Anda di halaman 1dari 10

Nama : Isrenna Ratu Rezky Suci

NIM : U200220002

STUDI KASUS PENGOLAHAN LIMBAH SECARA FISIKA INDUSTRI KARET

I. PRODUK YANG DIHASILKAN OLEH INDUSTRI


Karet alam (Havea sp.) merupakan salah satu komoditi pertanian yang penting baik
untuk lingkup internasional dan teristimewa bagi Indonesia. Di Indonesia karet alam
merupakan salah satu hasil pertanian terkemuka karena banyak menunjang perekonomian
negara. Sebagai tanaman yang banyak dibutuhkan untuk bahan industri, karet banyak
dibudidayakan sebagai tanaman perkebunan di Indonesia. Tanaman karet diusahakan mulai
dari luasan kecil yang hanya ratusan meter persegi hingga mencapai luasan ribuan kilometer
persegi. Industri pengolahan karet merupakan industri yang mengolah lateks (getah) karet
menjadi karet setengah jadi. Hasil pengolahan karet berupa sit, krep, & karet remah (Sari
Dewi et al., 2020).
Ekspor karet Indonesia umumnya dilakukan dalam bentuk karet remah atau dikenal
dengan nama “Crumb Rubber” yang diklasifikasikan dengan Standar Indonesia Rubber (SIR).
Produksi Crumb Rubber ada 2 (dua), yaitu High Grade adalah produksi yang berasal dari
bahan baku lateks kebun (SIR 3CV, SIR 3L, SIR3WF, SIR 5), dan Low Grade adalah produksi
yang berasal dari bahan baku Kempa (SIR 10, SIR 20). Crumb Rubber ini diekspor langsung ke
negara konsumen (Amerika, Eropa dan Asia maupun Negara ketiga). Perbandingan ekspor ke
negara Amerika sebesar 60 persen sampai 75 persen, 20 persen ke Negara Jepang, dan
selebihnya ke Eropa dan ke Negara Australia. Karet remah sebagian besar diproduksi oleh
perusahaan swasta menggunakan bahan baku karet dalam bentuk koagulum yang dikenal
dengan istilah bahan olah karet (bokar) yang dihasilkan dari tanaman karet yang dikelola
rakyat. Tanaman karet yang dikelola rakyat memiliki luas areal tanam sekitar 64 persen dari
total areal tanam karet Indonesia seluas 2,29 juta hektar. Dalam proses pengolahan karet
untuk menghasilkan produk-produk yang diinginkan, juga dihasilkan produk lain yang disebut
limbah. Limbah yang menjadi masalah di pabrik-pabrik biasanya berupa cairan, yang
bersumber dari proses pencucian, pencabikan, penggilingan, peremahan, pengeringan, dan
pengepresan bokar. Limbah yang dihasilkan banyak mengandung bahan organik yang tinggi,
sisa senyawa bahan olahan karet, senyawa karbon, nitrogen, fosfor, dan senyawa-senyawa
lain seperti ammonia yang cukup tinggi(Nurhayati et al., 2013).
Bahan jadi karet diolah dari getah karet dan getah karet diperoleh dengan cara
mengorek (menderes) kulit batang karet sehingga getah karet dapat keluar secara perlahan-
lahan dan dikumpulkan dalam suatu wadah. Kemudian getah karet dari kebun ini dicampur
dengan bahan kimia yang berfungsi sebagai pengawet atau langsung digumpalkan dengan
zat asam menjadi bahan baku untuk pembuatan bahan jadi pada suatu pabrik pengolahan
karet(Sari Dewi et al., 2020).
Ada dua jenis karet, yaitu karet alam dan karet sintetis. Karet alam mempunyai sifat
daya elastisitas dan daya lentur yang baik, plastis, tidak mudah panas, dan tidak mudah retak.
Karet sintetis memiliki ketahanan terhadap minyak, oksidasi, panas, atau suhu tinggi dan
kedap gas (https://id.wikipedia.org.). Karet alam banyak digunakan sebagai bahan baku
dalam industri, umumnya alat-alat yang dibuat dari karet alam sangat penting bagi kehidupan
sehari-hari maupun dalam usaha industri seperti mesin-mesin penggerak. Crumb rubber
(karet remah) merupakan salah satu jenis produksi karet alam yang digolongkan sebagai
karet spesifikasi teknis (TSR=Technical Spesified Rubber), karena penilaian mutunya tidak
dilakukan secara visual, namun dengan menganalisis sifat-sifat fisika-kimianya
(http://www.kdei-taipei.org). Crumb rubber adalah bahan yang 100 % dibuat dari nabati
alami, dimana dalam pengolahannya digunakan dua golongan bahan baku, yaitu lateks kebun
dan lump atau gumpalan mutu rendah. Crumb rubber ini dapat diolah menjadi aneka ragam
barang yang sangat luas penggunaannya. Karet dalam golongan ini dapat dibedakan antara
yang bermutu lebih tinggi dan yang bermutu lebih rendah, atau yang diproduksi dari bahan
karet lain seperti lembar tidak diasap dan lain-lain (Sari Dewi et al., 2020). Berikut adalah
diagram alir pembuatan karet remah skala industri :

