen Jurusan Sosial Ekonomi
Brawijaya Perikanan dan Kelautan
Dosen Jurusan Sumberdaya
Perairan
3. UPTD BBI Kepala UPTD BBI
2. Badan Perencanaan Banppeda bidang sosial ekonomi Rencana pengembangan kawasan
dan Pembangunan dan tata ruang minapolitan Kecamatan dari aspek tata
Kabupaten Malang ruang
3. Kajian pustaka
Kajian pustaka yaitu pengumpulan data dengan menggunakan sebagian atau seluruh
data yang telah ada dari peneliti sebelumnya (Misbahuddin dan Hasan, 2013).
Tabel 3. 4 Sumber Data Kajian Pustaka
No. Jenis dokumen Judul dan Nomor dokumen Data yang dibutuhkan
1. Skripsi Laily Hasnatul Z. 2014. Strategi Local Identifikasi masalah kawasan
Economy Development Dalam Program minapolitan Kecamatan Wajak
Minapolitan
2. Dokumen instansi Dinas Perikanan Kabupaten Malang. ➢ Jenis lahan budidaya
pemerintah (2016). RPIJMD Kawasan Minapolitan ➢ Hasil panen budidaya
Kabupaten Malang Kabupaten Malang 2016. ➢ Hasil pembangunan kawasan
minapolitan
3. Dokumen instansi Dinas Perikanan Kabupaten Malang. Rencana pengembangan kawasan
pemerintah (2016). Masterplan Minapolitan minapolitan Kecamatan Wajak
Kabupaten Malang Kecamatan Wajak Kabupaten Malang
2009-2014
3.3.3 Teknik sampling
Populasi adalah wilayah yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas
dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya (Rudi, 2012). Populasi dalam penelitian ini adalah penduduk yang memiliki
lahan dan aktif dalam menjalankan usaha perikanan di Kawasan Minapolitan Kecamatan
Wajak. Responden dalam penelitian ini dipilih dengan teknik sampling jenuh (non-
probability sampling), yakni teknik penentuan sampel apabila semua anggota populasi
digunakan sebagai sampel (Rudi, 2012). Berikut merupakan rincian populasi penelitian ini:
59

Tabel 3. 5
Populasi Penelitian
No Desa Jumlah (Jiwa)
1 Blayu 13
2 Bringin 24
3 Wajak 8
4 Dadapan 5
5 Patokpicis 7
6 Codo 9
7 Kidangbang 7
Total 73
Sumber: Penyuluh Perikanan Kecamatan Wajak (2016)
3.4 Metode Analisis
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari analisis keberlanjutan dengan
teknik multidimensional scalling pada Rap-Minapolitan, analisis faktor pengungkit dengan
leverage analysis dan analisis prospektif untuk menyusun strategi peningkatan
keberlanjutan.
3.4.1 Analisis Keberlanjutan Kawasan Minapolitan
Keberlanjutan kawasan minapolitan di Kecamatan Wajak dianalisis dengan
Multidimensional Scalling Analysis (MDS) pada aplikasi Rap-fish. Berikut adalah tahapan
analisis keberlanjutan kawasan minapolitan Kecamatan Wajak.
A. Tahap pertama adalah menentukan atribut pada setiap dimensi.
Atribut dipilih melalui kajian pustaka yang disesuaikan dengan wilayah studi. Atribut
pengukur (variabel dan sub-variabel) terdapat pada tabel 3.1.
B. Tahap kedua adalah menentukan klasifikasi pada setiap dimensi
Klasifikasi pada setiap dimensi dalam penelitian ini disusun dengan menggunakan
data eksisting. Klasifikasi yang digunakan diperoleh setelah pengumpulan data dilakukan.
Perhitungan klasifikasi terdapat pada lampiran 5. Berikut adalah cara yang digunakan untuk
membuat klasifikasi yang digunakan dalam penelitian ini.
1. Menentukan kelas
Penentuan kelas atribut dalam penelitian ini dihitung dengan rumus H.A Sturges
sebagai berikut (Supranto, 2008):
K = 1 + 3,322 log n
Dimana : K = banyaknya kelas n = jumlah desa
Nilai n dalam penelitian ini adalah jumlah desa, maka banyak kelas k adalah :
K = 1 + 3,322 log n
K = 1 + 3,322 log 7 K = 3,80 ≈ 4
Jadi banyaknya kelas yang digunakan dalam penelitian ini adalah 4 kelas.
60

2. Menentukan definisi, interval dan klasifikasi


Data yang digunakan untuk membuat klasifikasi setiap atribut dalam penelitian ini
adalah data yang diperoleh dari data eksisting. Perhitungan yang dilakukan untuk
membuat klasifkasi, dihitung dengan pengurangan nilai tertinggi dan terendah
kemudian dibagi dengan jumlah kelas (Supranto, 2008):
𝐍𝐢𝐥𝐚𝐢 𝐓𝐞𝐫𝐭𝐢𝐧𝐠𝐠𝐢 − 𝐍𝐢𝐥𝐚𝐢 𝐓𝐞𝐫𝐞𝐧𝐝𝐚𝐡
𝐈𝐧𝐭𝐞𝐫𝐯𝐚𝐥 =
𝐁𝐚𝐧𝐲𝐚𝐤 𝐊𝐞𝐥𝐚𝐬
Adapun untuk atribut yang tidak memungkinkan untuk menggunakan cara diatas akan
digunakan asumsi dari penelitian terdahulu dan eksisting untuk membuat klasifikasi.
Adapun definisi atribut dari setiap dimensi diperoleh dari studi terdahulu yang
disesuaikan dengan wilayah penelitian. Berikut adalah definisi atribut dalam
penelitian ini.
a) Dimensi Ekonomi
Berikut adalah definisi atribut pada dimensi ekonomi.
Tabel 3. 6
Definisi Atribut Dimensi Ekonomi
Atribut Sumber Definisi Atribut dalam Penelitian
Dimensi
Ekonomi
Sumber Daya Suryawati dan Purnomo ➢ keberadaan/jumlah pembudidaya
Manusia (SDM) (2011) dan Marham & ➢ keterampilan pelaku usaha budidaya ikan.
Tjokropandodjo (2010)
Kemampuan Marham & Tjokropandodjo ➢ Kesiapan pendanaan pembudidaya untuk
pendanaan (2010) mendanai usaha secara pribadi dan akses
kepada perbankan.
➢ Kesiapan kelompok dalam memberikan
bantuan pendanaan kepada pembudidaya.
Hasil produk Setiawan (2010) dan Variasi jenis komoditas dan jenis produk yang
Suryawati & Purnomo (2011) dihasilkan.
Harga jual Setiawan (2010) dan Harga jual ikan selama 5 tahun terakhir.
Suryawati & Purnomo (2011)
Alternatif usaha Suryawati & Purnomo (2011) Usaha yang dimiliki oleh pembudidaya diluar
diluar perikanan dan Wibowo (2014) usaha perikanan.
Sistem Setiawan (2010) dan Wibowo Cara pembudidaya/pengusaha menjual hasil
penjualan (2014) produknya.
Kerjasama Ibnu (2016) dan Suryawati & Jenis kerjasama yang dilakukan dalam satu
dalam usaha Purnomo (2011) desa.
Pemasaran Marham & Tjokropandodjo, Jangkauan pemasaran produk selama 5 tahun
produk (2010), Setiawan (2010) dan terakhir.
Wibowo (2014)
Keuntungan Suryawati & Purnomo (2011) Keuntungan yang diperoleh pembudidaya dari
pembudidaya dan Wibowo (2014) hasil perikanan.

Klasifikasi atribut pada dimensi ekonomi dihitung menggunakan data eksisting. Guna
lebih memahami perhitungan penentuan klasifikasi, maka data dan proses perhitungan
dapat dilihat lampiran 5.
61

a. Klasifikasi atribut Sumber Daya Manusia (SDM)


Klasifikasi atribut SDM terdiri dari klasifikasi jumlah pembudidaya (jiwa/Desa) dan
prosentase pembudidaya yang memiliki keterampilan.
Tabel 3. 7
Klasifikasi Skoring Jumlah Pembudidaya (Jiwa/Desa)
Jumlah Pembudidaya (Jiwa) Skor Klasifikasi
5-9 0 Sangat Rendah
10-14 1 Rendah
15-19 2 Sedang
20-24 3 Tinggi
Tabel 3. 8
Klasifikasi Skoring Keterampilan Pembudidaya (Persen/Desa)
Keterampilan Pembudidaya Skor Klasifikasi
0 – 25 % pembudidaya memiliki keterampilan 0 Sangat Rendah
25,1 – 50 % pembudidaya memiliki keterampilan 1 Rendah
50,1 – 75 % pembudidaya memiliki keterampilan 2 Sedang
75,1 – 100 % pembudidaya memiliki keterampilan 3 Tinggi
b. Klasifikasi atribut kemampuan pendanaan
Klasifikasi atribut kemampuan pendanaan terdiri dari klasifikasi prosentase
kemampuan pendanaan pembudidaya (jiwa/desa) dan kemampuan kelompok dalam
memberikan bantuan pendanaan.
Tabel 3. 9
Klasifikasi Skoring Kemampuan Pendanaan Pembudidaya (Persen/Desa)
Kemampuan Pendanaan Pembudidaya Skor Klasifikasi
20 % – 40 % dari nilai ideal yang diharapkan 0 Sangat Rendah
40,1 % – 60,1 % dari nilai ideal yang diharapkan 1 Rendah
60,2 % – 80,2 % dari nilai ideal yang diharapkan 2 Sedang
80,3 % - 100 % dari nilai ideal yang diharapkan 3 Tinggi
Tabel 3. 10
Klasifikasi Skoring Kemampuan Pendanaan Kelompok (Kelompok/Desa)
Kemampuan Pendanaan Kelompok Skor Klasifikasi
Semua kelompok tidak mampu memberikan bantuan 0 Sangat Rendah
Sebagian kelompok mampu memberikan bantuan 1 Rendah
Lebih dari sebagian kelompok mampu memberikan bantuan 2 Sedang
Semua kelompok mampu memberikan bantuan 3 Tinggi
c. Klasifikasi atribut kerjasama usaha
Klasifikasi atribut kerjasama usaha dilihat berdasarkan jenis kerjasama dalam usaha
perikanan di setiap desa.
Tabel 3. 11
Klasifikasi Skoring Kerjasama Usaha (Jenis kerjasama/Desa)
Kerjasama Usaha Skor Klasifikasi
Tidak ada kerjasama 0 Sangat Rendah
Terdapat 1 kerjasama 1 Rendah
Terdapat 2 kerjasama 2 Sedang
Terdapat > 2 kerjasama 3 Tinggi
62

d. Klasifikasi atribut pemasaran produk


Klasifikasi pemasaran produk disusun berdasarkan perbandingan nilai aktual dan nilai
ideal, dimana nilai idealnya adalah semua pembudidaya sudah memasarkan hingga
keluar kecamatan, sehingga diperoleh prosentase pencapaian pemasaran produk adalah
100 % pembudidaya sudah memasarkan hingga keluar kecamatan.
Tabel 3. 12
Klasifikasi Skoring Pemasaran Produk
Pemasaran Produk Skor Klasifikasi
0 – 25 % dari nilai ideal yang diharapkan 0 Sangat Rendah
25,1 – 50 % dari nilai ideal yang diharapkan 1 Rendah
50,1 – 75 % dari nilai ideal yang diharapkan 2 Sedang
75,1 – 100 % dari nilai ideal yang diharapkan 3 Tinggi
e. Klasifikasi atribut hasil produk
Klasifikasi atribut hasil produk terdiri dari klasifikasi jenis produk dan jenis komoditas.
Tabel 3. 13
Klasifikasi Skoring Jenis Produk (Jenis/Desa)
Jenis Produk Skor Klasifikasi
Primer 0 Sangat rendah
Sekunder 1 Rendah
Tersier 2 Sedang
Kombinasi 3 Tinggi
Tabel 3. 14
Klasifikasi Skoring Jenis komoditas (Jenis/Desa)
Jenis komoditas Skor Klasifikasi

1 jenis 0 Sangat rendah


2 jenis 1 Rendah
3 jenis 2 Sedang
> 3 jenis 3 Tinggi
f. Klasifikasi atribut harga jual
Klasifikasi atribut harga jual menurut pembudidaya dan Dinas Perikanan Kabupaten
Malang.
Tabel 3. 15
Klasifikasi Skoring Harga jual
Harga jual Skor Klasifikasi
Menurun 0 Sangat Rendah
Fluktuatif 1 Rendah
Stabil 2 Sedang
Meningkat 3 Tinggi
g. Klasifikasi atribut keuntungan pembudidaya
Klasifikasi atribut keuntungan pembudidaya hasil perhitungan pada lampiran 5.
Tabel 3. 16
Klasifikasi Skoring Keuntungan Pembudidaya (Rupiah/Desa)
Keuntungan Pembudidaya Skor Klasifikasi
Rp. 0 - 5850000 0 Sangat rendah
Rp. 5850001 - 11.700.001 1 Rendah
Rp. Rp11.700.002 -17.550.002 2 Sedang
Rp. 17.550.003 - 23.400.000 3 Tinggi
h. Klasifikasi atribut sistem penjualan
63

Klasifikasi atribut alternatif sistem penjualan.


Tabel 3. 17
Klasifikasi Skoring Alternatif Usaha Diluar Perikanan
Sistem Penjualan Skor Klasifikasi
0 – 25 % dari nilai ideal yang diharapkan 0 Sangat Rendah
25,1 – 50 % dari nilai ideal yang diharapkan 1 Rendah
50,1 – 75 % dari nilai ideal yang diharapkan 2 Sedang
75,1 – 100 % dari nilai ideal yang diharapkan 3 Tinggi
i. Klasifikasi atribut alternatif usaha diluar perikanan
Klasifikasi atribut alternatif usaha diluar perikanan dilihat berdasarkan rata-rata
alternatif usaha diluar perikanan yang dijalankan oleh pembudidaya.
Tabel 3. 18
Klasifikasi Skoring Alternatif Usaha Diluar Perikanan
Alternatif Usaha Diluar Perikanan Skor Klasifikasi
Terdapat > 3 alternatif 0 Sangat Rendah
Terdapat 2-3 alternatif 1 Rendah
Terdapat 1 alternatif 2 Sedang
Tidak ada alternatif 3 Tinggi
Klasifikasi atribut alternatif usaha diluar perikanan dilihat berdasarkan rata-rata
alternatif usaha diluar perikanan yang dijalankan oleh pembudidaya.
b) Dimensi sosial dan kelembagaan
Berikut adalah definisi atribut pada dimensi sosial dan kelembagaan.
Tabel 3. 19
Definisi Atribut Dimensi Sosial dan Kelembagaan
Atribut Dimensi Sosial dan Definisi Atribut dalam Penelitian
Kelembagaan
Partisipasi dalam forum Partisipasi pembudidya dalam merencanakan pengembangan Kawasan
pengembangan minapolitan Minapolitan .
bersama pemerintah
Penyerapan tenaga kerja lokal Tenaga kerja yang terserap di sektor perikanan.
di perikanan
Keikutsertaan dalam pelatihan Partisipasi pembudidaya dalam pelatihan bisnis perikanan.
minabisnis
Informasi di bidang perikanan Sumber informasi perikanan yang terdapat di kawasan minapolitan.
Dukungan kelompok Kelompok budidaya yang aktif dan berkegiatan.
pembudidaya
Dukungan lembaga keuangan Keberadaan lembaga keuangan yang aktif.
Dukungan penyuluh perikanan Keberadaan penyuluh dan frekuensi penyuluhan.
Dukungan pemerintah ➢ Bantuan Pemerintah berupa kontribusi pembiayaan dalam pengembangan
usaha perikanan di kawasan minapolitan
Program dari berbagai SKPD atau instansi pemerintah yang masuk atau
ditujukan pada kawasan minapolitan
Penguasaan pembudidaya Tingkat penguasaan teknologi budidaya perikanan (Bioflok dan Akuatik),
terhadap teknologi pakan dan teknologi pengolahan oleh pembudidaya.
Kepemilikan lahan Jenis kepemilikan lahan perikanan
64

Klasifikasi atribut pada dimensi sosial dan kelembagan dihitung menggunakan data
eksisting. Guna lebih memahami perhitungan penentuan klasifikasi, maka data dan proses
perhitungan dapat dilihat lampiran 5.
a. Klasifikasi atribut Partisipasi Forum Pengembangan Minapolitan Bersama Pemerintah
Prosentase pembudidaya yang pernah mengikuti Forum Pengembangan Minapolitan
Bersama Pemerintah.
Tabel 3. 20
Klasifikasi Skoring Partisipasi Pembudidaya dalam Forum Pengembangan Minapolitan Bersama
Pemerintah
Partisipasi Pembudidaya Forum Pengembangan Skor Klasifikasi
Minapolitan Bersama Pemerintah
0 – 25 % pembudidaya pernah mengikuti forum 0 Sangat rendah
25,1 – 50 % pembudidaya pernah mengikuti forum 1 Rendah
50,1 – 75 % pembudidaya pernah mengikuti forum 2 Sedang
75,1 – 100 % pembudidaya pernah mengikuti forum 3 Tinggi
b. Klasifikasi atribut Partisipasi Pelatihan Minabisnis
Klasifikasi atribut partisipasi pelatihan minabisnis terdiri dari klasifikasi prosentase
pembudidaya yang pernah mengikuti pelatihan minabisnis.
Tabel 3. 21
Klasifikasi Skoring Partisipasi Pelatihan Minabisnis
Partisipasi Pelatihan Minabisnis Skor Klasifikasi
0 – 25 % pembudidaya pernah mengikuti pelatihan 0 Sangat rendah
25,1 – 50 % pembudidaya pernah mengikuti pelatihan 1 Rendah
50,1 – 75 % pembudidaya pernah mengikuti pelatihan 2 Sedang
75,1 – 100 % pembudidaya pernah mengikuti pelatihan 3 Tinggi
c. Klasifikasi atribut Penguasaan Pembudidaya Terhadap Teknologi
Klasifikasi atribut penguasaan pembudidaya terhadap teknologi disusun berdasarkan
perbandingan nilai aktual dan nilai ideal, nilai idealnya adalah semua pembudidaya
menguasai teknologi budidaya, pakan dan olahan, sehingga diperoleh prosentase
pencapaian adalah 100 % yang berarti semua pembudidaya sudah menguasai teknologi.
Tabel 3. 22
Penguasaan Skoring Pembudidaya Terhadap Teknologi
Penguasaan Pembudidaya Terhadap Teknologi Skor Klasifikasi
0 – 25 % dari nilai ideal yang diharapkan 0 Sangat rendah
25,1 – 50 % dari nilai ideal yang diharapkan 1 Rendah
50,1 – 75 % dari nilai ideal yang diharapkan 2 Sedang
75,1 – 100 % dari nilai ideal yang diharapkan 3 Tinggi
d. Klasifikasi atribut jumlah tenaga kerja terserap dari kegiatan perikanan
Klasifikasi atribut tenaga kerja terserap hasil perhitungan pada lampiran 5.
Tabel 3. 23
Klasifikasi Skoring Jumlah Tenaga Kerja Terserap (Jiwa/Desa)
Jumlah Tenaga Kerja Terserap (Jiwa) Skor Klasifikasi
0 -6 0 Sangat Rendah
7 - 13 1 Rendah
14 - 20 2 Sedang
21-27 3 Tinggi
65

e. Klasifikasi atribut Informasi di Bidang Perikanan


Berikut adalah klasifikasi informasi di bidang perikanan.
Tabel 3. 24
Klasifikasi Skoring Informasi di Bidang Perikanan
Informasi di Bidang Perikanan Skor Klasifikasi
Tersedia di kantor kecamatan atau desa saja 0 Sangat Rendah
1. Masyarakat insiatif mencari informasi sendiri 1 Rendah
2. Masing-masing pokdakan saja
1. Masyarakat insiatif mencari informasi sendiri & pokdakan 2 Sedang
2. Masyarakat insiatif mencari informasi sendiri & desa/kecamatan
1. Masyarakat insiatif mencari informasi sendiri, pokdakan dan kecamatan 3 Tinggi
2. Masyarakat insiatif mencari informasi sendiri, pokdakan dan desa
3. Masyarakat insiatif mencari informasi sendiri, pokdakan, desa dan kecamatan
f. Klasifikasi atribut Dukungan Kelompok Budidaya
Berikut adalah klasifikasi informasi di bidang perikanan.
Tabel 3. 25
Klasifikasi Skoring Dukungan Kelompok Budidaya
Dukungan Kelompok Budidaya Skor Klasifikasi
Semua kelompok tidak aktif 0 Sangat Rendah
Sebagian kelompok aktif 1 Rendah
Semua kelompok aktif, namun kegiatan tidak menentu 2 Sedang
Semua kelompok aktif dan memiliki kegiatan rutin 3 Tinggi
g. Klasifikasi atribut dukungan penyuluh
Klasifikasi atribut dukungan penyuluh perikanan diukur dari jumlah penyuluh dan
frekuensi penyuluhan.
Tabel 3. 26
Klasifikasi Skoring Jumlah Penyuluh Perikanan (Jiwa/Kawasan)
Jumlah penyuluh Skor Klasifikasi
Tidak ada 0 Sangat Rendah
1 orang 1 Rendah
2 orang 2 Cukup
> 2 orang 3 Tinggi
Tabel 3. 27
Klasifikasi Skoring Frekuensi Penyuluhan (Penyuluhan/Tahun)
Frekuensi penyuluhan Skor Klasifikasi
Tidak ada 0 Sangat Rendah
Tidak menentu 1 Rendah
1 kali/tahun 2 Cukup
> 1 kali/tahun 3 Tinggi
h. Klasifikasi atribut dukungan pemerintah
Klasifikasi atribut dukungan pemerintah terdiri dari klasifikasi sumber pendanaan untuk
Kawasan Minapolitan dan Kerjasama antar SKPD.
Tabel 3. 28
Klasifikasi Skoring Kerjasama antar SKPD
Kerjasama antar SKPD Skor Klasifikasi
Tidak terdapat bantuan pemerintah berupa program pengembangan kawasan
minapolitan tiap tahunnya 0 Sangat Rendah
Terdapat bantuan pemerintah berupa program pengembangan kawasan
minapolitan yang berasal dari satu SKPD tiap tahunnya 1 Rendah
Terdapat bantuan pemerintah berupa program pengembangan kawasan
minapolitan yang berasal dari lebih dari dua SKPD tiap tahunnya 2 Cukup
Terdapat bantuan pemerintah berupa program pengembangan kawasan
minapolitan yang berasal dari lebih dari dua SKPD tiap tahunnya 3 Tinggi
66

Tabel 3. 29
Klasifikasi Skoring Sumber Pendanaan untuk Kawasan Minapolitan
Sumber Pendanaan untuk Kawasan Minapolitan Skor Klasifikasi
Tidak terdapat bantuan pemerintah 0 Sangat Rendah
Terdapat bantuan pemerintah berupa kontribusi pembiayaan yang berasal dari 1
sumber pendanaan 1 Rendah
Terdapat bantuan pemerintah berupa kontribusi pembiayaan yang berasal dari 2
sumber pendanaan 2 Cukup
Terdapat bantuan pemerintah berupa kontribusi pembiayaan yang berasal dari >
2 sumber pendanaan 3 Tinggi
i. Klasifikasi atribut dukungan lembaga keuangan
Klasifikasi atribut dukungan lembaga keuangan diukur dari keberadaan jumlah lembaga
keuangan.
Tabel 3. 30
Klasifikasi Dukungan Lembaga Keuangan
Jumlah Lembaga Keuangan Skor Klasifikasi
Tidak ada 0 Sangat Rendah
Ada tetapi tidak berjalan 1 Rendah
Terdapat 1 perbankan dan berjalan 2 Cukup
Terdapat > 1 perbankan dan berjalan 3 Tinggi
j. Klasifikasi atribut kepemilikan lahan
Klasifikasi atribut kepemilikan lahan diukur dari prosentase embudidaya yang memiliki
lahan pribadi.
Tabel 3. 31
Klasifikasi Skoring Kepemilikan Lahan
Kepemilikan Lahan Skor Klasifikasi
0 – 25 % dari nilai ideal yang diharapkan 0 Sangat Rendah
25,1 – 50 % dari nilai ideal yang diharapkan 1 Rendah
51,1 – 75 % dari nilai ideal yang diharapkan 2 Sedang
76,1 – 100 % dari nilai ideal yang diharapkan 3 Tinggi
c) Dimensi Ekologi
Berikut adalah definisi atribut pada dimensi ekologi.
Tabel 3. 32
Definisi Atribut Dimensi Ekologi
Atribut Dimensi Definisi Atribut dalam Penelitian
Ekologi
Penerapan CBIB Tingkat penerapan CBIB di kawasan minapolitan.
Ketersediaan pakan Ketersediaan pakan selama 5 tahun terakhir.
Curah hujan Nilai curah hujan di kawasan minapolitan
Ketersediaan air Ketersediaan air selama 5 tahun terakhir di kawasan minapolitan.
Ketersediaan benih Ketersediaan benih selama 5 tahun terakhir.
Frekuensi banjir Frekuensi terjadinya banjir selama 5 tahun terakhir.
Frekuensi Frekuensi terjadinya kekeringan selama 5 tahun.
kekeringan
Pengolahan limbah Keberadaan pengolahan limbah di kawasan minapolitan..
Ketersediaan lahan Luas lahan yang sesuai untuk perikanan di kawasan minapolitan.
Pengetahuan Tingkat penguasaan pengetahuan pembudidaya terhadap lingkungan (CBIB, pemilihan benih
terhadap dan penyakit pada ikan).
lingkungan
Klasifikasi atribut pada dimensi ekologi dihitung menggunakan data eksisting. Guna
lebih memahami perhitungan penentuan klasifikasi, maka data dan proses perhitungan
dapat dilihat lampiran 5.
67

a. Klasifikasi atribut penerapan CBIB


Klasifikasi atribut penerapan CBIB dilihat dari prosentase pembudidaya yang telah
menerapkan CBIB.
Tabel 3. 33
Klasifikasi Skoring Penerapan CBIB (Persen/Desa)
Penerapan CBIB Skor Klasifikasi
0 – 25 % pembudidaya menerapkan CBIB 0 Sangat Rendah
25,1 – 50 % pembudidaya menerapkan CBIB 1 Rendah
51,1 – 75 % pembudidaya menerapkan CBIB 2 Sedang
76,1 – 100 % pembudidaya menerapkan CBIB 3 Tinggi
b. Klasifikasi atribut ketersediaan pakan
Klasifikasi atribut ketersediaan pakan dilihat dari ketersediaan pakan menurut
pembudidaya.
Tabel 3. 34
Klasifikasi Skoring Ketersediaan Pakan
Ketersediaan Pakan Skor Klasifikasi
Tidak tersedia 0 Sangat Rendah
Tersedia < Tidak tersedia 1 Rendah
Tersedia > Tidak tersedia 2 Sedang
Selalu tersedia 3 Tinggi
c. Klasifikasi atribut curah hujan
Berikut adalah klasifikasi atribut curah hujan.
Tabel 3. 35
Klasifikasi Skoring Curah Hujan (mm/tahun)
Curah Hujan (mm/tahun) Skor Klasifikasi
< 1000 dan >2500 0 Sangat Rendah
1000-1500 1 Rendah
1500-2000 2 Sedang
2000-2500 3 Tinggi
d. Klasifikasi atribut Ketersediaan Lahan
Berikut adalah kasifikasi atribut ketersediaan lahan.
Tabel 3. 36
Klasifikasi Skoring Ketersediaan Lahan (Ha)
Ketersediaan Lahan (Ha) Skor Klasifikasi
52,14 – 106,19 0 Sangat rendah
106,20 – 160,24 1 Rendah
160, 25 – 214,29 2 Sedang
214,30 – 268, 35 3 Tinggi
e. Klasifikasi atribut ketersediaan air
Klasifikasi atribut ketersediaan air disusun berdasarkan perbandingan nilai aktual dan
nilai ideal, dimana nilai idealnya adalah semua pembudidaya menyatakan bahwa
ketersediaan air 5 tahun terakhir selalu tersedia sehingga diperoleh prosentase pencapaian
adalah 100 % yang berarti ketersediaan air sudah mendukung kegiatan perikanan semua
pembudidaya.
68

Tabel 3. 37
Klasifikasi Skoring Ketersediaan Air
Ketersediaan Air Skor Klasifikasi
Tidak tersedia 0 Sangat Rendah
Tersedia < Tidak tersedia 1 Rendah
Tersedia > Tidak tersedia 2 Sedang
Selalu tersedia 3 Tinggi
f. Klasifikasi atribut ketersediaan benih
Klasifikasi atribut ketersediaan benih disusun berdasarkan perbandingan nilai aktual dan
nilai ideal, dimana nilai idealnya adalah semua pembudidaya menyatakan bahwa
ketersediaan benih 5 tahun terakhir selalu tersedia sehingga diperoleh prosentase
pencapaian adalah 100 % yang berarti ketersediaan benih sudah mendukung kegiatan
perikanan semua pembudidaya.
Tabel 3. 38
Klasifikasi Skoring Ketersediaan Benih
Ketersediaan Benih Skor Klasifikasi
Tidak tersedia 0 Sangat Rendah
Tersedia < Tidak tersedia 1 Rendah
Tersedia > Tidak tersedia 2 Sedang
Selalu tersedia 3 Tinggi
g. Klasifikasi atribut Frekuensi Banjir
Klasifikasi atribut frekuensi banjir disusun berdasarkan perbandingan nilai aktual dan
nilai ideal, dimana nilai idealnya adalah semua pembudidaya menyatakan bahwa tidak
pernah terjadi banjir 5 tahun terakhir sehingga diperoleh prosentase pencapaian adalah
100 % yang berarti kondisi ekologi kawasan minapolitan Kecamatan Wajak sudah
mendukung kegiatan perikanan semua pembudidaya.
Tabel 3. 39
Klasifikasi Skoring Frekuensi Banjir
Frekuensi Banjir Skor Klasifikasi
Lebih dari 1 kali/tahun 0 Sangat rendah
1 kali/tahun 1 Rendah
Tidak menentu 2 Sedang
Tidak pernah 3 Tinggi
h. Klasifikasi atribut frekuensi kekeringan
Klasifikasi atribut frekuensi kekeringan disusun berdasarkan perbandingan nilai aktual
dan nilai ideal, dimana nilai idealnya adalah semua pembudidaya menyatakan bahwa
tidak pernah terjadi kekeringan 5 tahun terakhir sehingga diperoleh prosentase
pencapaian adalah 100 % yang berarti kondisi ekologi kawasan minapolitan Kecamatan
Wajak sudah mendukung kegiatan perikanan semua pembudidaya.
69

Tabel 3. 40
Klasifikasi Skoring Frekuensi Kekeringan
Frekuensi Kekeringan Skor Klasifikasi
Lebih dari 1 kali/tahun 0 Sangat rendah
1 kali/tahun 1 Rendah
Tidak menentu 2 Sedang
Tidak pernah 3 Tinggi
i. Klasifikasi atribut pengolahan limbah
Klasifikasi atribut pengolahan limbah dilihat dari prosentase pembudidaya yang
mengolah limbah.
Tabel 3. 41
Klasifikasi Skoring Pengolahan Limbah
Pengolahan Limbah Skor Klasifikasi
0 - 25% pembudidaya mengolah limbah 0 Sangat rendah
26 - 50% pembudidaya mengolah limbah 1 Rendah
51 - 75 % pembudidaya mengolah limbah 2 Sedang
76 - 100 % pembudidaya mengolah limbah 3 Tinggi
j. Klasifikasi atribut Pengetahuan Pembudidaya Terhadap Lingkungan
Klasifikasi atribut Pengetahuan Pembudidaya Terhadap Lingkungan disusun berdasarkan
perbandingan nilai aktual dan nilai ideal, dimana nilai idealnya adalah semua
pembudidaya memiliki pengetahuan terhadap lingkungan sehingga diperoleh prosentase
pencapaian adalah 100 % yang berarti semua pembudidaya sudah memiliki pengetahuan
terhadap lingkungan.
Tabel 3. 42
Klasifikasi Skoring Pengetahuan Pembudidaya Terhadap Lingkungan
Pengetahuan Pembudidaya Terhadap Lingkungan Skor Klasifikasi
Pengetahuan pembudidaya terhadap lingkungan adalah 0 – 25 % dari nilai ideal 0 Sangat Rendah
Pengetahuan pembudidaya terhadap lingkungan adalah 25,1 – 50 % dari nilai ideal 1 Rendah
Pengetahuan pembudidaya terhadap lingkungan adalah 51,1 – 75 % dari nilai ideal 2 Sedang
Pengetahuan pembudidaya terhadap lingkungan adalah 76,1 – 100 % dari nilai ideal 3 Tinggi
d) Dimensi Teknologi dan Infrastruktur
Berikut adalah definisi atribut pada dimensi teknologi dan infrastruktur.
Tabel 3. 43
Definisi Atribut Dimensi Teknologi dan Infrastruktur
Atribut Dimensi Teknologi Definisi Atribut dalam Penelitian
dan Infrastruktur
Industri pengolahan Jumlah industri atau UMKM pengolahan di kawasan minapolitan.
Teknologi perikanan budidaya Alat yang digunakan untuk meningkatkan produksi perikanan.
Teknologi pengolahan produk Alat yang digunakan untuk pengolahan produk perikanan di kawasan minapolitan.
perikanan
Teknologi pakan Alat yang digunakan untuk membuat pakan.
Dukungan pasar benih Tempat jual beli benih ikan kawasan minapolitan.
Prasarana listrik Ketersediaan prasarana listrik untuk menunjang perikanan di kawasan minapolitan
Prasarana jalan Kualitas jalan menuju kawasan minapolitan.
Sarana transportasi Ketersediaan sarana transportasi untuk menunjang kegiatan perikanan.
Laboratorium perikanan Sarana penunjang kegiatan perikanan yang terkait dengan kesehatan ikan dan
lingkungan budidaya.
Sarana Perikanan Sarana untuk menunjang kegiatan di kawasan minapolitan.
70

1) Dimensi teknologi dan infrastruktur


Klasifikasi atribut pada dimensi teknologi dan infrastruktur dihitung menggunakan data
eksisting. Guna lebih memahami perhitungan penentuan klasifikasi, maka data dan proses
perhitungan dapat dilihat lampiran 5.
a. Klasifikasi atribut Industri Pengolahan
Klasifikasi atribut industri pengolahan dilihat berdasarkan jumlah industri atau
UMKM/desa.
Tabel 3. 44
Klasifikasi Skoring Industri Pengolahan (Unit/Desa)
Industri Pengolahan Skor Klasifikasi
Tidak terdapat Industri pengolahan 0 Sangat Rendah
Terdapat 1 Industri pengolahan 1 Rendah
Terdapat 2 Industri pengolahan 2 Cukup
Terdapat > 2 Industri pengolahan 3 Tinggi
b. Klasifikasi atribut teknologi dalam budidaya
Klasifikasi atribut teknologi dalam budidaya dilihat berdasarkan jenis teknologi dalam
budidaya/desa.
Tabel 3. 45
Klasifikasi P Skoring enggunaan Teknologi dalam Budidaya (Jenis/Desa)
Teknologi dalam Budidaya Skor Klasifikasi
Tidak terdapat teknologi budidaya 0 Sangat Rendah
Terdapat 1 Teknologi Budidaya 1 Rendah
Terdapat 2 Teknologi Budidaya 2 Cukup
Terdapat > 2 Teknologi Budidaya 3 Tinggi
c. Klasifikasi atribut teknologi pengolahan produk perikanan
Klasifikasi atribut teknologi pengolahan produk perikanan dilihat berdasarkan jumlah
teknologi pengolahan produk perikanan /desa.
Tabel 3. 46
Klasifikasi Skoring Teknologi Pengolahan Produk Perikanan (Unit/Desa)
Teknologi Pengolahan Produk Perikanan Skor Klasifikasi
Tidak terdapat Teknologi pengolahan produk perikanan 0 Sangat Rendah
Terdapat 1 Teknologi pengolahan produk perikanan 1 Rendah
Terdapat 2 Teknologi pengolahan produk perikanan 2 Cukup
Terdapat > 2 Teknologi pengolahan produk perikanan 3 Tinggi
d. Klasifikasi atribut Teknologi Pakan
Klasifikasi atribut teknologi pakan dilihat berdasarkan jumlah teknologi pakan/desa.
Tabel 3. 47
Klasifikasi Skoring Teknologi Pakan (Unit/Desa)
Teknologi Pakan Skor Klasifikasi
Tidak terdapat Teknologi pakan 0 Sangat Rendah
Terdapat 1 Teknologi pakan 1 Rendah
Terdapat 2 Teknologi pakan 2 Cukup
Terdapat > 2 Teknologi pakan 3 Tinggi
71

e. Klasifikasi atribut sarana budidaya


Klasifikasi atribut sarana budidaya diukur berdasarkan jenis sarana yang ada disetiap desa
Tabel 3. 48
Klasifikasi Skoring Sarana Budidaya (Jenis/Desa)
Sarana Budidaya Skor Klasifikasi
1-3 jenis sarana 0 Sangat Rendah
4-6 jenis sarana 1 Rendah
7-9 jenis sarana 2 Cukup
10-12 jenis sarana 3 Tinggi
f. Klasifikasi atribut kualitas jalan
Klasifikasi atribut kualitas jalan menuju tempat usaha budidaya.
Tabel 3. 49
Klasifikasi Skoring Kualitas Jalan
Kualitas Jalan Skor Klasifikasi
Sangat buruk 0 Sangat Rendah
Buruk 1 Rendah
Baik 2 Cukup
Sangat baik 3 Tinggi
g. Klasifikasi atribut prasarana listrik
Klasifikasi atribut ketersediaan prasarana listrik menurut pembudidaya.
Tabel 3. 50
Klasifikasi Skoring Prasarana Listrik
Prasarana Listrik Skor Klasifikasi
Tidak ada listrik (Tidak memadai) 0 Sangat Rendah
Tersedia < Tidak tersedia (Kurang memadai) 1 Rendah
Tersedia > Tidak tersedia (Cukup memadai) 2 Cukup
Selalu tersedia (Memadai) 3 Tinggi
h. Klasifikasi atribut sarana transportasi
Ketersediaan Sarana Transportasi untuk menunjang usaha perikanan.
Tabel 3. 51
Klasifikasi Skoring Sarana Transportasi
Sarana Transportasi Skor Klasifikasi
Hanya sebagian pembudidaya yang memiliki kendaraan pribadi dan tidak
ada kendaraan umum 0 Sangat Rendah
Hanya sebagian pembudidaya yang memiliki kendaraan pribadi dan ada
kendaraan umum 1 Rendah
Semua pembudidaya memiliki kendaraan pribadi, namun tidak ada
angkutan umum 2 Cukup
Semua pembudidaya memiliki kendaraan pribadi & ada angkutan umum 3 Tinggi
i. Klasifikasi atribut laboratorium perikanan
Ketersediaan laboratorium perikanan di kawasan minapolitan.
Tabel 3. 52
Klasifikasi Skoring Laboratorium Perikanan
Laboratorium Perikanan Skor Klasifikasi
Tersedia di kabupaten lain 0 Sangat Rendah
Tersedia di kecamatan lain 1 Rendah
Tersedia di desa lain 2 Sedang
Tersedia di dalam desa 3 Tinggi
72

j. Klasifikasi atribut pasar benih


Ketersediaan pasar benih di kawasan minapolitan.
Tabel 3. 53
Klasifikasi Skoring Pasar Benih
Pasar Benih Skor Klasifikasi
Tersedia di kabupaten lain 0 Sangat Rendah
Tersedia di kecamatan lain 1 Rendah
Tersedia di desa lain 2 Cukup
Tersedia di dalam desa 3 Tinggi
C. Tahap ketiga adalah menentukan skor/nilai atribut.
Penentuan skor/nilai atribut terbagi menjadi 2 cara, tergantung pada jenis data yang
diperoleh apakah data dari pembudidaya yang dikonversi ke data desa atau data pada
tingkat desa, berikut adalah teknik skoring berdasarkan jenis data:
1. Skoring data pembudidaya dikonversi menjadi skoring data desa
Berikut adalah contoh skoring pembudidaya dikonversi menjadi skoring desa, pada
atribut kemampuan pendanaan pembudidaya. Diketahui bahwa klasifikasi jawaban
kemampuan pendanaan pembudidaya adalah :
Tabel 3. 54
Klasifikasi Kemampuan Pendanaan
Kemampuan Pendanaan Skor Keterangan
0 Tidak mampu secara pribadi, tidak dapat mengakses perbankan
Tidak mampu dan usaha tidak berjalan
1 Mampu secara pribadi, tidak dapat mengakses perbankan, dan
Kurang mampu usaha tidak berjalan
2 Mampu secara pribadi, tidak/dapat mengakses perbankan namun
Cukup mampu usaha berjalan
3 Mampu secara pribadi, mampu mengakses perbankan dan usaha
Mampu berjalan
Contoh hasil survei kemampuan pendanaan pembudidaya desa A adalah :
Tabel 3. 55
Contoh Hasil Skoring Kemampuan Pendanaan
Pembudidaya Kemampuan Skor Keterangan
Desa A Pendanaan
Pembudidaya 1 0 Tidak mampu secara pribadi, tidak dapat mengakses
Tidak mampu perbankan dan usaha tidak berjalan
Pembudidaya 2 Mampu 3 Mampu secara pribadi, mampu mengakses perbankan dan
usaha berjalan
Pembudidaya 3 Mampu 3 Mampu secara pribadi, mampu mengakses perbankan dan
usaha berjalan
Pembudidaya 4 3 Mampu secara pribadi, mampu mengakses perbankan dan
Mampu usaha berjalan
Diketahui bahwa nilai tertinggi kemampuan pendanaan pembudidaya adalah semua
pembudidaya mampu secara pribadi, mampu mengakses perbankan dan usaha
berjalan atau 100 % pembudidaya mampu atau semua pembudidaya memiliki skor 3.
Maka skor aktual dan ideal kemampuan pendanaan pembudidaya Desa A adalah:
73

Tabel 3. 56
Contoh Hasil Perbandingan Skoring Kemampuan Pendanaan (Pembudidaya)
Pembudidaya Desa A Kemampuan Pendanaan Skor Aktual Skor Ideal
Pembudidaya 1 Tidak mampu 0 3
Pembudidaya 2 Mampu 3 3
Pembudidaya 3 Mampu 3 3
Pembudidaya 4 Mampu 3 3
Total 9 12
Selanjutnya dihitung perbandingan nilai aktual dan nilai ideal:
𝐍𝐢𝐥𝐚𝐢 𝐚𝐤𝐭𝐮𝐚𝐥
𝐏𝐫𝐨𝐬𝐞𝐧𝐭𝐚𝐬𝐞 𝐊𝐞𝐭𝐞𝐫𝐜𝐚𝐩𝐚𝐢𝐚𝐧 = 𝒙 𝟏𝟎𝟎
𝐍𝐢𝐥𝐚𝐢 𝐈𝐝𝐞𝐚𝐥
𝟗
𝐏𝐫𝐨𝐬𝐞𝐧𝐭𝐚𝐬𝐞 𝐊𝐞𝐭𝐞𝐫𝐜𝐚𝐩𝐚𝐢𝐚𝐧 =
𝟏𝟐
𝒙 𝟏𝟎𝟎 = 𝟕𝟓 %

