Anda di halaman 1dari 8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Daun Senduduk


Senduduk bulu berasal dari Amerika Selatan, tumbuh pada tanah lembab atau agak kering
dengan lokasi terbuka, berbunga sepanjang tahun, penyebarannya meliputi 5-1350 m di
atas muka laut (Herba, 2014). Senduduk bulu merupakan sejenis tumbuhan renek yang
biasanya tumbuh liar dikawasan semak samun dan belukar. Tumbuhan ini juga menyukai
tempat yang lembab dan tanah yang mempunyai kandungan humus yang tinggi.
Senduduk bulu dengan nama latin Clidemia hirta merupakan tumbuhan yang masuk ke
dalam famili Melastomataceae. Jenis ini dapat dikenali melalui batang dan daunnya yang
dihiasi oleh duri-duri halus menyerupai rambut. Permukaan daun berwarna hijau berkilat dan
daunnya berbentuk bujur. Daunnya lebar dan meruncing dibagian ujung. Urat daun kecil dan
banyak serta membentuk petak diatas daun (Herba, 2014).
Bunganya muncul dalam bentuk jambak dihujung ranting. Bunga yang biasa dijumpai
berwarna putih atau merah jambu samar. Senduduk bulu memiliki
buah buni dengan ukuran kecil dan mengelompok. Buah muda berwana hijau dan buah
yang masak berwarna keu bnguan. Buahnya berbentuk bulat dan berbulu halus.
Tumbuhan ini berkembangbiak melalui dua cara yaitu biji benih dan keratan batang.
Batangnya biasanya mempunyai ketinggian kurang dari satu meter. Tmbuhan ini
mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap keadaan kering danbisa hidup selama 6 bulan
dalam keadaan kemarau terik (Herba, 2014).

2.1.1 Nama Daerah Sistematika Tumbuhan (Depkes, 2001)

Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Myrtales
Famili : Melastomataceae
Genus : Clidemia
Spesies : C. Hirta
2

2.1.2 Kandungan dan Manfaat


Senduduk bulu mengandung flavonoida, saponin, tanin, glikosida,
steroida/triterpenoida. Adapun komponen dari buah senduduk bulu yaitu:
Tabel 1. Komponen Buah Senduduk Bulu

Kalori 49 kal
H2O 84,5%
Protein 1,9 gr
Fats 0,1 gr
Karbohidrat 12,3 gr
Fiber 1,2 gr
Kalsium 0,0172 gr
Phospor 0,57 gr
Besi 0,029 gr
B-karotene 3 gr
Asam askorbat 0,14 gr
Sumber: James A.duke, 1983 ,Hanbook of energy crops.Unpublished

Zat aktif yang dikandung daun senduduk bulu yang berperan sebagai penyembuh luka yaitu:
a. Flavonoid berfungsi sebagai antibakteri, antioksidan, dan jika diberikan pada kulit dapat
menghambat pendarahan.
b. Steroid berfungsi sebagai antiinflamasi.
c. Saponin memiliki kemampuan sebagai pembersih dan antiseptik yang berfungsi
membunuh atau mencegah pertumbuhan mikroorganisme (Robinson,
1995).
d. Tanin berfungsi sebagai astringen yang dapat menyebabkan penutupan pori- pori kulit,
memperkeras kulit, menghentikan eksudat dan pendarahan yang ringan (Arief, 1997).
2.2 Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia
nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir
semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisadiperlakukan sedemikian hingga
memenuhi baku yang ditetapkan (Depkes RI, 1995).
Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan kandungan senyawa kimia dari jaringan tumbuhan
ataupun hewan dengan menggunakan penyari tertentu. Ada beberapa metode ekstraksi, yaitu:
a. Cara dingin
1) Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstraksian simplisisa dengan mengunakan pelarut dengan
beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar).
2) Perkolasi
3

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi
penyaringansempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar.
b. Cara panas
1) Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya selama waktu tertentu
dan dalam jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik
(Depkes RI, 2000).
2) Digesti
Digesti adalah maserasi dengan pengadukan kontinu pada temperatur yang lebih tinggi dari
temperatur kamar yaitu pada 40-50°C (Depkes RI, 2000).
3) Infus
Infus adalah ekstraksi menggunakan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus
tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 90°C ) selama 15 menit (Depkes
RI, 2000).
4) Dekok
Dekok adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 90°C selama 30 menit (Depkes
RI, 2000).
5) Sokletasi
Sokletasi adalah metode ekstraksi untuk bahan yang tahan pemanasan dengan cara meletakan
bahan yang akan di ekstraksi dalam sebuah kantung ekstraksi (kertas saring) didalam sebuah
alat ekstraksi dari gelas yang bekarja kontinu (voigt,1995)

