Anda di halaman 1dari 143

ANALISIS ABRASI PANTAI DENGAN MENGGUNAKAN

PENGINDERAAN JAUH ( STUDI KASUS DI PANTAI MARUNDA


KELURAHAN MARUNDA KECAMATAN CILINCING PROVINSI DKI
JAKARTA )
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat menyusunan skripsi pada Jurusan Pendidikan IPS
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK)
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh:
Rahmawati
NIM : 11140150000031

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018
ABSTRAK

Rahmawati (11140150000031), Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial,


Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan. Judul Skripsi “ Analisis Abrasi Pantai
Dengan Menggunakan Penginderaan Jauh Studi Kasus Di Pantai Marunda
Kelurahan Marunda Kecamatan Cilincing Provinsi DKI Jakarta.”
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana laju abrasi pantai di kawasan Pantai
Marunda Kecamatan Cilincing Provinsi DKI Jakarta dengan menggunakan teknologi
penginderaan jauh. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif objek dalam
penelitian ini adalah daerah yang terkena abrasi di Pantai Marunda, Penelitian ini
menggunakan metode deskriptif kuantitatif dengan memanfaatkan aplikasi ER Mapper
untuk menganalisis aspek fisik. Fisik meliputi penghitungan laju abrasi dengan
menginterpretasi citra dengan menggunakan penginderaan jauh sehingga menghasilkan
luasan daerah yang terabrasi. Penelitian ini menggunakan penginderaan jauh, ground
check lapangan, dan observasi. Sumber data penelitian ini menggunakan data primer
yaitu observasi langsung ke lapangan dan interpretasi citra tahun 1997, 2007, dan 2017.
Data sekunder yang digunakan yaitu data-data dari studi kepustakaan dan dari instasi-
instasi terkait yang dapat menunjuang data primer dalam penelitian ini. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa abrasi yang terjadi di Pantai Marunda rentang waktu 1997 – 2007
sebesar 8,43 ha dengan laju abrasi 0,84 ha/tahun. Sedangkan pada rentang tahun 2007-
2017 mengalami abrasi sebesar 2,14 ha dengan laju abrasi nya 0,21 ha/tahun dan
mengalami akresi sebesar 0,47 ha. Total luasan abrasi selama kurun waktu 1997 sampai
2017 sebesar 10,61 ha dengan laju abrasi 1,05 ha/tahun dan total luas sebesar akresi 0,47
ha. Abrasi di Pantai Marunda disebabkan oleh faktor alam dan faktor manusia. Faktor
alam berupa gelombang dan angina, sedangkan faktor manusia berupa pertumbuhan
penduduk yang semakin tinggi dapat menyebabkan pengalihfungsian lahan, pembabatan
hutan mangrove untuk lahan permukiman, serta proses penambangan pasir pantai

Kata Kunci : Analisis, Abrasi, Penginderaan Jauh

i
ABSTRACT

Rahmawati (11140150000031), Department of Social Education Faculty of Tarbiyah


Training. The Little of Thesis “ Analysis of coastal abrasion using Remote Sensing
Case Study On Marunda Beach Sub District Marunda District Cilincing DKI Jakarta
Province

The objective of the research is to find how the rate of coastal abrasion in the Marunda
Beach area of Cilincing District, DKI Jakarta Province by using remote sensing
technology. This study uses the quantitative descriptive method of the object in this study
is the area affected by abrasion in Marunda Beach. This study uses a quantitative
descriptive method by utilizing the Er Mapper application to analyse physical aspects.
Physical aspects include calcutating the rate of abrasion by interpreting the image using
sensing so that it produces the area affected by abrasion. This study uses remote sensing,
ground check, and observation. The data source of this study uses primary data, namely
direct observation to the field and interpretation of images in 1997, 2007 and 2017.
Secondary data used are data from library studies and from related institutions that can
support primary data in this study. The results showed that the abrasion that occurred in
Marunda Beach from 1997 to 2007 was 8.43 ha with an abrasion rate of 0.84 ha / year.
While in the 2007-2017 range experienced abrasion of 2.14 ha with an abrasion rate of
0.21 ha / year and experienced accretion of 0.47 ha. The total abrasion area during the
period 1997 to 2017 was 10.61 ha with an abrasion rate of 1.05 ha / year and a total
area of accretion of 0.47 ha. Abrasion in Marunda Beach is caused by natural factors
and human factors. Natural factors in the form of waves and wind, while human factors
in the form of higher population growth can lead to diversion of land functions, clearing
mangrove forests for residential land, and sand beach mining process

Keywords: Analysis, Abrasion, Remote Sensing

ii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam senantiasa
terlimpahkan pada junjungan Nabi Muhammad SAW serta keluarga, sahabat dan semua
pengikutnya. Skripsi dengan judul ”Analisis Abrasi Pantai Dengan Menggunakan
Penginderaan Jauh Studi Kasus Di Pantai Marunda Kelurahan Marunda Kecamatan Cilincing
Provinsi DKI Jakarta” yang merupakan salah satu syarat untuk mencapai Gelar Sarjana pada
Program Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial konsentrasi Geografi, Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari dalam penulisan
skripsi ini tidak dapat berjalan dengan baik tanda adanya berbagai bantuan dari berbagai pihak
yang telah memberikan bantuan, dorongan baik berupa moral maupun materil kepada penulis.
Oleh karena itu, maka perkenankanlah pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Pof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk tetap melanjutkan studi.
2. Dr. Iwan Purwanto, M.Pd selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pendidikan Sosial
sekaligus Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan dukungan secara moril
maupun administratif kepada penulis.
3. Drs. Syaripulloh, M.Si, selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Ilmu Pendidikan Sosial
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Dr. Sodikin, S.Pd M.Si, selaku Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan waktu dan
dengan penuh kesabaran memberikan bimbingan dan arahan yang sangat bermanfaat
sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik
5. Neng Sri Nuraeni, M.Pd selaku Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan waktu dan
dengan penuh kesabaran memberikan bimbingan dan motivasi yang sangat bermanfaat
sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
6. Seluruh Dosen Pendidikan IPS yang telah senantiasa memberikan pengetahuan dan
pemahaman selama melakukan studi.

iii
7. Kepada seluruh Staff Kelurahan Marunda yang mempermudah penulis untuk
mendapatkan izin penelitian serta data penelitian.
8. Kedua orang tua penulis yaitu Bapak Samsudin dan Ibu Sumiyati terimakasih atas segala
do’a, pengorbanan, dan limpahan kasih sayang yang telah mereka curahkan sepenuhnya,
akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripisi ini dengan lancar.
9. Adik-adik sepupu penulis Aini, Farid, Ikhsan, Ishna serta keponakan tersayang Juna yang
selalu menghibur penulis dalam menghadapi hari-hari sulit.
10. Seluruh sahabat Hanna, Intan, Neng Dhea, Atik, Upeh yang selalu memberikan doa,
semangat, dan keceriaan selama penulis menjalani perkuliahan. Perkuliahan terasa lebih
berwarna jika bersama kalian.
11. Teman-teman Pendidikan IPS angkatan 2014 khususnya untuk kelas Geografi yang selalu
memberikan motivasi dan pengalaman selama menjalani perkuliahan di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
12. Serta semua pihak yang tidak bisa disebutkan semuanya terima kasih atas bantuannya,
semoga Allah SWT membalasnya dengan balasan yang setimpal.
Semoga skripsi ini berguna khususnya bagi penulis pribadi ataupun pada dunia
pendidikan pada umumnya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Jakarta, 2018

Rahmawati
NIM. 1114015000031

iv
DAFTAR ISI

ABSTRAK ..................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................. iii
DAFTAR ISI .................................................................................................. v
DAFTAR TABEL ......................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... ix
DAFTAR BAGAN ......................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ...................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ............................................................. 9
C. Pembatasan Masalah ............................................................ 9
D. Rumusan Masalah ................................................................ 9
E. Tujuan Penelitian ................................................................. 9
F. Manfaat Penelitian ............................................................... 10
BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERFIKIR
A. Kajian Teori Teori................................................................ 11
1. Pantai dan Pesisir .............................................................. 11
a. Pengertian Pantai dan Pesisir ...................................... 11
b. Klasifikasi Pantai ........................................................ 14
c. Karakteristik Pesisir ................................................... 18
d. Ekosistem Pesisir ........................................................ 18
e. Perubahan Garis Pantai ............................................... 25
f. Perlindungan Pantai Dari Abrasi ................................ 25
2. Abrasi ................................................................................ 31
a. Pengertian Abrasi ........................................................ 31
b. Tingkat Kerusakan Abrasi .......................................... 31
c. Faktor Penyebab Abrasi .............................................. 32
d. Dampak Abrasi ........................................................... 35

v
e. Upaya Pencegahan Abrasi .......................................... 35
3. Penginderaan Jauh ............................................................ 36
a. Pengertian Penginderaan Jauh .................................... 36
b. Komponen Penginderaan Jauh.................................... 37
c. Manfaat Penginderaan Jauh ........................................ 39
d. Data Penginderaan Jauh .............................................. 40
e. Interpretasi Citra ......................................................... 41
f. Klasifikasi Citra .......................................................... 42
B. Hasil Penelitian yang Relevan ................................................ 47
C. Kerangka Berpikir .................................................................. 49
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian .............................................. 51
B. Metode Penelitian ............................................................... 52
C. Alat dan Bahan Penelitian .................................................... 53
D. Populasi dan Sampel ............................................................ 54
E. Jenis dan Sumber Data Penelitian ......................................... 55
F. Teknik Pengumpulan Data ................................................... 55
G. Teknik Analisis Hasil ............................................................ 59
H. Diagram Alir ......................................................................... 65
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum ................................................................. 66
1. Kondisi Geografis ........................................................... 66
2. Kondisi Fisik ................................................................... 68
3. Kondisi Sosial ................................................................. 70
B. Hasil Penelitian .................................................................... 74
1. Hasil Klasifikasi .............................................................. 74
2. Hasil Ground Check Lapangan ....................................... 78
3. Hasil Analisis untuk Mengetahui Tingkat Abrasi ........... 82
4. Abrasi di Marunda .......................................................... 84
C. Pembahasan .......................................................................... 88
D. Keterbatasan Masalah.......................................................... 95

vi
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ............................................................................. 96
B. Implikasi ................................................................................. 96
C. Saran ....................................................................................... 96
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 98
LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................ 101

vii
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Pertumbuhan jumlah penduduk DKI Jakarta 3


Tabel 1.2 Jumlah pembangunan rumah susun di Jakarta tahun 2016 4
Tabel 2.1 Kriterian Tingkat Kerusakan Abrasi 32
Tabel 2.2 Skala Beuford 33
Tabel 2.3 Saluran Citra Landsat TM 43
Tabel 2.4 Perbandingan Penelitian 48
Tabel 3.1 Waktu penelitian 52
Tabel 3.2 Bahan Yang Digunakan Dalam Penelitian 53
Tabel 3.3 Kisi-kisi wawancara 58
Tabel 3.4 Matriks kesalahan (confusion matrix) 63
Tabel 4.1 Iklim Jakarta Utara 69
Tabel 4.2 Curah Hujan 70
Tabel 4.3 Jumlah penduduk Jakarta Utara menurut kelurahan dan kenis kelamin 71
Tabel 4.4 Sekolah Dasar Jakarta Utara 2012/2013 72
Tabel 4.5 Sekolah Menengah Pertama Jakarat Utara 2012/2013 72
Tabel 4.6 Jumlah Sekolah Menengah Atas Jakarta Utara 2012/2013 73
Tabel 4.7 Hasil Matriks Kesalahan ( Confusion Matrix ) 75
Tabel 4.8 Hasil Groundcheck 78
Tabel 4.9 Luas Daerah Abrasi dan Akresi Pantai Marunda 83
Tabel 4.10 Skala Beuford 91

viii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Garis Pantai Marunda Tahun 1982 7


Gambar 2.1 Ilustrasi Pantai 12
Gambar 2.2 Pantai Berbatu 15
Gambar 2.3 Pantai Berpasir 15
Gambar 2.4 Pantai Berlumpur 16
Gambar 2.5 Pantai Landai 16
Gambar 2.6 Pantai Samudera 17
Gambar 2.7 Pantai Pulau 17
Gambar 2.8 Hutan Mangrove 19
Gambar 2.9 Terumbu Karang 23
Gambar 2.10 Padang Lamun 24
Gambar 2.11 Pantai Karang 25
Gambar 2.12 Revetment 28
Gambar 2.13 Groin 29
Gambar 2.14 Jetty 30
Gambar 2.15 Pemecah Gelombang 30
Gambar 2.16 Penginderaan Jauh 36
Gambar 3.1 Lokasi Penelitian 51
Gambar 3.2 Diagram alir penelitian 65
Gambar 4.1 Peta Administrasi Kelurahan Marunda 67
Gambar 4.2 Peta Penggunaan Lahan Marunda Tahun 1997, 2007, 2017 77
Gambar 4.3 Layout Klasifikasi Citra Landsat dan Hasil Groundcheck 81
Gambar 4.4 Digitasi garis pantai 82
Gambar 4.5 Overlay Citra Landsat Tahun 1997, 2007 dan 2017 83
Gambar 4.6 Peta Ketinggian Gelombang Pantai Marunda 89
Gambar 4.7 Peta Kecepatan Angin 90

ix
DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Kerangka Berpikir 50

x
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil Ground Check Lapangan 101


Lampiran 2 Pedoman Observasi 105
Lampiran 3 Hasil Observasi 107
Lampiran 4 Pedoman Wawancara 109
Lampiran 5 Hasil Wawancara 111
Lampiran 6 Dokumentasi 119
Lampiran 5 Foto Narasumber 120

xi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari 17.000
pulau dan wilayah pantai sepanjang 80.000 km atau dua kali keliling bumi
melalui katulistiwa1. Wilayah pantai ini merupakan daerah yang banyak
dimanfaatkan untuk kehidupan manusia, seperti kawasan pelabuhan,
industri, pertambakan, permukiman, pariwisata, dan sebagainya. Seperti
kita ketahui bahwa wilayah pesisir merupakan wilayah yang lebih banyak
mengalami kemajuan dari segi pembangunan. Pembangunan di kawasan
pesisir dilakukan karena letaknya yang strategis.
Pembangunan di kawasan pesisir yang tidak sesuai dengan prinsip-
prinsip ekologi dapat menimbulkan permasalahan lingkungan di kawasan
pesisir tersebut. Kerusakan lingkungan yang terjadi di wilayah pantai dan
pesisir hingga saat ini masih belum bisa ditanggulangi dengan baik dan
optimal. Justru yang terjadi kerusakan lingkungan yang semakin
memperparah dan semakin meluas. Penyebab terjadinya kerusakan
lingkungan di wilayah pesisir lebih didominasi oleh pembangunan di
wilayah pesisir, kerusakan mangrove, pencemaran minyak, pencemaran
sampah dan lain-lain, hal ini menyebabkan beberapa pesisir pantai di
Indonesia mengalami kerusakan di kawasan pesisir.
Salah satu permasalahan lingkungan yang ada di kawasan pesisir
terjadi perubahan garis pantai yang disebabkan oleh abrasi. Abrasi dapat
memberikan kerugian yang disebabkan karena mundurnya garis pantai
sehingga daratan dapat menghilang terkikis oleh air laut. Dengan begitu
abrasi dapat mengancam kerusakan pertambakan, persawahan,
permukiman maupun bangunan-bangunan yang berbatasan langsung
dengan air laut. Data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KPP), sekitar
100 lokasi di 17 provinsi dengan panjang pantai sekitar 400 kilometer
(km) telah tergerus abrasi. Pantai utara Jawa mengalami abrasi terparah,

1
Bambang Triatmodjo, Perencanaan Bangunan Pantai, ( Yogyakarta, Betaa Offset, 2012) hal. 1

1
2

mencapai 745 km atau 44 persen total garis pantainya. Permasalahan


abrasi pantai di Indonesia sudah mencapai tahap kritis. Diketahui sudah
banyak kerugian yang ditimbulkan seperti hilangnya lahan pertambakan,
persawahan, maupun bangunan-bangunan di sekitar pantai.
Ada dua macam faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
perubahan pesisir. Pertama, faktor alami seperti gelombang laut, arus,
angin, sedimentasi, topografi pesisir dan pasang surut. Sedangkan faktor
kedua adalah faktor manusia, seperti penambangan pasir, reklamasi pantai,
dan pengrusakan vegetasi pantai. Faktor akibat manusia ini dianggap
faktor non-alami yang dapat mempercepat proses terjadinya perubahan
pesisir. Aktifitas manusia di sekitar wilayah pesisir seperti penambangan
pasir, pembagunan bangunan di sekitar pantai, pengalihfungsian lahan
mangrove dapat mempercepat laju abrasi itu sendiri. Wilayah pesisir kita
ketahui memang lebih maju dalam hal pembangunan dan aktivitas
ekonominya. Hal ini karena wilayah pesisir sangat strategis banyak
dijadikan pintu masuk untuk kegiatan ekonomi di sekitarnya, sehingga
banyak menarik perhatian untuk dimanfaatkan. Namun demikian kawasan
pesisir juga merupakan kawasan yang rentan terhadap perubahan,
kerusakan dan pencemaran.
Seperti halnya kawasan pesisir dan laut Teluk Jakarta merupakan
wilayah pesisir yang strategis sekaligus paling rentan terhadap perubahan,
gangguan, dan pencemaran oleh manusia. Letak Teluk Jakarta sangat
strategis karena merupakan pintu gerbang utama aktivitas ekonomi
kelautan di Indonesia. Namun bisa dikatakan bahwa Teluk Jakarta
merupakan wilayah paling rentan karena daerah ini merupakan penyangga
bagi ekosistem daratan Jakarta yang tinggi aktivitas manusianya
Permasalahan Teluk Jakarta juga disebabkan oleh terus meningkatnya
kebutuhan pemanfaatan ruang di wilayah pesisir untuk kegiatan
pariwisata, permukiman dan industri.
Berbagai kegiatan manusia yang berada di daerah pantai atau
pesisir menyebabkan peningkatan kebutuhan akan lahan terus meningkat,
belum lagi pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat. Hal ini juga
3

menyebabkan kebutuhan lahan di daerah pesisir semakin meningkat untuk


dijadikan lahan permukiman. Dengan bertambahnya pertumbuhan
penduduk di Jakarta makan akan berdampak juga pada meningkatnya
kebutuhan lahan untuk permukiman dan menyebabkan degrasi lahan di
kawasan pesisir. Dapat dilihat pada Tabel 1.1 untuk melihat pertumbuhan
penduduk DKI Jakarta.
Tabel 1.1 Pertumbuhan jumlah penduduk DKI Jakarta
Jumlah Penduduk (ribu) Laju
Kabupaten/Kota Pertumbuhan
Penduduk per
Tahun (%)
2010 2014 2015 2010- 2014-
2015 2015
1 2 3 4 5 6
1 Kepulauan 21 414 23 011 23 340 1,74 1,43
Seribu
2 Jakarta Selatan 2 071 628 2 164 070 2 185 711 1,08 1,00
3 Jakarta Timur 2 705 818 2 817 994 2 843 816 1,00 0,92
4 Jakarta Pusat 895 371 910 381 914 182 0,42 0,42
5 Jakarta Barat 2 292 997 2 430 410 2 463 560 1,45 1,36
6 Jakarta Utara 1 653 178 1 729 444 1 747 315 1,11 1,03
Jumlah 9 640 406 10 075310 10 177 924 1,09 1,02
Sumber : BPS Provinsi DKI Jakarta

Dari Tabel 1.1 bisa dilihat bahwa pertumbuhan di kawasan pantai


cukup besar. Pertumbuhan penduduk di wilayah Jakarta Utara dari tahun
2010-2015 sebesar 1,11 % dan terbesar ketiga setelah Kepulauan Seribu
dan Jakarta Barat. Jakarta Utara merupakan wilayah pesisir yang dapat
menunjang pembangunan dari segi ekonomi, karena diketahui bahwa
kawasan pesisir merupakan kawasan yang maju dalam hal pembangunan.
Dengan seiring bertambahnya pertumbuhan penduduk di kawasan pesisir
Teluk Jakarta maka akan mengakibatkan kebutuhan lahan di kawasan
tersebut semakin meningkat. Pemanfaatan wilayah pesisir dengan
mengalihfungsikan lahan yang awalnya diperuntukan untuk lahan
mangrove tetapi dialihfungsikan untuk permukiman karena kepadatan
penduduk semakin tinggi, hal ini akan menyebabkan degradasi lahan yang
awalnya diperutukan untuk lahan mangrove tetapi berubah menjadi lahan
4

permukiman. Seperti pembangunan permukiman di kawasan Pantai


Marunda yaitu pembangunan rumah susun untuk merelokasi penduduk
yang sebelumnya berada di kawasan pantai berpindah di kawasan rumah
susun. Degradasi lahan adalah hasil dari suatu proses yang mengakibatkan
turunnya kualitas dan produktivitas lahan.2
Pembangunan rumah susun memang upaya bagi pemerintah
Provinsi DKI Jakarta untuk menata tata ruang ibukota agar lebih baik lagi.
Namun pembangunan yang jaraknya tidak jauh dari pantai juga
mengakibatkan dampak bagi lingkungan sekitar. Seperti, pengalihfungsian
lahan mangrove yang dijadikan lahan untuk permukiman. Di Marunda
ekosistem mangrove sudah sedikit sekali ditemui, mangrove dapat ditemui
dibelakang rumah susun tetapi hanya dalam jumlah sedikit. Padahal
ekosistem ini dapat menyelamatkan Jakarta Utara dari bencana abrasi dan
intrusi air laut. Bisa dilihat dari data BPS yang terdapat di Tabel 1.2 bahwa
Marunda merupakan kawasan yang tinggi dalam hal pembangunan untuk
rumah susun di Jakarta.
Tabel1.2 Jumlah pembangunan rumah susun di Jakarta tahun 2016
Lokasi Luas Area (Ha) Jumlah Blok Unit
Jakarta Utara 50 52 60 6 746
Semper Barat 0 98 4 360
Penjaringan 0 60 4 1 694
Muara Angke II 0 80 7 112
Muara Angke III - - -
Suka Pura 0 20 1 100
Kapuk Mutiara 2 40 6 700
Marunda 25 96 26 2 580
Rorotan 6 23 - -

Sumber : BPS DKI Jakarta


Dengan banyaknya pembangunan yang terjadi di Marunda akan
berdampak secara langsung terhadap lingkungan. Seperti pembabatan
hutan mangrove untuk dijadikan wilayah pembangunan, diketahui bahwa

2
Prof.Dr.K.E.S.Manik, Pengelolaan Lingkungan Hidup, ( Jakarta: Prenadamedia Group, 2016) ,
hal.96
5

Marunda merupakan wilayah di Jakarta Utara yang mememiliki luas hutan


mangrove terendah dari wilayah lainnya di Jakarta Utara. Hutan
mangrove di Marunda tercatat luasnya hanya sekitar ± 1,65 ha.
Berkurangnya populasi mangrove juga berakibat pada meningkatnya laju
abrasi daerah pantai.
Di pantai Marunda, abrasi sangat kuat terjadi hampir sepanjang
tahun dan telah berlangsung cukup lama. Beberapa rumah penduduk telah
hilang ditelan laut, luas kawasan berkurang dengan cepat. Pantai ini
terletak di bagian selatan Teluk Jakarta antara muara bekasi dan muara
blencong , dimana pada periode tahun 1990-2009 wilayah ini mengalami
abrasi sebesar 28,98 ha menyebabkan garis pantai mundur 163,6 meter
dari garis pantai sebelumnya, dengan laju abrasi 8,6 meter per tahun 3.
Dalam Al-Qur’an Allah telah memperingatkan manusia untuk selalu
menjaga alam agar tidak terjadi kerusakan yang di sebabkan oleh manusia
itu sendiri seperti dalam Surat Ar-Rum ayat 41, yang berbunyi:

َ ْ‫اس لِ ي ُ ِذ ي ق َ هُ ْم ب َ ع‬
‫ض‬ ْ َ ‫ظَ هَ َر الْ ف َ سَ ا د ُ ف ِ ي الْ ب َ ِّر َو الْ ب َ ْح ِر ب ِ َم ا كَ سَ ب‬
ِ َّ ‫ت أ َيْ ِد ي ال ن‬

٤١ ‫ال َّ ِذ ي عَ ِم ل ُ ىا ل َ ع َ ل َّ هُ ْم ي َ ْر ِج ع ُ ى َن‬
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan
tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari
(akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”
(QS.Ar-Rum 30:41)
Dalam Surat Ar-Rum, dikatakan bahwa telah terjadi kerusakan
karena ulah manusia ini terjadi darat dan laut. Betapa banyak wilayah
pantai yang rusak dan hilang keindahan alamnya oleh kerakusan manusia.
Salah satunya terjadi abrasi pantai. Erosi pantai dapat menyebabkan
mundurnya garis pantai dan rusaknya berbagai fasilitas yang ada di daerah
tersebut, seperti sarana dan prasarana umum, jalan, tempat ibadah,
sekolah, bahkan permukiman itu sendiri4.Erosi pantai juga biasa disebut
dengan abrasi pantai. Abrasi merupakan proses pengikisan pantai oleh

3
Arum Mustika Harti, Perubahan garis pantai Teluk Jakarta tahun 1970-2009, (skripsi Fakultas
MIPA UI, 2009) hal 55
4
Bambang Triatmodjo,Loc.Cit
6

tenaga gelombang laut dan arus laut yang bersifat merusak5. Abrasi ini
bisa terjadi karena beberapa faktor, antara lain faktor alam atau fisik dan
faktor campur tangan manusia.
Salah satunya dengan adanya pembagunan di wilayah pesisir
sangat berdampak dengan perubahan garis di pantai akibat abrasi. Pantai
Marunda di Desa Marunda, Cilincing, Jakarta Utara merupakan sebuah
desa yang dahulu aman dari ancaman gelombang laut, Marunda kini sudah
berubah menjadi perkampungan relatif padat yang berada langsung di tepi
laut terbuka. Sebagian rumah warga bahkan berdiri hanya beberapa meter
dari bibir pantai. Padahal dahulu sekitar beberapa puluh tahun yang lalu
Marunda bukan merupakan perkampungan yang terletak langsung di tepi
laut, namun masih beberapa kilo meter dari bibir pantai. Bahkan warga
masyarakat Marunda untuk sampai ke laut harus mengendarai perahu-
perahu kecil dan melewati hutan mangrove maupun tambak-tambak ikan
bandeng.
Kehancuran hutan mangrove Marunda dimulai pada awal tahun
1890-an. Ketika itu secara besar-besaran terjadi penambangan atas pasir
beting di perairan laut Marunda untuk pembangunan jalan raya Cakung-
Cilincing. Beting atau bukit pasir yang menyembul di laut itu membentang
sepanjang sekitar 5 kilometer dari perairan pantai Cilincing di barat
sampai ke daerah Muara Gembong di Bekasi6. Hal ini merupakan salah
satu penyebab abrasi pantai yang terjadi di Marunda. Marunda merupakan
lokasi yang cukup kritis dengan tingkat abrasi yang cukup tinggi di pesisir
Jakarta. Dari hasil penelitian diketahui bahwa Marunda mengalami abrasi
sejauh 273 m dengan laju pengurangan 13,65 m/thn. Luas daratan yang
berkurang sebesar 96,78 Ha7.

