Anda di halaman 1dari 99

KEBIJAKAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

Disusun oleh

Prof. Dr. Supli Effendi Rahim


Dr. Mat Syuroh, MSi, MM
Drs. Mardianto, M.Si

MAGISTER ADMINISTRASI PUBLIK


SEKOLAH TINGGI ILMU SOSIAL DAN POLITIK
CANDRADIMUKA

PALEMBANG
2016

1
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah, penulisan e-book untuk mata kuliah Kebijakan Program


Pembangunan Daerah dapat diselesaikan guna untuk menjadi pegangan bagi para Mahasiswa
MAP Stisipol Candradimuka. Penyusunan buku ini masih bersifat draft yang akan
disempurnakan dari waktu ke waktu.

Pembangunan Daerah merupakan upaya terus menerus oleh pemerintah daerah untuk
memajukan daerah masing-masing baik pada tingkat provinsi maupun pada tingkat
kabupaten/kota. Tentu saja pembangunan itu didukung oleh pihak-pihak terkait termasuk
Pemerintah Pusat, pihak swasta, Perguruan Tinggi dan rakyat pada umumnya. Dalam kasus
tertentu pembangunan daerah dapat juga didukung oleh pihak luar negeri seperti dari Badan
Dunia seperti PBB, IMF, Unesco dan lain-lain.

Apabila pembangunan daerah dilakukan secara konseptual dan berorientasi kepada masa
depan maka pembangunan daerah dapat terlaksana dengan baik. Pembangunan yang
terkonsep dengan baik akan sangat ditentukan oleh SDM yang mumpuni, manajemen yang
baik serta difahaminya dengan baik dimensi-dimensi pembangunan itu sendiri seperti apakah
direncanakan dengan baik, diorganisasikan dengan baik, dilaksanakan dengan baik dan
apakah diawasi dengan baik.

Kepada semua pihak yang telah membantu demi terwuijudnya penulisan buku ini
disampaikan ucaapan terima kasih. Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas para pihak
yang sudah berpartisipasi langsung atau tidak langsung dalam penulisan buku ini. Kepada
Mahasiswa MAP Stisipol Candradimuka diucapkan terima kasih karena anda telah banyak
terlibat diskusi dengan penulis sehingga memungkinkan penulis termotivasi untuk menulis
buku ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberkahi usaha baik dari kita semua. Aamin.

Palembang, 11 Maret 2016


Penulis,

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
BAB 1 PENDAHULUAN
BAB 2 PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
BAB 3 STRATEGI PERTUMBUHAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI
BAB 4 PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL
BAB 5 PENERAPAN MODEL INPUT-OUTPUT DALAM ANALISIS
PEREKONOMIAN DAERAH
BAB 6 MANAJEMEN SEBAGAI SUATU SISTEM
BAB 7 PERTUMBUHAN EKONOMI
BAB 8 MASALAH DAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI
BAB 9 PROGRAMA LINIER ATAU LINEAR PROGRAMMING
BAB 10 PEMBANGUNAN BERWAWASAN LINGKUNGAN
BAB 11 PENUTUP

3
Bab 1 PENDAHULUAN

Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi. Daerah


provinsi itu dibagi lagi atas daerah kabupaten dan daerah kota. Setiap daerah provinsi,
daerah kabupaten, dan daerah kota mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan
undang-undang. Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.

Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang


oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat. Pemerintahan daerah
berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan
otonomi dan tugas pembantuan. Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan
daerah diatur dalam undang-undang.

Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum. Gubernur,
Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai Kepala Pemerintah Daerah Provinsi,
Kabupaten dan Kota dipilih secara demokratis.

Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi, kabupaten,
dan kota atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undang-undang dengan
memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah. Hubungan keuangan, pelayanan umum,
pemanfatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan
pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-
undang.

Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus
atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang. Negara mengakui dan
menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisonalnya
sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.

4
Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah
dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-
luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam UUD 1945.

Pemerintahan Daerah Provinsi terdiri atas Pemerintah Daerah Provinsi dan DPRD Provinsi.

Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kotaterdiri atas Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan


DPRD Kabupaten/Kota

Pembentukan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota ditetapkan dengan undang-
undang. Pembentukan daerah dapat berupa penggabungan beberapa daerah atau bagian
daerah yang bersandingan atau pemekaran dari satu daerah menjadi dua daerah atau lebih.
Daerah dapat dihapus dan digabung dengan daerah lain apabila daerah yang bersangkutan
tidak mampu menyelenggarakan otonomi daerah. Penghapusan dan penggabungan daerah
beserta akibatnya ditetapkan dengan undang-undang. Untuk menyelenggarakan fungsi
pemerintahan tertentu yang bersifat khusus bagi kepentingan nasional, Pemerintah dapat
menetapkan kawasan khusus dalam wilayah provinsi dan/atau kabupaten/kota.

Gambar 1.1 Peta Negara Kesatuan Republik Indonesia

5
Adapun nama-nama provinsi dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan
ibukotanya adalah sebagai berikut:

1. Provinsi Nanggro Aceh Darussalam yang beribukota di Kota Banda Aceh


2. Provinsi Sumatera Utara yang beribukota di Kota Medan
3. Provinsi Sumatera Barat yang beribukota di Kota Padang
4. Provinsi Riau yang beribukota di Kota Pekan Baru
5. Provinsi Kepulauan Riau yang beribukota di Kota Tanjung Pinang
6. Provinsi Jambi yang beribukota di Kota Jambi
7. Provinsi Sumatera Selatan yang beribukota di Kota Palembang
8. Provinsi Bangka Belitung yang beribukota di Kota Pangkal Pinang
9. Provinsi Bengkulu yang beribukota di Kota Bengkulu
10. Provinsi Lampung yang beribukota di Kota Bandar Lampung
11. Provinsi DKI Jakarta yang beribukota di Kota Jakarta
12. Provinsi Jawa Barat yang beribukota di Kota Bandung
13. Provinsi Banten yang beribukota di Kota Serang
14. Provinsi Jawa Tengah yang beribukota di Kota Semarang
15. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang beribukota di Kota Yogyakarta
16. Provinsi Jawa Timur yang beribukota di Kota Surabaya
17. Provinsi Bali yang beribukota di Kota Denpasar
18. Provinsi Nusa Tenggara Barat yang beribukota di Kota Mataram
19. Provinsi Nusa Tenggara Timur yang beribukota di Kota Kupang
20. Provinsi Kalimantan Barat yang beribukota di Kota Pontianak
21. Provinsi Kalimantan Tengah yang beribukota di Kota Palangkaraya
22. Provinsi Kalimantan Selatan yang beribukota di Kota Banjarmasin
23. Provinsi Kalimantan Timur yang beribukota di Kota Samarinda
24. Provinsi Kalimantan Utara yang beribukota di Kota Tanjung Selor
25. Provinsi Sulawesi Utara yang beribukota di Kota Manado
26. Provinsi Sulawesi Barat yang beribukota di Kota Mamuju
27. Provinsi Sulawesi Tengah yang beribukota di Kota Palu
28. Provinsi Sulawesi Tenggara yang beribukota di Kota Kendari
29. Provinsi Sulawesi Selatan yang beribukota di Kota Makassar
30. Provinsi Gorontalo yang beribukota di Kota Gorontalo
31. Provinsi Maluku yang beribukota di Kota Ambon
32. Provinsi Maluku Utara yang beribukota di Kota Ternate
33. Provinsi Papua Barat yang beribukota di Kota Kota Manokwari
34. Provinsi Papua yang beribukota di Kota Jayapura

Sedangkan untuk nama-nama kabupaten kota untuk setiap provinsi dapat kita lihat pada peta
di https://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_kabupaten_dan_kota_di_Indonesia.

Dalam rangka ikut mewujudkan keberhasilan pembangunan daerah, penulis ingin


berpartisipasi melalui pendidikan utamanya melalui pembangunan sumber daya manusia
yang sedang menuntut ilmu di Perguruan Tinggi khususnya Magister Administrasi Publik.
Mata kuliah Kebijakan Program Pembangunan Daerah adalah bagian dari Kelompok Mata

6
Kuliah Penting bagi Mahasiswa Magister Administrasi Publik Stisipol Candradimuka.
Kebijakan pembangunan daerah merupakan amanah Undang-undang Dasar 1945 dan
Pancasila serta demi mewujudkan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka,
berdaulat, adil dan makmur. Kebijakan Pembangunan Daerah semestinta mengacu kepada
tujuan dibentuknya NKRI yang termaktud dalam Pembukaan UUD 1945 yakni:

a. Melindungi segenap tanah tumpah darah dan bangsa Indonesia


b. Memajukan Mencerdaskan Kehidupan Bangsa
c. Memajukan Kesejahteraan Umum
d. Ikut memelihara ketertiban dunia atas dasar perdamaian abadi, persamaan hak azasi
manusia.

Oleh karena itu, setiap pelaksana pembangunan daerah haruslah berintegritas tinggi, berbudi
luhur, setia kepada bangsa dan Negara, taat kepada perintah agama dan mempunyai
kemampuan untuk mengelola kebijakan publik. Sebagai prinsip dasar dalam pengelolaan
kebijakan publik adalah bahwa pengelolaan itu mesti didasarkan atas ukuran yang tepat
dalam subjek pengelola, standar prosedur operasi dan objek pengelolaan. Berikut akan
diuraikan tentang karakteristik Negara Yang Sedang Berkembang, di mana Negara kita
masih tergolong kelompok Negara sedang berkembang.

Negara Berkembang vs Negara Maju

Di dunia ada Negara berkembang, ada Negara maju. Suatu negara dapat disebut negara
berkembang atau negara maju didasarkan pada keberhasilan pembangunan oleh negara yang
bersangkutan. Suatu negara digolongkan sebagai negara berkembang jika negara tersebut
belum dapat mencapai tujuan pembangunan yang telah ditetapkan atau belum dapat
menyeimbangkan pencapaian pembangunan yang telah dilakukan. Adapun suatu negara
digolongkan sebagai negara maju jika negara tersebut telah mampu menyeimbangkan
pencapaian pembangunan yang telah dilakukan, sehingga sebagian besar tujuan
pembangunan telah dapat terwujud, baik yang bersifat fisik ataupun nonfisik. Penggolongan
suatu negara menjadi negara maju atau berkembang daspat diketahui berdasarkan indikator-
indikator berikut.

a. Indikator kuantitatif (data yang dapat dihitung), misalnya:


1) Jumlah dan kepadatan penduduk
2) Tingkat pertumbuhan penduduk;
3) Angka beban tanggungan;
4) Usia harapan hidup.

b. Indikator kualitatif (data yang hanya dapat dibandingkan), misalnya;

7
1) Etos kerja dan pola pikir; 4) Tingkat kesehatan;
2) Tingkat pendidikan; 5) Pendapatan; dan
3) Mata pencaharian; 6) Kesadaran hukum.

CIRI-CIRI NEGARA BERKEMBANG


a. Memiliki Berbagai Masalah Kependudukan
Berbagai tekanan dan masalah kependudukan yang merupakan masalah kompleks di negara-
negara berkembang, antara lain:
1) Laju pertumbuhan dan jumlah penduduk relatif tinggi;
2) Persebaran penduduk tidak merata;
3) Tingginya angka beban tanggungan;
4) Kualitas penduduk relatif rendah; sehingga mengakibatkan tingkat produktivitas
penduduk juga rendah.
5) Angka kemiskinan dan pengangguran relatif tinggi; serta
6) Rendahnya pendapatan per kapita.
b. Produktivitas Masyarakatnya Masih Didominasi Barang-Barang Primer
Pada umumnya > 70% penduduk di negara berkembang berlatar belakang kehidupan agraris
yang cara pengolahannya masih dilakukan dengan alat-alat dan metode-metode sederhana.
Kondisi ini pula yang menyebabkan sebagian besar penduduk negara-negara berkembang
masih tinggal di pedesaan.
c. Sumber Daya Alam Belum dapat Dimanfaatkan secara Optimal
Pemanfaatan kekayaan alam yang dimiliki belum mampu dioptimalkan. Dalam
pemanfaatannya, negara berkembang masih bekerja sama dengan negara maju dalam
mengeksploitasi sumber daya alam yang dimiliki. Hasil sumber daya alam ini pada akhirnya
dijadikan komoditas perdagangan (ekspor) karena belum memiliki teknologi untuk
mengolahnya lebih lanjut. Oleh karena itu, pada umumnya negara berkembang
mengandalkan ekspor dari hasil alam mentah.
d. Ketergantungan terhadap Negara Maju
Negara berkembang pada umumnya sedang giat-giatnya melakukan pembangunan, namun
terbentur kendala modal dan teknologi. Oleh karena itu, mereka cenderung tergantung pada
teknologi dan kucuran dana (baik hibah ataupun pinjaman) dari negara-negara yang lebih
maju (negara donor) demi kelangsungan pembangunan yang sedang dijalankan. Pada
praktiknya, negara-negara donor tersebut pemberikan pengaruh yang bersifat mengikat dan
terkesan mendikte terhadap negara-negara yang dibantunya.

e. Keterbatasan Fasilitas Umum


Kemampuan pemerintah negara berkembang dalam bidang keuangan negara pada umumnya
terbatas. Hal inilah yang menyebabkan keterbatasan fasilitas umum yang mampu disediakan
oleh pemerintah.

8
f . Tingkat Kesadaran Hukum, Kesetaraan Gender, dan Penghormatan terhadap Hak
Asasi Manusia Relatif Rendah
Tingkat partisipasi masyarakat dalam penegakan hukum relatif masih rendah.
Masyarakatnya (termasuk pejabatnya) masih banyak yang melakukan kecurangan-
kecurangan hukum tanpa rasa malu. Bentuk-bentuk pelanggaran hukum yang terjadi, antara
lain pemaksaan kehendak, penyuapan, korupsi, kolusi, nepotisme, perusakan fasilitas umum,
dan sebagainya. Kesetaraan gender juga belum membudaya, wanita yang aktif bekerja masih
dianggap sebagai hal yang kurang pantas menurut beberapa kalangan. Penegakan dan
perlindungan hak asasi manusia juga belum dapat dilaksanakan secara optimal.
g . Tingkat Pendidikan Masih Rendah
Tingkat pendidikan pendudukan di negara-negara berkembang secara umum masih rendah.
Hal tersebut dikarenakan sarana dan prasarana pendidikan baik formal maupun nonformal
masih terbatas dan belum memadai sehingga belum dapat dijangkau oleh seluruh
penduduk di negara tersebut. Akibatnya, masih banyak dijumpai penduduk yang buta huruf.
h. Tingkat Pendapatan Masih Rendah
Mayoritas penduduk negara berkembang bekerja pada sektor pertanian yang umumnya
masih dikerjakan secara tradisional. Tingkat pendidikan serta penguasaan Iptek oleh
penduduk yang rata-rata masih rendah menyebabkan penduduk tidak mampu bersaing untuk
bekerja atau menciptakan pekerjaan di sektor lain. Kondisi demikian mengakibatkan
penduduk negara berkembang memiliki penghasilan atau pendapat rata-rata yang relatif
rendah, sehingga pendapatan perkapita juga rendah.
i . Tingkat Kesehatan
Taraf kehidupan penduduk negara berkembang yang masih rendah juga berdampak pada
tingkat kesehatan penduduknya. Pada umumnya penduduk negara berkembang belum
memiliki kesadaran akan pentingnya kesehatan. Minimnya sarana dan prasarana kesehatan
menyebabkan tingkat kesehatan rata-rata penduduk di negara berkembang masih rendah juga
ditandai dengan angka kematian dan angka kelahiran tinggi, sedangkan angka harapan hidup
rendah.

CIRI-CIRI NEGARA MAJU


a. Sumber Daya Alam Dimanfaatkan secara Optimal
Pemanfaatan teknologi dan kepemilikan modal membuat masyarakat di negara maju mampu
memanfaatkan sumber daya alam secara optimal, menemukan sumber daya alam baru,
ataupun memanfaatkan sumber daya alam yang telah ada sebagai energi alternatif. Misalnya
pemanfaatan tenaga angin, air, atau energi matahari untuk menggantikan fungsi dari energi
minyak bumi.

b . Dapat Mengatasi Masalah Kependudukan

9
Hal ini dikarenakan angka pertumbuhan kecil, jumlah penduduk pada umumnya tidak terlalu
banyak, angka beban ketergantungan kecil, kualitas dan produktivitas penduduk tinggi,
pendapatan perkapita tinggi, dan peluang kerja dan kesempatan berusaha terbuka luas.
c . Produktivitas Masyarakat Didominasi Barang-Barang Hasil Produksi dan Jasa
Kegiatan ini tidak memerlukan lingkungan agraris, sehingga dapat dipastikan bahwa > 70%
penduduk negara maju tinggal di perkotaan.
d . Tingkat dan Kualitas Hidup Masyarakat Tinggi
Tingginya kualitas penduduk mendorong semakin tingginya produktivitas masyarakat yang
bermuara pada semakin tingginya pendapatan perkapita dan pendapatan nasional.
e . Ekspor yang Dilakukan adalah Ekspor Hasil Industri dan Jasa
Ada kalanya, suatu negara maju sangat minim sumber daya alam atau bahkan tidak memiliki
sumber daya alam sama sekali, namun dapat menghasilkan produk olahan sumber daya
alam. Misalnya, hasil minyak mentah dari negara Inggris sangat minim, namun negara
tersebut mampu menghasilkan produk olahan minyak bumi dan memasarkannya ke seluruh
penjuru dunia. Kebutuhan minyak mentahnya tercukupi dengan cara mengimpor dari negara-
negara lain yang umumnya termasuk dalam kategori negara-negara berkembang.
f . Tercukupinya Penyediaan Fasilitasilitas Umum
Negara maju memiliki kemampuan berupa sarana dan dana dalam memberikan pelayanan
fasilitas umum yang memadai bagi warganya. Hal ini juga didukung dengan tingginya
tingkat kesadaran warga masyarakatnya dalam memelihara dan memanfaatkan ketersediaan
sarana fasilitas umum yang ada.

g. Kesadaran Hukum, Kesetaraan Gender, dan Penghormatan terhadap


Hak Asasi Manusia Dijunjung Tinggi
Masyarakat di negara maju pada umumnya memiliki disiplin yang tinggi dalam mematuhi
hukum. Pemerintahan yang berjalan menerapkan prinsip akuntabilitas (dapat
dipertanggungjawabkan) serta transparansi (terbuka) dalam berbagai tindakan dan
pengambilan keputusan. Jenis kelamin tidak lagi dipermasalahkan dalam penentuan jabatan,
namun kemampuanlah yang diperhitungkan. Penghormatan terhadap hak asasi manusia
dijunjung tinggi, bahkan untuk golongan minoritas, misalnya untuk kaum difabel (different
ability) seperti orang tua, tuna netra, atau penyandang cacat fisik yang lain diberi fasilitas
khusus dan porsi atau kesempatan kerja yang sejajar dengan masyarakat normal.
h. Tingkat Pendidikan Relatif Tinggi
Tingkat pendidikan merupakan salah satu indikator penting yang menunjukkan kualitas
penduduk suatu negara. Di Negara-negara maju secara umum penduduknya sudah memiliki
kesadaran tinggi akan arti penting pendidikan dan penguasaan Iptek. Hal tersebut terlihat
dari angka partisipasi belajar penduduk negara-negara maju yang sangat tinggi. Tingginya
tingkat pendidikan penduduk di negara maju juga ditunjang oleh sistem pendidikan yang
baik dan anggaran pendidikan yang tinggi dari pemerintah.
i . Tingkat Pendapatan Penduduk Relatif Tinggi

10
Kemajuan tingkat pendidikan serta penguasaan Iptek oleh mayoritas penduduk menjadikan
negara maju memiliki potensi SDM yang berkualitas tinggi. Kondisi demikian membuat
penduduk negara maju tidak lagi menggantungkan sektor pertanian sebagai penghasilan
utama, tetapi di sektor industri, jasa dan perdagangan. Variasi pekerjaan di berbagai sektor
tersebut menjadikan penduduk negara maju memiliki pendapatan rata-rata tinggi.
Penghasilan penduduk yang tinggi akan berdampak pada pendapatan perkapita yang tinggi
pula.
j . Tingkat Kesehatan Sudah Baik
Rata-rata penduduk negara maju sudah memiliki standar kehidupan yang tinggi, sehingga
kesadaran masyarakat akan arti penting kesehatan juga sudah baik. Selain itu pihak
pemerintah juga memberikan perhatian yang sangat baik terhadap tingkat kesehatan
masyarakat melalui pembangunan berbagai sarana dan prasarana kesehatan yang memadai di
berbagai daerah yang dapat dijangkau oleh semua lapisan masyarakat. Tingkat kesehatan
penduduk yang sudah baik, dapat terlihat dari angka kematian penduduk yang rendah
dan angka harapan hidup penduduk yang tinggi di negara maju. Secara sederhana, perbedaan
indikator negara maju dan negara berkembang saat ini dapat dilihat pada tabel berikut.

4. Tahap-Tahap Perrkembangan suatu Negara


Tahapan perkembangan negara tersebut menurut Walt Whitman Rostow, seorang ekonom
dari Amerika Serikat, dalam bukunya yang berjudul Stages of Economic Growth (Tahapan-
Tahapan Pertumbuhan Ekonomi) terbagi menjadi lima tahapan, dengan nama dan ciri-ciri
berikut ini.

a. Tahap Masyarakat Tradisional ( Traditional aditional Society Stage)


Dicirikan dengan:
1) Kondisi masyarakat yang belum produktif;
2) Cara berproduksi dan pola perekonomian yang dijalankan masih tradisional;
3) Sistem dan pola kerja yang telah ada masih bersifat tradisi/turun temurun;
4) Perekonomian dilakukan untuk memenuhi kebutuhan sendiri (belum berorientasi pasar);

11
5) Mata pencaharian masyarakat di sektor pertanian.

b . Tahap Prakondisi Lepas Landas ( Precondition for Take Off Stage)


Dicirikan dengan:
1) Terjadi perubahan pola kerja dan sistem di segala bidang, baik sosial, ekonomi, budaya,
dan politiknya;
2) Sudah mengenal dan menggunakan teknologi untuk lebih produktif dan efisien;
3) Sudah muncul kesadaran menabung yang lebih produktif di lembaga-lembaga keuangan;
4) Kegiatan perekonomian terus bergerak ke arah kemajuan.
c . Tahap Lepas Landas ( Take Off Stage)
Dicirikan dengan:
1) Semakin berkembangnya usaha-usaha produksi;
2) Terciptanya berbagai pembaruan yang lebih produktif dan efisien di segala bidang;
3) Sektor produksi merupakan sektor dominan yang memacu pertumbuhan ekonomi; serta
4) Semakin meningkatnya pendapatan perkapita dan pendapatan nasional.
d . TahapGerak Menuju Kematangan ( Drive for Maturity Stage)
Dicirikan dengan:
1) Sektor ekonomi mengalami pertumbuhan yang terus menerus;
2) Penggunaan teknologi modern pada masyarakat semakin meluas;
3) Semakin mantapnya struktur ekonomi negara;
4) Negara mampu menginvestasikan pendapatan nasionalnya; serta
5) Industri modern semakin berkembang, terutama industri yang padat modal.

e . Tahap Konsumsi Massa Tinggi (Age of High Mass Consumption Stage)


Dicirikan dengan:
1) Semakin meningkatnya pendapatan masyarakat, sehingga mampu memenuhi kebutuhan
hingga pada tingkat pemenuhan kebutuhan sekunder bahkan tersier; dan
2) Perkembangan industri mencapai tahap tertinggi dengan kemampuan sumber daya
manusia yang sudah mencapai taraf ahli.

12
Daftar Negara Sedang Berkembang di dunia

Di Benua Asia Di Amerika Di Eropa Di Afrika


1. Indonesia 1. Antigua dan 1. Albania 1. Algeria
Barbuda
2. Armenia 2. Argentina 2. Azerbaijan 2. Djibouti
3. Kazakstan 3. Bahama 3. Bosnia dan 3. Mesir
Herzegovina
4. Kirgistan 4. Barbados 4. Bulgaria 4. Djibouti
5. Mongolia 5. Belize 5. Belarus 5. Libya
6. Tajikistan 6. Bolivia 6. Georgia 6. Mauritania
7. Turkmenistan 7. Brazil 7. Kroasia 7. Maroko
8. Uzbekistan 8. Chili 8. Kosovo 8. Sudan
9. Afghanistan 9. Kolombia 9. Latvia 9. Sudan Selatan
10. Bangladesh 10. Kosta Rika 10. Lithuania 10. Tunisia
11. Bhutan 11. Dominika 11. Makedonia 11. Angola
12. Brunei 12. Republik 12. Montenegro 12. Benin
Darussalam Dominika
13. Kamboja 13. Ekuador 13. Ukraina 13. Botswana
14. Cina 14. El Salvador 14. Moldova 14. Burkina Faso
15. Fiji 15. Grenada 15. Polandia 15. Burundi
16. India 16. Guatemala 16. Romania 16. Kamerun
17. Kribati 17. Guyana 17. Serbia 18. Cape Verde
18. Korea Utara 18. Haiti 19. Turki 20. Republik Afrika
Tengah
21. Laos 19. Honduras 19. Chad
22. Malaysia 20. Jamaika 20. Komoro
23. Maldives 21. Meksiko 21. Republik
Demokratik
Kongo
24. Myanmar 22. Nikaragua 22. Republik Kongo
25. Nepal 23. Panama 23. Ivory Coast
26. Pakistan 24. Paraguay 24. Guinea
Khatulistiwa
27. Palestina 25. Peru 25. Eritrea
28. Papua Nugini 26. St. Kitts and 26. Ethiopia
Nevis
29. Filipina 27. St. Lucia 27. Gabon
30. Samoa 28. St. Vincent 28. Gambia
and the
Grenadines
31. Solomon 29. Suriname 29. Ghana
32. Sri Lanka 30. Trinidad and 30. Guinea
Tobago
33. Thailand 31. Uruguay 31. Guinea-Bissau
34. Timor Leste 32. Venezuela 32. KenyaLesotho
35. Tonga 33. Antigua dan 33. Liberia
Barbuda
36. Tuvalu 34. Argentina 34. Madagaskar
37. Vanuatu 35. Bahama 35. Malawi
Total 48 negara Total 53 negara Total 18 negara Total 52 Negara

13
Buku ini akan memaparkan sejumlah pokok bahasan meliputi BAB 1 PENDAHULUAN,
BAB 2 PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH, BAB 3 STRATEGI
PERTUMBUHAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI, BAB 4 PEMBANGUNAN
EKONOMI REGIONAL, BAB 5 PENERAPAN MODEL INPUT-OUTPUT DALAM
ANALISIS PEREKONOMIAN DAERAH, BAB 6 MANAJEMEN SEBAGAI SUATU
SISTEM, BAB 7 PERTUMBUHAN EKONOMI, BAB 8 MASALAH DAN KEBIJAKAN
PEMBANGUNAN EKONOMI, BAB 9 PROGRAMA LINIER ATAU LINEAR
PROGRAMMING, BAB 10 PEMBANGUNAN BERWAWASAN LINGKUNGAN dan
BAB 11 PENUTUP.

14
BAB 2. PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

Perencanaan pembangunan di segala bidang semestinya merupakan cita-cita bersama unsur-


unsur pemerintah, swasta dan masyarakat di suatu daerah dalam bingkai Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Namun, perencanan pembangunan ekonomi daerah bisa dianggap
sebagai perencanaan untuk memperbaiki penggunaan sumberdaya-sumberdaya publik yang
tersedia di daerah tersebut dan untuk memperbaiki kapasitas sektor swasta dalam
menciptakan nilai sumberdaya-sumberdaya swasta secara bertanggung jawab. Sejalan
dengan pembangunan dilakukan secara serentak pembangunan sektor pendidikan, kesehatan
dan lain-lain.

Pembangunan ekonomi yang efisien membutuhkan secara seimbang perencanaan yang teliti
mengenai penggunaan sumberdaya publik dan sector swasta (petani, pengusaha kecil,
koperasi, pengusaha besar, organisasi-organisasi social) harus mempunyai peran dalam
proses perencanaan. Melalui perencanaan pembangunan ekonomi daerah, suatu daerah
dilihat secara keseluruhan sebagai suatu unit ekonomi (economic entity) yang didalamnya
terdapat berbagai unsur yang berinteraksi satu sama lain.

