Menimbang :
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 35 ayat (2),
Peraturan walikota Kota Dumai Nomor 15 Tahun 2019 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Dumai perlu menetapkan
Peraturan walikota tentang Rencana Detail Tata Ruang Bagian
Wilayah Perencanaan Kawasan Perkotaan dan Industri Kota
Dumai
Mengingat :
1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1999 tentang Pembentukan
Kotamadya Daerah Tingkat II Dumai (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3829);
3. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan
Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021
Nomor 31); dan
5. Peraturan walikota Kota Dumai Nomor 15 Tahun 2019 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Kota Dumai Tahun 2019 - 2039 (Lembaran Kota
Dumai Tahun 2019 Nomor 15).
MEMUTUSKAN :
BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Kesatu
Pengertian
Pasal 1
Pasal 2
BAB II
DELINEASI DAN TUJUAN PENATAAN BAGIAN WILAYAH PERENCANAAN
Bagian Kesatu
Delineasi BWP
Pasal 3
Bagian Kedua
Tujuan Penataan BWP
Pasal 4
(1) Tujuan Penataan Bagian Wilayah Perencanaan Medang Kampai adalah
untuk Mewujudkan Perkotaan Medang Kampai sebagai Pusat Industri
Nasional dan Pariwisata Berbudaya Melayu yang Berketahanan.
(2) Tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwujudkan kedalam
masing-masing Sub BWP, yang terdiri dari:
a. Sub BWP A yang berfungsi sebagai berfungsi sebagai pusat
perekonomian, perdagangan dan jasa, kesehatan dan permukiman;
b. Sub BWP B berfungsi sebagai pusat permukiman dan jasa
perdagangan;
c. Sub BWP C berfungsi sebagai pusat Pariwisata, Permukiman,
Pemerintahan, Pertahanan dan Keamanan dan Industri UMKM; dan
d. Sub BWP D berfungsi sebagai pusat Permukiman, Pendidikan,
perdagangan jasa dan Industri UMKM.
BAB III
RENCANA STRUKTUR RUANG
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 5
Bagian Kedua
Rencana Pengembangan Pusat Pelayanan
Pasal 6
Bagian Ketiga
Rencana Jaringan Transportasi
Pasal 7
Bagian Keempat
Rencana Jaringan Prasarana
Pasal 8
Paragraf 1
Rencana Jaringan Energi
Pasal 9
(1) Jaringan energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a,
meliputi:
a. jaringan Jaringan Penyaluran Minyak dan Gas Bumi dari Fasilitas
Produksi-Kilang Pengolahan;
b. Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT);
c. Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM);
d. Saluran Udara Tegangan Rendah (SUTR); dan
e. Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU);
f. Gardu listrik.
(2) Jaringan Jaringan Penyaluran Minyak dan Gas Bumi dari Fasilitas
Produksi-Kilang Pengolahan di BWP Medang Kampai sebagaimana
dalam ayat (1) huruf a meliputi :
a. Jaringan Penyaluran Minyak Bumi dari Fasilitas Produksi-Kilang
Pengolahan yang terdapat pada Blok A.1, Blok A.3, Blok A.4, Blok
A.5, Blok A.6, Blok A.7 dan Blok A.8 Kelurahan Pelintung Sub BWP
A; Blok B.1 dan Blok B.2 Kelurahan Guntung Sub BWP B; Blok C.1
dan Blok C.3 Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C; Blok D.1 dan
Blok D.3 Kelurahan Mundam Sub BWP D; dan
b. Jaringan Penyaluran Gas Bumi dari Fasilitas Produksi-Kilang
Pengolahan yang terdapat pada Blok A.1, Blok A.3, Blok A.4, Blok
A.5, Blok A.6, Blok A.7 dan Blok A.8 Kelurahan Pelintung Sub BWP
A; Blok B.1 dan Blok B.2 Kelurahan Guntung Sub BWP B; Blok C.1
dan Blok C.3 Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C; Blok D.1 dan
Blok D.3 Kelurahan Mundam Sub BWP D.
(3) Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) sebagaimana dimaksud ayat (1)
huruf b berada pada Blok A.1, Blok A.2, Blok A.3, dan Blok A.4
Kelurahan Pelintung Sub BWP A; Blok C.1 dan Blok C.3 Kelurahan
Teluk Makmur Sub BWP C.
(4) Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM) sebagaimana dimaksud
ayat (1) huruf c dengan panjang 63,94 (enam puluh lima koma tiga nol)
Kilometer berada pada Blok A.1, Blok A.3, Blok A.4, Blok A.5, Blok A.6,
Blok A.7 dan Blok A.8 Kelurahan Pelintung Sub BWP A; Blok B.1, dan
Blok B.2 Kelurahan Guntung Sub BWP B; Blok C.1 dan Blok C.3
Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C, Blok D.1 dan Blok D.3
Kelurahan Mundam Sub BWP D.
(5) Saluran Udara Tegangan Rendah (SUTR) sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf d dengan panjang 98,98 (sembilan puluh delapan koma
sembilan puluh delapan) Kilometer berada pada Blok A.1, Blok A.2,
Blok A.3, Blok A.4, Blok A.7, dan Blok A.8 Kelurahan Pelintung Sub
BWP A; Blok B.1 dan Blok B.2 Kelurahan Guntung Sub BWP B; Blok
C.1, Blok C.2, Blok C.3, dan Blok C.4 Kelurahan Teluk Makmur Sub
BWP C; Blok D.1, Blok D.2, Blok D.3 dan Blok D.4 Kelurahan Mundam
Sub BWP D.
(6) Pembangkit Listrik Tenaga UAP (PLTU) sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf e terdapat pada Blok A.3 Kelurahan Pelintung Sub BWP
A.
(7) Gardu listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f meliputi :
a. gardu distribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d
berada pada Blok A.1 dan Blok A.4 Kelurahan Pelintung Sub BWP
A; Blok B.1 dan Blok B.2 Kelurahan Guntung Sub BWP B; Blok C.1,
Blok C.2 dan Blok C.3 Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C; Blok
D.1 dan Blok D.2 Kelurahan Mundam Sub BWP D.
b. Pengembangan Gardu Induk sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf e terdapat pada Blok A.3 Kelurahan Pelintung Sub BWP A.
(8) Infrastruktur ketenagalistrikan lainnya sebagaimana ditetapkan dalam
peraturan perundangan
(9) Rencana jaringan energi/kelistrikan RDTR BWP Medang Kampai
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam peta dengan
tingkat ketelitian 1 : 5.000 dan tercantum dalam lampiran II-C yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Walikota ini
Paragraf 1
Rencana Jaringan Telekomunikasi
Pasal 10
Paragraf 2
Rencana Jaringan Air Minum
Pasal 11
(1) Jaringan air minum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c, yaitu
berupa jaringan perpipaan yang terdiri dari:
a. Jaringan perpipaan; dan
b. Bukan jaringan perpipaan.
(2) Jaringan perpipaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
meliputi:
a. Pipa transmisi air minum berada pada Blok A.1, Blok A.3, Blok A.4,
Blok A.5, Blok A.6, Blok A.7, dan Blok A.8 Kelurahan Pelintung Sub
BWP A; Blok B.1 dan Blok B.2 Kelurahan Guntung Sub BWP B; Blok
C.1 dan Blok C.3 Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C; Blok D.1 dan
Blok D.3 Keluarahan Mundam Sub BWP D.
b. Pipa unit distribusi berada pada Blok A.1, Blok A.2, dan Blok A.3
Kelurahan Pelintung Sub BWP A; Blok B.1 dan Blok B.2 Kelurahan
Guntung Sub BWP B; Blok C.1, Blok C.2, Blok C.3, dan Blok C.4
Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C; Blok D.1, Blok D.2, Blok D.3
dan Blok D.4 Keluarahan Mundam Sub BWP D.
c. Unit produksi berada pada Blok C.1 Kelurahan Teluk Makmur Sub
BWP C.
(3) Bukan jaringan perpipaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
meliputi terminal air sebanyak 5 (lima) yang berada pada Kelurahan
Pelintung Sub BWP A pada Blok A.4, Blok A. 5, Blok A.8; Kelurahan
Teluk Makmur Sub BWP C pada Blok C.1, Blok C.4; Blok D.4 Kelurahan
Mundam Sub BWP D.
(4) Rencana Jaringan Air Minum RDTR BWP Medang Kampai sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam peta dengan tingkat ketelitian
1 : 5.000 dan tercantum dalam lampiran II-E yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Walikota ini.
Paragraf 3
Rencana Jaringan Drainase
Pasal 12
(1) Jaringan drainase sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf d, terdiri
atas:
a. Saluran drainase primer;
b. saluran drainase sekunder; dan
c. saluran drainase tersier.
(2) Saluran drainase primer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
berada pada Blok A.1, Blok A.2, Blok A.3, Blok A.4, Blok A.5, Blok A.6,
dan Blok A.8 Kelurahan Pelintung Sub BWP A; Blok B.1 dan Blok B.2
Kelurahan Guntung Sub BWP B; Blok C.1 dan Blok C.2 Kelurahan Teluk
Makmur Sub BWP C; Blok D.3 dan Blok D.4 Kelurahan Mundam Sub
BWP D.
(3) Saluran drainase sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
berada pada Blok A.1, Blok A.3, Blok A.4, Blok A.5, Blok A.6, Blok A.7,
dan Blok A.8 Kelurahan Pelintung Sub BWP A; Blok B.1 dan Blok B.2
Kelurahan Guntung Sub BWP B; Blok C.1, Blok C.2, Blok C.3, dan Blok
C.4 Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C; Blok D.1, Blok D.2, Blok D.3
dan Blok D.4 Kelurahan Mundam Sub BWP D.