5
Heryososetiyono, Kamus Oseanografi, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1996), hal. 1
6
Mulyawan Karim Kompas.com, Tak ada lagi bakau di Marunda,
http://nasional.kompas.com/read/2008/03/14/09281584/tak.ada.lagi.bakau.di.marunda diakses
pada tanggal 13/11/2017 pukul 13:34WIB
7
Ibid, Arum Mustika Harti hal47
7

Gambar 1.1 Garis Pantai Marunda tahun 1982 dan Garis Pantai Marunda
tahun 1948 ditunjukkan pada garis putih
Menurut Verstappen, Marunda sudah mengalami kemunduran
garis pantai dalam 40 tahun terakhir sebesar 750 m8. Selain itu, aktivitas
manusia yang menjadi salah satu penyebab abrasi pantai lainnya yaitu
penambangan pasir/pengerukan pasir pantai. Kegiatan penambangan pasir
pantai oleh masyarakat di wilayah pesisir masih berlangsung sampai saat
ini. Apabila kegiatan penambangan pasir pantai terus menerus dilakukan
maka sudah dipastikan bahwa tingkat kerusakan lingkungan akan semakin
meningkat. Kerusakan kondisi fisik pantai menyebabkan abrasi pantai atau
perubahan garis pantai yang semakin menjorok ke daratan. Beberapa
wilayah pantai di Indonesia garis pantai semakin mendekati permukiman,
mengancam infrastruktur, dan lain sebagainya. Hal ini akibat terjadi
kerusakan wilayah pesisir yang diakibatkan oleh abrasi.
Untuk mengetahui abrasi yang terjadi di Pantai Marunda ada
teknologi penginderaan jauh yang sangat efektif dan membantu untuk
mengetahui abrasi pantai. Teknologi penginderaan jauh sangat potensial
dalam era digital seperti sekarang ini. . Teknologi penginderaan jauh yang
mempunyai keunggulan dibidang resolusi spasial (0,5 m sampai 1,1 km),

8
Herman Th. Verstappen, Garis Besar Geomorfologi Indonesia, (Yogyakarta: Gadjah Mada Press,
2014) hal.154
8

temporal (dari 15 sampai 30 hari), dan resolusi spektral (dari 1


saluran/band hingga ratusan) sangat relevan untuk deteksi dan identifikasi
tingkat abrasi pantai. Teknologi Penginderaan Jauh (inderaja) semakin
berkembang melalui kehadiran berbagai sistem satelit dengan berbagai
misi dan teknologi sensor. Aplikasi satelit penginderaan jauh telah mampu
memberikan data/informasi tentang sumberdaya alam daratan dan kelautan
secara teratur dan periodik. Ketersediaan data inderaja/citra satelit dalam
bentuk digital memungkinkan analisis dengan komputer secara kuantitatif
dan konsisten.9
Salah satu penelitian abrasi pantai yang menggunakan teknologi
penginderaan jauh yaitu penelitian yang dilakukan oleh Ardi Herdian
Purwadinata tentang prediksi laju abrasi dengan menggunakan citra satelit
di Kabupaten Tangerang Provinsi Banten, dengan hasil penelitian, yaitu
berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan, pada
umumnya abrasi akan terjadi pada wilayah pesisir yang tidak memiliki
hutan bakau dan telah mengalami penambangan pasir. Dari total panjang
pantai Kabupaten Tangerang sebesar ± 51 km, telah terjadi abrasi sebesar
40.3 % dari tahun 2009 hingga 2012 yaitu ± 20.6 km. Kecamatan Kronjo
mengalami abrasi sepanjang 2.7 km dengan rata-rata laju abrasi sebesar
16.3 m/tahun, lalu Kecamatan Kemiri mengalami abrasi sepanjang 1.5 km
dengan laju rata- rata abrasi sebesar 9.2 m/tahun, Kecamatan Mauk
mengalami abrasi sepanjang 8.2 km dengan laju abrasi rata rata sebesar
20.9 m/tahun, Kecamatan Sukadiri mengalami abrasi sepanjang 1.2 km
dengan laju abrasi rata rata 5.2 m/tahun, Kecamatan Paku Haji mengalami
abrasi sepanjang 1.6 km dengan laju abrasi rata rata sebesar 14.3 m/ta.
Untuk mengetahui laju abrasi di Pantai Marunda penelitian ini juga
menggunakan teknologi penginderaan jauh karena penginderaan jauh
merupakan teknologi yang efektif dan efisien.
Berdasarkan latar belakang di telah diuraikan atas maka penulis
tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: Analisis Abrasi Pantai

9
Paharuddin, Aplikasi Sistem Informasi Geografi Untuk Kajian Kerentanan Pantai Utara Jakarta,
(Tesis Institusi Pertanian Bogor, 2011) hal. 1
9

Dengan Menggunakan Penginderaan Jauh , Studi Kasus Pantai Marunda


Kecamatan Cilincing Provinsi DKI Jakarta.

B. Identifikasi masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, maka identifikasi
masalahnya adalah sebagai berikut
1. Pertumbuhan penduduk di kawasan Pesisir Jakarta mengakibatkan
pengalihfungsian lahan mangrove menjadi permukiman
2. Banyaknya pembangunan yang dilakukan di sekitar pantai
menyebabkan degradasi lahan
3. Penambangan pasir pantai yang menyebabkan semakin mundurnya
garis pantai Marunda
4. Terjadi perubahan garis pantai di Pantai Marunda yang disebabkan
proses abrasi

C. Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini lebih fokus dan terarah, maka diperlukan adanya
pembatasan masalah. Oleh karena itu, penelitian hanya mengkaji laju
abrasi pantai di kawasan Pantai Marunda Kecamatan Cilincing Provinsi
DKI Jakarta dengan menggunakan penginderaan jauh dari tahun 1997
sampai 2017.

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diperoleh pertanyaan yaitu,
Bagaimana laju abrasi pantai di kawasan Pantai Marunda Kecamatan
Cilincing Provinsi DKI Jakarta dengan menggunakan teknologi
penginderaan jauh?

E. Tujuan Peneletian
Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui laju abrasi di Pantai
Marunda Kecamatan Cilincing Provinsi DKI Jakarta dengan menggunakan
teknologi penginderaan jauh.
10

F. Manfaat Penelitian
Adapun kegunaan atau manfaat yang diharapkan dari penelitian ini
adalah adanya konribusi dari penelitian baik secara teoritis maupun
praktis.
1. Manfaat Teoritis
a. Penelitian ini juga diharapkan bisa dijadikan bahan masukan bagi
para mahasiswa dan guru Geografi dalam melaksanakan
pembelajaran di dalam kelas.
b. Memberikan kontribusi pengetahuan yang bermanfaat dalam
mengelola pantai agar selalu terjaga dengan baik
c. Sebagai bahan referensi dalam ilmu pendidikan sehingga dapat
memperkaya dan menambah wawasan.
d. Menambah khazanah keilmuan tentang kerusakan pantai yang
disebabkan oleh abrasi
e. Diharapkan dapat bermanfaat bagi pembelajaran IPS khusunya
pada mata pelajaran Geografi
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Masyarakat
Informasi untuk melihat bagaimana perubahan yang terjadi pada
garis pantai akibat abrasi di wilayah pesisir Jakarta, yaitu di Pantai
Marunda Kecamatan Cilincing Provinsi DKI Jakarta.
b. Bagi Pemerintah
Dapat digunakan sebagai masukan bagi pemerintah setempat
dalam menangani abrasi pantai, sehingga laju abrasi dapat
berkurang.
c. Bagi Peneliti
Dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan atau
dikembangkan lebih lanjut, serta referensi terhadap penelitian yang
sejenis.
BAB II
KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR

A. Kajian Teori
1. Pantai dan Pesisir
a. Pengertian Pantai dan Pesisir
Pantai adalah bagan muka bumi yang merupakan garis khayal
tempat bertemunya daratan dan perairan, dari muka air laut rata-
rata terendah sampai muka iar laut rata-rata tertinggi. Secara
fisiologis pantai didefinisikan sebagai wilayah antara garis pantai
hingga kearah yang masih dipengaruhi pasang surut air laut,
dengan lebar yang ditentukan oleh kelandaian pantai dan dasar
laut, serta dibentuk oleh endapan lempung hingga pasir yang
bersifat lepas yang kadang materinya berupa kerikil10, definisi
pantai menurut Sugandi dalam skripsi Arum Mustika Harti.
Menurut Bambang Triadmojo, definisi pantai adalah daerah di
tepi perairan yang dipengaruhhi oleh air pasang tertinggi dan air
surut terendah11 Pantai bisa terbentuk dari material dasar berupa
lumpur, pasir atau kerikil (grabel). Bird mendefinisikan pantai
sebagai pertemuan antara daratan, lautan dan udara dimana ketiga
unsur tersbut saling mempengaruhi yang meluas kea rah daratan
hingga batas pengaruh laut masih dirasakan. Bird membagi pantai
menjadi tiga yaitu:
1) Pantai bagian depan (foreshore), yaitu daerah antara pasang
tersurut sampai daerah pasang.
2) Pantai bagian belakang (backshore), yaitu daerah antara pasang
tertinggi sampai daerah tertinggi terkena ombak.
3) Pantai lepas (offshore), yaitu daerah yang meluas dari titik
pasang surut terendah ke arah laut.

10
Arum Mustika Harti, Perubahan garis pantai Teluk Jakarta tahun 1970-2009, (skripsi Fakultas
MIPA UI, 2009) hal 5
11
Bambang Triatmodjo, Perencanaan Bangunan Pantai, (Yogyakarta: Beta Offset Yogyakarta,
2012) hal.4

11
12

Gambar 2.1 Ilustrasi Bagian Pantai

Sumber : Bambang Triadmodjo,2015


Menurut Shandy dalam skripsi Arum Mustika, pantai adalah
bagian muka bumi yang merupakan garis khayal tempat
bertemunya daratan dan perairan, dai muka air laut rata-rata
terendah sampai muka iar laut rata-rata tertinggi. Secara fisiologis
pantai didefinisikan sebagai wilayah antara garis pantai hingga
kearah yang masih dipengaruhi pasang surut air laut, dengan lebar
yang ditentukan oleh kelandaian pantai dan dasar laut, serta
dibentuk oleh endapan lempung hingga pasir yang bersifat lepas
yang kadang materinya berupa kerikil.12
Dari pengertian yang dikemukakan oleh para ahli dapat
disimpulkan bahwa pantai merupakan daerah tempat bertemunya
daratan dan lautan yang dihubungkan dengan garis khayal yang
bersifat dinamis. Dikatakan dinamis karena posisinya tidak tetap
dan berpindah-pindah sesuai pasang surut air laut.
Pesisir adalah daerah darat di tepi laut yang masih mendapat
pengaruh laut seperti pasang surut, angin laut dan perembesan air
laut. Wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara daratan
dan laut13.Lebih lanjut Mukhtasor menjabarkan pengertian pesisir
dari dua segi yang berlawanan14, yakni:

12
Arum Mustika, Loc cit. hal. 23
13
Mukhtasor, Pencemaran Pesisir dan Laut, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007) hal, 15
14
M.S Wibisono, Pengantar Ilmu Kelautan, (Jakarta: UI Press, 2011) hal.39
13

1) Dari segi daratan : Pesisir adalah wilayah daratan sampai


wilayah laut yang masih dipengaruhi sifat-sifat darat (seperti
misalnya, angin darat, drainase air tawar dari sungai,
sedimentasi).
2) Dari segi laut: Pesisir adalah wilayah laut sampai wilayah darat
yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut (seperti misalnya,
pasang surut, salinitas, intrusi air laut ke wilayah daratan, angin
laut).
Menurut Soegiarto dalam buku Interaksi Daratan dan Lautan,
definisi wilayah pesisir yang digunakan di Indonesia adalah daerah
pertemuan antara darat dan laut, ke arah darat wilayah pesisir
bagian darat, baik kering maupun terendam air, yang masih
dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan
perembesan air asin. Sedangkan ke arah laut wilayah pesisir
mencangkup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-
proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air
tawar, maupun disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperi
penggundulan hutan dan pencemaran.15
Begen mendefinisikan wilayah pesisir merupakan daerah
pertemuan antara darat dan laut. Batas ke arah darat meliputi
bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang masih
mendapat pengaruh sifat-sifat laut. Sifat-sifat laut tersebut meliputi
angina laut, pasang surut, dan perembesan air laut. Wilayah pesisir
kea rah laut mencakup bagian atau batas terluar pada daerah
paparan benua. Namun, wilayah ini masih dipengatuhi oleh proses-
proses yang terjadi di darat. Proses-proses tersebut antara lain
sedimentasi dan aliran air tawar, serta kegiatan penggundulan
hutan dan pencemanaran.16

15
LIPI, Interaksi Daratan dan Lautan Pengaruhnya Terhadap Sumber Daya dan Lingkungan,
(Jakarta: LIPI Press, 2004) hal. 32
16
Muh Aris, Esti Rahayu, dan Annisa Triyanti, Peran Kearifan Lokal dan Modal Sosial Dalam
Pengurangan Risiko Bencana dan Pembangunan Pesisir, (Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press, 2015) . hal. 9
14

Menurut kesepakatan Internasional, wilayah pesisir


didefinisikan sebagai wilayah peralihan antara laut dan daratan, ke
arah darat sebagai wilayah peralihan antara laut dan daratan, ke
arah darat mencakup daerah terkena pengaruh percikan air laut atau
pasang surut, ke arah laut meliputi daerah paparan benua.17
Sementara itu, menurut Undang-Undang Nomomr 27 Tahun 2007
wilayah pesisir disebutkan sebagai daerah peralihan antara
ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat
dan laut.18
Dari pengertian yang dikemukakan oleh para ahli dapat
disimpulkan bahwa wilayah pesisir merupakan wilayah daratan
yang berbatasan dengan lautan, baik yang dipengaruhi oleh sifat
laut maupun sifat darat. Wilayah pesisir yang dipengaruhi oleh
sifat laut erat kaitannya dengan angina laut, pasang surut air laut
maupun salinitas atau kandungan garam. Adapun wilayah pesisir
yang dipengaruhi oleh sifat darat berkaitan dengan angin darat,
sedimentasi atau pengendapan dan lain sebagainya.

b. Klasifikasi Pantai
1) Pantai menurut Triatmodjo dalam Purwadinata, pantai
diklasifikasikan berdasarkan materi penyusun pantai sebagai
berikut :
a) Pantai berbatu
Pantai berbatu dinding pantainya terjal, yang langsung
berhubungan dengan laut dan sangat dipengaruhi oleh
serangan gelombang. Biasanya tidak mudah tererosi akibat
adanya arus atau gempuran gelombang. Kalaupun ada lebih
banyak disebabkan oleh pelakukan batuan atau proses
geologi lain dalam waktu yang relative lama. Erosi pada
material ( seperti batu atau karang ) ini lebih dikenal
dengan nama abrasi.

17
LIPI. Ibid hal. 33
18
Muh Aris, Esti Rahayu, dan Annisa Triyant, Op.cit. hal. 10
15

Gambar 2.2 Pantai Berbatu

Sumber : Wikipedia.com
b) Pantai berpasir
Pantai tipe ini terbentuk oleh proses di laut akibat erosi
gelombang, pengendapan sedimen dan material organik.
Material penyusun terdiri atas pasir bercampur batu yang
berasal dari daratan yang terbawa aliran sungai atau berasal
dari daratan di belakang pantai tersebut. Menurut Zheng K
dalam Mario menjelaskan >70 % pantai berpasir di dunia
mengalami kemunduran garis pantai (abrasi) disebabkan
pengaruh sea level rise (kenaikan muka laut), badai akibat
perubahan iklim dan gangguan ekosistem pantai yang
diakibatkan oleh aktivitas manusia di sekitar aktivitas
manusia di sekitar kawasan pantai.19
Gambar 2.3 Pantai Berpasir

Sumber : wikipedia.com

19
Adnan Sofyan, Kajian Kerusakan Pantai Akibat Erosi Marin di Wilayah Pesisir Kelurahan
Kastela Kecamatan Pulau Ternate, (Jurnal Geografi Vol 12, 2014) hal. 65
16

c) Pantai berlumpur
Pantai berlumpur yang banyak dijumpai di muara sungai
yang ditumbuhi oleh hutan mangrove dan lumpur. Pantai
tipe ini relative mudah berubah, mengalami deformasi, dan
tererosi20.
Gambar 2.4 Pantai Berlumpur

Sumber : wikipedia.com

2) Pantai menurut Sugandi diklasifikasikan berdasarkan


kelandaiannya (khusus pantai-pantai di Indonesia) sebagai
berikut:
a) Pantai Datar (landai)
Pantai dengan proses pengendapan yang domina.
Umumnya terdapat di pantai utara Jawa, pantai timur
Sumatera. Dengan karakteristik muara sungai memiliki
delta, airnya keruh mengandung lumpur dan terdapat proses
sedimentasi.
Gambar 2.5 Pantai Datar

Sumber : Geograph88

20
Bambang Triadmodjo, Op.cit hal 4
17

b) Pantai Samudera
Pantai dimana proses erosi lebih dominan
(subemergence). Umumnya terdapat di pantai selatan Jawa,
pantai barat Sumatera, pantai utara dan timur Sulawesi dan
panai utara Irian Jaya, dengan karakteristik muara sungai
berada dalam teluk, delta tidak berkembang baik dan airnya
keruh, batasan antara pantai dan garis pantai pada
umumnya lurus dan sempit, kedalaman pantai kearah laut
berubah tiba-tiba (curam).
Gambar 2.6 Pantai Samudera

Sumber : Geograph88

c) Pantai Pulau
Pantai yang melingkari dan mengelilingi pulau,
dibentuk oleh endapan sungai. Umumnya terdapat di Pulau
Seribu, Nias, dan Riau21.
Gambar 2.7 Pantai Pulau

Sumber : Geograph88

21
Arum Mustika Harti, Op.Cit,hal . 6
18

c. Karakteristik Pesisir
Istilah daratan, pesisir, dan laut (samudera) secara umum telah
dikenal luas oleh masyarakat. Secara fisik, batas-batas antara
ketiganya bisa berbeda-beda, tergantung dari sudut pandang dan
pemakaiannya. Namun demikian, terdapat suatu kesepakatan
umum di dunia bahwa wilayah pesisir adalah suatu wilayah
peralihan antara daratan dan laut. Wilayah pesisir di daratan
sebagai wilayah dimana daratan berbatasan dengan laut, yang
masih dipengaruhi oleh proses-proses laut seperti pasang surut,
angin laut, dan intrusi garam. Sedangkan batasan wilayah pesisir di
laut adalah daerah yang dipengaruhi oleh proses-proses alami di
daratan seperti sedimentasi dan mengalirnya air tawar ke laut, serta
daerah laut yang dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan manusia di
daratan.22
Perairan Indonesia, yang merupakan batas atau pertemuan
antara dua samudera, yaitu Samudera Hindia dan Samudera
Pasifik, merupakan sistem perairan yang cukup kompleks. Hal ini
disebabkan oleh adanya pengaruh kedua samudera tersebut. Selain
itu, musim yang berkembang di antara kedua benua, Asia dan
Australia yang mengapit perairan Indonesia, juga mempengaruhi
keadaan dan sifat-sifat oseanografi perairan di Indonesia.
Sedangkan perairan pedalaman dibatasi oleh pulau-pulau, terutama
perairan pantainya, banyak mendapatkan pengaruh dari daratan,
topografi dasar laut dan garis pantai serta iklim setempat yang
menonjol.23

d. Ekosistem Pesisir
1) Hutan Mangrove
Hutan mangrove yang sering disebut juga sebagai hutan
payau atau hutan pasang surut, merupakan suatu ekosistem

22
Mukhtaso, Op.Cit, hal. 15
23
Ibid, hal 16
19

peralihan antara darat dan laut. Terdapat di daerah tropik atau


sub tropik di sepanjang pantai yang terlindung dan di muara
sungai. Hutan mangrove merupakan ciri khas ekosistem daerah
tropis dan sub tropis dan merupakan ekosistem utama
pendukung kehidupan yang penting di wilayah parairan pesisir.
Menurut M.S Wibisono, hutan mangrove merupakan salah
satu tipe hutan hujan tropis yang terdapat di sepanjang garis
pantai perairan tropis dan mempunyai ciri-ciri tersendiri yang
sangat unik. Hutan ini merupakan peralihan habitat lingkungan
darat dan lingkungan laut, maka sifat-sifat yang dimiliki tidak
persis sama seperti sifat-sifat yang dimiliki hutan hujan tropis
di daratan.24
Gambar 2.8 Tumbuhan Mangrove

Sumber : Muh. Aris, 2015


Menurut Muh.Aris, mangrove merupakan salah satu
formasi tumbuhan yang terdapat di area pasang surut yang
umumnya terdapat di daerah pantai tropis dan subtropis.25 Dari
beberapa pengertian menurut para ahli dapat disimpulkan,
bahwa mangrove adalah ekosistem estuaria atau daerah

24
M.S Wibisono, Pengantar Ilmu Kelautan Edisi 2, ( Jakarta: UI Press, 2010) hal. 202
25
Muh Aris, Esti Rahayu, dan Annisa Triyanti, Loc.Cit hal. 34
20

peralihan antara daratan dan lautan. Hutan mangrove


merupakan ekosistem penting yang ada di wilayah pesisir.
Ada empat faktor utama yang mempengaruhi penyebaran
tumbuhan mangrove26 yaitu:
a) Frekuensi arus pasang
b) Salinitas tanah
c) Air tanah
d) Suhu air
Keempat faktor tersebut akan menentukan dominasi jenis
mangrove yang ada di temapat yang bersangkutan. Vegetasi
hutan mangrove umumnya terdiri dari jenis-jenis yang selalu
hijau dari beberapa family. Hutan mangrove dapat meliputi
beberapa jenis tanaman seperti avicennia, sonneratia,
rhizophora, ceriops, bruguiera, xylocarpus, lumnitzera,
laguncularia, aegiceras, aegiatilis, snaeda conocarpus. Untuk
adaptasi terhadap kondisi yang ekstrim, jenis-jenis tersebut
mempunyai perakaran yang khusus. Sonneratia, avicennia, dan
xylocarpus spp menyunyai akar horizontal, bruguiera dan
lumnitzera berakar tunjang, sedangkan ceriops akarnya terbuka
bagian bawah batang mempunyai lenti sel yang besar.27
Secara ekologis hutan mangrove telah dikenal mempunyai
banyak fungsi dalam kehidupan manusia baik secara langsung
maupun tidak langsung. Ekosistem mangrove bagi bermacam
biota perairan (ikan, udang, dan kerrang-kerangan) berfungsi
sebagai tempat mencari makan, memijah, memelihara, dan
berkembang biak. Hutan mangrove merupakan habitat berbagai
jenis satwa, baik sebagai habitat pokok maupun sebagai habitat
sementara. Dari segi ekonomis, vegetasi ini dapat dimanfaatkan
sebagai sumber penghasil kayu bangunan, bahan baku pulp dan
kertas, kayu bakar, bahan arang, alat tangkap ikan dan sumber
bahan lainnya. Mangrove juga mempunyai peran penting
26
Mukhtasor, Op.Cit,, hal.35
27
Ibid, hal 36
21

sebagai pelindung pantai dari hempasan gelombang air laut


serta penyerap logam berat dan pestisida yang mencemari laut.
Hutan mangrove dapat dimanfaatkan untuk berbagai
keperluan tetapi harus dilakukan dengan asas pelestarian.
Pemanfaatan hutan mangrove yang berasaskan pelestarian
fungsi hutan mangrove, yaitu dengan tetap mempertahankan
sebagai hutan mangrove sabuk atau jalur hijau sepanjang garis
pantai. Dengan adanya sabuk hijau dari mangrove maka
kerusakan pantai, usaha tambak udang, atau kegiatan lainnya
yang terancam abrasi gelombang laut dapat dicegah. Di
samping itu, fungsi hutan mangrove juga dapat berlangsung
dengan baik dan lestasi.28
Secara ekologis hutan mangrove telah dikenal mempunyai
banyak fungsi dalam kehidupan manusia baik secara langsung
maupun tidak langsung. Ekosistem mangrove bagi bermacam
biota perairan berfungsi sebagai tempat mencari makan,
memijah, memelihara juvenile, dan berkembang biak. Hutan
mangrove merupakan habitat berbagai jenis satwa, baik sebagai
habitat pokok maupun sebagai sementara, penghasil sejumlah
detritus, dan perangkap sedimen. Dari segi ekonomis, vegetasi
ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber penghasil kayu
bangunan, bahan baku pulp dan kertas, kayu bakar, bahan
arang, alat tangkap ikan dan sumber bahan lain, seperti tannin
dan pewarna. Mangrove juga mempunyai peran penting
sebagai pelindung pantai dari hempasan gelombang air laut
serta penyerap logam berat dan pestisida yang mencemari
laut.29
2) Terumbu Karang
Terumbu karang (coral reefs) merupakan organisme yang
hidup di dasar laut daerah tropis dan dibangun oleh biota laut

