Anda di halaman 1dari 80

IDENTIFIKASI TEKNIK KONSERVASI TANAH DAN AIR

DI WILAYAH SUMPANG BINANGAE


DAERAH ALIRAN SUNGAI LISU

SALMON SUPPU
M111 13 066

PROGRAM STUDI KEHUTANAN


FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018

i
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Skripsi : IDENTIFIKASI TEKNIK KONSERVASI TANAH DI


WILAYAH SUMPANG BINANGAE DAERAH
ALIRAN SUNGAI LISU

Nama Mahasiswa : SALMON SUPPU

Nomor Pokok : M 111 13 066

Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh


gelar Sarjana Kehutanan
pada
Program Studi Kehutanan
Fakultas Kehutanan
Universitas Hasanuddin

Menyetujui:
Komisi Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Ir. Daud Malamassam, M.Agr Dr. Ir. H. Usman Arsyad, M.S
NIP. 19540209197802 1 001 NIP. 19540107198503 1 002

Mengetahui,
Ketua Program Studi Kehutanan
Fakultas Kehutanan
Universitas Hasanuddin

Dr.Ir.Syamsuddin Millang.M.S

ii
NIP. 19601231198601 1 075

Tanggal Lulus: Februari 2018


ABSTRAK

Salmon Suppu (M111 13 066).Identifikasi Teknik Konservasi Tanah dan Air


di Wilayah Sumpang Binangae, Daerah Aliran Sungai Lisu. Di bawah
Bimbingan Daud Malamassam dan Usman Arsyad.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi tingkat kesesuaian teknik
Konservasi Tanah dan Air yang diterapkan masyarakat pada berbagai kelas
kemiringan lereng, di wilayah Sumpang Binangae, Daerah Aliran Sungai Lisu.
Hasil Penelitian ini sebagai bahan masukan bagi pemerintah daerah dalam
mengarahkan teknik Konservasi Tanah dan Air yang benar untuk dapat
diaplikasikan oleh masyarakat. Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2017
sampai Januari 2018, terdiri atas tiga tahapan yaitu persiapan penelitian,
pengamatan di lapangan dengan melakukan observasi dan wawancara, serta
pengolahan data menggunakan analisis deskriftif kualitatif. Observasi dilakukan
dengan mengidentifikasi teknik Konservasi Tanah dan Air, sedangkan wawancara
dilakukan terhadap masyarakat yang menerapkan teknik Konservasi Tanah dan
Air. Hasil penelitian ditemukan teknik konservasi tanah dan air berupa teknik
vegetatif, teknik agronomi dan teknik sipil teknis, 84% responden yang
dikategorikan baik karena sesuai dengan pedoman penilaian teknik Konservasi
Tanah dan Air. Teknik vegetatif yang diterapkan masyarakat berupa kebun
campuran, tanaman penutup tanah, pagar hidup, Agronomi berupa penanaman
mengikuti kontur, sedangkan sipil teknis berupa teras bangku dan teras batu.

Kata Kunci : Teknik Konservasi Tanah dan Air, Kemiringan Lereng, Daerah
Aliran Sungai Lisu

iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas
segala berkat dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan baik sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Fakultas
Kehutanan Universitas Hasanuddin.
Skripsi ini penulis persembahkan untuk Ayahanda Alm. Rapa S.H dan
Ibunda Marlin atas doa, kasih sayang, motivasi, mendidik, dan mendampingi
penulis dengan kesabaran yang tulus selama masa studi penulis.
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak
mendapat kesulitan. Tanpa bantuan dan petunjuk dari berbagai pihak, maka
penyusunan skripsi ini tidak akan selesai dengan baik. Untuk itu, dengan penuh
kerendahan hati menghaturkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Daud
Malamassam, M.Agr dan Bapak Dr. Ir. H. Usman Arsyad, M.S selaku
pembimbing yang dengan sabar telah mencurahkan tenaga, waktu dan pikiran
dalam mengarahkan dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan limpahan berkah
danhidayah-Nya kepada beliau berdua.
Tak lupa pula penulis menyampaikan terima kasih yang setinggi-tingginya
kepada:
1. Bapak Dr. Syamsu Rijal, S.Hut, M.Si, Bapak Agussalim, S.Hut, M.Si, dan
Ibu Wahyuni, S.Hut, M.Hut selaku penguji yang telah memberikan saran,
bantuan dan kritik guna perbaikan skripsi ini.
2. Seluruh Dosen dan Staf Administrasi Fakultas Kehutanan Universitas
Hasanuddin
3. Partner penelitian Kanda Robiul Hardika, Esperanza Dante dan Rhisky
Herianty mulai dari rencana penelitian hingga penyusunan skripsi ini.
Terimakasih atas semangat, kebersamaan dan doanya.

iv
4. Teman teman seperjuangan Riki, Akin, Ivan, Nely, Atti, Gledis, Astri,
Caesar, Candra, Diron, Heri, Hendra, Defky, Ami, Daisy, Elsyana, Anjani,
Anna, Erich, Relsi , Meliana, Surianti, Leprina, atas kebersamaan dan
semangat yang diberikan.
5. Saudara-saudariku di Persekutuan Mahasiswa Kristen Fapertahut Unhas
(PMK Fapertahut Unhas) dan Persekutuan Doa Rimbawan (PDR-SS).
Tuhan senantiasa memberkati.
6. Saudara(i) dan sahabatku Kanda Guntur, Kanda Irli, Kanda Septian,
Kanda Leni, Anto, Afrisal, Deby, Tirza, Nata, Lala, Hesti, Nelsi, Endang,
Liviana, Arni dan Arin terimakasih untuk kebersamaannya.
7. Kepada Khodijah Nurutami, Nur Reski Immalasari, Wanty Mustika Sari,
Iin, Eni, Cica, Adi, Dirga, Zul, Ilham, Yaya, atas bantuannya selama ini.
8. Teman-teman, adik-adik dan kakak-kakak di Laboratorium Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai atas diskusi dan bantuannya kepada penulis.
9. Saudaraku Angkatan 2013 GEMURUH atas doa dan dukungannya selama
ini.

Kekurangan dan keterbatasan pada dasarnya ada pada setiap sesuatu yang
tercipta di alam ini, tidak terkecuali skripsi ini. Akhir kata, semoga tulisan ini
dapat bermanfaat bagi pembaca khususnya kepada penulis sendiri. Amin

Makassar, Februari 2018

Penulis

v
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... ii

ABSTRAK ..................................................................................................... iii

KATA PENGANTAR ................................................................................... iv

DAFTAR ISI .................................................................................................. vi

DAFTAR TABEL.......................................................................................... viii

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... ix

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. x

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1


1.1 Latar belakang ............................................................................ 1
1.2 Tujuan dan Kegunaan ................................................................. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 4


2.1 Daerah Aliran Sungai (DAS) ...................................................... 4
2.2 Kemiringan Lereng ..................................................................... 6
2.3 Konservasi Tanah dan Air ........................................................... 8
2.4 Teknik Konservasi Tanah dan Air ............................................. 9
2. 4. 1 Teknik Vegetatif ................................................................. 9
2. 4. 2 Sipil Teknis ........................................................................ 14
2. 4. 3 Teknik Kimia ...................................................................... 19

BAB III METODE PENELITIAN .......................................................... 21

vi
3.1 Waktu dan Tempat ...................................................................... 21
3.2 Alat dan Bahan ............................................................................ 21
3.3 Prosedur Penelitian...................................................................... 21
3. 3. 1 Metode Penentuan Lokasi Penelitian ................................. 21
3. 3. 2 Penentuan Lokasi Sampel ................................................... 22
3.4 Metode Pengumpulan Data ......................................................... 22
3. 4. 1 Data Primer ......................................................................... 22
3. 4. 2 Data Sekunder ..................................................................... 23
3.5 Analisis Data ............................................................................... 23

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ......................... 24

4.1 Penerapan Teknis Konservasi Tanah dan Air ............................. 24


4. 1. 1 Teknik Vegetatif.................................................................. 25
4. 1. 2 Teknik Agronomi ................................................................ 33
4. 1. 3 Teknik Sipil Teknis ............................................................. 34
4.2 Transek Jenis Tanaman pada Berbagai Kelas Kemiringan
Lereng ......................................................................................... 36

BAB V PENUTUP ..................................................................................... 39

5.1 Kesimpulan ................................................................................. 39


5.2 Saran............................................................................................ 39

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 40

LAMPIRAN .................................................................................................. 42

vii
DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman


Tabel 1.Penerapan Teknik Konservasi Tanah dan Air
pada berbagai kelerengandi Wilayah Sumpang Binangae,
Daerah Aliran SungaiLisu ........................................................... 24
Tabel 2. Hasil Wawancara Penerepan TeknikKonservasi Tanah
dan Airpada berbagai kelerengan di Wilayah Sumpang
Binangae, Daerah Aliran Sungai Lisu ......................................... 25
Tabel 3. Transek Jenis Tanaman pada berbagai kelerengan ...................... 37

viii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman


Gambar 1. Kebun campuran dengan Teknik Konservasi
Tanah dan Air ............................................................................ 26
Gambar 2. Kebun Campuran Tidak Sesuai ................................................... 28
Gambar 3. Tanaman Penutup Tanah Rendah................................................ 29
Gambar 4. Tanaman Penutup Tanah Tinggi ................................................. 31
Gambar 5. Pagar Hidup ................................................................................. 32
Gambar 6. Pengolahan tanah dan penanaman menurut kontur ..................... 33
Gambar 7. Teras Bangku............................................................................... 34
Gambar 8. Teras Batu ................................................................................... 36

ix
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul Halaman


Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian pada wilayah Sumpang Binangae,
Daerah Aliran Sungai Lisu ................................................ 43
Lampiran 2. Peta Titik Pengamatan pada wilayah Sumpang Binangae,
Daerah Aliran Sungai Lisu .............................. …………. 44
Lampiran 3. Kuisioner .............................................................................. 45
Lampiran 4. Pedoman Penilaian Teknik Konservasi Tanah dan Air........ 46
Lampiran 5.Penilaian Teknik Konservasi Tanah dan Air secara
Vegetasi dalam bentuk Kebun pada wilayah
Sumpang Binangae, Daerah Aliran Sungai Lisu................ 59
Lampiran 6.Penilaian Teknik Konservasi Tanah dan Air secara
Vegetatif dalam bentuk Pagar Hidup pada Wilayah
Sumpang Binangae, Daerah Aliran Sungai Lisu............... 61
Lampiran 7. Penilaian Teknik Konservasi Tanah dan Air
secara Sipil Teknis dalam bentuk Teras bangku dan
Teras batupada Wilayah Sumpang Binangae,
Daerah Aliran Sungai Lisu ................................................. 63
Lampiran 8.Penilaian Teknik Konservasi Tanah dan Air Secara
Agronomi dalam Bentuk Penanaman Menurut Kontur
pada Wilayah Stasiun Curah Hujan Sumpang Binangae ... 67
Lampiran 9. Dokumentasi Pengamatan Teknik Konservasi
Tanah dan Air pada Wilayah Sumpang Binangae,
Daerah Aliran Sungai Lisu ................................................. 68

x
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tanah dan air merupakan sumberdaya alam utama yang mempunyai pengaruh
besar terhadap kehidupan manusia. Kebutuhan manusia akan sumberdaya alam
tersebut akan meningkat seiring dengan perkembangan jumlah penduduk yang terus
bertambah, sedangkan persediaan sumberdaya alam dalam hal ini lahan semakin
terbatas. Keadaan dua hal yang saling bertentangan tersebut akan meningkatkan
tekanan manusia atas sumberdaya alam secara berlebihan dan cenderung merusak,
sehingga akan menurunkan kualitas sumberdaya alam yang ada. Untuk mengatasi
kualitas sumberdaya alam yang semakin menurun maka dibutuhkan adanya tindakan-
tindakan guna mencegah aktifnya faktor-faktor penyebab kerusakan tanah dan air
(Sunarso, 2008).
Upaya penyelamatan bumi dalam bentuk konservasi tanah dan air, sangat
mendesak untuk mengembalikan ekosistem tanah dan air yang rusak pada Daerah
Aliran Sungai (DAS). Konservasi tanah dan air merupakan dua hal yang saling
berkaitan satu dengan yang lain. Ketika melakukan tindakan konservasi tanah berarti
juga telah melakukan konservasi air dan sebaliknya. Kesalahan pemanfaatan lahan
akan berdampak pada kerusakan tanah dan sekaligus juga kerusakan air. Oleh karena
itu, setiap tindakan konservasi tanah dan air terutama daerah hulu DAS akan
berdampak pada ketersediaan air yang berkelanjutan baik secara kuantitas maupun
kualitas.
Pengelolaan tanah yang tidak sesuai dengan persyaratan peggunaan dan
kemampuan tanah akan berdampak pada keruskan tanah. Sifat-sifat fisik dan kimia
tanah dan keadaan topografi lapangan menentukan kemampuan untuk suatu
penggunaan dan perlakuan yang diperlukan (Arsyad, 2010). Keadaan topografi
khususnya kemiringan lereng sangat menentukan terjadinya erosi pada suatu lahan.
Kemiringan lereng merupakan faktor yang perlu diperhatikan, sejak dari
penyiapan lahan pertanian, usaha penanamannya, pengambilan produk-produk serta

