Anda di halaman 1dari 65

WALIKOTA DUMAI

PERATURAN WALIKOTA DUMAI


NOMOR XX TAHUN XXXX
TENTANG
RENCANA DETAIL TATA RUANG
BWP MEDANG KAMPAI TAHUN 2021-2041

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


WALIKOTA DUMAI

Menimbang :
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 35 ayat (2),
Peraturan walikota Kota Dumai Nomor 15 Tahun 2019 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Dumai perlu menetapkan
Peraturan walikota tentang Rencana Detail Tata Ruang Bagian
Wilayah Perencanaan Kawasan Perkotaan dan Industri Kota
Dumai

Mengingat :
1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1999 tentang Pembentukan
Kotamadya Daerah Tingkat II Dumai (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3829);
3. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan
Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021
Nomor 31); dan
5. Peraturan walikota Kota Dumai Nomor 15 Tahun 2019 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Kota Dumai Tahun 2019 - 2039 (Lembaran Kota
Dumai Tahun 2019 Nomor 15).

MEMUTUSKAN :

Menetapkan: PERATURAN WALIKOTA RENCANA DETAIL TATA RUANG


BWP MEDANG KAMPAI TAHUN 2021-2041

BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Kesatu
Pengertian
Pasal 1

Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan :


1. Pemerintah adalah Pemerintah Pusat.
2. Pemerintah Provinsi adalah Pemerintah Provinsi Riau.
3. Daerah adalah Kota Dumai.
4. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kota Dumai.
5. Walikota adalah Walikota Dumai.
6. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang
udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah,
tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan
memelihara kelangsungan hidupnya.
7. Tata Ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
8. Pola Ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah
yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan
ruang untuk fungsi budi daya.
9. Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.
10. Perencanaan Tata Ruang adalah suatu proses untuk menentukan
struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan
penetapan rencana tata ruang.
11. Rencana Tata Ruang Wilayah yang selanjutnya disingkat RTRW adalah
hasil perencanaan tata ruang wilayah Kota Dumai.
12. Rencana Detail Tata Ruang yang selanjutnya disingkat RDTR adalah
rencana secara terperinci tentang tata ruang wilayah BWP Medang
Kampai yang dilengkapi dengan peraturan zonasi BWP.
13. Penataan Ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
14. Penyelenggaraan Penataan Ruang adalah kegiatan yang meliputi
pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan
ruang.
15. Pelaksanaan penataan ruang adalah upaya pencapaian tujuan
penataan ruang melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.
16. Pengawasan penataan ruang adalah upaya agar penyelenggaraan
penataan ruang dapat diwujudkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
17. Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang
dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan
dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya.
18. Izin pemanfaatan ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam
kegiatan pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
19. Peraturan zonasi yang selanjutnya disebut PZ adalah ketentuan yang
mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan
pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok/zona peruntukan yang
penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang.
20. Pengendalian Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan
tertib tata ruang.
21. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta
segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan
berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional.
22. Bagian Wilayah Perkotaan yang selanjutnya disingkat BWP adalah
bagian dari Daerah dan/atau kawasan strategis Daerah yang akan atau
perlu disusun rencana rincinya, dalam hal ini RDTR, sesuai arahan
atau yang ditetapkan di dalam RTRW Kota Dumai yang bersangkutan,
dan memiliki pengertian yang sama dengan zona peruntukan
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun
2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.
23. Sub Bagian Wilayah Perkotaan yang selanjutnya disebut Sub BWP
adalah bagian dari BWP yang dibatasi dengan batasan fisik dan terdiri
dari beberapa Blok, dan memiliki pengertian yang sama dengan
Subzonaperuntukan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan
Ruang.
24. Blok adalah sebidang lahan yang dibatasi sekurang-kurangnya oleh
batasan fisik yang nyata seperti jaringan jalan, sungai, selokan, saluran
irigasi, saluran udara tegangan ekstra tinggi, dan pantai, atau yang
belum nyata seperti rencana jaringan jalan dan rencana jaringan
prasarana lain yang sejenis sesuai dengan rencana kota, dan memiliki
pengertian yang sama dengan Blok peruntukan sebagaimana dimaksud
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang.
25. Zona adalah kawasan atau area yang memiliki fungsi dan karakteristik
spesifik.
26. Sub Zona adalah suatu bagian dari zona yang memiliki fungsi dan
karakteristik tertentu yang merupakan pendetailan dari fungsi dan
karakteristik pada zona yang bersangkutan.
27. Pusat Pelayanan Kota ...
28. Sub Pusat Pelayanan Kota ...
29. Pusat Lingkungan ...
30. Rencana Jaringan Transportasi...
31. Jalan Arteri Primer menghubungkan secara berdaya guna antar pusat
kegiatan nasional atau antara pusat kegiatan nasional dengan pusat
kegiatan wilayah;
32. Jalan Arteri Sekunder ...
33. Jalan Kolektor Primer menghubungkan secara berdaya guna antara
pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lokal, antar pusat
kegiatan wilayah, atau antara pusat kegiatan wilayah dengan pusat
kegiatan local;
34. Jalan Kolektor Sekunder menghubungkan kawasan sekunder kedua
dengan kawasan sekunder kedua atau kawasan sekunder kedua dengan
kawasan sekunder ketiga;
35. Jalan Lokal Sekunder menghubungkan kawasan sekunder kesatu
dengan perumahan, kawasan sekunder kedua dengan perumahan,
kawasan sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan;
36. Jalan Lingkungan Sekunder menghubungkan antar persil dalam
kawasan perkotaan;
37. Jalan Khusus...
38. Tambahkan pengertian terkait struktur ruang lainnya
39. Zona budi daya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam,
sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.
40. Zona lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya
alam dan sumber daya buatan.
41. Zona sempadan sungai adalah peruntukan ruang yang merupakan
bagian dari kawasan lindung yang mempunyai fungsi pokok sebagai
perlindungan, penggunaan, dan pengendalian atas sumber daya yang
ada pada sungai dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuannya.
42. Zona Sempadan Pantai adalah peruntukan ruang yang merupakan
bagian dari kawasan lindung yang mempunyai fungsi pokok sebagai
perlindungan terhadap sempadan pantai.
43. Zona ruang terbuka hijau kota adalah area memanjang/jalur dan atau
mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat
tumbuh tanaman, baik yang tumbuh tanaman secara alamiah maupun
yang sengaja ditanam.
44. Sub zona taman kota adalah lahan terbuka yang yang berfungsi sosial
dan estetik sebagai sarana kegiatan rekreatif, edukasi atau kegiatan lain
yang ditujukan untuk melayani penduduk satu kota atau bagian
wilayah kota.
45. Sub zona taman kecamatan adalah taman yang ditujukan untuk
melayani penduduk satu kecamatan.
46. Sub zona taman kelurahan adalah taman yang ditujukan untuk
melayani penduduk satu kelurahan.
47. Sub zona pemakaman adalah penyediaan ruang terbuka hijau yang
berfungsi utama sebagai penguburan jenazah. Selain itu juga dapat
berfungsi sebagai daerah resapan air, tempat pertumbuhan berbagai
jenis vegetasi, pencipta iklim mikro serta tempat hidup burung serta
fungsi sosial masyarakat disekitar seperti beristirahat dan sebagai
sumber pendapatan.
48. Zona perumahan adalah peruntukan ruang yang terdiri atas kelompok
rumah tinggal yang mewadahi kehidupan dan penghidupan masyarakat
yang dilengkapi dengan fasilitasnya.
49. Sub zona rumah kepadatan tinggi adalah peruntukan ruang yang
merupakan bagian dari kawasan budidaya yang difungsikan untuk
tempat tinggal atau hunian dengan perbandingan yang besar antara
jumlah bangunan rumah dengan luas lahan.
50. Sub zona rumah kepadatan sedang adalah peruntukan ruang yang
merupakan bagian dari kawasan budidaya difungsikan untuk tempat
tinggal atau hunian dengan perbandingan yang hampir seimbang antara
jumlah bangunan rumah dengan luas lahan.
51. Sub zona rumah kepadatan rendah adalah peruntukan ruang yang
merupakan bagian dari kawasan budidaya difungsikan untuk tempat
tinggal atau hunian dengan perbandingan yang kecil antara jumlah
bangunan rumah dengan luas lahan.
52. Zona perdagangan dan jasa adalah peruntukan ruang yang merupakan
bagian dari kawasan budi daya difungsikan untuk pengembangan
kegiatan usaha yang bersifat komersial, tempat bekerja, tempat
berusaha, serta tempat hiburan dan rekreasi, serta fasilitas
umum/sosial pendukungnya.
53. Sub zona perdagangan dan jasa skala kota adalah peruntukan ruang
yang merupakan bagian dari kawasan budidaya difungsikan untuk
pengembangan kelompok kegiatan perdagangan dan/atau jasa, tempat
bekerja, tempat berusaha, tempat hiburan dan rekreasi dengan skala
pelayanan kota.
54. Sub zona perdagangan dan jasa skala Sub BWP adalah peruntukan
ruang yang merupakan bagian dari kawasan budi daya difungsikan
untuk pengembangan kelompok kegiatan perdagangan dan/atau jasa,
tempat bekerja, tempat berusaha, tempat hiburan dan rekreasi dengan
skala pelayanan Sub BWP.
55. Zona perkantoran adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian
dari kawasan budi daya difungsikan untuk pengembangan kegiatan
pelayanan pemerintahan dan tempat bekerja/ berusaha, tempat
berusaha, dilengkapi dengan fasilitas umum/sosial pendukungnya.
56. Zona sarana pelayanan umum adalah peruntukan ruang yang
dikembangkan untuk menampung fungsi kegiatan yang berupa
pendidikan, kesehatan, peribadatan, sosial budaya, olahraga dan
rekreasi, dengan fasilitasnya dengan skala pelayanan yang ditetapkan
dalam RTRWK.
57. Sub zona sarana pelayanan umum skala kota adalah peruntukan ruang
yang merupakan bagian dari kawasan budi daya yang dikembangkan
untuk melayani penduduk skala kota.
58. Sub zona sarana pelayanan umum skala kecamatan adalah peruntukan
ruang yang merupakan bagian dari kawasan budi daya yang
dikembangkan untuk melayani penduduk skala kecamatan.
59. Sub zona sarana pelayanan umum skala kelurahan adalah peruntukan
ruang yang merupakan bagian dari kawasan budi daya yang
dikembangkan untuk melayani penduduk skala kelurahan.
60. Zona kawasan peruntukan industri adalah bentangan lahan yang
diperuntukkan bagi kegiatan industri berdasarkan rencana tata ruang
wilayah yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
61. Hutan Produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok
memproduksi hasil hutan.
62. Hutan Produksi Terbatas yang selanjutnya disingkat HPT adalah
kawasan hutan dengan faktor-faktor kelas lereng, jenis tanah, dan
intensitas hujan setelah masing-masing dikalikan dengan angka
penimbang mempunyai jumlah nilai antara 125-174, di luar kawasan
hutan lindung, hutan suaka alam, hutan pelestarian alam, dan taman
buru.
63. Hutan Produksi yang dapat dikonversi yang selanjutnya disingkat HPK
adalah kawasan hutan yang secara ruang dicadangkan untuk
digunakan bagi pembangunan di luar kegiatan kehutanan
64. Zona pertanian adalah peruntukan ruang yang dikembangkan untuk
menampung kegiatan yang berhubungan dengan pengusahaan
mengusahakan tanaman tertentu, pemberian makanan,
pengkandangan, dan pemeliharaan hewan untuk pribadi atau tujuan
komersial.
65. Sub zona perkebunan adalah peruntukan bagi tanaman tahunan atau
perkebunan yang menghasilkan baik bahan pangan maupun bahan
baku industri.
66. Zona Tempat Pemrosesan Akhir adalah peruntukan tanah di daratan
dengan batas - batas tertentu yang digunakan sebagai tempat untuk
menimbun sampah dan merupakan bentuk terakhir perlakuan sampah.
67. Zona pembangkit listrik adalah peruntukan ruang yang merupakan
bagian dari kawasan budidaya yang dikembangkan untuk menjamin
ketersediaan tenaga listrik.
68. Zona pariwisata adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian dari
kawasan budi daya yang dikembangkan untuk mengembangkan
kegiatan pariwisata baik alam, buatan, maupun budaya.
69. Zona pertahanan dan keamanan adalah peruntukan tanah yang
merupakan bagian dari kawasan budi daya yang dikembangkan untuk
menjamin kegiatan dan pengembangan bidang pertahanan dan
keamanan seperti kantor instalasi hankam, termasuk tempat latihan
baik pada tingkat nasional, Kodam, Korem, Koramil, dan sebagainya.
70. Zona Peruntukan lainnya adalah Peruntukan ruang yang dikembangkan
untuk menampung fungsi kegiatan di daerah tertentu berupa pertanian,
pertambangan, pariwisata, dan peruntukan-peruntukan lainnya.
71. Peraturan Zonasi ...
72. Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) adalah...
73. Ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan adalah…
74. Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang adalah
75. Sub zona pergudangan adalah peruntukan ruang untuk melakukan
proses penyimpanan, pemeliharaan, dan pemindahan barang.
76. Garis Sempadan Bangunan yang selanjutnya disingkat GSB adalah
garis batas luar pengaman untuk mendirikan bangunan dan/atau pagar
yang ditarik pada jarak tertentu sejajar dengan as jalan, tepi luar kepala
jembatan, tepi sungai, tepi saluran, kaki tanggul, tepi situ/rawa, tepi
waduk, tepi mata air, as rel kereta api, jaringan tenaga listrik, pipa gas;
77. Penggunaan Lahan adalah fungsi dominan dengan ketentuan khusus
yang ditetapkan pada suatu kawasan, blok peruntukan, dan/atau
persil;
78. Koefisien Dasar Bangunan yang selanjutnya disingkat KDB adalah
angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai dasar
bangunan gedung dan luas lahan/tanah perpetakan/daerah
perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan RTBL;
79. Koefisien Lantai Bangunan yang selanjutnya disingkat KLB adalah
angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai bangunan
gedung dan luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai
sesuai rencana tata ruang dan RTBL;
80. Koefisien Dasar Hijau yang selanjutnya disingkat KDH adalah angka
persentase perbandingan antara luas seluruh ruang terbuka di luar
bangunan gedung yang diperuntukan bagi pertamanan/penghijauan;
81. Ketinggian Bangunan yang selanjutnya disingkat KB adalah jumlah
lantai penuh dalam suatu bangunan dihitung mulai lantai dasar sampai
dengan lantai tertinggi yang diarahkan untuk terciptanya komposisi
pemanfaatan lahan di dalam suatu kapling tertentu;
82. Jarak Bebas Antar Bangunan..
83. Jarak Bebas Samping dan Jarak Bebas Minimum..
84. Koefisien Tapak Basement yang selanjutnya disingkat KTB adalah angka
persentase perbandingan antara luas tapak dasar bangunan dengan
luas persil. Prosentase KTB adalah kebalikan sisa dari prosentase KDH;
85. Insentif adalah perangkat atau upaya untuk memberi rangsangan
terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang;
86. Disinsentif adalah perangkat untuk mencegah, membatasi
pertumbuhan, atau mengurangi pelaksanaan kegiatan yang tidak
sejalan dengan rencana tata ruang;
87. Orang adalah orang perseorangan dan/atau korporasi.
88. Masyarakat adalah orang perseorangan, kelompok orang termasuk
masyarakat hukum adat, korporasi, dan/atau pemangku kepentingan
non pemerintah lain dalam penyelenggaran penataan ruang.
89. Peran masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam
perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian
pemanfaatan ruang.
90. Koordinasi Penataan Ruang Daerah, yang selanjutnya disingkat TKPRD
adalah tim ad-hoc yang dibentuk untuk mendukung pelaksanaan
tentang penataan ruang di Kota Dumai, dan mempunyai fungsi
membantu pelaksanaan tugas Walikota dalam pelaksanaan koordinasi
penataan ruang di daerah
Pasal 2