Bahan baku (Slab/bongkahan)

Breaker (Pembelahan slab)

Bak pengaduk
Air Air
(Pembersihan slab dari kotoran)

Hammer Hill/percincangan
Air (Membersihkan sisa-sisa Air
kotoran)

Penggilingan (lembaran karet)

Penjemuran

Air Cutter Mill (Memotong karet Air


berdasarkan ukuran)

Dryer

Press
Gambar 1. Diagram Alir Pembuatan Karet Remah Skala Industri
II. KANDUNGAN DAN KARAKTERISTIK LIMBAH CAIR YANG DIHASILKAN
1.1 Kandungan Limbah Cair
Material organik yang terdapat pada air limbah industri karet apabila berada dalam
konsentrasi tinggi dan langsung dibuang tanpa pengolahan akan menimbulkan
pencemaran pada lingkungan perairan sehingga terjadi penurunan kualitas air. Kondisi ini
dapat menimbulkan gangguan, kerusakan dan bahaya bagi semua mahluk hidup yang
bergantung pada sumber daya air tersebut. Industri karet merupakan industri yang
menghasilkan limbah dengan kadar NH3 yang tinggi, yang akan mengakibatkan penurunan
oksigen terlarut dalam air sehingga terjadi perubahan warna air dan timbul bau yang tidak
sedap. Selama ini pengolahan limbah karet umumnya menggunakan lumpur aktif, yang
menggunakan biaya yang cukup mahal. Reagen Fenton muncul sebagai alternatif
pengolahan limbah ini, di mana Reagen Fenton pernah digunakan pada pengolahan
limbah domestik dan limbah tekstil yang ternyata dapat menurunkan angka COD dengan
persentase yang cukup besar (Agustina, Tuty E; Nurisman, Enggal; Prasetyowati; Haryani,
Nina; Cundari, Lia; Novisa, Alien; Khristina, 2011).
Industri karet dalam pengolahannya menggunakan bahan-bahan kimia sebagai
bahan koagulan lateks dan air dalam jumlah yang cukup besar untuk pencucian tangki-
tangki tempat lateks serta untuk proses penggilingan. Limbah cair yang dihasilkan dari
kegiatan tersebut adalah sebesar 400 m3 perhari, Limbah cair pabrik karet mengandung
komponen karet (protein, lipid, karotenoid, dan garam anorganik), lateks yang tidak
terkoagulasi dan bahan kimia yang ditambahkan selama pengolahan (Suwardin, 1989).
Menurut penelitian Sarengat (2015), industri karet menghasilkan limbah cair dengan
konsentrasi BOD5 94-9433 mg/l, COD 120-15069 mg/l dan TSS 30-525 mg/l. Limbah cair
tersebut jika dibuang ke lingkungnan akan mencemari lingkungan karena kandungan zat
pencemar limbah cair karet berada diatas baku mutu. Menurut Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup No 5 tahun 2014, batas maksimum zat pencemar industri karet adalah
BOD5 100 mg/l, COD 250 mg/l, TSS 100 mg/l dan pH 6-9 (Naswir et al., 2020).
1.2 Karakteristik Limbah Cair
Limbah cair pabrik karet mengandung komponen karet (protein, lipid, karotenoid,
dan garam anorganik), lateks yang tidak terkoagulasi dan bahan kimia yang ditambahkan
selama pengolahan (Suwardin, 1989). Karakteristik limbah cair pabrik karet tersebut yaitu
berwarna keruh dan berbau tidak enak. Adanya bahan-bahan organik tersebut yang
biasanya menyebabkan nilai BOD dan COD menjadi tinggi. Konsentrasi ammonia total
cukup tinggi dalam limbah cair industri karet diperkirakan berasal dari bahan olahan
seperti slab dan lump, sedangkan kandungan nitrogen di dalam limbah cukup banyak,
