PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
merupakan istilah kualitatif, terjadi atau tidak terjadinya kerusakan tergantung pada
Suatu toksikan selain menyebabkan efek lokal ditempat kontak, juga akan
terjadi lewat kulit, saluran pencernaan, paru-paru dan beberapa jalur lain. Selain
itu,sifat dan hebatnya efek zat kimia terhadap organisme tergantung dari kadar nya
pada organ sasaran. Agar dapat diserap, didistribusi dan akhirnya di ekskresikan
mekanisme,yang terpenting diantara nya adalah difusi pasif lewat membran filtrasi
(pinositosis). Pada mekanisme terakhir ini sel berperan aktif dalam transfer toksikan
lewat membrannya.
1.3 Tujuan
tubuh?
1
2. Untuk mengetahui fase apa saja yang terdapat dalam mekanisme toksin
dalam tubuh?
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Fase
maka efek biologik atau efek toksik hanya akan terjadi setelah zat tersebut
terabsorpsi. Zat kimia yang dapat terabsorpsi umumnya bagian zat yang
sangat tergantung pada konsentrasi dan jangka waktu kontak zat dengan
air mengalami kontak dengan zat kimia toksik, maka jenis zat toksik
fase eksposisi, zat kimia toksik dapat berubah menjadi senyawa yang
atau farmakokinetik:
melalui:
3
konsentrasi di kedua sisi membran sel dan juga
dengan gugus polar yaitu gugus OH, -NH2 atau COON. Pada
reaksi konjugasi, zat kimia yang memiliki gugus polar akan dikonjugasi
berubah menjadi bentuk terlarut dalam air dan dapat diekskresikan oleh
ginjal.
4
Reaksi konjugasi umumnya bersifat reaksi detoksifikasi sehingga
molekul zat kimia toksik dengan tempat kerja spesifik yaitu reseptor. Organ
target dan tempat kerja tidak selalu sama, sebagai contoh: suatu zat kimia
toksik yang bekerja pada sel ganglion pada sistem saraf pusat juga dapat
menimbulkan efek kejang pada otot seran lintang. Konsentrasi zat toksik
ditemukan konsentrasi zat kimia toksik yang cukup inggi dalam hepar (hati)
dan ren (ginjal) karena pada kedua organ tersebut zat toksik dimetabolisme
dan diekskresi. Kerja kebanyakan zat aktif biologik, terutama zat toksik
efek toksik termasuk interaksi. Interaksi antara zat toksik dengan sistem
enzim antara lain berupa: inhibisi enzim secara tidak bolakbalik, inhibisi
pada tumbuhan air, sintesis zat mematikan, pengambilan ion logam yang
5
penting bagi kerja enzim dan inhibisi penghantaran elektron dalam rantai
dengan O2.
methemoglobinreduktase.
fungsi umum sel. Interaksi zat kimia dengan fungsi umum sel tersebut
antara lain dapat diwujudkan dalam bentuk efek narkose. Disamping itu,
interaksi zat kimia tertentu dengan fungsi sel umum dapat diwujudkan
6
kimia mempengaruhi sinapsis antara sel saraf satu dengan sel saraf
lainnya atau mempengaruhi ujung sel saraf efektor. Zat-zat toksik tertentu
2.2 Absorpsi
Jalur utama bagi penyerapan toksinkan adalah saluran cerna, saluran napas
dan kulit. Namun dalam penelitian toksikilogi, sering digunakan jalur khusus
1. Saluran cerna
Banyak toksinkan dapat masuk ke saluran cerna bersama makanan dan air
minum, atau sendiri sebagai obat atau zat kimia, kecuali zat yang kaustik atau
7
amat merangsang mukolsa. Sebagian besar toksikan tidak menimbulkan efek
asam-asam lemak yang akan berada dalam bentuk ion-ion yang larut lipid dan
getah lambung yang bersifat asam dan karenanya tidak mudah di serap.
Perbedaan dalam absorpsi ini di perbesar lagi oleh adanya plasma yang beredar.
Asam-asam lemah terutama akan berada dalam bentuk ini yang terlarut dalam
plasma yang beredar. Asam-asam lemah terutama akan berada dalam bentuk
ion yang terlarut dalam plasma dan di angkut, sementara basa lemah akan beada
dalam bentuk non ion dan dapat berdifusi kembali ke lambung. Contoh asam
Dalam usus, asam lemah terutama akan berada dalam bentukion dan
karenanya tidak mudahdi serap. Namun, sampai di darah asam lemah mengion
sehingga tidak mudah berdifusi kembali. Sebaliknya basa lemah terutama akan
berada dalam bentuk non-ion sehingga mudah diserap. Perlu di catat bahwa
absorpsi usus akan lebih tinggi lagi dengan lebih lamanya waktu kontak dan
Dalam usus, terdapat transport carrier untuk absorpsi zat makanan seperti
monosakarida, asam amino, dan unsur lain seperti besi, kalsium dan natrium.
serap dari usus dengan system transport aktif. Selain itu, partikel-partikel seperti
8
bagan pewarna azo dan lateks polisterina dapat memasuki sel usus lewat
pinositosis.
2. Saluran napas
Tempat utama bagi absorpsi di saluran napas adalah alveoli paru-paru. Hal
ini terutama berlaku ntuk gas, misalnya karbon monoksida, oksida nitrogen dan
belerang dioksida; ini berlaku juga untuk uap cairan misalnya benzen dan
karbon tetraklorida. Kemudaha absorpsi ini berkaitan dengan luasnya
permukaan alveoli, cepatnya aliran darah, dan dekatnya darah dengan udara
alveoli
Laju absorpsi bergantung di pada daya larut gas dalam darah, semakin
dan darah ini lebih lambat tercapai untuk zat kimia yang mudah larut, misalnya
kloroform, di bandingkan dengan zat kimia yang kurang larut misalnya etilen.
Hal ini terjadi karena suatu zat kimia yang mudah larut dalam air akan mudah
larut dalam darah. Oleh karena dara alveolar hanya dapat membawa zat kimia
dalam jumlah terbatas, maka di perlukan lebih banyak pernapasan dan waktu
lebih lama lagi kalau zat kimia itu juga diendapkan dalam jaringan lemak.
Disamping gas dan uap, aerosol car dan partikel-partikel di udara dapat juga
dengan diusap, dihembuskan. Partikel yang sangat kecil ( < 0,01 m) lebih
besar diendapkan di nasofaring dan diserap lewat epitel atau lewat epitel saluran
9
kecil di endapkan dalam trakea, bronkioli, lalu ditangkap oleh silia di mukosa
atau ditelan oleh fagosit. Partikel-partikel yang dilempar keatas silia akan
kedalam sistem lamfatik. Beberapa partikel bebas dapat juga masuk kesaluran
limfatik. Partikel-partikel yang dapat larut mungkin akan diserap lewat epitel
kedalam darah.
saluran napas pernah dilakukan oleh Task Group on Lung Dynamics (1966),
namun, secara kasar dapat dikatakan bahwa 25 % partikel yang terhirup akan
dikeluarkan bersama udara napas, 50% diendapakn dalam saluran napas bagian
atas, dan 25% nya lagi diendapkan dalam saluran napas bagian bawah ( Morrow
dkk., 1966).
3. Kulit
Pada umumnya, kulit relatif impermeable, dan karenanya merupakan barrier
( sawar) yang baik untuk mmemisahkan organisme itu dari lingkungan. Tetapi
beberapa zat kimia dapat di serap lewat kulit dalam jumlah cukup banyak
sehingga menimbulkan efek sistemik. Suatu zat kimia dapat si serap lewat folikel
rambut atau lewat sel-sel kelenjar keringat atau sel kelenjar sebasea. Akan tetapi
penyerapan lewat jalur ini kecil sekali sebab struktur ini hanya merupakan
bagian kecil dari permukaan kulit. Maka absorpsi zat kimia di kulit sebagian
besar adalah menembus lapisan kulit yang terdiri dari atas epidermis dan dermis.
Fase pertama absorpsi perkutan adalah difusi toksikan lewar epidermis yang
terdiri atas beberapa lapis sel mati yang tipis dan rapat, yang berisi bahan (
10
protein filamen) yang resisten secara kimia. Sejumlah kecil zat-zat polar
tampaknya difusi lewat permukaan luar filamen protein stratum korneum yang
terhidrasi, zat-zat nonpolar melarut dan berdifusi lewat matriks lipid diantara
filamen protein
Sratum korneum manusia berbeda struktur dan sifat kimianya dari satu
terhadap zat kimia. Misalnya skrotum mudah dilewati toksikan, kulit perut lebih
sulit, dan telapak kaki. Meskipun demikian kita harus hati-hati bila
Fase kedua absorpsi perkutan adalah difusi toksikan lewat dermis yang
mengandung medium difusi yang berpori, nonselektif, dan cair. Oleh karena itu
meningkatnya absorpsi perkutan. Zat-zat asam, basa, dan gas mustard juga akan
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
a. fase eksposisi
c. fase toksodinamik
12
13
DAFTAR PUSTAKA
Katzung, B.G., 2001, Farmakologi Dasar & Klinik, Edisi I, 583-612, Bagian
Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Salemba, Jakarta.
LU, F.C. (1995), Toksikologi dasar, asas, organ sasaran, dan penilaian resiko, UI
Press, Jakarta.
Niruri, R., Wirasuta, G.A., 2006, Buku Ajar Toksikologi Umum, Jurusan Farmasi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana,
Denpasar.
14