Ruang lingkup Peraturan walikota ini meliputi:


a. tujuan penataan wilayah perencanaan;
b. rencana struktur ruang;
c. rencana pola ruang;
d. penetapan bagian wilayah perencanaan yang diprioritaskan
penanganannya;
e. ketentuan pemanfaatan ruang; dan
f. peraturan zonasi.
BAB II
DELINEASI DAN TUJUAN PENATAAN BAGIAN WILAYAH PERENCANAAN

Bagian Kesatu
Delineasi BWP
Pasal 3

(1) Delineasi RDTR disebut sebagai BWP Medang Kampai


(2) Delineasi BWP Medang Kampai berdasarkan aspek administrasi dan
fungsional dengan luas 8.181,54 Ha (delapan ribu seratus delapan
puluh satu koma lima empat) hektar, beserta ruang udara di atasnya
dan ruang di dalam bumi, pada koordinat 101 O28’00’ BT – 101O 44’00”
BT dan 1O41’00” LU - 1 O 34’30” LU
(3) BWP Medang Kampai secara administratif terdiri atas:
a. sebagian Kelurahan Pelintung seluas 6.071,5 Ha (enam ribu tujuh
puluh satu koma lima) hektar;
b. sebagian Kelurahan Guntung dengan luas 337,62 Ha (tiga ratus tiga
puluh tujuh koma enam dua) hektar;
c. sebagian Kelurahan Teluk Makmur seluas 1.026,93 Ha (seribu dua
puluh enam koma sembilan tiga) hektar; dan
d. sebagian Kelurahan Mundam seluas 745,49 Ha (tujuh ratus empat
puluh lima koma empat sembilan) hektar.
(4) Batas RDTR BWP Medang Kampai adalah:
a. sebelah utara dibatasi oleh Pulau Rupat Kabupaten Bengkalis;
b. sebelah selatan dibatasi oleh Kecamatan Bukit Kapur;
c. sebelah timur dibatasi oleh Kecamatan Bandar Laksamana
Kabupaten Bengkalis; dan
d. sebelah barat dibatasi oleh Kecamatan Dumai Timur.
(5) BWP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Sub BWP A terdiri dari 8 (delapan) blok, sebagai berikut:
1. Blok A.1 seluas 173,89 Ha (seratus tujuh puluh tiga koma delapan
sembilan) hektar;
2. Blok A.2 dengan luas 677,27 Ha (enam ratus tujuh puluh tujuh
koma dua tujuh) hektar;
3. Blok A.3 seluas 1.932,43 Ha (seribu sembilan ratus tiga puluh dua
koma empat tiga) hektar;
4. Blok A.4 seluas 922,63 Ha (sembilan ratus dua puluh dua koma
enam tiga) hektar;
5. Blok A.5 seluas 731,01 Ha (tujuh ratus tiga puluh satu koma nol
satu) hektar;
6. Blok A.6 seluas 172,43 Ha (seratus tujuh puluh dua koma empat
tiga) hektar;
7. Blok A.7 seluas 762,23 Ha (Tujuh ratus enam puluh dua koma
dua tiga) hektar; dan
8. Blok A.8 dengan luas 699,62 Ha (enam ratus sembilan puluh
sembilan koma enam dua) hektar.
b. Sub BWP B terdiri dari 2 (dua) blok, sebagai berikut:
1. Blok B.1 seluas 171,39 Ha (seratus tujuh puluh satu koma tiga
sembilan) hektar; dan
2. Blok B.2 dengan luas 166,23 Ha (seratus enam puluh enam koma
dua tiga) hektar.
c. Sub BWP C terdiri dari 4 (empat) blok, sebagai berikut:
1. Blok C.1, seluas 536,18 Ha (lima ratus tiga puluh enam koma satu
delapan) hektar;
2. Blok C.2, seluas 164,91 Ha (seratus enam puluh empat koma
sembilan satu) hektar;
3. Blok C.3, seluas 183,53 Ha (seratus delapan puluh tiga koma lima
tiga) hektar;
4. Blok C.4, seluas 142,31 Ha (seratus empat puluh dua koma tiga
satu) hektar.
d. Sub BWP D terdiri dari 4 (empat) blok, sebagai berikut:
1. Blok D.1 dengan luas 184,38 Ha (seratus delapan puluh empat
koma tiga delapan) hektar;
2. Blok D.2 seluas 120,40 Ha (seratus dua puluh koma empat nol)
hektar;
3. Blok D.3 seluas 118,03 Ha (seratus delapan belas koma nol tiga);
dan
4. Blok D.4 seluas 322,68 Ha (tiga ratus dua puluh dua koma enam
delapan) hektar.
(6) Delineasi BWP Medang Kampai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1:5000 yang
tercantum dalam Lampiran-I merupakan satu kesatuan dan bagian
yang tidak terpisahkan dari Peraturan Walikota ini.

Bagian Kedua
Tujuan Penataan BWP
Pasal 4
(1) Tujuan Penataan Bagian Wilayah Perencanaan Medang Kampai adalah
untuk Mewujudkan Perkotaan Medang Kampai sebagai Pusat Industri
Nasional dan Pariwisata Berbudaya Melayu yang Berketahanan.
(2) Tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwujudkan kedalam
masing-masing Sub BWP, yang terdiri dari:
a. Sub BWP A yang berfungsi sebagai berfungsi sebagai pusat
perekonomian, perdagangan dan jasa, kesehatan dan permukiman;
b. Sub BWP B berfungsi sebagai pusat permukiman dan jasa
perdagangan;
c. Sub BWP C berfungsi sebagai pusat Pariwisata, Permukiman,
Pemerintahan, Pertahanan dan Keamanan dan Industri UMKM; dan
d. Sub BWP D berfungsi sebagai pusat Permukiman, Pendidikan,
perdagangan jasa dan Industri UMKM.

BAB III
RENCANA STRUKTUR RUANG

Bagian Kesatu
Umum
Pasal 5

(1) Rencana struktur ruang BWP Medang Kampai meliputi:


a. rencana pengembangan pusat pelayanan;
b. rencana jaringan transportasi; dan
c. rencana jaringan prasarana.
(2) Rencana struktur ruang RDTR BWP Medang Kampai ditetapkan dalam
peta dengan tingkat ketelitian 1:5000 dan tercantum dalam lampiran II
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Walikota ini

Bagian Kedua
Rencana Pengembangan Pusat Pelayanan
Pasal 6

(1) Pengembangan pusat pelayanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4


ayat (1) huruf a, meliputi :
a. pusat pelayanan kota/kawasan perkotaan (PPK);
b. sub pusat pelayanan kota/kawasan perkotaan (SPPK); dan
c. pusat lingkungan (PL).
(2) Pusat pelayanan kota sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a
mencakup Kelurahan Pelintung Sub BWP A pada Blok A.1.
(3) Sub pusat pelayanan kota/kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) huruf b, yang terdapat pada :
a. Kelurahan Pelintung Sub BWP A pada Blok A.8;
b. Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C pada Blok C.4; dan
c. Kelurahan Mundam Sub BWP D pada Blok D.3.
(4) Pusat Lingkungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c
berada di Kelurahan Guntung Sub BWP B pada Blok B.1.
(5) Rencana pengembangan pusat pelayanan RDTR BWP Medang Kampai
ditetapkan dalam peta skala 1 : 5.000 dan tercantum dalam lampiran
II-A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Walikota ini

Bagian Ketiga
Rencana Jaringan Transportasi
Pasal 7

(1) Rencana jaringan transportasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 4


ayat (1) huruf b meliputi :
a. Jaringan jalan arteri primer;
b. Jaringan jalan arteri sekunder;
c. Jaringan jalan kolektor primer;
d. Jaringan jalan lokal primer;
e. Jaringan jalan lokal sekunder;
f. Jaringan jalan lingkungan sekunder;
g. Jalan khusus;
h. Jaringan jalur kereta api antarkota;
i. Jalur pejalan kaki;
j. Halte;
k. Terminal penumpang Tipe C;
l. Terminal barang;
m. Stasiun kereta api;
n. Pelabuhan pengumpul; dan
o. Terminal khusus.
(2) Jalan arteri primer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
terdapat pada Blok A.1, Blok A.3, Blok A.4, Blok A.5, Blok A.7, dan
Blok A.8 Kelurahan Pelintung Sub BWP A; Blok B.1 dan Blok B.2
Kelurahan Guntung Sub BWP B; Blok C.1 dan Blok C.3 Kelurahan
Teluk Makmur Sub BWP C; dan Blok D.1 dan Blok D.3 Kelurahan
Mundam Sub BWP D.
(3) Jalan arteri sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
terdapat pada Blok A.4 Kelurahan Pelintung Sub BWP A dan Blok C.3
Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C.
(4) Jalan kolektor primer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
terdapat pada Blok B.2 Kelurahan Guntung Sub BWP B dan Blok C.1
Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C.
(5) Jalan lokal primer sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf d terdapat
pada Blok A.1, Blok A.2, dan Blok A.4 Kelurahan Pelintung Sub BWP A,
Blok B.1 dan Blok B.2 Kelurahan Guntung Sub BWP B, Blok C.1, Blok
C.2, dan Blok C.4 Kelurahan Tekuk Makmur Sub BWP C; Blok D.2 dan
Blok D.4 Kelurahan Mundam Sub BWP D.
(6) Jalan lokal sekunder sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf e terdapat
pada Blok A.1, Blok A.4 Kelurahan Pelintung Sub BWP A; Blok B.1
Kelurahan Guntung Sub BWP B; Blok C.1, Blok C.2, dan Blok C.3
Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C.
(7) Jalan lingkungan sekunder sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf f
terdapat pada Blok A.1, Blok A.2, Blok A.3, Blok A.4, Blok A.5, Blok
A.6, Blok A.7, dan Blok A.8 Kelurahan Pelintung Sub BWP A; Blok B.1
dan Blok B.2 Kelurahan Guntung Sub BWP B; Blok C.1, Blok C.2, Blok
C.3, dan Blok C.4 Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C; Blok D.1,
Blok D.2, Blok D.3 dan Blok D.4 Kelurahan Guntung Sub BWP D
(8) Jalan khusus sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf g terdapat pada
Blok A.3, Blok A.4, dan Blok A.5 Kelurahan Pelintung Sub BWP A.
(9) Jaringan rel kereta api antarkota sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf h berada pada Blok A.2, Blok A.3, Blok A.4, Blok A.7, dan Blok
A.8 Kelurahan Pelintung Sub BWP A; dan Blok C.1 Kelurahan Teluk
Makmur Sub BWP C.
(10) Jalur pejalan kaki sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i
terdapat pada Blok A.1 dan Blok A.4 Kelurahan Pelintung Sub BWP A;
Blok B.1 dan Blok B.2 Kelurahan Guntung Sub BWP B; Blok C.1, Blok
C.2, Blok C.3, dan Blok C.4 Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C;
Blok D.1, Blok D.2, Blok D.3 dan Blok D.4 Kelurahan Mundam Sub
BWP D.
(11) Halte sebagaimana dimaksud pada ayat(1) huruf j berada pada Blok
A.1 Kelurahan Pelintung Sub BWP A; Blok B.2 Kelurahan Guntung Sub
BWP B; Blok C.2, Blok C.4 Kelurahan Teluk Makmur di Sub BWP C;
Blok D.2 Kelurahan Mundam Sub BWP D pada.
(12) Terminal penumpang Tipe C sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf k terdapat pada Blok A.4 di Kelurahan Pelintung Sub BWP A.
(13) Terminal barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf l terdapat
pada Blok A.2 Kelurahan Pelintung Sub BWP A.
(14) Stasiun barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf m, terletak
pada Blok A.2 Kelurahan Pelintung Sub BWP A.
(15) Pelabuhan pengumpul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf n
berada pada Blok A.2 di keluarahan Pelintung Sub BWP A.
(16) Terminal khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf o
merupakan dermaga angkutan laut, berada pada Blok A.3 dan Blok A.8
Kelurahan Pelintung Sub BWP A; Blok D.2 dan Blok D.4 Kelurahan
Mundam Sub BWP D.
(17) Rencana jaringan transportasi RDTR BWP Medang Kampai ditetapkan
dalam peta skala 1 : 5.000 dan tercantum dalam lampiran II-B yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Walikota ini.

Bagian Keempat
Rencana Jaringan Prasarana
Pasal 8

Rencana jaringan prasarana di BWP Medang Kampai sebagaimana


dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) huruf c meliputi:
a. Rencana Jaringan Energi;
b. Rencana Jaringan Telekomunikasi;
c. Rencana Jaringan Air Minum;
d. Rencana Jaringan Drainase;
e. Rencana Jaringan Pengelolaan Air Limbah;
f. Rencana Jaringan Persampahan; dan
g. Rencana Jaringan Prasarana lainnya.

Paragraf 1
Rencana Jaringan Energi
Pasal 9
(1) Jaringan energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a,
meliputi:
a. jaringan Jaringan Penyaluran Minyak dan Gas Bumi dari Fasilitas
Produksi-Kilang Pengolahan;
b. Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT);
c. Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM);
d. Saluran Udara Tegangan Rendah (SUTR); dan
e. Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU);
f. Gardu listrik.
(2) Jaringan Jaringan Penyaluran Minyak dan Gas Bumi dari Fasilitas
Produksi-Kilang Pengolahan di BWP Medang Kampai sebagaimana
dalam ayat (1) huruf a meliputi :
a. Jaringan Penyaluran Minyak Bumi dari Fasilitas Produksi-Kilang
Pengolahan yang terdapat pada Blok A.1, Blok A.3, Blok A.4, Blok
A.5, Blok A.6, Blok A.7 dan Blok A.8 Kelurahan Pelintung Sub BWP
A; Blok B.1 dan Blok B.2 Kelurahan Guntung Sub BWP B; Blok C.1
dan Blok C.3 Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C; Blok D.1 dan
Blok D.3 Kelurahan Mundam Sub BWP D; dan
b. Jaringan Penyaluran Gas Bumi dari Fasilitas Produksi-Kilang
Pengolahan yang terdapat pada Blok A.1, Blok A.3, Blok A.4, Blok
A.5, Blok A.6, Blok A.7 dan Blok A.8 Kelurahan Pelintung Sub BWP
A; Blok B.1 dan Blok B.2 Kelurahan Guntung Sub BWP B; Blok C.1
dan Blok C.3 Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C; Blok D.1 dan
Blok D.3 Kelurahan Mundam Sub BWP D.
(3) Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) sebagaimana dimaksud ayat (1)
huruf b berada pada Blok A.1, Blok A.2, Blok A.3, dan Blok A.4
Kelurahan Pelintung Sub BWP A; Blok C.1 dan Blok C.3 Kelurahan
Teluk Makmur Sub BWP C.
(4) Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM) sebagaimana dimaksud
ayat (1) huruf c dengan panjang 63,94 (enam puluh lima koma tiga nol)
Kilometer berada pada Blok A.1, Blok A.3, Blok A.4, Blok A.5, Blok A.6,
Blok A.7 dan Blok A.8 Kelurahan Pelintung Sub BWP A; Blok B.1, dan
Blok B.2 Kelurahan Guntung Sub BWP B; Blok C.1 dan Blok C.3
Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C, Blok D.1 dan Blok D.3
Kelurahan Mundam Sub BWP D.
(5) Saluran Udara Tegangan Rendah (SUTR) sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf d dengan panjang 98,98 (sembilan puluh delapan koma
sembilan puluh delapan) Kilometer berada pada Blok A.1, Blok A.2,
Blok A.3, Blok A.4, Blok A.7, dan Blok A.8 Kelurahan Pelintung Sub
BWP A; Blok B.1 dan Blok B.2 Kelurahan Guntung Sub BWP B; Blok
C.1, Blok C.2, Blok C.3, dan Blok C.4 Kelurahan Teluk Makmur Sub
BWP C; Blok D.1, Blok D.2, Blok D.3 dan Blok D.4 Kelurahan Mundam
Sub BWP D.
(6) Pembangkit Listrik Tenaga UAP (PLTU) sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf e terdapat pada Blok A.3 Kelurahan Pelintung Sub BWP
A.
(7) Gardu listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f meliputi :
a. gardu distribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d
berada pada Blok A.1 dan Blok A.4 Kelurahan Pelintung Sub BWP
A; Blok B.1 dan Blok B.2 Kelurahan Guntung Sub BWP B; Blok C.1,
Blok C.2 dan Blok C.3 Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C; Blok
D.1 dan Blok D.2 Kelurahan Mundam Sub BWP D.
b. Pengembangan Gardu Induk sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf e terdapat pada Blok A.3 Kelurahan Pelintung Sub BWP A.
(8) Infrastruktur ketenagalistrikan lainnya sebagaimana ditetapkan dalam
peraturan perundangan
(9) Rencana jaringan energi/kelistrikan RDTR BWP Medang Kampai
ditetapkan dalam peta skala 1 : 5.000 dan tercantum dalam lampiran
II-C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Walikota
ini
Paragraf 1
Rencana Jaringan Telekomunikasi
Pasal 10

(1) Jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b,


terdiri atas:
a. jaringan tetap; dan
b. jaringan bergerak seluler.
(2) Jaringan tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi :
a. jaringan serat optik berada pada Blok A.1, Blok A.3, Blok A.4, Blok
A.5, Blok A.6, Blok A.7 dan Blok A.8 Kelurahan Pelintung Sub BWP A;
Blok B.1 dan Blok B.2 Kelurahan Guntung Sub BWP B; Blok C.1,
Blok C.2, dan Blok C.3 Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C; Blok
D.1 dan Blok D.3 Kelurahan Mundam Sub BWP D.
b. Stasiun Telepon Otomat (STO) yang berada pada Blok C.2 kelurahan
Teluk Makmur Sub BWP C.
(3) Jaringan bergerak seluler sebagaimana pada ayat (1) huruf b berupa
menara Base Transceiver Station (BTS) yang berada pada Blok A.1, Blok
A.3 dan Blok A.8 Kelurahan Pelintung Sub BWP A; Blok C.1 dan Blok C.2
Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C; Blok D.1 dan Blok D.2 Kelurahan
Mundam Sub BWP D.
(4) Rencana jaringan telekomunikasi RDTR BWP Medang Kampai ditetapkan
dalam peta skala 1 : 5.000 dan tercantum dalam lampiran II-D yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Walikota ini.