terutama berasal dari ammonia yang dipakai sebagai bahan pemantap lateks
(Departemen Perindustrian dan Perdagangan Bogor, 2002).
Umumnya limbah cair industri karet remah bersifat asam dengan pH berkisar 5,5 -
6,8. Hal ini disebabkan pemakaian asam asetat atau asam format untuk proses
penggumpalan lateks. Sifat asam ini dapat pula terjadi karena pembentukan asam lemak
bebas hasil aktivitas mikroba di dalam bahan olah yang disimpan beberapa hari sebelum
diolah lebih lanjut (Departemen Perindustrian dan Perdagangan Bogor, 2002).
Sumber utama air limbah pada industri karet remah berasal dari air buangan dan
pada prosesproses tertentu, seperti pada proses breaker ada bau yang dikeluarkan oleh
bahan baku dan air buangan, begitu pula pada hammer mill dan proses penjemuran. Air
limbah karet mengandung polutan organik yang tinggi serta padatan tersuspensi maupun
terlarut yang akan mengalami perubahan fisika, kimia, dan biologi (Sari Dewi et al., 2020).
Berikut ini adalah data-data karakteristik air limbah industri karet:
Tabel 2.1 Karakteristik Air Limbah Industri Karet
Karet Remah
Parameter
Kisaran Rataan
pH 6,7 – 6,9 6,78
COD (mg/L) 1352 – 1488 1403
BOD (mg/L) 420 – 725 566
TSS (mg/L) 1140 – 1320 1151
NH3 (mg/L) 73 - 154 83

Karakteristik air limbah yang berasal dari produk karet remah dapat dilihat
berdasarkan hasil rataan dari parameter yaitu pH 6,78 ,COD 1403 mg/L, BOD 566 mg/L,
TSS 1151 mg/L, NH3 83 mg/L dan berdasarkan volume yang dihasilkan dari air limbah
tersebut adalah 26,6 m3 /ton.
III. PERSAYARATAN KUALAITAS LIMBAH CAIR YANG HARUS DIPENUHI
Dampak yang ditimbulkan oleh pencemaran air limbah industri karet adalah
gangguan terhadap kehidupan biotik yang disebabkan oleh meningkatnya kandungan bahan
organik. Selama proses degradasi limbah oksigen banyak dikonsumsi, sehingga ketika polutan
organik di dalam air sedikit, oksigen yang hilang dari air akan segera digantikan oleh oksigen
hasil reaerasi dari udara dan oleh proses fotosintesis. Apabila konsentrasi polutan organik
cukup tinggi, maka akan terjadi kondisi anaerobik (tidak ada oksigen) yang menghasilkan
produk dekomposisi berupa amonia, hidrogen sulfida, karbondioksida dan metana. Air
limbah juga dapat menjadi sumber pengotor, sehingga bila tidak dikelola dengan baik dapat
menimbulkan pencemaran air, menimbulkan bau yang tidak sedap serta pemandangan yang
tidak menyenangkan (Sari Dewi et al., 2020).
Untuk menghindari terjadinya pencemaran air di lingkungan maka ditetapkan baku
mutu air limbah. Baku mutu air limbah adalah batas adalah batas kadar yang diperbolekan
bagi zat atau bahan pencemar untuk dibuang dari sumber pencemaran kedalam air pada air,
sehingga tidak mengakibtkan dilampauinya baku mutu air.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014
tentang baku mutu air limbah menetapkan baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau
kegiatan industri karet dapat dilihat pada Tabel 1.1.
Tabel 3.1 Baku mutu limbah cari industry karet
Parameter Karet Bentuk Kering
Kadar Maksimum (mg/L) Beban Pencemaran (kg/ton)
BOD 60 2,4
COD 200 8
TSS 100 4
Amonia Total 5 0,2
pH 6.0 – 9.0 0,4

