PENDAHULUAN
1
1.2 Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah :
1. Mengenal dan memahami komposisi bahan dan cara pembuatan dalam sediaan
suspensi kloramfenikol.
2. Mengenal dan memahami cara evaluasi sediaan suspensi kloramfenikol.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
2.1 Dasar Teori Suspensi
2.1.1 Pengertian Suspensi
Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut yang
terdispersi dalam fase cair. Suspensi terdiri dari beberapa jenis yaitu :
Suspensi oral adalah sediaan cair mengandung partikel padat yang terdispersi
dalam pembawa cair dengan bahan pengaroma yang sesuai dan ditujukan untuk
penggunaan oral. Beberapa suspensi yang diberi etiket sebagai susu atau magma
termasuk dalam kategori ini. Beberapa suspensi dapat langsung digunakan ,
sedangkan yang lain berupa campuran padat yang harus dikonstitusikan terlebih
dahulu dengan pembawa yang sesuai segera sebelum digunakan. Sediaan seperti ini
disebut “ Untuk Suspensi oral”
Suspensi topikal adalah sediaan cair mengandung partikel padat yang
terdispersi dalam pembawa cair yang ditujukan untuk penggunaan pada kulit.
Beberapa suspensi yang diberi etiket sebagai “lotio” termasuk dalam kategori ini.
Suspensi tetes telinga adalah sediaan cair mengandung partikel-partikel halus
yang ditujukan untuk diteteskan telinga bagian luar.
Suspensi optalmik adalah sediaan cair steril yang mengandung partikel-partikel
yang terdispersi dalam cairan pembawa untuk pemakaian pada mata. Obat dalam
suspensi harus dalam bentuk termikronisasi agar tidak menimbulkan iritasi atau
goresan pada kornea. Suspensi obat mata tidak boleh digunakan bila terjadi massa
yang mengeras atau penggumpalan.
Suspensi untuk injeksi adalah sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium
cair yang sesuai dan tidak disuntikkan secara intravena atau kedalam larutan spinal .
Suspensi untuk injeksi terkonstitusi adalah sediaan padat kering dengan bahan
pembawa yang sesuai untuk membentuk larutan yang memenuhi semua persyaratan
untuk suspensi steril setelah penambahan bahan pembawa yang sesuai.
3
Cara tersebut merupakan salah satu tindakan untuk menjaga stabilitas suspensi.
Beberapa faktor yang mempengaruhi stabilitas suspensi ialah :
1. Ukuran partikel.
Ukuran partikel erat hubungannya dengan luas penampang partikel tersebut
serta daya tekan keatas dari cairan suspensi itu. Hubungan antara ukuran partikel
merupakan perbandingan terbalik dengan luas penampangnya. Sedangkan antara
luas penampang dengan daya tekan keatas merupakan hubungan linier. Artinya
semakin besar ukuran partikel semakin kecil luas penampangnya. (dalam volume
yang sama) .Sedangkan semakin besar luas penampang partikel daya tekan
keatas cairan akan semakin memperlambat gerakan partikel untuk mengendap,
sehingga untuk memperlambat gerakan tersebut dapat dilakukan dengan
memperkecil ukuran partikel.
2. Kekentalan (viscositas)
Kekentalan suatu cairan mempengaruhi pula kecepatan aliran dari cairan
tersebut, makin kental suatu cairan kecepatan alirannya makin turun (kecil).
Kecepatan aliran dari cairan tersebut akan mempengaruhi pula gerakan
turunnya partikel yang terdapat didalamnya. Dengan demikian dengan
menambah viskositas cairan, gerakan turun dari partikel yang dikandungnya
akan diperlambat. Tetapi perlu diingat bahwa kekentalan suspensi tidak boleh
terlalu tinggi agar sediaan mudah dikocok dan dituang.
Hal ini dapat dibuktikan dengan hukum “ STOKES “.
d2( -0) g
V = -------------------------
4. Sifat/muatan partikel
Dalam suatu suspensi kemungkinan besar terdiri dari beberapa macam
campuran bahan yang sifatnya tidak selalu sama. Dengan demikian ada
kemungkinan terjadi interaksi antar bahan tersebut yang menghasilkan bahan
yang sukar larut dalam cairan tersebut. Karena sifat bahan tersebut sudah
merupakan sifat alam, maka kita tidak dapat mempe-ngaruhinya.
