Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH KULTUR JARINGAN

TEKNIK PRODUKSI ALKALOID TROPAN MENGGUNAKAN KULTUR


JARINGAN

OLEH:
KELOMPOK VIII

IDA AYU PUTU YUDIA PUTRI (1408505048)


RAHAYU WIRAYANTI (1408505047)
KADEK CHINTYA SANITA DEWI (1408505053)
I MADE SUARDHIKA (1508505046)
DEWA GEDE PURNAMA PUTRA (1508505047)
R BAGUS RAKA PRATAMA (1508505050)

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2017
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tumbuhan merupakan sumber yang sangat potensial dari metaboli-metabolit sekunder
salah satunya alkaloid. Alkaloid yang bersumber dari tumbuhan merupakan salah satu produk
metabolit sekunder yang sangat melimpah di alam dan memiliki efek farmakologis yang
penting. Tumbuhan-tumbuhan yang tergabung dalam famili Solanaceae seperti Atropa, Datura,
Duboisia, Hyocyamus, dan Scopodia memproduksi alkaloid yang cukup penting seperti
hyosiamin (atropin) dan skopolamin (hyoscine) yang memiliki efek farmakologis pada sistem
saraf parasimpatik dan sebagai agen anti kolinergik (Chashmi et al., 2010).
Atropin merupakan salah satu alkaloid golongan tropan yang diproduksi oleh tumbuhan
Atropa belladonna yang biasa dikenal sebagai Belladonna. Tumbuhan ini merupakan tumbuhan
herba yang bersifat perenial dan merupakan sumber utama dari alkaloid tropan, termasuk
hyosiamin dan skopolamin. Namun penggunaan tumbuhan ini secara komersil masih sangat
terbatas karena jumlah alkaloid tropan yang dihasilkan masih sedikit. Sebagai contoh,
kandungan skopolamin pada Belladonna kurang dari 0,1% (Yang et al., 2011).
Kultur akar merupakan salah satu kultur yang tumbuh lebih cepat daripada kultur sel
tanaman dan tidak memerlukan hormon pada media. Keuntungan penggunaan kultur akar untuk
memproduksi metabolit sekunder adalah kultur akar mampu menghasilkan kapasitas biosintesis
yang sama atau lebih besar daripada tanaman induknya, sehingga metabolit sekunder yang
didapatkan dapat lebih banyak dan dapat digunakan dalam produksi skala besar (Chashmi et al.
2010;Yang et al., 2011).
Produksi alkaloid tropan menggunakan kultur akar dapat diatur dengan beberapa cara,
seperti pemberian senyawa nitrat dan overexpression dari gen pmt dan h6h (Chashmi et al.
2010;Yang et al., 2011).
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana perbandingan hasil alkaloid tropan yang dihasilkan pada kedua
perlakuan?
2. Bagaimana pengaruh konsentrasi nitrat terhadap konsentrasi alkaloid tropan
yang dihasilkan?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui perbandingan hasil alkaloid tropan yang dihasilkan pada kedua
perlakuan.
2. Mengetahui pengaruh konsentrasi nitrat terhadap konsentrasi alkaloid tropan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Atropa belladonna


2.1.1 Klasifikasi

Gambar 2.1. Tanaman Atropa belladonna (Rajput, 2013)


Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Solanales
Famili : Solanaceae
Genus : Atropa
Spesies : Atropa bella-donna L.
(Rajput, 2013).
Atropa belladonna, secara umum dikenal sebagai belladonna atau deadly nightshade
merupakan tanaman herba tahunan (tanaman rhizoma hemikriptofit) dari keluarga Solanaceae,
yang juga merupakan tanaman asli Eropa, Afrika Utara dan Asia Selatan. Penyebarannya
meluas dari Britania Raya (Great Britain) di sebelah barat ke Ukraina bagian barat dan provinsi
Gilan dari Negara Iran di sebelah Timur. Tanaman ini juga dinaturalisasikan dan/atau
diperkenalkan di beberapa daerah dari Kanada dan Amerika Serikat. Daun dan buah dari
tanaman ini sangat beracun bila tertelan karena mengandung alkaloid tropan yang merupakan
suatu alkaloid yang mematikan. Beberapa racun yang terkandung dalam tanaman ini antara lain
atropine, scopolamine, dan hyoscyamine, yang dapat menyebabkan delirium dan halusinasi
yang luar biasa. Selain itu, zat-zat racun tersebut juga digunakan sebagai zat anti kolinergik
dalam farmasi. (Anti kolinergik adalah zat yang menghambat kerja neurotransmitter asetilkolin
sehingga dapat menurunkan fungsi saraf parasimpatis) (Ulbricht, et al., 2004).
2.1.2 Morfologi
Atropa belladonna adalah tanaman herba tahunan bercabang, yang sering tumbuh sebagai
subshrub (tumbuhan semi-semak), dari batang bawah yang berdaging. Tumbuhan ini dapat
mencapai tinggi 2 meter (6,6 kaki) dengan daun berbentuk ovate sepanjang 18 cm (7,1 inci).
Bunganya yang berbentuk lonceng berwarna ungu kusam dengan semburat hijau dan memiliki
wangi yang memabukkan. Buahnya berbentuk beri yang berwarna hijau, dan akan berubah
warna menjadi hitam berkilau setelah matang. Diameter buahnya sekitar 1.5 cm (0.59 inci).
Beri ini manis dan biasanya dimakan oleh hewan (lihat : Kandungan Racun) yang akan
menyebarkan biji tanaman ini ketika mereka menjatuhkannya, meskipun biji ini mengandung
alkaloid racun. Terdapat varietas tanaman ini dengan bunga berwarna kuning-pucat yang
disebut Atropa belladonna varietas lutea, buahnya juga berwarna kuning-pucat (Rajput, 2013).
2.2 Kultur Jaringan Tanaman
Kultur jaringan adalah sebuah metode mengisolasi bagian tanaman seperti protoplasma,
sel, sekelompok sel, jaringan dan organ serta menumbuhkannya dalam kondisi aseptik dan
terkendali lingkungan fisik dan kimianya. Sehingga bagian-bagian tersebut memperbanyak diri
dan beregenerasi menjadi tanaman lengkap kembali
Teknik kultur jaringan sebenarnya sangat sederhana, yaitu suatu sel atau irisan jaringan
tanaman yang disebut eksplan secara aseptik diletakan dan dipelihara dalam medium padat atau
cair yang cocok dan dalam keadaan steril. Dengan cara demikian sebagian sel pada permukaan
irisan tersebut akan mengalami poliferasi dan membentuk kalus. Kalus adalah kumpulan sel
yang diperoleh dari eksplan yang telah disterilkan sebelum ditumbuhkan pada media (Santoso
dan Nursandi, 2003). Saat ini teknik kultur jaringan telah semakin luas penggunaannya, antara
lain:
1. Meristem culture: budidaya kultur jaringan dengan menggunakan eksplan dari jaringan
muda atau meristem.
2. Pollen cuture /anther culture: budidaya jaringan dengan menggunakan eksplan dari pollen
atau benang sari.
3. Protoplas culture: budidaya jaringan dengan menggunakan eksplan dari protoplas. Protoplas
adalah sel hidup yang telah dihilangkan dinding selnya.
4. Chloroplast culture: budidaya jaringan dengan menggunakan kloroplas untuk keperluan fusi
protoplas (memperbaiki sifat tanaman dengan membuat varietas baru).
5. Somatic cross: menyilangkan 2 macam protoplas menjadi 1, kemudian dibudidayakan
sampai menjadi tanaman kecil yang mempunyai sifat baru.
(Hendaryono dan Wijayanti, 2004).
Selain banyak kelebihan yang dirasakan dengan pemanfaatan kultur jaringan, teknik ini
juga memiliki beberapa kekurangan, seperti:
1. Membutuhkan biaya awal yang relatif tinggi untuk keperluan laboratorium dan bahan kimia.
2. Dibutuhkan keahlian khusus untuk melakukan teknik kultur jaringan.
3. Teknik kultur jaringan dapat dilakukan di laboratorium.
4. Terdapat kendala pada bahan tanam (eksplan). Hal ini disebabkan masih adanya cendawan
dan pada jaringan tanaman.
(Rahardja dan Wahyu, 2003; Mattjik, 2005).
2.3 Metabolit Sekunder
Metabolit sekunder adalah senyawa dengan berat molekul rendah (dengan pengecualian,
misalnya lignin) diproduksi secara luas di seluruh kerajaan tumbuhan. Kategori umum
termasuk terpenoid, fenolat, dan senyawa yang mengandung nitrogen atau alkaloid. Alkaloid
merupakan kelompok produk alami terbesar, yang menyediakan banyak senyawa aktif secara
farmakologi. Dalam tanaman alkaloid memiliki fungsi sebagai phytoalexins, pertahanan
melawan penyakit dan herbivora, atraktan untuk penyerbukan dan penyebaran benih,
penyimpanan nitrogen, perlindungan UV, atau transduksi sinyal di pabrik. Beberapa dari
mereka menggunakan efek yang kuat pada fisiologi hewan, mendukungnya fungsi putative
dalam pertahanan melawan herbivora. Di antara sekitar 100.000 alkaloid yang dijelaskan pada
tanaman yang lebih tinggi, alkaloid tropane adalah satu kelompok obat yang berasal dari
tanaman baik dalam penggunaan tradisional maupun modern. Pada abad ke-19, isolasi
komponen farmakologis aktif skopolamin dan hyoscyamine dari famili Solanaceae dicoba
dengan menguraikan struktur, sintesis, dan biosintesisnya (Kramer, 2009).
2.4 Alkaloid Tropan
Tropan merupakan bagian dari alkaloid dan metabolit sekunder yang mengandung cincin
tropan dalam struktur kimianya. Alkaloid memiliki struktur inti bisiklik mengandung nitrogen
yaitu azabisiklo [3,2,1] oktan atau 8-metil-8-azabiziklo [3,2,1] oktan. Alkaloid tropan
ditemukan pada angiospremae yaitu family Solanaceae (Atropa, Brugmansia, datura, Scopolia,
Physalis), Erythroxylaceae (Erythtroxylem), Protaeceae (Bellendena dan Darlingia) dan
Convolvulaceae (Convovulus dan Calystegia). Alkaloid tropan banyak ditemukan pada
tanaman Bruguilera, Phyllanthus dan Cochlearia (Leliqia, dkk, 2006). Alkaloid tropan juga
ditemukan pada beberapa tanaman yang berbeda seperti famili Brassicaceae (Cruciferae),
Olacaceae, dan Rhizophoraceae (The EFSA Journal, 2008)
2.4.1 Biosintesis Alkaloid Tropan
Karakteristik alkaloid adalah ester dari hydroxytropanes dan berbagai asam (tropic, tiglic).
Biosintesis alkaloid tropan melibatkan fenilalanin sebagai prekorsor pembntukan C6-C1 dan
C6-C3 asam aromatik. Untuk pembentukan C5 asam alifatik seperti asam tiglik atau 2-metil
asam butanoat dibutuhkan isoleusin sebagai prekursor. Untuk pembentukan cincin pirolidin
yang merupakan inti tropan dibutuhkan ornitin sebagai prekursor. Karakter alkaloid yang
mengandung inti tropan adalah jika direaksikan dengan asam nitrat kemudian residu dilarutkan
dalam aseton maka akan muncul warna ungu gelap. Hal ini disebabkan karena munculnya
larutan dalam etanol dalam KOH. Reaksi ini dikenal sebagai reaksi Vitalli Morin (Kramer,
2009).

Gambar 2.2. Biosintesis Alkaloid Tropan (Kramer, 2009).