1
pengawetan lahan. Lahan yang berada pada kemiringan dapat lebih mudah terganggu
atau rusak, lebih-lebih bila derajat kemiringannya besar. Tanah yang mempunyai
kemiringan >15% dengan curah hujan yang tinggi dapat mengakibatkan longsor
tanah (Kartasapoetra, 1990).
Pengelolaan tanah merupakan metode konservasi tanah yang biasa digunakan
oleh masyarakat di pedesaan dalam melakukan kegiatan pertanian khususnya pada
lahan dengan kemiringan lereng yang bervariasi. Pengelolaan tanah dilakukan untuk
menyiapkan atau menciptakan media tanam yang baik untuk pertumbuhan tanaman,
sehingga tanaman dapat berproduksi secara optimum. Namun pengelolaan tanah yang
secara berlebihan dapat menimbulkan dampak negatif tersediri, diantaranya terjadi
penghancuran struktur tanah. Oleh sebab itu penerapan konservasi tanah dan air harus
diterapkan sesuai dengan kaidah-kaidahnya, sehingga meminimalisir terjadinya
dampak negatif yang disebabkan pengelolaan tanah secara berlebihan.
DAS Lisu dengan luas 38.925, 91 ha merupakan salah satu DAS yang berada
di Kabupaten Barru dan sisanya berada di Kabupaten Soppeng dan Kabupaten Bone.
DAS Lisu berada pada lima stasiun curah hujan yaitu Stasiun Curah Hujan
Marioriwawo, Tellu Limpoe, Segeri, Watan Soppeng dan Sumpang Binangae.
Penelitian ini berada di Stasiun Sumpang Binangae yang merupakan stasiun terluas di
DAS Lisu yang memiliki luas 18.814,19 ha (48,33 %) dengan jumlah curah hujan
2.359 mm/tahun.
Berdasarkan pengamatan dilapangan masyarakat dalam pemanfaatan lahan di
daerah stasiun curah hujan tersebut masih ada yang belum menerapkan teknik
konservasi tanah yang baik terutama pada daerah pertanian lahan kering campur.
Kurangnya pemahaman masyarakat setempat yang menyebabkan minimnya
penerapan konservasi dalam pengelolaan lahan-lahan pertanian. Hal ini semakin
diperparah dengan lahan pertanian masyarakat yang berada pada topografi yang
berlereng mulai klasifikasi datar yaitu kemiringan lereng 0-8% bahkan sangat curam
di >45%, sehingga setiap usaha pemanfaatan lahan akan berpotensi menyebabkan
erosi dan sedimentasi jika tidak menerapkan teknik konservasi tanah dan air.
Sehubungan dengan hal itu maka perlu untuk melakukan “Identifikasi Teknik

2
Konservasi Tanah dan Air Berbasis Kelerengan pada Stasiun Curah Hujan Sumpang
Binangae Daerah Aliran Sungai Lisu”.

1.2 Tujuan dan Kegunaan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan menilai tingkat
kesesuaian teknik konservasi tanah dan air yang diterapkan oleh masyarakat.
Kegunaan dari hasil penelitian ini adalah sebagai bahan masukan bagi
pemerintah daerah dalam mengarahkan teknik Konservasi Tanah dan Air yang benar
untuk dapat diaplikasikan oleh masyarakat. Selain itu penelitian ini juga diharapkan
sebagai salah satu sarana atau sumber informasi yang baru berkaitan dengan
konservasi tanah dan air, sehingga dapat diaplikasikan untuk penanganan lahan kritis.

3
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Daerah Aliran Sungai (DAS)

DAS adalah suatu wilayah daratan yang secara topografi dibatasi oleh
punggung-punggung gunung yang menampung dan menyimpan air hujan untuk
kemudian menyalurkannya ke laut melalui sungai utama. Wilayah daratan tersebut
dinamakan daerah tangkapan air (DTA atau catchment area) yang merupakan suatu
ekositem dengan unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam (tanah, air, dan
vegetasi) dan sumberdaya manusia sebagai pemanfaat sumberdaya alam. Dalam suatu
DAS terdiri dari daerah hulu, tengah dan hilir (Asdak, 2010).
Daerah aliran sungai (DAS) adalah semua wilayah (daratan) yang dibatasi oleh
pemisah topografi berupa punggung bukit, yang menerima air hujan dan
mengalirkannya melalui sungai utama ke laut (Siswomartono, 1989). Pengertian DAS
menurut Departemen Kehutanan (2000) adalah suatu wilayah daratan yang
menerima, menampung, dan menyimpan air hujan untuk kemudian mangalirkannya
ke laut atau danau melalui suatu sungai utama. Dengan demikian suatu DAS akan
dipisahkan dari wilayah DAS lain di sekitarnya oleh batas alam (topografi) berupa
punggung bukit dan gunung.
Daerah aliran sungai adalah suatu cekungan geohidrologi yang dibatasi oleh
daerah tangkapan air dan dialiri oleh suatu badan sungai. DAS merupakan peghubung
atara kawasan daratan di hulu dengan kawasan pesisir, sehingga pencemaran di
daerah hulu akan berdampak pada kawasan pesisir (Anna, 2001) sedangkan menurut
Suripin (2004) DAS merupakan sutau ekosistem dimana didalamnya terjadi suatu
proses interaksi antara factor-faktor biotik, non biotik dan manusia. Sebagai suatu
ekosistem, maka setiap ada masukan (input) kedalamnya, proses yang terjadi dan
berlangsung didalamnya dapat dievaluasi berdasarkan keluaran (output) dari
ekosistem tersebut. Komponen masukan dalam ekosistem DAS adalah curah hujan,
sedangkan keluaran terdiri dari debit air dan muatan sedimen serta material terlarut
lainnya.

4
BTPDAS Surakarta (2002), memaparkan DAS adalah suatu wilayah daratan
yang dipisahkan dari wilayah lain di sekitarnya oleh pemisah alam topografi, seperti
punggung bukit atau gunung dan menerima air hujan, menampung dan
mengalirkannya melalui suatu sungai utama ke laut/danau. DAS berdasarkan letaknya
secara geografis dapat dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu :
a. DAS Lokal terletak utuh di satu daerah kabupaten atau kota dan atau DAS yang
secara potensial hanya dimanfaatkan oleh suatu daerah kabupaten atau kota.
b. DAS Regional terletak secara geografis melewati satu daerah Kabupaten atau
Kota, dan atau DAS yang secara potensial dimanfaatkan oleh lebih dari satu
Daerah kabupaten atau kota; dan atau DAS lokal yang atas usulan pemerintah
kabupaten atau kota yang bersangkutan dan hasil penilaian pemerintah provinsi
dan atau DAS yang secara potensial bersifat srategis bagi pembangunan regional.
c. DAS Nasional letaknya secara geografis melewati lebih dari satu daerah provinsi,
dan atau DAS Regional yang atas usulan pemerintah provinsi yang bersangkutan,
dan hasil penilaian ditetapkan untuk didayagunakan oleh pemeritah pusat, dan atau
DAS yang secara potensial bersifat strategis bagi pembangunan nasional.
DAS merupakan suatu megasistem kompleks yang dibangun atas sistem fisik
(physical systems), sistem biologis (biological systems) dan sistem manusia (human
systems). Setiap sistem dan sub-sub sistem di dalamnya saling berinteraksi. Dalam
proses ini peranan tiap-tiap komponen dan hubungan antar komponen sangat
menentukan kualitas ekosistem DAS. Tiap-tiap komponen tersebut memiliki sifat
yang khas dan keberadaannya tidak berdiri sendiri, melaikan berhubungan dengan
komponen lainnya membentuk kesatuan ekologis (ekosistem). Gangguan terhadap
salah satu komponen ekosistem akan dirasakan oleh komponen lainnya dengan sifat
dampak yang berantai. Keseimbangan ekosistem akan terjamin apabila kondisi
hubungan timbal balik antar komponen berjalan dengan baik dan optimal.
(Kartodihardjo, 2008).

5
2.2 Kemiringan Lereng

Sekitar 45% wilayah Indonesia berupa dataran tinggi perbukitan dan


pegunungan yang dicirikan oleh topografi yang sangat beragam, sehingga praktek
budidaya pertanian di lahan dataran tinggi memiliki posisi strategis dalam
pembangunan pertanian nasional. Selain memberikan manfaat bagi jutaan petani,
lahan dataran tinggi juga berperan penting dalam menjaga fungsi lingkungan daerah
aliran sungai (DAS) dan penyanggah daerah di bawahnya (Departemen Pertanian,
2006).
Menurut Departemen Pertanian (2006) lereng atau kemiringan lahan adalah
salah satu faktor pemicu terjadinya erosi dan longsor di lahan pegunungan. Peluang
terjadinya erosi dan longsor makin besar dengan makin curamnya lereng. Makin
curam lereng, makin besar pula volume dan kecepatan aliran permukaan yang
berpotensi menyebabkan erosi. Selain kecuraman, panjang lereng juga menentukan
besarnya longsor dan erosi. Makin panjang lereng, erosi yang terjadi makin besar.
Pada lereng >40% longsor terjadi, terutama disebabkan oleh pengaruh gaya gravitasi.
Lanjut Rahayu (2009) Kemiringan lereng merupakan ukuran kemiringan lahan relatif
terhadap bidang datar yang secara umum dinyatakan dalam persen atau derajat.
Kemiringan lahan sangat erat hubungannya dengan besarnya erosi. Semakin besar
kemiringan lereng, peresapan air hujan ke dalam tanah menjadi lebih kecil sehingga
limpasan permukaan dan erosi menjadi lebih besar.
Erosi dan longsor sering terjadi di wilayah berbukit dan bergunung, terutama
pada tanah berpasir (Regosol atau Psamments), Andosol (Andisols), tanah dangkal
berbatu (Litosol atau Entisols), dan tanah dangkal berkapur (Renzina atau Mollisols).
Di wilayah bergelombang, intensitas erosi dan longsor agak berkurang, kecuali pada
tanah Podsolik (Ultisols), dan Grumusol (Vertisols) yang terbentuk dari batuan induk
batuliat, napal, dan batukapur dengan kandungan liat 2:1 (Montmorilonit) tinggi,
sehingga pengelolaan lahan yang disertai oleh tindakan konservasi sangat diperlukan.
Dalam sistem budidaya pada lahan berlereng >15% lebih diutamakan campuran

6
tanaman semusim dengan tanaman tahunan atau sistem wanatani (agroforestry)
(Departemen Kehutanan, 2006).
Morgan (2005) menjelaskan erosi secara normal akan meningkat jika
kecuraman lereng dan panjang lereng juga meningkat, ini sebagai hasil dari
peningkatan kecepatan dan volume air aliran permukaan (surface runoff). Lebih
lanjut, suatu tetesan air hujan di permukaan datar akan memercik secara acak ke
segala jurusan, di permukaan yang lebih miring tetes hujan akan memercik lebih ke
arah bawah (downslope) dibanding ke arah atas (upslope), hal itu lebih meningkatkan
seperti tingkat erosi. Faktor kemiringan dan panjang lereng mengacu pada aliran
permukaan yang terjadi, terutama kecepatan aliran dan kemungkinan terjadinya
deposisi sedimen.
Kemiringan lereng dan panjang lereng adalah dua unsur topografi yang paling
berpengaruh terhadap aliran permukaan dan erosi. Selain memperbesar jumlah aliran
permukaan, makin curamnya lereng juga memperbesar kecepatan aliran permukaan
dengan demikian memperbesar energi angkut air. Kecepatan air larian yang besar
umumnya ditentukan oleh kemiringan lereng yang tidak terputus dan panjang serta
terkonsentrasi pada saluran-saluran sempit yang mempuyai potensi besar terjadinya
erosi alur dan erosi parit. Kedudukan lereng juga menentukan besar kecilnya erosi.
Lereng bagian bawah lebih mudah tererosi daripada lereng bagian atas karena
momentum air larian lebih besar dan kecepatan dan terkonsentrasi ketika mencapai
lereng bagian bawah (Sukoco, 2009).
Panjang lereng merupakan ukuran panjang suatu lahan mulai dari titik awal
kemiringan sampai suatu titik dimana air masuk ke dalam sungai atau titik mulai
berubahnya kemiringan. Semakin panjang suatu lereng makin besar aliran permukaan
yang mengalir menuju ke ujung lereng, sehingga memperbesar peluang erosi.
Besarnya erosi yang terjadi di ujung lereng lebih besar dari pada erosi yang terjadi di
pangkal lereng. Hal ini akibat adanya akumulasi aliran air yang semakin besar dan
cepat di ujung lereng (Rahayu, 2009).

