MARGANOF
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007
Judul Disertasi : Model Pengendalian Pencemaran Perairan Di Danau
Maninjau Sumatera Barat
Nama : Marganof
NRP : P 062030111
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Etty Riani, MS. Prof. Dr. Ir. Bambang Pramudya N.,
M.Eng.
Anggota Anggota
Diketahui
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas karunia dan
rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan
disertasi dengan judul: Model Pengendalian Pencemaran Perairan Di Danau
Maninjau Sumatera Barat. Disertasi ini disusun dalam rangka memenuhi tugas
akhir penyelesaian program Doktor pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya
Alam dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Selama pelaksanaan penelitian dan penulisan disertasi ini penulis telah
banyak mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada
kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Latifah Kosim Darusman, MS., selaku ketua Komisi Pembimbing
yang telah banyak memberikan perhatian, nasehat, arahan dan waktu secara
sabar untuk berdiskusi dengan memberikan semangat secara terus menerus
sejak perencanaan penelitian sampai penyelesaian penulisan disertasi ini.
2. Dr. Ir. Etty Riani, MS. dan Prof. Dr. Ir. Bambang Pramudya N., M.Eng.,
selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan arahan dan
perhatian serta waktu dan tenaga dalam berdiskusi mulai dari perencanaan
penelitian sampai terselesaikannya disertasi ini.
3. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo, MS., selaku Ketua Program Studi Pengelolaan
Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana IPB yang telah
memacu dan memberikan semangat untuk menyelesaikan studi secara lebih
baik.
4. Prof. Dr. Ir. Much. Sri Saeni, MS., selaku Penguji Luar Komisi pada Ujian
Tertutup, yang telah memberikan koreksi, masukan, saran perbaikan dan
semangat dalam menyelesaikan studi.
5. Dr. Ir. Hartrisari Hardjomidjojo, DEA dan Dr. Ir. Siti Nurbaya, MSc., selaku
Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka, yang telah memberikan masukan,
kritik dan saran dalam rangka penyelesaian studi.
6. Koordinator Kopertis Wilayah X beserta staf atas izin pendidikan yang
diberikan kepada penulis untuk mengikuti program Doktor di Institut
Pertanian Bogor.
7. Rektor Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat yang telah memberikan
izin kepada penulis untuk mengikuti program Doktor di Institut Pertanian
Bogor.
8. Gubernur Sumatera Barat yang telah memberikan dana bantuan untuk
menunjang pelaksanaan penelitian dan penulisan disertasi ini.
9. Ayahanda Karani Rasul (Alm) dan Ibunda Dahniar N, yang senantiasa
memberikan doa restu dan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan
pendidikan Doktor di Institut Pertanian Bogor dengan baik.
10. Kakakku Neldayuliarti sekeluarga dan adikku Onwarnida sekeluarga yang
telah memberikan bantuan baik moril maupun materil selama penulis
menempuh pendidikan Doktor di Institut Pertanian Bogor.
11. Istriku Desi Darma dan anak-anakku Zahrah Marganof dan Hasnan Habib
Marganof yang telah memberikan pengorbanan selama penulis menempuh
pendidikan Doktor di Institut Pertanian Bogor.
12. Teman-teman khususnya Dr. Ir. Gufran Darma Dirawan, MSc., Dr. Ir.
Herman, MS., Dr. Syafrani, MSi., Ir. Frida Purwanti, MSc., Dr. Drh. Ratna
Katharina, MSi., Ir. Nanti Kasih, MT., Ir. Henny Pagorai, MSi., Ir. Saharia,
MSi., Ir. Luluk Sulistiyono, MS., dan Ir. Marini Susanti, MSi., yang telah
banyak membantu dan berdiskusi selama menuntut ilmu di Institut Pertanian
Bogor.
Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan Ibu dan Bapak dengan
berlipat ganda. Akhir kata penulis menyadari bahwa tulisan ini masih belum
sempurna, namun demikian penulis berharap semoga karya ilmiah yang sederhana
ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan semua pihak yang
memerlukannya.
Marganof
RIWAYAT HIDUP
Halaman
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xiv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xix
I. PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2. Tujuan Penelitian .......................................................................... 4
1.3. Kerangka Pemikiran ..................................................................... 5
1.4. Perumusan Masalah ....................................................................... 7
1.5. Manfaat Penelitian ....................................................................... 9
1.6. Novelty (Kebaruan) Penelitian ...................................................... 9
xii
IV. PROFIL DAERAH PENELITIAN ...................................................... 62
4.1. Letak Administrasi dan Kondisi Geografis ................................. 62
4.2. Iklim dan Curah Hujan ................................................................ 63
4.3. Kondisi Tofografi ........................................................................ 64
4.4. Hidrologi ...................................................................................... 65
4.5. Geologi Kawasan Danau Maninjau .............................................. 66
4.6. Tataguna Lahan di sekitar Perairan Danau .................................. 66
4.7. Kependudukan di Kawasan Danau Maninjau............................... 67
4.8. Lapangan Kerja Penduduk ........................................................... 70
4.9. Pendidikan Masyarakat di Kawasan Danau Maninjau ................. 70
4.10.Kesehatan Masyarakat ................................................................. 71
4.11.Isu Pencemaran Perairan di Danau Maninjau ............................... 71
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Klasifikasi tingkat trofik (kesuburan) perairan danau ............................ 12
2. Sumber pencemar N dan P di Waduk Cirata ....................................... 16
3. Jumlah N dan P masuk ke perairan dari berbagai sumber pencemar..... 17
4. Status kualitas air berdasarkan kandungan oksigen terlarut ................. 25
5. Status kualitas air berdasarkan nilai BOD5 ........................................... 26
6. Status kualitas air berdasarkan kandungan nitrit.................................... 28
7. Jenis dan ukuran sedimen yang masuk ke perairan danau .................... 32
8. Parameter kualitas air dan metode analisis serta alat yang digunakan... 46
9. Sumber pencemar, parameter dan sumber data ..................................... 48
10. Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ..................... 49
11. Kriteria indeks mutu lingkungan perairan.............................................. 50
12. Faktor konversi limbah organik ............................................................. 51
13. Analisis kebutuhan stakeholder (pelaku) .............................................. 54
14. Pedoman penilaian keterkaitan antar faktor .......................................... 59
15. Matriks pengaruh langsung antar faktor dalam analisis prospektif ....... 59
16. Data unsur iklim kawasan Danau Maninjau (1995-2004) .................... 63
17. Jumlah bulan basah, kering dan lembab kawasan Danau Maninjau ...... 64
18. Lebar dan debit beberapa sungai yang bermuara ke Danau Maninjau .. 65
19. Luas penggunaan lahan kawasan Danau Maninjau ............................... 67
20. Rasio jenis kelamin penduduk kawasan Danau Maninjau ..................... 68
21. Kondisi luas lahan dan kepadatan penduduk kawasan
Danau Maninjau .................................................................................... 69
22. Pertumbuhan penduduk kawasan Danau Maninjau ............................... 70
23. Tingkat pendidikan penduduk kawasan Danau Maninjau .................... 71
24. Sumber dan jenis bahan pencemar potensial di perairan
Danau Maninjau..................................................................................... 94
25. Keadaan pembuangan tinja penduduk kawasan Danau Maninjau ........ 95
26. Total beban pencemaran dari sungai yang masuk ke perairan
Danau Maninjau Januari-Juli 2006 (ton/tahun) .................................... 98
27. Sebaran karakteristik responden ............................................................ 106
xiv
28. Populasi penduduk dan jumlah KJA serta jumlah limbah yang
dihasilkan tahun 2005-2020 .................................................................. 118
29. Keterkaitan antar faktor dan state (kondisi) untuk
analisis prospektif ................................................................................ 124
30. Skenario dan kombinasi keadaan faktor ............................................... 125
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
xvi
28. Sebaran nilai rata-rata total coliform di perairan danau ......................... 92
29. Indeks mutu lingkungan perairan (IMLP) danau ................................... 93
30. Hubungan antara beban pencemar TSS di muara sungai dengan
kadar TSS perairan danau ..................................................................... 102
31. Hubungan antara beban pencemar TDS di muara sungai dengan
kadar TDS perairan danau .................................................................... 103
32. Hubungan antara beban pencemar COD di muara sungai dengan
kadar COD perairan danau ................................................................... 103
33. Hubungan antara beban pencemar BOD5 di muara sungai dengan
kadar BOD5 perairan danau .................................................................. 104
34. Hubungan antara beban pencemar PO4 di muara sungai dengan
kadar PO4 perairan danau ..................................................................... 104
35. Hubungan antara beban pencemar NO3 di muara sungai dengan
kadar NO3 perairan danau ..................................................................... 105
36. Persentase persepsi masyarakat Nagari Bayur tentang pengendalian
pencemaran perairan danau .................................................................. 107
37. Persentase persepsi masyarakat Nagari Maninjau tentang
pengendalian pencemaran perairan danau ............................................ 108
38. Persentase persepsi masyarakat Nagari Sungai Batang tentang
pengendalian pencemaran perairan danau ............................................ 108
39. Diagram alir model limbah dari luar danau .......................................... 110
40. Diagram alir sub-model limbah penduduk ............................................ 111
41. Diagram alir sub-model limbah hotel ................................................... 112
42. Diagram alir sub-model limbah peternakan .......................................... 112
43. Diagram alir sub-model limbah pertanian ............................................. 113
44. Diagram alir sub-model limbah KJA .................................................... 114
45. Diagram alir model pengendalian pencemaran perairan danau ............. 115
46. Kecenderungan jumlah limbah masuk ke perairan danau...................... 117
47. Hubungan antara jumlah penduduk dengan jumlah limbah .................. 119
48. Grafik perbandingan jumlah penduduk hasil simulasi dengan
data empirik .......................................................................................... 120
49. Grafik perbandingan perkembangan jumlah KJA hasil simulasi
dengan data empirik .............................................................................. 120
50. Gambaran tingkat kepentingan faktor-faktor yang berpengaruh
pada sistem pengendalian pencemaran ................................................ 122
51. Prediksi beban limbah pada skenario pesimistik sampai tahun 2020 .... 126
52. Prediksi beban limbah pada skenario moderat sampai tahun 2020........ 127
xvii
53. Prediksi beban limbah pada skenario optimistik sampai tahun 2020 .... 128
54. Grafik perbandingan tiga skenario beban limbah dalam pengendalian
pencemaran perairan di Danau Maninjau tahun 2005-2020 .................. 129
55. Grafik beban limbah dengan pengurangan pertumbuhan penduduk
dengan intervensi struktural .................................................................. 131
56. Grafik beban limbah dengan pengurangan pertumbuhan KJA
dengan intervensi struktural .................................................................. 132
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
xix
I. PENDAHULUAN
danau sangat tergantung pada pengelolaan atau pengendalian daerah aliran sungai
(DAS) yang berada di atasnya.
Cole (1988) menyatakan bahwa berdasarkan kemampuan penetrasi cahaya
matahari menembus ke dalam danau, wilayah danau dapat dibagi menjadi tiga
mintakat (zone) yaitu: zone litoral, zone limnetik, dan zone profundal. Zone litoral
merupakan daerah pinggiran danau yang dangkal dengan penetrasi cahaya sampai
ke dasar, sedangkan zone limnetik adalah daerah air terbuka dimana penetrasi
cahaya bisa mencapai daerah yang cukup dalam, sehingga efektif untuk proses
fotosintesis. Bagian air di zone ini terdiri dari produsen plantonik, khususnya
diatome dan spesies alga hijau-biru. Daerah ini juga merupakan daerah produktif
dan kaya akan plankton. Selain itu, daerah ini juga merupakan daerah untuk
memijah bagi banyak organisme air seperti insekta. Zone profundal merupakan
bagian dasar yang dalam yang tidak tercapai oleh penetrasi cahaya efektif.
