Anda di halaman 1dari 40

MAKALAH PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI

TEORI MENGENAI LIMBAH PADAT, SUMBAR LIMBAH DAN CARA


PENGOLAHAN

Disusun Guna Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah


Pengolahan Limbah Industri
Dosen Pengampu : Ida Umarul Mufidah , S.T., M.Si,

Disusun Oleh :

● Anggoro Nur Setiawan (022019002)


● Aura Niken Adiratna (022019004)
● Enggar Mulia Ramadhani Widagdo (022019008)
● Muhammad Ilham Tjipto Nugraha (022019020)
● Nethaliza Batara (022019023)

PROGRAM STUDI KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA


POLITEKNIK KETENAGAKERJAAN
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN
2021

i
Lembar Pembagian Tugas

No Nama Tugas TTD

Membuat
1. Anggoro Nur Setiawan
makalah + Materi

Membuat PPT +
2. Aura Niken Adiratna
Materi

Enggar Mulia Membuat PPT +


3.
Ramadhani Widagdo Materi

Muhammad Ilham Tjipto Membuat


3.
Nugraha makalah + Materi

Membuat PPT+
4. Nethaliza Batara
Materi

ii
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, saya panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang
telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kelompok
saya , sehingga kelompok saya dapat menyelesaikan makalah
Pengolahan Limbah Industri ini .

Makalah ini telah kelompok saya susun dengan maksimal . Terlepas dari
semua itu, kelompok saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya dalam
makalah . Oleh karena itu dengan tangan terbuka untuk kelompok saya
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kelompok saya
dapat memperbaiki makalah Pengolahan Limbah Industri

Akhir kata kelompok saya berharap semoga makalah Pengolahan Limbah


Industri ini bisa bermanfaat untuk masyarakat dan dapat memberikan
inpirasi terhadap pembaca.

Demikian, semoga Allah Subhanahu Wata’ala, Tuhan Yang Maha Esa


selalu meridhoi segala usaha kita, dan berbagai hasil yang dicapai kiranya
dapat bermanfaat. Wassalaamu’alaikum Warohmatullaahi Wabarakaatuh.

Ciracas , 1 April 2021

Penyusun kel 3

DAFTAR ISI

iii
Lembar Pembagian Tugas ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI iv
BAB I 5
PENDAHULUAN 5
1.1 Latar Belakang 5
1.2 Rumusan Masalah 5
1.3 Tujuan Penulisan 6
BAB II 7
PEMBAHASAN 7
2.1. Pengertian 7
2.2. Jenis Limbah 8
2.3. Pengolahan Limbah Industri 9
2.4. Dasar- Dasar Pengomposan 14
2.5 Manfaat Kompos 16
2.6. Tahapan Pengomposan 17
2.7. Dasar- Dasar Pengomposan 19
2.8. Teori Inersi 23
2.9. Proses Kerja Insinerator Limbah Padat Menjadi Listrik 25
2.10. Teori Biogasifikasi Dan Pemanfaatan Gas Bio 28
2.11. Manajemen Teknologi Limbah Padat Terintefrasi 32
2.12. Pemadatan dan stabilisasi limbah diluar lokasi 34
2.13. Bahaya kebakaran 34
BAB III 37
3.1. Kesimpulan 37
3.2. Saran 37
DAFTAR PUSTAKA 38

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diera sekarang ini banyak produk yang dapat dihasilkan menjadi


produk yang lebih canggih praktis dan bermutu. Hasil produksi limbah
akan menghasilkan suatu limbah sebagai hasil sisa produksi. Limbah
padat atau sampah padat adalah salah satu bentuk limbah yang
terdapat di lingkungan yang belum memiliki nilai ekonomi dan nlai
positif bahkan dapat memiliki nilai ekonomi yang negatif, Menurut
undang- undang RI nomor 23 tahun 1997 tentang pengolaan
lingkungan hidup.

Besarnya sampah yang dihasilkan suatu daerha tertentu sebanding


dengan jumlah penduduk , jenis aktivitas dan tingkat konsumsi
penduduk. Sumber dari limbah padat berupa padatan atau lumber
merupkan hasil pengolhan dari industri kertas,pulp, pabrik gula serta
layon dan lain-lain. Selain kandungan pada limbah padat mengandung
bahan kimia yang dapat merusak lingkungan. Untuk itu perlu diolah
agar mengurangi dampak bahkan dapat menghasilkan nilai positif baik
untuk lingkungan ataupun manusia. Selain itu pemenuhan terhadap
aspek lingkungan , khususnya manajemen limbah padat dalam lingkup
industri yakni dapat menuntut peningkatan kualitas SDM yang nantinya
berdampak pada lingkungan dan manusia.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud limbah padat ?
2. Bagaimana proses terbentuknya limbah padat ? serta apa saja
klasifikasi material teknik pada proses limbah padat ?
3. Bagaimana pengolahan limbah padat industri ?
4. Apa yang dimaksud pengomposan? Apa saja tahapan
pengomposan ?
5. Bagaimana proses kerja insinerator dari limbah padat menjadi
listrik?
6. Bagaimana teori biogasifikasi dan apa saja pemanfaatan gas bio
tersebut ?

5
1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan limbah padat itu


sendiri
2. Untuk mengetahui proses terbentuknya limbah padat serta material
teknik pada proses terbentuknya limbah padat
3. Untuk mengetahui proses limbah padat industri tersebut serta faktor
yang ada di proses limbah padat industri
4. Untuk mengetahui apa yang dimaksud pengomposan dan apa saja
tahapan pengomposan tersebut
5. Untuk mengetahui proses kerja insinerator dari limbah padat
menjadi listrik
6. Untuk mengetahui teori biogasifikasi dan apa saja pemanfaatan
gas bio tersebut

6
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian

Limbah padat atau sampah, merupakan material sisa yang tidak


diinginkan setelah berakhirnya suatu proses. Sampah didefinisikan
oleh manusia menurut derajat keterpakaiannya, dalam proses-proses
alam sebenarnya tidak ada konsep sampah, yang ada hanya produk-
produk yang dihasilkan setelah dan selama proses alam tersebut
berlangsung.

