Anda di halaman 1dari 58

106

3VERIFIKASI MODELDANPEMBAHASAN

Model Protokol Audit Produksi Bersih Agroindustri Karet Remah

Pengembangan model protokol audit produksi bersih bagi agroindustri karet remah
didasarkan pada perpaduan prosedur audit produksi bersih umum yang direkomendasikan
UNEP, justifikasi pakar, serta kondisi riil lapangan pada daur hidup proses produksi karet
alam, khususnya untuk produk karet remah.Menurut UNEP& ISWA (2002) dan UNIDO
(2002) terdapat tiga kelompok tahapan utama kegiatan audit limbah atau audit produksi
bersih, yakni : 1) tahap pra-penilaian, 2) tahap neraca bahan, dan 3) tahap sintesis.
Kegiatan utama tahap pra-penilaian dimaksudkan untuk mengidentifikasi proses ke dalam
unit-unit proses dan memperoleh diagram alir proses. Jika ditinjau unit-unit proses yang
terdapat pada proses pengolahan karet remah secara garis besar meliputi : penerimaan
bahan baku, pengecilan ukuran, pembersihan, pengaturan komposisi, penggilingan,
pengeringan awal, penggilingan, pengeringan, pendinganan, dan pengemasan.
Langkah-langkah yang diperlukan pada tahap neraca bahan meliputi identifikasi
input proses (bahan baku, bahan pembantu, air, energi, dan kondisi reuse/recycle) dan
output proses (produk/by product, limbah cair, emisi gas, dan limbah di luar pabrik).
Berdasarkan identifikasi input dan output proses tersebut, selanjutnya dilakukan evaluasi
dan penyempurnaan neraca bahan. Hasil identifikasi terhadap input dan output proses
produksi karet remah diperlihatkan pada Tabel 25.
Walaupun jenis produk karet remah cukup beragam, fakta di lapangan
menunjukkan bahwa sebagian besar produk karet remah yang dihasilkan oleh industri
pengolahan karet Indonesia adalah grade mutu SIR 10 dan SIR 20 sebagaimana
diperlihatkan dari keragaman jenis dan jumlah karet remah yang diekspor pada Gambar 36.
Hal tersebut terutama dikarenakan kondisi bahan olah yang didominasi dari karet
perkebunan rakyat (bokar). Persyaratan bahan baku lateks kebun sukar dipenuhi dari
perkebunan rakyat, sehingga mutu SIR 3L, 3CV, dan 3WF tidak akan dapat dihasilkan
perusahaan swasta yang menggunakan bokar dari perkebunan rakyat. Bahan olah SIR 10
atau SIR 20 seharusnya adalah koagulum lapangan yang memenuhi persyaratan SNI 06-
2047-2002. Namun pada prakteknya hal tersebut juga tidak sepenuhnya terpenuhi,
terutama untuk pengolahan SIR 20.
107

Tabel 25Neraca masukan dan keluaran pada proses produksi karet remah
Masukan Keluaran
1. Bahan 1. Produk
Bahan Baku : Produk Primer
Lateks SIR 3 L
Slab SIR 3 CV
Lump mangkok SIR 3 W
Lump forming SIR 5
Tatal SIR 10
Eks. RSS SIR 20
Block Rubber
Bahan bantu
Asam semut 2. Emisi Bahan
H3PO4 Limbah Padat
HNS Lumpur
SMBS Pasir
Air Ranting
Plastik
Bahan lain : Karet mentah
Kemasan primer, PE Karet remah
Kemasan sekunder, shrink wrap
Peti Kemas, kayu Limbah Cair
Peti kemas, logam Serum
Minyak/lemak Air
Minyak/Lemak
2. Energi Air pencuci dari utility
Listrik
Bahan bakar kayu 3. Emisi energi
Solar Panas buangan
Batubara Bising
Gas Debu

2.077,274
Volume ekspor (000 ton)

9,722 9,894 40,921 10,636

SIR 3L SIR 3CV SIR 10 SIR 20 SIR lainnya


Jenis karet

Gambar 36Keragamanjenis dan volume ekspor karet remah Indonesia tahun 2009.
108

Pada prakteknya bahan baku yang digunakan dalam proses pengolahan karet remah
adalah lump dan slab, namun pada perkebunan besar negara adakalanya digunakan juga
hasil sisa produksi RSS (Ribbed Smoked Sheet)pada operasi pengaturan komposisi. Untuk
meningkatkan utilisasi, pada perusahaan perkebunan swasta dan negara kebutuhan bahan
baku juga dipasok dari perkebunan rakyat disamping dari perkebunan sendiri. Pada
Gambar 37 diilustrasikan diagram alir proses produksi karet remah pada pekebunan besar
swastapada dua kondisi bahan olah karet (dari perkebunan dan luar perkebunan).
Perbedaan kondisi bahan olah yang berbeda menyebabkan rangkaian proses yang dilalui
oleh bahan olah karet yang berasal dari luar perkebunan perusahaan lebih panjang jika
dibandingkan dengan bahan olah karet yang berasal dari perkebunan sendiri. Ditinjau dari
penggunaan bahan kimia, pada dasarnya proses pengolahan karet remah dari koagulum
tidak menggunakan bahan kimia. Bahan-bahan kimia seperti minyak pelumas/oli dan
terpentin hanya digunakan untuk perawatan mesin dan pengujian mutu produk karet
remah, bukan merupakan bahan tambahan pada proses produksi karet remah.

Gambar 37 Diagram alir proses pengolahan karet remah di salah satu perkebunan swasta.

Idealnya setiap perusahaan melakukan inventarisasi input dan output, minimal


untuk keseluruhan proses secara kuantitatif. Hal tersebut diperlukan untuk
mengembangkan neraca bahan, air, dan energi pada rantai proses produksi, minimal untuk
operasi proses yang dipandang kritis pada rantai proses produksi karet remah.
Keterbatasan informasi yang terkumpul dapat menyebabkan neraca bahan, air, dan energi
109

suatu perusahaan menjadi kurang presisi. Gambaran umum neraca bahan, air, dan energi
dari tiga pabrik karet remah responden yang berlokasi di Provinsi Sumatera Selatan
diperlihatkan pada Gambar 38, Gambar 39, dan Gambar 40.

1,9003 total energi solar (MJ/kg)


Bokar 0,924 total energi listrik (kMJ/kg karet kering)
1 0,175 total kotoran dlm bokar
(air bahan 0,4 m3) 0,4 total air dlm bokar

energi solar (MJ/kg) 0,057 Pengangkutan

bahan (ton) 0,6


air (m3) 8,4 Pengecilan ukuran 8,4 limbah cair (m3)
energi listrik (MJ/kg) 0,2633 dan pembersihan I

0,13 limbah padat (ton)

air (m3) 12,4 Pembersihan II 12,4 limbah cair (m3)


energi listrik (MJ/kg) 0,2079

0,1 air dari bokar


air (m3) 13,2 Penggilingan 13,2 limbah cair (m3)
energi listrik (MJ/kg) 0,3234
22,78 solar untuk genset (lt/ton)
0,1 air dari bokar
Predrying
0,04 limbah padat (ton)

1,76
air (m3) 4,4 Peremahan 4,4 limbah cair (m3)
energi listrik (MJ/kg) 0,1109

0,2 air dari bokar


energi solar (MJ/kg) 1,8433 Drying

Pembuatan bandela
energi listrik (MJ/kg) 0,0185

Sortasi

Pengemasan
Air utk pengurasan 1,6
SIR
Total air 40

Gambar 38Neraca bahan, air (tanpa recycle), dan energi produksi karet remah pada perusahaan
yang menggunakan bahan bakar solar pada dryer

Proses pengolahan karet remah tergolong proses basah, karena hampir semua
tahapan proses memerlukan air. Kadar kotoran yang lebih tinggi pada bahan olah karet
low grade menyebabkan kebutuhan air menjadi lebih besar dibandingkan untuk keperluan
pengolahan bahan olah yang tergolonghigh grade. Debit limbah cair untuk pengolahan
karet remah diperhitungkan sama dengan konsumsi air untuk pengolahan yakni berkisar 20
– 40 m3/ton, tergantung jenis dan kebersihan bahan olah karet serta efisiensi kinerja sarana
pengolahan. Sebagai ilustrasi di salah satu pabrik karet remah besarnya konsumsi air dapat
mencapai 35 m3/ton produk, sementara pada pabrik karet remah lainnya hanya sekitar 23 –
110

27 m3/ton produk. Baku mutu limbah cair berdasarkan SK Meneg LH No.


51/MENLH/10/1995 menetapkan debit maksimal limbah cair untuk industri karet remah
sebesar 40 m3 per ton karet kering. Kondisi di lapangan mengindikasikan seluruh
perusahaan karet remah yang disurvey mampu memenuhi baku mutu debit limbah cair
tersebut.
3,106 total energi solar (MJ/kg)
Bokar 2,338 total energi listrik (MJ/kg karet kering)
1,89 0,136 total kotoran dalam bokar
ton 0,4 total air dalam bokar
30 Total air proses (m3/ton)
Energi solar (MJ/kg) 0,093 Pengangkutan

bahan (ton) 1,1364


3
Air (m ) 6,3 Pengecilan ukuran 6,3 limbah cair (m3)
energi listrik (MJ/kg) 0,6663 dan pembersihan I

0,10 limbah padat (ton)

Air (m3) 9,3 Pembersihan II 9,3 limbah cair (m3)


energi listrik (MJ/kg) 0,5261

0,1 air dari bokar


Air (m3) 9,9 Penggilingan 9,9 limbah cair (m3)
energi listrik (MJ/kg) 0,8183

0,1 air dari bokar


Predrying
0,03 limbah padat (ton)

1,76
Air (m3) 3,3 Peremahan 3,3 limbah cair (m3)
Energi listrik (MJ/kg) 0,2806

0,2 air dari bokar


Energi gas (MJ/kg) Drying

Pembuatan bandela
Energi listrik (MJ/kg) 0,0468

Sortasi

Pengemasan
Air untuk pengurasan 1,2
SIR 20
1 ton

Total air 30

Gambar 39Neraca bahan, air (dengan recycle), dan energi produksi karet remah pada perusahaan
yang menggunakan bahan bakar gas pada dryer

Dengan memperhatikan bagan input output pada Tabel 25, Gambar 38, Gambar 39,
dan Gambar 40 serta kondisi proses produksi karet remah existing di lapangan dapat
dievaluasi berbagai alternatif peluang penerapan produksi bersih. Identifikasi peluang
produksi bersih dapat dilakukan secara iteratif dengan mempertimbangkan semua
kemungkinan pilihan produksi bersih pada setiap tahapan proses produksi yang tidak
efisien atau yang memberikan dampak penting bagi lingkungan. Pada Tabel 26 disajikan
matriks aspek lingkungan penting pada proses produksi karet remah.Berdasarkan matriks
111

aspek lingkungan, kegiatan-kegiatan pada proses produksi karet remah memberikan


dampak lingkungan penting terutama dalam empat hal, yakni 1) tingginya konsumsi air, 2)
pembuangan ke badan air, 3) tingginya konsumsi energi, 4) emisi ke udara dalam hal bau,
panas, dan kebisingan, dan 5) opini publik terutama terkait dengan polusi bau yang cukup
mengganggu kenyamanan lingkungan.

0,065 total energi solar (MJ/kg)


Bokar 3,777 total energi listrik (MJ/kg karet kering)
1,942 0,097 total kotoran dalam bokar (ton)
ton 0,816 total air dalam bokar (ton)
25 total air proses (m3/ton)
Energi solar (MJ/kg) 0,065 Pengangkutan 2,07 total batubara (MJ/kg)

1,942 ton

3
Air (m ) 1,5 Pengecilan ukuran 1,5 limbah cair (m3)
energi listrik (MJ/kg) 1,0764 dan pembersihan I IPAL
3,75
0,08 limbah padat (ton)

Air (m3) 7,75 Pembersihan II 7,75 limbah cair (m3)


energi listrik (MJ/kg) 0,8498
1,862 ton
0,2039 air dari bokar (ton)
Air (m3) 8,25 Penggilingan 8,25 limbah cair (m3)
energi listrik (MJ/kg) 1,3219

0,2039 air dari bokar (ton)


Predrying
0,04 limbah padat (ton)

Air (m3) 2,75 Peremahan 2,75 limbah cair (m3)


Energi listrik (MJ/kg) 0,4532
1,415
0,4078 air dari bokar (ton)
Batubara (MJ/kg) 2,07 Drying 0,010 remahan karet (ton)
1,00
Pembuatan bandela
Energi listrik (MJ/kg) 0,0755

Sortasi

Pengemasan
Air untuk pengurasan 1
SIR 20
1

Total air 21,25

Gambar 40Neraca bahan, air (dengan recycle), dan energi produksi karet remah pada perusahaan
yang menggunakan bahan bakar batubara pada dryer
112

Tabel 26 Matriks evaluasi aspek lingkungan penting pada aliran proses produksi karet remah
Emisi ke Pembu- Konta- Manajemen Penggunaan Isu masya-
No Aliran Proses udara bau, angan ke minasi limbah energi dan rakat &
panas, bising badan air tanah padat sumber aya lingk. lokal
1 Penerimaan ● ●
bahan olah
2 Mesin slice ● ● ● ● ●
prebreaker
3 Bak ● ● ●
makroblendin
g
4 Mesin ● ● ●
breaker/
hammer mill
5 Mesin screen ● ● ●
washer
6 Mesin crepper ● ● ● ●
7 Predrying ● ●
8 Mesin ● ●
shredder
9 Drying ● ● ●
10 Packaging ● ●
Bobot aspek
Tinggi Tinggi Medium Medium Tinggi Tinggi
lingkungan
Keterangan : ● = tahapan proses (baris) yang mempengaruhi aspek lingkungan terkait (kolom)

Konsumsi air. Sebagian besar air untuk proses pengolahan karet remah digunakan
untuk tahap pembersihan dan penggilingan. Untuk setiap ton produk karet remah yang
dihasilkan oleh perusahaan swasta rata-rata diperlukan air sebanyak 8,4 m3pada proses
pembersihan tahap I di prebreaker dan hammermill, untuk pembersihan tahap II di
hammer-mill dan bak makroblendingsebanyak 12,4 m3, untuk penggilingan di
macerator/crepersebanyak 13,2 m3, untuk peremahan dengan shreddersebanyak 4,4 m3,
dan untuk keperluan pembersihan sarana dan pengurasan bak-bak proses sebanyak 1,6 m3.
Potensi limbah cair terbesar berasal dari proses pembersihan dan penggilingan mencapai
64 persen dari total air untuk proses produksi karet remah. Dengan kondisi bahan olah
karet yang lebih bersih, konsumsi air yang diperlukan perusahaan perkebunan jauh lebih
rendah yaitu kurang dari 25 m3 per ton produk atau lebih hemat 37,5 persen dibandingkan
dengan total air yang digunakan oleh perusahaan swasta yang mengolah bokar yang lebih
kotor.
Pembuangan ke badan air. Konsekuensi dari tingginya konsumsi air yang
digunakan pada proses pengolahan karet remah adalah besarnya volume limbah cair yang
harus diolah pada instalasi pengolahan air limbah (IPAL) sebelum dialirkan ke
113

