Anda di halaman 1dari 35

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jenis rempah yang menjadi milik masyarakat dunia, selain cengkeh adalah kayu
manis. Bangsa Greek dan Roma memperoleh kayu manis dari pedagang-pedagang
Arab. Bangsa Portugislah yang mencari rempah-rempah, termasuk kayu manis,
dari tempat asalnya sekitar tahun 1500. Sri Lanka menjadi pengekspor kayu
manis, yang diperoleh dari pertanaman alam. Barulah 100 tahun kemudian, ketika
Belanda mulai berperan penting di Sri Lanka, kayu manis mulai diperkebunkan
(Sastrapradja, 2012).
Di dunia Internasional, kayu manis dikenal dengan nama cinnamon, berasal dari
bahasa Yunani, kinnamon. Selain sebagai bahan mentah makanan dan minuman,
produk ini bermanfaat untuk obat, industri kosmetik, minuman keras, rokok, roti,
permen, serta industri pestisida (Anonymousa, 2013).
Pohon kayu manis tidaklah tinggi. Daunnya hijau tua, tetapi yang muda berwarna
merah, indah. Dalam pembudidayaan, pohon kayu manis dipangkas agar
menghasilkan banyak anakan. Anakan-anakan inilah yang batangnya dikuliti
untuk tujuan komersial. Bagian dalam kulit batanglah yang bermanfaat untuk
diperdagangkan (Sastrapradja, 2012).
Kayu manis Indonesia merupakan spesies cinnamomum burmannii blum, batang
dan bubuknya terbuat dari kulit pohon kayu manis. Istilah botani kayu manis
adalah cassia vera, yang secara lokal dikenal sebagai kayu yang manis. Sebesar

85% kayu manis yang ditemukan di seluruh dunia saat ini berasal dari Indonesia.
Perkebunan terbesar kayu manis terdapat di pulau Sumatera (Anonymousb, 2014).
Secara umum pemasaran dianggap sebagai proses aliran barang yang terjadi
dalam pasar. Dalam pemasaran ini barang mengalir dari produsen sampai kepada
konsumen akhir yang disertai penambahan guna bentuk melalui proses
pengolahan, guna tempat melalui proses pengangkutan dan guna waktu melalui
proses penyimpanan (Sudiyono, 2004).
Biaya tata niaga adalah semua ongkos yang dikeluarkan secara langsung dalam
pemberian jasa kegiatan tata niaga seperti, handling, packing, transport, grading,
sorting, dan lain-lain. Dalam konsep biaya, panen komoditas pertanian harus
dipandang sebagai kegiatan tata niaga. Jika kegiatan panen dipandang sebagai
kegiatan panen saja maka pengeluaran-pengeluaran untuk keperluan kegiatan ini
dipandang sebagai biaya produksi, dan bila dipandang sebagai kegiatan tata niaga
maka pengeluaran-pengeluaran untuk keperluan ini dipandang sebagai biaya tata
niaga (Hanafiah, 1986).
Margin tata niaga adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan perbedaan
harga yang dibayar kepada penjual pertama (biasanya petani produsen) dan harga
yang dibayar oleh pembeli akhir (konsumen akhir) (Anonymousc, 2014).
Analisis biaya dan margin tata niaga sangat penting dalam memperbaiki sistem
tata niaga. Tinggi rendahnya ongkos/biaya tata niaga dapat mempengaruhi
efisiensi tata niaga. Disamping itu margin tata niaga terdiri dari berbagai macam
biaya-biaya dalam menyalurkan barang dari produsen ke konsumen. Sehingga,
jika terjadi kesalahan analisis dalam menentukan biaya dan margin dari suatu

produk maka biaya yang dikeluarkan oleh produsen akan tinggi dan dapat
dikatakan tidak efisien serta margin yang diperoleh juga besar dan akibatnya
harga yang diterima konsumen akhir semakin tinggi.
Dengan melakukan analisa biaya dan margin tata niaga yang tepat, maka seluruh
pelaku kegiatan tataniaga akan diuntungkan. Produsen akan menerima harga yang
sesuai atas produknya, middle-man/perantara juga tetap mendapatkan keuntungan
yang sesuai dengan fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan terhadap produk, serta
konsumen juga tidak merasa terbebani dengan harga komoditas yang mahal
karena biaya produksi dan panjangnya rantai pemasaran.
Karena analisa biaya dan margin tata niaga dianggap penting dan kayu manis
adalah salah satu tanaman hutan yang berpotensi untuk dikembangkan baik
didalam negeri maupun untuk di ekspor ke luar negeri maka kami mengambil
judul Analisis Tataniaga Kayu Manis (Cinnamomumburmannii [Nees] Bl) Studi
Kasus: Desa Sampean, Kec. Dolok Sanggul, Kab. Humbang Hasundutan sebagai
bahan penelitian tugas mata kuliah Tata Niaga Pertanian.
1.2 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan laporan ini adalah:
1. Untuk menilai biaya dan margin tata niaga Kayu Manis di Desa Sampean Kec.
Dolok Sanggul, Kab. Humbang Hasundutan.
2. Untuk menilai efisiensi tata niaga Kayu Manis di Desa Sampean Kec. Dolok
Sanggul, Kab. Humbang Hasundutan.
3. Untuk menemukan cara memperbaiki metoda, organisasi serta kebijaksanaan
sistem tata niaga yang dapat mendukung kenaikan produksi serta pendapatan

petani Kayu Manis di Desa Sampean Kec. Dolok Sanggul, Kab. Humbang
Hasundutan.
1.3 Kegunaan Penulisan
Adapun kegunaan dari penulisan laporan ini adalah:
1. Sebagai Salah Satu Tugas Praktikum Tata Niaga Pertanian Program Studi
Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan.
2. Sebagai bahan referensi bagi pembaca dan tambahan ilmu pengetahuan bagi
kalangan akademisi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Botani Komoditi
Menurut Rismunandar dan Paimin (2001), sistematika kayu manis adalah sebagai
berikut:
Kingdom

: Plantae

Divisi

: Spermatophyta

Sub divisi

: Angiospermae

Kelas

: Dicotyledoneae

Ordo

: Ranales

Famili

: Lauraceae

Genus

: Cinnamomum

Spesies

: Cinnamomum

burmannii,

Cinnamomum

chinense

Bl.

Cinnamomum dulce Nees.


