oleh
I Wayan Sumartika
NIM 1314031004
SKRIPSI
Diajukan kepada
Universitas Pendidikan Ganesha
untuk Memenuhi Salah Satu Persaratan dalam Menyelesaikan Program
Sarjana Pendidikan Geografi
oleh
I Wayan Sumartika
NIM 1314031004
ii
iii
Skripsi oleh I Wayan Sumartika ini
telah dipertahankan di depan dewan penguji
pada Senin, 30 Januari 2017
Dewan Penguji,
iv
Diterima oleh Panitia Ujian Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial Universitas
Pendidikan Ganesha Singaraja guna memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar
Sarjana Pendidikan
pada
hari : Senin
tanggal : 30 Januari 2017
Mengetahui,
Dr. Luh Putu Sendratari, M. Hum. I Putu Ananda Citra, S. Pd., M.Sc.
NIP 196112081986032001 NIP 198408182008121001
Mengesahkan,
Dekan Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial
v
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa karya tulis yang berjudul “ANALISIS
KAPASITAS ADAPTASI MASYARAKAT PESISIR DALAM MENGHADAPI
ANCAMAN ABRASI DI KECAMATAN GIANYAR” beserta seluruh isinya
adalah benar-benar karya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan dan
pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika yang berlaku dalam
masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko/sanksi
yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran atas
etika keilmuan dalam karya saya ini atau ada klaim terhadap keaslian karya saya
ini.
I Wayan Sumartika
NIM. 1314031004
vi
PRAKATA
Puji syukur dipanjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa atas Asung Kerta
Wara Nugraha-Nya serta dorongan keinginan dan usaha yang maksimal, sehingga
Proses penyusunan skripsi ini tidak luput dari hambatan kesulitan. Berkat
bimbingan dari berbagai pihak, sehingga dapat diatasi kesulitan tersebut dan skripsi
ini dapat diselesikan. Untuk ini pada kesempatan ini diucapkan terima kasih yang
setulus-tulusnya kepada:
2. Dekan Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial yang telah memberikan kesempatan
4. Prof. Dr. I Gede Astra Wesnawa, M.Si. selaku Pembimbing I yang dengan
6. Putu Indra Christiawan, S.Pd., M.Sc. selaku Pennguji yang telah memberikan
7. I Putu Ananda Citra, S. Pd., M.Sc. selaku Pennguji yang telah memberikan
vii
8. Staf Dosen, Laboran Program Studi Pendidikan Geografi Universitas
petunjuk, sarana dan motivasi dalam pelaksanaan serta penyusunan skripsi ini.
data.
11. Bapak Camat Gianyar, Bapak Kepala Desa Lebih dan Bapak Kepala Desa
12. Bapak, Ibu kandung, Ibu angkat dan pasangan tercinta (I Wayan Sumadi, Ni
Nyoman Wati, Regina Alleman dan Putu Sintya Ambaramiek) yang selalu
mencurahkan doa serta semangat, sehingga saya bisa menjadi seorang sarjana.
“Tiada gading yang tak retak, jikalau retak jadikanlah ukiran”, melalui prakata ini
penulis menyampaikan permohonan maaf karena skripsi ini masih jauh dari
sempurna, sehingga diharapkan saran dan kritik yang bersifat konstruktif. Sebagai
Penulis
viii
ANALISIS KAPASITAS ADAPTASI MASYARAKAT PESISIR DALAM
MENGHADAPI ANCAMAN ABRASI DI KECAMATAN GIANYAR
oleh
(sumartikaiwayan@gmail.com)
ABSTRAK
ix
DAFTAR ISI
halaman
ABSTRAK ....................................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN
x
3.5 Definisi Operasional Variabel ........................................................ 29
xi
4.2.2.5 Kepemilikan Modal Sosial (Social Capital) ............. 97
BAB V PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xii
DAFTAR TABEL
Tabel halaman
Tabel 2.2 Hubungan Kecepatan Angin dengan Arus dan Gelombang ......... 14
Tabel 4.1 Data Suhu Udara Satuan (oC) Elevasi 3 mdpl di Pesisir
Kecamatan Gianyar (Kawasan Pantai Lebih ................................ 43
Tabel 4.5 Data Kecepatan (knot) dan Arah Angin Elevasi 3 mdpl di
Pesisir Kecamatan Gianyar........................................................... 51
xiii
Tabel 4.7 Klasifikasi Karakteristik Laut Berdasarkan Kecepatan Angin .... 53
Tabel 4.9 Dinamika Penduduk Desa Lebih dan Tulikup Tahun 2015 ......... 58
Tabel 4.15 Nama dan Jumlah Sungai Bermuara di Kawasan Pantai Lebih ... 77
xiv
Tabel 4.25 Kondisi Jalan di Pesisir Kecamatan Gianyar .............................. 87
xv
Tabel 4.43 Ketersediaan Alat Pertolongan di Pesisir Kecamatan Gianyar ... 101
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar halaman
Gambar 4.6 Peta Geologi Lembar Bali Nusa Tenggara yang Diperkecil,
1998 ........................................................................................... 54
xvii
Lansat 8 pada 10 Oktober 2016 Path 116 Row 66 Entity ID
LC81160662016284LGN00 Kombinasi Band 654 Vegetation
Analysis...................................................................................... 69
Gambar 4.18 Data Bentuk Garis Pantai Citra Lansat 8 pada 10 Oktober
2016 Path 116 Row 66 Entity ID LC81160662016284LGN00
Kombinasi Band 564 Land/Water Analysis .............................. 73
Gambar 4.19 Keadaan Bentuk Garis Pantai di Kawasan Pantai Lebih ......... 74
Gambar 4.28 Peta Tingkat Ancaman Abrasi di Peisisir Kecamatan Gianyar 105
Gambar 4.30 Matriks Tingkat Ancaman Abrasi di Pantai Lebih Desa Lebih 117
xviii
Gambar 4.32 Matriks Tingkat Ancaman Abrasi di pesisir Kecamatan
Gianyar ..................................................................................... 119
xix
DAFTAR LAMPIRAN
1. Izin Penelitian
2. Kuesioner Penelitian
xx
BAB I
PENDAHULUAN
oleh variasi bencana dan kuantitas bencana yang pernah terjadi di Indonesia.
bervariatif yang dikategorikan menjadi bencana alam, non alam dan bencana sosial.
Indonesia mulai dari hitungan puluhan sampai dengan ratusan kali setiap tahunnya.
bencana yang banyak timbul adalah kodrat fisik yang harus disadari oleh
yang terlihat dari kuantitas gunung berapi yang ada. Aktivitas gunung berapi yang
biasanya terjadi seusai aktivitas seismik banyak berimplikasi kepada keadaan fisik
Kodrat fisik lain yang dimiliki Indonesia adalah negara yang berbentuk
kepulauan. Indonesia memiliki garis pantai terpanjang ke-2 di dunia setelah Kanada
1
2
(BNPB, 2011). Garis pantai serta berbagai potensi yang dimiliki dapat menjadi
salah satu elemen yang terancam terkena bencana alam. Bencana alam sendiri,
geologi, seismik atau disebabkan oleh suatu proses dalam lingkungan alam yang
malapetaka (Muta’Ali, 2014). Menilik kodrat fisik tersebut, sangat riskan sekali
Indonesia terkena bencana yang bersumber dari fenomena geologi, seismik, dan
dinamika hidrosfer. Salah satu bencana yang disebabkan oleh alam khususnya
akibat fenomena hidrosfer adalah abrasi yang merupakan salah satu bencana alam
perspektif bencana merupakan salah satu kejadian bencana slow on-set disaster.
Slow on-set disaster adalah bencana yang datang secara perlahan, terus-menerus
dan jarang disadari oleh masyarakat namun tetap memiliki dampak negatif terhadap
harta benda dan faktor penghidupan masyarakat. Noor (2011) menyatakan bahwa
“potensi abrasi air laut terhadap garis pantai akan berpengaruh terhadap keberadaan
garis pantai yang ada”. Di Bali, fenomena abrasi banyak terjadi di pesisir bagian
massa air bergerak menuju pantai dengan massa udara yang tinggi. Karakteristik
tinggi.
3
yang ditemui dikantornya berpendapat bahwa abrasi yang terjadi di Bali khususnya
di Gianyar diakibatkan oleh gelombang air laut yang dihembuskan oleh angin dari
Samudera Hindia berlalu tanpa halangan atau sering disebut dengan fetch. Lain
rendah karena adanya Pulau Nusa Penida sebagai pengabsorsi tenaga angin yang
daya erosif sebuah gelombang. Semakin rendah eksiostem pantai, semakin tinggi
daya erosi yang dimiliki oleh gelombang air laut. Selanjutnya, abrasi menjadi
malapetaka dikarenakan jenis-jenis tata guna lahan yang terdampak memiliki nilai-
nilai tertentu baik nilai ekonomi, nilai historis maupun nilai spiritual sebagai
satu wilayah yang setiap tahun mengalami abrasi (Pemkab Gianyar, 2011).
Ancaman bencana tersebut telah mengikis sebagian besar daratan di pinggir pantai
mencapai 2 km dari tahun 1960 (Yasada, 2008). Data lain yang menyebutkan
bahwa abrasi di Pantai Lebih Gianyar saja dari tahun 1990 sampai tahun 2008
mencapai 50 meter. Fenomena abrasi itu bukan hanya terjadi sekali atau dua kali
saja tetapi bencana abrasi selalu terjadi setiap tahun dengan menimbulkan berbagai
Pantai Lebih merupakan objek yang penting untuk diteliti. Jika fenomena ini
didiamkan maka akan menghasilkan kerugian yang lebih banyak oleh masyarakat
penting untuk dapat menjadi refleksi bagi Badan Penanggulangan Bencana Daerah
4
ancaman abrasi baik secara struktural maupun non-struktural. Hasil penelitian ini
Bali hanya mencapai 2-3 km/tahun (Maryadie, 2010). Sedangkan, laju fenomena
abrasi di Kecamatan Gianyar terutama di Kawasan Pantai Lebih berada di atas rata-
rata abrasi yang terjadi di pantai di Bali. Laju abrasi yang terjadi di Pantai Lebih
adalah 5 meter/tahun, jauh dari pantai-pantai lain. Abrasi di Kawasan Pantai Lebih
kawasan Gianyar dan Klungkung serta pantai-pantai di Badung. Pada Gambar 1.1
memperlihatkan bahwa kekuatan abrasi terus menerus mengikis talud (jetty) yang
dibawa oleh aliran air Tukad Unda pula menjadi akibat semakin parahnya abrasi di
kawasan pantai Kecamatan Gianyar. Sedimen tersebut dapat merubah arah dan
masyarakat Desa Lebih Gianyar akibat abrasi pantai berdasarkan hasil wawancara
Dampak sekunder dari bencana yang sulit untuk dihilangkan akibat bencana
wawancara yang dilakukan oleh salah satu stasiun tv, masyarakat yang berprofesi
kegiatan operasional yang dilakukan. Sebelum abrasi terjadi separah dewasa ini,
nelayan menambatkan perahu di laut pantai yang memiliki pasir yang luas. Tenaga
yang dibutuhkan tidak terlalu besar karena untuk mendorong perahu ke daratan
yang berpasir hanya membutuhkan bantuan gelombang dan kurang dari 5 orang
anggota nelayan. Namun saat ini jauh berbeda, seiring dengan dibangunnya struktur
kembali kapalnya ke darat atau ke laut nelayan harus membeli 4 buah bambu.
Bambu tersebut dipakai sebagai roda ketika menurunkan atau menaikan kapal ke
laut dari talud yang terbuat dari struktur batu andesit setinggi 2 meter (Gambar 1.2).
didengar oleh tidak sedikit orang baik masyarakat Bali maupun masyarakat
fenomena tersebut terus terjadi masyarakat masih merasakan kepanikan psikis dan
korban bencana sering kali tidak dapat berlangsung sesuai dengan fungsinya.
Melalui segala keterpaksaan yang ada, masyarakat yang terpapar bencana terpaksa
7
berupaya sendiri agar dapat bertahan hidup. Berdasarkan berbagai dimensi dan
sehingga terbentuk suatu kemampuan adaptasi yang sangat penting untuk dianalisis
dapat diminimalisir dengan mengurangi risiko baik sebelum terjadi maupun pasca
menghadapi bencana. Maka dari itu, diperlukan sebuah perhitungan yang rinci
masyarakat ini maka akan menjadi sumber data kebijakan penanggulangan bencana
KAJIAN PUSTAKA
matematis. Bencana memiliki banyak definisi yang diungkapkan oleh beberapa ahli
serta institusi terkait. Berikut ini merupakan definisi bencana yang dikemukakan
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam
korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak
psikologis.”
3. Wesnawa (2014), bencana adalah hasil dari proses yang tidak sinergi antara
ancaman (threatness), baik dari dalam maupun luar dengan kemampuan dan
10
11
bencana dalam penelitian ini adalah rentetan kejadian alam berbahaya yang
mengancam kehidupan dan penghidupan manusia baik itu berupa korban nyawa,
psikologis yang disebabkan oleh faktor alam, non-alam maupun faktor manusia dan
teknologinya. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam, antara lain berupa gempa bumi,
tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.
bencana ketika manusia tidak siap untuk menanggapinya dan pada akhirnya terkena
selalu berakhir dengan bencana. Berkaitan dengan itu, maka untuk mengkonfirmasi
3. Menurut ISDR (2004:16) ancaman atau yang sering disamakan dengan bahaya
adalah, “A potentially damaging physical event, phenomenon or human activity
that may cause the loss of life or injury, property damage, social and economic
disruption or environmental degradation. Hazards can include latent
conditions that may represent future threats and can have different origins:
natural (geological, hydrometeorological and biological) or induced by human
processes (environmental degradation and technological hazards). Hazards
can be single, sequential or combined in their origin and effects. Each hazard
is characterised by its location, intensity, frequency and probability.”
klimatologis, bioligis, teknologis dan sosial budaya pada suatu kawasan untuk
tertentu yang akan terjadi maupun yang sudah ada secara terus-menerus dan jarang
disadari.
sebagai “proses pengikisan pantai oleh tenaga gelombang laut dan arus laut yang
bersifat merusak”. Selain itu, Ilmi (2012) menyatakan bahwa, “Abrasi atau biasa
disebut juga dengan erosi pantai adalah proses pengikisan pantai oleh tenaga
gelombang laut dan arus laut yang sifatnya merusak”. Abrasi biasanya disebut juga
erosi pantai. Abrasi merupakan bagian dari fenomena yang termasuk ke dalam
proses geomorfologi pantai yang dapat merubah bentuk muka bumi dalam hal ini
bencana terhadap suatu pesisir sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor fisik yang
Pendapat ini dibenarkan oleh Marsell (2013) yang berkaitan dengan banyak
pengambilan sampel dalam objek kajian. Semua aspek penelitian dalam hal ini
secara umum oleh hembusan angin secara tegak lurus terhadap garis pantai.