2.1. Perlunya Perencanaan Pembangunan Daerah

Perencanaan pembangunan sejak masa Orde Lama hingga saat ini terasa kurang begitu
maksimal dalam pelaksanaannya, sehingga terasa perlunya campur tangan Pemerintah dalam
menciptakan pembangunan yang cepat terutama di Negara Sedang Berkembang (NSB).
Pentingnya campur tangan Pemerintah Pusat, terutama dalam pembangunan daerah,
dimaksudkan untuk mencegah akibat-akibat buruk dari mekanisme pasar terhadap
pembangunan daerah serta menjaga agar pembangunan dan hasil-hasilnya dapat dinikmati
berbagai daerah yang ada.

Myrdal (1957) berpendapat bahwa perpindahan modal cenderung menambah ketidak


merataan, di daerah-daerah yang sedang berkembang, permintaan barang/jasa akan

15
mendorong naiknya investasi, yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan.
Sebaliknya di daerah-daerah yang kurang berkembang, permintaan akan investasi rendah
karena pendapatan masyarakat yang rendah. Semua perubahan untuk daerah-daerah yang
dirugikan yang timbul karena adanya ekspansi ekonomi dari suatu daerah disebut backwash
effects.

Disamping adanya pengaruh yang kurang menguntungkan bagi daerah lain sebagai akibat
dari adanya ekspansi ekonomi pada daerah tertentu, ada juga keuntungan bagi daerah-daerah
di sekitar di mana ekspansi ekonomi terjadi, misalnya terjualnya hasil produksi darah,
adanya kesempatan kerja baru, dan sebagainya. Pengaruh yang menuntungkan karena
adanya ekspansi ekonomi suatu daerah ke daerah sekitarnya dinamankan spread effects.

Sesuai dengan pendapat Myrdal di atas, Hirschman (1958) juga mengemukakan bahwa jika
suatu daerah mengalami perkembangan, maka perkembangan itu akan membawa pengaruh
atau imbas ke daerah lain. Menurut Hirschman, daerah di suatu Negara dapat dibedakan
menjadi daerah kaya dan miskin. Jika perbedaan antara kedua daerah tersebut semakin
menyempit berarti terjadinya imbas yang baik (trickling down effects). Sedangkan jika
perbedaan antara kedua daerah tersebut semakin jauh berarti terjadi proses pengkutuban
(polarization effects).

Pro dan kontra terhadap adanya campur tangan Pemerintah sebagai berikut:

Pihak Pro :

Mekanisme pasar menghambat pertumbuhan ekonomi daerah terbelakang.

Dalam mekanisme pasar, keputusan didasarkan pada metode trial & error

Dibutuhkan oleh daerah yang baru berkembang

Menghemat pengeluaran pemerintah untuk pembangunan daerah

Ekspansi ekonomi yang hanya terpusat ke beberapa daerah tertentu hanya akan membawa
masalah baru

Pihak Kontra :

Mekanisme pasar mampu menciptakan harmonisasi antar daerah

Campur tangan pemerintah akan mempengaruhi efisiensi ekonomi

Campur tangan pemerintah dianggap “membantu yang gagal, menghukum yang sukses”

Berdasarkan uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa campur tangan pemerintah
(perencanaan) untuk pembangunan daerah-daerah mempunyai manfaat yang sangat tinggi,
disamping mencegah jurang kemakmuran antar daerah, melestarikan kebudayaan setempat,

16
dapat juga menghindarkan perasaan tidak puas masyarakat. Kalau masyarakat sudah
tenteram, dapat membantu terciptanya kestabilan dalam masyarakat terutama kestabilan
politik, padahal kestabilan dalam masyarakat merupakan syarat mutlak jika suatu Negara
hendak mengadakan pembangunan Negara secara mantap.

2.2. Implikasi Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah

Ada 3 implikasi pokok dari perencanaa pembangunan ekonomi daerah :

1). Perencanaan pembangunan ekonomi daerah yang realistik memerlukan pemahaman


tentang hubungan antara daerah dengan lingkungan nasional di mana daerah tersebut
merupakan bagian darinya, keterkaitan secara mendasar antara keduanya, dan konsekuensi
akhir dari interaksi tersebut.

2). Sesuatu yang tampaknya baik secara nasional belum tentu baik untuk daerah, dan
sebaliknya yang baik bagi daerah belum tentu baik secara nasioanal.

3). Perangkat kelembagaan yang tersedia untuk pembangunan daerah misalnya, administrasi,
proses pengambilan keputusan, otoritas- biasanya sangat berbeda pada tingkat daerah dengan
yang tersedia pada tingkat pusat. Selain itu, derajat pengendalian kebijakan sangat berbeda
pada dua tingkat tersebut. Oleh karena itu, perencanaan daerah yang efektif harus bisa
membedakan apa yang segoyanya dilakukan dan apa yang dapat dilakukan, dengan
menggunakan sumberdaya-sumberdayanya pembangunan sebaik mungkin yang benar-benar
dapat dicapai, dan mengambil manfaat dari informasi yang lengkap yang tersedia pada
tingkat daerah karena kedekatan para perencananya dengan objek perencanaan.

2.3. Tahap-tahap Perencanaan Pembangunan Daerah

Menurut Blakely (1989) ada 6 tahap dalam proses perencanaan pembangunan ekonomi
daerah seperti yang disajikan pada bagan dibawah ini.

17
Tabel. 2.1. Tahapan dan Kegiatan dalam Proses Perencanaan Pembangunan Daerah

Tahap
Kegiatan
Pengumpulan dan Analisis Data
1. Penentuan Basis Ekonomi
I 2. Analisis Struktural Tenaga Kerja
3. Evaluasi Kebutuhan Tenaga Kerja
4. Analisis Peluang dan Kendala Pembangunan
5. Analisis kapasitas kelembagaan
Pemilihan Strategi Pembangunan Daerah
1. Penentuan Tujuan dan kriteria
II
2. Penentuan Kemungkinan-kemungkinan Tindakan
3. Penyusunan Strategi

Pemilihan Proyek-proyek Pembangunan


III 1. Identifikasi Proyek
2. Penilaian Viabilitas Proyek
Pembuatan Rencana Tindakan
1. Prapenilaian hasil proyek
IV 2. Pengembangan input proyek
3. Penentuan alternative sumber pembiayaan
4. Identifikasi struktur proyek
Penentuan Rincian Proyek
V 1. Pelaksanaan studi kelayakan secara rinci
2. Penyiapan rencana usaha
3. Pengmbangan, Monitoring, dan Pengevaluasian Program
Persiapan Perencanaan Secara Keseluruhan dan Implementasi
1. Penyiapan Skedul Implementasi Rencana Proyek
VI 2. Penyusunan Program Pembangunan Secara Keseluruhan
3. Targeting dan Marketing Aset-aset Masyarakat
4. Pemasaran kebutuhan keuangan

18
Gambar 2.1 Skema Perencanaan Model Ideal

Perbandingan Penjelasan antara Blakely dan Bendavid-val

1). Pengumpulan dan analisis data bukan merupakan suatu tahap dalam proses perencanaan
secara keseluruhan, namun secara terus-menerus berfungsi mendukung dan menyediakan
informasi pada setiap tahap perencanaan.

2). Semua tahap dalam proses perencanaan merupakan bagian dari siklus di mana tujuan-
tujuan secara periodik perlu ditinjau kembali, sarana-sarana juga perlu dirumuskan kembali,
dan seterusnya.

3). Suatu rencana yang disosialisasikan bukanlah merupakan akhir dari suatu proses, namun
sesuatu yang di hasilkan dari waktu kewaktu untuk kepentingan-kepentingan praktis.

2.4. Sumberdaya Perencanaan untuk Pembangunan Daerah

Hampir semua orang mengetahui bahwa hasil dari suatu pertumbuhan ekonomi (pekerjaan
yang lebih banyak dan lebih baik, peningkatan kekayaan dan pendapatan, dsb) akan
memperbaiki tingkat kehidupan masyarakat. Namun demikian, bahwa pembangunan
ekonomi adalah suatu proses, suatu proses di mana suatu masyarakat menciptakan suatu
lingkungan (fisik/peraturan-peraturan/attitudinal) yang mempengaruhi hasil-hasil
pembangunan ekonomi seperti kenaikan kesempatan kerja dan pertumbuhan ekonomi.
Dalam menciptakan lingkungan yang sehat, pemerintah daerah menggunakan sumberdaya-
sumberdaya pembangunan yang utama.

1). Lingkungan Fisik sebagai Sumberdaya Perencanaan

19
Pemerintah daerah biasanya memperlihatkan masalah lingkungan fisik (infrastruktur fisik)
yang tentu saja penting bagi dunia usaha dan industry. Sector swasta biasanya memiliki
keinginan-keinginan, baik yang bersifat khusus maupun umum dan persyaratan-persyaratan
tertentu untuk lingkungan fisik. Kebutuhan khusus biasanya mencakup jasa angkutan khusus
atau jasa pembungan limbah. Dalam banyak hal, bentuk-bentuk lingkungan fisik ini bisa
dibuat seragam. Dengan kata lain, pemerintah daerah bisa menyediakan jasa atau fasilitas
khusus untuk memenuhi keinginan dunia usaha atau industri.

Salah satu faktor yang mempengaruhi keputusan lokasi dari investasi sector swasta adalah
daya tarik (attraction) atau amenity daru suatu daerah atau suatu kota. Bentuk dari daya tarik
atau amenity ini sering disebut kualitas hidup. Dunia industry atau bisnis menganggap
“livability” sebagai suatu factor lokasional yang penting dan pemerintah daerah berada pada
posisi yang terbaik untuk memperbaiki kualitas hidup daerahnya.

2). Lingkungan Regulasi sebagai Sumberdaya Perencanaan

Kita semua memahami bahwa insentif dan kebihakan-kebijakan keuangan merupakan input
penting bagi proses pembangunan ekonomi. Banyak pemerintah daerah sekarang yang
dengan sungguh-sungguh mengkaji ulang system regulasinya untuk menunjukkan bahwa
“biaya untuk melakukan kegiatan usaha” di daerah mereka mencerminkan keinginan mereka
untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Dengan kata lain, untuk menarik dan
mengembangkan dunia usaha di daerahnya perlu penyederhanaan system regulasi. Misalnya,
beberapa kota di negera mau belakangan ini telah menciptakan pusat pelayanan bisnis
terpadu.

3). Lingkungan Attitudinal sebagai Sumberdaya Perencanaan

Kepututsan yang diambil sector swasta mengenai ekpansi investasi atau relokasi tidak hanya
didasarkan pada data kasar. Dalam kenyataannya, keputusan akhir akan sangat dipengaruhi
juga oleh semacam “feeling” atau “judgement” investor mengenai reaksi masyarakat daerah
calon lokasi investasi. Dunia usaha sering kali tidak akan memilih suatu daerah tertentu
karena penduduknya dikenal, misalnya bersikap “anti bisnis”.

2.5. Informasi yang Dibutuhkan dalam Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah

1). Data Kependudukan

Data kependudukan yang dipergunakan dalam perencanaan pembangunan daerah adalah


struktur penduduk (hierarchy of age grouping) yang dikaitkan dengan tingkat pengerjaan
(employment), umur, pendapatan, dan distribusi penduduk menurut pekerjaan selama kurang
lebih 10 tahun yang terakhir, dan burden of dependency ratio.

20
Tujuan analisis kependudukan ini adalah untuk menentukan karakteristik penduduk pada
suatu daerah karena karakteristik penduduk tersebut berkaitan dengan vitalitas masyarakat
dan untuk menaksir target penduduk untuk kegiatan ekonomi yang diinginkan.

2). Kondisi pasar Tenaga kerja

Data yang berkenaan dengan kondisi pasar tenaga kerja antara lain : informasi tentang
distribusi pekerjaan menurut jenis kelamin pada setiap industri, informasi tentang
pengangguran dan setengah pengangguran setiap sector industry paling selama 5 tahun
terakhir. Pola pekerjaan dalam suatu masyarakat akan menunjukkan apakah sumberdaya
manusia tersedia atau dibutuhkan untuk pembangunan ekonomi dan beberapa jumlah
angkatan kerja yang membutuhkan.

3). Karakteristik Ekonomi

Data ekonomi yang diperlukan antara lain: basis ekonomi suatu daerah, perubahannya, dan
responsnya terhadap perubahan keadaan ekonomi baru, selain kondisi ekonomi masa lalu
dan sekarang, factor-faktor yang mempengaruhi vitalitas ekonomi juga perlu untuk dikaji.
Pemahaman yang baik terhadap struktur ekonomi merupakan tahap yang esensial dalam
merancang program pembangunan ekonomi yangka panjang.

4). Kondisi Fisik / Lokasional

Data yang diperlukan untuk kondisi fisik ini meliputi kajian tentang kondisi dan bentuk fisik
dari suatu daerah yang berhubungan dengan basis ekonominya, termasuk penilaian tentang
sumberdaya fiskal (pertanian, pertambangan, dan sebagainya, ketersediaan lahan untuk
kawasan undustri, jaringan transportasi dan komunikasi, persediaan perumahan, dan juga
asset yang dapat digunakan untuk daerah tujuan wisata. Pendokumentasian terhadap asset-
aset lokasional (dan “liabilities”) membantu kita dalam mengidentifikasi keunggulan
ekonomi daerah (dan kelemahannya).

5). Layanan Jasa Bagi Masyarakat.

Data tentang jasa-jasa pelayanan social, pendidikan, rekreasi, dan budaya yang tersedia bagi
masyarakat juga diperlukan. Jasa-jasa pelayanan tersebut akan menambah daya tarik daerah
sebagai tempat hidup dan bekerja.

2.6. Ukuran-ukuran Pertumbuhan Ekonomi dan Keterkaitan

Ukuran-ukuran keterkaitan ekonomi (economic linkage) pada dasarnya menggambarkan


hubungan antara perekonomian daerah dengan lingkungan sekitarnya. Berikut ini dijelaskan
singkat beberapa teknik yang dapat digunakan untuk memperbandingkan perekonomian
daerah.
21
2.6.1. Analisis Shift Share

Analisis shift share merupakan teknik yang sangat berguna dalam menganalisis perubahan
struktur ekonomi daerah dibandingkan dengan perekonomian nasional. Tujuan analisis ini
adalah untuk menentukan kinerja atau produktivitas kerja perekonomian daerah dengan
membandingkannya dengan daerah yang lebih besar (regional atau nasional). Analisis ini
memberikan data tentang kinerja perekonomian dalam 3 bidang yang berhibungan satu sama
lain yaitu :

1) Pertumbuhan ekonomi

Daerah diukur dengan cara menganalisis perubahan pekerjaan agregat secara sektoral
dibandingkan dengan perubahan pada sector yang sama di perekonomian yang dijadikan
acuan.

2) Pergeseran proporsional

Mengukur perubahan relatif, pertumbuhan atau penurunan, pada daerah dibandingkan


dengan perekonomian yang lebih besar yang dijadikan acuan. Pengukuran ini
memungkinkan kita untuk mengetahui apakah perekonomian daerah terkonsentrasi pada
industri-industri yang tumbuh lebih cepat ketimbang perekonomian yang dijadikan acuan.

3) Pergeseran diferensial

Membantu kita dalam menentukan seberapa jauh daya saing industri daerah (lokasi) dengan
perekonomian yang dijadikan acuan. Oleh karena itu, jika pergeseran diferensial dari suatu
industri adalah positif, maka industri tersebut lebih tinggi daya saingnya ketimbang industri
yang sama pada perekonomian yang dijadikan acuan.

Analisis shift share dapat disajikan sebagai berikut :

Perubahan employment pada industri daerah = pertumbuhan ekonomi + pergeseran


proporsi + pergeseran diferensial

Keterangan :
Pertumbuhan ekonomi = pertumbuhan employment secara nasional
Pergeseran proporsional = rasio pertumbuhan employment sector tertentu – rasio
pertumbuhan employment nasional. Jika hasilnya positif berarti sektor tersebut tumbuh lebih
cepat ketimbang perekonomian nasional, demikian sebaliknya.

Pergeseran diferensial = rasio pertumbuhan employment daerah – rasio pertumbuhan


employment sektor tertentu. Jika hasilnya positif berarti daerah mempunyai daya saing yang
kuat.

22
2.6.2. Location Quotients

Location quotient ini merupakan suatu teknik yang digunakan untuk memperluas analisis
shift share. Teknik ini membantu kita untuk menentukan kapasitas ekspor perekonomian
daerah dan derajat self-sufficiency suatu sektor.

Dalam teknik ini kegiatan ekonomi suatu daerah dibagi menjadi 2 golongan, yaitu
1). Kegiatan industri yang melayani pasar di daerah itu sendiri maupun di luar daerah yang
bersangkutan. Industri seperti ini dinamakan industry dasar (basic industry).

2). Kegiatan ekonomi atau industri yang melayani pasar di daerah tersebut, jenis ini
dinamakan industri non basic atau industri lokal.

Dasar pemikiran teknik ini adalah teori economic base yang artinya adalah karena industry
basic menghasilkan barang-barang dan jasa untuk pasar di daerah maupun di luar daerah
yang bersangkutan, maka penjualan keluar daerah akan menghasilkan pendapatan bagi
daerah tersebut. Terjadinya arus pendapatan dari luar daerah ini menyebabkan terjadinya
kenaikan konsumsi dan investasi di daerah tersebut, dan pada gilirannya akan menaikkan
pendapatan dan menciptakan kesempatan kerja baru. Peningkatan pendapatan tersebut tidak
hanya menaikkna permintaan terhadap industry basic, tetapi juga menaikkan permintaan
akan industy non basic (lokasi). Kenaikan permintaan ini akan mendorong kenaikan
investasi pada industry yang bersangkutan sehingga investasi dalam sektor industri lokal
merupakan investasi yang didorong (induced) sebagai akibat dari kenaikan industry basic.

Tugas pertama yang harus kita lakukan adalah mennggolongkan setiap industi apakah
termasuk industry basic atau non basic. Untuk keperluan ini dipakai Locaton Quotient (LQ)
yaitu : usaha mengukur konsentrasi dari suatu kegiatan (industry) dalam suatu daerah dengan
cara membandingkan peranannya dalam pereonomian daerah itu dengan peranan kegiatan
atau industri sejenis dalam perekonomian regional atau nasional.

Kriteria penggolongan dapat bermacam-macam sesuai dengna keperluan, misalnya dapat


dilihat dari aspek kesempatan kerja, maka ukuran dasar yang dipakai adalah jumlah tenaga
kerja yang diserap. Jika dilihat dari usaha menaikkan pendapatan daerah, maka ukuran dasar
yang dipakai adalah besaranya kenaikan yang diciptakan didaerah.

Location Quotient (LQ) dapat juga dihitung dengan cara lain yaitu dengan membandingkan
pendapatan yang berasal dari industry tekstil di darah dengan pendapatan dari seluruh
industry tekstil yang ada dalam suatu Negara.

23
LQ= vi/vt
Vi/Vt
Keterangan :
vi adalah pendapatan dari indutri di suatu daerah
vt adalah pendapatan total daerah tersebut
Vi adalah pendapatan dari industry sejenis secara regional/nasional
V t adalah pendapatan regional/nasional

Asumsi teknik ini adalah :

1). Semua penduduk di setiap daerah mempunyai pola permintaan yang sama dengan pola
permintaan pada tingkat nasional (pola pengeluaran secara geografis sama),

2).Produktivitas tenaga kerja sama, dan

3). Setiap industry menghasilkan barang yang homogeny pada setiap sector.

Penggunaan LQ sangat sederhana, serta dapat dipakai untuk menganalisis tentang “ekspor-
impor” (perdagangan) suatu daerah, sedangkan teknik ini juga memiliki kelemahan, yaitu :

1). Selera atau pola konsumsi dari anggota masyarakat adalah berlainan baik antar daerah
maupun dalam suatu daerah

2). Tingkat konsumsi rata-rata untuk suatu jenis barang, untuk setiap darah berbeda, artinya
konsumsi rata-rata bahan pakaian darah A lebih besar dari 1 (satu) tetapi darah A
“mengimpor” bahan pakaian, sedang darah B yang LQ industry bahan pakaian lebih kecil
dari 1 (satu) namun dapat “mengekspor” bahan pakaian.

3). Bahan keperluan industry berbeda antar daerah. Artinya daerah A memakai benang tenun
dari kapas, sedang daerah B lebih banyak memakai bahan tenun sintesis. Walaupun industry
pemintalan kapas darah A mempunyai LQ lebih besar dari 1 (satu), daerah itu mungkin
harus meng-impor bahan tenun dari daerah B yang mungkin industry tekstil di darah B
mempunyai LQ kurang dari 1 (satu).

2.6.3. Angka Pengganda Pendapatan

Angka pengganda pendapatan (k) adalah suatu perkiraan tentang potensi kenaikan
pendapatan dari suatu kegiatan ekonomi yang baru di dalam masyarakat.

24
2.6.4. Analisis Input Output

Input-output (I-O) adalah suatu teknik pengukuran ekonomi darah (regional). Teknik ini,
yang dinalkan oleh wassily Leontief, biasanya digunakan untuk melihat keterkaitan
(linkages) antara industry dalam upaya untuk memahami kompleksitas perekonomian serta
kondisi yang diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan antara penawaran dan
permintaan, teknik ini sering juga dikenal sebagai analisis antar industry (interindustry
analisis).

Penggunaan analisis I-O ini sering kali harus menggunakan computer secara luas. Apalagi
jika derajat sesagregasi perekonomian daerah sangat kompleks (banyak). I-O mampu
mengidentifikasi interaksi atau aliran (flow) rupiah antara berbagai segmen dalam
perekonomian darah. I-O menunjukkan potret perekonomian suatu darah yang menyajikan
transaksi imbal-balik antara berbagai sector dalam perekonomian.

Sektor Penggolongan
Permintaan Total
Output A B C D
Akhir Output
Input
Sector A 202 182 10 12 335 741
Sektor B 32 68 2 6 339 467
Sektor C 47 35 991 334 137 2779
Sektor D 86 59 565 561 1762 3033
Input Primer 374 123 1211 2100 3181 6989
Total Input 741 467 2779 3033
Sumber : Arsyad, L. 1999:320

Transformasi matematis sederhana bisa dilakukan pada matriks aliran-aliran di atas untuk
mendapat angka pengganda (multiplier) untuk setiap sector. Dengan menggunakan angka-
angka pengganda tersebut kita dapat memperkirakan output dari kesempatan kerja,
pendapatan rumah tangga, didasarkan dengan beberapa asumsi.

2.6.5. Rasio Penduduk Pengerjaan (RPP)

Salah satu cara yang terbaik umengetahui kemampuan setiap sector dalam perekonomian
dalam menangkap peluang kesempatan kerja adalah dengan cara menentukan proporsi
lapangan kerja yang dihasilkan untuk penduduk suatu daerah per sector. Analisis ini sering
disebut dengan rasio penduduk-pengerjaan (population-employment).

25
2.7. Identifikasi Daerah Tertekan

Tipologi Klassen digunakan untuk mengetahui gambaran tentang pola dan struktur
pertumbuhan ekonomi masing-masing daerah. Tipologi Klassen pada dasarnya membagi
daerah berdasarkan dua indikator utama, yaitu pertumbuhan ekonomi daerah dan pendapatan
per kapita daerah. Dengan menentukan rata-rata pertumbuhan ekonomi sebagai sumbu
vertikal dan rata-rata pendapatan per kapita sebagai sumbu horizontal, daerah yang diamati
dapat dibedakan menjadi empat klasifikasi,yaitu:

1). Kuadran I yaitu daerah yang cepat maju dan cepat tumbuh (high growth and high
income) atau disebut juga sebagai daerah maju dan tumbuh cepat (rapid growth region),
merupakan daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita
yang lebih tinggi dibanding rata-rata.

2). Kuadran II yaitu daerah yang berkembang cepat (high growth but low income) atau juga
disebut sebagai daerah maju tetapi tertekan (retarded region), merupakan daerah dengan
pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi tetapi pendapatan perkapitanya lebih rendah
dibanding rata-rata.

3). Kuadran III yaitu daerah maju tetapi tertekan (low growth but high income) atau juga
disebut sebagai daerah berkembang cepat (growing region), merupakan daerah yang
memiliki pertumbuhan ekonominya lebih rendah tetapi pendapatan perkapita lebih tinggi
dibanding rata-rata.

4). Kuadran IV yaitu daerah relatif tertinggal (low growth and low income) atau juga disebut
sebagai daerah relatif tertinggal (relatively backward region), merupakan daerah yang
pertumbuhan ekonomi maupun pendapatan perkapitanya lebih rendah dibanding rata-rata.

Dengan berlandaskan dua karakteristik dasar yang dimiliki setiap daerah yaitu pertumbuhan
ekonomi dan PDRB perkapita maka daerah-daerah tersebut dapat dikelompokkan kedalam
empat kelompok sehingga tiap kelompok memiliki pola dan struktur pertumbuhan ekonomi
yang berbeda.

26
Klasifikasi daerah menurut analisis Klassen Tipologi

y yi > y yi < y
r
Daerah Pertumbuhan
ri > r Daerah Sedang Tumbuh
Cepat

Daerah Relatif
ri < r Daerah Tertekan
Tertinggal

Keterangan:
ri : Laju pertumbuhan ekonomi wilayah i
yi : PDRB perkapita wilayah i
r : Laju pertumbuhan ekonomi wilayah referensi
y : PDRB perkapita wilayah referensi j

27
BAB 3
STRATEGI PERTUMBUHAN DAN PEMBANGUNAN
EKONOMI

Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan
perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan disertai dengan
perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara dan pemerataan pendapatan
bagi penduduk suatu negara. Dalam memajukan pertumbuhan dan pembangunan ekonomi
diperlukan strategi pertumbuhan ekonomi yang cocok bagi suatu Negara. Untuk itu dalam
tulisan ini akan dibahas strategi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi yang terbagi
menjadi tiga strategi yaitu :

1. Strategi upaya minimum kritis


2. Strategi pembangunan seimbang
3. Strategi pembangunan tidak seimbang

STRATEGI UPAYA MINIMUM KRITIS

Harvey Leibenstein mengajukan tesis bahwa sebagian besar Negara Sedang Berkembang
berada dalam lingkaran setan kemiskinan yang membuat mereka tetap berada pada tingkat
pendapatan per kapita yang rendah. untuk itu diperlukan suatu startegi upaya minimum kritis
tertentu yang dapat meningkatkan tingkat pendapatan perkapita yang berkesinambungan dan
dapat dipertahankan.

Leibenstein mengatakan bahwa dalam tahap transisi dari keadaan keterbelakangan ke


keadaan yang lebih maju di mana kita dapat mengharapkan pertumbuhan jangka panjang
yang mantap di perlukan suatu kondisi bahwa suatu perekonomian harus mendapatkan
rangsangan pertumbuhan yang lebih besar dari batas minimum kritis tertentu.

Menurut Leibenstein, setiap ekonomi akan tunduk pada hambatan dan rangsangan yang
terjadi. Adanya hambatan akan menurunkan pendapatan per kapita dari tingkat sebelumnya

28
sedangkan rangsangan cenderung akan meningkatkan pendapatan per kapita. Suatu Negara
akan tetap berada pada keterbelakangan jika besarnya rangsangan lebih kecil daripada besar
hambatan yang di hadapi. Hanya jika pada factor-faktor tertentu di nilai dapat meningkatkan
pendapatan di berikan rangsangan yang lebih besar di bandingkan dengan hambatan yang
mereka hadapi maka usaha minimum itu dapat tercapai sehingga perekonomian akan
mencapai kemajuan.

a. Pertumbuhan Penduduk Merupakan Fungsi dari Pendapatan Per Kapita

Tesis Leibenstein di dasarkan pada kenyataan bahwa laju pertumbuhan penduduk merupakan
fungsi dari laju pendapatan per kapita. Laju pertumbuhan penduduk berkaitan erat dengan
berbagai tahap pembangunan ekonomi. Mula-mula tingkat keseimbangan subsisten, laju
pendapatan, kesuburan dan kematian sesuai dengan tingkat kelangsungan hidup penduduk.
Jika pendapatan per kapita naik diatas posisi keseimbangan maka tingkat kematian akan
menurun tanpa dibarengi penurunan tingkat kesuburan. Akibatnya, laju pertumbuhan
penduduk meningkat. Jadi, kenaikan tingkat pendapatan per kapita cenderung menaikan laju
pertumbuhan penduduk. Namun kecenderungan ini hanya sampai pada titik tertentu, setelah
melapaui titik tersebut, kenaikan pendapatan per kapita akan menurukan tingkat kesuburan
dan ketika pembangunan sudah sampai pada tahap maju maka laju pertumbuhan penduduk
akan menurun.

