Anda di halaman 1dari 11

SISTEM PENGELOLAAN LIMBAH BAN PADA PUSAT

PENELITIAN KARET INDONESIA

Disusun Oleh:

Nama NIM
1. Ratna Dewi A (F44150032)
2. Fauzan S (F44160019)
3. Syafrial S (F44160035)
4. Ahmad Lani (F44160056)
5. Hana Fadila (F44160075)

Dosen Pengajar:
1. Prof. Dr. Ir. Arief Sabdo Yuwono, MSc
2. Joana Febrita Tampubolon, S.T, M.T

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2019
PENDAHULUAN
Indonesia adalah negara produsen karet alam terbesar ke dua di dunia setelah Thailand,
padahal luas areal kebun karet Indonesia terluas di dunia (+ 3,4 juta hektar pada tahun
2010). Karet merupakan komoditas perkebunan yang sangat penting peranannya di
Indonesia. Selain sebagai sumber lapangan kerja bagi sekitar 1,4 juta kepala keluarga (KK),
komoditas ini juga memberikan kontribusi yang signifikan sebagai salah satu sumber
devisa non-migas, pemasok bahan baku karet dan berperan penting dalam mendorong
pertumbuhan sentra-sentra ekonomi baru di wilayah-wilayah pengembangan karet
(Cifriadi et al 2011).
Salah satu industri yang erat hubungannya dengan masalah lingkungan adalah industri
karet. Dari proses pengolahan karet tersebut menghasilkan limbah yang banyak
mengandung senyawa organik. Pengendalian pencemaran yang ditimbulkan oleh limbah
karet perlu mendapat perhatian yang serius untuk dipelajari dan diteliti agar tingkat
pencemaran limbah yang dibuang ke lingkungan berada dibawah baku mutu lingkungan
(BML) yang telah ditetapkan. Hal ini memerlukan penanganan yang terpadu antara pihak
pemerintah, industri dan masyarakat, juga diperlukan teknologi pengolahan limbah karet
yang murah dan mudah dalam penanganannya (Cifriadi et al 2011).
Pengolahan limbah karet masih menjadi masalah utama bagi negara-negara produsen
karet. Pembuangan limbah yang belum diolah dengan optimal terus menyumbang
kerusakan lingkungan, sehingga harus segera diatasi. Pengolahan limbah masih menjadi
masalah di negara industri karet. Salah satu komoditi yang dihasilkan dari proses
pengolahan karet adalah produksi ban.
Produksi ban menghasilkan limbah berupa limbah cair pada proses pembuatannya,
selain itu dalam proses produksi apabila terdapat kegagalan produksi, limbah ban tersebut
perlu diolah kembali agar tidak menumpuk dan mencemari lingkungan. Selain itu, terdapat
juga limbah ban bekas pada produksi ban. Limbah ban bekas merupakan masalah yang
sangat lazim dan merupakan limbah padat yang berbahaya bagi lingkungan (Islam et al
2010). Penumpukan limbah ban bekas dapat menjadikan sarang nyamuk dan sumber
penyakit.
Pembuangan ban bekas di landfill (tempat pembuangan) akan menjadikan masalah
besar karena ban bekas yang dibuang akan memenuhi ruang di tempat pembuangan
tersebut. Ban mempunyai struktur komplek yang membuat sangat sulit didaur ulang
(Zabaniotou and Stravropoulus 2003), serta ban bekas sangat sulit didegradasi oleh alam
(mikrobiologi). Pemanfaatan ban bekas saat ini umumnya adalah dengan melakukan
pembaharuan telapaknya, atau lebih dikenal sebagai vulkanisir. Namun pembaharuan
biasanya terbatas hingga 2-3 kali, setelah itu akan kembali menjadi limbah. Menurut Alam
(2004) limbah ban bekas digunakan oleh pengrajin tali, kursi, pot, keset, bahan bakar
industri dll, sedangkan proses pembaharuan telapak ban banyak menghasilkan parutan ban.
Oleh karena itu, diperlukan adanya sistem dan manajemen pengelolaan limbah industri ban
untuk mengurangi dampak pencemaran industri karet pada lingkungan.

