Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Tanaman tembakau (Nicotiana tobacum.L.) merupakan tanaman semusim, tetapi
di dunia pertanian termasuk dalam golongan tanaman perkebunan dan tidak termasuk
golongan tanaman pangan. Tembakau (daunnya) digunakan sebagai bahan
pembuatan rokok (Hanum, 2008). Asal mula sejarah tembakau dimulai di Amerika
Tengah pada masa sebelum masehi. Hal ini dapat dilacak dari ukiran peninggalan
penduduk asli Amerika berupa pemuka agama yang merokok sebagai bagian dari
ritual keagamaan. Sejarah tanaman tembakau mulai ditulis pada 12 Oktober 1492,
yaitu saat pendaratan Christoper Columbus di Amerika. Awalnya tembakau adalah
tanaman yang berkembang di daerah subtropis. Melalui rekayasa teknik bididaya, saat
ini areal penanaman tembakau sudah menyebar dan berkembang pada daerah-daerah
dengan batas lintang selatan (400S) sampai lintang utara (600N) (Hawks dan Collins
1986). Spesies tembakau yang ada di dunia ini mencapai 50 (lima puluh) jenis.
Diantara spesies yang dikenal, terdapat 3 (tiga) spesies yang paling banyak
dibudidayakan yaitu Nicotiana rustika, Nicotiana macrophylla, dan Nicotiana
tabacum (Hartanti et all, 2012). Penanaman dan penggunaan tembakau di Indonesia
sudah dikenal sejak lama. Komoditi tembakau mempunyai arti yang cukup penting,
tidak hanya sebagai sumber pendapatan bagi para petani, tetapi juga bagi Negara.
1.2.Rumusan Masalah
a. Bagaimana permintaan dan penawaran tembakau di Indonesia?
b. Bagaimana saluran pemasaran tembakau ?
c. Bagaimana rantai pasok (supply chain) dan rantai nilai (value chain) tembakau ?
d. Peranan tembakau sebagai penyumbang devisa negara melalui produk rokok?
1.3.Tujuan
a. Untuk mengetahui permintaan dan penawaran tembakau di Indonesia.
b. Mengetahui saluran pemasaran tembakau.
c. Mengetahui rantai pasok dan rantai nilai tembakau.
d. Mengetahui peran tembakau bagi negara.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Tanaman Tembakau
Tanaman tembakau merupakan merupakan salah satu komoditi yang strategis dari
jenis tanaman semusim perkebunan. Peran tembakau bagi masyarakat cukup besar,
hal ini karena aktivitas produksi dan pemasarannya melibatkan sejumlah penduduk
untuk mendapatkan pekerjaan dan penghasilan. Berbagai jenis tembakau dengan
berbagai kegunaannya diusahakan di Indonesia, baik oleh rakyat maupun oleh
perusahaan, secara garis besar berdasarkan iklim tembakau yang di produksi di
Indonesia dapat dibagi antara lain: a) Tembakau musim kemarau/Voor- Oogst (VO),
yaitu bahan untuk membuat rokok putih dan rokok kretek; b) Tembakau musim
penghujan/Na-Oogst (NO), yaitu jenis tembakau yang dipakai untuk bahan dasar
membuat cerutu maupun cigarillo, disamping itu juga ada jenis tembakau hisap dan
kunyah (Dahlan, 2011). Komoditi tembakau juga merupakan komoditi yang
kontroversial yaitu antara manfaat dan dampaknya terhadap kesehatan, sehingga
dalam pengembangannya harus mengacu pada penyeimbangan supply dan demand,
peningkatan produktivitas dan mutu serta peningkatan peran kelembagaan petani.
Untuk mencapai usahatani tembakau yang profesional, maka telah dilakukan
intensifikasi tembakau antara lain melalui; 1) penggunaan benih unggul, baik berupa
penggunaan benih introduksi maupun lokal; 2) pengolahan tanah sesuai dengan baku
teknis; 3) pengaturan air termasuk peramalan iklim; 4) pemupukan tanaman; 5)
perlindungan tanaman dan 6) panen serta pasca panen. areal pertanaman di indonesia,
rata-rata setiap tahun seluas 200.000 ha dengan produksi 170.000 ton.
Tanaman tembakau (nicotianae tabacum L) termasuk genus Nicotinae, serta
familia Solanaceae. Spesies-spesies yang mempunyai nilai ekonomis adalah
Nicotianae tabacum L dan Nicotianae rustica dengan rincian sebagai berikut :
a) Nicotiana rustica L mengandung kadar nikotin yang tinggi (max n = 16%)
biasanya digunakan untuk membuat abstrak alkaloid (sebagai bahan baku obat
dan insektisida), jenis ini banyak berkembang di rusia dan india.