Gelombang yang pecah di daerah pantai merupakan salah satu penyebab utama
dipengaruhi oleh angin permukaan. Angin yang bertiup di atas permukaan laut
laut dapat dipengaruhi oleh beberapa karakteristik angin seperti (1) kecepatan
angin (2) waktu diamana angin sedang bertiup dan (3) fetch atau jarak tanpa
rintangan dimana angin sedang bertiup. Berdasarkan Skala Beaufort, Tabel 2.1
karakteristik laut.
14
Ketinggian
Laut Gelombang
Kecepatan
Skala (m)
Angin (m/s)
Pengaruh
Deskripsi
(State)
(1) (2) (3) (4) (5)
0 <0.5 Mirror-like Calm sea 0
1 0.5-1.5 Wavelet-scale Calm sea 0
2 2-3 Short waves, none break Calm sea 0-0.1
Foam has glassy appearance, not
3 3.5-5 Smooth seas 0.1-0.5
yet white
4 5.5-8 Longer waves with white areas Slight seas 0.5-1.25
Long pronounced waves with
5 8.5-10.5 Moderate seas 1.25-2.5
white foam crests
Large waves, with foam crests all
6 11-13.5 Rough Seas 2.5-4
over
Very rough
7 14-16.5 Wind blows foal in streaks 4-6
seas
Very rough
8 17-20 Higher waves 4-6
seas
Very rough
9 20.5-23.5 Dense foam streaks 4-6
seas
High waves with long overhanging
10 24-27.5 High seas 6-9
crests
Ship in sight hidden in waves Very high
11 28-33 9-14
troughs seas
12 >33 Air-sea boundary indistinguishable >14
Sumber: Kennish, Michael J. 2000.
kecepatan angin dan tinggi gelombang serta arus permukaan yang dapat
b. Kecepatan Arus
Arus didefinisikan sebagai sebuah gerakan air yang sangat luas yang
merupakan arah dan kecepatan gerakan air laut yang luas. Duxbury
oleh dua arus permukaan laut dunia. Kedua arus permukaan tersebut adalah
daerah pantai. Arus berfungsi sebagai media transpor sedimen dan sebagai
di pantai. Arus pantai ini ditentukan terutama oleh besarnya sudut yang
gelombang datang membentuk sudut, maka akan terbentuk arus susur pantai
(longshore current) yaitu arus yang bergerak sejajar dengan garis pantai
umumnya, tenaga angin yang diberikan pada lapisan permukaan air dapat
sekitar 2% dari kecepatan angin itu sendiri. Kecepatan arus ini akan
dan akhirnya angin menjadi tidak lagi berpengaruh terhadap kecepatan arus
c. Karakteristik Sedimen
sedimen ini tidak lepas dari kodrat fisik Indonesia yang memiliki banyak
ditumpuk oleh udara, angin, es dan air. Selain itu sedimen juga
ditransportasikan via air, angin atau es dan pada akhirnya tersimpan di suatu
dalam kurun waktu yang sangat cepat (kurang dari satu dasawarsa), namun
namun dapat pula sebaliknya. Artinya, hal ini dikarenakan oleh adanya
profil pantai yang berbeda-beda. Jika terlalu landai (a<30o) dan berpasir,
kecil. Namun jika kelandaiannya medium (30o < a <60o) dan berkarang,
besar. Apalagi, jika di daerah pantai tersebut, arus dan angin air laut cukup
tinggi.
tenaga desdruktif. Material yang akan disedimentasi dibawa oleh tenaga air
d. Tipologi Pantai
pantai secara sederhana. Berdasarkan fenomena laut dan darat bentuk pantai
seperti limestone, lumpur, maupun batu karang dan batu pasir (Gabler,
Indonesia banyak sungai yang membawa hasil erosi yang bergenesa dari
pantai. Jika sungai membawa banyak endapan lumpur maka pantai akan
membentuk teluk dan tanjung. Begitu sebaliknya jika tidak ada sungai
tenaga laut seperti gelombang, arus, pasang surut dan cliff. Tenaga-
pembentukan pantai.
19
e. Vegetasi Pesisir
mencerminkan keadaan fisik serta ekologis dari suatu pantai. Zona neritik
atau sering disebut dengan zona dekat pantai melingkup zona lainnya yaitu
zona litoral. Zona litoral adalah zona antara daerah rata-rata pasang dan
laut dangkal yang sangat menarik dan khas dari perairan tropika dan
disebabkan oleh fenomena fisik berupa gelombang, arus dan pasang surut,
ancaman abrasi dalam penelitian ini, maka konsep dan teori yang dipakai sebagai
dasar pembahasan adalah teori ancaman bencana dan konsep abrasi yang
dari penelitian yang menunjukkan ciri khas tingkat ancaman abrasi yang terjadi di
dearah penelitian.
berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia dapat mengacu kepada beberapa hal
seperti (1) daya tampung (2) daya serap, dan (3) ruang dan fasilitas yang tersedia.
(capability) atau sering diterjemahkan kemampuan. Selain itu, kata kapasitas pula
dimiliki oleh masyarakat yang berisiko terpapar pada bahaya untuk beradaptasi
atau berubah untuk mencapai atau mempertahankan suatu tingkat fungsi dan
4. Kapasitas adalah suatu gabungan semua sumberdaya, cara dan kekuatan yang
adaptasi untuk mengurangi tingkat risiko atau akibat dari bencana (Muta’Ali,
2014).
2011:264).
lingkungannya.
strategy merupakan strategi yang digunakan seseorang atau suatu komunitas untuk
(Hidayati,2012).
resources, both in normal times as well as during crises or adverse conditions. The
strengthening of coping capacities usually builds resilience to withstand the effects
of natural and human-induced hazards.”
sumberdaya baik fisik maupun sosial yang dimiliki oleh masyarakat yang terpapar
ancaman abrasi untuk dapat memiliki daya penyesuaian (adaptasi), daya tahan dan
daya pulih untuk mengurangi tingkat risiko bencana abrasi. Melihat kompleksitas
dapat memvisualisasikan nilai dari kapasitas adaptasi yang diteliti pada subjek
mengacu pada jenis-jenis subjek dalam penelitian. Kapasitas adaptasi yang dapat
diteliti dimiliki oleh berbagai kuantitas subjek pemilik objek seperti individu,
1999). Konsep modal merupakan titik berat yang menjadi objek yang bisa
diukur oleh kerangka ini. Konsep modal ini membagi 5 golongan besar modal
yang dimiliki oleh subjek dalam penelitian yaitu (1) modal natural (2) modal
23
finansial (3) modal fisik (4) modal manusia dan (5) modal sosial. Konsep modal
tinggi kapasitas yang dimiliki. Tabel 2.3 merupakan parameter yang dapat
No Indikator Parameter
Bentang alam, tanah, kepemilikan tanah, sawah, kebun, ternak,
1 Natural Capital
perikanan.
Keuangan, akses pinjaman, pekerjaan, tabungan, piutang,
2 Financial Capital
kepemikilan usaha dan barang bernilai ekonomi.
Inftrastruktur, jalan, sistem informasi komunikasi, ketersediaan
3 Physical Capital
makanan, kualitas bangunan
Sikap, pengetahuan, motivasi, kebiasaan, kepandaian, jenis
4 Human Capital
kelamin, usia, kesehatan, kemampuan berpendapat
Keluarga, organisasi, kelembagaan, jaringan, kekerabatan,
5 Social Capital
sosial kesetiakawanan, partisipasi, gotong-royong.
Sumber: Sustainable Livehood Framework dalam Lutfi Muta’Ali, 2014:205
dapat dianalisis bahwa masing-masing jenis subjek dalam hal ini batasan kuantitas
subjek dan luasan wilayah serta karakteristik lokasi penelitian. Maka dari itu,
Abrasi di Kawasan Pantai Lebih (Pantai Lebih dan Pantai Siyut) Kecamatan
Mulai dari terkikisnya lahan, maupun ancaman psikis yang dapat terlihat dari
kekhawatiran masyarakat.
Data yang telah diperoleh akan dianalisis dengan metode kualitatif yang
dibantu oleh data kuantitatif (Gambar 2.1). Pendekatan yang digunakan merupakan
pada tema keberadaan manusia dalam ruang dan hubungan alam dengan manusia.
difokuskan ke dalam karakteristik wilayah yang terkena abrasi yaitu di desa pesisir.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini akan menggunakan beberapa metode agar lebih mudah dalam
(3.2) Objek dan Subjek Penelitian, (3.3) Lokasi Penelitian, (3.4) Variabel Penelitian
(3.5) Definisi Operasional Variabel, (3.6) Populasi dan Sampel Penelitian, (3.7)
jelas karena memiliki spesifikasi yang spesifik, jelas dan rinci. Subjek penelitian
yang memiliki berbagai atribut yang menjadi objek penelitian yang kompleks perlu
kajian yang memiliki kombinasi komponen wilayah dalam ruang dianalisis dengan
pendekatan keruangan.
Objek dalam penelitian ini adalah tingkat ancaman abrasi pantai dan tingkat
Berdasarkan objek penelitian tersebut, maka yang menjadi subjek dalam penelitian
ini adalah masyarakat pesisir Kecamatan Gianyar dalam hal ini di Kawasan Pantai
Lebih.
26
27
Selat Badung
Kecamatan Gianyar tepatnya Kawasan Pantai Lebih (Gambar 3.1). Desa Lebih dan
Desa Tulikup merupakan desa yang tergolong ke dalam coastal plain di Gianyar,
Bali. Kawasan Pantai Lebih merupakan Pantai Lebih dan Pantai Siyut Desa
Tulikup. Panjang garis pantai Kawasan Pantai Lebih adalah 2.081 m, masing-
Melalui uraian kajian pustaka, maka sesuai dengan karakteristik wilayah kajian
maka variabel penelitian yang dapat dirumuskan adalah seperti dalam Tabel 3.1.
No Variabel Indikator
(1) (2) (3)
Tinggi gelombang
Kecepatan Arus (current)
Tutupan lahan/ vegetasi pesisir (%)
1 Tingkat Ancaman Abrasi Bentuk garis pantai
Tipologi Pantai
Banyak Sungai Bermuara
Penduduk Perpapar
Natural Capital
- Kepemilikan Lahan
Financial Capital
- Strategi Penghidupan
Physical Capital
- Teknologi Adaptasi
Human Capital
2 Kapasitas Adaptasi Masyarakat
- Tingkat pendidikan dan Pengetahuan
- Kepemimpinan
Social Capital
- Aturan dan Kelembagaan Penanggulangan
Bencana
- Peringatan Dini dan Kajian Risiko Bencana
- Pengurangan Faktor Risiko Dasar
Sumber: Muta’Ali yang Dimodifikasi, 2016
29
abrasi antara rendah sedang atau tinggi dan indeks rendah sedang atau
capital, physic capital, nature capital, social capital, dan financial capital
Utara ke Selatan. Penelitian ini mengaji abrasi yang berada di wilayah pesisir,
pesisir. Terdapat dua desa pesisir di Kecamatan Gianyar yaitu Desa Lebih dan Desa
30
mengalami abrasi maka sampel wilayah yang ditentukan adalah dusun yang
fokus daerah penelitian dengan menggunakan teknik sampel area adalah Dusun
Berbatasan Berbatasan
No Nama Desa dengan Sampel No Nama Desa dengan Sampel
Pantai Pantai
(1) (2) (3) (4) (1) (2) (3) (4)
1 Lebih v v 10 Bitra - -
2 Tulikup v v 11 Bakbakan - -
3 Temesi - - 12 Siangan - -
4 Sidan - - 13 Suwat - -
5 Samplangan - - 14 Petak - -
6 Seronggo - - 15 Petak Kaja - -
7 Abianbase - - 16 Sumita - -
8 Gianyar - - 17 Tegal Tugu - -
9 Beng - -
Sumber: Kecamatan Gianyar Dalam Angka, 2016
yang berada di setiap rumah tangganya merupakan unit lingkungan terkecil yang
homogen dan dapat diasumsikan memiliki fenomena atau kondisi yang sama.
Rumah tangga sebagai cerminan dari masyarakat di daerah penelitian pula memiliki
karakteristik yang homogen jika dilihat dari aspek fisik alami, sosial dan kultual.
tersebut di atas, maka ukuran sampel yang ditentukan mengikuti kelayakan ukuran
sampel Roscoe dan pertimbangan pengambilan ukuran sampel sebesar 10% (Tabel
Jenis data dalam penelitian ini terbagi menjadi dua, yakni sebagai berikut.
1. Data primer sebagai data utama diperoleh melalui observasi lapangan, kuesioner
penelitian berupa kuesioner sesuai dengan variabel dan indikator yang telah
ditentukan.
2. Data sekunder diperoleh melalui studi pustaka dan pencatatan dokumen. Data
monografi wilayah, demografi dan data pendukung lain yang diperlukan. Data
tersebut dapat diperoleh dari situs-situs internet serta dinas-dinas terkait yang
memiliki hubungan dengan penelitian ini seperti media massa elektronik, situs
NASA, NOAA, OSCAR, BPS, BMKG, BAPPEDA, dan BPBD serta di Kantor
1. Observasi Lapangan
2. Kuesioner
Gianyar.
3. Dokumentasi
arah arus air laut, dan banyaknya sungai yang bermuara di pantai.