28
Prof.Dr.K.E.S.Manik, Pengelolaan Lingkungan Hidup, ( Jakarta: Prenadamedia Group, 2016)
hal. 81
29
Mukhtasor, Op.Cit,, hal.36
22

penghasil kapur khususnya jenis-jenis karang dan alga


penghasil kapur. Terumbu karang juga merupakan ekosistem
yang cukup kuat menahan gaya gelombang laut. Terumbu
karang adalah suatu kumpulan hewan bersel satu yang
membentuk koloni dan mempunyai rumah yang terbuat dari
bahan kapur (Ca-karbonat). Terumbu karang merupakan
sebuah komunitas biologis yang berada di dasar perairan laut
yang membentuk struktur padat yang kokoh dan terbuat dari
bahan kapur. Organisme utama kebanyakan terdiri dari koral
dan algae.30
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
terumbu karang merupakan organisme bawah laut yang
bentuknya kokoh kuat untuk menahan gelombang. Terumbu
karang merupakan ekosistem yang banyak dijadikan tempat
tinggal maupun tempat mencari makan bagi berbagai jenis
spesies laut.
Berdasarkan geomorfologinya, ekosistem terumbu karang
dapat dibagi menjadi tiga tipe yaitu terumbu karang tepi,
terumbu karang penghalang dan terumbu karang cincin.
Ekosistem terumbu karang terdapat di lingkungan perairan
yang agak dangkal. Untuk mencapai pertumbuhan
maksimumnya, terumbu karang memerlukan perairan yang
jernih, dengan suhu yang hangat, gerakan gelombang yang
besar, serta sirkulasi yang lancer dan terhindar dari proses
sedimentasi. Pertumbuhan karang dan penyebaran terumbu
karang tergantung pada kondisi lingkungannya. Kondisi ini
pada kenyataannya tidak selalu tetap, akan tetapi seringkali
berubah karena adanya gangguan, baik yang berasal dari alam
atau aktivitas manusia.31
Terumbu karang merupakan ekosistem laut yang paling
produktif dan memiliki keanekaragaman hayati paling tinggi,
30
M.S Wibisono, Op Cit hal. 222
31
Mukhtasor, Op.Cit,, hal.38
23

karena produktivitas yang tinggi tersebut memungkinkan


terumbu karang menjadi tempat pemijahan, pengasuhan, dan
mencari makan dari kebanyakan ikan. Oleh karena itu, secara
otomatis produksi ikan di daerah terumbu karang sangat tinggi.
Kerangka hewan karang berfungsi sebagai tempat berlindung
atau tempat menempelnya biota laut lainnya. Terumbu karang
juga merupakan habitat bagi banyak spesies laut. Selain itu,
terumbu karang dapat berfungsi sebagai pelindung pantai dari
erosi.
Gambar 2.9 Terumbu Karang

Sumber : Mongabay.co.id

3) Padang Lamun
Lamun (sea grass) adalah tumbuhan berbiji tunggal dari
kelas angiospermae (tumbuhan berbunga) yang sudah
sepenuhnya menyesuaikan diri untuk hidup di bawah
permukaan air laut. Tumbuhan ini hidup di perairan dangkal
agak berpasir, dan sering juga dijumpai di ekosistem terumbu
karang. Menurut M.S Wibisono, padang lamun merupakan
hamparan tanaman rumput laut yang selalu terendam air, bias
ditemui di lingkungan sedimen estuaria yang dangkal maupun
24

di tengah laut sekitar pulau-pulau.32 Dari pengertian yang


dikemukakan dapat disimpulkan bahwa padang lamun adalah
sejenis tumbuhan berbunga yang hidup dipermukaan laut.
Ekosistem padang lamun merupakan tergolong ekosistem
estuaria.
Sama halnya dengan rerumputan di daratan, lamun juga
membentuk padang yang luas di dasar laut yang masih
terjangkau oleh sinar matahari dengan tingkat energi cahaya
yang memadai bagi pertumbuhannya. Lamun tumbuh tegak,
berdaun tipis yang bentuknya seperti pita dan berakar jalar.
Tunas-tunas tumbuh dari rhizome, yaitu bagian rumput yang
tumbur menjalar di bawah permukaan dasar laut. Secara
ekologis, padang lamun mempunyai beberapa fungsi penting
bagi wilayah pesisir dan laut, yaitu antara lain menangkap
sedimen, menstabilkan substrat dasar dan menjernihkan air,
produktivitas primer, sumber makanan langsung kebanyakan
hewan, habitat beberapa jenis air yang bernilai komersial
tinggi, seperti ikan dan udang.33
Gambar 2.10 Padang Lamun

Sumber : Mongabay.co.id

32
M.S Wibisono, Op.Cit, hal. 237
33
Mukhtasor, Op.Cit, , hal. 39
25

e. Perubahan Garis Pantai


Menurut Sudarsono dalam Luqman Hadiyan, perubahan garis
pantai ada dua macam, yaitu perubahan maju (akresi) dan
perubahan mundur (abrasi). Garis pantai dikatakan maju apabila
ada petunjuk adanya pengendapan dan atau pengangkatan daratan.
Sedangkan garis pantai dikatakan mundur apabila ada proses abrasi
atau penenggelaman daratan34.Menurut Litbang PU Pengairan
dalam Oki, Kerusakan daerah pantai dikelompokkan dalam
beberapa jenis kerikusakan yaitu :
1) Erosi ( perubahan garis pantai, gerusan di kaki bangunan dan
daerah yang terkena erosi dan pengaruhnya terhadap daerah
lain )
2) Abrasi ( abrasi di batuan, abrasi di tembok laut/pelindung
pantai dan daerah yang terkena abrasi dan pengaruhnya
terhadap daerah sekitarnya.)
3) Pendangkalan muara dan sedimentas ( lamanya muara tertutup,
persentase pembukaan muar, daerah yang terkena sedimentasi
dan pengaruh sedimentasi
4) Kerusakan lingkungan (permukiman, kualitas air laut, terumbu
karang, hutan mangrove, dan bangunan bermasalah ).35

f. Perlindungan Pantai Dari Abrasi


Menurut Bambang Triatmodjo perlindungan pantai dibedakan
menjadi dua, yaitu perlindunga secara alami maupun buatan.
1) Perlindungan Alami
a) Pantai Pasir
Lindungan alami pada pantai pasir adalah berupa
hamparan pasir yang dapat berfungsi sebagai penghancur

34
Luqman Hadiyan, Yessi Nirwana, Desain Bangunan Pelindung Pantai Sebagai
Penanggulangan Abrasi di Kawasan Pantai Ujung Jabung Provinsi Jambi, (Jurnal Teknik Sipil
Itenas Vol 2 No 2, 2016) hal. 72
35
(Oki Setyandito, Joko Triyanto) Analisa Erosi dan Perubahan Garis Pantai Pada Pantai Pasir
Buatan dan Sekitarnya di Takisung, Propinsi Kalimantan Selatan hal 227
26

energy gelombang. Hamparan pasir ini sangat efektif


sebagai penghancur gelombang apabila jumlahnya cukup
banyak. Biasanya di tepi pantai terdapat bukit pasir atau
sand dunes yang dapat berfungsi sebagai cadangan pasir
pada saat terjadi badai atau gelombang besar. Pembentukan
sand dunes terutama terjadi pada musim kemarau di mana
butir-butir pasir kering lebih mudah digerakan oleh tiupan
angina. Pada saat air pasang dan kondisi gelombang normal
(bukan gelombang besar) uprush gelombang akan membawa
pasir ke bagian atas dari pantai. Ketika air surut, pasir yang
tertimbun tersebut menjadi kering. Angin yang berhembus
ke arah darat dapat mengangkut pasir kering kea rah darat di
backshore atau lebih jauh lagi di pesisir dan membentuk
sand dunes. Sand nudes ini dapat berfungsi sebagai
pelindung pantai terhadap serangan gelombang.
b) Pantai Lumpur
Pantai berlumpur terjadi di daerah pantai di mana
terdapat muara sungai yang membawa sedimen suspense
dalam jumlah besar ke laut. Sedimen suspense tersebut
berasal dari erosi lahan di daerah hulu. Selain itu kondisi
gelombang di pantai yang relative tenang tidak mampu
membawa sedimen ke perairan dalam di laut lepas. Sedimen
suspense dapat menyebar pada suatu daerah perairan dalam
di laut lepas. Sedimen suspense dapat menyebar pada suatu
daerah perairan luas sehingga membentuk pantai yang luas,
datar, dan dangkal. Kemiringan dasar laut/pantai sangat
kecil. Biasanya pantai berlumpur sangat rendah dan
merupakan daerah rawa yang terendam air pada saat muka
air tinggi (pasang). Daerah ini sangat subur bagi tumbuhan
pantai seperti pohon bakau (mangrove), phon api-api dan
pohon nipah. Tanaman tersebut tumbuh di tempat-tempat di
mana terjadi pelumpuran dan kumulasi bahan organic,
27

seperti di teluk yang terlindung dari gelombang dan di


sekitar muara sungai di mana air tenang dan mengendapkan
lumpur yang dibawanya dari hulu sungai.
c) Pantai Karang
Gambar 2.11 Pantai Karang

Sumber : Wikipedia.com
Gelombang sebelum mencapai pantai akan pecah di batu
karang, dan energinya berkurang atau hancur. Dengan
demikian pada saat gelombang tersebut mencapai tepi pantai
sudah relatif kecil sehingga tidak punya daya untuk
menghancurkan pantai. Karang pelindung yang bagus
bilamana masih tumbuh dan dengan demikian bila terjadi
kerusakan akibat gempuran gelombang (musim gelombang),
terumbu karang tersebut akan tumbuh dan pulih kembali
pada saat musim tenang.36
2) Perlindungan Buatan
a) Dinding Pantai
Perkuatan pantai diperlukan di sepanjang pantai dan
digunakan sebagai pelindung pantai terhadap serangan
gelombang, menahan tanah di belakangnya, serta
mengurangi limpasan gelombang ke daratan di
belakangnya. Bangunan perkuatan pantai bisa berupa
revetmen, tembok laut dan dinding penahan. Bangunan ini
bisa memantulkan gelombang sehingga tinggi gelombang

36
Bambang Triadmodjo, Op.Cit, hal 108
28

meningkat dan menimbulkan arus yang dapat mengerosi


tanah dasar di depan bangunan.

Gambar 2.12 Revetmen

Sumber : Bambang Triatmodjo, 2015


Revetmen adalah bangunan yang dibangun pada garis
pantai dan digunakan untuk melindungi pantai dari
serangan gelombang dan limpasan gelombang
(overtopping) ke darat. Revetment mempunyai sisi miring
dan bisa terbuat dari tumpukan batu sehingga lebih
fleksibel dan dapat menyesuaikan diri terhadap gerusakan
di kaki bangunan. Bangunan dinding pantai yang kedua
adalah tembok laut (seawall).
Tembok laut berfungsi sebagai pelindung pantai
terhadap serangan gelombang dan untuk menahan
terjadinya limpasan gelombang ke daratan di belakangnya.
Biasanya tembok laut digunakan untuk melindungi daerah
permukiman dan fasilitas umum yang sudah sangat dekat
dengan garis pantai. Bangunan ini bisa berbentuk dinding
vertikal, miring, lengkung, atau bertangga dan bisa terbuat
dari pasangan batu, dinding beton atau buis beton.
b) Groin
Groin adalah bangunan pelindung pantai yang biasanya
dibuat tegak lurus garis pantai, dan berfungsi untuk
menahan transport sedimen sepanjang pantai, sehingga bisa
29

mengurangi atau menghentikan erosi yang terjadi.


Bangunan ini juga bisa digunakan untuk menahan
masuknya transport sedimen sepanjang pantai ke pelabuhan
atau muara sungai. Perlindungan pantai dengan
menggunakan satu buah groin tidak efektip. Biasanya
perlindungan pantai dilakukan dengan membuat suatu seri
bangunan yang terdiri dari beberapa groin yang
ditempatkan dengan jarak tertentu. Dengan menggunakan
satu system groin perubahan garis panta tidak terlalu besar.
Gambar 2.13 Groin

Sumber : Bambang Triatmodjo, 2015


c) Jetty
Jetty adalah bangunan tegak lurus pantai yang
diletakkan pada kedua sisi muara sungai yang berfungsi
untuk menahan sedimen atau pasir yang bergerak sepanjang
pantai masuk dan mengendap di muara sungai. Pada
penggunaan muara sungai sebagai alur pelayaran,
pengendapan di muara dapat mengganggu lalu lintas kapal.
Untuk keperluan tersebut jetty harus panjang sampai
ujungnya berada di luar gelombang pecah. Dengan jetty
panjang transport sedimen sepanjang pantai dapat tertahan,
dan kondisi gelombang pada alur pelayaran adalah tidak
pecah sehingga memungkinkan kapal masuk ke muara
sungai.
30

Gambar 2.14 Jetty

Sumber : Bambang Triatmodjo, 2015


d) Pemecah Gelombang
Pemecah gelombang (breakwater) dibedakan menjadi
dua macam yaitu pemecah gelombang lepas pantai dan
pemecah gelombang sambung pantai. Pemecah gelombang
lepas pantai banyak digunakan sebagai pelindung pantai
terhadap erosi dengan menghancurkan energi gelombang
sebelum mencapai pantai. Perairan di belakang bangunan
menjadi tenang sehingga terjadi endapan di daerah tersebut.
Endapan ini dapat menghalangi transport sedimen
sepanjang pantai. Sedangkan pemecah gelombang sambung
pantai digunakan untuk melindungi daerah perairan
pelabuhan dari gangguan gelombang, sehingga kapal-kapal
dapat merapat ke dermaga untuk melakukan bongkar muat
barang dan menaik turunkan penumpang.37
Gambar 2.15 Pemecah Gelombang

Sumber : Bambang Triatmodjo, 2015

37
Bambang Triadmodjo, Opcit, hal.137
31

2. Abrasi
a. Pengertian Abrasi
Abrasi atau erosi adalah pengikisan.Abrasi merupakan proses
pengikisan pantai yang disebabkan oleh tenaga gelombang laut dan
arus laut yang bersifat merusak38. Menurut Muh.Aris, Abrasi juga
disebut erosi pantai. Erosi pantai merupakan hilangnya daratan di
wilayah pesisir. Penyebabnya adalah arus laut, gelombang, kondisi
morfologi, keberadaan vegetasi pantai dan adanya aktivitas manusia
yang bersifat merusak pantai.39 Menurut Bambang Triatmodjo, erosi
pantai yang merusak kawasan pemukiman dan prasaran kota yang
berupa mundurnya garis pantai. erosi pantai bisa terjadi secara alami
oleh serangan gelombang atau karena adanya kegiatan manusia seperti
penebangan hutan mangrove, pengambilan karang pantai,
40
pembangunan pelabuhan atau bangunan pantai lainnya.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa abrasi
merupakan pengikisan garis pantai yang bersifat merusak. Abrasi dapat
memberikan kerugian yang disebabkan karena mundurnya garis pantai
sehingga daratan dapat menghilang terkikis oleh air laut. Abrasi dapat
disebabkan oleh faktor alam maupun campur tangan manusia. Faktor
alam berupa hantaman gelombang, sedangkan faktor manusia
disebabkan oleh aktivitas manusia yang merusak seperti
pengalihfungsian lahan mangrove, pengerukan pasir pantai, dan lain
sebagainya.

b. Tingkat Kerusakan Abrasi


Terjadinya perubahan terhadap garis pantai dapat disebabkan oleh
gangguan terhadap angkutan sedimen menyusur pantai, pasokan
sedimen berkurang, adanyagangguan bangunan, dan kondisi tebing
yang lemah sehingga tidak tahan terhadap hempasan gelombang.
Perubahan terhadap garis pantai ini berdampak pada mundurnya garis

38
Heryososetiyono,Op.Cit, hal. 1
39
Muh Aris, Esti Rahayu, dan Annisa Triyanti, Op.Cit, hal. 12
40
Bambang Triatmodjo, Teknik Pantai, (Yogyakarta: Beta Offset, 1999) hal.4
32

pantai dan terancamnya fasilitas yang ada di kawasan pantai. Tolak


ukurnya adalah laju mundurnya pantai41. Berikut ini adalah tolok ukur
penilaian kerusakan pantai untuk perubahan garis pantai, dapat dilihat
pada Tabel 2.1
Tabel 2.1 Kriterian Tingkat Kerusakan Abrasi
Kriteria Tingkat Kerusakan
Ringan <0,5 m/tahun
Sedang 0,5 – 2,0 m/tahun
Berat 2,0 – 5,0 m/tahun
Amat Berat 5,0 – 10,0 m/tahun
Amat Sangat Berat > 10 m/tahun
Sumber : Oki Setyandito

c. Faktor Penyebab Abrasi


Terjadiya abrasi dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut
Ongkosongo dalam Gentur Handoyo faktor-faktor penyebab
perubahan garis pantai ada dua macam yaitu faktor alami dan faktor
manusia. Faktor alami antara lain gelombang arus, angin, sedimentasi,
pasang surut, dll. Sedangkan faktor manusia meliputi penggalian,
penimbunan, reklamasi pantai, dll.42
Proses terjadinya abrasi karena faktor alam disebabkan ketika
angin yang bergerak di laut menimbulkan gelombang dan arus menuju
pantai, arus dan angin tersebut memiliki kekuatan yang lama kelamaan
menggerus pinggir pantai. Gelombang di sepanjang pantai
menggetarkan atau batuan yang lama kelamaan akan terlepas dari
daratan. Kekuatan gelombang terbesar terjadi pada waktu terjadi badai,
sehingga dapat mempercepat proses abrasi itu sendiri.43

41
Oki Setyandito dan Joko Triyanto, Analisis Erosi dan Perubahan Garis Pantai pada Pantai
Pasir Buatan dan Sekitarnya di Takisung Propinsi Kalimantan Selatan, Jurnal Teknik Sipil Vol.7,
2007 hal. 227
42
Gentur Handoyo dan Agus A.D Suryoputro , Kondisi Arus dan Gelombang Pada Berbagai
Kondisi Morfologi Pantai di Perairan Pantai kendal Provinsi Jawa Tengah, Jurnal Kelautan
Tropis Vol.18, 2015. Hal 34
43
Muh. Isa Ramadhan, Panduan Pencegahan Bencana Abrasi Pantai, (Bandung , Juni 2013) hal.
3
33

Gelombang selalu menimbulkan sebuah ayunan air yang beregerak


tanpa henti –hentinya pada lapisan permukaan air yang bergerak tanpa
henti-hentinya pada lapisan permukaan laut dan jarang dalam keadaan
sama sekali diam. Hembusan angin sepoi-sepoi pada cuaca yang
tenang sekalipun sudah cukup dapat menimbulkan riak gelombang.
Sebaliknya dalam keadaan di mana terjadi badai yang besar dapat
menimbulkan suatu gelombang besar yang dapat mengakibatkan suatu
kerusakan hebat pada kapal-kapal atau daerah-daerah pantai.
Angin yang berhembus di atas permukaan air yang semula tenang
akan menyebabkan gangguan pada permukaan tersebut, dengan
timbulnya gelombang kecil. Apabila kecepatan angin bertambah, maka
akan terbentuk gelombang. Semakin lama dan semakin kuat angin
berhembus semakin besar gelombang yang terbentuk. Tinggi dan
perioda gelombang dipengaruhi oleh keepatan angin.44 Angin yang
bertiup di atas permukaan laut merupakan pembangkit utama
gelombang.45 Untuk mengetahui mengenai kondisi gelombang di
lautan menggunakan skala beuford. Untuk lebih jelasnya dapat di lihat
pada Tabel 2.2
Tabel 2.2 Skala Beuford
Skala Deskripsi Kecepatan Tinggi
Beuford Angin Gelombang
1 Tenang 0-0,3 0
2 Sedikit tenang 0,3-1,5 0-0,2
3 Sedikit hembusan angina 1,5-3,3 0,2-0,5
4 Hembusan angin pelan 3,3-5,5 0,5-1
5 Hembusan angin sedang 5,5-8 1-2
6 Sejuk 8-10,8 2-3
7 Hembusan angin kuat 10,8-13,9 3-4
8 Mendekati kencang 13,9-17,2 4-5,5
9 Kencang 17,2-20,7 5,5-7,5

44
Bambang triadmodjo, Op.cit hal 57
45
Sahala Hutabarat, Stewart M.Evans, Pengantar Oseanografi, (Jakarta, UI Press, 2006) hal.81
34

Tabel 2.2 Lanjutan

10 Kencang sekali 20,7-24,5 7,5-10


11 Badai 24,5-28,4 10-12,5
12 Badai dasyat 28,4-32,6 12,5-16
13 Badai topan 32,6 < 16 <
Sumber : Dean Radityo Aji
Selain faktor alam, aktivitas manusia di wilayah pesisir juga
mengakibatkan cepatnya proses abrasi. Wilayah pesisir merupakan
kawasan yang sangat dinamis dari segi sosial dan ekonomi. Pergulatan
dan interaksi kemanusiaan dana lam sangat intens terjadi yang
melahirkan berbagai bentuk kegiatan sosial ekonomi masyarakatnya.
Selain itu, wilayah pesisir merupakan kawasan yang sangat kompleks
dan mempunyai dinamika yang tinggi. Wilayah pesisir mengalami
tekanan yang besar baik dari segi proses fisik maupun aktivitas
manusia. Penduduk di wilayah pesisir sangat tinggi dengan berbagai
aktivitasnya. Aktivitas-aktivitas yang dilakukan masyarakat pesisir
antara lain seperti kegiatan perikanan, industry, permukiman,
pelabuhan, dan kegiatan ekonomi lainnya.46 Selain itu aktivitas
manusia yang dapat mempengaruhi laju abrasi adalah pengerusakan
terumbu karang, penebangan hutan mangrove, penambangan pasir, dan
masih banyak lagi.
Pertumbuhan penduduk yang tinggi di wilayah pesisir dapat
menimbulkan rusaknya keseimbangan ekosistem pesisir. Pertumbuhan
penduduk yang pesat di suatu wilayah dipastikan akan menimbulkan
berbagai masalah lingkungan hidup. Pertumbuhan penduduk yang
tidak terkendali menimbulkan masalah dalam penyediaan lahan untuk
permukiman dan usaha, fasilitas pelayan sosial serta masalah lainnya.47
Berbagai kegiatan manusia yang berada di daerah pantai atau pesisir
menyebabkan peningkatan kebutuhan akan lahan terus meningkat,
akibat pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat.

46
Muh Aris, Esti Rahayu, dan Annisa Triyanti, Loc.Cit hal. 12
47
Prof.Dr.K.E.S.Manik, Pengelolaan Lingkungan Hidup, ( Jakarta: Prenadamedia Group, 2016)
hal. 54
35

Hal ini menyebabkan kebutuhan lahan di daerah pesisir semakin


meningkat untuk dijadikan lahan permukiman. Dengan bertambahnya
pertumbuhan penduduk di Jakarta makan akan berdampak juga pada
meningkatnya kebutuhan lahan untuk permukiman dan menyebabkan
degrasi lahan di kawasan pesisir. Degradasi lahan adalah hasil dari
suatu proses yang mengakibatkan turunnya kualitas dan produktivitas
lahan. Penyebab degradasi lahan yaitu, erosi dan sedimentasi,
penggaraman (salinisasi), residu pestisida, pencemaran logam berat
oleh kegiatan industri,48

d. Dampak Abrasi
Adnan Sofyan merincikan dampak kerusakan fisik yang
ditimbulkan akibat erosi, diantaranya sebagai berikut :
1) Ruskanya fasilitas rekreasi yang berupa tempat duduk dan rumah
tempat istirahat
2) Berubahnya daratan menjadi laut atau pergeseran garis pantai
sehingga menyempitkan lahan bagi penduduk yang tinggal di
wilayah pesisir, disebabkan oleh erosi gelombang laut yang secara
terus menerus
3) Terancamnya permukiman dari terjangan ombak dan erosi
4) Penumpukan material berupa batu karang yang sejajar dengan garis
pantai. Penumpukan batu karang disebabkan oleh gelombang yang
membawa material dari daerah lepas pantai yang berupa batu
karang.49

e. Upaya Pencegahan Abrasi


Pencegahan yang dilakukan jika sudah terjadi abrasi, yaitu
1) Membuat hutan mangrove
2) Jika terjadi di pantai tanpa permukiman dapat diantisipasi dengan
di tempatkan disepanjang pantai yang diterjang ombak

48
Ibid, hal.96
49
Adnan Sofyan, Kajian Kerusakan Pantai Akibat Erosi Marin di Wilayah Pesisir Kelurahan
Kastela Kecamatan Pulau Ternate, (Jurnal Geografi Vol 12, 2014) hal. 69
36

3) Jika terjadi di pantai yang berpenduduk atau berdekatan dengan


aktifitas warga, pastikan mengevakuasi terlebih dahulu warga
sekitar, kemudian memberi penanda tempat yang mudah longsong
akibat abrasi
4) Memperkuat tepian pantai dengan tanggul alami dari karung yang
berisi pasir pantai atau material padat lainnya
5) Jika pantai telah mengalami kerusakan akan dibuat tanggul atau
pemecah ombak50

3. Penginderaan Jauh
a. Pengertian Penginderaan Jauh
Penginderaan jauh (remote sensing) sering disingkat inderaja,
adalah upaya untuk mengetahui suatu objek dengan menggunakan
sensor, baik alamiah maupun buatan. Sensor adalah berupa mata
telinga, hidung, lidah, dan kulit. Sensor buatan antara lain kamera,
sonar, magnetometer, radiometer, dan scanner. Penginderaan jauh
(remote sensing) atau disingkat INDERAJA secara umum
didefinisikan sebagai ilmu-teknik-seni untuk memperoleh informasi
atau data mengenai kondisi fisik suatu benda atau objek, target, sasaran
maupun daerah dan fenomena tanpa menyentuh atau kontak langsung
dengan benda atau target tersebut.51
Gambar 2.16 Proses Penginderaan Jauh

Sumber : Wikipedia.com

50
M. Isa, Opcit hal.3
51
Sri Hartati Soenarmo. Pengindreaan Jauh dan Pengenalan Sistem Informasi Geografis Untuk
Bidang Ilmu Kebumian. (Bandung : Penerbit ITB. 2009) hlm. 1
37

Definisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli adalah sebagai


berikut52. :
1) Lindgren : penginderaan jauh adalah berbagai teknik yang
dikembangkan untuk perolehan dan analisis informasi tentang
bumi.
2) Lillesand dan Kiefer : ilmu dan seni untuk memperoleh informasi
tentang suatu objek, daerah, atau fenomena melalui analisis data
yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan
obyek, daerah, atau fenomena yang dikaji.
Dari pengertian yang dikemukakan oleh para ahli diatas dapat
disimpulkan bahwa penginderaan jauh merupakan ilmu dan seni yang
mempermudah manusia dalam memperoleh informasi tanpa harus
melakukan kontak langsung dengan objek.
Penginderaan jauh ilmu untuk memperoleh informasi terhadap
objek, daerah atau fenomena melalui analisis dan interpretasi tanpa
menyentuh langsung objek. Pengumpulan data penginderaan jauh
dilakukan dengan menggunakan alat pengindera atau alat
pengumpulan data yang disebut sensor.

b. Komponen Penginderaan Jauh


1) Tenaga
Tenaga yang digunakan dalam penginderaan jauh dibedakan
menjadi 2 yaitu tenaga alamiah (sinar matahari dan sinar bulan)
dan sinar buatan. Namun yang biasanya dipakai adalah sinar
matahari. Penginderaan jauh yang menggunakan sinar matahari
disebut sistem pasif, sedangkan yang menggunakan tenaga buatan
disebut sistem aktif. Fungsi dari sumber energi ini adalah untuk
menyinari objek permukaan bumi dan memantulkan pada fungsi
alat pengamat.53