(4) Saluran drainase tersier sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
berada pada Blok A.1, dan Blok A.2 Kelurahan Pelintung Sub BWP A;
Blok B.1 dan Blok B.2 Kelurahan Guntung Sub BWP B; Blok C.1, Blok
C.2, Blok C.3, dan Blok C.4 Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C; Blok
D.1, Blok D.2, Blok D.3 dan Blok D.4 Kelurahan Mundam Sub BWP D.
(5) Rencana jaringan drainase RDTR BWP Medang Kampai sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam peta dengan tingkat ketelitian
1 : 5.000 dan tercantum dalam lampiran II-F yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Walikota ini.
Paragraf 4
Rencana jaringan Air Limbah
Pasal 13
Paragraf 5
Rencana jaringan Persampahan
Pasal 14
Paragraf 6
Rencana Jaringan Prasarana Lainnya
Pasal 15
BAB IV
RENCANA POLA RUANG
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 16
Paragraf 7
Zona Sempadan Pantai
Pasal 18
Zona sempadan pantai dengan kode SP luas 261,33 Ha (dua ratus enam
puluh satu koma tiga tiga) hektar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26
huruf a terletak pada Blok A.1, Blok A.2, Blok A.3, Blok A.7, Blok A.8
Kelurahan Pelintung Sub BWP A; Blok B.1, Blok B.2 Kelurahan Guntung
Sub BWP B; Blok C.2, Blok C.4 Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C; Blok
D.2 dan D.4 Kelurahan Mundam Sub BWP D.
Paragraf 8
Zona Sempadan Sungai
Pasal 19
Zona zona sempadan sungai kode SS seluas 74,52 Ha (tujuh puluh empat
koma lima dua) hektar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf b
terletak pada Blok A.1, Blok A.2, Blok A.3, Blok A.4, Blok A.5, Blok A.6,
Blok A.7, Blok A.8 Kelurahan Pelintung Sub BWP A; Blok B.2 Kelurahan
Guntung Sub BWP B; Blok C.1, Blok C.2, Blok C.3, Blok C.4 Kelurahan
Teluk Makmur Sub BWP C; Blok D.1, Blok D.2, dan Blok D.4 Kelurahan
Mundam Sub BWP D.
Paragraf 9
Ruang Terbuka Hijau
Pasal 20
(1) Zona ruang terbuka hijau kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26
huruf c dengan luas 695,59 Ha (enam ratus sembilan puluh lima koma
lima sembilan hektar), terdiri atas:
a. sub zona Taman Kota dengan kode RTH-2;
b. sub zona Taman Kecamatan dengan kode RTH-3;
c. sub zona Taman Kelurahan dengan kode RTH-4; dan
d. sub zona Pemakaman dengan kode RTH-7.
(2) Sub zona Taman Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
seluas 620,44 Ha (enam ratus dua puluh koma empat empat hektar)
berada pada Blok A.1, Blok A.2, Blok A.3, Blok A.4, Blok A.5, Blok A.6,
Blok A.7 dan Blok A.8 Kelurahan Pelintung Sub BWP A; Blok C.1, Blok
C.3 dan Blok C.4 Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C; Blok D.1, Blok
D.3 dan Blok D.4 Kelurahan Mundam Sub BWP D.
(3) Sub zona Taman Kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b seluas 46,10 Ha (empat puluh enam koma satu nol) hektar,
terdapat pada Blok A.2, Blok A.3, Blok A.4, Blok A.8 Kelurahan
Pelintung Sub BWP A; Blok C.1, Blok C.2 Kelurahan Teluk Makmur
Sub BWP C; Blok D.4 Kelurahan Mundam Sub BWP D.
(4) Sub zona Taman kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
c seluas 25,70 Ha (dua puluh lima koma tujuh nol) hektar, terdapat
pada Blok A.1, Blok A.2, Blok A.3 dan Blok A.8 Kelurahan Pelintung
Sub BWP A; Blok B.1, Blok B.2 Kelurahan Guntung Sub BWP B; Blok
C.1, Blok C.2, dan Blok C.4 Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C;
Blok D.1, Blok D.2, Blok D.3, Blok D.4 Kelurahan Mundam Sub BWP
D.
(5) Sub zona Pemakaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d
seluas 3,34 Ha (tiga koma tiga empat) hektar, terletak pada Blok A.4
Kelurahan Pelintung Sub BWP A; Blok B.2 Kelurahan Guntung Sub
BWP B; Blok C.2, Blok C.4 Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C; Blok
D.2 Kelurahan Mundam Sub BWP D.
Bagian Ketiga
Zona Budidaya
Pasal 21
Paragraf 1
Zona Perumahan
Pasal 22
Paragraf 10
Zona Perdagangan dan Jasa
Pasal 23
Paragraf 11
Zona Sarana Pelayanan Umum
Pasal 24
(1) Zona sarana pelayanan umum dengan kode SPU sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 30 huruf c dengan luas 46,31 Ha (empat puluh enam koma
tiga satu hektar) terdiri atas:
a. sub zona sarana pelayanan umum skala kota dengan kode SPU-1;
b. sub zona sarana pelayanan umum skala kecamatan dengan kode
SPU-2; dan
c. sub zona sarana pelayanan umum skala kelurahan dengan kode
SPU-3.
(2) Sub zona sarana pelayanan umum skala kota dengan kode SPU-1
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a seluas 27,37 Ha (dua
puluh tujuh koma tiga tujuh) hektar terdapat pada Blok A.1, Blok A.4
Kelurahan Pelintung Sub BWP A; Blok B.2 Kelurahan Guntung Sub BWP
B; Blok C.2 dan Blok C.3 Kelurahan Teluk Makmur SUB BWP C;
(3) Sub zona sarana pelayanan umum skala kecamatan dengan kode SPU-2
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b seluas 5,38 Ha (lima koma
tiga delapan) hektar terdapat pada Blok A.1, Blok A.4 Kelurahan
Pelintung Sub BWP A; Blok B.1, Blok B.2 Kelurahan Guntung Sub BWP
B; Blok C.1, Blok C.2 Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C; Blok D.1,
Blok D.2 dan Blok D.3 Kelurahan Mundam Sub BWP D.
(4) Sub zona sarana pelayanan umum skala kelurahan dengan kode SPU-3
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c seluas 13,56 Ha (tiga belas
koma lima enam) hektar terdapat pada Blok A.1, Blok A.2, Blok A.4, Blok
A.6, Blok A.8 Kelurahan Pelintung Sub BWP A; Blok B.1, Blok B.2
Kelurahan Guntung Sub BWP B; Blok C.1, Blok C.2, Blok C.3, Blok C.4
Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C; Blok D.1, Blok D.2, Blok D.3 dan
Blok D.4 Kelurahan Mundam Sub BWP D.
Paragraf 12
Zona Perkantoran
Pasal 25
Zona perkantoran dengan kode KT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30
huruf d, seluas 14,42 Ha (empat belas koma empat dua hektar) yang
terdapat pada pada Blok C.2 Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C.
Paragraf 13
Zona Kawasan Peruntukan Industri
Pasal 26
Paragraf 14
Zona Hutan Produksi
Pasal 27
Zona pertanian dengan kode P di BWP Medang Kampai berupa sub zona
perkebunan dengan kode P-3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf
g seluas 1.287,25 Ha (seribu dua ratus delapan puluh tujuh koma dua
lima) hektar terdapat pada Blok A.1, Blok A.2, Blok A.6, Blok A.7, Blok A.8
Kelurahan Pelintung Sub BWP A; Blok B.2 Kelurahan Guntung Sub BWP B;
Blok C.3 Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C; Blok D.4 Kelurahan
Mundam Sub BWP D.
Paragraf 16
Zona Tempat Pemrosesan Akhir
Pasal 29
Paragraf 17
Zona Pembangkit Tenaga Listrik
Pasal 30
Paragraf 18
Zona Pariwisata
Pasal 31
Paragraf 20
Zona Transportasi
Pasal 33
Paragraf 21
Zona Peruntukan Lainnya
Pasal 34
BAB V
Penetapan Sub BWP yang Diprioritaskan Penanganannya
Pasal 35
BAB VI
KETENTUAN PEMANFAATAN RUANG
Pasal 36
Pasal 38
Lokasi program perwujudan pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud
dalam pasal 36 ayat (3) huruf b merupakan tempat program pemanfaatan
ruang akan dilaksanakan.
Pasal 39
Besaran program pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam pasal
36 ayat (3) huruf c merupakan perkiraan jumlah satuan masing-masing
program pemanfaatan ruang yang akan dilaksanakan.
Pasal 40
Sumber pendanaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 36 ayat (3) huruf d
berasal dari:
a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN);
b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Riau;
c. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Dumai;
d. Swasta;
e. Masyarakat; dan
f. Sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 41
(1) Waktu dan tahapan pelaksanaan sebagaimana dalam pasal 36 ayat (3)
huruf f terdiri atas 4 (empat) tahapan, meliputi:
a. tahap pertama pada periode tahun 2021 - 2025 ;
b. tahap kedua pada periode tahun 2026 - 2030;
c. tahap ketiga pada periode tahun 2031 - 2035; dan
d. tahap keempat pada periode tahun 2036 - 2041.
(2) waktu dan tahapan pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan dasar bagi instansi pelaksana dalam menetapkan prioritas
pembangunan pada BWP Medang Kampai.