Maka prosentase ketercapaian pada skor ideal atribut kemampuan pendanaan


pembudidaya desa A adalah 75 %. Selanjutnya prosentase 75 % tersebut
diklasifikasikan berdasarkan klasifikasi pada tingkat desa. Diketahui bahwa:
a. Nilai tertinggi kemampuan pendanaan pembudidaya adalah 100% pembudidaya
mampu mendanai usaha.
b. Nilai terendah kemampuan pendanaan pembudidaya adalah 20% pembudidaya
mampu mendanai usaha, maka interval dan klasifikasi jumlah pembudidaya
adalah sebagai berikut:
Nilai Tertinggi − Nilai Terendah 100% − 20% 80%
Interval = = = = 𝟐𝟎%
Banyak Kelas 4 4
Sehingga diperoleh klasifikasi kemampuan pendanaan pembudidaya tingkat desa:
Tabel 3. 57
Klasifikasi Kemampuan Pendanaan
Kemampuan Pendanaan Skor Klasifikasi
20 % – 40 % 0 Sangat Rendah
40,1 % – 60,1 % 1 Rendah
60,2 % – 80,2 % 2 Sedang
80,3 % - 100 % 3 Tinggi
Maka skor kemampuan pendanaan pembudidaya di Desa A diklasifikasikan
pada kategori sedang (75%) dengan skor 2.
2. Skoring data desa
Salah satu atribut yang diukur langsung dengan skoring data desa adalah kerjasama
usaha. Berikut adalah contoh perhitungan atribut yang diukur dengan satu pengukur.
Tabel 3. 58
Klasifikasi Atribut Kerjasama Usaha
Kerjasama usaha Skor Klasifikasi
Tidak ada kerjasama 0 Sangat Rendah
Terdapat 1 kerjasama 1 Rendah
Terdapat 2 kerjasama 2 Sedang
Terdapat > 2 kerjasama 3 Tinggi
Berikut adalah contoh data kerjasama usaha dan hasil skoringnya:
74

Tabel 3. 59
Contoh Hasil Skoring Atribut Kerjasama Usaha
No Desa Kerjasama dalam usaha Skor Klasifikasi
1 Desa A 2 2 Sedang
2 Desa B 2 2 Sedang
3 Desa C 1 1 Rendah
Maka skor kerjasama usaha di Desa A adalah 2 (sedang), Desa B adalah 2 (sedang),
dan Desa C adalah 1 (rendah). Selain cara penentuan skor/nilai atribut yang terbagi
berdasarkan jenis data, penentuan skor/nilai atribut juga terbagi berdasarkan jumlah
pengukur atribut, yaitu.
1. Atribut yang diukur dengan satu pengukur
Atribut satu pengukur adalah kerjasama usaha. Berikut adalah contoh perhitungan:
Tabel 3. 60
Klasifikasi Atribut Kerjasama Usaha
Kerjasama usaha Skor Klasifikasi
Tidak ada kerjasama 0 Sangat Rendah
Terdapat 1 kerjasama 1 Rendah
Terdapat 2 kerjasama 2 Sedang
Terdapat > 2 kerjasama 3 Tinggi
Berikut adalah contoh hasil skoring atribut kerjasama usaha.
Tabel 3. 61
Contoh Hasil Skoring Atribut Kerjasama Usaha
No Desa Kerjasama usaha Skor Klasifikasi
1 Desa A 2 2 Sedang
2 Desa B 2 2 Sedang
3 Desa C 1 1 Rendah
Selanjutnya dihitung skor rata-rata atribut kerjasama usaha, dimana skor rata-
rata tersebut merupakan skor kawasan minapolitan Kecamatan Wajak.
2. Atribut yang diukur dengan dua pengukur atau lebih
Dukungan penyuluh perikanan dilihat berdasarkan keberadaan penyuluh dan frekuensi
penyuluhan. Berikut contoh perhitungan atribut yang diukur dua pengukur atau lebih.
Tabel 3. 62
Klasifikasi Skoring Jumlah Penyuluh Perikanan
Dukungan penyuluh Frekuensi Skor Klasifikasi
perikanan Penyuluhan
Tidak ada Tidak ada 0 Sangat Rendah
1 orang Tidak menentu 1 Rendah
2 orang 1 kali/tahun 2 Cukup
> 2 orang > 1 kali/tahun 3 Tinggi
Berikut adalah contoh hasil skoring atribut dukungan penyuluh perikanan.
Tabel 3. 63
Contoh Hasil Skoring Atribut Dukungan Penyuluh Perikanan
Nama Desa Jumlah Skor Frekuensi Skor Total Rata- Klasifikasi
Penyuluh Penyuluhan rata
Blayu 1 orang 1 Tidak menentu 1 2 1 Rendah
Bringin penyuluh/ 1 1 2 1 Rendah
Wajak kecamatan 1 1 2 1 Rendah
75

Selanjutnya dihitung skor rata-rata dukungan penyuluh perikanan, dimana skor


rata-rata tersebut merupakan skor kawasan minapolitan Kecamatan Wajak.
3. Atribut yang diukur dengan membandingkang kondisi aktual terhadap kondisi ideal
Salah satu atribut yang diukur dengan perbandingan kondisi aktual dan ideal adalah
kemampuan pendanaan pembudidaya. Kondisi ideal adalah kondisi yang diharapkan
terjadi (Sipayung et al, 2015). Pada atribut kemampuan pendanaan, kondisi ideal yang
diharapkan adalah 100% pembudidayanya mampu untuk mendanai usaha perikanan
yang dijalankan. Berikut adalah atribut yang diukur dengan perbandingan kondisi aktual
dan ideal.
Tabel 3. 64
Klasifikasi Kemampuan Pendanaan
Kemampuan Pendanaan Skor Klasifikasi
20 % – 40 % 0 Sangat Rendah
40,1 % – 60,1 % 1 Rendah
60,2 % – 80,2 % 2 Sedang
80,3 % - 100 % 3 Tinggi
Kondisi ideal pada masing-masing desa dihitung dengan mengalikan jumlah
pembudidaya di masing-masing desa dengan skor ideal (3). Nilai skor kemampuan
pendanaan terdiri dari tidak mampu (0), kurang mampu (1), cukup mampu (2) dan
mampu (3). Berikut adalah skoring kemampuan pendanaan di masing-masing desa.
Tabel 3. 65
Contoh Skoring Kemampuan Pendanaan (Pembudidaya)
Nama Desa Jumlah Tidak Kurang Cukup Mampu Total Skor %
Pembudidaya Mampu mampu Mampu skor Ideal
Desa A 13 0 0 0 13 39 39 100 %
Desa B 24 0 10 0 14 52 72 72,2 %
Desa C 8 0 0 0 8 24 24 100 %
Berdasarkan tabel 3.52 diketahui bahwa kemampuan pendanaan tertinggi adalah Desa
A dan Desa C dengan 100 % mampu, sedangkan Desa D hanya 20 % dari skor ideal
yang diharapkan dan Desa B sebesar 72,2 % dari skor ideal yang diharapkan.
Selanjutnya prosentase yang diperoleh, diklasifikasikan berdasarkan tabel 3.50.
Tabel 3. 66
Contoh Hasil Skoring Atribut Kemampuan Pendanaan (Desa)
No Nama Desa Prosentase kemampuan pendanaan Skor Klasifikasi
1. Desa A 100 % 3 Tinggi
2. Desa B 72,2 % 2 Sedang
3. Desa C 100 % 3 Tinggi
Selanjutnya dihitung skor rata-rata atribut kemampuan pendanaan, dimana skor
rata-rata tersebut merupakan skor kawasan minapolitan Wajak.
76

D. Tahap keempat adalah menghitung skor untuk kawasan minapolitan Kecamatan Wajak
Guna memperoleh skor akhir yang akan digunakan sebagai input pada analisis MDS,
maka dijumlahkan skor atribut di semua desa, kemudian dibagi 7 (7 desa) sehingga
diperoleh skor akhir. Berikut adalah klasifikasi skor akhir:
Tabel 3. 67
Klasifikasi Skor Rata-rata (Akhir) Kawasan Minapolitan Kecamatan Wajak
Klasifikasi Klasifikasi
0 - 0,75 Sangat Rendah
0.76 - 1,50 Rendah
1,51 - 2,00 Cukup
2,10 - 3,00 Tinggi
Berikut adalah contoh perhitungan skor rata-rata (akhir) Kawasan Minapolitan
Kecamatan Wajak.
Tabel 3. 68
Perhitungan Skor Akhir Atribut Kemampuan Pendanaan (Kawasan)
No Desa Rata-Rata Klasifikasi
1 Desa A 3 Sangat Rendah
2 Desa B 2 Sangat Rendah
3 Desa C 3 Sangat Rendah
Total 8
Rata-rata 8/3 = 2,67
Diketahui nilai akhir untuk atribut kemampuan pendanaan adalah 2,67 sehingga
disimpulkan kemampuan pendanaan kawasan minapolitan Kecamatan Wajak Tinggi.
Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data dalam skala kawasan, namun
karena data yang diperoleh berasal dari sumber yang berbeda-beda seperti data dari
pembudidaya atau data desa maka data harus dikonversi terlebih dahulu ke data
kawasan. Cara konversi data adalah sebagai berikut:
1. Data pembudidaya dikonversi ke data desa lalu di konversi ke data kawasan.
Contoh konversi data pembudidaya ke desa:
Tabel 3. 69
Contoh konversi data pembudidaya ke desa
No Desa A Pengolahan Limbah Skor Klasifikasi
1 Pembudidaya 1 (P1) Tidak 0 Sangat Rendah
2 Pembudidaya 2 (P2) Tidak 0 Sangat Rendah
3 Pembudidaya 3 (P3) Tidak 0 Sangat Rendah
Selanjutnya data skala pembudidaya dikonversi ke data skala desa yang dihitung
dengan rumus :
(Data 1)+ (Data 2)+ (Data 3) (0)+ (0)+ (0)
Skor rata-rata : = =0
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑑𝑎𝑡𝑎 3

Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa skor rata-rata yang diperoleh adalah
0, yang menunjukkan bahwa belum ada pembudidaya di Desa A yang mengolah
limbah. Selanjutnya data desa tersebut di konversi ke data kawasan:
77

Tabel 3. 70
Contoh konversi desa ke kawasan
No Desa Pengolahan Limbah Skor Klasifikasi
1 Desa A Tidak ada 0 Sangat Rendah
2 Desa B Tidak ada 0 Sangat Rendah
3 Desa C Tidak ada 0 Sangat Rendah
Selanjutnya data dalam skala desa dikonversi ke data skala kawasan dihitung dengan rumus :
(Data 1)+ (Data 2)+ (Data 3) (0)+ (0)+ (0)
Skor rata-rata : = =0
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑑𝑎𝑡𝑎 3

Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa skor rata-rata yang diperoleh adalah 0, yang
menunjukkan bahwa belum ada pembudidaya yang mengolah limbah di kawasan minapolitan
Kecamatan Wajak. Adapun perhitungan konversi data dalam penelitian ini terdapat pada
BAB IV. Berikut adalah jenis data berdasarkan skala konversi masing-masing data.
Tabel 3. 71
Jenis Atribut Berdasarkan Jenis Konversi Data
No Data Pembudidaya -> Data Desa -> Data Data Desa -> Data Data Kawasan
Kawasan Kawasan
1 Kemampuan Pendanaan Pasar benih Curah hujan
2 Alternatif usaha diluar perikanan Prasarana jalan Dukungan penyuluh perikanan
3 Sistem penjualan Laboratorium perikanan Dukungan pemerintah
4 Keuntungan pembudidaya Industri pengolahan Dukungan lembaga keuangan
5 Pemasaran produk Sarana perikanan
6 Partisipasi masyarakat dalam forum Dukungan kelompok
pengembangan minapolitan bersama pemerintah pembudidaya
7 Keikutsertaan pelatihan minabisnis Ketersediaan lahan
8 Kepemilikan lahan
9 Penguasaan pembudidaya terhadap teknologi
10 Penerapan CBIB
11 Ketersediaan pakan
12 Ketersediaan air
13 Ketersediaan benih
14 Frekuensi banjir
15 Frekuensi kekeringan
16 Pengolahan limbah
17 Pengetahuan pembudidaya terhadap lingkungan
18 Teknologi perikanan budidaya
19 Prasarana listrik
20 Sarana transportasi
21 Sumber Daya Manusia
22 Hasil produksi
23 Kerjasama dalam usaha
24 Penyerapan tenaga kerja lokal di perikanan
25 Informasi di bidang perikanan
26 Harga jual
27 Teknologi pakan
28 Teknologi pengolahan produk perikanan
E. Tahap kelima adalah analisis Multidimensional Scalling pada aplikasi Rapfish
Skor akhir kemudian dianalisis untuk mengetahui indeks keberlanjutan pada setiap
dimensi. Berikut adalah tahapan analisis MDS Rapfish versi 1_6.
1. Input atribut dan skor atribut pada halaman excel Rapfish versi 1_6 (Gambar 3.1)
2. Ubah nilai pada setiap kolom sesuai dengan data, lalu run rapfish (Gambar 3.2)
78

3. Setelah muncul hasil lalu interpretasi dan menyimpulkan hasil analisis MDS (Gambar
3.3). Berikut adalah klasifikasi indeks keberlanjutan kawasan minapolitan berikut ini.
Tabel 3. 72
Klasifikasi Indeks Keberlanjutan Kawasan Minapolitan
Nilai indeks Kategori Kategori
0,00 – 25,00 Buruk (tidak berkelanjutan)
25,01 – 50,00 Kurang (kurang berkelanjutan)
50,01 – 75,00 Cukup (cukup berkelanjutan)
75,01 – 100,00 Baik (Berkelanjutan)
Sumber: Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (2014)

Atribut dan
skor atribut

Gambar 3. 1 Halaman Kerja Atribut dan Skor Analisis MDS pada excel
Gambar 3.1 merupakan halaman data atribut yang akan dianalisis dengan Rapfish, pada
halaman tersebut akan dimasukan nama dan skor setiap atribut.
79

Diganti menjadi 1
karena yang diukur
adalah Kecamatan
Wajak
Letak kolom nilai
tertinggi dan
terendah

Jumlah atribut dan


dimulai pada baris
ke – berapa (D
misalnya)
Run-RAPFISH
untuk mengukur
tingkat
keberlanjutan.

Setelah analisis
Gambar 3. 2selanjutnya
Alat Analisisakan muncul
Rapfish versinilai
1_6 9keberlanjutan dan bagan nilai keberlanjutan.
(MDS)

Nilai Indeks
Keberlanjutan

Nilai Stress

Nilai R Square
(R2/RSQ)
80

Gambar 3. 3 Hasil Analisis MDS (Tingkat Keberlanjutan) pada excel


Nilai indeks keberlanjutan diatas selanjutnya ditampilkan dalam suatu bentuk ordinasi,
seperti pada gambar 3.4 berikut.

Posisi Nilai Indeks


Keberlanjutan

Gambar 3. 4 Ordinasi Tingkat


Keberlanjutan
Hasil tingkat keberlanjutan selanjutnya diinterpretasikan:
a. Nilai indeks keberlanjutan pada dimensi x adalah y persen yang menunjukkan bahwa
tingkat keberlanjutan minapolitan Kecamatan Wajak pada dimensi x adalah
kurang/cukup/tidak/berkelanjutan (tabel 3.68).
b. Nilai stress yang diperoleh adalah x termasuk kategori y karena kurang dari 0,25.
Tabel 3. 73
Kriteria Nilai Stress Indeks Keberlanjutan
Stress Goodness of Fit
≥ 20% Kurang baik
10% - 20% Cukup baik
5% - 10% Baik
2,5% - 5% Sangat baik
≤ 2,5% Sempurna
c. Nilai R2/RSQ yang didapatkan adalah 0,94 (mendekati 1) yang menunjukkan bahwa
model yang terbentuk sudah baik dan tidak diperlukan penambahan atribut karena
atribut yang digunakan telah mewakili sifat obyek yang diamati. Selanjutnya setelah
nilai indeks semua dimensi diperoleh lalu divisualisasikan sehingga terlihat
bagaimana bentuk integrasi keberlanjutan antar dimensi.
81

Gambar 3. 5 Integrasi Keberlanjutan Antar Dimensi


Hasil integrasi tingkat keberlanjutan dapat diinterpretasikan dengan menjabarkan:
1. Keseimbangan antara satu dimensi dengan dimensi yang lain, dimana hasil yang
diharapkan adalah semua dimensi seimbang dan berkelanjutan.
2. Kondisi karakteristik sudah saling mendukung atau belum.
3.4.2 Analisis Faktor Pengungkit dalam Keberlanjutan Kawasan Minapolitan
Pemilihan atribut pengungkit dilakukan dengan melihat nilai Root Mean Square (RMS),
dalam penelitian ini hanya dipilih 3 atribut yang memiliki nilai RMS terbesar yang akan
dipilih sebagai atribut pengungkit. Tahapan analysis leverage adalah:
1. Tahap pertama adalah menentukan skor/nilai atribut. Nilai atribut yang digunakan
sama seperti nilai atribut pada analisis MDS.
2. Tahap kedua adalah analysis leverage pada aplikasi Rapfish dengan run leveraging.
82

Diganti menjadi
Kecamatan Wajak
dengan nilai pada
kolom adalah 1

Letak kolom nilai


tertinggi dan terendah

Jumlah atribut dimulai


pada baris ke - D

Run-Leveraging
(Analisis atribut
pengungkit)

Gambar 3. 6 Kolom Analisis Rapfish versi 1_6 9 (Leverage)


3. Tahap ketiga adalah menyimpulkan hasil analisis leverage.
Atribut yang dipilih adalah 3 atribut yang mempunyai perubahan nilai RMS terbesar
pada setiap dimensi dibandingkan atribut lainnya. Atribut yang mempunyai perubahan
nilai RMS terbesar terindikasi sebagai atribut yang kondisinya buruk/kurang baik
sehingga dapat menghambat keberlanjutan kawasan minapolitan.

Gambar 3. 7 Hasil Analisis Leverage


Hasil analisis leverage selanjutnya diinterpretasikan seperti :
83

a) Diketahui bahwa dari 12 atribut yang ada, terdapat 3 atribut yang memiliki nilai RMS
tertinggi dan 3 atribut yang memiliki nilai RMS terendah. Atribut yang memiliki nilai
RMS tertinggi adalah atribut yang terindikasi sebagai atribut yang kondisinya kurang
atau buruk sehingga diprioritaskan untuk diperbaiki. Atribut dengan nilai RMS
tertinggi ini apabila diperbaiki akan mengungkit nilai indeks keberlanjutan sehingga
disebut sebagai atribut pengungkit.
b) Adapun 3 atribut yang memiliki nilai RMS terendah adalah atribut kondisinya sudah
cukup baik sehingga tidak dipilih sebagai atribut yang diprioritaskan untuk diperbaiki.
c) Setelah diinterpretasikan atribut dengan nilai RMS tertinggi dan terendah selanjutnya
adalah menjabarkan kondisi karakteristik atribut pengungkit, sehingga apabila kondisi
atribut tersebut kurang baik atau buruk dapat diperbaiki dengan strategi.
3.4.3 Analisis Prospektif Keberlanjutan Kawasan Minapolitan
Analisis prospektif digunakan untuk memprediksi kemungkinan-kemungkinan yang
terjadi di masa depan. Analisis prospektif digunakan untuk mempersiapkan tindakan yang
perlu dilakukan dan melihat apakah perubahan diperlukan di masa depan (Wibowo, 2010).
Tahapan analisis prospektif menurut Hardjomidjojo (2002) adalah:
1. Menentukan tujuan yang dikaji secara spesifik. Hal ini dilakukan agar pakar mengerti
kajian dan penyamaan pandangan tentang hal yang dikaji.
2. Identifikasi faktor-faktor yang pengungkit. Faktor pengungkit dari analysis leverage.
3. Semua faktor terpilih akan dinilai pengaruh langsung antar faktor, berikut adalah
pedoman penentuan penilaian analisis prospektif.
Tabel 3. 74
Pedoman Penilaian Analisis Prospektif
Skor Pengaruh
0 Tidak ada pengaruh
1 Berpengaruh kecil
2 Berpengaruh sedang
3 Berpengaruh sangat kuat
Sumber: Hardjomidjojo (2002)

Penilaian pengaruh antar faktor akan dilakukan oleh pakar terpilih. Pakar dipilih
dengan pertimbangan kesesuaian dengan permasalahan, pemilihan bidang pekerjaan
yang sesuai dan lama kerja. Berikut adalah data pakar yang dipilih untuk
mengidentifikasi pengaruh antar faktor.
Tabel 3. 75
Profil Pakar
Nama Pakar Instansi Bidang Pekerjaan Lama bekerja
Dra. Mudji Astutik, Msi. Dinas Perikanan Kepala Bidang Pemberdayaan 9 Tahun
Kabupaten Malang Pembudidaya Ikan
84

Ir. Susi Hayuningtyas Dinas Perikanan Kepala Seksi Produksi Budidaya 15 Tahun
Kabupaten Malang
Ir. Rima Ainsyah Dinas Perikanan Kepala Seksi Pengelolaan dan 13 Tahun
Kabupaten Malang Pemasaran
Nasihudin Dinas Perikanan UPTD BBI 20 Tahun
Kabupaten Malang
Dr. Ir. Edi Susilo, MS Universitas Brawijaya Dosen Jurusan Sosial Ekonomi > 30 Tahun
Perikanan dan Kelautan
Dr. Ir. Maheno Sri Universitas Brawijaya Dosen Jurusan Sumberdaya > 30 Tahun
Widodo, MS Perairan
Berikut adalah matriks untuk menilai pengaruh antar atribut.
Tabel 3. 76
Matriks Penilaian Antar Atribut
A-1 A-2 A-3
A-1
A-2
A-3
4. Setelah diperoleh nilai pengaruh antar atribut, selanjutnya nilai tersebut diolah dengan
perangkat lunak analisis prospektif (MICMAC). Hasil perhitungan divisualisasikan
dalam diagram pengaruh dan ketergantungan antar faktor pada Gambar 3.1.

Gambar 3. 8 Diagram pengaruh dan ketergantungan faktor


Sumber: Wibowo (2010)

Setiap atribut akan berada pada salah satu kuadran dalam diagram pengaruh dan
ketergantungan faktor. Berikut penjelasan dari kuadran pada Gambar 3.8 :
a. Jika atribut berada pada kuadran I maka faktor tersebut merupakan faktor yang
paling berpengaruh dan tingkat ketergantungannya rendah.
b. Jika atribut berada pada kuadran II maka faktor tersebut dapat diartikan sebagai
faktor pendukung faktor kunci.
c. Jika atribut berada pada kuadran III maka faktor tersebut dapat diartikan sebagai
faktor berpengaruh kecil.
d. Jika atribut berada pada kuadran IV maka faktor tersebut dapat diartikan sebagai
faktor yang tidak berpengaruh.
5. Setelah setiap atribut berada pada masing-masing kuadran, selanjutnya dibuat prediksi
keadaan yang mungkin terjadi pada faktor. Setiap faktor boleh memiliki lebih dari satu
85

keadaan, dengan ketentuan keadaan harus memiliki peluang sangat besar untuk
terjadi. Penyusunan skenario dimaksudkan untuk memprediksi kemungkinan yang
terjadi, lebih baik, tetap, atau semakin buruk. Faktor yang akan diprediksi dibatasi
faktor pada kuadran I dan kuadran II, karena faktor yang terdapat pada kuadran I
merupakan faktor yang paling berpengaruh dan kuadran II merupakan faktor
pendukung kuadran I. Berikut adalah format penentuan prediksi keadaan pada faktor:
Tabel 3. 77
Prediksi Keadaan Yang Mungkin Terjadi pada Faktor
Faktor Keadaan
Meningkat Tetap Memburuk
Faktor 1 Semakin positif (1A) Tetap (1B) -
Faktor 2 dst Semakin positif (2A) Tetap 2B) Semakin memburuk (2C)
Sumber: Wibowo (2010)
6. Membangun skenario. Dari berbagai kemungkinan, dapat dirumuskan tiga kelompok
strategi yang berpeluang besar terjadi di masa yang akan datang, yaitu :
a. Skenario pesimis dengan kondisi tetap sama seperti kondisi eksisting.
b. Skenario moderat, kondisi membaik dengan melakukan perbaikan pada beberapa
atribut-atribut kunci, sehingga usaha yang dilakukan tidak terlalu maksimal.
c. Skenario optimis, kondisi membaik dengan melakukan perbaikan seluruh atribut-
atribut kunci, sehingga akan dilakukan usaha yang maksimal. Adapun skenario
dapat disusun seperti Tabel 3.74
Tabel 3. 78
Hasil Skenario
No Skenario Keadaan
1 Kondisi sekarang 1B – 2B
2 Pesimis 1B – 2C
3 Moderat 1B – 2A/2B
4 Optimis 1A – 2A
7. Analisis skenario dan penyusunan strategi. Penyusunan strategi didasarkan pada
pencapaian yang diinginkan.
86
86

6
8
3.5 Kerangka Analisis

Gambar 3. 9 Kerangka Analisis


3.6 Desain Survei
Tabel 3. 79
Desain Survei
Tujuan Variabel Sub-variabel Indikator Metode Pengumpulan dan Metode Output
Sumber Data Analisis
Mengidentifikasi Dimensi ekonomi Sumber Daya Manusia Jumlah pembudidaya (jiwa) Kuisioner (pembudidaya) Multidimens Tingkat keberlanjutan kawasan
tingkat keberlanjutan Keterampilan pelaku usaha Wawancara (Penyuluh ional minapolitan Kecamatan Wajak
kawasan minapolitan budidaya ikan perikanan) scalling ➢ Keberlanjutan ekonomi
Kecamatan Wajak Kemampuan Pendanaan Prosentase pembudidaya yang Kuisioner (pembudidaya) ➢ Keberlanjutan sosial &
mandiri (persen) Wawancara (ketua kelembagaan
kelompok) ➢ Keberlanjutan ekologi
Jumlah kelompok yang memberi
➢ Keberlanjutan teknologi dan
bantuan pendanaan (kelompok)
infrastruktur
Hasil produk Jenis produk (jenis) Kuisioner (pembudidaya)
Jenis komoditas (jenis) Wawancara (Dinas
Perikanan Kabupaten
Malang)
Harga jual Harga jual ikan 5 tahun terakhir Kuisioner (pembudidaya)
Wawancara (Dinas
Perikanan Kabupaten
Malang)
Alternatif usaha Alternatif usaha diluar perikanan Kuisioner (pembudidaya)
yang dijalankan pembudidaya
(alternatif)
Sistem penjualan Prosentase pembudidaya yang Kuisioner (pembudidaya)
menjual mandiri (persen)
Keuntungan pembudidaya Keuntungan yang diperoleh dari Kuisioner (pembudidaya)
hasil perikanan (Rupiah)
Pemasaran produk Pemasaran hasil 5 tahun terakhir Kuisioner (pembudidaya)
Wawancara (Dinas
Perikanan Kabupaten
Malang)
Kerjasama dalam usaha Jumlah kerjasama dalam satu desa Kuisioner (pembudidaya)
(kerjasama/desa)
Dimensi sosial dan kelembagaan Partisipasi masyarakat Prosentase pembudidaya yang Kuisioner (pembudidaya)
dalam forum pernah mengikuti forum
pengembangan pengembangan minapolitan bersama
minapolitan bersama pemerintah (persen)
pemerintah
Penyerapan tenaga kerja Jumlah tenaga kerja lokal yang Kuisioner (pembudidaya)
lokal di perikanan terserap (jiwa)

87
88
88

8
8
Tujuan Variabel Sub-variabel Indikator Metode Pengumpulan dan Metode Output
Sumber Data Analisis
Keikutsertaan pelatihan Prosentase pembudidaya yang Kuisioner (pembudidaya)
minabisnis pernah mengikuti pembudidaya
dalam pelatihan minabisnis (persen)
Informasi di bidang Jumlah sumber informasi di bidang Kuisioner (pembudidaya)
perikanan perikanan (sumber informasi) Wawancara (penyuluh)
Dukungan kelompok Jumlah kelompok aktif dan Wawancara (ketua
pembudidaya berkegiatan (kelompok) kelompok)
Dukungan lembaga Jumlah lembaga keuangan (unit) Wawancara (penyuluh)
keuangan
Dukungan penyuluh Jumlah penyuluh perikanan (jiwa) Wawancara (penyuluh)
perikanan Frekuensi penyuluhan/tahun
(kali/tahun)
Dukungan pemerintah Kerjasama lintas sektor (SKPD) Wawancara (Dinas
Sumber dana untuk pengembangan Perikanan Kabupaten
minapolitan (Sumber pendanaan) Malang)
Kepemilikan lahan Kepemilikan lahan (persen) Kuisioner (pembudidaya)
Penguasaan pembudidaya Penguasaan teknologi budidaya Kuisioner (pembudidaya)
terhadap teknologi perikanan, teknologi pengolahan
dan teknologi pakan
Dimensi ekologi Penerapan CBIB oleh Prosentase pembudidaya yang Kuisioner (pembudidaya)
pembudidaya menerapkan CBIB (persen)
Ketersediaan pakan Ketersediaan pakan 5 tahun terakhir Kuisioner (pembudidaya)
Ketersediaan air Ketersediaan air 5 tahun terakhir Kuisioner (pembudidaya)
Ketersediaan benih Ketersediaan benih 5 tahun terakhir Kuisioner (pembudidaya)
Frekuensi banjir Frekuensi banjir 5 tahun terakhir Kuisioner (pembudidaya)
(kali/tahun)
Frekuensi kekeringan Frekuensi kekeringan 5 tahun Kuisioner (pembudidaya)
terakhir (kali/tahun)
Pengolahan limbah Prosentase pembudidaya yang Kuisioner (pembudidaya)
mengolah limbah (persen)
Pengetahuan terhadap Prosentase pembudidaya yang Kuisioner (pembudidaya)
lingkungan mengetahui CBIB, Pemilihan benih
dan Penyakit
Ketersediaan lahan Prosentase ketersediaan lahan Badan Perencanaan dan
(persen) Pembangunan Kabupaten
Malang
Curah hujan Curah hujan (mm/tahun) BMKG Karang Ploso
Dimensi teknologi dan Teknologi dalam budidaya Jenis teknologi pengolahan produk Kuisioner (pembudidaya)
infrastruktur ikan perikanan (jenis/desa)
Tujuan Variabel Sub-variabel Indikator Metode Pengumpulan dan Metode Output
Sumber Data Analisis
Teknologi pengolahan Jumlah teknologi pengolahan Kuisioner (pembudidaya)
produk perikanan produk perikanan (unit/desa)
Teknologi pakan Jumlah teknologi pakan (unit/desa) Kuisioner (pembudidaya)
Sarana perikanan Kelengkapan sarana perikanan Wawancara (Penyuluh
(jenis) perikanan dan Dinas
Industri pengolahan Jumlah industri pengolahan (unit) Perikanan Kabupaten
Malang)
Prasarana listrik Ketersediaan prasarana listrik Kuisioner (pembudidaya)
Sarana transportasi Ketersediaan sarana transportasi Kuisioner (pembudidaya)
Wawancara (penyuluh)
Klinik Kesehatan Ikan Lokasi Klinik Kesehatan Ikan Wawancara (Penyuluh
perikanan)
Wawancara (Dinas
Perikanan Kabupaten
Malang)
Prasarana jalan Kondisi prasarana jalan menuju Observasi
kawasan minapolitan
Pasar benih Lokasi pasar benih Wawancara (Dinas
Perikanan Kabupaten
Malang)
Mengidentifikasi ➢ Dimensi ekonomi - ➢ Nilai RMS pada masing-masing - Leverage ➢ Faktor pengungkit dimensi
faktor yang ➢ Dimensi ssosial dan atribut ekonomi analysis ekonomi
pengungkit dalam kelembagaan ➢ Nilai RMS pada masing-masing ➢ Faktor pengungkit dimensi sosial
keberlanjutan ➢ Dimensi ekologi atribut sosial dan kelembagaan dan kelembagaan
kawasan minapolitan ➢ Dimensi teknologi dan ➢ Nilai RMS pada masing-masing ➢ Faktor pengungkit dimensi
di Kecamatan Wajak. infrastruktur atribut ekologi ekologi
➢ Nilai RMS pada masing-masing ➢ Faktor pengungkit dimensi
atribut teknologi dan infrastruktur teknologi dan infrastruktur
Menyusun strategi ➢ Faktor pengungkit dimensi - - - Analisis ➢ Strategi peningkatan dan
peningkatan ekonomi prospektif peningkatan indeks keberlanjutan
keberlanjutan ➢ Faktor pengungkit dimensi kawasan minapolitan di
kawasan minapolitan sosial dan kelembagaan Kecamatan Wajak
di Kecamatan Wajak ➢ Faktor pengungkit dimensi ➢ kawasan minapolitan di
ekologi Kecamatan Wajak (prediksi).
➢ Faktor pengungkit dimensi
teknologi dan infrastruktur

89
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Kecamatan Wajak


Kecamatan Wajak merupakan salah satu kecamatan yang berada di Kabupaten
Malang. Kecamatan Wajak memiliki luas sebesar 94,56 km2 atau 3,18 persen dari total luas
Kabupaten Malang. Secara astronomis Kecamatan Wajak terletak diantara 112,4218 sampai
112,4800 Bujur Timur dan 8,0956 sampai 8,0425 Lintang selatan. Adapun batas-batas
wilayah Kecamatan Wajak adalah sebagai berikut:
Sebelah Utara : Kecamatan Poncokusumo
Sebelah Timur : Kecamatan Tirtoyudo
Sebelah Selatan : Kecamatan Turen dan Kecamatan Dampit
Sebelah Barat : Kecamatan Tajinan dan Bululawang
Kecamatan Wajak terdiri dari 13 Desa, 40 Dusun dan 141 RW. Desa yang ada di
Kecamatan Wajak diantaranya, Desa Blayu, Bringin, Kidangbang, Patokpicis, Wajak,
Dadapan, Codo, Sukoanyar, Sukolilo, Bambang, Sumberputih, Ngembal dan Wonoayu.
Kecamatan Wajak memiliki karakteristik topografi daerah datar dan perbukitan pada
ketinggian 553 meter diatas permukaan laut (dpl).
4.1.1 Karakteristik Fisik Binaan
Karakteristik fisik binaan di Kecamatan Wajak akan digambarkan dengan tata guna
lahan. Diketahui bahwa tata guna lahan di Kecamatan Wajak terdiri dari guna lahan
terbangun dan lahan tidak terbangun. Berikut adalah tata guna lahan di Kecamatan Wajak.
Tabel 4. 1
Guna Lahan Kecamatan Wajak
Lahan Terbangun Luas (Ha) Lahan Tidak Terbangun Luas (Ha)
Permukiman 1200,09 Persawahan 1178,91
Hutan 2383,69
Kebun 360,42
Perairan darat 19,01
Perkebunan 283,63
Pertambangan 8,77
Pertanian tanah kering semusim 4600,46
Total 1200,10 8334,93
Sumber: Bappeda Kabupaten Malang (2010)
Berdasarkan Tabel 4.1 diketahui bahwa guna lahan di Kecamatan Wajak didominasi
oleh lahan tidak terbangun dengan luas lahan sebesar 8334,93 Ha dan untuk lahan terbangun
adalah 1200,10 Ha. Salah satu guna lahan pada guna lahan terbangun adalah permukiman
yang dilengkapi oleh sarana dan prasarana. Beberapa sarana yang menunjang kesejahteraan
penduduk adalah sarana pendidikan dan sarana kesehatan.

89
90

Sarana pendidikan di Kecamatan Wajak terdiri dari Taman Kanak-kanak, Sekolah


Dasar, Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas/Kejuruan. Berikut adalah
jumlah sarana pendidikan di Kecamatan Wajak.
Tabel 4. 2
Sarana Pendidikan Kecamatan Wajak
Sarana Pendidikan Jumlah (unit)
TK 54
SD 54
SMP 15
SMA/SMK 3
Sumber: Kecamatan Wajak Dalam Angka (2016)

Berdasarkan Tabel 4.2 diketahui bahwa sarana pendidikan terbanyak adalah TK dan
SD dengan 54 unit dan terendah adalah SMA/SMK dengan 3 unit. Sarana pokok lain yang
penting untuk kesejahteraan penduduk adalah sarana kesehatan. Terdapat berbagai jenis
sarana kesehatan di Kecamatan Wajak, diantaranya:
Tabel 4. 3
Sarana Kesehatan Kecamatan Wajak
Sarana Kesehatan Jumlah (unit)
RS 0
Poliklinik 1
Puskesmas 1
Puskesmas Pembantu 4
Polindes 13
Posyandu 95
Praktek dokter 6
Praktek bidan 16
Toko khusus obat 6
Sumber: Kecamatan Wajak Dalam Angka (2016)

Berdasarkan Tabel 4.3 diketahui bahwa sarana kesehatan terbanyak adalah adalah
posyandu dengan 95 unit dan terendah adalah Rumah Sakit (RS) dengan 0 unit.
4.1.2 Karakteristik Kependudukan
Karakteristik kependudukan di Kecamatan Wajak akan diidentifikasi dari jumlah
penduduk, pertumbuhan penduduk, kepadatan penduduk, jumlah rumah tangga penduduk
dan data penduduk dari masing-masing desa. Berikut data kependudukan Kecamatan Wajak.
Tabel 4. 4
Data Kependudukan Kecamatan Wajak
Aspek Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015
Jumlah penduduk 80.383 80.438 80.825
Pertumbuhan 0,12 0,07 0,48
Kepadatan 850 851 855
Jumlah Rumah Tangga 23.118 23.143 24.043
Sumber: Kecamatan Wajak Dalam Angka (2016)
91

Berdasarkan Tabel 4.4 diketahui bahwa selama tiga tahun terakhir jumlah penduduk,
pertumbuhan penduduk, kepadatan penduduk dan jumlah rumah tangga penduduk di
Kecamatan Wajak mengalami peningkatan. Berikut data kependudukan Kecamatan Wajak.
Tabel 4. 5
Data Kependudukan Setiap Desa di Kecamatan Wajak
Desa Luas desa Penduduk Keluarga Kepadatan Kepadatan
(Km2) Pertengahan Pertengahan Penduduk (KK/Km2)
Tahun (Jiwa) Tahun (KK) (Jiwa/Km2)
Sumberputih 5,07 6.127 1.563 1.208 308
Wonoayu 2,61 1.086 382 416 146
Bambang 17,61 3.961 1.023 225 58
Bringin 5,05 6.203 1.562 1.228 309
Dadapan 5,21 6.634 1.679 1.273 322
Patokpicis 20,91 6.204 2.008 297 96
Blayu 3,76 6.651 1.913 1.769 509
Codo 6,14 8.277 2.650 1.348 432
Sukolilo 5,73 6.838 1.803 1.193 315
Kidangbang 5,02 7.652 2.084 1.524 415
Sukoanyar 4,39 6.596 1.779 1.502 405
Wajak 10,22 15.248 4.219 1.492 413
Ngembal 2,84 5.439 1.378 1.915 485
Sumber: Kecamatan Wajak Dalam Angka (2016)
Berdasarkan Tabel 4.5 diketahui bahwa jumlah penduduk tertinggi terdapat di Desa
Wajak dengan 15.248 jiwa dan terendah terdapat di Desa Wonoayu dengan 1.086 jiwa.
Sedangkan kepadatan penduduk tertinggi terdapat di Desa Ngembal dengan 1.915 jiwa/km2
dan terendah terdapat di Desa Bambang dengan 225 jiwa/km2.
4.1.3 Karakteristik Perekonomian
Karakteristik perekonomian Kecamatan Wajak.
Tabel 4. 6
Sarana Perekonomian di Kecamatan Wajak
Jenis sarana (Unit) Tahun 2014 Tahun 2015
Bank umum 2 2
BPR 10 10
Koperasi 16 17
Toko/Warung/Kios 806 764
Pasar 4 6
Supermarket 8 12
Rumah makan 335 234
Bengkel mobil 7 8
Bengkel motor 41 41
Penjahit 32 32
Studio foto 6 6
Sewa alat pesta 24 24
Bengkel las 13 13
Sumber: Kecamatan Wajak Dalam Angka (2016)
Berdasarkan Tabel 4.6 diketahui bahwa terdapat bank umum dengan 2 unit yang salah
satunya adalah bank BRI yang dapat membantu para pembudidaya untuk memperoleh
pinjaman dengan KUR rendah untuk menjalankan kegiatan perikanan.
92
92

Gambar 4. 1 Peta Administrasi Kecamatan Wajak


Gambar 4. 2 Peta Guna Lahan Kecamatan Wajak

93
93
94

4.2 Gambaran Umum Minapolitan Kecamatan Wajak


Kabupaten Malang adalah salah satu dari 12 daerah yang dipilih untuk pengembangan
kawasan minapolitan di Jawa Timur. Penentuan lokasi pengembangan kawasan minapolitan
di Kabupaten Malang ditetapkan dalam Keputusan Bupati Malang Nomor:
180/399/Kep/421.013/2008 Tentang Penetapan Lokasi Pengembangan Kawasan
Minapolitan dan Pembentukan Kelompok Kerja (POKJA) berdasarkan Keputusan Bupati
Nomor 180/340/KEP/421.013/2009. Penetapan kawasan minapolitan di Kabupaten Malang
dipusatkan di Kecamatan Wajak yaitu di Desa Sukoanyar sedangkan Hinterland dari
kegiatan minapolitan tersebut dibagi 2 (dua) yaitu:
1. Internal Wajak, terdiri dari Desa Kidangbang, Blayu, Bringin, Patok Picis, Wajak,
Codo,Wonoayu, Sumberputih, Bambang, Dadapan, Ngembal dan Sukolilo.
2. Eksternal Wajak, meliputi Kecamatan Singosari, Dau, Pakis, Wonosari, Kepanjen,
Tajinan, Gondanglegi, Bululawang, Turen, dan SumberPucung.
Kecamatan Wajak dipilih sebagai kawasan minapolitan karena lokasinya yang berada
di tengah daerah Kabupaten Malang, juga karena merupakan daerah agraris yang areal
persawahannya banyak mempergunakan aliran air sungai. Selain itu kualitas sumber air
yang baik juga menjadi pertimbangan Kecamatan Wajak ditetapkan sebagai pusat kawasan
minapolitan. Berikut tujuan pengembangan kawasan minapolitan di Kabupaten Malang:
1. Solusi antisipasi terjadinya proses perpindahan masyarakat dari desa ke kota
2. Pengendalian urbanisasi dari desa ke kota berbasis wilayah perikanan darat
3. Penanggulangan pengangguran dengan menyediakan lapagan kerja
4. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi wilayah berbasis perikanan darat
5. Mendinamisir perekonomian wilayah berbasis wilayah perikanan darat
6. Menegaskan fungsi kawasan pedesaan berbasis wilayah perikanan
7. Membangun pilar kekuatan ekonomi nasional ditingkat pedesaan di basis wilayah
perikanan budidaya. Berikut adalah perkembangan luas lahan budidaya di Kawasan
Minapolitan Kecamatan Wajak Kabupaten Malang pada tahun 2011-2016.
Tabel 4. 7
Luas lahan budidaya di Kawasan Minapolitan Kecamatan Wajak
Media Budidaya Luas lahan budidaya (Ha)
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Kolam 15,00 40,19 41,62 41,92 41,92 41,98
Minamendong 40,00 41,25 42,33 42,33 42,33 33,00
Minapadi - 2,00 2,50 2,50 2,50 3,20
Tambak - - - - - -
Jaring sekat - - - - - -
Total 55,00 83,44 96,45 86,75 86,75 78,18
Sumber: Dinas Perikanan Kabupaten Malang (2016)
Gambar 4. 3 Kolam di Desa Bringin

