Anda di halaman 1dari 147

RANCANGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA


NOMOR … TAHUN 2013
TENTANG
PENGELOLAAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN, PENGELOLAAN LIMBAH
BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN, DAN DUMPING LIMBAH BAHAN
BERBAHAYA DAN BERACUN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 58 ayat (2), Pasal


59 ayat (7), dan Pasal 61 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang
Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun, Pengelolaan
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, dan Dumping Limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5059);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGELOLAAN BAHAN


BERBAHAYA DAN BERACUN, PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN
BERBAHAYA DAN BERACUN, DAN DUMPING LIMBAH BAHAN
BERBAHAYA DAN BERACUN.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Bahan Berbahaya dan Beracun, yang selanjutnya disingkat B3, adalah zat,
energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi dan/atau
jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat
mencemarkan, merusak lingkungan hidup, dan/atau dapat
membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup
manusia serta makhluk hidup lainnya.
2. Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan.
3. Limbah bahan berbahaya dan beracun, yang selanjutnya disebut Limbah
B3, adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3.
4. Registrasi B3 adalah pendaftaran dan pemberian nomor terhadap B3 yang
dihasilkan di dalam negeri atau diimpor ke dalam wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia, yang didasarkan pada kajian atau evaluasi terhadap
manfaat, risiko dan/atau dampaknya terhadap kesehatan dan lingkungan
hidup.

1
5. Penyimpanan B3 adalah kegiatan penempatan B3 untuk menjaga kualitas,
kuantitas, mencegah kontaminasi dan/atau bereaksi dengan bahan kimia
lain, dan/atau dampak negatif B3 terhadap kesehatan manusia dan
lingkungan hidup.
6. Pengemasan B3 adalah kegiatan mengemas, mengisi, atau memasukkan
B3 ke dalam suatu wadah dan/atau kemasan, menutup dan/atau
menyegelnya.
7. Kemasan B3 adalah bahan atau benda yang bersentuhan secara langsung
maupun tidak langsung yang digunakan untuk membungkus B3.
8. Simbol B3 adalah gambar yang menunjukkan karakteristik B3.
9. Simbol limbah B3 adalah gambar yang menunjukkan karakteristik limbah
B3.
10. Label B3 adalah setiap keterangan mengenai B3 yang berbentuk simbol
atau piktogram, tulisan atau kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang
berisi informasi karakteristik B3 dan tata cara penanganannya bila terjadi
tumpahan.
11. Label limbah B3 adalah setiap keterangan mengenai limbah B3 yang
berbentuk tulisan yang berisi informasi penghasil, alamat penghasil, waktu
pengemasan, jumlah, dan karakteristik limbah B3.
12. Pelabelan B3 adalah proses penandaan atau pemberian label yang
dilekatkan atau dibubuhkan ke kemasan langsung dan pada kemasan luar
dari suatu B3.
13. Pelabelan limbah B3 adalah proses penandaan atau pemberian label yang
dilekatkan atau dibubuhkan ke kemasan langsung dari suatu limbah B3.
14. Lembaran Data Keselamatan, yang selanjutnya disingkat LDK, adalah
lembaran petunjuk yang berisi informasi B3 tentang sifat fisika, kimia,
jenis bahaya dan racun yang ditimbulkan, cara penanganan, tindakan
khusus dalam keadaan darurat dan informasi lain yang diperlukan.
15. Ekspor B3 dan/atau limbah B3 adalah kegiatan mengeluarkan B3
dan/atau limbah B3 dari daerah pabean Indonesia.
16. Notifikasi B3 adalah pemberitahuan terlebih dahulu dari otoritas negara
eksportir kepada otoritas negara penerima sebelum dilaksanakan
perpindahan lintas batas B3 yang terbatas dimanfaatkan.
17. Notifikasi ekspor limbah B3 adalah pemberitahuan terlebih dahulu dari
otoritas negara eksportir kepada otoritas negara penerima sebelum
dilaksanakan perpindahan lintas batas limbah B3.
18. Pengelolaan limbah B3 adalah kegiatan yang meliputi pengurangan,
penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan,
dan/atau penimbunan limbah B3.
19. Dumping (pembuangan) adalah kegiatan membuang, menempatkan,
dan/atau memasukkan limbah dan/atau bahan dalam jumlah,
konsentrasi, waktu, dan lokasi tertentu dengan persyaratan tertentu ke
media lingkungan hidup tertentu.
20. Pengurangan limbah B3 adalah suatu kegiatan pada penghasil untuk
mengurangi jumlah dan/atau mengurangi sifat bahaya dan/atau racun
dari limbah B3 tersebut, sebelum dihasilkan dari suatu usaha dan/atau
kegiatan.
21. Penghasil limbah B3 adalah setiap orang yang usaha dan/atau kegiatannya
menghasilkan limbah B3.
22. Pengumpul limbah B3 adalah badan usaha yang melakukan kegiatan
pengumpulan dengan tujuan untuk mengumpulkan limbah B3 sebelum
dikirim ke tempat pengolahan dan/atau pemanfaatan dan/atau
penimbunan limbah B3.
23. Pengangkut limbah B3 adalah badan usaha yang melakukan kegiatan
pengangkutan limbah B3.

2
24. Pemanfaat limbah B3 adalah badan usaha yang melakukan kegiatan
pemanfaatan limbah B3.
25. Pengolah limbah B3 adalah badan usaha yang melakukan kegiatan
pengolahan limbah B3.
26. Penimbun limbah B3 adalah badan usaha yang melakukan kegiatan
penimbunan limbah B3.
27. Penyimpanan limbah B3 adalah kegiatan menyimpan limbah B3 yang
dilakukan oleh penghasil dengan maksud menyimpan sementara limbah
B3 yang dihasilkannya.
28. Pengumpulan limbah B3 adalah kegiatan mengumpulkan limbah B3 dari
penghasil limbah B3 dengan maksud menyimpan sementara sebelum
diserahkan kepada pemanfaat, pengolah, dan/atau penimbun limbah B3.
29. Pengangkutan B3 adalah kegiatan pemindahan B3 dari suatu tempat ke
tempat lain menggunakan sarana angkutan.
30. Pengangkutan limbah B3 adalah suatu kegiatan pemindahan limbah B3
dari penghasil, ke pengumpul, ke pemanfaat, ke pengolah, dan/atau ke
penimbun limbah B3 atau dari pengumpul ke pemanfaat, ke pengolah,
dan/atau ke penimbun limbah B3.
31. Pemanfaatan limbah B3 adalah suatu kegiatan penggunaan kembali
(reuse), daur ulang (recycle), dan/atau perolehan kembali (recovery) yang
bertujuan untuk mengubah limbah B3 menjadi suatu produk yang dapat
digunakan, sebagai substitusi bahan baku, bahan penolong, dan/atau
bahan bakar yang harus aman bagi lingkungan dan kesehatan manusia.
32. Pengolahan limbah B3 adalah proses untuk mengurangi dan/atau
menghilangkan sifat bahaya dan/atau sifat racun.
33. Penimbunan limbah B3 adalah suatu kegiatan menempatkan limbah B3
pada suatu fasilitas penimbunan dengan maksud tidak membahayakan
kesehatan manusia dan lingkungan hidup.
34. Kecelakaan pengelolaan B3 dan/atau limbah B3 adalah lepas atau
tumpahnya B3 dan/atau limbah B3 ke lingkungan yang karena sifat
dan/atau karakteristik bahayanya dapat mencemari dan/atau merusak
lingkungan hidup, menimbulkan cedera, terganggunya kesehatan manusia,
dan/atau rusaknya sarana dan prasarana.
35. Sistem tanggap darurat selanjut nya disebut STD adalah sistem
pengendalian keadaan darurat yang meliputi pencegahan, kesiapsiagaan,
dan penanggulangan kecelakaan serta pemulihan kualitas lingkungan
hidup akibat kejadian kecelakaan pengelolaan B3 dan/atau limbah B3.
36. Izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang
melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal atau UKL-UPL
dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai
prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan.
37. Pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya
makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan
hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan
hidup yang telah ditetapkan.
38. Kerusakan lingkungan hidup adalah perubahan langsung dan/atau tidak
langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup
yang melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
39. Perusakan lingkungan hidup adalah tindakan orang yang menimbulkan
perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia,
dan/atau hayati lingkungan hidup sehingga melampaui kriteria baku
kerusakan lingkungan hidup.
40. Penanggulangan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup
adalah cara atau proses untuk mengatasi pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan hidup.

3
41. Pemulihan fungsi lingkungan hidup adalah cara atau proses
mengembalikan seperti semula fungsi lingkungan hidup yang disebabkan
oleh pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
42. Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup yang selanjutnya disingkat PPLH
adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, wewenang, kewajiban dan
tanggung jawab untuk melaksanakan kegiatan pengawasan lingkungan
hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
43. Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Daerah yang selanjutnya disingkat
PPLHD adalah Pegawai Negeri Sipil di daerah yang diberi tugas, wewenang,
kewajiban dan tanggung jawab untuk melaksanakan kegiatan pengawasan
lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
44. Setiap orang adalah orang perseorangan atau badan usaha, baik yang
berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.
45. Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati/walikota, dan perangkat
daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah.
46. Pemerintah Pusat, yang selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden
Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
47. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Pasal 2
Peraturan Pemerintah ini mengatur mengenai:
a. pengelolaan B3;
b. pengelolaan limbah B3;
c. dumping limbah B3;
d. perizinan;
e. penanggulangan pencemaran, perusakan, dan pemulihan fungsi
lingkungan hidup akibat B3 dan limbah B3;
f. sistem tanggap darurat dalam pengelolaan B3 dan limbah B3;
g. pembinaan dan pengawasan dalam pengelolaan B3 dan limbah B3;
h. ketentuan lain-lain; dan
i. sanksi administratif.

BAB II
PENGELOLAAN B3

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 3
(1) Setiap orang yang memasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia, menghasilkan, mengangkut, mengedarkan,
menyimpan, memanfaatkan, membuang, mengolah, dan/atau menimbun
B3 wajib melakukan pengelolaan B3.
(2) B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi B3 dalam bentuk:
a. senyawa tunggal;
b. senyawa campuran; dan
c. preparat.
(3) B3 yang dikecualikan pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. narkotika, psikotropika, dan/atau prekursornya serta zat adiktif
lainnya.
b. zat radioaktif;

4
c. B3 yang digunakan untuk senjata kimia;
d. B3 yang digunakan untuk bahan farmasi untuk kosmetik dan obat;
e. B3 yang digunakan untuk bahan tambahan pangan; dan
f. B3 yang dimasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia dalam jumlah yang tidak menimbulkan bahaya terhadap
kesehatan manusia dan lingkungan hidup untuk analisis di
laboratorium dan penelitian.
(4) Pengelolaan B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. kategorisasi B3;
b. penentuan karakteristik B3;
c. pengemasan B3;
d. pelabelan dan simbol B3;
e. notifikasi B3;
f. registrasi B3;
g. pelaporan; dan
h. penatalaksanaan penyimpanan B3;
i. penatalaksanaan pengangkutan B3; dan
j. pengelolaan kemasan B3 bekas.

Bagian Kedua
Kategorisasi B3

Pasal 4
(1) B3 dikategorisasikan menjadi 3 (tiga) kategori:
a. B3 yang dapat dimanfaatkan;
b. B3 yang terbatas untuk dimanfaatkan; dan
c. B3 yang dilarang untuk dimanfaatkan.
(2) B3 yang dapat dimanfaatkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.
(3) B3 yang terbatas untuk dimanfaatkan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.
(4) B3 yang dilarang untuk dimanfaatkan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.
(5) Dalam hal terdapat B3 yang dilarang dimanfaatkan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c, B3 tersebut harus diolah sesuai dengan ketentuan
pengelolaan limbah B3.

Pasal 5
(1) Dalam hal penghasil akan menghasilkan B3 dan/atau importir B3 akan
memasukkan B3 ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
untuk pertama kali dan B3 tersebut tidak tercantum dalam Lampiran I,
Lampiran II, dan Lampiran III Peraturan Pemerintah ini, wajib mengajukan
permohonan penetapan kategori B3 kepada Menteri.
(2) Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan
kepada Menteri untuk selanjutnya dievaluasi oleh tim teknis B3 yang
dibentuk oleh Menteri.
(3) Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai
dengan LDK.
(4) LDK sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibuat oleh:
a. penghasil B3, sebelum B3 dihasilkan untuk pertama kali; atau
b. penghasil B3 di luar negeri, pada saat B3 dimasukkan pertama kali ke
dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

5
(5) LDK sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibuat berdasarkan hasil uji
karakteristik dan:
a. dokumen sistem global terharmonisasi mengenai klasifikasi dan
pelabelan bahan kimia (Globally Harmonized System of Classification
and Labelling of Chemicals); dan/atau
b. dokumen lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang terkait dengan klasifikasi dan pelabelan B3 serta risiko
yang akan terjadi terhadap kesehatan manusia dan lingkungan hidup.

Pasal 6
(1) LDK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) paling sedikit memuat
informasi mengenai:
a. identitas B3;
b. identitas penghasil B3;
c. komposisi B3;
d. identifikasi bahaya sesuai dengan karakteristik B3;
e. tindakan pertolongan pertama pada kecelakaan;
f. tindakan penanggulangan kebakaran;
g. tindakan mengatasi kebocoran dan tumpahan;
h. penyimpanan dan penanganan B3;
i. pengendalian pemajanan dan alat pelindung diri;
j. sifat fisika dan kimia B3;
k. stabilitas dan reaktivitas B3;
l. informasi toksikologi;
m. informasi ekologi;
n. pembuangan limbah;
o. pengangkutan B3; dan
p. informasi lain yang diperlukan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai LDK diatur dalam Peraturan Menteri.

Pasal 7
(1) Tim teknis B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) melakukan
evaluasi terhadap LDK yang disampaikan oleh pemohon yang mengajukan
penetapan kategori B3.
(2) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 45
(empat puluh lima) hari kerja sejak permohonan dinyatakan lengkap secara
administrasi dan teknis oleh Menteri.
(3) Tim teknis B3 menyampaikan hasil evaluasi berupa rekomendasi kepada
Menteri.
(4) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling sedikit memuat:
a. identitas B3;
b. kategori B3;
c. karakteristik B3; dan
d. dampak atau risikonya terhadap kesehatan dan lingkungan hidup.
(5) Menteri, berdasarkan rekomendasi tim teknis B3 menetapkan kategori B3
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.

Bagian Ketiga
Penentuan Karakteristik B3

Pasal 8
(1) Uji karakteristik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5)
dilaksanakan untuk menentukan klasifikasi B3.
(2) Klasifikasi B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. berbahaya secara fisik;

6
b. berbahaya terhadap kesehatan manusia; dan
c. berbahaya terhadap lingkungan.
(3) B3 diklasifikasikan berbahaya secara fisik sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf a apabila memiliki karakteristik:
a. eksplosif;
b. gas mudah menyala;
c. aerosol mudah menyala;
d. cairan mudah menyala;
e. padatan mudah menyala;
f. bahan atau campuran yang apabila kontak dengan air melepaskan gas
mudah menyala;
g. bahan atau campuran swapanas;
h. gas oksidator;
i. cairan oksidator;
j. padatan oksidator;
k. oksidator organik;
l. bahan atau campuran swareaktif;
m. cairan piroforik;
n. padatan piroforik;
o. gas bertekanan; dan/atau
p. korosif pada logam.
(4) B3 diklasifikasikan berbahaya terhadap kesehatan manusia sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf b apabila memiliki karakteristik:
a. beracun akut;
b. korosi atau iritasi kulit;
c. kerusakan atau iritasi serius pada mata;
d. sensitivitas pernafasan atau kulit;
e. mutagenasi sel induk;
f. karsinogenisitas;
g. beracun terhadap sistem reproduksi;
h. beracun secara sistemik terhadap organ sasaran secara spesifik setelah
paparan tunggal;
i. beracun secara sistemik pada organ sasaran spesifik setelah paparan
berulang; dan/atau
j. bahaya aspirasi.
(5) B3 diklasifikasikan berbahaya terhadap lingkungan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf c apabila memiliki karakteristik:
a. bahaya terhadap ekosistem lingkungan akuatik dan lingkungan darat
(teresterial); dan/atau
b. bahaya terhadap lapisan atmosfer dan ozon.

Pasal 9
Ketentuan mengenai tata cara dan persyaratan pelaksanaan uji karakteristik
diatur dalam Peraturan Menteri.

Pasal 10
(1) Tim teknis B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) terdiri atas:
a. ketua;
b. sekretaris; dan
c. anggota.
(2) Tim teknis B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari unsur:
a. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
lingkungan hidup;
b. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
perindustrian;

7
c. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
perdagangan;
d. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
pertanian;
e. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
kesehatan;
f. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
ketenagakerjaan;
g. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
keuangan;
h. lembaga pemerintah nonkementerian yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang riset dan teknologi;
i. lembaga pemerintah nonkementerian yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang ilmu pengetahuan;
j. perguruan tinggi;
k. organisasi lingkungan hidup; dan
l. unsur lain sesuai kebutuhan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kerja tim teknis B3 diatur dalam
Peraturan Menteri.

Pasal 11
(1) B3 sebagaimana tercantum dalam Lampiran I, Lampiran II, dan Lampiran
III Peraturan Pemerintah ini dievaluasi paling lama setiap 5 (lima) tahun
sekali untuk menetapkan perubahan kategori B3.
(2) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh tim teknis
B3.
(3) Dalam melakukan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tim
teknis B3 harus mempertimbangkan usulan dari menteri, pimpinan
lembaga pemerintah nonkementerian yang bidang tugasnya terkait dengan
pengelolaan B3, dan/atau pihak lain.
(4) Perubahan kategori sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam
Peraturan Menteri.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara evaluasi oleh tim teknis B3
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Menteri.

Bagian Keempat
Pengemasan B3

Pasal 12
(1) B3 yang dihasilkan, dimasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia, diedarkan, disimpan, dan dimanfaatkan oleh setiap
orang wajib dikemas sesuai dengan karakteristik B3 sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8.
(2) Kemasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memenuhi
persyaratan mampu:
a. mempertahankan mutu B3 sesuai dengan karakteristiknya; dan
b. mengungkung B3 untuk tetap berada di dalam kemasan.
(3) Apabila kemasan B3 tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) atau kemasan B3 rusak, setiap orang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) wajib:
a. mengemas kembali B3 sesuai dengan karakteristiknya; dan
b. melakukan penanganan untuk mencegah terjadinya pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup, membahayakan lingkungan
hidup, kesehatan, dan/atau kelangsungan hidup manusia dan

8
makhluk hidup lain apabila berpotensi menimbulkan pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup.

Pasal 13
(1) Setiap orang yang mengangkut B3 wajib memastikan kemasan B3 yang
akan diangkut memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
12 ayat (2).
(2) Apabila kemasan B3 yang akan diangkut tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap orang yang mengangkut B3
wajib mengembalikan kemasan B3 kepada pengirim.

Pasal 14
(1) Ketentuan mengenai tata cara dan persyaratan pembuatan kemasan dan
pengemasan B3 diatur dalam Peraturan Menteri.
(2) Dalam menyusun Peraturan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Menteri berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang perindustrian.

Bagian Kelima
Pelabelan dan Simbol B3

Pasal 15
(1) Kemasan B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) wajib dilekati
dengan label dan simbol B3.
(2) Label B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat
keterangan mengenai:
a. penandaan produk B3;
b. piktogram bahaya;
c. kata sinyal;
d. pernyataan bahaya;
e. identitas penghasil;
f. pernyataan kehati-hatian; dan
g. penanganan bila terjadi tumpahan.
(3) Simbol B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai dengan
karakteristik B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.
(4) Simbol dan Label pada kemasan B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib menggunakan Bahasa Indonesia.

Pasal 16
(1) Setiap orang yang mengangkut atau mengedarkan B3 wajib memastikan
setiap kemasan B3 telah dilekati label dan simbol B3.
(2) Apabila label dan simbol pada kemasan B3 rusak, setiap orang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mengganti label dan simbol B3.
Pasal 17
(1) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembuatan dan pemasangan
label dan simbol B3 diatur dalam Peraturan Menteri.
(2) Dalam menyusun Peraturan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Menteri berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang perindustrian.

9
Bagian Keenam
Notifikasi B3

Pasal 18
(1) Dalam hal B3 yang masuk kategori terbatas untuk dimanfaatkan akan
dimasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,
importir B3 melalui otoritas negara eksportir B3 wajib mengajukan
permohonan notifikasi kepada Pemerintah Republik Indonesia melalui
Menteri.
(2) Permohonan notifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi
dengan keterangan mengenai:
a. identitas B3;
b. identitas importir B3;
c. identitas eksportir B3;
d. asal negara B3;
e. jumlah B3 yang dimasukkan; dan
f. tujuan pemanfaatan B3.
(3) Apabila notifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Menteri
menerbitkan persetujuan notifikasi impor B3.
(4) Menteri dapat mendelegasikan kewenangan persetujuan notifikasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada pejabat yang
bertanggungjawab di bidang pengelolaan B3.
(5) Persetujuan notifikasi impor B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
menjadi dasar penerbitan izin impor B3 yang diberikan oleh menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan.

Pasal 19
(1) Berdasarkan permohonan notifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
18 ayat (1) Menteri memberikan persetujuan atau penolakan.
(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat:
a. identitas B3;
b. identitas importir B3;
c. identitas eksportir B3;
d. asal negara B3;
e. jumlah B3 yang dimasukkan; dan
f. tujuan pemanfaatan.
(3) Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disertai dengan
alasan penolakan.

Pasal 20
(1) Setiap orang yang akan mengeluarkan B3 yang masuk kategori terbatas
untuk dimanfaatkan dari Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
wajib memiliki notifikasi dari Menteri.
(2) Untuk memperoleh notifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setiap
orang harus:
a. mengajukan permohonan notifikasi secara tertulis kepada Menteri; dan
b. mengisi formulir notifikasi.
(3) Berdasarkan permohonan notifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Menteri menyampaikan notifikasi kepada otoritas negara tujuan.
(4) Apabila notifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disetujui oleh
otoritas negara tujuan, Menteri menerbitkan persetujuan notifikasi ekspor
B3 yang terbatas untuk dimanfaatkan.
(5) Berdasarkan persetujuan notifikasi ekspor B3 sebagaimana dimaksud pada
ayat (3), menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang

10
perdagangan menerbitkan izin ekspor B3 yang terbatas untuk
dimanfaatkan.

Bagian Ketujuh
Registrasi B3

Pasal 21
(1) Setiap orang yang memasukkan B3 ke dalam Wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia wajib memiliki tanda bukti registrasi dari Menteri.
(2) Untuk memperoleh registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setiap
orang harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Menteri.
(3) Registrasi untuk kategori B3 yang dapat dimanfaatkan dan B3 yang
terbatas untuk dimanfaatkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat
(1) huruf a dan huruf b dilakukan:
a. 1 (satu) kali setiap 3 (tiga) tahun; dan
b. 1 (satu) kali untuk B3 yang dimasukkan pertama kali ke dalam Wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia oleh importir yang juga bertindak
sebagai penghasil B3.
(4) Registrasi untuk kategori B3 yang terbatas untuk dimanfaatkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b dilakukan setelah
terbitnya persetujuan notifikasi untuk memasukkan B3 ke dalam Wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal
19.

Pasal 22
(1) Permohonan registrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1)
dilengkapi dengan:
a. identitas pemohon;
b. identitas B3;
c. LDK;
d. angka pengenal importir;
e. nomor pokok wajib pajak; dan
f. perencanaan pemanfaatan dan rantai distribusi.
(2) Menteri berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menerbitkan registrasi.
(3) Registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat:
a. identitas pemohon;
b. identitas B3;
c. asal negara B3;
d. nomor dan tanggal registrasi; dan
e. masa berlaku registrasi.
(4) Registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditembuskan kepada:
a. menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
perdagangan; dan
b. menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang bea
cukai.

Pasal 23
(1) Setiap orang yang menghasilkan B3 wajib memiliki tanda bukti registrasi
dari Menteri.
(2) Untuk memperoleh tanda bukti registrasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) setiap orang harus mengajukan permohonan registrasi secara
tertulis kepada Menteri.
(3) Registrasi untuk kategori B3 yang dapat dimanfaatkan dan B3 yang
terbatas untuk dimanfaatkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat

11
(1) huruf a dan huruf b dilakukan sebanyak 1 (satu) kali pada saat B3
pertama kali dihasilkan.
(4) Registrasi untuk kategori B3 yang terbatas untuk dimanfaatkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) ayat b dilakukan setelah
mendapat rekomendasi dari menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang perindustrian.

Pasal 24
(1) Permohonan registrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1)
dilengkapi dengan:
a. identitas pemohon;
b. identitas B3;
c. LDK;
d. nomor pokok wajib pajak; dan
e. akta pendirian perusahaan.
(2) Menteri, berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
menerbitkan registrasi.
(3) Registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat:
a. identitas pemohon;
b. identitas B3;
c. nomor dan tanggal registrasi; dan
d. masa berlaku registrasi.
(4) Registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditembuskan kepada
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
perindustrian.

Pasal 25
Menteri menolak permohonan registrasi B3 apabila B3 yang dimohonkan
untuk dilakukan registrasi mengandung B3 yang dilarang untuk
dimanfaatkan.

Bagian Kedelapan
Pelaporan

Pasal 26
(1) Setiap orang yang:
a. menghasilkan B3 yang dapat dimanfaatkan dan/atau B3 yang terbatas
untuk dimanfaatkan, paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun
untuk setiap jenis B3 sejak B3 pertama kali dihasilkan;
b. memasukkan B3 yang dapat dimanfaatkan dan/atau B3 yang terbatas
untuk dimanfaatkan ke dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia, paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun untuk setiap
jenis B3 yang dimasukkan ke dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia; dan
c. memasukkan B3 yang dapat dimanfaatkan dan/atau B3 yang terbatas
untuk dimanfaatkan ke dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang juga bertindak sebagai penghasil B3, paling sedikit 1
(satu) kali dalam 1 (satu) tahun untuk setiap jenis B3 yang dimasukkan
ke dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,
wajib menyampaikan laporan secara tertulis kepada Menteri.
(2) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan untuk
pertama kali paling lama 90 (sembilan puluh) hari sejak registrasi
diterbitkan oleh Menteri.
(3) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
a. identitas penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan;

12
b. jenis dan karakteristik B3; dan
c. jumlah B3 yang dihasilkan dan/atau dimasukkan ke dalam Wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan format pelaporan diatur
dengan Peraturan Menteri.

Bagian Kesembilan
Penyimpanan B3

Pasal 27
(1) Setiap orang yang menyimpan B3 wajib melakukan penyimpanan B3.
(2) Penyimpanan B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi
persyaratan:
a. lokasi;
b. fasilitas;
c. pelabelan dan simbol B3;
d. kemasan dan wadah;
e. penempatan sesuai dengan karakteristik B3; dan
f. peralatan keselamatan dan penanganan B3.
(3) Lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a harus memenuhi
persyaratan paling sedikit:
a. bebas banjir dan tidak rawan bencana alam; atau
b. dapat direkayasa dengan teknologi untuk perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup, apabila tidak bebas banjir dan rawan bencana alam.
(4) Fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b harus memenuhi
persyaratan paling sedikit:
a. desain dan konstruksi sesuai karakteristik B3 dan mampu melindungi
B3 dari hujan dan sinar matahari;
b. penerangan dan ventilasi; dan
c. saluran drainase dan bak penampung.
(5) Pelabelan dan simbol B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan pelabelan dan simbol B3
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 sampai dengan Pasal 17.
(6) Kemasan dan wadah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d harus
memenuhi persyaratan paling sedikit:
a. sesuai dengan karakteristik B3; dan
b. tidak mudah bocor.
(7) Penempatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e dilakukan paling
sedikit dengan cara:
a. menempatkan B3 sesuai karakteristik B3 dan rencana penyimpanan
B3;
b. memenuhi persyaratan jarak penempatan antar B3 sesuai karakteristik
B3; dan
c. memenuhi persyaratan keselamatan dan penanganan B3.
(8) Peralatan keselamatan dan penanganan B3 sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf f paling sedikit terdiri atas:
a. alat pemadam api ringan; dan
b. cadangan air untuk menyiram.
(9) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan penyimpanan B3
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

13
Bagian Kesepuluh
Pengangkutan B3

Pasal 28
(1) Setiap orang yang mengangkut B3 wajib memiliki izin dari menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perhubungan.
(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan berdasarkan
rekomendasi dari Menteri.
(3) Untuk memperoleh rekomendasi dari Menteri, setiap orang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus menyampaikan permohonan tertulis yang
dilengkapi dengan:
a. identitas pemohon;
b. akta pendirian badan usaha;
c. bukti identitas alat angkut;
d. dokumen pengangkutan B3; dan
e. dokumen lingkungan.
(4) Menteri, setelah menerima permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) melakukan evaluasi dan penerbitan rekomendasi paling lama 45 (empat
puluh lima) hari kerja sejak permohonan diterima dan dinyatakan lengkap
secara administrasi dan teknis.
(5) Rekomendasi dari Menteri paling sedikit memuat:
a. identitas alat angkut;
b. jenis B3 yang akan diangkut; dan
c. kewajiban pengangkut.
(6) Kewajiban pengangkut sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf c paling
sedikit meliputi:
a. mengangkut B3 sesuai lingkup rekomendasi yang diberikan;
b. melaporkan pelaksanaan pengangkutan B3 paling sedikit 6 (enam)
bulan sekali sejak izin diterbitkan;
c. menggunakan alat angkut yang memiliki izin pengangkutan B3; dan
d. melaksanakan pengangkutan B3 sesuai persyaratan dalam izin
pengangkutan B3.
(7) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berlaku selama usaha
dan/atau kegiatan pengangkutan B3 beroperasi.
(8) Tata cara dan persyaratan memperoleh izin pengangkutan B3 sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.

Bagian Kesebelas
Pengelolaan Kemasan B3 Bekas

Pasal 29
(1) Setiap orang yang menghasilkan, mengedarkan, dan/atau memanfaatkan
B3 wajib melakukan pengelolaan kemasan B3 bekas.
(2) Pengelolaan kemasan B3 bekas oleh setiap orang yang menghasilkan dan
mengedarkan B3 paling sedikit dilakukan dengan:
a. penarikan kembali kemasan B3 bekas;
b. penggunaan kembali kemasan B3 bekas untuk penggunaan yang sama;
dan/atau
c. penyerahan kepada pihak ketiga sebagai pengelola limbah B3 yang
memiliki izin.
(3) Penarikan kembali kemasan B3 bekas sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a dapat dilakukan melalui kerja sama dengan pihak lain.
(4) Pengelolaan kemasan B3 bekas oleh setiap orang yang memanfaatkan B3
paling sedikit dilakukan dengan:

14
a. penyimpanan kemasan B3 bekas di tempat penyimpanan limbah B3;
atau
b. penyerahan kembali kemasan B3 bekas kepada orang yang
menghasilkan atau mengedarkan B3.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penarikan dan penggunaan
kembali kemasan B3 bekas diatur dalam Peraturan Menteri.

Pasal 30
Dalam hal kemasan B3 bekas tidak dapat digunakan kembali untuk
penggunaan yang sama, setiap orang yang menghasilkan B3 wajib melakukan
pengelolaan kemasan B3 bekas sesuai dengan pengelolaan limbah B3.

BAB III
PENGELOLAAN LIMBAH B3

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 31
(1) Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan
limbah B3 yang dihasilkannya.
(2) Limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. limbah B3 dari sumber tidak spesifik;
b. limbah B3 dari sumber spesifik;
c. B3 kadaluwarsa; dan
d. tumpahan, bekas kemasan, dan buangan produk B3 yang tidak
memenuhi spesifikasi.
(3) Limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sebagaimana
tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Pemerintah ini.
(4) Limbah B3 dari sumber spesifik sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b meliputi:
a. limbah B3 dari sumber spesifik umum; dan
b. limbah B3 dari sumber spesifik khusus.
(5) Limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sebagaimana tercantum
dalam:
a. Lampiran V Tabel 1 untuk limbah B3 dari sumber spesifik umum; dan
b. Lampiran V Tabel 2 untuk limbah B3 dari sumber spesifik khusus,
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.
(6) Limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dan huruf d
sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.
(7) Limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (5) dan ayat (6)
tidak memerlukan uji karakteristik untuk penentuannya sebagai limbah
B3.
(8) Pengelolaan limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
kegiatan:
a. pengurangan limbah B3;
b. pengangkutan limbah B3
c. penyimpanan limbah B3;
d. pengumpulan limbah B3;
e. pemanfaatan limbah B3;
f. pengolahan limbah B3; dan/atau
g. penimbunan limbah B3.

15
Bagian Kedua
Identifikasi Limbah B3

Pasal 32
(1) Dalam hal terdapat limbah yang tidak termasuk dalam daftar limbah B3
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (3), ayat (5), dan ayat (6),
setiap orang yang menghasilkan limbah wajib melakukan uji karakteristik
limbah B3 terhadap limbah tersebut.
(2) Karakteristik limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. eksplosif;
b. mudah menyala;
c. reaktif;
d. infeksius;
e. beracun; dan/atau
f. korosif;
(3) Karakteristik beracun sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e
ditentukan melalui:
a. prosedur pelindian (toxicity characteristic leaching procedure); dan/atau
b. uji toksikologi.
(4) Uji toksikologi sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3) huruf b
ditentukan melalui:
a. uji LD50 (lethal dose fifty) dan LC50 (lethal concentration fifty);
b. uji sub-kronis; dan/atau
c. uji kronis.
(5) Penentuan karakteristik beracun melalui prosedur pelindian sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf a didasarkan pada baku mutu lindi
sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 33
(1) Uji karakteristik limbah B3 dapat dilakukan oleh:
a. setiap orang yang menghasilkan limbah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 32 ayat (1); atau
b. pihak lain yang ditunjuk oleh setiap orang yang menghasilkan limbah
sebagaimana dimaksud pada huruf a.
(2) Dalam melakukan uji karakteristik limbah B3, setiap orang atau pihak lain
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menggunakan laboratorium
lingkungan untuk setiap parameter yang akan diuji.
(3) Parameter uji untuk masing-masing karakteristik limbah B3 sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) meliputi parameter sebagaimana tercantum dalam
Lampiran VII Peraturan Pemerintah ini.
(4) Dalam hal belum terdapat laboratorium lingkungan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), uji karakteristik limbah B3 dilakukan oleh laboratorium yang
menerapkan prosedur yang telah memenuhi Standar Nasional Indonesia
mengenai tata cara berlaboratorium yang baik.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara uji karakteristik limbah B3
diatur dalam Peraturan Menteri.

Pasal 34
(1) Limbah yang telah dilakukan uji karakteristik limbah B3 sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 33 wajib memperoleh penetapan hasil identifikasi
limbah dari Menteri.
(2) Untuk memperoleh penetapan hasil identifikasi limbah dari Menteri
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap orang yang menghasilkan
limbah harus mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri.

16
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilengkapi dengan:
a. identitas pemohon;
b. sumber limbah; dan
c. hasil uji karakteristik limbah B3.

Pasal 35
(1) Menteri setelah menerima permohonan tertulis sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 34 menugaskan tim ahli limbah B3 untuk melakukan evaluasi
terhadap permohonan tersebut.
(2) Tim ahli limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk oleh
Menteri.
(3) Tim ahli limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas:
a. ketua;
b. sekretaris; dan
c. anggota.
(4) Susunan tim ahli limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri
dari unsur:
a. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
lingkungan hidup;
b. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
perindustrian;
c. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
riset dan teknologi;
d. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
kesehatan;
e. lembaga pemerintah nonkementerian yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang ilmu pengetahuan;
f. perguruan tinggi;
g. organisasi lingkungan hidup; dan
h. unsur lain sesuai kebutuhan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kerja tim ahli limbah B3 diatur dalam
Peraturan Menteri.

Pasal 36
(1) Evaluasi oleh tim ahli limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35
meliputi identifikasi dan analisis terhadap:
a. hasil uji karakteristik limbah B3 termasuk prosedur pengambilan
sampel dan metode uji;
b. proses produksi pada usaha dan/atau kegiatan yang menghasilkan
limbah; dan
c. bahan baku dan/atau bahan penolong yang digunakan dalam proses
produksi sebagaimana dimaksud pada huruf b.
(2) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 90
(sembilan puluh) hari kerja sejak permohonan diterima dan dinyatakan
lengkap secara administrasi dan teknis.
(3) Tim ahli limbah B3 menyampaikan rekomendasi hasil evaluasi kepada
Menteri paling lama 30 (tigapuluh) hari kerja sejak hasil evaluasi diketahui.
(4) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling sedikit memuat:
a. identitas pemohon;
b. identitas limbah;
c. sumber limbah;
d. dasar pertimbangan rekomendasi;
e. kesimpulan hasil evaluasi terhadap hasil uji karakteristik limbah B3;
dan
f. kewajiban untuk melakukan pengelolaan limbah.

17
(5) Apabila hasil evaluasi terhadap limbah menunjukkan adanya karakteristik
limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2), rekomendasi
tim ahli limbah B3 memuat pernyataan bahwa limbah yang diajukan
permohonan penetapan identifikasinya merupakan limbah B3.
(6) Apabila hasil evaluasi terhadap limbah tidak menunjukkan adanya
karakteristik limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2),
rekomendasi tim ahli limbah B3 memuat pernyataan bahwa limbah yang
diajukan permohonan penetapan identifikasinya merupakan limbah nonB3.

Pasal 37
(1) Menteri berdasarkan rekomendasi tim ahli limbah B3 sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 36 ayat (3) menetapkan limbah sebagai:
a. limbah B3; atau
b. limbah nonB3.
(2) Penetapan limbah B3 atau limbah nonB3 sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaksanakan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak rekomendasi
tim ahli limbah B3 disampaikan ke Menteri.

Pasal 38
(1) Pada saat Menteri belum memberikan penetapan sebagai limbah B3 atau
limbah nonB3, setiap orang yang menghasilkan limbah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) wajib melakukan penyimpanan
sementara.
(2) Penyimpanan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
paling lama 90 (sembilanpuluh) hari.
(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terlampaui
Menteri belum memberikan penetapan sebagai limbah B3 atau limbah
nonB3, penyimpanan sementara dapat diperpanjang sampai dengan jangka
waktu paling lama 365 (tigaratus enampuluh lima) hari.
(4) Apabila Menteri telah menetapkan sebagai limbah B3, pengelolaan
limbahnya mengikuti pengelolaan limbah B3.
(5) Apabila Menteri telah menetapkan sebagai limbah nonB3, pengelolaan
limbahnya diatur dalam peraturan perundang-undangan tersendiri.

Bagian Ketiga
Pengeluaran Limbah B3 dari Daftar Limbah B3.

