TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
NPM : 1506694124
Tanda Tangan :
ii
Dewan Penguji
Pembimbing I : Dr. Eng. Yunus Daud, Dipl.Geoth.Tech., M.Sc. (…………….)
iii
iv
Dibuat di : Jakarta
Pada tanggal : 10 Juni 2017
Yang menyatakan,
vi
Dalam studi ini, penerapan metode analisis diagram polar impedansi dan
splitting curve data magnetotellurik (MT) Lapangan Panas Bumi Wayang Windu
bagian selatan adalah untuk mendeteksi struktur geologi bawah permukaan dan
juga untuk mengetahui apakah metode ini dapat diterapkan pada area tersebut.
Analisis ini dilakukan dengan membuat pemodelan forward terlebih dahulu sebagai
acuan. Hasil dari pemodelan forward menunjukkan bahwa adanya perbedaan
resistivitas dua batuan atau lebih yang mengalami kontak akan menyebabkan split
pada kurva MT dan distorsi pada bentuk diagram polar impedasi yang membentuk
elongasi sejajar atau tegak lurus terhadap struktur (garis kontak). Struktur ini
dikomparasi dengan data geologi, data hiposenter microearthquake, dan data
sumur. Hasil komparasi menunjukkan bahwa terdapat empat struktur hasil
interpretasi data MT yang memiliki kecocokkan dengan struktur geologi dari data
geologi dan sumur, dan beberapa struktur tidak memiliki kecocokkan atau hanya
merupakan resistivity structure. Di sisi lain, metode ini dapat memprediksi arah
dominan struktur geologi pada area penelitian.
vii
In this study, application of the impedance polar diagram and splitting curve
analysis method on magnetotelluric (MT) data of southern Wayang Windu
geothermal field are to detect subsurface geological structure and also to find out
whether this method can be applied to this area. This analysis is done by making
forward modelling as a reference. The result of forward modelling shows that the
difference in resistivity of two or more rocks in contact will cause a split on the MT
curve and distortion in the shape of the impedance polar diagram forming parallel
or perpendicular elongation to the structure (contact line). This structures are
compared with geological data, microearthquake hypocenter data, and well data.
The comparation results show that four structures of MT data interpretation results
have correlation with the geological structure of the geological and well data, and
some structures do not have correlation or merely resistivity structures. On the other
hand, this method can predict the dominant direction of geological structure in the
research area.
viii
ix
xi
xii
xiii
xiv
Gambar 1. 1 Lokasi Lapangan Panas Bumi Wayang Windu (Masri et. al., 2015)
1 Universitas Indonesia
Bagian Utara
Bagian Selatan
Gambar 1. 2 Proyeksi Sumur dari Masing-masing Well Pad di Lapangan Panas Bumi Wayang
Windu (Modifikasi dari Mulyadi dan Ashat, 2011)
Keberadaan Lapangan Panas Bumi Wayang Windu yang telah mature dapat
dimanfaatkan dalam penerapan metode analisis diagram polar impedansi dan
splitting curve data Magnetotellurik (MT) untuk mendeteksi keberadaan struktur
geologi bawah permukaan dan menguji efektivitasnya. Umumnya, metode MT
digunakan untuk pemodelan struktur resistivitas pada arah vertikal di bawah
permukaan, sehingga diperoleh informasi keberadaan zona tudung lempung (clay
cap), kedalaman base of conductor (BOC), dan zona reservoir dari suatu area
prospek panas bumi. Baru-baru ini, metode MT ini dikembangkan untuk
mendeteksi keberadaan struktur geologi bawah permukaan. Dimana keberadaan
struktur dapat diidentifikasi dengan menganalisis diagram polar impedansi dan
Splitting Curve dari data real MT (Daud et al., 2015). Daud et al. (2015) telah
Universitas Indonesia
Studi ini menerapkan metode analisis diagram polar impedansi dan splitting
curve data MT Lapangan Panas Bumi Wayang Windu bagian Selatan dan menguji
efektivitasnya. Adapun analisis diagram polar impedansi dan splitting curve pada
studi ini mengacu pada pemodelan forward 3D MT. Sehingga dalam studi ini
dilakukan pemodelan forward 3D MT dengan berbagai model struktur resistivitas
terlebih dahulu sebagai acuan dalam analisis diagram polar impedansi dan splitting
curve data MT Lapangan Panas Bumi Wayang Windu bagian Selatan.
1. Bagaimana pola bentuk diagram polar dan splitting curve data sintetik dari
pemodelan forward 3D MT untuk berbagai kondisi struktur bawah permukaan,
2. Bagaimana persebaran struktur bawah permukaan dari hasil analisis diagram
polar impedansi dan splitting curve dari data real MT Lapangan Panas Bumi
Wayang Windu bagian selatan,
3. Bagaimana korelasi struktur bawah permukaan dari hasil analisis diagram polar
impedansi dan splitting curve data real MT terhadap struktur geologi
permukaan,
Universitas Indonesia
4. Bagaimana korelasi struktur bawah permukaan dari hasil analisis diagram polar
impedansi dan splitting curve data real MT terhadap persebaran hiposenter data
MEQ,
5. Bagaimana korelasi struktur bawah permukaan dari hasil analisis diagram polar
impedansi dan splitting curve data real MT terhadap data sumur (posisi feed
zone),
6. Apakah metode analisis diagram polar impedansi dan splitting curve data real
MT efektif untuk mendeteksi struktur geologi bawah permukaan Lapangan
Panas Bumi Wayang Windu bagian selatan.
1. Memperoleh respon bentuk atau pola diagram polar impedansi dan kurva MT
dari berbagai model struktur hasil pemodelan forward 3D.
2. Mendapatkan distribusi keberadaan struktur bawah permukaan Lapangan Panas
Bumi Wayang Windu bagian selatan dari analisis diagram polar impedansi dan
splitting curve data real MT dengan mengacu pada hasil pemodelan forward
3D.
3. Mendapatkan hasil komparasi struktur bawah permukaan Lapangan Panas
Bumi Wayang Windu bagian selatan dari analisis diagram polar impedansi dan
splitting curve data real MT dengan keberadaan struktur geologi permukaan.
4. Mendapatkan hasil komparasi struktur bawah permukaan Lapangan Panas
Bumi Wayang Windu bagian selatan dari analisis diagram polar impedansi dan
splitting curve data real MT dengan keberadaan titik-titik hiposenter data MEQ.