Pasal 43
Indikasi program utama pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 36 disusun berdasarkan indikasi program utama 5 (lima) tahunan
sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan walikota ini.
BAB VII
PERATURAN ZONASI
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 44
Bagian Ketiga
Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
Pasal 46
Bagian Keempat
Ketentuan Tata Bangunan
Pasal 47
(1) Ketentuan tata bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44
ayat (2) huruf c, meliputi:
a. ketinggian bangunan (TB) maksimum;
b. garis sempadan bangunan (GSB) minimum;
c. jarak bebas antar bangunan minimal;dan
d. jarak bebas samping dan jarak bebas minimum.
(2) Ketentuan tata bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tercantum dalam tabel ketentuan tata bangunan pada lampiran VIII
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Walikota
ini.
Bagian Kelima
Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
Pasal 48
(1) Ketentuan prasarana dan sarana minimal sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 44 ayat (2) huruf d, meliputi :
a. jalur pejalan kaki;
b. ruang terbuka hijau;
c. ruang terbuka non hijau;
d. prasarana lingkungan; dan
e. prasarana pendukung.
(2) Ketentuan prasarana dan sarana minimal sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. perhitungan jumlah penghuni berdasarakan unit hunian, setiap 1
(satu) unit hunian berjumlah 4 (empat) jiwa;
b. pembangunan prasarana, perhitungan kebutuhan luas lahan dan
luas lantai dengan memperhitungkan jumlah jiwa;
c. pembangunan perumahan wajib menyediakan prasarana umum dan
prasarana sosial sesuai ketentuan luas lahan dan luas lantai yang
ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
d. pengadaan dan pembangunan prasarana umum dan prasarana sosial
yang bukan menjadi kewajiban dari pembangunan perumahan harus
mengikuti ketentuan luas lahan dan luas lantai yang ditetapkan
dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Ketentuan prasarana dan sarana minimal sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) disajikan pada tabel ketentuan prasarana dan sarana minimal
sebagaimana tercantum dalam Lampiran VIII yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Wali Kota ini.
Bagian Keenam
Ketentuan Khusus
Pasal 49
(1) Ketentuan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2)
huruf e terdiri atas tempat evakuasi bencana sebagai berikut :
a. Sub zona sarana pelayanan umum skala kecamatan di Blok A.1.B;
b. Sub zona sarana pelayanan umum skala kelurahan di Blok C.1.O,
Blok C.2.K, Blok C.1.B, Blok C.1.P dan D.3.E;
c. Sub zona rumah kepadatan tinggi di Blok A.1.E;
d. Sub zona perdagangan dan jasa skala Sub BWP di Blok B.1.F, Blok
C.1.A;
e. Sub zona sarana pelayanan umum skala kota di Blok B.2.H; dan
f. Sub zona kawasan peruntukan industri di Blok A.8.D, A.3.C.
(2) Ketentuan khusus ditetapkan dalam peta dengan tingkat ketelitian
skala 1 : 5.000 sebagaimana tercantum dalam lampiran IX yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Walikota ini.
Bagian Ketujuh
Teknik Pengaturan Zonasi
Pasal 50
(1) Ketentuan teknik peraturan zonasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 44 ayat (2) huruf g, terdiri atas :
a. Teknik peraturan zonasi zona ambang dengan kode h; dan
b. Teknik peraturan zonasi khusus dengan kode j.
(2) Zona ambang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berada
pada kawasan Hutan Produksi Terbatas pada sub blok A.8.M,
merupakan ketentuan pengaturan pada blok peruntukan yang belum
mendapatkan persetujuan subtansi perubahan fungsi dari
peruntukan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan dan/atau
sebaliknya dari Menteri yang membidangi kehutanan sehingga
pemanfaatan dan peruntukan ruangnya ditentukan kemudian
berdasarkan persetujuan subtansi tersebut.
(3) Zona ambang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berlaku
setelah peraturan walikota ini disahkan sampai adanya peraturan
berlaku, pencabutan zona ambang dilakukan melalui keputusan
walikota.
(4) Perubahan peruntukan kawasan hutan, perubahan fungsi kawasan
hutan, dan penggunaan kawasan hutan dalam pengaturan kawasan
hutan yang sudah ditetapkan sebagai zona ambang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan sesuai dengan ketentuan
perundang – undangan yang berlaku.
(5) Teknik peraturan zonasi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b adalah TPZ yang memberikan pembatasan pembangunan
untuk melestarikan fungsi ekosistem gambut dan mencegah
terjadinya kerusakan ekosistem gambut pada suatu zona. TPZ
khusus berlaku pada zona sebagai berikut :
a. Hutan produksi yang dapat di konversi terletak pada sub blok
A.6.A, Sub Blok A.8.V, dan Sub Blok D.1.O;
b. Kawasan Peruntukan Industri terletak pada Sub Blok A.5.B, Sub
Blok A.3.L, dan Sub Blok A.4.G;
c. Perdagangan dan Jasa Skala Sub BWP terletak pada Sub Blok
D.4.N dan Sub Blok A.4.G;
d. Pergudangan terletak pada Sub Blok A.2.I;
e. Perkebunan terletak pada Sub Blok A.6.A, Sub Blok A.7.I, Sub
Blok A.8.V dan Sub Blok C.3.G;
f. Rumah Kepadatan Sedang terletak pada Sub Blok A.4.G, Sub
Blok C.3.G, Sub Blok D.1.O, Sub Blok D.1M dan Sub Blok D.4.N;
g. Sarana Pelayanan Umum Skala Kelurahan terletak pada Sub
Blok A.6.A dan D.4.N;
h. Taman Kota terletak pada Sub Blok A.7.I dan D.4.N; dan
i. Taman Kecamatan terletak pada Sub Blok A.2.I dan Sub Blok
A.4.G
(6) Teknik peraturan zonasi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
berlaku aturan sebagai berikut :
BAB VIII
PEMANFAATAN RUANG
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 51
Paragraf 1
Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Untuk Kegiatan Berusaha
Pasal 52
Pasal 53
Pasal 54
Pasal 55
Konfirmasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan
berusaha dilaksanakan melalui OSS dengan tahapan:
a. pendaftaran;
b. penilaian dokumen usulan kegiatan Pemanfaatan Ruang terhadap
RDTR; dan
c. penerbitan Konfirmasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang.
Pasal 56
(1) Pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 huruf a paling
sedikit dilengkapi dengan:
a. koordinat lokasi;
b. kebutuhan luas lahan kegiatan Pemanfaatan Ruang;
c. informasi penguasaan tanah;
d. informasi jenis usaha;
e. rencana jumiah lantai bangunan; dan
f. rencana luas lantai bangunan.
(2) Konfirmasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 55 huruf c, paling sedikit memuat:
a. lokasi kegiatan;
b. jenis kegiatan Pemanfaatan Ruang;
c. koefisien dasar bangunan;
d. koefisien lantai bangunan;
e. ketentuan tata bangunan; dan
f. persyaratan pelaksanaan kegiatan Pemanfaatan Ruang.
Pasal 57
Jangka waktu penerbitan Konfirmasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan
Ruang untuk kegiatan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55
huruf c paling lama 1 (satu) hari sejak pendaftaran atau pembayaran
penerimaan negara bukan pajak.
Pasal 58
Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan
berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) huruf b diberikan
dalam hal belum tersedia RDTR di lokasi rencana kegiatan Pemanfaatan
Ruang.
Pasal 59
(1) Perubahan peruntukan dan fungsi serta penggunaan Kawasan Hutan
untuk kepentingan pembangunan di luar kehutanan berlaku
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kehutanan.
(2) Pemanfaatan Ruang yang lokasinya berada pada Kawasan Hutan yang
mengalami perubahan peruntukan dan fungsi serta belum dimuat
dalam RDTR maka kegiatan Pemanfaatan Ruang dilaksanakan setelah
mendapatkan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang
untuk kegiatan berusaha.
Pasal 60
(1) Kegiatan Pemanfaatan yang dilakukan oleh Pelaku Usaha yang
termasuk dalam kelompok UMK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53
ayat (1) huruf b, tidak melalui proses penerbitan Kesesuaian Kegiatan
Pemanfaatan Ruang.
(2) Pelaku UMK sebagaimana dirnaksud pada ayat (1) membuat pernyataan
mandiri bahwa kegiatan usahanya telah sesuai dengan rencana tata
ruang.
(3) Dalam hal pernyataan mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
terbukti tidak benar, kegiatan pemanfaatan ruangnya dilakukan
pembinaan oleh perangkat daerah.
Paragraf 2
Kesesuaian Kegiatan Pernanfaatan Ruang Untuk Kegiatan Non
Berusaha
Pasal 61
(1) Pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan
non berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (2) huruf b
diperoleh melalui sistem elektronik yang diselenggarakan oleh Menteri
dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
kelautan sesuai dlengan kewenangannya.
(2) Setelah memperoleh Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk
kegiatan nonberusaha, pemohon melakukan kegiatan Pemanfaatan
Ruang setelah memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 62
(1) Pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan pemanfaatan Ruang untuk kegiatan
non berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1)
dilakukan melalui:
a. Konfirmasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang; atau
b. Persetujuan Kesesuaian Pemanfaatan Ruang.
(2) Pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan
nonberusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1) di
Perairan Pesisir, wilayah perairan, dan wilayah yurisdiksi, dilakukan
melalui :
a. konfirmasi kesesuaian ruang laut; atau
b. Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut.