Menurut Goldmen dan Horne (1989), berdasarkan kandungan hara (tingkat
kesuburan) danau diklasifikasikan dalam 3 jenis, yaitu: danau eutrofik, danau
oligotrofik dan danau mesotrofik. Danau eutropik (kadar hara tinggi) merupakan
danau yang memiliki perairan yang dangkal, tumbuhan litoral melimpah,
kepadatan plankton lebih tinggi, sering terjadi blooming alga dengan tingkat
penetrasi cahaya matahari umumnya rendah. Sementara itu, danau oligotropik
adalah danau dengan kadar hara rendah, biasanya memiliki perairan yang dalam,
dengan bagian hipolimnion lebih besar dibandingkan dengan bagian epilimnion.
Semakin dalam danau tersebut semakin tidak subur, tumbuhan litoral jarang dan
kepadatan plankton rendah, tetapi jumlah spesiesnya tinggi. Danau mesotropik
merupakan danau dengan kadar nutrien sedang, juga merupakan peralihan antara
kedua sifat danau eutrofik dan danau oligotrofik. Jorgensen (1990) menambahkan
bahwa tingkat trofik (kesuburan) suatu danau juga dapat dinyatakan berdasarkan
kandungan total nitrogen (TN), total fosfat (TP), klorofil-a dan biomassa
fitoplankton, seperti disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Klasifikasi tingkat kesuburan perairan danau (Jorgensen, 1990)
Biomassa fitoplankton Klorofil-a TN TP
Tipe trofik -3
(mg C m ) (mg/l) (µg/l) (µg/l)
Oligotrofik 20 – 100 0,3 – 3 250 5
Mesptrofik 100 – 300 2 – 15 250 – 600 5 – 10
Eutrofik 300 10 – 500 500 – 1100 10 – 30
Hipertrofik - - 500 - 15000 30 – 5000
Jenis alga terutama ganggang hijau, sangat subur bila mendapatkan pupuk
nitrat. Tumbuhan ini dapat menutupi permukaan perairan, sehingga menghambat
sinar matahari yang masuk ke dalam air. Hal ini dapat menyebabkan organisme
atau tumbuhan air akan mati. Bakteri pembusuk akan menguraikan organisme
yang mati, baik tanaman maupun hewan yang terdapat di dasar air. Proses
pembusukan tersebut banyak menggunakan oksigen terlarut dalam air, sehingga
terjadi hypoksia atau kadar oksigen akan menurun secara drastis dan pada
akhirnya kehidupan biologis di perairan danau juga akan sangat berkurang.
Garno (2002) melaporkan bahwa perkiraan besarnya kandungan N dan P
yang dihasilkan dari berbagai sumber pencemar di darat yang masuk ke dalam
ekosistem perairan Waduk Saguling disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Perkiraan jumlah N dan P yang masuk ke Waduk Saguling dari berbagai
sumber pencemar (Garno, 2002)
No. Nitrogen Fosfor
Sumber Pencemar (ton/tahun) (ton/tahun)
1 Limbah rumah tangga (permukiman) 9.953 1.303
2 Limbah industri 8 -
3 Pencucian dari lahan pertanian 1.022 219
4 Budidaya ikan dalam KJA 1.359 214
5 Limbah peternakan 1.197 296
2.3. Eutrofikasi
Kesuburan perairan danau secara alamiah umumnya disebabkan
pengkayaan oleh unsur hara yang dibawa oleh aliran sungai dari hasil pencucian
lapisan tanah permukaan dan limbah organik dari kegiatan pertanian. Setiana
(1996) menyatakan bahwa proses masuknya hara ke badan perairan dapat melalui
dua cara yaitu: (1) penapisan air drainase lewat pelepasan hara tanaman terlarut
dari tanah; dan (2) lewat erosi permukaan tanah atau gerakan dari partikel tanah
halus masuk ke sistem drainase. Proses terjadinya pengkayaan perairan danau oleh
unsur hara berlangsung dalam waktu yang cukup lama, namun proses tersebut
dapat dipercepat oleh berbagai aktivitas penduduk di sekitar perairan danau.
Peningkatan jumlah penduduk yang semakin tinggi di sekitar perairan
danau, dapat mengganggu keseimbangan lingkungan perairan. Hal ini akan
memberikan kontribusi pada laju penambahan zat hara dan limbah organik
lainnya yang masuk ke badan air. Jumlah unsur hara yang masuk ke badan
perairan biasanya lebih besar dari pemanfaatan unsur hara tersebut oleh biota
perairan, sehingga akan terjadi penyuburan yang berlebihan (Ahl, 1980).
Menurut Goldmen and Horne (1983), eutrofikasi perairan danau dapat
terjadi secara cultural eutrophication (kultural) maupun secara natural
eutrophication (alami). Eutrofikasi kultural disebabkan karena terjadinya proses
peningkatan unsur hara di perairan oleh aktivitas manusia, sedangkan pada
eutrofikasi alami terjadi peningkatan unsur hara bukan karena aktivitas manusia
melainkan oleh aktivitas alami.
Gejala eutrofikasi di perairan danau biasanya ditunjukkan dengan
melimpahnya konsentrasi unsur hara dan perubahan parameter kimia seperti
oksigen terlarut (OT), kandungan klorofil-a dan turbiditas serta produktivitas
primer. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan konsentrasi biomassa di
bagian epilimnion danau dan tingginya laju pengendapan alga ke bagian dalam
kolom air, sehingga menjadikan kondisi anaerobik pada daerah hipolimnion
(Gather and Imboden, 1985). Hal senada dikemukakan oleh Agustiyani (2004),
meningkatnya unsur hara di danau akan meningkatkan biomassa jenis organisme
primer tetapi akan menurunkan jenis konsumer. Hal ini mengakibatkan
melimpahnya salah satu jenis saja dan mengurangi varietas dan kualitas. Salah
satu contohnya adalah melimpahnya alga yang biasa didominasi oleh blue green
algae (alga biru-hijau) dan berkembangnya gulma air.
Fenomena eutrofikasi juga berdampak terhadap meningkatnya jumlah
kematian ikan dan sulitnya pengolahan air untuk air minum. Hal ini disebabkan
karena disekresikannya toksin hasil metabolisme alga yang dapat menyebabkan
kematian bagi hewan. Kondisi ini pernah terjadi di daerah sub-tropis pada alga
jenis Mycrocystis sp yang menghasilkan endotoksin dan eksotoksin yang hasil
sekresinya disebut dengan Mycrosystin, dapat menyerang syaraf dan hati,
sehingga dapat mengakibatkan kematian bagi hewan-hewan ternak (Kemka et al.,
2006).
Henderson-Seller and Markland (1987) mengemukakan bahwa ada enam
indikator utama yang dapat dipakai untuk mendeteksi terjadinya eutrofikasi di
suatu perairan danau yakni : 1) menurunnya konsentrasi oksigen terlarut di zone
hipolimnotik, 2) meningkatnya konsentrasi unsur hara, 3) menigkatnya padatan
tersuspensi, terutama bahan organik, 4) bergantinya populasi fitoplankton yang
dominan dari kelompok diatome menjadi chlorophyceae, 5) meningkatnya
konsentrasi fosfat, dan 6) menurunnya penetrasi cahaya (meningkatnya
kekeruhan).
Fosfor merupakan komponen biokimia sebagai pengubah energi di dalam
sel dan terdapat dalam bentuk adenosin fosfat, yang sangat diperlukan dalam
kehidupan sel. Kekurangan fosfor akan menghambat metabolisme secara
keseluruhan, sehingga menyebabkan penurunan pertumbuhan biomassa. Hal ini
senada dengan pernyataan Beveridge (1996) yang menyatakan bahwa unsur fosfor
merupakan unsur utama yang diperlukan oleh semua ikan untuk pertumbuhan
normal, pembentukan tulang, mengatur regulasi asam-basa dan metabolisme lipid
dan karbohidrat. Sementara itu, nitrogen adalah merupakan bagian dari struktur
protein dan asam amino yang penting untuk kehidupan.
Menurut Goldman & Horne (1983) dan Sastrawijaya (2000), fosfor dan
nitrogen merupakan unsur pembatas dalam proses eutrofikasi. Bila rasio N dan P
12, maka sebagai faktor pembatas adalah P, sedangkan rasio N dan P 7
sebagai pembatas adalah N. Rasio N dan P yang berada antara 7 dan 12
menandakan bahwa N dan P bukan sebagai faktor pembatas (non-limiting factor).
Ryding & Rast (1989) menyatakan bahwa perairan termasuk dalam klasifikasi
eutrofik bila kandungan total N di perairan sebesar 0,393–6,100 mg/l dan bila >
6,100 mg/l perairan termasuk dalam klasifikasi hipertrofik.
Dampak negatif lain dari eutrofikasi adalah meningkatnya jumlah alga
yang mati dan tenggelam ke dasar perairan. Alga tersebut akan diuraikan oleh
bakteri, mereduksi kandungan oksigen di dasar perairan, dapat mencapai ke
tingkat yang sangat rendah untuk mendukung kehidupan organisme, sehingga
menyebabkan kematian ikan. OECD (1982), menyatakan bahwa dampak dari
eutrofikasi yang paling sensitif bagi masyarakat adalah yang berkaitan dengan
fungsi danau sebagai tempat rekreasi dan wisata air. Aspek-aspek seperti
menurunnya transparansi, warna, rasa dan bau, serta meningkatnya penyakit kulit
sangat mengurangi daya tarik dan nilai estetika dari obyek wisata tersebut.
Warna Perairan
Pada umumnya warna perairan dikelompokkan menjadi warna
sesungguhnya dan warna tampak. Menurut Effendi (2003), warna sesungguhnya
dari perairan adalah warna yang hanya disebabkan oleh bahan-bahan terlarut,
sedangkan warna tampak adalah warna yang tidak hanya disebabkan oleh bahan
terlarut, tetapi juga oleh bahan tersuspensi. Warna perairan timbul disebabkan
oleh bahan organik dan anorganik, keberadaaan plankton, humus, dan ion-ion
logam seperti besi dan mangan. Oksidasi besi dan mangan mengakibatkan
perairan bewarna kemerahan dan kecoklatan atau kehitaman, sedangkan oksidasi
kalsium karbonat menimbulkan warna kehijauan. Bahan-bahan organik seperti
tanin, lignin dan asam humus dapat menimbulkan warna kecoklatan di perairan.
Perairan yang berwarna dapat menghambat penetrasi cahaya ke dalam air,
sehingga proses fotosintesis menjadi terganggu. Untuk kepentingan estetika dan
pariwisata, warna air sebaiknya tidak melebihi 15 unit PtCo, sedangkan untuk
kepentingan air minum warna air yang dianjurkan adalah 5–50 unit PtCo (Santika,
1997; Effendi, 2003).
2.4.2. Parameter Kimia
Tabel 5. Status kualitas air berdasarkan nilai BOD5 (Lee et al., 1978)
No Nilai BOD5 (ppm) Status kualitas air
1 ≤ 2,9 Tidak tercemar
2 3,0 – 5,0 Tercemar ringan
3 5,1 – 14,9 Tercemar sedang
4 ≥ 15 Tercemar berat
Selain BOD5, kadar bahan organik juga dapat diketahui melalui nilai
COD. Effendi (2003) menggambarkan COD sebagai jumlah total oksigen yang
dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik yang dapat
didegradasi secara biologi maupun yang sukar didegradasi menjadi CO2 dan H2O.
Berdasarkan kemampuan oksidasi, penentuan nilai COD dianggap paling baik
dalam menggambarkan keberadaan bahan organik baik yang dapat didekomposisi
secara biologis maupun yang tidak.
Senyawa-senyawa Nitrogen
- -
Nitrogen di perairan terdapat dalam bentuk gas N2, NO2 , NO3 , NH3 dan
+
NH4 serta sejumlah N yang berikatan dalam organik kompleks (Haryadi, 2003).