lingkungan.Sebenarnya kekuatan limbah cair pabrik karet remah tidak setinggi limbah
yang dihasilkan pabrik karet sit dan lateks pekat. Namun karena proporsi industri karet
remah jauh lebih besar dibanding jenis karet lainnya, limbah cair pabrik karet remah
banyak menjadi sorotan. Dari produksi karet remah yang dapat mencapai 2,2 juta
ton/tahunatau rata-rata 6.000 ton/hari, dengan asumsi penggunaan air rata-rata 40 m3/ton
karetmaka jika tidak dilakukan konservasi air akan dihasilkan limbah cair tidak kurang dari
240.000 m3 setiap harinya.
Hasil pengamatan terhadap kondisi air buangan sebelum diolah di IPAL (inlet) jauh
melampaui nilai ambang batas (NAB) baku mutu limbah cair berdasarkan SK MenLH No.
51/MENLH/10/1995. Rata-rata nilai inlet untuk parameter BOD berada pada kisaran 119
– 610 ppm (NAB 60 ppm), COD berkisar antara 488 – 1172 ppm (NAB 200 ppm), TSS
berkisar 113 – 1172 ppm (NAM 100 ppm), N-total pada kisaran 60 – 119 ppm (NAB 10
ppm), dan N-NH3 pada kisaran 61 – 117 ppm (NAB 5 ppm).Tingginya nilai BOD atau
COD air buangan menunjukkan tingginya kadar bahan organik dalam limbah cair.
Peningkatan kadar bahan organik akan menggangu ekosistem lingkungan yang menerima
air buangan karena oksigen banyak digunakan oleh bakteri pengurai untuk
menghancurkanbahan organik tersebut.
Dengan kondisi beban pencemaran air limbah agroindustri yang jauh melampaui
baku mutu limbah cair yang dipersyaratkan menyebabkan kebutuhan terhadap IPAL tidak
dapat diabaikan, terlebih dengan kondisi bahan olah karet rakyat saat ini yang masih kotor.
Pada Tabel 27 disajikan kondisi IPAL pabrik karet responden menggunakan sistem
pengolahan secara lumpur aktif dan kimia. Ditinjau dari efisiensi pengoperasian IPAL,
baik sistem lumpur aktif maupun secara kimia telah mampu menghasilkan buangan yang
memenuhi baku mutu limbah cair. Sebagian besar IPAL pabrik karet remah
menggunakan sistem kimia, sistem lumpur aktif mulai diperkenalkan Gapkindo sejak
tahun 1996. Menurut Gapkindo, hingga pertengahan tahun 2007 telah ada 40 pabrik karet
remah yang membangun IPAL sistemlumpur aktif. Dari sisi biaya operasi, sistem lumpur
aktif relatif lebih murah yaitu Rp. 10,-/kg karet kering sedangkan dengan sistem kimia
mencapai Rp. 15,-/kg karet kering. Namun biaya investasi sistem lumpur aktif jauh lebih
mahal dibandingkan sistem kimia. Perkiraanbiaya investasi pengolahan limbah cair sistem
lumpur aktif untuk debitlimbah 3.000m3/hari yang berasal dari pabrik karet remah
114

kapasitas 75 ton karet/hari mencapaiRp. 2 Milyar, biaya investasi tersebut terdiri atas biaya
konstruksi sebesar Rp. 1,2 Milyar dan biaya lainnya Rp 0,8Milyar.
Tabel 27, Karakteristik limbah cair agroindustri karet remah dengan pengolahan secara
lumpur aktif dan kimia
Lumpur Aktif*) Kimia**)
Parameter Baku Mutu***)
Influent Efluent Influent Efluent
BOD5, mg/L 497,27 10,31 610,34 20,61 60
COD, mg/l 765,03 22,92 1171,47 50,02 200
TSS, mg/l 236 8 375 9 100
N-total, mg/l 116,79 2,83 107,52 1,79 5
N-NH3, mg/l 116,75 1,89 107,78 1,60 10
pH 6,87 6,93 6,74 6,76 6-9
*)
PT_ABP limbah cair 3.560 m3/hari, produksi 65.000 ton karet/tahun
**)
PT_R limbah cair 1.630 m3/hari, produksi 30.000 ton karet/tahun.
***)
Pergub Sumatera Selatan No. 18 Tahun 2005
Sumber : Data intern perusahaan, 2010.

Konsumsi energi. Proses produksi karet remah menggunakan energi yang cukup
besar, terutama energi listrik untuk menggerakkan mesin-mesin pengolahan dan energi
bahan bakar pada proses pengangkutan dan mesin pengeringan. Bahan bakar energi yang
dominan digunakan oleh perusahaan karet remah yang disurvey adalah solar, baik pada
proses transportasi maupun proses pengeringan karet remah. Dari Gambar 38 dapat dilihat
bahwa rata-rata konsumsi energi listrik pada agroindustri karet remah SIR 20 sebesar 0,924
MJ/kg karet dan untuk bahan bakar solar rata-rata sebesar 1,9003 MJ/kg karet. Sebagian
besar energi dari bahan bakar solar digunakan pada tahap pengeringan, yang mencapai 97
persen dari total konsumsi bahan bakar pada pengolahan karet remah berbahan baku bokar,
kegiatan transportasi rata-rata hanya mengkonsumsi 3 persen dari total kebutuhan bahan
bakar solar di perusahaan.
Jika dikaitkan dengan biaya produksi karet remah, maka biaya energi adalah yang
terbesar dibandingkan biaya-biaya lainnya. Berdasarkan hasil diskusi dengan pakar dan
wawancara dengan pelaku agroindustri karet remah diperoleh gambaran besaran biaya
produksi karet remah berbahan bakar solar sebagai sumber energi seperti diilustrasikan
pada Tabel 28.Rata-rata biaya energi pada agroindustri karet remah mencapai 30 persen
dari total biaya produksi, yang terdiri dari 17 persen untuk biaya bahan bakar solar
(pengeringan dan transportasi) sebesar 13 persen untuk biaya PLN (mesin-mesin produksi
dan penerangan). Biaya bahan bakar solar pada agroindustri karet remah berkisar antara
Rp. 235,-sampai dengan Rp. 585,- untuk setiap kg karet remah yang diproduksi dengan
115

asumsi penggunaan solar berkisar antara 20–45 liter/ton karet yang diproduksi. Gambaran
mahalnya biaya energi terutama untuk bahan bakar yang diperuntukkan pada proses
pengeringan karet remah memberikan peluang untuk mencari alternatif sumber energi lain
selain solar. Dari hasil pantauan pada perusahaan karet remah responden yang disurvey,
beberapa perusahaan telah mencoba beralih menggunakan bahan bakar alternatif lain yang
lebih hemat untuk mesin pengering (dryer) seperti batubara, gas, dan biomassa cankang
kelapa sawit.

Tabel 28 Profil biaya pengolahan pada agroindustri karet remah*)


Minimum Maksimum Persentase
No Unsur Biaya Rata-rata
(Rp/kg) (Rp/kg) (%)
1 Upah 155,0 252,00 225,00 11
2 Bahan Bakar 235,00 585,00 360,00 17
3 Listrik PLN 105,00 276,00 276,00 13
4 Biaya Kantor 15,00 42,00 35,00 2
5 Biaya Perawatan 42,00 107,00 80,00 4
6 Bahan Pengemas 85,00 125,00 120,00 6
7 Biaya Pengiriman 36,00 297,00 200,00 10
8 Biaya Penyusutan 38,00 405,00 300,00 14
9 Biaya Keuangan 232,00 300,00 450,00 21
10 Biaya Lain-lain 8,00 32,00 50,00 2
Total Biaya 951,00 2150,00 2096,00 100
*)
Tahun 2010

Emisi ke udara. Masalah lingkungan yang banyak dikeluhkan oleh masyarakat


dari keberadaan pabrik karet khususnya pabrik karet remah adalah bau busuk yang
menyengat (malodor). Bau busuk yang ditimbulkan tersebut terutama berasal dari aktifitas
mikrobiologis yang menguraikan protein menjadi senyawa berbau seperti amoniak dan
sulfida dan pada proses pengeringan dapat diuraikan lebih lanjut menjadi asam-asam
lemak bebas seperti asam asetat, propionat, isobutirat, butirat, isovalerat, dan asam asetat
(RRIM, 1993). Sumber utama emisi bau tersebut ditemukan pada tahapan penerimaan
bahan olah karet, penyimpanan bokar, ruang gantung (pre-drying), dan proses pengeringan
remahan karet menggunakan autodryer. Penguraian protein oleh bakteri pada bahan olah
karet terutama dipicu oleh kebiasaan petani yang merendamatau mengotori bokar dengan
berbagai jenis kotoran dan menggumpalkan bokar dengan koagulan yang tidak
direkomendasikan. Pada masa mendatang, jika bau yang ditimbulkan tidak dapat diatasi,
maka pabrik karet remah akan mendapatkan tekanan yang berat dari masyarakat di
116

lingkungan sekitarnya yang terganggu akibat bau yang dtimbulkan pabrik karet remah
tersebut.
Bau menyengat yang berasal dari proses pengeringan saat ini masihditangani
dengan menggunakan sistem wet scrubber atau biofilter (Tunas 2002).Sementara untuk
mengatasi permasalahan bau (malodor) yang ditimbulkan dari bahan olah karet, dianjurkan
untuk menggunakan bahan penggumpal yang dapat mencegah pertumbuhan bakteri di
dalam bokar atau menetralkan (mengurangi) bau yang telah terjadi sejak dari kebun
diantaranya asap cair. Asap cair yang telah diproduksi secara massal adalah cairan
berwarna cokelat, pH antara 2,5 – 3,0, berbau asap, tidak berbahaya bagi manusia, dan
mengandung 67 jenis senyawa. Hasil pengujian dari 67 jenis senyawa tersebut adalah
terdiri dari 18 jenis fenol, 5 jenis asam, 3 jenis karbonil, 6 jenis furan, 5 jenis siklopenten,
5 jenis senyawa siklopenten, 3 jenis senyawa benzene, dan 27 senyawa-senyawa lain
seperti butena, bisiklo, borane, dan lain-lain (PSB2003). Dari 67 jenis senyawa-senyawa
tersebut, menyebabkan asap cair dapat berfungsi sebagai koagulan, antibakteri (pengawet),
antijamur, antiserangga, antioksidan, memberikan warna cokelat dan bau asap. Adanya zat
antibakteri (fenol) mampu mencegah pertumbuhan bakteri dalam bokar sehingga tidak
timbul bau busuk sejak dari kebun, zat antioksidan akan mempertahankan nilai PRI dalam
karet, bau asap akan menetralkan bau busuk bokar, dan senyawa-senyawa yang mudah
menguap akan mempercepat proses penguapan air dari dalam bokar (efek “syneresis”).
Dari pengamatan terhadap pabrik karet remah responden yang disurvey yang telah
memanfaatkan asap cair sebagai pengurang bau di lingkungan pabrik (penyemprotan asap
cair pada gudang bahan baku, blanket, kamar gantung angin, trolley dan scrubber),
menunjukkan hasil yang dicapai cukup menggembirakan, dimana bau busuk yang
menyengat mampu diredam oleh bau asap cair. Hasil pengamatan di lapangan, rata-rata
tingkat konsumsi asap cair berkisar antara 0,86 – 2,08 ml/kg karet yang diproduksi, lebih
rendah dari yang direkomendasikan oleh Balai Penelitian Karet Sumbawa yaitu 5 – 10
ml/kg karet kering.
Jika dicermati dengan seksama dari setiap tahapan proses, sumber-sumber
inefisiensi dan potensi limbah dapat teridentifikasi terutama dari (1) bahan olah karet
rakyat, (2) proses pengolahan karet remah, (3) pengiriman produk, dan (4) kondisi
pengolahan limbah. Sementara berdasarkan matriks aspek lingkungan, dampak lingkungan
penting lingkungan terutama berasal dari (1) tingginya konsumsi air, (2) tingginya
117

konsumsi energi, (3) emisi ke udara, dan (4) opini publik terkait isu malodouryang
mengganggu kenyamanan lingkungan. Berdasarkan kemungkinan permasalahan yang
terungkap dari masing-masing tahapan proses produksi karet remah tersebut selanjutnya
dielaborasi berbagai peluang penerapan produksi bersih pada agroindustri karet remah.
Pada tahap awal dilakukan penyusunan hirarki pengembangan prioritas intervensi
produksi bersih pada agroindustri karet remah berdasarkan keterkaitan faktor-faktor dan
pelaku dalam lingkup implementasi produksi bersih agroindustri karet remah. Struktur
hirarki terdiri atas 5 (lima) tingkatan, yaitu: sasaran (goal), pelaku, faktor, sub-faktor, dan
alternatif. Struktur hirarki prioritas intervensi produksi bersih pada agroindustri karet
remah dapat dilihat pada Gambar 41.

Gambar 41 Hirarki penetapan prioritas intervensi produksi bersih pada agroindustri karet
remah.

Tingkatan pertama yang merupakan sasaran (goal) dari permasalahan yang akan
dikaji adalah prioritas intervensi produksi bersih pada agroindustri karet remah. Tingkatan
kedua adalah pelaku yang termasuk stakeholder pengembangan sistem produksi bersih
pada agroindustri karet remah, yaitu : (1) petani karet, (2) pabrik karet remah, (3) asosiasi
118

perusahaan/Gapkindo, (4) Pemerintah Daerah, (5) Bapedalda/instansi pembina lainnya,


dan (6) masyarakat lingkungan perusahaan. Tingkatan ketiga merupakan faktor yang
menjadi dasar pertimbangan pemilihan alternatif intervensi produksi bersih pada
agroindustri karet remah, yaitu : (1) teknis, (2) ekonomis, dan (3) lingkungan. Selanjutnya
tingkatan keempat kriteria dari faktor pada tingkatan ketiga, yaitu : (1) efisiensi, (2)
produktifitas, (3) daya saing, (4) investasi, (5) minimisasi limbah, dan (6) penurunan
degradasi lingkungan. Tingkatan kelima didefenisikan sebagai alternatif intervensi
produksi bersih pada agroindustri karet remah berdasarkan hasil wawancara pakar dan
pelaku industri, yaitu : (1) perbaikan mutu bokar, (2) recycle air, (3) konservasi energi, (4)
good housekeeping, (5) perbaikan skema mutu produk SIR, (6) sistem manajemen
perusahaan, dan (7) Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).
Pengolahan data dilakukan menggunakan metode AHP dengan bantuan
softwareexpert choice 2000 dengan rangkuman hasil seperti disajikan pada Gambar 41di
atas. Berdasarkan hasil pembobotan peran pelaku produksi bersih pada agroindustri karet
remah, pelaku yang dinilai berperan signifikan adalah pemerintah daerah dengan nilai
bobot tertinggi yaitu sebesar 0,261 diikuti oleh pabrik karet remah dengan bobot 0,261 dan
petani karet dengan bobot 0,233. Keberhasilan program Gerakan Nasional Bokar Bersih
(GNBB) sebagai upaya mendorong penerapan produksi bersih pada rantai produksi karet
remah sangat dipengaruhi oleh peran pemerintah daerah setempat. Provinsi Sumatera
Selatan termasuk salah satu provinsi yang mendapat penghargaan dari Menteri Pertanian
pada pencanangan GNBB pada tanggal 23 Maret 2010 di Kalimantan Selatan berkat
komitmen pemerintah daerah terhadap karet bersih dan mematuhi Permentan No.38 tahun
2008 tentang Pedoman Pengolahan dan Pemasaran Bahan Olah Karet (bokar) dan
Permendag No.53 tahun 2009 tentang Pengawasan Mutu Bahan Olah Karet untuk ekspor.
Intervensi produksi bersih tidak terlepas dari pertimbangan aspek-aspek teknis,
ekonomis, dan lingkungan. Berdasarkan perbandingan tingkat kepentingan faktor, maka
faktor ekonomi diberi bobot terbesar yaitu 0,498. Pertimbangan faktor teknis dan
lingkungan memiliki bobot yang hampir seimbang dalam penentuan prioritas intervensi
produksi bersih pada agroindustri karet remah. Sub-faktor efisiensi dan produktifitas
memiliki bobot yang paling tinggi dalam pemilihan alternatif produksi bersih dengan nilai
berturut-turut sebesar 0,231 dan 0,214. Kemampuan minimisasi limbah dan daya saing
dinilai memiliki tingkat kepentingan yang hampir seimbang dengan bobot sebesar 0,151
119

dan 0,145, sementara besarnya investasi berdasarkan pertimbangan pakar bukan menjadi
faktor penentu utama dalam pemilihan prioritas produksi bersih karena lebih didasarkan
pada pertimbangan manfaat ekonomi yang akan diperoleh.
Apabila didasarkan pada kelompok intervensi produksi bersih secara umum yang
dapat diupayakan pada agroindustri karet remah, maka prioritas tertinggi disepakati pakar
berasal dari perbaikan mutu bokar dengan bobot sebesar 0,224.Perbaikan mutu bokar
merupakan ujung tombak penerapan produksi bersih pada rantai proses pengolahan karet
remah. Karakteristik bahan olah karet (bokar) yang lebih bersih secara langsung akan
memberikan kontribusi pada penghematan penggunaan sumber daya air dan energi.
Konsumsi air pada pengolahan bahan olah karet yang berasal dari perkebunan rakyat dapat
50 persen lebih besar dibandingkan dengan bahan olah karet yang lebih bersih seperti pada
perkebunan besar swasta atau negara. Di samping berkonsekuensi terhadap konsumsi
sumber daya air, perbaikan mutu bokar juga akan berdampak langsung pada tingginya
konsumsi energi akibat lebih panjangnya tahapan proses pembersihan yang harus dilalui.
Apabila kondisi bokar memenuhi SNI bokar dengan mematuhi ketentuan sebagaimana
tertuang pada Permentan No.38 tahun 2008 tentang Pedoman Pengolahan dan Pemasaran
Bahan Olah Karet, maka kebutuhan mesin hammer mill tidak diperlukan. Dengan
demikian konsumsi air dapat dihemat sekitar 21 persen, demikian juga dengan energi
listrik dapat diemat sekitar 28 persen dari total kebutuhan air dan listrik pada produksi
karet remah.
Prioritas intervensi produksi bersih terbesar berikutnya pada agroindustri karet
remah dapat diupayakan melalui konservasi sumber daya energi dan air dengan bobot
berturut-turut sebesar 0,181 dan 0,138. Energi yang digunakan oleh agroindustri karet
remah dibedakan atas dua kelompok yakni energi listrik dan bahan bakar minyak. Hasil
survey menunjukkan bahwa kebutuhan energi listrik pada agroindustri karet remah
bervariasi, terutama dipengaruhi oleh jenis dan kondisi bahan olah karet sertasumber
energi bahan bakar yang digunakan. Menurut Honggokusumo dan Maspanger (2004)
kebutuhan energi listrik untuk mengolah lateks kebun menjadi karet remah jenis mutu SIR
3 (high grade) lebih sedikit yaitu maksimal 300 kVA/ton karet kering atau setara dengan
1,080 MJ/karet kering; sementara untuk mengolah bokar yang berasal dari perkebunan
rakyat diperlukan energi listrik yang lebih besar dapat melebihi 500 kVA/ton karet kering
atau setara dengan 1,800 MJ/kg karet kering.Proporsi rata-rata biaya listrik sekitar 13
120

persen dari total biaya produksi sementara untuk biaya bahan bakar solar dapat mencapai
17 persen dari total biaya produksi karet remah. Konservasi sumber daya energi
menawarkan potensi penghematan biaya yang cukup signifikan disamping juga manfaat
lingkungan yang dihasilkan terutama dikaitkan dengan penggunaan sumber-sumber energi
yang lebih ramah lingkungan diantaranya seperti gas dan biomassa dibandingkan dengan
bahan bakar solar atau batubara yang saat ini masih dominan digunakan pada proses
pengeringan karet remah.Pada Tabel 29 disajikan perbandingan biaya air dan energi untuk
setiap kg karet remah yang diproduksi. Penggunaan bahan bakar gas pada proses
pengeringan menghasilkan penghematan biaya yang signifikan dibandingkan dengan
bahan bakar solar dan batubara. Biaya energi tersebut didasarkan pada kondisi riil
perusahaan dengan rata-rata penggunaan bahan bakar sebesar 40 liter solar/ton karet, untuk
batubara dan gas berturut-turut sebesar 100 kg batubara/ton karet dan 1,2 MMBTU/ton
karet.

