Jakarta
2021
Tim Penyusun
PT Comestoarra Bentarra Noesantarra
BAB I. Tata Cara Pengelolaan dan Pengolahan Sampah Rumah Tangga dan Sampah
Biomassa Dalam Konsep Teknologi Olah Sampah Di Sumbernya / TPS RDF
Skala Komunal .............................................................................................. I-1
1.1 Asumsi Umum ........................................................................................ I-1
1.2 Dasar Rancangan Bangunan .................................................................... I-6
BAB II. Tata Cara Proses Biodrying Sampah Menggunakan Metoda Teknologi Olah
Sampah Di Sumbernya .................................................................................. II-1
BAB III. Tata Cara Proses Pencacahan Metoda Teknologi Olah Sampah Di
Sumbernya .................................................................................................... III-1
BAB IV. Tata Cara Proses Peletisasi Metoda Teknologi Olah Sampah Di Sumbernya . IV-1
BAB VI. Strategi Capacity Building Pengelolaan Sampah dengan Metoda TOSS ........ VI-1
Proses pengolahan sampah pada skala komunal dengan Teknologi Olah Sampah di
Sumbernya (TOSS) ditujukan untuk dapat mengurangi volume sampah di hulu.
Pengurangan di hulu, terutama terhadap sampah organik dan limbah biomassa, diharapkan
dapat menurunkan volume sampah yang dibuang ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA),
sehingga dapat mengurangi dampak negatif dari timbulan serta memperpanjang usia
operasi TPA.
Pengolahan dengan TOSS didesain bukan untuk menggantikan sistem pengelolaan
sampah komunal yang sudah berjalan. TOSS justru ditujukan untuk melengkapi sistem yang
sudah berjalan, semisal TPS yang telah menjalankan program pemilahan botol plastik akan
memiliki waktu pemilahan yang cukup dengan menjalankan TOSS. Demikian juga, apabila
pengelolaan sampah belum berjalan, maka TOSS dapat menjadi salah satu alternatif.
Pengolahan sampah organik dan limbah biomassa dengan TOSS pada prinsipnya
memanfaatkan proses pengeringan menggunakan mikroorganisma yang dipadukan dengan
proses pencacahan, serta pemadatan dengan proses peletisasi. Pengeringan dengan
mikroorganisma atau dikenal dengan nama biodrying, dapat mengurangi kandungan air
dalam biomassa melalui aktivitas mikroorganisma yang menghasilkan panas namun tidak
mengurangi kandungan kalor bakar material. Pencacahan selain bertujuan untuk
mengecilkan ukuran material, juga berfungsi untuk meningkatkan berat jenis sampah dan
mengurangi kandungan air di dalam biomassa. Sementara, pembuatan pelet akan membuat
material biomassa yang telah mengering menjadi lebih padat dan kering.
Proses biodrying merupakan salah satu langkah penting dalam TOSS. Proses ini
memanfaatkan aktivitas mikroba secara aerobik guna melakukan penguraian bahan organik
yang akan melepaskan panas. Pelepasan panas akan mengurangi kandungan air dalam
material namun tetap menjaga kadar kalori bahan1. Mikroorganisma yang berperan aktif di
antaranya adalah bakteri Bacillus sp, Lactobacillus Sp., Azotobacter sp, serta ragi yang
merupakan fungi bersel tunggal. TOSS juga memanfaatkan kumpulan mikroorganisma
tersebut yang dikemas dalam bentuk cairan bioaktivator. Proses biodrying telah dipakai di
banyak tempat, salah satu referensi yang baik adalah di perusahaan Herhof
(http://www.herhof.com/).
Cairan bioaktivator dapat dikembangkan dari cairan biodigester dalam pembuatan
biogas, cairan eco-enzyme, ataupun yang dikembangkan secara komersial dan tersedia di
pasaran. Salah satu resep bioaktivator yang dapat dibuat secara mandiri adalah
sebagaimana dijelaskan pada tabel berikut.
1
Toma, A.P., Haridas, A. , Pawels, R. (2016). Biodrying Process Efficiency: -Significance of Reactor Matrix
Height. Procedia Technology 25, 130 – 137.
Gambar ilustrasi boks bambu dengan menggunakan rangka baja ringan yang
dianjurkan disajikan pada gambar berikut. Demikian pula, proses biodrying TOSS dapat
dijelaskan pada ilustrasi berikut.
Perlu diperhatikan bahwa sampah biomassa seperti daun, ranting, hingga residu
pertanian dan perkebunan berkontribusi besar dalam timbulan sampah kota.
Timbulan sampah biomassa di TPA akan mengalami pembusukan anaerobik
yang berakibat pada timbulnya gas metana (CH4) yang memiliki potensi
pemanasan global hingga 28 kali lipat gas karbon dioksida (CO2).
2 Pastikan petugas TOSS dapat memilah sampah organik dan non organik seperti
contoh pada gambar. Tujuannya adalah agar sampah organik dapat diproses
secara optimal;
Pemilahan sampah sebelum dilakukan proses biodrying akan mempercepat
proses pengeringan, karena bioaktivator akan bekerja secara optimal tanpa
terhalang oleh sampah plastik;
Agar lebih tertata, sediakan wadah untuk sampah plastik yang telah dipilah;
3
Di lapangan, sering ditemukan jenis sampah biomassa sebagaimana contoh
pada gambar. Jenis sampah seperti ini merupakan sumber energi yang sangat
baik untuk diproses. Berdasarkan data yang dihimpun oleh comestoarra.com,
jenis sampah biomassa seperti gambar terlampir memiliki kalori antara 3000 –
4000 kkal/kg.
Namun, jenis sampah biomassa seperti ini juga memiliki kadar air yang tinggi
karena menyimpan air (hidroskopis). Selain itu, berat jenis sampah biomassa
relatif rendah yang artinya memiliki volume yang besar namun berat yang
rendah. Guna memperbesar berat jenis perlu dilakukan proses pencacahan
terlebih dahulu;
Jika sampah biomassa berasal dari rerumputan, maka harus dipastikan bahwa
tidak ada tanah;
4
Kondisi sampah seperti ini sering terlihat di jalan, lahan kosong, dan
perkampungan. Tentunya sangat sulit bagi petugas pengangkut sampah untuk
bisa memilah sejak awal. Oleh karenanya langkah pertama yang harus dilakukan
adalah melakukan proses pengangkutan terlebih dahulu. Selanjutnya melakukan
proses pemilahan di lokasi TOSS;
Dalam keadaan yang sudah sangat tercampur, ada 2 pilihan bagi petugas TOSS,
diantaranya:
a. Langsung memproses biodrying tanpa dipilah jika kondisi sampah sudah
berbau dan busuk;
b. Melakukan pemilahan pada benda / sampah anorganik yang terlihat
langsung oleh mata seperti botol minuman, kemasan makanan, hingga
residu dan sampah elektronik seperti yang terlihat pada gambar.