(3) Pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan
nonberusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
kelautan
Pasal 63
Konfirmasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan
nonberusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (1) huruf a
diberikan berdasarkan kesesuaian rencana lokasi kegiatan Pemanfaatan
Ruang dengan RDTR.
Pasal 64
Konfirmasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan
nonberusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (1) huruf a
dilaksanakan melalui sistem elektronik yang diselenggarakan oleh Menteri
dengan tahapan:
a. pendaftaran;
b. penilaian dokumen usulan kegiatan Pemanfaatan Ruang terhadap
RDTR; dan
c. penerbitan Konfirmasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang.
Pasal 65
(1) Pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 huruf a paling
sedikit dilengkapi dengan:
a. koordinat lokasi;
b. kebutuha luas lahan kegiatan Pernanfaatan Ruang;
c. informasi penguasaan tanah;
d. informasi jenis kegiatan;
e. rencana jumlah lantai bangunan; dan
f. rencana luas lantai bangunan.
(2) Konfirmasi kesesuaian kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 64 huruf (c) , paling sedikit memuat :
a. lokasi kegiatan;
b. jenis kegiatan Pemanfaatan Ruang;
c. koefisien dasar bangunan;
d. koefisien lantai bangunan;
e. ketentuan tata bangunan; dan
f. persyaratan pelaksanaan kegiatan Pernanfaatan Ruang.
Pasal 66
Jangka waktu penerbitan Konfirmasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan
Ruang untuk kegiatan nonberusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64
huruf c paling Iama 1 (satu) Hari sejak pendaftaran atau pembayaran
penerimaan negara bukan pajak.
Pasal 67
Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan non
berusaha sebagairnana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (1) huruf b
diberikan dalam hal belum tersedia RDTR di lokasi rencana kegiatan
Pemanfaatan Ruang.
Pasal 68
(1) Perubahan peruntukan dan fungsi serta penggunaan Kawasan Hutan
untuk kepentingan pembangunan di luar kehutanan berlaku
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kehutanan.
(2) Pemanfaatan Ruang yang lokasinya berada pada Kawasan Hutan yang
mengalami perubahan peruntukan dan fungsi serta belum dimuat
dalam RDTR, maka kegiatan pemanfaatan ruangnya dilaksanakan
setelah mendapatkan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan
Ruang untuk kegiatan nonberusaha.
BAB IX
PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 69
(1) Pengendalian Pemanfaatan Ruang dilaksanakan untuk mendorong
terwujudnya Tata Ruang sesuai dengan RTR.
(2) Pengendalian Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan untuk mendorong setiap Orang agar:
a. menaati RTR yang telah ditetapkan;
b. memanfaatkan ruang sesuai dengan RTR; dan
c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan
kesesuaian Kegiatan Pemantaatan Ruang.
Pasal 70
Pengendalian Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal
69 dilakukan melalui:
a. penilaian pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang dan
pernyataan mandiri pelaku UMK;
b. penilaian perwujudan RTR;
c. pemberian insentif dan disinsentif;
d. pengenaan sanksi; dan
e. penyelesaian sengketa Penataan Ruang.
Bagian Kedua
Penilaian Pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang
Pasal 71
(1) Penilaian pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang
dilaksanakan untuk memastikan:
a. kepatuhan pelaksanaan ketentuan Kesesuaian Kegiatan Pernanfaatan
Ruang; dan
b. pemenuhan prosedur perolehan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan
Ruang.
(2) Penilaian pernyataan mandiri yang dibuat oleh pelaku UMK dilaksanakan
untuk rnemastikan kebenaran pernyataan mandiri yang dibuat oleh
pelaku UMK.
Pasal 72
(1) Penilaian kepatuhan pelaksanaan ketentuan Kesesuaian Kegiatan
Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud dalarn Pasal 71 ayat (1)
huruf a dilakukan pada periode:
a. selama pembangunan; dan
b. pasca pembangunan.
(2) Penilaian pada periode selama pembangunan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf dilakukan untuk memastikan kepatuhan
pelaksanaan dalam memenuhi ketentuan Kesesuaian Kegiatan
Pemanfaatan Ruang.
(3) Penilaian pada periode selama pembangunan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a dilakukan paling lambat 2 (dua) tahun sejak
diterbitkannya Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang.
(4) Penilaian pada periode pasca pembangunan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b dilakukan untuk memastikan kepatuhan hasil
pembangunan dengan ketentuan dokumen Kesesuaian Kegiatan
Pemanfaatan Ruang.
(5) Dalam hal hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
ditemukan ketidakpatuhan terhadap ketentuan yang tertuang dalam
dokumen Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang, pelaku kegiatan
Pemanfaatan Ruang diharuskan melakukan penyesuaian.
(6) Dalam hal hasil penilaian pernyataan mandiri sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 71 ayat (2) ditemukan ketidaksesuaian pernyataan mandiri
yang dibuat oleh pelaku UMK, dilakukan pembinaan oleh kementerian/
lembaga dan atau perangkat daerah.
(7) Dalam hal hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
ditemukan ketidakpatuhan terhadap ketentuan yang tertuang dalam
dokumen Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang dilakukan
pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 73
Hasil penilaian pelaksanaan ketentuan dalam dokumen Kesesuaian
Kegiatan Pemanfaatan Ruang pada periode selama pembangunan dan pasca
pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 dituangkan dalam
bentuk tekstual dan spasial.
Pasal 74
(1) Penilaian pelaksanaan ketentuan dalam dokumen kesesuaian Kegiatan
Pemanfaatan Ruang dilakukan oleh Menteri.
(2) Penilaian pelaksanaan ketentuan dalam dokumen Kesesuaian Kegiatan
Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
didelegasikan kepada Wali Kota Dumai.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendelegasian kewenangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 75
Pasal 76
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan penetapan hasil penilaian
pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang dan pernyataan
mandiri pelaku UMK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 sampai
dengan Pasal 75 diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Ketiga
Penilaian Perwujudan Rencana Tata Ruang
Pasal 77
Penilaian perwujudan RTR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 huruf b
dilakukan dengan penilaian perwujudan rencana Struktur Ruang dan
rencana Pola Ruang.
Pasal 78
(1) Penilaian perwujudan rencana Struktur Ruang dan rencana Pola Ruang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 dilakukan dengan:
a. penilaian tingkat perwujudan rencana Struktur Ruang; dan
b. penilaian tingkat perwujudan rencana Pola Ruang.
(2) Penilaian perwujudan rencana Struktur Ruang dan rencana Pola Ruang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilahirkan terhadap:
a. kesesuaian program;
b. kesesuaian lokasi; dan
c. kesesuaian waktu pelaksanaan kegiatan pemanfaatan ruang
(3) Penilaian tiirgkat perwujudan rencana Struktur Ruang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dengan penyandingan
pelaksanaan program pembanglunan pusat-pusat permukiman dan
sistem jaringan prasarana terhadap rencana Struktur Ruang.
(4) Penilaian tingkat perwujudan rencana Pola Ruang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan penyandingan
pelaksanaan program pengelolaan lingkurrgan, pembangunan
berdasarkan Perizinan Berusaha.
Pasal 79
(1) Hasil penilaian tingkat perwujudan rencana Struktur Ruang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (3) berisikan:
a. muatan rencana Struktur Ruang yang terwujud;
b. muatan rencana Struktur Ruang yang belum terwujud; dan
c. pelaksanaan program pembangunan yang tidak sesuai dengan
muatan rencana Struktur Ruang.
(2) Hasil penilaian tingkat perwujudan rencana Pola Ruang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 78 ayat (4) berisikan:
a. muatan rencana Pola Ruang yang terwujud;
b. muatan rencana pola ruang yang belum terwujud; dan
c. pelaksanaan program pembangunan yang tidak sesuai dengan
muatan rencana Pola Ruang.
(3) Tingkat perwujudan rencana Struktur Ruang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan tingkat perwujudan rencana Pola Ruang sebagairnana
dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam bentuk tekstual dan spasial.
Pasal 80
(1) Terhadap hasil penilaian pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan
Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 dan hasil
penilaian perwujudan RTR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78
dilakukan pengendalian implikasi kewilayahan untuk terwujudnya
keseimbangan pengembangan wilayah sebagaimana tertuang dalam
RTR.
(2) Pengendalian implikasi kewilayahan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaksanakan dengan membatasi:
a. konsentrasi Pemanfaatan Ruang tertentu pada wilayah tertentu yang
tidak sesuai dengan skenario perwujudan RTR; dan
b. dominasi kegiatan Pemanfaatan Ruang tertentu.
(3) Pengendalian implikasi kewilayahan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dilakukan pada:
a. zona kendali; atau
b. zona yang didorong.
(4) Zona kendali sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a merupakan
zona dengan konsentrasi kegiatan Pemanfaatan Ruang danf atau
dominasi kegiatan Pemanfaatan Ruang tertentu yang tinggi dan
berpotensi melarnpau daya dukung dan daya tampung.
(5) Zona yang didorong sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b
merupakan zona dengan konsentrasi kegiatan Pemanfaatan Ruang
dan/atau dominasi kegiatan Pemanfaatan Ruang tertentu yang sangat
rendah yang perlu dittngkatkan perwujudannya sesuai dengan RTR.
Pasal 81
Terhadap zona kendali dan zona yang didorong sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 80 ayat (3), dapat disusun perangkat Pengendalian
Pemanfaatan Ruang.
Pasal 82
(1) Penilaian perwujudan RTR dilakukan secara periodik dan terus-
menerus.
