Anda di halaman 1dari 112

PENGARUH TEMPAT PEMBUANGAN SAMPAH TERPADU

BANTARGEBANG TERHADAP KUALITAS AIR SUNGAI

SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah
Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh:

Cindi Kurnia Dwi Jayanti


NIM 11190150000009

PROGRAM STUDI
TADRIS ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2023
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN MUNAQOSAH

i
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

Pengaruh Tempat Pembuangan Sampah Terpadu Bantargebang


Terhadap Kualitas Air Sungai

Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah
Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh:

Cindi Kurnia Dwi Jayanti


NIM 11190150000009

Yang mengesahkan,
Pembimbing I Pembimbing II

Syairul Bahar, Pd. Yusran Ilyas, M.Hum


NIP. 199003032020121020 NIP. 199003032020121020

PROGRAM STUDI
TADRIS ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2023

ii
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI

Skripsi berjudul Pengaruh Tempat Pembuangan Sampah Terpadu


Bantargebang Terhadap Kualitas Air Sungai. Jurusan Tadris Ilmu Pengetahuan
Sosial, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan berhak untuk
diujikan pada sidang munaqosah sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh fakultas.

Jakarta, Insyaallah Juli 2023

Mengesahkan,

Pembimbing I Pembimbing II

Syairul Bahar, Pd. Yusran Ilyas, M.Hum


NIP. 199003032020121020 NIP. 199003032020121020

iii
UJI REFERENSI

Seluruh referensi yang digunakan dalam penulisan skripsi yang berjudul


“Pengaruh Tempat Pembuangan Sampah Terpadu Bantargebang Terhadap
Kualitas Air Sungai” yang disusun oleh Cindi Kurnia Dwi Jayanti, NIM
11190150000009, Jurusan Tadris Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,
telah diuji kebenarannya oleh dosen pembimbing skripsi.

Jakarta, Insyaallah Juli 2023

Mengesahkan,

Pembimbing I Pembimbing II

Syairul Bahar, Pd. Yusran Ilyas, M.Hum


NIP. 199003032020121020 NIP. 199003032020121020

iv
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI

v
ABSTRAK

Cindi Kurnia Dwi Jayanti (NIM: 11190150000009) Pengaruh Tempat


Pembuangan Sampah Terpadu Bantargebang Terhadap Kualitas Air Sungai

TPST Bantargebang menerima sampah DKI Jakarta mencapai 2,289,398.00 juta


ton/tahun atau rata-rata 7.500 ton sampah per harinya. Dengan semakin
banyaknya sampah sehingga dapat mempengaruhi kualitas air sungai di sekitarnya.
Penelitian ini bertujuan untuk mencari apa pengaruh TPST Bantargebang terhadap
mutu air sungai dengan uji lab yang meliputi uji fisik, kimia, dan biologi. Metode
yang digunakan adalah kuantitatif dengan pengambilan sampel air di lima titik
aliran sungai yang berjarak masing-masing 100 meter………………

Kata Kunci: Sampah, kualitas air, air lindi, TPST Bantargebang.

vi
ABSTRACT

Cindi Kurnia Dwi Jayanti (NIM: 11190150000009) The Effect of the


Bantargebang Integrated Garbage Disposal Site on River Water Quality

Bantargebang TPST receives DKI Jakarta waste, reaching 2,289,398.00 million


metric tons per year, or an average of 7,500 metric tons per day. With the
increasing amount of waste so that it can affect the quality of river water in the
vicinity. This study aims to find out what effect Bantargebang TPST has on river
water quality through lab tests that include physical, chemical, and biological tests.
The method used is quantitative by taking water samples at five points of the river
flow, which are 100 meters apart. ……………

Keywords: garbage, water quality, leachate, Bantargebang integrated


landfill.

vii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji dan syukur penulis persembahkan ke hadirat Allah


SWT, yang telah menciptakan manusia sebaik-baiknya bentuk dan keajaiban,
untuk menjadi khalifah di bumi ini. Shalawat serta salam semoga selalu dicurahkan
kepada junjungan umat manusia, pemilik akhlak mulia, pembawa kebenaran dan
kedamaian bagi seluruh alam, nabi Muhammad SAW.

Dalam mengerjakan skripsi ini peneliti membutuhkan waktu yang sangat


panjang sampai di tengah-tengah penulisan skripsi ini menemukan kendala, namun
pada akhirnya Allah SWT memberikan cahaya serta pembelajaran bagi peneliti.
Akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, skripsi ini tidak mungkin selesai
tanpa bimbingan, motivasi serta dukungan dari banyak pihak. Oleh karena itu
peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Asep Saepudin Jahar, M.A., Ph.D., Selaku Rektor Universitas


Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Siti Nurul Azkiyah, M.Sc., Ph.D., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. Muhammad Arif, S,Pd.,M.Pd, Ketua program studi Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan berbagai ilmu
pengetahuan.
4. Bapak Andri Noor Ardiansyah M.Si, selaku Sekretaris Jurusan
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Dr. Jakiatin Nisa, M.Pd, M.A., selaku Dosen Pembimbing Akademik,
yang telah memberikan motivasi dan bimbingan kepada penulis.

viii
6. Syairul Bahar, M.Pd., dan Yusran Ilyas M.Hum, yang telah meluangkan
waktu, tenaga serta pikiran dalam membimbing peneliti guna
terselesaikan skripsi ini.
7. Seluruh Dosen Program Studi Ilmu Pengetahuan Sosial yang telah
memberikan ilmunya selama ini di bangku perkuliahan.
8. >>>>>> selaku …………..yang sudah mau meluangkan waktunya
dalam membantu dan mendukung kegiatan penelitian dengan
memberikan informasi-informasi yang dibutuhkan oleh peneliti disaat
penelitian.
9. ……. Selaku …. Ketua Labolatorium…. yang telah bekerja sama
dengan peneliti untuk menganalisis sampel air sungai.
10. Segenap keluarga besar Saliman dan Eni Susilowati yang telah
mendoakan saya agar dipermudah dalam proses pengerjaan skripsi ini.
11. Keempat orang tua Bapak Saliman, Ibu Eni Susilowati, H. Oong
Mardjuki, dan Ibu Karni yang senantisasi menyemangati, dan tak lelah
untuk mendoakan putrinya agar dapat menyelesaikan skripsi ini.
12. Kakak perempuan saya Ira Wijayanti, A.Md., dan kakak ipar Edy
Saputra yang sudah memberikan motivasi baik materil maupun moril
yang mendorong dalam menyelesaikan skripsi.
13. Sepupu saya yang baik Misatun dan Nono yang mendukung dengan
memberikan asupan makanan setiap harinya sebagai amunisi makanan
harian.
14. Jomnity (Jomblo Community) teman dekat saya di SMA yaitu Ilham,
Gilang, Syafiq, Bintang, Meissy, Erega, dan Jihan yang sama-sama
sedang mengalami quarter life crisis tetapi saling mendukung satu sama
lain.
15. Segenap Keluarga Besar LDK SYAHID 26 Forkat Al-Qamar dan KSR
PMI Unit UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mengembangkan
potensi saya pada bidangnya masing-masing.

ix
16. Seluruh teman-teman divisi PSU26 (Gas Keun2) Muharram, Ara,
Amirah, Mawar, Sarah, Shabrina, Acel, Ai, Anam, Asep, Ayu, Azka,
Faisal, Fajri, Fawwaz, Henry, Ita, Neli, Shally, Sindy, Vika, Wiwik, dan
Fauzan yang membuat saya tergerak hatinya dalam mengerjakan skripsi
karena sudah banyak yang sidang dan kalimat “skripsi terbaik adalah
skripsi yang selesai” salah satu anggota PSU yang menampar diri ini
agar terus melangkah menyelesaikan skripsi.
17. Teman terdekat saya Zahwa Nabilah Puteri KSR 20 Kadiv Bankesos
yang selalu mendukung dan memback up ketika program kerja Donor
Darah belum bisa saya handle.
18. Rari KSR 21 partner penanggung jawab program kerja Donor Darah
yang sudah totalitas dan memback up ketika saya belum bisa
menghandle dikarenakan fokus skripsi atau belum bisa ke sekret.
19. Rizka, Tami, serta Najwa KSR 20 anak semester 8 yang masih
melanjutkan di KSR bersama-sama untuk membantu divisinya agar
terus bergerak dan memperbaiki kepengurusan agar lebih baik lagi.
20. Seluruh teman-teman seperjuangan Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Sosial Angkatan 2019 yang telah mengukir kisah dan cerita bersama
selama di bangku perkuliahan.
21. Semua pihak yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu yang telah
membantu sehingga laporan skripsi ini terselesaikan dengan baik dan
lancar.

Hanya ucapan terima kasih sebesar-besarnya yang dapat peneliti


sampaikan, semoga bantuan dan doa yang telah diberikan dapat menjadi catatan
amal kebaikan dihadapan Allah SWT aamiin. Sebagai manusia biasa yang banyak
kekurangannya, tentu dalam penulisan skripsi ini tidak luput dari kesalahan. Oleh
karena itu, peneliti mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun.
Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi para pembacanya. Semoga

x
Allah SWT selalu melimpahkan rahmat, taufiq serta hidayahNya kepada kita
semua, aamiin.

Bekasi, 02 Januari 2023

Cindi Kurnia Dwi Jayanti


11190150000009

xi
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN MUNAQOSAH .............................................................. i

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ..................................................................................... ii

UJI REFERENSI ......................................................................................................................iv

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI......................................................................... v

ABSTRAK .................................................................................................................................vi

ABSTRACT .............................................................................................................................vii

KATA PENGANTAR ............................................................................................................ viii

DAFTAR ISI ............................................................................................................................ xii

DAFTAR TABEL ................................................................................................................... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................................... xvi

BAB I ......................................................................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ................................................................................................ 1


B. Identifikasi Masalah........................................................................................................ 6
C. Batasan Masalah ............................................................................................................. 6
D. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 7
E. Tujuan Penelitian ............................................................................................................ 7
F. Manfaat Penelitian .......................................................................................................... 7
BAB II ........................................................................................................................................ 9

A. Deskripsi Teoritis ............................................................................................................ 9


B. Penelitian yang Relevan ................................................................................................ 46
C. Kerangka Berfikir ......................................................................................................... 54
D. Hipotesis Penelitian ....................................................................................................... 56
BAB III .................................................................................................................................... 57

A. Pelaksanaan dan Waktu Penelitian ............................................................................... 57

B. Pendekatan Penelitian................................................................................................... 60
C. Populasi dan Sampel ..................................................................................................... 61

xii
D. Variabel Penelitian ........................................................................................................ 62
E. Teknik Pengumpulan Data ........................................................................................... 63
F. Instrumen Penelitian ..................................................................................................... 64
G. Teknik Pengelolahan dan Analisis Data.................................................................. 74
BAB IV..................................................................................................................................... 85

BAB V ...................................................................................................................................... 93

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 94

LAMPIRAN-LAMPIRAN ..................................................................................................... 95

xiii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Daftar Persyaratan Kualitas Air Bersih Secara Fisik…………………19

Tabel 2.2 Kelas Pengaruh Pencemaran Air…………………...…………………22

Tabel 2.2 Klasifikasi Mutu Air Berdasarkan PPRI Nomer 82 Tahun 2001………22

Tabel 3.1 Titik Koordinat………………………………………….………….…29

xiv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Data Jumlah Penduduk DKI Jakarta dan Kota Bekasi Tahun 2020..1

Gambar 1.2 Jumlah Sampah di TPST Bantargebang Tahun 2021…………...…2

xv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1………………

xvi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Jumlah penduduk di Ibu Kota Jakarta dan Kota Bekasi semakin banyak.
Berdasarkan Badan Pusat Statistik DKI Jakarta dan Kota Bekasi tahun 2020
jumlah penduduk kedua wilayah tersebut sebanyak 13,10 juta jiwa dengan
jumlah penduduk DKI Jakarta sebesar 10,56 juta jiwa1 serta Kota Bekasi sebesar
2,5 juta jiwa2 yang dapat dilihat pada Gambar 1.1

Gambar 1.1 Data Jumlah Penduduk DKI Jakarta dan Kota Bekasi
Tahun 2020
3,500,000
3,037,139
3,000,000
2,434,511 2,226,812 2,543,676
2,500,000
1,778,981
2,000,000
1,500,000
1,056,896
1,000,000
500,000
27,749
0
Kep. Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Kota
Seribu Pusat Utara Barat Selatan Timur Bekasi

Jumlah penduduk yang paling banyak ada di Kota Jakarta Timur sebesar
tiga juta penduduk, lalu diikuti Kota Bekasi dengan 2,5 juta jiwa, Jakarta Barat

1
Website resmi Badan Pusat Statistik DKI Jakarta, Berita Resmi Statistik (Hasil Sensus Penduduk
2020 Provinsi DKI Jakarta), (https://jakarta.bps.go.id/pressrelease/2021/01/22/541/jumlah-penduduk-
hasil-sp2020-provinsi-dki-jakarta-sebesar-10-56-juta-
jiwa.html#:~:text=SP2020%20mencatat%20penduduk%20DKI%20Jakarta,sebanyak%2010%2C56%20ju
ta%20jiwa.), diakses pada tanggal 14 Juni 2022 pukul 22.34 WIB
2
Website resmi Badan Pusat Statistik Kota Bekasi, Jumlah Penduduk Kota Bekasi (Jiwa), 2018-
2020, (https://bekasikota.bps.go.id/indicator/12/29/1/jumlah-penduduk-kota-bekasi.html), diakses pada
tanggal 14 Juni 2022 pukul 22.38 WIB

1
dengan 2,4 juta jiwa, disusul Jakarta Selatan 2,2 juta jiwa, Kota Jakarta Utara
sebanyak 1,7 juta jiwa, diposisi ke lima diduduki oleh Jakarta pusat sebanyaj 1,5
juta jiwa, dan terakhir Kepulauan Seribu sebesar 27 ribu jiwa. Pertumbuhan
penduduk yang semakin banyak dengan kepadatan mencapai 14.555 jiwa per
kilometer persegi (km²)3 dapat berdampak negatif terhadap lingkungan salah
satunya adalah bertambahnya jumlah sampah.

Jika sampah di DKI Jakarta dibiarkan begitu saja akan banyak


permasalahan yang muncul. Oleh sebab itu Pemprov DKI Jakarta menjalin kerja
sama dengan Pemkot Kota Bekasi dengan menyewa sebagian lahan di daerah
Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi seluas 110,3 Ha dengan tujuan
menampung sampah dan menjauhkan dari perkotaan ke tempat pembuangan
akhir yang biasanya jauh dari kawasan permukiman.4 Pada Gambar 1.2 sampah
terbanyak diduduki oleh Kota Jakarta Timur yang berjumlah 620,870.08 ribu
ton/tahun. Jumlah ini selaras dengan penduduk Kota Jakarta Timur yang padat
se-DKI Jakarta yakni mencapai 3 juta jiwa atau 28,81% dari total penduduk DKI
Jakarta. Sedangkan sampah Kota Bekasi yang berlokasikan di Sumur Batu
mencapai 427,050 ribu ton/tahunnya. Jika sampah dari DKI Jakarta dan Kota
Bekasi dijumlahkan mencapai 2,716,448.00 juta ton/tahun atau rata-rata
menerima lebih dari 7.500 ton sampah per hari. Hal ini menimbulkan
penumpukan sampah yang semakin banyak.

3
Website resmi Badan Pusat Statistik, Penduduk, Laju Pertumbuhan Penduduk, Distribusi
Persentase Penduduk Kepadatan Penduduk, Rasio Jenis Kelamin Penduduk,
(https://jakarta.bps.go.id/indicator/12/124/1/3-1-1-penduduk-laju-pertumbuhan-penduduk-distribusi-
persentase-penduduk-kepadatan-penduduk-rasio-jenis-kelamin-penduduk-menurut-provinsi-kabupaten-
kota-kecamatan.html), iakses pada tanggal 14 Juni 2022 pukul 22.19 WIB
4
Lenie Marlinae, dkk, “Buku Ajar Dasar-Dasar Kesehatan Lingkungan”, (Banjarbaru:
Universitas Lampung Mangkurat Banjarbaru, 2019) h.56

2
Gambar 1.2 Jumlah Sampah di TPST Bantargebang Tahun 2021
700,000.00
620,870.08
600,000.00 544,015.48 532,885.52
500,000.00
427,050.00
400,000.00 367,759.40

300,000.00
219,405.14
200,000.00

100,000.00
4,462.38
0.00
Kep. Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Kota
Seribu Pusat Utara Barat Selatan Timur Bekasi

Dikutip dari CNN Indonesia jumlah sampah di TPST Bantargebang


mencapai 39 juta ton dengan tinggi timbunan mencapai 40 meter setara dengan
gedung 16 lantai.5 Permasalahan ini didukung dengan pengelolaan sampah yang
belum memenuhi standar. TPST Bantargebang menggunakan sistem open
dumping (tempat penimbunan sampah terbuka) yang merupakan praktek
pembuangan sampah tanpa ada tindakan lebih lanjutan. Metode Open Dumping
yang berupa tanah cekungan terbuka dinilai membahayakan karena sampah
dibuang begitu saja dalam sebuah tempat pembuangan akhir tanpa proses apapun,
ataupun penutupan tanah. Pemerintah membentuk sistem controlled landfill yang
merupakan peningkatan dari open dumping. Polanya dilakukan dengan
penimbunan sampah dengan lapisan tanah setiap tujuh hari, dan pemadataan
sampah untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan lahan dan kestabilan
permukan TPST. Tetapi walaupun sudah diberlakukannya controlled landfill,
volume sampah akan terus menumpuk sehingga controlled landfill pun bukan
solusi yang tepat dalam penanganannya. Bahkan sejak diberlakukannya undang-
undang pengelolaan sampah, upaya-upaya perbaikan untuk pengelolaan TPST
Bantargebang belum sesuai dengan standarisasi yang telah ditetapkan.

5
CNN Indonesia. Timbunan Sampah di Bantargebang 40 Meter, Setara Gedung 16 Lantai,
(https://www.cnnindonesia.com/nasional/20220628123659-20-814459/timbunan-sampah-di-
bantargebang-40-meter-setara-gedung-16-lantai), diakses pada tanggal 14 Juni 2022 pukul 23.34 WIB

3
Di lokasi pemrosesan tidak hanya ada proses penimbunan sampah tetapi
juga wajib terdapat 4 (empat) aktivitas utama penanganan sampah di lokasi TPST
yaitu pemilahan sampah, daur-ulang sampah non-hayati (an-organik),
pengomposan sampah hayati (organik), pengurugan/penimbunan sampah residu
dari proses di atas di lokasi pengurugan atau penimbunan (landfill).6 Di TPST
Bantargebang belum tersedianya pemilahan sampah organik dengan non-organik
karena sampah ditimbun menjadi satu didalam lokasi yang sama. Standarisasi
yang masih kurang inilah adalah salah satu faktor penumpukan sampah di TPST
Bantargebang. dan menyebabkan pencemaran air. Selain TPST Bantargebang,
terdapat banyak industri rumahan yang memperparah kondisi lingkungan
terutama perairan sungai.

Perhatikan Tabel 1.1 hasil analisa kualitas air sungai disaat tahun 1991 di
sungai yang berdekatan dengan TPST Bantargebang dan industri rumahan.

Hasil Analisa TPST


No. Parameter Industri Rumahan
Bantargebang
Fisika:
1. DHL 250,00 275,00
1
2. Kekeruhan 79,00 96,00
3. Warna 43,01 47,00
Kimia:
1. pH 7,00 7,30
2. TSS 43,00 45,00
3. COD 63,67 81,87
2 4. DO 36,00 32,60
5. Clorida 1,00 2,50
6. Sulfat 4,01 5,80
7. Phospat 0,163 0,154

Sumber: penelitian skripsi yang dikutip dari Dinas Kebersihan DKI Jakarta tahun 19917

6
Website resmi jatengprov.go.id, Pemrosesan Akhir Sampah,
(http://biroinfrasda.jatengprov.go.id/files/uploads/2018/03/Pemrosesan-Akhir-Sampah-2018-UNDIP.pdf),
diakses pada tanggal 15 Juni 2022 pukul 14.54 WIB
7
Diana Irvindiaty Hendrawan, “Dampak Lokasi Pembuangan Akhir (LPA) Sampah Sistem
Sanitary Landfill Terhadap Pencemaran Lingkungan (Studi Kasus di Bantargebang Bekasi)”, (Depok:
Prodi Ilmu Lingkungan UI, 1996) h.50

4
Berdasarkan tabel diatas bisa amati bahwa hasil uji laboratorium
pencemaran diangka paling tinggi disebabkan oleh TPST Bantargebang daripada
industri rumahan. Hal ini didukung dengan pengujian secara fisik (oleh mata)
dengan perbandingan warna dan Ph yang berbeda. Pengujian ini dilakukan
kembali oleh Anita pada tahun 2018 dilokasi sungai yang sama. Bisa diperhatikan
pada Tabel 1.2 bahwa adanya peningkatan pencemaran yang disebabkan oleh
TPST Bantargebang.