2.5. Peningkatan Produksi Alkaloid Tropan
2.5.1 Kultur Jaringan Akar Rambut
Kultur akar merupakan kultur jaringan akar yang hidup dan berdiferensiasi secara
terorganisir membentuk biomasa akar tanpa kehadiran tipe organ lain dari tanaman seperti
batang, tunas atau daun secara in vitro (Payne et al. 1992). Kultur akar rambut adalah suatu
metode budidaya akar rambut secara in vitro dengan kondisi yang terkendali dan aseptis. Akar
yang dikulturkan dapat berupa akar normal atau akar transgenik hasil transformasi genetik.
1. Kultur akar normal diperoleh dengan menanam ujung akar tanaman atau kecambah secara in
vitro dalam media yang mengandung zat pengatur tumbuh tanaman (ZPT).
2. Kultur akar transgenik diperoleh dengan menanam akar rambut (hairy root) yang dihasilkan
dari transformasi genetik dengan bantuan bakteri tanah Agrobacterium rhizogenes.
Transformasi genetik dengan Agrobacterium rhizogenes diketahui dapat menginduksi
pembentukan akar rambut akibat proses transfer T-DNA dari Ri- (root inducing) plasmid ke
genom tanaman (dalam sel) (Payne et al. 1992; Nillsson and Olson 1997; Sukma Dewi,
2004) melalui pelukaan. T- DNA akan mengekspresikan gen-gen untuk mensintesis
senyawa opin dan mengandung onkogen yang berperan untuk menyandi hormon
pertumbuhan auksin dan sitokinin.
Kultur akar berambut digunakan untuk mengantisipasi ketidakmampuan kultur sel
menghasilkan metabolit sekunder karena sel belum berdiferensiasi. Teknik merupakan metode
yang ideal untuk mempelajari kandungan senyawa aktif yang diproduksi tanaman karena akar
rambut dapat melakukan sintesis senyawa aktif yang diinginkan dan dapat tumbuh stabil dalam
media in vitro. Kultur akar rambut tersebut telah digunakan untuk mempelajari keberadaan
senyawa bioaktif seperti ribosome inactivating protein (RIP) atau senyawa bioaktif lainnya
(alkaloida, flavonoida, poliaetilena dan fitoaleksin) (Toppi et al. 1996; Savary and Flores 1994).
Faktor-faktor yang berpengaruh pada kultur akar berambut :
- Galur bakteri
- Spesies tanaman yang akan dikultur
- Bagian eksplan yang akan digunakan
- Komposisi media
- Inisiasi meliputi pertumbuhan, perkembangan, dan figure kultur.
Kelebihan:
1. Akar rambut dapat meningkatkan produksi dan kapasitas metabolit sekunder. Manipulasi
yang dapat dilakukan antara lain seleksi galur akar rambut yang produktif, optimasi kondisi
media kultur dan induksi produksi senyawa aktif dengan perlakuan elisitasi (Fu 1999).
2. Regenarasi dan kestabilan genetik yang tinggi
3. Dapat menggunakan medium tanpa penambahan zat pengatur tumbuh.
Kerugian:
1. Tidak semua metabolit sekunder yang diinginkan dihasilkan oleh kultur akar berambut
karena hasil metabolit sekunder dari kultur tersebut tidak dapat dipastikan.
2. Scalling up dengan bioreactor terlalu rumit.
(Fu, 1999)
2.5.2 Elisitasi
Elisitasi adalah suatu metode untuk meningkatkan fitoaleksin dan metabolit sekunder
lainnya dengan menambahkan berbagai elisitor biotik maupun abiotik pay Elisitor adalah
senyawa yang dapat merangsang keluarnya senyawa fitoaleksin dari tanaman. Elisitor dapat
berasal dari zat patogen asal (elisitor eksogen) dan senyawa dilepaskan dari tanaman oleh
sebagai aksi pertahanan diri (elisitor endogen). Elisitor dapat digunakan untuk meningkatkan
tanaman sintesis metabolit sekunder (Patel dan Krishnamurthy, 2013). Elisitor adalah suatu
senyawa biologis dan non biologis yang dapat menyebabkan peningkatan produksi fitoaleksin
bila ditambahkan pada tumbuhan atau kultur sel tumbuhan. Fitoaleksin tidak hadir pada
tanaman sehat tapi disintesis dalam respon terhadap patogen yang menyerang atau stres sebagai
bagian dari respon pertahanan tanaman dan dibatasi untuk jaringan yang terkena oleh jamur
dan sel-sel di sekitar tempat terjadinya infeksi (Lambert et al., 2011). Elisitor terdiri atas dua
kelompok, yaitu elisitor abiotik dan elisitor biotik (Angelova et al., 2006). Elisitor biotik dapat
dikelompokkan dalam elisitor endogen dan elisitor eksogen. Elisitor endogen umumnya berasal
dari bagian tumbuhan itu sendiri, seperti bagian dari dinding sel (oligogalakturonat) yang rusak
oleh suatu serangan patogen melalui aktivitas enzim hidrolisis atau membran plasma yang
mengalami kerusakan karena luka. Sedangkan elisitor eksogen adalah elisitor yang berasal dari
luar tumbuhan atau dari luar sel misalnya elisitor yang berasal dari komponen dinding sel jamur
(Namdeo, 2007).
2.5.3 Overexpressing dengan PMT dan H6H
Kultur akar meningkatkan produksi mettabolit sekunder yang berharga di banyak
tanaman, dan budaya berskala besar dari akar rambut beberapa jenis tumbuhan obat telah
dilaporkan sejauh ini. Biologi molekuler dan biokimia jalur biosintesis TAs telah dipelajari
dengan baik pada spesies tanaman penghasil obat Solanaceae. Lima gen fungsional yang
terlibat dalam biosintesis TAs masing-masing mengkodekan putresin N-methyltrans- ferase
(PMT), tropinone reduktase I (TR I) dan II (TR II), CYP80F1 dan hyoscyamine 6β-hydroxylase
(H6H) (Yang, 2011).
PMT adalah enzim spesifik alkaloid pertama yang dilakukan untuk biosintesis TA, yang
mengkatalisis N-methylation untuk membentuk N-methylputrescine. Peraturan ekspresi gen
pmt telah terbukti penting untuk meningkatkan produksi alkaloid pada kultur akar rambut
Datura metel dan Hyoscyamus muticus. Namun, dalam beberapa kasus, terlalu banyak ekspresi
amogen eksogen dalam konstruksi yang sama tidak dapat memperbaiki produksi alkaloid
seperti yang diharapkan. Ditemukan bahwa peningkatan ekspresi pmt saja tidak cukup untuk
meningkatkan produksi alkaloid masing-masing pada tanaman A. belladonna atau akar akar
hibrida Duboisia. Berbeda dengan efek PMT yang berlebihan terhadap peningkatan produksi
TA, dapat disimpulkan bahwa terlalu banyak produksi H6H meningkatkan produksi
skopolamin tanpa kecuali pada spesies tanaman penghasil TA (Yang, 2011).
BAB III
PEMBAHASAN

