Anda di halaman 1dari 67

i

ANALISIS POTENSI PENGEMBANGAN EKOWISATA


MANGROVE DI KELURAHAN UNTIA KOTA MAKASSAR

SKRIPSI

OLEH :

NURYAMIN

L111 12 002

DEPARTEMEN ILMU KELAUTAN

FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2018
ii

ANALISIS PENGEMBANGAN KAWASAN EKOWISATA

MANGROVE DI KELURAHAN UNTIA KOTA MAKASSAR

SKRIPSI

NURYAMIN

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pada
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin

DEPARTEMAN ILMU KELAUTAN FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN

PERIKANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

2018
iii

ABSTRAK

NURYAMIN. Analisis Potensi Pengembangan Ekowisata Mangrove di Kelurahan


Untia Kota Makassar. Dibimbing oleh Amran Saru sebagai Pembimbing Utama
dan Abdul Haris sebagai Pembimbing Anggota.

Untia merupakan kelurahan yang dijadikan sebagai kelurahan wisata di Kota


Makassar. Berdasarkan rencana induk pengembangan pariwisata daerah,
kelurahan untia memiliki potensi yang harus lebih dikembangkan. Salah satunya
yaitu kawasan ekosistem mangrove dengan luas 10.06 ha. Penelitian ini
dilakukan pada bulan Februari sampai November 2017, bertujuan untuk
mengetahui potensi ekowisata kawasan ekosistem mangrove di Kelurahan Untia,
Kota Makassar untuk dikembangkan menjadi kawasan ekowisata. Pengumpulan
data dilakukan melalui survei lapangan dan wawancara dengan menggunakan
kuesioner. Analisis data menggunakan analisis kesesuaian wilayah untuk wisata
pantai kategori mangrove dan analisis SWOT. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa potensi ekowisata di ekosistem mangrove Untia adalah burung bangau,
burung kuntul, kadal, kepiting mangrove, Ikan bandeng, Ikan belanak dan Ikan
gelodok. Kawasan mangrove Untia termasuk dalam kategori sesuai bersyarat
untuk dijadikan kawasan ekowisata. Strategi pengembangan ekowisata
mangrove pada kawasan mangrove Untia adalah perlunya publikasi mengenai
kawasan Untia di media sosial, Pelatihan mengenai usaha-usaha yang terkait
dengan wisata terhadap sumberdaya manusia setempat, Perlu pendanaan yang
lebih untuk penyediaan sarana dan prasarana pendukung.

Kata kunci : Ekowisata, Mangrove, Analisis Kesesuaian dan SWOT


iv
v

RIWAYAT HDUP

Nuryamin adalah anak ke-2 dari 2 bersaudara, dilahirkan

pada tanggal 27 Februari 1994 di Soppeng. Orang tua

bernama Darwis S.Tp dan Bahira. Pada tahun 2006

menyelesaikan Sekolah Dasar di SD Negeri 1 Singkawang.

Tahun 2008 penulis menyelesaikan Sekolah Menengah

Pertama di SMP Negeri 1 Singkawang. Tahun 2012 penulis menyelesaikan

Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 10 Makassar. Pada tahun 2012 penulis

berhasil diterima sebagai mahasiswa melalui jalur undangan pada Program Studi

Ilmu Kelautan, Departemen Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan

Universitas Hasanuddin, Makassar.

Saat berstatus mahasiswa di Departemen Ilmu Kelautan penulis aktif

dalam kegiatan akademik sebagai asisten pada mata kuliah Oseanografi Fisika

tahun 2014 dan 2015. Serta mengikuti beberapa lomba Karya Tulis Ilmiah.

Penulis aktif di beberapa organisasi dan memegang peran penting seperti

Senator Eksternal Keluarga Mahasiswa FIKP UH periode 2015-2016, Bendahara

Himpunan Mahasiswa Ilmu Kelautan Periode 2014-2015. Anggota di Unit

Kegiatan Mahasiswa Catur periode 2013-2014, Anggota Forum Pemuda Bahari

Indonesia Dewan Pengurus Wilayah Sulawesi Selatan.

Penulis melakukan kegiatan pengabdian masyarakat Kuliah Kerja Nyata

(KKN) Gelombang 90 di Kecamatan Bontobahari Kabupaten Bulukumba Tahun

2015 dan melaksanakan Praktik Kerja Lapang di Dinas Kelautan dan Perikanan

Kabupaten Bengkayang dan Stasiun Meteorologi Maritim Paotere Makassar.


vi

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillahirabbilalamin, penulis panjatkan atas kehadirat–Nya, karena

hanya dengan Ridho dan Rahmat Allah SWT sehingga penulis dapat

menyelesaikan tahap demi tahap penyusunan skripsi ini dengan judul ”Analisis

Potensi Pengembangan Ekowisata Mangrove Di Kelurahan Untia

Kota Makassar” yang merupakan laporan hasil penelitian yang dilaksanakan

penulis sejak bulan Februari sampai dengan November 2017. Penulis menyadari

bahwa terselesaikannya Skripsi ini tak lepas dari campur tangan berbagai pihak.

Untuk itulah penulis ingin berterima kasih sebesar-besarnya dan memberikan

penghargaan setinggi-tingginya kepada pihak-pihak terkait antara lain :

1. Kepada kedua orang tua Darwis, S.Tp dan Bahira, saudariku Nurma

Darwati, SE serta keluarga yang selalu memberikan dukungan pesan

moral, do’a, dan materi sehingga dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

2. Bapak Prof. Dr. Amran Saru, ST., M.Si dan Bapak Prof. Dr. Ir Abdul

Haris, M.Si selaku pembimbing yang telah banyak membantu dalam

berbagai hal terlebih untuk waktu disela-sela kesibukan yang telah

diluangkan untuk berkonsultasi, memberikan saran dan motivasi dalam

penyelesaian skripsi.

3. Bapak Dr. Supriadi, ST.,M.Si, Bapak Dr. Ir. Muh. Rijal Idrus, M.Sc, dan

Ibu Dr. Dr. Ir Esther Sanda Manapa, MT selaku dosen penguji yang

telah menguji, memberikan tanggapan dan saran untuk penyempurnaan

skripsi ini.

4. Dekan, Wakil Dekan, Ketua Jurusan dan para Dosen Fakultas Ilmu

Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin yang telah membagikan

ilmu pengetahuan dan pengalamannya kepada penulis.


vii

5. Para staf Departemen Ilmu Kelautan, FIKP, yang telah membantu dan

melayani penulis dengan baik dan tulus.

6. Tim Peneliti 002 : Fismatman Ruli,S.Kel, Ratnawati Nurtsani,S.Kel, Adi

Zulkarnaen,S.Kel, Muhammad Sadik,S.Kel, Andi Rian Dika,S.Kel,

Muhammad Syukri,S.Kel, Nurul Fitri Hayati,S.Kel, Jumiati,S.Kel, Nur

Rahma Syarif Bando,S.Kel, Aldi Abdillah Ali, Rafiuddin, Fajar Mulana

Isman,S.Kel, Muhammad Fauzi Rafiq, Rover Manaba, Awaluddin,

Andi Reski Setiawan dan Tri Rian Candra, S.Kel yang telah membantu

dalam pengambilan data di lapangan.

7. Bapak Lurah Untia dan seluruh masyarakat Kelurahan Untia yang

memberikan tempat selama melakukan penelitian.

8. Teman-teman KKN Gel. 90 Kec. Bontobahari Kab. Bulukumba yang telah

memberikan semangat.

9. Saurada-saudaraku IK ANDALAS. Terima kasih atas kebersamaan

selama perkuliahan, atas semua canda tawa yang akan terus berkesan.

10. Keluarga besar KEMA JIK FIKP UH, terima kasih atas pengalaman dan

ilmu kelembagaan serta kebersamaan dalam bingkai kekeluargaan yang

akan selalu teringat.

11. Untuk semua pihak yang telah membantu yang tidak sempat disebutkan

satu persatu. Terima kasih untuk segala bantuannya.

Semoga skripsi ini bisa memberikan manfaat dan Semoga Allah SWT

membalas semua bentuk kebaikan dan ketulusan yang telah diberikan.

Makassar, Februari 2018

Penulis
viii
DAFTAR ISI

Halaman

ANALISIS POTENSI PENGEMBANGAN EKOWISATA MANGROVE .................. i


ABSTRAK........................................................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................. iv
UCAPAN TERIMA KASIH................................................................................... vi
DAFTAR ISI...................................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................. x
DAFTAR TABEL ................................................................................................. xi
I. PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
A. Latar Belakang ...................................................................................... 1
B. Tujuan dan Kegunaan ........................................................................... 2
C. Ruang Lingkup ...................................................................................... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 4
A. Ekosistem Mangrove ................................................................................. 4
B. Ekowisata Mangrove ................................................................................. 4
C. Pengertian Wisata dan Ekowisata ............................................................. 6
D. Kelayakan dan Pengembangan Ekowisata ............................................... 7
E. Analisis SWOT ........................................................................................ 15
III. METODE PENELITIAN .............................................................................. 17
A. Waktu dan Tempat .............................................................................. 17
B. Alat dan Bahan .................................................................................... 17
C. Prosedur Kerja ..................................................................................... 18
1. Tahap persiapan .................................................................................. 18
2. Observasi awal .................................................................................... 18
3. Tahap penentuan stasiun .................................................................... 18
4. Tahap pengambilan data ..................................................................... 19
5. Tahap analisis data ............................................................................. 21
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN...................................................................... 25
A. Gambaran Umum Lokasi ........................................................................ 25
B. Parameter Ekowisata Mangrove di Kelurahan Untia ............................... 26
1. Ketebalan mangrove............................................................................ 26
2. Komposisi Jenis mangrove .................................................................. 27
ix

3. Kerapatan Jenis mangrove................................................................... 29


4. Kondisi Pasang Surut........................................................................... 30
5. Objek Biota........................................................................................... 31
6. Kedalaman Perairan............................................................................. 33
7. Aksesibilitas.......................................................................................... 34
C. Analisis Kesesuaian Ekowisata Mangrove di Kelurahan Untia.................34
D. Persepsi Stakeholder............................................................................... 37
E. Analisis SWOT......................................................................................... 42
F. Strategi Pengembangan Ekowisata Mangrove......................................... 46
V. KESIMPULAN DAN SARAN......................................................................... 48
A. Kesimpulan............................................................................................... 48
B. Saran...................................................................................................... 48
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 49
x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Lokasi penelitian................................................................................ 17


Gambar 2. Ketebalan mangrove per Stasiun pada kawasan mangrove untia.....26
Gambar 3. Pola pasang surut Untia.................................................................... 30
Gambar 4. Kedalaman perairan pada saat pasang tertinggi............................... 33
Gambar 5. Usia responden di Kelurahan Untia................................................... 38
Gambar 6. Tingkat pendidikan responden di Kelurahan Untia............................38
Gambar 7. Jenis pekerjaan responden di Kelurahan Untia................................. 39
Gambar 8. pemahaman masyarakat tentang ekosistem mangrove.................... 40
Gambar 9. Pengetahuan responden tentang ekowisata..................................... 40
Gambar 10. Keinginan responden terlibat dalam ekowisata mangrove...............41
Gambar 11. Analisis SWOT................................................................................ 46
xi

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kriteria Baku Kerusakan Mangrove........................................................8


Tabel 2. Standar Matriks Kombinasi SWOT (Saru, 2013)................................... 16
Tabel 3. Matriks kesesuaian area untuk wisata pantai kategori wisata mangrov 22
Tabel 4. Komposisi Jenis mangrove yang ditemukan di kawasan ekosistem
mangrove Untia..................................................................................... 27
Tabel 5. Nilai kerapatan jenis vegetasi mangrove............................................... 29
Tabel 6. Jenis ikan yang ditemukan di kawsaan mangrove Untia....................... 32
Tabel 7. Jenis ikan yang ditemukan di kawasan mangrove Untia....................... 32
Tabel 8. Jenis reptil yang ditemukan di kawasan mangrove Untia...................... 32
Tabel 9. Jenis crustacea yang ditemukan di kawasan mangrove Untia..............33
Tabel 10. Tingkat kesesuaian lahan pada Stasiun I............................................ 34
Tabel 11. Tingkat kesesuaian lahan pada Stasiun II........................................... 35
Tabel 12. Tingkat kesesuaian lahan pada Stasiun III.......................................... 36
Tabel 13. Hasil penilaian kesesuaian lahan untuk ekowisata mangrove.............37
Tabel 14. Matriks faktor-faktor strategi internal ekosistem mangrove..................44
Tabel 15. Matriks faktor- faktor strategi eksternal ekosistem mangrove..............45
Tabel 16. Matriks alternatifstrategi untuk ekowisata mangrove........................... 47
1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kawasan pesisir dan laut di Indonesia memegang peranan penting, dimana

kawasan ini memiliki nilai strategis berupa potensi sumberdaya alam dan jasa-

jasa lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Sumberdaya alam diharapkan

dapat mendukung pertumbuhan ekonomi di Indonesia, sehingga selayaknya

sumberdaya alam tersebut dikelola dengan baik untuk menghindari terjadinya

krisis lingkungan hidup dan sumberdaya alam. Jarang sekali yang

memperhatikan tumbuh-tumbuhan yang ada di kawasan pesisir pantai yang

sekilas hanya merupakan semak belukar yang tidak terawat dan tidak berfungsi.