Industri Hasil Analisa TPST


No. Parameter
Rumahan Bantargebang
Fisika:
1. DHL 250,00 317,00
1
2. Kekeruhan 79,00 96,00
3. Warna 43,01 47,00
Kimia:
1. pH 6,73 6,32
2. TSS 280 326
3. COD 102 105
2 4. DO <1,9931 <1,9812
5. Clorida 33,41 34,8
6. Phospat 1,57 1,17
7. Besi (Fe) 4,89 5,01

Sumber: penelitian skripsi Analisis Kualitas Air Sungai Kecamatan Bantar Gebang Kota Bekasi
Menggunakan Metode Storet8

Penelitian ini diperkuat dengan adanya berita dari Kompas.com yang


menyatakan bahwa air warga yang tinggal dalam radius sampai lima kilometer dari
TPST Bantar Gebang berwarna kekuning-kuningan atau coklat, rasanya tak enak,
dan terkadang berbau.9 Hal ini disebabkan oleh aliran cemaran air atau Lindi dari
TPST Bantargebang dapat mencemari lingkungan dan mempengaruhi kesehatan

8
Anita Widyastia Purnama, “Analisis Kualitas Air Sungai Kecamatan Bantar Gebang Kota
Bekasi Menggunakan Metode Storet”, (Bekasi: Prodi Teknik Lingkungan UBJ, 2018) h. 37
9
Agus Susanto, Warga Bantargebang Bergumul dengan Bau Setiap Hari, Air Tanah pun Sudah
Tercemar (https://megapolitan.kompas.com/read/2021/09/21/18583831/warga-bantargebang-bergumul-
dengan-bau-setiap-hari-air-tanah-pun-sudah?page=all), diakses tanggal 07 Juni 2023 pukul 09.35 WIB

5
masyarakat sekitar. Selain itu kebocoran yang terjadi pada bak-bak penampungan
lindi yang tidak jauh dari aliran sungai juga dapat menyebabkan lindi dari TPST
Bantargebang masuk ke aliran sungai dan dapat mempengaruhi kualitas perairan.
Menurut hasil penelitian yang dilakukan beberapa peneliti sebelumnya,
menunjukkan bahwa polutan ini mempunyai konduktivitas yang lebih tinggi dari
pada air sungai. Dengan demikian nilai resistivitas polutan ini lebih rendah dari
pada air sungai.

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk melakukan


penelitian dengan judul “Pengaruh Tempat Pembuangan Sampah Terpadu
Bantargebang Terhadap Kuliatas Air Sungai”. Dengan adanya penelitian ini
diharapkan bertambahnya wawasan tentang pentingnya menjaga kualitas air
sungai disekitar TPST Bantargebang dimana sampah tersebut secara tidak
langsung merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat
luas.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasi beberapa
masalah, yaitu sebagai berikut:
1. Semakin banyaknya sampah di TPST Bantargebang yang mencapai 39
juta ton dengan ketinggian 40 meter setara dengan apartemen 16 lantai.
2. Menurunnya kualitas air sungai karena semakin banyaknya sampah di
TPST Bantargebang.
3. Pengelolaan sampah yang belum memenuhi standar menyebabkan air
lindi merembes ke aliran sungai.
C. Batasan Masalah
Pembatasan masalah dalam penelitian ini dimaksudkan untuk lebih
memfokuskan permasalahan sampah di TPST Bantargebang yang dapat
mempengaruhi kualitas air sungai.

6
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah yang sudah ditentukan diatas maka
rumusan masalah yang akan menjadi bahan penelitian dibagi menjadi tiga,
yaitu:
1. Apakah Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang
memenuhi standar sebagai pembuangan sampah?
2. Bagaimana kondisi sungai di Tempat Pembuangan Sampah Terpadu
(TPST) Bantargebang?
3. Bagaimana pengaruh Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST)
Bantargebang terhadap pencemaran air sungai?

E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan judul serta latar belakang di atas, maka tujuan peneliti diatas
adalah sebagai berikut:
1. Untuk menelaah standarisasi Tempat Pembuangan Sampah Terpadu
(TPST) Bantargebang.
2. Untuk menganalisis kondisi air sungai di Tempat Pembuangan Sampah
Terpadu (TPST) Bantargebang.
3. Untuk mendeteksi pengaruh Tempat Pembuangan Sampah Terpadu
(TPST) Bantargebang terhadap pencemaran air sungai’.

F. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat membawa manfaat bagi berbagai
pihak, antara lain:
1. Manfaat Teoritis
hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi ilmu
pengetahuan geografi khususnya geografi fisik dalam pengembangan,
pemberdayaan, dan sebagai media informasi dalam memberikan kontribusi

7
terhadap peningkatan kualitas pembelajaran terutama dalam penyelesaian
karya tulis ilmiah.

2. Manfaat Praktis
a. Bagi Peneliti
Bagi peneliti sendiri diharapkan dapat menambah ilmu serta wawasan
yang lebih luas, sehingga dapat dijadikan masukan dalam melihat
perbedaan ilmu teori dengan praktik dilapangan.
b. Bagi Masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan keilmuan atau
memberikan informasi kepada masyarakat pengaruh Tempat
Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang terhadap kuliatas
air sungai.
c. Bagi Aparat Pemerintah
Memberikan tambahan informasi kepada aparatur pengaruh Tempat
Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang terhadap kuliatas
air sungai.
d. Bagi Peneliti
Menerapkan teori-teori yang didapat ketika dibangku perkuliahan
mengenai lingungan hidup. Penulisan ini sebagai syarat untuk
mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan di Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

8
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Deskripsi Teoritis
1. Pengelolaan Sampah
Pengolahan sampah merupakan bagian dari penanganan sampah dan
menurut UU no 18 Tahun 2008 didefinisikan sebagai proses perubahan bentuk
sampah dengan mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah.
Pengolahan sampah merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk
mengurangi jumlah sampah, disamping memanfaatkan nilai yang masih
terkandung dalam sampah itu sendiri (bahan daur ulang, produk lain, dan
energi).10
Menurut Ricki teknik pengelolaan sampah dapat bervariasi sesuai
ndengan jenis sampah yang ditangani. Terdapat sampah yang dapat didaur
ulang menjadi produk baru sesuai dengan bahan asalnya, ada juga sampah
yang harus ditangani dan diolah menjadi produk lain yang berbeda dari bahan
asalnya. Sampah harus ditangani dengan sangat hati-hati karena toksisitas dan
pengaruhnya yang berbahaya terhadap lingkungan. Teknik pengelolaan
sampah dilakukan dalam rangka pengelolaan lingkungan.11
Menurut Lenie Marlinae beberapa alternatif teknologi pengolahan
sampah yang umum digunakan di negara berkembang seperti Indonesia adalah
pengomposan (composting), pembakaran sampah (incineration), dan
pembuangan akhir (landfilling).

10
UU Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Persampahan
11
Ricki Marojanah Mulia, “Pengelolaan Lingkungan Hidup”, (Malang: Media Nusa Crative,
2021), h.71

9
a. Pengomposan (composting)
Pengomposan merupakan salah satu contoh proses pengolahan
sampah secara aerobik dan aerobik yang merupakan proses saling
menunjang untuk menghasilkan kompos. Sampah yang dapat
digunakan dengan baik sebagai bahan baku kompos adalah sampah
organik, karena mudah mengalami proses dekomposisi oleh mikroba-
mikroba. Proses dekomposisi senyawa organik oleh mikroba
merupakan proses berantai. Senyawa organik yang bersifat heterogen
bercampur dengan kumpulan jasad hidup yang berasal dari udara,
tanah, air, dan sumber lainnya, lalu di dalamnya terjadi proses
mikrobiologis.12
Dalam buku Pengolahan Sampah proses komposting merupakan
suatu proses yang paling relatif mudah dan murah, serta menimbulkan
dampak lingkungan yang paling rendah. Proses ini hampir sama dengan
pembusukan secara lamiah, dimana berbagai jenis mikroorganisme
berperan secara serentak dalam habitatnya masing-masing. Makanan
untuk mikorooganisme adalah sampah, sedangkan suplai udara dan air
diatur dalam proses komposting ini. Sampah yang dapat dikomposkan
adalah sampah organik atau sering disebut sampah basah adalah jenis
sampah yang berasal dari jasad hidup sehingga mudah membusuk dan
dapat hancur secara alami. Contohnya adalah sayuran, daging, ikan,
nasi, ampas perasan kelapa, dan potongan rumput /daun/ ranting dari
kebun.13
Beberapa keuntungan dari sistem pengomposan antara lain pupuk
yang dihasilkan bersifat ekologis yang tidak merusak lingkungan, dan

12
Lenie Marlinae, “Dasar-Dasar Kesehatan Lingkungan”, (Banjarbaru: Universitas Lambung
Mangkurat, 2018), h. 64
13
“Pengolahan Sampah”, (Semarang: Undip, 2018), h.8

10
masyarakat dapat membuat sendiri kompos karena tidak memerlukan
peralatan dan instalasi yang mahal. Teknik pengomposan dengan
menggunakan mikroorganisme tertentu, yaitu mikroorganisme biakan
sangatlah menguntungkan karena proses pengubahan sampah organik
menjadi kompos akan lebih cepat. Beberapa jenis mikroorganisme
selektif telah banyak yang diperjualbelikan untuk proses pembuatan
kompos dengan melibatkan organisme yang ramah dengan
lingkungan.14
b. Pembakaran (incineration)
Menurut Ricki pembakaran sampah dengan menggunakan incenerator
adalah salah satu cara pengolahan sampah, baik padat maupun cair. Di
dalam incenerator, sampah dibakar secara terkendali dan berubah menjadi
gas (asap) dan abu. Dalam proses pembuangan sampah, cara ini bukan
merupakan proses akhir. Abu dan gas yang dihasilkan masih memerlukan
penanganan lebih lanjut untuk dibersihkan dari zat-zat pencemar yang
terbawa, sehingga cari ini masih merupakan intermediate treatment.
Sebagai alat pengolahan sampah incenerator mempunyai kelebihan.
Meskipun belum sempurna sebagai sarana pembuangan sampah,
incenerator memiliki beberapa keuntungan, yaitu:
1) Terjadi pengurangan volume sampah yang cukup besar, sekitar
75% hingga 80% dari sampah awal yang datang tanpa proses
pemisahan.
2) Sisa pembakaran yang berupa abu cukup kering dan bebas dari
pembusukan.

14
Yudiyanto, Dkk, “Pengelolaan Sampah: Pengabdian Pendampingan Di Kota Metro”,
(Lampung: Sai Wawai Publishing, 2019) h. 7

11
3) Pada instalasi yang cukup besar kapasitasnya (lebih besar dari 300
ton/ hari) dapat dilengkapi dengan peralatan pembangkit listrik.15
Dalam buku Pengolahan Sampah di antara kelebihannya, incenerator
dapat mencegah pencemaran udara dengan syarat incenerator harus
beroperasi secara berkesinambungan selama enam atau tujuh hari dalam
seminggu dengan kondisi temperatur yang dikontrol dengan baik dan
adanya alat pengendali polusi udara hingga mencapai tingkat efisiensi,
serta mencegah terjadinya pencemaran udara dan bau.16
Menurut Ricki melalui pembakaran sampah dapat dilakukan pada
tempat pembuangan sampah sementara, atau pembakaran dilakukan
dengan insenerator. Proses insenerator mampu mereduksi limbah sampai
90%, namun penggunaannya dapat menimbulkan pencemaran udara
tersendiri, dan panas yang ditimbulkannya juga dapat dimanfaatkan
sebagai sumber energi. Penghancuran sampah dilakukan dengan cara
mengumpulkan sampah, kemudian dipotong-potong menjadi ukuran
kecil-kecil sehingga volumenya bertambah kecil untuk membantu proses
pembusukan.17
c. Pembuangan akhir (landfilling)
Pengolahan sampah dengan metode pembuangan akhir dilakukan
dengan teknik penimbunan sampah. Tujuan utama penimbunan akhir
adalah menyimpan sampah padat dengan cara-cara yang tepat dan
menjamin keamanan lingkungan, menstabilkan sampah (mengkonversi
menjadi tanah), dan merubahnya ke dalam siklus metabolisme alam.
Ditinjau dari segi teknis, proses ini merupakan pengisian tanah dengan

15
Ricki Marojanah Mulia, “Pengelolaan Lingkungan Hidup”, (Malang: Media Nusa Crative,
2021), h.60
16
“Pengolahan Sampah”, (Semarang: UNDIP, 2018), h.2
17
Akhmad Ridwan, “Penanganan dan Pengelolaan Sampah”, (Yogyakarta, CV. Bintang Surya
Madani, 2021), h. 32

12
menggunakan sampah. Lokasi penimbunan harus memenuhi beberapa
kriteria sebagai berikut: 1) ekonomis dan dapat menampung sampah yang
ditargetkan; 2) mudah dicapai oleh kendaraan-kendaraan pengangkut
sampah; 3) aman terhadap lingkungan sekitarnya.
Menurut Djatmiko dkk terdapat dua teknik yang termasuk dalam
kategori TPST yaitu teknik open dumping dan sanitary landfill. Teknik
open dumping adalah cara pembuangan sampah yang sederhana, yaitu
sampah dihamparkan di suatu lokasi dan dibiarkan terbuka begitu saja.
Setelah lokasi ini penuh dengan sampah, maka ditinggalkan. Teknik ini
sering menimbulkan masalah berupa munculnya bau busuk, menimbulkan
pemandangan tidak indah, menjadi tempat bersarangnya tikus, lalat dan
berbagai kutu lainnya, menimbulkan bahaya kebakaran, bahkan sering
juga menimbulkan masalah pencemaran air. Oleh karena itu teknik open
dumping sebaiknya tidak perlu dikembangkan, melainkan diganti dengan
sanitary landfill.
Teknik sanitary landfill adalah cara penimbunan sampah pada suatu
hamparan lahan dengan memperhatikan keamanan lingkungan karena
telah ada perlakuan terhadap sampah. Pada teknik ini sampah
dihamparkan hingga mencapai ketebalan tertentu lalu dipadatkan untuk
kemudian dilapisi dengan tanah dan dipadatkan kembali. Pada bagian atas
timbunan tanah tersebut dapat dihamparkan lagi sampah yang kemudian
ditimbun lagi dengan tanah. Pada bagian dasar dari konstruksi sanitary
landfill dibangun suatu lapisan kedap air yang dilengkapi dengan pipa-
pipa pengumpul dan penyalur air lindi (leachate) serta pipa penyalur gas
yang terbentuk dari hasil penguraian sampah-sampah organik yang
ditimbun.18

18
Djatmiko Winahyu, dkk, “Strategi Pengelolaan Sampah Pada Tempat Pembuangan Akhir
Bantargebang”, Bekasi, Vol. 05 No. 02 Tahun 2013, h.4

13
Menurut Sri Maryati penimbunan sampah yang sesuai dengan
persyaratan teknis akan membuat stabilisasi lapisan tanah lebih cepat
dicapai. Dasar dari pelaksanaannya adalah meratakan setiap sampah,
memadatkan sampah dengan menggunakan compactor, dan menutupnya
setiap hari dengan tanah yang juga dipadatkan. Ketebalan lapisan sampah
umumnya sekitar dua meter, namun boleh juga lebih atau kurang dari dua
meter, tergantung pada sifat sampah, metoda penimbunan, kondisi
lingkungan sekitarnya, dan sebagainya. Adapun fungsi lapisan penutup
sebagai berikut:
1) Mencegah berkembangnya vektor penyakit
2) Mencegah penyebaran debu dan sampah ringan
3) Mencegah tersebarnya bau dan gas yang timbul
4) Mencegah kebakaran
5) Menjaga agar pemandangan tetap indah
6) Menciptakan stabilisasi lokasi penimbunan sampah
7) Mengurangi volume lindi.
Penimbunan sampah seperti ini menimbulkan bau busuk, yang dapat
menjadi tempat berkembangnya bibit penyakit, serta terganggunya
kualitas air. Pengelolaan sampah secara dumping dengan menumpuk
sampah pada suatu area, pengelolaan yang demikian akan menimbulkan
penurunan estetika lingkungan. Jenis dumping yang lain dan sering
dilakukan masyarakat dalam mengelola sampah adalah dumping di dalam
air.19
2. Standarisasi Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST)
Sampah pada dasarnya merupakan suatu bahan yang terbuang atau
dibuang dari hasil aktifitas manusia maupun proses alam. Penangangan dan

19
Ricki Marojanah Mulia, “Pengelolaan Lingkungan Hidup”, (Malang: Media Nusa Crative,
2021), h.72

14
pengelolaan sampah akan semakin kompleks dan rumit dengan semakin
kompleksnya jenis maupun komposisi sampah. Tempat pembuangan sampah
terpadu adalah tempat dilaksanakannya kegiatan pengumpulan, pemilahan,
penggunaan ulang, pendaur ulang, pengolahan, dan pemroses akhir sampah.
Dalam buku Standar Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Dan
Tempat Pengelolaan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS3R) Di Wilayah Ibu
Kota Nusantara Untuk Usaha/Kegiatan Risiko Menengah Rendah terdapat
persyaratan tempat untuk lokasi pemilihan TPST, yaitu:20
a. Kriteria regional, yaitu kriteria yang digunakan untuk menentukan
zona layak atau zona tidak layak sebagai berikut:
1) Kondisi geologi; tidak berlokasi di zona holocene fault, tidak
boleh di zona bahaya geologi
2) Kondisi hidrogeologi; tidak boleh mempunyai muka air tanah
kurang dari 3 m, tidak boleh kelulusan tanah lebih besar dari
10-6 cm/det, jarak terhadap sumber air minum harus lebih
besar dari 100 m di hilir aliran, dalam hal tidak ada zona yang
memenuhi kriteria-kriteria tersebut di atas, maka harus
diadakan masukan teknologi;
3) Kemiringan zona harus kurang dari 20%; d. Jarak dari
lapangan terbang harus lebih dari 3.000 m untuk penerbangan
turbo jet dan harus lebih besar dari 1.500 m untuk jenis lain;
4) Tidak boleh ada daerah lindung/ cagar alam dan daerah banjir
dengan periode ulang 25 tahun.
b. Kriteria penyisih yaitu kriteria yang digunakan untuk memilih
lokasi terbaik terdiri dari kriteria regional ditambah dengan kriteria
berikut:

20
Hisyam Khalid, “Mengenal Macam-macam Fasilitas Pengelolaan Sampah di Indonesia”,
Indonesia Environment & Energy Center, 2023, h.6

15
1) Iklim; hujan intensitas hujan makin kecil dinilai makin baik;
arah angin dominan tidak menuju ke permukiman dinilai
makin baik;
2) Utilitas: tersedia lebih lengkap dinilai makin baik;
3) Lingkungan biologi: habitat kurang bervariasi, dinilai makin
baik, daya dukung kurang menunjang kehidupan flora dan
fauna, dinilai makin baik;
4) Kondisi tanah; produktifitas tanah: tidak produktif dinilai
lebih baik; kapasitas dan umur: dapat menampung lahan lebih
banyak dan lebih lama dinilai lebih baik, ketersediaan tanah
penutup: mempunyai tanah penutup yang cukup, dinilai lebih
baik, Status tanah: makin bervariasi dinilai tidak baik;
5) Demografi: kepadatan penduduk lebih rendah, dinilai makin
baik;
6) Batas administrasi: dalam batas adminitrasi dinilai semakin
baik;
c. Kriteria penetapan, yaitu kriteria yang digunakan oleh instansi
yang berwenang untuk menyetujui dan menetapkan lokasi terpilih
sesuai dengan kebijaksanaa instansi tersebut dan ketentuan yang
berlaku.21
d. Kriteria operasional atau teknis, yaitu kriteria yang membahas
tentang pengolahan tempat pembuangan sampah diantara lainnya
meliputi kegiatan:
1) pembatasan timbulan sampah
2) pendauran ulang sampah

21
“Standar Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Dan Tempat Pengelolaan Sampah
Reduce, Reuse, Recycle (TPS3R) Di Wilayah Ibu Kota Nusantara Untuk Usaha/Kegiatan Risiko Menengah
Rendah”, (Jakarta: Pusat Standardisasi Instrumen Kualitas Lingkungan Hidup Badan Standardisasi
Instrumen Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2022), h.
289-290