(2) Penilaian perwujudan RTR sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun dan dilaksanakan 1 (satu)
tahun sebelum peninjauan kembali RTR.
(3) Pelaksanaan penilaian perwujudan RTR dapat dilakukan lebih dari 1
(satu) kali dalam 5 (lima) tahun dalam hal terdapat perubahan
kebijakan yang bersifat strategis nasional yang ditetapkan
Pasal 83
Penilaian perwujudan RTR dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kota Dumai.
Pasal 84
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penilaian perwujudan RTR
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 sampai dengan Pasal 81 diatur
dengan Peraturan Menteri.
Bagian Keempat
Pemberian Insentif dan Disinsentif
Paragraf 1
Umum
Pasal 85
Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dilakukan berdasarkan
asas:
a. keterpaduan;
b. keserasian, keselarasan, dan keseimbangan;
c. keberlanjutan;
d. keberdayagunaan dan keberhasilgunaan;
e. keterbukaan;
f. kebersamaan dan kemitraan;
g. perlindungan kepentingan umum;
h. kepastian hukum dan keadilan;
i. akuntabilitas; dan
j. Keberlanjutan.
Pasal 86
Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dalam penataan
ruang diselenggarakan untuk:
a. meningkatkan upaya pengendalian pemanfaatan ruang dalam
rangka mewujudkan tata ruang sesuai dengan rencana tata ruang;
b. memfasilitasi kegiatan pemanfaatan ruang agar sejalan dengan
rencana tata ruang; dan
c. meningkatkan kemitraan semua pemangku kepentingan dalam
rangka pemanfaatan ruang yang sejalan dengan rencana tata ruang.
Paragraf 2
Pemberian Insentif
Pasal 87
(1) Pemberian insentif diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kegiatan
pemanfaatan ruang pada kawasan yang didorong pengembangannya
sesuai dengan rencana tata ruang wilayah.
(2) Pemberian insentif diberikan dengan tetap menghormati hak orang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 88
(1) Insentif dari Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
87 dapat berupa insentif fiskal dan/atau insentif non fiskal.
(2) Insentif fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa :
a. pemberian keringanan pajak; dan/atau
b. Pengurangan retribusi.
(3) Insentif non fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa
:
a. kemudahan perizinan;
b. penyediaan prasarana dan sarana;
c. penghargaan; dan/atau
d. publikasi atau promosi daerah.
(4) Pemberian insentif fiskal dan non fiskal dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 89
(1) Pemberian Insentif Fiskal berupa Keringanan pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 88 ayat (2) huruf a, sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Pemberian Insentif Fiskal berupa pengurangan retribusi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 88 ayat (2) huruf b, sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 90
(1) Pemberian Insentif berupa kemudahan perizinan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 88 ayat (3) huruf a, diberikan pada saat izin
dikeluarkan dan/atau perpanjangan izin.
(2) Kemudahan perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam
bentuk percepatan pemberian perizinan yang meliputi seluruh jenis
perizinan.
(3) Pemberian kemudahan perizinan paling sedikit memenuhi kriteria :
a. memberikan kontribusi bagi peningkatan pendapatan masyarakat;
b. menyerap banyak tenaga kerja lokal;
c. menggunakan sebagian besar sumber daya lokal;
d. memberikan kontribusi bagi peningkatan pelayanan publik;
e. bermitra dengan usaha mikro;
f. berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.
Pasal 91
(1) Penyediaan sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 88 ayat (3) huruf b, upaya yang dilakukan Pemerintah Daerah
untuk memperkuat struktur ruang guna mendukung pola ruang
yang sesuai dengan rencana tata ruang wilayah.
(2) Penyediaan sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dikhususkan bagi pembangunan pada daerah yang termasuk
dalam tingkat kepadatan penduduk rendah dan sesuai dengan tata
ruang.
(3) Pemberian insentif penyediaan sarana dan prasarana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Walikota
berdasarkan pertimbangan yang disampaikan oleh Tim Teknis
berupa:
a. Penyediaan sarana dan prasarana jalan lingkungan;
b. Penyediaan sarana dan prasarana jembatan;
c. Penyediaan sarana dan prasarana penerangan jalan
Pasal 92
(1) Penghargaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (3) huruf c,
merupakan bentuk apresiasi Pemerintah Daerah kepada para pihak
yang berhasil memberikan manfaat pada tata ruang daerah .
(2) Penerima penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan oleh Walikota dan diberikan pada peringatan Hari Jadi
Daerah berdasarkan pertimbangan yang disampaikan oleh Forum
Penataan Ruang.
Pasal 93
(1) Publikasi atau promosi daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
88 ayat (3) huruf d, merupakan upaya Pemerintah Daerah agar para
pihak memberikan manfaat tata ruang yang maksimal.
(2) Publikasi atau promosi daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan oleh Walikota berdasarkan pertimbangan yang
disampaikan oleh tim teknis dalam bentuk pemberian ruang
publikasi atau promosi milik daerah berupa :
a. Billboard;
b. Website pemerintah daerah;
c. Pameran daerah;
d. Videotron daerah.
Paragraf 3
Pengenaan Disinsentif
Pasal 94
(1) Pengenaan Disinsentif diberikan untuk kegiatan pemanfaatan ruang
pada kawasan yang dibatasi pengembangannya.
(2) Pengenaan Disinsentif diberikan untuk kegiatan pemanfaatan ruang
pada kegiatan eksisting dengan batas waktu dan syarat sesuai
dengan aturan yang berlaku;
(3) Pengenaan Disinsentif diberikan dengan tetap menghormati hak
orang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 95
(1) Disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 berupa
disinsentif fiskal dan non fiskal.
(2) Disinsentif fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berupa:
a. pengenaan kenaikan tarif pajak; dan
b. pengenaan kenaikan tarif retribusi daerah.
(3) Disinsentif non fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berupa:
a. kewajiban memberi kompensasi;
b. persyaratan khusus dalam perizinan;
c. kewajiban memberi imbalan; dan/atau
d. pembatasan penyediaan prasarana dan sarana.
(3) Pemberian disinsentif fiskal dan non fiskal dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 96
(1) Pemberian kompensasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat
(3) huruf a, berupa dukungan penyediaan sarana dan prasarana
untuk memperkuat struktur ruang guna mendukung pola ruang
yang sesuai dengan rencana tata ruang wilayah.
(2) Kompensasi pemberian kompensasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) bertujuan untuk mempercepat pemanfaatan ruang pada
daerah yang diprioritaskan sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan
Pasal 97
(1) Pengenaan Disinsentif persyaratan khusus dalam perizinan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (3) huruf b diberikan
oleh Pemerintah Daerah kepada masyarakat bagi kegiatan
pemanfaatan ruang.
(2) Pensyaratan khusus dalam perizinan bagi kegiatan pemanfaatan
ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sebagai upaya
mengantisipasi dan atau menghindari kegiatan pemanfaatan ruang
yang menimbulkan kerusakan atau degradasi lingkungan, stabilitas
pasar, dan/ atau kondisi sosial masyarakat.
(3) Persyaratan khusus dalam perizinan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dikenakan pada saat permohonan izin dan / atau hasil
pengawasan, pemantauan dan pengendalian dari Forum Penataan
Ruang yang diberikan paling lama 5 (lima) tahun sesuai dengan
pemanfaatan dan kebutuhan tata ruang.
Pasal 98
(1) kewajiban memberi imbalan perizinan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 95 ayat (3) huruf c merupakan penggantian dalam bentuk non-
finansial terhadap pembangunan komponen guna lahan tertentu
dalam pemanfaatan ruang untuk memastikan kelestarian lingkungan
dan daya dukung alam.
(2) Imbalan sebagaimana dimaksud ayat (1) ditentukan berdasarkan
jenis kegiatan, nilai kemanfaatan, dan skala kepentingan.
(3) Imbalan sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi :
a. Penyediaan dan Pengelolaan ruang terbuka hijau (RTH);
b. Penyediaan dan Pengelolaan resapan air;
c. Penyediaan dan Pengelolaan Lingkungan.
(4) Imbalan sebagaimana dimaksud ayat (1) diberikan sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan.
Pasal 99
(1) Pembatasan penyediaan sarana dan prasarana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 95 ayat (3) huruf d merupakan pengurangan
terhadap sarana dan prasarana yang disediakan pemerintah daerah.
(2) Pembatasan penyediaan sarana dan prasarana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Forum Penataan Ruang
kepada dinas terkait berdasarkan pertimbangan Tim teknis meliputi :
a. Pembatasan penyediaan sarana dan prasarana akses jalan;
b. Pembatasan penyediaan sarana dan prasarana drainase;
c. Pembatasan penyediaan sarana dan prasarana penerangan jalan;
(3) Penyediaan sarana dan prasarana yang dibatasi oleh Pemerintah
Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi tanggung
jawab pemohon disinsentif.
Paragraf 4
Tatacara Pemberian Insentif dan Pengenaan Disinsentif
Pasal 100
(1) Tata cara Pemberian Insentif dilakukan dengan cara :
a. usulan pengenaan insentif diajukan oleh Dinas terkait kepada
Walikota berdasarkan permohonan dari badan hukum atau
perorangan;
b. tim teknis melakukan kajian terhadap berkas dan peninjauan
lapangan;
c. tim teknis memberikan rekomendasi penerimaan permohonan
atau penolakan permohonan;
d. rekomendasi penerimaan permohonan insentif dilakukan pada
Tahun Anggaran berikutnya;
e. rekomendasi penolakan permohonan insentif disampaikan
kepada pemohon disertai dengan alasan penolakan;
f. Pemberian insentif ditetapkan dengan Keputusan Walikota.
