LAPORAN AKHIR
BUDIDAYA PERTANIAN
Atiaturrochmah
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
JULI, 2020
ii
iii
2. Ibu Rodliyati Azrianingsih, S.Si., M.Agr.Sc., Ph.D dan Ibu Retno Mastuti, Ir.,
M.Agr.Sc., D.Agr.Sc selaku Dosen Penguji yang telah memberi saran yang
bermanfaat demi perbaikan penyusunan skripsi.
3. Orang tua dengan segala doa, dukungan dan motivasi yang tidak terkira.
4. Teman-teman biologi 2016 dan rekan-rekan Working Group ELFIL 2020 dan
semua pihak yang berperan dalam penulisan ini.
4. PT Indofood Sukses Makmur Tbk, atas dana penelitian SKRIPSI ini yang telah
diberikan pada program IRN tahun 2019/2020.
Penulisan laporan ini merupakan upaya optimasi penulis sebagai sarana terbaik
dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Saran dan kritik yang membangun sangat
diharapkan untuk menjadikan karya ini semakin bermanfaat.
Atia Turochmah
iv
RINGKASAN
Cabai rawit (Capsicum frutescens L.) merupakan salah satu komoditas lokal
pangan yang menunjang aspek ekonomi Indonesia. Secara umum cabai rawit
memberikan rasa panas atau pedas karena adanya kandungan senyawa kapsaisin
yang sangat tinggi. Masyarakat Indonesia menggunakan cabai rawit sebagai
pelengkap bahan masakan, antibiotik dan sebagainya. Upaya mendapatkan varietas
yang unggul dari cabai rawit tersebut, guna meningkatkan kualitas dan kuantitas
cabai rawit. Pemulia tanaman melakukan modifikasi teknik salah satunya rekayasa
genetika menggunakan senyawa mutagen terutama EMS (Ethyl Methane
Sulfonate). Senyawa ini digunakan karena tidak bersifat mutagenik setelah
terhidrolisis. Setelah proses mutasi, hasil tanaman mutasi disebut dengan tanaman
mutan, kemudian akan dilakukan proses seleksi (selective breeding) untuk memilih
mutan dengan karakter sifat yang diinginkan, tentunya dengan sifat yang unggul di
antara populasi mutan. Generasi awal hasil mutasi EMS umumnya masih
menunjukkan variasi yang tinggi karena terdapat banyak segregasi alel. Bila variasi
tersebut menetap dan membuat organisme lestari hidup maka akan diwariskan ke
generasi berikutnya. Proses seleksi ini berlangsung hingga keseluruhan tanaman
mutan bersifat homogen atau seragam dalam populasi mutan. Hasil dari mutasi ini
diharapkan adanya tanaman dengan sifat yang lebih baik dibandingkan dengan
kontrol (non mutant).
Tujuan penelitian ini yaitu menganalisis perbedaan antara tanaman mutan
G7/01 generasi ke 4 hasil mutasi EMS dengan tipe asalnya yaitu tanaman kontrol
G7 serta mengevaluasi variasi antar mutan G7/01/M4 tersebut secara genetik
berdasarkan karakter morfologi, fisiologi serta molekuler menggunakan analisis
RAPD. Karakterisasi morfologi dilakukan dengan mendeskripsikan variasi
morfologi pada tanaman kontrol G7 dan tanaman mutan G7/01/M4. Pengukuran
kandungan kapsaisin melalui tingkat kepedasan Scoville Heat Unit (SHU) pada 10
buah cabai G7/01 menggunakan spektrofotometri λ 280 nm. Analisis molekuler
menggunakan teknik isolasi DNA dan dilanjutkan dengan teknik PCR RAPD
dengan 10 primer pada 10 tanaman mutan G7/01/M4. Analisis data menggunakan
Analysis of Variance (ANOVA) dan uji Least Significant Difference (LSD) pada
v
taraf 5 % dengan software Microsoft Excel dan SPSS 23 dan serta analisis
similaritas Unweighted Pair Group Method with Arithmetic Mean (UPGMA)
software PAST 3. Berdasarkan karakter morfologi cabai mutan tanaman G7/01/M4
mayoritas memiliki sifat lebih unggul dibanding dengan kontrol G7 dan sudah
menunjukkan tanda kestabilan secara genetik, hal ini ditandai dengan variasi
morfologi yang tidak signifikan antar tanaman mutan pada beberapa karakteristik
morfologi yang diamati. Tingkat kepedasan Scoville Heat Unit (SHU) mutan
G7/01/M4 masuk dalam kategori sangat pedas dengan nilai lebih besar
dibandingkan dengan kontrol G7. Hasil RAPD menunjukkan bahwa tanaman mutan
T1 mengalami proses segregasi yang besar dibanding tanaman mutan G7/01/M4
lainnya, dengan ditandai terbentuknya kluster tersendiri.
DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHULUAN
1
2
2
3
3
4
BAB 2
TARGET LUARAN
4
5
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
5
6
generatif secara kuantitatif meliputi panjang buah, panjang tangkai buah, diameter
buah, berat buah, jumlah buah, jumlah biji (LT6). Karakter tanaman secara
kuantitatif yang diamati pada penelitian ini sebagian dikelompokkan berdasarkan
kategorisasi menurut buku deskriptor cabai rawit IPGRI, AVRDC & CATIE (1995)
dan Al-Othman dkk. (2011) yang kemudian dijadikan dalam bentuk scorring
karakter (Lampiran 1).
Tanaman G7/01 yang dianalisis kandungan kapsaisin serta molekuler RAPD
sebanyak 10 tanaman dari total 50 tanaman yang dipilih berdasarkan karakter
morfologi yang mencolok (Tabel 3).
Tabel 1. Tanaman G7/01/M4 yang dipilih dengan karakter yang mencolok
Tanaman Karakter
T1 Tanaman tinggi, berbunga paling cepat, berbuah paling cepat
T2 Tanaman tinggi, berbunga paling cepat.