95
96

Berdasarkan Tabel 4.7 diketahui bahwa lahan budidaya ikan di Kawasan Minapolitan
Kecamatan Wajak didominasi oleh kolam. Pada tahun 2011-2016 luas kolam dan minapadi
terus mengalami peningkatan menjadi 41,98 ha dan 3,20 ha, sedangkan luasan
minamendong justru mengalami penurunan pada tahun 2016 menjadi 33,00 ha dari tahun
sebelumnya seluas 42,33 ha. Berikut adalah hasil produksi perikanan berdasarkan jenis
komoditas di Kawasan Minapolitan Kecamatan Wajak tahun 2011 - 2016.
Tabel 4. 8
Hasil Produksi Perikanan di Kawasan Minapolitan Kecamatan Wajak (Komoditas)
Komoditas Hasil Produksi Budidaya Berdasarkan Komoditas (Ton)
Unggulan 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Nila 139,01 148,23 147,70 149,40 130,09 125,80
Lele 727,30 804,26 805,47 811,09 835,82 840,50
Mas 4,60 5,60 8,46 11,52 9,04 11,54
Lainnya 0,50 0,95 1,27 2,63 2,26 2,28
Total 871,41 959,04 962,9 974,64 977,21 980,12
Sumber: Dinas Perikanan Kabupaten Malang (2016)
Berdasarkan Tabel 4.8 diketahui bahwa hasil produksi tertinggi terdapat pada
komoditas ikan lele dengan 840,50 ton dan terendah adalah jenis ikan lainnya dengan total
produksi 2,28 ton. Tingginya hasil produksi ikan lele ini dipicu oleh banyaknya
pembudidaya ikan di Kawasan Minapolitan Kecamatan Wajak yang memilih untuk menjadi
pembudidaya ikan lele. Pemilihan komoditas ikan lele didasari karena cepatnya waktu
tumbuh dan masa panen, serta ikan lele tidak membutuhkan perputaran air yang terlalu
sering, mengingat tidak semua pembudidaya menggunakan sungai atau mata air sebagai
sumber air utamanya. Berikut adalah target hasil produksi perikanan berdasarkan jenis
komoditas di Kawasan Minapolitan Kecamatan Wajak pada tahun 2011 - 2016.
97

Gambar 4. 4 Kawasan Minapolitan Kecamatan Wajak


98

4.2.1 Karakteristik Ekonomi Minapolitan Kecamatan Wajak


Kondisi ekonomi minapolitan di Kecamatan Wajak akan dijabarkan dengan kondisi
Sumber Daya Manusia, (SDM), kemampuan pendanaan, kerjasama dalam usaha, pemasaran
hasil, harga jual, hasil produksi, sistem penjualan, keuntungan pembudidaya, dan alternatif
usaha diluar perikanan.
A. Sumber Daya Manusia (SDM)
Sumber Daya Manusia (SDM) perikanan diidentifikasi dari jumlah pembudidaya dan
keterampilan pembudidaya. Semakin banyak jumlah pembudidaya dan semakin banyak
pembudidaya yang memiliki keterampilan maka akan semakin baik bagi keberlanjutan di
kawasan minapolitan (Suryawati dan Purnomo, 2011). Sejak awal mula ditetapkan sebagai
kawasan minapolitan, banyak masyarakat di Kecamatan Wajak yang antusias menjadi
pembudidaya ikan. Namun sejak tahun 2012, banyak masyarakat yang berhenti menjadi
pembudidaya sehingga mengakibatkan menjadi pembudidaya terus menurun. Hal ini terjadi
karena rendahnya keuntungan dari usaha perikanan. Berikut adalah jumlah pembudidaya
yang ada di Kawasan Minapolitan Kecamatan Wajak:
Tabel 4. 9
Sumber Daya Manusia Kawasan Minapolitan Kecamatan Wajak
Nama Desa Jumlah kelompok Nama kelompok Jumlah pembudidaya (Jiwa)
Blayu 2 ➢ Minamulyo Lestari 13
➢ Ngudi Mulyo III
Bringin 3 ➢ Sumber Ringin, Bringin 24
Jaya dan Sumber Rejeki
Wajak 2 ➢ Sumber Niksur 8
➢ Minamakaryo
Dadapan 1 ➢ Minamulyo Lestari 5
Patokpicis 1 ➢ Minabarokah 7
Codo 1 ➢ Kube Sangkuriang 9
Kidangbang 1 ➢ Minajaya 7

Berdasarkan Tabel 4.9 diketahui bahwa pembudidaya terbanyak terdapat di Desa


Bringin dan terendah ada di Desa Dadapan. Berikut jumlah pembudidaya berdasarkan jenis
komoditas dan media budidaya.
Tabel 4. 10
Pembudidaya Berdasarkan Jenis Komoditas dan Media Budidaya
No. Desa Jumlah Pembudidaya Berdasarkan Jumlah Pembudidaya Berdasarkan Jenis
Jenis Komoditas (Jiwa) Media Budidaya (Jiwa)
Lele Nila Lainnya Kolam Minapadi Minamendong
1. Blayu 4 6 3 10 2 1
2. Bringin 4 20 29 - -
3. Wajak 5 2 1 2 5 -
4. Dadapan 0 5 - - 5 -
5. Patokpicis 2 5 - 6 1 -
6. Codo 9 - - 9 - -
7. Kidangbang 7 - - 7 - -
Jumlah 31 38 4 59 13 1
99

Berdasarkan Tabel 4.10 diketahui bahwa pembudidaya terbanyak terdapat di


kawasan minapolitan Kecamatan Wajak adalah pembudidaya ikan nila. Berikut adalah
prosentase pembudidaya yang memiliki keterampilan dalam membuat olahan.
Tabel 4. 11
Prosentase Pembudidaya yang Memiliki Keterampilan Membuat Olahan
Nama Desa Jumlah Pembudidaya yang Memiliki Prosentase Pembudidaya yang
Pembudidaya Keterampilan Membuat Olahan Memiliki Keterampilan Membuat
(Jiwa) Bisa Tidak Bisa Olahan
Blayu 13 1 12 7,69%
Bringin 24 0 24 0%
Wajak 8 2 6 25%
Dadapan 5 0 5 0%
Patokpicis 7 3 4 42,85%
Codo 9 0 9 0%
Kidangbang 7 1 6 14,28%
Berdasarkan Tabel 4.11 diketahui pembudidaya di kawasan minapolitan Kecamatan
Wajak belum semua memiliki keterampilan dalam membuat olahan. Hal ini terjadi karena
belum semua pembudidaya mengikuti pelatihan pembuatan olahan dan rendahnya minat
pembudidaya dalam membuat olahan.
B. Kemampuan pendanaan
Keberlanjutan kawasan minapolitan akan semakin baik apabila semua pembudidaya
mampu mendanai usaha secara mandiri dan mampu mengakses perbankan, karena dalam
pengembangan kawasan minapolitan dibutuhkan kemandirian dari masyarakat termasuk
kemandirian dari segi pendanaan (Marham & Tjokropandodjo, dan Setiawan, 2010). Berikut
adalah klasifikasi jawaban dari kemampuan pendanaan pembudidaya.
Tabel 4. 12
Klasifikasi Jawaban Kemampuan Pendanaan Pembudidaya
Kemampuan Pendanaan Keterangan
Pembudidaya
Tidak mampu secara pribadi, tidak dapat mengakses perbankan dan usaha tidak
Tidak mampu berjalan
Kurang mampu Mampu secara pribadi, tidak dapat mengakses perbankan, dan usaha tidak berjalan
Cukup mampu Mampu secara pribadi, tidak/dapat mengakses perbankan namun usaha berjalan
Mampu Mampu secara pribadi, mampu mengakses perbankan dan usaha berjalan
Berikut adalah hasil kemampuan pendanaan pembudidaya di Kawasan Minapolitan Wajak.
Tabel 4. 13
Kemampuan Pendanaan Pembudidaya
Nama Desa Jumlah Kemampuan Pendanaan
Pembudidaya Tidak Kurang Cukup Mampu
(Jiwa) mampu mampu Mampu
Blayu 13 0 0 0 13
Bringin 24 0 10 0 14
Wajak 8 0 0 0 8
Dadapan 5 4 0 0 1
Patokpicis 7 0 0 0 7
Codo 9 0 0 0 9
Kidangbang 7 0 0 0 7
100

Berdasarkan Tabel 4.13 diketahui bahwa kemampuan pendanaan terendah ada di Desa
Dadapan. Berikut adalah klasifikasi jawaban dari kemampuan pendanaan kelompok.
Tabel 4. 14
Klasifikasi Jawaban Kemampuan Pendanaan Kelompok
Kemampuan Pendanaan Keterangan
Kelompok
Tidak mampu Semua kelompok tidak mampu memberikan bantuan pendanaan
Kurang mampu Sebagian kelompok mampu memberikan bantuan pendanaan
Cukup mampu Lebih dari sebagian kelompok mampu memberikan bantuan pendanaan
Mampu Semua kelompok mampu memberikan bantuan pendanaan
Berikut kemampuan pendanaan kelompok pembudidaya di Kawasan Minapolitan Wajak.
Tabel 4. 15
Kemampuan Pendanaan Kelompok
Nama Desa Jumlah Nama Kelompok Kemampuan Pendanaan
Kelompok
Blayu 2 ➢ Minamulyo Lestari Semua kelompok tidak mampu
➢ Ngudi Mulyo III
Bringin 3 ➢ Sumber Ringin Semua kelompok tidak mampu
➢ Bringin Jaya
➢ Sumber Rejeki
Wajak 2 ➢ Sumber Niksur Semua kelompok tidak mampu
➢ Minamakaryo
Dadapan 1 ➢ Minamulyo Lestari Semua kelompok tidak mampu
Patokpicis 1 ➢ Minabarokah Semua kelompok tidak mampu
Codo 1 ➢ Kube Sangkuriang Semua kelompok tidak mampu
Kidangbang 1 ➢ Minajaya Semua kelompok mampu memberikan bantuan
(pinjaman dana)
Berdasarkan Tabel 4.15 diketahui bahwa hanya kelompok di Desa Kidangbang saja
yang mampu memberikan bantuan berupa pinjaman modal kepada anggota kelompok.
Pinjaman modal ini diperoleh dari sisa bantuan dari pemerintah. Mekanisme
peminjamannya mudah, pembudidaya dapat meminjam langsung kepada ketua kelompok
dan bisa mengembalikan pinjaman tersebut ketika ikan hasil panen telah terjual. Adanya
pinjaman ini cukup membantu pembudidaya di Desa Kidangbang, diharapkan kelompok
lain pun dapat memberikan bantuan seperti kelompok Minajaya Desa Kidangbang.
C. Kerjasama dalam usaha
Menurut Ibnu (2016) keberlanjutan kawasan minapolitan akan semakin baik apabila
pembudidaya mampu menjalin kerja sama untuk mengembangkan usaha dan menjalin
kerjasama untuk menjalankan usaha. Kerjasama yang dimaksud adalah kerjasama dalam
pendanaan, kerjasama dalam proses budidaya (teknologi, pakan dan lain sebagainya),
kerjasama dalam pengolahan dan kerjasama dalam pemasaran
Berdasarkan hasil survei primer (2016) diketahui tidak banyak kerjasama yang
terjalin. Sebagian besar pembudidaya hanya bekerjasama dengan pewadah untuk menjual
hasil panen. Berikut adalah kerjasama usaha yang dilakukan oleh pembudidaya di kawasan
minapolitan Wajak.
101

Tabel 4. 16
Kerjasama dalam Usaha
Nama Desa Jumlah Kerjasama Kerjasama dengan Jenis Keterangan
Pembudidaya dengan pewadah pewadah dan kerjasama
(Jiwa) (Jiwa) lainnya (Jiwa)
Blayu 13 13 0 1 Pewadah
Bringin 24 24 0 1 Pewadah
Wajak 8 8 0 1 Pewadah
Dadapan 5 5 0 1 Pewadah
Patokpicis 7 6 1 2 Pesantren & Pewadah
Codo 9 9 0 1 Pewadah
Kidangbang 7 7 0 1 Pewadah
Berdasarkan Tabel 4.16 diketahui bahwa kerjasama terbanyak dilakukan oleh
pembudidaya di Desa Patokpicis 2 jenis kerjasama usaha. Pembudidaya Desa Patokpicis
bekerjasama dengan pondok pesantren. Pembudidaya dan pondok pesantren pernah
mengadakan 2 kali pelatihan perikanan di Kecamatan Wajak. Rendahnya kerjasama terjadi
karena usaha perikanan pembudidaya setempat masih skala mikro.
D. Pemasaran produk
Pemasaran produk merupakan proses penting dalam menjalankan suatu usaha.
Pemasaran produk perikanan diharapkan telah mencapai tingkat antar kabupaten atau antar
provinsi, namun diketahui bahwa pemasaran ikan di kawasan minapolitan Kecamatan
Wajak masih dilakukan antar kecamatan di Kabupaten Malang saja. Berikut adalah data
tingkat pemasaran produk pembudidaya di kawasan minapolitan Kecamatan Wajak.
Tabel 4. 17
Pemasaran Produk
Nama Desa Pemasaran produk
Blayu 3 orang menjual ke antar desa dan 10 orang menjual antar Kecamatan
Bringin 14 orang menjual antar Kecamatan dan 10 orang tidak dijual
Wajak 8 orang menjual antar Kecamatan
Dadapan 1 orang menjual antar Kecamatan dan 4 tidak dijual
Patokpicis 4 orang menjual antar Kecamatan dan 3 orang menjual ke antar desa
Codo 9 orang menjual antar Kecamatan
Kidangbang 7 orang menjual antar Kecamatan
Berdasarkan Tabel 4.17 diketahui bahwa pembudidaya di kawasan minapolitan
Kecamatan Wajak 72,60 % menjual kecamatan lain, 8,21 % menjual diantar desa dan 19,19
% tidak menjual hasil budidaya. Diketahui bahwa permintaan ikan di Kabupaten Malang
cukup tinggi, namun penawaran produk perikanan masih rendah sehingga pemasaran produk
selalu terserap ditingkat lokal. Hal ini dapat menjadi potensi untuk pembudidaya lebih
meningkatkan produktivitas usaha perikanan yang dijalankan.
E. Hasil produk
Menurut Setiawan (2010) keberlanjutan minapolitan akan semakin baik apabila jenis
komoditas yang dibudidayakan semakin beragam. Berikut adalah data hasil produksi di
Kawasan Minapolitan Kecamatan Wajak.
102

Tabel 4. 18
Hasil Produk
Nama Desa Jenis produk Jenis komoditas
Blayu Produk primer 4 (lele, koi, mujahir, tombro)
Bringin 2 (nila dan lele)
Wajak 3 (lele, mujahir, nila)
Dadapan 1 (nila)
Patokpicis 3 (lele, tombro, nila)
Codo 1 (lele)
Kidangbang 1 (lele)
Berdasarkan Tabel 4.18 diketahui bahwa desa dengan jenis komoditas paling
beragam yaitu 4 jenis komoditas dan terendah 1 jenis komoditas. Jenis produk yang saat ini
dihasilkan di kawasan minapolitan Wajak hanya ikan segar (produk primer). Belum ada
diversifikasi olahan dari ikan segar menjadi produk setengah jadi (sekunder) ataupun produk
jadi (tersier). Berdasarkan hasil wawancara dengan penyuluh perikanan Kecamatan Wajak
diketahui bahwa pernah ada olahan ikan berupa keripik baby fish dan abon ikan, namun
olahan tersebut sudah tidak lagi diproduksi karena kurangnya bahan baku dan rendahnya
minat terhadap olahan ikan.
F. Harga jual
Menurut Dirjen Penguatan Daya Saing Produk Kementerian Kelautan dan Perikanan
(2015) disebutkan penentuan harga jual ikan perlu mempertimbangkan keuntungan yang
diperoleh pembudidaya dan daya beli masyarakat sehingga harga jual ikan tidak boleh
terlalu mahal dan terlalu murah. Harga jual ikan sebaiknya stabil dan tidak terlalu sering
mengalami fluktuasi. Berdasarkan hasil wawancara dengan Dinas Perikanan Kabupaten
Malang dan survei primer (2016) diketahui bahwa harga jual ikan lele berkisar antara Rp.
15000-17000 sedangkan ikan nila berkisar antara Rp. 20.000-25.000 dan sering mengalami
fluktuasi. Terdapat beberapa cara untuk membuat harga jual lebih stabil seperti membuat
pasar induk perikanan atau penentuan harga jual dengan keputusan komunitas, sedangkan
untuk meningkatkan harga jual dapat dilakukan dengan memperkirakan waktu panen dan
meningkatkan kualitas hasil perikanan (Wawancara, 2017).
G. Keuntungan pembudidaya
Menurut Suryawati & Purnomo (2011) keberlanjutan minapolitan akan semakin
baik/tinggi apabila keuntungan yang diperoleh dirasa sangat menguntungkan oleh
pembudidaya. Berdasarkan PERMEN KP No. PER.05/MEN/2009 tentang Skala Usaha di
Bidang Perikanan Budidaya Air Tawar untuk usaha ikan skala mikro memperoleh
keuntungan dibawah 60 juta/tahun. Berdasarkan hasil survei primer (2016) diketahui bahwa
pendapatan tertinggi pembudidaya adalah Rp. 23.400.000 dan terendah adalah Rp. 0- karena
tidak menjual hasil panen. Berikut rata-rata keuntungan pembudidaya di setiap masing desa.
103

Tabel 4. 19
Keuntungan Pembudidaya
Nama Desa Rata-rata Keuntungan
Blayu Rp 11.361.200
Bringin Rp 3.000.000
Wajak Rp 7.537.500
Dadapan Rp 2.700.000
Patokpicis Rp 10.217.143
Codo Rp 6.476.667
Kidangbang Rp 8.453.143
Berdasarkan Tabel 4.19 diketahui bahwa keuntungan rata-rata pembudidaya di
kawasan minapolitan Wajak tergolong pada klasifikasi rendah, dan keuntungan terendah
terdapat di Desa Bringin dan Desa Dadapan dengan rata-rata keuntungan Rp 3.000.000 dan
Rp 2.700.000.
H. Sistem penjualan
Sistem penjualan Kawasan Minapolitan Kecamatan Wajak didominasi dengan
sistem penjualan kepada pewadah. Sistem ini dianggap baik, karena pembudidaya dapat
mengurangi biaya transportasi. Adapun terkait inovasi dalam menjual hasil usaha perikanan
diketahui belum ada inovasi dari pembudidaya dalam menjual hasil usaha perikanan. Berikut
adalah data sistem penjualan di Kawasan Minapolitan Kecamatan Wajak.
Tabel 4. 20
Sistem Penjualan
Nama Desa Jumlah Sistem Penjualan
Pembudidaya Tidak Menjual melalui Menjual ke pasar Menjual ke Industri
(Jiwa) dijual perantara ikan
Blayu 13 0 13 0 0
Bringin 24 10 14 0 0
Wajak 8 0 8 0 0
Dadapan 5 4 1 0 0
Patokpicis 7 0 7 0 0
Codo 9 0 9 0 0
Kidangbang 7 0 7 0 0

I. Alternatif usaha diluar usaha perikanan


Menurut Suryawati & Purnomo (2011) keberlanjutan minapolitan akan semakin baik
apabila pembudidaya tidak memiliki alternatif usaha diluar usaha perikanan. Adanya
alternatif usaha diluar perikanan dikhawatirkan akan membuat usaha dan kegiatan perikanan
menjadi terbengkalai. Berdasarkan hasil survei primer (2016) diketahui pekerjaan utama
pembudidaya di kawasan minapolitan Kecamatan Wajak adalah petani, pegawai negeri
atapun pekerjaan lainnya, sedangkan kegiatan perikanan yang dijalankan oleh pembudidaya
di Kecamatan Wajak ini merupakan usaha sampingan dan bukan pekerjaan utama, sehingga
diketahui bahwa rata-rata pembudidaya memiliki satu alternatif pekerjaan diluar bidang
perikanan.
104

4.2.2 Karakteristik Sosial dan Kelembagaan Minapolitan Kecamatan Wajak


Kondisi sosial dan kelembagaan kawasan minapolitan di Wajak akan digambarkan
dengan partisipasi pembudidaya dalam forum pengembangan minapolitan bersama
pemerintah, jumlah tenaga kerja terserap, keikutsertaan pelatihan minabisnis, informasi di
bidang perikanan, dukungan kelompok pembudidaya, dukungan lembaga keuangan,
dukungan penyuluh perikanan, dukungan pemerintah, kepemilikan lahan dan Penguasaan
teknologi oleh pembudidaya.
A. Partisipasi Pembudidaya dalam Forum Pengembangan Minapolitan Bersama
Pemerintah
Partisipasi masyarakat diukur berdasarkan keikutsertaan masyarakat dalam forum
pengembangan minapolitan bersama pemerintah, semakin banyak pembudidaya yang ikut
dalam forum mengindikasikan tingginya partisipasi masyarakat sehingga akan semakin baik
bagi keberlanjutan kawasan minapolitan (Ibnu, 2016). Berdasarkan hasil survei primer
(2016) diketahui bahwa belum banyak pembudidaya yang mengikuti forum pengembangan
kawasan minapolitan bersama pemerintah Kabupaten Malang.
Tabel 4. 21
Partisipasi Pembudidaya dalam Forum Pengembangan Minapolitan Bersama Pemerintah
Nama Desa Jumlah Partisipasi Pembudidaya dalam Forum Pengembangan Minapolitan
Pembudidaya Pernah % Tidak pernah %
(Jiwa) Mengikuti mengikuti
Blayu 13 7 53,8% 6 46,2%
Bringin 24 3 12,5% 21 77,5%
Wajak 8 3 37,5% 5 62,5%
Dadapan 5 1 20% 4 80%
Patokpicis 7 2 28,5% 5 71,5%
Codo 9 2 22,2% 7 77,8%
Kidangbang 7 4 57,1% 3 42,9%
Berdasarkan Tabel 4.21 diketahui bahwa rata-rata pembudidaya di kawasan
minapolitan Kecamatan Wajak belum pernah mengikuti forum pengembangan minapolitan
bersama pemerintah.
B. Partisipasi Pelatihan Minabisnis
Semakin banyak pembudidaya yang mengikuti pelatihan minabisnis maka peluang
keberlanjutan kawasan minapolitan akan semakin baik (Ibnu, 2016). Pelatihan terdiri dari
pelatihan pembenihan, pembesaran, pengolahan/pemasaran, dan pelatihan lainnya.
Diketahui bahwa setiap pembudidaya setidaknya pernah mengikuti satu pelatihan atau
penyuluhan, namun ada juga pembudidaya yang belum pernah mengikuti pelatihan.
Keikutsertaan pembudidaya dalam pelatihan berpengaruh bagi peningkatan kualitas
pembudidaya, sehingga semakin banyak pembudidaya mengikuti pelatihan maka
diharapkan kualitas pembudidaya semakin baik.
105

Tabel 4. 22
Partisipasi Pelatihan Minabisnis
Nama Desa Jumlah Pelatihan Minabisnis
Pembudidaya Pernah % Tidak pernah %
(Jiwa) Mengikuti mengikuti
Blayu 13 10 77% 3 23%
Bringin 24 17 71% 7 29%
Wajak 8 6 75% 2 25%
Dadapan 5 1 20 % 4 80 %
Patokpicis 7 7 100 % 0 0%
Codo 9 9 100 % 0 0%
Kidangbang 7 100 % 0%
Berdasarkan Tabel 4.22 diketahui bahwa rata-rata pembudidaya di kawasan
minapolitan Kecamatan Wajak pernah mengikuti pelatihan minabisnis dengan keikutsertaan
tertinggi terdapat di Desa Patokpicis, Desa Codo dan Desa Kidangbang.
C. Penguasaan teknologi oleh pembudidaya
Teknologi digunakan dengan tujuan untuk mempercepat dan mengembangkan
produktivitas budidaya ikan (KKP, 2014). Menurut Suryawati & Purnomo (2011) semakin
banyak pembudidaya yang menguasai dan menggunakan teknologi maka akan semakin baik
untuk keberlanjutan kawasan minapolitan. Teknologi yang dimaksud adalah teknologi
budidaya berupa teknologi bioflok-akuaponik, teknologi pakan dan pengolahan. Diharapkan
semua pembudidaya dimasing-masing desa dapat menguasai teknologi (100%).
Tabel 4. 23
Penguasaan teknologi oleh pembudidaya
Nama Desa Jumlah Teknologi % Teknologi % Teknologi % Prosentase
Pembudidaya Budidaya Pakan Olahan keseluruhan
(Jiwa) Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak

Blayu 13 0 13 0% 5 8 38,46% 1 12 7,69% 15,38%


Bringin 24 0 24 0% 1 23 4,16% 0 24 0% 1,39%
Wajak 8 0 8 0% 2 6 25% 2 6 25% 16,67%
Dadapan 5 0 5 0% 1 4 20% 0 5 0% 6,67%
Patokpicis 7 0 7 0% 1 6 14,28% 3 4 42,85% 19,04%
Codo 9 0 9 0% 1 8 11,11% 0 9 0% 3,70%
Kidangbang 7 0 7 0% 5 2 71,42% 1 6 14,28% 28,57%
Diketahui Berdasarkan Tabel 4.23 Penguasaan teknologi oleh pembudidaya terbesar
adalah di Desa Kidangbang dengan prosentase 28,57 % dari nilai ideal (100%) dan terendah
adalah Desa Bringin dengan prosentase 1,39 % dari nilai ideal (100%).
D. Tenaga kerja terserap
Menurut Setiawan (2010) semakin banyak jumlah tenaga kerja lokal yang terserap
maka keberlanjutan kawasan minapolitan akan semakin tinggi. Berdasarkan PERMEN KP
No. PER.05/MEN/2009 tentang Skala Usaha di Bidang Perikanan Budidaya Air Tawar
dijelaskan bahwa untuk usaha ikan skala mikro seharusnya dapat menyerap tenaga kerja
sebanyak 2 orang/usaha. Berikut adalah jumlah tenaga kerja yang terserap di kawasan
minapolitan Kecamatan Wajak.
106

Tabel 4. 24
Tenaga Kerja Terserap di Kawasan Minapolitan
Nama Desa Jumlah Tenaga Kerja (Jiwa)
Blayu 8 orang
Bringin 2 orang
Wajak 0 orang
Dadapan 0 orang
Patokpicis 25 orang
Codo 0 orang
Kidangbang 0 orang
Jumlah 35 orang
Berdasarkan Tabel 4.24 diketahui bahwa desa dengan penyerapan tenaga kerja
tertinggi adalah Desa Patokpicis dengan jumlah pekerja terserap sebanyak 25 orang,
sedangkan jumlah tenaga kerja terendah adalah Desa Wajak, Desa Dadapan, Desa Codo dan
Desa Kidangbang dengan masing-masing desa tidak menyerap tenaga kerja perikanan sama
sekali. Tenaga kerja tersebut bersifat musiman dan hanya akan bekerja ketika pembudidaya
panen ataupun menggarap kolam/lahan untuk budidaya. Pekerja di sektor perikanan
biasanya merupakan keluarga atau penduduk lokal Kecamatan Wajak. Jika diasumsikan 73
pembudidaya memiliki 2 orang tenaga kerja maka seharusnya jumlah total tenaga kerja
terserap adalah 146 orang, namun hal tersebut tergantung juga pada luasan kolam yang
dimiliki oleh setiap pembudidaya.
E. Informasi di bidang perikanan
Informasi tentang perikanan dapat diperoleh melalui berbagai sumber seperti,
penyuluh, ketua kelompok, pelaksanaan kegiatan, media informasi ataupun dari sesama
pembudidaya. Kawasan minapolitan akan berkelanjutan apabila masing-masing
pokdakan/masyarakat berinisiatif mencari informasi sendiri (Wibowo, 2014). Berdasarkan
hasil survei primer (2016) diketahui sumber-sumber informasi pembudidaya di kawasan
minapolitan Wajak diperoleh dari kegiatan penyuluhan, penyuluh di Kecamatan, media, dan
sesama pembudidaya ataupun ketua kelompok. Berikut adalah sumber informasi perikanan
di kawasan minapolitan Kecamatan Wajak.
Tabel 4. 25
Informasi di Bidang Perikanan
Nama Desa Informasi di bidang perikanan
Blayu Masyarakat insiatif mencari informasi sendiri, pokdakan dan kecamatan
Bringin Masyarakat insiatif mencari informasi sendiri, pokdakan dan kecamatan
Wajak Masyarakat insiatif mencari informasi sendiri, pokdakan dan kecamatan
Dadapan Tersedia di kantor kecamatan
Patokpicis Masyarakat insiatif mencari informasi sendiri, pokdakan dan kecamatan
Codo Masyarakat insiatif mencari informasi sendiri, pokdakan dan kecamatan
Kidangbang Masyarakat insiatif mencari informasi sendiri, pokdakan dan kecamatan
107

F. Dukungan penyuluh perikanan


Kawasan minapolitan berkelanjutan apabila ditunjang oleh keberadaan penyuluh
perikanan. Jika dilihat berdasarkan kemampuan ideal penyuluh perikanan yang ada, maka
diasumsikan setiap kecamatan memerlukan 2-3 orang penyuluh (Poernomo, 2010).
Penyuluh pun harus aktif mengadakan penyuluhan perikanan, minimal 1 kali dalam setahun
(Wibowo, 2014). Berdasarkan hasil survei primer (2016) diketahui bahwa hanya terdapat 1
penyuluh perikanan yang juga merangkap penyuluh pertanian. Tentu kondisi tersebut bukan
kondisi yang ideal bagi suatu kawasan minapolitan yang sedang berkembang. Terkait
pelaksanaan penyuluhan, berdasarkan hasil wawancara dengan penyuluh perikanan kawasan
minapolitan Wajak, frekuensi penyuluhan yang dilaksanakan tidak menentu dan tergantung
kepada agenda penyuluhan dari pemerintah ataupun dari pihak yang mengajak bekerjasama
dalam pengadaan penyuluhan. Selain itu perbedaan jumlah keikutsertaan masing-masing
pembudidaya dalam penyuluhan diakibatkan karena adanya pembatasan jumlah peserta
setiap kali penyuluhan. Namun berbeda ketika penyuluhan dilaksanakan di Kecamatan
Wajak, semua pembudidaya bisa ikut serta dalam penyuluhan ataupun pelatihan. Berikut
adalah dukungan penyuluh perikanan di kawasan minapolitan Kecamatan Wajak.
Tabel 4. 26
Dukungan Penyuluh Perikanan
Nama Desa Dukungan Penyuluh Perikanan
Jumlah Penyuluh (Jiwa) Frekuensi Penyuluhan/tahun
Blayu 1 orang penyuluh/ kecamatan Frekuensi penyuluhan per tahun tidak
Bringin menentu, bisa 1 kali/tahun atau lebih
Wajak atau 0 kali/tahun
Dadapan
Patokpicis
Codo
Kidangbang
G. Dukungan lembaga keuangan
Suryawati & Purnomo (2011) menyatakan bahwa kawasan minapolitan akan
berkelanjutan apabila didukung oleh keberadaan lembaga keuangan. Lembaga keuangan
berfungsi membantu pembudidaya melakukan pinjaman uang untuk menjalankan atau
meningkatkan skala usaha perikanan. Lembaga keuangan yang ada di Kecamatan Wajak
berupa bank umum, Bank Perkreditan Rakyat serta koperasi, namun belum ada lembaga
yang diperuntukkan khusus untuk pembudidaya ikan. Salah satu lembaga keuangan yang
diupayakan dapat membantu pembudidaya ikan adalah Bank Rakyat Indonesia (BRI) yang
memberikan pinjaman kepada pembudidaya dengan jaminan dan bunga yang rendah. Bank
BRI memiliki cakupan pelayanan satu kecamatan dan berada di pusat kegiatan sehingga
dapat dengan mudah diakses oleh semua pembudidaya.
108

Tabel 4. 27
Dukungan Lembaga Keuangan
Nama Desa Dukungan Lembaga Keuangan
Blayu 2 Lembaga keuangan yaitu Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan koperasi
Bringin
Wajak
Dadapan
Patokpicis
Codo
Kidangbang
H. Dukungan kelompok budidaya
Suryawati & Purnomo (2011) menyatakan bahwa keberlanjutan kawasan
minapolitan akan tinggi apabila semua kelompok aktif dan berkegiatan. Saat ini banyak
anggota kelompok yang tidak aktif sehingga sulit untuk melakukan koordinasi dan bekerja
dalam kelompok yang menyebabkan pengembangan belum bisa berjalan secara optimal.
Selain itu kurang mandirinya pembudidaya untuk membuat kegiatan juga menyebabkan
sulitnya kawasan minapolitan kurang berkembang. Jika hal ini terus terjadi maka bantuan
dan dukungan dari pemerintah pun tidak akan banyak berpengaruh apabila pembudidaya
dan kelompok tidak ikut berperan aktif dalam pengembangan minapolitan. Berikut
dukungan kelompok budidaya di minapolitan Wajak.
Tabel 4. 28
Dukungan Kelompok Budidaya
Nama Desa Kelompok Dukungan Kelompok Budidaya
Blayu 2 Semua kelompok aktif, namun kegiatan tidak menentu
Bringin 3 Sebagian kelompok aktif
Wajak 2 Semua kelompok aktif, namun kegiatan tidak menentu
Dadapan 1 Semua kelompok tidak aktif
Patokpicis 1 Semua kelompok aktif, namun kegiatan tidak menentu
Codo 1 Semua kelompok aktif, namun kegiatan tidak menentu
Kidangbang 1 Semua kelompok aktif dan memiliki kegiatan rutin
Berdasarkan Tabel 4.28 diketahui bahwa hanya kelompok pembudidaya di Desa
Kidangbang saja yang kelompok budidayanya aktif dan memiliki kegiatan rutin. Kegiatan
rutin yang dijalankan adalah kerjasama dalam pembuatan kolam dan kerjasama ketika
panen, sedangkan kelompok lainnya sudah tidak aktif atau masih aktif namun tidak memiliki
kegiatan rutin.
I. Dukungan pemerintah
Menurut Ibnu (2016) dan Suryawati & Purnomo (2011) kawasan minapolitan yang
keberlanjutannya tinggi adalah yang mendapatkan dukungan dari pemerintah dalam hal
pendanaan dan dukungan kerjasama lintas sektoral dalam program minapolitan. Kecamatan
Wajak telah dikembangkan menjadi kawasan minapolitan sejak tahun 2010, namun dalam
pelaksanaannya banyak kendala salah satunya belum terealisasinya lahan yang akan
digunakan untuk Pusat Pengelolaan Minapolitan (PPM) di Desa Sukoanyar yang
109

menyebabkan pelaksanaan pengembangan kawasan minapolitan menjadi tidak optimal.


Pemerintah Kabupaten Malang beserta Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait
diantaranya Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten
Malang, Dinas Pertanian Kabupaten Malang, Badan Pertanahan Kabupaten Malang dan
Dinas Perikanan Kabupaten Malang akan bekerjasama untuk menjalankan kembali kawasan
minapolitan Kecamatan Wajak yang stagnan sesuai dengan program dari masing-masing
dinas. Hal ini kembali direncanakan seiring dengan adanya pembangunan tol malang-
pandaan yang akan melintasi pasar pakis di Kabupaten Malang. Hal ini dianggap sebagai
potensi untuk menumbuhkan pusat kegiatan baru dan tidak hanya dimanfaatkan sebagai
sarana jual beli namun juga edukasi, sedangkan untuk menjalankan kawasan minapolitan
Kecamatan Wajak yang sempat stagnan, pemerintah menggunakan satu sumber pendanaan
yang berasal dari APBD Kabupaten Malang yang nantinya akan dikembangkan. Berikut
dukungan pemerintah untuk pengembangan minapolitan Wajak.
Tabel 4. 29
Dukungan Pemerintah
Nama Desa Dukungan Pemerintah
Kerjasama SKPD Sumber Pendanaan
Blayu ➢ BAPPEDA Kabupaten Malang, 1 sumber pendanaan
Bringin ➢ Dinas Pertanian Kabupaten Malang (APBD Kabupaten
Wajak ➢ Badan Pertanahan Kabupaten Malang Malang)
Dadapan ➢ Dinas Perikanan Kabupaten Malang
Patokpicis
Codo
Kidangbang
J. Kepemilikan lahan
Kepemilikan lahan terbagi menjadi tiga jenis yaitu lahan milik pribadi, lahan
menyewa dan lahan garapan. Menurut Setiawan (2010) kawasan minapolitan yang
keberlanjutannya tinggi adalah yang lahan perikanannya milik masing-masing pembudidaya
(pribadi). Berikut adalah status kepemilikan lahan perikanan masing-masing desa.
Tabel 4. 30
Status Kepemilikan Lahan Perikanan
Nama Desa Jumlah Pembudidaya Kepemilikan lahan Total
(Jiwa) Pribadi Sewa Menggarap
Blayu 13 13 0 0 100 % pribadi
Bringin 24 24 0 0 100 % pribadi
Wajak 8 7 1 0 88 % pribadi
Dadapan 5 5 0 0 100 % pribadi
Patokpicis 7 7 0 0 100 % pribadi
Codo 9 9 0 0 100 % pribadi
Kidangbang 7 7 0 0 100 % pribadi
Berdasarkan Tabel 4.30 diketahui bahwa hanya di Desa Wajak saja yang salah satu
pembudidayanya tidak memiliki lahan pribadi, namun menyewa dengan harga Rp. 500.000
per-tahunnya.
110

4.2.3 Karakteristik Ekologi Minapolitan Kecamatan Wajak


Kondisi ekologi minapolitan Wajak digambarkan dengan penerapan CBIB, daya
dukung pakan, ketersediaan air, ketersediaan benih, frekuensi banjir, frekuensi kekeringan,
pengolahan limbah, pengetahuan lingkungan, ketersediaan lahan dan curah hujan.
A. Penerapan CBIB
Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB) merupakan salah satu standar baku yang
dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Direktorat Produksi pada tahun
2010, yang berupaya untuk menjamin penerapan cara memelihara dan atau membesarkan
ikan serta mamanen hasilnya dalam lingkungan yang terkontrol sehingga memberikan
jaminan pangan dari pembudidayaan ikan sehingga pemeliharaan ikan menjadi lebih efektif,
efisien, memperkecil resiko kegagalan, meningkatkan kepercayaan pelanggan, menjamin
kesempatan eksport dan ramah lingkungan. Sudah diterapkannya CBIB adalah dengan bukti
kepemilikan sertifikat CBIB. Menurut Wibowo (2014) bahwa kawasan minapolitan
keberlanjutannya tinggi adalah yang seluruh pembudidayanya menerapkan CBIB. Berikut
adalah prosentase penerapan CBIB di kawasan minapolitan Kecamatan Wajak.
Tabel 4. 31
Penerapan CBIB
Nama Desa Jumlah Pembudidaya Sudah Belum Penerapan CBIB
(Jiwa) menerapkan menerapkan
Blayu 13 6 7 46,1 %
Bringin 24 0 24 0%
Wajak 8 0 8 0%
Dadapan 5 0 5 0%
Patokpicis 7 0 7 0%
Codo 9 0 9 0%
Kidangbang 7 0 7 0%
Berdasarkan Tabel 4.31 diketahui hanya 4,61 % pembudidaya di Desa Blayu yang
sudah menerapkan CBIB, sedangkan di desa lain belum terdapat pembudidaya yang
menerapkan CBIB.
B. Ketersediaan pakan
Menurut Wibowo (2014) keberlanjutan kawasan minapolitan akan semakin baik
apabila ketersediaan pakan termasuk dalam kondisi aman. Dalam budidaya perikanan,
pakan yang baik dan terjaga kualitasnya dapat memberikan hasil panen yang bernilai tinggi.
Dalam rangka menjaga produksi perikanan, maka ketersediaan pakan harus tetap terjaga.
Pembudidaya di kawasan minapolitan Wajak membeli pakan di toko Bella Jaya yang
terletak di Pasar Wajak. Berikut adalah ketersediaan pakan menurut pembudidaya di
kawasan minapolitan Kecamatan Wajak.
111

Tabel 4. 32
Ketersediaan Pakan
Nama Desa Jumlah Tidak Tersedia < Tersedia > Selalu Ketersediaan pakan
Pembudidaya tersedia Tidak Tidak Tersedia
(Jiwa) tersedia Tersedia
Blayu 13 0 0 0 13 Selalu tersedia
Bringin 24 0 0 0 24 Selalu tersedia
Wajak 8 0 0 0 8 Selalu tersedia
Dadapan 5 0 0 0 5 Selalu tersedia
Patokpicis 7 0 0 0 7 Selalu tersedia
Codo 9 0 0 0 9 Selalu tersedia
Kidangbang 7 0 0 0 7 Selalu tersedia
Berdasarkan Tabel 4.32 diketahui bahwa semua pembudidaya menyatakan bahwa
pakan selalu tersedia dan dapat diperoleh dengan mudah. Ketersediaan pakan sampai saat
ini tergolong aman, karena selama ini pasokan pakan masih banyak dijual di pasar saprokan
terdekat, akan tetapi harga pakan ini harganya semakin lama mengalami kenaikan, dengan
kondisi pembudidaya ikan saat ini, terdapat kemungkinan dimana kemampuan membeli
pakan akan menurun. Berdasarkan hasil wawancara dengan Dinas Perikanan Kabupaten
Malang permasalahan terus meningkatnya harga pakan dapat diselesaikan apabila
pembudidaya dapat membuat pakan secara mandiri. Menurut Suryawati & Purnomo (2011)
keberlanjutan kawasan minapolitan akan semakin baik apabila seluruh potensi yang dapat
dimanfaatkan sebagai pakan ikan seluruhnya dimanfaatkan.
Tabel 4. 33
Alternatif Pakan
Nama Desa Alternatif Pakan
Blayu Tidak ada, sayuran dan ayam
Bringin Sayur dan ayam
Wajak Tidak ada, sayuran dan ayam
Dadapan Tidak ada
Patokpicis Sayuran dan ayam
Codo Membuat sendiri dan sayuran
Kidangbang Sayuran dan ayam
C. Ketersediaan benih
Ketersediaan benih merupakan salah satu aspek penting untuk budidaya ikan.
Menurut Wibowo (2015) kawasan minapolitan yang keberlanjutannya tinggi adalah yang
benih ikannya tersedia dalam jumlah banyak. Pembudidaya di kawasan minapolitan Wajak
membeli benih dari di kecamatan lain. Berikut ketersediaan benih menurut pembudidaya.
Tabel 4. 34
Ketersediaan Benih
Nama Desa Jumlah Tidak Tersedia < Tersedia > Selalu Ketersediaan benih
Pembudidaya tersedia Tidak tersedia Tidak Tersedia Tersedia
Blayu 13 0 0 0 13 Selalu tersedia
Bringin 24 0 0 0 24 Selalu tersedia
Wajak 8 0 0 0 8 Selalu tersedia
Dadapan 5 0 0 0 5 Selalu tersedia
Patokpicis 7 0 0 0 7 Selalu tersedia
Codo 9 0 0 0 9 Selalu tersedia
Kidangbang 7 0 0 0 7 Selalu tersedia
112