Kawasan pantai yang ditumbuhi jenis tumbuhan tersebut dikenal sebagai hutan

mangrove (Arief, 2003)

Potensi sumberdaya pesisir dan laut tersebut sepatutnya dikembangkan

untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, misalnya dengan

mengidentifikasi potensi sumberdaya alam tersebut yang layak dikembangkan

sebagai daerah tujuan ekowisata. Pemanfaatan mangrove untuk ekowisata ini

sejalan dengan minat wisatawan yang mengelompok dan mencari daerah tujuan

ekowisata yang spesifik, alami dan kaya akan keanekaragaman hayati (Bahar,

2004).

Namun demikian, pemanfaatan sumberdaya ekosistem mangrove untuk

ekowisata, terutama di wilayah perkotaan tetap harus disertai pertimbangan yang

cermat khususnya mengenai kelayakannya. Pengembangan kawasan wisata

pada daerah yang secara ekologi sesuai akan berdampak positif, baik pada sisi

ekologis, sosial maupun ekonominya. Sehingga kawasan wisata tersebut bisa

dikembangkan secara berkelanjutan (Bahar, 2004).


2

Dalam pengembangan ekowisata sangat membutuhkan partisipasi secara

langsung dari masyarakat. Selain itu untuk menjadi kawasan ekowisata harus

memenuhi beberapa kriteria serta memiliki konsep perlidungan lingkungan dalam

pengelolaannya, ekowisata juga memperhatikan dampak yang akan ditimbulkan

seperti dampak ekologi, ekonomi dan sosoal budaya.

Untia adalah salah satu kelurahan di Kecamatan Biringkanaya Kota

Makassar. Secara administrasi terdapat 5 RW yang ada di Kelurahan Untia

dengan jumlah 355 Kepala Keluarga. Masyarakat Kelurahan Untia mayoritas

bekerja sebagai nelayan dan buruh. Kelurahan Untia memiliki potensi mangrove

yang cukup baik dibeberapa titik.

Untia merupakan salah satu kelurahan yang dijadikan sebagai kelurahan

wisata di Kota Makassar. Berdasarkan Rencana Induk Pengembangan

Pariwisata Daerah (RIPPDA), kelurahan Untia memiliki potensi yang harus lebih

dikembangkan. Salah satunya yaitu kawasan ekosistem mangrove. maka dari hal

tersebut saya ingin melakukan penelitian untuk mengetahui sejauh mana

kawasan Untia layak menjadi lokasi ekowisata dengan meninjau aspek ekologi

pada daerah tersebut khususnya pada ekosistem mangrove.

B. Tujuan dan Kegunaan

Tujuan dari penelitian ini diantaranya :

1. Mengidentifikasi potensi ekowisata di ekosistem mangrove Untia

2. Menganalisis kesesuaian ekowisata mangrove Untia

3. Menentukan strategi pengembangan ekowisata mangrove pada

kawasan ekosistem mangrove di kelurahan Untia Kota Makassar.

Kegunaan dari penelitian ini yaitu sebagai referensi atau informasi untuk

pengelolaan kawasan ekowisata mangrove dengan menggunakan konsep

konservasi.
3

C. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini yaitu melakukan analisis ekosistem mangrove

meliputi ketebalan mangrove, kerapatan mangrove, jenis mangrove, penutupan

vegetasi dan objek biota yang berasosiasi, faktor lingkungaan seperti pasang

surut, kedalaman perairan, aksesibilitas, kondisi sosial ekonomi masyarakat serta

persepsi stakeholder dalam upaya pengembangan ekowisata dianalisis

menggunakan analisis SWOT.


4

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Ekosistem Mangrove

Ekosistem mangrove merupakan ekosistem yang kompleks terdiri dari flora

dan fauna daerah pantai, selain menyediakan keanekaragaman hayati,

ekosistem mangrove juga sebagai plasma nutfah (geneticpool) dan menunjang

keseluruhan sistem kehidupan disekitarnya (Muhaerin, 2008).

Ekosistem mangrove mempunyai fungsi ekologis dan ekonomis. Fungsi

ekologis mangrove antara lain sebagai pelindung garis pantai, pencegah abrasi,

penampung sedimen, pencegah intrusi air laut, tempat tinggal (habitat), tempat

mencari makan (feeding ground), tempat asuhan dan pembesaran (nursery

ground), tempat pemijahan (spawning ground) bagi aneka biota perairan, serta

sebagai pengatur iklim mikro sedangkan fungsi ekonominya antara lain:

penghasil kebutuhan rumah tangga, obat-obatan, penghasil keperluan industri,

dan penghasil bibit (Rochana, 2009).

Hal serupa juga diberikan oleh Kusmana (2003) bahwa fungsi mangrove

dibagi atas tiga yaitu : fungsi fisik, dapat melindungi lingkungan pengaruh

oseanografi (pasang surut, arus, angin topan dan gelombang), mengendalikan

abrasi dan mencegah intrusi air laut kedarat; fungsi biologi, sebagai daerah

asuhan, daerah mencari makan, dan daerah pemijahan; fungsi ekonomi sebagai

sumber kayu berkelas, bubur kayu, bahan kertas, chips dan arang.

B. Ekowisata Mangrove

Ekowisata saat ini menjadi salah satu pilihan dalam mempromosikan

lingkungan yang khas yang terjaga keasliannya sekaligus menjadi suatu

kawasan kunjungan wisata. Potensi yang ada adalah suatu konsep

pengembangan lingkungan yang berbasis pada pendekatan pemeliharaan dan

konservasi alam, mangrove sangat berpotensi bagi pengembangan ekowisata


5

karena kondisi mangrove yang sangat unik serta model wilayah yang dapat

dikembangkan sebagai sarana wisata dengan tetap menjaga keaslian hutan

serta organisme yang hidup kawasan mangrove. Suatu kawasan akan bernilai

lebih dan menjadi daya tarik tersendiri bagi orang jika di dalamnya terdapat suatu

yang khas dan unik untuk dilihat dan dirasakan. Ini menjadi kunci dari suatu

pengembangan kawasan wisata (Triwibowo, 2015).

Ekosistem mangrove juga dapat dimanfaatkan sebagai salah satu objek

ekowisata yang sudah banyak diminati oleh para wisatawan kerena selain

menjadi obek wisata juga dapat menjadi kegiatan pembelajaran. Penerapan

ekowisata pada ekosistem mengrove diharapkan dapat mengurangi tingkat

kerusakan pada kawasan mangrove yang dimanfaatkan oleh manusia dan

degradasi alam.

Ekosistem mangrove yang memiliki keunikan sangat dapat dimanfaatkan

sebagai sumber daya alam yang sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai

kawasan wisata. Suatu upaya pemanfaatan sumberdaya lokal yang optimal

adalah dengan mengembangkan pariwisata dengan konsep ekowisata (Satria,

2009).

Penerapan sistem ekowisata di ekosistem mangrove ini merupakan suatu

pendekatan dalam pemanfaatan ekosistem tersebut secara lestari. Kegiatan

ekowisata adalah alternatif yang efektif untuk menanggulangi permasalahan

lingkungan di ekosistem ini seperti tingkat eksploitasi yang berlebihan oleh

masyarakat dengan menciptakan alternatif ekonomi bagi masyarakat (Muhaerin,

2008).

Kegiatan ekowisata tidak pernah lepas atau tidak terpisahkan dengan

upaya-upaya konservasi, pemberdayaan ekonomi lokal dan saling menghargai

perbedaan kultur atau budaya. Pergeseran konsep kepariwisataan dunia ke

model ekowisata, disebabkan karena kejenuhan wisatawan untuk mengunjungi


6

obyek wisata buatan. Peluang ini dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk

menarik wisatawan mengunjungi obyek berbasis lingkungan alam dan budaya

penduduk atau masyarakat lokal (Satria, 2009).

C. Pengertian Wisata dan Ekowisata

Dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang kepariwisataan,

pada pasal 1 ayat 1 menyebutkan bahwa wisata adalah kegiatan perjalanan yang

dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat

tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari

keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara. Pada

pasal 1 ayat 5 menyebutkan bahwa daya tarik wisata adalah segala sesuatu

yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman

kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau

tujuan kunjungan wisatawan.

Menurut Yulianda (2007), wisata dapat diklasifikasikan menjadi:

1. Wisata alam (nature tourism) yaitu aktivitas wisata yang ditujukan pada

pemanfaatan sumberdaya alam atau daya tarik panoramanya.

2. Wisata budaya (cultural tourism) yaitu wisata dengan kekayaan budaya

sebagai obyek wisata dengan penekanan pada aspek pendidikan.

3. Ekowisata (green tourism atau alternative tourism) yaitu wisata yang

berorientasi pada lingkungan untuk menjembatani kepentingan

perlindungan sumberdaya alam/lingkungan dan industri kepariwisataan

Ekowisata merupakan perjalanan wisata ke suatu lingkungan baik alam

yang alami maupun buatan serta budaya yang ada yang bersifat informatif dan

partisipatif yang bertujuan untuk menjamin kelestarian alam dan sosial-budaya.

Ekowisata menitikberatkan pada tiga hal utama yaitu keberlangsungan alam atau

ekologi, memberikan manfaat ekonomi dan secara psikologi dapat diterima

dalam kehidupan sosial masyarakat (Subadra, 2008). Tuwo (2011) mengatakan


7

ekowisata didefinisikan sebagai suatu bentuk wisata yang menekankan tanggung

jawab terhadap kelestarian alam, memberi manfaat secara ekonomi dan

mempertahankan keutuhan budaya bagi masyarakat setempat. Jika dikaji,

definisi ini menekankan pada pentingnya gerakan konservasi.

Menurut Subadra (2008) pada dasarnya konsep ekowisata menjadi salah

satu alternative dalam membangun pariwisata berkelanjutan yaitu

memperhatikan masalah ekologi yang dapat memberikan manfaat secara

ekonomi dan adil serta memberikan manfaat sosial terhadap masyarakat.

Kebutuhan wisatawan dapat dipenuhi dengan tetap memperhatikan kelestarian

kehidupan sosial-budaya, dan memberi peluang bagi generasi muda sekarang

dan yang akan datang untuk memanfaatkan dan mengembangkannya.

Saat ini ekowisata merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan

dalam mempromosikan lingkungan yang khas, mempertahankan keaslian suatu

wilayah dan menjadi suatu kawasan perlindungan dengan pengelolaan yang

berbasis konservasi lingkungan serta menjadi kawasan yang dapat dikunjungi

oleh para wisatawan. Dalam hal ini ekowisata menjadi salah satu pilihan yang

tepat sebagai bentuk perlindungan alam dan pembelajaran serta menjadi sumber

perekonomian yang baru bagi masyarakat setempat.

D. Kelayakan dan Pengembangan Ekowisata

1. Parameter Lingkungan

Beberapa parameter lingkungan yang dijadikan sebagai potensi

pengembangan ekowisata mangrove adalah jenis mangrove, kerapatan jenis

mangrove, objek biota yang ada di dalam ekosistem mangrove.

a. Jenis mangrove

Hutan Mangrove meliputi pohon-pohonan dan semak yang terdiri dari 12

genera tumbuhan berbunga (Avicennia sp, Sonneratia sp, Rhizophora sp,

Bruguiera sp, Ceriops sp, Xylocarpus sp, Lumnitzera sp, Laguncularia sp,
8

Aegiceras sp, Aegiatilis sp, Snaeda sp dan Conocarpus sp) yang termasuk ke

dalam delapan famili (Bengen, 2004).

Vegetasi hutan mangrove di Indonesia memiliki keanekaragaman jenis

yang tinggi, namun demikian hanya terdapat kurang lebih 47 jenis tumbuhan

yang spesifik hutan mangrove. Paling tidak di dalam hutan mangrove terdapat

salah satu jenis tumbuhan sejati penting/dominan yang termasuk kedalam empat

famili yaitu famili Rhizophoraceae, (Rhizophora sp., Bruguiera sp. dan Ceriops

sp.), famili Sonneratiaceae (Sonneratia sp.), famili Avicenniaceae (Avicennia sp.)

dan famili Meliaceae (Xylocarpus sp.) (Bengen, 2004).

b. Kerapatan hutan mangrove

Kerapatan jenis adalah jumlah total individu spesies per luas petak

pengamatan dimana luas petak pengamatan adalah jumlah plot atau luas plot

misalnya jumlah plot yang diamati ada 10 buah, dengan luas masing-masing plot

10 m x 10 m maka total seluruh petak pengamatan adalah 1000 m Fachrul

(2006) yang diacu dalam Alfira (2014).

Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No 201 Tahun 2004

Tentang Baku dan Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove dapat dilihat pada

Tabel 1 berikut

Tabel 1. Kriteria Baku Kerusakan Mangrove


Kriteria Penutupan (%) Kerapatan
(pohon/ha)
Baik Sangat Padat ≥ 75 ≥ 1500
Sedang ≥50-<75 ≥ 1000 – 1500
Rusak Jarang < 50 < 1000

c. Fauna hutan mangrove

Menurut Bengen (2004), komunitas fauna hutan mangrove membentuk

percampuran antara dua kelompok yaitu : 1) Kelompok fauna daratan/terestial

yang umumnya menempati bagian-bagian atas pohon mangrove, terdiri atas

insekta, ular, primata dan burung; 2) Kelompok fauna perairan/akuatik terdiri atas
9

dua tipe yaitu fauna yang hidup dikolom air seperti ikan dan udang, fauna yang

menempati substrat akar dan batang pohon mangrove maupun lumpur seperti

kepiting, kerang dan berbagai jenis avertebrata lainnya.

Biota-biota yang sering mengunjungi hutan mangrove adalah dari

vertebrata, seperti burung, amfibia, reptilia, dan mamalia. Hutan mangrove

banyak disingggahi oleh beberapa jenis burung imigran. Gunawan (1995) yang

diacu dalam Tuwo (2011) menemukan 53 jenis burung yang berada di hutan

mangrove Arakan Wawontulap dan Pulau Mantehage di Sulawesi Utara. Whitten

et al (1996) yang diacu dalam Tuwo (2011) menemukan beberapa jenis burung

yang dilindungi yang hidup pada hutan mangrove, yaitu pecuk ular (Anhinga

anhinga melanogaster), bintayung (Freagata Andrew-si), kuntul perak kecil

(Egretta garzetta), kowak merah (Nycticorax caledonicus), bangau tongtong

(Leptoptilos javanicus), ibis hitam (Plegadis falcinellus), bangau hitam

(Ciconiaepiscopus), burung duit ((Vanellus indicus), trinil tutul (Tringa guitifer),

blekek asia (Limnodromus semipalmatus), gejahan besar (Numenius arquata),

dan trulek lidi (Himantopus himantopus). Selain itu Witten et a.l (1996) yang diacu

dalam Tuwo 2011 juga melaporkan bahwa ada beberapa jenis burung yang

mencari makan di sekitar hutan mangrove, yaitu Egretta eulophotes, kuntul perak

(E. intermedia), kuntul putih besar (E. alba), bluwok (Ibis cinereus), dan cangak

laut (Ardea sumatrana).

Moluska merupakan invertebrate yang sering dijumpai pada hutan

mangrove yaitu dari kelas gastropoda dan bivalvia. Moluska dari kelas

gastropoda diwakili oleh sejumlah siput, suatu kelompok yang umum hidup pada

akar dan batang pohon bakau (Littorinidae) dan lainya pada lumpur dasar akar

mencakup sejumlah pemakan detritus (Ellobiidae dan Potamididae). Jenis

bivalvia diwakili oleh tiram yang melekat pada akar bakau tempat mereka

membentuk biomassa yang nyata (Nybakken, 1992).


10

Menurut Kelena (2015) moluska kelas bivalvia seperti kerang kepah

(polymesoda erosa) pola penyebarannya dengan cara mengelompok. Hal ini

disebabkan karena individu-individu dalam suatu populasi membentuk kelompok

dalam berbagai ukuran. Substrat dasar merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi pola penyebaran hewan makrozoobentos. Distribusi pada

sebagian besar bivalvia dipengaruhi oleh fase kehidupannya. Ketika menjadi

larva, larva ini akan mencari tempat untuk berkembang menjadi kerang muda.

2. Masyarakat dan pengunjung

Pengelolaan ekowisata dengan melibatkan masyarakat sejalan dengan

manajemen berbasis masyarakat (community based-management) yang

melibatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat lokal sebagai dasarnya.

Ekowisata juga merupakan alternatif dalam pariwisata yang konsisten dalam

pengelolaan lingkungan, sosial, nilai-nilai dalam komunitas dan membuat tuan

rumah (host) dan tamu (guest) menikmati secara positif, interaksi yang

bermanfaat serta berbagi pengalaman (Triwibowo, 2015).

Pengelolaan diartikan sebagai rangkaian pekerjaan atau usaha yang

dilakukan oleh sekelompok orang untuk melakukan serangkaian kerja dalam

mencapai tujuan tertentu. Pengelolaan adalah suatu rangkaian kegiatan yang

berintikan perencanaan, pengorganisasian pergerakan dan pengawasan dalam

mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Pengelolaan ekowisata

merupakan penyelanggaraan kegiatan wisata yang bertanggungjawab di tempat-

tempat alami dan atau daerah-daerah yang dibuat berdasarkan pada keindahan

alam dan secara ekonomi berkelanjutan yang mendukung upaya-upaya

pelestarian lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat

(Triwibowo, 2015).
11

3. Sarana dan Prasarana

Menurut Sukarsa (1999) menjelaskan bahwa sarana pokok kepariwisataan

adalah perusahaan yang hidup dan kehidupannya sangat tergantung kepada

arus kedatangan orang yang melakukan perjalanan wisata, meliputi:

a. Akomodasi (accomodation), sarana akomodasi dibutuhkan apabila wisata

diselenggarakan dalam waktu lebih dari 24 jam dan direncanakan untuk

menggunakan sarana akomodasi tertntu sebagai tempat menginap.

b. Transportasi (tourist transportation), sarana transportasi berkaitan erat

dengan mobilisasi wisatawan. Dalam perkembangan pariwisata alat transportasi

tidak hanya dipakai sebagai sarana untuk membawa wisatawan dari suatu

tempat ketempat lain saja, namun juga digunakan sebagai atraksi wisata yang

menarik.

c. Penyediaan makanan (catering trades), dilihat dari lokasinya ada makanan

yang disediakan di hotel dan menjadi bagian atau fasilitas hotel. Adapula yang

berdiri sendiri secara independen. Dimanapun restoran itu berada, ada beberapa

hal yang perlu diperhatikan, antara lain: menu, fasilitas, harga dan lokasi.

d. Obyek dan atraksi wisata (tourist objects & tourist attraction), dapat

dibedakan atas dasar asal usulnya atraksi tersebut, yaitu objek atau atraksi

wisata yang bersifat alami, buatan manusia serta perpaduan antara buatan

manusia dengan keadaan alami.

Pada dasarnya usaha tersebut merupakan fasilitas minimal yang harus ada

pada suatu daerah tujuan wisata. Jika salah satu tidak ada maka dapat diketahui

perjalanan wisata yang dilakukan tidak berjalan seperti yang diharapkan.

Prasarana (infrastructure) kepariwisataan adalah semua fasilitas yang tersedia

serta yang memungkinkan segala kegiatan berjalan dengan lancar sedemikian

rupa sehingga dapat memudahkan manusia untuk dapat memenuhi keinginan

dan kebutuhannya.
12

4. Dukungan pemerintah

Sebagai industri perdagangan jasa, kegiatan pariwisata tidak terlepas dari

peran serta pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

Pemerintah bertanggung jawab atas empat hal utama yaitu; perencanaan

kawasan pariwisata, pembangunan fasilitas utama dan pendukung pariwisata,

pengeluaran kebijakan pariwisata serta penegakan peraturan (Pramudita 2015).

Berikut ini adalah penjelasan mengenai peran-peran pemerintah dalam

bidang pariwisata tersebut:

a. Perencanaan pariwisata

Merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 50 tahun 2011 tentang

Rencana Induk Pembangunan Pariwisata Nasional tahun 2010 - 2025 pasal 2

ayat 5 menyebutkan bahwa dalam perencanaan pembangunan kepariwisataan

nasional harus meliputi pengembangan: (1) Destinasi pariwisata yang aman,

nyaman, menarik, mudah dicapai, berwawasan lingkungan, meningkatkan

pendapatan nasional, daerah dan masyarakat; (2) Pemasaran pariwisata yang

sinergis, unggul dan bertanggung jawab untuk meningkatkan kunjungan

wisatawan nusantara dan mancanegara; (3) Industri pariwisata yang berdaya

saing, kredibel, menggerakkan kemitraan usaha dan bertanggung jawab

terhadap alam dan sosiaal budaya; (4) Organisasi pemerintah, pemerintah

daerah, swasta dan masyarakat, sumberdaya manusia, regulasi dan mekanisme

operasional yang efektif dan efisien dalam rangka mendorong terwujudnya

pembangunan kepariwisataan yang berkelanjutan.

b. Pembangunan pariwisata

Dukungan pemerintah dalam pembangunan pariwisata tertuang dalam

Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 23 tahun 2015 tentang dana alokasi khusus

pada sub bidang pariwisata yang digunakan untuk pemenuhan fasilitas

pelayanan pariwisata yang ditujukan untuk mendukung sarana dan prasarana


13

pariwisata dalam rangka penciptaan kemudahan, kenyamanan, keselamatan

wisatawan dalam melakukan kunjungan ke destinasi pariwisata. Pemenuhan

fasilitas pelayanan pariwisata mulai dari penataan kawasan berupa penataan

taman (pembuatan pergola, pemasangan lampu taman, pembuatan pagar

pembatas, panggung kesenian, panggung terbuka), pembangunan dan penataan

kios cinderamata, kios kaki lima, pendopo, rest area, plaza pusat jajanan/kuliner

dan tempat ibadah.

Pembangunan pariwisata umumnya dilakukan oleh sektor swasta terutama

pembangunan fasilitas dan jasa pariwisata. Pengadaaan infrastruktur umum

seperti jalan, listrik dan air yang berhubungan dengan pengembangan pariwisata

terutama untuk proyek-proyek yang berskala besar yang memerlukan dana yang

sangat besar seperti pembangunan bandar udara, jalan untuk transportasi darat,

proyek penyediaan air bersih dan proyek pembuangan limbah merupakan

tanggung jawab pemerintah. Selain itu, pemerintah juga beperan sebagai

penjamin dan pengawas para investor yang menanamkan modalnya dalam

bidang pembangunan pariwisata.

c. Kebijakan pariwisata

Kebijakan merupakan perencanaan jangka panjang yang mencakup tujuan

pembangunan pariwisata dan cara atau prosedur pencapaian tujuan tersebut

yang dibuat dalam pernyataan-pernyataan formal seperti hukum dan dokumen-

dokumen resmi lainya. Kebijakan yang dibuat pemerintah harus sepenuhnya

dijadikan panduan dan ditaati oleh para stakeholders. Kebijakan-kebijakan yang

harus dibuat dalam pariwisata adalah kebijakan yang berhubungan dengan

pertumbuhan ekonomi, peningkatan kesempatan kerja, dan hubungan politik

terutama politik luar negeri bagi daerah tujuan wisata yang mengandalkan

wisatawan mancanegara (Pramudita 2015).


14

Dalam Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 14 Tahun 2016 tentang

pedoman destinasi pariwisata berkelanjutan pada BAB II kriteria destinasi

pariwisata berkelanjutan secara garis besar terbagi menjadi empat bagian yakni :

a) pengelolaan destinasi pariwisata berkelanjutan, b) pemanfaatan ekonomi

untuk masyarakat lokal, c) pelestarian budaya bagi masyarakat dan pengunjung

dan d) pelestarian lingkungan.

Umumnya kebijakan pariwisata dimasukkan ke dalam kebijakan ekonomi

secara keseluruhan yang kebijakannya mencakup struktur dan pertumbuhan

ekonomi jangka panjang. Kebijakan ekonomi yang harus dibuat sehubungan

dengan pembangunan pariwisata adalah kebijakan mengenai ketenagakerjaan,

penanaman modal dan keuangan, industri-industri penting untuk mendukung

kegiatan pariwisata, dan perdagangan barang dan jasa (Pramudita 2015).

d. Peraturan pariwisata

Dalam Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 5 Tahun 2014 tentang

Tanda daftar usaha pariwisata pada BAB IV pasal 6 pemerintah kota dalam

penyelenggaraan kepariwisataan berwenang untuk: a) menyusun dan

menetapkan rencana induk pembangunan kepariwisataan kota; b) menetapkan

destinasi pariwisata kota; c) menetapkan daya tarik wisata kota; d)

melaksanakan pendaftaran, pencatatan dan pendataan pendaftaran usaha

pariwisata; e) mengatur penyelenggaraan dan pengelolaan kepariwisataan di

wilayah; f) memfasilitasi dan melakukan promosi destinasi pariwisata dan produk

pariwisata yang berada di wilayahnya; g) memfasilitasi pengembangan daya tarik

wisata baru; h) menyelenggarakan pelatihan dan penelitian kepariwisataan

dalam lingkup kota; i) memelihara dan melestarikan daya tarik wisata yang

berada di wilayahnya; j) menyelenggarakan bimbingan masyarakat sadar wisata;

k) mengalokasikan anggaran kepariwisataan.


15

Selain itu, pemerintah juga bertanggung jawab atas pengelolaan sumber

daya alam seperti; flora dan fauna yang langka, air, tanah dan udara agar tidak

terjadi pencemaran yang dapat mengganggu bahkan merusak suatu ekosistem.