5. Mendapatkan hasil komparasi struktur bawah permukaan Lapangan Panas
Bumi Wayang Windu bagian selatan dari analisis diagram polar impedansi dan
splitting curve data real MT dengan posisi feed zone dari data sumur.
6. Memperoleh hasil analisis efektivitas penerapan metode analisis diagram polar
impedansi dan splitting curve data MT untuk mendeteksi struktur geologi
bawah permukaan Lapangan Panas Bumi Wayang Windu bagian selatan.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
1. Studi Pustaka
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Pada bagian pendahuluan ini akan dibahas latar belakang, rumusan masalah,
dan tujuan dari penelitian, serta batasan masalah yang akan dikerjakan atau
dianalisis dan manfaat dari penelitian. Sistematika penulisan juga disertakan pada
bab ini.
Pada bab ini akan diuraikan bagaimana data-data dalam penelitian ini
diolah. Meliputi pengolahan pemodelan forward dan data MT Lapangan Panas
Bumi Wayang Windu sebagai data utama danjuga pengolahan data-data
pendukung. Data-data pendukung tersebut meliputi data geologi, data MEQ, dan
data sumur. Pada bab ini juga akan dipaparkan kondisi geologi daerah panas bumi
Wayang Windu.
Pada bagian ini akan dibahas mengenai hasil dari pemodelan forward MT
beserta analisisnya dan hasil pengolahan analisis diagram polar impedansi dan
splitting curve dari data real MT yang mengacu dari hasil analisis pemodelan
forward 3D. Hasil pemodelan 1D dan 3D inversi data MT Lapangan Panas Bumi
Wayang Windu lengkap dengan proyeksi sumur dan kedalman TOR (Top of
Reservoir). Analisis perbandingan hasil inversi 1D dan 3D.
Universitas Indonesia
Pada bab ini akan dipaparkan analisis korelasi antara struktur hasil
interpretasi data MT dengan struktur geologi permukaan, data MEQ, dan data
sumur.
Universitas Indonesia
10 Universitas Indonesia
2𝜌 𝜌
𝛿 = √𝜔𝜇 ≅ 0.503 √𝑓 (𝑘𝑚) (2.5)
⃗ = 𝜇𝜎𝐸
∇×𝐵 (2.6)
𝜕𝐵 ⃗
∇×𝐸⃗ = − 𝜕𝑡 (2.7)
Universitas Indonesia
yang disebut sebagai impedansi (Z). Impedansi (Z) adalah ukuran karakteristik dari
sifat EM dari medium/lapisan di bawah permukaan dan merupakan dasar fungsi
respon MT (Naidu, 2012).
𝐸
𝑍 = 𝐻𝑥 (2.8)
𝑦
Dari persamaan tersebut dapat diturunkan rumus untuk nilai resistivitas (ρ)
semu (rho apparent) sebagai berikut:
1
𝜌(𝑍) = 𝜔𝜇 |𝑍|2 (2.9)
𝑜
𝑇
𝜌(𝑍) = 2𝜔𝜇 |𝑍|2 (2.10)
𝑜
dimana T adalah periode (Naidu, 2012). Dengan sistem satua EM, maka diperoleh
persamaan sebagai berikut (Naidu, 2012):
dimana
𝜌 = resistivitas (Ωm)
T = periode (s)
𝐸
(𝑖𝑚𝑎𝑔.| 𝑥 |)
−1 𝐻𝑦
𝜑 = tan 𝐸𝑥
(2.11)
(𝑟𝑒𝑎𝑙| |)
𝐻𝑦
Universitas Indonesia
𝐸𝑥 𝑍𝑥𝑥 𝑍𝑥𝑦 𝐻𝑥
(𝐸 ) = ( )( ) (2.12)
𝑦 𝑍𝑦𝑥 𝑍𝑦𝑦 𝐻𝑦
Atau spektrum medan listrik dan magnet terkait secara linear sebagai berikut
⃗𝑬 = 𝒁
̂ ⃗𝑯
⃗⃗ atau ⃗𝑯
⃗⃗ = 𝒁
̂ −𝟏 ⃗𝑬 (2.14)
Dimana 𝑍𝑥𝑦 dan 𝑍𝑦𝑥 adalah impedansi utama, 𝑍𝑥𝑥 dan 𝑍𝑦𝑦 adalah
̂ −𝟏 adalah invers dari tensor impedansi 𝒁
impedansi diagonal (Reddy et al., 1977). 𝒁 ̂.
Kita dapat uji hipotesis pada bumi berlapis, pertama dengan melakukan
pengukuran pada koordinat berbeda –(𝑥, 𝑦) dan (𝑥 ′ , 𝑦 ′ )- dan membandingkan
elemen-elemen tensor impedansi -𝑍 dan 𝑍′. Atau yang kedua, dengan menerapkan
rotasi matematis terhadap tensor impedansi yang diperkirakan dari data yang diukur
pada kerangka koordinat tetap. Secara teori, kita dapat mensimulasikan pengaturan
pengukuran dengan sensor yang berorientasi ke segala arah, θ, (Gambar 2.3),
melalui rotasi matematis yang melibatkan perkalian matriks medan listrik dan
magnet hasil pengukuran (atau tensor impedansi) dengan matriks rotasi 𝑅(𝜃).
Universitas Indonesia
cos 𝜃 sin 𝜃
Dimana 𝑅(𝜃) = ( ) adalah operator matriks rotasi dan 𝑅 𝑇 adalah
−sin 𝜃 𝑐𝑜𝑠𝜃
matriks transpose dari R.
