Oleh :
SUPENDI
061714253004
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL........................................................................................ 1
DAFTAR ISI ....................................................................................................... 2
BAB I
PENDAHULUAN
Yeast (khamir) sebagai salah satu jenis mikroorganisme memiliki potensi yang
belum banyak bisa digali dan dimanfaatkan potensinya. Sementara itu, yeasts juga
Yeast adalah salah satu mikroorganisme yang termasuk dalam golongan fungi
Reproduksi vegetatif pada khamir terutama dengan cara pertunasan. Sebagai sel
tunggal, yeast tumbuh dan berkembang biak lebih cepat dibanding dengan mould
yang tumbuh dengan pembentukan filamen. Yeast sangat mudah dibedakan dengan
mikroorganisme yang lain misalnya dengan bakteri, yeast mempunyai ukuran sel
yang lebih besar dan morfologi yang berbeda. Sedangkan dengan protozoa, yeast
mempunyai dinding sel yang lebih kuat serta tidak melakukan fotosintesis bila
pemecahan bahan komponen kimia yeast lebih efektif memecahnya dan lebih luas
(glukosa) menjadi alkohol dan gas contohnya pada produk roti. Sedangkan oksidatif
(respirasi) maka akan menghasilkan CO2 dan H2O. Keduanya bagi yeast adalah
dipergunakan untuk energi walaupun energi yang dihasilkan melalui respirasi lebih
Dibandingkan dengan bakteri, yeast dapat tumbuh dalam larutan yang pekat
misalnya larutan gula atau garam lebih juga menyukai suasana asam dan lebih bersifat
menyukai adanya oksigen. Yeast juga tidak mati oleh adanya antibiotik dan beberapa
dan mould. Adanya sifat-sifat yang tahan pada lingkungan yang stress (garam, asam
dan gula) maka dalam persaingannya dengan mikroba lain yeast lebih bisa hidup
normal.
Sedangkan pada kelompok jenis yeast sejati ini spesies yang umum
seperti Candida juga diketahui memiliki kemampuan proteolitik (Roostita dan Fleet,
1996). Sifat antimikroba yang dimiliki oleh yeasts diketahui dapat menghambat
pertumbuhan bakteri dan mould (Roostita, 2004). Seperti dinyatakan Bilinski et al.
plantarum.
R64 dapat diproduksi secara massal dan diaplikasikan dalam industri pangan olahan
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
biopreservasi.
7
BAB 2
PEMBAHASAN
dalam produksi etanol dari pati, khususnya pati dari tepung singkong dengan co-
fermentasi dan farmasi. Khamir ini seringkali diisolasi dari ragi dan produknya
(Junaidah dan Bakar, 2000). S. fibuligera kerap ditemukan dalam subtrat yang
mengandung pati dan merupakan khamir pemecah pati dalam berbagai pangan
fermentasi yang menggunakan beras dan singkong. Khamir ini berasal dari makanan
(dengan keberadaan metionin) dan miselium sejati dengan blastopora dalam keadaan
8
sel khamir, antara sel-sel hifa atau antara blastospora. Askospora berbentuk sperikel
seperti topi, halus atau berkutil dengan pinggiran yang tidak teratur. Beberapa spesies
dalam genus Saccharomycopsis ada yang mampu memfermentasikan glukosa dan ada
pula yang tidak mampu. Spesies dalam genus ini tidak mengasimilasi NO3-
miselium bersepta yang bercabang. Sel yang berdekatan pada hifa dapat mengalami
peleburan melalui tonjolan di dekat dinding pemisah. Setelah terjadi peleburan, sel-sel
ini membentuk dinding baru dan selanjutnya memisahkan diri (Wibowo, 1991).