16
3) pemanfaatan kembali sampah
4) pemilahan sampah
5) pengumpulan sampah
6) pengangkutan sampah
7) pengolahan sampah
8) pemrosesan akhir sampah22
Dalam hal teknis terdapat sarana pengangkutan sampah berupa
1) dump truck/tipper truck;
2) armroll truck;
3) compactor truck;
4) street sweeper vehicle; dan
5) trailer.
Selain itu pemilihan sarana pengangkutan sampah sebagaimana
dimaksud harus mempertimbangkan juga dari: a) umur teknis
peralatan; b) kondisi jalan daerah operasi; c) jarak tempuh; d)
karakteristik sampah; e) daya dukung fasilitas pemeliharaan, dan
fasilitas penunjang seperti bengkel, garasi, tempat pencucian alat
angkut dan alat berat, alat pertolongan pertama pada kecelakaan,
jembatan timbang, laboratorium, tempat parkir.23
Pengoperasian TPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf b
baik dengan lahan urug terkendali maupun lahan urug saniter harus
dapat menjamin fungsi:
1) pengendalian vektor penyakit;
2) sistem pengumpulan dan pengolahan lindi;
3) penanganan gas;

22
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor 03/PRT/M/2013, Tentang
“Penyelenggaraan Prasarana Dan Sarana Persampahan Dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga
Dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga”, Pasal 5, h. 6
23
Ibid, Pasal 25, h.15

17
4) pemeliharaan estetika sekitar lingkungan;
5) pelaksanaan keselamatan pekerja serta fasilitas kesehatan;
dan
6) penanganan tanggap darurat bahaya kebakaran dan
kelongsoran.24

Terkait dengan masalah pengelolaan sampah maupun TPST, terdapat


lima aspek yang perlu diperhatikan, yaitu: kelembagaan, pendanaan, sarana
dan prasarana, hukum, dan peran serta masyarakat.
1) Aspek Kelembagaan
Menurut Said pengelolaan sampah di Indonesia saat ini umumnya
menjadi tanggung jawab dan kewenangan pemerintah daerah melalui
dinas, suku dinas atau seksi yang ditunjuk untuk menanganinya. Pola
pengelolaan yang dilakukan pemerintah daerah mulai dari pewadahan
sampai kepada pembuangan akhir, yang memerlukan koordinasi dan
kerjasama yang baik di antara para stakeholders agar pengelolaan
sampah dapat berjalan dengan baik. Penanganan sampah harus didisain
secara serius dan profesional serta menjadi prioritas dalam
pembangunan. Untuk itu diperlukan pemisahan antara regulator dan
operator, guna menciptakan manajemen yang profesional, transparan
dan akuntabel. Di samping itu, diperlukan juga integrasi dan koordinasi
antar stakeholders serta penguatan institusi di tingkat masyarakat. Guna
meningkatkan peran serta swasta dalam pembangunan infrastruktur
persampahan perlu dibentuk pemahaman yang sama dari semua
stakeholders, yakni pemerintah, DPR/DPRD dan masyarakat tentang
manfaat, ruang lingkup dan hak serta kewajiban. Diperlukan pula
pedoman dan aturan yang jelas serta dapat diterapkan. Peran serta

24
Ibid, Pasal 47, h.24

18
masyarakat melalui LSM juga sebaiknya dilibatkan sejak awal
perencanaan untuk mengantisipasi dan menghindari resistensi seperti
yang sering terjadi selama ini.25
2) Aspek Pendanaan
Menurut Bebassari alam sistem pengelolaan sampah, filosofi aspek
pendanaan yang diterapkan adalah tidak berorientasi pada pusat
keuntungan (profit center), melainkan merupakan pusat pembiayaan
(cost center), karena hal ini merupakan salah satu pelayanan publik
yang harus disediakan oleh pemerintah. Besar kecilnya anggaran yang
dialokasikan untuk pengelolaan sampah dalam APBD merupakan
indikator tingkat prioritas rencana pengelolaan sampah di suatu daerah.
Untuk itu, diperlukan pemahaman terhadap beberapa hal, yakni:
a. kebersihan adalah sebuah investasi yang akan mendorong
pertumbuhan ekonomi dan produktivitas
b. prioritas diwujudkan dalam APBN atau APBD
c. prinsip produsen bertanggung jawab atas sampah yang
dihasilkannya,
d. mendorong peran serta swasta dalam pembangunan dan
pengoperasian fasilitas persampahan. 26
Maka dalam pengelolaan sampah perlu dihitung biaya
pengelolaannya secara keseluruhan, baik biaya pengumpulan,
pengangkutan maupun pengolahan. Bila akan membangun sebuah
fasilitas pengolahan sampah seperti TPST, maka harus dihitung biaya
investasi, operasional dan biaya tertentu yang akan dibebankan kepada

25
Said, “Penanganan dan Pemanfaatan Limbah”, (Jakarta: PT Mediatama Sarana Perkasa, 1987),
h. 77
26
Bebassari, “Sampah Harus Jadi Prioritas”, Artikel dalam Majalah Bulanan “Dokter Kita”,
Gramedia, Jakarta, 2011

19
masyarakat serta berapa besar subsidi yang akan ditanggung oleh
pemerintah.
3) Aspek Sarana Dan Prasarana
Menurut Wayan kajian mengenai teknologi persampahan perlu
dilakukan sejak disain pengumpulan, pengangkutan hingga pengolahan
seperti bentuk pewadahan. Untuk menunjang pelaksanaan kegaiatan
pengangkutan sampah dan pembabatan rumput perlu dilakukan proses
pengadaan sarana dan prasarana penunjang berupa:27
a. Perlengkapan, pakaian kerja para petugas kebersihan yang
meliputi: wearpack, helm, sarung tangan, masker, kaos kaki,
sepatu, dan kaos olah raga.
b. Peralatan, peralatan merupakan hal yang sangat penting dalam
kegiatan kebersihan kota. Selain memudahkan mempercepat
pekerjaan juga merupakan hal yang tidak boleh tidak ada karena
bila peralatan tidak tersedia maka kegiatan kebersihan kota tidak
dapat berjalan dengan semestinya. Peralatan yang disediakan
antara lain: mesin babat dan suku cadangnya, pacul, sekop, dan
garu-garu.
c. Jasa servis, dalam pelaksanaan kegiatan kebersihan kota pasti
terjadi kerusakan alat baik sebagian maupun seluruhnya. Oleh
karena itu maka jasa servis dilakukan pula dalam kegiatan ini.
4) Aspek Hukum
Menurut Ricki guna memenuhi pelaksanaan pengelolaan
persampahan yang maksimal dan terkoordinasi dengan baik, maka
perlu landasan hukum yang memadai. Keberhasilan sistem manajemen
persampahan juga perlu didukung oleh peraturan-peraturan yang

Wayan Budiarsa Suyasa, “Evaluasi dan Perencanaan Pengelolaan Sampah Perkotaan”, (Bali:
27

Udayana University Press, 2016) h.18

20
melibatkan wewenang dan tanggung jawab badan pengelola serta
partisipasi masyarakat. Dalam pelaksanaannya peraturanperaturan
tersebut perlu disertai pembinaan, pengawasan dan sanksi-sanksi dalam
menegakkannya.
Aspek legal diperlukan untuk menunjang terlaksananya program-
program pengelolaan sampah. Aspek legal berfungsi sebagai pemberi
arah dan dorongan agar masyarakat benar-benar memperhatikan akan
pentingnya pengelolaan sampah, dimulai dari sumber sampah hingga
tahapan pemrosesan akhirnya. Ditinjau dari kelengkapan Perda, maka
pada umumnya terdapat tiga jenis Perda persampahan yang sebaiknya
ada, yaitu:
a. Perda tentang pembentukan institusi formal persampahan dan
penanggung jawab masalah kebersihan dan persampahan.
b. Perda tentang struktur tarif retribusi.
c. Perda tentang kebersihan, keindahan, dan ketertiban kota.

Sistem pengaturan yang terkait dengan pengelolaan kebersihan dan


persampahan perlu pemantapan dan evaluasi secara terus menerus. Dari
segi kelengkapan jenis peraturan, materi dan pelaksanaannya, Perda
perlu terus dikaji untuk memayungi dinamika pengelolaan sampah yang
ada.
Jika dikaitkan dengan Undang-Undang No 18 tahun 2008 tentang
pengelolaan sampah, pada pasal enam, maka Tugas Pemerintah Daerah
dalam mengelola sampah terdiri atas:28
a. Menumbuh-kembangkan dan meningkatkan kesadaran
masyarakat dalam pengelolaan sampah.
b. Melakukan penelitian, pengembangan teknologi pengurangan
dan penanganan sampah.

28
Undang-Undang No 18 Pasal Enam Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah

21
c. Memfasilitasi, mengembangkan dan melaksanakan upaya
pengurangan, penanganan dan pemanfaatan sampah.
d. Melaksanakan pengelolaan sampah dan memfasilitasi
penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah.
e. Mendorong dan memfasilitasi pengembangan manfaat hasil
pengolahan sampah.
f. Memfasilitasi penerapan teknologi spesifik lokal yang
berkembang pada masyarakat setempat untuk mengurangi dan
menangani sampah.
g. Melakukan koordinasi antarlembaga pemerintah, masyarakat
dan dunia usaha agar terdapat keterpaduan dalam pengelolaan
sampah.
Berdasarkan pasal di atas diketahui bahwa pemerintah harus
berupaya untuk menumbuh-kembangkan dan meningkatkan kesadaran
masyarakat dalam pengelolaan sampah. Artinya, pengelolaan sampah
berbasis mandiri yang saat ini sudah berjalan harus terus meningkat
karena manfaat yang dapat diperoleh dari kegiatan pengelolaan sampah
di sumber sampah yang ada, terutama pada kegiatan-kegiatan yang
menimbulkan sampah di luar kegiatan permukiman, seperti terminal,
pasar, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang masih sangat minim
bahkan belum dilakukan.
5) Aspek Peran Serta Masyarakat
Menurut Ricki untuk dapat membantu usaha pemerintah dalam
mengelola sampah antara lain dilakukan dengan cara membiasakan
masyarakat berperilaku tertentu dengan tujuan agar perilaku tersebut
dapat menjadi komponen penunjang yang potensial dalam mencapai
keberhasilan usaha pengelolaan sampah. Permasalahan sebenarnya
adalah interaksi manusia dengan sampah serta buruknya komunikasi
antara Dinas dengan Konsumen. Pengertian komunikasi adalah proses

22
penyampaian buah pikiran atau penilaian antara dua pihak atau lebih
dengan menggunakan suatu sistem. Adapun proses tersebut mencakup
sumber pesan/berita, pikiran pesan dan efek atau akibat. Agar suatu
program dapat digunakan sebagai alat untuk mengelola dan mengubah
sikap masyarakat dalam pengelolaan sampah, maka penyusunannya
29
harus disesuaikan dengan kelompok sasarannya. Menurut Djatmiko
sasaran peran serta masyarakat yang dikehendaki dalam sistem
pengelolaan persampahan kota adalah sebagai berikut:
a. Membiasakan masyarakat hidup di lingkungan yang bersih dan
teratur serta memelihara kebersihan tersebut di lingkungannya.
b. Masyarakat turut aktif melaksanakan bentuk peran serta yang
diminta sesuai dengan program, misalnya mengurangi sampah
dari sumbernya seperti program sampah mandiri.
c. Membangkitkan/meningkatkan kesadaran masyarakat untuk tidak
membuang sampah disembarang tempat.
d. Tercapainya suatu kontrol sosial dimana masyarakat saling
mengingatkan bila melihat anggota masyarakat lain yang
melanggar peraturan yang berlaku.
e. Masyarakat mau membayar retribusi persampahan sesuai dengan
ketentuan.
f. Melibatkan secara aktif simpul-simpul masyarakat dalah hal
memberi penerangan dan menyebarkuaskan informasi tentang
masalah penanggulangan kebersihan.30

29
Ricki Marojanah Mulia, “Pengelolaan Lingkungan Hidup”, (Malang: Media Nusa Crative,
2021), h.83
30
Djatmiko Winahyu, “Strategi Pengelolaan Sampah Pada Tempat Pembuangan Akhir
Bantargebang”, Bekasi, Vol. 05 No. 02, Tahun 2013, h. 10-11

23
3. Penurunan Kualitas Air Akibat Pencemaran
Menurut Undang-undang Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup Nomor
4 Tahun 1982, pencemaran adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk
hidup, zat, energi atau komponen lain kedalam lingkungan oleh kegiatan
manusia atau proses alam sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke
tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak
dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya. Sedangkan menurut
Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang pengelolaan kualitas air
dan pengendalian pencemaran air menyebutkan bahwa, pencemaran air adalah
berubahnya tatanan (komposisi) air oleh kegiatan manusia sehingga kualitas
air menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan
peruntukannya.31
Klasifikasi air berdasarkan PP Nomor 22 Tahun 2021 tentang
Peyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah
sebagai berikut:
a. Kelas I: Dapat digunakan untuk air baku air minum, dan/atau
peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan
kegunaan tersebut.
b. Kelas II: Digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air,
pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi
pertanaman, dan/atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air
yang sama dengan kegunaan tersebut.
c. Kelas III: Digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan,
air untuk mengairi tanaman, dan/atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

31
Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air, Sistem Informasi Lingkungan Hidup Provinsi Lampung

24
d. Kelas IV: Digunakan untuk mengairi pertanaman dan/atau peruntukan
lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut.
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa baku mutu air dari kelas
I sampai kelas IV kegunaannya berbeda-beda dalam kehidupan manusia.
Golongan kelas I dapat dimanfaatkan sebagai air minum dalam kehidupan
sehari-hari. Golongan kelas II yang dimanfaatkan oleh manusia sebagai sarana
rekreasi. Golongan kelas III dapat digunakan sebagai pembudidayaan ikan air
tawar dan peternakan, sedangkan untuk golongan kelas IV digunakan untuk
mengairi pertanian. Dari golongan kelas I sampai kelas IV tersebut
menunjukkan bahwa tingkat kejernihan airnya berbeda-beda.
Menurut Tresna Sastrawijaya penurunan kualitas air dapat disebabkan
oleh berbagai hal dan memiliki karakteristik yang berbeda-beda seperti
pembuangan limbah pabrik ke sungai dan pencemaran air oleh sampah yang
dapat merusak ekosistem sungai dan menyebabkan banjir. Dampak
pencemaran air dapat mempengaruhi perubahan struktur dan fungsi ekosistem
sungai baik hewan maupun tumbuhan.32 Pencemaran air dan bentuk aktivitas
yang dilakukan oleh manusia seperti membuang sampah yang dapat
menyebabkan stress (tekanan) lingkungan dapat memberikan pengaruh yang
berbahaya kapada individu, populasi, komunitas dan ekosistem. Untuk
mencegah sebab akibat yang timbul oleh pencemaran air maka kualitas badan
air harus dijaga sesuai dengan baku mutu air.
Pembuangan sampah secara rutin setiap hari ke Tempat Pembuangan
Sampah Terpadu (TPST) merupakan bentuk pengisian kembali (recharge),
baik secara infiltrasi maupun perlokasi sehingga peluang untuk terjadi
kontaminasi air.

32
A. Tresna Sastrawijaya, ”Pencemaran Lingkungan”, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), h.144

25
Menurut Bambang air lindi yang berasal akibat proses degradasi
sampah dari Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST), merupakan
sumber utama yang mempengaruhi perubahan sifat-sifat fisik air, terutama
rasa, bau, warna, dan kekeruhan. Sampah yang baru hanya sedikit berwarna
keruh tetapi kemudian menjadi semakin kelam dan tidak terlampau tidak
menyenangkan meskipun agak tajam. Sampah yang baru berisi sedikit oksigen
larut dan kadang-kadang sejumlah kecil nitrit dan nitrat, khususnya setelah
hujan. Sampah yang basi menyebarkan bau-bauan yang memuakkan yang
bersumber pada hidrogen sulfida dan gas-gas lainnya. Biasanya ini tidak
mengandung oksigen yang telah terurai. Apabila sampah membusuk,
gelembung-gelembung gas dapat terlihat memancar keluar dari permukaan.
Rasa dan bau timbul akibat penguraian bahan-bahan organik dan
anorganik. Penguraian bahan-bahan organik oleh bakteri akan memerlukan
banyak oksigen (O²), sehingga oksigen terlarut dalam air bisa habis sampai 0
ppm. Situasi seperti ini dapat menimbulkan bau busuk, mengakibatkan
terjadinya perubahan warna air menjadi kehitam-hitaman. Bambang
menambahkan bahwa banyak dari bau yang tidak sedap itu disebabkan karena
adanya campuran dari nitrogen, sulfur, fosfor, dan juga berasal dari
pembusukan protein dan bahan-bahan organik lain yang terdapat dalam
limbah, bau yang paling menyerang adalah bau yang berasal dari hidrogen
sulfida.
Untuk air normal tidak berasa dan berbau. Air yang berbeda dari
keadaan normal (asin, pahit, dan lain-lain) dapat menimbulkan bau (busuk,
tengik). Air berbau logam karena air mengandung logam besi (Fe), sehingga
air tampak keruh.33 Bahan pencemaran ada yang mudah terurai menjadi
tingkat yang tidak berbahaya di dalam air melalui proses dekomposisi oleh
organisme dekomposer maupun proses alam, tetapi ada pula bahan pencemar

33
Bambang Kurniawan, Skripsi “Analisis Kualitas Air Sumur Sekitar Wilayah Tempat
Pembuangan Akhir Sampah”, (Bogor: IPB, 2006), h.37

26
yang sulit terdekomposisi.34 Pencemaran terhadap lingkungan dapat terjadi di
mana saja dengan laju yang sangat cepat dan beban pencemaran yang semakin
berat dari berbagai bahan kimia termasuk logam berat. Pencemaran
lingkungan yang disebabkan bahan pencemar ini dapat menimbulkan
gangguan terhadap kesehatan bahkan dapat berakibat terhadap jiwa manusia.35

4. Indikator Pengukuran Kualitas Air Sungai dengan Metode Indeks


Pencemaran (IP) Menurut PP No. 22 Tahun 2021
Menurut Anissa kualitas air adalah kondisi kualitatif air yang diukur
dan diuji berdasarkan parameter parameter tertentu berdasarkan perundang-
undangan yang berlaku. Kualitas air dapat diketahui dengan melakukan
pengujian tertentu terhadap air tersebut. Terdapat tujuan utama pemantauan
kualitas air yaitu:
a. Environmental Surveilance, yakni tujuan untuk mendeteksi dan
mengukur pengaruh yang ditimbulkan oleh suatu pencemar
terhadap kualitas lingkungan setelah pencemar tersebut
dihilangkan.
b. Establishing Water-Quality Criteria, yakni tujuan untuk
mengetahui hubungan sebab akibat antara perubahan
variabelvariabel ekologi perairan dengan parameter fisika dan kimia
untuk mendapatkan baku mutu kualitas air.
c. Appraisal of resources, yakni tujuan untuk mengetahui gambaran
kualitas air pada suatu tempat secara umum.36
Salah satu metode untuk pengukuran kualitas air adalah dengan
menggunakan metode Indeks Pencemaran (IP). Menurut Dyah metode Indeks

34
Agoes Soegianto., “Ekologi Perairan Tawar” (Surabaya: Pusat Penerbitan dan Percetakan
AUP, 2010) h.48
35
Undang-undang Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup Nomor 4 Tahun 1982
36
Annisa Salsabila, “Pengantar Hidrologi”, (Bandar Lampung: CV. Anugrah Utama Raharja,
2020), h.81

27
Pencemaran (IP) merupakan salah satu metode penilaian kualitas air sungai
yang sederhana dan mudah diterapkan. Nilai IP menunjukkan tingkat
pencemaran yang sifatnya relatif terhadap Baku Mutu Air (BMA) yang
dipersyaratkan pada sumber air (sungai). BMA adalah ukuran batas atau kadar
makhluk hidup, zat, energi atau komponen yang ada atau harus ada dan atau
unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air.37 Metode IP ini
pertamakali dikembangkan oleh Nemerow dan Sumitomo pada tahun 1970
dari Universitas Texas yang mengusulkan suatu indeks yang berkaitan dengan
senyawa pencemar yang bermakna untuk suatu peruntukan. Indeks ini
dinyatakan sebagai Indeks Pencemaran (Pollution Index) yang digunakan
untuk menentukan tingkat pencemaran relatif terhadap parameter kualitas air
yang diizinkan. IP ditentukan dari resultan nilai maksimum dan nilai rerata
rasio konsentrasi perparameter terhadap nilai baku mutunya.38 Dalam
pengukuran kualitas air metode IP mempunyai rumus untuk mengukur
perhitungan angkanya, yaitu:

