Anda di halaman 1dari 12

PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG)

Oleh
Ayu Anisa
1814201001

PROGRAM STUDI SUMBERDAYA AKUATIK


JURUSAN PERIKANAN DAN KELAUTAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2020
I.PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Permukaan bumi mengalami perubahan baik secara lokal, regional bahkan global.
Populasi di dunia saat ini mengalami perkembangan yang sangat pesat, sehingga
ini sangat mengkhawatirkan mengingat pertumbuhan manusia yang tinggi,
akibatnya keganguan perubahan terhadap ekosistem atau pemanfaatan pada
sumberdaya alam semakin menurun, karena pemanfaatan alam yang komsuftif.
Dalam hal ini para peneliti membuat alat pemantauan perubahan lingkungan yang
dapat dilakukan dengan memanfaatkan teknologi penginderaan jauh.
Penginderaan jauh memiliki kemampuan utnuk mengakuisi data dengan
pendekatan multi-temporal. Sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
ini untuk mendapatkan informasi detail sumberdaya alam dengan menggunakan
data citra satelit multi-temporal. Penginderaan jauh dapat digunakan untuk
memetakan area yang semakin luas dari tahun ke tahun karena menggunakan
sistem akuisi data. Berbeda dengan survey teresterial yang membutuhkan orang
untuk melakukan survei dan memetakan area. Salah satu alat data citra satelit pada
umumnya adalah LANDSAT 8, QUICKBIRD dan ASTER GLOBAL DEM. Pada
data citra satelit ini mempunyai keunggulan dan kelemahan masing-masing sesuai
tingkat kerapatan vegetasi yang dikaji. Penggunaan teknologi yang saat ini terus
berkembang baik secara kinerja algoritma, kombinasi parameter, objek, akurasi
produser, ketetapan dan lain-lain. Dalam penelitian ini, peneliti membandingkan
tiga alat ini yang berdasarkan jenis tutupannya. Sehingga dalam hal ini perlu
adanya klafikasi atau pembahasan perbandingan ketiga alat data citra satelit, agar
dapat mengetahui keunggulan dan ketetapan penggunaan alat dalam pemakaian
teknologi Penginderaan Jauh dan sistem informatika, atau disebut dengan Sistem
Informasi Geografi (SIG).
1.2 Tujuan Praktikum
Adapun tujuan praktikum kali ini adalah sebagai berikut:
1. Mahasiswa mengenal struktur dan karakteristik data citra satelit multispektral.
2. Mahasiswa mengetahui fungi perangkat lunak yang digunakan.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landsat 8
Landsat 8 atau Landsat Data Continuity Mission (LDCM) merupakan satelit
generasi terbaru dari program Landsat. USGS dan NASA serta NASA Goddard
Space Flight Center bekerja sama membuat projek satelit Landsat 8 yang
diluncurkan pada 11 Februari 2013 di Pangkalan Angkatan Udara Vandeberg,
California – Amerika Serikat. Satelit Landsat 8 dirancang mempunyai durasi misi
selama 5 – 10 tahun, memiliki dua sensor yang merupakan hasil pengembangan
dari sensor yang terdapat pada satelit-satelit program Landsat sebelumnya. Sensor
dalam Landsat 8 yaitu Sensor Operational Land Manager (OLI) yang terdiri dari 9
band serta Sensor Thermal InfraRed Sensors (TIRS) yang dimana terdiri dari 2
band (Li Peng, 2012).

Data Citra Landsat 8 OLI (path/row: 121/65) untuk area penelitian didownload
dari website United States Geological Survey (USGS). Untuk membantu
interpretasi citra digunakan peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) dari Badan
Informasi Geospasial dan peta Penggunaan Lahan 2014 dari Kementrian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia. Pada alat ini Interpretasi
visual citra dilakukan berdasarkan pada pengenalan ciri obyek secara spasial.
Karakteristik obyek dapat dikenali berdasarkan unsur-unsur interpretasi seperti
warna, bentuk, ukuran, pola, tekstur, bayangan, letak dan asosiasi kenampakan
obyek (Jaya INS, 2010 ).