Setelah proses biodrying dilakukan, maka sampah tidak akan berbau dan akan
menyusut hingga 50%. Dalam kondisi ini, maka petugas TOSS perlu memilah
sampah sebelum proses pencacahan.
5
*)Gambar di samping masih menggunakan bahan baku kayu sebagai rangka boks
bambu. Hal ini dapat dilakukan untuk mempermudah pembuatan boks yang
disesuaikan dengan kondisi daerah. Namun, untuk memperpanjang usia pakai boks
tersebut, maka disarankan untuk mengacu pada Detail Engineering Design TOSS.
Karena petugas TOSS bersentuhan langsung dengan sampah, maka disarankan
untuk menggunakan alat pelindung seperti sarung tangan, kacamata dan juga
masker;
Siapkan boks kecil (kampil) atau sekop untuk memasukkan sampah ke dalam
boks biodrying;
6
Penyiraman bioaktivator harus dilakukan secara merata. Agar memudahkan,
siapkan penyiram tanaman sehingga dapat dipastikan seluruh sampah tersiram
dengan baik dan merata;
Setiap sekitar 20 cm, siramkan sampah dengan Bioaktivator AR124 secara
merata;
Perlu diketahui bahwa 1 liter Bioaktivator AR124 harus dicampur dengan 20 liter
air bersih
Masukkan sampah hingga boks terisi penuh;
Boks yang sudah terisi penuh akan berproses dan mengalami penurunan
volume. Perlu diperhatikan, selama masa proses biodrying berlangsung, petugas
TOSS tidak boleh menambah sampah dalam boks tersebut;
Sampah biomassa akan menyusut hingga setengah bagian dalam waktu sekitar
3-7 hari. Pada saat itu, material sudah siap untuk diambil untuk proses
pencacahan dan peletisasi.
8
Untuk mengetahui komposisi sampah (organik dan non organik) yang masuk
maka diperlukan penimbangan. Hal ini perlu dilakukan agar petugas dapat
membandingkan berat sampah sebelum diproses dan setelah diproses;
9
Database pengelolaan dan pengolahan sampah diperlukan. Oleh karenanya:
Petugas TOSS wajib untuk mengukur suhu dan kelembaban (moisture content)
dan pemantauan proses biodrying secara berkala;
Pengukuran suhu dan kelembaban harus dilakukan di sejumlah titik. Minimal di
10 titik agar mendapatkan hasil yang objektif;
Tidak lupa untuk mengukur ketinggian boks setiap harinya agar diketahui
efektifitas penyusutan sampah selama masa proses biodrying;
Lakukan pencatatan pada buku mengingat monitoring proses biodrying akan
dijadikan database sebagai parameter untuk menganalisa kualitas dari material
yang akan dijadikan pelet bahan baku energi;
10
Setelah kering dalam waktu 3-7 hari (tergantung jenis dan kondisi material
sampah), maka sampah dapat dipilah;
Sampah plastik dipisahkan dan dimasukkan ke dalam suatu wadah agar tertata
rapi, sementara sampah organik siap untuk proses berikut yaitu pencacah dan
peletisasi.
Cutting Mills
1
Untuk memudahkan pengoperasian mesin cacah, sebelum menghidupkan atau
menjalankan mesin pencacah pastikan mesin dalam keadaan bersih, baik dan
normal;
Langkah yang harus dilakukan sebelum mengoperasikan mesin cacah adalah
memastikan bahwa MCB atau saklar pada panel listrik telah dinyalakan;
Periksa panel kelistrikan dan pastikan sistem kelistrikan terhubung dengan benar
dan tidak ada kebocoran. Langkah ini diperlukan agar tidak terjadi kecelakaan
kerja dan melindungi petugas TOSS dari sengatan listrik;
Setelah itu, berdoa sebelum mengoperasikan mesin, lanjutkan dengan menekan
tombol hijau atau ON untuk pada panel listrik mesin untuk menjalankan mesin
2
Sebelum memasukan limbah biomassa yang akan dicacah, pastikan sebelumnya
sudah melakukan proses pemilahan bahan baku biomassa dari bahan
pengganggu, seperti logam, kaca, batu, tali, karet, kain, plastik serta material
keras dan tidak alamiah lainnya;
Harus dipastikan bahwa sampah sudah bersih dari sampah plastik;
Proses pemilahan dapat dilakukan setelah melewati proses biodrying, terutama
jika material sampah sebelum dilakukan biodrying sudah tercampur dan sulit
terpilah di awal;
Proses pemilahan juga dapat dilakukan sebelum proses biodrying (biasanya
adalah sampah yang didominasi sampah organik dan/atau biomassa) sebelum
dicacah dan selanjutnya dilakukan proses biodrying.
3
Siapkan tempat atau wadah penampung hasil cacahan di corong keluaran mesin.
