Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Obat ialah suatu bahan atau paduan bahan-bahan yang dimaksudkan untuk digunakan
dalam menetapkan diagnosis, mencegah, mengurangkan, menghilangkan, menyembuhkan
penyakit atau gejala penyakit. Akan tetapi tidak semua obat dapat menyembuhkan penyakit,
adapun yang dapat menyebapkan penyakit missal hepatitis toksik. Hepatitis jenis ini terjadi
akibat mengkonsumsi obat yang menganandung zat, yang bisa meracuni liver. Obat yang
sering menimbulkan hepatitis toksik adalah obat-obatan kanker seperti kemoterapi. Tapi ini
juga tergantung dari sensitivitas tubuh setiap orang. Menurut dokter dari Rumah Sakit MMC
"Tidak semua orang yang mengalami hepatitis toksik tergantung dari metabolisme, ini juga
bisa disebabkan oleh reaksi terhadap alergi dan seberapa besar hipersensitifitas orang
tersebut. Karena semakin tinggi sensitifitas dirinya maka kerusakan hati yang mungkin
ditimbulkan juga semakin besar,"
Dan perlu dipahami bahwa metabolisme tidak selamanya menyebabkan senyawa menjadi
tidak aktif. Sering malah metabolit obatlah yang merupakan obat, sedangkan prazatnya
merupakan obat yang tidak aktif, atau metabolit tersebut dapat membentuk ikatan kovalen,
dan dalam keadaan terikat pada AND, yang dapat bertindak sebagai mutagen atau karsinogen.
Oleh sebab itu perlu dibahas mengenai obat yang mengalami biotransformasi dengan
berbagai akibat yang dapat terjadi.
1.2. Tujuan
1.2.1. Tujuan umum
Untuk mengetahui proses metabolisme obat yang berlansung dalam tubuh
1.2.2. Tujuan khusus
A.

Dapat mempelajari reaksi apa saia yang berlansung

B.

Dapat mempelajari faktor yang mempengaruhi kecepatan metabolisme obat

C.

Dapat mempelajari efek toksit metabolisme obat

1.3. Rumusan masalah


Adapun permasalahan yang akan dibahas di dalam makalah ini adalah:
A.

Pengertian obat dan penyebaranya

B.

Reaksi apa yang terjadi dalam tubuh

C.

Efek metabolisme obat

D.

Faktor apa saja yang mempengaruhi metabolisme obat

E.

Efek toksit metabolisme obat

F.

Adanya hepatitis toksit akibat alergi obat

BAB II
LANDASAN TEORI

A.

Pengertian Obat dan Penyebaranya


Obat ialah suatu bahan atau paduan bahan-bahan yang dimaksudkan untuk digunakan
dalam menetapkan diagnosis, mencegah, mengurangkan, menghilangkan, menyembuhkan
penyakit atau gejala penyakit.
Obat diberikan secara oral (obat dalam) atau melalui runte bukan oral (parental).
Penyebaran obat adalah peristiwa pertama yang mempengaruhi aktivitas obat. Obat parental
biasanya berupa larutan dan dapat diserap dengan cepat ketimbang obat oral.[2]

B.
a)

Reaksi apa yang terjadi dalam tubuh


Reaksi oksidasi
Berbagai reaksi oksidasi berlangsung pada organ metabolisme utama, yaitu hati, dan
dikatalisis oleh enzim tidak khas. Enzim ini terikat pada retikulum endoplasma yang halus,
yang pada waktu penyeragaman menghasilkan serpihan mikrosoma yang terdiri dari butiran
sangat kecil yang mengendap hanya pada kecepatan 100.000 x g.
Membran mikrosom hati mempunyai sistem oksidase fungsi-campuran yang mengkatalisis
reaksi :
R-H + NADPH + H+ R-OH + NADP+ +H2O
NADPH diperlukan untuk mereduksi setengah molekul oksigen untuk membentuk air.
Pengangkut hydrogen adalah sitokrom P-450. Sitrokom ini memerlukan suatu flavoprotein,
yaitu sitokrom retuktase yang menggunakan NADP sebagai koenzim.
Sitokrom P-450 dalam keadaan istirahat, seperti terlihat pada bagian atas diagram, adalah
sistem besi enam-koordinat. Atom Fe berikatan dengan suatu histidin dan suatu sisteina pada
protein tersebut. Molekul substrat (R-H) terikat secara terpulihkan pada sitokrom dan
kompleks ini mengalami reduksi menjadi bentuk fero. Enzim kedua, flavoprotein sitokrom P450 reduktase, diperlukan untuk reaksi ini, yang pada akhirnya memberikan elekron yang
diperlukan untuk reduksi dari NADPH melalui suatu flavoprotein, yaitu FADH2. Setelah itu,
barulah senyawa kompleks tereduksi ini mampu bereaksi dengan molekul oksigen. Peroksida
yang dihasilkan mungkin mengalami reduksi lagi membentuk anion peroksida. Sitokrom b5
diduga terlibat pada proses terakhir ini, tetapi mekanisme lain juga mungkin. Anion
peroksdida dapat mengurai membentuk H2O2, ataudapat mengalami penyusunan ulang

membentuk suatu oksena, yaitu turunan oksigen heksavalen. Zat antara ini, yang
keberadaannya diperklirakan berdasarkan bukti spektroskopi, mengarah ke zat hasil akhir ROH teroksidasi dengan pembentukan kembali sitrokom P-450 (Ortiz de Montellano, 1986).
Jenis struktur substat yang dioksodasi sangat beragam; oksidasi dapat terjadi pada atom
karbon, nitrogen atau belerang.
Hidroksilasi alifatik biasanya terjadi pada atom karbon yang di ujung atau yang dekat
ujung molekul, sedangkan cincin alisiklik dioksidasi pada posisi yang paling tidak terhalang
atau posisi yang paling teraktifkan.3
b)

Reaksi Reduksi ( reduksi aldehid, azo dan nitro )


Proses lain yang menghasilkan senyawa yang lebih polar adalah hidrolisis dari ester dan
amida oleh enzim. Esterase yang terletak baik mikrosomal dan nonmikrosomal akan
menghidrolisis obat yang mengandung gugus ester. Di hepar,lebih banyak terjadi reaksi
hidrolisis dan terkonsentrasi, seperti hidrolisis peptidin oleh suatu enzim. Esterase non
mikrosomal terdapat dalam darah dan beberapa jaringan

c)

Reaksi koyugasi
Reaksi ini menyempurnakan penguraian obat yang mengalami metabolisme oksidatif atau
reduktif. Reaksi ini tidak selalu menghasilkan senyawa yang cukup hidrofil atau tidak aktif
untuk diekskresikan dengan segera. [3]

C.

Efek metabolisme obat


Metabolisme obat mempunyai dua efek penting yaitu:
1. Obat menjadi lebih hidrofilik-hal ini mempercepat ekskresinya melalui ginjal karena
metabolit

yang kurang larut lemak tidak mudah direabsorpsi dalam tubulus ginjal.

2. Metabolit umumnya kurang aktif daripada obat asalnya. Akan tetapi, tidak selalu seperti
itu, kadang-kadang metabolit sama aktifnya ( atau lebih aktif ) daripada obat asli. Sebagai
contoh, diazepam (obat yang digunakan untuk mngobati ansietas ) dimetbolisme menjadi
nordiazepam dan oxazepam, keduanya aktif. Prodrug bersifat inaktif sampai dimetabolisme
dalam tubuh dopamin, sementara obat menjadi obat aktif. Sebagai contoh, levodopa, suatu
obat antiparkinson, dimetabolisme menjadi hipotensif metildopa dimetabolisme menjadi
metil norepinefrin-
D. Faktor yang mempengaruhi metabolisme obat
1. Faktor intrinsik
Meliputi sifat yang dimiliki obat seperti sifat fisika-kimia obat, lipofilitas, dosis, dan
cara pemberian. Banyak obat, terutama yang lipofil dapat menstimulir pembentukan dan
aktivitas enzim-enzim hati. Sebaliknya dikenal pula obat yang menghambat atau

menginaktifkan enzim tersebut, misalnya anti koagulansia, antidiabetika oral, sulfonamide,


antidepresiva trisiklis, metronidazol, allopurinol dan disulfiram
2. faktor fisiologi
Meliputi sifat-sifat yang dimiliki makhluk hidup seperti:

Perbedaan spesies dan galur


Dalam proses metabolisme obat, perubahan kimia yang terjadi pada spesies dan galur
kemungkinan sama atau sedikit berbeda, tetapi kadang-kadang ada perbedaan yang cukup
besar pada reaksi metabolismenya. Pengamatan pengaruh perbedaan spesies dan galur
terhadap metabolisme obat sudah banyak dilakukan yaitu pada tipe reaksi metabolik atau
perbedaan kualitatif dan pada kecepatan metabolismenya atau perbedaan kuantitatif
(Siswandono dan Soekardjo,2000).

Faktor Genetik
Perbedaan individu pada proses metabolisme sejumlah obat kadang-kadang terjadi dalam
sistem kehidupan. Hal ini menunjukkan bahwa faktor genetik atau keturunan berperan
terhadap kecepatan metabolisme obat (Siswandono dan Soekardjo,2000).

Perbedaan umur
Pada usia tua, metabolisme obat oleh hati mungkin menurun, tapi biasanya yang lebih
penting adalah menurunnya fungsi ginjal. Pada usia 65 tahun, laju filtrasi Glomerulus (LFG)
menurun sampai 30% dan tiap 1 tahun berikutnya menurun lagi 1-2% (sebagai akibat
hilangnya sel dan penurunan aliran darah ginjal). Oleh karena itu ,orang lanjut usia
membutuhkan beberapa obat dengan dosis lebih kecil daripada orang muda (Neal,2005).

Perbedaan Jenis Kelamin


Pada beberapa spesies binatang menunjukkan ada pengaruh jenis kelamin terhadap
kecepatan metabolisme obat. Pada manusia baru sedikit yang diketahui tentang adanya
pengaruh perbedaan jenis kelamin terhadap metabolisme obat. Contoh: nikotin dan asetosal
dimetabolisme secara berbeda pada pria dan wanita.
3. Faktor Farmakologi
Meliputi inhibisi enzim oleh inhibitor dan induksi enzim oleh induktor. Kenaikan
aktivitas enzim menyebabkan lebih cepatnya metabolisme (deaktivasi obat). Akibatnya, kadar
dalam plasma berkurang dan memperpendek waktu paro obat. Karena itu intensitas dan efek
farmakologinya berkurang dan sebaliknya.
4. faktor Patologi
Menyangkut jenis dan kondisi penyakit. Contohnya pada penderita stroke, pemberian
fenobarbital bersama dengan warfarin secara agonis akan mengurangi efek anti koagulasinya

(sehingga sumbatan pembuluh darah dapat dibuka). Demikian pula simetidin (antagonis
reseptor H2) akan menghambat aktivitas sitokrom P-450 dalam memetabolisme obat-obat
lain.
5. Faktor makanan
Adanya konsumsi alkohol, rokok, dan protein. Makanan panggang arang dan sayur
mayur cruciferous diketahui menginduksi enzim CYP1A, sedang jus buah anggur diketahui
menghambat metabolisme oleh CYP3A terhadap substrat obat yang diberikan secara
bersamaan.
6. Faktor lingkungan
Adanya insektisida dan logam-logam berat. Perokok sigaret memetabolisme beberapa
obat lebih cepat daripada yang tidak merokok, karena terjadi induksi enzim. Perbedaan yang
demikian mempersulit penentuan dosis yang efektif dan aman dari obat-obat yang
mempunyai indeks terapi sempit.[4]
E.

Efek toksit metabolime obat


Biotoksifikasi dapat terpulihkan, tetapi dapat juga tidak. Fotosentisisasi dan reaksi alergi
biasanya terpulihkan, tetapi reaksi kovalen antara suatu metabolit dengan biomolekul dapat
menjurus ke karsinogenesis, mutagenesis, teratogenik. Semua ini harus bila mungkin dengan
pengubahan struktur obat yang sesuai. Aries (1984) serta Mitchell dan Horning (1984)
membicarakan hal ini.
Ada dua jalur utama yang berbahaya karena menghasilkan zat yang dapat menyebabkan
kerusakan sel yang abadi. Yang pertama adalah pembentukan senyawa oksida anera dari
hidrokarbon polisiklik, yang merupakan penyebab dekarsinogen senyawa tersebut dan sangat
dikenal sebagai pencemar lingkungan yang berbahaya.
Reaksi benzo[a] pirena yang diperantai oleh sitokrom P-450. Senyawa oksida arena yang
terbentuk dapat terbuka bukan oleh enzim, melainkan melalui hidrolisis atau oleh enzim
penyapu epoksida hidrase, yang dianggap sebagai enzim pelindung. Senyawa diol yang
terbentuk kemudian mengalami epoksidasi setereospesifik yang kedua kalinya, menghasilkan
9,10-epoksida yang tras terhadap gugus 7-OH dan isomernya, keduanya lebih mutagenik
daripada hidro karbon asalnya. Kedua epokdida tersebut cukup mantap: epoksida yang trans
mempunyai waktu paro 8 menit kemudian segera berinteraksi dengan gugus 2-NH 2 pada
guanina di ADH, menyebabkan pecahnya untaian-tunggal.
Karsinogen generasi ketiga dapat juga dibrntuk dari senyawa aromatic lain. Salah satu
cara untuk menghabat pembentukanya adalah dengan memasukan substituent p-fluoro
kedalam cincin senyawa obat.

Suatu kejadian yang sangat berbahaya baru-baru ini terungkap ketika bitemukan bahwa
para wanita muda, yang suaktu masih berupa janin dalam rahim ibunya terkena
dietilstilbestrol, yang mengalami itu ibunya dan anaknya mengalami adenokarsinoma pada
vaginanya.
Kerumitan lain pada metabolisme adalah beberapa obat yang mengimbas enzim yang
yang meningkatkan sintesis enzim mikrosoma hati, termasuk oksigenase. Hal ini dapat
meningkatkan toksisitas obat akibat peningkatan pembentukan metabolit, atau meningkatkan
aktivitas obat melalui pembentukan zat urai yang aktif secara farmakologi.[5]
F.

Adanya hepatitis toksit akibat alergi obat


Hepatitis toksit adalah peradangan yang terjadi pada organ hati. Penyakit ini terjadi
karena organ hati terlalu banyak menerima paparan zat kimia beracun yang ada pada obatobatan atau jamur-jamur yang beracun.
Dalam beberapa kasus, hepatitis toksit biasa terjadi dalam hitungan jam atau bahkan
berbulan-bulan akibat penggunaan toksit tersebut yang terus menerus. Gejala yang
ditunjuknan adalah seperti mual-mual, warna kuning pada kulit dan jika dilakukan tes
laboratorium maka akan memperoleh hasil SGOT dan SGPT yang tinggi.
Hepatitis yang terjadi karena mengkonsumsi obat yang mengandung zat yang bias
meracunu liver. Obat tersebut adalah obat kangker seperti kemoterapi, obat paru-paru, obat
kolesterol. Tetapi ini tidak hanya bergantung pada metabolisme akan tetapi juga bergantung
pada sesitifitas tubuh setiap orang.
Namun bukan berati kita harus takut dengan obat kita hanya perlu mengkonsumsinya
sesuai aturan dan dimonitor dengan baik. Slain itu kita perlu mengetahui sentifitas diri
sendiri.

BAB III
ISI
3.1. Pengertian Metabolisme Obat
Metabolisme/biotransformasi obat adalah proses tubuh merubah komposisi obat
sehingga menjadi lebih larut air untuk dapat dibuang keluar tubuh. Pada proses ini molekul
obat diubah menjadi lebih polar, artinya lebih mudah larut dalam air dan kurang larut dalam
lemak sehingga lebih mudah diekskresi melalui ginjal. Selain itu, pada umumnya obat
menjadi inaktif, sehingga biotransformasi sangat berperan dalam mengakhiri kerja obat.
Tetapi, ada obat yang metabolitnya sama aktif, lebih aktif, atau tidak toksik. Ada obat yang
merupakan calon obat (prodrug) justru diaktifkan oleh enzim biotransformasi ini. Metabolit
aktif akan mengalami biotransformasi lebih lanjut dan/atau diekskresi sehingga kerjanya
berakhir.Enzim yang berperan dalam biotransformasi obat dapat dibedakan berdasarkan
letaknya dalam sel, yakni enzim mikrosom yang terdapat dalam retikulum endoplasma halus
(yang pada isolasi in vitro membentuk mikrosom), dan enzim non-mikrosom. Kedua macam
enzim metabolisme ini terutama terdapat dalam sel hati, tetapi juga terdapat di sel jaringan
lain misalnya ginjal, paru, epitel, saluran cerna, dan plasma.
Tujuan metabolisme obat adalah mengubah obat yang nonpolar (larut lemak) menjadi
polar (larut air) agar dapat diekskresi melalui ginjal atau empedu. Dengan perubahan ini obat
aktif umunya diubah menjadi inaktif, tapi sebagian berubah menjadi lebih aktif, kurang aktif,
atau menjadi toksik.
Pada umumnya obat dimetabolisme oleh enzim mikrosom di retikulum endoplasma
sel hati. Pada proses metabolisme molekul obat dapat berubah sifat antara lain menjadi lebih
polar. Metabolit yang lebih polar ini menjadi tidak larut dalam lemak sehingga mudah
diekskresi melalui ginjal. Obat yang telah diserap oleh usus ke dalam sirkulasi, akan diangkut
melalui sistem pembuluh porta (vena portae), yang merupakan suplai darah utama dari daerah
lambung-usus ke hati. Dengan pemberian sublingual, transkutan, parenteral atau rektal,
sistem porta ini dan hati dapat dihindari.
Dalam hati, dan sebelumnya juga di saluran lambung-usus, seluruh atau sebagian obat
mengalami perubahan kimiawi secara enzimatis dan pada umumnya, hasil perubahannnya
(metabolit) menjadi tidak atau kurang aktif lagi. Proses ini juga disebut proses detoksifikasi
atau bioinaktivasi (first pass effect). Ada juga obat yang khasiat farmakologinya justru
diperkuat (bio-aktivasi). Oleh karena itu, reaksi metabolisme di hati dan beberapa organ lain,
lebih tepat disebut: biotransformasi.

Biotransformasi atau metabolisme obat ialah proses perubahan struktur kimia obat
yang terjadi di dalam tubuh dan dikatalis oleh enzim .Metabolisme obat mempunyai dua efek
penting.
1 Obat menjadi lebih hidrofilik-hal ini mempercepat ekskresinya melalui ginjal karena
metabolit yang kurang larut lemak tidak mudah direabsorpsi dalam tubulus ginjal.
2 Metabolit umumnya kurang aktif daripada obat asalnya. Akan tetapi, tidak selalu seperti
itu, kadang-kadang metabolit sama aktifnya (atau lebih aktif) daripada obat asli. Sebagai
contoh, diazepam (obat yang digunakan untuk mngobati ansietas ) dimetbolisme menjadi
nordiazepam dan oxazepam, keduanya aktif. Prodrug bersifat inaktif sampai
dimetabolisme dalam tubuh menjadi obat aktif. Sebagai contoh, levodopa, suatu obat
antiparkinson, dimetabolisme menjadi dopamin, sementara obat hipotensif metildopa
dimetabolisme menjadi metil norepinefrin-.
Enzim yang berperan dalam biotransformasi obat dapat dibedakan berdasarkan
letaknya dalam sel, yaitu enzim mikrosom yang terdapat dalam retikulum endoplasma halus
(yang pada isolasi invitro membentuk kromosom ) dan enzim non mikrosom. Kedua enzim
metabolisme ini terutama terdapat dalam sel hati, tetapi juga terdapat dalam sel jaringan lain,
misalnya: ginjal, paru-paru, epitel saluran cerna dan plasma. Di lumen saluran cerna juga
terdapat enzim non mikrosom yang dihasilkan flora usus. Enzim mikrosom mengkatalisis
reaksi glukoronida, sebagian besar reaksi oksidasi obat, serta reksi reduksi dan hidrolisis.
Sedangkan enzim non mikrosom mengkatalisis reaksi konjugasi lainnya, beberapa reaksi
oksidasi, reaksi reduksi dan hidrolisis.
Walaupun antara metabolisme dan biotransformasi sering dibedakan, sebagian ahli
mengatakan bahwa istilah metabolisme hanya diperuntukkan bagi perubahan-perubahan
biokimia atau kimiawi yang dilakukan oleh tubuh terhadap senyawa endogen, sedangkan
biotransformasi adalah peristiwa yang sama bagi senyawa eksogen (xenobiotika)
(Anonim,1999). Pada dasarnya,tiap obat merupakan zat asing bagi badan yang tidak
diinginkan, maka badan berusaha merombak zat tadi menjadi metabolit sekaligus bersifat
hidrofil agar lebih lancar diekskresi melalui ginjal. Jadi reaksi biotransformasi adaah
merupakan peristiwa detoksifikasi.
3.2 Klasifikasi Metabolisme Obat
Obat lebih banyak dirusak di hati meskipun setiap jaringan mempunyai sejumlah
kesanggupan memetabolisme obat. Kebanyakan biotransformasi metabolik obat terjadi pada
titik tertentu antara absorpsi obat ke dalam sirkulasi sistemik dan pembuangannya melalui

ginjal. Sejumlah kecil transformasi terjadi di dalam usus atau dinding usus. Umumnya semua
reaksi ini dapat dimasukkan ke dalam dua katagori utama, yaitu reaksi fase 1 dan fase 2.
1

Reaksi Fase I (Fase Non Sintetik)


Reaksi ini meliputi biotransformasi suatu obat menjadi metabolit yang lebih polar
melalui pemasukan atau pembukaan (unmasking) suatu gugus fungsional (misalnya
OH, -NH2, -SH). Reksi fase I bertujuan untuk menyiapkan senyawa yang digunakan
untuk metabolisme fase II dan tidak menyiapkan obat untuk diekskresi. Sistem enzim
yang terlibat pada reksi oksidasi adalah sistem enzim mikrosomal yang disebut juga
sistem Mixed Function Oxidase (MFO) atau sistem monooksigenase. Komponen utama
yang berperan pada sistem MFO adalah sitokrom P450, yaitu komponen oksidase
terminal dari suatu sistem transfer elektron yang berada dalam retikulum endoplasma
yang bertanggung jawab terhadap reaksi-reaksi oksidasi obat dan digolongkan sebagai
enzim yang mengandung hem (suatu hem protein ) dengan protoperfirin IX sebagai
gugus prostatik . Reaksi-reaksi yang termasuk dalam fase I antara lain:
a

Reaksi Oksidasi
Merupakan reaksi yang paling umum terjadi. Reaksi ini terjadi pada berbagai

molekul menurut proses khusus tergantung pada masing-masing struktur kimianya,


yaitu reaksi hidroksilasi pada golongan alkil, aril, dan heterosiklik; reaksi oksidasi
alkohol dan aldehid; reaksi pembentukan N-oksida dan sulfoksida; reaksi deaminasi
oksidatif; pembukaan inti dan sebagainya(Anonim,1999). Reaksi oksidasi dibagi
menjadi dua, yaitu oksidasi yang melibatkan sitokrom P450 (enzim yang
bertanggungjawab terhadap reaksi oksidasi) dan oksidasi yang tidak melibatkan
sitokrom P450.
Reaksi oksidasi meliputi:
Hidroksilasi aromatik
Sebagian besar hasil oksidasi siklus aromatik adalah satu atau lebih gugus
hidroksi yang terikat pada posisi tertentu tergantung gugus yang telah ada pada siklus.
Posisi hidroksilasi dapat dipengaruhi oleh jenis subtituen.
Hidroksilasi alifatik
Rantai alkil samping sering dihidroksilasi pada akhir rantai atau atom yang
kedua dari belakang (misalnya: Pentobarbital). Hidroksilasi rantai alkil samping yang
melekat pada cincin aromatik tidak mengikuti aturan umum untuk rantai samping
alkil karena cincin aromatik itu mempengaruhi posisi hidroksilasi.

Dealkilasi
Reaksi ini merupakan reaksi peniadaan radikal yang mula-mula terikat pada
atom oksigen, nitrogen, dan sulfur.
Desulfurasi
Pada turunan Tio tertentu (tio urea, tio semi karbon, organofosfor) adanya
oksigen akan mengganti atom S dengan O.
Dehalogenasi
Reaksi dehalogenasi membutuhkan adanya oksigen molekular dan NADPH.
Deaminasi oksidatif
Amina dimetabolisme oleh sistem oksidase campur mikrosom untuk melepas
amonia dan meninggalkan keton (amina dioksidasi menjadi aldehid atau keton
dengan bahan awal NH3).
b

Reaksi Reduksi (reduksi aldehid, azo dan nitro)


Reaksi ini kurang penting dibanding reaksi oksidasi. Reduksi terutama

berperan pada nitrogen dan turunannya (azoik dan nitrat), kadang-kadang pada
karbon. Hanya beberapa obat yang mengalami metabolisme dengan jalan reduksi,
baik dalam letak mikrosomal maupun non mikrosomal. Dalam usus mikroba terdapat
beberapa enzim reduktase. Gugus azo, nitro dan karbonil merupakan subyek reduksi
yang menghasilkan gugus hidroksi amino yang lebih polar. Ada beberapa enzim
reduktase dalam hati yang tergantung pada NADH atau NADPH yang mengkatalis
reaksi tersebut.
c

Reaksi Hidrolisis (deesterifikasi)


Proses lain yang menghasilkan senyawa yang lebih polar adalah hidrolisis dari

ester dan amida oleh enzim. Esterase yang terletak baik mikrosomal dan
nonmikrosomal akan menghidrolisis obat yang mengandung gugus ester. Di
hepar,lebih banyak terjadi reaksi hidrolisis dan terkonsentrasi, seperti hidrolisis
peptidin oleh suatu enzim. Esterase non mikrosomal terdapat dalam darah dan
beberapa jaringan.
2

Reaksi Fase II (Fase sintetik)


Reaksi ini terjadi dalam hati dan melibatkan konjugasi suatu obat atau metabolit
fase I nya dengan zat endogen. Konjugat yang dihasilkan hampir selalu kurang aktif dan
merupakan molekul polar yang mudah diekskresi oleh ginjal (Neal, 2005). Reaksi
konjugasi sesungguhnya merupakan reaksi antara molekul eksogen atau metabolit

dengan substrat endogen, membentuk senyawa yang tidak atau kurang toksik dan mudah
larut dalam air, mudah terionisasi dan mudah dikeluarkan. Reaksi konjugasi bekerja pada
berbagai substrat alamnya dengan proses enzimatik terikat pada gugus reaktif yang telah
ada sebelumnya atau terbentuk pada fase I. reaksi yang terjadi pada fase II ini ini
meliputi konjugasi glukoronidasi, asilasi, metilasi, pembentukan asam merkapturat, dan
konjugasi sulfat.
Reaksi fase II terdiri
Konjugasi asam glukoronat
Konjugasi dengan asam glukoronat merupakan cara konjugasi umum dalam
proses metabolisme. Hampir semua obat mengalami konjugasi ini karena sejumlah
besar gugus fungsional obat dapat berkombinasi secara enzimatik dengan asam
glukoronat dan tersedianya D-asam glukoronat dalam jumlah yang cukup pada tubuh.
Metilasi
Reaksi metilasi mempunyai peran penting pada proses biosintesis beberapa
senyawa endogen, seperti norepinefrin, epinefrin, dan histaminserta untuk proses
bioinaktivasi obat. Koenzim yang terlibat pada reaksi metilasi adalah adalah Sadenosil-metionin(SAM). Reaksi ini dikatalis oleh enzim metiltransferase yang
terdapat dalam sitoplasma dan mikrosom.
Konjugasi Sulfat
Terutama terjadi pada senyawa yang mengandunggugus fenol dan kadangkadang juga terjadi pada senyawa alkohol, amin aromatik dan senyawa N-hidroksi.
Konjugasi sulfat pada umumnya untuk meningkatkan kelarutan senyawa dalam air
dan membuat senyawa menjadi tidak toksik.
Asetilasi
Merupakan jalur metabolisme obat yang mengandung gugus amin primer,
sulfonamida, hidrasin, hidrasid, dan amina alifatik primer. Fungsi utama asetilasi
adalah membuat senyawa inaktif dan untuk detoksifikasi
Pembentukan asam merkapturat
Asam merkapturat adalah turunan S dari N-asetilsistein yang disintesis dari
GSH. Reaksi konjugasi terjadi dengan kombinasi pada sistein atau glutation dengan
bantuan enzim dalam fraksi supernatan dari homogenat jaringan terutama hati dan
ginjal.
Tidak semua obat dimetabolisme melalui kedua fase tersebut ada obat yang
mengalami reksi fase I saja(satu atau beberapa macam reaksi ) atau reaksi fase II saja (satu

atau beberapa macam reaksi), tetapi kebanyakan obat dimetabolisme melalui beberapa reaksi
sekaligus atau secara berurutan menjadi beberapa macam metabolit . Misalnya, fenobarbital
membutuhkan reaksi fase I sebagai persyaratan reaksi konjugasi.
Glukuronid merupakan metabolit utama dari obat yang mempunyai gugus fenol,
alkohol, atau asam karboksilat. Metabolit ini biasanya tidak aktif dan cepat diekskresi melalui
ginjal dan empedu. Glukuronid yang diekskresi melalui empedu dapat dihidrolisis oleh enzim
-glukuronidase yang dihasilkan oleh bakteri usus dan obat dibebaskan dapat diserap
kembali. Sirkulasi enterohepatik ini memperpanjang kerja obat.
3.3. Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Kecepatan Metabolisme
Kecepatan biotransformasi umumnya bertambah bila konsentrasi obat meningkat, hal
ini berlaku sampai titik dimana konsentrasi menjadi demikian tinggi hingga seluruh molekul
enzim yang melakukan pengubahan ditempati terus-menerus oleh molekul obat dan tercapai
kecepatan biotransformasi yang konstan.Disamping konsentrasi adapula beberapa faktor lain
yang dapat mempengaruhi kecepatan biotransformasi, yaitu:
1

Faktor intrinsik
Meliputi sifat yang dimiliki obat seperti sifat fisika-kimia obat, lipofilitas, dosis,
dan cara pemberian. Banyak obat, terutama yang lipofil dapat menstimulir pembentukan
dan aktivitas enzim-enzim hati. Sebaliknya dikenal pula obat yang menghambat atau
menginaktifkan

enzim

tersebut,

misalnya

anti

koagulansia,

antidiabetika

oral,

sulfonamide, antidepresiva trisiklis, metronidazol, allopurinol dan disulfiram.


2

Faktor fisiologi
Meliputi sifat-sifat yang dimiliki makhluk hidup seperti: jenis atau spesies, genetik,
umur, dan jenis kelamin.

Perbedaan spesies dan galur


Dalam proses metabolisme obat, perubahan kimia yang terjadi pada spesies
dan galur kemungkinan sama atau sedikit berbeda, tetapi kadang-kadang ada
perbedaan yang cukup besar pada reaksi metabolismenya. Pengamatan pengaruh
perbedaan spesies dan galur terhadap metabolisme obat sudah banyak dilakukan yaitu
pada tipe reaksi metabolik atau perbedaan kualitatif dan pada kecepatan
metabolismenya atau perbedaan kuantitatif.

Faktor Genetik
Perbedaan individu pada proses metabolisme sejumlah obat kadang-kadang
terjadi dalam sistem kehidupan. Hal ini menunjukkan bahwa faktor genetik atau
keturunan berperan terhadap kecepatan metabolisme obat.

Perbedaan umur
Pada usia tua, metabolisme obat oleh hati mungkin menurun, tapi biasanya
yang lebih penting adalah menurunnya fungsi ginjal. Pada usia 65 tahun, laju filtrasi
Glomerulus (LFG) menurun sampai 30% dan tiap 1 tahun berikutnya menurun lagi 12% (sebagai akibat hilangnya sel dan penurunan aliran darah ginjal). Oleh karena
itu ,orang lanjut usia membutuhkan beberapa obat dengan dosis lebih kecil daripada
orang muda .

Perbedaan Jenis Kelamin


Pada beberapa spesies binatang menunjukkan ada pengaruh jenis kelamin
terhadap kecepatan metabolisme obat. Pada manusia baru sedikit yang diketahui
tentang adanya pengaruh perbedaan jenis kelamin terhadap metabolisme obat.
Contoh: nikotin dan asetosal dimetabolisme secara berbeda pada pria dan wanita.

Faktor Farmakologi
Meliputi inhibisi enzim oleh inhibitor dan induksi enzim oleh induktor. Kenaikan
aktivitas enzim menyebabkan lebih cepatnya metabolisme (deaktivasi obat). Akibatnya,
kadar dalam plasma berkurang dan memperpendek waktu paro obat. Karena itu intensitas
dan efek farmakologinya berkurang dan sebaliknya.

Faktor Patologi
Menyangkut jenis dan kondisi penyakit. Contohnya pada penderita stroke,
pemberian fenobarbital bersama dengan warfarin secara agonis akan mengurangi efek anti
koagulasinya (sehingga sumbatan pembuluh darah dapat dibuka). Demikian pula simetidin
(antagonis reseptor H2) akan menghambat aktivitas sitokrom P-450 dalam memetabolisme
obat-obat lain.

Faktor makanan
Adanya konsumsi alkohol, rokok, dan protein. Makanan panggang arang dan sayur
mayur cruciferous diketahui menginduksi enzim CYP1A, sedang jus buah anggur
diketahui menghambat metabolisme oleh CYP3A terhadap substrat obat yang diberikan
secara bersamaan.

Faktor lingkungan

Adanya insektisida dan logam-logam berat. Perokok sigaret memetabolisme


beberapa obat lebih cepat daripada yang tidak merokok, karena terjadi induksi enzim.
Perbedaan yang demikian mempersulit penentuan dosis yang efektif dan aman dari obatobat yang mempunyai indeks terapi sempit.
Induksi Enzim
Banyak obat mampu menaikkan kapasitas metabolismenya sendiri dengan induksi
enzim (menaikkan kapasitas biosintesis enzim). Induktor dapat dibedakan menjadi dua
menurut enzim yang di induksinya,antara lain:
a

Jenis fenobarbital

Jenis metilkolantrena
Untuk terapi dengan obat, induktor enzim memberi akibat berikut:

Pada pengobatan jangka panjang dengan induktor enzim terjadi penurunan konsentrasi bahan
obat yang dapat mencapai tingkat konsentrasi dalam plasma pada awal pengobatan
dengan dosis tertentu.
Kadar bahan berkhasiat tubuh sendiri dalam plasma dapat menurun sampai dibawah angka
normal.
Pada pemberian bersama dengan obat lain terdapat banyak interaksi obat yang kadangkadang berbahaya. Selama pemberian induktor enzim, konsentrasi obat kedua dalam
darah dapat juga menurun sehingga diperlukan dosis yang lebih tinggi untuk
mendapatkan efek yang sama.
INHIBISI ENZIM
Inhibisi (penghambatan) enzim bisa menyebabkan interaksi obat yang tidak
diharapkan. Interaksi ini cenderung terjadi lebih cepat daripada yang melibatkan induksi
enzim karena interaksi ini terjadi setelah obat yang dihambat mencapai konsentrasi yang
cukup tinggi untuk berkompetisi dengan obat yang dipengaruhi.

BAB 1V
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat dari penulisan makalah ini adalah

Obat ialah suatu bahan atau paduan bahan-bahan yang dimaksudkan untuk digunakan

dalam menetapkan diagnosis, mencegah, mengurangkan, menghilangkan, menyembuhkan


penyakit atau gejala penyakit.

Metabolisme/biotransformasi obat adalah proses tubuh merubah komposisi obat

sehingga menjadi lebih larut air untuk dapat dibuang keluar tubuh

Reaksi yang terjadi pada tubuh adalah reaksi oksidasi, reaksi reduksi, dan reaksi

konyugasi.

Ada 2 efek penting metabolisme yaitu:


1.

Obat menjadi lebih hidrofilik

2.

Metabolit sama aktifnya (atau lebih aktif) daripada obat asli

Faktor yang dapat mempengaruhi metabolisme obat yaitu:


1.

Faktor instrinsik

2.

Faktor fisiologi

3.

Faktor famakologi

4.

Faktor patologi

5.

Faktor makanan

6.

Faktor lingkungan

Efek toksit metabolisme obat seperti, bisa diturunkanya penyakit pada bayi

perempuanya seperti contoh ibu yang terkena dietilstilbesterol saat mengandung, maka anak
yang dilahirkan akan terkena adenokarsinoma pada vaginanya

Adanya hepatitis toksit akibat alergi obat itu dikarenakan penggunan yang kurang

sesuai aturan dan tidak domotorik dengan baik sesuai sentifitas tiap individu.
4.2

Saran
Kami sebagai penyusun sadar bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan
karena kami memiliki keterbatasan-keterbatasan yang tidak dapat kami pungkiri, untuk
itu kami harapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca.

Daftar Pustaka
Anief,Moh,Prof,Drs,Apt., Prinsip Utama Dalam Farmakologi, Gadjah Mada University
Press,Yogyakarta
Anief,Moh,1995,Perjalanan Dan Nasib Obat Dalam Badan, Gadjah Mada Univ Press
Devissaguet,.J.AiacheJm,1993,Farmasetika 2 Biofarmasetika,Airlangga
Gibson,G.Gordon Dan Paul Skett,1991,Pengantar Metabolisme Obat,UI Presss,Jakarta
Syarif, Amin,1995,Farmakologi Dan Terapi,Edisi IV, Bagian Farmakologi Fakulatas
Kedokteran UniversitasIndonesia,Jakarta.
http://id.wikipedia.org/wiki/Obat.
http://health.detik.com/read/2009/11/25/123350/1248517/763/2/awas-hepatitis-toksik-akibatalergi-obat
http://siskhana.blogspot.com/2008/11/metabolisme-obat.html.

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kepada Allah swt. yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah dengan judul Mekanisme Obat ini
dengan baik.
Karya ilmiah ini di ambil dari berbagai sumber-sumber terpercaya dan sudah banyak
di kenal masyarakat yang kami rangkum menjadi satu kesatuan. Karya ini di harapkan
mampu membantu kami dan pembaca sekalian untuk memperdalam pemahaman tentang
Mekanisme Obat dan segala yang bersangkutan dengannya. Selain itu, karya ini juga di
harapkan dapat menjadi bacaan dan bahan ajaran para pembaca sekalian.
Akhir kata kami ucapkan terima kasih pada para pembaca yang berkenan untuk
membaca makalah ini dan untuk dosen pembimbing kami. Sebagai penyusun kami begitu
berharap agar karya ilmiah ini dapat bermanfaat. Kritik dan saran selalu kami nantikan untuk
pengembangan dan kesempurnaan karya ilmiah ini agar menjadi layak untuk di pelajari.

Pekanbaru, 13 Mei 2016

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................................ii

BAB I

PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang..............................................................................................1
I.2 Tujuan............................................................................................................1
I.3 Rumusan Masalah..........................................................................................2

BAB II

Landasan Teori....................................................................................................3

BAB III

PEMBAHASAN
III.1.Pengertian Metabolisme Obat.....................................................................7
III.2 Klasifikasi Mekanisme Obat ........................................................................9
III.3 Faktor faktor yang mempengaruhi metabolisme obat..............................12

BAB III PENUTUP IV


IV.1 Kesimpulan....................................................................................................16
IV.2 Saran.............................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................17

Makalah Farmakologi

Metabolisme Obat

DISUSUN OLEH:
M.HAIKAL ( 1501031 )
AIDA MISTAWATI ( 1501001 )
ELLA IRMAYENI

(1501012)

GISDA AMARINA ( 1501019 )


LOVINA ALDELYN (1501026)
MARDIAH NOVITA ( 1501028 )
MENTARI

(1501029)

PUTRI LESTARI

(1501036)

SEPTIA FADILLAH (1101092)


SHERINA PUTRI (1501043)
VANY RAHMAYANI.S ( 1501048 )

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU
YAYASAN UNIVERSITAS RIAU
2016

Anda mungkin juga menyukai