Tabel 29 Keragaman biaya sumber daya air dan energi pada tiga pabrik karet responden
Air(Rp/kg) Listrik Solar Batubara Gas Biaya Energi
Biaya
(Rp/kg) (Rp/kg) (Rp/kg) (Rp/kg) (Rp/kg)
PT_J 1,65 136,5 520 - - 656,5
PT_G 1,19 220,5 10,8 340 - 350,8
PT_D 0,71 227,5 9,6 - 55,2 292,3
Sumber : Data intern perusahaan, 2010.

Intervensi produksi bersih pada agroindustri karet remah juga dapat diupayakan
melalui hal-hal sederhana pada tata laksana rumah tangga yang lebih baik (good
housekeeping) dan penataan sistem manajemen perusahaan dengan bobot berturut-turut
sebesar 0,128 dan 0,120. Pada berbagai studi kasus penerapan produksi bersih di industri
ditemukan bahwa potensi penerapan produksi bersih di perusahaan banyak berasal dari
kegiatan-kegiatan yang tergolong kelompok good housekeeping. Kondisi internal sistem
manajemen perusahaan seperti gaya kepemimpinan, kebijakan operasional, sistem insentif,
SDM, sistem informasi, dan mekanisme evaluasi memiliki korelasi yang positif terhadap
upaya produksi bersih perusahaan karet remah yang dievaluasi.
Intervensi produksi bersih dari sisi produk karet remah tidak banyak dapat
diupayakan dalam hal modifikasi produk. Namun demikian perbaikan skema mutu produk
karet remah khususnya yang terkait dengan kadar kotoran secara tidak langsung akan lebih
121

mendorong pelaku pada rantai produksi karet remah agar lebih peduli pada pendekatan
produksi bersih. Pada hasil analisis, tingkat kepentingan intervensi produk karet remah
memiliki bobot sebesar 0,119. Sementara intervensi pelengkap produksi bersih melalui
pengoperasian IPAL memiliki bobot paling rendah diantara semua intervensi produksi
bersih yang dapat diupayakan pada agroindustri karet remah dengan bobot sebesar0,091.
Alternatif intervensi produksi bersih tersebut dapat dielaborasi lebih jauh dalam
bentuk kegiatan produksi bersih. Rangkuman peluang-peluang produksi bersih yang dapat
diimplementasikan pada rantai produksi karet remah berdasarkan hasil kajian literatur,
kondisi perusahaan responden, dan wawancara dengan pakar dapat dilihat pada Tabel 30.
Kebutuhan terhadap penerapan produksi bersih akan sangat bergantung pada
kondisi existing pengelolaan lingkungan dan permasalahan yang dihadapi oleh masing-
masing pabrik karet remah. Hasil evaluasi terhadap kesiapan agroindustri karet remah
terhadap penerapan produksi bersih dari hasil penyebaran protokol audit produksi bersih
dapat dilihat pada Lampiran 5. Berdasarkan hasil audit produksi bersih memperlihatkan
bahwa komitmen perusahaan terhadap penerapan produksi bersih cukup baik, seluruh
perusahaan setuju bahwa produksi bersih memberikan manfaat ekonomi dan manfaat
lingkungan serta menyatakan kesediaan untuk menerapkan produksi bersih. Namun di sisi
lain, lebih dari setengah (57 persen) perusahaan yang disurvey menyatakan masih kurang
memahami konsep produksi bersih dan 71 persenperusahaan menyatakan hingga kini
belum ada benchmark untuk produksi bersih pada agroindustri karet remah. Penilaian
perusahaan terhadap hambatan produksi bersih pada agroindustri karet remah
selengkapnya pada Gambar 42.
100%
90% 86% Setuju Tidak Setuju
80% 71% 71%
70%
57% 57%
60%
50% 43% 43%
40% 29% 29%
30%
20% 14%
10%
0%
Kurang Teknologi Finansial SDM Benchmark
memahami produksi
konsep PB bersih
122

Gambar 42Faktor-faktor yang menjadi hambatan penerapan produksi bersih pada agroindustri
karet remah (Survey tahun 2010).
123

Tabel 30Rangkuman potensi produksi bersih dan minimisasi pencemaran pada agroindustri karet remah
No. Tahapan Peluang Produksi Bersih Hasil yang diharapkan ManfaatEkonomi ManfaatLingkungan
A Penerimaan 1. Perbaikan cara penyiapan bahan Mengurangi kebutuhan air dan energi, M ST
bahan olah baku di tingkat petani sesuai SNI mengurangi debit limbah cair, mengurangi
06-2047-2002 kekuatan (strength) limbah cair
2. Penggunaan koagulan asap cair Meminimalkan bau busuk pada bokar akibat M T
pada proses koagulasi di tingkat aktifitas mikroorganisma
petani
3. Penurunan kadar air bahan olah Mengurangi masalah pembusukan di tempat R T
yang akan dikirim ke pabrik, penampungan, mengurangi limbah gas/bau
diantaranya dengan melakukan
pengepresan di lokasi kebun
4. Sortasi bahan olah (bokar) yang Mengurangi kebutuhan air dan energi, M T
bersih sesuai SNI 06-2047-2002 mengurangi debit limbah cair, mengurangi
kekuatan (strength) limbah cair
5. Lokasi penampungan yang bersih Mengurangi kontaminasi tambahan, M M
dan ternaung dari sinar matahari mempertahankan konsistensi kualitas bahan
langsung olah dari oksidasi

B Proses produksi 1. Modifikasi proses pengolahan awal Meningkatkan mutu dan konsistensi karet T T
untuk pengecilan ukuran bahan dan remah hasil produksi
pengaturan komposisi
2. Pemasangan rubber trap Mengurangi loss karet selama proses T M
pengolahan dengan melakukan proses ulang
3. Daur ulang udara panas pengering Penghematan energi, mengurangi emisi gas- M M
dari mesin dryer ke proses pre- gas hasil pembakaran
drying atau drying
4. Pemasangan scrubber atau Mengendalikan gas/bau, pemanfaatan air R T
biofilterpada cerobong gas di adsorban untuk proses pembersihan karet di
proses pengeringan fase awal
5. Pemanfaatan kembali atau reuse air Penghematan penggunaan air, mengurangi T T
bekas proses peremahan di debit limbah cair, meningkatkan efisiensi
shredder dan homogenisasi mikro pengolahan limbah cair.
di creper/macerator (proses
kering) untuk pembersihan awal
bahan olah di pre-breaker (proses
basah)
6. Peningkatan laju alir udara panas Mengurangi waktu pengeringan di dryer, M M
dari blower/kipas sentrifugal menurunkan konsumsi energi, mengurangi
emisi gas buang dari proses pengeringan.
124

Tabel 30Lanjutan
No. Tahapan Peluang Produksi Bersih Hasil yang diharapkan Manfaat Ekonomi Manfaat Lingkungan
7. Pencatan emisi udara dan asap Mengurangi complain dari masyarakat R T
lingkungan pabrik
8. Pengelolaan limbah ruangan yang Meningkatkan kenyamanan dan R M
menimbulkan pencemaran udara keselamatan kerja
9. Evaluasi mesin-mesin produksi yang Mengurangi tingkat kebisingan di ruang T M
menimbulkan kebisingan kerja
10. Siaga dan tanggap darurat untuk Mengurangi tingkat kecelakaan kerja R M
penanggulangan mengurangi beban
pencemaran
11. Substitusi bahan bakar solar pada Penghematan biaya bahan baar dan ST T
proses pengeringan dengan bahan minimisasi emisi udara
bakar gas/energi terbarukan lainnya
12. Substitusi bahan bakar solar dengan Penghematan biaya bahan bakar ST R
bahan bakar alternatif batu bara
C. Produk 1. Pengurangan porsi kayu untuk peti Mengurangi akumulasi limbah padat dan T T
kemas dengan metal box dampak pencemaran limbah padat di negara
konsumen
2. Menggunakan plastik kemasan Memudahkan penanganan limbah plastik T M
yang memiliki titik leleh yang kemasan
konsisten
D. Limbah 1. Pengolahan limbah cair sistem Kualitas air buangan memungkinkan R T
lumpur aktif atau sistem kolam digunakan kembali pada proses
aerobik/anaerobik pembersihan awal di prebreaker
2. Pemanfaatan limbah padat yang Meningkatkan nilai ekonomis limbah padat, M M
mengandung unsur hara N, P, dan K kompos tanaman
untuk pengkomposan.
3. Mengalirkan limbah cair yang telah Meningkatkan kesuburan lahan-lahan M M
diolah menggunakan parit oksidasi pertanian.
ke lahan-lahan pertanian
4. Sistem pengolahan limbah HRAP Pemanfaatan ganggang sebagai pakan M M
(highrate algae fond) dengan ternak
memanfaatkan limbah cair sebagai
media tumbuh tanaman alga
125

Hasil audit produksi bersih terhadap agroindustri karet remah membuktikan bahwa
ada kebutuhan terhadap tolok ukur/benchmark indikator produksi bersih pada agroindustri
karet remah. Hingga saat ini belum diperoleh kesepakatan benchmark produksi bersih
pada agroindustri karet remah Indonesia. Parameter proses yang dikembangkan Gapkindo
untuk menilai efisiensi proses produksi karet remah pada Tabel 31 dapat dimanfaatkan
sebagai basis penyusunan sebagian tolok ukur pengendalian pencemaran yang berasal dari
proses produksi karet remah. Pada Tabel 31 tersebut, parameter yang diprioritaskan
berkaitan dengan penghematan atau konservasi penggunaan air dan energi serta
produktifitas pabrik. Parameter-parameter tersebut dapat dijadikan sebagai basis
pengetahuan dalam rangka penilaian kinerja efisiensi lingkungan suatu pabrik karet. Nilai
pagu yang ditetapkan tersebut mengacu pada kondisi terbaik yang mungkin dicapai oleh
industri karet remah di Indonesia. Sebagai ilustrasi untuk konsumsi air, peluang suatu
pabrik mampu pada kondisi “Sangat Baik” sekitar 10 persen. Berarti hanya pabrik-pabrik
yang menerima bahan baku dengan kualitas baik serta melakukan efisiensi dalam proses
pengolahan karet remah yang mampu mencapai tingkat konsumsi air kurang dari 20 m3/ton
produk. Target produksi bersih bersifat dinamis sesuai dengan perkembangan kondisi
bahan olah karet serta perkembangan teknologi proses dan pengelolaan lingkungan yang
dilakukan oleh agroindustri karet remah.

Table 31 Parameter proses dan nilai pagu untuk proses produksi karet remah
No Parameter proses Sangat Buruk Medium Baik Sangat Nilai Pagu
Buruk Baik
1. Pemakaian air, m3/ton > 40 35 - 40 25 - 35 20 - 25 < 20 Maks35
produk
2. Reuse/recycle air, % < 15 15 - 20 20 - 30 30 - 40 > 40 Min15
3. Pemakaian > 35 30 - 35 25 - 30 20 - 25 < 25 Maks35
BBMdryer,lt solar/ton
produk
4. Konsumsi > 450 400 - 450 350 - 400 350 - 400 < 300 Maks 400
listrik,KVA/ton produk
5. Lama pre-drying, hari > 20 15 - 20 10 - 15 5 - 10 <5 Maks15
6. Produksi proses basah, <2 2-3 3-4 4-5 >5 Min3
ton/jam
7. Produksi proses kering, <2 2-3 3-4 4-5 >5 Min3
ton/jam
GAPKINDO (2002)
126

Seluruh perusahaan yang disurvey menilai bahwa potensi limbah terbesar berasal
dari kondisi bahan olah karet, disamping juga dari proses produksi dan produk karet
remah. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pilihan-pilihan produksi bersih
berdasarkan pemahaman perusahaan dapat diupayakan melalui perbaikan kondisi bahan
olah karet, modifikasi teknologi, perbaikan goodhouse keeping, daur ulang limbah cair dan
padat, dan ketersediaan bank data produksi bersih.
Berdasarkan hasil audit produksi bersih yang dilakukan tersebut dapat ditentukan
parameter-parameter utama yang menjadi fokus penilaian produksi bersih pada
agroindustri karet remah. Parameter tersebut dikelompokkan ke dalam sepuluh kondisi
dan untuk masing-masing parameter tersebut kondisi perusahaan dibedakan pada tiga
tingkatan yaitu Kurang, Cukup, dan Baik. Berdasarkan kondisi keseluruhan parameter
input tersebut dapat ditentukan kondisi penerapan produksi bersih di suatu perusahaan
serta rekomendasi penapisan pilihan produksi bersih yang diperlukan. Kesepuluh
parameter yang menjadi fokus penilaian tersebut adalah 1) komitmen manajemen, 2)
hambatan teknologi dan SDM, 3) ketersediaan neraca bahan, neraca air, dan neraca energi,
4) informasi beban limbah proses produksi, 5) kondisi bahan olah karet, 6) daur ulang air,
7) konsumsi bahan bakar dryer, 8) housekeeping, 9) limbah cair, padat, dan gas, dan 10)
kemampuan finansial. Saran rekomendasi kepada suatu perusahaan didasarkan pada
kondisi masing-masing parameter tersebut. Rangkuman rekomendasi peningkatan
produksi bersih pada agroindustri karet remah yang dirancang pada model audit produksi
bersih disajikan pada Lampiran 6.
Sebagai ilustrasi pada salah satu kasus perusahaan dihasilkan rekomendasi sebagai
berikut :
127

