Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH LIMBAH INDUSTRI KARET

NAMA : ADELINA SERLINCE BAU

NIM :160302001

JURUSAN : TEKNIK LINGKUNGAN

MATA KULIAH : LIMBAH INDUSTRI

FAKULTAS TEKNIK PRENCANAAN

UNIVERSITAS SAN PEDRO

KUPANG 2019
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa telah melimpahkan
Rahmat sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah ini.
Penyusunan tugas ini bertujuan untuk memenuhi tugas dan kewajiban kami sebagai mahasiswa
serta agar mahasiswa yang lain dapat melakukan kegiatan seperti yang kami lakukan. Dalam
tugas ini kami akan membahas mengenai Makalah Pencemaran air akibat limbah rumah tangga
Dengan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua. oleh karena
itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun sehingga kami dapat
memperbaiki kesalahan. Semoga tugas ini bermanfaat dan berguna bagi kita semua.
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Limbah merupakan hasil sisa dari sebuah proses yang tidak dapatdigunakan kembali,
apabila limbah ini terlalu banyak di lingkungan maka akanberdampak pada pencemaran
lingkungan dan berdampak pada kesehatan dari masyarakat sekitar. Limbah dibagi menjadi dua
bagian sumber yaitu limbah yang bersumber domestik (limbah rumah tangga) dan limbah yang
berasal dari nondomestik (pabrik, industri dan limbah pertanian). Bahan-bahan yang
termasukdari limbah harus memiliki karakteristik di antaranya adalah mudah meledak,mudah
terbakar, bersifat reaktif, beracun, menyebabkan infeksi, bersifat korosif dan lain-lain. Masalah
utama yang dihadapi oleh sumber daya air meliputi kuantitas air yang sudah tidak mampu
memenuhi kebutuhan yang terus meningkat dan kualitas air untuk keperluan domestik yang
semakin menurun. Kegiatan industri, domestik, dan kegiatan lain berdampak negatif terhadap
sumber daya air, antara lain menurunkan kualitas air. Kondisi ini dapat menimbulkan gangguan,
kerusakan, dan bahaya bagi makhluk hidup yang bergantung pada sumber daya air. Oleh karena
itu, diperlukan pengelolaan dan perlindungan sumber daya airsecara seksama.

Salah satu industri yang erat hubungannya dengan masalah lingkungan adalah industri
karet. Kebutuhan bahan baku karet tersebut dipenuhi oleh petani karet berupa bahan olahan karet
berbentuk kepingan atau batangan balok. Pada industri karet kepingan atau batangan balok ini
kemudian direndam dan dicuci untuk membersihkan karet dari zat pengotor, dari proses
pengolahan karet tersebut menghasilkan limbah cair yang banyak mengandung senyawa organik.
Pengendalian pencemaran yang ditimbulkan oleh limbah karet perlu mendapat perhatian yang
serius untuk dipelajari dan diteliti agar tingkat pencemaran limbah yang dibuang ke perairan
berada dibawah baku mutu lingkungan (BML) yangtelah ditetapkan pemerintah. Hal ini
memerlukan penanganan yang terpadu antara 2 pihak pemerintah, industri dan masyarakat, juga
diperlukan teknologi pengolahan limbah karet.

perawatan alat pengolahan limbah karet serta keberadaan lahan yang besar kadang
membuat para pengelola pabrik karet tidak mengolah limbah yang ada, sehingga Banyak pabrik
karet yang langsung membuang limbah hasil pengolahan ke badan air tanpa memikirkan dampak
yang akan ditimbulkan pada lingkungan. Oleh karena itu untuk mengatasi permasalahan di atas
dibutuhkan suatu metode pengolahan limbah yang murah, mudah, efektif dan inovatif dalam
mengolah limbah cair industri karet sebelum dibuang ke lingkungan yaitu melalui proses elektro
koagulasi.

Elektrokoagulasi merupakan metode elektrokimia untuk pengolahan air di mana


pada anoda terjadi pelepasan koagulan aktif berupa ion logam (biasanya

aluminium atau besi) ke dalam larutan, sedangkan pada katoda terjadi reaksi

elektrolisis berupa pelepasan gas hidrogen (Holt et a.l, 2005). Proses

elektrokoagulasi terbentuk melalui pelarutan logam dari anoda yang kemudian berinteraksi
secara simultan dengan ion hidroksi dan gas hidrogen yang dihasilkan dari katoda.
Elektrokoagulasi telah ada sejak tahun 1889 yang dikenalkan oleh VikeTal dengan membuat
suatu instalasi pengolahan untuk limbah rumah tangga (sewage). Sekarang ini elektrokoagulasi
telah dipasarkan oleh beberapa perusahaan di beberapa negara. Namun di Indonesia penerapan
metode ini belum banyak digunakan oleh industri untuk pengolahan limbah. Untuk itulah perlu
dilakukan pengkajian proses melalui percobaan-percobaan dan pengujian terhadap parameter
yang berpengaruh.

1.2 Perumusan Masalah

1 Apa yang dimaksud dengan karet?

2. Bagaimana proses produksi dari karet sehingga di dapat hasil yang berkualitas dan
berkuantitas ?
3. Bagaimana cara mengolah limbah yang dihasilkan dari proses industri tersebut?