Oleh karena itu, penerapan semua peraturan pemerintah dan undang-undang

yang berlaku mutlak dilaksanakan oleh pemerintah.

E. Analisis SWOT

Menurut Rangkuti (2005), Tahapan analisis SWOT yang digunakan dalam

menganalisis data lebih lanjut yaitu mengumpulkan semua informasi yang

mempengaruhi ekosistem pada wilayah kajian, baik secara eksternal maupun

secara internal. Pengumpulan data merupakan suatu kegiatan pengklasifikasian

dan pra-analisis, pada tahap ini data dapat dibagi dua yaitu : pertama data

eksternal dan kedua data internal. Data eksternal meliputi : peluang

(opportunities) dan acaman (threaths) dapat diperoleh dari lingkungan luar yang

mempengaruhi kebijakan pemanfaatan ekosistem. Sedangkan data internal

meliputi : kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses) diperoleh dari

lingkungan dalam pengelolaan dan pemanfaatan ekosistem di wilayah kajian.

Kemudian menentukan bobot dari faktor internal dan eksternal sesuai dengan

tingkat kepentingannya. Jumlah seluruh bobot harus sebesar 1,0. Setelah itu

memberikan rating untuk masing-masing faktor berdasarkan jawaban/pengaruh

respon. Faktor-faktor tersebut terhadap pengelolaan ekosistem mangrove (nilai :

4 = sangat baik, 3 = baik, 2 = kurang baik, 1 = di bawah rata-rata). Kemudian

mengalikan antara bobot dengan nilai peringkat dari masing-masing faktor untuk

menentukan nilai skornya lalu menjumlahkan semua skor untuk mendapatkan

skor total. Tahap selanjutnya adalah analisis data untuk menyusun faktor-faktor

strategi, diolah dalam bentuk matriks SWOT. Matriks ini dapat menggambarkan

secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang kemungkinan

muncul, demikian pula penyesuaian dengan kekuatan dan kelemahan yang


16

dimiliki. Matriks dapat menghasilkan empat kemungkinan alternatif strategi

secara detail (Tabel 2).

Tabel 2. Standar Matriks Kombinasi SWOT (Saru, 2013)


l Faktor Internal Strengths (S) Weaknesses (W)
Tentukan 2 – 10 faktor- Tentikan 2 – 10 faktor-
Faktor Eksternal faktor kelemahan Internal faktor kekuatan internal
Opportunities (O) Strategi (SO) Strategi (WO)
Tentukan 2 – 10 faktor- Ciptakan strategi yang Ciptakan strategi yang
faktor peluang menggunakan kekuatan meminimalkan
eksternal untuk memanfaatkan kelemahan untuk
peluang memanfaakan peluang
Treaths (T) Strategi (ST) Strategi (WT)
Tentukan 2 – 10 faktor- Ciptakan strategi yang Ciptakan strategi yang
faktor ancaman menggunakan kekuatan meminimalkan
eksternal untuk menghindari kelemahan dan
ancaman menghindari ancaman

Selanjutnya dilakukan penentuan strategi pengelolaan ekosistem

mangrove dengan perumusan strategi berdasarkan data yang telah diverifikasi

melalui tabel kombinasi analisis SWOT, dimana setiap unsur SWOT yang ada

dihubungkan untuk memperoleh alternatif strategi yang mengacu pada kondisi

ekologis sumber daya mangrove dan persepsi masyarakat. Kemudian

merekomendasikan strategi yang tepat untuk pengelolaan ekosistem mangrove

berdasarkan elemen SWOT pada posisi kualitas ekosistem mangrove.


17

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari – November 2017

bertempat di Kelurahan Untia, Kecamatan Biringkanaya, Kota Makassar, Provinsi

Sulawesi Selatan (Gambar 1). Analisis data dilakukan di Departemen Kelautan,

Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar.

Gambar 1. Lokasi penelitian

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPS untuk menentukan

posisi koordinat di lapangan, roll meter untuk mengukur jarak atau ketebalan

mangrove, tali rafia untuk membuat plot 10 x 10 meter, 5 x 5 meter dan 1 x 1

meter, alat tulis kantor (ATK) untuk mencatat data hasil pengamatan, hasil

wawancara dan mengisi daftar kuesioner, teropong untuk mengamati burung,

jaring insang mesh size 2 inci untuk menangkap ikan yang akan diidentifikasi,

rambu pasang surut untuk mengukur pasang surut, senter untuk pengamatan

pasut dimalam hari, handphone untuk alat perekam suara pada saat wawancara,

kamera digital untuk dokumentasi di lapangan.


18

Bahan yang digunakan pada penelitian ini diantaranya beberapa literatur

yang berhubungan dengan metode penelitian ini, kuesioner berisi daftar

pertanyaan terlampir yang berkaitan dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat

sekitar kawasan dan kondisi ekosistem mangrove.

C. Prosedur Kerja

Langkah-langkah penelitian ini dibagi dalam lima tahapan, yaitu : (1) Tahap

Persiapan, (2) Observasi Awal, (3) Tahap Penentuan Stasiun, (4) Tahap

Pengambilan data dan (5) Tahap Analisis data.

1. Tahap Persiapan

Pada tahap persiapan ini dilakukan konsultasi dengan dosen pembimbing,

kemudian pengumpulan literatur bahan penelitian serta literatur pendukung

lainnya yang berkaitan dengan objek penelitian. Berdasarkan hal tersebut

dilakukan studi literatur untuk menentukan parameter dan membuat daftar isian

pertanyaan (kuesioner).

2. Observasi Awal

Tahap observasi awal ini dilakukan pada bulan Februari 2017 di Desa

Nelayan meliputi survei lapangan untuk mengidentifikasi dan melihat secara

langsung kondisi ekosistem mangrove di lokasi penelitian dan kondisi sosial

ekonomi masyarakat pada kawasan tersebut.

3. Tahap Penentuan Stasiun

Penentuan Stasiun pengamatan dilakukan dengan pertimbangan hasil dari

observasi awal di lapangan. Prinsip penentuan Stasiun ini dilakukan berdasarkan

keterwakilan lokasi dimana terdapat 3 Stasiun yang masing-masing berada pada:

 Stasiun 1 berada di gugusan mangrove yang bersebelahan dengan

Sekolah Tinggi Perhubungan Terpadu.


19

 Stasiun 2 berada di gugusan mangrove yang terdapat di sebelah kanan

dermaga Pelabuhan Perikanan Untia.

 Stasiun 3 berada di gugusan mangrove yang terdapat di dekat kawasan

pemukiman penduduk.

4. Tahap Pengambilan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini secara umum dapat dibagi dua

yakni :

a. Data primer yang ingin diperoleh adalah data mangrove dan organisme

yang berasosiasi dengan ekosistem tersebut, data oseanografi dan data

sosial ekonomi masyarakat.

1) Data Mangrove dikumpulkan melalui beberapa prosedur pengamatan dan

pengukuran di lapangan yaitu :

 Ketebalan mangrove diukur secara manual dengan menggunakan roll

meter yang ditarik tegak lurus terhadap garis pantai mulai dari hutan

mangrove dibatas laut sampai bagian darat dan pengukuran ketebalan

mangrove juga diukur dengan cara menarik bentangan tegak lurus

terhadap garis pantai pada google earth.

 Membuat plot kuadran bertingkat masing-masing 10 x 10 meter untuk

tingkat pohon; 5 x 5 meter untuk tingkat pancang/anakan dan 1 x 1 meter

untuk tingkat semaian (Saru, 2013).

 Menghitung jumlah jenis dan mengidentifikasi nama jenis tumbuhan

mangrove yang belum diketahui atau dengan cara mengambil

sebagian/potongan dari ranting, lengkap dengan bunga dan daunnya dan

diidentifikasi berdasarkan buku identifikasi mangrove.

2) Data pasang surut diperoleh melalui prosedur pemasangan rambu pasang

surut yang ditempatkan pada lokasi dimana pada saat pasang tertinggi dan
20

surut terendah, rambu pasut masih terendam air. Pengukuran pasang surut

dilakukan selama 39 jam dengan interval waktu 1 jam.

3) Data kedalaman diperoleh melalui prosedur pemasangan tiang skala yang

ditempatkan pada setiap Stasiun pengamatan. Pengukuran kedalaman

dilakukan pada saat pasang tertinggi.

4) Data objek biota pada ekosistem mangrove diperoleh melalui prosedur :

 Ikan dan udang dikumpulkan dengan menggunakan alat tangkap jaring

insang mesh size 2 inci (gillnet). Jaring dipasang melintang terhadap kanal

yang tergenang air di tepi hutan mangrove. Selanjutnya menunggu hingga

ikan-ikan tertangkap dengan cara terbelit dan terjerat jaring.

 Burung dilakukan pengamatan pada waktu pagi hari jam 07.00 dan sore

hari jam 17.30. Pengamatan dilakukan dengan cara duduk diam dan

bersandar di bawah pohon mangrove sambil mengamati ke arah tajuk dan

udara. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan teropong selama ±2

jam (Alfira, 2014). Pengamatan burung dilakukan di seluruh kawasan

berdasarkan informasi yang dihimpun dari masyarakat seperti lokasi atau

tempat mencari makan, kawin, tidur dan beristirahat.

 Pengamatan kepiting dan reptil langsung diamati di lapangan.

5) Data Kedalaman diperoleh melalui pengukuran dengan menggunakan

tiang skala yang ditancapkan pada area mangrove pada saat pasang

tertinggi.

6) Data sosial ekonomi masyarakat diperoleh melalui pembagian daftar isian

pertanyaan (kuesioner). Jenis pertanyaan untuk kuesioner merupakan

pertanyaan tertutup dan pertanyaan terbuka diantaranya mengenai

pengetahuan tentang mangrove, pemanfaatan mangrove, tanggapan

masyarakat tentang wisata di Kelurahan Untia. Metode yang digunakan


21

dalam pengisian kuesioner adalah purposive sampling dimana responden

ditentukan berdasarkan tujuan yang ingin diperoleh dari responden.

Khoiri (2014) mengatakan penentuan jumlah responden dihitung

berdasarkan rumus Slovin yaitu :

Keterangan : n = Jumlah sampel

N = Jumlah populasi

e = Batas toleransi kesalahan (15%)

b. Data sekunder yang merupakan data penunjang yang diperoleh dari Dinas

Kebudayaan dan Pariwisata Kota Makassar berupa Rencana Induk

Pengembangan Pariwisata Daerah dan data jumlah penduduk dari Lurah

Untia.

5. Tahap Analisis Data

Berdasarkan jenis data yang dikumpulkan, penelitian ini menggunakan dua

tahap proses analisis, yaitu analisis awal dan analisis lanjut. Analisis awal

menggunakan dua metode yaitu kualitatif dan kuantitatif, sedangkan analisis

lanjut menggunakan analisis SWOT (Rangkuti, 2005). Adapun proses analisis

data adalah sebagai berikut :

a. Analisis potensi secara kualitatif

Metode penelitian kualitatif adalah metode untuk menyelidiki obyek yang

tidak dapat diukur dengan angka-angka ataupun ukuran lain yang bersifat

eksakta. Teknik pengumpulan data deskriptif diantaranya adalah interview

(wawancara) dan pengisian kuesioner. Metode digunakan untuk

mengetahui kondisi sosial ekonomi serta budaya yang berkaitan dengan

pengelolaan mangrove di kawasan tersebut. Tahap analisis ini juga


22

merupakan observasi awal yang mengambarkan keadaan mangrove dan

juga dapat menambarkan permasalahan yang ada di lokasi penelitian.

b. Analisis potensi secara kuantitatif

Analisis kuantitatif adalah pengolahan data dengan kaidah-kaidah

matematik terhadap data angka. Analisis kuantitatif digunakan untuk data

ekologi mangrove. Adapun data mengenai kondisi ekologi berdasarkan plot

pengamatan diolah untuk menganalisis kesesuaian wisata mangrove

berdasarkan matriks kesesuaian (Tabel 3) di bawah ini :

Tabel 3. Matriks kesesuaian area untuk wisata pantai kategori wisata


mangrove
No Parameter Bobot S1 Skor S2 Skor N Skor
1 Ketebalan 0.222 >500 3 >200-500 2 >50-200 1
mangrove (m)
Kerapatan
2 mangrove 0.194 >15-25 3 >10-15 2 <10 1
(100 m²)
3 Jenis 0.166 5-6 3 3-4 2 1-2 1
mangrove
Penutupan Semak, Kelapa,
4 lahan pantai 0.138 Mangrove 3 belukar, 2 lahan 1
(vegetasi) savana terbuka
Ikan,
udang, Ikan, Salah satu
5 Objek biota 0.111 kepiting, 3 udang, 2 1
biota air
reptile, kepiting,
burung
6 Pasang Surut 0.083 0,8–1 3 1–1,5 2 >1,5 1
(m)
7 Kedalaman 0.055 0-5 3 5-10 2 >10 1
Perairan (m)
8 Aksesibilitas 0.031 4 3 2-3 2 1 1
Jumlah 1
Sumber : Bahar 2004, Saru 2013 dan Alfira 2014 (Modifikasi)

Keterangan :

Nilai maksimum = 3

Kategori Kesesuaian (%)

S1 = Sesuai, dengan nilai > 77,77 – 100%

S2= Sesuai bersyarat, dengan nilai > 55,55 – 77,77%

N = Tidak sesuai, dengan nilai 33,33 – 55,55%


23

Penentuan bobot dilakukan dengan perhitungan menggunakan rumus :

Keterangan : Wj = Bobot

n = Banyaknya parameter yang dikaji

rj = Posisi rangking suatu parameter

rp = Parameter (p=1,2,3… n)

Selanjutnya berdasarkan parameter-parameter kesesuaian area dalam

tabel di atas, data yang diperoleh di lapangan diolah dengan menggunakan

analisis data sebagai berikut :

1) Ketebalan Mangrove / lebar mangrove

Nilai yang didapatkan pada pengukuran ketebalan mangrove di lapangan

adalah pengukuran lebar mangrove.