cos 𝜃 −sin 𝜃
𝑅𝑇 = ( )
sin 𝜃 𝑐𝑜𝑠𝜃
𝐸 ′ = 𝑍′𝐻′ (2.16)
𝑍′𝑥𝑥 = 𝑍𝑥𝑥 cos2 𝜃 + (𝑍𝑥𝑦 + 𝑍𝑦𝑥 ) sin 𝜃 cos 𝜃 +𝑍𝑦𝑦 sin2 𝜃 (2.17a)
𝑍′𝑥𝑦 = 𝑍𝑥𝑦 cos2 𝜃 + (𝑍𝑦𝑦 − 𝑍𝑥𝑥 ) sin 𝜃 cos 𝜃 −𝑍𝑦𝑥 sin2 𝜃 (2.17b)
𝑍′𝑦𝑥 = 𝑍𝑦𝑥 cos2 𝜃 + (𝑍𝑦𝑦 − 𝑍𝑥𝑥 ) sin 𝜃 cos 𝜃 −𝑍𝑥𝑦 sin2 𝜃 (2.17c)
𝑍′𝑦𝑦 = 𝑍𝑦𝑦 cos2 𝜃 − (𝑍𝑥𝑦 + 𝑍𝑦𝑥 ) sin 𝜃 cos 𝜃 +𝑍𝑥𝑥 sin2 𝜃 (2.17d)
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Gambar 2. 4 Hasil Forward Modelling untuk Melihat Efek Struktur yang Kontak Secara Vertikal
pada Kurva MT (Daud et al., 2015)
Gambar 2. 5 Hasil Forward Modelling untuk Melihat Perubahan Diagram Polar yang Disebabkan
oleh Adanya Kontak Secara Vertikal (Daud et al., 2015)
Teknologi pencitraan MT ini juga telah diuji oleh Daud et al. (2015) dengan data
MT real dari lapangan panas bumi Muara Laboh, Sumatera Barat, Indonesia dengan hasil
yang cukup signifikan (Gambar 2.6). Pengujian teknologi ini juga telah dicocokkan dengan
data sumur, dimana keberadaan feed zone mengkonfirmasi dengan baik hasil teknologi
pencitraan MT (Daud et al., 2015).
Universitas Indonesia
Gambar 2. 6 (A) Peta stasiun MT untuk analisis Diagram polar impedansi. Garis W-E adalah garis
untuk analisis MT Splitting curve dan penampang melintang distribusi hasil dari inversi 3D data
MT. (B) Diagram polar impedansi dari 16 data MT pada frekuensi 10 Hz. (C) MT splitting curve
untuk line W-E. (D) Distribusi nilai resistivitas untuk line W-E hasil inversi 3-D data MT. (Daud et
al., 2015)
Dari Gambar 2.6 di atas menunjukkan bahwa keberadaan struktur geologi di bawah
permukaan dapat digambarkan dengan baik oleh diagram polar. Daud et al. (2015)
menambahkan bahwa antara patahan 1 dan 2, diagram polar menunjukkan arah elongasi
tegak lurus terhadap struktur, sementara sisi lainnya arah elongasi diagram polar sejajar
terhadap struktur, ini menunjukkan bahwa zona antara dua patahan tersebut lebih resistif
dibanding sisi lain dari patahan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Reddy et. al. (1977)
bahwa elongasi atau perpanjangan diagram polar impedansi adalah tegak lurus atau sejajar
terhadap struktur.
Dari Gambar 2.6 juga terlihat bahwa menunjukkan adanya splitting pada kurva
MT. Dimana kurva MT dari titik stasiun MT-02 dan MT-03 yang lebih dekat dengan
struktur akan splitting lebih kuat, sementara kurva MT dari titik yang lain (relatif jauh dari
struktur) mengalami splitting pada frekuensi rendah (Daud et al., 2015).
Universitas Indonesia
Tabel 2. 1 Klasifikasi Gempa Berdasarkan Magnitude-nya (Hagiwara, 1964 dalam Lee dan
Stewart, 1981)
Magnitude (M) Klasifikasi
M ≥ 8 SR Great Earthquake
7 SR ≤ M < 8 SR Major or Large Earthquake
5 SR ≤ M < 7 SR Moderate Earthquake
3 SR ≤ M < 5 SR Small Earthquake
1 SR ≤ M < 3 SR Microearthquake
M < 1 SR Ultra Microearthquake
1. Gaya tekan pada batuan yang dapat menimbulkan retakan- retakan serta
penyesaran.
2. Perubahan temperatur dan tekanan pada temperatur dan tekanan yang tinggi
dapat mengakibatkan shear modulus batuan.
Universitas Indonesia
Gambar 2. 7 Lokasi Sumur Panas Bumi, Manifestasi Hidrotermal, Puncak Gunung Berapi, Kaldera
dan Sektor Runtuh di Lapangan Panas Bumi Wayang Windu Sehubungan Dengan Base Of
Conductor (Bogie et. al., 2008)
Universitas Indonesia
Gunung Windu dan Wayang (Bogie et. al., 2008). Daerah termal Wayang terletak
di dalam keruntuhan sektor, dengan puncak G. Wayang saat ini yang merupakan
bagian timur dari pusat vulkanik yang jauh lebih besar, yang semula terletak di
sebelah barat sepanjang sumbu pelurusan pusat vulkanik kecil lainnya (Bogie et.
al., 2008).
Gambar 2. 8 Penampang Melintang Selatan-Utara (A-B) Lapangan Panas Bumi Wayang Windu
Menunjukkan Arah Sumur, Satuan Geologi, dan Kedalaman Ditemukannya Epidote (Bogie et. al.,
2008)
Struktur geologi pada zona bagian selatan Lapangan Panas Bumi Wayang
Windu memiliki kemiringan yang tajam (>80o) dan arah dominan struktur 30-40o
dan 330-340o (Bogie et.al., 2008).
Bogie et. al. (2008) juga menjelaskan hasil dating batuan yang diambil dari
pusat vulkanik gunung-gunung bagian selatan Lapangan Panas Bumi Wayang
Windu. Gunung Bedhil berumur 0,19 juta tahun yang lalu, dan Gunung Windu,
yang merupakan gunung api paling selatan berumur 0,1 juta tahun yang lalu (Bogie
et.al., 2008). Sementara itu Gunung Wayang yang berada di antara Gunung Bedhil
dan Gunung Windu, mematahkan tren bahwa semakin ke selatan berumur semakin
muda (Bogie et.al., 2008). Hasil dating menunjukkan bahwa Gunung Wayang
Universitas Indonesia
berumur 0,49 juta tahun yang lalu (Bogie et.al., 2008). Hal ini terjadi karena pusat
Gunung Api Wayang telah mengalami keruntuhan dan mungkin sampel yang
diambil dari pusat erupsi tersebut terambil dari bagian yang jauh lebih tua dari
lapisan vulkanik (Bogie et.al., 2008).
Universitas Indonesia
Gambar 3. 1 Contoh Mesh Grid Tampak Atas untuk Area of Interest 7000 m X 7000 m
Pada tahap pertama, peneliti membuat model struktur 1D, 2D, dan 3D
dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana bentuk diagram polar impedansi yang
22 Universitas Indonesia
terbentuk dari setiap model dan apa yang menyebabkan bentuk tersebut. Lalu,
setelah model dibuat, penulis membuat diagram polar impedansi dengan software
Matlab versi R2015a. Pembuatan diagram polar ini menggunakan rumus tensor
impedansi yang telah diuraikan pada BAB 2, yaitu sebagai berikut:
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Dari Tabel 3.1 menunjukkan bahwa terdapat 10 data dengan kualitas fair.