2
b) Nicotiana tabacum L mengandung kadar nikatin yang rendah (min n = 0,6 %)
jenis ini umumnya digunakan sebagai bahan baku pembuatan rokok.

Matnawi (1997) menyebutkan bahwa tanaman tembakau memiliki sistematik


botani meliputi :

Kelas : Dicotyledoneae,
Ordo : Personatae,
Familia : Solanaceae,
Sub Familia : Nicotianae,
Genus : Nicotiana,
Spesies : Nicotiana tabacum dan Nicotiana rustica.
2.2.Pemasaram
Kegiatan pemasaran salah satunya adalah mempengaruhi konsumen agar bersedia
membeli barang dan jasa perusahaan. Oleh karena itu perusahaan harus mempelajari
dan memperhatikan perilaku konsumen yaitu misalnya nilai yang dibutuhkan dan juga
meneliti alasan apa yang menyebabkan konsumen memilih dan membeli produk
tertentu (Dharmesta dan Irawan,1999).
2.3.Saluran Pemasaran
Lembaga pemasaran adalah badan usaha atau individu yang menyelenggarakan
pemasaran, menyalurkan jasa dan komoditi dari produsen ke konsumen akhir serta
mempunyai hubungan dengan badan usaha atau individu lainnya. Tugas lembaga
pemasaran adalah menjalankan fungsi-fungsi pemasaran serta memenuhi keinginan
konsumen semaksimal mungkin ( Sudiyono, 2001). Saluran pemasaran merupakan
kelompok lembaga yang ada diantara berbagai lembaga yang mengadakan kerja sama
untuk mencapai suatu tujuan. Tujuan dari saluran pemasaran adalah untuk mencapai
pasarpasar tertentu. Saluran pemasaran dapat berbentuk sederhana dan dapat pula
rumit. Hal ini tergantung dari macam komoditi, lembaga pemasaran dan sistem
pemasaran ( Swastha dan Irawan, 1991 ).
2.4.Rantai Pasok
Rantai pasok adalah sebuah rangkaian atau jaringan perusahaan yang bekerja secara
bersama-sama untuk membuat dan menyalurkan produk atau jasa kepada konsumen

3
akhir. Rangkaian atau jaringan ini terbentang dari penambang bahan mentah (di
bagian hulu) sampai retailer / toko (pada bagian hilir).
Sedangkan, manajemen rantai pasok berarti pengelolaan aliran antar dan
diantara tahapan rantai pasok untuk memaksimalkan profitabilitas keseluruhan rantai
pasok. Manajemen rantai pasokan adalah koordinasi dari bahan, informasi dan arus
keuangan (pembiayaan) antar perusahaan yang berpartisipasi. Manajemen rantai
pasokan bisa juga berarti seluruh jenis kegiatan komoditas dasar hingga penjualan
produk akhir ke konsumen untuk mendaur ulang produk yang sudah dipakai.
2.5.Rantai Nilai
Rantai nilai didefinisikan sebagai sekumpulan aktivitas bisnis dimana di setiap
tahapan/langkah dalam aktivitas bisnis tersebut menambahkan nilai/value atau
kemanfaatan terhadap barang dan jasa organisasi yang bersangkutan. Banyak orang
menggunakan analisa rantai nilai yang pada awalnya diusulkan oleh Michael Porter.
Porter menggambarkan bahwa setiap perusahaan adalah kumpulan aktivitas yang
difungsikan untuk mendesain, menghasilkan, memasarkan, mengeluarkan, dan
menunjuang produk yang dihasilkannya