1. Berapakah nilai parameter limbah cair industri karet sebelum dan sesudah diolah dengan
metode elektrokoagulasi yang meliputi nilai turbiditas, konduktivitas, pH, dan TDS.4

2. Bagaimanakah proses pengolahan limbah cair industri karet dengan metode elektrokoagulasi.

3. Apakah pengaruh variasi tegangan dan tinggi elektroda yang tercelup terhadap penurunan nilai
parameter limbah cair industri karet dengan menggunakan metode elektrokoagulasi.

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui proses pengolahan industri karet, kulit yang berkualitas.
2. Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan dari industri tersebut terhadap
kesehatan manusia.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1. Limbah Pabrik Karet

Limbah merupakan hasil sisa dari sebuah proses yang tidak dapat digunakan kembali,
apabila limbah ini terlalu banyak dilingkungan maka akan berdampak pada pencemaran
lingkungan dan kesehatan bagi masyarakat sekitar. Limbah ada dua bagian sumber yaitu limbah
yang bersumber domestik (limbah rumah tangga) dan limbah yang berasal dari non-domestik
(pabrik, industri dan limbah pertanian). Karakteristik bahan-bahan yang termasuk limbah adalah
mudah meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif, beracun, menyebabkan infeksi, bersifat korosif
dan lain-lain. Kegiatan industri, domestik, dan kegiatan lain berdampak negatif terhadap sumber
daya air, antara lain menurunkan kulitas air. Oleh karena itu, diperlukan pengelolaan dan
perlindungan sumber daya air secara seksama. Oleh karena itu, dalam pembuangan limbah baik
yang domestik maupun yang non-domestik di daerah pemukiman sebaiknya dilakukan penataan
ulang lokasi pembuangan limbah, agar aliran limbah dari masing-masing pemukiman penduduk
dapat terkoordinasi dengan baik, dan tidak menimbulkan penyakit yang meresahkan kehidupan
penduduk sekitar. Salah satu industri yang erat hubungannya dengan masalah lingkungan adalah
industri karet. Dari proses pengolahan karet akan menghasilkan limbah cair yang mengandung
senyawa organik. Hal ini memerlukan penanganan yang terpadu antara pihak pemerintah,
industri dan masyarakat, juga diperlukan teknologi pengolahan limbah karet yang murah dan
mudah dalam penanganannya, seperti melalui proses aerasi dan koagulasi. Berbagi upaya telah
dilakukan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah unutk menaggulangi kerusakan
lingkungan hidup sejak tahun 1980, namun demikian degradasi lingkungan hidup masih
dirasakan saat ini. Salah satu penyebab kerusakan lingkungan ini adalah akibat pencemaran
terhadap lingkungan yang dapat menyebabkan menurunnya kualitas lingkungan hidup adalah
berasal dari kegiatan industri, yaitu pembuangan limbah industri yang belum memenuhi baku
mutu lingkungan. Saat ini kondisi pabrik karet sebagian besar berada didaerah yang cukup padat
pemukimannya, kapasitas produksinya semakin hari semakin besar, lahan yang tersedia untuk
mengelola limbah, rata –rata tidak mencukupi karena volume air yang digunakan semakin besar
dan kualitas limbah semakin kotor dan upaya pabrik secara sendiri – sendiri melakukan
pemilihan bahan baku yang bersih untuk memperbaiki mutu, meningkatkan efesiensi, dan
pencemaran yang kurang berhasil. (Prastiwi N, 2010) Sumber Limbah Industri Karet apabila
dilihat dari tahapan poduksi baik dari bahan baku berasal dari lateks dan bahan olahan karet
rakyat (bokar), maka limbah yang terbentuk pada industri karet dapat berupa limbah padat
(Limbah Crumb Rubber), limbah cair, dan limbah gas. Kualitas bahan baku berpengaruh
terhadap tingkat kuantitas dan kualitas limbah yang akan terjadi dengan rincian sebagai berikut:
1). makin kotor bahan karet olahan akan mkin banyak air yang diperlukan untuk proses
pembersihannya, sehingga debit limbah cairpun meningkat.
2) makin kotor dan makin tinggi kadar air dari bahan baku karet olahan, akan makin mudah
terjadinya pembusukan, sehingga kuantitas limbah gas/bau pun meningkat.

3) bahan baku karet olahan yang kotor menyebabkan kuantitas lumpur, tatal dan pasir relatif
tinggi.

Pengelolaan limbah dapat dikelompokkan kedalam pengolahan dari sumbernya yang


disebut sebagai proses produksi bersih, dan pengelolaan saat limbah tersebut keluar dari proses
produksi. Pengolahan limbah pendahuluan bertujuan untuk memisahkan zat atau unsur padatan
kasar yang ada dalam air limbah dengan cara penyaringan untuk meminimalisasi gangguan
dalam proses pengolahan limbah berikutnya Teknik pengelolaan air limbah secara efektif dan
efisien serta berkesinambungan harus dilaksanakan dalam melakukan pengkajian dan inovasi
penerapan teknologi produksi bersih, untuk mendukung terwujudnya undustri karet yang berdaya
saing tinggidan berwawasan lingkungan. (Gupita F, 2013)

