3VERIFIKASI MODELDANPEMBAHASAN
Pengembangan model protokol audit produksi bersih bagi agroindustri karet remah
didasarkan pada perpaduan prosedur audit produksi bersih umum yang direkomendasikan
UNEP, justifikasi pakar, serta kondisi riil lapangan pada daur hidup proses produksi karet
alam, khususnya untuk produk karet remah.Menurut UNEP& ISWA (2002) dan UNIDO
(2002) terdapat tiga kelompok tahapan utama kegiatan audit limbah atau audit produksi
bersih, yakni : 1) tahap pra-penilaian, 2) tahap neraca bahan, dan 3) tahap sintesis.
Kegiatan utama tahap pra-penilaian dimaksudkan untuk mengidentifikasi proses ke dalam
unit-unit proses dan memperoleh diagram alir proses. Jika ditinjau unit-unit proses yang
terdapat pada proses pengolahan karet remah secara garis besar meliputi : penerimaan
bahan baku, pengecilan ukuran, pembersihan, pengaturan komposisi, penggilingan,
pengeringan awal, penggilingan, pengeringan, pendinganan, dan pengemasan.
Langkah-langkah yang diperlukan pada tahap neraca bahan meliputi identifikasi
input proses (bahan baku, bahan pembantu, air, energi, dan kondisi reuse/recycle) dan
output proses (produk/by product, limbah cair, emisi gas, dan limbah di luar pabrik).
Berdasarkan identifikasi input dan output proses tersebut, selanjutnya dilakukan evaluasi
dan penyempurnaan neraca bahan. Hasil identifikasi terhadap input dan output proses
produksi karet remah diperlihatkan pada Tabel 25.
Walaupun jenis produk karet remah cukup beragam, fakta di lapangan
menunjukkan bahwa sebagian besar produk karet remah yang dihasilkan oleh industri
pengolahan karet Indonesia adalah grade mutu SIR 10 dan SIR 20 sebagaimana
diperlihatkan dari keragaman jenis dan jumlah karet remah yang diekspor pada Gambar 36.
Hal tersebut terutama dikarenakan kondisi bahan olah yang didominasi dari karet
perkebunan rakyat (bokar). Persyaratan bahan baku lateks kebun sukar dipenuhi dari
perkebunan rakyat, sehingga mutu SIR 3L, 3CV, dan 3WF tidak akan dapat dihasilkan
perusahaan swasta yang menggunakan bokar dari perkebunan rakyat. Bahan olah SIR 10
atau SIR 20 seharusnya adalah koagulum lapangan yang memenuhi persyaratan SNI 06-
2047-2002. Namun pada prakteknya hal tersebut juga tidak sepenuhnya terpenuhi,
terutama untuk pengolahan SIR 20.
107
Tabel 25Neraca masukan dan keluaran pada proses produksi karet remah
Masukan Keluaran
1. Bahan 1. Produk
Bahan Baku : Produk Primer
Lateks SIR 3 L
Slab SIR 3 CV
Lump mangkok SIR 3 W
Lump forming SIR 5
Tatal SIR 10
Eks. RSS SIR 20
Block Rubber
Bahan bantu
Asam semut 2. Emisi Bahan
H3PO4 Limbah Padat
HNS Lumpur
SMBS Pasir
Air Ranting
Plastik
Bahan lain : Karet mentah
Kemasan primer, PE Karet remah
Kemasan sekunder, shrink wrap
Peti Kemas, kayu Limbah Cair
Peti kemas, logam Serum
Minyak/lemak Air
Minyak/Lemak
2. Energi Air pencuci dari utility
Listrik
Bahan bakar kayu 3. Emisi energi
Solar Panas buangan
Batubara Bising
Gas Debu
2.077,274
Volume ekspor (000 ton)
Gambar 36Keragamanjenis dan volume ekspor karet remah Indonesia tahun 2009.
108
Pada prakteknya bahan baku yang digunakan dalam proses pengolahan karet remah
adalah lump dan slab, namun pada perkebunan besar negara adakalanya digunakan juga
hasil sisa produksi RSS (Ribbed Smoked Sheet)pada operasi pengaturan komposisi. Untuk
meningkatkan utilisasi, pada perusahaan perkebunan swasta dan negara kebutuhan bahan
baku juga dipasok dari perkebunan rakyat disamping dari perkebunan sendiri. Pada
Gambar 37 diilustrasikan diagram alir proses produksi karet remah pada pekebunan besar
swastapada dua kondisi bahan olah karet (dari perkebunan dan luar perkebunan).
Perbedaan kondisi bahan olah yang berbeda menyebabkan rangkaian proses yang dilalui
oleh bahan olah karet yang berasal dari luar perkebunan perusahaan lebih panjang jika
dibandingkan dengan bahan olah karet yang berasal dari perkebunan sendiri. Ditinjau dari
penggunaan bahan kimia, pada dasarnya proses pengolahan karet remah dari koagulum
tidak menggunakan bahan kimia. Bahan-bahan kimia seperti minyak pelumas/oli dan
terpentin hanya digunakan untuk perawatan mesin dan pengujian mutu produk karet
remah, bukan merupakan bahan tambahan pada proses produksi karet remah.
Gambar 37 Diagram alir proses pengolahan karet remah di salah satu perkebunan swasta.
suatu perusahaan menjadi kurang presisi. Gambaran umum neraca bahan, air, dan energi
dari tiga pabrik karet remah responden yang berlokasi di Provinsi Sumatera Selatan
diperlihatkan pada Gambar 38, Gambar 39, dan Gambar 40.
1,76
air (m3) 4,4 Peremahan 4,4 limbah cair (m3)
energi listrik (MJ/kg) 0,1109
Pembuatan bandela
energi listrik (MJ/kg) 0,0185
Sortasi
Pengemasan
Air utk pengurasan 1,6
SIR
Total air 40
Gambar 38Neraca bahan, air (tanpa recycle), dan energi produksi karet remah pada perusahaan
yang menggunakan bahan bakar solar pada dryer
Proses pengolahan karet remah tergolong proses basah, karena hampir semua
tahapan proses memerlukan air. Kadar kotoran yang lebih tinggi pada bahan olah karet
low grade menyebabkan kebutuhan air menjadi lebih besar dibandingkan untuk keperluan
pengolahan bahan olah yang tergolonghigh grade. Debit limbah cair untuk pengolahan
karet remah diperhitungkan sama dengan konsumsi air untuk pengolahan yakni berkisar 20
– 40 m3/ton, tergantung jenis dan kebersihan bahan olah karet serta efisiensi kinerja sarana
pengolahan. Sebagai ilustrasi di salah satu pabrik karet remah besarnya konsumsi air dapat
mencapai 35 m3/ton produk, sementara pada pabrik karet remah lainnya hanya sekitar 23 –
110
1,76
Air (m3) 3,3 Peremahan 3,3 limbah cair (m3)
Energi listrik (MJ/kg) 0,2806
Pembuatan bandela
Energi listrik (MJ/kg) 0,0468
Sortasi
Pengemasan
Air untuk pengurasan 1,2
SIR 20
1 ton
Total air 30
Gambar 39Neraca bahan, air (dengan recycle), dan energi produksi karet remah pada perusahaan
yang menggunakan bahan bakar gas pada dryer
Dengan memperhatikan bagan input output pada Tabel 25, Gambar 38, Gambar 39,
dan Gambar 40 serta kondisi proses produksi karet remah existing di lapangan dapat
dievaluasi berbagai alternatif peluang penerapan produksi bersih. Identifikasi peluang
produksi bersih dapat dilakukan secara iteratif dengan mempertimbangkan semua
kemungkinan pilihan produksi bersih pada setiap tahapan proses produksi yang tidak
efisien atau yang memberikan dampak penting bagi lingkungan. Pada Tabel 26 disajikan
matriks aspek lingkungan penting pada proses produksi karet remah.Berdasarkan matriks
111
1,942 ton
3
Air (m ) 1,5 Pengecilan ukuran 1,5 limbah cair (m3)
energi listrik (MJ/kg) 1,0764 dan pembersihan I IPAL
3,75
0,08 limbah padat (ton)
Sortasi
Pengemasan
Air untuk pengurasan 1
SIR 20
1
Gambar 40Neraca bahan, air (dengan recycle), dan energi produksi karet remah pada perusahaan
yang menggunakan bahan bakar batubara pada dryer
112
Tabel 26 Matriks evaluasi aspek lingkungan penting pada aliran proses produksi karet remah
Emisi ke Pembu- Konta- Manajemen Penggunaan Isu masya-
No Aliran Proses udara bau, angan ke minasi limbah energi dan rakat &
panas, bising badan air tanah padat sumber aya lingk. lokal
1 Penerimaan ● ●
bahan olah
2 Mesin slice ● ● ● ● ●
prebreaker
3 Bak ● ● ●
makroblendin
g
4 Mesin ● ● ●
breaker/
hammer mill
5 Mesin screen ● ● ●
washer
6 Mesin crepper ● ● ● ●
7 Predrying ● ●
8 Mesin ● ●
shredder
9 Drying ● ● ●
10 Packaging ● ●
Bobot aspek
Tinggi Tinggi Medium Medium Tinggi Tinggi
lingkungan
Keterangan : ● = tahapan proses (baris) yang mempengaruhi aspek lingkungan terkait (kolom)
Konsumsi air. Sebagian besar air untuk proses pengolahan karet remah digunakan
untuk tahap pembersihan dan penggilingan. Untuk setiap ton produk karet remah yang
dihasilkan oleh perusahaan swasta rata-rata diperlukan air sebanyak 8,4 m3pada proses
pembersihan tahap I di prebreaker dan hammermill, untuk pembersihan tahap II di
hammer-mill dan bak makroblendingsebanyak 12,4 m3, untuk penggilingan di
macerator/crepersebanyak 13,2 m3, untuk peremahan dengan shreddersebanyak 4,4 m3,
dan untuk keperluan pembersihan sarana dan pengurasan bak-bak proses sebanyak 1,6 m3.
Potensi limbah cair terbesar berasal dari proses pembersihan dan penggilingan mencapai
64 persen dari total air untuk proses produksi karet remah. Dengan kondisi bahan olah
karet yang lebih bersih, konsumsi air yang diperlukan perusahaan perkebunan jauh lebih
rendah yaitu kurang dari 25 m3 per ton produk atau lebih hemat 37,5 persen dibandingkan
dengan total air yang digunakan oleh perusahaan swasta yang mengolah bokar yang lebih
kotor.