4
BAB III

PEMBAHASAN

3.1.Penawaran Tembakau
Sejalan dengan pertumbuhan luas areal tembakau, pertumbuhan produksi
tembakau di Indonesia mengalami peningkatan sejak tahun 1980 hingga 2013 dengan
rata-rata pertumbuhan sebesar 7,92% per tahun. Peningkatan produksi juga
disebabkan tingginya perokok di Indonesia, karena sebagian besar produk tembakau
digunakan sebagai bahan baku utama industri rokok. Berdasarkan Global Adult
Tobacco Survey (GATS) Indonesia, terdapat sekitar 61 juta perokok di Indonesia
(WHO,2011).
Produksi tembakau di Indonesia didominasi oleh Perkebunan Rakyat (PR) dengan
kontribusi rata-rata sebesar 96,64% terhadap produksi tembakau nasional pada
periode 1980-2013. Sementara Perkebunan Negara (PBN) hanya sebesar 3,29%, dan
Perkebunan Besar Swasta (PBS) sama sekali tidak berkontribusi terhadap produksi
tembakau nasional. Rata-rata pertumbuhan tembakau Indonesia pada periode 1980-
1997 sebesar 10,80% per tahun lebih besar dari periode sesudahnya (1998-2013) yaitu
sebesar 4,86% per tahun. Karena tembakau PR mendominasi produksi tembakau
nasional, maka pertumbuhan tembakau PR merupakan percerminan perkembangan
tembakau nasional.

Grafik 1. Perkembangan Produksi Tembakau Menurut Status Pengusahaan di


Indonesia, Tahun 1980 - 2013

5
Tabel 1. Perkembangan Produksi Tembakau di Indonesia Menurut Status
Pengusahaan, Tahun 1980 - 2013

6
3.2.Permintaan Tembakau
Produk tembakau adalah suatu produk yang secara keseluruhan atau sebagian
terbuat dari daun tembakau sebagai bahan bakunya yang diolah untuk digunakan
dengan cara dibakar, dihisap dan dihirup atau dikunyah. Perkembangan konsumsi
tembakau berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi (SUSENAS) yang dilakukan
Badan Pusat Statistik (BPS) selama tahun 1993 - 2013 sangatlah fluktuatif dan
cenderung menurun dengan rata-rata pertumbuhan turun sebesar 3,11% per tahunnya,
dari sebesar 0,318 kg/kapita/th pada tahun 1993 menjadi 0,146 kg/kapita/th pada
tahun 2013. Konsumsi tembakau per kapita terbesar pada periode ini terjadi pada
tahun 2005 sebesar 0,334 kg/kapita/th. Namun pertumbuhan tertinggi pada periode
ini terjadi pada tahun 2000 sebesar 20,51%.

Grafik 2. Perkembangan Konsumsi Tembakau di Indonesia Tahun 1993 - 2013

7
Tabel 2. Perkembangan Konsumsi Tembakau di Indonesia, Tahun 1993 – 2013.

3.3.Saluran Pemasaran Tembakau


Beberapa contoh saluran pemasaran tembakau diantaranya sebagai berikut :

Gambar 1. Saluran pemasaran tembakau petani swadaya

8
Dalam perdagangan hasil tembakau, petani swadaya mempunyai posisi tawar
yang cukup kuat. Mereka dapat memilih pedagang yang membeli dengan harga
tertinggi (berbeda dengan petani mitra yang harus menjual ke mitra/pembeli tertentu).
Persaingan sesama pedagang cukup tinggi karena banyaknya mereka yang
berkecimpung dalam perdagangan tembakau.
Secara ringkas, jalur distribusi yang ada untuk tembakau yang dihasilkan petani
swadaya ditampilkan dalam gambar 1. Tembakau dari petani swadaya biasanya dijual
kepada pengumpul. Setelah itu dijual kepada pedagang dan selanjutnya baru ke ke
perusahaan/pabrik rokok. Jalur ini biasanya lebih panjang, karena dalam kenyataanya
jumlah pengumpul bisa berlapis (lebih dari satu rute), demikian juga untuk pedagang
yang jumlahnya bisa lebih dari satu. Rantai yang panjang ini tentu akan meningkatkan
harga jual sampai kepada perusahaan rokok. Tingginya harga ini tentu akan
cenderung mengurangi daya saing tembakau ketika berhadapan dengan tembakau
impor yang lebih murah. Pola petani swadaya dalam memasarkan hasil panen
tembakaunya dengan memakai pola basah dan pola kering. Jika pola basah petani
menjual daun tembakau langsung ke pengumpul atau pedagang besar tanpa melalui
proses lebih lanjut sedangkan pola kering menjual hasil panennya dalam bentuk
rajangan, daun yang telah dikeringkan dan dipotong kecil dan berbentuk krosok.
Dengan menjual tembakau semi olahan (rajangan), petani mampu memperoleh harga
jual yang jauh lebih tinggi dibandingkan menjual dalam kondisi tembakau basah.
Tentu saja ada biaya produksi tambahan dan juga penyusutan dari jumlah berat daun
tembakau sebelumnya. Namun demikian, petani akan menerima margin profit yang
jauh lebih besar. Dengan tembakau rajangan, selain harga jual yang lebih tinggi,
proses rajangan juga bisa menciptakan nilai tambah yang bisa dinikmati oleh petani
dan juga tenaga kerja yang terlibat di dalam proses produksi tembakau rajangan.

9
Gambar 2. Saluran pemasaran tembakau petani mitra

Pola pendekatan pengembangan kemitraan agribisnis antara industri rokok


dengan petani tembakau. Industri rokok mengawal petani dari segi budidaya, kredit,
teknologi dan pasar. Model kemitraan budidaya dengan pemberian bantuan pupuk
benih tanaman tembakau, dan pelatihan penanaman dan pemeliharaan tanaman.
Untuk petani mitra, tembakau hasil lahan mereka setelah panen langsung diantar
ke Mitra nya. Harga ditentukan oleh Mitra, petani posisi tawarnya disini lemah karena
dalam proses produksi mulai dari bibit, pupuk dan lain-lain telah disediakan oleh
perusahaan Mitra. Petani mendapat kan hasilnya setelah dipotong semua biaya yang
telah dikeluarkan oleh Mitra. Sistem mitra dengan perusahaan rokok ini memiliki
beberapa kelebihan dibanding dengan swadaya, diantaranya adalah:
a) Kepastian pasar (penyerap hasil tembakau).
b) Panduan dan bimbingan Teknik Budidaya Tembakau untuk memproduksi
tembakau dengan standar mutu tertentu (melalu pembinaan mutu/grading system)
yang ditentukan oleh mitra/perusahaan.
c) Dukungan pembiayaan/pinjaman modal.
d) Pembinaan dan pendampingan usaha tani.
e) Keuntungan dan kemajuan usaha menjadi tanggung jawab bersama (petani dan
mitra).

Dengan melalui sistem Petani Mitra, maka jalur distribusi tembakau menjadi lebih
pendek. Dari petani binaan (atau kelompok tani), kemudian langsung masuk ke
perusahaan rokok (Gambar 2). Dengan pendeknya jalur distribusi ini petani bisa
diharapkan memperoleh hasil jual yang lebih baik, bila dibandingkan dengan petani
swadaya. Namun, disini, petani mitra mempunyai keterikatan kontrak untuk menjual
hasil produksinya hanya kepada perusahan rokok atau pabrikan yang membinanya.

10
Adanya bimbingan teknis dan kontrol kualitas dari Mitra akan membantu petani untuk
menjaga kualitas tembakau tidak hanya dari cara bercocok tanam tapi juga
pengolahan (termasuk di dalamnya pengeringan dan pemotongan). Namun demikian,
dalam kenyataanya, ada pihak lain yang turut bermain di pasar tembakau di daerah.
Selain petani mitra, petani swadaya, penjual dan perusahaan, juga ada pembeli gelap
yang ikut masuk untuk ikut berspekulasi yang mempengaruhi harga tembakau
(Hamidi, 2007)

3.4.Rantai Pasok (Supply Chain) Tembakau

Gambar 3. Rantai Pasok (Alur, Pelaku dan Pangsa Pasar) Tembakau Selopuro di 4
Kecamatan di Blitar, Jawa Timur.

Salah satu rantai pasok tembakau terdapat pada gambar di atas, yang merupakan rantai
pasok tembakau lokal Selopuro di Blitar Jawa timur. Skema alur pemasaran tembakau
tingkat lokal dan regional dapat dilihat pada gambar di atas, termasuk aliran produk
tembakau selopuro, pelaku yang dominan bermain dalam pasar tembakau serta pangsa

11
pasar yang mereka kuasai. Pasar tembakau keseluruhannya bermuara pada pabrikan
rokok atau (hanya sebagian kecil) langsung ke konsumen tertentu sebagai pembeli akhir
sesuai tingkatnya. Untuk tembakau selopuro terdapat dua pelaku pembeli tembakau, yaitu
sebagai pasokan lokal (pasar lokal) dan regional (Pabrik rokok Gudang Garam dan
Bentoel). Karena diperkirakan sekitar 75% dari pangsa tembakau di wilayah tersebut
dikuasai oleh satu chanel pemasaran (pembeli), maka sifat perdagangannya
dimungkinkan bersifat monopsony. Dalam kondisi ini posisi tawar petani sangat lemah
terutama terhadap alasan kualitas, kelebihan persediaan dan lain sebagainya. Posisi
pengusaha kecil dan pedagang tembakau di pasar tradisional juga akan sama dengan
posisi petani ketika menghadapi pembeli akhir.