Pasal 39
(1) Limbah B3 sebagaimana tercantum dalam Lampiran V Peraturan
Pemerintah ini dapat dinyatakan sebagai limbah nonB3 dengan penetapan
Menteri.
(2) Untuk memperoleh penetapan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), setiap orang yang menghasilkan limbah B3 harus mengajukan
permohonan penetapan secara tertulis kepada Menteri.
(3) Permohonan penetapan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
wajib melampirkan hasil uji karakteristik limbah B3 yang terdiri atas:
a. eksplosif;
b. mudah menyala;
c. reaktif;
d. infeksius;
e. beracun; dan/atau
f. korosif.
(4) Karakteristik beracun sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf e
ditentukan melalui:
a. prosedur pelindian (toxicity characteristic leaching procedure); dan/atau

18
b. uji toksikologi.
(5) Uji toksikologi sebagaimana yang dimaksud pada ayat (4) huruf b
ditentukan melalui :
a. uji LD50 (lethal dose fifty) dan LC50 (lethal concentration fifty);
b. uji sub-kronis; dan/atau
c. uji kronis.
(6) Permohonan penetapan sebagaimana dimaksud ayat (2) harus dilengkapi
dengan persyaratan yang meliputi:
a. identitas pemohon;
b. sumber limbah
c. nama limbah B3;
d. hasil uji karakteritik limbah B3;
e. bahan baku dan/atau bahan penolong yang digunakan dalam proses
produksi yang menghasilkan limbah B3;
f. proses produksi yang menghasilkan limbah B3 yang diajukan untuk
ditetapkan sebagai limbah non B3; dan
g. alasan pengajuan permohonan pengeluaran limbah B3 dari daftar
limbah B3.

Pasal 40
(1) Menteri setelah menerima permohonan penetapan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 39 ayat (2) menugaskan tim ahli limbah B3 untuk melakukan
evaluasi terhadap permohonan tersebut.
(2) Evaluasi oleh tim ahli limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan paling lama 45 (empatpuluh lima) hari kerja sejak permohonan
diterima dan dinyatakan lengkap secara administrasi dan teknis.
(3) Tim ahli limbah B3 menyampaikan hasil evaluasi berupa rekomendasi
kepada Menteri.
(4) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling sedikit memuat:
a. identitas pemohon;
b. sumber limbah;
c. nama limbah B3;
d. dasar pertimbangan rekomendasi;
e. kesimpulan hasil evaluasi; dan
f. kewajiban untuk melakukan pengelolaan limbah.
(5) Apabila hasil evaluasi terhadap limbah B3 menunjukkan bahwa limbah B3
yang diajukan permohonan penetapannya tidak menunjukkan
karakteristik limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (3),
rekomendasi tim ahli limbah B3 memuat pernyataan bahwa limbah B3
tersebut merupakan limbah non B3.
(6) Apabila hasil evaluasi terhadap limbah B3 yang diajukan permohonan
penetapannya menunjukkan adanya karakteristik limbah B3 sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 39 ayat (3), rekomendasi tim ahli limbah B3
memuat pernyataan bahwa limbah B3 tersebut merupakan limbah B3.

Pasal 41
(1) Menteri, berdasarkan rekomendasi tim ahli limbah B3 sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3), menerbitkan penetapan yang memuat:
a. limbah B3 yang diajukan permohonan penetapannya merupakan
limbah nonB3; atau
b. penolakan permohonan penetapan limbah B3 sebagai limbah nonB3.
(2) Penolakan permohonan penetapan limbah B3 sebagai limbah nonB3
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b disertai dengan alasan
penolakan.

19
(3) Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya berlaku terhadap
limbah B3 yang diajukan oleh penghasil limbah B3 sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 39 ayat (2).

Bagian Keempat
Penghasil Limbah B3

Pasal 42
(1) Penghasil limbah B3 wajib melakukan pengelolaan limbah B3 yang
dihasilkannya.
(2) Pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. pengurangan;
b. pengangkutan;
c. penyimpanan;
d. pengumpulan;
e. pemanfaatan;
f. pengolahan; dan/atau
g. penimbunan.
(3) Selain pengelolaan sebagaimana dimaksud ayat (2), penghasil limbah B3
dapat melakukan:
a. ekspor limbah B3; dan/atau
b. dumping limbah B3,
terhadap limbah B3 yang dihasilkannya.
(4) Penghasil limbah B3 dapat menyerahkan limbah B3 yang dihasilkannya
kepada pihak lain yang memiliki izin, antara lain:
a. pengumpul limbah B3;
b. pemanfaat limbah B3;
c. pengolah limbah B3; dan/atau
d. penimbun limbah B3.
(5) Penyerahan limbah B3 ke pihak lain sebagaimana dimaksud ayat (4) tidak
menghilangkan tanggung jawab penghasil limbah B3.

Bagian Kelima
Pengurangan Limbah B3

Pasal 43
(1) Pengurangan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (8)
huruf a dilakukan melalui:
a. melaksanakan tata kelola lingkungan yang baik (good house keeping);
b. pemisahan limbah B3 dengan limbah nonB3;
c. substitusi bahan baku dan/atau bahan penolong;
d. modifikasi proses; dan/atau
e. penggunaan teknologi ramah lingkungan.
(2) Substitusi bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat
dilakukan melalui pemilihan bahan baku dan/atau bahan penolong yang
semula mengandung B3 digantikan dengan bahan baku dan/atau bahan
penolong yang tidak mengandung B3.
(3) Modifikasi proses sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dapat
dilakukan melalui pemilihan dan penerapan proses yang lebih efisien.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman pengurangan limbah B3 diatur
dalam Peraturan Menteri.

20
Bagian Keenam
Pengangkutan Limbah B3

Pasal 44
(1) Pengangkutan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (8)
huruf b wajib memiliki izin pengangkutan limbah B3 dari menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perhubungan.
(2) Sebelum memperoleh izin pengangkutan limbah B3 sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), pengangkut limbah B3 wajib mendapat rekomendasi dari
Menteri.
(3) Pengangkutan limbah B3 hanya diperkenankan apabila penghasil telah
melaksanakan kontrak kerjasama dengan pihak pengelola limbah B3.
(4) Pengangkutan limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
dilengkapi dengan manifes limbah B3.

Pasal 45
(1) Pengangkut limbah B3 untuk mendapat rekomendasi dari Menteri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2) harus mengajukan
permohonan secara tertulis kepada Menteri.
(2) Permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilengkapi dengan persyaratan yang meliputi:
a. dokumen lingkungan;
b. identitas pemohon;
c. akta pendirian badan usaha;
d. bukti kepemilikan atas dana penanggulangan pencemaran dan/atau
kerusakan dan pemulihan lingkungan hidup;
e. bukti kepemilikan alat angkut untuk moda angkutan darat;
f. dokumen pengangkutan limbah B3;
g. kontrak kerjasama antara penghasil limbah B3 dengan pengumpul,
pemanfaat, pengolah, dan/atau penimbun limbah B3 yang telah
memiliki izin;
h. memiliki garasi dan tempat pencucian alat angkut limbah B3; dan
i. memiliki sertifikat pelatihan pengelolaan limbah B3.
(3) Dalam hal kontrak kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf g
dilakukan antara penghasil limbah B3 dengan pengumpul, pengumpul
wajib memiliki kontrak dengan pemanfaat, pengolah, dan/atau penimbun
limbah B3 yang telah memiliki izin.
(4) Dokumen pengangkutan limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf f paling sedikit memuat:
a. jenis dan jumlah alat angkut;
b. sumber limbah B3, nama limbah B3, dan karakteristik limbah B3 yang
diangkut;
c. identitas alat angkut;
d. prosedur penanganan limbah B3 pada kondisi darurat;
e. peralatan untuk penanganan limbah B3; dan
f. prosedur bongkar muat limbah B3.

Pasal 46
(1) Menteri, setelah menerima permohonan rekomendasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 45, memberikan pernyataan tertulis mengenai
kelengkapan administrasi paling lama 2 (dua) hari kerja sejak permohonan
diterima.
(2) Setelah permohonan dinyatakan lengkap secara administrasi, Menteri
melakukan verifikasi paling lama 10 (sepuluh) hari kerja.

21
(3) Apabila hasil verifikasi menunjukkan permohonan rekomendasi memenuhi
persyaratan, Menteri menerbitkan rekomendasi paling lama 45
(empatpuluh lima) hari kerja sejak hasil verifikasi diketahui.
(4) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling sedikit memuat:
a. identitas, jenis dan spefikasi alat angkut;
b. kode manifes pengangkutan limbah B3;
c. nama dan karakteristik limbah B3 yang diangkut; dan
d. masa berlaku rekomendasi.
(5) Apabila hasil verifikasi menunjukkan rekomendasi tidak memenuhi
persyaratan, Menteri menolak rekomendasi.
(6) Penolakan permohonan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
disertai dengan alasan penolakan.

Pasal 47
Rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (3) berlaku selama
usaha dan/atau kegiatan pengangkutan limbah B3 beroperasi.

Pasal 48
Persyaratan, tata cara permohonan dan penerbitan izin pengangkutan limbah
B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 49
(1) Pengangkut limbah B3 setelah memperoleh izin pengangkutan limbah B3
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1), wajib:
a. melakukan pengangkutan sesuai dengan rekomendasi dan izin
pengangkutan limbah B3;
b. menyampaikan manifest pengangkutan limbah B3 kepada Menteri; dan
c. melaporkan pelaksanaan pengangkutan limbah B3.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
a. nama limbah B3, sumber, karakteristik, dan jumlah limbah B3 yang
diangkut dan tanggal pengangkutan;
b. jumlah dan jenis alat angkut limbah B3;
c. tujuan akhir pengangkutan limbah B3; dan
d. bukti penyerahan limbah B3.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Menteri
dan ditembuskan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang perhubungan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 6
(enam) bulan.

Bagian Ketujuh
Penyimpanan Limbah B3

Pasal 50
(1) Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 dan melakukan penyimpanan
limbah B3 wajib memiliki izin penyimpanan limbah B3 dari
bupati/walikota.
(2) Tempat penyimpanan limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus memenuhi persyaratan:
a. lokasi penyimpanan limbah B3;
b. fasilitas penyimpanan limbah B3 yang sesuai dengan jumlah,
karakteristik limbah B3, dan dilengkapi dengan peralatan pengendalian
pencemaran lingkungan; dan
c. ketersediaan peralatan penanggulangan keadaan darurat.

22
Pasal 51
(1) Lokasi penyimpanan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50
ayat (2) huruf a harus:
a. bebas banjir dan tidak rawan bencana alam; atau
b. dapat direkayasa dengan teknologi untuk perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup.
(2) Lokasi penyimpanan limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
berada di dalam lokasi yang tercakup dalam dokumen izin lingkungan.

Pasal 52
(1) Fasilitas penyimpanan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50
ayat (2) huruf b paling sedikit memenuhi persyaratan:
a. desain dan konstruksi yang mampu melindungi limbah B3 dari hujan
dan sinar matahari;
b. memiliki penerangan dan ventilasi;
c. memiliki saluran drainase dan bak penampung; dan
d. memiliki kemampuan sebagai waste impoundment atau waste pile.
(2) Persyaratan fasilitas penyimpanan limbah B3 sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a dan huruf b berlaku untuk permohonan izin penyimpanan
limbah B3:
a. dari sumber tidak spesifik;
b. dari sumber spesifik umum;
c. B3 kadaluwarsa; dan
d. tumpahan, bekas kemasan, dan buangan produk B3 yang tidak
memenuhi spesifikasi.
(3) Untuk fasilitas penyimpanan limbah B3 dari sumber spesifik khusus,
hanya berlaku persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
dan huruf d.

Pasal 53
(1) Persyaratan penyimpanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1)
paling sedikit meliputi:
a. menyimpan limbah B3 yang dihasilkan ke dalam tempat penyimpanan
limbah B3;
b. mengemas limbah B3 sesuai dengan karakteristik limbah B3; dan
c. melekatkan label dan simbol limbah B3 pada kemasan limbah B3.
(2) Persyaratan penyimpanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
dan huruf c dikecualikan dari muatan izin penyimpanan limbah B3 dari
sumber spesifik khusus.

Pasal 54
Ketentuan lebih lanjut mengenai rincian persyaratan tempat penyimpanan
limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 sampai dengan Pasal 53
diatur dalam Peraturan Menteri.

Bagian Kedelapan
Pengumpulan Limbah B3

Pasal 55
(1) Setiap orang yang melakukan pengumpulan limbah B3 wajib memiliki izin
pengumpulan limbah B3 dari Menteri, gubernur, atau bupati/walikota
sesuai dengan kewenangannya.
(2) Pengumpulan limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
memenuhi ketentuan penyimpanan limbah B3 sebagaimana dimaksud

23
dalam Pasal 50 sampai Pasal 53 dan memenuhi persyaratan yang paling
sedikit meliputi:
a. mengumpulkan limbah B3 sesuai dengan jenis, kode dan karakteristik
limbah B3 yang tercantum dalam izin;
b. menyimpan limbah B3 yang dikumpulkan ke dalam tempat
penyimpanan limbah B3;
c. melakukan pengemasan limbah B3 sesuai dengan karakteristik limbah
B3; dan
d. melekatkan label dan simbol limbah B3 pada kemasan.
(3) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dan huruf d
dikecualikan pada kegiatan pengumpulan limbah B3 dari sumber spesifik
khusus.

Pasal 56
Pengumpul limbah B3 dilarang menyerahkan limbah B3 yang dikumpulkannya
kepada pengumpul limbah B3 lain.

Bagian Kesembilan
Pengemasan Limbah B3

Pasal 57
(1) Pengemasan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1)
huruf b dan Pasal 55 ayat (2) huruf c dilakukan dengan menggunakan
kemasan yang:
a. terbuat dari bahan yang sesuai dengan karakteristik limbah B3 yang
akan disimpan;
b. memiliki penutup atau ikatan yang kuat untuk mencegah terjadinya
tumpahan saat dilakukan penyimpanan, pemindahan atau
pengangkutan; dan
c. berada dalam kondisi baik, tidak bocor, tidak berkarat, atau rusak.
(2) Kemasan limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilekati
label dan simbol limbah B3.
(3) Label limbah B3 paling sedikit meliputi keterangan mengenai:
a. jenis, kode limbah, dan karakteristik limbah B3;
b. identitas penghasil limbah B3;
c. tanggal pengemasan limbah B3.
(4) Pemilihan simbol limbah B3 disesuaikan dengan karakteristik limbah B3
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2).
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengemasan dan pemberian
label dan simbol limbah B3 diatur dalam Peraturan Menteri

Bagian Kesepuluh
Pemanfaatan Limbah B3

Pasal 58
(1) Pemanfaatan limbah B3 wajib memiliki izin pemanfaatan limbah B3.
(2) Pemanfaatan limbah B3 wajib dilakukan di lokasi dan fasilitas
pemanfaatan limbah B3 yang telah memiliki izin pemanfaatan.
(3) Pemanfaatan limbah B3 wajib memenuhi tata cara penyimpanan limbah B3
sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 50 sampai dengan Pasal 53.
(4) Pemanfaatan limbah B3 wajib memiliki peralatan penanggulangan keadaan
darurat.

24
Pasal 59
Pemanfaat limbah B3 dilarang menyerahkan limbah B3 yang akan
dimanfaatkannya kepada pengumpul limbah B3, pemanfaat limbah B3 lain,
pengolah limbah B3, dan penimbun limbah B3.

Pasal 60
(1) Pemanfaatan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1)
meliputi:
a. pemanfaatan limbah B3 yang terintegrasi dengan proses dalam satu
sistem produksi;
b. pemanfaatan limbah B3 sebagai substitusi bahan baku dan/atau
bahan penolong;
c. pemanfaatan limbah B3 sebagai substitusi sumber energi;
d. pemanfaatan limbah B3 sebagai bahan baku;
e. pemanfaatan limbah B3 berupa kemasan bekas B3 dan/atau limbah B3
untuk dipergunakan kembali; dan
f. pemanfaatan limbah B3 sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
(2) Pemanfaatan limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan mempertimbangkan:
a. ketersediaan teknologi;
b. standar produk apabila hasil pemanfaatan limbah B3 berupa produk
yang memenuhi Standar Nasional Indonesia; atau
c. baku mutu atau standar lingkungan hidup.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemanfaatan limbah B3
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri.

Pasal 61
(1) Pemanfaatan limbah B3 dapat dilakukan melalui uji coba.
(2) Uji coba sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mendapat persetujuan
dari Menteri.
(3) Pemanfaatan limbah B3 yang wajib melaksanakan uji coba pemanfaatan
limbah B3 meliputi:
a. pemanfaatan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1)
huruf a, huruf b, huruf c, dan/atau huruf d yang tidak memiliki
Standar Nasional Indonesia; dan/atau
b. pemanfaatan limbah B3 sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat
(1) huruf f yang pertama kali dilakukan di Indonesia dan/atau tidak
sesuai Standar Nasional Indonesia dan/atau standar lainnya.

Pasal 62
(1) Pemanfaatan limbah B3 oleh penghasil limbah B3 atau pemanfaat limbah
B3, wajib memenuhi persyaratan paling sedikit meliputi:
c. memenuhi standar pelaksanaan pemanfaatan limbah B3;
d. menaati baku mutu lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan;
e. menghentikan pemanfaatan limbah B3 apabila melampaui baku mutu
lingkungan.
(2) Uji coba pemanfaatan limbah B3 oleh penghasil atau pemanfaat limbah B3,
wajib memenuhi persyaratan paling sedikit meliputi:
a. memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1);
b. memulai pelaksanaan uji coba alat, metode, teknologi, dan fasilitas
pemanfaatan limbah B3 paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak
persetujuan uji coba pemanfaatan diberikan; dan

25
c. melaporkan pelaksanaan uji coba alat, metode, teknologi, dan fasilitas
pemanfaatan limbah B3.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c paling sedikit
memuat:
a. jenis dan jumlah limbah B3 yang pemanfaatannya diujicobakan;
b. tata cara pelaksanaan uji coba peralatan, metode, teknologi, dan/atau
fasilitas pemanfaatan limbah B3;
c. hasil pelaksanaan uji coba; dan
d. pemenuhan terhadap standar yang ditetapkan dalam uji coba.
(4) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada Menteri
paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak uji coba dilaksanakan.

Bagian Kesebelas
Pengolahan Limbah B3

Pasal 63
(1) Pengolahan limbah B3 wajib memiliki izin pengolahan limbah B3.
(2) Pengolahan limbah B3 wajib dilakukan dilokasi dan fasilitas pengolahan
limbah B3 yang telah memiliki izin pengolahan.
(3) Pengolahan limbah B3 wajib memenuhi tata cara penyimpanan limbah B3
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 sampai dengan Pasal 53.
(4) pengolahan limbah B3 wajib memiliki ketersediaan peralatan
penanggulangan keadaan darurat.

Pasal 64
(1) Pengolahan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1)
dilakukan dengan cara:
a. termal;
b. stabilisasi;
c. solidifikasi;
d. fisika;
e. kimia;
f. biologi; dan/atau
g. cara lain sesuai perkembangan teknologi.
(2) Pengolahan limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan mempertimbangkan:
a. ketersediaan dan kelaikan teknologi; dan
b. baku mutu atau standar lingkungan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengolahan limbah B3 sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri.

Pasal 65
(1) Pengolahan limbah B3 yang dilakukan dengan cara termal sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1) huruf a untuk meliputi:
a. baku mutu emisi udara;
b. efisiensi pembakaran dengan nilai paling sedikit mencapai 99,99%
(sembilanpuluh sembilan koma sembilan sembilan per seratus); dan
c. efisiensi penghancuran dan penghilangan senyawa Principle Organic
Hazardous Constituents (POHCs) dengan nilai paling sedikit mencapai
99,99% (sembilanpuluh sembilan koma sembilan sembilan per seratus).
(2) Standar efisiensi pembakaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
tidak berlaku untuk pengolahan limbah B3 dengan menggunakan kiln
pada industri semen.
(3) Standar efisiensi penghancuran dan penghilangan senyawa Principle
Organic Hazardous Constituents sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf

26
c tidak berlaku untuk pengolahan limbah B3 dengan karakteristik
infeksius.
(4) Standar efisiensi penghancuran dan penghilangan senyawa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c tidak berlaku untuk pengolahan limbah
B3:
a. berupa Polychlorinated Biphenyls; dan
b. yang berpotensi menghasillkan:
1. Polychlorinated Dibenzofurans; dan
2. Polychlorinated Dibenzo-p-dioxins.
(5) Apabila limbah B3 yang akan diolah berupa Polychlorinated Biphenyls,
pengolahannya harus memenuhi standar efisiensi penghancuran dan
penghilangan senyawa Polychlorinated Biphenyls dengan nilai paling sedikit
mencapai 99,9999% (sembilanpuluh sembilan koma sembilan sembilan
sembilan sembilan per seratus).
(6) Apabila limbah B3 yang akan diolah berpotensi menghasilkan
Polychlorinated Dibenzofurans, pengolahannya harus memenuhi standar
efisiensi penghancuran dan penghilangan senyawa Polychlorinated
Dibenzofurans dengan nilai paling sedikit mencapai 99,9999%
(sembilanpuluh sembilan koma sembilan sembilan sembilan sembilan per
seratus).
(7) Apabila limbah B3 yang akan diolah berpotensi menghasilkan
Polychlorinated Dibenzo-p-dioxins, pengolahannya harus memenuhi standar
efisiensi penghancuran dan penghilangan senyawa Polychlorinated Dibenzo-
p-dioxins dengan nilai paling sedikit mencapai 99,9999% (sembilanpuluh
sembilan koma sembilan sembilan sembilan sembilan per seratus).
(8) Ketentuan mengenai baku mutu emisi udara sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a diatur dalam Peraturan Menteri.

Pasal 66
(1) Pengolahan limbah B3 dengan cara stabilisasi dan solidifikasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1) huruf b dan huruf c dilaksanakan sesuai
baku mutu stabilisasi dan solidifikasi berdasarkan analisis organik dan
anorganik.
(2) Analisis organik dan anorganik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sesuai dengan prosedur pelindian sebagaimana tercantum
dalam Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 67
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan rincian pengolahan limbah B3
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 sampai dengan Pasal 66 diatur dalam
Peraturan Menteri.

Bagian Keduabelas
Penimbunan Limbah B3

Pasal 68
(1) Penimbunan limbah B3 wajib memiliki izin penimbunan limbah B3.
(2) Penimbunan limbah B3 wajib dilakukan dilokasi dan fasilitas penimbunan
limbah B3 yang telah memiliki izin penimbunan.
(3) Penimbunan limbah B3 wajib memenuhi tata cara penyimpanan limbah B3
sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 50 sampai dengan Pasal 53.
(4) Penimbunan limbah B3 wajib memiliki ketersediaan peralatan
penanggulangan keadaan darurat.

27
Pasal 69
(1) Penimbunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 dilakukan pada
fasilitas kategori penimbunan limbah B3 yang terdiri atas:
a. kategori 1;
b. kategori 2; atau
c. kategori 3.
(2) Fasilitas penimbunan limbah B3 kategori 1 sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf a digunakan untuk menimbun limbah B3 yang belum diolah
dan/atau memiliki nilai total kadar maksimum bahan pencemar yang lebih
besar dari atau sama dengan nilai sebagaimana tercantum dalam Kolom A
Lampiran IX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Pemerintah ini.
(3) Fasilitas penimbunan limbah B3 kategori 2 sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf b digunakan untuk menimbun limbah B3 yang belum diolah
dan/atau memiliki nilai total kadar maksimum bahan pencemar yang lebih
kecil dari nilai sebagaimana tercantum dalam Kolom A dan lebih besar dari
nilai sebagaimana tercantum dalam Kolom B Lampiran IX yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini; atau
(4) Fasilitas penimbunan limbah B3 kategori 3 sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf c digunakan untuk menimbun limbah B3 yang belum diolah
dan/atau memiliki nilai total kadar maksimum bahan pencemar yang lebih
kecil dari nilai sebagaimana tercantum dalam Kolom B Lampiran IX yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 70
(1) Lokasi penimbunan limbah B3 harus memenuhi persyaratan yang meliputi:
a. bebas banjir;
b. permeabilitas tanah;
c. merupakan daerah yang secara geologis aman, stabil, tidak rawan
bencana, dan di luar kawasan lindung; dan
d. tidak merupakan daerah resapan air tanah, terutama yang digunakan
untuk air minum.
(2) Permeabilitas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri
atas:
a. permeabilitas tanah yang memiliki nilai paling banyak 10-7 cm/detik
(sepuluh pangkat minus tujuh sentimeter per detik), untuk fasilitas
penimbunan limbah B3 kategori 1 dan kategori 2; dan
b. permeabilitas tanah yang memiliki nilai paling banyak 10-5 cm/detik
(sepuluh pangkat minus lima sentimeter per detik), untuk fasilitas
penimbunan limbah B3 kategori 3.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai rincian persyaratan lokasi untuk
penimbunan limbah B3 diatur dalam Peraturan Menteri.

Pasal 71
(1) Fasilitas penimbunan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69
ayat (2) harus memenuhi persyaratan yang meliputi:
a. desain fasilitas;
b. memiliki sistem pelapis yang dilengkapi dengan:
1. saluran untuk pengaturan aliran air permukaan;
2. pengumpulan air lindi dan pengolahannya;
3. sumur pantau; dan
4. lapisan penutup akhir;
c. memiliki peralatan pendukung penimbunan limbah B3 yang paling
sedikit terdiri atas:
1. peralatan dan perlengkapan untuk mengatasi keadaan darurat;

28
2. alat angkut untuk penimbunan limbah B3; dan
3. alat pelindung dan keselamatan diri;
d. memiliki rencana penimbunan limbah B3, penutupan, dan
pascapenutupan fasilitas penimbunan limbah B3.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan fasilitas penimbunan limbah
B3 diatur dalam Peraturan Menteri.

Bagian Ketigabelas
Periode Waktu Penyimpanan Limbah B3

Pasal 72
(1) Penghasil limbah B3 dapat melakukan penyimpanan limbah B3 paling
lama;
a. 2 (dua) hari sejak limbah B3 dihasilkan atau diterima untuk limbah B3
infeksius;
b. 90 (sembilanpuluh) hari sejak limbah B3 dihasilkan atau diterima,
untuk limbah B3 yang dihasilkan 50 (lima puluh) kilogram per hari
atau lebih;
c. 180 (seratus delapanpuluh) hari sejak limbah B3 dihasilkan atau
diterima, untuk limbah B3 yang dihasilkan kurang dari 50 (limapuluh)
kilogram per hari;
d. 180 (seratus delapanpuluh) hari sejak limbah B3 dihasilkan untuk
limbah B3 dari sumber spesifik khusus; atau
e. 365 (tigaratus enampuluh lima) hari sejak limbah B3 dihasilkan atau
diterima, untuk limbah B3 yang dihasilkan di daerah terpencil (remote
area).
(2) Penghasil limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
melaporkan limbah B3 yang disimpannya.
(3) Laporan penyimpanan limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
paling sedikit memuat:
a. sumber, jenis, kode limbah, jumlah, dan karakteristik limbah B3; dan
b. pelaksanaan penyimpanan.
(4) Laporan penyimpanan limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
disampaikan kepada bupati/walikota dan ditembuskan kepada Menteri
paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan sejak izin diterbitkan.
(5) Tata cara pelaporan pengelolaan limbah B3 diatur dalam Peraturan
Menteri.

Pasal 73
Setiap pengumpul, pemanfaat, pengolah, dan/atau penimbun limbah B3 dapat
melakukan penyimpanan limbah B3 paling lama:
a. 2 (dua) hari sejak limbah B3 dihasilkan atau diterima untuk limbah B3
infeksius; dan
b. 90 (sembilanpuluh) hari sejak limbah B3 dihasilkan atau diterima.

Pasal 74
Setiap pengumpul limbah B3 wajib menyerahkan limbah B3 yang disimpannya
kepada pemanfaat, pengolah, dan/atau penimbun limbah B3 sebelum
melampaui:
a. 2 (dua) hari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (1) huruf a;
dan/atau
b. 90 (sembilanpuluh) hari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (1)
huruf b.

29
Pasal 75
Setiap pemanfaat, pengolah, dan/atau penimbun limbah B3 wajib melakukan
pemanfaatan, pengolahan, dan/atau penimbunan limbah B3 yang disimpan
sebelum melampaui:
a. 2 (dua) hari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1) huruf a;
dan/atau
b. 90 (sembilan puluh) hari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1)
huruf b.

Bagian Keempatbelas
Ekspor Limbah B3

Pasal 76
(1) Setiap penghasil limbah B3 yang melakukan ekspor limbah B3 yang
dihasilkannya bilamana tidak bisa diolah di dalam negeri, wajib memiliki
notifikasi secara tertulis dari Menteri.
(2) Untuk memiliki notifikasi sebagaiamana dimaksud pada ayat (1) setiap
penghasil limbah B3 harus:
a. mengajukan permohonan notifikasi secara tertulis kepada Menteri;
b. menyampaikan rute perjalanan ekspor limbah B3 yang akan dilalui;
dan
c. mengisi formulir notifikasi.
(3) Menteri menyampaikan notifikasi kepada otoritas negara tujuan ekspor dan
negara transit berdasarkan permohonan notifikasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a.
(4) Notifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat:
a. identitas pemohon atau eksportir;
b. identitas limbah B3;
c. nama penghasil limbah B3;
d. identitas importir atau penerima limbah B3 di negara tujuan;
e. jenis limbah, karakteritik, dan jumlah limbah B3 yang akan diekspor;
dan
f. waktu pelaksanaan ekspor limbah B3.
(5) Apabila notifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disetujui oleh
otoritas negara tujuan limbah B3, Menteri menyampaikan persetujuan
ekspor kepada eksportir limbah B3.
(6) Dalam hal ekspor limbah B3 melalui negara transit, notifikasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) dilengkapi dengan persetujuan negara transit.
(7) Persetujuan ekspor limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
menjadi dasar penerbitan izin ekspor limbah B3 yang diberikan oleh
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
perdagangan.

Pasal 77
(1) Penghasil limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
menyerahkan kegiatan ekspor limbah B3 yang dihasilkannya kepada pihak
ketiga.
(2) Penyerahan ekspor limbah B3 kepada pihak ketiga sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak menghilangkan tanggungjawab penghasil limbah B3
terhadap limbah B3 yang dihasilkannya.

Pasal 78
Persyaratan dan tata cara permohonan ekspor limbah B3 sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76 dan Pasal 77 ditetapkan dalam Peraturan Menteri.

30
Bagian Kelimabelas
Penghentian Kegiatan Pengelolaan Limbah B3

Pasal 79
(1) Kegiatan penghasil limbah B3, penyimpanan limbah B3, pengumpulan
limbah B3, pemanfaatan limbah B3, dan/atau pengolahan limbah B3, yang
telah memperoleh izin, yang akan:
a. menghentikan usaha dan/atau kegiatan; atau
b. mengubah penggunaan atau memindahkan lokasi dan/atau fasilitas
pengelolaan limbah B3,
harus memiliki penetapan penghentian kegiatan.
(2) Permohonan penetapan penghentian kegiatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diajukan secara tertulis kepada Menteri setelah dilaksanakan
pemulihan fungsi lingkungan hidup.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilengkapi dengan:
a. identitas pemohon;
b. laporan pelaksanaan penyimpanan limbah B3, pengumpulan limbah
B3, pemanfaatan limbah B3, dan pengolahan limbah B3; dan
c. laporan pelaksanaan pemulihan fungsi lingkungan hidup.
(4) Menteri setelah menerima permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) melakukan evaluasi terhadap permohonan dan menerbitkan penetapan
penghentian kegiatan paling lama 45 (empatpuluh) hari kerja sejak
permohonan diterima.

Pasal 80
(1) Kegiatan penimbunan limbah B3 yang akan:
a. menghentikan usaha dan/atau kegiatan; atau
b. mengalihfungsikan lahan untuk pemanfaatan lainnya,
harus memiliki penetapan penghentian kegiatan.
(2) Alih fungsi lahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak dapat
dilakukan untuk:
a. fasilitas penimbunan limbah B3 kategori I yang digunakan untuk
menimbun limbah B3 yang diwajibkan untuk ditimbun di fasilitas
penimbunan limbah B3 kategori I; dan
b. fasilitas penimbunan limbah B3 kategori II yang digunakan untuk
menimbun limbah B3 yang diwajibkan untuk ditimbun di fasilitas
penimbunan limbah B3 kategori II.
(3) Penghentian kegiatan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf a
untuk fasilitas penimbunan limbah B3 kategori I dan kategori II
sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) tidak menghilangkan kewajiban
penimbun limbah B3 untuk melakukan penutupan dan pemantauan
terhadap fasilitas penimbunan limbah B3.
(4) Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan paling singkat
30 (tigapuluh) tahun setelah penutupan.
(5) Alih fungsi lahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat
dilakukan untuk fasilitas penimbunan limbah B3 kategori III, dengan
ketentuan paling sedikit meliputi:
a. melakukan pembersihan (clean up) fasilitas penimbunan; dan
b. melakukan pengelolaan lebih lanjut terhadap limbah B3 hasil
pembersihan sebagaimana dimaksud pada huruf a.

Pasal 81
(1) Untuk memperoleh penetapan penghentian sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 80 ayat (1) penimbun harus mengajukan permohonan secara tertulis
kepada Menteri.

31
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan:
a. identitas pemohon;
b. dokumen laporan pelaksanaan pembersihan; dan
c. dokumen laporan pengelelolaan limbah B3 hasil pembersihan.
(3) Menteri setelah menerima permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) melakukan evaluasi terhadap permohonan dan menerbitkan penetapan
penghentian kegiatan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak
permohonan diterima.

BAB IV
DUMPING LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

Pasal 82
Setiap orang dilarang melakukan dumping limbah B3 ke media lingkungan
hidup tanpa izin.

Pasal 83
(1) Setiap orang untuk dapat melakukan dumping limbah B3 ke media
lingkungan hidup wajib memperoleh izin dari Menteri.
(2) Limbah B3 yang dapat dilakukan dumping meliputi:
a. tailing dari kegiatan pertambangan;
b. serbuk bor dari kegiatan pertambangan di laut; dan
c. lumpur bor dari kegiatan pertambangan di laut.
(3) Izin dari Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi izin
dumping limbah B3 ke media lingkungan hidup berupa:
a. tanah; dan
b. laut.
(4) Persyaratan dan tata cara permohonan dan penerbitan izin dumping
limbah B3 ke media lingkungan hidup berupa tanah dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan penimbunan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 68 sampai dengan Pasal 71.

BAB V
PERIZINAN PENGELOLAAN LIMBAH B3 DAN DUMPING LIMBAH B3

Bagian Kesatu
Izin Penyimpanan Limbah B3

Pasal 84
(1) Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 dari kegiatannya wajib
mengajukan permohonan izin penyimpanan limbah B3 secara tertulis
kepada:
a. bupati; atau
b. walikota.
(2) Permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan
persyaratan yang meliputi:
a. identitas pemohon;
b. salinan izin lingkungan;
c. akta pendirian badan usaha;
d. jenis, kode limbah yang akan disimpan;
e. dokumen yang menjelaskan tentang tempat penyimpanan limbah B3
sesuai dengan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50
sampai dengan Pasal 53;
f. dokumen yang menjelaskan tentang pengemasan limbah B3 sesuai
dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57;

32
(3) Persyaratan permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f
tidak berlaku untuk permohonan izin penyimpanan limbah B3 dari sumber
spesifik khusus.

Pasal 85
(1) Bupati/walikota setelah menerima permohonan izin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 84 memberikan pernyataan tertulis mengenai
kelengkapan administrasi permohonan izin paling lama 2 (dua) hari kerja
sejak permohonan diterima.
(2) Setelah permohonan dinyatakan lengkap, bupati atau walikota melakukan
verifikasi paling lama 10 (sepuluh) hari kerja.
(3) Apabila hasil verifikasi menunjukkan permohonan izin memenuhi
persyaratan, bupati/walikota menerbitkan izin paling lama 45 (empatpuluh
lima) hari kerja sejak hasil verifikasi diketahui.
(4) Penerbitan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diumumkan melalui
multimedia paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak izin diterbitkan.
(5) Apabila hasil verifikasi menunjukkan permohonan izin tidak memenuhi
persyaratan,bupati/walikota menolak permohonan izin.
(6) Penolakan permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disertai
dengan alasan penolakan.

Bagian Kedua
Izin Pengumpulan Limbah B3

Pasal 86
(1) Setiap orang melakukan pengumpulan limbah B3 harus mengajukan
permohonan izin pengumpulan limbah B3 secara tertulis kepada:
a. bupati/walikota, untuk pengumpulan limbah B3 skala kabupaten/kota;
b. gubernur, untuk pengumpulan limbah B3 skala provinsi; atau
c. Menteri, untuk pengumpulan limbah B3 skala nasional.
(2) Permohonan izin pengumpulan limbah B3 sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilengkapi dengan persyaratan yang paling sedikit meliputi:
a. identitas pemohon;
b. salinan izin lingkungan
c. akta pendirian badan usaha;
d. salinan sertifikat pelatihan pengelolaan limbah B3;
e. bukti kepemilikan alat analisis limbah B3;
f. jenis, kode limbah dan sumber limbah B3 yang akan dikumpulkan;
g. dokumen yang menjelaskan tentang tempat penyimpanan limbah B3
sesuai dengan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50
sampai dengan Pasal 53;
h. dokumen yang menjelaskan tentang pengemasan limbah B3 sesuai
dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57;
i. prosedur pengumpulan limbah B3; dan
j. bukti kepemilikan atas dana penanggulangan pencemaran dan/atau
kerusakan dan pemulihan lingkungan hidup.
(3) Persyaratan permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf h
tidak berlaku untuk permohonan izin pengumpulan limbah B3 dari sumber
spesifik khusus.

Pasal 87
(1) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota setelah menerima permohonan
izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 memberikan pernyataan
tertulis mengenai kelengkapan administrasi permohonan izin paling lama 2
(dua) hari kerja sejak permohonan diterima.

33
(2) Setelah permohonan dinyatakan lengkap, Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota melakukan verifikasi paling lama 7 (tujuh) hari kerja.
(3) Apabila hasil verifikasi menunjukkan permohonan izin memenuhi
persyaratan, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota menerbitkan izin
paling lama 45 (empatpuluh lima) hari kerja sejak hasil verifikasi diketahui.
(4) Penerbitan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diumumkan melalui
multimedia paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak izin diterbitkan.
(5) Apabila hasil verifikasi menunjukkan permohonan izin tidak memenuhi
persyaratan, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota menolak
permohonan izin.
(6) Penolakan permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disertai
dengan alasan penolakan.

Pasal 88
Dalam hal pemegang izin pengumpulan limbah B3 berkehendak untuk
mengubah skala pengumpulan limbah B3, pemegang izin harus mengajukan
permohonan izin baru sesuai dengan skala pengumpulan limbah B3 yang
dimohonkan.