Daun kayu manis duduknya berseling panjangnya sekitar 9-12 cm dan lebar 3,45,4 cm, tergantung jenisnya. Warna pucuknya kemerahan, sedangkan daun tuanya
hijau tua. Bunganya berkelamin dua atau bunga sempurna dengan warna kuning.
Kelopak bunga berjumlah enam helai dalam dua rangkaian. Benang sarinya
berjumlah 12 helai terangkai dalam empat kelompok. Buahnya adalah buah buni
berbiji satu dan berdaging. Bentuknya bulat memanjang. Warna buah muda hijau
tua dan buah tua ungu tua. Panjang buah sekitar 1,3-1,6 cm dan diameter 1,32 cm
dan diameter 0,59-1,68 cm, tergantung jenis kayu manis.

Kulit batang pokok, cabang dan ranting mengandung minyak asiri dan merupakan
komoditas ekspor. Umumnya kayu manis relatif cepat pertumbuhannya,
mempunyai mahkota pohon cukup padat, berakar dalam, dan berdaya regenerasi
kuat. Karakter tanaman ini menjadikan kayu manis sebagai tanaman penghijauan
(Rismunandar, 2001).
Kayu manis dapat ditemukan tumbuh liar di hutan pada ketinggian 0-2000 m dpl.
Namun, tumbuh baik pada tanah yang subur, gembur, agak berpasir, dan kaya
bahan organik pada ketinggian 500-1500 m dpl. Perbanyakan kayu manis ini
dengan biji atau tunas berakar. Dalam perdagangan dikenal dengan nama
Cassiavera, digunakan sebagai bumbu masak, bahan penyedap untuk pembuatan
kue atau sebagai ramuan obat (Dalimartha, 2009).
2.2 Manfaat Komoditi
Sebelum Masehi, kulit kayu manis dikenal sebagai sumber pewangi untuk
membalsam mumi raja-raja Mesir serta peningkat cita rasa masakan dan
minuman. Aroma kulitnya ini berasal dari minyak asiri yang diperoleh melalui
penyulingan uap. Minyak asiri juga dipakai sebagai komponen dalam obat
tradisional. Kloppenburg Versteegh menganjurkan bahwa kayu manis dapat
dijadikan jamu untuk penyakit disentri dan singkir angin. Bianchini, Corbetta dan
Kiangsiu mengatakan bahwa minyak kayu manis sudah ratusan tahun dikenal di
belahan dunia barat dan timur sebagai penyembuh reumatik, mencret, pilek, sakit
usus, jantung, pinggang, dan darah tinggi. Sementara Sumaryo Syu dalam buku
Resep Jamu Jawa mengemukakan bahwa untuk kesuburan wanita, kayu manis
dijadikan komponen jamu bersama dengan tanaman lain seperti bawang putih,
kencur, dan jiungrahap.

Manfaat lain minyak kayu manis adalah memiliki efek untuk mengeluarkan angin
(karminatif) dan membangkitkan selera atau menguatkan lambung (stomakik).
Selain itu, minyaknya dapat digunakan dalam industri sebagai obat kumur dan
pasta, penyegar bau sabun, deterjen, lotion, parfum, dan cream.
Untuk pengolahan makanan dan minuman, minyak kayu manis sudah lama
dimanfaatkan sebagai pewangi atau pengikat cita rasa, diantaranya untuk
minuman keras, minuman ringan (softdrink), agar-agar, kue, kembang gula,
bumbu gulai, dan sup (Rismunandar, 2001).
Rasa kulit kayu pedas, sedikit manis, bersifat hangat, dan wangi. Berkhasiat
menghilangkan dingin untuk menghangatkan lambung, meluruhkan keringat, anti
rematik, meningkatkan nafsu makan, dan meredakan nyeri. Kulit kayu, daun dan
akar juga berkhasiat obat. Untuk penyimpanan, kulit kayu dijemur dengan
menggunakan pelindung (Dalimartha, 2009).
2.3 Tata niaga sebagai Disiplin Ilmu
Perekonomian yang menyangkut persoalan cara kita berpencaharian dan cara kita
hidup, dapat dibagi ke dalam tiga aspek pokok, yaitu produksi, distribusi
(marketing) dan konsumsi. Dalam pengertian ekonomi, produksi dan distribusi
adalah kegiatan yang bertalian dengan penciptaan atau penambahan kegunaan
daripada barang dan jasa, sedang konsumsi adalah kegiatan yang bertalian dengan
penurunan kegunaan daripada barang dan jasa (Hanafiah, 1986).
Istilah tata niaga sering juga disebut pemasaran yang bersumber dari kata
marketing. Tata niaga merupakan kegiatan yang meliputi: kegiatan pembelian,
kegiatan menjual, kegiatan pembungkusan, kegiatan pemindahan, kelancaran arus

barang dan jasa dan sebagainya. Atau dengan lebih singkat tata niaga adalah
segala kegiatan yang bersangkut paut dengan semua aspek proses yang terletak
diantara fase kegiatan sektor produksi barang-barang dan jasa-jasa sampai
kegiatan sektor konsumen (Sihombing, 2010).
Tata niaga merupakan salah satu cabang aspek pemasaran yang menekankan cara
suatu produk dapat sampai ke tangan konsumen (distribusi). Tata niaga dapat
dikatakan efisien bila mampu mendistribusikan hasil produk kepada konsumen
dengan biaya semurah-murahnya dan mampu membagi keuntungan yang adil
kepada semua pihak yang ikut serta dalam kegiatan produksi dan tataniaga
(Tim Penulis PS, 2008).
Pemasaran pertanian merupakan bagian dari ilmu pemasaran pada umumnya,
tetapi dapat dianggap sebagai disiplin ilmu yang berdiri sendiri. Anggapan ini
didasarkan pada karakteristik produk pertanian yang khusus dan spesifik serta
subjek dan objek pemasaran pertanian itu sendiri. Tata niaga hasil pertanian
dikembangkan dengan lebih menitikberatkan aspek kebijakan atau intervensi
pemerintah. Fokus tata niaga lebih berpihak kepada petani (Anonymousd, 2006).

BAB III
RUANG LINGKUP DAN METODE
3.1 Metode
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan mengambil data
primer dan data sekunder. Data primer diolah dari wawancara langsung kepada
sampel yaitu: petani, pedagang pengumpul, pedagang besar dan pedagang
pengecer. Data sekunder diperoleh melalui lembaga terkait yaitu Badan Pusat
Statistik (BPS), melalui buku dan internet yang ada hubungannya dengan
penelitian ini.
Penelitian ini dilaksanakan dengan mensurvey tentang komoditi kayu manis dari
farm gate (petani) sampai ke konsumen akhir. Sampel penelitian dilakukan secara
purposive ke wilayah yang dituju yaitu Desa Sampean, Kecamatan Dolok
Sanggul, Kabupaten Humbang Hasundutan. Alat analisis

yang digunakan

meliputi marketing margin, perhitungan share, efisiensi dan elastisitas.