Broth (Oxoid Ltd.) 50 ml lalu diinkubasi pada suhu 25 0C selama 3-4 hari dan diukur
absorbansinya pada 650 nm, jumlah sel 107/ml selanjutnya diinokulasikan pada media
produksi 5000 ml Malt Extract Broth (Oxoid Ltd.). Fermentasi dilakukan dengan
sistem curah (batch) selama 3-4 hari pada suhu 25C dan dilakukan penggoyangan
media kultur dengan shaker (65 rpm), pengambilan sampel dilakukan setiap jam.
Pemisahan sel dengan media dilakukan dengan sentrifugasi 4000 rpm selama 15
pengendapan dengan ammonium sulfat, dialisis dan kromatografi filtrasi gel menurut
metode Wolf and Gibbons (1996) yang dimodifikasi. Pengamatan dilakukan dengan
disekitar sumur.
(E.coli).
peranan produk dalam metabolisme sel, dalam hal ini laju pembentukan produk
Suryani, 1994).
uji coba scale up pada skala produksi yang lebih besar. Scale up didasarkan pada
kesamaan bentuk geomoteri dari bioreaktor yang digunakan pada sistem batch.
media sebanyak 100 ml dan kemudian ditingkatkan menjadi 5 Liter dengan. Berikut
Stop Time = 48
DT = 3.46
Isolat yeasts yang telah teruji menghasilkan senyawa antimikroba adalah
Saccharomycopsis fibuligera strain R64 yang berhasil diisolasi dari produk fermentasi
tradisional yaitu tape singkong (Roostita, 2012). Yeasts memiliki sifat antimikroba
dan protein dihasilkan oleh yeasts dan dapat digunakan sebagai bahan pengawet
beberapa bakteri pembusuk dan patogen. Jenis bakteri yang dipilih adalah
Pseudomonas cocovenenans sebagai salah satu bakteri pembusuk dan E.coli sebagai
Hasil produksi pada tahap scale up memberikan hasil yang cukup signifikan
dan optimum digunakan sebagai model dalam skala produksi senyawa antimikroba
11
asal yeasts sebagai agen biopreservasi. Ketahanan Senyawa Antimikroba pada Suhu
yeasts yang telah dimurnikan tidak memiliki ketahanan terhadap pemanasan. Hal ini
ditunjukkan dengan terjadinya daya hambat yang lebih rendah pada senyawa
pada pemanasan hingga 100C. Berbeda dengan crude extract, senyawa antimikroba
yang dapat menyebabkan kerusakan pada daging dan susu seperti E. coli dan P.
organik yang tahan akan pemanasan dan dapat berfungsi sebagai senyawa
antimikroba.
pengaruh terhadap mutu kimia (kadar air, protein kasar dan lemark kasar) dari bakso.
Penambahan GF 0,3% memberikan hasil yang terbaik ditinjau dari mutu kimia yang
dihasilkan. Komposisi gizi bakso memenuhi standar SNI, yaitu kadar air maks. 70 %,
kadar protein min. 9,0%, namun tidak dapat memenuhi kadar lemak maks. 2,0 %
karena terdapat cita rasa yang khas dari asam-asam organik dan asam amino
(glutamat) yang memberikan rasa gurih pada produk tersebut. Penyimpanan pada
hasil terbaik, hal ini disebabkan aktivitas senyawa antimikroba pada hasil
pengendapan amonium sulfat dan gel filtrasi telah mengalami kerusakan karena
produk bakso disarankan menggunakan CE sebanyak 2%. Selain lebih efektif dan
ekonomis, asam amino (glutamat) yang terdapat dalam CE juga dapat memperkaya
cita rasa dari produk sehingga dapat lebih diterima oleh konsumen.