Kesepuluh data dengan kulitas fair tersebut diuraikan seperti pada Gambar 3.4.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Ada dua metode untuk melakukan koreksi static shift pada data MT, yaitu
dengan data TDEM, teknik Averaging (statistical), dan koreksi long-period
berdasarkan asumsi struktur dalam (Simpson dan Bahr, 2005). Dalam penelitian
ini, dipilih metode koreksi static shift dengan data TDEM (Time Domain
Electromagnetic). Koreksi static shift ini pada prinsipnya adalah menghimpitkan
kurva MT terhadap kurva TDEM. Dalam penelitian ini, koreksi dilakukan dengan
software WinGlink. Gambar 3.5 berikut adalah tampilan salah satu kurva MT
(WW66a) sebelum dan setelah dilakukan koreksi static shift terhadap data TDEM.
Gambar 3. 5 (a) Kurva MT WW66a Sebelum Dikoreksi Static Shift. (b) Kurva MT WW66a
Setelah Dikoreksi Static Shift
Universitas Indonesia
Hasil dari analisis ini (Gambar 4.20) adalah peta distribusi keberadaan
struktur hasil interpretasi data MT yang kemudian akan dikomparasi dengan data
pendukung (data geologi, data MEQ, dan data sumur) apakah struktur tersebut
merupakan struktur geologi atau bukan.
Hasil dari inversi 1D ini juga dicocokkan dengan data sumur untuk
mengetahui apakah model 1D ini reliabel sesuai dengan kondisi di bawah
permukaan.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
menggunakan software Surfer 13 seperti pada Gambar 3.6 (a). Modifikasi juga
dilakukan pada distribusi struktur geologi yang mangacu pada data struktur geologi
yang diperoleh dari PT. Star Energy (Gambar 3.6 (b)).
(a)
(b)
Gambar 3. 6 (a) Peta Geologi Daerah "W" Bagian Selatan yang Bersumber dari PSDG. (b) Peta
Geologi Daerah Wayang Windu Bagian Selatan dengan Modifikasi Struktur Geologi Berdasarkan
Data yang Diberikan oleh PT Star Energy
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Data sumur yang terdiri dari data proyeksi, posisi TOR (Top of Reservoir)
dan feed zone diolah menggunakan Microsoft Excel 2016.
Universitas Indonesia
Gambar 3. 8 Plotting Data Proyeksi Sumur (Garis Berwarna Hitam) Tampak Burung dan Titik-
titik hiposenter MEQ
Universitas Indonesia
Gambar 4. 1 Hasil Diagram Polar Impedansi pada Stasiun MT O125 pada frekuensi 0,01 Hz untuk
Model Struktur 1D
Pada Gambar 4.1 terlihat bahwa bentuk diagram polar impedansi untuk
model struktur 1D adalah lingkaran penuh. Warna diagram yang terbentuk adalah
biru, menandakan bahwa hanya impedansi utama yang menghasilkan diagram
polar. Sedangkan diagram polar impedansi diagonal tidak dihasilkan atau hanya
berbentuk titik dan sangat kecil. Secara fisis, hal ini disebabkan oleh nilai 𝑍𝑥𝑥 , 𝑍𝑥𝑦 ,
𝑍𝑦𝑥 , dan 𝑍𝑦𝑦 dari hasil pemodelan struktur 1D. Pada Gambar 4.1 terlihat bahwa
nilai |𝑍𝑥𝑦 | = |𝑍𝑦𝑥 | dan |𝑍𝑥𝑥 | = |𝑍𝑦𝑦 | ≅ 0. Ini sesuai dengan model isotropic satu
dimensi Cagniard (1953), dimana 𝑍𝑥𝑥 = 𝑍𝑦𝑦 = 0 dan 𝑍𝑥𝑦 = −𝑍𝑦𝑥 .
34 Universitas Indonesia
(a)
(b)
Gambar 4. 2 (a) Model Struktur 2D Searah Sumbu Y dan Diagram Polarnya. (b) Model Struktur
2D Searah Sumbu X dan Diagram Polarnya
Pada model struktur 2D, bentuk elongasi diagram polar impedansi utama
(biru) yang berada pada zona konduktif adalah sejajar terhadap struktur, sedangkan
pada zona resistif adalah tegak lurus terhadap struktur. Sementara itu bentuk
diagram polar impedansi diagonal (merah) berbentuk empat daun semanggi yang
simetris baik yang berada pada zona konduktif maupun resistif.
Universitas Indonesia
Bentuk elongasi diagram polar impedansi utama yang sejajar atau tegak
lurus terhadap struktur ini secara fisis dapat dianalisis dari nilai 𝑍𝑥𝑥 , 𝑍𝑥𝑦 , 𝑍𝑦𝑥 , dan
𝑍𝑦𝑦 . Gambar 4.2(a) struktur searah sumbu Y, menunjukkan bahwa pada titik yang
berada di zona resistif |𝑍𝑥𝑦 | > |𝑍𝑦𝑥 | sehingga menyebabkan elongasi lebih panjang
ke arah sumbu X dibanding Y. Makna fisisnya adalah pada arah sumbu X terjadi
diskontinuitas arus listrik, hal ini disebabkan adanya kontak vertikal yang membuat
perbedaan nilai resistivitas pada arah sumbu X. Perbedaan nilai resistivitas itu dari
tinggi ke rendah (resistif ke konduktif) yang menyebabkan muatan listrik
terkonsentrasi pada zona konduktif (searah sumbu X).
Sedangkan titik yang berada di zona konduktif pada Gambar 4.2(a) |𝑍𝑥𝑦 | <
|𝑍𝑦𝑥 | sehingga menyebabkan elongasi lebih panjang ke arah sumbu Y dibanding X.
Makna fisisnya adalah karena pada arah sumbu X terdapat diskontinuitas arus
listrik, dimana terdapat perbedaan nilai resistivitas dari rendah ke tinggi (konduktif
ke resisitif) terhadap titik itu. Hal ini menyebabkan muatan listrik lebih besar
terkonstrasi pada arah Y dibanding ke arah X terhadap titik ini.
adalah besar (>1) menyebabkan nilai Zxy > Zyx. Sedangkan pada zona konduktif
besar diskontinuitasnya adalah kecil (<1) menyebabkan Zxy < Zyx.
