PENGESAHAN SKRIPSI
Nomor : .....................................
Dan dinyatakan telah diterima oleh Fakutas Teknik dan Ilmu Kelautan Universitas
Hang Tuah
Surabaya,
Ketua Sidang
Dr. Nirmalasari I.W., S.Pi., M.Si. Dr. Viv Djanat. P., M.App.Sc. Sekar Widyaningsih,
S.Kel., M,Si.
Mengetahui:
Dekan Fakultas Teknik dan Ilmu Kelautan Ketua Jurusan Oseanografi
Dr. Viv Djanat Prasita, M.App.Sc. Ir. Rudi Siap Bintoro, M.T.
NIK. 01050 NIK. 01103
iii
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul: Parameter Oseanografi
Untuk Analisis Kesesuaian Lahan Wisata di Gili Labak Kabupaten Sumenep
Madura, adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian
akhir skripsi ini.
DOSEN PEMBIMBING:
Dr. Nirmalasari Idha Wijaya, S.Pi., M.Si.
Dr. Viv Djanat Prasita, M.App.,Sc.
ABSTRAK
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat-Nya sehingga penelitian yang berjudul “Parameter Oseanografi Untuk
Analisis Kesesuaian Lahan Wisata di Gili Labak Kabupaten Sumenep Madura” ini
dapat terselesikan. Selama perkuliahan hingga penelitian ini dapat terselesaikan
penulis menerima banyak bantuan dari berbagai pihak. Tanpa mengurangi rasa
hormat, penulis mengucapkan terima kasih dan penuh cinta yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Kedua orang tua saya, yang selalu mendukung baik secara moril maupun
materiil selama penelitian bahkan seluruh kehidupan saya.
2. Ibu Nirmalasari dan Bapak Viv Djanat selaku dosen pembimbing yang telah
sabar menghadapi saya selama bimbingan serta selalu memberikan saya
banyak ilmu, dukungan, dan kesempatan yang luar biasa dalam hidup saya.
3. Para Dosen oseanografi yang telah memberikan kritik dan saran pada
seminar proposal dan seminar hasil yang membangun dalam menyelesaikan
laporan akhir ini.
4. Kepada Mamih, Papih, July dan keluarga yang telah ikut serta mendukung
dan mendoakan agar dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan lancar.
5. Kepada teman-teman PENGHIANAT selaku partner terbaik saya yang
selalu menemani serta mensupport saya dari awal hingga akhir dengan suka
maupun duka selama penyelesaian tugas akhir ini..
6. M. Zain, Fajardika, M. Fatur, Mbak Yayuk dan Rosa yang telah membantu
penelitian dalam pengambilan data lapangan di Gili Labak hingga melewati
badai yang penuh dengan banyak cerita suka maupun duka.
7. ORCA teman seangkatan oseanografi 2015 yang telah berjuang bersama
untuk masuk dan keluar bareng, semangat ini ada karena kalian.
8. UHT DC yang telah memberikan keluarga kepada saya di Surabaya, dan
yang mengajarkan organisasi yang baik hingga saat ini.
9. Kepada Dwi Putra Surya Atmaja yang selalu menemani disaat sedih
maupun senang.
vi
Akhir kata, semoga hasil penelitian ini dapat menjadi manfaat bagi
masyarakat khususnya yang sedang menekuni bidang kelautan.