Model Penilaian Kinerja Efisiensi Teknis Agroindustri Karet Remah

Penilaian kinerja lingkungan perusahaan (Environmental Performance Evaluation)


merupakan proses manajemen untuk mengukur, menganalisa, menilai, pelaporan, dan
mengkomunikasikan suatu kinerja lingkungan organisasinya (Standar Internasional ISO
14031). Penilaian kualitas kinerja lingkungan harus dengan menentukan beberapa
ukuran/indikator lingkungan yang relevan dengan isu pengelolaan lingkungan suatu
organisasi. Jumlah indikator pengelolaan lingkungan dapat tidak terbatas jumlahnya.
Indikator penilaian kinerja lingkungan perusahaan dapat meliputi kesesuaian persyaratan
administratif misalnya pelabelan; kesesuaian dengan jadwal pelatihan; dan penyempurnaan
bidang lingkungan seperti daur ulang, konservasi energi, pencegahan pencemaran, seperti
dinyatakan dalam tujuan dan sasaran lingkungan.
Namun jika didasarkan pada perspektif perusahaan yang selalu mengacu pada
efisiensi dan produktifitas, indikator kinerja tersebut selayaknya mencerminkan pencapaian
efisiensi. Karenanya untuk kepentingan praktis pada tingkat perusahaan, dikembangkan
model pengukuran kinerja berbasis kriteria efisiensi teknis dan efisiensi ekonomis yang
direkomendasikan Barbirroli (2003).
Barbiroli (2003) mengajukan dua belas kriteria umum yang dapat digunakan untuk
menilai efisiensi teknis dan ekonomis suatu perusahaan. Dalam aplikasinya, diperlukan
beberapa penyesuaian-penyesuaian baik dipandang dari relevansi kriteria-kriteria tersebut
serta dalam perhitungan nilai-nilai yang diperlukan. Penilaian kesesuaian kriteria tersebut
pada agroindusri karet remah dilakukan dengan metode Delphi melibatkan 3 (tiga) orang
pakar yang mewakili kalangan perusahaan dan akademisi. Setiap pakar memberikan skor
evaluasi kesesuaian kriteria secara numerik menggunakan skala 1-7.
Pendapat pakar dinilai konvergen (konsensus) apabila pada sebuah ronde selisih
pendapat pakar dengan nilai rata-rata (∆) < 1, jika belum konvergen maka penilaian
dilanjutkan hingga diperoleh konsensus. Kriteria yang telah memperoleh konsensus dari
pakar akan dipilih sebagai kriteria efisiensi teknis dengan asumsi nilai rata-rata > 4
(medium). Hasil seleksi merekomendasikan sembilan indikator yang relevan diaplikasikan
pada industri karet remah seperti disajikan pada Tabel 32.
Kesembilan indikator tersebut adalah : (1) efisiensi siklus material (material cycle
efficiency, MCE), (2) efisiensi siklus energi (energy cycle efficiency, ECE), (3) efisiensi
lingkungan proses (process overall environmental efficiency, POEE), (4) efisiensi
128

lingkungan produk (final product environmental efficiency, FPEE), (5) efisiensi


lingkungan siklus energi (energy cycle environmental efficiency, ECEE), (6) efisiensi
kualitas absolut (product absolute quality efficiency, PAQE), (7) efisensi kekonstanan
kualitas (product constant quality efficiency, PCQE), (8) efisiensi pengoperasian peralatan
statis (equipment static operating efficiency, ESOE), dan (9) efisiensi volume produk akhir
(product volume efficiency, PVE).

Tabel 32Pemilihan kriteria efisiensi teknis/ekonomis untuk industri karet remah


No. Kriteria Penilaian ahli Rata-rata
1. Efisiensi siklus material, MCE 5 6 6 5,7*
2. Efisiensi siklus energi, ECE 6 6 6 6,0*
3. Efisiensi lingkungan proses, POEE 5 5 5 5,0*
4. Efisiensi lingkungan produk, FPEE 5 6 5 5,3*
5. Efisiensi lingkungan siklus energi, ECEE 6 5 5 5,3*
6. Efisiensi kualitas absolut, PAQE 5 4 4 4,3
7. Efisiensi kekonstanan kualitas, PCQE 5 6 6 5,7*
8. Efisiensi pengoperasian peralatan statis, ESOE 5 6 6 5,7*
9. Efisiensi pengoperasian peralatan dinamis, EDOE - - 3 1,0
10. Efisiensi keanekaragaman produk campuran, PMVE - - - -
11. Efisiensi volume produk akhir, PVE 5 6 6 5,7*
12. Efisiensi input, IE 3 3 3 3,0
Keterangan : * kriteria yang sesuai untuk industri karet remah (rataan > 4)

Pada Tabel 33 disajikan hasil penilaian rata-rata kasus kondisi efisiensi teknis kasus
agroindustri karet remah. Berdasarkan pengalaman dan pengetahuannya, masing-masing
pakar memberikan penilaian secara non numerik kondisi masing-masing kriteria efisiensi
teknis perusahaan.
Penilaian agregasi kriteria oleh Ahli 1 adalah Rendah (Low/L), oleh Ahli 2 adalah Tinggi
(High/H), dan oleh Ahli 3 adalah Sangat Rendah (Very Low/VL) sebagaimana berikut.

Ahli 1
P11 = Min [ Neg (VH) v H, Neg (VH) v L, Neg (H) v M, Neg (H) v P,
Neg (H) V P, Neg (M) v P, Neg (VH) v VH, Neg (VH) v VH,
Neg (VH) v VH ]
= Min [ VLv H, VH v L, L v M, L v P, L v P, M v P, VL v VH,
VL v VH, VL v VH ]
= Min [ H, L, M, P, P, P, VH, VH, VH ]
= L/Low

Ahli 2
P12 = Min [ Neg (VH) v H, Neg (VH) v H, Neg (H) v H, Neg (H) v H,
Neg (H) V VH, Neg (M) v VH, Neg (VH) v VH, Neg (VH) v H,
129

Neg (VH) v VH ]
= Min [ VLv H, VL v H, L v H, L v H, L v VH, M v Vh, VL v H,
VL v H, VL v H ]
= Min [ H, H, H, H, VH, VH, H, H, H ]
= H/High
Ahli 3
P13 = Min [ Neg (VH) v L, Neg (VH) v M, Neg (H) v H, Neg (H) v M,
Neg (H) V M, Neg (M) v M, Neg (VH) v VL, Neg (VH) v H,
Neg (VH) v H ]
= Min [ VLv L, VL v M, L v H, L v M, L v M, L v M, VL v VL,
VL v H, VL v H ]
= Min [ L, M, H, M, M, M, VL, H, H ]
= VL/Very LOw

Tabel 33Data numerik efisiensi teknis dan hasil penilaian pakar efisiensi teknis kasus perusahaan
karet remah serta bobot masing-masing kriteria
No Kriteria Bobot kriteria Efisiensi Teknis (%) Penilaian Ahli
Ahli 1 Ahli 2 Ahli 3
1 MCE VH 67.50 H H L
2 ECE VH 77.01 L H M
3 POEE H 84.98 M H H
4 FPEE H 96.30 P H M
5 ECEE H 96.27 P VH M
6 PAQE M 96.82 P VH M
7 PCQE VH 92.27 VH H VL
8 ESOE VH 93.32 VH H H
9 PVE VH 96.93 VH VH H

Dari penilaian ketiga ahli yang bebeda-beda tersebut, selanjutnya dilakukan


penilaian agregasi kriteria yang dilanjutkan dengan agregasi pendapat pakar. Hasilnya
disimpulkan bahwa status kinerja efisiensi teknis proses produksi perusahaan berada pada
tingkat efisiensi Rendah (Low). Berikut perhitungannya :

Agregasi status efisiensi teknis :


Status penilaian ahli : L, H, VL
Reordering (B) : H, L, VL
Jumlah ahli (r) : 3
Skala penilaian (q) : 7
Nilai bobot (Q) : Q (k) = int [ 1 + k* (q-1)/r] = = int [ 1 + k* (7-1)/3] = S(k)
Q (1) = int [ 1 + 1* 2] = S(3) = L
Q (2) = int [ 1 + 2* 2] = S(5) = H
Q (2) = int [ 1 + 3* 2] = S(7) = P
130

Agregasi Ahli
P = Max [ L ^ H, H ^L, P ^VL] = Max [ L, L, VL ] = L

Walaupun dari perhitungan numerik nilai efisiensi teknis rata-rata berkisar antara
67,50 - 96,98 persen, namun dari hasil penilaian tim ahli secara agregat kinerja efisiensi
teknis proses produksi karet remah di perusahaan karet remah masih berada pada status
Rendah. Berdasarkan hasil diskusi dengan pakar, hal tersebut disebabkan proses produksi
karet remah menuntut mutu proses dan tingkat ketelitian yang tinggi, terutama pada
proses-proses kritis.Status kinerja efisiensi teknis yang berada pada posisi rendah tersebut
menuntut langkah-langkah perbaikan agar kondisi efisiensi teknis di masa yang akan
datang dapat lebih ditingkatkan.
Jika diperhatikan nilai numerik kesembilan efisiensi teknis di perusahaan, rendahnya
efisiensi teknis berkaitan dengan lima indikator, yakni : MCE, ECE, POEE, PCQE, dan
ESOE. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa hal yang perlu mendapat perhatian untuk
diperbaiki kinerjanya terkait dengan kualitas material bahan baku karet remah, konsumsi
energi pada tahapan produksi, kekonstanan kualitas, dan gangguan pada mesin/peralatan
produksi (breaktime).Sementara pada kriteria FPEE, ECEE, PAQE dan PVE tingkat
efisiensi hampir mendekati 100 persen sehingga tidak perlu ditindaklanjuti.
Verifikasi dilakukan terhadap pabrik karet remah yang menggunakan bahan baku
dari hasil perkebunan. Alternatif perbaikan pada kasus perusahan perkebunan negara
tersebut adalah menurunkan konsumsi energi (Alternatif 1), menurunkan waktu break time
mesin produksi (Alternatif 2), dan menurunkan kandungan kotoran pada material
(Alternatif 3). Penentuan prioritas alternatif perbaikan dapat memanfaatkan metode
AHP(Analytical Hierarchy Process). Struktur hirarki keputusan menggunakan AHP untuk
perbaikan kinerja lingkungan tersebut diilustrasikan pada Gambar 43. Penyusunan
prioritas perbaikan dilakukan dengan menggunakan metode AHP. Kepada pakar diminta
untuk melakukan perbandingan berpasangan (pairwise comparison) terhadap setiap kriteria
dan alternatif perbaikan.
Hasil pembobotan hirarki tersebut di atas menunjukkan alternatif 1 (menghemat
konsumsi energi) mempunyai bobot tertinggi sebesar 0,41, selanjutnya adalah alternatif 3
(menurunkan kandungan kotoran material) dengan bobot 0,36, dan alternatif 2
(menurunkan waktu break time mesin produksi) dengan bobot 0,23. Sesungguhnya
efisiensi penggunaan energi juga dapat terjadi bersamaan dengan peningkatan keandalan
131

proses produksi melalui pengaturan maintenance peralatan yang lebih baik. Penentuan
bobot tersebut dilakukan menggunakan metode perbandingan berpasangan (full pairwise)
dengan nilai consistency ratio sebesar 0,085 yang dapat menggambarkan bahwa penilaian
yang dilakukan cukup konsisten.
Penyusunan prioritas perbaikan kinerja efisiensi teknis

ECE PAQE ESOE MCE POEE PCQE


0,310 0,188 0,105 0,202 0,062 0,133

Alternatif 1 Alternatif 2 Alternatif 3 CR = 0,085


0,41 0,23 0,36

Gambar 43Struktur hirarki penyusunan prioritas keputusan perbaikan kinerja efisiensi teknis kasus
perusahaan perkebunan.

Model penilaian kinerja yang telah dijelaskan di atas yang didasarkan pada
indikator efisiensi teknis cukup praktis digunakan sebagai alat bantu (tools) untuk evaluasi
kinerja lingkungan internal perusahaan. Namun apabila dikaitkan dengan evaluasi kinerja
lingkungan dari pihak ketiga, mau tidak mau indikator yang digunakan perlu mengacu
pada standar yang berlaku secara global.

Model Penilaian Kinerja Lingkungan Komprehensif Agroindustri Karet Remah

Eksplorasi indikator kinerja kunci lingkungan agroindustri karet remah

Perencanaan model penilaian kinerja lingkungan komprehensif agroindustri karet


remah dikembangkan dari hasil diskusi dengan pakar, kajian pustaka, kondisi eksisting dan
kebutuhan implementasi pada agroindustri karet remah. Eksplorasi indikator kinerja kunci
lingkungan awal diadopsi dari elemen-elemen penilaian kinerja lingkungan ISO
14031.Kerangka cascade indikator kinerja lingkungan berdasarkan ISO 14031 tersebut
disajikan pada Gambar 44.Dimensi penilaian kinerja lingkungan terdiri dari kinerja
manajemen dan kinerja operasional, untuk kinerja operasional selanjutnya dibedakan atas
kinerja proses dan kinerja hasil operasi. Kriteria yang menjadi penilaian pada kinerja
132

manajemen adalah 1) implementasi kebijakan dan program lingkungan, 2) conformity


terhadap keseluruhan regulasi, 3) finansial, dan 4) community relation (hubungan
kemasyarakatan). Penilaian kinerja proses dilakukan terhadap kriteria berikut : 1) bahan,
2) energi, 3) fasilitas dan peralatan, dan 4) produk. Sementara pada kinerja hasil operasi,
kriteria yang dinilai adalah 1) limbah padat, 2) limbah cair, 3) emisi gas, dan 4) emisi
lainnya. Masing-masing kriteria tersebut memiliki sub-kriteria.
Agroindustri karet remah ramah
lingkungan

Kinerja Manajemen Kinerja Operasional

Kinerja proses operasi Kinerja hasil operasi

Implementasi kebijakan dan


program lingkungan Material Limbah padat

Confirmity Energi Limbah cair

Finansial Fasilitas& peralatan Emisi gas

Community relation Produk Emisi lainnya

Gambar 44Kerangka cascade pengembangan indikator kinerja lingkungan komprehensif


agroindustri karet remah.

Pada tahap awal dilakukan proses seleksi indikator kinerja lingkungan oleh enam
pakar menggunakan skala penilaian linguistic preference fuzzy non numeric. Masing-
masing pakar diminta penilaiannya terhadap tingkat kesesuaian masing-masing kriteria
untuk dijadikan sebagai indikator kinerja kunci lingkungan pada agroindustri karet remah
menggunakan lima skala penilaian yakni Sangat Tinggi, Tinggi, Medium, Rendah dan
Sangat Rendah. Selanjutnya dilakukan proses agregasi bobot kepentingan indikator
menggunakan operator OWA. Hasil penilaian dan agregasi penilaian pakar terhadap bobot
kepentingan masing-masing indikator disajikan selengkapnya pada Lampiran 7. Indikator
yang dinilai valid adalah indikator dengan agregasi bobot kepentingan Tinggi dan Sangat
Tinggi, sementara indikator dengan bobot agregasi Medium, Rendah dan Sangat Rendah
dieliminasi dari proses seleksi. Hasil seleksi awal indikator kinerja lingkungan agroindustri
karet remah berdasarkan pendapat sejumlah pakar tersebut yang memiliki bobot
kepentingan Tinggi dan Sangat Tinggi disajikan pada Tabel 34.
133

Tabel 34Daftar indikator kinerja kunci lingkungan komprehensif agroindustri karet remah
Dimensi Kriteria Indikator Kinerja Lingkungan
Kinerja Implementasi 1 Jumlah tujuan dan sasaran lingkungan yang dapat dicapai
Manajemen kebijakan dan
program 2 Jumlah unit organisasi yang mampu mencapai tujuan dan
sasaran lingkungan
3 Jumlah tenaga kerja yang berpartisipasi dalam program-
program lingkungan (mis. saran, recycle, inisiatif clean-up,
reward dan pengakuan, dan lainnya)
4 Jumlah tenaga kerja yang telah ditraining dibandingkan
jumlah yang membutuhkan training
5 Jumlah masukan/saran perbaikan lingkungan dari tenaga kerja
6 Jumlah supplier dan kontraktor yang tidak peduli masalah
lingkungan
7 Jumlah produk yang didisain untuk didaur ulang atau
dipergunakan ulang
Conformity 1 Tingkat kesesuaian dengan regulasi
2 Jumlah dari ketidaksesuaian
3 Tingkat kesesuaian dengan regulasi dari provider
4 Waktu untuk merespon atau mengoreksi insiden lingkungan
5 Jumlah tindakan perbaikan yang ditindaklanjuti/tidak
ditindaklanjuti
6 Jumlah dari biaya yang dapat dikaitkan dengan reward dan
finalty lingkungan
7 Jumlah dan frekuensi aktifitas-aktifitas yang spesifik (mis.
audit)
8 Jumlah dari audit yang direalisasikan versus yang
direncanakan
9 Frekuensi review prosedur operasi
10 Jumlah dari kejadian emergensi yang dapat ditangani
11 Persentase dari persiapan emergensi dan usaha-usaha respon
yang digambarkan dengan persiapan rencana
Finansial 1 Penghematan yang dicapai melalui reduksi penggunaan
sumberdaya, pencegahan polusi, dan daur ulang limbah
2 Pendapatan penjualan yang dapat dikaitkan dengan produk
baru atau by-produk yang didisain untuk memenuhi kinerja
lingkungan atau tujuan disain
3 Dana untuk penelitian dan pengembangan proyek-proyek
lingkungan yang signifikan
4 Kepedulian/tanggung jawab lingkungan yang memiliki
dampak material pada status finansial organisasi
Community 1 Jumlah komentar mengenai hal-hal yang berhubungan
relations dengan lingkungan
2 Jumlah laporan pers mengenai kinerja lingkungan organisasi
3 Jumlah program-program pendidikan lingkungan atau
bahan-bahan yang disediakan untuk masyarakat
4 Jumlah dari inisiatif untuk daur-ulang atau clean-up dan
dukungan untuk mengimplementasikannya sendiri
5 Peringkat derajat kesukaan dari masyarakat yang disurvey
Kinerja Materials 1 Jumlah bahan yang digunakan per unit produk
Operasional 2 Jumlah dari bahan yang diproses, di daur ulang, dan
dipergunakan ulang
134