Argument Leibenstein tersebut didasarkan pada teks kapilaritas sosial nya Dumont, yang
menyatakan bahwa kenaikan pendapat per kapita akan mengurangi keinginan untuk
mempunyai banyak anak guna menunjang pendapatan orang tua. Spesialisasi yang semakin
meningkat serta peningkatan pendapatan mobilitas ekonomi akan menimbulkan sebuah
kenyataan bahwa mengurus keluarga besar akan terasa lebih sulit dan mahal. Oleh karena
itu laju pertumbuhan penduduk menjadi konstan dan kemudian secara perlahan akan
mengalami penurunan, sebaliknya perekonomian akan mengalami kemajuan yang pesat
menuju garis pembangunan berkesinambungan. Menurut Leibenstein, laju pertumbuhan
maksimum penduduk secara biologis antara 3 sampai 4 persen.

Kurva N menggambarkan laju pendapatan per kapita sedangkan kurva P menggambarkan


laju pertumbuhan penduduk pada setiap tingkat pendapatan perkapita. Bermula dari titik A
yang mewakili titik keseimbangan subsisten. Jika pendapatan per kapita di naikan Yb, laju
pertumbuhan penduduk dan laju pendapatan per kapita dua-duanya adalah 1%. Pada laju
pendapatan per kapita Yc, laju pertumbuhan penduduk sebesar 2% lebih tinggi daripada laju
pendapatan per kapita sebesar 1%. Oleh karena itu pendapatan per kapita harus dinaikan
sedemikian rupa agar dapat meningkatkan pendapatan nasional yang lebih besar dari laju
pertumbuhan penduduk. Hal ini bisa tercapai pada tingkat Ye dimana laju pertumbuhan
penduduk yang ditentukan secara biologis oleh leibenstein diasumsikan sebesar 3%. Dengan
demikian Ye adalah tingkat pendapatn per kapita minimum kritis yang diperlukan untuk
menggerakan pembangunan ekonomi yang berkesinambungan.

29
b. Faktor-faktor Lain Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Pendapatan per Kapita

Selain pertumbuhan penduduk ada faktor lain yang memerlukan penerapan upaya minimum
kritis yaitu :

1. Skala disekonomis internal Yang timbul akibat tidak dapat dibaginya faktor
produksi.
2. Skala disekonomis eksternal Yang timbul akibat adanya ketergantungan eksternal,
hambatan budaya dan kelembagaan yang ada di Negara Sedang Berkembang.

Untuk mengatasi kedua hal tersebut diperlukan upaya minimum kritis yang cukup besar.
Namun upaya ini tidak dapat dilakukan pada tingkat pendapatan subsisten, karna
pengeluaran pada tingkat pendapatan subsisten hanyalah sekedar untuk bertahan hidup dan
untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Jadi upaya minimum kritis itu harus lebih besar
diatas tingkat pendapatan subsisten agar roda pembangunan ekonomi yang
berkesinambungan dapat bergerak.

c. Agen Pertumbuhan

Upaya minimum kritis dapat dilakukan jika ada dukungan dari kondisi ekonomi yang
relavan terhadap kegiatan usaha, sehingga laju kekuatan pendorong berkembang lebih cepat
daripada kekuatan penghambat pendapatan. Oleh karena itu di ciptakan pengembangan
agen-agen pertumbuhan, agen-agen pertumbuhan tersebut merupakan anggota masyarakat
yang melakukan kegiatan-kegiatan yang membantu pertumbuhan. Agen-agen tersebut adalah
para pengusaha, investor, penabung, dan innovator. Kegiatan-kegiatan produktif tersebut di
nilai mampu menghasilkan kewiraswastaan, peningkatan sumber daya pengetahuan,
pengembangan keterampilan produktif masyarakat, serta peningkatan laju tabungan dan
investasi.

d. Rangsangan Pertumbuhan

Menurut Leibenstein, berhasil tidaknya agen pertumbuhan tergantung pada hasil yang
diharapkan dari kegiatan tersebut. Leibenstein membedakan rangsangan pertumbuhan ke
dalam dua jenis:

1. Rangsangan zero-sum yang tidak meningkatkan pendapatan nasional tetapi hanya upaya
distributive.
2. Rangsangan positif-sum yang berarti terdapat upaya pengembangan pendapatan nasional.

Positif-sum dinilai mampu menghasilkan pembangunan ekonomi. Namun kondisi yang ada
di NSB sering kali hanya mendorong pengusaha terlibat dalam kegiatan zero-sum. Kegiatan
tersebut mencakup:

1. Kegiatan bukan dagang untuk menjamin posisi monopolistic yang lebih besar, kekuatan
politik, dan prestise sosial.

30
2. Kegiatan dagang yang membawa ke posisi monopolistic yang lebih besar yang tidak
menambah sumber-sumber agregat.
3. Kegiatan spekulatif yang tidak memanfaatkan tabungan, dan tidak memanfaatkan sumber
kewirausahaan yang langka.
4. Kegiatan yang menggunakan tabungan neto, tetapi investasinya hanya mencakup bidang-
bidang usaha yang nilai sosial nya nol atau lebih rendah daripada nilai privatnya.

Jadi, kegiatan zero-sum bukanlah kegiatan yang secara rill meciptakan pendapatan tetapi
hanya sekedar pemindahan likuiditas dari satu orang ke orang lain. Oleh karena itu, upaya
minimum kritis itu harus cukup besar agar tercipta iklim yang relevan bagi berlangsungnya
rangsangan positive-sum.

Di dalam perekonomian terbelakang ada pengaruh tertentu yang bersifat anti perubahan,
yang cenderung akan menekan pendapatan per kapita. Pengaruh-pengaruh tersebut antara
lain :

1. Kegiata zero-sum untuk mempertahankan hak-hak istimewa ekonomi yang ada melalui
pembatasan peluang-peluang ekonomi yang memiliki potensi untuk berkembang
2. Tindakan konservatif para buruh yang terorganisir maupun yang tidak terorganisir untuk
menentang perubahan.
3. Adanya berbagai macam upaya yang menentang gagasan dan pengetahuan baru karena
gagasan lama sudah tertanam dihati mereka.
4. Adanya kenaikan pengeluaran konsumsi atas barang-barang mewah yang dinilai kurang
produktif apabila dibandngkan dengan pengeluaran untuk kegiatan akumulasi modal.
5. Pertumbuhan penduduk dan angkatan kerja mempunyai pengaruh pada berkurangnya modal
yang tersedia per tenaga kerja.

Untuk mengatasi semua kendala yang mengakibatkan suatu perekonomian berada dalam
keadaan keterbelakangan, maka diperlukan upaya minimum kritis yang cukup besar untuk
mendorong laju pertumbuhan ekonomi sehingga dapat memacu positif-sum dan menciptakan
kekuatan untuk menandingi zero-sum. Sebagai hasil dari upaya minimum kritis itu,
pendapata perkapita akan mengalami kenaikan sehingga tingkat tabungan dan investai akan
terstimulasi. Perubahan-perubahan tersebut berdampak :

1. Ekspansi agen pertumbuhan.


2. Meningkatnya sumbangan mereka pada per unit modal.
3. Semakin berkurangnya kekuatan dari faktor-faktor penghambat pertumbuhan.
4. Penciptaan sebuah kondisi yang mampu meningkatkan mobilitas ekonomi dan sosial.
5. Peningkatan spesialisasi, serta berkembangnya sector suknder dan tersier.
6. Terciptanya iklim yang cocok bagi adanya perubahan, yang pada akhir nya perubahan
tersebut dinilai bisa mengurangi laju pertumbuhan penduduk.

31
e. Kritik Terhadap Teori Leibenstein

Di dalam kata pengatar bukunya, Leibenstein menuliskan bahwa tujuan dari analsisnya
adalah memberikan penjelasan atau pemahan bukan memberikan resep. Tetapi tesis ini
mampu menarik perhatian para ekonom dan perencana pembangunan di NSB. Meskipun
demikian tesis ini tetap mengandung beberapa kelemahan yaitu :

Pertama, laju pertumbuhan penduduk berkaitan dengan tingkat kematian. Menurut


Leibenstein laju pertumbuhan penduduk akan meningkat seiiring dengan peningkatan
pendapatan per kapita jika telah mencapai titik tertentu. Namun jika melewati titik tertentu
maka pertumbuhan penduduk akan menurun. Dengan adanya perbaikan pada kapasitas
kesehatan, sarana dan prasarana di NSB merupakan faktor pendorong pertumbuhan dan
menekan angka kematian. Dengan kata lain, pertumbuhan penduduk tidak semata-mata
didorong oleh perubahan yang signifikan dari pendapatan per kapita.

Kedua, penurunan tingkat kelahiran bukan disebabkan oleh kenaikan pendapatan per kapita.
Di sebagian besar NSB masalah penurunan tingkat kelahiran lebih disebabkan oleh aspek
sosial-budaya dan bahkan persepsi intelektual dinilai mampu mempengaruhi pandangan
masyarakat mengenai jumlah anak yang ideal.

Ketiga, mengabaikan peran pemerintah dalam menekan tingkat kelahiran. Leibenstien


mengabaikan peran pemerintah dalam menekan tingkat kelaharian. Padahal dibanyak Negara
pemerintah secara proaktiv mengkampanyekan program gerakan keluarga kecil guna
menekan angka kelahiran.

Keempat, mengabaikan unsur waktu. Strategi leibenstein cenderung mengabaikan unsur


waktu dalam analisisnya. Unsur waktu diperlukan untuk mengetahui rentang waktu yang
dibutuhkan antara aksi dan reaksi.

Kelima, menurut Myint, hubungan fungsional antara laju pendapatan per kapita dan laju
pertumbuhan pendapatann total lebih kompleks dan tidak sederhana seperti yang ditunjukan
Leibenstein. Ada dua argument yang mendasari pandangan tersebut. Pertama, hubungan
pendapatan per kapita dengan laju tabungan dan investasi tergantung pada kinerja lembaga
keuangan dalam mobilitas tabungan masyarakat. Kedua, hubungan antara investasi dan
outpun yang dihasilkan tidak serta merta ditentukan oleh rasio modal seperti yang
diasumsikan Leibenstein.

Keenam, strategi Leibenstein ini hanya akan relevan jika diterpakan pada perekonomian
tertutup

32
STRATEGI PEMBANGUNAN SEIMBANG

Pembangunan seimbang dapat di artikan sebagai pembangunan berbagai jenis industri secara
berbarengan sehingga industri saling menciptakan pasar bagi yang lain. Singkatnya strategi
pembangunan seimbang ini mengharuskan adanya pembangunan yang harmonis di berbagai
sektor ekonomi sehingga keseluruhan sektor akan tumbuh bersama.

Oleh karena itu, diperlukan keseimbangan antara sisi permintaan dan sisi penawaran. Sisi
penawaran memberikan penekanan pada pembangunan serentak dari semua sektor yang
saling berkaitan dan berfungsi meningkatkan penawaran barang yang meiputi pembangunan
serentak yang harmonis dari barang setengah jadi, bahan baku, sumberdaya energy,
pertanian, pengairan, transportasi serta semua industri yang memproduksi barang konsumen.

Sedangkan sisi permintaan berhubungan dengan penyediaan kesempatan kerja yang lebih
besar dan penambahan pendapatan agar permintaan barang dan jasa dapat tumbuh. Sisi ini
berkaitan dengan industri yang sifatnya saling melengkapi, seperti industri benang dan
industri pewarna pakaian. Jika semua industri dibangun secara serentak maka jumlah tenaga
kerja yang terserap akan menjadi sangat besar.

Strategi pembangunan seimbang ini dilaksanakan dengan maksud untuk menjaga agar proses
pembangunan tidak menghadapi hambatan dalam:

1. Memperoleh bahan baku, tenaga ahli, sumberdaya energy, dan fasilitas-fasilitas untuk
mengangkut hasil produksi ke pasar.
2. Memperoleh pasar untuk barang-barang yang telah dan akan di produksi.

Pembangunan seimbang ini dapat pula di definisikan sebagai usaha pembangunan yang
bertujuan untuk mengatur investasi sehingga sepanjang proses pembangunan tidak akan ada
hambatan yang berasal dari penawaran dan permintaan. Jika kita melakukan pembangunan
seimbang dan dana investasi jauh lebih besar dari dana investasi sebelumnya.

a. Menurut Rosenstein-Rodan dan Nurkse

Istilah pembangunan seimbang itu di ciptakan oleh Nurkse (1956). Namun demikian teori ini
pertama kali di kemukakan oleh Paul Rosenstein-Rodan (1953) dengan nama teori dorongan
besar-besaran.

Inti dari tesis Rosenstein-Rodan adalah untuk menanggulangi hambatan pada pembangunan
ekonomi di NSB dan untuk mendorong perekonomian tersebut kearah yang lebih maju di
perlukan suatu dorongan besar-besaran atau suatu program yang menyeluruh yang mengacu
pada sejumlah minimum investasi tertentu.

Adapun tujuan utama dari strategi ini adalah untuk menciptakan berbagai industri yang
saling berkaitan erat satu sama lain sehingga setiap industry memperoleh eksternalitas
ekonomi sebagai akibat dari proses industrialisasi seprti itu.

33
Menurut Rosenstein-Rodan adanya pembangunan industri secara besar-besaran di nilai
dapat menciptakan tiga jenis eksternalitas ekonomi, yaitu :

1. Eksternalitas di akibatkan perluasan pasar


2. Eksternalitas yang tercipta karena lokasi industry yang saling berdekatan dengan satu sama
lain.
3. Eksternalitas yang tecipta karena ada industry lain dalam perekonomian tersebut

Pendapat Nurkse tidak jauh berbeda dengan pendapat Rosenstein-Rodan. Dalam analisisnya
Nurkse menekankan bahwa pembangunn ekonomi bukan hanya menghadapi masalah pada
kelangkan modal, tetapi juga dalam mendapatkan pasar bagi barang-barang industry di
kembangkan. Tingkat investasi yang rendah yang muncul sebagai akibat dari rendahnya
daya beli masyarakat sedangkan rendahnya daya beli masyarakat di akibatkan oleh
rendahnya pendapatan rill masyarakat dan rendahnya pendapatan rill masyarakat di
akibatkan oleh rendahnya produktifitas. Fenomena tersebut yang kemudian di kenal dengan
sebutan lingkaran setan kemiskinan.

Daya beli masyarakat pasar bagi barang-barang yang dihasilkan oleh sektor produktif. Oleh
karena itu, jika daya beli masyarakat rendah akan menyebabkan pasar-pasar bagi sektor
produktif menjadi terbatas. Kondisi ini menyebabkan para pengusaha dan investor enggan
berinvestasi akibatnya perekonomian akan mengalami pertumbuhan yang lambat. Jadi,
kesimpulannya bahwa dorongan untuk berinvestasi sering kali di batasi oleh pasar.

Pasar merupakan faktor penting yang akan membatasi investasi di sektor modern oleh
karena itu, untuk menyusun kebijakan dan program pembangunan persoalan yang harus
dipecahkan terlebih dahulu adalah bagaimana memperluas pasar domestik. Faktor yang
dapat di jadikan acuan dalam menentukan luas pasar adalah tingkat produktivitas. Oleh
karena itu, satu-satunya jalan keluar dari kebuntuan ini adalah dengan mensinkronkan
penggunaan modal pada berbagai macam jajaran industri.

NSB perlu melaksanakan program pembangunan seimbang, dengan jalan pada waktu yang
bersamaan dilakukan investasi diberbagai industri yang berkaitan erat satu sama lain.
Dengan cara inilah pasar dapat diperluas, karena kesempatan kerja dan pendapatan
masyarakat dinilai mampu menciptakan permintaan akan barang-barang industri yang
dihasilkan. Pembangunan suatu industri dinilai akan mampu menciptakan pasar bagi industri
lain, semakin banyak industri yang dibangun semakin luas juga pasar industri tersebut
sehingga memungkin kan penggunaan modal secara lebih efisien dan intensif. Dengan
demikian pembangunan seimbang akan menjadi perangsang untuk memperluas permintaan
akan modal dan untuk melakukan investasi yang lebih banyak.

Selain itu keseimbangan juga diperlukan antara sektor dalam negri dan sektor luar negri.
Penerimaan atas ekspor merupakan sumber penting untuk membiayai pembangunan,
sedangkan industri dalam negri juga memerlukan tambahan impor bahan baku untuk
memenuhi kebutuhan kapasitas produksi mereka. Strategi pembangunan seimbang
merupakan pondasi kuat untuk perdagangan internasional. Dengan semangkin meningkatnya
produksi dalam negeri, pasar dalam negeri dan pasar luar negeri atas produk tersebut pun
34
semakin meluas. Dengan demikian tingkat kesempatan kerja dan pendapatan masyarakat pun
meningkat.

b. Menurut Scitovsky dan Lewis

Hirschman mengelompokkan Scitovsky dan Lewis sebagai pencetus strategi pembangunan


seimbang pada sisi penawaran, sedangkan Rosentein-Rodan menenkankan pada sisi
permintaan.

Scitovsky menyebutkan adanya dua konsep eksternalitas ekonomi dan manfaat yang
diperoleh di suatu industri dari adanya dua macam eksternalitas ekonomi yang ada dalam
perekonomian tersebut.

Dalam teori keseimbangan, eksternalitas ekonomi dapat diartikan sebagai peningkatan


efisiensi yang terjadi pada suatu industri sebagai akibat dari adanya perbaikan teknologi pada
industri lain. Keuntungan pada suatu perusahaan bukan saja tergantung pada efisiensi
penggunaan faktor-faktor produksi dan tingkat produksi perusahaan tersebut, tetapi juga
tergantung pada penggunaan faktor-faktor produksi dan tingkat produksi perusahaan lainnya
terutama perusahaan-perusahaan yang erat kaitannya dengan perusahaan tersebut.

Mekanisme terciptanya eksternalitas ekonomi tersebut dijelaskan Scitovsky dengan contoh


berikut. Jika investasi baru dilakukan untuk suatu industri, maka kapasitasnya akan
bertambah. Hal ini dapat menurunkan biaya produksi industri tersebut sehingga mendorong
kenaikan harga input yang digunakan. Penurunan biaya produksi tersebut akan menurukan
haga jual produk industri tersebut, dan hal ini akan menguntungkan bagi industri-industri
yang menggunakan produk dari industri tersebut. Sedangkan kenaikan harga inputnya akan
memberikan keuntungan bagi industri yang menghasilkan input tersebut.

Misalnya industri X melakukan investasi untuk memperluas kegiatannya, maka tindakan


tersebut akan menguntungkan beberapa jenis perusahaan. Jenis-jenis perusahaan
memperoleh eksternalitas ekonomi keuangan dari industri X adalah :

1. Perusahaan-perusahaan yang akan menggunakan produksi X sebagai bahan mentah industri


mereka, karena harga nya lebih murah
2. Industri-industri yang menghasilkan bahan mentah bagi industri X, karena permintaan dan
mungkin harga nya akan naik
3. Industri-industri yang menghasilkan barang komplementer untuk barang yang diproduksi
industri X, karena dengan naiknya produksi dan penggunaan hasil industri X maka jumlah
permintaan akan barang-barang komplementer tersebut bertambah
4. Industri-industri yang menghasilkan barang-barang yang dibutuhkan oleh orang-orang yang
mengalami pertambah pendapatan
5. Industri-industri yang menghasilkan barang substitusi bahan entah yang digunakan oleh
industri X.

35
Berdasarkan gambaran diatas, Scitovsky menyimpulkan bahwa integrasi secara menyeluruh
antara berbagai industri diperlukan untuk menghapus perbedaan antara keuntungan
perorangan dengan keuntungan masyarakat. Scitovsky memandang bahwa mekanisme pasar
tidak dapat mengintegrasikan antarberbagai industri yang sifat nya demikian, karena
mekanisme pasar berperan untuk meciptakan efisensi alokasi sumberdaya dalam jangka
pendek. Oleh karena itu, Scitovsky setuju dengan pandangan Rosentein-Rodan yang
menyatakan tentang perlunya program pembangunan industri secara besar-besaran dan
menciptakan suatu pusat perencanaan penanaman modal untuk melengkapi fungsi
mekanisme pasar dalam mengatur alokasi sumberdaya-sumberdaya.

Sementara itu, dalam analisisnya Lewis menekankan tentang perlunya pembangunan


seimbang yang didasarkan pada keuntungan yang akan diterima dari adanya saling
ketergantungan antara berbagai sektor, yaitu antara sektor pertanian dan sektor industri, serta
antara sektor dalam negeri dan sektor luar negeri.

Menurut lewis, akan timbul banyak masalah jika pembangunan hanya dipusatkan pada satu
sektor saja, tanpa adanya keseimbangan dari sektor lain sehingga akan menimbulkan
ketidakstabilan dan gangguan terhadap proses kegiatan ekonomi sehingga proses
pembangunan terhambat.

Lewis memberikan gambaran di bawah ini tentang betapa pentingnya pembangunan yang
seimbang antara sektor industri dan sektor pertanian. Misalkan disektor pertanian ada
inovasi teknologi produksi bahan pangan untuk kebutuhan domestik, implikasi yang
mungkin terjadi adalah :

1. Terdapat surplus disektor pertanian yang dapat dijual di sektor non pertanian
2. Produksi tidak bertambah berati tenaga kerja menjadi sedikit dan jumlah pengangguran
bertambah tinggi.
3. Kombinasi dari kedua keadaan tersebut.

Jika sektor industri mengalami perkembangan pesat, maka sektor tersebut akan dapat
menyerap kelebihan produksi bahan pangan dan tenaga kerja. Namun tanpa adanya
perkembangan di sektor industri maka nilai tukar sektor pertanian akan memburuk sebagai
akibat dari kelebihan tenaga kerja, dan akan menimbulkan depresif terhadap pendapatan di
sektor pertanian. Oleh karena itu di sektor pertanian tidak perlu lagi ada perangsangan untuk
mengadakan investasi baru dan melakukan inovasi.

Di sisi lain jika pembangunan difouskan hanya pada sektor industrialisasi dan mengabaikan
sektor pertanian, hal tersebut akan memicu permasalahan baru yang pada akhirnya akan
menghambat proses pembangunan ekonomi. Masalah kelangkaan produk pertanian terjadi,
akibatnya kenaikan atas produk-produk pertanian pun menjadi jawabannya. Kondisi ini akan
mendorong terjadinya inflasi.

Akhirnya, jika sektor pertanian tidak berkembang, maka sektor industri juga tidak dapat
berkembang, dan keuntungan sektor industri hanya sebagian kecil saja dari pendapatan

36
nasional. Oleh karena itu tabungan dan tingkat investasi pun akan rendah. Maka Lewis
menyimpulkan bahwa pembangunan haruslah dilakukan secara berbarengan di kedua sektor
tersebut.

Kemudian Lewis menunjukan pula pentingnya pembangunan yang seimbang antara sektor
produksi barang-barang untuk kebutuhan domestic dan untuk kebutuhan luar negeri (ekspor)

Fungsi ekspor lainnya adalah untuk mengatasi masalah keterbatasan pasar domestik.
Pengembangan sektor ekspor tidak lah serumit pengembangan sektor pertanian dan industri
yang mengahasilkan barang-barang kebutuhan domestik. Sektor ekspor merupakan satu-
satunya sektor yang berkembang sendiri tanpa bantuan sektor lain. Hal ini merupakan faktor
penting bagi pembanguan ekonomi di Negara-negara sedang berkembang pada masa
penjajahan terutama bersumber dari perluasan kegiatan ekspor.

Perkembangan ekspor akan merangsang perkembangan sektor domistik karena :

1. Berbagai fasilitas yang digunakan untuk memperlancar kegiatan ekspor seperti system
komunikasi, transportasi, dan sebagainya dapat digunakan oleh sektor domestik.
2. Dengan menarik tenaga kerja dari sektor domestik, maka sektor ekspor akan mendorong
sektor domestic untuk menciptakan inovasi yang bertujuan untuk meningkatkan
produktivitas.

Akhirnya, sektor ekspor dapat pula memperluas pembangunan ekonomi karena


memungkinkan perkembangan impor. Perkembangan impor ini akan memperbesar jumlah
jenis barang-barang dalam masyarakat.

Dari sudut ekspor itu sendri, kelemahannya pada nilai tukar yang kurang menguntungkan.
Walaupun sektor ekspor ini berkembang pesat tetapi hanya menciptakan pertambahan
pendapatan yang sangat terbatas bagi masyarakat. Dan walaupun produktivitas produksi
meningkat, tetapi keuntungan dari kemajuan tersebut tidak dinikmati oleh para pekerja,
tetapi oleh pemakai barang-barang dari Negara maju yang meperoleh barang-barang dengan
harga yang murah.

Berdasarkan uraia diatas Lewis menarik kesimpulan lewis menekankan tentang perlunya
pembangunan seimbang di berbagai sektor pertanian dan industri serta antara kegiatan
produksi barang untuk domestic dan kebutuhan luar negeri sehingga pembangunan ekonomi
berjalan lancar.

c. Kritik Terhadap Teori Pembangunan Seimbang

Banyak ekonom yang mengkritk strategi pembangunan seimbang, antara lain Hirschman,
streeten, dan singer. Hirscham dapat dianggap pengkritik yang paling baik, karena selain
menunjukan kelemahan-kelemahan dia juga mengemukakan teorinya yaitu strategi
pembangunan tidak seimbang.

37
Berikut merukan kritik dari para pakar ekonomi pembangunan yaitu :

Menurut Hirschman strategi pembangunan seimbang telah gagal sebagai teori


pembangunan. Pembangunan seharusnya sebagai suatu proses perubahan dari satu tipe
ekonomi ke tipe ekonomi lainnya yang lebih maju. Namun strategi pembangunan lebih
kepada permapasan hak industri lama oleh industri baru. Sementara itu Menurut Hirschman
NSB tidak dapat melakukan pembangunan yang serentak di berbagai sektor mengingat
segala keterbatasan yang mereka miliki. Negara Sedang Berkembang (NSB) dihadapkan
pada kelangkaan sumberdaya modal, dan belum terutilitasnya SDM dan SDA yang mereka
miliki.

Singer menyatakan berpikir besar adalah nasihat yang logis bagi NSB, tetapi bertindak
besar adalah nasihat yang keliru jika hal itu memaksa mereka bertindak diluar batas
kemampuan dan sumberdaya yang mereka miliki.

Nurkse menggambarkan strategi pembangunan seimbang tanpa adanya perencanaan.


Padahal, investasi secara serentak pada berbagai sektor memerlukan perencanaan dan
koordinasi oleh pemerintah.

STRATEGI PEMBANGUNAN TAK SEIMBANG

Teori pembangunan tak seimbang ini dikemukakan oleh Hirschman dan Streeten. Pada
dasarnya, pembangunan tak seimbang adalah pola pembangunan yang lebih bertujuan untuk
mempercepat proses pembangunan di NSB. Pola pembangunan tidak seimbang ini
didasarkan pada :

1. Secara historis, proses pembangunan ekonomi yang terjadi mempunyai corak pembangunan
tidak seimbang.
2. Untuk meningkatkan efisiensi dalam penggunaan sumberdaya yang tersedia
3. Pembangunan tidak seimbang akan berpotensi menimbulkan kemacetan atau gangguan-
gangguan dalam proses pembangunan, tetapi hal tersebut dinalai dapat menjadi pendorong
untuk pembangunan selanjutnya.

Menurut Hirschman, jika kita mengamati proses pembangunan yang terjadi antara dua
periode waktu, maka akan tampak begitu nyata bahwa berbagai sektor ekonomi telah
mengalami perkembangan dengan laju yang berbeda. Hal tersebut menunjukan bahwa
pembangunan akan lebih baik jika dijalankan dengan tidak seimbang.