DAFTAR ISI
COVER ................................................................................................................... i
PENGESAHAN SKRIPSI .................................................................................... ii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI ....... iii
ABSTRAK ............................................................................................................ iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ................................................................................................. x
BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 2
1.3 Tujuan .......................................................................................................... 3
1.4 Manfaat ........................................................................................................ 3
1.5 Batasan Masalah.......................................................................................... 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 4
2.1 Analisis Kesesuaian Wisata ........................................................................ 4
2.1.1 Parameter Oseanografi............................................................................ 4
2.1.2. Parameter Lingkungan ........................................................................... 5
2.2 Ekosistem Terumbu Karang ...................................................................... 7
2.3 Wisata Bahari .............................................................................................. 8
2.3.1 Wisata snorkel......................................................................................... 8
2.3.2 Wisata Pantai .......................................................................................... 9
2.4 Kategori Kesesuaian.................................................................................... 9
2.5 Sistem Informasi Geografis ...................................................................... 10
2.6 Penginderaan Jauh .................................................................................... 11
2.7 ENVI ........................................................................................................... 12
2.8 ArcGIS ........................................................................................................ 13
2.9 Citra Landsat 8 .......................................................................................... 13
BAB 3 METODE PENELITIAN ....................................................................... 15
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ................................................................... 15
3.2 Jenis Data yang Dikumpulkan ................................................................. 16
3.3 Alat dan Bahan .......................................................................................... 17
3.4 Prosedur Penelitian ................................................................................... 17
3.4.1 Pengumpulan Data Citra ................................................................... 18
viii
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
PENDAHULUAN
Potensi sumber daya laut di Indonesia memiliki peran yang sangat besar dalam
menjaga keseimbangan dan mendukung kehidupan manusia. Oleh karena itu
perlunya perhatian khusus dalam menangani potensi tersebut dengan baik dan
berkelanjutan sehingga dapat dipertanggungjawabkan keberlanjutannya. Tidak
hanya sebatas dijaga, tetapi juga dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan oleh
masyarakat dengan tetap memperhatikan kelesatariannya. Dengan begitu
sumberdaya yang dimiliki dapat tetap bisa dinikmati dalam jangka waktu yang
panjang. Salah satu bentuk pengelolaannya berupa pemanfaatan potensi
sumberdaya laut dan pesisir secara bijaksana (Purnama, 2013).
Menurut Gaol & Sadhotomo (2007), distribusi dan kelimpahan sumber daya
hayati di suatu perairan, tidak terlepas dari kondisi dan variasi parameter
oseanografi. Oleh karena itu, informasi yang lengkap dan akurat tentang karakter
oseanografi suatu perairan sangat diperlukan untuk tujuan pengelolaan sumber daya
perairan secara berkelanjutan.
Kabupaten Sumenep adalah kabupaten dengan pulau terbanyak di Jawa Timur
dengan jumlah pulau 126 pulau (48 pulau berpenghuni dan 78 pulau tidak
berpenghuni) (Peraturan Bupati Sumenep nomor 11 tahun 2006). Terdiri dari 25
Kecamatan dan 331 desa dengan luas total 212.410,2 Ha. Kabupaten Sumenep
mempunyai terumbu karang dan mangrove terluas di Jawa Timur dengan kondisi
yang masih baik dibandingkan dengan kabupaten lain di Jawa Timur. Luas terumbu
karang di Kabupaten Sumenep mencapai 73.911 ha (Muhsoni , 2015).
Dengan luas terumbu karang yang ada pemanfaatannya terbukti belum optimal,
dilihat dari target Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor pariwisata Kabupaten
Sumenep, Madura, Jawa Timur dibilang terlalu kecil dibanding potensi wisata yang
ada. Pemkab Sumenep hanya mengandalkan tiga objek wisata seperti wisata Pantai
Lombang, Pantai Slopeng, dan Kreton sebagai sumber pendapatan daerah.
Destinasi wisata lain, seperti Pulau Giliyang, Gili Labak hingga saat ini belum
2
Penelitian ini didasarkan pada besarnya sumber daya pesisir dan laut yang
ada di Gili Labak, namun masih belum dimanfaatkan, maka rumusan dari masalah
ini sebagai berikut:
1. Apa aja sumber daya pesisir dan laut di Gili Labak yang berpotensi untuk
dijadikan destinasi wisata?
2. Dimana saja dan berapa luasan pantai berpasir dan luas terumbu karang
untuk wisata di Gili Labak?
3
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
Dengan manfaat hasil kegiatan penelitian ini dapat digunakan bagi akademis
untuk menambah keilmuan tentang terumbu karang, bagi pemerintah daerah dan
masyarakat setempat dapat menjadi pertimbangan pengelolaan wisata pantai dan
wisata bahari yang berkelanjutan.