Hal ini dilakukan agar hasil cacahan tidak berhamburan dan memudahkan
petugas TOSS dalam mengumpulkan hasil cacahan;
Sebelum melakukan pencacahan, pastikan petugas dilengkapi dengan masker
untuk sebagai pelindung dari partikel halus cacahan yang dapat membahayakan
pernafasan;
Petugas disarankan untuk menggunakan sarung tangan agar terhindar dari
material sampah biomassa yang tajam, atau material batu, kaleng, kaca, dan
sejenisnya pada saat melakukan pemilahan akhir;
Petugas juga perlu menggunakan kacamata atau safety goggles untuk melindungi
mata dari kemungkinan pentalan batu, kaca, atau material lain dari mesin cacah;
Safety Goggles
4
Masukan bahan sampah ke corong pemasukan mesin pencacah sampah yang
tersedia, masukan secara bertahap dan pastikan tidak ada benda-benda keras
dan padat yang ikut masuk ke dalam corong masukan;
Jika diperlukan, gunakan tongkat kayu atau bilah bambu untuk mendorong
material sampah tersebut agar tercacah. Perlu diketahui, banyak jenis material
sampah biomassa yang keras namun lentur. Oleh karenanya diperlukan tekanan
untuk mendorong sampah biomassa tersebut sehingga dapat tercacah oleh
mesin;
Jangan pernah melakukan proses pencacahan dalam jarak dekat. Hal ini tentu
akan membahayakan petugas dalam masa proses pencacahan;
Mesin dapat beroperasi hingga 8 jam non stop. Namun karena material sampah
organik dan/atau biomassa memiliki tekstur yang berbeda dan memiliki tingkat
kelembaban yang berbeda, maka diperlukan ritme pemasukan material pada
mesin cacah tersebut;
Agar tidak jenuh, maka ada baiknya proses pencacahan dilakukan secara
bergantian antara petugas pelet dan petugas biodrying;
5
Setelah selesai melakukan pencacahan, pastikan hasil cacahan sudah bersih dari
ruang pencacahan dengan menjalankan mesin tanpa beban selama beberapa
saat;
Tekan tombol warna merah OFF dan tombol EMERGENCY STOP untuk
mematikan dan menghentikan mesin;
Matikan dan pastikan bahwa MCB atau saklar pada panel listrik telah dipadamkan,
sehingga tidak ada aliran listrik lagi ke mesin cacah;
Tunggu beberapa saat sebelum membuka tutup ruang pencacahan. Hal ini
penting dilakukan untuk menghilangkan panas dari mesin cacah, serta
kemungkinan listrik statis;
Lakukan perawatan dan pembersihan harian;
6
Perawatan mesin cacah:
Pastikan aliran listrik menuju mesin cacah telah dipadamkan, serta mesin dan
pisau sudah berhenti berputar dan cukup dingin;
Buka penutup dengan memutar kunci ruang pencacahan;
Setelah terbuka, bersihkan ruang pencacahan dari sisa cacahan. Pastikan hanya
ada SATU petugas saja yang membersihkan ruang pencacahan. Hal ini untuk
mencegah kecelakaan akibat petugas kedua memutar pisau cacah saat petugas
lain membersihkan celah-celah pisau;
Pastikan pisau-pisau yang terdapat di dalam ruang pencacahan dalam keadaan
baik, demikian juga baut-baut dalam keadaan terikat kuat;
Apabila pisau-pisau ada yang tumpul lakukan pengasah dengan menggunakan
gerinda supaya tajam kembali;
Periksa kembali kerapatan pisau apabila terdapat kerenggangan atur dan lakukan
pengaturan supaya mesin cacah bekerja dengan optimal;
Bersihkan pisau-pisau dan bearing dengan menggunakan minyak nabati agar
terhindar dari karat dan macet;
Tutup kembali dan kunci ruang pencacahan;
Jangan biarkan mesin cacah beristirahat dalam keadaan kotor, karena sampah
dapat mengakibatkan korosi dan karat yang akan memperpendek umur pakai
mesin.
Proses peletisasi dilakukan terhadap material yang sudah dicacah halus. Mesin ini
juga dirancang berdasarkan temuan dan pengalaman di lapangan selama beberapa tahun.
Mesin pelet yang digunakan dalam TOSS adalah jenis flat die pellet mill. Jenis mesin pelet
ini memiliki beberapa komponen utama, termasuk: poros, penggiling, cetakan, dan penyapu.
Poros menyediakan gerakan untuk penggiling dan penyapu. Saat biomassa hasil cacahan
diumpankan melalui hopper, penggiling memampatkan material biomassa melalui saluran
tekan berukuran 10mm pada cetakan. Saluran tekan dirancang dengan diameter 10mm
untuk memenuhi SNI 8966: 2021 tentang Bahan Bakar Jumputan Padat. Setelah biomassa
diekstrusi melalui saluran, pelet secara alami terpotong dengan panjang 3-4 mm.
Proses peletisasi, sebagaimana proses pencacahan, juga menghendaki pemilahan
yang teliti agar material pengganggu tidak memasuki saluran tekan. Material yang
dimasukkan ke mesin pelet perlu dijaga tingkat kelembabannya, yaitu berkisar antara 30-
35% tergantung pada material yang diolah. Pencampuran antara material yang bersifat
kering (seperti sekam padi atau serbuk kayu) dengan limbah biomassa dari dedaunan atau
rumput, perlu dilakukan agar hasil pelet menjadi keras dan dapat terikat padat.
Kapasitas mesin listrik yang dipakai untuk menggerakkan mesin pelet adalah 11 kW.
Dalam 1 jam, mesin dapat mencetak pelet biomassa dari material hasil pencacahan
sebanyak 300-500 kg, tergantung pada jenis dan karakterisitk material yang dipadatkan.
Kepadatan pelet perlu disesuaikan dengan SNI 8966: 2021 sehingga diperlukan daya yang
cukup kuat untuk memprosesnya.
Gambar ilustrasi mesin pelet yang dianjurkan disajikan pada gambar berikut.
Demikian pula, proses peletisasi material serta panduan perawatan dapat dijelaskan pada
ilustrasi berikut.
Lubang pengeluaran
1
Untuk memudahkan pengoperasian mesin pelet, sebelum menghidupkan atau
menjalankan mesin pelet pastikan mesin dalam keadaan bersih, baik dan normal;
Langkah yang harus dilakukan sebelum mengoperasikan mesin pelet adalah
memastikan bahwa MCB atau saklar pada panel listrik telah dinyalakan;
Periksa panel kelistrikan dan pastikan sistem kelistrikan terhubung dengan benar
dan tidak ada kebocoran. Langkah ini diperlukan agar tidak terjadi kecelakaan
kerja dan melindungi petugas TOSS dari sengatan listrik;
Setelah itu, berdoa sebelum mengoperasikan mesin, lanjutkan dengan menekan
tombol hijau atau ON untuk pada panel listrik mesin untuk menjalankan mesin
2
Sebelum memasukan bahan baku sampah yang sudah dicacah, pastikan sudah
melakukan proses pemilahan bahan baku biomassa dari bahan pengganggu,
seperti logam, kaca, batu, tali, karet, kain, plastik serta material keras dan tidak
alamiah lainnya;
Harus dipastikan bahwa sampah sudah bersih dari sampah plastik;
Perlu diperhatikan bahwa sampah biomassa yang telah dicacah, perlu diukur
tingkat kelembabannya. Tujuannya agar proses pemeletan dapat berjalan dengan
baik dan sesuai dengan kemampuan mesin pelet;
Tingkat kelemaban harus berada pada angka 30-35 persen. Angka ini merupakan
hasil empirik dan perlu disesuaikan dengan kondisi material yang ada;
Jika kelembaban material berada di bawah angka 30 persen maka petugas TOSS
harus menambahkan sedikit air agar kelembabannya dapat mencapai angka
tersebut;
Jika kelembaban material berada di atas angka 35 persen, maka langkah yang
harus dilakukan adalah mencampurkan dengan material yang kering seperti
serbuk kayu, sekam padi, atau material yang dapat menyerap kadar air;
Pastikan bahwa material yang akan dipadatkan telah tercampur dengan baik dan
merata;
3
Siapkan tempat atau wadah penampung hasil peletisasi di corong keluaran mesin.