Stabilitas fisik suspensi farmasi didefinisikan sebagai kondisi suspensi
dimana partikel tidak mengalami agregasi dan tetap terdistribusi merata. Bila
partikel mengendap mereka akan mudah tersuspensi kembali dengan
pengocokan yang ringan. Partikel yang mengendap ada kemungkinan dapat
saling melekat oleh suatu kekuatan untuk membentuk agregat dan selanjutnya
membentuk compacted cake dan peristiwa ini disebut caking .
Kalau dilihat dari faktor-faktor tersebut diatas, faktor konsentrasi dan sifat
dari partikel merupakan faktor yang tetap, artinya tidak dapat diubah lagi karena
konsentrasi merupakan jumlah obat yang tertulis dalam resep dan sifat partikel
merupakan sifat alam. Yang dapat diubah atau disesuaikan adalah ukuran partikel
dan viskositas.
Ukuran partikel dapat diperkecil dengan menggunakan pertolongan mixer,
homogeniser, colloid mill dan mortir. Sedangkan viskositas fase eksternal dapat
dinaikkan dengan penambahan zat pengental yang dapat larut kedalam cairan
tersebut. Bahan-bahan pengental ini sering disebut sebagai suspending agent
5
(bahan pensuspensi), umumnya bersifat mudah berkembang dalam air
(hidrokoloid).
Tragacanth
Merupakan eksudat dari tanaman astragalus gumnifera. Tragacanth
sangat lambat mengalami hidrasi, untuk mempercepat hidrasi biasanya
dilakukan pemanasan, Mucilago tragacanth lebih kental dari mucilago dari
gom arab. Mucilago tragacanth baik sebagai stabilisator suspensi saja, tetapi
bukan sebagai emulgator.
Algin
Diperoleh dari beberapa species ganggang laut. Dalam perdagangan
terdapat dalam bentuk garamnya yakni Natrium Alginat. Algin merupakan
senyawa organik yang mudah mengalami fermentasi bakteri sehingga suspensi
dengan algin memerlukan bahan pengawet. Kadar yang dipakai sebagai
suspending agent umumnya 1-2 %.
7
Termasuk dalam golongan ini adalah metil selulosa (methosol, tylose),
karboksi metil selulosa (CMC), hidroksi metil selulosa. Dibelakang dari nama
tersebut biasanya terdapat angka/nomor, misalnya methosol 1500. Angka ini
menunjukkan kemampuan menambah viskositas dari cairan yang dipergunakan
untuk melarutkannya. Semakin besar angkanya berarti kemampuannya
semakin tinggi. Golongan ini tidak diabsorbsi oleh usus halus dan tidak
beracun , sehingga banyak dipakai dalam produksi makanan. Dalam farmasi
selain untuk bahan pensuspensi juga digunakan sebagai laksansia dan bahan
penghancur/disintregator dalam pembuatan tablet.
8
Metode praesipitasi.
Zat yang hendak didispersi dilarutkan dahulu dalam pelarut organik yang
hendak dicampur dengan air. Setelah larut dalam pelarut organik diencer- kan
dengan larutan pensuspensi dalam air. Akan terjadi endapan halus dan
tersuspensi dengan bahan pensuspensi. Cairan organik tersebut adalah : etanol,
propilenglikol, dan polietilenglikol
Sistem deflokulasi
Dalam sistem deflokulasi partikel deflokulasi mengendap perlahan dan
akhirnya membentuk sedimen, dimana terjadi agregasi akhirnya terbentuk
cake yang keras dan sukar tersuspensi kembali.
Flokulasi :
1. Partikel merupakan agregat yang bebas.
2. Sedimentasi terjadi cepat.
3. Sedimen terbentuk cepat.
4. Sedimen tidak membentuk cake yang keras dan padat dan mudah terdispersi
kembali seperti semula
9
5. Wujud suspensi kurang menyenangkan sebab sedimentasi terjadi cepat dan
diatasnya terjadi daerah cairan yang jernih dan nyata.
10
Sebagai bahan pengawet dapat digunakan butil p. benzoate (1 : 1250), etil p.
benzoat (1 : 500 ), propil p. benzoat (1 : 4000), nipasol, nipagin 1 %.
Disamping itu banyak pula digunakan garam komplek dari mercuri untuk pengawet,
karena memerlukan jumlah yang kecil, tidak toksik dan tidak iritasi. Misalnya fenil
mercuri nitrat, fenil mercuri chlorida, fenil mercuri asetat.
F=
Vu
Vo
2. Derajat flokulasi
Adalah suatu rasio volume sedimen akhir dari suspensi flokulasi (Vu) terhadap
volume sedimen akhir suspensi deflokulasi ( Voc)
Vu
Derajat Flokulasi =
Voc
3. Metode reologi
Berhubungan dengan faktor sedimentasi dan redispersibilitas, membantu
menentukan perilaku pengendapan, mengatur vehicle dan susunan partikel
untuk tujuan perbandingan.