Paragraf 2
Rencana Jaringan Air Minum
Pasal 11

(1) Jaringan air minum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c, yaitu
berupa jaringan perpipaan yang terdiri dari:
a. Jaringan perpipaan; dan
b. Bukan jaringan perpipaan.
(2) Jaringan perpipaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
meliputi:
a. Pipa transmisi air minum berada pada Blok A.1, Blok A.3, Blok A.4,
Blok A.5, Blok A.6, Blok A.7, dan Blok A.8 Kelurahan Pelintung Sub
BWP A; Blok B.1 dan Blok B.2 Kelurahan Guntung Sub BWP B; Blok
C.1 dan Blok C.3 Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C; Blok D.1 dan
Blok D.3 Keluarahan Mundam Sub BWP D.
b. Pipa unit distribusi berada pada Blok A.1, Blok A.2, dan Blok A.3
Kelurahan Pelintung Sub BWP A; Blok B.1 dan Blok B.2 Kelurahan
Guntung Sub BWP B; Blok C.1, Blok C.2, Blok C.3, dan Blok C.4
Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C; Blok D.1, Blok D.2, Blok D.3
dan Blok D.4 Keluarahan Mundam Sub BWP D.
c. Unit produksi berada pada Blok C.1 Kelurahan Teluk Makmur Sub
BWP C.
(3) Bukan jaringan perpipaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
meliputi terminal air sebanyak 5 (lima) yang berada pada Kelurahan
Pelintung Sub BWP A pada Blok A.4, Blok A. 5, Blok A.8; Kelurahan
Teluk Makmur Sub BWP C pada Blok C.1, Blok C.4; Blok D.4 Kelurahan
Mundam Sub BWP D.
(4) Rencana Jaringan Air Minum RDTR BWP Medang Kampai ditetapkan
dalam peta skala 1 : 5.000 dan tercantum dalam lampiran II-E yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Walikota ini.

Paragraf 3
Rencana Jaringan Drainase
Pasal 12
(1) Jaringan drainase sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf d, terdiri
atas:
a. Saluran drainase primer;
b. saluran drainase sekunder; dan
c. saluran drainase tersier.
(2) Saluran drainase primer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
berada pada Blok A.1, Blok A.2, Blok A.3, Blok A.4, Blok A.5, Blok A.6,
dan Blok A.8 Kelurahan Pelintung Sub BWP A; Blok B.1 dan Blok B.2
Kelurahan Guntung Sub BWP B; Blok C.1 dan Blok C.2 Kelurahan Teluk
Makmur Sub BWP C; Blok D.3 dan Blok D.4 Kelurahan Mundam Sub
BWP D.
(3) Saluran drainase sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
berada pada Blok A.1, Blok A.3, Blok A.4, Blok A.5, Blok A.6, Blok A.7,
dan Blok A.8 Kelurahan Pelintung Sub BWP A; Blok B.1 dan Blok B.2
Kelurahan Guntung Sub BWP B; Blok C.1, Blok C.2, Blok C.3, dan Blok
C.4 Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C; Blok D.1, Blok D.2, Blok D.3
dan Blok D.4 Kelurahan Mundam Sub BWP D.
(4) Saluran drainase tersier sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
berada pada Blok A.1, dan Blok A.2 Kelurahan Pelintung Sub BWP A;
Blok B.1 dan Blok B.2 Kelurahan Guntung Sub BWP B; Blok C.1, Blok
C.2, Blok C.3, dan Blok C.4 Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C; Blok
D.1, Blok D.2, Blok D.3 dan Blok D.4 Kelurahan Mundam Sub BWP D.
(5) Rencana jaringan drainase RDTR BWP Medang Kampai ditetapkan dalam
peta skala 1 : 5.000 dan tercantum dalam lampiran II-F yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Walikota ini.

Paragraf 4
Rencana jaringan Air Limbah
Pasal 13

(1) Jaringan air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf e


berupa sistem pengolahan air limbah domestik terpusat.
(2) Sistem pengolahan air limbah domestik terpusat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a terdapat pada Blok A.1, Blok A.2, Blok A.4, Blok
A.6, Blok A.8 Kelurahan Pelintung Sub BWP A; Blok B.1, Blok B.2
Kelurahan Guntung Sub BWP B; Blok C.1, Blok C.2, Blok C.3, Blok C.4
Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C; Blok D.1 dan Blok D.4 Kelurahan
Mundam Sub BWP D.
(3) Rencana jaringan air limbah RDTR BWP Medang Kampai ditetapkan
dalam peta skala 1 : 5.000 dan tercantum dalam lampiran II-G yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Walikota ini.

Paragraf 5
Rencana jaringan Persampahan
Pasal 14

(1) Rencana jaringan persampahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7


huruf f , terdiri atas:
a. Tempat Pemrosesan Akhir (TPA); dan
b. Tempat Pengelolaan Sampah Reuse, Reduce, Recycle (TPS 3R).
(2) Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sebagaimana pada ayat (1) huruf a
berada pada Blok A.4 Kelurahan Pelintung Sub BWP A;
(3) Tempat Pengelolaan Sampah Reuse, Reduce, Recycle (TPS 3R)
sebagaimana pada ayat (1) huruf b berada pada Blok A.4, Blok A.8
Kelurahan Pelintung Sub BWP A; Blok C.2 Kelurahan Teluk Makmur
Sub BWP C; Blok D.4 Kelurahan Mundam Sub BWP D.
(4) Rencana jaringan persampahan RDTR BWP Medang Kampai ditetapkan
dalam peta skala 1 : 5.000 dan tercantum dalam lampiran II-H yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Walikota ini.

Paragraf 6
Rencana Jaringan Prasarana Lainnya
Pasal 15

(1) Rencana jaringan prasarana lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal


6 ayat 1 huruf j, terdiri atas:
a. Jalur evakuasi;
b. Tempat evakuasi; dan
c. Pengaman pantai.
(2) Jalur evakuasi bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
berada pada Blok A.1, Blok A.2, Blok A.3, Blok A.4, Blok A.5, Blok A.6,
Blok A.7, Blok A.8 Kelurahan Pelintung Sub BWP A; Blok B.1, Blok B.2
Kelurahan Guntung Sub BWP B; Blok C.1, Blok C.2, Blok C.3, Blok C.4
Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C; Blok D.1, Blok D.2, Blok D.3,
Blok D.4 Keluarahan Mundam Sub BWP D.
(3) Tempat evakuasi sebagaimana pada ayat (1) huruf b meliputi
a. Meeting point yang berada pada Blok A.1, Blok A.2, Blok A.4, Blok
A.6, Blok A.8 Kelurahan Pelintung Sub BWP A; Blok B.1, Blok B.2
kelurahan Guntung Sub BWP B; Blok C.3, Blok C.4 Kelurahan Teluk
Makmur Sub BWP C; Blok D.2,Blok D.3, Blok D.4 Kelurahan
Mundam Sub BWP D.
b. Tempat evakuasi sementara yang berada pada Blok A.1, Blok A.3,
Blok A.8 Kelurahan Pelintung Sub BWP A; Blok B.1, Blok B.2
kelurahan Guntung Sub BWP B; Blok C.1, Blok C.2 Kelurahan Teluk
Makmur Sub BWP C; Blok D.1, Blok D.3 Kelurahan Mundam Sub
BWP D.
c. Tempat evakuasi akhir yang berada pada pada Blok C.1 kelurahan
Teluk Makmur Sub BWP C.
(4) Pengaman pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c berada
pada Blok A.1 Kelurahan Pelintung Sub BWP A; Blok B.1, Blok B.2
Kelurahan Guntung Sub BWP B; Blok C.2 Kelurahan Teluk Makmur
Sub BWP C.
(5) Rencana jaringan prasaraa lainnya RDTR BWP Medang Kampai
ditetapkan dalam peta skala 1 : 5.000 dan tercantum dalam lampiran II-
I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Walikota ini.

BAB IV
RENCANA POLA RUANG
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 16

(1) Rencana pola ruang terdiri atas:


a. zona lindung; dan
b. zona budidaya.
(2) Rencana Pola Ruang ditetapkan dalam peta dengan tingkat ketelitian
skala 1 : 5.000 sebagaimana tercantum dalam lampiran III yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Walikota ini.
(3) Peta rencana pola ruang RDTR tersebut merupakan peta zonasi (zoning
map) untuk Peraturan Zonasi

Bagian Kedua
Zona Lindung
Pasal 17
Zona lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf a,
terdiri atas:
a. Zona sempadan pantai (SP);
b. zona sempadan sungai (SS); dan
c. zona ruang terbuka hijau kota (RTH).

Paragraf 7
Zona Sempadan Pantai
Pasal 18

Zona sempadan pantai dengan kode SP luas 261,33 Ha (dua ratus enam
puluh satu koma tiga tiga) hektar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26
huruf a terletak pada Blok A.1, Blok A.2, Blok A.3, Blok A.7, Blok A.8
Kelurahan Pelintung Sub BWP A; Blok B.1, Blok B.2 Kelurahan Guntung
Sub BWP B; Blok C.2, Blok C.4 Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C; Blok
D.2 dan D.4 Kelurahan Mundam Sub BWP D.

Paragraf 8
Zona Sempadan Sungai
Pasal 19

Zona zona sempadan sungai kode SS seluas 74,52 Ha (tujuh puluh empat
koma lima dua) hektar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf b
terletak pada Blok A.1, Blok A.2, Blok A.3, Blok A.4, Blok A.5, Blok A.6,
Blok A.7, Blok A.8 Kelurahan Pelintung Sub BWP A; Blok B.2 Kelurahan
Guntung Sub BWP B; Blok C.1, Blok C.2, Blok C.3, Blok C.4 Kelurahan
Teluk Makmur Sub BWP C; Blok D.1, Blok D.2, dan Blok D.4 Kelurahan
Mundam Sub BWP D.

Paragraf 9
Ruang Terbuka Hijau
Pasal 20
(1) Zona ruang terbuka hijau kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26
huruf c dengan luas 695,59 Ha (enam ratus sembilan puluh lima koma
lima sembilan hektar), terdiri atas:
a. sub zona Taman Kota dengan kode RTH-2;
b. sub zona Taman Kecamatan dengan kode RTH-3;
c. sub zona Taman Kelurahan dengan kode RTH-4; dan
d. sub zona Pemakaman dengan kode RTH-7.
(2) Sub zona Taman Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
seluas 620,44 Ha (enam ratus dua puluh koma empat empat hektar)
berada pada Blok A.1, Blok A.2, Blok A.3, Blok A.4, Blok A.5, Blok A.6,
Blok A.7 dan Blok A.8 Kelurahan Pelintung Sub BWP A; Blok C.1, Blok
C.3 dan Blok C.4 Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C; Blok D.1, Blok
D.3 dan Blok D.4 Kelurahan Mundam Sub BWP D.
(3) Sub zona Taman Kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b seluas 46,10 Ha (empat puluh enam koma satu nol) hektar,
terdapat pada Blok A.2, Blok A.3, Blok A.4, Blok A.8 Kelurahan
Pelintung Sub BWP A; Blok C.1, Blok C.2 Kelurahan Teluk Makmur
Sub BWP C; Blok D.4 Kelurahan Mundam Sub BWP D.
(4) Sub zona Taman kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
c seluas 25,70 Ha (dua puluh lima koma tujuh nol) hektar, terdapat
pada Blok A.1, Blok A.2, Blok A.3 dan Blok A.8 Kelurahan Pelintung
Sub BWP A; Blok B.1, Blok B.2 Kelurahan Guntung Sub BWP B; Blok
C.1, Blok C.2, dan Blok C.4 Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C;
Blok D.1, Blok D.2, Blok D.3, Blok D.4 Kelurahan Mundam Sub BWP
D.
(5) Sub zona Pemakaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d
seluas 3,34 Ha (tiga koma tiga empat) hektar, terletak pada Blok A.4
Kelurahan Pelintung Sub BWP A; Blok B.2 Kelurahan Guntung Sub
BWP B; Blok C.2, Blok C.4 Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C; Blok
D.2 Kelurahan Mundam Sub BWP D.

Bagian Ketiga
Zona Budidaya
Pasal 21
Zona budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf b,
terdiri atas:
a. Zona Perumahan dengan kode R;
b. Zona Perdagangan dan Jasa dengan kode K;
c. Zona Sarana Pelayanan Umum dengan kode SPU;
d. Zona Perkantoran dengan kode KT;
e. Zona Kawasan Peruntukan Industri dengan kode KPI;
f. Zona Hutan Produksi dengan kode HP;
g. Zona Pertanian dengan kode P;
h. Zona Tempat Pemrosesan Akhir dengan kode TPA;
i. Zona Pembangkit Tenaga Listrik dengan kode PTL;
j. Zona Pariwisata dengan kode W;
k. Zona Pertahanan dan Keamanan dengan kode HK;
l. Zona transportasi dengan kode TR; dan
m. Zona Peruntukan Lainnya kode PL.