T3 Memiliki percabangan trikotom
T9 Memiliki percabangan trikotom, tanaman sedang
T17 Memiliki percabangan trikotom, tanaman berbuah lambat
T20 Memiliki percabangan trikotom, tanaman tinggi
T22 Memiliki percabangan trikotom,tanaman sedang
T28 Memiliki percabangan trikotom, tanaman pendek
T36 Tanaman pendek, buahnya banyak
T39 Memiliki buah yang banyak, berdaun lebar
6
7
7
8
8
9
Reaksi PCR dilakukan selama 30 siklus. Denaturasi awal pada suhu 94°C
selama 5 menit, kemudian diikuti oleh 30 siklus yang terdiri atas denaturasi 1 menit
pada suhu 94°C, penempelan primer (annealing) 1 menit pada suhu 36°C, dan 2
menit pemanjangan (ekstensi) pada suhu 72°C. Setelah 30 siklus selesai, kemudian
diikuti pemanjangan akhir (ekstensi akhir) 4 menit pada suhu 72°C. Hasil
amplifikasi diuji kualitatif secara elektroforesis dengan menggunakan gel agarosa
2.0% dalam bufer TE (Tris-EDTA) selama 60 menit pada 50 V. Hasil pemisahan
fragmen DNA dideteksi dan difoto menggunakan gel documentation system (Gel-
Doc). Sebagai standar digunakan 100 bp DNA ladder untuk menetapkan ukuran
pita hasil amplifikasi DNA (Williams dkk, 2000).
y= ax+b ..................................(2)
Keterangan:
y = absorbansi larutan (nm)
x = konsentrasi kapsaisin sampel (ppm)
9
10
10
11
BAB 4
HASIL YANG DICAPAI
180
80
a a
160 a a
Panjang hingga (dikotomus) (cm)
70
140
Tinggi tanaman (cm)
60
120
50
100
40
80
60 30
40 20
20 10
A Tanaman B Tanaman
hingga 200 cm. Menurut Arisha dkk., (2010) tinggi tanaman cabai rawit dapat
dikelompokan menjadi lima kategori yaitu kerdil (>20 cm), pendek (20-40 cm),
normal (41-80 cm), tinggi (81-100 cm), sangat tinggi(> 100 cm). Berdasarkan kategori
tersebut cabai rawit kontrol dan G7/01 mutan keseluruhan masuk dalam kategori
sangat tinggi (> 100 cm) kecuali tanaman mutan T36, T40, T47 dan T49 yang
termasuk kategori tinggi (81-100 cm).
Rata-rata tinggi dan panjang dikotomus tanaman mutan yang lebih besar
dibandingkan dengan kontrol G7, meskipun tidak berbeda signifikan, antara
keduanya masih memungkinkan adanya perubahan yang terjadi pada tanaman
mutan G7/01/M4 akibat peristiwa segregasi oleh senyawa EMS. Senyawa EMS
menurut Pathriana, (2012) dapat menyebabkan perubahan sifat pada tanaman
karena adanya point mutation (mutasi titik), sehingga dapat memunculkan dua
kemungkinan yaitu perubahan yang menguntungkan atau merugikan. Menurut
Jabeen & Mirza, (2004) EMS 0,01 % pada tanaman cabai rawit menunjukkan
peningkatan terhadap tinggi tanaman. Tanaman dengan tinggi yang lebih memiliki
nilai positif dalam proses pertumbuhannya yaitu mampu berkompetisi untuk
memperoleh cahaya matahari untuk keperluan fotosintesis. Fotosintesis yang baik
dan maksimal akan memaksimalkan proses metabolisme tanaman tersebut untuk
tumbuh dan berkembang.
Rata-rata panjang internodus dan jumlah nodus tanaman cabai rawit
G7/01/M4 lebih panjang dibandingkan dengan kontrol G7 meskipun hanya jumlah
nodus saja yang berbeda signidikan antara keduanta sebesar (Gambar 2). Rata-rata
panjang internodus tanaman kontrol G7 adalah 3,5 ± 0,5 cm dan tanaman mutan
G7/01/M4 sebesar 3,85 ± 0,9 cm (Gambar 2A). Rata-rata jumlah nodus tanaman
kontrol G7 berjumlah 16 ± 1 dan tanaman mutan G7/01/M4 berjumlah 17,8 ± 1,5
(Gambar 2B).
12
13
6
25
5
Jumlah nodus
15
3
10
2
1 5
0 0
G7 Kontrol G7/01/F4 G7 Kontrol G7/01/F4
A Tanaman B Tanaman
13
14
satunya pada gen regulasi jumlah nodus. Nodus yang lebih banyak pada cabai
mutan G7/01 memperlihatkan habitus yang lebih lebat dan rimbun dibandingkan
dengan kontrol G7.
Sujitno & Dianawati, (2015) menyatakan bahwa peningkatan jumlah nodus
akan meningkatkan kemunculan cabang dan daun. Daun yang lebih akan
mempengaruhi proses fotosintesis metabolisme tanaman secara optimal, sedangkan
peningkatan cabang berpengaruh terhadap produktivitas tanaman cabai yaitu dapat
menghasilkan bunga dan buah yang lebih. Hal ini terjadi karena tanaman akan
memiliki jumlah cabang yang lebih, secara otomatis juga memiliki aksil yang juga
lebih. Hal tersebut akan sangat menguntungkan karena produktivitasnya
meningkat.
Rata-rata panjang daun dan lebar daun tanaman mutan G7/01/M4 lebih besar
dibandingkan kontrol G7 (Gambar 3). Rata-rata panjang daun tanaman kontrol G7
14 ± 2,05 cm dan panjang daun tanaman mutan rata-rata yaitu kontrol G7 14 ± 2.,05
cm. Rata-rata lebar daun tanaman kontrol G7 sebesar 5,4 ± 0.2 dan lebar daun
tanaman mutan G7/01/M4 sebesar 6,78 ± 0,81 (Gambar 3B).