2.2. Limbah Crumb Rubber Crumb rubber

merupakan karet alam yang dibuat khusus sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan
mutu berdasarkan pada sifat-sifat teknis dimana warna atau penilaian visual yang menjadi dasar
penentuan golongan mutu pada jenis karet sheet, crepe maupun lateks pekat tidak berlaku untuk
jenis yang satu ini (Efendri E, 2013). Crumb rubber dibuat agar dapat bersaing dengan karet
sintetis yang biasanya menyertakan sifat teknis serta keistimewaan untuk jaminan mutu tiap
bandelanya. Crumb rubber dipak dalam bongkah-bongkah kecil, berat dan ukuran seragam, dan
ada sertifikast uji laboratorium (Handayani Y, 2009). Setiap pengolahan 100 kg lateks yang akan
dibuat crumb rubber umumnya akan menghaslkan lebih kurang 85% karet bersih, 10% air dan
3%-5% tatal. Dari hasil uji laboratorium didapatkan bahwa tatal mempunyai kalori yang besar
yaitu sekitar 3600 cal/gr (Efendri E, 2013). Limbah pabrik crumb rubber saat ini belum
dimanfaatkan dengan optimal bahkan cenderung memberikan efek negatif ke lingkungan yaitu
bau busuk yang menyengat dikarenakan proses pembusukan pada kandungan nitrogen.
Kandungan isoprennya cukup potensial untuk dimanfaatkan dalam menjawab tantangan masalah
energi, bahan bakar cair yang selama ini dikeluhkan oleh masyarakat (Bahri S, 2013). Limbah
padat industri crumb rubber pada umumnya ditumpuk saja, sehingga dalam waktu lama akan
bertambah banyak jumlahnya dan menjadi masalah dalam hal penanggulangannya. Limbah padat
ini masih mengandung bahan berupa tatal yang berasal dari komponen karet dengan jumlah yang
cukup besar, sehingga dapat di manfaatkan menjadi barang jadi karet. Jumlah limbah padat yang
dihasilkan per ton karet kering sebesar 0,05 – 0,20 m3, jumlah limbah padat ini cukup banyak
dan masih terdapatnya butiran karet ( tatal ) maka dilakukan percobaan pemanfaatan limbah ini
untuk diolah kembali (Daud D. 2012).
Limbah pabrik crumb rubber saat ini belum dimanfaatkan dengan optimal bahkan
cenderung memberikan efek negatif ke lingkungan yaitu bau busuk yang menyengat dikarenakan
proses pembusukan pada kandungan nitrogen. Kandungan isoprennya cukup potensial untuk
dimanfaatkan dalam menjawab tantangan masalah energi, bahan bakar cair yang selama ini
dikeluhkan oleh masyarakat (Bahri S, 2013). Limbah padat crumb rubber yang kami gunakan
pada penelitian ini berasal dari proses penggilingan remahan. Penggilingan remahan adalah
proses yang bertujuan untuk mendapatkan keseragaman bahan baku dengan proses mikro dan
menjadikannya dalam bentuk lembaran. Makro Blending dan Mikro Blending sama-sama
bertujuan untuk mendapatkan keseragaman/homogenitas bahan baku. Pada proses Makro
Blending proses pencampuran dilakukan dengan cara mengaduk/mixering remahan/bahan baku.
Proses ini mirip dengan proses membuat adonan campuran beton, yakni dengan mengaduk
semen, pasir, kerikil sehingga didapatkan campuran yang homogen. Sedangkan pada proses
Mikro Blending kegiatan menghomogenkan terjadi dengan cara menggiling remahan yang diatur
sedemikian rupa sehingga remahan saling "tindih" satu sama lain didalam penggilingan. Proses
"saling tindih" ini memaksa remahan-remahan karet untuk menjadi satu bagian yang akhirnya
akan menjadi bentuk lembaran. Penggilingan dilakukan dengan menggunakan mesin giling
Crepper . Roll Gilingan Crepper dibuat berulir/motif bunga agar efek pemerasan terjadi pada
bahan baku. Agar didapatkan jaminan bahwa setiap remahan karet sudah menjadi sebuah
kesatuan maka perlu dilakukan penggilingan berulang-ulang.

2.3. Isoprena Isoprena adalah nama umum (nama trivial) dari 2-metilbuta-1,3-diena. Senyawa ini
biasa digunakan dalam industri, penyusun berbagai senyawa biologi penting, serta dapat
berbahaya bagi lingkungan dan beracun bagi manusia bila terpapar secara berlebihan. Dalam
yang sangat mudah terbakar dan terpantik. Bila tercampur dengan udara sangat mudah meledak
dan sangat reaktif bila dipanaskan. Pengangkutan isopren memerlukan penanganan khusus.
Struktur monomer isoprena dapat Secara industri senyawa ini dihasilkan dari hasil sampingan
peluruhan nafta atau minyak digunakan untuk membuat merupakan polimer isoprena molekul
100.000 hingga 1.000.000. Biasanya ada campuran beberapa persen bahan lain, seperti protein
karet alam berkualitas tinggi. 1,4-poliisoprena, isomer struktural yang memiliki karakteristik
persis sama. Isoprena dihasilkan secara alamiah oleh dapat dikatakan bahwa senyawa ini adalah
ditemukan pada tubuh pada banyak bahan pangan. Hal ini merupakan kerangka dasar dari
banyak tumbuhan. Terpena, terpenoid senyawa lain yang dapat dianggap tersusun dari kerangka
isoprena adalah fitol, retinol, tokoferol isoprenoid. Lanosterol Satuan isoprena fungsional dalam
organisme adalah dimetilalil pirofos (DMAPP) dan isomernya isopentenil pirofosfat (tumbuhan
yang dapat dirunut struktur kerangka kimianya sebagai turunan atau polimer isoprena dikenal
sebagai golongan isoprenoid. Pada tumbuhan, isoprena dihasilkan pada kloroplas daun melalui
jalur DMAPP, dengan enzim isoprena sintase bertanggung jawab sebagai pembuka proses.
Praktis pada semua organisme penurunan isoprena disintesis melalui jalur HMG-CoA reduktase.
Karena turunan isoprena banyak yang merupakan minyak atsiri, banyak isoprena dilepaskan ke
udara. Isoprena diketahui memengaruhi status oksidasi massa udara, dan merupakan pemicu
terbentuknya ozon, gas polutan pada lapisan bawah atmosfer. Efek senyawa ini pada atmosfer
banyak dipelajari. (Manurung E, 2010). Isopren memiliki berat molekul 68,12 gr/mol, dengan
densitas 0,681 gr/cm3. Senyawa ini melebur pada suhu -143,95 oC, dan titik didih 34,067 oC
(http://wawasanilmukimia.wordpress.com/2014/01/20/isopren-monomer-darikaret-alam/)

2.4. Perengkahan (Cracking)

Polystirene merupakan senyawa dengan ikatan rantai karbon yang panjang. Untuk memutus
ikatan rantai karbon tersebut hingga didapat ikatan rantai karbon yang pendek dapat dilakukan
dengan proses perengkahan. Reaksi perengkahan merupakan reaksi pemutusan ikatan C-C dari
suatu senyawa hidrokarbon yang mempunyai rantai karbon panjang dan berat molekul besar.
Terjadinya pemutusan ikatan ini membuat senyawa hidrokarbon ini menjadi senyawa
hidrokarbon yang mempunyai rantai karbon pendek dan berberat molekul kecil. Hidrokarbon
akan merengkah jika dipanaskan jika temperaturnya melebihi 350-400 o C dengan atau tanpa
bantuan katalis. Pada tahun 1855, metode perengkahan petroleum ditemukan oleh

sederhana (contoh : hidrokarbon ringan) dengan cara pemutusan ikatan rangkap C=C pada
awalnya. Laju perengkahan dan produk akhir sangat dipengaruhi oleh temperatur dan keberadaan
katalis. 2.3.1 Thermal Crakcing Bila reaksi perengkahan dilakukan hanya dengan perlakuan
temperatur tinggi, maka perengkahan ini disebut perengkahan termal. Perengkahan termal terjadi
disebabkan lepasnya ikatan sigma karbon-karbon sehingga molekul terpecah menjadi fragmen-
fragmen radikal bebas. Tahap fragmentasi ini disebut homolisis termal yang merupakan tahap
inisiasi bagi sederetan reaksi radikal bebas. Thermal Crakcing merupakan proses penguraian
suatu bahan pada suhu tinggi tanpa adanya udara atau dengan udara terbatas (Ani Purwanti
dkk,2008). Thermal Crakcing juga dapat didefinisikan sebagai dekomposisi kimia organik
melalui proses pemanasan atau sedikit oksigen atau reagen lainnya,dimana material mentah akan
mengalami pemecahan struktur kimia menjadi fasa gas. Thermal Crakcing adalah kasus khusus
termolisis. Thermal Crakcing ekstrim,yang hanya meninggalkan kaarbon sebagai residu disebut
karbonisasi. Thermal cracking disebut juga destructive distillation yaitu proses pengeuraian
material-material berserat pada suhu tinggi tanpa kontak langsung dengan udara untuk
menghasilkan arang dan larutan pirognate (R.W Merrit dan A.A White 1943:33). Thermal
Crakcing dapat dilakukan secara kontinyu dan batch. Secara batch pada suhu

pada tahap perambatan akan terpecah lagi membentuk radikal bebas baru yang lebih kecil atau
senyawa stabil, misalnya: R-CH2-CH2* R*+CH2=CH2 Untuk suhu tertentu etilen merupakan
senyawa stabil,tetapi R*belum stabil sehingga akan terpecah lagi. Pada tahap penghentian,
radikal-radikal bebas yang ada membentuk senyawa yang stabil: C3H7*+CH3 2.3.2 Catalytic
Cracking Metode ini menggunakan katalis asam padat dan menggunakan temperatur yang tinggi
untuk menghasilkan proses untuk menguraikan molekul hidrokarbon yang besar menjadi yang
kecil. Katalis yang biasa digunakan adalah alumina, silica, zeolit, dan beberapa jenis lainnya
seperti clay. Menurut Gate perengkahan katalitik hidrokarbon diperkirakan berlangsung melalui
zat antara yaitu ion karbonium yang sering disebut karbokation. Karbokation terbentuk dari
pemutusan ikatan C-H dari molekul hidrokarbon tersebut. Setelah karbokation terbentuk, proses
perengkahan terjadi dengan putusnya ikatan C-C. Ikatan C-C terputus pada posisi beta dari atom
C karbokation. Ion karbokation yang terbentuk selanjutnya dapat mengalami perengkahan
kembali dan terbentuk lagi karbokation, proses ini berulang kali sampai rantai karbokation begitu
pendek. Tahap ini disebut tahap propagasi. Proses perengkahan akan berhenti bila karbokation
kontak dengan basa konyugasi yang terdapat pada permukaan katalis. Dalam reaksi ini
karbokation melepaskan proton kepada anion yang terdapat pada permukaan katalis, sehingga
katalis kembali kepada keadaan semula. Tahap akhir perengkahan ini disebut tahap terminasi.