Tabel 34Lanjutan
Dimensi Kriteria Indikator Kinerja Lingkungan
3 Jumlah dari bahan pengepak yang dibuang atau
dipergunakan ulang per unit produk
4 Jumlah air yang dikonsumsi per unit produk
5 Jumlah air yang dipergunakan ulang
Energi 1 Jumlah energi yang dipergunakan per tahun atau per unit
produk
2 Jumlah setiap jenis energi yang digunakan
3 Jumlah energi untuk menghasilkan produk samping atau
proses utama
4 Jumlah energi yang dapat dihemat untuk program
konservasi energi
Fasilitas fisik 1 Rata-rata konsumsi bahan bakar kendaraan
& peralatan : 2 Total luas lahan yang digunakan untuk keperluan
penyediaan & produksi
pengiriman 3 Jumlah kenderaan yang tidak dilengkapi dengan
teknologi pengurangan polusi
Produk 1 Jumlah produk yang dapat dipergunakan kembali dan
didaur ulang
2 Persentase kandungan produk yang dapat digunakan
kembali atau didaurulang
3 Tingkat produk yang cacat
4 Jumlah energi yang dikonsumsi selama penggunaan
produk
5 Lama penggunaan produk
6 Jumlah produk dengan instruksi yang berkaitan dengan
penggunaan dan pembuangan yang aman bagi
lingkungan
Wastes 1 Jumlah limbah per tahun per unit produk
(limbah) 2 Jumlah limbah berbahaya, limbah yang didaur ulang atau
digunakan kembali per tahun
3 Total limbah yang dibuang
4 Jumlah limbah yang disimpan di area pabrik
5 Jumlah limbah yang dikonversi untuk material yang bisa
digunakan kembali per tahun
Emisi 1 Jumlah emisi spesifik per tahun
2 Jumlah emisi spesifik per unit produk
3 Jumlah energi buangan yang dilepas ke udara
Efluen ke 1 Jumlah material spesifik yang dibuang per tahun
tanah dan air 2 Jumlah material spesifik yang dibuang ke perairan per
tahun
3 Jumlah limbah energi yang dibuang ke air
4 Jumlah material yang dikirim ke landfill per unit produk
Emisi lainnya 1 Kebisingan yang diukur pada lokasi tertentu
2 Jumlah panas, vibrasi, dan cahaya yang menjadi emisi

Daftar indikator kinerja lingkungan yang telah diseleksi seperti pada Tabel 34 di
atas merupakan daftar alternatif yang masih perlu dipilih berdasarkan nilai kepentingan
135

masing-masing indikator pada agroindustri karet remah. Oleh karena itu dilakukan
penapisan terhadap masing-masing indikator melalui diskusi ulang dengan pakar serta
praktisi agroindustri karet remah. Hasil diskusi akan menentukan tingkat kepentingan
yang dijadikan dasar dalam memilih indikator kinerja kunci lingkungan (key environmental
performance indicator/KEPI) yang selanjutnya digunakan dalam model sistem pengukuran
kinerja lingkungan agroindustri karet remah. Aspek dan kriteria penilaian kinerja
lingkungan Proper oleh Bapedal seperti tersaji pada Tabel 35 juga diperhatikan dalam
proses penapisan indikator kinerja lingkungan kunci (KEPI) selanjutnya.

Tabel 35Aspek dan kriteria penilaian kinerja lingkungan perusahaan Proper Bapedal
Aspek Kriteria
Pentaatan awal 1 Ketersediaan alat-alat pengukur dan monitoring limbah
2 Fasiltas pengolahan limbah
3 Analisa limbah cair, padat, dan gas
4 Pelaporan hasil pengukuran limbah
Pentaatan terhadap baku mutu 1 Konsentrasi air limbah
limbah cair 2 Beban pencemaran air limbah
3 Beban pencemaran limbah padat
4 Emisi ke udara
Penunjang Pentaatan 1 Upaya pengolahan limbah
2 Upaya kebersihan lingkungan
3 Tata laksana rumah tangga yang baik
4 Penanganan limbah lumpur (sludge)
5 Pengumpulan dan penyimpanan data kualitas
6 lingkunganUpaya minimisasi limbah
7 Sistem Manajemen Lingkungan
8 Komunikasi Masyarakat
Sumber : KLH (2010)

Penentuan peringkat Proper oleh Bapedal didasarkan pada aspek pentaatan awal,
aspek pentaatan baku mutu limbah cair yang berlaku, serta aspek penunjang pentaatan.
Aspek pentaatan awal meliputi penilaian terhadap ketersediaan alat-alat monitoring debit
limbah dan proses produksinya, pelaksanaan kewajiban dalam menganalisa limbah cair
(sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan), dan keakifannya dalam pelaporan data hasil
pemantauan limbah cair produksinya ke Pemerintah Daerah dan Tim Teknis Bapedal.
Aspek pentaatan terhadap baku mutu limbah cair yang diberlakukan, khususnya dalam
upaya pemenuhan standar baku mutu limbah yang sesuai KepMeneg LH
N0.51/MENLH/10/1995. Aspek penunjang pentaatan, meliputi upaya pemeliharaan
instalasi pengolahan limbah cair, kebersihan lingkungan, dan pengaturan tata laksana
136

rumah tangga yang baik (goodhouse keeping), penanganan limbah lumpur (sludge),
pengumpulan dan penyimpanan data kualitas lingkungan, upaya dalam minimisasi limbah,
daur ulang, dan upaya mencapai zero discharge, serta kebenaran informasi yang
disampaikan mengenai penanganan dampak lingkungan.
Kriteria penentuan peringkat kinerja lingkungan Bapedal tersebut lebih terfokus
pada aspek pentaatan, sehingga kurang mendorong perusahaan untuk merubah paradigm
manajemen lingkungan dari pendekatan akhir pipa (end-of-pipe) kepada pendekatan
produksi bersih (cleaner production). Oleh karena itu, untuk menstimulir penerapan
produksi bersih dalam rantai proses produksi agroindustri karet remah sekaligus
mengantisipasi kesiapan implementasi ISO 14001 bagi perusahaan, maka model penilaian
kinerja lingkungan komprehensif yang dikembangkan mengintegrasikan indikator kinerja
penerapan produksi bersih dan persyaratan sesuai sistem manajemen lignkungan ISO
14001.
Perencanaan sistem pengukuran kinerja lingkungan agroindustri karet remah
juga mengacu pada modelIEPMS (Integrated Environment Performance Measurement)
dengansistem Plan-Do-Check-Act, di mana pada model ini diperhatikan duakategori
pengukuran, yaitu secara kuantitatif (operasional) dan
kualitatif(manajerial).Perancangan indikator kinerja kunci lingkungan juga perlu dikaitkan
dengan aspek-aspek dan dampak lingkungan padakeseluruhan aktivitas yang terjadi
pada agroindustri karet remah.Hasil penapisan indikator kinerja kunci lingkungan
menghasilkan 50 KEPI (Key to Environment Performance Indicator) seperti dirangkum
pada Tabel 35.Terdapat delapan ukuran lingkungan dalam perancangan KEPI agroindustri
karet remah yaitu 1) bahan baku, 2) efisiensi, 3) produk, 4) beban pencemaran, 5) respon
gawat darurat, 6) pentaatan hukum, 7) pelatihan dan komunikasi, dan sistem manajemen.
Untuk setiap ukuran lingkungan ditentukan aspek lingkungan yang mungkin dihadapi,
selanjutnya dikembangkan tujuan pada masing-masing aspek lingkungan tersebut dan
dijadikan dasar dalam perancangan KEPI. Kinerja lingkungan komprehensif dibangun
berdasarkan sejumlah ukuran, aspek, dan tujuan. Pembobotan terhadap masing-masing
indikator kinerja kunci lingkungan (KEPI) dilakukan dengan bantuan perangkat lunak
expert choice, hasil pembobotan KEPI tersebut disajikan pada Tabel 36.
137

Tabel 36 Matriks rancangan pengembangan indikator kinerja kunci (KEPI) lingkungan agroindustri karet remah

Ukuran Aspek
Tujuan KEPI No KEPIStandar
Lingkungan Lingkungan
Bahan Baku Pemilihan bahan baku Memenuhi SNI Bokar K kotoran 1 Maks 5%
Koagulan 2 Koagulan yg dianjurkan
Ketebalan 3 < 150 mm
Kontaminan 4 Tidak ada kontaminan berat
Efisiensi Konsumsi air Efisiensi SD Konsumsi air/ton karet 5 Maks 35 m3/ton
Recycle air 6 Min 15%
Konsumsi energi Konservasi Sumber energi 7 Ramah lingkungan
energi Konsumsi listrik 8 Maks 400 KVA/ton produk
Konsumsi bbm 9 Maks 35 lt/ton produk
Energi utk transportasi 10 Maks 0,057 J/ton produk
Pre-drying Po meningkat Lama pre-drying 11 Maks 14 hari
Produksi Produktifitas Produksi basah 12 Min 3 ton/jam
baik Produksi kering 13 Min 3 ton/jam
Produk Kepuasan pelanggan Memenuhi kepuasan pelanggan
Tingkat kepuasan pelanggan 14 > 90%
Kualitas produk karet Memenuhi SNI Kadar kotoran 15 Maks 0,2%
Kadar abu 16 Maks 1%
PRI 17 Min 50
Po 18 Min 30
Beban Pencemaran Limbah Cair Memenuhi BML Konsentrasi BOD5 19 Maks 60 ppm
Konsentrasi COD 20 Maks 200 ppm
Konsentrasi TSS 21 Maks 100 ppm
pH 22 6-9
Konsentrasi N-NH3 23 Maks 5 ppm
Konsentrasi Amonia 24 Maks 10 ppm
138

Tabel 36 Lanjutan

Ukuran Aspek
Tujuan KEPI No KEPIStandar
Lingkungan Lingkungan
Emisi gas Memenuhi baku NOx 25 Maks 5 ppm
mutu emisi udara SO2 26 Maks 5 ppm
CO 27 Maks 100 ppm
H2S 28 Maks 5 ppm
NH3 29 Maks 50 ppm
Debu 30 Maks 10 ppm
Noise Memenuhi baku Kebisingan 31 Maks 85 dB (8 jam)
mutu kebisingan
Limbah Padat Meminimumkan Total limbah padat 32 Maks 5%
limbah padat
Limbah B3 Penanganan B3 Pengolahan limbah B3 33 Memenuhi regulasi
Respon gawat darurat Kecelakaan kerja Meminimalkan kecelakaan Tingkat kecelakaan kerja 34 Frekuensi dan keparahan rendah
kerja an situasi darurat per periode
Keamanan kerja Jumlah dan macam alat 35 Tersedia dan digunakan
pelindung K3
Pentaatan hukum Pentaatan hukum Memenuhi Jumlah pelanggaran 36 Tidak ada
regulasi hukum/periode
Pelatihan dan komunikasi Pelatihan SDM Peningkatan kualitas SDM %-tase SDM yang dilatih lingk 37 Min 50%
lingkungan Jumlah SDM yang memperoleh 38 Min 1 orang
sertifikat Lingkungan
Komunikasi kpd masy.&stakeholder 39 Tersedia dan digunakan
Anggaran lingkungan Program lingkungan Alokasi anggaran lingkungan 40 Min 10%
Partisipasi manajemen Komitmen top manajemen Audit sistem 41 Min 2x per tahun
Community relation Mengurangi komplain TK lokal 42 Min 50%
%-tase komplain masyarakat 43 Maks 2 per periode
Program kemasyarakatan 44 Min 4 kegiatan per tahun
Peringkat kesukaan masyarakat 45 Min 75% respon baik
Sistem Manajemen Kepemimpinan Visi misi lingkungan dan keputusan 46 Tinggi
publik
Perencanaan strategis Perencanaan jangka panjang dan pendek 47 Dilakukan
Sistem penghargaan 48 Diberlakukan
QA Kinerja lingkungan Sistem pengukuran lingkungan 49 Baku
Proses formal perbaikan kinerja 50 Tesedia
139

Tabel 37Rekapitulasi nilai bobot indikator kinerja kunci agroindustri karet remah

No KEPI Aspek Lingkungan KEPI Bobot


1 Pemilihan bahan baku K kotoran 0,0500
2 Koagulan 0,0250
3 Ketebalan 0,0125
4 Kontaminan 0,0375
5 Konsumsi air Konsumsi air/ton karet 0,0288
6 Recycle air 0,0192
7 Konsumsi energi Sumber energi 0,0148
8 Konsumsi listrik 0,0222
9 Konsumsi bbm 0,0222
10 Energi utk transportasi 0,0148
11 Produksi Lama pre-drying 0,0156
12 Produksi basah 0,0312
13 Produksi kering 0,0312
14 Kualitas produk karet Tingkat kepuasan pelanggan 0,0200
15 Kadar kotoran 0,0240
16 Kadar abu 0,0200
17 PRI 0,0200
18 Po 0,0160
19 Limbah Cair Konsentrasi BOD5 0,0094
20 Konsentrasi COD 0,0056
21 Konsentrasi TSS 0,0038
22 pH 0,0075
23 Konsentrasi N-NH3 0,0056
24 Konsentrasi Amonia 0,0056
25 Emisi gas NOx 0,0057
26 SO2 0,0057
27 CO 0,0057
28 H2S 0,0057
29 NH3 0,0057
30 Debu 0,0041
31 Noise Kebisingan 0,0213
32 Limbah Padat Total limbah padat 0,0250
33 Limbah B3 Pengolahan limbah B3 0,0088
34 Kecelakaan kerja Tingkat kecelakaan kerja per periode 0,0310
35 Keamanan kerja Jumlah dan macam alat pelindung K3 0,0190
36 Pentaatan hukum Jumlah pelanggaran hukum/periode 0,1000
37 Pelatihan SDM %-tase SDM yang dilatih lingkungan 0,0300
38 Jumlah SDM yang memp. sertifikat K3 0,0225
39 Alat komunikasi kpd masy.&stakeholder 0,0225
40 Anggaran lingkungan Alokasi anggaran lingkungan 0,0300
41 Partisipasi manajemen Audit sistem 0,0300
42 Community relation TK lokal 0,0100
43 %-tase komplain masyarakat 0,0120
44 Program kemasyarakatan 0,0100
45 Peringkat kesukaan masyarakat 0,0080
46 Kepemimpinan Visi misi lingkungan&keputusan publik 0,0475
47 Perencanaan strategis Perencanaan jangka panjang dan pendek 0,0400
48 Sistem penghargaan
49 QA Kinerja lingkungan Sistem pengukuran lingkungan 0,0225
50 Proses formal perbaikan kinerja 0,0150

1,0000
140

Model Pengukuran Environmental Scorecard (Env-ScorecardCR)

