Anda di halaman 1dari 53

INTERPRETASI DATA MAGNETIK UNTUK

MENGETAHUI POLA SEBARAN BATUAN FOSFAT


DI SEKITAR GUA LOWO TAMBAKROMO
KABUPATEN PATI

SKRIPSI
Disusun sebagai salah satu syarat
Untuk memperoleh gelar Sarjana Sains
Program Studi Fisika

Oleh
Kristian Dwi Wahyuni
4211411048

JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


2015

i
ii
iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto

Semua yang kamu lakukan hari ini akan menentukan bagaimana kamu dimasa

depan, buatlah masa depan mu berterimakasih dengan apa yang kamu lakukan

hari ini (Penulis).

Semua orang tidak perlu menjadi malu karena pernah berbuat kesalahan, selama

ia menjadi lebih bijaksana daripada sebelumnya (Alexander Pope).

Musuh yang paling berbahaya di atas dunia ini adalah penakut dan bimbang.

Teman yang paling setia, hanyalah keberanian dan keyakinan yang teguh

(Andrew Jackson).

Persembahan

Bapak Sundoyo, Ibu Sri Murtini, Mas Muchtar


Wahyudi, Kharisma, Mba Ida beserta dedek
Zafira.
Sahabat dan teman seperjuangan (Dika, Tyas,
Ima, Noni, Dewi, Astrid, Uzi dan Azka).
Para penghuni Kost (Ayu L, Ayu R, Anies,
Dwi, Nurul, Yani).
Pasukan Fisika murni 2011 dan KSGF Unnes.
Almamaterku.

iv
PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah

melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Interpretasi Data Magnetik

Untuk Identifikasi Fosfat Di Sekitar Gua Lowo Tambakromo Kabupaten Pati”.

Skripsi ini disusun dalam rangka menyelesaikan studi strata satu untuk

memperoleh gelar Sarjana Sains pada jurusan Fisika Fakultas Matematika dan

Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan berhasil tanpa

bimbingan, motivasi dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada

kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kesempatan

untuk menempuh studi di UNNES.

2. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Negeri Semarang yang telah memberikan ijin melakukan penelitian.

3. Ketua Jurusan Fisika dan ketua Program Studi Fisika Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang yang telah

memberikan kemudahan administrasi.

4. Prof. Dr. Supriyadi, M.Si. dan Dr.Ian Yulianti, S.Si. M. Eng, Dosen

Pembimbing Skripsi penulis yang dengan kesabaran telah banyak

memberikan bimbingan, nasehat, saran dan motivasi dalam menyelesaikan

skripsi ini.

v
5. Dr. Agus Yulianto, M.Si. selaku Dosen Penguji atas saran dan masukan

yang diberikan dalam penyempurnaan skripsi ini.

6. Segenap Bapak dan Ibu Dosen, kepala laboratorium, teknisi laboratorium,

dan staf Jurusan Fisika Universitas Negeri Semarang.

7. Bapak Sundoyo, Ibu Sri Murtini dan Dek Kharisma tercinta yang telah

memberikan doa, dukungan, dan kesempatan bagi penulis untuk menuntut

ilmu.

8. Mas Muchtar Wahyudi, Mba Ida dan Dedek Zafira yang selalu

memberikan semangat, keceriaan dan motivasi.

9. Sahabat-sahabat penulis yang telah memberikan motivasi (Ima, Noni,

Dewi, Azka, Uzy, Dika, Dewi, Astrid, Widi, Retno, Rifki, Naufal, Rafi,

Elly, Rendra, Taufik).

10. Teman-teman Fisika angkatan 2011, terima kasih atas kerja sama dan

kebersamaanya selama 4 tahun ini, semoga kekeluargaan ini tetap terjaga

selamanya.

11. KSGF UNNES yang telah banyak membantu dalam penyusunan skripsi

dan memberikan motivasi (Mas Pradana, Mas Syaiful, Mas Farid).

12. Keluarga besar Kost Mutiara ( Anis, Nurul, Yani, Dwi, Ela, Inggrit, Bita,

Yuti, Rizkia) dan Kost Pak Hendra yang telah banyak memberikan

dukungan dan semangatnya.

13. Bapak Suko, Ibu Jamasri, Irfan dan Almira yang telah memberikan izin,

bantuan dan dukungannya untuk penyelesaian penelitian ini.

vi
14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, semoga

Allah SWT membalas kebaikan Saudara dengan hal yang lebih baik.

Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih belum sempurna

dengan banyak kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan

saran dan kritik dari pembaca. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat

bermanfaat bagi pembaca dan memberikan manfaat bagi kemajuan penelitian dan

riset selanjutnya.

Semarang, 19 September 2015

Penulis

Kristian Dwi Wahyuni


4211411048

vii
ABSTRAK

Wahyuni, K. D. 2015. Interpretasi Data Magnetik Untuk Mengetahui Pola


Sebaran Batuan Fosfat Di Sekitar Gua Lowo, Tambakromo Kabupaten Pati.
Skripsi, Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I, Prof. Dr. Supriyadi, M.Si. dan
Pembimbing II, Dr. Ian Yulianti, S.Si. M. Eng.

Kata kunci: metode magnetik, suseptibilitas magnetik,batuan fosfat, Pati

Abstrak. Kelangkaan fosfat yang sejak tahun 2006 terjadi adalah penyebab
melonjaknya harga pupuk. Akibatnya banyak kegiatan eksplorasi fosfat yang
dilakukan di sekitar Gua Lowo yang justru merusak ekosistem gua. Oleh sebab
itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pola sebaran deposit fosfat yang
berada di luar gua agar ekosistem gua tetap terjaga. Pengambilan data dilakukan
di daerah yang berada di sekitar Gua Lowo dengan luasan dan
terdiri dari 183 titik. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan Proton
Precession Magnetometer (PPM), Global Positioning System (GPS), dan kompas
geologi. Pengolahan data dimulai dengan koreksi variasi harian & IGRF untuk
mendapatkan anomali medan magnet total. Setelah mendapat nilai anomali medan
magnet total, data kemudian diolah dengan reduksi ke kutub dan kontinuasi ke
atas untuk memisahkan anomali lokal dan regional pada ketinggian 8 m dengan
bantuan software Magpick. Hasil interpretasi kualitatif menunjukkan adanya
anomali magnetik di sebelah barat yang membentang dari arah utara ke selatan
sebesar -75 nT hingga -150 nT. Pemodelan dengan software Mag2dc digunakan
untuk interpretasi kuantitatif. Model geologi yang dihasilkan terdiri dari tiga
lapisan batuan. Lapisan batuan pertama diperkirakan sebagai endapan kalsit
dengan nilai suseptibilitas -0.01 dalam satuan SI, lapisan kedua diduga sebagai
deposit fosfat dengan nilai suseptibilitas 0.30 dalam satuan SI dan lapisan ketiga
diperkirakan sebgai lempung dengan nilai suseptibilitas 0.20 dalam satuan SI.
Terdapat dua pola sebara dugaan deposit fosfat, yang pertama bentuknya memusat
berada di kedalaman 2.5 m hingga 5 m dan yang kedua memanjang di kedalaman
3 m hingga 12 m.

viii
ABSTRACT

Wahyuni, K. D. 2015. Interpretasi Data Magnetik Untuk Mengetahui Pola


Sebaran Batuan Fosfat Di Sekitar Gua Lowo, Tambakromo Kabupaten Pati.
Skripsi, Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I, Prof. Dr. Supriyadi, M.Si. dan
Pembimbing II, Dr. Ian Yulianti, S.Si. M. Eng.

Keyword: method of magnetic, magnetic susceptibility, rock phosphate, Pati

Abstract. Scarcity of phosphate since 2006 occurred was the cause of the soaring
price of fertilizer. As a result many phosphate exploration activities conducted
around the Cave Lowo which would damage the ecosystem of the cave.
Therefore, research needs to be done to find out the pattern of the distribution of
phosphate deposits located outside the cave so that the ecosystem of the cave
awake . Data was collected in an area around the Cave Lowo with an area of 200
m × 150 m and consists of 183 points. Measurements were made using Proton
Precession Magnetometer (PPM), Global Positioning System (GPS), and
geological compass. Data processing begins with a daily variation correction &
IGRF to obtain the total magnetic field anomalies. After obtaining the value of the
total magnetic field anomalies, the data is then processed with the reduction to the
pole and continuation up to separate local and regional anomalies at a height of 8
m with the help of software Magpick. The results of the qualitative interpretation
of magnetic anomalies indicate in the West that extended from the North to the
South of 75 nT until nT-150. Mag2dc modeling software used for quantitative
interpretation. The resulting geological model consists of three layers of rock. The
first rock layer is estimated as calcite deposits with a value of -0.01 susceptibility
in SI units, the second alleged rock phosphate deposits with a value of
suseptibilitas 0.30 in SI units, and the third layer of clay with a value estimated
sebgai 0.20 susceptibility in SI units. There are two patterns of spread of the
alleged deposits of phosphate, the first of its form concentrates was at a depth of
2.5 m to 3 m and the second extends the depth of 3 m to 12 m.