TUJUAN
Studi kasus ini bertujuan mengetahui sistem pengolahan limbah ban dan kekurangan
pada proses tersebut pada Pusat Penelitian Karet Indonesia.
METODOLOGI
Studi kasus penelitian sistem pengolahan limbah karet pada Pusat Penelitian Karet
Indonesia dilaksanakan di Pusat Penelitian Karet Indonesia Jl. Salak No.1, Babakan, Bogor
Tengah, Kota Bogor, Jawa Barat. Penelitian rancangan sederhana sistem pengelolaan
limbah B3 skala industri di Indonesia dilaksanakan pada tanggal 26 April 2019.
Langkah petama yang dilakukan adalah dengan menentukan tempat rancangan
pengelolaan limbah, kemudian dilanjutkan dengan penentuan limbah yang
dihasilkan. Berikutnya limbah yang dihasilkan kemudian dipilah dan diolah baik
dengan proses vulkanisir maupun penghancuran dengan grinder. Pada Gambar 1
ditampilkan bagan alir dari Penelitian rancangan sederhana sistem pengelolaan
limbah B3 skala kecil/ rumah tangga di Indonesia.

Mulai

Penentuan tempat penelitian rancangan yaitu di pusat penelitian karet Bogor Bogor

Penentuan limbah yang dihasilkan oleh di pusat penelitian karet Bogor yaitu Limbah
ban bekas

Memilah dan memisahkan antara karet ban dengan rangka ban bekas

Karet ban Rangka ban

Rangka ban Rangka ban


yang sudah yang masih bisa
rusak digunakan
kembali

Dilakukan proses penghancuran ban dan Dilakukan proses vulkanisir ,


rangka ban dengan grinder agar ban dan agar rangka ban dapat
rangka ban dapat dibuat produk baru digunakan kembali

Selesai

Gambar 1 bagan alir perancangan pengolahan limbah B3 di Pusat Penelitian Karet


Bogor
TINJAUAN PUSTAKA
Karet merupakan kebutuhan yang vital bagi kehidupan manusia sehari-hari, hal ini
terkait dengan mobilitas manusia dan barang yang memerlukan komponen yang terbuat
dari karet seperti ban kendaraan, conveyor belt, sabuk transmisi, dock fender, sepatu dan
sandal karet. Kebutuhan karet alam maupun karet sintetik terus meningkat sejalan dengan
meningkatnya standar hidup manusia. Kebutuhan karet sintetik relatif lebih mudah
dipenuhi karena sumber bahan baku relatif tersedia walaupun harganya mahal, akan tetapi
karet alam dikonsumsi sebagai bahan baku industri tetapi diproduksi sebagai komoditi
perkebunan.
Karet adalah polimer hidrokarbon yang terbentuk dari emulsi kesusuan (dikenal
sebagai lateks) digetah beberapa jenis tumbuhan tetapi dapat juga diproduksi secara
sintesis. Sumber utama barang dagang dari lateks yang digunakan untuk menciptakan karet
adalah para atau Hevea brasiliensis (suku Euphorbiaceae). Ini dikarenakan dengan
melukainya akan memberikan respons yang menghasilkan lebih banyak lateks lagi.
Tanaman karet, Hevea brasiliensis Muell. Agr termasuk dalam divisio Spermatophyta,
sub divisio Angiospermae, kelas dycotyledonae, ordo Euphorbiaceae, genus Hevea .
Berbentuk pohon, tinggi 10-20 m, bercabang dan banyak mengandung getah susu.
Tanaman karet dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian antara 1-600 meter di atas
permukaan laut, dengan suhu harian antara 25-300C dan pH tanah untuk tanaman karet
berkisar antara 5-6 (Tim Penebar Swadaya 1994). Selain itu menurut Syamsulbahri (1996),
daerah yang cocok untuk tanaman karet adalah pada zona antara 15°LS dan 15°LU, curah
hujan yang cocok tidak kurang dari 2000 mm, optimal 2500-4000 mm per tahun. Tanaman
12 karet (Hevea brasiliensis) adalah tanaman daerah tropis yaitu berasal dari Brazil. Negara
tersebut mempunyai iklim dan hawa yang sama dengan Indonesia (Hutagaol SN 2015).
Karet alam merupakan salah satu komoditi pertanian yang penting, baik untuk lingkup
internasional dan teristimewa bagi Indonesia. Di Indonesia karet merupakan salah satu
hasil pertanian terkemuka karena banyak menunjang perekonomian negara. Hasil devisa
dari karet cukup besar bahkan Indonesia pernah menguasai produksi karet dunia dengan
melibas negara-negara lain dan negara asal tanaman karet sendiri. Tanaman karet mulai
dikenal di Indonesia sejak tahun 1876. Henry A. Wickham memasukkan beberapa biji karet
ke kebun percobaan pertanian di Bogor dan kemudian disusul pemasukkan bibit-bibit karet
berikutnya tahun 1890, 1896, dan 1898. Walaupun demikian, memerlukan waktu yang
lama untuk membudidayakan tanaman ini (Syamsulbahri 1996).
Di Indonesia tanaman karet disadap untuk diambil getahnya. Getah tersebut kemudian
diolah menjadi lembaran atau yang dikenal dengan sheet. Sheet merupakan bahan baku
untuk berbagai industri. Ragam produk karet yang dihasilkan dan diekspor Indonesia masih
terbatas. Umumnya masih didominasi produk primer (raw material) dan produk setengah
jadi. Sebagian besar bahan olah karet (bokar) yang berasal dari perkebunan diolah menjadi
karet remah (crumb rubber) dengan kodifikasi SIR (Standard Indonesian Rubber) yang
terdiri dari SIR 5, SIR 10, SIR 20, SIR 3CV, SIR 3L dan SIR 3F. Selain itu, bokar diolah
dalam bentuk lateks pekat dan sheet yang terdiri dari smoked sheet dan unsmoked sheet.
Pada lateks jenis sheet, yang paling banyak diproduksi adalah jenis smoked sheet dengan
kodifikasi RSS (Ribbed Smoked Sheet).
Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam upaya
peningkatan devisa Indonesia. Ekspor Karet Indonesia selama 20 tahun terakhir terus
menunjukkan adanya peningkatan dari 1.0 juta ton pada tahun 1985 menjadi 1.3 juta ton
pada tahun 1995 dan 2.0 juta ton pada tahun 2005. Melihat perkembangan serta prospek
usaha karet yang cukup menjanjikan diperlukan juga proses yang berbasis dengan ekologi
agar tercipta proses terpadu dari tanaman karet sampai kepada produk hasilnya. Salah satu
lembaga riset dan penelitian karet di Indonesia adalah Pusat Penelitian Karet Indonesia
yang terletak di Bogor, Jawa Barat.