Paragraf 1
Zona Perumahan
Pasal 22

(1) Zona perumahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf a


dengan luas 1.317,47 Ha (seribu tiga ratus tujuh belas koma empat
tujuh hektar), terdiri atas:
a. sub zona rumah kepadatan tinggi dengan kode R-2;
b. sub zona rumah kepadatan sedang dengan kode R-3; dan
c. sub zona rumah kepadatan rendah dengan kode R-4.
(2) Sub zona rumah kepadatan tinggi dengan kode R-2 sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a seluas 264,15 Ha (dua ratus enam
puluh empat koma satu lima) hektar terdapat pada Blok A.1 Kelurahan
Pelintung Sub BWP A pada; Blok C.1 Kelurahan Teluk Makmur Sub
BWP C.
(3) Sub zona rumah kepadatan sedang dengan kode R-3 sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b seluas 1.026,33 Ha (seribu dua puluh
enam koma tiga tiga) hektar, terletak pada Blok A.1, Blok A.2, Blok A.4
Kelurahan Pelintung Sub BWP A; Blok B.1, Blok B.2 Kelurahan
Guntung SUB BWP B; Blok C.1, Blok C.2, Blok C.3, Blok C.4
Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C; Blok D.1, Blok D.2, Blok D.3
dan Blok D.4 Kelurahan Mundam di Sub BWP D.
(4) Sub zona rumah kepadatan rendah dengan kode R-4 sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d seluas 26,99 Ha (dua puluh enam koma
sembilan sembilan) hektar terletak pada Blok A.8 Kelurahan Pelintung
Sub BWP A.
Paragraf 10
Zona Perdagangan dan Jasa
Pasal 23

(1) Zona perdagangan dan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20


huruf b dengan luas 317,21 Ha (tiga ratus tujuh belas koma dua satu)
hektar, terdiri atas:
a. sub zona perdagangan dan jasa skala kota dengan kode K-1; dan
b. sub zona perdagangan dan jasa skala Sub BWP dengan kode K-3.
(2) Sub zona perdagangan dan jasa skala kota dengan kode K-1
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dengan luas 28,26 Ha (dua
puluh delapan koma dua enam) hektar terletak di Blok C.2 Kelurahan
Teluk Makmur Sub BWP C; dan
(3) Sub zona perdagangan dan jasa skala Sub BWP dengan kode K-3
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b seluas 288,96 Ha (dua
ratus delapan puluh delapan koma sembilan enam) hektar terletak pada
Blok A.1, Blok A.4, Blok A.8 Kelurahan Pelintung Sub BWP A; Blok B.1,
Blok B.2 Kelurahan Guntung Sub BWP B; Clok C.1, Blok C.2, Blok C.3,
Blok C.4 Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C; Blok D.1, Blok D.2,
Blok D.3 dan Blok D.4 Kelurahan Mundam Sub BWP D.

Paragraf 11
Zona Sarana Pelayanan Umum
Pasal 24

(1) Zona sarana pelayanan umum dengan kode SPU sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 30 huruf c dengan luas 46,31 Ha (empat puluh enam koma
tiga satu hektar) terdiri atas:
a. sub zona sarana pelayanan umum skala kota dengan kode SPU-1;
b. sub zona sarana pelayanan umum skala kecamatan dengan kode
SPU-2; dan
c. sub zona sarana pelayanan umum skala kelurahan dengan kode
SPU-3.
(2) Sub zona sarana pelayanan umum skala kota dengan kode SPU-1
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a seluas 27,37 Ha (dua
puluh tujuh koma tiga tujuh) hektar terdapat pada Blok A.1, Blok A.4
Kelurahan Pelintung Sub BWP A; Blok B.2 Kelurahan Guntung Sub BWP
B; Blok C.2 dan Blok C.3 Kelurahan Teluk Makmur SUB BWP C;
(3) Sub zona sarana pelayanan umum skala kecamatan dengan kode SPU-2
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b seluas 5,38 Ha (lima koma
tiga delapan) hektar terdapat pada Blok A.1, Blok A.4 Kelurahan
Pelintung Sub BWP A; Blok B.1, Blok B.2 Kelurahan Guntung Sub BWP
B; Blok C.1, Blok C.2 Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C; Blok D.1,
Blok D.2 dan Blok D.3 Kelurahan Mundam Sub BWP D.
(4) Sub zona sarana pelayanan umum skala kelurahan dengan kode SPU-3
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c seluas 13,56 Ha (tiga belas
koma lima enam) hektar terdapat pada Blok A.1, Blok A.2, Blok A.4, Blok
A.6, Blok A.8 Kelurahan Pelintung Sub BWP A; Blok B.1, Blok B.2
Kelurahan Guntung Sub BWP B; Blok C.1, Blok C.2, Blok C.3, Blok C.4
Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C; Blok D.1, Blok D.2, Blok D.3 dan
Blok D.4 Kelurahan Mundam Sub BWP D.

Paragraf 12
Zona Perkantoran
Pasal 25
Zona perkantoran dengan kode KT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30
huruf d, seluas 14,42 Ha (empat belas koma empat dua hektar) yang
terdapat pada pada Blok C.2 Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C.

Paragraf 13
Zona Kawasan Peruntukan Industri
Pasal 26

Zona kawasan peruntukan industri dengan kode KPI sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 20 huruf e seluas 2.588,20 Ha (dua ribu lima ratus
delapan puluh delapan koma dua nol) hektar terdapat pada Blok A.3, Blok
A.4, Blok A.5, Blok A.7, Blok A.8 Kelurahan Pelintung Sub BWP A; Blok D.4
Kelurahan Guntung Sub BWP D.

Paragraf 14
Zona Hutan Produksi
Pasal 27

(1) Zona hutan produksi dengan kode HP sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 20 huruf f seluas 904,14 Ha (sembilan ratus empat koma satu
empat hektar) terdiri atas:
a. Sub zona hutan produksi terbatas dengan kode HPT; dan
b. Sub zona hutan produksi konversi dengan kode HPK.
(2) Sub zona hutan produksi terbatas dengan kode HPT sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b seluas 51,62 Ha (lima puluh satu koma
enam dua hektar) terdapat pada Blok A.8 Kelurahan Pelintung Sub BWP
A pada.
(3) Sub zona hutan produksi konversi dengan kode HPK sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c seluas 854,52 Ha (delapan ratus lima
puluh empat koma lima dua hektar) terdapat pada Blok A.1, Blok A.4,
Blok A.5, Blok A.6, Blok A.8 Kelurahan Pelintung Sub BWP A; Blok B.1,
Blok B.2 Kelurahan Guntung Sub BWP B; Blok C.1, Blok C.3 Kelurahan
Teluk Makmur Sub BWP C; Blok D.1, Blok D.3 Kelurahan Mundam Sub
BWP D.

Paragraf 15
Zona Pertanian
Pasal 28

Zona pertanian dengan kode P di BWP Medang Kampai berupa sub zona
perkebunan dengan kode P-3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf
g seluas 1.287,25 Ha (seribu dua ratus delapan puluh tujuh koma dua
lima) hektar terdapat pada Blok A.1, Blok A.2, Blok A.6, Blok A.7, Blok A.8
Kelurahan Pelintung Sub BWP A; Blok B.2 Kelurahan Guntung Sub BWP B;
Blok C.3 Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C; Blok D.4 Kelurahan
Mundam Sub BWP D.

Paragraf 16
Zona Tempat Pemrosesan Akhir
Pasal 29

Zona Tempat Pemrosesan Akhir dengan kode TPA sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 20 huruf h seluas 11,98 Ha (sebelas koma sembilan delapan
hektar) terdapat pada pada Blok A.4 Kelurahan Pelintung Sub BWP A.

Paragraf 17
Zona Pembangkit Tenaga Listrik
Pasal 30

Zona Pembangkit Tenaga Listrik dengan kode PTL sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 20 huruf i seluas 40,96 Ha (empat puluh koma sembilan
enam) hektar terdapat pada Blok A.3 Kelurahan Pelintung Sub BWP A.

Paragraf 18
Zona Pariwisata
Pasal 31

Zona pariwisata dengan kode W sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20


huruf j seluas 91,27 Ha (sembilan puluh satu koma dua tujuh) hektar
terdapat pada Blok C.2, Blok C.4 Kelurahan Teluk makmur Sub BWP C;
Blok D.4 Kelurahan Mundam Sub BWP D.

Paragraf 19
Zona Pertahanan dan Keamanan
Pasal 32

Zona pertahanan dan keamanan dengan kode HK sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 20 huruf k dengan luas 24,82 (dua puluh empat koma delapan
dua) hektar terdapat pada pada Blok C.2 Kelurahan Teluk Makmur Sub
BWP C.

Paragraf 20
Zona Transportasi
Pasal 33

Zona Transportasi dengan kode TR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20


huruf l seluas 34,87 Ha (tiga puluh empat koma delapan tujuh hektar),
terdapat pada Blok A.2 dan Blok A.3 Kelurahan Pelintung Sub BWP A pada;
Blok D.2 Kelurahan Mundam Sub BWP D.

Paragraf 21
Zona Peruntukan Lainnya
Pasal 34

Zona peruntukan lainnya dengan kode PL sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 20 huruf m berupa sub zona pergudangan dengan kode PL-6 seluas
251,00 Ha (dua ratus lima puluh satu koma nol nol) hektar terdapat pada
Blok A.2, Blok A.3, Blok A.8 Kelurahan Pelintung Sub BWP A.

BAB V
Penetapan Sub BWP yang Diprioritaskan Penanganannya
Pasal 35

(1) Sub BWP yang diprioritaskan penanganannya, terdiri atas:

a. lokasi Sub BWP Prioritas; dan


b. tema Penanganan Sub BWP prioritas.
(2) Lokasi Sub BWP prioritas, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
terletak di:

a. Kawasan Industri Selinsing di Kelurahan Pelintung di Kelurahan


Pelintung Sub BWP A pada Blok A.8 seluas 66,16 Ha (enam puluh
enam koma satu enam) hektar; dan
b. Kawasan Pulai Bungkuk di Kelurahan Mundam di Kelurahan
Mundam Sub BWP D pada Blok D.4 seluas 17,03 Ha (tujuh belas
koma nol tiga) hektar.
(3) Tema penanganan Sub BWP prioritas sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b, terdiri atas:

a. tema penanganan Blok A.8 yaitu pembangunan baru prasarana,


sarana Kawasan Industri Selingsing sebagai Pusat Ekonomi Baru
BWP Medang Kampai; dan
b. tema penanganan Blok D.4 yaitu perbaikan prasarana, sarana, dan
Kawasan Pulai Bungkuk sebagai Kawasan Berbudaya Melayu.
(4) Sub BWP yang diprioritaskan penanganannya ditetapkan dalam peta
dengan tingkat ketelitian skala 1 : 5.000 sebagaimana tercantum dalam
lampiran IV-A dan IV-B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Walikota ini.

BAB VI
KETENTUAN PEMANFAATAN RUANG
Pasal 36

(1) Ketentuan pemanfaatan ruang RDTR BWP Medang Kampai merupakan


acuan untuk mewujudkan rencana pola ruang dan rencana jaringan
prasarana sesuai dengan RDTR BWP Medang Kampai.
(2) Ketentuan pemanfaatan ruang, sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berfungsi sebagai:
a. dasar pemerintah dan masyarakat dalam pemrograman investasi
pengembangan BWP;
b. arahan untuk sektor dalam penyusunan program;
c. dasar estimasi kebutuhan pembiayaan dalam jangka waktu 5
(lima) tahunan dan penyusunan program tahunan untuk setiap
jangka 5 (lima) tahun; dan
d. acuan bagi masyarakat dalam melakukan investasi.
(3) Ketentuan pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri atas:
a. Indikasi program utama;
b. lokasi;
c. besaran;
d. sumber pendanaan;
e. instansi pelaksana; dan
f. waktu dan tahapan pelaksanaan.

Pasal 37

Program utama sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 ayat (2) huruf a


meliputi:
a. program perwujudan rencana struktur ruang.
b. program perwujudan rencana pola ruang; dan
c. program perwujudan Sub BWP yang diprioritaskan penanganannya

Pasal 38
Lokasi program perwujudan pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud
dalam pasal 45 ayat (2) huruf b merupakan tempat program pemanfaatan
ruang akan dilaksanakan.

Pasal 39
Besaran program pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam pasal
45 ayat (2) huruf c merupakan perkiraan jumlah satuan masing-masing
program pemanfaatan ruang yang akan dilaksanakan.

Pasal 40
Sumber pendanaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 ayat (2) huruf d
berasal dari:
a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN);
b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Riau;
c. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Dumai;
d. Swasta;
e. Masyarakat; dan
f. Sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Pasal 41
Instansi Pelaksana
Pasal 42

(1) Waktu dan tahapan pelaksanaan sebagaimana dalam pasal 45 ayat (2)
huruf f terdiri atas 4 (empat) tahapan, meliputi:
a. tahap pertama pada periode tahun 2021 - 2025 ;
b. tahap kedua pada periode tahun 2026 - 2030;
c. tahap ketiga pada periode tahun 2031 - 2035; dan
d. tahap keempat pada periode tahun 2036 - 2041.
(2) waktu dan tahapan pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan dasar bagi instansi pelaksana dalam menetapkan prioritas
pembangunan pada BWP Medang Kampai.

Pasal 43
Indikasi program utama pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 45 disusun berdasarkan indikasi program utama 5 (lima) tahunan
sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan walikota ini.

BAB VII
PERATURAN ZONASI
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 44

(1) Peraturan zonasi berfungsi sebagai:


a. perangkat operasional pengendalian pemanfaatan ruang;
b. acuan dalam pemberian izin pemanfaatan ruang termasuk di
dalamnya air right development dan pemanfaatan ruang di bawah
tanah;
c. acuan dalam pemberian insentif dan disinsentif;
d. acuan dalam pengenaan sanksi; dan
e. rujukan teknis dalam pengembangan atau pemanfaatan lahan dan
penetapan lokasi investasi.
(2) Peraturan zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan;
b. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang;
c. ketentuan tata bangunan;
d. ketentuan prasarana dan sarana minimal;
e. ketentuan khusus; dan
f. teknik pengaturan zonasi.
(3) Ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan, sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf a dan b, terdiri atas:
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan dan ketentuan
intensitas pemanfaatan ruang zona lindung; dan
b. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan dan ketentuan
intensitas pemanfaatan ruang zona budidaya.
(4) Ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (3) huruf a didasarkan pada zona pemanfaatan ruang yang
dirinci kedalam subzona dengan kode subzona, sebagai berikut :
a. zona perlindungan setempat meliputi:
1. zona sempadan pantai dengan kode (SP); dan
2. zona sempadan sungai dengan kode (SS).
b. zona ruang terbuka hijau dengan kode (RTH) meliputi:
1. sub zona taman kota dengan kode (RTH-2);
2. sub zona taman kecamatan dengan kode (RTH-3);
3. sub zona taman keluarahan dengan kode (RTH-4); dan
4. sub zona pemakaman dengan kode (RTH-7).
(5) zona budidaya diklasifikasikan menjadi:
a. zona perumahan (R) meliputi:
1. sub zona rumah kepadatan tinggi dengan kode (R-2);
2. sub zona rumah kepadatan sedang dengan kode (R-3); dan
3. sub zona rumah kepadatan rendah dengan kode (R-5).
b. zona perdagangan dan jasa (K) meliputi:
1. sub zona perdagangan dan jasa skala kota dengan kode (K-1);
dan
2. sub zona perdagangan dan jasa skala Sub BWP dengan kode (K-
3).
c. zona perkantoran dengan kode (KT);
d. zona kawasan peruntukanindustri dengan kode (KPI);
e. Zona hutan produksi meliputi:
1. sub zona hutan produksi terbatas dengan kode (HPT);
2. sub zona hutan produksi yang dapat di konversi dengan kode
(HPK).
f. zona sarana pelayanan umum (SPU) meliputi:
1. sub zona sarana pelayanan umum skala kota dengan kode
(SPU-1);
2. sub zona sarana pelayanan umum skala kecamatan dengan
kode (SPU-2); dan
3. sub zona sarana pelayanan umum skala kelurahan dengan
kode (SPU-3).
g. zona pembangkitan tenaga listrik dengan kode (PLT);
h. zona pertahanan dan keamanan dengan kode (HK);
i. zona pertanian (P) berupa sub zona pertanian perkebunan dengan
kode (P-3);
j. zona pariwisata dengan kode (W);
k. zona peruntukan lainnya (PL) berupa sub zona pergudangan
dengan kode (PL-6);
l. zona tempat pemrosesan akhir dengan kode (TPA); dan
m. zona transportasi dengan kode (TR).

Bagian Kedua
Ketentuan Kegiatan dan Penggunaan Lahan
Pasal 45

(1) Klasifikasi ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf a meliputi :
a. kegiatan diperbolehkan/diizinkan dengan
kode I;
b. kegiatan diizinkan terbatas dengan kode T;
b. kegiatan diizinkan bersyarat tertentu dengan kode B; dan
d. kegiatan tidak diizinkan dengan kode X.
(2) Klasifikasi ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disajikan dalam Tabel Ketentuan Kegiatan dan
Penggunaan Lahan (Matriks ITBX) pada Lampiran VI yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Wali Kota ini.
(3) Dalam hal jenis kegiatan tidak termuat dalam ketentuan kegiatan dan
penggunaan lahan sebagaimana dimaksud pada lampiran VI, Wali Kota
menetapkan jenis kegiatan dimaksud setelah mendapatkan
pertimbangan dari Forum Penataan Ruang Kota Dumai.