7
2.3 Konservasi Tanah dan Air

Konservasi tanah merupakan tindakan untuk menggunakan tanah berdasarkan


kemampuannya, dan memperlakukannya sesuai syarat-syarat yang diperlukan agar
tanah dapat tetap produktif dan tidak rusak. Konservasi tanah ditujukan tidak hanya
untuk mencegah kerusakan tanah akibat erosi dan memperbaiki tanah yang rusak,
tetapi juga mengoptimalkan penggunaan tanah dalam jangka waktu yang tidak
terbatas. Tujuan upaya konservasi tanah adalah mengendalikan erosi, memperbaiki
tanah yang rusak, memelihara serta meningkatkan produktifitas tanah agar dapat
digunakan secara berkelanjutan (Suripin, 2004). Sedangkan menurut Arsyad (2010)
dalam arti yang sempit konservasi tanah diartikan sebagai upaya mencegah kerusakan
tanah oleh erosi dan memperbaiki tanah yang rusak oleh erosi.
Arsyad (2010) menyatakan masalah konservasi tanah adalah masalah menjaga
agar tanah tidak terdispersi, mengatur kekuatan gerak dan jumlah aliran permukaan
agar tidak terjadi pengangkutan tanah. Berdasarkan asas ini, ada tiga cara pendekatan
dalam konservasi tanah, yaitu :
a. Menutup tanah dengan tumbuhan dan tanaman atau sisa-sisa tumbuhan agar
terlindung dari daya perusak butir-butir hujan yang jatuh.
b. Memperbaiki dan menjaga keadaan tanah agar resisten terhadap daya
penghancuran agregat oleh tumbukan butir-butir hujan dan pengangkutan oleh
aliran permukaan, dan lebih besar dayanya untuk menyerap air dipermukaan tanah.
c. Mengatur aliran permukaan agar mengalir dengan kecepatan yang tidak merusak
dan memperbesar jumlah air yang terinfiltrasi kedalam tanah.
Prinsip dasar konservasi tanah adalah mengurangi banyaknya tanah yang hilang
akibat erosi. Tujuan utama konservasi tanah adalah untuk mendapatkan tingkat
berkelanjutan produksi lahan dengan menjaga laju kehilangan tanah tetap dibawah
ambang batas yang diperkenankan, yang secara teoritis dapat dikatakan bahwa laju
erosi harus lebih kecil atau sama dengan laju pembentukan tanah (Suripin, 2004).
Konservasi air pada prinsipnya adalah penggunaan air hujan yang jatuh ke
tanah untuk pertanian seefisien mungkin, dan pengaturan waktu aliran sehingga tidak

8
terjadi banjir yang merusak pada musim penghujan dan terdapat cukup air pada
musim kemarau (Seta, 1987). Lanjut Suripin (2004) konservasi air ditujukan tidak
hanya meningkatkan volume air tanah, tetapi juga meningkatkan efisiensi
penggunaannya, sekaligus memperbaiki kualitasnya sesuai dengan peruntukannya.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia (2014), Konservasi Tanah dan
Air adalah upaya pelindungan, pemulihan, peningkatan, dan pemeliharaan fungsi
tanah pada lahan sesuai dengan kemampuan dan peruntukan lahan untuk mendukung
pembangunan yang berkelanjutan dan kehidupan yang lestari.
Konservasi tanah mempunyai hubungan yang sangat erat dengan konservasi air.
Setiap perlakuan yang diberikan pada sebidang tanah akan mempengaruhi tata air
pada tempat itu dan tempat-tempat dihilirnya. Oleh karena itu konservasi tanah dan
air merupakan dua hal yang berhubungan erat sekali, berbagai tindakan konservasi
tanah adalah juga tindakan konservasi air (Arsyad, 2010).

2.4 Teknik-teknik Konservasi Tanah dan Air

Setiap penggunaan lahan mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap


kerusakan tanah dan erosi. Penggunaan tanah pertanian ditentukan oleh jenis
tanaman, cara bercocok tanam, dan intensitas penggunana tanah. Teknologi yang
diterapakan pada setiap macam penggunaan tanah akan menentukan apakah akan
didapat penggunaan dan produksi yang lestari dari sebidang tanah. Teknik
konservasi tanah dan air dapat digolongkan ke dalam tiga golongan utama yaitu
Teknik Vegetatif, Teknik Mekanik dan Teknik Kimia (Arsyad, 2010).

2.4.1 Teknik Vegetatif

Suripin (2004), mengemukakan bahwa konservasi tanah secara vegetatif adalah


penggunaan tanaman, tumbuhan dan sisa tanaman dengan cara sedemikian rupa
sehingga dapat mengurangi laju erosi dengan cara mengurangi daya rusak hujan yang
jatuh dan jumlah daya rusak aliran permukaan. Konservasi tanah dan air secara
vegetatif ini menjalankan fungsi melalui :

9
a. Pengurangan daya perusak butiran hujan yang jatuh akibat intersepsi butiran hujan
oleh dedaunan tanaman atau tajuk tanaman.
b. Pengurangan volume aliran permukaan akibat meningkatnya kapasitas ilfiltrasi
oleh aktifitas perakaran tanaman dan tambahan bahan organic.
c. Peningkatan kehilangan air tanah akibat meningkatnya evapotranspirasi, sehingga
tanah cepat lapar air.
d. Memperlambat aliran permukaan akibat meningkatnya panjang lintasan aliran
permukaan oleh keberadaan batang-batang tanaman.
e. Pengurangan daya rusak aliran permukaan dan kecepatan aliran permukaan akibat
meningkatnya panjang lintasan dan kekasaran permukaan.
Seta (1987), mengemukakan bahwa konservasi tanah dan air secara vegetative,
dapat dilakukan dengan berbagai macam cara yaitu :

Pertanaman Dengan Tanaman Penutup Tanah


a. Tanaman penutup tanah rendah berupa jenis rumpu-rumputan dan tumbuhan
merambat atau menjalar. Dipergunakan pada pola pertanaman rapat yang ditanam
dalam barisan, dan untuk keperluan khusus dalam perlindungan tebing, talud
teras, dinding saluran irigasi maupun drainase. Jenis tanaman yang baik ditanam
adalah jenis Erechites valerianifolia Raf. Tumbuh baik pada ketinggian 0-2200
meter diatas permukaan laut pada hampir semua jenis tanah, kecuali tebing-tebing
terbuka dan kering.
b. Tanaman penutup tanah sedang berupa semak. Dipergunakan dalam pola
pertanaman teratur diantara barisan tanaman pokok, dalam barisan pagar.
Tanaman ini ditanam di luar tanaman pokok dan merupakan sumber mulsa atau
pupuk hijau. Tanaman tersebut biasanya bercampur dengan jenis leguminoceae
yang merambat atau berbentuk pohon yang tahan pemangkasan, seperti tanaman
Leucaena glauca (L) Benth, Lantana sp., Tithonia tangetiflora
Desp.,Braphtpohyllum pictum Gries, dan Candyline fruticosa Backer.
c. Tanaman penutup tanah tinggi (tanaman pelindung). Digunakan pada pola
pertanaman teratur diantara barisan tanaman pokok khususnya untuk melindungi

10
tebing, jurang-jurang, dan penghutanan kembali (reforestasi). Jenis tanaman yang
ditanam adalah Paraserianthes faltacaria dan Leucaena glauca. Leucaena
glauca lebih sering digunakan untuk pencegahan erosi dan sekaligus
memperbaiki tanah yang dapat ditanam rapat dengan jarak 1 cm tiap biji atau 100
biji/meter sehingga jika sudah tumbuh dapat berbentuk pagar-pagar yang secara
otomatis dapat berfungsi sebagai pencegah erosi. Selain itu, jenis bambu baik
ditanam pada jurang-jurang atau pada daerah yang sangat curam.

Pertanaman Dalam Strip


Pertanaman dalam strip (strip cropping) adalah suatu cara bercocok tanam
dengan beberapa jenis tanaman yang ditanam berselang-seling dalam strip-strip pada
sebidang tanah dan disusun memotong lereng atau sejajar garis kontur. Tanaman
yang ditanam biasanya tanaman pangan atau tanaman semusim diselingi dengan
strip-strip tanaman penutup tanah yang tumbuh cepat dan rapat untuk pupuk hijau.
Dalam sistem ini semua pekerjaan pengolahan tanah dan pertanaman dilakukan
memotong arah lereng. Untuk hasil yang lebih baik, dianjurkan agar sistem ini
dikombinasikan dengan pergiliran tanaman yang menggunakan mulsa. Pertanaman
dalam strip cocok untuk tanah yang drainase baik karena sistem ini dapat
menurunkan kecepatan aliran. Namun jika diterapkan pada lahan dengan drainase
jelek dengan ilfiltrasi yang rendah akan berakibat pada terjadinya pengisian air tanah
yang berlebihan (water logging). Lebar strip tergantung pada curah hujan, keadaan
tanah, topografi dan jenis tanaman yang akan ditanam. Semakin besar curah hujan,
semakin curam lereng maka semakin kecil strip yang dipergunakan. Namun secara
umum lebar strip berkisar 15-45 cm (Suripin, 2004).

Pertanaman Berganda (multiple cropping)


Suripin (2004), menyatakan bahwa pertanaman berganda (multiple cropping)
berguna untuk meningkatkan produktifitas lahan sambil menyediakan proteksi
terhadap tanah dan erosi. Sistem ini dapat dilakukan dengan baik dengan cara :

11
a. Pertanaman beruntun (squental cropping), adalah sistem bercocok tanam dengan
menggunakan dua atau lebih jenis tanaman pada setiap bidang tanah, dimana
tanaman kedua dan tanaman berikutnya bersamaan dengan pemanenan tanaman
pertama. Sistem ini bertujuan untuk meningkatkan intensitas pengguanaan lahan.
b. Tumpangsari (inter cropping), adalah sistem bercocok tanam dengan
menggunakan dua atau lebih jenis tanaman yang ditanam serentak/bersamaan pada
bidang tanah baik secara campur (mixed inter cropping) maupun secara terpisah-
pisah dalam baris yang teratur (row inter cropping).
c. Tumpang gilir (relay cropping), adalah sistem bercocok tanam dengan
menggunakan dua atau lebih jenis tanaman pada sebidag tanah, dimana tanaman
kedua atau berikutnya setelah tanaman pertama berbunga ditanam, sehingga pada
waktu tanam pertama dipanen, tanam kedua/berikutnya sudah mulai tumbuh.
d. Pertanaman lorong (alley cropping), adalah suatu bentuk bercocok tanam dengan
menggunakan dua atau lebih jenis tanaman pada sebidang tanah, hanya salah
satunya adalah non pangan. Jadi tanaman pokok (tanaman pangan) ditanam
dilorong atau gang yang diantara non pangan sebagai pagar.
Fungsi tanaman pagar di dalam sistem pertanaman lorong adalah sebagai
berikut :
a. Sumber pupuk hijau atau mulsa bagi tanaman pangan, dan jika pada tanah
berlereng ditanam mengikuti garis kontur dapat mengurangi erosi.
b. Sumber bahan bakar bagi petani dengan memanfaatkan kayu dari tanaman pagar.
c. Sumber makanan ternak.

Penggunaan mulsa
Mulsa adalah sisa tanaman (crop residues) yang ditebarkan diatas permukaan
tanah sedangkan sisa-sisa tanaman tersebut ditanam dibawah permukaan tanah
dinamakan pupuk hijau. Jika sisa-sisa tanaman tersebut ditumpuk terlebih dahulu
disuatu tempat sehingga mengalami humufikasi dinamakan kompos. Dari segi
konversi tanah, penggunaan mulsa mempunyai beberapa keuntungan, yaitu:

12
a. Memberi perlindungan terhadap permukaan tanah dari hantaman air hujan
sehingga mengurangi laju erosi.
b. Mengurangi volume dan kecepatan aliran permukaan.
c. Memelihara temperatur dan kelembaban tanah.
d. Meningkatkan kementapan struktur tanah.
e. Meningkatkan kandungan bahan organik.
f. Mengendalikan tanaman pengganggu.
Bahan mulsa yang baik untuk tujuan konservasi tanah adalah sisa-sisa tanaman
yang sukar lapuk karena dengan tanaman yang sukar lapuk dapat lebih lama memberi
pelindung terhadap permukaan tanah sehingga mengurangi laju erosi tanah, tanaman
yang sukar lapuk diantaranya seperti batang jagung atau jerami (Sujarwo, 1987).

Wanatani
Wanatani (agroforestry) adalah salah satu bentuk usaha konservasi tanah yang
menggabungkan antara tanaman pohon-pohonan, atau tanaman tahunan dengan
tanaman komoditas lain yang ditanam secara bersama-sama ataupun bergantian.
Penggunaan tanaman tahunan mampu mengurangi erosi lebih baik dari pada tanaman
komoditas pertanian khususnya tanaman semusim. Tanaman tahunan mempunyai
luas penutupan daun yang relative lebih besar dalam menahan energi kinetik air
hujan, sehingga air yang sampai ke tanah dalam bentuk aliran batang (stemflow) dan
aliran tembus (throughfall) tidak menghasilkan dampak erosi yang begitu besar.
Sedangkan tanaman semusim mampu memberikan efek penutupan dan perlindungan
tanah yang baik dari butiran hujan yang mempunyai energi perusak. Penggabungan
keduanya diharapkan dapat memberi keuntungan ganda baik dari tanaman tahunan
maupun dari tanaman semusim (Rahim, 2000)
Sistem watani telah lama dikenal masyarakat Indonesia dan berkembang
menjadi beberapa macam seperti pertanaman sela, pertanaman lorong, talun hutan
rakyat, kebun campuran, pekarangan, tanaman pelindung/multisrata, dan silvipastur
(Subagyono, 2003).

