Dosen :
Putu Rika Veryanti, S. Farm.M.Farm-Klin, Apt.
Disusun oleh :
1. Nurmala Ambarsari 15330105
2. Novita Ananda Putri 15330116
3. Novia Ananda Putri 15330117
4. Dewi Rizki Astuti 15330118
Bismillahirrahmanirrahiim,
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan kekuatan dan
ketabahan bagi hamba-Nya. Serta memberi ilmu pengetahuan yang banyak agar kita tidak
merasa kesulitan. Salawat serta salam tidak lupa penulis sanjungkan kepada Nabi Besar
Muhammad SAW, yang telah menyampaikan wahyu-Nya kepada hamba-Nya yang setia
sampai akhir zaman.
Laporan yang berjudul “Emulsi Paraquid” ini, disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah
“Praktikum Teknologi Sediaan Semisolid & Liquid” di Fakultas Farmasi Institut Sains dan
Teknologi Nasional. Dalam penyusunan makalah ini penulis banyak mendapat bantuan dan
sumbangan pemikiran, serta dorongan dari berbagai pihak, tetapi tidak luput dari kendala yang
begitu banyak.
Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua terutama bagi penulis,
Amin yarobbal ‘alamiin.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Obat-obatan sangat jarang diberikan dalam bentuk bahan kimia langsung dan hampir
selalu diberikan dalam bentuk sediaan formulasi. Dalam dunia kefarmasian dikenal
berbagai macam bentuk sediaan obat. Suatu sediaan selain terdiri dari bahan aktif juga
membutuhkan bahan tambahan yang bertujuan untuk memperbaiki, mengubah bahan aktif
obat menjadi bentuk sediaan.
Tujuan dari desain sediaan obat adalah untuk memperoleh hasil terapeutik yang dapat
diperkirakan dari suatu obat termasuk formulasi yang dapat diproduksi dalam skala besar
dengan kualitas produk yang dapat dipertahankan dan dihasilkan terus-menerus.
Bentuk sediaan obat antara lain sediaan cair, sediaan setengah padat dan sediaan
padat. Sediaan cair sendiri ada dalam bentuk sirup, suspensi, elixir dan lain sebagainya,
sediaan setengah padat terdiri dari krim, salep, gel dan masih banyak lagi. Sedangkan
untuk sediaan padat, dikenal dalam bentuk serbuk, granul, pil, tablet dan lain sebagainya.
Emulsi merupakan suatu sistem yang tidak stabil, sehingga dibutuhkan zat
pengemulsi atau emulgator untuk menstabilkannya sehingga antara zat yang terdispersi
dengan pendispersinya tidak akan pecah atau keduanya tidak akan terpisah. Ditinjau dari
segi kepolaran, emulsi merupakan campuran cairan polar dan cairan non polar.
Dari hal tersebut diatas maka sangatlah penting untuk mempelajari sistem emulsi
karena dengan tahu banyak tentang sistem emulsi ini maka akan lebih mudah juga untuk
mengetahui zat–zat pengemulsi apa saja yang cocok untuk menstabilkan emulsi selain itu
juga dapat diketahui faktor–faktor yang menentukan stabilnya emulsi tersebut karena
selain faktor zat pengemulsi tersebut juga dipengaruhi gaya sebagai penstabil
emulsi. Sistem emulsi termasuk jenis koloid dengan fase terdispersinya berupa zat cair.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan emulsi?
2. Sebutkan penggolongan tipe emulsi?
3. Jelaskan komponen sediaan emulsi?
4. Sebutkan tujuan pemakaian sediaan emulsi?
5. Sebutkan jenis-jenis sediaan emulsi?
1
6. Jelaskan mengenai teori terjadinya emulsi?
7. Bagaimana stabilitas sediaan emulsi?
8. Bagaimana cara pembuatan sediaan emulsi?
9. Bagaimana cara evaluasi sediaan emulsi?
10. Sebutkan dan jelaskan data pra formulasi dan komponen umum sediaan untuk
pembuatan emulsi paraquid?
11. Bagaimana intruksi kerja pembuatan emulsi paraquid dan bagaimana cara
evaluasinya?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu :
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menyusun desain dan pembuatan sediaan emulsi.
2. Tujuan Khusus
Mahasiswa dapat memanfaatkan dan melaksanakan pengkajian praformulasi
untuk sediaan semi solid dan liquid.
Mahasiswa mampu melaksanakan desain sediaan emulsi.