Bagian Ketiga
Izin Pemanfaatan, Pengolahan, dan Penimbunan Limbah B3

Pasal 89
(1) Setiap orang yang melakukan pemanfaatan, pengolahan dan/atau
penimbunan limbah B3 harus mengajukan permohonan izin pemanfaatan,
pengolahan dan/atau penimbunan limbah B3 secara tertulis kepada
Menteri.
(2) Permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilengkapi
dengan persyaratan yang meliputi:
a. salinan izin lingkungan;
b. identitas pemohon;
c. akta pendirian badan hukum;
d. salinan sertifikat pelatihan pengelolaan limbah B3;
e. bukti kepemilikan alat analisis limbah B3;
f. dokumen mengenai tempat penyimpanan limbah B3 sesuai dengan
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 sampai dengan
Pasal 53;
g. dokumen mengenai pengemasan limbah B3 sesuai dengan persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57;
h. dokumen mengenai nama dan jumlah bahan baku dan/atau bahan
penolong berupa limbah B3 untuk campuran pemanfaatan limbah B3
atau pengolahan limbah B3;
i. prosedur pemanfaatan, pengolahan dan/atau penimbunan limbah B3;
j. bukti kepemilikan atas dana penanggulangan pencemaran dan/atau
kerusakan dan pemulihan lingkungan hidup; dan
k. Lokasi kegiatan.
(3) pemanfaatan limbah B3 yang terintegrasi dalam satu sistem proses
produksi dan tercantum dalam izin lingkungan tidak diperlukan izin
pemanfaatan limbah B3;
(4) Untuk izin uji coba pemanfaatan limbah B3 atau uji coba pengolahan
limbah B3 wajib dilengkapi dengan dokumen rencana uji coba paling
sedikit meliputi:
a. jadwal pelaksanaan uji coba;
b. keterangan mengenai peralatan, metode, teknologi, dan/atau fasilitas
pemanfaatan limbah B3;

34
c. keterangan mengenai rencana pelaksanaan uji coba; dan
d. prosedur pemanfaatan atau pengolahan limbah B3.

Pasal 90
(1) Menteri setelah menerima permohonan izin pemanfaatan limbah B3,
persetujuan uji coba pemanfatan limbah B3, atau pengolahan limbah B3
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (1) harus memberikan
pernyataan tertulis mengenai kelengkapan administrasi permohonan izin
paling lama 2 (dua) hari kerja sejak permohonan diterima.
(2) Setelah permohonan dinyatakan lengkap, Menteri melakukan verifikasi
paling lama 10 (sepuluh) hari kerja.
(3) Apabila hasil verifikasi menunjukkan permohonan persetujuan uji coba
pemanfaatan limbah B3 dan izin pemanfaatan limbah B3 memenuhi
persyaratan, Menteri menerbitkan persetujuan uji coba pemanfaatan
limbah B3 atau izin pemanfaatan limbah B3 paling lama 45 (empatpuluh
lima) hari kerja sejak hasil verifikasi diketahui.
(4) Penerbitan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diumumkan melalui
multimedia paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak izin diterbitkan.

Pasal 91
(1) Dalam hal pelaksanaan uji coba pemanfaatan limbah B3 atau pengolahan
limbah B3 telah berakhir, setiap orang yang melaksanakan uji coba wajib
menyampaikan laporan hasil uji coba kepada Menteri paling lambat 2
(dua) bulan sebelum masa berlaku persetujuan uji coba pemanfaatan
limbah B3 atau pengolahan limbah B3 berakhir.
(2) Menteri menerbitkan izin pemanfaatan limbah B3 atau pengolahan limbah
B3 apabila hasil uji coba memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam
persetujuan uji coba pemanfaatan limbah B3 atau pengolahan limbah B3.
(3) Menteri menolak permohonan izin pemanfaatan limbah B3 atau
pengolahan limbah B3 apabila hasil uji coba tidak memenuhi persyaratan
yang ditetapkan dalam persetujuan uji coba pemanfaatan limbah B3 atau
pengolahan limbah B3.
(4) Waktu penerbitan izin atau persetujuan sebagaimana yang dimaksud pada
ayat (3) paling lama 45 (empatpuluh lima) hari sejak laporan hasil
pelaksanaan uji coba diterima.
(5) Penerbitan izin atau persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
diumumkan melalui multimedia paling lama 2 (dua) hari kerja sejak izin
diterbitkan.
(6) Penolakan permohonan pemanfatan limbah B3 atau pengolahan limbah B3
sebagaimana yang dimaksud pada ayat (4) harus disertai dengan alasan
penolakan.

Pasal 92
(1) Menteri setelah menerima permohonan izin penimbunan limbah B3
memberikan pernyataan tertulis mengenai kelengkapan administrasi
permohonan izin penimbunan limbah B3 paling lama 2 (dua) hari kerja
sejak permohonan diterima.
(2) Setelah permohonan dinyatakan lengkap, Menteri melakukan verifikasi
paling lama 10 (sepuluh) hari kerja.
(3) Apabila hasil verifikasi menunjukkan permohonan izin memenuhi
persyaratan, Menteri menerbitkan izin paling lama 45 (empatpuluh lima)
hari kerja sejak hasil verifikasi diketahui.
(4) Penerbitan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diumumkan melalui
multimedia paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak izin diterbitkan.

35
(5) Apabila hasil verifikasi menunjukkan permohonan izin penimbunan limbah
B3 tidak memenuhi persyaratan, Menteri menolak permohonan izin
penimbunan limbah B3.
(6) Penolakan permohonan izin penimbunan limbah B3 sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) disertai dengan alasan penolakan.

Bagian Kempat
Izin Dumping Limbah B3

Pasal 93
(1) Setiap orang untuk memperoleh izin dumping limbah B3 ke laut
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (3) huruf b harus mengajukan
permohonan secara tertulis kepada Menteri.
(2) Permohonan izin dumping limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam pada
ayat (1) harus dilengkapi dengan persyaratan yang meliputi:
a. salinan izin lingkungan;
b. identitas pemohon;
c. akta pendirian badan hukum;
d. salinan sertifikat pelatihan pengelolaan limbah B3;
e. dokumen kajian teknis dumping limbah B3 paling sedikit meliputi
keterangan mengenai:
1. nama limbah B3, sumber, hasil uji TCLP, hasil uji LD50 dan atau
hasil uji LC50, dan jumlah limbah B3 yang akan dilakukan dumping;
2. studi pemodelan dumping dengan memperhatikan keberadaan
termoklin dan kedalamannya;
3. lokasi tempat dilakukannya dumping limbah B3; dan
4. rencana penanggulangan keadaan darurat.
(3) Menteri setelah menerima permohonan izin sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus memberikan pernyataan tertulis mengenai kelengkapan
administrasi dan teknis permohonan izin paling lama 2 (dua) hari sejak
permohonan diterima.
(4) Setelah permohonan dinyatakan lengkap Menteri melakukan verifikasi
paling lama 10 (sepuluh) hari kerja.
(5) Apabila hasil verifikasi menunjukan permohonan izin dumping limbah B3
telah memenuhi persyaratan, Menteri menerbitkan izin dumping limbah B3
paling lama 45 (empatpuluh lima) hari kerja sejak hasil verifikasi diketahui.
(6) Penerbitan izin dumping limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
diumumkan melalui multimedia paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak izin
diterbitkan.

Pasal 94
(1) Lokasi tempat dilakukan dumping limbah B3 sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 93 ayat (2) huruf e angka 3 harus memenuhi persyaratan:
a. di dasar laut pada laut yang memiliki lapisan termoklin permanen; dan
b. tidak berada di lokasi tertentu atau daerah sensitif berdasarkan
peraturan perundang-undangan.
(2) Apabila tidak terdapat laut yang memiliki lapisan termoklin permanen
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, lokasi tempat dilakukan
dumping limbah B3 berupa tailing dari kegiatan pertambangan harus
memenuhi persyaratan lokasi yang meliputi:
a. di dasar laut dengan kedalaman lebih besar atau sama dengan 100 m
(seratus meter);
b. secara topografi dan batimetri menunjukkan adanya ngarai dan/atau
saluran di dasar laut yang mengarahkan tailing ke kedalaman lebih dari
atau sama dengan 200 m (duaratus meter); dan

36
c. tidak ada fenomena up-welling.
(3) Apabila tidak terdapat laut yang memiliki lapisan termoklin permanen
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, lokasi tempat dilakukan
dumping limbah B3 berupa serbuk bor dari kegiatan pertambangan di laut
harus memenuhi persyaratan:
a. pada lokasi pemboran di laut; dan
b. dampaknya berada di dalam radius lebih kecil dari atau sama dengan
500 m (limaratus meter) dari lokasi pemboran di laut.
(4) Apabila tidak terdapat laut yang memiliki lapisan termoklin permanen
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, lokasi tempat dilakukan
dumping limbah B3 berupa lumpur bor dari kegiatan pertambangan di laut
harus memenuhi persyaratan:
a. di laut dengan kedalaman lebih dari atau sama dengan 50 m
(limapuluh meter); dan
b. dampaknya berada di dalam radius lebih kecil dari atau sama dengan
500 m (limaratus meter) dari lokasi dumping di laut.
(5) Limbah B3 berupa serbuk bor dan lumpur bor dari kegiatan pertambangan
di laut yang dapat dilakukan dumping ke lokasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dan ayat (4) harus memiliki kandungan hidrokarbon total
paling besar 0% (nol perseratus).

Pasal 95
(1) Pemegang izin dumping limbah B3, wajib:
a. melaksanakan kewajiban sebagaimana tercantum dalam izin dumping
limbah B3;
b. melakukan netralisasi atau penurunan kandungan hidrokarbon total
terhadap limbah B3 yang akan didumping;
c. melakukan penyimpanan limbah B3 yang dihasilkan di tempat
penyimpanan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 50 sampai dengan Pasal 53;
d. melakukan pengumpulan limbah B3 yang dihasilkannya sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55;
e. menaati baku mutu air limbah sesuai dengan peraturan perundang-
undangan;
f. melakukan pemantauan terhadap dampak lingkungan dari
pelaksanaan dumping limbah B3; dan
g. menyusun dan menyampaikan laporan pelaksanaan dumping limbah
B3.
(2) Laporan dumping limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g
paling sedikit memuat:
a. nama, sumber, dan jumlah limbah B3; dan
b. pelaksanaan dumping limbah B3 yang dihasilkannya.
(3) Laporan dumping limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
disampaikan kepada Menteri sesuai dengan izin penimbunan limbah B3
yang dihasilkan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan sejak izin
diterbitkan.

Bagian Kelima
Muatan Dalam Izin

Pasal 96
(1) Izin penyimpanan limbah B3, pengumpulan limbah B3, pemanfaatan
limbah B3, pengolahan limbah B3, penimbunan limbah B3, dan dumping
limbah B3 paling sedikit memuat:
a. identitas pemegang izin;

37
b. tanggal penerbitan izin;
c. masa berlaku izin;
d. persyaratan lingkungan hidup; dan
e. kewajiban pemegang izin.
(2) Persyaratan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
d paling sedikit berupa:
a. tata cara pengelolaan limbah B3; dan
b. baku mutu lingkungan hidup.
(3) Kewajiban pemegang izin penyimpanan limbah B3, pengumpulan limbah
B3, pemanfaatan limbah B3, pengolahan limbah B3, penimbunan limbah
B3, dan dumping limbah B3 paling sedikit meliputi:
a. melakukan pencatatan nama limbah B3, jenis limbah B3, tanggal
dihasilkan limbah B3 dan jumlah limbah B3 yang dikelola;
b. menyimpan limbah B3 yang akan dimanfaatkan, diolah, atau ditimbun
ke dalam tempat penyimpanan; dan
c. menyusun dan menyampaikan laporan pengelolaan limbah B3.

Bagian Keenam
Masa Berlaku Izin

Pasal 97
(1) Masa berlaku persetujuan uji coba pemanfaatan limbah B3 paling lama 1
(satu) tahun.
(2) Masa berlaku izin penyimpanan limbah B3, pengumpulan limbah B3,
pemanfaatan limbah B3, pengolahan limbah B3, penimbunan limbah B3,
dan dumping limbah B3 mengikuti masa berlaku izin lingkungan.
(3) Masa izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berakhir apabila:
a. dicabut oleh Menteri, gubernur, bupati/walikota;
b. badan usaha pemegang izin bubar atau dibubarkan; atau
c. izin lingkungan dicabut.

Bagian Ketujuh
Perubahan Izin

Pasal 98
(1) Pemegang izin penyimpanan limbah B3, pengumpul limbah B3, pemanfaat
limbah B3, pengolahan limbah B3, penimbunan limbah B3 dan/atau
dumping limbah B3 harus mengajukan perubahan izin apabila terjadi
perubahan terhadap:
a. identitas pemohon;
b. akta pendirian badan hukum;
c. nama dan karakteristik limbah B3 yang disimpan, dikumpul,
dimanfaatkan atau ditimbun; dan/atau
d. desain, teknologi, metode, proses, kapasitas, dan/atau fasilitas
penyimpanan, pengumpulan, pemanfaatan, pengolahan, penimbunan,
atau dumping limbah B3.
(2) Permohonan perubahan izin sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1)
huruf a dan huruf b diajukan secara tertulis kepada Menteri, gubernur,
atau bupati/walikota sesuai dengan kewenanganya paling lama 30 (tiga
puluh) hari kerja setelah terjadi perubahan.
(3) Permohonan perubahan izin sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1)
huruf c dan huruf d diajukan secara tertulis kepada Menteri, gubernur,
atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya paling lama 3 (tiga)
bulan sebelum terjadi perubahan.

38
(4) Permohonan perubahan izin dilengkapi dengan dokumen yang
menunjukkan perubahan terhadap persyaratan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).
(5) Apabila terjadi perubahan terhadap persyaratan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a dan/atau huruf b, Menteri melakukan evaluasi
administrasi terhadap permohonan perubahan izin paling lama 10
(sepuluh) hari kerja sejak permohonan perubahan izin diterima.
(6) Apabila terjadi perubahan terhadap persyaratan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c dan/atau huruf d, Menteri melakukan verifikasi
terhadap permohonan perubahan izin paling lama 45 (empatpuluh) hari
kerja sejak permohonan perubahan izin diterima.

BAB VI
REGISTRASI LIMBAH B3

Pasal 99
(1) Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib mengajukan permohonan
registrasi limbah B3 yang dihasilkannya kepada Menteri.
(2) Permohonan registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi
dengan:
a. hasil uji karakteristik limbah B3 yang diajukan;
b. proses produksi pada usaha dan/atau kegiatan yang menghasilkan
limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1); dan
c. bahan baku dan/atau bahan penolong yang digunakan dalam proses
produksi sebagaimana dimaksud pada huruf b.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara registrasi limbah B3
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam Peraturan Menteri.

BAB VII
PENGELOLAAN KEMASAN LIMBAH B3 BEKAS

Pasal 100
(1) Pengelolaan limbah B3 berupa produk bekas pakai dan/atau kadaluwarsa
yang mengandung B3 dapat dilakukan oleh setiap orang yang
menghasilkan, mengedarkan, dan/atau memanfaatkan produk yang
mengandung B3.
(2) Pengelolaan limbah B3 berupa produk bekas pakai dan/atau kadaluwarsa
yang mengandung B3 oleh setiap orang yang menghasilkan dan
mengedarkan produk yang mengandung B3 paling sedikit dilakukan
dengan penarikan kembali limbah B3 berupa produk bekas pakai dan/atau
kadaluwarsa yang mengandung B3.
(3) Penarikan kembali limbah B3 berupa produk bekas pakai dan/atau
kadaluwarsa yang mengandung B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dapat dilakukan melalui kerja sama dengan pihak lain dengan persetujuan
Menteri.
(4) Pengelolaan limbah B3 berupa produk bekas pakai dan/atau kadaluwarsa
yang mengandung B3 oleh setiap orang yang memanfaatkan produk yang
mengandung B3 paling sedikit dilakukan dengan:
a. penyimpanan limbah B3 berupa produk bekas pakai dan/atau
kadaluwarsa yang mengandung B3 di tempat penyimpanan limbah B3;
atau
b. penyerahan kembali limbah B3 berupa produk bekas pakai dan/atau
kadaluwarsa yang mengandung B3 kepada orang yang menghasilkan
atau mengedarkan produk yang mengandung B3.

39
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penarikan dan pengelolaan
limbah B3 berupa produk bekas pakai dan/atau kadaluwarsa yang
mengandung B3 diatur dalam Peraturan Menteri.

BAB VIII
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

Pasal 101
(1) Setiap orang yang melakukan kegiatan pengelolaan B3, limbah B3, dan
dumping limbah B3 wajib menjaga keselamatan dan kesehatan kerja.
(2) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Dalam melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan pengelolaan B3, limbah B3,
dan dumping limbah B3 wajib mengikutsertakan peranan tenaga kerjanya.
(4) Peranan tenaga kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan
sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan.

Pasal 102
(1) Untuk menjaga keselamatan dan kesehatan pekerja pengelolaan B3, limbah
B3, dan dumping limbah B3 wajib dilakukan uji kesehatan secara berkala.
(2) Uji kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.

BAB IX
PENANGGULANGAN PENCEMARAN DAN/ATAU KERUSAKAN LINGKUNGAN
HIDUP DAN PEMULIHAN FUNGSI LINGKUNGAN HIDUP

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 103
Setiap orang yang menghasilkan, mengangkut, mengedarkan, menyimpan,
memanfaatkan, membuang, mengolah, dan/atau menimbun B3, limbah B3
dan/atau dumping limbah B3 yang melakukan pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan hidup wajib melaksanakan:
a. penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; dan
b. pemulihan fungsi lingkungan hidup.

Pasal 104
(1) Penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 huruf a dilakukan dengan:
a. pemberian informasi peringatan pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup kepada masyarakat;
b. pengisolasian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
c. penghentian sumber pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup; dan/atau
d. cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
(2) Pemberian informasi peringatan pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan
melalui multimedia dan sirine paling lama 24 (duapuluh empat) jam sejak
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup diketahui.

40
(3) Pengisolasian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan cara paling
sedikit meliputi:
a. evakuasi sumber daya untuk menjauhi sumber pencemar dan/atau
kerusakan lingkungan hidup;
b. penggunaan alat pengendalian pencemaran untuk mencegah
meluasnya pencemaran dan/atau kerusakan;
c. identifikasi dan penetapan daerah berbahaya; dan
d. penyusunan dan penyampaian laporan terjadinya potensi pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup kepada Menteri, gubernur, dan
bupati/walikota.
(4) Penghentian sumber pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan dengan cara paling
sedikit meliputi:
a. Penghentian kegiatan proses produksi;
b. penghentian kegiatan pada fasilitas yang terkait dengan sumber
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
c. tindakan tertentu untuk meniadakan pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup pada sumbernya; dan
d. penyusunan dan penyampaian laporan pelaksanaan penghentian
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup kepada Menteri,
gubernur, dan bupati/walikota.
(5) Penanggulangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
menghilangkan tanggung jawab pidana dan/atau perdata lingkungan.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penanggulangan pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup diatur dalam Peraturan Menteri.

Pasal 105
(1) Dalam hal setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 tidak
melakukan penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 ayat (4) dalam jangka
waktu paling lambat 24 (duapuluh empat) jam sejak diketahuinya terjadi
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, Menteri, gubernur,
atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya menetapkan pihak
ketiga untuk melakukan penanggulangan pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup atas beban biaya setiap orang tersebut.
(2) Biaya penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berasal dari:
a. dana penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup; atau
b. dana penjaminan pemulihan lingkungan hidup.
(3) Biaya sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) diperhitungkan sebagai
biaya kerugian lingkungan.
(4) Besaran kerugian lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
ditetapkan berdasarkan hasil perhitungan yang disepakati antara Menteri,
gubernur, atau bupati/walikota dengan setiap orang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
(5) Tata cara perhitungan besaran kerugian lingkungan diatur dalam
Peraturan Menteri.

41
Bagian Kedua
Pemulihan Fungsi Lingkungan Hidup

Pasal 106
(1) Pemulihan fungsi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal
103 huruf b, dilakukan dengan:
a. penghentian sumber pencemaran dan pembersihan unsur pencemar;
b. remediasi;
c. rehabilitasi;
d. restorasi; dan/atau
e. cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
(2) Penghentian sumber pencemaran dan pembersihan unsur pencemar
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dengan cara paling
sedikit meliputi:
a. identifikasi lokasi, sumber dan jenis pencemar, dan besaran
pencemaran;
b. penghentian proses produksi;
c. penghentian kegiatan pada fasilitas yang terkait dengan sumber
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
d. tindakan tertentu untuk meniadakan pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup pada sumbernya; dan
e. penyusunan dan penyampaian laporan pelaksanaan penghentian
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup kepada Menteri,
gubernur, dan bupati/walikota.
(3) Remediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan
cara paling sedikit meliputi:
a. pemilihan teknologi remediasi;
b. penyusunan rencana dan pelaksanaan remediasi; dan
c. penyusunan dan penyampaian laporan pelaksanaan remediasi
pencemaran lingkungan hidup kepada Menteri, gubernur, dan
bupati/walikota.
(4) Rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan
dengan cara paling sedikit meliputi:
a. identifikasi lokasi, penyebab, dan besaran kerusakan lingkungan hidup;
b. pemilihan metode rehabilitasi;
c. penyusunan rencana dan pelaksanaan rehabilitasi; dan
d. penyusunan dan penyampaian laporan pelaksanaan rehabilitasi
kerusakan lingkungan hidup kepada Menteri, gubernur, dan
bupati/walikota.
(5) Pemulihan fungsi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dituangkan dalam dokumen rencana pemulihan fungsi lingkungan hidup.
(6) Dokumen rencana pemulihan fungsi lingkungan hidup sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) harus mendapat persetujuan dari Menteri.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai rincian pemulihan fungsi lingkungan
hidup diatur dalam Peraturan Menteri.

Pasal 107
(1) Pemulihan fungsi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal
101 dilaksanakan hingga memperoleh penetapan status telah selesainya
pemulihan lahan terkontaminasi dari Menteri.
(2) Penetapan status sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) paling sedikit
memuat:
a. tanggal penerbitan penetapan;
b. ringkasan hasil verifikasi;

42
c. pernyataan bahwa:
1. pemulihan fungsi lingkungan hidup yang dilaksanakan telah layak
dan dapat dihentikan; dan
2. lingkungan hidup telah kembali pada fungsi semula sebelum
terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan.
(3) Menteri dapat menolak permohonan penetapan status telah selesainya
pemulihan lahan terkontaminasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disertai dengan alasan penolakan.
(4) Tata cara untuk memperoleh status penetapan sebagaimana yang
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam peraturan Menteri.

BAB X
SISTEM TANGGAP DARURAT DALAM PENGELOLAAN B3 DAN LIMBAH B3

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 108
(1) Setiap orang yang menghasilkan, memanfaatkan, mengumpulkan,
menyimpan, dan/atau mengangkut B3 wajib memiliki sistem tanggap
darurat.
(2) Setiap penghasil, pemanfaat, pengumpul, penyimpan, pengangkut,
pengolah, dan/atau penimbun limbah B3 dan/atau dumping limbah B3
wajib memiliki sistem tanggap darurat.
(3) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang memproduksi B3,
mengelola B3 dan/atau mengelola limbah B3 wajib memberikan informasi
tentang sistem tanggap darurat kepada masyarakat.
(4) Sistem tanggap darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2)
merupakan sistem pengendalian keadaan darurat paling sedikit meliputi:
a. pencegahan dan kesiapsiagaan untuk menanggulangi kecelakaan yang
mungkin terjadi;
b. penanggulangan keadaan darurat kejadian kecelakaan;
c. kesiapsiagaan untuk mengevaluasi masyarakat dan karyawan; dan
d. pemulihan kualitas lingkungan hidup akibat kejadian kecelakaan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman sistem tanggap darurat
pengelolaan B3 dan limbah B3 diatur dalam Peraturan Menteri.

Pasal 109
Penanggulangan keadaan darurat kejadian kecelakaan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 108 ayat (4) huruf b paling sedikit meliputi:
a. tindakan penanggulangan keadaan darurat yang pelaksanaannya tidak
memerlukan bantuan dari pihak lain;
b. tindakan penanggulangan keadaan darurat yang pelaksanaannya
memerlukan bantuan dari tim tanggap darurat skala kabupaten/kota;
c. tindakan penanggulangan keadaan darurat yang pelaksanaannya
memerlukan bantuan dari tim tanggap darurat skala provinsi; dan
d. tindakan penanggulangan keadaan darurat yang pelaksanaannya
memerlukan bantuan dari tim tanggap darurat skala nasional

43
Bagian Kedua
Penyusunan Program Pencegahan dan Kesiapsiagaan Penanggulangan
Kecelakaan Pengelolaan B3 dan Limbah B3

Pasal 110
(1) Setiap orang yang menghasilkan, menyimpan, memanfaatkan, dan/atau
mengangkut B3 dan/atau limbah B3 wajib menyusun program pencegahan
kecelakaan dan program kedaruratan pengelolaan B3 dan/atau limbah B3
sesuai dengan kegiatan yang dilakukannya.
(2) Pencegahan kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit
meliputi:
a. penyertaan informasi sifat bahaya dan risiko kecelakaan pada setiap
kemasan dan tempat penyimpanan B3 dan/atau limbah B3;
b. penyediaan, pelatihan, dan evaluasi realisasi implementasi prosedur
operasi standar tata kerja proses produksi B3 dan/atau kegiatan
pengelolaan B3 dan/atau limbah B3 secara berkala;
c. penyediaan prosedur operasi standar dan pelatihan tindakan
penanggulangan dini terhadap suatu kejadian atau keadaan yang
berpotensi dapat mengakibatkan suatu kecelakaan.
(3) Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dan geladi keadaan
darurat diselenggarakan paling sedikit:
a. 1 (satu) kali dalam 2 (dua) tahun untuk skala kabupaten/kota;
b. 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) tahun untuk skala provinsi; dan
c. 1 (satu) kali dalam 4 (empat) tahun untuk skala nasional.
(4) Program kedaruratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. pencegahan dan kesiapsiagaan untuk penanggulangan kecelakaan;
b. penanggulangan keadaan darurat kejadian kecelakaan; dan
c. pemulihan kualitas lingkungan hidup akibat kecelakaan.

Pasal 111
(1) Kepala instansi lingkungan hidup kabupaten/kota menyusun program
kedaruratan pengelolaan B3 dan limbah B3 skala kabupaten/kota.
(2) Kepala instansi lingkungan hidup provinsi menyusun program kedaruratan
pengelolaan B3 dan limbah B3 skala provinsi.
(3) Menteri menyusun program kedaruratan pengelolaan B3 dan limbah B3
skala nasional.
(4) Penyusunan program sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1), ayat (2)
dan ayat (3) melibatkan instansi badan penanggulangan bencana sesuai
kewenangannya.
(5) Tata cara penyusunan program dan koordinasi pelaksanaanya di tetapkan
dalam peraturan Menteri.

Pasal 112
(1) Untuk memastikan sistem tanggap darurat pengelolaan B3 dan/atau
limbah B3 dapat dilaksanakan, setiap orang wajib menyelenggarakan
pelatihan dan geladi keadaan darurat untuk kegiatan yang dilakukannya
paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman sistem tanggap darurat
pengelolaan B3 dan limbah B3 diatur dalam Peraturan Menteri.

Pasal 113
Sistem tanggap darurat pengelolaan B3 dan limbah B3 skala nasional,
provinsi, kabupaten/kota dikoordinasikan oleh Kepala Badan Nasional
Penanggulangan Bencana, Badan Daerah Penanggulangan Bencana provinsi
dan/atau Badan Daerah Penanggulangan Bencana kabupaten/kota sesuai

44
dengan kewenangannya dan dilaksanakan bersama dengan setiap orang,
instansi yang bertanggung jawab bidang lingkungan, dan instansi terkait
lainnya di kabupaten/kota berdasarkan program kedaruratan pengelolaan B3
dan limbah B3 skala kabupaten/kota.

BAB XI
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN DALAM PENGELOLAAN B3
DAN LIMBAH B3

Bagian Kesatu
Pembinaan dalam Pengelolaan B3 dan Limbah B3

Pasal 114
(1) Menteri melakukan pembinaan terhadap:
a. instansi lingkungan hidup provinsi; dan
b. instansi lingkungan hidup kabupaten/kota.
(2) Instansi lingkungan hidup provinsi melakukan pembinaan terhadap
instansi lingkungan hidup kabupaten/kota.
(3) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sekurang-
kurangnya melalui:
a. pendidikan dan pelatihan pengelolaan B3 dan limbah B3;
b. bimbingan teknis pengelolaan B3 dan limbah B3; dan
c. penetapan norma, standar, prosedur, dan/atau kriteria pengelolaan B3
dan limbah B3.

Bagian Kedua
Pengawasan dalam Pengelolaan B3, Limbah B3,
dan Dumping Limbah B3

Pasal 115
(1) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya
melakukan pengawasan terhadap ketaatan:
a. setiap orang yang memasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia, menghasilkan, mengangkut, mengedarkan,
menyimpan, memanfaatkan, membuang, mengolah, dan/atau
menimbun B3;
b. setiap orang yang menghasilkan limbah B3 dan pengumpul,
pengangkut, pemanfaat, pengolah, dan/atau penimbun limbah B3;
c. pelaksanaan pemulihan fungsi lingkungan hidup; dan
d. setiap orang yang melakukan dumping limbah B3,
atas ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah ini.
(2) Dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota menetapkan pejabat pengawas
lingkungan hidup yang merupakan pejabat fungsional.

Pasal 116
(1) Pengawasan terhadap ketaatan setiap orang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 115 dilakukan melalui kegiatan:
a. verifikasi terhadap laporan pengelolaan B3, pengelolaan limbah B3,
dan/atau dumping limbah B3;
b. pengecekan lapangan atau inspeksi; dan/atau
c. cara lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan.
(2) Ketentuan mengenai tata cara pengawasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri.

45
Pasal 117
Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 dilakukan oleh:
a. Menteri, untuk pengelolaan B3;
b. Menteri, untuk izin pengelolaan limbah B3 yang diterbitkan oleh Menteri
dan dumping;
c. gubernur, untuk izin pengumpulan limbah B3 skala provinsi; dan
d. bupati/walikota, untuk izin penyimpanan limbah B3 dan pengumpulan
limbah B3 skala kabupaten/kota.

BAB XII
PENDANAAN

Pasal 118
(1) Permohonan registrasi B3 didanai oleh setiap orang yang:
a. memasukkan B3 ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia; dan
b. menghasilkan B3.
(2) Permohonan izin pengelolaan limbah B3 didanai oleh penghasil limbah B3,
pengumpul limbah B3, pengangkut limbah B3, pemanfaat limbah B3, dan
penimbun limbah B3.
(3) Permohonan izin dumping limbah B3 didanai oleh setiap orang yang
melakukan dumping limbah B3.
(4) Penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dan
pemulihan fungsi lingkungan hidup didanai oleh setiap orang yang:
a. memasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,
menghasilkan, mengangkut, mengedarkan, menyimpan,
memanfaatkan, membuang, mengolah, dan/atau menimbun B3 yang
melakukan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup;
b. menghasilkan limbah B3, pengumpul, pengangkut, pemanfaat,
pengolah, dan/atau penimbun limbah B3; dan
c. melakukan dumping limbah B3.
(5) Pelatihan dan geladi kedaruratan untuk kegiatan pengelolaan B3 dan
limbah B3 didanai oleh setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
huruf a dan huruf b.

Pasal 119
Dana untuk:
a. pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota; dan
b. pelatihan dan geladi kedaruratan,
dialokasikan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.

BAB XIII
SANKSI ADMINISTRATIF

Pasal 120
(1) Setiap orang yang menghasilkan, mengangkut, mengedarkan, menyimpan,
memanfaatkan, membuang, mengolah, dan/atau menimbun B3 yang
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), Pasal
5 ayat (1), Pasal 12 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 13, Pasal 15 ayat (1) dan
ayat (4), Pasal 16, Pasal 18 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 21 ayat (1),
Pasal 23 ayat (1), Pasal 26 ayat (1), Pasal 27 ayat (1), Pasal 29 ayat (1),

46
Pasal 103, Pasal 108 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 110 ayat (1), dan Pasal 112
ayat (1) dapat diterapkan teguran tertulis paling banyak 3 (tiga) kali oleh
Menteri.
(2) Setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menindaklanjuti
teguran tertulis dalam jangka waktu paling lama 15 (limabelas) hari sejak
tanggal diterbitkannya teguran tertulis.
(3) Apabila setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak mematuhi
teguran tertulis, Menteri dapat menerapkan paksaan pemerintah.
(4) Paksaan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa:
a. penghentian sementara kegiatan produksi;
b. pembongkaran;
c. penyitaan terhadap barang atau alat yang berpotensi menimbulkan
pelanggaran; dan/atau
d. penghentian sementara seluruh kegiatan.

Pasal 121
(1) Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 dan pengumpul, pengangkut,
pemanfaat, penimbun limbah B3, dan dumping limbah B3 yang melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1), Pasal 32 ayat
(1), Pasal 38 ayat (1), ayat (2) ayat (3), Pasal 42 ayat (1), Pasal 44 ayat (4),
Pasal 49, Pasal 56, Pasal 57 ayat (2), Pasal 58, Pasal 59, Pasal 61 ayat (2),
Pasal 63, Pasal 68, Pasal 74, Pasal 75, Pasal 76 ayat (1), Pasal 91 ayat (1),
Pasal 95 ayat (1), Pasal 103, Pasal 108 ayat (2), Pasal 110 ayat (1), dan
Pasal 112 ayat (1) dapat diterapkan teguran tertulis paling banyak 3 (tiga)
kali oleh Menteri.
(2) Setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menindaklanjuti
teguran tertulis dalam jangka waktu paling lama 15 (limabelas) hari sejak
tanggal ditetapkannya teguran tertulis.
(3) Apabila setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak mematuhi
teguran tertulis, Menteri menerapkan paksaan pemerintah.
(4) Paksaan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa:
a. penghentian sementara kegiatan produksi;
b. penutupan saluran pembuangan air limbah atau emisi;
c. pembongkaran;
d. penyitaan terhadap barang atau alat yang berpotensi menimbulkan
pelanggaran;
e. penghentian sementara seluruh kegiatan; atau
f. tindakan lain yang bertujuan untuk menghentikan pelanggaran dan
tindakan memulihkan fungsi lingkungan hidup.
(5) Apabila setiap orang tidak mematuhi paksaan pemerintah sebagaimana
dimaksud pada ayat (4), Menteri membekukan izin pengumpulan limbah
B3 skala nasional, izin pemanfaatan limbah B3, izin pengolahan limbah B3,
dan/atau izin penimbunan limbah B3.
(6) Apabila selama pembekuan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (5),
setiap orang tetap melakukan kegiatan pengelolaan limbah B3, Menteri
mencabut izin.

Pasal 122
(1) Setiap pengumpul limbah B3 skala provinsi yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (2) dapat diterapkan teguran
tertulis paling banyak 3 (tiga) kali oleh gubernur.
(2) Setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menindaklanjuti
teguran tertulis dalam jangka waktu paling lama 15 (limabelas) hari sejak
tanggal ditetapkannya teguran tertulis.

47
(3) Apabila setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak mematuhi
teguran tertulis, gubernur menerapkan paksaan pemerintah.
(4) Paksaan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa:
a. penghentian sementara kegiatan produksi;
b. pembongkaran;
c. penyitaan terhadap barang atau alat yang berpotensi menimbulkan
pelanggaran;
d. penghentian sementara seluruh kegiatan; atau
e. tindakan lain yang bertujuan untuk menghentikan pelanggaran dan
tindakan memulihkan fungsi lingkungan hidup.
(5) Apabila setiap orang tidak mematuhi paksaan pemerintah sebagaimana
dimaksud pada ayat (4), gubernur membekukan izin pengumpulan limbah
B3.
(6) Apabila selama pembekuan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (5),
setiap orang tetap melakukan kegiatan pengumpulan limbah B3, gubernur
mencabut izin.

Pasal 123
(1) Setiap penyimpan limbah B3 dan pengumpul limbah B3 skala
kabupaten/kota yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 50 ayat (2), Pasal 55 ayat (2), dan Pasal 56 dapat diterapkan teguran
tertulis paling banyak 3 (tiga) kali oleh bupati/walikota.
(2) Teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib di tindaklanjuti
dalam jangka waktu paling lama 15 (limabelas) hari sejak tanggal
ditetapkannya teguran tertulis.
(3) Apabila setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak mematuhi
teguran tertulis, bupati/walikota menerapkan paksaan pemerintah.
(4) Paksaan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa:
a. penghentian sementara kegiatan produksi;
b. penutupan saluran pembuangan air limbah atau emisi;
c. pembongkaran;
d. penyitaan terhadap barang atau alat yang berpotensi menimbulkan
pelanggaran;
e. penghentian sementara seluruh kegiatan; atau
f. tindakan lain yang bertujuan untuk menghentikan pelanggaran dan
tindakan memulihkan fungsi lingkungan hidup.
(5) Apabila setiap orang tidak mematuhi paksaan pemerintah sebagaimana
dimaksud pada ayat (4), bupati/walikota membekukan izin penyimpanan
dan/atau izin pengumpulan limbah B3 skala kabupaten/kota.
(6) Apabila selama pembekuan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
setiap orang tetapmelakukan kegiatan pengelolaan limbah B3,
bupati/walikota mencabut izin.

BAB XIV
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 124
Apabila masih terdapat hasil produksi B3 yang dikategorikan sebagai B3 yang
dapat dimanfaatkan dan/atau B3 yang terbatas untuk dimanfaatkan tetapi
belum diregistrasi, B3 tersebut wajib diregistrasikan oleh penghasil B3 paling
lambat 1 (satu) tahun setelah diundangkan Peraturan Pemerintah ini.

48
Pasal 125
Izin pengelolaan limbah B3 dan dumping limbah B3 yang telah diterbitkan
sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini dinyatakan tetap berlaku
sampai dengan masa berlakunya berakhir.

Pasal 126
Apabila limbah B3 berupa serbuk bor dan lumpur bor dari kegiatan
pertambangan di laut akan dilakukan dumping limbah B3 ke laut
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (2) huruf b dan huruf c memiliki
kandungan hidrokarbon total lebih dari 0% (nol perseratus) tetapi kurang dari
10% (sepuluh perseratus), setiap orang yang melakukan dumping harus
mengupayakan pengurangan kandungan hidrokarbon tersebut sampai dengan:
a. paling tinggi 5% (lima perseratus) pada tahun 2017; dan
b. 0% (nol perseratus) pada tahun 2025.

BAB XV
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 127
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua peraturan
perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari:
a. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2001 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4153); dan
b. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3815) sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 85 Tahun 1999
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 190, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3910),
dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum
diganti dengan peraturan baru berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 128
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku:
a. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2001 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4153); dan
b. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3815) sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 85 Tahun 1999
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 190, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3910),
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 129
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

49
Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan
Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO


Diundangkan di Jakarta
pada tanggal
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,

AMIR SYAMSUDIN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 NOMOR _

50
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR ... TAHUN 2013
TENTANG
PENGELOLAAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN, PENGELOLAAN LIMBAH
BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN, DAN DUMPING LIMBAH BAHAN
BERBAHAYA DAN BERACUN

I. UMUM

Meningkatnya kegiatan pembangunan di Indonesia dapat mendorong


peningkatan penggunaan bahan berbahaya dan beracun (B3) di berbagai
sektor seperti industri, pertambangan, pertanian dan kesehatan. B3 tersebut
dapat berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri (impor). B3 yang
dihasilkan dari dalam negeri, juga ada yang diekspor ke suatu negara tertentu.
Proses impor dan ekspor ini semakin mudah untuk dilakukan dengan
masuknya era globalisasi.