3.5.Rantai Nilai (Value Chain) Tembakau


Berikut ini diuraikan rantai nilai yang ada dengan melakukan intervensi (value
chain proposal) untuk mengefisienkan jalur distribusi dan meningkatkan nilai tambah,
sekaligus meningkatkan daya saing produk tembakau, sekaligus memberikan
kesempatan kepada petani tembakau untuk memperoleh bagian nilai tambah yang
lebih tinggi dan berkembangnya industri pengolahan (lihat Gambar 4). Industri
pengolahan yang ada bisa merupakan industri yang mandiri ataupun berupa industri
yang bermitra dengan perusahaan rokok. Dalam value chain intervention ini, petani/
kelompok tani memiliki kesempatan untuk menjual produknya langsung kepada
industri pengolah tersebut, sehingga memperoleh harga jual yang lebih baik.
Kesempatan ini mungkin tidak bisa diperoleh bila menggunakan jalur distribusi
tradisional. Intervensi rantai nilai bisa dilakukan untuk meningkatkan nilai tambah,
mengefisienkan jalur distribusi dan daya saing produk tembakau yang dihasilkan.
Berbagai intervensi kebijakan yang bisa dilakukan adalah: adanya bimbingan dan
teknologi pengeringan dan pengolahan, permodalan (dengan subsidi bunga), juga
promosi kemitraan yang selama ini berjalan dengan baik. Demikian juga untuk
perbaikan jalur distribusi dan pasar, upaya yang bisa diusulkan adalah perbaikan
jaringan distribusi, promosi kemitraan dan promosi ekspor. Keuntungan lain yang
bisa diperoleh (dengan adanya nilai tambah baru) adalah daya saing dari sisi harga
dan kulaitas yang lebih baik. Hal ini bisa diwujudkan karena produk tembakau yang

12
dijual adalah yang sudah olahan (rajangan sampai blended) sebelum dijual kepada
pedagang besar atau dijual langsung kepada perusahaan atau bahkan (kemungkinan)
diekspor.

Gambar 4. Value Chain Analysis dan Intervensi Kebijakan

13
3.6.Peranan Tembakau dan Indutri Rokok dalam Perekonomian Nasional
Sektor tembakau dan sektor industri rokok dapat dilihat peranannya dalam
perekonomian nasional dari beberapa sisi :
1) Sumber penerimaan negara
Cukai hasil tembakau merupakan salah satu sumber penerimaan negara dari dalam
negeri. Barang-barang yang terkena cukai selama ini adalah hasil tembakau, etil
alcohol, dan minuman mengandung etil alkohol. Namun, sebagian besar
penerimaan cukai berasal dari hasil tembakau (sekitar 95%). Penerimaan cukai
meningkat dari sekitar Rp 11,3 triliun pada tahun 2000 menjadi sekitar Rp 29,2
triliun pada tahun 2004 atau meniungkat rat-rata 32,12 persen per tahun. Laju
kenaikan penerimaan cukai ini jauh lebih besar di banding kenaikan penerimaan
dalam negeri yang hanya 14,98 persen per tahun. Peningkatan penerimaan cukai
tersebut disebabkan pemerintah menaikkan cukai rokok.
Kontribusi cukai terhadap penerimaan negara dari dalam negeri meningkat 5,50%
pada atahun 2000 menjadi 7,77% pada tahun 2002, tetapi kemudian terus
menurun menjadi 7,15% pada tahun 2004. Namun secara rata-rata meningkat
0,52% per tahun selama 2000 – 2004.

2) Sumber devisa negara


Dalam kegiatan perdagangan internasional, Indonesia melakukan ekspor
dan impor tembakau dan produk-produknya. Selama 2000 – 2006 nilai ekspor dan
nilai impor keduanya berfluktuasi dengan trend yang meningkat masing-masing
6,82% dan 7,64% per tahun. Selama periode tersebut secara konsisten Indonesia
mengalami deficit neraca perdagangan cukup besar dengan laju kenaikan rata-rata

14
8,68% per tahun. Deficit neraca perdagangan tersebut mengindikasikan bahwa
tembakau dan produk tembakau bukan merupakan sumber devisa negara karena
impor tembakau sebagai bahan baku industry rokok dan impor produk tembakau
(rokok) untuk konsumsi langsung bersifat menguras devisa negara. Pada tahun
2006 defisit neraca perdagangan mencapai US$ 82,13 juta yang merupakan
796,19% dari nilai ekspor.