Sumber nitrogen terbesar berasal dari udara, sekitar 80% dalam bentuk nitrogen
bebas yang masuk melalui sistem fiksasi biologis dalam kondisi aerobik.
Menurut Chester (1990), keberadaan nitrogen di perairan dapat berupa
-
nitrogen anorganik dan organik. Nitrogen anorganik terdiri atas ion nitrit (NO2 ),
- +
ion nitrat (NO3 ), ammonia (NH3), ion ammonium (NH4 ) dan molekul N2 yang
larut dalam air, sedangkan nitrogen organik berupa protein, asam amino dan urea
akan mengendap dalam air. Effendi (2003) menyatakan bahwa bentuk-bentuk
nitrogen tersebut mengalami transformasi (ada yang melibatkan mikrobiologi dan
ada yang tidak) sebagai bagian dari siklus nitrogen. Transformasi nitrogen secara
mikrobiologi mencakup hal-hal sebagai berikut:
1. Asimilasi nitrogen anorganik (nitrat dan ammonium) oleh tumbuhan dan
mikroorganisme (bakteri autorof) untuk membentuk nitrogen organik
misalnya asam amino dan protein.
2. Fiksasi gas nitrogen menjadi ammonia dan nitrogen organik oleh
mikroorganisme. Fiksasi gas nitrogen secara langsung dapat dilakukan
oleh beberapa jenis alga Cyanophyta (alga biru) dan bakteri.
+
N2 + 3 H2 2 NH3 (ammonia); atau NH4 (ion ammonium).
Ion ammonium yang tidqak berbahaya adalah bentuk nitrogen hasil
hidrolisis ammonia yang berlangsung dalam kesetimbangan seperti reaksi
+ -
berikut: H2O + NH3 NH4OH NH4 + OH
Kondisi pada pH tinggi (suasana basa) akan menyebabkan ion ammonium
menjadi ammonium hidroksida yang tidak berdisosiasi dan bersifat racun
(Goldman and Horne, 1989).
3. Nitrifikasi yaitu oksidasi ammonia menjadi nitrit dan nitrat dapat
dilakukan oleh bakteri aerob. Nitrifikasi berjalan secara optimum pada pH
8 dan berkurang secara nyata pada pH 7.
+ Nitrosomonas + -
NH4 + 3/2 O2 2 H + NO2 + H2O
- Nitrobacter -
NO2 + ½ O2 NO3
Hasil oksidasi ini sangat reaktif dan mudah sekali larut, sehingga dapat
langsung digunakan dalam proses biologis (Hendersen-Seller, 1987).
4. Amonifikasi nitrogen organik untuk menghasilkan ammonia selama proses
dekomposisi bahan organik. Proses ini banyak dilakukan oleh mikroba dan
jamur yang membutuhkan oksigen untuk mengubah senyawaan organik
menjadi karbondioksida (Hendersend-Seller, 1987). Selain itu, autolisasi
atau pecahnya sel dan eksresi ammonia oleh zooplankton dan ikan juga
berperan sebagai pemasok ammonia.
-
5. Denitrifikasi yaitu reduksi nitrat menjadi nitrit (NO2 ), dinitrogen oksida
(N2O) dan molekul nitrogen (N2). Proses reduksi nitrat berjalan optimal
pada kondisi anoksik (tak ada oksigen). Dinitrogen oksida (N2O) adalah
produk utama dari denitrifikasi pada perairan dengan kadar oksigen sangat
rendah, sedangkan molekul nitrogen (N2) adalah produk utama dari proses
denitrifikasi pada kondisi anaerob. Proses denitrifikasi akan berkurang
atau lambat pada kondisi pH dan suhu rendah, tetapi akan berjalan
optimum pada suhu rata-rata danau pada umumnya. Kondisi anaerob di
sedimen membuat proses denitrifikasi lebih besar, yaitu dengan laju rata-
-1 -1
rata 1 mg l hari (Jorgensen, 1980).
Ortofosfat
Keberadaan fosfor di perairan adalah sangat penting terutama berfungsi
dalam pembentukan protein dan metabolisme bagi organisme. Fosfor juga
berperan dalam transfer energi di dalam sel misalnya adenosine triphosfate (ATP)
dan adenosine diphosphate (ADP). Ortofosfat yang merupakan produk ionisasi
dari asam ortofosfat adalah bentuk yang paling sederhana di perairan (Boyd,
1982). Reaksi ionisasi ortofosfat ditunjukkan dalam persamaan berikut:
+ -
H3PO4 H + H2PO4
- + 2-
H2PO4 H + HPO4
- + 3-
HPO4 H + PO4
Fosfor dalam perairan tawar ataupun air limbah pada umumnya dalam
4-
bentuk fosfat, yaitu ortofosfat, fosfat terkondensasi seperti pirofosfat (P2O7 ),
metafosfat (P3O93-) dan polifosfat (P4O13 6- dan P3O10 5-) serta fosfat yang terikat
secara organik (adenosin monofosfat). Senyawaan ini berada sebagai larutan,
partikel atau detritus atau berada di dalam tubuh organisme akuatik (Faust &
Osman, 1981; APHA AWWA, 1995).
Ortofosfat merupakan bentuk fosfat yang dapat dimanfaatkan secara
langsung oleh tumbuhan akuatik, sedangkan polifosfat harus mengalami hidrolisis
membentuk ortofosfat terlebih dahulu sebelum dapat dimanfaatkan sebagai
sumber fosfor. Menurut Perkins (1974), kandungan fosfat yang terdapat di
perairan umumnya tidak lebih dari 0,1 mg/l, kecuali pada perairan yang menerima
limbah dari rumah tangga dan industri tertentu, serta dari daerah pertanian yang
mendapat pemupukan fosfat. Oleh karena itu, perairan yang mengandung kadar
fosfat yang cukup tinggi melebihi kebutuhan normal organisme akuatik akan
menyebabkan terjadinya eutrofikasi.
Pestisida
Dampak negatif dari penggunaan pestisida dalam bidang pertanian adalah
berupa timbulnya pencemaran terhadap lingkungan, baik lingkungan perairan,
tanah dan udara maupun mahluk hidup yang bukan sasaran. Pestisida masuk ke
badan air melalui banyak jalur, misalnya limpasan dari daerah pertanian, aliran
dari persawahan, buangan limbah domestik, limbah perkotaan dan industri. Dalam
badan air, proporsi utama pestisida adalah terserap pada partikel tersuspensi dan
partikel yang diam atau terpisah ke dalam subtrat organik. Pestisida
memperlihatkan afinitas yang kuat untuk komponen lipid dan bahan organik.
Jumlah pestisida yang tercakup tergantung pada karakteristik kimiawi dan
kelarutan pestisida serta karakteristik sedimen (Connell dan Miller, 1995).
Pestisida dalam air dan tanah mengalami degradasi baik secara fisik
maupun biologis. Jenis-jenis pestisida persisten praktis tidak mengalami degradasi
dalam air dan tanah, tetapi akan terakumulasi. Di dalam badan air pestisida dapat
mengakibatkan pemekatan biologis terutama pestisida yang persisten. Edward
(1975) dan Brown (1978) menyatakan bahwa pada saat pestisida memasuki suatu
perairan, pestisida tersebut akan segera diserap oleh plankton, hewan-hewan
vertebrata akuatik, tanaman akuatik, ikan dan sebagian mengendap di sedimen.
Kadar pestisida yang tinggi dapat menimbulkan kematian organisme
akuatik secara langsung (keracunan akut) yaitu kontak langsung atau melalui
jasad lainnya seperti plankton, perifiton dan bentos, sedangkan kadar rendah
dalam badan air kemungkinan besar menyebabkan kematian organisme dalam
waktu yang lama yaitu akibat akumulasi pestisida dalam organ tubuhnya
(Soemarwoto et al., 1979). Pada umumnya pestisida memperlihatkan sifat lebih
toksik terhadap zooplankton dan bentos dengan tingkat toksisitasnya bervariasi
sangat luas, tergantung jenis pestisida dan tingkat stadia komunitas yang
bersangkutan.
berbagai sumber seperti hasil penelitian terdahulu, hasil studi pustaka, laporan
serta dokumen dari berbagai instansi yang berhubungan dengan topik yang dikaji.
Tabel 8. Parameter kualitas air dan metode analisis serta alat yang digunakan
Parameter Satuan Metode Analisis Peralatan
I. Fisika
0
1. Suhu C Pemuaian Termometer
2. TSS mg/l Gravimetri Timbangan analitik
3. TDS mg/l Gravimetri Timbangan analitik
4. Kekeruhan JTU Turbidimetri Turbiditimeter
5. Warna Unit PtCo VCM Skala PtCO
6. Kecerahan cm Visual Secchi Disc
II. Kimia
1. pH - Potensiometri pH meter
2. CO2 mg/l Titrimetrik Peralatan titrasi
3. DO mg/l Titrimetri winkler DO meter
4. BOD5 mg/l Titrimetrik Peralatan titrasi
5. COD mg/l Spektrofotometrik Spektrofotometer, titrasi
6. N-NO3 mg/l Spektrofotometrik Spektrofotometer
7. N-NO2 mg/l Spektrofotometrik Spektrofotometer
8. Ammonia mg/l Spektrofotometrik Spektrofotometer
9. Ortofosfat mg/l Spektrofotometrik Spektrofotometer
10. Pestisida mg/l Spektrofotometrik Spektrofotometer
III. Mikrobiologi
1. Fecal coliform MPN/100 ml Metode MPN Tabel MPN, filter
2. Total coliform MPN/100 ml Metode MPN Tabel MPN, filter
B. Sumber dan Beban Pencemaran Perairan Danau
Pengumpulan data untuk mengidentifikasi sumber-sumber limbah yang
masuk ke perairan danau dilakukan melalui wawancara dan dari data sekunder.
Data beban limbah yang masuk ke perairan danau melalui sungai diperoleh
melalui pengukuran konsentrasi parameter beban limbah pada setiap stasiun atau
sungai yang mengalir ke danau, sedangkan pengumpulan data beban limbah dari
KJA, peternakan dan hotel diperoleh melalui wawancara dan data sekunder.
Disamping itu, data untuk menentukan kapasitas asimilasi terhadap beban limbah
di perairan danau diperoleh melalui pengukuran parameter pencemaran pada jarak
100 meter dari muara sungai ke arah danau.
C. Persepsi Masyarakat
Pengumpulan data untuk mengetahui persepsi masyarakat tentang
pengendalian pencemaran (pencegahan, penanggulangan dan partisipasi pada
pencegahan dan pananggulangan) perairan danau menggunakan kuesioner
terstruktur yang disebarkan pada responden. Penentuan responden dilakukan
dengan metode multiple stage random sampling (Nazir, 1999) pada tiga jorong
(kampung) terpilih dari tujuh nagari yang ada di sekitar Danau Maninjau. Jumlah
responden yang diambil adalah 150 kk yang terdiri dari 50 kk setiap jorong
terpilih.
Aktivitas Konversi
BOD C OD TP TN
Permukiman 53 101,6 22,7 3,8
Peternakan 694,4 1620 223,1 8,6
Hotel 12 24,2 5,4 0,9
Pertanian - - 0,04 1,68
3. Untuk menghitung besarnya beban limbah yang berasal dari kegiatan KJA
dilakukan dengan metode pendugaan total bahan organik (Iwana, 1991
dalam Barg, 1992) dengan persamaan :
O = TU + TFW
Keterangan : O = total output bahan organik partikel
TU = total pakan yang tidak dikonsumsi
TFW = total limbah feses
Vs
KF =
(Vs + Va)
Keterangan: KF = Kalman filter
Vs = Varian nilai simulasi
Va = Varian nilai aktual
a. Analisis Kebutuhan
Analisis kebutuhan pada dasarnya merupakan tahap awal pengkajian
dalam pendekatan sistem, dan sangat menentukan kelaikan sistem yang dibangun.