Keterangan:
IPj = Indeks pencemaran bagi peruntukkan j
Cᵢ = konsentrasi parameter i (hasil pengukuran)
Lᵢj = Baku mutu parameter i bagi peruntukkan j
M = maksimum
A = average (rata-rata)

37
Dyah Marganingrum,” Diferesiasi Sumber Pencemar Sungai Menggunakan Pendekatan Metode
Indeks Pencemar (IP) (Studi Kasus: Hulu DAS Citarum)”, Ris.Geo. Tam Vol. 23, No.1, Juni 2013, h. 38
38
Budi Kurniawan dalam seminar “Metode Penentuan Indeks Kualitas Air (IKA) di Indonesia
Tahun 2020-2024”, PPKL-KLHK, tahun 2024, h. 10

28
Nilai kualitas air IP ditentukan dari result nilai maksimum dan nilai
rerata rasio konsentrasi per parameter terhadap nilai baku mutunya. Pada
Tabel 2.1 Merupakan kelas indeks IP, yaitu:
Skor Keterangan
0 ≤ Pᵢj ≤ 1,0 Baik
1,0 < Pᵢj ≤ 5,0 Tercemar ringan
5,0 < Pᵢj ≤ 10 Tercemar sedang
Pᵢj > 10 Tercemar berat
Tabel 2.1 Kelas indeks IP

Dari Tabel 2.1 dapat diketahui bahwa semakin kecil angka IP akan
semakin baik pula kualitas air sungai tersebut. Sebaliknya, semakin besar nilai
IP maka kualitas air sungai semakin buruk atau tercemar.
Menurut PP No. 22 Tahun 2021 pengukuran kualitas air sungai juga
dapat di pandang dari tiga hal berdasar sifat fisik, kimia, dan biologi. Berikut
adalah parameter menurut PP No. 22 Tahun 2021:
1) Fisik
Peraturan Pemerintah nomor 22 tahun 2021 tentang
Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
menyatakan bahwa air yang layak dikonsumsi dan digunakan dalam
kehidupan sehari-hari adalah air yang mempunyai kualitas yang
baik sebagai sumber air minum maupun air baku (air bersih), antara
lain harus memenuhi persyaratan secara fisik, tidak berbau, tidak
berasa, tidak keruh, serta tidak berwarna, suhu normal. Air bersih
dalam keadaan normal memiliki sifat tidak berwarna (bening), tidak
berbau dan tidak berasa.39
Menurut buku Pengelolaan Kualitas Air, sifat-sifat fisik air
merupakan faktor pemisah antara lingkungan air dengan lingkungan

39
Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup

29
udara. Selain itu faktor fisia juga banyak mempengaruhi kehidupan
organisme di dalam air. Adanya perbedaan yang amat besar dari
masing-masing faktor fisik di lingkungan air dengan lingkungan
udara, mengakibatkan pengaruh yang berbeda terhadap tumbuhan
dan hewan pada masing-masing lingkungan tersebut. Di samping itu
air juga berfungsi untuk menjaga tekanan osmosis, sebagai pelarut
dan penghantar listrik yang baik.40
a) Warna
Menurut Manihar masuknya senyawa berupa limbah
yang dapat larut ke dalam air akan dapat mengubah warna,
bau dan rasa pada air. Perubahan warna dapat disebabkan
oleh terbentuknya warna dari hasil buangan sebagai akibat
proses kimia yang dapat menghasilkan zat berwarna, atau
berasal dari degradasi senyawa-senyawa organik dan
senyawa hasil degradasi melarut di dalam air. Perubahan
warna air dapat dipergunakan sebagai pertanda terjadinya
pencemaran pada air, dan air yang terlihat jernih tidak
selamanya bebas dari bahan pencemar. Masuknya limbah
buangan ke dalam air dapat juga menghasilkan bau dan rasa
yang tidak menyenangkan. Banyak jenis limbah buangan
yang mengandung senyawa kimia tertentu mengeluarkan
bau spesifik, ada juga limbah yang mengandung senyawa
kimia penghasil bau setelah bersenyawa dengan air. Banyak
limbah yang mengandung senyawa yang memberikan bau,
atau menghasilkan senyawa berbau sebagai hasil degradasi
senyawa buangan.41

40
“Buku Teks Bahan Ajar Siswa, Pengelolaan Kualitas Air”, (Semarang: Direktorat Pembinaan
SMK KEMENDIKBUD RI), h. 9
41
Manihar Situmorang, “Kimia Lingkungan”, (Depok: Rajawali Pers, 2017), h. 62

30
Pada lingkungan budidaya warna air yang didapati juga
bermacam-macam, antara lain dipengaruhi oleh kandungan
plankton yang tergandung di dalam air baik fitoplankton
maupun zooplankton, larutan tersuspensi, dekomposisi
bahan organik, mineral maupun bahan lain yang terlarut
dalam air. Warna air yang disebabkan oleh dominasi
plankton dapat mempengaruhi warna air, sehingga secara
tidak langsung dari warna perairan juga dapat
menggambarkan kesuburan perairan. warna air yang
disebabkan oleh dominasi plankton antara lain:
• Hijau, disebabkan oleh Dunaleilla dan Chlorella yang
merupakan pakan alami yang baik untuk biota budidaya,
namun ada juga warna hijau yang didominasi oleh
Chaetomorpha dan Enteromorpha yang memeiliki
pengaruh kurang baik terhadap kehidupan biota
budidaya.
• Hijau tua, disebabkan oleh dominasi Mycrocystis,
Spirulina, Oscillatoria dan Phormidium yang termasuk
blue green algae. plankton ini mengindikasikan
banyaknya bahan organik dalam perairan seperti
ammonia dan hydrogen sulfide, sehingga perairan
dengan warna ini kurang baik untuk kegiatan budidaya
biota air.
• Kuning kecoklatan, disebabkan oleh Chaetocheros,
Nitzchia, Gyrossigma dan Skletonema atau yang
termasuk Diatom. diatom akan tumbuh cepat pada
lingkungan yang bersuhu rendah.

31
• Hijau kecoklatan, disebabkan karena kandungan
Bacillariophyta, warna air ini bagus untuk area
pertambakan karena mengindikasikan banyaknya
fitoplankton yang dapat dimanfaatkan langsung oleh
zooplankton
• Coklat kemerahan, disebabakan karean Peridinium
dan Schizothrix calcicolla atau dari jenis Phytoflagellata
yang berbahaya karena beracun sebagian plankton dapat
mengeluarkan endotoksin yang merugikan biota
budidaya.42
• Abu-abu, disebabkan karena adanya pengerukan pasir
di daerah sungai berbatuan. Ketika sungai tersebut
dikeruk akan menyebabkan pasir dan lumpur yang ada
di dasar sungai naik ke atas.
• Hitam, warna hitam pada air sungai bisa dikarenakan
sudah terkontaminasi limbah sekitarnya. Jika air sudah
berwana hitam dan berbau tidak sedap itu berarti air
tersebut tidak layak untuk digunakan. Biasanya air
sungai yang hitam ini diikuti dengan lumpur ataupun
pasir yang berwarna hitam dan suangai tersebut
cenderung dangkal.
b) Kekeruhan
Menurut Buku Teks Bahan Ajar Siswa Pengelolaan
Kualitas Air, kekeruhan merupakan gambaran sifat optik air
oleh adanya bahan padatan terutama bahan tersuspensi dan
sedikit dipengaruhi oleh warna air. Bahan tersuspensi ini

“Buku Teks Bahan Ajar Siswa, Pengelolaan Kualitas Air”, (Semarang: Direktorat Pembinaan
42

SMK Kemendikbud RI), h. 12-13

32
berupa partikel tanah liat, lumpur, koloid tanah dan
organisme perairan (mikroorganisme). Padatan tersuspensi
tidak hanya membahayakan ikan tetapi juga menyebabkan
air tidak produktif karena menghalangi masuknya sinar
matahari untuk fotosintesa. Kekeruhan air atau sering
disebut turbidty adalah salah satu parameter uji fisik dalam
analisis air. Tingkat kekeruhan air umumnya akan diketahui
dengan besaran NTU (Nephelometer Turbidity Unit)
setelah dilakukan uji aplikasi menggunakan alat
turbidimeter.43 Air yang keruh sulit didesinfeksi, karena
mikroba terlindungi oleh zat tersuspensi tersebut. Hal ini
tentu berbahaya bagi kesehatan, bila mikroba itu patogen.
c) Rasa
Air minumbiasanya tidak mengandung rasa/ tawar.
Timbulnya rasa yang menyimpang biasanya disebabkan
oleh adanya polusi, dan biasanya di- hubungkan dengan
bau, umumnya bau yang ti- dak normal langsung dianggap
rasa yang tidak normal pula, misalnya bau amoniak dari air
buan- gan yang berasal dari suatu industri juga dianggap
mempunyai rasa amoniak.
d) Suhu
Suhu air sebaiknya sejuk atau tidak panas terutama
agar tidak terjadi pelarutan zat kimia yang ada pada
saluran/pipa, yang dapat membahayakan kesehatan.
Menghambat reaksi-reaksi biokimia didalam saluran/pipa,
mikroorganisme patogen tidak mudah berkembang biak dan
bila diminum air dapat menghilangkan dahaga. Air yang

“Buku Teks Bahan Ajar Siswa, Pengelolaan Kualitas Air”, (Semarang: Direktorat Pembinaan
43

SMK Kemendikbud RI), h. 24

33
baik memiliki suhu yang sama dengan temperatur udara
(20⁰ – 30⁰C).44 Air yang tercemar memiliki suhu di atas atau
di bawah suhu udara. Suhu air dipengaruhi oleh iklim
setempat, kedalaman pipa saluran air dan jenis dari sumber-
sumber air.45
e) Bau
Bau biasanya disebabkan oleh bahan-bahan organik yang
membusuk, tipe-tipe organisme tertentu serta senyawa-
senyawa seperti phenol. Bahan-bahan yang menyebabkan
bau berasal dari berbagai sumber, seperti adanya bau amis
disebabkan oleh pertumbuhan algae yang berlebihan atau
terkontaminasi dengan limbah, terkontaminasi dengan
desinfeksi (khlor) juga akan menimbulkan bau yang
menyengat/bau khlor (seperti air PDAM), adanya bau dan
rasa busuk pada air disebabkan oleh bahan-bahan organik
yang mengalami dekomposisi oleh mikroorganisme air.46
b. Kimia
Menurut Anissa air bersih yang baik adalah air yang tidak
tercemar secara berlebihan oleh zat-zat kimia yang berbahaya bagi
kesehatan antara lain Besi (Fe), Flourida (F), Mangan (Mn), Derajat
keasaman (pH), Nitrit (NO2), Nitrat (NO3) dan zat-zat kimia
lainnya. Kandungan zat kimia dalam air bersih yang digunakan
sehari-hari hendaknya tidak melebihi kadar maksimum yang
diperbolehkan untuk standar baku mutu air bersih.47

44
PERMENKES RI No. 492/MENKES/PER/IV/2010
45
Tim Media Cipta Guru Smk, “Pengelolaan Kualitas Air”, (Yogyakarta: Indopublika, 2021), h.
101
46
PERMENKES RI No. 492/MENKES/PER/IV/2010
47
Annisa Salsabila, “Pengantar Hidrologi”, (Bandar Lampung: CV. Anugrah Utama Raharja,
2020), h.86

34
Menurut PP nomor 22 tahun 2021 terdapat parameter untuk
pengukuran kimia baku mutu air sungai, yaitu:48
1) Pengukuran pH, adalah suatu keadaan untuk melihat tingkat
keasaman atau basa pada air. Dalam keadaan normal mempunyai
tingkat keasaman sekitar pH 6,0-7,5. Tingkat keasaman air dapat
berubah disebabkan oleh hadirnya senyawa kimia buangan ke
dalam air. Pada umumnya biota akuatik sangat sensitif terhadap
perubahan pH air, ada yang bertahan hidup dan banyak yang
tidak toleran terhadap penurunan atau peningkatan keasaman
air.49 Secara alamiah, pH perairan dipengaruhi oleh konsentrasi
karbondioksida (CO²) dan senyawa bersifat asam. Semakin
banyak CO² yang dihasilkan dari hasil respirasi, reaksi bergerak
ke kanan dan secara bertahap melepaskan ion H+ yang
menyebabkan pH air turun. Reaksi sebaliknya terjadi pada
peristiwa fotosintesis yang membutuhkan banyak ion CO²,
sehingga menyebabkan pH air naik. Pada peristiwa fotosintesis,
fitoplankton dan tanaman air lainnya akan mengambil CO² dari
air selama proses fotosintesis sehingga mengakibatkan pH air
meningkat pada siang hari dan menurun pada waktu malam hari.
Pada Tabel 2.2 pH memberikan pengaruh terhadap komunitas
biologi perairan.
Nilai pH Pengaruh Umum
• penurunan keanekaragaman dan komposisi jenis
plankton, perifiton dan bentos semakin besar
• penurunan kelimpahan total dan biomassa
< 4,5 zooplankton dan bentos
• alga hijau berfilamen semakin banyak
• proses nitrifikasi terhambat

48
49
Tim Media Cipta Guru Smk, “Pengelolaan Kualitas Air”, (Yogyakarta: Indopublika, 2021), h.
134

35
• penurunan keanekaragaman dan komposisi jenis
plankton, perifiton dan bentos semakin besar
• terjadi penurunan kelimpahan total dan biomassa
5,0 – 5,5 zooplankton dan bentos
• alga hijau berfilamen semakin banyak
• proses nitrifikasi terhambat
• keanekaragaman plankton dan bentos sedikit
menurun
6,0 – 6,5 • kelimpahan total, biomassa dan produktivitas
tidak mengalami perubahan
• kelimpahan total, biomassa dan produktivitas
tidak mengalami perubahan
6,5 – 7
• air bisa diminum
>8- 9,0 • penurunan populasi hewan disungai

2) Padatan terlarut total atau Total Dissolved Solid (TDS),


adalah jumlah padatan terlarut (mg) dalam satu liter air. Padatan
terlarut terdiri dari senyawa-senyawa anorganik dan organik
yang larut da- lam air dan mempunyai ukuran lebih kecil dari
padatan ersuspensi. Limbah cair agroindustri umumnya
mengandung padatan terlarut yang tinggi, misalnya limbah cair
pabrik gula mengandung gula yang larut dalam air. De mikian
juga limbah cair industri kimia, sering mengandung mineral-
mineral, seperti Pb, Hg, As, Cr, Cl, Ni, dan Cd, serta garam-
garam Ca dan Mg yang mempengaruhi ke sadahan air.50 Dalam
lampiran PP nomor 22 tahun 2021 terdapat batas maksimum
dalam TDS, yaitu kelas I-III sebanyak 1000 Mg/L dan kelas IV
2000 Mg/L.51 Makin tinggi nilai TDS, makin berat tingkat
pencemaran perairan.

50
Ratna Siahaan “Kualitas Air Sungai Cisadane, Jawa Barat – Banten”, Jurnal Sekolah
Pascasarjana IPB, h. 270
51
Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup

36
3) Padatan tersuspensi total (TSS), adalah jumlah padatan
tersuspensi (mg) dalam satu liter air. Padatan tersuspensi terdiri
dari partikel-partikel yang bobot dan ukurannya lebih kecil dari
sedimen, tidak larut dalam air, dan tidak dapat langsung
mengendap. Padatan tersuspensi merupakan penyebab
terjadinya kekeruhan air, seperti tanah at halus, berbagai jenis
bahan organik, dan sel-sel mikroorganisme. Padatan tersuspensi
limbah cair industri sangat bervariasi, tergantung dari jenis
industrinya. 52 Dalam lampiran PP nomor 22 tahun 2021 terdapat
batas maksimum dalam TTS, yaitu: 1) kelas I yaitu 40 Mg/L; 2)
kelas II 50 Mg/L; 3) kelas III 100 Mg/L; 4) dan kelas IV tidak
ada batasan.53
4) Salinitas air, kadar keasinan air dapat diukur berdasarkan dua
kriteria yaitu: Total Dissolved Solids (TDS) dan Daya Hantar
Listrik (DHL). Total Dissolved Solids (TDS) menunjukkan
banyaknya zat yang terlarut atau yang mengendap (padat) dalam
air. TDS biasanya diukur secara gravimetri, dan mempunyai
satuan mg/l. Keuntungan memakai parameter ini adalah bahwa
TDS tidak tergantung/independen terhadap suhu, dan tidak
terpengaruh oleh jenis garam maupun kombinasinya yang
berasal dari sumber yang berbeda. Besarnya nilai TDS juga tidak
tergantung dari aspek fisik air yang lain. Nilai TDS dapat
diperoleh di laboratorium secara gravimetri atau secara
sederhana adalah sebagai berikut: TDS = ∑ (anion + kation +
silika + unsur minor + metal + unsur terlarut lain).

52
Annisa Salsabila, “Pengantar Hidrologi”, (Bandar Lampung: CV. Anugrah Utama Raharja,
2020), h.86
53
Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup

37
5) Kebutuhan oksigen biokimiawi (BOD), atau Biochemical
Oxygen Demand adalah banyaknya oksigen (mg) yang
diperlukan oleh bakteri untuk meng- uraikan atau mengoksidasi
bahan organik dalam satu li. ter air limbah selama pengeraman
(5 x 24 jam pada suhu 20° C). Jadi, BOD menunjukkan jumlah
oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh mikroba untuk memecah
atau mengoksidasi bahan-bahan pencemar yang terdapat di
dalam suatu perairan. Bahan organik terutama terdiri atas unsur
C, H, O atau ditambah unsur lainnya, yaitu N, SP, dan Fe.
Mikroba yang bersifat aerobik memerlukan oksi- gen untuk
beberapa reaksi biokimia, seperti untuk meng- oksidasi bahan
organik, sintesis sel, dan oksidasi sel. Bahan organik yang
mengandung senyawa nitrogen dapat dioksidasi menjadi nitrat
dan yang mengandung senyawa sulfur dapat dioksidasi menjadi
sulfat. Air yang hampir murni mempunyai nilai BOD kurang dari
5 ppm dan apabila BOD lebih besar dari 5 ppm, air tersebut
dikategorikan tidak murni. 54
6) Kebutuhan oksigen kimiawi (COD), adalah banyaknya oksi-
gen (mg) yang dibutuhkan oksidator untuk mengoksidasi
bahan/zat organik dan anorganik dalam satu liter air limbahNilai
COD biasanya lebih tinggi dari nilai BOD karena bahan yang
stabil (tidak terurai) dalam uji BOD dapat teroksidasi dalam uji
COD. Misalnya, selulosa sering tidak terukur dalam uji BOD
karena sulit dioksidasi/ diuraikan, tetapi dapat dioksidasi melalui
uji COD. Umumnya, besar nilai COD kira-kira dua kali nilai
BOD karena senyawa kimia yang dapat dioksida secara kimia-
wi lebih besar dibandingkan dengan oksidasi secara bio- logis.