1. Studi Pustaka
seperti buku, artikel ilmiah, skripsi, tesis, disertasi, jurnal, dan surat kabar
2. Pencatatan Dokumen
data dengan cara mencatat segala macam dokumen yang ada hubungannya
dengan penelitian ini. Data yang dimaksud adalah geografis, demografi dan
data lainnya yang diperlukan. Data tersebut dapat diperoleh dari situs-situs
dipahami dan dapat diinterpretasikan setelah data terkumpul. Tahap ini merupakan
sebab pada tahap ini berhubungan dengan validitas hasil penelitian, kualifikasi
Berdasarkan hal tersebut, dalam penelitian ini data yang telah terkumpul
akan dianalisis dengan metode kualitatif. Data hasil pengolahan data secara
kuantitatif akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, grafik batang,
grafik baris, dan atau pie chart. Analisis kualitatif untuk menjawab rumusan
masalah didahului dengan penentuan skor ideal (kriterium). Skor ideal adalah skor
yang ditetapkan bahwa setiap responden pada setiap pertanyaan di dalam kuesioner
banyak indikator yang digunakan, maka akan dapat diketahui indikator mana yang
indikator memiliki beberapa butir soal dalam instrumen penelitian yang dapat
dijumlahkan skor idealnya. Skor ideal kembali menjadi bilangan pembagi bagi skor
yang diperoleh oleh responden berdasarkan indikator tertentu tersebut. Jika setiap
Keseluruhan data yang dianalisis dalam penelitian ini dijelaskan sebagai berikut.
Data ancaman abrasi berupa ukuran rendah, sedang dan tingginya hasil
indikator memiliki interval 3 sebagai bentuk penilaian dan memiliki bobot yang
berbeda sesuai dengan besar tidaknya pengaruh terhadap adanya ancaman abrasi.
Jenis statistik dasar yang digunakan adalah dengan menarik kesimpulan dari indeks
ancaman abrasi dan indeks penduduk terpapar dalam matriks yang didapatkan dari
struktur keruangan. Tabel 3.4 adalah rancangan analisis data tingkat ancaman
abrasi.
𝑛𝑀𝑎𝑥 − 𝑛𝑀𝑖𝑛
𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑒𝑙𝑎𝑠 𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑣𝑎𝑙 =
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐾𝑒𝑙𝑎𝑠
35
300 − 100
𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑒𝑙𝑎𝑠 𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑣𝑎𝑙 =
3
200
𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑒𝑙𝑎𝑠 𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑣𝑎𝑙 =
3
Kelas Indeks
Indikator Penduduk Skor Skor
No Rendah Sedang Tinggi Bobot
Terpapar Min Mak
(1) (2) (3)
< 500 500-1000 > 1000
1 Kepadatan Penduduk 60 60 180
jiwa/km2 jiwa/km2 jiwa/km2
2 Kelompok Rentan < 20 % 20-40 % > 40 % 40 40 120
Total 100 100 300
Sumber: Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana, 2012
𝑛𝑀𝑎𝑥 − 𝑛𝑀𝑖𝑛
𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑒𝑙𝑎𝑠 𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑣𝑎𝑙 =
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐾𝑒𝑙𝑎𝑠
300 − 100
𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑒𝑙𝑎𝑠 𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑣𝑎𝑙 =
3
200
𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑒𝑙𝑎𝑠 𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑣𝑎𝑙 =
3
matriks penentuan pada Gambar 3.2. Pertemuan antara indeks ancaman abrasi
ancaman abrasi dan indeks penduduk terpapar berbanding lurus dengan tingkat
ancaman abrasi. Semakin tinggi indeks ancaman abrasi dan indeks penduduk
terpapar, maka semakin tinggi pula tingkat ancaman abrasi di daerah penelitian.
Begitu pula sebaliknya, semakin rendah indeks ancaman abrasi dan indeks
penduduk terpapar, maka semakin rendah pula tingkat ancaman abrasi di daerah
penelitian.
Tinggi
Keterangan:
𝑛𝑀𝑎𝑥 − 𝑛𝑀𝑖𝑛
𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑒𝑙𝑎𝑠 𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑣𝑎𝑙 =
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐾𝑒𝑙𝑎𝑠
300 − 100
𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑒𝑙𝑎𝑠 𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑣𝑎𝑙 =
3
200
𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑒𝑙𝑎𝑠 𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑣𝑎𝑙 =
3
abrasi dan semakin rendah tingkat kapasitas adaptasi, maka semakin rendah tigkat
Tinggi
Kecamatan Gianyar yang menjadi wilayah penelitian itu difokuskan kepada dua
a) Desa Lebih
Desa Lebih memiliki luas wilayah 2,05 Km2. Secara geografis Desa Lebih termasuk
Desa Lebih terletak membujur dari Timur ke Barat dengan batas-batas sebagai
berikut:
b) Desa Tulikup
Desa Tulikup dengan luas wilayah 5,47 Km2. Desa Tulikup terletak pada ketinggian
40
41
meliputi daerah yang luas dan dalam waktu yang lama. Unsur iklim meliputi suhu
udara, kelembaban udara, curah hujan, angin, dan presipitasi. Iklim matahari
iklim seperti pada Gambar 4.1. Lokasi penelitian secara astronomis terletak antara
8o26’23” – 8o35’01” dan 115o18’57,9” – 115o 22’ 23,7”, sehingga berdasarkan letak
tropis.
pergerakan bumi mengelilingi matahari yang dibuktikan dari gerak semu tahunan
42
matahari (Gambar 4.2). Bumi yang mengelilingi matahari dan berputar pada
dilalui sama dengan wilayah Indonesia lainnya karena berada pada lintang kecil.
Ketika pergerakan semu tahunan matahari berada pada lintang Utara maka suhu
udara di belahan bumi Utara lebih tinggi dari belahan bumi Selatan. Angin yang
membawa sedikit uap air dari Benua Australia berhembus dari daerah yang dingin
atau bertekanan udara maksimum menuju ke Benua Asia. Maka pada saat bulan
musim kemarau. Sebaliknya, ketika revolusi bumi menjadikan gerak semu matahari
berada di belahan bumi Selatan, suhu udara di belahan bumi Selatan menjadi lebih
panas, sehingga angin yang membawa uap air dari Samudera Pasifik berhembus
dari Timur ke Barat. Maka dari itu, pada keadaan tersebut di Indonesia terjadi
musim penghujan.
43
memiliki keterkaitan untuk menentukan iklim dan keadaan cuaca laut. Indikator-
indikator tersebut diantaranya suhu udara, curah hujan dan kecepatan angin serta
arah angin.
a) Suhu Udara
dilalui dengan pengolahan data suhu udara pada stasiun terdekat dengan daerah
udara di daerah penelitian dalam kurun waktu minimal 10 tahun yang dirinci pada
Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Data Suhu Udara Satuan (oC) Elevasi 3 mdpl di Pesisir Kecamatan Gianyar
Bulan Rata-
Tahun Jml rata
Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15)
2006 27.3 27.2 27.4 27.3 26.8 26.2 25.4 25.4 25.2 26.8 28.2 28.2 321.4 26.783
2007 27.7 27.7 27.6 27.1 27.1 26.7 25.8 25.4 25.5 27.1 27.6 27.3 322.6 26.883
2008 27.3 27.3 26.7 26.8 26.7 26.0 25.6 26.0 26.3 27.6 27.5 27.2 321 26.75
2009 27.5 27.2 27.2 27.5 27.1 26.3 26.1 26.0 26.0 27.2 28.3 28.3 324.7 27.0583
2010 28.1 28.0 28.2 27.8 27.9 27.2 26.9 26.8 27.1 27.7 28.0 27.5 331.2 27.6
2011 27.2 27.5 27.2 26.9 27.1 25.8 25.4 25.5 26.0 27.0 28.2 27.8 321.6 26.8
2012 27.2 27.2 27.1 27.2 27.0 26.1 25.5 25.5 26.0 27.2 28.4 28.0 322.4 26.86
2013 27.5 27.9 27.8 27.9 27.5 27.4 26.8 26.1 26.3 27.8 27.9 27.5 328.4 27.36
2014 27.6 27.4 27.6 27.8 27.7 27.4 26.2 26.3 26.1 27.5 28.9 27.9 328.4 27.36
2015 27.8 27.4 27.5 27.9 26.8 26.7 25.8 25.6 26.2 27.2 29.0 28.8 326.7 27.225
Jml 275.2 274.8 274.3 274.2 271.7 265.8 259.5 258.6 260.7 273.1 282 278.5 3248.4 270.7
Rata-rata 27.52 27.48 27.43 27.42 27.17 26.58 25.95 25.86 26.07 27.31 28.2 27.85 324.84 27.07
Sumber: Balai Besar Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Wilayah III Denpasar, 2016
dalam 10 tahun terakhir adalah 27,07oC. Guna mendapatkan data terkait suhu udara
yang lebih akurat di daerah penelitian terkait dengan perbedaan tinggi stasiun
44
pengamatan dan daerah penelitian, maka formula yang dapat digunakan adalah
sebagai berikut.
Keterangan:
Berdasarkan data suhu udara dan ketinggian tempat derah penelitian, maka beda
T = 0,006 (3-5) oC
T= 0,006 (-2) oC
T= -0,012 oC
Jadi, suhu udara di daerah penelitian berdasarkan selisih suhu rata-rata selama 10
tahun dengan beda suhu antara stasiun pengamatan adalah sebagai berikut: 27,07 –
0,012 = 27,058oC.
Melihat Gambar 4.3, keadaan suhu rata-rata bulanan selama 10 tahun terakhir
memang tidak menunjukkan adanya fluktuasi suhu udara yang tinggi di daerah
penelitian. Suhu rata-rata tertinggi bulanan selama 10 tahun terakhir pada bulan
penelitian merupakan daerah yang berada pada 8o LS. Pada bulan tersebut matahari
tepat berada tegak lurus dengan daerah penelitian, sehingga intensitas penyinaran
dan lamanya penyinaran matahari maksimum terjadi di sana. Keadaan suhu udara
45
bulan-bulan lain tidak menunjukkan perbedaan yang begitu mencolok antara suhu
26 – 27o C. Suhu udara yang berkisar antara angka tersebut cocok untuk sektor
27.5
27
26.5
26
25.5
25
24.5
Bulan
b) Curah Hujan
Tabel 4.2 Data Curah Hujan Bulanan Satuan Millimeter (mm) elevasi 120 mdpl di
Kecamatan Gianyar
Bulan
Tahun Jumlah Rata-rata
Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15)
2006 260 293 282 423 28 136 56 52 - 31 33 84 1678 139.8333
2007 62 170 255 132 60 423 58 35 2 34 217 84 1532 127.6667
2008 239.2 322 218 29 322 59 - 43 27 417 276 170 2122.2 176.85
2009 706 421 93 79 174 15 94 - 218 165 47 64 2076 173
2010 283 191 41 131 192 457 497 211 491 237 91 379 3201 266.75
2011 298 246 194 218 100 375 - R R R R R 1431 119.25
2012 599 188 344 56 426 6 62 - 8 14 76 282 2061 171.75
2013 410 159 100 71 513 260 168 12 8 22 183 203 2109 175.75
2014 452 218 71 82 20 57 120 115 - 17 56 329 1537 128.08333
2015 311 241.5 175.5 135 197 28 29 16.5 6 3.5 68.5 214 1425.5 118.79167
Jml 3620.2 2449.5 1773.5 1356 2032 1816 1084 484.5 760 940.5 1047.5 1809 19172.7 1597.725
Rata- 362.02 244.95 177.35 135.6 203.2 181.6 108.4 48.45 76 94.05 104.75 180.9 1917.27 159.7725
rata
Sumber: Balai Besar Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Wilayah III Denpasar, 2016
46
R : alat rusak
Mengacu pada Tabel 4.2, guna memfokuskan kajian terhadap iklim tertentu
maka analisisi digunakan berdasarkan tipe-tipe iklim oleh pendapat ahli. Tipe iklim
tidak hanya dapat ditentukan dengan mengetahui temperatur atau suhu udara saja.
Jumlah bulan basah, bulan sedang, dan bulan kering, serta rata – rata curah hujan
juga dapat digunakan untuk menentukan jenis iklim di lokasi penelitian. Jumlah
bulan basah, bulan sedang, dan bulan kering dapat digunakan untuk mengetahui
Mohr (1933) mengemukakan klasifikasi bulan basah, bulan sedang, dan bulan
Tabel 4.3 Spesifikasi Bukan Basah, Sedang dan Kering Daerah Penelitian
Tahun Rata -
Klasifikasi Jumlah
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Rata
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13)
BB 5 5 6 5 10 5 5 7 5 6 59 5.9
BS 1 3 1 4 1 1 2 2 2 1 18 1.8
BK 6 4 5 3 1 0 5 3 5 5 37 3.7
Sumber: Analisis Data Sekunder, 2016
basah, sedang dan kering dapat dilihat pada Tabel 4.3. Untuk menentukan tipe
Berdasarkan rumus di atas, maka nilai Q (tingkat kebasahan) dapat dihitung sebagai
berikut:
Q=3,7/(5,9 ) x 100 %
Q = 62,7118%
curah hujan tersebut, kita dapat menentukan tipe curah hujan pada daerah atau
Berikut kriteria curah hujan menurut Schmidt Ferguson yang dapat dilihat pada
Tabel 4.4. Jadi, dapat disimpulkan tipe iklim di daerah penelitian menurut Schmidt
Ferguson adalah tipe curah hujan D tipe daerah sedang. Daerah dengan tipe seperti
itu memiliki ciri-ciri vegetasi hutan musim dan beberapa sebaran savana. Jika
pada temperatur dan curah hujan. Tipe iklim menurut W. Koppen ini dibedakan
(1) Golongan iklim A, iklim hujan tropis (tropical rainy climate), jika suatu
wilayah memiliki suhu terdingin yang tidak kurang dari 18oC.
(2) Golongan iklim B, iklim kering atau gurun (dry climate), jika jumlah
penguapan lebih besar atau sama dengan jumlah curah hujan tahunan.
(3) Golongan iklim C, iklim hujan cukup panas (warm temperate rainy
climate), jika suhu rata-rata bulanan terdingin adalah -3oC hingga 18oC
sedangkan bulan terpanas suhunya lebih besar dari 10oC.