2). Kerapatan Jenis

Keterangan : Di = Kerapatan jenis (ind/m2)

ni = Jumlah total tegakan jenis i

A = Luas total area pengambilan contoh

3). Amplitudo Pasang Surut

A = pasang tertinggi – surut terendah

Selanjutnya penentuan Indeks Kesesuaian Wisata dengan menggunakan

rumus sebagai berikut (Yulianda, 2007) :

IKW = ∑ [ Ni/Nmaks ] x 100 %


24

Keterangan: IKW = Indeks Kesesuaian Wisata

Ni = Nilai Parameter ke-I (Bobot x Skor)

Nmaks = Nilai maksimum dari suatu kategori wisata pantai.

c. Analisis SWOT

Analisis SWOT merupakan tahap analisis lanjut. Berdasarkan hasil dari

analisis kualitatif dan analisis kuantitatif, maka langkah selanjutnya adalah

melakukan identifikasi faktor-faktor strategis untuk mengidentifikasi SWOT

(Strength, Weakness, Opportunity, Threats) (Rangkuti, 2005).

Adapun langkah-langkah analisis SWOT sebagai berikut :

 Mengidentifikasi faktor-faktor strategis pengelolaan.

 Meingidentifikasi kekuatan (S), Kelemahan (W), Peluang (O), dan ancaman

(T) dari hasil pengamatan yang dilakukan.

 Dari hasil identifikasi, dipilih 3 (Tiga) point yang dianggap penting dari
setiap komponen SWOT diatas.

 Selanjutnya untuk menentukan strategi yang akan dijalankan dengan


membuat matriks gabungan dari keempat komponen SWOT. Dari hasil

matriks gabungan, kita dapat menentukan strategi dalam kelompok umum

(SO, WO, ST, dan WT), yang selanjutnya akan terjabarkan dalam bentuk

yang lebih spesifik.


25

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi

Kelurahan Untia merupakan salah satu wilayah di Kecematan Biringkanaya

Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan. Batas daerah atau wilayah Kelurahan

sebagai berikut :

Sebelah utara : Kabupaten Maros

Sebelah Timur : Kelurahan Bulurokeng

Sebelah Selatan : Kelurahan Bira

Sebelah Barat : Selat Makassar

Kelurahan Untia terletak di pinggir jalan Tol Insinyur Sutami yang

menghubungkan antara Kota Makassar dengan Kabupaten Maros. Oleh karena

itu Kelurahan Untia ini bisa ditempuh dengan mudahnya menggunakan semua

jenis transportasi darat.

Kelurahan Untia memiliki hutan mangrove seluas 10,06 ha dan belum

dimanfaatkan sama sekali oleh masyarakat sebagai objek wisata. Namun pada

umumnya hutan bakau pada kawasan Untia sudah banyak dikonversi menjadi

tambak ikan bandeng (Chanos chanos). Sebagian kawasan yang telah di

konversi menjadi tambak kini dialihfungsikan menjadi sekolah terpadu yaitu

Akademi Teknik dan Keselamatan Penerbangan (ATKP) dan Politeknik Ilmu

Pelayaran (PIP). Degradasi kondisi ekosistem asli menyebabkan daya dukung

lingkungan untuk menyediakan nutrient menjadi faktor pembatas

keberlangsungan hidup spesies yang ada. Permasalahan ini telah diupayakan

pemecahannya melalui pelaksanaan pembinaan habitat dengan merehabilitasi

tegakan bakau dengan jenis Rhizopora mucronata. Tegakan tersebut selain

berfungsi sebagai tempat bermain dan mencari makan bagi ekosistem, juga

berfungsi sebagai green belt untuk menghindari terjadinya abrasi pantai.


26

B. Parameter Ekowisata mangrove di Kelurahan Untia

1. Ketebalan mangrove

Berdasarkan hasil penelitian dan pengukuran dari garis pantai ke arah

darat yang dilakukan di kawasan mangrove Untia maka diperoleh hasil

pengukuran ketebalan ekosistem mangrove setiap Stasiun seperti pada Gambar

2 berikut ini.

200
180
Ketebalan Mangrove 160 186
(m)
140
120
100
80 101
60 81
40
20
0
I II III
Stasiun

Gambar 2. Ketebalan mangrove per Stasiun pada kawasan mangrove untia

Berdasarkan Gambar 2 di atas terlihat bahwa pada Stasiun I memiliki

ketebalan mangrove 101 meter, Stasiun II memiliki ketebalan mangrove 186

meter dan Stasiun III memiliki ketebalan mangrove 81 meter. Hal ini menjelaskan

bahwa ketebalan mangrove tertinggi terdapat pada Stasiun II.

Dari data hasil pengukuran ketebalan mangrove dengan mengacu pada

Indeks Kesesuaian Wisata Mangrove (Saru, 2013), Kategori untuk Stasiun I, II

dan III adalah tidak sesuai untuk kegiatan wisata karena kurang dari 200 m.

Wardhani (2011) menyatakan pertumbuhan penduduk yang tinggi dan

pesatnya kegiatan pembangunan di pesisir dengan berbagai peruntukan seperti

pemukiman, perikanan, pelabuhan. Maka terjadi tekanan ekologis terhadap

ekosistem pesisir, khususnya ekosistem mangrove semakin meningkat pula.


27

Meningkatnya tekanan ini tentunya berdampak terhadap kerusakan ekosistem

mangrove itu sendiri seperti kegiatan penebangan dan konversi lahan yang

terjadi di kawasan mangrove Kelurahan Untia.

2. Komposisi jenis mangrove

Berdasarkan hasil identifikasi yang dilakukan di lapangan dijumpai 3 Family

mangrove yaitu Avicenniaceae, Sonneratiaceae dan Rhizophoraceae. Spesies

yang diidentifikasi antara lain : Avicennia marina, Sonneratia alba, Rhizophora

mucronata, dan Rhizophora stylosa. Untuk data jenis mangrove yang ditemukan

di kawasan ekosistem mangrove Untia disajikan dalam Tabel 4 dibawah ini.

Tabel 4. Komposisi Jenis mangrove yang ditemukan di kawasan ekosistem


mangrove Untia
STASIUN PLOT SPESIES JUMLAH
POHON ANAKAN SEMAIAN
1 Avicennia marina 10 4 2
2 Avicennia marina 16 2 26
I Rhizophora mucronata - - 8
3 Avicennia marina 18 4 22
Rhizophora mucronata 11 8 38
Total 55 18 96
1 Avicennia marina 7 16 16
2 Avicennia marina 19 3 1
II Rhizophora mucronata - 3 19
3’ Avicennia marina 5 3 14
Rhizophora mucronata 37 2 32
Total 68 27 82
1 Avicennia marina 8 6 54
Rhizophora mucronata 2 3 2
2 Avicennia marina 5 69 -
III Rhizophora mucronata 3 - -
Avicennia marina - 21 -
3 Rhizophora mucronata 4 - 2
Sonneratia alba 3 - -
Rhizophora stylosa 7 6 7
Total 32 105 65
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pada Stasiun I terdapat 55 pohon

yang terdiri dari 2 spesies yaitu Avicennia marina dan Rhizophora mucronata,
28

terdapat juga 18 anakan serta 96 semaian yang terdiri dari 2 spesies yaitu

Avicennia marina dan Rizhophora mucronata. Pada Stasiun II terdapat 68 pohon

yang terdiri dari 2 spesies yaitu Avicennia marina dan Rhizophora mucronata. 27

anakan serta 82 semaian yang terdiri dari 2 spesies yaitu Avicennia marina dan

Rhizophora mucronata. Pada Stasiun III terdapat 32 pohon yang terdiri dari 4

spesies yaitu Avicennia marina, Rhizophora mucronata, Sonneratia alba dan

Rhizophora stylosa.

Nontji (2005) yang diacu dalam Rizky et al. (2013) menyatakan dari sekian

banyak jenis mangrove di Indonesia, jenis api-api (Avicennia sp), bakau

(Rhizhophora sp), tancang (Bruguiera sp) dan pedada (sonneratia sp)

merupakan tumbuhan mangrove utama yang paling banyak dijumpai. Jenis-jenis

mangrove tersebut adalah kelompok mangrove yang menangkap, menahan

endapan dan menstabilkan tanah habitatnya.

Beragamnya komposisi jenis mangrove yang ada di kawasan mangrove

akan menambah wawasan bagi para pengunjung yang datang di kawasan

ekosistem mangrove tersebut, sehingga pengunjung yang datang di kawasan

mangrove tersebut dapat mengetahui setiap jenis mangrove yang ada di

kawasan mangrove Untia. Dengan demikian ekosistem mangrove di kawasan

Untia ini memberikan nilai edukatif yang berarti bagi setiap yang mendatanginya.

Alfira (2014) menyatakan dengan adanya komposisi jenis yang beragam

dari pohon mangrove dengan bentuk yang melengkung kesana kemari serta

batang dengan tekstur yang tidak merata, dedaunan yang lebat, rindang, bunga

dan buah yang khas pada ekosistem mangrove menambah daya tarik bagi

wisatawan.
29

3. Kerapatan Jenis Mangrove

Kerapatan jenis adalah jumlah tegakan jenis i dalam suatu unit area. Nilai

kerapatan jenis vegetasi mangrove di kawasan hutan mangrove untia disajkan

dalam Tabel 5 dibawah ini.

Tabel 5. Nilai kerapatan jenis vegetasi mangrove


JUMLAH LUAS KERAPATAN
STASIUN PLOT SPESIES POHON AREA (Pohon/100m2)
(Ni) (m)
1 Avicennia marina 10 100 10
I 2 Avicennia marina 16 100 16
3 Avicennia marina 18 100 18
Rhizophora mucronata 11 100 11
Total 55 100 55
Rata-rata 18
1 Avicennia marina 7 100 7
II 2 Avicennia marina 19 100 19
3 Avicennia marina 5 100 5
Rhizophora mucronata 37 100 37
Total 68 100 68
Rata-rata 23
1 Avicennia marina 8 100 8
2 Rhizophora mucronata 2 100 2
III Avicennia marina 5 100 5
Rhizophora mucronata 4 100 4
3 Sonneratia alba 3 100 3
Rhizophora stylosa 7 100 7
Total 29 100 9
Rata-rata 10

Dari hasil pengukuran nilai kerapatan jenis mangrove berdasarkan kategori

pohon disetiap plot menunjukkan bahwa Avicennia marina memiliki nilai

kerapatan tertinggi jika dibandingkan dengan jenis lainnya seperti Rhizophora

mucronata, Rhizophora stylosa dan Sonneratia alba. Berdasarkan nilai kerapatan

rata-rata setiap Stasiun, maka pada Stasiun I memiliki nilai kerapatan 18

pohon/100m2, Stasiun II memiliki nilai kerapatan 23 pohon/100m 2, dan Stasiun III

memilii nilai kerapatan 10 pohon/100m2.


30

Stasiun II memiliki nilai kerapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan

Stasiun lainnya. Tingginya kerapatan mangrove menunjukkan banyaknya pohon

dalam Stasiun ini. Dengan demikian, kawasan mangrove Untia menjadi

penyuplai oksigen yang besar sehingga setiap pengunjung yang berkunjung ke

kawasan tidak hanya memperoleh informasi yang bersifat edukatif tetapi juga

akan dapat menikmati udara segar yang cukup sulit dinikmati di perkotaan.

Berdasarkan KEPMEN LH No 201 Tahun 2004 tentang pedoman

kerusakan mangrove. Kerapatan mangrove di Kelurahan Untia tergolong sedang

dan sangat padat.

4. Kondisi Pasang Surut

Pengukuran pasang surut di lokasi penelitian dengan menggunakan rambu

pasut pada posisi koordinat LS= 5º3’53,09” dan BT= 119º28’20,06” Untuk grafik

pasang surut disajikan pada Gambar 3 berikut.