Hasil pengukuran kinerja lingkungan agroindustri karet remah yang dikembangkan


nantinya akan ditampilkan dalam bentuk scoring board. Selain untuk menampilkan
capaian dari setiap indikator kinerja kunci lingkungan yang telah ditentukan berdasarkan
hasil eksplorasi pada bagian sebelumnya, juga akan dijadikan acuan dalam mengevaluasi
kinerja lingkungan agroindustri karet remah sehingga dapat diberikan rekomendasi
perbaikan. Untuk pertimbangan efisiensi dan efektifitas tanpa mengurangi substansi
penlaian, beberapa KEPI dapat lebih disederhanakan sehingga jumlah jumlah KEPI yang
akan ditampilkan dalam scoring board hanya 20 KEPI. Scoring board terdiri dari
beberapa komponen yaitu KEPI (Key Environmental Performance Indicators) terpilih
berikut bobot masing-masing, nilai capaian KEPI pada saat ini, nilai target KEPI yang
menggambarkan nilai minimal yang harus dicapai agar kinerja lingkungan dapat
dikategorikan baik serta perhitungan skor nilai akhir dan status masing-masing KEPI.
Komponen kunci indikator kinerja lingkungan (KEPI) adalah semua indikator
kinerja lingkungan yang telah diseleksi berdasarkan hasil agregasi penilaian pakar dan
praktisi agroindustri karet remah di lapangan. Dengan demikian rangkaian pengukuran
KEPI yang dikembangkan akan difokuskan pada sejumlah aspek lingkungan agroindustri
karet remah yang dinilai paling berpengaruh terhadap kinerja lingkungan agroindustri karet
remah, baik kualitatif maupun kuantitatif. Pencapaian nilai KEPI terpilih merupakan hasil
pemantauan dan pengukuran yang perlu dilakukan secara berkala.
Penetapan nilai target dari setiap indikator kunci kinerja lingkungan diperlukan
untuk menentukan status capaian dari masing-masing indikator KEPI. Strategi penentuan
nilai target pada environmental scorecardCR didasarkan pada hasil akuisisi data primer dan
data sekunder. Untuk beberapa indikator KEPI yang nilai targetnya dapat dirujuk dari
baku mutu lingkungan dan referensi lain digunakan data sekunder, namun untuk beberapa
indikator KEPI yang tidak memiliki standar dilakukan penggalian data primer melalui
akuisisi pakar. Nilai target didasarkan pada penilaian atau referensi bahwa indikator KEPI
tersebut tergolong baik dan dapat dicapai. Selanjutnya nilai skor dari indikator KEPI dan
agregatnya dalam setiap aspek dapat dihitung berdasarkan nilai capaian KEPI dan nilai
target masing-masing KEPI. Tampilan matriks environmental scorecardCR pengukuran
kinerja lingkungan agroindustri karet remah ditampilkan pada Tabel 38.
141

Tabel 38Model environmental scorecardCR pengukuran kinerja lingkungan agroindustri karet remah
Capaian
No Aspek Lingkungan KEPI Sistem Scoring Unit Target Aktual Status
(%)
1 Perencanaan Strategis 1.Kepemimpinan Higher is better
2.Perencanaan strategis Higher is better
3.Inovasi Lingkungan Higher is better
2 Sumberdaya 4.Pelatihan SDM Higher is better
Lingkungan
5.Anggaran lingkungan Higher is better
6.Partisipasi Manajemen Higher is better
7.Community relation Higher is better
3 Bahan Baku 8.Indeks Bahan Baku Higher is better
4 Efisiensi Proses 9.Tingkat Konsumsi air Lower is better
10.Tingkat Konsumsi energi Lower is better
11.Produktifitas internal Higher is better
5 Produk 12.Kualitas produk karet Higher is better
remah
13.Tingkat kepuasan Higher is better
pelanggan
6 Beban Pencemaran 14.Limbah Cair Lower is better
15.Emisi gas Lower is better
16.Limbah Padat Lower is better
17.Limbah B3 Lower is better
7 Respon gawat darurat 18.Kecelakaan kerja Lower is better
19.Fasilitas K3 Higher is better
8 Pentaatan hukum 20.Tingkat Pentaatan Higher is better
Hukum

Penentuan status kinerja lingkungan agroindustri karet remah berdasarkan masing-


masing KEPI terpilih dilakukan dengan mengolah hasil capaian dan target menjadi satu
nilai skor tertentu. Nilai skor tersebut kemudian dievaluasi berdasarkan beberapa
pertimbangan logis sehingga dapat ditentukan status kinerja capaiannya. Nilai status
mengacu pada tiga ketentuan penilaian, yaitu higher is better, lower is better, atau must be
zero. Untuk sistem penilaian higher is better, status kinerja dinilai Baik untuk nilai
scorecardCR di atas 75 persen, nilai scorecardCR 50- 75 persen status kinerja dinilai Cukup,
dan nilai scorecardCR di bawah 50persen status kinerja dinilai Kurang. Sebaliknya untuk
sistem penilaian lower is better, status kinerja adalah Baik jika nilai scorecardCR kurang
dari 25 persen, status kinerja Cukup untuk nilai scorecardCR 50- 75 persen, dan status
kinerja Kurang jika nilai scorecardCR lebih dari 75 persen. Model environmental
scorecardCR tersebut dapat digunakan oleh perusahaan sebagai sistem pengukuran kinerja
lingkungan yang memberikan informasi capaian saat ini baik nilai skor maupun status.
Disamping itu juga sebagai bahan evaluasi untuk upaya peningkatan kinerja lingkungan
perusahaan yang akan diukur pada periode berikutnya.
142

Traffic light system


Rancangan SIMProsihCR untuk model kinerja lingkungan agroindustri karet remah
dilengkapi dengan fasilitas traffic light systemyang berfungsi sebagai umpan balik dari
pencapaian kinerja saat ini. Sistem umpan balik tersebut dirancang dengan berbasis pada
pengetahuan pakar. Pada status environmental scorecardCR divisualisasikan tiga warna
yang mengindikasikan suatu kondisi kinerja lingkungan, warna merah untuk kondisi kerja
lingkungan Buruk/Kurang, warna kuning untuk kondisi kerja lingkungan Sedang/Cukup,
dan warna Hijau untuk kondisi kerja lingkungan Baik/Memuaskan. Penentuan status
kinerja lingkungan tersebut mengacu pada batasan-batasan numerik yang telah diuraikan di
bagian sebelumnya. Mekanisme ini dirancang untuk mempermudah pengguna memperoleh
rekomendasi tindak lanjut pada kondisi kinerja lingkungan yang dicapai.
Status kinerja lingkungan yang Kurang Baik/Buruk pada indikator KEPI dapat
ditelusuri penyebab utamanya berdasarkan aspek lingkungan terkait, sehingga dapat
disarankan rekomendasi aksi bagi perbaikan kinerja. Secara umum setiap warna dalam
sistem traffic lightenvironmental scorecardCR memiliki makna tersendiri. Warna Merah
untuk status kinerja Buruk/Kurang Baik mengindikasikan perlunya diupayakan perbaikan
secara maksimal, warna Kuning untuk status kinerja Sedang/Cukup mengindikasikan ada
beberapa aspek yang perlu dipertahankan namun masih dapat ditingkatkan untuk upaya
perbaikan berkelanjutan, dan warna Hijau untuk status kinerja Baik mengindikasikan
bahwa perusahaan perlu tetap melakukan monitoring dan evaluasi agar dapat segera
diketahui jika terjadi penyimpangan. Rangkuman rekomendasi berdasarkan status KEPI
disajikan pada Lampiran 8.

Model Penilaian Peringkat Kinerja Lingkungan

Model penilaian peringkat kinerja lingkungan didasarkan pada 20 indikator kinerja


kunci lingkungan (KEPI) seperti telah disajikan sebelumnya pada Tabel 35 adalah variasi
penyajian envi-scorecard scorecardkaret remah. Proses pemeringkatan dirancang dapat
dilakukan untuk perusahaan yang berbeda atau untuk periode waktu yang berbeda.
Metoda yang digunakan menggunakan pendekatan composite index (indeks gabungan).
Jika pada model environmental scorecard status dari masing-masing indikator kinerja
kunci lingkungan/KEPI dinyatakan dalam tiga kemungkinan yaitu higher is better, lower is
better, atau must be zero, maka pada metoda composite indexperlu dilakukan konversi
143

untuk penilaian yang negatifagar arah penilaian menjadi sama. Untuk itu skor penilaian
pada model peringkat kinerja lingkungan karet remah menggunakan 10 skala, nilai terkecil
adalah 1 yang mengindikasikan kondisi terburuk dan nilai terbesar 10 sebagai kondisi
terbaik berdasarkan panduan scoring yang dikembangkan.
Rancangan SIMProsihCR untuk model peringkat kinerja lingkungan agroindustri
karet remah juga dilengkapi dengan fasilitas traffic light system. Status masing-masing
KEPI divisualisasikan tiga warna yang mengindikasikan suatu kondisi kinerja lingkungan,
warna merah untuk kondisi kerja lingkungan Buruk/Kurang, warna kuning untuk kondisi
kerja lingkungan Sedang/Cukup, dan warna Hijau untuk kondisi kerja lingkungan
Baik/Memuaskan. Status kinerja dinilai Baik untuk nilai scorecardCR antara 8 – 10, nilai
scorecardCR antara 4 – 7 status kinerja dinilai Cukup, dan nilai scorecardCR antara 0 – 3
status kinerja dinilai Kurang. Disamping itu, mekanisme ini dirancang untuk memberikan
informasi benchmark(skor tertinggi), kondisi terburuk (skor terendah), dan rata-rata pada
masing-masing indikator KEPI. Model peringkat kinerja akan melakukan agregasi kinerja
lingkungan keseluruhan dan menentukan status peringkat kinerja lingkungan antar
perusahaan atau antar periode waktu yang diukur. Agregasi kinerja diperoleh dengan
memperhatikan bobot setiap KEPI dengan skor perolehan KEPI.

Tabel 39 Model environmental scorecardCR pengukuran peringkat kinerja lingkungan agroindustri karet
remah
ASPEK KEPI Bobot PT 1 PT 2 PT 3 Terburuk Terbaik Rata-rata
1 Perencanaan Strategis Kepemimpinan 0,048
Perencanaan strategis 0,040
Inovasi Lingkungan 0,038
2 Sumberdaya Lingkungan Pelatihan SDM 0,075
Anggaran lingkungan 0,030
Partisipasi Manajemen 0,030
Community relation 0,040
3 Bahan Baku Indeks Bahan Baku 0,125
4 Efisiensi Proses Konsumsi air 0,048
Konsumsi energi 0,074
Produktifitas internal 0,123
5 Produk Tingkat kepuasan pelanggan 0,020
Kualitas produk karet remah 0,080
6 Beban Pencemaran Limbah Cair 0,038
Emisi gas 0,033
Limbah Padat 0,025
Limbah B3 0,015
7 Respon gawat darurat Kecelakaan kerja 0,031
Keamanan kerja 0,019
8 Pentaatan hukum Tingkat Pentaatan Hukum 0,070
1,000
Skor LingkunganKinerja :
Status Kinerja Lingkungan :
Peringkat Kinerja Lingkungan :
144

Model Evaluasi Kesiapan Sertifikasi ISO 14001

Untuk keperluan sertifikasi sistem manajemen lingkungan, standar ISO 14001


merupakan perangkat yang umum dimanfaatkan sebagai alat bantu untuk mengevaluasi
kinerja sistem manajemen lingkungan suatu organisasi. Model evaluasi kesiapan sertifikasi
yang dikembangkan berbasis logika fuzzy dan didasarkan pada kriteria ISO 14001.
Pendekatan fuzzy dimodelkan dalam bentuk trapezoidal. Pengembangan model sistem
evaluasi kesiapan sertifikasi dilakukan melalui tiga tahapan, yakni : 1) identifikasi, 2)
konseptualisasi, dan 3) formulasi. Pada tahap identifikasi ditetapkan karakteristik
kelulusan sertifikasi ISO 14001, selanjutnya pengetahuan ahli pada penilaian hasil audit
ISO 14001 direpresentasikan dalam bentuk perangkat aturan (rule), dan pada tahap akhir
menentukan perangkat lunak yang dibutuhkan untuk penentuan kelulusan sertifikasi
tersebut.
Data untuk kriteria kesiapan sertifikasi ISO 14001 diperoleh melalui auditing
dengan mengadopsi format pertanyaan standar ISO 14001. Auditing dilakukan terhadap
kesuaian, kecukupan, konsistensi, dan efektifitas sitem dalam pemenuhan elemen ISO
14001. Dengan menggunakan konsep fuzzy trapezoidal, maka keempat indikator dapat
disederhankan melalui operasi penjumlahan fuzzy. Klassifikasi rentang penerimaan
indikator audit ISO 14001 tersebut dimodelkan sesuai dengan hasil penjumlahan dengan
fuzzy trapezoidal seperti dapat dilihat pada Tabel 40.

Tabel 40 Klassifikasi rentang penerimaan indikator audit ISO 14001


Pemenuhan Elemen Rentang Penerimaan
ISO 14001 (%) Kurang Cukup Baik
Kesesuaian Sistem [ISO 14001] 0 - 55 35 - 75 55 - 100
Kecukupan Sistem [ISO 14001] 0 - 55 35 - 75 55 - 100
Konsistensi Sistem [ISO 14001] 0 - 50 30 - 70 50 - 100
Efektifitas Sistem [ISO 14001] 0 - 50 30 - 70 50 - 100

Proses penarikan kesimpulan pada aplikasi keputusan kesiapan sertifikasi


merupakan proses penarikan kesimpulan fuzzy. Proses penarikan kesimpulan fuzzy
merupakan serangkaian proses yang akan melakukan pemetaan terhadap masukan dari
pengguna menjadi keluaran tertentu dengan menggunakan teori himpunan fuzzy.
Kaidah kepakaran dalam dalam model keputusan ini dituliskan dalam bentuk
aturan-aturan IF-THEN. Aturan-aturan inilah yang direpresentasikan dalam bentuk basis
145

pengetahuan yang digunakan sebagai dasar dalam proses penarikan kesimpulan. Aturan
yang berada pada pengetahuan sistem pakar yang dikembangkan terdiri atas beberapa
anteseden yang digabungkan dengan menggunakan operator AND.
a. Kesesuaian Sistem
Pemenuhan elemen ISO 14001 untuk variable Kesesuaian Sistem terdiri atas tiga
himpunan fuzzy, yaitu Kurang, Cukup, dan Baik yang direpresentasikan dengan
menggunakn fungsi keanggotaan berbentuk kurva trapezium (trapezoidal). Formulasi
persamaan yang digunakan untuk mengembangkan fungsi keanggotaan tersebut adalah:

0 x < 0 atau x > 35


µ[kurang] 1 0 < x <35
(55– x)/(55 – 35) 35< x < 55
0 x < 35 atau x > 75
µ[cukup] (x – 35)/(55 – 35) 35< x < 55
(75 – x)/(75 – 55) 55< x <75
0 x <55 atau x > 100
µ[baik] (x – 55)/(75 – 55) 55< x < 75
1 80 < x < 100

Berdasarkan pada pemetaan nilai numerik pada semesta pembicaraan oleh masing-
masing fungsi keanggotaan himpunan fuzzy terhadap nilai derajat keanggotaan pada
himpunan-himpunan fuzzy, maka dihasilkan kurva-kurva himpunan fuzzy pada masing-
masing variabel. Representasi karakteristik kurva-kurva himpunan fuzzy pada variabel
pemenuhan elemen kesesuaian sistem disajikan pada Gambar 45.

Gambar 45 Representasi Fuzzy Pemenuhan Elemen Kesesuaian Sistem ISO 14001.


146

Pada Gambar 45 di atas, dapat diketahui adanya daerah overlapping akibat


perpotongan kurva-kurva himpunan fuzzy yang dibentuk. Daerah overlapping ini
merepresentasikan dari pengetahuan dan pengalaman pakar untuk mengantisipasi masalah
ketidakpastian dalam menentukan daerah keputusan. Daerah overlapping merupakan
karakteristik utama pengembangan sebuah sistem fuzzy.
Selanjutnya ditampilkan berturut-turut representasi pemodelan masing-masing
elemen Kecukupan Sistem, Konsistensi Sistem, dan Efektifitas Sistem pada Gambar 46,
Gambar 47, dan Gambar 48.

b. Kecukupan Sistem
0 x < 0 atau x > 35
µ[kurang] 1 0 < x <35
(55– x)/(55 – 35) 35< x < 55
0 x < 35 atau x > 75
µ[cukup] (x – 35)/(55 – 35) 35< x < 55
(75 – x)/(75 – 55) 55< x <75
0 x <55 atau x > 100
µ[baik] (x – 55)/(75 – 55) 55< x < 75
1 80 < x < 100

Gambar 46 Representasi Fuzzy Pemenuhan Elemen Kecukupan Sistem ISO 14001.

c. Konsistensi Sistem

0 x < 0 atau x > 50


µ[kurang] 1 0 < x < 30
(50– x)/(50 – 30) 30< x < 50
147

0 x < 30 atau x > 70


µ[cukup] (x – 30)/(50 – 30) 30< x < 50
(70 – x)/(70 – 50) 50< x < 70
0 x <0atau x > 100
µ[baik] (x – 50)/(70 – 50) 50< x < 70
1 70 < x < 100

Gambar 47 Representasi Fuzzy Pemenuhan Elemen Konsistensi Sistem ISO 14001.

d. Efektifitas Sistem
0 x < 0 atau x > 50
µ[kurang] 1 0 < x < 30
(50– x)/(50 – 30) 30 < x < 50
0 x < 30 atau x > 70
µ[cukup] (x – 30)/(50 – 30) 30 < x < 50
(70 – x)/(70 – 50) 50 < x < 70
0 x < 0atau x > 100
µ[baik] (x – 50)/(70 – 50) 50 < x < 70
1 70 < x < 100

Gambar 48 Representasi Fuzzy Pemenuhan Elemen KeefektifanSistem ISO 14001.