Hal ini dilakukan agar hasil peletisasi tidak berhamburan dan memudahkan
petugas TOSS dalam mengumpulkan hasil;
Sebelum melakukan peletisasi, pastikan petugas dilengkapi dengan masker untuk
sebagai pelindung dari partikel halus cacahan yang dapat membahayakan
pernafasan;
Petugas disarankan untuk menggunakan sarung tangan agar terhindar dari
material sampah biomassa yang tajam, atau material batu, kaleng, kaca, dan
sejenisnya pada saat melakukan pemilahan akhir, serta dari hasil peletisasi yang
cenderung panas;
Petugas juga perlu menggunakan kacamata atau safety goggles untuk melindungi
ALAT PELINDUNG DIRI
mata dari kemungkinan pentalan batu, kaca, atau material lain dari mesin pelet;
Safety Goggles
4
Peletisasi akan berjalan lebih baik apabila suhu pada ruang poros putar telah
cukup panas. Ini dapat dicapai dengan membiarkan mesin pelet beroperasi tanpa
beban selama sekitar 5 menit di awal kegiatan;
Selanjutnya masukan bahan cacahan sampah ke corong pemasukan mesin pelet
yang tersedia, masukan secara bertahap dan pastikan tidak ada benda-benda
keras dan padat yang ikut masuk kedalam corong masukan;
Jika diperlukan, gunakan tongkat kayu atau bilah bambu untuk meratakan material
sampah pada alat roller (poros putar). Jangan pernah menggunakan tangan untuk
meratakan material dalam ruang poros putar;
Mesin dapat beroperasi hingga 8 jam non stop. Namun karena material sampah
organik dan/atau biomassa memiliki tekstur yang berbeda dan karakteristik yang
berbeda, maka diperlukan ritme pemasukan material pada mesin pelet tersebut;
Agar tidak jenuh, maka ada baiknya proses peletisasi dilakukan secara bergantian
antara petugas cacah dan petugas biodrying;
5 Pastikan hasil pelet yang keluar dari corong keluaran sudah terbentuk bagus dan
padat;
Kualitas pelet yang bagus dan padat dipangaruhi oleh kelembaban bahan baku
dan pengaturan kerapatan antara roller (poros putar) dengan cetakan yang
berlubang;
Apabila hasil susah atau tidak keluar dengan lancar, besar kemungkinan
diakibatkan oleh persentase kelembaban yang terlalu rendah;
Apabila hasil pelet hancur dan tidak terbentuk, besar kemungkinan diakibatkan
oleh persentase kelembaban terlalu tinggi dan jarak kerapatan yang terlalu
longgar antara roller (poros putar) dengan cetakan yang berlubang;
Semisal terjadi kegagalan dalam memperoleh hasil pelet yang bagus dan padat,
maka material tersebut dapat dikembalikan lagi ke dalam adonan bahan baku dan
tidak perlu dihancurkan terlebih dahulu;
6
Setelah mendapatkan hasil pelet bagus dan padat sesuai dengan yang diinginkan,
maka lakukan proses pengeringan dengan menggunakan mesin pengering
dan/atau dijemur di bawah terik matahari;
Pastikan pelet sudah kering dengan tingkat kelembaban di bawah 15%;
Sebelum melakukan pengepakan, lakukan pengayakan terlebih dahulu terhadap
hasil pelet yang sudah kering agar diperoleh hasil pelet yang bersih dari debu.
Material yang tersaring dan berukuran kecil dapat dikembalikan lagi ke dalam
adonan bahan baku pelet;
Pastikan bahwa pelet yang telah dikemas dalam karung atau wadah lain terhindar
dari air atau hujan dan pastikan bahwa lingkungan penyimpanan tidak lembab;
7
Setelah selesai melakukan peletisasi, pastikan hasil peletisasi sudah bersih dari
mesin pelet dengan menjalankan alat tanpa beban selama beberapa saat;
Tekan tombol warna merah OFF dan tombol EMERGENCY STOP untuk
mematikan dan menghentikan mesin;
Matikan dan pastikan bahwa MCB atau saklar pada panel listrik telah dipadamkan,
sehingga tidak ada aliran listrik lagi ke mesin pelet;
Tunggu beberapa saat sebelum membersihkan ruang peletisasi. Hal ini penting
dilakukan untuk menghilangkan panas dari mesin pelet, serta kemungkinan listrik
statis;
Lakukan perawatan dan pembersihan harian;
Tabel V-2 Dasar Perhitungan Pengolahan Sampah Kapasitas 10 Ton per Hari
KETERANGAN JUMLAH SATUAN
Kapasitas Sampah/Hari 10000 Kg
Jumlah Sampah Non Organik Dan Residu 3000 Kg
Sampah Yang Dapat Diolah 7000 Kg
Waktu Yang Dibutuhkan Untuk Mencacah Sampah 5,8 Jam
Jumlah Sampah Setelah Dicacah 3500 Kg
Hasil Pelet 3325 Kg
Waktu Yang Dibutuhkan Untuk Proses Pelet 5,5 Jam
Tabel V-4 Perhitungan Operational Expenditure (OPEX) untuk Pengolahan Sampah Kapasitas 10 Ton per Hari
Komponen Opex Biaya Satuan (Rp) Jumlah Satuan Total (Rp)
Gaji Operator Biodrying Pemilahan dan Cacah 1,3 kali UMP DKI
40.300.000 12 Bulan 483.600.000
Jakarta jumlah 10 orang
Gaji Operator Peletisasi 1,3 kali UMP DKI Jakarta jumlah 5 orang 20.150.000 12 Bulan 241.800.000
Project Manager (onsite) / Tenaga Ahli 4.950.000 12 Bulan 59.400.000
Tunjangan (termasuk Asuransi dan Kesehatan Operator) 65.400.000 2 Kali Gaji 130.800.000
Bioaktivator AR124 35.000 1825 Liter 63.875.000
Biaya Listrik Site Cacah (4 alat) 12.936.000 12 bulan 155.232.000
Biaya LIstrik Site Pelet (3 alat) 9.702.000 12 bulan 116.424.000
Overhead (bahan bakar, listrik, internet, dll) 6.795.211 12 bulan 81.542.528
Maintenance & Spare Part 69.200.000 1 Tahun 69.200.000
Kontribusi material kepada masyarakat 100.000 500 ton/tahun 50.000.000
TOTAL 1.451.873.528
PAJAK 145.187.353
TOTAL KESELURUHAN 1.597.060.880
Tabel V-6 Nilai Keekonomian Produk Pelet Biomassa untuk Pengolahan Sampah Kapasitas 10 Ton per Hari
Produksi Pelet Harian (Kg) Harga Jual Pelet (Rp/kg) IRR Payback Period (Tahun ke-)
3.325 1.875 12,4% 3
Hasil analisis keuangan untuk kapasitas olah sampah sebesar 10 ton per hari, menunjukkan hasil bahwa untuk mencapai nilai
keekonomian maka jumlah produksi minimal harian pelet biomassa adalah seberat 3325 kg dengan harga jual sekurangnya Rp 1.875 per
kilogram atau Rp 1.875.000 per ton.