Selama empat dekade terakhir, penggunaan dan jumlah B3 di Indonesia


semakin meningkat. Penggunaan B3 yang terus meningkat dan tersebar luas
di semua sektor apabila pengelolaannya tidak dilakukan dengan baik, maka
akan dapat menimbulkan kerugian terhadap kesehatan manusia, mahluk
hidup lainnya dan lingkungan hidup, seperti pencemaran udara, pencemaran
tanah, pencemaran air, dan pencemaran laut. Agar pengelolaan B3 tidak
mencemari lingkungan hidup dan untuk mencapai derajat keamanan yang
tinggi, dengan berpijak pada prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dan
peningkatan kualitas hidup manusia, maka diperlukan peningkatan upaya
pengelolaannya dengan lebih baik dan terpadu.

B3 yang dihasilkan dan/atau dipergunakan di berbagai sektor kegiatan yang


telah menjadi limbah wajib dilakukan pengelolaan sesuai kaidah dan prinsip
pengelolaan limbah B3 yaitu melakukan minimisasi limbah B3, melakukan
pengelolaan sedekat mungkin dengan sumber limbah B3, setiap orang yang
menghasilkan limbah B3 bertanggung jawab terhadap limbah B3, dan
pengelolaan limbah B3 dilakukan dari sumber sampai ke penimbunan (from
cradle to grave).

Limbah B3 yang dibuang langsung ke dalam lingkungan dapat menimbulkan


bahaya terhadap lingkungan dan kesehatan manusia serta makhluk hidup
lainnya. Mengingat risiko tersebut, perlu diupayakan agar setiap kegiatan
menghasilkan limbah B3 seminimal mungkin dan mencegah masuknya limbah
B3 dari luar wilayah Indonesia. Peran Pemerintah Indonesia dalam
pengawasan perpindahan lintas batas limbah B3 tersebut telah dilakukan
melalui ratifikasi Konvensi Basel pada tanggal 12 Juli 1993 dengan Keputusan
Presiden Nomor 61 Tahun 1993.

Hierarki pengelolaan limbah B3 dimaksudkan agar limbah B3 yang dihasilkan


masing-masing unit produksi sesedikit mungkin dan bahkan diusahakan
sampai nol, dengan mengupayakan reduksi pada sumber dengan pengolahan
bahan, substitusi bahan, pengaturan operasi kegiatan, dan digunakannya
teknologi bersih. Bilamana masih dihasilkan limbah B3 maka diupayakan
pemanfaatan limbah B3.

 
1
Pemanfaatan limbah B3 yang mencakup kegiatan penggunaan kembali (reuse),
daur ulang (recycle), dan perolehan kembali (recovery) merupakan satu mata
rantai penting dalam pengelolaan limbah B3. Reuse merupakan penggunaan
kembali limbah B3 dengan tujuan yang sama tanpa melalui proses tambahan
secara kimia, fisika, biologi, dan/atau secara termal, recycle merupakan
mendaur ulang komponen yang bermanfaat melalui proses tambahan secara
kimia, fisika, biologi, dan/atau secara termal yang menghasilkan produk yang
sama ataupun produk yang berbeda, dan recovery merupakan perolehan
kembali komponen bermanfaat dengan proses kimia, fisika, biologi, dan/atau
secara termal.

Dengan teknologi pemanfaatan limbah B3 di satu pihak dapat dikurangi


jumlah limbah B3 sehingga biaya pengolahan limbah B3 juga dapat ditekan
dan di lain pihak akan dapat meningkatkan kemanfaatan bahan baku. Hal ini
pada gilirannya akan mengurangi kecepatan pengurasan sumber daya alam.

Untuk menghilangkan atau mengurangi risiko yang dapat ditimbulkan dari


limbah B3 yang dihasilkan maka limbah B3 yang telah dihasilkan perlu
dikelola secara khusus.

Kebijakan pengelolaan B3 yang ada saat ini masih diselenggarakan secara


parsial oleh berbagai instansi terkait, sehingga dalam penerapannya masih
banyak menemukan kendala. Di samping itu, pengelolaan B3, limbah B3 dan
dumping belum dilakukan dalam bentuk pengaturan yang terpadu sementara
B3 atau limbah B3 dapat menimbulkan kerugian terhadap kesehatan manusia,
mahluk hidup lainnya dan lingkungan hidup apabila tidak dilakukan
pengelolaan dengan benar. Oleh karena itu, maka semakin disadari perlunya
Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan B3 dan Limbah B3 yang secara
terpadu mengatur kegiatan produksi, penyimpanan, pengemasan, pemberian
simbol dan label, pengangkutan, penggunaan, impor, ekspor dan
pembuangannya untuk B3 serta penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan,
pengolahan, pemanfaatan, dan penimbunan untuk limbah B3. Pentingnya
penyusunan Peraturan Pemerintah ini secara tegas juga disebutkan dalam
Agenda 21 Indonesia, Strategi Nasional Untuk Pembangunan Berkelanjutan
dan sebagai pelaksanaan dari Pasal 58 ayat (2) dan Pasal 59 ayat (7) Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup.

Pengelolaan limbah B3 merupakan suatu rangkaian kegiatan yang mencakup


penyimpanan, pengumpulan, pemanfaatan, pengangkutan, dan pengolahan
limbah B3 termasuk penimbunan hasil pengolahan tersebut. Dalam rangkaian
kegiatan tersebut terkait beberapa pihak yang masing-masing merupakan
mata rantai dalam pengelolaan limbah B3, yaitu:
a. penghasil limbah B3;
b. pengumpul limbah B3;
c. pengangkut limbah B3;
d. pemanfaat limbah B3;
e. pengolah limbah B3; dan
f. penimbun limbah B3.

Dengan pengolahan limbah sebagaimana tersebut di atas, maka mata rantai


siklus perjalanan limbah B3 sejak dihasilkan oleh penghasil limbah B3 sampai
penimbunan akhir oleh pengolah limbah B3 dapat diawasi. Setiap mata rantai
perlu diatur, sedangkan perjalanan limbah B3 dikendalikan dengan sistem
manifes limbah B3. Dengan sistem manifes dapat diketahui berapa jumlah B3
 
2
yang dihasilkan dan berapa yang telah dimasukkan ke dalam proses
pengolahan dan penimbunan tahap akhir yang telah memiliki persyaratan
lingkungan.

Dumping limbah ke darat maupun ke laut merupakan alternatif paling akhir


dalam pengelolaan limbah, termasuk dumping beberapa jenis limbah B3.
Dumping limbah B3 yang memiliki toksisitas tinggi dilarang dilakukan di laut
berdasarkan kajian ilmiah, referensi internasional, maupun konvensi
Internasional. Larangan dan pembatasan dumping ke laut dimaksudkan untuk
melindungi ekosistem laut serta menghindari terjadinya pencemaran dan
perusakan lingkungan hidup di laut karena air laut merupakan media yang
mudah dan cepat menyebarkan polutan dan/atau zat pencemar. Untuk itu,
dumping limbah ke laut hanya dapat dilakukan apabila suatu limbah
dihasilkan dari kegiatan di laut dan tidak dapat dilakukan pengelolaan di darat
berdasarkan pertimbangan lingkungan hidup, teknis, dan ekonomi.

Dumping limbah wajib memenuhi persyaratan jenis dan kualitas limbah serta
lokasi sehingga dumping tidak akan menimbulkan kerugian terhadap
kesehatan manusia, mahluk hidup lainnya dan lingkungan hidup.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup jelas.

Pasal 2
Cukup jelas.

Pasal 3
Ayat (1)
Termasuk dalam pengelolaan B3 yaitu pemanfaatan B3 sesuai
dengan tujuan pemanfaatannya. Sebagai contoh, pemanfaatan
formalin untuk pengawetan makanan dilarang karena
pemanfaatan formalin adalah untuk industri dan/atau kegiatan
lain nonmakanan dan minuman.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan B3 senyawa tunggal adalah B3 yang
terdiri satu jenis B3.
Huruf b
Yang dimaksud dengan B3 senyawa campuran adalah
gabungan dua atau lebih B3 yang tidak bereaksi dan
masing-masing B3 tetap sesuai dengan karakteristiknya.
huruf c
Yang dimaksud dengan B3 preparat adalah sediaan B3 yang
digunakan untuk produk yang berbasis B3.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.

 
3
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Jumlah yang tidak menimbulkan bahaya terhadap
kesehatan manusia dan lingkungan hidup untuk
kepentingan penelitian dalam ketentuan ayat ini yaitu 100
ml atau 100 mg.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 4
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan dimanfaatkan dalam ketentuan ini
adalah memasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia, menghasilkan, mengangkut,
mengedarkan, menyimpan, membuang, mengolah, dan/atau
menimbun B3.
Huruf c
Yang dimaksud dengan dimanfaatkan dalam ketentuan ini
adalah memasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia, menghasilkan, mengangkut,
mengedarkan, menyimpan, membuang, mengolah, dan/atau
menimbun B3.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 5
Ayat (1)
B3 yang telah ditetapkan dalam daftar sebagai B3 yang dapat
dimanfaatkan, terbatas dimanfaatkan, dan dilarang dimanfaatkan
sebagaimana tercantum dalam lampiran I, Lampiran II, dan
Lampiran III Peraturan Pemerintah ini tidak memerlukan uji
karakteristik karena penetapannya sebagai B3 telah didasarkan
pada hasil uji karakteristik, lembaran data keselamatan, Konvensi
Rotterdam, Konvensi Stockholm, dan referensi ilmiah terkait.
Ayat (2)
Cukup jelas.
 
4
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 6
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan identitas B3 meliputi:
a. Rumus molekul;
b. Nama senyawa kimia;
c. Nama dagang kimia; dan
d. Nomor chemical abstract service.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas.
Huruf n
Cukup jelas.
Huruf o
Cukup jelas.
Huruf p
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
 
5
Pasal 7
Cukup jelas.

Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
B3 yang diatur dalam ketentuan ini merupakan B3 yang memiliki
dampak atau risiko terhadap kesehatan manusia dan lingkungan.
Klasifikasi B3 sebagai B3 yang berbahaya secara fisik, berbahaya
terhadap kesehatan manusia, dan berbahaya terhadap lingkungan
dimaksudkan hanya untuk klasifikasi atau pembagian
berdasarkan metode uji karakteristik sebagaimana diatur dalam
sistem global terharmonisasi mengenai klasifikasi dan pelabelan
bahan kimia (Globally Harmonized System of Classification and
Labelling of Chemicals).
Ayat (3)
Huruf a
Yang dimaksud dengan bahan eksplosif adalah zat padat atau
cair atau campurannya yang mampu menghasilkan gas melalui
reaksi kimia pada suhu dan tekanan yang segera dapat
menyebabkan kerusakan terhadap sekelilingnya.
Huruf b
Yang dimaksud dengan gas mudah menyala adalah gas yang
mempunyai rentang nyala (flammable range) jika bercampur
dengan udara pada suhu 20oC dan tekanan 101,3 kilo Pascal
(kPa) atau 1 atmosfer (atm).
Huruf c
Yang dimaksud dengan aerosol mudah menyala adalah gas
yang ditekan, dicairkan atau larut dalam wadah bertekanan
yang terbuat dari logam, kaca atau plastik, baik yang
mengandung cairan, pasta atau serbuk.
Klasifikasi aerosol mudah menyala didasarkan pada:
1. Konsentrasi dari komponen mudah terbakar
2. Panas kimia pembakaran (terutama untuk pengangkutan
atau penyimpanan)
3. Hasil dari uji buih (aerosol buih) (terutama untuk pekerja
atau konsumen)
4. Uji jarak pembakaran (aerosol semprot) (terutama untuk
pekerja atau konsumen)
Aerosol dikategorikan sebagai:
1. tidak mudah terbakar, jika konsentrasi dari komponen
mudah terbakarnya ≤ 1% dan panas pembakarannya <20
kJ/gr.
2. sangat mudah sekali terbakar, jika konsentrasi komponen
mudah terbakarnya > 85% dan panas pembakarannya ≥ 30
kJ/gr untuk menghindari pengujian yang berlebih.
Huruf d
Yang dimaksud dengan cairan mudah menyala (terbakar)
adalah cairan yang memiliki titik nyala lebih kecil atau sama

 
6
dengan 93oC pada tekanan 1 atm. Kategori tingkat cairan
mudah menyala (terbakar) dapat dilihat dalam tabel berikut:

Tabel 1. Cairan Mudah Terbakar


Kategori Kriteria
1 Titik nyala < 23 C dan titik didih awal ≤ 35oC
o

(95oF)
2 Titik nyala < 23oC dan titik didih awal > 35oC
(95oF)
3 Titik nyala ≥ 23oC dan titik didih awal ≤ 60oC
(140oF)
4 Titik nyala ≥ 60oC (140oF) dan ≤ 93oC (200oF)
Huruf e
Yang dimaksud dengan padatan mudah menyala adalah
padatan yang mudah terbakar, atau dapat menyebabkan atau
menimbulkan kebakaran akibat suatu gesekan atau ketika
kontak singkat dengan sumber panas.

Tabel 2. Padatan Mudah Menyala (terbakar)


Ketegori Kriteria
1 Uji laju pembakaran:
Bahan atau campuran selain serbuk logam:
a. zona basah tidak menghentikan api
b. waktu pembakaran < 45 detik atau laju
pembakaran > 2,2 mm/detik.
Serbuk logam: waktu pembakaran ≤ 5 menit
2 Uji laju pembakaran:
Bahan atau campuran selain serbuk logam:
a. zona basah tidak menghentikan api paling
tidak selama 4 menit
b. waktu pembakaran < 45 detik atau laju
pembakaran >2,2 mm/detik.
Serbuk logam: waktu pembakaran > 5 menit
dan ≤ 10 menit
Huruf f
Bahan atau campuran yang apabila kontak dengan air
melepaskan/mengemisikan gas mudah terbakar adalah
padatan atau cairan yang mampu menjadi mudah terbakar
secara spontan atau mengeluarkan gas mudah terbakar dalam
jumlah yang membahayakan saat berinteraksi dengan air.

Tabel 3. Senyawa yang menghasilkan gas yang mudah terbakar


jika kontak dengan air
Kategori Kriteria
1 ≥ 10 L/kg/1 menit
2 ≥ 20 L/kg/1 jam + (dan/atau)
< 10 L/kg/1 menit
3 ≥ 1 L/kg/1 jam + (dan/atau)
< 20 L/kg/1 jam
Tidak < 1 L/kg/1 jam
terklasifikasi

 
7
Huruf g
Yang dimaksud dengan bahan atau campuran swapanas
adalah padatan atau cairan yang mampu menghasilkan panas
karena bereaksi dengan udara dan tanpa suplai energi.
Perbedaannya dengan senyawa piroforik adalah dalam hal
kemampuan menyala yang hanya terjadi dalam jumlah yang
besar (kg) dan setelah selang waktu yang panjang (jam atau
hari).
Huruf h
Yang dimaksud dengan gas oksidator adalah gas yang
umumnya dapat menyediakan oksigen, menyebabkan atau
berperan terhadap terjadinya pembakaran suatu
material/bahan lain dan mempunyai kemampuan bakar yang
lebih besar dibandingkan dengan udara.
Huruf i
Yang dimaksud dengan cairan oksidator adalah cairan yang
umumnya dapat menyediakan oksigen, meyebabkan atau
berperan terhadap terjadinya kebakaran material lain,
walaupun sifat cairan itu sendiri tidak mudah terbakar.
Huruf j
Yang dimaksud dengan padatan oksidator adalah padatan yang
tidak mudah terbakar, umumnya dapat menghasilkan oksigen,
menyebabkan atau berperan dalam pembakaran
material/bahan lain.
Huruf k
Yang dimaksud dengan oksidator organik adalah cairan atau
padatan organik atau berupa campurannya dengan zat lain,
dan memiliki struktur bivalen O-O dianggap sebagai turunan
hidrogen peroksida, yang salah satu atau kedua atom
hidrogennya diganti oleh radikal organik dan memiliki salah
satu atau lebih sifat-sifat berikut:
a. mudah meledak;
b. mudah terbakar;
c. rentan terhadap getaran atau gesekan; dan/atau
d. sangat reaktif dengan senyawa lain.

Table 4. Peroksida Organik


Jenis Kriteria
A Dapat meledak dengan cepat dalam
kemasannya.
B Memiliki sifat eksplosif, tidak meledak atau
tidak deflagrate dengan cepat dalam
kemasannya, namun dapat mengalami
ledakan dalam kemasannya karena
pengaruh termal.
C Memiliki sifat eksplosif, namun dalam
kemasannya tidak dapat meledak secara
cepat atau tidak mengalami ledakan karena
pengaruh termal.
D 1. Meledak secara parsial, tidak deflagrate
dengan cepat dan tidak memperlihatkan
efek yang keras ketika dipanaskan di
bawah batasan, atau
 
8
Jenis Kriteria
2. Tidak meledak sama sekali, deflagrate
perlahan dan memperlihatkan efek keras
ketika dipanaskan di bawah batasan,
atau
3. Tidak meledak atau deflagrate sama
sekali dan memperlihatkan efek
menengah ketika dipanaskan di bawah
batasan.
E Tidak meledak atau deflagrate sama sekali
dan memperlihatkan efek yang rendah atau
bahkan tidak ada efeknya ketika
dipanaskan di bawah batasan.
F Tidak meledak pada keadaan gelembung
terkavitasi, juga tidak deflagrate sama
sekali dan hanya memperlihatkan efek yang
rendah atau bahkan tidak ada ketika
dipanaskan di bawah batasan seperti
halnya eksplosif kekuatan rendah atau
tidak eksplosif.
G Tidak meledak pada keadaan terkavitasi,
juga tidak deflagrate sama sekali dan tidak
memperlihatkan efek ketika dipanaskan di
bawah batasan, juga tidak memperlihatkan
kekuatan eksplosif apapun, yang termasuk
stabil dari segi termal (suhu percepatan
dekomposisinya 60oC-75oC untuk kemasan
50 kg) dan untuk campuran cair, diluen
yang memiliki titik didih tidak kurang dari
150oC digunakan untuk desensitisasi.
Huruf l
Yang dimaksud dengan bahan atau campuran swareaktif
adalah padatan atau cairan yang tidak stabil secara termal
yang mampu mengalami dekomposisi termal eksotermik yang
kuat meskipun tanpa bantuan oksigen (udara). Definisi ini
tidak termasuk bahan-bahan eksplosif, peroksida organik atau
sebagai oksidator yang diklasifikasikan yang sesuai dengan
kriteria GHS.

Bahan dan campuran swareaktif dianggap bersifat mudah


meledak juga pada saat diuji di laboratorium formulasinya
dapat memicu ledakan, meledak secara cepat atau
menunjukan efek yang merusak jika dipanaskan dalam suatu
wadah yang kecil/sempit/terbatas.

Kriteria klasifikasi:
Zat yang bersifat eksplosif, padatan atau cairan oksidator,
peroksida organik yang panas penguraiannya kurang dari 300
J/gr atau suhu percepatan penguraiannya lebih besar dari
750C untuk kemasan 50 (lima puluh) kilogram tidak termasuk
zat swareaktif, kecuali campuran zat-zat oksidator yang
mengandung bahan organik mudah terbakar 5 (lima) persen
atau lebih.

 
9
Tabel 5. Bahan Swareaktif
Jenis Kriteria
A Dapat meledak dengan cepat dalam kemasannya.
B Memiliki sifat eksplosif, tidak meledak atau tidak
deflagrate dalam kemasannya, tapi mampu
mengalami ledakan termal dalam kemasannya.
C Memiliki sifat eksplosif, tidak dapat meledak
dengan cepat atau mengalami ledakan termal
dalam kemasannya.
D 1. Meledak secara parsial, tidak deflagrate dengan
cepat dan tidak memperlihatkan efek yang
keras ketika dipanaskan di bawah batasan,
atau
2. Tidak meledak sama sekali, deflagrate perlahan
dan memperlihatkan efek keras ketika
dipanaskan di bawah batasan, atau
3. Tidak meledak atau deflagrate sama sekali dan
memperlihatkan efek menengah ketika
dipanaskan di bawah batasan.
E Tidak meledak atau deflagrate sama sekali dan
memperlihatkan efek yang rendah atau bahkan
tidak ada efeknya ketika dipanaskan di bawah
batasan.
F Tidak meledak pada keadaan gelembung
terkavitasi, juga tidak deflagrate sama sekali dan
hanya memperlihatkan efek yang rendah atau
bahkan tidak ada ketika dipanaskan di bawah
batasan seperti halnya eksplosif kekuatan rendah
atau tidak eksplosif.
G Tidak meledak pada keadaan terkavitasi, juga
tidak deflagrate sama sekali dan tidak
memperlihatkan efek ketika dipanaskan di bawah
batasan, juga tidak memperlihatkan kekuatan
eksplosif apapun, yang termasuk stabil dari segi
termal (suhu percepatan dekomposisinya 60oC-
75oC untuk kemasan 50 kg) dan untuk campuran
cair, diluen yang memiliki titik didih tidak kurang
dari 150oC digunakan untuk desensitisasi.
Huruf m
Yang dimaksud dengan cairan piroforik adalah cairan yang
walaupun jumlahnya sedikit, mampu menyala dalam 5 (lima)
menit setelah kontak dengan udara.
Contoh cairan piroforik: Boran trietil [B(C2H5)3].
Huruf n
Yang dimaksud dengan padatan pirofirik adalah padatan yang
walaupun jumlahnya sedikit, mampu menyala dalam 5 menit
setelah kontak dengan udara.
Contoh padatan piroforik: Li(CH3), Zn(CH3)2, B(CH3)3 dan
Al2(CH3)6.
Huruf o
Yang dimaksud dengan gas bertekanan adalah gas yang
dikemas dalam wadah pada tekanan 200 kPa atau lebih, atau

 
10
sebagai cairan yang didinginkan. Gas tersebut terdiri atas gas
bertekanan, gas dicairkan, gas terlarut dan gas cair yang
didinginkan.

Tabel 6. Gas bertekanan


Kelompok Kriteria
Gas Gas yang ketika dikemas bertekanan
bertekanan/ seluruhnya tetap sebagai gas pada -50oC,
termampatkan termasuk semua gas yang suhu kritis ≤-
50oC
Gas dicairkan Gas yang ketika dikemas di bawah
tekanan, sebagian berupa cairan pada
suhu di atas -50oC. suatu perbedaan
dibuat antara:
1. Gas dicairkan bertekanan tinggi; gas
dengan suhu kritis*) antara -50oC dan
+65oC
2. Gas dicairkan bertekanan rendah; gas
dengan suhu kritis di atas +65oC.
Gas cair Gas yang ketika dikemas menjadi cair
didinginkan sebagian karena suhu rendah
Gas terlarut Gas yang ketika dikemas di bawah
tekanan, terlarut dalam pelarut fasa cair
Keterangan:
*) Suhu kritis adalah suhu ketika suatu gas murni tidak
dapat dicairkan pada tingkat kompresi (tekanan)
berapapun.
Huruf p
Yang dimaksud dengan korosif pada logam adalah bahan atau
suatu campuran yang dapat menyebabkan kerusakan atau
bahkan menghancurkan logam.
Ayat (4)
Huruf a
Yang dimaksud dengan beracun/toksisitas akut mengacu pada
efek merugikan yang terjadi akibat paparan dosis tunggal atau
berulang suatu zat melalui rute atau paparan oral, kontak
dengan kulit dalam waktu 24 (dua puluh empat) jam, atau
terhirup selama 4 (empat) jam.
Kriteria klasifikasi untuk senyawa:
Senyawa-senyawa dapat dikelompokkan ke dalam salah satu
dari lima kategori toksisitas berdasarkan toksisitas akut
melalui rute oral, dermal atau inhalasi sesuai dengan kriteria
numeric cut-off seperti tercantum pada tabel di bawah. Nilai
toksisitas akut diekspresikan sebagai (kurang lebih) LD50 (oral,
dermal) atau nilai LC50 (inhalasi) atau sebagai estimasi
toksisitas akut (ATE).

Tabel 7. Kategori bahaya toksisitas akut dan nilai estimasi


toksisitas akut untuk menentukan kategori tersebut
Jalur
Kategori 1 Kategori 2 Kategori 3 Kategori 4 Kategori 5
paparan
Oral (mg/kg 5 50 300 2000 5000
berat badan)

 
11
Jalur
Kategori 1 Kategori 2 Kategori 3 Kategori 4 Kategori 5
paparan
Dermal 50 200 1000 2000
(mg/kg berat
badan)
Gas (ppmV) 100 500 2500 20000
Lihat catatan
a, b dan c
Uap (mg/L) 0,5 2,0 10 20
Debu dan 0,05 0,5 1,0 5
kabut (mg/L)
Lihat catatan
a, b, c dan f
Catatan: Konsentrasi gas dinyatakan dalam parts per million per
volume (ppmV)

Catatan Tabel 7:
a. Estimasi toksisitas akut (ATE) untuk klasifikasi senyawa
diturunkan menggunakan LD50/LC50 yang tersedia.
b. Estimasi toksisitas akut (ATE) untuk senyawa dalam
campuran diturunkan menggunakan LD50/LC50 yang
tersedia.
c. Nilai inhalation cut-off dalam tabel adalah berdasarkan
pengujian paparan selama 4 (empat) jam. Konversi dari data
toksisitas inhalasi terdahulu yang dikembangkan dari
paparan selama 1 (satu) jam harus dibagi dengan faktor 2
(dua) untuk gas dan uap serta faktor 4 (empat) untuk debu
dan kabut.
Huruf b
Yang dimaksud dengan korosi kulit adalah timbulnya
kerusakan pada kulit yang tidak dapat pulih kembali
(irreversible), yakni nekrosis yang nyata pada epidermis dan
kedalam dermis, setelah pemaparan zat uji selama 4 (empat)
jam.
Reaksi korosif ditandai dengan luka, pendarahan, koreng
berdarah dan pada akhir observasi yaitu hari ke 14 (empat
belas) terjadi perubahan warna akibat pemucatan kulit,
kebotakan pada seluruh area dan bekas luka (luka parut).
Histopatologi wajib dipertimbangkan untuk mengevalusi lesi
yang terjadi.
Iritasi kulit adalah timbulnya kerusakan pada kulit yang dapat
pulih kembali (reversible) setelah pemaparan zat uji selama 4
(empat) jam.
Huruf c
Yang dimaksud dengan kerusakan atau iritasi serius pada
mata adalah timbulnya kerusakan jaringan pada mata atau
penurunan daya penglihatan yang serius, setelah pemberian
atau pemaparan zat uji pada permukaan luar dari mata, yang
tidak pulih sepenuhnya seperti semula dalam 21 (dua puluh
satu) hari setelah pemaparan.
Iritasi mata adalah timbulnya perubahan pada mata setelah
pemberian atau pemaparan zat uji pada permukaan luar dari

 
12
mata, yang pulih sepenuhnya seperti semula dalam 21 (dua
puluh satu) hari setelah pemaparan.
Huruf d
Yang dimaksud dengan sensitifitas pernafasan atau kulit
adalah suatu zat kimia yang akan menyebabkan
hipersensitifitas pada jalur pernapasan setelah inhalasi.
Pensensitasi kulit adalah suatu zat kimia yang akan
menyebabkan respon alergi setelah kontak dengan kulit.
Huruf e
Kelas bahaya ini utamanya mengenai B3 yang dapat
menyebabkan mutasi sel induk pada manusia yang dapat
diwariskan pada keturunannya. uji mutagenitas atau
genotoksisitas dapat dilakukan secara in vitro dan in vivo.
Huruf f
Yang dimaksud dengan karsinogenisitas adalah zat kimia atau
campuran dari zat kimia yang menyebabkan kanker atau
meningkatkan insidensi munculnya kanker. Zat yang
menyebabkan tumor jinak dan ganas pada studi percobaan
hewan yang dilakukan dengan baik juga dipertimbangkan
untuk dianggap atau diduga sebagai karsinogen terhadap
manusia kecuali terdapat bukti kuat bahwa mekanisme
pembentukan tumor tidak relevan terhadap manusia.
Huruf g
Yang dimaksud dengan beracun terhadap sistem reproduktif
mencakup efek merugikan pada fungsi seksual dan kesuburan
pada pria dan wanita dewasa dan juga perkembangan
toksisitas pada keturunan (anak). Efek induksi yang diketahui
dapat diturunkan secara genetik pada keturunannya disebut
Germ Sel Mutagenicity, yaitu sistem klasifikasi yang lebih tepat
dikategorikan sebagai efek di bawah kelas bahaya terpisah dari
sel kuman.
Sistem klasifikasi toksisitas reproduksi dibagi menjadi dua
bagian utama:
a. efek merugikan pada kapasitas dan kemampuan
reproduksi.
b. efek merugikan pada perkembangan keturunan.
Huruf h
Yang dimaksud dengan beracun secara sistemik terhadap
organ sasaran secara spesifik setelah paparan tunggal adalah
klasifikasi zat yang menghasilkan toksisitas pada target organ
non letal yang spesifik dari suatu paparan tunggal. Seluruh
efek kesehatan yang signifikan dapat merusak fungsi baik yang
reversible maupun yang irreversible, efek segera dan/atau efek
tertunda, dan efek yang tidak spesifik.
Huruf i
Yang dimaksud dengan beracun secara sistemik pada organ
sasaran spesifik setelah paparan berulang adalah klasifikasi zat
menghasilkan toksisitas pada target organ yang spesifik dari
suatu paparan berulang. Seluruh efek kesehatan yang
signifikan dapat merusak fungsi baik yang reversible maupun
yang irreversible, efek segera dan/atau efek tertunda.

 
13
Huruf j
Yang dimaksud dengan bahaya aspirasi adalah masuknya zat
kimia cair atau padat secara langsung melalui mulut atau
rongga hidung atau secara tidak langsung dari mutahan atau
masuk ke dalam trakea atau sistem pernafasan bawah.
Ayat (5)
Huruf a
bahaya terhadap ekosistem lingkungan akuatik dan
lingkungan darat (teresterial), meliputi:
1. toksisitas akuatik akut adalah sifat intrinsik suatu zat yang
dapat menyebabkan bahaya pada suatu organisme akuatik
dalam waktu paparan jangka pendek dari zat tersebut;
2. bahaya akut adalah bahaya dari suatu zat kimia yang
disebabkan oleh toksisitas akut zat tersebut pada
organisme akuatik selama jangka waktu paparan yang
pendek;
3. ketersedian suatu zat (availabilitas) adalah ukuran yang
menyatakan probabilitas suatu zat akan menjadi spesi yang
larut atau terurai;
4. bioavailabilitas adalah jumlah bahan yang dapat diserap
oleh suatu organisme dan didistribusikan ke area tertentu
didalam tubuh organisme tersebut. Bioavailabilitas
tergantung sifat fisika dan kimia zat, anatomi dan fisiologi
organisme, toksikokinetik dan rute paparan. Availabilitas
(ketersediaan suatu zat) belum tentu menunjukkan
ketersediaan hayati (bioavailabilitas);
5. bioakumulasi adalah akumulasi dari uptake, transformasi
dan eliminasi suatu zat di dalam tubuh suatu organisme
melalui semua rute paparan (udara, air, sedimen/tanah dan
makanan);
6. biokonsentrasi adalah jumlah dari uptake, transformasi,
dan eliminasi suatu zat di dalam tubuh suatu organisme
yang disebabkan oleh paparan melalui air;
7. toksisitas akuatik kronik adalah sifat intrinsik suatu zat
untuk menyebabkan efek merugikan pada organisme
akuatik selama paparan yang ditentukan dalam
hubungannya dengan siklus hidup organisme tersebut;
8. campuran komplek atau multi komponen atau zat komplek
adalah campuran yang terdiri dari campuran majemuk dari
zat-zat tunggal yang memiliki kelarutan dan sifat fisik kimia
yang berbeda-beda. Dalam kebanyakan kasus campuran
kompleks dapat dikarakterisasikan sebagai suatu seri
homolog dari zat dengan panjang rantai atom karbon atau
derajat substitusi tertentu;
9. degradasi adalah dekomposisi atau penguraian suatu
molekul organik menjadi molekul yang lebih kecil yang
akhirnya menjadi karbon dioksida, air dan garam;
10. bahaya jangka panjang adalah bahaya dari B3 yang
disebabkan toksisitas kronik setelah pemamparan jangka
panjang di lingkungan akuatik;
11. NOEC (No Observed Effect Concentration) adalah konsentrasi
di bawah konsentrasi pengujian terendah yang memberikan
efek merugikan yang signifikan secara statistik. Nilai NOEC

 
14
tidak memberikan efek signifikan jika dibandingkan dengan
kontrol.
Huruf b
Yang dimaksud dengan bahaya terhadap Ozon atau ODP (Ozone
Depleting Potential) adalah kuantitas integratif yang berbeda
nilainya untuk masing-masing jenis halokarbon, yang
menunjukkan tingkat potensi deplesi atau penipisan lapisan
ozon di stratosfir dibandingkan dari massa relatif halokarbon
terhadap CFC-11.

Pasal 9
Cukup jelas.

Pasal 10
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan ketua merupakan pejabat eselon I yang
menangani pengelolaan bahan berbahaya dan beracun yang
berasal dari kementerian yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang lingkungan hidup.
Huruf b
Yang dimaksud dengan sekretaris merupakan pejabat eselon II
yang menangani pengelolaan bahan berbahaya dan beracun
yang berasal dari kementerian yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang lingkungan hidup.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 11
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud pihak lain misalnya ahli, organisasi lingkungan
hidup.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 12
Cukup jelas.

Pasal 13
Ayat (1)
Cukup jelas.
 
15
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan pengirim adalah penghasil B3 atau orang
yang melakukan consignment.

Pasal 14
Cukup jelas.

Pasal 15
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Penggunaan bahasa Indonesia dalam setiap simbol, label dan LDK
dimaksudkan untuk memastikan bahwa setiap orang dapat
memahami makna dari setiap simbol, label dan lembaran data
keselamatan, sehingga akan tercapai tujuan pengelolaan B3 dan
menghindari timbulnya kerugian terhadap kesehatan manusia,
mahluk hidup lainnya dan lingkungan hidup.
Penggunaan bahasa Indonesia dalam setiap simbol, label dan LDK
diberlakukan bagi B3 yang dimasukkan ke dalam wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia, dihasilkan, diangkut, diedarkan,
disimpan, dibuang, diolah, dan/atau ditimbun.

Pasal 16
Cukup jelas.

Pasal 17
Cukup jelas.

Pasal 18
Ayat (1)
Cukup Jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Identitas B3 yang dimaksud seperti nama senyawa kimia,
rumus molekul, nama dagang dan nomor CAS (Chemical
Abstract Services).
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
 
16
Ayat (3)
Cukup Jelas.
Ayat (4)
Cukup Jelas.
Ayat (5)
Cukup Jelas.

Pasal 19
Ayat (1)
Cukup Jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Identitas B3 yang dimaksud seperti nama senyawa kimia,
rumus molekul, nama dagang dan nomor CAS (Chemical
Abstract Services).
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup Jelas.

Pasal 20
Cukup jelas.

Pasal 21
Ayat (1)
Tanda bukti registrasi berbentuk surat registrasi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 22
Cukup jelas.

Pasal 23
Cukup jelas.

Pasal 24
Cukup jelas.

 
17
Pasal 25
Cukup jelas.

Pasal 26
Cukup jelas.

Pasal 27
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan cadangan air untuk menyiram
adalah safety shower atau air yang dapat dipancurkan
untuk membilas tubuh manusia yang terkena B3.
Ayat (9)
Cukup jelas

Pasal 28
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Yang dimaksud dengan dokumen lingkungan yaitu dokumen
Amdal, UPL/UKL atau SPPL.
 