Limbah padat adalah hasil buangan industri berupa padatan,


lumpur, atau bubur yang berhasil dari suatu proses pengolahan
(Daryanto, 1995). Sumber-sumber limbah padat berupa padatan atau
lumpur merupakan hasil pengolahan dari industri kertas, pulp, pabrik
gula, rayon, plywood, limbah nuklir, pengawetan, buah, ikan, daging,
dan lain-lain.

Secara garis besar limbah padat terdiri dari:

a. Limbah padat yang mudah terbakar.


b. Limbah padat yang sukar terbakar.
c. Limbah padat yang mudah membusuk
d. Limbah yang dapat didaur ulang.
e. Limbah radioaktif.
f. Bongkaran bangunan.
g. Lumpur

7
2.2. Jenis Limbah

Berdasarkan sifatnya, limbah padat terbagi atas:

1. Sampah organik - dapat diurai (degradable)


Sampah organik merupakan sampah yang berasal dari
barang yang mengandung bahan-bahan organik, seperti
sisa-sisa sayuran, hewan, kertas, potongan-potongan kayu
dari peralatan rumah tangga, potongan-potongan ranting,
rumput pada waktu pembersihan kebun dan sebagainya.
2. Sampah anorganik - tidak terurai (undegradable)
Berdasarkan alam kemampuan diurai oleh
(biodegradability), maka dapat dibagi lagi menjadi:
a. Biodegradable, yaitu sampah yang dapat diuraikan
secara sempurna oleh proses biologi baik aerob atau
anaerob. Seperti sampah dapur, sisa-sisa hewan,
sampah pertanian, dan perkebunan.
b. Non-biodegradable, yaitu sampah yang tidak bisa
diuraikan oleh proses biologi. Dapat dibagi lagi
menjadi:
1) Recyclable: sampah yang dapat diolah dan
digunakan kembali karena memiliki nilai secara
ekonomi seperti plastik, kertas, pakaian dan lain-
lain.
2) Non-recyclable: sampah yang tidak memiliki nilai
ekonomi dan tidak dapat diolah atau diubah
kembali seperti tetra packs, carbon paper, thermo
coal dan lain-lain.

8
2.3. Pengolahan Limbah Industri

A. Proses Pengolahan Limbah Padat


Menurut sifatnya, pengolahan limbah padat dapat dibagi
menjadi dua cara, yaitu pengolahan limbah padat tanpa
pengolahan dan pengolahan limbah padat dengan pengolahan.
Limbah padat tanpa pengolahan adalah limbah padat yang tidak
mengandung unsur kimia beracun dan berbahaya, sehingga dapat
langsung dibuang ke tempat tertentu seperti Tempat Pembuangan
Akhir (TPA).

Limbah padat dengan pengolahan adalah limbah padat yang


mengandung unsur kimia beracun dan berbahaya, sehingga harus
diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke tempat-tempat tertentu.

Faktor-faktor yang perlu kita perhatikan sebelum kita


mengolah limbah padat adalah sebagai berikut :

1. Jumlah Limbah
Jika jumlah limbah sedikit, maka dapat dengan mudah
kita tangani sendiri. Jika jumlahnya banyak, maka
membutuhkan penanganan khusus. Terutama mengenai
tempat dan sarana pembuangan
2. Sifat Fisik dan Kimia Limbah
Sifat fisik mempengaruhi pilihan tempat pembuangan,
sarana pengangkutan, dan pilihan pengolahannya. Sifat
kimia dari limbah padat akan merusak dan mencemari
lingkungan dengan cara membentuk senyawa-senyawa
baru.
3. Kemungkinan Pencemaran dan kerusakan
Lingkungan
Karena lingkungan ada yang peka dan tidak peka
terhadap pencemaran, maka perlu kita perhatikan tempat

9
pembuangan akhir (TPA), unsur yang akan terkena, dan
tingkat pencemaran yang akan timbul.
4. Tujuan Akhir dari Pengolahan
Tujuan akhir dari pengolahan bersifat ekonomis dan
nonekonomis. Tujuan pengolahan yang bersifat
ekonomis adalah dengan meningkatkan efisiensi pabrik
secara menyeluruh dan mengambil kembali bahan yang
masih berguna untuk didaur ulang atau dimanfaat dalam
hal lain.

Sedangkan tujuan pengolahan yang bersifat nonekonomis


adalah untuk mencegah pencemaran dan kerusakan lingkungan
Dalam memproses pengolahan limbah padat terdapat empat
proses, yaitu (1) pemisahan, (2) penyusunan ukuran, (3)
pengomposan, dan (4) pembuangan limbah.

1. Pemisahan
Karena limbah padat terdiri dari ukuran yang berbeda
dan memiliki kandungan bahan yang berbeda juga,
maka harus dipisahkan terlebih dahulu, supaya peralatan
pengolahan menjadi awet.
Sistem pemisahan ada tiga, yaitu:
a. Sistem Balistik.
Adalah sistem pemisahan untuk mendapatkan
keseragaman ukuran/ berat/volume.
b. Sistem Gravitasi.
Adalah sistem pemisahan berdasarkan gaya
berat, misalnya barang yang ringan/terapung dan
barang yang berat/ tenggelam.
c. Sistem Magnetis.

10
Adalah sistem pemisahan berdasarkan sifat
magnet yang bersifat agnet, akan langsung
menempel. Misalnya untuk memisahkan campuran
logam dan nonlogam.

2. Penyusunan Ukuran
Penyusunan ukuran dilakukan untuk memperoleh
ukuran yang lebih kecil agar pengolahannya menjadi
mudah.

3. Pengomposan
Pengomposan dilakukan terhadap buangan/limbah
yang mudah membusuk, seperti sampah kota, buangan
atau kotoran hewan, dan juga lumpur pabrik. Supaya
hasil pengomposan baik, limbah padat harus dipisahkan
dan disamakan ukurannya atau volumenya.