Berdasarkan Tabel 4.34 diketahui semua pembudidaya menyatakan bahwa benih


selalu tersedia dan tidak pernah mengalami kesulitan memperoleh benih ikan, sehingga
dapat disimpulkan bahwa ketersediaan benih ikan mampu mendukung kegiatan perikanan
budidaya di kawasan minapolitan Kecamatan Wajak.
D. Ketersediaan air
Air merupakan sumberdaya utama bagi kegiatan perikanan. Sumber air di kawasan
minapolitan Wajak bersumber dari sungai, sumber air, sumur dan PDAM. Selama 5 tahun
terakhir air pun selalu tersedia. Berikut adalah ketersediaan air menurut pembudidaya.
Tabel 4. 35
Ketersediaan Air
Nama Desa Jumlah Tidak Tersedia < Tersedia > Selalu Ketersediaan air
Pembudidaya tersedia Tidak tersedia Tidak Tersedia Tersedia
Blayu 13 0 0 0 13 Selalu tersedia
Bringin 24 0 0 0 24 Selalu tersedia
Wajak 8 0 0 0 8 Selalu tersedia
Dadapan 5 0 0 0 5 Selalu tersedia
Patokpicis 7 0 0 0 7 Selalu tersedia
Codo 9 0 0 0 9 Selalu tersedia
Kidangbang 7 0 0 0 7 Selalu tersedia
Berdasarkan Tabel 4.35 diketahui bahwa semua pembudidaya menyatakan bahwa
tidak pernah kekurangan air, sehingga dapat disimpulkan bahwa ketersediaan air sangat
mendukung kegiatan perikanan budidaya di kawasan minapolitan Kecamatan Wajak.
E. Frekuensi banjir
Menurut Suryawati & Purnomo (2011) diketahui bahwa kawasan minapolitan yang
keberlanjutannya tinggi adalah kawasan minapolitan tidak pernah mengalami banjir ataupun
tidak beresiko mengalami banjir. Semakin sering terjadi banjir di lahan perikanan maka akan
semakin banyak ikan yang hilang. Berikut frekuensi banjir di kawasan minapolitan Wajak.
Tabel 4. 36
Frekuensi Banjir
Nama Desa Jumlah Tidak Pernah Tidak 1 Lebih dari 1 Frekuensi banjir
Pembudidaya Terjadi menentu kali/tahun kali/tahun
Blayu 13 13 0 0 0 Tidak pernah terjadi
Bringin 24 24 0 0 0 Tidak pernah terjadi
Wajak 8 8 1 0 0 Tidak pernah terjadi
Dadapan 5 5 1 0 0 Tidak pernah terjadi
Patokpicis 7 7 0 0 0 Tidak pernah terjadi
Codo 9 9 0 0 0 Tidak pernah terjadi
Kidangbang 7 7 0 0 0 Tidak pernah terjadi
Berdasarkan Tabel 4.36 diketahui bahwa semua pembudidaya menyatakan bahwa
frekuensi banjir sangat rendah, sehingga dapat disimpulkan bahwa rendahnya lingkungan
dikawasan minapolitan Kecamatan Wajak mampu mendukung kegiatan perikanan di
kawasan minapolitan Kecamatan Wajak.
113

F. Frekuensi kekeringan
Menurut Setiawan (2010) diketahui bahwa kawasan minapolitan yang
keberlanjutannya tinggi adalah kawasan minapolitan tidak pernah mengalami kekeringan.
Berikut adalah frekuensi kekeringan di kawasan minapolitan Wajak menurut pembudidaya
selama 5 tahun terakhir.
Tabel 4. 37
Frekuensi Kekeringan
Nama Desa Jumlah Tidak Pernah Tidak 1 Lebih dari 1 Frekuensi
Pembudidaya Terjadi menentu kali/tahun kali/tahun kekeringan
Blayu 13 13 0 0 0 Tidak pernah terjadi
Bringin 24 24 0 0 0 Tidak pernah terjadi
Wajak 8 8 0 0 0 Tidak pernah terjadi
Dadapan 5 5 0 0 0 Tidak pernah terjadi
Patokpicis 7 7 0 0 0 Tidak pernah terjadi
Codo 9 9 0 0 0 Tidak pernah terjadi
Kidangbang 7 7 0 0 0 Tidak pernah terjadi
Berdasarkan Tabel 4.37 diketahui pembudidaya di kawasan minapolitan Wajak
tidak pernah mengalami kekeringan, sehingga dapat disimpulkan bahwa kondisi ini mampu
mendukung kegiatan perikanan budidaya di kawasan minapolitan Wajak.
G. Curah hujan
Menurut Cahyaningrum (2014) curah hujan yang baik bagi perikanan adalah curah
hujan yang tidak terlalu rendah dan tidak terlalu tinggi yang berkisar antara 2000-2500
mm/tahun, karena apabila curah hujan terlalu tinggi akan menimbulkan penyakit pada ikan
dan menganggu proses budidaya. Diketahui bahwa curah hujan di kawasan minapolitan
Kecamatan Wajak berkisar antara 2000-2500 sehingga dapat disimpulkan bahwa curah
hujan di kawasan minapolitan Kecamatan Wajak dapat mendukung kegiatan perikanan.
H. Pengolahan limbah
Menurut Wibowo (2015) kawasan minapolitan yang keberlanjutannya tinggi adalah
kawasan yang mengolah limbah perikanan.
Tabel 4. 38
Pengolahan limbah
Nama Desa Jumlah Pembudidaya (Jiwa) Pengolahan limbah

Blayu 13 Tidak ada


Bringin 24 Tidak ada
Wajak 8 Tidak ada
Dadapan 5 Tidak ada
Patokpicis 7 Tidak ada
Codo 9 Tidak ada
Kidangbang 7 Tidak ada
Berdasarkan Tabel 4.38 belum ada pembudidaya yang menjalankan mengolah limbah
karena limbah yang dihasilkan sektor perikanan di kawasan minapolitan Wajak masih
rendah dan hanya berupa air sisa budidaya ikan.
114

I. Ketersediaan lahan
Lahan merupakan aspek penting bagi kegiatan perikanan. Menurut Wibowo (2014)
kawasan minapolitan sebaiknya memiliki lahan yang luas dan potensial untuk
dikembangkan. Ketersediaan lahan akan diidentifikasi dari lahan guna lahan yang tidak
terbangun dan diukur berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan. Berikut adalah
ketersediaan lahan perikanan di kawasan minapolitan Kecamatan Wajak.
Tabel 4. 39
Ketersediaan lahan untuk perikanan
Nama Desa Ketersediaan lahan
Blayu 2.704,14
Bringin 1.212,88
Wajak 2.676,69
Dadapan 2.931,27
Patokpicis 1.584,38
Codo 2.238,94
Kidangbang 1.701,43
Berdasarkan Tabel 4.39 diketahui bahwa ketersediaan lahan dan kesesuaian lahan
untuk pengembangan kegiatan perikanan di Kecamatan Wajak adalah sebesar 4.842,9623
Ha. Sedangkan 5.581,94 Ha lainnya adalah kawasan terbangun dan beberapa lainnya
merupakan kawasan lindung serta kesesuaiannya kurang cocok untuk pengembangan
kegiatan perikanan di Kecamatan Wajak.
J. Pengetahuan pembudidaya terhadap lingkungan
Tingkat pengetahuan pembudidaya terhadap lingkungan diukur berdasarkan
pengetahuan pembudidaya terhadap CBIB, terhadap penyakit ikan, dan pemilihan benih
dengan kualitas yang baik. Berikut adalah pengetahuan pembudidaya di setiap desa.
Tabel 4. 40
Pengetahuan Pembudidaya Terhadap Lingkungan
No Nama Desa Jumlah CBIB Penyakit Ikan Benih
Pembudidaya Tidak Tahu Tahu Tidak Tahu Tahu Tidak Tahu Tahu
1. Blayu 13 7 6 3 10 3 10
2. Bringin 24 20 4 5 19 5 19
3. Wajak 8 2 6 2 6 2 6
4. Dadapan 5 4 1 4 1 0 5
5. Patokpicis 7 3 4 1 6 1 6
6. Codo 9 8 1 0 9 0 9
7. Kidangbang 7 5 2 0 7 0 7
Total 49 24 15 58 11 62
Berdasarkan Tabel 4.40 diketahui bahwa jumlah pembudidaya di kawasan
minapolitan Wajak yang mengetahui CBIB hanya 24 orang. Pembudidaya yang mengetahui
penyakit dan pengobatan pada ikan sebanyak 58 orang. Begitu pula dengan jumlah
pembudidaya yang cara pemilihan benih ikan dengan kualitas baik sebanyak 58 orang.
Gambar 4. 5 Ketersediaan dan kesesuaian lahan perikanan di Kawasan Minapoolitan Wajak

115
116

4.2.4 Karakteristik Teknologi dan Infrastruktur Minapolitan Kecamatan Wajak


Karakteristik teknologi dan infrastruktur di kawasan minapolitan Wajak akan
digambarkan dengan teknologi dalam budidaya ikan, teknologi pengolahan produk
perikanan, teknologi pakan, industri pengolahan, sarana perikanan, dukungan sarana
perikanan, prasarana listrik, sarana transportasi, klinik kesehatan ikan dan prasarana jalan.
A. Industri pengolahan/UMKM
Menurut Suryawati & Purnomo (2011) keberlanjutan kawasan minapolitan akan
semakin baik apabila terdapat industri pengolahan yang berjalan secara optimal.
Berdasarkan hasil survei primer (2016) diketahui bahwa belum terdapat industri ataupun
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang mengolah hasil perikanan. Terdapat 2
desa yang sebelumnya pernah membuat olahan dari ikan yaitu di Desa Patokpicis dan Desa
Blayu, yang saat ini sudah tidak berjalan. Hal ini terjadi karena kurangnya bahan baku ikan.
Selain itu rendahnya minat pasar terhadap olahan ikan juga menyebabkan masyarakat
setempat belum berminat untuk membuka usaha pengolahan ikan. Berikut adalah jumlah
industri pengolahan atau UMKM perikanan.
Tabel 4. 41
Jumlah Industri Pengolahan
Nama Desa Industri pengolahan/UMKM
Blayu Tidak ada (0)
Bringin Tidak ada (0)
Wajak Tidak ada (0)
Dadapan Tidak ada (0)
Patokpicis Tidak ada (0)
Codo Tidak ada (0)
Kidangbang Tidak ada (0)
B. Prasarana listrik
Energi listrik merupakan salah satu faktor pendukung penting bagi kegiatan
perikanan. Ketersediaannya sangat dibutuhkan oleh pembudidaya yang menggunakan
peralatan seperti pompa air ataupun alat lainnya. Menurut Wibowo (2014) keberlanjutan
kawasan minapolitan akan semakin tinggi apabila didukung dengan prasarana listrik
memadai dan dapat diakses oleh seluruh masyarakat. Berikut adalah kondisi prasarana listrik
menurut pembudidaya di kawasan minapolitan Kecamatan Wajak.
Tabel 4. 42
Data Ketersediaan Prasarana Listrik
Nama Desa Jumlah Tidak Kurang Cukup Memadai Kesimpulan
Pembudidaya memadai memadai memadai
Blayu 13 0 0 0 13 Selalu tersedia
Bringin 24 0 0 0 24 Selalu tersedia
Wajak 8 0 0 0 8 Selalu tersedia
Dadapan 5 0 0 0 5 Selalu tersedia
Patokpicis 7 0 0 0 7 Selalu tersedia
Codo 9 0 0 0 9 Selalu tersedia
Kidangbang 7 0 0 0 7 Selalu tersedia
117

C. Laboratorium perikanan
Menurut Wibowo (2014) keberlanjutan kawasan minapolitan akan semakin baik
apabila didukung dengan keberadaan laboratorium perikanan yang memadai dan dapat
diakses oleh pembudidaya. Laboratorium perikanan diperlukan untuk mengecek kondisi
perikanan, hingga saat ini laboratorium untuk mengecek kesehatan ikan terdapat di UPTD
Kecamatan Kepanjen.
D. Teknologi budidaya perikanan
Teknologi yang digunakan dalam budidaya ikan di kawasan minapolitan Wajak
adalah bioflok yang digunakan oleh 2 pembudidaya di Desa Kidangbang sedangkan
pembudidaya lain masih menggunakan teknologi sebatas alat bantu perikanan berupa pompa
air dan tabung oksigen, sedangkan teknologi yang berupa akuaponik belum digunakan di
kawasan minapolitan Kecamatan Wajak. Berikut adalah jenis teknologi yang digunakan
oleh pembudidaya di minapolitan Wajak.
Tabel 4. 43
Teknologi Budidaya Perikanan
Nama Desa Jumlah Pembudidaya Teknologi Budidaya Perikanan (unit)
Bioflok Akuaponik
Blayu 13 0 0
Bringin 24 0 0
Wajak 8 0 0
Dadapan 5 0 0
Patokpicis 7 0 0
Codo 9 0 0
Kidangbang 7 2 0
E. Teknologi pengolahan produk perikanan
Menurut Setiawan (2010) keberlanjutan kawasan minapolitan akan semakin baik
teknologi pengolahan produk perikanan yang digunakan adalah teknologi pengolahan
produk perikanan modern. Teknologi pengolahan produk perikanan digunakan untuk
mengolah produk primer (ikan segar), menjadi produk sekunder (produk setengah jadi)
ataupun tersier (produk jadi). Berikut adalah data jumlah teknologi pengolahan produk
perikanan di kawasan minapolitan Kecamatan Wajak.
Tabel 4. 44
Teknologi Pengolahan Produk Perikanan
Nama Desa Teknologi pengolahan ikan (unit)
Blayu 1
Bringin 0
Wajak 0
Dadapan 0
Patokpicis 1
Codo 0
Kidangbang 0
118

Berdasarkan Tabel 4.44 diketahui bahwa hanya Desa Blayu dan Desa Patokpicis
saja yang memiliki alat olahan produk perikanan, di dua desa ini pun pernah dibuat olahan
keripik baby fish dan abon yang saat ini sudah tidak berjalan.
F. Teknologi pakan
Teknologi pakan adalah alat yang digunakan untuk membuat pakan ikan. Menurut
Suryawati & Purnomo (2011) keberlanjutan kawasan minapolitan akan semakin baik jika
teknologi pakan yang digunakan adalah teknologi pakan modern. Setiap pembudidaya atau
kelompok diharapkan bisa memiliki teknologi pakan ikan mandiri (milik pribadi) mengingat
biaya pakan merupakan 60-70 persen biaya produksi. Diharapkan dengan adanya teknologi
pakan ikan mandiri mampu biaya pakan dalam budidaya mampu ditekan hingga 50 persen.
Berikut adalah data jumlah teknologi pakan di kawasan minapolitan Kecamatan Wajak.
Tabel 4. 45
Teknologi pakan
Nama Desa Teknologi pakan (unit)
Blayu 1
Bringin 0
Wajak 0
Dadapan 0
Patokpicis 1
Codo 1
Kidangbang 1
Berdasarkan Tabel 4.45 diketahui bahwa hanya 4 desa saja yang memiliki teknologi
pakan. Teknologi pakan di Desa Blayu dan Desa Kidangbang dimiliki oleh kelompok
pembudidaya, sedangkan di Desa Blayu dan Desa Codo dimiliki oleh pembudidaya.
G. Prasarana jalan
Menurut Suryawati & Purnomo (2011) keberlanjutan kawasan minapolitan akan
semakin baik apabila ditunjang oleh prasarana jalan yang baik. Menurut Tamin (2000)
prasarana jalan yang baik adalah yang memiliki aksesibilitas tinggi, yang terhubung dengan
pusat-pusat pelayanan atau kota dan didukung oleh lebar serta kualitas perkerasan yang baik.
Diharapkan dengan kondisi jalan yang baik tersebut maka mobilitas pelaku usaha perikanan
akan semakin mudah. Berikut adalah data kondisi jalan di kawasan minapolitan Wajak.
Tabel 4. 46
Kondisi Prasarana Jalan
Nama Desa Jenis Perkerasan Kualitas Jalan
Blayu Aspal Baik
Bringin Aspal Baik
Wajak Semen Baik
Dadapan Makadam Buruk
Patokpicis Aspal Baik
Codo Aspal Baik
Kidangbang Aspal Baik
119

H. Sarana transportasi
Pertumbuhan ekonomi memiliki keterkaitan erat dengan transportasi, karena akibat
pertumbuhan ekonomi maka mobilitas seseorang meningkat dan kebutuhan pergerakannya
pun menjadi meningkat. Hal ini juga berpengaruh bagi keberlanjutan kawasan mi napolitan,
dimana akan semakin memadai sarana transportasi yang ada, maka semakin baik
keberlanjutan kawasan tersebut (Setiawan, 2010).
Tabel 4. 47
Sarana transportasi
Nama Desa Jumlah Pembudidaya Sarana Transportasi
Blayu 13 Semua pembudidaya memiliki kendaraan pribadi & ada angkutan umum
Bringin 24
Wajak 8
Dadapan 5
Patokpicis 7
Codo 9
Kidangbang 7
I. Sarana perikanan
Kawasan minapolitan harus mempunyai sarana dan prasarana sebagai pendukung
Sarana yang dapat mendukung kegiatan perikanan adalah balai benih ikan, hatchery, wadah
budidaya (kolam, tambak atau sebagainya), gudang pakan, peralatan panen ikan,
penyediaan tempat pengumpul hasil produk perikanan budidaya, tempat penjemuran ikan,
gudang penyimpanan hasil perikanan, sarana industri kecil, toko saprokan, balai pelatihan
dan pasar ikan, sedangkan di minapolitan Wajak baru terdapat 3 sarana perikanan yaitu:
Tabel 4. 48
Ketersediaan sarana perikanan
Nama Desa Sarana Perikanan (unit)
Blayu 3 sarana perikanan:
Bringin • Wadah budidaya
Wajak • Peralatan budidaya ikan
Dadapan • Toko Saprokan
Patokpicis
Codo
Kidangbang

Gambar 4. 6 Wadah Budidaya dan Toko Saprokan Minapolitan Wajak


120

J. Pasar benih
Pasar benih yang dimaksud adalah lokasi/tempat yang digunakan untuk menjual benih
ikan. Hingga saat ini belum ada lokasi khusus untuk menjual benih, namun terdapat
beberapa pembudidaya dapat memenuhi kebutuhan benih ikan baik dari pembudidaya di
Kecamatan Wajak maupun diluar Kecamatan Wajak, ditambah dengan adanya kemudahan
untuk berkomunikasi sehingga belum adanya pasar benih tidak terlalu menjadi masalah,
namun akan lebih baik apabila dilengkapi dengan pasar benih
4.3 Tingkat Keberlanjutan Minapolitan Kecamatan Wajak
Keberlanjutan kawasan minapolitan di Kecamatan Wajak dianalisis dengan Multi
Dimensional Scalling. Skor yang digunakan pada Rapfish adalah skor rata-rata akhir (skor
kawasan). Berikut adalah klasifikasi skor akhir.
Tabel 4. 49
Klasifikasi Skor Akhir
Nilai Skor Akhir Kategori
0 - 0,75 Sangat Rendah
0.76 - 1,50 Rendah
1,51 - 2,00 Sedang
2,10 - 3,00 Tinggi
Berikut adalah klasifikasi tingkat keberlanjutan dengan Rapfish.
Tabel 4. 50
Klasifikasi Tingkat Keberlanjutan Kawasan Minapolitan
Indeks Keberlanjutan % Kategori
0 % – 25 % Buruk (tidak berkelanjutan)
25,01 % – 50 % Kurang (kurang berkelanjutan)
50,01 % – 75 % Cukup (cukup berkelanjutan)
75,01 % – 100 % Baik (Berkelanjutan)
Sumber: Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (2014)
Berikut adalah kriteria nilai stress keberlanjutan.
Tabel 4. 51
Kriteria Nilai Stress Keberlanjutan
Stress Goodness of Fit
≥ 20% Kurang baik
10% - 20% Cukup baik
5% - 10% Baik
≤ 2,5% Sempurna
Sumber: Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (2014)
4.3.1 Tingkat Keberlanjutan Kawasan Minapolitan Wajak Dimensi Ekonomi
Minapolitan berkelanjutan ditandai dengan munculnya aktivitas baru dari adanya
kegiatan perikanan dan dihasilkannya barang dengan nilai tambah menjadi ciri kegiatan
perekonomian yang dijalankan akan berkesinambungan (Setiawan, 2010).
A. Data dan Perhitungan Penilaian Atribut Dimensi Ekonomi
Berikut adalah perhitungan skoring dimensi ekonomi, adapun perhitungan untuk
membuat klasifikasi setiap atribut terdapat pada Lampiran 5.
121

1. Sumber Daya manusia (SDM)


Berikut adalah klasifikasi skoring atribut SDM.
Tabel 4. 52
Klasifikasi Jumlah Pembudidaya (Jiwa/Desa)
Jumlah Pembudidaya (Jiwa) Skor Klasifikasi
5-9 0 Sangat Rendah
10-14 1 Rendah
15-19 2 Sedang
20-24 3 Tinggi
Berikut data dan skoring atribut jumlah pembudidaya di kawasan minapolitan
Kecamatan Wajak.
Tabel 4. 53
Hasil Skoring Jumlah Pembudidaya Kawasan Minapolitan Kecamatan Wajak
Desa Jumlah Pembudidaya (Jiwa) Skor Klasifikasi
Blayu 13 1 Rendah
Bringin 24 3 Sedang
Wajak 8 0 Sangat Rendah
Dadapan 5 0 Sangat Rendah
Patokpicis 7 0 Sangat Rendah
Codo 9 0 Sangat Rendah
Kidangbang 7 0 Sangat Rendah
Berikut skoring keterampilan pembudidaya di kawasan minapolitan Wajak.
Tabel 4. 54
Klasifikasi Keterampilan Pembudidaya (Persen/Desa)
Keterampilan Pembudidaya (%) Skor Klasifikasi
0 – 25 % pembudidaya memiliki keterampilan 0 Sangat Rendah
25,1 – 50 % pembudidaya memiliki keterampilan 1 Rendah
50,1 – 75 % pembudidaya memiliki keterampilan 2 Sedang
75,1 – 100 % pembudidaya memiliki keterampilan 3 Tinggi
Berikut data dan skoring atribut keterampilan pembudidaya di kawasan minapolitan
Kecamatan Wajak.
Tabel 4. 55
Hasil Skoring Keterampilan Pembudidaya Kawasan Minapolitan Kecamatan Wajak
Desa Keterampilan Pembudidaya (%) Skor Klasifikasi
Blayu 7,69% pembudidaya memiliki keterampilan 0 Sangat Rendah
Bringin 0% pembudidaya memiliki keterampilan 0 Sangat Rendah
Wajak 25% pembudidaya memiliki keterampilan 0 Sangat Rendah
Dadapan 0% pembudidaya memiliki keterampilan 0 Sangat Rendah
Patokpicis 42,85% pembudidaya memiliki keterampilan 1 Rendah
Codo 0% pembudidaya memiliki keterampilan 0 Sangat Rendah
Kidangbang 14,28% pembudidaya memiliki keterampilan 0 Sangat Rendah
Berikut data dan skoring atribut SDM di kawasan minapolitan Kecamatan Wajak.
Tabel 4. 56
Hasil Skoring SDM (Jumlah dan Keterampilan Pembudidaya) Kawasan Minapolitan
Kecamatan Wajak
Desa Jumlah Skor Keterampilan Skor Total Rata- Klasifikasi
Pembudidaya Pembudidaya rata
Blayu 13 1 7,69% 0 1 0,5 Sangat Rendah
Bringin 24 3 0% 0 3 1,5 Rendah
Wajak 8 0 25% 0 0 0 Sangat Rendah
Dadapan 5 0 0% 0 0 0 Sangat Rendah
Patokpicis 7 0 42,85% 1 1 0,5 Sangat Rendah
Codo 9 0 0% 0 0 0 Sangat Rendah
Kidangbang 7 0 14,28% 0 0 0 Sangat Rendah
122

Selanjutnya skor rata-rata atribut SDM semua desa dijumlahkan dan dibagi 7 (7 desa),
sehingga diperoleh rata-rata atribut SDM adalah 0,35 yang menunjukan bahwa
dukungan SDM di kawasan minapolitan Kecamatan Wajak masih sangat rendah.
2. Kerjasama dalam usaha
Berikut adalah klasifikasi atribut kerjasama usaha.
Tabel 4. 57
Klasifikasi Kerjasama Usaha (Jenis/Desa)
Kerjasama usaha Skor Klasifikasi
Tidak ada kerjasama 0 Sangat Rendah
Terdapat 1 kerjasama 1 Rendah
Terdapat 2 kerjasama 2 Sedang
Terdapat > 2 kerjasama 3 Tinggi
Berikut adalah hasil skoring atribut kerjasama usaha di kawasan minapolitan
Kecamatan Wajak.
Tabel 4. 58
Hasil Skoring Atribut Kerjasama Usaha (Jenis/Desa)
Desa Kerjasama usaha (Jenis) Skor Klasifikasi
Blayu 1 (Pewadah) 1 Sedang
Bringin 1 (Pewadah) 1 Rendah
Wajak 1 (Pewadah) 1 Rendah
Dadapan 1 (Pewadah) 1 Rendah
Patokpicis 2 (Pondok pesantren & Pewadah) 2 Sedang
Codo 1 (Pewadah) 1 Rendah
Kidangbang 1 (Pewadah) 1 Rendah
Selanjutnya skor atribut kerjasama usaha semua desa dijumlahkan dan dibagi 7 (7 desa),
sehingga diperoleh skor rata-rata atribut kerjasama usaha adalah 1,14 yang menunjukan
bahwa kerjasama di Kawasan Minapolitan Kecamatan Wajak masih sangat rendah.
3. Kemampuan Pendanaan
Berikut klasifikasi jawaban atribut kemampuan pendanaan pembudidaya.
Tabel 4. 59
Klasifikasi Jawaban Kemampuan Pendanaan Pembudidaya
Kemampuan Pendanaan Skor Keterangan
Pembudidaya
Tidak mampu secara pribadi, tidak dapat mengakses perbankan
Tidak mampu 0 dan usaha tidak berjalan
Mampu secara pribadi, tidak dapat mengakses perbankan, dan
Kurang mampu 1 usaha tidak berjalan
Mampu secara pribadi, tidak/dapat mengakses perbankan namun
Cukup mampu 2 usaha berjalan
Mampu secara pribadi, mampu mengakses perbankan dan usaha
Mampu 3 berjalan
Berikut adalah data kemampuan pendanaan pembudidaya di kawasan minapolitan
Kecamatan Wajak.
123

Tabel 4. 60
Data Kemampuan Pendanaan Pembudidaya
Nama Desa Pembudidaya Kemampuan Pendanaan
Tidak mampu Kurang mampu Cukup Mampu Mampu
(Skor 0) (Skor 1) (Skor 2) (Skor 3)
Blayu 13 0 0 0 13
Bringin 24 0 10 0 14
Wajak 8 0 0 0 8
Dadapan 5 4 0 0 1
Patokpicis 7 0 0 0 7
Codo 9 0 0 0 9
Kidangbang 7 0 0 0 7
Berikut adalah perhitungan skoring kemampuan pendanaan pembudidaya.
Tabel 4. 61
Perhitungan Kemampuan Pendanaan Pembudidaya
Nama Desa Pembudidaya Pembudidaya Pembudidaya Pembudidaya Pembudidaya Total Total %
Tidak Kurang Cukup Mampu x 3 Skor Skor
Mampu x 0 mampu x 1 Mampu x 2 faktual Ideal
Blayu 13 0 0 0 39 39 39 100 %
Bringin 24 0 10 0 42 52 72 72,2 %
Wajak 8 0 0 0 24 24 24 100 %
Dadapan 5 0 0 0 3 3 15 20,0 %
Patokpicis 7 0 0 0 21 21 21 100 %
Codo 9 0 0 0 27 27 27 100 %
Kidangbang 7 0 0 0 21 21 21 100 %

Berdasarkan Tabel 4.61 diketahui bahwa desa dengan kemampuan pendanaan


tertinggi diperoleh Desa Blayu, Desa Patokpicis, Desa Codo, Desa Kidangbang dan
Desa Wajak dengan 100 persen pembudidaya mampu mendanai usaha secara mandiri,
dan terendah yaitu Desa Dadapan hanya 20 persen yang mampu mendanai usaha
secara mandiri. Selanjutnya prosentase kemampuan pendanaan setiap desa,
diklasifikasikan berdasarkan klasifikasikan berikut.
Tabel 4. 62
Klasifikasi Kemampuan Pendanaan Pembudidaya (Persen/Desa)
Kemampuan Pendanaan Pembudidaya Skor Klasifikasi
20 % – 40 % 0 Sangat Rendah
40,1 % – 60,1 % 1 Rendah
60,2 % – 80,2 % 2 Sedang
80,3 % - 100 % 3 Tinggi
Berikut adalah perhitungan skoring prosentase kemampuan pendanaan setiap desa.
Tabel 4. 63
Skoring Prosentase Kemampuan Pendanaan Pembudidaya Setiap Desa
Nama Desa Kemampuan Pendanaan Pembudidaya Skor Klasifikasi
Blayu 100 % 3 Tinggi
Bringin 72,2 % 2 Sedang
Wajak 100 % 3 Tinggi
Dadapan 20% 0 Sangat Rendah
Patokpicis 100 % 3 Tinggi
Codo 100 % 3 Tinggi
Kidangbang 100 % 3 Tinggi
Berikut klasifikasi kemampuan pendanaan kelompok di kawasan minapolitan Wajak.
124

Tabel 4. 64
Klasifikasi Kemampuan Pendanaan Kelompok (Kelompok/Desa)
Kemampuan Pendanaan Kelompok Skor Klasifikasi
Semua kelompok tidak mampu memberikan bantuan 0 Sangat Rendah
Sebagian kelompok mampu memberikan bantuan 1 Rendah
Lebih dari sebagian kelompok mampu memberikan bantuan 2 Sedang
Semua kelompok mampu memberikan bantuan 3 Tinggi
Berikut data kemampuan pendanaan kelompok di kawasan minapolitan Wajak.
Tabel 4. 65
Data Kemampuan Pendanaan Kelompok
Nama Desa Jumlah Kelompok Kemampuan Pendanaan
Blayu 2 Semua kelompok tidak mampu
Bringin 3 Semua kelompok tidak mampu
Wajak 2 Semua kelompok tidak mampu
Dadapan 1 Semua kelompok tidak mampu
Patokpicis 1 Semua kelompok tidak mampu
Codo 1 Semua kelompok tidak mampu
Kidangbang 1 Mampu memberikan pinjaman dana
Berikut adalah hasil skoring atribut kemampuan pendanaan pembudidaya dan
kelompok di kawasan minapolitan Kecamatan Wajak.
Tabel 4. 66
Hasil Skoring Kemampuan Pendanaan Kelompok
Nama Desa Kemampuan Pendanaan Skor Klasifikasi
Blayu Semua kelompok tidak mampu 0 Sangat Rendah
Bringin Semua kelompok tidak mampu 0 Sangat Rendah
Wajak Semua kelompok tidak mampu 0 Sangat Rendah
Dadapan Semua kelompok tidak mampu 0 Sangat Rendah
Patokpicis Semua kelompok tidak mampu 0 Sangat Rendah
Codo Semua kelompok tidak mampu 0 Sangat Rendah
Kidangbang Mampu memberikan pinjaman dana 3 Tinggi
Berikut data dan skoring atribut kemampuan pendanaan :
Tabel 4. 67
Hasil Skoring Kemampuan Pendanaan
Nama Desa Kemampuan Pendanaan Skor Kemampuan Pendanaan kelompok Skor Total Rata- Klasifikasi
Pembudidaya rata
Blayu 100 % 3 Semua kelompok tidak mampu 0 3 2 Sedang
Bringin 72,2 % 2 Semua kelompok tidak mampu 0 2 1 Rendah
Wajak 100 % 3 Semua kelompok tidak mampu 0 3 2 Sedang
Dadapan 20% 0 Semua kelompok tidak mampu 0 0 0 Sangat Rendah
Patokpicis 100 % 3 Semua kelompok tidak mampu 0 3 2 Sedang
Codo 100 % 3 Semua kelompok tidak mampu 0 3 2 Sedang
Kidangbang 100 % 3 Mampu memberikan pinjaman dana 3 6 3 Tinggi
Selanjutnya skor rata-rata atribut kemampuan pendanaan semua desa dijumlahkan dan
dibagi 7 (7 desa), sehingga diperoleh rata-rata adalah 1,71 yang menunjukan bahwa
kemampuan pendanaan secara keseluruhan sudah baik (sedang), karena meskipun
kemampuan pendanaan pembudidaya sudah sangat baik (tinggi), namun kemampuan
pendanaan kelompok masih sangat rendah.
4. Hasil produk
Hasil produk perikanan di kawasan minapolitan Kecamatan Wajak diukur berdasarkan
jenis produk dan jenis komoditas. Berikut adalah klasifikasi atribut hasil produk.
125

Tabel 4. 68
Klasifikasi Jenis Produk (Jenis/Desa)
Jenis produk Skor Klasifikasi
Primer 0 Sangat rendah
Sekunder 1 Rendah
Tersier 2 Sedang
Kombinasi 3 Tinggi
Berikut adalah hasil skoring atribut jenis produk.
Tabel 4. 69
Hasil Skoring Atribut Jenis Produk (Jenis/Desa)
Nama Desa Jenis produk Skor Klasifikasi
Blayu Produk primer 1 Sangat rendah
Bringin 1 Sangat rendah
Wajak 1 Sangat rendah
Dadapan 1 Sangat rendah
Patokpicis 1 Sangat rendah
Codo 1 Sangat rendah
Kidangbang 1 Sangat rendah
Berikut adalah klasifikasi atribut jenis komoditas.
Tabel 4. 70
Klasifikasi Jenis Komoditas (Jenis/Desa)
Jenis produk Skor Klasifikasi
1 jenis 0 Sangat rendah
2 jenis 1 Rendah
3 jenis 2 Sedang
> 3 jenis 3 Tinggi
Berikut adalah skoring jenis komoditas di kawasan minapolitan Kecamatan Wajak.
Tabel 4. 71
Hasil Skoring Jenis Komoditas (Jenis/Desa)
Nama Desa Jenis komoditas Skor Klasifikasi
Blayu 4 jenis 3 Sedang
Bringin 2 jenis 1 Rendah
Wajak 3 jenis 2 Sedang
Dadapan 1 jenis 0 Rendah
Patokpicis 3 jenis 2 Sedang
Codo 1 jenis 0 Rendah
Kidangbang 1 jenis 0 Rendah
Berikut adalah hasil skoring atribut hasil produk.
Tabel 4. 72
Hasil Skoring Atribut Hasil Produk
Nama Desa Jenis produk Skor Jenis Skor Total Rata-rata Klasifikasi
komoditas
Blayu Produk primer 1 4 jenis 3 2 2 Sedang
Bringin 1 2 jenis 1 2 1 Rendah
Wajak 1 3 jenis 2 3 1.5 Sedang
Dadapan 1 1 jenis 0 1 0.5 Rendah
Patokpicis 1 3 jenis 2 3 1.5 Sedang
Codo 1 1 jenis 0 1 0.5 Rendah
Kidangbang 1 1 jenis 0 1 0.5 Rendah
Selanjutnya skor rata-rata hasil produk semua desa dijumlahkan dan dibagi 7 (7 desa),
sehingga diperoleh skor rata-rata hasil produk adalah 1,14 yang menunjukan bahwa
hasil produk (variasi produk dan variasi komoditas) masih rendah, karena jenis produk
yang dihasilkan masih produk primer dan rata-rata variasi komoditasnya 1 komoditas.
126

5. Pemasaran produk.
Berikut adalah klasifikasi pemasaran dan penyerapan produk.
Tabel 4. 73
Klasifikasi Pemasaran Produk (Persen/Desa)
Pemasaran produk Skor Klasifikasi
0 – 25 % dari nilai ideal yang diharapkan 0 Sangat Rendah
25,1 – 50 % dari nilai ideal yang diharapkan 1 Rendah
50,1 – 75 % dari nilai ideal yang diharapkan 2 Sedang
75,1 – 100 % dari nilai ideal yang diharapkan 3 Tinggi
Berikut adalah data pemasaran produk.
Tabel 4. 74
Data Pemasaran Produk
Nama Desa Pembudidaya Pemasaran produk
Tidak Antar Desa Antar Luar Kabupaten
dijual Kecamatan
Blayu 13 0 3 10 0
Bringin 24 12 8 4 0
Wajak 8 0 0 8 0
Dadapan 5 4 0 1 0
Patokpicis 7 0 3 4 0
Codo 9 0 0 9 0
Kidangbang 7 0 0 7 0
Berikut adalah perhitungan pemasaran produk.
Tabel 4. 75
Perhitungan Pemasaran Produk
Nama Desa Pembudidaya Tidak Antar Antar Daerah Skor Skor %
dijual Desa Kecamatan lain faktual Ideal
(Skor 0) (Skor 1) (Skor 2) (Skor 3)
Blayu 13 0 3 20 0 23 39 58,97%
Bringin 24 0 8 8 0 16 72 22,22%
Wajak 8 0 0 16 0 16 24 66,67%
Dadapan 5 0 0 2 0 2 15 6,67%
Patokpicis 7 0 3 8 0 11 21 52,38%
Codo 9 0 0 18 0 18 27 66,67%
Kidangbang 7 0 0 14 0 14 21 66,67%
Berikut adalah hasil skoring pemasaran produk.
Tabel 4. 76
Hasil Skoring Atribut Pemasaran Produk (Persen/Desa)
Desa Pemasaran produk Skor Klasifikasi
Blayu 58,97% dari nilai ideal yang diharapkan 2 Sedang
Bringin 22,22% dari nilai ideal yang diharapkan 1 Rendah
Wajak 66,67% dari nilai ideal yang diharapkan 2 Sedang
Dadapan 6,67% dari nilai ideal yang diharapkan 0 Sangat rendah
Patokpicis 52,38% dari nilai ideal yang diharapkan 2 Tinggi
Codo 66,67% dari nilai ideal yang diharapkan 2 Sedang
Kidangbang 66,67% dari nilai ideal yang diharapkan 2 Sedang
Selanjutnya skor rata-rata atribut dukungan pasar semua desa dijumlahkan dan dibagi 7
(7 desa), sehingga diperoleh skor rata-rata atribut pemasaran produk adalah 1,57 yang
menunjukan bahwa pemasaran produk sudah cukup baik (sedang) dengan mayoritas
pembudidaya telah menjual ke kecamatan lain.
127

6. Harga jual
Berikut klasifikasi harga jual selama 5 tahun terakhir.
Tabel 4. 77
Klasifikasi Harga Jual
Harga jual Skor Klasifikasi
Menurun 0 Sangat Rendah
Fluktuatif 1 Rendah
Stabil 2 Sedang
Meningkat 3 Tinggi
Berikut adalah hasil skoring harga jual.
Tabel 4. 78
Hasil Skoring Atribut Harga Jual
Nama Desa Harga Jual Skor Klasifikasi
Blayu fluktuatif 2 Rendah
Bringin fluktuatif 1 Rendah
Wajak fluktuatif 1 Rendah
Dadapan fluktuatif 1 Rendah
Patokpicis fluktuatif 1 Rendah
Codo fluktuatif 1 Rendah
Kidangbang fluktuatif 1 Rendah
Berdasarkan Tabel 4.78 diketahui bahwa menurut sebagian besar pembudidaya
menyatakan bahwa harga jual selama 5 tahun terakhir ikan sering mengalami naik turun
(fluktuatif), sehingga diperoleh skor rata-rata atribut harga jual adalah 1,14 hal ini
menunjukan bahwa harga jual belum bisa mendukung kegiatan perikanan.
7. Sistem penjualan
Sistem penjualan didominasi oleh penjualan kepada pewadah ikan. Menurut
pembudidaya sistem ini lebih mempermudah dalam penjualan ikan karena pewadah
mengambil langsung ikan di kolam milik pembudidaya, sehingga pembudidaya tidak
perlu menyediakan transportasi. Berikut klasifikasi sistem penjualan.
Tabel 4. 79
Klasifikasi Sistem Penjualan
Sistem Penjualan Skor Klasifikasi
0 – 25 % dari nilai ideal yang diharapkan 0 Sangat Rendah
25,1 – 50 % dari nilai ideal yang diharapkan 1 Rendah
50,1 – 75 % dari nilai ideal yang diharapkan 2 Sedang
75,1 – 100 % dari nilai ideal yang diharapkan 3 Tinggi
Berikut data sistem penjualan.
Tabel 4. 80
Data Sistem Penjualan (Persen/Desa)
Nama Desa Pembudidaya Tidak Menjual melalui Menjual ke Menjual ke Industri
dijual perantara pasar ikan
Blayu 13 0 13 0 0
Bringin 24 10 14 0 0
Wajak 8 0 8 0 0
Dadapan 5 4 1 0 0
Patokpicis 7 0 7 0 0
Codo 9 0 9 0 0
Kidangbang 7 0 7 0 0
Berikut adalah perhitungan sistem penjualan.
128

Tabel 4. 81
Perhitungan Sistem Penjualan (Persen/Desa)
Nama Desa Tidak Menjual melalui Menjual kepada Menjual ke Skor Total %
dijual perantara pasar ikan Industri Faktual Skor
(Skor 0) (Skor 1) (Skor 2) (Skor 3) Ideal
Blayu 0 13 0 0 13 39 33,33 %
Bringin 0 14 0 0 14 72 19,44 %
Wajak 0 8 0 0 8 24 33,33 %
Dadapan 0 1 0 0 1 15 6,670 %
Patokpicis 0 7 0 0 7 21 33,33 %
Codo 0 9 0 0 9 27 33,33 %
Kidangbang 0 7 0 0 7 21 33,33 %
Berikut adalah hasil skoring sistem penjualan.
Tabel 4. 82
Hasil Skoring Atribut Sistem Penjualan (Persen/Desa)
Nama Desa Sistem Penjualan Skor Klasifikasi
Blayu 33,33 % dari ideal yang diharapkan 1 Sedang
Bringin 19,44 % dari ideal yang diharapkan 0 Rendah
Wajak 33,33 % dari ideal yang diharapkan 1 Sedang
Dadapan 6,670 % dari ideal yang diharapkan 0 Sangat rendah
Patokpicis 33,33 % dari ideal yang diharapkan 1 Sedang
Codo 33,33 % dari ideal yang diharapkan 1 Sedang
Kidangbang 33,33 % dari ideal yang diharapkan 1 Sedang
Selanjutnya skor atribut sistem penjualan semua desa dijumlahkan dan dibagi 7 (7 desa),
sehingga diperoleh skor rata-rata atribut sistem penjualan adalah 0,71 yang menunjukan
bahwa sistem penjualan sudah dapat mendukung kegiatan perikanan.
8. Keuntungan pembudidaya
Berikut adalah klasifikasi atribut keuntungan pembudidaya.
Tabel 4. 83
Klasifikasi Skoring Keuntungan Pembudidaya (Rupiah/Desa)
Keuntungan pembudidaya Skor Klasifikasi
Rp. 0 – 5850000 0 Sangat rendah
Rp. 5850001 - 11.700.001 1 Rendah
Rp. Rp11.700.002 -17.550.002 2 Sedang
Rp. 17.550.003 - 23.400.000 3 Tinggi
Berikut adalah data dan skoring keuntungan pembudidaya.
Tabel 4. 84
Hasil Skoring Atribut Keuntungan Pembudidaya (Rupiah/Desa)
Nama Desa Rata-rata Keuntungan Pembudidaya Skor Keterangan
Blayu Rp 11.361.200 1 Tinggi
Bringin Rp 3.000.000 0 Rendah
Wajak Rp 7.537.500 1 Rendah
Dadapan Rp 2.700.000 0 Sangat Rendah
Patokpicis Rp 10.217.143 1 Rendah
Codo Rp 6.476.667 1 Rendah
Kidangbang Rp 8.453.143 1 Rendah
Selanjutnya skor keuntungan pembudidaya semua desa dijumlahkan dan dibagi 7 (7
desa), sehingga diperoleh skor rata-rata atribut keuntungan pembudidaya adalah 0,71
yang menunjukan bahwa rata-rata keuntungan yang diperoleh masih rendah.
129

9. Alternatif usaha diluar usaha perikanan


Berikut adalah klasifikasi alternatif usaha di luar perikanan di kawasan minapolitan
Kecamatan Wajak.
Tabel 4. 85
Klasifikasi Skoring Alternatif Usaha di Luar Perikanan
Alternatif Usaha Diluar Perikanan Skor Klasifikasi
Terdapat > 3 alternatif 0 Sangat Rendah
Terdapat 2-3 alternatif 1 Rendah
Terdapat 1 alternatif 2 Sedang
Tidak ada alternative 3 Tinggi
Berikut data dan skoring alternatif usaha di luar perikanan di kawasan minapolitan
Kecamatan Wajak.
Tabel 4. 86
Hasil Skoring Atribut Alternatif usaha
Nama Desa Alternatif usaha Skor Klasifikasi
Blayu Terdapat 1 alternatif diluar perikanan 1 Rendah
Bringin Terdapat 1 alternatif diluar perikanan 1 Rendah
Wajak Terdapat 1 alternatif diluar perikanan 1 Rendah
Dadapan Terdapat 1 alternatif diluar perikanan 1 Rendah
Patokpicis Terdapat 1 alternatif diluar perikanan 1 Rendah
Codo Terdapat 1 alternatif diluar perikanan 1 Rendah
Kidangbang Terdapat 1 alternatif diluar perikanan 1 Rendah
Selanjutnya skor alternatif usaha semua desa dijumlahkan dan dibagi 7 (7 desa),
sehingga diperoleh skor atribut alternatif usaha untuk kawasan minapolitan Kecamatan
Wajak adalah 1 yang menunjukan bahwa semua pembudidaya memiliki alternatif usaha
karena perikanan bukan mata pencaharian utama.
B. Analisis Atribut Dimensi Ekonomi
Berikut rangkuman skoring dari setiap atribut, dimensi ekonomi.
Tabel 4. 87
Hasil Skoring Atribut Dimensi Ekonomi
Atribut Desa Desa Desa Desa Desa Desa Desa Total Rata- Klasifikasi
Blayu Bringin Wajak Dadapan Patokpicis Codo Kidangbang skor rata
Sumber Sangat
Daya rendah
manusia 0,5 1,5 0 0 0,5 0 0 2,5 0,35
Kemampuan Sedang
Pendanaan 2 1 2 0 2 2 3 12 1,71
Hasil produk 2 1 2 1 2 1 1 10 1,14 Rendah
Harga jual 1 1 1 1 1 1 1 7 1,14 Rendah
Alternatif Rendah
usaha diluar
perikanan 1 1 1 1 1 1 1 7 1,00
Pemasaran Sedang
Produk 2 1 2 0 2 2 2 11 1,57
Sistem Sangat
penjualan 2 1 2 0 2 2 2 11 0,71 Rendah
Kerjasama Rendah
dalam usaha 2 1 1 1 2 1 1 9 1,14
Keuntungan Sangat
pembudidaya 1 0 1 0 1 1 1 5 0,71 Rendah
130

Nilai-nilai atribut hasil skoring pada Tabel 4.87 akan digunakan untuk menganalisis
indeks dan tingkat keberlanjutan. Berikut adalah hasil analisis dimensi ekonomi dengan
multidimensional scalling pada Rapfish.