Analisis kebutuhan juga merupakan kajian terhadap faktor-faktor yang berkaitan
dengan sistem yang dianalisis (Pramudya, 1989). Oleh karena itu, dalam
penelitian ini analisis kebtutuhan diarahkan pada pihak-pihak yang mempunyai
kepentingan dan keterkaitan baik secara langsung maupun tidak langsung
terhadap pengendalian pencemaran perairan danau. Dalam pengendalian
pencemaran perairan danau, pihak yang mempunyai kepentingan dan terkait
secara langsung adalah (1) masyarakat lokal yaitu masyarakat yang tinggal di
sekitar danau yang memanfaatkan perairan danau untuk berbagai kepentingan, (2)
dinas instansi terkait yaitu semua dinas instansi pemerintah daerah yang
mempunyai hubungan keterkaitan dengan perairan danau baik langsung mapun
tidak, (3) akademisi (peneliti) yaitu orang yang melakukan penelitian pada
perairan danau, (4) Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yaitu lembaga yang
dibentuk masyarakat setempat yang mempunyai kepedulian terhadap kelestarian
perairan danau, dan (5) badan usaha milik negara yaitu perusahaan yang
melakukan kegiatan usaha di perairan danau.
Dalam analisis kebutuhan dilakukan inventarisasi kebutuhan setiap pelaku
yang terlibat dalam sistem. Inventarisasi ini dilakukan dengan wawancara secara
terbatas. Berdasarkan hasil wawancara dihasilkan analisis kebutuhan pelaku
seperti disajikan pada Tabel 13.
Tabel 13. Analisis kebutuhan stakeholder (pelaku)
No. Pelaku Kebutuhan
1 Masyarakat lokal • Kualitas dan kuantitas air tidak menurun
• Penyediaan lapangan kerja
• Pendapatan meningkat
• Hasil tangkapan masyarakat tidak menurun
• Kegiatan usaha budidaya perikanan tetap jalan
• Kebersihan dan keindahan danau terjaga
2 Dinas Instansi terkait • Elevasi air danau tidak menurun
(Perikanan, Pertanian, • Penyediaan lapangan kerja
Pertamanan dan • Peningkatan PAD
Lingkungan Hidup, • Kebersihan dan keindahan danau tetap terjaga
Kimpraswil dan • Peningkatan perekonomian masyarakat
Pariwisata) • Kualitas dan kuantitas air danau tetap baik
3 Akademisi (peneliti) • Biodeversiti danau tetap terjaga
• Kualitas dan kuantitas air danau tetap baik
4 Lembaga Sosial Masyarakat • Kelestarian danau terjamin
(LSM) • Pendapatan masyarakat meningkat
5 PLN • Ketinggian muaka air danau tetap stabil
• Kualitas air danau baik
c. Identifikasi Sistem
Identifikasi sistem merupakan suatu rantai hubungan antara pernyataan
dari kebutuhan dengan pernyataan khusus dari masalah yang harus dipecahkan
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut (Eriyatno, 2003). Hal ini sering
digambarkan dalam bentuk diagram lingkar sebab-akibat (cousal loop diagram) .
Diagram tersebut merupakan pengungkapan interaksi antara komponen di dalam
sistem yang saling berinteraksi dan mempengaruhi dalam kinerja sistem, seperti
disajikan pada Gambar 6. Disamping itu, hubungan antara input (masukan) dan
output (keluaran) dalam suatu sistem digambarkan dalam sebuah diagram input-
output (masukan-keluaran) seperti disajikan pada Gambar 7. Diagram lingkar
sebab-akibat merupakan gambaran dari struktur model pengendalian pencemaran
di perairan danau yang dibuat berdasarkan diagram input-output.
Indeks
kualitas air
Pariwisata
Sisa pakan
/Hotel
Beban
limbah
Populasi
Menurut Manetsch dan Park (1977), secara garis besarnya variabel yang
mempengaruhi kinerja sistem ada 6 variabel yakni: (1) variabel output yang
dikehendaki; ditentukan berdasarkan hasil analisis kebutuhan, (2) variabel input
terkontrol, variabel yang dapat dikelola untuk menghasilkan perilaku sistem
sesuai dengan yang diharapkan, (3) variabel output yang tidak dikehendaki;
merupakan hasil sampingan atau dampak yang ditimbulkan bersama-sama dengan
output yang diharapkan, (4) variabel input tak terkontrol, (5) variabel input
lingkungan; variabel yang berasal dari luar sistem yang mempengaruhi sistem
tetapi tidak dipengaruhi oleh sistem, dan (6) variabel kontrol sistem; merupakan
pengendali terhadap pengoperasian sistem dalam menghasilkan output yang
dikehendaki. Variabel-variabel yang mempengaruhi kinerja sistem disajikan pada
Gambar 7.
Input Lingkungan
UU RI No. 7 Tahun 2004
PP RI No. 82 Tahun 2001
Output Diinginkan
Input Tidak Terkontrol 1. Beban pencemaran menurun
1. Iklim 2. Persepsi masyarakat meningkat
2. Debit air 3. Kualitas perairan danau meningkat
3. Erosi 4. Adanya program pengelolaan danau
Model Pengendalian
Pencemaran Perairan di
Danau Maninjau
Input Terkontrol
1. Jumlah pakan yang diberikan Output Tidak Diinginkan
2. Jumlah Budidaya (KJA) 1. Terjadinya pendangkalan danau
3. Jumlah penduduk 2. Terjadi eutrofikasi di perairan danau
4. Jumlah hotel 3. Bertambahnya timbulan limbah domestik
5. Jumlah peternakan 4. Penurunan kesehatan masyarakat
Manajemen Pengendalian
Pencemaran Perairan di Danau
Maninjau
Tabel 15. Matriks pengaruh langsung antar faktor dalam analisis prospektif
Dari A B C D E F G H I J K
Terhadap
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
Keterangan: A – K merupakan faktor penting atau kunci dalam sistem
60
60
INPUT STAKES
Ketergantungan
Tabel 16. Data rataan unsur iklim kawasan Danau Maninjau (1995-2004)
Bulan 0 Kelembaban Kec. Curah
Suhu ( C)
nisbi Angin hujan
Mak. Min. Rata-rata (%) (km/hr) (mm)
Januari 30,58 22,57 26,575 95,20 28,0 246,8
Februari 30,24 22,48 26,360 95,26 25,5 179,8
Maret 32,35 23,24 27,795 95,95 23,1 283,4
April 31,20 22,45 26,825 95,31 22,6 294,3
Mei 31,87 23,31 27,590 96,05 17,7 267,7
Juni 32,93 23,56 28,245 96,45 21,9 171,3
Juli 31,84 22,35 27,095 96,57 19,3 289,1
Agustus 32,29 22,46 27,375 96,11 22,4 267,6
September 30,08 22,15 26,115 95,97 24,7 323,4
Oktober 30,03 22,17 26,100 93,48 30,7 335,4
Nopember 30,63 22,05 26,340 93,08 21,0 497,8
D e s e m be r 31,19 23,15 27,170 93,07 24,9 343,4
Rata-rata 31,27 22,66 26,960 95,20 23,5 299,0
Sumber: Data diolah dari pencatatan stasiun penakar hujan PLTA Maninjau, (1995-2005)
Tabel 17. Jumlah bulan basah, kering dan lembab di kawasan Danau Maninjau
Tahun Jumlah
Bulan basah Bulan kering Bulan lembab
1995 11 0 1
1996 11 0 1
1997 7 3 2
1998 11 0 1
1999 12 0 0
2000 10 2 0
2001 11 0 1
2002 11 1 0
2003 10 2 0
2004 11 1 0
Sumber: Data diolah dari pencatatan stasiun penakar hujan PLTA Maninjau, (1995-2005)
Keterangan: Bulan basah = bulan dengan hujan > 100 mm
Bulan kering = bulan dengan hujan < 60 mm
Bulan lembab = bulan dengan hujan 60-100 mm
4.4. Hidrologi
Kondisi hidrologi kawasan danau secara umum dipengaruhi oleh dua
faktor utama, yaitu air permukaan dan air tanah. Air permukaan di kawasan danau
sebagian besar mengalir melalui pola penyaluran yang telah terbentuk. Sumber air
Danau Maninjau terutama berasal dari sungai-sungai yang mengalir sepanjang
DAS yang bermuara ke danau dan air hujan.
Di kawasan danau terdapat 88 buah sungai besar dan kecil dengan lebar
maksimum 8 meter yang mengalir ke danau. Kebanyakan dari sungai tersebut
(61,4%) kering pada waktu musim kemarau, sedangkan sungai-sungai yang berair
sepanjang tahun hanya 34 buah sungai. Sungai-sungai tersebut mengalir dengan
debit yang relatif kecil. Tabel 18 menyajikan data debit beberapa sungai besar
yang mengalir ke perairan Danau Maninjau.
Tabel 18. Lebar dan debit beberapa sungai yang bermuara ke Danau Maninjau
3
No Nama sungai Lebar (m) Debit ( m /detik)
1 Batang Limau Sundai 7 0,075
2 Batang Maransi 6 0,074
3 Bandar Ligin 6 0,090
4 Jembatan Ampang 8 0,160
5 Batang Kalarian 7 0,160
6 Tembok Asam 8 0,090
Sumber: PSDA Sumatera Barat , (2005)
Tabel 21. Kondisi luas lahan dan kepadatan penduduk kawasan Danau Maninjau
Luas Jumlah penduduk Kepadatan
No Nagari 2 2
(km ) (jiwa) penduduk per km
1 Maninjau 15,83 3.341 211
2 Bayur 18,99 4.255 224
3 III Koto 11,56 4.667 403
4 Koto Kaciak 12,10 3.670 303
5 II Koto 28,55 4.781 167
6 Tanjung Sani 46,35 5.799 125
7 Sungai Batang 17,38 4.019 231
Jumlah 150,76 30.532 203
Sumber: Tanjung Raya dalam Angka, (2005)
Suhu Perairan
Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam proses
metabolisme organisme di perairan. Perubahan suhu yang mendadak atau kejadian
suhu yang ekstrim akan mengganggu kehidupan organisme bahkan dapat
menyebabkan kematian. Suhu perairan dapat mengalami perubahan sesuai dengan
musim, letak lintang suatu wilayah, ketinggian dari permukaan laut, letak tempat
terhadap garis edar matahari, waktu pengukuran dan kedalaman air.
Suhu air mempunyai peranan dalam mengatur kehidupan biota perairan,
terutama dalam proses metabolisme. Kenaikan suhu menyebabkan terjadinya
peningkatan konsumsi oksigen, namun di lain pihak juga mengakibatkan turunnya
kelarutan oksigen dalam air. Oleh karena itu, maka pada kondisi tersebut
organisme akuatik seringkali tidak mampu memenuhi kadar oksigen terlarut untuk
75
keperluan proses metabolisme dan respirasi (Effendi, 2003). Adapun sebaran suhu
di perairan Danau Maninjau selama penelitian disajikan pada Gambar 10.
Su h u (0 C )
Nilai TSS apabila diperbandingkan dengan baku mutu air kelas 1 yang
mempersyaratkan konsentrasi total padatan tersuspensi maksimum 50 mg/l, maka
perairan Danau Maninjau sudah melampaui baku mutu yang diperbolehkan,
kecuali stasiun Muara Batang Maransi. Dengan demikian, perairan danau secara
umum tidak layak lagi untuk dimanfaatkan sebagai sumber baku air minum,
namun masih layak dimanfaatkan untuk kegiatan perikanan.