54
Ratna Siahaan “Kualitas Air Sungai Cisadane, Jawa Barat – Banten”, Jurnal Sekolah
Pascasarjana IPB, h. 270

38
Makin besar nilai BOD dan atau COD, makin tinggi tingkat
pencemaran suatu perairan.55
7) Oksigen terlarut (DO), adalah banyaknya oksigen terlarut (mg)
dalam satu liter air. Kehidupan makhluk hidup di dalam air
(tumbuhan dan biota air) tergantung dari kemampuan air untuk
mempertahankan konsentrasi DO minimal yang diperlukannya.
Oksigen terlarut dapat berasal dari proses fotosintesis tumbuhan
air dan dari udara yang masuk ke dalam air. Konsentrasi DO
dalam air tergantung pada suhu dan tekanan udara. Pada suhu
200 C dengan tekanan udara satu atmosfer, konsentrasi DO
dalam keadaan jenuh adalah 9,2 ppm dan pada suhu so Cekanan
udara sama) konsentrasi DO adalah 5,6 ppn Makin rendah nilai
DO, makin tinggi tingkat pencemaran dan biota perairan
menghendaki nilai DO lebih besar dari 4 ppm (mg/lt). Untuk
meningkatkan DO, misalnya pada kolam pengolahan limbah
cair, dapat dilakukan dengan kincir air atau aerator, yang
berfungsi untuk memaksa oksigen masuk ke dalam air.56
8) Lindi, adalah cairan yang merembes melalui tumpukan sampah
dengan membawa materi terlarut atau tersuspensi terutama hasil
proses dekomposisi materi sampah. Lindi dapat meresap ke
dalam tanah yang menyebabkan pencemaran tanah dan air secara
langsung karena dalam lindi terdapat berbagai senyawa kimia
organik dan anorganik serta sejumlah pathogen.57

55
Tim Media Cipta Guru Smk, “Pengelolaan Kualitas Air”, (Yogyakarta: Indopublika, 2021), h.
138
56
Tim Media Cipta Guru Smk, “Pengelolaan Kualitas Air”, (Yogyakarta: Indopublika, 2021), h.
135
57
Yonira Mike Vindi Marta, “Karakteristik Lindi Dan Air Permukaan Di Tempat Pembuangan
Akhir Sampah Sungai Andok Kota Padang Panjang”, Universitas Andalas, FMIPA Jurusan Fisika, Vol.11
No. 1, 2019, h. 2

39
9) Kesadahan, kesadahan atau hardness adalah salah satu sifat
kimia yang dimiliki oleh air. Penyebab air menjadi sadah adalah
karena adanya ion-ion Ca2+, Mg2+, atau dapat juga disebabkan
karena adanya ionion lain dari polyvalent metal (logam
bervalensi banyak) seperti Al, Fe, Mn, Sr dan Zn dalam bentuk
garam sulfat, klorida dan bikarbonat dalam jumlah kecil.
Konsentrasi total dari ion logam yang bervalensi dua terutama
Ca dan Mg yang dinyatakan dalam mg/L setara
CaCO3menunjukkan tingkat kesadahan air (Candra, 2007).
Kation ini (Ca2+, Mg2+) apabila bereaksi dengan sabun akan
membentuk endapan dan apabila bereaksi dengan ion-ion dalam
air akan dapat membentuk kerak. Tabel 2.3 merupakan jenis-
jenis ion yang mempengaruhi kesadahan.

Kation Anion
Ca²⁺ HCO₃⁻
Mg²⁺ SO₄²⁻
Si²⁺ C1⁻
Mn²⁺ NO₃⁻
Fe²⁺ SiO₃²⁻
Kesadahan dinyatakan dengan unit mg/L sebagai CACO3 atau
sebagai meg/L.
Tabel 2.4 Kesadahan relatif air
Tingkat meq/L Mg/l sebagai CaCO₃
kesadahan
Lunak <1 0-75
Sedang 1-3 75-150
Tinggi 3-6 150-300
Sangat Tinggi >6 >300

40
Air yang mempunyai tingkat kesadahan terlalu tinggi sangat
merugikan karena beberapa hal di antaranya dapat
menyebabkan korosi pada alat-alat yangterbuat dari besi,
menyebabkan sabun kurang berbuih, dan dapat menimbulkan
kerak.
Berdasarkan kadar kalsium terdapat lima tingkatan kesadahan
air, berikut adalah tingkat kesadahan air berdasarkan kadungan
kalsium: 1) Kesadahan Lunak: 0-50 mg/L 2) Kesadahan
Medium: 50- 150 mg/L 3) Kesadahan Keras: 150-300 mg/L 4)
Kesadahan Sangat Keras: >300 mg/L.58
10) Air raksa atau hydrargyrum (Hg) adalah metal yang
menguap pada temperatur kamar. Keracunan Hg akan
menimbulkan gejala susunan saraf pusat (SSP), seperti
kelainan kepribadian dan tremor, convulsi, pikun, insomnia,
kehilangan kepercyaan diri, iritasi, depresi, dan rasa ketakutan.
11) Aluminium (Al) adalah metal yang dapat dibentuk dan karena
banyak aluminium yang digunakan sehingga terdapat banyak
di lingkungan dan didapat pada berbagai jenis makanan.
Sumber alamiah Al terutama adalah bauxit dan cryolit Al juga
dapat menyebabkan iritasi kulit, selaput lendir dan saluran
pernapasan.
12) Arsen (As) adalah metal yang mudah patah, berwarna
keperakan dan sangat toxik. As sudah sejak lama sering
digunakan untuk racun tikus, dan keracunan arsen pada
manusia sudah sangat dikenal, baik yang disengaja maupun
yang tidak disengaja. Keracuanan akut dapat menimbulkan

“Buku Teks Bahan Ajar Siswa, Pengelolaan Kualitas Air”, (Semarang: Direktorat Pembinaan
58

SMK KEMENDIKBUD RI), h. 89

41
gejala muntaber disertai darah, disusul dengan koma, dan bila
dibiarkan dapat menyebabkan kematian. Dimasa lampau, As
dalam dosis kecil digunakan sebagai campuran tonikum, tetapi
kemudia ternyata bahwa As ini dapat menimbulkan kanker
kulit pada peminumnya.
13) Barium (Ba) juga suatu metal, berwarna putih. Ba digunakan
didalam industri gelas, kramik, textil, cat, plastik, dan lain-lain.
Keracunan Ba dapat menghentikan otot-otot jantung dalam
waktu satu jam. Sampai saat ini Ba-Sulfat yang tidak larut
didalam cairan tubuh masih digunakan orang dalam pembuatan
foto dirumah sakit.
14) Besi (Fe) adalah metal berwarna putih keperakan, liat dan dapat
dibentuk. Besi dibutuhkan oleh tubuh dalam pembentukan
hemoglobin. Sekalipun Fe itu diperlukan oleh tubuh, tetapi
dalam dosis besar dapat merusak dinding usus. Kematian
seringkali disebabkan oleh rusaknya dindin usus.
15) Khlorida adalah senyawa halogen khlor (CI). Di indonesia,
khlor digunakan sebagai desinfektan dalam penyediaan air.
sebagai desinfektan residu khlor didalam penyediaan air
sengaja dipelihara tetapi khlor ini dapat terikat pada senyawa
organik dan membentuk halogen-hidrokarbon (CL-HC)
banyak diantaranya dikenal sebagai senyawa-senyawa
karsinogenik.59
16) Khromium (Cr) adalah metal kelabu yang keras. Inhalasi Cr
dapat menimbulkan kerusakan pada tulang hidung. Di dalam
paru-paru, Cr ini dapat menimbulkan kanker.

59
Tim Media Cipta Guru Smk, “Pengelolaan Kualitas Air”, (Yogyakarta: Indopublika, 2021),
h. 140

42
17) Mangan (Mn) adalah metal kelabu-kemerahan. Keracunan Mn
ini salah satu contoh, dimana kasus keracunan tidak
menimbulkan gejala muntah berak, sebagaimana orang awam
selalu memperkirakannya.
18) Cadminum (Cd) adalah metal berbentuk kristal putih
keperakan. Keracunan akut akan menyebabkan gejala
gasterointestinal, dan penyakit ginjal. Gejala keracunan Cd
adalah sakit pinggang, patah tulang, tekanan darah tinggi,
kerusakan ginjal, gejala seperti influenza, dan sterilitas pada
laki-laki.
19) Selenium adalah logam yang berbau bawang putih, didapat
bersama-sama dengan Cu, Au, Ni, dan AgSelenium juga
didapat antara lain pada industri gelas, kimia, plastrik, dan
semikonduktor.
20) Seng (Zn) adalah metal didapat antara lain pada industri alloy,
keramik, kosmetik, pigmen, dan karet. Seng menyebabkan
warna air menjadi opalescent, dan bila dimasak akan timbul
endapan seperti pasir.
21) Sianida adalah senyawa sian (Cn) yang sudah terkenal sebagai
racun. Didalam tubuh akan menghambat pernapasan jaringan
sehingga terjadi asphyxia, orang merasa seperti tercekik dan
cepat diikuti oleh kematian. Sianida ini didapatkan secara alami
di berbagai tumbuhan. Apabila ada didalam air minum, maka
untuk menghilangkannya diperlukan pengolahan khusus.60
22) Sufat bersifat iritasi bagi saluran gastro-intestinal dicampur
dengan sulfat magnesium atau natrium. Jumlah MgSO4 yang
tidak terlalu besar dapat menimbulkan diare.

60
Hadyana, “Kamus kimia: Forensik dan Imunokimia”, (Jakarta: Kemendikbud, 1994) h. 94

43
23) Sulfida, senyawa sulfida menimbulkan rasa dan bau, ber sifat
korosif dan iritan. Keracunan biasanya jarang terjadi, karena
zat ini berbau busuk.
24) Tembaga Tembaga (Cu) sebetulnya diperlukan bagi
perkembangan tubuh manusia. Tetapi, dalam dosis tinggi dapat
menyebabkan gejala GI, SSP, ginjal, hati, muntaber, pusing
kepala, lemah, anemia, kram, konvulsi, shock, coma, dan dapat
meninggal.
25) Timbal atau plumbum (Pb) adalah metal kehitaman. Dahulu
digunakan sebagai konstituen didalam cat, baterai, dan saat ini
banyak digunakan dalam bensin.
26) Zat organik, zat organik yang terdapat didalam air bisa berasal
dari minyak tumbuh-tumbuhan, minyak dan lemak hewan,
hasil fermentasi, dll.

c. Biologi
Menurut Buku Teks Bahan Ajar Siswa Pengelolaan Kualitas
Air Indikator, biologi digunakan untuk menilai secara makro
perubahan keseimbangan ekologi, khususnya ekosistem, akibat
pengaruh limbah.61 Menurut Wobowo parameter biologi adalah satu
parameter kualitas air minum adalah parameter biologi yang
berhubungan dengan keberadaan populasi mikroorganisme akuatik
di dalam udara, yang berakibat pada kualitas udara. Indikator yang
baik untuk melihat kualitas air adalah jumlah koloni bakteri Fecal
coliform. Bakteri coliform adalah mikroorganisme yang tedapat
pada kotoran manusia maupun hewan. Kehadiran bakteri ini dalam

“Buku Teks Bahan Ajar Siswa, Pengelolaan Kualitas Air”, (Semarang: Direktorat Pembinaan
61

SMK KEMENDIKBUD RI), h. 90

44
62
air menunjukkan kemungkinan kehadiran bakteri patogen lain.
Menurut PP nomor 22 tahun 2021 terdapat parameter untuk
pengukuran biologi sebagai baku mutu air sungai, yaitu:
1) Total coliform, adalah suatu kelompok bakteri yang
digunakan sebagai indikator adanya polusi kotoran. Total
koliform yang berada di dalam makanan atau minuman
menunjukkan kemungkinan adanya mikroba yang bersifat
enteropatogenik dan atau toksigenik yang berbahaya bagi
kesehatan. Total koliform dibagi menjadi dua golongan, yaitu
koliform fekal, seperti E. coli yang berasal dari tinja manusia,
hewan berdarah panas, dan koliform nonfekal, seperti
Aerobacter dan Klebsiella yang bukan berasal dari tinja
manusia, tetapi berasal dari hewan atau tanaman yang telah
mati.
2) Fecal Coliform, adalah bakteri indikator pencemar bakteri
patogen. Adanya bakteri fecal coliform di lingkungan
perairan menunjukkan bahwa air tersebut telah
terkontaminasi oleh feses manusia atau hewan lainnya. Pada
saat ini terjadi, sumber air mungkin telah terkontaminasi oleh
patogen atau bakteri atau virus penghasil penyakit yang juga
dapat terdapat pada tinja. Bakteri fecal coliform dapat muncul
di air ambien sebagai akibat dari meluapnya limbah rumah
tangga atau sumber nonpoint dari kotoran manusia dan hewan
(Lan, Olsson, & Alpokay, 2014). Bakteri fecal coliform dapat
masuk ke sungai melalui pembuangan limbah langsung dari
mamalia dan burung, dari pertanian dan limpasan badai, dan
dari kotoran manusia yang tidak diolah. Septic tank individu

62
Tim Media Cipta Guru Smk, “Pengelolaan Kualitas Air”, (Yogyakarta: Indopublika, 2021),
h.107

45
pada rumah dapat terjadi kelebihan beban selama musim
hujan dan memungkinkan limbah kotoran manusia manusia
yang tidak diolah mengalir ke selokan drainase dan perairan
terdekat. Aspek pertanian seperti membiarkan kotoran hewan
masuk ke sungai terdekat selama musim hujan, menyebarkan
kotoran dan pupuk di ladang selama periode hujan, dan
membiarkan ternak mengairi di sungai semuanya dapat
berkontribusi kontaminasi fecal coliform.63
B. Penelitian yang Relevan
Berikut penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini mengenai
Sampah atau Kualitas Air.
1. Alprida Harahap (2018), jurnal dengan judul Analisis Kualitas Air
Sungai Akibat Pencemaran Tempat Pembuangan Akhir Sampah Batu
Bola Dan Karakteristik Sertakeluhan Kesehatan Pengguna Air Sungai
Batang Ayumi Di Kota Padangsidimpuan. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui gambaran kualitas air sungai Batang Ayumi
dan karakteristik serta keluhan kesehatan pengguna air sungai Batang
Ayumi di Kota Padangsidimpuan. Metode penelitian ini menggunakan
survei yang bersifat deskriptif dengan melihat gambaran kualitas air
sungai batang ayumi dan karakteristik serta keluhan pengguna air. Data
yang diambil adalah air sungai Batang Ayumi dan pengisian kuesioner
masyarakat setempat sebayak 97 orang yang memanfaatkan air sungai
Batang Ayumi.64
2. Adli Ikhsan (2020), jurnal dengan judul Pengaruh Sampah Rumah
Tangga Terhadap Kulitas pH Air Tempat Pembuangan Akhir TPA Air

63
Tim Media Cipta Guru Smk, “Pengelolaan Kualitas Air”, (Yogyakarta: Indopublika, 2021),
h.109-110
64
Alprida Harahap, Analisis Kualitas Air Sungai Akibat Pencemaran Tempat Pembuangan Akhir
Sampah Batu Bola Dan Karakteristik Sertakeluhan Kesehatan Pengguna Air Sungai Batang Ayumi Di Kota
Padangsidimpuan, Jurnal Departemen Kesehatan Lingkungan, 2018.

46
Sebakul Kelurahan Sukarami Kecamatan Selebar Kota Bengkulu.
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh sampah
rumah tangga terhadap kulitas pH air di pembuangan akhir TPA Air
Sebakul kelurahan Sukarami kecamatan Selebar kota Bengkulu. Metode
penelitian yang digunakan yaitu metode eksperimen yang mana
pengumpulan data dilakukan dengan cara pengamatan langsung terhadap
objek yang akan di teliti. Pengamatan yang dilakukan dirinci secara
sistematis. Data yang diambil adalah air tempat pembuangan akhir TPA
dan pengamatan aktivitas warga setempat.65
3. Benno Lintang Abhinawa Widagda (2020), jurnal dengan judul
Pengaruh Limbah Rumah Tangga Terhadap Kualitas Air Sungai
Gajahwong Code Dan Winongo Di Yogyakarta. Tujuan dari penelitian
ini adalah untuk mengetahui untuk mengetahui indeks pencemaran
Sungai Gajahwong, Code dan Winongo yang mengalir di Yogyakarta.
Metode penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dan dilanjutkan
dengan metode kualitatif. Data yang diambil adalah Air Sungai
Gajahwong Code dan Winong serta literatur dari tahun 2012-2019.66
4. Dian Bagus Ibrahim (2020), jurnal ini berjudul Dampak Limbah Industri
Pengolahan Sampah Plastik Terhadap Kualitas Air Sungai Di Desa
Kejagan Kecamatan Trowulan Kabupaten Mojokerto. Tujuannya adalah
mengetahui nilai DHL, suhu, BOD, COD, TS, PH, minyak dan lemak
pada badan air sungai yang menjadi tempat pembuangan limbah industri
pengolahan sampah dan menganalisis pengaruh kualitas air sungai
terhadap pertanian sawah. Jenis penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah penelitian survei dengan pengambilan sampel secara

65
Adli Ikhsan, Pengaruh Sampah Rumah Tangga Terhadap Kulitas pH Air Tempat Pembuangan
Akhir TPA Air Sebakul Kelurahan Sukarami Kecamatan Selebar Kota Bengkulu, Jurnal Penelitian dan
Pengabdian Masyarakat, Vol. 9, No. 1, ISSN 1639 - 2196, 2020.
66
Benno Lintang Abhinawa Widagda, Pengaruh Limbah Rumah Tangga Terhadap Kualitas Air
Sungai Gajahwong Code Dan Winongo Di Yogyakarta, Jurnal UPN Veteran Yogyakarta, 2020.

47
terpilih atau purposive sample yang terdiri dari 5 titik lokasi pengambilan
sampel dan sungai Desa Kejagan merupakan populasi dari penelitian.
Teknik analisis data yang digunakan adalah diskriptif kuantitatif dengan
membandingkan hasil uji laboratorium dengan baku mutu air limbah
golongan IV Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2001 Tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. 67
5. Gita Prajati (2019) dengan judul Identifikasi Kualitas Air Laut Terkait
Pengelolaan Sampah di Pulau Lengkang Kecil. Penelitian ini bertujuan
untuk melakukan pengujian mengenai kualitas air laut yang telah
tercemar sampah terkait pengelolaan sampah di Pulau Lengkang Kecil.
Penelitian ini menggunakan metode campuran kualitatif dan kuantitatif
dengan observasi dan survey. Data parameter sungai yang diambil adalah
pH, turbidity (kekeruhan), dissolved oxygen (DO), dan nitrat
berdasarkan Kepmen LH No. 51 Tahun 2004.68
6. Ahmad Walid (2020), jurnal ilmiah dengan judul Pengaruh Keberadaan
TPA terhadap Kualitas Air Bersih Diwilayah Pemukiman Warga
Sekitar: Studi Literatur. Metode penelitian menggunakan metode studi
literatur dengan pengumpulan data-data dengan mencari referensi
referensi yang relevan serta fakta untuk mendapatkan deskripsi
argumentatif tentang pengaruh TPA, Literatur tersebut disaringkan dan
dihubungkan untuk mendapatkan kesimpulan yang untuk memahami
dampak dari adanya TPA terhadap kualitas air bersih di lingkungan
sekitar. 69

67
Dian Bagus Ibrahim, Dampak Limbah Industri Pengolahan Sampah Plastik Terhadap Kualitas
Air Sungai Di Desa Kejagan Kecamatan Trowulan Kabupaten Mojokerto, Jurnal Unesa, 2020.
68
Gita Prajati, Identifikasi Kualitas Air Laut Terkait Pengelolaan Sampah di Pulau Lengkang
Kecil, JTERA (Jurnal Teknologi Rekayasa), Vol. 4, No. 2, 2019.
69
Ahmad Walid, Pengaruh Keberadaan TPA terhadap Kualitas Air Bersih Diwilayah Pemukiman
Warga Sekitar: Studi Literatur, Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi, Vol. 20, No. 3, 2020.

48
7. Malemta Tarigan (2018), jurnal berjudul Pengaruh Kualitas Air Sumur
Gali Dan Pembuangan Sampah Terhadap Kejadian Diare Di Desa
Tanjung Anum Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kualitas
mikrobiologis dan pembuangan sampah terhadap kejadian diare di desa
Tanjung Anum. Penelitian ini menggunakan penelitian campuran dengan
desain penelitian cross sectional. Data yang diambil adalah pekerjaan
responden mayoritas petani dan pendidikan responden SLTA.70
Tabel 2.5 merupakan tabel mengenai hasil penelitian dan penjelasan terkait
perbedaan dan persamaan penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian
terdahulu yang relevan.

Judul Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan


No.
Analisis Kualitas Air Hasil penelitian Tema penelitian Periode tahun
Sungai Akibat menunjukkan bahwa dari sama yaitu untuk penelitian dan
Pencemaran Tempat beberapa sampel yang telah mengetahui tempat penelitian
Pembuangan Akhir diperiksa, terjadinya gambaran kualitas yang berbeda
Sampah Batu Bola pencemaran sungai Batang air
Dan Karakteristik Ayumi diakibatkan TPA
Sertakeluhan Batu Bola di desa
Kesehatan Pengguna Batunadua. Serta
1
Air Sungai Batang masyarakat pengguna air
Ayumi Di Kota sungai Batang Ayumi,
Padangsidimpuan mengalami keluhan berupa
gatal-gatal, kulit menjadi
merah, kulit panas, mata
merah, mata terasa gatal dan
panas.
Pengaruh Sampah Kehadiran TPA Air Sebakul Menganalisa secara Hanya fokus
2 Rumah Tangga mempengaruhi kualitas air statistik kualitas air dengan uji pH

70
Malemta Tarigan, Pengaruh Kualitas Air Sumur Gali Dan Pembuangan Sampah Terhadap
Kejadian Diare Di Desa Tanjung Anum Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang, Universitas
Sari Mutiara Indonesia Medan, Vol. 18, No. 1, 2018.