Gambar 4. 7 Indeks Keberlanjutan Dimensi Ekonomi


Berdasarkan gambar 4.7 diketahui bahwa indeks keberlanjutan dimensi ekonomi
adalah 45,22 % yang menunjukkan bahwa tingkat keberlanjutan minapolitan Kecamatan
Wajak adalah kurang berkelanjutan. Sedangkan nilai stress yang diperoleh adalah 0,15
termasuk kategori sempurna karena kurang dari 0,25 dan nilai R2 yang didapatkan adalah
0,94 (mendekati 1) yang menunjukkan bahwa model yang terbentuk sudah baik dan tidak
diperlukan penambahan atribut. Nilai indeks keberlanjutan dimensi ekonomi rendah karena
skor dan kondisi eksisting atribut tidak cukup baik, sehingga indeks yang dihasilkan berada
pada kondisi yang kurang berkelanjutan (Sub-bab 4.3.1).
4.3.2 Tingkat Keberlanjutan Minapolitan Wajak Dimensi Sosial dan Kelembagaan
Dimensi sosial dan kelembagaan minapolitan di Kecamatan Wajak dijabarkan
dengan 10 atribut. Berikut adalah data dan Perhitungan Penilaian Atribut Dimensi Sosial-
Kelembagaan.
1. Partisipasi dalam forum pengembangan minapolitan bersama pemerintah
Berikut adalah klasifikasi partisipasi dalam forum pengembangan minapolitan
bersama pemerintah di minapolitan Kecamatan Wajak.
Tabel 4. 88
Klasifikasi Partisipasi dalam forum pengembangan minapolitan bersama pemerintah
Partisipasi dalam forum pengembangan minapolitan Skor Klasifikasi
bersama pemerintah
0 – 25 % pembudidaya pernah mengikuti forum 0 Sangat rendah
25,1 – 50 % pembudidaya pernah mengikuti forum 1 Rendah
50,1 – 75 % pembudidaya pernah mengikuti forum 2 Sedang
75,1 – 100 % pembudidaya pernah mengikuti forum 3 Tinggi
131

Berikut adalah data dan skoring partisipasi dalam forum pengembangan minapolitan
bersama pemerintah di minapolitan Kecamatan Wajak.
Tabel 4. 89
Hasil Skoring Atribut Partisipasi dalam forum pengembangan minapolitan bersama
pemerintah (Persen/desa)
Nama Desa Partisipasi masyarakat dalam forum pengembangan Skor Keterangan
minapolitan bersama pemerintah
Blayu 53,8% pembudidaya pernah mengikuti forum 2 Sedang
Bringin 12,5% pembudidaya pernah mengikuti forum 1 Rendah
Wajak 37,5% pembudidaya pernah mengikuti forum 1 Rendah
Dadapan 20% pembudidaya pernah mengikuti forum 0 Sangat Rendah
Patokpicis 28,5% pembudidaya pernah mengikuti forum 2 Sedang
Codo 22,2% pembudidaya pernah mengikuti forum 0 Sangat Rendah
Kidangbang 57,1% pembudidaya pernah mengikuti forum 2 Sedang
Selanjutnya skor partisipasi masyarakat dalam forum pengembangan minapolitan
semua desa dijumlahkan dan dibagi 7 (7 desa), sehingga diperoleh skor rata-rata
adalah 1,14 yang menunjukan bahwa partisipasi masyarakat dalam forum
pengembangan minapolitan masih sangat rendah.
2. Pelatihan Minabisnis
Berikut adalah klasifikasi pelatihan minabisnis.
Tabel 4. 90
Klasifikasi pelatihan minabisnis (Persen/desa)
Partisipasi pelatihan minabisnis Skor Klasifikasi
0 – 25 % pembudidaya pernah mengikuti pelatihan 0 Sangat rendah
25,1 – 50 % pembudidaya pernah mengikuti pelatihan 1 Rendah
50,1 – 75 % pembudidaya pernah mengikuti pelatihan 2 Sedang
75,1 – 100 % pembudidaya pernah mengikuti pelatihan 3 Tinggi
Berikut adalah data dan skoring pelatihan minabisnis.
Tabel 4. 91
Hasil skoring pelatihan minabisnis (Persen/desa)
Nama Desa Partisipasi pelatihan minabisnis Skor Keterangan
Blayu 76,92 % pembudidaya pernah mengikuti pelatihan 3 Tinggi
Bringin 70,83 % pembudidaya pernah mengikuti pelatihan 2 Sedang
Wajak 75 % pembudidaya pernah mengikuti pelatihan 2 Sedang
Dadapan 20 % pembudidaya pernah mengikuti pelatihan 0 Sangat rendah
Patokpicis 100 % pembudidaya pernah mengikuti pelatihan 3 Tinggi
Codo 100 % pembudidaya pernah mengikuti pelatihan 3 Tinggi
Kidangbang 100 % pembudidaya pernah mengikuti pelatihan 3 Tinggi
Selanjutnya skor partisipasi pelatihan minabisnis semua desa dijumlahkan dan dibagi
7 (7 desa), sehingga diperoleh skor rata-rata atribut partisipasi pelatihan minabisnis
adalah 2,28 yang menunjukan bahwa partisipasi pelatihan minabisnis cukup baik.
3. Penguasaan teknologi oleh pembudidaya
Teknologi yang dimaksud adalah teknologi pakan, teknologi pengolahan, dan
teknologi budidaya berupa bioflok dan akuaponik.
132

Tabel 4. 92
Klasifikasi Penguasaan Teknologi oleh Pembudidaya (Persen/desa)
Penguasaan teknologi oleh pembudidaya Skor Klasifikasi
0 – 25 % dari nilai ideal yang diharapkan 0 Sangat rendah
25,1 – 50 % dari nilai ideal yang diharapkan 1 Rendah
50,1 – 75 % dari nilai ideal yang diharapkan 2 Sedang
75,1 – 100 % dari nilai ideal yang diharapkan 3 Tinggi
Berikut adalah data Penguasaan teknologi oleh pembudidaya.
Tabel 4. 93
Data Penguasaan Teknologi oleh Pembudidaya (Persen/desa)
Nama Desa Jumlah Teknologi % Teknologi % Teknologi % Rata-rata
Pembudidaya Budidaya Pakan Olahan Prosentase
Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak keseluruhan
Blayu 13 0 13 0% 5 8 38,46% 1 12 7,69% 15,38%
Bringin 24 0 24 0% 1 23 4,16% 0 24 0% 1,39%
Wajak 8 0 8 0% 2 6 25% 2 6 25% 16,67%
Dadapan 5 0 5 0% 1 4 20% 0 5 0% 6,67%
Patokpicis 7 0 7 0% 1 6 14,28% 3 4 42,85% 19,04%
Codo 9 0 9 0% 1 8 11,11% 0 9 0% 3,70%
Kidangbang 7 0 7 0% 5 2 71,42% 1 6 14,28% 28,57%
Berikut adalah skoring pembudidaya terhadap teknologi.
Tabel 4. 94
Hasil Skoring Penguasaan teknologi oleh pembudidaya (Persen/desa)
Nama Desa Penguasaan teknologi oleh pembudidaya Skor Klasifikasi
Blayu 15,38% dari nilai ideal 0 Sangat rendah
Bringin 1,39% dari nilai ideal 0 Sangat rendah
Wajak 16,67% dari nilai ideal 0 Sangat rendah
Dadapan 6,67% dari nilai ideal 0 Sangat rendah
Patokpicis 19,04% dari nilai ideal 0 Sangat rendah
Codo 3,70% dari nilai ideal 0 Sangat rendah
Kidangbang 28,57% dari nilai ideal 1 Rendah
Selanjutnya skor penguasaan teknologi oleh pembudidaya semua desa dijumlahkan dan
dibagi 7 (7 desa), sehingga diperoleh skor rata-rata adalah 0,14 yang menunjukan bahwa
penguasaan teknologi oleh pembudidaya masih sangat rendah.
4. Dukungan lembaga keuangan
Berikut adalah klasifikasi atribut dukungan lembaga keuangan.
Tabel 4. 95
Klasifikasi Dukungan Lembaga Keuangan (Unit/desa)
Dukungan Lembaga Keuangan Skor Klasifikasi
Tidak ada 0 Sangat rendah
Ada tetapi tidak berjalan 1 Rendah
Terdapat 1 perbankan dan berjalan 2 Sedang
Terdapat > 1 perbankan dan berjalan 3 Tinggi
Berikut data dan hasil skoring atribut dukungan lembaga keuangan.
Tabel 4. 96
Hasil Skoring Atribut Dukungan Lembaga Keuangan (Unit/desa)
Desa Dukungan Lembaga Keuangan Skor Klasifikasi
Blayu 2 Lembaga keuangan yaitu Bank Rakyat 3 Tinggi
Bringin Indonesia (BRI) dan koperasi. 3 Tinggi
Wajak 3 Tinggi
Dadapan 3 Tinggi
Patokpicis 3 Tinggi
Codo 3 Tinggi
Kidangbang 3 Tinggi
133

Skor rata-rata atribut dukungan lembaga keuangan 3 yang menunjukan bahwa


dukungan lembaga keuangan sudah sangat baik.
5. Dukungan kelompok budidaya
Dukungan kelompok budidaya diukur berdasarkan keaktifan kelompok. Berikut adalah
klasifikasi atribut dukungan kelompok budidaya.
Tabel 4. 97
Klasifikasi Dukungan Kelompok Budidaya (Kelompok/desa)
Dukungan kelompok budidaya Skor Klasifikasi
Semua kelompok tidak aktif 0 Sangat Rendah
Sebagian kelompok aktif 1 Rendah
Semua kelompok aktif, namun kegiatan tidak menentu 2 Sedang
Semua kelompok aktif dan memiliki kegiatan rutin 3 Tinggi
Berikut adalah data dan skoring atribut dukungan kelompok budidaya.
Tabel 4. 98
Hasil Skoring Atribut Dukungan Kelompok Budidaya (Kelompok/desa)
Nama Desa Keaktifan Skor Klasifikasi
Blayu Semua kelompok aktif, namun kegiatan tidak menentu 2 Sedang
Bringin Sebagian kelompok aktif 1 Rendah
Wajak Semua kelompok aktif, namun kegiatan tidak menentu 2 Sedang
Dadapan Semua kelompok tidak aktif 0 Sangat rendah
Patokpicis Semua kelompok aktif, namun kegiatan tidak menentu 2 Sedang
Codo Semua kelompok aktif, namun kegiatan tidak menentu 2 Sedang
Kidangbang Semua kelompok aktif dan memiliki kegiatan rutin 3 Tinggi
Diperoleh skor rata-rata adalah 1,57 yang menunjukan bahwa dukungan budidaya sudah
cukup baik karena hampir semua kelompok aktif namun tidak memiliki kegiatan rutin.
6. Dukungan penyuluh perikanan
Dukungan penyuluh perikanan dilihat berdasarkan jumlah penyuluh dan frekuensi
penyuluhan. Berikut adalah klasifikasi atribut dukungan penyuluh perikanan.
Tabel 4. 99
Klasifikasi Jumlah Penyuluh (Jiwa/Kecamatan)
Jumlah Penyuluh Skor Klasifikasi
Tidak ada 0 Sangat Rendah
1 orang 1 Rendah
2 orang 2 Cukup
> 2 orang 3 Tinggi
Berikut adalah klasifikasi atribut dukungan penyuluh perikanan.
Tabel 4. 100
Klasifikasi Frekuensi Penyuluhan
Frekuensi Penyuluhan Skor Klasifikasi
Tidak ada 0 Sangat Rendah
Tidak menentu 1 Rendah
1 kali/tahun 2 Cukup
> 1 kali/tahun 3 Tinggi
Berikut adalah data dan skoring atribut dukungan penyuluh perikanan.
134

Tabel 4. 101
Hasil Skoring Atribut Dukungan Penyuluh Perikanan
Nama Desa Jumlah Skor Frekuensi Skor Total Rata- Klasifikasi
Penyuluh Penyuluhan rata
Blayu 1 orang 1 Tidak menentu 1 2 1 Rendah
Bringin penyuluh/ 1 1 2 1 Rendah
Wajak kecamatan 1 1 2 1 Rendah
Dadapan 1 1 2 1 Rendah
Patokpicis 1 1 2 1 Rendah
Codo 1 1 2 1 Rendah
Kidangbang 1 1 2 1 Rendah
Diperoleh skor rata-rata adalah 1 yang menunjukkan bahwa dukungan penyuluh
perikanan masih rendah, karena jumlah hanya terdapat 1 penyuluh dan frekuensi
penyuluhan tidak menentu.
7. Tenaga kerja yang terserap dari kegiatan perikanan
Berikut adalah klasifikasi penyerapan tenaga kerja.
Tabel 4. 102
Klasifikasi Tenaga Kerja yang Terserap dari Kegiatan Perikanan (Jiwa/desa)
Jumlah Tenaga kerja (Jiwa) Skor Klasifikasi
0 -6 0 Sangat Rendah
7 – 13 1 Rendah
➢ 14 – 20 2 Sedang
➢ 21-27 3 Tinggi
Berikut adalah data dan skoring penyerapan tenaga kerja.
Tabel 4. 103
Hasil Skoring Atribut Tenaga Kerja yang Terserap dari Kegiatan Perikanan
Nama Desa Tenaga Kerja Skor Klasifikasi
Blayu 8 1 Rendah
Bringin 2 0 Sangat Rendah
Wajak 0 0 Sangat Rendah
Dadapan 0 0 Sangat Rendah
Patokpicis 25 3 Tinggi
Codo 0 0 Sangat Rendah
Kidangbang 0 0 Sangat Rendah
Selanjutnya skor penyerapan tenaga kerja semua desa dijumlahkan dan dibagi 7 (7
desa), sehingga diperoleh skor rata-rata adalah 0,57 yang menunjukan bahwa tenaga
kerja yang terserap di Kecamatan Wajak masih sangat rendah hanya 35 tenaga kerja.
8. Dukungan pemerintah
Berikut adalah klasifikasi Kerjasama antar SKPD.
Tabel 4. 104
Klasifikasi Kerjasama antar SKPD
Kerjasama antar SKPD Skor Klasifikasi
Tidak terdapat bantuan pemerintah berupa program pengembangan kawasan
minapolitan tiap tahunnya 0 Sangat Rendah
Terdapat bantuan pemerintah berupa program pengembangan kawasan
minapolitan yang berasal dari satu SKPD tiap tahunnya 1 Rendah
Terdapat bantuan pemerintah berupa program pengembangan kawasan
minapolitan yang berasal dari lebih dari dua SKPD tiap tahunnya 2 Cukup
Terdapat bantuan pemerintah berupa program pengembangan kawasan
minapolitan yang berasal dari lebih dari dua SKPD tiap tahunnya 3 Tinggi
Berikut adalah klasifikasi sumber pendanaan untuk kawasan minapolitan.
135

Tabel 4. 105
Klasifikasi Skoring Sumber Pendanaan untuk Kawasan Minapolitan
Sumber Pendanaan untuk Kawasan Minapolitan Skor Klasifikasi
Tidak terdapat bantuan pemerintah 0 Sangat Rendah
Terdapat bantuan pemerintah berupa kontribusi pembiayaan yang berasal dari 1
sumber pendanaan 1 Rendah
Terdapat bantuan pemerintah berupa kontribusi pembiayaan yang berasal dari 2
sumber pendanaan 2 Cukup
Terdapat bantuan pemerintah berupa kontribusi pembiayaan yang berasal dari >
2 sumber pendanaan 3 Tinggi
Berikut adalah hasil skoring atribut di kawasan minapolitan Kecamatan Wajak:
Tabel 4. 106
Hasil Skoring Atribut Dukungan Pemerintah
Nama Desa Kerjasama Skor Pendanaan Skor Total Rata-rata Klasifikasi
Blayu Terdapat 4 3 Terdapat 1 1 4 2 Sedang
Bringin kerjasama 3 sumber 1 4 2 Sedang
Wajak 3 pendanaan 1 4 2 Sedang
Dadapan 3 1 4 2 Sedang
Patokpicis 3 1 4 2 Sedang
Codo 3 1 4 2 Sedang
Kidangbang 3 1 4 2 Sedang
Selanjutnya skor dukungan pemerintah semua desa dijumlahkan dan dibagi 7 (7 desa),
sehingga diperoleh skor rata-rata atribut dukungan pemerintah adalah 2 yang
menunjukkan bahwa dukungan pemerintah untuk pengembangan kawasan minapolitan
Kecamatan Wajak sudah cukup baik dengan adanya 4 kerjasama, namun perlu
ditambahkan untuk sumber pendanaannya sehingga pengembangan akan lebih terjamin.
9. Kepemilikan lahan
Kepemilikan lahan terbagi menjadi tiga jenis yaitu lahan milik pribadi, lahan sewaan
dan lahan garapan. Berikut adalah klasifikasi kepemilikan lahan perikanan
Tabel 4. 107
Klasifikasi Kepemilikan Lahan
Kepemilikan Lahan Skor Klasifikasi
0 – 25 % dari nilai ideal yang diharapkan 0 Sangat Rendah
25,1 – 50 % dari nilai ideal yang diharapkan 1 Rendah
51,1 – 75 % dari nilai ideal yang diharapkan 2 Sedang
76,1 – 100 % dari nilai ideal yang diharapkan 3 Tinggi
Berikut adalah data dan hasil skoring atribut kepemilikan lahan di kawasan minapolitan
Kecamatan Wajak.
Tabel 4. 108
Hasil Skoring Atribut Kepemilikan Lahan
Nama Desa Kepemilikan Lahan Skor Klasifikasi
Blayu 100 % dari nilai ideal yang diharapkan 3 Tinggi
Bringin 100 % dari nilai ideal yang diharapkan 3 Tinggi
Wajak 88 % dari nilai ideal yang diharapkan 3 Tinggi
Dadapan 100 % dari nilai ideal yang diharapkan 3 Tinggi
Patokpicis 100 % dari nilai ideal yang diharapkan 3 Tinggi
Codo 100 % dari nilai ideal yang diharapkan 3 Tinggi
Kidangbang 100 % dari nilai ideal yang diharapkan 3 Tinggi
136

Selanjutnya skor kepemilikan lahan semua desa dijumlahkan dan dibagi 7 (7 desa),
sehingga diperoleh skor rata-rata atribut kepemilikan lahan adalah 3 yang menunjukkan
bahwa sebagian besar lahan perikanan adalah milik pembudidaya.
10. Informasi di bidang perikanan
Berikut adalah informasi di bidang perikanan di minapolitan Kecamatan Wajak.
Tabel 4. 109
Klasifikasi Informasi di Bidang Perikanan
Informasi di bidang perikanan Skor Klasifikasi
Tersedia di kantor kecamatan atau desa saja 0 Sangat Rendah
1. Masyarakat insiatif mencari informasi sendiri 1 Rendah
2. Masing-masing pokdakan saja
1. Masyarakat insiatif mencari informasi sendiri & pokdakan 2 Sedang
2. Masyarakat insiatif mencari informasi sendiri & desa/kecamatan
1. Masyarakat insiatif mencari informasi sendiri, pokdakan dan kecamatan 3 Tinggi
2. Masyarakat insiatif mencari informasi sendiri, pokdakan dan desa
3. Masyarakat insiatif mencari informasi sendiri, pokdakan, desa dan kecamatan
Berikut adalah data dan hasil skoring atribut informasi di bidang perikanan.
Tabel 4. 110
Hasil Skoring Atribut Informasi di Bidang Perikanan
Nama Desa Informasi di bidang perikanan Skor Klasifikasi
Blayu Masyarakat insiatif mencari informasi sendiri, 3 Rendah
Bringin pokdakan dan kecamatan 3 Sedang
Wajak 3 Sedang
Dadapan Tersedia di kantor kecamatan 0 Sangat Rendah
Patokpicis Masyarakat insiatif mencari informasi sendiri, 3 Rendah
Codo pokdakan dan kecamatan 3 Sedang
Kidangbang 3 Tinggi
Skor rata-rata atribut informasi di bidang perikanan adalah 2,5 yang menunjukan bahwa
sebagian besar pembudidaya sudah berinisiatif dalam mencari informasi terkait
perikanan, informasi juga sudah tersedia dikelompok perikanan dan Kecamatan. Setelah
dihitung skoring dari setiap atribut, selanjutnya adalah menganalisis skoring dengan
MDS. Berikut adalah rangkuman hasil skoring dimensi sosial dan kelembagaan.
Tabel 4. 111
Hasil Skoring Atribut Dimensi Sosial dan Kelembagaan
Atribut Desa Desa Desa Desa Desa Desa Desa Total Rata- Klasifik
Blayu Bringin Wajak Dadapan Patokpicis Codo Kidangbang skor rata skor asi
Partisipasi forum Rendah
bersama pemerintah 2 1 1 0 2 0 2 8 1,14
Pelatihan Minabisnis 3 2 2 0 3 3 3 16 2,28 Tinggi
Tenaga kerja yang Sangat
terserap 1 0 0 0 3 0 0 4 0,57 Rendah
Sangat
Penguasaan Teknologi 0 0 0 0 0 0 1 1 0,14 Rendah
Informasi di bidang Tinggi
perikanan 3 3 3 0 3 3 3 18 2,50
Lembaga Keuangan 3 3 3 3 3 3 3 21 3,00 Tinggi
Dukungan Kelompok Sedang
Budidaya 2 1 2 0 2 2 3 11 1,57
Dukungan Penyuluh 1 1 1 1 1 1 1 7 1,00 Rendah
Dukungan Pemerintah 2 2 2 2 2 2 2 14 2,00 Sedang
Kepemilikan Lahan 3 3 3 3 3 3 3 21 3,00 Tinggi
137

Nilai hasil skoring pada Tabel 4.111 tersebut akan digunakan untuk mengetahui indeks dan
tingkat keberlanjutan. Berikut adalah hasil analisis dimensi Sosial dan Kelembagaan dengan
multidimensional scalling pada Rapfish.

Gambar 4. 8 Indeks Keberlanjutan Dimensi Sosial dan Kelembagaan


Berdasarkan gambar 4.8 diketahui bahwa indeks keberlanjutan dimensi sosial dan
kelembagaan adalah 47,02 % yang menunjukkan bahwa tingkat keberlanjutan minapolitan
Kecamatan Wajak pada dimensi sosial dan kelembagaan adalah kurang berkelanjutan.
Sedangkan nilai stress yang diperoleh adalah 0,13 yang. termasuk kategori sempurna karena
kurang dari 0,25 dan nilai R2 yang didapatkan adalah 0,94 (mendekati 1) yang menunjukkan
bahwa model yang terbentuk sudah baik dan tidak diperlukan penambahan atribut karena
atribut yang digunakan telah mewakili sifat obyek yang diamati. Nilai indeks keberlanjutan
dimensi sosial dan kelembagaan rendah karena skor dan kondisi eksisting atribut tidak cukup
baik, sehingga indeks yang dihasilkan berada pada kondisi yang kurang berkelanjutan (Sub-
bab 4.3.2).
4.3.3 Tingkat Keberlanjutan Minapolitan Wajak Dimensi Ekologi
Dimensi sosial dan kelembagaan minapolitan di Kecamatan Wajak akan dijabarkan
dengan 10 atribut. Berikut adalah data dan perhitungan penilaian atribut dimensi ekologi.
1. Penerapan CBIB
Berikut adalah klasifikasi atribut penerapan CBIB.
Tabel 4. 112
Klasifikasi Atribut Penerapan CBIB (persen/desa)
Penerapan CBIB Skor Klasifikasi
0 – 25 % pembudidaya menerapkan CBIB 0 Sangat Rendah
25,1 – 50 % pembudidaya menerapkan CBIB 1 Rendah
51,1 – 75 % pembudidaya menerapkan CBIB 2 Sedang
76,1 – 100 % pembudidaya menerapkan CBIB 3 Tinggi
138

Berikut adalah hasil skoring atribut penerapan CBIB di kawasan minapolitan


Kecamatan Wajak.
Tabel 4. 113
Hasil Skoring Atribut Penerapan CBIB (persen/desa)
Nama Desa Prosentase Skor Klasifikasi
Blayu 46,1 % pembudidaya menerapkan CBIB 1 Rendah
Bringin 0 % pembudidaya menerapkan CBIB 0 Sangat Rendah
Wajak 0 % pembudidaya menerapkan CBIB 0 Sangat Rendah
Dadapan 0 % pembudidaya menerapkan CBIB 0 Sangat Rendah
Patokpicis 0 % pembudidaya menerapkan CBIB 0 Sangat Rendah
Codo 0 % pembudidaya menerapkan CBIB 0 Sangat Rendah
Kidangbang 0 % pembudidaya menerapkan CBIB 0 Sangat Rendah
Selanjutnya skor atribut penerapan CBIB semua desa dijumlahkan dan dibagi 7 (7
desa), sehingga diperoleh skor rata-rata atribut penerapan CBIB adalah 0,14 yang
menunjukan bahwa penerapan CBIB masih rendah.
2. Ketersediaan pakan
Berikut adalah klasifikasi atribut ketersediaan pakan 5 tahun terakhir.
Tabel 4. 114
Klasifikasi Ketersediaan Pakan
Ketersediaan Pakan Skor Keterangan
Tidak tersedia 0 Sangat rendah
Tersedia < Tidak tersedia 1 Rendah
Tersedia > Tidak tersedia 2 Cukup
Selalu tersedia 3 Tinggi
Berikut kondisi atribut ketersediaan pakan kawasan minapolitan Kecamatan Wajak.
Tabel 4. 115
Data Ketersediaan Pakan
Nama Desa Jumlah Tidak Tersedia < Tidak Tersedia > Tidak Selalu
Pembudidaya tersedia tersedia tersedia tersedia
Blayu 13 0 0 0 13
Bringin 24 0 0 0 24
Wajak 8 0 0 0 8
Dadapan 5 0 0 0 5
Patokpicis 7 0 0 0 7
Codo 9 0 0 0 9
Kidangbang 7 0 0 0 7
Berdasarkan Tabel 4.120 diketahui semua pembudidaya di kawasan minapolitan
Kecamatan Wajak menyatakan bahwa selama 5 tahun terakhir tidak pernah kesulitan
memperoleh pakan (selalu tersedia).
Setelah diketahui kondisi ketersediaan pakan, selanjutnya adalah skoring pada
atribut. Diketahui bahwa :
a. Jika pembudidaya menjawab tidak tersedia diberikan skor 0
b. Jika pembudidaya menjawab tersedia < tidak tersedia diberikan skor 1
c. Jika pembudidaya menjawab tersedia > tidak tersedia diberikan skor 2
d. Jika pembudidaya menjawab selalu tersedia diberikan skor 3.
139

Berikut adalah hasil skoring ketersediaan pakan menurut pembudidaya.


Tabel 4. 116
Skoring Atribut Ketersediaan Pakan
Nama Desa Jumlah Tidak Tersedia < Tersedia > Selalu Rata-
Pembudidaya tersedia Tidak tersedia Tidak tersedia tersedia rata
X Skor (0) X Skor (1) X Skor (2) X Skor (3) skor
Blayu 13 0 0 0 39 3
Bringin 24 0 0 0 72 3
Wajak 8 0 0 0 24 3
Dadapan 5 0 0 0 15 3
Patokpicis 7 0 0 0 21 3
Codo 9 0 0 0 27 3
Kidangbang 7 0 0 0 21 3
Nilai rata-rata diatas merupakan nilai yang menggambarkan kondisi ketersediaan pakan
di masing-masing desa, dari nilai rata-rata yang diperoleh diketahui bahwa ketersediaan
pakan menurut pembudidaya di setiap desa sudah baik. Selanjutnya skor ketersediaan
pakan semua desa dijumlahkan dan dibagi 7 (7 desa), sehingga diperoleh:
Tabel 4. 117
Hasil Skoring Atribut Ketersediaan Pakan
Nama Desa Ketersediaan Pakan Skor Klasifikasi
Blayu Selalu tersedia 3 Tinggi
Bringin Selalu tersedia 3 Tinggi
Wajak Selalu tersedia 3 Tinggi
Dadapan Selalu tersedia 3 Tinggi
Patokpicis Selalu tersedia 3 Tinggi
Codo Selalu tersedia 3 Tinggi
Kidangbang Selalu tersedia 3 Tinggi
Skor rata-rata atribut ketersediaan pakan adalah 3 yang menunjukan bahwa ketersediaan
pakan sudah baik dan dapat mendukung kegiatan perikanan di Kawasan Minapolitan
Kecamatan Wajak.
3. Curah hujan
Berikut adalah curah hujan di kawasan minapolitan Kecamatan Wajak.
Tabel 4. 118
Klasifikasi Atribut Curah Hujan
Curah hujan (mm/tahun) Skor Klasifikasi
< 1000 dan >2500 0 Sangat Rendah
1000-1500 1 Rendah
1500-2000 2 Sedang
2000-2500 3 Tinggi
Berikut adalah curah hujan di kawasan minapolitan Kecamatan Wajak.
Tabel 4. 119
Hasil Skoring Atribut Curah Hujan
Nama Desa Curah hujan Skor Klasifikasi
Blayu Curah hujan di Kecamatan Wajak berkisar antara 2000- 3 Tinggi
Bringin 2500 mm/tahun 3 Tinggi
Wajak 3 Tinggi
Dadapan 3 Tinggi
Patokpicis 3 Tinggi
Codo 3 Tinggi
Kidangbang 3 Tinggi
140

Selanjutnya skor atribut curah hujan semua desa dijumlahkan dan dibagi 7 (7 desa),
sehingga diperoleh skor rata-rata atribut curah hujan adalah 3 menunjukkan curah hujan
di Kawasan Minapolitan Kecamatan Wajak mendukung kegiatan perikanan.
4. Ketersediaan lahan
Berikut ketersediaan lahan perikanan di kawasan minapolitan Kecamatan Wajak.
Tabel 4. 120
Klasifikasi Ketersediaan Lahan
Ketersediaan lahan (Ha) Skor Klasifikasi
52,14 – 106,19 0 Sangat rendah
106,20 – 160,24 1 Rendah
160, 25 – 214,29 2 Sedang
214,30 – 268, 35 3 Tinggi
Berikut adalah data dan skoring ketersediaan lahan perikanan.
Tabel 4. 121
Hasil Skoring Atribut Ketersediaan Lahan
Nama Desa Ketersediaan lahan (Ha) Skor Klasifikasi
Blayu 184,59 2 Sedang
Bringin 156,49 1 Sedang
Wajak 167,43 2 Sedang
Dadapan 177,54 2 Sedang
Patokpicis 268,35 3 Sedang
Codo 172,37 2 Sedang
Kidangbang 52,14 0 Sedang
Selanjutnya skor atribut ketersediaan lahan semua desa dijumlahkan dan dibagi 7 (7
desa), sehingga diperoleh skor rata-rata atribut ketersediaan lahan adalah 1,71 yang
menunjukan bahwa ketersediaan lahan untuk pengembangan minapolitan masih luas.
5. Ketersediaan air
Berikut adalah klasifikasi ketersediaan air 5 tahun terakhir.
Tabel 4. 122
Klasifikasi Ketersediaan Air
Ketersediaan air Skor Klasifikasi
Tidak tersedia 0 Sangat rendah
Tersedia < Tidak tersedia 1 Rendah
Tersedia > Tidak tersedia 2 Cukup
Selalu tersedia 3 Tinggi
Berikut kondisi atribut ketersediaan air kawasan minapolitan Kecamatan Wajak.
Tabel 4. 123
Data Atribut Ketersediaan Air
Nama Desa Jumlah Tidak Tersedia < Tidak Tersedia > Tidak Selalu tersedia
Pembudidaya tersedia tersedia tersedia
Blayu 13 0 0 0 13
Bringin 24 0 0 0 24
Wajak 8 0 0 0 8
Dadapan 5 0 0 0 5
Patokpicis 7 0 0 0 7
Codo 9 0 0 0 9
Kidangbang 7 0 0 0 7
Berdasarkan Tabel 4.123 diketahui semua pembudidaya di kawasan minapolitan
Kecamatan Wajak menyatakan bahwa selama 5 tahun terakhir tidak pernah kesulitan
141

memperoleh air (selalu tersedia). Setelah diketahui kondisi ketersediaan air, selanjutnya
adalah skoring pada atribut. Diketahui bahwa :
a. Jika pembudidaya menjawab tidak tersedia diberikan skor 0
b. Jika pembudidaya menjawab tersedia < tidak tersedia diberikan skor 1
c. Jika pembudidaya menjawab tersedia > tidak tersedia diberikan skor 2
d. Jika pembudidaya menjawab selalu tersedia diberikan skor 3.
Berikut adalah hasil skoring ketersediaan air menurut pembudidaya.
Tabel 4. 124
Skoring Atribut Ketersediaan Air
Nama Desa Jumlah Tidak Tersedia < Tersedia > Selalu Rata-
Pembudidaya tersedia Tidak tersedia Tidak tersedia rata
X Skor (0) X Skor (1) tersedia X Skor (3) skor
X Skor (2)
Blayu 13 0 0 0 39 3
Bringin 24 0 0 0 72 3
Wajak 8 0 0 0 24 3
Dadapan 5 0 0 0 15 3
Patokpicis 7 0 0 0 21 3
Codo 9 0 0 0 27 3
Kidangbang 7 0 0 0 21 3
Nilai rata-rata diatas merupakan nilai yang menggambarkan kondisi ketersediaan air di
masing-masing desa, dari nilai rata-rata yang diperoleh diketahui bahwa ketersediaan
air menurut pembudidaya di setiap desa sudah baik. Selanjutnya skor ketersediaan air
semua desa dijumlahkan dan dibagi 7 (7 desa), sehingga diperoleh:
Tabel 4. 125
Hasil Skoring Atribut Ketersediaan Air
Nama Desa Ketersediaan Air Skor Klasifikasi
Blayu Selalu tersedia 3 Tinggi
Bringin Selalu tersedia 3 Tinggi
Wajak Selalu tersedia 3 Tinggi
Dadapan Selalu tersedia 3 Tinggi
Patokpicis Selalu tersedia 3 Tinggi
Codo Selalu tersedia 3 Tinggi
Kidangbang Selalu tersedia 3 Tinggi
Skor rata-rata atribut ketersediaan air adalah 3 yang menunjukan bahwa ketersediaan
air sudah baik dan dapat mendukung kegiatan perikanan.
6. Ketersediaan benih
Berikut adalah klasifikasi ketersediaan benih 5 tahun terakhir.
Tabel 4. 126
Klasifikasi Ketersediaan Benih
Ketersediaan benih Skor Klasifikasi
Tidak tersedia 0 Sangat Rendah
Tersedia < Tidak tersedia 1 Rendah
Tersedia > Tidak tersedia 2 Sedang
Selalu tersedia 3 Tinggi
Berikut kondisi atribut ketersediaan benih kawasan minapolitan Kecamatan Wajak.
142

Tabel 4. 127
Data Ketersediaan Benih
Nama Desa Jumlah Tidak tersedia Tersedia < Tidak Tersedia > Tidak Selalu tersedia
Pembudidaya tersedia tersedia
Blayu 13 0 0 0 13
Bringin 24 0 0 0 24
Wajak 8 0 0 0 8
Dadapan 5 0 0 0 5
Patokpicis 7 0 0 0 7
Codo 9 0 0 0 9
Kidangbang 7 0 0 0 7
Berdasarkan Tabel 4.132 diketahui semua pembudidaya di kawasan minapolitan
Kecamatan Wajak menyatakan bahwa selama 5 tahun terakhir tidak pernah kesulitan
memperoleh benih (selalu tersedia). Setelah diketahui kondisi ketersediaan benih,
selanjutnya adalah skoring pada atribut. Diketahui bahwa :
a. Jika pembudidaya menjawab tidak tersedia diberikan skor 0
b. Jika pembudidaya menjawab tersedia < tidak tersedia diberikan skor 1
c. Jika pembudidaya menjawab tersedia > tidak tersedia diberikan skor 2
d. Jika pembudidaya menjawab selalu tersedia diberikan skor 3.
Berikut adalah hasil skoring ketersediaan benih menurut pembudidaya.
Tabel 4. 128
Skoring Atribut Ketersediaan Benih
Nama Desa Jumlah Tidak Tersedia < Tersedia > Selalu tersedia Rata-rata
Pembudidaya tersedia Tidak tersedia Tidak tersedia X Skor (3) skor
X Skor (0) X Skor (1) X Skor (2)
Blayu 13 0 0 0 39 3
Bringin 24 0 0 0 72 3
Wajak 8 0 0 0 24 3
Dadapan 5 0 0 0 15 3
Patokpicis 7 0 0 0 21 3
Codo 9 0 0 0 27 3
Kidangbang 7 0 0 0 21 3
Nilai rata-rata diatas merupakan nilai yang menggambarkan kondisi ketersediaan benih
di masing-masing desa, dari nilai rata-rata yang diperoleh diketahui bahwa ketersediaan
benih menurut pembudidaya di setiap desa sudah baik. Selanjutnya skor ketersediaan
benih semua desa dijumlahkan dan dibagi 7 (7 desa), sehingga diperoleh:
Tabel 4. 129
Hasil Skoring Atribut Ketersediaan Benih
Nama Desa Ketersediaan benih Skor Klasifikasi
Blayu Selalu tersedia 3 Tinggi
Bringin Selalu tersedia 3 Tinggi
Wajak Selalu tersedia 3 Tinggi
Dadapan Selalu tersedia 3 Tinggi
Patokpicis Selalu tersedia 3 Tinggi
Codo Selalu tersedia 3 Tinggi
Kidangbang Selalu tersedia 3 Tinggi
Selanjutnya skor atribut ketersediaan benih semua desa dijumlahkan dan dibagi 7 (7
desa), sehingga diperoleh skor rata-rata atribut ketersediaan benih adalah 3 yang
menunjukan bahwa dukungan ketersediaan benih dapat mendukung kegiatan perikanan
di Kawasan Minapolitan Kecamatan Wajak.
143

7. Frekuensi banjir
Berikut adalah klasifikasi frekuensi banjir 5 tahun terakhir.
Tabel 4. 130
Klasifikasi Frekuensi banjir
Frekuensi banjir Skor Klasifikasi
Lebih dari 1 kali/tahun 0 Sangat rendah
1 kali/tahun 1 Rendah
Tidak menentu 2 Sedang
Tidak pernah 3 Tinggi
Berikut kondisi atribut frekuensi banjir kawasan minapolitan Kecamatan Wajak.
Tabel 4. 131
Data Atribut Frekuensi banjir
Nama Desa Jumlah Lebih dari 1 1 Tidak Tidak Frekuensi banjir
Pembudidaya kali/tahun kali/tahun menentu Pernah
Terjadi
Blayu 13 0 0 0 13 Tidak pernah terjadi
Bringin 24 0 0 0 24 Tidak pernah terjadi
Wajak 8 0 1 0 7 Tidak pernah terjadi
Dadapan 5 0 1 0 4 Tidak pernah terjadi
Patokpicis 7 0 0 0 7 Tidak pernah terjadi
Codo 9 0 0 0 9 Tidak pernah terjadi
Kidangbang 7 0 0 0 7 Tidak pernah terjadi
Berdasarkan Tabel 4.136 diketahui semua pembudidaya di kawasan minapolitan
Kecamatan Wajak menyatakan bahwa selama 5 tahun terakhir tidak pernah terjadi
banjir. Setelah diketahui frekuensi banjir, selanjutnya adalah skoring pada atribut.
Diketahui bahwa :
a. Jika pembudidaya menjawab tidak pernah terjadi diberikan skor 3.
b. Jika pembudidaya menjawab tidak menentu diberikan skor 2.
c. Jika pembudidaya menjawab 1 kali/tahun diberikan skor 1.
d. Jika pembudidaya menjawab lebih dari 1 kali/tahun diberikan skor 0.
Berikut adalah hasil skoring frekuensi banjir menurut pembudidaya.
Tabel 4. 132
Skoring Atribut Frekuensi banjir
Nama Desa Jumlah Lebih dari 1 kali/tahun X Tidak Tidak Pernah Rata-
Pembudidaya 1 kali/tahun Skor (1) menentu X Terjadi X Skor rata
X Skor (0) Skor (2) (3) skor
Blayu 13 0 0 0 39 3
Bringin 24 0 0 0 72 3
Wajak 8 0 0 0 24 3
Dadapan 5 0 0 0 15 3
Patokpicis 7 0 0 0 21 3
Codo 9 0 0 0 27 3
Kidangbang 7 0 0 0 21 3
Nilai rata-rata diatas merupakan nilai yang menggambarkan kondisi frekuensi banjir di
masing-masing desa, dari nilai rata-rata yang diperoleh diketahui bahwa frekuensi
banjir menurut pembudidaya di setiap desa sangat rendah. Selanjutnya skor frekuensi
banjir semua desa dijumlahkan dan dibagi 7 (7 desa), sehingga diperoleh:
144