Pembuangan ke badan air. Konsekuensi dari tingginya konsumsi air yang
digunakan pada proses pengolahan karet remah adalah besarnya volume limbah cair yang
harus diolah pada instalasi pengolahan air limbah (IPAL) sebelum dialirkan ke
113
lingkungan.Sebenarnya kekuatan limbah cair pabrik karet remah tidak setinggi limbah
yang dihasilkan pabrik karet sit dan lateks pekat. Namun karena proporsi industri karet
remah jauh lebih besar dibanding jenis karet lainnya, limbah cair pabrik karet remah
banyak menjadi sorotan. Dari produksi karet remah yang dapat mencapai 2,2 juta
ton/tahunatau rata-rata 6.000 ton/hari, dengan asumsi penggunaan air rata-rata 40 m3/ton
karetmaka jika tidak dilakukan konservasi air akan dihasilkan limbah cair tidak kurang dari
240.000 m3 setiap harinya.
Hasil pengamatan terhadap kondisi air buangan sebelum diolah di IPAL (inlet) jauh
melampaui nilai ambang batas (NAB) baku mutu limbah cair berdasarkan SK MenLH No.
51/MENLH/10/1995. Rata-rata nilai inlet untuk parameter BOD berada pada kisaran 119
– 610 ppm (NAB 60 ppm), COD berkisar antara 488 – 1172 ppm (NAB 200 ppm), TSS
berkisar 113 – 1172 ppm (NAM 100 ppm), N-total pada kisaran 60 – 119 ppm (NAB 10
ppm), dan N-NH3 pada kisaran 61 – 117 ppm (NAB 5 ppm).Tingginya nilai BOD atau
COD air buangan menunjukkan tingginya kadar bahan organik dalam limbah cair.
Peningkatan kadar bahan organik akan menggangu ekosistem lingkungan yang menerima
air buangan karena oksigen banyak digunakan oleh bakteri pengurai untuk
menghancurkanbahan organik tersebut.
Dengan kondisi beban pencemaran air limbah agroindustri yang jauh melampaui
baku mutu limbah cair yang dipersyaratkan menyebabkan kebutuhan terhadap IPAL tidak
dapat diabaikan, terlebih dengan kondisi bahan olah karet rakyat saat ini yang masih kotor.
Pada Tabel 27 disajikan kondisi IPAL pabrik karet responden menggunakan sistem
pengolahan secara lumpur aktif dan kimia. Ditinjau dari efisiensi pengoperasian IPAL,
baik sistem lumpur aktif maupun secara kimia telah mampu menghasilkan buangan yang
memenuhi baku mutu limbah cair. Sebagian besar IPAL pabrik karet remah
menggunakan sistem kimia, sistem lumpur aktif mulai diperkenalkan Gapkindo sejak
tahun 1996. Menurut Gapkindo, hingga pertengahan tahun 2007 telah ada 40 pabrik karet
remah yang membangun IPAL sistemlumpur aktif. Dari sisi biaya operasi, sistem lumpur
aktif relatif lebih murah yaitu Rp. 10,-/kg karet kering sedangkan dengan sistem kimia
mencapai Rp. 15,-/kg karet kering. Namun biaya investasi sistem lumpur aktif jauh lebih
mahal dibandingkan sistem kimia. Perkiraanbiaya investasi pengolahan limbah cair sistem
lumpur aktif untuk debitlimbah 3.000m3/hari yang berasal dari pabrik karet remah
114
kapasitas 75 ton karet/hari mencapaiRp. 2 Milyar, biaya investasi tersebut terdiri atas biaya
konstruksi sebesar Rp. 1,2 Milyar dan biaya lainnya Rp 0,8Milyar.
Tabel 27, Karakteristik limbah cair agroindustri karet remah dengan pengolahan secara
lumpur aktif dan kimia
Lumpur Aktif*) Kimia**)
Parameter Baku Mutu***)
Influent Efluent Influent Efluent
BOD5, mg/L 497,27 10,31 610,34 20,61 60
COD, mg/l 765,03 22,92 1171,47 50,02 200
TSS, mg/l 236 8 375 9 100
N-total, mg/l 116,79 2,83 107,52 1,79 5
N-NH3, mg/l 116,75 1,89 107,78 1,60 10
pH 6,87 6,93 6,74 6,76 6-9
*)
PT_ABP limbah cair 3.560 m3/hari, produksi 65.000 ton karet/tahun
**)
PT_R limbah cair 1.630 m3/hari, produksi 30.000 ton karet/tahun.
***)
Pergub Sumatera Selatan No. 18 Tahun 2005
Sumber : Data intern perusahaan, 2010.
Konsumsi energi. Proses produksi karet remah menggunakan energi yang cukup
besar, terutama energi listrik untuk menggerakkan mesin-mesin pengolahan dan energi
bahan bakar pada proses pengangkutan dan mesin pengeringan. Bahan bakar energi yang
dominan digunakan oleh perusahaan karet remah yang disurvey adalah solar, baik pada
proses transportasi maupun proses pengeringan karet remah. Dari Gambar 38 dapat dilihat
bahwa rata-rata konsumsi energi listrik pada agroindustri karet remah SIR 20 sebesar 0,924
MJ/kg karet dan untuk bahan bakar solar rata-rata sebesar 1,9003 MJ/kg karet. Sebagian
besar energi dari bahan bakar solar digunakan pada tahap pengeringan, yang mencapai 97
persen dari total konsumsi bahan bakar pada pengolahan karet remah berbahan baku bokar,
kegiatan transportasi rata-rata hanya mengkonsumsi 3 persen dari total kebutuhan bahan
bakar solar di perusahaan.
Jika dikaitkan dengan biaya produksi karet remah, maka biaya energi adalah yang
terbesar dibandingkan biaya-biaya lainnya. Berdasarkan hasil diskusi dengan pakar dan
wawancara dengan pelaku agroindustri karet remah diperoleh gambaran besaran biaya
produksi karet remah berbahan bakar solar sebagai sumber energi seperti diilustrasikan
pada Tabel 28.Rata-rata biaya energi pada agroindustri karet remah mencapai 30 persen
dari total biaya produksi, yang terdiri dari 17 persen untuk biaya bahan bakar solar
(pengeringan dan transportasi) sebesar 13 persen untuk biaya PLN (mesin-mesin produksi
dan penerangan). Biaya bahan bakar solar pada agroindustri karet remah berkisar antara
Rp. 235,-sampai dengan Rp. 585,- untuk setiap kg karet remah yang diproduksi dengan
115
asumsi penggunaan solar berkisar antara 20–45 liter/ton karet yang diproduksi. Gambaran
mahalnya biaya energi terutama untuk bahan bakar yang diperuntukkan pada proses
pengeringan karet remah memberikan peluang untuk mencari alternatif sumber energi lain
selain solar. Dari hasil pantauan pada perusahaan karet remah responden yang disurvey,
beberapa perusahaan telah mencoba beralih menggunakan bahan bakar alternatif lain yang
lebih hemat untuk mesin pengering (dryer) seperti batubara, gas, dan biomassa cankang
kelapa sawit.
lingkungan sekitarnya yang terganggu akibat bau yang dtimbulkan pabrik karet remah
tersebut.
Bau menyengat yang berasal dari proses pengeringan saat ini masihditangani
dengan menggunakan sistem wet scrubber atau biofilter (Tunas 2002).Sementara untuk
mengatasi permasalahan bau (malodor) yang ditimbulkan dari bahan olah karet, dianjurkan
untuk menggunakan bahan penggumpal yang dapat mencegah pertumbuhan bakteri di
dalam bokar atau menetralkan (mengurangi) bau yang telah terjadi sejak dari kebun
diantaranya asap cair. Asap cair yang telah diproduksi secara massal adalah cairan
berwarna cokelat, pH antara 2,5 – 3,0, berbau asap, tidak berbahaya bagi manusia, dan
mengandung 67 jenis senyawa. Hasil pengujian dari 67 jenis senyawa tersebut adalah
terdiri dari 18 jenis fenol, 5 jenis asam, 3 jenis karbonil, 6 jenis furan, 5 jenis siklopenten,
5 jenis senyawa siklopenten, 3 jenis senyawa benzene, dan 27 senyawa-senyawa lain
seperti butena, bisiklo, borane, dan lain-lain (PSB2003). Dari 67 jenis senyawa-senyawa
tersebut, menyebabkan asap cair dapat berfungsi sebagai koagulan, antibakteri (pengawet),
antijamur, antiserangga, antioksidan, memberikan warna cokelat dan bau asap. Adanya zat
antibakteri (fenol) mampu mencegah pertumbuhan bakteri dalam bokar sehingga tidak
timbul bau busuk sejak dari kebun, zat antioksidan akan mempertahankan nilai PRI dalam
karet, bau asap akan menetralkan bau busuk bokar, dan senyawa-senyawa yang mudah
menguap akan mempercepat proses penguapan air dari dalam bokar (efek “syneresis”).
Dari pengamatan terhadap pabrik karet remah responden yang disurvey yang telah
memanfaatkan asap cair sebagai pengurang bau di lingkungan pabrik (penyemprotan asap
cair pada gudang bahan baku, blanket, kamar gantung angin, trolley dan scrubber),
menunjukkan hasil yang dicapai cukup menggembirakan, dimana bau busuk yang
menyengat mampu diredam oleh bau asap cair. Hasil pengamatan di lapangan, rata-rata
tingkat konsumsi asap cair berkisar antara 0,86 – 2,08 ml/kg karet yang diproduksi, lebih
rendah dari yang direkomendasikan oleh Balai Penelitian Karet Sumbawa yaitu 5 – 10
ml/kg karet kering.
Jika dicermati dengan seksama dari setiap tahapan proses, sumber-sumber
inefisiensi dan potensi limbah dapat teridentifikasi terutama dari (1) bahan olah karet
rakyat, (2) proses pengolahan karet remah, (3) pengiriman produk, dan (4) kondisi
pengolahan limbah. Sementara berdasarkan matriks aspek lingkungan, dampak lingkungan
penting lingkungan terutama berasal dari (1) tingginya konsumsi air, (2) tingginya
117
konsumsi energi, (3) emisi ke udara, dan (4) opini publik terkait isu malodouryang
mengganggu kenyamanan lingkungan. Berdasarkan kemungkinan permasalahan yang
terungkap dari masing-masing tahapan proses produksi karet remah tersebut selanjutnya
dielaborasi berbagai peluang penerapan produksi bersih pada agroindustri karet remah.