13
menghasilkan mutu kimia yang memenuhi SNI 01-3820-1995 (SNI, 1995b), dengan
kadar air maks. 65%, kadar protein min. 13 %, kadar lemak maks. 25 % dan secara
yang sama dengan produk bakso, level terbaik adalah penggunaan crude extract
biopreservatif yeasts 2%, hal ini disebabkan asam-asam organik dan asam amino yang
(60 hari), hal ini disebabkan proses pemanasan dapat merusak struktur protein
komponen bioaktif sehingga yang berperan dalam aktivitas antimikroba adalah asam-
level 4 % memberikan hasil terbaik dari mutu kimia dan total penerimaan secara
14
organoleptik. Komposisi sesuai SNI 01-6683-2002 dengan kadar air maks. 60%,
kadar protein min. 12%, dan kadar lemak maks. 20% (SNI, 2002). Penambahan
biopreservatif yeasts crude extract 4% pada produk chicken nugget juga terbukti
organoleptik sangat disukai oleh panelis. Penggunaan crude extract pada level 4%
sangat disarankan, dengan harapan dapat membantu menjaga stabilitas emulsi (tidak
menyebabkan penurunan jumlah total bakteri asam laktat (lactic acid bacteria). Hal
ini terjadi karena komponen biopreservatif yeasts memiliki spketrum yang luas
sehingga dapat menyebabkan kerusakan baik terhadap bakteri gram positif maupun
negatif.
15
disebabkan pada penambahan komponen bioaktif yang bersifat asam dapat membantu
organoleptik yang disukai oleh panelis, disamping itu penambahan tersebut dapat
komponen bioaktif membantu proses denaturasi lesitin pada kuning telur, sehingga
terbentuk emulsi yang lebih stabil. Selain mutu kimia yang dihasilkan mendekati
16
kontrol, total penerimaan secara organoleptik dan daya simpan pada suhu refrigerasi
BAB 3
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
memberikan pengaruh positif terhadap mutu kimia dan total penerimaan secara
proses pengolahan produk. Hal ini berkaitan dengan salah satu komponen
3.2. Saran
terutama untuk produk fermentasi probiotik karena dapat menurunkan jumlah total
DAFTAR PUSTAKA
Roostita L.B. 2001. Deteksi Intra dan Ekstraseluler Poliol pada Pertumbuhan Yeast
Toleran Debaryomyces hansenii dalam Asam dan Larutan Garam Konsentrasi
Tinggi. J. Vet. Sain Vol.XIX No.2, 2001.
Roostita, L.B., 2004. The prospect and potential of yeasts to increased the
diversification of food in Indonesia. Faculty of Animal Husbandry, University
of Padjadjaran, Bandung, [In Bahasa with English Abstract].
Roostita R. and Fleet G.H. 1999. Growth of Yeasts Isolated from Cheeses on Organic
Acids in the Presence of Sodium Chloride. Food Technol. Biotechnol.32 (2)
:73-79.
Roostita R. and Fleet G.H. 1996. Growth of Yeasts in Milk and Associated Changes
to milk Composition. International Journal of Food Microbiology 31: 205-219.
Roostita, T.B., W.S. Putranto, A.Z. Mustofa, L.U. Gemilang and E. Wulandari, 2011.
Isolation and characterization the potential yeast isolate for antimicrobial
compound production from Indonesian fermented foods. 29th International
Specialised Symposium on Yeasts, Abstract, Guadalajara-Mexico.
Roostita, T., W.S. Putranto, G.H. Fleet, C. Charoechai and L.U. Gemilang, 2012.
Characterization of extracellular protease from Saccharomycopsis fibuligera
strain R64. Abstract. Food Micro 2012 | Global issues in food microbiology.
Istanbul, Turkey, September 3-7, 2012.
Standar Nasional Indonesia/SNI. 1995a. SNI Bakso Daging 01-3818 -1995. Badan
Standarisasi Nasional.
Standar Nasional Indonesia/SNI. 1995b. SNI Sosis Daging 01-3820 -1995. Badan
Standarisasi Nasional.
Wolf, C.E. and Gibbons, W.R. 1996. Improved Method for Quantification of the
Bacteriocin Nisin. J. Appl. Bacteriol. 80,453-457.
Walker, J.M., 2002. The Protein Protocols Hand book. 2nd Edn., Springer, Totowa,
N.J., pp: 1146, ISBN: 0896039404.