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER ................................................................................... i

HALAMAN PERNYATAAN ...................................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... iii

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ........................................ iv

PRAKATA .................................................................................................... v

ABSTRAK .................................................................................................... viii

ABSTRACT .................................................................................................. ix

DAFTAR ISI ................................................................................................. x

DAFTAR TABEL ........................................................................................ xiii

DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xv

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 4

1.3 Batasan Masalah ................................................................................... 4

1.4 Tujuan Penelitian .................................................................................. 5

x
1.5 Manfaat Penelitian ................................................................................ 5

1.6 Sistematika Skripsi ............................................................................... 6

BAB II LANDASAN TEORI ..................................................................... 7

2.1 Geologi Daerah Penelitian ................................................................... 7

2.2 Batuan Fosfat ..................................................................................... 11

2.2.1 Definisi Fosfat ............................................................................. 11

2.2.2 Deposit Dan Penyebaran Fosfat di Indonesia .............................. 14

2.3 Teori Dasar Metode Magnetik .............................................................. 15

2.3.1 Gaya Magnetik............................................................................. 15

2.3.2 Kuat Medan Magnet .................................................................... 16

2.3.3 Momen Magnetik......................................................................... 16

2.3.4 Intensitas Magnetik ...................................................................... 16

2.3.5 Induksi Magnetik ......................................................................... 17

2.3.6 Kemagnetan Bumi ....................................................................... 17

2.3.7 Komponen Medan Magnet .......................................................... 18

2.4 IGRF ................................................................................................... 21

2.5 Suseptibilitas Batuan ............................................................................ 23

2.6 Metode Magnetik .................................................................................. 28

xi
2.6.1 Konsep Metode Magnetik............................................................ 28

2.6.2 Koreksi Data Magnetik ................................................................ 29

BAB III METODE PENELITIAN ............................................................. 34

3.1 Tahapan Awal ....................................................................................... 35

3.1.1 Studi Literatur .............................................................................. 35

3.1.2 Survei Lokasi ............................................................................... 36

3.1.3 Surat Izin Penelitian..................................................................... 36

3.1.4 Persiapan Alat ............................................................................. 36

3.2 Tahapan Pelaksanaan ........................................................................... 36

3.2.1 Desain Survei ............................................................................... 36

3.2.2 Pengukuran Lapangan ................................................................. 37

3.2.3 Peralatan Yang Digunakan .......................................................... 38

3.2.4 Langkah Pengambilan Data ......................................................... 40

3.2.5 Pengukuran Lapangan ................................................................. 37

3.3 Tahapan Akhir .................................................................................... 41

3.3.1 Pengolahan Data .......................................................................... 41

3.3.2 Interpretasi Data.......................................................................... 42

xii
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................... 43

4.1 Intensitas Medan Magnet Total ............................................................ 44

4.2 Anomali Medan Magnet Total.............................................................. 46

4.3 Kontinuasi Ke Atas ............................................................................... 48

4.4 Reduksi Ke Kutub ................................................................................ 50

4.5 Analisis Deposit Fosfat ......................................................................... 52

4.5.1 Interpretasi Kualitatif ................................................................... 52

4.5.2 Interpretasi Kuantitatif ................................................................. 54

BAB V PENUTUP ...................................................................................... 59

5.1 Simpulan .............................................................................................. 59

5.1 Saran ..................................................................................................... 59

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 60

LAMPIRAN .................................................................................................. 63

xiii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Deposit Fosfat Alam di Indonesia .................................................. 14

Tabel 2. Nilai suseptibilitas Magnetik Batuan ............................................. 27

Tabel 3. Form Untuk Mencatat Hasil Pengukuran ....................................... 40

xiv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Peta Geologi Lembar Rembang Jawa ...................................... 9

Gambar 2.2 Peta Geologi Daerah Penelitian ............................................... 10

Gambar 2.3 Lokasi Gua Lowo .................................................................... 10

Gambar 2.4 Elemen Magnetik Bumi ........................................................... 19

Gambar 2.5 Garis Gaya Magnet ................................................................... 20

Gambar 2.6 Anomali Magnetik Sebelum dan sesudah Reduksi ................. 30

Gambar 2.7 Kontinuasi ke Atas Dari Permukaan Horisontal ...................... 33

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian ........................................................... 35

Gambar 3.2 Desain Survei ........................................................................... 37

Gambar 3.3 Proton Pecession Magnetometers .......................................... 39

Gambar 3.4 GPS map 60 CSx ...................................................................... 39

Gambar 4.1 Titik Pengukuran Di Daerah Penelitian .................................... 44

Gambar 4.2 Peta Kontur Intensitas Medan Magnetik .................................. 45

Gambar 4.3 Peta Kontur Anomali Magnetik Total ...................................... 47

Gambar 4.4 Peta Kontur Anomali Lokal ...................................................... 48

Gambar 4.5 Peta Kontur Anomali Regional ................................................ 49

Gambar 4.6 Peta Kontur Reduksi Ke Kutub ................................................ 51

Gambar 4.7 Peta Kontur Anomali Magnetik Setelah Di Overlay ................ 53

Gambar 4.8 Sayatan AA’ Pada Kontur ........................................................ 55

Gambar 4.9 Kurva Bentuk Anomali Hasil Pemodelan ............................... 56

xv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Penelitian ......................................................................... 63

Lampiran 2. Dokumentasi Penelitian ........................................................... 72

Surat Keputusan Dosen Pembimbing

Surat Ijin Penelitian

Surat Tugas Panitia Ujian Sarjan

xvi
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Sejak tahun 2006 petani sering terganggu akibat kelangkaan pupuk,

sehingga mengakibatkan melonjaknya harga pupuk. Salah satu penyebabnya

adalah kurang tersedianya bahan baku utama yaitu fosfat. Fosfat merupakan bahan

baku utama pupuk jenis SP-36 dan NPK. Fosfat adalah sumber utama unsur

Kalium dan Nitrogen yang tidak dapat larut dalam air, tetapi dapat diolah untuk

memperoleh produk fosfat dengan menambahkan asam. Fosfat disamping bahan

baku pupuk super fosfat (SP-36) juga dapat digunakan bahan pupuk alam. Di

Indonesia jumlah cadangan fosfat yang telah diselidiki adalah 2,5 juta ton endapan

guano (kadar P2O5 sebesar 0,17% hingga 43%) (Rauf & Utama, 2009: 1-8).

Fosfat termasuk bahan galian golongan C atau disebut juga bahan galian

industri. Bahan galian golongan C merupakan bahan galian yang tidak termasuk

dalam bahan galian A dan B. Golongan A yaitu bahan galian golongan strategis

bagi pertahanan/keamanan negara atau perekonomian negara. Sedangkan bahan

galian B yaitu bahan galian yang dapat menjamin hajat hidup orang banyak (UU

No.11, 1967). Berdasarkan hasil penelitian Potensi Bahan Galian Golongan C di

Kabupaten Pati Jawa Tengah, sebagaimana dikutip oleh Rauf & Utama (2009:1)

1
2

cadangan fosfat banyak ditemukan di pegunungan sebelah selatan Pati, tepatnya

di tiga kecamatan yaitu : Kecamatan Sukolilo, Kecamatan Kayen dan Kecamatan

Tambakromo. Salah satu tempat yang pernah dijadikan sebagai tambang fosfat

yaitu di sekitar Gua Lowo yang terletak di Kecamatan Tambakromo. Gua yang

dihuni oleh ribuan kelelawar ini mengandung banyak cadangan fosfat, terbukti

dengan adanya kegiatan penambangan yang telah dilakukan oleh warga sekitar.

Penambangan fosfat di Gua Lowo memang tidak terkendali sehingga

menyebabkan kerusakan lingkungan di daerah ini, seperti habitat kelelawar yang

terganggu sehingga ekosistem di daerah ini menjadi rusak. Selain itu kegiatan

penambangan ini menyebabkan kerusakan gua yang cukup parah. Akibatnya,

kepala desa melarang adanya kegiatan penambangan fosfat dan ditutup pada akhir

tahun 2010. Menurut kepala desa setempat kegiatan penambangan tetap bisa

dilakukan namun harus menjaga lingkungan.