Pusat Penelitian Karet Indonesia


Pusat Penelitian Karet merupakan metamorfosa satu lembaga penelitian tertua di
Indonesia dan telah berusia lebih dari 1 abad. Puslit Karet Bogor mempunyai mandat utama
melaksanakan penelitian dan pengembangan komoditas karet. Kompetensi Pusat Penelitian
Karet terus ditingkatkan dan saat ini telah mendapatkan sertifikasi KAN dan KNAPPP
untuk akreditasi laboratorium dan pranata litbang. Pada tahun 2014, Pusat Penelitian telah
dikukuhkan sebagai Pusat Unggulan Iptek Karet oleh Menteri Riset dan Teknologi.
Beberapa produk penelitian telah dihasilkan Puslit Karet baik dibidang Pra Panen
maupun Pasca Panen. Inovasi di bidang Pra Panen yang banyak digunakan oleh pengguna
antara lain: bahan tanam karet unggul klon IRR seri 100 dan 200, bio fungisida pengendali
jamur akar putih, pembeku lateks yang ramah lingkungan, teknologi tanaman sela, sistem
sadap berdasarkan tipologi klon, dan model peremajaan karet rakyat partisipatif. Hasil
penelitian di bidang Pasca Panen juga sangat banyak seperti kompon untuk seismic bearing,
bridge bearing, seal gas LPG, seal otomotif, masterbatch aspal karet, karet aspal emulsi,
dan lain-lain.
Saat ini Puslit Karet sudah memiliki teknologi pencampuran aspal karet baik berbahan
kompon lateks maupun kompon padat dan sudah diuji pada skala laboratorium bekerjasama
dengan Pusat Penelitian Jalan dan Jembatan, Badan Libang Kementerian PUPR. Uji gelar
aplikasi aspal karet akan dilaksanakan di jalan raya sepanjang kurang lebih 4,5 km.
Keberhasilan uji coba akan mendorong pengguna aspal karet pada skala lebih besar
sehingga di harapkan akan meningkatkan serapan karet alam di dalam negeri. Uji aspal
karet dengan aditif masterbatch saat ini terus dilakukan bekerjasama dengan Ditjen Industri
Agro, Kementerian Perindustrian dan Badan Litbang Kementerian PUPR yang
direncanakan sampai dengan uji gelar di jalan aspal.