Metode produksi senyawa aktif melalui teknik kultur jaringan dipandang lebih efisien
jika dibandingkan dengan cara konvensional. Bahan yang diperoleh dengan teknik kultur
jaringan dalam keadaan seragam sehingga tidak ada masalah dalam standarisasi. Dengan teknik
kultur jaringan juga dapat dilakukan perekayasaan sehingga diperoleh senyawa aktif dengan
kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan cara konvensional. Salah satu teknik kultur
jaringan untuk produksi metabolit sekunder adalah kultur akar rambut (Hairy Root Culture).
Kultur akar rambut adalah induksi pembentukan struktur akar rambut dengan menginfeksikan
Agrobacterium rhizogenes pada tanaman yang akan dikultur. Agrobacterium mempunyai
kemampuan untuk mentransfer sebagian bahan DNA nya pada sel tanaman melalui pelukaan.
DNA yang ditransfer disebut dengan T-DNA merupakan potongan beberapa ratus kilo basa dari
plasmid yang dikenal dengan Ri plasmid (root inducing plasmid) (Wahyuni dkk., 2015).
Kelebihan teknik kultur akar rambut dibandingkan dengan teknik yang lain adalah relatif
seragam, memiliki kestabilan genetik yang tinggi, dan dapat menggunakan medium tanpa
penambahan zat pengatur tumbuh,di samping itu mudah dimanipulasi untuk meningkatkan
produktivitasnya (Toruan-Mathius dkk., 2006). Pada makalah ini akan dibahas mengenai kultur
akar rambut pada Atropa belladonna untuk memproduksi alkaloid tropan berdasarkan dua
jurnal acuan. Jurnal acuan pertama dilakukan manipulasi untuk meningkatkan produktivitasnya
dengan cara elisitasi menggunakan elisitor nitrat. Sedangkan jurnal acuan dua dilakukan
peningkatan produksi alkaloid tropan dengan menggunakan ekspresi gen pmt dan h6h. Berikut
adalah pemaparan mengenai metode dan hasil masing-masing jurnal.
3.1 Jurnal Acuan I
A. Metode Kultur Jaringan
Pada penelitian yang dilakukan oleh Chashmi et al (2010) dilakukan penelitian
mengenai pengaruh konsentrasi nitrat pada produksi dua alkaloid tropan yaitu scopolamine dan
atropine. Metode ini disebut dengan elisitasi. Elisitasi merupakan teknik untuk menginduksi
secara simultan pembentukan metabolit sekunder. Elisitasi dapat dilakukan dengan
menambahkan elisitor. Elisitor merupakan suatu senyawa biologis dan non biologis yang dapat
menyebabkan peningkatan produksi metabolit sekunder bila ditambahkan pada tumbuhan atau
kultur (Buitelaar et al., 1991). Adapun tahap-tahap yang dilakukan adalah yaitu biji Atropa
belladonna direndam dengan alkohol 70% selama 70 detik dan natrium hipoklorit selama 20
menit, kemudian dibilas dengan air suling steril lebih dari lima kali. Biji yang telah disterilkan
ditanam ke dalam media MS untuk perkecambahan. Planlet yang diperoleh disubkultur pada
media MS yang ditambahkan dengan 3% sukrosa; 0,1 mg/L IAA, dan 1 mg/L BA. Kultur
tersebut diinkubasi pada suhu 28oC dengan pencahayaan 16 jam selama sehari. Hasil tunas yang
diperoleh lalu dikultur pada media MS yang telah ditambahkan 0,2 mg/L IAA dan dengan
konsentrasi KNO3 yang berbeda (0, 15, 35, dan 95 mM). Kultur tersebut diinkubasi pada suhu
28oC dengan pencahayaan 16 jam/hari selama 28 hari. Seluruh tanaman dipisahkan dari
medium, kemudian berat tunas dan akar, tinggi dan panjang akar tanaman diukur (Chashmi et
al, 2010).
a. Transformasi Tanaman
Eksplan daun yang diinfeksi dengan Agrobacterium rhizogenes AR15834 ditanam
dalam media MS tanpa hormon dan mengandung sefotaksin 200 mg/L. Eksplan daun yang tidak
terinfeksi ditanam juga dalam media sebagai kontrol. Pertumbuhan akar rambut dimulai dua
minggu inokulasi. Akar yang muncul pada eksplan dipindahkan ke media. Transgenik akar
rambut dikonfirmasi dengan menggunakan teknik PCR dan menggunakan spesifik primer rolB.
Tingkat perumbuhan akar rambut dan kontrol diukur sampai 14 hari pada media MS tanpa
hormon. Akar rambut diberikan nitrat dengan konsentrasi yang berbeda (0, 15, 35, dan 95 mM)
dalam 100 mL labu yang mengandung 30 mL medium MS tanpa hormon. Kultur diinkubasi
dalam ruang gelap pada suhu 27oC pada pengocok orbital dengan kecepatan 110 rpm selama
dua minggu. Setelah itu, akar ditimbang dan disimpan untuk ekstraksi alkaloid tropan (Chashmi
et al, 2010).
b. Ekstraksi dan Analisis Kandungan Alkaloid Tropan
Ekstraksi alkaloid tropan dilakukan dengan cara refluks menggunakan etanol 96% yang
kemudian diuapkan. Residu kering dilarutkan dengan H2SO4 5% dan dietil eter (1:1). Kemudian
fase air tidak berwarna dikumpulkan dan nilai pH nya disesuaikan hingga 10 dengan
menggunakan NaOH 10 mM. Kemudian ditambahkan CHCl3 dan digoyangkan. Fase CHCl3
dikumpulkan dan diuapkan. Residu kering kemudian dianalisis. Analisis kuantitatif atropine
dan skopolamin menggunakan HPLC (Chashmi et al, 2010).
c. Uji Klorofil dan Antosianin
Klorofil diekstraksi dengan 80% aseton dari sampel daun (Arnon, 1949). Ekstraknya
disaring dan kandungan klorofil a dan b ditentukan dengan spektrofotometri pada panjang
gelombang 645 dan 663 nm. Kandungan klorofil dinyatakan sebagai mg/g FW. Kemudian
dilakukan ekstraksi antosianin. Sampel daun dihomogenkan dalam mortir menggunakan
stamper dengan tambahan 3 mL 1% HCl:metanol (1:99, v / v). Sampel yang telah homogen
disentrifugasi pada 15000 × g selama 30 menit pada suhu 4oC, kemudian supernatan tersebut
disaring melalui kertas Whatman No.1 untuk menghilangkan partikel dan disimpan dalam
kondisi gelap pada suhu 3°C selama semalam. Jumlah antosianin ditentukan dari absorbansi
pada panjang gelombang 550 nm dengan menggunakan koefisien ekstingsi antosianin (ε=33000
cm-2 mol-1) (Chashmi et al, 2010).
d. Analisis Statistik
Semua data dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak MSTAT-C. Duncan’s
multiple range test digunakan untuk mengukur perbedaan secara statistik antara kelompok
perlakuan dan kontrol dimana nilai P ≤ 0,05 atau P ≤ 0,01 dianggap berbeda secara signifikan
(Chashmi et al, 2010).

B. Hasil
a. Pertumbuhan Akar Rambut
Tingkat pertumbuhan akar rambut pada media MS cair diukur sampai 14 hari. Pada
periode ini tingkat pertumbuhan akar transgenik adalah 0,68 g/hari, sedangkan 0,09 g/hari untuk
kontrol (akar tanaman planlet). Disimpulkan bahwa akar tanaman yang terinfeksi tumbuh 7,6
kali lebih cepat daripada kontrol yang tidak terinfeksi (Chashmi et al, 2010).

b. Efek Konsentrasi Nitrat pada Pertumbuhan


Pemberian nitrat mempengaruhi pertumbuhan akar rambut Atropa belladonna.Kultur
yang diberikan nitrat sebanyak 15 dan 35 mM selama dua minggu tidak menunjukkan jumlah
berat kering yang berbeda signifikan dengan kontrol.Sedangkan yang diberikan nitrat sampai
95 mM mengalami penurunan berat kering yang signifikan (Chashmi et al, 2010).
c. Analisis Alkaloid
Alkaloid tropane pada kultur akar rambut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan
tanaman. Jumlah atropin secara signifikan lebih tinggi pada kulturakar rambut dibandingkan
daun tanaman dan akar di pada pemberian nitrat. Kandungan skopolamin di akar rambut 10 kali
lebih tinggi daripada di organ tanaman utuh (Chashmi et al, 2010).
d. Uji Klorofil dan Antosianin
Hasil menunjukkan tidak ada perubahan yang cukup besar dalam kandungan klorofil a
dan b untuk kedua populasi.Umumnya, kandungan klorofil a dan b di tanaman Garmestan lebih
tinggi daripada pada tanaman Vaz.Kandungan antosianin tidak berbeda pada kedua
populasi(Chashmi et al, 2010).