Pada tahap awal dilakukan penyusunan hirarki pengembangan prioritas intervensi
produksi bersih pada agroindustri karet remah berdasarkan keterkaitan faktor-faktor dan
pelaku dalam lingkup implementasi produksi bersih agroindustri karet remah. Struktur
hirarki terdiri atas 5 (lima) tingkatan, yaitu: sasaran (goal), pelaku, faktor, sub-faktor, dan
alternatif. Struktur hirarki prioritas intervensi produksi bersih pada agroindustri karet
remah dapat dilihat pada Gambar 41.
Gambar 41 Hirarki penetapan prioritas intervensi produksi bersih pada agroindustri karet
remah.
Tingkatan pertama yang merupakan sasaran (goal) dari permasalahan yang akan
dikaji adalah prioritas intervensi produksi bersih pada agroindustri karet remah. Tingkatan
kedua adalah pelaku yang termasuk stakeholder pengembangan sistem produksi bersih
pada agroindustri karet remah, yaitu : (1) petani karet, (2) pabrik karet remah, (3) asosiasi
118
dan 0,145, sementara besarnya investasi berdasarkan pertimbangan pakar bukan menjadi
faktor penentu utama dalam pemilihan prioritas produksi bersih karena lebih didasarkan
pada pertimbangan manfaat ekonomi yang akan diperoleh.
Apabila didasarkan pada kelompok intervensi produksi bersih secara umum yang
dapat diupayakan pada agroindustri karet remah, maka prioritas tertinggi disepakati pakar
berasal dari perbaikan mutu bokar dengan bobot sebesar 0,224.Perbaikan mutu bokar
merupakan ujung tombak penerapan produksi bersih pada rantai proses pengolahan karet
remah. Karakteristik bahan olah karet (bokar) yang lebih bersih secara langsung akan
memberikan kontribusi pada penghematan penggunaan sumber daya air dan energi.
Konsumsi air pada pengolahan bahan olah karet yang berasal dari perkebunan rakyat dapat
50 persen lebih besar dibandingkan dengan bahan olah karet yang lebih bersih seperti pada
perkebunan besar swasta atau negara. Di samping berkonsekuensi terhadap konsumsi
sumber daya air, perbaikan mutu bokar juga akan berdampak langsung pada tingginya
konsumsi energi akibat lebih panjangnya tahapan proses pembersihan yang harus dilalui.
Apabila kondisi bokar memenuhi SNI bokar dengan mematuhi ketentuan sebagaimana
tertuang pada Permentan No.38 tahun 2008 tentang Pedoman Pengolahan dan Pemasaran
Bahan Olah Karet, maka kebutuhan mesin hammer mill tidak diperlukan. Dengan
demikian konsumsi air dapat dihemat sekitar 21 persen, demikian juga dengan energi
listrik dapat diemat sekitar 28 persen dari total kebutuhan air dan listrik pada produksi
karet remah.
Prioritas intervensi produksi bersih terbesar berikutnya pada agroindustri karet
remah dapat diupayakan melalui konservasi sumber daya energi dan air dengan bobot
berturut-turut sebesar 0,181 dan 0,138. Energi yang digunakan oleh agroindustri karet
remah dibedakan atas dua kelompok yakni energi listrik dan bahan bakar minyak. Hasil
survey menunjukkan bahwa kebutuhan energi listrik pada agroindustri karet remah
bervariasi, terutama dipengaruhi oleh jenis dan kondisi bahan olah karet sertasumber
energi bahan bakar yang digunakan. Menurut Honggokusumo dan Maspanger (2004)
kebutuhan energi listrik untuk mengolah lateks kebun menjadi karet remah jenis mutu SIR
3 (high grade) lebih sedikit yaitu maksimal 300 kVA/ton karet kering atau setara dengan
1,080 MJ/karet kering; sementara untuk mengolah bokar yang berasal dari perkebunan
rakyat diperlukan energi listrik yang lebih besar dapat melebihi 500 kVA/ton karet kering
atau setara dengan 1,800 MJ/kg karet kering.Proporsi rata-rata biaya listrik sekitar 13
120
persen dari total biaya produksi sementara untuk biaya bahan bakar solar dapat mencapai
17 persen dari total biaya produksi karet remah. Konservasi sumber daya energi
menawarkan potensi penghematan biaya yang cukup signifikan disamping juga manfaat
lingkungan yang dihasilkan terutama dikaitkan dengan penggunaan sumber-sumber energi
yang lebih ramah lingkungan diantaranya seperti gas dan biomassa dibandingkan dengan
bahan bakar solar atau batubara yang saat ini masih dominan digunakan pada proses
pengeringan karet remah.Pada Tabel 29 disajikan perbandingan biaya air dan energi untuk
setiap kg karet remah yang diproduksi. Penggunaan bahan bakar gas pada proses
pengeringan menghasilkan penghematan biaya yang signifikan dibandingkan dengan
bahan bakar solar dan batubara. Biaya energi tersebut didasarkan pada kondisi riil
perusahaan dengan rata-rata penggunaan bahan bakar sebesar 40 liter solar/ton karet, untuk
batubara dan gas berturut-turut sebesar 100 kg batubara/ton karet dan 1,2 MMBTU/ton
karet.
Tabel 29 Keragaman biaya sumber daya air dan energi pada tiga pabrik karet responden
Air(Rp/kg) Listrik Solar Batubara Gas Biaya Energi
Biaya
(Rp/kg) (Rp/kg) (Rp/kg) (Rp/kg) (Rp/kg)
PT_J 1,65 136,5 520 - - 656,5
PT_G 1,19 220,5 10,8 340 - 350,8
PT_D 0,71 227,5 9,6 - 55,2 292,3
Sumber : Data intern perusahaan, 2010.
Intervensi produksi bersih pada agroindustri karet remah juga dapat diupayakan
melalui hal-hal sederhana pada tata laksana rumah tangga yang lebih baik (good
housekeeping) dan penataan sistem manajemen perusahaan dengan bobot berturut-turut
sebesar 0,128 dan 0,120. Pada berbagai studi kasus penerapan produksi bersih di industri
ditemukan bahwa potensi penerapan produksi bersih di perusahaan banyak berasal dari
kegiatan-kegiatan yang tergolong kelompok good housekeeping. Kondisi internal sistem
manajemen perusahaan seperti gaya kepemimpinan, kebijakan operasional, sistem insentif,
SDM, sistem informasi, dan mekanisme evaluasi memiliki korelasi yang positif terhadap
upaya produksi bersih perusahaan karet remah yang dievaluasi.
Intervensi produksi bersih dari sisi produk karet remah tidak banyak dapat
diupayakan dalam hal modifikasi produk. Namun demikian perbaikan skema mutu produk
karet remah khususnya yang terkait dengan kadar kotoran secara tidak langsung akan lebih
121
mendorong pelaku pada rantai produksi karet remah agar lebih peduli pada pendekatan
produksi bersih. Pada hasil analisis, tingkat kepentingan intervensi produk karet remah
memiliki bobot sebesar 0,119. Sementara intervensi pelengkap produksi bersih melalui
pengoperasian IPAL memiliki bobot paling rendah diantara semua intervensi produksi
bersih yang dapat diupayakan pada agroindustri karet remah dengan bobot sebesar0,091.
Alternatif intervensi produksi bersih tersebut dapat dielaborasi lebih jauh dalam
bentuk kegiatan produksi bersih. Rangkuman peluang-peluang produksi bersih yang dapat
diimplementasikan pada rantai produksi karet remah berdasarkan hasil kajian literatur,
kondisi perusahaan responden, dan wawancara dengan pakar dapat dilihat pada Tabel 30.
Kebutuhan terhadap penerapan produksi bersih akan sangat bergantung pada
kondisi existing pengelolaan lingkungan dan permasalahan yang dihadapi oleh masing-
masing pabrik karet remah. Hasil evaluasi terhadap kesiapan agroindustri karet remah
terhadap penerapan produksi bersih dari hasil penyebaran protokol audit produksi bersih
dapat dilihat pada Lampiran 5. Berdasarkan hasil audit produksi bersih memperlihatkan
bahwa komitmen perusahaan terhadap penerapan produksi bersih cukup baik, seluruh
perusahaan setuju bahwa produksi bersih memberikan manfaat ekonomi dan manfaat
lingkungan serta menyatakan kesediaan untuk menerapkan produksi bersih. Namun di sisi
lain, lebih dari setengah (57 persen) perusahaan yang disurvey menyatakan masih kurang
memahami konsep produksi bersih dan 71 persenperusahaan menyatakan hingga kini
belum ada benchmark untuk produksi bersih pada agroindustri karet remah. Penilaian
perusahaan terhadap hambatan produksi bersih pada agroindustri karet remah
selengkapnya pada Gambar 42.
100%
90% 86% Setuju Tidak Setuju
80% 71% 71%
70%
57% 57%
60%
50% 43% 43%
40% 29% 29%
30%
20% 14%
10%
0%
Kurang Teknologi Finansial SDM Benchmark
memahami produksi
konsep PB bersih
122
Gambar 42Faktor-faktor yang menjadi hambatan penerapan produksi bersih pada agroindustri
karet remah (Survey tahun 2010).
123
Tabel 30Rangkuman potensi produksi bersih dan minimisasi pencemaran pada agroindustri karet remah
No. Tahapan Peluang Produksi Bersih Hasil yang diharapkan ManfaatEkonomi ManfaatLingkungan
A Penerimaan 1. Perbaikan cara penyiapan bahan Mengurangi kebutuhan air dan energi, M ST
bahan olah baku di tingkat petani sesuai SNI mengurangi debit limbah cair, mengurangi
06-2047-2002 kekuatan (strength) limbah cair
2. Penggunaan koagulan asap cair Meminimalkan bau busuk pada bokar akibat M T
pada proses koagulasi di tingkat aktifitas mikroorganisma
petani
3. Penurunan kadar air bahan olah Mengurangi masalah pembusukan di tempat R T
yang akan dikirim ke pabrik, penampungan, mengurangi limbah gas/bau
diantaranya dengan melakukan
pengepresan di lokasi kebun
4. Sortasi bahan olah (bokar) yang Mengurangi kebutuhan air dan energi, M T
bersih sesuai SNI 06-2047-2002 mengurangi debit limbah cair, mengurangi
kekuatan (strength) limbah cair
5. Lokasi penampungan yang bersih Mengurangi kontaminasi tambahan, M M
dan ternaung dari sinar matahari mempertahankan konsistensi kualitas bahan
langsung olah dari oksidasi
B Proses produksi 1. Modifikasi proses pengolahan awal Meningkatkan mutu dan konsistensi karet T T
untuk pengecilan ukuran bahan dan remah hasil produksi
pengaturan komposisi
2. Pemasangan rubber trap Mengurangi loss karet selama proses T M
pengolahan dengan melakukan proses ulang
3. Daur ulang udara panas pengering Penghematan energi, mengurangi emisi gas- M M
dari mesin dryer ke proses pre- gas hasil pembakaran
drying atau drying
4. Pemasangan scrubber atau Mengendalikan gas/bau, pemanfaatan air R T
biofilterpada cerobong gas di adsorban untuk proses pembersihan karet di
proses pengeringan fase awal
5. Pemanfaatan kembali atau reuse air Penghematan penggunaan air, mengurangi T T
bekas proses peremahan di debit limbah cair, meningkatkan efisiensi
shredder dan homogenisasi mikro pengolahan limbah cair.
di creper/macerator (proses
kering) untuk pembersihan awal
bahan olah di pre-breaker (proses
basah)
6. Peningkatan laju alir udara panas Mengurangi waktu pengeringan di dryer, M M
dari blower/kipas sentrifugal menurunkan konsumsi energi, mengurangi
emisi gas buang dari proses pengeringan.