(4) Golongan iklim D, iklim hutan, dingin, dan bersalju (cold snoway forest
climate), jika suhu rata-rata bulanan terpanas adalah lebih dari 10oC dan
bulan terdingin adalah -3oC.
(5) Golongan iklim E, iklim kutub (polar climate), jika suhu tidak pernah lebih
dari 10oC.
dari itu, berdasarkan klasifikasi iklim oleh Koppen, daerah penelitian memiliki
Selanjutnya, tipe iklim A dibagi lagi menjadi 3 golongan yaitu: Af, Am, dan
(1) Tipe iklim Af yaitu iklim hutan hujan tropis, jika curah hujan bulan kering
lebih besar dari 2,4 inci (60 mm)
(2) Tipe iklim Am yaitu iklim hujan musim jika curah hujan bulan kering lebih
kecil dari 2,4 inci (60 mm) dapat diimbangi pada curah bulan basah
(3) Tipe iklim Aw yaitu iklim sabana jika curah hujan bulan kering tidak dapat
diimbangi oleh curah hujan pada bulan basah, yaitu: lebih kecil dari 3,94 –
r/25. Keterangan r = curah hujan dalam inci.
49
maka terlebih dahulu harus diketahui jumlah bulan kering dan rata-rata curah
hujan tahunannya. Berdasarkan data curah hujan dari tahun 2006 – 2015, rata-
rata curah hujan di daerah tersebut adalah sebesar 1917.27 mm dengan jumlah
bulan kering yaitu 37 bulan. Maka dapat disimpulkan Desa Lebih dan Desa
Tulikup termasuk dalam Golongan Iklim A dengan tipe iklim Am, lebih
hutan hujan tropis yang berada pada lintang kecil. Ciri-ciri yang dibuktikan
adalah presipitasi setiap tahunnya dan panas yang cukup terik. Presipitasi tiap
Fluktuasi curah hujan tidak begitu tinggi selama 10 tahun terakhir. Rata-
rata curah hujan 10 tahun terakhir adalah sebesar 159.7725 mm. Panas terik di
dengan data suhu tertinggi pada bulan tersebut 10 tahun terakhir. Pada bulan
(1) Daerah Panas, yaitu berketinggian 0-600 mdpl dan suhu udara 26,3 -22oC
(2) Daerah Sedang, yaitu ketinggian 600-1500 mdpl dan suhu rata-rata 22 –
17,1oC
(3) Daerah Sejuk, jika ketinggiannya 1500 – 2500 mdpl dan bersuhu udara 17,1
– 11,1oC
(4) Daerah Dingin, jika ketinggiannya lebih dari 2500 mdpl dan suhu udara
11,1 – 6,2oC.
51
rata 10 tahun terakhi yaitu 27,058 oC, maka di daerah penelitian termasuk ke
daerah panas cocok untuk ditanami komoditas seperti padi dan tebu.
padi banyak djumpai, sehingga pendapat Junghuhn ini sejalan adanya dengan
c) Meteorologi Laut
Tabel 4.5 Data Kecepatan (knot) dan Arah Angin Elevasi 3 mdpl di Pesisir Kecamatan
Gianyar
Bulan
Tahun Januari Pebruari Maret April Mei Juni
Besaran Arah Besaran Arah Besaran Arah Besaran Arah Besaran Arah Besaran Arah
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13)
2006 8.1 W 5.8 W 6.7 W 6.2 W 5.5 SE 8.7 SE
2007 7.6 W 4.4 W 7.2 W 4.7 E 6.3 E 7.7 SE
2008 7.5 W 8.1 W 3.6 W 5.8 E 7.5 E 7 E
2009 8.5 W 8.3 W 3.3 E 4.4 SE 4.9 SE 5.6 E
2010 7.7 W 4 W 3.9 E 3.7 W 6.5 E 7 E
2011 6.1 W 7 W 6.6 W 5.3 E 5.7 E 7.6 E
2012 7.6 W 4.9 W 6.7 W 5.1 E 7.3 E 7.1 E
2013 8.9 W 6.5 W 5.3 W 5.3 E 4.5 E 5.1 E
2014 9.3 W 6.2 W 4.4 E 4.3 W 5.7 E 8.5 E
2015 9.1 SW 5.3 W 5.3 E 4.7 E 5.9 E 7.5 E
Jml 80.4 60.5 53 49.5 59.8 71.8
Rata-rata 8.04 6.05 5.3 4.95 5.98 7.18
Sumber: Balai Besar Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Wilayah III Denpasar, 2016
Bulan
Tahun Juli Agustus September Oktober Nopember Desember
Besaran Arah Besaran Arah Besaran Arah Besaran Arah Besaran Arah Besaran Arah
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13)
2006 8.4 SE 9.1 SE 6.4 SE 5.2 SE 4.8 SE 4.6 W
2007 8.4 E 8.1 SE 5.5 SE 4.5 SE 5 W 6 W
2008 8.1 SE 8.6 E 8.6 E 4.9 E 3.8 SW 5.7 SW
2009 6.8 E 7.4 SE 4.8 SE 4.6 SE 5.1 E 5.4 W
2010 6.9 E 7.7 SE 6.6 E 5.2 SE 3.8 SE 5.6 W
2011 8.2 SE 7.8 SE 6.3 SE 5.1 SE 3.9 W 6 W
2012 8 SE 7.6 SE 5.5 SE 5.7 SE 4.2 E 5 W
2013 8.3 E 7.6 E 6.5 SE 5 SE 4.6 SE 5.8 W
2014 7.5 E 9.1 E 6.2 E 5.6 E 5.1 E 6.1 W
2015 7.6 E 7.6 E 7 E 6.4 E 4.7 E 6.3 W
52
Tabel 4.5 merupakan data keadaan angin di daerah penelitian dilihat dari
besaran dan arah angin. Berdasarkan data tersebut, pengolahan data pada Tabel 4.6
dan analisis data yang dilakukan menunjukkan rata-rata tahunan kecepatan angin
tidak mengalami fluktuasi yang begitu besar. Kecepatan angin dalam satuan m/s
rata-rata tahunan berkisar di angka 3 m/s. Sedangkan arah angin dipengaruhi oleh
angin muson, siklon tropis dan pergerakan angin lokal, siang dan malam.
Duxbury (Tabel 4.7), lokasi penelitian berskala 3 dengan jenis laut halus (smooth
sea). Ciri-ciri laut yang berkarakteristik halus adalah gelombang yang relatif
53
panjang, terdapat gelombang yang relatif tinggi yang menghasilkan buih atau
berbusa dan tanpa area yang menunjukkan air laut yang menggulung berwarna
putih yang menandakan intensitas gelombang yang relatif tinggi. Karakteristik laut
seperti ini sulit dilalui oleh kapal yang akan bersandar dikarenakan gelombang yang
relatif tinggi. Gelombang yang tinggi dalam kaitannya dengan abrasi memiliki daya
Laut
Kecepatan
Skala Jenis
Angin (m/s) Deskripsi
(State)
(1) (2) (3) (4)
0 <0.5 Mirror-like Calm sea
1 0.5-1.5 Wavelet-scale Calm sea
2 2-3 Short waves, none break Calm sea
3 3.5-5 Foam has glassy appearance, not yet white Smooth seas
4 5.5-8 Longer waves with white areas Slight seas
Long pronounced waves with white foam
5 8.5-10.5 Moderate seas
crests
6 11-13.5 Large waves, with foam crests all over Rough Seas
7 14-16.5 Wind blows foal in streaks Very rough seas
8 17-20 Higher waves Very rough seas
9 20.5-23.5 Dense foam streaks Very rough seas
10 24-27.5 High waves with long overhanging crests High seas
11 28-33 Ship in sight hidden in waves troughs Very high seas
12 >33 Air-sea boundary indistinguishable
Sumber: Duxbury, 2001
Berdasarkan data dari Peta Geologi Lembar Bali, Nusa Tenggara Tahun
1998 Edisi ke-2 pada Gambar 4.6, daerah penelitian merupakan low laying plain.
Keadaan geologi wilayah terdiri dari tuff dan lahar batuan gunung berapi kelompok
peta, keadaan geologi di daerah penelitian terbentuk pada zaman Tersier masa
Holosen.
54
Gambar 4.6 Peta Geologi Lembar Bali Nusa Tenggara yang Diperkecil, 1998
permukaan bumi bila dilihat dari permukaan laut. Klasifikasi kemiringan lereng
Wilayah Desa Lebih dan Desa Tulikup termasuk memiliki topografi yang
landai dan datar. Kondisi topografi yang landai dan datar bermanfaat terhadap
aksesibilitas yang terjangkau dan cepat. Karakteristik seperti itu pula mendukung
pertanian lahan basah. Hamparan sawah yang mendatar dan berbentuk persegi
merupakan tempat bertemunya daratan dan laut. Keadaan iklim seperti daerah
pesisir lainnya yaitu daerah yang beriklim panas dengan rata-rata suhu udara yang
tinggi dan curah hujan yang rendah. Kemiringan lereng di daerah penelitian adalah
landai dan datar. Lautnya memiliki karakteristik smooth sea yang setiap saat
Gelombang laut yang relatif tinggi merupakan salah satu indikator yang
menentukan besar kecilnya kekuatan abrasi. Jika angin bertiup kencang ke arah
darat, maka gelombang yang dibangkitkan akan tinggi, sehingga dapat disimpulkan
Jumlah (Jiwa)
No Kelompok Tahun 2014 Tahun 2015
Umur Lebih Tulikup Lebih Tulikup
(Tahun) L P L P L P L P
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
1 0–4 258 252 311 293 255 250 308 291
2 5–9 290 286 349 332 275 269 331 313
3 10 – 14 272 262 328 305 279 266 337 309
4 15 – 19 261 254 314 296 265 254 320 296
5 20 – 24 251 247 303 287 250 244 302 284
6 25 – 29 269 248 324 289 273 251 330 292
7 30 – 34 257 261 310 304 259 257 312 299
8 35 – 39 281 287 339 334 281 286 339 332
9 40 – 44 269 283 324 329 271 284 327 331
10 45 – 49 260 261 313 304 268 267 323 311
11 50 – 54 202 211 244 245 213 222 257 258
12 55 – 59 170 180 205 209 179 188 216 218
13 60 -64 126 133 151 155 133 140 160 163
14 65 – 69 97 113 116 131 101 116 122 135
15 70+ 148 174 178 202 152 176 183 205
Jumlah 3411 3452 4109 4015 3454 3470 4167 4037
Total 6863 8124 6924 8204
Sumber: Kecamatan Gianyar Dalam Angka tahun 2015 dan 2016
56
penelitian di antaranya. (1) Penduduk pada tiap kelompok umur hampir sama (2)
Tingkat kelahiran rendah dan (3) tigkat kematian rendah. Piramida penduduk
stasioner yaitu banyaknya penduduk dalam setiap kelompok umur hampir sama.
rendah dan stabil. Piramida stasioner itu berbentuk hampir merata, sehingga disebut
menyerupai sebagai bentuk granat. Pada piramida berbentuk granat ini, itu artinya
50
49.5
49
48.5
48
2014 2015
Tahun
jumlah wanita yang termasuk di dalam penduduk itu juga (Pollard, dkk,
kelamin.
7621
𝑆𝑒𝑥 𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜 = 𝑥 100
7507
101,5186 yang berarti dalam 100 orang perempuan terdapat 101,5186 laki-
baik dalam tingkat keluarga maupun yang lebih luas. Berdasarkan data
2) Pertumbuhan Penduduk
Tabel 4.9 Dinamika Penduduk Desa Lebih dan Tulikup Tahun 2015
Penduduk Penduduk
Kelahiran Kematian
No Nama Desa Datang Pergi
(Fertility) (Mortality)
(Imigration) (Emigration)
1 Lebih 74 28 32 19
2 Tulikup 80 21 64 6
Sumber: Kecamatan Gianyar Dalam Angka Tahun 2016
= 42 + 9
= 51
= 16 + 15
= 31
Maka, pertumbuhan penduduk Desa Tulikup dari tahun 2015 ke tahun 2016
31
adalah = 8204 𝑥 100% = 0,3778645%
1) Kepadatan Penduduk
berikut.
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘
𝐾𝑒𝑝𝑎𝑑𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 =
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑊𝑖𝑙𝑎𝑦𝑎ℎ
masing-masing desa adalah yaitu (1) Kepadatan penduduk Desa Lebih yaitu
Desa Lebih dan Desa Tulikup tergolong dalam Desa Terbesar Karena
Klasifikasi Desa
Berdasarkan Jumlah Penduduk (jiwa) Berdasarkan Kepadatan Penduduk (jiwa/km2)
< 800 Desa Terkecil < 100 Desa Terkecil
800 – 1600 Desa Kecil 100-500 Desa Kecil
1600 – 2400 Desa Sedang 500 – 1500 Desa Sedang
2400 – 3200 Desa Besar 1500 – 3000 T Desa Besar
.> 3200 Desa Terbesar 3000 – 4500 L Desa Terbesar
Formula:
4673
𝐷𝑒𝑝𝑒𝑛𝑑𝑒𝑛𝑐𝑦 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 = 𝑥 100
10455
daerah penelitian adalah sebesar 44,69632 yang berarti setiap 100 orang usia
Angka tersebut merupakan angka yang kecil yang harus ditanggung, hampir
di kemudian hari.
penduduk yang cukup besar merupakan subjek yang mungkin terkena bencana.