2.4 Hydrocracking Hydrocracking

suatu katalis yang berjalan karena adanya kenaikan tekanan parsial hidrogen. Produk dari
hasil proses ini digunakan adalah uap jenuh hidrokarbon, tergantung dari kondisi reaksi (suhu,
tekanan, aktifitas katalis) produk tersebut dari etana, LPG, sampai hidrokarbon yang lebih berat
yang sebagian besar mengandung isoparafin. Hydrocracking adalah suatu proses yang

berjalan akibat penambahan katalis yang mempunyai dua fungsi yaitu yang dapat menyusun
ulang dan memecah rantai hidrokarbon sebaik penambahan karbon pada senyawa aromatik dan
olefin untuk memproduksi naphta dan alkana produk utama dari hydrocracking adalah bahan
bakar jet, diesel, bensin, dengan bilangan oktan yang cukup tinggi dan LPG. Semua produk ini
mempunyai kandungan sulfur dan kontaminan yang rendah.

2.4 Katalis Bentonit Proses perengkahan hidrokarbon akan merengkah (terjadi pemutusan ikatan
C-C) jika dipanaskan melebihi suhu 350-400℃ dengan atau tanpa bantuan katalis. Semakin
panjang ikatan rantai karbon pada suatu senyawa, maka suhu pada proses perengkahan semakin
tinggi. Oleh karena itu dibutuhkan katalis untuk menurunkan temperatur dan menyingkat waktu
proses. Bentonit adalah clay yang sebagian besar terdiri dari montmorillonit dengan mineral-
mineral seperti kwarsa, kalsit, dolomit, feldspars, dan mineral lainnya. Montmorillonit
merupakan bagian dari kelompok smectit dengan komposisi kimia secara umum
(Mg,Ca)O.Al2O3.5SiO2.nH2O. Nama monmorilonit itu sendiri berasal dari Perancis pada tahun
1847 untuk penamaan sejenis lempung yang terdapat di Monmorilon Prancis yang
dipublikasikan pada tahun 1853 – 1856 (www.dim.esdm.go.id). Bentonit berbeda dari clay
lainnya karena hampir seluruhnya (75%) merupakan mineral monmorillonit. Mineral
monmorillonit terdiri dari partikel yang sangat kecil sehingga hanya dapat diketahui melalui
studi mengunakan XRD (X-Ray Difraction). Berdasarkan kandungan alumino silikat hidrat yang
terdapat dalam bentonit, maka bentonit tersebut dapat dibagi menjadi dua golongan : a. Activated
clay, merupakan lempung yang mempunyai daya pemucatan yang rendah. b. Fuller’s earth,
merupakan lempung yang secara alami mempunyai sifat daya serap terhadap zat warna pada
minyak, lemak, dan pelumas.

 Proses Terjadinya Bentonit di Alam Secara umum,

asal mula terjadinya endapan bentonit ada 4, yaitu ; 1. Terjadi karena Proses Pelapukan
Batuan Faktor utama yang menyebabkan pelapukan batuan adalah komposisi kimiawi mineral
batuan induk, dan kelarutannya dalam air. Mineral-mineral utama dalam pembentukan bentonit
adalah plagioklas, kalium-feldspar, biotit, muskovit, serta sedikit kandungan senyawa alumina
dan ferromagnesia. Secara umum, faktor yang mempengaruhi pelapukan batuan ini adalah iklim,
jenis batuan, relief, dan tumbuh-tumbuhan yang berada di atas bantuan tersebut. Pembentukan
bentonit sebagai hasil pelapukan batuan dapat juga disebabkan oleh adanya reaksi antara ion-ion
hidrogen yang terdapat di dalam air, dan di dalam tanah dengan persenyawaan silikat yang
terdapat di dalam air dan batuan. 2. Terjadi karena Proses Hidrotermal di Alam Proses batuan
mempengaruhi alternasi yang sangat lemah, sehingga mineral-mineral yang kaya akan
magnesium, seperti biotit cenderung membentuk mineral klorit. Kehadiran unsur-unsur logam
alkali dan alkali tanah (kecuali kalium), mineral mika, ferromagnesia, feldspar, dan plagioklas
pada umumnya akan membentuk monmorilonit, terutama disebabkan karena adanya unsur
magnesium. Larutan hidrotermal merupakan larutan yang bersifat asam dengan kandungan
klorida, sulfur, karbon dioksida, dan silika. Larutan alkali ini selanjutnya akan terbawa keluar
dan bersifat basa, dan akan tetap bertahan selama unsur alkali tanah tetap terbentuk sebagai
akibat penguraian batuan asal dan adanya unsur alakali tanah akan membentuk bentonit. 3.
Terjadi karena Proses Transformasi Proses transformasi (pengabuan) abu vulkanis yang
mempunyai komposisi gelas akan menjadi mineral lempung yang lebih sempurna, terutama pada
daerah danau, lautan, dan cekungan sedimentasi. Transformasi dari gunung berapi yang
sempurna akan terjadi apabila debu gunung berapi diendapkan dalam cekungan seperti danau
dan air. Bentonit yang terjadi akibat proses transformasi pada umumnya bercampur dengan
sedimen laut lainnya yang berasal dari daratan, seperti batu pasir dan danau. Terjadi karena
Proses Pengendapan Batuan Proses pengendapan bentonit secara kimiawi dapat terjadi sebagai
endapan sedimen dalam suasana basa (alkali), dan terbentuk pada cekungan sedimen yang
bersifat basa, dimana unsur pembentuknya antara lain: kabonat, silika, fosfat, dan unsur lainnya
yang bersenyawa dengan unsur alumunium dan magnesium (Supeno, M. 2009). 2.4.2 Sifat Fisik
dan Kimia Bentonit Dalam keadaan kering bentonit mempunyai sifat fisik berupa partikel
butiran yang halus berbentuk rekahan-rekahan atau serpihan yang khas seperti tekstur pecah kaca
(concoidal fracture), kilap lilin, lunak, plastis, berwarna kuning muda hingga abu-abu, bila lapuk
berwarna coklat kekuningan, kuning merah atau coklat, bila diraba terasa licin, dan bila
dimasukan ke dalam air akan menghisap air.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pengertian Karet
Karet adalah polimer hidrokarbon yang terkandung pada lateks beberapa jenis tumbuhan.
Sumber utama produksi karet dalam perdagangan internasional adalah para atau Hevea
brasiliensis (suku Euphorbiaceae). Beberapa tumbuhan lain juga menghasilkan getah lateks
dengan sifat yang sedikit berbeda dari karet, seperti anggota suku ara-araan (misalnya beringin),
sawo-sawoan (misalnya getah perca dan sawo manila), Euphorbiaceae lainnya, serta dandelion.
Pada masa Perang Dunia II, sumber-sumber ini dipakai untuk mengisi kekosongan pasokan karet
dari para. Sekarang, getah perca dipakai dalam kedokteran (guttapercha), sedangkan lateks sawo
manila biasa dipakai untuk permen karet (chicle). Karet industri sekarang dapat diproduksi
secara sintetis dan menjadi saingan dalam industri perkaretan.

3.2 macam benda karet


1. Handscoon
Adalah sarung tangan yang biasa di pakai oleh tenaga medis agar terhindar dari droplet
pasien. Tujuan Penggunaan Handscoon adalah untuk mencegah terjadinya infeksi silang serta
mencegah terjadinya penularan kuman.
Tindakan ini sangat diperlukan karena penggunaan sarung tangan adalah salah satu cara
untuk mengurangi risiko transmisi patogen yang dapat ditularkan melalui darah. Dengan
menggunakan sarung tangan akan melindungi pemakai sarung tangan dari risiko tersebut.
Penggunaan tersebut juga diperlukan untuk prosedur diagnostik atau terpautik.

2. Cathether
Fungsi : untuk mengeluarkan/ pengambilan urine
Jenisnya :
 Nelaton Cathether : terbuat dari latex/ karet
 Metal Cathether : terbuat dari stainlesstil
 Balloon Cathether/ Foley Cathether : terbuat dari latex/ karet dilengkapi dengan balon
dengan cara menyutikan aqua pada ventilnya bila telah masuk agar Cathether tidak copot.

3. Stetoskop
Ditemukan di Perancis pada 1816 oleh René-Théophile-Hyacinthe Laennec. Dia terdiri
dari tabung kayu kosong. Konon dia menciptakan stetoskop sehingga ia tidak perlu menaruh
telinganya di buah dada wanita Perancis. Tidak jelas apakah Laennec mencoba menghindarinya,
atau untuk menghindari rasa malu pasien. Namun begitu, orang mengatakan bahwa “Kebutuhan
adalah ibu dari penemuan”.

Stetoskop (bahasa Yunani: stethos, dada dan skopeein, memeriksa) adalah sebuah alat
medis akustik untuk memeriksa suara dalam tubuh. Dia banyak digunakan untuk mendengar
suara jantung dan pernapasan, meskipun dia juga digunakan untuk mendengar intestine dan
aliran darah dalam arteri dan “vein”.
Fungsi Stetoskop
Stetoskop memiliki banyak fungsi di bidang kesehatan dan merupakan alat yang sangat
berguna untuk
a. Memeriksa Tekanan Darah
b. Paru-paru
c. Jantung
d. Pemeriksaan prenatal
e. Gangguan Perut

3.4
Bentuk : berupa kantung dari karet dengan tutup ditengahnya, diisi pecahan ice batu
Fungsi: untuk mengompres dingin.

5. windring
Bentuk : berupa alat yang terbuat dari karet
berbentuk lingkaran seperti ban mobil, diameter
dalam 13,5 cm luar 40 cm
Fungsi : sebagai tempat duduk pada penderita
wasir/ ambeien.