Model Marketing Margin adalah sebagai berikut:
MP = Pr Pf
Keterangan:
MP

= Marjin Pemasaran (Marketing Margin)

Pr

= Harga di tingkat Pengecer

Pf

= Harga di tingkat petani/produsen

10

Model Perhitungan share setiap fungsi adalah sebagai berikut:


Share Petani = Pf x 100%
Pr
Share Biaya = TC x 100%
MP
Share Profit = x 100%
MP
Keterangan:
Pf

= Harga di tingkat produsen

Pr

= Harga di tingkat konsumen

TC

= Total biaya keseluruhan (Total Cost)

= Total keuntungan seluruh tingkatan lembaga

MP

= Marjin Pemasaran (Marketing Margin)

Model perhitungan efisiensi adalah sebagai berikut:

E=

Jl+ Jp
Ot +Op

Keterangan:
E

= Efisiensi tata niaga

Jl

= Keuntungan lembaga tata niaga

Jp

= Keuntungan produsen

Ot

= Ongkos tata niaga

Op

= Ongkos produksi dan pemasaran yang dikeluarkan oleh petani produsen

Model perhitungan elastisitas adalah sebagai berikut:

11

E = 1 x Pf
b
Pr

dimana

b = Pr x Pf
Pf2

Keterangan:
E

= Elastisitas tata niaga

Pf

= Harga di tingkat produsen

Pr

= Harga di tingkat konsumen

3.2 Definisi Istilah yang digunakan


Definisi dari istilah-istilah yang digunakan:
1.

Biaya tataniaga adalah semua ongkos yang dikeluarkan secara langsung


dalam pemberian jasa kegiatan tata niaga seperti, handling, packing, transport,

grading, sorting,dan lain-lain.


2. Efisiensi adalah perbandingan antara besarnya keuntungan (profit) petani
produsen dan seluruh middlemen (perantara) yang terlibat dengan seluruh
ongkos tataniaga yang dikeluarkan oleh middlemen dan biaya produksi serta
ongkos pemasaran yang dikeluarkan oleh petani.
3. Elastisitas adalah persentase perubahan harga di tingkat konsumen dengan
persentase perubahan harga di tingkat produsen.
4. Marketing Margin adalah perbedaan harga yang dibayar konsumen akhir
dengan harga yang diterima oleh produsen.
5. Price spread adalah kelompok harga beli dan harga jual juga biaya-biaya tata
niaga menurut fungsi pemasaran dan margin keuntungan dari tiap lembaga.
6. Profit margin adalah rasio keuntungan kotor dibagi dengan penjualan bersih.
7. Share margin adalah angka-angka price spread yang dipersenkan terhadap
harga beli konsumen.

12

3.3 Pemilihan Kualitas Komoditi


Mutu dan kualitas kayu manis hanya ditentukan dan bergantung pada usia cabang
atau pohon dari mana ia di ambil, pada usia yang lebih muda maka kualitas kulit
kayu adalah kurang baik. Semakin muda tanaman dipanen, semakin rendah mutu
kulit yang dihasilkan. Makin tua umur tanaman dipanen, makin tebal kulit yang
diperoleh, makin tinggi produksi dan makin tinggi pula mutu kulit yang
dihasilkan.
Saat yang paling baik untuk memotong batang kayu manis adalah pada waktu
kulitnya mudah mengelupas. Keadaan ini hanya bisa dicapai setelah pohon kayu
manis mengalami kekeringan beberapa waktu yang disusul oleh musim hujan.
Kulit kayu manis yang terbaik diperoleh dari batang, makin besar batang makin
banyak kulit kayu manis yang diperoleh. Sedangkan kulit yang berasal dari
cabang mempunyai kualitas yang lebih rendah, oleh karena itu diusahakan sedapat
mungkin agar percabangannya sedikit.
Salah satu cara untuk mendapatkan kulit kayu manis yang bermutu baik adalah
dengan cara penanganan pasca panen yang baik. Penanganan pasca panen kayu
manis dimulai dari saat pemotongan, pengeringan sampai penyimpanan. Untuk
mengantisipasi cuaca mendung atau hujan, biasanya petani mengeringkan kulit
kayu manis dengan cara tradisional yaitu diangin-anginkan dengan cara
meletakkan kulit di atas rak-rak bambu atau diikat lalu digantung. Hal ini akan
memakan waktu yang relatif lama serta peluang terkena serangan mikroorganisme
akan besar yang akhirnya akan mengurangi mutu kulit kayu manis dan
menurunkan harganya. Untuk mengurangi resiko ini, dapat dilakukan dengan
pengeringan buatan sehingga pengeringan dapat dilakukan terus menerus tanpa

13

tergantung pada iklim, dapat menghemat waktu dan tenaga, dapat menghasilkan
kulit kayu manis kering yang lebih seragam dan mutu yang lebih baik
(Fitriyeni, 2011).
Kulit kayu manis yang berada di Desa Sampean tergolong kulit manis yang
berkualitas lumayan baik karena dipanen setelah berumur minimal 8 tahun sampai
10 tahun dan kulit yang dipanen adalah bagian batang pohon. Petani kayu manis
selalu memangkas cabang-cabang pohon agar tidak menghasilkan kulit cabang
yang mutunya rendah akan tetapi cara penanganan pasca panen kayu manis yaitu
pengeringan masih dilakukan secara tradisional, petani masih mengandalkan
cahaya matahari untuk proses pengeringan kayu manis yang telah dipanen.
3.4 Area/Lokasi serta Saluran (Channel) yang dipilih
Humbang Hasundutan adalah sebuah kabupaten di Sumatera Utara, Indonesia.
Dibentuk pada 28 Juli 2003, kabupaten ini mempunyai luas sebesar 2.335,33 km
dan ber-ibukotakan Dolok Sanggul. Kondisi fisik kabupaten ini berada pada
ketinggian 330-2.075 meter dpl. Menurut data tahun Sensus Penduduk 2010
penduduknya berjumlah 171.650 jiwa.
Mayoritas penduduk Humbang Hasundutan adalah petani. Komoditas pertanian
terbesar adalah kopi dengan luas panen 9.246 Ha dan produksi 6.461 ton
(Humbahas Dalam Angka 2007). Perkebunan kopi terdiri dari 48.45% luas lahan
pertanian dan perkebunan. Selain kopi, kabupaten ini juga kaya dengan
kemenyan. Dengan luas panen 5.235 Ha menghasilkan 1.278 ton. Luas lahan
kemenyan mencapai 23,16%. Komoditas lainnya adalah karet, kulit manis,