IV. PERLAKUKAN-PERLAKUAN FISIKA YANG DIPERLUKAN UNTUK PENGOLAHAN LIMBAH CAIR


Pengolahan limbah cair yang sering digunakan oleh industri berbeda-beda tergantung
dari jenis industri dan luas lahan yang tersedia. Secara umum cara pengolahan yang
digunakan oleh industri adalah pengolahan secara kimia, pengolahan sistem ponding dan
pengolahan sistem lumpur aktif. Pengolahan cara kimia merupakan cara yang umum dan
sederhana, menggunakan bahan kimia sebagai bahan penggumpal lumpur. Pengolahan ini
dilakukan dengan cara penambahan bahan kimia seperti Tawas, Soda Ash, Kapur,
KaustikSodadan polymer. Limbah cair diproses pada kolam pengendap yang dibuat
berbentuk persegi empat denganperbandingan lebar dan panjang masing-masing (1:3)
sampai dengan (1:5) dan kedalaman 3-4 meter. Biasanya lantai dasar berbentuk kerucut,
bertujuan untuk memudahkan pengangkatan lumpur yang terendap. Untukpengolahan
sistim ponding biasanya dipakai oleh industri tertentu yang memiliki lahan cukup luas.
Dipakai pengolahan cara biologis dengan membangun sederetan kolam yang bervariasi 500
m3 sampai dengan 20.000 m3. Biasanya untuk mendapatkan kualitas akhir cukup baik
dibangun kolam yang cukup besar dengan waktutinggal lebih sampai 50 hari. Pengolahan
limbah cair sistem lumpur aktif adalah pengolahan limbah denganmenggunakan mikroba
aerob dengan konsentrasi tinggi. Pengolahan sistim lumpur aktif hanya memerlukanlahan
seluas 5% dari lahan untuk pengioloahan sistem ponding dan 10% untuk sistimaerated
lagoon. Pengolahan sistem lumpur aktif diperkenalkan pada industri karet tahun 1997
melalui ProgramKerjasamaGapkindo /SDWLH dan ICETT/NEDO (Jepang) (Susilawati & Daud,
2018).
Koagulasi adalah proses pencampuran bahan kimia (koagulan) dengan air baku
sehingga membentuk campuran yang homogen. Partikel-partikel koloid akan saling tarik-
menarik dan menggumpal membentuk flok kecil. Flok kecil yang sudah terbentuk dalam
proses koagulasi tadi akan membentuk flok yang lebih besar untuk bisa mengendap yang
dikenal dengan proses flokulasi. Partikel-partikel flok yang telah distabilkan selanjutnya saling
bertumbukan serta melakukan proses tarik-menarik dan membentuk flok yang ukurannya
makin lama makin besar serta mudah mengendap. Beberapa jenis koagulan dalam praktek
pengolahan air diantaranya tawas, sodium aluminat, Poly aluminium chloride (PAC), ferri
sulfat, ferri klorida dan ferro sulfat. Membran secara umum dapat didefinisikan sebagai
lapisan tipis semipermiabel yang berfungsi sebagai alat pemisah berdasarkan sifat fisiknya.
Hasil pemisahan berupa retentate dan permeate. Ada dua parameter penting yang paling
menentukan kinerja membran yaitu fluks (permeabilitas) dan selektifitas (faktor pemisah).
Teknologi membran merupakan teknologi yang dapat digunakan dalam penyisihan kadar zat-
zat organik dalam limbah cair, salah satunya adalah membran ultrafiltrasi yang sesuai untuk
menahan suspensi koloid dan partikel (bakteri). Prinsip dasar pemisahan dengan teknologi
membran ultrafiltrasi adalah pemisahan berdasarkan ukuran partikel (Hakim et al., 2016).
Sistem lain yang dapat diterapkan adalah: filter anarob, biodisc yang berputar dan
captivated anaerobic sludge blanket (CASB), yang masing masing mempunyai keunggulan
dan kelemahannya. Filter anaerob adalah sistem mekanik berkapasitas tinggi yang
menunjang pertumbuhan jasad renik serta dapat menghasilkan gas metana. Sistem ini dapat
mencapai derajat penguraian yang tinggi dengan waktu tinggal hidraulik yang relatif rendah.
Biodisc yang berputar juga merupakan sistem pertumbuhan mikroba dengan menggunakan
penguraian aerob. Sistem ini tidak hanya memisahkan zat-zat organik, tetapi juga banyak
mengurangi kandungan nitrogen melalui nitrifikasi. Sistem CASB terdiri dari sistem
pemeraman aerob dua tahap. Dalam tahap pertama terjadi asidifikasi, sedangkan dalam
tahap kedua metanogenesis (SAPUTRI;, 2018)..
Adsorpsi merupakan salah satu teknik pengolahan limbah yang dapat digunakan
untuk menurunkan konsentrasi logam atau senyawa organik yang berlebihan pada limbah
industri karet. Salah satu adsorben yang sering digunakan dalam proses adsorpsi adalah
karbon aktif dan Bentonit. Beberapa contoh karbon aktif yang dapat digunakan dalam
pengolahan limbah industri antara lain batang jagung, arang bambu, arang sekam padi,
sedangkan untuk bentonit didapatkan dari daerah yang banyak mengandung lempung
(Naswir et al., 2019)).