148

Proses output merupakan proses berikutnya setelah proses penarikan kesimpulan.


Proses output ini ditandai dengan dilakukannya tahap defuzzyfikasi untuk menghasilkan
satu nilai crisp dari beberapa output fuzzy hasil evaluasi aturan pada basis
pengetahuan.Konfigurasi dari mekanisme fuzzy inference system yang digunakan adalah
penalaran metode Mamdani. Proses implikasi menggunakan operator AND (Minimum),
sedangkan proses agregasi menggunakan operator OR (Maximum). Penyusunan model
keputusan SertifikasiCR menggunakan 81 rulesdan dapat dilihat pada Lampiran 9.
Berdasarkan pengalaman dewan pakar salah satu perusahaan sertifikasi ISO 14001
di Indonesia, derajat kelulusan untuk kategori Lulus adalah 91-100 persen, Lulus Bersyarat
adalah 61-90 persen, Ditangguhkan adalah 41-60 persen, dan Ditolak 0-40 persen.
Penilaian ini dapat dijadikan dasar acuan sistem output penilaian kelulusan sertifikasi ISO
14001. Proses inferensi defuzzyfikasi output dihitung menggunakan metode centeroid
(centre of gravity).Pada metode centroid, nilai crisp yang dihasilkan merupakan nilai titik
tengah dari kurva fungsi keanggotaan variable luaran yang merupakan gabungan dari
proses komposisi gugus luaran fuzzy. Terdapat dua keuntungan penggunaan metode
centroid dalam melakukan proses defuzzyfikasi yaitu : (1) nilai defuzzyfikasi akan
bergerak secara halus sehingga perubahan dari suatu topologi himpunan fuzzy ke topologi
berikutnya akan berjalan halus dan (2) mudah dalam penghitungan (Kusumadewi &
Purnomo 2002). Formulasi persamaan yang digunakan untuk mengembangkan fungsi
keanggotaan kelulusan sertifikasi tersebut adalah:
0 x < 0 atau x > 40
µ[Ditolak] 1 0 < x < 30
(40– x)/(40 – 30) 30 < x < 40
0 x < 30 atau x > 60
µ[Ditangguhkan] (x – 30)/(50 – 30) 30 < x < 50
(60 – x)/(60 – 50) 50 < x < 60
0 x < 50 atau x > 80
µ[LulusBersyarat] (x – 50)/(60 – 50) 50 < x < 60
(80 – x)/(80 – 60) 60 < x < 80
0 x < 70 atau x > 100
µ[Lulus] (x – 70)/(80 – 70) 70 < x < 80
1 80 < x < 100
149

Gambar 49 Representasi Fuzzy Keangotaan Status Sertifikasi ISO 14001

Ilustrasi model inferensi fuzzymamdani keputusan SertifikasiCR ISO 14001 untuk


agroindustri karet remah disajikan pada Gambar 48.

Gambar 50Ilustrasi model inferensi fuzzymamdani untuk keputusan sertifikasi Sistem Manajemen
Lingkungan ISO 14001.
150

Rancangan Implementasi SIMProsihCR Agroindustri Karet Remah

Verifikasi dan validasi model

Pengembangan model SIMProsihCRdilakukan dengan menggunakan pendekatan


sistem. Kajian terhadap perilaku sistem agroindustri karet remah memerlukan pendekatan
yang bersifat holistih namun dengan tetap mengacu pada efektifitas hasil. Validasi model
pada SIMProsihCRdilakukan dengan teknik face validity (Sargent 2007). Pengembangan
model dalam kajian ini sebagian besar dilakukan berbasis pada pengetahuan pakar melalui
akuisisi dan wawancara mendalam, dalam ilmu sistem kajian seperti ini dikategorikan
sebagai soft system yang relatiftidak terstruktur. Pada model-model dengan pendekatan
soft system methodology validasi tidak dapat sepenuhnya dilakukan secara matematis,
namun cukup dengan pengujian untuk mendapat pengakuan secara intelektual yang bisa
dilakukan melalui pendekatan expert judgement (Checkland 1995; Eriyatno 2003).Validasi
model seperti disebutkan tersebut tidak untuk mencari pembuktian valid atau tidak, tetapi
lebih diarahkan pada perbaikan tingkat keyakinan berdasarkan kondisi yang diasumsikan
model bahwa model yang dikembangkan mampu mewakili sistem yang dikaji (Gass 1983).
Validasi meliputi validasi penyusunan dan validasi hasil. Validasi penyusunan model
ditentukan oleh ketepatan asumsi, kebenaran perolehan data hingga proses pengolahannya;
sementara secara hasil juga dapat dijamin keakuratannya bahwa hasil dari model benar-
benar merepresentasikan kondisi riil sistem yang dikaji.

Validitas pengembangan model ditentukan oleh ketepatan pemilihan pakar dalam


penelitian. Pada penelitian ini pakar yang dipilih mewakili kompetensi yang relevan yaitu
praktisi agroindustri karet remah, birokrat, peneliti karet, konsultan sertifikasi lingkungan,
dan akademisi yang dipertimbangkan memiliki tingkat kepakaran berdasarkan pengalaman
dan kapasitas keilmuan yang dimiliki. Jumlah pakar yang berasal dari praktisi agroindustri
karet remah sebanyak dua orang, dari birokrat Direktorat Standarisasi Lingkungan
Kementrian Lingkungan Hidup dua orang, dari peneliti karet dua orang, dari konsultan
sertifikasi lingkungan satu orang, dan dari akademisi yang memiliki kapasitas keilmuan
produksi bersih dua orang. Berdasarkan kompetensi dari seluruh pakar yang dilibatkan
pada penetapan faktor-faktor kunci sistem produksi bersih, pemilihan sejumlah indikator
kinerja kunci lingkungan,rule base penetapan kinerja lingkungan dan kesiapan sertifikasi
lingkungan diharapkan dapat dipertanggungjawabkan hasilnya.
151

Hasil rancangan model kesiapan audit produksi bersih, model pengukuran kinerja
environmental-scorecard, model peringkat kinerja lingkungan, dan model kesiapan
sertifikasi sistem manajemen lingkungan dikonsultasikan pada kelompok pakar. Secara
umum kelompok pakar menyatakan bahwa model yang dikembangkan sudah mampu
mewakili kebutuhan sistem agroindustri karet remah, namun dari hasil dialog muncul
beberapa masukan yang dapat ditindaklanjuti. Model pengukuran kinerja lingkungan perlu
dilengkapi dengan peta kendali statistik, khusnya pada indikator kinerja kunci lingkungan
(KEPI) kadar kotoran produk karet remah dan limbah padat proses produksi. Khusus
untuk indikator KEPI kadar kotoran dapat dianalisis Cpk untuk mengidentifikasi
kemampuan proses suatu perusahaan terhadap skema SIR pada parameter kadar kotoran
yang direkomendasikan. Penentuan peta kendali ditentukan dengan persamaan berikut.
BKA = ܺധ + 3s
GT = ܺധ
BKB = ܺധ + 3s
dimana :
BKA = batas kendali atas
GT = garis tengah
BKB = batas kendali bawah
Penentuan Cpk menggunakan persamaan sebagai berikut.

௎ௌ௅ି௑ത
Cpk =
ଷ௦

dimana :
USL = batas atas spesifikasi kadar kotoran SIR 20
X-bar = rataan kadar kotoran SIR 20 perusahaan
s = standar deviasi kadar kotoran SIR 20 perusahaan
Dengan menggunakan data kadar kotoran yang berasal dari pabrik karet remah
reponden yang berlokasi di Sumatera Selatan diperoleh peta kendali statistik kadar kotoran.
Rata-rata data historis kadar kotoran dan standar deviasi dari enam pabrik karet remah
adalah sebagai berikut.

ܺധ = 0,085 % dan S = 0,02 %  3 S = 0,066 %


Dengan demikian BKA dapat ditetapkan :
BKA = ܺധ + 3 S= 0,085 % + 0,066 % = 0,151
GT = ܺധ = 0,085 %
BKB = ܺധ - 3 S= 0,085 % + 0,066 % = 0,019
152

Rancangan peta kendali statistic kadar kotoran produk karet remah SIR 20
disajikan pada Gambar 51 dengan batas kendali atas (BKA) sebesar 0,151persen dan batas
kendali bawah (BKB) sebesar 0,019 persen. Hasil pemetaan kemampuan proses PT_D
terhadap rancangan tersebut menghasilkan nilai Cpk sebesar 3,45 yang mengindikasikan
kemampuan proses terhadap parameter mutu kadar kotoran untk produk karet remah
tergolong Sangat Baik.

0,16 BKA; 0,151%

0,14

0,12

0,1
K kotoran (%)

0,08

0,06

0,04

0,02
BKB; 0,019%
0
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39

Gambar 51 Rancangan peta kendali kadar kotoran SIR 20 dan mapping kondisi PT_D

Verifikasi model pada kajian ini dilakukan dengan pemeriksaan sederhana meliputi
aliran logika dari masing-masing model apakah memiliki kesesuaian yang memadai
dengan kondisi riil dimana model akan diimplementasikan. Verifikasi model dilakukan
menggunakan data agroindustri karet remah yang berasal dari Sumatera Selatan dan
Sumatera Utara. Dari masing-masing diperiksa kesesuaiannya untuk model kesiapan
produksi bersih, model pengukuran kinerja lingkungan, model peringkat kinerja
lingkungan, dan model kesiapan sertifikasi ISO 14001. Secara prinsip pemeriksaan ini
dimaksudkan mencari kekeliruan dalam program baik yang bersifat logika maupun
kesalahan editorial. Keluaran hasil dari proses simulasi diajukan kepada pakar untuk
dikonfirmasi.Dari hasil konfirmasi tersebut dapat disimpulkan bahwa SIMProsihCR yang
dirancang layak untuk diterapkan dan selanjutnya dapat dikembangkan.
Model kesiapan produksi bersih.Hasil verifikasi model kesiapan produksi bersih
menggunakan data hasil audit produksi bersih tujuh pabrik karet remah berskala medium
153

(18.000-36.000 ton per tahun) dan besar (lebih dari 36.000 ton per tahun). Berdasarkan
hasil audit produksi bersih selanjutnya diidentifikasi kondisi masing-masing perusahaan
berkaitan dengan sepuluh parameter input pada model kesiapan produksi bersih, yaitu 1)
komitmen manajemen/KM, 2) hambatan penerapan produksi bersih/HP, 3) ketersediaan
neraca air, bahan, dan energi/ABE, 4) informasi beban limbah/BL, 5) kondisi bahan olah
karet/BO, 6) konservasi air/KA, 7) konservasi energi/KE, 8) housekeeping/HK, 9) hasil
limbah padat, cair, dan gas/PCG, dan kemampuan finansial/KF. Masing-masing parameter
dikelompokkan dalam tiga kondisi, yaitu kurang/rendah/tidak tersedia diberi skor 1,
cukup/sedang/memadai/memenuhi baku mutu diberi skor 2, dan baik/tinggi/melampaui
baku mutudiberi skor 3. Hasil rangkuman kondisi perusahaan menggunakan model
kesiapan sertifikasi disajikan pada Tabel 41.

Tabel 41 Data kesiapan produksi bersih untuk setiap parameter input


Persentase
Pabrik KM HP ABE BL BO KA KE HK PCG KF
(%)
PT_C 2 2 1 1 1 1 1 2 2 2 53,3
PT_A 2 1 1 1 1 1 1 2 2 1 46,7
PT_H 2 2 2 2 1 2 1 2 2 3 66,7
PT_E 3 3 2 2 1 1 1 2 2 3 70,0
PT_I 2 2 2 2 1 2 1 2 2 3 66,7
PT_G 3 3 2 2 1 2 2 2 2 3 80,0
PT_D 3 3 2 2 1 2 2 2 2 3 80,0

Berdasarkan Tabel 41 di atas dapat diketahui bahwa titik kritis penerapan produksi
bersih pada agroindustri karet remah berasal dari kondisi bahan olah yang masih kotor dan
kurang memenuhi SNI Bokar. Konservasi air dan energi pada agroindustri karet remah
juga masih belum maksimal. Hasil audit menyimpulkan status PT_G dan PT_D adalah
yang terbaik dengan tingkat kesiapan produksi bersih sebesar 80 persen, diindikasikan dari
lebih baiknya parameter konservasi air dan energi pada kedua perusahaan tersebut
dibandingkan perusahaan karet remah lainnya. Hasil penilaian kesiapan tersebut sesuai
dengan kondisi yang ada pada agroindustri karet remah.
Model environmental-scorecard.Berdasarkan indikator kinerja kunci lingkungan
(KEPI) yang telah ditentukan pada model environmental-scorecard ditetapkan target pada
masing-masing KEPI. Verifikasi model environmental-scorecard dilakukan terhadap tiga
pabrik karet remah responden, data setiap indikator KEPI sebagaimana pada Tabel 42.
154

Tabel 42 Data kinerja lingkungan tiga pabrik karet remah


PT_B PT_G PT_D
Ukuran Lingkungan KEPI Scoring Unit Target
Skor % Skor % Skor %
Perencanaan Strategis Kepemimpinan Higher - 7 5 71 6,5 93 6 86
Perencanaan strategis Higher - 5 3 60 4 80 4 80
Inovasi Lingkungan Higher - 4 2 50 2 50 3 75
Sumberdaya Lingkungan Pelatihan SDM Higher % 20 12 60 15 75 17 85
Anggaran lingkungan Higher % 5 2 40 4 80 4 80
Partisipasi Manajemen Higher % 80 60 75 75 94 75 94
Community relation Higher % 7 6 86 6 86 6 86
Bahan Baku Indeks Bahan Baku Higher % 90 45 50 45 50 45 50
Efisiensi Proses Konservasi air Lower m3 30 35 117 18 60 19 63
Konservasi energi Lower lt 30 45 150 25 83 24 80
Produktifitas internal Higher % 90 75 83 53 59 71 79
Produk Kepuasan pelanggan Higher % 90 80 89 90 100 90 100
Kualitas produk karet remah Higher - 1,33 1,01 76 1,02 77 1,11 83
Beban Pencemaran Limbah Cair Lower % 50 50 100 25 50 25 50
Emisi gas Lower % 70 60 86 70 100 70 100
Limbah Padat Lower % 3 5 167 4,5 150 4,4 147
Limbah B3 Higher - 7 8 114 8 114 8 114
Respon gawat darurat Kecelakaan kerja Lower - 0 0 0 0 0 0 0
Fasilitas K3 Higher - 7 5 71 5 71 5 71
Pentaatan hukum Tingkat Pentaatan Hukum Higher % 100 70 70 80 80 80 80

Berdasarkan persentase perolehan skor dibandingkan dengan target tersebut di atas,


skema penentuan status masing-masing indikator kinerja lingkungan kunci (KEPI), maka
konversi persentase pencapaian KEPI ditransformasikan dalam status kinerja masing-
masing KEPI dengan sistem traffic light merah yang menyatakan kinerja KEPI kurang,
hijau pada kinerja KEPI cukup, dan hijau pada kinerja KEPI baik. Hasil pemeriksaan
kesesuaian hasil untuk indikator kinerja lingkungan ditunjukkan pada Tabel 43. Hasil
tersebut menunjukan bahwa model environmental-scorecard yang dikembangkan telah
memenuhi tujuan sehingga dapat direkomendasikan sebagai model pengukuran kinerja
lingkungan pabrik karet remah yang merupakan bagian dari model sistem produksi bersih
agroindustri karet remah.
Model peringkat kinerja lingkungan.Hasil environmental-scorecard hanya mampu
memotret kondisi pada waktu tertentu untuk suatu perusahaan. Apabila diinginkan
mengetahui perkembangan kinerja dari waktu ke waktu atau antar perusahaan, maka pada
model peringkat kinerja lingkungan dipersiapkan untuk tujuan tersebut. Peringkat kinerja
lingkungan mencoba mengurutkan total skor kinerja lingkungan yang diperoleh atau pada
intinya menentukan prioritas peringkat kinerja lingkungan dengan mempertimbangkan
bobot pada masing-masing KEPI. Pada tahap awal terlebih dahulu dilakukan konversi
nilai KEPI agar skala penilaian seragam sehingga memungkinkan untuk dilakukan
155

perbandingan. Skala pengukuran untuk masing-masing KEPI adalah 1 – 10 sesuai dengan


panduan scoring pada Lampiran 5. Hasil verifikasi terhadap tiga pabrik karet remah
disajikan pada Tabel 44 dan Tabel 45. Hasil tersebut menunjukkan bahwa model telah
sesuai dengan tujuan rancang bangun model peringkat kinerja lingkungan agroindustri
karet remah.