52
Ferard Puturuhu, Mitigasi Bencana dan Penginderaan Jauh, (Yogyakarta, Graha Ilmu, 2015)
hal.5
53
Ferard Puturuhu, Op.Cit, hal 6
38

2) Atmosfer
Merupakan lapisan udara yang menyelimuti bumi. Atmosfer
akan mempengaruhi penginderaan jauh dalam hal penyerapan.
Pemantulan, penghamburan dan melewatkan radiasi
elektromagnetik. Bagian jendela atmosferlah yang nantinya akan
melanjutkan energi yang ditangkap oleh mata. Jendela atmosfer
adalah bagian spektrum tampak mata yang sering digunakan.
Proses penghambatan di atmosfer dapat berbentuk serapan,
pantulan dan hamburan.
3) Objek
Objek adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran dalam
penginderaan jauh antara lain atmosfer, biosfer, hidrosfer, dan
litosfer.
4) Sensor
Sensor adalah alat yang digunakan untuk merekan objek-objek
di permukaan bumi. Berdasarkan proses perekamannya sensor
dibedakan menjadi 2 yaitu:
a) Sensor fotografik, yaitu sensor berupak kamera yang bekerja
pada spektrum tampak mata dan menghasilkan foto atau citra.
Keuntungan sensor fotografi adalah cara sederhana, biaya
murah, resolusi spasial baik, integritas geometric baik.
b) Sensor elektromagnetik, yaitu sensor bertenaga elektik dalam
bentuk sinyal elektrik yang beroperasi pada spektrum yang
luas, yaitu sinar X sampai gelombang radio dan gelombang
elektromagnetik lebih besar, perbedaan karakteristik objek
yang diamati jelas, dan analisis serta interpretasi lebih cepat.
5) Wahana
Dalam penginderaan jauh wahana yang sering digunakan adalah
pesawat terbang atau balon udara. Pada masa sekarang karena
teknologi yang sudah canggih, maka wahana yang digunakan
adalah satelit.
39

6) Citra
Citra adalah gambaran objek yang tampak pada cermin melalui
lensa kamera atau tampak langsung pada hasil cetakan. Benda yang
tergambar pada citra dapat dikenali dari ciri yang terekam pada
sensor yaitu ciri spasial, temporal, dan spektral.54

c. Manfaat Penginderaan Jauh


1) Pemanfaatan penginderaan jauh dalam geologi
Pakar geologi yang berkaitan dengan penanggulangan bencana
alam memerlukan informasi dari teknologi ini untuk mengetahui
memperkirakan potensi dan melokalisasi daerah rawan bencana.
Keegiatan alam tersebut dapat diamatin melalui foto citra
penginderaan jauh yang datanya dianalisis dan dipakai sebagai
dasar peta dampak lingkungan. Selain itu, penginderaan jauh juga
berguna untuk menentukan struktur geologi dan macamnya,
pemantauan daerah bencana dan pemantauan debu vulkanik,
pemantauan distribusi sumber daya alam, pemantauan pencemaran
laut dan lapisan minyak di laut, pemanfaatan di bidang pertahanan
dan militer, pemantauan permukaan.
2) Pemanfaatan penginderaan jauh dalam industri migas
Laboratorium pengolahan citra yang dikelola oleh industry
migas telah memanfaatkan teknologi penginderaan jauh dalam
berbagai aktivitas baik dalam kegiatan intern, penelitian bersama,
maupun dalam rangka pelayanan jasa konsultasi teknologi kepada
pihak luar.
3) Bidang meteorologi dan klimatologi
Membantu analisis cuaca dengan menentukan daerah tekanan
rendah dan daerah bertekanan tinggi, daerah hujan, dan badai
siklon, mengetahui system atau pola angina permukaan,
permodelan meteorologi dan data klimatologi, untuk pengamatan

54
Ibid, hal.6
40

iklim suatu daerah melalui pengamatan tingkat kewarnaan dan


kandungan air di udara.
4) Bidang hidrologi
Pemanfaatan daerah aliran sungau (DAS) dan konservasi
sungai, pemetaan sungai dan studi sedimentasi sungai,
pemanfaatan luas daerah dan intensitas banjir.
5) Bidang oceanografi
Pengamatan sifat fisis air seperti suhu, warna, kadar garam dan
arus laut, pengamatan pasang surut dengan gelombang laut,
mencari distribusi suhu permukaan, studi perubahan pasir pantai
akibat erosi dan sedimentasi.55

d. Data Penginderaan Jauh


Menurut Ferard Puturuhu, data penginderaan jauh (citra)
menggambarkan objek di permukaan bumi relatif lengkap, dengan
wujud dan letak objek yang mirip dengan wujud dan letak di
permukaan bumi dalam liputan yang luas. Citra penginderaan jauh
adalah gambaran suatu objek, daerah atau fenomena, hasil rekaman
pantulan atau pancaran objek oleh sensor penginderaan jauh, dapat
berupa foto atau data digital. Citra penginderaan jauh merupakan
gambaran yang mirip dengan wujud aslinya. Interpretasi atau
penafsiran citra pengideraan jauh merupakan perbuatan mengkaji citra
dengan maksud untuk mengidentifikasi objek yang tergambar dalam
citra, dan menilai arti pentingnya objek tersebut. Citra menggambarkan
objek di permukaan bumi relative lengkap, dengan wujud dan letak
objek yang mirip dengan wujud dan letak di permukaan bumi dalam
liputan yang luas. Citra penginderaan jauh adalah gambaran suatu
objek, daerah, atau fenomena, hasil rekaman pantulan dan atau
pancaran objek oleh sensor penginderaan jauh dapat berupa foto atau
data digital 56.

55
Ferard Futuharu, Opcit hal. 9
56
Arum Mustika Harti, Op.Cit,hal 17
41

Data diperoleh dengan cara manual atau dengan cara numerik


(digital). Secara manual, data diperoleh melalui interpretasi citra. Guna
melakukan interpretasi citra secara manual diperlukan alat bantu yang
dinamakan stereoskop. Sedangkan data numeric (digital), diperoleh
melalui penggunaan software khusus penginderaan jauh yang
diaplikasikan pada computer. Tingkat keberhasilan dari penerapan
system penginderaan jauh ditentukan oleh penggunaan data.
Kemampuan penggunaan data dalam menerapkan hasil penginderaan
jauh juga dipengaruhi oleh pengetahuan yang mendalam tentang
disiplin ilmu masing-masing maupun cara pengumpulan data dari
system penginderaan jauh. Data yang sama dapat digunakan untuk
mencari info yang berbeda bagi pengguna yang berbeda pula.57
Di dalam penginderaan jauh, sensor merekam tenaga yang
dipantulkan atau dipancarkan oleh obyek di permukaan bumi.
Rekaman tenaga ini setelah diproses membuahkan data penginderaan
jauh. Data penginderaan jauh dapat berupa data digital atau data
numerik untuk dianalisis dengan menggunakan computer. Dapat juga
berupa data visual yang pada umumnya dianalisis secara manual. Data
visual dibedakan lebih jauh atas data citra dan data non citra. Data citra
berupa gambaran yang mirip wujud aslinya atau paling tidak berupa
gambaran planimetrik. Data non citra pada umumnya berupa garis atau
grafik.58

e. Interpretasi Citra
Interpretasi citra merupakan suatu kegiatan menafsirkan citra atau
foto untuk kemudian menilai penting tidaknya objek tersebut. Tujuan
dari interpretasi citra adalah untuk mengenali objek yang terekam
dalam citra dengan tahapan interpretasi yang terdiri dari deteksi,
identifikasi serta analisis. Interpretasi citra penginderaan jauh dapat
dilakukan dengan dua cara yaitu :

57
Sodikin, Modul Petunjuk Teknik Pengolahan Citra Landsat dengan Er Mapper 7.0, hal. 10
58
Sutanto, Penginderaan Jauh, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1994) hal.65
42

Interpretasi citra secara manual data penginderaan jauh merupakan


pengenalan karakteristik obyek secara keruangan (spasial)
mendasarkan pada unsur-unsur interpretasi citra penginderaan jauh.
Interpretasi manual dilakukan terhadap citra fotografi dan nonfotografi
yang sudah dikonversi ke dalam bentuk foto atau citra. Interpretasi
manual pada citra penginderaan jauh yang sudah terkoreksi, baik
terkoreksi secara radiometrik maupun secara geometrik. Pengguna
dapat langsung melakukan identifikasi terhadap obyek yang ada pada
foto atau citra.
Interpretasi citra secara digital dilakukan dengan bantuan
komputer. Di dalam interpretasi citra penginderaan jauh digital,
pengguna dapat melakukanya mulai dari pengolahan/ pra-pengolahan
(koreksi-koreksi citra) penajaman citra, hingga klasifikasi citra. Namun
dapat juga menggunakan data/ citra penginderaan jauh digital yang
sudah terkoreksi, sehingga pengguna tinggal melakukan klasifikasi dan
tidak perlu melakukan pra-pengolahan data. Menurut Kusumowigado
dalam Siska hasil klasifikasi dikatakan baik bila ketelitianya > 80%
atau kesalahanya < 20% bila dikanalingkan dengan keadaan di
lapangan.59

f. Klasifikasi Citra
1) Citra Landsat
Teknologi penginderaan jauh satelit dipelopori oleh NASA
Amerika Serikat dengan diluncurkannya satelit sumberdaya alam
yang pertama, yang disebut ERTS-1 pada tanggal 23 Juli 1972,
menyusul ERTS-2 pada tahun 1975, satelit ini membawa sensor
RBV dan MMS yang mempunyai resolusi spasial 80 x 80 m. satelit
ERTS-1, ERTS-2 yang kemudian setelah diluncurkan berganti
nama menjadi Landsat 1, Landsat 2, diteruskan dengan seri-seri
berikutnya, yaitu Landsat 3,4,5,6 dan terakhir adalah Landsat 7
yang diorbitkan bulan Mareet 1998, merupakan bentuk baru dari

59
Siska Wahyu Andini, dkk, Analisis Sebaran Vegetasi dengan Citra Satelit Sentinel
menggunakan Metode NDVI dan Segmentasi, Jurnal Geodesi UNDIP Vol 7, 2018. Hal. 18
43

Landsat 6 yang gagal mengorbit. Landsat 5, diluncurkan pada


Maret 1984, sekarang masih beroperasi pada orbit polar, membawa
sensor TM (Thematic Mapper), yang mempunyai resolusi spasial
30 x 30 m pada banda 1,2,3,4,5 dan 7. Sensor TM (Thematic
Mapper) mengamati obyek-obyek di permukaan bumi dalam 7
band spectral, yaitu band 1,2 dan 3 adalah sinar tampak, band 4,5
dan 7 adalah inframerah dekat, inframerah menengah, dan band 6
adalah inframerah ternal yang mempunyai resolusi spasial 120 x
120 m. Luas liputan satuan citra adalah 175 x 185 km pada
permukaan bumi. Landsat 5 mempunyai kemampuan untuk
meliput daerah yang sama pada permukaan bumi pada setiap 16
hari, ketinggian orbit 705 km.
Tabel 2.3 Saluran Citra Landsat TM
Saluran Kisaran Gelombang Kegunaan Utama
1 0,45 – 0,52 Penetrasi tubuh air, analisis pengguaan lahan, tanah
dan vegetasi. Pembedaan vegetasi dan lahan
2 0,52 – 0,60 Pengamatan puncak pantulan vegetasi pada saluran
hijau yang terletak di antara dua saluran penyerapan.
3 0,60 – 0,69 Saluran terpenting untuk membedakan jenis vegetasi.
Saluran ini terletak pada salah satu penyerapan
klorofil.
4 0,76 – 0,90 Saluran yang peka terhadap biomassa vegetasi. Juga
untuk identifikasi jenis tanaman.
5 1,55 – 1,75 Saluran penting untuk pembedaan jenis tanaman,
kandung air pada tanman.
6 2,08 – 2,35 Untuk membedakan formasi batuan dan untuk
pemetaan hidrotermal
7 10,45 – 12,50 Klasifikasi vegetasi, analisis gangguan vegetasi.
Pembeda kelembapan tanah
8 Pankromatik Studi kota, penamajam batas linier, serta untuk
analisis tata ruang

Terdapat banyak aplikasi dari data Landsat TM seperti


pemetaan pentupan lahan, pemetaan penggunaan lahan, pemetaan
tanah, pemetaaan geologi, pemetaan suhu permukaan laut dan lain-
44

lain. Untuk pemetaan penuttpan dan penggunaan lahan data


Landsat TM lebih dipilih daripada data SPOT multispectral karena
terdapat band inframerah menengah. Landsat TM adalah satu-
satunya satelit non meteorology yang mempunyai band inframerah
termal. Data termal diperlukan untuk studi proses-proses energy
pada permukaan bumi seperti bariabilitas suhu tanaan dalam areal
yang diirigasi. Seperti pada Tabel 2.3 menunjukkan aplikasi atau
kegunaan utama serta prinsip pada berbagai band Landsat TM.60
2) Citra Ikonos
Ketika perang Irak berlangsung, fasilitas Irak yang menjadi
target militer Amerika Serikat sering muncul di media massa
melalui rekaman satelit IKONOS. IKONOS memang punya
resolusi sangat tinggi, 1 meter untuk pantromatik dan 4 meter
untuk multispectral, sehingga hasilnya amat jelas. Tahun 1992
Kongres AS meloloskan Undang-Undang Penginderaan Jauh
Daratan. Undang-undang ini menyebutkan industri inderajja satelit
komersial sangat penting bagi kesejahteraan rakyat AS serta
mengizinkan perusahaan-perusahaan swasta mengembangkan,
memiliki, mengoperasikan serta menjual data yang dihasilkan.
Dua tahun sesudahnya, lisensi diberikan pada Space Imaging,
EarthWatch, OrbImage, yang kemudian merancang system dengan
resolusi spasial 4 meter untuk moda multispectral dan 1 meter
untuk moda pantromatik. Satu lisensi lagi diberikan pada West
Indian Space (perusahaan patungan AS-Israel) untuk merancang
system pencitraan dengan resolusi sedikit lebih rendah yaitu 1,8
meter. Dari keempat perusahaan, Space Imaging yang paling cepat
meluncurkan satelit IKONOS serta memasarkan datanya. Namun,
IKONOS-1 gagal diluncurkan dan digantikan IKONOS-2, 1999.
Kelhiran satelit inderaja resolusi tinggi (lebih halus dari 10 meter)
untuk keperluan sipil sebenarnya dipicu oleh kebijakan pasca
perang dingin, bukan teknologi. Bisa dikatakan teknologi militer

60
Sodikin, Opcit, hal.24
45

awal tahun 1970-an sudah memungkinkan pencitraan dengan


spasial kurang dari 10 meter.
Sejak diluncurkan pada September 1999, Citra Sateli Bumi
Space Imaging IKONOS menyediakan data citra yang akurat, di
mana menjadi standard untuk produk-produk data satelit komersil
yang beresolusi tinggi. IKONOS memproduksi citra 1 meter hitam
dan putih dan citra 4 meter multispektal yang dapat
dikombinasikan dengan berbagai cara untuk mengakomodasikan
secara luas aplikasi citra beresolusi tinggi. Di samping mempunyai
kemampuan merekam citra multispectral pada resolusi 4 meter,
IKONOS dapat juga merekam obyek-obyek sekecil satu meter
pada hitam dan putih. Dengan kombinasi sifat-sifat multispectral
pada citra 4 meter dengan detail-detail data pada 1 meter. Citra
IKONOS diproses untuk menghasilkan 1 meter produk-produk
berwarna IKONOS adalah sateit komersial beresolusi tinggi
pertama yang ditempatkan di ruang angkasa. Data IKONOS dapat
digunakan untuk pemetaan topografi skala kecil hingga menengah,
tidak hanya menghasilkan peta baru, tetapi juga memperbaharui
peta topografi yang sudah ada.61
3) Citra Qiuckbird
Quickbird, nama satelit ini beresolusi spasial hingga 60
sentimeter dan 2,4 meter untuk moda pankromatik dan
multispectral. Setelah kegagalan EarlyBird, Satelit Quickbird
diluncurkan tahun 2000 oleh DigitalGlobe. Namun, kembali gagal.
Akhirnya Quickbird-2 berhasil diluncurkan 2002 dan dengan
resolusi spasial lebih tinggi, yaitu 2,4 meter (multispectral) dan 60
sentimeter (pankromatik). Citra Quickbird beresolusi spasial paling
tinggi dibandingkan citra satelit komersial lain. Selain resolusi
spasial sangat tinggi, keempat system pencitraan satelit memeliki
kemiripan cara merekam, ukuran luas liputan, wilayah saluran
spectral yang digunakan, sera lisensi pemanfaatan yang ketat.

61
Ibid, hal. 27
46

Keempat system menggunakan linear array CCD biasa disebut


pushbroom scanner. Scanner ini berupa CCD yang disusun linier
dan biasa bergerak maju seiring gerakan orbit satelit.
Jangkauan liputan satleit resolusi tinggi seperti Quickbird
sempit (kurang dari 20 km) karena beresolusi tinggi dan posisi
orbitnya rendah, 400-600 km di atas bumi. Semua saluran
pankromatik, karena lebar spektrumnya mampu menghasilkan
resolusi spasial jauh lebih tinggi daripada saluran-saluran
multispektral. Unsur penting lain adalah ketatnya pemberian lisensi
pemanfaatan. Digitalglobe misalnya, hanya memberikan kota di
Indonesia membeli data ini untuk keperluan perbaikan lingkungan
permukiman urban misalnya, data yang sama tidak boleh
digunakan untuk keperluan lain seperti pajak bimi dan bangunan
(PBB).
Resolusi spasial tinggi ditujukan untuk mendukung aplikasi
kekotaan, seperti pengenalan pola permukiman, perkembangan dan
perluasan daerah terbangun. Kehadiran Quickbird dan IKONOS
telah melahirkan euphoria baru bagi praktisi inderaja yang jenuh
dengan penggunaan metode baku analisis citra.62
4) TERRA
EOS (Earth Observing Service) adalah daya tarik dari misi ilmu
pengetahuan bumi NASA. Satelit EOS AM, yang akhir-akhir ini
dinamakan Terra adalah pemimpin armada dan diluncurkan pada
Desember 1999. Terra membawa lima instrument remote sensing
yang mencakup MODIS dan ASTER didesain dengan 3 band pada
range spectral visible dan near infrared (VNIR) dengan resolusi 15
m, 6 band pada spectral short wave infrared (SWIR) dengan
resolusi 30 m dan band pada thermal infrared dengan resolusi 90
m. band VNIR dan SWIR mempunyai lebar band spectral pada
orde 10. ASTER terdiri dari 3 sistem teleskop terpisah, di mana
masing-masing dapat dibidikkan pada target terpilih. Dengan

62
Ibid, hal.29
47

penempatan pada target yang sama dua kali, ASTER dapat


mendapatkan citra stereo beresolusi tinggi. Cakupan penyimpanan
dari citra adalah 60 km dan revisit time sekitar 5 hari.

B. Hasil Penelitian Relevan


1. Penelitian tentang “ Prediksi Laju Abrasi Dengan Menggunakan Citra
Satelit di Kabupaten Tangerang Provinsi Banten “ yang dilakukan oleh
Ardi Herdian Purwadinata, dengan hasil penelitian, yaitu berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan, pada
umumnya abrasi akan terjadi pada wilayah pesisir yang tidak memiliki
hutan bakau dan telah mengalami penambangan pasir. Dari total
panjang pantai Kabupaten Tangerang sebesar ± 51 km, telah terjadi
abrasi sebesar 40.3 % dari tahun 2009 hingga 2012 yaitu ± 20.6 km.
2. Penelitian tentang “Kajian Kerusakan Pantai Akibat Erosi Marin di
Wilayah Pesisir Kelurahan Kastela Kecamatan Pulau Ternate” yang
dilakukan oleh Adnan Sofyan dengan hasil Berdasarkan pembahasan
di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor penyebab terjadinya erosi
marin di wilayah pesisir Kelurahan Kastela adalah angin, gelombang,
arus, dan pasang surut serta adanya faktor buatan berupa aktifitas
penambangan pasir oleh masyarakat di sepanjang pantai Kelurahan
Kastela.
3. Penelitian tentang “Analisis Perubahan Garis Pantai Di Pantai Timur
Pulau Bintan Provinsi Kepulauan Riau” yang dilakukan oleh Mario
Putra Suhana dengan hasil Perubahan garis pantai yang terjadi di
pantai timur Pulau Bintan disebabkan oleh pengaruh gelombang laut,
hal ini ditunjukkan oleh kesamaan pola penjalara gelombang laut
denga bagian-bagian pantai yang mengalami abrasi maupun akresi.
4. Penelitian tentang “Studi Perubahan Garis Pantai Pulau Untung Jawa
Kepulauan Seribu DKI Jakarta” yang dilakukan oleh Sri Setyowati,
dengan hasil Pulau Untung Jawa mengalami perubahan garis pantai
yang disebabkan oleh abrasi dan akresi. Rata-rata abrasi pada Pulau
Untung Jawa sebesar 1547,27 m2/tahun dan akresi sebesar 766,68
m2/tahun.
48

Penelitian – penelitian yang telah disebutkan terdapat persamaan


dan perbedaan dengan penelitian ini, berikut disajikan table
perbandinga penelitian ini dengan penelitian relevan yang telah
disebutkan
Tabel 2.4 Perbandingan Penelitian
No Nama Judul Intisari Persamaan Perbedaan
Ardi Herdian Prediksi Laju Dari total panjang Teknik Penelitian
1
Purwadinata Abrasi Dengan pantai Kabupaten pengolahan dilakukan di
Menggunakan Tangerang sebesar data Kabupaten
Citra Satelit di ± 51 km, telah menggunakan Tangerang
Kabupaten terjadi abrasi penginderaan Provinsi
Tangerang Provinsi sebesar 40.3 % dari jauh Banten
Banten tahun 2009 hingga
2012
Adnan Sofyan Kajian Kerusakan Penyebab Meneliti Penelitian
2
Pantai Akibat Erosi terjadinya erosi tentang abrasi dilakukan di
Marin di Wilayah marin di wilayah serta faktor- Pulau Ternate
Pesisir Kelurahan pesisir Kelurahan faktor dan tidak
Kastela Kecamatan Kastela adalah penyebab menggunakan
Pulau Ternate angin, gelombang, abrasi pengolahan
arus, dan pasang citra
surut serta adanya
faktor buatan
berupa aktifitas
penambangan pasir
oleh masyarakat di
sepanjang pantai
Kelurahan Kastela.
Mario Putra Analisis Perubahan Perubahan garis Mengkaji Penelitian ini
3
Suhana Garis Pantai Di pantai yang terjadi tentang abrasi dilakukan di
Pantai Timur Pulau di pantai timur menggunakan Pantai Timur
Bintan Provinsi Pulau Bintan citra landsat Pulau Bintan
49

Tabel 2.4 Lanjutan

Kepulauan Riau disebabkan oleh Provinsi


pengaruh Kepulauan
gelombang laut, hal Riau,
ini ditunjukkan penelitian ini
oleh kesamaan pola juga mengkaji
penjalara aspek fisik
gelombang laut penyebab
denga bagian- abrasi
bagian pantai yang
mengalami abrasi
maupun akresi.
Sri Setyowati, Studi Perubahan Pulau Untung Jawa Menggunakan Penelitian
Garis Pantai Pulau mengalami citra landsat dilakukan di
Untung Jawa perubahan garis untuk Pulau Ternate
Kepulauan Seribu pantai yang mengkaji dan
DKI Jakarta disebabkan oleh tingkat abrasi menggunakan
abrasi dan akresi. data pasang
Rata-rata abrasi surut air laut
pada Pulau Untung sebagai faktor
Jawa sebesar penyebab
1547,27 m2/tahun abrasi
dan akresi sebesar
766,68 m2/tahun.

C. Kerangka Berpikir
Menurut Bambang Triadmojo, pantai berpasir terbentuk oleh
proses di laut akibat erosi gelombang, pengendapan sedimen dan material
organik. Pantai Marunda merupakan tipe pantai berpasir. Marunda di Desa
Marunda, Cilincing, Jakarta Utara merupakan sebuah desa yang dahulu
aman dari ancaman gelombang laut, Marunda kini sudah berubah menjadi
perkampungan relatif padat yang berada langsung di tepi laut terbuka.
Dengan seiring bertambahnya penduduk maka akan menyebabkan
ekosistem pesisir ini menjadi tergerus habis karena kawasannya banyak
50

dijadikan permukiman.Selain kerusakan mangrove, pembangunan di


wilayah pesisir juga menjadi penyebab perubahan garis pantai akibat
abrasi. Menurut Muh.Aris, Abrasi juga disebut erosi pantai. Erosi pantai
merupakan hilangnya daratan di wilayah pesisir. Penyebabnya adalah arus
laut, gelombang, kondisi morfologi, keberadaan vegetasi pantai dan
adanya aktivitas manusia yang bersifat merusak pantai.. Untuk lebih
jelasnya berikut peneliti sajikan kerangka berpikir dalam penelitian ini
pada Bagan 2.1

Pantai

Abrasi

`
Perubahan Garis Pantai

Penginderaan Jauh Untuk Mengkaji Abrasi

Analisis abrasi pantai

Luasan Abrasi Laju Abrasi

Bagan 2.1 Kerangka Berpikir


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian


a. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Pantai Marunda, Cilincing, Jakarta
Utara, pada tahun 2018. Pantai Marunda, merupakan pantai yang
berada di wilayah Teluk Jakarta. Pesisir Teluk Jakaarta terletak di
pantai utara Jakarta dibatasi oleh garis lintang 5048’30” LS hingga
6010’30” LS dan garis bujur 106033’00” BT hingga 107003’00” BT.
Pesisir Teluk Jakarta termasuk dalam wilayah administrasi kota Jakarta
Utara, yang merupakan bagian wilayah dari lima kecamatan, yaitu
Kecamatan Penjaringan, Pademangan, Tanjung Priok, Cilincing, dan
Koja. Peta penelitian disajikan pada Gambar 3.1

Gambar 3.1
Lokasi Penelitian

51
52

b. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tahun 2017-2018, mulai dari tahap
seminar proposal sampai mengelola hasil penelitian. Untuk penjelasan
lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 3.1
Tabel 3.1
Waktu penelitian
No Tahap Waktu penelitian
Penelitian Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov

1 Seminar
proposal
2 Revisi
proposal
3 Menyusun
Bab I-III
4 Penyusunan
Instrumen
Penelitian
5 Pelaksanaan
Penelitian
6 Pengolahan
Hasil
Penelitian
7 Menyusun
Bab IV-V

B. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif kuantitatif. Menurut Sugiyono, deskriptif kuantitatif digunakan
untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau
menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa
bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau
generalisasi.63 Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif
dengan memanfaatkan aplikasi ER Mapper untuk menganalisis aspek
fisik. Fisik meliputi penghitungan laju abrasi dengan menginterpretasi
citra dengan menggunakan penginderaan jauh sehingga menghasilkan
luasan daerah yang terabrasi abrasi. Untuk membuktikan hasilnya perlu

63
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2016) hal.
147
53

dilakukan observasi, wawancara serta dokumentasi untuk melihat abrasi


yang terjadi.

