Anda di halaman 1dari 18

TUGAS MAKALAH

Senyawa Antimikroba Asal Saccharomycopsis fibuligera


Strain R64 sebagai Biopreservasi Produk Olahan
Susu, Daging, dan Telur

Oleh :
SUPENDI
061714253004

MATA KULIAH BIOPRESERVASI PANGAN


PROGRAM STUDI MAGISTER IPKMV
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2017
2

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN SAMPUL........................................................................................ 1
DAFTAR ISI ....................................................................................................... 2

BAB 1. PENDAHULUAN ................................................................................. 3


1.1 Latar Belakang ................................................................................. 3
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 5
1.3 Tujuan ............................................................................................... 6
1.4 Manfaat ............................................................................................. 6

BAB 2. PEMBAHASAN .................................................................................... 7


2.1 Pengertian Saccharomycopsis fibuligera ......................................... 7
2.2 Karakteristik Saccharomycopsis fibuligera ..................................... 7
2.3 Isolasi dan Produksi Senyawa Antimikroba Saccharomycopsis
fibuligera strain R64 sebagai Biopreservasi ................................... 8
2.3.1 Mutu Kimia dan Organoleptik Bakso ..................................... 11
2.3.2 Mutu Kimia dan Organoleptik Sosis ....................................... 13
2.3.2 Mutu Kimia dan Organoleptik Chicken Nugget ..................... 13
2.3.2 Mutu Kimia dan Organoleptik Yoghurt .................................. 14
2.3.2 Mutu Kimia dan Organoleptik Mayonaise .............................. 15

BAB 3. KESIMPULAN ...................................................................................... 17


3.1 Kesimpulan ....................................................................................... 17
3.2 Saran ................................................................................................. 17

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 18


3

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Yeast (khamir) sebagai salah satu jenis mikroorganisme memiliki potensi yang

besar dalam pengembangan industri pangan berbasis bioteknologi. Kemampuan yeast

asal Indonesia dalam menghasilkan komponen bioaktif (bioactive compound) masih

belum banyak bisa digali dan dimanfaatkan potensinya. Sementara itu, yeasts juga

diketahui memiliki berbagai kemampuan lain diantaranya dapat menghasilkan enzim

dan senyawa antimikroba (antimicrobial agent).

Yeast adalah salah satu mikroorganisme yang termasuk dalam golongan fungi

yang dibedakan bentuknya dari mould (kapang) karena berbentuk uniseluler.

Reproduksi vegetatif pada khamir terutama dengan cara pertunasan. Sebagai sel

tunggal, yeast tumbuh dan berkembang biak lebih cepat dibanding dengan mould

yang tumbuh dengan pembentukan filamen. Yeast sangat mudah dibedakan dengan

mikroorganisme yang lain misalnya dengan bakteri, yeast mempunyai ukuran sel

yang lebih besar dan morfologi yang berbeda. Sedangkan dengan protozoa, yeast

mempunyai dinding sel yang lebih kuat serta tidak melakukan fotosintesis bila

dibandingkan dengan ganggang atau algae. Dibandingkan dengan kapang dalam

pemecahan bahan komponen kimia yeast lebih efektif memecahnya dan lebih luas

permukaan serta volume hasilnya lebih banyak.

Yeast dapat dibedakan atas dua kelompok berdasarkan sifat metabolismenya

yaitu bersifat fermentatif dan oksidatif.


4

Jenis fermentatif dapat melakukan fermentasi alkohol yaitu memecah gula

(glukosa) menjadi alkohol dan gas contohnya pada produk roti. Sedangkan oksidatif

(respirasi) maka akan menghasilkan CO2 dan H2O. Keduanya bagi yeast adalah

dipergunakan untuk energi walaupun energi yang dihasilkan melalui respirasi lebih

tinggi dari yang melalui fermentasi.

Dibandingkan dengan bakteri, yeast dapat tumbuh dalam larutan yang pekat

misalnya larutan gula atau garam lebih juga menyukai suasana asam dan lebih bersifat

menyukai adanya oksigen. Yeast juga tidak mati oleh adanya antibiotik dan beberapa

yeast mempunyai sifat antimikroba sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri

dan mould. Adanya sifat-sifat yang tahan pada lingkungan yang stress (garam, asam

dan gula) maka dalam persaingannya dengan mikroba lain yeast lebih bisa hidup

normal.