124
Tabel 30Lanjutan
No. Tahapan Peluang Produksi Bersih Hasil yang diharapkan Manfaat Ekonomi Manfaat Lingkungan
7. Pencatan emisi udara dan asap Mengurangi complain dari masyarakat R T
lingkungan pabrik
8. Pengelolaan limbah ruangan yang Meningkatkan kenyamanan dan R M
menimbulkan pencemaran udara keselamatan kerja
9. Evaluasi mesin-mesin produksi yang Mengurangi tingkat kebisingan di ruang T M
menimbulkan kebisingan kerja
10. Siaga dan tanggap darurat untuk Mengurangi tingkat kecelakaan kerja R M
penanggulangan mengurangi beban
pencemaran
11. Substitusi bahan bakar solar pada Penghematan biaya bahan baar dan ST T
proses pengeringan dengan bahan minimisasi emisi udara
bakar gas/energi terbarukan lainnya
12. Substitusi bahan bakar solar dengan Penghematan biaya bahan bakar ST R
bahan bakar alternatif batu bara
C. Produk 1. Pengurangan porsi kayu untuk peti Mengurangi akumulasi limbah padat dan T T
kemas dengan metal box dampak pencemaran limbah padat di negara
konsumen
2. Menggunakan plastik kemasan Memudahkan penanganan limbah plastik T M
yang memiliki titik leleh yang kemasan
konsisten
D. Limbah 1. Pengolahan limbah cair sistem Kualitas air buangan memungkinkan R T
lumpur aktif atau sistem kolam digunakan kembali pada proses
aerobik/anaerobik pembersihan awal di prebreaker
2. Pemanfaatan limbah padat yang Meningkatkan nilai ekonomis limbah padat, M M
mengandung unsur hara N, P, dan K kompos tanaman
untuk pengkomposan.
3. Mengalirkan limbah cair yang telah Meningkatkan kesuburan lahan-lahan M M
diolah menggunakan parit oksidasi pertanian.
ke lahan-lahan pertanian
4. Sistem pengolahan limbah HRAP Pemanfaatan ganggang sebagai pakan M M
(highrate algae fond) dengan ternak
memanfaatkan limbah cair sebagai
media tumbuh tanaman alga
125
Hasil audit produksi bersih terhadap agroindustri karet remah membuktikan bahwa
ada kebutuhan terhadap tolok ukur/benchmark indikator produksi bersih pada agroindustri
karet remah. Hingga saat ini belum diperoleh kesepakatan benchmark produksi bersih
pada agroindustri karet remah Indonesia. Parameter proses yang dikembangkan Gapkindo
untuk menilai efisiensi proses produksi karet remah pada Tabel 31 dapat dimanfaatkan
sebagai basis penyusunan sebagian tolok ukur pengendalian pencemaran yang berasal dari
proses produksi karet remah. Pada Tabel 31 tersebut, parameter yang diprioritaskan
berkaitan dengan penghematan atau konservasi penggunaan air dan energi serta
produktifitas pabrik. Parameter-parameter tersebut dapat dijadikan sebagai basis
pengetahuan dalam rangka penilaian kinerja efisiensi lingkungan suatu pabrik karet. Nilai
pagu yang ditetapkan tersebut mengacu pada kondisi terbaik yang mungkin dicapai oleh
industri karet remah di Indonesia. Sebagai ilustrasi untuk konsumsi air, peluang suatu
pabrik mampu pada kondisi “Sangat Baik” sekitar 10 persen. Berarti hanya pabrik-pabrik
yang menerima bahan baku dengan kualitas baik serta melakukan efisiensi dalam proses
pengolahan karet remah yang mampu mencapai tingkat konsumsi air kurang dari 20 m3/ton
produk. Target produksi bersih bersifat dinamis sesuai dengan perkembangan kondisi
bahan olah karet serta perkembangan teknologi proses dan pengelolaan lingkungan yang
dilakukan oleh agroindustri karet remah.
Table 31 Parameter proses dan nilai pagu untuk proses produksi karet remah
No Parameter proses Sangat Buruk Medium Baik Sangat Nilai Pagu
Buruk Baik
1. Pemakaian air, m3/ton > 40 35 - 40 25 - 35 20 - 25 < 20 Maks35
produk
2. Reuse/recycle air, % < 15 15 - 20 20 - 30 30 - 40 > 40 Min15
3. Pemakaian > 35 30 - 35 25 - 30 20 - 25 < 25 Maks35
BBMdryer,lt solar/ton
produk
4. Konsumsi > 450 400 - 450 350 - 400 350 - 400 < 300 Maks 400
listrik,KVA/ton produk
5. Lama pre-drying, hari > 20 15 - 20 10 - 15 5 - 10 <5 Maks15
6. Produksi proses basah, <2 2-3 3-4 4-5 >5 Min3
ton/jam
7. Produksi proses kering, <2 2-3 3-4 4-5 >5 Min3
ton/jam
GAPKINDO (2002)
126
Seluruh perusahaan yang disurvey menilai bahwa potensi limbah terbesar berasal
dari kondisi bahan olah karet, disamping juga dari proses produksi dan produk karet
remah. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pilihan-pilihan produksi bersih
berdasarkan pemahaman perusahaan dapat diupayakan melalui perbaikan kondisi bahan
olah karet, modifikasi teknologi, perbaikan goodhouse keeping, daur ulang limbah cair dan
padat, dan ketersediaan bank data produksi bersih.
Berdasarkan hasil audit produksi bersih yang dilakukan tersebut dapat ditentukan
parameter-parameter utama yang menjadi fokus penilaian produksi bersih pada
agroindustri karet remah. Parameter tersebut dikelompokkan ke dalam sepuluh kondisi
dan untuk masing-masing parameter tersebut kondisi perusahaan dibedakan pada tiga
tingkatan yaitu Kurang, Cukup, dan Baik. Berdasarkan kondisi keseluruhan parameter
input tersebut dapat ditentukan kondisi penerapan produksi bersih di suatu perusahaan
serta rekomendasi penapisan pilihan produksi bersih yang diperlukan. Kesepuluh
parameter yang menjadi fokus penilaian tersebut adalah 1) komitmen manajemen, 2)
hambatan teknologi dan SDM, 3) ketersediaan neraca bahan, neraca air, dan neraca energi,
4) informasi beban limbah proses produksi, 5) kondisi bahan olah karet, 6) daur ulang air,
7) konsumsi bahan bakar dryer, 8) housekeeping, 9) limbah cair, padat, dan gas, dan 10)
kemampuan finansial. Saran rekomendasi kepada suatu perusahaan didasarkan pada
kondisi masing-masing parameter tersebut. Rangkuman rekomendasi peningkatan
produksi bersih pada agroindustri karet remah yang dirancang pada model audit produksi
bersih disajikan pada Lampiran 6.
Sebagai ilustrasi pada salah satu kasus perusahaan dihasilkan rekomendasi sebagai
berikut :
127
Pada Tabel 33 disajikan hasil penilaian rata-rata kasus kondisi efisiensi teknis kasus
agroindustri karet remah. Berdasarkan pengalaman dan pengetahuannya, masing-masing
pakar memberikan penilaian secara non numerik kondisi masing-masing kriteria efisiensi
teknis perusahaan.
Penilaian agregasi kriteria oleh Ahli 1 adalah Rendah (Low/L), oleh Ahli 2 adalah Tinggi
(High/H), dan oleh Ahli 3 adalah Sangat Rendah (Very Low/VL) sebagaimana berikut.
Ahli 1
P11 = Min [ Neg (VH) v H, Neg (VH) v L, Neg (H) v M, Neg (H) v P,
Neg (H) V P, Neg (M) v P, Neg (VH) v VH, Neg (VH) v VH,
Neg (VH) v VH ]
= Min [ VLv H, VH v L, L v M, L v P, L v P, M v P, VL v VH,
VL v VH, VL v VH ]
= Min [ H, L, M, P, P, P, VH, VH, VH ]
= L/Low
Ahli 2
P12 = Min [ Neg (VH) v H, Neg (VH) v H, Neg (H) v H, Neg (H) v H,
Neg (H) V VH, Neg (M) v VH, Neg (VH) v VH, Neg (VH) v H,
129
Neg (VH) v VH ]
= Min [ VLv H, VL v H, L v H, L v H, L v VH, M v Vh, VL v H,
VL v H, VL v H ]
= Min [ H, H, H, H, VH, VH, H, H, H ]
= H/High
Ahli 3
P13 = Min [ Neg (VH) v L, Neg (VH) v M, Neg (H) v H, Neg (H) v M,
Neg (H) V M, Neg (M) v M, Neg (VH) v VL, Neg (VH) v H,
Neg (VH) v H ]
= Min [ VLv L, VL v M, L v H, L v M, L v M, L v M, VL v VL,
VL v H, VL v H ]
= Min [ L, M, H, M, M, M, VL, H, H ]
= VL/Very LOw
Tabel 33Data numerik efisiensi teknis dan hasil penilaian pakar efisiensi teknis kasus perusahaan
karet remah serta bobot masing-masing kriteria
No Kriteria Bobot kriteria Efisiensi Teknis (%) Penilaian Ahli
Ahli 1 Ahli 2 Ahli 3
1 MCE VH 67.50 H H L
2 ECE VH 77.01 L H M
3 POEE H 84.98 M H H
4 FPEE H 96.30 P H M
5 ECEE H 96.27 P VH M
6 PAQE M 96.82 P VH M
7 PCQE VH 92.27 VH H VL
8 ESOE VH 93.32 VH H H
9 PVE VH 96.93 VH VH H
Agregasi Ahli
P = Max [ L ^ H, H ^L, P ^VL] = Max [ L, L, VL ] = L
Walaupun dari perhitungan numerik nilai efisiensi teknis rata-rata berkisar antara
67,50 - 96,98 persen, namun dari hasil penilaian tim ahli secara agregat kinerja efisiensi
teknis proses produksi karet remah di perusahaan karet remah masih berada pada status
Rendah. Berdasarkan hasil diskusi dengan pakar, hal tersebut disebabkan proses produksi
karet remah menuntut mutu proses dan tingkat ketelitian yang tinggi, terutama pada
proses-proses kritis.Status kinerja efisiensi teknis yang berada pada posisi rendah tersebut
menuntut langkah-langkah perbaikan agar kondisi efisiensi teknis di masa yang akan
datang dapat lebih ditingkatkan.