Analisis perhitungan keuangan metoda TOSS dilakukan dengan beberapa dasar dan asumsi, yaitu:
a. Faktor bunga tahunan, sebesar 9%
b. Kenaikan nilai Opex tahunan, sebesar 5%
c. Kenaikan harga jual pelet tahunan, sebesar 4%
d. Terdapat potensi perawatan boks bambu tahunan sebanyak 25% dari total boks terpakai
Pada tabel berikut disajikan beberapa skenario yang dapat dilakukan untuk menurunkan harga jual pelet biomassa, dengan tetap
mempertahankan nilai IRR antara 12-14%.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari skenario-skenario di atas adalah sebagai berikut:
1. Skenario awal menunjukkan analisis keuangan bisnis murni, sehingga seluruh biaya CAPEX dan OPEX diharapkan dapat dipenuhi dari
hasil penjualan pelet biomassa. Skenario ini menunjukkan bahwa harga jual pelet adalah sebesar Rp 1.875.000 per ton;
2. Skenario A dilakukan dengan memberikan subsidi CAPEX untuk pembuatan shelter TOSS sebesar Rp 1.162.821.753 atau sekitar 42,8%
dari nilai CAPEX total, maka harga jual pelet menjadi Rp 1.655.000 per ton;
3. Skenario B dilakukan dengan memberikan subsidi CAPEX untuk penyediaan mesin cacah dan pelet TOSS sebesar Rp 951.500.000
atau sekitar 35,0% dari nilai CAPEX total, maka harga jual pelet menjadi Rp 1.700.000 per ton. Subsidi Capex penyediaan mesin cacah
dan pelet TOSS dapat diterapkan pada TPST 3R eksisting yang sudah dibangun agar jenis sampah organik dan/atau biomassa dapat
dikelola dan diolah dengan metoda TOSS;
5. Skenario D dilakukan dengan memberikan subsidi CAPEX pada mesin dan shelter secara penuh (tidak termasuk pembuatan boks
biodrying, pembuatan bioaktivator, timbangan sampah dan peralatan penunjang, kompor pelet, tools/equipments) sebesar Rp
2.301.321.753 atau sekitar 84,7% dari nilai CAPEX total, maka harga jual pelet menjadi Rp 1.440.000 per ton;
6. Skenario E dilakukan dengan adanya kontribusi dana OPEX secara penuh untuk pengelolaan dan pengolahan sampah 10 ton per hari
sebesar Rp 1.597.060.080 atau 100% dari nilai OPEX total, maka harga jual pelet dapat diturunkan menjadi Rp 525.000 per ton. Skenario
E ini dapat dilakukan dengan skema:
a. Penganggaran pemerintah daerah melalui kecamatan atau desa
b. Pembebanan biaya iuran sampah per kepala keluarga dengan perhitungan setiap kepala keluarga berkontribusi terhadap 0,8
kilogram/jiwa x 5 jiwa = 4 kilogram sampah per hari, maka kapasitas 10 ton sampah per hari dihasilkan dari 2.500 kepala keluarga.
Dengan jumlah kepala keluarga tersebut, maka biaya Operasional sebesar Rp 1.498.253.380 per tahun dapat dikompensasi
dengan iuran kepala keluarga sebesar Rp 638.824 per tahun per kepala keluarga atau Rp 53.235 per bulan per kepala keluarga.
7. Bila pengelolaan dan pengolahan sampah mendapatkan subsidi CAPEX dan OPEX (baik penganggaran OPEX dan iuran per tahun per
kepala keluarga), maka tidak perlu dilakukan jual beli pelet sehingga pelet dapat digunakan untuk kepentingan masyarakat setempat dan
industri skala UKM.
Tabel V-8 Dasar Perhitungan Pengolahan Sampah Kapasitas 5 Ton per Hari
KETERANGAN JUMLAH SATUAN
Kapasitas Sampah/Hari 5000 Kg
Jumlah Sampah Non Organik Dan Residu 1500 Kg
Sampah Yang Dapat Diolah 3500 Kg
Waktu Yang Dibutuhkan Untuk Mencacah Sampah 5,8 Jam
Jumlah Sampah Setelah Dicacah 1750 Kg
Hasil Pelet 1662,5 Kg
Waktu Yang Dibutuhkan Untuk Proses Pelet 4,2 Jam
Tabel V-10 Perhitungan Operational Expenditure (OPEX) untuk Pengolahan Sampah Kapasitas 5 Ton per Hari
Komponen Opex Biaya Satuan (Rp) Jumlah Satuan Total (Rp)
Gaji Operator Biodrying Pemilahan dan Cacah 1,3 kali UMP
20.150.000 12 Bulan 241.800.000
DKI Jakarta jumlah 5 orang
Gaji Operator Peletisasi 1,3 kali UMP DKI Jakarta jumlah 3
12.090.000 12 Bulan 145.080.000
orang
Project Manager (onsite) / Tenaga Ahli 4.950.000 12 Bulan 59.400.000
Tunjangan (termasuk Asuransi dan Kesehatan Operator) 37.190.000 2 Kali Gaji 74.380.000
Bioaktivator AR124 35.000 912,5 Liter 31.937.500
Biaya Listrik Site Cacah (2 alat) 6.468.000 12 bulan 77.616.000
Biaya Listrik Site Pelet (2 alat) 5.544.000 12 bulan 66.528.000
Overhead (bahan bakar, listrik, internet, dll) 4.579.918 12 bulan 54.959.011
Maintenance & Spare Part 40.000.000 1 Tahun 40.000.000
TOTAL 791.700.511
PAJAK 79.170.051
TOTAL KESELURUHAN 870.870.562
Tabel V-12 Nilai Keekonomian Produk Pelet Biomassa untuk Pengolahan Sampah Kapasitas 5 Ton per Hari
Produksi Pelet Harian (Kg) Harga Jual Pelet (Rp/kg) IRR Payback Period (Tahun ke-)
1.662,5 2.180 12,5% 3
Hasil analisis keuangan untuk kapasitas olah sampah sebesar 5 ton per hari, menunjukkan hasil bahwa untuk mencapai nilai
keekonomian maka jumlah produksi minimal harian pelet biomassa adalah seberat 1662,5 kg dengan harga jual sekurangnya Rp 2.180 per
kilogram atau Rp 2.180.000 per ton.