Kelompok Khamir (Yeast) :

a. Kelompok yeast sejati (True yeasts)

Kelompok yeast sejati pada dasarnya termasuk kedalam kelas

Ascomycetes, dengan ciri memiliki spora. Termasuk kedalam kelompok ini

adalah berbagai spesies Saccharomyces, Schizosaccharomyces,

Zygosaccharomyces, Pichia, Hansenula, Debaryomyces dan Hanseniaspora.

Sedangkan pada kelompok jenis yeast sejati ini spesies yang umum

digunakan dalam industri adalah Saccharomyces cerevisiae yaitu untuk

pembuatan roti, minuman beralkohol, glyserol dan enzim invertase.

b. Kelompok yeast yang liar (wild yeast)

Kelompok yeast ini tidak mempunyai spora. Yeast liar ini

pertumbuhannya terkadang diharapkan ada yang tidak diharapkan dalam suatu


5

fermentasi. Termasuk dalam kelompok yeast ini adalah Candida, Torulopsis,

Brettanomyces, Rhodotorula, Trichosporon dan Kloeckera.

Beberapa jenis yeast seperti diantaranya Sacharomyces cerevisiae dapat

memproduksi beberapa protein dengan sifat antimikrobial (Roostita, 2001). Yeast

seperti Candida juga diketahui memiliki kemampuan proteolitik (Roostita dan Fleet,

1996). Sifat antimikroba yang dimiliki oleh yeasts diketahui dapat menghambat

pertumbuhan bakteri dan mould (Roostita, 2004). Seperti dinyatakan Bilinski et al.

(1985), beberapa jenis yeasts seperti Kluyveromyces thermotolerans dan Kloeckera

apiculata menunjukan aktivitas penghambatan terhadap pertumbuhan Lactobacillus

plantarum.

Pemanfaatan senyawa antimikroba isolat yeasts lokal sebagai agen

biopreservasi merupakan upaya dalam meningkatkan perlindungan terhadap

konsumen atas resiko bahaya penggunaan bahan pengawet kimiawi. Agen

biopreservasi asal metabolit isolat yeasts lokal Saccharomycopsis fibuligera strain

R64 dapat diproduksi secara massal dan diaplikasikan dalam industri pangan olahan

di Indonesia sebagai pengawet pangan alamiah sehingga diharapkan dapat

memperkuat sistem penjaminan mutu pangan nasional.

Makalah ini disusun untuk membahas mengenai senyawa antimikroba asal

Saccharomycopsis fibuligera Strain R64 sebagai biopreservasi produk olahan susu,

daging dan telur.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari makalah ini adalah :

1. Apakah yang dimaksud dengan Saccharomycopsis fibuligera ?


2. Bagaimana Karakteristik Saccharomycopsis fibuligera ?
3. Bagaimana Isolasi dan Produksi Senyawa Antimikroba Saccharomycopsis
fibuligera strain R64 sebagai Biopreservasi ?
6

1.3 Tujuan

Penyusunan makalah ini bertujuan untuk mengetahui senyawa antimikroba

asal Saccharomycopsis fibuligera Strain R64 sebagai biopreservasi.

1.4 Manfaat

Untuk memberi pengetahuan kepada pembaca tentang Produksi dan Aplikasi

senyawa antimikroba asal Saccharomycopsis fibuligera Strain R64 sebagai

biopreservasi.
7

BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Saccharomycopsis fibuligera

Saccharomycopsis fibuligera merupakan salah satu khamir yang masuk dalam

spesies ascomycoteus teleomorphic. Nama lain dari Saccharomycopsis

fibuligera yaitu Endomyces fibuligera, Endomycopsis fibuligera, dan Pichia

fibuligera. Saccharomycopsis fibuligera strain R64 diketahui memiliki aktivitas

antimikroba terhadap beberapa bakteri patogen seperti Pseudomonas aerugenes,

Staphylococcus aureus, Eschericia coli.