Jika diperhatikan nilai numerik kesembilan efisiensi teknis di perusahaan, rendahnya
efisiensi teknis berkaitan dengan lima indikator, yakni : MCE, ECE, POEE, PCQE, dan
ESOE. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa hal yang perlu mendapat perhatian untuk
diperbaiki kinerjanya terkait dengan kualitas material bahan baku karet remah, konsumsi
energi pada tahapan produksi, kekonstanan kualitas, dan gangguan pada mesin/peralatan
produksi (breaktime).Sementara pada kriteria FPEE, ECEE, PAQE dan PVE tingkat
efisiensi hampir mendekati 100 persen sehingga tidak perlu ditindaklanjuti.
Verifikasi dilakukan terhadap pabrik karet remah yang menggunakan bahan baku
dari hasil perkebunan. Alternatif perbaikan pada kasus perusahan perkebunan negara
tersebut adalah menurunkan konsumsi energi (Alternatif 1), menurunkan waktu break time
mesin produksi (Alternatif 2), dan menurunkan kandungan kotoran pada material
(Alternatif 3). Penentuan prioritas alternatif perbaikan dapat memanfaatkan metode
AHP(Analytical Hierarchy Process). Struktur hirarki keputusan menggunakan AHP untuk
perbaikan kinerja lingkungan tersebut diilustrasikan pada Gambar 43. Penyusunan
prioritas perbaikan dilakukan dengan menggunakan metode AHP. Kepada pakar diminta
untuk melakukan perbandingan berpasangan (pairwise comparison) terhadap setiap kriteria
dan alternatif perbaikan.
Hasil pembobotan hirarki tersebut di atas menunjukkan alternatif 1 (menghemat
konsumsi energi) mempunyai bobot tertinggi sebesar 0,41, selanjutnya adalah alternatif 3
(menurunkan kandungan kotoran material) dengan bobot 0,36, dan alternatif 2
(menurunkan waktu break time mesin produksi) dengan bobot 0,23. Sesungguhnya
efisiensi penggunaan energi juga dapat terjadi bersamaan dengan peningkatan keandalan
131
proses produksi melalui pengaturan maintenance peralatan yang lebih baik. Penentuan
bobot tersebut dilakukan menggunakan metode perbandingan berpasangan (full pairwise)
dengan nilai consistency ratio sebesar 0,085 yang dapat menggambarkan bahwa penilaian
yang dilakukan cukup konsisten.
Penyusunan prioritas perbaikan kinerja efisiensi teknis
Gambar 43Struktur hirarki penyusunan prioritas keputusan perbaikan kinerja efisiensi teknis kasus
perusahaan perkebunan.
Model penilaian kinerja yang telah dijelaskan di atas yang didasarkan pada
indikator efisiensi teknis cukup praktis digunakan sebagai alat bantu (tools) untuk evaluasi
kinerja lingkungan internal perusahaan. Namun apabila dikaitkan dengan evaluasi kinerja
lingkungan dari pihak ketiga, mau tidak mau indikator yang digunakan perlu mengacu
pada standar yang berlaku secara global.
Pada tahap awal dilakukan proses seleksi indikator kinerja lingkungan oleh enam
pakar menggunakan skala penilaian linguistic preference fuzzy non numeric. Masing-
masing pakar diminta penilaiannya terhadap tingkat kesesuaian masing-masing kriteria
untuk dijadikan sebagai indikator kinerja kunci lingkungan pada agroindustri karet remah
menggunakan lima skala penilaian yakni Sangat Tinggi, Tinggi, Medium, Rendah dan
Sangat Rendah. Selanjutnya dilakukan proses agregasi bobot kepentingan indikator
menggunakan operator OWA. Hasil penilaian dan agregasi penilaian pakar terhadap bobot
kepentingan masing-masing indikator disajikan selengkapnya pada Lampiran 7. Indikator
yang dinilai valid adalah indikator dengan agregasi bobot kepentingan Tinggi dan Sangat
Tinggi, sementara indikator dengan bobot agregasi Medium, Rendah dan Sangat Rendah
dieliminasi dari proses seleksi. Hasil seleksi awal indikator kinerja lingkungan agroindustri
karet remah berdasarkan pendapat sejumlah pakar tersebut yang memiliki bobot
kepentingan Tinggi dan Sangat Tinggi disajikan pada Tabel 34.
133
Tabel 34Daftar indikator kinerja kunci lingkungan komprehensif agroindustri karet remah
Dimensi Kriteria Indikator Kinerja Lingkungan
Kinerja Implementasi 1 Jumlah tujuan dan sasaran lingkungan yang dapat dicapai
Manajemen kebijakan dan
program 2 Jumlah unit organisasi yang mampu mencapai tujuan dan
sasaran lingkungan
3 Jumlah tenaga kerja yang berpartisipasi dalam program-
program lingkungan (mis. saran, recycle, inisiatif clean-up,
reward dan pengakuan, dan lainnya)
4 Jumlah tenaga kerja yang telah ditraining dibandingkan
jumlah yang membutuhkan training
5 Jumlah masukan/saran perbaikan lingkungan dari tenaga kerja
6 Jumlah supplier dan kontraktor yang tidak peduli masalah
lingkungan
7 Jumlah produk yang didisain untuk didaur ulang atau
dipergunakan ulang
Conformity 1 Tingkat kesesuaian dengan regulasi
2 Jumlah dari ketidaksesuaian
3 Tingkat kesesuaian dengan regulasi dari provider
4 Waktu untuk merespon atau mengoreksi insiden lingkungan
5 Jumlah tindakan perbaikan yang ditindaklanjuti/tidak
ditindaklanjuti
6 Jumlah dari biaya yang dapat dikaitkan dengan reward dan
finalty lingkungan
7 Jumlah dan frekuensi aktifitas-aktifitas yang spesifik (mis.
audit)
8 Jumlah dari audit yang direalisasikan versus yang
direncanakan
9 Frekuensi review prosedur operasi
10 Jumlah dari kejadian emergensi yang dapat ditangani
11 Persentase dari persiapan emergensi dan usaha-usaha respon
yang digambarkan dengan persiapan rencana
Finansial 1 Penghematan yang dicapai melalui reduksi penggunaan
sumberdaya, pencegahan polusi, dan daur ulang limbah
2 Pendapatan penjualan yang dapat dikaitkan dengan produk
baru atau by-produk yang didisain untuk memenuhi kinerja
lingkungan atau tujuan disain
3 Dana untuk penelitian dan pengembangan proyek-proyek
lingkungan yang signifikan
4 Kepedulian/tanggung jawab lingkungan yang memiliki
dampak material pada status finansial organisasi
Community 1 Jumlah komentar mengenai hal-hal yang berhubungan
relations dengan lingkungan
2 Jumlah laporan pers mengenai kinerja lingkungan organisasi
3 Jumlah program-program pendidikan lingkungan atau
bahan-bahan yang disediakan untuk masyarakat
4 Jumlah dari inisiatif untuk daur-ulang atau clean-up dan
dukungan untuk mengimplementasikannya sendiri
5 Peringkat derajat kesukaan dari masyarakat yang disurvey
Kinerja Materials 1 Jumlah bahan yang digunakan per unit produk
Operasional 2 Jumlah dari bahan yang diproses, di daur ulang, dan
dipergunakan ulang
134
Tabel 34Lanjutan
Dimensi Kriteria Indikator Kinerja Lingkungan
3 Jumlah dari bahan pengepak yang dibuang atau
dipergunakan ulang per unit produk
4 Jumlah air yang dikonsumsi per unit produk
5 Jumlah air yang dipergunakan ulang
Energi 1 Jumlah energi yang dipergunakan per tahun atau per unit
produk
2 Jumlah setiap jenis energi yang digunakan
3 Jumlah energi untuk menghasilkan produk samping atau
proses utama
4 Jumlah energi yang dapat dihemat untuk program
konservasi energi
Fasilitas fisik 1 Rata-rata konsumsi bahan bakar kendaraan
& peralatan : 2 Total luas lahan yang digunakan untuk keperluan
penyediaan & produksi
pengiriman 3 Jumlah kenderaan yang tidak dilengkapi dengan
teknologi pengurangan polusi
Produk 1 Jumlah produk yang dapat dipergunakan kembali dan
didaur ulang
2 Persentase kandungan produk yang dapat digunakan
kembali atau didaurulang
3 Tingkat produk yang cacat
4 Jumlah energi yang dikonsumsi selama penggunaan
produk
5 Lama penggunaan produk
6 Jumlah produk dengan instruksi yang berkaitan dengan
penggunaan dan pembuangan yang aman bagi
lingkungan
Wastes 1 Jumlah limbah per tahun per unit produk
(limbah) 2 Jumlah limbah berbahaya, limbah yang didaur ulang atau
digunakan kembali per tahun
3 Total limbah yang dibuang
4 Jumlah limbah yang disimpan di area pabrik
5 Jumlah limbah yang dikonversi untuk material yang bisa
digunakan kembali per tahun
Emisi 1 Jumlah emisi spesifik per tahun
2 Jumlah emisi spesifik per unit produk
3 Jumlah energi buangan yang dilepas ke udara
Efluen ke 1 Jumlah material spesifik yang dibuang per tahun
tanah dan air 2 Jumlah material spesifik yang dibuang ke perairan per
tahun
3 Jumlah limbah energi yang dibuang ke air
4 Jumlah material yang dikirim ke landfill per unit produk
Emisi lainnya 1 Kebisingan yang diukur pada lokasi tertentu
2 Jumlah panas, vibrasi, dan cahaya yang menjadi emisi
Daftar indikator kinerja lingkungan yang telah diseleksi seperti pada Tabel 34 di
atas merupakan daftar alternatif yang masih perlu dipilih berdasarkan nilai kepentingan
135
masing-masing indikator pada agroindustri karet remah. Oleh karena itu dilakukan
penapisan terhadap masing-masing indikator melalui diskusi ulang dengan pakar serta
praktisi agroindustri karet remah. Hasil diskusi akan menentukan tingkat kepentingan
yang dijadikan dasar dalam memilih indikator kinerja kunci lingkungan (key environmental
performance indicator/KEPI) yang selanjutnya digunakan dalam model sistem pengukuran
kinerja lingkungan agroindustri karet remah. Aspek dan kriteria penilaian kinerja
lingkungan Proper oleh Bapedal seperti tersaji pada Tabel 35 juga diperhatikan dalam
proses penapisan indikator kinerja lingkungan kunci (KEPI) selanjutnya.