Nilai kecerahan suatu perairan berhubungan erat dengan penetrasi cahaya
matahari ke dalam badan air. Cahaya matahari akan membantu proses terjadinya
fotosintesis yang akan menghasilkan oksigen terlarut yang merupakan faktor
penting dalam kehidupan akuatik. Nilai kecerahan di perairan Danau Maninjau
berkisar antara 76–83 cm dengan nilai rata-rata 78,6 cm (Gambar 12).
Nilai kecerahan antar stasiun penelitian mempunyai variasi yang relatif
kecil dan hampir menyebar merata pada setiap stasiun. Adanya perbedaan nilai
kecerahan ini diduga karena pengaruh dari kuantitas maupun kualitas air dari
daerah aliran sungai yang membawa partikel-partikel bahan organik ke perairan
danau.
K ecerah an (cm )
Nilai total padatan terlarut yang didapatkan pada penelitian ini lebih tinggi
dari nilai total padatan tersuspensi. Hal ini menggambarkan bahwa padatan yang
masuk ke perairan Danau Maninjau lebih banyak yang berbentuk padatan yang
ukurannya kecil (padatan terlarut), atau padatan yang terdapat di perairan Danau
Maninjau lebih didominasi oleh padatan yang berasal dari limbah-limbah organik.
Warna Perairan
Hasil pengukuran nilai warna perairan di Danau Maninjau berkisar antara
12,99–14,73 unit PtCo, dengan nilai rata-rata 13,88 unit PtCo (Gambar 15). Nilai
ini menggambarkan bahwa perairan Danau Maninjau sudah melebihi nilai
perairan alami yang digunakan sebagai sumber air baku air minum, yaitu 10 unit
PtCo. Berdasarkan WHO (1992), yang mensyaratkan nilai warna untuk air minum
maksimal 15 unit PtCo, maka perairan Danau Maninjau masih layak digunakan
sebagai sumber air baku air minum. Nilai warna perairan ini diduga ada kaitannya
dengan masuknya limbah organik dan anorganik yang berasal dari kegiatan KJA
dan permukiman penduduk di sekitar perairan danau. Kondisi ini juga dapat
meningkatkan blooming pertumbuhan fitoplankton dari filum Cyanophyta
(Effendi, 2003).
W a rn a ( U n it P t C o )
Gambar 15. Sebaran nilai rata-rata warna air di perairan Danau Maninjau.
pH
Gambar 17. Sebaran nilai rata-rata CO2 bebas di perairan Danau Maninjau.
D O (m g /L )
Nilai COD yang diperoleh pada penelitian ini jauh lebih besar (mendekati
2,5 kali lebih besar) dibandingkan BOD5. Menurut Metcalf and Eddy (1979),
perbedaan nilai COD dengan BOD5 biasanya terjadi pada perairan tercemar
karena bahan organik yang mampu diuraikan secara kimia lebih besar
dibandingkan penguraian secara biologi.
- -
Nitrat (N-NO3 ), Nitrit (N-NO2 ) dan Ammonia (N-NH3)
Keberadaan senyawa nitrogen dalam perairan dengan kadar yang
berlebihan dapat menimbulkan permasalahan pencemaran. Kandungan nitrogen
yang tinggi di suatu perairan dapat disebabkan oleh limbah yang berasal dari
limbah domestik, pertanian, peternakan dan industri. Hal ini berpengaruh terhadap
kelimpahan fitoplankton.
Hasil pengukuran kadar nitrat di perairan Danau Maninjau berkisar antara
0,21–0,38 mg/l, dengan nilai rata-rata 0,26 mg/l (Gambar 21). Secara umum,
kandungan nitrat perairan danau masih berada di bawah baku mutu air kelas 1,
yang mensyaratkan kandungan nitrat untuk air baku air minum maksimal 10 mg/l.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perairan danau tergolong tidak
tercemar oleh senyawa nitrat dan masih layak sebagai sumber air baku air minum.
N O3 ( m g /L )
NH3 (mg/L)
Ortofosfat
Di perairan, fosfor tidak ditemukan dalam keadaan bebas melainkan dalam
bentuk senyawa anorganik yang terlarut (ortofosfat dan polifosfat) dan senyawa
organik berupa partikulat. Fosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat
dimanfaatkan oleh tumbuhan dan merupakan unsur yang esensial bagi tumbuhan,
sehingga menjadi faktor pembatas yang mempengaruhi produktivitas perairan.
Fosfat yang terdapat di perairan bersumber dari air buangan penduduk
(limbah rumah tangga) berupa deterjen, residu hasil pertanian (pupuk), limbah
industri, hancuran bahan organik dan mineral fosfat (Saeni, 1989). Umumnya
kandungan fosfat dalam perairan alami sangat kecil dan tidak pernah melampaui
0,1 mg/l, kecuali bila ada penambahan dari luar oleh faktor antropogenik seperti
dari sisa pakan ikan dan limbah pertanian (Kevern, 1982).
Hasil analisis kualitas air menunjukkan kadar fosfat di perairan Danau
Maninjau berkisar antara 0,41–0,46 mg/l, dengan nilai rata-rata 0,43 mg/l. Hal ini
menunjukkan bahwa di perairan danau terjadi akumulasi fosfat yang bersumber
dari kegiatan KJA. Selain berasal dari sisa pakan ikan, menurut Percella (1985)
kotoran manusia dan deterjen juga mengandung unsur fosfor yang cukup tinggi
yang dapat meningkatkan kandungan fosfat di perairan danau. Sejalan pernyataan
tersebut Chester (1990) menyatakan bahwa fosfat yang terdapat di perairan sungai
atau danau bersumber dari kegiatan antropogenik seperti limbah perkotaan dan
pertanian serta polifosfat yang terdapat pada deterjen. Gambar 24 memperlihatkan
perairan danau mengandung kadar fosfat yang lebih tinggi dari perairan sungai.
Fosfat (mg/L)
Berdasarkan baku mutu air kelas 1 sebagai sumber air baku air minum
dipersyaratkan kadar fosfat 0,2 mg/l. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa perairan Danau Maninjau sudah berada di atas ambang baku mutu yang
ditetapkan dan tidak dapat digunakan sebagai sumber air baku air minum.
Tingginya kandungan fosfat berasal dari kegiatan KJA yang berlangsung di
perairan danau. Menurut Barbieri and Simona (2003), perairan yang tercemar
limbah organik, khususnya organik fosfat akan meningkatkan tegangan
permukaan air dalam bentuk lapisan tipis, sehingga dapat menghalangi difusi O2
dari udara ke dalam badan air
Pestisida
Pestisida masuk ke dalam perairan melalui berbagai jalur, antara lain
melalui buangan limbah domestik, limpasan dari persawahan, pencucian tanah,
dan curah hujan. Penyebaran residu pestisida dalam lingkungan perairan sangat
dipengaruhi oleh sejumlah proses pengangkutan interaktif seperti penguapan,
presipitasi dari udara, pencucian dan aliran. Proses penguapan berdampak pada
turunnya kepekatan dalam air, sedangkan presipitasi dari udara, pencucian dan
limpasan dari daerah sekitar perairan danau akan meningkatkan kepekatan atau
akumulasi pestisida di perairan danau.
Jenis pestisida yang di temukan di perairan Danau Maninjau adalah
dikloro difenil trikloroetana (DDT) dan karbofenotion yang digunakan sebagai
pemberantas hama pertanian. Pestisida tersebut masing-masing berupa insektisida
dari jenis klororganik dan organofosfat yang sering dipergunakan dalam
pemberantasan hama dan penyakit tanaman di sekitar perairan danau. Hasil
analisis kualitas air menunjukkan kadar DDT di perairan danau berkisar antara
0,0012–0,0023 g/L, dengan kadar rata-rata 0,0016 µg/L. Kadar DDT tersebut
relatif kecil bila dibandingkan dengan baku mutu air kelas 1 sebagai sumber air
baku air minum yaitu maksimal 2 g/L. Dapat disimpulkan, bahwa perairan
Danau Maninjau masih di bawah ambang baku mutu yang ditetapkan dan dapat
digunakan sebagai sumber air baku air minum. Namun demikian, mengingat sifat
dari pestisida ini sangat stabil di dalam air, tanah, tanaman dan hewan, bahkan
pada manusia, maka pestisida tersebut akan terakumulasi dan memberi dampak
toksik yang sangat berbahaya terhadap makluk hidup.
Kandungan DDT tertinggi berasal dari aliran Batang Maransi. Hal ini
disebabkan karena di sekitar aliran limbah kegiatan yang mendominasinya adalah
pertanian lahan sawah. Hal ini senada dengan pernyataan Krylova et al. (2003)
melaporkan bahwa kadar pestisida klororganik atau organochlorine pesticides
(OCPs) di Danau Ladoga Finlandia antara 0,00001–0,00025 µg/L berasal dari
daerah pertanian di sekitar perairan danau. Gambar 25 memperlihatkan bahwa
kandungan DDT di perairan danau lebih tinggi daripada aliran limbah (sungai).
D D T (ug/L)
Gambar 27. Sebaran nilai rata-rata fecal coliform di perairan Danau Maninjau.
Gambar 28. Sebaran nilai rata-rata total coliform di perairan Danau Maninjau.
Sedang
Nilai IMLP
Buruk
Stasiun
Para- Stasiun
N0 SL. Bt. Br. SJ. Bt ST. Total
meter
Sundai Maransi Ligin Ampang Kalarian Asam
1 TSS 134,44 117,06 167,18 246,06 248,35 150,16 1063,25
2 COD 20,30 18,18 21,28 39,66 37,79 20,55 157,75
3 BOD5 5,60 2,72 5,96 7,61 8,31 3,86 34,05
4 N-NO3- 0,49 0,41 0,67 0,93 0,93 0,50 3,95
5 N-NH3 0,56 0,53 0,64 1,17 1,07 0,62 4,59
6 PO43- 0,37 0,28 0,64 0,89 0,70 0,42 3,30
Sumber: Data diolah, (2006)
Keterangan: SL = Sungai Limau; Bt = Batang; Br = Bandar; SJ = Sungai
Jembatan
ST = Sungai Tembok
984,7
54
y = 19,72 + 0,0308 x
2
R = 0,89
Konsentrasi TSS (mg/l)
53
52
51
50 50
Kapasitas asimilasi
117,5
117,0
116,5
y = 92,35 + 0,0108 x
115,0
114,5
114,0
12,5
y = - 3,918 + 0,0942 x
R2 = 0,86
Konsentrasi COD (mg/l)
12,0
11,5
11,0
10,5
10,0 10
9,5
140 145 150 155 160 165 170 175
B e b a n lim b a h C O D ( t o n / t
h)
2,4
2,2
2,0
2
20 25 30 35 40
B e b a n lim b a h B O D ( t o n / t h )
0 ,4 6
(mg/l)
0,45
y = 0,163 + 0,0816 x
R2 = 0,97
4
y = 0,08 x + 0,16
Konsentrasi PO
0,40 2
R = 0,97
0,35
0,30
0,25
0,20 0,2
0 1 2 3 4
Be ba n limb a h PO (t o n/ t h)
4
Baku mutu
Kapasitas asimilasi
Konsentrasi NO (mg/l)
0,26
3
0,25
0,24
y = 0,925 + 0,0335 x
R2 = 0,77
0,23
0,22
0,21
0,20
3,50 3,75 4,00 4,25 4,50
B e b a n l im b a h NO ( t on/t
3
h)
-
Gambar 35. Hubungan antara beban pencemar NO3 di muara sungai
dengan kadar NO3- di perairan Danau Maninjau.
A. Karakteristik Responden
Untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap pengendalian
pencemaran perairan danau, telah dilakukan observasi terhadap 150 responden
masyarakat yang tinggal pada tiga nagari di sekitar Danau Maninjau. Karakteristik
responden yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah umur, pendidikan,
pekerjaan dan pendapatan. Distribusi karakteristik responden pada tiga lokasi
penelitian disajikan pada Tabel 27.