Tabel 4. 133
Hasil Skoring Atribut Frekuensi Banjir
Nama Desa Frekuensi banjir Skor Klasifikasi
Blayu Tidak pernah terjadi 3 Tinggi
Bringin Tidak pernah terjadi 3 Tinggi
Wajak Tidak pernah terjadi 3 Tinggi
Dadapan Tidak pernah terjadi 3 Tinggi
Patokpicis Tidak pernah terjadi 3 Tinggi
Codo Tidak pernah terjadi 3 Tinggi
Kidangbang Tidak pernah terjadi 3 Tinggi
Selanjutnya skor atribut frekuensi banjir semua desa dijumlahkan dan dibagi 7 (7 desa),
sehingga diperoleh skor rata-rata atribut frekuensi banjir adalah 3 yang menunjukan
bahwa dengan tidak pernah terjadinya banjir maka kondisi lingkungan sangat
mendukung kegiatan perikanan di kawasan minapolitan Kecamatan Wajak.
8. Pengolahan limbah
Berikut adalah klasifikasi atribut pengolahan limbah.
Tabel 4. 134
Klasifikasi Pengolahan limbah
Pengolahan limbah Skor Klasifikasi
0 - 25% pembudidaya mengolah limbah 0 Sangat rendah
26 - 50% pembudidaya mengolah limbah 1 Rendah
51 - 75 % pembudidaya mengolah limbah 2 Sedang
76 - 100 % pembudidaya mengolah limbah 3 Tinggi
Berikut adalah hasil skoring atribut pengolahan limbah di kawasan minapolitan.
Tabel 4. 135
Hasil Skoring Atribut Pengolahan limbah
Nama Desa Pengolahan limbah Skor Klasifikasi
Blayu 0% 0 Sangat rendah
Bringin 0% 0 Sangat rendah
Wajak 0% 0 Sangat rendah
Dadapan 0% 0 Sangat rendah
Patokpicis 0% 0 Sangat rendah
Codo 0% 0 Sangat rendah
Kidangbang 0% 0 Sangat rendah
Diperoleh rata-rata skor 0 yang menunjukan bahwa belum ada pembudidaya yang
mengolah limbah.
9. Frekuensi kekeringan
Berikut adalah klasifikasi frekuensi kekeringan 5 tahun terakhir.
Tabel 4. 136
Klasifikasi Atribut Frekuensi Kekeringan
Frekuensi kekeringan Skor Klasifikasi
Setiap tahun 0 Sangat rendah
Terjadi > Tidak terjadi 1 Rendah
Terjadi < Tidak terjadi 2 Sedang
Tidak pernah 3 Tinggi
Berikut adalah klasifikasi frekuensi kekeringan.
145

Tabel 4. 137
Data Atribut Frekuensi Kekeringan
Nama Desa Jumlah Lebih dari 1 1 Tidak Tidak Pernah Frekuensi
Pembudidaya kali/tahun kali/tahun menentu Terjadi kekeringan
Blayu 13 0 0 0 13 Tidak pernah terjadi
Bringin 24 0 0 0 24 Tidak pernah terjadi
Wajak 8 0 1 0 7 Tidak pernah terjadi
Dadapan 5 0 1 0 4 Tidak pernah terjadi
Patokpicis 7 0 0 0 7 Tidak pernah terjadi
Codo 9 0 0 0 9 Tidak pernah terjadi
Kidangbang 7 0 0 0 7 Tidak pernah terjadi
Berdasarkan Tabel 4.137 diketahui semua pembudidaya di kawasan minapolitan
Kecamatan Wajak menyatakan bahwa selama 5 tahun terakhir tidak pernah terjadi
kekeringan. Setelah diketahui frekuensi kekeringan, selanjutnya adalah skoring pada
atribut. Diketahui bahwa :
a. Jika pembudidaya menjawab tidak pernah terjadi diberikan skor 3.
b. Jika pembudidaya menjawab tidak menentu diberikan skor 2.
c. Jika pembudidaya menjawab 1 kali/tahun diberikan skor 1.
d. Jika pembudidaya menjawab lebih dari 1 kali/tahun diberikan skor 0.
Berikut adalah hasil skoring frekuensi kekeringan menurut pembudidaya.
Tabel 4. 138
Skoring Atribut Frekuensi Kekeringan
Nama Desa Jumlah Lebih dari 1 kali/tahun X Tidak Tidak Rata-
Pembudidaya 1 kali/tahun Skor (1) menentu X Pernah rata
X Skor (0) Skor (2) Terjadi X skor
Skor (3)
Blayu 13 0 0 0 39 3
Bringin 24 0 0 0 72 3
Wajak 8 0 0 0 24 3
Dadapan 5 0 0 0 15 3
Patokpicis 7 0 0 0 21 3
Codo 9 0 0 0 27 3
Kidangbang 7 0 0 0 21 3
Nilai rata-rata diatas merupakan nilai yang menggambarkan kondisi frekuensi
kekeringan di masing-masing desa, dari nilai rata-rata yang diperoleh diketahui bahwa
frekuensi kekeringan menurut pembudidaya di setiap desa sangat rendah. Selanjutnya
skor frekuensi kekeringan semua desa dijumlahkan dan dibagi 7 (7 desa), diperoleh:
Tabel 4. 139
Hasil Skoring Atribut Frekuensi Kekeringan
Nama Desa Frekuensi kekeringan Skor Klasifikasi
Blayu Tidak pernah terjadi 3 Sangat rendah
Bringin Tidak pernah terjadi 3 Sangat rendah
Wajak Tidak pernah terjadi 3 Sangat rendah
Dadapan Tidak pernah terjadi 3 Sangat rendah
Patokpicis Tidak pernah terjadi 3 Sangat rendah
Codo Tidak pernah terjadi 3 Sangat rendah
Kidangbang Tidak pernah terjadi 3 Sangat rendah
146

Skor rata-rata atribut frekuensi kekeringan adalah 3 yang menunjukan bahwa dengan
tidak pernah terjadinya kekeringan maka kondisi lingkungan sangat mendukung
kegiatan perikanan di kawasan minapolitan Kecamatan Wajak.
10. Tingkat pengetahuan pembudidaya terhadap lingkungan
Setiap aspek pengetahuan yang diketahui oleh pembudidaya akan diberi skor 1 dan yang
tidak diketahui diberi skor 0, sehingga nilai/skor ideal yang diperoleh oleh masing-
masing pembudidaya adalah 3. Aspek yang diukur yaitu pengetahuan tentang CBIB,
memilih kualitas benih dan pengobatan penyakit ikan. Berikut adalah klasifikasi atribut.
Tabel 4. 140
Klasifikasi Pengetahuan Pembudidaya Terhadap Lingkungan
Pengetahuan pembudidaya terhadap lingkungan Skor Klasifikasi
Pengetahuan pembudidaya terhadap lingkungan adalah 0 – 25 % 0 Sangat Rendah
dari nilai ideal yang diharapkan
Pengetahuan pembudidaya terhadap lingkungan adalah 25,1 – 50 % 1 Rendah
dari nilai ideal yang diharapkan
Pengetahuan pembudidaya terhadap lingkungan adalah 51,1 – 75 % 2 Sedang
dari nilai ideal yang diharapkan
Pengetahuan pembudidaya terhadap lingkungan adalah 76,1 – 100 3 Tinggi
% dari nilai ideal yang diharapkan
Berikut adalah data atribut pengetahuan pembudidaya terhadap lingkungan.
Tabel 4. 141
Data Pengetahuan Pembudidaya Terhadap Lingkungan
Nama Desa Jumlah CBIB Total skor Penyakit Total skor Pemilihan Benih
Pembudidaya Tidak tahu Tahu Tidak tahu Tahu Tidak tahu Tahu
Blayu 13 7 6 6 3 10 10 3 10
Bringin 24 20 4 4 5 19 19 5 19
Wajak 8 2 6 6 2 6 6 2 6
Dadapan 5 4 1 1 4 1 1 0 5
Patokpicis 7 3 4 4 1 6 6 1 6
Codo 9 8 1 1 0 9 9 0 9
Kidangbang 7 5 2 2 0 7 7 0 7
Berikut adalah perhitungan atribut pengetahuan pembudidaya terhadap lingkungan.
Tabel 4. 142
Perhitungan Pengetahuan Pembudidaya Terhadap Lingkungan
Nama Desa Jumlah CBIB Total Penyakit Total Pemilihan Total Total Skor %
Pembudidaya skor Ikan skor Benih skor skor 3 Ideal
0 1 0 1 0 1 aspek desa
Blayu 13 0 6 6 0 10 10 0 10 10 26 39 67%
Bringin 24 0 4 4 0 19 19 0 19 19 42 72 58%
Wajak 8 0 6 6 0 6 6 0 6 6 18 24 75%
Dadapan 5 0 1 1 0 1 1 0 5 5 7 15 47%
Patokpicis 7 0 4 4 0 6 6 0 6 6 16 21 76%
Codo 9 0 1 1 0 9 9 0 9 9 19 27 70%
Kidangbang 7 0 2 2 0 7 7 0 7 7 16 21 76%
Berikut hasil skoring atribut pengetahuan pembudidaya terhadap lingkungan di
kawasan minapolitan Kecamatan Wajak.
147

Tabel 4. 143
Hasil Skoring Atribut Pengetahuan Pembudidaya Terhadap Lingkungan
Nama Desa Prosentase Pengetahuan Skor Klasifikasi
Pembudidaya Terhadap Lingkungan
Blayu 67% dari nilai ideal 2 Sedang
Bringin 58% dari nilai ideal 2 Sedang
Wajak 75% dari nilai ideal 2 Sedang
Dadapan 47% dari nilai ideal 1 Rendah
Patokpicis 76% dari nilai ideal 3 Tinggi
Codo 70% dari nilai ideal 2 Sedang
Kidangbang 76% dari nilai ideal 3 Tinggi
Selanjutnya skor atribut pengetahuan pembudidaya terhadap lingkungan semua desa
dijumlahkan dan dibagi 7 (7 desa), sehingga diperoleh skor rata-rata pengetahuan
pembudidaya terhadap lingkungan adalah 2,14 yang menunjukan bahwa tingkat
pengetahuan pembudidaya di Kecamatan Wajak sudah cukup baik dengan nilai
ketercapaian yaitu 67 persen dari nilai ideal. Setelah dihitung skoring dari setiap atribut,
selanjutnya menganalisis skoring dengan analisis Multidimensional Scalling (MDS).
Berikut hasil skoring dimensi ekologi.
Tabel 4. 144
Hasil Skoring Atribut Dimensi Ekologi
Atribut Desa Desa Desa Desa Desa Desa Desa Total Rata- Klasifikasi
Blayu Bringin Wajak Dadapan Patokpicis Codo Kidangbang skor rata
skor
Penerapan Sangat
CBIB 1 0 0 0 0 0 0 1 0,14 Rendah
Ketersediaan Tinggi
Pakan 3 3 3 3 3 3 3 21 3,00
Curah Tinggi
Hujan 3 3 3 3 3 3 3 21 3,00
Ketersediaan Tinggi
air 3 3 3 3 3 3 3 21 3,00
Ketersediaan Sedang
Lahan 3 0 3 3 0 2 1 12 1,71
Ketersediaan Tinggi
benih 3 3 3 3 3 3 3 21 3,00
Frekuensi Sangat rendah
Banjir 3 3 3 3 3 3 3 21 3,00
Frekuensi Sangat rendah
Kekeringan 3 3 3 3 3 3 3 21 3,00
Pengolahan 0 0 0 0 0 0 0 0 0,00 Sangat rendah
limbah
Pengetahuan Tinggi
Terhadap
Lingkungan 2 2 2 1 3 2 3 15 2,14
Nilai-nilai atribut hasil skoring pada Tabel 4.144 akan digunakan untuk
menganalisis indeks dan tingkat keberlanjutan. Berikut adalah hasil analisis dimensi ekologi
dengan multidimensional scalling pada Rapfish.
148

Gambar 4. 9 Indeks Keberlanjutan Dimensi Ekologi


Berdasarkan gambar 4.9 diketahui bahwa indeks keberlanjutan dimensi ekologi
adalah 74,92 % yang menunjukkan bahwa tingkat keberlanjutan minapolitan Kecamatan
Wajak pada dimensi ekologi adalah cukup berkelanjutan. Sedangkan nilai stress yang
diperoleh adalah 0,13. termasuk kategori sempurna karena kurang dari 0,25 dan nilai R2
adalah 0,93 (mendekati 1) menunjukkan tidak diperlukan penambahan atribut karena atribut
yang digunakan telah mewakili sifat obyek yang diamati (Sub-bab 4.3.3).
4.3.4 Tingkat Keberlanjutan Minapolitan Wajak Teknologi dan Infrastruktur
Dimensi teknologi dan infrastruktur akan dijabarkan dengan 10 atribut. Berikut
adalah hasil skoring dimensi teknologi dan infrastruktur.
1. Industri pengolahan
Berdasarkan hasil survei primer (2016) diketahui bahwa belum terdapat industri
ataupun Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang mengolah hasil
perikanan. Berikut klasifikasi atribut industri pengolahan.
Tabel 4. 145
Klasifikasi Industri pengolahan
Industri pengolahan Skor Klasifikasi
Tidak terdapat Industri pengolahan 0 Sangat Rendah
Terdapat 1 Industri pengolahan 1 Rendah
Terdapat 2 Industri pengolahan 2 Cukup
Terdapat > 2 Industri pengolahan 3 Tinggi
Berikut adalah hasil skoring atribut industri pengolahan.
Tabel 4. 146
Hasil Skoring Atribut Industri pengolahan
Nama Desa Industri pengolahan Skor Klasifikasi
Blayu 0 0 Sangat Rendah
Bringin 0 0 Sangat Rendah
Wajak 0 0 Sangat Rendah
Dadapan 0 0 Sangat Rendah
Patokpicis 0 0 Sangat Rendah
Codo 0 0 Sangat Rendah
Kidangbang 0 0 Sangat Rendah
149

Selanjutnya skor atribut industri pengolahan semua desa dijumlahkan dan dibagi 7
(7 desa), sehingga diperoleh skor rata-rata industri pengolahan adalah 0 yang
menunjukan bahwa belum ada industri pengolahan.
2. Teknologi dalam budidaya ikan
Berikut adalah klasifikasi teknologi dalam budidaya ikan.
Tabel 4. 147
Klasifikasi Teknologi dalam Budidaya
Teknologi dalam budidaya Skor Klasifikasi
Tidak terdapat Teknologi Budidaya 0 Sangat Rendah
Terdapat 1 Teknologi Budidaya 1 Rendah
Terdapat 2 Teknologi Budidaya 2 Cukup
Terdapat > 2 Teknologi Budidaya 3 Tinggi
Berikut hasil skoring atribut teknologi dalam budidaya ikan adalah:
Tabel 4. 148
Hasil Skoring Atribut Teknologi dalam Budidaya
Nama Desa Teknologi dalam budidaya Skor Klasifikasi
Blayu Tidak terdapat Teknologi Budidaya 0 Sangat Rendah
Bringin Tidak terdapat Teknologi Budidaya 0 Sangat Rendah
Wajak Tidak terdapat Teknologi Budidaya 0 Sangat Rendah
Dadapan Tidak terdapat Teknologi Budidaya 0 Sangat Rendah
Patokpicis Tidak terdapat Teknologi Budidaya 0 Sangat Rendah
Codo Tidak terdapat Teknologi Budidaya 0 Sangat Rendah
Kidangbang Tidak terdapat Teknologi Budidaya 0 Sangat Rendah
Diperoleh skor rata-rata penggunaan teknologi dalam budidaya adalah 0 menunjukan
bahwa belum ada teknologi budidaya yang digunakan.
3. Teknologi pengolahan produk perikanan
Berikut klasifikasi teknologi pengolahan di kawasan minapolitan Kecamatan Wajak.
Tabel 4. 149
Klasifikasi Teknologi Pengolahan Produk Perikanan
Teknologi Pengolahan Produk Perikanan Skor Klasifikasi
Tidak terdapat Teknologi pengolahan produk perikanan 0 Sangat Rendah
Terdapat 1 Teknologi pengolahan produk perikanan 1 Rendah
Terdapat 2 Teknologi pengolahan produk perikanan 2 Cukup
Terdapat > 2 Teknologi pengolahan produk perikanan 3 Tinggi
Berdasarkan hasil survei primer (2016) diketahui bahwa di kawasan minapolitan
Kecamatan Wajak hanya terdapat 2 teknologi pengolahan produk
perikanan,sehingga diperoleh hasil skoring teknologi pengolahan adalah sebagai
berikut.
Tabel 4. 150
Hasil Skoring Atribut Teknologi Pengolahan Produk Perikanan
Nama Desa Teknologi Pengolahan Produk Perikanan Skor Klasifikasi
Blayu 1 1 Rendah
Bringin 0 0 Sangat Rendah
Wajak 0 0 Sangat Rendah
Dadapan 0 0 Sangat Rendah
Patokpicis 1 1 Rendah
Codo 0 0 Sangat Rendah
Kidangbang 0 0 Sangat Rendah
150

Diperoleh skor rata-rata teknologi pengolahan produk perikanan adalah 0,28 yang
menunjukan bahwa jumlah teknologi pengolahan produk perikanan di kawasan
minapolitan Kecamatan Wajak masih sangat rendah yaitu hanya 2 teknologi dan
belum dimanfaatkan secara optimal oleh pembudidaya setempat.
4. Teknologi pakan
Berikut adalah klasifikasi teknologi pakan di kawasan minapolitan Kecamatan Wajak.
Tabel 4. 151
Klasifikasi Teknologi Pakan
Teknologi pakan Skor Klasifikasi
Tidak terdapat Teknologi pakan 0 Sangat Rendah
Terdapat 1 Teknologi pakan 1 Rendah
Terdapat 2 Teknologi pakan 2 Cukup
Terdapat > 2 Teknologi pakan 3 Tinggi
Berikut jumlah dan hasil skoring atribut teknologi pakan di kawasan minapolitan.
Tabel 4. 152
Hasil Skoring Atribut Teknologi Pakan
Nama Desa Teknologi pakan Skor Klasifikasi
Blayu 1 1 Rendah
Bringin 0 0 Sangat Rendah
Wajak 0 0 Sangat Rendah
Dadapan 0 0 Sangat Rendah
Patokpicis 1 1 Rendah
Codo 1 1 Rendah
Kidangbang 1 1 Rendah
Selanjutnya skor atribut teknologi pakan semua desa dijumlahkan dan dibagi 7 (7
desa), sehingga diperoleh skor rata-rata teknologi pakan adalah 0,57 yang menunjukan
bahwa keberadaan atau jumlah teknologi pakan di kawasan minapolitan Kecamatan
Wajak masih sangat rendah yaitu terdapat 4 alat yang belum dimanfaatkan secara
optimal oleh pembudidaya setempat.
5. Sarana perikanan
Berikut adalah klasifikasi sarana perikanan kawasan minapolitan Kecamatan Wajak:
Tabel 4. 153
Klasifikasi Sarana Perikanan
Sarana Budidaya Skor Klasifikasi
1-3 jenis sarana 0 Sangat Rendah
4-6 jenis sarana 1 Rendah
7-9 jenis sarana 2 Cukup
10-12 jenis sarana 3 Tinggi
Berikut hasil skoring atribut sarana perikanan di kawasan minapolitan Wajak.
Tabel 4. 154
Hasil Skoring Atribut Sarana Perikanan
Nama Desa Sarana Budidaya Skor Klasifikasi
Blayu 3 0 Rendah
Bringin 3 0 Rendah
Wajak 3 0 Rendah
Dadapan 3 0 Rendah
Patokpicis 3 0 Rendah
Codo 3 0 Rendah
Kidangbang 3 0 Rendah
151

Selanjutnya skor atribut sarana perikanan semua desa dijumlahkan dan dibagi 7 (7
desa), sehingga diperoleh skor rata-rata sarana perikanan adalah 0 yang menunjukan
bahwa dukungan sarana perikanan masih sangat rendah, hanya terdapat 3 jenis sarana
perikanan di Kecamatan Wajak yaitu peralatan, kolam dan sarana produksi perikanan
6. Prasarana listrik
Berikut klasifikasi prasarana listrik di kawasan minapolitan Kecamatan Wajak.
Tabel 4. 155
Klasifikasi Prasarana Listrik
Prasarana Listrik Skor Klasifikasi
Tidak ada listrik (Tidak memadai) 0 Sangat Rendah
Tersedia < Tidak tersedia (Kurang memadai) 1 Rendah
Tersedia > Tidak tersedia (Cukup memadai) 2 Cukup
Selalu tersedia (Memadai) 3 Tinggi
Berikut kondisi atribut prasarana listrik kawasan minapolitan Kecamatan Wajak.
Tabel 4. 156
Data Ketersediaan Atribut Prasarana Listrik
Nama Desa Jumlah Tidak ada listrik Tersedia < Tidak Tersedia > Tidak Selalu tersedia
Pembudidaya (Tidak tersedia (Kurang tersedia (Cukup (Memadai)
memadai) memadai) memadai)
Blayu 13 0 0 0 13
Bringin 24 0 0 0 24
Wajak 8 0 0 0 8
Dadapan 5 0 0 0 5
Patokpicis 7 0 0 0 7
Codo 9 0 0 0 9
Kidangbang 7 0 0 0 7
Berdasarkan Tabel 4.158 diketahui semua pembudidaya di kawasan minapolitan
Kecamatan Wajak menyatakan bahwa prasarana listrik selalu tersedia dan memadai.
Diketahui bahwa :
a. Jika pembudidaya menjawab tidak ada listrik (tidak memadai) diberikan skor 0
b. Jika pembudidaya menjawab tersedia < tidak tersedia (kurang memadai) skor 1
c. Jika pembudidaya menjawab tersedia > tidak tersedia (cukup memadai) skor 2
d. Jika pembudidaya menjawab selalu tersedia (memadai) skor 3.
Berikut adalah hasil skoring prasarana listrik menurut pembudidaya.
Tabel 4. 157
Skoring Ketersediaan Atribut Prasarana Listrik
Nama Desa Jumlah Tidak ada Tersedia < Tidak Tersedia > Tidak Selalu Rata-
Pembudidaya listrik (Tidak tersedia (Kurang tersedia (Cukup tersedia rata
memadai) memadai) memadai) (Memadai) skor
X Skor (0) X Skor (1) X Skor (2) X Skor (3)
Blayu 13 0 0 0 39 3
Bringin 24 0 0 0 72 3
Wajak 8 0 0 0 24 3
Dadapan 5 0 0 0 15 3
Patokpicis 7 0 0 0 21 3
Codo 9 0 0 0 27 3
Kidangbang 7 0 0 0 21 3
Nilai rata-rata diatas merupakan nilai yang menggambarkan kondisi prasarana listrik di
masing-masing desa, dari nilai rata-rata yang diperoleh diketahui bahwa kondisi
152

prasarana listrik di setiap desa selalu tersedia dan sudah memadai. Selanjutnya skor
prasarana listrik semua desa dijumlahkan dan dibagi 7 (7 desa), sehingga diperoleh:
Tabel 4. 158
Hasil Skoring Atribut Prasarana Listrik
Nama Desa Prasarana Listrik Skor Klasifikasi
Blayu Selalu tersedia 3 Tinggi
Bringin Selalu tersedia 3 Tinggi
Wajak Selalu tersedia 3 Tinggi
Dadapan Selalu tersedia 3 Tinggi
Patokpicis Selalu tersedia 3 Tinggi
Codo Selalu tersedia 3 Tinggi
Kidangbang Selalu tersedia 3 Tinggi
Rata-rata Selalu tersedia 3 Tinggi
Skor rata-rata prasarana listrik adalah 3 yang menunjukan bahwa pembudidaya di
Kecamatan Wajak telah ditunjang oleh prasarana listrik yang memadai dan dapat
mendukung kegiatan perikanan di Kawasan Minapolitan Kecamatan Wajak.
7. Sarana transportasi
Berikut adalah klasifikasi sarana transportasi.
Tabel 4. 159
Klasifikasi Sarana Transportasi
Sarana transportasi Skor Klasifikasi
Hanya sebagian pembudidaya yang memiliki kendaraan pribadi dan tidak ada kendaraan
umum 0 Sangat Rendah
Hanya sebagian pembudidaya yang memiliki kendaraan pribadi dan ada kendaraan umum 1 Rendah
Semua pembudidaya memiliki kendaraan pribadi, namun tidak ada angkutan umum 2 Cukup
Semua pembudidaya memiliki kendaraan pribadi & ada angkutan umum 3 Tinggi
Berikut kondisi atribut sarana transportasi di kawasan minapolitan Wajak.
Tabel 4. 160
Data Atribut Sarana Transportasi
Nama Desa Jumlah Sarana transportasi
Pembudidaya
Blayu 13 13 pembudidaya memiliki kendaraan pribadi & ada angkutan umum
Bringin 24 24 pembudidaya memiliki kendaraan pribadi & ada angkutan umum
Wajak 8 8 pembudidaya memiliki kendaraan pribadi & ada angkutan umum
Dadapan 5 5 pembudidaya memiliki kendaraan pribadi & ada angkutan umum
Patokpicis 7 7 pembudidaya memiliki kendaraan pribadi & ada angkutan umum
Codo 9 9 pembudidaya memiliki kendaraan pribadi & ada angkutan umum
Kidangbang 7 7 pembudidaya memiliki kendaraan pribadi & ada angkutan umum
Berdasarkan Tabel 4.165 diketahui semua pembudidaya di kawasan minapolitan
Kecamatan Wajak memiliki kendaraan pribadi dan dapat mengakses angkutan umum
di jalan utama Kecamatan Wajak, sehingga diperoleh hasil skoring adalah:
Tabel 4. 161
Hasil Skoring Atribut Sarana Transportasi
Nama Desa Sarana transportasi Skor Klasifikasi
Blayu Semua pembudidaya memiliki kendaraan pribadi & ada angkutan umum 3 Tinggi
Bringin Semua pembudidaya memiliki kendaraan pribadi & ada angkutan umum 3 Tinggi
Wajak Semua pembudidaya memiliki kendaraan pribadi & ada angkutan umum 3 Tinggi
Dadapan Semua pembudidaya memiliki kendaraan pribadi & ada angkutan umum 3 Tinggi
Patokpicis Semua pembudidaya memiliki kendaraan pribadi & ada angkutan umum 3 Tinggi
Codo Semua pembudidaya memiliki kendaraan pribadi & ada angkutan umum 3 Tinggi
Kidangbang Semua pembudidaya memiliki kendaraan pribadi & ada angkutan umum 3 Tinggi
153

Selanjutnya skor atribut sarana transportasi semua desa dijumlahkan dan dibagi 7 (7
desa), sehingga diperoleh skor rata-rata sarana transportasi adalah 3 yang menunjukan
bahwa semua pembudidaya telah memiliki sarana transportasi.
8. Laboratorium perikanan
Berikut klasifikasi laboratorium perikanan di kawasan minapolitan Kecamatan Wajak
Tabel 4. 162
Klasifikasi Laboratorium Perikanan
Laboratorium perikanan Skor Klasifikasi
Tersedia di kabupaten lain 0 Sangat Rendah
Tersedia di kecamatan lain 1 Rendah
Tersedia di desa lain 2 Sedang
Tersedia di dalam desa 3 Tinggi
Berikut hasil skoring atribut laboratorium perikanan di kawasan minapolitan Wajak.
Tabel 4. 163
Hasil Skoring Klasifikasi Laboratorium Perikanan
Nama Desa Laboratorium perikanan Skor Klasifikasi
Blayu Tersedia di kecamatan lain 1 Rendah
Bringin Tersedia di kecamatan lain 1 Rendah
Wajak Tersedia di kecamatan lain 1 Rendah
Dadapan Tersedia di kecamatan lain 1 Rendah
Patokpicis Tersedia di kecamatan lain 1 Rendah
Codo Tersedia di kecamatan lain 1 Rendah
Kidangbang Tersedia di kecamatan lain 1 Rendah
Skor rata-rata laboratorium perikanan adalah 1 yang menunjukkan dukungan
laboratorium perikanan masih rendah karena dari lokasi laboratorium perikanan
terdapat diluar Kecamatan Wajak.
9. Prasarana jalan
Berikut adalah klasifikasi prasarana jalan kawasan minapolitan Kecamatan Wajak.
Tabel 4. 164
Klasifikasi Prasarana Jalan
Kualitas jalan Skor Klasifikasi
Sangat buruk 0 Sangat Rendah
Buruk 1 Rendah
Baik 2 Cukup
Sangat baik 3 Tinggi
Berikut adalah skoring atribut prasarana jalan kawasan minapolitan Kecamatan Wajak.
Tabel 4. 165
Hasil Skoring Atribut Prasarana Jalan
Nama Desa Kualitas jalan Skor Klasifikasi
Blayu Baik 2 Cukup
Bringin Baik 2 Cukup
Wajak Baik 2 Cukup
Dadapan Buruk 1 Rendah
Patokpicis Baik 2 Cukup
Codo Baik 2 Cukup
Kidangbang Baik 2 Cukup
Diperoleh skor rata-rata prasarana jalan adalah 1,85 yang menunjukan bahwa kondisi
prasarana jalan menuju kawasan minapolitan sudah cukup baik dan dapat dapat
mendukung kegiatan perikanan di Kawasan Minapolitan Kecamatan Wajak.
154

10. Pasar benih


Berikut adalah klasifikasi pasar benih.
Tabel 4. 166
Klasifikasi Pasar Benih
Pasar Benih Skor Klasifikasi
Tersedia di kabupaten lain 0 Sangat Rendah
Tersedia di kecamatan lain 1 Rendah
Tersedia di desa lain 2 Cukup
Tersedia di dalam desa 3 Tinggi
Berikut adalah hasil skoring pasar benih.
Tabel 4. 167
Hasil Skoring Pasar Benih
Nama Desa Pasar Benih Skor Klasifikasi
Blayu Tersedia di kecamatan lain 1 Rendah
Bringin Tersedia di kecamatan lain 1 Rendah
Wajak Tersedia di kecamatan lain 1 Rendah
Dadapan Tersedia di kecamatan lain 1 Rendah
Patokpicis Tersedia di kecamatan lain 1 Rendah
Codo Tersedia di kecamatan lain 1 Rendah
Kidangbang Tersedia di kecamatan lain 1 Rendah
Diperoleh skor rata-rata pasar benih adalah 1 yang menunjukkan dukungan pasar benih
masih rendah karena dari lokasi pasar benih terdapat diluar Kecamatan Wajak, sehingga
diharapkan dapat dibangun pasar benih di Kecamatan Wajak. Berikut rangkuman hasil
skoring dimensi teknologi dan infrastruktur.
Tabel 4. 168
Hasil Skoring Atribut Dimensi Teknologi dan Infrastruktur
Atribut Desa Desa Desa Desa Desa Desa Desa Total Rata- Klasifikasi
Blayu Bringin Wajak Dadapan Patokpicis Codo Kidangbang skor rata
skor
Industri Sangat
pengolahan 0 0 0 0 0 0 0 0 0,00 rendah
Teknologi Sangat
budidaya 0 0 0 0 0 0 3 3 0,00 rendah
Teknologi Sangat
pengolahan 1 0 0 0 1 0 0 2 0,28 rendah
Teknologi Sangat
pakan 1 0 0 0 1 1 1 4 0,57 rendah
Sarana 0 0 0 0 0 0 0 0 0,00 Sangat
Perikanan rendah
Pasar benih 1 1 1 1 1 1 1 7 1,00 Rendah
Prasarana Sedang
jalan 2 2 2 1 2 2 2 13 1,85
Prasarana Tinggi
Listrik 3 3 3 3 3 3 3 21 3,00
Sarana
Transportasi 3 3 3 3 3 3 3 21 3,00 Tinggi
Laboratorium 1 1 1 1 1 1 1 7 1,00 Rendah
perikanan
Nilai-nilai atribut hasil skoring pada Tabel 4.168 akan digunakan untuk
menganalisis indeks dan tingkat keberlanjutan. Berikut adalah hasil analisis dimensi ekologi
dengan multidimensional scalling pada Rapfish.
155

Gambar 4. 10 Indeks Keberlanjutan Dimensi Teknologi dan Infrastruktur


Berdasarkan gambar 4.10 diketahui bahwa indeks keberlanjutan dimensi teknologi
dan infrastruktur adalah 39,40 % yang menunjukkan bahwa tingkat keberlanjutan
minapolitan Kecamatan Wajak pada dimensi teknologi dan infrastruktur adalah kurang
berkelanjutan. Sedangkan nilai stress yang diperoleh adalah 0,13 termasuk kategori
sempurna karena kurang dari 0,25 dan nilai R2 yang didapatkan adalah 0,95 (mendekati 1)
yang menunjukkan bahwa model yang terbentuk sudah baik dan tidak diperlukan
penambahan atribut. Nilai indeks keberlanjutan dimensi teknologi dan infrastruktur rendah
karena skor dan kondisi eksisting atribut tidak cukup baik, sehingga indeks yang dihasilkan
berada pada kondisi yang kurang berkelanjutan (Sub-bab 4.3.4).
4.3.5 Kesimpulan Tingkat Keberlanjutan Kawasan Minapolitan Kecamatan Wajak
Berdasarkan hasil analisis multidimensional scalling pada Rapfish diketahui bahwa:
indeks keberlanjutan dimensi ekonomi adalah 45,22 % (kurang berkelanjutan), dimensi
sosial dan kelembagaan adalah 47,02 % (kurang berkelanjutan), dimensi ekologi adalah
74,92 % (cukup berkelanjutan), dan dimensi teknologi dan infrastruktur adalah 39,40 %
(kurang berkelanjutan).
Menurut Wibowo (2014) minapolitan berkelanjutan diartikan sebagai pembangunan
kawasan perikanan yang terintegrasi antar aspek pendukungnya diantaranya, aspek
ekonomi, sosial-kelembagaan, ekologi, teknologi dan infrastruktur. Hal tersebut salah
satunya ditunjukan dengan nilai keberlanjutan dari masing-masing dimensi. Diketahui
bahwa hasil analisis tingkat keberlanjutan minapolitan Kecamatan Wajak terdiri dari 2
klasifikasi yaitu kurang berkelanjutan pada 3 dimensi, dan cukup berkelanjutan pada 1
dimensi, sehingga diketahui bahwa:
156

Gambar 4. 11 Rangkuman Indeks Keberlanjutan Kawasan Minapolitan Wajak


Belum terbentuk integrasi antar dimensi pendukung keberlanjutan kawasan
minapolitan Kecamatan Wajak, dimana dimensi ekologi memiliki nilai yang tinggi dengan
kondisi cukup berkelanjutan dan dinilai mampu mendukung keberlanjutan dari kegiatan
minapolitan dengan tersedianya banyak sumber air, minimnya banjir dan kekeringan
sedangkan tiga dimensi lain memiliki kemiripan nilai dengan kondisi kurang berkelanjutan
dan dianggap belum mampu mendukung keberlanjutan dari kegiatan di kawasan
minapolitan Wajak, hal ini terlihat dari minimnya infrastruktur perikanan, minimnya
penguasaan pada teknologi dan rendahnya kualitas dan kuantitas SDM perikanan serta
permasalahan lainnya. Nilai keberlanjutan keseluruhan dihitung dengan menjumlahkan
indeks keberlanjutan semua dimensi dan dihitung dirata-ratanya sehingga diperoleh indeks
keberlanjutan kawasan minapolitan keseluruhan adalah 51,64 % termasuk dalam kategori
cukup berkelanjutan.
4.4 Atribut Pengungkit Keberlanjutan Kawasan Minapolitan Kecamatan Wajak
Atribut pengungkit adalah atribut sensitif yang apabila dilakukan intervensi atau
perubahan terhadap atribut tersebut akan berpengaruh nyata terhadap perbaikan indeks
keberlanjutan yang dianalisis dengan leverage analysis dengan melihat nilai Root Mean
Square (RMS) atribut, semakin besar nilai RMS maka semakin besar pula peranan atribut
tersebut dalam pembentukan indeks. Cara analisis leverage terdapat pada BAB III.
4.4.1 Atribut Pengungkit Keberlanjutan Dimensi Ekonomi
Data untuk mengidentifikasi atribut pengungkit terdapat pada Tabel 4.87. Berikut
hasil analisis leverage dimensi ekonomi.
157

Gambar 4. 12 Atribut Pengungkit Dimensi Ekonomi


Berdasarkan gambar 4. 12 diketahui bahwa atribut dengan nilai RMS tertinggi
adalah Sumber Daya Manusia (SDM) dengan nilai RMS 1, 98, keuntungan pembudidaya
dengan nilai RMS 0,76, dan harga jual dengan nilai RMS sebesar 0,58. Ketiga atribut
dengan nilai RMS tertinggi disebut sebagai atribut pengungkit yang berarti teridentifikasi
memiliki kondisi yang kurang baik atau buruk. Peningkatan kondisi dari ketiga atribut
tersebut akan berpengaruh pada indeks keberlanjutan kawasan minapolitan Kecamatan
Wajak, sehingga prioritas perbaikan harus ditujukan pada ketiga atribut tersebut, sedangkan
tiga atribut dengan nilai RMS terendah mengindikasikan bahwa kondisi dari ketiga atribut
sudah cukup baik dan tidak perlu diprioritaskan untuk diperbaiki.
Munculnya faktor pengungkit atribut SDM terjadi karena rendahnya kuantitas dan
keterampilan SDM di kawasan minapolitan Kecamatan Wajak. Diketahui hanya terdapat 73
pembudidaya yang masih aktif menjalankan usaha perikanan yang sebagian besar belum
memiliki kemampuan untuk membuat olahan. Pentingnya kuantitas dan keterampilan SDM
ini disebabkan karena manusia merupakan pelaksana, penentu keberhasilan dan tujuan akhir
dari dilaksanakannya sebuah program. Oleh karena itu semakin banyak kuantitas SDM maka
peluang keberlanjutannya akan semakin tinggi (Suryawati dan Purnomo, 2011).
Atribut lain yang muncul sebagai faktor pengungkit adalah harga jual dan
keuntungan pembudidaya. Munculnya harga jual sebagai faktor pengungkit karena harga
jual sering mengalami fluktuasi. Jika harga jual rendah dan pengeluaran untuk menjalankan
usaha tinggi maka keuntungan yang diperoleh pun akan semakin rendah, oleh karena itu
dalam hal ini diperlukan strategi untuk menentukan harga jual ikan. Salah satu upaya untuk
menentukan harga jual ikan pembudidaya dengan membentuk komunitas/organisasi dengan
tujuan untuk meningkatkan kualitas budidaya ikan serta menentukan satu keputusan
158

penjualan melalui komunitas untuk menghindari harga jual yang berbeda (Wawancara,
2017). Tingkat stabilitas harga akan sangat berpengaruh terhadap tingkat stabilitas ekonomi
daerah tersebut. Harga komoditas ikan dapat mempengaruhi perkembangan ekonomi di
masyarakat, pada saat produk ikan melimpah maka harga ikan akan mengalami penurunan
dikarenakan banyaknya stok yang ada di pasaran, sedangkan pada saat produk ikan terbatas
maka harga ikan akan meningkat, harga akan mencapai kestabilan apabila pembudidaya ikan
memiliki program budidaya perikanan yang teratur sehingga stok produk perikanan tidak
mengalami kelebihan produksi di pasaran dan tidak mengalami krisis stok produk perikanan
(Setiawan, 2010).
Munculnya keuntungan pembudidaya sebagai faktor pengungkit terjadi karena rata-
rata pendapatan pembudidaya dari hasil perikanan di kawasan minapolitan Kecamatan
Wajak cenderung rendah, yaitu antara Rp. 0 - 5850000. Rendahnya rata-rata keuntungan
pembudidaya di kawasan minapolitan Wajak dipengaruhi oleh luas lahan dan frekuensi
panen oleh karena itu dibutuhkan strategi untuk meningkatkan keuntungan pembudidaya,
karena semakin tinggi keuntungan pembudidaya yang diperoleh maka akan semakin baik
bagi keberlanjutan kawasan minapolitan (Suryawati & Purnomo, 2011).
4.4.2 Atribut Pengungkit Keberlanjutan Dimensi Sosial dan Kelembagaan
Data untuk mengidentifikasi atribut pengungkit Kawasan Minapolitan Wajak
dimensi sosial dan kelembagaan terdapat pada Tabel 4.111. Berikut hasil analisis leverage.

Gambar 4. 13 Atribut Pengungkit Dimensi Sosial dan Kelembagaan


Berdasarkan gambar 4. 13 diketahui bahwa atribut pengungkit pada dimensi sosial dan
kelembagaan adalah penguasaan pada teknologi dengan nilai RMS 5,14, penyerapan tenaga
kerja lokal dengan nilai RMS sebesar 3,11 dan dukungan pemerintah dengan nilai RMS
2,57. sedangkan nilai RMS terendah adalah atribut kepemilikan lahan dengan nilai RMS
159

0,48, dukungan pemerintah dengan nilai RMS 0,48, dan pelatihan minabisnis dengan nilai
RMS 0,67. Peningkatan kondisi dari atribut pengungkit berpengaruh pada indeks
keberlanjutan kawasan minapolitan Kecamatan Wajak, sehingga prioritas perbaikan harus
ditujukan pada ketiga atribut tersebut. Atribut penguasaan pada teknologi muncul karena
rendahnya jumlah pembudidaya yang mampu menguasai teknologi budidaya, teknologi
pakan dan teknologi olahan, sedangkan munculnya atribut penyerapan tenaga kerja lokal
sebagai atribut pengungkit karena rendahnya penyerapan tenaga kerja yang terserap yaitu
sebanyak 35 orang. Atribut lain yang muncul sebagai faktor pengungkit adalah dukungan
pemerintah. Sebenarnya dukungan pemerintah sudah cukup baik dengan 4 kerjasama antar
SKPD, namun diperlukan penambahan sumber pendanaan untuk semakin mendukung
pengembangan kegiatan di kawasan minapolitan Kecamatan Wajak karena saat ini anggaran
dana hanya bersumber dari 1 sumber pendanaan yaitu APBD Kabupaten Malang.
4.4.3 Atribut Pengungkit Keberlanjutan Dimensi Ekologi
Data untuk mengidentifikasi atribut pengungkit Kawasan Minapolitan Wajak
Dimensi Ekologi terdapat pada Tabel 4.144 Berikut hasil analisis leverage.