Secara umum penelitian LANDSAT 8 dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu:


pra-pengolahan citra, pemilihan kombinasi band terbaik, interpretasi visual citra,
membuat penciri kelas, analisis separabilitas, klasifikasi citra, dan uji akurasi.
Tahap pra-pengolahan yang dilakukan adalah perubahan format data GeoTiff dari
setiap band menjadi format image (.img) dengan menggunakan software Erdas
Imagine 9.1. Citra dipotong sesuai areal yang menjadi fokus penelitian.
Selanjutnya citra ditumpuk (layer stack) untuk dapat dilakukan analisis
multispektral. Tahap selanjutnya adalah pemilihan kombinasi band terbaik (Nuha.
2012).

2.2 Aster Global DEM (Radar Based Sensor)

Aster Global DEM (Radar Based Sensor) merupakan salah satu model untuk
menggambarkan bentuk topografi permukaan bumi sehingga dapat
divisualisasikan kedalam tampilan 3D (tiga dimensi). Ada banyak cara untuk
memperoleh data DEM, interferometri SAR (Synthetic Aperture Radar)
merupakan salah satu algoritma untuk membuat data DEM. Data citra SAR atau
citra radar yang digunakan dalam proses interferometri dapat diperoleh dari
wahana satelit atau pesawat (Crippen, 2010).

Penggunakan data ASTER GDEM karena data tersebut mudah didapat tanpa
berbayar dan memilih ketelitian yang cukup bagus, sehingga memiliki ketinggian
yang beragam dan perubahan ketinggianya sangat signifikan. Model elevasi
digital ini sebelumnya diolah lebih lanjut maka hasil perekaman permukaan bumi
dalam bentuk digital disebut data Digital Surface Model (DSM) . Data digital ini
masih memperhatikan keberadaan objek permukaan bumi. Apabila objek
permukaan bumi ini dihilangkan maka data tersebut akan menjadi data Digital
Elevation Model (DEM) dan dianalisis lebih lanjut untuk menghasilkan informasi
topografi maka data tersebut akan menjadi data Digital Terrain Model (DTM)
(Fleming, 2010).

Penggunaan histogram pada DEM bertujuan untuk melihat sebaran nilai tegakan.
Beberapa perlakuan dilakukan terhadap historam sebelum digunakan. Perlakuan
tersebut adalah pomotongan histogram. Berdsarkan tingkat kepercayaan pada
ASTER GDEM v2 adalah ±20 m pada tingkat kepercayaan 95% dan akurasi
vertikal SRTM1 ± 16 m pada tingkat kepercayaan 90% maka dilakukan
pemotongan terhadap histogram. Berdasarkan hal ini dapat dikatakan bahwa error
dari estimasi akurasi vertikal pada ASTER GDEM v2 sejumlah 5%, sedangkan
error dari estimasi akurasi vertikal pada SRTM1 sejumlah 10%. Kemudian untuk
menyamakan perlakukan pemotongan histogram maka histogram pada kedua
DSM dipotong sebesar 10% (Irons, 2012 ).

2.3 Quickbird (Very Hight Resolution imagery)


Data citra yang digunakan adalah QuickBird multispektral resolusi dengan
memperlihatkan klasifikasi berdasarkan obyek memiliki akurasi keseluruhan yang
lebih baik dibanding klasifikasi berdasarkan piksel. Eksplorasi pendekatan
klasifikasi berorientasi obyek juga dilakukan oleh pada permukaan yang tidak
dapat diinfiltrasi oleh air seperti atap bangunan, jalan dan trotoar menggunakan
eCognition 4.0. Algoritma klasifikasi maximum likelihood pada perangkat lunak
ERDAS Imagine 8.7 digunakan sebagai pembanding dengan memperlihatkan
tidak satupun kinerja algoritma segmentasi yang diteliti melebihi kinerja
algoritma segmentasi (Rina, 2011).