Tabel 35Aspek dan kriteria penilaian kinerja lingkungan perusahaan Proper Bapedal
Aspek Kriteria
Pentaatan awal 1 Ketersediaan alat-alat pengukur dan monitoring limbah
2 Fasiltas pengolahan limbah
3 Analisa limbah cair, padat, dan gas
4 Pelaporan hasil pengukuran limbah
Pentaatan terhadap baku mutu 1 Konsentrasi air limbah
limbah cair 2 Beban pencemaran air limbah
3 Beban pencemaran limbah padat
4 Emisi ke udara
Penunjang Pentaatan 1 Upaya pengolahan limbah
2 Upaya kebersihan lingkungan
3 Tata laksana rumah tangga yang baik
4 Penanganan limbah lumpur (sludge)
5 Pengumpulan dan penyimpanan data kualitas
6 lingkunganUpaya minimisasi limbah
7 Sistem Manajemen Lingkungan
8 Komunikasi Masyarakat
Sumber : KLH (2010)
Penentuan peringkat Proper oleh Bapedal didasarkan pada aspek pentaatan awal,
aspek pentaatan baku mutu limbah cair yang berlaku, serta aspek penunjang pentaatan.
Aspek pentaatan awal meliputi penilaian terhadap ketersediaan alat-alat monitoring debit
limbah dan proses produksinya, pelaksanaan kewajiban dalam menganalisa limbah cair
(sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan), dan keakifannya dalam pelaporan data hasil
pemantauan limbah cair produksinya ke Pemerintah Daerah dan Tim Teknis Bapedal.
Aspek pentaatan terhadap baku mutu limbah cair yang diberlakukan, khususnya dalam
upaya pemenuhan standar baku mutu limbah yang sesuai KepMeneg LH
N0.51/MENLH/10/1995. Aspek penunjang pentaatan, meliputi upaya pemeliharaan
instalasi pengolahan limbah cair, kebersihan lingkungan, dan pengaturan tata laksana
136
rumah tangga yang baik (goodhouse keeping), penanganan limbah lumpur (sludge),
pengumpulan dan penyimpanan data kualitas lingkungan, upaya dalam minimisasi limbah,
daur ulang, dan upaya mencapai zero discharge, serta kebenaran informasi yang
disampaikan mengenai penanganan dampak lingkungan.
Kriteria penentuan peringkat kinerja lingkungan Bapedal tersebut lebih terfokus
pada aspek pentaatan, sehingga kurang mendorong perusahaan untuk merubah paradigm
manajemen lingkungan dari pendekatan akhir pipa (end-of-pipe) kepada pendekatan
produksi bersih (cleaner production). Oleh karena itu, untuk menstimulir penerapan
produksi bersih dalam rantai proses produksi agroindustri karet remah sekaligus
mengantisipasi kesiapan implementasi ISO 14001 bagi perusahaan, maka model penilaian
kinerja lingkungan komprehensif yang dikembangkan mengintegrasikan indikator kinerja
penerapan produksi bersih dan persyaratan sesuai sistem manajemen lignkungan ISO
14001.
Perencanaan sistem pengukuran kinerja lingkungan agroindustri karet remah
juga mengacu pada modelIEPMS (Integrated Environment Performance Measurement)
dengansistem Plan-Do-Check-Act, di mana pada model ini diperhatikan duakategori
pengukuran, yaitu secara kuantitatif (operasional) dan
kualitatif(manajerial).Perancangan indikator kinerja kunci lingkungan juga perlu dikaitkan
dengan aspek-aspek dan dampak lingkungan padakeseluruhan aktivitas yang terjadi
pada agroindustri karet remah.Hasil penapisan indikator kinerja kunci lingkungan
menghasilkan 50 KEPI (Key to Environment Performance Indicator) seperti dirangkum
pada Tabel 35.Terdapat delapan ukuran lingkungan dalam perancangan KEPI agroindustri
karet remah yaitu 1) bahan baku, 2) efisiensi, 3) produk, 4) beban pencemaran, 5) respon
gawat darurat, 6) pentaatan hukum, 7) pelatihan dan komunikasi, dan sistem manajemen.
Untuk setiap ukuran lingkungan ditentukan aspek lingkungan yang mungkin dihadapi,
selanjutnya dikembangkan tujuan pada masing-masing aspek lingkungan tersebut dan
dijadikan dasar dalam perancangan KEPI. Kinerja lingkungan komprehensif dibangun
berdasarkan sejumlah ukuran, aspek, dan tujuan. Pembobotan terhadap masing-masing
indikator kinerja kunci lingkungan (KEPI) dilakukan dengan bantuan perangkat lunak
expert choice, hasil pembobotan KEPI tersebut disajikan pada Tabel 36.
137
Tabel 36 Matriks rancangan pengembangan indikator kinerja kunci (KEPI) lingkungan agroindustri karet remah
Ukuran Aspek
Tujuan KEPI No KEPIStandar
Lingkungan Lingkungan
Bahan Baku Pemilihan bahan baku Memenuhi SNI Bokar K kotoran 1 Maks 5%
Koagulan 2 Koagulan yg dianjurkan
Ketebalan 3 < 150 mm
Kontaminan 4 Tidak ada kontaminan berat
Efisiensi Konsumsi air Efisiensi SD Konsumsi air/ton karet 5 Maks 35 m3/ton
Recycle air 6 Min 15%
Konsumsi energi Konservasi Sumber energi 7 Ramah lingkungan
energi Konsumsi listrik 8 Maks 400 KVA/ton produk
Konsumsi bbm 9 Maks 35 lt/ton produk
Energi utk transportasi 10 Maks 0,057 J/ton produk
Pre-drying Po meningkat Lama pre-drying 11 Maks 14 hari
Produksi Produktifitas Produksi basah 12 Min 3 ton/jam
baik Produksi kering 13 Min 3 ton/jam
Produk Kepuasan pelanggan Memenuhi kepuasan pelanggan
Tingkat kepuasan pelanggan 14 > 90%
Kualitas produk karet Memenuhi SNI Kadar kotoran 15 Maks 0,2%
Kadar abu 16 Maks 1%
PRI 17 Min 50
Po 18 Min 30
Beban Pencemaran Limbah Cair Memenuhi BML Konsentrasi BOD5 19 Maks 60 ppm
Konsentrasi COD 20 Maks 200 ppm
Konsentrasi TSS 21 Maks 100 ppm
pH 22 6-9
Konsentrasi N-NH3 23 Maks 5 ppm
Konsentrasi Amonia 24 Maks 10 ppm
138
Tabel 36 Lanjutan
Ukuran Aspek
Tujuan KEPI No KEPIStandar
Lingkungan Lingkungan
Emisi gas Memenuhi baku NOx 25 Maks 5 ppm
mutu emisi udara SO2 26 Maks 5 ppm
CO 27 Maks 100 ppm
H2S 28 Maks 5 ppm
NH3 29 Maks 50 ppm
Debu 30 Maks 10 ppm
Noise Memenuhi baku Kebisingan 31 Maks 85 dB (8 jam)
mutu kebisingan
Limbah Padat Meminimumkan Total limbah padat 32 Maks 5%
limbah padat
Limbah B3 Penanganan B3 Pengolahan limbah B3 33 Memenuhi regulasi
Respon gawat darurat Kecelakaan kerja Meminimalkan kecelakaan Tingkat kecelakaan kerja 34 Frekuensi dan keparahan rendah
kerja an situasi darurat per periode
Keamanan kerja Jumlah dan macam alat 35 Tersedia dan digunakan
pelindung K3
Pentaatan hukum Pentaatan hukum Memenuhi Jumlah pelanggaran 36 Tidak ada
regulasi hukum/periode
Pelatihan dan komunikasi Pelatihan SDM Peningkatan kualitas SDM %-tase SDM yang dilatih lingk 37 Min 50%
lingkungan Jumlah SDM yang memperoleh 38 Min 1 orang
sertifikat Lingkungan
Komunikasi kpd masy.&stakeholder 39 Tersedia dan digunakan
Anggaran lingkungan Program lingkungan Alokasi anggaran lingkungan 40 Min 10%
Partisipasi manajemen Komitmen top manajemen Audit sistem 41 Min 2x per tahun
Community relation Mengurangi komplain TK lokal 42 Min 50%
%-tase komplain masyarakat 43 Maks 2 per periode
Program kemasyarakatan 44 Min 4 kegiatan per tahun
Peringkat kesukaan masyarakat 45 Min 75% respon baik
Sistem Manajemen Kepemimpinan Visi misi lingkungan dan keputusan 46 Tinggi
publik
Perencanaan strategis Perencanaan jangka panjang dan pendek 47 Dilakukan
Sistem penghargaan 48 Diberlakukan
QA Kinerja lingkungan Sistem pengukuran lingkungan 49 Baku
Proses formal perbaikan kinerja 50 Tesedia
139
Tabel 37Rekapitulasi nilai bobot indikator kinerja kunci agroindustri karet remah
1,0000
140
Tabel 38Model environmental scorecardCR pengukuran kinerja lingkungan agroindustri karet remah
Capaian
No Aspek Lingkungan KEPI Sistem Scoring Unit Target Aktual Status
(%)
1 Perencanaan Strategis 1.Kepemimpinan Higher is better
2.Perencanaan strategis Higher is better
3.Inovasi Lingkungan Higher is better
2 Sumberdaya 4.Pelatihan SDM Higher is better
Lingkungan
5.Anggaran lingkungan Higher is better
6.Partisipasi Manajemen Higher is better
7.Community relation Higher is better
3 Bahan Baku 8.Indeks Bahan Baku Higher is better
4 Efisiensi Proses 9.Tingkat Konsumsi air Lower is better
10.Tingkat Konsumsi energi Lower is better
11.Produktifitas internal Higher is better
5 Produk 12.Kualitas produk karet Higher is better
remah
13.Tingkat kepuasan Higher is better
pelanggan
6 Beban Pencemaran 14.Limbah Cair Lower is better
15.Emisi gas Lower is better
16.Limbah Padat Lower is better
17.Limbah B3 Lower is better
7 Respon gawat darurat 18.Kecelakaan kerja Lower is better
19.Fasilitas K3 Higher is better
8 Pentaatan hukum 20.Tingkat Pentaatan Higher is better
Hukum
untuk penilaian yang negatifagar arah penilaian menjadi sama. Untuk itu skor penilaian
pada model peringkat kinerja lingkungan karet remah menggunakan 10 skala, nilai terkecil
adalah 1 yang mengindikasikan kondisi terburuk dan nilai terbesar 10 sebagai kondisi
terbaik berdasarkan panduan scoring yang dikembangkan.