18
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas

Pasal 29
Cukup jelas

Pasal 30
Cukup jelas

Pasal 31
Ayat (1)
Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 dalam ayat ini
termasuk pemanfaat limbah B3, pengolah limbah B3 dan/atau
penimbun limbah B3 yang dalam kegiatannya menghasilkan
limbah B3.
Ayat (2)
Huruf a
Limbah B3 dari sumber tidak spesifik adalah limbah B3
yang pada umumnya berasal bukan dari proses utamanya,
tetapi berasal dari kegiatan pemeliharaan alat, pencucian,
pencegahan korosi (inhibitor korosi), pelarutan kerak,
pengemasan, material yang terkena atau terkontaminasi
limbah B3 dan lain-lain.
Huruf b
Limbah B3 dari sumber spesifik adalah limbah B3 sisa
proses suatu industri atau kegiatan yang secara spesifik
dapat ditentukan.
Huruf c
Limbah B3 dari B3 kadaluwarsa, tumpahan, sisa kemasan,
atau buangan produk yang tidak memenuhi spesifikasi,
karena tidak memenuhi spesifikasi yang ditentukan atau
tidak dapat dimanfaatkan kembali, maka suatu produk
menjadi limbah B3 yang memerlukan pengelolaan seperti
limbah B3 lainnya. Hal yang sama juga berlaku untuk sisa
kemasan limbah B3 dan B3 yang kadaluwarsa.
Huruf d
Yang dimaksud dengan tumpahan (spilage) B3 pada ayat ini
yaitu B3 yang tertumpah dan/atau keluar dari wadah,
kemasan, proses produksi, tempat penyimpanan, dan/atau
alat angkut B3.
Ayat (3)
Cukup jelas

 
19
Ayat (4)
Huruf a
Limbah B3 dari sumber spesifik umum adalah limbah B3
yang sudah diketahui sumber kegiatannya berdasarkan
proses sebagaimana terdaftar dalam lampiran V.
Huruf b
Limbah B3 dari sumber spesifik khusus merupakan limbah
B3 dengan pengelolaan khusus karena mengandung B3 yang
memiliki toksisitas rendah.
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Limbah B3 sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV, Lampiran
V, dan Lampiran VI Peraturan Pemerintah ini tidak memerlukan
uji karakteristik untuk penetapannya sebagai limbah B3 tetapi
dapat langsung dicocokkan dengan daftar limbah B3 dalam
lampiran tersebut. Apabila limbah tersebut cocok dengan daftar
limbah B3 sebagaimana Lampiran IV, Lampiran V, dan Lampiran
VI Peraturan Pemerintah ini, limbah tersebut merupakan limbah
B3. Penetapannya secara langsung sebagai limbah B3 didasarkan
pada kajian ilmiah, referensi dan literatur internasional, dan
karakteristiknya yang telah diketahui.
Ayat (8)
Cukup jelas

Pasal 32
Ayat (1)
Uji karakteristik limbah oleh setiap orang yang menghasilkan
limbah diperlukan untuk limbah yang belum diketahui
karakteristiknya. Setiap orang sebagaimana dimaksud dalam ayat
ini merupakan usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki
dokumen lingkungan hidup atau izin lingkungan.
Ayat (2)
Uji karakteristik eksplosif, mudah menyala, reaktif, infeksius,
dan/atau korosif dari suatu limbah dapat dilakukan secara tidak
berurutan dan ditujukan secara langsung (purposive) terhadap
karakteristik limbah dimaksud.
Huruf a
Yang dimaksud dengan karakteristik eksplosif adalah limbah
yang pada suhu dan tekanan standar (25oC, 760 mmHg)
dapat meledak, atau melalui reaksi kimia dan/atau fisika
dapat menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi
yang dengan cepat dapat merusak lingkungan sekitarnya.
Huruf b
Yang dimaksud dengan karakteristik mudah menyala adalah
limbah yang memiliki salah satu atau lebih sifat-sifat
berikut:
a. limbah berupa cairan yang mengandung alkohol kurang
dari 24% volume dan/atau pada titik nyala tidak lebih
dari 60oC (140oF) akan menyala apabila terjadi kontak
 
20
dengan api, percikan api atau sumber nyala lain pada
tekanan udara 760 mmHg. Pengujian sifat mudah
menyala untuk limbah bersifat cair dilakukan
menggunakan Seta Closed Tester, Pensky Martens Closed
Cup, atau metode lain yang setara dan termutakhir.
b. Limbah yang bukan berupa cairan, yang pada temperatur
dan tekanan standar (25oC, 760 mmHg) mudah menyala
melalui gesekan, penyerapan uap air atau perubahan
kimia secara spontan dan apabila menyala dapat
menyebabkan nyala terus menerus. Sifat ini dapat
diketahui secara langsung tanpa harus melalui pengujian
di laboratorium.
Huruf c
Yang dimaksud dengan karakteristik reaktif adalah limbah
yang memiliki salah satu atau lebih sifat-sifat berikut:
a. Limbah yang pada keadaan normal tidak stabil dan dapat
menyebabkan perubahan tanpa peledakan. Limbah ini
secara visual menunjukkan adanya gelembung gas, asap,
perubahan warna dan lain-lain;
b. Limbah yang apabila bercampur dengan air berpotensi
menimbulkan ledakan, menghasilkan gas, uap atau asap.
Sifat ini dapat diketahui secara langsung tanpa melalui
pengujian di laboratorium; dan/atau
c. Merupakan limbah sianida, sulfida yang pada kondisi pH
antara 2 dan 12,5 dapat menghasilkan gas, uap atau
asap beracun. Sifat ini dapat diketahui melalui pengujian
limbah yang dilakukan secara kualitatif.
Huruf d
Yang dimaksud dengan karakteristik infeksius adalah
limbah medis padat yang terkontaminasi organisme patogen
yang tidak secara rutin ada di lingkungan, dan organisme
tersebut dalam jumlah dan virulensi yang cukup untuk
menularkan penyakit pada manusia rentan.
Yang termasuk ke dalam limbah infeksius antara lain:
a. Limbah yang berasal dari perawatan pasien yang
memerlukan isolasi penyakit menular (perawatan intensif)
dan limbah laboratorium;
b. Limbah yang berupa benda tajam seperti jarum suntik,
perlengkapan intravena, pipet pasteur, pecahan gelas,
dan lain-lain;
c. Limbah patologi yang merupakan limbah jaringan tubuh
yang terbuang dari proses bedah atau autopsi;
d. Limbah yang berasal dari pembiakan dan stok bahan
infeksius, organ binatang percobaan, dan bahan lain yang
telah diinokulasi, terinfeksi atau kontak dengan bahan
yang sangat infeksius; dan/atau
e. Limbah sitotoksik yaitu limbah dari bahan yang
terkontaminasi dari persiapan dan pemberian obat
sitotoksik untuk kemoterapi kanker yang mempunyai
kemampuan membunuh atau menghambat pertumbuhan
sel hidup.
Huruf e
Yang dimaksud dengan karakteristik beracun adalah limbah
yang memiliki salah satu atau lebih parameter dengan nilai
 
21
sama atau lebih besar dari ambang batas konsentrasi
maksimum berdasarkan penentuan karakteristik beracun.
Huruf f
Yang dimaksud dengan karakteristik korosif adalah limbah
yang memiliki salah satu atau lebih sifat-sifat berikut:
a. Limbah dengan pH sama atau kurang dari 2 untuk
limbah bersifat asam dan sama atau lebih besar dari 12,5
untuk yang bersifat basa. Sifat korosif dari limbah padat
dilakukan dengan mencampurkan limbah dengan air
sesuai dengan metode yang berlaku dan jika limbah
dengan pH ≤ 2 untuk limbah bersifat asam dan pH ≥ 12,5
untuk yang bersifat basa; dan/atau
b. Limbah yang menyebabkan tingkat iritasi yang ditandai
dengan adanya eritema (kemerahan) dan edema
(pembengkakan). Sifat ini dapat diketahui dengan
melakukan pengujian pada hewan uji mencit dengan
menggunakan metode yang berlaku.
Ayat (3)
Huruf a
Yang dimaksud dengan Penentuan karakteristik beracun
melalui prosedur pelindian (toxicity characteristic leaching
procedure, TCLP) adalah identifikasi limbah B3 secara
langsung (purposive) terhadap parameter kimia/fisika yang
dikandung dalam limbah dimaksud.
Huruf b
Cukup jelas.
Ayat (4)
Huruf a
Yang dimaksud dengan LD50 dan LC50 adalah penentuan
sifat akut limbah melalui uji hayati untuk mengukur
hubungan dosis-respon antara limbah dengan kematian
hewan uji. Dalam hal nilai LD50 dan/atau LC50 memenuhi
kriteria sebagai limbah B3, limbah dimaksud diidentifikasi
sebagai limbah B3.
Uji karakteristik LD50 (lethal dose fifty) dan LC50 (lethal
concentration fifty) dilakukan untuk mengidentifikasi limbah
sebagai limbah B3 apabila memiliki nilai:
a. LD50 oral (7 hari) dengan nilai ≤ 5.000 mg/kg berat
badan pada hewan uji mencit; dan
b. LC50 (48 jam) dengan nilai ≤ 30.000 mg/L pada hewan uji
Daphnia sp., untuk limbah yang berasal dari media air
laut dan/atau air payau; atau
c. LC50 (96 jam) dengan nilai ≤ 30.000 mg/L pada hewan uji
Penaeus monodon., untuk limbah yang berasal dari
media air laut dan/atau air payau.
Huruf b
Yang dimaksud dengan Uji toksikologi sub-kronis adalah uji
karakteristik limbah B3 pada hewan mencit selama 90
(sembilan puluh) hari, Daphnia sp., dan/atau Penaeus
monodon selama 14 (empat belas) hari yang menunjukkan
sifat racun sub-kronis, berdasarkan hasil pengamatan
terhadap pertumbuhan, akumulasi/biokonsentrasi, studi

 
22
perilaku (respon antar individu hewan uji), dan/atau
histopatologis.
Uji toksikologi sub-kronis menggunakan hewan uji Penaeus
monodon. dilakukan untuk limbah yang berasal dari media
air laut dan/atau air payau.
Uji toksikologi sub-kronis wajib dilakukan terhadap 2 (dua)
jenis hewan uji yaitu mencit dan Daphnia sp. atau mencit
dan Penaeus monodon. sesuai jenis limbah yang
diidentifikasi.
Huruf c
Yang dimaksud dengan uji toksikologi kronis adalah uji
karakteristik limbah B3 pada:
a. hewan uji mencit selama 365 (tiga ratus enam puluh lima)
hari menunjukkan sifat racun kronis, berdasarkan hasil
pengamatan terhadap karsinogenesis, mutagenesis,
dan/atau teratogenesis; dan
b. hewan uji Daphnia sp. melalui uji reproduksi selama 21
(dua puluh satu) hari dan pengamatan pertumbuhannya
menunjukkan sifat racun kronis; atau
c. hewan uji Penaeus monodon. melalui uji pertumbuhan
selama 4 (empat) bulan dan pengamatan pertumbuhannya
dan histopatologis menunjukkan sifat racun kronis.

Uji toksikologi kronis menggunakan hewan uji Penaeus


monodon dilakukan untuk limbah yang berasal dari media
air laut dan/atau air payau.
Uji toksikologi kronis wajib dilakukan terhadap 2 (dua) jenis
hewan uji yaitu mencit dan Daphnia sp. atau mencit dan
Penaeus monodon. sesuai jenis limbah yang diidentifikasi.
Pelaksanaan uji karakteristik dalam ayat ini dapat dilakukan
keseluruhan, baik secara bertahap atau tidak. Apabila dalam
pelaksanaan uji telah terindentifikasi memiliki salah satu
karakteristik limbah B3, pengujian karakteristik limbah B3
tahap berikutnya tidak dilakukan.
Limbah ditetapkan sebagai limbah B3 apabila satu atau
lebih dari uji karakteristik limbah menunjukkan sebagai
limbah B3.
Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 33
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
yang dimaksud dengan laboratorium lingkungan adalah
laboratorium yang telah terakreditasi dan teregistrasi di
Kementerian Lingkungan Hidup.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
 
23
Ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 34
Cukup jelas

Pasal 35
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Ketua merupakan pejabat eselon I yang menangani
pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun yang
berasal dari kementerian yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang lingkungan hidup.
Huruf b
Sekretaris merupakan pejabat eselon II yang menangani
pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun yang
berasal dari kementerian yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang lingkungan hidup.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 36
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Dasar pertimbangan rekomendasi dalam ketentuan ini harus
memuat dampak dan/atau risiko terhadap kesehatan
manusia dan lingkungan hidup.
Huruf e
Cukup jelas.

 
24
Huruf f
Apabila hasil evaluasi tim ahli terhadap limbah menyatakan
sebagai limbah B3, rekomendasi pengelolaannya mengikuti
pengelolaan limbah B3 namun bila rekomendasi tim ahli
menyatakan limbah nonB3, maka pengelolaannya mengikuti
aturan yang berlaku.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.

Pasal 37
Cukup jelas.

Pasal 38
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Penetapan waktu penyimpanan sampai dengan 365 (tigaratus
enam puluh lima) hari didasarkan pada pertimbangan bahwa uji
kronis memerlukan waktu 365 (tigaratus enam puluh lima) hari.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 39
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pengajuan permohonan oleh setiap orang yang menghasilkan
limbah B3 dilakukan kasus per kasus.
Ayat (3)
Pelaksanaan uji karakteristik dalam ayat ini dapat dilakukan
keseluruhan, baik secara bertahap atau tidak. Apabila dalam
pelaksanaan uji telah terindentifikasi memiliki salah satu
karakteristik limbah B3, pengujian karakteristik limbah B3 tahap
berikutnya dapat dihentikan.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Huruf a
Uji karakteristik LD50 (lethal dose fifty) dan LC50 (lethal
concentration fifty) sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
huruf a dilakukan untuk mengidentifikasi limbah sebagai
limbah nonB3 apabila memiliki nilai:
a. LD50 oral (7 hari) dengan nilai > 5.000 mg/kg berat badan
pada hewan uji mencit; dan

 
25
b. LC50 (48 jam) dengan nilai > 30.000 mg/L pada hewan uji
Daphnia sp., untuk limbah yang berasal dari media air
laut dan/atau air payau; atau
c. LC50 (96 jam) dengan nilai > 30.000 mg/L pada hewan uji
Penaeus monodon., untuk limbah yang berasal dari media
air laut dan/atau air payau.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.

Pasal 40
Cukup jelas.

Pasal 41
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Penetapan sebagai limbah B3 atau limbah nonB3 sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara kasus demi kasus dan
hanya berlaku untuk limbah yang dimohonkan penetapannya.

Pasal 42
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Kegiatan ekspor limbah B3 dapat dilakukan sendiri oleh
penghasil limbah B3 atau diserahkan kepada pihak lain yang
bertindak sebagai eksportir.
Huruf b
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Tanggung jawab penghasil limbah B3 dalam ketentuan ini
dilakukan secara tanggung renteng dengan para pihak yang
melakukan pengumpulan, pemanfaatan, pengolahan dan/atau
penimbunan limbah B3 sampai limbah B3 yang dihasilkannya
telah dilakukan pemanfaatan, pengolahan dan/atau penimbunan.

Pasal 43
Cukup jelas.

Pasal 44
 
26
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Manifes pengangkutan limbah B3 adalah dokumen yang diberikan
pada waktu penyerahan limbah B3 oleh penghasil limbah B3 atau
pengumpul limbah B3 kepada pengangkut limbah B3 yang
selanjutnya akan diserahkan kepada pemanfaat, pengolah,
dan/atau penimbun. Manifes pengangkutan limbah B3 tersebut
berisi ketentuan sebagai berikut:
a. nama dan alamat penghasil atau pengumpul limbah B3 yang
menyerahkan limbah B3;
b. tanggal penyerahan limbah B3;
c. nama dan alamat pengangkut limbah B3;
d. tujuan pengangkutan limbah B3 (termasuk ke eksportir);
e. jenis, jumlah, komposisi, dan karakteristik limbah B3 yang
diserahkan.
Manifes pengangkutan limbah B3 dibuat dalam rangkap 8
(delapan) apabila pengangkutan hanya satu kali dan apabila
pengangkutan lebih dari satu kali (antar moda), maka dokumen
terdiri dari 12 (sebelas) rangkap dengan rincian sebagai berikut:
a. lembar lembar 1 (asli), disimpan oleh pengangkut limbah B3;
b. lembar 2, oleh pengangkut limbah B3 dikirimkan kepada
bupati/walikota tempat kegiatan pengirim limbah B3;
c. lembar 3, oleh pengangkut limbah B3 dikirimkan kepada
gubernur tempat kegiatan pengirim limbah B3;
d. lembar 4, oleh penerima limbah B3 dikirimkan kepada Menteri
Lingkungan Hidup melalui Deputi Menteri;
e. lembar 5, oleh penerima limbah B3 dikirimkan kepada pengirim
limbah B3;
f. lembar 6, disimpan oleh penerima limbah B3 setelah bagian III
lembar 1 sampai dengan lembar 6 diisi dan ditandatangani oleh
penerima limbah B3 pada saat limbah diterima;
g. lembar 7, yang sudah diisi dan ditandatangani oleh pengirim
dan pengangkut limbah B3 tersebut, oleh pengirim limbah B3
dikirimkan kepada Menteri Lingkungan Hidup melalui Deputi
Menteri;
h. lembar 8, disimpan oleh pengirim limbah B3 setelah bagian I
dan II lembar 1 sampai dengan lembar 8 diisi dan
ditandatangani oleh pengirim dan pengangkut limbah B3 pada
saat limbah diangkut;
i. lembar 9 s/d lembar 12, dikirim oleh pengangkut limbah B3
kepada pengirim limbah B3 setelah ditandatangani oleh
pengangkut terdahulu dan diserahkan kepada pengangkut
berikutnya (antar moda).

Pasal 45
Ayat (1)
Cukup jelas.

 
27
Ayat (2)
Huruf a
dokumen lingkungan yang dimaksud seperti Amdal, UKL-
UPL, atau SPPL terhadap kegiatan seperti fasilitas pencucian
kendaraan di garasi atau gudang kendaraan.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
bukti kepemilikan atas dana penanggulangan pencemaran
dan/atau kerusakan dan pemulihan lingkungan hidup dapat
berupa asuransi.
Huruf e
Moda transportasi udara dan laut tidak wajib dilengkapi
dengan bukti kepemilikan.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g.
Cukup jelas.
Huruf h.
Cukup jelas.
Huruf i.
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 46
Cukup jelas.

Pasal 47
Cukup jelas.

Pasal 48
Cukup jelas.

Pasal 49
Cukup jelas.

Pasal 50
Cukup jelas.

Pasal 51
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud lokasi penyimpanan limbah B3 dalam ayat ini
harus berada dalam tapak proyek sesuai dengan izin lingkungan.
 
28
Pasal 52
Cukup jelas.

Pasal 53
Cukup jelas.

Pasal 54
Cukup jelas.

Pasal 55
Cukup jelas.

Pasal 56
Cukup jelas.

Pasal 57
Cukup jelas.

Pasal 58
Cukup jelas.

Pasal 59
Cukup jelas.

Pasal 60
Ayat (1)
Huruf a
Pemanfaatan limbah B3 yang terintegrasi secara langsung
dengan proses produksi disesuaikan dengan izin lingkungan.
Dalam hal izin lingkungan telah melingkupi kegiatan
pemanfaatan limbah B3 dimaksud, pemanfaatan limbah B3
tidak memerlukan izin pemanfaatan limbah B3 lagi. Sebagai
contoh, industri peleburan timah yang menghasilkan sludge
timah, selanjutnya sludge timah tersebut diproses kembali
dalam sistem peleburan timah yang sama sebagai bahan
baku dan dalam sistem tertutup (closed system).
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

 
29
Pasal 61
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Pemanfaatan limbah B3 yang telah memiliki Standar
Nasional Indonesia tidak memerlukan uji coba pemanfaatan.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 62
Cukup jelas.

Pasal 63
Cukup jelas.

Pasal 64
Cukup jelas.

Pasal 65
Ayat (1)
Huruf a.
Cukup jelas.
Huruf b.
Cukup jelas.
Huruf c.
Penentuan efisiensi penghancuran dan penghilangan
(destruction removal efficiency, DRE) dilakukan dengan
menghitung konsentrasi dan/atau berat limbah B3 di awal
dan di akhir proses pengolahan secara termal. Angka
persentase menunjukkan jumlah molekul dari senyawa
limbah B3 yang dihilangkan dan dihancurkan dibandingkan
dengan jumlah molekul dari senyawa limbah B3 yang
dimasukkan ke dalam sistem pengolahan limbah B3 secara
termal.
Senyawa Principle Organic Hazardous Constituents (POHCs)
merupakan bahan berbahaya dan beracun yang sulit terurai
atau terdekomposisi. Senyawa POHCs lazimnya terkandung
dalam limbah B3 sehingga digunakan sebagai cara untuk
mengetahui kemampuan efisiensi penghancuran dan
penghilangan (destruction removal efficiency, DRE) dari alat
pengolahan limbah B3 secara termal yang menghasilkan
emisi udara seperti insinerator. Senyawa POHCs antara lain
tetrakloroetilena, toluena, 1,2-dikloropropana, karbon
tetraklorida dan lain sebagainya.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

 
30
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.

Pasal 66
Cukup jelas.

Pasal 67
Cukup jelas.

Pasal 68
Cukup jelas.

Pasal 69
Cukup jelas.

Pasal 70
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan bebas banjir yaitu bebas banjir 100
(seratus) tahunan.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Untuk jenis-jenis limbah B3 yang LD50-nya (7 hari) lebih
besar dari 5.000 mg/kg berat badan pada hewan uji mencit
atau LC50-nya (48 jam) lebih besar dari 30.000 mg/L pada
hewan uji Daphnia sp., dapat dilakukan penimbunan pada
lokasi dengan permeabilitas tanah yang memiliki nilai paling
banyak 10-5 cm/detik (sepuluh pangkat minus lima
sentimeter per detik) dengan Keputusan Menteri, apabila
peruntukan lokasi penimbunan limbah B3 belum ditetapkan
berdasarkan rencana tata ruang wilayah.
Ayat (3)
Cukup jelas.

 
31
Pasal 71
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan sistem pelapis yaitu adanya lapisan
pelindung yang dibangun untuk mencegah terpaparnya
limbah B3 atau air lindi dari limbah B3 ke lingkungan.
Lapisan pelindung dapat berupa synthetic liner atau
compacted clay atau lapisan lain yang setara yang memiliki
permeabilitas yang sama. Lapisan pelindung dapat diberikan
dengan double liner dan atau satu liner atau hanya dengan
compacted clay sesuai dengan standar penimbunan limbah
B3 yang ditetapkan oleh Menteri.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Rencana penutupan dan pascapenutupan penimbunan
limbah B3 berisi antara rencana perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup dalam jangka panjang.
Rencana penutupan dan pascapenutupan wajib
diintegrasikan dalam rencana tata ruang wilayah dan
rencana tata ruang kawasan berdasarkan Keputusan
Menteri setelah berkoordinasi dengan pemerintah daerah
dan instansi terkait.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 72
Ayat (1)
Huruf a
Ketentuan pada ayat ini hanya berlaku untuk penyimpanan
limbah B3 infeksius tanpa ada perlakuan khusus seperti
mesin pendingin (freezer) dan/atau teknologi pendingin
sejenis.
Huruf b.
Perhitungan waktu dalam ketentuan ini terhitung sejak
limbah B3 dihasilkan.
Huruf c.
Cukup jelas.
Huruf d.
Perhitungan waktu dalam ketentuan ini terhitung dimulai
sejak limbah B3 dihasilkan. Waktu penyimpanan dapat lebih
singkat dari 180 (seratus delapan puluh) hari sesuai dengan
kapasitas tempat penyimpanan.
Huruf e.
Yang dimaksud dengan daerah terpencil (remote area) pada
ayat ini yaitu daerah yang tidak tersedia dan/atau tidak
dapat diakses pengangkutannya oleh pengumpul, pengolah,
pemanfaat, dan/atau penimbun limbah B3.

 
32
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 73
Cukup jelas.

Pasal 74
Cukup jelas.

Pasal 75
Cukup jelas.

Pasal 76
Cukup jelas.

Pasal 77
Cukup jelas.

Pasal 78
Cukup jelas.

Pasal 79
Cukup jelas.

Pasal 80
Cukup jelas.

Pasal 81
Cukup jelas.

Pasal 82
Cukup jelas.

Pasal 83
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Lumpur bor dari kegiatan pertambangan di laut yang dapat
dilakukan dumping ke laut hanya yang berbahan dasar air
(water base mud).

 
33
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 84
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Salinan izin lingkungan yang dimaksud dalam ayat ini
termasuk dokumen lingkungan.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 85
Cukup jelas.

Pasal 86
Cukup jelas.

Pasal 87
Cukup jelas.

Pasal 88
Cukup jelas.

Pasal 89
Cukup jelas.

Pasal 90
Cukup jelas.

Pasal 91
Cukup jelas.

Pasal 92
Cukup jelas.

Pasal 93
Cukup jelas.

 
34
Pasal 94
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud daerah sensitif dalam ketentuan ini antara
lain kawasan lindung laut, daerah rekreasi, kawasan pantai
berhutan bakau, lamun dan terumbu karang, taman
nasional, taman wisata alam, kawasan cagar budaya dan
ilmu pengetahuan, kawasan rawan bencana alam, alur
pelayaran, pemijahan dan pembesaran ikan, alur migrasi
ikan, daerah penangkapan ikan, alur pelayaran, dan/atau
daerah khusus militer.
Ayat (2)
Huruf a
Kedalaman lebih besar atau sama dengan 100 m (seratus
meter) untuk dumping tailing ke laut yaitu kedalaman titik
pembuangan limbah (outfall) berada pada kedalaman lebih
besar atau sama dengan 100 m (seratus meter).
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 95
Cukup jelas.

Pasal 96
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a.
Tata cara pengelolaan limbah B3 sebagaimana dimaksud
pada ketentuan ini sesuai dengan izin pengelolaan limbah
B3 yang dimiliki. Sebagai contoh, pemegang izin
penyimpanan wajib memenuhi tata cara penyimpanan
limbah B3.
Huruf b.
Standar lingkungan dalam ketentuan ini disesuaikan dengan
persyaratan dan jenis izin pengelolaan limbah B3 yang
dimiliki. Contoh standar lingkungan adalah baku mutu yang
ditetapkan dalam izin.
Ayat (3)
Huruf a.
Cukup jelas.
 
35
Huruf b.
Cukup jelas.
Huruf c.
Kewajiban penyusunan dan penyampaian laporan
pengelolaan limbah B3 salah satunya dimaksudkan untuk
mengetahui neraca limbah.

Pasal 97
Cukup jelas.

Pasal 98
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Perubahan identitas pemohon dan/atau akte pendirian badan
usaha untuk perubahan izin tidak diperlukan verifikasi teknis.
Ayat (6)
Perubahan nama dan karakteristik limbah B3 yang disimpan,
dikumpul, dimanfaatkan atau ditimbun, dan/atau desain,
teknologi, metode, proses, kapasitas, dan/atau fasilitas
penyimpanan, pengumpulan, pemanfaatan, pengolahan atau
penimbunan limbah B3 diperlukan verifikasi teknis untuk
perubahan izin.

Pasal 99
Cukup jelas.

Pasal 100
Ayat (1)
Limbah B3 berupa produk bekas pakai dan/atau kadaluwarsa
yang mengandung B3 seperti antara lain B3 kadaluwarsa, katalis
bekas, lampu bekas yang mengandung merkuri, dan limbah
elektronik (electronic waste).
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 101
Cukup jelas.

 
36
Pasal 102
Cukup jelas.

Pasal 103
Cukup jelas.

Pasal 104
Cukup jelas.

Pasal 105
Cukup jelas.

Pasal 106
Cukup jelas.

Pasal 107
Cukup jelas

Pasal 108
Cukup jelas.

Pasal 109
Cukup jelas.

Pasal 110
Cukup jelas.

Pasal 111
Cukup jelas.

Pasal 112
Cukup jelas.

Pasal 113
Cukup jelas.

Pasal 114
Cukup jelas.

Pasal 115
Cukup jelas.

Pasal 116
Cukup jelas.

Pasal 117
Cukup jelas.

Pasal 118
Cukup jelas.

Pasal 119
Cukup jelas.

 
37
Pasal 120
Cukup jelas.

Pasal 121
Cukup jelas.

Pasal 122
Cukup jelas.

Pasal 123
Cukup jelas.

Pasal 124
Cukup jelas.

Pasal 125
Cukup jelas.

Pasal 126
Cukup jelas.

Pasal 127
Cukup jelas.

Pasal 128
Cukup jelas.

Pasal 129
Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2013


NOMOR

 
38
LAMPIRAN I
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR TAHUN 2013
TENTANG
PENGELOLAAN BAHAN BERBAHAYA DAN
BERACUN, PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN
BERBAHAYA DAN BERACUN, DAN DUMPING
LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

DAFTAR BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3) YANG DAPAT DIMANFAATKAN

No. Nomor CAS1) Nama Bahan Kimia Sinonim/Nama Dagang Rumus Molekul
1. 540-59-0 1,2-dikloroetilena Asetilena diklorida; 1,2-dikloroetilena; 1,2-dikloroetana; 1,2- C2H2Cl2
dikloroetilena; sym-dikloroetilena; Dioform.
2. 79-06-1 Akrilamida Acrilylamide; 2-propenamide C3H5NO
3. 107-13-1 Akrilonitril Acrylonitrile; 2-propenitrile; Vinyl cyanide; Cyanoethylene; C3H3N
Acritet; Fumigrain; Ventox
4. 107-02-8 Akrolein Acrolein; 2-propenal; Acrilic aldehide; Acrylaldehyde; C3H4O
Acraldelhyde; Aqualin
5. 107-18-6 Alil Alkohol Allyl alcohol; 2-propen-1-ol; 1-propenol-3-Vinyl carbinol C3H6O
6. 7446-70-0 Aluminium Klorida Hexahydrate; Aluwets; Ahydrol; Drictor AlCl3
7. 7664-41-7 Amoniak Ammonia NH3
8. 62-53-3 Anilina Anilene; Benzanamine; Aniline oil; Phenylamine; Aminobenzene; C6H7N
Aminophen; Tyanol
9. 1327-53-3 Arsen (III) Oksida Arsenous oxide; Arsenous acid; Arsenous acid anhydride; As2O3
Arsenous oxide, Arsenic sesquioxide white arsenic
10. 7784-34-1 Arsen Triklorida Arsenic Trichloride; Butter of arsenic; Fuming liquid Arsenic. AsCl3
11. 7784-42-1 Arsin Arsine; Arsenic tryhydride; Hydrogen arsenide AsH3
12. 79-10-7 Asam Akrilat Acrylic Acid; 2-propenic acid vinylformic C3H4O2

1
No. Nomor CAS1) Nama Bahan Kimia Sinonim/Nama Dagang Rumus Molekul
13. 64-19-7 Asam Asetat Acetic acid; Aci-Jel CH3COOH
14. 64-18-6 Asam Formiat Formic acid; Ameisensaure CH2O2
15. 7664-38-2 Asam Fosfat Phosphoric acid; Orthophosphoric acid H3PO4
16. 7647-01-0 Asam Klorida Hydrochloric acid; Hydrogen chloride; Anhidrous hydrocloric acid HCl
17. 79-11-8 Asam Kloroasetat Chloroacetic Acid; Chloroethanoic acid; Monochloroacetic acid; C2H3ClO2
MCA.
18. 144-62-7 Asam Oksalat Oxalic acid; Ethanedioic acid C2H2O4
19. 79-21-0 Asam Perasetat Pereatic acid; Ethaneperoxide bacid; peroxy acetic acid; Acetyl C2H4O3
hydroperoxide
20. 7601-90-3 Asam Perklorat Perchloric Acid HClO4
21. 88-89-1 Asam Pikrat Picric Acid; 2,4,6-trinitrophenol; Pieronitric acid; Carbazotic acid; C6H3N3O7
nitroxanthic acid.
22. 74-90-8 Asam Sianida Hydrogen cyanide; Hydrocyanic acid; Blausaure;Prussic acid HCN
23. 7664-93-9 Asam Sulfat Sulfuric Acid; Oil of Vitriol H2SO4
24. 100-21-0 Asam Teraftalat Teraphtalic acid; 1,4-benzenedicarboxyclic acid; p-pthalic acid; C8H6O4
Tepthol
25. 12001-29-5 Chrysotile Asbestos White Asbestos, Serpentine Asbestos {Mg6(Si4O10)(OH)8}
26. 74-86-2 Asetilena Acetylene; Ethyne; Ethine C2H2
27. 75-05-8 Asetonitril Acetonitrile; Methyl cynide; cyanomethane; Ethane nitrite C2H3N
28. 7446-09-5 Belerang dioksida Sulphure dioxide; Sulfurous anhydride; Sulfurous oxide SO2
29. 100-44-7 Bensil Klorida Benzil chloride; (chloromethyl)benzene; Alpha-chlorotoluena C7H7Cl
30. 71-43-2 Benzena Benzene, Benzol, Cyclo hexatrine C6H6
31. 7637-07-2 Boron Trifluorida Boron Trifluoride - BF3
32. 7726-95-6 Brom Bromine Br2
33. 106-97-8 Butana n-butane C4H10
34. 19287-45-7 Diboran Diborane; Boroethane; Diboronhexahydriderr B2H6
35. 111-42-2 Dietanolamine Diethanolamine; 2,2-iminobisethanol; diethylolamine; C4H11NO2
bis(hydroxyethyl)amine
36. 60-29-7 Dietil Eter Dethyl ether; 1,1-oxybisethane; Ethoxyethane; Ether; Dietyl C4H10O

2
No. Nomor CAS1) Nama Bahan Kimia Sinonim/Nama Dagang Rumus Molekul
ether; Ethyle oxide; Sulfuric ether; Anesthetic ether
37. 109-89-7 Dietilamina Diethylamine; N-ethylethanamine C4H11N
38. 111-46-6 Dietilena Glikol Dethylene glycol; Beryllium diethyl. C4H10N
39. 68-12-2 Dimetil Fornamida Dimethyl Fornamide; DMF; DMFA. C3H7NO
40. 77-78-1 Dimetil Sulfat Dimethyl sulphate; Sulfuric acid dimethyl ester, DMS; C2H6O4S
41. 505-22-6 Dioksana Dioxane C4H8O2
42. 74-84-0 Etana Dimethyl; Methyl methane; Ethyl hydride C2H6
43. 141-43-5 Etanolamina 2-aminoethanol; monoethanolamine; beta-aminiethyl alcohol; 2- C2H7NO
hydroxyethylamine; Ethylolamine; Colamine
44. 140-88-5 Etil Akrilat Athyl acrylate; 2-propenic acid ethyl ester; acrylic acid ethyl ester C5H8O2
45. 64-17-5 Etil Alkohol Ethanol; Absolute alcohol; Anhydrous alcohol; Dehydrated C2H6O
alcohol; Ethyl hydrate; Ethyl hydroxide
46. 75-00-3 Etil Klorida Ethyl chloride; Chloroethane; Monochloroethane; chlorethyl; C2H5Cl
Aethylis chloridum; Ether chloradus; Etherhydrochloric; Ether
muriatic; Kelene; Chelen; Anodynon; Chlory anesthetic; Narcotile
47. 107-15-3 Etilena Diamina Ethylene Diamine; 1,2-ethanediamine; 1,2-diaminoethane C2H8N2
48. 107-21-1 Etilen Glikol Ethylene glycol; 1,2-etahnediol C2H6O2
49. 74-85-1 Etilena Ethylene; Ethane; Elayl; Olefiant gas C2H4
50. 108-95-2 Fenol Phenol; Carbolic acid; Phenic acid; Phenilic acid; Phenyl C6H5OH
hydroxide; Hidroxybenzene; Oxybenzene
51. 50-00-0 Formaldehida, Formadehyde; Oxomethane; oxymethylene; Methylene oxide; CH2O
Formalin (larutan) Formic aldehyde; Methyl aldehyde; Formaldehyde Solution;
Formalin; Formol; Morbicid; Veracur
52. 75-44-5 Fosgen Phosgene; Carbonic dichloride; Carbonyl chloride; Chloroformyl CCl2O
chloride
53. 85-44-9 Ftalat Anhidrida Pthalic anhydride; 1,3-isobenzofurandione C8H4O3
54. 98-01-1 Furfural Furfural; 2-furancarboxyaldehide; 26furaldehide; Pyromuric C5H4O2
aldehide; Artificial oil of ants; Fulfurol
55. 7782-41-4 Gas Fluor Fluorine; F2

3
No. Nomor CAS1) Nama Bahan Kimia Sinonim/Nama Dagang Rumus Molekul
56. 111-30-8 Glutaraldehida Pentanediol C5H8O2
57. 100-97-0 Heksametilenatetrami Hexamethylenetetramine; 2-methyl-1,3-butadiene C6H12N4
na
58. 110-54-3 Heksana Hexane - C6H14
59. 302-01-2 Hidrazina Hydrazine; Hidrazine anhydrous H4N2
60. 1333-74-0 Hidrogen Hydrogen; Protium H2
61. 7664-39-3 Hidrogen Flourida Hydrogen Fluoro acid; Fluohydric acid HF
62. 7722-84-1 Hidrogen Peroksida Hydrogen peroxide; Hydrogen dioxide; Hydroperoxide; Hioxyl H2O2
63. 7783-07-5 Hidrogen Selenida Hydrogen Selenide; Selenium hydride. H2Se
64. 7783-06-4 Hidrogen Sulfida Hydrogen sulphide; Sulfurated hydrogen; Hydrosulfuric acid H2S
65. 123-31-9 Hidrokuinon Hydroquinone; 1,4-benzodiol; p-dihydroxybenzene; Quinol; Aida; C6H6O2
Black and white bleaching cream; Eldoquine; Eldopaque;
Quinnone; Techquinol.
66. 540-84-1 Isooktana Iso octane; 2,2,4-trimethylpentane; Isobutyl trimethyl methane C8H18
(26635-
67. 78-79-5 Isoprena Methanamine; HMT; HMTA; Hexamine; 1,3,5,7- C5H8
tetraazaadamantane; Aminororn; Ammoform; Cystamin;
Cytogen; Formin; Uritore; Urotropin
68. 67-63-0 Isopropil alkohol 2-propanol C3H8O
69. 7784-24-9 Kalium Aluminium Potassium alum; Potash Alum; Tawas KAl(SO4)2
Sulfat
70. 1310-58-3 Kalium hidroksida Potash KOH
71. 151-50-8 Kalium sianida Potassiumcyanide(8CI);Cyanide of potassium; Hydrocyanic acid, KCN
potassium salt;Kalium cyanid;Potassium cyanide (K(CN))
72. 75-15-0 Karbon disulfida Carbon disulfide: Carbon bisulfide; Dithio carbonic anhydride CS2
73. 7440-44-0 Karbon (hitam) Amorphous, Activated Carbon C
74. 630-08-0 Karbonmonoksida Carbon monoxide CO
75. 7780-50-5 Klor Chlorine Cl2
76. 67-66-3 Kloroform Chloroform; Trichloromethane. CHCl3

4
No. Nomor CAS1) Nama Bahan Kimia Sinonim/Nama Dagang Rumus Molekul
77. 123-73-9 Kroton Aldehida Croton Aldehyde C4H6O
78. 1330-20-7 Ksilena Xylene; Dimethylbenzene; Xylol C5H4(CH3)2
79. 95-47-6 o-Ksilena o-Xylene, 1,2-Dimethylbenzene, o-Xylol;
Orthoxylene
80. 108-38-3 m-Ksilena m-Xylene, 1,3-Dimethylbenzenem-Xylol;
Metaxylene
81. 106-42-3 p-Ksilena p-Xylene, 1,4-Dimethylbenzenep-Xylol;
Paraxylene
82. 67-56-1 Metanol Methylalcohol; Carbinol; Wood spirit; Wood alcohol CH3OH
83. 96-33-3 Metil Akrilat Methyl acrilate; 2-propenoic acid methyl ester; acrylic acid C4H6O2
methyl ester
84. 78-93-3 Metil Etil Keton Methyl ethyl ketone; 2-butanone; Ethylmethyl ketone; MEK; 2- C4H8O
oxobutane
85. 624-83-9 Metil Iso Sianat Methyl isocyanate; Isocyanatomethane; Isocyanic acid methyl CH3-NCO
ester; MIC
86. 74-93-1 Metil Merkaptan Methanethiol; Mercaptomethane; Thiomethyl alcohol; Methyl CH4S
sufhydrate
87. 75-09-2 Metilen Klorida Dichloromethane; Methylene dichloride; Methylene bichloride. CH2Cl2
88. 108-10-1 Metilisobutilketon Isopropylacetone; 4 methyl-2-pentanone; Methyl isobutyl ketone; C6H12O
Hexone
89. 141-43-5 Monoetanolamina 2-aminoethanol
90. 26628-22-8 Natrium Azida Sodium Azide; Smite NaN3
91. 1330-43-4 Natrium Borat kristal Sodium biborate; Sodium pyro borat; Sodium tetra borat Na2B4O7
92. 1310-73-2 Natrium Hidroksida Sodium hydroxide; Caustic soda; Soda lye, Sodium hydrate NaOH
93. 7681-52-9 Natrium Hipoklorit Sodium Hypochlorite - NaOCl
94. 7775-11-3 Natrium Kromat Sodium chromate(VI); Neutral sodium chromate Na2CrO4
95. 142-82-5 n-Heptana n-Heptane C7H16
96. 13463-39-3 Nikel Karbonil Nickel Carbonyl; Nickel Tetracarbonyl Ni (CO)4
97. 54-11-5 Nikotin Nicotine; Nicorette C10H14N2

5
No. Nomor CAS1) Nama Bahan Kimia Sinonim/Nama Dagang Rumus Molekul
98. 98-95-3 Nitrobenzena Mitrobenzol; Essence of mirbane; oil of mirbane C6H5NO2
99. 10102-44-0 Nitrogen Dioksida Nitrogen dioxide NO2
100. 9016-45-9 Nonilfenol etoksilasi Nonylphenol ethoxylated CH3-(CH2)8-C6H4-
(O-CH2-CH2)10-OH
101. 71-23-8 n-Propil Alkohol n-propyl alcohol; 1-propanol; Popylic alcohol; Optal C3H8O
102. 95-48-7 O-kresol Cresol-O; 2-methylphenol; o-cresylic acid; o-hydroxytoluene; C7H8O
Tolanol; Barnard; Meyer.
103. 95-53-4 O-toluidina 2-methylbenzamine; 2-aminotoluena; 2-methylaniline C7H9N