Bagian Ketiga
Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
Pasal 46

(1) Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 42 ayat (2) huruf b, meliputi:
a. koefisien dasar bangunan (KDB);
b. koefisien lantai bangunan (KLB);
c. ketinggian bangunan;
d. koefisien daerah hijau (KDH); dan
e. luas kavling minimum pada zona perumahan.
(2) Luas kaveling minimum pada zona perumahan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf e sebesar 75m2 (tujuh puluh lima meter persegi).
(3) Intensitas pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disajikan dalam tabel ketentuan intensitas pemanfaatan ruang dan tata
bangunan sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Wali Kota ini.

Bagian Keempat
Ketentuan Tata Bangunan
Pasal 47
(1) Ketentuan tata bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42
ayat (2) huruf c, meliputi:
a. ketinggian bangunan (TB) maksimum;
b. garis sempadan bangunan (GSB) minimum;
c. jarak bebas antar bangunan minimal;
d. tampilan wujud arsitektur bangunan.
(2) Ketentuan tata bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tercantum dalam tabel ketentuan tata bangunan pada lampiran VIII
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Walikota
ini.

Bagian Kelima
Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
Pasal 48
(1) Ketentuan prasarana dan sarana minimal sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 42 ayat (2) huruf d, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. perhitungan jumlah penghuni berdasarakan unit hunian, setiap 1
(satu) unit hunian berjumlah 4 (empat) jiwa;
b. pembangunan prasarana, perhitungan kebutuhan luas lahan dan
luas lantai dengan memperhitungkan jumlah jiwa;
c. pembangunan perumahan wajib menyediakan prasarana umum dan
prasarana sosial sesuai ketentuan luas lahan dan luas lantai yang
ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
d. pengadaan dan pembangunan prasarana umum dan prasarana sosial
yang bukan menjadi kewajiban dari pembangunan perumahan harus
mengikuti ketentuan luas lahan dan luas lantai yang ditetapkan
dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Ketentuan prasarana dan sarana minimal sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) disajikan pada tabel ketentuan prasarana dan sarana minimal
sebagaimana tercantum dalam Lampiran VIII yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Wali Kota ini.

Bagian Keenam
Ketentuan Khusus
Pasal 49
(1) Ketentuan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2)
huruf e terdiri atas tempat evakuasi bencana sebagai berikut :
a. Sub zona sarana pelayanan umum skala kecamatan di Blok A.1.B
b. Sub zona sarana pelayanan umum skala kelurahan di Blok C.1.O,
Blok C.2.K, Blok C.1.B, Blok C.1.P dan D.3.E
c. Sub zona rumah kepadatan tinggi di Blok A.1.E
d. Sub zona perdagangan dan jasa skala Sub BWP di Blok B.1.F, Blok
C.1.A,
e. Sub zona sarana pelayanan umum skala kota di Blok B.2.H
f. Sub zona kawasan peruntukan industri di Blok A.8.D, A.3.C,
(2) Ketentuan khusus ditetapkan dalam peta dengan tingkat ketelitian
skala 1 : 5.000 sebagaimana tercantum dalam lampiran IX yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Walikota ini.

Bagian Ketujuh
Teknik Pengaturan Zonasi
Pasal 50
(1) Ketentuan teknik peraturan zonasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 42 ayat (2) huruf g, terdiri atas :
a. Teknik peraturan zonasi zona ambang dengan kode h; dan
b. Teknik peraturan zonasi khusus dengan kode j.
(2) Zona ambang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berada
pada kawasan Hutan Produksi Terbatas pada sub blok A.8.D,
merupakan ketentuan pengaturan pada blok peruntukan yang
diambangkan pemanfaatan ruangnya dan peruntukan ruangnya
ditentukan kemudian berdasarkan perkembangan pemanfaatan
ruang pada blok peruntukan tersebut.
(3) Zona ambang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berlaku
setelah peraturan walikota ini disahkan sampai adanya peraturan
berlaku, pencabutan zona ambang dilakukan melalui keputusan
walikota.
(4) Teknik peraturan zonasi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b adalah TPZ yang memberikan pembatasan pembangunan
untuk mempertahankan karakteristik dan/atau objek khusus yang
dimiliki Zona, yang penetapan lokasinya dalam peraturan zonasi.
Dapat diterapkan sebagai bentuk disinsentif pemberian persyaratan
tertentu dalam perizinan, terdiri atas :
a. Hutan produksi yang dapat di konversi terletak pada sub blok
A.6.A, Sub Blok A.8.V, dan Sub Blok D.1.O;
b. Kawasan Peruntukan Industri terletak pada Sub Blok A.5.B, Sub
Blok A.3.L, dan Sub Blok A.4.G;
c. Perdagangan dan Jasa Skala Sub BWP terletak pada Sub Blok
D.4.N dan Sub Blok A.4.G;
d. Pergudangan terletak pada Sub Blok A.2.I;
e. Perkebunan terletak pada Sub Blok A.7.I, Sub Blok A.6.A, Sub
Blok A.8.V dan Sub Blok C.3.G;
f. Rumah Kepadatan Sedang terletak pada Sub Blok A.4.G, Sub
Blok C.3.G, Sub Blok D.1.O, Sub Blok D.1M dan Sub Blok D.4.N;
g. Sarana Pelayanan Umum Skala Kelurahan terletak pada Sub
Blok A.6.A dan D.4.N;
h. Taman Kota terletak pada Sub Blok A.5.B, A.3.L dan A.7.I;
i. Taman Kecamatan terletak pada Sub Blok A.4.G dan Sub Blok
A.2.I; dan
j. Taman Kelurahan terletak pada Sub Blok D.1.O.
(5) Teknik peraturan zonasi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
berlaku aturan sebagai berikut :

a. Pembangunan baru dan pengembangan kegiatan eksisting,


pondasi bangunan menggunakan pondasi kedalaman lebih dari 5
m tipe pondasi tiang pancang beton cast in-place;
b. Kawasan perkebunan wajib menyediakan saluran atau kanal air
untuk menjaga kondisi intensitas air;
c. Penyediaan alat pemantau kualitas udara dan pendeteksi karhutla
(hotspot) sebagai sistem deteksi dini; dan
d. Pembatasan pemakaian air tanah sebesar 100 meter kubik per KK
per bulan.
(6) Ketentuan peraturan zonasi ditetapkan dalam peta dengan tingkat
ketelitian skala 1 : 5.000 sebagaimana tercantum dalam lampiran X
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Walikota
ini.

BAB VIII
PEMANFAATAN RUANG

Bagian Kesatu
Umum
Pasal 51

(1) Pelaksanaan Pemanfaatan Ruang dilakukan melalui pelaksanaan


Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang.
(2) Pelaksanaan kesesuaian kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagairnana
dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan
berusaha; dan
b. Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan non
berusaha.
(3) Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diterbitkan oleh Menteri.
(4) Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagairnana dimaksud
pada ayat (2) di Perairan Pesisir, wilayah perairan, dan wilayah
yurisdiksi, diterbitkan oleh rnenteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang kelautan.
(5) Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) berlaku selama 3 (tiga) tahun sejak diterbitkan oleh Menteri.
(6) Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagaimana dirnaksud
pada ayat (2) di Perairan Pesisir, wilayah perairan, dan wilayah
yurisdiksi berlaku sampai dengan berakhirnya Perizinan Berusaha dan
perizinan non berusaha lainnya.
(7) Dalam hal Perizinan Berusaha dan perizinan non berusaha
sebagairnana dimaksud pada ayat (6) belum diterbitkan, maka
Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang di Perairan Pesisir, wilayah
perairan, dan wilayah yurisdiksi berlaku untuk jangka waktu 2 (dua)
tahun sejak diterbitkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang kelautan
(8) Dalam hal Perizinan Berusaha dan perizinan nonberusaha belum
diterbitkan, maka Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang di Perairan
Pesisir, wilayah perairan, dan wilayah yurisdiksi berlaku untuk jangka
waktu 2 (dua) tahun sejak diterbitkan oleh menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan.
(9) Kesesuaian kegiatan Pemanfaatan Ruang mcnjadi pertimbangan dalam
pelaksanaan revisi RDTR.

Paragraf 1
Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Untuk Kegiatan Berusaha
Pasal 52

(1) Pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan


berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1) huruf a
diperoleh melalui OSS.
(2) Setelah memperoleh Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pelaku Usaha dapat mengajukan
permohonan Penzinan Berusaha sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3) Pelaku Usaha dapat rrelaksanakan kegiatan Pemanfaatan Ruang setelah
memperoleh Perizinan Berusaha.

Pasal 53

(1) Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 51 ayat (1) meliputi:
a. kegiatan berusaha untuk non-UMK; dan
b. kegiatan berusaha untuk UMK.
(2) Pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan
berusaha non-UMK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
dilakukan melalui:
a. Konfirmasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang; atau
b. Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang.
(3) Pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan
berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) di Perairan
Pesisir, wilayah perairan, dan wilayah yurisdiksi, dilakukan melalui
Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfataan Ruang Laut diterbitkan
oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
kelautan.
Pasal 54

Konfirmasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagaimana


dimaksud dalam Pasat 52 ayat (2) huruf a diberikan berdasarkan
kesesuaian rencana lokasi kegiatan Pemanfaatan Ruang dengan RDTR.

Pasal 55
Konfirmasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan
berusaha dilaksanakan melalui OSS dengan tahapan:
a. pendaftaran;
b. penilaian dokumen usulan kegiatan Pemanfaatan Ruang terhadap
RDTR; dan
c. penerbitan Konfirmasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang.

Pasal 56
(1) Pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 huruf a paling
sedikit dilengkapi dengan:
a. koordinat lokasi;
b. kebutuhan luas lahan kegiatan Pemanfaatan Ruang;
c. informasi penguasaan tanah;
d. informasi jenis usaha;
e. rencana jumiah lantai bangunan; dan
f. rencana luas lantai bangunan.
(2) Konfirmasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 53 huruf c, paling sedikit memuat:
a. lokasi kegiatan;
b. jenis kegiatan Pemanfaatan Ruang;
c. koefisien dasar bangunan;
d. koefisien lantai bangunan;
e. ketentuan tata bangunan; dan
f. persyaratan pelaksanaan kegiatan Pemanfaatan Ruang.

Pasal 57
Jangka waktu penerbitan Konfirmasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan
Ruang untuk kegiatan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53
huruf c paling lama 1 (satu) hari sejak pendaftaran atau pembayaran
penerimaan negara bukan pajak.

Pasal 58
Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan
berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (2) huruf b diberikan
dalam hal belum tersedia RDTR di lokasi rencana kegiatan Pemanfaatan
Ruang.
Pasal 59
(1) Perubahan peruntukan dan fungsi serta penggunaan Kawasan Hutan
untuk kepentingan pembangunan di luar kehutanan berlaku
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kehutanan.
(2) Pemanfaatan Ruang yang lokasinya berada pada Kawasan Hutan yang
mengalami perubahan peruntukan dan fungsi serta belum dimuat
dalam RDTR maka kegiatan Pemanfaatan Ruang dilaksanakan setelah
mendapatkan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang
untuk kegiatan berusaha.

Pasal 60
(1) Kegiatan Pemanfaatan yang dilakukan oleh Pelaku Usaha yang
termasuk dalam kelompok UMK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51
ayat (1) huruf b, tidak melalui proses penerbitan Kesesuaian Kegiatan
Pemanfaatan Ruang.
(2) Pelaku UMK sebagaimana dirnaksud pada ayat (1) membuat pernyataan
mandiri bahwa kegiatan usahanya telah sesuai dengan rencana tata
ruang.
(3) Dalam hal pernyataan mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
terbukti tidak benar, kegiatan pemanfaatan ruangnya dilakukan
pembinaan oleh perangkat daerah.

Paragraf 2
Kesesuaian Kegiatan Pernanfaatan Ruang Untuk Kegiatan Non
Berusaha
Pasal 61
(1) Pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan
non berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1) huruf b
diperoleh melalui sistem elektronik yang diselenggarakan oleh Menteri
dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
kelautan sesuai dlengan kewenangannya.
(2) Setelah memperoleh Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk
kegiatan nonberusaha, pemohon melakukan kegiatan Pemanfaatan
Ruang setelah memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Pasal 62
(1) Pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan pemanfaatan Ruang untuk kegiatan
nonberusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1)
dilakukan melalui:
a. Konfirmasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang; atau
b. Persetujuan Kesesuaian Pemanfaatan Ruang.
(2) Pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan
nonberusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1) di
Perairan Pesisir, wilayah perairan, dan wilayah yurisdiksi, dilakukan
melalui :
a. konfirmasi kesesuaian ruang laut; atau
b. Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut.
(3) Pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan
nonberusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
kelautan

Pasal 63
Konfirmasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan
nonberusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) huruf a
diberikan berdasarkan kesesuaian rencana lokasi kegiatan Pemanfaatan
Ruang dengan RDTR.

Pasal 64
Konfirmasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan
nonberusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) huruf a
dilaksanakan melalui sistem elektronik yang diselenggarakan oleh Menteri
dengan tahapan:
a. pendaftaran;
b. penilaian dokumen usulan kegiatan Pemanfaatan Ruang terhadap
RDTR; dan
c. penerbitan Konfirmasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang.

Pasal 65
(1) Pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 huruf a paling
sedikit dilengkapi dengan:
a. koordinat lokasi;
b. kebutuha luas lahan kegiatan Pernanfaatan Ruang;
c. informasi penguasaan tanah;
d. informasi jenis kegiatan;
e. rencana jumlah lantai bangunan; dan
f. rencana luas lantai bangunan.
(2) Konfirmasi kesesuaian kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 62 huruf (c) , paling sedikit memuat :
a. lokasi kegiatan;
b. jenis kegiatan Pemanfaatan Ruang;
c. koefisien dasar bangunan;
d. koefisien lantai bangunan;
e. ketentuan tata bangunan; dan
f. persyaratan pelaksanaan kegiatan Pernanfaatan Ruang.

Pasal 66
Jangka waktu penerbitan Konfirmasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan
Ruang untuk kegiatan nonberusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62
huruf c paling Iama 1 (satu) Hari sejak pendaftaran atau pembayaran
penerimaan negara bukan pajak.
Pasal 67
Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan non
berusaha sebagairnana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) huruf b
diberikan dalam hal belum tersedia RDTR di lokasi rencana kegiatan
Pemanfaatan Ruang.

Pasal 68
(1) Perubahan peruntukan dan fungsi serta penggunaan Kawasan Hutan
untuk kepentingan pembangunan di luar kehutanan berlaku
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kehutanan.
(2) Pemanfaatan Ruang yang lokasinya berada pada Kawasan Hutan yang
mengalami perubahan peruntukan dan fungsi serta belum dimuat
dalam RDTR, maka kegiatan pemanfaatan ruangnya dilaksanakan
setelah mendapatkan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan
Ruang untuk kegiatan nonberusaha.

BAB IX
PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 69
(1) Pengendalian Pemanfaatan Ruang dilaksanakan untuk mendorong
terwujudnya Tata Ruang sesuai dengan RTR.
(2) Pengendalian Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan untuk mendorong setiap Orang agar:
a. menaati RTR yang telah ditetapkan;
b. memanfaatkan ruang sesuai dengan RTR; dan
c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan
kesesuaian Kegiatan Pemantaatan Ruang.
Pasal 70
Pengendalian Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal
67 dilakukan melalui:
a. penilaian pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang dan
pernyataan mandiri pelaku UMK;
b. penilaian perwujudan RTR;
c. pemberian insentif dan disinsentif;
d. pengenaan sanksi; dan
e. penyelesaian sengketa Penataan Ruang.