14

kenikir, coklat, kelapa sawit, aren, kelapa, tebu, jahe, cengkeh, andaliman dan
jagung.
Penelitian dilaksanakan di Desa Sampean. Objek penelitian adalah petani dan
pengumpul kayu manis serta para pelaku ekonomi pemasaran yang terkait dalam
saluran pemasaran. Saluran pemasaran untuk kayu manis di Desa Sampeanyaitu:
Petani Pengumpul Pedagang Besar Pengecer - Konsumen
3.5 Hambatan-hambatan yang dijumpai dalam Penelitian
Hambatan hambatan yang dijumpai dalam melakukan penelitian adalah akses
perjalanan menuju ke Desa Sampean yang belum diketahui para peneliti
sebelumnya sehingga perlunya peran supir dalam menemukan daerah penelitian.
Selain itu penurunan jumlah petani yang memiliki usahatani kayu manis juga
menjadi penghambat, dikarenakan mereka mulai melirik komoditi lain yang lebih
menguntungkan seperti karet dan kemenyan.

BAB IV
DESKRIPSI DAERAH, PELAKU DAN MATA RANTAI
PEMASARAN

15

4.1 Gambaran Wilayah dan Batas Wilayah


Desa Sampean yang menjadi lokasi penelitian termasuk ke dalam wilayah
Kecamatan Dolok Sanggul, Kabupaten Humbang Hasundutan. Desa Sampean
terdiri dari dua dusun, yaitu Dusun I dan Dusun II. Desa ini merupakan daerah
beriklim sejuk dengan topografi berupa daerah yang berbukit dan bergelombang
dengan selingan dataran. Desa Sampean memiliki luas wilayah 1100 Ha dan
terletak pada ketinggian 1100 m diatas permukaan laut dengan curah hujan
2150 mm/tahun serta suhu udara antara 20 0C - 32 0C. Desa ini berjarak 20 km
dari pusat kota Kecamatan Dolok Sanggul.
Adapun batas-batas wilayah Desa Sampean sebagai berikut:
a. Sebelah timur berbatasan dengan Huta Gurgur
b. Sebelah barat berbatasan dengan Pusuk I
c. Sebelah selatan berbatasan dengan Huta Gurgur selatan
d. Sebelah utara berbatasan dengan Sosor Tambok (BPS, 2011)
4.2 Fasilitas Wilayah
Berdasarkan data yang diperoleh desa memiliki luas wilayah 1100 Ha meliputi
pemukiman penduduk, persawahan, perladangan, perkebunan masyarakat, sekolah
dan perkantoran, jalan antar desa, hutan rakyat serta lahan kosong. Jumlah
penduduk desa sebanyak 560 jiwa, dimana laki-laki 240 jiwa dan perempuan 320
jiwa dengan jumlah keluarga 117 kk. Penduduk desa Sampean mayoritas
beragama Kristen Protestan dan bekerja sebagai petani dan sebagian wiraswasta.
Sarana dan prasarana yang ada dapat dilihat dari tabel berikut:
Tabel 1.1 Fasilitas desa
No Fasilitas

Jumlah

16

.
1
Gereja
2
Kamar mandi umum
3
Sekolah Dasar
4
Poskesdes
5
Kantor Desa
Sumber: Data Primer diolah

2
5
1
1
1

4.3 Jenis Komoditi


Jenis komoditi yang diteliti dalam laporan ini adalah kayu manis. Tanaman ini
merupakan tanaman tahunan sama halnya dengan pinus dimana produk yang
dihasilkan berupa kayu dan kulit. Produk kayu yang dihasilkan dapat
dipergunakan untuk bahan bangunan dan produk kulit bisa dijadikan bumbu
masakan. Di desa Sampean produk yang dihasilkan hanya kulit kayu manis saja.
Produk yang dihasilkan selanjutnya dijual oleh petani kepada pengumpul.
Tanaman kayu manis ini memiliki jarak tanam tidak teratur dan pengelolaan serta
pemeliharaan tanaman ini tidak ada perlakuan khusus. Tanaman ini dapat dipanen
saat berumur 10 tahun, dimana tanaman tersebut telah memiliki nilai jual. Untuk
penjualan produk yang dihasilkan tanaman ini, petani Desa Sampean menjual
kulit basah seharga Rp 6.000/Kg dan Pedagang pengumpul menjual kulit kering
seharga Rp 15.000/Kg.
4.4 Pelaku Tataniaga
4.4.1 Petani
Produsen adalah orang yang melakukan kegiatan produksi, yaitu menghasilkan
suatu barang atau jasa dalam jumlah tertentu. Produsen yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah petani kayu manis di Desa Sampean Kecamatan Dolok
Sanggul Kabupaten Humbang Hasundutan.

17

Jumlah petani yang mengusahakan kayu manis di Desa Sampean sebanyak 20


orang petani. Salah satunya adalah bapak Lerman Simanullang (54 tahun),
masyarakat asli Desa Sampean. Sejak 30 tahun yang lalu beliau sudah
menekuni usaha kayu manis ini. Beliau memiliki ladang kopi seluas 0,5 Ha.
Kayu manis yang dihasilkan adalah kayu manis yang tumbuh di ladang kopi
beliau. Menurut penuturan bapak Simanullang, pohon kayu manis dapat
dipanen setelah tumbuh selama 10 tahun dengan jumlah produksi sekali panen
adalah 20 30 Kg/Pohon.
Pohon kayu manis tidak dengan sengaja dibudidayakan di desa ini, biasanya
biji kayu manis dari pohon yang tua akan dimakan burung lalu jatuh dan
tersebar dihutan atau ladang, sehingga biji tersebut tumbuh menjadi bibit lalu
dipelihara dengan biaya produksi Rp 2.000/Kg biaya produksi yang dimaksud
meliputi pemakaian alat-alat untuk penyiraman, pemangkasan dan pemanenan.
Beliau mengambil keuntungan sebesar Rp 4.000/Kg dan menjual kayu manis
basah sebesar Rp 6.000/Kg kepada pedagang pengumpul.
4.4.2 Pedagang Pengumpul
Pedagang Pengumpul adalah pedagang yang membeli hasil produksi produsen
dalam jumlah yang besar untuk dijual kembali ke pedagang lainnya. Biasanya
pedagang pengumpul menunggu hasil dari petani kayu manis. Fungsi tataniaga
yang dijalankan anatara lain, pengeringan dan pengikisan kayu manis.
Pedagang pengumpul kayu manis di Desa Sampean bernama bapak Hotbin
Siringo-ringo (38 tahun). Beliau telah menjadi pedagang pengumpul kayu
manis sejak 3 tahun terakhir ini. Selain menjadi pengumpul kayu manis, beliau

18

juga merupakan pedagang pengumpul kemenyan dan petani padi sawah.