BAB 2
1) Kedalaman perairan
Salah satu kegiatan penyelaman dilakukan untuk menikmati keindahan di
bawah laut, berupa ekosistem terumbu karang. Namun pemandangan ini dibatasi
oleh kedalaman, seperti kegiatan penyelaman dibatasi oleh kedalaman terumbu
karang, selain karena meningkatnya tekanan atmosfer berbanding lurus dengan
bertambahnya kedalaman sehingga akan sangat beresiko pada kegiatan
penyelaman, karang dibatasi oleh penetrasi cahaya yang diterimanya sehingga pada
kedalaman tertentu tidak lagi ditemukan terumbu karang. Kegiatan wisata selam
dapat dilakukan pada kedalaman berkisar antara 6 sampai 15 m, untuk kedalaman
lebih dari 15 sampai 20 m masih cukup sesuai untuk dilakukan wisata penyelaman,
dan untuk kedalaman lebih besar dari 20 sampai 30 m kegiatan wisata penyelaman
hanya sesuai dengan syarat, sementara pada kedalaman lebih dari 30 m tidak
disarankan untuk kegiatan wisata penyelaman (Yulianda, 2007).
2) Kecepatan arus
Arus adalah proses pergerakan massa air menuju kesetimbangan yang
menyebabkan perpindahan horisontal dan vertikal massa air. Gerakan tersebut
merupakan resultan dari beberapa gaya yang bekerja dan beberapa faktor yang
mempengaruhinya beberapa penyebab terjadinya arus diakibatkan oleh daya
dorong angin, gerakan termohalin, arus pasang surut, turbulensi, tsunami dan
5
gelombang lain (Pond dan Pickard 1983 dalam Samsekerta et al., 2012). Angin
adalah faktor yang membangkitkan arus, arus yang ditimbulkan oleh angin
mempunyai kecepatan yang berbeda menurut kedalaman. Tenaga angin ini
memberikan pengaruh terhadap arus dipermukaan sekitar 20% dari kecepatan angin
tersebut dan akan semakin mengecil seiring bertambahnya kedalaman hingga
kedalaman 200 m (Bernawis, 2000 dalam Samsekerta et al., 2012).
Kecepatan arus dalam kesesuaian wisata selam dan snorkeling dibagi
menjadi empat kelas dengan skor masing-masing berdasarkan dengan tingkat
kesesuaiannya. Kecepatan arus dengan nilai kecil dari 15 cm/detik dinyatakan
sesuai, nilai antara 15 – 30 cm/detik termasuk cukup sesuai, nilai antara kecil dari
besar dari 30 – 50 cm/detik sesuai bersyarat, sedangkan untuk besar dari 50
cm/detik tidak sesuai, pembagian kelas tersebut didasarkan pada kenyamanan dan
kemanan pengunjung dalam melakukan kegiatan (Yulianda, 2007).
3) Kecerahan perairan
Kecerahan perairan merupakan hal yang penting dalam melakukan kegiatan
penyelaman, hal ini menyangkut visibility atau jarak pandang. Semakin baik jarak
pandang maka keindahan bawah air juga akan semakin nyaman untuk dinikmati
dengan mata dan kamera underwater (pemotretan dan video bawah laut). Persentase
kecerahan perairan yang sesuai untuk wisata snorkeling dan selam yang sesuai
dengan kecerahan 80 sampai 100%, cukup sesuai 50 sampai 80% kebawah, sesuai
bersyarat 20 sampai 50%, dan tidak sesuai kecil dari 20% (Yulianda, 2007).
Sebagai catatan, untuk kelompok ikan target tersebut di atas juga harus dibatasi
ukurannya, yaitu yang berukuran > 20 cm dan kelompok inilah yang dijadikan dasar
melihat kriteria kelimpahan ikan di terumbu karang.
2. Ikan indikator ialah kelompok ikan karang yang dijadikan sebagai indikator
kesehatan terumbu dalam penelitian ini kelompok ikan indikator diwakili
oleh suku Chaetodontidae (kelompok ikan kepe-kepe). Kelimpahannya
dihitung secara kuantitatif.
3. Ikan major ialah kelompok ikan karang yang selalu dijumpai di terumbu
karang yang tidak termasuk dalam kedua kategori tersebut di atas. Pada
umumnya peran utamanya belum diketahui secara pasti selain berperan di
dalam rantai makanan. Kelompok ini terdiri dari ikan-ikan kecil < 20 cm
yang dimanfaatkan sebagai ikan hias. Kelimpahannya dihitung secara
kuantitatif. Untuk ikan lainnya yang mempunyai sifat bergerombol
(schooling), kelimpahan dihitung dengan cara taksiran (semi kuantitatif).