2.3 Bakteri
Bakteri merupakan organisme yang paling banyak terdapat di alam dibandingkan dengan
organisme lainnya. Bakteri biasanya hanya berukuran 0.5-5 µm, tetapi ada pula jenis yang
memiliki diameter mencapai 0.3 mm. Bakteri dapat digolongkan menjadi dua kelompok,
yaitu Gram positif dan Gram negatif yang didasarkan pada perbedaan struktur dinding sel.
Bakteri Gram positif memiliki dinding sel yang terdiri atas lapisan peptidoglikan yang tebal
dan asam teikoat.
Sementara, bakteri Gram negatif memiliki lapisan luar, lipopolisakarida yang terdiri atas
membran dan lapisan peptidoglikan yang tipis dan terletak pada periplasma (di antara lapisan
luar dan membran sitoplasmik) (Pelczar & Chan, 2005). C. Anti Bakteri Zat antibakteri
adalah zat yang dapat mengganggu pertumbuhan atau metabolisme bakteri (Pelczar & Chan
2005).
4

Berdasarkan aktivitasnya zat antibakteri dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu antibakteri
bakteriostatik yang bekerja menghambat populasi bakteri tetapi tidak mematikan bakterinya.
Kelompok kedua adalah antibakteri bakterisida yang bekerja dengan membunuh bakteri.
Umumnya terdapat transisi antara kerja bakteriostatik dengan bakterisida. Ada beberapa
antibakteri yang bersifat bakteriostatik dapat berubah menjadi bakterisida jika digunakan
dalam dosis tinggi (Schunack et al. 1990).
Berdasarkan efektivitas kerjanya terhadap berbagai mikroorganisme maka senyawa
antibakteri digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu antibakteri berspektrum luas yang
efektif terhadap berbagai jenis mikroorganisme dan antibakteri berspektrum sempit yang
hanya efektif terhadap mikroorganisme tertentu (Volk & Wheeler 1988). Senyawa antibakteri
dapat bekerja dengan berbagai macam cara, tergantung pada strukturnya, diantaranya
menghambat sintesis molekul kecil esensial (contoh trimetoprim), menghambat sintesis
dinding sel (contoh penisilin dan amoksilin), dan menghambat sintesis asam nukleat (misal
bromodeoksiuridin) (Schunack et al. 1990)..
2.4 Sabun
Sabun adalah garam alkalikarboksilat (RCOONa). Gugus R bersifathidrofobik karena
bersifat nonpolar dan COONa bersifat hidrofilik (polar). Proses yang terjadi dalam
pembuatan sabun disebut sebagai saponifikasi. Ada 2 jenis sabun yang dikenal, yaitu sabun
padat (batangan) dan sabun cair, Sabun Transparan. Sabun padat dibedakan atas 3 jenis, yaitu
sabun opaque, translucent, dan transparan..
5

BAB III

METEDOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu Pelaksanaan


Penelitian dilaksanakan selama ... bulan dari bulan Februari-Juli 213 di Laboratorim
Anilisis, Politeknik Negeri Lampung.

3.2 Desain Penelitian


Metode penelitian yang dilakukan meliputi dua tahapan, yaitu kegiatan lapangan dan
laboratorium. Kegiatan lapangan dalam rangka pengambilan bahan uji. Sedangkan
kegiatan laboratorium meliputi pembuatan Ekstrak etanol daun senduduk,Uji aktivitas
antijamur ekstrak daun senduduk, Formulasi sabun cair, evaluasi Fisik, uji aktivitas
anti jamur sabun, dan uji praklinik sabun cair ekstrak etanol daun senduduk terhadap
kelinci. Tahapan kegiatan disajikan dalam bagan berikut :