Saat ini Saccharomycopsis fibuligera mendapat perhatian khusus karena

kemampuanya yang dapat mengakumulasi trehalosa dari pati, mensekresi amilase,

enzim asam protease dan -glukosidase. Saccharomycopsis fibuligera juga digunakan

dalam produksi etanol dari pati, khususnya pati dari tepung singkong dengan co-

kultur yang digunakan yaitu Saccharomyces cereviase atau Zymomonas mobilis.

Trehalosa, amylase, asam protease, dan -glukosidase yang

diproduksi Saccharomycopsis fibuligera memiliki banyak kegunaan dalam industri

fermentasi dan farmasi. Khamir ini seringkali diisolasi dari ragi dan produknya

(Junaidah dan Bakar, 2000). S. fibuligera kerap ditemukan dalam subtrat yang

mengandung pati dan merupakan khamir pemecah pati dalam berbagai pangan

fermentasi yang menggunakan beras dan singkong. Khamir ini berasal dari makanan

dan merupakan khamir dimorphous yang memperbanyak diri melalui pertunasan

multipolar dan pembentukan miselium (Chi dkk., 2009).

2.2 Karakteristik Saccharomycopsis fibuligera

Genus Saccharomycopsis dapat membentuk sel-sel khamir, pseudomiselium

(dengan keberadaan metionin) dan miselium sejati dengan blastopora dalam keadaan
8

berlimpah. Artrospora dapat terbentuk dan hifa yang bersepta memiliki

plasmodesmata. Pembentukan askus diawali dengan terjadinya konjugasi antara sel-

sel khamir, antara sel-sel hifa atau antara blastospora. Askospora berbentuk sperikel

seperti topi, halus atau berkutil dengan pinggiran yang tidak teratur. Beberapa spesies

dalam genus Saccharomycopsis ada yang mampu memfermentasikan glukosa dan ada

pula yang tidak mampu. Spesies dalam genus ini tidak mengasimilasi NO3-

(Singleton dan Sainsbury, 2006).

Genus ini memiliki 7 spesies yaitu S. synnaedebdra, S. lypolytica, S. fibuligera,

S. capsularis, S. malanga, S. crataegensis, dan S. vini. Spesies ini menghasilkan

miselium bersepta yang bercabang. Sel yang berdekatan pada hifa dapat mengalami

peleburan melalui tonjolan di dekat dinding pemisah. Setelah terjadi peleburan, sel-sel

ini membentuk dinding baru dan selanjutnya memisahkan diri (Wibowo, 1991).

2.3 Isolasi dan Produksi Senyawa Antimikroba Saccharomycopsis fibuligera


strain R64 sebagai Biopreservasi

Isolat Saccharomycopsis fibuligera strain R64 disegarkan pada Malt Extract

Broth (Oxoid Ltd.) 50 ml lalu diinkubasi pada suhu 25 0C selama 3-4 hari dan diukur

absorbansinya pada 650 nm, jumlah sel 107/ml selanjutnya diinokulasikan pada media

produksi 5000 ml Malt Extract Broth (Oxoid Ltd.). Fermentasi dilakukan dengan

sistem curah (batch) selama 3-4 hari pada suhu 25C dan dilakukan penggoyangan

media kultur dengan shaker (65 rpm), pengambilan sampel dilakukan setiap jam.

Pemisahan sel dengan media dilakukan dengan sentrifugasi 4000 rpm selama 15

menit pada suhu 4 C. Supernatan merupakan crude extract dari senyawa

antimikroba. Untuk meningkatkan aktivitas antimikroba dilakukan pemurnian dengan

pengendapan dengan ammonium sulfat, dialisis dan kromatografi filtrasi gel menurut

Walker (2002) dan dilakukan pengujian aktivitas senyawa antimikroba dengan


9

metode Wolf and Gibbons (1996) yang dimodifikasi. Pengamatan dilakukan dengan

mengukur zona penghambatan berdasarkan diameter areal bening yang terbentuk

disekitar sumur.

Senyawa antimikroba yang dihasikan dalam proses pertumbuhan selanjutnya

dimurnikan. Purifikasi senyawa antimikroba Saccharomycopsis fibuligera dilakukan

karena isolat tersebut memiliki potensi yang besar dalam menghasilkan

penghambatan terhadap mikroorganisme pembusuk (P. cocovenenans) dan patogen

(E.coli).