104. 10028-15-6 Ozon Ozone; Triatomic oxygen O3


105. 106-46-7 p-Diklorobenzena Paracide; PDB; Paradichlorobenzene; Para-zene; Di chloricide; C6H4Cl2
Paramoth
106. 109-66-0 Pentana n-pentana C5H12
107. 7761-88-8 Perak nitrat Silvernitrate;Silver Nitrate; Nitricacid silver(1+) salt AgNO3
(8CI,9CI);Silver nitrate (7CI); Nitric acid silver(I)salt; Nitric acid,
silver(1+) salt; Silver (I) nitrate;Silver mononitrate;Silver(1+)
nitrate
108. 101316-46-5 Petroleum eter Rule 66 Mineral Spirits; Rubber Solvent;Solvent Naphtha; PVOC
Mixture 3, Wisconsin; Preciptation Naphtha; Petroleum Benzin
Low Boiling; Petroleum Ether; Petroleum Ether 100-120
109. 110-86-1 Piridina Pyridine; Azine;Azabenzene; CP 32; Piridina; py; Pirydyna; C5H5N
Pyridine,crude,light
110. 1314-56-3 Fosfor Pentaoksida Phosphorouspentaoxide; Phosphoric anhydride; Disphosphorous P2O5
pentaoxide
111. 7719-12-2 Fosfor Triklorida Phosphorous trichloride; Phosphoric chloride PCl3
112. 74-98-6 Propana n-propana; Dimethylmethane; HC 290; LPG; Liquefied petroleum C3H8
gas; Propyl hydride
113. 75-56-9 Propilen Oksida Propylene Oxide; Methyl oxirane; Propene oxide C3H6O
114. 108-46-3 Resorsinol 1,3-benzenediol; m-dihydroxybenzene; Resorcin C6H6O2

6
No. Nomor CAS1) Nama Bahan Kimia Sinonim/Nama Dagang Rumus Molekul
115. 7646-85-7 Seng Klorida Zinc Chloride; Butter zinc. ZnCl2
116. 110-82-7 Sikloheksana Cyclohexane; Hexahydrobenzene; Hexam ethylene; C6H12
Hexanapthene
117. 108-94-1 Sikloheksanon Cyclohexanone; Ketohexamethylene; Pimelic ketone; Hytrol; C6H12O
Hytrol O; Anone; Nadone
118. 109-99-1 Tetrahidrofuran Diethylene oxide; Tetra methylene oxide C4H8O
119. 127-18-4 Tetrakloroetilena Tetrachloroethane; Perchloroethylene; Ethylene tetrachloride; C2Cl4
Tetra chloro ethylene; Nema; Tetracap; Tetropil; Perclene;
Ankilostin; Didakene
120. 7439-92-1 Timbal (timah hitam) Lead Pb
121. 1309-60-6 Timbal dioksida Lead dioxide; Lead oxide brown; Lead peroxide; Lead superoxide PbO2
122. 78-00-2 Timbal Tetraetil Tetraethyl Lead; Tetraethylplumbune; Lead tetraethyl, TEL C8H20Pb
123. 108-88-3 Toluena Methylbenzene; Totuol; Phenylmethane; Methacida C6H5CH3
124. 584-84-9 Toluena-2,4- Toluene-2,4-diisocyanate; 2,4-diisocyanatoluena; 2,4-tolylena C9H6N2O2
diisosianat diisocyanate; TDT; Nacconate 100.
125. 118-96-7 Trinitrotoluena TNT; Alpha-trinitrotoluol; sym-trynitrotuluene; 1-methyl-2,4,6- C7H5N3O6
trinitrobenzene; Trotyl; Tolit; Trilit
126. 1314-62-1 Vanadium Pentoksida Vanadium Pentoxide; Vanadic anhydride. V2O5

127. 108-05-4 Vinil Asetat Acetic acid ethenyl ester; acetic acid vinyl ester C4H6O2
128. 75-10-5 HFC32 R32
129. 75-43-4 HCFC-21 *) Dichlorofluoromethane CHFCl2
130. 75-45-6 HCFC-22 *) Chlorodifluoromethane CHF2Cl
131. 593-70-4 HCFC-31 *) Chlorofluoromethane CH2FCl
132. 354-14-3 HCFC-121 *) Tetrachlorofluoroethane C2HFCl4
133. 41834-16-6 HCFC-122 *) Trichlorodifluoroethane, 1,2,2-Trichloro-1,1-difluoroethane C2HF2Cl3
atau
354-21-2
134. 34077-87-7 HCFC-123 *) Dichlorotrifluoroethane C2HCl2F3

7
No. Nomor CAS1) Nama Bahan Kimia Sinonim/Nama Dagang Rumus Molekul
135. 306-83-2 HCFC-123 *) 1,1-Dichloro-2,2,2-trifluoroethane C2HCl2F3
136. 354-23-4 HCFC-123a *) 1,2-Dichloro-1,1,2-trifluoroethane C2HCl2F3
137. 812-04-4 HCFC-123b *) 1,1-Trifluoro-1,2-dichloroethane C2HCl2F3
138. 2837-89-0 HCFC-124 *) Chlorotetrafluoroethane C2HF4Cl
139. 354-25-6 HCFC-124a *) 1-Chloro-1,1,2,2-tetrafluoroethane CHFClCF3
140. 27154-33-2 HCFC-131 *) Trichlorofluoroethane C2H2FCl3
atau
134237-34-6
141. 25915-78-0 HCFC-132 *) Dichlorodifluoroethane C2H2F2Cl2
142. 431-07-2 HCFC-133 *) Monochlorotrifluoroethane C2H2 Cl F3
143. 1717-00-6 HCFC-141 *) Dichlorofluoroethane C2H3FCl2
atau
25167-88-8
144. 1717-00-6 HCFC-141b *) Dichlorofluoroethane CH3CFCl2
145. 25497-29-4 HCFC-142 *) Chlorodifluoroethane C2H3F2Cl
146. 75-68-3 HCFC-142b *) 1-Chloro-1,1-Difluoroethane C2H3F2Cl
147. 110587-14-9 HCFC-151 *) Chlorofluoroethane C2H4FCl

148. 422-26-4 atau HCFC-221 *) Hexachlorofluoropropane C3HFCl6


29470-94-8
149. 134237-36-8 HCFC-222 *) Pentachlorodifluoropropane C3HF2Cl5
150. 29470-95-9 HCFC-223 *) Tetrachlorotrifluoropropane C3HF3Cl4
atau
134237-37-9
151. 134237-38-0 HCFC-224 *) Trichlorotetrafluoropropane C3HF4Cl3
152. 135151-96-1 HCFC-225 *) Dichloropentafluoropropane C3HF5Cl2
153. 422-56-0 HCFC-225ca *) 3,3-Dichloro-1,1,1,2,2-pentafluoropropane CF3CF2CHCl2
154. 507-55-1 HCFC 225cb *) 1,3-Dichloro-1,1,2,2,3-pentafluoropropane C3HCl2F5
155. 134308-72-8 HCFC-226 *) Chlorohexafluoropropane C3HF6Cl

8
No. Nomor CAS1) Nama Bahan Kimia Sinonim/Nama Dagang Rumus Molekul
156. 134190-48-0 HCFC-231 *) Pentachlorofluoropropane C3H2FCl5
157. 134237-39-1 HCFC-232 *) Tetrachlorodifluoropropane C3H2F2Cl4
158. 7125-84-0 HCFC-233 *) Trichlorotrifluorpropane C3H2Cl3F3
atau
134237-40-4
159. 425-94-5 HCFC-234 *) Dichlorotetrafluoropropane C3H2F4Cl2
160. 134237-41-5 HCFC-235 *) Monochloropentafluoropropane C3H2F5Cl
161. 134190-49-1 HCFC-241 *) Tetrachlorofluoropropane C3H3FCl4
atau
84816-05-7
162. 134237-42-6 HCFC-242 *) Trichlorodifluoropropane C3H3F2Cl3
163. 134237-43-7 HCFC-243 *) Dichlorotrifluoropropane C3H3F3Cl2
164. 134190-50-4 HCFC-244 *) Chlorotetrafluoropropane C3H3F4Cl
165. 134190-51-5 HCFC-251 *) Trichlorofluoropropane C3H4FCl3
166. 134190-52-6 HCFC-252 *) Dichlorodifluoropropane C3H4F2Cl2
167. 134237-44-8 HCFC-253 *) Monochlorotrifluoropropane C3H4F3Cl
168. 134237-45-9 HCFC-261 *) Dichlorofluoropropane C3H5FCl2
169. 134190-53-7 HCFC-262 *) Monochlorodifluorpropane C3H5F2Cl
170. 134190-54-8 HCFC-271 *) Monochlorofluoropropane C3H6FCl
171. 1868-53-7 HBFC-21 B2 *) Dibromofluoromethane CHBr2F
172. 1511-62-2 HBFC-22 B1 *) Bromodifluoromethane CHF2Br
173. 373-52-4 HBFC-31 B1 *) Bromofluoromethane CH2FBr
174. 306-80-9 HBFC-121 B4 *) Tetrabromofluoroethane C2HFBr4
175. EDF-253+) HBFC-122 B3 *) Tribromodifluoroethane C2HF2Br3
176. 354-04-1 HBFC-123 B2 *) Dibromotrifluoroethane C2HF3Br2
177. 354-07-4 HBFC-124 B1 *) Bromotetrafluoroethane C2HF4Br
178. EDF-249 HBFC-131 B3 *) Tribromofluoroethane C2H2FBr3
179. 75-82-1 HBFC-132 B2 *) Dibromodifluoroethane C2H2F2Br2
180. 421-06-7 HBFC-133 B1 *) Bromotrifluoroethane C2H2F3Br

9
No. Nomor CAS1) Nama Bahan Kimia Sinonim/Nama Dagang Rumus Molekul
181. 358-97-4 HBFC-141 B2 *) Dibromofluoroethane C2H3FBr2
182. 359-07-9 HBFC-142 B1 *) Bromodifluoroethane C2H3F2Br
183. 762-49-2 HBFC-151 B1 *) Bromofluoroethane C2H4FBr
184. EDF-260 HBFC 221 B6 *) Hexabromofluoropropane C3HFBr6
185. EDF-235 HBFC 222 B5 *) Pentabromodifluoropropane C3HF2Br5
186. EDF-234 HBFC 223 B4 *) Tetrabromotrifluoropropane C3HF3Br4
187. EDF-233 HBFC224 B3 *) Tribromotetrafluoropropane C3HF4Br3
188. 431-78-7 HBFC 225 B2 *) Dibromopentafluoropropane C3HF5Br2
189. 2252-78-0 HBFC 226 B1 *) Bromohexafluoropropane C3HF6Br
190. EDF-254 HBFC 231 B5 *) Pentabromofluoropropane C3H2FBr5
191. EDF-257 HBFC 232 B4 *) Tetrabromodifluoropropane C3H2F2Br
192. EDF-258 HBFC 233 B3 *) Tribromotrifluoropropane C3H2F3Br
193. EDF-259 HBFC 234 B2 *) Dibromotetrafluoropropane C3H2F4Br
194. 460-88-8 HBFC 235 B1 *) Bromopentafluoropropane C3H2F5Br
195. EDF-242 HBFC 241 B4 *) Tetrabromofluoropropane C3H3FBr4
196. EDF-252 HBFC 242 B3 *) Tribromodifluoropropane C3H3F2Br3
Catatan : 1) Chemical Abstract Service
*adalah B3 batas waktu boleh dimanfaatkan sampai dengan tahun 2030

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

10
LAMPIRAN II
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR TAHUN 2013
TENTANG
PENGELOLAAN BAHAN BERBAHAYA DAN
BERACUN, PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN
BERBAHAYA DAN BERACUN, DAN DUMPING
LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

DAFTAR BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3) YANG TERBATAS DIMANFAATKAN

No. Nomor CAS1) Nama Bahan Kimia Sinonim/Nama Dagang Rumus Molekul
1. 510-15-6 Klorobenzilat Compound 338; G23922; Acaraben; Akar; Folbex; Ethyl C16H14Cl2O3
4,4dichloro benzilate; Ethyl 2-hydroxy-2,2bis(4-
chlorophenil)acetate
2. 88-85-7 Dinozeb dan garam- DNBP; ENT; 1122; WX-8365; Chemax PE; Dow General; C10H12N2O5
garam dinozeb (DNBP) Premerge; Subitex; Caldon; Basanite
3. 106-93-4 Etilena Dibromida EDB; Dowfume; WW 85; 1,2-dibromoethane; Ethylenebromide; C2H4Br2
(EDB) sym-dibromoethane
4. 107-06-2 Etilena Diklorida 1,2-dichloroethane; Sym-dichloroethane; Ethylene chloride; C2H4Cl2
EDC; Dutch liquid; Brocide
5. 75-21-8 Etilena Oksida Oxirane; Orixane; Anprolene C2H4O
6. 640-19-7 Fluoroasetamida 1081; Fluoroacetic acid amide; Monofluoroacetamide; Fussol; C2H4FNO
Fluorakil 100
7. 608-73-1 Heksaklorosikloheksa 1,2,3,4,5,6-Hexachlorocyclohexane; BHC; HCH; NSC 11807; NSC C6H6Cl6
na (HCH) dan 7909; NSC 8093; ENT 7796;; Aparasin; Aphtirin;Esodern;
campuran isomernya Gammalin; Gamane; Ganniso; Gammaxene; Gexane; Jacutin; J-
well Lindafoa; Lindatox; Laroxane; Quellada; Streunex; Tri-6;
Vitou

1
No. Nomor CAS1) Nama Bahan Kimia Sinonim/Nama Dagang Rumus Molekul
8. 58-89-9 Lindana **) Cyclohexane,1,2,3,4,5,6-hexachloro-, g-(8CI); 1,2,3,4,5,6- C6H6Cl6
Hexachlorocyclohexane; 666; Aalindan; Aficide;Agrocide;
Agrocide III; Agrocide WP; Ameisenmittel Merck; Aparasin;
Aphtiria;Aplidal; Arbitex; Gama-HCH; Gama-BHC; Gama-
hexachlor
9. 7439-97-6 Merkuri/Air Raksa Liquid silver; Hydrargyrum; Quicksilver Hg
10. 7487-94-7 Merkuri klorida Mercuric Chloride; Mercury bichloride; Corrosive mercury HgCl2
chloride
11. 21908-53-2 Merkuri Oksida Mercuric oxide HgO
12. 10265-92-6 Metamidofos (terlarut Ciba 570; ENT 27396; Otrho 9006; SRA 5172; Monitor; C2H8NO2PS
dalam formulasi Tamaron
melebihi 1000 gr
active ingredient/liter)
13. 74-83-9 Metil Bromida Bromomethane; Monobromomethane; Embafume CH3Br
14. 6923-22-4 Monocrotophos 5D9129; ENT 27129; Monocron; Azodrin; Nuracron C7H14NO5P
(terlarut dalam
formulasi melebihi
600 gr active
ingredient/liter
15. 87-86-5 Pentaklorofenol, PCP; Ponta; Penchloroe; Santhophene 20 C6HCl5O
garam dan esternya
16. 13171-21-6 Fosfamidon (terlarut Ciba 570; ENT 25515; Dimecron C10H19ClNO5P
dalam formulasi
melebihi 1000 gr
active ingredient/liter)
17. 10112-91-1 Senyawa merkuri HgCl
21908-53-2 termasuk: HgO
1. Anorganik merkuri,
selain merkuri

2
No. Nomor CAS1) Nama Bahan Kimia Sinonim/Nama Dagang Rumus Molekul
klorida dan merkuri
oksida
2. Alkil merkuri
3. Alkiloksialkil
merkuri
4. Aril merkuri
18. 126-72-7 Tris-BP Tris(2,3-dibromopropyl)phosphate; Apex 462-5; Flammex AP; C9H15Br6O4P
Flammex T 23P; Firemaster LV-T23P; Firemaster T 23P; T 23P;
Fyrol HB-32
19. 432-21-0 HBFC243 B2 *) Dibromotrifluoropropane C3H3F3Br2
20. EDF-243 HBFC 244 B1 *) Bromotetrafluoropropane C3H3F4Br
21. EDF-239 HBFC 251 B3 *) Tribromofluoropropane C3H4FBr3
22. EDF-241 HBFC 252 B2 *) Dibromodifluoropropane C3H4F2Br
23. EDF-240 HBFC 253 B1 *) Bromotrifluoropropane C3H4F3Br
24. EDF-237 HBFC 261 B2 *) Dibromofluoropropane C3H5FBr2
25. EDF-238 HBFC 262 B1 *) Bromodifluoropropane C3H5F2Br
26. EDF-236 HBFC 271 B1 *) Bromofluoropropane C3H6FBr
27. 74-97-5 Bromochloromethane CH2BrCl
Catatan : 1) Chemical Abstract Service

*) adalah B3 dengan batas waktu pemanfaatan sampai dengan tahun 2030


**)adalah B3 dengan pemanfaatan hanya untuk pengobatan scabiessampai dengan tahun 2015
EDF)nomor dengan kode EDF adalah B3 yang masih alam proses identifikasi CAS-nya sesuai dengan rumpun B3
dimaksud.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

3
LAMPIRAN III
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR TAHUN 2013
TENTANG
PENGELOLAAN BAHAN BERBAHAYA DAN
BERACUN, PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN
BERBAHAYA DAN BERACUN, DAN DUMPING
LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

DAFTAR BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3) YANG DILARANG DIMANFAATKAN

No. Nomor CAS1) Nama Bahan Kimia Sinonim/ Nama Dagang Rumus Molekul
1. 77536-66-4 Actinolite (asbestos) Ca2(Mg,Fe2+)5
Si8O22(OH)2
2. 309-00-2 Aldrin HHDN C12H8Cl6

3. 12172-73-5 Amosite (asbestos) Brown Asbestos (Fe2+,Mg)7


Si3O22(OH)2
4. 77536-67-5 Anthophyllite (Mg,Fe2+)7
(asbestos) Si8O22(OH)2
5. 12001-28-4 Crocidolite Blue Asbestos Na2Fe2+3Fe3+2Si8O2
2(OH)2
6. 57-74-9 Klordana CD68; Velsicol 1068; Toxichlor; Niran; Octachlor; Orthochlor; C10H6Cl8
Synclor; Belt; Corodane
7. 50-29-3 DDT Dichlorodiphenyltrichloroethane; D-58; Chlorophenothane; C14H9Cl5
Clofenotane; Dicophane; Pentachlorin; p,p-DDT; Agritan;
Gesapon; Gesarex; Gaserol; Guesapon;Neocid
8. 60-57-1 Dieldrin Compound 497; ENT 16225; HEOD; Insectiside No.497; Octalox C12H8Cl6O

1
No. Nomor CAS1) Nama Bahan Kimia Sinonim/ Nama Dagang Rumus Molekul
9. 72-20-8 Endrin Compound 269; ENT 17251; Nendrin; Hexadrin C12H8Cl6O

10. 68928-80-3 Heptabromodifenil eter Benzene, 1,1-oxybis-, heptabromo derive C12H3Br7O

11. 76-44-8 Heptaklor E3314; Velsicol 104; Drinox; Heptamul C10H5Cl7

12. 36483-60-0 Heksabromodifenil C12H4Br6O


eter
13. 118-74-1 Heksaklorobenzena Polychlorobenzene; Anticarie; Bunt-cure; Nont-no-more; Julins C6Cl6
Carbon Chloride
14. 2385-85-5 Mirex C6-1283; ENT 25719; Dechlorane; Hexachloropentadienedimer C10Cl12

15. 1336-36-3 PCBs Polychlorinated Biphenyls; Chlorobiphenyls; Aroclor; Clophen; C12X, X=H atau Cl
Fenclor; Kenachlor;Phenochlor; Pyralene; Santotherm
16. 77536-68-6 Tremolite (asbestos) Ca2Mg5Si8O22(OH)2

17. 8001-35-2 Toksafena Hercules3956; Polychlorocamphene; Clorinatedchampene; C10H10Cl8


Champeclor; Altox; Geniphene; Motox; Penphene; Phenacide;
Phenatox; Strobane-T; Toxakil
18. 115-29-7 Technical endosulfan Benzoepin, Endocel, Parrysulfan, Phaser, Thiodan, Thionex C9H6Cl6O3S
959-98-8 and its related isomers
33213-65-9
19. 93-76-5 (2,4,5-Triklorofenoksi) Aceticacid,(2,4,5-trichlorophenoxy)-(8CI,9CI);(2,4,5- C8H5Cl3O3
Asam asetat Trichlorophenoxy) acetic acid; Arbokan; BCF-Bushkiller; Forst U
46; Fortex; NSC 430; Trichlorophenoxyacetic acid; Trioxon;
Verton 2T
20. 2425-06-1 Captafol Difolatan C10H9Cl4NO2S

21. 6164-98-3 Klordimeform (CDM) CDM; Ciba-8514; Schering 36,268; Spanon; Fundal; Gulecton; C10H13ClN2
Chlorophenamidine

2
No. Nomor CAS1) Nama Bahan Kimia Sinonim/ Nama Dagang Rumus Molekul
22. 298-00-0 Metil-parathion E601; ENT 17292; Dalf(Obsolute) Dimethyl parathion; parathion- C8H10NO5PS
(Emulsi dengan methyl; Metron Penncap M; Metron; Folidol-M; Metscide
kandungan Metaphos; Nitrox 80.
19,5%,40%, 50%, 60%
active ingredient. Debu
dengan kandungan
1,5%, 2%, 3% active
ingredient)
23. 56-38-2 Parathion (seluruh DNTP; 5NP; E-605; AC 3422; ENT 15108; Alkron; Alleron; C10H14NO5PS
formulasi: aerosol Aphamile; Diethyl-p-nitrophenylmonothio phosphate; Etilon;
dustable powder (DP), Folidol; Fosferone; Niran; Raraphos; Rhodiatox; Thiphos
emulsifiable
concentrate (EC),
granular (GR) dan
wettable powder (WP)
kecuali capsule
suspension (CS)
24. 36355-01-8 Polibrominat bifenil Brominated biphenyls; polybromobiphelyls C12X
(hexa-) (PBBs) X= H atau Br
27858-07-7
(octa-)
13654-09-6
(deca-)
25. 61788-33-8 Polychlorinated Chlorinated biphenyls; Chlorobiphenyls; Aroclor; Chlopen; C18H14
triphenyls (PCTs) Fenclor; Keneclor; Phenoclor; Pyrulene; Santotherm
26. 71-55-6 TCA (1,1,1 Methylchloroform; Chorothene C2H3Cl3
Trikloroetana)
27. 56-23-5 Karbon Tetraklorida Tetrachloromethane; Perchloromethane; Necatorina; Bezinoform CCl4

3
No. Nomor CAS1) Nama Bahan Kimia Sinonim/ Nama Dagang Rumus Molekul
28. 75-69-4 CFC-11 Trichloromonofluoromethane; Fluorotrichloromethane; Freon 11; CCl3F
frigen 11; Areton 11
29. 75-71-8 CFC-12 Dichlorodifluoromethane; Areton 12; Freon 12; Frigen 12; CCl2F2
Genetron 12; Halon; Isotron 2
30. 76-13-1 CFC-113 1,1,2-Trichloro-1,2,2-trifluoroethane; Trichlorotrifluoroethane C3Cl3F3

31. 76-14-2 CFC-114 Dichlorotetrafluoroethane; 1,2-Dichloro-1,1,2,2- C2Cl2F4


tetrafluoroethane; Cryfluorane; Freon 114r; Frigen 114; Areton
114
32. 76-15-3 CFC-115 Chloropentafluoroethane; Ethane,chloropentafluoro- C2ClF5
(6Cl,8Cl,9Cl); 1-Chloro-1,1,2,2,2-pentafluoroethane;1-
Chloropentafluoroethane; CFC 115; Chloroperfluoroethane; F
115; FC 115; FKW115; Fluorocarbon 115; Freon 115; Genetron
115; Monochloropentafluoroethane;Pentafluorochloroethane;
Pentafluoroethyl chloride; Perfluoroethyl chloride;Propellant 115;
R 115; Refrigerant R115
33. 75-72-9 CFC-13 Chlorotrifluoromethane CClF3

34. 76-12-0 CFC-112 Tetrachlorodifluoroethane C2Cl4F2

35. 354-56-3 CFC-111 Pentachlorofluoroethane C2Cl5F

36. 422-78-6 CFC 211 Heptachlorofluoropropane; Propane,1,1,1,2,2,3,3-heptachloro-3- C3Cl7F


fluoro-; 1,1,1,2,2,3,3-Heptachloro-3-fluoropropane;1-
Fluoroheptachloropropane
37. 3182-26-1 CFC 212 Heksachlorodifluoropropane; Propane,1,1,1,3,3,3-hexachloro- C3Cl6F2
atau 2,2-difluoro-; 1,1,1,3,3,3-Hexachloro-2,2-difluoropropane;
661-96-1 1,1,1,3,3,3-Hexachlorodifluoropropane
38. 2354-06-5 CFC 213 Pentachlorotrifluoropropane; Propane,1,1,1,3,3-pentachloro- C3Cl5F3
2,2,3-trifluoro-; 1,1,1,3,3-Pentachloro-2,2,3-trifluoropropane;

4
No. Nomor CAS1) Nama Bahan Kimia Sinonim/ Nama Dagang Rumus Molekul
1,1,1,3,3-Pentachloroperfluoropropane; 1,1,1,3,3-
Pentachlorotrifluoropropane; 1,2,2-Trifluoropentachloropropane;
NSC 516388
39. 2354-04-3 CFC-214 Tetrachlorotetrafluoropropane; 1,1,3,3-tetrachloro-1,2,2,3- C3Cl4F4
tetrafluoro-propane; 1,1,3,3-Tetrachloro-1,2,2,3-
tetrafluoropropane; 1,1,3,3-Tetrachlor-1,2,2,3-tetrafluorpropan;
1,1,3,3-Tetrachlortetrafluorpropan propane; 1,1,3,3-tetrachloro-
1,2,2,3-tetrafluoro-
40. 76-17-5 atau CFC-215 Trichloropentafluoropropane; Propane,1,2,3- C3Cl3F5
1652-81-9 trichloropentafluoro- (6CI,7CI,8CI); 1,1,2,3,3-Pentafluoro-1,2,3-
trichloropropane; 1,2,3-Trichloro-1,1,2,3,3-pentafluoropropane;
1,2,3-Trichloropentafluoropropane; R 215ba
Trichloropentafluoropropane ; 1,1,3-trichloro-1,2,2,3,3-
pentafluoro-propane
41. 661-97-2 CFC-216 Dichlorohexafluoropropane C3Cl2F6

42. 76-18-6 CFC-217 Chloroheptafluoropropane C3ClF7

43. 353-59-3 Halon-1211 Bromochlorodifluoromethane CBrClF2

44. 75-63-8 Halon-1301 Bromotrifluoromethane CBrF3

45. 124-73-2 Halon-2402 Dibromotetrafluorethane; 1,2-Dibromo-1,1,2,2-tetrafluoroethane CBr2F4

46. 75-45-6, R-502 (Campuran


76-15-3 mengandung turunan
perhalogenasi dari HC
Asiklik mengandung
dua atau lebih
Halogen berbeda:

5
No. Nomor CAS1) Nama Bahan Kimia Sinonim/ Nama Dagang Rumus Molekul
 Mengandung HC,
Asiklik perhalogenasi
hanya fluor dan klor
 Mengandung R-115/
HCFC-22
(Klorodifluoro etana)
47. 75-71-8, R 500 Blended antara CFC-12/HCFC 152a, R 50-2 blended HCFC
25497-28-3
48. 319-84-6 Alpha hexachloro- Alpha-Benzenehexachloride, Alpha-Hexacloran(e), Alpha-Lindane C6H6Cl6
cyclohexane
49. 319-85-7 Beta hexachloro- Beta-Benzenehexachloride C6H6Cl6
cyclohexane
Catatan: 1) Chemical Abstract Service

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

6
LAMPIRAN IV
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR TAHUN 2013
TENTANG
PENGELOLAAN BAHAN BERBAHAYA DAN
BERACUN, PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN
BERBAHAYA DAN BERACUN, DAN DUMPING
LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

DAFTAR LIMBAH B3 DARI SUMBER YANG TIDAK SPESIFIK

Kode Limbah Bahan Pencemar


Pelarut Terhalogenasi:
D1001a Tetrakloroetilen
D1002a Trikloroetilen
D1003a Metilen Klorida
D1004a 1,1,1-trikloroetana
D1005a 1,1,2-trikloroetana
D1006a Karbon Tetraklorida
D1007a 1,1,2,-trikloro-1,2,2,-trifluoroetana
D1008a Triklorofluorometana
D1009a Orto-diklorobenzena
D1010a Klorobenzena
D1011a Trikloroetana
D1012a Fluorokarbon Terklorinasi
D1013a Karbon Tetraklorida

Pelarut Yang Tidak Terhalogenasi:


D1001b Ksilena
D1002b Aseton
D1003b Etil Asetat
D1004b Etil Benzena
D1005b Etil Eter
D1006b Metil Isobutil Keton
D1007b n-Butil Alkohol
D1008b Sikloheksanon
D1009b Dimetilbenzena
D1010b Metanol
D1011b Kresol
D1012b Toluena
D1013b Metil etil keton
D1014b Karbon disulfide
D1015b Isobutanol
D1016b Piridina
D1017b Benzena
D1018b 2-Etoksietanol
D1019b 2-Nitropropana
D1020b Asam Kresilat
D1021b Nitrobenzena

Asam/Basa:
D1001c Amonium Hidroksida
D1002c Asam Hidrobromat

1
Kode Limbah Bahan Pencemar
D1003c Asam Hidroklorat
D1004c Asam Hidrofluorat
D1005c Asam Nitrat
D1006c Asam Fosfat
D1007c Kalium Hidroksida
D1008c Natrium Hidroksida
D1009c Asam Suflat
D1010c Asam Klorida

Yang Tidak Spesifik Lainnya:


D1001d PCB’s (Polychlorinated Biphenyls)
D1002d Aki/baterai bekas
D1003d Limbah Minyak Diesel Industri
D1004d Fiber Asbes
D1005d Pelumas Bekas, Minyak Kotor, dan/atau Residu Oli
D1006d Filter Oli Bekas
D1007d Residu Insinerator
D1008d Residu dari proses pengolahan tanah terkontaminasi secara
termal
D1009d Air lindi yang dihasilkan dari fasilitas penimbunan dan/atau
penyimpanan limbah B3 secara terbuka
D1010d Kain Majun Terkontaminasi Limbah B3
D1011d Refraktori Bekas
D1012d Karbon aktif bekas
D1013d Resin bekas
D1014d Limbah dan/atau buangan produk yang mengandung merkuri
(Hg)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

2
LAMPIRAN V
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR TAHUN 2013
TENTANG
PENGELOLAAN BAHAN BERBAHAYA DAN
BERACUN, PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN
BERBAHAYA DAN BERACUN, DAN DUMPING
LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

TABEL 1. DAFTAR LIMBAH B3 DARI SUMBER SPESIFIK UMUM

Kode Jenis Industri/ Asal/Uraian Pencemar


Sumber Pencemaran
Limbah Kegiatan Limbah Utama
D201 Pupuk dan 1. Proses produksi - Katalis bekas - Logam berat
Bahan Senyawa urea, ZA, TSP, - Sludge proses (terutama As,
Nitrogen DSP dan Kalsium produksi Hg)
Sulfat,Asam - Limbah - Sulfida/seny
Sulfat, laboratorium awa amonia/
Amoniak,Asam - Karbon aktif senyawa
Fosfat, Asam bekas fosfat
Nitrat.
2. Proses reaksi
kimia seperti
Mono Amonium
Fosfat (pupuk
buatan majemuk
nitrogen fosfat),
Kalium Amonium
Klorida (pupuk
buatan majemuk
nitrogen kalium),
Kalium
Metafosfat dan
Amonium Kalium
Fosfat (pupuk
buatan majemuk
nitrogen fosfat
kalium).
3. IPAL yang - Sludge dari
mengolah efluen IPAL
dari proses
produksi di atas
D202 PESTISIDA 1. Proses - Alat - Bahan aktif
DAN PRODUK pembuatan pengemasan pestisida
AGROKIMIA bahan baku dan - Hidrokarbon
Mencakup: pestisida, seperti perlengkapan terhalogenasi
Industri buthyl phenyl - Produk off-spec - Pelarut
insektisida, methyl carbamat - Residu proses mudah
rodentisida, (BPMC), methyl produksi dan terbakar
fungisida, isopropyl formulasi - Logam dan
herbisida; carbamat (MIPC), - Pelarut bekas logam berat
industri produk diazinon, - Absorban dan (terutama
anti-sprout (anti carbofuran, filter bekas As,Pb, Hg,
glyphosate, Cu, Zn,Th)

3
Kode Jenis Industri/ Asal/Uraian Pencemar
Sumber Pencemaran
Limbah Kegiatan Limbah Utama
tunas), monocrotophos, - Residu proses - Senyawa Sn
pengatur arsentrioxyde dan destilasi/evapo –Organik
pertumbuhan copper sulphate. rasi
tanaman; 2. Proses - Pengumpulan
industri pengolahan debu
disinfektan bahan aktif - Limbah
menjadi laboratorium
pemberantas - Residu dan
hama (pestisida) incinerator
dalam bentuk
siap dipakai
seperti
insektisida,
fungisida,
rodentisida,
herbisida,
nematisida,
molusida dan
akarisida.
3. Proses
penyimpanan dan
pengemasan
pestisida
4. IPAL yang - Sludge dari
mengolah efluen IPAL
dari proses
produksi
pestisida
D203 Kimia Dasar 1. Proses yang - Absorban dan - Logam berat
Anorganik Klor menghasilkan filter bekas (terutama
dan Alkali bahan kimia - Alat yang Hg)
khlor dan alkali, terkontaminasi - Hidrokarbon
seperti soda Hg terhalogenasi
kostik, soda abu, - Sludge hasil
natrium klorida, proses
kalium pengawetan
hidroksida dan - Limbah
senyawa klor laboratorium
lainnya.
Termasuk
menghasilkan
logam alkali,
seperti litium,
natrium dan
kalium, serta
senyawa alkali
lainnya.
2. Pemurnian garam
3. Proses produksi
soda kostik
(metoda sel
merkuri)
4. Proses produksi

4
Kode Jenis Industri/ Asal/Uraian Pencemar
Sumber Pencemaran
Limbah Kegiatan Limbah Utama
klorin (metoda
elektrolisis proses
sel merkuri)
5. IPAL yang - Sludge dari
mengolah efluen IPAL
dari proses
produksi di atas
D204 Perekat/ Lem 1. Pembuatan - Bahan dan - Bahan
perekat/lem yang produk off-spec organik
berasal dari - Residu dari (terutama
plastik, seperti kegiatan senyawa
ester dan eter, produksi fenol)
phenol - Katalis bekas - Hidrokarbon
formaldehide (PF), - Pelarut bekas terhalogenasi
urea formaldehide - Limbah
(UF), melamine laboratorium
formaldehide - Adesif/perekat
(MF). bekas
2. IPAL yang - Sludge dari
mengolah efluen IPAL
dari produksi
resin adesif
D205 Resin Adesif 1. MFPD resin - Bahan dan - Bahan
Fenol adesif produk off-spec organik
formaldehida - Residu dari (terutama
(PF), urea kegiatan senyawa
formaldehida produksi fenol)
(UF), melamin - Katalis bekas - Hidrokarbon
formaldehida - Pelarut bekas terhalogenasi
(MF), dll - Limbah
laboratorium
- Adesif/perekat
bekas
2. IPAL yang - Sludge dari
mengolah efluen IPAL
dari produksi
resin adesif
D206 Polimer & 1. Pembuatan - Monomer/oligo - Berbagai
Plastik dan bahan plastik, mer yang tidak senyawa
Karet Sintetis seperti alkid, bereaksi organik
Dalam Bentuk poliester, aminos, - Katalis bekas - Hidrokarbon
Dasar poliamid, - Residu terhalogenasi
epoksida, silikon, produksi/ - Logam berat
poliuretan, reaksi polimer (terutama
polietilena (PE), absorban Cd, Pb, Sb,
polipropilena (PP), (misalnya Sn)
polistirena, karbon aktif - Sludge yang
polivinil klorida bekas) terkontamina
(PVC). - Limbah si Zn proses
2. Pembuatan karet laboratorium roduksi
sintetis, seperti - Sisa dan bekas rayon/resin
styrene butadiene stabiliser akrilik
rubber (SBR), (misalnya

5
Kode Jenis Industri/ Asal/Uraian Pencemar
Sumber Pencemaran
Limbah Kegiatan Limbah Utama
polychloroprene dalam produksi
(neoprene), PVC: Cd. Zn.
acrylonitrile As)
butadine rubber - Fire retardant
(nitrile rubber), misalnya Sb
silicone rubber dan senyawa
(polysiloxane) dan bromin
isoprene rubber organik)
- Senyawa Sn
organik
- Residu dari
proses
destilasi
D206 Polimer & Serat 1. Proses - 1)MFPD - Berbagai
Sintetis pembuatan serat monomer dan senyawa
(tow), benang polimer organik
(yarn) atau strip - Katalis bekas - Hidrokarbon
filamen buatan, - Residu terhalogenasi
seperti poliamid, produksi/ - Logam berat
polipropilen, reaksi polimer (terutama
akrilik, selulosa absorban Cd, Pb, Sb,
asetat diolah (misalnya Sn)
lebih lanjut karbon aktif - Sludge yang
dalam industri bekas) terkontamina
tekstil. - Limbah si Zn proses
2. Proses laboratorium produksi
pembuatan serat - Senyawa Sn rayon/resin
stapel sintetis, organik akrilik
seperti poliamid, - Residu dari
poliester, rayon proses destilasi
viscose, akrilik,
selulosa asetat
dan sebagainya
(kecuali serat
gelas dan serat
optik) untuk
diolah lebih
lanjut dalam
industri tekstil.
3. IPAL yang - Sludge dari
mengolah efluen IPAL
dari produksi
polimer
D207 Kilang Minyak 1. Proses - Sludge proses - Senyara
dan Gas Bumi, pemurnian dan produksi & organik
dan Petrokimia pengilangan fasilitas - Hidrokarbon
minyak bumi penyimpanan terhalogenasi
menghasilkan gas minyak bumi - Logam berat
atau LPG, - Katalis bekas (terutama Cr,
naptha, avigas, - Tar (residu Ni, Sb)
avtur, gasoline, produksi atau - Hidrokarbon
minyak tanah reaksi kimia) Aromatis
atau kerosin, - Absorban