4. Pembuangan Limbah
Proses akhir dari pengolahan limbah padat adalah
pembuangan limbah yang dibagi menjadi dua yaitu :

a. Pembuangan di Laut
Pembuangan limbah padat di laut, tidak boleh
dilakukan di sembarang tempat. Perlu diketahui
bahwa tidak semua limbah padat dapat dibuang ke
laut. Hal ini disebabkan:
1) Laut sebagai tempat mencari ikan bagi
nelayan.
2) Laut sebagai tempat rekreasi dan lalu lintas
kapal.
3) Laut menjadi dangkal.
b. Pembuangan di darat atau tanah

11
Untuk pembuangan di darat, perlu dilakukan
pemilihan lokasi dengan pertimbangan sebagai
berikut :
1) Pengaruh iklim, temperatur, dan angin.
2) Struktur tanah.
3) Jaraknya jauh dengan permukiman.
4) Pengaruh terhadap sumber lain,

Bagi limbah padat yang tidak punya nilai ekonomisdapat


ditangani dengan berbagai cara, antara lain ditimbun pada suatu
tempat, diolah kembali kemudian dibuang dan dibakar.
Perlakuan limbah padat yang tidak punya nilai ekonomis
sebagian besar dilakukan sebagai berikut:

1. Ditumpuk pada areal tertentu


Penimbunan limbah padat pada areal tertentu
membutuhkan tempat yang luas dan berpotensi merusak
pemandangan di sekeliling penimbunan. Penimbunan
mengakibatkan pembusukan yang menimbulkan bau di
sekitarnya karena adanya reaksi kimia yang
menghasilkan gas tertentu
Dengan penimbunan, permukaan tanah menjadi
rusak dan air yang meresap ke dalam tanah mengalami
kontaminasi dengan bakteri tertentu yang mengakibatkan
turunnya kualitas air tanah, Pada musim kemarau
timbunan mengalami kekeringan dan ini mengundang
bahaya kebakaran.

2. Pembakaran
Limbah padat yang dibakar menimbulkan asap,bau,
dan debu. Pembakaran ini menjadi sumber pencemaran
udara dengan memunculkan bahan pencemar seperti

12
hidrokarbon, karbon monoksida,bau, partikel, dan sulfur
dioksida.

3. Pembuangan
Pembuangan tanpa rencana sangat membahayakan
lingkungan. Beberapa pabrik membuang limbah
padatnya ke sungai karena diperkirakan larut ataupun
membusuk dalam air. Ini adalah perkiraan yang keliru,
sebab setiap pembuangan bahan padatan, baik itu
lumpur atau buburan, akanmenambah total solid dalam
air sungai.
Berdasarkan klasifikasi limbah padat serta akibat
yang ditimbulkannya, sistem pengelolaan dapat
dilakukan menurut:

a. Limbah padat yang dapat ditimbun tanpa


membahayakan
b. Limbah padat yang dapat ditimbun tetapi
berbahaya.
c. Limbah padat yang tidak dapat ditimbun.

Di dalam pengolahannya dilakukan melalui tiga cara


yaitu :

a. Pemisahan.
b. Penyusutan ukuran.
c. Pengomposan

Pemisahan adalah pengambilan bahan tertentu


kemudian diolah kembali sehingga mempunyai nilai
ekonomis
Penyusutan ukuran bertujuan untuk memudahkan
pengolahan limbah selanjutnya, misalnya pembakaran.

13
Dengan ukuran yang lebih kecil maka akan lebih mudah
membawa atau membakar pada tungku pembakaran.
Hal ini bertujuan untuk mengurangi volume maupun
berat.
Pengomposan adalah proses melalui biokimia, yaitu
zat organik dalam limbah akan dipecah, sehingga
menghasilkan humus yang berguna untuk memperbaiki
struktur tanah.

2.4. Dasar- Dasar Pengomposan

Pengomposan adalah proses di mana bahan organik


mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-
mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi.
Secara alami, bahan-bahan organik akan mengalami penguraian di
alam dengan bantuan mikroba maupun biota tanah lainnya. Namun
proses pengomposan yang terjadi secara alami berlangsung lama
dan lambat. Untuk mempercepat proses pengomposan telah banyak
dikembangkan teknologi-teknologi pengomposan. Baik
pengomposan dengan teknologi sederhana, sedang, maupun
teknologi tinggi. Pada prinsipnya pengembangan teknologi
pengomposan didasarkan pada proses penguraian bahan organik
yang terjadi secara alami. Proses penguraian dioptimalkan
sedemikian rupa sehingga pengomposan dapat berjalan dengan
lebih cepat dan efisien
Teknologi pengomposan saat ini menjadi sangat
penting,terutama untuk mengatasi permasalahan limbah organik,
seperti untuk mengatasi masalah sampah di kota-kota besar, limbah
organik industri, serta limbah pertanian dan perkebunan. Teknologi
pengomposan sampah sangat beragam, baik secara aerobik
maupun anaerobik, dengan atau tanpa aktivator pengomposan.
Aktivator pengomposan yang sudah banyak beredar antara lain

14
PROMI (Promoting Microbes), OrgaDec, SuperDec, ActiComp,
BioPos, EM4, Green Phoskko Organic Decomposer, dan
SUPERFARM (Effective Microorganism) atau menggunakan cacing
guna mendapatkan kompos (vermicompost). Setiap aktivator
memiliki keunggulan sendiri-sendiri.
Pengomposan secara aerobik adalah teknik yang paling
banyak digunakan, karena mudah dan murah, serta tidak
membutuhkan kontrol proses yang terlalu sulit. Dekomposisi bahan
dilakukan oleh mikroorganisme di dalam bahan itu sendiri dengan
bantuan udara. Sedangkan pengomposan secara anaerobik
memanfaatkan mikroorganisme yang tidak membutuhkan udara
dalam mendegradasi bahan organik. Hasil akhir dari pengomposan
ini merupakan bahan yang sangat dibutuhkan untuk kepentingan
tanah-tanah pertanian di Indonesia, sebagai upaya untuk
memperbaiki sifat kimia, fisika dan biologi tanah, sehingga produksi
tanaman menjadi lebih tinggi.
Kompos yang dihasilkan dari pengomposan limbah padat
dapat digunakan untuk menguatkan struktur lahan kritis,
menggemburkan kembali tanah pertanian, menggemburkan kembali
tanah petamanan, sebagai bahan penutup limbah padat di TPA,
eklamasi pantai pasca penambangan, sebagai media tanaman, serta
mengurangi penggunaan pupuk kimia. Bahan baku pengomposan
adalah semua material organik yang mengandung karbon dan
nitrogen, seperti kotoran hewan, sampah hijauan, sampah kota,
lumpur cair, dan limbah industri pertanian. Berikut bahan-bahan yang
umum dijadikan bahan baku pengomposan (Tabel 3.1)