C. Alat dan Bahan Penelitian


a. Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain netbook dan
GPS sedangkaan perangkat lunaknya yaitu aplikasi Global Mapper
untuk melakukan Cropping citra dan ER Mapper 7.0, koreksi citra,
klasifikasi peta penelitian, overlay,Arcgis untuk melakukan digitasi
dan layout peta.
b. Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain citra satelit
lansad wilayah Jakarta dari tahun 1997 sampai 2017 yang di download
dari USGS atau United States Geological Survey dan peta
administrasi. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 3.2
Tabel 3.2 Bahan Yang Digunakan Dalam Penelitian
No Data Sumber Fungsi
1. Citra Landsat 5 http://earthexplorer.usgs.gov Interpretasi
tahun 1998 dan peta
2007
2. Citra Landsat 8 http://earthexplorer.usgs.gov Interpretasi
tahun 2017 peta, pedoman
groundcheck
3. Peta Peta Rupa Bumi Peta dasar
Administrasi yang
Kelurahan digunakan
Marunda sebagai
Kecamatan penelitian
Cilincing
Provinsi DKI
Jakarta
4 Peta Ketinggian Badan Meteorologi dan Pedoman
54

Tabel 3.2 Lanjutan


Gelombang Geofisika (BMKG) pembuatan
peta
ketinggian
gelombang di
daerah
penelitian
5 Peta Kecepatan Badan Meteorologi dan Pembuatan
Angin Geofisika (BMKG) peta kecepatan
angin di
daerah
penelitian

D. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Menurut Sugiyono populasi adalah wilayah generalisasi yang
terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian
ditarik kesimpulannya.64 Populasi ialah seluruh kumpulan elemen
yang sejenis akan tetapi berbeda karena karakteristiknya. 65 Menurut
Notoatmojo dalam buku Sulistyaningsih, populasi diartikan sebagai
keseluruhan objek penelitian atau yang diteliti.66
Populasi dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu populasi
wilayah dan populasi masyarakat. Populasi wilayah yang dijadikan
penelitian adalah seluruh wilayah Kelurahan Marunda, sedangkan
populasi masyarakat adalah seluruh masyarakat yang ada di Kelurahan
Marunda.
2. Sampel
Sampel terjemahan dari bahasa Inggris sample yang artinya
comotan atau mengambil sebagian dari yang banyak. Sampel

64
Ibid hal.81
65
I.Suprapto, Nandan Limakrisna, Petunjuk praktis penelitian ilmiah untuk menyusun skripsi, tesis
dan disertasi, (Jakarta:Mitra Wacana Media, 2013) hal.56
66
Sulistyaningsih, Metodologi penelitian kebidanan kuantitatif-kualitatif, (Yogyakarta:Graha
Ilmu,2011) hal.64
55

merupakan subset yang dicuplik dari populasi, yang akan diamati dan
diukur peneliti67. Menurut Sugiyono, sampel adalah bagian dari
jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi68. Dalam
penelitian ini, sampel dibagi menjadi dua yaitu sampel wilayah dan
sosial. Sampel wilayah meliputi daerah yang terkena abrasi di
Kelurahan Marunda sedangkan sampel sosial adalah penduduk dari
daerah yang terkena abrasi di Kelurahan Marunda, Jakarta Utara.

E. Jenis dan Sumber Data Penelitian


Terdapat dua data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data
primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh
secara langsung, sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh
secara tidak langsung. Data primer dalam penelitian ini yaitu observasi
langsung ke lapangan dan interpretasi citra. Data sekunder yang
digunakan yaitu data-data dari studi kepustakaan dan dari instasi-
instasi terkait yang dapat menunjuang data primer dalam penelitian ini.

F. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data deskriptif dapat dilakukan dengan
observasi lapangan, pemetaan, wawancara, dan studi pustaka69.
Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini dilakukan
dengan survey lapangan dan interpretasi citra. Survei adalah jenis
penelitian yang terbilang paling popular dalam bidang sosial
kemasyarakatan70. Survei dilakukan untuk mengetahui kondisi tinjauan
dan untuk mengetahui kondisi yang sebenarnya di lapangan.
Pengumpulan data melalui interpretasi citra diperoleh dari citra satelit
landsat dari USGS atau United States Geological Survey. Data yang
digunakan ada dua ,yaitu data untuk memperoleh citra satelit dan data
untuk memperoleh hasil abrasi.

67
Ibid, hal. 65
68
. Sugiyono, Opcit, hal.81
69
Sri Setiyowari, Studi Perubahan Garis Pantai Pulau Untung Jawa Kepulauan Seribu, ( Skripsi
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Jakarta, 2016) hal. 30
70
Suwartono, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian, (Yogyakarta: ANDI OFFSET, 2014) hal. 127
56

a. Observasi
Observasi sebagai teknik pengumpulan data mempunyai
ciri-ciri yang spesifik bila dibandingkan dengan teknik yang lain.
Sutrisno Hadi mengemukakan bahwa observasi merupakan suatu
proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai
proses biologis dan psikologis. Dua di antara yang terpenting
adalah proses-proses pengamatan dan ingatan. Teknik
pengumpulan data dengan observasi digunakan bila, penelitian
berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala
alam dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar.71
b. Interpretasi Citra
Interpretasi yang dapat digunakan dalam penginderaan jauh
adalah interpretasi visual dan interpretasi secara digital. Interpretasi
citra secara digital dilakukan dengan bantuan komputer. Di dalam
interpretasi citra penginderaan jauh digital, pengguna dapat
melakukanya mulai dari pengolahan/ pra-pengolahan (koreksi-
koreksi citra) penajaman citra, hingga klasifikasi citra. Namun
dapat juga menggunakan data/ citra penginderaan jauh digital yang
sudah terkoreksi, sehingga pengguna tinggal melakukan klasifikasi
dan tidak perlu melakukan pra-pengolahan data.
c. Pengecekan Lapangan atau Ground Check
Ground check digunakan untuk melakukan revisi hasil
penafsiran awal pada citra dan untuk mengetahui tingkat akurasi
hasil penafsiran serta untuk mengetahui keadaan sebenarnya di
lapangan, dilakukan dengan cara penentuan titik geografis dengan
GPS (Global Position System) di lapangan. Dalam rangka
mengetahui kondisi dan perubahan penutupan lahan, perlu
dilakukan pemantauan pentupan lahan secara periodik yang
ditunjang dengan kegiatan pengecekan lapangan yang

71
Siti Syarah, Pemanfaatan Sistem Informasi Geografis Dalam Mengkaji Perubahan Penggunaan
Lahan di Kecamatan Sawangan Depok (Skripsi Fakuktas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN
Jakarta) hal. 41
57

dimaksudkan untuk memberikan masukan kepada penafsir tentang


obyek yang ada di lapangan atau mengkoreksi hasil penafsiran
yang telah dilakukan berdasarkan kenyataan di lapangan. Tujuan
dari kegiatan pengecekan lapangan ini untuk mengetahui
pentutupan lahan yang terbaru dari masing-masing kelas penutupan
lahan yang ada. Serta menghitung tingkat akurasi dari kesesuain
antara hasil penafsiran dengan pengecekan lapangan.
d. Wawancara
Wawancara didefinisikan sebagai diskusi antara dua orang
atau lebih dengan tujuan tertentu. Dengan wawancara peneliti
dapat memperoleh banyak data yang berguna bagi penelitiannya.72
Menurut Sugiyono, wawancara digunakan sebagai teknik
pengumpulan data apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari
responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya
sedikit/kecil. Pada penelitian ini, wawancara yang dilakukan
dengan wawancara tidak terstruktur.
Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas
di mana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang
telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan
datanya. Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa gari-
garis besar permasalahan yang akan ditanyakan .73Wawancara
dilakukan kepada masyarakat yang ditemui dan dapat diajak bicara
mengenai abrasi yang terjadi di Pantai Marunda Kecamatan
Cilincing Provinsi Jakarta Utara.

72
Sarosa, Samiaji, Penelitian Kualitatif dasar-dasar, (Jakarta: Permata puri media, 2012) hal.45
73
Sugiyono, Opcit, hal.140
58

Tabel 3.3 Kisi-kisi wawancara


Variabel Dimensi Indikator Variabel No Soal
Variabel
Analisis abrasi Abrasi a. Pengetahuan 1
dengan seputar abrasi
menggunakan b. Tingkat abrasi dan 2,3
penginderaan letak posisi
jauh terjadinya abrasi
c. Faktor penyebab 4
abrasi
d. Dampak dari 5
abrasi yang
menyebabkan
kerusakan
e. Terjadi perubahan 6
garis pantai
f. Upaya pencegahan 7,8,9,10
dari dampak abrasi

e. Dokumentasi
Menurut Sugiyono, dokumentasi merupakan catatan
peristiwa yang sudah berlalu. Dokumentasi bisa berbentuk tulisan,
gambar atau karya-karya menumental dari seseorang. Dokumentasi
ini berupa foto pada keadaan lokasi penelitian dan dokumentasi ini
dilakukan untuk mendukung langsung penelitian. Sedangkan
dokumentasi untuk analisis perubahan penggunaan lahan dan
perubahan garis pantai di dapatkan dari citra Landsat 5 dan Landsat
8 Kota Jakarta tahun 1997, 2007, dan 2017 yang di unduh dari web
http://earthexplorer.usgs.gov.
59

G. Teknik Analisis Data


1. Teknik Analisis Pertama
Analisis yang dapat digunakan dalam penginderaan jauh adalah
interpretasi visual dan interpretasi secara digital. Pada tahap
analisis yang pertama dilakukan studi pustaka dan pengumpulan
data. Data yang di dapat melalui pendownloadan citra satelit sesuai
dengan tempat penelitian yaitu di Pantai Marunda, Jakarta Utara.
Data citra landsat yang sudah di download diolah dengan software
ER Mapper 7.0, sehingga menghasilkan output peta abrasi pantai.
Setelah mendapatkan peta abrasi pantai, maka akan dilakukan
pengecekan lapangan di wilayah penelitian tempat di mana abrasi
terjadi. Berikut adalah langkah-langkah yang dilakukan sebagai
berikut:
a. Download Citra
Langkah pertama yang dilakukan adalah melakukan
download citra satelit untuk memperoleh data sekunder
mengenai laju abrasi. Citra satelit Landsat dapat di download
dari USGS atau United States Geological Survey yaitu situs
yang menyediakan citra satelit. Citra satelit yang di download
merupakan citra daerah penelitian, yaitu citra Landsat 5 dan
Landsat 8 Kota Jakarta tahun 1997, 2007, dan 2017 yang di
unduh dari web http://earthexplorer.usgs.gov.
b. Pemotongan Citra atau Cropping
Cropping jika dilakukan untuk memfokuskan pada daerah
penelitian, sehingga dapat lebih efektif dan efisien dalam
mengerjaan penelitian ini. Karena citra awal memiliki cakupan
yang luas sehingga perlu di lakukan pemotongan sesuai focus
penelitian
c. Koreksi Citra
1) Koreksi Geometrik
Citra satelit biasanya mengandung distorsi
geometris. Salah satu cara untuk mengkoreksi distorsi
60

geometris ini adalah dengan menggunakan titik-titik control


lapangan (Ground Control Point/GPC). GPC adalah suatu
titik pada permukaan bumi yang sudah diketahui
koordinatnya. Koreksi geometri selanjutnya diperlukan
untuk menghasilkan data yang lebih teliti dalam aspek
planimetrik. Pada koreksi ini, sistem koordinat atau
proyeksi peta tertentu dijadikan rujukan, sehingga
dihasilkan citra yang mempunyai sistem koordinat dan
skala yang seragam. Koreksi geometrik bertujuan untuk
memperbaiki kesalahan posisi atau letak objek yang
terekam pada citra, yang disebabkan adanya distorsi
geometrik 74
2) Koreksi Radiometrik
Koreksi radiometrik digunakan untuk mengurangi
pengaruh hamburan atmosfer pada citra satelit. Hampuran
atmosfer disebabkan oleh adanya partikel-partikel di
atmosfer yang memberikan efek hampuran pada energi
elektromagnet matahari yang berpengaruh pada nilai
spectral citra.75
d. Penajaman Citra
Proses penajaman citra bertujuan untuk memperjelas
kenampakan objek pada citra, sehingga citra semakin
informatif. Penajaman citra dapat memperbaiki kenampakan
citra dan membedakan objek yang ada pada citra dan
informasinya lebih mudah diinterpretasi. Penajaman citra juga
mempermudah kita untuk membedakan batas antara antara
daerah daratan dan perairan. Proses penajaman citra bertujuan
untuk memperjelas kenampakan objek pada citra, sehingga
citra semakin informatif 76.

74
Sodikin, dalam jurnal ”Analisis Abrasi dengan Menggunakan Teknologi Penginderaan Jauh
(Studi Kasus di Desa Pantai Bahagia Kecamatan Muara Gembong Bekasi Regency) hal. 3.
75
Ibid hal.3
76
Ibid hal.3
61

e. Kombinasi Band
Gelombang elektromagnetik yang digunakan sebagai media
untuk merekam data/objek mencakup gelombang tampak mata
(visible light) dan infra merah, yang kemudian dikelompokkan
kedalam wilayah-wilayah yang lebih sempit dengan kisaran
panjang gelombang tertentu, yang disebut band. Dalam analisis
atau klasifikasi data citra digital, perlu dicari gabungan dari tiga
band yang tampilan datanya dapat memberikan gambaran dan
detail informasi yang jelas mengenai penggunaan lahan
vegetasi, dan lainnya. Komposit warna yang digunakan untuk
citra landsat 5 adalah RGB 542 dan untuk landsat 8 adalah
RGB 653.
f. Klasifikasi tidak terbimbing (Unsupervised Clasification)
Klasifikasi tidak terbimbing merupakan metode yang
memberikan mandate sepenuhnya kepada system/computer
untuk mengelompokkan data raster berdasarkan nilai digitalnya
masing-masing, intervensi penggunaan dalam hal ini
diminimalisasi.77 Klasifikasi citra tidak terbimbing
dilaksanakan dengan metodde kluster yang dapat
mengidentifikasi kelompok-kelompok pola alami. Sifat setiap
kelompok kemudian ditentukan dengan uji lapangan.78
g. Ground Check
Pada penelitian selanjutnya ialah melakukan ground check
lapangan yang bertujuan untuk melihat seberapa besar
persamaan pada data interpretasi yang telah diperoleh dengan
hasil lapangan. Hasil dari pengecekan lapangan digunakan
untuk melakukan revisi hasil penafsiran survei lapangan
bertujuan untuk pengecekan kebenaran klasifikasi penggunaan
lahan dan mengetahui bentuk-bentuk perubahan fungsi lahan di
kawasan Pantai Marunda. Pengecekan dilakukan dengan
bantuan Global Position System (GPS). Titik pengamatan
77
Sodikin, Modul Petunjuk Teknik Pengolahan Citra Landsat dengan Er Mapper 7.0, hal.106
78
C.P.Lo, Penginderaan Jauh Terapan, (Jakarta: UI Press, 1995) hal. 45
62

ditentukan dengan metode purposive sampling. Masing-masing


kelas tutupan lahan diwakili untuk setiap kelas penggunaan
lahan. Setiap titik didatangi kemudian dilakukan pendataan,
pengamatan, serta pencatatan informasi penting. Data yang
diambil adalah rekam koordinat titik pengamatan lapangan dari
GPS, kondisi tutupan lahan sekita titik lapangan yang
dilengkapi gambar.

2. Teknik Analisis Kedua


a. Perhitungan Akurasi (Accuracy Assesment)
Seperti halnya dengan beberapa analisa spasial lainnya,
sebelum klasifikasi dapat benar-benar digunakan perhitungan
tingkat akurasi merupakan prasyarat mutlak yang harus
dilakukan setelah kegiatan klasifikasi. Akurasi merupakan
perbandingan antara data hasil klasifikasi dengan kondisi
lapangan. Dengan kata lain dalam prosesnya pengguna harus
melakukan pengecekan dan pengambilan beberapa sampel di
lapangan sebagai pembanding. Perhitungan akurasi dapat
dilakukan dengan berbagai metode, salah satu metode yang
digunakan penelitian ini adalah confusion matrix.79 Data yang
sudah di interpretasi dengan data lapangan kemudian di
interpretasi kembali dengan menggunakan tabel confusion
matrix atau matriks yang menghitung perbandingan secara
presentase. Penelitian ini menggunakan 100 titik sampel di
lapangan kemudian disesuaikan dengan citra landsat Kelurahan
Marunda tahun 2017 yang sudah diklasifikasikan.
Tingkat ketelitian interpretasi citra, yaitu analisis yang
dilakukan berdasarkan uji ketelitian interpretasi menggunakan
perhitungan matrik konfusi. Matrik konfusi memuat
perhitungan ketelitian masing-masing klasifikasi obyek dan
interpretasi keseluruhan. Selain itu, matrik tersebut memuat

79
Ibid, hal. 121
63

perhitungan omisi dan komisi yaitu perhitungan kesalahan


interpretasi, sehingga uji ketelitian tersebut tidak termasuk
pengukuran tunggal dan merupakan prosedur uji ketelitian
yang sangat valid. Uji ketelitian interpretasi citra dilakukan
dengan melakukan cek lapangan dengan sampel objek yang
sudah ditentukan. Perhitungan pengujian berdasarkan
kesesuaian hasil interpretasi dengan kondisi lapangan, sehingga
kesalahan interpretasi dapat diketahui.80 Menurut
Kusumowigado dalam Siska hasil klasifikasi dikatakan baik
bila ketelitianya > 80% atau kesalahanya < 20% bila
dibandingkan dengan keadaan di lapangan.81
Tabel 3.4 Matriks kesalahan (confusion matrix)
Data hasil Data sesuai (lapangan) Total User’s
klasifikasi kolom Accuracy
A B C
A Xii Xk+ Xii/ Xk+

B Xii

C Xii

Total Baris X+k N

Producer’s Xii/
Accuracy X+k

Sumber : Dedy 2005


Adapun penghitungan nilai akurasi dan matriks kesalahan
yaitu User’s Accuracy adalah ukurasan akurasi yang dihasilkan
dari pengguna. Producer’s Accuracy adalah akurasi yang
dihasilkan dari pembuat klasifikasi (perangkat lunak
pengklasifikasi), dan Overall Accuracy merupakan perhitungan

80
Munisya'ul Khosyi'ah dkk, Interpretasi Citra Quickbird Untuk Identifikasi Penggunaan Lahan di
Desa Karang Tengah Kecamatan Sragen Kabupaten Sragen, Jurnal PROSIDING SEMINAR
NASIONAL GEOTIK 2017 hal. 260
81
Siska Wahyu Andini, dkk, Analisis Sebaran Vegetasi dengan Citra Satelit Sentinel
menggunakan Metode NDVI dan Segmentasi, Jurnal Geodesi UNDIP Vol 7, 2018. Hal. 18
64

nilai akurasi dari hasil klasifikasi oleh pengguna dan perangkat


lunak pengklasifikasikan.82
User’s Accuracy = (Xii/Xk+) x 100%
Producer’s Accuracy = (Xii/X+k) x 100%
Overall Accuracy = (∑ri Xii / N) x 100%
b. Analisis Overlay
Overlay merupakan metode yang dikenal lama dalam
metode spasial. Overlay tumpang susun peta merupakan cara
untuk menghubungkan citra Landsat tahun 1997 sampai 2017
untuk mengetahui perubahan garis pantai. Metode analisis data
yang dipergunakan untuk mendapatkan kesimpulan penelitian
adalah metode overlay, yang mengtumpang susun peta.
Penelitian ini menggunakan analisis overlay yang
menggunakan software Er Mapper 7.0 untuk mendapatkan
hasil perubahan garis pantai. Citra landsat masing-masing citra
di digitasi tiap garis pantainya, dengan tujuan mendapatkan
data perubahan garis pantai. Citra landsat yang digunakan yaitu
citra landsat 5 untuk tahun 1997 dan tahun 2007 serta citra
landsat 8 untuk tahun 2017. Perhitungan abrasi pantai
dilakukan dengan membandingkan garis pantai dari citra
landsat tahun 1997, tahun 2007, dan tahun 2017. Proses ini
dilakukan denga mengtumpang tindih atau overlay ketiga citra
landsat tersebut, sehingga diketahui perubahan garis pantainya
yang diakibatkan oleh abrasi

82
Dedy Humaidi, Pemanfaatan Citra Landsat ETM dalam Penyusunan Model Pengaturan Hasil
Hutan Studi Kasus DI HPHTI PT Musi Hutan Persada Provinsi Sumatera Selatan, Skripsi
Universitan IPB, 2005. Hal.20
65

H. Diagram Alur

Download citra landsat 5dan landsat 8

Cropping Citra

Koreksi Citra

Radiometrik Geometrik

Penajaman Citra

Komposisi Band

Klasifikasi tidak terbimbing

baik bila Ground Check Analisis perubahan garis


ketelitianya > pantai akibat abrasi
80% Perhitungan tingkat akurasi tahun 1997 tahun 2007
dan tahun 2017

Digitasi Citra

Overlay

Gambar 3.2
Diagram alur analisis citra
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Daerah Penelitian


1. Kondisi Geografis
Secara administratif Kelurahan Marunda merupakan bagian dari
Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara. Kelurahan Marunda menjadi
bagian dari Kecamatan Cilincing Jakarta Utara sejak akhir tahun 1975
bergabung dengan keempat kelurahan lainnyya yakni Kelurahan
Kalibiru, Cilincing, Semper, dan Sukapura. Awal mula terbentuknya
Kelurahan Marunda karena adanya Peraturan Pemerintah No. 45 tahun
1974 dan Keputusan Menteri Dalam Negeri No.45 tahun 1975 tanggal
20 Desember 1975 mengenai penghapusan status daerah otonom,
pembentukan, pengembangan, dan perubahan batas wilayah DKI
Jakarta Raya dalam rangka pemekaran wilayah ibu kota tersebut.
Dengan adanya peraturan ini Kelurahan Marunda secara resmi masuk
wilayah Daerah Ibu Kota Jakarta setelah sebelumnya wilayah
Kelurahan Marunda merupakan bagian dari Kabupaten Bekasi di Jawa
Barat.
Marunda merupakan kelurahan di Kecamatan Cilincing Kota
Madya Jakarta Utara Provinsi Daerah Ibu Kota Jakarta. Adapun batas-
batas wilayah Kelurahan Marunda sebagai berikut :
a. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Segara Makmur Kecamatan
Tarumajaya Kabupaten Bekasi Provinsi Jawa Barat
b. Sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa
c. Sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Sukapura dan
Kelurahan Rorotan
d. Sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Cilincing

66
67

Gambar 4.1 Peta Administrasi Kelurahan Marunda


68

2. Kondisi Fisik
a. Geologi

Secara geologis, seluruh dataran terdiri dari endapan


pleistocene yang terdapat pada ±50 m di bawah permukaan tanah.
Bagian selatan terdiri atas lapisan alluvial, sedang dataran rendah
pantai merentang ke bagian pedalaman sekitar 10 km. Di
bawahnya terdapat lapisan endapan yang lebih tua yang tidak
tampak pada permukaan tanah karena tertimbun seluruhnya oleh
endapan alluvium. Di wilayah bagian utara baru terdapat pada
kedalaman 10-25 m, makin ke selatan permukaan keras semakin
dangkal 8-15 m. Pada bagian tertentu juga terdapat lapisan
permukaan tanah yang keras dengan kedalaman 40 m83.
b. Topografi
Secara geografis Kelurahan Marunda merupakan dataran
rendah dengan luas tanah seluas 746.304 ha dengan titik koordinat
berada pada koordinat 060080 LS dan 1060480 BT. Sebagian besar
Kelurahan Marunda terdiri dari tanah daratan hasil dari pengerukan
rawa-rawa yang mempunyai ketinggian rata-rata 0 sampai dengan
1 meter di atas permukaan laut terutama di sepanjang pantai utara
Jakarta. Luas ini tiap tahun makin berkurang dengan adanya abrasi
laut yang terjadi dengan pesat. Abrasi laut ini menyebabkan
penyusutan pantai di sebelah utara Kelurahan Marunda
c. Iklim
Marunda yang masuk dalam wilayah Jakarta Utara beriklim
panas, suhu udara sepanjang tahun sekitar 240 sampai 320, karena
letaknya di daerah Katulistiwa sehingga wilayah Jakarta Utara
termasuk Marunda dipenuhi angin Muson Timur terjadi bulan Mei
sampai dengan Oktober dan Muson Barat sekitar bulan November

83
https://jakarta.go.id/artikel/konten/55/geografis-jakarta ( diakses pada tanggal 27/09/2018 pada
pukul 07.04 WIB )
69

sampai dengan April. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel
4.1
Tabel 4.1 Iklim Jakarta Utara
Uraian Stasiun Meteorologi Maritim Klas 1
Tanjung Priok
Suhu (0C)
Maksimum 32,2
Minimum 26,0
Rata-rata 28,7

Kelembaban Udara (%)