V. ALAT-ALAT PENGOLAHAN LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI TERSEBUT DAN SPESIFIKASINYA


Pengolahan Limbah Cair Industri Karet Dengan Kombinasi Proses Pretreatment Dan
Membran Ultrafiltrasi memerlukan alat dan bahan Bahan baku yang digunakan dalam
penelitian ini berupa limbah cair industri karet, koagulan tawas (aluminium sulfat), NaOH 0,1
N dan aquadest. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi satu unit modul
membran ultrafiltrasi berbahan dasar polisulfon, pressure gauge, pompa diafragma, motor
pengaduk yang dilengkapi dengan batang pengaduk dan padle, gelas piala 2000 ml, kertas
saring, timbangan analitik, corong, labu ukur 1000 ml, gelas ukur 100 ml, pH meter, botol
sampel 1000 ml dan 5000 ml, kaca arloji dan stopwatch. Skema proses pengolahan limbah
cair industri karet dapat dilihat pada Gambar 5.1 (Hakim et al., 2016).

Gambar 5.1 Skema proses pengolahan limbah cair industri karet


Proses pengolahan limbah cair industry ujuan utama pengolahan limbah cair
konvensional adalah mengurangi kandungan BOD, TSS dan organisme pathogen. Proses
pengolahan limbah cair umumnya dibagi menjadi empat kelompok (SAPUTRI;, 2018).
Pengolahan pendahuluan digunakan untuk memisahkan padatan kasar, mengurangi ukuran
padatan, memisankan minyak atau lemak, dan proses menyetarakan fluktuasi aliran limbah
pada bak penampung. Unit yang terdapat dalam pengolahan pendahuluan adalah :