140
120
100
Tinggi Muka Air (cm)

80
60

40
20
0

Waktu Pengamatan

Gambar 3. Pola pasang surut Untia

Jenis pasang surut yang ada di kawasan Untia termasuk tipe pasang surut

harian ganda (semi diurnal tide). Jenis pasang surut ini merupakan pasang surut

yang terjadi dua kali pasang dan dua kali surut yang tingginya hampir sama

dalam sehari.
31

Data mengenai pasang surut merupakan data primer yang diolah dari hasil

pengukuran di lokasi penelitian selama 39 jam. Dari analisis data pasang surut

memperlihatkan bahwa tinggi muka air di lokasi penelitian pada saat pasang

tertinggi mencapai 123 cm pada rambu pasut sedangkan tinggi muka air pada

saat surut terendah adalah 7 cm. Ini menunjukkan bahwa kisaran pasang surut

yang diperoleh adalah sebesar 116 cm. Dari data hasil pengukuran pasang surut

dengan mengacu pada Indeks Kesesuaian Wisata Mangrove (Saru, 2013),

perairan di kawasan Untia masuk dalam kategori sesuai (1 -1,5 meter).

5. Objek Biota

Ekosistem mangrove membentuk percampuran yang unik antara

organisme laut dan darat dan menggambarkan suatu rangkaian dari darat ke laut

dan begitu pula sebaliknya (Nybakken, 1992). Ekosistem mangrove sangat unik,

disebabkan luas wilayah dimana organisme daratan menempati bagian atas

sedangkan hewan lautan menempati bagian bawah. Jenis-jenis biota yang

ditemukan dari hasil pengamatan di masing-masing Stasiun sebagai berikut:

a. Ikan

Kawasan mangrove di Kelurahan Untia memiliki beberapa biota yang

berasosiasi dengan mangrove. Potensi ini merupakan modal yang sangat besar

untuk menarik wisatawan untuk berkunjung ke kawasan mangrove Kelurahan

Untia. Areal mangrove sebagai tempat pemijahan berperan penting menjadikan

tempat bernaung serta mengurangi tekanan dari predator.

Nybakken (1992) menyatakan bahwa ikan menjadikan mangrove sebagai

tempat untuk pemijahan, habitat permanen atau tempat berkembangbiak. Jenis

ikan yang ditemukan di lokasi dapat dilihat pada Tabel 6 berikut ini :
32

Tabel 6. Jenis ikan yang ditemukan di kawsaan mangrove Untia


No Nama Latin Nama Indonesia
1 Chanos chanos Ikan bandeng
2 Chelon subviridis Ikan belanak
3 Periopthalmus sp Ikan gelodok

b. Burung

Beberapa spesies burung pada musim tertentu membutuhkan mangrove

untuk mencari makanan dan perlindungan. Mangrove merupakan habitat penting

bagi migrasi tahunan dan dapat menjadi tempat berlindung pada musim

kemarau. Dari hasil pengamatan di lokasi penelitian burung yang di temukan

dapat dilihat pada Tabel 7 dibawah ini :

Tabel 7. Jenis ikan yang ditemukan di kawasan mangrove Untia


No Nama Latin Nama Indonesia
1 Ciconia sp Burung bangau
2 Egretta sp Burung kuntul
3 Halcyon sp Burung cekakak

c. Reptil

Hutan mangrove merupakan habitat dari berbagai jenis satwa yang

beranekaragam salah satunya adalah reptil. Hewan reptil memanfaatkan

ekosistem mangrove untuk berlindung dan mencari makan. Jenis reptile yang

ditemukan di kawasan hutan mangrove Untia disajikan pada Tabel 8 dibawah ini:

Tabel 8. Jenis reptil yang ditemukan di kawasan mangrove Untia


No Nama Latin Nama Indonesia
1 Dasia sp Kadal
2 Phyton sp Ular

d. Crustacea

Hutan mangrove merupakan tempat hidup yang sangat sesuai untuk jenis

crustacea. Ada beberapa jenis crustacea yang ditemukan saat pengamatan di

kawasan mangrove Untia. Jenis-jenis crustacea yang berasosiasi dengan

mangrove dapat dilihat pada Tabel 9 dibawah ini :


33

Tabel 9. Jenis crustacea yang ditemukan di kawasan mangrove Untia


No Nama Latin Nama Indonesia
1 Episesarma sp Kepiting mangrove
2 Syclla serrate Kepiting bakau

6. Kedalaman Perairan

Hasil pengukuran kedalaman perairan pada saat pasang tertinggi di

kawasan mangrove dapat dilihat seperti pada Gambar 4 berikut ini.

0.9
(m)
KedalamanSaat Pasang Tertinggi

0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
I II III
Stasiun

Gambar 4. Kedalaman perairan pada saat pasang tertinggi

Berdasarkan hasil pengukuran kedalaman perairan pada saat pasang

tertinggi maka didapatkan hasil pada Stasiun I dan II kedalaman perairan setinggi

0,5 meter. Pada Stasiun III kedalaman perairan setinggi 0.8 meter. Saru (2013)

menyatakan kedalaman perairan yang sesuai untuk dijadikan kawasan wisata

mangrove yaitu 0 - 5 meter.

Rizky et al.(2013) menjelaskan pengembangan wisata di hutan mangrove

antara lain dapat dilakukan dengan pembuatan jalan berupa jembatan diantara

tanaman pengisi hutan mangrove. Sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam

kegiatan ini adalah boardwalk. Track daratan dibuat dengan pertimbangan dibuat

pada daerah yang memenuhi kriteria sesuai dengan indeks kesesuaian wisata

atau kategori sesuai bersyarat. Track yang dibuat mengacu pada keadaan

pasang tertinggi perairan.


34

7. Aksesibilitas

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, aksesibilitas menuju kawasan

mangrove Untia masuk dalam kategori sesuai bersyarat. Akses menuju

Kelurahan Untia dapat ditempuh melalui jalur laut dan jalur darat.

Sarana penunjang untuk jalur laut yaitu adanya fasilitas berupa dermaga

yang tersedia di Kelurahan Untia. Aksesibilitas menggunakan jalur darat dapat

ditempuh melalui dua alternatif, yaitu melalui Jl Daengta Qalia dan melaui Jl

Salodong. Kelurahan Untia dapat diakses menggunakan kendaraan roda dua

maupun roda empat, baik itu kendaraan pribadi maupun kendaraan umum.

C. Analisis Kesesuaian Ekowisata Mangrove di Kelurahan Untia

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka dapat diketahui kategori

tingkat kesesuaian lahan untuk Stasiun I disajikan dalam Tabel 10 dibawah ini :

Tabel 10. Tingkat kesesuaian lahan pada Stasiun I


No Parameter Bobot Hasil Penelitian Skor Bobot x
Skor
1 Ketebalan mangrove (m) 0.222 101 1 0.222
2 Kerapatan mangrove 0.194 18 3 0.582
(pohon/100m²)
3 Jenis mangrove 0.166 2 1 0.166
4 Penutupan Lahan Pantai 0.138 mangrove 3 0.414
5 Objek Biota 0.111 ikan, burung, 3 0.333
reptil, kepiting
6 Pasang Surut (m) 0.083 1.16 2 0.166
7 Kedalaman Perairan (m) 0.055 0.5 3 0.165
8 Aksesibilitas 0.031 2 2 0.062
Jumlah 2.110

Dari perhitungan kategori tingkat kesesuaian lahan pada Stasiun I

diperoleh nilai untuk setiap parameter. Parameter ketebalan mangrove diperoleh

hasil pengukuran 101 meter. Parameter kerapatan mangrove didapatkan 18

pohon/100mr2. Untuk parameter jenis mangrove diperoleh hasil 2 jenis yaitu

Avicennia alba dan Rhizophora mucronata. Untuk objek biota yang berasosiasi

dengan ekosistem mangrove ada burung, kepiting, ikan dan reptile. Amplitudo
35

pasang surut di Kelurahan Untia sebesar 1.16 meter. Untuk kegiatan ekowisata

mangrove, Amplitudo pada perairan ini termasuk kategori sedang. Untuk

kedalaman perairan pada saat pasang tertinggi di Stasiun I setinggi 0.5 meter.

Hal ini menjadi acuan untuk membuat jalan setapak bilamana nantinya akan

dikembangkan. Serta aksesibilitas yang mudah dijangkau dengan menggunakan

transportasi darat dan laut.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diketahui kategori tingkat

kesesuaian lahan untuk Stasiun II disajikan dalam Tabel 11 dibawah ini.

Tabel 11. Tingkat kesesuaian lahan pada Stasiun II


No Parameter Bobot Hasil Penelitian Skor Bobot x
Skor
1 Ketebalan mangrove (m) 0.222 186 2 0.444
2 Kerapatan mangrove 0.194 23 3 0.582
(pohon/100m²)
3 Jenis mangrove 0.166 2 1 0.166
4 Penutupan Lahan Pantai 0.138 mangrove 3 0.414
5 Objek Biota 0.111 ikan, burung, 3 0.333
reptil, kepiting
6 Pasang Surut (m) 0.083 1.16 2 0.166
7 Kedalaman Perairan (m) 0.055 0.5 3 0.165
8 Aksesibilitas 0.031 2 2 0.062
Jumlah 2.332

Dari perhitungan kategori tingkat kesesuaian lahan pada Stasiun II

diperoleh nilai untuk setiap parameter. Untuk parameter ketebalan mangrove

diperoleh hasil pengukuran 186 meter dan merupakan ketebalan mangrove

tertinggi dari ketiga Stasiun, hal ini dipengaruhi adanya rehabilitasi mangrove

yang dilakukan pada Stasiun II. Untuk parameter kerapatan mangrove diperoleh

hasil 23 pohon/100m2 dan merupakan kerapatan tertinggi dari ketiga Stasiun.

Untuk parameter jenis mangrove diperoleh hasil 2 jenis yaitu Avicennia alba dan

Rhizophora mucronata. Untuk objek biota yang berasosiasi dengan ekosistem

mangrove ada burung, kepiting, ikan dan reptile. Amplitudo pasang surut di

Kelurahan Untia sebesar 1.16 meter. Untuk kegiatan ekowisata mangrove,


36

Amplitudo pada perairan ini termasuk kategori sedang. Untuk kedalaman

perairan pada saat pasang tertinggi di Stasiun II setinggi 0.5 meter. Hal ini

menjadi acuan untuk membuat jalan setapak bilamana nantinya akan

dikembangkan. Serta aksesibilitas yang mudah dijangkau dengan menggunakan

transportasi darat dan laut.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat diketahui kategori

tingkat kesesuaian lahan untuk Stasiun I disajikan dalam Tabel 12 dibawah ini

Tabel 12. Tingkat kesesuaian lahan pada Stasiun III


No Parameter Bobot Hasil Penelitian Skor Bobot x
Skor
1 Ketebalan mangrove (m) 0.222 81 1 0.222
2 Kerapatan mangrove 0.194 10 2 0.388
(pohon/100m²)
3 Jenis mangrove 0.166 4 2 0.332
4 Penutupan Lahan Pantai 0.138 Mangrove 3 0.414
5 Objek Biota 0.111 ikan, burung, 3 0.333
reptil, kepiting
6 Pasang Surut (m) 0.083 1.16 2 0.166
7 Kedalaman Perairan (m) 0.055 0.8 3 0.165
8 Aksesibilitas 0.031 2 2 0.062
Jumlah 2.082

Dari perhitungan kategori tingkat kesesuaian lahan pada Stasiun III

diperoleh nilai untuk setiap parameter. Untuk parameter ketebalan mangrove

diperoleh hasil pengukuran 81 meter dan merupakan ketebalan mangrove

terendah dari ketiga Stasiun, hal ini dipengaruhi adanya pengambilan bibit

mangrove yang dilakukan pada Stasiun III. Untuk parameter kerapatan

mangrove diperoleh hasil 10 pohon/100m2 dan merupakan kerapatan terendah

dari ketiga Stasiun. Untuk parameter jenis mangrove diperoleh hasil 4 jenis yaitu

Avicennia alba, Rhizophora mucronata, Sonneratia alba dan Rhizophora stylosa.

Untuk objek biota yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove ada burung,

kepiting, ikan dan reptil. Amplitudo pasang surut di Kelurahan Untia sebesar 1.16

meter. Untuk kegiatan ekowisata mangrove, Amplitudo pada perairan ini

termasuk
37

kategori sedang. Untuk kedalaman perairan pada saat pasang tertinggi di

Stasiun III setinggi 0.8 meter. Hal ini menjadi acuan untuk membuat jalan

setapak bilamana nantinya akan dikembangkan. Serta aksesibilitas yang mudah

dijangkau dengan menggunakan transportasi darat dan laut.