Dikarenakan kayu manis ini berproduksi 10 tahun sekali maka beliau tidak bisa
menggantungkan hidup hanya pada usaha pengumpulan kayu manis saja.
Beliau membeli kulit manis basah dari petani seharga Rp 6.000/Kg lalu beliau
mengeringkan dan mengikis kulit manis untuk siap dijual dengan biaya
masing-masing Rp 2000/Kg. Beliau mengambil keuntungan sebesar Rp
5.000/Kg Saat produk sudah siap dijual, beliau menjualkan produk kayu manis
ke pedagang besar seharga Rp 15.000/Kg.
Menurut penuturan beliau, produksi kayu manis di Desa Sampean ini dikatakan
cukup rendah, hal ini disebabkan oleh pohon kayu manis yang hanya
berproduksi 10 tahun sekali dan akar pohon yang sangat panjang dapat
merusak akar tanaman lain. Sehingga tidak ada kebun atau petani khusus yang
mengusahakan kayu manis ini.
4.4.3 Pedagang Besar
Pedagang besar adalah pedagang yang berperan sebagai penghubung antara
beberapa pedagang pengumpul dengan beberapa pedagang pengecer. Dalam
penelitian ini pedagang besar untuk komoditi kayu manis yang di jual oleh
pedagang pengumpul Desa Sampean bernama Juan Sitorus (40 tahun). Beliau
sudah menjadi pedagang besar semenjak 5 tahun terakhir. Beliau membeli kayu
manis dari pedagang pengumpul dengan harga Rp 15.000 dan menjualnya ke
pedagang pengecer di kota Medan seharga Rp 23.000 per Kg. Beliau hanya
melakukan fungsi pemindahan tempat yaitu transportasi dari Desa Sampean ke

19

kota Medan dengan biaya sebesar Rp 5.000/Kg dan mengambil keuntungan


sebesar Rp 3.000/Kg.
4.4.4 Pedagang Pengecer
Pedagang pengecer adalah pedagang yang berhubungan langsung dengan
konsumen. Dalam penelitian ini pedagang pengecer adalah pedagang kayu
manis di pasar Sentral Kota Medan yang bernama S. Silaban (42 tahun). Beliau
sudah menjadi pedagang di pasar Sentral selama 15 tahun. Beliau menuturkan
bahwa harga jual kayu manis di tingkat konsumen adalah Rp 30.000/Kg.
Beliau biasanya menerima pasokan kayu manis dari pedagang besar yang
langsung mengantar produk ke pasar Sentral. Beliau menjual kayu manis
dalam goni yang sudah disiapkan oleh beliau sendiri dengan biaya Rp
2.000/Kg dan bapak Silaban mengambil keuntungan sebesar Rp 5.000/Kg.
Bapak S.Silaban mengatakan bahwa harga kayu manis di pasar Sentral sangat
berbeda dengan pasar lain. Ada beberapa pasar yang mematok harga sangat
tinggi dan beliau menuturkan bahwa harga yang rendah di pasar Sentral ini
diakibatkan karena para pedagang tidak banyak mengambil untung dari produk
kayu manis.

4.5 Rantai Pemasaran

20

Berikut adalah bagan rantai pemasaran kayu manis di desa Sampean Kec. Dolok
Sanggul Kab. Humbang Hasundutan:
Petani Kayu
Manis

Pedagang
Pengumpul

Pedagang
Besar

Pedagang
Pengecer

Konsumen
Bagan 2.1 Bagan Saluran Pemasaran
Petani kayu manis di Desa Sampean menjual hasil produksinya berupa kulit basah
kepada pedagang pengumpul, lalu pedagang pengumpul mengeringkan dan
mengikis kulit basah dan dijual kepada pedagang besar. Lalu pedagang besar akan
mengantarkan kayu manis ke pedagang pengecer yang berada di Kota Medan.
Pedagang pengecer menjualkan kayu manis ini kepada konsumen di daerah kota
Medan dan sekitarnya.

BAB V

21

HASIL DAN PEMBAHASAN


5.1 Hasil
Adapun analisis margin kayu manis (Cinnamomum burmannii [Nees] Bl)yang
diperoleh dari penelitian yang dilakukan di Desa Sampean, Kecamatan Dolok
Sanggul, Kabupaten Humbang Hasundutan adalah sebagai berikut:
5.1.1

Analisis Price Spread

Tabel 1.2 Price Spread


N
Uraian
o
I Petani
Harga Jual
Biaya Produksi
Margin keuntungan
Nisbah Margin keuntungan
II Pedagang Pengumpul
Harga Jual
Harga Beli
Biaya
Pengeringan
Pengikisan
Margin keuntungan
Nisbah margin keuntungan
II
Pedagang Besar
I
Harga Jual
Harga Beli
Biaya
Transport
Margin keuntungan
Nisbah margin keuntungan
IV Pedagang Pengecer
Harga Jual
Harga Beli
Biaya
Pengemasan
Margin keuntungan
Nisbah margin keuntungan
V

Konsumen

Rp/Kg

6.000
2.000
4.000

20
6,6
13,3
2

15.000
6.000
4.000
2.000
2.000
5.000

50
20
13,3
6,6
6,6
16,6
1,25

23.000
15.000
5.000
5.000
3.000

76,6
50
16,6
16,6
10
0,6

30.000
23.000
2.000
2.000
5.000

1
76,6
6,6
6,6
16,6
2,5

22

Harga Beli

30.000

5.1.2 Profit Margin


Tabel 1.3 Profit Margin
Tingkat
I
II
III
IV

Profit Margin (%)