Tanaman Karet dan Lateks


Menurut Nazaruddin dan Paimin (2004), dalam dunia tumbuhan tanaman karet tersusun
dalam sistematika sebagai berikut : Devisi : Spermatophyta; Subdivisi : Angiospermae;
Kelas : Dicotyledonae; Ordo : Euphorbiales; Famili : Euphorbiaceae; Genus : Hevea
Spesies : Hevea brasiliensis. Tanaman yang merupakan tanaman daerah tropis ini, cocok
ditanam pada zone antara 15o LS sampai 15o LU. Curah hujan tahunan yang cocok untuk
pertumbuhan tanaman karet tidak kurang dari 2.000 mm, dan paling optimal antara 2.500
– 4.000 mm/tahun yang terbagi dalam 100 – 150 hari hujan.
Tanaman karet tumbuh optimal di dataran rendah, yakni pada ketinggian sampai 200
meter diatas permukaan laut (Setyamidjaja 2011). Getah dari tanaman karet atau sering
disebut sebagai lateks, berpotensi menghasilkan berbagai macam produk, seperti yang
ditampilkan pada Gambar 1. Menurut Suwardin (1989), lateks merupakan suatu dispersi
partikel karet hidrokarbon dalam fase cair yang disebut sebagai serum. Kandungan karet
dalam lateks bervariasi, tergantung dari klon, umur tanaman, pemupukan, musim, dan
sistem eksploitasi yang dilakukan. Secara umum komposisi lateks disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Kandungan bahan-bahan dalam lateks segar


No Komponen Presentasi (%)
1. Kandungan karet 35,62
2. Resin 1,65
3. Protein 2,03
4. Abu 0,70
5. Zat gula 0,34
6. Air 59,62

Gambar 1 Pohon industri karet (BPTK 2001)

Pengolahan Ban
Ban adalah produk utama dari industri karet (75% produk karet). Karet yang terdapat
pada ban berfungsi sebagai sifat psikis kenyamanan ban, sedangkan rangka berfungsi untuk
menopang beban. Beberapa tahap dalam produksi ban adalah Preforming of component,
Pembuatan struktur dalam (carcass) & penambahan strip karet pada dinding & telapak,
Molding & Curing. Ban luar kendaraan bermotor merupakan salah satu bnetuk produk
barang jadi karet (Prasetya 2012).
Ban merupakan produk karet yang diproduksi dalam jumlah volume yang cukup
banyak. Beberapa jenis ban walaupun dalam pembuatannya dicampur dengan karet sintetis,
tetapi jumlah karet alam yang digunakan tetap lebih besar, yaitu dua kali lipat komponen
karet alam untuk pembuatan ban non-radial. Ban bukanlah hanya campuran antara karet
alam dengan karet sintetik, tetapi dalam wujud campuran-campuran, yang terdiri dari
elastomer-elastomer dan berbagai bahan tambahan. Bahan tambahan tersebut dapat
digolongkan sebagai bahan vulkanisasi, akselerator, penguat, anti degradants, dan pelunak.
Umumnya ban ini dapat dipergunakan kembali setelah diperbaiki, hasil pengembangannya
biasa disebut dengan vulkanisir.