12
rickettzia, limfogranuloma, psitakosis, gastroenteristis,
bruselosis, disentri, staphylococcal abses otak, meningitis,
lymphogranuloma-psittacosis
5 Dosis Lazim Dewasa : 50 mg/kgBB/hari dalam dosis terbagi tiap 6 jam.
- Anak : 50-75 mg/kgBB/hari dalam dosis terbagi tiap 6 jam.
- Bayi < 2 minggu : 25 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis terbagi
tiap 6 jam. Berikan dosis lebih tinggi untuk infeksi lebih berat.
Setelah umur 2 minggu bayi dapat menerima dosis sampai 50
mg/kgBB/ hari dalam 4 dosis tiap 6 jam. Dengan cara pakai
untuk dewasa 50 mg/kg BB atau 1-2 kapsul 4 kali sehari.
- Untuk infeksi berat dosis dapat ditingkatkan 2 x pada awal
terapi sampai didapatkan perbaikan klinis.
6 Cara Pemakaian Oral
7 Sediaan lazim 125 mg dan 250 mg
dan kadar
8 Stabilitas Stabil pada suhu ruangan dan suhu tinggi. Stabil dalam sediaan
suspensi.
9 Wadah dan Wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya.
Penyimpanan
2. Propylenglycol
NO PARAMETER DATA
1 Pemerian Merupakan cairan jernih tidak berwarna, lengket, tidak
berbau, rasa manis agak tajam menyerupai gliserin.
2 Kelarutan Dapat bercampur dengan aseton, kloroform dan etanol 95%,
gliserin dan air. Larut dalam 6 bagian eter. Tidak dapat
13
bercampur dengan eter minyak tanah atau minyak lemak,
tapi dapat melarutkan beberapa minyak.
3 Stabilitas Di temperatur dingin dan dalam wadah tertutup baik
propilenglikol stabil, tapi dalam temperatur tinggi dan
tempat terbuka mudah teroksidasi dan menghasilkan produk
seperti propionaldehid, asam laktat, asam piruvat dan asam
asetat. Propilenglikol stabil secara kimia ketika dicampur
dengan etanol 95%, gliserin, atau air. Propilenglikol adalah
senyawa higroskopis sehingga harus disimpan dalam wadah
tertutup baik, terlindung dari cahaya di tempat yang dingin
dan kering.
4 Indikasi Bahan pengawet dalam semisolid (15-30 %), desinfektan,
humektan dalam sediaan topikal konsentrasi 15%, platisizer,
bahan penstabil, pelarut.
5 Inkompatibilitas Inkompatibel dengan senayawa pengoksidasi seperti kalium
permanganate.
6 Titik Didih 188° C
3. Syrup
NO PARAMETER DATA
1 Pemerian cairan jernih tidak berwarna.
2 Indikasi Pemanis
3 Penyimpanan dalam wadah tertutup rapat ditempat sejuk..
14
3 Zat aktif Chloramphenicol Ditambahkan Sediaan yang Ditambahkan
tidak pemanis dibuat memiliki syrup
memiliki rasa rasa manis
4 Sediaan Chloramphenicol Ditambahkan Sediaan yang Ditambahkan
rentan pengawet dibuat harus propylenglycol
terhadap bebas mikroba sebagai
tumbuhnya pengawet
mikroba
3.1 Formula
R/ SUSPENSI ORAL
CHLORAMPENICOL 100 ml NO. III
3.2 Perhitungan
Chloramphenicol 125 mg
Carboxymethylcellulosum Natricum 50 mg 100
Propylenglycol 1g 5
Sirup 1,5 g
Aqua dest ad 5 ml
3.3 Penimbangan
15
1. Chloramphenicol = 125 mg x 100 : 5 x 1,74 g = 4,35 gr
2. Carboxymethylcellulosum Natricum = 50 mg x 100 : 5 = 1 gr
3. Propylenglycol = 1 gr x 100 : 5 = 20 gr
4. Sirup = 1,5 gr x 100 : 5 = 30 gr
5. Aqua dest ad 100 ml
2. Alat :
a. Beaker glass f. Kaca arloji
b. Erlenmeyer g. Spatula
c. Corong glass h. Botol
d. Batang pengaduk i. Lumpang dan Alu
e. Pinset j. Gelas ukur
16
3.6 Cara Kerja
1. Masing – masing zat ditimbang dengan seksama
2. Kalibrasi botol
3. Tuangkan air panas 20x massa CMC Na kedalam mortar
4. CMC Na ditaburkan diatas air 10cc (dalam cawan penguap) diamkan 15 menit
kemudian dipanaskan diatas waterbath aduk ad kental dan jernih.