Maksimum 96,3
Minimum 44,5
Rata-rata 73,7

Tekanan Udara (mb) 1010,6

Kecepatan Angin 4,1


(knot)
Curah Hujan (mm2) 166,9

Penyinaran Matahari 5,05

Sumber : BPS Kota Jakarta Utara

Berdasarkan Tabel 4.1, keadaan Kota Jakarta umumnya


beriklim panas dengan suhu udara maksimum berkisar 32,7°C -
34,°C pada siang hari, dan suhu udara minimum berkisar 23,8°C -
25,4°C pada malam hari. Rata-rata curah hujan sepanjang tahun
237,96 mm, selama periode 2002-2006 curah hujan terendah
sebesar 122,0 mm terjadi pada tahun 2002 dan tertinggi sebesar
267,4 mm terjadi pada tahun 2005, selain itu pada tahun 2017
curah hujan sebesar 166,9 mm2 dengan tingkat kelembaban udara
mencapai 44,5-73,7 dengan rata-rata 73,7 persen dan kecepatan
angin rata-rata mencapai 4,1 knot.
d. Curah hujan
Marunda merupakan masuk ke dalam wilayah Jakarta
Utara. Jakarta utara memiliki iklin cenderung panas dengan curah
hujan tertinggi terjadi pada bulan Februari dengan jumlah 627,9
70

mm2 dengan jumlah banyaknya hari hujan sebanyak 25 kali dan


badai Guntur terjadi 12 kali. Sedangkan curah hujan terendah pada
bulan Agustus sebesar 1,9 mm2 dengan banyaknya hari hujan
hanya 1 kali dan tidak mengalami badai Guntur, dapat dilihat pada
Tabel 4.2
Tabel 4.2 Curah Hujan
Bulan Curah Hujan Banyaknya Jumlah Badai
Hari Hujan Guntur
Januari 294,2 17 6
Februari 627,9 25 12
Maret 165,5 16 13
April 116,1 12 9
Mei 60,0 8 2
Juni 181,6 13 4
Juli 34,4 4 -
Agustus 1,9 1 -
September 74,6 7 1
Oktober 69,5 11 4
November 160,4 16 6
Desember 217,2 12 4
Sumber : BPS Kota Jakarta Utara

3. Kondisi Sosial
a. Kependudukan
Penduduk Kelurahan Marunda pada tahun 2016 menurut
jenis kelamin, terdiri dari penduduk laki-laki sebesar 16.075 jiwa
dan penduduk wanita sebesar 15.372 jiwa dan jumlah totalnya
sebesar 29.371 . Dengan kepadatan penduduk nya sebesar 3.972,93
Lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 4.3
71

Tabel 4.3 Jumlah penduduk menurut kelurahan dan kenis kelamin


No Kelurahan Luas/Area Jenis Kelamin/Sex Jumlah Kepadatan
2
/ Sub (km ) Total penduduk
District Laki-laki Wanita
Male Female
1 Sukapura 5,614 32.312 32.451 81.822 11.535,98
2 Rorotan 10,637 22.797 22.218 58.251 4.231,93
3 Marunda 7,9169 16.075 15.372 29.371 3.972,93
4 Cilincing 6,3125 26.665 25.682 45.500 8.292,14
5 Semper 3,1615 21.134 20.617 44.692 13.206,07
Timur
6 Semper 1,5907 40.798 40.013 77.836 50.802,16
Barat
7 Kalibaru 2,467 343.344 41.418 71.520 34.358,33
Jumlah 39,6996 203.125 197.771 400.896 10.098,11
Sumber : BPS Kota Jakarta Utara

Berdasarkan Tabel 4.1, Marunda mempunyai luas wilayah


kedua terluas setelah Kelurahan Cilicing dengan luas wilayah
Marunda 7,9169 km2. Sedangkan jumlah penduduk berdasarkan
jenis kelamin di Kecamatan Cilincing, Marunda berada di posisi
terakhir dengan total jumlah penduduk laki-laki dan penduduk
perempuan yaitu 29.371 jiwa. Hal ini memberikan gambaran
bahwa untuk persebaran penduduk Marunda masih belum merata.

b. Pendidikan
Setiap daerah mempunyai jenjang pendidikan baik dari
tingkat sekolah dasar (SD), sekolah menegah pertama (SMP),
sekolah menengah atas (SMA), maupun sekolah menengah
kejuruan (SMK) seperti daerah Marunda yang memiliki jenjang
pendidikannya untuk lebih jelasnya dapat dilihat di Tabel 4.4
72

Tabel 4.4 Sekolah Dasar Jakarta Utara 2012/2013


No Kelurahan Sekolah Guru Murid
1. Sukapura 9 152 3.715
2. Rorotan 9 135 3.224
3. Marunda 8 96 2.305
4. Cilincing 15 205 4.742
6. Semper Timur 13 168 3.809
7. Semper Barat 23 321 7.193
8. Kalibaru 16 208 5.221
Jumlah 94 1.285 30.209
Sumber : BPS Kota Jakarta Utara

Berdasarkan Tabel 4.4 Kelurahan Marunda memiliki


sekolah dasar sebesar 8 dengan jumlah guru 96 jiwa dan murid
2.305 jiwa.. Untuk melihat jumlah sekolah, guru, dan murid pada
tingkat sekolah menengah pertama dapat dilihat pada Tabel 4.5

Tabel 4.5 Sekolah Menengah Pertama Jakarat Utara 2012/2013


No Kelurahan Sekolah Guru Murid
1. Sukapura 2 20 262
2. Rorotan 3 82 1.266
3. Marunda 2 47 1.015
4. Cilincing 6 149 2.623
5. Semper Timur 6 91 1.128
6. Semper Barat 7 126 1.877
7. Kalibaru 6 108 1.344
Jumlah 32 623 9.515
Sumber : BPS Kota Jakarta Utara

Berdasarkan Tabel 4.5 Kelurahan Marunda memiliki


sekolah menengah pertama atau SMP hanya 2 sekolah dengan
jumlah guru 47 jiwa dan murid 1.015 jiwa. Jumlah sekolah
Kelurahan Marunda sama dengan Kelurahan Sukapura yang hanya
73

memiliki 2 sekolah tetapi berbeda dari jumlah guru dan murid.


Pada Tabel 4.6 disajikan data jumlah sekolah, guru dan murid pada
tingkat sekolah menegah atas atau SMA.

Tabel 4.6 Jumlah Sekolah Menengah Atas Jakarta Utara 2012/2013


No Kelurahan Sekolah Guru Murid
1. Sukapura 2 58 731
2. Rorotan 1 38 553
3. Marunda - - -
4. Cilincing 1 37 531
5. Semper Timur 2 66 782
6. Semper Barat 6 181 2.428
7. Kalibaru 1 15 91
Jumlah 12 395 5.116
Sumber : BPS Kota Jakarta Utara

Berdasarkan Tabel 4.6 Kelurahan Marunda tidak memiliki


sekolah menegah atas (SMA). Semper barat mempunyai jumlah
SMA paling banyak dengan 6 sekolah dan Marunda tidak memiliki
sekolah SMA. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat
penting bagi kemajuan disuatu Negara/daerah. Karena dengan
majunya pendidikan di daerah tersebut akan memberikan dampak
dan pengaruh yang baik bagi daerah tersebut. Maka dari itu
ketersediaan sekolah disuatu daerah sangat diperlukan.
Berdasarkan Tabel 4.1, Tabel 4.2, Tabel 4.3 dan Tabel 4.4,
Marunda memiliki 8 sekolah dasar (SD), 2 sekolah menegah
pertama (SMP), dan tidak memiliki sekolah menengah atas (SMA).
74

B. Hasil Penelitian
1. Hasil Klasifikasi
Pemanfaatan teknologi penginderaan jauh menggunakan software
Er Mapper 7.0 untuk mengalanisis citra landsat 5, dan landsat 8
ETM+ tahun 1997, 2007, dan 2017 dalam mengklasifikasi citra untuk
penggunaan lahan di Kelurahan Marunda. Adapaun pengklasifikasian
citra sebagai berikut:
Membuka citra landsat yang sudah di download di United States
Geological Survey (USGS) dengan menggunakan software Er Mapper
7.0. Kemudian citra landsat tahun 1997, tahun 2007, dan tahun 2017
dilakukan komposit warna dengan memberi warna red green blue
(RGB) untuk citra landsat tahun 1997 dan 2007 RGB 542 dan untuk
citra landsat 2017 653. Penggunaan RGB tersebut berfungsi untuk
memudahkan melakukan identifikasi terhadap objek. Selanjutnya
memasukan data erv Kelurahan Marunda untuk memotong citra yang
sudah di RGB.
Citra yang sudah di cropping kemudian dilakukan analisis
unsupervised clasification atau klasifikasi tidak terbimbing, yaitu
metode yang memberikan mandat sepenuhnya kepada
system/computer untuk mengelompokkan data raster berdasarkan nilai
digitalnya masing-masing. Klasifikasi dari penggunaan lahan di
Kelurahan Marunda terdiri dari lima klasifikasi diantaranya: vegetasi,
kebun campuran, lahan terbangun, badan air, dan lahan kosong
Setelah mengklasifikasi citra tersebut selanjutnya dipastikan
kembali di lapangan (groundcheck) untuk melihat seberapa besar
persamaan data interpretasi yang sudah diperoleh dengan hasil di
lapangan. Data yang sudah di interpretasi dengan data lapangan
kemudian di interpretasi kembali dengan menggunakan tabel
confusion matrix atau matriks yang menghitung perbandingan secara
presentase. Penelitian ini menggunakan 100 titik sampel di lapangan
75

kemudian disesuaikan dengan citra landsat Kelurahan Marunda tahun


2017 yang sudah diklasifikasikan, dapat dilihat pada Tabel 4.7
Tabel 4.7 Hasil Matriks Kesalahan ( Confusion Matrix )
Data sesuai (lapangan)
Data hasil Total Users’s
Vegetasi Badan Lahan Kebun Lahan
klasifikasi kolom Accuracy
air terbangun campuran kosong
Vegetasi 16 0 0 3 1 20 80 %

Badan 0 22 0 0 0 22 100
Air
Lahan 1 0 33 0 1 35 94,2
terbangun
Kebun 2 0 1 10 2 15 66,7
campuran
Lahan 1 0 0 0 7 8 87,5
Kosong
Total baris 20 22 34 13 11 100

Producer’s 80 % 100 97 % 76,9 % 63,6 %


Accuracy %
Sumber : Hasil Penelitian

Maka perhitungan akurasinya adalah sebagai berikut:


1. Akurasi keseluruhan ( Overall Accuracy )
= Jumlah diagonal utama/jumlah titik
= 88/100
= 88 %
2. Akurasi produser (Producer’s Accuracy )
Vegetasi = 16/20 = 80 %
Badan air = 22/22 = 100 %
Lahan terbangun = 33/34 = 97 %
Kebun campuran = 10/13 = 76,9 %
Lahan kosong = 7/11 = 63,6 %
3. Akurasi penggunaan (Users’s Accuracy)
Vegetasi = 16/20 = 80 %
76

Badan air = 22/22 = 100 %


Lahan terbangun = 33/35 = 94,2 %
Kebun campuran = 10/15 = 66,7 %
Lahan kosong = 7/8 = 87,5 %
Berdasarkan hasil data yang ada pada Tabel 4.7, dapat
dilihat bahwa penggunaan lahan badan air memiliki nilai
akurasi produser (producer’s accuracy ) terbesar, yaitu 100 %.
Hal ini menunjukkan bahwa jumlah piksel sudah terklasifikasi
dengan baik. Lahan kosong memiliki memiliki nilai akurasi
produser (producer’s accuracy ) terkecil yaitu 63,6 %. Hal ini
berarti bahwa dari 11 piksel yang terklasifikasi, 7 piksel
terkelaskan dengan benar pada lahan kosong, 1 piksel
dikelaskan ke dalam vegetasi, 1 piksel dikelaskan ke dalam
lahan terbangun, dan 2 piksel dikelaskan ke dalam kelas kebun
campuran. Akurasi penggunaan (users’s accuracy) terbesar
pada penggunaan badan air, yaitu 100 % dan nilai akurasi
penggunaan (users’s accuracy) terendah pada kebun campuran
dengan nilai 66,7 %.
Akurasi umum ( overall accuracy ) merupakan jumlah
piksel yang terdapat pada diagonal matrik dengan jumlah
seluruh piksel yang digunakan, nilai overall accuracy atau
tingkat kepercayaan yang didapatkan adalah 88 % dan tingkat
kesalahan sebesar 12 %. Adanya piksel tidak murni yang
masuk ke dalam kelas tertentu menjadi alasan persentase
tingkat kepercayaan belum mencapai 100 %. Menurut
Kusumowigado dalam Siska Wahyu Andini, hasil klasifikasi
dikatakan baik bila ketelitianya > 80% atau kesalahanya < 20%
bila dikanalingkan dengan keadaan di lapangan84. Dalam
penelitian ini hasil akurasi data yang didapatkan dari lapangan
sebesar 88 % artinya nilai akurasinya terpercaya dan hasil
klasifikasinya dikatakan baik.
84
Siska Wahyu Andini, dkk, Analisis Sebaran Vegetasi dengan Citra Satelit Sentinel
menggunakan Metode NDVI dan Segmentasi, Jurnal Geodesi UNDIP Vol 7, 2018. Hal. 18
77

(a)

(b)

(c)

Gambar 4.2 Peta Penggunaan Lahan Marunda Tahun (a) 1997, (b) 2007,(c) 2017
78

2. Hasil Groundcheck
Tabel 4.8 Hasil Groundcheck
No Nama Koordinat Hasil interpretasi Hasil groundcheck
Obyek citra landsat
1 Vegetasi -6005’40”S-
106057’38”E

2 Badan air -6006’24”S-


106058’09”E

3 Lahan -6007’29”S-
terbangun 106057’26”E

4 Kebun -6005’47”S-
campuran 106057’48”E

5 Lahan -6005’36”S-
kosong 106058’14”E
79

Berdasarkan Tabel 4.7 penggunaan lahan ditentukan dengan


klasifikasi citra tidak terbimbing ( analisis unsupervised ) yang terdiri
dari lima kelas, yaitu vegetasi, badan air, lahan terbangun, kebun
campuran, dan lahan kosong.
a. Vegetasi. Vegetasi adalah berbagai macam jenis tumbuhan atau
tanaman yang menempati suatu ekosistem. Vegetasi yang
ditemukan di lapangan pada koordinat -6005’40”S-106057’38”E
merupakan vegetasi mangrove. Vegetasi mangrove biasanya
terletak di dekat perairan baik di muara sungai ataupun di daerah
pantai. Vegetasi mangrove merupakan vegtasi pantai yang mampu
tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut dan pantai
berlumpur. Kenampakan vegetasi dalam citra berwarna hijau
terang. Dan biasanya terdapat di daerah sekitar pantai ataupun
muara sungai.
b. Badan air. Badan air terdiri dari kenampakan yang tergenang oleh
air tanpa ada vegetasi. Badan air kumpulan air yang besarnya
antara lain bergantung pada relief permukaan bumi,
pembendungan, curah hujan, suhu, dan sebagainya.Badan air
terdiri dari sungai, danau, pantai, situ, empang, dan sebagainya.
Badan air pada citra landsat berwarna biru, di lapangan badan air
yang di temukan yaitu sungai di daerah banjir kanal timur pada
koordinat -6006’24”S-106058’09”E.
c. Lahan terbangun. Kenampakan yang tersusun secara kelompok
berupa bangunan-bangunan. Lahan terbangun yang terdapat di
lapangan berupa perumahan, sekolah, masjid, pabrik industri,
kantor pemerintahan, puskesmas, maupun pusat pelayanan lainnya.
Kenampakan lahan terbangun pada citra landsat berwarna merah
dan cenderung mengelompok. Di lapangan pada koordinat -
6007’29”S-106057’26”E dijumpai kantor Kelurahan Marunda.
d. Kebun campuran. Kegiatan di lahan kering yang terdiri dari
campuran tanaman pertanian dan kehutanan. Jenis yang ada pada
perkebunan campuran yang ditemukan yaitu kebun pisang,
80

singkong, pepaya dan beberapa jenis sayuran seperti sawi, cabai,


dan lain-lain. Kebun campuran pada citra berwarna hijau tua dan di
lapangan pada koordinat -6005’47”S-106057’48”E ditemukan
kebun sawi. Lokasi kebun campuran umumnya di dekat
permukiman maupun perairan. Seperti yang dijumpai di lapangan
kebun sawi merupakan milik warga penghuni rumah susun cluster
D yang memanfaatkan perkarangan kosong untuk ditanami sayur-
sayuran.
e. Lahan kosong. Lahan kosong merupaka kenampakan yang berupa
tanah kosong, pada citra lahan kosong berwarna kuning. Lahan
kosong umumnya merupakan lahan yang tidak ada bangunan
ataupun tumbuhan di atas permukaannya. Lahan kosong berupa
lahan yang belum dimanfaatkan oleh manusia untuk kegiatan
sehari-hari sehingga dibiarkan kosong. Lahan kosong yang
ditemukan di lapangan pada koordinat -6005’36”S-106058’14”E
yang berupa hamparan luas dan di dekat dengan perindustrian.
81

Gambar 4.3 Layout Klasifikasi Citra Landsat dan Hasil Groundcheck Tahun 2017
Sumber : Hasil Analisis Citra Landsat dan Groundcheck 2017
82

3. Hasil analisis untuk mengetahui tingkat abrasi


Berdasarkan pengolahan citra landsat 5 tahun 1997, tahun 2007
dan citra landsat 8 tahun 2017 pada software er mapper, setelah
dilakukan komposit band untuk mengetahui garis pantai dengan
komposit bandnya yaitu landsat 5 RGB 542 dan landsat 8 dengan RGB
653. Setelah melakukan komposit band maka dilakukan proses
mendigitasi dengan menggunakan fitur polyline untuk digitasi garis
pantai tersebut. Adapun hasil digitasi pada masing citra dapat dilihat
pada Gambar 4.4

Garis Pantai 1997 Garis Pantai 2007

(a) (b)

Garis Pantai 2017

(c)
Gambar 4.4 Digitasi garis pantai pada citra landsat. (a) citra landsat tahun
1997 (b) citra landsat tahun 2007 (c) citra landsat tahun 2017

Setelah dilakukan proses digitasi pantai pada citra tahun 1997, citra
tahun 2007 dan citra tahun 2017, maka dapat diperoleh garis pantai
seperti pada Gambar 4.6 tersebut. Dapat diperoleh kondisi garis pantai,
mulai dari citra tahun 1997 sampai tahun 2017 dibeberapa titik
mengalami kemunduran garis pantai yang disebut abrasi dan terdapat
pula yang mengalami penambahan daratan disebut dengan akresi.
83

Selanjutnya dilakukan analisis overlay pada kedua citra untuk melihat


perubahan garis pantai pada tahun 1997, tahun 2007 dan tahun 2017.
Seperti yang disajikan pada Gambar 4.5

Gambar 4.5 Overlay Citra Landsat Tahun 1997, 2007 dan 2017

Berdasarkan Gambar 4.5 secara visual pantai Marunda nampak


mengalami pengurangan dimana dapat dilihat laut bergerak maju
kearah daratan dan terlihat perubahan garis pantai dari tahun 1997
sampai 2017. Gambar tersebut menjelaskan bahwa pada tahun 1997
garis pantai berada pada garis warna kuning, namun pada tahun 2007
garis pantai bergeser ke warna hijau dan 2017 garis pantai telah
bergeser ke garis warna biru. Perubahan garis pantai tersebut
menunjukkan bahwa di Marunda telah terjadi peristiwa abrasi dan
akresi. Adapun perubahan luas secara kuantitatif disajikan pada Tabel
4.9
Tabel 4.9 Luas Daerah Abrasi dan Akresi Pantai Marunda
Tahun Abrasi (ha) Laju abrasi (ha/tahun) Akresi (ha)
1997-2007 8,43 0,84 -
2007-2017 2,18 0,21 0,47
Total 10,61 1,05 0,47
84

.
Berdasarkan Tabel 4.9 terlihat bahwa abrasi yang terjadi di
Pantai Marunda rentang waktu 1997 – 2007 sebesar 8,43 ha dengan
laju abrasi 0,84 ha/tahun. Sedangkan pada rentang tahun 2007-2017
mengalami abrasi sebesar 2,14 ha dengan laju abrasi nya 0,21 ha/tahun
dan mengalami akresi sebesar 0,47 ha. Total luasan abrasi selama
kurun waktu 1997 sampai 2017 sebesar 10,61 ha dengan laju abrasi
1,05 ha/tahun dan total luas sebesar akresi 0,47 ha. Abrasi yang terjadi
pada rentang waktu 1997-2007, merupakan jumlah abrasi terbesar
yaitu 8,43 ha. Hal ini diakibatkan karena belum dibangunnya
pelindung pantai dari serangan abrasi. Selain itu, rusaknya pelindung
pantai alami yaitu pasir pantai akibat penambangan pasir dan
kerusakan hutan mangrove akibat alihfungsi lahan semakin
mempercepat laju abrasi yang terjadi. Pada rentang tahun 1997-2017
terjadi akresi atau penambahan daratan sebesar 0,47 ha, akresi atau
penambahan daratan yang terjadi karena adanya aktivitas manusia
yaitu untuk keperluan pembangunan pelabuhan. Penambahan daratan
secara alami terjadi akibat adanya material yang di bawa oleh aliran
Sungai Tiram yang kemudian terendapkan di muara sungai. Wilayah
yang mengalami akresi terjadi di sekitar muara Sungai Tiram.

4. Abrasi di Pantai Marunda


Masalah abrasi yang terjadi di Marunda menyebabkan terdapat
wilayah yang hilang akibat proses abrasi yang terjadi. Beberapa faktor
yang menyebabkan abrasi semakin meluas seperti faktor fisik dan
faktor manusia. Faktor fisik yang menyebabkan hilang daratan akibat
proses abrasi ini, seperti gelombang, arus, angin, dan pasang surut air
laut. Sedangkan faktor manusia yang bersifat merusak juga dapat
menyebabkan abrasi pantai, seperti pengalihfungsian lahan mangrove
menjadi permukiman akibat pertambahan penduduk, pembangunan di
sekitar pantai yang tidak memperhatikan keseimbangan ekosistem, dan
penambangan pasir pantai.
85

Pembangunan di kawasan pesisir yang tidak sesuai dengan prinsip-


prinsip ekologi dapat menimbulkan permasalahan lingkungan di
kawasan pesisir tersebut. Kerusakan lingkungan yang terjadi di
wilayah pantai dan pesisir hingga saat ini masih belum bisa
ditanggulangi dengan baik dan optimal. Justru yang terjadi kerusakan
lingkungan yang semakin memperparah dan semakin meluas.
Penyebab ternjadinya kerusakan lingkungan di wilayah pesisir lebih
didominasi oleh pembangunan di wilayah pesisir, kerusakan
mangrove, pencemaran minyak, pencemaran sampah dan lain-lain,.
Seperti yang dikatakan oleh Bapak H.Nawin yang mengatakan
bahwa pasir di Marunda sudah tergerus dan menyebabkan pantai lebih
maju akibat penambangan pasir untuk pembangunan Jalan Raya
Cilincing sampai Cakung.
“ Dulu pantai nya bagus banget ada pohon bakau sama kelapa, dulu
nih dari rumah saya yang sekarang ke pantai jaraknya jauh banget
bisa beberapa kilo baru sampe ke pantai, harus naek perahu dulu
lewatin hutan bakau dan tambak, kalo sekarang pohon bakau sama
tambak udah pada kaga ada udah kena abrasi, sekarang kampung
saya nih udah langsung tepi laut padahal mah dulu mau ke pantai
aja jaraknya jauh, awal abrasinya sekitar tahun 1988 waktu itu
pasir di Marunda dikeruk buat bikin jalan raya Cakung-Cilincing,
saya juga ikut ngambil pasirnya, makanya sekarang yang sebelah
sini udah ilang tinggal di sebelah sana deket Marunda Kepu, kalo
di Marunda Besar udah abis semua ini gara-gara abrasi, pasirnya
udah gak ada”85

Sebelum sebelah barat Pantai Marunda di buat tanggul untuk


penahan abrasi, masyarakat sekitar masih sering melakukan
pengerukan/penambangan pasir pantai untuk keperluan sehari-hari.
Seperti mengambil pasir pantai untuk keperluan membuat rumah atau
bangunan lainnya. Pengerukan pasir pantai merupakan kegiatan yang
merusak ekosistem pantai dan dapat mempercepat proses abrasi itu
sendiri. Seperti yang dikatakan oleh Bapak Irvan selaku nelayan di
Pantai Marunda.

85
Hasil Wawancara oleh Bapak H.Nawin, pada tanggal 9 Agustus pukul 15.30
86

“ Ini sebelum di dam (tanggul) pada ngambil pasirnya kan dari sini,
dikeruk semua buat pada bikin rumah pdahal udah ada larangan
dari pemerintah tapi yaa namanya manusia yaa susah dah pasti
ngambil lagi ngambil lagi, kalo sekarang mah udah abis di wilayah
sini pasir nya di kerukin mulu jadi kena abrasi semua daerah sini,
pemerintah juga langsung di bikin dam (tanggul) tapi bikin dam
(tanggul) juga pasirnya juga pake pasir pantai”86

Selain penambangan pasir, pengalih fungsian lahan mangrove


menjadi permukiman juga menjadi penyebab abrasi. Adanya
penebangan hutan mangrove di Marunda sudah berlangsung lama.
Mangrove di Marunda jumlahnya semakin sedikit, hanya ada di sekitar
empang-empang belakang rumah susun. Padahal mangrove
mempunyai fungsi yang sangat penting dalam pencegah abrasi karena
dapat menahan dari terjangan gelombang laut. Seperti yang dikatakan
oleh Bapak Sofyan warga RT 003 RW 07.

“ Dulu kan disini empang semua banyak pohon bakau sekarang


pohon bakau pada ditebangin gimana kaga mau abrasi bakau nya
udah abis, sisanya cuma di empang belakang rumah susun”87

Abrasi di Pantai Marunda sudah terjadi ketika awal 1980 an yang


banyak menyebabkan lahan tambak milik masyarakat hilang tergerus
air laut dan sekarang sudah berubah menjadi lautan. Abrasi juga
menyebabkan rumah masyarakat sekitar pantai semakin mendekati
pantai, yang dahulu jaraknya jauh dari bibir pantai sekarang semakin
mendekat, karena majunya garis pantai akibat abrasi. Luasan daerah di
sekitar Pantai Marunda yang mengalami abrasi dengan rentan waktu
1997 – 2007 sebesar 8,43 hektar dengan laju abrasi 0,84 ha/tahun.
Sedangkan pada rentang tahun 2007-2017 mengalami abrasi sebesar
2,14 hektar dengan laju abrasi nya 0,21 ha/tahun dan mengalami akresi
sebesar 0,47 hektar. Total luasan abrasi selama kurun waktu 1997
sampai 2017 sebesar 10,61 hektar dengan laju abrasi 1,05 ha/tahun dan
total luas sebesar akresi 0,47 hektar.