10
25
9
8
20
7
Panjang daun (cm)
6
15
5
10 4
3
5 2
1
0 0
G7 Kontrol G7/01/F4 G7 Kontrol G7/01/F4
A Tanaman B Tanaman
Panjang dan lebar daun menunjukkan distribusi yang normal pada tingkat
kepercayaan 95 % (LT15). Kemudian dilanjutkan dengan uji LSD (t-paired test sig
α = 0.05), panjang daun tidak berbeda secara signifikan, sedangkan lebar daun
14
15
15
16
3,0
2,5
2,0
Tidak teramati
1,5
1,0
0,5
0,0
G7 Kontrol G7/01/F4
Panjang buah Panjang tangkai buah Diameter buah
Tanaman
1,4
40
1,2 35
Rata-rata Berat Buah (g)
1,0 30
0,8 25
20
0,6
a 15
0,4 a
10
0,2 5
0,0 0
G7 Kontrol G7/01/F4 G7 Kontrol G7/01/F4
Tanaman Tanaman
16
17
Tanaman mutan G7/01/M4 memiliki rata-rata panjang buah 4,25 ± 0,2 cm,
panjang tangkai buah 2,48 ± 0,17 cm dan diameter buah 0,6 ± 0,12 cm (Gambar
9A). Tanaman mutan G7/01/M4 memiliki rata-rata berat buah yaitu 1.17
± 0,09 g dengan jumlah biji berjumlah rata-rata 31,6 ± 2,9 (Gambar 9BC). Uji LSD
(t-paired test sig α = 0.05) menunjukkan perbedaan yang signifikan antara karakter
generatif tersebut dengan kontrol G7, karena kontrol belum berkembang menjadi
buah sehingga tidak bisa diamati, diduga mutan memiliki memiliki pertumbuhanan
yang lebih baik.
Induksi mutasi dengan EMS 0.01 % akan meningkatkan perubahan karakter
morfologi suatu individu baik karakter yang lebih baik atau sebaliknya. Hal tersebut
dikarenakan pola mutasi akibat mutagen tersebut bersifat acak, jenis mutasi yang
dihasilkan yaitu basa GC menjadi AT dengan intensitas mutasi sebesar 1/3000 bp.
Hal tersebut menunjukkan meskipun tanaman tersebut diinduksi dengan
konsentrasi dan durasi yang sama belum tentu menghasilkan tanaman dengan
fenotip yang sama (Salinas & Sanches-Serano, 2006). Mutasi menjadi dasar adanya
variabilitas dalam populasi. Meskipun dalam penelitian ini masih menunjukkan
adanya variasi akibat mutasi, namun variasi tersebut memiliki standar deviasi yang
rendah yang rendah. Variasi yang rendah ini cenderung memperlihatkan adanya
keseragaman mutan pada beberapa parameter karakter yang diamati.
Karakter yang lebih unggul pada tanaman mutan dibandingkan dengan
kontrol yaitu terlihat terdapat peningkatan daya performa tanaman mutan untuk
daya tahan lebih baik terhadap kondisi lingkungan dan cuaca yang kurang
mendukung pertumbuhan dan perkembangannya. Tanaman mutan terlihat memiliki
habitus yang cenderung lebih lebat, karena tanaman mutan memiliki daun yang
tidak mudah menguning dan gugur, serta memiliki percabangan yang lebih banyak.
Proses perkembangbiakan organ generatif tanaman mutan dapat
17
18
4.2 Variasi Morfologi Tanaman dan Tingkat Kepedasan Antar Mutan Cabai
Rawit (Capsicum frutescens L.) Genotip G7/01/M4
18
19
Variasi pembentukan cabang tersebut diduga karena efek mutasi oleh EMS,
tanaman mengalami proses segregasi yang menyebabkan perubahan pada sifat
fisiologi dan metabolisme tanaman (Srivastava & Jitendra, 2012). Organisme
termasuk tanaman, satu spesies yang sama akan mempunyai gen yang sama, tetapi
mungkin memunyai alel yang berbeda. Alel yang berbeda tersebut akan
bertanggung jawab terhadap ekspresi fenotip yang terbentuk karena adanya mutasi
pada gen tersebut. Alel yang baru akan menghasilkan variasi karakter yang khas
dan unik untuk masing-masing individu (Arumingtyas, 2019).Adanya efek mutasi
oleh EMS mengakibatkan gen yang dikodekan untuk fisiologi dan metabolisme
tanaman terutama untuk gen pertumbuhan aksilar terpapar mutagen sehingga
mengakibatkan tidak seimbangnya hormon auksin dan sitokinin. Kadar auksin
yang rendah sedangkan kadar sitokinin tinggi. Kondisi ini menyebabkan dominansi
apikal yang tidak dominan. Ketika dominansi apikal tidak dominan maka akan
tumbuh tunas-tunas aksilar membentuk percabangan trikotom (Nirwanto, 2012).
Karakter tinggi tanaman G7/01 memiliki variasi, namun mayoritas antar
mutan G7/01/M4 tidak berbeda signifikan (Gambar 6).
180
160 ab
ab ab
140
Tinggi dan panjang (cm)
120
100
a a a
80 a a a
60
40
20
0
K1 K2 K3 T1 T2 T3 T9 T17 T20 T22 T28 T36 T39
Gambar 6. Karakteristik variasi morfologi tinggi tanaman antar mutan cabai rawit
(Capsicum frutescens L.) kontrol G7 dan mutan G7/01/M4
(Keterangan: notasi (huruf) yang sama pada parameter yang sama
menunjukkan tidak berbeda signifikan)
Variasi tinggi tanaman cabai rawit mutan G7/01 generasi ke- 4 memiliki
rata-rata 128 ± 18,1 cm dan yang paling tinggi adalah tanaman mutan T3 yaitu
19
20
mencapai 161 cm, sedangkan paling pendek adalah tanaman mutan T36 yaitu
sebesar 90 cm (Gambar 6). Tanaman mutan memiliki variasi namun mayoritas
tidak berbeda signifikan antar mutan. Variasi yang terjadi antar mutan terjadi
kemungkinan akibat adanya proses segregasi pada gen regulasi tinggi tanaman.
