JUDUL
ANALISIS PERBANDINGAN KUALITAS SEMEN, BURNING DURATION, DAN
OPERATING COST DENGAN MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR BATUBARA
DAN CAMPURAN BATUBARA DENGAN BIOMASSA DALAM INDUSTRI
PENGOLAHAN SEMEN DI PT. SEMEN PADANG
Proses diatas menghasilkan hampir 0,5 ton CO 2 per ton semen. Sumber kedua
berasal dari pembakaran sejumlah besar bahan bakar diatas temperatur 2000 0C. Habibie
et all (1999) menyatakan bahwa CO2 yang dihasilkan dari proses pembakaran bahan
bakar untuk mengoperasikan tanur mencapai 0,75 ton CO 2. Emisi gas karbondioksida ini
memicu terjadinya pemanasan global dan efek rumah kaca.
E. DASAR TEORI
1. Definisi Semen
Semen berasal dari bahasa latin caementum yang berarti bahan perekat. Secara
sederhana, definisi semen adalah bahan perekat atau lem, yang bisa merekatkan
bahan bahan material lain seperti batu bata dan batu koral hingga bisa membentuk
sebuah bangunan. Sedangkan dalam pengertian secara umum semen diartikan
sebagai bahan perekat yang memiliki sifat mampu mengikat bahan bahan padat
menjadi satu kesatuan yang kompak dan kuat. (Bonardo Pangaribuan, Holcim)
Adapun pengertian semen portland Berdasarkan Standar Nasional Indonesia
(SNI) nomor 15-2049-2004 adalah semen hidrolisis yang dihasilkan dengan cara
menggiling terak (Clinker) portland terutama yang terdiri dari kalsium silikat
(xCaO.SiO2) yang bersifat hidrolis dan digiling bersama sama dengan bahan
tambahan berupa satu atau lebih bentuk kristal senyawa kalsium sulfat (CaSO 4.xH2O)
dan boleh ditambah dengan bahan tambahan lain (Mineral in component).
Hidrolis berarti sangat senang bereaksi dengan air, senyawa yang bersifat
hirolis akan bereaksi dengan air secara cepat. Semen portland bersifat hidrolis karena
di dalamnya terkandung kalsium silikat (xCaO.SiO2) dan kalsium sulfat
(CaSO4.xH2O) yang bersifat hidrolis dan sangat cepat bereaksi dengan air. Reaksi
semen dengan air berlangsung secara irreversibel, artinya hanya dapat terjadi satu
kali dan tidak bisa kembali lagi ke kondisi semula.
2. Komposisi Kimia Semen
Bahan kimia utama penyusun semen adalah kalsium silikat (xCaO.SiO 2),
kalsium sulfat (CaSO4.xH2O) dan bahan tambahan lain (Mineral in component) yang
akan berperan sebagai cement filler. Dimana mineral kalsium silikat (xCaO.SiO2)
bersifat sangat hidrolis, di dalam industri semen mineral mineral penyusun semen
diistilahkan sebagai C3S, C2S, C3A dan C4AF yang berarti :
C3S
3CaO.SiO2
C2S
2CaO.SiO2
C3A
3CaO.Al2O3
C4AF
4CaO.Al2O3.Fe2O3
Inilah yang membuat industri semen berbeda dengan industri kimia pada
umumnya, dimana pada industri kimia lain C dipakai untuk Carbon, S untuk Sulfur,
dan F untuk Fluoro sedangkan pada industri semen dipakai hanya untuk kemudahan
dalam pelafalan. Setiap mineral penyusun semen tersebut, memiliki peran dan fungsi
masing masing terhadap sifat semen. Berikut fungsi dari masing masing
material,
Persentase untuk tiap material tersebut akan berbeda tergantung dari jenis semen yang di
produksi dan kondisi operasi tiap tiap pabrik semen yang berbeda beda, tetapi secara
umum range persentase untuk tiap material diberikan sebagai berikut,
Tujuan pembakaran bahan bakar baik di kiln maupun di kalsiner adalah untuk
mengubah panas latent yang dimiliki bahan bakar menjadi panas hasil pembakaran
yang langsung dapat digunakan untuk mengubah atau mereaksikan material baku
menjadi klinker. Selain itu proses pembakaran tidak cukup hanya bertujuan
menghasilkan sejumlah energi atau kalor yang dapat segera dimanfaatkan oleh bahan
baku, tetapi masih diperlukan untuk menghasilkan temperatur gas hasil pembakaran
yang tinggi agar proses perubahan dari material baku menjadi klinker dapat berjalan
dengan baik serta menghasilkan klinker dengan kualitas baik. Di kiln, temperatur gas
di atas 1400oC sangat diperlukan untuk proses klinkerisasi.