Rancangan SIMProsihCR untuk model peringkat kinerja lingkungan agroindustri
karet remah juga dilengkapi dengan fasilitas traffic light system. Status masing-masing
KEPI divisualisasikan tiga warna yang mengindikasikan suatu kondisi kinerja lingkungan,
warna merah untuk kondisi kerja lingkungan Buruk/Kurang, warna kuning untuk kondisi
kerja lingkungan Sedang/Cukup, dan warna Hijau untuk kondisi kerja lingkungan
Baik/Memuaskan. Status kinerja dinilai Baik untuk nilai scorecardCR antara 8 – 10, nilai
scorecardCR antara 4 – 7 status kinerja dinilai Cukup, dan nilai scorecardCR antara 0 – 3
status kinerja dinilai Kurang. Disamping itu, mekanisme ini dirancang untuk memberikan
informasi benchmark(skor tertinggi), kondisi terburuk (skor terendah), dan rata-rata pada
masing-masing indikator KEPI. Model peringkat kinerja akan melakukan agregasi kinerja
lingkungan keseluruhan dan menentukan status peringkat kinerja lingkungan antar
perusahaan atau antar periode waktu yang diukur. Agregasi kinerja diperoleh dengan
memperhatikan bobot setiap KEPI dengan skor perolehan KEPI.
Tabel 39 Model environmental scorecardCR pengukuran peringkat kinerja lingkungan agroindustri karet
remah
ASPEK KEPI Bobot PT 1 PT 2 PT 3 Terburuk Terbaik Rata-rata
1 Perencanaan Strategis Kepemimpinan 0,048
Perencanaan strategis 0,040
Inovasi Lingkungan 0,038
2 Sumberdaya Lingkungan Pelatihan SDM 0,075
Anggaran lingkungan 0,030
Partisipasi Manajemen 0,030
Community relation 0,040
3 Bahan Baku Indeks Bahan Baku 0,125
4 Efisiensi Proses Konsumsi air 0,048
Konsumsi energi 0,074
Produktifitas internal 0,123
5 Produk Tingkat kepuasan pelanggan 0,020
Kualitas produk karet remah 0,080
6 Beban Pencemaran Limbah Cair 0,038
Emisi gas 0,033
Limbah Padat 0,025
Limbah B3 0,015
7 Respon gawat darurat Kecelakaan kerja 0,031
Keamanan kerja 0,019
8 Pentaatan hukum Tingkat Pentaatan Hukum 0,070
1,000
Skor LingkunganKinerja :
Status Kinerja Lingkungan :
Peringkat Kinerja Lingkungan :
144
pengetahuan yang digunakan sebagai dasar dalam proses penarikan kesimpulan. Aturan
yang berada pada pengetahuan sistem pakar yang dikembangkan terdiri atas beberapa
anteseden yang digabungkan dengan menggunakan operator AND.
a. Kesesuaian Sistem
Pemenuhan elemen ISO 14001 untuk variable Kesesuaian Sistem terdiri atas tiga
himpunan fuzzy, yaitu Kurang, Cukup, dan Baik yang direpresentasikan dengan
menggunakn fungsi keanggotaan berbentuk kurva trapezium (trapezoidal). Formulasi
persamaan yang digunakan untuk mengembangkan fungsi keanggotaan tersebut adalah:
Berdasarkan pada pemetaan nilai numerik pada semesta pembicaraan oleh masing-
masing fungsi keanggotaan himpunan fuzzy terhadap nilai derajat keanggotaan pada
himpunan-himpunan fuzzy, maka dihasilkan kurva-kurva himpunan fuzzy pada masing-
masing variabel. Representasi karakteristik kurva-kurva himpunan fuzzy pada variabel
pemenuhan elemen kesesuaian sistem disajikan pada Gambar 45.
b. Kecukupan Sistem
0 x < 0 atau x > 35
µ[kurang] 1 0 < x <35
(55– x)/(55 – 35) 35< x < 55
0 x < 35 atau x > 75
µ[cukup] (x – 35)/(55 – 35) 35< x < 55
(75 – x)/(75 – 55) 55< x <75
0 x <55 atau x > 100
µ[baik] (x – 55)/(75 – 55) 55< x < 75
1 80 < x < 100
c. Konsistensi Sistem
d. Efektifitas Sistem
0 x < 0 atau x > 50
µ[kurang] 1 0 < x < 30
(50– x)/(50 – 30) 30 < x < 50
0 x < 30 atau x > 70
µ[cukup] (x – 30)/(50 – 30) 30 < x < 50
(70 – x)/(70 – 50) 50 < x < 70
0 x < 0atau x > 100
µ[baik] (x – 50)/(70 – 50) 50 < x < 70
1 70 < x < 100
Gambar 50Ilustrasi model inferensi fuzzymamdani untuk keputusan sertifikasi Sistem Manajemen
Lingkungan ISO 14001.
150
Hasil rancangan model kesiapan audit produksi bersih, model pengukuran kinerja
environmental-scorecard, model peringkat kinerja lingkungan, dan model kesiapan
sertifikasi sistem manajemen lingkungan dikonsultasikan pada kelompok pakar. Secara
umum kelompok pakar menyatakan bahwa model yang dikembangkan sudah mampu
mewakili kebutuhan sistem agroindustri karet remah, namun dari hasil dialog muncul
beberapa masukan yang dapat ditindaklanjuti. Model pengukuran kinerja lingkungan perlu
dilengkapi dengan peta kendali statistik, khusnya pada indikator kinerja kunci lingkungan
(KEPI) kadar kotoran produk karet remah dan limbah padat proses produksi. Khusus
untuk indikator KEPI kadar kotoran dapat dianalisis Cpk untuk mengidentifikasi
kemampuan proses suatu perusahaan terhadap skema SIR pada parameter kadar kotoran
yang direkomendasikan. Penentuan peta kendali ditentukan dengan persamaan berikut.
BKA = ܺധ + 3s
GT = ܺധ
BKB = ܺധ + 3s
dimana :
BKA = batas kendali atas
GT = garis tengah
BKB = batas kendali bawah
Penentuan Cpk menggunakan persamaan sebagai berikut.
ௌିത
Cpk =
ଷ௦
dimana :
USL = batas atas spesifikasi kadar kotoran SIR 20
X-bar = rataan kadar kotoran SIR 20 perusahaan
s = standar deviasi kadar kotoran SIR 20 perusahaan
Dengan menggunakan data kadar kotoran yang berasal dari pabrik karet remah
reponden yang berlokasi di Sumatera Selatan diperoleh peta kendali statistik kadar kotoran.
Rata-rata data historis kadar kotoran dan standar deviasi dari enam pabrik karet remah
adalah sebagai berikut.
Rancangan peta kendali statistic kadar kotoran produk karet remah SIR 20
disajikan pada Gambar 51 dengan batas kendali atas (BKA) sebesar 0,151persen dan batas
kendali bawah (BKB) sebesar 0,019 persen. Hasil pemetaan kemampuan proses PT_D
terhadap rancangan tersebut menghasilkan nilai Cpk sebesar 3,45 yang mengindikasikan
kemampuan proses terhadap parameter mutu kadar kotoran untk produk karet remah
tergolong Sangat Baik.
0,14
0,12
0,1
K kotoran (%)
0,08
0,06
0,04
0,02
BKB; 0,019%
0
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39
Gambar 51 Rancangan peta kendali kadar kotoran SIR 20 dan mapping kondisi PT_D
Verifikasi model pada kajian ini dilakukan dengan pemeriksaan sederhana meliputi
aliran logika dari masing-masing model apakah memiliki kesesuaian yang memadai
dengan kondisi riil dimana model akan diimplementasikan. Verifikasi model dilakukan
menggunakan data agroindustri karet remah yang berasal dari Sumatera Selatan dan
Sumatera Utara. Dari masing-masing diperiksa kesesuaiannya untuk model kesiapan
produksi bersih, model pengukuran kinerja lingkungan, model peringkat kinerja
lingkungan, dan model kesiapan sertifikasi ISO 14001. Secara prinsip pemeriksaan ini
dimaksudkan mencari kekeliruan dalam program baik yang bersifat logika maupun
kesalahan editorial. Keluaran hasil dari proses simulasi diajukan kepada pakar untuk
dikonfirmasi.Dari hasil konfirmasi tersebut dapat disimpulkan bahwa SIMProsihCR yang
dirancang layak untuk diterapkan dan selanjutnya dapat dikembangkan.
Model kesiapan produksi bersih.Hasil verifikasi model kesiapan produksi bersih
menggunakan data hasil audit produksi bersih tujuh pabrik karet remah berskala medium
153
(18.000-36.000 ton per tahun) dan besar (lebih dari 36.000 ton per tahun). Berdasarkan
hasil audit produksi bersih selanjutnya diidentifikasi kondisi masing-masing perusahaan
berkaitan dengan sepuluh parameter input pada model kesiapan produksi bersih, yaitu 1)
komitmen manajemen/KM, 2) hambatan penerapan produksi bersih/HP, 3) ketersediaan
neraca air, bahan, dan energi/ABE, 4) informasi beban limbah/BL, 5) kondisi bahan olah
karet/BO, 6) konservasi air/KA, 7) konservasi energi/KE, 8) housekeeping/HK, 9) hasil
limbah padat, cair, dan gas/PCG, dan kemampuan finansial/KF. Masing-masing parameter
dikelompokkan dalam tiga kondisi, yaitu kurang/rendah/tidak tersedia diberi skor 1,
cukup/sedang/memadai/memenuhi baku mutu diberi skor 2, dan baik/tinggi/melampaui
baku mutudiberi skor 3. Hasil rangkuman kondisi perusahaan menggunakan model
kesiapan sertifikasi disajikan pada Tabel 41.