Komposisi jenis kelamin penduduk yang digambarkan dari sex ratio menunjukkan
grafik yang hampir seimbang. Artinya, jumlah antara jumlah penduduk berjenis
dipercaya sebagai tulang punggung keluarga, maka dari itu keseimbangan antara
kepemilikan modal.
dimiliki penduduk cukup mapan adalah angka beban tanggungan. Setiap 100 orang
non-produktif. Angka tersebut merupakan angka yang kecil yang harus ditanggung,
hampir kurang dari sebagian dari total jumlah penduduk. Keadaan tersebut
masyarakat yang baik adalah yang didominasi oleh usia produktif. Asumsi ini
dikaitkan dengan laki-laki yang memiliki kemampuan fisik yag lebih baik dari
merupakan penduduk yang memiliki daya fisik yang baik dan sejalan dengan
Berdasarkan data dari 1 Agustus 2011 sampai dengan 31 Agustus 2016 didapatkan
64
Tabel 4.12 Data Ketinggian Gelombang (m) di Kawasan Pantai Lebih (Selat
Badung) dengan Titik Koordinat 8.625oLS dan 115. 375o BT
Rata-
Tahun Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jumlah
rata
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15)
2011 - - - - - - - 1.614 1.482 1.300 1.013 1.079 6.488 1.2976
2012 1.373 0.982 1.415 1.319 1.391 1.388 1.545 1.499 1.507 1.284 1.216 1.084 6.59 1.333583
2013 1.423 1.186 1.170 1.145 1.311 1.393 1.530 1.475 1.792 1.377 1.078 1.095 6.817 1.33125
2014 1.453 1.257 1.071 1.145 1.362 1.599 1.635 1.680 1.509 1.388 1.171 1.086 6.834 1.363
2015 1.234 1.143 1.098 1.090 1.308 1.556 1.362 1.370 1.414 1.300 1.159 1.128 6.371 1.2635
2016 1.024 1.067 1.008 1.116 1.443 1.439 1.536 1.509 - - - - 1.509 1.26775
Jml 6.507 5.635 5.762 5.815 6.815 7.375 7.608 9.147 7.704 6.649 5.637 5.472 34.609 7.856683
Rata-rata 1.301 1.127 1.152 1.163 1.363 1.475 1.521 1.524 1.540 1.3298 1.1274 1.0944 5.7681 1.309447
Sumber: ECMRWF (NASA), 2016
1.60 1.54
1.48 1.52 1.51
1.40 1.36
1.30 1.33
1.20 1.15 1.16
1.13 1.13 1.09
1.00
0.80
0.60
0.40
0.20
0.00
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct No v Dec
Bulan (Sep 2011 - Aug 2016)
Melihat data tersebut, tidak nampak fluktuasi yang besar dari tinggi gelombang di
Kawasan Pantai Lebih. Perbedaan rata-rata tinggi gelombang tidak mencapai lebih
65
1.325
1.32
1.315
1.31
1.325572429
1.305
1.316999461
1.3 1.311277329
1.295 1.3033958
1.29
0:00 6:00 12:00 18:00
Dini Hari Pagi Siang Malam
PUKUL
tahun terakhir. Berdasarkan data selama 1858 hari, ditemukan data ketinggian
gelombang tertinggi adalah 2,953 m pada 15 Maret 2012 ketika siang hari.
Nopember 2011 pukul 18.00. Berdasarkan data pada Gambar 4.10, rata-rata
gelombang tertinggi adalah pada dini hari setinggi 1,325 m. Kemudian sebaliknya
gelombang terendah adalah pada pagi hari, dan berturut-turut kembali meningkat
pada siang dan malam hari. Berdasarkan indeks penilaian ancaman abrasi, data
gelombang sangat tinggi dengan rata-rata ketinggian yang sama menghempas talud
cukup kuat menyisir pantai yang menyebabkan tidak lagi terlihat pasir pantai.
gelombang di Pantai Lebih. Hanya saja, faktor pembeda utama adalah di Pantai
Lebih sudah dibangun talud, sedangkan di Pantai Siyut pantainya masih alami
berupa pasir pantai. Artinya, gelombang pecah yang datang dengan intensitas yang
tinggi di Pantai Siyut begitu saja menghempas garis pantai tanpa halangan. Gambar
memang berada pada tingkatan sedang dalam perannya sebagai salah satu tenaga
Pantai Siyut Tulikup saat ini sudah berkurang dibandingkan Pantai Lebih. Pasir
dari tahun 2011 – 2016. Data diperoleh dari sampel-sampel sejumlah 365 hari dari
seluruh hari dalam 5 tahun terakhir. Distribusi data menunjukkan bahwa kecepatan
arus terendah pada 26 Oktober 2012 sebesar 0,00072 m/s mengarah ke Selatan.
Sedangkan sebaliknya, data kecepatan arus tertinggi adalah pada 21 Januari 2013
Tabel 4.13. Data Kecepatan Arus (m/s) Meridional di Kawasan Pantai Lebih
(Selat Badung) dengan Titik Koordinat 8.66667o LS dan
115.33334oBT Kedalaman 15 m
Kebalikan dari arus meridional adalah arus zoidal. Arus zoidal merupakan arus
merupakan daratan yang pantainya berada di Selatan, maka besaran arus meridional
0.3
0.2
Kecepatan Arus (m/s)
0.1
0
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
-0.1
-0.2
-0.3
-0.4
Bulan
selama 5 tahun terakhir. Arus yang mengarah ke Utara hanya terjadi rata-rata pada
bulan Januari, Maret, Juni, dan Desember. Sedangkan bulan-bulan lainnya rata-rata
arus mengarah ke Selatan. Berdasarkan perhitungan dari sampel data arus yang
69
mengarah ke Utara sejumlah 360 hari, maka besaran kecepatan arus rata-rata yang
Pantai Lebih. Maka dari itu, berdasarkan kriteria penentuan indeks ancaman abrasi,
Gambar 4.13 Data Tutupan Lahan di Kawasan Pantai Lebih Citra Lansat 8
pada 10 Oktober 2016 Path 116 Row 66 Entity ID
LC81160662016284LGN00 Kombinasi Band 654 Vegetation
Analysis
(Sumber: United State Geology Survey, 2016)
menunjukkan konsentrasi pada analisis tutupan lahan. Data citra yang sudah di-
download dalam format .TIF terlebih dahulu dikomposit sebelum terlihat seperti
pada citra yang telah diolah. Kedua warna dominan tersebut adalah warna coklat
dan hijau. Coklat merupakan ciri-ciri adanya tutupan lahan permukiman, sedangkan
warna hijau menunjukkan tutupan lahan vegatasi baik itu pertanian, perkebunan,
semak belukar dan tegalan. Gambar 4.13 menunjukkan luas cakupan penelitian di
Pesisir Kecamatan Gianyar seluas 131.83 ha yang menjadi konsen dalam penelitian.
Gambar 4.14 Data Tutupan Lahan di Kawasan Pantai Lebih Citra Lansat 8
pada 10 Oktober 2016 Path 116 Row 66 Entity ID
LC81160662016284LGN00 Kombinasi Band 654 Vegetation
Analysis
(Sumber: United State Geology Survey, 2016)
Keterangan: = permukiman
= non-permukiman (vegetasi)
Gambar 4.14 merupakan citra hasil komposit yang telah diperbesar dan di-
Pesisir Desa Lebih lebih luas dari pada di Pesisir Desa Tulikup. Selain itu,
persebaran permukiman pula menunjukkan ciri khas yang unik. Penggunaan lahan
kategori permukiman di sepanjang sebelah Selatan dari Jalan Bypass Ida Bagus
71
Mantra lebih sedikit dari yang berada di sebelah Utara jalan. Selain itu, ciri khas
jalan merupakan bangunan yang difungsikan untuk warung makan, mini market,
dan bangunan permukiman semi permanen yang berada dekat dengan pantai yang
penelitian, Tabel 4.14 merupakan hasil perhitungan luas tutupan lahan berdasarkan
tersebut dan penilaian kelas indeks, dapat disimpulkan bahwa berdasarkan indikator
daerah penelitian minim dijumpai di bagian Selatan dari Jalan Bypass Ida Bagus
Mantra. Seperti pada Gambar 4.15 dan 4.16 terlihat bahwa tutupan lahan di
sepanjang bibir garis pantai merupakan lahan kosong yang ditumbuhi oleh semak
belukar serta tanah basah mirip dengan rawa-rawa yang ditumbuhi tanaman rambat.
Lahan tidak difungsikan sebagai lahan pertanian atau permukiman dan bangunan
tempat usaha.
72
di beberapa titik sepanjang pesisir pantai. Lahan pertanian padi sawah ini tersebar
terutama di Pesisir Pantai Lebih. Fenomena persebaran ini melihat sudah adanya
talud sebagai penahan gelombang di Pantai Lebih, sehingga petani lebih percaya
Gambar 4.18 Data Bentuk Garis Pantai Citra Lansat 8 pada 10 Oktober 2016
Path 116 Row 66 Entity ID LC81160662016284LGN00
Kombinasi Band 564 Land/Water Analysis
(Sumber: United State Geology Survey, 2016)
Keterangan: = bentuk garis pantai
74
telah terpapar abrasi. Gambar 4.18 terlihat bahwa bentuk garis pantai terutama di
Kawasan Pantai Lebih dan sekitarnya sudah berbentuk parabola tertutup. Menilik
lebih spesifik mengenai Citra Lansat 8 yang telah dikomposit menjadi konsentrasi
Land/Water Analysis, maka akan lebih jelas terlihat garis pantai yang menjadi
pertemuan antara darat dan laut. Citra Lansat 8 yang direkam pada 10 Oktober 2016
merupakan citra yang representatif mengingat keadaan garis pantai masih dalam
periode yang keterkinian. Selain itu, secara substatif tidak ada penghalang berupa
awan yang terletak di atas daerah penelitian. Berdasarkan hasil interpretasi citra
tersebut maka dapat disimpulkan bentuk garis pantai di daerah penelitian adalah
berteluk lurus. Maka dari itu, berdasarkan bentuk garis pantai, ancaman abrasi di
dan tipologi Pantai Siyut Tulikup tidak menampakkan ciri yang berbeda. Tipologi
pantai di Kawasan Pantai Lebih tergolong ke dalam tipologi berbatu pasir (Gambar
4.20). Di Pantai Lebih, sudah dibangun talud sebagai penahan gelombang, sehingga
Pantai Siyut Tulikup pantai masih alami dengan pasir hitam masih terlihat pekat.
Hanya jasa, terdapat 2 sungai relatif besar yang bermuara yaitu Sungai Melangit
dan Sungai Sangsang. Bermuaranya kedua sungai ini berimplikasi pada pasir pantai
yang mulai berlumpur akibat dari material-material lumpur dan lempung yang
sikat adalah batu yang berukuran kecil berwarna hitam mulus yang sering dipakai
pesisir pantai sudah banyak batu sikat yang menumpuk sebagai hasil dari kegiatan
Berdasarkan hasil observasi pendukung data sekunder, saat ini telah terjadi
penurunan kualitas talud yang telah dibangun di Pantai Lebih. Paving yang di
pasang di atas batu andesit setinggi 2 meter telah tererosi oleh tenaga angin dan air.
Hempasan gelombang air laut pula menyeret batu andesit yang awalnya disusun
rapi, sehingga kini mulai renggang. Fenomena yang dijumpai di daerah penelitian
megenai tipologi pantai saat ini dapat menyimpulkan bahwa ancaman abrasi di
bermuara. Tabel 4.15. merupakan nama dan jumlah sungai yang bermuara di
kawasan Pantai Lebih. Berdasarnya data hasil observasi dan pencatatan dokumen
mengenai banyak sungai yang bermuara di laut, maka dapat disimpulkan ancaman
4.22; Gambar 4.23; Gambar 4.24; dan Ganbar 4.25 merupakan dokumentasi muara-
Tabel 4.15 Nama dan Jumlah Sungai Bermuara di Kawasan Pantai Lebih
No Nama Sungai Lokasi
(1) (2) (3)
1 Muara Tukad/Sungai Udang-udang Perbatasan Desa Lebih dengan Desa
Serongga dan Desa Medahan
2 Muara Tukad/Sungai Demungan Desa Lebih
3 Muara Tukad/Sungai Sangsang dan Perbatasan Desa Lebih dengan Sidan dan
Gelulung Desa Sidan dengan Desa Tulikup
4 Muara Tukad/Sungai Melangit Perbatasan Desa Tulikup dengan Desa
Negari Klungkung
Sumber: Observasi dan Profil Desa Lebih dan Desa Tulikup, 2016
Gambar 4.22 Muara Sungai Melangit Gambar 4.23 Muara Sungai Demungan
(Sumber: Dokumentasi Sumartika, 2016) (Sumber: Dokumentasi Sumartika, 2016)
Gambar 4.24 Muara Sungai Udang-udang Gambar 4.25 Muara Sungai Sangsang
(Sumber: Dokumentasi Sumartika, 2016) (Sumber: Dokumentasi Sumartika, 2016)
78
Selat Badung
dari kondisi ancaman abrasi adalah masing-masing dibagi dua. Kondisi ancaman
abrasi pada daerah penelitian sebagian pada indeks sedang dan sebagian lagi pada
indeks rendah. Indeks ancaman abrasi kategori rendah berlokasi di pesisir Desa
Lebih. Indeks ancaman abrasi kategori sedang berlokasi di pesisir Desa Tulikup.
abrasi sedang. Indeks ancaman abrasi paling dipengaruhi oleh tinggi gelombang
dan kecepatan arus. Indikator lain yang membedakan indeks ancaman abrasi di
yang berada di kedua daerah. Tipologi pantai di pesisir Desa Lebih dipengaruhi
disajikan pada Tabel 4.16. Penentuan indeks penduduk terpapar dihitung dari
kelompok rentan pada suatu daerah bila terkena bencana. Data yang diperoleh untuk
komponen sosial budaya kemudian dibagi dalam 3 kelas ancaman, yaitu rendah,
sedang dan tinggi. Selain dari nilai indeks dalam bentuk kelas (rendah, sedang atau
tinggi), komponen ini juga menghasilkan jumlah jiwa penduduk yang terpapar
di Desa lebih berkategori tinggi, sedangkan indeks di Desa Tulikup berada pada
indeks sedang. Jika dilihat dari salah satu indikator yaitu kepadatan penduduk, jelas
pesisir Desa Lebih merupakan pesisir yang cukup padat dihuni oleh penduduk
pesisir Desa Lebih yaitu sejumlah 547 KK. Sedangkan di pesisir Desa Tulikup yaitu
penduduk terpapar, persentase tersebut berada pada kelas indeks sedang yaitu
antara 20%-40%.
tinggi. Masyarakat bertempat tinggal di lahan milik pribadi baik yang dibeli sendiri
dan/atau lahan yang diwariskan oleh orang tuanya. Kebanyakan lahan yang
diwariskan oleh orang tua merupakan lahan milik adat yang telah ditempati selama
puluhan tahun. Biasanya sebagai bentuk tanggung jawab, masyarakat yang tinggal
di lahan tersebut memiliki kewajiban terhadap segala kegiatan adat istiadat dan
agama di wilayah setempat. Sebaliknya lahan yang ditempati merupakan hak milik
daerah penelitian.