Pengambilan Sampel

Preparasi sampel

ekstrak

Uji Aktivitas anti jamur Pembuatan Sabun Cair

Evaluasi Fisik Uji Aktivitas anti jamur

Uji pH Uji Viskositas Uji Organoleptik Uji Iritasi


6

3.3 Metode Penelitian


3.3.1 Pengambilan Sampel
Tanaman daun senduduk yang di ambil disekitaran lahan POLINELA
3.3.2 Pembuatan Ekstrak Daun Senduduk
Proses pembuatan ekstrak daun senduduk yaitu menyiapkan bahan baku daun
senduduk yang telah dibersihkan. Daun senduduk dicuci bersih dan ditiriskan,
kemudian dipotong-potong menjadi ukuran yang lebih kecil menggunakan
pisau. Simplisia diekstraksi dengan Etanol 70% menggunakan metode
maserasi. Ekstrak daun senduduk yang diperoleh kemudian diletakkan di atas
waterbath suhu 70 0C untuk menghilangkan pelarutnya sehingga didapatkan
ekstrak kental (Anindita dan Eka, 2011)
3.3.3 Uji Aktivitas Antibakteri
Pengujian aktivitas antijamur dilakukan dengan metode difusi agar
(perforasi) dengan tahapan kerja sebagai berikut :
1. Penyediaan Jamur Uji
Jamur uji (C. Albicans) ditanam pada agar miring dan diinkubasi pada suhu
37oC selama 2x24 jam lalu disuspensikan dengan akuades steril dan diukur
transmitannya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 560 nm
sehingga diperoleh suspensi 90%T.
2. Pengujian Aktivitas Anti Jamur
Suspensi jamur (50 µl) dituang ke cawan petri steril dan ditambahkan SDA
steril (15 mL) dalam keadaan hangat, digoyang supaya jamur dan agar
tercampur secara homogen kemudian didiamkan sampai agar memadat.
Agar padat tersebut dibuat lubang-lubang menggunakan perforator dengan
diameter 6 mm tiap cawan petri dengan jarak antar lubang yang sama lalu
dimasukkan larutan ekstrak uji dengan konsentrasi 10%(b/v), 20%(b/v),
30%(b/v), 40%(b/v). Cawan kemudian diinkubasikan di dalam inkubator
bersuhu 37oC selama 18-24 jam, setelah lewat masa inkubasi, dengan
menggunakan penggaris diukur diameter hambat yang terbentuk berupa
daerah bening di sekeliling lubang sebagai parameter untuk menentukan
besarnya aktivitas antijamur dari ekstrak yang diuji (Suryanti, dkk. 2006).
3.3.4 Pembuatan Sabun Cair
Pembuatan sediaan sabun cair pada penelitian ini menggunakan basis
formula standar sabun cair dengan menggunakan jumlah konsentrasi
7

ekstrak etanol daun senduduk yang paling baik berdasarkan pada hasil uji
aktivitas antijamur ekstrak daun senduduk. Formula dibuat dengan cara
sebagai berikut; asam sitrat dan dinatrium hidrogen fosfat masing-masing
dilarutkan dalam air suling panas. Setelah itu viskolam SMC-20
dimasukkan ke dalam larutan dinatrium hidrogen fosfat, didiamkan hingga
mengembang ± 15 menit, kemudian diaduk hingga homogen. Larutan asam
sitrat ditambahkan hingga pH menjadi netral, lalu ditambahkan PEG 400
dan diaduk homogen. Setelah itu ditambahkan larutan asam sitrat hingga
pH yang sesuai. Kemudian ke dalamnya ditambahkan air suling sampai 100
mL, terakhir ditambahkan olium rosae, dan diaduk hingga homogen. Tahap
formulasi dilanjutkan dengan menentukan konsentrasi pengawet yang akan
digunakan dalam formula sabun cair, namun tidak memberikan efek
antijamur terhadap jamur uji. Zat pengawet yang digunakan acnibio Ac
(Tjitraresmi, dkk. 2010).

3.3.5 Evaluasi Fisik Sediaan Sabun Cair

Evaluasi sediaan sabun cair dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui


kualitas dan kestabilan sediaan dan tingkat keamanan penggunaan secara
preklinik. Formula disimpan selama 56 hari dan diamati perubahan sediaan
tersebut pada hari ke-1, ke-3, ke-7, ke-14, ke-28, hingga hari ke-56.
Evaluasi sediaan sabun cair tersebut meliputi pengamatan organoleptis, uji
pH, dan pengukuran berat jenis sediaan.

3.3.6 Pengujian Aktivitas Anti Jamur Sediaan Sabun Cair

Pengujian aktivitas antijamur ini dilakukan menggunakan metode difusi


agar. Sebanyak 20 μL suspensi C. albicans dengan tingkat kekeruhan setara
dengan Mc Farland 5 disuspensikan ke dalam media SDA bersuhu 40-50
ºC. Cara pengujian aktivitas anti bakteri sediaan sabun cair ini
menggunakan pembanding sediaan sabun cair anti keputihan yang beredar
di pasaran.

3.3.7 Uji Iritasi Sediaan Formulasi

Uji iritasi primer dilakukan terhadap ekstrak pada kulit punggung kelinci
yang telah digores. Ekstrak tersebut diencerkan hingga konsentrasi tertentu
dan masing-masing konsentrasi ditempatkan pada kasa hipoalergenik berpl
8

ester kemudian ditempelkan pada punggung kelinci. Pengamatan dilakukan


pada jam ke-24, 48 dan 72 setelah pemakaian, terhadap pemunculan gatal,
kemerahan, eritema dan udem. Setelah penutup dibuka, ditunggu dahulu 15–
30 menit untuk menghilangkan efek plester.

Anda mungkin juga menyukai