3.3 Daur ulang


Salah satu cara daur-ulang bahan karet yang telah rusak dengan cara: menggiling ,
mencampur remah-remah dengan virgin karet, dan kemudiandi vulkanisasi menjadi produk
karet baru. Sifat mekanik bahan menurun secara drastis karena rendahnya cross
linking antar virgin rubber, dan hanya sedikit ikatan sulfur yang terbentuk selama proses
vulkanisasi.
Cara lain untuk daur-ulang karet misalnya, proses bioteknologiseperti degradasi mikroba
dari karet menjadi produk dalam satu cara atau lebih berguna. Secara umum, terdapat beberapa
keuntungan tertentu dengan bioteknologi dibandingkan dengan proses kimia dan proses
fisika.Bioteknologi tidak mencakup bahan kimia berbahaya atau beracun, dan tidak normalnya
energi intensif.Lebih lanjut, spesifisitas enzim danmikroorganisme mendegradasi yang tidak
diinginkan dari materi. Namun, ada juga beberapa kekurangan, yang paling
menonjol adalahmikroorganisme sensitif terhadap banyak zat kimia, termasuk bahan
tambahan karet.
Pada karet vulkanisasi, campuran komposisi untuk ketahan mikroorganisme harus dipilih.
Menemukan komposisi yang tahan terhadap mikroorganisme lebih sulit dibandingkan
menemukan obat pembasmi untuk karet. Beberapa campuran komposisi akan menyebabkan
masalah ketika bioteknologi digunakan untuk daur ulang karet.

Produk karet yang mengaplikasikan daur ulang secara bioteknologi


Jumlah proses bioteknolgi yang digunakan untuk daur ulang bahan karet masih sangat
terbatas. Daur ulang dengan desulfurisasi mikroba saat ini merupakan pilihan yang paling
memungkinkan, tapi tidak digunakan secara komersial. Secara umum metode bioteknologi ini
prospek bisnis yang menjanjikan sebagai solusi dimasa depan dari peningkatan permintaan daur
ulang karet.

Degradasi Mikroba Karet


Tsuchii dan pegawainya membuat studi secara luas pada degradasi karet dan mempelajari
degradasi produk dari bahan karet alam setelah perlakuan dengan Nocardia 835 A. mereka
menemukan bahwa peningkatan jumlah carbon black, sulfur dan cyclohexylbenzothiazole
sulfonamide(CBS) meningkatkan ketahanan terhadapa degradasi mikroba. Pengamatan lain
melaporkan perbedaan studi bahwa kemampuan isolasi degradasi karet umumnya
dengan Actinomycetes, dan karet alami lebih mudah terdegradasi dibandingkan karet sintetik.
Enzim dari bakteri Gram negative Xanthomonas sp. Menunjukkan degradasi alami dari
lateks karet alam untuk menciptakan produk degradasi yang sama seperti Nocardia 835 A.
degradasi lebih efisien pada produk dengan karet alam dibandingkan dengan produk karet
sintetis. Hal ini dapat dikarenakan dua alasan berikut: (1) mikroorganisme menemukan kesulitan
dalam mendegradasi campuran molekul dengan kompleksitas tinggi. (2) tambahan campuran
beracun pada bahan karet. Hal ini karena cross linking pada karet tervulkanisasi tidak efektif
untuk didegradasi, sedangkan pada karet alam lebih efektif untuk didegradasi.
Williams(1986) mengemukakan bahwa mikroorganisme lebih menyukai menyerang
kandungan asam stearate pada karet tervulkanisasi, yang merupakan ide yang menarik dan harus
diperhatikan dalam upaya pencegahan kerusakan karet.

3.4 Bahan
1. Bahan Tambahan
Bahan tambahan adalah bahan yang digunakan dalam proses produksi dan berfungsi
meningkatkan mutu produk serta merupakan bagian dari produk akhir. Bahan tambahan
yang digunakan adalah:
a. Karton, kemasan yang digunakan ada dua jenis yaitu kotak yang berukuran kecil (inner
box) dan kotak yang berukuran besar, digunakan untuk pengepakan benang karet.
b. Pewarna, yaitu mikrossol blak 2B, mikrossol BN, violet mikrossol B, red colour pigment.
c. Talcum, berfungsi sebagai anti perekat pada benang karet yaitu Magnesium