Endapan fosfat yang ditemukan di Gua Lowo diduga adalah fosfat guano,

yang terbentuk dari tumpukan kotoran (sekresi) burung atau kelelawar yang larut

oleh air hujan atau air tanah dan meresap ke dalam tubuh batugamping, bereaksi

dengan kalsit untuk membentuk hidroksil fluorapatit atau Ca5(PO4)3(OH,F)

dalam rekahan atau menyusup diantara perlapisan batugamping, maupun

terendapkan di dasar batugamping. Batu gamping merupakan batuan fosfat yang

sebagian besar tersusun oleh mineral kalsium karbonat (CaCO3). Nilai

kemagnetan batuan (suseptibilitas) dari semua jenis batuan akan berbeda,

bergantung atas ketidakhomogenan kimiawi, pengendapan dan atau kristalisasi

dan kondisi post-formasinya. Sifat kemagnetan batuan tidak sepenuhnya


3

ditentukan oleh tipe litologi batuanya, tetapi dari unsur mineralnya. Fosfat

termasuk dalam mineral diamagnetik karena memiliki nilai suseptibilitas yang

rendah sesuai dengan daerahnya. Fosfat merupakan mineral yang tidak dapat

berdiri sendiri karena akan bercampur dengan mineral lain yang terkandung pada

batuan tertentu, dalam penelitian ini batugamping. Batu gamping merupakan salah

satu jenis batuan sedimen, suseptibilitas dari batuan sedimen meningkat sesuai

dengan kandungan lempungnya (clay) sehingga akan berbeda dengan batuan

beku. Sifat dari berbagai jenis batuan dapat diketahui dengan melihat nilai

suseptibilitasnya. Metode magnetik didasarkan pada pengukuran variasi kecil

intensitas medan magnetik di permukaan bumi yang disebabkan oleh adanya

variasi distribusi batuan termagnetisasi di bawah permukaan bumi.

Metode magnetik merupakan salah satu metode geofisika yang sering

digunakan untuk eksplorasi pendahuluan minyak bumi, panasbumi dan batuan

mineral. Selain itu juga digunakan untuk menyelidiki kondisi permukaan bumi

dan memetakan keberadaan zona mineralisasi maupun identifikasi batuan dengan

memanfaatkan sifat kemagnetan batuan yang diindikasikan oleh kerentanan

magnet batuan. Menurut Hiskiawan (n.d: 1), penelitian magnetisasi bumi secara

ilmiah pertama kali dilakukan oleh Bhattacharyya (1964). Bhattacharyya adalah

orang yang pertama kali melihat bahwa medan magnet bumi ekivalen dengan arah

utara-selatan sumbu rotasi bumi. Penemuan Bhattacharyya kemudian diperdalam

oleh Rao (1981) untuk melokalisir endapan bijih besi dengan mengukur variasi

magnet di permukaan bumi yang kemudian menjadi pionir bagi pengukuran

magnetisasi bumi (geomagnet).


4

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis memandang perlu dilakukan

penelitian tentang sebaran fosfat yang ada di sekitar Gua Lowo untuk selanjutnya

dijadikan sumber informasi bagi masyarakat sekitar agar kegiatan eksplorasi dapat

dikendalikan dan tidak merusak alam. Salah satu metode yang dapat digunakan

untuk mengetahui kondisi tersebut adalah metode magnetik, karena respon

anomali magnetik lebih efektif untuk menentukan jenis dari batuan tertentu.

1.2 Rumusan masalah


Berdasarkan latar belakang di atas maka permasalahan dalam penelitian ini

adalah :

1. Bagaimana pola sebaran fosfat yang berada di sekitar Gua Lowo, Desa

Larangan Kecamatan Tambakromo Kabupaten Pati dengan data anomali

medan magnetnya.

2. Berapa kedalaman dari cadangan atau deposit fosfat yang dapat

dimanfaatkan oleh warga di daerah tersebut.

1.3 Batasan Masalah


Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Lokasi penelitian adalah di sekitar Gua Lowo yang terletak di Desa Larangan

Kecamatan Tambakromo Kabupaten Pati.

2. Indikator yang diteliti adalah pola sebaran fosfat berdasarkan data anomali

medan magnetik.

3. Pengambilan data medan magnet total dengan menggunakan satu set PPM

(Proton Precission Magnetometer).


5

4. Pengolahan data dilakukan dengan software Magpick untuk menentukan pola

persebaran deposit fosfat dan software Mag2dc untuk mengetahui kedalaman

dari deposit fosfatnya.

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui pola sebaran fosfat di sekitar Gua Lowo Desa Larangan

Kecamatan Tambakromo Kabupaten Pati.

2. Mengetahui kedalaman deposit fosfat di sekitar Gua Lowo Desa Larangan

Kecamatan Tambakromo Kabupaten Pati.

3. Mengetahui lokasi deposit fosfat yang berada di sekitar Gua Lowo Desa

Larangan Kecamatan Tambakromo Kabupaten Pati.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Sebagai pengetahuan bagi masyarakat sekitar mengenai posisi dan pola

deposit fosfat berada sehingga tidak merusak alam dalam kegiatan eksplorasi.

2. Sebagai sumber informasi bagi peneliti untuk dijadikan referensi dalam

penelitian lebih lanjut.


6

1.6 Sistematika Skripsi

Sistematika penulisan skripsi disusun guna mempermudah pemahaman

tentang struktur dan isi skripsi. Penulisan skripsi dibagi menjadi lima bab, yaitu:

Bab I Pendahuluan terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah,

tujuan penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II Tinjauan Pustaka, adalah dasar-dasar teori dari literatur ilmiah yang

menjadi acuan yang digunakan di dalam penulisan penelitian meliputi

geologi daerah penelitian, batuan fosfat dan teori dasar metode magnetik

Bab III Metodologi Penelitian, terdiri dari uraian lokasi penelitian, alat yang

digunakan, akuisisi data, pengolahan data, dan interpretasi.

Bab IV Hasil dan Pembahasan, merupakan uraian yang menjelaskan analisis data

pengamatan dalam pengolahan data dan pembahasan hasil penelitian.

Bab V Kesimpulan dan Saran, berisikan kesimpulan dari hasil pengukuran dalam

penelitian dan rekomendasi terkait penelitian yang dilaksanakan.


BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Geologi Daerah Penelitian

Bila dilihat dari peta administrasi Kecamatan Tambakromo, Gua Lowo

terletak di Desa Larangan, Kecamatan Tambakromo, Kabupaten Pati Jawa

Tengah. Gua yang berjarak sekitar 50 m dari jalan raya dan memiliki permukaan

yang tidak rata dan mempunyai dua buah pintu masuk yang dapat dilewati. Pintu

yang pertama berada di sebelah utara gua yang memiliki panjang lorong sekitar

200 m sedangkan pintu kedua berada di sebelah barat dan berhadapan langsung

dengan mulut jurang, sebenarnya kedua pintu ini bisa saling berhubungan. Di

sepanjang pintu masuk yang pertama telah dilakukan penambangan liar fosfat, hal

ini terlihat dari permukaan lantai dari gua sudah tidak terbentuk secara alami

karena telah dieksplorasi sehingga yang terlihat hanya lubang-lubang bekasnya

saja. Kemudian speleothem pada gua ini belum terbentuk secara sempurna karena

proses karstifikasinya tidak massif sehingga jarang ditemukan ornamen.

Speleothem adalah suatu bentukan dasar yang terbentuk akibat pertumbuhan

mineral hasil pelarutan batu gamping pada atap, dinding ataupun lantai gua

(Gillieson, 1996) . Sedangkan di pintu masuk yang kedua masih belum begitu

nampak adanya penambangan.

Daerah penelitian merupakan daerah yang berada dalam barisan

Pegunungan Kars di Pati. Daerah kars identik dengan lahan yang selama ini

7
8

dianggap kering, gersang, tandus, kurang subur dan kekurangan air. Daerah kars

dipengaruhi oleh struktur geologi berupa pengkekaran (joint) karena umumnya

kars terbentuk pada daerah berbatuan karbonat yaitu gamping, dolomit atau

gypsum (Hiskiawan n.d).

Kecamatan Tambakromo terdiri dari tujuh formasi dan lapisan batuan

yang berbeda sehingga memiliki struktur tanah yang berbeda di setiap desanya.

Formasi batuannya terdiri dari QTpl, Tml, Tmpm, Tmw, Tmn, Tmb dan QTps.

QTpl merupakan suatu lapisan yang terdiri dari batu lempung abu-abu kehitaman

bersisipan batu pasir bermoluska dan termasuk dalam formasi lidah, Tml terdiri

dari batu lempung abu-abu, napal dan batu gamping (kalkarenit) berlapis tipis

kadang-kadang mengandung batu pasir glaukonit dan termasuk dalam formasi

ledok, Tmpm adalah lapisan yang terdiri dari napal masif,abu-abu keputihan, kaya

akan forami nitera plangton masuk dalam formasi mundu, Tmw terdiri dari batu

lempung dengan sisipan tipis batu gamping bagian bawah dicirikan oleh batu

pasir glaukonit termasuk dalam formasi wonocolo.Tmn adalah lapisan dengan

batu pasir, serpih, batu lempung, batu lanau dengan sisipan batu gamping, batu

bara dan lignit dan termasuk dalam formasi ngrayong. Tmb tersusun dari batu

gamping abu-abu kadang berlapis tipis, bagian bawah dicirikan oleh banyak

Cycloclypeous Annulatus (Martin) dan Lepidocyclina, di bagian tengah terdapat

sisispan tipis napal dan disebut sebagai formasi bulu. QTps terdiri dari perselingan

batu gamping dan batu pasir kaya akan fosil rombakan foramanifera plangton dan

termasuk dalam formasi selorejo (Kadar & Sudijono, 1993). Ketujuh lapisan

tersebut sesuai dengan gambar 2.1 berikut ini.