86
Hasil Wawancara oleh Bapak Irvan, pada tanggal 9 Agustus pukul 18.15 WIB
87
asil Wawancara oleh Bapak Sofyan, pada tanggal 9 Agustus pukul 14.30 WIB
87

Banyak masyarakat sekitar pantai mengatakan bahwa rumah


ataupun tambak milik mereka hilang akibat tergerusnya abrasi pantai.
Selain itu, jarak rumah mereka semakin dekat dengan pantai yang
mengakibatkan jika air laut sedang pasang maka rumah mereka
terendam oleh air laut.Seperti yang dialami oleh Bapak Usman selaku
ketua RT 003 yang rumah nya terkena abrasi dan mengharuskannya
pindah ke daerah yang lebih jauh dari pantai, selain itu tambak milik
orang tuanya hilang tergerus abrasi.

“ Ya saya pindah rumah kan gara-gara abrasi sekitar awal tahun


1990an itu pantai udah deket banget sama rumah, sampe kalo lagi
pasang air laut abis air laut pada masuk kerumah dan tambak milik
orang tua abis kena abrasi yang ilang sekitar 1000 meter, termasuk
yaaa masjid al alam itu kan cagar budaya kalo sebelah sini gak
dibikin dam (tanggul) itu cagar budaya abis semua rumah si pitung
juga abis, dulu kalo ombak lagi gede sampe kena kecipratan air di
masjid al alam”88

Hal ini juga disampaikan oleh Bapak Sofyan, warga RT003


Kelurahan Marunda.

“ Ini dulunya daratan semua ini belom jadi lautan, ini empang
semua, laut jauh disono noh, sekarang udah kemakan semua, abis
semuanya kegerus sama air laut”89

Abrasi di Pantai Marunda sangat mengkhawatirkan terlebih di


daerah tersebut ada dua situs cagar budaya yaitu masjid al alam dan
rumah si pitung. Hal ini membuat masyarakat Marunda menyampaikan
kepada pemerintah bahwa daratan semakin tergerus akibat abrasi.
Pemerintah setempat akhirnya membuat tanggul untuk penahan
gelombang laut dan membuat larang untuk pengambilan pasir pantai.
Seperti yang dikatakan Bapak ketua RT003.

“ Ketika jamannya ketua RW disini Bapak RW H.Kuit dia minta


ke pemerinta untuk dibikin dam (tanggul) karena masjid al alam
udah mau kena juga itu abrasi, Alhamdulillah dikabulin itu sama
pemerintah cuma tahunnya saya lupa pokoknya 90an kesana aja,
88
Hasil Wawancara oleh Bapak Usman, pada tanggal 9 Agustus pukul 14.00 WIB
89
Hasil Wawancara oleh Bapak Sofyan, pada tanggal 9 Agustus pukul 14.30 WIB
88

karena itu ada cagar budaya makanya pemerintah cepet langsung


dibikin dam (tanggul) tiga tahap bikinnya, pertama dibikin
dibelakang masjid terus yang kedua bikinnya belum merata disini
misalnya ada terus nanti baru ada lagi 20 meter cuma daerah yang
udah parah aja yang dibikin nah yang ketiga baru rata semua
dibikin dam (tanggul)”90

Perlindungan pantai buatan perlu dilakukan karena kondisi pantai


sudah kritis yang dapat merusak fasilitas umum maupun cagar budaya.
Abrasi pantai dapat menimbulkan kerugian sangat besar dengan
rusaknya kawasan permukiman maupun fasilitas lainnya. Untuk
menanggulanginya maka diperlukan membuat bangunan pelindung
pantai secara buatan, karena perlindungan pantai secara alami seperti
hutan mangrove, sudah sangat sedikit di Pantai Marunda.

C. Pembahasan Penelitian
Secara umum Pantai Marunda di Kecamatan Cilincing Jakarta
Utara termasuk pada tipe pantai berpasir. Pantai ini terbentuk dari
bebatuan dan karang yang hancur karena hantaman air laut selain itu, pasir
juga dibawa oleh aliran sungai yang mengalir ke tepi laut. Hal ini
didukung oleh teori yang di gagas oleh Bambang tentang kalsifikasi
pantai. Menurutnya, Pantai berpasir terbentuk oleh proses di laut akibat
erosi gelombang, pengendapan sedimen dan material organik. Material
penyusun terdiri atas pasir bercampur batu yang berasal dari daratan yang
terbawa aliran sungai atau berasal dari daratan di belakang pantai tersebut.
Di samping berasal dari daratan, material penyusunan pantai ini juga dapat
berasal dari berbagai jenis biota laut yang ada di daerah pantai itu
sendiri.91. Menurut Zheng K dalam Mario menjelaskan >70 % pantai
berpasir di dunia mengalami kemunduran garis pantai (abrasi) disebabkan
pengaruh sea level rise (kenaikan muka laut), badai akibat perubahan iklim
dan gangguan ekosistem pantai yang diakibatkan oleh aktivitas manusia di

90
Hasil Wawancara oleh Bapak Usman, pada tanggal 9 Agustus pukul 14.00 WIB
91
Bambang Triatmodjo, Perencanaan Bangunan Pantai, (Yogyakarta: Beta Offset Yogyakarta,
2012) hal.4
89

sekitar aktivitas manusia di sekitar kawasan pantai.92 Abrasi menyebabkan


perubahan garis pantai akibat adanya pengikisan, penyebabnya bisa
diakibatkan oleh faktor alam maupun faktor manusia. Seperti yang
dikatakan oleh.Muh.Aris, Abrasi juga disebut erosi pantai. Erosi pantai
merupakan hilangnya daratan di wilayah pesisir. Penyebabnya adalah arus
laut, gelombang, kondisi morfologi, keberadaan vegetasi pantai dan
adanya aktivitas manusia yang bersifat merusak pantai.93
Proses terjadinya abrasi karena faktor alam disebabkan ketika
angin yang bergerak di laut menimbulkan gelombang dan arus menuju
pantai, arus dan angin tersebut memiliki kekuatan yang lama kelamaan
menggerus pinggir pantai. Gelombang di sepanjang pantai menggetarkan
atau batuan yang lama kelamaan akan terlepas dari daratan. Kekuatan
gelombang terbesar terjadi pada waktu terjadi badai, sehingga dapat
mempercepat proses abrasi itu sendiri.

Gambar 4.6 Peta Ketinggian Gelombang Pantai Marunda

92
Adnan Sofyan, Kajian Kerusakan Pantai Akibat Erosi Marin di Wilayah Pesisir Kelurahan
Kastela Kecamatan Pulau Ternate, (Jurnal Geografi Vol 12, 2014) hal. 65
93
Muh Aris, Esti Rahayu, dan Annisa Triyanti, Peran Kearifan Lokal dan Modal Sosial Dalam
Pengurangan Risiko Bencana dan Pembangunan Pesisir, (Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press, 2015) hal. 12
90

Pantai Marunda Jakarta Utara, memiliki tinggi gelombang yang


sedikit tenang dengan tinggi gelombang sebesar 0,5 – 0,75 m. dapat
dilihat pada Gambar 4.6. Tinggi gelombang sangat bervariasi antara satu
lokasi dengan lokasi lainnya disebabkan oleh variasi kecepatan angina,
adanya penjalanan gelombang sesuai dengan letak Pantai Marunda yang
berbatasan langsung perairan terbuka. Gelombang selalu menimbulkan
pergerakan naik turunnya air tanpa hentinya pada permukaan laut.
Gelombang merupakan parameter utama dalam proses erosi atau
sedimentasi. Selain gelombang, angin juga merupakan faktor alam
penyebab abrasi. Menurut Muh. Isa ketika angin yang bergerak di laut
menimbulkan gelombang dan arus menuju pantai, arus dan angin tersebut
memiliki kekuatan yang lama kelamaan menggerus pinggir pantai.
Gelombang di sepanjang pantai menggetarkan atau batuan yang lama
kelamaan akan terlepas dari daratan. Kekuatan gelombang terbesar terjadi
pada waktu terjadi badai, sehingga dapat mempercepat proses abrasi itu
sendiri.94 Kecepatan angin di Pantai Marunda dapat dilihat pada Gambar
4.7

Gambar 4.7 Peta Kecepatan Angin

94
Muh. Isa Ramadhan, Panduan Pencegahan Bencana Abrasi Pantai, (Bandung , Juni 2013) hal.
3
91

Berdasarkan Gambar 4.7, diketahui bahwa angin yang berhembus


di Pantai Marunda sebesar 6 knots. Berdasarkan Skala Beaufort, angin
dengan kecepatan 6 knots berhembus sedang dengan menghasilkan
ketinggian gelombang sebesar 1 meter. Berdasarkan info Badan
Mateorologi dan Geofisika Pelabuhan Marunda, angin timur laut-tenggara
sebesar 4-15 knots dengan tinggi gelombang 0,3-1 m. Hal ini serupa
dengan penelitian Sri Setiyowati dengan hasil Pulau Untung Jawa
memiliki tinggi gelombang yang sedikit tenang dengan skala beaufort 1
dimana arah angin terlihat dari arah gerak asap tetapi belum
menggerakkan angin. Tinggi gelombang di Kepulauan Seribu pada musim
barat sebesar 0,5-1,5 meter, sedangkan pada musim timur sebesar 1,5-1,0
meter.95
Tabel 4.10 Skala Beuford
Skala Deskripsi Kecepatan Tinggi
Beuford Angin (knots) Gelombang (m)
1 Tenang 0-0,3 0
2 Sedikit tenang 0,3-1,5 0-0,2
3 Sedikit hembusan angina 1,5-3,3 0,2-0,5
4 Hembusan angin pelan 3,3-5,5 0,5-1
5 Hembusan angin sedang 5,5-8 1-2
6 Sejuk 8-10,8 2-3
7 Hembusan angin kuat 10,8-13,9 3-4
8 Mendekati kencang 13,9-17,2 4-5,5
9 Kencang 17,2-20,7 5,5-7,5
10 Kencang sekali 20,7-24,5 7,5-10
11 Badai 24,5-28,4 10-12,5
12 Badai dasyat 28,4-32,6 12,5-16
13 Badai topan 32,6 < 16 <
Sumber : Dean Radityo Aji

95
Sri Setyowati, Studi Perubahan Garis Pantai Pulau Untung Jawa Kepulauan Seribu DKI
Jakarta, (Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Jakarta, 2016) hal. 49
92

Selain faktor fisik, faktor manusia juga merupakan penyebab


abrasi. adanya aktivitas manusia yang bersifat merusak dapat
mengakibatkan semakin cepatnya proses abrasi itu sendiri Aktivitas
manusia yang bersifat merusak salah satunya adalah mengalihfungsian
lahan mangrove untuk keperluan lainnya. Pantai Marunda tidak banyak
memiliki vegetasi wilayah pesisir seperti hutan mangrove, karena sudah
mengalami alih fungsi lahan mangrove menjadi permukiman penduduk
dan rumah susun yang dibangun oleh pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Padahal mangrove mempunyai fungsi penting dalam menjaga wilayah
pesisir seperti mengurangi dampak abrasi.
Pengalihfungsian hutan mangrove menjadi lahan permukiman
tentu akan berakibat meningkatnya laju abrasi yang terjadi di Pantai
Marunda itu sendiri. Pantai Marunda selama 20 tahun terakhir mengalami
kemunduran garis pantai. Pengalihfungsian lahan mangrove disebabkan
pertumbuhan penduduk di wilayah pesisir yang semakin bertambah dan
menyebabkan kebutuhan lahan untuk tempat permukiman semakin
meningkat. Hal ini sesuai dengan teori dari Prof. Dr. K.E.S.Manik, yang
mengatakan bahwa pertumbuhan penduduk yang pesat di suatu wilayah
dipastikan akan menimbulkan berbagai masalah lingkungan hidup.
Pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali menimbulkan masalah
dalam penyediaan lahan untuk permukiman dan usaha, fasilitas pelayan
sosial serta masalah lainnya.96
Dengan bertambahnya pertumbuhan penduduk di Jakarta makan
akan berdampak juga pada meningkatnya kebutuhan lahan untuk
permukiman dan menyebabkan degrasi lahan di kawasan pesisir dengan
pengalifungsian lahan mangrove menjadi lahan permukiman. Perubahan
garis pantai yang terjadi di Pantai Marunda tidak lepas dari faktor – faktor
yang memengaruhi abrasi yaitu pembangunan yang tidak jauh dari pantai
sehingga menyebabkan degradasi lahan dan keberadaan mangrove sebagai
ekosistem di wilayah pesisir pantai yang semakin berkurang.

96
Prof.Dr.K.E.S.Manik, Pengelolaan Lingkungan Hidup, ( Jakarta: Prenadamedia Group, 2016)
hal. 54
93

Seperti penelitian yang dilakukan oleh Ardi Herdian Purwadinata


dengan hasil panjang pantai Kabupaten Tangerang sebesar ± 51 km, telah
terjadi abrasi sebesar 40.3 % dari tahun 2009 hingga 2012. Dengan
masing-masing setiap kecamatan di Tangerang yang mengalami abrasi
yaitu Kecamatan Kronjo memiliki rata rata laju abrasi sebesar 16.3
m/tahun, kemudian pada Kecamatan Kemiri laju rata rata abrasi sebesar
9.295 m/tahun, lalu di Kecamatan Mauk laju abrasi rata rata sebesar 20.9
m/tahun, Kecamatan Sukadiri dengan laju abrasi rata rata 5.2 m/tahun,
kemudian pada Kecamatan Paku Haji laju abrasi rata rata sebesar 14.3
m/tahun, lalu di Kecamatan Teluknaga laju abrasi rata rata sebesar 19.67
m/tahun dan kecepatan abrasi rata rata pada Kecamatan Kosambi sebesar
3.2 m/tahun. Berdasarkan tingkat laju rata rata abrasi pada masing masing
kecamatan , hal ini mengindikasikan kerusakan penahan ombak alami
(hutan mangrove). Kerusakan ini terjadi akibat proses penebangan liar
hutan mangrove yang dilakukan oleh penduduk sekitar, yang selanjutnya
kayu-kayu tersebut digunakan sebagai bahan bakar untuk kegiatan rumah
tangga dan sejenisnya, selain itu dengan adanya penambangan pasir liar
sebagai faktor awal terjadinya abrasi oleh tangan manusia.97
Tidak dapat dipungkiri bahwa abrasi di Pantai Marunda terjadi
akibat adanya aktivitas manusia berupa pengalihfungsian lahan mangrove
menjadi lahan permukiman, hal ini menyebabkan degradasi lahan dan
mempercepat proses abrasi. Selain itu aktivitas lainnya seperti
penambangan pasir juga mempercepat proses abrasi. Penambangan yang
dilakukan di daerah garis pantai serta penebangan hutan-hutan mangrove
yang berada di pantai dapat mempengaruhi fungsi perlindungan alami
garis pantai terhadap hantaman gelombang dan arus air laut. Menurut
Adnan Sofyan faktor manusia penyebab abrasi yang paling intensif berupa
penambangan pasir di wilayah pesisir.98

97
Ardi Herdian Purwadinata, Prediksi Laju Abrasi Dengan Menggunakan Citra Satelit di
Kabupaten Tangerang Provinsi Banten, (Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB, 2013 ) hal. 18
98
Adnan Sofyan, Kajian Kerusakan Pantai Akibat Erosi Marin di Wilayah Pesisir Kelurahan
Kastela Kecamatan Pulau Ternate, (Jurnal Geografi Vol 12, 2014) hal. 65
94

Kegiatan penambangan pasir pantai oleh masyarakat di wilayah


pesisir masih berlangsung sampai saat ini. Apabila kegiatan penambangan
pasir pantai terus menerus dilakukan maka sudah dipastikan bahwa tingkat
kerusakan lingkungan akan semakin meningkat. Kerusakan kondisi fisik
pantai menyebabkan abrasi pantai atau perubahan garis pantai yang
semakin menjorok ke daratan. Beberapa wilayah pantai di Indonesia garis
pantai semakin mendekati permukiman, mengancam infrastruktur, dan lain
sebagainya. Hal ini akibat terjadi kerusakan wilayah pesisir yang
diakibatkan oleh abrasi.Di Marunda sendiri proses penambangan pasir
sudah terjadi sejak lama dimulai tahun 1980-an, ketika itu secara besar-
besaran terjadi penambangan atas pasir beting di perairan laut Marunda
untuk pembangunan jalan raya Cakung-Cilincing.
Dampak yang disebabkan akibat abrasi pantai yang terjadi di
Pantai Marunda berupa hilangnya daratan yang berubah menjadi laut
sehingga menyebabkan menyempitnya lahan bagi masyarakat yang tinggal
di wilayah sekitar pantai. Perumahan milik masyarakat sekitar pantai juga
semakin mendekati laut, sehingga terancam dari terjangan ombak dan
pasang surut air laut. Ketika air sedang pasang banyak rumah masyarakat
di sekitar pantai yang terendam air laut karena jarak rumah masyarakat
dengan pantai semakin dekat yang disebabkan abrasi pantai. Rusaknya
fasilitas, seperti jalan, tambak milik masyarakat, serta tanggul penahan
abrasi yang mengalami kerusakan akibat abrasi gelombang laut secara
terus menerus.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa Pantai Marunda mengalami
abrasi selama beberapa tahun terkahir, abrasi yang terjadi di Pantai
Marunda rentang waktu 1997 – 2007 sebesar 8,43 ha dengan laju abrasi
0,84 ha/tahun. Sedangkan pada rentang tahun 2007-2017 mengalami
abrasi sebesar 2,14 hektar dengan laju abrasi nya 0,21 ha/tahun dan
mengalami akresi sebesar 0,47 ha. Total luasan abrasi selama kurun waktu
1997 sampai 2017 sebesar 10,61 ha dengan laju abrasi 1,05 ha/tahun dan
total luas sebesar akresi 0,47 ha. Abrasi yang di Pantai Marunda terjadi
karena faktor alam dan faktor manusia. Faktor alam meliputi gelombang
95

dan angin yang meyebabkan abrasi terus terjadi. Selain faktor alam,
aktivitas manusia yang bersifat merusak juga dapat mempercepat proses
abrasi, seperti pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi dapat
menyebabkan pengalihfungsian lahan, pembabatan hutan mangrove untuk
lahan permukiman, serta proses penambangan pasir pantai. Kegiatan
tersebut dapat mempercepat proses abrasi yang terjadi di Pantai Marunda.

D. Keterbatasan Penelitian
Peneliti memiliki berbagai keterbatasan dalam melakukan
penelitian. Diantaranya data citra landsat 7 ETM+ tahun 2007 mengalami
kerusakan dengan banyak gap atau seperti garis potongan-potongan pada
citra landsat, sehingga peneliti menggunakan citra landsat 5 untuk data
tahun 2007. Selain itu, peneliti juga tidak membahas tentang pasang surut
air laut dan arus laut yang ada di Pantai Marunda karena keterbatasan data
yang diperoleh. Peneliti juga mengalami keterbatasan dalam pengambilan
data wawancara karena jarak lokasi penelitian yang jauh dan sulit di
jangkau dengan transportasi umum, sehingga peneliti hanya melakukan
wawancara empat masyarakat.Tetapi peneliti melakukan wawancara
secara mendalam sehingga pertanyaan-pertanyaan penelitian dapat
terjawab dengan tepat dan akurat
BAB V
KESIMPULAN IMPLIKASI DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Pantai Marunda
mengalami perubahan garis pantai yang diakibatkan proses abrasi. Abrasi
yang terjadi di Pantai Marunda rentang waktu 1997 – 2007 sebesar 8,43 ha
dengan laju abrasi 0,84 ha/tahun. Sedangkan pada rentang tahun 2007-
2017 mengalami abrasi sebesar 2,14 ha dengan laju abrasi nya 0,21
ha/tahun dan mengalami akresi sebesar 0,47 ha. Total luasan abrasi selama
kurun waktu 1997 sampai 2017 sebesar 10,61 ha dengan laju abrasi 1,05
ha/tahun dan total luas sebesar akresi 0,47 ha. Abrasi disebabkan oleh
faktor alam dan faktor manusia. Faktor alam berupa gelombang laut, arus
laut, dan angin. Aktivitas manusia yang bersifat merusak juga dapat
mempercepat proses abrasi, seperti pertumbuhan penduduk yang semakin
tinggi dapat menyebabkan pengalihfungsian lahan, pembabatan hutan
mangrove untuk lahan permukiman, serta proses penambangan pasir
pantai. Kegiatan tersebut dapat mempercepat proses abrasi yang terjadi di
Pantai Marunda.

B. Implikasi
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dapat diberikan
implikasi yaitu diharapkan masyarakat dan pemerintah Marunda dapat
mengelola Pantai Marunda dengan baik di beberapa lokasi yang rawan
akibat abrasi sehingga laju abrasi di Pantai Marunda dapat berkurang.

C. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dapat diberikan saran
sebagai berikut:
1. Bagi Masyarakat Kelurahan Marunda
a. Perlu adanya peran masyarakat dalam mengatasi permasalahan
abrasi dengan menjaga keseimbangan fungsi pantai

96
97

b. Masyarakat seharusnya mampu menjaga lingkungan pantai


sehingga dapat dirasakan kenyamanan dan keselarasan di kawasan
pantai.
2. Bagi Pemerintah
a. Pemerintah perlu memberikan kegiatan sosialisasi tentang
pemahaman akan dampak abrasi kepada masyarakat setempat dan
masyarakat luas.
b. Diperlukan pembuatan bangunan pelindung pantai di sebelah timur
Pantai Marunda
c. Melakukan larangan kepada masyarakat dan perusahaan bagi
mereka yang mengambil pasir pantai dan menbabatan hutan
mangrove
d. Perlu adanya aturan dan regulasi yang jelas dalam hal pemanfaatan
dan pengelolaan pasir pantai di Pantai Marunda.
3. Bagi peneliti lain
a. Perlu mengkaji faktor fisik penyebab abrasi seperti pasang surut air
laut serta arus gelombang laut
b. Hendaknya menggunakan citra yang lebih beresolusi tingga agar
penelitian lebih akurat
c. Dalam pengambilan data untuk wawancara dan survey lapangan
perlu lebih banyak dan merata pada lokasi penelitian.
DAFTAR PUSTAKA

BUKU
C.P.Lo, 1995. Penginderaan Jauh Terapan, Jakarta: UI Press
Heryososetiyono, 1996. Kamus Oseanografi, (Yogyakarta: Gajah Mada
University Press
LIPI, Interaksi Daratan dan Lautan Pengaruhnya Terhadap Sumber Daya
dan Lingkungan, Jakarta: LIPI Press, 2004
Muh Aris, Esti Rahayu, dan Annisa Triyanti, 2015. Peran Kearifan Lokal
dan Modal Sosial Dalam Pengurangan Risiko Bencana dan Pembangunan
Pesisir, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Mukhtasor, 2007. Pencemaran Pesisir dan Laut, Jakarta: Balai Pustaka
M.S Wibisono, 2010. Pengantar Ilmu Kelautan Edisi 2, Jakarta: UI Press
Puturuhu, Ferard, 2015. Mitigasi Bencana dan Penginderaan Jauh,
Yogyakarta, Graha Ilmu
Prof.Dr.K.E.S.Manik, 2016. Pengelolaan Lingkungan Hidup, Jakarta:
Prenadamedia Group
Ramadhan, Muh. Isa, 2013 Panduan Pencegahan Bencana Abrasi Pantai,
Bandung
Sahala Hutabarat, Stewart M.Evans, Pengantar Oseanografi, Jakarta, UI
Press, 2006
Sarosa, Samiaji, 2012. Penelitian Kualitatif dasar-dasar, Jakarta: Permata
puri media.
Soenarmo, Sri Hartati. Pengindreaan Jauh dan Pengenalan Sistem
Informasi Geografis Untuk Bidang Ilmu Kebumian. (Bandung : Penerbit
ITB. 2009
Suwartono, 2014. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian, Yogyakarta:
ANDI OFFSET
Triatmodjo, Bambang, 2012. Perencanaan Bangunan Pantai,Yogyakarta:
Beta Offset Yogyakarta
Triatmodjo, Bambang 1999. Teknik Pantai, Yogyakarta: Beta Offset
Verstappen, Herman Th. 2014. Garis Besar Geomorfologi Indonesia,
Yogyakarta: Gadjah Mada Press

98
99

JURNAL
Adnan Sofyan, Kajian Kerusakan Pantai Akibat Erosi Marin di Wilayah
Pesisir Kelurahan Kastela Kecamatan Pulau Ternate, (Jurnal Geografi
Vol 12, 2014

Gentur Handoyo dan Agus A.D Suryoputro , Kondisi Arus dan


Gelombang Pada Berbagai Kondisi Morfologi Pantai di Perairan Pantai
kendal Provinsi Jawa Tengah, Jurnal Kelautan Tropis Vol.18, 2015

Luqman Hadiyan, Yessi Nirwana, Desain Bangunan Pelindung Pantai


Sebagai Penanggulangan Abrasi di Kawasan Pantai Ujung Jabung
Provinsi Jambi, (Jurnal Teknik Sipil Itenas Vol 2 No 2, 2016)

Munisya'ul Khosyi'ah dkk, Interpretasi Citra Quickbird Untuk Identifikasi


Penggunaan Lahan di Desa Karang Tengah Kecamatan Sragen
Kabupaten Sragen, Jurnal PROSIDING SEMINAR NASIONAL
GEOTIK 2017

Oki Setyandito, Joko Triyanto Analisa Erosi dan Perubahan Garis Pantai
Pada Pantai Pasir Buatan dan Sekitarnya di Takisung, Propinsi
Kalimantan Selatan , Jurnal Teknik Sipil Vol.7, 2007

Siska Wahyu Andini, dkk, Analisis Sebaran Vegetasi dengan Citra Satelit
Sentinel menggunakan Metode NDVI dan Segmentasi, Jurnal Geodesi
UNDIP Vol 7, 2018

Sodikin,”Analisis Abrasi dengan Menggunakan Teknologi Penginderaan


Jauh (Studi Kasus di Desa Pantai Bahagia Kecamatan Muara Gembong
Bekasi Regency)

Sodikin, Modul Petunjuk Teknik Pengolahan Citra Landsat dengan Er


Mapper 7.0,
100

SKRIPSI/TESIS/DISERTASI
Ardi Herdian Purwadinata, Prediksi Laju Abrasi dengan Menggunakan
Citra Satelit di Kabupaten Tangerang , (Skripsi Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor, 2013)
Dedy Humaidi, Pemanfaatan Citra Landsat ETM dalam Penyusunan
Model Pengaturan Hasil Hutan Studi Kasus DI HPHTI PT Musi Hutan
Persada Provinsi Sumatera Selatan, Skripsi Universitan IPB, 2005
Arum Mustika Harti, Perubahan garis pantai Teluk Jakarta tahun 1970-
2009, (skripsi Fakultas MIPA UI, 2009)
Paharuddin, Aplikasi Sistem Informasi Geografi Untuk Kajian Kerentanan
Pantai Utara Jakarta, (Tesis Institusi Pertanian Bogor, 2011)
Siti Syarah, Pemanfaatan Sistem Informasi Geografis Dalam Mengkaji
Perubahan Penggunaan Lahan di Kecamatan Sawangan Depok (Skripsi
Fakuktas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Jakarta
Sri Setiyowari, Studi Perubahan Garis Pantai Pulau Untung Jawa
Kepulauan Seribu, ( Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN
Jakarta, 2016)