13
a. Pertanaman sela adalah pertanaman campuran antara tanaman campuran dengan
tanaman semusim.
b. Pertanaman lorong adalah suatu sistem dimana tanaman pagar pengontrol erosi
berupa barisan yang ditanam rapat mengikuti baris kontur, sehingga membentuk
lorong-lorong dan tanaman semusim berada diantara tanaman pagar tersebut.
c. Talun hutan rakyat adalah lahan diluar wilayah pemikiman penduduk yang
ditanami tanaman tahunan yang dapat diambil kayu maupun buahnya. Sistem ini
sesuai untuk siterapkan pada lahan kering dengan kelerengan 3-40%.
d. Kebun campuran adalah lahan diluar wilayah pemukiman penduduk yang ditanami
tanaman tahunan maupun musiman yang dapat diambil kayu, daun maupun
buahnya.
e. Pekarangan adalah kebun disekitar rumah dengan berbagai jenis tanaman baik
tanaman semusim maupun tanaman tahunan.
f. Pagar hidup adalah sistem pertanaman yang memanaatkan tanaman sebagai pagar
untuk melindungi tanaman pokok.
g. Silvipastur adalah bentuk lain dari tumpang sari, tetapi yang ditanam disela-sela
tanaman tahunan bukan tanaman pangan melainkan tanaman pakan ternak seperti
rumput gajah (Pennisetum purpureum), rumput raja (Pennisetum pupoides), dan
lain-lain.

2.4.2 Teknik Mekanik

Untuk mengurangi tingginya tingkat degradasi lahan, diperlukan kegiatan


rehabilitasi dengan menerapkan teknik KTA yang tidak saja melalui metode vegetatif
(silvikultur), namun dapat juga dikombinasikan dengan teknik sipil dengan harapan
akan lebih efektif dalam menekan aliran permukaan, erosi, dan kehilangan unsur hara
(Pratiwi dan Salim, 2013). Menurut Arsyad (2010) Teknik mekanik adalah semua
pertakuan fisik mekanis yang diberikan terhadap tanah dan pembuatan bangunan
untuk mengurangi aliran permukaan dan erosi, dan meningkatkan kemampuan
penggunaan tanah. Teknik mekanik dalam konservasi tanah berfungsi (a)
mempertambah aliran permukaan, (b) menampung dan menyalurkan atiran

14
permukaan dengan kekuatan yang tidak merusak, (c) memperbaiki atau memperbesar
infiltrasi air ke dalam tanah darn memperbaiki aerasi tanah, dan (d) penyediaan air
bagi tanaman.

Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah adalah setiap manipulasi mekanik terhadap tanah yang
diperlukan untuk menciptakan kondisi tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman.
Tujuan utama pengelolaan tanah adalah menyiapkan tempat tumbuh bagi benih,
menggemburkan tanah pada daerah perakaran, membalikkan tanah sehingga sisa
tanaman terbenam didalam tanah dan memberantas gulma (Suripin, 2004).
Peranan pengolahan tanah datam konservasi tanah hampir tidak ada bahkan
dapat merugikan. Dengan pengolahan tanah, tanah meniadi longgar dan lebih cepat
menyerap air huian sehingga mengurangi aliran permukaan, akan tetapi pengaruh ini
bersifat sementara. Tanah yang tetah diolah sehingga menjadi longgar lebih mudah
tererosi (Arsyad, 2010).

Teras
Terasering arau teras adalah bangunan konservasi tanah yang dibuat dengan
penggalian dan pengurugan tanah, membentuk bangunan urama berupa bidang olah,
guludan dan saluran air yang mengikuti kontur, serta dapat pula dilengkapi dengan
bangunan pelengkapn scperti saluran pembuangan air dan terjunan air yang regak
lurus kontur. Teras berfungsi mengurangi panjang lereng dan menahan air, sehingga
mcngurangi kccepatan dan jumlah aliran permukaan, menekan erosi, meningkatkan
peresapan air ke dalam ranah serta menampung dan mengendalikan aliran air ke
daerah yang lebih rendah secara aman (Kementrian Kehutanan, 2011).
Arsyad (2010), menyatakan ada dua tipe utama teras yaitu :
a. Teras berdasar lebar merupakan suatu saturan yang dasarnya lebar atau merupakan
gutudan bersaturan yang dasar saturannya lebar. Teras berdasar lebar umumnya
dibuat pada lahan berombak dan bergelombang. Berdasarkan fungsi utamanya
teras berdasar tebar ada dua macam yaitu teras bertereng dan teras datar. Teras

15
berdasar lebar dapat digunakan pada tanah berlereng antara 2% sampai 15% yaitu
pada tanah-tanah kelas kemampuan ll dan lll. Pada tanah yang lerengnya sangat
panjang teras berdasar lebar digunakan pada lereng 0,5%.
b. Teras tangga dibuat dengn cara menggali tanah pada tereng dan meratakan tanah
di bagian bawah sehingga terjadi suatu deretan tangga atau bangku. Teras tangga
atau bangku dapat dibuat pada tanah berlereng 2 % sampai 30 % atau jauh lebih
besar.

Pengolahan Tanah Menurut Kontur


Pada pengolahan tanah menurut kontur, pembajakan dilakukan menurut kontur
atau memotong lereng, sehingga terbentuk jalur tumpukan tanah dan alur diantara
tumpukan tanah yang terbentang menurut kontur. Pengolahan menurut kontur akan
tebih efektif jika diikuti dengan penanaman menurut kontur yaitu barisan tanaman
diatur sejalan dengan garis kontur. Keuntungan utama pengolahan menurut kontur
adalah terbentuknya penghambat aliran permukaan yang meningkatkan penyerapan
air oleh tanah dan menghindari pengangkutan tanah. Oleh karena itu di daerah
beriklim kering, pengolahan menurut kontur juga sangat efektif untuk konservasi air
(Arsyad, 2010).

Irigasi
Irigasi berarti pemberian air kepada tanah untuk memenuhi kebutuhan air bagi
pertumbuhan tanaman. Pekeriaan irigasi meliputi penampungan dan pengambilan dari
sumbernya, pengaliran air melalui saluran terbuka atau pipa ke areal tanaman, dan
pembuangan air yang berlebih (air lebih) dari areal tanaman. Tujuan irigasi adalah
memberikan tambahan air terhadap air hujan, dan memberikan air kepada tanaman
dalam jumlah yang cukup dan pada waktu yang diperlukan. Selain dari kegunaan
untuk memenuhi kebutuhan air tanaman, air irigasi mempunyai kegunaan lain, yaitu
mempermudah pengolahan tanah, mengatur suhu tanah dan iklim mikro, mencuci
tanah dari kadar garam atau asam yang terlalu tinggi, membersihkan kotoran dari

16
selokan (sanitasi), dan menggenangi tanah untuk memberantas gulma dan hama serta
penyakit tanaman (Arsyad, 2010).

Drainase
Drainase berarti keadaan dan cara keluarnya air lebih (excess water). Air lebih
adalah air yang tidak dapat dipegang atau ditahan oleh butir-butir tanah dan
memenuhi pori-pori tanah. Fasilitas drainase atau sistem drainase dapat berupa sistem
drainase di permukaan tanah (surface drainase) dan di dalam tanah atau dibawah
permukaan tanah (subsurface atau underground drainase). Sistem drainase di
permukaan tanah dapat berupa peralatan tanah (land smooting atau grading), (b)
guludan (bedding), dan (c) saluran terbuka. Kebutuhan akan sistem drainase ini
umumnya terdapat pada tanah-tanah datar yaitu lerengnya <2% sebagian besar
berlereng < 1% (Arsyad, 2010).

Sumur Resapan
Menurut Kementrian Kehutanan (2011) Sumur resapan air adalah bangunan
yang dibuat sedemikian rupa sehingga menyerupai bentuk sumur gali, berfungsi
sebagai tempat menampung air hujan yang jatuh di atas atap rumah atau daerah kedap
air dan meresapkannya kedalam tanah. Maanfaat sumur resapan bagi masyarakat
pada umumnya adalah :
a. Mengurangi aliran permukaan sehingga dapat mencegah/mengurangi terjadinya
banjir dari genangan air.
b. Mengurangi aliran permukaan, mempertahankan dan menambah tinggi muka air
tanah.
c. Megurangi erosi dan sidementasi.
d. Mencegah instrusi air dan penurunan tanah.
e. Mengurangi konsentrasi pencemaran air tanah.

17
Guludan
Guludan adalah tumpukan tanah (gelengan) yang dibuat memanjang memotong
kemiringan lahan (lereng). Fungsi guludan ini adalah untuk menghambat aliran
permukaan, menyimpan air dibagian atasnya dan untuk memotong panjang lereng
(Arsyad, 2010).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan teras gulud: a) teras
gulud cocok diterapkan pada lahan dengan kemiringan 10-40%, dapat juga pada
lahan dengan kemiringan 40-60% namun relatif kurang efektif, dan b) pada tanah
yang permeabilitasnya tinggi, guludan dapat dibuat menurut arah kontur. Pada tanah
yang permeabilitasnya rendah, guludan dibuat miring terhadap kontur, tidak lebih
dari 1% ke arah saluran pembuangan. Hal ini ditujukan agar air yang tidak segera
terinfiltrasi ke dalam tanah dapat tersalurkan ke luar lading dengan kecepatan rendah
(Idjudin, 2011).

Bangunan Stabilisasi
Bangunan stabilisasi yang umum berupa dam penghambat (chekdam), bolong
dan rorak. Bangunan-bangunan tersebut berfungsi untuk mengurangi volume dan
kecepatan aliran permukaan disamping juga untuk menambah masukan air tanah dan
air bawah tanah (Arsyad, 2010)
Dam penghambat (chekdam) adalah bangunan yang dibuat melintang pada parit
atau selokan yang berfungsi untuk menghambat kecepatan aliran dan menangkap
sedimen yang dibawa aliran sehingga kedalaman dan kemiringan parit berkurang.
Bangunan ini mempunyai resiko kegagalan namun dapat memberikan stabilitas
sementara (Arsyad, 2010).
Balong adalah waduk kecil yang dibuat di daerah perbukitan dengan
kemiringan lahan kurang dari 30%. Bangunan ini berfungsi untuk menampung air
aliran permukaan guna memenuhi kebutuhan air tanaman, ternak, dan keperluan-
keperluan lainnya, menampung sedimen hasil erosi, meningkatkan jumlah air yang
meresap ke dalam tanah (infiltrasi), dan mendekatkan permasalahan dan penyelesaian
konservasi kepada masyarakat (Suripin, 2004).

18
Rorak adalah saluran buntu dengan ukuran lebar dan dalam sesuai kondisi
setempat. Rorak berfungsi sebagai tampungan sementara air dari aliran permukaan
untuk diresapkan ke dalam tanah (Kementrian Kehutanan, 2011). Lanjut Idjudin
(2011) Rorak merupakan lubang penampungan atau peresapan air, dibuat di bidang
olah atau saluran resapan. Pembuatan rorak bertujuan untuk memperbesar peresapan
air ke dalam tanah dan menampung tanah yang tererosi. Pada lahan kering beriklim
kering, rorak berfungsi sebagai tempat pemanen air hujan dan aliran permukaan.
Dimensi rorak yang disarankan sangat bervariasi, misalnya kedalaman 60 cm, lebar
50 cm, dan panjang berkisar antara 50-200 cm. Panjang rorak dibuat sejajar kontur
atau memotong lereng. Jarak ke samping antara satu rorak dengan rorak lainnya
berkisar 100-150 cm, sedangkan jarak horizontal 20 m pada lereng yang landai dan
agak miring sampai 10 m pada lereng yang lebih curam. Dimensi rorak yang akan
dipilih disesuaikan dengan kapasitas air atau sedimen dan bahan-bahan terangkut
lainnya yang akan ditampung.

2.4.3 Teknik Kimia

Teknik kimia didasarkan pada usaha terencana dengan menambahkan bahan-


bahan kimiawi ke dalam tanah untuk memperbaiki sifat tanah. Dengan kata lain,
metode kimiawi merupakan usaha pemantapan tanah (soil conditioning) dalam
rangka memperbaiki, memulihkan keadaan sifat fisik tanah dengan menggunakan
bahan-bahan kimia. Segala sesuatu harus memakaiperhitungan yang tepat dan matang
karena pemakaian yang salah akan lebih merusak keadaan tanah, menimbulkan
keracunan pada tumbuh-tumbuhan dan beberapa akibat lainnya akan merugikan para
petani (Arsyad, 2010).
Perkembangan dari bahan-bahan kimia bagi kepentingan dunia pertanian
berlangsung terus sehingga bahan-bahan ini tidak hanya digunakan untuk usaha
peningkatan produktifitas tanah, pemacu dan penyubur pertumbuhan tanaman serta
pembasmi hama tanaman juga tanaman-tanaman penggangu. Bahkan dibeberapa
Negara Eropa dan Amerika penggunaannya lebih luas lagi (tidak hanya terbatas bagi
kepentingan pertanian dan pementapan tanahnya) melainkan juga untuk memperbaiki

19
dan menjaga kelestarian lingkungan atau mengurangi bahaya pengotoran atau
populasi danau, sungai, kolam dan pengotoran pada air lainnya (Arsyad, 2010).

20
III. METODE PENELITIAN

3. 1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan selama bulan April 2017 hingga Januari 2018.
Penelitian bertempat di Kecamatan Tanete Riaja dan Kecamatan Barru, Kabupaten
Barru. Lokasi ini berada di DAS Lisu yang dipengaruhi oleh Penakar Curah Hujan
Sumpang Binangae.