Penentuan parameter segmentasi QuickBird, seperti pada penentuan daerah


dimana penelitian menggunakan fungsi obyektif untuk menentukan kombinasi
parameter yang menghasilkan segmentasi terbaik pada algoritma region growing.
Fungsi obyektif pada persamaan adalah gabungan ukuran varian dan autokorelasi
yang akan menghasilkan nilai pada rentang 0 hingga 2. Nilai fungsi obyektif
menggambarkan kualitas terbaik sebuah hasil segmentasi yang memiliki
keseimbangan homogenitas dalam daerah serta heterogenitas dengan daerah lain
yang maksimal (Suwandana, 2012).

Algoritma klasifikasi berdasarkan piksel dan berorientasi obyek pada citra


QuickBird untuk mendeteksi tutupan lahan daerah pertanian. Algoritma
klasifikasi berorientasi obyek yang digunakan pada perangkat lunak eCognition
menghasilkan identifikasi klas dan delineasi batas klas tutupan lahan yang lebih
baik dibandingkan dengan algoritma klasifikasi ISODATA dari perangkat lunak
Xpace 6.3.0. Mengevaluasi kualitas segmentasi beberapa paket program pada citra
IKONOS multispektral resolusi spasial 1 meter. Area penelitian berukuran
biasanya 2.000 x 2.000 piksel yang mewakili wilayah urban dan sub urban,
Adaptasi teknik klasifikasi melalui proses segmentasi citra yang
memperhitungkan informasi spasial diperlukan untuk membentuk obyek dari
tingkatan hirarkhi yang berbeda. Metode klasifikasi berorientasi obyek merupakan
pendekatan yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah penggunaan
klasifikasi berdasar piksel pada citra resolusi tinggi (Wahyu, 2017).
III. HASIL DAN ANALISIS

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, kualitas data pada ke tiga citra satelit
berupa Landsat 8, Aster Global DEM dan Quickbird pada area geomorfologi baik
secara keunggulan maupun kelemahan adalah sebagai berikut:
1. Pada data citra satelit Landsat 8 keunggulan memiliki kemudahan dalam
mendapatkan data dan juga dalam pengolahannya dengan area cakupan yang luas.
Citra satelit Landsat 8 pada aplikasi geosains yang memanfaatkan data ketinggian
untuk pemetaan geologi misal pemanfaatan data-data longsor lahan, abrasi,
deposit glasial dan lain-lain. Data-data ketinggian ini disebut dengan data Digital
Elevation Model atau disebut hingga pemodelan tiga dimensi bumi. Contoh data-
data yang menggunakan data ketinggian ini adalah ASTER (Advanced
Spaceborne Thermal Emission and Reflection Radiometer), LiDAR (Light
Detection and Ranging) secara terestris dan menggunakan wahana terbang,
NEXTMap, SRTM (Shuttle Radar Topography Mission) dan batimetri.
Keunggulan selanjutnya Evaluasi akurasi digunakan untuk melihat tingkat
kesalahan yang terjadi pada klasifikasi area contohnya besarnya persentase
ketelitian pemetaan. Evaluasi ini menguji tingkat keakuratan secara visual dari
klasifikasi terbimbing. Akurasi ketelitian pemetaan dilakukan dengan membuat
matrik kontingensi atau matrik kesalahan (confusion matrix). Dan kelemahan
terkadang bersifat time series tanpa striping.

(Gambar hasil Landsat 8)


2. Pada data citra satelit Aster Global DEM mempunyai keunggulan SRTM1
(pendataan) lebih baik. Hal ini sesuai dengan visualisasi histogram tinggi dimana
mempunyai akurasi yang tinggi dalam menurunkan informasi tinggi tegakan. Dan
biasanya informasi yang digunakan pada Aster Global DEM adalah area
bergunung. Aster Global DEM mempunyai data DSM yang dianggap lebih baik
dalam menurunkan informasi tinggi. Kelemahan sebuah distorsi perbedaan sudut
pengambilan antara sensor satelit dengan permukaan bumi dan perbedaan variasi
dari topografi dari wilayah satelit perekaman.