Tabel 27 memperlihatkan bahwa masyarakat di sekitar Danau Maninjau
paling banyak berumur dewasa (20-55 tahun) sebanyak 79,33% dan paling sedikit
berumur muda (< 19 tahun) sebanyak 3,3%. Kondisi ini menunjukkan bahwa
masyarakat tersebut berada pada usia kerja yang produktif. Pendidikan
masyarakat di sekitar danau tergolong rendah yakni tamat SD sebanyak 52,67%,
namun masyarakat yang berpendidikan sedang atau tamat SLTP–SMU juga ada
sebanyak 42%. Sedikit sekali masyarakat yang berpendidikan tinggi (tamat
perguruan tinggi) yakni 5,3%. Pada umumnya masyarakat di sekitar danau
memiliki perkerjaan sebagai petani yakni sebanyak 46%, sedangkan yang lainnya
bekerja sebagai pedagang, nelayan dan PNS dengan jumlah masing-masingnya
berturut-turut 20,6%, 12,6% dan 11,3%. Pendapatan masyarakat di sekitar danau
pada umumnya termasuk kategori rendah, yakni mencapai 64,6%. Hal ini
menunjukkan bahwa rataan tingkat pendapatan masyarakat yang relatif masih
rendah. Rendahnya tingkat pendapatan masyarakat tersebut berkaitan dengan
pekerjaan mereka yang pada umumnya adalah sebagai petani.
B. Persepsi Masyarakat
Pengetahuan masyarakat yang tinggal di sekitar perairan danau
mempunyai peranan yang penting dalam proses pengendalian pencemaran yang
terjadi di perairan danau tersebut. Oleh sebab itu, untuk mengetahui peranannya
maka dilakukan analisis terhadap persepsinya dalam hal pengendalian
pencemaran perairan danau. Analisis ini bertujuan untuk lebih memudahkan
upaya pengendalian pencemaran yang terjadi di perairan danau.
Persepsi masyarakat yang tinggal di sekitar perairan danau tentang
pengendalian pencemaran yang terjadi di perairan Danau Maninjau dapat
ditentukan dari tiga jenis persepsi yaitu, persepsi tentang pencegahan pencemaran,
persepsi tentang penanggulangan pencemaran, dan persepsi tentang partisipasi
masyarakat. Masyarakat yang tinggal di sekitar perairan Danau Maninjau pada
umumnya memiliki persepsi yang rendah terhadap pengendalian pencemaran
perairan danau. Hasil penelitian tentang persepsi responden masyarakat sekitar
perairan Danau Maninjau diperlihatkan pada Gambar 36–38 dan Lampiran 7.
P ersentase (% )
Persen t ase ( % )
Keterangan:
Bbn Lmb = beban limbah (jumlah limbah keseluruhan)
Bbn lmb Pertn = beban limbah pertanian
BM = baku mutu
Fr Bbn pkn = fraksi beban pakan
Fr Brt ikan = fraksi berat ikan
Fr Emig = fraksi emigrasi penduduk per tahun
Fr Imig = fraksi imigrasi penduduk per tahun
Fr jml ikan tebar = fraksi jumlah ikan pertama kali di tebar
Fr Pkn = fraksi jumlah fosfor dalam pakan
Fr Jml Kmr = fraksi jumlah kamar per hotel
Fr Jml Pengjng = fraksi jumlah pengunjung hotel per tahun
Fr JPP Lmb = fraksi jumlah penduduk pembuang limbah cair
Fr KAS = fraksi kapasitas asimilasi per tahun
Fr Kl Pddk = fraksi kelahiran penduduk per tahun
Fr Km Pddk = fraksi kematian penduduk per tahun
Fr lj pnb Htl = fraksi laju penambahan hotel per tahun
Fr lmb cair Pddk = fraksi limbah cair penduduk
Fr Limb Cair Htl = fraksi limbah cair hotel
Fr lmb Cair TNK = fraksi limbah cair ternak sapi per ekor per hari
Fr lmb feses TNK = fraksi limbah feses dari ternak sapi per ekor per hari
Fr Lmb TNK = fraksi limbah ternak sapi per ekor per hari
Fr Ls lhn KJA = fraksi luas lahan setiap KJA
Fr Penb KJA = fraksi penambahan KJA per tahun
Fr Lhn pert = fraksi penambahan lahan pertanian per tahun
Fr lmb Ppk = fraksi penambahan unsur fosfor dari pupuk
Fr Pmk Ppk = fraksi pemakaian pupuk per hektar per tahun
Fr Pnb TNK = fraksi penambahan ternak sapi per tahun
Jml Htl = jumlah hotel
Jml KJA = jumlah KJA
Jl PP Lmb = jumlah penduduk pembuang limbah cair
Jml kmr = jumlah kamar hotel
Jml pengjng Htl = jumlah pengunjung hotel per tahun
Kap asmls = kapasitas asimilasi terhadap PO4
Lhn trpki KJA = lahan terpakai untuk KJA
Lj Pnb TNk = laju penambahan ternak sapi potong per tahun
Lj Pn Bb Limb = laju penambahan beban limbah
Lj Penb KJA = laju penambahan KJA per tahun
Lj Penbh lhn pert = laju penambahan lahan pertanian per tahun
Lj Pnb Htl = laju penambahan hotel per tahun
Lj Penb Pddk = laju penambahan penduduk per tahun
Lj Pngr Pddk = laju pengurangan penduduk
Lmb Cair Htl = jumlah limbah cair hotel
Lmb Cair Pddk = jumlah limbah cair penduduk
Lmb Cair TNK = jumlah limbah cair ternak
Lmb feses TNK = jumlah feses ternak
Lmb Pkn KJA = jumlah limbah (sisa) pakan dari KJA
L lhn pert = jumlah luas lahan pertanian
Pmb lhn KJA = pembukaan lahan KJA
Pmk Ppk = pemakaian pupuk untuk pertanian
Pop Pddk = populasi penduduk di sekitar danau
Pop TNK = populasi ternak sapi
Ttl lmb TNK = total limbah ternak sapi
Ttl Brt ikan = total berat ikan
Ttl Pkn = total pakan yang diberikan per tahun
Tabel 28. Populasi penduduk dan KJA serta jumlah limbah yang dihasilkan
tahun 2005-2020
Jumlah limbah (Ton)
Tahun
Gambar 48. Grafik perbandingan jumlah penduduk hasil simulasi dengan data
Empirik.
Ta hun
Jumlah KJA
Pengolahan lahan
Pertumbuhan penduduk Dukungan Pemda
Ketergantungan
Dari analisis prospektif (Gambar 50) terlihat bahwa faktor penting dalam
pengendalian pencemaran perairan danau terkelompokkan dalam 4 kuadran.
Kuadran kiri atas (kuadran I) merupakan kelompok faktor yang memberikan
pengaruh tinggi terhadap kinerja sistem dengan ketergantungan yang rendah
terhadap keterkaitan antar faktor. Kuadran ini terdiri dari tiga faktor, yaitu: 1)
jumlah KJA, 2) pertumbuhan penduduk, dan 3) persepsi masyarakat. Faktor-
faktor ini akan digunakan sebagai input di dalam sistem yang dikaji. Kuadran
kanan atas (kuadran II) merupakan kelompok faktor yang memberikan pengaruh
tinggi terhadap kinerja sistem dan mempunyai ketergantungan antar faktor yang
tinggi pula, sehingga digunakan sebagai stake (penghubung) di dalam sistem.
Kuadran ini terdiri dari dua faktor yaitu: 1) pengolahan lahan dan 2) dukungan
pemerintah daerah. Kuadran kanan bawah (kuadran III) memiliki pengaruh yang
rendah terhadap kinerja sistem dan ketergantungan yang tinggi terhadap
keterkaitan antar faktor, sehingga menjadi output di dalam sistem. Kuadran ini
terdiri dari empat faktor, yaitu: 1) program pengelolaan danau, 2) fasilitas
pengolahan limbah, 3) daya dukung danau, dan 4) zonasi danau. Kuadran kiri
bawah (kuadran IV) mempunyai pengaruh rendah terhadap kinerja sistem dan
ketergantungan juga rendah terhadap keterkaitan antar faktor. Kuadran ini terdiri
dari empat faktor, yaitu: 1) teknologi budidaya perikanan, 2) sarana dan prasarana,
3) erosi, dan 4) kerjasama lintas sektoral.
Berdasarkan pada penilaian pengaruh langsung antar faktor sebagaimana
diperlihatkan pada Gambar 50, dari ke-13 faktor kunci tersebut didapatkan
sebanyak dua faktor yang mempunyai pengaruh tinggi terhadap kinerja sistem dan
ketergantungan antar faktor yang tinggi pula, yaitu: 1) pengolahan lahan dan 2)
dukungan pemrintah daerah, serta tiga faktor yang mempunyai pengaruh yang
tinggi terhadap kinerja sistem walaupun ketergantungan antar faktor rendah, yaitu
1) jumlah KJA, 2) pertumbuhan penduduk, dan 3) persepsi masyarakat. Oleh
sebab itu, kelima faktor tersebut perlu dikelola dengan baik dan dibuat state
(kondisi) yang mungkin terjadi di masa depan sehubungan dengan pengendalian
pencemaran perairan danau.
Deskripsi dari masing-masing faktor kunci hasil analisis pengaruh
langsung antar faktor adalah sebagai berikut:
a) KJA merupakan sistem pembudidayaan ikan dengan teknik keramba jaring
apung yang diberi pakan buatan (pellet). Pertambahan KJA akan
meningkatkan jumlah sisa pakan (limbah) yang masuk ke perairan danau.
Pertambahan KJA didasarkan pada pertambahan historis tiap tahunnya.
b) Pertumbuhan penduduk
Pertumbuhan penduduk terjadi akibat pertambahan melalui kelahiran dan
urbanisasi serta pengurangan akibat kematian dan emigrasi. Pertumbuhan
penduduk akan mempengaruhi jumlah limbah yang dihasilkan dari kegiatan
domestik. Pertumbuhan tersebut didasarkan pada data historis tiap tahunnya.
c) Persepsi masyarakat
Persepsi masyarakat adalah pandangan responden tentang kegiatan
pengendalian pencemaran perairan danau. Cara mengetahuinya adalah melalui
beberapa indikator pertanyaan yang menjelaskan pandangan responden
terhadap (1) kegiatan pencegahan pencemaran danau, (b) kegiatan
penanggulangan pencemaran danau dan (3) kegiatan dalam partisipasi pada
pencegahan dan penanggulangan pencemaran danau.
d) Pengolahan lahan
Pengolahan lahan di sekitar danau oleh masyarakat terutama dalam hal
pertanian dan perkebunan dapat mempengaruhi beban limbah yang masuk ke
perairan danau.
e) Dukungan pemerintah daerah
Pemerintah daerah yang dimaksud adalah instansi yang terkait dengan
pemanfaatan perairan Danau Maninjau. Dukungan yang diberikan dapat
berupa bantuan tentang teknologi/fasilitas pengolahan limbah cair, pelatihan
dan penyuluhan pada masyarakat.