Secara umum dan berdasarkan wujudnya, jenis-jenis bahan bakar dapat
diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) jenis yaitu bahan bakar padat, cair dan gas. Contoh
bahan bakar padat adalah batu bara, arang, kayu, pet coke, dan lain-lain. Untuk bahan
bakar cair misalnya IDO, minyak solar, bensin, minyak tanah, bahan bakar sintetik,
dan lain-lainnya. Sedangkan yang wujudnya gas antara lain LPG, gas alam, dan
lainnya.
a. Batubara
Batubara diklasifikasikan menjadi beberapa macam berdasarkan pada sifatsifat dan umur terbentuknya antara lain lignit, bituminous, anthracite, dan lainlain. Beberapa sifat yang membedakan antara beberapa jenis batubara tersebut
antara lain diperlihatkan pada tabel 1.
Klasifikasi di atas didasarkan pada umur terbentuknya batubara mulai dari
yang termuda dengan kadar volatile yang tinggi, berumur menengah seperti
bituminous hingga yang paling tua yaitu anthracite dengan kadar volatile yang
rendah. Kandungan volatile ini mempunyai pola kecenderungan yang sama
dengan kadar air. Dengan umur batubara yang lebih tua maka kandungan airnya
akan semakin sedikit dan unsur padatan lainnya semakin kompak. Namun untuk
kandungan ash (debu) dari hasil penelitian dapat dikatakan bahwa kadarnya
bukan merupakan fungsi dari umur batubara. Oleh sebab itu kandungan debu
perlu diketahui melalui uji laboratorium. Dari tabel 1 tersebut terlihat bahwa
semakin tua umur batubara kadar elemen yang berbentuk gas seperti hidrogen,
nitrogen, dan oksigen mengecil dan sebaliknya kadar karbonnya akan meningkat.
Apabila dibandingkan dengan bahan bakar minyak dan gas, kadar hidrogen
pada batubara relatif lebih rendah (hanya berkisar antara 2 5% H), sehingga gas
hasil pembakarannya akan mengandung uap air yang lebih sedikit dan perbedaan
antara gross dan net heating value adalah kecil (berkisar antara 200 300
kkal/kg). Nilai kalor batubara sangat tergantung pada kandungan air dan debu.
Akan tetapi kadar volatile juga berpengaruh secara kompleks pada nilai kalor ini.
Karena rangkaian hidrokarbon pada batubara menghasilkan nilai kalor yang lebih
tinggi dibanding karbon bebas, maka pada umumnya untuk batubara dengan
umur menengah hingga tua kenaikan kadar volatile akan meningkatkan nilai
kalornya. Namun untuk lignite yang memiliki kadar gas tinggi, hal sebaliknya
justru yang diperoleh karena proporsi unsur nitrogen dan oksigen dalam volatile
matter meningkat dan kedua unsur ini tidak menghasilkan kalor pada proses
pembakaran bahkan justru menurunkan temperatur adiabatiknya.
9
Untuk memperoleh proses pembakaran yang baik dan api yang cocok dengan
proses pembentukan klinker di dalam kiln, kehalusan butir batubara merupakan
10
parameter yang penting. Pada umumnya untuk batubara dengan kadar volatile
rendah, semakin lembut ukuran butir proses pembakaran akan berjalan lebih
cepat. Namun untuk batubara dengan kadar volatile tinggi, sebaiknya ukuran butir
dibuat lebih kasar untuk mengatur laju keluarnya gas dari padatan sehingga tidak
terlalu membahayakan proses pembakaran dan dapat dikontrol dengan lebih baik.
Jika keluarnya gas dari padatan terlalu cepat, percampurannya dengan udara akan
menyulitkan pengaturan proses pembakaran seperti terjadi pada proses
pembakaran bahan bakar gas.
11
Kadar belerang bahan bakar minyak tergantung pada asal sumber minyak
tersebut. Kadar belerang ini bisa mencapai sekitar 4,5%. Sifat specific gravity
penting untuk minyak ini karena terkorelasi dengan nilai kalor bahan bakar. Pada
umumnya semakin tinggi nilai specific gravity semakin rendah nilai kalornya.
12
Dari tabel 3 tersebut, tampak bahwa kadar CH4 merupakan tertinggi dan
metana merupakan komponen utama gas alam dengan kadar 80% - 95%.
Biasanya dalam gas alam ini tercampur nitrogen yang tidak menghasilkan kalor
pada proses pembakaran. Pada umumnya kandungan belerang pada gas alam
sangat rendah. Selain itu volume gas hasil pembakaran relativ tinggi karena
kandungan hidrogen yang tinggi, sehingga padas terbuang bersama exhaust gas
lebih tinggi dibanding hasil pembakaran bahan bakar lainnya. Titik nyala gas
alam cukup tinggi yaitu sekitar 600oC, sehingga memerlukan perlakuan khusus
bila digunakan untuk heating up kiln karena temperatur dinding kiln belum tinggi
sehingga radiasi dari dinding untuk memanaskan bahan bakar dan udara belum
cukup. Pada umumnya kiln dengan bahan bakar gas memiliki konsumsi panas
spesifik yang relatif rendah dibanding dengan kiln berbahan bakar selain gas
karena untuk bahan bakar gas ini udara primer dapat dijaga pada persentase yang
rendah sehingga panas rekuperasi pada cooler tinggi. Walaupun demikian udara
primer tetap diperlukan khususnya untuk mendinginkan burner. Biasanya tekanan
gas yang datang ke pabrik kita cukup tinggi sehingga perlu diturunkan sebelum
dibakar. Pada umumnya tekanan gas alam cukup untuk menghasilkan momentum
percampuran
dengan
udara.
Di
indonesia
tidak
banyak
pabrik
yang
memanfaatkan gas alam sebagai bahan bakar utamannya. Hal ini barangkali lebih
13
dikarenakan harganya yang relatif mahal dibanding batubara selain tidak semua
sumber gas alam berdekatan dengan lokasi pabrik.
d. Bahan bakar alternatif
Bahan bakar alternatif adalah bahan bakar yang dapat digunakan sebagai
bahan bakar alternatif di pabrik semen untuk mengurangi konsumsi bahan bakar
utama dalam rangka program penghematan energi. Beberapa contoh bahan bakar
alternatif ini antara lain pet coke, karet, kayu, sekam padi, serbuk gergaji,
cocopeat dan kertas. Bahan bakar alternatif ini banyak digunakan oleh pabrik
semen di luar negeri. Penggunaan bahan bakar alternatif diharapkan dapat
memberikan solusi ramah lingkungan terhadap permasalahan limbah, mengurangi
ketergantungan pada sumber daya alam tak terbarukan, mengurangi emisi, dan
peluang kegiatan ekonomi untuk masyarakat.
5. Biaya Operasional Untuk Bahan Bakar Semen
Biaya yang dikeluarkan untuk perolehan bahan bakar semen adalah biaya yang cukup
signifikan. Apabila pembakaran dilakukan dengan menggunakan bahan bakar
batubara semata, maka hal ini tentunya akan menghabiskan biaya yang lebih tinggi
apabila dibandingkan dengan penggunaan bahan bakar batubara yang dicampur
dengan biomassa. Selain dapat mengurangi emisi gas CO2 dalam artian ramah
lingkungan bahan bakar ini mudah didapatkan dan tentunya dengan harga yang jauh
lebih murah.
6. Pengujian Kualitas Semen
Pengujian merupakan syarat utama pada pembuatan semen agar diperoleh
hasil yang memenuhi standar yang telah ditetapkan. Pengujian semen biasanya
dilakukan dilaboratorium yang suhu dan kelembaban ruangannya dikontrol dengan
baik. Suhu ruang dijaga antara 20 20,75 0C dengan kelembaban relatif tidak boleh
kurang dari 50%.
Tabel 4. Komposisi Kimia Semen Portland Tipe 1 Produksi PT. Semen Padang
14
Ss T
Ts
Keterangan :
S = blaine/ luas permukaan spesifik semen (cm2/gr)
Ss = blaine semen standar (3818 cm2/gr)
Ts = Waktu alir semen standar (82,13 = 9,06 s)
T = waktu alir semen uji (s)
15
mengetahui peristiwa kerja (retak, pecah, atau perubahan bentuk lainnya) yang
diperlihatkan setelah pengujian. Adapun rentang waktu yang sudah ditentukan
diruang lembab dengan kelembaban relatif 90 %, yaitu:
1) Percobaan cepat
Percobaan cepat dapat dilakukan dengan cara merebus benda uji yang
telah disimpan 3 x 24 jam diruang lembab selama 3 jam.
2) Percobaan lambat
Benda uji yang telah disimpan selama 3 x 24 jam didalam ruang lembab
direndam dalam bak air yang berisi air dingin selama 25 hari. Pengujian
dengan autoclave meliputi pemuaian dari semen portland, dengan melakukan
pengujian terhadap benda uji. Adanya hidrasi CaO bebas, MgO atau keduanya
menyebabkan index potensial lambat berkembang.
L( ak)L(aw)
Persentase pemuaian (%) =
x 100%
L(aw)
Keterangan:
L(ak) = Panjang akhir benda uji (cm)
L(aw) = Panjang awal benda uji (cm)
e. Pengujian Komposisi Kimia Semen
Pengujian komposisi kimia dapat dilakukan dengan menggunakan XRF.
Pengujian komposisi kimia bertujuan untuk mengetahui komposisi yang
terkandung didalam semen. Komposisi yang terkandung didalam semen akan
mempengaruhi kualitas semen yang akan dibuat.
f. Kuat Tekan Mortar
Kuat tekan merupakan sifat yang paling penting bagi mortar ataupun beton.
Kuat tekan mortar pada dasarnya adalah sebuah fungsi dari volume pori/rongga
dari mortar itu sendiri. Pengujian kuat tekan mortar dilakukan untuk mengetahui
17
kuat tekan hancur dari benda uji. Kuat tekan dipengaruhi oleh komposisi mineral
utama. Umumnya kuat tekan diukur pada hari ke 28. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kuat tekan ialah:
1) Kualitas semen
2) Kualitas selain semen (kualitas air, kualitas agregat halus dan kualitas
additive)
Kuat tekan mortar dapat diperoleh dengan persamaan:
Fc = F/A
Dimana:
Fc= Kuat tekan (Kg/cm2)
F = Beban maksimum (Kg)
A = Luas bidang Permukaan (cm2)
g. Kuat Tarik
Kuat tarik mortar pada dasarnya adalah sebuah fungsi dari volume
pori/rongga dari mortar itu sendiri. Pengujian kuat tarik mortar dilakukan untuk
mengetahui kuat tarik hancur dari benda uji. Kuat tarik benda uji dapat diperoleh
dengan persamaan:
Dimana:
= kuat tarik (N/m2)
F = beban maksimum (N)
A = luas bidang pergerakan (m2)
h. Penyerapan Air
Penyerapan air yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah kemampuan
benda uji mortar menyerap air. Semakin banyak penyerapan air yang terdapat
pada mortar maka semakin rendah kekuatannya, begitu pula sebaliknya. Adapun
besarnya penyerapan air dapat diperoleh dengan persamaan:
mbmk
Penyerapan Air (%) =
x 100 %
mk
Dimana:
mb = berat benda uji dalam keadaan keadaan basah (g)
mk = berat benda uji dalam keadaan kering (g)
i. Porositas
18
F.