Pembangunan tidak seimbang ini juga dapat dianggap lebih sesuai untuk dilaksanakan di
NSB karena Negara-negara tersebut mengalami kelangkaan sumberdaya.

a. Pembangunan tidak seimbang antara sektor prasarana dan sektor produktif

Permasalahan yang dianalisis Hirschman dalam strategi pembangunan tidak seimbang


adalah bagaimana cara menentukan proyek pembangunan yang harus didahulukan

38
berdasarkan suatu perioritas tertentu. Argument yang medasari pemikiran tersebut adalah
karena proyek-proyek tersebut membutuhkan modal dan sumberdaya yang tidak sedikit,
kadang seringkalai melebihi modal dan sumberdaya yang tersedia. Untuk itu agar
penggunaan sumberdaya dapat optimal maka diperlukan pengalokasian sumberdaya yang
efektif dan efisien.

Cara pengalokasian sumberdaya tersebut dibedakan menjadi dua:

1. Cara pilihan pengganti

Suatu cara pemilihan proyek yang bertujuan untuk menentukan apakah proyek A atau
proyek B yang harus dilaksanakan

2. Cara pilihan penundaan

Cara pemilihan proyek yang menentukan urutan proyek dengan menentukan apakah proyek
A atau proyek B yang harus didahulukan

Berdasarkan prinsip pemilihan proyek diatas, Hirschman menganalisis masalah alokasi


sumberdaya antara sektor prasarana dengan sektor produktif yang dapat langsung
menghasilkan barang-barang yang dibutuhkan masyarakat. Ada tiga macam pendekatan
untuk mengembangkan sektor prasarana dan sektor produktif, yaitu :

1. Pembangunan seimbang antara kedua sektor tersebut


2. Pembangunan tidak seimbang di mana pembangunan sektor prasarana lebih ditekankan
3. Pembangunan tidak seimbang di mana sektor produktif lebih ditekankan

Strategi Pembangunan Tak Seimbang

Hirschaman menggunakan gambar diatas untuk memilih pendekatan yang sesuai untuk
pembangunan di NSB.

Kurva a,b,c,d masing-masing merupakan tingkat produksi yang dicapai dengan sejumlah
investasi tertentu jika modal tersebut digunakan secara penuh.

OX menunjukan jumlah prasarana (SOC) dan OY menunjukan keseluruhan biaya produksi


yang dikeluakan oleh sektor DPA serta garis OZ merupakan jalur pembangunan seimbang.

Menurut Hirschman kegiatan ekonomi akan mencapai skala efisiensi yang optimal jika telah
tercapai dua kondisi :

1. Setiap sumberdaya telah dialokasikan secara optimal pada kedua sektor, sehingga dengan
sejumlah sumberdaya tersebut dapat dicapai produksi yang maksimum

39
2. Untuk suatu produksi tertentu hanya diperlukan sejumlah sumberdaya pada tingkat minimal
pada kedua sektor.

Ada dua pilihan orientasi kebijakan dalam alokasi investasi, yaitu :

1. Orientasi kebijakan yang mendahulukan perkembangan DPA dan kemudian baru diikuti oleh
SOC. Pendekatan tersebut ditunjukan oleh AB1, BC1, CD1. Pendekatan tersebut dinamakan
Pembangunan Melalui Kekurangan
2. Orientasi kebijakan yang mendahulukan pembangunan prasarana dan baru diikuti
pembangunan sektor produktif. Pendekatan tersebut ditunjukan oleh AA1, BB1, CC1dan
pendekatan tersebut dinamakan Pembangunan Melalui Kapasitas Berlebih.

Dari kedua orientasi tersebut manakah yang sebaiknya dilaksanakan oleh NSB ? Menurut
Hirschman, yang harus dilakukan adalah urutan pembangunan yang akan menjamin
pembangunan selanjutnya yang maksimum.

Di sebagian besar NSB, program pembangunan seringkali ditekankan pada pembangunan


prasarana untuk mempercepat pembangunan di sektor produktif. Hirschman tidak
sependapat dengan hal tersebut. Menurut Hirscham dalam keadaan motivasi masyarakat
yang sangat terbatas, maka lebih baik menggunakan orientasi pembanunan melalu
kekurangan daripada pembangunan melalui kapasitas berlebih. Dengan kata lain setiap
Negara atau Daerah dengan dengan jumlah pengusaha yang terbatas, orientasi yang sesuai
adalah dengan mendahulukan pembangunan sektor produktif agar tidak terjadi pemborosan
penggunaan prasarana.

Pembangunan Tak Seimbang dalam Sektor Produktif

Menurut Hirschman, di dalam sektor produktif ada dua pendorong yang tercipta akibat
adanya hubungan antara berbagai industri yang menyediakan barang-barang yang digunakan
sebagai bahan baku industri lain adalah :

1. Pengaruh keterkaitan kebelakang Dimana ada rangsangan dari pembangunan suatu


industri terhadap perkembangan industri yang menyediakan bahan baku bagi industri
tersebut.
2. Pengaruh keterkaitan kedepan Dimana ada rangsangan dari pembangunan suatu industri
terhadap pembangunan industri yang menggunakan produksi industri yang pertama sebagai
bahan baku mereka.

Menurut Hirschman, ada dua jenis Industri yang memeiliki keterkaitan antarindustri nya,
yaitu :

1. Industri Satelit Indistri ban mobil dan karoseri merupakan industri satelit dari industri
mobil

40
2. Industri non-satelit Industri mobil tidak memiliki kaitannya sama sekali dengan industri
minuman ringan

Berikut ini adalah beberapa karakteristik industri satelit yaitu :

1. Lokasinya berdekatan dengan industri utama sehingga akan dicapai satu skala efisiensi
tertentu atas interaksi antarmereka
2. Industri-industri tersebut menggunakan input utama yang berasal dari produk industri induk
(utama) atau industri tersebut menghasilkan produk yang merupkan input dari industri induk,
tetapi bukan merupakan input utama
3. Besarnya idustri satelit tidak akan melebihi industri induknya

Kedua jenis industri tersebut dapat dirangsang karena adanya kaitan kedepan maupun
kebelakang. Apabila pembangunan industri mobil mendorong perkembangan industri ban
mobil, hal ini merupaka pengaruh keterkaitan kebelakang. Sedangkan jika industri mobil
mendorong perkembangan industri karoseri, hal ini merupakan pengaruh keterkaitan ke
depan.

Berdasarkan pola keterkaitan tersebut Hirschman membedakan industri kedalam beberapa


kelompok yaitu :
1. Industri barang setengah jadi
2. Industri barang setengah jadi sektor primer
3. Industri barang jadi
4. Industri barang jadi sektor primer
Sektor industri barang setengah jadi mempunyai kemampuan yang lebih tinggi utnuk
merangsang pengembangan investasi disektor industri lain jika dibandingkan dengan sektor
industri barang akhir.
Pada tahap awal pembangunan ekonomi sebaiknya sektor industri yang menghasilkan
barang jadi yang dikembangkan terlebih dahulu. Industri tersebut disebut industri barang
konsumsi.
Menurut Hirschman industri barang konsumsi dibagi menjadi dua kelompok :
1. Industri yang memproses produk-produk industri primer dalam negeri atau yang diimpor
menjadi barang jadi
2. Industri yang memproses barang setengah jadi menjadi barang jadi
Akhirnya, dapat ditarik kesimpulan bahwa menurut pandangan Hirschman proses
pembangunan industrialisasi yang ideal adalah sebagai berikut :
1. Tahap perkembangan industri barang konsumsi
2. Tahap perkembangan industri barang setengah jadi
3. Tahap perkembangan industri barang modal

Kritik Terhadap Strategi Pembangunan Tidak Seimbang

Hirschman dapat dikatakan sebagai pendukung system ekonomi campuran. Namun konsep
perkembangan ini tidak luput dari beberapa keterbatasan.

41
Pertama, dalam konsep ini kurangnya perhatian pada komposis, arah dan waktu
pertumbuhan tidak seimbang.

Kedua, konsep ini cenderung mengabaikan konflik internal yang akan mucul kepermukaan.

Ketiga, permasalahan mendasar yang dihadapi NSB adalah kurangnya sumberdaya yang
dimiliki NSB seperti, terbatasnya tenaga teknis, bahan baku, dan fasilitas dasar seperti
transportasi, bahkan luas pasar produk yang masih sempit.

Keempat, rendahnya mobilitas sumberdaya di NSB karena sangatlah sulit bagi NSB untuk
memindahkan sumberdaya dari satu sektor ke sektor lainnya

Kelima, adanya ancaman inflasi bagi NSB yang disebabkan oleh sebagian besar pemerintah
NSB belum mampu mempergunakan instrument moneter dan fiskal secara efektif. Karna
jika investasi dalam dosis besar disuntikan kebeberapa sektor strategis dalam perekonomian,
maka akan terjadi kenaikan pendapatan diikuti dengan meningkatnya permintaan barang
konsumsi. Hal tersebut akan memicu timbul nya inflasi pada tingkat harga. Inflasi akan
begitu sulit dikendalikan oleh NSB.

Keenam, terlalu banyak penekanan pada investasi dibandingkan dengan keputusan penting
lainnya yang mendasar bagi pembangunan. NSB tidak hanya memerlukan keputusan
investasi tetapi juga keputusan-keputusan administrative, manajemen, dan kebijakan public.

Sumber :

Arsyad Lincolin. 2010. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: UPP STIM YKPN

Rowland Bismark.F.Pasaribu. 2013. Startegi Pertumbuhan dan Pembangunan


Ekonomi.http://rowlandpasaribu.files.wordpress.com/2013/02/05-strategi-pertumbuhan-dan-
pembangunan-ekonomi.pdf. Diakses 20 Maret 2013

42
BAB 4
PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL

Perkembangan teori ekonomi pertumbuhan dan meningkatnya ketersediaan data daerah


mendorong meningkatnya perhatian terhadap ketidakmerataan pertumbuhan daerah. Teori
ekonomi pertumbuhan dimulai oleh Robert Solow yang dikenal dengan Model pertumbuhan
neo-klasik. Dan beberapa ahli ekonomi Amerika mulai menggunakan teori pertumbuhan
tersebut dengan menggunakan data-data daerah.

Untuk melihat ketidaknmerataan pertumbuhan regional dapat ditentukan dengan beberapa


cara. Secara umum dalam menghitung pertumbuhan dengan; 1. pertumbuhan output; 2.
pertumbuhan output per pekerja; dan, 3. pertumbuhan output perkapita. Pertumbuhan output
digunakan untuk mengetahui indikator kapasitas produksi. Pertumbuhan output per pekerja
seringkali digunakan untuk mengetahui indikator dari perubahan tingkat kompetitifitas
daerah, sedangkan pertumbuhan output perkapita digunakan sebagai indikator perubahan
dari kesejahteraan

Perkembangan teori ekonomi pertumbuhan dan meningkatnya ketersediaan data daerah


mendorong meningkatnya perhatian terhadap ketidakmerataan pertumbuhan daerah. Teori
ekonomi pertumbuhan dimulai oleh Robert Solow yang dikenal dengan Model pertumbuhan
neo-klasik. Dan beberapa ahli ekonomi Amerika mulai menggunakan teori pertumbuhan
tersebut dengan menggunakan data-data daerah.

Untuk melihat ketidaknmerataan pertumbuhan regional dapat ditentukan dengan beberapa


cara. Secara umum dalam menghitung pertumbuhan dengan; 1. pertumbuhan output; 2.
pertumbuhan output per pekerja; dan, 3. pertumbuhan output perkapita. Pertumbuhan output
digunakan untuk mengetahui indikator kapasitas produksi. Pertumbuhan output per pekerja
seringkali digunakan untuk mengetahui indikator dari perubahan tingkat kompetitifitas
daerah, sedangkan pertumbuhan output perkapita digunakan sebagai indikator perubahan
dari kesejahteraan .

43
Model Pertumbuhan Regional

Fungsi produksi agregat merupakan dasar dari model pertumbuhan neoklasik. Hubungan
tersebut ditujukkan dalam bentuk sebagai berikut

Y = F(K,L)
Dimana, Y adalat output riil, K adalah capital stock, dan L adalah tenaga kerja.
Dalam bentuk Cobb Douglas dengan asumsi constant return to scale yaitu;

Y = AKαL1-α
y = Akα , dimana y = K/L dan k = K/L

Fungsi produksi perkapita menunjukan bahwa output per pekerja hanya akan meningkat jika
modal per pekerja meningkat. Dengan kata lain modal harus terus tumbuh lebih cepat
daripada penawaran tenaga kerja dari output per pekerja.

Agar lebih realistis maka model neoklasik diatas harus ditambah dengan efek apabila adanya
teknologi pada pertumbuhan output.

Y = F (A,K,L), dimana A adalah technical knowledge (teknologi).


Dalam bentuk Cobb-Douglas,

Y = AegtKαL1-α
dimana g adalah technical progress per time period t, selanjutnya dengan aplikasi
matematika kita jadikan dalam model pertumbuhan . dimana, ∆Y/Y, ∆K/K, dan ∆L/L adalah
given.

Selanjutnya dengan merubah dalam bentuk model region (daerah), dengan g adalah
perubahan rate of technical dan r notasi untuk regional,
kita dapat mengidentifikasi tiga alasan terjadinya ketidakmerataan pertumbuhan regional
yaitu;
1. Technical progress berubah diantara region;
2. Pertumbuhan capital stock berubah diantara region;
3. Pertumbuhan tenaga kerja berubah diantara region.

Selanjutnya, ketidamerataan regional dalam pertumbuhan output per tenaga kerja dapat
dijelaskan oleh perbedaan regional dalam rate of technical progress dan oleh perbedaan
regional dalam rasio pertumbuhan kapital/tenaga kerja.

Pertumbuhan kapital stok daerah didorong dengan adanya investasi baik dari daerah itu
sendiri atau daerah lain. Pertumbuhan tenaga kerja juga didorong oleh adanya migrasi tenaga
kerja dari daerah lain karena adanya perbedaan upah relatif terhadap daerah lain disamping
akibat tumbuhnya angkatan kerja baru karena pertumbuhan populasi. Untuk pertumbuhan
teknologi tentunyajuga dipengaruhi oleh masuknya sumberdaya dari daerah lain dan
perkembangan pendidikan atau pengetahuan melalui R&D.

44
Dalam kajian Iyanatul Islam dari School of International Business and Asian Studies,
Griffith University, Australia, menyebutkan bahwa ketidakmerataan antar daerah di
Indonesia tidak menunjukkan gambaran yang semakin mencolok dari waktu ke waktu.
Dikatakan bahwa adanya konvergensi di daerah, terutama pada pertengahan 1970-an serta
dekade 1980-an dan 1990-an, dengan adanya pertumbuhan ekonomi daerah miskin yang
lebih cepat dibandingkan daerah kaya. Namun proses konvergensi tersebut berjalan
melambat sehingga diperlukan waktu yang lama untuk mengurangi kesenjangan pendapatan
antar daerah. Analisis Takahiro Akita dan Armida S Alisjahbana (The Economic Crisis and
Regional Inequality in Indonesia) menyebutkan sebelum krisis ekonomi, disparitas
pendapatan antardaerah di Indonesia sedikit naik mulai tahun 1993 hingga 1997 .

Dari sisi technical progress secara empiris, Garcia dan Soelistianingsih (1998) telah
mengestimasi pengaruh variabel modal manusia, fertilitas total, selain pangsa sektor minyak
dan gas dalam PDRB untuk mengukur ketersediaan sumber daya alam terhadap
pertumbuhan ekonomi daerah. Temuannya adalah bahwa investasi untuk pendidikan dan
kesehatan memang dibutuhkan untuk mengurangi ketimpangan pendapatan daerah .

Sedangkan Wibisono (2001) memasukkan variabel-variabel educational attaintment (diukur


dengan tingkat pendidikan yang berhasil ditamatkan), angka harapan hidup (life expectancy),
tingkat fertilitas (fertility rate), tingkat kematian bayi (infant mortality rate), laju inflasi dan
juga variabel dummy daerah juga terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Dari estimasi-
estimasi yang dilakukan, diperoleh temuan bahwa variabel yang berpengaruh positif
terhadap pertumbuhan adalah pendidikan, angka harapan hidup, dan tingkat kematian bayi.
Sedangkan tingkat fertilitas dan laju inflasi memberikan efek negatif terhadap tingkat
pertumbuhan pendapatan .

Berdasarkan data Indonesia Human Development Report 2015, tahun 2015 di Indonesia
terdapat 524 daerah tingkat II, Aloysius Gunadi Brata (2004), dikatakan bahwa terdapat two-
way relationship antara kinerja ekonomi daerah dengan pembangunan manusia .

Ketiga studi di atas juga mengkonfirmasi bahwa technical progress dalam bentuk modal
manusia (human capital) mempunyai kontribusi penting dalam pertumbuhan ekonomi dan
berarti juga berguna untuk mempercepat proses pemerataan pendapatan antardaerah.

Dengan melihat teori dan kajian empirik diatas menunjukkan bahwa bagi pemerintah pusat,
ketidakmerataan antarregion dan ketidakmerataan intraregion bukan merupakan trade off
yang saling meniadakan. Karena kedua ketidakmerataan regional tersebut merupakan
masalah yang harus diselesaikan karena terdapat keterkaitan antar kedua permasalahan
tersebut.

Referensi:
1. http://www.ekonomirakyat.org/edisi_4/Artikel_3.htm,
2. http://jammyjack.blogspot.com/2011/03/bab-5-pembangunan-ekonomi-
daerah-dan.html

45
BAB 5.
PENERAPAN MODEL INPUT-OUTPUT DALAM ANALISIS
PEREKONOMIAN DAERAH

Suka atu tidak suka kita harus menerima kenyataan bahwa sebagian besar perencanaan
pembangunan ekonomi daerah masih bersifat parsial, dan ego sektoral sehingga optimalisasi
perencanaan pembangunan dirasakan masih belum optimal. Perencanaan yang terintegrasi
memerlukan model (alat analisis) yang tepat. Model ini harus mampu menggambarkan
ketergantungan struktural antar berbagai sektor dalam perekonomian secara konsisten, dan
juga mampu meramalkan dampak langsung atau pun tidak langsung dari kegiatan yang
direncanakan.

Hubungan antara susunan input dan distribusi output merupakan teori dasar yang melandasi
model Input – Output (Model I-O). Tabel Input-Output (Tabel I-O) pertama kali
diperkenalkan oleh Profesor Wassily Leontif pada tahun 1930an. Tabel I-O adalah suatu
uraian statistik dalam bentuk matriks yang menggambarkan transaksi penggunaan barang
dan jasa antar berbagai kegiatan ekonomi. Angka-angka pada tabel tabel I-O menunjukkan
hubungan dagang antar sektor yang berada dalam perekonomian suatu wilayah. Selain
transaksi antar sektor, ada lagi beberapa transaksi yang dicatat dalam sebuah Tabel I-O,
seperti transaksi impor barang dan jasa.

Baris pada tabel I-O memperlihatkan bagaimana pengalokasian output suatu sektor. Output
ini dialokasikan utnuk memenuhi permintaan antara dan sebagian lagi untuk memenuhi
permintaan akhir. Total dari permintaan akhir menunjukkan besarnya Gross National
Product (GNP) suatu perekonomian. Sedangkan kolom pada table I-O memperlihatkan pola
penggunaan input antara maupun input primer yang disedikan oleh sektor-sektor lain untuk
melaksanakan proses produksi. Penjumlahan keseluruhan baris dalam input primer memiliki
nilai yang sama dengan penjumlahan keseluruhan kolom dalam permintaan akhir.

Model Input-Output dasar Leontief dibangun dari data ekonomi regional tertentu (baik
negara, provinsi maupun kabupaten/kota dll). Informasi yang digunakan dalam analisa

46
Input-Output terkait dengan aliran produk dari masing-masing sektor (yang kita sebut
sebagai produsen) kepada sektor yang lain maupun sektor itu sendiri (yang kita sebut sebagai
konsumen), atau transaksi antar sektor.

Tabel 5.1 Tabel Input - Output

Sektor Sektor Pembeli Konsumsi Total


Penjual 1 2 ... N Akhir Produksi
1 x11 x12 ... x1n f1 X1
2 x21 x22 ... x2n f2 X2
. . . . . . .
. . . . . . .
. . . . . . .
N xn1 xn2 ... xnn fn Xn
Nilai
v1 v2 ... vn
Tambah
Impor m1 m2 ... mn Produk Domestik Bruto
Total
X1 X2 ... Xn
Input

Angka-angka dalam Tabel I-O menunjukkan hubungan dagang antar sektor yang
berada dalam perekonomian suatu wilayah. Dimana :
- xij adalah nilai aliran barang atau jasa dari sektor i ke sektor j.
- fi adalah total konsumsi akhir
- vj adalah nilai tambah
- mj adalah impor.

Apabila x21 adalah nol ( 0 ), artinya tidak output (keluaran) dari sektor 2 yang digunakan
oleh sektor 1, dan apabila x12 adalah nol ( 0 ), artinya tidak output dari sektor 1 yang
digunakan oleh sektor 2.

Selain transaksi antar sektor, terdapat beberapa transaksi yang dicatat dalam Tabel I-O, yaitu
penjualan output suatu sektor kepada konsumen (rumah tangga), pemerintah, eksport dan
juga sebagian hasil produksi yang dijadikan bagian dari investasi oleh sektor lainnya.
Sehingga kolom Total Produksi mencerminkan konsumsi kepada sektor antara (konsumsi
oleh sektor dalam perekonomian) dan juga pengguna akhir (final demand).Sedangkan
baris Nilai Tambah (Value Added) menghitung input lain yang berasal dari non industri yang
akan digunakan dalam proses produksi. Contohnya adalah tenaga kerja, penyusutan aset,
pajak tidak langsung serta impor.

Suatu neraca berimbang akan tercapai apabila jumlah produksi (keluaran) sama dengan
jumlah masukan.
47
Aliran antar industri dapat ditransformasi menjadi koefisien-koefisien dengan
mengasumsikan bahwa jumlah berbagai pembelian adalah tetap untuk sebuah tingkat total
keluaran (dengan kata lain, tidak ada economies of scale) dan tidak ada kemungkinan
substitusi antara sebuah bahan baku masukan dan bahan baku masukan lainnya (dengan kata
lain, bahan baku masukan dibeli dalam proporsi yang tetap). Koefisien-koefisien ini
adalah:

(I - A )-1 dinamakan sebagai matriks kebalikan Leontief (matriks multiplier masukan).


Matriks ini memberikan informasi terkait pengaruh kenaikan produksi dari suatu sektor
(industri) akan menyebabkan berkembangnya sektor-sektor yang lain. Matriks kebalikan
Leontif ini merangkum seluruh dampak dari perubahan produksi suatu sektor terhadap total
produksi sektor-sektor lainnya dalam koefisien yang disebut sebagai multiplier (aij).
Multiplier ini adalah angka-angka yang terlihat di dalam matriks (I – A)-1.

Model I-O telah digunakan secara luas untuk meneliti keterkaitan antar sektor produksi
dalam suatu perekonomian. Analisis indeks keterkaitan (yang awalnya dikembangkan oleh
Rasmussen dan Hirschmann) digunakan untuk melihat keterkaitan antar sektor dalam
perekonomi. Indeks total keterkaitan digunakan sebagai dasar permusan strategi
pembangunan ekonomi dengan melihat keterkaitan antar sektor dalam suatu sistem
perekononomian. Menurut Rasmussen, indeks total keterkaitan meliputi indeks total
keterkaitan ke belakang (total backward linkage) dan indeks total keterkatitan ke depan
(total forward linkage). Indeks total keterkaitan ke belakang suatu sektor menunjukkan
hubungan keterkaitan tentang pengaruh yang ditimbulkan oleh 1 unit permintaan akhir pada
sektor tersebbut terhadap total pembelian input semua sektor di dalam perekanomian,
sedangkan indeks total keterkaitan ke depan menunjukkan hubungan keterkaitan tentan
gpengaruh yang ditimbulkan oleh s1 unit permintaan akhir suatu sektor terhadap total
penjualan output semua sektor dalam suatu perekonomian.

Baik forward linkages maupun backward linkages dapat dibedakan menjadi 3 yaitu
keterkaitan langsung; keterkaitan langsung dan tidak langsung; keterkaitan langsung, tidak
langsung dan terimbas yang masing-masing dibedakan menurut output, pendapatan dan
kesempatan kerja atau pun parameter ekonomi lainnya (seperti nilai tambah, pajak,
keuntungan usaha dan impor).

Analisis ini akan diklasifikasikan menjadi 4, yaitu :


a. secara umum tidak terkait (atau keterkaitannya tidak kuat) apabila backward
linkagesdan forward linkages <1
b. Secara umum terkait dengan sektor lain apabila backward
linkages dan forward linkages>1
c. Terkait dengan input sektor/industri yang lain, apabila hanya backward
linkage > 1
d. Terkait dengan permintaan dari sektor/industri yang lain, apabila
hanya forward linkage> 1.

48
Dari analisis I-O dapat dilihat manakah yang merupakan sector kunci dalam suatu
perekonomian, yaitu sektor yang memiliki backward linkages atau derajat kepekaan yang
tinggi dan forward linkages (daya sebar tinggi). Suatu sektor yang memiliki forward
linkages tinggi mempunyai daya dorong yang cukup kuat dibandingkan sektor lainnya,
sedangkan sektor yang mempunyai backward linkages tinggi menunjukkan sektor tersebut
memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap sektor lain. Sektor kunci, yaitu sektor yang
memiliki peranan penting dalam menggerakkan roda perekonomian adalah sektor yang
memiliki Indeks Total Keterkaitan ke Belakang (Index Total Backward Linkage) dan Indeks
Total Keterkaitan ke Depan (Index Total Forward Linkage) ≥ 1.
Analisis keterkaitan tidak memperlihatkan rangkaian pengaruh suatu sektor terhadap sektor
lainnya dalam suatu perekonomian. Alat analisis yang kerap digunakan untuk melihat suatu
sektor sebagai suatu unit yang memberikan pengaruh kepada perekonomian adalah angka
pengganda (multiplier) output, pendapatan dan tenaga kerja.Analisis ini adalah analisis yang
paling populer dalam analisis I-O.
Angka pengganda output menunjukkan besarnya efek penciptaan keseluruhan output di
perekonomian untuk setiap 1 rupiah perubahan permintaan akhir di sektor tersebut. Angka
pengganda pendapatan menunjukan jumlah pendapatan rumah tangga total yang tercipta
(termasuk sebagian pendapatan yang dibelanjakan kembali ke dalam perekonomian) sebagai
akibat adanya tambahan 1 unit uang permintaan akhir di suatu sektor. Angka pengganda
tenaga kerja merupakan efek total dari perubahan tenaga kerja di perekonomian akibat
adanya 1 unit uang perubahan permintaan akhir di suatu sektor tertentu.
Dalam tulisan ini, Penulis tidak akan menjabarkan secara detil bagaimana menghitung
matriks kebalikan Leontif, cara penghitungan koefisien pengganda dan bagaimana menyusun
tabel Input-Output. Penulis akan menggunakan data tabel Input-Output pada Provinsi
Kalimantan Selatan, untuk tahun 2010 yang disajikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
Terdapat 50 sektor perekonomian di provinsi Kalimantan Selatan seperti yang dapat dilihat
pada tabel 2.

49
Tabel 2 Sektor Dalam Perekonomian Provinsi Kalimantan Selatan

Nilai tambah untuk Provinsi Kalimantan Selatan terdiri dari upah dan gaji; surplus usaha;
penyusutan dan pajak tak langsung netto dan total nilai tambah setiap sektor merupakan
Jumlah Nilai Tambah Bruto (NTB). Total jumlah input merupakan penjumlahan dari jumlah
input antara dan jumlah NTB.
Apa yang bisa kita dapatkan dari analisa diatas ? Suatu kebijakan yang ditujukan pada sektor
yang bukan merupakan sektor dengan koefisien multiplier yang tinggi, tidak akan
memberikan dampak positif yang cukup besar. Untuk menghasilkan dampak positif yang
lebih besar, perlu diberikan shock pada sektor dengan multiplier tertinggi (yaitu sektor Jasa
Pemerintah dan Pertanahan). Sehingga shock pada sektor 30 dan 31 (yang bukan
merupakan sektor dengan koefisien multiplier yang tinggi, akan memberikan dampak positif
yang lebih kecil terhadap perekonomian.
Selain itu, hasil analisa Input-Output juga dapat digunakan untuk mengetahui sektor kunci
pada perekonomian. Sektor kunci adalah sektor yang memiliki ITBL (Index Total Backward
Linkage) dan ITFL (Index Total Forward Linkage) ≥ 1. Dari perhitungan ITFL dan ITBL
diperoleh :

Penulis telah menjelaskan tentang forward linkage dan backward linkage, dimanaforward
linkage mengukur hubungan dengan penjualan barang jadi, sedangkan backward linkage
mengukur derajat kepekaan, maka semakin tinggi tingkat ketergantungan/kepekaan suatu
sektor terhadap sektor yang lain. Daya penyebaran mengukur hubungan dengan bahan
mentah/bahan baku. Semakin tinggi daya penyebaran, maka semakin tinggi juga keterkaitan
ke belakang/semakin kuat daya dorong suatu sektor dibandingkan sektor yang lain.