Tabel 29. Keterkaitan antar faktor dan kondisi (state) untuk analisis prospektif
No Faktor Kondisi (state) di masa datang
1 Jumlah KJA 1A 1B 1C
Meningkat, sebagai Menurun karena
akibat meningkatnya terjadinya penurunan
pendapatan sebagai Tetap kualitas air danau
hasil kegiatan KJA sehingga menurun-
1. Skenario Pesimistik
Skenario pesimistik dibangun berdasarkan state dan faktor kunci dengan
kondisi; 1) jumlah KJA yang semakin meningkat setiap tahun dengan
pertumbuhan > 7,89%; 2) pertumbuhan penduduk yang relatif masih tinggi yaitu
> 1,15%, hal ini juga akan meningkatkan jumlah penduduk yang membuang
limbah ke perairan danau; 3) kurangnya sosialisasi dan penyuluhan oleh
pemerintah sehingga pengetahuan masyarakat tentang pengendalian pencemaran
perairan danau menurun menjadi < 68%; 4) pengolahan dan pemanfaatan lahan
yang kurang sesuai dengan kaedah konservasi dan semakin tingginya pemakain
pupuk kimia dan insektisida pada lahan pertanian di sekitar perairan danau. Hal
ini akan meningkatkan beban limbah pertanian (residu pupuk dan pestisida) yang
masuk ke perairan danau; dan 5) pemerintah daerah kurang mendukung, karena
mengganggap masalah pencemaran perairan danau kurang berpengaruh terhadap
kesejahteraan masyarakat sekitar perairan danau.
Penerapan konsep skenario pesimistik ini akan memberikan implikasi
berupa: 1) beban limbah dari pakan akan meningkat; 2) jumlah penduduk yang
membuang limbah ke perairan danau semakin meningkat; 3) kepedulian
masyarakat terhadap pencemaran perairan danau semakin berkurang; 4)
pemerintah daerah kurang memberi perhatian terhadap pengendalian pencemaran;
dan 5) beban limbah berupa residu pupuk dan pestisida semakin meningkat. Hasil
simulasi model pada skenario pesimistik diperlihatkan pada Gambar 51.
Gambar 51. Prediksi beban limbah pada skenario pesimistik sampai tahun 2020.
2. Skenario Moderat
Skenario moderat mengandung pengertian bahwa keadaan masa depan
yang mungkin terjadi diperhitungkan dengan penuh pertimbangan sesuai dengan
keadaan dan kemampuan sumberdaya yang dimiliki saat ini. Skenario ini
dibangun berdasarkan state dari faktor kunci dengan kondisi sebagai berikut; 1)
jumlah KJA di perairan danau tidak mengalami peningkatan (tetap) yaitu 8955
unit; 2) pertumbuhan penduduk tetap pada tingkat 1,15%; 3) persepsi masyarakat
meningkat secara bertahap sesuai dengan kemampuan dan pengetahuan
masyarakat; 4) pengolahan dan pemanfaatan lahan disekitar perairan danau
kurang sesuai dengan kaedah konservasi, pemakain pupuk dan pestisida sangat
intensif sehingga residu pupuk dan pestisida masuk ke perairan danau cukup
tinggi; dan 5) pemerintah daerah memberikan dukungan terhadap pengendalian
pencemaran perairan danau dengan memberikan informasi dan menyediakan
fasilitas penampungan limbah atau sampah sementara.
Penerapan skenario moderat ini akan memberikan implikasi berupa: 1)
pertumbuhan jumlah KJA tetap pada tingkat petumbuhan 7,89% per tahun; 2)
beban pencemaran juga meningkat akibat pertumbuhan penduduk; 3) persepsi
masyarakat meningkat (> 68%) secara bertahap sesuai dengan kemampuan dan
pengetahuannya. Hasil simulasi model pada skenario moderat diperlihatkan pada
Gambar 52.
Gambar 52. Prediksi beban limbah pada skenario moderat sampai tahun 2020.
3. Skenario Optimistik
Skenario optimistik dibangun berdasarkan keadaan (state) dan faktor kunci
dengan kondisi; 1) laju pertumbuhan jumlah KJA yang semakin menurun setiap
tahunnya mencapai 2% serta dengan pemberian pakan yang efektif (konversi
pakan 0,1); 2) pertumbuhan penduduk meningkat menjadi 1,25%; 3) persepsi
masyarakat meningkat akibat adanya sosialisasi dan penyuluhan oleh pemerintah.
Persepsi masyarakat terhadap pengendalian pencemaran perairan meningkat
mencapai > 85%; sehingga jumlah penduduk yang membuang limbah ke
perairan danau tinggal 15%; 4) pengolahan dan pemanfaatan lahan sudah sesuai
dengan kaedah konservasi dan efektifitas pemakain pupuk kimia serta insektisida
pada lahan pertanian di sekitar perairan danau. Hal ini dapat mengurangi beban
limbah pertanian (residu pupuk dan pestisida) yang masuk ke perairan danau; dan
5) pemerintah daerah mendukung dengan memberikan penyuluhan, sosialisasi
dan penyediaan fasilitas tentang pengendalian pencemaran perairan danau.
Penerapan konsep skenario optimistik ini akan memberikan implikasi
berupa: 1) beban limbah dari KJA akan menurun; 2) jumlah penduduk yang
membuang limbah ke perairan danau semakin berkurang; 3) pemahaman dan
kepedulian masyarakat terhadap pencemaran perairan danau semakin meningkat;
4) dukungan atau perhatian pemerintah daerah terhadap pengendalian pencemaran
semakin tinggi; dan 5) beban limbah berupa residu pupuk dan pestisida yang
masuk ke perairan danau semakin berkurang. Hasil simulasi model pada skenario
optimistik diperlihatkan pada Gambar 53.
Gambar 53. Prediksi beban limbah pada skenario optimistik sampai tahun 2020.
Ske na rio
Gambar 54. Grafik perbandingan tiga skenario beban limbah dalam pengendalian
pencemaran perairan di Danau Maninjau tahun 2005–2020.
Gambar 56. Grafik beban limbah dengan pengurangan KJA dengan intervensi
struktural.
6.1. Kesimpulan
1. Parameter kualitas perairan danau yang telah melampui baku mutu air kelas 1
berdasarkan PP No. 82 tahun 2001 yang peruntukannya sebagai sumber air
baku air minum adalah TSS, COD, BOD5, nitrit dan fosfat. Berdasarkan
indeks mutu lingkungan perairan (IMLP), maka mutu perairan Danau
Maninjau termasuk kualitas sedang atau tercemar ringan.
2. Model pengendalian pencemaran perairan di Danau Maninjau yang dibangun
dapat menggambarkan perilaku sistem nyata, yang tersusun dalam lima sub-
model, yaitu sub-model limbah (1) penduduk, (2) hotel, (3) peternakan, (4)
pertanian dan (5) KJA. Ada dua faktor yang memiliki pengaruh dan
ketergantungan antar faktor yang tinggi terhadap kinerja sistem, yaitu 1)
pengolahan lahan; 2) dukungan pemerintah daerah, serta tiga faktor yang
memiliki pengaruh tinggi terhadap kinerja sistem namun ketergantungan antar
faktor rendah, yaitu: 1) jumlah KJA; 2) pertumbuhan penduduk; dan 3)
persepsi masyarakat.
3. Kebijakan yang dapat diterapkan untuk menekan beban limbah agar sesuai
dengan baku mutu air yang diperuntukan sebagai sumber air baku air minum
berdasarkan prioritas adalah: 1) meningkatkan persepsi dan pengetahuan
masyarakat tentang dampak pencemaran perairan danau, 2) mengurangi laju
pertumbuhan KJA; dan 3) menekan laju pertumbuhan penduduk; dan 4)
mengupayakan pembangunan instalasi pengolahan limbah rumah tangga
(tengki septik) di sekitar perairan danau.
4. Pengendalian pencemaran Danau Maninjau dapat dilakukan dengan strategi
optimistik, namun perlu didukung oleh beberapa kebijakan berupa (1)
dukungan pemerintah untuk membangun fasilitas pengolahan limbah cair
penduduk dan pengadaan pakan yang rendah kandungan fosfornya serta
infrastruktur penunjang lainnya, (2) peningkatan kesadaran, kepedulian serta
tanggungjawab masyarakat terhadap lingkungan dan (3) menyusun rencana
strategis daerah khusus bidang pengelolaan sumberdaya alam dalam rangka
135
6.2. Saran
Amdur, M.O., J. Doull, and C.D. Klaassen. 1991. Casarett and Doull’s:
th
Toxicology The Basic Science of Poisons. 3 Ed. McGrow Hill, Inc.
Toronto.
Alearts, G., dan S. Santika. 1987. Metode Penelitian Air. Usaha Nasional.
Surabaya.
Asdak, C. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gajah Mada
University Press. Yogyakarta.
Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Agam Kuantan. 2005. Rencana Teknik
Lapangan. Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah (BRLKT) Sub
Daerah Aliran Sungai Antokan. Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan
Perhutanan Sosial. Departemen Kehutanan. Padang.
137
Barbieri, A., and M. Simona. 2003. Trophic evaluation of Lake Lugano related to
external load reduction: changes in phosphorus and nitrogen as well as
oxygen balance and biological parameters. Lakes & Reservoirs: Reseach
and Management 6 (1) : 37 – 47.
Boyd, C.E. 1982. Water Quality in Warm Water Fish Pond. Auburn University
Agricultural Experimenta Satation. Auburn Alabama.
[BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Agam. 2004. Kecamatan Tanjung Raya
Dalam Angka 2004. Lubuk Basung.
Brower, J.E., and J.H. Zar. 1977. Field and Laboratory Methods for General
Ecology. WMc. Brown Company Publisher. Dubuque Iowo.
Brown, A.W.A. 1978. Ecology of Pesticides. John Wiley & Son. New York.
Canter, L.W., dan L.G. Hill. 1979. Handbooks of Variables for Environmental
Impact Assesment. Ann Arbor Science Publisher Inc. Michigan.
Connell, D.W., and G.J. Miller. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. Y.
Koestoer [Penerjemah]; Terjemahan dari: Chemistry and Ecotoxicology
of Pollution. UI-Press. Jakarta.
Darmono. 1995. Logam Berat dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. UI-Press.
Jakarta.
Davies, J., G. Claridge, dan Nirarita. 1995. Manfaat Lahan Basah: Potensi Lahan
Basah dalam Mendukung dan Memelihara Pembangunan. Asean Wetland
Bureau. Bogor.
Direktorat Jenderal PPM dan PLP. 1995. Penyehatan Air : Materi Pelatihan bagi
Petugas Kesehatan Lingkungan Daerah TK II. Direktorat Jenderal PPM
dan PLP Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
Djunaidi, O.S. 2000. Pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) terpadu dan
kaitannya dengan pelestarian fungsi danau dan waduk. Di dalam
Pengelolaan dan Pemanfaatan Danau dan Waduk. Proseding Semiloka
Nasional. Universitas Padjadjaran Bandung, 7 Nopember 2000. Bandung.
pp. 1-210 – 1-223.
Dojildo, J.R., and G.A. Best. 1992. Chemistry of Water and Water Pollution. Ellis
Horwood Limited. New York.
nd
Edward, C.A. 1975. Persistent Pesticidest in the Environment. 2 Ed. C.R.C
Press. Ohio.
Eriyatno. 2002. Ilmu Sistem; Apa dan Bagaimana. Centre for System Studies and
Development (CSSD) Indonesia. Jakarta.
Faust, S.D., dan O.M. Aly. 1981. Chemistry of Natural Water. Ann Arbor Science
Publisher Inc. Michigan.
Garno, Y.S. 2002. Beban pencemaran limbah perikanan budidaya dan yutrofikasi
di perairan waduk pada DAS Citarum. J. Tek. Ling. P3TL-BBPT 3 : 112-
120.
Gather, R., and D.M. Imboden. 1985. Lake Restoration. In Stumm. W. (Ed).
Chemical Processes in Lake. John Wiley & Sons, Inc. Canada.
Golmand, C.R., dan A.J. Horne. 1989. Limnology. McGraw Hill Company. New
York.
Grant, W.E., E.K. Pedersan, and S.I. Marin. 1997. Ecology and Natural Resource
Management. System Analysis and Simulation. John Wiley & Sons. New
York.
Hadi, A. 2005. Prinsip Pengelolaan Pengambilan Sampel Lingkungan. PT
Gramedia Utama. Jakarta.