Bagian Kedua
Penilaian Pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang

Pasal 71
(1) Penilaian pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang
dilaksanakan untuk memastikan:
a. kepatuhan pelaksanaan ketentuan Kesesuaian Kegiatan Pernanfaatan
Ruang; dan
b. pemenuhan prosedur perolehan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan
Ruang.
(2) Penilaian pernyataan mandiri yang dibuat oleh pelaku UMK dilaksanakan
untuk rnemastikan kebenaran pernyataan mandiri yang dibuat oleh
pelaku UMK.

Pasal 72
(1) Penilaian kepatuhan pelaksanaan ketentuan Kesesuaian Kegiatan
Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud dalarn Pasal 69 ayat (1)
huruf a dilakukan pada periode:
a. selama pembangunan; dan
b. pasca pembangunan.
(2) Penilaian pada periode selama pembangunan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf dilakukan untuk memastikan kepatuhan
pelaksanaan dalam memenuhi ketentuan Kesesuaian Kegiatan
Pemanfaatan Ruang.
(3) Penilaian pada periode selama pembangunan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a dilakukan paling lambat 2 (dua) tahun sejak
diterbitkannya Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang.
(4) Penilaian pada periode pasca pembangunan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b dilakukan untuk memastikan kepatuhan hasil
pembangunan dengan ketentuan dokumen Kesesuaian Kegiatan
Pemanfaatan Ruang.
(5) Dalam hal hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
ditemukan ketidakpatuhan terhadap ketentuan yang tertuang dalam
dokumen Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang, pelaku kegiatan
Pemanfaatan Ruang diharuskan melakukan penyesuaian.
(6) Dalam hal hasil penilaian pernyataan mandiri sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 69 ayat (2) ditemukan ketidaksesuaian pernyataan mandiri
yang dibuat oleh pelaku UMK, dilakukan pembinaan oleh kementerian/
lembaga dan atau perangkat daerah.
(7) Dalam hal hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
ditemukan ketidakpatuhan terhadap ketentuan yang tertuang dalam
dokumen Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang dilakukan
pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Pasal 73
Hasil penilaian pelaksanaan ketentuan dalam dokumen Kesesuaian
Kegiatan Pemanfaatan Ruang pada periode selama pembangunan dan pasca
pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 dituangkan dalam
bentuk tekstual dan spasial.
Pasal 74
(1) Penilaian pelaksanaan ketentuan dalam dokumen kesesuaian Kegiatan
Pemanfaatan Ruang dilakukan oleh Menteri.
(2) Penilaian pelaksanaan ketentuan dalam dokumen Kesesuaian Kegiatan
Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
didelegasikan kepada Wali Kota Dumai.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendelegasian kewenangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 75

(1) Penilaian pemenuhan prosedur perolehan Kesesuaian Kegiatan


Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1)
huruf b dilakukan untuk memastikan kepatuhan pelaku
pembangunan/ pemohon terhadap tahapan dan persyaratan perolehan
Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang sesuai dengan ketentuan
peraturan perunclangundangan.
(2) Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) yang diterbitkan dan/atau diperoleh dengar tidak melalui
prosedur yang benar, batal demi hukum.
(3) Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) yang tidak sesuai lagi akibat adanya perubahan RTR dapat
dibatalkan oleh instansi pemerintah yang menerbitkan Kesesuaian
Kegiatan Pemanfaatan Ruang.
(4) Terhadap kerugian yang ditimbulkan akibat pembatalan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), dapat dimintakan ganti kerugian yang layak
kepada instasi pemerintah yang menerbitkan Kesesuaian Kegiatan
Pemanfaatan Ruang.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian ganti kerugian
yang layak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan
Peraturan Presiden.

Pasal 76
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan penetapan hasil penilaian
pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang dan pernyataan
mandiri pelaku UMK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 sampai
dengan Pasal 73 diatur dengan Peraturan Menteri.

Bagian Ketiga
Penilaian Perwujudan Rencana Tata Ruang
Pasal 77
Penilaian perwujudan RTR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 huruf b
dilakukan dengan penilaian perwujudan rencana Struktur Ruang dan
rencana Pola Ruang.
Pasal 78

(1) Penilaian perwujudan rencana Struktur Ruang dan rencana Pola Ruang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 dilakukan dengan:
a. penilaian tingkat perwujudan rencana Struktur Ruang; dan
b. penilaian tingkat perwujudan rencana Pola Ruang.
(2) Penilaian perwujudan rencana Struktur Ruang dan rencana Pola Ruang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilahirkan terhadap:
a. kesesuaian program;
b. kesesuaian lokasi; dan
c. kesesuaian waktu pelaksanaan kegiatan pemanfaatan ruang
(3) Penilaian tiirgkat perwujudan rencana Struktur Ruang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dengan penyandingan
pelaksanaan program pembanglunan pusat-pusat permukiman dan
sistem jaringan prasarana terhadap rencana Struktur Ruang.
(4) Penilaian tingkat perwujudan rencana Pola Ruang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan penyandingan
pelaksanaan program pengelolaan lingkurrgan, pembangunan
berdasarkan Perizinan Berusaha.

Pasal 79
(1) Hasil penilaian tingkat perwujudan rencana Struktur Ruang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (3) berisikan:
a. muatan rencana Struktur Ruang yang terwujud;
b. muatan rencana Struktur Ruang yang belum terwujud; dan
c. pelaksanaan program pembangunan yang tidak sesuai dengan
muatan rencana Struktur Ruang.
(2) Hasil penilaian tingkat perwujudan rencana Pola Ruang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76 ayat (4) berisikan:
a. muatan rencana Pola Ruang yang terwujud;
b. muatan rencana pola ruang yang belum terwujud; dan
c. pelaksanaan program pembangunan yang tidak sesuai dengan
muatan rencana Pola Ruang.
(3) Tingkat perwujudan rencana Struktur Ruang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan tingkat perwujudan rencana Pola Ruang sebagairnana
dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam bentuk tekstual dan spasial.

Pasal 80
(1) Terhadap hasil penilaian pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan
Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 dan hasil
penilaian perwujudan RTR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75,
dilakukan pengendalian implikasi kewilayahan untuk terwujudnya
keseimbangan pengembangan wilayah sebagaimana tertuang dalam
RTR.
(2) Pengendalian implikasi kewilayahan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaksanakan dengan membatasi:
a. konsentrasi Pemanfaatan Ruang tertentu pada wilayah tertentu yang
tidak sesuai dengan skenario perwujudan RTR; dan
b. dominasi kegiatan Pemanfaatan Ruang tertentu.
(3) Pengendalian implikasi kewilayahan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dilakukan pada:
a. zona kendali; atau
b. zona yang didorong.
(4) Zona kendali sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a merupakan
zona dengan konsentrasi kegiatan Pemanfaatan Ruang danf atau
dominasi kegiatan Pemanfaatan Ruang tertentu yang tinggi dan
berpotensi melarnpau daya dukung dan daya tampung.
(5) Zona yang didorong sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b
merupakan zona dengan konsentrasi kegiatan Pemanfaatan Ruang
dan/atau dominasi kegiatan Pemanfaatan Ruang tertentu yang sangat
rendah yang perlu dittngkatkan perwujudannya sesuai dengan RTR.

Pasal 81
Terhadap zona kendali dan zona yang didorong sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 78 ayat (3), dapat disusun perangkat Pengendalian
Pemanfaatan Ruang.

Pasal 82
(1) Penilaian perwujudan RTR dilakukan secara periodik dan terus-
menerus.
(2) Penilaian perwujudan RTR sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun dan dilaksanakan 1 (satu)
tahun sebelum peninjauan kembali RTR.
(3) Pelaksanaan penilaian perwujudan RTR dapat dilakukan lebih dari 1
(satu) kali dalam 5 (lima) tahun dalam hal terdapat perubahan
kebijakan yang bersifat strategis nasional yang ditetapkan

Pasal 83
Penilaian perwujudan RTR dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kota Dumai.

Pasal 84
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penilaian perwujudan RTR
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 sampai dengan Pasal 81 diatur
dengan Peraturan Menteri.

Bagian Keempat
Pemberian Insentif dan Disinsentif

Paragraf 1
Umum

Pasal 85
Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dilakukan berdasarkan
asas:
a. keterpaduan;
b. keserasian, keselarasan, dan keseimbangan;
c. keberlanjutan;
d. keberdayagunaan dan keberhasilgunaan;
e. keterbukaan;
f. kebersamaan dan kemitraan;
g. perlindungan kepentingan umum;
h. kepastian hukum dan keadilan;
i. akuntabilitas; dan
j. Keberlanjutan.

Pasal 86
Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dalam penataan
ruang diselenggarakan untuk:
a. meningkatkan upaya pengendalian pemanfaatan ruang dalam
rangka mewujudkan tata ruang sesuai dengan rencana tata ruang;
b. memfasilitasi kegiatan pemanfaatan ruang agar sejalan dengan
rencana tata ruang; dan
c. meningkatkan kemitraan semua pemangku kepentingan dalam
rangka pemanfaatan ruang yang sejalan dengan rencana tata ruang.

Paragraf 2
Pemberian Insentif
Pasal 87
(1) Pemberian insentif diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kegiatan
pemanfaatan ruang pada kawasan yang didorong pengembangannya
sesuai dengan rencana tata ruang wilayah.
(2) Pemberian insentif diberikan dengan tetap menghormati hak orang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 88
(1) Insentif dari Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
105 dapat berupa insentif fiskal dan/atau insentif non fiskal.
(2) Insentif fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa :
a. pemberian keringanan pajak; dan/atau
b. Pengurangan retribusi.
(3) Insentif non fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa
:
a. kemudahan perizinan;
b. penyediaan prasarana dan sarana;
c. penghargaan; dan/atau
d. publikasi atau promosi daerah.
(4) Pemberian insentif fiskal dan non fiskal dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 89
(1) Pemberian Insentif Fiskal berupa Keringanan pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 106 ayat (2) huruf a, sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Pemberian Insentif Fiskal berupa pengurangan retribusi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 106 ayat (2) huruf b, sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Pasal 90
(1) Pemberian Insentif berupa kemudahan perizinan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 106 ayat (3) huruf a, diberikan pada saat izin
dikeluarkan dan/atau perpanjangan izin.
(2) Kemudahan perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam
bentuk percepatan pemberian perizinan yang meliputi seluruh jenis
perizinan.
(3) Pemberian kemudahan perizinan paling sedikit memenuhi kriteria :
a. memberikan kontribusi bagi peningkatan pendapatan masyarakat;
b. menyerap banyak tenaga kerja lokal;
c. menggunakan sebagian besar sumber daya lokal;
d. memberikan kontribusi bagi peningkatan pelayanan publik;
e. bermitra dengan usaha mikro;
f. berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.

Pasal 91
(1) Penyediaan sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 106 ayat (3) huruf b, upaya yang dilakukan Pemerintah Daerah
untuk memperkuat struktur ruang guna mendukung pola ruang
yang sesuai dengan rencana tata ruang wilayah.
(2) Penyediaan sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dikhususkan bagi pembangunan pada daerah yang termasuk
dalam tingkat kepadatan penduduk rendah dan sesuai dengan tata
ruang.
(3) Pemberian insentif penyediaan sarana dan prasarana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Walikota
berdasarkan pertimbangan yang disampaikan oleh Tim Teknis
berupa:
a. Penyediaan sarana dan prasarana jalan lingkungan;
b. Penyediaan sarana dan prasarana jembatan;
c. Penyediaan sarana dan prasarana penerangan jalan

Pasal 92
(1) Penghargaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (3) huruf
c, merupakan bentuk apresiasi Pemerintah Daerah kepada para
pihak yang berhasil memberikan manfaat pada tata ruang daerah .
(2) Penerima penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan oleh Walikota dan diberikan pada peringatan Hari Jadi
Daerah berdasarkan pertimbangan yang disampaikan oleh Forum
Penataan Ruang.

Pasal 93
(1) Publikasi atau promosi daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
106 ayat (3) huruf d, merupakan upaya Pemerintah Daerah agar para
pihak memberikan manfaat tata ruang yang maksimal.
(2) Publikasi atau promosi daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan oleh Walikota berdasarkan pertimbangan yang
disampaikan oleh tim teknis dalam bentuk pemberian ruang
publikasi atau promosi milik daerah berupa :
a. Billboard;
b. Website pemerintah daerah;
c. Pameran daerah;
d. Videotron daerah.

Paragraf 3
Pengenaan Disinsentif
Pasal 94
(1) Pengenaan Disinsentif diberikan untuk kegiatan pemanfaatan ruang
pada kawasan yang dibatasi pengembangannya.
(2) Pengenaan Disinsentif diberikan untuk kegiatan pemanfaatan ruang
pada kegiatan eksisting dengan batas waktu dan syarat sesuai
dengan aturan yang berlaku;
(3) Pengenaan Disinsentif diberikan dengan tetap menghormati hak
orang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 95
(1) Disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 berupa
disinsentif fiskal dan non fiskal.
(2) Disinsentif fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berupa:
a. pengenaan kenaikan tarif pajak; dan
b. pengenaan kenaikan tarif retribusi daerah.
(3) Disinsentif non fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berupa:
a. kewajiban memberi kompensasi;
b. persyaratan khusus dalam perizinan;
c. kewajiban memberi imbalan; dan/atau
d. pembatasan penyediaan prasarana dan sarana.
(3) Pemberian disinsentif fiskal dan non fiskal dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 96
(1) Pemberian kompensasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 ayat
(3) huruf a, berupa dukungan penyediaan sarana dan prasarana
untuk memperkuat struktur ruang guna mendukung pola ruang
yang sesuai dengan rencana tata ruang wilayah.
(2) Kompensasi pemberian kompensasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) bertujuan untuk mempercepat pemanfaatan ruang pada
daerah yang diprioritaskan sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan

Pasal 97
(1) Pengenaan Disinsentif persyaratan khusus dalam perizinan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 ayat (3) huruf b diberikan
oleh Pemerintah Daerah kepada masyarakat bagi kegiatan
pemanfaatan ruang.
(2) Pensyaratan khusus dalam perizinan bagi kegiatan pemanfaatan
ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sebagai upaya
mengantisipasi dan atau menghindari kegiatan pemanfaatan ruang
yang menimbulkan kerusakan atau degradasi lingkungan, stabilitas
pasar, dan/ atau kondisi sosial masyarakat.
(3) Persyaratan khusus dalam perizinan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dikenakan pada saat permohonan izin dan / atau hasil
pengawasan, pemantauan dan pengendalian dari Forum Penataan
Ruang yang diberikan paling lama 5 (lima) tahun sesuai dengan
pemanfaatan dan kebutuhan tata ruang.

Pasal 98
(1) kewajiban memberi imbalan perizinan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 113 ayat (3) huruf c merupakan penggantian dalam bentuk non-
finansial terhadap pembangunan komponen guna lahan tertentu
dalam pemanfaatan ruang untuk memastikan kelestarian lingkungan
dan daya dukung alam.
(2) Imbalan sebagaimana dimaksud ayat (1) ditentukan berdasarkan
jenis kegiatan, nilai kemanfaatan, dan skala kepentingan.
(3) Imbalan sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi :
a. Penyediaan dan Pengelolaan ruang terbuka hijau (RTH);
b. Penyediaan dan Pengelolaan resapan air;
c. Penyediaan dan Pengelolaan Lingkungan.
(4) Imbalan sebagaimana dimaksud ayat (1) diberikan sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan.

Pasal 99
(1) Pembatasan penyediaan sarana dan prasarana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) huruf d merupakan pengurangan
terhadap sarana dan prasarana yang disediakan pemerintah daerah.
(2) Pembatasan penyediaan sarana dan prasarana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Forum Penataan Ruang
kepada dinas terkait berdasarkan pertimbangan Tim teknis meliputi :
a. Pembatasan penyediaan sarana dan prasarana akses jalan;
b. Pembatasan penyediaan sarana dan prasarana drainase;
c. Pembatasan penyediaan sarana dan prasarana penerangan jalan;
(3) Penyediaan sarana dan prasarana yang dibatasi oleh Pemerintah
Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi tanggung
jawab pemohon disinsentif.