Analisis perhitungan keuangan metoda TOSS dilakukan dengan beberapa dasar dan asumsi, yaitu:
a. Faktor bunga tahunan, sebesar 9%
b. Kenaikan nilai Opex tahunan, sebesar 5%
c. Kenaikan harga jual pelet tahunan, sebesar 4%
d. Terdapat potensi perawatan boks bambu tahunan sebanyak 25% dari total boks terpakai
Pada tabel berikut disajikan beberapa skenario yang dapat dilakukan untuk menurunkan harga jual pelet biomassa, dengan tetap
mempertahankan nilai IRR antara 12-14%.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari skenario-skenario di atas adalah sebagai berikut:
1. Skenario awal menunjukkan analisis keuangan bisnis murni, sehingga seluruh biaya CAPEX dan OPEX diharapkan dapat dipenuhi dari
hasil penjualan pelet biomassa. Skenario ini menunjukkan bahwa harga jual pelet adalah sebesar Rp 2.180.000 per ton;
2. Skenario A dilakukan dengan memberikan subsidi CAPEX untuk pembuatan shelter TOSS sebesar Rp 867.335.773 atau sekitar 47,3%
dari nilai CAPEX total, maka harga jual pelet menjadi Rp 1.850.000 per ton;
3. Skenario B dilakukan dengan memberikan subsidi CAPEX untuk penyediaan mesin cacah dan pelet TOSS sebesar Rp 550.000.000
atau sekitar 30,0% dari nilai CAPEX total, maka harga jual pelet menjadi Rp 1.970.000 per ton. Subsidi Capex penyediaan mesin cacah
dan pelet TOSS dapat diterapkan pada TPST 3R eksisting yang sudah dibangun agar jenis sampah organik dan/atau biomassa dapat
dikelola dan diolah dengan metoda TOSS;
5. Skenario D dilakukan dengan memberikan subsidi CAPEX pada mesin dan shelter secara penuh (tidak termasuk pembuatan boks
biodrying, pembuatan bioaktivator, timbangan sampah dan peralatan penunjang, kompor pelet, tools/equipments) sebesar Rp
1.565.835.773 atau sekitar 85,5% dari nilai CAPEX total, maka harga jual pelet menjadi Rp 1.585.000 per ton;
6. Skenario E dilakukan dengan adanya kontribusi dana OPEX secara penuh untuk pengelolaan dan pengolahan sampah 5 ton per hari
sebesar Rp 870.870.562 atau 100% dari nilai OPEX total, maka harga jual pelet dapat diturunkan menjadi Rp 700.000 per ton. Skenario E
ini dapat dilakukan dengan skema:
a. Penganggaran pemerintah daerah melalui kecamatan atau desa
b. Pembebanan biaya iuran sampah per kepala keluarga dengan perhitungan setiap kepala keluarga berkontribusi terhadap 0,8
kilogram/jiwa x 5 jiwa = 4 kilogram sampah per hari, maka kapasitas 5 ton sampah per hari dihasilkan dari 1.250 kepala keluarga.
Dengan jumlah kepala keluarga tersebut, maka biaya Operasional sebesar Rp 870.870.562 per tahun dapat dikompensasi dengan
iuran kepala keluarga sebesar Rp 696.696 per tahun per kepala keluarga atau Rp 58.058 per bulan per kepala keluarga.
7. Bila pengelolaan dan pengolahan sampah mendapatkan subsidi CAPEX dan OPEX (baik penganggaran OPEX dan iuran per tahun per
kepala keluarga), maka tidak perlu dilakukan jual beli pelet sehingga pelet dapat digunakan untuk kepentingan masyarakat setempat dan
industri skala UKM.
Tabel V-14 Dasar Perhitungan Pengolahan Sampah Kapasitas 3 Ton per Hari
KETERANGAN JUMLAH SATUAN
Kapasitas Sampah/Hari 3000 Kg
Jumlah Sampah Non Organik Dan Residu 900 Kg
Sampah Yang Dapat Diolah 2100 Kg
Waktu Yang Dibutuhkan Untuk Mencacah Sampah 7,0 Jam
Jumlah Sampah Setelah Dicacah 1050 Kg
Hasil Pelet 997,5 Kg
Waktu Yang Dibutuhkan Untuk Proses Pelet 5,0 Jam
Tabel V-16 Perhitungan Operational Expenditure (OPEX) untuk Pengolahan Sampah Kapasitas 3 Ton per Hari
Komponen Opex Biaya Satuan (Rp) Jumlah Satuan Total (Rp)
Gaji Operator Biodrying Pemilahan dan Cacah 1,3 kali UMP
12.090.000 12 Bulan 145,080,000
DKI Jakarta jumlah 3 orang
Gaji Operator Peletisasi 1,3 kali UMP DKI Jakarta jumlah 2
8.060.000 12 Bulan 96,720,000
orang
Project Manager (onsite) / Tenaga Ahli 4.950.000 12 Bulan 59,400,000
Tunjangan (termasuk Asuransi dan Kesehatan Operator) 25.100.000 2 Kali Gaji 50,200,000
Bioaktivator AR124 35.000 547,5 Liter 19.162.500
Biaya Listrik Site Cacah (1 alat) 3.696.000 12 bulan 44,352,000
Biaya Listrik Site Pelet (1 alat) 2.772.000 12 bulan 33,264,000
Overhead (bahan bakar, listrik, internet, dll) 2.659.726 12 bulan 31.916.709
Maintenance & Spare Part 20.000.000 1 Tahun 20.000,000
TOTAL 500.095.209
PAJAK 50.009.521
TOTAL KESELURUHAN 550.104.729
Tabel V-18 Nilai Keekonomian Produk Pelet Biomassa untuk Pengolahan Sampah Kapasitas 3 Ton per Hari
Produksi Pelet Harian (Kg) Harga Jual Pelet (Rp/kg) IRR Payback Period (Tahun ke-)
997,5 2.230 12,3% 3
Hasil analisis keuangan untuk kapasitas olah sampah sebesar 3 ton per hari, menunjukkan hasil bahwa untuk mencapai nilai
keekonomian maka jumlah produksi minimal harian pelet biomassa adalah seberat 997,5 kg dengan harga jual sekurangnya Rp 2.230 per
kilogram atau Rp 2.230.000 per ton.