(2) Usulan alokasi anggaran pemberian insentif dilakukan paling lambat
31 Oktober pada anggaran tahun berjalan dan direalisasikan pada
tahun berikutnya.
Pasal 101
(1) Tata cara Pengenaan Disinsentif dilakukan dengan cara :
a. pemohon menyampaikan permohonan ijin kepada DPUPR;
b. tim teknis melakukan kajian terhadap berkas
permohonan dan melakukan peninjauan lapangan;
c. tim teknis memberikan rekomendasi penerimaan
atau penolakan permohonan;
d. rekomendasi penerimaan permohonan disinsentif dilakukan pada
Tahun Anggaran berjalan;
e. rekomendasi penolakan permohonan disinsentif disampaikan
kepada pemohon disertai dengan alasan penolakan; dan
f. pengenaan Disinsentif ditetapkan dengan Keputusan Walikota.
(2) Pengenaan Disinsentif dimasukan dalam laporan
pertanggungjawaban APBD Kota Dumai.
Bagian Kelima
Sanksi
Pasal 102
Terhadap setiap orang yang melakukan pelanggaran pengaturan
pemanfaatan ruang sebagaimana diatur berdasarkan Peraturan Wali Kota
ini dikenakan sanksi administratif.
Pasal 103
(1) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102
dikenakan kepada setiap Orang yang tidak menaati Peraturan Walikota
ini yang telah ditetapkan yang mengakibatkan perubahan fungsi ruang.
(2) Pemeriksaan perubahan fungsi ruang sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan melalui audit Tata Ruang.
(3) Audit Tata Ruang sebagairnana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh
Pemerintah Daerah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya.
(4) Hasil audit Tata Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
dalam Keputusan Wali Kota.
(5) Dalam pelaksanaan audit tata ruang, tim audit Tata Ruang dapat
dibantu oleh penyidilk pegawai negeri sipil penataan ruang dan ahli
lainnya sesuai kebutuhan.
Pasal 104
(1) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalarn Pasal 102
dikenakan juga kepada Orang yang tidak mematuhi ketentuan
Pemanfaatan Ruang dalam Peraturan Wali Kota ini.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
langsung dikenakan tanpa melalui proses dudit Tata Ruang.
(3) Perbuatan tidak menaati Peraturan Wali Kota yang telah ditetapkan
yang mengakibatkan perubahan fungsi ruang sebagaimana dimaksud
dalam pasal 102 ayat (1) dan tidak mematuhi ketentuan Pemanfaatan
Ruang dalam RTR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Pemanfaatan Ruang yang tidak memiliki kesesuaian kegiatan
pemanfaatan ruang; dan/ atau
b. Pemanfaatan Ruang yang tidak mematuhi ketentuan dalam
muatan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang.
(4) Selain perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), sanksi
administratif dapat dikenakan kepada setiap orang yang menghalangi
akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang-
undangan dinyatakan sebagai milik umum.
(5) Perbuatan menghalangi akses sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
dapat berupa penutupan akses secara sementara maupun perrnanen.
Pasal 105
Pengenaan sanksi administratif dilakukan berdasarkan:
a. hasil penilaian pelaksanaan ketentuan kesesuaian kegiatan
pemanfaatan ruang;
b. hasil Pengawasan Penataan Ruang;
c. hasil audit tata ruang; dan/ atau
d. pengaduan pelangaaran pemanfaatan ruang.
Pasal 106
(1) Pengenaan sanksi administratif dilakukan oleh pemerintah pusat dan
pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.
(2) Dalam hal wali kota tidak melaksanakan pengenaan sanksi
administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu
2 (dua) bulan setelah adanya penetapan pengenaan sanksi
administratif, gubernur mengambil alih pengenaan sanksi administratif
yang tidak dilaksanakan oleh wali kota.
(3) Dalam hal gubernur tidak melaksanakan pengenaan sanksi
administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam jangka waktu
4 (empat) bulan setelah adanya penetapan pengenaan sanksi
administratif oleh walikota, menteri mengambil alih pengenaan sanksi
administratif yang tidak dilaksanakan oleh gubernur.
Paragraf 1
Kriteria dan Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif
Pasal 107
(1) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 berupa :
a. peringatan tertulis;
b. denda administratif;
c. penghentian sementara kegiatan;
d. penghentian sementara pelayanan umum;
e. penutupan lokasi;
f. pencabutan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang;
g. pembatalan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang;
h. pembongkaran bangunan; dan/atau
i. pemulihan fungsi ruang.
(2) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disertai dengan tanda pemberitahuan, pelanggaran Pemanfaatan Ruang.
(3) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disertai
dcngan upaya paksa oleh Pemerintah Pusat dan / atau Pemerintah
Daerah.
(4) Pengenaan sanksi administratif dapat dilakukan melalui koordinasi
dengan kementerian/lembaga dan/atau perangkat.
Pasal 108
Sanksi administratif terhadap pelanggaran pemanfaatan ruang dikenakan
berdasarkan kriteria:
a. besar atau kecilnya dampak yang ditimbulkan akibat pelanggaran
Pemanfaatan Ruang:
b. nilai manfaatn pengenaan sanksi yang diberikan terhadap Pemanfaatan
Ruang; dan/atau
c. kerugian publik yang ditimbuikan akibat pelanggaran Pemanfaatan
Ruang.
Pasal 109
Pengenaan sanksi adrninistratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108
dilaksanakan melalui tahapan:
a. pelaksanaan inventarisasi kasus;
b. pengumpulan dan pendalaman materi, data, dan informasi;
c. penelusuran kajian teknis dan kajian hukum;
d. penecapan tindakan sanksi;
e. penyelenggaraan forum sosialisasi; dan
f. pengenaan sanksi administratif.
Pasal 110
(1) Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 ayat (1)
huruf a dilakukan melalui penerbitan surat peringatan tertulis dari
pejabat yang berwenang.
(2) Surat peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memuat:
a. rincian pelanggaran dalam Penataan Ruang;
b. kewajiban untuk menyesuaikan kegiatan Pemanfaatan Ruang
dengan RTR dan ketentuan teknis Pemanfaatan Ruang; dan
c. tindakan pengenaan sanksi yang akan diberikan apabila tidak
melaksanakan kewajiban sebagaimana djmaksud pada huruf b.
(3) Surat peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan paling banyak 3 (tiga) kali.
(4) Dalam hal surat peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) diabaikan, pejabat yang berwenang melakukan tindakan berupa
pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 ayat (1)
huruf b sampai dengan huruf i sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 111
(1) Denda administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 ayat (1)
huruf b dapat dikenakan secara tersendiri atau bersama-sama dengan
pengenaan sanksi adrninistratlf lainnya.
(2) Penghitungan denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan mempertimbangkan:
a. nilai jual objek pajak;
b. luas lahan dan luas bangunan;
c. indeks kawasan; dan/atau
d. besar atau kecilnya dampak yang ditimbulkan.
(3) Denda administratif dapat berupa denda progresif yang disyaratkan
sampai pelanggar memenuhi ketentuan dalam sanksi administratif
lainnya.
(4) Bentuk dan cara penghitungan denda administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dalam peraturan wali kota.
Pasal 112
(1) Penghentian sementara kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
107 ayat (1) huruf c dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:
a. pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran
pemanfaatan ruang menerbitkan Surat Peringatan Tertulis
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110;
b. dalam hal Surat Peringatan Tertulis sebagaimana dimaksud pada
huruf a diabaikan, pejabat yang berwenang menerbitkan Surat
Keputusan Penghentian Sementara Kegiatan pemanfaatan ruang
dan/atau surat penyegelan;
c. dalam hal pelanggar mengabaikan perintah penghentian kegiatan
sementara, pejabat yang berwenang melakukan penertiban dengan
menerbitkan Surat Keputusan Penghentian Sementara Secara
Paksa terhadap kegiatan pemanfaatan ruang;
d. berdasarkan Surat Keputusan Penghentian Sementara Secara
Paksa, pejabat yang berwenang memberitahukan kepada pelanggar
bahwa akan segera dilakukan tindakan penertiban oleh aparat
penertiban;
e. berdasarkan surat keputusan pengenaan sanksi, pejabat yang
berwenang melakukan penghentian kegiatan pemanfaatan ruang
secara paksa; dan
f. setelah kegiatan pemanfaatan ruang dihentikan, pejabat yang
berwenang melakukan pengawasan agar kegiatan pemanfaatan
ruang yang dihentikan tidak beroperasi kembali sampai dengan
terpenuhinya kewajiban pelanggar untuk menyesuaikan
pemanfaatan ruangnya dengan rencana tata ruang dan/atau
ketentuan teknis pemanfaatan ruang.
(2) Surat keputusan penghentian sementara kegiatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b memuat:
a. pemberitahuan tentang terjadinya pelanggaran pemanfaatan ruang
beserta bentuk pelanggarannya;
b. peringatan kepada pelanggar untuk menghentikan kegiatan
sementara sampai dengan pelanggar memenuhi kewajiban untuk
mengambil tindakan-tindakan yang diperlukan dalam rangka
penyesuaian pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang
dan/atau ketentuan teknis pemanfaatan ruang;
c. batas waktu maksimum yang diberikan kepada pelanggar dengan
kesadaran sendiri melakukan penghentian sementara kegiatan dan
melakukan penyesuaian pemanfaatan ruang; dan
d. konsekuensi akan dilakukannya penghentian kegiatan sementara
secara paksa apabila pelanggar mengabaikan surat keputusan.