1) Saringan (bar screen / bar racks)


2) Pencegahan (comminutor)
3) Bak penangkap pasir (grit chamber)
4) Penangkap lemak dan minyak (skimmer and grease trap)
5) Bak penyetaraan (equalization basin)

Pengolahan pertama, Pengolahan tahap pertama bertujuan untuk mengurangi


kandungan padatan tersuspensi melalui proses pengendapan (sedimentation). Pada proses
memerlukan tanki sedimentasi agar pengendapan partikel padat dibiarkan mengendap ke
dasar tangki. Bahan kimia biasanva ditambahkan untuk menetralisasi dan meningkatkan
kemampuan pengurangan padatan tersuspensi. Dalam unit ini, pengurangan BOD dapat
mencapai 35 % sedangkan SS berkurang sampai 60%. Pengurangan BOD dan padatan pada
tahap awal ini selanjutnya akan membantu mengurangi beban pengolahan tahap kedua
(secondary treatment).

Pengolahan tahap kedua, Pengolahan tahap kedua berupa aplikasi proses biologis
yang bertujuan untuk mengurangi zat organik melalui mekanisme oksidasi biologis. Proses
biologis yang dipilih didasarkan atas pertimbangan kuantitas limbah cair yang masuk yaitu
unit pengolahan, kemampuan penguraian zat organik yang ada pada limbah tersebut
(biodegredability of waste), serta tersedianya lahan. Pada unit ini diperkirakan terjadi
pengurangan kandungan dalam BOD dalam rentang 35%-95% bergantung pada kapasitas unit
pengolahannya. Pengolahan tahap kedua yang menggunakan high-rate treatment mampu
menurunkan BOD dengan efisiensi berkisar 50-85%. Unit yang biasa digunakan pada
pengolahan tahap kedua berupa saringan tetes (tricking filter).

Pengolahan tahap ketiga atau pengolahan lanjutan, Beberapa standar effluent


membutuhkan pengolahan tahap ketiga ataupun pengolahan lanjutan untuk menghilangkan
kontaminan tertentu ataupun menyiapkan limbah cair tersebut untuk pemanfaatan kembali.
Pengolahan pada tahap ini lebih difungsikan sebagai upaya meningkatkan kualitas limbah cair
dari pengolahan tahap kedua agar dapat dibuang ke badan air penerima dan penggunaan
kembali effluent tersebut. Pengolahan tahap ketiga, disamping masih membutuhkan untuk
menurunkan kandungan BOD, juga dimaksudkan untuk menghilangkan senyawa fosfor
dengan bahan kimia sebagai koagulan, menghilangkan senyawa nitrogen melalui proses
ammunia stripping menggunakan udara ataupun nitrifikasi-denitrifikasi denaan
memanfaatkan reactor biologis menghilangkan sisa bahan organik dan senyawa penyebab
warna melalui proses absorpsi menggunakan karbon aktif, menghilangkan padatan terlarut
melalui proses pertukaran ion, osmosis balik maupun elektrodialisis.

Proses pengolahan limbah cair di PTPN VII Unit Way Berulu Proses pengolahan limbah
cair di PTPN VII Unit Way Berulu dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu kolam rubertrap,
kolam anaerob, kolam fakultatif, kolam aerob, dan kolam recyle. Tahapan proses pengolahan
limbah cair di PTPN VII Unit Way Beluru 2016 dapat dilihat pada Gambar 5.2 (Mahasiswa et
al., n.d.).