Mahasiswa mampu menyusun SOP dan instruksi kerja pembuatan emulsi.
Mahasiswa mampu melaksanakan SOP dan instruksi kerja sediaan emulsi.
Mahasiswa mampu menyusun laporan pembuatan sediaan emulsi.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Emulsi
Menurut farmakope Indonesia Edisi IV : emulsi adalah sistem 2 fase yang salah satu
cairannya terdispersi dalam cairan yang lain dalam bentuk tetesan kecil. Emulsi dapat
distabilkan dengan penambahan bahan pengemulsi yang mencegah koalesensi, yaitu
penyatuan tetesan kecil menjadi tetesan besar dan akhirnya menjadi satu fase tunggal yang
memisah.
Stabilitas emulsi dapat dipertahankan dengan penambahan zat yang ketiga yang
disebut dengan emulgator (emulsifying agent). Konsistensi emulsi sangat beragam, mulai
dari cairan yang mudah dituang hingga krim setengah padat.
Emulsi berasal dari kata emulgeo yang artinya menyerupai milk, warna emulsi adalah
putih. Pada abad ke XVII hanya dikenal emulsi dari biji-bijian yang mengandung lemak,
protein, dan air. Emulsi semacam ini disebut emulsi vera atau emulsi alam, sebagai
emulgator dipakai protein yang terdapat dalam biji tersebut.
3. Komponen Sediaan
1. Zat aktif.
2. Bahan pengemulsi/emulgator.
Bahan pengemulsi menstabilkan dengan cara :
a. Menempati permukaan antara tetesan dan fase eksternal dengan pembuatan batas
fisik disekeliling partikel yang akan berkoalesensi.
b. Mengurangi tegangan antar permukaan antara 2 fase sehingga meningkatkan
proses emulsifikasi selama pencampuran.
a. Bahan karbohidrat.
Contohnya : akasia/gom, tragakan, agar, kondrus, dan pectin.
b. Protein.
Contohnya : gelatin, kuning telur, kacein.
c. Alkohol dengan bobot molekul tinggi
Contohnya : steryl alcohol, cetyl alcohol, gliseril mono stearat.
d. Zat-zat pembasah.
Bersifat anionik, contoh : trietanol amin (TEA), natrium laurylsulfat.
Bersifat kationik, contoh : benzalkonium klorida.
Bersifat non ionik, contoh : sorbitan mono oleat (span 80).
3. Zat tambahan.
Pemilihan zat tambahan tergantung dari karakter zat aktif dan karakter sediaan yang
akan dibuat. Macam-macam zat tambahan yang bisa dipakai yaitu :
4
a. Zat pewarna.
Untuk menutupi penampilan yang tidak menarik serta meningkatkan penerimaan
pasien. Yang harus diperhatikan dalam pemilihan zat warna, yaitu : kelarutan,
stabilitas, ketercampuran, konsentrasi zat warna dalam campuran, sesuai dengan
rasa sediaan, pH sediaan.
b. Zat pengawet
Zat pengawet yang digunakan yang tidak toksik, tidak berbau, stabil, dan dapat
bercampur dengan komponen lain didalam formula, potensi antibakterinya luas.
Contohnya yaitu :
Tipe asam : Asam benzoat, asam sorbat.
Ester : Nipagin, nipasol.
Aldehid : Vanillin.
Fenol : Fenol, kresol, klorbutanol.
Senyawa Quartener : Benzalkonium klorid.
c. Antioksidan
Terjadinya autooksidasi minyak dapat menimbulkan bau tengik, contoh anti
oksidan yaitu : asam galat, asam askorbat, tokoferol, BHT, BHA, dll.
5
Emulsi paraffin liquid.
Emulsi minyak jarak.
2. Emulsi topikal.
a. Lotion.
Lotion lebih disukai daripada krim dalam aplikasi tertentu. Lotion
didefinisikan sebagai krim encer. Lotion juga termasuk emulsi tetapi
mengandung lilin dan minyak yang lebih sedikit dibandingkan dengan krim
sehingga terasa ringan dan tidak lengket.
Bentuk lotion digunakan untuk produk seperti lotion kulit dan wajah.
Dibandingkan dengan krim umumnya lotion lebih mudah diproduksi karena lebih
encer, waktu pemanasan, dan pendinginannya lebih cepat.