Analisis perhitungan keuangan metoda TOSS dilakukan dengan beberapa dasar dan asumsi, yaitu:
a. Faktor bunga tahunan, sebesar 9%
b. Kenaikan nilai Opex tahunan, sebesar 5%
c. Kenaikan harga jual pelet tahunan, sebesar 4%
d. Terdapat potensi perawatan boks bambu tahunan sebanyak 25% dari total boks terpakai
Pada tabel berikut disajikan beberapa skenario yang dapat dilakukan untuk menurunkan harga jual pelet biomassa, dengan tetap
mempertahankan nilai IRR antara 12-14%.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari skenario-skenario di atas adalah sebagai berikut:
1. Skenario awal menunjukkan analisis keuangan bisnis murni, sehingga seluruh biaya CAPEX dan OPEX diharapkan dapat dipenuhi dari
hasil penjualan pelet biomassa. Skenario ini menunjukkan bahwa harga jual pelet adalah sebesar Rp 2.230.000 per ton;
2. Skenario A dilakukan dengan memberikan subsidi CAPEX untuk pembuatan shelter TOSS sebesar Rp 566.511.534 atau sekitar 53,2%
dari nilai CAPEX total, maka harga jual pelet menjadi Rp 1.875.000 per ton;
3. Skenario B dilakukan dengan memberikan subsidi CAPEX untuk penyediaan mesin cacah dan pelet TOSS sebesar Rp 275.000.000
atau sekitar 25,8% dari nilai CAPEX total, maka harga jual pelet menjadi Rp 2.060.000 per ton. Subsidi Capex penyediaan mesin cacah
dan pelet TOSS dapat diterapkan pada TPST 3R eksisting yang sudah dibangun agar jenis sampah organik dan/atau biomassa dapat
dikelola dan diolah dengan metoda TOSS;
5. Skenario D dilakukan dengan memberikan subsidi CAPEX pada mesin dan shelter secara penuh (tidak termasuk pembuatan boks
biodrying, pembuatan bioaktivator, timbangan sampah dan peralatan penunjang, kompor pelet, tools/equipments) sebesar Rp
880.011.534 atau sekitar 82,7% dari nilai CAPEX total, maka harga jual pelet menjadi Rp 1.680.000 per ton;
6. Skenario E dilakukan dengan adanya kontribusi dana OPEX secara penuh untuk pengelolaan dan pengolahan sampah 3 ton per hari
sebesar Rp 550.104.729 atau 100% dari nilai OPEX total, maka harga jual pelet dapat diturunkan menjadi Rp 675.000 per ton. Skenario E
ini dapat dilakukan dengan skema:
a. Penganggaran pemerintah daerah melalui kecamatan atau desa
b. Pembebanan biaya iuran sampah per kepala keluarga dengan perhitungan setiap kepala keluarga berkontribusi terhadap 0,8
kilogram/jiwa x 5 jiwa = 4 kilogram sampah per hari, maka kapasitas 3 ton sampah per hari dihasilkan dari 750 kepala keluarga.
Dengan jumlah kepala keluarga tersebut, maka biaya Operasional sebesar Rp 550.104.729 per tahun dapat dikompensasi dengan
iuran kepala keluarga sebesar Rp 733.473 per tahun per kepala keluarga atau Rp 61.123 per bulan per kepala keluarga.
7. Bila pengelolaan dan pengolahan sampah mendapatkan subsidi CAPEX dan OPEX (baik penganggaran OPEX dan iuran per tahun per
kepala keluarga), maka tidak perlu dilakukan jual beli pelet sehingga pelet dapat digunakan untuk kepentingan masyarakat setempat dan
industri skala UKM.
Tabel V-20 Dasar Perhitungan Pengolahan Sampah Kapasitas 1 Ton per Hari
KETERANGAN JUMLAH SATUAN
Kapasitas Sampah/Hari 1000 Kg
Jumlah Sampah Non Organik Dan Residu 300 Kg
Sampah Yang Dapat Diolah 700 Kg
Waktu Yang Dibutuhkan Untuk Mencacah Sampah 2.3 Jam
Jumlah Sampah Setelah Dicacah 350 Kg
Tabel V-24 Nilai Keekonomian Produk Pelet Biomassa untuk Pengolahan Sampah Kapasitas 1 Ton per Hari
Produksi Pelet Harian (Kg) Harga Jual Pelet (Rp/kg) IRR Payback Period (Tahun ke-)
332,5 3.150 12,6% 3
Hasil analisis keuangan untuk kapasitas olah sampah sebesar 1 ton per hari, menunjukkan hasil bahwa untuk mencapai nilai
keekonomian maka jumlah produksi minimal harian pelet biomassa adalah seberat 332,5 kg dengan harga jual sekurangnya Rp 3.150 per
kilogram atau Rp 3.150.000 per ton.
Analisis perhitungan keuangan metoda TOSS dilakukan dengan beberapa dasar dan asumsi, yaitu:
a. Faktor bunga tahunan, sebesar 9%
b. Kenaikan nilai Opex tahunan, sebesar 5%
c. Kenaikan harga jual pelet tahunan, sebesar 4%
d. Terdapat potensi perawatan boks bambu tahunan sebanyak 25% dari total boks terpakai
Pada tabel berikut disajikan beberapa skenario yang dapat dilakukan untuk menurunkan harga jual pelet biomassa, dengan tetap
mempertahankan nilai IRR antara 12-14%.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari skenario-skenario di atas adalah sebagai berikut:
1. Skenario awal menunjukkan analisis keuangan bisnis murni, sehingga seluruh biaya CAPEX dan OPEX diharapkan dapat dipenuhi dari
hasil penjualan pelet biomassa. Skenario ini menunjukkan bahwa harga jual pelet adalah sebesar Rp 3.150.000 per ton;
2. Skenario A dilakukan dengan memberikan subsidi CAPEX untuk pembuatan shelter TOSS sebesar Rp 566.511.534 atau sekitar 71,3%
dari nilai CAPEX total, maka harga jual pelet menjadi Rp 2.065.000 per ton;
3. Skenario B dilakukan dengan memberikan subsidi CAPEX untuk penyediaan mesin cacah TOSS sebesar Rp 126.500.000 atau sekitar
15,9% dari nilai CAPEX total, maka harga jual pelet menjadi Rp 2.900.000 per ton. Subsidi Capex penyediaan mesin cacah dan pelet
TOSS dapat diterapkan pada TPST 3R eksisting yang sudah dibangun agar jenis sampah organik dan/atau biomassa dapat dikelola dan
diolah dengan metoda TOSS;
5. Skenario D dilakukan dengan memberikan subsidi CAPEX pada mesin dan shelter secara penuh (tidak termasuk pembuatan boks
biodrying, pembuatan bioaktivator, timbangan sampah dan peralatan penunjang, tools/equipments) sebesar Rp 731.511.534 atau
sekitar 92,1% dari nilai CAPEX total, maka harga jual pelet menjadi Rp 1.755.000 per ton;
6. Skenario E dilakukan dengan adanya kontribusi dana OPEX secara penuh untuk pengelolaan dan pengolahan sampah 1 ton per hari
sebesar Rp 191.886.897 atau 100% dari nilai OPEX total, maka harga jual pelet dapat diturunkan menjadi Rp 1.500.000 per ton. Skenario
E ini dapat dilakukan dengan skema:
a. Penganggaran pemerintah daerah melalui kecamatan atau desa
b. Pembebanan biaya iuran sampah per kepala keluarga dengan perhitungan setiap kepala keluarga berkontribusi terhadap 0,8
kilogram/jiwa x 5 jiwa = 4 kilogram sampah per hari, maka kapasitas 1 ton sampah per hari dihasilkan dari 250 kepala keluarga.