Universitas Indonesia
Untuk nilai 𝑍𝑥𝑥 dan 𝑍𝑦𝑦 dari pemodelan struktur 2D ini, keduanya (Gambar
4.2) sangat kecil atau mendekati nol. Sehingga pada pemodelan struktur 2D ini
diperoleh nilai 𝑍𝑥𝑦 ≠ 𝑍𝑦𝑥 dan 𝑍𝑥𝑥 = 𝑍𝑦𝑦 = 0.
Universitas Indonesia
Pada model struktur 3D, elongasi diagram polar impedansi utama titik yang
berada di dekat perpotongan dua struktur tidak sepenuhnya tegak lurus atau pun
sejajar terhadap struktur. Hal ini dipengaruhi karena adanya pengaruh
diskontinuitas arus listrik pada arah sumbu X dan sumbu Y. Begitu juga dengan
bentuk diagram polar impedansi diagonalnya, tidak lagi membentuk empat daun
semanggi yang simetris melainkan terdistorsi ke salah satu arah diagonalnya.
Secara fisis dapat dilihat dari nilai 𝑍𝑥𝑥 , 𝑍𝑥𝑦 , 𝑍𝑦𝑥 , dan 𝑍𝑦𝑦 untuk masing-
masing titik yang berada di dekat perpotongan struktur pada Gambar 4.3. Untuk
diagram polar impedansi titik yang berada pada zona batuan 50 Ωm (kiri atas), nilai
|𝑍𝑥𝑦 | < |𝑍𝑦𝑥 |. Untuk diagram polar impedansi titik yang berada pada zona paling
konduktif 5 Ωm (kanan atas), nilai |𝑍𝑥𝑦 | > |𝑍𝑦𝑥 |, meski selisihnya tidak begitu
besar. Untuk diagram polar impedansi titik yang berada pada zona paling resistif
100 Ωm (kiri dan kanan bawah), keduanya memiliki nilai |𝑍𝑥𝑦 | > |𝑍𝑦𝑥 |. Hanya
saja untuk diagram polar yang kiri bawah selisih |𝑍𝑥𝑦 |dan |𝑍𝑦𝑥 | tidak terlalu besar,
sedangkan yang kanan bawah cukup besar selisihnya.
Untuk nilai 𝑍𝑥𝑥 dan 𝑍𝑦𝑦 pada pemodelan struktur 3D ini nilainya tidak
mendekati nol atau cukup signifikan jika dibandingkan dengan nilai 𝑍𝑥𝑦 dan 𝑍𝑦𝑥 .
Hal ini berbeda dengan hasil model struktur 2D, yang mana pada model struktur
2D nilai 𝑍𝑥𝑥 dan 𝑍𝑦𝑦 sangat kecil atau dapat dibulatkan menjadi nol.
Hasil diagram polar impedansi pada pemodelan forward dengan beda dua
nilai resistivitas kecil ini adalah seperti pada Gambar 4.4 di bawah ini.
Universitas Indonesia
Gambar 4. 4 Model Struktur Beda Nilai Resistivitas Kecil dan Diagram Polar Pada Frekuensi 0,01
Hz
Gambar 4. 5 Diagram Polar untuk Frekuensi 100 Hz, 10 Hz, 1 Hz, dan 0,1 Hz
Pada Gambar 4.4 dan Gambar 4.5, dapat dilihat bahwa pada frekuensi besar
belum terlihat adanya perbedaan diagram polar pada titik stasiun MT baik yang
berada pada area konduktif maupun pada area lebih resistif. Namun pada frekuensi
1 Hz (Gambar 4.5), pada sepanjang garis kontak atau struktur (kolom ke empat dari
sebelah kiri) yang memisahkan dua nilai resistivitas berbeda terlihat diagram polar
mengalami sedikit perubahan bentuk, dimana elongasinya tegak lurus terhadap
struktur. Pada frekuensi yang lebih kecil lagi, maka perubahan bentuk diagram
polar semakin jelas. Dimana pada area konduktif elongasi diagram polar sejajar
Universitas Indonesia
terhadap struktur sedangkan pada area resistif elongasi diagram polar tegak lurus
terhadap struktur.
Kemudian, kurva MT dari hasil pemodelan forward dengan beda dua nilai
resistivitas kecil ini adalah sebagai berikut.
Dari Gambar 4.6 dapat dilihat bahwa meskipun perbedaan resistivitas kecil
yaitu 10 Ωm, kurva MT mengalami split. Dimana, semakin mendekati struktur
(vertical contact) yang memisahkan dua batuan dengan beda nilai resistivitas maka
splitting terjadi semakin ke frekuensi tinggi.
Hasil dari pemodelan forward dengan beda dua nilai resistivitas kecil ini
menunjukkan bahwa terjadinya splitting curve dan perubahan bentuk diagram polar
masih sensitif terhadap perbedaan nilai resistivitas yang tidak terlalu besar – 10 Ωm.
Universitas Indonesia
Gambar 4. 7 Tampak Atas Model Forward dengan Beda Tiga Nilai Resistivitas dan Diagram
Polarnya untuk f=0,01 Hz
Kemudian, hasil kurva MT dari pemodelan forward dengan beda tiga nilai
resistivitas ini adalah sebagai berikut.
Universitas Indonesia
Gambar 4. 8 Kurva MT untuk Line A pada Model Forward Beda Tiga Nilai Resistivitas
Gambar 4. 9 Kurva MT untuk Line B pada Model Forward Beda Tiga Nilai Resistivitas
Universitas Indonesia
Gambar 4. 10 Model Foot Wall Lebih Konduktif Dibanding Hanging Wall dan Diagram Polarnya
untuk f=0,01 Hz
Pada Gambar 4.10 menunjukkan bahwa elongasi diagram polar pada titik
yang berada pada zona konduktif adalah sejajar terhadap struktur, sementara yang
berada pada zona resisitif adalah tegak lurus terhadap struktur. Lalu yang
membedakan antara struktur yang memiliki kemiringan dan tidak adalah elongasi
diagram polar titik-titik yang berada tepat di atas struktur. Jika struktur tanpa
Universitas Indonesia
kemiringan (Gambar 4.4), elongasi diagram polar yang tepat di atas struktur adalah
tegak lurus terhadap struktur. Tetapi pada struktur dengan kemiringan dimana foot
wall lebih konduktif dari pada hanging wall, elongasi diagram polar pada titik-titik
yang tepat di atas struktur adalah sejajar terhadap arah struktur. Hal ini mungkin
dipengaruhi oleh keberadaan zona konduktif yang ke bawah semakin besar atau
melebar.