Crumb Rubber
Crumb rubber / serbuk karet adalah karet yang dihancurkan dari limbah produk karet
yang dapat digunakan untuk campuran produk karet lain seperti karpet karet, karet kompon,
sol sepatu karet, campuran pada konstruksi bangunan, campuran aspal, dipakai di lapangan
futsal, arena pacuan kuda dan lain-lain. Beberapa produk karet tertentu dapat dipakai
kembali atau menjadi karet daur ulang. Saat produk karet akan dipakai kembali untuk
keperluan produk lain, umumnya bentuknya diubah menjadi crumb rubber / serbuk karet
(beberapa istilah lain: rubber powder, reclaim rubber, rubber mesh, recycle rubber chips,
rubber shredded, serbuk karet, karet bekas) yang banyak digunakan sebagai campuran
pada beberapa produk tertentu atau produk karet yang lain.
Crumb rubber / serbuk karet adalah produk yang ramah lingkungan karena dipakai dari
bahan karet bekas, dan tidak larut dalam tanah ataupun air tanah. Selain mengurangi jumlah
limbah karet yang terbuang ke lingkungan, pemakaian kembali limbah produk karet
tertentu, tentu saja dapat menekan harga karet sebagai salah satu komponen penting
penentu harga produk jadi yang dihasilkan. Dalam produk tertentu, penggunaan karet
bertujuan memberikan sifat tertentu yang diinginkan.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Berdasarkan studi kasus yang ada, pengolahan limbah ban pada Pusat Penelitian Karet
Indonesia menggunakan konsep 2R, yaitu reuse dan recycle. Reuse dilakukan pada rangka
ban yang masih dapat digunakan kembali dengan cara dilakukan proses vulkanisir, agar
rangka ban dapat digunakan kembali. Proses recycle dilakukan pada ban dan rangka ban
yang tidak memungkinkan untuk digunakan kembali, sehingga perlu diubah menjadi
bentuk lain. Proses recycle tersebut diawali dengan pemisahan antara karet dan rangka
ban. Rangka ban dan karet ban yang sudah rusak dihancurkan dengan grinder dan
menghasilkan serbuk ban (crumb rubber). Kondisi mesin grinder tersebut masih berfungsi
dengan baik sampai saat ini. Proses recycle dengan grinder ini juga berlaku pada limbah
ban bekas.
Proses pembuatan crumb rubber tersebut diawali dengan dilakukannya penghancuran
pada karet yang sudah matang menjadi butiran atau sebrbuk. Kemudian diayak dengan
saringan sesuai partikel dengan ukuran di atas 40 mesh. Saringan 40 mesh tersebut terdapat
40 lubang. Hasil dari crumb rubber tersebut dimanfaatkan menjadi aspal untuk kontruksi
jalan raya. Jalan raya yang menggunakan campuran serbuk karet ini memiliki keunggulan,
yaitu aspal menjadi padat. Hal ini dikarenakan polimer karet sama dengan plastik yang
bersifat tidak terurai. Adanya karet yang diaktivasi tersebut menigkatkan daya lengket antar
agregat sehingga lebih padat dan awet, selain itu serbuk tersebut juga dimanfaatkan untuk
produk - produk karet yang memiliki standar mutu karet yang tidak tinggi contohnya : sol
sendal/sepatu, tidak untuk engineering product, karpet, paving block, dimana fungsinya di
dalam matriks karet sebagai filler.
Proses recycle ban dan karet ban menjadi komoditi yang lainpun masih terdapat
kecacatan dalam produksinya. Kegagalan produksi tersebut dapat disebabkan oleh berbagai
macam hal, misalnya seperti efektivitas mesin, komposisi campuran pada pembuatan
produk, kesalahan pada proses gramasi, dan sebagainya. Proses recycle yang dilakukan
oleh Pusat Penelitian Karet Indonesia terkadang masih mengalami kegagalan saat produksi.
Hal ini tentu berpengaruh pada nilai tambah yang akan dihasilkan dari proses recycle
tersebut. Beberapa faktor yang menjadi penentu mutu crumb rubber tersaji pada Tabel 2
berikut.

Tabel 2 Faktor penentu mutu crumb rubber


Faktor Jumlah (%)
Kadar kotoran 0,08 – 0,14
Kadar abu 0,5 – 0,7
Kadar zat menguap 0,18 – 0,35
Kadar PRI 70 - 80
Kadar nitrogen 0,2 – 0,3

Penentuan faktor-faktor kegagalan tersebut dapat dilakukan dengan metode six sigma.
Metode six sigma sering diterapkan oleh perusahaan dalam pengendalian kualitas produk.
Contoh perusahaan yang berusaha meningkatkan kualitas dengan pendekatan six sigma
antara lain penelitian pada PT Inhutani I Gresik yang berjudul “ Aplikasi Six Sigma DM
AIC dan Kaizen sebagai Metode Pengendalian dan Perbaikan Kualitas Produk”
Memperoleh hasil peningkatan level kualitas α (sigma) dari 2,69 menjadi 3,62 dan adanya
penurunan DPMO ( Deffct Per million opportunity) dari 214.663 menjadi 17.164.
Pelaksanaan dengan metode six sigma diawali dengan tahap pendefinisain untuk
memudahkan dalam memahami dan mengidentifikasi faktor-faktor penyebab kecacatan
pada produksi, kemudian dilakukan pengukuran pada lantai produksi untuk meningkatkan
kualitas dengan penerapan six sigma. Analisis data ini dilakukan untuk mengetahui dan
mengidentifikasi sumber – sumber penyebab terjadinya penyimpangan terhadap spesifikasi
produk. Dengan adanya penerapan metode six sigma ini, diharapkan proses recycle dapat
menambah nilai tambah produksi karena mudahnya mengidentifikasi faktor penyebab
kegagalan dalam produksi.