50
Sektor kunci adalah sektor yang memiliki ITBL dan ITFL ≥1. Dalam tabel diatas diberikan
warna kuning untuk sektor dengan ITBL dan ITFL ≥1. Sektor kunci untuk Provinsi
Kalimantan Selatan adalah :

19 Industri Minyak Makan


21 Industri Pengolahan dan Pengawetan Makanan
29 Industri Karet dan Plastik
32 Listrik
34 Bangunan
40 Angkutan Laut
42 Jasa Penunjang Angkutan dan Pergudangan

Sektor kunci ini sangat mempengaruhi sektor yang lain. Artinya jika sector-sektor ini
dikembangkan akan dapat mendorong perkembangan sektor lainnya di Provinsi Kalimantan
Selatan.

Oleh karena itu, untuk meningkatkan perekonomian Provinsi Kalimantan Selatan, akan lebih
baik bila diberikan shock pada sektor dengan multiplier tinggi. Selain itu harus diperhatikan
input dan output pada sektor kunci, karena sektor ini sangat mempengaruhi sektor lain. Daya
dorong sektor kunci sangat kuat terhadap sektor Jasa Pemerintah dan Pertahanan (yang
merupakan sektor dengan koefisien multiplier tertinggi).

Referensi :

Ronald E Miller, Peter D Blair, Input-Output Analysis, Foundations and Extensions, 2nd
edition, Cambridge University Press, 2009

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kekayaan Negara dan Perimbangan Keuangan.Modul


Input-Output Regional, Tangerang, Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, 2014

Badan Pusat Statistik. Tabel Input-Output Provinsi Kalimantan Selatan, 2009

Hidayat Amir. Analisis Perubahan Struktur Ekonomi (Economic Landscape) dan


Kebijakan Strategi Pembangunan Jawa Timur Tahun 1994 dan 2000 : Analisis Input-
Output, Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia (JEPI), Vol. V No. 02 hal 37-55, 2005

Djoni Hartono. Peran Sektor Jasa Terhadap Perekonomian DKI Jakarta : Analisis Input-
Output, Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia (JEPI), Vol. IV No. 1 hal 39-57, 2003

51
BAB 6. MANAJEMEN SEBAGAI SUATU SISTEM

Arti manajemen yang sesungguhnya yaitu penerapan pengetahuan pada kenyataan untuk
mencapai hasil yang diinginkan. Para manajer selalu harus memperhitungkan sejumlah besar
pengaruh dan variabel yang berinteraksi dalam melakukan pekerjaan mereka.

Perusahaan, Departemen, Seksi, dsb. merupakan suatu sistem, Suatu departemen, misalnya
beroperasi di dalam suatu sistem perusahaan. Baik departemen maupun perusahaan
beroperasi di dalam sebuah indrustri yang merupakan sistem yang kompleks dari unsur -
unsur yang saling mempengaruhi.

Apakah Sistem itu?

� Oxford English Dictionary membuat definisi sistem sebagai berikut :


"Sekumpulan atau rangkaian dari sejumlah hal yang saling berhubungan atau saling
tergantung, sehingga membentuk suatu kesatuan yang kompleks, suatu keseluruhan yang
terdiri dari bagian - bagian yang telah disusun dengan teratur menurut sekema atau rencana
tertentu"

� Random House Dictionary of the English,


Menambahkan definisi system, yaitu : "suatu kumpulan fakta, prinsip, doktrin dan lain - lain
macamnya dalam bidang khusus mengenai pengetahuan atau pemikiran, Kumpulan itu
tersusun rapi dan bersifat komprehensif"

� Definisi di atas, menunjukan bahwa hampir seluruh hidup adalah suatu sistem.
Contohnya : tubuh, rumah, keluarga, universitas, perusahaan, badan pemerintahan, negara
ds. Setiap sistem mempunyai sejumlah subsistem, dan setiap sistem berhubungan dengan
sistem yang lain.

52
Konsep Konsep Pokok tentang Teori Sistem

1. Suatu sistem seperti halnya sebuah perushaan, tidak hanya penjumlahan dari
bagian - bagiannya, ia harus dipandang sebagai keseluruhan.

2. Sistem dapat dianggap sebagai "tertutup" dan "terbuka". Dianggap


"tertutup" jika tidak berinteraksi dengan lingkungannya, seperti jam weker yang
bekerja hanya dengan pegas yang terdapat di dalamnya. Dianggap "terbuka" saling
bertukar informasi, energi atau bahan - bahan, dengan lingkungannya, seperti terjadi
dalam sistem biologis (tubuh manusia atau hewan) sistem ts (kendaraan, pabrik), dst.

3. Agar dapat dipandang sebagai sistem, ia harus mempunyai "batas-batas" yang


memisahkan dari lingkungannya. Sistem tertutup batasnya tertutup dan kaku,
sedangkan sistem terbuka, batasnya tidak tertutup dan bisa ditembus, bahakan
seringkali batas - batasnya agak kabur.

4. Agas sistem terbuka dapat terus berlangsung, sekurang - kurangnya harus


mencapai keadaan dimana ia menerima lebih banyak input dari lingkungannya untuk
mengimbangi output plus energi dan bahan yang dipakai dalam penggunaan sistem
tsb. Perusahaan akan mati jika inputnya lebih sedikit dari pada outputnya. Perusahaan
akan tumbuh dan berkembang jika inputnya lebih banyak daripada outputnya.

5. Supaya suatu sistem mencapai keseimbangan dinamis (homo statis dinamis)


maka harus terjadi feed back (umpan balik) yaitu input yang bersifat informatif yang
memberitahu apakah sistem itu lam keadaan mantap atau sebaliknya. Sebenarnya
suatu keseimbangan dinamis itu yang menjadi tujuan utama dari pengendalian
manajerial.

6. Dengan mengecualikan alam semesta, sebenarnya semua sitem adalah sub


sistem. Dengan kata lain setiap sistem terdiri dari beberapa subsistem, dan dilain
pihak menjadi bagian dari supra sistem. Sebuah mobil terdiri dari berbagai subsistem,
dan ketika mobil sedang dikendara, ia merupakan subsistem dari arus lalu lintas, arus
lalu lintas merupakan subsistem dari sistem transportasi, dst. Jadi dalam sistem
terdapat hierarchi (tingkatan/sususnan).

7. Sistem terbuka, dan sistem sosial khususnya, cenderung kepada perluasan dan
deferensiasi yang meningkat. Dengan kata lain, sejalan dengan pertumbuhannya,
sistem terbuka akan cenderung menjadi lebih khusus dalam unsur - unsurnya dan

53
memperluas strukturnya. Seringkali pula memperluas batas-batasnya dan atau
menciptakan suptra sistem baru dengan batas - batas yang lebih besar.

8. Para ahli teori sistem, menekankan bahwa sistem sosial terbuka dapat
mencapai homeo statis dinamis (keadaan mantap) dengan bermacam - macam cara,
melalui konsep atau proses yang disebut equinalty (dalam hasil yang sama).

54
1. INPUT dan PARA "PENGKLAIM"
Input dari lingkungan luar meliputi manusia, modal, keterampilan manajerial serta
pengetahuan dan keterampilan teknik. Disamping itu berbagai kelompok mengajukan
tuntutan (klaim) kepada perusahaan, misalnya ; Karyawan, menghendaki gaji lebih
tinggi, jaminan kerja, dsb.Konsumen, menuntut produk atau jasa yang lebih baik dan
harga yang pantas. Para Pemasok(supplier), menghendaki jaminan bahwa produk
mereka akan dibeli. Pemegang Saham tidak hanya menginginkan return
(pengembalian) yang layak atas investasi mereka tetapi juga jaminan atas uang
mereka. Pemerintah Pusat dan Daerah selain mengharapkan pembayaran pajak,
juga menuntut supaya perusahaan mentaati undang - undang. Begitu

55
pula masyarakatmengkalaim agar perusahaan menjadi warga "yang baik", yang
menyediakan lapangan kerja, memiliki kepedulian sosial, serta berwawasan
lingkungan (antara lain mengupayakan agar pencemaran seminimal mungkin).
Para pengklaim yang lain adalah lembaga - lembaga keuangan, Serikat pekerja dan
perusahaan lain yang menuntut persaingan yang positif.
Jelas bahwa tuntutan - tuntutan tersebut satu sama lain ada yang tidak cocok bahkan
sering bertentangan. Adalah tugas dari para manajer untuk menselaraskan tuntutan -
tuntutan yang berbeda tersebut.

2. PROSES TRANSFORMASI MANAJERIAL


Manajer bertugas mentransformasikan input - input dengan cara - cara yang efektif
dan efisien untuk menghasilkan output.
Proses transformasi tersebut dapat dipandang dari perspektif yang berbeda :
� ada yang memusatkan dari sudut pandang fungsi - fungsi perusahaan seperti
fungsi keuangan, fungsi produksi, fungsi kepegawaian, fungsi pemasaran dsb.
� Para penulis yang termasuk aliran perilaku memusatkan perhatian terhadap
hubungan antar pribadi.
� Para penulis ahli teori sistem sosial memusatkan perhatian pada interaksi
sosial, dsb.
� Harold Koontz dan Cyril O'Donnel dan para ahli yang mengajukan pendapat
tentang FUNGSI - FUNGSI MANAJERIAL, mengunakan fungsi manajerial sebagai
kerangka kerja dalam proses transformasi, yaitu : PLANNING, ORGANIZING,
STAFFING, LEADING, CONTROLING.

3. SISTEM KOMUNIKASI
Komunikasi melingkupi keseluruhan proses manajerial yaitu :
1. Mengintegrasikan fungsi - fungsi manajerial :
Bahwa Komunikasi bermanfaat untuk
mengkomunikasikan perencanaan supaya diketahui, difahami baik oleh para
manajer maupun pelaksana ditingkat bawah. Dalampengorganisasian suatu
struktur organisasi yang tetap bisa di tetapkan melalui proses komunikasi.
Untuk mengisi peran (lowongan) dalam fungsi staffing, komunikasi
merupakan kegiatan pokok dalam mengadakan seleksi dan penilaian pegawai,
pelatihan para manajer, dsb. Dalam kepemimpinan sebagai realisasi
fungsi leading, akan berjalan efektif dan efesien serta suasana kerja yang
harmonis, tergantung pada kemampuan berkomunikasi. Begitu pula suatu
pengendalian/pengawasan atau controlling akan mencapai sasaran dan tujuan
dengan menggunakan cara - cara komunikasi yang baik.
2. Fungsi kedua dari sistem komunikasi adalah menghubungkan
perusahaan dengan lingkungan luarnya, dimana terdapat para pengklaim
supaya dapat memonitor dan menganalisis secara akurat apa yang menjadi
tuntutan lingkungan luar serta sedapat mungkin menselaraskan
(mengintegrasikan) tuntutan - tuntutan tersebut dengan tujuan perusahaan.

56
Dengan komunikasi pula para manajer akan mengetahui, memahami, dan
mengantisipasi langkah - langkah dari para pesaing

VARIABEL EKSTERNAL
Variabel - variabel eksternal yang ada dan terjadi di lingkungan luar seperti peluang,
kendala dan lain - lainnya perlu terus menerus diamati supaya berdampak positif
terhadap proses pencapaian tujuan, setiap peluang hendaknya dimanfaatkan sebaik
mungkin setiap kendala dapat diatasi secara cermat.

OUTPUT
Dengan melalui fungsi - fungsi manajerial, seorang manajer mentransformasikan
input menjadi output. Outputsebut biasanya terdiri dari sekurang - kurangnya satu
atau lebih hal - hal berikut : Produk, Laba, Jasa, Kepuasan serta Integrasi dari
keinginan - keinginan dari para pengklaim perusahaan.

PEMULIHAN DAYA GERAK SISTEM


Aspek terakhir dari model sistem manajemen operasional, adalah pemulihan daya
gerak sistem, yaitu bahwa beberapa dari Output akan menjadi Input kembali.
Misalnya kepuasan karyawan, akan menjadi input yang penting dalam SDM. Begitu
pula laba akan diinvestasikan kembali dalam bentuk barang modal sperti mesin,
gedung, persediaan, peralatan dsb.

57
BAB 7. PERTUMBUHAN EKONOMI

7.1. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi

Menurut Prof. Simon Kuznets, pertumbuhan ekonomi merupakan kenaikan jangka


panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis barang-
barang ekonomi kepada penduduknya. Kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan
teknologi, dan penyesuaian kelembagaan dan ideologis yang diperlukannya. (Jhingan, 2000)

Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu kondisi dimana terjadinya perkembangan


GNP yang mencerminkan adanya pertumbuhan output per kapita dan meningkatnya standar
hidup masyarakat. (Asfia, 2009)

Pertumbuhan ekonomi juga berkaitan dengan kenaikan ”output perkapita”. Dalam


pengertian ini teori tersebut harus mencakup teori mengenai pertumbuhan GDP dan teori
mengenai pertumbuhan penduduk. Sebab hanya apabila kedua aspek tersebut dijelaskan,
maka perkembangan output perkapita bisa dijelaskan. Kemudian aspek yang ketiga adalah
pertumbuhan ekonomi dalam perspektif jangka panjang, yaitu apabila selama jangka waktu
yang cukup panjang tersebut output perkapita menunjukkan kecenderungan yang meningkat
(Boediono, 1992)

7.2. Teori Pertumbuhan Klasik

Menurut pandangan ahli-ahli ekonomi klasik ada empat faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi, yaitu : jumlah penduduk, jumlah stok barang-barang modal, luas
tanah dan kekayaan alam, serta tingkat teknologi yang digunakan. Walaupun menyadari
bahwa pertumbuhan ekonomi tergantung pada banyak faktor, para ahli ekonomi klasik
menitikberatkan perhatiaannya kepada pengaruh pertambahan penduduk pada pertumbuhan
ekonomi.

58
Menurut pandangan ahli-ahli ekonomi klasik hukum hasil tambahan yang semakin
berkurang(the law of diminishing return) akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Ini
berarti pertumbuhan ekonomi tidak akan terus menerus berlangsung. Pada permulaannya,
apabila penduduk sedikit dan kekayaan alam relatif berlebihan, tingkat pengembalian modal
dari investasi yang dibuat adalah tinggi. Maka pengusaha akan mendapat keuntungan yang
besar. Ini akan menimbulkan investasi baru, dan pertumbuhan ekonomi terwujud. Keadaan
seperti ini tidak akan terus menerus berlangsung. Apabila penduduk sudah terlalu banyak,
pertambahannya akan menurunkan tingkat kegiatan ekonomi karena produktivitas setiap
penduduk telah menjadi negatif. Maka kemakmuran masyarakat menurun kembali. Ekonomi
akan mencapai tingkat kemakmuran yang sangat rendah. Apabila keadaan ini dicapai,
ekonomi dikatakan telah mencapai keadaan tidak berkembang(stasionary state). Pada
keadaan ini pendapatan pekerja hanya mencapai tingkat cukup hidup(subsistence). Menurut
pandangan ahli-ahli ekonomi klasik setiap masyarakat tidak akan mampu menghalangi
terjadinya keadaan tidak berkembang tersebut.

Teori pertumbuhan ekonomi klasik melihat bahwa apabila terdapat kekurangan


penduduk, produksi marginal adalah lebih tinggi daripada pendapatan perkapita. Maka
pertambahan penduduk akan menaikkan pendapatan perkapita. Akan tetapi apabila
pemduduk sudah semakin banyak, hukum hasil tambahan yang semakin berkurang akan
mempengaruhi fungsi produksi, yaitu produksi marginal akan mulai mengalami penurunan.
Oleh karenanya pendapatan nasional dan pendapatan perkapita menjadi semakin lambat
pertumbuhannya.

Penduduk yang terus bertambah akan menyebabkan pada suatu jumlah penduduk yang
tertentu produksi marginal telah sama dengan pendapatan perkapita. Pada keadaan ini
pendapatan perkapita mencapai nilai yang maksimum. Jumlah penduduk pada waktu itu
dinamakan penduduk optimum.

7.3. Teori Rostow


Rostow menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses dari berbagai
perubahan yaitu;
1. Perubahan reorientasi organisas ekonomi
2. Perubahan pandangan masyarakat
3. Perubahan cara menabung atau menanamkan modal dari yang tidak produktif ke yang lebih
produktif.
4. Perubahan pandangan terhadap faktor alam. Manusia harus mengubah keyakinan bahwa
alam itu tidak menentukan kehidupan manusia, tapi kehidupan manusia harus mampu
menaklukkan/mengendalikan kekayaan alam sehingga apa yang tersedia dapat menjadi
sumber kehidupan dalam mencapai kemakmuran.

59
Selanjutnya Rostow juga mengemukakan tahap-tahap dalam pertumbuhan ekonomi,
sebagai berikut :
1. The traditional society (masyarakat tradisional), artinya suatu kehidupan ekonomi
masyarakat yang berkembang secara tradisional dan belum didasarkan pada perkembangan
teknologi dan ilmu pengetahuan, kadang-kadang cara berpikirnya primitive dan irrasional.
2. The precondition for takeoff (prasyarat tinggal landas), merupakan masa transisi masyarakat
untuk mempersiapkan dirinya mulai menerima teknik-teknik baru dan pemikira-pemikiran
baru dari luar kehidupan mereka.
3. The take off (tinggal landas), artinya pada tahap ini terjadi perubahan – perubahan yang
sangat drastic dalam terciptanya kemajuan yang pesat dalam inovasi (penemuan-penemuan
baru) dalam berproduksi dan lain sebagainya.
4. The drive to maturity (menuju kematangan), artinya pada tahap ini masyarakat secara efektif
telah menggunakan teknologi modern pada sebagian besar faktor-faktor produksi dan
kekayaan alam.
5. The age of high mass consumption (konsumsi tinggi), artinya pada tahap ini masyarakat lebih
menekankan pada masalah kesejahteraan dan upaya masyarakat tertuju untuk
menciptakan welfare state, yaitu kemakmuran yang lebih merata kepada penduduknya
dengan cara mengusahakan distribusi pendapatan melalui system perpajakan yang progresif.
Masyarakat tidak mempermasalahkan kebutuhan pokok lagi tapi konsumsi lebih tinggi
terhadap barang tahan lama dan barang-barang mewah.

7.4. Teori Pertumbuhan Ekonomi Harrod-Domar


Teori pertumbuhan Harrod-Domar ini dikembangkan oleh dua ekonom sesudah
Keynes yaitu Evsey Domar dan Sir Roy F. Harrod. Teori Harrod-Domar ini mempunyai
asumsi yaitu:
a. Perekonomian dalam keadaan full employment dan barang-barang modal digunakan secara penuh.
b. Perekonomian terdiri dari dua sektor yaitu sektor rumah tangga dan sektor perusahaan.
c. Besarnya tabungan proporsional dengan besarnya pendapatan nasional
d. Kecenderungan untuk menabung (Marginal Propensity to Save = MPS) besarnya tetap, demikian juga
ratio antara modal-output (Capital-Output Ratio atau COR) dan rasio pertambahan modal-
output (Incremental Capital-Output Ratio atau ICOR)

Menurut Harrod-Domar, setiap perekonomian dapat menyisihkan suatu proporsi


tertentu dari pendapatan nasionalnya jika hanya untuk mengganti barang-barang modal yang
rusak. Namun demikian untuk menumbuhkan perekonomian tersebut, diperlukan investasi-
investasi baru sebagai tambahan stok modal. Hubungan tersebut telah kita kenal dengan
istilah rasio modal-output (COR). Dalam teori ini disebutkan bahwa, jika ingin tumbuh,
perekonomian harus menabung dan menginvestasikan suatu proporsi tertentu dari output
totalnya. Semakin banyak tabungan dan kemudian di investasikan, maka semakin cepat
perekonomian itu akan tumbuh (Lincolyn, 2004).

60
Hubungan tersebut yang kita kenal dengan istilah modal-output ratio (COR) yaitu 3
berbanding 1. Jika kita menetapkan COR = k , rasio kecenderungan menabung (MPS) = s
yang merupakan proporsi tetap dari output total, dan investasi ditentukan oleh tingkat
tabungan.

Kelemahan Teori Harrod-Domar


Ada beberapa kelemahan dari teori pertumbuhan Harrod-Domar , yakni :
1. MPS dan ICOR tidak konstan
Menurut teori ini, kecenderungan untuk menabung (MPS) dan ICOR diasumsikan konstan.
Padahal kenyataannya kedua hal tersebut sangat mungkin berubah dalam jangka panjang dan
ini tidak berarti memodifikasi persyaratan-persyaratan pertumbuhan yang mantap yang
diinginkan.
2. Proporsi penggunaan tenaga kerja dan modal tidak tetap
Asumsi bahwa tenaga kerja dan modal dipergunakan dalam proporsi yang tetap tidaklah
dapat dipertahankan. Pada umumnya tenaga kerja dapat menggantikan modal dan
perekonomian dapat bergerak ke arah pertumbuhan yang mantap.
3. Harga tidak akan tetap konstan
Model Harrod-Domar mengabaikan perubahan-perubahan harga pada umumnya. Padahal
perubahan harga selalu terjadi di setiap waktu dan sebaliknya dapat menstabilkan situasi
yang tidak stabil
4. Suku bunga berubah
Asumsi bahwa suku bunga tidak mengalami perubahan adalah tidak relevan dengan analisis
yang bersangkutan. Suku bunga dapat berubah dan pada akhirnya akan mempengaruhi
investasi.

7.5. Teori Transformasi Struktural


Teori ini berfokus pada mekanisme yang membuat negara-negara miskin dan
berkembang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan cara mentransformasi

61
struktur perekonomiannya dari yang semula sektor pertanian yang bersifat tradisional
menjadi dominan ke sektor industri manufaktur yang lebih modern dan sektor jasa-jasa.
Teori ini dipelopori oleh W. Arthur Lewis.
Menurut Lewis, dalam perekonomian yang terbelakang ada 2 sektor yaitu sektor
pertanian dan sektor industri manufaktur. Sektor pertanian adalah sektor tradisional dengan
marjinal produktivitas tenaga kerjanya nol. Dengan kata lain, apabila tenaga kerjanya
dikurangi tidak akan mengurangi output dari sector pertanian. Sektor industri modern adalah
sektor modern dan output dari sektor ini akan bertambah bila tenaga kerja dari sektor
pertanian berpindah ke sektor modern ini. Dalam hal ini terjadi pengalihan tenaga kerja,
peningkatan output dan perluasan kesempatan kerja. Masuknya tenaga kerja ke sektor
modern akan meningkatkan produktivitas dan meningkatkan output

7.6. Teori Pertumbuhan Ekonomi Solow-Swan


Teori ini menjelaskan bagaimana tingkat tabungan dan investasi pertumbuhan populasi
dan kemajuan teknologi mempengaruhi tingkat output perekonomian dan pertumbuhannya
sepanjang waktu (Mankiw:2000). Dalam teori ini perkembangan teknologi diasumsikan
sebagai variabel yang eksogen. Hubungan antara output , modal dan tenaga kerja dapat
ditulis dalam bentuk fungsi sebagai berikut.

y = f (k) ........(1)

Dari persamaan (1) terlihat bahwa output per pekerja (y) adalah fungsi dari capital
stock per pekerja. Sesuai dengan fungsi produksi yang berlaku hukum “the law
of deminishing return”, dimana pada titik produksi awal, penambahan kapital per labor akan
menambah output per pekerja lebih banyak, tetapi pada titik tertentu penambahan capital
stock per pekerja tidak akan menambah output per pekerja dan bahkan akan bisa mengurangi
output per pekerja. Sedangkan fungsi investasi dituiskan sebagai berikut.
i = s f(k) .........(2)

Dalam persamaan tersebut, tingkat investasi per pekerja merupakan fungsi capital
stock per pekerja. Capital stock sendiri dipengaruhi oleh besarnya investasi dan penyusutan
dimana investasi akan menambah capital stock dan penyusutan akan menguranginya.

Δk = i - γ kt ...............(3),
Dimana ; γ adalah porsi penyusutan terhadap capital stock
Tingkat tabungan yang tinggi akan berpengaruh terhadap peningkatan capital
stock dan akan meningkatkan pendapatan sehingga memunculkan pertumbuhan ekonomi
yang cepat. Tetapi dalam kurun waktu tertentu pertumbuhan ekonomi akan mengalami
perlambatan jika telah mencapai apa yang disebut steady-state level of capital. Kondisi ini
terjadi jika investasi sama dengan penyusutan sehingga akumulasi modal.
Selain tingkat tabungan, pertumbuhan juga dipengaruhi oleh pertumbuhan populasi.
Pertumbuhan populasi lebih bisa menjelaskan pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan.
Populasi meningkatkan jumlah labor dan dengan sendirinya akan mengurangi capital
stock per pekerja. Tingkat pertumbuhan populasi dan tingkat penyusutan secara bersama-

62
sama akan mengurangicapital stock. Pengaruh pertumbuhan populasi secara matematis dapat
ditulis sebagai berikut.

Δk = sf(k) - (γ + n) kt, .......................(4)


dimana n adalah tingkat pertumbuhan populasi.
Dalam teori ini diprediksi bahwa negara-negara dengan pertumbuhan populasi yang tinggi
akan memiliki GDP perkapita yang rendah (Mankiw : 2000).

Kemajuan teknologi dalam teori Solow dianggap sebagai faktor eksogen. Dalam
perumusan selanjutnya fungsi produksi adalah Y =f (K,L,E), dimana E adalah efisiensi
tenaga kerja. Selanjutnya y adalah Y/LE dimana LE menunjukkan jumlah tenaga kerja
efektif. Pengaruh dari kemajuan teknologi terhadap perubahan modal dapat dirumuskan
sebagai

Δk = sf(k) - (γ + n + g) kt, .......................(5)


dimana g menggambarkan kemajuan teknologi melalui efisiensi tenaga kerja. Dampak
dari kemajuan teknologi adalah dapat memunculkan pertumbuhan ekonomi secara
berkelanjutan karena mengoptimalkan efisiensi tenaga kerja yang terus tumbuh.

Menurut teori Solow ada beberapa hal yang dilakukan untuk memacu pertumbuhan
ekonomi. Meningkatkan porsi tabungan akan meningkatkan akumulasi modal dan
mempercepat pertumbuhan ekonomi. Selain itu meningkatkan investasi yang sesuai dalam
perekonomian baik dalam bentuk fisik maupun non-fisik. Mendorong kemajuan teknologi
dapat meningkatkan pendapatan per tenaga kerja sehingga pemberian kesempatan untuk
berinovasi pada sektor swasta akan berpengaruh besar dalam pertumbuhan ekonomi.

7.7. Teori Pertumbuhan Endogen


Teori pertumbuhan endogen (endogenous growth theory) merupakan teori yang
muncul karena menolak asumsi model Solow tentang pertumbuhan teknologi eksogen.
Sebagai ilustrasi dari model pertumbuhan endogen dapat dijelaskan sebagai berikut;

Y = AK ……………… (1)
Dimana Y adalah output, K adalah persediaan modal dan A adalah konstanta yang mengukur
jumlah output yang diproduksi untuk setiap unit modal. Terlihat bahwa pada fungsi produsi
diatas tidak menunjukkan adanya muatan dari pengembalian modal yang kian menurun. Satu
unit modal tambahan memproduksi unit output tambahan A, tanpa memperhitungkan banyak
modal disini. Keberadaan pengembalian modal yang kian menurun merupakan perbedaan
penting antara model pertumbuhan endogen dengan model Solow.