Pembentukan senyawa antimikroba memilik hubungan yang erat dengan

pertumbuhan Saccharomycopsis fibuligera strain R64 itu sendiri. Hubungan antara

kinetika pertumbuhan sel dengan pembentukan senyawa antimikroba tergantung

peranan produk dalam metabolisme sel, dalam hal ini laju pembentukan produk

berbanding secara proporsional dengan laju pertumbuhan (Mangunwidjaja dan

Suryani, 1994).

Senyawa antimikroba ditingkatkan produksinya dalam jumlah besar dengan

uji coba scale up pada skala produksi yang lebih besar. Scale up didasarkan pada

kesamaan bentuk geomoteri dari bioreaktor yang digunakan pada sistem batch.

Produksi senyawa antimikroba pada skala laboratorium dilakukan menggunakan

media sebanyak 100 ml dan kemudian ditingkatkan menjadi 5 Liter dengan. Berikut

ini adalah karakteristik dari isolat tersebut:

Laju pertumbuhan spesifik (mikro) = 0,2 jam-1

Yield = 0,5 gram/gram glukosa


Konsentrasi sel = 10 gram/liter.
Laju spesifik penggunaan glukosa : (qs) = 0,4 g glukosa/g sel/jam

Ymaks = 0,556 g sel/g glukosa


Start Time = 0
10

Stop Time = 48
DT = 3.46
Isolat yeasts yang telah teruji menghasilkan senyawa antimikroba adalah

Saccharomycopsis fibuligera strain R64 yang berhasil diisolasi dari produk fermentasi

tradisional yaitu tape singkong (Roostita, 2012). Yeasts memiliki sifat antimikroba

sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri dan mould (Roostita, 2004).

Senyawa antimikroba berupa asam-asam organik (heksanoat, oktanoat, dan dekanoat)

dan protein dihasilkan oleh yeasts dan dapat digunakan sebagai bahan pengawet

pangan. Aktivitas antimikroba diidentifikasi dengan melakukan uji tanding terhadap

beberapa bakteri pembusuk dan patogen. Jenis bakteri yang dipilih adalah

Pseudomonas cocovenenans sebagai salah satu bakteri pembusuk dan E.coli sebagai

salah satu bakteri patogen.

Gambar 1. Penampakan Isolat Yeasts


Saccharomycopsis fibuligera strain R64 pada Petridish (A),
Dibawah Mikroskop pembesaran 1000x (B)

Hasil produksi pada tahap scale up memberikan hasil yang cukup signifikan

dan optimum digunakan sebagai model dalam skala produksi senyawa antimikroba
11

asal yeasts sebagai agen biopreservasi. Ketahanan Senyawa Antimikroba pada Suhu

Tinggi (Tabel 2) menunjukkan senyawa antimikroba sebagai agen biopreservasi asal

yeasts yang telah dimurnikan tidak memiliki ketahanan terhadap pemanasan. Hal ini

ditunjukkan dengan terjadinya daya hambat yang lebih rendah pada senyawa

antimikroba yang dipanaskan hingga 80-90C dan hilangnya aktivitas penghambatan

pada pemanasan hingga 100C. Berbeda dengan crude extract, senyawa antimikroba

masih menunjukkan aktivitas penghambatan secara in vitro terhadap bakteri-bakteri

yang dapat menyebabkan kerusakan pada daging dan susu seperti E. coli dan P.

cocovenenans. Hal ini diduga karena masih terdapatnya komponen asam-asam

organik yang tahan akan pemanasan dan dapat berfungsi sebagai senyawa

antimikroba.

2.3.1 Mutu Kimia dan Organoleptik Bakso

Penambahan biopreservatif yeasts pada level 2% (crude extract/CE), 1% (hasil

pengendapan amonium sulfat/AS) serta 0,3% (hasil gel filtrasi/GF) memberikan


12

pengaruh terhadap mutu kimia (kadar air, protein kasar dan lemark kasar) dari bakso.

Penambahan GF 0,3% memberikan hasil yang terbaik ditinjau dari mutu kimia yang

dihasilkan. Komposisi gizi bakso memenuhi standar SNI, yaitu kadar air maks. 70 %,

kadar protein min. 9,0%, namun tidak dapat memenuhi kadar lemak maks. 2,0 %

(Standar Nasional Indonesia/SNI, 1995a).