Gambar 4. 11 Kurva MT dari Pemodelan Forward dengan Kemiringan Struktur, Foot Wall Lebih
Konduktif Dibanding Hanging Wall
Gambar 4.11 menunjukkan bahwa pola splitting pada kurva MT dari hasil
pemodelan forward dengan kemiringan struktur sama dengan pemodelan forward
dengan tanpa kemiringan struktur. Dimana mendekati garis batas (tepat di atas
struktur) splitting terjadi semakin ke frekuensi tinggi.
Universitas Indonesia
Gambar 4. 12 Model Forward dengan Kemiringan Struktur Dimana Foot Wall Lebih Resistif
Dibanding Hanging Wall dan Diagram Polarnya pada f=0,01 Hz
Gambar 4.12 menunjukkan hal yang sama seperti pada model sebelumnya
(Gambar 4.10), dimana elongasi diagram polar pada titik-titik yang berada pada
zona konduktif adalah sejajar terhadap struktur, sementara pada titik-titik yang
berada pada zona resisitif adalah tegak lurus terhadap struktur.
Gambar 4. 13 Kurva MT dari Pemodelan Forward dengan Kemiringan Struktur, Foot Wall Lebih
Resistif Dibanding Hanging Wall
Pada Gambar 4.13 menunjukkan adanya splitting pada kurva MT dari hasil
pemodelan forward ini. Dimana semakin dekat dengan struktur splitting terjadi
semakin ke frekuensi tinggi.
Universitas Indonesia
Dari kedua model struktur dengan kemiringan, baik foot wall lebih
konduktif maupun lebih resistif dibanding dengan hanging wall, keduanya
memiliki bentuk elongasi diagram polar yang konsisten. Titik MT yang terletak di
area resistif akan memiliki elongasi diagram polar yang tegak lurus terhadap
struktur, sementara titik MT yang terletak di area konduktif akan memiliki elongasi
diagram polar yang sejajar terhadap struktur. Ada tidaknya kemiringan struktur juga
belum dapat dipastikan dari bentuk elongasi diagram polar impedansi.
Universitas Indonesia
Model ini menghasilkan diagram polar seperti pada Gambar 4.14 di bawah
ini.
Pada Gambar 4.14 menunjukkan bentuk elongasi diagram polar yang sama
dengan model-model sebelumnya. Terlihat jelas bahwa di dalam graben yang
memiliki nilai resistivitas lebih rendah daripada area sekelilingnya, elongasi
diagram polarnya adalah sejajar terhadap arah graben itu sendiri. Model ini juga
menunjukkan bahwa struktur di bawah permukaan (tidak muncul di permukaan)
dapat diidentifikasi dengan jelas menggunakan diagram polar impedansi.
Universitas Indonesia
Gambar 4. 16 Model Forward Pengaruh Topografi dan Diagram Polarnya pada f= 0,01 Hz
Universitas Indonesia
dengan arah topografi. Sementara, staisun MT pada elevasi rendah bentuk diagram
polar impedansinya tidak mengalami distorsi.
Universitas Indonesia
dua diagram polar yang saling tegak lurus dan kedua kurva MT-nya mengalami
split.
Gambar 4. 18 Model Sistem Panas Bumi dan Diagram Polarnya untuk f= 0,01 Hz
Universitas Indonesia
Gambar 4. 19 Hasil Kurva MT Sepanjang Lintasan yang Memotong Tegak Lurus Struktur pada
Pemodelan Panas Bumi
Universitas Indonesia
Gambar 4. 20 Diagram Polar Impedansi pada f=0,1 Hz dan Interpretasi Struktur Ditunjukkan Garis
Merah
Garis merah pada Gambar 4.20 di atas adalah diduga struktur hasil
interpretasi dengan menganalisis arah elongasi diagram polar. Garis-garis tersebut
ditarik di antara beberapa diagram polar yang memiliki elongasi saling tegak lurus,
meskipun tidak selalu tepat tegak lurus. Terdapat 13 garis yang diduga adalah
struktur hasil interpretasi data MT dan pada Bab V akan dikomparasikan terhadap
struktur geologi, MEQ dan data sumur.
Gambar 4. 21 Splitting Curve pada Struktur Hasil Interpretasi Diagram Polar Impedansi
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
(a)
(b)
Gambar 4. 23 (a) Penampang 1D Profil A serta Proyeksi Sumur dan TOR. (b) Penampang 3D
Profil A serta Proyeksi Sumur dan TOR
Universitas Indonesia
TOR dari cluster sumur WWF adalah 360 mdpl. Sehingga, Gambar 4.23 ini
menunjukkan bahwa kedalaman BOC pada model 1D dan 3D MT berada di atas
kedalaman TOR dari data sumur. Oleh karena itu, berdasarkan penampang
resistivitas profil A ini, penulis membagi nilai resistivitas batuan untuk daerah
penelitian yaitu resistivitas batuan clay cap (< 5 Ωm), batuan reservoir (>7-100
Ωm), dan batuan basement (>100 Ωm).
Universitas Indonesia
(a)
(b)
Gambar 4. 24 Penampang 1D Profil B serta Proyeksi Sumur dan TOR. (b) Penampang 3D Profil B
serta Proyeksi Sumur dan TOR
Universitas Indonesia
(a)
(b)
Gambar 4. 25 Penampang 1D Profil C serta Proyeksi Sumur dan TOR. (b)Penampang 3D Profil C
serta Proyeksi Sumur dan TOR
Universitas Indonesia
Pada umumnya nilai resistivitas clay cap adalah 1-10 Ωm dan batuan
reservoir > 10 Ωm, yang mana hal ini berasosiasi dengan kandungan mineral clay
di dalam batuan, yaitu smectite dan illite. Lapisan smectite adalah mineral clay yang
ditemukan pada suhu rendah < 100 oC , lapisan peralihan smectite ke illite
(interlayered) ditemukan pada suhu 100-200 oC, sementara lapisan illite ditemukan
pada suhu tinggi >200 oC ( Jennings & Thompsom, 1986; Harvey & Browne, 1991).