ΔK = sY – δK ………….. (2)
Persamaan (2) menunjukkan bahwa perubahan pada persediaan modal (ΔK) sama
dengan investasi (sY) dikurangi dengan penyusutan (δK). Dengan menggabungkan antara
persamaan (1) dan (2) akan didapatkan
ΔY/Y = ΔK/K = sA – δ ……………… (3)

63
Persamaan (3) menunjukkan apa yang menentukan pertumbuhan output (ΔY/Y). selama sA
> δ , pendapatan perekonomian tumbuh selamanya bahkan tanpa ada asumsi kemajuan
teknologi eksogen.
Dalam model Solow, tabungan akan mendorong pertumbuhan sementara, tetapi
pengembalian modal yang kian menurun secara berangsur-angsur mendorong perekonomian
mencapai kondisi mapan dimana pertumbuhan hanya bergantung pada kemajuan teknologi
eksogen. Sebaliknya dalam model pertumbuhan endogen, tabungan dan investasi bisa
mendorong pertumbuhan yang berkesinambungan.

7.8. Teori Supply Side Economic Growth


Selama ini konsep pertumbuhan ekonomi yang dikembangkan terlalu berorientasi pada
pengelolaan permintaan aggregate. Martin Feldstein mengembangkan konsep baru yang
disebutsupply side economic growth. Konsep pertumbuhan ekonomi ini didasarkan pada
pandanga ekonomi klasik yang menyatakan output lebih memberikan reaksi terhadap
insentif pajak dan faktor-faktor pendapatan setelah pajak, dibandingkan dengan perubahan
dalam permintaan aggregate. Martin mengusulkan penekanan yang lebih besar terhadap
faktor-faktor yang akan menaikkan pertumbuhan output potensial sepperti menaikkan
tabungan dan investasi, memperbaiki peraturan dan pengurangan pajak.

Terjadinya pertumbuhan investasi diakibatkan oleh adanya tabungan. Oleh karena itu
seharusnya masyarakat diberi kesempatan untuk bisa menabung. Caranya tentu dengan
menaikkan insentif atau imbalan (pendapatan yang diterima masyarakat) yang memadai,
sehingga mereka mampu menyisihkan pendapatannya untuk ditabung (ingat S = f(Y),
artinya saving ditentukan oleh pendapatan). Adanya kemampuan menabung, tentu jumlah
tabungan akan meningkat dan tabungan ini merupakan sumber pendanaa investasi.
Meningkatnya investasi akan menimbulkan multiplier investment terhadap pendapatan
nasional.
Upaya untuk menaikkan pendapatan yang memadai dan bisa meningkatkan sumber
penerimaan negara (berupa pajak) adalah dengan cara menurunkan pajak bukan menaikkan
pajak. Sehubungan dengan itu Arthur Laifer menyatakan bahwa tarif pajak yang tinggi akan
menurunkan penerimaan pajak itu sendiri. Hal ini disebabkan pajak tinggi akan
mempersempit objek pajak, karena aktivitas perekonomian akan semakian rendah.
Oleh sebab itu kunci untuk menciptakan terjadinya pertumbuhan ekonomi adalah
kebijakan – kebijakan yang dapat meningkatka aggregate supply atau output nasional yang
ditawarkan kepada masyarakat.untuk itu yang perlu dilakukan adalah menaikka insentif
dalam kegiatan ekonomi dan menurunkan tarif pajak.

64
REFERENSI

Boediono, 1992. Teori Pertumbuhan Ekonomi, Yogyakarta : BPFE


Jhingan, 2000. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, Jakarta : Rajawali Press
Mankiw, N.Gregory. 2000. Teori Ekonomi Makro Edisi Keempat. Erlangga. Jakarta.
Murni, Asfia. 2009. Ekonomika Makro. PT. Refika Aditama. Bandung
Sukirno, Sadono, 2000. Makro Ekonomi Teori Pengantar, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

65
BAB 8.
MASALAH DAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI
DAERAH

Pembangunan daerah terus saja menjadi sorotan publik. Masyarakat yang semakin cerdas
kini banyak mempersoalkan kebijakan pembangunan yang dikelola oleh Pemerintah Daerah.
Kalangan LSM dan organisasi kemasyarakatan dengan kritisnya menyampaikan berbagai
kritik terhadap persoalan yang gagal diselesaikan dengan baik oleh Pimpinan Daerah. DPRD
dan partai politik dengan sigapnya menyampaikan permasalahan yang belum diatasi oleh
Pemerintah dan menjadi problem kehidupan bagi konstituen mereka. Sebenarnya, demikian
banyak pihak-pihak yang melakukan pengawasan kepada kinerja Pemerintah Daerah.

Sejumlah institusi pengawasan internal dan eksternal juga bertebaran. Pemerintah Pusat atau
Kepala Daerah Tingkat I seperti Gubernur juga melakukan pembinaan kepada daerah dalam
melaksanakan pembangunan di daerahnya masing-masing. Meski demikian, masih saja
banyak daerah gagal untuk memberikan bukti bahwa pembangunan di daerahnya secara
substansial memberikan keberartian bagi rakyatnya. Kondisi demikian terjadi karena adanya
mismanajemen dalam pembangunan daerah.

Pertama, mismanajemen secara mendasar terjadi berupa kesalahan persepsi di kebanyakan


pimpinan daerah mengenai konsep pembangunan yang seharusnya diterapkan di daerahnya.
Umumnya, hal ini terjadi karena pimpinan daerah gagal untuk melakukan identifikasi
masalah daerahnya. Alih-alih menganalisa dengan cermat kondisi daerahnya, kebanyakan
justru mengambil model pembangunan yang tidak sesuai hanya karena terpengaruh sukses
daerah lain yang tidak identik. Bila toh seorang Bupati memiliki visi-misi dalam kampanye
Pilkada, biasanya hanya merupakan bahasa indah yang tidak membumi dengan kondisi
realitasnya.

Kedua, dalam perspektif konseptual, pemaknaan pembangunan juga sering disalahpahami


hanya sebagai aktivitas pembangunan oleh Pemerintah saja. Padahal pembangunan daerah
merupakan suatu usaha yang sistematik dari pelbagai pelaku, baik umum, pemerintah,
swasta, maupun kelompok masyarakat lainnya pada tingkatan yang berbeda untuk

66
mengkoordinasikan langkah-langkah secara sinergis, saling ketergantungan dan saling
terkait. Sinergi dimaksud harus mencakup segala hal termasuk aspek fisik, sosial-ekonomi,
moral-budaya dan aspek lingkungan lainnya sehingga program-program pembangunan yang
ada dapat lebih efektif. Pembangunan juga harus dapat menciptakan peluang-peluang baru
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah yang dapat dimanfaatkan oleh rakyat
secara berkelanjutan.

Ketiga, secara lebih khusus, mismanajemen banyak terjadi dalam berbagai aspek manajemen
APBD. Pimpinan Daerah sering gagal untuk melakukan perencanaan, pelaksanaan dan
pengendalian APBD secara baik. Hal ini umumnya disebabkan oleh rendahnya kompetensi
kepala daerah dalam bidang ekonomi dan pembangunan, minimnya komitmen sosial dan
akuntabilitas publik, serta kurangnya keterampilan komunikasi politik dalam
mengintegrasikan seluruh proses penganggaran. Di banyak daerah, penyusunan APBD saja
membutuhkan proses yang lama dengan dominasi masalah politik, sehingga kualitasnya
dalam mengarahkan pembangunan menjadi kurang optimal.

Memperhatikan masalah demikian, tentu saja dibutuhkan suatu jalan keluar untuk mengatasi
mismanajemen pembangunan daerah. Upaya untuk meluruskan kesalahan-kesalahan ini
sebenarnya tidak terlalu sulit. Intinya adalah, bagaimana kepala daerah sebagai top manager
dalam pembangunan daerah ini dapat memainkan peran yang nyata dalam memimpin
seluruh lapisan rakyatnya untuk menghimpun potensi daerah dalam sebuah sistem
pembangunan daerah yang sinergis. Peran seorang kepala daerah sangat strategis untuk
menggugah kesadaran bersama bahwa pembangunan adalah tanggungjawab bersama, harus
dilaksanakan bersama dan untuk kepentingan bersama. Kepala daerah bukanlah seorang
manusia super. Ia tidak harus pandai dalam segala hal, tidak harus muncul di setiap aktivitas
pembangunan, tidak harus mengawasi segala kegiatan aparatnya. Namun seorang kepala
daerah seharusnya memiliki komitmen kuat untuk menjamin bahwa seluruh proses
manajemen pembangunan daerah dilaksanakan secara utuh, baik dan sesuai dengan rencana
yang dibuatnya.

Untuk sampai ke sana, manajemen pembangunan daerah harus dikelola dengan manajemen
mondial yang menggabungkan aspek kepemimpinan struktural dan kepemimpinan
partisipatif. Dengan demikian segala aktivitas pembangunan akan terbingkai dalam
partisipasi publik yang sinergis dengan dinamika politik kedaerahan. Kita mungkin dapat
menyebut nama dari sedikit kepala daerah yang mampu menangani manajemen
pembangunan daerah. Hal itu seyogyanya dapat menjadi cermin untuk bangsa Indonesia
untuk sampai pada keyakinan bahwa kemajuan daerah bukanlah hal yang mustahil.

Prinsip Dasar Pembangunan Ekonomi Daerah

Setiap daerah mempunyai corak pertumbuhan ekonomi yang berbeda dengan daerah
lain. Oleh sebab itu perencanaan pembangunan ekonomi suatu daerah pertama-tama perlu
mengenali karakter ekonomi, sosial dan fisik daerah itu sendiri, termasuk interaksinya
dengan daerah lain. Dengan demikian tidak ada strategi pembangunan ekonomi daerah yang
dapat berlaku untuk semua daerah. Namun di pihak lain, dalam menyusun strategi

67
pembangunan ekonomi daerah, baik jangka pendek maupun jangka panjang, pemahaman
mengenai teori pertumbuhan ekonomi wilayah, yang dirangkum dari kajian terhadap pola-
pola pertumbuhan ekonomi dari berbagai wilayah, merupakan satu faktor yang cukup
menentukan kualitas rencana pembangunan ekonomi daerah.

Keinginan kuat dari pemerintah daerah untuk membuat strategi pengembangan


ekonomi daerah dapat membuat masyarakat ikut serta membentuk bangun ekonomi daerah
yang dicita-citakan. Dengan pembangunan ekonomi daerah yang terencana, pembayar pajak
dan penanam modal juga dapat tergerak untuk mengupayakan peningkatan ekonomi.
Kebijakan pertanian yang mantap, misalnya, akan membuat pengusaha dapat melihat ada
peluang untuk peningkatan produksi pertanian dan perluasan ekspor. Dengan peningkatan
efisiensi pola kerja pemerintahan dalam pembangunan, sebagai bagian dari perencanaan
pembangunan, pengusaha dapat mengantisipasi bahwa pajak dan retribusi tidak naik,
sehingga tersedia lebih banyak modal bagi pembangunan ekonomi daerah pada tahun depan.

Pembangunan ekonomi daerah perlu memberikan solusi jangka pendek dan jangka
panjang terhadap isu-isu ekonomi daerah yang dihadapi, dan perlu mengkoreksi kebijakan
yang keliru. Pembangunan ekonomi daerah merupakan bagian dari pembangunan daerah
secara menyeluruh. Dua prinsip dasar pengembangan ekonomi daerah yang perlu
diperhatikan adalah (1) mengenali ekonomi wilayah dan (2) merumuskan manajemen
pembangunan daerah yang pro-bisnis.

I. Mengenali Ekonomi Wilayah


Isu-isu utama dalam perkembangan ekonomi daerah yang perlu dikenali adalah
antara lain sebagai berikut.

a. Perkembangan Penduduk dan Urbanisasi


Pertumbuhan penduduk merupakan faktor utama pertumbuhan ekonomi, yang
mampu menyebabkan suatu wilayah berubah cepat dari desa pertanian menjadi agropolitan
dan selanjutnya menjadi kota besar. Pertumbuhan penduduk terjadi akibat proses
pertumbuhan alami dan urbanisasi. Petumbuhan alami penduduk menjadi faktor utama yang
berpengaruh pada ekonomi wilayah karena menciptakan kebutuhan akan berbagai barang
dan jasa. Penduduk yang bertambah membutuhkan pangan. Rumah tangga baru juga
membutuhkan rumah baru atau renovasi rumah lama berikut perabotan, alat-alat rumah
tangga dan berbagai produk lain. Dari sini kegiatan pertanian dan industri berkembang.

Urbanisasi dilakukan oleh orang-orang muda usia yang pergi mencari pekerjaan di
industri atau perusahaan yang jauh dari tempat dimana mereka berasal. Perpindahan ke
wilayah lain dari desa atau kota kecil telah menjadi tren dari waktu ke waktu akibat
pengaruh dari televisi, perusahaan pengerah tenaga kerja, dan berbagai sumber lainnya.
Suatu kajian mengindikasikan bahwa pendidikan berkaitan erat dengan perpindahan ini.
Secara umum semakin tinggi tingkat pendidikan maka tingkat perpindahan pun semakin
tinggi. Hal ini semakin meningkat dengan semakin majunya telekomunikasi, komputer dan
aktivitas high tech lainnya yang memudahkan akses keluar wilayah.

68
Urbanisasi orang-orang muda ini dipandang pelakunya sebagai penyaluran
kebutuhan ekonomi mereka namun merupakan peristiwa yang kurang menguntungkan bagi
wilayah itu bila terjadi dalam jumlah besar. Untuk mengurangi migrasi keluar ini masyarakat
perlu untuk mulai melatih angkatan kerja pada tahun-tahun pertama usia kerja dengan
memberikan pekerjaan sambilan, selanjutnya merencanakan masa depan mereka sebagai
tenaga dewasa yang suatu saat akan membentuk keluarga. Sebagai dorongan bagi mereka
untuk tetap tinggal adalah dengan menyediakan lapangan pekerjaan yang sesuai.
Lembaga pendidikan/pelatihan dan dunia usaha perlu menyadari adanya kebutuhan
untuk membangun hubungan kerjasama. Pendidikan mencari cara agar mereka cukup
berguna bagi pengusaha lokal dan pengusaha lokal mengandalkan pada pendidikan untuk
meningkatkan kemampuan tenaga kerja lokal. Jika metode pendidikan yang ada tidak dapat
mengatasi tantangan yang dihadapi, maka ada keperluan untuk mendatangkan tenaga ahli
dari wilayah lain untuk memberikan pelatihan yang dapat mensuplai tenaga kerja terampil
bagi pengusaha lokal.

b. Sektor Pertanian
Di setiap wilayah berpenduduk selalu terjadi kegiatan pembangunan, namun ada
beberapa wilayah yang pembangunannya berjalan di tempat atau bahkan berhenti sama
sekali, dan wilayah ini kemudian menjadi wilayah kelas kedua dalam kegiatan ekonomi. Hal
ini mengakibatkan penanam modal dan pelaku bisnis keluar dari wilayah tersebut karena
wilayah itu dianggap sudah tidak layak lagi untuk dijadikan tempat berusaha. Akibatnya laju
pertumbuhan ekonomi wilayah itu menjadi semakin lambat.

Upaya pengembangan sektor agribisnis dapat menolong mengembangkan dan


mempromosikan agroindustri di wilayah tertinggal. Program kerjasama dengan pemilik
lahan atau pihak pengembang untuk mau meminjamkan lahan yang tidak dibangun atau
lahan tidur untuk digunakan sebagai lahan pertanian perlu dikembangkan. Dari jumlah lahan
pertanian yang tidak produktif ini dapat diciptakan pendapatan dan lapangan kerja bagi
penganggur di perdesaan. Program kerjasama mengatasi keterbatasan modal, mengurangi
resiko produksi, memungkinkan petani memakai bahan baku impor dan produk yang
dihasilkan dapat mampu bersaing dengan barang impor yang sejenis serta mencarikan dan
membuka pasaran yang baru.

Faktor-faktor penentu pertumbuhan ekonomi dapat berasal dari dalam wilayah


maupun dari luar wilayah. Globalisasi adalah faktor luar yang dapat menyebabkan
merosotnya kegiatan ekonomi di suatu wilayah. Sebagai contoh, karena kebijakan AFTA,
maka di pasaran dapat terjadi kelebihan stok produk pertanian akibat impor dalam jumlah
besar dari negara ASEAN yang bisa merusak sistem dan harga pasar lokal. Untuk tetap dapat
bersaing, target pemasaran yang baru harus segera ditentukan untuk menyalurkan kelebihan
hasil produksi pertanian dari petani lokal. Salah satu strategi yang harus dipelajari adalah
bagaimana caranya agar petani setempat dapat mengikuti dan melaksanakan proses produksi
sampai ke tingkat penyaluran. Namun daripada bersaing dengan produk impor yang masuk
dengan harga murah, akan lebih baik jika petani setempat mengolah komoditi yang spesifik
wilayah tersebut dan menjadikannya produk yang bernilai jual tinggi untuk kemudian
disebarluaskan di pasaran setempat maupun untuk diekspor.

69
Apa yang telah terjadi di Pulau Jawa kiranya perlu dihindari oleh daerah-daerah lain.
Pengalihan fungsi sawah menjadi fungsi lain telah terjadi tanpa sulit dicegah. Hal ini
mengurangi pemasukan ekonomi dari sektor pertanian di wilayah tersebut, disamping itu
juga menghilangkan kesempatan untuk menjadikan wilayah yang mandiri dalam pengadaan
pangan, termasuk mengurangi kemungkinan berkembangnya wisata ekologi yang
memerlukan lahan alami.

c. Sektor Pariwisata
Pariwisata memberikan dukungan ekonomi yang kuat terhadap suatu wilayah.
Industri ini dapat menghasilkan pendapatan besar bagi ekonomi lokal. Kawasan sepanjang
pantai yang bersih dapat menjadi daya tarik wilayah, dan kemudian berlanjut dengan
menarik turis dan penduduk ke wilayah tersebut. Sebagai salah satu lokasi rekreasi, kawasan
pantai dapat merupakan tempat yang lebih komersial dibandingkan kawasan lain, tergantung
karakteristiknya. Sebagai sumber alam yang terbatas, hal penting yang harus diperhatikan
adalah wilayah pantai haruslah menjadi aset ekonomi untuk suatu wilayah.

Wisata ekologi memfokuskan pada pemanfaatan lingkungan. Kawasan wisata


ekologi merupakan wilayah luas dengan habitat yang masih asli yang dapat memberikan
landasan bagi terbentuknya wisata ekologi. Hal ini merupakan peluang unik untuk menarik
pasar wisata ekologi. Membangun tempat ini dengan berbagai aktivitas seperti berkuda,
surfing, berkemah, memancing dll. akan dapat membantu perluasan pariwisata serta
mengurangi kesenjangan akibat pengganguran.

Wisata budaya merupakan segmen yang berkembang cepat dari industri pariwisata.
Karakter dan pesona dari desa/kota kecil adalah faktor utama dalam menarik turis. Namun
kegiatan pariwisata bersifat musiman, sehingga banyak pekerjaan bersifat musiman juga,
yang dapat menyebabkan tingginya tingkat pengangguran pada waktu-waktu tertentu. Hal ini
menyebabkan ekonomi lokal dapat rentan terhadap perputaran siklus ekonomi.

Ekonomi wilayah sebaiknya tidak berbasis satu sektor tertentu. Keaneka-ragaman


ekonomi diperlukan untuk mempertahankan lapangan pekerjaan dan untuk menstabilkan
ekonomi wilayah. Ekonomi yang beragam lebih mampu bertahan terhadap konjungtur
ekonomi.

d. Kualitas Lingkungan
Persepsi atas suatu wilayah, apakah memiliki kualitas hidup yang baik, merupakan
hal penting bagi dunia usaha untuk melakukan investasi. Investasi pemerintah daerah yang
meningkatkan kualitas hidup masyarakat sangat penting untuk mempertahankan daya saing.
Jika masyarakat ingin menarik modal dan investasi, maka haruslah siap untuk memberi
perhatian terhadap: keanekaragaman, identitas dan sikap bersahabat. Pengenalan terhadap
fasilitas untuk mendorong kualitas hidup yang dapat dinikmati oleh penduduk suatu wilayah
dan dapat menarik bagi investor luar perlu dilakukan.

Kawasan bersejarah adalah pembentuk kualitas lingkungan yang penting. Pelestarian


kawasan bersejarah berkaitan dengan berbagai aspek ekonomi lokal seperti keuangan daerah,
permukiman, perdagangan kecil, dan pariwisata dengan menciptakan pekerjaan yang dapat

70
signifikan. Kegiatan ini memberikan kontribusi terhadap kualitas hidup, meningkatkan citra
masyarakat dan menarik kegiatan ekonomi yang menghasilkan pendapatan bagi penduduk.
Pelestarian kawasan bersejarah memberikan perlindungan kepada warisan budaya dan
membuat masyarakat memiliki tempat yang menyenangkan untuk hidup. Investor dan
developer umumnya menilai kekuatan wilayah melalui kualitas dan karakter dari
wilayahnya, salah satunya adalah terpeliharanya kawasan bersejarah.

Selain aset alam dan budaya, sarana umum merupakan penarik kegiatan bisnis yang
penting. Untuk melihat dan mengukur tingkat kenyamanan hidup pada suatu wilayah dapat
dilihat dari ketersediaan sarana umum di wilayah tersebut. Sarana umum merupakan
kerangka utama dari pembangunan ekonomi dan sarana umum ini sangat penting bagi
aktivitas masyarakat. Sarana umum yang palling dasar adalah jalan, pelabuhan, pembangkit
listrik, sistim pengairan, sarana air bersih, penampungan dan pengolahan sampah dan
limbah, sarana pendidikan seperti sekolah, taman bermain, ruang terbuka hijau, sarana
ibadah, dan masih banyak fasilitas lainnya yang berhubungan dengan kegiatan sehari-hari
masyarakat.

Kepadatan, pemanfaatan lahan dan jarak merupakan tiga faktor utama dalam
pengembangan sarana umum yang efektif. Semakin padat dan rapat penduduk, biaya yang
dikeluarkan untuk pengadaan sarana umum jauh lebih murah jika dilihat daya tampung per
unitnya. Pola pembangunan yang padat, kompak dan teratur, berbiaya lebih murah daripada
pembangunan yang linier atau terpencar-pencar. Semakin efisien biaya yang dikeluarkan
untuk pemeliharaan dan pengadaan sarana umum maka akan semakin memperkokoh dan
memperkuat pembangunan ekonomi wilayah tersebut.

Sarana umum yang baru perlu dibangun sejalan dengan pertambahan jumlah
penduduk. Idealnya fasilitas sarana umum yang ada harus dapat menampung sesuai dengan
kapasitas maksimalnya, sehingga dapat memberikan waktu untuk dapat membangun sarana
umum yang baru. Penggunaan lahan dan sarana umum haruslah saling berkaitan satu sama
lainnya. Perencana pembangunan seharusnya dapat memprediksikan arah pembangunan
yang akan berlangsung sehingga dapat dibuat sarana umum yang baru untuk menunjang
kegiatan masyarakat pada wilayah tersebut. Penyediaan sarana dapat juga dilakukan dengan
memberikan potongan pajak dan ongkos kompensasi berupa pengelolaan sarana umum
kepada sektor swasta yang bersedia membangun fasilitas umum.

Wilayah pinggiran biasanya memiliki karakter sebagai wilayah yang tidak


direncanakan, berkepadatan rendah dan tergantung sekali keberadaannya pada penggunaan
lahan yang ada. Tempat seperti ini akan membuat penyediaan sarana umum menjadi sangat
mahal. Dalam suatu wilayah antara kota, desa dan tempat-tempat lainnya harus ada satu
kesatuan. Pemerintah daerah perlu mengenali pola pengadaan sarana umum di suatu wilayah
yang efektif, baik di wilayah lama maupun di wilayah pinggiran.

e. Keterkaitan Wilayah dan Aglomerasi


Kemampuan wilayah untuk mengefisienkan pergerakan orang, barang dan jasa
adalah komponen pembangunan ekonomi yang penting. Suatu wilayah perlu memiliki akses
transportasi menuju pasar secara lancar. Jalur jalan yang menghubungkan suatu wilayah

71
dengan kota-kota lebih besar merupakan prasarana utama bagi pengembangan ekonomi
wilayah. Pelabuhan laut dan udara berpotensi untuk meningkatkan hubungan transportasi
selanjutnya. Pemeliharaan jaringan jalan, perluasan jalur udara, jalur air diperlukan untuk
meningkatkan mobilitas penduduk dan pergerakan barang. Pembangunan prasarana
diperlukan untuk meningkatkan daya tarik dan daya saing wilayah. Mengenali kebutuhan
pergerakan yang sebenarnya perlu dilakukan dalam merencanakan pembangunan
tarsnportasi.

Umumnya usaha yang sama cenderung beraglomerasi dan membentuk kelompok


usaha dengan karakter yang sama serta tipe tenaga kerja yang sama. Produk dan jasa yang
dihasilkan juga satu tipe. Sumber daya alam dan industri pertanian biasanya berada di tahap
awal pembangunan wilayah dan menciptakan kesempatan yang potensial untuk
perkembangan wilayah. Pengelompokan usaha (aglomerasi) berarti semua industri yang
saling berkaitan saling membagi hasil produk dan keuntungan. Pengelompokan itu juga
menciptakan potensi untuk menciptakan jaringan kerjasama yang dapat membangun
kegiatan pemasaran bersama dan untuk menarik kegiatan lainnya yang berkaitan ke depan
atau ke belakang.

Pertumbuhan ekonomi yang sehat sangat penting jika suatu wilayah ingin bersaing di
pasar lokal dan nasional. Untuk mencapai tujuan ini, pendekatan kawasan yang terpadu
diperlukan untuk mempromosikan pembangunan ekonomi. Prioritas utama adalah
mengidentifikasi kawasan-kawasan yang menunjukkan tanda-tanda aglomerasi dengan
seluruh kegiatan dan institusi yang membentuknya. Kemungkinan kawasan ini menjadi pusat
usaha dan perdagangan tergantung pada jaringan transportasi yang baik, prasarana yang
lengkap, tempat kerja yang mudah dicapai, dukungan modal, dan kesempatan
pelatihan/pendidikan.

Manajemen Pembangunan Daerah Yang Pro-Bisnis

Pemerintah daerah dan pengusaha adalah dua kelompok yang paling berpengaruh
dalam menentukan corak pertumbuhan ekonomi daerah. Pemerintah daerah, mempunyai
kelebihan dalam satu hal, dan tentu saja keterbatasan dalam hal lain, demikian juga
pengusaha. Sinergi antara keduanya untuk merencanakan bagaimana ekonomi daerah akan
diarahkan perlu menjadi pemahaman bersama. Pemerintah daerah mempunyai kesempatan
membuat berbagai peraturan, menyediakan berbagai sarana dan peluang, serta membentuk
wawasan orang banyak. Tetapi pemerintah daerah tidak mengetahui banyak bagaimana
proses kegiatan ekonomi sebenarnya berlangsung. Pengusaha mempunyai kemampuan
mengenali kebutuhan orang banyak dan dengan berbagai insiatifnya, memenuhi kebutuhan
itu. Aktivitas memenuhi kebutuhan itu membuat roda perekonomian berputar, menghasilkan
gaji dan upah bagi pekerja dan pajak bagi pemerintah. Dengan pajak, pemerintah daerah
berkesempatan membentuk kondisi agar perekonomian daerah berkembang lebih lanjut.

Pemerintah daerah dalam mempertahankan keberlanjutan pembangunan ekonomi


daerahnya agar membawa dampak yang menguntungkan bagi penduduk daerah perlu
memahami bahwa manajemen pembangunan daerah dapat memberikan pengaruh yang baik
guna mencapai tujuan pembangunan ekonomi yang diharapkan. Bila kebijakan manajemen

72
pembangunan tidak tepat sasaran maka akan mengakibatkan perlambatan laju pertumbuhan
ekonomi. Maka manajemen pembangunan daerah mempunyai potensi untuk meningkatkan
pembangunan ekonomi serta menciptakan peluang bisnis yang menguntungkan dalam
mempercepat laju pertumbuhan ekonomi daerah.