2. Bahan Penolong
Bahan penolong adalah suatu bahan yang digunakan untuk memperlancar proses produksi,
tetapi tidak tampak di bagian akhir produk. Bahan penolong yang digunakan adalah :
a. Larutan CH3COOH (±30%), larutan ini berfungsi membekukan/membentuk lateks
menjadi benang karet (rubber thread) pada acid bath.
b. Demin Water, merupakan bahan penolong paling utama dalam
pembuatan compound benang karet. Misalnya untuk membersihkan former sebagai
pendingin, dan juga campuran bahan kimia, tetapi air tidak ikut dalam produk benang karet
tersebut.
c. Diathermic oil, merupakan fluida cair yang dipanaskan dengan
menggunakan thermopack. Diathermic oil berfungsi untuk membantu proses pembuatan
benang karet, dimana panas yang dihasilkan oleh thermopack digunakan pada water bath,
drying oven, dan curing.
d. Stabilisator, berfungsi untuk menstabilkan lateks. Zat kimia yang digunakan sebagai
stabilisator adalah KOH 30 % dan Potasium Oleat.
e. Vulkanisir, berfungsi untuk mengikat ion-ion benang karet, sehingga zat-zat yang ada
menyatu. Sulfur 60% berfungsi mengikat ion-ion pada benang karet (mengeraskan benang
karet).
f. Filler, berfungsi sebagai bahan pengisi dan menambah berat produk. Zat kimia yang
digunakan sebagai filler adalah TiO2 70% dan Kaolin 50%.
g. Activator, berfungsi untuk mengaktifkan lateks. Zat activator yang digunakan adalah
ZnO 60%.
h. Anti Oksidan, berfungsi untuk membunuh kuman-kuman agar lateks tidak cepat
mengalami pembusukan atau cepat rusak. Zat kimia yang digunakan adalah wingstay-1
dan Sunproof 50%.
i. Accelerator, berfungsi untuk mempersingkat waktu vulkanisasi. Zat kimia yang
digunakan adalah ZnMBT 50%, ZDBC 50%.

3.5 Identifikasi Bahaya,


a. Chemical Laboratory Section
· Bahaya
Kimia : acetid acid.
· Dampak
Kesehatan Pekerja : Bahan ini sangat korosif dan menyebabkan luka bakar yang serius.
· Pengendalian
- Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) seperti kacamata atau masker, sarung
tangan nitril.
- Engineering Control dengan cara membuat ventilasi yang baik untuk
perputaran Acetid acid di udara
BAB IV
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN DAN SARAN


Karet adalah polimer hidrokarbon yang terkandung pada lateks beberapa jenis
tumbuhan. Sumber utama produksi karet dalam perdagangan internasional adalah
para atau Hevea brasiliensis (suku Euphorbiaceae). Beberapa tumbuhan lain juga
menghasilkan getah lateks dengan sifat yang sedikit berbeda dari karet, seperti
anggota suku ara-araan (misalnya beringin), sawo-sawoan (misalnya getah perca
dan sawo manila), Euphorbiaceae lainnya, serta dandelion. Pada masa Perang
Dunia II, sumber-sumber ini dipakai untuk mengisi kekosongan pasokan karet dari
para. Sekarang, getah perca dipakai dalam kedokteran (guttapercha), sedangkan
lateks sawo manila biasa dipakai untuk permen karet (chicle). Karet industri
sekarang dapat diproduksi secara sintetis dan menjadi saingan dalam industri
perkaretan.

Karet adalah polimer dari satuan isoprena (politerpena) yang tersusun dari
5000 hingga 10.000 satuan dalam rantai tanpa cabang. Diduga kuat, tiga ikatan
pertama bersifat trans dan selanjutnya cis. Senyawa ini terkandung pada lateks
pohon penghasilnya. Pada suhu normal, karet tidak berbentuk (amorf). Pada suhu
rendah ia akan mengkristal. Dengan meningkatnya suhu, karet akan mengembang,
searah dengan sumbu panjangnya. Penurunan suhu akan mengembalikan keadaan
mengembang ini. Inilah al asan mengapa karet bersifat elastik.
Lateks dibentuk pada permukaan benda-benda kecil (disebut "badan karet")
berbentuk bulat berukuran 5 nm sampai 5 μm yang banyak terdapat pada sitosol
sel-sel pembuluh lateks (modifikasi dari floem). Sebagai substratnya adalah
isopentenil difosfat (IPD) yang dihasilkan sel-sel pembuluh lateks.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. www.cdc.gov. “Karet Produk Industri Manufaktur”. Diakses tanggal 14 Mei 2011, pukul
08.00 WIB.
Anonymous. 2009. Gambaran Sekilas Industri
Karet.www.depperin.go.id/PaketInformasi/Karet.pdf. Tanggal Akses : 12 Mei 2011, pukul 17.00
WIB.
Anonymous. 2009. Karet http://ditjenbun.deptan.go.id/images/stories/testing/karet.pdf Tanggal Akses :
12 Mei 2011, pukul 17.00 WIB.
Anonymous. 2009. Karet. http://www.wikipedia.org/wiki/Karet. Tanggal Akses : 12 Mei 2011, pukul
17.00 WIB.
--------------. www.gmitoxics.com. “Your Total Toxic Gas Detection Solution.” Diakses tanggal 14 Mei
2011, pukul 08.00 WIB.
Austin, T. George. Shreve’s Chemical Industries. Frankfurt: Mc Graw – Hill Book Company. 1985
Hendra. “Pengendalian Bahaya dan Hazard and Risk”. Slide Mata Kuliah K3 Dasar. Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2010
Nardalis, W. “Bab II: Gambaran Umum Perusahaan PT. Industri Karet Nusantara”
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18572/3/Chapter%20II.pdf.Diakses tanggal 11 Mei 2011,
pukul 20.00 WIB.
Polthamus, G. Loren. RUBBER, London: Leonard Hill (Books) Limited. 1962

Anda mungkin juga menyukai