15
2.5 Manfaat Kompos

Kompos ibarat multivitamin untuk tanah pertanian. Kompos


akan meningkatkan kesuburan tanah dan merangsang perakaran
yang sehat. Kompos memperbaiki struktur tanah dengan
meningkatkan kandungari bahan organik tanah dan akan
meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan
air tanah. Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman
akan meningkat dengan penambahan kompos.

Aktivitas mikroba ini membantu tanaman untuk menyerap unsur


hara dari tanah dan menghasilkan senyawa yang dapat merangsang
pertumbuhan tanaman. Aktivitas mikroba tanah juga diketahui dapat
membantu tanaman menghadapi serangan penyakit.

Kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa


aspek:

1. Aspek Ekonomi :
a. Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan
limbah.
b. Mengurangi volume/ukuran limbah.
c. Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan
asalnya.

16
2. Aspek Lingkungan :
a. Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah.
b. Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan.
3. Aspek bagi tanah/tanaman:
a. Meningkatkan kesuburan tanah.
b. Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah.
c. Meningkatkan kapasitas jerap air tanah.
d. Meningkatkan aktivitas mikroba tanah.
e. Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan
jumlah panen).
f. Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman.
g. Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman.
h. Meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah.

2.6. Tahapan Pengomposan

1. Pemilahan Limbah Padat

Pada tahap ini dilakukan pemisahan sampah organik dari


limbah padat anorganik (barang lapak dan barang
berbahaya). Pemilahan harus dilakukan dengan teliti karena
akan menentukan kelancaran proses dan mutu kompos
yang dihasilkan.
2. Pengecilan Ukuran
Pengecilan ukuran dilakukan untuk memperluas permukaan
sampah, sehingga sampah dapat dengan mudah dan cepat
didekomposisi menjadi kompos
3. Penyusunan Tumpukan
a. Bahan organik yang telah melewati tahap pemilahan dan
pengecil ukuran kemudian disusun menjadi tumpukan.

17
b. Desain penumpukan yang biasa digunakan adalah
desain memanjang dengan dimensi panjang x lebar x
tinggi = 2m x 12m x 1,75m.
c. Pada tiap tumpukan dapat diberi terowongan bamboo
(windrow) yang berfungsi mengalirkan udara di dalam
tumpukan.
4. Pembalikan
Pembalikan dilakukan untuk membuang panas yang
berlebihan, memasukkan udara segar ke dalam tumpukan
bahan, meratakan proses pelapukan di setiap bagian
tumpukan, meratakan pemberian air, serta membantu
penghancuran bahan menjadi partikel kecil-kecil.
5. Penyiraman
a. Peny dilakukan terhadap bahan baku dan tumpukan
yang terlalu kering (kelembaban kurang dari 50%)
b. Secara manual perlu tidaknya penyiraman dapat
dilakukan dengan memeras segenggam bahan dari
bagian dalam tumpukan
c. Apabila pada saat digenggam kemudian diperas tidak
keluar air, maka tumpukan sampah harus ditambahkan
air. Sedangkan jika sebelum diperas sudah keluar air,
maka tumpukan terlalu basah oleh karena itu perlu
dilakukan pembalikan.
6. Pematangan
a. Setelah pengomposan berjalan 30 - 40 hari, suhu
tumpukan akan semakin menurun hingga mendekati
suhu ruangan.
b. Pada saat itu tumpukan telah lapuk, berwarna coklat tua
atau kehitaman. Kompos masuk pada tahap pematangan
selama 14 hari.
7. Penyaringan

18
a. Penyaringan dilakukan untuk memperoleh ukuran partikel
kompos sesuai dengan kebutuhan dan untuk
memisahkan bahan-bahan yang tidak dapat
díkomposkan yang lolos dari proses pemilahan di awal
proses.
b. Bahan yang belum terkomposkan dikembalikan ke dalam
tumpukan yang baru, sedangkan bahan yang tidak
terkomposkan dibuang sebagai residu.
8. Pengemasan dan Penyimpanan
a. Kompos yang telah disaring dikemas dalam kantung
sesuai dengan kebutuhan pemasaran.
b. Kompos yang telah dikemas disimpan dalam gudang
yang aman dan terlindung dari cumbuhnya jamur
(tercemari oleh bibit jamur, tumbuhnya benih gulma, dan
benih lain yang tidak diinginkan. Benih tersebut bisa saja
tumbuh karena terbawa oleh angin.

2.7. Dasar- Dasar Pengomposan

1. Bahan-bahan yang Dapat Dikomposkan

Semua bahan-bahan organik padat dapat dikomposkan,


misalnya limbah organik rumah tangga, sampah-sampah organik
pasar atau kota, kertas, kotoran atau limbah peternakan, limbah
pertanian, limbah agroindustri, dan lain sebagainya. Bahan organik
yang sulit untuk dikomposkan antara lain tulang, tanduk, rambut.

2. Proses Pengomposan

Proses pengomposan secara sederhana dapat dibagi


menjadi dua tahap, yaitu :

a. Tahap aktif.