Pasal 113
(1) Penghentian sementara pelayanan umum sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 107 ayat (1) huruf d dilakukan melalui tahapan sebagai
berikut:
a. pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran
pemanfaatan ruang dengan menerbitan Surat Peringatan Tertulis;
b. dalam hal Surat Peringatan Tertulis sebagaimana dimaksud pada
huruf a diabaikan, pejabat yang berwenang menerbitkan Surat
Keputusan Penghentian Sementara Pelayanan Umum;
c. berdasarkan Surat Keputusan Penghentian Sementara Pelayanan
Umum, pejabat yang berwenang menyampaikan perintah kepada
penyedia jasa pelayanan umum untuk menghentikan sementara
pelayanan kepada orang yang melakukan pelanggaran, disertai
penjelasan secukupnya;
d. penyedia jasa pelayanan umum menghentikan pelayanan kepada
pelanggar; dan
e. setelah pelayanan umum dihentikan kepada orang yang melakukan
pelanggaran, perangkat daerah bidang penataan ruang melakukan
pengawasan untuk memastikan tidak terdapat pelayanan umum
kepada orang yang melakukan pelanggaran tersebut sampai dengan
terpenuhinya kewajiban.
(2) Surat keputusan penghentian sementara pelayanan umum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat:
a. pemberitahuan tentang terjadinya pelanggaran pemanfaatan ruang
beserta bentuk pelanggarannya;
b. rincian jenis-jenis pelayanan umum yang akan diputus;
c. peringatan kepada pelanggar untuk mengambil tindakan- tindakan
yang diperlukan dalam rangka penyesuaian pemanfaatan ruang
dengan rencana tata ruang dan/atau ketentuan teknis pemanfaatan
ruang;
d. batas waktu maksimum yang diberikan kepada pelanggar dengan
kesadaran sendiri melakukan penyesuaian pemanfaatan ruang; dan
e. konsekuensi akan dilakukannya penghentian sementara pelayanan
umum apabila pelanggar mengabaikan surat keputusan.
Pasal 114
(1) Penutupan lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 ayat (1)
huruf e dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:
a. pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran
pemanfaatan ruang menerbitkan Surat Peringatan Tertulis
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110;
b. dalam hal Surat Peringatan Tertulis sebagaimana dimaksud pada
huruf a diabaikan, pejabat yang berwenang menerbitkan Surat
Keputusan Penutupan Lokasi;
c. berdasarkan Surat Keputusan Penutupan Lokasi, pejabat yang
berwenang memberitahukan kepada pelanggar mengenai penutupan
lokasi yang akan segera dilaksanakan;
d. pejabat yang berwenang melakukan penertiban melakukan
penutupan lokasi secara paksa; dan
e. setelah penutupan lokasi dilakukan, pejabat yang berwenang
melakukan pengawasan untuk memastikan lokasi yang ditutup
tidak dibuka kembali sampai dengan pelanggar memenuhi
kewajibannya untuk menyesuaikan pemanfaatan ruangnya dengan
rencana tata ruang dan ketentuan teknis pemanfaatan ruang.
(2) Surat Pemberitahuan Penutupan Lokasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b memuat:
a. pemberitahuan tentang terjadinya pelanggaran pemanfaatan ruang
beserta bentuk pelanggarannya yang dirisalahkan dari berita acara
evaluasi;
b. peringatan kepada pelanggar untuk mengambil tindakan-tindakan
yang diperlukan dalam rangka penyesuaian pemanfaatan ruang
dengan rencana tata ruang dan/atau ketentuan teknis pemanfaatan
ruang;
c. batas waktu maksimum yang diberikan kepada pelanggar untuk
dengan kesadaran sendiri melakukan penyesuaian pemanfaatan
ruang; dan
d. konsekuensi akan dilakukannya penutupan lokasi secara paksa
apabila pelanggar mengabaikan surat peringatan.
Pasal 115
Pencabutan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 107 ayat (1) huruf f dilakukan dalam hal
pelaksanaan kegiatan Pemanfaatan Ruang tidak sesuai dengan Kesesuaian
Kegiatan Pemanfaatan Ruang.
Pasal 116
Pembatalan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 107 ayat (1) huruf g dilakukan dalam hal
Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang tidak diperoleh dengan prosedur
yang benar.
Pasal 117
(1) Pembongkaran bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107
ayat (1) huruf h dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:
a. pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran
pemanfaatan ruang menerbitkan Surat Peringatan Tertulis;
b. dalam hal Surat Peringatan Tertulis sebagaimana dimaksud pada
huruf a diabaikan, pejabat yang berwenang menerbitkan Surat
Keputusan Pembongkaran Bangunan;
c. berdasarkan Surat Keputusan Pembongkaran Bangunan
sebagaimana dimaksud pada huruf b, pejabat yang berwenang
melakukan tindakan penertiban sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan; dan
d. dalam melakukan tindakan penertiban sebagaimana dimaksud
pada huruf c, pejabat yang berwenang dapat meminta bantuan
Satpol PP.
(2) Surat Keputusan Pembongkaran Bangunan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf d memuat:
a. pemberitahuan tentang terjadinya pelanggaran pemanfaatan ruang
beserta bentuk pelanggarannya yang dirisalahkan dari berita acara
evaluasi;
b. peringatan kepada pelanggar untuk mengambil tindakan-tindakan
yang diperlukan dalam rangka penyesuaian pemanfaatan ruang
dengan rencana tata ruang dan/atau ketentuan teknis pemanfaatan
ruang;
c. batas waktu maksimum yang diberikan kepada pelanggar untuk
dengan kesadaran sendiri melakukan penyesuaian pemanfaatan
ruang; dan
d. konsekuensi akan dilakukannya pembongkaran bangunan secara
paksa apabila pelanggar mengabaikan surat peringatan.
Pasal 118
(1) Pemulihan fungsi ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 ayat
(1) huruf i rnerupakan upaya untuk merehabilitasi ruang agar dapat
kembali sesuai dengan fungsi yarrg ditetapkan dalam RDTR.
(2) Pemulihan fungsi ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
dilakukan apabila terbukti adanya perubahan fungsi ruang yang
diakibatkan oleh Pemanfaatan Ruang yang tidak sesuai dengan RTR.
(3) Pemulihan fungsi ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi
tanggung jawab pihak yang melanggar.
(4) Biaya pemulihan fungsi rang sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dapat berasal dari denda administratif.
(5) Dalam hal pihak yang melangar dinilai tidak mampu membiayai
kegiatan pemulihan fungsi ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah dapat mengajukan
penetapan pengadilan agar pemulihan dilakukan oleh Pemerintah
Pusat atau Pemerintah Daerah dengan pengenaan disinsentif pada
pihak yang melanggar.
BAB X
HAK, KEWAJIBAN, DAN PERAN SERTA MASYARAKAT
Bagian Kesatu
Hak Masyarakat
Pasal 119
Dalam kegiatan mewujudkan pemanfaatan ruang wilayah, masyarakat
berhak:
a. berperan dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang,
dan pengendalian pemanfaatan ruang;
b. mengetahui secara terbuka rencana tata ruang wilayah;
c. menikilometerati manfaat ruang dan/atau pertambahan nilai ruang
sebagai akibat dari penataan ruang;
d. memperoleh pergantian yang layak atas kondisi yang dialaminya sebagai
akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana
tata ruang;
e. mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap
pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang di
wilayahnya;
f. mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan
yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang kepada pejabat
berwenang;
g. mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan/atau
pemegang izin apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan
rencana tata ruang menimbulkan kerugian; dan
h. mengawasi pihak-pihak yang melakukan penyelenggaraan tata ruang.
Bagian Kedua
Kewajiban Masyarakat
Pasal 120
Kewajiban masyarakat dalam penataan ruang wilayah meliputi:
a. menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari
pejabat yang berwenang;
c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin
pemanfaatan ruang; dan
d. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan Peraturan
Perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum.
Pasal 121
(1) Pelaksanaan kewajiban masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 120 dilaksanakan dengan mematuhi dan
menerapkan kriteria, kaidah, baku mutu, dan aturan-aturan penataan
ruang yang ditetapkan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan.
(2) Kaidah dan aturan pemanfaatan ruang yang dilakukan masyarakat
secara turun temurun dapat diterapkan sepanjang memperhatikan
faktor-faktor daya dukung lingkungan, estetika lingkungan, lokasi, dan
struktur pemanfaatan ruang serta dapat menjamin pemanfaatan ruang
yang serasi, selaras, dan seimbang.
Bagian Ketiga
Peran Masyarakat
Pasal 122
(1) Peran masyarakat dalam penyelenggaraan penataan ruang meliputi:
a. peran masyarakat dalam pelaksanaan penataan ruang; dan
b. peran masyarakat dalam pengawasaan penataan ruang.
(2) Peran masyarakat dalam pelaksanaan penataan ruang dilakukan pada
tahap:
a. proses perencanaan tata ruang;
b. pemanfaatan ruang; dan
c. pengendalian pemanfaatan ruang.
(3) Peran masyarakat dalam pengawasan penataan ruang dilakukan
secara terus menerus selama masa berlakunya Rencana Tata Ruang.
(4) Ketentuan mengenai peran masyarakat dalam pelaksanaan penataan
ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berpedoman
kepada peraturan perundang-undangan.