Secara organoleptik penggunaan CE 2% mendapatkan penerimaan terbaik

karena terdapat cita rasa yang khas dari asam-asam organik dan asam amino

(glutamat) yang memberikan rasa gurih pada produk tersebut. Penyimpanan pada

suhu refrigerasi menunjukkan bahwa pada penggunaan crude extract 2% memberikan

hasil terbaik, hal ini disebabkan aktivitas senyawa antimikroba pada hasil

pengendapan amonium sulfat dan gel filtrasi telah mengalami kerusakan karena

pemanasan pada proses pembuatan bakso. Penggunaan biopreservatif yeasts pada

produk bakso disarankan menggunakan CE sebanyak 2%. Selain lebih efektif dan

ekonomis, asam amino (glutamat) yang terdapat dalam CE juga dapat memperkaya

cita rasa dari produk sehingga dapat lebih diterima oleh konsumen.
13

2.3.1 Mutu Kimia dan Organoleptik Sosis

Penambahan biopreservatif yeasts dengan level 2% CE pada adonan sosis

menghasilkan mutu kimia yang memenuhi SNI 01-3820-1995 (SNI, 1995b), dengan

kadar air maks. 65%, kadar protein min. 13 %, kadar lemak maks. 25 % dan secara

organoleptik sangat disukai oleh panelis. Hasil penelitian menunjukkan fenomena

yang sama dengan produk bakso, level terbaik adalah penggunaan crude extract

biopreservatif yeasts 2%, hal ini disebabkan asam-asam organik dan asam amino yang

terdapat dalam crude extract membantu meningkatkan penerimaan konsumen.

Penyimpanan pada suhu refrigerasi menunjukkan CE 2% memberikan hasil terbaik

(60 hari), hal ini disebabkan proses pemanasan dapat merusak struktur protein

komponen bioaktif sehingga yang berperan dalam aktivitas antimikroba adalah asam-

asam organik yang terdapat dalam crude extract.

2.3.3 Mutu Kimia dan Organoleptik Chicken Nugget

Tabel 5 menunjukkan penambahan biopreservatif yeasts crude extract pada

level 4 % memberikan hasil terbaik dari mutu kimia dan total penerimaan secara
14

organoleptik. Komposisi sesuai SNI 01-6683-2002 dengan kadar air maks. 60%,

kadar protein min. 12%, dan kadar lemak maks. 20% (SNI, 2002). Penambahan

biopreservatif yeasts crude extract 4% pada produk chicken nugget juga terbukti

menghasilkan daya simpan terbaik pada suhu refrigerasi hingga 48 hari.

2.3.4 Mutu Kimia dan Organoleptik Yoghurt

Penggunaan crude extract biopreservatif yeasts level 4% pada yoghurt secara

organoleptik sangat disukai oleh panelis. Penggunaan crude extract pada level 4%

sangat disarankan, dengan harapan dapat membantu menjaga stabilitas emulsi (tidak

terjadi sineresis). Penggunaan biopreservatif dengan aktivitas tinggi (hasil

pengendapan amonium sulfat dan pemurnian dengan gel filtrasi) terbukti

menyebabkan penurunan jumlah total bakteri asam laktat (lactic acid bacteria). Hal

ini terjadi karena komponen biopreservatif yeasts memiliki spketrum yang luas

sehingga dapat menyebabkan kerusakan baik terhadap bakteri gram positif maupun

negatif.
15

Penggunaan komponen biopreservatif dengan aktivitas rendah (crude extract)

memberikan keuntungan ganda. Pertama, dapat meningkatkan viskositas, hal ini

disebabkan pada penambahan komponen bioaktif yang bersifat asam dapat membantu

pencapaian titik isoeletrik sehingga mendorong terjadinya koagulasi protein. Kedua,

aktivitas antibakteri yang rendah sehingga tidak menyebabkan penurunan jumlah

bakteri asam laktat yang diharapkan secara signifikan. Selanjutnya penggunaan

biopreservatif yang masih mengandung asam-asam amino (glutamat) meningkatkan

cita rasa dan kesukaan panelis.