Kepemilikan Sawah/Kebun/Tegalan
No Nama Desa Jumlah
Rendah % Sedang % Tinggi %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
1 Lebih 22 40.741 16 29.63 16 29.63 54
2 Tulikup 2 20 2 20 6 60 10
Jumlah 24 37.5 18 28.125 22 34.375 64
(Sumber: Pengolahan Data Primer, 2016)
82
Hasil penelitian terhadap kepemilikan lahan lain selain lahan atau tanah
yang ditinggali masyarakat disajikan pada Tabel 4.18. Berdasarkan indikator ini,
kemampuan tinggi memiliki lahan yang digunakan pada sektor pertanian yaitu
kemampuan sedang memiliki lahan dengan luasan yang sempit dengan penggunaan
rendah, itu artinya masyarakat tersebut tidak memiliki lahan lain selain lahan tempat
dominan berada di Desa Tulikup. Dusun Siyut Tulikup merupakan daerah dengan
penggunaan lahan permukiman yang rendah dan penduduk yang berprofesi sebagai
petani.
dilihat dari kondisi akses pinjaman, masyarakat di daerah penelitian lebih memilih
akses yang lebih renggang dan mempermudah masyarakat dalam meminjam uang
memiliki pekerjaan sampingan selain pekerjaan tetap yang dimilikinya. Variasi data
sampingan secara musiman dalam kategori sedang tidak dijumpai di Desa Tulikup.
Hal tersebut kembali mengacu pada karakteristik pekerjaan di Desa Tulikup yang
berbasis ke darat. Pekerjaan dominan pada petani dan batu bata. Lainhalnya dengan
Desa Lebih, selain pekerjaan tetap yang dimiliki misalnya sebagai pegawai negeri
sipil dan nelayan, 37,04% memiliki pekerjaan sampingan yang permanen. Salah
Tabungan Masyarakat
No Nama Desa Jumlah
Rendah % Sedang % Tinggi %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
1 Lebih 18 33.33 18 33.33 18 33.33 54
2 Tulikup 6 60 0 0 4 40 10
Jumlah 24 37.5 18 28.125 22 34.375 64
(Sumber: Pengolahan Data Primer, 2016)
yang sedang dan 34,375% masyarakat mempunyai tabungan dengan nominal yang
relatif besar. Kondisi yang ditunjukkan oleh Tabel 4.21 adalah adanya kemerataan
Data hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir sebagian besar masyarakat tidak
nominal hutang yang besar. Kepemilikan hutang masyarakat merupakan salah satu
peminjaman. Di balik kepemilikan hutang yang tinggi, ada jaminan bernilai tinggi
pula yang harus dijaminkan. Sisi lain kepemikan hutang juga berimplikasi terhadap
luasan usaha yang nanti akan dibangun. Semakin tinggi kepemilikan hutang,
semakin besar usaha yang akan dibangun. Contohkan saja di daerah penelitian,
kredit digunakan untuk membeli kapal baru bagi nelayan dan membangun rumah
Kepemilikan Usaha
No Nama Desa Jumlah
Rendah % Sedang % Tinggi %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
1 Lebih 17 31.48 14 25.93 23 42.59 54
2 Tulikup 0 0 0 0 10 100 10
Jumlah 17 26.5625 14 21.875 33 51.5625 64
(Sumber: Pengolahan Data Primer, 2016)
bentuk berbagai usaha semakin tinggi kapasitas adaptasi masyarakat. Tabel 4.23
usaha yang permanen. Sejumlah 21,875% masyarakat memiliki usaha namun hanya
musiman, dan 26,5625% masyarakat tidak memiliki usaha apapun. Usaha musiman
di daerah penelitian dipengaruhi oleh budaya lokal dan Agama Hindu. Upacara-
adanya usaha musiman. Salah satu contoh adalah penjual musiman sarana upacara
sepeti canang dan buah-buahan. Jika pada hari tertentu akan datang upacara seperti
bulan purnama atau bulan mati, masyarakat berduyun membuka lapak kecil
menjual canang dan janur. Usaha musiman lainnya yang terkena dampak upacara
besar adalah pedagang asongan minuman dan lumpia. Kunjungan wisatawan lokal
biasanya membeludak ke Pantai Lebih sebagai objek wisata pada hari sehari setelah
dagangannya. Di sisi lain, usaha permanen yang dimiliki masyarakat adalah industri
batu bata di Tulikup dan pedagang sembako maupun restoran. Masyarakat yang
tidak memiliki usaha lain selain pekerjaan rutinnya biasanya berprofesi sebagai
dalam memiliki barang bernilai ekonomi. Semakin banyak barang bernilai ekonomi
Variasi kepemilikan barang bernilai ekonomi antara Desa Lebih dan Desa
Tulikup cukup normal. Saat ini, barang bernilai ekonomi seperti kendaraan
anggota keluarga usia produktif memiliki satu unit kendaraan roda dua. Alat
Kondisi Jalan
No Nama Desa Jumlah
Rendah % Sedang % Tinggi %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
1 Lebih 3 5.56 11 20.4 40 74.1 54
2 Tulikup 0 0 0 0 10 100 10
Jumlah 3 4.6875 11 17.1875 50 78.125 64
(Sumber: Pengolahan Data Primer, 2016)
penelitian. Jalan merupakan dasar jalur evakuasi perannya sebagai kapasitas fisik.
jalan di daerah penelitian sudah baik. Sejumlah 17,1875% menilai kurang memadai,
Karakteristik jaringan jalan yang berada di Desa Lebih secara umum cukup
kompleks. Permukiman dibatasi dengan gang-gang kecil selain Jalan Raya Pantai
Lebih dan Bypass Ida Bagus Mantra. Gang-gang kecil tersebut merupakan
5.56% di Desa Lebih mengatakan kurang memadai karena kualitas jalan di gang
tersebut sudah buruk. Lainhalnya dengan jaringan akses jalan di Desa Tulikup
menjadi akses utama selain beberapa gang kecil yang dilalui masyarakat.
Sejumlah 87,5% masyarakat mendapatkan informasi dari akses televisi dan media
sosial. Sejumlah 1,5625% mendapatkan informasi dari media cetak dan 10,9375%
Kualitas Bangunan
No Nama Desa Jumlah
Rendah % Sedang % Tinggi %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
1 Lebih 19 35.19 27 50 8 14.81 54
2 Tulikup 0 0 10 100 0 0 10
Jumlah 19 29.6875 37 57.8125 8 12.5 64
(Sumber: Pengolahan Data Primer, 2016)
kecil.
yang tinggi. Sejumlah 34,375% memiliki kesiapsiagaan yang sedang dan 10,9375%
Ketersediaan P3K merupakan hal yang penting dalam setiap keluarga guna
mengatasi kecelakaan kecil. Manfaat yang diperoleh dari keberadaan P3K adalah
pertolongan yang bisa langsung diberikan kepada pasien. P3K merupakan langkah
adaptasi yang tepat untuk masyarakat pesisir jika mengalami kecelakaan kerja di
pantai atau laut, sehingga mengurangi bahaya yang lebih lanjut. Data pada Tabel
4.28 menunjukkan variasi yang cukup merata dan cendrung tinggi. Persepsi
masyarakat lainnya yang sedang dan rendah kurang mempunyai langkah adaptasi.
Jika terjadi kecelakaan kecil lebih memilih membelikan obat dan membawa ke
Berdasarkan tes yang dilakukan pada sampel yang dimuat dalam kuesiner no
item 14, Tabel 4.29 merupakan hasil penelitian terhadap pengetahuan kebencanaan
menjawab keliru.
kepada masyarakat betapa pentingnya daratan dijaga dari ancaman bencana abrasi.
ukuran sikap yang diasumsikan sikap yang peduli dan tau bagaimana dampak yang
akan timbul dari adanya abrasi. Sikap prihatin adalah sikap yang tau dan kurang
daerah nelayan. Pengaruh laut tentu sangat dekat dengan masyarakat, sehingga
kemampuan berenang sebagai salah satu adaptasi dengan lingkungan perlu diasah.
93
persentasenya lebih banyak di Desa Lebih. Hal tersebut dikarenakan Desa Lebih
banyak yang berprofesi sebagai nelayan yang selalu berhubungan dengan laut.
semakin tinggi kapasitas adaptasi masyarakat. Anggota yang berjenis kelamin laki-
laki diasumsikan memiliki tenaga, energi dan kemampuan fisik yang lebih baik
dibandingkan wanita. Maka dari itu, ketika terjadi bencana tenaga laki-laki
dan 4 orang dan 48,4375% 625 anggota keluarganya berjenis kelamin laki-laki
produktif.
Variasi data komposisi umur dalam keluarga yang ditunjukkan Tabel 4.33
cukup fluktuatif. Data beban ketergantungan secara umum tidak berlaku bagi
keadaan dalam rumah tangga keluarga pesisir yang berkomposisi kebanyakan anak-
anak dan lansia. Anak-anak dan lansi dalam perspektif kebencanaan merupakan
kelompok yang rentan terkena risiko bencana dikarenakan kemampuan kognitif dan
Kesehatan Masyarakat
No Nama Desa Jumlah
Rendah % Sedang % Tinggi %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
1 Lebih 0 0 0 0 54 100 54
2 Tulikup 0 0 0 0 10 100 10
Jumlah 0 0 0 0 64 100 64
(Sumber: Pengolahan Data Primer, 2016)
95
dalam anggota keluarganya tidak ada yang mengidap gangguan jiwa ataupun
berada pada level yang tinggi. Kaitannya dengan bencana, jika bencana terjadi
mengatasinya dengan segera. Maka dari itu alangkah baiknya kesehatan perlu
dijaga sebagai modal fisik dan psikis menghadapi bencana yang tidak terduga
datangnya.
kemampuan berpikir dan wawasan seseorang, maka semakin tinggi pula kapasitas
Tulikup sangat timpang terlihat dari masing-masing 50% berada pada tingkatan
sarjana dan 50% pada sekolah dasar. Hal tersebut dikarenakan motivasi belajar
masyarakat yang dulunya masih kurang dikarenakan adanya industri batu bata
terendah. Pantai di daerah penelitian merupakan pantai yang tidak cocok ditanami
pecah dan minimnya sedimen atau rawa. Gelombang pecah memiliki daya erosif
yang tinggi sehingga material lumpur yang menjadi media tanam mangrove tidak
dapat dijumpai. Langkah yang tepat adalah langkah teknis dengan membangun
Sejumlah 87,5% memberikan jawaban tidak setuju, 12,5% menjawab setuju dan
0% menjawab tidak tau. Data tersebut menunjukkan bahwa masyarakat telah peka
dan peduli terhadap kelestarian pantai. Kaitannya dalam penelitian ini, jika
ancaman abrasi.
Keadaan Koperasi
No Nama Desa Jumlah
Rendah % Sedang % Tinggi %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
1 Lebih 2 3.7 3 5.56 49 90.7 54
2 Tulikup 0 0 0 0 10 100 10
Jumlah 2 3.125 3 4.6875 59 92.1875 64
(Sumber: Pengolahan Data Primer, 2016)
berupa koperasi. Koperasi yang berjalan baik adalah koperasi yang dapat
98
maka semakin baik kapasitas adaptasi di daerah tersebut. Hal tersebut berkaitan
mengatakan jalan di tempat dan 3,125% mengatakan tidak berjalan dengan baik.
Keadaan Arisan
No Nama Desa Jumlah
Rendah % Sedang % Tinggi %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
1 Lebih 24 44.44 30 55.56 0 0 54
2 Tulikup 5 50 5 50 0 0 10
Jumlah 29 45.3125 35 54.6875 0 0 64
(Sumber: Pengolahan Data Primer, 2016)
54,6875% pernah mengikuti arisan antara 1-4 kali, sedangkan 45,3125% tidak
dan/atau belum pernah mengikuti arisan. Arisan dalam penelitian ini diasumsikan
mengikat secara sosial. Variasi data yang ditunjukkan Tabel 4.39 menunjukkan
arisan sebagai langkah pengelolaan uang secara gotong royong telah diganti
dominasinya oleh (LPD) Lembaga Perkreditan Desa. Saat ini LPD Desa Pekraman
Lebih dan Tulikup sudah cukup besar dan profesional mengelola dana
99
pelayanannya pun baik dan aman, sehingga dipercaya masyarakat menjaga uangnya
dalam tabungan.
waktu luang dengan memunggut batu sikat di pinggir pantai. Kegiatan tersebut
lambat laun akan mengubah morfologi pantai walaupun secara mikro. Tabel 4.40
jika dibuatkan aturan pelarangan menambang batu sikat. Sejumlah 25% lainnya
menjawab tidak setuju jika dibuatkan aturan pelarangan penambangan batu sikat.
Variasi data yang ditunjukkan sebagian masyarakat telah peka dan peduli dengan
pantainya sebagai aset yang perlu dijaga dari ancaman abrasi. Hal tersebut
dibuktikan dengan jawaban tidak setuju terhadap adanya penambangan batu sikat.
