Anda di halaman 1dari 6

Fermentasi Tempe

Pendahuluan
Tempe adalah produk fermentasi yang dikenal oleh masyarakat Indonesia dan mulai
digemari pula oleh berbagi kelompok masyarakt barat. Tempe dapat dibuat dari
berbagai bahan. Namun demikian yang biasa dikenal sebagai tempe oleh masyarakat
pada umumnya ialah tempe yang dibuat dari kedelai.

Di berbagai daerah dijawa dijumpai berbagai


macam tempe yang dibuat dari bahan selain kedelai. Namun demikian karena kedelai
merupakan bahan yang paling banyak dikenal maka bila nama tempe yang disebutkan
tanpa disertai nama bahannya, yang dimaksud adalah tempe kedelai. Sedangkan untuk
tempe dari bahan lain, identitasnya harus disertai nama bahannya (tempe benguk,
tempe mlanding), atau istilah yang sudah dikenal dimasyarakat produsen /
konsumennya (tempe bongkrek, tempe bungkil). Diindonesia tempe dikonsumsi oleh
semua tingkatan masyarakt, terutama di Jawa dan Bali.

Melalui proses fermentasi, kedelai menjadi lebih enak dan meningkatkan nilai
nutrisinya. Rasa dan aroma kedelai memang berubah sama sekali setelah menjadi
tempe. Tempe lebih banyak diterima untuk dikonsumsi bukan saja oleh orang
Indonesia, tetapi juga oleh bangsa lain. Tempe yang masih baru (baik) memiliki rasa
dan bau yang spesifik. Bau dan rasa khas tempe ini tidak mudah dideskripsikan tetapi
dapat dimengerti dan dihayati bagi masyarakat yang telah lama mgenal tempe.

Tempe yang dibuat dari kedelai melalui tiga tahap, yaitu:

1. Hidrasi dan pengasaman biji kedelai dengan direndam beberapa lama (untuk daerah
tropis kira-kira semalam).

2. Sterilisasi terhadap sebagian biji kedelai.


3. Fermentasi oleh jamur tempe yang diinokulasikan segera setelah sterilisasi. Jamur
tempe yang banyak digunaka adalah rhizopus oligosporus .

Fermentasi tempe mampu menghilangkan zat-zat yang tidak diinginkan yang


terdapa pada kedelai. Tempe memiliki kandungan vitamin B12 yang sangat tinggi,
yaitu 3,9-5,0 gram /100 gram. Selain vitamin B12, tempe juga mengandung vitamin B
lainnya, yaitu niasin dan riboflavin (vitamin B2). Tempe juga mampu mencukupi
kebutuhan kalsium sebanyak 20% dan zat besi 56 % dari standar gizi yang dianjurkan.
Kandungan protein dalam termpe dapat disejajarkan dengan daging. Dengan demikian
tempe dapat menggantikan daging dalam susunan menu yang seimbang.

Mikrobiologis Inokolum Tempe

Inokulum tempe disebut juga sebagai starter tempe dan banyak pula yang menyebut
dengan ragi tempe. Meskipun dalam istilah ilmiah ragi dimaksudkan sebagai
inokulum untuk pembuatan tape, tetapi dikalangan masyarakat umumnya ragi
diartikan sebagai agensia pengubah suatu bahan menjadi produk melalui proses
fermentasi. Starter tempe adalah bahan yang mengandung biakan jamur tempe,
digunakan sebagai agensia pengubah kedelai rebus menjadi tempe akibat tumbuhnya
jamur tempe pada kedelai dan melakukan kegiatan fermentasi yang menyebabkan
kedelai berubah karakteristiknya menjadi tempe.
Clamydomucor oryzae adalah jamur benang yang disebut sebagai jamur tempe. Jamur
tersebut kini dikenal dengan nama Amylomyces rouxii. Namun demikian Rhizopus
oryzae yang secara implisit disebut dan diisolasi dari tempe pembuatan paramaribo,
suriname, amerika selatan-lah yang kemudian dianggap sebagai jamur tempe dimasa
itu dan Rhizopus oligosporus adalah jamur benang yang selalu terisolasi dari tempe
yang dibuat disekitar bogor. Satu spesies baru dari rhizopus berhasil diisolasi dari
tempe yang dibuat di bogor, jawa barat, yaitu Rhizopus azygosporus. Spesies ini amat
mirip dengan rhizopus oligosporus. Perbedaan utamanya adalah dalam hal
kemampuannya membentuk azygospora, dan juga sporangiosporanya jauh lebih
pendek.

Mekanisme Pembentukan Tempe

1. Perkecambahan spora

Perkecambahan rhizopus oligosporus berlangsung melalui dua tahapan


yang amat jelas, yaitu pembengkakan dan penonjolan keluar tabung kecambah.
Kondisi optimal perkecambahan adalah suhu 420 C dan pH 4,0. Beberapa senyawa
karbohidrat tertentu diperlukan agar awal pembengkakan spora ini dapat terjadi.
Pembengkakan tersebut diikuti dengan penonjolan keluar tabung kecambahnya,
bila tersedia sumber-sumber karbon dan nitrogen dari luar. Senyawa-senyawa
yang dapat menjadi pendorong terbaik agar terjadi proses perkecambahan adalah
asam amino prolin dan alanin, dan senyawa gula glukosa annosa dan xilosa.

2. Proses miselia menembus jaringan biji kedelai

Proses fermentase hifa jamur tempe dengan menembus biji kedelai yang
keras itu dan tumbuh dengan mengambil makanan dari biji kedelai. Karena
penetrasi dinding sel biji tidak rusak meskipun sisi selnya dirombak dan diambil.
Rentang kedalaman penetrasi miselia kedalam biji melalui sisi luar kepiting biji
yang cembung, dan hanya pada permukaan saja dengan sedikit penetrasi miselia,
menerobos kedalam lapisan sel melalui sela-sela dibawahnya. Konsep tersebut
didukung adanya gambar foto mikrograf dari beberapa tahapan terganggunya sel
biji kedelai oleh miselia tidak lebih dari 2 lapisan sel. Sedangkan perubahan
kimiawi seterusnya dalam biji terjadi oleh aktifitas enzim ekstraseluler yang
diproduksi / dilepas ujung miselia.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembuatan Tempe

• Cara pengelupasan
• PH pada proses pengasaman kedelai
• Inokulum tempe

Kualitas tempe dipengaruhi oleh kualitas starter yang digunakan untuk


inokulasinya. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi atas kualitas jamur starter
yang baik untuk dipakai sebagai starter tempe antara lain :

1. Mampu memproduksi spora dalam jumlah banyak.

2. Mampu bertahan beberapa bulan tanpa mengalami perubahan genetis maupun


kemampuan tumbuhnya.

3. Memiliki persentase perkecambahan spora yang tinggi segera setelah


diinokulasikan.

4. Mengandung biakan jamur yang tempe yang murni, dan bila digunakan berupa
kultur campuran harus mempunyai proporsi yang tepat.

5. Bebas dari mikrobia kontaminan

6. Mampu menghasilkan produk yang stabil berulang-ulang.

7. Pertumbuhan miselia setelah diinokulasi harus kuat, lebat berwarna putih


bersih, memiliki aroma spesifik tempe yang enak, dan tidak mengalami
sporulasi yang terlalu awal.

• Inkubasi
• Aerasi dan kelembaban
• Tempat pembungkus

Tahapan Proses Pembentukan Tempe

8. Penghilangan kotoran, sortasi, dan penghilangan kulit.


9. Perendaman atau prefermentasi

10. Proses perebusan

11. Penirisan dan penggilingan

12. Inokulasi

Inokulasi pada pembuatan tempe dapat dilakukan mempergunakan beberapa


bentuk inokulum, yaitu :

a. Usar, dibuat dari daun waru (hibiscus tiliaceus) atau jati (tectona grandis),
merupakan media pembawa spora jamur.

b. Tempe yang telah dikeringkan dengan penyinaran matahari atau kering bekuk.

c. Sisa spora dan miselia dari wadah atau kemasan tempe.

d. Ragi tempe yang dibuat dari tepung beras yang dibuat bulat seperti ragi roti.

e. Spora Rhizopus oligosporus yang dicampurkan dengan air.

f. Isolat Rhizopus oligosporus dari agar miring untuk pembuatan tempe skala
labororium.

g. Ragi tempe yang dibuat dari tepung beras yang dicampurkan dengan jamur
tempe yang ditumbuhkan pada medium dan dikeringkan.

13. Pengemasan
14. Inkubasi atau fermentasi.

Proses fermentasi tempe dapat dibedakanatas atas tiga fase, yaitu:

a. Fase pertumbuhan cepat (0-30 jam fermentasi) terjadi penaikan jumlah asam
lemak bebas, penaikan suhu, pertumbuhan jamur cepat, terlihat dengan
terbentuknya miselia pada permukaan biji yang semakin lama semakin lebat
sehingga menunjukkan masa yang lebih kompak.

b. Fase transisi (30-50 jam fermentasi) merupakan fase optimal fermentasi tempe
dimana tempe siap dipasarkan. Pada fase ini terjadi penurunan suhu, jumlah
asam lemak yang dibebaskan dan pertumbuhan jamur hampir tetap atau
bertambah sedikit, flavor spesifik tempe optimal, dan tekstur lebih kompak.

c. Fase pembusukan atau fermentasi lanjutan (50-90 jam fermentasi) terjadi


penaikan jumlah bakteri dan jumlah asam lemak bebas, pertumbuhan jamur
menurun, dan pada kadar air tertentu pertumbuhan jamur terhenti, terjadi
perubahan flavor karena degradasi protein lanjut yang membentuk amonia.

http://medicafarma.blogspot.com/2008/06/fermentasi-tempe.html

Anda mungkin juga menyukai