Tabel 43 Pemeriksaan kesesuaian hasil environmental-scorecard


PT_B PT_G PT_D
Ukuran Lingkungan KEPI Kesesuaian
Skor (%) Status Skor (%) Status Skor (%) Status
Perencanaan Strategis Kepemimpinan 71 Cukup 93 Baik 86 Baik Ѵ
Perencanaan strategis 60 Cukup 80 Baik 80 Baik Ѵ
Inovasi Lingkungan 50 Kurang 50 Cukup 75 Cukup Ѵ
Sumberdaya Lingkungan Pelatihan SDM 60 Cukup 75 Cukup 85 Baik Ѵ
Anggaran lingkungan 40 Kurang 80 Baik 80 baik Ѵ
Partisipasi Manajemen 75 Cukup 94 Baik 94 Baik Ѵ
Community relation 86 Baik 86 Baik 86 Baik Ѵ
Bahan Baku Indeks Bahan Baku 50 Kurang 50 Kurang 50 Kurang Ѵ
Efisiensi Proses Konservasi air 117 Kurang 60 Cukup 63 Cukup Ѵ
Konservasi energi 150 Baik 83 Cukup 80 Cukup Ѵ
Produktifitas internal 83 Baik 59 Cukup 79 Baik Ѵ
Produk Kepuasan pelanggan 89 Baik 100 Baik 100 Baik Ѵ
Kualitas produk karet remah 76 Cukup 77 Baik 83 Baik Ѵ
Beban Pencemaran Limbah Cair 100 Cukup 50 Baik 50 Baik Ѵ
Emisi gas 86 Kurang 100 Cukup 100 Cukup Ѵ
Limbah Padat 167 Kurang 150 Kurang 147 Kurang Ѵ
Limbah B3 114 Kurang 114 Cukup 114 Cukup Ѵ
Respon gawat darurat Kecelakaan kerja 0 Baik 0 Baik 0 Baik Ѵ
Fasilitas K3 71 Cukup 71 Cukup 71 Cukup Ѵ
Pentaatan hukum Tingkat Pentaatan Hukum 70 Cukup 80 Baik 80 Baik Ѵ

Tabel 44Nilai kinerja lingkungan pabrik karet remah


ASPEK KEPI Bobot PT_J PT_A PT_D Min Max Avg
Perencanaan Strategis Kepemimpinan 0,048 5 3 7 3 7 5,0
Perencanaan strategis 0,040 4 4 5 4 5 4,3
Inovasi Lingkungan 0,038 3 5 4 3 5 4,0
Sumberdaya Lingkungan Pelatihan SDM 0,075 5 2 6 2 6 4,3
Anggaran lingkungan 0,030 5 6 5 5 6 5,3
Partisipasi Manajemen 0,030 6 7 3 3 7 5,3
Community relation 0,040 5 4 4 4 5 4,3
Bahan Baku Indeks Bahan Baku 0,125 4 3 5 3 5 4,0
Efisiensi Proses Konsumsi air 0,048 4 5 6 4 6 5,0
Konsumsi energi 0,074 4 6 4 4 6 4,7
Produktifitas internal 0,123 6 5 5 5 6 5,3
Produk Pengemas 0,020 7 4 6 4 7 5,7
Kualitas produk karet remah 0,080 7 6 6 6 7 6,3
Beban Pencemaran Limbah Cair 0,038 6 5 5 5 6 5,3
Emisi gas 0,033 6 6 5 5 6 5,7
Limbah Padat 0,025 3 2 3 2 3 2,7
Limbah B3 0,015 4 4 6 4 6 4,7
Respon gawat darurat Kecelakaan kerja 0,031 7 3 7 3 7 5,7
Keamanan kerja 0,019 7 5 5 5 7 5,7
Pentaatan hukum Tingkat Pentaatan Hukum 0,070 6 6 4 4 6 5,3
1,000
156

Tabel 45 Hasil pemeriksaan peringkat kinerja lingungan tiga pabrik karet remah
Pabrik Total Kinerja Status Peringkat Kesesuaian
PT_J 5,2 Cukup 2 Ѵ
PT_A 4,5 Cukup 3 Ѵ
PT_D 5,1 Cukup 1 Ѵ

Model kesiapan sertifikasi ISO 14001. Hasil verifikasi model kesiapan sertifikasi
menggunakan data hasil audit sistem manajemen lingkungan pada tiga pabrik karet remah.
Proses audit sistem manajemen lingkungan melakukan identifikasi kondisi masing-masing
aspek/kriteria kinerja sistem manajemen lingkungan, yaitu 1) kebijakan lingkungan, 2)
perencanaan, 3) penerapan&operasi, 4) pemeriksaan&tindakan koreksi, dan 5) pengkajian
manajemen. Selanjutnya model akan memeriksa status pemenuhan masing-masing kriteria
yang ditunjukkan pada persentasi pemenuhan empat elemen ISO 14001, yaitu 1)
kesesuaian sistem, 2) kecukupan sistem, 3) konsistensi sistem, dan 4) efektifitas sistem.
Masing-masing elemen ISO 14001 dikelompokkan dalam tiga kondisi, yaitu kurang,
cukup, dan baik. Hasil rangkuman kondisi perusahaan menggunakan model kesiapan
sertifikasi untuk pemenuhan elemen sistem disajikan pada Tabel 46.

Tabel 46Hasil audit kesiapan sertifikasi ISO 14001 pabrik karet remah
Pemenuhan elemen (%)
Elemen ISO 14001
PT_D PT_B PT_A
Kecukupan Sistem 79,3 51,7 86,25
Kesesuaian Sistem 62,1 34,5 72,41
Konsistensi Sistem 37,9 27,6 62,07
Efektifitas Sistem 31 3,4 51,72

Hasil verifikasi pada tiga pabrik karet remah menghasilkan keputusan sertifikasi
Ditangguhkan untuk PT_D, Ditolak untuk PT_A, dan Lulus Bersyarat untuk PT_A seperti
dapat dilihat pada Tabel 47. Hasil tersebut menunjukan bahwa model kesiapan sertifikasi
ISO 14001 yang dikembangkan telah sesuai dengan tujuan pengembangan model dan
mampu menggambarkan kondisi riil agroindustri karet remah. PT_A merupakan
perusahaan karet remah yang bestatus Perkebunan Besar Swasta dan telah memperoleh
sertifikasi ISO 14001, sementara PT_D dan PT_A masih belum memiliki sertifikat sistem
manajemen lingkungan namun PT_D telah mempersiapkan kerangka sistem manajemen
157

lingkungan untuk peningkatan kinerja lingkungannya yang terukur dan memperoleh


penilaian dari pihak ketiga.

Tabel 47Hasil pemeriksaan keputusan kesiapan sertifikasi ISO 14001 pabrik karet remah
Pemenuhan Kecukupan Kesesuaian Konsistensi Efektifitas Hasil Status
Konfirmasi
Elemen ISO 14001 Sistem Sistem Sistem Sistem Defuzzyfikasi Sertifikasi
PT_D Baik Cukup Kurang Kurang 49,5 Ditangguhkan Ѵ
PT_B Cukup Kurang Kurang Kurang 27,3 Ditolak Ѵ
PT_A Baik Cukup Cukup Cukup 64,96 Lulus Bersyarat Ѵ

Implementasi Model SIMProsihCR Agroindustri Karet Remah


SIMProsihCR dirancang untuk memudahkan pengguna dalam mengevaluasi kinerja
sistem produksi bersih agroindustri karet remah. Menu utama SIMProsihCR terdiri dari
database, model base, dan knowledge base. Semua data dan informasi yang diperlukan
disimpan dalam satu databaseSIMProsihCR dilengkapi dengan fasilitas untuk memperbaiki
dan memperbaharui data sehingga data yang digunakan telah mengikuti perkembangan.
Pengguna harus terlebih dahulu melakkan login dengan user name dan password
yang sudah diinformasikan dalam sistem, hal ini dilakukan sebagai bentuk pengamanan
sistem dan untuk mengantisipasi adanya pihak-pihak yang tidak berkepentingan masuk
dalam sistem. Tampilan antar muka SIMProsihCR disajikan pada Gambar 52.
Sistem database dirancang untuk dapat memelihara dan mengelola data dengan
baik dan mudah. Sub menu database terdiri dari empat basis data yaitu hasil audit produksi
bersih, nilai bobot indikator kinerja kunci lingkungan KEPI, batasan kategori/status kinerja
lingkungan, dan batasan/status kesiapan ISO 14001.

Gambar 52 Proses login pada SIMProsihCR


158

Sub menu model base memuat beberapa model pendukung system produksi bersih
pada agroindustri karet remah yaitu (1) Analisis Prospektif, Audit Produksi Bersih, (3)
Environmental Scorecard, (4) Peringkat Kinerja Lingkungan, dan (5) Sertifikasi ISO
14001. Tampilan sub menu model base dapat dilihat pada Gambar 53.

Gambar 53Tampilan sub menu model base interaktif pada SIMProsihCR

Sub menu model base Analisis Prospektif disiapkan untuk keperluan jika suatu saat
akan dilakukan evaluasi ulang penentuan faktor-faktor kritis sistem produksi bersih
agroindustri karet remah oleh pakar. Dalam operasionalnya penggunaan model ini hanya
akan dilakukan jika terjadi suatu perubahan lingkungan yang signifikan sehingga muncul
isu-isu baru yang mempengaruhi implementasi produksi bersih pada agroindustri karet
remah.
Dengan menterjemahkan data hasil audit produksi bersih dari salah satu perusahaan
agroindustri karet remah dalam format penilaian produksi bersih yang lebih praktis seperti
disajikan pada Gambar 54, maka dihasilkan tampilan output berupa status penerapan
produksi bersih oleh perusahaan serta rekomendasi pilihan penerapan produksi bersih yang
dapat diupayakan seperti disajikan pada Gambar 55.
159

Gambar 54Tampilan inputmodel audit produksi bersih interaktif pada SIMProsihCR

Gambar 55Tampilan outputrekomendasi produksi bersih pada model audit produksi bersih
interaktif pada SIMProsihCR

Ilustrasi tampilan model environmental-scorecardagroindustri karet remah


disajikan pada Gambar 56. Pengguna terlebih dahulu perlu menetapkan target untuk
masing-masing indikator KEPI, selanjutnya memasukkan nilai aktual dari masing-masing
indikator KEPI. Simulasi kondisi salah satu perusahaan karet remah menghasilkan traffic
light merah untuk indikator inovasi lingkungan, konsumsi air, konsumsi energi, dan limbah
padat yang menginformasikan bahwa pada indikator tersebut status kinerja tergolong
Kurang/Buruk.
160

Gambar 56Tampilan antar mukascoring board environmental scorecard interaktif pada


SIMProsihCR

Inovasi lingkungan pada agroindustri karet remah sangat dipengaruhi oleh gaya
kepimpinan serta pola komunikasi yang berkembang di masing-masing perusahaan. Pada
beberapa perusahaan, pimpinan perusahaan berperan aktif mencari terobosan-terobosan
inovasi pencegahan pencemaran udara dan konservasi energi. Konsumsi air dan energi
yang tinggi merupakan konsekuensi dari kondisi bahan olah karet yang relatif masih kotor.
Jika mengacu pada Permentan No. 38 tahun 2008 yang menetapkan batas bahan pengotor
sebesar 5 persen, maka kondisi sebagian besar perusahaan masih dekat pada batas atas
yang dipersyaratkan tersebut. Kondisi tersebut dapat dilacak dari total limbah padat yang
dihasilkan oleh agroindustri karet remah. Pada Gambar 57 disajikan hasil pengukuran
limbah padat yang dihasilkan oleh agroindustri karet remah responden. Umumnya
perusahaan belum menetapkan target pencapaian kinerja yang lebih dari persyaratan
Permentan No. 38 tahun 2008. Dengan menetapkan target KEPI yang lebih baik, setiap
masing-masing perusahaan dapat melakukan pengendalian internal. Berdasarkan capaian
dibanding target, setiap perusahaan bisa menyusun rencana strategis maupun
operasionalnya yang mengarah pada peningkatan kinerja kunci lingkungan.
161

6,0

5,0

Kinerja limbah padat (%)


4,0

3,0

2,0

1,0
Periode-1 Periode 2 Periode-3 BM
-
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24

Gambar 57Grafik monitoring kinerja KEPI limbah padat agroindustri karet remah di Palembang
tahun 2010.

Sub model kesiapan sertifikasi ISO 14001 dirancang untuk kepentingan internal
perusahaan mengantisipasi kesiapan sistem manajemen perusahaan dalam mengadopsi
sistem penjaminan mutu lingkungan. Perusahaan dapat melakukan pemeriksaan apakah
masing-masing elemen sistem manajemen lingkungan telah tersedia, sesuai dengan
kebutuhan, dilaksanakan, dan hasilnya sesuai dengan tujuan. Tampilan muka model
kesiapan seperti disajikan pada Gambar 58. Pengguna perlu menginput kolom yang
tersedia untuk semua sub-elemen yakni (1) kebijakan, (2) perencanaan, (3) penerapan dan
operasi, (4) pemeriksaan dan tindakan koreksi, dan (5) pengkajian manajemen. Apabila
kolom yang tersedia tidak diisi oleh pengguna, sistem akan menilai bahwa elemen tersebut
tidak tersedia dan tentunya akan menurunkankan persentase penilaian. Setelah semua
kolom yang tersedia diisi oleh pengguna, maka diperoleh nilai dan status kesiapan
sertifikasi perusahaan tersebut. Pada Gambar 59 disajikan tampilan hasil penilaian
kesiapan sertifikasi salah satu perusahaan karet remah di Palembang.
162

Gambar 58 Tampilan antar mukamodel kesiapan sertifikasi ISO 1001 interaktif pada
SIMProsihCR

Gambar 59 Tampilan hasil nilai kesiapan sertifikasi ISO 1001 perusahaan karet remah
163

Implikasi Hasil Penelitian

Hasil penelitian berupa pengembangan sistem penunjang manajemen audit


produksi bersih pada agroindustri karet remah diharapkan memberikan implikasi baik
secara teoritis maupun manajerial.

Kontribusi teoritis

Penelitian-penelitian mengenai produksi bersih telah banyak dilakukan seperti telah


diuraikan pada bagian kajian literatur. Namun karena karakterisiknya yang spesifik maka
rekomendasi produksi bersih tidak dapat bersifat generik sehingga diperlukan eksplorasi
pada industri yang berbeda. Kajian produksi bersih pada agroindustri karet remah yang
dilakukan memadukan kinerja daur hidup proses produksi dan kinerja sistem manajemen
lingkungan. Potensi intervensi produksi bersih pada proses produksi dan sistem
manajemen selanjutnya digunakan sebagai acuan kerangka penetapan target kinerja
terbaik(benchmark) dan rekomendasi perbaikan. Oleh karena itu, sistem penunjang
manajemen produksi bersih yang dikembangkan yang mendorong pada upaya perbaikan
berkelanjutan merupakan sumbangan pemikiran secara teoritis dalam mendorong
implementasi produksi bersih pada agroindustri karet remah sekaligus sebagai hasil temuan
baru (kebaruan) dari penelitian yang dilakukan.

Implikasi manajerial

Kenyataan bahwa agroindustri karet remah merupakan salah satu industri strategis
nasional dengan pasar ekspor sebagai tujuan pemasaran, maka pengelolaan industri yang
lebih bersih dan berkelanjutan akan mendorong peningkatan daya saing agroindustri karet
remah nasional. Pembenahan tidak hanya diperlukan padaeksisting sistem fisik tetapi juga
pada sisi sistem manajemen perusahaan. Prasyarat yang diperlukan untuk mengimple-
mentasikan prototype model adalah kesediaan pabrik karet remah untuk dibandingkan
kinerja lingkungannya. Dalam hal ini pemerintah daerah dan asosiasi perusahaan karet
dapat menjadi fasilitator dan melakukan persuasi rasional kepada pihak industri.
Pemanfaatan model-model pada sistem penunjang manajemen audit produksi bersih pada
agroindustri karet remah akan mendorong analisis perbaikan kinerja lingkungan industri
karet remah sehingga bermuara pada sistem produksi karet remah yang efisien, ramah
lingkungan, dan berkelanjutan.

Anda mungkin juga menyukai