9

Gambar 2.1 Peta Geologi Lembar Rembang Jawa (Kadar & Sudijono, 1993)

Gambar 2.2 dibawah ini merupakan kondisi geologi dan perbesaran dari

lokasi penelitian yang berada di desa Larangan Kecamatan Tambakromo

Kabupaten Pati. Sedangkan gambar 2.3 merupakan lokasi dari Gua Lowo yang

berada dalam formasi wonocolo.


10

Gambar 2.2 Peta geologi daerah penelitian

Gambar 2.3 Lokasi Gua Lowo (sumber: SSC 2013)


https://sscnusantara.wordpress.com
11

2.2 Batuan Fosfat

2.2.1 Definisi Fosfat

Menurut Gary et al., sebagaimana dikutip oleh Kasno et al., (2005: 1)

Definisi fosfat alam menurut American Geological Institudde adalah batuan

sedimen yang tersusun terutama oleh mineral fosfat. Fosfat adalah unsur dalam

suatu batuan beku (apatit) atau sedimen dengan kandungan fosfor ekonomis.

Biasanya kandungan fosfor dinyatakan sebagai bone phosphate of lime (BPL) atau

triposphate of lime (TPL), atau berdasarkan kandungan P2O5. Fosfat apatit

termasuk fosfat primer karena gugusan oksida fosfatnya terdapat dalam mineral

apatit (Ca10(PO4)6,F2) yang terbentuk selama proses pembekuan magma (Nabeel

et al., 2013: 2).

Efektifitas batuan fosfat tergantung pada beberapa faktor, yaitu faktor

batuannya sendiri, faktor kondisi tanah, jenis tanaman, dan pengaturan

pemupukan. Faktor batuan disebabkan oleh genesa dari berbagai batuan dan

mineral pembawa fosfat, antara lain endapan fosfat sedimen , magmatik,

metamorfik, fosfat biogenik dan endapan fosfat karena pelapukan. Masing-masing

jenis endapan fosfat dicirikan oleh sifat mineralogi, kimia dan struktur yang

berbeda, sehingga kecepatan reaksi batuan terhadap tanah juga berbeda.

Fosfat merupakan satu-satunya bahan galian (di luar air) yang mempunyai

siklus. Unsur fosfor di alam diserap oleh makhluk hidup, senyawa fosfat pada

jaringan makhluk hidup yang telah mati terurai, kemudian terakumulasi dan

terendapkan di lautan. Fosfat dikategorikan menjadi tiga jenis berdasarkan proses

terjadinya yaitu (Adiningsih et al., 1997) :


12

1. Fosfat primer.

Fosfat primer terbentuk dari pembekuan magma pada intrusi hidrotermal

yang terkadang berasosiasi dengan batuan beku yang mengandung mineral fosfat

apatit. Terutama flour apatit {Ca5(PO4)3F} dalam keadaan murni mengandung

42% P2O5 dan 3,8 % F2 .

2. Fosfat sedimen.

Fosfat sedimen merupakan endapan fosfat sedimen yang terendapkan di

laut dalam. Endapan laut terbentuk dari hasil penguraian berbagai kehidupan yang

ada di laut, atau akibat erosi mineral-mineral yang mengandung fosfat oleh aliran

sungai yang kemudian dibawa kelaut dan masuk ke dalam urat-urat batu gamping.

Akibat adanya peristiwa geologi, endapan akan terangkat dan membentuk daratan.

3. Fosfat guano.

Fosfat guano merupakan hasil akumulasi sekresi hewan-hewan darat,

burung pemakan ikan dan kelelawar yang terlarut dan bereaksi dengan batu

gamping karena pengaruh air hujan dan air tanah (Adiningsih et al., 1997).

Endapan fosfat yang ditemukan di Indonesia adalah fosfat guano, yang

terbentuk dari tumpukan sekresi (kotoran) burung atau kelelawar yang larut oleh

air (hujan) atau air tanah dan meresap ke dalam tubuh batugamping, bereaksi

dengan kalsit untuk membentuk hidroksil fluorapatit atau Ca5(PO4)3(OH,F) dalam

rekahan atau menyusup diantara perlapisan batugamping, maupun terendapkan di

dasar batugamping (Rifai H, 2010). Fresh guano terdiri dari 3 macam, yaitu guano

kelelawar pemakan buah, guano kelelawar pemakan serangga dan guano dari

kotoran burung (Hutchison, 1950). Sisa pencernaan kelelawar atau burung lain
13

sebagai pembentuk endapan guano tersusun atas nitrogen (N), karbon (C), fosfat

(PO4) dan urea ((NH2)2CO). Mineral sisa pencernaan kelelawar dan kalsit bukan

merupakan mineral magnetik, namun setelah terendap bertahun- tahun dan

dilakukan penelitian sifat magnetik ditemukan mineral magnetik. Umumnya

terdapat secara terbatas dalam gua-gua gamping, terutama di Pegunungan Selatan

Jawa, Gresik, Cepu dan Pati, serta di Pulau Madura. Pada umumnya endapan ini

kurang bernilai komersial karena hanya merupakan urat-urat memanjang yang

tidak menerus, dengan ketebalan beberapa cm sampai 20 cm, walaupun pada

beberapa lokasi dapat mencapai 35 m. Akan tetapi endapan jenis ini termasuk

batuan fosfat yang cukup reaktif, sehingga dapat sangat berguna untuk memenuhi

kebutuhan lokal, atau dikembangkan dalam skala kecil.

Deposit guano yang paling besar terdapat di Chili dan Peru sebesar ratusan

ribu ton yang berasal dari guano hasil ekskresi burung. Tebal lapisan deposit di

Peru mencapai 45 m. Untuk jumlah yang kecil banyak ditemukan di Venezuela,

Equador, Brazil, Madagaskar dan Pulau Seychelles. Deposit guano dari ekskresi

kelelawar antara lain terdapat di Taiwan, Thailand, Philipina, Malaysia,

Indonesia,Jamaika dan Anguila. Kandungan guano umumnya 15% N, 10-12%

P2O5 sebagai bentuk yang mudah larut dan 2% K2O. Diperkirakan fosfat alam di

Pulau Jawa terjadi dengan proses semacam ini, tetapi gua asli sebagai tempat asli

sebagai tempat kelelawar menimbun ekskresinya telah hilang akibat erosi dan

pelapukan sehingga tinggal deposit fosfatnya saja Kasno et al., (2005: 8).
14

2.2.2 Deposit Dan Penyebaran Fosfat Di Indonesia

Deposit fosfat di Indonesia pada umumnya ditemukan di daerah

pegunungan karang, batu gamping atau dolomitik yang merupakan deposit gua

Kasno et al., (2005: 8). Fosfat tersebar di Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat,

Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara dan Irian Jaya. Menurut

data yang dikumpulkan sampai tahun 1958 diperkirakan 663 ribu ton, sekitar 76%

terdapat di Pulau Jawa sekitar 23% terdapat di Sumatera Barat seperti pada tabel

1. Hasil Survei Explorasi tahun 1968-1985 oleh Direktorat Geologi dan Mineral,

Departemen Pertambangan telah ditemukan cadangan fosfat alam yang

diperkirakan sebesar 895 ribu ton yang terbesar di Pulau Jawa (66%), Sumatera

Barat (17%), Kalimantan (8%), Sulawesi (5%), dan sekitar 4% tersebar di Papua,

Aceh, Sumatera Utara, dan Nusa Tenggara. Perkiraan cadangan deposit fosfat

alam tersebar terdapat di Jawa Timur yaitu di Tuban, Lamongan, Gresik dan

Madura sekitar 313 ribu ton Kasno et al., (2005: 10-11).

Tabel 1 Deposit fosfat alam di Indonesia (Sumber: Kasno et al., (2005: 11))
No Provinsi Jml. Lokasi Perkiraan Deposit Kadar P2O5
(ton) ( %)
1. Aceh 5 1800 5,9
2. Sumatera Utara 1 304 29,3
3. Sumatera Barat 16 152000 t.d
4. Jawa Barat 77 169640 9,3-43,4
5. Jawa Tengah 104 228175 10,1-35,1
6. Jawa Timur 75 105639 < 40,3
7. Nusa Tenggara 2 3000 1,3-27,2
8. Irian Jaya 2 2500 15,0-31,5
Ket: t.d = tidak ditetapkan
15

Deposit gua atau batu kapur terdapat pada daerah yang terpencar dan

belum ditemukan deposit dalam jumlah yang cukup, kecuali untuk diusahakan

dalam skala kecil. Dari tabel diketahui bahwa wilayah Jawa Tengah memiliki

paling banyak tempat yang mengandung fosfat alam, salah satu tempat yang

berpotensi adalah di Pati. Berdasarkan dari keadaan geologi beberapa daerah

yang cukup potensial diduga terdapat sekitar 1 atau 2 juta ton deposit fosfat

seperti di Ciamis, Pati, daeah antara Lamongan dan Tuban, serta di Hulu

Mahakam, Kalimantan Timur. Pada daerah deposit fosfat yang telah diketahui

diduga terdapat pula deposit fosfat dari endapan laut yang biasanya cukup

homogen dan dalam jumlah yang besar (Kasno et al., 2005: 11).

