Oleh
Ayu Anisa
1814201001
2.1 Landsat 8
Landsat 8 atau Landsat Data Continuity Mission (LDCM) merupakan satelit
generasi terbaru dari program Landsat. USGS dan NASA serta NASA Goddard
Space Flight Center bekerja sama membuat projek satelit Landsat 8 yang
diluncurkan pada 11 Februari 2013 di Pangkalan Angkatan Udara Vandeberg,
California – Amerika Serikat. Satelit Landsat 8 dirancang mempunyai durasi misi
selama 5 – 10 tahun, memiliki dua sensor yang merupakan hasil pengembangan
dari sensor yang terdapat pada satelit-satelit program Landsat sebelumnya. Sensor
dalam Landsat 8 yaitu Sensor Operational Land Manager (OLI) yang terdiri dari 9
band serta Sensor Thermal InfraRed Sensors (TIRS) yang dimana terdiri dari 2
band (Li Peng, 2012).
Data Citra Landsat 8 OLI (path/row: 121/65) untuk area penelitian didownload
dari website United States Geological Survey (USGS). Untuk membantu
interpretasi citra digunakan peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) dari Badan
Informasi Geospasial dan peta Penggunaan Lahan 2014 dari Kementrian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia. Pada alat ini Interpretasi
visual citra dilakukan berdasarkan pada pengenalan ciri obyek secara spasial.
Karakteristik obyek dapat dikenali berdasarkan unsur-unsur interpretasi seperti
warna, bentuk, ukuran, pola, tekstur, bayangan, letak dan asosiasi kenampakan
obyek (Jaya INS, 2010 ).
Aster Global DEM (Radar Based Sensor) merupakan salah satu model untuk
menggambarkan bentuk topografi permukaan bumi sehingga dapat
divisualisasikan kedalam tampilan 3D (tiga dimensi). Ada banyak cara untuk
memperoleh data DEM, interferometri SAR (Synthetic Aperture Radar)
merupakan salah satu algoritma untuk membuat data DEM. Data citra SAR atau
citra radar yang digunakan dalam proses interferometri dapat diperoleh dari
wahana satelit atau pesawat (Crippen, 2010).
Penggunakan data ASTER GDEM karena data tersebut mudah didapat tanpa
berbayar dan memilih ketelitian yang cukup bagus, sehingga memiliki ketinggian
yang beragam dan perubahan ketinggianya sangat signifikan. Model elevasi
digital ini sebelumnya diolah lebih lanjut maka hasil perekaman permukaan bumi
dalam bentuk digital disebut data Digital Surface Model (DSM) . Data digital ini
masih memperhatikan keberadaan objek permukaan bumi. Apabila objek
permukaan bumi ini dihilangkan maka data tersebut akan menjadi data Digital
Elevation Model (DEM) dan dianalisis lebih lanjut untuk menghasilkan informasi
topografi maka data tersebut akan menjadi data Digital Terrain Model (DTM)
(Fleming, 2010).
Penggunaan histogram pada DEM bertujuan untuk melihat sebaran nilai tegakan.
Beberapa perlakuan dilakukan terhadap historam sebelum digunakan. Perlakuan
tersebut adalah pomotongan histogram. Berdsarkan tingkat kepercayaan pada
ASTER GDEM v2 adalah ±20 m pada tingkat kepercayaan 95% dan akurasi
vertikal SRTM1 ± 16 m pada tingkat kepercayaan 90% maka dilakukan
pemotongan terhadap histogram. Berdasarkan hal ini dapat dikatakan bahwa error
dari estimasi akurasi vertikal pada ASTER GDEM v2 sejumlah 5%, sedangkan
error dari estimasi akurasi vertikal pada SRTM1 sejumlah 10%. Kemudian untuk
menyamakan perlakukan pemotongan histogram maka histogram pada kedua
DSM dipotong sebesar 10% (Irons, 2012 ).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, kualitas data pada ke tiga citra satelit
berupa Landsat 8, Aster Global DEM dan Quickbird pada area geomorfologi baik
secara keunggulan maupun kelemahan adalah sebagai berikut:
1. Pada data citra satelit Landsat 8 keunggulan memiliki kemudahan dalam
mendapatkan data dan juga dalam pengolahannya dengan area cakupan yang luas.
Citra satelit Landsat 8 pada aplikasi geosains yang memanfaatkan data ketinggian
untuk pemetaan geologi misal pemanfaatan data-data longsor lahan, abrasi,
deposit glasial dan lain-lain. Data-data ketinggian ini disebut dengan data Digital
Elevation Model atau disebut hingga pemodelan tiga dimensi bumi. Contoh data-
data yang menggunakan data ketinggian ini adalah ASTER (Advanced
Spaceborne Thermal Emission and Reflection Radiometer), LiDAR (Light
Detection and Ranging) secara terestris dan menggunakan wahana terbang,
NEXTMap, SRTM (Shuttle Radar Topography Mission) dan batimetri.
Keunggulan selanjutnya Evaluasi akurasi digunakan untuk melihat tingkat
kesalahan yang terjadi pada klasifikasi area contohnya besarnya persentase
ketelitian pemetaan. Evaluasi ini menguji tingkat keakuratan secara visual dari
klasifikasi terbimbing. Akurasi ketelitian pemetaan dilakukan dengan membuat
matrik kontingensi atau matrik kesalahan (confusion matrix). Dan kelemahan
terkadang bersifat time series tanpa striping.
3. Salah satu citra satelit yang saat ini banyak digunakan untuk studi perkotaan
adalah citra Quickbird. Keunggulan citra Quickbird memiliki resolusi spasial
yang sangat tinggi, yaitu 0,6 meter sehingga menyajikan ketelitian data cukup
akurat. Resolusi setinggi ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi permukiman
dengan baik. Data perkotaan yang dapat dari citra Quickbird meliputi data
kepadatan rumah, data permukiman kumuh (slump area), drainase kota, topografi
yang dapat disusun dalam bentuk basis data. Jaringan jalan sebagai salah satu
bagian infrastruktur terpenting di perkotaan yang berfungsi untuk
menghubungkan antara tempat yang satu dan tempat lainnya dapat diidentifikasi
dengan menggunakan citra Quickbird. Resolusi spasial tinggi ditujukan untuk
mendukung aplikasi kekotaan, seperti pengenalan pola permukiman,
perkembangan dan perluasan daerah terbangun. Berdasarkan citra Quickbird
dapat dilihat jenis atap bangunan, misalnya genteng tanah liat, asbes, beton yang
dicat hingga perbedaan warna tanah. Citra QuickBird area studi juga
memperlihatkan penggunaan lahan referensi hasil digitasi on screen dengan teknik
interpretasi visual. Hasil klasifikasi berorientasi obyek menggunakan perangkat
lunak SPRING 5.0.3. Kekurangan jangkauan liputan satelit resolusi tinggi maka
posisi orbit rendah.
Fleming, C., Marsh, S., & Giles, J. (2010). Introduction elevation models for
geosciences. Dalam C. Fleming, S. H. Marsh, & J. R. Giles, Elevation
Models for Geoscience (hal. 1-4). London: Special Publications.
Irons JR, Dwyer JL, Barsi JA. 2012. The next landsat satellite: the landsat data
continuity mission. Remote Sensing of Environment. 122: 11-21
Jaya INS. 2010. Analisis Citra Digital Perspektif Penginderaan Jauh untuk
Pengelolaan Sumber Daya Alam. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor.
Rina Candra Noor Santi. 2011. Teknik Perbaikan Kualitas Citra Satelit Cuaca
dengan Sataid Volume 16, No.2.