Harihanto. 2001. Persepsi, Sikap dan Perilaku Masyarakat terhadap Air Sungai
(Kasus di DAS Kaligarang, Jawa Tengah) [Disertasi]. Program
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Hendersend-Seller, B., and H.R. Markland. 1987. Decaying Lakes, The Origin
and Control of Cultural Eutrophication. John wiley & Sons. Britain.
Husin, Y.A., dan B. Syaiful. 1991. Indeks mutu kualitas air perairan di daerah
operasi geotermal Gunung Salak. Jurnal Pusat Studi Lingkungan dan
Pembangunan 11(4) : 187–200.
Hutabarat, S., dan S.M. Evans. 1984. Pengantar Oseonografi. UI Press. Jakarta.
Jeffries, M., and D. Mills. 1996. Freshwater Ecology, Principles and Applications.
John Wiley and Sons. Chicester UK.
Jorgensen, S.E., and R.A. Vollenweiden. 1989. Guedelines of Lakes
Management: Principles of Lakes Management Vol 1. International Lake
Environment Foundation. Shiga-Japan.
Khosla, M.R., G.H. Alan, and P.L. Angermeier. 1995. Assesing water quality
interdisciplinary problems and approach. Interdisciplinary Scirnce
Reviews 20 (3) : 229–240.
Krech, D and Crutcfield. 1985. Theory and Problem of Social Psychology. Mc.
Grow Hill. New Delhi.
Krylova, J.V., E.A. Kurashov, and N.N. Korkishko. 2003. The Pollution of Lake
Ladoga by organochlorine pesticides and petroleum products. Lakes &
Reservoirs: Reseach and Management 8 (3-4) : 231–246.
Kumurur, V.A. 2002. Aspek strategis pengelolaan Danau Tondano secara terpadu.
Ekoton 2 (1) : 73-80.
Lay, B.W. 1994. Analisis Mikroba di Laboratorium. Raja Grafindo Persada.
Jakarta.
Lee, C.D., S.B. Wang, and C.L. Kuo. 1978. Bhentich and fish as biological
indicator of water quality with references of water pollution in developing
countries. Bangkok.
Mahida, U. N. 1993. Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah Industri. PT. Raja
Grafindo Persada. Jakarta.
th
Manahan, S.E. 1991. Environmental Chemistry. 5 Ed. Lewis Publisher.
Michigan.
Manetsch, T.J., G.L. Park. 1977. System Analysis and Simulation with
th
Application to Economic and Social System. 3 Ed. Departement of
Electrical Engineering and System Science. Michigan State University.
East Lansing. Michigan.
Midlen, A., and T.A. Redding. 2000. Enviromental Management for Aquaculture.
Kluwer Academic Publishers. Dordrecht.
Mitsch, W.J and J.G. Gosselink. 1994. Wetlands. In Water Quality Prevention,
Identification and Management of Diffuse Pollution. Van Nostrand
Reinhold. New York.
Muhammadi., E. Aminullah, dan B. Soesilo. 2001. Analisis Sistem Dinamis
Lingkungan Hidup, Sosial, Ekonomi, Manajemen. UMJ Press. Jakarta.
Nastiti, A.S., Krismono, dan E.S. Kartamiharja. 2001. Dampak budidaya ikan
dalam KJA terhadap peningkatan unsur N dan P di perairan Waduk
Saguling, Cirata, dan Jatiluhur. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia 7
(2): 22-30.
Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Eidman, M.,
Koesoebiono, D.G. Begen, M. Hutomo, dan S. Sukardjo [Penerjemah].
Terjemahan dari: Marine Biology: An Ecological Approach. PT.
Gramedia. Jakarta.
Novonty, V., and H. Olem. 1994. Water Quality, Prevention, Identification and
Management of Diffuse Pollution. Van Nostrans Reinhold. New York.
Ott, W.R. 1978. Environmental Indices, Theory and Practice. Ann Arbor Science.
Michigan.
Parcella, M.B. 1975. Investigation of Rational Effluent and Stream Standards for
Trofical Countries. AIT. Bangkok.
Payne, A.L. 1986. The Ecology of Tropical Lakes and Rivers. John Wiley and
Sons. Singapore.
Perkins, E.J. 1974. The Biology of Estuaries and Coastal Water. Academi Press
Co. New York.
Pescod, M.B. 1973. Invfestigation of National Efluent and Steram Standar for
Tropical Countries. AIT. Bangkok.
Porpraset, C. 1989. Organic Water Recycling. Jhon Wiley & Sons. Chicester.
[PSDA] Pengelolaan Sumber Daya Air Provinsi Sumatera Barat. 2005. Laporan
Akhir Pekerjaan Studi Kasus Danau Maninjau. PT. Dipo Trikarsa. Padang.
Setiana, A. 1996. Nitrate and phosphorus leaching and the impact to reservoir
water quality. Jurnal Alami 1 (1): 32-35.
Van Horn, H.N,. A.C. Wilkie, W.J. Powers, and R.A. Nordtedt. 1994. Component
of dairy manure management system. J. Dayri Sci. 77 : 2008–2030.
Wardoyo, S.T.H. 1989. Kriteria Kualitas Air untuk Pertanian dan Perikanan.
Makalah pada Seminar Pengendalian Pencemaran Air. Dirjen Pengairan
Departemen Pekerjaan Umum. Bandung.
th
Wetzel, R.G. 2001. Limnology Lake and River Ecosystems. 3 Ed. Academica
Press. San Diego California.
Winardi. 1989. Pengantar tentang Teori Sistem dan Analisis Sistem. Penerbit
Mandar Maju. Bandung.
Zhu, Z. 1989. System Approaches: Where the East Meets West? World Future
1999 (53): 253-276.
Lampiran 1. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air
Baku Mutu Keterangan
No Parameter Satuan
Kelas I
1 Temperatur 0 deviasi 3 Deviasi tempratur dari keadaan alamianya
C
2 Residu terlarut mg/L 1000
3 Residu tersuspensi mg/L 50 Pengelolaan air minum secara konvensional ≤ 5000 mg/L
4 pH - 6-9
5 BOD5 mg/L 2
6 COD mg/L 10
7 DO mg/L 6
-3
8 PO4 sebagai P mg/L 0.2
9 NO3 sebagai N mg/L 10
10 NH3 -N mg/L 0.5
11 NH2 -N mg/L 0.06 Pengolahan air minum secara konvensional ≤ 1 mg/L
12 Arsen mg/L 0.05
13 Kobalt mg/L 0.2
14 Barium mg/L 1
15 Kadmium mg/L 0.01
16 Khrom (VI) mg/L 0.05
17 Tembaga mg/L 0.02 Pengelolaan air minum secara konvensional ≤ 1 mg/L
18 Besi mg/L 0.3 Pengelolaan air minum secara konvensional ≤ 5 mg/L
19 Timbal mg/L 0.03 Pengelolaan air minum secara konvensional ≤ 0.1 mg/L
20 Mangan mg/L 0.1
21 Air Raksa mg/L 0.001
22 Seng mg/L 0.05 Pengelolaan air minum secara konvensional ≤ 5 mg/L
23 Khlorida mg/L -
24 Sianida mg/L 0.02
25 Flourida mg/L 0.5
26 Sulfat mg/L 400
27 Khlorida bebas mg/L 0.03
28 S sebagai H2S mg/L 0.002 Pengolahan air minum secara konvensional ≤ 0.1 mg/L
29 Fecal coliform Jml/100 ml 100
30 Total coliform Jml/100 ml 1000
31 Gross-A Bq/L 0.1
32 Gross-B Bq/L 1
33 Minyak dan Lemak ug/L 1000
34 Deterjen sebagai
MBAS ug/L 200
35 Fenol ug/L 1
36 BHC ug/L 210
37 Aldrin/Dieldrin ug/L 17
38 Chlordane ug/L 3
39 DDT ug/L 2
40 Heptachlor dan ug/L 14
Heptachlor epoxide ug/L
41 Lindane ug/L 50
42 Methoxychlor ug/L 35
43 Endrin ug/L 1
44 Toxaphan ug/L 5
148
Keterangan:
mg = milligram
ug = mikrogram
ml = milliliter
L = liter
Bq = Bequerel
MBAS = Methylen Blue Aktive Substance
ABAM = Air baku untuk air minum
Logam berat merupakan logam tgerlarut
Nilai diatas merupakan nilai maksimum kecuali untuk pH dan DO
Bagi pH merupakan nilai rentang yang tidak boleh kurang atau lebih dari nilai yang tercantum
Nilai DO merupakan nilai minum
Tanda ≤ adalah lebih kecil atau sama dengan
Tanda ≥ adalah lebih besar atau sama dengan
Lampiran 2. Nilai rata-rata parameter kualitas air pada setiap stasiun pengamatan
No Parameter
Stasiun Suhu TSS TDS Kekeruhan Kecerahan Warna pH CO2 bebas DO BOD5
0
( C) (mg/L) (mg/L) (JTU) (cm) (PtCo) (mg/L) (mg/L) (mg/L)
Sungai
Danau
Parameter
Stasiun COD NH3 NO3 NO2 PO4 Karbofenation DDT F. Coliform T. coliform
(mg/L) (mg/L) (mg/L) (mg/L) (mg/L) (ug/L) (ug/L) (MPN/100 ml) (MPN/100 ml)
Sungai
Danau
150
B.Septic tank
Lampiran 4 (Lanjutan)
B. Septic tank
Lampiran 4 (Lanjutan)
B.Septic tank
Lampiran 4 (Lanjutan)
V. Batang Kalarian
B.Septic tank
Lampiran 4 (Lanjutan)
B.Septic tank
159
Stasiun
Batang. Batang Bandar Sungai Batang
No Parameter Limau Maransi Ligin Jembatan Kalarian
Sundai Ampang
1 DO 8.84 9.01 9.01 8.5 8.67
2 Suhu 9.3 9.2 9.3 9.2 9
3 F. coliform 7.5 7.95 7.95 7.2 7.65
4 pH 10.8 11.16 10.8 11.16 10.8
5 NO3 8.8 9 8.6 9 8.9
6 PO4 6.3 6.2 6.2 6.1 6.6
7 BOD5 4 4.5 4.2 4.2 4.2
8 Kekeruhan 5.6 5.84 5.52 5.44 5.52
9 TSS 6.96 6 .8 6.96 6.88 6.88
Total 68.1 69.66 68.54 67.68 68.22
Kriteria IMLP Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang
Lampiran 6. Pengaruh langsung antar faktor pada Analisis Prospektif
Pemanfaatan
Daya dukung
Pertumbuha n
pemerintah Dukungan
Persepsi
pengelolaan
pengolahan
Teknologi
Teknologi
Program
Kerjasama
penduduk
danau
Zonasi danau
lintas sektoral
lahan
Erosi
perikanan budidaya
Jumlah KJA
Dari
masyarakat
limbah
danau
Terhadap
Persepsi masyarakat 2 - 1 1 3 1 1 1 1 - 2 2
Dukungan pemerintah 1 2 1 2 3 2 2 - 2 3 - 1
Jumlah KJA 2 3 1 3 2 2 3 3 1 3 2 3
Pertumbuhan penduduk 3 3 2 1 3 1 3 2 - 2 1 2
Pemanfaatan lahan 1 2 2 2 3 2 2 2 3 3 1 1
Program pengelolaan
danau 2 2 2 2 1 2 3 2 2 1 1 2
Zonasi danau 1 - 1 - 2 2 1 - 2 1 - 2
Erosi 2 3 2 2 3 3 2 2 1 2 1 1
Keterangan:
Va = Varian nilai aktual/empirik
Vs = Varian nilai simulasi
KF = Kalman Filter
Gambar 4. Peta lokasi penelitian
Keterangan: 1. Batang Maransi 3. Sungai Limau Sundai 5. Bandar Ligin
7. Batang Kalarian 9. Sungai Jembatan Ampang 11. Sungai Tembok Asam