49
Terhadap Kulitas pH pada sumber air masyarakat
Air Tempat disekitar TPA. Dari lima
Pembuangan Akhir sumber air, baik aliran
TPA Air Sebakul limbah ataupun sumur bor
Kelurahan Sukarami yang berada di sekitar TPA
Kecamatan Selebar Air sebakul 80% memiliki
Kota Bengkulu sifat asam dan memiliki
aroma yang tidak sedap
serta warna cairan yang
sedikit pekat kehitaman.
Akibat dari kondisi tersebut
air disekitar pembuangan
akhir (TPA) Air Sebakul
berbahaya bagi kesehatan
apabila dikonsumsi oleh
masyarakat sekitar TPA
secara langsung tanpa
melalui proses sterilisasi
dan filterilasi.
Pengaruh Limbah Hasil penelitian ini adalah Menganalisis yang Membandingkan
Rumah Tangga air Sungai Gajahwong dan dapat dan menganalisis
Terhadap Kualitas Winongo yang berada di mempengaruhi dua sungai
Air Sungai bagian Timur dan Barat kualitas air
Gajahwong Code Kota Yogyakarata sedikit
Dan Winongo di berbau dan berwarna hitam,
Yogyakarta sedangkan sungai Code
yang berada di bagian
tengah menunjukkan tidak
berbau dan tidak berwarna.
Kandungan oksigen terlarut
3
untuk ketiga sungai tersebut
menunjukkan
kecenderungan menurun
dan bahan padat tersuspensi
mengalami kenaikan. Koli
Tinja dan Total Koli di
Sungai gajahwong dan
Winongo lebih tinggi
dibandingkan Sungai Code.
Hal ini mengindikasikan

50
bahwa penanganan limbah
rumah tangga dari wilayah
Sungai Code lebih baik
daripada Sungai Gajahwong
dan Winongo.
Dampak Limbah Dari hasil pengamatan Penjabaran hasil Periode tahun
Industri Pengolahan pengambilan sampel air kualitas air penelitian dan
Sampah Plastik sungai daerah yang dekat penelitian juga
Terhadap Kualitas dengan sumber pembuangan berfokus pada
Air Sungai Di Desa limbah Industri Pengolahan irigasi warga
Kejagan Kecamatan Sampah plastik mempunyai
Trowulan Kabupaten kadar pencemaran yang
Mojokerto tinggi dan berbanding
terbalik dengan daerah yang
4 jauh dengan lokasi industri,
air sungai yang digunakan
untuk irigasi pertanian
masyarakat setempat aman
karena kualitas air yang
masih layak dan mempunyai
baku mutu yang tidak
melebihi baku mutu
golongan IV air sungai
Identifikasi Kualitas Pengelolaan sampah yang Terdapat Berfokus pada
Air Laut Terkait kurang baik di Pulau penjabaran nilai DO dan
Pengelolaan Sampah Lengkang Kecil pengelolahan kadar garam serta
di Pulau Lengkang mengakibatkan adanya sampah variable yang
Kecil penurunan kualitas di berbeda (air laut)
beberapa titik. Nilai DO dan
tingkat kekeruhan hanya ada
di beberapa titik sampling
yang tidak memenuhi baku
5
mutu, sedangkan nilai nitrat
di seluruh titik pengambilan
sampel melebihi baku mutu
yang telah ditetapkan.
Tahapan lanjutan dari
penelitian ini dapat
dijadikan sebagai program
pengabdian kepada

51
masyarakat dalam hal
perbaikan sistem
pengelolaan sampah di
Pulau Lengkang Kecil.
Pengelolaan sampah yang
lebih baik diharapkan dapat
meningkatkan kualitas air
laut di pulau tersebut.
Pengaruh Penelitian ini lebih Penjelasan teori Periode tahun
Keberadaan TPA mengarah studi literatur atau yang selaras yang berbeda,
terhadap Kualitas teori tentang keberadaan fokus pada studi
Air Bersih TPA terhadap kualitas air literatur
Diwilayah pemukiman warga.
Pemukiman Warga Peningkatan jumlah
Sekitar: Studi penduduk berpengaruh
Literatur dalam aktivitas manusia
yang dapat menghasilkan
sampah semakin meningkat.
Sampah kota yang ditimbun
di tempat pemrosesan akhir
(TPA), berpotensi
menyebabkan pencemaran
terhadap lingkungan baik
pencamaran air permukaan
6 dan air tanah maupun
pencemaran tanah karena
adanya air lindi.
Permasalahan yang paling
signifikan dari tempat
pemrosesan akhir (TPA)
sampah ini adalah lindi. Air
Lindi dapat didefinisikan
sebagai cairan yang timbul
dari hasil dekomposisi
biologis sampah yang telah
membusuk yang mengalami
pelarutan akibat masuknya
air eksternal ke dalam
timbunan sampah. Air lindi
akibat proses degradasi

52
sampah dari TPA
merupakan sumber yang
mempengaruhi perubahan
sifat fisik, kimia maupun
biologi. Air lindi yang
berada di permukaan tanah
dapat menimbulkan polusi
pada air tanah dan air
permukaan. Pengelolaan
sampah tanpa ada upaya
pengurangan dan pendaur-
ulangan sampah
mengakibatkan kapasitas
TPA dalam menampung
sampah semakin berkurang.
Pengaruh Kualitas Hasil dari penelitian ini Analisis kualitas air Penelitian dengan
Air Sumur Gali Dan adalah: 1) diketahui bahwa mixmetode,
Pembuangan responden yang memiliki penelitian fokus
Sampah Terhadap kualitas air sumur yang pada air sumur,
Kejadian Diare Di memenuhi syarat terdapat dan peneliti
Desa Tanjung Anum delapan orang yang menggunakan
Kecamatan Pancur mengalami diare; 2) responden
Batu Kabupaten Deli responden yang memiliki sebagai data
7
Serdang kualitas air yang tidak pendukung
memenuhi syarat ada
sepuluh orang yang
mengalami diare
dikarenakan penggunaan air
yang tidak sesuai dengan
standar.

53
C. Kerangka Berfikir
TPST Bantargebang merupakan landfill atau lokasi penimbunan sampah
terbesar di Asia Tenggara dengan volume eksisting sampah saat ini berkisar 26
juta meter kubik atau seluas 110 hektar. Jumlah sampah di TPST Bantargebang
mencapai 39 juta ton dengan tinggi timbunan mencapai 40 meter setara dengan
gedung 16 lantai.71. TPST Bantargebang menggunakan sistem open dumping
(tempat penimbunan sampah terbuka) yang merupakan praktek pembuangan
sampah tanpa ada tindakan lebih lanjutan. Metode Open Dumping yang berupa
tanah cekungan terbuka dinilai membahayakan karena sampah dibuang begitu
saja dalam sebuah tempat pembuangan akhir tanpa proses apapun, ataupun
penutupan tanah. Permasalahan ini didukung dengan pengelolaan sampah yang
belum memenuhi standar. Standarisasi yang masih kurang inilah salah satu faktor
penumpukan sampah di TPST Bantargebang dan menyebabkan pencemaran air
sungai. Pencemaran air dan bentuk aktivitas yang dilakukan oleh manusia seperti
membuang sampah yang dapat menyebabkan stress (tekanan) lingkungan dapat
memberikan pengaruh yang berbahaya kepada individu, populasi, komunitas dan
ekosistem. Menurut penelitian Srikandi Fajarini peranan TPST Bantargebang
sangat berpengaruh terhadap kualitas air sungai yang ada disekitar TPST
tersebut. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa TPST Bantargebang
berpengaruh tehadap kualitas air sungai.

71
CNN Indonesia. Timbunan Sampah di Bantargebang 40 Meter, Setara Gedung 16 Lantai,
(https://www.cnnindonesia.com/nasional/20220628123659-20-814459/timbunan-sampah-di-
bantargebang-40-meter-setara-gedung-16-lantai), diakses pada tanggal 14 Juni 2022 pukul 23.34 WIB

54
Gambar 2.2 Kerangka Berfikir

1. Semakin banyaknya sampah di TPST Bantargebang


2. Menurunnya kualitas air sungai karena banyaknya sampah di
TPST Bantargebang
3. Pengelolaan sampah yang belum memenuhi standar

Meninjau

TPST Bantargebang (X) Kualitas Air Sungai (Y)

Indikator standarisasi TPST Parameter fisik:


menurut KLHK: 1. Warna
2. Kekeruhan
1. Kriteria regional 3. Bau
2. Kriteria penyisih
Parameter kimia:
3. Kriteria penetapan
1. pH
4. Manajemen oprasional
2. Total Suspended Solid (TTS)
atau teknis
3. Total Dissolved Solid (TDS)
4. Dissolved Oxygen (DO)
5. Biochemical Oxygen Demand
(BOD)
6. Chemical Oxygen Demand
(COD)
7. Lindi

Adanya pengaruh TPST


Bantargebang tehadap kualitas air
sungai

55
D. Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian dapat didefinisikan sebagai jawaban atau dugaan
sementara terhadap masalah penelitian yang secara teoritis dianggap paling
mungkin atau paling tinggi tingkat kebenarannya. Hipotesis dikatakan ementara
karena selanjutnya akan diuji atau dites kebenarannya dengan data empiris.72
Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
H₀ : Tidak adanya pengaruh konsentrasi tempat pembuangan sampah
terhadap kualitas air sungai
H₁ : Adanya pengaruh konsentrasi tempat pembuangan sampah terhadap
kualitas air sungai

72
Kadir, “Statisika Terapan”, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2015), h. 134

56
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Pelaksanaan dan Waktu Penelitian


1. Tempat Penelitian
a. Gambaran Umum

Gambar 3.1 Peta lokasi penelitian


Area TPST Bantar Gebang terletak di lahan seluas 110,260 Ha
dibawah pemerintah DKI Jakarta, mencangkup tiga kelurahan yaitu
Kelurahan Ciketing udik, Kelurahan Cikiwul dan Kelurahan Sumur
Batu. Sebelumnya nama TPST ini adalah TPA (Tempat Pembuangan
Akhir), secara operasional pengelolaan sampah di TPA didasarkan
Keputusan Dirjen Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan
Pemukiman Departemen Kesehatan Nomor 281 tahun 1989 tentang
Persyaratan Kesehatan Pengelolaan Sampah yaitu, namun dengan

57
diterbitkannya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang
pengelolaan sampah, mengatur mengenai cara dan standar-standar
pengelolaan sampah, maka nama TPA pun berubah dan sesuai dengan
fungsinya menjadi TPST (Tempat Pengolahan Sampah terpadu)
Bantargebang.73
Pada awalnya, sistem pengolahan yang dilakukan pada TPST
Bantar Gebang adalah sistem open dumping saat perubahan dari TPA
menjadi TPST Bantar Gebang dilakukan juga perubahan sistem
pengolahan yang tadinya menggunakan sistem open dumping sekarang
menjadi sistem sanitary landfill. TPST Bantar Gebang menerima sekitar
1000 unit truk pengangkut sampah yang berasal dari TPS di lima wilayah
DKI Jakarta. Berat rata-rata sampah yang masuk sekitar 7000 ton
perhari.74
b. Lokasi dan Topografi TPST Bantargebang
Penelitian ini dilakukan di TPST Bantargebang, Kelurahan
Bantargebang, Kota Bekasi. Secara astronomis TPST Bantargebang
terletak di -6⁰.348197 LS dan 106⁰.997694 BT dengan ketinggian 48
mdpl. Adapun lebih rinci lokasi penelitian seperti terlihat pada Gambar
3.175 Dengan letak astronomis tersebut wilayah TPST Bantargebang
tergolong pada iklim kering yaitu 27-33⁰C dengan tingkat kelembaban

73
Marthin Hadi Juliansah, “Analisis Keberadaan Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST)
Bantar Gebang Bekasi”, Tesis, Depok: Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik Fakultas Ekonomi,
Universitas Indonesia, 2010 h.34
74
CNN Indonesia. Timbunan Sampah di Bantargebang 40 Meter, Setara Gedung 16 Lantai,
(https://www.cnnindonesia.com/nasional/20220628123659-20-814459/timbunan-sampah-di-
bantargebang-40-meter-setara-gedung-16-lantai), diakses pada tanggal 14 Juni 2022 pukul 23.34 WIB
75
Google Maps, “TPST Bantargebang”,
(https://www.google.com/maps/place/TPST+Bantar+Gebang/@-
6.3477499,106.995163,17z/data=!4m14!1m7!3m6!1s0x2e6993db0ada747d:0x85e0801c6190eb2d!2sTPS
T+Bantar+Gebang!8m2!3d-
6.3482596!4d106.9976916!16s%2Fg%2F11bxfyvxrq!3m5!1s0x2e6993db0ada747d:0x85e0801c6190eb2
d!8m2!3d-6.3482596!4d106.9976916!16s%2Fg%2F11bxfyvxrq!5m1!1e2?entry=ttu), diakses pada 23 Juli
2023

58
yang rendah. Kondisi lingkungan sehari-hari yang sangat panas karen
adanya peningkatan penggunaan lahan terbangun terutama untuk
kegiatan indstri, pemukiman, dan perdagangan.
Berdasarkan website resmi Unit Pengelola Sampah Terpadu Dinas
Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta, Tempat Pembuangan Sampah
Terpadu (TPST) Bantargebang memiliki 5 zona pembuangan sampah
yang memiliki luas 110,3Ha yang saat ini menjadi tempat pencari nafkah
ribuan pemulung. Kelima zona tersebut terdiri dari Zona I memiliki luas
18,3Ha, Zona II 17,7Ha, Zona III 25,41, Zona IV 11Ha, Zona V 9,5Ha
dan fasitilas lain 28,39 seperti pada Gambar 3.176
Dalam pelaksanaan penelitian, peneliti memilih tempat
pelaksanaan penelitian ini di sungai kali asem di sekitar Tempat
Pembuangan Sampah Terpadu Bantargebang dengan pengambilan
sampel di delapan titik yang berjarak 300 meter setiap plot seperti
Gambar 3.2.

76
Website resmi Unit Pengelola Sampah Terpadu Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta,
Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu Bantargebang, (https://upstdlh.id/tpst/index), diakses pada Minggu,
02 Juli 2023

59
Gambar 3.2 Peta plot pengambilan sampel
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan oleh peneliti di semester 8 tahun 2023 dengan
jangka waktu delapan bulan mulai dari Januari sampai Agustus 2023.
Tabel 3.1 Waktu penelitian
No. Tahap Penelitian Bulan
Jan Feb Mar Apl Mei Jun Jul Ags
1 Pengajuan Proposal
2 Revisi BAB I, II, III
3 Pengumpulan data
4 Pengelolahan data
5 BAB IV dan V
6 Kelengkapan data
7 Sidang Skripsi
8 Revisi

B. Pendekatan Penelitian
Pada penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain
penelitian deskriptif. Jogiyanto menjelaskan bahwa pendekatan kuantitatif
deskriptif adalah suatu riset kuantitatif yang bentuk deskripsinya dengan angka
atau numerik (statistik) yang berkaitan dengan penjabaran angka-angka
statistik. Pendekatan penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai pendekatan
yang digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu,
pengumpulan data menggunakan intrumen penelitian, analisis data bersifat
statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.77

77
Jogiyanto Hartono, “Metodologi Penelitian Bisnis: Salah Kaprah dan Pengalaman-
pengalaman”, (Yogyakarta: BPFE, 2011), h.85

60
Penelitian kuantitatif ini dilakukan dengan observasi terhadap objek yang
akan di teliti dan memberikan kuesioner tertutup kepada pengurus Tempat
Pembuangan Sampah Terpadu Bantargebang warga sekitar yang bertempat
tinggal dekat dengan sungai kali asem. Pengamatan dilakukan dengan cara
mengambil sampel air sungai yang ada di TPST Bantargebang untuk diuji
kualitas air dengan menggunakan parameter fisik dan kimia. Parameter fisik
meliputi warna, kekeruhan, dan bau, serta parameter kimia meliputi pH, Total
Suspended Solid (TTS), Total Dissolved Solid (TDS), Dissolved Oxygen (DO),
Biochemical Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), dan
lindi. Kuesioner tertutup ditujukan ke pengurus Tempat Pembuangan Sampah
Terpadu Bantargebang dan warga setempat untuk mendukung data utama yaitu
sampel air sungai kali asem

C. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan individu atau objek penelitian yang
terdiri dari manusia, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala,
nilai tes, atau peristiwa-peristiwa sebagai sumber data yang memiliki
karaktersitik tertentu di dalam suatu penelitian.78 Populasi dalam penelitian
ini adalah seluruh wilayah Tempat Pembuangan Sampah Terpadu
Bantargebang yang memiliki lima zona penampungan sampah serta warga
sekitar bahu sungai.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian anggota populasi atau kesimpulan atas
populasi yang diambil dengan menggunakan teknik pengambilan sampling.
Di sini sampel harus benar-benar bisa mencerminkan keadaan populasi.79

78
Hardani. dkk, “Metode Penelitian Kualitatif & Kuantitatif”,(Yogyakarta: CV. Pustaka Ilmu
Group), h. 361.
79
Hardani. dkk, “Metode Penelitian Kualitatif & Kuantitatif”, (Yogyakarta: CV. Pustaka Ilmu
Group), h.362

61
Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah sampel air sungai disekitar
TPST Bantargebang dengan mengambil delapan sampel ditiap plot dengan
jarak masing-masing tiga ratus meter dan dilakukannya pentitikan
koordinat melalui GPS coordinat.

D. Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang,
objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan. Variabel merupakan
obyek dari penelitian sehingga untuk menjawab pertanyaan penelitian
diperlukan pengujian terhadap variabel. Pada penelitian kuantitatif setelah
dilakukan identifikasi variabel selanjutnya dilakukan pendefinisian variabel
yang terdiri dari definisi konseptual variabel dan definisi operasional variabel.
Variabel merupakan objek penelitian, maka pengujian variabel perlu dilakukan
untuk memberikan jawaban atas pertanyaan penelitian. Setelah variabel
diidentifikasi variabel tersebut didefinisikan, yang mencakup definisi
konseptual dan operasional variabel.
Dalam penelitian ini terdapat dua macam variabel penelitian yaitu variabel
bebas (independent variabel) dan variabel terikat (dependent variabel).
Variabel bebas (independent variabel) yaitu variabel yang mempengaruhi atau
yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat. Variabel ini
sering disebut sebagai variabel stimulus, prediktor, atencent. Variabel bebas
dalam penelitian ini yaitu TPST Bantargebang (variabel X). Variabel terikat
(dependent variabel) adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi
akibat karena adanya variabel bebas. Variabel ini sering disebut sebagai variabel
output, kriteria, konsekuen. Variabel terikat dalam penelitian ini yaitu Air
Sungai (variabel Y).80

80
Sugiyono, “Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif R&D”, (Bandung: Alfabeta, 2017), h. 39

62
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam
penelitian, karena tujuan dari penelitian adalah mendapatkan data atau
informasi yang diteliti guna menjawab hipotesis yang telah dirumuskan.81
Pengumpulan data dilakukan menggunakan sumber primer. Sumber primer
merupakan sumber data yang langsung memberikan data kepada peneliti.82
Pada penelitian ini peneliti menggunakan beberapa teknik dalam pengumpulan
data, yaitu:
a. Survei, untuk mendapatkan data uji lab untuk mengetahui uji
kualitas parameter fisik dan kimia dari air sungai. Selain itu
pengumpulan data dilakukan juga dengan pengamatan secara
langsung terhadap objek yang akan di teliti berupa ekosistem sungai,
vegetasi riparian, makhluk hidup, iklim dan cuaca serta pengamatan
langsung ke TPST Bantargebang untuk mengetahui gambaran dari
TPST Bantargebang mulai dari lokasi maupun pemprosesan
pembuangan sampah.
b. Uji labolatorium, untuk pengujian parameter kimia peneliti
melakukan uji labolatorium untuk mendapatkan hasil dari sampel air
sungai.
c. Kuesioner/Angket, sendiri sering ditemui menggunakan daftar
periksa (checklist) atau menggunakan skala penilaian. Dari
kuesioner/angket peneliti bisa mengukur perilaku dan sikap
responden. Daftar periksa (checklist) ini merupakan daftar perilaku,
karakteristik, atau entitas lain yang akan diteliti oleh peneliti,
sedangkan skala penilaian lebih bergunan untuk mengevaluasi suatu

81
Sugiyono, “Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D”, (Bandung: Alfabeta, 2017),
h. 224
82
Sugiyono, “Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D”, (Bandung: Alfabeta, 2017), h.
137

63
perilaku yang biasanya menggunakan skala Guttman. Skala Guttman
digunakan untuk mendapatkan jawaban tegas dari responden, yaitu
hanya terdapat dua interval seperti “setuju-tidak setuju”, “ya-tidak”;
“benar-salah”, “positif-negatif”, “pernah-tidak pernah”, dan lain-
lain”. Angket/Kuesioner pada penelitian ini mengukur Variabel X
(TPST Bantargebang) Terhadap Variabel Y (Kualitas air).
Angket/Kuesioner dalam penelitian ini berupa skala penilaian yang
nantinya akan peneliti berikan kepada warga yang berdomisili di
TPST Bantargebang.
d. Dokumentasi, merupakan catatan peristiwa yang sudah lama atau
berlalu. Dokumentasi ini bisa berbentuk tulisan, gambar atau karya-
karya terdahulu seseorang. Pada penelitian ini peneliti menggunakan
berbagai macam dokumen yang berasal dari website, buku referensi,
artikel ataupun jurnal.