Sehingga, keberadaan TOR yang menunjukkan bahwa telah memasuki zona
reservoir suhu tinggi (>200 oC) tentu berada pada resistivitas yang lebih tinggi
dibanding zona clay cap.
Universitas Indonesia
Selain membuat sayatan vertikal profil MT, penulis juga membuat peta
resistivitas per kedalaman pada studi ini. Peta resistivitas per kedalaman ini
berfungsi untuk melihat perluasan zona prospek pada Lapangan Panas Bumi
Wayang Windu bagian Selatan. Penulis membuat peta resistivitas pada kedalaman
500 mdpl dan 0 mdpl. Peta resistivitas pada kedalaman 500 mdpl ini untuk melihat
posisi BOC. Kemudian, peta resistivitas pada kedalaman 0 mdpl dibuat untuk
melihat batas reservoir (reservoir boundary). Dengan mengetahui batas reservoir
maka akan didapat perluasan zona prospek.
Peta resistivitas ini sesuai dengan data sumur, misalnya cluster sumur
WWT, sumur-sumur WWT yang proyeksinya ke arah timur (WWT-2, WWT-3,
Universitas Indonesia
dan WWW-4) memiliki kedalaman TOR lebih dangkal yaitu WWT-2 dan WWT-4
memiliki kedalaman TOR masing-masing 760 mdpl dan 930 mdpl, WWT-3 tidak
tersedia data. Sementara sumur WWT-1 yang proyeksinya ke arah barat memiliki
kedalaman TOR lebih dalam yaitu 420 mdpl.
Gambar 4. 28 Peta Resistivitas pada Kedalaman 0 mdpl dengan Garis Putus-putus Warna Putih
adalah Batas Reservoir
Pada Gambar 4.28, batas reservoir Lapangan Panas Bumi Wayang Windu
bagian selatan tergambarkan dengan baik. Gambar tersebut menggambarkan pada
elevasi 0 mdpl, zona resistivitas lebih tinggi tinggi (zona reservoir) di kelilingi oleh
zona dengan resistivitas yang lebih rendah (batas reservoir). Garis putus-putus
menunjukkan batas reservoir pada zona ini dan sekaligus menujukkan perluasan
zona prospek.
Dari pemodelan dan analisis hasil inversi 1D dan 3D MT yang telah penulis
paparkan di atas, penulis memilih model hasil inversi 3D untuk pemodelan MT
pada bab selanjutnya. Hal ini karena untuk kondisi data yang ada saat ini, model
hasil inversi 3D MT lebih reliabel dan lebih menggambarkan kondisi lapangan yang
sesungguhnya.
Universitas Indonesia
Gambar 5. 1 Plot Overlay Struktur Hasil Interpretasi dari Analisis Bentuk Diagram Polar Impedansi
Terhadap Peta Geologi
61 Universitas Indonesia
andesit Waringin-Bedhil, Malabar Tua. Struktur hasil interpretasi ini juga tidak
berada di dekat patahan yang memiliki arah yang sama. Oleh karena itu, struktur
ini dimungkinkan dikontrol oleh adanya perbedaan resistivitas batuan di bawah
permukaan.
3. Struktur nomor 3. Struktur hasil interpretasi ini berarah tenggara-baratlaut.
Struktur ini mungkin dikontrol oleh keberadaan patahan di dekatnya yang
memiliki arah sama. Struktur hasil interpretasi ini juga berada pada litologi yang
sejenis yaitu batuan andesit Waringin-Bedhil, Malabar Tua yang merupakan
batuan perselingan lava, breksi, dan tuf.
4. Struktur nomor 4. Struktur hasil interpretasi ini berarah baratdaya-timurlaut.
Struktur hasil interpretasi ini mungkin dikontrol keberadaan patahan di
dekatnya yang memiliki arah sama. Namun, penulis juga menginterpretasikan
bahwa struktur ini juga dikontrol oleh perbedaan litologi pada zona itu yaitu
bagian baratlaut merupakan endapan piroklastik gunung api tua yang teruraikan
dan bagian tenggara adalah batuan lava andesit Waringin-Bedhil, Malabar Tua.
5. Struktur nomor 5. Struktur hasil interpretasi ini berarah baratdaya – timurlaut.
Struktur ini berada pada formasi batuan yang sejenis, sehingga struktur ini
kemungkinan hanya dikontrol oleh keberadaan patahan di dekatnya.
6. Struktur nomor 6. Struktur ini berarah tenggara-baratlaut. Struktur ini dikontrol
oleh adanya patahan pada zona itu yang memiliki arah yang sama tetapi lebih
condong ke arah selatan-utara.
7. Struktur nomor 7. Struktur hasil interpretasi ini berarah baratdaya-timurlaut.
Struktur hasil interpretasi ini tidak berada di dekat patahan. Sehingga, struktur
hasil interpretasi ini mungkin dikontrol oleh perbedaan litologi yaitu endapan
piroklastik gunuang api tua yang tak teruraikan dan batuan gunung api muda
andesit basalan Gunung Windu yang merupakan batuan eflata dan lava. Struktur
hasil interpretasi ini mungkin juga dikontrol oleh adanya struktur resistivitas
yang secara lateral berbeda di bawah permukaan.
8. Struktur nomor 8. Struktur hasil interpretasi ini berarah tenggara-baratlaut.
Struktur hasil interpretasi ini berada pada litologi yang sejenis. Struktur ini juga
tidak berada di dekat patahan. Sehingga, yang mengontrol struktur ini
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Gambar 5. 2 Plot Overlay Struktur Hasil dari Interpretasi Data MT terhadap Data MEQ dan
Proyeksi Sumur
Universitas Indonesia
kejadian gempa mikro pada area penelitian ini berhubungan dengan adanya
aktivitas produksi dan reinjeksi. Hal ini didukung oleh posisi dan proyeksi sumur
yang ada. Gempa mikro lebih banyak terjadi di sekitar sumur. Sehingga, tidak ada
korelasi secara langsung antara data MEQ dan proyeksi sumur terhadap struktur-
struktur hasil interpretasi.