6
Kode Jenis Industri/ Asal/Uraian Pencemar
Sumber Pencemaran
Limbah Kegiatan Limbah Utama
minyak solar, (misalnya
minyak diesel, karbon aktif
minyak bakar bekas dan filter
atau bensin, bekas)
residu, solvent/ - Limbah
pelarut, wax, laboratorium
lubricant dan - Residu/ash
aspal. proses spray
2. Proses drying
pemurnian dan - Pelarut bekas
pengolahan gas
alam menjadi
Liquified Natural
Gas (LNG) dan
Liquified
Petroleum Gas
(LPG).
3. Proses
pembuatan
minyak pelumas,
oli dan gemuk
yang berbahan
dasar minyak.
4. Proses
pengolahan
kembali minyak
pelumas bekas
minyak pelumas.
5. Proses - Sludge minyak - Bahan
pengolahan - Katalis bekas organik
minyak dan gas - Karbon aktif - Bahan
bumi bekas terkontamina
6. Unit Dissolved Air - Filter bekas si minyak
Flotation (DAF) - Residu dasar - Logam &
7. Pembersihan heat tanki (yang logam berat
exchanger memiliki (terutama
8. Tanki kontaminan Ba, Cr, Pb,
penyimpanan diatas standar Ni)
minyak dan gas dan memiliki - Sulfida
bumi karakteristik - Tensioactive
limbah B3) (surfactant,
- Limbah dll)
laboratorium
- Limbah PCBs
9. IPAL yang - Sludge dari
mengolah efluen IPAL
dari proses
produksi di atas
dan proses
pengolahan
minyak dan gas
bumi
D208 Pengawetan Proses pengawetan - Sludge dari - Fenol

7
Kode Jenis Industri/ Asal/Uraian Pencemar
Sumber Pencemaran
Limbah Kegiatan Limbah Utama
Kayu kayu dengan cara proses terklorinasi
pengolahan kimia pengawetan (misalnya
dan perendaman kayu dan pentaklorofe
kayu dengan bahan fasilitas nol)
pengawet atau penyimpanan - Hidrokarbon
bahan lainnya. - Sludge dari alat terhalogenasi
pengawetan - Senyawa
kayu organometal
- Produk off-spec
dan produk
left-over
- Solvent/pelarut
bekas
- Kemasan bekas
- Sludge dari
IPAL
D209 Logam Dasar 1. Proses kegiatan - Ash, dross - Logam berat
Besi dan Baja tungku - Debu, residu (terutama As,
Mencakup pembakar, steel dan/atau Cr, Pb, Ni,
reduksi bijih converter, pabrik sludge dari Cd, Th, Cu
besi dalam penggulungan fasilitas dan Zn)
tungku dan finishing pengendali - Organik
pembakar dan 2. Proses cold pencemaran (fenolic,
oxygen drawing, grinding udara naftalen)
converter, dan turning - Pasir foundry - Larutan
reduksi sisadan 3. IPAL yang dari debu asam alkali
buangan besi mengolah efluen cupola - Sianida
dalam tungku dari coke - Emulsi minyak - Nitrat
listrik atau oven/blast dari pendingin - Fluorida
dengan reduksi furnace /pelumas - Limbah
langsung bijih - Sludge amonia minyak
besi tanpa still lime
peleburan - Solvent/pelarut
bekas asam
alkali &
residunya
- Fluxing agent
bekas
- Sludge dari
proses rolling
- Sludge IPAL
D210 Pembuatan 1. Proses - Sludge dari - Logam berat
Logam Dasar pemurnian dan fasilitas proses (terutama As,
Bukan Besi peleburan logam- peleburan Pb, Zn, Cu,
logam bukan besi - Debu dan/atau Th, Ba, Cd,
dalam bentuk sludge dari Cr, Ni, Pb)
dasar (ingot, fasilitas - Larutan
billet, slab, pengendali asam
batang, pellet, pencemaran - Nitrat,
block, sheet, pig, udara fluorida
paduan dan - Ash, slag dan - Asam borat
bubuk) seperti dross yang dan oksalat
ingot kuningan, merupakan - Larutan

8
Kode Jenis Industri/ Asal/Uraian Pencemar
Sumber Pencemaran
Limbah Kegiatan Limbah Utama
ingot aluminium, residu dari asam/ alkali
ingot seng, ingot proses - Limbah
tembaga, ingot peleburan minyak
timah, billet - Limbah dari
kuningan, billet proses
aluminium, slab skimming
kuningan, slab - Larutan asam
aluminium, bekas
batang (rod) - Larutan
kuningan, batang oksalat dan
aluminium, pellet sludgenya
kuningan, pellet - Larutan
aluminium, permanganat
paduan (pickling)
perunggu, - Residu asam
paduan nikel dan pickling
logam anti - Larutan
gesekan (bearing pembersih
metal). alkali
- Minyak emulsi
pendingin/pelu
mas
2. IPAL yang - Sludge dari
mengolah efluen IPAL
dari proses
peleburan di atas
D211 Peleburan dan 1. Proses primer - Sludge dari - Logam berat
Pemurnian dan sekunder fasilitas proses (terutama
Tembaga peleburan dan peleburan dan Cu,Pb, Cd,
penyempurnaan penyempurnaa Th)
tembaga n - Larutan
2. Proses peleburan - Debu dan/atau asam
dengan electric sludge dari
arc furnace fasilitas
3. Proses asam (acid pengendalipenc
plant) emaran udara
- Larutan asam
bekas
- Residu dari
proses
penyempurnaa
n secara
elektrolitis
- Sludge dari
Acid plant
blowdown ash,
dross yang
merupakan
residu dari
proses
peleburan
4. IPAL yang - Sludge IPAL
mengolah efluen

9
Kode Jenis Industri/ Asal/Uraian Pencemar
Sumber Pencemaran
Limbah Kegiatan Limbah Utama
dari proses
peleburan
tembaga
D212 Tinta 1. MFPD tinta - Sludge dari - Organik
Kegiatan yang 2. Proses deinking proses (binder &
menggunakan pada pabrik produksi dan resin)
tinta seperti bubur kertas penyimpanann - Hidrokarbon
percetakan ya terhalogenasi
pada kertas, - Sludge - Senyawa
plastik, tekstil, terkontaminasi organometal
dll, termasuk tinta - Pelarut
proses deinking - Pelarut bekas mudah
pada pabrik - Residu dari terbakar
bubur kertas proses - Logam berat
pencucian (terutama Cr,
- Kemasan bekas Pb)
tinta - Pigmen dan
- Produk off-spec zat warna
dan - Deterjen
kadaluwarsa - Calico
3. IPAL yang - Sludge dari printing-As
mengolah efluen IPAL
dari proses yang
berhubunganden
gan tinta
D213 Tekstil 1. Proses - Pelarut bekas - Logam berat
Mencakup pengelantangan, (cleaning) (terutama As,
kegiatan pencelupan - Fire retardant Cd, Cr, Pb,
pemutihan dan (dyeing) dan (Sb/ senyawa Cu, Zn)
pencelupan penyempurnaan brom organik) - Hiddrokarbo
serat tekstil, lainnya untuk n
benang rajut, benang maupun terhalogenasi
kain dan benang jahit. dari proses
barang-barang 2. Proses dressing &
tekstil, pengelantangan, finishing
pembuatan pencelupan dan - Pigmen, zat
tahan air, penyempurnaan warna dan
pelapisan, lainnya untuk pelarut
pengaretan, kain. organik
atau peresapan 3. Proses - Tensioactive
pakaian pencetakan kain, (surfactant)
termasuk juga
pencetakan kain
motif batik.
4. Usaha
pembatikan
dengan proses
malam (lilin),
baik yang
dilakukan dengan
tulis, cap atau
kombinasi antara
cap dan tulis.

10
Kode Jenis Industri/ Asal/Uraian Pencemar
Sumber Pencemaran
Limbah Kegiatan Limbah Utama
5. IPAL yang - Sludge dari
mengolah efluen IPAL
proses kegiatan mengandung
tekstil di atas logam berat
D214 Manufaktur, 1. Seluruh proses - Sludge proses - Logam dan
Perakitan, dan yang produksi logam berat
Pemeliharaan berhubungan - Pelarut bekas (terutama As,
Kendaraan dan fabrikasi dan (cleaning) Ba, Cd, Cr,
Mesin finishing logam, - Fire retardant Pb, Ag, Hg,
Mencakup manufaktur (Sb/senyawa Cu, Ni, Zn,
manufaktur mesin, suku brom organik) Se, Sn)
dan perakitan cadang dan - Sisa proses - Nitrat
kendaraan perakitan, blasting (slag, - Residu cat
bermotor, termasuk garnet, dll) - Minyak &
sepeda, kapal, kegiatan terkait gemuk
pesawat D215 dan D216 - Senyawa
terbang, 2. Seluruh proses amonia
traktor, alat- yang - Pelarut
alat berat, berhubungan mudah
generator, dengan terbakar
mesin-mesin manufaktur, - Asbestos
produksi dll perakitan ,dan - Larutan
termasuk pemeliharaan asam
pembuatan kendaraan dan
suku cadang mesin
dan asesori dan 3. IPAL yang - Sludge dari
rangka. mengolah efluen IPAL
dari proses di
atas
D215 ELEKTROPLATI 1. Proses - Sludge - Logam dan
NG DAN penyepuhan pengolahan logam berat
GALVANIS logam, anodizing; dan pencucian (terutama
Mencakup pengolahan - Larutan Cd, Cr, Cu,
kegiatan panas logam; pengolah bekas Pb, As, Ba,
pelapisan pembersihan - Larutan asam Hg, Se, Ag,
logam pada logam; (pickling) Ni, Zn, Sn)
permukaan pewarnaan - Dross, slag - Sianida
logam atau logam, - Pelarut bekas - Senyawa
plastik dengan pengerasan & (terklorinasi) Amonia
proses elektris pengkilapan - Larutan bekas - Fluorida
logam termasuk proses - Fenol
proses perlakuan: degreasing - Nitrat
phosphating, - Residu dari
etching, polishing, larutan
chemical - batch
conversion - Slag dari
coating, anodising kegiatan sand
2. Pre-treatment: blasting seperti
pickling,degreasin copper slag,
g, stripping, steel slag,
cleaning, grinding, garnet slag dll)
sandblasting,
weldclaning,depai

11
Kode Jenis Industri/ Asal/Uraian Pencemar
Sumber Pencemaran
Limbah Kegiatan Limbah Utama
nting
3. IPAL yang - Sludge IPAL
mengolah efluen
proses galvanis
dan
elektroplating di
atas
D216 Cat 1. MFPD cat - Sludge cat - Bahan
Mencakup - Pelarut bekas organik
kegiatan - Filter bekas (resin)
varnish dan - Produk off-spec - Hidrokarbon
pelapisan - Residu proses terhalogenasi
dengan bahan destilasi - Caustic
lainnya - Cat anti korosi sludge
(Pb, Cr) - Pelarut
- Debu dan/atau mudah
sludge dari meledak
unit - Pigmen
pengendalian - Logam dan
pencemaran logam berat
udara (terutama As,
- Sludge proses Ba, Cd, Cr,
depainting Pb, Hg, Se,
2. IPAL yang - Sludge dari Ag, Zn)
mengolah efluen IPAL - Senyawa Sn
proses yang organik
berkaitan dengan
cat
D217 Baterai Sel 1. MFPD baterai sel - Sludge proses - Logam berat
Kering kering produksi (terutama
- Residu proses Cd, Pb, Ni,
produksi Zn, Hg)
- Baterai bekas, - Residu padat
off-spec dan mengandung
kadaluwarsa logam
- Metal powder
- Dust, slag, ash
2. IPAL yang - Sludge dari
mengolah efluen IPAL
proses produksi
baterai
D218 Baterai Sel 1. MFPD baterai sel - Sludge proses - Logam berat
Basah basah produksi (terutama
- Baterai bekas, Cd, Pb, Ni,
kadaluwarsa Zn, Sb)
&off-spec - Asam/ alkali
- Larutan - Sel
asam/alkali mengandung
2. IPAL yang - Sludge dari litium
mengolah efluen IPAL
proses produksi
baterai
D219 Industri 1. Proses peleburan - Debu dari - Logam berat

12
Kode Jenis Industri/ Asal/Uraian Pencemar
Sumber Pencemaran
Limbah Kegiatan Limbah Utama
Peleburan Aki fasilitas (terutama Pb,
Bekas pengendalipenc Cd, Cr, Zn,
emaran udara Ni)
- Slag dan dross - Larutan
2. IPAL yang - Sludge IPAL asam dari
mengolah efluen residu aki
dari proses
peleburan timah
hitam
D220 Komponen 1. Manufaktur dan - Sludge proses - Logam &
Elektronik/ perakitan produksi logam berat
Peralatan komponen dan - Pelarut bekas (terutama As,
Elektronik peralatan - Mercury Ba,Cd, Cr,
elektronik - Contsotor/switc Pb, Ag, Cu,
h Ni,Zn, Se,
- Lampu Sn, Sb)
fluoresen (Hg) - Nitrat
- Coated glass - Fluorida
- Cathod Ray - Residu cat
Tube (CRT) - Bahan
- Larutan untuk organik
printed circuit - Larutan
- Caustic alkali/asam
strapping - Pelarut
(photoresist) terhalogenasi
- Residu solder - Residu
&fluxnya proses
- Limbah etching
pengecatan (FeCl3)
- Printed Circuit
Board (PCB)
- Limbah kabel
logam &
insulasinya
2. IPAL yang - Sludge dari
mengolah efluen IPAL
proses
D221 Rekondisi/ 1. Remanufaktur, - Sludge proses - Logam &
Remanufacturin rekondisi dan produksi logam berat
g Barang perakitan - Pelarut bekas (terutama As,
Elektronik komponen dan - Mercury Ba,Cd, Cr,
peralatan - Contsotor/switc Pb, Ag, Cu,
elektronik h Ni,Zn, Se,
- Lampu Sn, Sb)
fluoresen (Hg) - Nitrat
- Coated glass - Fluorida
- Cathod Ray - Residu cat
Tube (CRT) - Bahan
- Larutan untuk organik
printed circuit - Larutan
- Caustic alkali/asam
strapping - Pelarut
(photoresist) terhalogenasi

13
Kode Jenis Industri/ Asal/Uraian Pencemar
Sumber Pencemaran
Limbah Kegiatan Limbah Utama
- Residu solder - Residu
&fluxnya proses
- Limbah etching
pengecatan (FeCl3)
- Printed Circuit
Board (PCB)
- Limbah kabel
logam &
insulasinya
2. IPAL yang - Sludge dari
mengolah efluen IPAL
proses
D222 Eksplorasi dan 1. Kegiatan - Slop minyak - Bahan
Produksi eksplorasi dan - Sludge minyak organik
Minyak, Gas produksi - Lumpur bor - Bahan
dan Panas 2. Kegiatan (drilling mud) terkontamina
Bumi pemeliharaan bekas tidak si minyak
fasilitas produksi berbasis air - Logam berat
3. Kegiatan - Karbon aktif - Merkuri
pemeliharaan dan absorban (pada karbon
fasilitas bekas aktif,
penyimpanan - Residu dasar molecular
4. tanki tanki (memiliki sieve dll)
penyimpanan kontaminan di
minyak dan gas atas standar
dan/atau
memiliki
karakteristik
limbah B3)
5. IPAL yang - Sludge dari
mengolah efluen IPAL
pemrosessan
minyak dan gas
alam
D223 Pertambangan 1. Kegiatan - Pelarut bekas - Logam berat
pertambangan - Limbah - Residu
yang berpotensi laboratorium pelarut
untuk - Limbah PCBs - Sianida
menghasilkan
limbah B3 seperti
pertambangan
tembaga,emas,
batubara, timah,
nikel dll.
D224 Kegiatan 1. Fasilitas - Limbah PCBs - Bahan
Ketenagalistrik distribusi energi - Abu dan debu organik
an di pembangkit dari (PNA/polynuc
(pembangkit, listrik pengendalian lear
transmisi, dan 2. Proses pencemaran aromatics)
distribusi) - replacement, udara - PCBs
semua industri refilling, - Sludge WWTP
yang reconditioning - Sludge minyak
menghasilkan atau retrofitting - Kerak boiler

14
Kode Jenis Industri/ Asal/Uraian Pencemar
Sumber Pencemaran
Limbah Kegiatan Limbah Utama
dan dari transformer - Oli/pelumas
menggunakan dan capasitor bekas
listrik - Filter
BBG/BBM
- Limbah Fuel Oil
Treatment Plant
(FOTP)
- Minyak trafo
bekas
- Aki bekas
D225 Penyamakan 1. Proses tanning - Sludge dari - Logam berat
Kulit dan finishing proses tanning (terutama Cr,
2. Proses trimming/ dan finishing Pb)
shaving/buffing - Pelarut bekas - Pelarut
- Asam kromat organik
bekas - Larutan
3. IPAL yang - Sludge dari asam
mengolah efluen IPAL
dari proses di
atas
D226 Zat Warna dan 1. MFPD zat warna - Sludge proses - Bahan
Pigmen dan pigmen produksi dari organik
2. IPAL yang fasilitas - Hidrokarbon
mengolah efluen penyimpanan terhalogenasi
dari proses yang - Pelarut bekas - Logam &
berkaitan dengan - Residu logam berat
zat warna dan produksi/reaks (terutama Cr,
pigmen i Zn, Pb, Hg,
- Absorban dan Ni, Sn, Cu,
filter bekas Sb, Ba)
- Produk off-spec - Senyawa
- Sludge dari organometal
IPAL - Sianida
- Nitrat
- Fluorida,
sulfida
- Arsen
D227 Farmasi 1. MFPD produk - Sludge dari - Bahan
farmasi fasilitas organik
produksi - Hidrokarbon
- Pelarut bekas terhalogenasi
- Produk off- - Pelarut
spec, mudah
kadaluwarsa meledak
dan sisa - Logam berat
- Peralatan dan (terutama As)
kemasan bekas - Bahan aktif
- Residu proses - Ampas kina
produksi dan - Pelarut
formulasi
- Absorban dan
filter (karbon
aktif)

15
Kode Jenis Industri/ Asal/Uraian Pencemar
Sumber Pencemaran
Limbah Kegiatan Limbah Utama
- Residu proses
destilasi,
evaporasi dan
reaksi
- Limbah
laboratorium
- Residu dari
proses
insinerasi
2. IPAL yang - Sludge dari
mengolah efluen IPAL
proses
manufaktur dan
produksi farmasi
D228 Rumah Sakit Seluruh rumah - Limbah klinis - Limbah
dan Fasilitas sakit, laboratorium memiliki infeksius
Pelayanan klinisdan fasilitas karakateristik - Residu
Kesehatan pelayanan infeksius produk
kesehatanlainnya - Produk farmasi farmasi
kadaluwarsa - Bahan-
- Peralatan bahan kimia
laboratorium
terkontaminasi
- Kemasan
produk farmasi
- Limbah
laboratorium
- Residu dari
proses
insinerasi
- Peralatan
medis merkuri
(Hg)
D229 Laboratorium Seluruh jenis - Pelarut bekas - Bahan kimia
Riset dan laboratorium kecuali - Bahan kimia (murni atau
Komersial yang termasuk D228 kadaluwarsa terkonsentra
Mencakup - Residu sampel si)
industri yang - Larutan
memiliki kimia
laboratorium, berbahaya
seperti: tekstil, atau beracun
makanan, pulp
& paper, bahan
kimia,
penyempurnaa
n, cat, karet,
dll.
D230 Fotografi MFPD bidang - Larutan - Perak (Ag)
fotografi developer, fixer, - Pelarut
bleach bekas organik
- Pelarut bekas - Senyawa
- Off-set Cr pengoksidasi
D231 Pengolahan 1. Proses produksi - Residu proses - Hidrokarbon

16
Kode Jenis Industri/ Asal/Uraian Pencemar
Sumber Pencemaran
Limbah Kegiatan Limbah Utama
Batubara produksi (tar) organik (PNA)
Dengan - Residu minyak - Residu
Pirolisis 2. IPAL yang - Sludge dari minyak
Cokes mengolah efluen IPAL
productions dari proses
D232 Daur Ulang 1. Proses purifikasi - Filter & - Material
Minyak dan regenerasi absorban bekas terkontamina
Pelumas Bekas 2. Fasilitas - Residu proses si minyak
pengumpulan & destilasi dan - Logam berat
penyimpanan evaporasi (terutama
(tangki) - Residu Zn, Pb, Cr)
minyak/emulsi - Sludge
/sludge minyak
(DAF/dasar - Hidrokarbon
tanki) terhalogenasi
D233 Sabun Proses manufaktur - Residu - Bahan
Deterjen/ dan formulasi produksi dan organik
Produk produk konsentrat - Hidrokarbon
Pembersih - Filter dan terhalogenasi
Desinfektan/ absorban bekas - Logam berat
Kosmetik - Pelarut bekas (Zn)
- Konsentrat off- - Fluorida
spec dan - Nitrat
kadaluwarsa - Tensioactive
- Limbah kuat
laboratorium - Residu asam
- Kemasan/wada
h bekas bahan
baku
D234 Pengolahan Manufaktur dan - Residu filtrasi - Residu
Minyak formulasi produk - Sludge minyak
Hewani/Nabati lemak minyak/lemak - Residu asam
nabati/hewani - Limbah
laboratorium
- Residu proses
destilasi
D235 Pengolahan Pengolahan minyak - Residu filtrasi - Logam berat
Oleokimia kelapa (CNO) dan - Limbah (terutama
Dasar minyak sawit (CPO) laboratorium Cu, Mo, Co,
(Pengolahan menjadi senyawa- - Glycerine pitch Cr, Ni, Zn)
derivat minyak senyawa fatty acid, - Katalis bekas - Residu
nabati/ hewani) fatty alcohol, alkyl dari proses minyak
ester, dan glycerine hidrogenasi - Residu asam
dan konversi
karbonil
- Proses kimia
flokulasi dan
koagulasi IPAL
D236 Allumunium 1. Proses peleburan - Manufaktur - Logam &
Thermal dan anoda-tar & logam berat
Metallurgy penyempurnaan residu karbon (terutama Cr)
Allumunium (primer & - Proses - Residu asam
Chemical sekunder) skimming - Sianida

17
Kode Jenis Industri/ Asal/Uraian Pencemar
Sumber Pencemaran
Limbah Kegiatan Limbah Utama
Conversion 2. Pelapisan - Spent pot lining (proses
Coating alumunium (katoda) cryolite)
- Residu proses
peleburan (slag
dan dross)
- Anodizing
sludge
3. IPAL yang - Sludge dari
mengolah efluen IPAL
dari proses
coating
D237 Peleburan Dan 1. Seng - Sludge proses - Logam berat
Penyempurnaa terelektrolisis peleburan dan (terutama
n Seng – Zn dalam proses fasilitas Zn, Cr, Pb,
peleburan dan pemurnian Th)
penyempurnaan udara - Residu asam
- Debu/sludge
dari peralatan
pengendali
pencemaran
udara)
- Slag dan dross
(residu proses
peleburan)
- Proses
skimming
- Sludge dari
acid plant
blowdown
- Electrolytic
anoda
slime/sludge
2. IPAL yang - Sludge dari
mengolah efluen IPAL dari
proses peleburan proses
dan peleburan dan
penyempurnaan penyempurnaa
3. IPAL yang n
mengolah efluen - Sludge IPAL
dari proses dari proses
coating coating
D238 Metal 1. Seluruh proses - Sludge dari - Logam &
Hardening pegolahan proses logam berat
(misalnya: pengolahan (terutama
nitriding, - Pelarut bekas Ba,Cr, Mn)
carburizing) - Sianida
2. IPAL yang - Sludge dari
mengolah efluen IPAL
proses
pengolahan metal
hardening
D239 Metal/Plastic Semua proses yang - Emulsi minyak - Logam &
Shaping berkaitan dengan (misalnya: logam berat

18
Kode Jenis Industri/ Asal/Uraian Pencemar
Sumber Pencemaran
Limbah Kegiatan Limbah Utama
metal/plastic cairan cutting - Emulsi
shaping termasuk: dan minyak minyak
grounding, cutting, pendingin) - Hidrokarbon
rolling, drawing, - Sludge dari terhalogenasi
filling dll proses shaping - Fluorida
- Pelarut bekas nitrat
D240 Pulp dan Kertas 1. Proses bleaching - Bahan kimia - Logam &
plant bekas seperti logam berat
2. Chemical plant klorin, klorine Cu, Cr
dioksida, - Bahan
ekstraksi organik
oksigen dan
peroksida
D241 Laundry dan Proses cleaning dan - Pelarut bekas - Pelarut
Dry Cleaning degreasing yang - Larutan kostik organik
memakai pelarut bekas - Hidrokarbon
organik dan pelarut - Sludge proses terhalogenasi
kostik kuat cleaning dan - Lemak &
degreasing gemuk
D242 IPAL Industri Proses pengolahan - Sludge IPAL - Logam &
Fasilitas limbah cair logam berat
pengolahan (terutama As,
limbah cair Cd, Cr, Pb,
terpadu dari Hg, Se, Ag,
kegiatan- Cu, Ni)
kegiatan yang - Hidrokarbon
termasuk terhalogenasi
dalam tabel ini - Bahan
atau IPAL dari organik
industri yang - Amonia
menggunakan, - Sulfida
memformulasi, - Fluorida
dan/atau
memproduksi
B3
D243 Pengoperasian Proses insinerasi - Fly ash - Hidrokarbon
Insinerator limbah - Slag atau terhalogenasi
Limbah bottom ash - Bahan
- Residu organik
pengolahan residu alkali
flue gas - Logam berat
- Residu proses
destilasi dan
evaporasi
- Filter &
absorban bekas
- Limbah
carbide-residu
- Katalis
(reformer/
desulfurizer)
bekas
D244 Daur Ulang Recycle/regenerasi/ - Residu proses - Hidrokarbon

19
Kode Jenis Industri/ Asal/Uraian Pencemar
Sumber Pencemaran
Limbah Kegiatan Limbah Utama
Pelarut Bekas purifikasi pelarut destilasi, terhalogenasi
organik bekas evaporasi dan - Bahan
sedimentasi organik
- Filter dan
absorban bekas
D245 Gas Industri Manufaktur dan - Limbah carbide - Residu alkali
formulasi gas residu - Logam berat
industri (asetilena, - Katalis
hidrogen) (reformer/
desulfurizer)
bekas
D246 Gelas Manufaktur dan - Bubuk gelas - - Logam berat
Keramik/Enam formulasi produk terlapisi logam (terutama Pb,
el gelas dan - Emulsi minyak Cd, Cr, Co,
keramik/enamel - Residu dari Ni, Ba)
proses etching - Limbah
- Hg minyak
(glassswitchest) - Fluorida
- Debu/sludge
dari peralatan
pengendali
pencemaran
udara
- Residu Opal
glass –As
- Bronzing &
decolorizing
agent-As
D247 Seal, Gasket, Manufaktur dan - Sisa asbestos - Asbestos
Packing formulasi produk - Adhesive - Logam berat
seal, gasket, dan coating (terutama Pb,
packing Hg, Zn)
D248 Produk Kertas 1. Manufaktur dan - Adesif/perekat - Pelarut
formulasi produk sisa dan organik
kertas kadaluwarsa - Logam berat
2. Kegiatan - Residu dari tinta/
pencetakan dan pencetakan pewarna
Pewarnaan (tinta/
pewarna)
- Pelarut bekas
3. IPAL yang - Sludge dari
mengolah efluen IPAL
proses di atas
D249 Chemical/ 1. Degreasing, - Alkali, pelarut - Larutan
Industrial descaling, asam dan/ asam/alkali
Cleaning phosphating, atau larutan
derusting, oksidator yang
2. Passivation, terkontaminasi
refinishing, dll logam, minyak,
gemuk
- Residu dari
kegiatan
pembersihan

20
Kode Jenis Industri/ Asal/Uraian Pencemar
Sumber Pencemaran
Limbah Kegiatan Limbah Utama
D250 Fotokopi 1. Pemeliharaan - Toner bekas - Logam berat
peralatan (terutama Se)
2. MFPD toner
D251 Semua Jenis Penggantian fireproof - Asbestos - Asbestos
Industri insulation (ac), atap,
Konstruksi insulation
D252 Bengkel Pemeliharaan mobil,
- Pelumas bekas - Limbah
Pemeliharaan motor, kereta api,- Pelarut minyak
Kendaraan pesawat, kapal laut,(cleaning, - Pelarut
termasuk body degreasing) mudah
repair - Limbah cat terbakar
- Asam - Asam
- Baterai bekas - Logam berat
1)MFPD = manufakturing, formulasi, produksi, dan distribusi

TABEL 2. DAFTAR LIMBAH B3 DARI SUMBER SPESIFIK KHUSUS


Kode
Jenis Limbah Asal Limbah
Limbah
D2001 Copper slag Proses peleburan bijih tembaga (smelter)
D2002 Steel slag, Proses peleburan bijih dan/atau logam besi dan baja
termasuk fine dengan menggunakan teknologi EAF (Electric Arc
sponge Furnace), blast furnace, basic oxygen furnace (BOF),
(diameter lebih induction furnace, kupola, dan/atau submerge arc
kecil dari 5 mm) furnace
D2003 Iron concentrate Proses peleburan bijih dan/atau logam besi dan baja
dengan menggunakan teknologi EAF (Electric Arc
Furnace)
D2004 Mill scale Proses peleburan bijih dan/atau logam besi dan baja
dengan menggunakan teknologi EAF (Electric Arc
Furnace) dan/atau proses reheating furnace
D2005 Debu EAF Proses peleburan bijih dan/atau logam besi dan baja
dengan menggunakan teknologi EAF (Electric Arc
Furnace)
D2006 PS Ball Proses peleburan bijih dan/atau logam besi dan baja
dengan menggunakan teknologi EAF (Electric Arc
Furnace)
D2007 Fly Ash Proses pembakaran menggunakan batubara
dan/atau
Bottom Ash
D2008 Sludge WWT Proses industri virgin pulp
D2009 Dreg dan grits Proses industri virgin pulp
D2010 Slag Nikel Proses peleburan bijih nikel
D2011 Bleaching earth Proses industri oleochemicaldan/ataupengolahan
minyak nabati/hewani
D2012 Gypsum Proses PLTU dan/atau Proses MSG
D2013 Kapur (CaCO3) Proses industri pupuk
D2014 Tailing Proses kegiatan pertambangan bijih logam
D2015 Serbuk bor Proses pemboran minyak, gas atau panas bumi dengan
(drilling cutting) teknologi water base pada kegiatan pertambangan
dan/atau minyak, gas dan/atau panas bumi.

21
Kode
Jenis Limbah Asal Limbah
Limbah
limbah lumpur
bor (drilling
mud)bekas
berbasis air

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

22
LAMPIRAN VI
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR TAHUN 2013
TENTANG
PENGELOLAAN BAHAN BERBAHAYA DAN
BERACUN, PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN
BERBAHAYA DAN BERACUN, DAN DUMPING
LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

DAFTAR LIMBAH B3 DARI B3 KADALUWARSA, TUMPAHAN, SISA KEMASAN,


ATAU BUANGAN PRODUK YANG TIDAK MEMENUHI SPESIFIKASI.

Bahan berbahaya dan beracun (B3) kadaluwarsa, tumpahan, sisa kemasan,


atau buangan produk yang tidak memenuhi spesifikasi yang dinyatakan
sebagai limbah B3 terdiri dari:
a. bahan berbahaya dan beracun (B3) sebagaimana diatur dalam peraturan
perundang-undangan mengenai B3; dan
b. B3 atau pencemar sebagaimana dimaksud dalam tabel berikut.

Kode
Nomor CAS1) B3
Limbah
D3001 81–81–2 Warfarin atau 2H-1-Benzopiran-2-on, 4-
hidroksi-3-(3-okso-1-fenilbutil)-, dan garamnya,
dengan konsentrasi lebih besar dari 0.3%
D3002 591–08–2 Asetamida, -(aminotioksometil)-, atau 1-Asetil-2-
tiourea
D3003 107–02–8 Akrolin atau 2-Propenal
D3004 309–00–2 Aldrin atau 1,4,5,8-Dimetanonaftalen,
1,2,3,4,10,10-heksa-kloro-1,4,4a,5,8,8a,-
heksahidro-,
(1alfa,4alfa,4abeta,5alfa,8alfa,8abeta)-
D3005 107–18–6 Allil alkohol atau 2-Propen-1-ol
D3006 20859–73–8 Aluminum fosfida
D3007 2763–96–4 5-(Aminometil)-3-isoksazolol, atau 3(2H)-
Isoksazolon, 5-(aminometil)-
D3008 504–24–5 4-Piridinamina, atau 4-Aminopiridin
D3009 131–74–8 Amonium pikrat, atau Fenol, 2,4,6-trinitro-,
garam amonium
D3010 7778–39–4 Asam arsenat H3AsO4
D3011 1303–28–2 Arsenat Pentoksida As2O5
D3012 1327–53–3 Arsenat trioksida As2O3
D3013 542–62–1 Barium sianida
D3014 108–98–5 Benzenatiol , atau Tiofenol
D3015 7440–41–7 Bubuk Berilium
D3016 542–88–1 Diklorometil eter, atau Metana, oksibis[kloro-
D3017 598–31–2 Bromoaseton, atau 2-Propanon, 1-bromo-
D3018 357–57–3 Brusin, atau Striknidin -10-on, 2,3-dimetoksi-
D3019 88–85–7 Dinoseb, atau Fenol, 2-(1-metilpropil)-4,6-
dinitro-
D3020 592–01–8 Kalsium sianida Ca(CN)2
D3021 75–15–0 Karbon disulfide
D3022 107–20–0 Asetaldehid, kloro-, atau Kloroasetaldehid
D3023 106–47–8 Benzenamin, 4-kloro-, atau p-Kloroanilin
D3024 5344–82–1 1-(o-Klorofenil)tiourea, atau Tiourea, (2-

1
Kode
Nomor CAS1) B3
Limbah
klorofenil)-
D3025 542–76–7 3-Kloropropionitril, atau Propananitril, 3-kloro-
D3026 100–44–7 Benzen, (klorometil)-, atau Klorobenzen, atau
Benzen klorida
D3027 544–92–3 Tembaga sianida Cu(CN)
D3028 Sianida (garam sianida terlarut)
D3029 460–19–5 Sianogen, atau Etanadinitril
D3030 506–77–4 Sianogen kloride (CN)Cl
D3031 131–89–5 2-Sikloheksil-4,6-dinitrofenol, atau Fenol, 2-
sikloheksil-4,6-dinitro-
D3032 696–28–6 Arsonous diklorida, fenil-, atau Diklorofenilarsin
D3033 60–57–1 Dieldrin, atau 2,7:3,6-Dimetanonaft[2,3-
b]oksiren, 3,4,5,6,9,9-heksakloro-
1a,2,2a,3,6,6a,7,7a-oktahidro-,
(1aalfa,2beta,2aalfa,3beta,6beta,6aalfa,7beta,
7aalfa)-
D3034 692–42–2 Arsin, dietil-, atau Dietilarsin
D3035 298–04–4 Disulfoton, atau Asam fosforoditioat, O,O-dietil,
S-[2-(etiltio)etil] ester
D3036 297–97–2 O,O-Dietil O-pirazinil fosforotioat, atau Asam
fosforotioat, O,O-dietil O-pirazinil ester
D3037 311–45–5 Dietil-p-nitrofenil fosfat, atau Asam fosforat,
dietil 4-nitrofenil ester
D3038 51–43–4 1,2-Benzenadiol, 4-[1-hidroksi-2-
(metilamino)etil]-, (R)-, atau Epinefrin
D3039 55–91–4 Diisopropilflorofosfat (DFP), atau Asam
fosforofluoridat, bis(1-metiletil) ester
D3040 60–51–5 Dimetoat, atau Asam fosforoditioat, O,O-dimetil
S-[2-(metilamino)-2-oksoetil] ester
D3041 39196–18–4 Tiofanoks, atau 2-Butanon, 3,3-dimetil-1-
(metiltio)-,
D3042 122–09–8 alfa,alfa-Dimetilfenetilamin, atau
Benzenaetanamin, alfa,alfa-dimetil-
D3043 1534–52–1 Fenol, 2-metil-4,6-dinitro-, dan garamnya, atau
4,6-Dinitro-o-kresol, dan garamnya
D3044 51–28–5 Fenol, 2,4-dinitro-, atau 2,4-Dinitrofenol
D3045 541–53–7 Ditiobiuret, atau Tioimidodikarbonat diamid
[(H2N)C(S)]2NH
D3046 115–29–7 Endosulfan, atau 6,9-Metano-2,4,3-
benzodioksathiepin, 6,7,8,9,10,10-heksakloro-
1,5,5a,6,9,9a-heksahidro-, 3-oksida
D3047 72–20–8 Endrin atau 2,7:3,6-Dimetanonaft [2,3-
b]oksiren, 3,4,5,6,9,9-heksakloro-
1a,2,2a,3,6,6a,7,7a-oktahidro-,
(1aalfa,2beta,2abeta,3alfa,6alfa,6abeta,7beta,
7aalfa)-, dan metabolitnya
D3048 151–56–4 Aziridin, atau Etileneimine
D3049 7782–41–4 Gas Fluor atau Fluorine
D3050 640–19–7 Asetamida, 2-fluoro-, atau Fluoroasetamida
D3051 62–74–8 Asam fluoroasetat, garam natriumnya, atau
Asam asetat, fluoro-, garam natriumnya

2
Kode
Nomor CAS1) B3
Limbah
D3052 76–44–8 Heptaklor, atau 4,7-Metano-1H-indena,
1,4,5,6,7,8,8-heptakloro-3a,4,7,7a-tetrahidro-
D3053 465–73–6 Isodrin atau 1,4,5,8-Dimetanonaftalen,
1,2,3,4,10,10-heksa- kloro-1,4,4a,5,8,8a-
heksahidro-,
(1alfa,4alfa,4abeta,5beta,8beta,8abeta)-
D3054 757–58–4 Heksaetil tetrafosfat atau Asam tetrafosforat,
heksaetil ester
D3055 74–90–8 Asam hidrosianat atau Hidrogen sianida
D3056 624–83–9 Metil isosianat atau Metan, isosianat-
D3057 628–86–4 Asam fulminat, garam merkuri(2+) nya , atau
Merkuri fulminat
D3058 16752–77–5 Metomil, atau Asam etanamidotionat, N-
[[(metilamino)karbonil]oksi]-, metil ester
D3059 75–55–8 1,2-Propilenimina atau Aziridin, 2-metil-
D3060 60–34–4 Metil hidrazina atau Hidrazina, metil-
D3061 75–86–5 2-Metilaktonitril atau Propananitril, 2-hidroksi-
2-metil-
D3062 116–06–3 Aldicarb atau Propanal, 2-metil-2-(metiltio)-, O-
[(metilamino)karbonil]oksimaa
D3063 298–00–0 Metil paration atau Asam fosforotioat, O,O,-
dimetil O-(4-nitrofenil) ester
D3064 86–88–4 alfa-Naftiltiourea atau Tiourea, 1-naftalenil-
D3065 13463–39–3 Nikel karbonil Ni(CO)4, (T-4)-
D3066 557–19–7 Nikel sianida Ni(CN)2
D3067 154–11–5 Nikotin, dan garamnya atau Piridin, 3-(1-metil-
2-pirolidinil)-, (S)-, dan garamnya
D3068 10102–43–9 Oksida nitrit atau Nitrogen oksida NO
D3069 100–01–6 Benzenamin, 4-nitro- atau p-Nitroanilin
D3070 10102–44–0 Nitrogen dioksida NO2
D3071 55–63–0 Nitrogliserin atau 1,2,3-Propanatriol, trinitrat
D3072 62–75–9 N-Nitrosodimetilamin atau Metanamin, N-metil-
N-nitroso-
D3073 4549–40–0 N-Nitrosometilvinilamin atau Vinilamina, N-
metil-N-nitroso-
D3074 152–16–9 Oktametilpirofosforamida atau Difosforamida,
oktametil-
D3075 20816–12–0 Osmium tetroksida OsO4, (T-4)-
D3076 145–73–3 Endotal atau 7-Oksabisiklo[2.2.1]heptan-2,3-
asam dikarboksilat
D3077 56–38–2 Paration atau Asam fosforotioat, O,O-dietil O-(4-
nitrofenil) ester
D3078 62–38–4 Fenilmerkuri asetat atau Merkuri, (acetato-
O)fenil-
D3079 103–85–5 Feniltiourea atau Tiourea, fenil-
D3080 298–02–2 Forat atau Asam fosforoditioat, O,O-dietil, S-
[(etiltio)metil] ester
D3081 75–44–5 Karbonat diklorida atau Fosgen
D3082 7803–51–2 Hidrogen fosfida atau Fosfin
D3083 52–85–7 Famfur atau Asam fosforotioat, O-[4-
[(dimetilamino)sulfonil]fenil] O,O-dimetil ester