Gambar 4. 14 Atribut Pengungkit Dimensi Ekologi


Berdasarkan gambar 4. 14 diketahui bahwa atribut pengungkit pada dimensi
ekologi adalah penerapan CBIB dengan nilai RMS 10,90, pengolahan limbah dengan nilai
RMS 10,10 dan ketersediaan pakan dengan nilai RMS sebesar 4,48. sedangkan nilai RMS
terendah adalah atribut ketersediaan benih dengan nilai RMS sebesar 2,54, alternatif usaha
dengan nilai RMS sebesar 2,72, dan curah hujan dengan nilai RMS sebesar 2,98. Ketiga
atribut dengan nilai RMS tertinggi disebut sebagai atribut pengungkit yang berarti
teridentifikasi memiliki kondisi yang kurang baik atau buruk.
160

Munculnya atribut penerapan CBIB sebagai faktor pengungkit terjadi karena


sedikitnya pembudidaya yang menerapkan CBIB, sedangkan menurut Wibowo (2014) akan
semakin baik jika seluruh pembudidaya telah menerapkan CBIB. Sedikitnya pembudidaya
yang menerapkan CBIB karena menurut pembudidaya cukup sulit untuk menerapkan CBIB
serta masih sedikitnya pembudidaya yang mengetahui CBIB. Munculnya atribut pengolahan
limbah sebagai atribut pengungkit karena belum adanya pembudidaya yang melakukan
pengolahan limbah, sedangkan menurut Wibowo (2014) semakin banyak pembudidaya
yang mengolah limbah maka semakin baik bagi kawasan minapolitan. Atribut lain yang
muncul sebagai atribut pengungkit adalah ketersediaan pakan. Ketersediaan pakan di
Kecamatan Wajak sudah cukup baik dan masih banyak dijual di saprokan terdekat sehingga
mudah didapat., namun harga pakan yang semakin lama semakin mengalami kenaikan,
menyebabkan kemungkinan menurunnya kemampuan membeli pakan dan pembudidaya
akan semakin kesulitan menjalankan usaha budidaya. Untuk menghadapi situasi tersebut,
para petani memberikan pakan alami berupa sayuran dan ayam yang jauh lebih murah.
Dalam budidaya perikanan, pakan yang baik dan terjaga kualitasnya dapat memberikan hasil
panen yang bernilai tinggi. Dalam rangka menjaga produksi perikanan, maka ketersediaan
pakan harus tetap terjaga agar produktivitas terus meningkat.
4.4.4 Atribut Pengungkit Dimensi Teknologi dan Infrastruktur
Data untuk mengidentifikasi atribut pengungkit Kawasan Minapolitan Wajak
dimensi teknologi dan infrastruktur terdapat di Tabel 4.168. Berikut hasil analisis leverage.

Gambar 4. 15 Atribut Pengungkit Dimensi Teknologi dan Infrastruktur


Berdasarkan gambar 4. 15 diketahui bahwa atribut pengungkit pada dimensi
teknologi dan infrastruktur adalah industri pengolahan dengan nilai RMS 5,24, pasar benih
dengan nilai RMS 3,45 dan teknologi pengolahan produk perikanan dengan nilai RMS
161

sebesar 3,09. sedangkan nilai RMS terendah adalah atribut sarana transportasi dengan nilai
RMS 0,26, sarana perikanan dengan nilai RMS 0,52, dan teknologi budidaya dengan nilai
RMS 0,84. Ketiga atribut dengan nilai RMS tertinggi disebut sebagai atribut pengungkit
yang berarti teridentifikasi memiliki kondisi yang kurang baik atau buruk.
Munculnya atribut industri pengolahan sebagai atribut pengungkit terjadi karena
belum adanya (0 unit) industri pengolahan maupun UMKM untuk mengolah hasil perikanan
di kawasan minapolitan, sedangkan keberadaan industri atau UMKM penting untuk
mendapatkan nilai tambah dari hasil olahan, karena menurut Suryawati & Purnomo, (2011)
semakin banyak industri atau UMKM pengolahan maka semakin baik bagi keberlanjutan
kawasan minapolitan. Namun karena kurangnya bahan baku untuk diolah menjadi produk
bernilai tambah maka keberadaan UMKM atau industri di kawasan minapolitan Kecamatan
Wajak masih perlu dipertimbangkan kembali. Atribut lain yang juga menjadi atribut
pengungkit adalah pasar benih dan teknologi pengolahan produk perikanan, kedua atribut
tersebut muncul karena belum tersedianya pasar benih di Kecamatan Wajak dan masih
sedikitnya kelompok atau pembudidaya yang memiliki teknologi pengolahan produk
perikanan, yaitu hanya terdapat 2 unit di kawasan minapolitan Kecamatan Wajak.
Sedangkan menurut Wibowo (2014) semakin dekat jarak antara pasar benih dengan lokasi
usaha maka semakin baik bagi kawasan minapolitan dan semakin banyak
kelompok/pembudidaya yang memiliki teknologi pengolahan produk perikanan semakin
baik bagi kawasan minapolitan (Setiawan, 2010).
4.4.5 Kesimpulan Atribut Pengungkit Keberlanjutan Kawasan minapolitan Wajak
Berdasarkan hasil leverage analysis diketahui bahwa terdapat 12 atribut pengungkit
dalam keberlanjutan kawasan minapolitan Wajak, diantaranya:
Tabel 4. 169 Kesimpulan Atribut Pengungkit Keberlanjutan Kawasan Minapolitan Wajak
Dimensi ekonomi Dimensi sosial dan Dimensi ekologi Dimensi teknologi dn
kelembagaan infrastruktur
Sumber Daya Manusia Penguasaan teknologi Penerapan CBIB Industri pengolahan
(RMS 1,98) (RMS 5,14) (RMS 10,1) (RMS 5,24)
Keuntungan pembudidaya Penyerapan tenaga Pengolahan limbah Pasar benih (RMS 3,45)
(RMS 0,76) kerja lokal (RMS 3,11) (RMS 10,9)
Harga jual (RMS 0,58) Dukungan pemerintah Ketersediaan pakan Teknologi pengolahan
(RMS 2,57) (RMS 4,48) produk perikanan
(RMS 3,09)
Atribut-atribut pengungkit diatas harus diperbaiki agar tingkat keberlanjutan
kawasan minapolitan Kecamatan Wajak bisa meningkat. Perbaikan atribut dilakukan
dengan membuat alternatif strategi dengan analisis prospektif.
162

4.5 Analisis Peningkatan Keberlanjutan Minapolitan Kecamatan Wajak


Peningkatan indeks keberlanjutan disusun menggunakan analisis prospektif dengan
memprediksi kemungkinan yang akan terjadi di masa yang akan datang. Perlunya
peningkatan indeks keberlanjutan terjadi karena 3 dimensi/aspek di kawasan minapolitan
Kecamatan Wajak masih berada pada kondisi yang kurang berkelanjutan dan satu dimensi
berada pada kondisi yang cukup berkelanjutan, hal ini menunjukan bahwa belum terbentuk
integrasi antar dimensi pendukung keberlanjutan kawasan minapolitan Kecamatan Wajak.
Kondisi ini tentu perlu diperbaiki agar nilai indeks keberlanjutan kawasan minapolitan
Kecamatan Wajak bisa meningkat dan integrasi antar dimensi dapat terbentuk dengan baik.
Berdasarkan kondisi keberlanjutan kawasan minapolitan Kecamatan Wajak saat ini, maka
diberikan 3 kondisi yang mungkin akan terjadi di masa yang akan datang, yaitu kondisi pada
skenario pesimis, kondisi pada skenario moderat dan kondisi pada skenario optimis, dimana:
a. Pada skenario pesimis, kondisi diskenariokan sama seperti kondisi eksisting, sehingga
hanya sedikit upaya atau strategi yang harus dilakukan, serta tidak akan banyak biaya
dan tenaga untuk meningkatkan kondisi keberlanjutan di kawasan minapolitan
Kecamatan Wajak.
b. Pada skenario moderat, kondisi diskenariokan membaik dengan melakukan perbaikan
pada beberapa atribut kunci yang dinilai lebih mudah untuk diperbaiki kondisinya.
Kelebihan pada skenario ini adalah akan ada peningkatan keberlanjutan dengan upaya
atau strategi yang tidak terlalu banyak dilakukan untuk meningkatkan kondisi
keberlanjutan di kawasan minapolitan Kecamatan Wajak.
c. Pada skenario optimis, kondisi diskenariokan akan jauh lebih baik dari kondisi eksiting
dengan melakukan perbaikan pada seluruh atribut kunci. Apabila ingin menerapkan
skenario ini, maka akan dibutuhkan banyak upaya atau strategi untuk meningkatkan
keberlanjutan di kawasan minapolitan Kecamatan Wajak. Adapun langkah-langkah
dalam meningkatkan indeks keberlanjutan kawasan minapolitan Kecamatan Wajak
terdapat pada bagan berikut.
Gambar 4. 16 Kerangka Tahapan Analisis Prospektif

163
164

1. Menentukan tujuan yang dikaji secara spesifik. Tujuan yang ingin dicapai adalah
meningkatkan indeks keberlanjutan guna “Terwujudnya Kawasan Minapolitan
Wajak yang Berkelanjutan”
2. Selanjutnya adalah identifikasi faktor-faktor kunci. Penentuan faktor kunci diperoleh
dari hasil analisis leverage. Berdasarkan hasil analisis leverage diperoleh 12 faktor
(atribut) pengungkit. Berikut adalah kondisi masing-masing atribut:
a. Sumber Daya Manusia (SDM) : Hanya terdapat 73 pembudidaya ikan di
Kawasan Minapolitan Kecamatan Wajak dan rata-rata belum memiliki
keterampilan dalam membuat olahan (Skor rata-rata 0,35 lihat Tabel 4.61),
berikut adalah kondisi SDM disetiap desa:
1) Desa Blayu terdapat 13 pembudidaya dan hanya 1 pembudidaya yang
memiliki keterampilan dalam membuat olahan.
2) Desa Bringin terdapat 24 pembudidaya dan tidak ada yang memiliki
keterampilan dalam membuat olahan.
3) Desa Wajak terdapat 8 pembudidaya dan hanya 2 pembudidaya yang
memiliki keterampilan dalam membuat olahan.
4) Desa Dadapan terdapat 5 pembudidaya dan tidak ada yang memiliki
keterampilan dalam membuat olahan.
5) Desa Patokpicis terdapat 7 pembudidaya dan hanya 3 pembudidaya yang
memiliki keterampilan dalam membuat olahan.
6) Desa Codo terdapat 9 pembudidaya dan tidak ada yang memiliki
keterampilan dalam membuat olahan.
7) Desa Kidangbang terdapat 7 pembudidaya dan hanya 1 pembudidaya yang
memiliki keterampilan dalam membuat olahan.
b. Keuntungan Pembudidaya : Keuntungan yang diperoleh sebagian besar
pembudidaya di Kawasan Minapolitan Kecamatan Wajak rendah, berikut adalah
keuntungan rata-rata pembudidaya di masing-masing desa (Skor rata-rata
0,71):
Tabel 4. 170
Data Rata-rata Keuntungan Eksisting
Nama Desa Rata-rata Keuntungan Pembudidaya Skor Keterangan
Blayu Rp 11.361.200 1 Tinggi
Bringin Rp 3.000.000 0 Rendah
Wajak Rp 7.537.500 1 Rendah
Dadapan Rp 2.700.000 0 Sangat Rendah
Patokpicis Rp 10.217.143 1 Rendah
Codo Rp 6.476.667 1 Rendah
Kidangbang Rp 8.453.143 1 Rendah
165

c. Harga Jual : Harga jual sering mengalami fluktuasi (Skor rata-rata 1 lihat).
d. Penguasaan teknologi oleh pembudidaya : Penguasaan teknologi oleh
pembudidaya di Kawasan Minapolitan Kecamatan Wajak rendah (dibawah 50
%), berikut adalah kondisi eksisting diketahui bahwa penguasaan teknologi oleh
pembudidaya (Skor rata-rata 0,14):
Tabel 4. 171
Data Atribut Penguasaan Teknologi oleh Pembudidaya Eksisting
Nama Desa Jumlah Teknologi Teknologi Teknologi Prosentase
Pembudidaya Budidaya Pakan Olahan penguasaan
(Jiwa) Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak teknologi oleh
pembudidaya
Blayu 13 0 13 5 8 1 12 15,38%
Bringin 24 0 24 1 23 0 24 1,39%
Wajak 8 0 8 2 6 2 6 16,67%
Dadapan 5 0 5 1 4 0 5 6,67%
Patokpicis 7 0 7 1 6 3 4 19,04%
Codo 9 0 9 1 8 0 9 3,70%
Kidangbang 7 2 5 5 2 1 6 28,57%
e. Dukungan Pemerintah : Terdapat 4 kerjasama antar SKPD untuk
mengembangkan kawasan minapolitan dan 1 sumber pendanaan (Skor rata-
rata 2).
f. Penyerapan Tenaga Kerja : Penyerapan tenaga kerja di Kawasan Minapolitan
Kecamatan Wajak rendah, yang terserap hanya 35 orang dari 7 desa di Kawasan
Minapolitan Kecamatan Wajak (Skor rata-rata 0,57).
g. Penerapan CBIB : Penerapan CBIB di Kawasan Minapolitan Kecamatan
Wajak masih rendah, hanya terdapat 1 desa yang pembudidayanya menerapkan
CBIB, yaitu Desa Blayu (Skor rata-rata 0,14).
h. Pengolahan Limbah : Belum ada pembudidaya yang mengolah limbah di
Kawasan Minapolitan Kecamatan Wajak (Skor rata-rata 0).
i. Ketersediaan pakan : Ketersediaan pakan sudah baik karena pembudidaya
tidak pernah kesulitan pakan dan pakan selalu tersedia, namun yang menjadi
kendala bagi pembudidaya adalah harga pakan yang terus meningkat menjadi
beban bagi pembudidaya (Skor rata-rata 3).
j. Industri Pengolahan : Belum ada industri pengolahan di Kawasan Minapolitan
Kecamatan Wajak, namun terdapat 2 teknologi pengolahan produk perikanan
di Kawasan Minapolitan Kecamatan Wajak yaitu di Desa Blayu dan Desa
Patokpicis. Industri pengolahan baru akan dibangun apabila Pusat Pengelolaan
Minapolitan telah direalisasikan (Skor rata-rata 0).
166

k. Pasar Benih : Belum ada pasar benih di Kawasan Minapolitan Kecamatan


Wajak (Skor rata-rata 1).
l. Teknologi Pengolahan Produk Perikanan : terdapat 2 teknologi pengolahan
produk perikanan di Desa Blayu dan Desa Patokpicis yang belum dimanfaatkan
secara optimal (Skor rata-rata 0,28).
3. Setelah teridentifikasi faktor-faktor kunci, selanjutnya adalah penilaian pengaruh
langsung antar faktor/atribut oleh pakar. Penilaian dilakukan untuk mengetahui
keterkaitan antar faktor dan faktor manakah yang memiliki pengaruh terbesar.
Berikut pedoman penilaian pengaruh antar atribut.
Tabel 4. 172
Penilaian Atribut
No Skor Pengaruh
1 0 Tidak ada pengaruh
2 1 Berpengaruh kecil
3 2 Berpengaruh sedang
4 3 Berpengaruh sangat kuat
Sumber: Hardjomidjojo (2002)
Hasil penilaian oleh pakar terdapat pada lampiran 4. Selanjutnya hasil penilaian
diolah dengan analisis prospektif (Software MICMAC). Berikut adalah hasil analisis
pengaruh antar faktor pada 12 faktor yang disajikan dalam 4 kuadran.

Gambar 4. 16 Hasil Analisis MICMAC Atribut Keberlanjutan Minapolitan Wajak


Berdasarkan diagram diatas diketahui bahwa:
a. Faktor yang terdapat pada kuadran I (peubah penentu/faktor penentu) yaitu
penguasaan pembudidaya pada teknologi, dimana atribut yang terdapat pada
kuadran I merupakan faktor yang paling berpengaruh dan tingkat
ketergantungannya pada variabel lain tergolong rendah sehingga faktor ini akan
digunakan sebagai faktor kunci.
167

b. Faktor yang terdapat pada kuadran II (faktor penghubung) yaitu harga jual,
Dukungan SDM, Industri Pengolahan, Keuntungan Pembudidaya, Dukungan
Pemerintah dan penerapan CBIB. Atribut yang terdapat pada kuadran II
merupakan faktor yang menjadi pendukung faktor kunci.
c. Faktor yang terdapat pada kuadran III (faktor terikat) yaitu penyerapan tenaga
kerja. Atribut yang terdapat pada kuadran III merupakan faktor yang
berpengaruh kecil terhadap faktor kunci.
d. Faktor yang terdapat pada kuadran IV (peubah bebas/faktor bebas) yaitu
teknologi pengolahan produk perikanan daya dukung pakan, pengolahan
limbah, dan keberadaan pasar benih. Faktor ini merupakan faktor yang tidak
berpengaruh sama sekali. Faktor-faktor yang selanjutnya akan digunakan
untuk membuat strategi untuk meningkatkan indeks dibatasi pada faktor
yang terdapat pada kuadran I dan II, karena faktor yang terdapat pada
kuadran I dan II merupakan faktor paling berpengaruh pada indeks
keberlanjutan (Wibowo, 2010).
4. Setelah ditetapkan faktor yang akan digunakan untuk membuat strategi, selanjutnya
adalah membuat prediksi keadaan yang mungkin terjadi pada faktor. Keadaan setiap
faktor memiliki peluang sangat besar untuk terjadi. Berikut keadaan yang mungkin
terjadi pada faktor dimasa yang akan datang :
Tabel 4. 173
Keadaan Faktor-Faktor Kunci Keberlanjutan Minapolitan Wajak
Faktor Keadaan
Membaik Tetap Memburuk
Penguasaan 1A 1B 1C
Teknologi a. Semua pembudidaya bisa menguasai teknologi Penguasaan pembudidaya pada teknologi masih -
budidaya perikanan dan pakan. seperti eksisting.
b. Semua pembudidaya bisa menguasai teknologi
pakan.
Harga jual 2A 2B -
Nilai harga jual meningkat. Nilai harga jual tetap.
Sumber 3A 3B 3C
Daya a. Jumlah pembudidaya perikanan di Kawasan Jumlah pembudidaya tetap serta prosentase -
Manusia Minapolitan Kecamatan Wajak meningkat dari 73 kemampuan dalam mengolah sama seperti
(SDM) pembudidaya menjadi 103 pembudidaya dan eksisting.
semuanya memiliki kemampuan untuk membuat
olahan:
- Blayu dari 13 pembudidaya menjadi 18
pembudidaya
- Bringin 24 pembudidaya
- Wajak 8 pembudidaya menjadi 13
pembudidaya
- Dadapan 5 pembudidaya menjadi 10
pembudidaya
- Patokpicis 7 pembudidaya menjadi 12
pembudidaya
- Codo 9 pembudidaya menjadi 14
pembudidaya
168

Faktor Keadaan
Membaik Tetap Memburuk
- Kidangbang 7 pembudidaya menjadi 12
pembudidaya
b. Jumlah pembudidaya perikanan di Kawasan
Minapolitan Kecamatan Wajak meningkat dari 73
pembudidaya menjadi 103 pembudidaya, namun
belum semua memiliki kemampuan pendanaan.
Industri 4A 4B -
pengolahan a. Terdapat 2 industri pengolahan yang terdapat di Belum ada industri pengolahan.
Desa Blayu dan Desa Patokpicis.
b. Terdapat 1 industri pengolahan yang terdapat di
Desa Blayu.
Keuntungan 5A 5B -
pembudidaya a. Keuntungan yang diperoleh pembudidaya Keuntungan pembudidaya tetap.
meningkat 25 persen/ tahun.
b. Keuntungan yang diperoleh pembudidaya
meningkat 10 persen/ tahun.
Dukungan 6A 6B 6C
pemerintah Dukungan pendanaan meningkat, tidak hanya berasal Dukungan tetap, pendanaan berasal dari APBD -
dari APBD Kabupaten Malang namun dari Provinsi Kabupaten Malang dan kerjasama dilakukan oleh
Jawa Timur dan Pusat, dan kerjasama dilakukan oleh 4 4 instansi yaitu Dinas Pertanian, Dinas
instansi yaitu Dinas Pertanian, Dinas Perikanan, Badan Perikanan, Badan Pertanahan Kabupaten Malang
Pertanahan Kabupaten Malang dan BAPPEDA dan BAPPEDA Kabupaten Malang.
Kabupaten Malang.
Penerapan 7A 7B 7C
CBIB Jumlah penerapan CBIB meningkat, semua Jumlah pembudidaya yang menerapkan CBIB -
pembudidaya sudah menerapkan CBIB. tetap.
Keterangan:
A : Kode untuk faktor/atribut yang kondisinya semakin baik
B : Kode untuk faktor/atribut yang kondisinya tetap
C : Kode untuk faktor/atribut yang kondisinya memburuk

5. Membangun skenario. Skenario dibangun keadaan yang diprediksikan, dapat


dirumuskan tiga kelompok skenario yang berpeluang besar terjadi, yaitu :
a. Skenario pesimis, kondisi sama seperti kondisi eksisting.
b. Skenario moderat, kondisi membaik dengan melakukan perbaikan pada beberapa
atribut-atribut kunci, sehingga strategi yang disusun akan dibuat untuk
meningkatkan tingkat keberlanjutan.
c. Skenario optimis, kondisi membaik dengan melakukan perbaikan terhadap seluruh
atribut-atribut kunci, sehingga strategi yang disusun akan dibuat untuk
meningkatkan tingkat keberlanjutan semaksimal mungkin.
Penyusunan skenario pesimis dan moderat ini dilakukan
Adapun skenario disusun seperti Tabel 4.178.
Tabel 4. 174
Skenario Peningkatan Keberlanjutan Minapolitan Wajak
No Skenario Keadaan Atribut Ranking
1 Kondisi sekarang 1B-2B-3B-4B-5B-6B-7B -
2 Pesimis 1B-2B-3B-4B-5B-6B-7B 3
3 Moderat 1Ab-2B-3Ab-4Ab-5Ab-6B-7B 2
4 Optimis 1Aa-2A-3Aa-4Aa-5Aa-6A-7A 1
Keterangan:
A : Kode untuk faktor/atribut yang kondisinya semakin baik
B : Kode untuk faktor/atribut yang kondisinya tetap
C : Kode untuk faktor/atribut yang kondisinya memburuk
169

6. Analisis skenario dan penyusunan strategi. Penyusunan strategi didasarkan pada


pencapaian skenario yang diinginkan. Berikut strategi setiap skenario:
a. Skenario pesimis
Skenario pesimis adalah keadaan yang diprediksikan akan tetap sama seperti kondisi
eksisting. Tidak ada perubahan skor pada skenario pesimis, karena diasumsikan
bahwa keadaan yang diprediksikan tetap seperti kondisi eksisting, sehingga nilai
indeks keberlanjutan pada skenario pesimis sama dengan indeks keberlanjutan
eksisting, seperti pada Tabel 4.176:
Tabel 4. 175
Perubahan Nilai Indeks Keberlanjutan Skenario Pesimis
Indeks Keberlanjutan Keterangan Indeks Keberlanjutan Skenario Keterangan
Eksisting Pesimis
Dimensi Ekonomi (45,22 %) Kurang Dimensi Ekonomi (45,22 %) Kurang
berkelanjutan berkelanjutan
Dimensi Sosial dan Kurang Dimensi Sosial dan Kelembagaan Kurang
Kelembagaan (46,02 %) berkelanjutan (46,02 %) berkelanjutan
Dimensi Ekologi (74,92 %) Kurang Dimensi Ekologi (74,92 %) Kurang
berkelanjutan berkelanjutan
Dimensi Teknologi dan Kurang Dimensi Teknologi dan Kurang
Infrastruktur (39,40 %) berkelanjutan Infrastruktur (39,40 %) berkelanjutan
Meskipun tidak perubahan yang ditargetkan, namun agar kondisi sekurang-kurangnya
sama dengan kondisi eksisting dan tidak terjadi penurunan ke kondisi yang lebih buruk
maka dilakukan upaya sebagai berikut:
1. Penguasaan teknologi oleh pembudidaya
a. Keadaan : Penguasaan pembudidaya pada teknologi tetap
b. Perubahan skor : Tidak ada (Skor rata-rata 0,14)
c. Strategi :Sosialisasi pemanfaatan alat pakan kepada pembudidaya,
sehingga alat pakan terdapat di Kawasan Minapolitan Wajak dapat dimanfaatkan
dan pembudidaya yang menguasai alat pakan bisa bertambah.
2. Harga jual
a. Keadaan : Nilai harga jual tetap fluktuatif dengan skor rata-rata 1
b. Perubahan skor : Tidak ada (Skor rata-rata 1)
c. Strategi : Tetap mengikuti harga jual yang berlaku dipasaran.
3. Sumber Daya Manusia (SDM)
a. Keadaan : Jumlah pembudidaya tetap dan pembudidaya yang memiliki
kemampuan membuat olahan pun tetap
b. Perubahan skor : Tidak ada (Skor rata-rata 0,35)
c. Strategi :Monitoring dan kerjasama dari pemerintah dengan kelompok
perikanan agar pembudidaya yang masih aktif tidak berhenti menjadi pembudidaya.
170

4. Industri pengolahan
a. Keadaan : Belum ada industri pengolahan
b. Perubahan skor : Tidak ada (Skor rata-rata 0)
c. Strategi :Mengadakan penyuluhan pembuatan olahan produk
perikanan dengan memanfaatkan alat olahan di Kawasan Minapolitan Wajak.
5. Keuntungan pembudidaya
a. Keadaan : Keuntungan pembudidaya tetap
b. Perubahan skor : Tidak ada (Skor rata-rata 0,71)
c. Strategi :Monitoring dan kerjasama dari pemerintah dengan kelompok
perikanan agar pembudidaya berusaha meningkatkan kualitas dan kuantitas produk.
6. Dukungan pemerintah
a. Keadaan : Dukungan pemerintah tetap
b. Perubahan skor : Tidak ada (Skor rata-rata 2)
c. Strategi :Monitoring dan kerjasama dari pemerintah dengan kelompok
perikanan untuk melihat perkembangan kegiatan perikanan di Kawasan
Minapolitan Kecamatan Wajak.
7. Penerapan CBIB
a. Keadaan : Jumlah pembudidaya yang menerapkan CBIB tetap
b. Perubahan skor : Tidak ada (Skor rata-rata 0,14)
c. Strategi :Monitoring dan kerjasama dari pemerintah dengan kelompok
perikanan.
Gambar 4. 17 Akar Tujuan Skenario Pesimis

171
171
172

Gambar 4.18 menunjukan bahwa :


1) Tujuan skenario pesimis adalah mempertahankan keberlanjutan kawasan
minapolitan Kecamatan Wajak dengan nilai indeks 51, 39 %
2) Guna mempertahankan indeks keberlanjutan kawasan minapolitan Kecamatan
Wajak maka akan nilai indeks setiap dimensi keberlanjutan dipertahankan, dimensi
ekonomi sebesar 45,22 %, dimensi sosial-kelembagaan sebesar 46,02 %, dimensi
ekologi sebesar 74,92 %, dan dimensi teknologi-infrastruktur sebesar 39,40 %.
a) Guna mempertahankan keberlanjutan dimensi ekonomi maka skor atribut harga
jual, Sumber Daya Manusia (SDM) dan keuntungan pembudidaya tetap seperti
eksisting, strategi yang dijalankan agar kondisi atribut tidak menurun adalah
tetap mengikuti harga jual pasar, berupaya meningkatkan kuantitas produk, dan
monitoring dari pemerintah agar jumlah pembudidaya tidak berkurang lagi.
b) Guna mempertahankan keberlanjutan dimensi sosial dan kelembagaan maka
skor dan kondisi atribut penguasaan teknologi dan dukungan pemerintah tetap
seperti eksisting. Adapun skor penguasaan teknologi dipertahankan dengan
melakukan sosialisasi kembali pemanfaatan alat pakan dan dukungan
pemerintah dipertahankan dengan terus melakukan monitoring dari pemerintah
dengan kelompok perikanan.
c) Guna mempertahankan keberlanjutan dimensi ekologi maka skor dan kondisi
atribut penerapan CBIB tetap seperti eksisting, dengan monitoring dari
pemerintah agar pembudidaya yang menerapkan CBIB tidak berkurang.
d) Guna mempertahankan keberlanjutan dimensi teknologi dan infrastruktur maka
skor dan kondisi atribut industri pengolahan seperti eksisting.
Kelebihan pada skenario ini adalah hanya sedikit upaya yang harus dilakukan
sehingga tidak akan banyak mengeluarkan biaya dan tenaga untuk meningkatkan
kondisi keberlanjutan di kawasan minapolitan Kecamatan Wajak.
b. Skenario Moderat
Skenario moderat merupakan skenario yang memprediksikan keadaan akan membaik
dengan perbaikan pada beberapa faktor untuk meningkatkan indeks keberlanjutan.
Berikut adalah asumsi perubahan skor eksisting pada skor skenario moderat.
1. Harga jual
a. Keadaan dan skor eksisting : Nilai harga jual fluktuatif (skor rata-rata 1)
b. Keadaan dan skor moderat : Nilai harga jual tetap fluktuatif (skor rata-
rata 1)
173

2. Sumber Daya Manusia


a. Keadaan dan skor eksisting : Hanya terdapat 73 pembudidaya ikan di
Kawasan Minapolitan Kecamatan Wajak dan rata-rata belum memiliki
keterampilan dalam membuat olahan (Skor rata-rata 0,35). Berikut adalah
kondisi setiap desa:
1) Blayu terdapat 13 pembudidaya dan hanya 1 pembudidaya yang memiliki
keterampilan dalam membuat olahan.
2) Bringin terdapat 24 pembudidaya dan tidak ada yang memiliki keterampilan
dalam membuat olahan.
3) Wajak terdapat 8 pembudidaya dan hanya 2 pembudidaya yang memiliki
keterampilan dalam membuat olahan.
4) Dadapan terdapat 5 pembudidaya dan tidak ada yang memiliki keterampilan
dalam membuat olahan.
5) Patokpicis terdapat 7 pembudidaya dan hanya 3 pembudidaya yang memiliki
keterampilan dalam membuat olahan.
6) Codo terdapat 9 pembudidaya dan tidak ada yang memiliki keterampilan
dalam membuat olahan.
7) Kidangbang terdapat 7 pembudidaya dan hanya 1 pembudidaya yang
memiliki keterampilan dalam membuat olahan.
b. Keadaan dan skor moderat : Jumlah pembudidaya di Kawasan
Minapolitan Kecamatan Wajak meningkat dari 73 pembudidaya menjadi 103
pembudidaya, namun belum semua memiliki kemampuan membuat olahan.
Diasumsikan akan bertambah 5 orang pembudidaya disetiap desa, sehingga
jumlah pembudidaya disetiap desa adalah sebagai berikut (Skor rata-rata 1,42).
1) Blayu dari 13 pembudidaya meningkat menjadi 18 pembudidaya
2) Bringin dari 24 pembudidaya tetap 24 pembudidaya
3) Wajak dari 8 pembudidaya meningkat menjadi 13 pembudidaya
4) Dadapan dari 5 pembudidaya meningkat menjadi 10 pembudidaya
5) Patokpicis dari 7 pembudidaya meningkat menjadi 12 pembudidaya
6) Codo dari 9 pembudidaya meningkat menjadi 14 pembudidaya
7) Kidangbang terdapat 7 pembudidaya meningkat menjadi 12 pembudidaya
3. Penguasaan teknologi oleh pembudidaya
a. Keadaan dan skor eksisting : Penguasaan teknologi oleh pembudidaya
pada kondisi eksisting adalah sebagai berikut.
174

Tabel 4. 176
Data Atribut Penguasaan Teknologi oleh Pembudidaya Eksisting
Nama Desa Jumlah Teknologi Teknologi Teknologi Prosentase Skor
Pembudidaya Budidaya Pakan Olahan keseluruhan
(Jiwa) Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak
Blayu 13 0 13 5 8 1 12 15,38% 0
Bringin 24 0 24 1 23 0 24 1,39% 0
Wajak 8 0 8 2 6 2 6 16,67% 0
Dadapan 5 0 5 1 4 0 5 6,67% 0
Patokpicis 7 0 7 1 6 3 4 19,04% 0
Codo 9 0 9 1 8 0 9 3,70% 0
Kidangbang 7 0 7 5 2 1 6 28,57% 1
Skor rata-rata penguasaan teknologi oleh pembudidaya adalah 0,14 yang
menunjukan bahwa rata-rata penguasaan teknologi oleh pembudidaya di
Kawasan Minapolitan Kecamatan Wajak sangat rendah (dibawah 25 %).
b. Keadaan dan skor moderat : Penguasaan teknologi oleh pembudidaya di
Kawasan Minapolitan Kecamatan Wajak akan ditingkatkan dengan target semua
pembudidaya bisa menguasai teknologi pakan. Berikut adalah perubahan
prosentase dan skor pada skenario moderat:
Tabel 4. 177
Data Atribut Penguasaan Teknologi oleh Pembudidaya Skenario Moderat
Nama Desa Jumlah Teknologi Teknologi Teknologi Prosentase Skor
Pembudidaya Budidaya Pakan Olahan keseluruhan
(Jiwa) Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak
Blayu 13 0 13 13 0 1 12 35,90% 1
Bringin 24 0 24 24 0 0 24 33,33% 1
Wajak 8 0 8 8 0 2 6 41,67% 1
Dadapan 5 0 5 5 0 0 5 33,33% 1
Patokpicis 7 0 7 7 0 3 4 47,62% 1
Codo 9 0 9 9 0 0 9 33,33% 1
Kidangbang 7 0 7 7 0 1 6 38,10% 1
Skor rata-rata penguasaan teknologi oleh pembudidaya adalah 1 yang
menunjukan bahwa rata-rata penguasaan teknologi oleh pembudidaya di
Kawasan Minapolitan Kecamatan Wajak meningkat antara 25% - 50 %.
4. Industri pengolahan
a. Keadaan dan skor eksisting : Belum ada industri pengolahan.
Tabel 4. 178
Data Atribut Industri Pengolahan Eksisting
Nama Desa Industri pengolahan Skor Klasifikasi
Blayu 0 0 Sangat Rendah
Bringin 0 0 Sangat Rendah
Wajak 0 0 Sangat Rendah
Dadapan 0 0 Sangat Rendah
Patokpicis 0 0 Sangat Rendah
Codo 0 0 Sangat Rendah
Kidangbang 0 0 Sangat Rendah
Skor rata-rata industri pengolahan adalah 0.
b. Keadaan dan skor moderat : Terdapat 1 industri pengolahan yang
terdapat di Desa Patokpicis. Industri ini berupa UMKM yang diaktifkan kembali
dengan memanfaatkan alat olahan yang ada di Desa Patokpicis.
175

Tabel 4. 179
Data Atribut Industri Pengolahan Skenario Moderat
Nama Desa Industri pengolahan Skor Klasifikasi
Blayu 0 0 Sangat Rendah
Bringin 0 0 Sangat Rendah
Wajak 0 0 Sangat Rendah
Dadapan 0 0 Sangat Rendah
Patokpicis 1 1 Rendah
Codo 0 0 Sangat Rendah
Kidangbang 0 0 Sangat Rendah
Skor rata-rata industri pengolahan skenario moderat adalah 0,1.
5. Keuntungan pembudidaya
a. Keadaan dan skor eksisting : Kondisi keuntungan pembudidaya:
Tabel 4. 180
Data Atribut Keuntungan pembudidaya Eksisting
Nama Desa Rata-rata Keuntungan Pembudidaya Skor Keterangan
Blayu Rp 11.361.200 1 Tinggi
Bringin Rp 3.000.000 0 Rendah
Wajak Rp 7.537.500 1 Rendah
Dadapan Rp 2.700.000 0 Sangat Rendah
Patokpicis Rp 10.217.143 1 Rendah
Codo Rp 6.476.667 1 Rendah
Kidangbang Rp 8.453.143 1 Rendah
Skor rata-rata keuntungan pembudidaya adalah 0,71 yang menunjukan
bahwa rata-rata keuntungan pembudidaya di Kawasan Minapolitan Kecamatan
Wajak sangat rendah.
b. Keadaan dan skor moderat : Keuntungan pembudidaya di Kawasan
Minapolitan Kecamatan Wajak akan ditingkatkan dengan target pendapatan
meningkat 10 %. Berikut adalah perubahan keuntungan dan skor pada skenario
moderat:
Tabel 4. 181
Data Atribut Keuntungan pembudidaya Skenario Moderat
Nama Desa Rata-rata Keuntungan Pembudidaya Skor Keterangan
Blayu Rp 13.558.417 2 Tinggi
Bringin Rp 3.533.750 0 Rendah
Wajak Rp 8.291.250 1 Rendah
Dadapan Rp 4.312.000 0 Sangat Rendah
Patokpicis Rp 11.238.857 2 Rendah
Codo Rp 7.124.333 1 Rendah
Kidangbang Rp 9.298.457 1 Rendah
Skor rata-rata keuntungan pembudidaya adalah 1 yang menunjukan bahwa
rata-rata keuntungan pembudidaya di Kawasan Minapolitan Kecamatan Wajak
rendah.
176

6. Dukungan pemerintah
a. Keadaan dan skor eksisting : Dukungan pemerintah tetap, yaitu 1 sumber
pendanaan dan 4 kerjasama antar SKPD (Skor rata-rata 2)
b. Keadaan dan skor moderat : Dukungan pemerintah tetap, yaitu 1 sumber
pendanaan dan 4 kerjasama antar SKPD (Skor rata-rata 2)
7. Penerapan CBIB
a. Keadaan dan skor eksisting : Penerapan CBIB di Kawasan Minapolitan
Kecamatan Wajak masih rendah, hanya terdapat 1 desa yang pembudidayanya
menerapkan CBIB, yaitu Desa Blayu (Skor rata-rata 0,14)
b. Keadaan dan skor moderat : Penerapan CBIB di Kawasan Minapolitan
Kecamatan Wajak masih rendah, hanya terdapat 1 desa yang pembudidayanya
menerapkan CBIB, yaitu Desa Blayu (Skor rata-rata 0,14)
Setelah ditetapkan skor untuk skenario moderat, selanjutnya skor tersebut disimulasikan
kembali dengan rapfish, sehingga diperoleh perubahan indeks keberlanjutan kawasan
minapolitan pada skenario moderat adalah:
Tabel 4. 182
Perubahan Nilai Indeks Keberlanjutan Skenario Moderat
Indeks Keberlanjutan Keterangan Indeks Keberlanjutan Keterangan
Eksisting Skenario Moderat
Dimensi Ekonomi (45,22 %) Kurang Dimensi Ekonomi (47,87%) Kurang
berkelanjutan berkelanjutan
Dimensi Sosial dan Kurang Dimensi Sosial dan Cukup
Kelembagaan (46,02 %) berkelanjutan Kelembagaan (50,81%) berkelanjutan
Dimensi Ekologi (74,92 %) Cukup berkelanjutan Dimensi Ekologi (74,92%) Cukup
berkelanjutan
Dimensi Teknologi dan Kurang Dimensi Teknologi dan Kurang
Infrastruktur (39,40 %) berkelanjutan Infrastruktur (39,95%) berkelanjutan
Berdasarkan Tabel 4.184 diketahui bahwa terdapat perubahan indeks keberlanjutan
dimensi ekonomi dari 45,22 % menjadi 47,87 %, dimensi sosial dan kelembagaan dari
46,02 % menjadi 50,81 %, dimensi teknologi dan infrastruktur dari 39,40 % menjadi
39,95%, sedangkan dimensi ekologi tidak ada perubahan nilai indeks keberlanjutan karena
tidak perubahan skor. Selanjutnya dihitung perubahan indeks keberlanjutan, dimana pada
eksisting indeks keberlanjutan secara keseluruhan adalah 51,39 %., sedangkan pada
skenario moderat meningkat menjadi 53, 38 %. Guna mencapai target perubahan yang
diinginkan maka akan disusun strategi untuk mewujudkan kondisi yang diharapkan.
Strategi diperoleh dari hasil diskusi bersama pakar (Lampiran 4), adapun strategi untuk
mencapai kondisi/keadaan pada skenario moderat adalah sebagai berikut :
177

1. Penguasaan teknologi oleh pembudidaya


a. Keadaan : Semua pembudidaya bisa menguasai teknologi pakan.
b. Perubahan Skor : Skor rata-rata awal 0,14 menjadi 1.
c. Strategi : Pemberian alat pakan pada semua kelompok dan pelatihan
membuat pakan sehingga pembudidaya yang menguasai alat pakan bisa bertambah.
2. Harga jual
a. Keadaan : Nilai harga jual tetap fluktuatif.
b. Perubahan skor : Skor rata-rata awal 1 tetap 1.
c. Strategi : Tetap mengikuti harga jual yang berlaku dipasaran.
3. Sumber Daya Manusia (SDM)
a. Keadaan : Jumlah pembudidaya di Kawasan Minapolitan Kecamatan
Wajak meningkat dari 73 pembudidaya menjadi 103 pembudidaya, namun belum
semua memiliki kemampuan membuat olahan.
b. Perubahan skor : Skor rata-rata awal 0,35 menjadi 1,42
c. Strategi : 1) Pemberian alat pakan dan pelatihan membuat pakan agar
pembudidaya tetap mau menjalankan usaha, 2) Pemberian bantuan benih ikan dan
bahan untuk membuat pakan agar pembudidaya tetap mau menjalankan usaha.
4. Industri pengolahan
a. Keadaan : Terdapat 1 industri pengolahan yang terdapat di Desa Blayu.
b. Perubahan skor : Skor rata-rata awal 0 menjadi 0,1
c. Strategi : 1) Mengadakan pelatihan dan 2) memanfaatkan kembali alat
olahan di pondok pesantren di Desa Patokpicis untuk membuat olahan.
5. Keuntungan pembudidaya
a. Keadaan : Keuntungan pembudidaya meningkat 10 %.
b. Perubahan skor : Skor rata-rata awal 0,71 menjadi 1
c. Strategi : 1) Pemberian alat pakan pada setiap kelompok dan pelatihan
membuat pakan agar pembudidaya bisa mengurangi pengeluaran dari kegiatan
perikanan, 2) Pembudidaya berupaya meningkatkan kuantitas dan kualitas hasil
perikanan dengan menggunakan probiotik atau bahan tambahan lain yang
mempunyai pengaruh yang menguntungkan.
6. Dukungan pemerintah
a. Keadaan : Dukungan pemerintah berupa tetap pendanaan berasal dari
1 pendanaan dan kerjasama dilakukan oleh 4 instansi.
b. Perubahan skor : Skor rata-rata awal 2 tetap 2
178

c. Strategi : Masyarakat menunjukkan minat dan hasil dari perikanan


yang dijalankan, sehingga pemerintah tetap memberikan dukungan kepada
masyarakat untuk menjalankan kegiatan perikanan.
7. Penerapan CBIB
a. Keadaan : Penerapan CBIB rendah, hanya terdapat 1 desa yang
pembudidayanya menerapkan CBIB, yaitu Desa Blayu.
b. Perubahan skor : Skor rata-rata awal 0,14 tetap 0,14
c. Strategi : Monitoring dan kerjasama dari pemerintah dengan
kelompok perikanan.
Gambar 4. 18 Akar Tujuan Skenario Moderat

179
180

Gambar 4.19 menunjukan bahwa :