Tabel 13. Hasil penilaian kesesuaian lahan untuk ekowisata mangrove


Stasiun
Parameter Bobot I II III
Skor Nilai Skor Nilai Skor Nilai
Ketebalan mangrove (m) 0.222 1 0.222 2 0.444 1 0.222
Kerapatan mangrove 0.194 3 0.582 3 0.582 2 0.388
(pohon/100m²)
Jenis mangrove 0.166 1 0.166 1 0.166 2 0.332
Penutupan Lahan Pantai 0.138 3 0.414 3 0.414 3 0.414
Objek Biota 0.111 3 0.333 3 0.333 3 0.333
Pasang Surut (m) 0.083 2 0.166 2 0.166 2 0.166
Kedalaman Perairan (m) 0.055 3 0.165 3 0.165 3 0.165
Aksesibilitas 0.031 2 0.062 2 0.062 2 0.062
Jumlah 2.110 2.332 2.082
Nilai Kesesuaian 70.333 77.733 69.4
Kategori Kesesuaian S2 S2 S2

Berdasarkan Tabel 13 di atas dapat disimpulkan bahwa nilai kesesuaian

untuk Stasiun I adalah 70,333% dengan kategori sesuai bersyarat. Stasiun II

adalah 77,733% dengan kategori sesuai bersyarat dan Stasiun III adalah 69,4%

dengan kategori sesuai bersyarat.

D. Persepsi Stakeholder

1) Jumlah Responden

Penentuan jumlah responden menggunakan rumus Slovin. Dari hasil

perhitungan menggunakan rumus Slovin, maka didapatkan jumlah responden

sebanyak 40 orang yang terdiri pemerintah setempat dan masyarakat yang

bermukim di sekitar ekosistem mangrove.


38

2) Karakteristik Responden Masyarakat Kelurahan Untia

a. Usia Responden

Berdasarkan penelitian yang dilakukan didapatkan karakteristik masyarakat

Kelurahan Untia yang menjadi responden berdasarkan usia disajikan pada

Gambar 5 di bawah ini.

8%
10%
12-25
25% 26-45
46-65
57% 65 - keatas

Gambar 5. Usia responden di Kelurahan Untia

Dari grafik diatas dapat diketahui 58% dari responden berusia 26 – 45

tahun, 25% dari responden berusia 46 – 65 tahun, 10% dari responden berusia

12 – 25 tahun dan 8 % dari responden berusia 65 tahun keatas.

b. Pendidikan responden

Adapun data mengenai tingkat pendidikan masyarakat Kelurahan Untia

yang menjadi responden disajikan pada Gambar 6 di bawah ini

3%
5%
Tidak sekolah
30% 32% SD
SMP
SMA
30% S1

Gambar 6. Tingkat pendidikan responden di Kelurahan Untia


39

Secara umum pendidikan masyarakat Kelurahan Untia belum cukup baik.

Tingkat pendidikan masyarakat yang paling banyak adalah SD dengan

persentase sebanyak 32%, sedangkan tingkat pendidikan S1 hanya sebanyak

3%.

Feronika (2011) menyatakan pendidikan merupakan suatu cara untuk

meningkatkan keterampilan dan pengetahuan masyarakat didalam

memperlakukan lingkungan misalnya dalam pengelolaan, pemanfaatan,

pengembangan serta perlindungan khususnya dalam pengelolaan ekowisata

sehingga dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat.

c. Jenis Pekerjaan Responden

Pesentase jenis pekerjaan dari masyarakat Kelurahan Untia dapat dilihat

pada Gambar 7 di bawah ini.

2%
Buruh
13% IRT
30% Nelayan
20% Pegawai swasta
Pegawai Negeri
5% 13% 17% Wirausaha

dll

Gambar 7. Jenis pekerjaan responden di Kelurahan Untia

Berdasarkan data yang diperoleh, karakteristik pekerjaan masyarakat yang

paling tinggi adalah sebagai IRT sebanyak 30%. Masyarakat yang berwirausaha

sebanyak 20%, masyarakat yang menjadi nelayan 17%, masyarakat yang jadi

pegawai swasta sebanyak 13%, masyarakat yang menjadi pegawai negeri

sebanyak 5% dan masyarakat yang menjadi buruh sebanyak 2%.


40

d. Pemahaman masyarakat tentang mangrove

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Kelurahan Untia, diperoleh

persentase mengenai pemahaman masyarakat tentang mangrove disajikan pada

Gambar 8.

28% 30%
Baik
Sedang
Buruk

42%

Gambar 8. pemahaman masyarakat tentang ekosistem mangrove

Pemahaman masyarakat terhadap ekosistem mangrove cukup baik

dengan perolehan persentase sebanyak 30% baik dan 42% sedang. Sebagian

besar masyarakat sudah mengetahui tentang ekosistem mangrove secara umum

dan fungsinya, namun ada beberapa masyarakat yang sama sekali belum

mengetahui ekosistem mangrove.

e. Pemahaman masyarakat tentang ekowisata

Persentase mengenai pemahaman masyarakat kelurahan Untia mengenai

ekowisata disajikan pada Gambar 9 di bawah ini.

42% Ya
58% Tidak

Gambar 9. Pengetahuan responden tentang ekowisata


41

Berdasarkan hasil kuesioner yang disebar, diketahui bahwa pemahaman

masyarakat mengenai ekowisata masih sangat rendah dengan nilai persentse

sebanyak 58%. Apabila di kawasan mangrove Untia akan dikembangkan menjadi

kawasan ekowisata, maka perlu adanya sosialisasi program atau penyuluhan

konservasi secara kontinyu kepada masyarakat.

Wardhani (2011) menyatakan keterlibatan dan partisipasi masyarakat lokal

dalam pengembangan dan pengelolaan ekowisata memberikan mereka

kesempatan untuk berhubungan langsung dengan lingkungan, sehingga

kesadaran mengenai kelestarian lingkungan juga tumbuh. Pelatihan masyarakat

setempat sebagai pemandu ekowisata dapat menambah pendapatan dan

pengembangan masyarakat lokal sebagai pendukung konservasi. Dengan

adanya pekerjaan dan pelatihan akan meningkatkan kesadaran masyarakat dan

pemahaman serta memperkuat mereka untuk mengelola sumberdaya secara

lestari.

f. Keinginan Masyarakat Terlibat Dalam Ekowisata

Salah satu tujuan dari kegiatan ekowisata adalah untuk mensejahterakan

masyarakat lokal. Keterlibatan masyarakat lokal sangat penting, karena

merekalah yang akan menyediakan sebagian besar atraksi sekaligus

menentukan kualitas produk wisata. Adapun persentase keinginan masyarakat

untuk ikut terlibat dalam kegiatan ekowisata disajikan pada Gambar 10 di bawah

ini.

7%

Tidak
Ya
93%

Gambar 10. Keinginan responden terlibat dalam ekowisata mangrove


42

Dari hasil kuesioner dan diskusi singkat, sebagian besar dari masyarakat

(93%) berkeinginan terlibat dalam kegiatan ekowisata mangrove dan hanya 7%

yang tidak ingin terlibat. Masyarakat yang ingin terlibat dalam kegiatan ekowisata

ini ada yang bersedia menjadi pemandu dan menyewakan rumahnya untuk

penginapan ekowisatawan.

Purnobasuki (2012) dalam Putra (2014) menyatakan keberhasilan

pengembangan ekowisata mangrove dipengaruhi oleh beberapa faktor

diantaranya lokasi harus memenuhi kesesuaian untuk ekowisata dan mudah

dijangkau, memiliki konsep perencanaan dan persiapan, adanya keterlibatan

masyarakat lokal untuk menjalankan kegiatan ekowisata sebagai usaha

bersama, memiliki interpretasi alam dan budaya yang baik, mampu menciptakan

rasa nyaman, aman dan pembelajaran kepada wisatawan serta dapat menjalin

hubungan kerja berkelanjutan dengan stakeholder yang terlibat.

E. Analisis SWOT

Analisis strategi pengembangan ekowisata mangrove di kawasan

mangrove Untia menggunakan Analisis SWOT (Strength, Weakness,

Opportunity, and Threats). Tahapan analisis SWOT yang digunakan dalam

menganalisis data lebih lanjut yaitu mengumpulkan semua informasi yang

mempengaruhi ekosistem pada wilayah kajian, baik secara internal maupun

secara eksternal.

Hasil studi lapangan yang dilakukan berdasarkan metodologi penelitian,

persepsi stakeholder yaitu pemerintah setempat dan masyarakat yang

berdomisili di sekitar kawasan mangrove maka dilakukan analisis SWOT. Hal

pertama yang dilakukan dalam analisis adalah mengidentifikasi faktor internal

dan eksternal yang memberi pengaruh nyata dalam pengembangan ekowisata

mangrove Untia. Kemudian merumuskan strategi guna memperoleh strategi yang

dipilih untuk direkomendasikan kepada pemerintah Kota Makassar, terutama


43

bagi stakeholder yang berhubungan langsung dengan perencanaan

pembangunan pesisir.

Kekuatan

 Kelurahan Untia sudah ditetapkan menjadi salah satu Kelurahan Wisata

di Kota Makassar

 Memiliki potensi ekowisata

 Aksesibilitas terjangkau

Kelemahan

 Kurangnya keanekaragaman jenis mangrove

 Kurangnya sarana dan prasarana pendukung ekowisata

 Kurangnya daya tarik untuk kegiatan wisata pada kawasan tersebut

Peluang

 Jumlah sumberdaya manusia yang berpotensi sebagai tenaga kerja

 Berdekatan dengan ATKP dan PIP

 Banyak pemancing yang datang ke Untia

Ancaman

 Konversi lahan menjadi tambak dan sekolah tinggi terpadu

 Persediaan air bersih yang kurang

 Pencemaran perairan dari Pelabuhan Peikanan Untia

Selanjutnya hasil akumulasi dari faktor internal sumberdaya ekosistem

yang disajikan sebagai area ekowisata dapat dilihat pada Tabel 11 berikut :
44

Tabel 14. Matriks faktor-faktor strategi internal ekosistem mangrove


Faktor Strategi Internal
No Bobot Rating Skor Akumulasi
Kekuatan (Strengths)

Kelurahan Untia sudah


1 ditetapkan menjadi salah 0,5 4 2
satu Kelurahan Wisata di
Kota Makassar 3,5
2 Memiliki potensi ekowisata 0,333 3 0,999
3 Aksesibilitas terjangkau 0,167 3 0,501
1
Kelemahan (weakness)

Kurangnya
1 keanekaragaman jenis 0,5 -3 -1,5
mangrove
Kurangnya sarana dan
2 prasarana pendukung 0,333 -4 -1,332 -3,333
ekowisata
Kurangnya daya tarik untuk
3 kegiatan wisata pada 0,167 -3 -0,501
kawasan tersebut
1
Total 0,167

Pada Tabel diatas memperlihatkan matriks strategi bahwa untuk

pemanfaatan ekosistem mangrove sebagai area ekowisata memiliki kekuatan

yaitu sebesar 3.5 sedangkan kelemahan menunjukkan nilai 3.333. Nilai

akumulasi dari faktor internal ini sebesar 0.167. Dari segi internal pemanfaatan

sumberdaya ekosistem ini sangat kuat sehingga untuk merumuskan strateginya

mengandalkan kekuatan yang ada.

Untuk hasil akumulasi dari faktor eksternal sumberdaya ekosistem yang

disajikan sebagai area ekowisata dapat dilihat pada Tabel 12 berikut :


45

Tabel 15. . Matriks faktor- faktor strategi eksternal ekosistem mangrove


No Faktor Strategi Eksternal Bobot Rating Skor Akumulasi
Peluang (Opportunities)
Jumlah sumberdaya
1 manusia yang berpotensi 0,5 4 2
sebagai tenaga kerja
2 Berdekatan dengan ATKP 0,333 3 0,999 3,5
dan PIP
3 Banyak pemancing yang 0,167 3 0,501
datang ke Untia
1
Ancaman (Threaths)
1 Pencemaran perairan dari 0,5 -2 -1
Pelabuhan Peikanan Untia
2 Persediaan air bersih yang 0,333 -2 -0,666
kurang
-2
Konversi lahan menjadi
3 tambak dan Sekolah Tinggi 0,167 -2 0,334
Terpadu
1
Total 1.5

Matriks strategi eksternal pada tabel 12 menunjukkan bahwa nilai

komponen peluang sebesar 3.5 dan komponen ancaman sebesar -2. Dari faktor

eksternal diperoleh akumulasi sebesar 1.5. Keadaan ini dapat mengindikasikan

bahwa untuk memanfaatkan peluang yang ada seharusnya mengantisipasi

ancaman yang mungkin akan terjadi sehingga pemanfaatan dapat berjalan

sesuai yang diharapkan (Alfira, 2014)

Nilai akumulasi dari faktor internal dan faktor eksternal kemudian di

buatkan matriks SWOT seperti Gambar berikut ini.


46

Peluang

(0.167 : 1.5)

Kelemahan Kekuatan

Ancaman

Gambar 11. Analisis SWOT

Pada Gambar 11 di atas dapat dilihat bahwa dari berbagai faktor internal

dan eksternal didapatkan hasil yang berada pada Kuadran I. langkah yang

diambil pada Kuadran I yaitu menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan

untuk memanfaatkan peluang yang ada (Saru, 2013).