3. 2 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:


a. Meteran roll untuk mengukur bangunan konservasi tanah.
b. Haga meter untuk megukur kemiringan lereng.
c. Alat tulis menulis untuk mencatat hasil penelitian.
d. Kamera digital untuk mendokumentasikan semua kegiatan selama penelitian
berlangsung.
e. Receiver GPS (Global Position System).
f. Peta lokasi.
g. Questioner berisi item-item pertanyaan yang diberikan kepada petani.

3. 3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Metode Penentuan Lokasi Penelitian


Penentuan lokasi penelitian diperoleh dari delineasi batas DAS yang
dioperasionalisasikan melalui aplikasi ArcGIS. Batas DAS Lisu menjadi batas luar
dari semua jenis peta yang dibuat berdasarkan kepentingan analisis lokasi penelitian.
Jenis peta yang diperlukan, adalah:
a. Peta Curah Hujan diperoleh dari pengolahan data Badan Meteorologi Klimatologi
dan Geofisika (BMKG).

21
b. Peta Penutupan Lahan diperoleh dari penutupan lahan BPKH tahun 2015.

3.3.2 Penentuan Lokasi Sampel

Lokasi sampel ditentukan berdasarkan kelas kemiringan lereng. Kelas


kemiringan lereng yang dimaksudkan terbagi ke dalam kelas kemiringan lereng: 0-
8%; 8-15%; 15-25%; 25-45%; dan >45%.

3. 4 Metodologi Pengumpulan Data

3.4.1 Data Primer

Data primer diperoleh melalui survei lapangan dan melalui wawancara dengan
masyarakat. Survei lapangan dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
a. Peninjauan langsung kelapangan untuk mengidentifikasi teknik konservasi tanah
yang diterapkan oleh petani berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 37 Tahun 2014 tentang Konservasi Tanah dan Air :
1) Teknik Vegetatif : kayu-kayuan, perdu, rumput-rumputan dan tanaman
penutup tanah lainnya.
2) Teknik Agronomi : pemberian mulsa, pengaturan pola tanam, pemberian
amelioran, pengayaan tanaman, pengolahan tanah konservasi, penanaman
mengikut kontur, pemupukan, pemanenan.
3) Teknik Sipil Teknis/Mekanik : sengkedan, teras guludan, teras bangku,
pengendali jurang, sumur resapan, kolam retensi, dam pengendali, dam
penahan, saluran buntu atau rorak, saluran pembungan air, terjunan air dan
beronjong.
b. Melakukan wawancara terhadap petani yang menerapkan teknik Konservasi Tanah
dan Air setelah mendapatkan lahan masyarakat yang akan diamati.
c. Pengambilan gambar teknik konservasi tanah yang diterapkan oleh
masyarakat/petani.

22
3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari Instansi terkait. Data atau
informasi yang dimaksud meliputi :
a. Data curah hujan yang bersumber dari Badan Meteorologi Klimatologi dan
Geofisika (BMKG).
b. Data kemiringan lereng bersumber dari Analisis Aster DEM30 M.
c. Data penutupan lahan bersumber dari BPKH tahun 2015.

3. 5 Analisis Data

Data atau informasi yang diperoleh selama penelitian ditabulasi sesuai dengan
tujuan penelitian. Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif.
Analisis deskriptif kualitatif adalah analisis yang menjelaskan dan menafsirkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis berkenaan dengan fakta dilapangan.
Teknik konservasi tanah yang diterapkan oleh petani dilapangan ditetapkan
dalam 2 (dua) kategori penilaian berdasarkan Arsyad (2010) dan Direktorat Bina
Rehabilitasi Hutan dan Lahan (2011), yaitu:
a. Teknik KTA yang sesuai.
b. Teknik KTA yang tidak sesuai.
Penerapan teknik konservasi tanah dan air dikatakan sesuai apabila teknik KTA
yang diterapkan oleh petani tersebut sesuai dengan syarat-syarat pedoman konservasi
tanah dan air dan dikatakan penerapan teknik KTA yang tidak sesuai apabila teknik
KTA yang diterapkan oleh petani tidak sesuai dengan syarat-syarat pedoman
konservasi tanah dan air. Selanjutnya, alasan petani menerapkan metode konservasi
tanah tersebut diketahui dari hasil wawancara.

23
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penerapan Teknik Konservasi Tanah dan Air

Berdasarkan hasil identifikasi teknik konservasi tanah dan air yang di temukan
bahwa ada tiga teknik yang diterapkan oleh masyarakat yaitu teknik vegetatif, teknik
agronomi dan dan sipil teknis. Hasil ini diketahui berdasarkan pengamatan langsung
di lapangan dan juga hasil wawancara seperti yang terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Penerapan Teknik Konservasi Tanah dan Air pada berbagai kelas kelerangan di
wilayah Sumpang Binangae.

No Kemiringan Lereng (%) Bentuk-bentuk Teknik KTA Ket.

Kebun Campuran (V)


1. 0-8 % Pagar Hidup (V)
Tanaman Penutup Tanah (V)
Kebun Campuran (V)
2. Pagar Hidup (V) V = Teknik KTA secara
8-15 %
Teras Bangku (ST) vegetatif
Tanaman Penutup Tanah (V) ST = Teknik KTA secara Sipil
Penanaman Menurut Kontur (A) Teknis
3. Teras Bangku (ST) A = Teknik KTA secara
15-25 % Agronomi
Tanaman Penutup Tanah (V)
Pagar Hidup (V)

4. Teras Bangku (ST)


25-45 %
Tanaman Penutup Tanah (V)

5. Teras Bangku (ST)


>45 %
Tanaman Penutup Tanah (V)

Teknik Konservasi Tanah dan Air yang diterapkan masyarakat berada pada
setiap kelas kelerengan. Ditemukan beberapa perbedaan Teknik Konservasi Tanah
dan Air yang diterapkan masyarakat pada setiap kelas kelerengan. Teknik vegetatif
umumnya berada pada kemiringan 0-25% sedangkan teknik agronomi dan teknik
sipil teknis berada pada kemiringan 15->45% dan ketiga Teknik Konservasi Tanah
dan Air tersebut dijumpai pada kemiringan 16-25%.

24
Tabel 2. Hasil Wawancara Penerepan Teknik Konservasi Tanah dan Air pada berbagai kelas
kelerangan di wilayah Sumpang Binangae.

Kategori
No Jumlah Responden
Kemiringan Lereng (%)
(Orang) Sesuai Tidak Sesuai
1. 0-8 % 7 5 2
2. 8-15 % 6 5 0
3. 15-25 % 4 4 2
4. 25-45 % 4 4 0
5. >45 % 4 4 0
Jumlah 25 21 4
Persentase (%) 100 84 16

Berdasarkan hasil pengamatan pada Tabel 2 menunjukan bahwa jumlah


responden yang telah menerapkan Teknik Konservasi Tanah dan Air kategori sesuai
sebanyak 21 responden (84%) dan tidak sesuai sebanyak 4 responden (16%).
Kategori tidak sesuai terdapat pada kebun campuran pada kemiringan 0-8% dan
terdapat pada penanaman mengikuti kontur pada kemiringan 15-25%. Wawancara
dilakukan kepada masyarakat setelah menemukan lahan yang akan dijadikan lokasi
pengamatan.

4.1.1 Teknik Vegetatif

Kebun Campuran

Berdasarkan kondisi vegetasi seperti yang diperlihatkan pada Gambar 1, dapat


dijelaskan bahwa penerapan teknik konservasi tanah dan air dapat dikatakan baik. Hal
ini dikarenakan jenis tanaman kehutanan yang berada didalamnya seperti gamal
(Gliricidia sepium), jati putih (Gmelina arborea), bambu (Bambusa Sp) dengan
komponen tanaman pertanian berupa pisang (Musa acuminata), pepaya (Carica
papaya), singkong (Manihot esculenta), jambu biji (Psidium guajava), dan ubi jalar
(Ipomoea batatas). Kombinasi tersebut akan memperkecil terjadinya erosi dan juga
aliran permukaan. Kriteria baik ini didasarkan pada banyaknya lapisan tajuk serta

25
berisi tanaman tahunan maupun semusim yang dapat diambil kayunya, daun maupun
buahnya sesuai dengan syarat kebun campuran.

Plot di atas merupakan salah satu kebun campuran yang ditemukan dilokasi
penelitian dimana tanaman gamal berada pada pinggir lahan ditanam berbaris dengan
jarak tanam yang rapat sehingga membentuk sebuah pagar hidup. Tanaman singkong
ditanam secara berbaris dan diantaranya ditanami jagung. Sedangkan tanaman jati,
pepaya, pisang, jambu biji ditanam secara acak. Selain dapat mencegah erosi
pemanfaatan lahan yang dilakukan oleh masyarakat juga akan menambah penghasilan
dari segi ekonomi.

Gambar 1. Kebun campuran dengan Teknik Konservasi Tanah dan Air

26
Kebun campuran pada umumnya berada pada kemiringan >25% namun pada
lokasi penelitian kebun campuran justru berada pada kemiringan 0-15% yang
memadukan tanaman tahunan dengan tanaman semusim. Hal ini dikarenakan
masyarakat lebih mudah mengelolah tanaman tahunan dan semusim pada kemiringan
yang tidak curam. Tanaman semusim umumnya dapat ditanam pada batas kemiringan
tertentu (landai), sedangkan pada kemirigan yang lebih besar hanya terdapat
pepohonan saja karena dapat memperbesar resapan air dan akar yang akan mengikat
tanah lebih kuat.
Perpaduan antara tanaman tahunan dan semusim menyebabkan terdapat
beberapa lapisan tajuk yang dapat mengurangi energi kinetik air hujan yang jatuh ke
permukaan permukaan tanah. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan Rahim (2000),
bahwa tanaman tahunan mempunyai luas penutupan daun yang relatif lebih besar
dalam menahan energi kinetik air hujan, sehingga air yang sampai ke tanah dalam
bentuk aliran batang (stemflow) dan air lolos (throughfall) tidak menghasilkan
dampak erosi yang begitu besar. Sedangkan tanaman semusim mampu memberikan
efek penutupan dan perlindungan tanah yang baik dari butiran hujan yang mempunyai
energi perusak. Penggabungan keduanya diharapkan dapat memberi keuntungan
ganda baik dari tanaman tahunan maupun dari tanaman semusim.
Kebun campuran tersebut di rasa cukup untuk menahan laju erosi karena
pentupan tajuk yang terdiri dari beberapa strata tajuk yang rapat. Hal ini sesuai
dengan peryataan P.A. Huxley dalam Arsyad (2010), bahwa melalui kombinasi yang
menciptakan komunitas tanaman dengan berbagai strata tajuk, pertanian hutan
bertujuan untuk memaksimumkan penggunaan energi sinar matahari, mengurangi
kehilangan unsur hara dan juga mengoptimalkan efisiensi penggunaan air serta
meminimumkan aliran permukaan yang dapat menyebabkan erosi.

27
Pada lokasi penelitian juga ditemukan kebun campuran yang tidak sesuai
seperti yang tertera pada Gambar 2.

Gambar 2. Kebun Campuran Tidak Sesuai

Kebun campuran yang tidak sesuai ini berada pada kemiringan 0-8%, berbeda
dengan yang berada pada kemiringan 8-15% karena terdapat perbedaan pada strata
tajuk dan jenis tanamannya. Dikatakan tidak baik walaupun dua syarat yang lain
terpenuhi hal ini karena strata tajuk pada Gambar 2 hanya memiliki dua strata tajuk
saja dengan kondisi tajuk yang tidak rapat, masyarakat juga hanya menanam satu
jenis tanaman pada lahan tersebut yaitu jagung. Pada gambar juga terlihat tidak
adanya tanaman bawah sehingga tidak efektif dalam mengurangi energi kinetik air
hujan yang akan jatuh ke permukaan tanah.
Tanaman tahunan hanya ditanam diluar bidang olah atau hanya berada pada
pinggir kebun meyebabkan keterbukaan sehingga air hujan yang jatuh pada lahan
hanya ditahan oleh tanaman jagung yang ditanam didalamnya. Kondisi vegetasi yang
tidak bervariasi akan menyebabkan terjadinya erosi percik dan juga aliran permukaan.
Aliran permukaan akan dengan mudah terjadi karena kondisi lahan yang tidak
memiliki tanaman bawah seperti rerumputan yang akan menghambat atau
memperkecil terjadinya aliran permukaan.

28
Tanaman Penutup Tanah

Berdasarkan hasil pengamatan, tanaman penutup tanah dikategorikan baik


karena terdiri dari tanaman penutup tanah rendah dan tanaman penutup tanah tinggi
yang sesuai dengan syarat pedoman Teknik Konservasi Tanah dan Air pada Lampiran
6. Tanaman penutup rendah berupa rumput sinyal (Brachiaria decumbers), rumput
kinangan (Paspalum scrobiculatum) dan rumput gajah. Tanaman penutup tanah yang
ada pada lokasi penelitian berperan menahan atau mengurangi daya perusak butir-
butir hujan yang jatuh ke permukaan tanah, menjaga kesuburan tanah, menambah
bahan organik tanah melalui batang, ranting dan daun mati yang jatuh serta
melakukan transpirasi yang mengurangi kandungan air tanah.