3.3 Teori Dasar Metode Magnetik

3.3.1 Gaya Magnetik

Dasar dari metode magnetik adalah gaya Coulomb yang dapat dirumuskan

sebagai berikut (Telford, 1990: 63):

⃗ (dyne) (1)

Dimana: F = gaya Coulomb dalam Newton

= kuat kutub magnet dalam ampere meter

= jarak kedua kutub (meter)

= permeabilitas medium (4𝜋 × 10−7 N/A2)

⃗ = vektor satuan dengan arah dari


16

3.3.2 Kuat Medan Magnet

Kuat medan magnet adalah besarnya medan magnet pada suatu titik dalam

ruang yang timbul sebagai akibat kutub p yang berada sejauh r dari titik tersebut.

Kuat medan H didefinisikan sebagai gaya pada satu satuan kutub:

⃗ (2)

Satuan H dalam SI adalah weber/m atau tesla (1 Tesla = 109 gamma).

2.3.3 Momen Magnetik

Bila dua kutub magnet yang berlawanan mempunyai kuat kutub magnet

+p dan –p, keduanya terletak dalam jarak l, maka momen magnetiknya dapat

ditulis sebagai :

⃗⃗⃗ ⃗ (3)

Dengan ⃗⃗⃗ merupakan vektor dalam arah vektor satuan ⃗ yang keluar dari

kutub negatif menuju kutub positif.

2.3.4 Intensitas Magnetik

Suatu benda magnet yang terletak di dalam medan magnet luar menjadi

termagnetiasi karena induksi. Intensitas magnetisasi berbanding lurus dengan kuat

medan dan arahnya searah dengan medannya. Intensitas magnetisasi didefinisikan

sebagai momen magnet per satuan volum, yaitu :

(4)
17

Secara praktis magnetisasi akibat induksi akan meluruskan dipole-dipole

material magnet sehingga sering disebut sebagai polarisasi magnet. Bila besarnya

konstan dan arahnya sama maka material tersebut termagnetisasi secara seragam.

2.3.5 Induksi Magnetik

Suatu bahan magnetik yang diletakkan dalam medan luar akan

menghasilkan medan tersendiri yang meningkatkan nilai total medan magnetik

induksi 𝐵 bahan tersebut. Medan magnet induksi dirumuskan sesuai persamaan

𝐵 ( ) (5)

Satuan B dalam cgs adalah gauss sedangkan dalam geofisika eksplorasi

dipakai satuan gamma dan dalam SI dalan tesla (T) atau nanotesla (nT). Medan

magnetik yang terukur oleh magnetometer di permukaan bumi adalah medan

magnet induksi termasuk efek magnetisasi yang diberikan oleh persamaan (5).

Sehingga B sebanding dengan H , dengan dan disebut sebagai

permeabilitas relatif dari suatu benda magnetik. Dalam ruang hampa dimana tidak

ada materi termagnetisasi, sehingga k = 0, = dan disebut permeabilitas ruang

hampa yaitu sebesar 4π x 10-7 Wb/Am (Griffiths, 1999: 274).

2.3.6 Kemagnetan Bumi

Medan magnet bumi secara sederhana dapat digambarkan sebagai medan

magnet yang ditimbulkan oleh batang magnet raksasa yang terletak di dalam inti

bumi, namun tidak berimpit dengan garis utara-selatan geografis bumi. Sedangkan

kuat medan magnet sebagian besar berasal dari dalam bumi sendiri (98%) atau

medan magnet dalam (internal field), sedangkan sisanya (2%) ditimbulkan oleh
18

induksi magnetik batuan di kerak bumi maupun luar angkasa. Beberapa alasan

sehingga bumi memiliki medan magnetik diantaranya adalah:

1. Kecepatan rotasi bumi yang tinggi.

2. Proses konveksi mantel dengan inti luar bumi (bersifat kental)

3. Inti dalam (padat) yang konduktif, kandungan yang kaya besi.

Sumber medan magnet bumi secara umum dibagi menjadi tiga, yaitu: (1)

medan magnet utama bumi (main field), (2) medan magnet luar (external field)

dan (3) medan magnet anomali (anomaly field). Medan magnet utama bersumber

dari dalam bumi sendiri. Medan magnet luar bersumber dari luar bumi yang

merupakan hasil ionisasi di atmosfer yang ditimbulkan oleh sinar ultraviolet dari

matahari. Sedangkan medan magnet anomali dihasilkan oleh benda magnetik

yang telah terinduksi oleh medan magnet utama bumi, sehingga benda tersebut

memiliki medan magnet sendiri dan ikut mempengaruhi besar medan magnet total

hasil pengukuran. Variasi medan magnetik yang terukur di permukaan merupakan

tujuan dari survei medan magnet anomali (Nuha et al., 2014).

2.3.7 Komponen-Komponen Medan Magnet Bumi

Menurut Nurdiyanto et al. (2011), medan magnet bumi terkarakterisasi

oleh parameter fisis disebut juga elemen atau komponen medan magnet bumi,

yang dapat diukur yaitu meliputi arah dan intensitas kemagnetannya. Komponen

medan magnet bumi tersebut mempunyai tiga arah utama yaitu komponen pada

arah utara, komponen pada arah timur dan komponen pada arah vertikal ke bawah

seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.4 . Pada koordinat kartesian tiga
19

komponen tersebut dinyatakan sebagai BX, BY, dan BZ. Elemen-elemen lain

adalah:

a. Deklinasi (D),yaitu sudut antara utara magnetik dengan komponen horizontal

yang dihitung dari utara menuju timur.

b. Inklinasi (I),yaitu sudut antara medan magnetik total dengan bidang

horizontal yang dihitung dari bidang horizontal menuju bidang vertikal ke

bawah.

c. Intensitas Horizontal (BH),yaitu besar dari medan magnetik total pada bidang

horizontal.

d. Medan magnetik bumi (B), yaitu besar dari vektor medan magnetik total.

Gambar 2.4 Elemen Magnetik Bumi (Nurdiyanto, et al., 2011).

Deklinasi disebut juga variasi harian kompas dan inklinasi disebut sudut

dip. Bidang vertikal yang berimpit dengan arah dari medan magnet disebut

meridian magnetik. Bumi dapat digambarkan sebagai sebuah magnet besar

dengan kutub utara menunjuk selatan (itu sebabnya jarum pada titik-titik kompas
20

menunjuk arah utara karena tertarik oleh kutub magnet dengan tanda

berlawanan). Bidang bumi pada suatu titik tertentu di bumi adalah vektor, dalam

hal ini memiliki orientasi yang diutamakan (arah) dan amplitudo (intensitas).

Gambar 2.5 Garis-garis gaya magnet antar kutub magnet


(http://nalinsumarlin.blogspot.com).

Gambar 2.5 garis gaya magnet di sekitar magnet, makin dekat ke magnet

terutama kutub-kutub magnet, garis gaya magnet semakin rapat. Ini berarti

kekuatan magnet pada setiap titik pada dan di sekitar magnet tidaklah sama. Ini

juga berarti bahwa pengaruh gaya tolak atau gaya tarik kutub magnet pada titik

titik sekeliling kutub magnet tidak sama besarnya, makin jauh dari kutub magnet

makin berkurang pengaruh gaya itu. Besar gaya tolak atau gaya tarik kutub

magnet berbanding terbalik dengan jarak kuadrat dari kutub yang bersangkutan.

Pada gambar 2.5 tampak bahwa di dekat kutub-kutub magnet, garis-garis

medannya rapat, sedangkan jauh dari kutub-kutub magnet, garis-garis medannya

renggang. Hal ini menunjukkan bahwa medan magnetik yang paling kuat terdapat

di kutub-kutub magnet batang.


21

2.4 The International Geomagnetic Reference Field (IGRF)

IGRF singkatan dari The International Geomagnetic Reference Field yang

merupakan deskripsi matematis medan magnet utama bumi yang digunakan

secara luas dalam studi tentang kerak bumi, ionosfer, dan magnetosfer. Nilai

IGRF berupa nilai intensitas magnetik utama bumi yang merupakan hasil

kesepakatan lembaga-lembaga internasional geomagnetik. Nilai IGRF direvisi

setiap lima tahun oleh badan IAGA ( International Association of Geomagnetism

and Aeronomy), Nilai IGRF merupakan penggabungan data observasi

geomagnetik dan perhitungan berdasarkan formulasi Gauss pada koefisien

harmonik sferis untuk kasus potensial magnetostatik. Formula Gauss dinyatakan

sebagai :

( ) ∑ ∑ ( ) ( ) ( ) (6)

jarak dari pusat bumi


L = tingkat maksimum ekspansi
bujur timur
colatitude (sudut kutub)
= koefisien Gauss
( ) normalisasi Schmidt dalam fungsi Legendre pada derajat
dan tetapan m.
= nilai koreksi IGRF

Data nilai koreksi IGRF bisa diperoleh dari situs National Geophysical

Data Center (NDGC) untuk data geomagnetik. Data yang dihasilkan dari

persamaan (6) merupakan data real time karena dapat disesuaikan dengan daerah

(regional)nya sesuai dengan waktu pengukuran yang berlangsung sehingga


22

bernilai lebih akurat. Parameter yang diperlukan untuk memperoleh nilai referensi

IGRF antara lain nilai lintang dan bujur daerah pengukuran, ketinggian, serta

tanggal bulan dan tahun pengukuran.