Dengan jumlah kepala keluarga tersebut, maka biaya Operasional sebesar Rp 191.886.897 per tahun dapat dikompensasi dengan
iuran kepala keluarga sebesar Rp 767.548 per tahun per kepala keluarga atau Rp 63.962 per bulan per kepala keluarga.
7. Bila pengelolaan dan pengolahan sampah mendapatkan subsidi CAPEX dan OPEX (baik penganggaran OPEX dan iuran per tahun per
kepala keluarga), maka tidak perlu dilakukan jual beli pelet sehingga pelet dapat digunakan untuk kepentingan masyarakat setempat dan
industri skala UKM.
Model matematika
Harga pelet sampah (b) = harga batu bara setara ( c ) - nilai manfaat lingkungan dari batu
bara (cm) + nilai kerugian batu bara (cr) + nilai manfaat lingkungan pelet sampah (bm) – nilai
kerugian lingkungan dari pelet sampah (br)
Persamaan matematika:
b = c - cm + cr + bm - br
Nilai kerugian lingkungan dihitung dari jumlah emisi setara karbon (mengacu ke
standar US EPA (Environmental Protection Agency) dikalikan dengan nilai kompensasi atas
usaha untuk mereduksi emisi Green House Gasses setara karbon yang nilainya belum
disepakati tetapi secara perhitungan berada disekitar US$ 12 per ton CO 2 equivalent. Dalam
perhitungan simulasi di sini digunakan angka asumsi moderat yaitu 5 (lima) US$ per ton
CO2 equivalent.
Angka-angka komponen persamaan matematik
c: Harga batu bara dengan nilai kalori: 5000 kcal/kg adalah US$ 70 per ton (diambil
kesetaran harga dari RUPTL 2019-2028), sehingga nilai setara untuk batu bara
dengan kalori 3000 kcal/kg adalah US$ 42 atau Rp 588.000 (1 U$ = Rp 14.000)
atau dibulatkan c = Rp 600.000 per ton
cm: Nilai manfaat lingkungan batu bara = tidak ada=0
cr : Nilai emisi green house gasses (GHG) akibat pembakaran batu bara menurut US-
EPA adalah sebesar 9,08x10-4 metric tones CO2/pound of coal atau 2 x 10-3 ton/ kg,
atau cr =2 kg CO2/kg batu bara yang dibakar
b: harga pelet akan dihitung dengan simulasi untuk berbagai kondisi berikut
* Tanpa nilai manfaat dan kerugian lingkungan
** Memperhitungkan nilai manfaat dan lingkungan
bm : nilai manfaat lingkungan dengan olah sampah komunitas terdiri dari
Tujuan utama dari capacity building ini adalah memberikan alternatif solusi untuk
menjawab dua masalah utama yang saat ini menjadi sasaran pemerintah, yaitu: 1)
permasalahan sampah; dan 2) pencapaian target bauran energi terbarukan sesuai dengan
komitmen Paris untuk penurunan gas rumah kaca (Green House Gasses-GHG). Model
alternatif yang akan kami sajikan adalah TOSS untuk mengolah sampah menjadi batu bara
nabati atau Bahan Bakar Jumputan padat (BBJP). Metoda TOSS dijalankan dengan
menggunakan peralatan lokal dan pemberdayakan masyarakat setempat. Metoda ini telah
berhasil melewati tahap penelitian dan uji coba di lebih dari 10 lokasi dan tahapan
implementasi di Kabupaten Klungkung, Yon Armed Bekasi, dan kantor Gerakan Ciliwung
Bersih DKI.
Saat ini program TOSS sedang dijalankan oleh Bupati Ende bekerja sama dengan
PT Comestoarra Bentarra Noesantarra (startup company comestoarra.com) dan PLN
(Persero) UPK Flores dalam memproduksi BBJP. Program produksi BBJP ini dilakukan oleh
masyarakat dan pemanfaatannya dipakai untuk bahan baku co-firing di PLTU Ropa serta
substitusi minyak tanah dan kayu bakar, yang sebagian besar masih digunakan oleh
masyarakat di kabupaten Ende. TOSS Ende adalah salah satu program pengelolaan dan
pengolahan sampah menjadi energi yang cukup komprehensif yang dibangun melalui
kolaborasi multi stakeholders dengan mengacu pada peraturan Menteri Dalam Negeri No.
22 tahun 2020 tentang Tata Cara Kerja Sama Daerah dengan Daerah Lain dan Kerja Sama
Daerah dengan Pihak Ketiga. Selain itu, perancangan supply chain management menjadi
strategi kunci dalam membangun ekosistem TOSS untuk kepentingan keberlanjutan
produksi BBJP. Keberlanjutan ini dimungkinkan dengan terciptanya ekonomi sirkuler di
tengah masyarakat dan menjamin ketersediaan pasokan BBJP tersebut kepada PLTU
Ropa. Dengan sejumlah obervasi dan uji coba yang dilakukan, maka pada 25 Juni 2021
akan dilakukan kick off continuous run co-firing di PLTU Ropa hingga 3000 ton BBJP yang
diproduksi masyarakat di kabupaten Ende sebelum diumumkan komersil oleh PT PLN
(Persero) pada Desember 2021.
Oleh karenanya, dalam capacity building ini, startup company comestoarra.com
berupaya melakukan sharing knowledge and experience dalam implementasi dan
pengembangan TOSS dengan produk BBJP yang dihasilkan dapat dimanfaatkan untuk
kebutuhan rumah tangga, industri, sampai pembangkit tenaga listrik. Sampah yang
dimaksud dalam capacity building ini bukan hanya sampah kota, tetapi termasuk sampah
Terima kasih yang mendalam kepada Supriadi Legino dan Djoko Hastowo, selaku inisiator dan pembina TOSS. Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada Achmad Rizal
Muttaqin, Lalu Aprian Hamdani, Lalu Dani Sapriadi, Muhammad Nasri, Ivan, dan Satria Brunner selaku tim penggerak TOSS, serta Juni Setiawan dan tim GGS. Apresiasi
juga disampaikan kepada seluruh pemangku kepentingan yang telah mendukung kegiatan TOSS di Kabupaten Klungkung, Bali; Gerakan Ciliwung Bersih, DKI Jakarta; Yon
Armed di Bekasi, Jawa Barat; Tanjung Jati, Jawa Tengah; Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan; TPA Kebon Kongok Lombok, NTB; serta lokasi-lokasi lainnya.
Penghargaan dan rasa persaudaraan yang mendalam kepada Bupati Ende, Manajer PT PLN (Persero) UPK Flores, dan tim TOSS ENDE yang berjuang tanpa mengenal lelah
dan penuh semangat.