(a) (b)

(c)

Gambar 2. Tanaman penutup tanah rendah (a) rumput sinyal, (b) rumput kinangan,
(c) rumput gajah

29
Tanaman penutup tanah rendah pada Gambar 2 berada pada kemiringan 0%
hingga >45%. Terdiri dari jenis rumput-rumputan dan tumbuhan atau jenis legum
menjalar yang ditanam diantara tanaman tahunan, secara bergilir dengan tanaman
semusim atau tanaman tahunan dan sebagai tanaman pemula (pioneer) untuk
rehabilitasi lahan kritis. Tananaman penutup rendah biasanya dipakai dalam pola
tanaman rapat, barisan dan juga untuk peggunaan perlindungan khusus seperti tebing,
talud teras, dinding saluran.
Tanaman penutup tanah seperti pada Gambar 2 memiliki perakaran yang rapat
dan pertumbuhannya cepat sehingga tanah akan cepat tertutup oleh tanaman tersebut.
Keberadaan tanaman penutup tanah ini khususnya pada daerah yang memiliki
kemiringan >15% akan memperkecil terjadinya aliran permukaan karena makin
curam lereng makin besar laju dan jumlah aliran permukaan dan semakin besar erosi
yang terjadi. Selain dari memperbesar jumlah aliran permukaan, semakin curamnya
lereng juga memperbesar energi angkut air.
Jika kemiringan lereng semakin besar, maka jumlah butir-butir tanah yang
terpercik ke bawah oleh tumbukan butir hujan akan semakin banyak. Hal ini
disebabkan gaya berat yang semakin besar sejalan dengan semakin miringnya
permukaan tanah dari bidang horizontal, sehingga lapisan tanah atas yang tererosi
akan semakin banyak. Oleh sebab itu pertumbuhan yang cepat dari rerumputan dapat
mengurangi erosi percik akibat lahan terbuka karena setiap butir hujan akan
dilemahkan sehingga kemampuannya untuk mengerosi tanah semakin kecil serta
dapat memperkecil daya tumbuk hujan ketika bersentuhan dengan daun rumput-
rumputan.
Pada lokasi penelitian juga ditemukan tanaman penutup tanah tinggi seperti
pohon kelapa (Cocos mucifera), pisang (Musa acuminata), gamal (Gliricidia sepium),
lamtoro (Leucaena leucocephala) dan bambu (Bambusa Sp.).

30
(a) (b)

(c) (d)
Gambar 3. Tanaman penutup tanah tinggi (a) pohon kelapa, (b) pisang, (c) gamal dan
lamtoro, (d) bambu

Tanaman penutup tanah tinggi yang berada dilokasi penelitian juga tumbuh
pada di kemiringan lereng 0% hingga >45%. Hal ini dikarenakan tanaman tersebut
memang berperan besar untuk mengikat tanah sehingga dapat mencegah terjadinya
longsor pada kemiringan lereng yang curam. Tanaman penutup tanah tinggi juga
berperan untuk memengikat tanah, membuat air hujan melalui aliran batang dan
memecah butiran hujan atau aliran tembus (throughfall) yang akan sampai ke
permukaan tanah sehingga mengurangi energi kinetik air hujan. Hal ini sesuai dengan
peryataan Suripin (2004) bahwa efektifitas tanaman penutup dalam mengurangi erosi
dan aliran permukaan dipengaruhi oleh tinggi tanaman, dan kontinuitas dedaunan
sebagai kanopi. Makin tinggi tempat jatuh butiran hujan makin tinggi kecepatannya

31
sampai pada saat mencapai permukaan tanah, dengan demikian makin tinggi pula
energi kinetiknya.

Pagar Hidup

Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan pagar hidup sudah baik karena


sesuai dengan syarat Teknik Konservasi Tanah dan Air. Pagar hidup berada pada
kemiringan 0% hingga 25%, sedangkan kemiringan >25% masyarakat tidak
menerapkannya lagi dikarenakan pagar hidup dianggap hanya untuk melindungi
tanaman pokok dari hewan ternak. Pada umumnya pagar hidup yang digunakan oleh
masyarakat yaitu jenis gamal (Gliricidia sepium) seperti yang tertera pada Gambar 4.
Pagar hidup merupakan sebutan untuk pagar yang dibentuk dari tanaman hidup yang
bisa ditanam menggunakan berbagai macam tanaman pagar asalkan memiliki batang
yang cukup kokoh dan daun yang juga rimbun.

Gambar 4. Pagar Hidup

Pemanfatan pohon gamal sebagai tanaman pagar dikarenakan


pertumbuhannya yang cepat. Pagar hidup digunakan masyarakat untuk menentukan
batas-batas suatu lahan pertanian ataupun perkebunan. Fungsi dari pagar hidup yaitu
melindungi lahan dari bahaya erosi air dan sebagai bahan organik.

32
Selain digunakan sebagai pagar, pohon gamal berperan juga sebagai
pengendali gulma dan bahan organik. Tanaman ini berfungsi pula sebagai
pengendali erosi, penyubur tanah dan gulma terutama alang-alang. Gamal juga
dimanfaatkan masyarakat sebagai kayu bakar karena kayunya yang perlahan terbakar
dan menghasilkan sedikit asap.

4.1.2 Teknik Agronomi

Pengolahan Tanah Menurut Kontur

Pada lokasi penelitian teknik konservasi ini dilakukan masyarakat pada


kemiringan lereng 15-25%. Masyarakat menerapkan penglohan tanah menurut kontur
yang dipadukan dengan teknik konservasi sipil teknis yaitu teras bangku sehingga
akan lebih memperkecil terjadinya erosi.

Gambar 5. Pengolahan tanah dan penanaman menurut kontur

Teknik konservasi ini dinilai baik karena memenuhi syarat pada pedoman
teknik Konservasi Tanah dan Air (Lampiran 6), yaitu barisan tanaman diatur sejalan
dengan garis kontur dan pembajakan dilakukan menurut kontur atau memotong
lereng. Pengolahan tanah dan penanaman menurut kontur dapat mengurangi laju erosi
lebih baik dibandingkan dengan pengolahan tanah dan penanaman menurut lereng.

33
Hal ini dikarenakan pembajakan dilakukan memotong lereng atau mengikuti kontur
sehingga terbentuk jalur-jalur tumpukan tanah dan alur yang sejajar atau mengikuti
garis kontur.
Keuntungan utama dari pengolahan tanah dan penanaman menurut kontur
yaitu terbentuknya penghambat aliran permukaan dan terjadinya penampungan air
sementara, sehingga dapat mengurangi kemungkinan terjadinya erosi. Oleh karena itu
di daerah beriklim kering, pengolahan menurut kontur juga sangat efektif untuk
konservasi air (Arsyad, 2010).

4.1.3 Teknik Sipil Teknis

Teras Bangku

Pembuatan teras bangku pada Gambar 6 dikatakan sudah baik karena sudah
sesuai dengan syarat pembuatan teras bangku. Teras bangku ini dibuat sedemikian
rupa sehingga dapat menurunkan laju aliran permukaan karena daya kikis terhadap
tanah dan memperbesar peresapan air serta mengurangi terjadinya erosi tanah. Hal ini
sejalan dengan peryataan Arsyad (2010), bahwa teras bangku dibuat dengan jalan
memotong lereng dan meratakan tanah dibidang olah sehingga terjadi suatu deretan
berbentuk tangga atau bangku.

Gambar 6. Teras Bangku

34
Penerapan teras bangku oleh masyarakat dilakukan pada kemiringan 8%
sampai dengan >45%. Penerapan teras bangku hanya dapat diterapkan pada lahan
dengan kemiringan 5-40%, tidak dianjurkan pada lahan dengan kemiringan >45%
karena bidang olah akan menjadi semakin sempit. Namun masyarakat tetap
melakukan pengolahan tanah dalam bentuk teras bangku dikarenakan alasan ekonomi
sehingga lahan dengan kemiringan >45% tetap dimanfaatkan untu menambah
penghasilan ekomomi mereka.
Teras bangku tidak ditemukan pada kemiringan <8%, hal ini di karenakan
pada daerah datar hampir tidak ditemukan adanya aliran permukaan sehingga
penerapan teras bangku sangat efektif dilakukan pada lahan yang memiliki tingkat
kemiringan lereng sedang hingga kemiringan lereng yang curam agar dapat
memperkecil terjadinya aliran permukaan tanah yang dapat membawa bongkahan
tanah dan unsur hara tanah. Teras bangku pada lokasi penelitian dibuat melintang
atau memotong kemiringan lahan yang berfungsi untuk mengendalikan aliran
permukaan. Dengan demikian akan memungkinkan terjadinya penyerapan air dan
berkuragnya erosi.
Teras bangku yang ditemukan dilapangan ditanamani tanaman penguat teras
di bibir teras atau samping teras berupa rerumputan yang dapat juga meningkatkan
efektivitas teras bangku karena dapat memperkecil daya tumbuk butiran hujan. Teras
bangku di atas juga dilengkapi dengan saluran teras atau saluran pembungan air agar
dapat menyalurkan air menuju saluran pembungan air untuk menghindari aliran
permukaan disembarang tempat, yang akan membahayakan dan merusak tanah yang
akan dilewatinya. Saluran teras berfungsi untuk mengumpulkan air dari areal antar
teras dan menyalurkannya ke saluran berumput. Hal ini sejalan dengan Arsyad (2010)
bahwa tujuan utama pembutan saluran pembungan air adalah untuk mengarahakan
dan menyalurkan aliran permukaan ke lokasi pembungan air yang sesuai dengan
peryataan.

35
Teras Batu

Teras batu pada lokasi penelitian berada pada kemiringan 8% hingga 40%.
Pembuatan teras batu yang seperti pada yang tertera Gambar 7 dilakukan oleh
masyarakat dikarenakan banyaknya bebatuan yang terdapat disekitar lahan sehingga
dimanfaatkan oleh masyarakat untuk membuat teras batu. Teras batu hampir sama
dengan teras bangku hanya saja pemanfaatan batu sebagai teras lebih memperluas
bidang olah dan mengurangi kehilangan tanah dan air. Teras batu juga akan menahan
tanah yang tererosi sehingga diharapkan dalam jangka waktu yang lama dengan
sendirinya akan membentuk teras bangku.
Teras batu dilakukan dengan cara batu-batu disusun membuat dinding dengan
jarak yang sesuai di sepanjang garis kontur pada lahan miring. Teras batu hampir
sama dengan teras tembok tetapi teras batu membutuhkan biaya yang lebih sedikit
walaupun tingkat kekuatannya lebih rendah disbanding teras tembok.

Gambar 7. Teras Batu

4.2 Transek Jenis Tanaman pada Berbagai Kelas Kemiringan Lereng

Kemiringan lereng pada lokasi penelitian sangat bervariasi mulai dari 0%


sampai >45%, tetapi lebih cenderung berada dikemiringan <45% hal ini dikarenakan
wilayah stasiun Sumpang Binangae berada pada daerah hilir DAS Lisu. Masyarakat
memanfaatkan lereng untuk dikelola dengan menanam berbagai jenis tanaman untuk

36
menghasilkan kebutuhan ekonomi yang lebih. Jenis tanaman yang ditanam oleh
masyarakat berbeda pada setiap kelas kemiringan lereng. Semakin curam lereng maka
semakin sedikit pula jenis tanaman yang ditanam oleh masyarakat seperti yang tertera
pada Tabel 2.

Tabel 2. Transek Jenis Tanaman pada berbagai kelas kelerengan

Kelerengan Transek Teknik KTA Jenis Tanaman

Teras batu, tanaman kacang tanah, rumput


>45 % penutup tanah, teras bede, kinangan,
bangku kelapa, jagung,

Teras bangku, teras


Kelapa, kacang tanah,
batu, tanaman
rumput sinyal,
25-45 % penutup tanah, pagar
kinangan, gajah,
hidup, penanaman
jagung, jati
menurut kontur
Teras bangku, teras
Kacang tanah, gamal,
batu, tanaman
kelapa, pisang,
penutup tanah, pagar
15-25 % jagung, babandotan,
hidup, penanaman
rumput sinyal, bambu,
menurut kontur,
kelapa
kebun campuran
Kebun campuran, Kacang tanah, jagung,
tanaman penutup rumput sinyal, kelapa,
8-15 %
tanah, pagar hidup, gamal, pisang,
teras bangku singkong, jati, kelapa
Jati, jambu biji, sukun,
pisang, nangka,
pisang, kelapa, gamal,
Kebun campuran,
rumput sinyal,
0-8 % tanaman penutup
kinangan, gajah,
tanah, pagar hidup
pepaya, jagung,
kacang tanah,
singkong

Kemiringan lereng merupakan salah satu faktor terpenting dalam pemicu


terjadinya dampak tanah longsor atau erosi. Lereng yang curam mengakibatkan
kecepatan aliran permukaan yang akan terjadi semakin besar. Selain lereng yang
curam, faktor lain yang memberi dampak terjadinya erosi adalah panjang lereng.
Panjang lereng dihitung mulai dari titik pangkal terjadinya aliran permukaan sampai

37
suatu titik dimana air masuk kedalam saluran atau sungai atau dimana kemiringan
lereng berubah sedemikian rupa, sehingga aliran permukaan berubah. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Suripin (2004), bahwa derajat kemirigan dan panjang lereng
merupakan dua sifat utama topografi yang mempengaruhi erosi.
Kondisi lereng yang semakin curam mengakibatkan pengaruh gaya
berat dalam memindahkan bahan-bahan yang terlepas meninggalkan lereng
semakin besar pula. Jika proses tersebut terjadi pada kemiringan lereng lebih dari
8%, maka aliran permukaan akan semakin meningkat dalam jumlah dan
kecepatan seiring dengan semakin curamnya lereng. Oleh sebab itu pengolahan tanah
dalam bentuk Teknik Konservasi Tanah dan Air yang baik sangat penting diterapkan
pada setiap kelas kelerengan.
Hubungan antara lereng dengan sifat-sifat tanah tidak selalu sama
disemua tempat, hal ini disebabkan karena faktor-faktor pembentuk tanah yang
berbeda di setiap tempat. Mengetahui besar kemiringan lereng adalah penting untuk
perencanaan dan pelaksanaan berbagai kebutuhan pembangunan, terutama dalam
penerapan Teknik Konservasi Tanah dan Air antara lain sebagai faktor yang
mengendalikan erosi. Oleh karena itu penerapan Teknik Konservasi Tanah dan Air
pada berbagai kelas kelerengan juga harus berbeda.