Koreksi nilai IGRF terhadap data medan magnetik hasil pengukuran

dilakukan untuk menghilangkan pengaruh medan magnet utama bumi, dimana

medan magnet IGRF adalah referensi medan magnet di suatu tempat. Medan

magnet bumi terdiri dari 3 bagian :

1. Medan magnet utama (main field)

Medan magnet utama dapat didefinisikan sebagai medan rata-rata hasil

pengukuran dalam jangka waktu yang cukup lama mencakup daerah dengan luas

lebih dari 106 km2.

2. Medan magnet luar (external field)

Pengaruh medan magnet luar berasal dari pengaruh luar bumi yang

merupakan hasil ionisasi di atmosfir yang ditimbulkan oleh sinar ultraviolet dari

matahari. Karena sumber medan luar ini berhubungan dengan arus listrik yang

mengalir dalam lapisan terionisasi di atmosfir, maka perubahan medan ini

terhadap waktu jauh lebih cepat.

3. Medan magnet anomali

Medan magnet anomali sering juga disebut medan magnet lokal (crustal

field). Medan magnet ini dihasilkan oleh batuan yang mengandung mineral

bermagnet seperti magnetit (Fe7S5), titanomagnetite (Fe2TiO4) dan lain-lain yang

berada di kerak bumi.


23

Dalam survei dengan metode magnetik, yang menjadi tujuan dari

pengukuran adalah variasi medan magnetik yang terukur di permukaan (anomali

magnetik). Secara garis besar anomali medan magnetik disebabkan oleh medan

magnetik remanen dan medan magnetik induksi. Medan magnet remanen

mempunyai peranan yang besar terhadap magnetisasi batuan yaitu pada besar dan

arah medan magnetiknya serta berkaitan dengan peristiwa kemagnetan

sebelumnya sehingga sangat rumit untuk diamati. Anomali yang diperoleh dari

survei merupakan hasil gabungan medan magnetik remanen dan induksi, bila arah

medan magnet remanen sama dengan arah medan magnet induksi maka

anomalinya bertambah besar. Demikian pula sebaliknya. Dalam survei magnetik,

efek medan remanen akan diabaikan apabila anomali medan magnetik kurang dari

25% medan magnet utama bumi (Telford et al., 1990), sehingga dalam

pengukuran medan magnet berlaku persamaan berikut ini

̅ ̅ ̅ ̅ (7)

Dimana ̅ adalah medan magnet total bumi, ̅ adalah medan magnet

utama bumi, ̅ adalah medan magnet luar dan ̅ adalah medan magnet anomali.

2.5 Suseptibilitas Batuan

Suatu benda atau material yang diletakkan pada medan magnet luar (H),

maka intensitas magnetik (I) akan berbanding lurus dengan kuat medan luar yang

menginduksinya. Jadi suseptibilitas dapat diasumsikan sebagai kemampuan suatu

benda atau material untuk terinduksi oleh magnet luar, yang didefinisikan sebagai

berikut :
24

(8)

Dari persamaan (9) di atas, suseptibilitas merupakan besaran yang

menyatakan kemampuan suatu batuan atau mineral dalam memberikan respon

terhadap medan magnet luar. Kemampuan suatu benda untuk terinduksi

tergantung pada batuan atau mineral yang menyusunnya.

Harga suseptibilitas (k) sangat penting di dalam pencarian benda

anomali karena sifat magnetiknya untuk setiap jenis mineral dan batuan yang

berbeda antara satu dengan lainnya. Nilai (k) pada batuan semakin besar jika

dalam batuan tersebut semakin banyak dijumpai mineral-mineral bersifat

magnetik. Batuan dan material penyusun litologi bumi dibagi menjadi beberapa

kelompok berdasarkan nilai suseptibilitas (k), yaitu ;

1. Diamagnetik

Sifat diamagnetik dimiliki oleh semua bahan, meskipun sifat ini sangat

lemah (Hunt, 1991). Semua benda memiliki sifat diamagnetik disebabkan karena

adanya interaksi medan magnet yang terjadi dan pergerakan elektron mengelilingi

inti. Dalam batuan diamagnetik atom–atom pembentuk batuan mempunyai kulit

elektron berpasangan dan mempunyai putaran yang berlawanan dalam tiap

pasangan. Jika mendapat medan magnet dari luar orbit, elektron tersebut akan

berpresesi yang menghasilkan medan magnet lemah yang melawan medan magnet

luar. Bahan diamagnetik mempunyai suseptibilitas (k) negatif besar dan positif

kecil dan suseptibilitas (k) tidak tergantung dari pada medan magnet luar. Contoh:

bismuth, grafit, gipsum, marmer, kuarsa, kalsit, fosfat dan garam.

2. Paramagnetik
25

Di dalam paramagnetik terdapat kulit elektron terluar yang belum jenuh

yakni ada elektron yang putarannya tidak berpasangan dan mengarah pada arah

putaran yang sama. Jika terdapat medan magnetik luar, putaran tersebut berpresesi

menghasilkan medan magnet yang mengarah searah dengan medan tersebut

sehingga memperkuatnya. Contoh : Piroksen, Olivin, Garnet, Biotit, Amfibolit.

3. Ferromagnetik

Di dalam bahan ferromagnetik terdapat banyak kulit elektron yang hanya

diisi oleh suatu elektron sehingga mudah terinduksi oleh medan luar. Keadaan ini

diperkuat lagi oleh adanya k kelompok-kelompok bahan berputaran searah yang

membentuk dipole-dipole magnet (domain) mempunyai arah sama, apalagi jika

didalam medan magnet luar. Contoh: besi, nikel, kobal, terbium, dysprosium, dan

neodymium. Bahan ferromagnetik dibagi menjadi dua yaitu;

a. Antiferromagnetik

Pada bahan antiferromagnetik, akan menghasilkan dipole magnetik yang

saling berlawanan arah sehingga momen magnetik secara keseluruhan sangat

kecil. Bahan antiferromagnetik yang mengalami cacat kristal akan mengalami

medan magnet kecil dan suseptibilitasnya seperti pada bahan paramagnetik

suseptibilitas k seperti paramagnetik, tetapi harganya naik sampai dengan titik

curie kemudian turun lagi menurut hukum curie-weiss. Contoh: hematit (Fe2O3).

b. Ferrimagnetik

Pada bahan ferrimagnetik, jumlah dipole pada masing-masing arah tidak

sama sehingga masih mempunyai resultan magnetisasi cukup besar.

Suseptibilitasnya tinggi dan tergantung temperatur. Contoh: magnetit (Fe3O4),


26

ilmenit (FeTiO3), pirhotit (FeS), hematit (Fe2O3), ferrite (NiOFe2O3), yttrium

(Y3Fe5O12).

Dari segi kuantitas, kelimpahan mineral magnetik pada batuan dan tanah

sangat kecil. Umumnya, kuantitas mineral magnetik hanya sekitar 0,1% dari

massa total batuan atau tanah. Namun demikian, sifat magnetik batuan terkadang

cukup rumit karena batuan atau tanah dapat mempuyai beberapa jenis mineral

magnetik secara sekaligus. Kerumitan akan bertambah karena sifat dari suatu

mineral magnetik juga dipengaruhi oleh bentuk dan ukuran dari bulir-bulir

(grains) mineral tersebut, aspek bentuk dan ukuran bulir disebut dengan istilah

granulometri. Misalnya, bentuk mineral magnetik akan berpengaruh terhadap

medan demagnetisasi pada mineral tersebut. Singkat kata, bulir berbentuk lonjong

akan mempunyai sifat- sifat yang berbeda dengan bulir berbentuk bola (Bijaksana,

2002).

Suseptibilitas adalah parameter paling pokok yang dimiliki batuan dalam

kajian magnetik. Respon magnetik batuan dan mineral dapat ditentukan oleh

suseptibilitas material magnetik yang terkandung di dalamnya. Untuk mineral

fosfat belum bisa ditentukan secara pasti karena setiap mineral fosfat akan

memiliki nilai yang berbeda jika diambil dari tempat yang berbeda pula. Sebagai

acuan maka dapat menggunakan nilai suseptibilitas dari batu gamping atau

limestone dan mineral kalsit karena batuan gamping yang berada di lokasi

penelitian tersusun dari mineral kalsit, fosfat dan mineral lainnya. Adapun nilai

suseptibilitas dari beberapa material ditunjukkan dalam Tabel 2 berikut ini

(Telford et al., 1990).