13,3
16,6
10
16,6

5.1.3 Total Biaya Setiap Tingkat


Tabel 1.4 Total biaya setiap tingkat
Tingkat

Pengeringan Pengikisan

I
II
III
IV
Total

6,6
6,6

Transportas
i

Pengemasan

16,6
16,6

6,6
6,6

6,6
6,6

Total
6,6
13,2
16,6
6,6
43

5.1.4 Total Ongkos dari Produsen ke konsumen


Tabel 1.5 Total Ongkos dari Produsen ke Konsumen
Tingkat
I
II
III
IV
Total

5.1.5

Nisbah
Profit
Margin

Biay
a

Penger
ingan

Peng
ikisa
n

Trans
portasi

Penge
masan

13,3
16,6
10
16,6
56,5

6,6
6,6

6,6
6,6

6,6
6,6

16,6
16,6

6,6
6,6

Perhitungan

a. Perhitungan Marketing Margin


MM = Pr Pf
MM = Rp 30.000 Rp 6.000
MM = Rp 24.000

Total

19,9
29,8
26,6
23,2
99,5

23

b. Perhitungan Share tiap fungsi


Share petani

= 6.000 x 100%
30.000

= 20%

Share biaya

= 13.000 x 100%
24.000

= 54,16%

Share profit

= 17.000 x 100%
24.000

= 70,83%

c. Perhitungan Efisiensi
E= Jl + Jp
Ot + Op

= 13.000 + 4.000
11.000 + 2.000

= 17.000
13.000

= 1,3 (efisien)

= 180.000
36.000

=5

= 6.000
18.000

= 0,04 (Inelastis)

d. Perhitungan Elastisitas
b = Pr - Pf
Pf2

= 30.000 x 6.000
6.0002

E = 1 x Pf = 1 x
b
Pr
5

6.000
30.000

5.2 Pembahasan
Kayu manis dari Desa Sampean dijual seharga Rp 30.000 kepada konsumen yang
berada di kota Medan dan sekitarnya. Harga yang terjangkau tentunya
memberikan manfaat yang lebih bagi konsumen itu sendiri. Selain kayu manis
memiliki khasiat yang baik bagi kesehatan manusia, kayu manis juga banyak
dimanfaatkan konsumen sebagai bumbu dapur untuk meningkatkan cita rasa
masakan. Dengan harga yang terjangkau, konsumen memiliki dua keuntungan
pertama, konsumen memperoleh manfaat dari kayu manis dan kedua, dengan
harga yang terjangkau konsumen dapat menghemat pengeluarannya.

24

Dari hasil analisis price spread dapat kita lihat apa saja komponen-komponen
yang membentuk harga di tingkat konsumen yaitu sebesar Rp 30.000,-.
Komponenkomponen tersebut meliputi biaya produksi petani, functional cost
dan keuntungan tiap tingkat lembaga pemasaran. Analisis price spread juga dapat
menunjukkan besar persentase komponen pembentuk harga terhadap harga akhir
di tingkat konsumen.
Analisis profit margin dapat menunjukkan besar persentase keuntungan tiap
tingkatan lembaga tata niaga terhadap harga akhir di tingkat konsumen. Dari
analisis ini kita juga dapat melihat lembaga mana yang mengambil keuntungan
paling besar dimana dalam hal ini lembaga yang paling besar mengambil
keuntungan adalah pedagang pengumpul dan pedagang pengecer.
Dari tabel 1.3 dapat kita lihat bahwa persentase biaya untuk memproduksi dan
memasarkan kayu manis adalah sebesar 43% dari harga akhir di tingkat
konsumen. Tabel 1.4 menerangkan tentang total ongkos dari produsen ke
konsumen yang dikeluarkan oleh masing-masing tingkatan. Dari tabel ini kita
dapat melihat apa saja functional cost yang dilakukan produsen dan lembaga
pemasaran serta berapa persentase functional cost masing-masing terhadap harga
akhir di tingkat konsumen. Tabel 1.4 menerangkan bahwa 56,5% dari harga akhir
merupakan persentase keuntungan seluruh tingkat lembaga tata niaga dan sebesar
43% dari harga akhir merupakan persentase biaya dan functional cost yang
dikeluarkan seluruh tingkat lembaga tata niaga sehingga jika dijumlahkan didapat
persentase sebesar 99,5% dari harga kayu manis yaitu Rp 30.000,-.

25

Marketing margin kayu manis adalah sebesar Rp 24.000, angka ini menunjukkan
perbedaan harga di tingkat produsen dan konsumen. Angka ini juga menunjukkan
bahwa sebesar Rp 24.000,- nilai kayu manis terdapat di dalam lembaga tataniaga
yang berperan dalam pemasaran kayu manis.
Dari perhitungan share setiap fungsi diperoleh persentase penerimaan petani
terhadap harga akhir konsumen atau share petani sebesar 20%. Persentase seluruh
biaya baik biaya produksi maupun functional cost yang dilakukan lembaga tata
niaga terhadap harga akhir konsumen atau share biaya sebesar 54,16%. Persentase
keuntungan yang diperoleh seluruh lembaga tataniaga terhadap harga akhir
konsumen atau share profit sebesar 70,83%.
Kriteria penilaian efisiensi pada penelitian ini adalah jika E < 1, tidak efisien ; E >
1, efisien. Dari perhitungan efisiensi diperoleh tingkat efisiensi sebesar 1,3 (E > 1)
maka tataniaga kayu manis dikatakan efisien. Artinya sistem tata niaga kayu
manis ini mampu menyampaikan kayu manis dari produsen kepada konsumen
dengan biaya yang murah dan mampu mengadakan pembagian yang adil dari
keseluruhan harga yang dibayar konsumen akhir kepada semua pihak yang terlibat
dalam kegiatan produksi dan tata niaga kayu manis tersebut.
Kriteria penilaian elastisitas pada penelitian ini adalah jika E < 1, inelastis ; E > 1,
elastis. Dari perhitungan elastisitas diperoleh tingkat elastisitas sebesar 0,04 (E <
1) maka tata niaga kayu manis dikatakan inelastis atau tidak elastis yang artinya
jika terjadi perubahan harga di tingkat produsen sebesar 10% maka perubahan
harga di tingkat konsumen mengalami perubahan sebesar 10% x 0,04 = 0,4% dan
sebaliknya.