Paragraf 4
Tatacara Pemberian Insentif dan Pengenaan Disinsentif
Pasal 100
(1) Tata cara Pemberian Insentif dilakukan dengan cara :
a. usulan pengenaan insentif diajukan oleh Dinas terkait kepada
Walikota berdasarkan permohonan dari badan hukum atau
perorangan;
b. tim teknis melakukan kajian terhadap berkas dan peninjauan
lapangan;
c. tim teknis memberikan rekomendasi penerimaan permohonan
atau penolakan permohonan;
d. rekomendasi penerimaan permohonan insentif dilakukan pada
Tahun Anggaran berikutnya;
e. rekomendasi penolakan permohonan insentif disampaikan
kepada pemohon disertai dengan alasan penolakan;
f. Pemberian insentif ditetapkan dengan Keputusan Walikota.
(2) Usulan alokasi anggaran pemberian insentif dilakukan paling lambat
31 Oktober pada anggaran tahun berjalan dan direalisasikan pada
tahun berikutnya.

Pasal 101
(1) Tata cara Pengenaan Disinsentif dilakukan dengan cara :
a. pemohon menyampaikan permohonan ijin kepada DPUPR;
b. tim teknis melakukan kajian terhadap berkas
permohonan dan melakukan peninjauan lapangan;
c. tim teknis memberikan rekomendasi penerimaan
atau penolakan permohonan;
d. rekomendasi penerimaan permohonan disinsentif dilakukan pada
Tahun Anggaran berjalan;
e. rekomendasi penolakan permohonan disinsentif disampaikan
kepada pemohon disertai dengan alasan penolakan; dan
f. pengenaan Disinsentif ditetapkan dengan Keputusan Walikota.
(2) Pengenaan Disinsentif dimasukan dalam laporan
pertanggungjawaban APBD Kota Dumai.

Bagian Kelima
Sanksi
Pasal 102
Terhadap setiap orang yang melakukan pelanggaran pengaturan
pemanfaatan ruang sebagaimana diatur berdasarkan Peraturan Wali Kota
ini dikenakan sanksi administratif.
Pasal 103
(1) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120
dikenakan kepada setiap Orang yang tidak menaati Peraturan Walikota
ini yang telah ditetapkan yang mengakibatkan perubahan fungsi ruang.
(2) Pemeriksaan perubahan fungsi ruang sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan melalui audit Tata Ruang.
(3) Audit Tata Ruang sebagairnana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh
Pemerintah Daerah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya.
(4) Hasil audit Tata Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
dalam Keputusan Wali Kota.
(5) Dalam pelaksanaan audit tata ruang, tim audit Tata Ruang dapat
dibantu oleh penyidilk pegawai negeri sipil penataan ruang dan ahli
lainnya sesuai kebutuhan.

Pasal 104
(1) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalarn Pasal 120
dikenakan juga kepada Orang yang tidak mematuhi ketentuan
Pemanfaatan Ruang dalam Peraturan Wali Kota ini.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
langsung dikenakan tanpa melalui proses dudit Tata Ruang.
(3) Perbuatan tidak menaati Peraturan Wali Kota yang telah ditetapkan
yang mengakibatkan perubahan fungsi ruang sebagaimana dimaksud
dalam pasal 121 ayat (1) dan tidak mematuhi ketentuan Pemanfaatan
Ruang dalam RTR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Pemanfaatan Ruang yang tidak memiliki kesesuaian kegiatan
pemanfaatan ruang; dan/ atau
b. Pemanfaatan Ruang yang tidak mematuhi ketentuan dalam
muatan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang.
(4) Selain perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), sanksi
administratif dapat dikenakan kepada setiap orang yang menghalangi
akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang-
undangan dinyatakan sebagai milik umum.
(5) Perbuatan menghalangi akses sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
dapat berupa penutupan akses secara sementara maupun perrnanen.

Pasal 105
Pengenaan sanksi administratif dilakukan berdasarkan:
a. hasil penilaian pelaksanaan ketentuan kesesuaian kegiatan
pemanfaatan ruang;
b. hasil Pengawasan Penataan Ruang;
c. hasil audit tata ruang; dan/ atau
d. pengaduan pelangaaran pemanfaatan ruang.

Pasal 106
(1) Pengenaan sanksi administratif dilakukan oleh pemerintah pusat dan
pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.
(2) Dalam hal wali kota tidak melaksanakan pengenaan sanksi
administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu
2 (dua) bulan setelah adanya penetapan pengenaan sanksi
administratif, gubernur mengambil alih pengenaan sanksi administratif
yang tidak dilaksanakan oleh wali kota.
(3) Dalam hal gubernur tidak melaksanakan pengenaan sanksi
administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam jangka waktu
4 (empat) bulan setelah adanya penetapan pengenaan sanksi
administratif oleh walikota, menteri mengambil alih pengenaan sanksi
administratif yang tidak dilaksanakan oleh gubernur.

Paragraf 1
Kriteria dan Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif
Pasal 107
(1) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120 berupa :
a. peringatan tertulis;
b. denda administratif;
c. penghentian sementara kegiatan;
d. penghentian sementara pelayanan umum;
e. penutupan lokasi;
f. pencabutan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang;
g. pembatalan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang;
h. pembongkaran bangunan; dan/atau
i. pemulihan fungsi ruang.
(2) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disertai dengan tanda pemberitahuan, pelanggaran Pemanfaatan Ruang.
(3) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disertai
dcngan upaya paksa oleh Pemerintah Pusat dan / atau Pemerintah
Daerah.
(4) Pengenaan sanksi administratif dapat dilakukan melalui koordinasi
dengan kementerian/lembaga dan/atau perangkat.

Pasal 108
Sanksi administratif. terhadap pelanggaran pemanfaatan ruang dikenakan
berdasarkan kriteria:
a. besar atau kecilnya dampak yang ditimbulkan akibat pelanggaran
Pemanfaatan Ruang:
b. nilai manfaatn pengenaan sanksi yang diberikan terhadap Pemanfaatan
Ruang; dan/atau
c. kerugian publik yang ditimbuikan akibat pelanggaran Pemanfaatan
Ruang.

Pasal 109
Pengenaan sanksi adrninistratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126
dilaksanakan melalui tahapan:
a. pelaksanaan inventarisasi kasus;
b. pengumpulan dan pendalaman materi, data, dan informasi;
c. penelusuran kajian teknis dan kajian hukum;
d. penecapan tindakan sanksi;
e. penyelenggaraan forum sosialisasi; dan
f. pengenaan sanksi administratif.

Pasal 110
(1) Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 125 ayat (1)
huruf a dilakukan melalui penerbitan surat peringatan tertulis dari
pejabat yang berwenang.
(2) Surat peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memuat:
a. rincian pelanggaran dalam Penataan Ruang;
b. kewajiban untuk menyesuaikan kegiatan Pemanfaatan Ruang
dengan RTR dan ketentuan teknis Pemanfaatan Ruang; dan
c. tindakan pengenaan sanksi yang akan diberikan apabila tidak
melaksanakan kewajiban sebagaimana djmaksud pada huruf b.
(3) Surat peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan paling banyak 3 (tiga) kali.
(4) Dalam hal surat peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) diabaikan, pejabat yang berwenang melakukan tindakan berupa
pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 125 ayat (1)
huruf b sampai dengan huruf i sesuai dengan kewenangannya.

Pasal 111
(1) Denda administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1)
huruf b dapat dikenakan secara tersendiri atau bersama-sama dengan
pengenaan sanksi adrninistratlf lainnya.
(2) Penghitungan denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan mempertimbangkan:
a. nilai jual objek pajak;
b. luas lahan dan luas bangunan;
c. indeks kawasan; dan/atau
d. besar atau kecilnya dampak yang ditimbulkan.
(3) Denda administratif dapat berupa denda progresif yang disyaratkan
sampai pelanggar memenuhi ketentuan dalam sanksi administratif
lainnya.
(4) Bentuk dan cara penghitungan denda administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dalam peraturan wali kota.

Pasal 112
(1) Penghentian sementara kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
73 ayat (1) huruf c dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:
a. pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran
pemanfaatan ruang menerbitkan Surat Peringatan Tertulis
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76;
b. dalam hal Surat Peringatan Tertulis sebagaimana dimaksud pada
huruf a diabaikan, pejabat yang berwenang menerbitkan Surat
Keputusan Penghentian Sementara Kegiatan pemanfaatan ruang
dan/atau surat penyegelan;
c. dalam hal pelanggar mengabaikan perintah penghentian kegiatan
sementara, pejabat yang berwenang melakukan penertiban dengan
menerbitkan Surat Keputusan Penghentian Sementara Secara
Paksa terhadap kegiatan pemanfaatan ruang;
d. berdasarkan Surat Keputusan Penghentian Sementara Secara
Paksa, pejabat yang berwenang memberitahukan kepada pelanggar
bahwa akan segera dilakukan tindakan penertiban oleh aparat
penertiban;
e. berdasarkan surat keputusan pengenaan sanksi, pejabat yang
berwenang melakukan penghentian kegiatan pemanfaatan ruang
secara paksa; dan
f. setelah kegiatan pemanfaatan ruang dihentikan, pejabat yang
berwenang melakukan pengawasan agar kegiatan pemanfaatan
ruang yang dihentikan tidak beroperasi kembali sampai dengan
terpenuhinya kewajiban pelanggar untuk menyesuaikan
pemanfaatan ruangnya dengan rencana tata ruang dan/atau
ketentuan teknis pemanfaatan ruang.
(2) Surat keputusan penghentian sementara kegiatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b memuat:
a. pemberitahuan tentang terjadinya pelanggaran pemanfaatan ruang
beserta bentuk pelanggarannya;
b. peringatan kepada pelanggar untuk menghentikan kegiatan
sementara sampai dengan pelanggar memenuhi kewajiban untuk
mengambil tindakan-tindakan yang diperlukan dalam rangka
penyesuaian pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang
dan/atau ketentuan teknis pemanfaatan ruang;
c. batas waktu maksimum yang diberikan kepada pelanggar dengan
kesadaran sendiri melakukan penghentian sementara kegiatan dan
melakukan penyesuaian pemanfaatan ruang; dan
d. konsekuensi akan dilakukannya penghentian kegiatan sementara
secara paksa apabila pelanggar mengabaikan surat keputusan.

Pasal 113
(1) Penghentian sementara pelayanan umum sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 73 ayat (1) huruf d dilakukan melalui tahapan sebagai
berikut:
a. pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran
pemanfaatan ruang dengan menerbitan Surat Peringatan Tertulis;
b. dalam hal Surat Peringatan Tertulis sebagaimana dimaksud pada
huruf a diabaikan, pejabat yang berwenang menerbitkan Surat
Keputusan Penghentian Sementara Pelayanan Umum;
c. berdasarkan Surat Keputusan Penghentian Sementara Pelayanan
Umum, pejabat yang berwenang menyampaikan perintah kepada
penyedia jasa pelayanan umum untuk menghentikan sementara
pelayanan kepada orang yang melakukan pelanggaran, disertai
penjelasan secukupnya;
d. penyedia jasa pelayanan umum menghentikan pelayanan kepada
pelanggar; dan
e. setelah pelayanan umum dihentikan kepada orang yang melakukan
pelanggaran, perangkat daerah bidang penataan ruang melakukan
pengawasan untuk memastikan tidak terdapat pelayanan umum
kepada orang yang melakukan pelanggaran tersebut sampai dengan
terpenuhinya kewajiban.
(2) Surat keputusan penghentian sementara pelayanan umum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat:
a. pemberitahuan tentang terjadinya pelanggaran pemanfaatan ruang
beserta bentuk pelanggarannya;
b. rincian jenis-jenis pelayanan umum yang akan diputus;
c. peringatan kepada pelanggar untuk mengambil tindakan- tindakan
yang diperlukan dalam rangka penyesuaian pemanfaatan ruang
dengan rencana tata ruang dan/atau ketentuan teknis pemanfaatan
ruang;
d. batas waktu maksimum yang diberikan kepada pelanggar dengan
kesadaran sendiri melakukan penyesuaian pemanfaatan ruang; dan
e. konsekuensi akan dilakukannya penghentian sementara pelayanan
umum apabila pelanggar mengabaikan surat keputusan.

Pasal 114
(1) Penutupan lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1)
huruf e dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:
a. pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran
pemanfaatan ruang menerbitkan Surat Peringatan Tertulis
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76;
b. dalam hal Surat Peringatan Tertulis sebagaimana dimaksud pada
huruf a diabaikan, pejabat yang berwenang menerbitkan Surat
Keputusan Penutupan Lokasi;
c. berdasarkan Surat Keputusan Penutupan Lokasi, pejabat yang
berwenang memberitahukan kepada pelanggar mengenai penutupan
lokasi yang akan segera dilaksanakan;
d. pejabat yang berwenang melakukan penertiban melakukan
penutupan lokasi secara paksa; dan
e. setelah penutupan lokasi dilakukan, pejabat yang berwenang
melakukan pengawasan untuk memastikan lokasi yang ditutup
tidak dibuka kembali sampai dengan pelanggar memenuhi
kewajibannya untuk menyesuaikan pemanfaatan ruangnya dengan
rencana tata ruang dan ketentuan teknis pemanfaatan ruang.
(2) Surat Pemberitahuan Penutupan Lokasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b memuat:
a. pemberitahuan tentang terjadinya pelanggaran pemanfaatan ruang
beserta bentuk pelanggarannya yang dirisalahkan dari berita acara
evaluasi;
b. peringatan kepada pelanggar untuk mengambil tindakan-tindakan
yang diperlukan dalam rangka penyesuaian pemanfaatan ruang
dengan rencana tata ruang dan/atau ketentuan teknis pemanfaatan
ruang;
c. batas waktu maksimum yang diberikan kepada pelanggar untuk
dengan kesadaran sendiri melakukan penyesuaian pemanfaatan
ruang; dan
d. konsekuensi akan dilakukannya penutupan lokasi secara paksa
apabila pelanggar mengabaikan surat peringatan.

Pasal 115
Pencabutan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1) huruf f dilakukan dalam hal pelaksanaan
kegiatan Pemanfaatan Ruang tidak sesuai dengan Kesesuaian Kegiatan
Pemanfaatan Ruang.

Pasal 116
Pembatalan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1) huruf g dilakukan dalam hal Kesesuaian
Kegiatan Pemanfaatan Ruang tidak diperoleh dengan prosedur yang benar.

Pasal 117
(1) Pembongkaran bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat
(1) huruf h dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:
a. pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran
pemanfaatan ruang menerbitkan Surat Peringatan Tertulis;
b. dalam hal Surat Peringatan Tertulis sebagaimana dimaksud pada
huruf a diabaikan, pejabat yang berwenang menerbitkan Surat
Keputusan Pembongkaran Bangunan;
c. berdasarkan Surat Keputusan Pembongkaran Bangunan
sebagaimana dimaksud pada huruf b, pejabat yang berwenang
melakukan tindakan penertiban sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan; dan
d. dalam melakukan tindakan penertiban sebagaimana dimaksud
pada huruf c, pejabat yang berwenang dapat meminta bantuan
Satpol PP.
(2) Surat Keputusan Pembongkaran Bangunan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf d memuat:
a. pemberitahuan tentang terjadinya pelanggaran pemanfaatan ruang
beserta bentuk pelanggarannya yang dirisalahkan dari berita acara
evaluasi;
b. peringatan kepada pelanggar untuk mengambil tindakan-tindakan
yang diperlukan dalam rangka penyesuaian pemanfaatan ruang
dengan rencana tata ruang dan/atau ketentuan teknis pemanfaatan
ruang;
c. batas waktu maksimum yang diberikan kepada pelanggar untuk
dengan kesadaran sendiri melakukan penyesuaian pemanfaatan
ruang; dan
d. konsekuensi akan dilakukannya pembongkaran bangunan secara
paksa apabila pelanggar mengabaikan surat peringatan.