x 100%
PENYELESAIAN MASALAH
Untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya emisi gas CO 2, maka dapat diatasi
dengan pencampuran biomassa dan batubara sebagai bahan bakar untuk industri
pengolahan semen. Tujuannya adalah untuk mengurangi pemakaian batubara yang
berdampak buruk terhadap lingkungan yang dapat menimbulkan berbagai macam polusi.
Selain itu, dengan pemakaian biomassa sebagai bahan bakar juga dapat menambah nilai
guna sampah disamping menghemat biaya produksi untuk perolehan bahan bakar.
Permasalahan yang ada dilapangan selanjutnya dipelajari dan dikaji berdasarkan
data yang ada dan ditunjang dengan berbagai teori dari literatur kemudian dicari
alternatif penyelesaiannya.
G.
METODOLOGI PENELITIAN
19
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini termasuk jenis penelitian kuantitatif. Dikarenakan menurut
Sugiono (2008:14) metode penelitian kuantitatif adalah: Metode penelitian yang
berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau
sampel tertentu. Pengumpulan data menggunakan instrument penelitian, analisis data
bersifat kuantitatif / statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah
ditetapkan.
Penelitian ini menggunakan data yang dikumpulkan bersifat kuantitatif atau
dapat
dikuantitatifkan.
Selain
metode
penelitian
kuantitaif
penulis
juga
2. Variabel Penelitian
Menurut Sugiono (2008:61), Variabel penelitian merupakan suatu atribut atau
sifat dari atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu
yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
Adapun yang menjadi objek penelitian ini adalah analisis kualitas semen yang
dibakar dengan menggunakan batubara dan campuran batubara dengan biomassa
untuk semen portland tipe 1 di PT. Semen Padang.
3. Instrumentasi Penelitian
Adapun instrumen (peralatan) yang dibutuhkan selama penelitian ini adalah
sebagai berikut:
a. Bahan bakar alternatif (sekam padi dan ampas tebu)
b. Stopwatch
c. Peralatan laboratorium untuk uji kualitas semen
d. Komputer / laptop
4. Teknik Pengumpulan Data
20
21
MULAI
ORIENTASI LAPANGAN
PENGUMPULAN DATA
DATA SKUNDER
DATA PRIMER
1.
Kualitas semen
dengan bahan bakar
yang berbeda
2. Perbandingan lama
waktu pembakaran.
bahan bakar
Menentukan perbedaan
kualitas, lama waktu
pembakaran dan kebutuhan
biaya
Melakukan analisis
laboratorium
Membandingkan
lamanya waktu
pembakaran dan biaya
yang dibutuhkan
PEMBAHASAN
I.
TEMPAT PENELITIAN
Tempat penelitian tugas akhir adalah di PT. Semen Padang, Kelurahan Indarung,
Kecamatan Lubuk Kilangan , Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat.
J.
WAKTU PELAKSANAAN
Penelitian tugas akhir dilaksanakan pada tanggal 7 April 2016 sampai 7 Juni
2016.
Tabel 4. Jadwal Kegiatan Penelitian
No Kegiatan
1
2
3
Orientasi Lapangan
Pengumpulan Data
Pengolahan Data
Penyusunan
Laporan
dan Presentasi
Minggu ke3
2
4
23