F. Strategi pengembangan ekowisata mangrove

Setelah mengetahui posisi dari hasil matriks SWOT maka langkah

selanjutnya adalah menentukan alternatif strategi pemanfaatan yang akan

direkomendasikan. Berikut adalah matriks alternatif strategi pemanfaatan area

ekowisata mangrove

Berdasarkan hasil analisis matriks SWOT dengan kombinasi faktor internal

dan faktor eksternal pengelolaan ekosistem mangrove sebagai kawasan

ekowisata pada kawasan mangrove Untia berada pada kuadran I. dengan

melihat pertimbangan antara kekuatan dan peluang pada sumberdaya

memberikan strategi khusus terhadap bentuk pemanfaatan sebagai kawasan

ekowisata yakni dengan dilakukan strategi agresif – SO (Strengths dan


47

opportunities) yang mencipakan strategi dengan menggunakan kekuatan untuk

memanfaatkan peluang.

Langkah-langkah strategi yang dilakukan untuk menunjang pemanfaatan

sumberdaya ekosistem mangrove sebagai area ekowisata antara lain seperti

yang disajikan pada Tabel 16 berikut.

Tabel 16. Matriks alternatifstrategi untuk ekowisata mangrove


Kekuatan (strengths) Kelemahan (weaknesse)
i. Kelurahan Untia sudah i. Kurangnya
ditetapkan menjadi
salah satu Kelurahan keanekaragaman jenis
Wisata di Kota mangrove
Makassar ii. Kurangnya sarana dan
ii. Memiliki potensi prasarana pendukung
ekowisata ekowisata
ii. Aksesibilitas terjangkau iii. Kurangnya daya tarik
untuk kegiatan wisata
pada kawasan tersebut
Peluang (Opportunities) Strategi SO Strategi WO
i. Jumlah sumber daya i. Perlunya publikasi i. Penanaman jenis-jenis
manusia yang mengenai kawasan mangrove yang belum
berpotensi sebagai Untia di media sosial ada di kawasan Untia
tenaga kerja ii. Pelatihan mengenai ii. Memanfaatkan area
ii. Berdekatan dengan usaha-usaha yang tambak yang masih
ATKP dan PIP terkait dengan wisata produktif untuk dijadikan
iii. Banyak pemancing terhadap sumberdaya area pemancingan
yang datang ke Untia manusia setempat iii. Perlunya pendanaan
iii. Perlu pendanaan yang yang lebih untuk
lebih untuk menyediakan sarana dan
menyediakan sarana prasarana pendukung
dan prasarana
pendukung
Ancaman (Threaths) Strategi ST Strategi WT
i. Konversi lahan i. Perlu adanya i. Pemerintah setempat
ketegasan pemerintah membuat kelompok
menjadi tambak dan dalam pemanfaatan sadar wisata
sekolah tinggi terpadu lahan di kawasan Untia ii. Membuat program
ii. Persediaan air bersih ii. Peningkatan kegiatan aksi cinta
yang kurang persediaan air bersih lingkungan
iii. Pencemaran perairan dengan cara
dari Pelabuhan mendesain system
Peikanan Untia pengairan
iii. Perlunya sosialisasi
mengenai pengolahan
dan pemanfaatan
limbah dari pelabuhan
perikanan Untia
48

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Potensi ekowisata di ekosistem mangrove Untia antara lain adanya

berbagai jenis satwa dalam hal ini burung, reptile, ikan dan kepting.

2. Hasil analisis kesesuaian menunjukkan bahwa kawasan mangrove Untia

termasuk dalam kategori sesuai bersyarat untuk dijadikan kawasan

ekowisata.

3. Strategi pengembangan ekowisata mangrove pada kawasan ekosistem

mangrove Untia yaitu : Perlunya publikasi mengenai kawasan Untia di

media sosial, pelatihan mengenai usaha-usaha yang terkait dengan wisata

terhadap sumberdaya manusia setempat dan perlu pendanaan yang lebih

untuk menyediakan sarana dan prasarana pendukung.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian pengembangan ekowisata mangrove maka

disarankan sebagai berikut :

1. Perlu pengembangan infrastruktur secara terencana untuk menunjang

kegiatan ekowisata

2. Perlunya pelibatan masyarakat dalam berbagai perencanaan

pengembangan kawasan ekowisata di Kelurahan Untia.


49

DAFTAR PUSTAKA

Alfira, R. 2014. Identifikasi Potensi dan Strategi Pengembangan Ekowisata


Mangrove Pada Kawasan Suaka Margasatwa Mampie Di Kecamatan
Wonomulyo Kabupaten Polewali Mandar [Skripsi]. Fakultas Ilmu Kelautan
dan Perikanan Universitas Hasanuddin. Makassar.

Arief, A. 2003. Hutan Mangrove Fungsi dan Manfaatnya. Kanisius. Yogyakarta.

Bahar, A. 2004. Kajian Kesesuaian dan Daya Dukung Ekosistem Mangrove


Untuk Pengembangan Ekowisata di Gugus Pulau Tanakeke, Kabupaten
Takalar, Sulawesi Selatan [Tesis]. Sekolah Pascasarjana. IPB. Bogor.

Bengen, D.G. 2004. Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem


Mangrove. PKSPL-IPB, Bogor

Brian, J.C. 1997. Panduan Lapangan Burung-Burung Di Kawasan Wallacea.


BirdLife. International.

Feronika, R.F. 2011. Studi Kesesuaian Ekowisata Mangrove Sebagai Objek


Ekowisata di Pulau Kapota Taman Nasional Wakatobi Sulawesi Tenggara
[Skripsi]. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin.
Makassar.

Kelena, P.P. 2015. Kondisi Habitat Polymesoda erosa Pada Kawasan Ekosistem
Mangrove Cagar Alam Leuweung Sancang. Jurnal Akuatika Vol.VI No 2

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 201 Tahun 2004 Tentang
Kriteria Baku dan Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove.

Khoiri, F. 2014. Analisis Kelayakan Pengembangan Ekowisata Mangrove di


Pantai Muara Indah Kecamatan Pantai Lebu Kabupaten Deli Serdang
[Skripsi] Universitas Sumatera Utara. Medan

Kusmana, C. 2003. Teknik Rehabilitasi Mangrove.Fakultas Kehutanan Institut


Pertanian Bogor. Bogor

Muhaerin, M. 2008. Kajian Sumberdaya Ekosistem Mangrove untuk Pengelolaan


Ekowisata DiEstuari Perancak, Jembrana, Bali [Skripsi] Institut Pertanian
Bogor. Bogor.

Nybakken, J.W., 1992. Biologi Laut. Suatu Pendekatan Ekologis. PT. Gramedia.
Jakarta

Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Tanda Daftar Usaha Pariwisata.

Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 23 Tahun 2015 Tentang Petunjuk Teknis


Penggunaan Dana Alokasi Khusus Sub Bidang Pariwisata.

Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 14 Tahun 2016 Tentang Pedoman Destinasi


Pariwisata Berkelanjutan.
50

Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 Tentang Rencana induk


Pembangunan Pariwisata Nasional.

Putra, A.C. 2015. Strategi Pengembangan Ekowisata Melauli Kajian Ekosistem


Mangrove di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Journal Of Science and
technology, 10 (2) : 91 – 97.

Pramudita, D. 2015. Perencanaan Pariwisata dan Tanggung Jawab Pemerintah


dalam Kebijakan Pariwisata.

Rangkuti, F. 2005. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. PT.


Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Rizky, M., Yunasfi, Lubis M.R.K. 2013. Kajian Potensi Ekowisata Mangrove di
Desa Sialang Buah Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang
Bedagai. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Rochana,E. 2009. Ekosistem Mangrove dan Pengelolaannya di Indonesia.


Yogyakarta

Saru, A. 2013. Mengungkap Potensi Emas Hijau di Wilayah Pesisir, Masagena


Press Makassar

Satria, D. 2009. Strategi Pengembangan Ekowisata Berbasis Ekonomi Lokal


Dalam Rangka Program Pengentasan Kemiskinan di Wilayah Kabupaten
Malang. Journal of Indonesian Applied Economics 3(1):37-47.

Subadra, IN. 2008. Ekowisata sebagai Wahana Pelestarian Alam. Bali.

Sukarsa, I.Made.1999. Pengantar Pariwisata. Badan Kerjasama Perguruan


Tinggi Negeri Indonesia Timur. Makassar.

Triwibowo, W. 2015. Studi Etnografi Tentang Pengelolaan Ekowisata Mangrove


Berbasis Masyarakat Di Kampung Nipah Desa Sei Nagalawan
Kecamatan Perbaungan Serdang bedagai [Skripsi]. Universitas Sumatera
Utara. Medan

Tuwo, A., 2011. Pengelolaan Ekowisata Pesisir dan Laut : Pendekatan Ekologi,
Sosial-Ekonomi, Kelembagaan dan Sarana Wilayah. Brilian Internasional,
Surabaya

Undang – Undang nomor 10 tahun 2009 Tentang Kepariwisataan

Wardhai, M.K. 2011. Kawasan Konservasi Mangrove: Suatu Potensi Ekowisata.


Jurnal kelautan, 4(1): 60-76

Wiharyanto, D. 2007. Kajian Pengembangan Ekowisata Mangrove di kawasan


Konservasi Pelabuhan Tengkayu II Kota Tarakan Kalimantan Timur
[Tesis]. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Yulianda, F. 2007. Ekowisata Bahari sebagai Alternatif Pemanfaatan Sumber


daya Pesisir Berbasis Konservasi.. Departemen MSP FPIK. IPB. Bogor.
51

LAMPIRAN
52

Lampiran 1. Hasil Perhitungan Nilai Interval Kesesuaian (%)

Parameter Bobot Skor Ni Indeks Kesesuaian


Wisata (%)
Ketebalan 0.222 3 2 1 0.666 0.444 0.222 22.20 14.80 7.40
mangrove
Kerapatan 0.194 3 2 1 0.582 0.388 0.194 19.40 12.93 6.47
Mangrove
Jenis Mangrove 0.166 3 2 1 0.498 0.332 0.166 16.60 11.07 5.53
Penutupan Lahan 0.138 3 2 1 0.414 0.276 0.138 13.80 9.20 4.60
Pantai
Objek Biota 0.111 3 2 1 0.333 0.222 0.111 11.10 7.40 3.70
Pasang Surut 0.083 3 2 1 0.249 0.166 0.083 8.30 5.53 2.77
Kedalaman 0.055 3 2 1 0.165 0.11 0.055 5.50 3.67 1.83
Perairan
Aksesibilitas 0.031 3 2 1 0.093 0.062 0.031 3.10 2.07 1.03
Total 3 2 1 100 66.67 33.33
Interval Kelas (%) S1 S2 N
>77.77 - 100 >55,55 - 77,77 33,33 - 55,55

Lampiran 2. Ketebalan Mangrove di Kelurahan Untia

Stasiun Ketebalan (m)


I 101
II 186
III 81

Lampiran 3. Kedalaman Perairan pada Mangrove pada saat pasang tertinggi


Stasiun Kedalaman (m)
I 0.5
II 0.5
III 0.8
53

Lampiran 4. Data Pasang Surut Perairan Kelurahan Untia

No Waktu Tinggi Muka Air laut (cm)


1 00,00 7
2 01,00 10
3 02,00 29
4 03,00 35
5 04,00 70
6 05,00 90
7 06,00 103
8 07,00 118
9 08,00 122
10 09,00 117
11 10,00 111
12 11,00 95
13 12,00 88
14 13,00 68
15 14,00 65
16 15,00 74
17 16,00 73
18 17,00 72
19 18,00 74
20 19,00 71
21 20,00 57
22 21,00 44
23 22,00 25
24 23,00 11
25 00,00 6
26 01,00 12
27 02,00 32
28 03,00 39
29 04,00 69
30 05,00 95
31 06,00 107
32 07,00 118
33 08,00 123
34 09,00 118
35 10,00 111
36 11,00 95
37 12,00 83
38 13,00 70
39 14,00 68
54

Lampiran 5. Perhitungan jumlah responden


55

Lampiran 6. Hasil Kuisioner Masyarakat Kelurahan Untia

Kelas Umur jumlah Persentase (%)


Remaja 12–25 4 10
Dewasa 26–45 23 58
Lansia 46–65 10 25
Manula 65 - keatas 3 8
Jumlah 40 100

Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase (%)


Tidak sekolah 2 5
SD 13 33
SMP 12 30
SMA 12 30
S1 1 3
Jumlah 40 100

Pekerjaan Jumlah Persentase (%)


Buruh 1 3
IRT 12 30
Nelayan 7 18
Pegawai swasta 5 13
Pegawai Negeri 2 5
Wirausaha 8 20
dll 5 13
Jumlah 40 100

Pemahaman Persentase
tentang Jumlah
(%)
mangrove
Baik 12 30
Sedang 17 43
Buruk 11 28
Jumlah 40 100

Pengetahuan tentang Jumlah Persentase


ekowisata (%)
Ya 17 43
Tidak 23 58
Jumlah 40 100
56

Anda mungkin juga menyukai