Prinsip-prinsip manajemen pembangunan yang pro-bisnis adalah antara lain sebagai


berikut.

a. Menyediakan Informasi kepada Pengusaha


Pemerintah daerah dapat memberikan informasi kepada para pelaku ekonomi di
daerahnya ataupun di luar daerahnya kapan, dimana, dan apa saja jenis investasi yang sesuai
dengan kebutuhan pembangunan yang akan datang. Dengan cara ini maka pihak pengusaha
dapat mengetahui arah kebijakan pembangunan daerah yang diinginkan pemerintah daerah,
sehingga dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam menentukan dalam kegiatan
apa usahanya akan perlu dikembangkan. Pemerintah daerah perlu terbuka mengenai
kebijakan pembangunannya, dan informasi yang diterima publik perlu diupayakan sesuai
dengan yang diinginkan.

b. Memberikan Kepastian dan Kejelasan Kebijakan


Salah satu kendala berusaha adalah pola serta arah kebijakan publik yang berubah-
ubah sedangkan pihak investor memerlukan ada kepastian mengenai arah serta tujuan
kebijakan pemerintah. Strategi pembangunan ekonomi daerah yang baik dapat membuat
pengusaha yakin bahwa investasinya akan menghasilkan keuntungan di kemudian hari.
Perhatian utama calon penanam modal oleh sebab itu adalah masalah kepastian kebijakan.
Pemerintah daerah akan harus menghindari adanya tumpang tindih kebijakan jika
menghargai peran pengusaha dalam membangun ekonomi daerah. Ini menuntut adanya
saling komunikasi diantara instansi-instansi penentu perkembangan ekonomi daerah. Dengan
cara ini, suatu instansi dapat mengetahui apa yang sedang dan akan dilakukan instansi lain,
sehingga dapat mengurangi terjadinya kemiripan kegiatan atau ketiadaan dukungan yang
diperlukan.

Pengusaha juga mengharapkan kepastian kebijakan antar waktu. Kebijakan yang


berubah-ubah akan membuat pengusaha kehilangan kepercayaan mengenai keseriusannya
membangun ekonomi daerah. Pengusaha daerah umumnya sangat jeli dengan perilaku
pengambil kebijakan di daerahnya. Kerjasama yang saling menguntungkan mensyaratkan
adanya kepercayaan terhadap mitra usaha. Membangun kepercayaan perlu dilakukan secara
terencana dan merupakan bagian dari upaya pembangunan daerah.

c. Mendorong Sektor Jasa dan Perdagangan


Sektor ekonomi yang umumnya bekembang cepat di kota-kota adalah sektor
perdagangan kecil dan jasa. Sektor ini sangat tergantung pada jarak dan tingkat kepadatan
penduduk. Persebaran penduduk yang berjauhan dan tingkat kepadatan penduduk yang
rendah akan memperlemah sektor jasa dan perdagangan eceran, yang mengakibatkan
peluang kerja berkurang. Semakin dekat penduduk, maka interaksi antar mereka akan
mendorong kegiatan sektor jasa dan perdagangan. Seharusnya pedagang kecil mendapat
tempat yang mudah untuk berusaha, karena telah membantu pemerintah daerah mengurangi

73
pengangguran. Pada waktunya pengusaha kecil akan membayar pajak kepada pemerintah
daerah. Dengan menstimulir usaha jasa dan perdagangan eceran, pertukaran ekonomi yang
lebih cepat dapat terjadi sehingga menghasilkan investasi yang lebih besar. Adanya banyak
pusat-pusat pedagang kaki lima yang efisien dan teratur akan menarik lebih banyak investasi
bagi ekonomi daerah dalam jangka panjang.

Sebagian besar lapangan kerja yang ada dalam suatu wilayah diciptakan oleh usaha
kecil dan menengah. Namun usaha kecil juga rentan terhadap ketidakstabilan, yang terutama
berkaitan dengan pasar dan modal, walaupun secara umum dibandingkan sektor skala besar,
usaha kecil dan menengah lebih tangguh menghadapi krisis ekonomi. Pemerintah daerah
perlu berupaya agar konjungtur ekonomi tidak berpengaruh negatif terhadap kelangsungan
usaha kecil.

d. Meningkatkan Daya Saing Pengusaha Daerah

Kualitas strategi pembangunan ekonomi daerah dapat dilihat dari apa yang akan
dilakukan pemerintah daerah dalam menyiapkan pengusaha-pengusaha di daerahnya
menghadapi persaingan global. Globalisasi (atau penduniaan) akan semakin mempengaruhi
perkembangan ekonomi daerah dengan berlakunya perjanjian AFTA, APEC dan lain-lain.
Mau tidak mau, siap atau tidak siap perdagangan bebas akan menjadi satu-satunya pilihan
bagi masyarakat di semua daerah. Upaya untuk menyiapkan pengusaha daerah oleh sebab itu
perlu dilakukan. Pengusaha dari negara maju telah siap atau disiapkan sejak lama. Pengusaha
daerah juga perlu diberitahu konsekuensi langsung dari ketidaksiapan menghadapi
perdagangan bebas. Saat ini, pengusaha lokal mungkin masih dapat meminta pengertian
manajer supermarket untuk mendapatkan tempat guna menjual produksinya. Tahun depan,
bisa tidak ada toleransi untuk produksi lokal yang tidak lebih murah, tidak lebih berkualitas
dan tidak lebih tetap pasokannya.

Meningkatkan daya saing adalah dengan meningkatkan persaingan itu sendiri. Ini
berarti perlakuan-perlakukan khusus harus ditinggalkan. Proteksi perlu ditiadakan segera
ataupun bertahap. Pengembangan produk yang sukses adalah yang berorientasi pasar, ini
berarti pemerintah daerah perlu mendorong pengusaha untuk selalu meningkatkan efisiensi
teknis dan ekonomis. Peraturan perdagangan internasional harus diperkenalkan dan
diterapkan. Perlu ada upaya terencana agar setiap pejabat pemerinah daerah mengerti
peraturan-peraturan perdagangan internasional ini, untuk dapat mendorong pengusaha-
pengusaha daerah menjadi pemain-pemain yang tangguh dalam perdagangan bebas, baik
pada lingkup daerah, nasional maupun internasional.

e. Membentuk Ruang yang Mendorong Kegiatan Ekonomi


Membentuk ruang khusus untuk kegiatan ekonomi akan lebih langsung
menggerakkan kegiatan ekonomi. Pemerintah daerah perlu berusaha mengantisipasi
kawasan-kawasan mana yang dapat ditumbuhkan menjadi pusat-pusat perekonomian
wilayah. Kawasan-kawasan yang strategis dan cepat tumbuh ini dapat berupa kawasan yang
sudah menunjukkan tanda-tanda aglomerasi, seperti sentra-sentra produksi pertanian
tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan; klaster industri, dsb.
Kawasan cepat tumbuh juga dapat berupa kawasan yang sengaja dibangun untuk

74
memanfaatkan potensi SDA yang belum diolah, seperti yang dulu dikembangkan dengan
sistim permukiman transmigrasi. Kawasan-kawasan ini perlu dikenali dan selanjutnya
ditumbuhkan dengan berbagai upaya pengembangan kegiatan ekonomi, seperti pengadaan
terminal agribisnis, pengerasan jalan, pelatihan bisnis, promosi dsb. Pengembangan
kawasan-kawasan strategis dan cepat tumbuh ini perlu dilakukan bersamaan dengan upaya
peningkatan keterampilan, pengembangan usaha, dan penguatan keberdayaan masyarakat.

75
BAB 9
PROGRAM LINIER ATAU LINEAR PROGRAMMING

Sejarah Singkat Programa Linier

Menurut George B. Dantzig yang sering disebut Bapak Linear Programming, di dalam
bukunya : Linear Programming and Extension, menyebutkan, bahwa ide dari pada linear
programming ini berasal dari ahli matematik Rusia bernama L.V. Kantorivich yang pada
tahun 1939 menerbitkan sebuah karangan dengan judul : “MATHEMATICAL METHODS
IN THE ORGANIZATION AND PLANNING OF PRODUCTION” (telah diterjemahkan ke
dalam bahasa Inggris dan diterbitkan di dalam majalah : Management Science Vol 6, 1960,
halaman 366-422).

Didalam karangan tersebut telah dirumuskan persoalan linear programming untuk pertama
kalinya. Akan tetapi ide ini rupanya di Rusia tidak bisa berkembang. Ternyata dunia barat
yang memanfaatkan ide ini selanjutnya. Kemudian pada tahun 1947 seorang ahli matematik
dari Amerika Serikat, yang namanya telah disebutkan diatas yaitu : George B. Dantzig
menemukan suatu cara untuk memecahkan persoalan linear programming tersebut dengan
suatu metode yang disebut “simplex method”. Setelah saat itu yaitu sejak tahun lima
puluhan linear programming tersebut berkembang dengan pesat sekali mula-mula di bidang
kemiliteran (untuk penyusunan strategi perang) maupun didalam bidang business (persoalan
untuk mencapai maksimum profit, minimum loss, dan lain sebagainya).

Sekarang penggunaan linear programming bukan saja terbatas pada bidang kemiliteran,
bidang ekonomi perusahaan yang sifatnya mikro, sebagai alat management, akan tetapi
sudah meluas terutama sekali didalam perencanaan pembangunan ekonomi nasional yang
makro sifatnya, misalnya didalam penentuan “allocation of investments” ke dalam sektor-
sektor perekonomian, “rotation corp policy”’ peningkatan penerimaan devisa, dan lain
sebagainya.

Karakteristik Persoalan Programa Linier

Programa Linier merupakan bagian dari Matematika yang khusus diterapkan untuk
menyelesaikan persoalan yang berkaitan dengan penentuan : a. Jumlah vaiabel-variabel input
yang dipakai dalam suatu masalah. b. Kombinasi variabel input yang harus disediakan atau
kombinasi output yang harus dihasilkan. c. Jumlah output yang harus dihasilkan untuk

76
mencapai tujuan (objective) tertentu yakni untuk mencapai optimalisasi dari suatu masalah,
misalnya untuk mencapai profit maksimum atau biaya minimum. Sesuai dengan sifat dari
program ini, maka hubungan antara variabel input/output serta fungsi objective yang harus
dicapai harus merupakan hubungan linier baik yang berbentuk persamaan linier atau
pertidaksamaan linier sedangkan kuantitas input/output merupakan kuantitas yang non
negatif ( � 0).

Dalam membangun model dari persoalan linier programming digunakan karakteristik-


karakteristik sebagai berikut :
a. Variabel keputusan Variabel keputusan adalah variabel yang menguraikan secara lengkap
keputusan-keputusan yang akan dibuat. Yang dimaksud disini adalah X1, X2 , X3 , X4,
………..., Xn

b. Fungsi tujuan Fungsi tujuan merupakan fungsi dari variabel keputusan yang akan
dimaksimumkan (untuk pendapatan atau keuntungan) atau diminimumkan (untuk ongkos).

c. Pembatas-pembatas

Merupakan kendala-kendala yang dihadapi sehingga kita tidak bisa menentukan harga
variabel keputusan secara sembarang. Jadi maksudnya disini nilai dari variabel keputusan
tersebut dibatasi oleh pembatas (constraint).

d. Pembatas tanda

Pembatas tanda adalah pembatas yang menjelaskan apakah variabel keputusannya


diasumsikan hanya berharga nonnegatif atau variabel keputusan tersebut boleh berharga
positif, boleh juga negatif (tidak terbatas dalam tanda).

Model Programa Linier

Model programa linier merupakan suatu cara untuk menyelesaikan persoalan pengalokasian
sumber-sumber yang terbatas di antara beberapa aktivitas yang bersaing, dengan cara yang
terbaik yang mungkin dilakukan. Persoalan pengalokasian ini muncul manakala seseorang
harus memilih tingkat aktivitas-aktivitas tertentu yang bersaing dalam hal penggunaan
sumber daya langka yang dibutuhkan untuk melaksanakan aktivitas-aktivitas tersebut.
Beberapa contoh situasi dari uraian diatas antara lain ialah persoalan pengalokasian fasilitas
produksi, persoalan pengalokasian sumber daya nasional untuk kebutuhan domestik,
penjadwalan produksi, solusi permainan (game), dan pemilihan pola pengiriman (shipping).
Satu hal yang menjadi ciri situasi diatas ialah adanya keharusan untuk mengalokasikan
sumber terhadap aktivitas.

77
Bentuk umum dari model programa linier dapat disusun sebagai berikut :

1. Fungsi tujuan : untuk mencapai maksimasi

Z = c1 x1 + c2 x2 + … + cn xn

2. Himpunan constraint.

a 11 x 1 + a 12 x 2 + … + a 1 n x n < b1
a 21 x 1 + a 22 x 2 + … + a 2 n x n < b2
.
.
.
a m1 x 1 + a m2 x 2 + … + a m n x n < bm

3. x 1 , x 2 , …. , x n > 0

dimana :
c1 x1 + c2 x2 + … + cn xn : fungsi tujuan atau fungsi kriteria yang akan dimaksimasi,
dinyatakan dengan Z
c1 , c2 , … , cn : koefisien ongkos (yang diketahui)
x 1 , x 2 , …. , x n : variabel keputusan atau level aktivitas yang harus dicari
aij , i = 1, 2, … , m : pembatas ke i
j = 1, 2, … , n : koefisien teknologi
bi : koefisien ruas kanan
x 1 , x 2 , …. , x n > 0 : pembatas nonnegatip

Formulasi diatas dinamakan sebagai bentuk standar dari persoalan programa linier, dan
setiap situasi yang formulasi matematisnya memenuhi model ini adalah persoalan programa
linier.

Istilah yang lebih umum dari model programa linier ini adalah sebagai berikut :
a. Fungsi yang memaksimumkan, yaitu c1 x1 + c2 x2 + … + cn xn , disebut sebagai fungsi
tujuan.
b. Pembatas-pembatas adalah constraint.
c. Sebanyak m buah konstrain pertama sering disebut sebagai konstrain fungsional atau
pembatas teknologis.
d. Pembatas x j > 0 disebut sebagai konstrain non negatif.
e. Variabel adalah variabel keputusan.
f. Konstanta-konstanta a ij , bi dan cj adalah parameter-parameter model.

78
Selain model programa linier dengan bentuk seperti yang telah diformulasikan diatas, ada
pula model programa linier dengan bentuk yang agak lain, seperti :

1. Fungsi tujuan bukan memaksimumkan, melainkan meminimumkan.

Contoh :
Meminimumkan : Z = c1 x1 + c2 x2 + … + cn xn

2. Beberapa konstrain fungsionalnya mempunyai ketidaksamaan dalam bentuk lebih besar


atau sama dengan.

Contoh :
a i1 x 1 + a i2 x 2 + … + a i n x n > bi
Untuk beberapa harga i

3. Beberapa konstrain fungsionalnya mempunyai bentuk persamaan.

Contoh :
a i1 x 1 + a i2 x 2 + … + a i n x n = bi
untuk beberapa harga i

4. Menghilangkan konstrain nonnegatif untuk beberapa variabel keputusan.

Contoh :
x j tidak terbatas dalam tanda, untuk beberapa harga j

Asumsi dalam Model Programa Linier

Dalam menggunakan model programa linier, diperlukan beberapa asumsi sebagai berikut :

a. Asumsi kesebandingan (proportionality)

Kontribusi setiap variabel keputusan terhadap fungsi tujuan dan ruas kiri dari setiap
pembatas adalah sebanding dengan nilai variabel keputusan itu. Jadi variabel Xj
berkonribusi pada ongkos Cj Xj dan pada pembatas aij Xj. Jika Xj ditingkatkan dua kali,
maka Cj Xj dan aij Xj akan meningkat dua kali.

b. Asumsi penambahan (additivity)

Ongkos total adalah penjumlahan dari ongkos individual, dan kontribusi total pada batas
yang ke- i merupakan penjumlahan dari kontribusi individual dari individu aktivitas. Jadi
berapapun nilai X2 , pembuatan sejumlah X1 suatu variabel keputusan akan selalu
berkontribusi sebesar C1 terhadap fungsi tujuan. Dan berapapun harga X1 tidak akan
mempengaruhi pembuatan sejumlah X2
c. Asumsi pembagian (divisibility)

79
Variabel keputusan dapat dibagi menjadi beberapa level fraksi (pecahan) sehingga nilai
variabel keputusan dibolehkan bukan integer. Jadi semua variabel dapat memiliki harga
berapapun asalkan real non negatif.
d. Asumsi kepastian (certainty)

Setiap parameter, seperti koefisien fungsi tujuan, ruas kanan, koefisien teknologis,
diasumsikan dapat diketahui secara pasti.

Bentuk-bentuk Model Programa Linier

Untuk menyelesaikan masalah programa linier, maka model pemecahan persoalan perlu
dinyatakan dalam bentuk tertentu. Bentuk-bentuk model matematis programa linier dapat
dinyatakan dalam dua bentuk, yaitu bentuk kanonik dan bentuk standar (baku).

a. Bentuk Kanonik

Karakteristik dari bentuk kanonik adalah sebagai berikut :


1. Semua variabel keputusan adalah tidak negatip.
2. Semua kendala berbentuk ketidaksamaan lebih kecil atau sama dengan (<).
3. Fungsi tujuan berbentuk maksimasi

Secara umum, bentuk kanonik dapat dinyatakan sebagai berikut :

Maksimasi :

Dengan memperhatikan kendala :

Bentuk umum diatas dapat dijabarkan ke dalam bentuk yang lebih lebgkap dibawah ini :

Maksimasi : Z = c1 x1 + c2 x2 + … + cn xn

Dengan memperhatikan kendala :


a 11 x 1 + a 12 x 2 + … + a 1 n x n < b1
a 21 x 1 + a 22 x 2 + … + a 2 n x n < b2
.

80
.
a m1 x 1 + a m2 x 2 + … + a m n x n < bm

x 1 , x 2 , …. , x n > 0

b. Bentuk Standar

Karakteristik dari bentuk standar persoalan programa linier adalah sebagai berikut :
1. Semua kendala berbentuk persamaan (=), kecuali untuk kendala ketidak-negatipan (non-
negativity constraint).
2. Elemen ruas kanan dari setiap kendala yang menyatakan kapasitas maksimum suatu
fasilitas atau aktivitas adalah tidak negatif.
3. Semua variabel keputusan adalah tidak negatip.
4. Fungsi tujuan berbentuk maksimasi atai minimasi.

Secara umum bentuk standar programa linier untuk persoalan maksimasi dan minimasi
adalah sebagai berikut :

Jika di dalam persoalan yang dihadapi ada kendala yang berbentuk ketidaksamaan ( < atau >
), maka ketidaksamaan ini harus diubah ke dalam bentuk persamaan, yaitu dengan
menambahkan atau mengurangkan variable slack dari ruas kiri ketidaksamaan tersebut.
Kalau ketidaksamaan berbentuk lebih kecil atau sama dengan (<), maka harus ditambah
dengan variable slack agar menjadi suatu persamaan. Sebaliknya, untuk ketidaksamaan
berbentuk lebih besar atau sama dengan (>), maka harus dikurangi dengan variabel surplus
agar menjadi suatu persamaan.
81
BAB 10
PEMBANGUNAN YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN

Pembangunan yang berwawasan lingkungan adalah upaya sadar dan berencana


menggunakan dan mengelola sumber daya secara bijaksana dalam pembangunan yang
terencana dan berkesinambungan untuk meningkatkan mutu hidup. Terlaksananya
pembangunan berwawasan lingkungan dan terkendalinya pemanfaatan sumber daya alam
secara bijaksana merupakan tujuan utama pengelolaan lingkungan hidup.

Disadari sepenuhnya bahwa kegiatan pembangunan apalagi yang bersifat fisik dan
berhubungan dengan pemanfaatan sumber daya alam jelas mengandung resiko terjadinya
perubahan ekosistem yang selanjutnya akan mengakibatkan dampak, baik yang bersifat
negatif maupun yang positif. Oleh karena itu, kegiatan pembangunan yang dilaksanakan
seharusnya selain berwawasan sosial dan ekonomi juga harus berwawasan lingkungan.

1) Pengertian Dampak Terhadap Lingkungan


Suatu kegiatan proyek akan mempengaruhi kondisi lingkungan dan akan menimbulkan
dampak terhadap lingkungannya, dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan proyek ini dapat
terjadi pada masa konstruksi maupun masa operasi proyek dan dapat berupa dampak positif
maupun negatif bagi lingkungannya.
82
2) Komponen-Komponen Lingkungan
Diantara komponen-komponen lingkungan yang penting, adalah
a) Biologi, mencakup sub-komponen:
o Jenis flora fauna darat (vegetasi dan satwa)
o Jenis flora fauna perairan (plankton & bentos)
b) Geofisik, mencakup sub-komponen:
o Lklim
o Fisiografi
o Hidrologi
c) Kimia, mencakup sub-komponen:
o Kualitas udara
o Kualitas air
d) Sosial Budaya dan Kemasyarakatan, dijabarkan:

o Demografi industri dan kependudukan


o Sosial ekonomi
o Sosial budaya

Ciri-Ciri Pembangunan Berwawasan Lingkungan


Komisi dunia untuk lingkungan dan pembangunan mendefinisikan pembangunan
.berkelanjutan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa
mengorbankan hak pemenuhan kebutuhan generasi mendatang.

Tujuan pembangunan berkelanjutan yang bermutu adalah tercapainya standar kesejahteraan


hidup manusia dunia akhirat yang layak, cukup sandang, pangan, papan, pendidikan bagi
anak-anaknya, kesehatan yang baik, lapangan kerja yang diperlukan, keamanan dan
kebebasan berpolitik, kebebasan dari ketakutan dan tindak kekerasan, dan kebebasan untuk
menggunakan hak-haknya sebagai warga negara. Taraf kesejahteraan ini diusahakan dicapai
dengan menjaga kelestarian lingkungan alam serta tetap tersediannya sumber daya yang
diperlukan.

Implementasi pembangunan berwawasan lingkungan adalah dengan reboisasi, menanam


seribu pohon dan gerakan bersih lingkungan tampaknya mengalami kendala yang berarti.
Artinya, tidak seimbangnya antara yang ditanam dan yang dieksploitasi menjadi salah satu
penyebabnya. Peraturan perudang-udangan pun tidak mampu mencegah kerusakan
lingkungan ini.

Sedangkan Maftuchah Yusuf (2000), mengemukakan empat hal pokok dalam upaya
penyelamatan lingkungan. Diantaranya,
- Pertama, konservasi untuk kelangsungan hidup bio-fisik.
- Kedua, perdamaian dan keadilan (pemerataan) untuk melaksanakan kehidupan sehari-
hari dalam hidup bersama.
- Ketiga, pembangunan ekonomi yang tepat, yang memperhitungkan keharusan
konservasi bagi kelangsungan hidup biofisik dan harus adanya perdamaian dan pemerataan
(keadilan) dalam melaksanakan hidup bersama.

83
- Keempat, demokrasi yang memberikan kesempatan kepada semua orang untuk turut
berpartisipasi dalam melaksanakan kekuasaan, kebijaksanaan dan pengambilan keputusan
dalam meningkatkan mutu kehidupan bangsa.
Jika hal-hal tersebut di atas tidak segera ditindaklanjuti dan dilaksanakan dengan segera
dengan cara menangkap, mengadili dan menghukum seberat-beratnya pembalak liar maka
tidak lama lagi bumi akan musnah. Kemusnahan bumi juga berarti kematian bagi penduduk
bumi termasuk di dalamnya manusia.

Pembangunan yang berwawasan lingkungan atau pembangunan berkelanjutan memiliki ciri-


ciri tertentu, yaitu adanya saling keterkaitan beberapa sektor, antara lain lingkungan dan
masyarakat serta kemanfaatan dan pembangunan. Pembangunan akan selalu berkaitan dan
saling berinteraksi dengan lingkungan hidup. Interaksi tersebut dapat bersifat positif atau
negatif. Pengetahuan dan informasi tentang berbagai interaksi tersebut sangat diperlukan
dalam pembangunan berwawasan lingkungan, Elizabeth IEHLT.

Adapun ciri-ciri pembangunan berwawasan lingkungan antara lain :


1. Menjamin pemerataan dan keadilan.
2. Menghargai keanekaragaman hayati.
3. Menggunakan pendekatan integratif.
4. Menggunakan pandangan jangka panjang.

Tujuan Pembangunan Berwawasan Lingkungan :


A. Tercapainya keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara manusia dan lingkungan
hidup
B. Terwujudnya manusia Indonesia sebagai insan lingkungan hidup yang memiliki sikap
dan tindakan yang melindungi lingkungan hidup
C. Terjaminnya kepentingan generasi sekarang dan generasi yang akan datang
D. Tercapainya kelestarian fungsi lingkungan hidup
E. Terkendalinya pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana
F. Terlindunginya wilayah Indonesia dari pengaruh negatif pembangunan, seperti
pencemaran tanah, air, dan udara.

Pembangunan berwawasan lingkungan sangat diperlukan mengingat daya dukung alam


ternyata semakin tidak seimbang dengan laju tuntutan perkembangan pemenuhan kebutuhan
hidup. Namun perkembangan yang dicapai manusia karena majunya derap pembangunan itu
membawa dampak negatif bagi lingkungan yakni rusaknya lingkungan karena pembangunan
yang lebih cenderung berorientasi ekonomis. Terlaksananya pembangunan berwawasan
lingkungan dan terkendalinya pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana merupakan
tujuan utama pengelolaan lingkungan hidup. Dengan pembangunan yang terus menerus
diharapkan kita tetap mempertahankan aspek-aspek pemeliharaan dan pelestarian lingkungan
sehingga akan tercipta Ruang Terbuka Hijau Hijau yang ideal yaitu sekitar 40% dari luas
wilayah. Contoh dari pembangunan berwawasan lingkungan misalnya di Unnes sendiri
terdapat salah satu pilar konservasi yaitu Green Architecture (arsitektur hijau).

84
Contoh Pembangunan Berwawasan Lingkungan :

Summarecon Bekasi akan menjadi ikon kawasan hunian dan komersial terbaik di Bekasi.
Dikembangkan di atas lahan seluas 240 hektar, Summarecon Bekasi mulai dibangun pada
november 2010 dengan konsep hunian yang berwawasan lingkungan.konsep ini digunakan
agar terjadinya keseimbangan dengan lingkungan.

Lingkungan hidup yang serasi dan seimbang sangat kita perlukan karena merupakan unsur
penentu kehidupan bagi manusia dan makluk hidup lainnya. Provinsi Papua merupakan
salah satu provinsi di Indonesia dengan potensi sumberdaya yang melipah dan kaya, tetapi
dibalik itu semua pemerintah daerah dan rakyatnya mempunyai kewajiban untuk menjaga
dan melestarikan lingkungan hidup. Selain kewajiban tersebut, sumber daya alam yang

85
melimpah dapat dimanfaatkan dalam memenuhi kepentingan bersama bagi generasi Papua
kini dan yang akan datang.

Permasalahan dalam sistem perencanaan pembangunan yang berwawasan lingkungan dan


berkelanjutan, terkadang terkendala oleh perencanaan pembangunan yang masih dipengaruhi
oleh sistem politik, kurangnya keterlibatan masayarakat, prinsip Bottom up dan Top Down
yang tidak berjalan dengan baik, serta banyak kalangan yang ingin mencari keuntungan
pribadi dan kelompok dalam perencanaan pembangunan tersebut. Sebagai contoh saja dalam
sistem perpolitikan saat ini, banyak politisi yang menarik simpati dari masyarakat dengan
membuat kegiatan yang berhubungan dengan lingkungan namun dibalik itu semua mereka
sebenarnya sedang berjuang untuk kepentingan dan mencari keuntungannya sendiri.

Sejak ditetapkannya Kota Jayapura sebagai salah satu kota terbesih dan terindah di tahun
2013 oleh Bapak Presiden RI Susilo Bambang Yudoyono (SBY) dengan diterimanya Piala
Adipura, ternyata pemerintah Kota Madya Jayapura masih saja disibukkan dengan urusan
banjir dan lingkungan yang semakin menurun baik secara kualitas maupun kuantitasnya.
Tidak hanya itu saja, kemacetan yang terjadi di Kota Jayapura menambah beban Pekerjaan
Rumah yang harus dipecahkan oleh pemerintah Kota Jayapura. Timbul pertanyaan di
kalangan masyarakat luas kota Jayapura, apakah terjadi kesalahan dalam penentuan nilai
ataukah adanya unsur pemaksaan dalam penerimaan Piala Adipura yang menjadi simbol
untuk kota atau kabupaten yang terbersih dan terindah serta tertata baik di Indonesia.