3
Kode
Nomor CAS1) B3
Limbah
D3084 151–50–8 Kalium sianida K(CN)
D3085 506–61–6 Kalium perak sianida atau Argentat(1-),
bis(siano-C)-, kalium
D3086 107–12–0 Etil sianida atau Propananitril
D3087 107–19–7 Propargil alkohol atau 2-Propin-1-ol
D3088 630–10–4 Selenourea
D3089 506–64–9 Perak sianida Ag(CN)
D3090 26628–22–8 Natrium azida
D3091 143–33–9 Natrium sianida Na(CN)
D3092 157–24–9 Striknin, dan garamnya, atau Striknidin-10-on,
dan garamnya
D3093 3689–24–5 Tetraetilditiopirofosfat atau Asam tiodifosforat,
tetraetil ester
D3094 78–00–2 Tetraetil timbal atau Timbal, tetraetil-
D3095 107–49–3 Tetraetil pirofosfat atau Asam difosforat, tetraetil
ester
D3096 509–14–8 Tetranitrometan atau Metan, tetranitro-
D3097 1314–32–5 Oksida talat atau Oksida talium Tl2O3
D3098 12039–52–0 Tetraetilditiopirofosfat atau Asam selenit, garam
ditalium(1+) nya, atau Talium selenida
D3099 7446–18–6 Talium sulfat, atau Asam sulfat, garam
ditalium(1+) nya, atau Asam tiodifosforat,
tetraetil ester, atau Plumbane, tetraetil-
D3100 79–19–6 Hidrazinakarbotioamida atau Tiosemikarbazida
atau Timbal tetraetil
D3101 75–70–7 Triklorometanetiol atau Metanatiol, trikloro-
D3102 7803–55–6 Amonium vanadat atau Asam vanadat, garam
amonium
D3103 1314–62–1 Vanadium pentoksida V2O5
D3104 557–21–1 Seng sianida Zn(CN)2
D3105 1314–84–7 Seng fosfida Zn3P2, dengan konsentrasi lebih
besar dari 10%
D3106 8001–35–2 Toksafene
D3107 1563–66–2 Karbofuran atau 7-Benzofuranol, 2,3-dihidro-
2,2-dimetil-, metilkarbamat.
D3108 315–8–4 Meksakarbat atau Fenol, 4-(dimetilamino)-3,5-
dimetil-, metilkarbamat (ester).
D3109 26419–73–8 Tirpat atau 1,3-Ditiolane-2-karboksaldehid, 2,4-
dimetil-, O- [(metilamino)- karbonil]oksima.
D3110 57–64–7 Fisostigmin salisilat atau Asam benzoat, 2-
hidroksi-, senyawa dengan (3aS-cis)-
1,2,3,3a,8,8a-heksahidro-1,3a,8-
trimetilpirolo[2,3-b]indol-5-il metilkarbamat
ester (1:1).
D3111 55285–14–8 Karbosulfan atau Asam karbamat,
[(dibutilamino)- tio]metil-, 2,3-dihidro-2,2-
dimetil- 7-benzofuranil ester.
D3112 1129–41–5 Metolkarb atau Asam karbamat, metil-, 3-
metilfenil ester.
D3113 644–64–4 Dimetilan atau Asam karbamat, dimetil-, 1-
[(dimetil-amino)karbonil]- 5-metil-1H- pirazol-3-

4
Kode
Nomor CAS1) B3
Limbah
il ester.
D3114 119–38–0 Isolan atau Asam karbamat, dimetil-, 3-metil-1-
(1-metiletil)-1H- pirazol-5-il ester.
D3115 23135–22–0 Oksamil atau Asam etanamidotionat, 2-
(dimetilamino)-N-[[(metilamino) karbonil]oksi]-2-
okso-, metil ester.
D3116 15339–36–3 Mangan dimetilditiokarbamat atau Mangan,
bis(dimetilkarbamoditioat-S,S′)-,
D3117 17702–57–7 Formparanat atau Metanimidamida, N,N-
dimetil-N′-[2-metil-4-
[[(metilamino)karbonil]oksi]fenil]-
D3118 23422–53–9 Formetanat hidroklorida atau Metanimidamida,
N,N-dimetil-N′-[3-[[(metilamino)-
karbonil]oksi]fenil]-, monohidroklorida.
D3119 2032–65–7 Metiokarb atau Fenol, (3,5-dimetil-4-(metiltio)-,
metilkarbamat
D3120 2631–37–0 Promekarb atau Fenol, 3-metil-5-(1-metiletil)-,
metil karbamat.
D3121 64–00–6 m-Kumenil metilkarbamat atau 3-Isopropilfenil
N-metilkarbamat atau Fenol, 3-(1-metiletil)-,
metil karbamat.
D3122 1646–88–4 Aldicarb sulfon atau Propanal, 2-metil-2-(metil-
sulfonil)-, O-[(metilamino)karbonil] oksima.
D3123 57–47–6 Fisostigmin atau Pirolo[2,3-b]indol-5-ol,
1,2,3,3a,8,8a-heksahidro-1,3a,8-trimetil-,
metilkarbamat (ester), (3aS-cis)-.
D3124 137–30–4 Ziram atau Seng, bis(dimetilkarbamoditioato-
S,S′)-,
D3125 75–07–0 Etanal atau Asetaldehida
D3126 67–64–1 Aseton atau 2-Propanon
D3127 75–05–8 Asetonitril
D3128 98–86–2 Asetofenon atau Etanon, 1-fenil-
D3129 53–96–3 2-Asetilaminofluoren atau Asetamida, -9H-
fluoren-2-il-
D3130 75–36–5 Asetil klorida
D3131 79–06–1 Akrilamida atau 2-Propenamida
D3132 79–10–7 Asam akrilat atau Asam 2-propenoat
D3133 107–13–1 Akrilonitrile atau 2-Propenenitril
D3134 50–07–7 Mitomisin C atau Azirino[2',3':3,4]pirolo[1,2-
a]indol-4,7-dion, 6-amino-8-
[[(aminokarbonil)oksi]metil]-1,1a,2,8,8a,8b-
heksahidro-8a-metoksi-5-metil-, [1aS-(1aalfa,
8beta,8aalfa,8balfa)]-
D3135 61–82–5 Amitrol atau 1H-1,2,4-Triazol-3-amina
D3136 62–53–3 Anilin atau Benzenamin
D3137 492–80–8 Auramin atau Benzenamin, 4,4'-karbonimidoil
bis[N,N-dimetil-
D3138 115–02–6 Azaserin atau L-Serin, diazoasetat (ester)
D3139 225–51–4 Benz[c]akridin
D3140 98–87–3 Benzal klorida atau Benzena, (diklorometil)-
D3141 56–55–3 Benz[a]antrasen
D3142 71–43–2 Benzena

5
Kode
Nomor CAS1) B3
Limbah
D3143 98–09–9 Asam benzenasulfonit klorida atau
Benzenasulfonil klorida
D3144 92–87–5 Benzidine atau [1,1'-Bifenil]-4,4'-diamin
D3145 50–32–8 Benzo[a]piren
D3146 98–07–7 Benzotriklorida atau Benzena, (triklorometil)-
D3147 111–91–1 Diklorometoksi etana atau Etana, 1,1'-
[metilenabis(oksi)]bis[2-kloro-
D3148 111–44–4 Dikloroetil eter atau Etana, 1,1'-oksibis[2-kloro-
D3149 494–03–1 Klornafazin atau Naftalenamin, N,N'-bis(2-
kloroetil)-
D3150 108–60–1 Dikloroisopropil eter atau Propana, 2,2'-
oksibis[2-kloro-
D3151 117–81–7 Dietilheksil ftalat atau Asam 1,2-
Benzenadikarboksilat, bis(2-etilheksil) ester
D3152 74–83–9 Metil bromida atau Metana, bromo-
D3153 101–55–3 4-Bromofenil fenil eter atau Benzena, 1-bromo-
4-fenoksi-
D3154 71–36–3 1-Butanol atau n-Butil alkohol
D3155 13765–19–0 Kalsium kromat atau Asam kromat H2CrO4,
kalsium dan garamnya
D3156 353–50–4 Karbonil difluorida atau Karbon oksifluorida
D3157 75–87–6 Kloral atau Asetaldehida, trikloro-
D3158 305–03–3 Klorambusil atau Asam benzenabutanoat, 4-
[bis(2-kloroetil)amino]-
D3159 57–74–9 Klordan, alfa & gamma isomers, atau 4,7-
Metano-1H-indena, 1,2,4,5,6,7,8,8-oktakloro-
2,3,3a,4,7,7a-heksahidro-
D3160 108–90–7 Klorobenzena atau Benzena, kloro-
D3161 510–15–6 Klorobenzilat atau Asam benzenaasetat, 4-kloro-
alfa-(4-klorofenil)-alfa-hidroksi-, etil ester
D3162 59–50–7 p-Kloro-m-kresol atau Fenol, 4-kloro-3-metil-
D3163 106–89–8 Epiklorohidrin atau Oksiran, (klorometil)-
D3164 110–75–8 2-Kloroetil vinil eter atau Etena, (2-kloroetoksi)-
D3165 75–01–4 Vinil klorida atau Etena, kloro-
D3166 67–66–3 Kloroform atau Metana, trikloro-
D3167 74–87–3 Metil klorida atau Metana, kloro-
D3168 107–30–2 Klorometil metil eter atau Metana, klorometoksi-
D3169 91–58–7 beta-Kloronaftalena atau Naftalena, 2-kloro-
D3170 95–57–8 o-Klorofenol atau Fenol, 2-kloro-
D3171 3165–93–3 4-Kloro-o-toluidin, hidroklorida, atau
Benzenamin, 4-kloro-2-metil-, hidroklorida
D3172 218–01–9 Krisen
D3173 Kreosot
D3174 1319–77–3 Kresol (Asam kresilat) atau Fenol, metil-
D3175 4170–30–3 Krotonaldehida atau 2-Butenal
D3176 98–82–8 Kumena atau Benzena, (1-metiletil)-
D3177 110–82–7 Sikloheksana atau Benzena, heksahidro-
D3178 108–94–1 Sikloheksanon
D3179 50–18–0 Siklofosfamida atau 2H-1,3,2-Oksazafosforin-2-
amina, N,N-bis(2-kloroetil)tetrahidro-, 2-oksida
D3180 20830–81–3 Daunomisin atau 5,12-Naftasenediona, 8-asetil-

6
Kode
Nomor CAS1) B3
Limbah
10-[(3-amino-2,3,6-trideoksi)-alfa-L-likso-
heksopiranosil)oksi]-7,8,9,10-tetrahidro-6,8,11-
trihidroksi-1-metoksi-, (8S-cis)-
D3181 72–54–8 DDD atau Benzena, 1,1'-(2,2-
dikloroetilidena)bis[4-kloro-
D3182 50–29–3 DDT atau Benzena, 1,1'-(2,2,2-
trikloroetilidena)bis[4-kloro-
D3183 2303–16–4 Dialat atau Asam karbamotioat, bis(1-metiletil)-,
S-(2,3-di kloro-2-propenil) ester
D3184 53–70–3 Dibenz[a,h]antrasen
D3185 189–55–9 Dibenzo[a,i]pirena atau Benzo[rst]pentafen
D3186 96–12–8 1,2-Dibromo-3-kloropropana, atau Propana,
1,2-dibromo-3-kloro-
D3187 106–93–4 Etilen dibromida atau Etana, 1,2-dibromo-
D3188 74–95–3 Metilen bromida atau Metana, dibromo-
D3189 84–74–2 Dibutil ftalat atau Asam 1,2-
Benzenadikarboksilat, dibutil ester
D3190 95–50–1 o-Diklorobenzena atau Benzena, 1,2-dikloro-
D3191 541–73–1 m-Diklorobenzena atau Benzena, 1,3-dikloro-
D3192 106–46–7 p-Diklorobenzena atau Benzena, 1,4-dikloro-
D3193 91–94–1 3,3'-Diklorobenzidina atau [1,1'-Bifenil]-4,4'-
diamina, 3,3'-dikloro-
D3194 764–41–0 1,4-Dikloro-2-butena atau 2-Butena, 1,4-
dikloro-
D3195 75–71–8 Diklorodifluorometana atau Metana,
diklorodifluoro-
D3196 75–34–3 Etiliden diklorida atau Etana, 1,1-dikloro-
D3197 107–06–2 Etana, 1,2-dikloro- atau Etilen diklorida
D3198 75–35–4 1,1-Dikloroetilene atau Etena, 1,1-dikloro-
D3199 156–60–5 1,2-Dikloroetilene atau Etena, 1,2-dikloro-, (E)-
D3200 75–09–2 Metilene klorida atau Metana, dikloro-
D3201 120–83–2 2,4-Diklorofenol atau Fenol, 2,4-dikloro-
D3202 87–65–0 2,6-Diklorofenol atau Fenol, 2,6-dikloro-
D3203 78–87–5 Propilen diklorida atau Propana, 1,2-dikloro-
D3204 542–75–6 1,3-Dikloropropena atau 1-Propena, 1,3-dikloro-
D3205 1464–53–5 2,2'-Bioksiran atau 1,2:3,4-Diepoksibutana
D3206 1615–80–1 N,N'-Dietilhidrazin atau Hidrazin, 1,2-dietil-
D3207 3288–58–2 O,O-Dietil S-metil ditiofosfat atau Asam
fosforoditioat, O,O-dietil S-metil ester
D3208 84–66–2 Dietil ftalat atau Asam 1,2-
Benzenadikarboksilat, dietil ester
D3209 56–53–1 Dietilstilbesterol atau Fenol, 4,4'-(1,2-dietil-1,2-
etenadiil)bis-, (E)-
D3210 94–58–6 Dihidrosafrol atau 1,3-Benzodioksol, 5-propil-
D3211 119–90–4 3,3'-Dimetoksibenzidin atau [1,1'-Bifenil]-4,4'-
diamin, 3,3'-dimetoksi-
D3212 124–40–3 Dimetilamin atau Metanamin, -metil-
D3213 60–11–7 p-Dimetilaminoazobenzena atau Benzenamin,
N,N-dimetil-4-(fenilazo)-
D3214 57–97–6 7,12-Dimetilbenz[a]antrasen atau

7
Kode
Nomor CAS1) B3
Limbah
Benz[a]antrasen, 7,12-dimetil-
D3215 119–93–7 3,3'-Dimetilbenzidin atau [1,1'-Bifenil]-4,4'-
diamin, 3,3'-dimetil-
D3216 80–15–9 alfa,alfa-Dimetilbenzilhidroperoksida atau
Hidroperoksida, 1-metil-1-feniletil-
D3217 79–44–7 Dimetilcarbamoil klorida atau Carbamic klorida,
dimetil-
D3218 57–14–7 1,1-Dimetilhidrazin atau Hidrazin, 1,1-dimetil-
D3219 540–73–8 1,2-Dimetilhidrazin atau Hidrazin, 1,2-dimetil-
D3220 105–67–9 2,4-Dimetilfenol atau Fenol, 2,4-dimetil-
D3221 131–11–3 Dimetil ftalat atau Asam 1,2-
Benzenadikarboksilat, dimetil ester
D3222 77–78–1 Dimetil sulfat atau Asam sulfat, dimetil ester
D3223 121–14–2 2,4-Dinitrotoluen atau Benzena, 1-metil-2,4-
dinitro-
D3224 606–20–2 2,6-Dinitrotoluen atau Benzena, 2-metil-1,3-
dinitro-
D3225 117–84–0 Di-n-octil ftalat atau Asam 1,2-
Benzenadikarboksilat, dioktil ester
D3226 123–91–1 1,4-Dioksan atau 1,4-Dietilenoksida
D3227 122–66–7 1,2-Difenilhidrazin atau Hidrazin, 1,2-difenil-
D3228 142–84–7 Dipropilamina atau 1-Propanamina, N-propil-
D3229 621–64–7 Di-n-propilnitrosamina atau 1-Propanamina, N-
nitroso-N-propil-
D3230 141–78–6 Asam asetat etil ester atau Etil asetat
D3231 140–88–5 Etil akrilat atau Asam 2-Propenoat, etil ester
D3232 1111–54–6 Asam etilenebisditiokarbamat, dan garamnya
serta esternya, atau Asam carbamoditioat, 1,2-
etanadiilbis-, dan garamnya serta esternya
D3233 75–21–8 Oksiran atau Etilen oksida
D3234 96–45–7 Etilentiourea atau 2-Imidazolidinetion
D3235 60–29–7 Etil eter atau Etana, 1,1'-oksibis-
D3236 97–63–2 Etil metakrilat atau Asam 2-Propenoat, 2-metil-,
etil ester
D3237 62–50–0 Etil metanasulfonat atau Asam metanasulfonat,
etil ester
D3238 206–44–0 Fluoranten
D3239 75–69–4 Trikloromonofluorometana atau Metana,
triklorofluoro-
D3240 50–00–0 Formaldehida
D3241 64–18–6 Asam format
D3242 110–00–9 Furan atau Furfuran
D3243 98–01–1 Furfural atau 2-Furankarboksaldehida
D3244 765–34–4 Glisidilaldehida atau Oksirankarboksialdehida
D3245 118–74–1 Heksaklorobenzena atau Benzena, heksakloro-
D3246 87–68–3 Heksaklorobutadiena atau 1,3-Butadiena,
1,1,2,3,4,4-heksakloro-
D3247 58–89–9 Lindan atau Sikloheksana, 1,2,3,4,5,6-
heksakloro-,

8
Kode
Nomor CAS1) B3
Limbah
(1alfa,2alfa,3beta,4alfa,5alfa,6beta)-
D3248 77–47–4 Heksaklorosiklopentadiena atau 1,3-
Siklopentadiena, 1,2,3,4,5,5-heksakloro-
D3249 67–72–1 Heksakloroetana atau Etana, heksakloro-
D3250 70–30–4 Heksaklorofen atau Fenol, 2,2'-metilen bis[3,4,6-
trikloro-
D3251 302–01–2 Hidrazina
D3252 7664–39–3 Asam hidrofluorat atau Hidrogen fluorida
D3253 7783–06–4 Hidrogen sulfida H2S
D3254 75–60–5 Asam kakodilat atau Asam arsinat, dimetil-
D3255 193–39–5 Indeno[1,2,3-cd]piren
D3256 74–88–4 Metil iodida atau Metana, iodo-
D3257 78–83–1 Isobutil alkohol atau 1-Propanol, 2-metil-
D3258 120–58–1 Isosafrol atau 1,3-Benzodioksol, 5-(1-propenil)-
D3259 143–50–0 Kepon atau 1,3,4-Meteno-2H-
siklobuta[cd]pentalen-2-one,
1,1a,3,3a,4,5,5,5a,5b,6-decaklorooctahidro-
D3260 303–34–4 Lasiokarpin atau Asam 2-Butenoat, 2-metil-, 7-
[[2,3-dihidroksi-2-(1-metoksietil)-3-metil-1-
oksobutoksi]metil]-2,3,5,7a-tetrahidro-1H-
pirolizin-1-il ester, [1S-
[1alfa(Z),7(2S*,3R*),7aalfa]]-
D3261 301–04–2 Timbal asetat atau Asam asetat, timbal(2+) dan
garamnya
D3262 7446–27–7 Timbal fosfat atau Asam fosforat, timbal(2+) salt
(2:3)
D3263 1335–32–6 Timbal subasetat atau Timbal, bis(asetato-
O)tetrahidroksitri-
D3264 108–31–6 Maleat anhidrida atau 2,5-Furandione
D3265 123–33–1 Maleat hidrazida atau 3,6-Piridazinadion, 1,2-
dihidro-
D3266 109–77–3 Malononitril atau Propanadinitril
D3267 148–82–3 Melfalan atau L-Fenilalanin, 4-[bis(2-
kloroetil)amino]-
D3268 7439–97–6 Merkuri
D3269 126–98–7 Metakrilonitril atau 2-Propenanitril, 2-metil-
D3270 74–93–1 Metanatiol atau Tiometanol
D3271 67–56–1 Metanol atau Metil alkohol
D3272 91–80–5 Metapirilen atau 1,2-Etanadiamina, N,N-dimetil-
N'-2-piridinil-N'-(2-tienilmetil)-
D3273 79–22–1 Metil klorokarbonat atau Asam
karbonokloridat, metil ester
D3274 56–49–5 3-Metilkolantrena atau Benz[j]aseantrilena, 1,2-
dihidro-3-metil-
D3275 101–14–4 4,4'-Metilen bis(2-kloroaniline) atau
Benzenamin, 4,4'-metilen bis[2-kloro-
D3276 78–93–3 2-Butanon atau Metil etil keton (MEK)
D3277 1338–23–4 2-Butanone, peroksida atau Metil etil ketone
peroksida

9
Kode
Nomor CAS1) B3
Limbah
D3278 108–10–1 Metil isobutil keton (I) atau 4-Metil-2-pentanon
(I) atau Pentanol, 4-metil-
D3279 80–62–6 Metil metakrilat atau Asam 2-Propenoat, 2-
metil, metil ester
D3280 70–25–7 MNNG atau Guanidin, -metil-N'-nitro-N-nitroso-
D3281 56–04–2 Metiltiourasil atau 4(1H)-Pirimidinon, 2,3-
dihidro-6-metil-2-tiokso-
D3282 91–20–3 Naftalena
D3283 130–15–4 1,4-Naftalendion atau 1,4-Naftokuinon
D3284 134–32–7 1-Naftalenamin atau alfa-Naftilamin
D3285 91–59–8 2-Naftalenamin atau beta-Naftilamin
D3286 98–95–3 Nitrobenzena atau Benzena, nitro-
D3287 100–02–7 p-Nitrofenol atau Fenol, 4-nitro-
D3288 79–46–9 2-Nitropropana atau Propana, 2-nitro-
D3289 924–16–3 N-Nitrosodi-n-butilamin atau 1-Butanamin, N-
butil-N-nitroso-
D3290 1116–54–7 N-Nitrosodietanolamin atau Etanol, 2,2'-
(nitrosoimino)bis-
D3291 55–18–5 N-Nitrosodietilamin atau Etanamin, -etil-N-
nitroso-
D3292 759–73–9 N-Nitroso-N-etilurea atau Urea, N-etil-N-nitroso-
D3293 684–93–5 N-Nitroso-N-metilurea atau Urea, N-metil-N-
nitroso-
D3294 615–53–2 N-Nitroso-N-metiluretana atau Asam karbamat,
metilnitroso-, etil ester
D3295 100–75–4 N-Nitrosopiperidin atau Piperidin, 1-nitroso-
D3296 930–55–2 N-Nitrosopirolidin atau Pirolidin, 1-nitroso-
D3297 99–55–8 5-Nitro-o-toluidin atau Benzenamin, 2-metil-5-
nitro-
D3298 123–63–7 Paraldehida atau 1,3,5-Trioksan, 2,4,6-trimetil-
D3299 608–93–5 Pentaklorobenzena atau Benzena, pentakloro-
D3300 76–01–7 Pentakloroetana atau Etana, pentakloro-
D3301 82–68–8 Pentakloronitrobenzena (PCNB) atau Benzena,
pentakloronitro-
D3302 504–60–9 1-Metilbutadien atau 1,3-Pentadien
D3303 62–44–2 Fenasetin atau Asetamida, -(4-etoksifenil)-
D3304 108–95–2 Fenol
D3305 1314–80–3 Fosforus sulfida atau Sulfur fosfida
D3306 85–44–9 Ftalik anhidrida atau 1,3-Isobenzofurandion
D3307 109–06–8 2-Pikolin atau Piridin, 2-metil-
D3308 23950–58–5 Pronamida atau Benzamida, 3,5-dikloro-N-(1,1-
dimetil-2-propinil)-
D3309 1120–71–4 1,3-Propan sulton atau 1,2-Oksatiolan, 2,2-
dioksida
D3310 107–10–8 n-Propilamin atau 1-Propanamina
D3311 110–86–1 Piridina
D3312 106–51–4 p-Benzokuinon atau 2,5-Sikloheksadien-1,4-
dion
D3313 50–55–5 Reserpin atau Yohimban-16-karboksilic acid,

10
Kode
Nomor CAS1) B3
Limbah
11,17-dimetoksi-18-[(3,4,5-
trimetoksibenzoil)oksi]-, metil
ester,(3beta,16beta,17alfa,18beta,20alfa)-
D3314 108–46–3 Resorcinol atau 1,3-Benzenadiol
D3315 94–59–7 Safrol atau 1,3-Benzodioksol, 5-(2-propenil)-
D3316 7783–00–8 Asam selenit atau Selenium dioksida
D3317 7488–56–4 Selenium sulfida atau Selenium sulfida SeS2
D3318 18883–66–4 Streptozotosin atau D-Glukosa, 2-deoksi-2-
[[(metilnitrosoamino)-karbonil]amino]- atau
Glukopiranos, 2-deoksi-2-(3-metil-3-
nitrosoureido)-, D-
D3319 95–94–3 1,2,4,5-Tetraklorobenzena atau Benzena,
1,2,4,5-tetrakloro-
D3320 630–20–6 1,1,1,2-Tetrakloroetana atau Etana, 1,1,1,2-
tetrakloro-
D3321 79–34–5 1,1,2,2-Tetrakloroetana atau Etana, 1,1,2,2-
tetrakloro-
D3322 127–18–4 Tetrakloroetilen atau Etena, tetrakloro-
D3323 56–23–5 Karbon tetraklorida atau Metana, tetrakloro-
D3324 109–99–9 Tetrahidrofuran atau Furan, tetrahidro-
D3325 563–68–8 Talium asetat atau Asam asetat, talium(1+) dan
garamnya
D3326 6533–73–9 Talium karbonat atau Carbonic acid,
ditalium(1+) dan garamnya
D3327 7791–12–0 Talium klorida atau Talium klorida TlCl
D3328 10102–45–1 Talium nitrat atau Asam nitrat, garam
talium(1+)
D3329 62–55–5 Tioasetamida atau Etanatioamida
D3330 62–56–6 Tiourea
D3331 108–88–3 Toluena atau Benzena, metil-
D3332 25376–45–8 Toluenediamin atau Benzenadiamin, ar-metil-
D3333 636–21–5 o-Toluidina hidroklorida at Benzenamin, 2-
metil-, hidroklorida
D3334 26471–62–5 Toluena diisosianat atau Benzena, 1,3-
diisosianatometil-
D3335 75–25–2 Bromoform atau Metana, tribromo-
D3336 71–55–6 Metil kloroform atau Etana, 1,1,1-trikloro- atau
1,1,1-Trikloroetana
D3337 79–00–5 1,1,2-Trikloroetana atau Etana, 1,1,2-trikloro-
D3338 79–01–6 Trikloroetilen atau Etena, trikloro-
D3339 99–35–4 1,3,5-Trinitrobenzena atau Benzena, 1,3,5-
trinitro-
D3340 126–72–7 Tris(2,3-dibromopropil) fosfat atau 1-Propanol,
2,3-dibromo-, fosfat (3:1)
D3341 72–57–1 Tripan blue atau Asam 2,7-Naftalenedisulfonat,
3,3'-[(3,3'-dimetil[1,1'-bifenil]-4,4'-
diil)bis(azo)bis[5-amino-4-hidroksi]-, garam
tetrasodium
D3342 66–75–1 Urasil mustard atau 2,4-(1H,3H)-Pirimidinedion,
5-[bis(2-kloroetil)amino]-

11
Kode
Nomor CAS1) B3
Limbah
D3343 51–79–6 Etil karbamat (uretana) atau Asam karbamat,
etil ester
D3344 1330–20–7 Silen atau Benzena, dimetil-
D3345 94–75–7 2,4-D, garamnya dan esternya atau Asam
Asetat, (2,4-diklorofenoksi)-, garamnya dan
esternya
D3346 1888–71–7 Heksakloropropena atau 1-Propena, 1,1,2,3,3,3-
heksakloro-
D3347 137–26–8 Tiram atau Tioperoksidikarbonat diamid
[(H2N)C(S)]2S2, tetrametil-
D3348 506–68–3 Sianogen bromida (CN)Br
D3349 72–43–5 Metoksiklor atau Benzena, 1,1'-(2,2,2-
trikloroetiliden)bis[4- metoksi-
D3350 81–81–2 Warfarin, dan garamnya, pada konsentrasi
<0.3%, atau 2H-1-Benzopyran-2-one, 4-
hidroksi-3-(3-okso-1-fenil-butil)-, dan garamnya,
pada konsentrasi <0.3%
D3351 1314–84–7 Seng fosfida Zn3P2, pada konsentrasi <10%
D3352 17804–35–2 Benomil atau Asam karbamat, [1-
[(butilamino)karbonil]-1H-benzimidazol-2-il]-,
metil ester
D3353 22781–23–3 Bendiocarb atau 1,3-Benzodioksol-4-ol, 2,2-
dimetil-, metil karbamat
D3354 63–25–2 Karbaril atau 1-Naftalenol, metilkarbamat
D3355 101–27–9 Barban atau Asam karbamat, (3-klorofenil)-, 4-
kloro-2-butinil ester
D3356 95–53–4 o-Toluidina atau Benzenamin, 2-metil-
D3357 106–49–0 p-Toluidina atau Benzenamin, 4-metil-
D3358 110–80–5 Etilen glikol monoetil eter atau Etanol, 2-etoksi-
D3359 22961–82–6 Bendiokarb fenol atau 1,3-Benzodioksol-4-ol,
2,2-dimetil-,
D3360 1563–38–8 Karbofuran fenol atau 7-Benzofuranol, 2,3-
dihidro-2,2-dimetil-
D3361 10605–21–7 Karbendazim atau Asam karbamat, 1H-
benzimidazol-2-il, metil ester
D3362 122–42–9 Profam atau Asam karbamat, fenil-, 1-metiletil
ester
D3363 52888–80–9 Prosulfokarb atau Asam karbamotioat, dipropil-,
S-(fenilmetil) ester
D3364 2303–17–5 Trialat atau Asam karbamotioat, bis(1-metiletil)-
, S-(2,3,3-trikloro-2-propenil) ester
D3365 30558–43–1 A2213 atau Asam etanimidotioat, 2-
(dimetilamino)-N-hidroksi-2-okso-, metil ester
D3366 5952–26–1 Dietilen glikol, dikarbamat, atau Etanol, 2,2'-
oksibis-, dikarbamat
D3367 121–44–8 Trietilamin atau Etanamin, N,N-dietil-
D3368 23564–05–8 Tiofanat-metil atau Asam karbamat, [1,2-
fenilenebis (iminokarbonotioil)]bis-, dimetil ester
D3369 59669–26–0 Tiodikarb atau Asam etanimidotioat, N,N'-
[tiobis[(metilimino)karboniloksi]]bis-, dimetil
ester

12
Kode
Nomor CAS1) B3
Limbah
D3370 114–26–1 Propoksur atau Fenol, 2-(1-metiletoksi)-,
metilkarbamat
D3371 58–90–2 Asam Asetat, (2,4,5-triklorofenoksi)- atau
Pentaklorofenol atau Fenol, pentakloro-
D3372 87–86–5 Fenol, 2,3,4,6-tetrakloro-
D3373 88–06–2 Fenol, 2,4,5-trikloro-
D3374 93–72–1 Silveks (2,4,5-TP) atau Asam propanoat, 2-
(2,4,5-triklorofenoksi)-
D3375 93–76–5 2,3,4,6-Tetraklorofenol atau 2,4,5-T
D3376 95–95–4 2,4,5-Triklorofenol atau 2,4,6-Triklorofenol
Catatan: ) Chemical Abstract Service
1

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

13
LAMPIRAN VII
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR TAHUN 2013
TENTANG
PENGELOLAAN BAHAN BERBAHAYA DAN
BERACUN, PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN
BERBAHAYA DAN BERACUN, DAN DUMPING
LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

BAKU MUTU LINDI BERDASARKAN UJI KARAKTERISTIK BERACUN MELALUI


PROSEDUR PELINDIAN (TOXICITY CHARACTERISTIC LEACHING PROCEDURE,
TCLP)

Konsentrasi
Bahan Pencemar Paling Tinggi
(mg/L)
Bahan Anorganik/Logam:
Arsen (As) 5,0
Air Raksa (Hg) 0,2
Antimon (Sb) 2,0
Barium (Ba) 100,0
Boron (B) 500,0
Total Kromium (Cr) 5,0
Kadmium (Cd) 1,0
Mangan (Mn) 40,0
Molibdenum (Mo) 5,0
Nikel (Ni) 2,0
Selenium (Se) 1,0
Seng (Zn) 50,0
Timbal (Pb) 5,0
Tembaga (Cu) 10,0
Perak (Ag) 5,0

Bahan Organik:
Hidrokarbon Terhalogenasi:
Asam dikloroasetat 5,0
Asam trikloroasetat 2,0
Diklorometana 2,0
1,2-Dikloroetana 0,5
1,2-Dikloropropana 4,0
1,2-Dikloroetena 0,3
1,1-Dikloroetilena 0,7
2,4-Dinitrotoluena 0,13
Dikloroasetonitril 2,0
Dibromoasetonitril 7,0
Heksaklorobutadiena 0,5
Heksakloroetana 3,0
Heksaklorobenzena 0,13
Karbon Tetraklorida 0,5
Metil etil keton 200,0
Trihalometana 35,0
Trikloroetena 2,0
Tetrakloroetena 4,0
Trikloroetilen 0,5

1
Konsentrasi
Bahan Pencemar Paling Tinggi
(mg/L)
Tetrakloroetilene 0,7
Vinyl klorida 0,2

Hidrokarbon Aromatik:
Benzena 0,5
Nitrobenzena 2,0
Toluena 70,0
Ksilena 50,0
Etilbenzena 30,0
Stirena 2,0
Kresol total 200,0
orto-kresol 200,0
meta-kresol 200,0
para-kresol 200,0
Piridina 5,0

Benzena Terhalogenasi:
Klorobenzena 100,0
orto-diklorobenzena/ 100,0
1,2-diklorobenzena (1,2-DCB)
1,4-diklorobenzena (1,4-DCB) 7,5
2,4,5-Triklorofenol 400,0
2,4,6-Triklorofenol 2,0
PCBs 0,3

Pestisida/Insektisida:
Alaklor 2,0
Aldicarb 1,0
Aldrin 0,07
Dieldrin 0,07
Atrazina 0,2
Endrin 0,02
DDT 0,1
1,2-Dibromo-3-kloropropana (DBCP) 0,1
2,4-Dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D) 10,0
Heptaklor 0,008
Isoproturon 0,9
Karbofuran (Carbofuran) 0,7
Klordana (Chlordane) 0,03
Klorotoluron (Chlorotoluron) 3,0
Lindana 0,4
MCPA 0,2
Metil parathion 0,7
Metosiklor 10,0
Metolaklor 1,0
Molinate 0,6
Parathion 3,5
Pendimethaline 2,0
Pentaklorofenol (PCP) 100,0
Permethrin 30,0

2
Konsentrasi
Bahan Pencemar Paling Tinggi
(mg/L)
Simazina 0,2
Trifluralin 2,0
Toksafena 0,5

Herbisida klorofenoksi selain 2,4-D dan MCPA:


2,4-DB 9,0
Dikloroprop 10,0
Fenoprop (2,4,5-TP)/Silvex 1,0
Mecoprop 0,1
2,4,5-Trichlorophenoxyacetic acid 0,9

Hasil sampingan Desinfektan:


Bromat 1,0
2,4,6-Triklorofenol (2,4,6-TCP) 20,0
Bromoform 10,0
Dibromoklorometan (DBCM) 10,0
Bromodiklorometan 6,0
Kloroform 6,0

Lain-lain:
Fluorida 150,0
Sianogen klorida (sebagai CN) 7,0
Sianida (bebas) 20,0
Di(2-etilheksil)ftalat 0,8
Akrilamida 0,05
Epiklorohidrin 0,04
Ethylenediaminetetraacetic (EDTA) 60,0
Nitrilotriacetic acid (NTA) 5,0
Nitrat + nitrit 1000,0
Nitrit 100,0

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

3
LAMPIRAN VIII
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR TAHUN 2013
TENTANG
PENGELOLAAN BAHAN BERBAHAYA DAN
BERACUN, PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN
BERBAHAYA DAN BERACUN, DAN DUMPING
LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

TOTAL KADAR PALING TINGGI LIMBAH B3 YANG BELUM DIOLAH DAN


TEMPAT PENIMBUNANNYA

Total Kadar Paling


Total Kadar Paling Tinggi
Tinggi
(mg/kg berat kering)
BAHAN PENCEMAR (mg/kg berat kering)
KOLOM A
KOLOM B
Arsen (As) 300 30
Barium (Ba) - -
Kadmium (Cd) 50 5
Kromium (Cr) 2500 250
Tembaga (Cu) 1000 100
Kobal (Co) 500 50
Timbal (Pb) 3000 300
Merkuri (Hg) 20 2
Molibdenum (Mo) 400 40
Nikel (Ni) 1000 100
Stanum (Sn) 500 50
Selenium (Se) 100 10
Perak (Ag) - -
Seng (Zn) 5000 500
Sianida (CN-) 500 50
Fluorida (F-) 4500 450
Senyawa fenol: 10 1
Pentaklorofenol (PCP)
2,4,5-triklorofenol
2,4,6-triklorofenol
Hidrokarbon Aromatik 70 7
Monosiklik:
Benzena
Nitrobenzena
Hidrokarbon Aromatik 200 20
Monosiklik:
o-kresol
m-kresol
p-kresol
Total kresol
2,4-dinitrotoluena
Metil etil keton
Piridina
Total Petroleum 1000 100
Hidrokarbon (C6 to C9)
TPH (all Cn) -- --
Total Petroleum 10000 1000
Hidrokarbon (> C9)

1
Total Kadar Paling
Total Kadar Paling Tinggi
Tinggi
(mg/kg berat kering)
BAHAN PENCEMAR (mg/kg berat kering)
KOLOM A
KOLOM B
Senyawa Organoklorin: 10 1
Karbon tetraklorida
Klorobenzena
Kloroform
Tetrakloroetilena (PCE)
Trikloroetilena (TCE)
1,4-diklorobenzena
1,2 dikloroetana
1,2-dikloroetilena
Heksaklorobenzena
Heksaklorobutadiena
Heksakloroetena
Vinil klorida

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Anda mungkin juga menyukai