Beberapa contoh formula lotion yang umum dipakai, yaitu :
R/ Trietanolamin 8%
Paraffin liquid 35%
Cera alba 2%
Water 55%
R/ Oleum cocos 2%
Spermaceti 3%
Stearic acid 4%
Propil paraben 0,15%
b. Shampo
Shampo adalah sediaan kosmetik yang digunakan untuk maksud keramas
rambut sehingga setelah itu kulit kepala dan rambut menjadi bersih dan sedapat
mungkin rambut menjadi lembut, mudah diatur dan berkilau.
Shampo emulsi mudah dituang karena konsistensinya tidak begitu kental.
Pada dasarnya shampo emulsi dapat dibuat dari deterjen cair jernih yang
dicampur dengan zat pengemulsi.
Beberapa formula shampo yang umum digunakan, yaitu :
R/ Coconut oil 14%
Olive oil 3%
Castor oil 3%
Glycerol 6%
6
Cethyl alcohol 5%
Parfum 0,5%
Water 68,5%
R/ Coconut oil 7%
Stearic acid 14%
Glycerol 2%
Parfum 0,5%
Olive oil 14%
Sodium lauryl sulfat 3%
Water 59,5%
7
Dalam teori ini dikatakan bahwa penambahan emulgator akan menurunkan
tegangan yang terjadi pada bidang batas sehingga antara kedua zat cair tersebut akan
mudah bercampur.
2. Teori orientasi bentuk baji (Oriented Wedge)
Teori ini menjelaskan fenomena terbentuknya emulsi dengan dasar adanya
kelarutan selektif dari bagian molekul emulgator, ada bagian yang bersifat suka
terhadap air atau mudah larut dalam air (hidrofil) dan ada bagian yang suka dengan
minyak atau larut dalam minyak (lipofil).
Masing-masing kelompok akan bergabung dengan zat cair yang disenanginya,
kelompok hidrofil kedalam air dan kelompok lipofil ke dalam minyak. Dengan
demikian emulgator seolah-olah menjadi tali pengikat antara air dan minyak. Antara
kedua kelompok tersebut akan membuat suatu keseimbangan.
Setiap jenis emulgator memiliki harga kesimbangan yang besarnya tidak sama.
Harga keseimbangan itu dikenal dengan istilah HLB (Hydrophyl Lipophyl Balance)
yaitu angka yang menunjukkan perbandingan antara kelompok lipofil dengan
kelompok hidrofil.
Semakin besar harga HLB berarti semakin banyak kelompok yang suka pada air,
itu artinya emulgator tersebut lebih mudah larut dalam air dan demikian sebaliknya.
3. Teori film plastik
Teori ini menjelaskan bahwa emulgator ini mengendap pada permukaan masing-
masing butir tetesan fase dispersi dalam bentuk film yang plastis.
Surfaktan dapat membantu pembentukan emulsi dengan mengabsorpsi antar
muka, dengan menurunkan tegangan interfasial dan bekerja sebagai pelindung agar
butir-butir tetesan tidak bersatu. Emulgator membantu terbentuknya emulsi dengan 3
jalan, yaitu :
1. Penurunan tegangan antar muka (stabilisasi termodinamika).
2. Terbentuknya film antar muka yang kaku (pelindung mekanik terhadap
koalesen).
3. Terbentuknya lapisan ganda listrik, merupakan pelindung listrik dari partikel.
F. Kestabilan Emulsi
Emulsi dikatakan tidak stabil bila mengalami hal-hal seperti dibawah ini :
8
Creaming : yaitu terpisahnya emulsi menjadi 2 lapisan, dimana yang satu mengandung
fase dispers lebih banyak daripada lapisan yang lain. Creaming bersifat reversible
artinya bila dikocok perlahan-lahan akan terdispersi kembali.
Koalesen dan cracking (breaking) : yaitu pecahnya emulsi karena film yang meliputi
partikel rusak dan butir minyak akan koalesen (menyatu). Sifatnya irreversible (tidak
bisa diperbaiki). Hal ini dapat terjadi karena :
- Peristiwa kimia, seperti : penambahan alkohol, perubahan pH, penambahan
CaO/CaCl2 exicatus.
- Peristiwa fisika, seperti : pemanasan, penyaringan, pendinginan, pengadukan.
Inversi : yaitu peristiwa berubahnya sekonyong-konyong tipe emulsi w/o menjadi o/w
atau sebaliknya. Sifatnya iireversible.
G. Cara Pembuatan
1. Metode gom basah (metode inggris).
Yaitu dengan membuat mucilago yang kental dengan sedikit air lalu ditambahkan
minyak sedikit demi sedikit dengan diaduk cepat. Bila emulsi terlalu kental,
ditambahkan air sedikit demi sedikit agar mudah diaduk dan ditambah sisa minyak.