Berdasarkan Tabel 41 di atas dapat diketahui bahwa titik kritis penerapan produksi
bersih pada agroindustri karet remah berasal dari kondisi bahan olah yang masih kotor dan
kurang memenuhi SNI Bokar. Konservasi air dan energi pada agroindustri karet remah
juga masih belum maksimal. Hasil audit menyimpulkan status PT_G dan PT_D adalah
yang terbaik dengan tingkat kesiapan produksi bersih sebesar 80 persen, diindikasikan dari
lebih baiknya parameter konservasi air dan energi pada kedua perusahaan tersebut
dibandingkan perusahaan karet remah lainnya. Hasil penilaian kesiapan tersebut sesuai
dengan kondisi yang ada pada agroindustri karet remah.
Model environmental-scorecard.Berdasarkan indikator kinerja kunci lingkungan
(KEPI) yang telah ditentukan pada model environmental-scorecard ditetapkan target pada
masing-masing KEPI. Verifikasi model environmental-scorecard dilakukan terhadap tiga
pabrik karet remah responden, data setiap indikator KEPI sebagaimana pada Tabel 42.
154
Tabel 45 Hasil pemeriksaan peringkat kinerja lingungan tiga pabrik karet remah
Pabrik Total Kinerja Status Peringkat Kesesuaian
PT_J 5,2 Cukup 2 Ѵ
PT_A 4,5 Cukup 3 Ѵ
PT_D 5,1 Cukup 1 Ѵ
Model kesiapan sertifikasi ISO 14001. Hasil verifikasi model kesiapan sertifikasi
menggunakan data hasil audit sistem manajemen lingkungan pada tiga pabrik karet remah.
Proses audit sistem manajemen lingkungan melakukan identifikasi kondisi masing-masing
aspek/kriteria kinerja sistem manajemen lingkungan, yaitu 1) kebijakan lingkungan, 2)
perencanaan, 3) penerapan&operasi, 4) pemeriksaan&tindakan koreksi, dan 5) pengkajian
manajemen. Selanjutnya model akan memeriksa status pemenuhan masing-masing kriteria
yang ditunjukkan pada persentasi pemenuhan empat elemen ISO 14001, yaitu 1)
kesesuaian sistem, 2) kecukupan sistem, 3) konsistensi sistem, dan 4) efektifitas sistem.
Masing-masing elemen ISO 14001 dikelompokkan dalam tiga kondisi, yaitu kurang,
cukup, dan baik. Hasil rangkuman kondisi perusahaan menggunakan model kesiapan
sertifikasi untuk pemenuhan elemen sistem disajikan pada Tabel 46.
Tabel 46Hasil audit kesiapan sertifikasi ISO 14001 pabrik karet remah
Pemenuhan elemen (%)
Elemen ISO 14001
PT_D PT_B PT_A
Kecukupan Sistem 79,3 51,7 86,25
Kesesuaian Sistem 62,1 34,5 72,41
Konsistensi Sistem 37,9 27,6 62,07
Efektifitas Sistem 31 3,4 51,72
Hasil verifikasi pada tiga pabrik karet remah menghasilkan keputusan sertifikasi
Ditangguhkan untuk PT_D, Ditolak untuk PT_A, dan Lulus Bersyarat untuk PT_A seperti
dapat dilihat pada Tabel 47. Hasil tersebut menunjukan bahwa model kesiapan sertifikasi
ISO 14001 yang dikembangkan telah sesuai dengan tujuan pengembangan model dan
mampu menggambarkan kondisi riil agroindustri karet remah. PT_A merupakan
perusahaan karet remah yang bestatus Perkebunan Besar Swasta dan telah memperoleh
sertifikasi ISO 14001, sementara PT_D dan PT_A masih belum memiliki sertifikat sistem
manajemen lingkungan namun PT_D telah mempersiapkan kerangka sistem manajemen
157
Tabel 47Hasil pemeriksaan keputusan kesiapan sertifikasi ISO 14001 pabrik karet remah
Pemenuhan Kecukupan Kesesuaian Konsistensi Efektifitas Hasil Status
Konfirmasi
Elemen ISO 14001 Sistem Sistem Sistem Sistem Defuzzyfikasi Sertifikasi
PT_D Baik Cukup Kurang Kurang 49,5 Ditangguhkan Ѵ
PT_B Cukup Kurang Kurang Kurang 27,3 Ditolak Ѵ
PT_A Baik Cukup Cukup Cukup 64,96 Lulus Bersyarat Ѵ
Sub menu model base memuat beberapa model pendukung system produksi bersih
pada agroindustri karet remah yaitu (1) Analisis Prospektif, Audit Produksi Bersih, (3)
Environmental Scorecard, (4) Peringkat Kinerja Lingkungan, dan (5) Sertifikasi ISO
14001. Tampilan sub menu model base dapat dilihat pada Gambar 53.
Sub menu model base Analisis Prospektif disiapkan untuk keperluan jika suatu saat
akan dilakukan evaluasi ulang penentuan faktor-faktor kritis sistem produksi bersih
agroindustri karet remah oleh pakar. Dalam operasionalnya penggunaan model ini hanya
akan dilakukan jika terjadi suatu perubahan lingkungan yang signifikan sehingga muncul
isu-isu baru yang mempengaruhi implementasi produksi bersih pada agroindustri karet
remah.
Dengan menterjemahkan data hasil audit produksi bersih dari salah satu perusahaan
agroindustri karet remah dalam format penilaian produksi bersih yang lebih praktis seperti
disajikan pada Gambar 54, maka dihasilkan tampilan output berupa status penerapan
produksi bersih oleh perusahaan serta rekomendasi pilihan penerapan produksi bersih yang
dapat diupayakan seperti disajikan pada Gambar 55.
159
Gambar 55Tampilan outputrekomendasi produksi bersih pada model audit produksi bersih
interaktif pada SIMProsihCR
Inovasi lingkungan pada agroindustri karet remah sangat dipengaruhi oleh gaya
kepimpinan serta pola komunikasi yang berkembang di masing-masing perusahaan. Pada
beberapa perusahaan, pimpinan perusahaan berperan aktif mencari terobosan-terobosan
inovasi pencegahan pencemaran udara dan konservasi energi. Konsumsi air dan energi
yang tinggi merupakan konsekuensi dari kondisi bahan olah karet yang relatif masih kotor.
Jika mengacu pada Permentan No. 38 tahun 2008 yang menetapkan batas bahan pengotor
sebesar 5 persen, maka kondisi sebagian besar perusahaan masih dekat pada batas atas
yang dipersyaratkan tersebut. Kondisi tersebut dapat dilacak dari total limbah padat yang
dihasilkan oleh agroindustri karet remah. Pada Gambar 57 disajikan hasil pengukuran
limbah padat yang dihasilkan oleh agroindustri karet remah responden. Umumnya
perusahaan belum menetapkan target pencapaian kinerja yang lebih dari persyaratan
Permentan No. 38 tahun 2008. Dengan menetapkan target KEPI yang lebih baik, setiap
masing-masing perusahaan dapat melakukan pengendalian internal. Berdasarkan capaian
dibanding target, setiap perusahaan bisa menyusun rencana strategis maupun
operasionalnya yang mengarah pada peningkatan kinerja kunci lingkungan.
161
6,0
5,0
3,0
2,0
1,0
Periode-1 Periode 2 Periode-3 BM
-
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Gambar 57Grafik monitoring kinerja KEPI limbah padat agroindustri karet remah di Palembang
tahun 2010.
Sub model kesiapan sertifikasi ISO 14001 dirancang untuk kepentingan internal
perusahaan mengantisipasi kesiapan sistem manajemen perusahaan dalam mengadopsi
sistem penjaminan mutu lingkungan. Perusahaan dapat melakukan pemeriksaan apakah
masing-masing elemen sistem manajemen lingkungan telah tersedia, sesuai dengan
kebutuhan, dilaksanakan, dan hasilnya sesuai dengan tujuan. Tampilan muka model
kesiapan seperti disajikan pada Gambar 58. Pengguna perlu menginput kolom yang
tersedia untuk semua sub-elemen yakni (1) kebijakan, (2) perencanaan, (3) penerapan dan
operasi, (4) pemeriksaan dan tindakan koreksi, dan (5) pengkajian manajemen. Apabila
kolom yang tersedia tidak diisi oleh pengguna, sistem akan menilai bahwa elemen tersebut
tidak tersedia dan tentunya akan menurunkankan persentase penilaian. Setelah semua
kolom yang tersedia diisi oleh pengguna, maka diperoleh nilai dan status kesiapan
sertifikasi perusahaan tersebut. Pada Gambar 59 disajikan tampilan hasil penilaian
kesiapan sertifikasi salah satu perusahaan karet remah di Palembang.
162
Gambar 58 Tampilan antar mukamodel kesiapan sertifikasi ISO 1001 interaktif pada
SIMProsihCR
Gambar 59 Tampilan hasil nilai kesiapan sertifikasi ISO 1001 perusahaan karet remah
163
Kontribusi teoritis
Implikasi manajerial
Kenyataan bahwa agroindustri karet remah merupakan salah satu industri strategis
nasional dengan pasar ekspor sebagai tujuan pemasaran, maka pengelolaan industri yang
lebih bersih dan berkelanjutan akan mendorong peningkatan daya saing agroindustri karet
remah nasional. Pembenahan tidak hanya diperlukan padaeksisting sistem fisik tetapi juga
pada sisi sistem manajemen perusahaan. Prasyarat yang diperlukan untuk mengimple-
mentasikan prototype model adalah kesediaan pabrik karet remah untuk dibandingkan
kinerja lingkungannya. Dalam hal ini pemerintah daerah dan asosiasi perusahaan karet
dapat menjadi fasilitator dan melakukan persuasi rasional kepada pihak industri.
Pemanfaatan model-model pada sistem penunjang manajemen audit produksi bersih pada
agroindustri karet remah akan mendorong analisis perbaikan kinerja lingkungan industri
karet remah sehingga bermuara pada sistem produksi karet remah yang efisien, ramah
lingkungan, dan berkelanjutan.