INTERNET
http://nasional.kompas.com/read/2008/03/14/09281584/tak.ada.lagi.bakau.
di.marunda
https://jakarta.go.id/artikel/konten/55/geografis-jakarta
101

LAMPIRAN 1

HASIL GROUND CHECK LAPANGAN

No Koordinat X Koordinat Hasil Data Kesesuaian


Y Interpretasi Referensi
1 106 57’50” -6005’42”
0
Lahan Lahan Sesuai
terbangun terbangun
2 106057’51” -6005’42” Lahan Lahan Sesuai
terbangun terbangun
3 106058’06” -6007’27” Kebun Kebun Sesuai
campuran campuran
4 106058’08” -6006’38” Lahan Lahan Sesuai
terbangun terbangun
5 106058’40” -6005’33” Badan air Badan air Sesuai
6 106057’54” -6005’36” Badan air Badan air Sesuai
7 106058’33” -6005’25” Lahan kosong Lahan Sesuai
kosong
8 106058’49” -6006’18” Lahan kosong Lahan Sesuai
kosong
9 106058’11” -6007’47” Vegetasi Kebun Tidak sesuai
campuran
10 106058’24” -6006’16” Kebun Kebun Sesuai
campuran campuran
11 106057’46” -6005’47” Lahan Lahan Sesuai
terbangun terbangun
12 106057’44” -6005’36” Badan air Badan air Sesuai
13 106058’07” -6006’40” Lahan Lahan Sesuai
terbangun terbangun
14 106057’38” -6005’41” Vegetasi Vegetasi Sesuai
15 106057’51” -6005’51” Kebun Kebun Sesuai
campuran campuran
16 106057’55” -6006’38” Badan air Badan air Sesuai
17 106057’43” -6005’46” Lahan Lahan Sesuai
terbangun terbangun
18 106058’11” -6006’23” Kebun Kebun Sesuai
campuran campuran
19 106057’45” -6005’45” Lahan Lahan Sesuai
terbangun terbangun
20 106057’48” -6005’35” Vegetasi Vegetasi Sesuai
21 106057’56” -6005’48” Vegetasi Lahan Tidak sesuai
kosong
22 106057’35” -6005’39” Lahan Lahan Sesuai
terbangun terbangun
23 106058’07” -6006’37” Lahan Lahan Sesuai
terbangun terbangun
24 106058’13” -6005’36” Lahan kosong Lahan Sesuai
kosong
102

25 106057’38” -6005’37” Badan air Badan air Sesuai


26 106058’03” -6006’32” Lahan Lahan Sesuai
terbangun terbangun
27 106057’38” -6005’43” Badan air Badan air Sesuai
28 106058’01” -6005’42” Lahan kosong Lahan Sesuai
kosong
29 106058’24” -6007’04” Badan air Badan air Sesuai
30 106058’37” -6007’23” Vegetasi Vegetasi Sesuai
31 106057’44” -6005’41” Badan air Badan air Sesuai
32 106058’25” -6006’59” Kebun Vegetasi Tidak sesuai
campuran
33 106058’39” -6006’32” Vegetasi Kebun Tidak sesuai
campuran
34 106057’31” -6005’48” Lahan Lahan Sesuai
terbangun terbangun
35 106058’04” -6005’48” Badan air Badan air Sesuai
36 106057’45” -6006’27” Lahan Lahan Sesuai
terbangun terbangun
37 106058’25” -6006’11” Lahan Lahan Sesuai
terbangun terbangun
38 106058’17” -6006’55” Vegetasi Kebun Sesuai
campuran
39 106058’03” -6007’12” Vegetasi Vegetasi Sesuai
40 106058’01” -6006’33” Lahan Lahan Sesuai
terbangun terbangun
41 106057’49” -6005’55” Kebun Kebun Sesuai
campuran campuran
42 106057’35” -6005’41” Lahan Lahan Sesuai
terbangun terbangun
43 106057’33” -6005’40” Lahan Lahan Sesuai
terbangun terbangun
44 106058’03” -6007’24” Vegetasi Vegetasi Sesuai
45 106057’32” -6007’52” Lahan kosong Vegetasi Tidak sesuai
46 106057’39” -6005’36” Badan air Badan air Sesuai
47 106057’44” -6007’22” Lahan Lahan Sesuai
terbangun terbangun
48 106057’41” -6007’25” Lahan Lahan Sesuai
terbangun terbangun
49 106058’03” -6007’34” Vegetasi Vegetasi Sesuai
50 106058’53” -6005’22” Lahan kosong Lahan Sesuai
kosong
51 106058’08” -6006’20” Badan air Badan air Sesuai
52 106058’38” -6006’22” Lahan Lahan Sesuai
terbangun terbangun
53 106058’17” -6006’29” Badan air Badan air Sesuai
54 106057’43” -6007’25” Lahan Lahan Sesuai
terbangun terbangun
55 106057’58” -6007’31” Lahan Vegetasi Tidak sesuai
103

terbangun
56 106057’56” -6007’37” Vegetasi Vegetasi Sesuai
57 106057’42” -6007’26” Lahan Lahan Sesuai
terbangun terbangun
58 106058’05” -6006’18” Badan air Badan air Sesuai
59 106057’47” -6007’19” Kebun Kebun Sesuai
campuran campuran
60 106057’40” -6007’23” Lahan Lahan Sesuai
terbangun terbangun
61 106057’53” -6007’56” Vegetasi Vegetasi Sesuai
62 106058’08” -6006’48” Badan air Badan air Sesuai
63 106057’54” -6007’01” Kebun Kebun Sesuai
campuran campuran
64 106058’06” -6006’05” Kebun Lahan Tidak sesuai
campuran kosong
65 106057’42” -6007’24” Lahan Lahan Sesuai
terbangun terbangun
66 106058’05” -6007’35” Vegetasi Vegetasi Sesuai
67 106057’57” -6006’38” Badan air Badan air Sesuai
68 106057’43” -6007’26” Lahan Lahan Sesuai
terbangun terbangun
69 106057’36” -6007’22” Lahan Lahan Sesuai
terbangun terbangun
70 106058’02” -6007’05” Badan air Badan air Sesuai
71 106058’18” -6008’00” Vegetasi Vegetasi Sesuai
72 106059’19” -6005’44” Lahan kosong Lahan Sesuai
kosong
73 106057’52” -6006’07” Kebun Lahan Tidak sesuai
campuran kosong
74 106057’26” -6007’27” Lahan Lahan Sesuai
terbangun terbangun
75 106057’30” -6007’20” Lahan Lahan Sesuai
terbangun terbangun
76 106058’17” -6007’41” Vegetasi Vegetasi Sesuai
77 106057’31” -6007’19” Lahan Lahan Sesuai
terbangun terbangun
78 106058’12” -6006’52” Kebun Kebun Sesuai
campuran campuran
79 106057’28” -6007’21” Lahan Lahan Sesuai
terbangun terbangun
80 106058’37” -6007’07” Vegetasi Vegetasi Sesuai
81 106057’29” -6007’29” Lahan Lahan Sesuai
terbangun terbangun
82 106058’42” -6005’54” Lahan Lahan Sesuai
terbangun terbangun
83 106058’05” -6007’56” Vegetasi Vegetasi Sesuai
84 106058’05” -6007’42” Kebun Vegetasi Tidak sesuai
campuran
104

85 106058’29” -6007’08” Kebun Vegetasi Tidak sesuai


campuran
86 106058’32” -6006’38” Badan air Badan air Sesuai
87 106058’16” -6007’14” Badan air Badan air Sesuai
88 106058’18” -6006’08” Lahan Lahan Sesuai
terbangun terbangun
89 106058’39” -6006’05” Lahan Lahan Tidak sesuai
terbangun kosong
90 106057’58” -6007’31” Lahan Vegetasi Tidak sesuai
terbangun
91 106058’19” -6007’54” Vegetasi Vegetasi Sesuai
92 106058’29” -6006’00” Lahan kosong Lahan Sesuai
kosong
93 106058’19” -6006’41” Kebun Kebun Sesuai
campuran campuran
94 106058’29” -6006’00” Lahan kosong Lahan Sesuai
kosong
95 106058’14” -6005’36” Lahan kosong Lahan Sesuai
kosong
96 106057’15” -6006’34” Vegetasi Vegetasi Sesuai
97 106058’09” -6006’24” Badan air Badan air Sesuai
98 106057’26” -6007’29” Lahan Lahan Sesuai
terbangun terbangun
99 106057’38” -6005’40” Vegetasi Vegetasi Sesuai
100 106057’48” -6005’47” Kebun Kebun Sesuai
campuran campuran

Sesuai : 88

Tidak sesuai : 12

Jumlah : 100
105

LAMPIRAN 2

PEDOMAN OBSERVASI

PEDOMAN OBSERVASI

ANALISIS ABRASI DENGAN MENGGUNAKAN PENGINDERAAN JAUH


STUDI KASUS PANTAI MARUNDA KELURAHAN MARUNDA
KECAMATAN CILINCING PROVINSI JAKARTA UTARA

Aspek yang diamati :

Kondisi Fisik di Pantai Marunda

No Aspek Hasil Pengamatan

1 Gelombang

2 Angin

3 Pasir

4 Warna

5 Kondisi Pantai

6 Vegetasi Mangrove

7 Pohon Kelapa
106

PEDOMAN OBSERVASI

ANALISIS ABRASI DENGAN MENGGUNAKAN PENGINDERAAN JAUH


STUDI KASUS PANTAI MARUNDA KELURAHAN MARUNDA
KECAMATAN CILINCING PROVINSI JAKARTA UTARA

Aspek yang diamati :

Kondisi Sosial di Pantai Marunda

No Hasil Pengamatan

7
107

LAMPIRAN 3

HASIL OBSERVASI

LEMBAR HASIL OBSERVASI

ANALISIS ABRASI DENGAN MENGGUNAKAN PENGINDERAAN JAUH


STUDI KASUS PANTAI MARUNDA KELURAHAN MARUNDA
KECAMATAN CILINCING PROVINSI JAKARTA UTARA

Aspek yang diamati :

Kondisi Fisik di Pantai Marunda

No Aspek Hasil Pengamatan

1 Gelombang Gelombang cukup besar tetapi masih stabil

2 Angin Ketika mulai sore hari angin bertiup cukup


kencang dan mempengaruhi gerakan
gelombang yang mengakibatkan
gelombang cukup besar

3 Pasir Di sebelah barat tidak memiliki pasir


akibat tergerus abrasi dan pembangunan
tanggul, di sebelah timur pantai berpasir

4 Warna Warna air di Pantai Marunda terlihat


cokelat

5 Kondisi Pantai Kondisi pantai terlihat banyak sampah dan


air nya terlihat sudah tercemar limbah
industri

6 Vegetasi Mangrove Tidak ditemukan vegetasi mangrove di


sekitar pantai, tetapi ada di wilayah
empang dan muara di sekitar pantai

7 Pohon Kelapa Tidak ditemukan pohon kelapa


108

LEMBAR OBSERVASI

ANALISIS ABRASI DENGAN MENGGUNAKAN PENGINDERAAN JAUH


STUDI KASUS PANTAI MARUNDA KELURAHAN MARUNDA
KECAMATAN CILINCING PROVINSI JAKARTA UTARA

Aspek yang diamati :

Kondisi Sosial di Pantai Marunda

No Hasil Pengamatan

1 Adanya perilaku masyarakat yang mengeruk pasir pantai untuk


keperluan pribadi seperti untuk dijadikan bahan untuk membuat
bangunan

2 Terdapat dua situs cagar budaya yaitu Masjid Al Alam dan Rumah Si
Pitung yang letaknya tidak jauh dari pantai

3 Ada bangunan rusun Marunda yang jaraknya tidak jauh dari pantai

4 Terdapat pelabuhan tempat bersandar kapal-kapal besar untuk


keperluan industri,

5 Di sebelah barat terdapat kawasan industri yang menyebabkan kondisi


pantai tercemar limbah industri

6 Di sekitar pantai terlihat bangunan-bangunan tempat para nelayan


tinggal dan tempat berdagang makanan

7 Terdapat tanggul untuk menahan gelombang dan untuk pelindung


pantai dari abrasi yang terus menggerus daratan
109

LAMPIRAN 4
PEDOMAN WAWANCARA

Kisi-kisi wawancara analisis abrasi dengan menggunakan penginderaan


jauh (studi kasus Pantai Marunda Kelurahan Marunda Kecamatan
Cilincing Provinsi DKI Jakarta)

Variabel Dimensi Indikator Variabel No Soal


Variabel
Analisis abrasi Abrasi g. Pengetahuan seputar 1
dengan abrasi
menggunakan h. Tingkat abrasi dan 2,3
penginderaan letak posisi
jauh terjadinya abrasi
i. Faktor penyebab 4
abrasi
j. Dampak dari abrasi 5
yang menyebabkan
kerusakan
k. Terjadi perubahan 6
garis pantai
l. Upaya pencegahan 7,8,9,10
dari dampak abrasi
110

PEDOMAN WAWANCARA

Identitas Responden
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Instasi :

Daftar Pertanyaan
1. Apakah bapak/ibu mengetahui apa itu abrasi ?
2. Apakah di Marunda sudah terjadi abrasi yang cukup parah ?
3. Terjadi abrasi di pantai Marunda daerah mana yang sudah terparah?
4. Faktor apa saja yang menyebabkan abrasi di pantai Marunda?
5. Apakah dampak abrasi telah mengakibatkan kerusakan infrastruktur?
6. Bagaimana keadaan garis pantai di pantai Marunda selama 10-20 tahun
terakhir, apakah garis pantainya semakin maju atau mundur?
7. Apa yang sudah dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat dengan adanya
abrasi tersebut?
8. Apakah pemerintah memberikan pencegahan untuk abrasi di Marunda ini?
9. Kebijakan apa yang sudah dilakukan pemerintah setempat dalam
penanganan dampak abrasi di Marunda?
10. Apakah masyarakat berpartisipasi dalam pencegahan abrasi pantai di
Marunda?
111

LAMPIRAN 5
HASIL WAWANCARA

Identitas Responden
Nama : Usman
Umur : 50 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki

Daftar Pertanyaan
11. Apakah bapak/ibu mengetahui apa itu abrasi ?
Ya abrasi pergeseran dari tanah darat ke tanah laut, jadi daratnya udah
jadi laut
12. Apakah di Marunda sudah terjadi abrasi yang cukup parah ?
Kalo Marunda waktu tahun awal 1990an udah kena juga itu rumah saya
kena abrasi, soalnya belom di dam (tanggul) belom dibikin penahan
ombak waktu itu
13. Terjadi abrasi di pantai Marunda daerah mana yang sudah terparah?
Ya abrasi semua Marunda sebenernya udah termasuk, masjid al alam
juga tadinya udah kena juga itu abrasi. Ya saya pindah rumah kan gara-
gara abrasi sekitar awal tahun 1990an itu pantai udah deket banget sama
rumah, sampe kalo lagi pasang air laut abis air laut pada masuk kerumah
dan tambak milik orang tua abis kena abrasi yang ilang sekitar 1000
meter, termasuk yaaa masjid al alam itu kan cagar budaya kalo sebelah
sini gak dibikin dam (tanggul) itu cagar budaya abis semua rumah si
pitung juga abis, dulu kalo ombak lagi gede sampe kena kecipratan air di
masjid al alam
14. Faktor apa saja yang menyebabkan abrasi di pantai Marunda?
Itu tadi pasirnya abis, dimanfaatin sama nelayan pada ngambil pasir
15. Apakah dampak abrasi telah mengakibatkan kerusakan infrastruktur?
Yaa, termasuk tambak milik orang tua abis kena abrasi yang ilang sekitar
1000 meter
112

16. Bagaimana keadaan garis pantai di pantai Marunda selama 10-20 tahun
terakhir, apakah garis pantainya semakin maju atau mundur?
Kalo pantai sih semakin deket, kalo gak ada dam (tanggul) tadi udah abis
daratan
17. Apa yang sudah dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat dengan adanya
abrasi tersebut?
Ya sudah
18. Apakah pemerintah memberikan pencegahan untuk abrasi di Marunda ini?
sudah, dibuat penahan ombak
19. Kebijakan apa yang sudah dilakukan pemerintah setempat dalam
penanganan dampak abrasi di Marunda?
Ketika jamannya ketua RW disini Bapak RW H.Kuit dia minta ke
pemerintah untuk dibikin dam (tanggul) karena masjid al alam udah mau
kena juga itu abrasi, Alhamdulillah dikabulin itu sama pemerintah cuma
tahunnya saya lupa pokoknya 90an kesana aja, karena itu ada cagar
budaya makanya pemerintah cepet langsung dibikin dam (tanggul) tiga
tahap bikinnya, pertama dibikin dibelakang masjid terus yang kedua
bikinnya belum merata disini misalnya ada terus nanti baru ada lagi 20
meter cuma daerah yang udah parah aja yang dibikin nah yang ketiga
baru rata semua dibikin dam (tanggul
20. Apakah masyarakat berpartisipasi dalam pencegahan abrasi pantai di
Marunda?
Kalo masyarakat sih cuma ngikutin intruksi pemerintah aja, kalo ombak
lagi gede kita tahan pake karung tapi kan itu gak bertahan lama.
113

Identitas Responden
Nama : Irfan
Umur : 32 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki

Daftar Pertanyaan
1. Apakah bapak/ibu mengetahui apa itu abrasi ?
Abrasi hmm penggerusan dari air laut
2. Apakah di Marunda sudah terjadi abrasi yang cukup parah ?
Wah iya parah, noh laut yang ada benderanya itu kan dulunya tambak
sama empang, udah jauh udah abrasi udah parah
3. Terjadi abrasi di pantai Marunda daerah mana yang sudah terparah?
Yaa daerah sini, ini kan semuanya darat dulu sekarang udah jadi laut
dulu empang ini udah ke makan semua ini dari ujung sono noh sampe situ
tuh
4. Faktor apa saja yang menyebabkan abrasi di pantai Marunda?
Ini sebelum di dam (tanggul) pada ngambil pasirnya kan dari sini, dikeruk
semua buat pada bikin rumah pdahal udah ada larangan dari pemerintah
tapi yaa namanya manusia yaa susah dah pasti ngambil lagi ngambil lagi,
kalo sekarang mah udah abis di wilayah sini pasir nya di kerukin mulu
jadi kena abrasi semua daerah sini, pemerintah juga langsung di bikin
dam (tanggul) tapi bikin dam (tanggul) juga pasirnya juga pake pasir
pantai
5. Apakah dampak abrasi telah mengakibatkan kerusakan infrastruktur?
Iya kan rumah-rumah juga udah pada deket banget dari laut, ini juga dam
(tanggul) nya udah rapuh kegerus terus tapi dirawat sih sama kelurahan
6. Bagaimana keadaan garis pantai di pantai Marunda selama 10-20 tahun
terakhir, apakah garis pantainya semakin maju atau mundur?
Jelas laut sekarang udah kesini lama-lama semakin
7. Apa yang sudah dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat dengan adanya
abrasi tersebut?
Udah bikin dam (tanggul) ini juga dirawat sama orang kelurahan, kalo
masyarakat mah belom sih
114

8. Apakah pemerintah memberikan pencegahan untuk abrasi di Marunda ini?


sudah, dibuat tanggul
9. Kebijakan apa yang sudah dilakukan pemerintah setempat dalam
penanganan dampak abrasi di Marunda?
Bagus sih pemerintah langsung bikin dam (tanggul) tapi dulu masih pake
batu kali sekarang udah bagus. Sekarang juga udah bikin larangan
gaboleh ngambil pasir lagi
10. Apakah masyarakat berpartisipasi dalam pencegahan abrasi pantai di
Marunda?
Masyarakat sini belom sih tapi kalo dari orang luar banyak dari kampus-
kampus, pemerintah, instasi, mereka pada nanem pohon mangrove
115

Identitas Responden
Nama : Sofyan
Umur : 47 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki

Daftar Pertanyaan
1. Apakah bapak/ibu mengetahui apa itu abrasi ?
Daratan udah kegerus gara-gara air laut
2. Apakah di Marunda sudah terjadi abrasi yang cukup parah ?
Parah dah apalagi kalo dibandingin sama jaman dulu yaa udah beda
banget makin abis ini daratan, padahal dibelakang ada masjid al alam
kan cagar budaya
3. Terjadi abrasi di pantai Marunda daerah mana yang sudah terparah?
Ini dulunya daratan semua ini belom jadi lautan, ini empang semua, laut
jauh disono noh, sekarang udah kemakan semua, abis semuanya kegerus
sama air laut
4. Faktor apa saja yang menyebabkan abrasi di pantai Marunda?
Ya banyak, dulu kan disini empang semua banyak pohon bakau sekarang
pohon bakau pada ditebangin gimana kaga mau abrasi bakau nya udah
abis, sisa nya cuma diempang belakang rumah susun
5. Apakah dampak abrasi telah mengakibatkan kerusakan infrastruktur?
rumah juga udah pada deket banget dari laut apalagi kalo pasang udah
deh pada kebanjiran
6. Bagaimana keadaan garis pantai di pantai Marunda selama 10-20 tahun
terakhir, apakah garis pantainya semakin maju atau mundur?
Makin maju dulu kan laut jauh disana sekarang dah deket bgt
7. Apa yang sudah dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat dengan adanya
abrasi tersebut?
Pemerintah sih sejauh ini udah cepet lah tanggap nya mungkin karena
ada cagar budaya kali ya makanya langsung dibikin penahan gelombang
8. Apakah pemerintah memberikan pencegahan untuk abrasi di Marunda ini?
sudah, dibuat tanggul
116

9. Kebijakan apa yang sudah dilakukan pemerintah setempat dalam


penanganan dampak abrasi di Marunda?
dibikin penahan gelombang
10. Apakah masyarakat berpartisipasi dalam pencegahan abrasi pantai di
Marunda?
Masyarakat belom sadar banget ya sama abrasi, tapi kalo gelombang lagi
gede lagi tinggi suka bikin tanggul buatan juga sih dari karung-karung.
117

Identitas Responden
Nama : H. Nawin
Umur : 80 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki

Daftar Pertanyaan
1. Apakah bapak/ibu mengetahui apa itu abrasi ?
Abrasi itu ya daratan ilang
2. Apakah di Marunda sudah terjadi abrasi yang cukup parah ?
Udah parah abis semua Marunda dari Marunda Besar sampe Marunda
Kepu disono udah kena abrasi semua
3. Terjadi abrasi di pantai Marunda daerah mana yang sudah terparah?
Dideket pantai yang paling parah, empang udah pada ilang, rumah,
tambak, semua pada ilang dulu mah ada pohon kelapa sama pohon bakau
kalo mau ke pantai juga lewatin empang-empang kanan kiri bakau
sekarang udah gak ada kegerus semua
4. Faktor apa saja yang menyebabkan abrasi di pantai Marunda?
Dulu pantai nya bagus banget ada pohon bakau sama kelapa, dulu nih
dari rumah saya yang sekarang ke pantai jaraknya jauh banget bisa
beberapa kilo baru sampe ke pantai, harus naek perahu dulu lewatin
hutan bakau dan tambak, kalo sekarang pohon bakau sama tambak udah
pada kaga ada udah kena abrasi, sekarang kampung saya nih udah
langsung tepi laut padahal mah dulu mau ke pantai aja jaraknya jauh,
awal abrasinya sekitar tahun 1988 waktu itu pasir di Marunda dikeruk
buat bikin jalan raya Cakung-Cilincing, saya juga ikut ngambil pasirny,
makanya sekarang yang sebelah sini udah ilang tinggal di sebelah sana
deket Marunda Kepu, kalo di Marunda Besar udah abis semua ini gara-
gara abrasi”
5. Apakah dampak abrasi telah mengakibatkan kerusakan infrastruktur?
Iya kan rumah-rumah juga udah pada deket banget dari laut
6. Bagaimana keadaan garis pantai di pantai Marunda selama 10-20 tahun
terakhir, apakah garis pantainya semakin maju atau mundur?
118

Dulu pantai nya bagus banget ada pohon bakau sama kelapa, dulu nih
dari rumah saya yang sekarang ke pantai jaraknya jauh banget bisa
beberapa kilo baru sampe ke pantai, harus naek perahu dulu lewatin
hutan bakau dan tambak, kalo sekarang pohon bakau sama tambak udah
pada kaga ada udah kena abrasi
7. Apa yang sudah dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat dengan adanya
abrasi tersebut?
Udah bikin dam (tanggul)
8. Apakah pemerintah memberikan pencegahan untuk abrasi di Marunda ini?
sudah, dibuat tanggul
9. Kebijakan apa yang sudah dilakukan pemerintah setempat dalam
penanganan dampak abrasi di Marunda?
Sekarang udah gak boleh lagi ngambilin pasir
10. Apakah masyarakat berpartisipasi dalam pencegahan abrasi pantai di
Marunda?
Kurang tau dah saya
119

LAMPIRAN 6 DOKUMENTASI

Jarak rumah warga yang semakin Rumah susun Marunda yang


mendekati garis pantai akibat abrasi pembangunannya tidak jauh dari
pantai

Warung milik warga yang terkena abrasi Ekosistem mangrove

Bangunan Penahan Gelombang di sisi Bangunan Penahan Gelombang di


barat Pantai Marunda sisi barat Pantai Marunda
120

LAMPIRAN 7 NARASUMBER

Bapak Usman Ketua RT003 RW07 Kelurahan


Marunda

Bapak H.Nawin Warga RT003 RW07 Kelurahan


Marunda

Bapak Sofyan Warga RT003 RW07 Kelurahan


Marunda
BIODATA PENULIS

Rahmawati, NIM. 11140150000031,


Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Sosial Konsentrasi Geografi, Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Penulis Lahir di
Jakarta 13 November 1996. Bertempat
tinggal di Jalan Palem 2 Petukangan Utara
Jakarta Selatan. Riwayat Pendidikan SDN
06 Pagi Petukangan Utara, SMPN 110
Petukangan Selatan, MAN 19 Petukangan
Utara, Jakarta Selatan. Skripsi ini
didedikasikan untuk kedua orang tua tercinta dan semoga dapat bermanfaat bagi ilmu
pengetahuan dan dapat bermanfaat bagi penulis lainnya.
Email : rahmawa6@gmail.com

Anda mungkin juga menyukai