C. Pembahasan
Pertumbuhan dan akumulasi alkaloid dipengaruhi oleh konsentrasi nitrat. Penerapan
konsentrasi rendah nitrat dalam media kultur menyebabkan meningkatnya kandungan alkaloid
pada akar rambut A. belladonna. Rasio atropin/skopolamin juga dipengaruhi oleh komposisi
media kultur. Ketika konsentrasi nitrat dinaikkan rasio atropin/skopolamin pada akar meningkat
1,1-1,5 kali dibandingkan dengan kontrol.
Ketika akumulasi skopolamin dan atropin dianalisis di berbagai organ tanaman Atropa
belladonna dari Vaz, dapat dilihat peningkatan rasio skopolamin/atropin secara bertahap dari
akar ke daun. Hasilnya menunjukkan bahwa ada peningkatan akumulasi skopolamin dan
atropin pada konsentrasi nitrat rendah, dan ini mungkin disebabkan oleh meningkatnya aktivitas
dalam jalur biosintesis senyawa ini, atau penurunan laju degradasi. Pada tanaman Garmestan,
kandungan dua alkaloid lebih tinggi daripada tanaman Vaz; Di sisi lain, kandungan klorofil
tanaman Garmestan lebih tinggi daripada tanaman Vaz. Mendoza dan Terdapat penelitian yang
melaporkan bahwa mungkin ini adalah korelasi antara produksi skopolamin dan aktivitas
fotosintesis dan dikatakan bahwa produksi skopolamin sesuai dengan peningkatan kadar
klorofil dan rasio klorofil a/klorofil b. Di seluruh tanaman, alkaloid tropane dibiosintesis di sel
akar dan ditranslokasi ke daun untuk penyimpanan (Rothe et al, 2003). Tampaknya hilangnya
rasio skopolamin/hyoscyamine pada akar dan peningkatan pada daun berdasarkan perlakuan
nitrat disebabkan oleh pengangkutan komponen ini dari akar ke daun. Kandungan skopolamin
di sisi lain tampaknya lebih dipengaruhi oleh perkembangan tanaman (Demeyer dan Dejaegere,
1992). Pertumbuhan tertinggi selalu dikaitkan dengan produktivitas alkaloid tertinggi. Sebagai
kesimpulan, perubahan kuantitatif dan kualitatif pada hasil alkaloid FW dan tropan pada
tanaman A. belladonna dan akar rambut disebabkan oleh modifikasi konsentrasi nitrat dalam
media. Secara umum, jumlah alkaloid pada tanaman sangat kecil dibandingkan dengan laju
transformasinya sedangkan akar rambut memiliki pertumbuhan yang cepat dibandingkan
dengan kultur umum tanaman ini. Jadi dapat dikatakan bahwa nitrat memiliki pengaruh yang
jelas terhadap kandungan alkaloid dan rasio atropin/skopolamin.

3.2 Jurnal acuan II


A. Metode Kultur Jaringan
Pada jurnal acuan II oleh Yang, et al., (2011), dilakukan peningkatan produksi alkaliod
tropan dalam kultur akar rambut dari atropa belladonna menggunakan
ekspresi gen pmt dan h6h. Atropa belladonna L. adalah tanaman yang memproduksi alkaloid
tropan yaitu hyoscyamin dan scopolamin, yang banyak digunakan sebagai agen
antikolinergik. Dalam penelitian ini, gen mengkodekan enzim yaitu putresin N-
methyltransferase (PMT) dan hyoscyamine 6β -hydroxylase (H6H) secara simultan
diekspresikan dalam kultur transgenik akar rambut dari A. belladonna. Telah banyak penelitian
yang membahas tentang kultur akar rambut, namun eksprsi gen PMT eksogen berlebih dalam
kondisi yang sama tidak dapat meningkatkan produksi alkaloid seperti yang
diharapkan. Penyisipan ekspresi PMT saja tidak cukup untuk meningkatkan produksi alkaloid
di tanaman A. belladonna, sedangkan banyaknya produksi H6H meningkatkan produksi
skopolamin tanpa kecuali pada spesies tanaman penghasil TAs yang telah
dilaporkan. Dalam H transgenik. muticus kultur akar rambut dengan h6h berlebih, klon terbaik
yang dihasilkan 17 mg / l skopolamin, yang merupakan lebih dari 100 kali lebih banyak dari
kontrol klon (Jouhikainen et al, 1999.); di h6h -overexpresing transgenik tanaman
A. belladonna , kandungan alkaloid dalam daun dan batang yang hampir sebagian besar
mengandung skopolamin. Namun tidak ada penelitian tentang transformasi PMT dan h6h pada
tanaman A. belladonna. Maka, dalam jurnal ini dibahas mengenai PMT dan H6H yang
diekspresikan dalam kultur akar rambut dari A. belladonna menggunakan metode PCR dan
HPLC untuk mengetahui bagaimana peningkatan jumlah TAs menggunakan kultur akar
transgenik dan non transgenik.
1. Strain dan plasmid
PXI berisi berisi dua kaset ekspresi yang terpisah untuk PMT dan h6h, keduanya
didorong oleh promoter CaMV 35S dan kaset II npt untuk mengatasi resistensi kanamisin
Plasmid pXI diisolasi dari Escherichia coli galur DH5α dan ditransformasikan menjadi strain
Agrobacterium tumefaciens C58C1 yang sudah dilukai dan mengandung plasmid
A.rhizogenes Ri pRiA4. Kloning positif, yang telah dikonfirmasi dengan PCR dan analisis
pencernaan enzimatik untuk mengetahui keberadaan gen PMT dan H6H, kemudian digunakan
untuk mentransformasikan jaringan A. belladonna untuk ekspresi
simultan PMT dan H6H. A. rhizogenes stran A4 digunakan untuk
mentransformasikan A. belladonna yang menghasilkan akar rambut digunakan sebagai kontrol
( kultur non-transgenik budaya akar rambut)
2. Pembentukan kultur akar rambut dengan / tanpa penambahan PMT dan H6H berlebih
Daun A. belladonna yang telah disterilkan diinokulasi dengan A. tumefaciens galur
C58C1 (pRiA4, PXI) yang membawa gen PMT dan gen H6H. Bagian daun lainnya diinfeksi
dengan A. rhizogenes galur A4 sebagai kontrol untuk menghasilkan kultur akar rambut non
transgenik. Akar yang dihasilkan pada pemotongan tepi yang dipotong dan dikultur pada media
MS padat bebas hormon, ditambah dengan 30 g /L sukrosa sebagai sumber karbon. Media
kultur ditambahkan dengan 250 mg/L karbenisilin untuk menghilangkan
kelebihan Agrobacterium dan 50 mg /L kanamisin sebagai selektif. Kultur klon akar
dipertahankan pada usia 25 tahun dalam keadaan gelap dan rutin disubkultur setiap 28
hari. Klon akar yang tumbuh cepat yang menunjukkan resistensi kanamisin tanpa kontaminasi
bakteri digunakan untuk membentuk garis akar yang berbulu. Sekitar 100 mg akar segar dengan
panjang 3 cm diinokulasi ke dalam labu erlenmeyer ukuran 150 ml yang mengandung 50 ml
media MS dan dilakukan sentrifugasi pada pengocok orbital pada suhu 100 rpm, 25 ºC dalam
gelap. 35 hari kemudian, kultur akar rambut dipanen untuk analisis kandungan kering, segar
dan TAs.
3. Analisis PCR gen rolC, PMT dan H6H
Analisis PCR dilakukan berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan oleh
Zhang et al., (2004). Genom DNA diisolasi dari sampel akar rambut dengan
menggunakan metode asetil trimetil amonium bromida (CTAB). DNA kemudian digunakan
dalam analisis PCR untuk mendeteksi keberadaan Agrobacterium rol (C), PMT, dan gen H6H
dalam jaringan akar rambut transgenik. Primer PCR untuk deteksi PMT adalah FPMT (5 -
GCCATTCCCATGAACGGCC-3) dan RPMT (5 - CCTCCGCCGATGATCAAAACC-
3) sedangkan primer FH6H (5 -CCGGAATTCGGATCCCAACGTATAGATTCTTC-3) dan
RH6H (5 -CGGGAATTCGGATCCCAAACCATCACTGCAAT-3) yang digunakan untuk
deteksi H6H. PCR dilakukan dengan melarutkan campuran reaksi 50 L, yang mengandung 1 L
primer masing-masing (10 molliter), 1L dari 10 mmolliter dNTP, 5L dari 10 PCR penyangga
(Mg2plus) dan 2,5 unit Taqr polimerase DNA (Takara) dengan 200 ng DNA genom sebagai
template. Untuk mendeteksi gen PMT, templat didenaturasi pada suhu 94°C selama 5 menit
diikuti oleh 35 siklus amplifikasi (1 menit pada suhu 94°C, 1 menit pada suhu 60°C, 45 menit
pada suhu 72°C) dan 5 menit pada suhu 72°C. Untuk mendeteksi gen H6h, templat didenaturasi
pada suhu 94°C selama 5 menit dengan 35 siklus amplifikasi (1 menit pada suhu 94°C, 1 menit
pada 54°C, 1,5 menit pada 72 ° C) dan 5 menit di 72°C. Kombinasi dari empat primer di atas
digunakan untuk mendeteksi secara simultan PMT dan H6H dari sampel akar rambut yang
berasal dari transformasi (garis T) dengan menggunakan kondisi PCR yang sama untuk
mendeteksi gen H6H.
4. Analisis HPLC Alkaloid Tropan
Alkaloid tropane yaitu hyoscyamine dan scopolamine pada akar rambut transgenic dan
garis akar rambut non transgenik diekstraksi. Kemudian dilakukan analisis HPLC dengan fase
gerak terdiri dari metanol dan larutan amonium asetat 0,05 mol / l (ditambah dengan 0,0025
mol / l SDS) dengan perbandingan 58:42. Kecepatan aliran adalah 1 ml per menit. Panjang
gelombang pendeteksi adalah 226 nm. Suhu kolom dengan ukuran 150 mm x 4,6 mm adalah
40ºC. Larutan injeksi sampel adalah 20 μl setiap waktu. Sampel standar hyoscyamine dan
scopolamine disiapkan dalam metanol pada konsentrasi akhir 1000 μg / ml dan diencerkan
menjadi 500, 250, 100, 50, 25, 10, 5 μg / ml.

B. Hasil
1. Pembentukan budaya akar rambut dengan / tanpa penambahan berlebihan pada PMT dan
H6H
Daun muda dari A. belladonna yang telah diplanlet sebanyak 4-5 daun (Gambar. 1A)
menunjukkan sensitivitas tinggi pada galur C58C1 (pRiA4 dan PXI) dan A4, akar berubah
muncul dari semua daun yang mengalami pelukaan pada hari ke-10 setelah
terinfeksi strain Agrobacterium (Gambar. 1B dan 1C). Transformasi akar yang diperoleh dari
C58C1 (pRiA4 dan pXI) atau A4 tidak menunjukkan perbedaan morfologi. Akar yang memiliki
banyak percabangan lateral, tumbuh sangat pesat pada media MS tanpa hormon (Gambar.
1D). Berdasarkan morfologi khas akar rambut, akar subkultur diubah oleh Ri plasmid, tapi
yang seharusnya dikonfirmasi pada tingkat molekuler. Sembilan independen berubah (dengan
berlebih dari PMT dan H6H) berbulu klon akar dan dua klon dari akar rambut non-transgenik
dikonfirmasi oleh genom PCR, kemudian masing-masing kultur menggunakan media MS cair
tanpa zat pengatur tumbuh (Gambar. 1E-H). Semua akar dikultur pada media MS cair
maksimum 35 hari setelah inokulasi dalam labu. Berikut ini merupakan hasil dari kultur akar
A. belladonna:
Gambar 3.1. Pembentukan kultur akar rambut dari A. belladonna. A: daun
muda A. belladonna diplantlet dan bebas dari bakteri; B: Akar yang berubah muncul dari
lokasi yang terluka setalah 10 hari terinfeksi Agrobacterium; C: akar yang berubah
tumbuh lagi setalah 20 hari terinfeksi dengan Agrobacterium; D: monoklon akar
berbulu; E&H: kultur akar berbulu dengan media MS cair tanpa penambahan zat
pengatur tumbuh tanaman (E: 10 hari kultur; F: 20 hari kultur; G: 30 hari kultur; H: 35
hari kultur)

2. Analisis PCR gen rolC, PMT dan H6H


Untuk mengkonfirmasi kultur akar berhasil diubah oleh target plasmid, digunakan genom
PCR untuk analisis gen rolC, PMT dan H6H dalam genom A. belladonna. Produk rolC-
specifik diperoleh dari A4, C58C1 dan semua akar rambut, dengan panjang 626 bp, sedangkan
produk PCR 626-bp tidak diperkuat oleh tanaman A. belladonna. Hal yang sama ditunjukkan
pada kultur akar berbulu yang resisten kanamisin, akar rambut transgenik dengan penambahan
berlebih dari PMT dan H6H, terdeteksi integrasi PMT dan h6h ke dalam genom. Klon akar
berbulu transgenik dengan penambahan berlebih dari PMT dan h6h menghasilkan 462-
bp PMT-spesifik, produk PCR dan 1177-bp H6H produk PCR-spesifik, keduanya dapat
diperkuat dari kontrol positif, PXI; sementara PMT atau H6H tidak dapat dideteksi pada
tanaman jenis lain A. belladonna (Gambar. 2). Berdasarkan analisis PCR genomik, dapat
disimpulkan bahwa akar rambut transgenik dengan / tanpa berlebih
dari PMT dan H6H diperoleh dalam penelitian ini.
Gambar 3.2. Deteksi rolC, PMT dan gen H6H oleh genom PCR; M: DNA marker
(DL2000); C58C1: transformasi A. tumefaciens strain C58C1 dengan plasmid dari pRiA4
dan PXI membawa PMT dan h6h; Agrobacterium rhizogenes A4; WT:
tanaman A. belladonna; T2-28: berbeda independen-transgenik garis akar rambut dengan
berlebih dari PMT dan H6H; H52: non-transgenik berbulu akar (tanpa penambahan
berlebih dari PMT dan H6H)

3. Analisis HPLC Alkaloid Tropan


Hiosiamin dan skopolamin terdeteksi di akar tanaman A. belladone, akar rambut non-
transgenik (tanpa penambahan berlebih dari PMT dan H6H) dan transgenik (dengan
penambahan berlebih dari PMT dan H6H). TAs yaitu hyoscyamine dan scopolamine dapat
dideteksi pada semua sampel yang diuji. Dalam analisis HPLC, waktu penyimpanan
hyoscyamine asli adalah sekitar 9,1 (Gambar 3A), dan dari skopolamin asli sekitar 7,6 menit
(Gambar 3B). Waktu penyimpanan hyoscyamine dan scopolamine dalam sampel sama dengan
alkaloid asli (Gambar 3C). Total tingkat TAs di semua kultur akar rambut transgenik maupun
non-transgenik yang terdeteksi bertambah. Kloning akar rambut transgenik terbaik (T3)
menghasilkan 3,21mg / g DW TAs, yang hampir 10 kali lipat dibandingkan dengan akar
tanaman jenis lain (0,09 mg / g DW hyoscyamine, 0,22 mg / g DW scopolamine dan 0,33 mg /
g DW TAs) dan 8 kali dibandingkan dengan kultur akar rambut non transgenik (H52) (0.195mg
/ g DW hyoscyamine, 0.198mg / g DW scopolamine dan 0.39mg / g DW TAs). T3
menghasilkan hyoscyamine 2.20mg / g DW pada tingkat tertinggi, yang masing-masing 24 kali
lipat dibandingkan dengan jenis akar liar (0,09mg / g DW hyoscyamine) dan 11 kali
dibandingkan dengan garis akar rambut non transgenik H52; dan 1,00mg / g DW scopolamine
pada tingkat tertinggi kedua di antara akar rambut transgenik. Garis akar rambut transgenik
yang berbeda menunjukkan kemampuan memproduksi TAs yang berbeda, di mana kadar
hyoscyamine dan scopolamine juga bervariasi. Namun, semua akar rambut transgenik yang
terdeteksi menghasilkan banyak TAs daripada akar rambut non-transgenik, hal ini
membuktikan bahwa penambahan berlebih dari gen H6H dan PMT dan dapat meningkatkan
biosintesis TA pada tanaman A. belladonna.
Gambar 3.3. Analisis HPLC hyoscyamine dan scopolamine. A: Analisis HPLC pada
hyoscyamine asli; B: Analisis HPLC dari skopolamin asli; C: Analisis HPLC dari
hyoscyamine dan scopolamine pada sampel

C. Pembahasan
Kultur akar rambut dipandang sebagai alat produksi biomassa yang efisien karena akar
rambut yang tumbuh dengan cepat dalam stabilitas genetik dan biosintesisnya (Carvalho dan
Curtis, 1998). Kultur akar rambut memiliki keuntungan untuk produksi metabolit sekunder
dalam jumlah yang banyak dibandingkan dengan tanaman aslinya. Lima gen fungsional yang
terlibat dalam biosintesis TAs masing-masing mengkodekan putresin N-methyltransferase
(PMT), tropinone reduktase I (TR I) dan II (TR II), CYP80F1 dan hyoscyamine 6 β-
hydroxylase (H6H). Hal ini memungkinkan untuk merancang jalur biosintesis TAs pada spesies
tanaman yang diinginkan. Beberapa gen telah digunakan secara genetik untuk memodifikasi
jalur biosintesis TAs dengan spesies tanaman yang berbeda , salah satunya
seperti hyocyamus niger (Zhang et al., 2004), dan spesies Atropa (Rothe et al. ,2003). Di
antara lima gen, PMT dan H6H umumnya dianggap sebagai gen yang digunakan sebagai
enzim. PMT adalah enzim utama pada alkaloid khususnya untuk biosintesis TAs, yang
mengkatalisis N-metilasi untuk membentuk N-methylputrescine
(Hibi et al., 1992). Ekspresi gen PMT telah terbukti sangat penting untuk meningkatkan
produksi alkaloid dalam kultur akar rambut dari Datura metel dan Hyocyamus
muticus (Moyano et al., 2003). Namun, dalam beberapa penelitian, PMT berlebih dalam
kondisi yang sama tidak dapat meningkatkan produksi alkaloid seperti yang
diharapkan. Ditemukan bahwa peningkatan ekspresi PMT saja tidak cukup untuk
meningkatkan produksi alkaloid di tanaman
A. belladonna (Rothe et al., 2003). Overekspresi gen PMT dan gen H6H pada akar
rambut A. belladonna bertujuan untuk meningkatkan produksi hiosiamin dan skopolamin. Pada
tahun 2004, Zhang et al melaporkan bahwa PXI berlebih di akar rambut dari H. niger
meningkatkan produksi hyoscyamine dan skopolamin, dan menemukan bahwa kultur
transgenik akar rambut penambahan kombinasi PMT dan H6H lebih efisien daripada hanya
menggunakan salah satu dari dua gen tersebut (Zhang et al., 2004). Dapat disimpulkan bahwa
ada sinergi antara PMT dan H6H. Misalnya ketika gen H6H saja diekspresikan melalui kultur
transgenik pada tanaman A. belladonna, kandungan alkaloid tropan dari daun maupun batang
hampir secara keseluruhan dapat meningkatkan skopolamin (Yun et al., 1992). Secara teknis,
overekspresi baik itu PMT dan H6H adalah metode alternatif, yang telah terbukti dalam
peningkatan TAs yaitu hyoscyamine dan scopolamine. Sebagai contoh garis akar transgenik T3
dan T13 dapat menghasilkan hyoscyamine dan scopolamine pada tingkat yang lebih
tinggi. Jadi, strategi transformasi double gen akan menjadi hal yang baik dari rekayasa
metabolisme TA biosintesis jalur A. belladonna .

Gambar 3.4. Kandungan TAs di garis akar rambut yang berbeda dan di
akar A. belladonna. T: transgenik garis akar rambut dengan berlebih
dari h6h PMT dan; H: non-transgenik garis akar rambut tanpa
ekspresi h6h PMT dan; WT: akar tipe A liar. tanaman belladonna

Kultur akar rambut transgenik adalah sistem ideal untuk penelitian. Dalam penelitian
pada jurnal ini, dilakukan kultur transgenik akar rambut A. belladonna dengan penambahan
berlebih PMT dan H6H. kultur transgenik akar rambut menunjukkan peningkatan produksi
dari TAs. Dalam penelitian tersebut, transformasi gen ganda yang
mengekspresikan PMT dan H6H berhasil digunakan secara genetik untuk memodifikasi TAs
melalui jalur biosintesis A. belladonna. Kultur transgenik akar rambut
dari A. belladonna diperoleh dalam penelitian ini dapat digunakan sebagai bioreactor untuk
menghasilkan hiosiamin dan skopolamin.
BAB IV
KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
1. Overexpression gen pmt dan h6h menghasilkan kadar alkaloid tropan yang lebih
tinggi daripada perlakuan dengan nitrat. Kadar alkaloid tropan pada kultur sel transgenik
sebesar 3,21 mg/g (2,00 mg/g hyosiamin dan 1 mg/g skopolamin). Kadar alkaloid tropan pada
perlakuan dengan nitrat menghasilkan kadar atropin tertinggi sebesar 0,23 mg/g pada
konsentrasi 35 mM. Kadar skopolamin tertinggi pada kedua kelompok tumbuhan (daun dan
akar) diperoleh dengan konsentrasi nitrat sebesar 15 mM.
2. Konsentrasi nitrat pada kultur akar akan mempengaruhi kadar alkaloid tropan di
dalamnya. Kadar skopolamin menurun dengan meningkatnya konsentrasi nitrat. Kadar atropin
meningkat dengan meningkatnya kadar nitrat, namun pada konsentrasi nitrat sebesar 95 mM,
kadar atropin menurun.
DAFTAR PUSTAKA
Angelova, Z., S. Gorgiev, dan W. Roos. 2006. Elicitation of Plants. Biotechnol & Biotechnol.
20(2):72-83.

Buitelaar, R.M., and Tramper, J.1991. Strategies to improve the production of secondary
metabolite with plants cell culture a literature review. In : Production and exretion of
secondary metabolites by plant cell cultures of Tagetes. p. 6-45

Carvalho EB, Curtis WR. 1998. Characterization of fluid flow resistance in root cultures with
a convective flow tubular bioreactor. Biotechnology and Bioengineering.60:375-384.

Chashmi, N. A., M. Sharifi, F. Karimi, and H. Rahnama. 2010. Differential Production of


Tropane Alkaloids in Hairy Roots and in vitro Cultured Two Accessions of Atropa
belladonna L. under Nitrate Treatments. Verlag der Zeitschrift für Naturforschung
65c:373-379.

Chashmi, N. A., M. Sharifi, F. Karimi, H. Rahnama.2010.Differential Production of Tropane


Alkaloids in Hairy Roots and in vitro Cultured Accessions of Atropa belladonna L.
under Nitrate Treatments.Z. Naturforsch.Vol.65 (5-6):373-379.

Demeyer K. and Dejaegere R. 1992. Effect of The Nitrogen Form Used in The Growth Medium
(NO3–,NH4+) on Alkaloid Production in Datura stramonium L. Plant Soil 147:79-86.

EFSA. 2008. Scientific Opinion of the Panel on Food Additives, Flavourings, Processing Aids
and Food Contact Materials on a request from the Commission on the results of the
study by McCann et al. (2007) on the effect of some colours and sodium benzoate on
children’s behaviour. The EFSA Journal 660, 1-5.

Fu, T. J. 1999. Plant Cell and Tissue Culture for the Production of Food Ingredient. New York:
Kluwer Academic/Plenum Publishers.

Gunawan. L. W. 1988. Teknik Kultur Jaringan. IPB: Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman.

Hashimoto T, Hayashi A, Amano Y, Kohno J, Iwanari H, Usuda S, Yamada Y .1991.


Hyoscyamine 6-hydroxylase, an enzyme involved in tropane alkaloid biosynthesis, is
localized at the pericycle of the root. Journal of Biological Chemistry 226: 4648-4653

Hendaryono dan Wijayani. 1994. Teknik Kultur Jaringan Pengenaan dan Petunjuk
Perbanyakan Tanaman secara Vegetatif Modern. Yogyakarta: Kanisius.

Hibi N, Fujita T, Hatano M, Hashimoto T, Yamada Y .1992. Putrescine N-methyltransferase


in cultured roots of Hyoscyamus albus. Plant Physiology 100:826–835

Kramer MS et al, 2009. Health and development outcomes in 6.5 y-old children breastfed
exclusively for 3 or 6 mo. Am J Clin Nutr. vol. 90(4): 1070-1074.

Lambert, E., Ahmad Faizal and Danny Geelen. 2011. Modulation of Triterpene Saponin
Production: In Vitro Cultures, Elicitation, and Metabolic Engineering. Appl Biochem
Biotechnology.

Leliqia N.P., Astuti K.W., Susanti N.M.P., Arisanti C.I.S. 2006. Buku Ajar Farmakognosi.
Jurusan Farmasi Universitas Udayana : Jimbaran. Pp. 2-3.
Mattjik, N. A. 2005. Peran kultur Jaringan Dalam Perbaikan Tanaman. Bogor: IPB.

Moyano E, Jouhikainen K, Tammela P, Palazón J, Cusidó RM, Piñol MT, Teeri TH, Oksman-
Caldentey KM .2003. Effect of pmt gene overexpression on tropane alkaloid
production in transformed root cultures of Datura metel and Hyoscyamus muticus.
Journal of Experimental Botany 54: 203-211

Namdeo, A. G. 2007. Plant Cell Elicitation for Production of Secondary Metabolites: A Review.
Pharmacognosy Reviews. 1(1):69-79.

Nillsson, O., and O. Olsson. 1997. Getting to the root: the role of the Agrobacterium
rhizogenesrol genes in the formation of hairy roots. Physiol Plant 100:463-473.

Pandiangan, D. 2011. Peningkatan Produksi Katarantin Melalui Teknik Elisitasi Pada Kultur
Agregat Sel Catharanthus roseus. Jurnal Ilmiah Sains. 11(2):1-8.

Patel, K., dan D. K. Patel. 2013. Medicine Importance, Pharmacological Actvivites, and
Analytical Aspects of Aloin: A Concise Report. Journal of Acute Disease. 262-269

Payne, G. F., V. Bringi, C. L. Prince, and M. L. Shuler. 1992. Plant Cell and Tissue Culture in
Liquid Systems. New York: John Wiley and Sons.

Rahardja, P. C., dan Wahyu, W. 2003. Aneka Cara Memperbanyak Tanaman. Jakarta:
Agromedia Pustaka.

Rajput, H. 2013. Effects of Atropa belladonna as an Anti-Cholinergic. Nat Prod Chem Res.
1(1): 1-2.

Rothe G, Hachiya A, Yamada Y, Hashimoto T, Dräger B .2003. Alkaloids in plants and root
cultures of Atropa belladonna overexpressing putrescine N‐methyltransferase.
Journal of Experimental Botany 54:2065-2070

Santoso, U. dan F. Nursandi. 2003. Kultur Jaringan Tanaman. Malang: Universitas


Muhammadiyah Malang Press

Savary, B. J., and H. E. Flores. 1994. Biosynthesis of defense-related protein in transformed


root cultures of Trichosanthes kirilowii Maxim var. Japonicum (Kitam). Plant Physiol.
106:1195-1204.

Sukma, D. 2004. Karakter Pertumbuhan Akar Rambut (Hairy Root) dari Paria Belut
(Trichosanthes cucumerina var. Anguina) pada Perlakuan Sukrosa dan Kasein
Hidrosilat dalam Media Kultur Jaringan, Sekolah Pasca sarjana IPB, Bogor

Toppi, L.S.D., P. Gorini, G. Properzi, L. Barbieri, and L. Spano. 1996. Production of ribosome
inactivating protein from hairy root cultures of Luffa cyllindrica (L) Roem. Plant Cell
Reports. 15:910-913

Toruan-Mathius, N., dkk. 2004. Kultur Akar Rambut Cinchona ledgeriana dan C. succirubra
dalam Kultur in Vitro. Menara Perkebunan 72(2):72-78.
Ulbricht, C; Basch, E; Hammerness, P; Vora, M; Wylie Jr, J; Woods, J. 2004. An evidence-
based systematic review of belladonna by the natural standard research collaboration.
Journal of herbal pharmacotherapy. 4(4): 61–90.

Wahyuni, D. K., dkk. 2015. Induksi Akar Rambut Gandarusa (Justicia gendarussa Burm. f.)
dengan Perlakuan Perbedaan Lama Waktu Infeksi Agrobacterium rhizogenes strain
YM072001 dan A4T. Jurnal Bioslogos 5(2):38-45.

Yang, C., M. Chen, L. Zeng, L. Zhang, X. Liu, X. Lan, K. Tang dan Z. Liao. 2011. Improvement
of tropane alkaloids production in hairy root cultures of Atropa belladonna by
overexpressing pmt and h6h genes. Plants Omics Journal. 4(1):29-33

Yun DJ, Hashimoto T, Yamada Y .1992. Metabolic engineering of medicinal plants:


transgenic Atropa belladonna with an improved alkaloid composition. Proceedings of
the National Academy of Sciences 24:11799-803

Zhang L, Ding RX, Chai YR, Bonfill M, Moyano E, Oksman-Caldentey KM, Xu TF, Wang
ZN Zhang HM, Kai GY, Liao ZH, Sun XF, Tang KX .2004. Engineeringtropane
biosynthetic pathway in Hyoscyamus niger hairy root cultures. Proceedings of the
National Academy of Sciences 17:6786-6791.

Anda mungkin juga menyukai