Menurut Saskuma, (2004) segregasi adalah proses pemisahan alel dari suatu gen
sehingga keturunan tanaman yang dihasilkan memiliki sifat yang bervariasi
walaupun berasal dari induk yang sama. Hasil segregasi mutan penting untuk
memilih varietas yang unggul sebagai perbaikan genetik tanaman (Sobrizal, 2007).
Tinggi tanaman berbanding lurus dengan panjang sampai percabangan
dikotomus. Tanaman yang paling tinggi memiliki panjang batang sampai
percabangan dikotomus juga paling panjang yaitu pada tanaman T3 dan tanaman
dengan tinggi tanaman yang paling pendek memiliki panjang batang sampai
dikotomus juga paling pendek seperti pada tanaman T36 (Gambar 11) Variasi yang
masih terjadi pada panjang dikotomus masih dipengaruhi adanya proses segregasi,
namun variasi tersebut kecil dan tidak berbeda signifikan antar tanaman mutan.
Hasil mutasi EMS pada tanaman mutan terjadi secara acak terhadap keturunan
generasi tanaman mutan sampai tanaman tersebut bersifat stabil, lestari serta
menghasilkan variasi yang homogen (seragam) (Nur & Syaruddin, 2015).
Pembentukan percabangan dikotom dipengaruhi regulasi hormon auksin dan
sitokinin (Karjadi & Buchory, 2008) Konsentrasi hormon auksin dan sitokinin
selain gen, juga dipengaruh oleh lingkungan (Bielach, 2017). Percabangan dikotom
dipengaruhi gen bl (Carvalho dkk, 2017). Panjang batang hingga percabangan
dikotom dipengaruhi oleh daya pemanjangan sel pada batang utama dan setiap
ketiak daun yang muncul pada batang utama. Proses tersebut akan tumbuh tunas
baru hingga mencapai proses pembentukan dikotom membentuk huruf Y
(percabangan batang utama ke cabang primer) hingga maksimal yaitu ketika batang
utama menghasilkan bunga. Hal demikian juga terjadi antara cabang primer dan
sekunder (Prajnanta, 2007). Adanya tipe percabangan yang berbeda pada mutan
disebabkan oleh perubahan yang terjadi pada gen yang berperan dalam
pembentukan percabangan, perubahan ini akibat
20
21
5,0 b b bb
b 20 ab ab
Jumlah Nodus
aa
aaa aa
4,0
aa 15
3,0
10
2,0
1,0 5
0,0 0
K1
T17
T20
T22
T28
T36
T39
K2
K3
T1
T2
T3
T9
21
22
Rata-rata panjang daun dan lebar daun pada tanaman mutan memiliki
variasi, namun mayoritas tidak memiliki perbedaan signifikan antar mutan
(Gambar 9).
22
23
25,0
20,0
ab ab
ab ab ab
Rata--rata (cm)
15,0
10,0
ab ab ab ab
5,0
0,0
K1 K2 K3 T1 T2 T3 T9 T17 T20 T22 T28 T36 T39
Tanaman ke-
Gambar 9. Karakteristik variasi morfologi panjang dan lebar daun tanaman antar
mutan cabai rawit (Capsicum frutescens L.) kontrol G7 dan mutan
G7/01/M4 (n=3). (Keterangan: notasi (huruf) yang sama pada
parameter yang sama menunjukkan tidak berbeda signifikan).
23
24
ketersediaan unsur hara, faktor genetik akibat mutasi juga berpengaruh terhadap
proses segregasi tanaman yang menghasilkan variasi (Sobrizal, 2007). Sedikitnya
variasi yang terjadi pada lebar daun dan panjang daun menunjukkan bahwa mutan
tersebut sudah mulai mendekati stabil.
Karakterisasi variasi morfologi organ generatif diamati hanya tanaman mutan
saja, dikarenakan tanaman kontrol belum menghasilkan buah sampai akhir
penelitian. Bunga tanaman kontrol selalu gugur sebelum berkembang menjadi
buah. Cabai rawit ini mulai berbunga pada hari ke ± 115 HSS. Bunga memiliki
korola yang berbentuk rotate, bewarna putih kehijauan, petal berjumlah 5-6, anter
berwarna ungu dan sedikit berwarna abu-abu, filamen berwarna putih kehijauan
dan memiliki stigma yang lebih menonjol dibandingkan antera. Tanaman cabai
memiliki bunga yang tergolong bunga lengkap karena terdiri dari kelopak bunga,
mahkota bunga, benang sari, dan putik. Mahkota bunga terdiri atas 5-6 petal
berwarna putih susu atau kadang-kadang ungu. Posisi bunga menggantung, panjang
bunga biasanya 0,8-1,5 cm dan panjang tangkai bunga antara 3-8 cm. Tangkai putik
berwarna putih, panjangnya sekitar 0,5 cm. Kepala putik berwarna kekuning-
kuningan. Tangkai sari berwarna putih dengan panjang sekitar 0,5 cm. Kepala sari
yang belum matang berwarna biru atau ungu, dalam satu bunga terdapat satu putik
dan 5-7 benang sari (Gambar 10).