(Gambar hasil Aster Global DEM )

3. Salah satu citra satelit yang saat ini banyak digunakan untuk studi perkotaan
adalah citra Quickbird. Keunggulan citra Quickbird memiliki resolusi spasial
yang sangat tinggi, yaitu 0,6 meter sehingga menyajikan ketelitian data cukup
akurat. Resolusi setinggi ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi permukiman
dengan baik. Data perkotaan yang dapat dari citra Quickbird meliputi data
kepadatan rumah, data permukiman kumuh (slump area), drainase kota, topografi
yang dapat disusun dalam bentuk basis data. Jaringan jalan sebagai salah satu
bagian infrastruktur terpenting di perkotaan yang berfungsi untuk
menghubungkan antara tempat yang satu dan tempat lainnya dapat diidentifikasi
dengan menggunakan citra Quickbird. Resolusi spasial tinggi ditujukan untuk
mendukung aplikasi kekotaan, seperti pengenalan pola permukiman,
perkembangan dan perluasan daerah terbangun. Berdasarkan citra Quickbird
dapat dilihat jenis atap bangunan, misalnya genteng tanah liat, asbes, beton yang
dicat hingga perbedaan warna tanah. Citra QuickBird area studi juga
memperlihatkan penggunaan lahan referensi hasil digitasi on screen dengan teknik
interpretasi visual. Hasil klasifikasi berorientasi obyek menggunakan perangkat
lunak SPRING 5.0.3. Kekurangan jangkauan liputan satelit resolusi tinggi maka
posisi orbit rendah.

(Berikut hasil data perangkat lunak SPRING 5.0.3 pada QuickBird)


VI. KESIMPULAN

Adapun kesimpulan dari praktikum ini adalah :


1. Dalam masing-masing struktur dan karakteristik data cita satelit LANDSAT 8,
QUICKBIRD dan ASTER GLOBAL DEM adalah pada landsat 8 yaitu Digital
Surface Model format data GeoTiff, aster global berupa tampilan 3D dan
quickbird yaitu pixel.

2. Dalam fungsi masing alat LANDSAT 8, QUICKBIRD dan ASTER GLOBAL


DEM yaitu pada landsat 8 digunakan untuk pemetaan geologi dan aster global
digunakan SRTM1 (pendataan)dan quickbird digunakan untuk studi perkotaan.
V. DAFTAR PUSTAKA

Crippen, R. E. (2010). Global topographical exploration and analysis with the


SRTM and ASTER elevation models. Dalam C. Fleming, S. H. Marsh, &
J. R. Giles, Elevation Models for Geoscience (hal. 5-15). London: Special
Publications.

Fleming, C., Marsh, S., & Giles, J. (2010). Introduction elevation models for
geosciences. Dalam C. Fleming, S. H. Marsh, & J. R. Giles, Elevation
Models for Geoscience (hal. 1-4). London: Special Publications.

Li Peng et al., 2012. Evaluation of ASTER GDEM Ver2 Using GPS


Measurements and SRTM Ver4.1 in China. Melbourne : XXII ISPRS
Congress.

Irons JR, Dwyer JL, Barsi JA. 2012. The next landsat satellite: the landsat data
continuity mission. Remote Sensing of Environment. 122: 11-21

Jaya INS. 2010. Analisis Citra Digital Perspektif Penginderaan Jauh untuk
Pengelolaan Sumber Daya Alam. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor.

Nuha. 2012.Pemodelan Struktur Bawah Permukaan Daerah Sumber Air Panas


Songgoriti Kota Batu Berdasarkan Data Geomagnet. Jurnal Neutrino.

Rina Candra Noor Santi. 2011. Teknik Perbaikan Kualitas Citra Satelit Cuaca
dengan Sataid Volume 16, No.2.

Suwandana, Endan et al., 2012. Evaluation of ASTER GDEM2 in Comparison


with GDEM1, SRTM DEM and Topographic-Map-Derived DEM Using
Inundation Area Analysis and RTK-dGPS Data. Remote Sens.2012,4.

Wahyu Sukartono. 2017. Tekhnik Perbaikan Data Digital (Koreksi dan


Penajaman) Citra Satelit. Buletin Teknik Pertanian Vol 7 No.1

Anda mungkin juga menyukai