27

Tabel 2 Nilai Suseptibilitas Magnetik Berbagai Jenis Batuan (Telford et al.,


1990).

Suseptibilitas (x 103) SI
Jenis
Rentang Rata-rata
Sedimen
Dolomit 0 - 0.9 0.1
Limestone 0–3 0.3
Sandstone 0 – 20 0.4
Shale 0.01 – 15 0.6
Rata-rata 48 batuan sedimen 0 – 18 0.9
Metamorf
Amphibolite 0.7
Sekis 0.3 – 3 1.4
Filit 1.5
Gneiss 0.1 – 25
Kuarsa 4
Serpentinit 3 – 17
Slate 0 – 35 6
Rata-rata 61 batuan metamorf 0 – 70 4.2
Batuan Beku
Granit 0 – 50 2.5
Rhiolit 0.2 – 35
Dolorit 1 – 35 17
Augite-syenite 30 – 40
Olivin-diabas 25
Diabas 1 – 160 55
Porphiri 0.3 – 200 60
Gabbro 1 – 90 70
Basalt 0.2 – 175 70
Diorit 0.6 – 120 85
Pyroxenite 125
Peridotite 90 – 200 150
Andesit 160
Rata-rata batuan beku asam 0 – 80 8
Rata-rata batuan beku basa 0.5 – 97 25
Mineral
Graphite 0.1
Kuarsa -0.01
Batu garam -0.01
Anhydrite, gypsum -0.01
Kalsit (-0.001) – (-0.01)
Coal 0.02
Lempung 0.2
Chalcopyrite 0.4
28

2. 6 Metode Magnetik

2.6.1 Konsep Metode Magnetik


Metode magnetik adalah suatu metode geofisika yang mengukur intensitas

medan magnet total di suatu tempat. Analisis anomali medan magnet digunakan

untuk menginterpretasi suseptibilitas struktur geologi yang menonjol pada daerah

penelitian (Kahfi & Yulianto, 2008: 130). Metode ini didasarkan pada pengukuran

variasi intensitas magnetik di permukaan bumi yang disebabkan adanya variasi

distribusi (anomali) benda termagnetisasi di bawah permukaan bumi. Variasi

intensitas medan magnetik yang terukur kemudian diidentifikasi dalam bentuk

distribusi bahan magnetik di bawah permukaan, kemudian dijadikan dasar bagi

pendugaan keadaan geologi yang mungkin teramati.

Pengukuran intensitas medan magnetik dapat dilakukan di darat, laut

maupun udara. Suseptibilitas magnet batuan adalah harga magnet suatu batuan

terhadap pengaruh magnet, yang pada berkaitan dengan kandungan mineral dan

oksida besi. Semakin besar kandungan mineral magnetik di dalam batuan maka

akan semakin besar harga suseptibilitasnya. Metode ini sangat cocok untuk

pendugaan struktur geologi bawah permukaan dengan tidak mengabaikan faktor

kontrol adanya kenampakan geologi di permukaan dan kegiatan gunung api.

Metode magnetik sering digunakan dalam eksplorasi minyak bumi, panas bumi,

dan batuan mineral serta pencaian benda-benda arkeologi.

2.6.2 Koreksi Data Magnetik

Untuk memperoleh nilai anomali medan magnetik yang diinginkan, maka

dilakukan koreksi terhadap data medan magnetik total hasil pengukuran pada
29

setiap titik lokasi atau stasiun pengukuran, yang mencakup koreksi harian, IGRF,

kontinuasi ke atas dan juga reduksi ke kutub.

1. Koreksi Variasi Harian

Koreksi variasi harian (diurnal correction) merupakan penyimpangan nilai

medan magnetik bumi akibat adanya perbedaan waktu dan efek radiasi matahari

dalam satu hari. Koreksi variasi harian dilakukan dengan menambahkan atau

mengurangkan besar data variasi harian. Jika variasi harian bernilai positif maka

dilakukan operasi pengurangan, dan jika bernilai negatif maka dilakukan operasi

penjumlahan (Kahfi & Yulianto, 2008). Waktu yang dimaksudkan harus mengacu

atau sesuai dengan waktu pengukuran data medan magnetik di setiap titik lokasi

(stasiun pengukuran) yang akan dikoreksi dapat dituliskan dalam persamaan di

bawah ini

ΔH = Htotal ± ΔHharian (9)

2. Koreksi IGRF

Data hasil pengukuran medan magnetik pada dasarnya adalah konstribusi

dari tiga komponen dasar, yaitu medan magnetik utama bumi, medan magnetik

luar dan medan anomali. Nilai medan magnetik utama adalah nilai IGRF. Jika

nilai medan magnetik utama dihilangkan dengan koreksi harian, maka kontribusi

medan magnetik utama dihilangkan dengan koreksi IGRF. Koreksi IGRFdapat

dilakukan dengan cara mengurangkan nilai IGRF terhadap nilai medan magnetik

total yang telah terkoreksi harian pada setiap titik pengukuran pada posisi

geografis yang sesuai. Persamaan koreksinya (setelah dikoreksi harian) dapat

dituliskan sebagai persamaan berikut :


30

ΔH = Htotal ± ΔHharian ± H0 (10)

Dimana H0 = IGRF

3. Reduksi ke Kutub (Reduction To The Pole)

Reduksi dilakukan dengan cara mengubah sudut inklinasi dan deklinasi

menjadi 900 dan 00.

Gambar 2.6 Anomali magnetik dan anomali hasil reduksi ke kutub


(Blakely, 1995).

Baranov dan Naudy (1964) telah mengembangkan metode transformasi ke

kutub untuk menyederhanakan interpretasai data medan magnetik pada daerah-

daerah berlintang rendah dan menengah. Metode reduksi ke kutub dapat

mengurangi salah satu tahap yang rumit dari interpretasi, dimana anomali medan

magnetik langsung menunjukkan posisi bendanya. Formulasi reduksi ke kutub

dimulai dari tinjauan hubungan antara medan potensial dengan distribusi sumber

penyebab anomali. Anomali total medan magnetik adalah :

⃗⃗ = ̂ ∫ ⃗⃗⃗ (11)

Lambang ⃗ adalah vektor satuan dalam arah medan regional. Bentuk lain

dari persamaan tersebut untuk anomali medan total adalah :


31

⃗⃗⃗ ( )
⃗⃗( ) ∫ [ ( ̂ ̂) ̂ ̂] (12)

Persamaan diatas dapat ditulis dalam formulasi yang lebih umum sebagai

hubungan antara medan potensial ( )̅ dengan distribusi material sumber (s) :

( ̅ )( ) ∫ ( ) ( ) (13)

Fungsi ( ̅ )( ) adalah medan potensial atau anomali total medan magnetik

pada P, sedangkan s(Q) kuantitas fisis magnetisasi pada Q dan ( ) suatu

fungsi Green berupa anomali total medan magnetik dipole tunggal yang

bergantung pada geometris tempat titik observasi P dan titik distribusi sumber Q.

Proses transformasi reduksi ke kutub dilakukan dengan mengubah arah

magnetisasi dan medan utama dalam arah vertikal.

Operasi reduksi ke kutub memperlihatkan anomali dipole (positif dan

negatif) yang akan ditransformasikan menjadi anomali monopole (positif) .

Mengubah nilai inklinasi sebenarnya menjadi ke arah vertikal, transformasi ini

menyederhanakan peta medan-total dan secara relatif pengoperasiannya mudah

dilakukan di lintang magnetik tinggi. Reduksi ke kutub dapat dilakukan

menggunakan software magpick karena dalam software ini mampu memetakan

pola persebaran dari target yang diinginkan. Menurut Suyanto (2012), reduksi ke

kutub bertujuan agar anomali medan magnet maksimum terletak tepat di atas

tubuh benda penyebab anomali (anomali bersifat monopole).

4. Kontinuasi ke Atas ( Upward Continuation)

Kontinuasi ke atas (Upward continuation) merupakan cara untuk

menghilangkan anomali lokal. Penentuan ketinggian kontinuasi dilakukan dengan


32

cara trial and errors dengan melihat kecenderungan pola kontur hasil kontinuasi.

Prinsip dari kontinuasi ke atas adalah bahwa suatu medan potensial dihitung pada

setiap titik di dalam suatu daerah berdasarkan sifat medan pada permukaan yang

melingkupi daerah tersebut. Kontinuasi ke atas dilakukan dengan

mentransformasi medan potensial yang diukur di permukaan tertentu ke medan

potensial pada permukaan lainnya yang lebih jauh dari sumber.

Konsep dasar kontinuasi ke atas berasal dari identitas ketiga teorema

Green. Teorema ini menjelaskan bahwa apabila suatu fungsi U adalah harmonik,

kontinyu dan mempunyai turunan yang kontinyu di sepanjang daerah R maka nilai

H pada suatu titik P di dalam daerah R dapat dinyatakan (Blakely, 1995):

( ) ∫ ( ) (14)

Dengan S menunjukkan permukaan daerah R, n adalah arah normal ke luar

dan r adalah jarak dari titik P ke suatu titik pada permukaan S. Persamaan (15)

menggambarkan secara dasar prinsip dari kontinuasi ke atas, di mana suatu medan

potensial dihitung pada setiap titik di dalam suatu daerah berdasarkan sifat medan

pada permukaan yang melingkupi daerah tersebut.