Gambar 10. Karakteristik variasi morfologi bunga tanaman mutan cabai rawit
(Capsicum frutescens L.) G7/01/M4
24
25
tanaman satu dan lainnya. Hal tersebut diduga mutasi EMS menyebabkan
perubahan struktur protein yang dikodekan sehingga terdapat penurunan atau
hilangnya ekspresi protein. Mutasi akan berpengaruh terhadap perubahan alel pada
lokus tertentu dalam kromosom. Alel tersebut akan mempunyai fungsi untuk
mengendalikan sifat yang sama tetapi dengan variasi yang berbeda. Transisi dari
pertumbuhan vegetatif menjadi generatif terutama pembungaan dikaitkan dengan
pengaktifan gen pengkode meristem. Produk-produk protein dari gen ini adalah
faktor transkripsi yang diperlukan untuk mengkonversi meristem vegetatif menjadi
meristem bunga (Campbell dkk., 2003). Adanya perbedaan kecepatan pembungaan
diduga karena adanya mutasi titik oleh EMS pada regulasi genetik proses
pembungaan. Menurut Campbell dkk., (2003) mutasi titik dapat berupa missense
mutation maupun nonsense mutation. Missense mutaton menyebabkan perubahan
asam amino yang terbentuk sedangkan nonsense mutation
menyebabkan berhentinya sintesis protein sehingga kehilangan ekspresi.
Morfologi tanaman mutan G7/01/M4 ini memiliki variasi morfologi buah
yang rata-rata hampir mirip. Keseluruhan tanaman mutan memiliki buah dengan
warna, tekstur dan bentuk buah yang sama (Gambar 11).
Gambar 11. Karakteristik variasi morfologi buah muda cabai rawit (± 140 HSS)
mutan tanaman G7/01/M4
Buah tanaman mutan memiliki berbentuk memanjang dan ujung lancip dan
tekstur permukaan buah halus sedikit bergelombang. Karakteristik yang mirip antar
mutan menunjukkan bahwa tanaman G7/01 mulai mendekati kestabilan. Karakter
panjang buah, panjang tangkai buah, diameter buah dan jumlah biji buah antar
mutan mutan G7/01/M4 memiliki variasi, namun tidak berbeda signifikan (Gambar
12).
25
26
5,0
4,5
4,0
3,5
Rata-rata (cm) 3,0
2,5
2,0
1,5
1,0
0,5
0,0
T1 T2 T3 T9 T17 T20 T22 T28 T36 T39
Panjang buah Panjang tangkai buah Diameter buah
Tanaman ke-
Gambar 12. Karakteristik variasi morfologi generatif tanaman antar mutan cabai
rawit (Capsicum frutescens L.) kontrol G7 dan mutan G7/01/M4
(Keterangan: notasi (huruf) yang sama pada parameter yang sama
menunjukkan perbedaan signifikan).
45
1,5
40
a a a a a a a a 35
1,2
Jumlah biji
Berat buah (g)
30
0,9 25
20
0,6
15
0,3 10
5
0,0 0
T1 T2 T3 T9 T17 T20 T22 T28 T36 T39 T1 T2 T3 T9 T17 T20 T22 T28 T36 T39
Tanaman ke- Tanaman ke-
Gambar 13. Karakteristik variasi morfologi generatif tanaman antar mutan cabai
rawit (Capsicum frutescens L.) kontrol G7 dan mutan G7/01/M4 A)
berat buah, B) jumlah biji (Keterangan: notasi (huruf) yang sama pada
parameter yang sama menunjukkan perbedaan signifikan).
Berat buah muda tanaman cabai mutan paling tinggi terdapat pada T17
yaitu 1,2 g sedangkan paling rendah terdapat pada T3 yaitu 1,110 g (Gambar 13).
Jumlah biji paling sedikit yaitu T28 berjumlah 28 biji dan paling banyak yaitu T2
berjumlah 40 (Gambar 13C)). Berdasarkan uji LSD (t-paired test sig α = 0.05)
mayoritas tanaman mutan tidak berbeda signifikan.
26
27
Hasil mutasi EMS terjadi secara acak terhadap keturunan generasi tanaman
sampai tanaman tersebut bersifat stabil atau menghasilkan variasi yang homogen
atau seragam (Nur dan Syaruddin, 2015). Mayoritas tanaman G7/01 memiliki
variasi yang kecil antar tanaman mutan, diduga sedikit terjadi pola segregasi akibat
mutasi EMS 0.01%. Hal tersebut menunjukkan cabai mutan G7/01/M4 ini sudah
mulai mendekati kestabilan secara genetik. Tanaman mendekati kestabilan ketika
hampir semua individu tanaman dalam populasi memiliki variasi yang kecil juga
hampir seragam atau homogeni. Menurut Handayanti, (2013) Tanaman mutan yang
stabil secara genetik (solid mutant) dapat dilepas sebagai varietas yang unggul
setelah melalui tahapan proses seleksi dan pengujian, seleksi tersebut minimal
sampai generasi ke 4 atau ke 5. G7/01/M4 merupakan tanaman cabai rawit hasil
mutasi 0.01 EMS generasi 4 yang sudah melalui proses seleksi hingga generasi ke
3 dan menunjukkan mendekati stabil yaitu ketika variasi tanaman mutan mayoritas
menunjukan keseragaman, meskipun beberapa tanaman masih menunjukan
berbedaan yang signifikan..