19
Suhu tumpukan kompos akan meningkat dengan
cepat hingga 50o-70oC diikuti peningkatan pH. Suhu akan
tetap tinggi selama waktu tertentu. Mikroba-mikroba di
dalam kompos dengan menggunakan oksigen akan
menguraikan bahan organik CO2, uap air, dan panas.
b. Tahap pematangan.
Setelah sebagian besar bahan telah terurai, maka
suhu akan berangsur mengalami penurunan. Pada saat
ini terjadi pematangan kompos tingkat lanjut, yaitu
pembentukan kompleks liat humus. Selama proses
pengomposan akan terjadi penyusutan volume maupun
biomassa bahan.
Proses pengomposan tergantung pada karakteristik
bahan yang dikomposkan, aktivator pengomposan yang
dipergunakan, dan metode pengomposan yang
dilakukan.

20
Tabel. 3.2. Organisasi yang Terlibat dalam Proses Pengomposan

Kelompok Organisme Jumlah/gr Kompos


Organisme

Mikroflora Bakteri, 108-109; 105-108; 104-


Aktinomicetes, 106
Kapang

Mikrofauna Protozoa 104-105

Makroflora Jamur tingkat tinggi

Makrofauna Cacing tanah, rayap,


semut, kutu, dan lain-
lain

21
3. Faktor yang Mempengaruhi Proses Pengomposan
Menciptakan kondisi yang optimal untuk proses pengomposan
sangat menentukan keberhasilan proses pengomposan itu sendiri.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengomposan antara lain
:
a. Rasio C/N
Raiso C/N yang efektif untuk proses pengomposan
berkisar 30:1 hingga 40:1. Dengan 30-40 mikroba
memecah senyawa C sebagai sumber energi dan N
untuk sintesis protein.
b. Ukuran Partikel
Permukaan area yang lebih luas akan meningkatkan
kontak antara mikroba dengan bahan dan proses
dekomposisi akan berjalan lebih cepat. Untuk
meningkatkan luas permukaan dapat dilakukan dengan
memperkecil ukuran partikel bahan.
c. Aerasi
Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi
yang cukup oksigen. Aerasi dapat ditingkatkan dengan
mengalirkan udara di dalam tumpukan kompos.
d. Porositas
Porositas adalah ruang di antara partikel dalam
tumpukan kompos. Rongga-rongga ini akan diisi oleh air
dan udara. Bila dijenuhi air, maka pasokan oksigen
berkurang dan proses pengomposan juga akan
terganggu
e. Kelembaban
Kelembaban 40 - 60% adalah kisaran optimal untuk
metabolisme mikroba. Bila di bawah 40%, maka aktivitas
mikroba akan mengalami penurunan. Bila lebih dari 60%,
hara akan tercuci dan volume udara berkurang sehingga

22
aktivitas mikroba menurun dan menimbulkan bau tidak
sedap.
f. Temperatur
Panas dihasilkan dari aktivitas mikroba. Semakin
tinggi temperatur maka semakin banyak konsumsi
oksigen, dan akan semakin cepat pula proses
dekomposisi. Temperatur 30 - 60oC menunjukkan
aktivitas pengomposan yang cepat. Suhu yang tinggi
akan membunuh sebagian mikroba.
g. pH
pH yang optimum untuk proses pengomposan
berkisar antara 6.5 sampai 7.5. pH kotoran ternak
umumnya berkisar antara 6.8 sampai 7.4. pH kompos
yang yang sudah matang biasanya mendekati netral.

h. Kandungan Bahan Berbahaya


Beberapa bahan organik mungkin mengandung
bahan-bahan yang berbahaya bagi kehidupan mikroba
seperti Mg, Cu, Zn, Ni, dan Cr.

4. Pertimbangan untuk Menentukan Strategi Pengomposan


Ada beberapa pertimbangan yang dapat digunakan untuk
menentukan strategi pengomposan, yaitu :
a. Karakteristik bahan yang akan dikomposkan.
b. Waktu yang tersedia untuk pembuatan kompos.
c. Biaya yang diperlukan dan hasil yang dapat dicapai.
d. Tingkat kesulitan pembuatan kompos.

5. Proses Pengontrolan

23
Proses pengontrolan yang harus dilakukan terhadap
tumpukan sampah, yaitu :

a. Monitoring temperatur tumpukan.


b. Monitoring kelembaban.
c. Monitoring oksigen.
d. Monitoring kecukupan C/N rasio.
e. Monitoring volume.

2.8. Teori Inersi

A. Pemilihan Teknologi

Insinerasi adalah teknologi pengolahan limbah padat yang


melibatkan pembakaran bahan organik. Insinerasi limbah padat
mengubah limbah padat menjadi abu, gas sisa hasil pembakaran,
partikulat, dan panas.
Gas yang dihasilkan harus dibersihkan dari polutan sebelum
dilepas ke atmosfer. Panas yang dihasilkan bisa dimanfaatkan
sebagai pembangkit listrik.
Insinerasi mengurangi volume limbah padat hingga 95-96%,
tergantung komposisi dan derajat recovery limbah padat. Insinerasi
memiliki banyak manfaat untuk mengolah limbah padat seperti
limbah padat medis dan beberapa limbah padat berbahaya dimana
patogen dan racun kimia bisa hancur dengan temperatur tinggi.

24
Proses kerja dari insinerasi , yaitu :

1. Sampah dibakar hingga menghasilkan panas (Proses


konversi thermal).
2. Panas hasil pembakaran digunakan untuk merubah
air menjadi uap dengan bantuan boiler.
3. Uap bertekanan tinggi digunakan untuk memutar bilah
turbin.
4. Turbin dihubungkan ke generator dengan bantuan
poros.
5. Generator menghasilkan listrik yang kemudian
dialirkan ke rumah-rumah atau pabrik.

Insinerasi pada dasarnya yaitu proses oksidasi bahan-bahan


organik menjadi bahan anorganik. Beberapa contoh insinerator
yaitu open burning, single chamber, open pit, multiple chamber,
starved air unit, rotary kiln, dan fluidized bed incinerator

2.9. Proses Kerja Insinerator Limbah Padat Menjadi Listrik

A. Pengumpulan dan Pembakaran Limbah Padat

25
Tahapan dari Pengumpulan dan Pembakaran Limbah Padat yaitu

1. Limbah padat dikumpulkan dengan menggunakan truk dan


dimasukkan selanjutnya dalam bunker.
2. Kemudian limbah padat tersebut dipindahkan dengan
menggunakan crane untuk dimasukkan ke dalam
pengumpan tungku pembakaran insinerasi (furnace) dengan
suhu tungku pembakaran sekitar 1000 °c .
3. Setelah itu semua bahan yang dapat terbakar dibakar
dengan mengalirkannya menuju bagian bawah tungku
pembakaran. Sisa pembakaran berupa batu, logam, gelas,
bahan lain yang tidak bisa terbakar disebut slag.
4. Kemudian diangkut menuju tempat penimbunan sampah
setelah logam yang terkandung di dalamnya dipisahkan
untuk didaur ulang.

B. Produksi Uap Panas dan Listrik

Tahapan dari Produksi Uap Panas dan Listrik yaitu :

26
1. Gas yang dihasilkan dari pembakaran tungku akan naik
menuju boiler dengan suhu 400 °c dengan tekanan 40 bar,
atau setara dengan 40 kali tekanan normal atmosfer.
2. Kemudian Uap bertekanan tinggi tersebut diekspansikan
melalui turbin untuk memutar generator yang menghasilkan
listrik.
3. Setelah melalui turbin, uap panas tersebut dialirkan menuju
kondensator. Di dalam kondesator uap tersebut berubah
kembali menjadi air dengan mengalirkan air dingin dari luar.

C. Pembersihan Gas Buang dengan Presipitator Statik

Tahapan membersihkan gas buang adalah; gas buang dialirkan


menuju presipitator elektrostatik untuk memisahkan sebagiaain
besar debu dari gas buang. Cara kerjanya adalah sebagai berikut;

1. Elektroda pada filter gas buang memberi muatan negatif


terhadap partikulat-partikulat debu;
2. Partikel-partikel debu bermuatan negatif tersebut selanjutnya
terperangkap pada lempengan metal yang bermuatan positif;
3. Dengan getaran mekanik, partikel-partikel debu tersebut
jatuh dan dikumpulkan dalam silo.

D. Pembersihan Gas Buang dengan Scrubber

27
Tahap selanjutnya, gas buang dibersihkan dengan
menggunakan air. Hal ini dilakukan dengan menyemprotkan
butiran-butiran air menggunakan nozzle. Air tersebut mengandung
zat-zat kimia aktif tertentu yang bereaksi dengan kontaminan di
dalam gas buang.

1. Pada scruber pertama memisahkan logam berat dan


asam dari gas buang.
2. Scrubber yang kedua memisahkan sulfur oksxida (SOx).
3. Dan scrubber terakhir sisa-sia kontaminan dipisahkan
dan selanjutnya gas buang tersebut dikondensasikan.

Selanjutnya sisa panas yang terkandung di dalam gas buang


diekstraksi dengan menggunakan heat pump.

E. Filter Elektroventuri dan katalis

Setelah proses scrubbing / scrubber.

28
1. Sisa debu dibersihkan dengan menggunakan filter
elektroventuri. Prinsip kerja elektroventuri mirip dengan filter
elektrostatik, bedanya elektroventuri beroperasi dengan
lingkungan basah.
2. Setelah melalui filter elektroventuri, kandungan partikel debu
pada gas buang hanya 1 miligram per meter kubik.
3. Setelah itu pada tahap akhir pembersihan gas buang adalah
dengan menggunakan katalisator. Fungsi utamanya adalah
mengurangi kandungan nitrogen oxid (NOx).
4. Selanjutnya nitrogen oksida berubah menjadi nitrogen.
Kemudian gas buang dialirkan ke atas melalui cerobong gas
pembuangan.

F. Pengolahan air:

Air yang digunakan untuk membersihkan gas buang harus diolah


dahulu sebelum dibuang ke lingkungan. Kadar keasaman (pH) air
limbah disesuaikan dengan kadar keasaman air lingkungan (air laut).

2.10. Teori Biogasifikasi Dan Pemanfaatan Gas Bio

A. Proses Konversi Biologis

Proses konversi biologis dapat dicapai dengan cara digestion


secara anaerobik (biogas) atau tanah urug (landfill). Biogas adalah
teknologi konversi biomassa (limbah padat) menjadi gas dengan
bantuan mikroba anaerob. Proses biogas menghasilkan gas yang
kaya akan methane dan slurry. Gas metana dapat digunakan untuk

29
berbagai sistem pembangkitan energi sedangkan slurry dapat
digunakan sebagai kompos. Produk dari digester tersebut berupa
gas methane yang dapat dibakar dengan nilai kalor sekitar 6500
kj/Nm3

● Modern Landfill

Landfill adalah pengelolaan sampah dengan cara


menimbunnya di dalam tanah. Di dalam lahan landfill, limbah
organik akan didekomposisi oleh mikroba dalam tanah menjadi
senyawa- senyawa gas dan cair. Senyawa-senyawa ini
berinteraksi dengan air yang dikandung oleh limbah dan air
hujan yang masuk ke dalam tanah dan membentuk bahan cair
yang disebut lindi (leachate). Jika landfill tidak didesain dengan
baik, leachate akan mencemari tanah dan masuk ke dalam
badan-badan air di dalam tanah. Karena itu, tanah di landfill
harus mempunyai permeabilitas yang rendah. Gas landfill
tersebut mempunyai nilai kalor sekitar 450-540 Btu/scf. Selain
itu terdapat juga sistem pengambilan gas dengan pompa
desentralisasi.

30
B. PENGOLAHAN LEACHATE DAN BIOGAS

Secara sepintas, metode landfill relatif mudah dilakukan dan


bisa menampung sampah dalam jumlah besar. Akan tetapi,
anggapan ini kurang tepat karena jika tidak dilakukan secara benar,
landfill dapat menimbulkan masalah yang berkaitan dengan
kesehatan dan lingkungan.

Masalah utama yang sering timbul adalah bau dan


pencemaran air lindi (leachate) yang dihasilkan. Selain itu, gas
metana yang dihasilkan oleh landfill dan tidak dimanfaatkan akan
menyebabkan efek pemanasan global. Jika termampatkan di dalam
tanah, gas metana bisa meledak. Oleh sebab itu, dalam sistem
landfill yang baik diperlukan adanya unit pengolahan air lindi dan
unit pengolahan biogas.

C. UNIT PENGOLAHAN AIR LINDI (LEACHATE)


1. Air lindi merupakan air dengan konsentrasi kandungan organik
yang tinggi dan terbentuk dalam landfill akibat adanya air hujan
yang masuk ke dalam landfill.
2. Air lindi merupakan cairan yang sangat berbahaya, karena
selain kandungan organiknya tinggi, juga mengandung unsur
logam (seperti Zn, Hg).
3. Air lindi memerlukan perlakuan awal, yaitu dengan
menghilangkan kandungan inorganik dalam air lindi.
4. Pengolahan air lindi dapat dilakukan dengan berbagai alternatif
seperti: Resirkulasi air lindi kembali ke dalam landfill. Hal ini

31
dapat meningkatkan laju dekomposisi kandungan organik
menjagi biogas hingga sekitar 70%.
5. Resirkulasi air lindi dapat dilakukan pada musim kemarau,
sedangkan pada musim hujan, air lindi harus diolah untuk
mengurangi volumenya.
6. Pengolahan air lindi dengan menggunakan pengolahan limbah
secara biologis. Pengolahan ini biasa dilakukan dengan
menggunakan lumpur aktif
7. Selain itu Pengolahan air lindi bisa dengan menggunakan
pengolahan limbah secara kimiawi.
8. Pengolahan air lindi dengan menggunakan membran.
Umumnya diperlukan pengolahan bertahap untuk
menghasilkan limbah yang memenuhi syarat baku mutu limbah
seperti bioreaktor dengan membran (membrane bioreactor) atau
integrasi antara ultrafiltrasi dan karbon aktif.

D. UNIT PENGOLAHAN BIOGAS

Unit pengolahan biogas terbagi dalam dua proses utama,


yaitu proses pembentukan dan penyaluran gas serta sistem
pemprosesan gas.

1. Proses pembentukan gas dalam landfill melibatkan reaksi


yang kompleks sehingga laju pembentukan gas akan
bervariasi antar-landfill. Pada kondisi ioptimal, stabilisasi
limbah padat berlangsung antara 10-20 tahun yang
ditandai dengan berhentinya pembentukan gas. Jika
kurang optimum, stabilisasi bisa mencapai 30 tahun. Hal
yang sulit dilakukan adalah penentuan waktu
pembentukan metana dalam jumlah cukup besar.
2. Selain itu dalam proses penyaluran Gas yang dihasilkan
dari landan didominasi oleh metana dan karbondioksida

32
kandungan metana berkisar antara 45-55% sedangkan
karbondioksida berkisar antara 40-50%. Kombinasi
kedua bisa mencapai 99% dari semua gas. Walaupun
demikian, satu persen gas sisanya harus sangat
diperhatikan karena bisa bersifat korosif, beracun,
ataupun berbau tak sedap.

2.11. Manajemen Teknologi Limbah Padat Terintefrasi

Sarana untuk perlakuan (treatment), penyimpanan


(storage), dan pembuangan (disposal) digunakan sebagai sarana
daur ulang, insinerasi, netralisasi limbah berbahaya. Limbah kimia
B-3 harus di simpan kurang dari 90 hari. Limbah kimia wujud padat
B-3 adalah untuk mengurangi dan mencegah semaksimal mungkin
limbah kimia B-3 dan mengelolah limbah kimia B-3 dengan
teknologi ramah lingkungan (ecologically sound rechnologies) yang
memenuhi syarat teknologi:

A. Secara ekonomis layak,


B. Secara teknis dapat dilaksanakan,
C. Secara sosial dingin oleh semua pihak, dan
D. Secara ekologis sehat dan tidak menimbulkan
gangguan kesehatan bagi masyarakat.

1. Tujuan Manajemen Teknologi Limbah Kimia Wujud Padat B-3

Tujuan manajemen teknologi limbah kimia wijud padat B-3


Ialah mengkaji ulang kebutuhan masa kini dan masa mendatang
tentang perlakuan, penyimpanan, kapasitas pembuangan limbah,
dan sarana untung mengelola limbah kimia yang baik B-3 maupun
non B-3 serta mengkaji perl tidaknya stasiun transfer.

33
2. Strategi Manajemen Teknologi Limbah kimia Wujud Padat B-3

Mempromosikan dan mengembangkan teknik meminimisasi


limbah dengan menggunakan teknologi ramah lingkungan atau
teknologi bersih dan penggunaan kembali prolehan produk.

a. Meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap


lingkungan,meningkatkan kerjasama ilmiah antar
perguruan tinggi, industri, pemerintah untuk merealisasi
dan menerapkan Undang-Undang republik indonesia
Nomor 23 Tahun 1997.
b. Meningkatkan kerjasama dengan instnsi manajemen
limbah padat dengan instansi diluar negri dan
membangun pusat-pusat percontohan pengolahan
limbah industri,
c. Inventarisasi limbah organik dan anorganik,
d. Minimisasi limbah organik dan anorganik,
e. Peningkatan kesadaran masyarakat tentang lingkungan
hidup,
f. Pendirian sistem tanggap darurat.

3. Upaya manajemen teknologi limbah padat


a. Penyimpanan limbah padat yaitu menempatkan limbah
padat pada kontainer.
b. Pemisahan limbah padat untuk keperluan recycling
termasuk kertas, kotoran, alumunium, kaleng, plastik dari
sumber limbah padat.
c. Karakteristik sifat kimia yang meliputi nilai PH, eksplosif
tidaknya, dan reaktivitas, nilai panas, udara yang
diperlukan, dan suhu pembakaran adiabatik,

34
d. Gas yang keluar dari alat insinerator yaitu gas CO, CO2,
N1O, NO, air, senyawa halogen, belerang, fosfor, dan
nyawa lain yang mudah menguap.

2.12 .Pemadatan dan stabilisasi limbah diluar lokasi

Tujuan pemadatan sarana dan stabilisasi ini ialah untuk


mengombinasikn limbah dengan bahan lain seperti semen.
Stabilisasi diartikan pula sebagai kegiatan pemadatan. Limbah
dicampur dengan semen,resin plastik atau media lain yang sejenis.

2.13 .Bahaya kebakaran

Bahaya kebakaran dan ledakan adalah kejadian yang sangat


berbahaya didunia industri karen dapat menyebabkan meninggalnya
para karyawan, luka-luka, dan juga sarana produksi, di industri
kimia. Industri petrolium,industri farmasi, industri pangan dan lai-lain.

a. Jenis zat yang mudah terbakar


b. Bahan mudah terbakar (flammable) dan
c. Bahan yang dapat dibakar (combustible).

Kebakaran merupakan proses pembakaran suatu proses


reaksi yang komflek antara bahan bakar (fluel), oksiken (oxsidizer),
dan sumbernyala (ignition sources). Jika udara bertindak sebagai
oksidaiser, maka konsentrasi minumal tertentu bahan bakar akan
mudah menyala. Sementara itu konsentrasi minimum diperlukan
sanyat tergantung pada suhu campuran dan tekanan. Konsentrasi
minimum bahan bakar dalam udara yang di perlukan untuk
menyala pada suhu abient di sebur lower flammable limis (LFL).
Jika konsentrasi zat di atas LFL. Maka nyala tak akan terjadi maka
hal ini disebut upper flammable limit (UFL). Disamping itu, terdapat
pula limiting okygen index (LOI) mirip LFL.

35
Reaksi eksotern melibatkan bermaca-macam bahan
bakar gas, cairan, dan padat. Bahan bakar cair dan padat
diuapkan dahulu sebelum dibakar. Gas dan uap dicampiur
dengan oksigen untuk membentuk nyala api. Bahan bakar
dioksidasi sambil melepaskan panas. Jika proses
pembakaran menghasilkan kenaikan tekanan maka akan
terjadi peledakan.

A. Zat Terbakar

Suatu zat terbakar jika memiliki sifat-sifat sebagai berikut;

1. Adanya titik nyala (flash point) yaitu suhu terendah dimana


uap zat dapat menyala
2. Konsentrasi suatu zat mudah terbakar (flamable limits) jika
konsentrasi uap dan gas yang dapat dinyalakan,
konsentrasi suatu zat terendah masih dapat dibakar
disebut low flamable limits dan konsentrasi suatu zat
tertinggi masih bisa dinyalakan disebut upper flammable
limits kekuatan oksidasi menentukan suatu zat mudah
terbakar.
3. Titik bakar yaitu suhu dimana zat terbakar dengan
sendirinya (ignition point)
4. Minimal hazard yaitu bahan stabil dan tidak akan terbakar
jika tidak dibakar
5. Slight hazard artinya bahan yang dipanaskan terlebih
dahulu sebelum terjadi kebakaran dengan titik nyala lebih
dari 2000C .
6. Moderate hazard artinya bahan sedikit dipanaskan
sebelum terjadi kebakaran dengan titik nyala antara 100 -
2000C.
7. Serious hazard artinya bahan mudah menyala dalam
keadaan suhu dan tekanan normal termasuk cairan

36
dengan titik nyala kurang 730C dan titik didih lebih dari
1000C.
8. Amat berbahaya berarti gas mudah terbakar dengan titik
nyala kurang dari 730C dan titk didih kurang dari 1000C
[Went, C,A,. 1999]

B. Bahaya Kebakaran Dapat Dibahas Sebagai Berikut;


1. Amat berbahaya artinya gas atau cairan yang mudah
terbakar
2. Peringatan artinya cairan dengan titik nyala kurang dari
1000C
3. Kehati-hatian artinya bahan cairan mudah dibakar dengan
titik nyala 100-2000C
4. Bahan mudah terbakar jika dibakar, dan
5. Bahan tidak mudah terbakar

37
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Limbah padat adalah material sisa yang tidak diinginkan setelah


berakhirnya suatu proses. Sampah didefinisikan oleh manusia menurut
derajat keterpakaiannya, dalam proses-proses alam sebenarnya tidak ada
konsep sampah, yang ada hanya produk-produk yang dihasilkan setelah
dan selama proses alam tersebut berlangsung.
Proses terbentuknya limbah padat atau sampah industri bermula dari
material atau bahan, di mana dari bahan tersebut dapat dibuat
sesuatu/barang yang dibutuhkan. Material adalah sebuah masukan dalam
produksi. Material bisa berupa bahan mentah yang belum diproses, atau
sudah diproses sebelum digunakan untuk proses produksi lebih lanjut.
Limbah padat tanpa pengolahan adalah limbah padat yang tidak
mengandung unsur kimia beracun dan berbahaya, sehingga dapat
langsung dibuang ke tempat tertentu seperti Tempat Pembuangan Akhir
(TPA).
Limbah padat dengan pengolahan adalah limbah padat yang
mengandung unsur kimia beracun dan berbahaya, sehingga harus diolah
terlebih dahulu sebelum dibuang ke tempat-tempat tertentu.
Pengomposan dilakukan terhadap buangan/limbah yang mudah
membusuk, seperti sampah kota, buangan atau kotoran hewan, dan juga
lumpur pabrik. Supaya hasil pengomposan baik, limbah padat harus
dipisahkan dan disamakan ukurannya atau volumeny

38
3.2. Saran

Sangat diharapkan makalah ini bisa memberikan informasi yang bisa


dipertanggungjawabkan. Untuk penulisan makalah selanjutnya diharapkan
bisa membahas lebih kompleks dan mendalam lagi.

DAFTAR PUSTAKA

39
40

Anda mungkin juga menyukai