100
Sempadan pantai merupakan lahan yang tidak boleh dibangun sejauh 100 m
alami pesisir. Kaitannya dengan penelitian ini, jika vegetasi pesisir berkurang
akibat pembangunan, maka tingkat ancaman abrasi sekmakin tinggi. Salah satu
marak. Khususnya di daerah Pantai Lebih, telah dibangun akomodasi wisata berupa
hotel dan lokalisasi restoran. Lainhalnya dengan Pantai Siyut Tulikup, dikarenakan
pedagang tersebut erkisar di atas 100 m dari garis pantai. Hal tersebut semakin
Keberadaan Balawisata
No Nama Desa Jumlah
Rendah % Sedang % Tinggi %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
1 Lebih 5 9.26 5 9.26 44 81.5 54
2 Tulikup 0 0 5 50 5 50 10
Jumlah 5 7.8125 10 15.625 49 76.5625 64
(Sumber: Pengolahan Data Primer, 2016)
sehingga merasa aman dan nyaman. Sejumlah 15,625% merasakan kurang ada
Pantai Lebih sendiri sudah dilaksanakan dengan baik dibuktikan dari adanya tower
pemantau dan posko jaga balawisata. Lainhanya dengan di Pantai Siyut Tulikup,
diintegrasikan dengan yang ada di Pantai Lebih. Hal tersebut dibuktikan dengan
50% menjawab kurang merasa aman jika beraktivitas di Pantai Siyut Tulikup
Sebanyak 67,1875% menjawab jika terjadi kecelakaan kecil di pantai maka akan
sudah tersedianya fasilitas berupa pos penjagaan pantai. Sisanya sejumlah 18,75%
Seluruhnya menjawab informasi kebencanaan dari media sosial dan televisi dan
bukan dari sosialisasi pemerintah. Hal tersbut membuktikan bahwa belum pernah
untuk masing-masing daerah sampel atas dasar komposisi lima kepemilikan modal.
Selat Badung
kapasitas adaptasi yang sama dari berbagai kenampakan kepemilikan modal yang
yang menual kuliner pesisir juga merupakan usaha yang dibangun dekat dengan
4.3 Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian seperti yang telah diuraikan diatas maka dapat
indikator tingkat ancaman abrasi di Pesisir Kecamatan Gianyar, Pantai Lebih dan
Pantai Siyut Tulikup. Berdasarkan pengolahan data, maka indeks ancaman abrasi
abrasi di Pantai Lebih dan Pantai Siyut berturut-turut rendah dan sedang.
tingkatan ancaman abrasi pada suatu daerah dapat diukur dengan melakukan
dapat dikatakan rendah jika tinggi gelombang kurang dari 1 meter, kekuatan arus
105
Selat Badung
(current) kurang dari 0,2 m/dt, tutupan lahan/vegetasi pesisir lebih dari 80% dan
bentuk garis pantai berteluk). Sedangkan tingkatan ancaman sedang jika tinggi
gelombang antara 1-2,5 meter, kekuatan arus (current) antara 0,2-0,4 m/dt, tutupan
dibahas. Guna lebih mendalami tingkat ancaman abrasi di daerah penelitian, maka,
Pesisir Kecamatan Gianyar dalam hal ini Pantai Lebih dan Pantai Siyut
penelitian di daerah penelitian adalah gelombang pecah, surging dan tipe perusak.
Gelombang surging adalah gelombang yang belum pecah dan pecah mendekati
garis pantai serta sempat mendaki kaki pantai. Sedangkan gelombang perusak
pantai biasanya mempunyai ketinggian dan kecepatan rambat yang besar (sangat
tinggi). Air yang kembali berputar mempunyai lebih sedikit waktu untuk meresap
ke dalam pasir. Ketika gelombang datang kembali menghantam pantai akan ada
banyak volume air yang terkumpul dan mengangkut material pantai menuju ke
angin yang menjadi pembangkit gelombang. Angin yang bertiup di atas permukaan
energi melalui partikel air sesuai dengan arah hembusan angin. Lebih lanjut bahwa
mekanisme transfer energi ini terdiri dari dua bentuk yakni pertama akibat variasi
tekanan angin pada permukaan air yang diikuti oleh pergerakan gelombang dan
secara kontinyu. Berdasarkan kajian pustaka fenomena seperti ini umum terjadi,
sehingga viskositas air laut dapat mempengaruhi efek langsung dari tekanan angin
dan kecepatan angin permukaan menghilang makin ke dalam dan pada suatu
dalam area monsoon yang ditandai dengan sistem angin musim yang secara
periodik berganti arah dari timur ke barat dan barat ke timur setiap enam bulan.
Musim monsoon dan kompleksitas wilayah Indonesia yang terdiri dari banyak
pulau dengan beragam ukuran dan bentuk menyebabkan adanya variasi spasial dan
temporal arah dan kecepatan angin yang berpengaruh terhadap dinamika laut
terjadi gelombang tinggi yang juga merupakan salah satu penyebab terjadinya
proses abrasi di pantai. Apalagi gelombang ekstrim yang dapat melanda Indonesia
tropis.
Pada umumnya keadaan gelombang laut dipengaruhi oleh tiga faktor yang
menentukan karakteristik gelombang yang dibangkitkan oleh angin yaitu (1) lama
angin bertiup atau durasi angin, (2) kecepatan angin dan (3) fetch (jarak yang
108
ditempuh oleh angin dari arah pembangkitan gelombang atau daerah pembangkitan
Gambar 4.11 dan Gambar 4.12, durasi angin yang terus-menerus bertiup dari
terhempas di pantai-pantai Bali bagian Selatan termasuk Pantai Lebih dan Pantai
Siyut. Kecepatan angin di daerah penelitian selama 10 tahun terakhir berkisar rata-
rata 6.2575 knot yang dapat diasumsikan membangkitkan gelombang setinggi tidak
lebih dari 0,5 m. Faktor ketiga karakteristik gelombang di daerah penelitian adalah
adanya Pulau Nusa Penida, Nusa Ceningan dan Nusa Lembongan sebagai
secara statistik cendrung data tinggi gelombang rendah dan tinggi saling menutupi,
sehingga tidak memperlihatkan anomali. Hanya saja, jika dilihat secara parsial dan
Bulan Juli, Agustus dan September angin dominan berhembus dari arah
Tenggara dan dari arah Timur. Kekuatan angin pada bulan tersebut pula merupakan
kekuatan angin yang memiliki rata-rata terkencang diantara bulan-bulan lain selama
10 tahun terakhir. Angin yang berhembus pada bulan tersebut merupakan angin
muson yang membawa relatif sedikit uap air, sehingga masa udara mudah bergerak
harian selama 5 tahun terakhir tidak lebih dari 50 mm. Pada umumnya, gelombang
laut yang dibangkitkan oleh tenaga angin relatif paling besar pada siang menjelang
sore hari. Saat siang hari, darat dan pesisir Kecamatan Gianyar menyerap panas
lebih cepat, sehingga suhu udara di pesisir lebih tinggi sedangkan di laut lebih
rendah. Jika suatu tempat bertemperatur lebih rendah, maka tekanan udara di tempat
tersebut lebih tinggi. Maka angin cendrung berhembus dari laut ke darat yang tentu
menengah/sedang. Jika dikaji lebih spesifik antara Pantai Lebih dengan Pantai Siyut
maka berdasarkan analisis pengolahan data tidak ada perbedaan yang mencolok
pada indikator penentu indeks ancaman abrasi di antara kedua pantai, sehingga
Gianyar adalah kecepatan arus permukaan air laut. Berdasarkan interpretasi data
keadaan rata-rata bulanan selama lima tahun terakhir. Bulan Januari, Maret, Juni,
dan Desember rata-rata arah arus dari Selatan menuju Utara. Sedangkan sebaliknya
data sekunder kecepatan arus, maka rata-rata kecepatan arus di daerah penelitian
angkutan sedimen menyusur pantai yang dipengaruhi oleh arus meridional dan
lainnya. Terjadinya perubahan garis pantai akibat arus sangat dipengaruhi oleh
proses-proses yang terjadi pada daerah sekitar pantai (nearshore process), dimana
pantai selalu beradaptasi dengan berbagai kondisi yang terjadi. Proses ini
berlangsung sangat kompleks, dimana dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu kombinasi
gelombang dan arus, transport sedimen, dan konfigurasi pantai tersebut, yang saling
berlangsung dalam waktu yang lama dikarenakan adanya empat pergerakan arus.
Maka dari itu, kekuatan ancaman abrasi di Kawasan Pantai Lebih berdasarkan
indikator kecepatan arus berada pada kategori rendah. Arus meridional yang
Kecamatan Gianyar, data primer yang diambil melalui dokumentasi dibantu oleh
111
Citra Lansat 8. Citra tersebut merupakan citra yang direkam pada 10 Oktober 2016.
Alasan pemakaian citra tersebut adalah mengingat waktu penelitian tidak berbeda
dengan waktu pemotretan objek dan kenampakan tutupan lahan relatif tidak banyak
berubah. Selain alasan tersebut, data citra yang direkam pada 10 Oktober 2016
pada analisis tutupan lahan khususnya vegetasi adalah kombinasi band 654.
dibantu oleh tahapan measurment di ArcMap maka ditemukan bahwa tutupan lahan
berupa vegetasi menutupi daerah pesisir seluas 74,54% dari total daerah pesisir
yang di-cover dalam penelitian. Maka dari itu, berdasarkan indikator tutupan lahan
sedang.
Jika menilik secara keruangan antara Pantai Lebih dan Pantai Siyut, terdapat
Desa Lebih, tutupan lahan permukiman relatif sama dengan luas tutupan lahan non-
perikanan dan pariwisata. Jika dilihat dari sektor perikanan laut, penggunaan lahan
akomodasi yang dekat dengan objek wisatanya. Selain bangunan yang berfungsi
bagi nelayan, di Pantai Lebih cendrung dibangun untuk rumah makan dan beberapa
dengan di Pesisir Desa Tulikup. Kombinasi antara tutupan lahan vegetasi dengan
permukiman di Pesisir Desa Lebih hampir 51% vegetasi dan sisanya permukiman.
Menilik hal tersebut, maka di Pesisir Desa Lebih ancaman abrasi berdasarkan
Desa Lebih. Di Pesisir Desa Tulikup permukiman kurang dari 10%. Desa Tulikup
Tulikup dikenal dengan desa penghasil batu bata merah yang berkualitas.
penggunaan lahan permukiman menuju dan di pesisir sangat minim karena aktifitas
data sekunder, memang benar di Pesisir Desa Tulikup minim dengan permukiman.
hiburan malam. Selain minimnya bangunan, Pesisir Desa Tulikup banyak dijumpai
semak belukar, tanah kosong dan beberapa pertanian padi sawah. Maka dari itu,
berdasarkan struktur keruangan tutupan lahan maka ancaman abrasi di Pantai Siyut
Garis pantai adalah garis batas pertemuan antara daratan dan air laut, di
mana posisinya tidak tetap dan dapat berpindah sesuai dengan pasang surut air laut
dan abrasi pantai yang terjadi. Guna meneliti bentuk garis pantai di daerah
penelitian, maka dilakukan observasi dan analisis data sekunder. Melalui komposit
citra dengan band 564, maka didapatkan konsentrasi kenampakan citra pada
fenomena darat dan laut. Kombinasi tersebut dalam hal ini untuk meneliti bentuk
garis pantai yang merupakan garis yang mempertemukan darat dan laut.
Berdasarkan interpretasi citra tersebut, maka dapat ditarik fakta bahwa bentuk garis
Karakteristik pantai yang berteluk lurus adalah lautnya yang menjorok ke daratan
dengan bentuk garis pada teluk yang lurus. Kaitannya dengan ancaman abrasi,
pantai yang berbentuk berteluk lurus merupakan pantai dalam kategori sedang
pantai tidak memiliki sudut yang tegak lurus dalam mengabsorsi tenaga gelombang
antara bentuk garis Pantai Lebih dan Pantai Siyut. Bentuk pantai di kawasan ini
pantai terbentuk dari material dasar yang berupa lumpur, pasir atau kerikil. Pantai
Lebih dan Pantai Siyut merupakan pantai yang menghadap ke Samudera Indonesia.
Selatan Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Pantai Barat Sumatera, adalah pantai berpasir
yang dipenuhi dengan hamparan pasir berwarna hitam berkilau. Di beberapa titik
dapat dijumpai batu berukuran kecil yang sering disebut dengan nama batu sikat.
Pantai Lebih telah mengubah kenampakan alami pantai. Jenis bahan yang
digunakan adalah batu andesit yang dibangun setinggi dua meter. Di Pantai Lebih
sedang.
Lebih. Keadaan yang alami berupa pasir hitam berwarna hitam dengan batu-batu
kecil dan fragmen lumpur di beberapa titik masih bisa ditemukan. Pantai Siyut
Selain itu, tidak terdapat batuan induk yang terlihat di pantai. Modifikasi manusia
terhadap pantai tersebut juga minim. Pantai Siyut merupakan pantai yang landai
dan belum dibangun talud. Fragmen lumpur yang ditemukan di beberapa titik
sepanjang pantai merupakan implikasi dari dua sungai yang bermuara di Pantai
Siyut. Kedua sungai tersebut adalah Sungai Sangsang dan Sungai Melangit.
ancaman abrasi yang tinggi terjadi di sana mengingat tipologi pantai berpasir dan
terdapat endapan lumpur yang mudah dierosi oleh tenaga gelombang air laut.
115
diangkut oleh tenaga air sungai. Suatu pantai mengalami abrasi tergantung pada
sedimen yang masuk (supply) dan yang meninggalkan pantai. Abrasi pantai terjadi
artinya sedimen yang terangkut labih besar daripada yang di endapkan. Pesisir
Kecamatan Gianyar melalui observasi langsung dan kros cek data sekunder, maka
Keempat sungai yang bermuara di kawasan Pantai Lebih memiliki ciri yang
sama dilihat dari aliran airnya. Keempat sungai tersebut merupakan sungai
pertanian. Air sungai merupakan air yang terakumulasi dari air lahan pertanian
basah yang membawa fragmen lumpur yang relatif banyak. Pantai Siyut merupakan
pantai yang relatif berlumpur karena banyak sungai yang mengangkut sedimen
di Pantai Lebih dan Pantai Siyut menunjukkan kenampakan keruangan yang sama
Selat Badung
wilayah yang ditandai oleh sebagian berindeks tinggi dan sebagian lagi berindeks
sedang. Indeks penduduk terpapar tinggi berlokasi di pesisir Desa Lebih. Indeks
terpapar yang tinggi diakibatkan oleh padatnya kepadatan penduduk dan banyaknya
penduduk yang rentan. Pesisir Desa Lebih merupakan daerah yang cukup padat
Rendah
Tinggi
Gambar 4.30 Matriks Tingkat Ancaman Abrasi di Pantai Lebih Desa Lebih
(Sumber: Analisis Data, 2016)
nilai indeks dalam matriks tersebut. Warna tempat pertemuan nilai tersebut
antara indeks ancaman abrasi dengan indeks penduduk terpapar menentukan tingkat
ancaman abrasi. Indeks ancaman abrasi dan indeks penduduk terpapar berbanding
118
lurus dengan tingkat ancaman abrasi. Semakin tinggi indeks ancaman abrasi dan
indeks penduduk terpapar, maka semakin tinggi pula tingkat ancaman abrasi di
daerah penelitian. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah indeks ancaman abrasi
dan indeks penduduk terpapar, maka semakin rendah pula tingkat ancaman abrasi
di daerah penelitian.