F. Instrumen Penelitian
Menurut Sugiyono, Instrumen penelitian digunakan untuk mengukur nilai
variabel yang diteliti. Dengan demikian jumlah instrumen yang akan digunakan
untuk penelitian akan tergantung pada jumlah variabel yang diteliti. Karena
instrumen penelitian akan digunakan untuk melakukan pengukuran dengan
tujuan menghasilkan data kuantitatif yang akurat maka setiap instrumen harus
memiliki skala.83 Menurut I Komang instrumen penilitian memiliki fungsi yang
sangat penting dalam proses penelitian, yaitu digunakan sebagai alat dalam
mengumpulkan data yang diperlukan dalam suatu penelitian. Dengan adanya
intrumen penelitian, maka akan mengetahui sumber daya data yang akan diteliti
dan jenis datanya, teknik pengumpulan datanya, instrumen pengumpulan

83
Sugiyono, “Cara Mudah Menyusun Skripsi, Tesis dan Disertasi”, (Bandung: Alfabeta, cv,
2014) h. 73

64
datanya, langkah penyusunan instrumen penelitian tersebut serta mengetahui
validitas, rebilitas, tingkat kesukaran daya pembeda, dan pengecoh/distraktor
suatu data dalam penelitian.84 Penelitian ini menggunakan beberapa instrumen
yaitu lembar observasi, dan lembar wawancara, dan kuesioner tertutup. Berikut
merupakan penjabaran dari tiap instrumen:
1. Lembar Observasi
Menurut I Komang lembar observasi merupakan pedomaan yang
berisi indikator-indikator yang digunakan untuk melakukan suatu
pengamatan. Indikatorindikator tesebut merupakan acuan sekaligus
batasan-batasan dalam melakukan observasi pada suatu penelitian
sehingga proses observasi yang diakukan menjadi terstruktur dan terarah
serta data yang dihasilkan tidak bias. Lembar observasi berfungsi untuk
memperoleh informasi pada suatu variabel, yang relevan dengan tujuan
penelitian dengan validitas dan reliabilitas setinggi mungkin. 85 Lembar
observasi pada penelitian ini digunakan untuk mencatat data lapangan
pada air sungai dengan parameter fisik dan kimia seperti yang ada pada
Tabel 3.3 dan Tabel 3.4. Dalam pengambilan sampel ini terdapat alat dan
bahan yang digunakan, yaitu:
Tabel 3.2 Alat dan Bahan Pengambilan Sampel
No Alat dan Bahan Fungsi
Botol plastik Berfungsi untuk menampung sampel
1
sungai
Handscoon Untuk melindungi tangan dari paparan
2
bahan kimia berbahaya
3 Pulpen Untuk menulis atau mencatat data
4 Laptop Untuk menganalisis data primer
GPS essential Sebagai penunjuk koordinat lokasi
5
dalam maps atau peta digital
6 Lembar observasi Untuk pencatatan data lapangan

84
I Komang Sukendra, “Instrumen Penelitian”, (Lumajang: Mahameru Press, 2020), h.2-3
85
I Komang Sukendra, “Instrumen Penelitian”, (Lumajang: Mahameru Press, 2020), h.4

65
Coolbox Sebagai wadah penyimpanan sampel
7
yang telah diambil
8 Sebagai penomoran sampel tiap plot.
Label
Kertas PH / lakmus Digunakan untuk mengetahui
9
kandungan ph air sungai.
Es batu atau dryice Sebagai pengawet atau pendingin
10 sampel agar kandungan yang ada
dalam sampel tidak berubah
11 Ember Mengambil sampel air
12
13
Pengujian lab

A. Panduan Fisik:
1. Pengukuran fisik dilakukan dengan insitu dengan beberapa metode, yaitu:
a. Warna, dengan organoleptic dan pemberian keterangan sesuai
dengan pengamatan di lapangan dengan kategori dibawah ini
No. Warna
1 Air sungai berwarna jernih
2 Air sungai tidak jernih

b. Kekeruhan, dengan turbid meter


c. Bau, dengan organoleptic dan pemberian skor sesuai dengan
pengamatan di lapangan dengan kategori dibawah ini
No. Bau
1 Tidak berbau
2 Berbau

2. Panduan pengukuran dan penghitungan dapat dilihat pada BAB III teknik
pengolahan dan analisis data
3. Pencatatan dan dokmentasi diwajibkan untuk lampiran

66
No Plot Keterangan
Warna :
1 Plot 1 Kekeruhan :
Bau :
Warna :
2 Plot 2 Kekeruhan :
Bau :
Warna :
3 Plot 3 Kekeruhan :
Bau :
Warna :
4 Plot 4 Kekeruhan :
Bau :
Warna :
5 Plot 5 Kekeruhan :
Bau :
Warna :
6 Plot 6 Kekeruhan :
Bau :
Warna :
7 Plot 7 Kekeruhan :
Bau :
Warna :
8 Plot 8 Kekeruhan :
Bau :

Tabel 3.3 Pengukuran parameter fisik

67
B. Panduan Kimia:
1. Pengukuran kimia dilakukan dengan eksitu dengan pengukuran di
laboratorium kecuali pH
2. Berikut adalah Langkah untuk pengambilan sampel:
a. siapkan bahan dan alat yang diperlukan;
b. pakai handscoon dan untuk menghindari kontaminasi langsung dengan
air;
c. dalam mengukur ph bisa dilakukan dengan ambil satu strip kertas lakmus
lalu celupkan ke dalam air / cairan selama kira kira 5 detik, lalu angkat dan
cocokan perubahan warna pada kertas strip tersebut pada tabel warna yang
ada di kotak kemasan;
d. untuk pengujian lainnya dilakukannya pengambilan sampel sungai dengan
menggunakan botol secara langsung lalu beri label plot tiap sampelnya;
e. sampel selanjutnya di letakan di coolbox dan diberi dryice.
3. Panduan penghitungan hasil parameter kimia dapat dilihat pada BAB III
teknik pengolahan dan analisis data
4. Pencatatan dan dokmentasi diwajibkan untuk lampiran
Parameter
No Plot 1 Plot 2 Plot 2 Plot 3 Plot 4 Plot 5 Plot 6 Plot 7 Plot 8
Kimia
1 pH
2 Total Suspended Solid
(TTS)
3 Total Dissolved Solid
(TDS)
4 Dissolved Oxygen (DO)
5 Biochemical Oxygen
Demand (BOD)
6 Chemical Oxygen
Demand (COD)
7 Lindi

Tabel 3.4 Pengukuran parameter kimia

68
2. Kuesioner / Angket
Untuk memperoleh data penelitian, peneliti menggunakan instrumen
yang ditujuan kepada responden. Instrumen yang digunakan dalam
penelitian, yaitu:

Tabel 3.5 Kisi-kisi instrumen kuesioner tertutup pengurus Tempat


Pembuangan Sampah Terpadu Bantargebang (X)
No Variabel Indikator Butir Soal Jumlah
Kriteria
1 1 soal
penetapan
Kriteria 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10,
12 soal
Standarisasi Tempat regional 11, 12, 13
Pembuangan Sampah Kriteria
1 14, 15, 16, 17 4 soal
Terpadu Bantargebang penyisih
(X) Manajemen 18, 19, 20, 21, 22, 23,
oprasional 24, 25, 26, 27, 28, 29,
23 soal
atau teknis 30, 31, 32, 33, 34, 35,
36, 37, 38, 39, 40

Tabel 3.6 Pedoman kuesioner pengurus TPST Bantargebang


Pilihan
No Petanyaan Pernyataan
Ya Tidak
Apakah pada proses awal penetapan penampungan
1 sampah di daerah Bantargebang sudah terlaksana dengan
baik?
Menurut anda apakah lokasi Tempat Pembuangan
2 Sampah Terpadu Bantargebang mudah dijangkau oleh
truck pengangkut sampah?

69
Pilihan
No Petanyaan Pernyataan
Ya Tidak
Menurut anda apakah kemiringan zona Tempat
3 Pembuangan Sampah Terpadu Bantargebang kurang dari
20%?
Apakah di Tempat Pembuangan Sampah Terpadu
4
Bantargebang terdapat pemukiman warga?
Menurut anda apakah jarak dari Tempat Pembuangan
5 Sampah Terpadu Bantargebang ke pemukiman warga
cukup dekat?
Seberapa dekat jarak dari Tempat Pembuangan Sampah
6
Terpadu Bantargebang ke sumber air warga?
Apakah Tempat Pembuangan Sampah Terpadu
7
Bantargebang dekat dengan lokasi lapangan terbang?
Apakah Tempat Pembuangan Sampah Terpadu
8
Bantargebang dekat cagar alam?
Apakah Tempat Pembuangan Sampah Terpadu
9
Bantargebang terdapat sesar / patahan?
Apakah Tempat Pembuangan Sampah Terpadu
10
Bantargebang terdapat karst?
Apakah Tempat Pembuangan Sampah Terpadu
11
Bantargebang terdapat lahan gambut?
Apakah Tempat Pembuangan Sampah Terpadu
12
Bantargebang berlokasikan di lahan lempung?
Apakah Tempat Pembuangan Sampah Terpadu
13 Bantargebang pernah dilanda banjir dalam kurun waktu
25 tahun?

70
Pilihan
No Petanyaan Pernyataan
Ya Tidak
Menurut anda kondisi iklim di Tempat Pembuangan
14 Sampah Terpadu Bantargebang sudah baik untuk tempat
pembuangan sampah?
Apakah Tempat Pembuangan Sampah Terpadu
15
Bantargebang terdapat angin yang sejuk?
Menurut anda apakah vegetasi di daerah Tempat
16
Pembuangan Sampah Terpadu Bantargebang sudah baik?
Apakah di lingkungan Tempat Pembuangan Sampah
17 Terpadu Bantargebang warga yang bertempat tinggal
disini adalah warga asli?
Jika bukan, apakah warga disini mayoritas dari luar
18
daerah Jawa Barat?
Adakah proses pemilahan sampah seperti sampah B3,
19
sampah organik, dan sampah non-organik?
20 Adakah proses daur ulang sampah non-organik?
Menurut anda apakah terdapat sistem pengukuran
21
sampah setiap harinya?
22 Apakah sistem pemilahan sampah sudah berjalan efektif?
Apakah sistem pengumpulan sampah sudah berjalan
23
baik?
Apakah sistem pengangkutan sampah sudah berjalan
24
baik?
Apakah sistem pengolahan sampah sudah berjalan
25
efektif?
26 Adakah sistem pengomposan sampah?

71
Pilihan
No Petanyaan Pernyataan
Ya Tidak
Apakah sistem pengkomposan sampah sudah berjalan
27
efektif?
Apakah sistem pemprosesan akhir sampah sudah berjalan
28
dengan baik?
Apakah sistem penampungan sampah di Tempat
29 Pembuangan Sampah Terpadu Bantargebang sudah
berjalan dengan baik?
30 Apakah terdapat pengendalian vektor penyakit?
Adakah penyemprotan insektisida di Tempat
31
Pembuangan Sampah Terpadu Bantargebang?
32 Adakah sistem pengumpulan dan pengolahan lindi?
33 Apakah air lindi dialirkan ke pengolahan air domestik?
Apakah lindi diolah dengan Instalasi Pengolaha Air
34
Limbah (IPAL)?
Adakah fasilitas kesehatan untuk SDM Tempat
35
Pembuangan Sampah Terpadu Bantargebang?
Apakah ada training K3 untuk SDM Tempat
36
Pembuangan Sampah Terpadu Bantargebang?
Apakah pernah dilakukannya simulasi bencana longsor,
37 banjir, ataupun kebakaran untuk SDM agar dapat
menanggulangi bencana di lokasi kerja?
38 Penutupan sampah apakah dilakukan setiap hari?
Apakah sarana dalam pengolahan sampah sudah berjalan
39
dengan efektif?

72
Pilihan
No Petanyaan Pernyataan
Ya Tidak
Adakah alat pelindung diri yang dipakai oleh pekerja /
40 SDM di Tempat Pembuangan Sampah Terpadu
Bantargebang untuk keperluan safety?

Tabel 3.7 Kisi-kisi instrumen kuesioner warga setempat (Y)


No Variabel Indikator Butir Soal Jumlah
1 Kualitas air (Y) Parameter fisik 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 7 soal

Kuesioner Penelitian
Pengaruh Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang
terhadap Kualitas Air Sungai

Berikut ini adalah kuesioner yang berkaitan dengan penelitian


Pengaruh Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang
terhadap Kualitas Air Sungai, Oleh karena itu disela-sela kesibukan anda,
peneliti memohon dengan hormat ketersediaan dan paertisipasinya untuk
mengisi kuesioner yang ada. Saya ucapkan terima kasih.

Identitas Responden
Inisial :
Usia :
Jenis kelamin :

Keterangan:
Mohon untuk memberi tanda centang (√) pada setiap pernyataan yang
anda pilih.
Pilihan
No Petanyaan Pernyataan
Ya Tidak
1 Apakah anda memanfaatkan air sungai kali asem untuk
keperluan rumah tangga?

73
Pilihan
No Petanyaan Pernyataan
Ya Tidak
2 Apakah anda pernah memancing atau mencari ikan di
sungai kali asem?
3 Apakah sungai kali asem pernah meluap atau banjir?
4 Apakah anda pernah melihat sampah di sungai kali
asem?
5 Apakah anda pernah melihat orang lain membuang
sampah ke sungai kali asem?
6 Apakah anda menyadari bahwa sungai kali asem tidak
sama dengan sungai pada umumnya?
7 Apakah anda pernah merasa sungai kali asem memiliki
bau yang menyengat?
8 Apakah dalam kurun waktu 10 sampai 25 tahun kondisi
air sungai kali asem sudah seperti sekarang?
9 Apakah anda merasa bahwa sungai kali asem berada
difase membahayakan?
10 Apakah anda merasa bahwa salah satu faktor kali asem
tercemar dikarenakan adanya air sampah atau air lindi
dari tempat pembuangan sampah terdekat?

Tabel 3.8 Pedoman kuesioner warga setempat

G. Teknik Pengelolahan dan Analisis Data


1. Teknik Pengolahan Data
Menurut Nur data dalam penelitian kuantitatif adalah hasil
pengukuran dari keberadaan suatu variabel. Variabel yang diukur
merupakan gejala yang dijadikan sasaran pengamatan penelitian. Data yang
diperoleh melalui pengukuran variabel diperoleh berupa data nominal,

74
ordinal, interval atau rasio. Pengolahan data merupakan suatu proses untuk
mendapatkan data dari setiap variabel penelitian yang siap dianalisis.86
Berdasarkan pernyataan diatas maka peneliti menentukan langkah
atau prosedur teknik pengolahan data dengan berdasarkan langkah-langkah
pengambilan sampel parameter fisik dan kimia, yaitu:
a. Parameter Fisik
1) Warna
Untuk mengetahui warna pada sampel air dilakukan dengan cara
organoleptik yaitu menggunakan indra pengelihatan pada
sampel air yang dilakukan oleh pengamat. Pada pengukuran
warna sendiri terdapat beberapa klasifikasi dengan pengukuran
skor untuk mempermudah dalam menganalisis data, yaitu:
Tabel 3.9 pemberian keterangan sesuai warna air sungai
No. Warna
1 Air sungai berwarna jernih
2 Air sungai tidak jernih

2) Kekeruhan
Dalam mengukur kekeruhan harus adanya alat pengukur
yaitu urbidimeter. Alat ini digunakan untuk mengukur
kekeruhan air atau suatu larutan. Pengukuran kekeruhan
dilakukan berdasarkan sifat optik akibat disperse sinar dan dapat
dinyatakan sebagai perbandingan sinar yang dipantulkan
terhadap sinar yang datang. Hasil dari yang keluar dari
urbidimeter selanjutnya akan di hitung menggunakan rumus
Indeks Pencemaran (IP), yaitu:

86
Nur Aedi, Modul “Bahan Belajar Mandiri Metode Penelitian Pendidikan: Pengolahan dan
Analisis Data Hasil Penelitian”, (Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia, 2010), h,10

75
Keterangan:
IPj = Indeks pencemaran bagi peruntukkan j
Cᵢ = konsentrasi parameter i (hasil pengukuran)
Lᵢj = Baku mutu parameter i bagi peruntukkan j
M = maksimum
A = average (rata-rata)

3) Bau
Untuk mengetahui bau pada sampel air dilakukan dengan cara
organoleptik yaitu menggunakan indra penciuman pada sampel
air yang dilakukan oleh pengamat. Pada pengukuran bau sendiri
terdapat beberapa klasifikasi dengan pengukuran skor untuk
mempermudah dalam menganalisis data, yaitu:
Tabel 3.10 pemberian keterangan sesuai bau air sungai
No. Bau
1 Tidak berbau
2 Berbau

a. Parameter Kimia
Pada parameter kimia dilakukan dengan pengujian di
laboratorium dengan tenaga yang ahli dibidangnya. Tetapi untuk
pengukuran pH yang dilakukan secara langsung di lapangan.
4) pH
pH dilakukan menggunakan kertas lakmus secara insitu. Cara
kerja kertas lakmus adalah dengan cara mencelupkan kertas
kedalam cairan yang akan diukur. Jika kertas berubah menjadi
merah berarti cairan tersebut bersifat asam (PH < 7,0). Jika
kertas lakmus berubah menjadi biru maka cairan tersebut

76
bersifat basa (PH >7,0). pH yang baik untuk sungai ataupun air
konsumsi adalah tujuh.
5) Total Suspended Solid (TTS)
Menurut Anissa Total Suspended Solid (TTS) adalah jumlah
padatan tersuspensi (mg) dalam satu liter air. Padatan
tersuspensi terdiri dari partikel-partikel yang bobot dan
ukurannya lebih kecil dari sedimen, tidak larut dalam air, dan
tidak dapat langsung mengendap.87 Total Suspended Solid
(TTS) dianalisis di laboratorium dengan cara menggunakan
kertas saring, kemudian residu yang tersaring ditimbang
dengan neraca analitik lalu diperolehlah hasil data dari air
sungai.
6) Total Dissolved Solid (TDS)
Menurut Ratna Total Dissolved Solid (TDS) adalah jumlah
padatan terlarut (mg) dalam satu liter air. Padatan terlarut
terdiri dari senyawa-senyawa anorganik dan organik yang larut
da- lam air dan mempunyai ukuran lebih kecil dari padatan
ersuspensi.88 Pengukuran nilai TDS dilakukan dengan cara
mencelupkan TDS meter ke dalam sampel air lalu diperolehlah
hasil data dari air sungai.
7) Dissolved Oxygen (DO)
Oksigen terlarut (DO), adalah banyaknya oksigen terlarut (mg)
dalam satu liter air. Kehidupan makhluk hidup di dalam air
(tumbuhan dan biota air) tergantung dari kemampuan air untuk
mempertahankan konsentrasi DO minimal yang diperlukannya.
Oksigen terlarut dapat berasal dari proses fotosintesis tumbuhan

87
Annisa Salsabila, “Pengantar Hidrologi”, (Bandar Lampung: CV. Anugrah Utama Raharja,
2020), h.86
88
Ratna Siahaan “Kualitas Air Sungai Cisadane, Jawa Barat – Banten”, Jurnal Sekolah
Pascasarjana IPB, h. 270

77
air dan dari udara yang masuk ke dalam air.89 Pengukuran
Dissolved Oxygen (DO) dengam menggunakan DO meter,
pertama-tama ambil contoh air yang akan diukur menggunakan
corong atau tabung sampel. Pastikan bahwa contoh air tersebut
tidak tercemar dengan benda asing atau zat kimia. Setelah itu,
masukkan sampel air ke dalam tabung uji yang telah disediakan.
Sesuaikan pH air sampel dengan menambahkan larutan buffer
jika diperlukan. Kemudian, pastikan bahwa elektroda DO meter
telah dikalibrasi sesuai dengan standar yang ditetapkan. Buka
katup pengisian oksigen pada DO meter, dan pastikan bahwa
oksigen dapat mengalir ke dalam tabung uji. Nyalakan DO meter
dan pastikan bahwa layar digital dapat menampilkan hasil
pengukuran.
8) Biochemical Oxygen Demand (BOD)
Menurut Ratna Biochemical Oxygen Demand adalah
banyaknya oksigen (mg) yang diperlukan oleh bakteri untuk
menguraikan atau mengoksidasi bahan organik dalam satu liter
90
air limbah selama pengeraman. Pengukuran kadar BOD
dengan tahapan sebagai berikut:
a) Mengambil sampel air sebanyak 500 mL diencerkan
di beaker glass dengan air suling yang sudah diaerasi
selama 2 jam sehihingga volumenya menjadi 2000
mL.
b) Membagi sample menjadi 6 botol winkler dan botol
winkler diberi nama. Misalnya BOD hari ke 0, BOD
hari ke 1 dan seterusnya sampai hari ke lima.