1) Tujuan skenario moderat adalah meningkatkan keberlanjutan kawasan minapolitan
Kecamatan Wajak dengan nilai indeks 53,38 %.
2) Guna meningkatkan indeks keberlanjutan kawasan minapolitan Kecamatan Wajak
maka akan nilai indeks keberlanjutan dimensi ekonomi ditingkatkan menjadi 47,87
%, dimensi sosial-kelembagaan ditingkatkan menjadi 50,81 %, dimensi ekologi tetap
74,92 %, dan dimensi teknologi-infrastruktur ditingkatkan menjadi 39,95 %.
a) Guna meningkatkan keberlanjutan dimensi ekonomi maka diupayakan untuk
meningkatkan jumlah pembudidaya dan keuntungan pembudidaya sehingga
kemudian terdapat peningkatan skor atribut SDM menjadi 0,71 dan keuntungan
pembudidaya menjadi 1, adapun strategi yang dilakukan adalah dengan
meningkatkan kualitas dan kuantitas panen, memberikan bantuan benih ikan dan
alat pakan.
b) Guna meningkatkan keberlanjutan dimensi sosial dan kelembagaan maka
diupayakan untuk meningkatkan penguasaan teknologi oleh pembudidaya
dengan memberikan alat pakan dan mempertahankan dukungan pemerintah
sehingga terdapat peningkatan skor atribut penguasaan teknologi oleh
pembudidaya menjadi 1 dan dukungan pemerintah dengan skor 2.
c) Guna mempertahankan keberlanjutan dimensi ekologi maka skor atribut
penerapan CBIB tetap seperti eksisting dengan melakukan monitoring dari
pemerintah kepada kelompok yang menerapkan CBIB.
d) Guna meningkatkan keberlanjutan dimensi teknologi dan infrastruktur maka
diupayakan untuk mengaktifkan kembali 1 industri pengolahan di kawasan
minapolitan Kecamatan Wajak, sehingga terdapat peningkatan skor atribut
industri pengolahan menjadi 0,1.
Kelebihan pada skenario ini adalah akan ada peningkatan indeks keberlanjutan
meskipun tidak maksimal, namun diperlukan upaya untuk meningkatkan kondisi
keberlanjutan di kawasan minapolitan Kecamatan Wajak.
c. Skenario optimis
Skenario optimis merupakan kondisi yang diharapkan terjadi. Skenario optimis
merupakan keadaan terbaik yang mungkin dapat dicapai dalam jangka waktu 5-10 tahun
ke depan. Skenario optimis melakukan perbaikan terhadap seluruh atribut-atribut kunci
untuk meningkatkan atau mempertahankan indeks keberlanjutan, sehingga akan
dilakukan usaha yang maksimal. Berikut prediksi perubahan skor skenario optimis:
181

1. Harga jual
a. Keadaan dan skor eksisting :Nilai harga jual fluktuatif (skor rata-rata 1)
b. Keadaan dan skor optimis :Nilai harga jual meningkat (skor rata-rata 2)
2. Sumber Daya Manusia
a. Keadaan dan skor eksisting : Hanya terdapat 73 pembudidaya ikan di
Kawasan Minapolitan Kecamatan Wajak dan rata-rata belum memiliki
keterampilan dalam membuat olahan (skor rata-rata 0,35). Berikut adalah
kondisi setiap desa:
1) Blayu terdapat 13 pembudidaya dan hanya 1 pembudidaya yang memiliki
keterampilan dalam membuat olahan.
2) Bringin terdapat 24 pembudidaya dan tidak ada yang memiliki keterampilan
dalam membuat olahan.
3) Wajak terdapat 8 pembudidaya dan hanya 2 pembudidaya yang memiliki
keterampilan dalam membuat olahan.
4) Dadapan terdapat 5 pembudidaya dan tidak ada yang memiliki keterampilan
dalam membuat olahan.
5) Patokpicis terdapat 7 pembudidaya dan hanya 3 pembudidaya yang memiliki
keterampilan dalam membuat olahan.
6) Codo terdapat 9 pembudidaya dan tidak ada yang memiliki keterampilan
dalam membuat olahan.
7) Kidangbang terdapat 7 pembudidaya dan hanya 1 pembudidaya yang
memiliki keterampilan dalam membuat olahan.
b. Keadaan dan skor optimis : Jumlah pembudidaya di Kawasan
Minapolitan Kecamatan Wajak meningkat dari 73 pembudidaya menjadi 103
pembudidaya, namun semua memiliki kemampuan membuat olahan (skor rata-
rata 2,21). Diasumsikan akan bertambah 5 orang pembudidaya disetiap desa,
sehingga jumlah pembudidaya disetiap desa adalah sebagai berikut.
1) Blayu dari 13 pembudidaya meningkat menjadi 18 pembudidaya
2) Bringin dari 24 pembudidaya tetap 24 pembudidaya
3) Wajak dari 8 pembudidaya meningkat menjadi 13 pembudidaya
4) Dadapan dari 5 pembudidaya meningkat menjadi 10 pembudidaya
5) Patokpicis dari 7 pembudidaya meningkat menjadi 12 pembudidaya
6) Codo dari 9 pembudidaya meningkat menjadi 14 pembudidaya
7) Kidangbang terdapat 7 pembudidaya meningkat menjadi 12 pembudidaya
182

3. Penguasaan teknologi oleh pembudidaya


a. Keadaan dan skor eksisting : Penguasaan teknologi oleh pembudidaya pada
kondisi eksisting adalah sebagai berikut.
Tabel 4. 183
Data Atribut Penguasaan Teknologi oleh Pembudidaya Eksisting
Nama Desa Jumlah Teknologi Teknologi Teknologi Prosentase Skor
Pembudidaya Budidaya Pakan Olahan keseluruhan
(Jiwa) Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak
Blayu 13 0 13 5 8 1 12 15,38% 0
Bringin 24 0 24 1 23 0 24 1,39% 0
Wajak 8 0 8 2 6 2 6 16,67% 0
Dadapan 5 0 5 1 4 0 5 6,67% 0
Patokpicis 7 0 7 1 6 3 4 19,04% 0
Codo 9 0 9 1 8 0 9 3,70% 0
Kidangbang 7 0 7 5 2 1 6 28,57% 1
Skor rata-rata penguasaan teknologi oleh pembudidaya adalah 0,14 menunjukan
penguasaan teknologi oleh pembudidaya sangat rendah (dibawah 25 %).
b. Keadaan dan skor optimis : Semua pembudidaya bisa menguasai teknologi
budidaya perikanan dan pakan.
Tabel 4. 184
Data Atribut Penguasaan Teknologi oleh Pembudidaya Skenario Optimis
Nama Desa Jumlah Teknologi Teknologi Teknologi Prosentase Skor
Pembudidaya Budidaya Pakan Olahan keseluruhan
(Jiwa) Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak
Blayu 13 13 0 13 0 1 12 69,23% 2
Bringin 24 24 0 24 0 0 24 66,67% 2
Wajak 8 8 0 8 0 2 6 75,00% 2
Dadapan 5 5 0 5 0 0 5 66,67% 2
Patokpicis 7 7 0 7 0 3 4 80,95% 3
Codo 9 9 0 9 0 0 9 66,67% 2
Kidangbang 7 7 0 7 0 1 6 71,43% 2
Skor rata-rata penguasaan teknologi oleh pembudidaya adalah 2,14
menunjukan penguasaan teknologi oleh pembudidaya meningkat (diatas 50 %).
4. Industri pengolahan
a. Keadaan dan skor eksisting : Belum ada industri pengolahan.
Tabel 4. 185
Data Atribut Industri Pengolahan Eksisting
Nama Desa Industri pengolahan Skor Klasifikasi
Blayu 0 0 Sangat Rendah
Bringin 0 0 Sangat Rendah
Wajak 0 0 Sangat Rendah
Dadapan 0 0 Sangat Rendah
Patokpicis 0 0 Sangat Rendah
Codo 0 0 Sangat Rendah
Kidangbang 0 0 Sangat Rendah
Skor rata-rata industri pengolahan adalah 0.
Keadaan dan skor optimis : Terdapat 2 industri pengolahan yang
terdapat di Desa Patokpicis dan Desa Blayu (Skor rata-rata 0,28)
183

Tabel 4. 186
Data Atribut Industri Pengolahan Skenario Optimis
Nama Desa Industri pengolahan Skor Klasifikasi
Blayu 1 1 Rendah
Bringin 0 0 Sangat Rendah
Wajak 0 0 Sangat Rendah
Dadapan 0 0 Sangat Rendah
Patokpicis 1 1 Rendah
Codo 0 0 Sangat Rendah
Kidangbang 0 0 Sangat Rendah
5. Keuntungan pembudidaya
a. Keadaan dan skor eksisting : Keuntungan pembudidaya
Tabel 4. 187
Data Atribut Keuntungan Pembudidaya Eksisting
Nama Desa Rata-rata Keuntungan Pembudidaya Skor Keterangan
Blayu Rp 11.361.200 1 Tinggi
Bringin Rp 3.000.000 0 Rendah
Wajak Rp 7.537.500 1 Rendah
Dadapan Rp 2.700.000 0 Sangat Rendah
Patokpicis Rp 10.217.143 1 Rendah
Codo Rp 6.476.667 1 Rendah
Kidangbang Rp 8.453.143 1 Rendah
Skor rata-rata keuntungan pembudidaya adalah 0,71 yang menunjukan
bahwa rata-rata keuntungan pembudidaya di Kawasan Minapolitan Kecamatan
Wajak sangat rendah.
b. Keadaan dan skor optimis : Keuntungan yang diperoleh pembudidaya
meningkat 20 %.
Tabel 4. 188
Data Atribut Keuntungan Pembudidaya Skenario Optimis
Nama Desa Rata-rata Keuntungan Pembudidaya Skor Keterangan
Blayu Rp 15.407.292 2 Tinggi
Bringin Rp 4.015.625 0 Rendah
Wajak Rp 9.421.875 1 Rendah
Dadapan Rp 4.900.000 0 Sangat Rendah
Patokpicis Rp 12.771.429 2 Rendah
Codo Rp 8.095.833 1 Rendah
Kidangbang Rp 10.566.429 1 Rendah
Skor rata-rata keuntungan pembudidaya adalah 1 yang menunjukan bahwa
rata-rata keuntungan pembudidaya di Kawasan Minapolitan Wajak rendah.
6. Dukungan pemerintah
a. Keadaan dan skor eksisting : Dukungan pemerintah yaitu 1 sumber
pendanaan dan 4 kerjasama antar SKPD.
Tabel 4. 189
Data Atribut Dukungan Pemerintah Eksisting
Nama Desa Kerjasama Skor Pendanaan Skor Total Rata-rata Klasifikasi
Blayu Terdapat 4 3 Terdapat 1 1 4 2 Sedang
Bringin kerjasama 3 sumber 1 4 2 Sedang
Wajak 3 pendanaan 1 4 2 Sedang
Dadapan 3 1 4 2 Sedang
Patokpicis 3 1 4 2 Sedang
Codo 3 1 4 2 Sedang
Kidangbang 3 1 4 2 Sedang
Skor rata-rata dukungan pemerintah adalah 2.
184

b. Keadaan dan skor optimis : Dukungan pendanaan meningkat, tidak


hanya berasal dari APBD Kabupaten Malang namun dari Provinsi Jawa Timur
dan Pusat, dan kerjasama dilakukan oleh 4 instansi yaitu Dinas Pertanian, Dinas
Perikanan, Badan Pertanahan Kabupaten Malang dan BAPPEDA Kabupaten
Malang.
Tabel 4. 190
Data Atribut Dukungan Pemerintah Skenario Optimis
Nama Desa Kerjasama Skor Pendanaan Skor Total Rata-rata Klasifikasi
Blayu Terdapat 4 3 Terdapat 2 2 5 2,5 Tinggi
Bringin kerjasama 3 sumber 2 5 2,5 Tinggi
Wajak 3 pendanaan 2 5 2,5 Tinggi
Dadapan 3 2 5 2,5 Tinggi
Patokpicis 3 2 5 2,5 Tinggi
Codo 3 2 5 2,5 Tinggi
Kidangbang 3 2 5 2,5 Tinggi
Skor rata-rata dukungan pemerintah adalah 2,5.
7. Penerapan CBIB
a. Keadaan dan skor eksisting : Jumlah pembudidaya yang menerapkan
CBIB tetap, hanya terdapat di Desa Blayu (Skor rata-rata 0,14)
b. Keadaan dan skor optimis : Jumlah penerapan CBIB meningkat, semua
pembudidaya sudah menerapkan CBIB. (Skor rata-rata 3)
Setelah ditetapkan skor untuk skenario optimis, selanjutnya skor tersebut disimulasikan
kembali dengan Rapfish, sehingga diperoleh perubahan indeks keberlanjutan kawasan
minapolitan pada skenario optimis adalah:
Tabel 4. 191
Perubahan Nilai Indeks Keberlanjutan Skenario Optimis
Indeks Keberlanjutan Keterangan Indeks Keberlanjutan Keterangan
Eksisting Skenario Optimis
Dimensi Ekonomi (45,22 %) Kurang berkelanjutan Dimensi Ekonomi (50,73%) Kurang berkelanjutan
Dimensi Sosial dan Kurang berkelanjutan Dimensi Sosial dan Kurang berkelanjutan
Kelembagaan (46,02 %) Kelembagaan (61,23%)
Dimensi Ekologi (74,92 %) Cukup berkelanjutan Dimensi Ekologi (87,32%) Cukup berkelanjutan
Dimensi Teknologi dan Kurang berkelanjutan Dimensi Teknologi dan Kurang berkelanjutan
Infrastruktur (39,40 %) Infrastruktur (40,46%)
Berdasarkan Tabel 4.195 diketahui bahwa terdapat perubahan indeks keberlanjutan
pada dimensi ekonomi dari 45,22 % menjadi 50,73 %, dimensi sosial dan kelembagaan
dari 46,02 % menjadi 61,23 %, dimensi ekologi dari 74,92 % menjadi 87,32 %, dimensi
teknologi dan infrastruktur dari 39,40 % menjadi 39,95 %. Selanjutnya dihitung
perubahan indeks keberlanjutan, dimana pada eksisting indeks keberlanjutan secara
keseluruhan adalah 51,39 %, sedangkan pada skenario optimis adalah 59,84 %.Guna
mencapai target perubahan yang diinginkan maka akan disusun strategi, adapun strategi
untuk mencapai kondisi pada skenario optimis adalah:
185

1. Penguasaan teknologi
a. Keadaan : Semua pembudidaya bisa menguasai teknologi budidaya
perikanan, olahan dan pakan.
b. Perubahan skor : Skor rata-rata awal 0,14 menjadi 2,14.
c. Strategi : 1) Merealisasikan Pusat Pengelolaan Minapolitan (PPM) 2)
Pemberian alat pakan dan teknologi budidaya perikanan serta sosialisasinya
sehingga pembudidaya yang menguasai alat pakan bisa bertambah.
2. Harga jual
a. Keadaan : Nilai harga jual meningkat dan stabil.
b. Perubahan skor : Skor rata-rata awal 1 menjadi 2.
c. Strategi : 1) Pembudidaya mengatur waktu panen 2) Pembudidaya
membentuk satu komunitas/organisasi pembudidaya ikan dengan tujuan yang sama
untuk meningkatkan kualitas budidaya, pemasaran serta meningkatkan harga
dengan satu keputusan penjualan melalui keputusan komunitas organisasi tesebut,
untuk menghindari harga jual yang berbeda
3. Sumber Daya Manusia (SDM)
a. Keadaan : Jumlah pembudidaya di Kawasan Minapolitan Kecamatan
Wajak meningkat dari 73 pembudidaya menjadi 103 pembudidaya, namun semua
memiliki kemampuan membuat olahan
b. Perubahan skor : Skor rata-rata awal 0,35 menjadi 2,25.
c. Strategi : 1) Merealisasikan Pusat Pengelolaan Minapolitan (PPM) 2)
Pemberian insentif bagi kelompok yang mampu meningkatkan jumlah anggota
pembudidaya dan hasil panen 3) Sosialisasi program usaha pengembangan
minapolitan di lokasi kegiatan 4) Mengadakan pelatihan keterampilan sistem
minabisnis di PPM, dengan melibatkan pembudidaya, PPL dan staff DKP 5)
Pemberian alat pakan dan pelatihan membuat pakan agar pembudidaya tetap mau
menjalankan usaha 6) Pemberian bantuan benih ikan dan bahan untuk membuat
pakan agar pembudidaya tetap mau menjalankan usaha.
4. Industri pengolahan
a. Keadaan : Terdapat 2 industri pengolahan yang terdapat di Desa Blayu
dan Desa Patokpicis.
b. Perubahan skor : Skor rata-rata awal 0 menjadi 0,2.
186

c. Strategi : 1) Pembentukan kelompok untuk menjalankan industri


pengolahan produk perikanan 2) Pengadaan pelatihan tentang pengolahan dan
pemasaran produk perikanan 3) Merealisasikan Pusat Pengelolaan Minapolitan
(PPM) 4) Memanfaatkan ketersediaan alat olahan di pondok pesantren di Desa
Patokpicis dan Desa Blayu yang dapat diaktifkan kembali
5. Keuntungan pembudidaya
a. Keadaan : Keuntungan pembudidaya meningkat 25 %
b. Perubahan skor : Skor rata-rata awal 0,14 menjadi 1.
c. Strategi : 1) Pembudidaya berupaya meningkatkan kuantitas dan
kualitas hasil perikanan dengan menggunakan probiotik atau bahan tambahan lain
yang mempunyai pengaruh yang menguntungkan 2) Pembuatan diversifikasi
produk 3) Membuat pakan mandiri untuk mengurangi biaya produksi sehingga
keuntungan dapat ditingkatkan 4) Pemberian alat pakan pada setiap kelompok dan
pelatihan membuat pakan agar pembudidaya bisa mengurangi pengeluaran dari
kegiatan perikanan.
6. Dukungan pemerintah
a. Keadaan : Dukungan pendanaan meningkat, tidak hanya berasal dari
APBD Kabupaten Malang namun dari Provinsi Jawa Timur dan Pusat, dan
kerjasama dilakukan oleh 4 instansi yaitu Dinas Pertanian, Dinas Perikanan, Badan
Pertanahan Kabupaten Malang dan BAPPEDA Kabupaten Malang.
b. Perubahan skor : Skor rata-rata awal 2 menjadi 2,5.
c. Strategi : 1) Masyarakat menunjukkan minat dan hasil dari perikanan
yang dijalankan, sehingga pemerintah tetap memberikan dukungan kepada
masyarakat untuk menjalankan kegiatan perikanan
7. Penerapan CBIB
a. Keadaan : Jumlah penerapan CBIB meningkat, semua pembudidaya
sudah menerapkan CBIB.
b. Perubahan skor : Skor rata-rata awal 0,14 menjadi 3.
c. Strategi : 1) Mengadakan penyuluhan tentang CBIB 2) Membuat
sertifikat secara berkelompok 3) Monitoring dan kerjasama dari pemerintah dengan
kelompok perikanan.
Gambar 4. 19 Akar Tujuan Skenario Optimis

187
188

Gambar 4.20 menunjukan bahwa:


1. Tujuan skenario optimis adalah meningkatkan keberlanjutan kawasan minapolitan
Kecamatan Wajak dengan nilai indeks 59,93 %.
2. Guna meningkatkan indeks keberlanjutan kawasan minapolitan Kecamatan Wajak
maka akan nilai indeks keberlanjutan dimensi ekonomi ditingkatkan menjadi 50,73
%, dimensi sosial-kelembagaan ditingkatkan menjadi 61,23 %, dimensi ekologi
menjadi 87,32 %, dan dimensi teknologi-infrastruktur menjadi 40,46 %.
3. Guna meningkatkan keberlanjutan dimensi ekonomi maka diupayakan untuk
meningkatkan jumlah pembudidaya, keuntungan pembudidaya dan harga jual,
sehingga kemudian berpengaruh pada peningkatan skor atribut SDM menjadi 2,25
dan keuntungan pembudidaya menjadi 1 dan harga jual tetap dengan skor 2.
4. Guna meningkatkan keberlanjutan dimensi sosial dan kelembagaan maka
diupayakan untuk meningkatkan penguasaan teknologi oleh pembudidaya dan
dukungan pemerintah, sehingga kemudian berpengaruh pada peningkatan skor
atribut penguasaan teknologi oleh pembudidaya menjadi 2,14 dan dukungan
pemerintah dengan skor 2,5.
5. Guna meningkatkan keberlanjutan dimensi ekologi maka skor atribut penerapan
CBIB tetap ditingkatkan agar semua pembudidaya menerapkan CBIB, sehingga skor
meningkat menjadi 3.
6. Guna meningkatkan keberlanjutan dimensi teknologi dan infrastruktur maka
diupayakan untuk membangun 2 atribut industri pengolahan di kawasan minapolitan
Kecamatan Wajak, sehingga skor meningkat menjadi 0,2.
Keterkaitan strategi pada setiap atribut diantaranya :
1. Strategi pada harga jual yang akan berpengaruh pada atribut keuntungan, dimana
apabila harga jual meningkat maka kemungkinan besar keuntungan yang diperoleh
oleh pembudidaya akan meningkat.
2. Strategi untuk meningkatkan penguasaan teknologi (teknologi pakan) juga akan
berpengaruh kepada meningkatnya keuntungan pembudidaya, dimana apabila setiap
pembudidaya sudah dapat membuat pakan mandiri maka pengeluaran untuk
menjalankan budidaya ikan akan berkurang dan keuntungan bisa meningkat.
3. Strategi yang terdapat pada harga jual dan keuntungan juga, nantinya akan
berpengaruh kepada peningkatan dukungan SDM, dimana apabila keuntungan
meningkat, kemungkinan untuk penduduk lain ikut menjalankan budidaya ikan juga
bertambah.
4.5.1 Kesimpulan Analisis Peningkatan Keberlanjutan Kawasan Minapolitan
Kecamatan Wajak
Berdasarkan hasil analisis peningkatan keberlanjutan kawasan Minapolitan
Kecamatan Wajak, diketahui bahwa terdapat 3 skenario kondisi dan 3 pilihan strategi untuk
meningkatkan keberlanjutan kawasan minapolitan Kecamatan Wajak. Skenario-skenario
tersebut terdiri dari skenario pesimis, skenario moderat dan skenario optimis. Pada skenario
pesimis, tidak ada perubahan kondisi yang terlalu diharapkan sehingga kondisi
keberlanjutan tidak akan berbeda dari kondisi eksisting. Skor pada skenario pesimis sama
seperti kondisi eksisting. Perubahan skor pada setiap skenario terdapat pada Tabel 4.192.
Tabel 4. 192
Perubahan Skor Skenario Pesimis, Moderat dan Optimis
Atribut Skor Atribut
Eksisting Skenario Pesimis Skenario Moderat Skenario Optimis
Penguasaan teknologi 0,14 0,14 1,00 2,14
Harga jual 1,00 1,00 1,00 2,00
SDM 0,35 0,35 0,71 2,25
Industri pengolahan 0,00 0,00 0,10 0,20
Keuntungan pembudidaya 0,71 0,71 1,00 1,00
Dukungan pemerintah 2,00 2,00 2,00 2,50
Penerapan CBIB 0,14 0,14 0,14 3,00
Pada skenario moderat, perubahan skor dilakukan pada atribut penguasaan
teknologi, SDM, industri pengolahan, dan keuntungan pembudidaya sedangkan untuk
atribut harga jual, dukungan pemerintah, dan penerapan CBIB tidak ada perubahan skor.
Hal ini dilakukan sesuai dengan tujuan skenario, dimana pada skenario moderat kondisi
kawasan minapolitan akan lebih baik dan indeks keberlanjutan akan meningkat dengan
hanya meningkatkan beberapa atribut sehingga upaya (strategi) yang dilakukan tidak terlalu
banyak. Pada skenario optimis, perubahan skor dilakukan pada semua atribut. Perubahan
skor yang cukup jauh dari skor eksisting, akan meningkatkan kondisi kawasan minapolitan
dan indeks keberlanjutan menjadi jauh lebih baik. Kondisi ini tentu tidak mudah untuk
dicapai, sehingga akan dibutuhkan banyak upaya (strategi) yang harus dilakukan. Berikut
adalah hasil simulasi keberlanjutan pada setiap skenario:
Tabel 4. 193
Perubahan Tingkat Keberlanjutan Skenario Pesimis, Moderat dan Optimis
Dimensi Indeks Keberlanjutan
Eksisting Skenario Pesimis Skenario Moderat Skenario Optimis
Dimensi Ekonomi 45,22 % 45,22 % 47,87% 50,73 %
Dimensi Ekologi 74,92 % 74,92 % 74,92 % 87,32 %
Dimensi Sosial-Kelembagaan 47,02 % 47,02 % 50,81 % 61,23 %
Dimensi Teknologi- 39,40 % 39,40 % 39,95 % 40,46 %
Infrastruktur
Keberlanjutan Minapolitan 51,64 % 51,64 % 53,38 % 59,93 %
Wajak Cukup Cukup Cukup Cukup
Berkelanjutan Berkelanjutan Berkelanjutan Berkelanjutan
190

Berdasarkan Tabel 4.193 diketahui bahwa :


1. Pada skenario pesimis, tidak terdapat selisih atau perubahan indeks keberlanjutan
(51,64 %) dari keberlanjutan eksisting. Hal ini terjadi karena tidak ada perubahan
skor atau kondisi keberlanjutan kawasan minapolitan Kecamatan Wajak di masa
yang akan datang. Kawasan minapolitan Kecamatan Wajak dijalankan seperti
kondisi eksisting.
2. Pada skenario moderat, terdapat selisih indeks keberlanjutan sebesar 1,79 % dari
51,64 % menjadi 53,39%. Hal ini terjadi karena terdapat perubahan skor pada atribut
penguasaan teknologi, SDM, industri pengolahan, dan keuntungan pembudidaya.
3. Pada skenario optimis, terdapat perubahan indeks keberlanjutan sebesar 8,29 % dari
51,64 menjadi 59,93 %. Pada dimensi ekonomi terdapat selisih indesk keberlanjutan
sebesar 5,51 %, dimensi sosial dan kelembagaan terdapat selisih indeks
keberlanjutan sebesar 12,40 %, dimensi ekologi terdapat selisih indeks keberlanjutan
sebesar 14,21 %, dan dimensi teknologi dan infrastruktur terdapat selisih indeks
keberlanjutan sebesar 1,06 %. Hal ini terjadi karena terdapat perubahan skor pada
semua atribut. Perubahan skor paling tinggi terdapat pada atribut penerapan CBIB,
penguasaan teknologi, dan Sumber Daya Manusia (SDM). Apabila menerapkan
skenario ini, maka akan dibutuhkan banyak biaya dan tenaga agar kondisi
keberlanjutan di kawasan minapolitan Kecamatan Wajak bisa meningkat.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Keberlanjutan kawasan minapolitan Kecamatan Wajak adalah 51,39 % (cukup
berkelanjutan). Nilai indeks keberlanjutan ini terdiri atas keberlanjutan dimensi ekonomi
sebesar 45,22 % (kurang berkelanjutan), dimensi sosial dan kelembagaan sebesar 47,02 %
(kurang berkelanjutan), dimensi teknologi-infrastruktur sebesar 39,40 % (kurang
berkelanjutan), dan dimensi ekologi sebesar 74,92 % (cukup berkelanjutan). Tingkat
keberlanjutan ini mencerminkan kondisi kawasan minapolitan Kecamatan Wajak yang
belum terintegrasi dengan baik dan belum saling mendukung, dimana dimensi ekologi
memiliki nilai keberlanjutan tinggi yang menunjukan bahwa kondisi ekologi sudah mampu
mendukung keberlanjutan kawasan minapolitan Kecamatan Wajak, sedangkan tiga dimensi
lain memiliki nilai keberlanjutan rendah yang menunjukan bahwa kondisi ketiga dimensi
tersebut belum mendukung keberlanjutan kawasan minapolitan Kecamatan Wajak.
Kondisi keberlanjutan kawasan minapolitan Kecamatan Wajak saat ini tentu perlu
diperbaiki. Perbaikan keberlanjutan dilakukan dengan memilih atribut yang dianggap dapat
mengungkit indeks keberlanjutan kawasan minapolitan Kecamatan Wajak. Atribut
pengungkit diperoleh dari hasil analisis leverage dengan mempertimbangkan nilai RMS
tertinggi pada masing-masing dimensi. Kondisi atribut pengungkit terindikasi sebagai
atribut yang perlu diperbaiki agar dapat meningkatkan keberlanjutan kawasan minapolitan
Kecamatan Wajak. Atribut - atribut tersebut diantaranya:
Tabel 5. 1 Atribut Pengungkit Keberlanjutan Minapolitan Kecamatan Wajak
Dimensi ekonomi Dimensi sosial dan Dimensi ekologi Dimensi teknologi dn
kelembagaan infrastruktur
Sumber Daya Manusia Penguasaan teknologi Penerapan CBIB Industri pengolahan
(RMS 1,98) (RMS 5,14) (RMS 10,1) (RMS 5,24)
Keuntungan pembudidaya Penyerapan tenaga Pengolahan limbah Pasar benih (RMS 3,45)
(RMS 0,76) kerja lokal (RMS 3,11) (RMS 10,9)
Harga jual (RMS 0,58) Dukungan pemerintah Ketersediaan pakan Teknologi pengolahan
(RMS 2,57) (RMS 4,48) produk perikanan
(RMS 3,09)
Peningkatan keberlanjutan kawasan minapolitan dilakukan dengan 3 skenario, yaitu
skenario optimis, skenario moderat dan skenario pesimis. Pada skenario pesimis indeks
keberlanjutan tidak meningkat yaitu 51,39 % (cukup berkelanjutan), pada skenario moderat
indeks keberlanjutan meningkat menjadi 53,38 % (cukup berkelanjutan) dan skenario
optimis indeks keberlanjutan meningkat menjadi 59,93 % (cukup berkelanjutan),
direkomendasikan untuk menerapkan strategi skenario optimis karena pada skenario optimis

191
192

perbaikan keberlanjutan dilakukan kepada seluruh atribut pengungkit. Adapun strategi


untuk meningkatkan keberlanjutan kawasan minapolitan Kecamatan Wajak diantaranya:
1. Penguasaan teknologi: 1) Merealisasikan Pusat Pengelolaan Minapolitan (PPM) 2)
Pemberian alat pakan dan teknologi budidaya perikanan serta sosialisasi.
2. Harga jual: 1) Pembudidaya mengatur waktu panen 2) Membentuk satu
komunitas/organisasi pembudidaya ikan dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas
budidaya, pemasaran serta meningkatkan harga dengan satu keputusan penjualan.
3. Sumber Daya Manusia (SDM) : 1) Merealisasikan Pusat Pengelolaan Minapolitan
(PPM) 2) Pemberian insentif bagi kelompok yang mampu meningkatkan jumlah
anggota pembudidaya dan hasil panen 3) Sosialisasi program usaha pengembangan
minapolitan di lokasi kegiatan 4) Mengadakan pelatihan keterampilan 5) Pemberian
alat pakan dan pelatihan membuat pakan 6) Pemberian bantuan benih ikan.
4. Industri pengolahan: 1) Pembentukan kelompok untuk menjalankan industri
pengolahan produk perikanan 2) Pengadaan pelatihan tentang pengolahan dan
pemasaran produk perikanan 3) Merealisasikan Pusat Pengelolaan Minapolitan (PPM)
4) Memanfaatkan alat olahan di pondok pesantren di Desa Patokpicis dan Desa Blayu.
5. Keuntungan pembudidaya: 1) Meningkatkan kuantitas dan kualitas hasil perikanan 2)
Pembuatan diversifikasi produk 3) Membuat pakan mandiri 4) Pemberian alat pakan.
6. Dukungan pemerintah : 1) Masyarakat menunjukkan minat dan hasil dari perikanan
yang dijalankan, sehingga pemerintah tetap memberikan dukungan kepada
masyarakat untuk menjalankan kegiatan perikanan
7. Penerapan CBIB : 1) Mengadakan penyuluhan tentang CBIB 2) Membuat sertifikat
secara berkelompok 3) Monitoring dari pemerintah dan kelompok perikanan.
5.2 Saran
Saran ditujukan kepada masyarakat dan pemerintah. Saran yang diberikan diharapkan
dapat menjadi pertimbangan untuk memperbaiki tingkat keberlanjutan di kawasan
minapolitan Kecamatan Wajak.
1. Pemerintah
a. Pemerintah segera merealisasikan Pusat Pengelolaan Minapolitan (PPM) di
kawasan minapolitan Kecamatan Wajak.
b. Pemberian bantuan benih, alat pakan dan teknologi budidaya perikanan serta
sosialisasinya kepada pembudidaya.
c. Pemberian insentif bagi kelompok yang mampu meningkatkan jumlah
anggota pembudidaya dan hasil panen
d. Mengadakan pelatihan keterampilan dalam hal budidaya, pengolahan dan
pemasaran produk perikanan kepada pembudidaya.
e. Mengadakan penyuluhan tentang CBIB dan membantu pembudidaya untuk
membuat sertifikat CBIB secara berkelompok
f. Monitoring dari pemerintah kepada kelompok perikanan di kawasan
minapolitan Kecamatan Wajak.
2. Pembudidaya dan masyarakat
a. Masyarakat dan pembudidaya lebih mandiri dan berpartisipasi aktif dalam
mengembangkan kawasan minapolitan Kecamatan Wajak, serta aktif dalam
menjalankan kegiatan budidaya dan kegiatan kelompok.
b. Pembudidaya berupaya untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil
perikanan.
c. Pembudidaya membentuk satu komunitas/organisasi pembudidaya ikan
dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas budidaya, pemasaran serta
meningkatkan harga dengan satu keputusan penjualan.

5.3 Penelitian selanjutnya


Untuk menyempurnakan penelitian ini diharapkan penelitian selanjutnya dapat:
1. Menggunakan pertimbangan nilai median RMS atribut untuk memilih atribut
pengungkit. Nilai median dapat diperoleh dengan rumus :
a. Untuk data atribut ganjil

b. Untuk data atribut genap

Keterangan :
Me : Mediam
X : Atribut
2. Penelitian tidak mempertimbangkan kondisi sebelum dan sesudah tahun 2008.
Penelitian ini hanya melihat kondisi kawasan minapolitan pada tahun 2016
saja, sehingga pada penelitian tingkat keberlanjutan kawasan minapolitan
selanjutnya dapat dilakukan dengan menggunakan data sebelum dan setelah
Kecamatan Wajak ditetapkan sebagai pusat kawasan minapolitan di
Kabupaten Malang.

193
194

“Halaman ini sengaja dikosongkan”


DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Ibnu. (2016). Kesesuaian Perkembangan Kawasan Minapolitan


Berdasarkan Kriteria Minapolitan Berkelanjutan Di Kabupaten Klaten.
Skripsi. Tidak Dipublikasikan. Solo: Universitas Sebelas Maret.

Arya Bagus, M.W. (2015). Pendekatan Perencanaan Tata Ruang Wilayah Di Kota
Denpasar. Tesis. Tidak Dipublikasikan. Denpasar: Universitas Udayana

Bambang Herry Purnomo. (2012). Rancang Bangun Model Prediksi Keberlanjutan


Agroindustri Perikanan Tangkap. Tesis. Tidak Dipublikasikan. Bogor: Institut
Pertanian Bogor

Bourgeois, R., dan F. Jesus. (2004). Participatory Prospectiv Analysis; Exploring


and Anticipating Challenges with Stakeholders. CAPSA Monograph No 46.
United Nations.

Brundtland, G.H., editor. (1987). Report of The World Commission on Environment


and Development, The United Nation

Budihardjo, E., Sujarto, D. (2005). Kota Berkelanjutan, Alumni : Bandung

Darmawan, D. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya

Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Penataan Ruang. (2007).


Pedoman Kriteria Teknis Kawasan Budi Daya Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum No.41/PRT/M/2007. Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum Direktorat
Jenderal Penataan Ruang

Dinas Perikanan Kabupaten Malang. (2016). Masterplan Minapolitan Kecamatan


Wajak Kabupaten Malang 2009-2014. Malang: Dinas Perikanan Kabupaten
Malang

Dinas Perikanan Kabupaten Malang. (2016). RPIJMD Kawasan Minapolitan


Kabupaten Malang 2016. Malang: Dinas Perikanan Kabupaten Malang

Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian. (2014). Analisis


Keberlanjutan. Jakarta: Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian

Direktorat Kawasan Budidaya – DJPB. (2014). Minapolitan Budidaya Kabupaten


Malang. http://kkp.argociptapersada.com/semilir/arsip/c/28/Minapolitan-
Budidaya-Kab.-Malang/ (diakses 7 Juni 2017)

Dr. Wartono Hadie , Lies Emmawati Hadie dan Dr. Agus Supangat. (2012). Teknik
Budidaya Ikan. Universitas Terbuka Repository .
http://repository.ut.ac.id/4483/1/LUHT4338-M1.pdf. (diakses 7 Juni 2017)
Grace M Sipayung, Kusnandar, Agung Wibowo. (2015). Diversifikasi Pangan
Rumah Tangga Miskin Di Kota Surakarta. http://agribisnis.fp.uns.ac.id/wp-
content/uploads/2015/01/jurnal-grace.pdf. Program Studi Agribisnis
Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Hardjomidjojo, H. (2002). Metode Analisis Prospektif. Bogor: Institut Pertanian


Bogor

Hartanti. 2012. Perencanaan Pembangunan Kawasan Minopolitan Di Kabupaten


Malang. Jurnal Ilmiah Administrasi Publik, Volume 13, Nomor 2, Nopember
2012: 173-182.

Hartono, T.T., Kodiranz, T., Iqbal, M.A., & Koeshendrajana, S. (2005).


Pengembangan Teknik Rapid Appraisal for Fisheries (RAPFISH) untuk
Penentuan Indikator Kinerja Perikanan Tangkap Berkelanjutan di Indonesia.
Buletin Ekonomi Perikanan Vol. VI. No.1 Tahun 2005: 67-75

Iis Arsyad, Syaiful Darman dan Achmad Rizal. (2016). Analisis Keberlanjutan
Kawasan Minapolitan Budidaya Di Desa Sarasa Kecamatan Dapurang
Kabupaten Mamuju Utara. Palu: Jurnal Sains dan Teknologi Tadulako,
Volume 5 Nomor 1, Januari 2016 : 72-77

Irzal Effendi dan Mulyadi. (2012). Budidaya Perikanan. Universitas Terbuka


Repository. repository.ut.ac.id/4184/1/MMPI5201-M1.pdf (diakses 7 Juni
2017)

Kavanagh P. dan T.J. Pitcher. (2004). Implementing Microsoft Excel Software for
Rapfish: A Technique for The Rapid Appraisal of Fisheries Status. University
of British Columbia. Fisheries Centre Research Report 12 (2) ISSN:1198-672.
Canada. 75pp.

Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. (2007). Keputusan


Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor Kep.
02/Men/2007 Tentang Cara Budidaya Ikan Yang Baik. Jakarta: Kementerian
Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia

Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. (2009). Surat Keputusan


Dirjen Perikanan Budidaya Nomor KEP. 45/DJ-PB/2009 tentang Pedoman
Umum Pengembangan Kawasan Minapolitan, Jakarta: Kementerian Kelautan
dan Perikanan Republik Indonesia

Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. (2010). Keputusan


Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Kep.32/Men/2010 Tentang
Penetapan Kawasan Minapolitan. Jakarta: Kementerian Kelautan dan
Perikanan Republik Indonesia
Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. (2010). Peraturan
Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor
Per.12/Men/2010 Tentang Minapolitan. Jakarta: Kementerian Kelautan dan
Perikanan Republik Indonesia.

Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. (2011). Keputusan


Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor
Kep.18/Men/2011 Tentang Pedoman Umum Minapolitan. Jakarta:
Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia.

Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. (2012). Peraturan


Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor
Per.18/Men/2012 Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Induk
Pengembangan Kawasan Minapolitan. Jakarta: Kementerian Kelautan dan
Perikanan Republik Indonesia

Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia.(2012). Peraturan


Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor
Per.05/Men/2009 Skala Usaha Di Bidang Pembudidayaan Ikan. Jakarta:
Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia

Kementerian Kelautan dan Perikanan. (2014). Kajian Strategi Pengelolaan


Perikanan Berkelanjutan. Jakarta: Kementerian Kelautan dan Perikanan

Kordi, Gufran. (2009). Budidaya Perairan Jilid 2. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
Laily Hasnatul Z. 2014. Strategi Local Economy Development Dalam Program
Minapolitan (Studi Pada Desa Wajak, Kecamatan Wajak, Kabupaten Malang).
Skripsi. Dipublikasikan. Malang : Universitas Brawijaya

Marlinda Apriyani, Hartisari Hardjomidjojo, dan Darwin Kadarisman.(2014).


Prospek Pengembangan Usaha Keripik Pisang di Bandarlampung. Bogor:
Jurnal Manajemen IKM, Vol. 9 No. 1 ISSN 2085-8418 Februari 2014 : 89-95

Misbahuddin & Hasan, I. (2013). Analisis Data Penelitan dengan Statistik edisi ke-
2. Jakarta: PT Bumi Aksara

Nazir, Moh. (2005). Metode Penelitian. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia

Nugroho, R. A., Pambudi, L. T., Chihnawati, D., & Haditomo, A. H. C. (2012).


Aptikasi Teknologi Aquaponic Pada Budidaya Ikan Air Tawar Untuk
Optimalisasi Kapasitas Produksi. SAINTEK P ERI KANAN, 8(1), 46-5 I .

Presiden Republik Indonesia. (2007). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia


Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.
Jakarta: Presiden Republik Indonesia
Presiden Republik Indonesia. (2007). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang. Jakarta: Presiden Republik
Indonesia

Presiden Republik Indonesia. (2007). Undang-undang republik indonesia nomor


45 tahun 2009 Tentang Perikanan. Jakarta: Presiden Republik Indonesia

Pusat Data, Statistik dan Informasi Kementerian Kelautan dan Perikanan. (2015).
Analisis Data Pokok Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia
2015. Jakarta: Pusat Data, Statistik dan Informasi Kementerian Kelautan dan
Perikanan.

Rudi Susilana. (2012). Modul 6 Populasi dan Sampel


http://File.Upi.Edu/Direktori/Dual-Modes/Penelitian_Pendidikan/Bbm_6.Pdf.
(diakses 7 Juni 2017)

Rukmono Marham dan Dewi Sawitri Tjokropandojo. (2010). Potensi


Pengembangan Kawasan Minapolitan di Kecamatan Berbah, Kabupaten
Sleman. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V4N1 Tahun 2010:
179-187

Sekretariat Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan. (2013). Pengembangan


Kawasan Minapolitan. Jakarta: Sekretariat Jenderal Kementerian Kelautan
dan Perikanan.

Setiawan, M.A. (2010). Analisis Kinerja Dan Status Keberlanjutan Kawasan


Minapolitan Bontonompo, Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan. Tesis.
Tidak Dipublikasikan. Bogor: Institut Pertanian Bogor

Sunoto. (2010). Arah Kebijakan Pengembangan Konsep Minapolitan. Di Indonesia


http://tataruang.atrbpn.go.id/Bulletin/upload/data_artikel/edisi2%20pdf2c.pdf
(diakses 7 Juni 2017)

Suryawati, S.H & Purnomo, A.H. (2011). Analisis Ex-Ante Keberlanjutan Program
Minapolitan. J. Sosek KP Vol. 6 No. 1 Tahun 2011: 63-71

Tony J. Pitcher*, David Preikshot. (2001). RAPFISH: a rapid appraisal technique


to evaluate the sustainability status of fisheries. British Colombia: T.J. Pitcher,
D. Preikshot/Fisheries Research 49 (2001) 255±270

Wibowo, Arif Budi (2014) Pengembangan Kawasan Minapolitan Berkelanjutan


Berbasis Perikanan Budidaya Ikan Air Tawar Di Kabupaten Magelang. Tesis.
Tidak Dipublikasikan. Semarang: Universitas Diponegoro

Wibowo, B.A., Anggoro, S., & Yulianto, B. (2015). Status Keberlanjutan Dimensi
Ekologi dalam Pengembangan Kawasan Minapolitan Berkelanjutan Berbasis
Perikanan Budidaya Air Tawar di Kabupaten Magelang. Magelang: Jurnal
Saintek Perikanan Vol.10 No.2 :107-113, Februari 2015: 108-112
Wuri Cahyaningrum, Widiatmaka, & Kadarwan Soewardi. (2014). Potensi Lahan
Untuk Kolam Ikan di Kabupaten Cianjur Berdasarkan Analisis Kesesuaian
Lahan Multikriteria. Bogor: Jurnal Tanah Lingk., 16 (1) April 2014: 24-30

Yuli Wibowo. (2010). Analisis Prospektif Strategi Pengembangan Daya Saing


Perusahaan Daerah . Jember: Jurnal Agrointek Vol 4, No. 2 Agustus 2010:
104-113

Anda mungkin juga menyukai