38
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, Teknik Konservasi Tanah dan Air (KTA) yang
diterapkan oleh masyarakat pada wilayah Sumpang Binanangae, pada umumnya
(84%) dikategorikan sesuai. Masyarakat umumnya telah menerapkan Teknik KTA
baik secara Vegetatif dan Agronomi maupun Sipil Teknis. Teknik Vegetatif yang
diterapkan meliputi kebun campuran, tanaman penutup tanah dan pagar hidup,
Teknik Agronomi meliputi penanaman menurut kontur sedangkan Teknik Sipil
Teknis meliputi teras bangku dan teras batu. Tetapi masih ditemukan sebagian
masyarakat (16%) yang menerapkan Teknik KTA yang tidak sesuai.

5.2 Saran

Dalam pelaksanaan pengelolaan lahan pada areal pertanian lahan kering


campur, para petani harus diberi pembekalan/pengetahuan untuk menggarap lahan
yang mereka miliki sesuai dengan prisip Konservasi Tanah dan Air melalui
penyuluhan dari instansi terkait. Hal ini diperlukan selain agar masyarakat dapat
meningatkankan pengahasilan ekonomi, masyarakat juga dapat melestarikan
lingkungan.

39
DAFTAR PUSTAKA

Anna, S., 2001. Model Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Kawasan Pesisir
Secara Terpadu. Program Pascasarjana IPB, Bogor.

Arsyad, S., 2010. Konservasi Tanah dan Air. Institut Pertanian Bogor Press. Bogor

Asdak, C., 2010. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.

BTPDAS Surakarta, 2002. Pedoman Monitoring dan Evaluasi Pengelolaan Daerah


Aliran Sungai, Surakarta.

Departemen Kehutanan, 2000. Handbook of Indonesian Forestry. Departemen


Kehutanan Republik Indonesia.

Departemen Pertanian, 2006. Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 47/Permentan/


OT.140/10/2006 Tentang Pedoman Umum Budidaya Pertanian pada Lahan
Pegunungan. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian.

Idjudin, A. A., 2011. Peranan Konservasi Lahan Dalam Pengelolaan Perkebunan


vol.5 No.2. Balai Penelitian Tanah. Bogor

Kartasapoetra, A. G., 1990. Kerusakan Tanah Pertanian dan Usaha Untuk


Merehabilitasinya. Bina Aksara. Jakarta.

Kartodihardjo, 2008. Dibalik Kerusakan Hutan dan Bencana Alam : Masalah


Transformasi Kebijakan Kehutanan. Wana Aksara. Tangerang.

Pratiwi & Salim A. G., 2013. Aplikasi Teknik Konservasi Tanah Dengan Sistem
Rorak Pada Tanaman Gmelina (Gmelina Arborea Roxb.) Di Khdtk Carita,
Banten Vol.10 No3 . Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi. Bogor

Ramdan, 2004. Prinsip Dasar Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Universitas


Winaya Mukti.

Rahayu S, Widodo RH, Van Noordwijk K, Suryadi I dan Verbist, 2009. Monitoring
Air di Daerah Aliran Sungai. World Agroferestry Center. Bogor

Rahim, S.E., 2000. Pengendalian Erosi Tanah dalam Rangka Pelestarian


Lingkungan Hidup. Bumi Aksara. Jakarta

40
Seta, A. K., 1987. Konservasi Sumber Daya Tanah dan Air. Kalam Mulia. Jakarta.

Siswomartono, D., 1989. Ensiklopedia Konservasi Sumberdaya. Erlangga. Jakarta.

Subagyono, K., 2003. Teknik Konservasi Tanah Secara Vegetatif. Balai Penelitian
Tanah Departemen Pertanian. Bogor.

Sunarso, Y., 2008. Analisis Tingkat Erosi Tanah Di Kecamatan Jenar Kabupaten
Seragen. Surakarsa.

Suripin, 2004. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Penerbit Andi, Yogyakarta.

Sukoco, 2009. Pemodelan dan Pemetaan Panjang Lereng dan Kemiringan Lereng
Daerah Aliran Sungai Dengan Sistem Informasi Geografis Vol.1 No.3.
Universitas Surakarta. Surakarta.

Undang-Undang Republik Indonesia, 2014. Konservasi Tanah dan Air. Jakarta.

41
LAMPIRAN

42
Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian Pada Wilayah Sumpang Binangae, Daerah Aliran Sungai Lisu

43
Lampiran 2. Peta Titik Pengamatan Pada Wilayah Sumpang Binangae, Daerah Aliran Sungai Lisu

44
Lampiran 3. Kuisioner

KUISIONER IDENTITAS RESPONDEN

1. Nomor Responden :
2. Latar Belakang Responden :
a. Nama Responden :
b. Umur :
c. Jenis Kelamin : laki-laki/perempuan
d. Agama : Islam/Kristen Protestan/Kristen Khatolik/
e. Tingkat Pendidikan* : SD/SLTP/SLTA/AK-PT…..Tahun
f. Suku Bangsa :
g. Pekerjaan :
- Pokok :
- Sampingan :
3. Apakah anda mengetahui tentang teknik konservasi tanah?
4. Dari mana anda mengetahuinya?
5. Teknik konservasi apa yang anda terapkan?
6. Apa alasan anda menerapkan teknik konservasi tersebut?
7. Manfaat apa yang anda peroleh dari penerapan teknik konservasi tanah yang anda
lakukan?
8. Apakah hambatan/kendala yang dihadapi dalam menerapkan teknik konservasi
tanah dan air?
9. Apakah ada himbauan/bantuan dari pemerintah yang kaitannya dengan penerapan
teknik konservasi tanah dan air?
10. Apakah dampak dari penerapan teknik konservasi tanah terhadap lingkungan
sekitar?

45
Lampiran 4. Pedoman Penilaian Teknik Konservasi Tanah dan Air

A. Teknik Vegetatif

1. Tananaman Penutup Tanah


Tanaman penutup tanah dikatakan baik jika:
 Mudah diperbanyak
 Mempunyai sistem perakaran yang tidak menimbulkan kompetisi berat bagi
tanaman pokok, tetapi mempunyai sifat pengikat tanah tinggi
 Tumbuh cepat dan banyak menghasilkan daun
 Toleransi terhadap pemangkasan
 Resisten terhadap hama, penyakit dan kekeringan
 Tidak mempunyai duri dan sulur-sulur yang membelit
Contoh Tanaman Penutup Tanah :

Brachiaria decumbens Tephrosia candinda

Penutup tanah rendah Penutup tanah sedang

Bambusa sp

Penutup tanah tinggi

46
2. Pertanaman dalam strip
Pertanaman dalam strip dikatakan baik jika mempunyai:
Kemiringan Lereng (%) Lebar Strip (m)
2–5 30
5–9 25
10 – 14 20
15 – 20 15

Pertanaman dalam strip

3. Wanatani (agroforestry)
Acuan umum proporsi tanaman dalam usaha wanatani berdasarkan
kemiringan lereng dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Proporsi tanaman wanatani berdasarkan kemiringan lereng


a. Pertanaman sela
Pertanaman sela dikatakan baik jika dilakukan dengan menanam campur
antara tanaman tahunan dengan tanaman semusim, dimana tanaman semusim
ditanam di antara lahan tanaman tahunan.

47
Pertanaman sela
b. Pertanaman lorong
Pertanaman lorong dikatakan baik apabila:
 Tanaman pagar ditanam rapat mengikuti garis kontur
 Tanaman semusim berada di antara lorong-lorong tanaman pagar
 Diterapkan pada lahan kering dengan kelerengan 3 – 40 %

Pertanaman lorong
c. Talun hutan rakyat
Talun hutan rakyat dikatakan baik apabila:
 Lahan berada di luar wilayah pemukiman penduduk
 Berisi tanaman tahunan yang dapat diambil kayu maupun buahnya
 Tidak memerlukan perawatan intensif
 Kondisi lahan seperti hutan alami, jarak tanam tidak seragam dan
jenis tanaman beragam

48
Talun hutan rakyat
d. Kebun campuran
Syarat-syarat kebun campuran dikatakan baik yaitu:
 Lahan berada di luar wilayah pemukiman penduduk
 Berisi tanaman tahunan maupun musiman yang dapat diambil kayu,
daun maupun buahnya
 Terdiri dari beberapa strata (mendekati hutan alam)
 Lebih banyak dirawat

Kebun campuran
e. Pekarangan
Suatu pekarangan dianggap baik jika:
 Lahan berada di sekitar rumah
 Berisi berbagai jenis tanaman baik tanaman semusim maupun tanaman
tahunan
 Mempunyai manfaat tambahan bagi keluarga petani

49
Pekarangan
f. Tanaman pelindung
Tanaman pelindung dianggap baik jika:
 Dapat mengurangi intensitas penyinaran matahari dan melindungi
tanaman pokok dari bahaya erosi terutama ketika tanaman pokok
masih muda
 Tanaman tahunan ditanam di sela-sela tanaman pokok tahunan

Tanaman pelindung
g. Silvipastura
Silvipastura dikatakan baik jika pada sela-sela tanaman tahunan
ditanam tanaman pakan ternak seperti rumput gajah (Pennisetum
purpureum), rumput raja (Penniseitum purpoides), dan lain-lain.

50
Silvipastura

h. Pagar hidup
Syarat-syarat pagar hidup dikatakan baik apabila:
 Tanaman yang digunakan sebagai pagar adalah tanaman yang
mempunyai akar dalam dan kuat, menghasilkan nilai tambah bagi
petani baik dari buah maupun dari kayu bakarnya
 Mampu melindungi lahan dari bahaya erosi baik erosi air maupun
angin

B. Teknik Agronomi
1. Pemanfaatan mulsa
Pemanfaatan Mulsa dikatakan baik jika :
 Sisa-sisa tanaman yang digunakan adalah yang proses pelapukannya
berjalan tidak begitu cepat seperti batang jagung dan jerami padi
 Sisa-sisa tanaman dipotong-potong sepanjang 25 – 30 cm
 Selain sisa tumbuhan, bahan lain seperti plastik, batu dan pasir dapat
digunakan sebagai mulsa
 Dapat menutupi permukaan tanah

51
Mulsa jerami Mulsa plastik

Mulsa batu

2. Pengolahan tanah menurut kontur


Pengolahan tanah menurut kontur dikatakan baik jika:
 Barisan tanaman diatur sejalan dengan garis kontur
 Pembajakan dilakukan menurut kontur atau memotong lereng

Pengolohan tanah menurut kontur

C. Sipil Teknis
1. Teras datar
a. Teras datar dianggap baik jika:
 Dibuat pada lereng sekitar 2%
 Dibuat pada tanah-tanah yang permeabilitasnya cukup besar

52
Teras datar
b. Teras bangku
Syarat – syarat teras bangku dianggap baik yaitu:

KecuramanLereng 5 10 15 20 25 30 35
Lebar areal yang dapat
18,50 8,50 5,17 3,50 2,50 1,83 1,36
ditanami (m)
Lebar teras (m) 20,00 10,00 6,67 5,00 4,00 3,33 2,86
Teras bangku yang baik juga harus mempunyai:
 Tanaman penguat teras
 Saluran teras atau saluran pembuangan air
 Tinggi maksimum teras 1,5 + 0,3 m bibir teras

Macam – macam bentuk teras bangku

53
c. Teras Batu
 Diterapkan pada lahan yang banyak tersedia krikil dan batu
 Dapat digunakan untuk persiapan pembangunan teras bangku
 Bagian atas harus datar dengan lebar minimal 30 cm
2. Guludan dan guludan bersaluran
a. Guludan
Syarat-syarat guludan dianggap baik yaitu mempunyai:
 Tinggi tumpukan tanah: 25 – 30 cm
 Lebar dasar: 30 – 40 cm
 Kelerengan: 0 – 6 %
b. Guludan bersaluran
Syarat-syarat guludan bersaluran dianggap baik yaitu mempunyai:
 Tinggi tumpukan tanah: 25 – 30 cm
 Lebar dasar: 30 – 40 cm
 Kedalaman saluran: 25 – 40 cm
 Lebar saluran: 30 cm
 Kelerengan: 0 – 12 %

(a) Guludan (b) Guludan bersaluran

54
3. Rorak
Syarat-syarat rorak dianggap baik yaitu:
 Mempunyai ukuran: Kedalaman 60 cm, Lebar 50 cm dan Panjang1 – 5
meter
 Jarak antar rorak sama dengan panjang rorak.
 Penempatan rorak dilakukan secara berselang-seling
 Kelerengan antara 8 – 25%.