Rubber trap I Fakultatif I

Rubber trap II Anaerob I Anaerob II Fakultatif II

Aerob I Aerob II

Bak
Recycle

Gambar 5.2 Tahapan Proses Pengolahan Limbah Cair di PTPN VII XYZ

Penjelasan mengenai tahap proses pengolahan sebagai berikut:

1. Air dari proses produksi masuk kolam Ruber Trap I didiamkan selama 1 hari, kolam
Ruber Trap II didiamkan selama 2 hari dapat dijumlahkan waktu tinggal dari kolam
Ruber Trap ini yaitu 3 hari dan kemudian disaring terlebih dahulu.
2. Proses penyaringan kolam Ruber Trap masuk ke kolam Anaerob I dan Anaerob II dan
dikolam ini sebaiknya terpapar dengan sinar matahari langsung dikarenakan bakteri
yang ada dikolam Anaerob dapat hidup dan berkembang biak.
3. Kolam anaerob masuk ke kolam fakultatif I dan fakultatif II kolam ini memiliki Turbo
Jet Aerator dipasang alat tersebut untuk mengidentifikasi bahwa air yang didalam
kolam memiliki air yang baik dan untuk ke proses selanjutnya.
4. Kolam Fakultatif air ini langsung masuk ke bak recycling yaitu kolam yang berisikan air
yang sudah masuk masuk dari proses tahap pertama sampai akhir dan sudah siap
digunkan untuk proses produksi seperti pencucian peralatan produksi dan sebagai
perairan pesawahan warga sekitar pabrik Way Berulu.

VI. DAFTAR PUSTAKA


Agustina, Tuty E; Nurisman, Enggal; Prasetyowati; Haryani, Nina; Cundari, Lia; Novisa, Alien;
Khristina, O. (2011). K-3 Pengolahan Air Limbah Pewarna Sintetis Dengan. Prosiding Seminar
Nasional AVoER Ke-3, 26–27.
Hakim, W. N., Pinem, J. A., & Saputra, E. (2016). Pengolahan Limbah Cair Industri Karet dengan
Kombinasi Proses Pretreatment dan Membran Ultrafiltrasi. Jom FTEKNIK, 3(1), 1–9.
Mahasiswa, K. I., Trisnanto, T. B., Program, M., Agribisnis, S., Program, D., Agribisnis, S., Negeri, P.,
Jl, L., No, S. H., & Lampung, B. (n.d.). Penanganan limbah cair di pt perkebunan xyz lampung.
10.
Naswir, M., Arita, S., Hartati, W., Septiarini, L., Desfaournatalia, D., & Wibowo, Y. G. (2019).
Activated Bentonite: Low Cost Adsorbent to Reduce Phosphor in Waste Palm Oil.
International Journal of Chemistry, 11(2), 67. https://doi.org/10.5539/IJC.V11N2P67
Naswir, M., Yasdi, Caniago, M. A., & Wibowo, Y. G. (2020). Pemanfaatan Kompilasi Bentonit Dan
Karbon Aktid Dari Batubara untuk Menurunkan Kadar BOD dan COD pada Limbah Cair
Industri Karet. Jurnal Presipitasi, 17(2), 121–127.
Nurhayati, C., Hamzah, B., & Pambayun, R. (2013). Optimasi Pengolahan Limbah Cair Karet Remah
Menggunakan Mikroalga Indigen Dalam Menurunkan Kadar BOD, COD, TSS. Jurnal Dinamika
Penelitian Industri, 24(1), 16–26.
SAPUTRI;, E. D. (2018). STUDI PENGELOLAAN LIMBAH CAIR PABRIK KARET PTPN IX KEBUN
SILUWOK KABUPATEN BATANG TAHUN 2018.
http://123.231.148.147:8908/index.php?p=show_detail&id=17314&keywords=
Sari Dewi, D., Eko Prasetyo, H., & Karnadeli, E. (2020). Pengolahan Air Limbah Industri Karet
Remah (Crumb Rubber) Dengan Menggunakan Reagen Fenton. Jurnal Redoks, 5(1), 47.
https://doi.org/10.31851/redoks.v5i1.4120
Susilawati, N., & Daud, D. (2018). Efisiensi Unit Pengolah Limbah Industri Crumb Rubber di
Sumatera Selatan. Prosiding Seminar Nasional Hasil Litbangyasa Industri II, 1(1), 66–73.
http://litbang.kemenperin.go.id/pmbp/article/view/4452

Anda mungkin juga menyukai