(5) Ketentuan mengenai peran masyarakat dalam pengawasan penataan
ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan
melalui:
a. keikutsertaan memantau pelaksanaan penyelenggaraan penataan
ruang;
b. keikutsertaan mengevaluasi pelaksanaan penyelenggaraan penataan
ruang; dan
c. pemberian laporan terhadap ketidaksesuaian terhadap
penyelenggaraan penataan ruang.
(6) Peran masyarakat dibidang penataan ruang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat disampaikan secara lisan dan/atau tertulis.
(7) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dapat
disampaikan kepada Wali Kota.
(8) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) juga dapat
disampaikan melalui unit kerja terkait yang ditunjuk oleh Wali Kota.
Pasal 126
(1) Dalam rangka meningkatkan peran masyarakat, pemerintah daerah
dapat membangun strategi pengembangan kesadaran dan tanggung
jawab masyarakat dalam penyelenggaraan penataan ruang.
(2) Pengembangan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam
Peraturan Wali Kota.
BAB XI
KERJASAMA
Pasal 127
(1) Pemerintah Daerah dapat melakukan kerjasama dengan daerah
perbatasan dan/atau pemerintah daerah lain, perguruan tinggi dan
swasta dalam pelaksanaan RDTR dalam rangka:
a. meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat berdasarkan
RTRW Kota Dumai dan RDTR BWP Medang Kampai;
b. meningkatkan efektifitas dan efisiensi pemanfaatan sumber daya;
c. meningkatkan kebersamaan dalam memecahkan permasalahan
pelaksanaan RDTR;
d. mempercepat akselerasi ilmu pengetahuan dan teknologi dalam
pemanfaatan ruang berdasarkan RTRW Kota Dumai dan RDTR BWP
Medang Kampai;
e. mencukupi kebutuhan pendanaan secara berkelanjutan dalam
penyediaan prasarana dan sarana perkotaan melalui pengerahan
dana swasta;
f. meningkatkan kuantitas, kualitas dan efisiensi pelayanan melalui
persaingan sehat; dan
g. meningkatkan kualitas pengelolaan dan pemeliharaan dalam
penyediaan prasarana dan sarana.
(2) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB XII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Bagian Kesatu
Pembinaan
Pasal 128
Pemerintah daerah melakukan pembinaan penyelenggaraan RDTR
dengan cara:
a. mensosialisasikan RDTR, peraturan perundang-undangan dan
pedoman bidang penataan ruang;
b. pemberian bimbingan, supervisi dan konsultasi pelaksanaan penataan
ruang;
c. pengembangan sistem informasi dan komunikasi penataan ruang;
d. menyebarluaskan informasi penataan ruang kepada masyarakat; dan
e. pengembangan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat.
Bagian Kedua
Pengawasan
Pasal 129
(1) Pemerintah Daerah melakukan pengawasan pelaksanaan RDTR sesuai
dengan kewenangannya melalui:
a. pemantauan;
b. evaluasi; dan
c. pelaporan.
(2) Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. pengamatan;
b. pencatatan;
c. perekaman;
d. pemeriksaan laporan; dan/atau
e. peninjauan secara langsung.
(3) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dilakukan
melalui kegiatan analisis dan penilaian terhadap hasil pemantauan
yang hasilnya sebagai dasar peninjauan atas pelaksanaan RDTR .
(4) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, disampaikan
oleh kepala OPD yang mengeluarkan izin dan rekomendasi kepada Wali
Kota secara berkala atau sesuai kebutuhan
BAB XIII
KELEMBAGAAN
Pasal 130
(1) Dalam rangka mengkoordinasikan penataan ruang dan kerjasama antar
sektor/daerah di bidang penataan ruang, dibentuk Forum Penataan
Ruang Kota Dumai.
(2) Untuk membantu pelaksanaan tugas Forum Penataan Ruang Daerah
Kota Dumai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibentuk Sekretariat
dan Kelompok Kerja yang terbagi atas Kelompok Kerja Perencanaan Tata
Ruang dan Kelompok Kerja Pemanfaatan serta Kelompok Kerja
Pengendalian Pemanfaatan Ruang.
(3) Tugas, susunan organisasi, dan tata kerja Forum Penataan Ruang
Daerah Kota Dumai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
dengan Keputusan Wali Kota.
BAB XIV
PENYIDIKAN
Pasal 131
(1) Selain pejabat penyidik kepolisian Negara Republik Indonesia, pegawai
negeri sipil tertentu di lingkungan instansi pemerintah yang lingkup
tugas dan tanggung jawabnya di bidang penataan ruang diberi
wewenang khusus sebagai penyidik untuk membantu pejabat penyidik
kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Kitab Undang -Undang Hukum Acara Pidana.
(2) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berwenang:
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan
yang berkenaan dengan tindak pidana dalam bidang penataan
ruang;
b. melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan
tindak pidana dalam bidang penataan ruang;
c. meminta keterangan dan barang bukti dari orang sehubungan
dengan peristiwa tindak pidana dalam bidang penataan ruang;
d. melakukan pemeriksaan atas dokumen-dokumen yang berkenaan
dengan tindak pidana dalam bidan penataan ruang;
e. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat
bahan bukti dan dokumen lain serta melakukan penyitaan dan
penyegelan terhadap bahan dan barang hasil pelanggaan yang
dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana dalam bidang
penataan ruang; dan
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas
penyidikan tindak pidana dalam bidang penataan ruang.
(3) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memberitahukan dimulainya penyidikan kepada Pejabat Penyidik
Kepolisan Negara Republik Indonesia.
(4) Apabila pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) memerlukan tindakan penangkapan dan penahanan, penyidik
pegawai negri sipil melakukan koordinasi dengan Pejabat Penyidik
Kepolisian Negara Republik Indonesia seusai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(5) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menyampaikan hasil penyidikan kepada penuntut umum melalui
Pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(6) Pengangkatan pejabat penyidik pegawai negeri sipil dan tata cara serta
proses penyidikan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
BAB XV
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 132
(1) Jangka waktu RDTR Perkotaan BWP Medang Kampai adalah 20 (dua
puluh) tahun dan dapat ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima)
tahun.
(2) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan
bencana alam skala besar dan/atau perubahan batas teritorial
wilayah yang ditetapkan dengan Peraturan Perundang-undangan
RDTR Perkotaan BWP Medang Kampai dapat ditinjau kembali lebih
dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
(3) Peraturan Walikota tentang RDTR Perkotaan BWP Medang Kampai
Tahun 2021 – 2041 dilengkapi dengan buku rencana dan album peta
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Walikota ini.
BAB XVI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 133
(1) Pada saat mulai berlakunya Peraturan Walikota ini, semua ketentuan
Peraturan Perundang-undangan yang berkaitan dengan
penyelenggaraan penataan ruang Kota tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dan belum diganti berdasarkan Peraturan Walikota ini.
(2) Dengan berlakunya Peraturan Walikota ini, maka:
a. izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan dan telah sesuai
dengan ketentuan Peraturan Walikota ini tetap berlaku sesuai
dengan masa berlakunya;
b. izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan tetapi tidak sesuai
dengan ketentuan Peraturan Walikota ini berlaku ketentuan:
1. Dalam hal pemilik izin belum melaksanakan pembangunan,
maka izin yang telah dikeluarkan disesuaikan dengan fungsi
kawasan berdasarkan Peraturan Walikota ini;
2. Dalam hal pemilik izin sudah melaksanakan pembangunan,
maka dilakukan penyesuaian dengan masa transisi berdasarkan
ketentuan Perundang-undangan;
3. Dalam hal sudah dilaksanakan pembangunan dan tidak
memungkinkan untuk dilakukan penyesuaian dengan fungsi
kawasan berdasarkan Peraturan Walikota ini, maka izin yang
telah diterbitkan dapat dibatalkan dan terhadap kerugian yang
timbul sebagai akibat pembatalan izin tersebut dapat diberikan
penggantian yang layak; dan
4. penggantian yang layak sebagaimana dimaksud pada angka 3
terlebih dahulu dinilai oleh Lembaga Penilai Independen dengan
memperhatikan indikator sebagai berikut:
a) memperhatikan harga pasaran setempat;
b) sesuai dengan Nilai Jual Objek Pajak; atau
c) menyesuaikan kemampuan keuangan daerah.
5. Lembaga Penilai Independen dimaksud angka 4, lembaga yang
terdaftar resmi di kementerian Keuangan dan atau Kementerian
Hukum dan HAM Republik Indonesia atau sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
c. pemanfaatan ruang yang izinnya sudah habis dan tidak sesuai
dengan Peraturan Walikota ini dilakukan penyesuaian berdasarkan
Peraturan Walikota ini; dan
d. pemanfaatan ruang di Daerah yang diselenggarakan tanpa izin
ditentukan sebagai berikut:
1. yang bertentangan dengan ketentuan Peraturan Walikota ini,
pemanfaatan ruang yang bersangkutan ditertibkan dan
disesuaikan dengan Peraturan Walikota ini;
2. yang sesuai dengan ketentuan Peraturan Walikota ini, dipercepat
untuk mendapatkan izin yang diperlukan.
BAB XVII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 134
Peraturan Walikota ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar
setiap orang mengetahui, memerintahkan pengundangan Peraturan
Walikota ini, dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Dumai.
(...............................................)
H. Paisal, SKM,MARS
(…………………………………………)
Dr. H.M. Herdi Salioso, S.E., M.A