Rorak
4. Sumur resapan
Sumur resapan dianggap baik jika:
 Dibuat pada daerah yang mempunyai neraca air defisit(kebutuhan >
persediaan)
 Dibuat pada daerah yang mempunyaialiran permukaan (run off) tinggi
 Dibuat pada daerah yang mempunyaivegetasi penutup tanah <30%
 Dibuat pada daerah yang rawan longsor
 Dibuat pada daerah yang mempunyaitanah porous

55
Sumur resapan
5. Dam pengendali
Dam pengendali dianggap baik jika:
 Dibuat pada lahan kritis dan potensial kritis
 Dibuat pada daerah yang mempunyaisedimentasi dan erosi tinggi
 Luas DTA 100-250 ha, dengan luas daerah genangan 1 : 100 dari
luasdaerah tangkapan air
 Tinggi badan bendung maksimal 8 meter
 Dibuat pada daerah yang mempunyaikemiringan rata-rata daerah
tangkapan 15-35 %

Dam pengendali
6. Dam penahan
Dam penahan dianggap baik jika:
 Dibuat pada daerahlahan kritis dan potensial kritis
 Dibuat pada daerah yang mempunyaisedimentasi dan erositinggi
 Luas DTA 10-30 ha
 Tinggi maksimal 4 meter
 Menggunakan batu, trucuk bambu, kayu
 Dibuat pada daerah dengan kemiringan alur l5-35%

56
Dam penahan dari beton
7. Parit Penggelak
Parit pengelak dianggap baik jika:
 Saluran dibuat dengan memotong arah lereng atau menurut kontur.
 Dibuat pada tanah yang berlereng panjang dan seragam yang
permeabilitasnya rendah.

Letak Saluran Penggelak


8. Bangunan Stabilitas
a. Balong
Balong dianggap baik jika:
 Dibuat di daerah perbukitan dengan kemiringan lahan < 30%.
 Tekstur tanah liat, liat berlempung, dan lempung liat berdebu.

Balong

b. Dam Penghambat
Dam penghambat dianggap baik jika:

57
 Dibuat melintang pada parit atau selokan.
 Parit tersebut sebaiknya memiliki tanaman penguat pada tepinya.
 Dibuat dengan memasang papan, balok kayu, bata, atau tumpukan tanah.
Dapat juga digunakan tumpukan cabang dan ranting.

Dam Penghambat

58
Lampiran 5. Penilaian Teknik Konservasi Tanah dan Air secara Vegetasi dalam bentuk Kebun Campuran pada Wilayah Sumpang
Binangae, Daerah Aliran Sungai Lisu

Nama Kriteria Penerapan Teknik Konservasi Tanah dan Air Tidak


No. Sesuai
Responden Pedoman Teknik Konservasi Tanah dan Air Yang diterapkan Masyarakat Sesuai
Lahan berada diluar wilayah pemukiman penduduk Berada di luar pemukiman 
Berisi tanaman tahunan maupun musiman yang dapat Gamal, Pisang, Jati Putih, Bambu, Jambu Biji,

1. Perdi diambil kayu, daun maupun buahnya Pepaya
Terdiri dari beberapa strata (mendekati hutan alam) 4 Strata Tauk 
Lebi banyak dirawa Sering dirawat 
Lahan berada diluar wilayah pemukiman penduduk Berada di luar pemukiman 
Berisi tanaman tahunan maupun musiman yang dapat
Jati Putih, Kelapa, Gamal, Singkong, Jagung 
2. Abu diambil kayu, daun maupun buahnya
Terdiri dari beberapa strata (mendekati hutan alam) 4 Strata tajuk 
Lebi banyak dirawat Sering dirawat 
Lahan berada diluar wilayah pemukiman penduduk Berada diluar pemukiman 
Berisi tanaman tahunan maupun musiman yang dapat
Bambu, Gamal, Sukun, Jagung, Singkong, Pepaya 
3. Abidin diambil kayu, daun maupun buahnya
Terdiri dari beberapa strata (mendekati hutan alam) 4 Strata tajuk 
Lebi banyak dirawat Sering dirawat 

59
Nomor Kriteria Penerapan Teknik Konservasi Tanah dan Air
No. Sesuai Tidak Sesuai
Responden Pedoman Teknik Konservasi Tanah dan Air Yang diterapkan Masyarakat
Lahan berada diluar wilayah pemukiman penduduk Berada diluar pemukiman 
Berisi tanaman tahunan maupun musiman yang dapat
Jati putih, Gamal, Jambu Biji, Jagung, Ubi Jalar 
4. Rais diambil kayu, daun maupun buahnya
Terdiri dari beberapa strata (mendekati hutan alam) 4 Strata tajuk 
Lebi banyak dirawat Sering dirawat 
Lahan berada diluar wilayah pemukiman penduduk Berada diluar pemukiman 
Berisi tanaman tahunan maupun musiman yang dapat Gamal, Jati, Nangka, Jambu biji, Jagung, Ubi

5. Agung diambil kayu, daun maupun buahnya Jalar
Terdiri dari beberapa strata (mendekati hutan alam) 4 Strata Tajuk 
Lebi banyak dirawat Sering dirawat 
Lahan berada diluar wilayah pemukiman penduduk Berada diluar pemukiman 
Berisi tanaman tahunan maupun musiman yang dapat
Pisang, Singkong, Jagung 
6. Tamrin diambil kayu, daun maupun buahnya
Terdiri dari beberapa strata (mendekati hutan alam) 2 Strata tajuk 
Lebi banyak dirawat Sering dirawat 

Lahan berada diluar wilayah pemukiman penduduk Berada diluar pemukiman 

Berisi tanaman tahunan maupun musiman yang dapat


(Pepaya, Pisang, Singkong) 
7. Darman diambil kayu, daun maupun buahnya
Terdiri dari beberapa strata (mendekati hutan alam) 2 Strata tajuk 

Lebi banyak dirawat Sering dirawat 

60
Lampiran 6. Penilaian Teknik Konservasi Tanah dan Air secara Vegetasi dalam bentuk Pagar Hidup pada Wilayah Sumpang Binangae,
Daerah Aliran Sungai Lisu

Tanaman yang digunakan sebagai


Nama pagar mempunyai akar dalam dan Mampu melindungi lahan dari bahaya erosi Tidak
No. Sesuai
Responden kuat, menghasilkan nilai tamabah baik erosi air maupun angin Sesuai
bagi petani

1. Pak Pardi   

2. Pak Abu   

3. Pak Abidin   

4. Pak Rais   

5. Pak Agung   

6. Pak Bahar   

7. Darman   

8. Ismail   

9. Pak Salim   

61
Tanaman yang digunakan sebagai
Nama pagar mempunyai akar dalam dan Mampu melindungi lahan dari bahaya erosi Tidak
No. Sesuai
Responden kuat, menghasilkan nilai tamabah baik erosi air maupun angin Sesuai
bagi petani

10. Farida   

11. Nurdin   

62
Lampiran 7. Penilaian Teknik Konservasi Tanah dan Air secara Sipil Teknis dalam bentuk Teras Bangku dan Teras Batu di Wilayah
Stasiun Curah Hujan Sumpang Binangae, Daerah Aliran Sungai Lisu
Nama Kriteria Penerapan Teknik Konservasi Tanah dan Air
No. Sesuai Tidak Sesuai
Responden Pedoman Teknik Konservasi Tanah dan Air Yang diterapkan Masyarakat
Tanaman penguat teras Ada
Memiliki saluran teras atau saluran pembuangan air Ada
1. Ati Tinggi maksimum teras 1,5 + 0,3 (m) bibir teras Tinggi teras 1,2 m dan Bibir teras 0,3 m 
Kelerengan 5-35% Kelerengan 17 %

Tanaman penguat teras Ada


Memiliki saluran teras atau saluran pembuangan air Ada
2. Ilyas Tinggi maksimum teras 1,5 + 0,3 (m) bibir teras Tinggi teras 0,1 m dan Bibir teras 0,25 
Kelerengan 5-35% Kelerengan 30%

Tanaman penguat teras Ada


Memiliki saluran teras atau saluran pembuangan air Ada
3. Tini Tinggi maksimum teras 1,5 + 0,3 (m) bibir teras Tinggi teras 0,85 m dan Bibir teras 0,27 m 
Kelerengan 5-35% Kelerengan 15%

63
Nomor Kriteria Penerapan Teknik Konservasi Tanah dan Air
No. Sesuai Tidak Sesuai
Responden Pedoman Teknik Konservasi Tanah dan Air Yang diterapkan Masyarakat
Tanaman penguat teras Ada
Memiliki saluran teras atau saluran pembuangan air Ada
4. Suriati Tinggi maksimum teras 1,5 + 0,3 (m) bibir teras Tinggi teras 1,3 m dan Bibir teras 0,3 
Kelerengan 5-35% Kelerengan 33%

Tanaman penguat teras Ada


Memiliki saluran teras atau saluran pembuangan air Ada
5. Ramli Tinggi maksimum teras 1,5 + 0,3 (m) bibir teras Tinggi teras 0,7 m dan Bibir teras 0,23 
Kelerengan 5-35% Kelerengan 25%

Tanaman penguat teras Ada


Memiliki saluran teras atau saluran pembuangan air Ada
6. Tamrin Tinggi maksimum teras 1,5 + 0,3 (m) bibir teras Tinggi teras 0,9 m dan Bibir teras 0,28 
Kelerengan 5-35% Kelerengan 45%

Tanaman penuat teras Ada


Memiliki saluran teras atau saluran pembuangan air Ada
7. Ismail 
Tinggi maksimum teras 1,5 + 0,3 (m) bibir teras Tinggi teras 0,5 m dan Bibir teras 0,23
Kelerengan 5-35% Kelerengan 8%

64
No. Nomor Kriteria Penerapan Teknik Konservasi Tanah dan Air Sesuai Tidak Sesuai
Responden Pedoman Teknik Konservasi Tanah dan Air Yang diterapkan Masyarakat
Tanaman penguat teras Ada
Memiliki saluran teras atau saluran pembuangan air Ada
8. Salim Tinggi maksimum teras 1,5 + 0,3 (m) bibir teras Tinggi teras 0,9 m dan Bibir teras 0,3 
Kelerengan 5-35% Kelerengan 13%

Tanaman penguat teras Ada


Memiliki saluran teras atau saluran pembuangan air Ada
9. Farida Tinggi maksimum teras 1,5 + 0,3 (m) bibir teras Tinggi teras 0,7 m dan Bibir teras 0,25 
Kelerengan 5-35% Kelerengan 20%

Tanaman penguat teras Ada


Memiliki saluran teras atau saluran pembuangan air Ada
10. Nurdin Tinggi maksimum teras 1,5 + 0,3 (m) bibir teras Tinggi teras 0,7 m dan Bibir teras 0,3 
Kelerengan 5-35% Kelerengan 25%

Tanaman penuat teras Ada


Memiliki saluran teras atau saluran pembuangan air Ada
11. Adi Tinggi maksimum teras 1,5 + 0,3 (m) bibir teras Tinggi teras 0,9 m dan Bibir teras 0,3 
Kelerengan 5-35% Kelerengan 20%

65
Nomor Kriteria Penerapan Teknik Konservasi Tanah dan Air
No. Sesuai Tidak Sesuai
Responden Pedoman Teknik Konservasi Tanah dan Air Yang diterapkan Masyarakat
Diterapkan pada lahan yang banyak tersedia krikil dan batu Banyak tersedia krikil dan batu
Dapat digunakan untuk persiapan pembangunan teras bangku Digunakan untuk persiapan teras bangku
12. Sabar 
Bagian atas harus datar dengan lebar minimal 30 cm Lebar 60 cm

Diterapkan pada lahan yang banyak tersedia krikil dan batu Banyak tersedia krikil dan batu
Dapat digunakan untuk persiapan pembangunan teras bangku Digunakan untuk persiapan teras bangku
13. Ruslan 
Bagian atas harus datar dengan lebar minimal 30 cm Lebar 70 cm

Diterapkan pada lahan yang banyak tersedia krikil dan batu Banyak tersedia krikil dan batu
Dapat digunakan untuk persiapan pembangunan teras bangku Digunakan untuk persiapan teras bangku
14. Zulkifli 
Bagian atas harus datar dengan lebar minimal 30 cm 38 cm

66
Lampiran 8. Penilaian Teknik Konservasi Tanah dan Air secara Agronomi dalam bentuk Penanaman Menurut Kontur pada Wilayah
Stasiun Curah Hujan Sumpang Binangae, Daerah Aliran Sungai Lisu

Barisan tanaman diatur sejalan


Nama Pembajakan dilakukan menurut kontur atau Tidak
No. dengan garis kontur Sesuai
Responden memotong lereng Sesuai

1. Ati   

2. Ilyas   

3. Tini  - 

5. Suriati  - 

67
Lampiran 9. Dokumentasi Pengamatan Teknik Konservasi Tanah dan Air pada
Wilayah Sumpang Binangae, Daerah Aliran Sungai Lisu

A. Kegiatan Wawancara

68
B. Pengukuran Bidang Olah

C. Pengukuran Kelerengan

69
D. Pengukuran Tinggi dan Lebar Teras

E. Saluran Irigasi

70

Anda mungkin juga menyukai