5. Chloramphenicol digerus halus dimortitr + Propylenglycol aduk + Sirup aduk ad
homogen.
6. Campurkan bahan no 4 dan no 5 aduk ad homogen.
7. Lalu tambahkan aqua dest sedikit demi sedikit.
8. Kemudian tuang ke dalam botol yang sudah dikalibrasi tadi dan sisa air
17
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Zat aktif yang digunakan pada prakttikum ini adalah kloramfenikol. Kloramfenikol
memiliki sifat hidrofob,oleh karena sifatnya yang tidak larut dalam air, kloramfenikol dibuat
dalam bentuk suspensi.
Sebelum didispersikan kloramfenikol di gerus terlebih dahulu. Hal ini bertujuan untuk
menyeragamkan ukuran partikel, agar mudah dibasahi oleh propilen glikol yang berfungsi
sebagai pembasah/pelarut.
Propilen glikol digunakan sebagai pembasah/pelarut agar kloramfenikol mudah terbasahi
dan juga berfungsi untuk meningkatkan kestabilan suspensi. Selain itu prolypenglycol juga
berfungsi sebagai pengawet karena konsentrasi yang digunakan sebesar 15 %, sesuai dengan
range dalam pustaka yaitu 15-30 %.
Carboxymethylcellulosum Natricum digunakan sebagai suspending agent dimaksudkan
untuk meningkatkan kelarutan zat aktif dalam air sehingga dapat terdispersi dalam air dengan
pengocokan. Carboxymethylcellulosum Natricum dalam formula berkonsentrai sebesar 1 %
yang sesuai dengan pustaka yaitu konsentrasi Carboxymethylcellulosum Natricum sebagai
suspending agent adalah 0,1-1 %.
Untuk menutupi bau yang tidak enak dan rasa yang pahit dari komponen kloramfenikol,
ditambahkan syrup dan essens mangga.
Beberapa evaluasi sediaan suspensi yaitu pH, Volume Terpindahkan, Viskositas dan sifat
alir. Konsep volume sedimentasi adalah sederhana. Konsep tersebut mempertimbangkan rasio
tinggi akhir dari endapan (Vu) terhadap tinggi awal dari suspensi keseluruhan (Vo) pada
waktu suspensi mengendap dalam suatu silinder di bawah kondisi standar. Semakin nilai
fraksi (F) mendekati 1, maka semakin baik suspensinya. Viskositas atau kekentalan suspensi
tidak boleh terlalu tinggi agar sediaan mudah dikocok dan dituang.
Sifat alir yang baik untuk suspensi adalah aliran non newton tiksotropik yang mana bila
dikocok akan dapat menurunkan viskositas, sehingga suspensi dapat dituang dengan mudah.
Pada saat pendiaman, viskositas akan naik sehingga dapat menjamin kestabilan suspensi
tersebut.
Dari hasil praktikum ini didapatkan sediaan suspensi kloramfenikol yang baik secara
fisik, namun belum dilakukan evaluasi sediaan karena keterbatasan waktu.
18
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Komposisi bahan dalam pembuatan suspensi kloramfenikol ini terdiri dari
Chloramphenicol, Carboxymethylcellulosum Natricum, Propylenglycol, Sirup dan
Aqua dest.
2. Dari hasil praktikum ini didapatkan sediaan suspensi kloramfenikol yang
baik secara fisik, namun belum dilakukan evaluasi sediaan karena keterbatasan waktu.
5.2 Saran
1. Untuk mendapatkan suspensi yang baik, sebaiknya ditambahkan suspending agent
dengan konsentrasi yang sesuai.
2. Sebelum dikonsumsi, seharusnya dilakukan pengocokan, agar terdispersi merata.
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Ditjen POM., (1979), “Farmakope Indonesia”, Edisi III, Depkes RI, Jakarta, 474, 509.
2. Ansel, H.C., (1989), “Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi”, edisi IV, Terjemahan Farida
Ibrahim, UI Press, Jakarta.
3. Anief, Moh., (2005)., ”Ilmu Meracik Obat”, cetakan XII, Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.143, 147.
4. Lachman, L dan Leibermann A, 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri . Edisi III,
Jakarta :Universitas Indonesia.
5. Martindale 28, 1982. London : The Pharmaceutical Press
20