Bila semua minyak sudah masuk ditambahkan air sambil diaduk sampai volume yang
dikehendaki. Cara ini digunakan terutama bila emulgator yang akan dipakai berupa
cairan atau harus dilarutkan dulu dengan air. Contohnya adalah kuning telur, methyl
selulosa.
2. Metode gom kering.
Metode ini juga disebut metode 4 : 2 : 1 (4 bagian minyak, 2 bagian air, dan 1
bagian gom). Selanjutnya sisa air dan bahan lain ditambahkan. Caranya ialah 4 bagian
minyak dan 1 bagian gom diaduk dan dicampur dalam mortir yang kering dan bersih
sampai tercampur benar, lalu ditambahkan 2 bagian air sampai terjadi corpus emulsi.
Tambahkan sirup dan tambahkan sisa air sedikit demi sedikit, bila ada cairan alkohol
hendaklah ditambahkan setelah diencerkan sebab alkohol dapat merusak emulsi.
3. Metode baudrimont.
Menggunakan perbandingan minyak : gom : air = 10 : 5 : 7,5 dalam pembuatan
corpus emulsi.
4. Metode HLB
Dalam hal ini berhubungan dengan sifat-sifat molekul surfaktan mengenai sifat-
sifat dari keseimbangan HLB (Hydrophiel-Lyphopiel Balance). Emulgator
9
mempunyai suatu bagian hidrofilik dan suatu bagian lipofilk dengan salah satu
diantaranya lebih atau kurang dominan dalam bentuk tipe emulsi.
Tahun 1933 Clayton telah membuat sifat relatif dari keseimbangan hidrofil-lipofil
yang disebut nilai HLB. Makin rendah nilai HLB surfaktan maka makin lipofil,
sedangkan makin tinggi nilai HLB maka makin bersifat hidrofil.
Nilai HLB 1,8 - 8,6 seperti span dianggap sebagai lipofil dan umumnya
membentuk tipe emulsi A/M. Nilai HLB 9,6 – 16,7 seperti tween dianggap hidrofil
yang pada umumnya membentuk emulsi tipe M/A.
H. Evaluasi Sediaan
a. Organoleptis
Bau
Warna
Rasa
b. Homogenitas
10
c. pH
d. Viskositas
Satuan : Cps
Alat : Viskometer brookfield
Cara :
1. Pasang spindel.
2. Turunkan spindel kedalam cairan yang akan diukur sampai batas spindel. Atur
RPM.
3. Pasang stop kontak dan nyalakan.
4. Biarkan spindel berputar, lihat jarum merah pada skala dan baca angka yang
ditunjukkan pada jarum.
5. Untuk menghitung viskositas, maka angka pembacaan dikalikan satuan faktor
yang terdapat pada table (ada pada alat viskometer).
6. Dengan merubah RPM maka didapat viskositas pada berbagai RPM.
e. Sifat alir : Membaca grafik antara RPM dan gaya (F).
f. Volume sedimentasi
Hu
Volume sedimentasi = /Ho
Untuk membuat grafik volume sedimentasi maka rasio = Hu/Ho diplot sebagai ordinat
dan waktu sebagai obsisnya. Hasil yang terbaik adalah garis lebih horizontal sedikit
demi sedikit miring ke bawah kearah kanan tapi tidak/kurang curam.
11
Uji pembasahan kertas saring
Jika emulsi yang diuji diteteskan pada kertas saring, maka emulsi M/A dalam
waktu singkat menyebar dan membentuk cincin air disekeliling tetesan.
12
BAB III
METODOLOGI
A. Tujuan Praktikum
Mahasiswa dapat menjalankan alat untuk setiap tahap pembuatan dan pengujian
sediaan emulsi.
B. Alat
Viskometer Brookfield.
Timbangan.
Perkamen.
Beaker glass.
Gelas ukur.
Mortir dan stamper.
pH universal.
Kaca arloji.
Spatula.
Sudip.
Pipet tetes.
Botol 100 ml
C. Kegiatan
1. Mahasiswa mendengarkan penjelasan jenis, komponen, dan guna alat yang ada
dilaboratorium.
2. Mahasiswa menggambarkan setiap alat yang ada, kemudian membuat gambar
masing-masing komponen.
3. Mahasiswa ikut menjalankan alat-alat yang ada dilaboratorium.
4. Mahasiswa membuat laporan.
13