15
BAB IV

PENUTUP

4.1.Kesimpulan
Tembakau merupakan tanaman yang digunakan sebagai bahan baku rokok.
Komoditi tembakau mempunyai arti yang cukup penting, tidak hanya sebagai
sumber pendapatan bagi para petani, tetapi juga bagi Negara. Penawaran
tembakau di Indonesia meningkat tiap tahunnya dilihat dari produksi tembakau
di Indonesia. Namun, permintaan tembakau relatif menurun tiap tahunnya dan
produksi dalam negeri masih tidak dapat memenuhi permintaan, maka
dilakukanlah impor yang jumlahnya melebihi ekspor. Terdapat 2 pola
pemasaran tembakau yang umum di lakukan petani yaitu saluran pemasaran
petani swadaya dan saluran pemasaran petani mitra. Saluran pemasaran melalui
sistem Petani Mitra, maka jalur distribusi tembakau menjadi lebih pendek.
Dengan pendeknya jalur distribusi petani bisa diharapkan memperoleh hasil jual
yang lebih baik, bila dibandingkan dengan petani swadaya. Harga tembakau di
Indonesia relatif murah tentu merugikan petani. Maka diperlukan peningkatan
rantai nilai tembakau. Intervensi rantai nilai bisa dilakukan untuk meningkatkan
nilai tambah, mengefisienkan jalur distribusi dan daya saing produk tembakau
yang dihasilkan. Kebijakan yang bisa dilakukan adalah: adanya bimbingan dan
teknologi pengolahan, permodalan (dengan subsidi bunga), juga promosi
kemitraan yang selama ini berjalan dengan baik. Demikian juga untuk
perbaikan jalur distribusi dan pasar, upaya yang bisa diusulkan adalah perbaikan
jaringan distribusi, promosi kemitraan dan promosi ekspor. Banyak asumsi
bahwa tembakau (rokok) berperan dalam peningkatan devisa negara namun
kenyataannya tahun ke tahun jumlah impor tembakau dan produk tembaku
semakin meningkat dibandingkan ekspornya. Defisit neraca perdagangan
tersebut mengindikasikan bahwa tembakau dan produk tembakau bukan
merupakan sumber devisa negara karena impor tembakau sebagai bahan baku
industry rokok dan impor produk tembakau (rokok) untuk konsumsi langsung
bersifat menguras devisa negara.

16
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Zainal. 2015. Saluran Pemasaran dan Efisiensi Biaya serta Pendapatan
Usahatani Tembakau Terhadap Kontribusi Pendapatan Keluarga
di Desa Brani Kulon Probolinggo. Universitas Jember.

Andri, Kuntoro boga . 2012. Analisa Manajemen Rantai Pasok Agribisnis


Tembakau Selopuro Blitar Bagi Kesejahteraan Petani Lokal. Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP). Malang. Diakses dari
http:pertanian.trunojoyo.ac.id pada tanggal 4 Januari 2017.

Hadi, Prajogo U. 2008. Peranan Sektor Tembakau dan Industri Rokok dalam
Perekonomian Indonesia : Analisis Tabel I-O Tahun 2000. Jurnal
Agro ekonomi Volume 26 No.1. Pusat Analisis Sosial Ekonomi
dan Kebijakan Pertanian. Bogor.

Hadian Nur, Yudha. 2016. Daya Saing Tembakau Virginia Lokal : Analisis Rantai
Nilai. Diakses : jurnalekonomi.lipi.go.id pada tanggal 8 Januari
2017 pukul 7:25.

Kementrian Pertanian. 2014. Outlook Komoditi Tembakau. ISSN 1907-1507. Pusat


Data dan Sistem Informasi Pertanian. Jakarta.

Siffa. 2011. Saluran Pemasaran dan Manajemen Rantai Pasokan. Diakses : 8


Januari 2017.
http://blogsiffahartas.blogspot.co.id/2011/05/saluran-pemasaran-
dan-manajemen-rantai.html

Dian. 2011. Rantai Nilai. Diakses : 8 Januari 2017.


https://beritati.blogspot.co.id/2011/12/rantai-nilai.html

17
18

Anda mungkin juga menyukai