Desa Lebih. Berdasarkan perhitungan statistik sederhana dari data yang diperoleh,
maka indeks ancaman abrasi di Desa Lebih berkategori rendah dan indeks
fisik yang menjadi indikator penentuan indeks ancaman abrasi di Desa Lebih
luar data rata-rata. Misalkan saja dilihat dari keadaan tinggi gelombang rata-rata,
pada hari-hari tertentu tinggi gelombang bisa mencapai 2 m, di luar dari keadaan
rata-rata yaitu mencapai 1,3 m. Keadaan ini perlu diwaspadai oleh masyarakat
terpapar yang khususnya tinggal paling dekat dengan pantai, nelayan dan
Tinggi
Gambar 4.31 Matriks Tingkat Ancaman Abrasi di Pantai Siyut Desa Tulikup
(Sumber: Analisis Data, 2016)
sebagai sampel penelitian merupakan wilayah yang cukup luas namun dihuni oleh
penduduk yang rendah dengan persentase penduduk rentan yang tergolong sedang
indeks ancaman abrasi di Desa Lebih, kondisi ancaman abrasi di Desa Tulikup
tergolong sedang. Indikator yang berbeda ditunjukkan oleh penggunaan lahan yang
lahan non-permukiman lebih banyak di Pesisir Desa Tulikup yaitu seperti lahan
permukiman di Pesisir Desa Lebih di atas 80% serta tersebar sampai pesisir.
pertemuan indeks ancaman abrasi dan indeks penduduk terpapar yang berkategori
Rendah
Tinggi
dipadati penduduk terutama di bagian barat yaitu di Dusun Lebih Beten Kelod.
Selogan Dusun Lebih Beten Kelod adalah sebagai Dusun Bahari. Dusun ini
usaha dagang di sekitaran Pantai Lebih yang menjadi salah satu objek pariwisata
beraktivitas dan bermukim dekat dengan sumber penghidupannya. Salah satu yang
menjadi penyebab adalah jangkauan lokasi. Lokasi permukiman yang dekat sumber
Penelitian terhadap tingkat ancaman abrasi ini tidak serta merta mendukung
adalah terbesar di Bali. Menurut Badan Lingkungan Hidup Provinsi Bali, rata-rata
laju abrasi di Bali hanya mencapai 2-3 km/tahun (Maryadie, 2010). Sedangkan, laju
di atas rata-rata abrasi yang terjadi di pantai di Bali. Laju abrasi yang terjadi di
Pantai Lebih adalah 5 m/tahun, jauh dari pantai-pantai lain. Laju abrasi sebesar
5m/tahun tidak serta merta didukung oleh hasil penelitian ini yang berbasis analisis
121
Konsep modal merupakan titik berat yang menjadi objek yang bisa diukur
oleh kerangka ini. Konsep modal ini membagi 5 golongan besar modal yang
dimiliki oleh subjek dalam penelitian yaitu (1) modal natural (2) modal finansial
(3) modal fisik (4) modal manusia dan (5) modal sosial. Konsep modal menyatakan
semakin hubungan positif antara penguasaan modal dan kapasitas yang dimiliki
oleh masyarakat. Semakin tinggi penguasaan modal, semakin tinggi kapasitas yang
Modal natural seperti lahan tempat tinggal dan lahan lainnya relatif dimiliki oleh
masyarakat. Masyarakat yang terikat dalam ikatan adat istiadat dan kesamaan
agama memiliki lahan sebagai tempat tinggal merupakan hak yang diperoleh dari
setempat dalam bentuk baik kredit, tabungan, dan deposito. Lembaga Perkreditan
Desa merupakan lembaga keuangan tradisional yang hanya ada di Bali dan
pelaporan yang sistematis. Keadaan seperti ini dapat membantu masyarakat yang
Gianyar beragam. Jenis pekerjaan masyarakat ada yang sebagai nelayan, petani,
pedagang, pegawai negeri dan pengusaha. Nelayan, petani dan pegawai negeri
Kondisi akses jalan dan informasi di daerah penelitian sangat baik. Daerah
penelitian merupakan daerah yang dilintasi Jalan Baypass Ida Bagus Mantra.
Kitannya dengan kebencanaan, akses jalan dan informasi merupakan jalur evakuasi
yang mendasar. Semakin banyak dan berkualitas akses jalan, maka semakin mudah
dekat akses informasi dengan masyarakat maka semakin tinggi pula kapasitas
berdasarkan hasil penelitian dilihat dari persentase penduduk rentan dalam keluarga
hampir setengah dari keseluruhan anggota keluarga. Walaupun tidak ada yang
mengidap gangguan jiwa dan penyakit kronis, keadaan komposisi jenis kelamin dan
umur tersebut cendrung merugikan jika suatu saat nanti terjadi bencana.
Pantai dan sempadannya sejauh 100 m merupakan lahan yang tidak boleh
pesisir berjejer dengan permanen. Selain itu, ditemukan pula kolam renang umum
yang disewakan sebagai bagian dari layanan pariwisata pesisir yang hampir
berinteraksi langsung dengan ombak. Namun walaupun demikin, dilihat dari telah
dibangunnya talud oleh pemerintah kondisi dampak abrasi saat ini masih bisa
diminimalisir.
layanan yang ditempatkan di pantai yaitu Balawisata. Adanya layanan ini dapat
masyarakat yang beraktivitas di pantai dan berhubungan dengan laut. Layanan ini
menjadi salah satu pelindung masyarakat dan sumber informasi yang tepat untuk
Tinggi
merupakan ancaman alami yang terus menerus menerpa pantai. Ancaman tersebut
pada indikator tinggi gelombang yang dibangkitkan oleh angin. Ombak besar
biasanya dirasakan oleh masyarakat ketika musim pancaroba secara tidak terduga.
Maka dari itu, ancaman abrasi ini tentunya dapat mengganggu keselamatan jiwa,
harta benda dan psikis masyarakat. Gelombang tinggi pula perlu diwaspadai oleh
125
nelayan yang ingin menangkap ikan. Gelombang tinggi dapat menghempas perahu
fokus hubungan manusia dengan alam. Gambar 4.34 menunjukkan bahwa dari hasil
bencana abrasi di Desa Lebih dan Desa Tulikup tergolong sedang. Pesisir Desa
Lebih dan Tulikup sebagai bagian dari Pesisir Kecamatan Gianyar memiliki kondisi
ancaman abrasi tidak jauh berbeda. Hanya saja, permasalahan abrasi di Desa Lebih
Pembangunan talud di Desa Lebih sangat berpengarauh terutama bagi kegiatan dan
psikis masyarakat.
untuk melakukan kegiatannya di pesisir. Hal tersebut dapat dilihat dari tata guna
lahan serta aktivitas masyarakat yang tentunya dilakukan dengan percaya diri di
daerah penelitian.
Tata guna lahan sebagai permukiman di pesisir Desa Lebih lebih besar
usahanya secara permanen tanpa takut digerus ombak seperti fenomena terdahulu.
Selain itu, lahan pertanian yang tepat berada kurang lebih 5 meter dari talud pula
Selat Badung
yang mengikis lahannya setiap saat. Masih nampaknya lahan pertanian yang
terhindar dari ancaman kerugian bencana abrasi. Dikarenakan lahan pertanian telah
terjamin oleh keberadaan talud, maka yang perlu diwaspadai oleh petani agar tidak
merugi adalah gelombang ekstrim dan pasang yang dapat terjadi sewaktu-waktu.
Namun walaupun demikian, tanggung jawab masyarakat dari keberadan talud saat
ini yang memerlukan perawatan dan peremajaan, adalah peran aktif masyarakat
yang memanfaatkannya untuk ikut menjaga. Maka dari itu dapat disimpulkan
dengan adanya talud, kegiatan masyarakat di pesisir Desa Lebih sebagai dusun
bahari, perdagangan dan pertanian lebih terjamin karena dampak abrasi sudah
Lain halnya dengan situasi di pesisir Desa Tulikup. Pantai yang belum
dibangun talud memperlihatkan kegiatan masyarakat yang relatif jauh dari pantai.
namun tetap ada masyarakat yang berkecimpung di daerah pantai. Sepanjang garis
pantai ke bagian Utara sampai dengan Bypass Ida Bagus Mantra, tidak banyak
dijumpai bangunan fisik permanen seperti di pesisir Desa Lebih. Penggunaan lahan
pertanian pula terletak jauh dari pantai, berbeda dengan pertanian yang berada di
Siyut. Pembangunan warung di pinggir pantai yang semi-permanen dan jarak lahan
masyarakat dilihat dari adanya fenomena ancaman abrasi. Hampir sepanjang lahan
yang dekat dengan pantai merupakan lahan kosong, semak belukar yang lebat dan
128
semak rawa yang tidak bisa dimanfaatkan. Belum dibangunnya talud di Pesisir Desa
Maka dari pada itu, jika masyarakat memaksakan berkegiatan di pantai secara
permukaan bumi disebabkan oleh langkah adaptasi dengan lingkunganna dan faktor
yang berasal dari dirinya. Penelitian ini mengukur hal-hal yang berkaitan dengan
faktor lingkungan yang menjadi fokus dalam penelitian adalah fenomena ancaman
perilaku subjek di daerah penelitian memiliki ciri khas tertentu yang sama secara
(2014) dengan tajuk pola adaptasi masyarakat terhadap abrasi pantai di Yogyakarta.
kawasan pesisir yang rawan bencana karena adanya faktor ekonomi yaitu sebagai
sumber penghidupan dan tidak mempunyai harta dan materi lagi selain di daerah
tersebut. Strategi adaptasi dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal yaitu dari
dalam masyarakat dan eksternal dari luar masyarakat. Faktor internal tersebut
129
pesisir. Sikap waspada dan pendidikan kebencanaan sangat diperlukan sekali untuk
meningkatkan kemampuan adaptasi yang dimiliki oleh masyarakat dalam hal ini
PENUTUP
5.1 Simpulan
kategori sedang. Jika dilihat secara keruangan, sebagai bagian dari Pesisir
antara Pesisir Desa Lebih dengan Pesisir Desa Tulikup. Tingkat ancaman
dagang dilihat dari struktur bangunan di Pesisir Desa Lebih berbeda dengan
di Pesisir Desa Tulikup. Pesisir Desa Lebih yang telah dibangun talud
130
131
5.2 Saran
Adapun saran yang dapat dipetik dari tersusunnya penelitian ini ditujukan
kepada:
terkait kebencanaan dan dana tak terduga merupakan langkah yang tepat
saat ini.
DAFTAR PUSTAKA
Gianyar Kab. 2011. “BPBD Gianyar Resmi Tempati Kantor Baru”. Tersedia pada
http://www.gianyarkab.go.id/index.php/baca-berita/2737/BPBD-
Gianyar-Resmi-Tempati-Kantor-Baru (diakses pada: 26 Februari 2016).
Ilmi, Endang. 2012. “Analisis Potensi Bencana Abrasi dan Tsunami di Pesisir
Cilacap”. Jurnal Penanggulangan Bencana. Vol. III (1), (hlm. 35—42).
ISDR. 2004. Risk Living with Risk a Global Review of Disaster Reduction
Initiatives. United Nations. Vol 1.
Jatmiko, Datu. 2014. “Pola Adaptasi Masyarakat terhadap Abrasi Pantai: Studi di
Kawasan Pesisir Samas Bantul Yogyakarta”. Tesis (tidak diterbitkan).
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM.
Kennish, Michael J. 2000. Marine Science. New Jersey: CRC Press.
UNDP. 2005. Kerangka Kerja Aksi Hyogo 2005-2015. Hyogo Japan: International
Strategy for Disaster Reduction.
Pengantar
Penelitian ini merupakan salah satu syarat di dalam menempuh program Sarjana
pada Jurusan Pendidikan Geografi Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial Universitas
Pendidikan Ganesha Singaraja. Sehubungan dengan hal tersebut, bersama ini peneliti
mengharapkan bantuan Bapak/Saudari/Saudara untuk berkenan membantu dengan
memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan dalam kuesioner ini.
Penelitian ini semata-mata dilaksanakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan tidak
ada maksud lain kecuali untuk tujuan penelitian. Maka dari itu, peneliti sangat
mengharapkan kesediaan Bapak/Saudari/Saudara untuk sejujurnya memberikan fakta,
jawaban, komentar, dan informasi. Kesesuaian informasi jawaban dengan kondisi yang ada
akan sangat membantu meningkatkan kualitas data yang dikumpulkan dalam penelitian ini.
Semua jawaban yang diberikan, peneliti sangat menjaga KERAHASIAAN semua jawaban
dari Bapak/Saudari/Saudara, dan apabila dikemudian hari kerahasiaan tersebut terbongkar,
peneliti akan mempertanggung-jawabkan semuanya.
Guna memperoleh informasi yang dibutuhkan, peneliti dalam hal ini terlibat secara
langsung dengan bantuan dari pahak terkait dalam melakukan pengumpulan data yang
tersebar di lokasi penelitian Kecamatan Gianyar. Atas bantuan Bapak/Ibu/Saudara bersama
ini peneliti menghaturkan ucapan terima kasih.
Penanggung jawab
Mahasiswa Program Sarjana
I Wayan Sumartika
NIM. 1314031004
2. Nama : ……………………………………………………………
3. Umur : ……………………………………………………………
4. Agama : ……………………………………………………………
TERIMA KASIH