2.3.5 Mutu Kimia dan Organoleptik Mayonaise

Penggunaan biopreservatif yeasts pada level 4% menunjukkan mutu

organoleptik yang disukai oleh panelis, disamping itu penambahan tersebut dapat

meningkatkan konsistensi dari emulsi mayonaise. Peningkatan konsistensi mayonaise

pada penambahan crude extract biopreservatif yeasts disebabkan oleh rendahnya pH

komponen bioaktif membantu proses denaturasi lesitin pada kuning telur, sehingga

terbentuk emulsi yang lebih stabil. Selain mutu kimia yang dihasilkan mendekati
16

kontrol, total penerimaan secara organoleptik dan daya simpan pada suhu refrigerasi

hingga mencapai 12 hari menjadi pertimbangan bahwa penambahan CE 2%

memberikan pengaruh terbaik terhadap mayonaise.


17

BAB 3
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

Senyawa antimikroba asal Saccharomycopsis fibuligera strain R64 dapat

diaplikasikan sebagai bahan pengawet pangan yang ramah lingkungan serta

memberikan pengaruh positif terhadap mutu kimia dan total penerimaan secara

organoleptik. Pemanfaatan pada berbagai produk akan bervariasi bergantung kepada

proses pengolahan produk. Hal ini berkaitan dengan salah satu komponen

biopreservatif yang mudah terdenaturasi oleh panas.

3.2. Saran

Pemanfataan biopreservatif dengan aktivitas tinggi kurang disarankan

terutama untuk produk fermentasi probiotik karena dapat menurunkan jumlah total

bakteri asam laktat yang diharapkan.


18

DAFTAR PUSTAKA

Roostita L.B. 2001. Deteksi Intra dan Ekstraseluler Poliol pada Pertumbuhan Yeast
Toleran Debaryomyces hansenii dalam Asam dan Larutan Garam Konsentrasi
Tinggi. J. Vet. Sain Vol.XIX No.2, 2001.

Roostita, L.B., 2004. The prospect and potential of yeasts to increased the
diversification of food in Indonesia. Faculty of Animal Husbandry, University
of Padjadjaran, Bandung, [In Bahasa with English Abstract].

Roostita R. and Fleet G.H. 1999. Growth of Yeasts Isolated from Cheeses on Organic
Acids in the Presence of Sodium Chloride. Food Technol. Biotechnol.32 (2)
:73-79.

Roostita R. and Fleet G.H. 1996. Growth of Yeasts in Milk and Associated Changes
to milk Composition. International Journal of Food Microbiology 31: 205-219.

Roostita, T.B., W.S. Putranto, A.Z. Mustofa, L.U. Gemilang and E. Wulandari, 2011.
Isolation and characterization the potential yeast isolate for antimicrobial
compound production from Indonesian fermented foods. 29th International
Specialised Symposium on Yeasts, Abstract, Guadalajara-Mexico.

Roostita, T., W.S. Putranto, G.H. Fleet, C. Charoechai and L.U. Gemilang, 2012.
Characterization of extracellular protease from Saccharomycopsis fibuligera
strain R64. Abstract. Food Micro 2012 | Global issues in food microbiology.
Istanbul, Turkey, September 3-7, 2012.

Roostita, L. B., W.S. Putranto, C. Charoechai, E. Wulandari and L.U. Gemilang,


2013. Purification Crude Extracellular Protease of Saccharomycopsis
fibuligera strain R64 Isolated from Tape Indonesian Fermented Food.
Advances Journal of Food Sciences and Technology 2013 Maxwell
Scientific Organization 5(8): 1002-1004, 2013.

Standar Nasional Indonesia/SNI. 1995a. SNI Bakso Daging 01-3818 -1995. Badan
Standarisasi Nasional.

Standar Nasional Indonesia/SNI. 1995b. SNI Sosis Daging 01-3820 -1995. Badan
Standarisasi Nasional.

Standar Nasional Indonesia/SNI. 2002. SNI Naget Ayam 01-6683-2002. Badan


Standarisasi Nasional.

Wolf, C.E. and Gibbons, W.R. 1996. Improved Method for Quantification of the
Bacteriocin Nisin. J. Appl. Bacteriol. 80,453-457.

Walker, J.M., 2002. The Protein Protocols Hand book. 2nd Edn., Springer, Totowa,
N.J., pp: 1146, ISBN: 0896039404.

Anda mungkin juga menyukai