26

Saluran tata niaga kayu manis di Desa Sampean dapat dikatakan sudah cukup
baik. Biaya yang dikeluarkan juga dalam batas wajar jika dilihat dari fungsi
pemasaran yang dilakukan oleh lembaga tata niaga. Akan tetapi jika ingin
meningkatkan pendapatan petani maka hal yang dapat dilakukan petani adalah
melakukan pengeringan kayu manis sebelum dijual ke pedagang pengumpul
sehingga harga jualnya juga akan tinggi. Tidak hanya kulit pohon kayu manis,
daun dan batang dari pohonnya sendiri juga dapat dijual oleh petani kayu manis
akan tetapi kendalanya disini tidak ada pedagang pengumpul atau konsumen yang
bersedia menerima produk pohon kayu manis yang berupa daun dan batang pohon
tersebut. Untuk itu dibutuhkan lebih banyak lagi pedagang pengumpul yang
memasarkan produk sampingan dari pohon kayu manis ini.
Dalam saluran tata niaga kayu manis ini terdapat 4 pihak yang terlibat yaitu
petani, pedagang pengumpul, pedagang besar dan pedagang pengecer sampai ke
tangan konsumen. Untuk mengurangi biaya dan margin tata niaga dapat dilakukan
jika petani mulai membudidayakan pohon kayu manis walaupun berproduksi 10
tahun sekali. Tetapi jika dibudidayakan secara intensif dalam jumlah banyak dan
ditanam dalam waktu yang berbeda-beda maka produksi kayu manis akan
meningkat sehingga dapat menekan biaya produksi dan margin tata niaga.
Selain itu biaya dan margin tata niaga juga dapat ditekan dengan memangkas
saluran pemasaran (channel of marketing) yang ada. Pedagang pengumpul dapat
membeli sebuah alat transportasi sebagai investasi agar mempermudah akses
pedagang pengumpul tersebut jika ingin menyalurkan barang dari petani ke
konsumen di kota Medan. Jika pedagang pengumpul memiliki alat transportasi
pribadi maka pedagang tersebut tidak perlu menjual kayu manis ke pedagang

27

besar sehingga peran pedagang besar dalam saluran tataniaga ini dapat
dihilangkan. Selain itu pedagang pengumpul juga dapat memaksimalkan
keuntungannya dengan mengangkut komoditi lain selain kayu manis.
Sebagai contoh perhitungan dari saran diatas dapat dilihat dari uraian berikut:
Tabel 1.6 Perhitungan perkiraan
No
Uraian
I
Produsen
Harga Jual
Biaya Produksi
Biaya
Pengeringan
Pengikisan
Margin keuntungan
II
Pedagang Pengumpul
Harga Jual
Harga Beli
Biaya
Transportasi
Margin keuntungan
III
Pedagang Pengecer
Harga Jual
Harga Beli
Biaya Pengemasan
Margin keuntungan
IV Konsumen
Harga Beli

Rp/Kg
8.000
1.000
2.000
1.000
1.000
5.000
16.000
8.000
2.000
2.000
6.000
23.000
16.000
1.000
6.000
23.000

Jika dibandingkan dengan analisis price spread pada tabel 1.1, dapat dilihat
bahwa harga kayu manis di tingkat produsen lebih tinggi jika melakukan fungsi
pemasaran yaitu pengeringan dan pengikisan serta keuntungan petani juga dapat
ditingkatkan. Harga di tingkat pedagang pengumpul juga akan lebih tinggi karena
pengumpul melakukan fungsi transportasi yang dapat memperlancar pemasaran
kayu manis serta pedagang pengumpul dapat meningkatkan keuntungannya
dengan tidak membebankan keuntungan tersebut kepada konsumen. Harga di

28

tingkat konsumen juga lebih rendah dari harga sebelumnya, hal ini disebabkan
karena produksi kayu manis yang meningkat, biaya dan margin tataniaga dapat
ditekan sehingga pelaku tata niaga dapat diuntungkan dan konsumen juga dapat
memperoleh harga yang lebih terjangkau.

29

BAB VI
RENCANA UNTUK PERBAIKAN
6.1 Matriks Revisi
Berikut disajikan matriks revisi perbaikan saluran tata niaga:
Tabel 1.6 Matriks Revisi
I1
Lembaga
1
2
3
Produsen

Pemasar

Pemerintah

I2
4

Keterangan:
I1
= Share produsen
I1, 1

= Peningkatan pendidikan

I1, 2

= Peningkatan supply

I1, 3

= Harga input

I1, 4

= Penggunaan teknologi

I2

= Biaya tataniaga

I2,1

= Investasi

I2,2

= Peningkatan supply

I2, 3

= Harga bahan bakar

I2,4

= Informasi pasar

I3

= Keuntungan lembaga tataniaga

I3, 1

= Peningkatan supply

I3, 2

= Melakukan fungsi tataniaga

I3, 3

=Harga pasaran komoditi

I3, 4

= Penggunaan teknologi

I3
3

Ket.
3

30

6.2 Kebijaksanaan dan Program Pemerintah


Untuk meningkatkan share produsen pihak pemerintah perlu mengadakan
program-program pendidikan dan pelatihan kepada petani terutama dalam
penyuluhan penguasaan teknologi baru oleh pihak pemerintah kepada petani
produsen. Petani juga harus mampu mengikuti dan mengaplikasikan ilmu yang
diperoleh untuk usaha tani yang dilakukannya. Dengan ilmu yang dimiliki petani,
maka petani mampu meningkatkan produksi nya dengan cara menggunakan
teknologi, perluasan lahan, atau selektif dalam pemilihan input produksi agar hasil
panen dapat mengalami kenaikan.
Harga input juga mampu mempengaruhi tingkat share produsen. Dalam hal ini
peran pemerintah sangat dibutuhkan untuk mengontrol harga-harga input produksi
petani. Jika pemerintah mampu mengendalikan harga input sedemikian rupa maka
petani akan bersemangat dalam memproduksi komoditi pertanian dalam jumlah
banyak dan akan meningkatkan share petani itu sendiri. Selain itu pemerintah juga
harus memberikan subsidi input produksi seperti pupuk, pestisida, pakan
ternak,dll sehingga petani dapat mengurangi biaya pembelian input dan akan
menghasilkan komoditi pertanian dalam jumlah besar.
Untuk menekan biaya tataniaga, peran pemerintah dibutuhkan dalam hal
pengendalian suku bunga kredit yang dijalankan oleh pihak lembaga keuangan
untuk memberikan kredit kepada lembaga tata niaga yang ingin memiliki barang
investasi guna kelancaran tata niaga seperti alat transportasi, mesin pengolah
komoditi, dll. Pemerintah harus mampu mengendalikan harga bahan bakar yang
kita ketahui sangat berpengaruh dalam proses tata niaga. Jika pemerintah ingin
menaikkan harga bahan bakar tentunya harus ada kompensasi berupa subsidi input