4.3 Gradasi Warna Buah Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.)
Genotip G7/01/M4
Karakter gradasi warna buah mutan G7/01/M4 memiliki warna hijau muda
saat masih muda, kemudian berwarna setengah orange kekuningan menuju orange
keseluruhan dan hingga matang menunjukkan warna merah (Gambar 14). Berikut
ini gradasi warna yang terjadi pada buah:
Gambar 14. Gradasi warna buah muda hingga buah matang pada mutan cabai
rawit G7/01/M4 tanaman T2
27
28
3500
Leve kepedasan ( x 1000 SHU)
3000
2500
2000
1500
1000 bd
500
0
K T1 T2 T3 T9 T17 T20 T22 T28 T36 T39
Jenis tanaman
28
29
29
30
Gambar 16. Contoh hasil visualisasi PCR-RAPD menggunakan primer OPD13 dan
OPW 4 (Keterangan: notasi warna merah menunjukkan (A) pita
polimorfik; (B) pita monomorfik
Terdapat dua macam pola pita DNA hasil elektroforesis yaitu pola pita
polimorfik dan monomorfik (Gambar 20). Perbedaan pola pita DNA ini
dipengaruhi oleh hasil amplifikasi DNA genom. Pita polimorfik adalah gambaran
pita DNA pada ukuran tertentu tetapi pada sampel yang lain tidak terlihat (Gambar
20A). Polimorfik tersebut disebabkan oleh perbedaan urutan basa pada suatu lokus
dengan titik penempelan primer. Sampel DNA yang menghasilkan pita
menandakan bahwa DNA tesebut memiliki sekuens yang komplemen dengan
primer. Perbedaan ini sebagai petunjuk dasar keragaman genetik sampel diantara
populasi (Muharram dkk., 2012)
Hasil ampifikasi menggunakan 10 marka RAPD menunjukkan terdapat 44
fragmen DNA dengan panjang base pair yang berbeda dan menunjukkan adanya
tingkat polimorfisme. Hal tersebut terlihat pada pita polimorfik yang lebih banyak
dibanding pita monomorfik kecuali pada primer OPD13. Presentase pita polmorfik
yaitu sebesar 86,4 % sedangkan pita monomorfik 13,6 % (Tabel 5).
Tabel 3. Jumlah pita hasil ampifikasi DNA dan tingkat polimorfisme masing-masing
primer
Pita Pita
Primer Urutan basa 5’-3’ Jumlah
polimorfik monomorfik
OPA-01 CAGGCCCTTC 6 0 6
OPA-02 TGCCGAGCTG 1 2 3
OPA-11 CAATCGCCGT 6 0 6
30
31
OPB-04 GGACTGGAGT 5 2 7
OPD-13 GGGGTGACGA 4 0 4
OPF-09 CCAAGCTTCC 3 1 4
OPL-05 ACGCAGGCAC 2 0 2
OPU-10 ACCTCGGCAC 2 0 2
OPU-19 GTCAGTGCGG 6 1 7
OPW-04 CAGAAGCGGA 3 0 3
Jumlah 38 6 44
Persentase 86,4 % 13,6% 100%
31
32
I
II
III
IV
V
32
33
II
III
Kluster III yaitu tanaman T1 terpisah jauh dan membentuk kluster tersendiri
juga memiliki indeks similaritas yang paling jauh dibandingkan dengan tanaman
mutan maupun kontrol. Hal ini dikarenakan tanaman T1 saat diamplifikasi dengan
primer RAPD (OPA-01 OPB-04 OPF-09) hasil visualisasinya tidak teramplifikasi
atau tidak memunculkan pita atau band DNA pada panjang base pair tertentu yang
dimiliki mutan lain maupun kontrol. Hal ini terjadi karena adanya perubahan genom
yang disebabkan inersi atau delesi pada DNA atau diakibatkan karena masing-
masing primer memiliki situs anneling yang spesifik pada genom, semakin
homolog maka semakin banyak pita yang terbentuk (Ludyasari, 2017).
Analisis similaritas berdasarkan data morfologi, fisiologi dan molekuler
pada indeks similaritas (0,620) menunjukkan terdapat 3 kluster. Kluster I meliputi
tanaman T2, T3, T9, T17, T20, T22 dan kontrol. Kluster II meliputi tanaman T28,
33
34
T36, T39 dan kluster III meliputi tanaman T1. Meskipun masing-masing kluster
memiliki indeks similaritas yang tidak jauh berbeda (0,635-0,675) kecuali kluster
III (Gambar 23).
II
III
34
35
alel suatu gen (Kohmetscher dan Lee, 2013). Alel tersebut yang berpisah akan
berpasangan dengan alel yang lain secara bebas yang mengakibatkan adanya
fenotip yang berbeda (Bateson & Mendel, 2013)
Adanya pengaruh mutasi dari EMS dapat menyebabkan kerusakan pada
DNA namun pada setiap tanaman memiliki kemampuan perbaikan DNA, kerusakan
DNA dan mekanisme perbaikan dapat menciptakan variasi genetik atau keragaman
genetik (Britt, 1996). DNA menjadi target penting dalam induksi mutasi terkait
dengan keberadaan sisi aktif pada DNA yang dapat bereaksi dengan EMS. Reaksi
penambahan gugus alkil pada basa nitrogen penyusun DNA seringkali terjadi secara
non random (Friedberg., 1996 dalam Arumingtyas, 2005). Senyawa EMS (Ethyl
Methane Sulfonate) diketahui selalu menambahkan gugus alkil pada basa purin
(adenin atau guanin) dan tidak pada basa pirimidin (sitosin dan timin)
(Arumingtyas, 2005).
35
36
BAB 5
POTENSI HASIL
Adapun potensi hasil yang dapat dikembangkan dari penelitian ini adalah:
5.1 Manfaat Artikel Ilmiah
Artikel dan Skripsi (Tugas Akhir) yang telah dipublikasi dapat dijadikan
acuan dan pengutipan artikel yang relevan oleh masyarakat, akademisi, peneliti
maupun pemulia tanaman.
5.2 Peluang Paten
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tanaman cabai rawit (Capsicum
frutescens L.) hasil mutasi EMS, menunjukkan galur yang unggul dibandingkan
dengan cabai rawit kontrol atau wild type (tipe asli). Galur mutan tersebut dapat
dilepas dan dipatenkan menjadi variasi yang unggul dalam plasma nutfah cabai
rawit di Indonesia.