2.2 Ekosistem Terumbu Karang
Kategori S2 : Cukup sesuai (quite suitable), pada kelas kesesuaian ini mempunyai
faktor pembatas yang agak berat untuk suatu penggunaan kegiatan tertentu secara
lestari. Faktor pembatas tersebut akan mempengaruhi kepuasan dalam kegiatan
wisata dan keuntungan yang diperoleh serta meningkatkan input untuk
mengusahakan kegiatan wisata tersebut.
Kategori S3 : Sesuai bersyarat, pada kelas kesesuaian ini mempunyai faktor
pembatas yang lebih banyak untuk dipenuhi. Faktor pembatas tersebut akan
mengurangi kepuasan sehingga untuk melakukan kegiatan wisata faktor pembatas
tersebut harus benar-benar lebih diperhatikan sehingga stabilitas ekosistem dapat
dipertahankan. Kategori TS : Tidak sesuai (not suitable), pada kelas kesesuaian ini
mempunyai faktor pembatas berat atau permanen, sehingga tidak mungkin untuk
mengembangkan jenis kegiatan wisata secara lestari.
Menurut Yulianda (2007) setiap parameter memiliki bobot dan skor, dimana
pemberian bobot berdasarkan tingkat kepentingan suatu parameter terhadap
perencanaan kawasan wisata. bobot yang diberikan adalah 5 (lima) , 3 (tiga), dan 1
(satu). Kriteria untuk masing-masing pembobotan adalah sebagai berikut :
1. Pemberian bobot 5: hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa unsur
parameter sangat diperlukan atau parameter kunci.
2. Pemberian bobot 3: hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa unsur
parameter sedikit diperlukan atau parameter yang cukup penting.
3. Pemberian bobot 1: hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa unsur
parameter dalam unsur penilaian tidak begitu diperlukan tetapi harus selalu ada atau
parameter ini tidak penting, yang artinya tanpa parameter ini kegiatan masih bisa
dilakukan.
satu teknik analisis spasial dalam berbagai bidang seperti pengelolaan kehutanan,
perencanaan perkotaan, teknik sipil, pengelolaan permukiman, bisnis, dan studi
lingkungan hidup.
Sejalan dengan luasnya bidang aplikasi dari SIG ini, terdapat banyak
definisi dari SIG ini. Namun demikian, di antara keragaman definisi tersebut dapat
dilihat adanya kemiripan satu dengan yang lainnya. Kemiripan tersebut dapat
dilihat pada kemampuan SIG ini dalam mengelola, menganalisa dan menampilkan
data spasial. Definisi konseptual tentang SIG banyak ditemukan pada referensi-
referensi lama. Satu contoh dari definisi SIG seperti disebutkan oleh Bernhardsen
(1992) adalah bahwa SIG merupakan serangkaian sistem perangkat keras dan lunak
komputer yang memiliki fungsi-fungsi untuk perolehan dan verifikasi, kompilasi,
penyimpanan, pembaruan dan perubahan, pengelolaan dan peralihan, manipulasi,
perolehan ulang dan penampilan, analisis dan kombinasi atas data geografis
Berdasar definisi konseptual tersebut dapat dipahami bahwa SIG
merupakan satu sistem yang secara garis besar terdiri dari serangkaian perangkat
keras dan lunak serta data spasial sebagai sumber informasinya. Sebuah SIG
mengintegrasikan perangkat keras, perangkat lunak, dan data spasial untuk
perolehan, pengelolaan, analisa, dan menampilkan berbagai bentuk informasi
berreferensi geografis. SIG menurunkan berbagai informasi dari dunia nyata di
muka bumi yang bersifat kompleks dalam bentuk informasi digital. Informasi yang
dihasilkan merupakan informasi spasial yang dapat berupa peta digital ataupun data
atributal. Perolehan informasi spasial dapat dilakukan melalui proses analisis
spasial yang menjadi kekuatan utama dalam SIG ini dibandingkan dengan sistem
informasi lainnya.
Menurut Lillesand et al., (2007), Penginderaan jauh berupa ilmu dan seni
untuk memperoleh infomasi tentang sebuah objek, luasan, dan gejala dipermukaan
dengan mengananalisis data yang didapatkan dari alat tanpa bersentuhan langsung
dengan objek area, atau gejala yang akan dikaji. Menurut Este dan Simonett (1975)
dalam Santoso (1998), beberapa kegiatan penginderaan jauh, diantaranya
interpretasi citra, berupa perbuatan mengkaji foto udara atau citra dengan maksud
untuk mengidentifikasi objek dan menilai arti pentingnya objek tersebut. Karena
12
menggunakan bantuan secara digital, interpretasi citra dapat dilakukan secara cepat,
efisien dan sistematik. Dalam kegiatan analisis digital ada tiga tahap kegiatan yaitu
pemulihan citra (image restoration), penajaman citra (image enchancement) dan
klasifikasi citra (image classification) (Lillesand dan Kiefer, 2000).
2.7 ENVI
2.8 ArcGIS
Satelit LDCM (Landsat-8) dijadwalkan untuk diluncurkan pada tahun 2011 dari
VAFB, CA, dengan pesawat peluncur Atlas-V-401. Satelit LDCM (Landsat-8)
dirancang diorbitkan pada orbit mendekati lingkaran sikronmatahari, pada
ketinggian :705 km, dengan inklinasi : 98.2º, periode : 99 menit, waktu liput ulang
(resolusi temporal):16 hari, waktu melintasi khatulistiwa (Local Time on
Descending Node -LTDN) nominal pada jam: 10:00 s.d 10:15 pagi (NASA, 2008
dalam Sitanggang, 2010).
15
BAB 3
METODE PENELITIAN
Pengambilan data lapangan dilakukan pada bulan April 2019, di tiga stasiun
dengan tiga titik pengamatan pada setiap stasiunnya. Lokasi pengambilan data
lapangan dapat dilihat pada Gambar 1. dan titik koordinat pengamatan ditunjukkan
pada Tabel 1.
Data-data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data
primer, data citra serta data sekunder dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 2. Jenis Data yang Dikumpulkan
Data Sumber Data
Kedalaman Perairan PUSHIDROS TNI AL
(2018)
Survei Lapangan (2019)
Pasang Surut Air Laut BIG (2018)
Kecepatan Arus Survei Lapangan (2019) &
PUSHIDROS TNI AL
Kecerahan Perairan Survei Lapangan (2019)
Tutupan Terumbu Karang Survei Lapangan (2019)
Lebar Hamparan Karang Data Citra Satelit (2018)
Jenis Ikan Karang Survei Lapangan (2019)
Life form Survei Lapangan (2019)
Lebar Pantai Data Citra Satelit (2018)
Tipe Pantai dan Material Dasar Perairan Survei Lapangan (2019)
Biota Perairan Survei Lapangan (2019)
17
Alat yang digunakan dalam pengambilan data lapangan pada Gili Labak
Madura seperti pada Tabel .
PENGUMPULAN DATA
KLASIFIKASI
PETA TEMATIK CITRA
PETA TEMATIK
OVERLAY
Data Satelit
Landsat Level
1
Koreksi
Radiometrik
Cropping Citra
Pemisahan Region
Darat dan Laut
Algoritma Lyzenga
Penajaman Citra
Klasifikasi
Sebaran Terumbu
Karang
Overlay
Peta Tematik
Sebaran Terumbu
Karang
2. Cropping Citra
Pemotongan citra dilakukan untuk membatasi wilayah yang akan dikaji
agar objek yang ingin diteliti lebih terfokus dan lebih efektif dalam pengerjaannya.
3. Pemisahan Region Darat dan Laut
Untuk memudahkan proses transformasi dan klasifikasi, maka perlu
dilakukan pemisahan antara region darat dan region laut. Metode yang dilakukan
yaitu dengan melakukan digitasi bagian daratan pada citra. Setelah dilakukan
digitasi, maka wilayah Digital Number laut dibiarkan tetap membawa nilai
permukaan sedangkan wilayah darat dihapus (null), (Jaelani et al., 2015).
4. Transformasi Lyzenga
Dalam pengolahan citra satelit untuk pemetaan terumbu karang, terdapat
beberapa metode yang bisa digunakan. Salah satunya adalah Algoritma Lyzenga
(Lyzenga, 1978, 1981). Metode Lyzenga dikenal dengan nama metode
depthinvariant index atau metode water column correction (koreksi kolom air).
Koreksi kolom air bertujuan untuk mengeliminasi kesalahan identifikasi spektral
habitat karena faktor kedalaman. Metode ini menghasilkan indeks dasar yang tidak
dipengaruhi kedalaman dan berhasil baik pada perairan dangkal yang jernih seperti
di wilayah habitat terumbu karang (Maritorena, 1996 dalam Jaelani et al., 2015).
Analisa citra menggunakan algoritma lyzenga, dimana koefisien
attenuasinya harus dicari terlebih dahulu. Menurut Siregar (2010) koefisien
attenuasi berguna untuk penajaman terumbu karang (ki/kj) yang didasarkan
perhitungan ragam dan peragam yaitu:
𝑘𝑖 (1)
= 𝑎 + √𝑎2 + 1
𝑘𝑗
(𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑛𝑑 1 − 𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑛𝑑 2) (2)
𝑎=
(2𝑥 𝑐𝑜𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛𝑐𝑒 𝑏𝑎𝑛𝑑 1 𝑑𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑛𝑑 2)
5. Klasifikasi Citra
Band hasil transformasi Lyzenga kemudian dibagi menjadi 20 kelas
berdasarkan kalasifikasi tak terbimbing, dengan hanya mengelompokkan
21
berdasarkan nilai pixel yang hampir berdekatan. Kemudian dari dua 20 kelas
tersebut dilakukan pengecekan di lapangan untuk diklasifikasi kembali berdasarkan
tutupan sebenarnya dilapangan. Pengecekan lapangan atau ground truth dilakukan
dengan mengambil beberapa titik pengecekan. Titik pengecekan dan kasifikasi
yang telah didapatkan sebelumnya kemudian disesuaikan sehingga didapatkan jenis
penutupan terumbu karang sesuai yang ada dilapangan (Purnama, 2013).
Data primer yang akan dikumpulkan pada penelitian ini berupa kecerahan,
tutupan terumbu karang, jenis life form, kecepatan arus, jenis ikan karang, biota
berbahaya, tipe pantai, dan material dasar perairan.
1. Kecepatan Arus
Penggunaan layang-layang arus hanya mendapatkan waktu tempuh yang
dibutuhkan tali sampai membantang 5 m, oleh karena itu perlu dilakukan
perhitungan dengan menggunakan rumus menghitung kecepatan (Purnama,2013).
𝐿
𝑉=
𝑡
Keterangan
V = Kecepatan (meter/s)
L = Panjang Tali (meter)
t = waktu yang dibutuhkan tali sampai terbentang (detik)
2. Kecerahan Perairan
Pengukuran kecerahan dilakukan dengan menggunakan secchi disk yang
diikat dengan tali kemudian diturunkan perlahan-lahan kedalam perairan hingga
tidak terlihat lagi.
22
3. Terumbu Karang
Metode yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu metode PIT (point
intercept trasect) yang dikeluarkan oleh Reef Check Indonesia. Panjang transek
yang digunakan dalam penelitian yaitu 100 m yang terbagi kedalam empat bagian
atau segmen dimana masing-masing segmen memiliki panjang 20 m, untuk
memisahkan segmen satu dan segmen lainya perlu diberi geps area sebesar 5 m
ilustrasi ini akan ditampilkan pada Gambar 4. Pendataan tipe substrat dilakukan
dengan cara mendata tipe substrat yang ditemukan tepat dibawah garis transek
disetiap interval 0,5 m yaitu pada titik 0 m, 0,5 m, 1 m, dan seterusnya hingga titik
19,5 m (akan didapat 40 titik per 20 m bagian transek) (Hudgson et al., 2006).
terbentang. Dalam menghitung jumlah jenis ikan yang ada, diperlukan kemapuan
khusus, setidaknya mampu menghapal jenis ikan pada tingkat spesies. Oleh karena
itu, kegiatan pendataan ikan karang di penelitian ini dilakukan oleh orang yang
berkompeten dan memiliki pengalaman dan mendata jenis ikan karang yang ada.
Data sekunder yang dibutuhkan pada penelitian ini adalah data pasang surut
perairan dan peta batimetri Gili Labak, data pasut, data arus dan peta batimetri ini
akan diperoleh dari Pushidros TNI – AL dan BIG.
BAB 4
4.1 Kecerahan
4.2 Kedalaman
(m)
4.3 Arus
dt. Pada stasiun 2 menunjukkan rata-rata 0,15 m/dt dan pada stasiun 3 menunjukkan
rata-rata 0,16 m/dt.
(m/dt)
Data kecepatan arus juga yang di peroleh dari PUSHIDROSAL dan Stasiun
Meteorologi Maritim Surabaya. Kecepatan arus rata-rata di perairan sekitar Gili
Labak mencapai 37 m/dt pada bulan April sampai dengan September tahun 2018.
Berdasarkan hasil pengukuran di lapangan kecepatan arus menunjukkan kategori
yang sangat sesuai untuk dilakukannya wisata sorkel dan wisata pantai. Peta
tematik dapat dilihat pada Gambar 7.
hasil penutupan > 75% dan pada stasiun 3 menunjukkan kategori tidak sesuai
dengan hasil penutupan <20%. Luas tutupan komunitaas karang yang baik pada
stasiun 1 dan 2 adalah sebesar 52 ha, dan luas tutupan pada stasiun 3 sebesar 28,99
ha. Peta tematik tutupan komunitas karang dapat dilihat pada Gambar 8.
bercabang. Pada stasiun 3 ditemukan jenis karang bercabang, rubble, pasir, dan
karang batu, namun yang mendominasi adalah rubble.
ditemukan ikan major. Peta tematik jenis ikan karang dapat dilihat pada Gambar
10.
Gili Labak termasuk kategori yang sangat sesuai untuk dijadikan sebagai
tempat wisata pantai kategori rekreasi untuk aktivitas berenang, karena pada
Stasiun 1 dan 3 tidak ditemukan adanya biota berbahaya. Hanya pada Stasiun 2
telah ditemukan adanya biota berbahaya yaitu bulu babi. Pengamatan biota
berbahaya dilakukan dengan cara snorkeling di sekitar stasiun. Salah satu penyebab
adanya biota berbahaya pada Stasiun 2 yaitu terdapat ekosistem terumbu karang
yang merupakan habitat bulu babi (Echinus esculentus) pada jarak ± 25 m dari bibir
pantai. Tidak ditemukan biota berbahaya lainnya, seperti ikan pari dan hiu. Peta
tematik biota berahaya dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 14. Peta tematik tipe pantai dan material dasar perairan
Hasil analisis spasial yang telah dilakukan dengan software Arc GIS 10.1
dari ketujuh parameter diatas untuk wisata snorkel (kedalaman, kecerahan,
kecepatan arus, jenis life form, jenis ikan karang, tutupan komunitas karang, dan
35
Hasil analisis spasial yang telah dilakukan dengan software Arc GIS 10.1
dari ketujuh parameter diatas untuk wisata pantai (kedalaman, kecerahan, kecepatan
arus, jenis biota berbahaya, tipe pantao, material dasar perairan dan lebar pantai)
36
kemudian dioverlay hingga menghasilkan kriteria kelas lahan yang sesuai, seperti
pada Gambar 16.
Hasil penghitungan indeks kesesuaian wisata pantai yang di dapat pada
stasiun 1, 2 dan 3 sebesar 99,6% yang menunjukkan kategori S1 atau sangat sesuai
dengan luasan 21.14 ha. Pengunjung dapat melakukan berbagai kegiatan seperti
bermain pasir, olahraga (sepak bola, voli pantai), berkemah dan lain-lain. Seperti
yang dikemukakan Sunarto (1991) bahwa pantai untuk pariwisata adalah pantai
yang memiliki keindahan yang dapat dinikmati oleh wisatawan pengunjungnya.
Pantai memiliki daya tarik potensial seperti pantai pasir putih, pantai dengan pohon-
pohon khas yang rindang, dan pantai dengan bangunan atau nilai sejarah dan
budaya.
BAB 5
5.2 Kesimpulan
5.1 Saran
Data untuk parameter kesesuaian perairan pada penelitian ini masih sangat
terbatas, sehingga perlu dilakukannya penelitian lanjutan terhadap data parameter
oseanografi di sekitar perairan Gili Labak, Madura. Penelitian selanjutnya juga
dapat menambahkan parameter oseanografi lainnya seperti, pasang surut, Muatan
Padatan Tersuspensi (MPT) dan dengan menambahkan berdasarkan musim.
38
DAFTAR PUSTAKA Commented [M4]: Daftar pustaka tidak perlu diberi bab
Lampiran 1
41
42
Lampiran 2
43
Lampiran