Pasal 118
(1) Pemulihan fungsi ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat
(1) huruf i rnerupakan upaya untuk merehabilitasi ruang agar dapat
kembali sesuai dengan fungsi yarrg ditetapkan dalam RDTR.
(2) Pemulihan fungsi ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
dilakukan apabila terbukti adanya perubahan fungsi ruang yang
diakibatkan oleh Pemanfaatan Ruang yang tidak sesuai dengan RTR.
(3) Pemulihan fungsi ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi
tanggung jawab pihak yang melanggar.
(4) Biaya pemulihan fungsi rang sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dapat berasal dari denda administratif.
(5) Dalam hal pihak yang melangar dinilai tidak mampu membiayai
kegiatan pemulihan fungsi ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah dapat mengajukan
penetapan pengadilan agar pemulihan dilakukan oleh Pemerintah
Pusat atau Pemerintah Daerah dengan pengenaan disinsentif pada
pihak yang melanggar.

BAB X
HAK, KEWAJIBAN, DAN PERAN SERTA MASYARAKAT
Bagian Kesatu
Hak Masyarakat
Pasal 119
Dalam kegiatan mewujudkan pemanfaatan ruang wilayah, masyarakat
berhak:
a. berperan dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang,
dan pengendalian pemanfaatan ruang;
b. mengetahui secara terbuka rencana tata ruang wilayah;
c. menikilometerati manfaat ruang dan/atau pertambahan nilai ruang
sebagai akibat dari penataan ruang;
d. memperoleh pergantian yang layak atas kondisi yang dialaminya sebagai
akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana
tata ruang;
e. mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap
pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang di
wilayahnya;
f. mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan
yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang kepada pejabat
berwenang;
g. mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan/atau
pemegang izin apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan
rencana tata ruang menimbulkan kerugian; dan
h. mengawasi pihak-pihak yang melakukan penyelenggaraan tata ruang.

Bagian Kedua
Kewajiban Masyarakat
Pasal 120
Kewajiban masyarakat dalam penataan ruang wilayah meliputi:
a. menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari
pejabat yang berwenang;
c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin
pemanfaatan ruang; dan
d. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan Peraturan
Perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum.

Pasal 121
(1) Pelaksanaan kewajiban masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 86 dilaksanakan dengan mematuhi dan
menerapkan kriteria, kaidah, baku mutu, dan aturan-aturan penataan
ruang yang ditetapkan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan.
(2) Kaidah dan aturan pemanfaatan ruang yang dilakukan masyarakat
secara turun temurun dapat diterapkan sepanjang memperhatikan
faktor-faktor daya dukung lingkungan, estetika lingkungan, lokasi, dan
struktur pemanfaatan ruang serta dapat menjamin pemanfaatan ruang
yang serasi, selaras, dan seimbang.

Bagian Ketiga
Peran Masyarakat
Pasal 122
(1) Peran masyarakat dalam penyelenggaraan penataan ruang meliputi:
a. peran masyarakat dalam pelaksanaan penataan ruang; dan
b. peran masyarakat dalam pengawasaan penataan ruang.
(2) Peran masyarakat dalam pelaksanaan penataan ruang dilakukan pada
tahap:
a. proses perencanaan tata ruang;
b. pemanfaatan ruang; dan
c. pengendalian pemanfaatan ruang.
(3) Peran masyarakat dalam pengawasan penataan ruang dilakukan
secara terus menerus selama masa berlakunya Rencana Tata Ruang.
(4) Ketentuan mengenai peran masyarakat dalam pelaksanaan penataan
ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berpedoman
kepada peraturan perundang-undangan.
(5) Ketentuan mengenai peran masyarakat dalam pengawasan penataan
ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan
melalui:
a. keikutsertaan memantau pelaksanaan penyelenggaraan penataan
ruang;
b. keikutsertaan mengevaluasi pelaksanaan penyelenggaraan penataan
ruang; dan
c. pemberian laporan terhadap ketidaksesuaian terhadap
penyelenggaraan penataan ruang.
(6) Peran masyarakat dibidang penataan ruang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat disampaikan secara lisan dan/atau tertulis.
(7) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dapat
disampaikan kepada Wali Kota.
(8) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) juga dapat
disampaikan melalui unit kerja terkait yang ditunjuk oleh Wali Kota.

Peran Masyarakat dalam Proses Perencanaan Tata Ruang


Pasal 123
(1) Bentuk peran masyarakat dalam proses perencanaan tata ruang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (2) huruf a dapat berupa:
a. masukan, meliputi:
1) persiapan penyusunan rencana tata ruang;
2) penentuan arah pengembangan kota;
3) pengidentifikasian potensi dan masalah pembangunan;
4) perumusan konsepsi rencana tata ruang; dan
5) penetapan rencana tata ruang.
b. menyampaikan keberatan terhadap rancangan rencana tata ruang;
dan
c. melakukan kerja sama dengan pemerintah, pemerintah provinsi,
pemerintah daerah dan/atau sesama unsur masyarakat.
(2) Kerja sama dengan pemerintah, pemerintah daerah dan/atau sesama
unsur masyarakat dalam perencanaan tata ruang.
(3) Masyarakat dapat menyampaikan masukan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a melalui forum pertemuan yang difasilitasi oleh
pemerintah daerah.

Peran Masyarakat dalam Pemanfaatan Ruang


Pasal 124
Bentuk peran masyarakat dalam pemanfaatan ruang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 88 ayat (2) huruf b dapat berupa:
a. melakukan kegiatan pemanfaatan ruang yang sesuai dengan kearifan
lokal dan rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
b. menyampaikan masukan mengenai kebijakan pemanfaatan ruang;
c. memberikan dukungan bantuan teknik, keahlian, dan/atau dana dalam
pengelolaan pemanfaatan ruang;
d. meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan keserasian dalam pemanfaatan
ruang darat, ruang laut, ruang udara, dan ruang di dalam bumi dengan
memperhatikan kearifan lokal serta sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
e. melakukan kerjasama pengelolaan ruang dengan pemerintah,
pemerintah provinsi, pemerintah daerah, dan/atau dan pihak lainnya
secara bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan penataan ruang;
f. menjaga, memelihara, dan meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan
dan Sumber Daya Alam (SDA);
g. melakukan usaha investasi dan/atau jasa keahlian; dan
h. mengajukan gugatan ganti rugi kepada pemerintah atau pihak lain
apabila kegiatan pembangunan yang dilaksanakan merugikan.

Peran Masyarakat dalam Pengendalian Pemanfaatan Ruang


Pasal 125
Bentuk peran masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (2) huruf c dapat berupa:
a. memberikan masukan mengenai arahan zonasi, perizinan, pemberian
insentif, dan disinsentif serta pengenaan sanksi;
b. turut serta memantau dan mengawasi pelaksanaan kegiatan
pemanfaatan ruang, rencana tata ruang yang telah ditetapkan, dan
pemenuhan standar pelayanan minimal di bidang penataan ruang;
c. melaporkan kepada instansi/pejabat yang berwenang dalam hal
menemukan kegiatan pemanfaatan ruang yang melanggar rencana tata
ruang yang telah ditetapkan dan adanya indikasi kerusakan dan/atau
pencemaran lingkungan, tidak memenuhi standar pelayanan minimal
dan/atau masalah yang terjadi di masyarakat dalam penyelenggaraan
penataan ruang;
d. mengajukan keberatan terhadap keputusan pejabat publik yang
dipandang tidak sesuai dengan rencana tata ruang; dan
e. mengajukan gugatan pembatalan izin dan/atau penghentian
pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang kepada
instansi yang berwenang.

Pasal 126
(1) Dalam rangka meningkatkan peran masyarakat, pemerintah daerah
dapat membangun strategi pengembangan kesadaran dan tanggung
jawab masyarakat dalam penyelenggaraan penataan ruang.
(2) Pengembangan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam
Peraturan Wali Kota.

BAB XI
KERJASAMA
Pasal 127
(1) Pemerintah Daerah dapat melakukan kerjasama dengan daerah
perbatasan dan/atau pemerintah daerah lain, perguruan tinggi dan
swasta dalam pelaksanaan RDTR dalam rangka:
a. meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat berdasarkan
RTRW Kota Dumai dan RDTR BWP Medang Kampai;
b. meningkatkan efektifitas dan efisiensi pemanfaatan sumber daya;
c. meningkatkan kebersamaan dalam memecahkan permasalahan
pelaksanaan RDTR;
d. mempercepat akselerasi ilmu pengetahuan dan teknologi dalam
pemanfaatan ruang berdasarkan RTRW Kota Dumai dan RDTR BWP
Medang Kampai;
e. mencukupi kebutuhan pendanaan secara berkelanjutan dalam
penyediaan prasarana dan sarana perkotaan melalui pengerahan
dana swasta;
f. meningkatkan kuantitas, kualitas dan efisiensi pelayanan melalui
persaingan sehat; dan
g. meningkatkan kualitas pengelolaan dan pemeliharaan dalam
penyediaan prasarana dan sarana.
(2) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB XII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Bagian Kesatu
Pembinaan
Pasal 128
Pemerintah daerah melakukan pembinaan penyelenggaraan RDTR
dengan cara:
a. mensosialisasikan RDTR, peraturan perundang-undangan dan
pedoman bidang penataan ruang;
b. pemberian bimbingan, supervisi dan konsultasi pelaksanaan penataan
ruang;
c. pengembangan sistem informasi dan komunikasi penataan ruang;
d. menyebarluaskan informasi penataan ruang kepada masyarakat; dan
e. pengembangan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat.

Bagian Kedua
Pengawasan
Pasal 129
(1) Pemerintah Daerah melakukan pengawasan pelaksanaan RDTR sesuai
dengan kewenangannya melalui:
a. pemantauan;
b. evaluasi; dan
c. pelaporan.
(2) Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. pengamatan;
b. pencatatan;
c. perekaman;
d. pemeriksaan laporan; dan/atau
e. peninjauan secara langsung.
(3) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dilakukan
melalui kegiatan analisis dan penilaian terhadap hasil pemantauan
yang hasilnya sebagai dasar peninjauan atas pelaksanaan RDTR .
(4) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, disampaikan
oleh kepala OPD yang mengeluarkan izin dan rekomendasi kepada Wali
Kota secara berkala atau sesuai kebutuhan

BAB XIII
KELEMBAGAAN
Pasal 130
(1) Dalam rangka mengkoordinasikan penataan ruang dan kerjasama antar
sektor/daerah di bidang penataan ruang, dibentuk Forum Penataan
Ruang Kota Dumai.
(2) Untuk membantu pelaksanaan tugas Forum Penataan Ruang Daerah
Kota Dumai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibentuk Sekretariat
dan Kelompok Kerja yang terbagi atas Kelompok Kerja Perencanaan Tata
Ruang dan Kelompok Kerja Pemanfaatan serta Kelompok Kerja
Pengendalian Pemanfaatan Ruang.
(3) Tugas, susunan organisasi, dan tata kerja Forum Penataan Ruang
Daerah Kota Dumai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
dengan Keputusan Wali Kota.

BAB XIV
PENYIDIKAN
Pasal 131
(1) Selain pejabat penyidik kepolisian Negara Republik Indonesia, pegawai
negeri sipil tertentu di lingkungan instansi pemerintah yang lingkup
tugas dan tanggung jawabnya di bidang penataan ruang diberi
wewenang khusus sebagai penyidik untuk membantu pejabat penyidik
kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Kitab Undang -Undang Hukum Acara Pidana.
(2) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berwenang:
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan
yang berkenaan dengan tindak pidana dalam bidang penataan
ruang;
b. melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan
tindak pidana dalam bidang penataan ruang;
c.meminta keterangan dan barang bukti dari orang sehubungan
dengan peristiwa tindak pidana dalam bidang penataan ruang;
d. melakukan pemeriksaan atas dokumen-dokumen yang berkenaan
dengan tindak pidana dalam bidan penataan ruang;
e. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat
bahan bukti dan dokumen lain serta melakukan penyitaan dan
penyegelan terhadap bahan dan barang hasil pelanggaan yang
dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana dalam bidang
penataan ruang; dan
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas
penyidikan tindak pidana dalam bidang penataan ruang.
(3) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memberitahukan dimulainya penyidikan kepada Pejabat Penyidik
Kepolisan Negara Republik Indonesia.
(4) Apabila pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) memerlukan tindakan penangkapan dan penahanan, penyidik
pegawai negri sipil melakukan koordinasi dengan Pejabat Penyidik
Kepolisian Negara Republik Indonesia seusai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(5) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menyampaikan hasil penyidikan kepada penuntut umum melalui
Pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(6) Pengangkatan pejabat penyidik pegawai negeri sipil dan tata cara serta
proses penyidikan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

BAB XV
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 132
(1) Jangka waktu RDTR Perkotaan BWP Medang Kampai adalah 20 (dua
puluh) tahun dan dapat ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima)
tahun.
(2) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan
bencana alam skala besar dan/atau perubahan batas teritorial
wilayah yang ditetapkan dengan Peraturan Perundang-undangan
RDTR Perkotaan BWP Medang Kampai dapat ditinjau kembali lebih
dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
(3) Peraturan Walikota tentang RDTR Perkotaan BWP Medang Kampai
Tahun 2021 – 2041 dilengkapi dengan buku rencana dan album peta
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Walikota ini.
BAB XVI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 133
(1) Pada saat mulai berlakunya Peraturan Walikota ini, semua ketentuan
Peraturan Perundang-undangan yang berkaitan dengan
penyelenggaraan penataan ruang Kota tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dan belum diganti berdasarkan Peraturan Walikota ini.
(2) Dengan berlakunya Peraturan Walikota ini, maka:
a. izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan dan telah sesuai
dengan ketentuan Peraturan Walikota ini tetap berlaku sesuai
dengan masa berlakunya;
b. izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan tetapi tidak sesuai
dengan ketentuan Peraturan Walikota ini berlaku ketentuan:
1. Dalam hal pemilik izin belum melaksanakan pembangunan,
maka izin yang telah dikeluarkan disesuaikan dengan fungsi
kawasan berdasarkan Peraturan Walikota ini;
2. Dalam hal pemilik izin sudah melaksanakan pembangunan,
maka dilakukan penyesuaian dengan masa transisi berdasarkan
ketentuan Perundang-undangan;
3. Dalam hal sudah dilaksanakan pembangunan dan tidak
memungkinkan untuk dilakukan penyesuaian dengan fungsi
kawasan berdasarkan Peraturan Walikota ini, maka izin yang
telah diterbitkan dapat dibatalkan dan terhadap kerugian yang
timbul sebagai akibat pembatalan izin tersebut dapat diberikan
penggantian yang layak; dan
4. penggantian yang layak sebagaimana dimaksud pada angka 3
terlebih dahulu dinilai oleh Lembaga Penilai Independen dengan
memperhatikan indikator sebagai berikut:
a) memperhatikan harga pasaran setempat;
b) sesuai dengan Nilai Jual Objek Pajak; atau
c) menyesuaikan kemampuan keuangan daerah.
5. Lembaga Penilai Independen dimaksud angka 4, lembaga yang
terdaftar resmi di kementerian Keuangan dan atau Kementerian
Hukum dan HAM Republik Indonesia atau sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
c. pemanfaatan ruang yang izinnya sudah habis dan tidak sesuai
dengan Peraturan Walikota ini dilakukan penyesuaian berdasarkan
Peraturan Walikota ini; dan
d. pemanfaatan ruang di Daerah yang diselenggarakan tanpa izin
ditentukan sebagai berikut:
1. yang bertentangan dengan ketentuan Peraturan Walikota ini,
pemanfaatan ruang yang bersangkutan ditertibkan dan
disesuaikan dengan Peraturan Walikota ini;
2. yang sesuai dengan ketentuan Peraturan Walikota ini, dipercepat
untuk mendapatkan izin yang diperlukan.

BAB XVII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 134
Peraturan Walikota ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar
setiap orang mengetahui, memerintahkan pengundangan Peraturan
Walikota ini, dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Dumai.

Ditetapkan di Kota Dumai.


pada tanggal …………… 2021
WALIKOTA DUMAI,

(...............................................)
H. Paisal, SKM,MARS

Diundangkan di Kota Dumai


Pada tanggal …………………….… 2021
SEKRETARIS DAERAH
KOTA DUMAI,

(…………………………………………)
Dr. H.M. Herdi Salioso, S.E., M.A

Anda mungkin juga menyukai