Gambar 5. 3 Model Terintegrasi Profil A dan Posisi Feed Zone (Titik Kuning pada Proyeksi
Sumur)
Universitas Indonesia
Gambar 5. 4 Model Terintegrasi Profil B dan Posisi Feed Zone (Titik Kuning pada Proyeksi
Sumur)
Gambar 5. 5 Model Terintegrasi Profil C dan Posisi Feed Zone (Titik Kuning pada Proyeksi
Sumur)
Gambar 5.3, Gambar 5.4, dan Gambar 5.5 menunjukkan model MT sistem
panas bumi Lapangan Panas Bumi Wayang Windu bagian selatan berdasarkan hasil
pemodelan inversi 3D MT terintegrasi dengan plot struktur hasil interpretasi dan
posisi feed zone. Zona reservoir adalah zona di bawah clay dengan rentang
resistivitas antara >7 Ωm hingga resisitivitas sekitar 100 Ωm. Zona reservoir
Universitas Indonesia
diinterpretasikan pada zona updome karena pada zona ini tentu akan memiliki suhu
lebih tinggi daripada daerah sekitarnya. Zona sumber panas diperkirakan berada di
bawah reservoir karena keberadaan updome tersebut.
Adanya struktur geologi bawah permukaan berupa sesar atau patahan dapat
diidentifikasi melalui data feed zone sumur, karena feed zone menunjukkan
distribusi regional dari permeabilitas yang di dalam sistem panas bumi berasosiasi
dengan adanya sesar atau patahan. Gambar 5.3 sampai Gambar 5.5 menunjukkan
bahwa struktur hasil interpretasi, yaitu struktur nomor 5, 6, 9, dan 11, mampu
mendeteksi keberadaan struktur geologi bawah permukaan karena memiliki
kesesuaian dengan posisi feed zone. Keempat struktur hasil interpretasi ini telah
penulis jelaskan pada Bab 5, Subbab 5.1, yang mana keempat struktur ini berada di
dekat patahan dan kemungkinan dikontrol oleh adanya patahan tersebut. Hanya saja
keempat struktur hasil interpretasi ini posisi tidak tepat dengan posisi feed zone, ini
dikarenakan posisi struktur hasil interpretasi dapat digeser antara dua stasiun yang
digunakan sebagai acuan untuk menentukan struktur ini. Tetapi, untuk tujuan
mendeteksi, metode ini cukup efektif jika didukung data-data yang memadai
khususnya data geologi permukaan.
Selain keempat struktur yang disebutkan pada paragraf di atas, struktur hasil
interpretasi lainnya dimungkinkan juga dapat mendeteksi struktur geologi bawah
permukaan dengan catatan struktur hasil interpretasi tersebut memang dikontrol
oleh adanya patahan di dekatnya. Tetapi struktur hasil interpretasi yang tidak
dikontrol oleh adanya patahan di dekatnya maka kemungkinan tidak dapat
mendeteksi adanya struktur geologi bawah permukaan, dan hanya merupakan
struktur resistivitas yang secara lateral memisahkan dua nilai resistivitas yang
berbeda.
Universitas Indonesia
Hasil plot overlay struktur hasil interpretasi diagram polar impedansi data
MT terhadap data geologi permukaan Lapangan Panas Bumi Wayang Windu
bagian selatan (Gambar 5.1), menunjukkan bahwa struktur hasil interpretasi tidak
semua dikontrol oleh adanya struktur geologi di dekatnya.
Universitas Indonesia
Gambar 5. 6 Struktur Hasil Interpretasi yang Berkorelasi Baik dengan Struktur Geologi
Pada dasarnya struktur dari hasil analisis diagram polar impedansi tidak bisa
secara langsung diinterpretasikan sebagai struktur geologi. Gambar 5.1
Universitas Indonesia
menunjukkan bahwa terdapat patahan yang tidak terdeteksi oleh diagram polar
impedansi. Hal ini terjadi karena patahan-patahan itu tidak memisahkan batuan
yang berbeda resistivitasnya (Gambar 5.7). Patahan yang tidak terdeteksi oleh
diagram polar ini mungkin juga dapat disebabkan oleh kondisi struktur geologi
yang ada pada area penelitian sangat kompleks dan distribusi stasiun MT yang ada.
Gambar 5. 7 Patahan yang Tidak Terdeteksi oleh Diagram Polar Ditunjukkan oleh Tanda Panah
Warna Biru
Universitas Indonesia
Gambar 5. 8 Struktur Hasil Interpretasi yang Tidak Berkorelasi dengan Keberadaan Patahan di
Dekatnya Ditunjukkan oleh Tanda Panah Warna Biru
Pada Bab 5, Subbab 5.3 telah penulis jelaskan bahwa metode analisis
diagram polar impedansi dan splitting curve dapat digunakan untuk mendeteksi
keberadaan struktur geologi bawah permukaan yang dalam studi ini merujuk pada
sesar atau patahan. Metode ini dapat mendeteksi struktur geologi bawah permukaan
dengan catatan struktur hasil interpretasi data MT ini memiliki kesesuaian dengan
data geologi permukaan. Yang mana struktur hasil interpretasi ini kemungkinan
dikontrol oleh keberadaan patahan di dekatnya.
Pada studi ini terdapat empat struktur hasil interpretasi yang memiliki
korelasi yang baik terhadap data struktur geologi, yaitu struktur nomor 5, 6, 9, dan
11. Keempat struktur ini telah teruji dapat mendeteksi struktur geologi bawah
permukaan karena sesuai dengan data feed zone sumur dan menunjukkan korelasi
yang baik.
Metode ini juga memiliki keunggulan dalam hal memprediksi arah dominan
struktur yang ada di area panas bumi Wayang Windu bagian selatan. Dari Gambar
5.1 terlihat bahwa struktur-struktur hasil interpretasi memiliki arah dominan
Universitas Indonesia
tenggara - baratlaut dan sebagian baratdaya - timurlaut. Arah dominan struktur hasil
interpretasi ini sesuai dengan arah dominan sesar atau patahan dari data geologi.
Universitas Indonesia
6.1 Kesimpulan
Kesimpulan dalam penelitian ini adalah:
diindikasikan dengan sangat baik oleh diagram polar impedansi dan splitting
curve data MT.
7 Metode analisis diagram polar impedansi dan splitting curve data MT dapat
memprediksi arah dominan struktur geologi yang ada di area fokus studi, yaitu
tenggara - baratlaut dan baratdaya – timurlaut sesuai dengan arah dominan
struktur dari data geologi permukaan.
6.2 Saran
Setelah penelitian ini selesai, penulis menyarankan beberapa hal:
2 Untuk studi lebih lanjut disarankan agar data MT direprocessing dari data time
series (raw data) untuk memperoleh kualitas data yang lebih optimal.
Universitas Indonesia
75 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia