Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

ROUTES OF ENTRY, EKOKINETIK, TOKSIKOKINETIK DAN TOKSODINAMIK

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Toksikologi Industri


Dosen Pengampu : Bibit Nasrokhatun Diniah, SKM., M.Kes

Disusun oleh :

Kelompok 1

Ainunnaimah CMR0170003

Ayesa Dwi Lestari CMR0170004

Choerotunnisa CMR0170071

M. Zakki Romdon CMR0170084

Wiwin Laelasari CMR0170063

Yola Nur Alya CMR0170031

Yuni Nur Sarah Asiyah Z. CMR0170033

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT (K3)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN TAHUN AJARAN 2020-2021


KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang. Penulis
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadiratnya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul "Routes Of Entry,
Ekokinetik, Toksikokinetik dan Toksodinamik".

Makalah ini telah penulis susun dengan maksimal. Terlepas dari semua itu, penulis
menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangna baik dari segi susunan kalimat maupun tata
bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka penulis menerima segala saran dan kritik dari
pembaca agar penulis dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata penulis berharap semoga makalah yang berjudul "Routes Of Entry,
Ekokinetik, Toksikokinetik dan Toksodinamik" dapat memberikan manfaat maupun inspirasi
terhadap pembaca.

Kuningan, 15 Desember 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN.........................................................................1
1.1 Latar Belakang......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................1
1.3 Tujuan...................................................................................................2
BAB 2 PEMBAHASAN............................................................................3
2.1 Routes Of Entry....................................................................................3
2.2 Ekokinetik.............................................................................................4
2.3 Toksikokinetik......................................................................................5
2.3.1 Fase Toksikokinetik....................................................................9
2.4 Toksikodinamik....................................................................................9
2.4.1 Fase Toksikodinamik.................................................................10
2.4.2 Spektrum Efek Toksik......................................................................11
BAB 3 KESIMPULAN............................................................................14
3.1 Kesimpulan..........................................................................................14
3.2 Saran....................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................16

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Toksisitas merupakan istilah dalam toksikologi yang diartikan  sebagai kapasitas suatu


zat kimia beracun yang dapat menimbulkan efek toksik tertentu pada makhluk hidup. Istilah
toksisitas merupakan istilah kualitatif, terjadi atau tidak terjadinya kerusakan tergantung pada
jumlah unsur kimia yang terabsopsi. Proses pengrusakan ini baru terjadi apabila pada target
organ telah menumpuk satu jumlah yang cukup dari agent toksik ataupun metabolitnya,
begitupun hal ini bukan berarti bahwa penumpukan yang tertinggi dari agent tokis itu berada di
target organ, tetapi bisa juga ditempat yang lain. Absorpsinya dan jumlah yang diserap, juga
berhubungan dengan distribusi, metabolisme maupun ekskresi agent toksis tersebut (Mansur,
2008).

Sedangkan istilah bahaya (hazard) adalah kemungkinan kejadian kerusakan pada suatu
situasi atau tempat tertentu. Kondisi penggunaan dan kondisi paparan menjadi pertimbangan
utama. Risiko didefinisikan sebagai kekerapan kejadian yang diprediksi dari suatu efek yang
tidak diinginkan akibat paparan berbagai bahan kimia atau fisik.

Keanekaragaman efek merugikan potensial dan keberagaman bahan kimia di dalam


lingkungan menjadikan toksikologi ilmu pengetahuan yang sangat luas. Ruang lingkup
toksikologi mencakup lingkungan (misalnya, polusi, air, dan udara), ekonomi (misalnya, bahan
tambahan makanan dan pestisida) (Stringer, 2008). Efek toksik mempengaruhi atau menentukan
keberadaan zat kimia atau metabolitnya dalam sel sasaran atau tempat kerjanya. Untuk
menentukan keberadaan zat kimia atau metabolit toksik ini maka perlu diketahui mekanisme
masuk nya zat toksik serta bagaimana mekanisme zat tersebut merusak suatu organisme.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah routes of entry zat toksik ke dalam tubuh makhluk hidup?

2. Apakah yang dimaksud ekokinetik?

3. Apakah yang dimaksud toksikokinetik?

1
4. Apakah yang dimaksud toksikodinamik?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui dan mrmahami routes of entry zat toksik ke dalam tubuh makhluk hidup.

2. Mengetahui dan memahami pengetahuan tentang ekokinetik.

3. Mengetahui dan mrmahami pengetahuan tentang toksikokinetik.

4. Mengetahui dan memahami pengetahuan tentang toksikodinamik.

2
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Routes Of Entry

Routes of entry atau jalur masuk ke dalam tubuh merupakan salah satu faktor utama yang
mempengaruhi toksisitas yang berhubungan dengan situasi pemaparan terhadap bahan kimia
tertentu.

Ada 4 jalur utama bahan toksik masuk kedalam tubuh manusia yaitu :

1. Inhalasi (pernapasan)

Pernapasan adalah cara paling umum bahan kimia di tempat kerja memasuki
tubuh, ini bisa terjadi jika tidak memakai pelindung pernapasan atau jenis pelindung yang
salah. Penting untuk mencuci tangan secara teratur saat menangani bahan kimia. Tidak
hanya dapat menelan bahan kimia tersebut, tetapi juga meningkatkan risiko penghirupan
bagi perokok karena rokok memanas dan menguapkan kontaminan kimia di tangan.
Bagaimanapun cara bahan kimia memasuki tubuh, itu menyebar ke seluruh tubuh melalui
aliran darah. Bahan kimia dalam tubuh dapat menyerang dan merusak organ, bahkan jika
organ tersebut berada jauh dari titik masuk aslinya.

2. Absorpsi (kontak kulit)

Absorpsi adalah proses penyerapan suatu zat oleh zat lain. Dalam proses ini, zat
yang diserap masuk ke bagian dalam zat penyerap. Misalnya peristiwa pelarutan (gas ke
dalam zat cair atau zat padat), difusi (zat cair ke dalam zat padat), warna yang diserap
oleh suatu benda (warna absorpsi), penyerapan sinar bias oleh suatu zat pada peristiwa
bias kembar (absorpsi selektif) dan penyerapan energy oleh electron di dalam satuan
atom (spectrum absorpsi). Sedangkan pengertian absorpsimetri adalah metode analisis
untuk menentukan komposisi suatu zat dengan mengukur cahaya yang diserap bahan itu.
Misalnya, dengan mengetahui frekuensi warna cahaya yang diserap, dapat ditentukan
jenis zat penyerap.

3
3. Tertelan (makan)

Menelan adalah suatu kondisi saat Anda membutuhkan waktu dan usaha lebih
untuk menggerakkan makanan atau cairan dari mulut menuju lambung. Merupakan
refleks dalam tubuh manusia yang membuat sesuatu melewati mulut melalui
esofagus.Kalau proses ini gagal dan benda msuk trakea,seseorang akan tersedak.

4. Injeksi

Injeksi adalah salah satu prosedur perawatan kesehatan yang cukup umum.
Sebagian besar injeksi dilakukan dalam rangka perawatan kuratif, sedangkan sebagian
kecilnya untuk imunisasi, atau tujuan lain seperti transfusi darah. Dalam beberapa kasus
istilah injeksi digunakan secara sinonim dengan inokulasi bahkan oleh pekerja yang
berbeda di rumah sakit yang sama.

2.2 Ekokinetik

Ekokinetika diartikan sebagai gerakan suatu zat racun dalam suatu ekosistem. Di
lingkungan pada dasarnya terdapat 4 kompartemen yang akan menentukan lokasi dan interaksi
zat kimia, yaitu air, udara, tanah, dan biotamikroorganisme. Apabila suatu zat diemisikan, maka
lingkungan akan mendistribusikannya ke berbagai kompartemen seperti air, udara, tanah, dan
biota sampai suatu saat akan terjadi suatu keseimbangan baru, yang tergantung pada berbagai
sifat kimia-fisika baik xenobiotik maupun lingkungannya Slamet, 1994. Secara spesifik, zat
kimia akan mengalami transpor ke berbagai kompartemen lingkungan apabila terdapat zat yang
dapat bereaksi dengannya membentuk senyawa lain.

Selain itu pada saat yang sama akan terjadi paparan terhadap zat asli maupun yang di
trasformasi terhadap berbagai organisme yang ada di sekitarnya ataupun yang jauh sekali dari
lokasi, tergantung media transpor, persistensi, dan iklim yang memengaruhinya. Paparan dapat
berbentuk macam- macam tergantung dari wujud xenobiotik, apakah berbentuk gas, cair,
ataupun Universitas Sumatera Utara padatan yang sekaligus juga menentukan cara xenobiotik
memasuki organisme

Menurut Slamet, 1994. Menurut Slamet 1994, prediksi dan perilaku zat di lingkungan dapat
berakhir dengan 3 kemugnkinan,

1. Zat kimia tetap berada pada tempat dimana dia mulai masuk atau diemisikan
2. Zat kimia terbawa masuk ke tanah, sedimen, air, atau atmosfer
3. Zat kimia bertransformasi atau terurai melalui proses kimia, fisik, atau biologi. 

4
Menurut Slamet 1994, Jumlah xenobiotik yang diemisikan akan mengalami nasib di lingkungan
dan ditentukan oleh berbagai proses seperti:

1. Adsorpsi-desorpsi-sedimentasi;
2. Input-evaporasi;
3. Reaksi dengan zat lain membentuk senyawa baru.

Proses kinetik dapat digolongkan ke dalam proses biotik dan abiotik. Dalam proses biotik segala
reaksi dapat terjadi secara enzimatik. Sedangkan proses abiotik yang berupa proses fisis adalah
transport lokal, regional dan global, leaching, evaporasi dari perairan dan atau padatan, deposisi
dari atmosfer baik basah maupun kering, dan sedimentasi zat organik. Proses biotik yang berupa
proses kimiawi meliputi proses hidrolisis, oksidasi, dan reaksi-reaksi fotokimia Slamet, 1994.

2.3 Toksikokinetik

Sederetan proses toksikokinetik sering disingkat dengan ADME, yaitu: adsorpsi,


distribusi,metabolisme dan eliminasi. Proses absorpsi akan menentukan jumlah xenobiotika
(dalam bentuk aktifnya) yang dapat masuk ke sistem sistemik atau mencapai tempat kerjanya.
Jumlah xenobiotika yang dapat masuk ke sistem sistemik dikenal sebagai ketersediaan biologi /
hayati. Keseluruhan proses pada fase toksokinetik ini akan menentukan menentukan efficacy
(kemampuan xenobiotika mengasilkan efek), efektifitas dari xenobiotika, konsentrasi
xenobiotika di reseptor, dan durasi dari efek farmako dinamiknya.
1. Adsorbsi
Adsorpsi ditandai oleh masuknya xenobiotika/tokson dari tempat kontak
(paparan)menuju sirkulasi sistemik tubuh atau pembuluhlimfe. Adsorpsi didefinisikan
sebagai jumlah xenobiotika yang mencapai sistem sirkululasi sistemik dalam bentuk
tidak berubah. Tokson dapat terabsorpsi umumnya apabila berada dalam bentuk terlarut
atau terdispersi molekular. Adsorpsi sistemik tokson dari tempat extravaskular
dipengaruhi oleh sifat-sifat anatomik dan fisiologik tempat absorpsi (sifat membran
biologis dan aliran kapiler darah tempat kontak), serta sifat-sifat fisiko-kimia tokson dan
bentuk farmseutik tokson (tablet, salep, sirop, aerosol, suspensi atau larutan). Jalur utama
absorpsi tokson adalah saluran cerna, paru-paru, dan kulit.
Pada pemasukan tokson langsung ke sistem sirkulasi sistemik (pemakaian secara
injeksi), dapat dikatakan bahwa tokson tidak mengalami proses absorpsi. Absorpsi suatu

5
xenobiotika tidak akan terjadi tanpa suatu transpor melalui membran sel, demikian
halnya juga pada distribusi dan ekskresi. Oleh sebab itu membran sel (membran
biologi)dalam absorpsi merupakan sawar „barier“ yaitu batas pemisah antara lingkungan
dalam dan luar. Penetrasi xenobiotika melewati membran dapat berlangsung melalui:
difusi pasif, filtrasilewat pori-pori membran ”poren”, transpordengan perantara molekul
pengemban ”carrier”,pencaplokan oleh sel ”pinositosis”.
Difusi pasif merupakan bagian terbesar dari proses transmembran bagi umumnya
xenobiotika. Tenaga pendorong untuk difusi ini adalah perbedaan konsentrasi
xenobiotika pada kedua sisi membran sel dan daya larutnya dalam lipid. Menurut hukum
difusi Fick, molekul xenobiotika berdifusi dari daerahdengan konsentrasi tinggi ke
daerah konsentrasi yang lebih rendah. Filtrasi lewat pori-pori membran ”poren”.
Membran sel umumnya memilika lubang dengan ukuran yang bervariasi tergantung pada
sifat dari membran selnya.
Umumnya kebanyakan sel mempunyai pori dengan diameter sekitar 4 Å
(amstom). Saluran pori ini umumnya penuh terisi air, sehingga hanya memungkinkan
dilewati oleh tokson yang relatiflarut air dengan berat molekul kurang dari 200 Da
(Dalton). Oleh karena itu, kemungkinan laju aliran air melewati pori ini yang bertindak
sebagai daya dorong molekul-molekul tokson melintasi pori ini.
Terdapat asumsi, bahwa pemberian suatu obat dengan derajat hipotonik yang
tinggi akan mempercepat laju absorpsi obat melalui pori. Namun anggapan ini akan
bertentangan dengan kecepatan difusi suatu tokson. Umumnya senyawa dengan
ukuranmolekul kecil, (seperti urea, air, gula dan ion Ca, Na, K) memanfaatkan lubang
pori ini untuk melintasi membran sel. Laju absorpsi lewat sistem ini Disamping itu
terdapat juga membransel yang memiliki ukuran pori yang relatif besar (sekitar 70 Å),
seperti memban kapiler dan glomerulus ginjal. Pori ini dimungkinkan dilewati oleh
molekul-molekul dengan ukuran lebih kecil dari albumin ( sekitar 50.000 Da). Aliran air
lewat pori-pori terjadi karena tekanan hidrostatik dan/atau osmotik dan dapat bertindak
sebagai pembawa tokson.
Transpor dengan perantara molekul pengemban ”carrier”. Transpor dengan
perantara molekul pengemban lebih dikenal dengan transpor aiktif, yaitu proses
melinatasi membran sel diperantarai oleh pembawa ”carrier”. Transpor aktif merupakan

6
proses khusus yang memerlukan pembawa untuk mengikat tokson membentuk komplek
toksonpembawa yangmembawa tokson lewat membran dan kemudian melepas tokson di
sisi lain dari membran. Sesuai dengan sifat dari transpor ini, umumnya transpor ini
ditandai dengan pewatakanyaadanya fakta bahwa tokson dipindahkan melawan
perbedaan konsentrasi, misal dari dari daerah konsentrasi tokson rendah ke daerah
konsentrasi tinggi. Oleh sebab itu pada sistem transpor ini umumnya memerlukan
masukan energi untuk dapat terjadi transpor.
Jalur transpor ini akan bergantung pada jumlahmolekul pembawa, atau dengan
lain kata, jumlahmolekul tokson yang dapat diangkut (ditranspor) oleh sistem per satuan
waktu, tergantung pada kapasitas sistem (jumlah tempat ikatan dan angka pertukaran tiap
ikatan). Bila konsentrasi tokson pada sistem meningkat secara terus menerus, sehingga
pada awalnya laju transpor akan meningkat, dan akhirnya tercapai suatu keadaan yang
menunjukkan sistem menjadi jenuh. Dengan demikian laju transpor akan mencapai laju
maksimumnya, dimana pada keadaan ini telah terjadi kejenuhan komplek tokson-
pembawa.
Molekul pembawa bisa sangat selektif terhadap molekul tokson. Bila struktur
tokson menyerupai subtrat alami yang ditranpor aktif, maka tokson itu sesuai untuk
ditranspor aktif dengan mekanisme pembawa yang sama. Oleh karena itu toksontokson
yang mempunyai struktur serupa dapat berkompetisi untuk membentuk komplek tokson
pembawa pada tempatabsorpsi, sehingga dapat terjadi antagonisme kompetitif untuk
menduduki molekul pengemban. Oleh karena ini transpor suatu zat dapat diinhibisi oleh
zat lain yang menggunakan sistem transpor yang sama. Namun berdasarkan sifat
stereokimia molekulpengemban, maka sistem transpor demikian, paling sedikit
mempunyai kekhasan untuk zat yang akan diangkut.
Difusi yang dipermudah (fasilitated diffusion) kadang dikelompokkan juga ke
dalam sistemtranspor aktif, dimana difusi ini diperantarai olehpembawa. Namun terdapat
sedikit perbedaanantara pranspor aktif yaitu tokson begerakmelintasi membran karena
perbedaan konsentrasi(yaitu dari daerah dengan konsentrasi tinggi kedaerah yang
konsentrasinya lebih rendah), olehkarena itu difusi ini tidak memerlukan masukanenergi.
Namun karena difusi ini diperantarai olehmolekul pembawa, sistem ini dapat jenuh

7
dansecara struktur selektif bagi tokson tertentu danmemperlihatkan kinetika persaingan
bagi tokson-toksondenganstrukturserupa.
Dalam arti absorpsi tokson, difusi dipermudah ini tampaknya memainkan
perananyang sangat kecil. Pencaplokan oleh sel ”pinositosis”.Pinositas merupakan
proses fagositosis (”pencaplokan”) terhadap makromolekul besar,dimana membran sel
menyelubungi sekelilingbahan makromolekular dan kemudian mencaplokbahan tersebut
ke dalam sel. Makromolekul tetaptinggal dalam sel sebagai suatu gelembung
atauvakuola. Pinositas merupakan proses yangdiusulkan untuk absorpsi dari vaksin sabin
polioyang diberikan secara oral dan berbagai molekulprotein besar lainnya.
2. Distribusi
Setelah xenobiotika mencapai sistem peredahan darah, ia bersama darah akan
diedarkan/didistribusikan ke seluruh tubuh. Dari sistemsirkulasi sistemik ia akan
terdistribusi lebih jauhmelewati membran sel menuju sitem organ atau ke jaringan-
jaringan tubuh. Distribusi suatu xenobiotika di dalam tubuh dapat pandang sebagai suatu
proses transpor reversibel suatu xenobiotika dari satu lokasi ke tempat lain di dalam
tubuh. Di beberapa buku reference jugamenjelaskan, bahwa distribusi adalah proses
dimana xenobiotika secara reversibel meninggalkan aliran darah dan masuk menuju
interstitium (cairan ekstraselular) dan/atau masuk ke dalam sel dari jaringan atau organ.
3. Metabolisme
Xenobiotika yang masuk ke dalam tubuh akan diperlakukan oleh sistem enzim
tubuh, sehinggasenyawa tersebut akan mengalami perubahanstruktur kimia dan pada
akhirnya dapat dieksresidari dalam tubuh. Proses biokimia yang dialamioleh
”xenobiotika” dikenal dengan reaksibiotransformasi yang juga dikenal dengan
reaksimetabolisme. Biotransformasi atau metabolismepada umumnya berlangsung di hati
dan sebagiankecil di organ-organ lain seperti: ginjal, paru-paru,saluran pencernaan,
kelenjar susu, otot, kulit ataudi darah. Secara umum proses biotransformasi dapat dibagi
menjadi dua fase, yaitu fase I (reaksifungsionalisasi) dan fase II (reaksi konjugasi).
Dalam fase pertama ini tokson akan mengalami pemasukan gugus fungsi baru,
pengubahan gugus fungsi yang ada atau reaksi penguraian melalui reaksi oksidasi
(dehalogenasi, dealkilasi,deaminasi, desulfurisasi, pembentukan oksida,hidroksilasi,
oksidasi alkohol dan oksidasialdehida); rekasi reduksi (reduksi azo, reduksinitro reduksi

8
aldehid atau keton) dan hidrolisis(hidrolisis dari ester amida). Pada fase II initokson yang
telah siap atau termetabolisme melalui fase I akan terkopel (membentuk konjugat) atau
melalui proses sintesis dengan senyawa endogen tubuh, seperti: Konjugasi dengan asam
glukuronida asam amino, asamsulfat, metilasi, alkilasi, dan pembentukan asam
merkaptofurat.
4. Eliminasi
Metabolisme dan ekskresi dapat dirangkum ke dalam eliminasi. Yang dimaksud
proses eliminasiadalah proses hilangnya xenobiotika dari dalamtubuh organisme.
Eliminasi suatu xenobiotikadapat melalui reaksi biotransformasi(metabolisme) atau
ekskresi xenobiotika melaluiginjal, empedu, saluran pencernaan, dan jalureksresi lainnya
(kelenjar keringan, kelenjar mamai,kelenjar ludah, dan paru-paru). Jalur eliminasi yang
paling penting adalah eliminasi melalui hati(reaksi metabolisme) dan eksresi melalui
ginjal.
2.3.1 Fase Toksikokinetik
Proses biologik yang terjadi pada fase toksokinetik umumnya dikelompokkan ke
dalamproses invasi dan evesi. Proses invasi terdiri dariabsorpsi, transpor, dan distribusi,
sedangkan evesi juga dikenal dengan eleminasi. Absorpsi suatu xenobiotika adalah
pengambilanxenobiotika dari permukaan tubuh (disinitermasuk juga mukosa saluran cerna) atau
daritempat-tempat tertentu dalam organ dalaman kealiran darah atau sistem pembuluh limfe.
Apabila xenobiotika mencapai sistem sirkulasi sistemik, xenobiotika akan ditranspor bersama
aliran darah dalam sistem sirkulasi.
WEISS (1990) membagi distribusi ke dalam konveksi (transpor xenobiotika bersama
peredaran darah) dan difusi (difusixenobiotika di dalam sel atau jaringan). Sedangkan eliminasi
(evesi) adalah semua proses yang dapat menyebabkan penurunan kadar xenobiotika dalam sistem
biologi / tubuh organisme, proses tersebut reaksi biotransformasi dan ekskresi.
2.4 Toksodinamik

Toksodinamik adalah mekanisme kerja suatu polutan/ zat terhadap suatu organ sasaran,
pada umumnya melewati suatu rantai reaksi yang dapat dibedakan menjadi 3 fase yaitu :

1. Fase Eksposisi;

2. Fase Toksokinetik;

9
3. Fase Toksodinamik.

Jenis-jenis zat kimia toksik yang umum di tempat kerja :

1. Zat padat, walaupun kecil kemungkinan untuk menyebabkan keracunan, tetapi dapat
masuk ke mulut melalui makanan dapat terhirup maupun terabsopsi melalui kulit jika
berubah bentuk padahal beberapa proses industry memungkinkan zat padat berubah
menjadi debu gas maupun uap dan akhirnya berubah menjadi cair.

2. Debu, merupakan partikel dari zat padat, missal: debu semen, debu fiberglass, debu
kapas, debu biji-bijian, debu asbes dll. Bahaya debu terutama bila terhirup dalam sistem
pernapasan

3. Cairan, banyak ditemukan dalam proses dan produk industri, misal: asam dan solvent.
Banyak dari cairan kimia juga mengeluarkan uap yang sangat toksik jika terhirup. Cairan
ini juga terabsorpsi ke dalam sistem peredaran darah melalui kulit.

4. Uap, bisa berasal dari bentuk alamiah zat tersebut dalam tempratur normal maupun uap
dari zat cair.

5. Gas, dapat berasal dari perubahan bentuk zat padat maupun cair dalam kondisi panas.
Gas dapat terdeteksi dari baud an warna tetapi ada beberapa gas yang tidak bias terdeteksi
dengan baud an warna, contoh : gas C0.

2.4.1 Fase Toksodinamik


Fase toksodinamik meliputi interaksi antara molekul zat racun dan tempat kerja spesifik
yaitu reseptor. Harus dibedakan antara proses untuk pelepasan suatu rangsang pada organ
sasaran tempat tokson menyerang dan proses pelepasan rangsang sampai terjadinya suatu efek di
tempat kerja, tempat efek terjadi atau diamati. Efek tersebut adalah hasil sederetan proses yaitu
proses kimia biasa yang tercapai melalui rangsang dan tidak lagi tergantung pada sifat khas
rangsang yang diimbas obat. Jadi pada kondisi tetap, stimulus yang sama, tidak tergantung pada
senyawa mana penyebab stimulus, akan menyebabkan efek yang tetap. Organ sasaran dan tempat
kerja tidak perlu sama.
4. Fase Eksposisi

10
Fase eksposisi merupakan ketersediaan biologis suatu polutan dilingkungan dan hal
ini erat kaitannya dengan perubahan sifat-sifat fisikokimianya. Selama fase eksposisi,
zat beracun dapat diubah melalui berbagai reaksi kimia/fisika menjadi senyawa yang
lebih toksis atau lebih kurang toksis. Jalur intoksikasinya lewat Oral, Saluran
Pernafasan dan Kulit. Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat polutan tersebut adalah
atmosfer, air dan biota. Transportasi dan transformasi zat/polutan di lingkungan
berhubungan erat dengan sifat-sifat fisikokimia polutan; proses transportasi polutan di
lingkungan dan transformasi polutan yang terjadi di lingkungan. Pemaparan bahan
polutan ke lingkungan akan mengalami berbagai proses transformasi tergantung atas
media transportasinya antara lain air, udara, tanah dan biota ( Connel Des. W . and
Gregory J. Miller, 1984).
5. Fase Toksokinetik
Hanya sebagian dari jumlah zat yang diabsorpsi mencapai organ target suatu zat toksis
di dalam tubuh organisme , yakni di lokasi jaringan/molekul yang sesuai.
Dibedakan atas proses :
a. Absorbsi dan distribusi ( Invasi);
b. Biotransformasi (Perubahan metabolik);
c. Akumulasi; dan
d. Ekskresi.
6. Fase Toksodinamik
Suatu kerja zat toksis pada umumnya adalah hasil interaksi dari sejumlah proses
yang sangat rumit dan kompleks. Lewat interaksi kimia antara suatu zat atau
metabolitnya dengan substrat biologi akibat terbentuknya ikatan kimia kovalen yang
tak bolak-balik atau terjadinya perubahan substrat biologi sebagai akibat dari suatu
perubahan kimia zat. Lewat interaksi yang bolak-balik (reversible) antara zat asing
dengan substrat biologi. Hal inimenyebabkan suatu perubahanfungsional, yang lazimnya
hilang bila zat tersebut dieliminir dari plasma.
2.4.2 Spektrum Efek Toksik
Berbagai jenis efek toksik dapat dikelompokkan menurut organ sasarannya, mekanisme
kerjanya, atau ciri-ciri lain :
1. Efek Lokal dan Sistemik

11
Beberapa bahan kimia dapat menyebabkan cedera pada tempat bahan itu
bersentuhan dengan tubuh. Efek lokal ini dapat diakibatkan oleh senyawa kaustik,
misalnya pada saluran pencernaan, bahan korosif pada kulit, serta iritasi gas atau uap
pada saluran napas. Efek lokal ini menggambarkan perusakan umum pada sel-sel hidup.
Efek sistemik terjadi hanya setelah toksikan diserap dan tersebar ke bagian lain tubuh,
pada umumnya toksikan hanya mempengaruhi satu atau beberapa organ saja. Organ
seperti itu dinamakan “organ sasaran”. Kadar toksikan dalam organ sasaran tidak selalu
yang paling tinggi. Contohnya, organ sasaran metil merkuri adalah SSP, tetapi kadar
metil merkuri di hati dan ginjal jauh lebih tinggi. Atau organ sasaran DDT adalah SSP,
tetapi DDT terkumpul di jaringan lemak.
2. Efek Berpulih dan Nirpulih
Efek toksik disebut berpulih (reversibel) jika efek itu dapat hilang dengan
sendirinya. Sebaliknya, efek nirpulih (ireversibel) akan menetap atau justru bertambah
parah setelah pajanan toksikan dihentikan. Efek nirpulih diantaranya karsinoma, mutasi,
kerusakan saraf, dan sirosis hati. Beberapa efek digolongkan nirpulih walaupun kadang
dapat hilang beberapa waktu setelah pajanan toksikan dihentikan. Misalnya efek
insektisida golongan penghambat kolinesterase yang disebut “ireversibel”, karena
menghambat aktivitas enzim untuk jangka waktu yang sama dengan waktu yang
dibutuhkan untuk sintesis dan mengganti enzim tersebut.
Efek toksikan dapat berpulih bila tubuh terpajan pada kadar yang rendah atau untuk
waktu yang singkat. Sementara, efek nirpulih dapat dihasilkan pada pajanan dengan
kadar yang lebih tinggi atau waktu yang lama.
3. Efek Segera dan Tertunda
Banyak toksikan menimbulkan efek segera, yaitu efek yang timbul segera setelah
satu kali pajanan. Contohnya, keracunan sianida. Sedangkan efek tertunda timbul
beberapa waktu setelah pajanan. Pada manusia, efek karsinogenik pada umumnya baru
nyata jelas 10-20 tahun setelah pajanan toksikan. Pada hewan pengerat pun dibutuhkan
waktu beberapa bulan untuk timbulnya efek karsinogenik.
4. Efek Morfologis, Fungsional dan Biokimia
Efek morfologis berkaitan dengan perubahan bentuk luar dan mikroskopis pada
morfologi jaringan. Berbagai efek jenis ini, misalnya nekrosis dan neoplasia, bersifat

12
nirpulih dan berbahaya. Efek fungsional biasanya berupa perubahan berpulih pada fungsi
organ sasaran. Oleh karena itu pada penelitian toksikologi, fungsi hati dan ginjal selalu
diperiksa (misalnya, laju ekskresi zat warna).
Oleh karena efek fungsional biasanya berpulih, sedangkan efek morfologis tidak,
beberapa penelitian dilakukan untuk mengetahui apakah perubahan fungsional dapat
diketahui lebih dini, atau dapat dideteksi pada hewan dalam dosis yang lebih rendah
daripada dosis yang menyebabkan perubahan morfologis. Walaupun semua efek toksik
berkaitan dengan perubahan biokimiawi, pada uji toksisitas rutin, yang dimaksud dengan
“efek biokimiawi” adalah efek toksik yang tidak menyebabkan perubahan morfologis.
Contohnya, penghambatan enzim kolinesterase setelah pajanan insektisida organofosfat
dan karbama.

BAB 3
PENUTUP

13
3.1 Kesimpulan
1. Routes of entry atau jalur masuk ke dalam tubuh merupakan salah satu faktor utama yang
mempengaruhi toksisitas yang berhubungan dengan situasi pemaparan terhadap bahan
kimia tertentu.
Ada 4 jalur utama bahan toksik masuk kedalam tubuh manusia yaitu :
a. Inhalasi (pernafasan);
b. Absorpsi (kontak kulit);
c. Tertelan (makan); dan
d. Injeksi.
2. Ekokinetika diartikan sebagai gerakan suatu zat racun dalam suatu ekosistem. Di
lingkungan pada dasarnya terdapat 4 kompartemen yang akan menentukan lokasi dan
interaksi zat kimia, yaitu air, udara, tanah, dan biotamikroorganisme. Apabila suatu zat
diemisikan, maka lingkungan akan mendistribusikannya ke berbagai kompartemen
seperti air, udara, tanah, dan biota sampai suatu saat akan terjadi suatu keseimbangan
baru, yang tergantung pada berbagai sifat kimia-fisika baik xenobiotik maupun
lingkungannya Slamet, 1994.
3. Sederetan proses toksikokinetik sering disingkat dengan ADME, yaitu: adsorpsi,
distribusi,metabolisme dan eliminasi. Proses biologik yang terjadi pada fase toksokinetik
umumnya dikelompokkan ke dalamproses invasi dan evesi. Proses invasi terdiri
dariabsorpsi, transpor, dan distribusi, sedangkan evesi juga dikenal dengan eleminasi.
4. Toksodinamik adalah mekanisme kerja suatu polutan/ zat terhadap suatu organ sasaran,
pada umumnya melewati suatu rantai reaksi yang dapat dibedakan menjadi 3 fase yaitu :
a. Fase Eksposisi;
b. Fase Toksokinetik;
c. Fase Toksodinamik.
Berbagai jenis efek toksik dapat dikelompokkan menurut organ sasarannya, mekanisme
kerjanya, atau ciri-ciri lain :
a. Efek Lokal dan Sistemik;
b. Efek Berpulih dan Nirpulih;
c. Efek Segera dan Tertunda; dan

14
d. Efek Morfologis, Fungsional dan Biokimia.
3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

15
ATDSDR. Toxicological Profile for Benzena. Atlanta, 2007. Diunduh dari
http://www.atsdr.cdc..gov/toxprofiles/tp3-c8.pdf

ATSDR. Case Study in Environment Medicine. Atlanta, 2006. Diunduh dari


http://www.atsdr.cdc..gov/csem/lead/docs/lead.pdf

Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. 2009.


Kumpulan Kuliah Farmakologi, Ed. 2. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC

Stringer, Janet L. 2008. Konsep Dasar Farmakologi: Panduan Untuk Mahasiswa Ed. 3. Jakarta.
Penerbit Buku Kedokteran EGC

Wirasuta, I Made Agus Gelgel dan Niruri, Rasmasya. 2007. Toksikologi Umum. Denpasar.
Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana

16

Anda mungkin juga menyukai