33

Benda

Gambar 2.7 Kontinuasi ke atas dari permukaan horisontal (Blakely, 1995)

Dengan menggunakan sistem koordinat kartesian, dengan sumbu z berarah

ke bawah, maka suatu medan potensial diukur pada permukaan z = z0 dan medan

yang diinginkan terletak pada suatu titik P(x,y,z0 - z) yang berada di atas

permukaan tersebut, dimana z > 0. Permukaan S mengandung kedua level

permukaan ditambah sebuah hemisphere (belahan bumi) dengan radius ,

sebagaimana digambarkan pada gambar 2.7 . Sumber anomali berada pada z.z0.

Apabila menjadi besar, maka integrasi pada persamaan kontinuasi di seluruh

hemisphere menjadi kecil, dengan demikian, jika mendekati tak terhingga maka

persamaan (14) menjadi :

( )
( ) ∫ ∫ ( ( ) ) (15)

√( ) ( ) ( ) dan
BAB 5

PENUTUP

5.1 Simpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di sekitar Gua Lowo Desa

Larangan, Kecamatan Tambakromo, Kabupaten Pati dengan menggunakan

metode magnetik dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Terdapat dua pola sebaran dugaan deposit fosfat, deposit fosfat pertama

memiliki pola yang menggerombol dengan radius 10 m pada koordinat

UTM X 506299 hingga 506309 dan dugaan deposit fosfat kedua memiliki

pola sebaran memanjang 40 m dimulai di koordinat UTM X 506319

hingga 506359.

2. Kedalaman perkiraan deposit fosfat berada pada rentang 2 m sampai dengan

14 m, dugaan deposit fosfat 1 berada pada kedalaman 2.5 m sampai dengan

5m sedangkan dugaan deposit fosfat kedua berada pada kedalaman 3m

hingga 12m dengan nilai suseptibilitas 0.30 dalam satuan SI.

5.2 Saran

1. Perlu dilakukan pengukuran nilai suseptibilitas batuan dengan alat

suceptibility meter untuk mendapatkan nilai suseptibilitas pasti dari batuan fosfat.

2. Lokasi penelitian diperluas untuk mendapatkan deposit-deposit yang

tersebar di sekitar daerah penelitian.

59
DAFTAR PUSTAKA
Adiningsih S., Sri Rochhayati, Moersidi & A. Kasno. 1997. Prospek Pengunaan
Pupuk Fosfat Alam untuk Meningkatkan Budidaya Pertanian Tanaman
Pangan di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Penggunaan Pupuk P-
alam. Mendorong Pembangunan Pertanian Indonesia yang Kompetitif .
Jakarta : Departemen Pertanian.

Baranov & Naudy, H. 1964. Numerical Calculation of The Formula of Reduction


to The Magnetic Pole. Geophysics 53, 1592-1600.

Bhattacharyya B. K. 1964. Magnetic Anomalies Due To Prism-Shaped Bodies


with Arbitrary Magnetization : Geophysics, 29(5) : 17-53.

Bijaksana, S. 2002. Analisa Mineral Magnetik Dalam Masalah Lingkungan.


Bandung : Jurnal Geofisika, 1: 19-27

Blakely R.J. 1996. Potiential Theory in Gravity and Magnetic Application.


Cambridge Univ. Press Cambridge.

Dinas Pertambangan Jawa Tengah. 1992. Potensi Bahan Galian Golongan C Di


Kabupaten Pati. Proyek Pemetaan Bahan Galian Golongan C Propinsi
Dati I Jawa Tengah. Semarang.

Gary M., R. McAfee Jr., & C.L. Walf. 1974. Glossary of Geology. Amer.
Geolo.Ins: Washington DC.

Gillieson D. 1996. Caves Process. Development Management. Blackwell


Publisher.

Griffith D&Reed College. 1999. Introduction to Electrodynamics (3rd ed). United


States of America : Upper Saddle River New Jersey.

Himpunan Mahasiswa Geofisika Indonesia. 2012. Geophysicsal Field Camp


2012. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Himpunan Mahasiswa Geofisika Indonesia. 2014. Buku Panduan Geophysical
Fieldtrip 2014. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Hiskiawan, P . ____. Pemetaan Mineral Konduktif Dengan Metode Geomagnetik
di Kars Puger Kabupaten Jember. Hibah Penelitian. Jember : Jurusan
Fisika FMIPA Universitas Jember.
Hunt, C.P. 1991. Handbook From the Environmental Magnetism workshop.
Minneapolis : University of Minnesota.

60
61

Hutchison, G, E. 1950. Surveyd of Contemporary Knowledge of


Biogeochemistry. Bulletin of the American Museum of Natural History :
New York.
Kadar D. & Sudijono. 1993. Peta Geologi Bersistem Indonesia Lembar Rembang
1509-1 & 4 Skala 1:100.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi.
Indonesia.
Kahfi R.A.& Tony Yulianto. 2008. Identifikasi Struktur Lapisan Bawah
Permukaan Daerah Manifestasi Emas Dengan Menggunakan Metode
Magnetik Di Papandayan Garut Jawa Barat. Berkala Fisika,11(4): 127-
135. Tersedia di http://ejournal.undip.ac.id diakses [ 20-02-2015].
Kasno A., S.Rochayati & B. Hendro Prasetyo. 2005. Deposit, Penyebaran, dan
Karekteristik Fosfat Alam. Pusat Penelitian dan Pengambangan Teknologi
Mineral dan Batubara.

Nabeel F., D.D Warnama, & A.S Bahri. 2013. Analisa Sebaran Fosfat dengan
Menggunakan Metoda Geolistrik Konfigurasi Wenner-Schlumberger Studi
Kasus Saronggi, Madura. Jurnal Sains dan Seni Pomits, 2(1): 9-14.
Tersedia di http://download.portalgaruda.org/ [diakses 17-11-2014].

Nuha ABA., M.U.T. Yulianto, & U. Harmoko. 2014. Interpretasi Bawah


Permukaan Daerah Sumber Air Panas Diwak-Derekan Berdasarkan Data
Magnetik. Youngster Physics Journal, 129-134. Tersedia di
http://download.portalgaruda.org/ [diakses 19-02-2015].

Nurdiyanto, B., Harsa H., & Ahadi S. 2011. Modul Teori dan Pengolahan Metode
Magnetik Sebagai Prekursor Gempabumi. Puslitbang BMKG.
N Garnetsya D Rusli, Hamdi, Fatni M. 2014. Kaitan Komposisi Unsur Dasar
Penyusun Mineral Magnetik Dengan Nilai Suseptibilitas Magnetik Guano
Dari Gua Bau-Bau Kalimantan Timur. Pillar of Physics, (2): 49-56.

Pusat Sumber Daya Geologi. 2008. Deposit Batu Fosfat di Indonesia. Peta
Potensi Sumber Daya Geologi Seluruh Kabupaten. Bandung.

Rauf M. & W. Utama. 2009. Aplikasi Metode Geolistrik Untuk Menetukan


Cadangan Fosfat : Studi Kasus Sukolilo, Pati Jawa Tengah. Semnas
Pascasarjana IX. Surabaya : Institut Tehnologi Sepuluh Nopember.
Tersedia di https://kaisnet.files.wordpress.com/2010/11/mohamad-
rauf.pdf/[diakses 17-11-2014].
Rao A. D., Ram Babu H.V., & Sankor Narayan P.V. 1981. Interpretation of
Magnetic Anomalies Due to Dikes : The Complex Gradient Method.
Geophys, 46 : 1572-1578.
Rifai, H. 2010. Konsistensi Sifat Magnetik Guano dari Dua Gua Kelelawar di
Kabupaten 50 Kota, Sumatera Barat. Padang : Universitas Negeri Padang.
62

Santosa, B. J. 2013. Magnetic Method Interpretation to Determine Subsurface


Structure Around Kelud Volcano. Indian Journal of Applied Research
3(5): 328-331.

Suyanto, Imam. 2012. Pemodelan Bawah Permukaan Gunung Merapi Dari


Analisis Data Magnetik Dengan Menggunakan Software Geosoft. Laporan
Penelitian. Yogyakarta : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Gadjah Mada.

Telford W.M., L. P. Geldart, R. E. Sheriff & A. Keys. 1996. Applied Geophysics.


United Kingdom: Cambridge University Press.
Ulinna’mah, L.I. 2011. Identifikasi Struktur Geologi Menggunakan Metode
Magnetik Di Daerah Prospek Emas Desa Tutugan Kabupaten Banyumas.
Skripsi. Purwokerto: Fakultas Sains dan Teknik Universitas Jenderal
Soedirman. Tersedia di www.akademia.edu/8647228/skripsi_magnetik
[diakses 4-2-2015].

Anda mungkin juga menyukai