89
Tim Media Cipta Guru Smk, “Pengelolaan Kualitas Air”, (Yogyakarta: Indopublika, 2021), h. 135
90
Ratna Siahaan “Kualitas Air Sungai Cisadane, Jawa Barat – Banten”, Jurnal Sekolah
Pascasarjana IPB, h. 270

78
c) Menambahkan 1 ml MnSO4 dan 1 ml alkali iodide
azida ke dalam botol winkler BOD hari ke 0,
sementara itu ke 5 botol winkler lainnya dimasukkan
ke dalam inkubator.
d) Menutup botol winkler BOD hari ke 0 dan
menghomogenkan hingga terbentuk gumpalan yang
sempurna.
e) Membiarkan gumpalan mengendap 5 menit sampai 10
menit.
f) Menambahkan 5 ml H2SO4 pekat, menutup dan
menghomogenkan hingga endapan larut sempurna.
g) Mengambil 50 ml sampel dengan pipet dan
memasukkannya ke dalam Erlenmeyer 150 ml
h) Meneteskan indikator amilum/ kanji berwarna biru
kemudian menitrasi sampel dengan Na2SO3 sampai
warna biru tepat hilang dan mencatan volume Na2SO3
yang terpakai.
i) Botol winkler selanjutnya diukur nilai DO nya seperti
tahapan d-h.

9) Chemical Oxygen Demand (COD)


adalah banyaknya oksigen (mg) yang dibutuhkan oksidator
untuk mengoksidasi bahan/zat organik dan anorganik dalam satu
liter air limbah. mNilai COD biasanya lebih tinggi dari nilai
BOD karena bahan yang stabil (tidak terurai) dalam uji BOD
dapat teroksidasi dalam uji COD. Dalam pengukuran COD

79
menggunakan uji dengan cara Zat organik dioksidasi dengan
campuran mendidih asam sulfat dan kalium dikromat yang
diketahui normalitasnya dalam suatu refluk selama 2 jam.
Kelebihan kalium dikromat yang tidak tereduksi, dititrasi dengan
larutan ferro ammonium sulfat (FAS).
10) Lindi
Lindi, adalah cairan yang merembes melalui tumpukan sampah
dengan membawa materi terlarut atau tersuspensi terutama hasil
proses dekomposisi materi sampah. Lindi dapat meresap ke
dalam tanah yang menyebabkan pencemaran tanah dan air secara
langsung karena dalam lindi terdapat berbagai senyawa kimia
organik dan anorganik serta sejumlah pathogen.91 Metode
pengambilan sampel dilakukan secara manual, yaitu dengan
cara:
a) Berbagai macam sampel limbah dikumpulkan dari titik
terendah landfill masing-masing pada kedalaman tanah
0,5 m; 1 m; 1,5 m;
b) Sampel yang sudah terkumpul dicampur menjadi satu
sampel komposit ke dalam wadah lalu digoyang- goyang
secara menyeluruh dan nantinya ini akan menjadi sebuah
kolom;
c) Proses pembuatan air lindi (leaching) dilakukan secara
terus menerus. Sampel yang telah terhomogenkan
ditepuk-tepuk secara perlahan dan menjadi sebuah kolom
plastik buatan. Kolom tersebut direndam dengan cairan
pencucian (air suling deionisasi) dan dibiarkan

91
Yonira Mike Vindi Marta, “Karakteristik Lindi Dan Air Permukaan Di Tempat Pembuangan
Akhir Sampah Sungai Andok Kota Padang Panjang”, Universitas Andalas, FMIPA Jurusan Fisika,
Vol.11 No. 1, 2019, h. 2

80
semalaman. Di bawah wadah kolom tersebut yang sudah
dilubangi diberi wadah lagi karena kolom tersebut akan
membuat air lindi secara gaya gravitasi;
d) kolom tersebut harus tetap dalam keadaan basah dan
dicuci kembali setelah 5 hari. Bagian paling atas dan
paling bawah 1 cm 2 cm kolom dihilangkan atau diambil
dan dikeringkan dan dicuci dengan metode sebelumnya
melalui leaching agent;
e) Air lindi yang sudah dipisahkan dengan residu melalui
penyaringan dengan kertas penyaring;
f) Air lindi yang sudah diekstrak dapat dianalisis
karakteristiknya.
2. Analisis Data
Analisis data digunakan untuk menjadi panduan dalam menjawab
rumusan masalah atau menguji hipotesis yang telah dirumuskan dalam
karya ilmiah. Dengan adanya pendekatan kuantitatif, maka teknik analisis
data menggunakan metode statistik. Berikut adalah metode analisis data
yang diterapkan oleh peneliti:
a. Kondisi Tempat Pembuangan Sampah Terpadu
1) Uji Validitas
Validitas adalah istilah yang menggambarkan kemampuan
sebuah instrumen untuk mengukur apa yang ingin diukur. Uji
validitas berkaitan dengan ketepatan penggunaan indikator untuk
menjelaskan arti konsep yang sedang diteliti. Uji validitas
sebaiknya dilakukan pada setiap butir pertanyaan diuji
validitasnya. Uji validitas menggunakan teknik korelasi Product
Moment dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

81
Keterangan:
rxy = Koefisien korelasi
n = Jumlah sampel
∑x = Jumlah skor per butir
∑y = Jumlah skor seluruh butir
∑x² = Jumlah skor kuadrat per butir
∑y² = Jumlah skor kuadrat seluruh butir

b. Penghitungan Kualitas Air Sungai Parameter Kimia dengan


Indeks Pencemaran
Pencemaran (IP) merupakan salah satu metode penilaian
kualitas air sungai yang sederhana dan mudah diterapkan. Nilai IP
menunjukkan tingkat pencemaran yang sifatnya relatif terhadap
Baku Mutu Air (BMA) yang dipersyaratkan pada sumber air
(sungai). BMA adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat,
energi atau komponen yang ada atau harus ada dan atau unsur
pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air.92 Metode IP
ini pertamakali dikembangkan oleh Nemerow dan Sumitomo pada
tahun 1970 dari Universitas Texas yang mengusulkan suatu indeks
yang berkaitan dengan senyawa pencemar yang bermakna untuk
suatu peruntukan. Indeks ini dinyatakan sebagai Indeks Pencemaran
(Pollution Index) yang digunakan untuk menentukan tingkat
pencemaran relatif terhadap parameter kualitas air yang diizinkan.
IP ditentukan dari resultan nilai maksimum dan nilai rerata rasio

92
Dyah Marganingrum,” Diferesiasi Sumber Pencemar Sungai Menggunakan Pendekatan Metode
Indeks Pencemar (IP) (Studi Kasus: Hulu DAS Citarum)”, Ris.Geo. Tam Vol. 23, No.1, Juni 2013, h. 38

82
konsentrasi perparameter terhadap nilai baku mutunya.93 Dalam
pengukuran kualitas air metode IP mempunyai rumus untuk
mengukur perhitungan angkanya, yaitu:
Keterangan:
IPj = Indeks pencemaran bagi peruntukkan j
Cᵢ = konsentrasi parameter i (hasil pengukuran)
Lᵢj = Baku mutu parameter i bagi peruntukkan j
M = maksimum
A = average (rata-rata)

Nilai kualitas air IP ditentukan dari result nilai maksimum dan

nilai rerata rasio konsentrasi per parameter terhadap nilai baku


mutunya. Pada Tabel 2.1 Merupakan kelas indeks IP, yaitu:

Skor Keterangan
0 ≤ Pᵢj ≤ 1,0 Baik
1,0 < Pᵢj ≤ 5,0 Tercemar ringan
5,0 < Pᵢj ≤ 10 Tercemar sedang
Pᵢj > 10 Tercemar berat
H. Tabel 2.1 Kelas indeks IP
Dari Tabel 2.1 dapat diketahui bahwa semakin kecil angka IP
akan semakin baik pula kualitas air sungai tersebut. Sebaliknya,
semakin besar nilai IP maka kualitas air sungai semakin buruk atau
tercemar.

93
Budi Kurniawan dalam seminar “Metode Penentuan Indeks Kualitas Air (IKA) di Indonesia
Tahun 2020-2024”, PPKL-KLHK, tahun 2024, h. 10

83
Analisis data digunakan untuk arahan dalam
menjawab rumusan masalah atau menguji hipotesis
yang telah dirumuskan dalam karya ilmiah. Dengan
adanya pendekatan kuantitatif, maka teknik analisis
data menggunakan metode statistik yang sudah
tersedia. Maka dari itu, dengan adanya ketersediaan
metode yang ada maka peneliti memutuskan untuk
menganalisis data menggunakan:

84
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

yaitu:
Tabel 3.1 titik koordinat
Titik Koordinat
Plot
Garis Lintang Garis Bujur Utara Selatan
1 -6.342670 107.002684 6`20’3361270 107`0’966110”
2 -6351017 106.987851 6`213.66200 106`59’16263660”
3 -6343474 106.992124 6`20’35.78630 106`59’3164750”
4 -6.350240 106`59’23.50920 6`21’0.86380” 106`59’23.50920”
5 -6.355404 106.982963 6`21’19.44970 106`58’66570”
6 6.355475 106.985376 6`21’0.86689” 106`59’23.1111”
7 6.355409 106.982951 6`21’19.44246 106`58’8753”
Pada penelitian ini sampel sungai yang diambil adalah Kali Cileungsi yang

85
3. Uji lab
Sebelum pengujian lab peneliti mengambil sampel dengan mengambil dari
beberapa plot. Pengambilan dengan cara ini dimaksudkan untuk mewakili
seluruh badan air pada saat yang sama, yaitu terdiri dari bagian sampel
(satu sampel sesaat dari tiap aliran bagian) volume tiap sampel sebanding
dengan debit masing-masing aliran bagian. Lalu sampel dibawa ke lab
untuk diuji kandungan didalamnya yang sesuai dengan PP No. 22 Tahun
2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup. Tabel 3. merupakan instrumen formulir data kualitas air:

ini berbentuk dari suatu garis horizontal dimana pada setiap kutubnya
terdapat dua jawaban yang sangat berlawanan. Jawaban paling kanan
merupakan jawaban yang paling positif sedangkan jawaban paling kiri
merupakan jawaban yang negatif. Pada pernyataan yang favo94rable, semakin
ke kanan jawaban subjek maka semakin tinggi skor subjek, dan semakin ke kiri
jawaban subjek maka semakin kecil skornya. Sedangkan pada pernyataan
unfavorable, semakin ke kanan jawaban subjek maka semakin kecil skor subjek,
dan semakin ke kiri jawaban subjek maka semakin besar skornya.

2) Luas lokasi dan kapasitas sesuai kebutuhan; lokasinya mudah diakses;


tidak mencemari lingkungan; penempatan tidak mengganggu estetika
dan lalu lintas; dan memiliki jadwal pengumpulan dan pengangkutan.
3) Luas lokasi TPST mencukupi untuk fasilitasi-fasilitas dasar; fasilitas
perlindungan lingkungan; fasilitas operasional; dan fasilitas penunjang.
4) Untuk luas TPST, lebih besar dari 20.000 m2; penempatan lokasi TPST
dapat di dalam kota dan atau di TPA; jarak TPST ke permukiman
terdekat paling sedikit 500 m; pengolahan sampah di TPST dapat
menggunakan teknologi yang sesuai; fasilitas TPST dilengkapi dengan

94
Peggy Jenniefer Wuisan, “Pengaruh Kualitas Program Hubungan Pelanggan Terhadap
Tingkat Kepuasan Komunikasi Pelanggan” Skripsi Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2018, h. 39

86
ruang pemilah, instalasi pengolahan sampah, pengendalian pencemaran
lingkungan, penanganan residu, dan fasilitas penunjang serta zona
penyangga.
5) Pemilihan lokasi TPST: paling sedikit memenuhi kriteria aspek:
a. Aspek geologi, yaitu tidak berada di daerah sesar atau patahan
yang masih aktif, tidak berada di zona bahaya geologi misalnya
daerah gunung berapi, tidak berada di daerah karst, tidak berada
di daerah berlahan gambut, dan dianjurkan berada di daerah
lapisan tanah kedap air atau lempung;
b. Aspek hidrogeologi, antara lain berupa kondisi muka air tanah
yang tidak kurang dari tiga meter, kondisi kelulusan tanah tidak
lebih besar dari 10-6 cm/detik, dan jarak terhadap sumber air
minum lebih besar dari 100 m (seratus meter) di hilir aliran. -
Aspek kemiringan zona, yaitu berada pada kemiringan kurang
dari 20% (dua puluh perseratus).
c. Aspek jarak dari lapangan terbang, yaitu berjarak lebih dari 3000
m (tiga ribu meter) untuk lapangan terbang yang didarati pesawat
turbo jet dan berjarak lebih dari 1500 m (seribu lima ratus meter)
untuk lapangan terbang yang didarati pesawat jenis lain;
d. Aspek jarak dari permukiman, yaitu lebih dari 1 km (satu
kilometer) dengan mempertimbangkan pencemaran lindi,
kebauan, penyebaran vektor penyakit, dan aspek sosial;
e. tidak berada di kawasan lindung/cagar alam; dan/atau
f. bukan merupakan daerah banjir periode ulang 25 (dua puluh lima)
tahun.
g. Penetapan lokasi TPST selain memperhatikan butir-butir di atas,
maka dapat dilanjutkan dengan analisis bantuan Sistem Informasi
Geografis (SIG) dengan analisis buffering, skoring, bobot dan

87
overlay dengan overlay dengan parameter-parameter yang ada
serta skoring berdasarkan SNI 03-3241-1994

88
Dalam buku Standar Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Dan
Tempat Pengelolaan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS3R) Di Wilayah Ibu
Kota Nusantara Untuk Usaha/Kegiatan Risiko Menengah Rendah,
pengoperasian TPST meliputi kegiatan sebagai berikut:
1) Penampungan sampah
2) Pemilahan sampah
3) Pengolahan sampah organik
4) Pendaur ulangan sampah non organik
5) Pengolahan sampah spesifik rumah tangga dan B3 sesuai dengan
ketentuan yang berlaku
6) Pengumpulan sampah residu ke dalam kontainer untuk diangkut ke
TPA sampah95
Teknik operasional pengelolaan sampah perkotaan yang terdiri dari
kegiatan pewadahan sampai dengan pembuangan akhir sampah harus bersifat
terpadu dengan melakukan pemilahan sejak dari sumbernya. Berikut adalah
proses operasional pengelolaan sampah:

Timbunan sampah

Pemelihan, pewadahan, dan


pengolahan di sumber

Pengumpulan

Pemindahan Pemilahan dan pengolahan

95
“Standar Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Dan Tempat Pengelolaan Sampah
Reduce, Reuse, Recycle (TPS3R) Di Wilayah Ibu Kota Nusantara Untuk Usaha/Kegiatan Risiko Menengah
Rendah”, (Jakarta: Pusat Standardisasi Instrumen Kualitas Lingkungan Hidup Badan Standardisasi
Instrumen Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2022), h.
284

89
Pengangkutan

Pembuangan akhir

Gambar 2.11 Diagram Teknik Operasional Pengelolaan Persampahan

2) Pewadahan Sampah
Melakukan pewadahan sampah sesuai dengan jenis sampah yang
telah terpilah, yaitu:
• sampah organik seperti daun sisa, sayuran, kulit buah lunak, sisa
makanan dengan wadah warna gelap;
• sampah anorganik seperti gelas, plastik, logam, dan lainnya,
dengan wadah warna terang;
• sampah bahan barbahaya beracun rumah tangga dengan warna
merah yang diberi lambang khusus atau semua ketentuan yang
berlaku;
Pola pewadahan sampah dapat dibagi dalarn individual dan
komunal. Pewadahan dimulai dengan pemilahan baik untuk pewadahan
individual maupun komunal sesuai dengan pengelompokan
pengelolaan sampah.96
3) Pengumpulan
Jenis sampah yang terpilah dan bernilai ekonomi dapat
dikumpulkan oleh pihak yang berwenang pada waktu yang telah
disepakati bersama antara petugas pengumpul dan masyarakat
penghasil sampah.
4) Pemindahan Sampah

96
Wayan Budiarsa Suyasa, “Evaluasi Dan Perencanaan Pengelolaan Sampah Perkotaan”,
(Denpasar: Udayana University Press, 2016), h. 62-64

90
Pemilahan di lokasi pemindahan dapat dilakukan dengan cara
manual oleh petugas kebersihan dan atau masyarakat sebelum
dipindahkan ke alat pengangkut sampah.
5) Pengangkutan Sampah
Dalam pengangkutan sampah biasanya dilakukan dengan kendaraan
seperti truck ataupun motor gerobak. Sampah dari DKI biasanya
menggunakan truck sampah sebagai pengangkut ke TPST
Bantargebang. Truk pengangkut sampah dari pool menuju titik sumber
sampah pertama untuk mengambil sampah selanjutnya mengambil
sampah pada titik-titik sumber sampah berikutnya sampai truk penuh
sesuai dengan kapasitasnya lalu diangkut ke TPST, setelah
pengosongan di TPST, truk menuju ke lokasi surnber sampah
berikutnya.

6) Pengangkutan Sampah Hasil Pemilahan


Pengangkutan sampah kering yang bernilai ekonomi dilakukan
sesuai dengan jadwal yang telah disepakati.
7) Pengolahan
Teknik-teknik pengolahan sampah dapat berupa; a) pengomposan
berdasarkan kapasitas (individual, komunal, skala lingkungan) ataupun
berdasarkan proses (alami, biologis dengan cacing, biologis dengan
mikro organisme, tambahan); b) Insinerasi yang berwawasan
lingkungan; c) daur ulang; d) pengurangan volume sampah dengan
pencacahan atau pemadatan; e) biogasifikasi (pemanfaatan energi hasil
pengolahan sampah).
8) Pembuangan Akhir
Metode pembuangan akhir sampah kota dapat dilakukan dengan: a)
penimbunan terkendali termasuk pengolahan lindi dan gas; b) lahan
urug saniter termasuk pengolahan lindi dan gas; c) metode penimbunan

91
sampah untuk daerah pasang surut dengan sistem kolam (anacrob,
fakultatif, maturasi).

Di TPST harus adanya peralatan dan perlengapan sebagai penunjang


pengangkutan, pendistribusian, dan pengolahan. Berikut adalah Peralatan dan
perlengkapan yang digunakan:
1) buldoser untuk perataan, pengurugan dan pemadatan;
2) crawl / track dozer untuk pemadatan pada tanah lunak:
3) wheel dozer untuk perataan, pengurugan;
4) loader dan powershowel untuk penggalian, perataan, pengurugan dan
pemadatan;
5) dragline untuk penggalian dan pengurugan,
6) scraper untuk pengurugan tanah dan perataan;
7) kompaktor (Iandfill compactor) untuk pemadatan timbunan sampah
pada lokasi dalam.97
8) Tabel 3.9 skor pengukuran warna air sungai
No. Warna Skor
1 Bening 8
2 Hijau 7
3 Hijau tua 6
4 Kuning kecoklatan 5
5 Coklat kemerahan 4
6 Coklat 3
7 Abu-abu 2
8 Hitam 1

Tabel 3.10 skor pengukuran bau air sungai


No. Bau Skor
1 Tidak ada bau 4
2 Sedikit berbau 3
3 Bau 2
4 Sangat bau 1
97
Badan Standarisasi Nasional Indonesia, “SNI 19-2454-2002: Tata cara teknik operasional
pengelolaan sampah perkotaan”, (Jakarta: BSNI, 2002), h. 7-20

92
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

93
DAFTAR PUSTAKA

94
LAMPIRAN-LAMPIRAN

95

Anda mungkin juga menyukai