Sumber:
http://green.kompasiana.com/penghijauan/2014/01/23/kota-pembangunan-yang-
berwawasan-lingkungan-626741.html
http://kecserut.tangerangselatankota.go.id/berita/item/139-pembangunan-berwawasan-
lingkungan

86
BAB 11.
PENUTUP

87
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 8 TAHUN 2008
TENTANG
TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN,
PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA
PEMBANGUNAN DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 154 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8
Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3
Tahun 2005 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah Menjadi Undang-Undang, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Tahapan,
Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan
Daerah;

Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 125 Tahun 2004, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun
2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2005 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor
108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN,
PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN
DAERAH.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat,
melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia.
2. Pembangunan daerah adalah pemanfaatan sumber daya yang dimiliki untuk peningkatan
kesejahteraan masyarakat yang nyata, baik dalam aspek pendapatan, kesempatan kerja,

88
lapangan berusaha, akses terhadap pengambilan kebijakan, berdaya saing, maupun
peningkatan indeks pembangunan manusia.
3. Perencanaan Pembangunan Daerah adalah suatu proses penyusunan tahapan-tahapan
kegiatan yang melibatkan berbagai unsur pemangku kepentingan didalamnya, guna
pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya yang ada dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan sosial dalam suatu lingkungan wilayah/daerah dalam jangka waktu tertentu.
4. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah yang selanjutnya disingkat RPJPD adalah
dokumen perencanaan daerah untuk periode 20 (dua puluh) tahun.
5. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah yang selanjutnya disingkat RPJMD
adalah dokumen perencanaan daerah untuk periode 5 (lima) tahun.

6.Rencana Kerja Pembangunan Daerah yang selanjutnya disingkat RKPD adalah dokumen
perencanaan daerah untuk periode 1 (satu) tahun.
7. Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat dengan
Renstra-SKPD adalah dokumen perencanaan SKPD untuk periode 5 (lima) tahun.
8. Rencana kerja-Satuan Kerja Perangkat Daerah atau disebut Renja-SKPD adalah dokumen
perencanaan Satuan Kerja Perangkat Daerah untuk periode 1 (satu) tahun.
9. Visi adalah rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan pada akhir periode
perencanaan.
10. Misi adalah rumusan umum mengenai upaya-upaya yang akan dilaksanakan untuk
mewujudkan visi.
11. Strategi adalah langka h -langkah berisikan program-program indikatif untuk mewujudkan
visi dan misi.
12. Kebijakan adalah arah/tindakan yang diambil oleh pemerintah daerah untuk mencapai
tujuan.
13. Program adalah instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang
dilaksanakan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah untuk mencapai sasaran dan tujuan serta
untuk memperoleh alokasi anggaran atau kegiatan masyarakat yang dikoordinasikan oleh
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah.
14. Prakiraan maju adalah perhitungan kebutuhan dana untuk tahun-tahun berikutnya dari
tahun anggaran yang direncanakan guna memastikan kesinambungan kebijakan yang telah
disetujui untuk setiap program dan kegiatan.
15. Indikator kinerja adalah alat ukur untuk menilai keberhasilan pembangunan secara
kuantitatif dan kualitatif.
16. Musyawarah Perencanaan Pembangunan yang selanjutnya disingkat Musrenbang adalah
forum antarpemangku kepentingan dalam rangka menyusun rencana pembangunan daerah.
17. Pemangku kepentingan adalah pihak-pihak yang langsung atau tidak langsung mendapatkan
manfaat atau dampak dari perencanaan dan pelaksanaan pembangunan daerah.
18. Menteri adalah Menteri Dalam Negeri.
19. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah selanjutnya disingkat DPRD atau dengan sebutan lain
adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

89
BAB II
PRINSIP PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

Pasal 2
(1) Perencanaan pembangunan daerah merupakan satu kesatuan dalam sistem perencanaan
pembangunan nasional.
(2) Perencanaan pembangunan daerah dilakukan pemerintah daerah bersama para pemangku
kepentingan berdasarkan peran dan kewenangan masing-masing.
(3) Perencanaan pembangunan daerah mengintegrasikan rencana tata ruang dengan rencana
pembangunan daerah.
(4) Perencanaan pembangunan daerah dilaksanakan berdasarkan kondisi dan potensi yang
dimiliki masing-masing daerah, sesuai dinamika perkembangan daerah dan nasional.

Pasal 3
Perencanaan pembangunan daerah dirumuskan secara transparan, responsif, efisien, efektif,
akuntabel, partisipatif, terukur, berkeadilan dan berkelanjutan.

BAB III
TAHAPAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 4
(1) Rencana pembangunan daerah meliputi:
a. RPJPD;
b. RPJMD; dan
c. RKPD.
(2) Rencana Pembangunan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disusun dengan
tahapan:
a. penyusunan rancangan awal;
b. pelaksanaan Musrenbang;
c. perumusan rancangan akhir; dan
d. penetapan rencana.

Bagian Kedua
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah

Paragraf 1
Penyusunan Rancangan Awal

Pasal 5
(1) Bappeda menyusun rancangan awal RPJPD.
(2) RPJPD provinsi memuat visi, misi dan arah pembangunan daerah dengan mengacu pada
RPJP Nasional.
(3) RPJPD kabupaten/kota memuat visi, misi dan arah pembangunan daerah dengan mengacu

90
pada RPJP Nasional dan RPJPD provinsi.
(4) Dalam menyusun rancangan awal RPJPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bappeda
meminta masukan dari SKPD dan pemangku kepentingan.

Paragraf 2
Pelaksanaan Musrenbang

Pasal 6
(1) Musrenbang dilaksanakan untuk membahas rancangan awal RPJPD sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 ayat (4).
(2) Musrenbang dilaksanakan oleh Bappeda dengan mengikutsertakan pemangku kepentingan.
(3) Musrenbang dilaksanakan dengan rangkaian kegiatan penyampaian, pembahasan dan
penyepakatan rancangan awal RPJPD.
(4) Pelaksanaan Musrenbang ditetapkan oleh kepala daerah.

Paragraf 3
Perumusan Rancangan Akhir

Pasal 7
(1) Rancangan akhir RPJPD dirumuskan berdasarkan hasil Musrenbang.
(2) Rancangan akhir RPJPD dirumuskan paling lama 1 (satu) tahun sebelum berakhirnya
RPJPD yang sedang berjalan.
(3) Rancangan akhir RPJPD disampaikan ke DPRD dalam bentuk Rancangan Peraturan
Daerah tentang RPJPD paling lama 6 (enam) bulan sebelum berakhirnya RPJPD yang sedang
berjalan.
Paragraf 4
Penetapan

Pasal 8
(1) DPRD bersama kepala daerah membahas Rancangan Peraturan Daerah tentang RPJPD.
(2) RPJPD ditetapkan dengan Peraturan Daerah setelah berkonsultasi dengan Menteri.

Pasal 9
(1) Gubernur menyampaikan Peraturan Daerah tentang RPJPD Provinsi paling lama 1 (satu)
bulan kepada Menteri.
(2) Bupati/walikota menyampaikan Peraturan Daerah tentang RPJPD Kabupaten/Kota paling
lama 1 (satu) bulan kepada gubernur dengan tembusan kepada Menteri.

Pasal 10
(1) Gubernur menyebarluaskan Peraturan Daerah tentang RPJPD Provinsi kepada masyarakat.
(2) Bupati/walikota menyebarluaskan Peraturan Daerah tentang RPJPD Kabupaten/Kota kepada
masyarakat.

91
Bagian Ketiga
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
Paragraf 1
Penyusunan Rancangan Awal

Pasal 11
(1) Bappeda menyusun rancangan awal RPJMD.
(2) RPJMD memuat visi, misi dan program kepala daerah.
(3) Rancangan awal RPJMD berpedoman pada RPJPD dan memperhatikan RPJM Nasional, kondisi
lingkungan strategis di daerah, serta hasil evaluasi terhadap pelaksanaan RPJMD periode sebelumnya.

Pasal 12
(1) Kepala SKPD menyusun Rancangan Renstra-SKPD sesuai dengan rancangan awal RPJMD
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1).
(2) Rancangan Renstra-SKPD disampaikan oleh Kepala SKPD kepada Bapppeda.
(3) Bappeda menyempurnakan rancangan awal RPJMD menjadi rancangan
RPJMD dengan menggunakan rancangan Renstra-SKPD sebagai masukan.

Paragraf 2
Pelaksanaan Musrenbang
Pasal 13
(1) Musrenbang dilaksanakan untuk membahas rancangan RPJMD sebagaimana dimaksud dalam Pasal
12 ayat (3).
(2) Musrenbang dilaksanakan oleh Bappeda dengan mengikutsertakan pemangku kepentingan.
(3) Musrenbang dilaksanakan dengan rangkaian kegiatan penyampaian, pembahasan dan penyepakatan
rancangan RPJMD.
(4) Pelaksanaan Musrenbang ditetapkan oleh kepala daerah.

Paragraf 3
Perumusan Rancangan Akhir
Pasal 14
(1) Rancangan akhir RPJMD dirumuskan oleh Bappeda berdasarkan hasil Musrenbang.
(2) Pembahasan rumusan rancangan akhir RPJMD dipimpin oleh Kepala Daerah.

Paragraf 4
Penetapan
Pasal 15
(1) RPJMD ditetapkan dengan Peraturan Daerah setelah berkonsultasi dengan Menteri.
(2) Peraturan Daerah tentang RPJMD ditetapkan paling lama 6 (enam) bulan setelah kepala daerah
dilantik.
(3) Peraturan Daerah tentang RPJMD Provinsi disampaikan kepada Menteri.
(4) Peraturan Daerah tentang RPJMD Kabupaten/Kota disampaikan kepada gubernur dengan tembusan
kepada Menteri.

Pasal 16
(1) Gubernur menyebarluaskan Peraturan Daerah tentang RPJMD Provinsi kepada masyarakat.
(2) Bupati/walikota menyebarluaskan Peraturan Daerah tentang RPJMD Kabupaten/Kota kepada
masyarakat.

Bagian Keempat
Rencana Kerja Pembangunan Daerah
Paragraf 1
Penyusunan Rancangan Awal
Pasal 17
(1) Bappeda menyusun rancangan awal RKPD.
(2) RKPD merupakan penjabaran dari RPJMD.
(3) Kepala Bappeda mengkoordinasikan penyusunan rancangan RKPD menggunakan rancangan Renja-
SKPD dengan Kepala SKPD.

92
(4) Rancangan RKPD memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, program prioritas pembangunan
daerah, rencana kerja dan pendanaannya serta prakiraan maju dengan mempertimbangkan kerangka
pendanaan dan pagu indikatif, baik yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
maupun sumber-sumber lain yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat.
(5) Penetapan program prioritas berorientasi pada pemenuhan hak-hak dasar masyarakat dan
pencapaian keadilan yang berkesinambungan dan berkelanjutan.
(6) Rancangan RKPD menjadi bahan Musrenbang RKPD.

Paragraf 2
Pelaksanaan Musrenbang
Pasal 18
(1) Musrenbang RKPD merupakan wahana partisipasi masyarakat di daerah.
(2) Musrenbang RKPD dilaksanakan oleh Bappeda setiap tahun dalam rangka membahas Rancangan
RKPD tahun berikutnya.
(3) Musrenbang RKPD provinsi dilaksanakan untuk keterpaduan antar-Rancangan Renja SKPD dan
antar-RKPD kabupaten/kota dalam dan antarprovinsi.
(4) Musrenbang RKPD kabupaten/kota dilaksanakan untuk keterpaduan Rancangan Renja antar-SKPD
dan antar-Rencana Pembangunan Kecamatan.

Pasal 19
(1) Pelaksanaan Musrenbang RKPD provinsi difasilitasi oleh Departemen Dalam Negeri.
(2) Pelaksanaan Musrenbang RKPD kabupaten/kota difasilitasi oleh pemerintah provinsi.
Pasal 20
(1)Musrenbang RKPD kabupaten/kota dimulai dari Musrenbang desa atau sebutanlain/kelurahan, dan
kecamatan atau sebutan lain
(2) Musrenbang RKPD provinsi dilaksanakan setelah Musrenbang kabupaten/kota.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan Musrenbang diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 21
(1) Departemen Dalam Negeri menyelenggarakan pertemuan koordinasi pasca-Musrenbang RKPD
provinsi.
(2) Pemerintah Provinsi menyelenggarakan pertemuan koordinasi pasca-Musrenbang RKPD
kabupaten/kota.
Paragraf 3
Perumusan Rancangan Akhir
Pasal 22
(1) Hasil Musrenbang RKPD menjadi dasar perumusan rancangan akhir RKPD oleh Bappeda.
(2) Rancangan akhir RKPD disusun oleh Bappeda berdasarkan hasil Musrenbang RKPD, dilengkapi
dengan pendanaan yang menunjukkan prakiraan maju.

Paragraf 4
Penetapan
Pasal 23
(1) RKPD Provinsi ditetapkan dengan Peraturan Gubernur, dan RKPD kabupaten/kota ditetapkan dengan
Peraturan Bupati/Walikota.
(2) Gubernur menyampaikan Peraturan Gubernur tentang RKPD Provinsi kepada Menteri.
(3) Bupati/walikota menyampaikan Peraturan Bupati/Walikota tentang RKPD Kabupaten/Kota kepada
gubernur dengan tembusan kepada Menteri.
(4) RKPD dijadikan dasar penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

Pasal 24
(1) Gubernur menyebarluaskan Peraturan Gubernur tentang RKPD Provinsi kepada masyarakat.
(2) Bupati/walikota menyebarluaskan Peraturan Bupati/Walikota tentang RKPD Kabupaten/Kota kepada
masyarakat.

93
BAB IV
RENSTRA DAN RENJA SKPD
Pasal 25
(1) SKPD menyusun Renstra-SKPD.
(2) Renstra-SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan,
program, dan kegiatan pembangunan sesuai dengan tugas dan fungsinya.
(3) Penyusunan Renstra-SKPD berpedoman pada RPJMD dan bersifat indikatif.
(4) Kecamatan atau sebutan lain sebagai SKPD menyusun Renstra kecamatan dengan berpedoman pada
RPJMD Kabupaten/Kota.
Pasal 26
Renstra-SKPD ditetapkan dengan keputusan kepala SKPD.
Pasal 27
(1) SKPD menyusun Renja-SKPD.
(2) Rancangan Renja-SKPD disusun dengan mengacu pada rancangan awal RKPD, Renstra-SKPD, hasil
evaluasi pelaksanaan program dan kegiatan periode sebelumnya, masalah yang dihadapi, dan usulan
program serta kegiatan yang berasal dari masyarakat.
(3) Rancangan Renja-SKPD memuat kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan baik yang
dilaksanakan langsung oleh pemerintah daerah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi
masyarakat.
(4) Program dan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi program dan kegiatan yang
sedang berjalan, kegiatan alternatif atau baru, indikator kinerja, dan kelompok sasaran yang menjadi
bahan utama RKPD, serta menunjukkan prakiraan maju.
(5) Rancangan Renja-SKPD dibahas dalam forum SKPD yang diselenggarakan bersama antarpemangku
kepentingan untuk menentukan prioritas kegiatan pembangunan.

Pasal 28
Renja SKPD ditetapkan dengan keputusan kepala SKPD.
BAB V
TATA CARA PENYUSUNAN DOKUMEN
RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH
Bagian Kesatu
Sumber Data
Pasal 29
(1) Dokumen rencana pembangunan daerah disusun dengan menggunakan data dan informasi, serta
rencana tata ruang.
(2) Data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. penyelenggaraan pemerintah daerah;
b. organisasi dan tatalaksana pemerintahan daerah;
c. kepala daerah, DPRD, perangkat daerah, dan pegawai negeri sipil daerah;
d. keuangan daerah;
e. potensi sumber daya daerah;
f. produk hukum daerah;
g. kependudukan;
h. informasi dasar kewilayahan; dan
i. informasi lain terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Pasal 30
(1) Dalam rangka pengelolaan dan pemanfaatan data dan informasi secara optimal, daerah perlu
membangun sistem informasi perencanaan pembangunan daerah.
(2) Sistem informasi perencanaan pembangunan daerah merupakan subsistem dari sistem informasi
daerah sebagai satu kesatuan yang utuh dan tidak terpisahkan.
(3) Perangkat dan peralatan sistem informasi perencanaan pembangunan daerah harus memenuhi
standar yang ditentukan oleh Menteri.

Pasal 31
Rencana tata ruang merupakan syarat dan acuan utama penyusunan dokumen rencana pembangunan
daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Bagian Kedua

94
Pengolahan Sumber Data
Pasal 32
(1) Data dan informasi, serta rencana tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 diolah melalui
proses:
a. analisis daerah;
b. identifikasi kebijakan nasional yang berdampak pada daerah;
c. perumusan masalah pembangunan daerah;
d. penyusunan program, kegiatan, alokasi dana indikatif, dan sumber pendanaan; dan
e. penyusunan rancangan kebijakan pembangunan daerah.
(2) Proses pengolahan data dan informasi serta rencana tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan melalui koordinasi dengan pemangku kepentingan.

Analisis Daerah
Pasal 33
(1) Analisis daerah mencakup evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan daerah periode sebelumnya,
kondisi dan situasi pembangunan saat ini, serta keadaan luar biasa.
(2) Analisis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Bappeda provinsi dan kabupaten/kota
bersama pemangku kepentingan.
(3) Bappeda provinsi dan kabupaten/kota menyusun kerangka studi dan instrumen analisis serta
melakukan penelitian lapangan sebelum menyusun perencanaan pembangunan daerah.
Paragraf 2
Identifikasi Kebijakan Nasional Yang Berdampak Pada Daerah
Pasal 34
(1) Identifikasi kebijakan nasional yang berdampak pada daerah merupakan upaya daerah dalam rangka
sinkronisasi pelaksanaan kebijakan dan program prioritas nasional dalam pembangunan daerah.
(2) Sinkronisasi kebijakan nasional dilakukan dengan melihat kesesuaian terhadap keberlanjutan program,
dampak yang diinginkan dari sisi pencapaian target atau sasaran, tingkat keterdesakan, dan kemampuan
anggaran.
Paragraf 3
Perumusan Masalah Pembangunan Daerah
Pasal 35
(1) Masalah pembangunan daerah dirumuskan dengan mengutamakan tingkat keterdesakan dan
kebutuhan masyarakat.
(2) Rumusan permasalahan disusun secara menyeluruh mencakup tantangan, ancaman, dan kelemahan,
yang dihadapi dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan daerah.
(3) Penyusunan rumusan masalah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilengkapi dengan anggaran
prakiraan maju, pencapaian sasaran kinerja dan arah
kebijakan ke depan.
Paragraf 4
Penyusunan Program, Kegiatan, Alokasi Dana Indikatif
dan Sumber Pendanaan
Pasal 36
(1) Program, kegiatan dan pendanaan disusun berdasarkan:
a. pendekatan kinerja, kerangka pengeluaran jangka menengah serta perencanaan dan penganggaran
terpadu;
b. kerangka pendanaan dan pagu indikatif;
c. program prioritas urusan wajib dan urusan pilihan yang mengacu pada standar pelayanan minimal
sesuai dengan kondisi nyata daerah dan
kebutuhan masyarakat.
(2) Program, kegiatan dan pendanaan disusun untuk tahun yang direncanakan disertai prakiraan maju
sebagai implikasi kebutuhan dana.
(3) Sumber pendanaan pembangunan daerah terdiri atas Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan
sumber lain yang sah.

Pasal 37
Pedoman penyusunan perencanaan dan penganggaran terpadu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36
ayat (1) huruf a diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.

95
Paragraf 5
Penyusunan Rancangan Kebijakan Pembangunan Daerah
Pasal 38
(1) Rancangan kebijakan pembangunan daerah yang telah disusun dibahas dalam forum konsultasi
publik.
(2) Forum konsultasi publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diikuti oleh masyarakat dan para
pemangku kepentingan.
(3) Rancangan kebijakan pembangunan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi:
a. RPJPD;
b. RPJMD; dan
c. RKPD.
Pasal 39
Rancangan kebijakan pembangunan daerah sebagai hasil dari forum konsultasi publik dirumuskan
menjadi rancangan awal Rencana Pembangunan Daerah oleh Bappeda bersama SKPD.
Bagian Ketiga
Sistematika Rencana Pembangunan Daerah
Pasal 40
(1) Sistematika penulisan RPJPD, paling sedikit mencakup:
a. pendahuluan;
b. gambaran umum kondisi daerah;
c. analisis isu-isu strategis;
d. visi dan misi daerah;
e. arah kebijakan; dan
f. kaidah pelaksanaan.
(2) Sistematika penulisan RPJMD, paling sedikit mencakup:
a. pendahuluan;
b. gambaran umum kondisi daerah;
c. gambaran pengelolaan keuangan daerah serta kerangka pendanaan;
d. analisis isu-isu strategis;
e. visi, misi, tujuan dan sasaran;
f. strategi dan arah kebijakan;
g. kebijakan umum dan program pembangunan daerah;
h. indikasi rencana program prioritas yang disertai kebutuhan pendanaan;
i. penetapan indikator kinerja daerah; dan
j. pedoman transisi dan kaidah pelaksanaan.
(3) Sistematika RKPD paling sedikit mencakup :
a. pendahuluan;
b. evaluasi pelaksanaan RKPD tahun lalu;
c. rancangan kerangka ekonomi daerah beserta kerangka pendanaan;
d. prioritas dan sasaran pembangunan; dan
e. rencana program dan kegiatan prioritas daerah.
(4) Sistematika penulisan Renstra SKPD, paling sedikit mencakup:
a. pendahuluan;
b. gambaran pelayanan SKPD;
c. isu-isu strategis berdasarkan tugas pokok dan fungsi;
d. visi, misi, tujuan dan sasaran, strategi dan kebijakan;
e. rencana program, kegiatan, indikator kinerja, kelompok sasaran dan pendanaan indikatif; dan
f. indikator kinerja SKPD yang mengacu pada tujuan dan sasaran RPJMD.
(5) Sistematika penulisan Renja SKPD, paling sedikit mencakup:
a. pendahuluan;
b. evaluasi pelaksanaan Renja SKPD tahun lalu;
c. tujuan, sasaran, program dan kegiatan;
d. indikator kinerja dan kelompok sasaran yang menggambarkan pencapaian Renstra SKPD;
e.dana indikatif beserta sumbernya serta prakiraan maju berdasarkan pagu indikatif
f. sumber dana yang dibutuhkan untuk menjalankan program dan kegiatan; dan
g. penutup.

Bagian Keempat

96
Koordinasi Penyusunan Rencana Pembangunan Daerah
Pasal 41
(1) Koordinasi penyusunan Renstra SKPD dan Renja SKPD dilakukan oleh masingmasing
SKPD.
(2) Koordinasi penyusunan RPJPD, RPJMD dan RKPD dilakukan oleh Bappeda.
(3) Koordinasi penyusunan RPJPD, RPJMD dan RKPD antarkabupaten/kota dilakukan oleh gubernur.
(4) Koordinasi penyusunan RPJPD, RPJMD dan RKPD antarprovinsi dilakukan oleh Menteri.
Pasal 42
(1) Tata cara koordinasi antarkabupaten/kota di dalam penyusunan rencana pembangunan daerah diatur
lebih lanjut oleh gubernur.
(2) Tata cara koordinasi antarprovinsi di dalam penyusunan rencana pembangunan daerah diatur lebih
lanjut oleh Menteri.
BAB VI
PENGENDALIAN DAN EVALUASI
PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
Bagian Kesatu
Pengendalian
Pasal 43
(1) Menteri melakukan pengendalian terhadap perencanaan pembangunan daerah antar provinsi.
(2) Gubernur melakukan pengendalian terhadap perencanaan pembangunan daerah lingkup provinsi,
antarkabupaten/kota dalam wilayah provinsi.
(3) Bupati/walikota melakukan pengendalian terhadap perencanaan pembangunan daerah lingkup
kabupaten/kota.
Pasal 44
Pengendalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 meliputi pengendalian terhadap :
a. kebijakan perencanaan pembangunan daerah; dan
b. pelaksanaan rencana pembangunan daerah.
Pasal 45
(1) Pengendalian oleh gubernur, bupati/walikota dalam pelaksanaannya dilakukan oleh Bappeda untuk
keseluruhan perencanaan pembangunan daerah dan oleh Kepala SKPD untuk program dan/atau kegiatan
sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.
(2) Pengendalian oleh Bappeda meliputi pemantauan, supervisi dan tindak lanjut penyimpangan terhadap
pencapaian tujuan agar program dan kegiatan sesuai dengan kebijakan pembangunan daerah.
(3) Pemantauan pelaksanaan program dan/atau kegiatan oleh SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi realisasi pencapaian target, penyerapan dana, dan kendala yang dihadapi.
(4) Hasil pemantauan pelaksanaan program dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
disusun dalam bentuk laporan triwulan untuk disampaikan kepada Bappeda.
(5) Kepala Bappeda melaporkan hasil pemantauan dan supervisi rencana pembangunan kepada kepala
daerah, disertai dengan rekomendasi dan langkah-langkah yang diperlukan.

Bagian Kedua
Evaluasi
Pasal 46
(1) Menteri melakukan evaluasi terhadap perencanaan pembangunan daerah antarprovinsi.
(2) Gubernur melakukan evaluasi terhadap perencanaan pembangunan daerah lingkup provinsi,
antarkabupaten/kota dalam wilayah provinsi.
(3) Bupati/walikota melakukan evaluasi terhadap perencanaan pembangunan daerah lingkup
kabupaten/kota.
Pasal 47
Evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 meliputi evaluasi terhadap :
a. kebijakan perencanaan pembangunan daerah;
b. pelaksanaan rencana pembangunan daerah; dan
c. hasil rencana pembangunan daerah.
Pasal 48
(1) Evaluasi oleh gubernur, bupati/walikota dalam pelaksanaannya dilakukan oleh Bappeda untuk
keseluruhan perencanaan pembangunan daerah dan oleh Kepala SKPD untuk capaian kinerja
pelaksanaan program dan kegiatan SKPD periode sebelumnya.
(2) Evaluasi oleh Bappeda meliputi :

97
a. penilaian terhadap pelaksanaan proses perumusan dokumen rencana pembangunan daerah, dan
pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan daerah; dan
b. menghimpun, menganalisis dan menyusun hasil evaluasi Kepala SKPD dalam rangka pencapaian
rencana pembangunan daerah.
(3) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) menjadi bahan bagi penyusunan
rencana pembangunan daerah untuk periode berikutnya.
Pasal 49
Gubernur, bupati/walikota berkewajiban memberikan informasi mengenai hasil evaluasi pelaksanaan
perencanaan pembangunan daerah kepada masyarakat.
Bagian Ketiga
Perubahan
Pasal 50
(1) Rencana pembangunan daerah dapat diubah dalam hal:
a. hasil pengendalian dan evaluasi menunjukkan bahwa proses perumusan dan substansi yang
dirumuskan belum sesuai dengan mekanisme yang diatur dalam peraturan perundang-undangan;
b. terjadi perubahan yang mendasar; atau
c. merugikan kepentingan nasional.
(2) Perubahan rencana pembangunan daerah ditetapkan dengan peraturan daerah.
Pasal 51
Pedoman pengendalian dan evaluasi rencana pembangunan daerah diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Menteri.
Bagian Keempat
Masyarakat
Pasal 52
(1) Masyarakat dapat melaporkan program dan kegiatan yang dianggap tidak sesuai dengan rencana
yang telah ditetapkan.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disertai dengan data dan informasi yang akurat.
(3) Pemerintah daerah menindaklanjuti laporan dari masyarakat sebagaimana pada ayat (1) berdasarkan
pertimbangan Kepala Bappeda dan Kepala SKPD.
(4) Mekanisme penyampaian dan tindak lanjut laporan dari masyarakat diatur lebih lanjut oleh pemerintah
daerah.
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 53
(1) Bagi daerah yang belum menyusun RPJPD, penyusunan RPJMD dapat mengacu pada dokumen
rencana pembangunan daerah sebelumnya.
(2) Dokumen rencana pembangunan daerah yang telah disusun dan masih berlaku, tetap digunakan
sampai tersusunnya rencana pembangunan daerah sesuai dengan Peraturan Pemerintah ini.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 54
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 4 Februari 2008
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 4 Februari 2008
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ANDI MATTALATTA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 21

98
���������������������������������������������������������������������������
���������������������������������������������������������������������������������
�����������������������������������������������������

Anda mungkin juga menyukai