SIMPULAN
Perkembangan produksi ban saat ini kian pesat dan merupakan produksi yang
menggunakan jumlah karet yang cukup banyak yaitu 75% produk karet. Dalam produksi
ban seringkali terjadi kegagalan produksi, sehingga menghasilkan limbah produk gagal
produksi. Limbah ban tersebut perlu diolah kembali agar tidak menumpuk dan mencemari
lingkungan. Pusat Peneliti Karet Indonesia telah melakukan riset berupa pengolahan
limbah tersebut dengan teknik reuse dan recycle. Teknik reuse diberlakukan untuk ban
yang masih dapat digunakan dengan cara vulkanisir. Sedangkan recycle diberlakukan
untuk ban yang sudah tidak dapat digunakan lagi, sehingga harus dihancurkan menjadi
serbuk karet atau crumb rubber dan selanjutnya dijadikan bahan dasar produk lain seperti
aspal, paving block, alas sandal, dan lain-lain. Namun, dalam proses produksinya terdapat
kegagalan produksi yang mengurangi nilai tambah yang ada, sehingga dibutuhkan metode
six sigma untuk memudahkan proses identifikasi faktor kegagalan produksi, dan
diharapkan dengan metode ini dapat menjadi nilai tambah pada proses recycle yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
Alam LA. 2003. Hasil distilasi kering limbah proses pembaharuan telapak ban sebagai
bahan bakar dan bahan kompon karet alam. Prosiding Temu Ilmiah Mekanisasi
Pertanian. Buku 1: 167-176. Bogor (ID) : Balai Besar Pengembangan Mekanisasi
Pertanian.
Cifriadi Adi, Budianto E, Alfa AA. 2011. Karakteristik karet siklo berbasis lateks karet
alam berbobot molekul rendah. Jurnal Penelitian Karet. 29 (1) : 35 – 48.
Hutagaol SN. 2015. Analisis Usahatani Karet (Hevea Brasiliensis) Di Provinsi Jambi
[skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
Islam, M R, M. Parveen, H. Haniu and M. R. I Sarker. 2010. Innovation in pyrolysis
technology for management of scrap tire : a solution of energy and environtment.
International Journal of Environmental Science and Development, 1(1) : 89-96.
Nazaruddin. dan F.B. Paimin. 2004. Karet : Budi Daya dan Pengolahan, Strategi
Pemasaran. Penebar Swadaya, Jakarta.
Prasetya H. 2012. Arang aktif serbuk gergaji sebagai bahan untuk bahan pembuatan
kompon ban luar kendaraan bermotor. Jurnal Riset Industri. 6(2) :165-173.
Syamsulbahri. 1996. Bercocok Tanam Tanaman Perkebunan Tahunan. Yogyakarta (ID) :
Gajah Mada University Press.
Setyamidjaja, D. 2011. Karet Budidaya dan Pengolahan. Yogyakarta (ID) : Kanisius.
Suwardin, D. 1989. Teknik pengendalian limbah pabrik karet. Jurnal Lateks Wadah
Informasi dan Komunikasi Perkebun Karet. 4(2) : 28-34.
Zabaniotou, A . A dan G. Stravropoulus 2003. Pyrolisis of used automobile tires and
residual char utilization. Journal Of Analitical And Applied Pyrolysis. 70 (1) : 711-
722.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Dokumentasi kunjungan dan studi kasus di Pusat Penelitian Karet Indonesia

Gambar 2 Compound hasil campuran crumb rubber dengan zat aditif lainnya

(a) (b)
Gambar 3 (a) Produk Paving Block yang menggunakan crumb rubber sebagai bahan
utama (b) Produk dengan mutu kuat rendah dengan bahan baku
crumb rubber
Gambar 4 Zat aditif dalam pembuatan compound

Gambar 5 Cetakan ban

Gambar 6 Produk karpet karet dengan mutu kuat rendah dengan bahan baku crumb rubber

Anda mungkin juga menyukai