31

produksi yang ditambah atau dengan kebijakan yang lain sehingga harga bahan
bakar ini tidak berpengaruh besar terhadap proses tataniaga. Pemerintah juga
harus memberikan informasi pasar yang jelas kepada petani dan lembaga tata
niaga.
Untuk meningkatkan keuntungan tentunya lembaga tata niaga membutuhkan
teknologi. Penyuluhan teknologi dan informasi mengenai harga pasaran komoditi
sangat dibutuhkan. Pemerintah sebagai pemberi fasilitas diharapkan peka terhadap
kebutuhan lembaga tata niaga akan penyuluhan teknologi dan informasi harga.
6.3 Lembaga
Saluran tata niaga kayu manis yang ada di Desa Sampean sudah cukup efektif
dalam pelaksanaan pemasaran kayu manis tersebut. Dalam hal rencana perbaikan
yang disarankan diatas, perlu campur tangan pemerintah untuk mengaktifkan
kembali GAPOKTAN di lingkungan desa Sampean yang diketahui sudah 4 tahun
terakhir ini tidak beroperasi. Selain itu juga dibutuhkan penyuluh-penyuluh yang
kompeten

dalam

membimbing

petani

kayu

manis

agar

meningkatkan

produksinya. Sehingga apabila pemerintah hendak menerapkan sebuah teknologi


baru para penyuluh dapat mensosialisasikan penggunaan teknologi tersebut
kepada petani. Peran GAPOKTAN bagi petani juga bermanfaat untuk
membagikan informasi penting terkait pertanian dan juga mempermudah
pemerintah jika ingin memberikan subsidi input produksi kepada para petani.
6.4 Fasilitas
Dari program diatas yaitu memberikan penyuluhan dan pelatihan, mengaktifkan
kembali GAPOKTAN dan mendatangkan penyuluh yang kompeten dibutuhkan
pembangunan sebuah aula atau balai desa di desa Sampean agar seluruh kegiatan

32

dan program-program pemerintah terkait peningkatan mutu petani dapat


dilakukan di balai desa tersebut. Dengan adanya balai desa maka pemerintah akan
mudah mengumpulkan petani di desa Sampean untuk memberikan penyuluhan
dan motivasi kepada petani untuk menggalakkan lagi GAPOKTAN di desa
Sampean.
Untuk gedung, kantor kepala desa Sampean perlu di renovasi atau bahkan di
relokasi karena letak kantor yang menjorok ke bawah jalan sehingga jika hujan
datang kantor kepala desa kerap mengalami banjir. Selain itu perlu diberikan
sebuah komputer lengkap dengan aksesorisnya di dalam kantor kepala desa,
karena sampai sekarang kantor kepala desa Sampean tidak memiliki komputer
atau mesin tik untuk memperlancar administrasi desa tersebut.

33

BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:
1. Saluran tataniaga kayu manis di desa Sampean dimulai dari produsen,
pedagang pengumpul, pedagang besar, pengecer sampai ke konsumen.
2. Dari hasil analisis diperoleh margin keuntungan terbesar sebesar Rp 5.000/Kg
pada pedagang pengumpul dan pedagang pengecer dan margin keuntungan
terkecil sebesar Rp 3.000/Kg pada tingkat pedagang besar.
3. Nisbah margin keuntungan terbesar adalah sebasar 2,5 pada tingkat pedagang
pengecer dan nisbah margin keuntungan terkecil sebesar 0,6 pada tingkat
pedagang besar.
4. Share profit petani diperoleh sebesar 13,3%, share profit pedagang pengumpul
diperoleh sebesar 16,6%, share profit pedagang besar diperoleh sebesar 10%,
share profit pedagang pengecer diperoleh sebesar 16,6%, share petani sebesar
20%.
5. Efisiensi tata niaga sebesar 1,3 berarti bahwa tata niaga kayu manis di desa ini
efisien. Nilai elastisitas sebesar 0,04 yang berarti bahwa tata niaga kayu manis
di desa ini adalah tidak elastis.
6. Perbaikan yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan penyuluhan,
subsidi input produksi, menggalakkan GAPOKTAN kembali, mendatangkan
penyuluh yang kompeten, merelokasi kantor desa, memberikan fasilitas untuk
kebutuhan administrasi dan mendirikan aula atau balai desa.

7.2 Saran
Saran untuk pembaca

34

Diharapkan pembaca dapat memberikan kritik yang membangun demi


kesempurnaan laporan ini.
Saran untuk peneliti selanjutnya
Peneliti selanjutnya disarankan untuk melengkapi kekurangan laporan ini demi
kesempurnaan penelitian berikutnya.
Saran untuk pemerintah
Pemerintah sebaiknya lebih memperhatikan dan peka terhadap kebutuhan petani
dan lembaga tataniaga yang sangat berperan dalam pemenuhan kebutuhan hidup
masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

35

Anonymousa.2013.diakses dari situs www.medanbisnisdaily.com/m/news/read /


2013/06/13/34464/produksi-kulit-manis-sumut-naik-tipis/ pada tanggal 4
Juni 2015
Anonymousb.2014.diakses dari situs
rub=9pada tanggal 4 Juni 2015

www.cassia.coop/id/produk/index.php?

Anonymousc.2014.diakses dari situs p.ustjogja.ac.id/materi/1383115445Tatap%


20Muka%203 pada tanggal 5 Juni 2015
Anonymousd.2006.diakses dari situs tatiek.lecture.ub.ac.id pada tanggal 5 Juni
2015
Dalimartha, Setiawan.2009.Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 6: Hidup Sehat
Alami dengan Tumbuhan Berkhasiat.Pustaka Bunda: Jakarta
Fitriyeni, Ira.2011.Skripsi.Kajian Pengembangan Industri Pengolahan Kulit Kayu
Manis di Sumatera Barat.Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor:
Bogor
Hanafiah, AM.1986.Tataniaga Hasil Perikanan.UI-Press: Jakarta
Rismunandar, Paimin dan Farry B.2001.Kayu
pengolahan.Penebar Swadaya: Jakarta

Manis:

budidaya

dan

Sastrapradja, D Sejati.2012.Perjalanan Panjang Tanaman Indonesia.Yayasan


Pustaka Obor Indonesia: Jakarta
Sihombing, Luhut.2010.Tata Niaga Hasil Pertanian.USU Press: Medan
Sudiyono, Armand.2004.Pemasaran Pertanian.UMM Press: Malang
Tim Penulis PS.2008.Agribisnis Tanaman Sayur.Penebar Swadaya: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai