Disusun Oleh :
i
Lembar Pembagian Tugas
Membuat
1. Anggoro Nur Setiawan
makalah + Materi
Membuat PPT +
2. Aura Niken Adiratna
Materi
Membuat PPT+
4. Nethaliza Batara
Materi
ii
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, saya panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang
telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kelompok
saya , sehingga kelompok saya dapat menyelesaikan makalah
Pengolahan Limbah Industri ini .
Makalah ini telah kelompok saya susun dengan maksimal . Terlepas dari
semua itu, kelompok saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya dalam
makalah . Oleh karena itu dengan tangan terbuka untuk kelompok saya
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kelompok saya
dapat memperbaiki makalah Pengolahan Limbah Industri
Penyusun kel 3
DAFTAR ISI
iii
Lembar Pembagian Tugas ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI iv
BAB I 5
PENDAHULUAN 5
1.1 Latar Belakang 5
1.2 Rumusan Masalah 5
1.3 Tujuan Penulisan 6
BAB II 7
PEMBAHASAN 7
2.1. Pengertian 7
2.2. Jenis Limbah 8
2.3. Pengolahan Limbah Industri 9
2.4. Dasar- Dasar Pengomposan 14
2.5 Manfaat Kompos 16
2.6. Tahapan Pengomposan 17
2.7. Dasar- Dasar Pengomposan 19
2.8. Teori Inersi 23
2.9. Proses Kerja Insinerator Limbah Padat Menjadi Listrik 25
2.10. Teori Biogasifikasi Dan Pemanfaatan Gas Bio 28
2.11. Manajemen Teknologi Limbah Padat Terintefrasi 32
2.12. Pemadatan dan stabilisasi limbah diluar lokasi 34
2.13. Bahaya kebakaran 34
BAB III 37
3.1. Kesimpulan 37
3.2. Saran 37
DAFTAR PUSTAKA 38
iv
BAB I
PENDAHULUAN
5
1.3 Tujuan Penulisan
6
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian
7
2.2. Jenis Limbah
8
2.3. Pengolahan Limbah Industri
1. Jumlah Limbah
Jika jumlah limbah sedikit, maka dapat dengan mudah
kita tangani sendiri. Jika jumlahnya banyak, maka
membutuhkan penanganan khusus. Terutama mengenai
tempat dan sarana pembuangan
2. Sifat Fisik dan Kimia Limbah
Sifat fisik mempengaruhi pilihan tempat pembuangan,
sarana pengangkutan, dan pilihan pengolahannya. Sifat
kimia dari limbah padat akan merusak dan mencemari
lingkungan dengan cara membentuk senyawa-senyawa
baru.
3. Kemungkinan Pencemaran dan kerusakan
Lingkungan
Karena lingkungan ada yang peka dan tidak peka
terhadap pencemaran, maka perlu kita perhatikan tempat
9
pembuangan akhir (TPA), unsur yang akan terkena, dan
tingkat pencemaran yang akan timbul.
4. Tujuan Akhir dari Pengolahan
Tujuan akhir dari pengolahan bersifat ekonomis dan
nonekonomis. Tujuan pengolahan yang bersifat
ekonomis adalah dengan meningkatkan efisiensi pabrik
secara menyeluruh dan mengambil kembali bahan yang
masih berguna untuk didaur ulang atau dimanfaat dalam
hal lain.
1. Pemisahan
Karena limbah padat terdiri dari ukuran yang berbeda
dan memiliki kandungan bahan yang berbeda juga,
maka harus dipisahkan terlebih dahulu, supaya peralatan
pengolahan menjadi awet.
Sistem pemisahan ada tiga, yaitu:
a. Sistem Balistik.
Adalah sistem pemisahan untuk mendapatkan
keseragaman ukuran/ berat/volume.
b. Sistem Gravitasi.
Adalah sistem pemisahan berdasarkan gaya
berat, misalnya barang yang ringan/terapung dan
barang yang berat/ tenggelam.
c. Sistem Magnetis.
10
Adalah sistem pemisahan berdasarkan sifat
magnet yang bersifat agnet, akan langsung
menempel. Misalnya untuk memisahkan campuran
logam dan nonlogam.
2. Penyusunan Ukuran
Penyusunan ukuran dilakukan untuk memperoleh
ukuran yang lebih kecil agar pengolahannya menjadi
mudah.
3. Pengomposan
Pengomposan dilakukan terhadap buangan/limbah
yang mudah membusuk, seperti sampah kota, buangan
atau kotoran hewan, dan juga lumpur pabrik. Supaya
hasil pengomposan baik, limbah padat harus dipisahkan
dan disamakan ukurannya atau volumenya.
4. Pembuangan Limbah
Proses akhir dari pengolahan limbah padat adalah
pembuangan limbah yang dibagi menjadi dua yaitu :
a. Pembuangan di Laut
Pembuangan limbah padat di laut, tidak boleh
dilakukan di sembarang tempat. Perlu diketahui
bahwa tidak semua limbah padat dapat dibuang ke
laut. Hal ini disebabkan:
1) Laut sebagai tempat mencari ikan bagi
nelayan.
2) Laut sebagai tempat rekreasi dan lalu lintas
kapal.
3) Laut menjadi dangkal.
b. Pembuangan di darat atau tanah
11
Untuk pembuangan di darat, perlu dilakukan
pemilihan lokasi dengan pertimbangan sebagai
berikut :
1) Pengaruh iklim, temperatur, dan angin.
2) Struktur tanah.
3) Jaraknya jauh dengan permukiman.
4) Pengaruh terhadap sumber lain,
2. Pembakaran
Limbah padat yang dibakar menimbulkan asap,bau,
dan debu. Pembakaran ini menjadi sumber pencemaran
udara dengan memunculkan bahan pencemar seperti
12
hidrokarbon, karbon monoksida,bau, partikel, dan sulfur
dioksida.
3. Pembuangan
Pembuangan tanpa rencana sangat membahayakan
lingkungan. Beberapa pabrik membuang limbah
padatnya ke sungai karena diperkirakan larut ataupun
membusuk dalam air. Ini adalah perkiraan yang keliru,
sebab setiap pembuangan bahan padatan, baik itu
lumpur atau buburan, akanmenambah total solid dalam
air sungai.
Berdasarkan klasifikasi limbah padat serta akibat
yang ditimbulkannya, sistem pengelolaan dapat
dilakukan menurut:
a. Pemisahan.
b. Penyusutan ukuran.
c. Pengomposan
13
Dengan ukuran yang lebih kecil maka akan lebih mudah
membawa atau membakar pada tungku pembakaran.
Hal ini bertujuan untuk mengurangi volume maupun
berat.
Pengomposan adalah proses melalui biokimia, yaitu
zat organik dalam limbah akan dipecah, sehingga
menghasilkan humus yang berguna untuk memperbaiki
struktur tanah.
14
PROMI (Promoting Microbes), OrgaDec, SuperDec, ActiComp,
BioPos, EM4, Green Phoskko Organic Decomposer, dan
SUPERFARM (Effective Microorganism) atau menggunakan cacing
guna mendapatkan kompos (vermicompost). Setiap aktivator
memiliki keunggulan sendiri-sendiri.
Pengomposan secara aerobik adalah teknik yang paling
banyak digunakan, karena mudah dan murah, serta tidak
membutuhkan kontrol proses yang terlalu sulit. Dekomposisi bahan
dilakukan oleh mikroorganisme di dalam bahan itu sendiri dengan
bantuan udara. Sedangkan pengomposan secara anaerobik
memanfaatkan mikroorganisme yang tidak membutuhkan udara
dalam mendegradasi bahan organik. Hasil akhir dari pengomposan
ini merupakan bahan yang sangat dibutuhkan untuk kepentingan
tanah-tanah pertanian di Indonesia, sebagai upaya untuk
memperbaiki sifat kimia, fisika dan biologi tanah, sehingga produksi
tanaman menjadi lebih tinggi.
Kompos yang dihasilkan dari pengomposan limbah padat
dapat digunakan untuk menguatkan struktur lahan kritis,
menggemburkan kembali tanah pertanian, menggemburkan kembali
tanah petamanan, sebagai bahan penutup limbah padat di TPA,
eklamasi pantai pasca penambangan, sebagai media tanaman, serta
mengurangi penggunaan pupuk kimia. Bahan baku pengomposan
adalah semua material organik yang mengandung karbon dan
nitrogen, seperti kotoran hewan, sampah hijauan, sampah kota,
lumpur cair, dan limbah industri pertanian. Berikut bahan-bahan yang
umum dijadikan bahan baku pengomposan (Tabel 3.1)
15
2.5 Manfaat Kompos
1. Aspek Ekonomi :
a. Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan
limbah.
b. Mengurangi volume/ukuran limbah.
c. Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan
asalnya.
16
2. Aspek Lingkungan :
a. Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah.
b. Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan.
3. Aspek bagi tanah/tanaman:
a. Meningkatkan kesuburan tanah.
b. Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah.
c. Meningkatkan kapasitas jerap air tanah.
d. Meningkatkan aktivitas mikroba tanah.
e. Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan
jumlah panen).
f. Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman.
g. Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman.
h. Meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah.
17
b. Desain penumpukan yang biasa digunakan adalah
desain memanjang dengan dimensi panjang x lebar x
tinggi = 2m x 12m x 1,75m.
c. Pada tiap tumpukan dapat diberi terowongan bamboo
(windrow) yang berfungsi mengalirkan udara di dalam
tumpukan.
4. Pembalikan
Pembalikan dilakukan untuk membuang panas yang
berlebihan, memasukkan udara segar ke dalam tumpukan
bahan, meratakan proses pelapukan di setiap bagian
tumpukan, meratakan pemberian air, serta membantu
penghancuran bahan menjadi partikel kecil-kecil.
5. Penyiraman
a. Peny dilakukan terhadap bahan baku dan tumpukan
yang terlalu kering (kelembaban kurang dari 50%)
b. Secara manual perlu tidaknya penyiraman dapat
dilakukan dengan memeras segenggam bahan dari
bagian dalam tumpukan
c. Apabila pada saat digenggam kemudian diperas tidak
keluar air, maka tumpukan sampah harus ditambahkan
air. Sedangkan jika sebelum diperas sudah keluar air,
maka tumpukan terlalu basah oleh karena itu perlu
dilakukan pembalikan.
6. Pematangan
a. Setelah pengomposan berjalan 30 - 40 hari, suhu
tumpukan akan semakin menurun hingga mendekati
suhu ruangan.
b. Pada saat itu tumpukan telah lapuk, berwarna coklat tua
atau kehitaman. Kompos masuk pada tahap pematangan
selama 14 hari.
7. Penyaringan
18
a. Penyaringan dilakukan untuk memperoleh ukuran partikel
kompos sesuai dengan kebutuhan dan untuk
memisahkan bahan-bahan yang tidak dapat
díkomposkan yang lolos dari proses pemilahan di awal
proses.
b. Bahan yang belum terkomposkan dikembalikan ke dalam
tumpukan yang baru, sedangkan bahan yang tidak
terkomposkan dibuang sebagai residu.
8. Pengemasan dan Penyimpanan
a. Kompos yang telah disaring dikemas dalam kantung
sesuai dengan kebutuhan pemasaran.
b. Kompos yang telah dikemas disimpan dalam gudang
yang aman dan terlindung dari cumbuhnya jamur
(tercemari oleh bibit jamur, tumbuhnya benih gulma, dan
benih lain yang tidak diinginkan. Benih tersebut bisa saja
tumbuh karena terbawa oleh angin.
2. Proses Pengomposan
a. Tahap aktif.
19
Suhu tumpukan kompos akan meningkat dengan
cepat hingga 50o-70oC diikuti peningkatan pH. Suhu akan
tetap tinggi selama waktu tertentu. Mikroba-mikroba di
dalam kompos dengan menggunakan oksigen akan
menguraikan bahan organik CO2, uap air, dan panas.
b. Tahap pematangan.
Setelah sebagian besar bahan telah terurai, maka
suhu akan berangsur mengalami penurunan. Pada saat
ini terjadi pematangan kompos tingkat lanjut, yaitu
pembentukan kompleks liat humus. Selama proses
pengomposan akan terjadi penyusutan volume maupun
biomassa bahan.
Proses pengomposan tergantung pada karakteristik
bahan yang dikomposkan, aktivator pengomposan yang
dipergunakan, dan metode pengomposan yang
dilakukan.
20
Tabel. 3.2. Organisasi yang Terlibat dalam Proses Pengomposan
21
3. Faktor yang Mempengaruhi Proses Pengomposan
Menciptakan kondisi yang optimal untuk proses pengomposan
sangat menentukan keberhasilan proses pengomposan itu sendiri.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengomposan antara lain
:
a. Rasio C/N
Raiso C/N yang efektif untuk proses pengomposan
berkisar 30:1 hingga 40:1. Dengan 30-40 mikroba
memecah senyawa C sebagai sumber energi dan N
untuk sintesis protein.
b. Ukuran Partikel
Permukaan area yang lebih luas akan meningkatkan
kontak antara mikroba dengan bahan dan proses
dekomposisi akan berjalan lebih cepat. Untuk
meningkatkan luas permukaan dapat dilakukan dengan
memperkecil ukuran partikel bahan.
c. Aerasi
Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi
yang cukup oksigen. Aerasi dapat ditingkatkan dengan
mengalirkan udara di dalam tumpukan kompos.
d. Porositas
Porositas adalah ruang di antara partikel dalam
tumpukan kompos. Rongga-rongga ini akan diisi oleh air
dan udara. Bila dijenuhi air, maka pasokan oksigen
berkurang dan proses pengomposan juga akan
terganggu
e. Kelembaban
Kelembaban 40 - 60% adalah kisaran optimal untuk
metabolisme mikroba. Bila di bawah 40%, maka aktivitas
mikroba akan mengalami penurunan. Bila lebih dari 60%,
hara akan tercuci dan volume udara berkurang sehingga
22
aktivitas mikroba menurun dan menimbulkan bau tidak
sedap.
f. Temperatur
Panas dihasilkan dari aktivitas mikroba. Semakin
tinggi temperatur maka semakin banyak konsumsi
oksigen, dan akan semakin cepat pula proses
dekomposisi. Temperatur 30 - 60oC menunjukkan
aktivitas pengomposan yang cepat. Suhu yang tinggi
akan membunuh sebagian mikroba.
g. pH
pH yang optimum untuk proses pengomposan
berkisar antara 6.5 sampai 7.5. pH kotoran ternak
umumnya berkisar antara 6.8 sampai 7.4. pH kompos
yang yang sudah matang biasanya mendekati netral.
5. Proses Pengontrolan
23
Proses pengontrolan yang harus dilakukan terhadap
tumpukan sampah, yaitu :
A. Pemilihan Teknologi
24
Proses kerja dari insinerasi , yaitu :
25
Tahapan dari Pengumpulan dan Pembakaran Limbah Padat yaitu
26
1. Gas yang dihasilkan dari pembakaran tungku akan naik
menuju boiler dengan suhu 400 °c dengan tekanan 40 bar,
atau setara dengan 40 kali tekanan normal atmosfer.
2. Kemudian Uap bertekanan tinggi tersebut diekspansikan
melalui turbin untuk memutar generator yang menghasilkan
listrik.
3. Setelah melalui turbin, uap panas tersebut dialirkan menuju
kondensator. Di dalam kondesator uap tersebut berubah
kembali menjadi air dengan mengalirkan air dingin dari luar.
27
Tahap selanjutnya, gas buang dibersihkan dengan
menggunakan air. Hal ini dilakukan dengan menyemprotkan
butiran-butiran air menggunakan nozzle. Air tersebut mengandung
zat-zat kimia aktif tertentu yang bereaksi dengan kontaminan di
dalam gas buang.
28
1. Sisa debu dibersihkan dengan menggunakan filter
elektroventuri. Prinsip kerja elektroventuri mirip dengan filter
elektrostatik, bedanya elektroventuri beroperasi dengan
lingkungan basah.
2. Setelah melalui filter elektroventuri, kandungan partikel debu
pada gas buang hanya 1 miligram per meter kubik.
3. Setelah itu pada tahap akhir pembersihan gas buang adalah
dengan menggunakan katalisator. Fungsi utamanya adalah
mengurangi kandungan nitrogen oxid (NOx).
4. Selanjutnya nitrogen oksida berubah menjadi nitrogen.
Kemudian gas buang dialirkan ke atas melalui cerobong gas
pembuangan.
F. Pengolahan air:
29
berbagai sistem pembangkitan energi sedangkan slurry dapat
digunakan sebagai kompos. Produk dari digester tersebut berupa
gas methane yang dapat dibakar dengan nilai kalor sekitar 6500
kj/Nm3
● Modern Landfill
30
B. PENGOLAHAN LEACHATE DAN BIOGAS
31
dapat meningkatkan laju dekomposisi kandungan organik
menjagi biogas hingga sekitar 70%.
5. Resirkulasi air lindi dapat dilakukan pada musim kemarau,
sedangkan pada musim hujan, air lindi harus diolah untuk
mengurangi volumenya.
6. Pengolahan air lindi dengan menggunakan pengolahan limbah
secara biologis. Pengolahan ini biasa dilakukan dengan
menggunakan lumpur aktif
7. Selain itu Pengolahan air lindi bisa dengan menggunakan
pengolahan limbah secara kimiawi.
8. Pengolahan air lindi dengan menggunakan membran.
Umumnya diperlukan pengolahan bertahap untuk
menghasilkan limbah yang memenuhi syarat baku mutu limbah
seperti bioreaktor dengan membran (membrane bioreactor) atau
integrasi antara ultrafiltrasi dan karbon aktif.
32
kandungan metana berkisar antara 45-55% sedangkan
karbondioksida berkisar antara 40-50%. Kombinasi
kedua bisa mencapai 99% dari semua gas. Walaupun
demikian, satu persen gas sisanya harus sangat
diperhatikan karena bisa bersifat korosif, beracun,
ataupun berbau tak sedap.
33
2. Strategi Manajemen Teknologi Limbah kimia Wujud Padat B-3
34
d. Gas yang keluar dari alat insinerator yaitu gas CO, CO2,
N1O, NO, air, senyawa halogen, belerang, fosfor, dan
nyawa lain yang mudah menguap.
35
Reaksi eksotern melibatkan bermaca-macam bahan
bakar gas, cairan, dan padat. Bahan bakar cair dan padat
diuapkan dahulu sebelum dibakar. Gas dan uap dicampiur
dengan oksigen untuk membentuk nyala api. Bahan bakar
dioksidasi sambil melepaskan panas. Jika proses
pembakaran menghasilkan kenaikan tekanan maka akan
terjadi peledakan.
A. Zat Terbakar
36
dengan titik nyala kurang 730C dan titik didih lebih dari
1000C.
8. Amat berbahaya berarti gas mudah terbakar dengan titik
nyala kurang dari 730C dan titk didih kurang dari 1000C
[Went, C,A,. 1999]
37
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
38
3.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
39
40