5.3 Potensi Ekonomi
Tanaman cabai rawit (Capsicum frutescens L.) merupakan tanaman yang
memberikan nilai ekonomi tinggi dan tanaman ini cukup mudah dibudidayakan di
Indonesia. Produktivitas cabai rawit dapat dipengaruhi beberapa faktor yaitu
varietas yang digunakan, cara budidaya dan faktor eksternal maupun internal
lainnya. Varietas yang baik dan unggul dapat didapatkan melalui rekayasa genetik
yaitu induksi menggunakan mutagen EMS dan tanaman yang sudah diinduksi
mutagen disebut dengan mutan.
Tanaman cabai rawit hasil mutasi EMS dalam penelitian ini menunjukkan
bahwa tanaman cenderung lebih unggul dibandingkan dengan kontrol yaitu pada
habitus, ketahanan terhadap kondisi lingkungan maupun hama, peningkatan
kandungan kapsaisin (kepedasan). Hal tersebut akan mempengaruhi produktivitas
yang lebih baik dalam budidaya cabai rawit oleh petani maupun lembaga
pemerintah lainnya. Produktivitas yang lebih baik tersebut akan menghasilkan nilai
ekonomi yang jauh lebih tinggi.
36
37
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Tanaman mutan G7/01/M4 tidak berbeda signifikan terhadap paraneter rata-
rata tinggi tanaman, panjang hingga dikotomus, panjang internodus, panjang daun
dan berbeda signifikan terhadap parameter rata-rata lebar daun, jumlah nodus,
panjang buah, panjang tangkai buah, diameter buah, berat buah dan jumlah biji
dengan kontrol G7. Rata-rata tingkat kepedasan buah G7/01/M4 berbeda sangat
signifikan terhadap kontrol G7 dan memiliki tingkat kepedasan yang lebih tinggi.
Tanaman G7/01/M4 berdasarkan karakteristik morfologi dan fisiologi memiliki
variasi, namun variasi ini mayoritas tidak berbeda signifikan atau seragam antara
mutan. Diduga tanaman mutan G7/01/M4 sudah mulai mendekati kestabilan gen,
meskipun beberapa tanaman mutan masih menunjukkan segregasi yang besar
akibat mutasi EMS. Similaritas berdasarkan analisis dendrogram karakter
morfologi-fisiologi menunjukkan mutan tanaman G7/01/M4 terutama tanaman
mutan T39 membentuk kluster tersendiri dan paling berbeda jauh dengan kontrol,
sedangkan berdasarkan karakter morfologi-fisiologi- molekuler tanaman mutan T1
membentuk kluster tersendiri dan dianggap memiliki karakter atau ciri yang paling
berbeda dengan tanaman kontrol maupun mutan lainnya.
5.2 Saran
Tanaman mutan G7/01/04 merupakan tanaman yang unggul dibandingkan
tipe asalnya. Tanaman mutan ini layak untuk dilepaskan menjadi varietas yang
unggul, tetapi karena masih terdapat beberapa tanaman yang memiliki segregasi
alel yang besar, maka perlu dilakukan proses seleksi generasi selanjutnya yaitu
mutan G7/01/05. Penelitian G7/01/05 perlu dilakukan untuk menginvestigasi
adanya variasi baru yang terbentuk atau telah menunjukkan kestabilan genetik.
Kestabilan genetik tersebut merupakan galur murni yang dapat dijadikan salah satu
varietas yang unggul dan menambah plasma nutfah cabai rawit.
37
38
PENUTUP
Daftar Pustaka :
Anggereini, E. 2008. Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD), Suatu
Metode Analisis DNA Dalam Menjelaskan Berbagai Fenomena Biologi. J
Biospecies 1(2):73-76
Alvida, 2016. Karakterisasi Morfologi, Pertumbuhan, dan Kualitas Galur-
galur Cabai Hias. Departemen Agronomi dan Holtikultura Fakultas Petanian
IPB. Skripsi.
Al Othman, Z., Ahmed, M. A Habila & A. A. Ghafar 2011. Determination of
kapsaisin and dihydrokapsaisin in capsicum fruit samples using high
performance liquid chromatography. J Molecules (16): 8919-8929
Arisha, M. H., Syed, H. G. Zhen, J. Hua, Chao & X. Z. Hua. 2015. Ethyl methane
sulfonate induced mutations in M2 generation and physiological variation in
M1 generation of pepper (Capsicum annuum L.). Frontiers in Plant Science.
6: 3(99).
Arruvitasari, P. N. 2016. Pengaruh induksi mutagen Ethyl Methane Sulfonate
(EMS) terhadap karakter morfologi dan kandungan kapsaisin tiga
genotip cabai rawit lokal (Capsicum frutescens L..). Jurusan Biologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Brawijaya.
Malang. Skripsi.
Arumingtyas, E. L. 2005. Induksi mutasi dengan mutagen Ethyl Methane
Sulfonate (EMS) untuk menghasilkan percabangan pada kenaf (Hibiscus
cannabinus L.). Universitas Brawijaya. Malang. Disertasi.
Arumingtyas, E. L., J. Kusnadi, D. R. T Sari & N. Ratih. 2017. Genetic variability
of Indonesian local chili pepper: The facts. AIP Conference Proceedings
Arumingtyas, E. L. 2019. Mutasi Prinsip Dasar dan Konsekuensi. UB Press.
Malang
Bateson & Mendel. 2013. Mendels Principles of Heredity. Dover Publication,
Inc. New York
Britt, A.B. 1996. DNA damage and repair in plants. Plant Physiol. Plant Mol.
Biol. 47:75-100
38
39
39
40
40
41
41
42
42
43
43
44
44
45
5. Hijau Tua
6. Jingga
7. Ungu
3 Warna buah Kategori :
saat sudah 1. Putih
matang 2. Kuning
3. Jingga
4. Merah
5. Ungu
6. Cokelat
A B C
(IPGRI, AVRDC & CATIE, 1995)
Absorbansi Kemurnian
DNA dari
Sampel DNA dari Konsentrasi DNA (ng/µL)
RNA dan
230 260 280 polisakarida
Protein
(A260/230)
(A260/280)
T1 0.088 0.165 0.084 0.954 1.364 1145
T2 0.075 0.128 0.064 0.853 1.388 888
T3 0.081 0.138 0.068 0.839 1.409 958
T9 0.080 0.157 0.076 0.950 1.434 1090
45
46
46
47
47
48
48
49
LG 24. Hasil visualisasi elektroforesis sampel kontrol dan mutan G7/01 menggunakan
beberapa primer RAPD.
Lampiran 4. Skoring Hasil Visualisasi Band DNA Molekuler PCR RAPD Beberapa
Primer
LT 6. Skoring band DNA hasil PCR RAPD menggunakan primer OPW4
Panjang Mutan G7/01/M4
pita DNA T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10
(bp)
4700 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0
4200 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0
3800 0 0 1 0 1 1 1 0 0 1
3000 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1
2800 1 0 1 0 1 1 1 1 0 0
1300 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Ket: terdapat pita (1), tidak terdapat pita (0)
49
50
1000 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1
750 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1
500 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
400 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0
200 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0
Ket: terdapat pita (1), tidak terdapat pita (0)
LT 9. Skoring band DNA hasil PCR RAPD menggunakan primer OPL05
Panjang Mutan G7/01/M4
pita DNA T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10
(bp)
1800 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0
1000 1 1 0 1 1 1 0 0 0 0
900 1 0 1 1 1 1 0 0 0 1
800 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1
600 1 0 1 1 1 1 0 1 0 1
450 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
300 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Ket: terdapat pita (1), tidak terdapat pita (0)
LT 10. Skoring band DNA hasil PCR RAPD menggunakan primer OPB04
Panjang Mutan G7/01/M4
pita DNA T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10
(bp)
1200 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1
1000 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1
900 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
700 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1
Ket: terdapat pita (1), tidak terdapat pita (0)
LT 11. Skoring band DNA hasil PCR RAPD menggunakan primer OPD19
Panjang Mutan G7/01/M4
pita DNA T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10
(bp)
900 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1
700 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1
Ket: terdapat pita (1), tidak terdapat pita (0)
50
51
LT 12. Skoring band DNA hasil PCR RAPD menggunakan primer OPD10
Panjang Mutan G7/01/M4
pita DNA T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10
(bp)
900 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0
800 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0
Ket: terdapat pita (1), tidak terdapat pita (0)
LT 13. Skoring band DNA hasil PCR RAPD menggunakan primer OPU10
Panjang Mutan G7/01/M4
pita DNA T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10
(bp)
2300 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1
2000 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1
1300 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0
1000 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1
2300 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1
2000 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1
Ket: terdapat pita (1), tidak terdapat pita (0)
LT 14. Skoring band DNA hasil PCR RAPD menggunakan primer OPA01
Panjang Mutan G7/01/M4
pita DNA T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10
(bp)
3000 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1
2500 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
2000 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1
1800 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0
1200 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0
1000 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0
800 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1
Ket: terdapat pita (1), tidak terdapat pita (0)
LT 15. Skoring band DNA hasil PCR RAPD menggunakan primer OPF19
Panjang Mutan G7/01/M4
pita DNA T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10
(bp)
1000 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0
400 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0
300 1 1 1 0 1 1 1 0 0 0
Ket: terdapat pita (1), tidak terdapat pita (0)
51
52
LT 17. Hasil uji normalitas (metode One-Sample Kolmogorov - Smirnov Test) karakter
generatif
52
53
Lampiran 7. Hasil uji beda lanjut T mean paired test (LSD = 0.05 ) rata-rata
tanaman kontrol dengan mutan G7/01
Lampiran 8. Kurva standar kapsaisin berdasarkan nilai ppm dan nilai absorbansi
1
0,9 y = 0,0091x - 0,0218
0,8 R² = 0,9956
Absorbansi (nm)
0,7
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0
0 20 40 60 80 100 120
Konsentrasi larutan (ppm)
53
54
LAMPIRAN
PENGGUNAAN DANA
A. Peralatan Penunjang
Penggunaan
Kuantitas Harga (Rp) Total Harga (Rp)
Dana
Pot 50 21.500 1.075.000
Wadah
10 20.000 20.0000
Hidroponik
Styrofoam 8 3.500 28.000
Pelubang
1 22.000 22.000
Hidroponik
Netpot 100 1.000 100.000
Kain Flanel 15 2.500 37.500
Roock wool 1 Slab 75.000 75.000
Masker 6 pack 45.000 270.000
Sarung tangan
4 pack 55.000 220.000
(gloves)
Rak Laboratorium 1 76.000 7.6000
Spidol 2 7.000 14.000
Kertas Saring 6 15.000 90.000
Lap 4 5.000 20.000
Tissue 6 14.000 84.000
Allumunium foil 7 30.000 210.000
Tube 1,5 ml 4 pack 91.000 364.000
Tube 10 ml 1 pack 71.000 71.000
Tube 0.2 ml 1 pack 106.000 106.000
Tube 5 ml 5 pack 79.000 395.000
Yellow tip 7 pack 61.000 427.000
Blue tip 6 pack 74.300 445.800
White tip 6 pack 79.000 474.000
Nampan semai 4 5.500 22.000
54
55
55
56
C. Penggunaan Laboratorium
PCR Runing LSIH 4 35.000 350.000
Autoklaf LSIH 6 15.000 90.000
Sentrifugasi LSIH 14 10.000 140.000
Geldoc Lab LSIH 4 50.000 200.000
Elektroforesis Lab
4 25.000 100.000
LSIH
PCR Runing Lab 25 0 0
56
57
FKM
Autoklaf Lab
25 0 0
FKM
Sentrifugasi Lab
25 0 0
FKM
Elektroforesis Lab
25 0 0
FKM
Gel Doc 25 0 0
Peminjaman Lab
1 100.000 100.000
LSIH
Total 980.000
57
58
58